rivandipputra.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia terdapat dua musim yaitu musim hujan...
Transcript of rivandipputra.files.wordpress.com file · Web viewDi Indonesia terdapat dua musim yaitu musim hujan...
ACARA 4
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT
Disusun oleh:
Wakhidatin Nurul H. (12115)
Zulham Aaron M (12172)
Rivandi Pranandita P (12175)
Ahmad Zamzami (12227)
Syarifah Mustofa (12236)
Asisten : Muhammad Fitriadi
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ACARA 4
MENENTUKAN IKLIM SUATU TEMPAT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ragam iklim pada berbagai tempat di muka bumi ditentukan oleh beberapa
gabungan proses atmosfer yang berbeda sehingga perlu ada pengidentifikasian dan
pengklasifikasian jenis iklim. Meskipun semua unsur iklim penting, hubungan yang
menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Faktor yang
menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim, akan tetapi kriteria
yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri.
Iklim merupakan gabungan dari berbagai kondisi cuaca sehari-hari. Iklim berkaitan
dengan atmosfer dalam jangka yang panjang, iklim merupakan suatu konsep yang abstrak.
Ini merupakan komposit dari keadaan cuaca dari hari ke hari. Meski iklim merupakan suatu
konsep yang abstrak, namun penerapannya bersifat praktis pada tempat atau kawasaan
tertentu.
Rata-rata atau series iklim bisa digunakan untuk membuat tipe (klasifikasi) iklim di
suatu daerah. Kegunaan klasifikasi ikilm adalah untuk memperoleh efisiensi informasi
dalam bentuk yang umum dan sederhana. Oleh karena itu, analisis statistik unsur-unsur
iklim yang digunakan dapat dilakukan untuk menjelaskan dan memberi batas pada tipe-tipe
iklim secara kuantitatif, umum dan sederhana.
B. Tujuan
1. Melatih mahasiswa menyatukan berbagai anasir iklim guna menentukan tipe iklim.
2. Melatih mahasiswa mengetahui hubungan tipe iklim dengan keadaan tanaman
setempat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ragam iklim pada berbagai tempat di muka bumi ditentukan oleh beberapa
gabungan proses atmosfer yang berbeda sehingga perlu ada pengidentifikasian dan
pengklasifikasian jenis iklim. Meskipun semua unsur iklim penting, hubungan yang
menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim. Faktor yang
menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim, akan tetapi kriteria
yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri.
Pemahaman yang lebih baru tentang klasifiaksi iklim yaitu dengan melihat hubungan
sistematis antara unsur iklim dengan pola tanam dunia. Klasifikasi iklim berdasar pola
tanaman biasanya dikaitkan dengan hutan, hujan, padang rumput, dan tundra (Bayong,
1999).
Di Indonesia terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musimm kemarau, yang
diakibatkan oleh adanya monsoon asia. Di dekat ekuator, umumnya pada bulan desember
hingga maret, angin ini secara bertahap berubah arah dari arah Timur Laut menjadi arah
Barat Laut (Easterling, D.R., 1995). Monsoon dipengaruhi oleh beberapa fenomena antara
lain seperti ENSO, osilasi 30-60 harian, seruak laut cina selatan, seruak pantai barat
Australia, dan awal monsoon Australia (Oldeman, L.R., 1975).
Setelah pengetahuan tentang peta dunia semakin akurat, diketahui bahwa
pembagian zona iklim hanya berdasarkan garis lintang adalah kurang akurat, pembagian
zona iklim lebih lanjut mulai berkembang terjadi setelah ditemukannya alat-alat ukur
unsur-unsur iklim. Berdasar data iklim yang berhasil di rekam selama beberapa dasawarsa
dengan menggunakan alat-alat tersebut maka dikembangkan pembagian zona iklim lebih
akurat. Sekarang klasifikasi iklim telah berkembang lebih jauh dan disesuaikan dengan
tujuan penggunaannya. Pengumpulan data iklim telah dilakukan dengan lebih akurat, lebih
canggih, lebih intensif. Beberapa pakar klimatologi atau institusi yang bergerak di bidang
cuaca dan iklim telah mengembangkan klasifikasi iklim sesuai dengan sudut pandang atau
kepentingan masing-masing unsur iklim yang menunjukkan pola keragaman yang jelas
merupakan dasar utama dari klasifikasi iklim yang dilakukan oleh para pakar atau institusi
yang relevan. Unsur iklim yang sering dipakai yaitu curah hujan, cahaya, dan angin sangat
sering digunakan. Cahaya tidak digunakan sebagai klasifikasi iklim walau cahaya yang
diterima akan berbeda intensitas dan lama penyinarannya sesuai posisi lintang bumikarena
pembagian zona iklim berdasarkan cahaya matahari ini akan sama dengan pembagian bumi
berdasar garis lintang yang ada. Angin tidak digunakan sebagai klasifikasi iklim walau
angina beragam arah maupun kecepatannya, tapi pembagian iklim berdasarkan angin agak
sulit untuk dilakukan sebab tidak konsistennya tingkah laku angin tersebut. Berdasar
klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona
iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan atau tropika monsoon.
Sektor pertanian masih merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk
Indonesia. Dapat dipahami jika klasifikasi iklim lebih ditekankan untuk pemanfaatannya
dalam kegiatan budi daya pertanian. Pada daerah tropika seperti Indonesia, suhu udara
jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian. Ketersediaan air merupakan
faktor yang sering membatasi kegiatan produksi pertanian. Tanaman tak dapat tumbuh
normal dan memberi hasil yang baik jika ketersediaan air tak mencukupi karena kebutuhan
tersebut bakosurtanal membagi zona iklim menjadi 4. Selain klasifikasi iklim yang dibuat
bakosurtanal, sebelumnya telah banyak usaha yang dilakukan para pakar ilmu iklim untuk
membuat sistem klasifikasi iklim wilayah Indonesia. Yang pertama yaitu yang didasarkan
atas curah hujan yang diusulkan E.C. Mohr. Klasifikasi iklim Mohr didasarkan atas jumlah
bulan basah dan bulan kering dalam setahun. Bulan basah dalam klasifikasi iklim Mohr
adalah bulan dengan total hujan kumulatif > 100 mm, sedangkan bulan kering total curah
hujan kumulatifnya < 60 mm, dan bulan lembab total curah hujan kumulatifnya antara 60
hingga 100 mm. Sebelumnya, Boerema telah memplubikasi profil curah hujan untuk
wilayah Indonesia tapi belum melakukan usaha pengklasifikasian zona ilkim Indonesia
dengan kriteria yang jelas. Boerema menyajikan 69 tipe curah hujan di pulau jawa madura
dan 82 tipe di luar jawa madura. Klasifikasi lainnya untuk wilayah Indonesia diusulkan
oleh F.H. Schmidt dan J.H.A. Fergusson yang klasifikasinya didasarkan atas nisbah antara
jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah dalam setahun. Nisbah ini diberi symbol
Q, berdasar nilai Q ini wilayah Indonesia dibagi menjadi 8 zona iklim. Klasifikasi iklim
untuk wilayah Indonesia seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan
sebagai kriteria utamanya. Hal ini dilakukan karena variasi curah hujan untuk wilayah
Indonesia sangat nyata, sedang unsur iklim lain tidak berfluktuasi secara nyata sepanjang
tahun. Oldeman menyusun klasifikasi iklim Indonesia berdasar jumlah bulan basah yang
berlangsung secara berturut-turut. Beda dengan klasifikasi Mohr, dalam klasifikasi
Oldeman bulan basah adalah bulan dengan total curah hujan kumulatif > 200 mm, bulan
kering adalah bulan dengan total curah hujan < 100 mm, bulan lembab dengan total curah
hujan kumulatif antara 100 hingga 200 mm. Berdasar jumlah basah berturut-turut ini
Oldeman membuat 5 zona agroklimat utama, istilah agroklimat digunakan untuk
mencerminkan zona iklim yang dikaitkan dengan kebutuhan budidaya pertanian
(Benyamin, 2002).
Curah hujan mengandung pengertian rata-rata air hujan yang jatuh ke permukaan bumi
setiap bulan. Variabilitas hujan dapat menjadi konskuensi langsung pada wabah penyakit
infeksi. Dengan peningkatan curah hujan dapat meningkatkan keberadaan vector penyakit
dengan memperluas habitat lara yang ada dan membuat tempat breeding (perindukan )baru.
Curfah hujan lebat dapat menyebabkan banjir dan mengurangi populasi vector dengan
mengurangi habitat larva dan membuat lingkungan tidak nyaman. Pada tempat dengan
klim tropis basah, nusim kemarau dapat menyebabkan sungai melambat dan
menjadikannya kolam yang sttagnan sehingga menjadi habitat yang ideal bagi vector untuk
tempat perindukan untuk bertelur (Michael, 2003).
Variasi-variasi yang kecil sekalipun dalam sirkulasi umum hampir selalu tercermin
dalam perubahan elemen-elemen iklim. Beberapa kawasan mengalami peningkatan curah
hujan sedangkan kawasan-kawasan yang lain mengalami musim kering. Tidaklah ada suatu
cara yang benar-benar sempurna untuk mengklasifikasikan skala variabilitas iklim yang
berbeda. Memang benar bahwa perubahan cuaca dari hari ke hari dengan regim cuaca yang
berlangsung lebih pendek adalah merupakan sifat alamiah dari cuaca dan tidak
mencerminkan variabilitas iklim. Namun demikian, para pakar klimatologi menganggap
beberapa regim cuaca berlangsung lebih lama sebagai suatu bentuk variabilitas iklim
(Trewartha, 1995).
Ditinjau dari pergeseran posisi matahari maka Indonesia yang terletak di sekitar ekuator
mengalami dua kali pemanasan maksimum,, yaitu semasa matahari bergerak ke selatan
melintasi ekuator, dan pada wakru kembali ke utara melintasi ekuator. Keadaan ini
menyebabkan puncak aktivitas konveksi yang menghasilkan hujan terjadi dua kali, yang
pada umumnya dapat dilihat pada pola curah hujan bulanan yang memiliki dua punvak.
Dengan demikian maka iklim di daerah Indonesia dipengaruhi oleh bebrapa factor yatu
factor global, factor regional dan factor local (Casati, B.,2008).
Pada dasarnya klasifikasi iklim menurut metode Koppen dapat diterapkan di
Indonesia tapi mengingat variasi curah hujan suatu stasiun di Indonesia sangat besar maka
hasil dari klasifikasi Koppen kurang dapat memberi gambaran yang memuaskan
(Wisnubroto. et. al., 1983).
Iklim telah terbagi sesuai lokasi atau daerah yang telah di determinasikan tidak
hanya untuk satu elemen saja tetapi dengan variasi kombinasi variable meteorologi. Dua
tempat mungkin memililki temperatur yang sama tapi ada perbedaan curah hujan di sana.
Beberapa karakteristik dari distribusi iklim telah diketahui melalui klasifikasi secara
astronomi. Ada beberapa klasifikasi iklim sesuai parameter pengukurannya yaitu klasifikasi
menurut Mohr, Schmidt dan Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Di antara keempat jenis
klasifikasi iklim ini terdapat persamaan dan perbedaan (Bernard, 1944).
III. METODOLOGI
Pada Praktikum acara IV yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 21 November
2013 di Laboratorium Agroklimatologi, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada yang berjudul Menentukan Iklim Suatu Tempat menggunakan
bahan berupa Data curah hujan (CH) bulanan selama 10 tahun di suatu tempat, Data rerata
suhu udara (T) bulanan, Data tinggi tempat, Data pendukung pola tanam, vegetasi dominan,
dan tanah. Adapun cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah data CH, T, dan h
digunakan untuk menganalisis tipe iklim daerah setempat kemudian digunakan sistem
klasifikasi Mohr, Schmidt-Fergusson, Oldeman, dan Koppen. Yang harus dilakukan pada
saat menggunakan Sistem klasifikasi Mohr adalah pertama-tama dibuat tabel dengan
kolom-kolom bulan, CH per tahun, CH rerata, dan derajat kebasahan bulan (DKB),
kemudian masukkan semua data kedalam tabel, lalu hitunglah curah hujan rerata dari
bulan-bulan sejenis. Setelah itu ditentukan derajat kebasahan bulan masing-masing curah
hujan rerata kemudian masukkan ke dalam kolom DBK. Kemudian Dari kolom DBK,
hitunglah jumlah bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah (BB). Setelah itu
tentukan tipe iklim daerah setempat menurut penggolongan iklim Mohr. Pada Sistem
klasifikasi Schmidt-Fergusson yang harus dilakukan pertama-tama adalah dibuatlah tabel
dengan kolom-kolom bulan, CH per tahun dengan kolom DBK pada setiap kolom tahun,
kemudian semua data dimasukkan ke dalam tabel, lalu tentukan DBK tiap data dan
dimasukkan kedalam kolom DBK, kemudian hitunglah jumlah BK, BL, dan BB selama 10
tahun, dihitung nilai Q dengan menggunakan rumus :
Q =rerata BKrerata BB
Setelah itu tentukan tipe iklim daerah setempat menurut penggolongan iklim Schmidt dan
Fergusson. Kemudian langkah-langkah kerja yang digunakan pada Sistem klasifikasi
Oldeman adalah dibuat tabel dengan kolom-kolom seperti tabel sistem klasifikasi Mohr,
kemudian semua data dimasukkan ke dalam tabel, lalu tentukan DKB tiap data menurut
kriteria Mohr, jumlah rerata BK, BL, dan BB dihitung kedalam bentuk angka bulat.
Kemudian berdasarkan pembulatan tersebut, dapat ditentukan tipe iklim daerah setempat
dengan menggunakan “sistem klasifikasi Agroklimat”. Adapun Sistem klasifikasi yang
terakhir adalah Sistem klasifikasi Koppen. Sistem klasifikasi Koppen, dilakukan dengan
menghitung rerata BB, BL, dan BK. Selain itu untuk klasifikasi Koppen dibutuhkan tabel
identifikasi tipe iklim untuk menentukan suatu tipe iklim.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Lab. AgroklimatologiJurusan Tanah Fakultas PertanianUniversitas Gadjah Mada
Nama Stasiun : Ungaran, SemarangLetak Lintang : 7° LSElevasi : 320 m dpl
A. Hasil Pengamatan
Data Curah Hujan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des1980 393 427 280 279 104 12 93 26 3 147 334 6221981 272 455 280 292 253 125 0 0 169 134 254 3211982 810 512 387 318 4 115 8 11 1 0 169 2581983 284 297 358 422 30 0 0 14 0 358 334 6731984 739 403 328 293 163 61 19 22 145 91 146 2701985 246 344 194 298 215 54 85 70 116 219 123 2391986 431 150 283 143 26 132 0 52 98 156 197 2571987 332 390 145 108 54 35 18 0 0 23 191 3701988 293 388 254 243 170 52 40 79 73 0 45 3621989 138 46 103 84 63 242 0 0 0 0 261 269
1. Sistem klasifikasi Mohr
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des
1980 393 427 280 279 104 12 93 26 3 147 334 622
1981 272 455 280 292 253 125 0 0 169 134 254 321
1982 810 512 387 318 4 115 8 11 1 0 169 258
1983 284 297 358 422 30 0 0 14 0 358 334 673
1984 739 403 328 293 163 61 19 22 145 91 146 270
1985 246 344 194 298 215 54 85 70 116 219 123 239
1986 431 150 283 143 26 132 0 52 98 156 197 257
1987 332 390 145 108 54 35 19 0 0 23 191 370
1988 293 388 254 243 170 52 40 79 73 0 45 362
1989 138 46 103 84 63 242 0 0 0 0 261 269
∑X 3938 3412 2612 2480 1082 828 263 274 605 1138 2054 3641
X 393,8 341,2 261,2 248 108,2 82,8 26,3 27,4 60,5 113,8 205,4 364,1
Ket. BB BB BB BB BB BL BK BK BL BB BB BB
Keterangan:
a. Bulan Basah (BB) = 8
b. Bulan Kering (BK) = 2
c. Bulan Lembab (BL) = 2
Iklim daerah Ungaran, Semarang, menurut penggolongan iklim Mohr yaitu
merupakan golongan II yaitu daerah agak basah, dengan periode kering lemah, terdapat 1
BK, 9-10 BB diikuti 2 BK, dengan periode kering yang tegas pada satu tahun tidak terdapat
pada tahun-tahun yang lain.
2. Sistem klasifikasi Schmidt-Fergusson
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des ∑ BB
∑BL
∑ BK
1980 BK BB BB BB BB BK BL BK BK BB BB BB 8 1 3
1981 BB BB BB BB BB BB - - BB BB BB BB 10 - -
1982 BB BB BB BB BK BB BK BK BK - BB BB 7 - 4
1983 BB BB BB BB BK - - BK - BB BB BB 7 - 2
1984 BB BB BB BB BB BL BK BK BB BL BB BB 8 2 2
1985 BB BB BB BB BB BK BL BL BB BB BB BB 9 2 1
1986 BB BB BB BB BK BB - BK BL BB BB BB 8 1 2
1987 BB BB BB BK BK BK BK - - BK BB BB 5 - 5
1988 BB BB BB BB BB BK BK BL BL - BK BB 6 2 3
1989 BB BB BB BB BL BB - - - - BB BB 7 1 -
∑ 75 9 22X̅ 7,5 0,9 2,2
Q =rerata BKrerata BB
=2,27,5
=0 , 293
Tipe iklim daerah stasiun Ungaran Semarang, menurut penggolongan iklim
Schmidt-Fergusson yaitu termasuk pada golongan B dengan Q=0,293 merupakan daerah
basah, vegetasi hutan hujan tropis.
3. Sistem klasifikasi Oldeman
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des ∑ BB
∑BL
∑ BK
1980 BB BB BB BB BL BK BK BK BK BL BB BB 6 2 4
1981 BB BB BB BB BB BL - - BL BL BB BB 7 3 -
1982 BB BB BB BB BK BL BK BK BK - BL BB 5 2 4
1983 BB BB BB BB BK - - BK - BB BB BB 7 - 2
1984 BB BB BB BB BL BK BK BK BL BK BL BB 5 3 4
1985 BB BB BL BB BB BK BK BK BL BB BL BB 6 3 3
1986 BB BL BB BL BK BL - BK BK BL BL BB 3 5 3
1987 BB BB BL BL BK BK BK - - BK BL BB 3 3 4
1988 BB BB BB BB BL BK BK BK BK - BK BB 5 1 5
1989 BB BB BB BK BK BB - - - - BB BB 6 2 -
∑ 53 33 29X̅̅̅̅̅̅̅̅ 5,3 3,3 2,9
Jumlah rerata = BB = 4,4 = 4
BK = 2,4 = 2
BL = 2,7 = 3
E5
BL
E4 D4 BK
E3 D3 C3
B3
E2 D2 C2 B2 A2
E1 D1 C1 B1 A1
BB
4. Sistem Klasifikasi Koppen
Bulan Rumus Tmax Rumus TminJanuari T = 30,8-0,0062h T = 23,3-0,0054hFebruari T = 30,7-0,0061h T = 23,3-0,0053hMaret T = 31,1-0,0062h T = 23,3-0,0054hApril T = 31,4-0,0061h T =22,9-0,0052hMei T = 31,4-0,0061h T = 22,9-0,0051hJuni T = 31,2-0,0061h T = 22,7-0,0051hJuli T = 31,1-0,0061h T = 21,6-0,0051hAgustus T = 31,5-0,0061h T = 22,0-0,0052hSeptember T = 32,0-0,0062h T = 22,3-0,0054hOktober T = 32,2-0,0064h T = 22,8-0,0055hNovember T = 32,2-0,0064h T = 22,8-0,0055hDesember T = 31,0-0,0062h T = 23,3-0,0054h
Dengan h = 320 m dpl = 3,20 hm dpl
Bulan T max T min T rerata
Jan 30,78 23,28 27,03Feb 30,68 23,28 26,98Mar 31,08 23,28 27,18Apr 31,38 22,88 27,13Mei 31,38 22,88 27,13Juni 31,18 22,68 26,93Juli 31,08 21,58 26,33Agu 31,48 21,98 26,73Sep 31,98 22,28 27,13Okt 32,18 22,78 27,48Nov 32,18 22,78 27,48Des 30,98 23,28 27,13
Jumlah 324,68
Rata-rata 27,06
T rerata keseluruhan = 27,06°C
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Σ (mm)
1980 393 427 280 279 104 12 93 26 3 147 334 622 27201981 272 455 280 292 253 125 0 0 169 134 254 321 25551982 810 512 387 318 4 115 8 11 1 0 169 258 25931983 284 297 358 422 30 0 0 14 0 358 334 673 27701984 739 403 328 293 163 61 19 22 145 91 146 270 26801985 246 344 194 298 215 54 85 70 116 219 123 239 22031986 431 150 283 143 26 132 0 52 98 156 197 257 19251987 332 390 145 108 54 35 18 0 0 23 191 370 16661988 293 388 254 243 170 52 40 79 73 0 45 362 19991989 138 46 103 84 63 242 0 0 0 0 261 269 1206
Σ 3938 3412 2612 2480 1082 828 263 274 605 1128 2054 3641 22317
Rata-Rata
393,8
341,2
261,2 248 108,
282,8
26,3
27,4
60,5
112,8
205,4
364,1
185,98
TABEL IDENTIFIKASIDefinisi – definisi :
r = rerata CH tahunan observasi = 185,98 mm = 1,86 cm
T = rerata T = 27,06°C
r1 = jumlah CH yang menurut rumus yang besarnya tergantung T;
r1 = 2T + 14 = (2.27,06) + 14 = 68,12
P1 = jumlah CH bulan terkering menurut rumus yang besarnya tergantung
P1 = 10 – _r_
25
= 10 – 185,98
25
= 2,56
P2= jumlah CH bulan terkering observasi = 1 mm
p2<p1
No. Pernyataan Y/T Keterangan1. Rerata T bulanan < 10 oC T Tmax : 27,480C
2. Sebaran CH merata sepanjang tahun Y
3 CH terpusat pada musim panas Y
4 Rerata suhu bulan terdingin >18 oC. Y T rerata min : 22,75 0C
5 Suhu terdingin < 3 oC T Trerata : 21,58 oC
6 Jumlah CH bulanan pada bulan
terkering < 60 mm
Y CH min : 26,3 mm
7 Jumlah CH bulanan maksimum pada
musim hujan (paling tidak CH
bulanan maksimum musim hujan = 10
kali jumlah CH bulanan minimum
musim kemarau)
Y
8 Jumlah CH bulanan maksimum pada
musim kemarau (paling tidak jumlah
CH bulanan maksimum musim
kemarau = 3 kali jumlah CH
minimum musim hujan)
T
9 Jumlah CH bulanan minimum musim
hujan > 30 mm
Y
10 Jumlah CH bulanan maksimum
musim hujan > 10 kali jumlah CH
Y
bulanan minimum musim kemarau
11 Jumlah CH bulanan maksimum
musim kemarau > 3 kali jumlah CH
bulanan minimum musim hujan dan
jumlah CH bulanan minimum musim
hujan <30 mm
T
12 Tidak ada musim kering (jumlah CH
> 30 mm)
Y
13 Ada bulan kering, dengan syarat
jumlah CH maksimum > 3 kali atau
jumlah CH bulanan minimum < 30
mm
T
14 Rerata T udara bulan terpanas < 0 oC T
DETERMINASI TIPE IKLIM1. Tiga iklim (A,C,D) dibedakan terhadap iklim kutub (E) didasarkan atas rerata suhu pada
bulan terpanas
b. Bila T > 10°C
tipe iklim A,C,D
Pindah No. 2
2. Tiga iklim A,C,D dibedakan terhadap iklim kering (B) didasarkan pada penyebaran CH
terhadap waktu
a. Bila CH merata sepanjang tahun dipergunakan rumus :
r > 2T + 14
tipe iklim A,C,D
Pindah No. 3
3. Masing-masing anggota tiga iklim (A,C,D) satu dengan lainnya dibedakan berdasarkan
rerata suhu bulanan terdingin :
a. Bila T > 18°C
tipe iklim A
Pindah No. 4
4. Perbedaan antara Af, Am dan Aw didasarkan pada CH tahunan (r) dan CH pada bulan
terkering (p):
a. Bila p2 < 60 mm
tipe iklim Am, Aw
Pindah No. 4b
b. Untuk membedakan Am dan Aw menggunakan rumus p1 = 10-r/5
Tipe iklim Aw.
P1 : 2,56
P2 : 1
Jadi P2 < P1 sehingga tipe iklimnya adalah Aw. Tipe iklim Aw adalah tipe iklim basah
tropik (tropical wet and dry climate). Ciri tipe iklim ini adalah memiliki curah hujan
di bawah 60 milimeter sekurang-kurangnya satu bulan
B. Pembahasan
1. Klasifikasi Mohr
Dari data curah hujan bulan selama 10 tahun yang diambil dari stasiun Ungaran
Semarang diperoleh hasil bulan menunjukkan DKB yaitu, 2 BK, 8 BB, dan 2 BL. Dari hasil
tersebut diketahui bahwa daerah Ungaran, Semarang adalah golongan II, yakni daerah agak
basah, dengan periode kering lemah, dengan periode kering yang tegas pada satu tahun
tidak terdapat pada tahun-tahun yang lain.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode klasifikasi ini adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan : - lebih sederhana
-mengetahui sifat masing-masing bulan pada suatu daerah, apakah
termasuk bulan basah, lembab atau kering sehingga sistem ini baik bagi
orang yang berkecimpung dalam bidang irigasi misal : pengelolaan
dam.
b. Kelemahan :- tidak dapat mengetahui pergeseran derajat kebasahan suatu bulan
- kurang dapat membantu dalam perencanaan dalam pola tanam.
- Hanya dapat digunakan didaerah tropis sehingga cakupan wilayahnya
kurang luas (tidak bisa digunakan didaerah selain tropis).
2. Sistem Klasifikasi Schmidt – Fergusson
Dari data curah hujan bulanan selama 10 tahun tersebut dapat diketahui masing-
masing DKBnya. Dengan klasifikasi iklim Mohr dari hasil pengamatan tersebut diperoleh
hasil bahwa bulan kering = 22, bulan lembab = 9, dan bulan basah = 75. Rerata bulan basah
dan bulan kering dipergunakan untuk menghitung ratio (Q) basah dan bulan kering
dipergunakan untuk menggolongkan iklim berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt –
Fergusson. Nilai Q dari hasil perhitungan tersebut adalah 0.311, sehingga menurut Schmidt
– Fergusson daerah Ungaran Semarang dimasukkan dalam iklim golongan B yaitu daerah
basah dengan vegetasi hutan hujan tropis.
Adapun kelebihan dan kelemahan metode klasifikasi ini adalah sebagai berikut:
c. Kelebihan : - lebih sederhana
-mengetahui sifat masing-masing bulan pada suatu daerah, apakah
termasuk bulan basah, lembab atau kering sehingga sistem ini baik bagi
orang yang berkecimpung dalam bidang irigasi misal : pengelolaan
dam.
d. Kelemahan :- tidak dapat mengetahui pergeseran derajat kebasahan suatu bulan
- kurang dapat membantu dalam perencanaan dalam pola tanam.
- Hanya dapat digunakan didaerah tropis sehingga cakupan wilayahnya
kurang luas (tidak bisa digunakan didaerah selain tropis).
3. Klasifikasi Oldeman
Metode klasifikasi ini lebih menekankan hubungan antara iklim dan tanaman,
sehingga disebut juga ”sistem klasifikasi Agroklimat”. Klasifikasi ini didasarkan pada
kebutuhan curah hujan untuk tanaman padi dan palawija untuk mengetahui kebutuhan
curah hujan diperlukan beberapa pengetahuan mengenai peluang hujan, hujan efektif,
evapotranspirasi, koefisien tanaman, perlokasi air dan kemampuan tanah menahan air
(water holding capacity). Kriteria kebasahan bulan menurut oldemon, yaitu:
Bulan Basah (BB) : Bulan dengan (H > 200 mm)
Bulan Lembab (BL) : Bulan dengan 100 ≤ CH ≤ 200 mm
Bulan Kering (BK) : Bulan dengan CH < 100 mm
Sistem klasifikasi Oldeman menggunakan jumlah BB, BL, dan BK untuk
menentukan klasifikasi iklim. Dari data yang tersedia, diperoleh hasil bahwa jumlah BB =
53, BL = 33, dan BK = 29. Jumlah-jumlah tersebut dibagi 12, sesuai jumlah bulan,
sehingga rerata BB, BL, dan BK-nya adalah berturut-turut 4,4 : 2,7 : 2,4. Sesuai dengan
aturan nilai tersebut dibulatkan sehingga hasilnya berturut-turut 4 : 3 : 2. Nilai – nilai
tersebut dimasukkan dalam segitiga Oldeman untuk menentukan tipe iklimnya. Golongan
iklim yang di dapat adalah zona C yaitu daerah dengan 3-4 BB berurutan.
Oldeman menggolongkan zone iklim dengan bantuan segitiga agroklimat, pada
didaerah tersebut terdapat 7-8 BB berurutan pada stasion sempor menunjukkan zone iklim
C2 yang berarti didaerah tersebut terdapat 7-8 BB berurutan dengan pola tanam 9-10 bulan
dengan proses penanaman memerlukan perencanaan teliti untuk penanaman sepanjang
tahun.
a. Kelebihan
Menggunakan sistem klasifikasi agroklimat yuang tidk digunakan dalam kalsifikasi
Mohr dan Schmidt dan Fergusson
Sistem ini terutama diarahkan untuk tanaman pangan, padi dan palawija.
Cara ini sudah lebih maju dibanding dengan cara sebelumnya karena secara tidak
langsung mempertimbangkan unsur yang lain. Seperti radiasi matahari yang
dikaitkan dengan kebutuhan air tanaham.
b. Kelemahan
Sistem oldeman tidak dapat digunakan untuk wilayah pantai.
4. Klasifikasi Koppen
Sistem klasifikasi Koppen menjadikan tiga hal sebagai indikatornya. Indikator
tersebut secara berurutan adalah curah hujan, radiasi matahari (suhu udara), dan kesesuaian
lahan. Curah hujan pada sistem Koppen ini diperoleh dari rata-rata jumlah curah hujan yang
terjadi tiap tahunnya. Dalam percobaan kali ini, adalah data dari tahun 1980 – 1989 dan
diperoleh nilai rerata curah hujan sebesar 185,98 Dengan membagi 10 nilai curah hujan
tersebut diperoleh koefisien korelasi ( r ) sebesar 18,598 mm. Dari penjumlahan T max dan
T min yang kemudian dibagi dua diperoleh T rerata ( T ) sebesar 27,06 °C. Adapun nilai
P1, jumlah curah hujan terkering yang besarnya tergantung r adalah 2,56 dan P2 curah
hujan bulan terkering observasi 1 mm. Nilai C,T,R,P2 dan P1 tersebut akan membantu
dalam menentukan tipe iklim di lokasi stasiun Ungaran, Semarang.
Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh informasi bahwa wilayah lokasi stasiun
memiliki rerata T bulanan lebih dari 100C dengan T mm sebesar 27,480C. Melalui
pengolahan data rerata suhu wilayah Ungaran lebih 100C yaitu 27,480C maka dapat
dikelompokkan dalam tipe iklim A,C dan D. Namun masing-masing tipe iklim tersebut
dapat dibedakan lagi berdasarkan rerata suhu bulanan terdingin dimana T > 18 0 C dan
diperoleh bahwa iklim wilayah Ungaran adalah tipe A dimana tipe A tersebut merupakan
iklim hujan Tropika yang kemudian dapat dibedakan lagi menjadi Tropika Basah (A),
Tropika Basa (Am) dan Tropika Basah Kering (Am). Untuk wilayah Banjarmasin termasuk
iklim Aw, karena berdasar data P1 lebih besar dari P2. Tipe iklim ini berkarakter musim
kering pendek tetapi curah hujan besar sehingga tanah cukup basah sepanjang tahun. Tipe
iklim Aw adalah tipe iklim basah tropik (tropical wet and dry climate). Ciri tipe iklim ini
adalah memiliki curah hujan di bawah 60 milimeter sekurang-kurangnya satu bulan
Sistem klasifikasi iklim Koppen juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun
kelebihan sistem klasifikasi ini adalah terletak dalam penyusunan simbol-simbol tipe iklim
yang dengan tepat merumuskan sifat dan curah masing-masing tipe iklim dengan tanda
yang terdiri dari kombinasi beberapa huruf saja yang dapat dengan tepat merumuskan sifat
dan corak iklim suatu wilayah. Sedangkan, kekurangan sistem klasifikasi iklim ini adalah
jika diterapkan di Indonesia, sistem ini kurang dapat menggambarkan kondisi detail iklim
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh besarnya perbedaan curah hujan wilayah-wilayah di
Indonesia. Walaupun, suhu udara tahunannya sama sepanjang tahun.
V. KESIMPULAN
1. Iklim merupakan gabungan kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rata-rata
curah hujan, yaitu selama 30 tahun. Klasifikasi ini dapat dibedakan secara genetis
dan secara empirik.
2. Pengklasifikasian iklim dapat diketahui melalui sistem klasifikasi iklim menurut
Mohr, menurut Schmidt dan Fergusson, menurut Oldeman, dan menurut Koppen.
3. Digunakan berbagai macam anasir cuaca untuk menentukan klasifikasi iklim seperti
curah hujan, radiasi matahari, ataupun berdasar atas suatu vegetasi.
4. Klasifikasi iklim untuk wilayah Ungaran menurut Mohr adalah golongan II menurut
Schmidt- Fergusson adalah tipe iklim golongan B, menurut Oldeman adalah iklim
C2 dan menurut Koppen beriklim A Aw.
5. Klasifikasi yang cocok untuk Indonesia adalah Koppen.
DAFTAR PUSTAKA
Casati B, Wilson LJ, Stephenson DB, Nurmi P, Ghelli A, Pocernich M, Damrath U, Ebert
EE, Brown BG, Mason S. (2008) Forecast verification: current status and future
directions, METEOROL APPL, volume 15, no. 1, pages 3-18.
Easterling, D.R. and Peterson, T.C. (1995). A new method for detecting undocumented
discontinuities in climatological time series. Int. J. Climatol., 15:369-377
Harwitz, Benhard, and J. M Austin. (1994). Climatology. Mc Graw-Hill Book Company,
inc. New York and London.
Jones,R., Mearns, L. Magezi, S Boer, R. (2003). Assesing future climate risk. Technical
paper 5: Adaptation policy Framework. UNDP, New York
Lakitan, B. (2002). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Oldeman, L.R. (1975). Agroclimatic map of Java&Madura. Contr. Of Centra Res. Inst. For
Food Crops 16/17. Bogor
Tjasjono, B. (1999). Klimatologi Umum. Penerbit Bandung. Bandung
Trewartha, G. T and L. H. Horn. (1980). An Introduction to Climate 5 th edition. Mc Graw
Hill Book Company Inc, Madison
Wisnubroto, S. S. L, Aminah, dan N. Rulyono. (1983). Asas-Asas Meteorologi Pertanian.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.