08_179Rinitisalergifaktorrisiko
-
Upload
imam-hartono -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
Transcript of 08_179Rinitisalergifaktorrisiko
425| AGUSTUS 2010
HASIL PENELITIAN
LATAR BELAKANG
Otitis media supuratif kronik (OMSK)
adalah radang kronik telinga tengah
dengan perforasi membran timpani
dan riwayat keluarnya sekret dari tel-
inga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul.1
OMSK juga merupakan peradangan
akibat infeksi mukoperiosteum kavitas
timpani yang ditandai oleh perforasi
membran timpani dengan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang tim-
bul selama lebih dari 3 bulan dan dap-
at menyebabkan perubahan patologik
yang permanen.2 Ada juga yang
memberi batas waktu 6 minggu untuk
terjadinya awal proses kronisitas pada
OMSK.3 Sekret yang keluar mungkin
serosa, mukus atau purulen.1,2,3,4
OMSK secara klasik dapat dibagi men-
jadi 2 golongan, yaitu otitis media su-
puratif kronik tipe benigna (OMSKB)
atau tipe tubotimpanum atau tipe safe
dan tipe maligna, atau tipe atikoan-
tral atau tipe unsafe. OMSKB dibagi
menjadi tipe aktif, tipe laten dan tipe
inaktif. Pada OMSKB tipe laten, saat
pemeriksaan kavum timpani kering
setelah mendapat pengobatan, tetapi
sebelumnya ada riwayat otore yang
hilang timbul. OMSKB inaktif bila ada
riwayat otore di masa lalu dan saat pe-
meriksaan kavum timpani kering tan-
pa kemungkinan kekambuhan dalam
waktu dekat. Pada otitis media supu-
ratif tipe benigna proses infeksi hanya
terbatas pada mukosa telinga tengah
saja dan yang terkena adalah mesot-
impanun dan hipotimpanum serta
tuba auditoria. Tipe ini jarang menim-
bulkan komplikasi yang berbahaya.5
Prevalensi OMSKB di negara berkem-
bang berkisar antara 5 – 10% , se-
dangkan di negara maju 0,5 – 2%.6
Diperkirakan sekitar 10 juta penduduk
Indonesia menderita OMSKB.7 Survei
Nasional Kesehatan Indera Pengliha-
tan dan Pendengaran tahun 1994 –
1996 menunjukkan prevalensi OMSKB
antara 2,10 – 5,2%.8 Frekuensi OMSKB
di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakar-
ta pada tahun 1989 sebesar 15,21%.9
Di RS Hasan Sadikin Bandung dilapor-
kan frekuensi OMSKB selama periode
1988 – 1990 sebesar 15,7% 10 dan pada
tahun 1991 dilaporkan prevelensi OM-
SKB sebesar 10,96%.11
Frekuensi penderita OMSKB di RS Dr
Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997
sebesar 8,2%.12 Data catatan medis
kunjungan kasus baru penderita OM-
SKB di RS Sardjito tahun 2002 adalah
460 orang, sedangkan jumlah selu-
ruh kunjungan di poliklinik THT pada
tahun tersebut adalah 13.524 orang,
maka frekuensi OMSKB adalah 3,4%.13
Faktor predisposisi kronisitas otitis
media diduga karena: 1) disfungsi
tuba auditoria kronik, infeksi fokal sep-
erti sinusitis kronik, adenoiditis kronik
dan tonsilitis kronik yang menyebab-
kan infeksi kronik atau berulang salu-
ran napas atas dan selanjutnya men-
gakibatkan udem serta obstruksi tuba
Rinitis Alergi sebagai Faktor Risiko Otitis Media Supuratif Kronis
Tutie Ferika Utami, Kartono Sudarman, Bambang Udji Djoko Rianto, Anton Christanto
Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito, Yogya-
karta, Indonesia
auditoria. Beberapa kelainan sep-
erti hipertrofi adenoid, celah palatum
mengganggu fungsi tuba auditoria.
Gangguan kronik fungsi tuba auditoria
menyebabkan proses infeksi di telinga
tengah menjadi kronik, 2) perforasi
membran timpani yang menetap me-
nyebabkan mukosa telinga tengah
selalu berhubungan dengan udara
luar. Bakteri yang berasal dari kanalis
auditorius eksterna atau dari luar lebih
leluasa masuk ke dalam telinga ten-
gah menyebabkan infeksi kronik mu-
kosa telinga tengah.5 3) Pseudomonas
aeruginusa dan Staphylococcus au-
reus merupakan bakteri yang tersering
diisolasi pada OMSKB, sebagian be-
sar telah resisten terhadap antibiotika
yang lazim digunakan. Ketidaktepatan
atau terapi yang tidak adekuat me-
nyebabkan kronisitas infeksi.14 4) Fak-
tor konstitusi, alergi merupakan salah
satu faktor konstitusi yang dapat me-
nyebabkan kronisitas.
Pada keadaan alergi ditemukan pe-
rubahan berupa bertambahnya sel
goblet dan berkurangnya sel kol-
umner bersilia pada mukosa telinga
tengah dan tuba auditoria sehingga
produksi cairan mukoid bertambah
dan efi siensi silia berkurang.15 Penya-
kit alergi adalah suatu penyimpangan
reaksi tubuh terhadap paparan bahan
asing yang menimbulkan gejala pada
orang yang berbakat atopi sedangkan
pada kebanyakan orang tidak menim-
bulkan reaksi apapun.16
CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 425CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 425 7/23/2010 10:33:06 PM7/23/2010 10:33:06 PM
426 | AGUSTUS 2010
HASIL PENELITIAN
Rinitis alergi adalah suatu gangguan
hidung yang disebabkan oleh reaksi
peradangan mukosa hidung diper-
antarai oleh imunoglobulin E (Ig
E), setelah terjadi paparan alergen
(reaksi hipersensitivitas tipe I Gell dan
Comb). Gejala klinik rinitis alergi dise-
babkan oleh mediator kimia yang
dilepaskan oleh sel mast, basofi l dan
eosinofi l akibat reaksi alergen dengan
Ig E spesifi k yang melekat di permu-
kaannya. Mediator yang paling banyak
diketahui peranannya adalah histamin.
Histamin akan menyebabkan hidung
gatal, bersin-bersin, rinore cair dan hi-
dung tersumbat.17
Rinitis alergi bersifat kronik dan per-
sisten sehingga dapat menyebab-
kan perubahan berupa hipertrofi dan
hiperplasi epitel mukosa dan dapat
menimbulkan komplikasi otitis me-
dia, sinusitis dan polip nasi. Beberapa
pendapat menyatakan bahwa pada
rinitis alergi, edema mukosa selain ter-
jadi di kavum nasi juga meluas ke na-
sofarings dan tuba auditoria sehingga
dapat mengganggu pembukaan sinus
dan tuba auditoria.17 Prevalensi rinitis
alergi di Indonesia belum diketahui
pasti, namun data dari beberapa ru-
mah sakit menunjukkan bahwa frekuen-
si rinitis alergi berkisar 10 – 26%.
Penelitian tentang penatalaksanaan
OMSKB telah banyak dilakukan, na-
mun lebih banyak ditujukan pada
jenis pengobatan seperti perlunya
antibiotik, jenis antibiotik, apakah cu-
kup lokal atau sistemik, apakah anti-
biotika yang diberikan sudah sesuai
dengan jenis bakterinya serta apakah
cukup tindakan konservatif atau perlu
tindakan operatif saja. Begitu juga pe-
nelitian mengenai faktor-faktor yang
mendasari patogenesis OMSKB se-
perti fungsi ventilasi dan drainase tuba
auditoria dalam hubungannya dengan
proses penyembuhan OMSKB.12
Faktor alergi khususnya rinitis alergi
sebagai faktor risiko OMSKB belum
pernah diteliti. Restuti (2006)16 menya-
takan bahwa prevalensi dan patogen-
esis OMSK dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain kekerapan infeksi sa-
luran napas atas, sosioekonomi, gizi,
alergi dan faktor imunitas. Sebagai
respons alergi terjadi sekresi berbagai
mediator dan sitokin yang mempeng-
aruhi terjadinya infl amasi dan kondisi
seperti ini dapat berulang hingga kro-
nis. Interleukin-1 (IL-1) merupakan si-
tokin yang kadarnya tinggi pada pasien
OMSK; demikian juga tumor necrosis
factor-α (TNF-α) yang dihubungkan
dengan kronisitas pada otitis media
juga memiliki kadar yang tinggi. Selain
faktor fungsi tuba, patogenesis OMSK
juga dipengaruhi oleh faktor mukosa
telinga tengah sebagai target organ
alergi. Pada biopsi mukosa telinga
tengah didapatkan eosinophilic cation-
ic protein (ECP), IL-5 dan basic major
protein (BMP) yang tinggi pada pasien
otitis media dengan rinitis alergi di-
bandingkan dengan pasien otitis me-
dia tanpa rinitis alergi.
Sebagian besar otitis media supuratif
kronik tampaknya berasal dari otitis
media supuratif akut yang berulang,
namun beberapa peneliti mengatakan
bahwa otitis media kronis mungkin ber-
asal dari otitis media efusi yang terin-
feksi sekunder dengan hipertrofi dan
hipersekresi mukosa telinga tengah.6
Penelitian epidemiologi di beberapa
negara memperlihatkan angka > 50%
pasien otitis media dengan rinitis aler-
gi, 21% pasien rinitis alergi menderita
otitis media. Tuba auditoria meme-
gang peranan penting sebagai fungsi
regulasi tekanan udara di dalam teli-
nga tengah. Mekanisme ini dihubung-
kan dengan patofi siologi penyebab
obstruksi tuba, terutama akibat infeksi
atau infl amasi dari proses alergi. Rini-
tis dihubungkan sebagai etiologi otitis
media dengan 2 cara yaitu: disfungsi
tuba disebabkan oleh reaksi alergi dari
mukosa nasal atau adanya fungsi mu-
kosiliar yang terganggu.18
METODE PENELITIAN
Rancangan dan Populasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kasus-kontrol; bertujuan menganalisis
/menentukan rinitis alergi sebagai fak-
tor risiko otitis media supuratif kronik
benigna (OMSKB), membandingkan
antara pasien OMSKB dengan faktor
risiko rinitis (kasus) dan pasien non
OMSKB dengan faktor risiko rinitis al-
ergi (kontrol).
Populasi terjangkau pada penelitian
ini adalah semua penderita OMSKB
yang berobat ke klinik rawat jalan THT
RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Pengam-
bilan sampel dengan cara berurutan
(consecutive sampling) sampai terca-
pai jumlah sampel minimal.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi: 1) Pasien OMSKB rawat
jalan dengan keluhan sekret telinga
berulang atau pernah, dan pada pe-
meriksaan otoskopi didapat cairan/
tanpa cairan pada liang telinga, mem-
bran timpani perforasi sentral tanpa
kolesteatom dan granulasi, kontrol
: pasien non OMSKB, yang datang
ke poli rawat jalan THT, 2) Penderita
pria atau wanita umur ≥ 5 tahun dan
kooperatif, 3) Bebas dari obat anti-
histamin, kortikosteroid sistemik dan
topikal setidaknya selama 7-10 hari.
Kriteria Eksklusi : 1) Menderita OMA
pada kelompok kontrol.
Subyek Penelitian
Subyek yang telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dan menanda-
tangani informed consent tanpa ran-
domisasi dibagi menjadi kelompok
kasus dan kelompok kontrol setelah
anamesis dan pemeriksaan otoskopi.
Setiap subyek terpilih selanjutnya di-
anamnesis dan menjalani pemerik-
saan fi sik hidung serta pemeriksaan
rinoskopi anterior, selanjutnya dilaku-
kan skin prick test bagi sampel yang
belum pernah di test.
Jumlah Sampel
Perkiraan besar sampel dihitung meng-
gunakan rumus besar sampel untuk
penelitian analitik kategorik tidak ber-
pasangan dengan α ditentukan sebe-
sar 5% untuk tingkat kesalahan tipe I,
β ditetapkan sebesar 20% untuk kes-
alahan tipe II; power (1-β) adalah 80%
berarti penelitian ini mempunyai pe-
CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 426CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 426 7/23/2010 10:33:07 PM7/23/2010 10:33:07 PM
427| AGUSTUS 2010
HASIL PENELITIAN
luang sebesar 80% untuk mengetahui
adanya pengaruh faktor risiko terha-
dap kasus apabila perbedaan itu ada
di populasi. Zα untuk menguji hipote-
sis satu arah sebesar 1,64 dan Zβ sebe-
sar 0,84. Dari kepustakaan didapatkan
proporsi pajanan pada kelompok
kontrol sebesar 20 %. Dari hasil per-
hitungan besar sampel minimal, maka
jumlah total sampel 98 orang, untuk
kelompok kasus adalah 49 orang dan
kelompok kontrol 49 orang.
Analisis Statistik
Data disajikan dalam bentuk tabulasi
dan deskripsi statistik.
Analisis statistik yang digunakan ada-
lah:
1) Uji X2 untuk menghitung ada
tidaknya perbedaan karakteristik
kedua kelompok.
2) Analisis regresi logistik, untuk me-
nilai variabel-variabel yang ber-
pengaruh pada otitis media supu-
ratif kronik benigna.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian di poliklinik THT RS Dr.
Sardjito Yogyakarta dari bulan Juni
2007 sampai dengan bulan Maret
2008 menemukan 53 penderita OM-
SKB dan 50 pasien non OMSKB, 100
pasien di antaranya memenuhi kriteria
inklusi penelitian ini, sisanya sebanyak
3 pasien dari kelompok kasus tidak
bersedia menjalani skin prick test.
1. Karakteristik demografi s subyek
penelitian
Uji X2 mendapatkan nilai p = 0,102 (>
0,05), tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna antar usia kelompok
kasus dengan kelompok kontrol pada
penelitian ini.
Tidak terdapat perbedaan yang ber-
makna antara jenis kelamin subyek
pada kelompok kasus dan kelompok
kontrol dengan nilai p = 0,840 (p >
0,05); OR: 0,922; IK 95%: 0,41- 2,03.
Kedua variabel umur dan jenis kelamin
tidak berpengaruh terhadap morbidi-
tas OMSKB.
Tabel 1. Distribusi subyek penelitian menurut umur dan jenis kelamin
KasusN(%)
KontrolN(%)
Total (%) Nilai p(Uji X2)
Umur (tahun)
5 – 15 5 (10) 5 (10) 10 (10)
16 – 25 15 (30) 26 (52) 41 (41) 0,102
26 – 55 26 (52) 18 (36) 44 (44)
≥ 56 4 (8) 1 (2) 5 (5)
Jenis Kelamin
Laki – laki 21 (42) 22 (44) 43 (43) 0,840
Perempuan 29 (58) 28 (56 57 (57)
Tabel 2a. Distribusi menurut keluhan dan kelainan telinga
Keluhan dan Kelainan telingaKel.Kasus
N(%)Kel.Kontrol
N(%)Nilai p(Uji X2)
Cairan dari Telinga 26 (52) - 0,001
Batuk, pilek dan demam 41 (82) - 0,001
Manipulasi telinga 9 (18) -
Kambuh < 3 x/ th 7 (14) -
Kambuh ≥ 3 x/th 43 (86) - 0,006
Pendengaran menurun 3 (6) - 0,079
Perforasi MT 50 (100 - 0,001
Tabel 2b. Distribusi menurut keluhan dan kelainan hidung
Keluhan dan Kelainan hidung
Meler, bersin dan tersumbat 41 (82) 9 (18) 0,001
Riwayat atopi (+) 26 (52) 1 (2) 0,001
Hipertrofi , livide, discharge serous,Shiner dan crease
40 (80) 4 (8) 0,001
Tabel 3. Hubungan keluhan dan kelainan telinga dan hidung dengan rinitis alergi
RA (+) RA (-)Total N(%)
Nilai p (Uji X2)
Keluhan dan kelainan Telinga
Telinga meler 20 6 26(26)
Tidak meler 28 46 74(74) 0,001
Batuk, pilek dan demam 36 5 41(41)
Manipulasi telinga 12 47 59(59) 0,001
Kambuh < 3 x/th 4 3 7(7)
Kambuh ≥ 3 x/th 44 49 93(93) 0,616
Perforasi MT 40 10 50(50) 0,001
Tidak perforasi MT 8 42 50(50)
Keluhan dan kelainan Hidung
Meler, bersin dan tersumbat 48 2 50(50)
Tanpa keluhan - 50 50(50) 0,001
Riwayat atopi 27 - 27(27)
Tanpa riwayat atopi 21 52 73(73) 0,001
Hipertrofi , livide, dischargesereus, shiner dan creaseTanpa kelainan hidung
444
- 52
44(44)56(56)
0,001
CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 427CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 427 7/23/2010 10:33:07 PM7/23/2010 10:33:07 PM
428 | AGUSTUS 2010
HASIL PENELITIAN
Tabel 5. Hasil regresi logistik pengaruh variabel terhadap OMSKB
Variabel ß p Adjusted Odd-
Ratio
IK 95%
Rinitis Alergi 0,080 0,001 21,00 7,53 – 58,56
Keluhan dan kelainan telingaBatuk, pilek dan demam Manipulasi telinga
3,108 0,008 22,38 2,24 – 22,81
Perforasi MT Tidak perforasi MT
1,752 0,032 5,76 1,16 – 28,56
Telinga meler Tidak meler
-1,69 0,135 0,185 0,02 – 1,69
Keluhan dan kelainan hidungMeler, bersin dan Tersumbat
13,89 0,894 1083859,7 0,001 – 4,525
Riwayat atopi (+) 0,001 1,000 1,000 0,001 – 1,024
Hipertrofi , livide, Discharge sereus,Shiner dan crease
12,51 0,944 270964,93 0,001 – 2,586
Tabel 4. Hasil pengukuran kedua kelompok penelitian terhadap rinitis alergi
Kasus N(%) Kontrol N(%) Nilai p
Rinitis Alergi (+) 40 (80) 8 (16) 0,001
Rinitis Alergi (-) 10 (20) 42 (84)
Total 50 (100) 50 (100)
2. Karakteristik keluhan dan ke-
lainan telinga dan hidung
Terdapat perbedaan bermakna antara
kelompok kasus dan kontrol pada ke-
luhan cairan keluar dari telinga den-
gan nilai p = 0,001 (p < 0,05); OR: 3,08;
IK 95%: 2,2 – 4,2. Sebanyak 41 kasus
(82%) mengeluh batuk, pilek dan de-
mam sebelum keluhan telinga timbul
dan 9 pasien (18%) karena manipulasi
telinga - p = 0,001 (< 0,05); OR: 6,5; IK
95%: 3,5 – 11,9.
Sebanyak 7 pasien (14%) kambuh
kurang dari 3 kali pertahun, 43 pasien
(86%) kambuh ≥3 kali per tahun. p =
0,006 (< 0,05); OR: 2,1; IK 95%: 1,7 –
2,7.
Keluhan penurunan pendengaran
perbedaan antara kelompok kasus
dan kelompok kontrol tidak berbeda
bermakna - p = 0,079 ( > 0,05); OR:
2,06; IK 95%: 1,68 – 2,53. Penurunan
pendengaran dapat disebabkan kar-
ena faktor usia.
Kelainan telinga berupa perforasi
membran timpani terjadi pada semua
kasus - 50 pasien (100%), sedangkan di
kelompok kontrol tidak terdapat ke-
lainan telinga. p = 0,001 (p < 0,05).
Terdapat perbedaan bermakna antara
kelompok kasus dengan kelompok
kontrol pada ketiga variabel keluhan
dan kelainan hidung (p = 0,001).
3. Hubungan antara keluhan dan
kelainan telinga dan hidung
dengan rinitis alergi
Terdapat perbedaan bermakna ke-
luhan telinga meler, batuk, pilek dan
demam serta kelainan telinga berupa
perforasi membran timpani pada rini-
tis alergi (p = 0,001 < 0,05). Namun
tidak terdapat perbedaan rinitis alergi
yang bermakna antara kekambuhan <
3 kali/tahun maupun kekambuhan ≥
3 kali/tahun (p = 0,616 > 0,05). Seta-
subrata (1999)12 tidak mendapatkan
perbedaan bermakna frekuensi keka-
mbuhan dalam hal gangguan fungsi
ventilasi (p = 0,26) dan drainase dari
tuba eustachius dengan (p = 0,12).
Keluhan dan kelainan hidung dengan
rinitis alergi berbeda bermakna (p =
0,001 < 0,05) pada ketiga variabel kar-
ena ketiga variabel tersebut merupak-
an tanda dan gejala rinitis alergi. Hasil
penelitian ini sama dengan hasil Wrat-
songko (2004)19 dengan nilai p = 0,001
untuk ketiga variabel tersebut.
4. Hubungan OMSKB terhadap
rinitis alergi
Terdapat perbedaan bermakna antara
kedua kelompok terhadap rinitis alergi
dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05); OR:
21; IK 95%: 7,53 – 58,56. Risiko kejadi-
an kasus (OMSKB) adalah 21 kali lebih
sering pada orang yang menderita rini-
tis alergi dibandingkan dengan orang
yang tidak menderita rinitis alergi.
Hurst (2002)20 juga menemukan per-
bedaan bermakna antara pasien oti-
tis media efusi (OME) dengan pasien
atopi, (p = 0,001). Begitu juga Supri-
hati dan Putra (1993)17 menemukan
hubungan antara rinitis alergi dengan
OME (PR prevalence ratio = 2,18 )
yang menandakan bahwa rinitis alergi
merupakan faktor risiko OME.
5. Analisis regresi logistik
Variabel tergantung pada penelitian
ini adalah OMSKB, sedangkan varia-
bel bebas yang dianalisis adalah rinitis
alergi, keluhan dan kelainan telinga
dan keluhan dan kelainan hidung.
Didapatkan tiga variabel yang ber-
hubungan bermakna atau berpen-
garuh terhadap OMSKB yaitu rinitis
alergi (p = 0,001, OR: 21: IK 95%: 7,53 –
58,56). Peluang terjadinya OMSKB 22
kali lebih besar pada pasien dengan
keluhan telinga diawali batuk, pilek
dan demam dibandingkan pasien
dengan keluhan telinga tanpa diawali
batuk, pilek dan demam (p = 0,008,
OR: 22,38 ; IK 95%: 2,24 – 22,81).
Peluang terjadinya OMSKB 5 kali
lebih besar pada pasien dengan per-
forasi membran timpani dibandingkan
pasien tanpa perforasi membran tim-
pani (p = 0,032, OR: 5,76 ; IK 95%: 1,16
– 28,56).
CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 428CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 428 7/23/2010 10:33:07 PM7/23/2010 10:33:07 PM
429| AGUSTUS 2010
SIMPULAN
Rinitis alergi merupakan faktor risiko
pada otitis media supuratif kronik be-
nigna (OMSKB).
SARAN
Melakukan test alergi (skin prick test),
menegakkan diagnosis rinitis alergi
serta memberikan terapi rinitis alergi
pada pasien otitis media yang sering
berulang untuk menekan angka keja-
dian OMSKB.
HASIL PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Helmi. Panduan penatalaksanaan baku otitis media supuratif kronik di Indonesia. Jakarta 2002: 4-13.
2. Paparela MM. Defi nition and classifi cation of otitis media. Fifth Asia Oceania Congress of Otorhinologi-
cal Societies 1983: 9-14.
3. Proctor B. Chronic otitis media and mastoiditis. Otolaryngology vol 2. Paparela, MM, Schumrick, DA
(eds). Philadelphia:WB. Saunders Co. 1973. 138-140.
4. Djaafar ZA. Diagnosis dan pengobatan otitis media supuratif kronik. Pengobatan Non Operatif Otitis
Media Supuratif Kronik. Jakarta 1990: 47-56.
5. Mawson SR. Disease of Middle Ear. Disease of the ear. 3rd ed. Great Britain: Alden and Mombrax ltd..
1974
6. Sedjawidada R. Historia naturalis of otitis media: a scheme resuming the inter relationships between
various form of otitis media and their resective surgical iteration. ORL Indonesia 1985: 16(3).
7. Boesoirie T. Miringoplasti dini, suatu cara efektif merekonstruksi mekanisme pendengaran konduktif
pasca radang kronis telinga tengah. FK UNPAD Bandung. Disertasi 1995: 1-112.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan gangguan pendenga-
ran untuk puskesmas.1998.
9. Helmi. Perjalanan penyakit dan gambaran klinis otitis media supuratif kronik. Pengobatan non operatif
otitis media supuratif. Jakarta 1990:17-30.
10. Boesoirie T. Prevalensi serta pola kepekaan kuman aerob dan anaerob pada otomastoiditonis kronis di
RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung. FK UNPAD Bandung. Tesis Magister 1992:52-54.
11. Djohar TH. Evaluasi fungsi tuba eusthacius dengan metoda modifi kasi infl asi-defl asi dan tetes telinga
memakai zat warna pada penderita-penderita otitis media perforata “kering” dewasa. Karya Tulis Akhir
1992 Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
12. Setasubrata YD. Peran fungsi ventilasi dan drainase tuba auditoria pada kesembuhan otitis media
supuratif kronik benigna aktif. Karya Tulis Akhir 1999: 1-39.
13. Hartanto D. Daya guna klinis amnion sebagai bahan bridge pada penutupan perforasi membran tim-
pani permanen secara konservatif. Karya Tulis Akhir 2004. FK UGM Yogyakarta.
14. Djoko Rianto BU. Effectiveness of ciprofl oxacin ear drops vs chloramphenicol ear drops for treating
active benign type chronic otitis media. Master of Science in Public Health Thesis.1998 .Yogyakarta
Gadjah Mada University.
15. Gladstone HB, Jackler RK, Varav K. Tympanic membrane wound healing: an overview. Otolaryngol Clin
North Am 1995.28: 913-932.
16. Restuti RD. Hubungan Alergi dengan Otitis Media Supuratif Kronik. Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan
Otologi I. Jakarta 2006: 31.
17. Putra IGK, Suprihati W. Hubungan antara rinitis kronik alergika dan otitis media dengan efusi. Kumpu-
lan Naskah Ilmiah Kongres PERHATI. Bukit Tinggi 1993.
18. Lazo-Saenz JG, Galvan –Aguilera AA. Eustachian tube dysfunction in allergic rhinitis. Otollaryngol
Head Neck Surg 2005.132: 626-631.
19. Wratsongko GT. Uji Diagnostik Skor Rinitis Alergi. Karya Tulis Akhir 2003. FK UGM Yogyakarta.
20. Hurst DS, Venge P. The impact of atopy on neutrophil activity in middle ear effusion from children and
adults with chronic otitis media. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2002.128: 561-566.
CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 429CDK ed_179 Agustus-September'10 DR.indd 429 7/23/2010 10:33:08 PM7/23/2010 10:33:08 PM