Post on 05-Mar-2019
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 243
STUDI KOMPARASI BEBERAPA TEKNIK ANALISIS CITRA LANDSAT
MULTIWAKTU UNTUK PEMETAAN LAHAN SAWAH (STUDI KASUS
TANGGAMUS-LAMPUNG)
I Made Parsa Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN
e-mail: parsa_lpn@yahoo.com
Abstract
This study was conducted to compare the accuracy of several technique analysis of multitemporal Landsat imagery for mapping paddy field in Tanggamus, Lampung as case study. The method that compared in this study were methods of vegetation index statistical analysis and probability methods based of land cover change multitemporal Landsat imagery for paddy field mapping. The results of this study indicated that the method of statistical analysis of vegetation index produced a mapping accuracy of 87.4% while the probability method based on land cover changes produced 91.2% mapping accuracy. Based on these results it can be concluded that the probability method based on land cover change is more accurate than methods of statistical analysis of vegetation index for the paddy field mapping, however both of these methods still require further validation before being used for operational.
Key Words: Paddy field mapping, vegetation index, probability, multitemporal images
Abstrak
Studi ini dilaksanakan untuk membandingkan ketelitian beberapa teknik analisis citra Landsat multiwaktu untuk pemetaan lahan sawah dengan studi kasus daerah Tanggamus, Lampung.Metode yang dibandingkan dalam studi adalah metode analisis statistik indek vegetasi dan metode probabilitas berdasarkan perubahan penutup lahan dari citra Landsat multiwaktu untuk memetakan lahan sawah. Hasil studi ini menunjukkan bahwa metode analisis statistik indek vegetasi menghasilkan ketelitian pemetaan 87,4% sedangkan metode probabilitasberdasarkan perubahan penutup lahan menghasilkan ketelitian pemetaan 91,2%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode probabilitas berdasarkan perubahan penutup lahan lebih akurat dibandingkan metode analisis statistik indek vegetasi dalam memetakan lahan sawah, walaupun demikian kedua metode ini masih memerlukan validasi lebih lanjut sebelum digunakan untuk operasional.
Kata kunci: pemetaan lahan sawah, indek vegetasi, probabilitas, citra multitemporal
1. Pendahuluan
Beras merupakan salah satu makanan pokok utama di dunia dan diperkirakan hanya sekitar 15 %
lahan sawah dunia mempunyai tanah yang subur (IRRI, 1993). Di Indonesia, padi merupakan salah satu
tanaman pertanian yang paling penting karena beras adalah makanan utama masyarakat Indonesia.
Ketahanan pangan telah lama menjadi tujuan politik yang penting di Indonesia. Tujuan ini paling sering
dikaitkan dengan swasembada beras. Pada pertengahan 1980-an Indonesia sempat mencapai 100 %
swasembada beras. Namun, pertumbuhan produksi padi melambat pada 1990-an, yang menyebabkan
peningkatan impor dan turunnya rasio swasembada. Selama dua tahun terakhir rasio swasembada beras
tetap sekitar 95 %, namun turun di bawah 90 % selama kekeringan El Niño 1998 (Bappenas, 2002).
Penginderaan jauh satelit telah diterapkan secara luas dan telah diakui sebagai alat yang ampuh dan
efektif dalam mendeteksi penggunaan lahan dan perubahan penutupan lahan (Harris danVentura, 1995).
Penginderaan jauh satelit menyediakan biaya - efektif multi-spektral dan data multitemporal (Paine,
1981). Citra satelit telah digunakan untuk memantau jenis tutupan lahan terbatas menurut klasifikasi
spektral. Selain itu, telah digunakan untuk memperkirakan karakteristik biofisik dari permukaan tanah
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 244
melalui hubungan linear dengan reflektansi spektral atau indek vegetasi (Steininger, 1996; Nuarsa et al,
2005).
Salah satu hasil terkait dengan keterlibatan LAPAN dalam program Indonesian National Carbon
Accounting System yang dilaksanakan sejak tahun 2010 adalah citra satelit Landsat standar (tahun 2000
sampai 2012) yang telah melalui proses scene selection, ortho rectification, terrain correction, sun
correction, cloudmasking dan mosaic untuk seluruh wilayah Indonesia. Citra-citra tersebut telah
digunakan sebagai basis untuk pemetaan perubahan tahunan lahan hutan diseluruh Indonesia yang akan
menjadi salah satu data dasar dalam penghitungan karbon. Selain untuk pemetaan lahan hutan, citra
Landsat mempunyai potensi yang cukup baik untuk manajemen sumberdaya lahan pada bidang
perkebunan, pertanian maupun untuk pesisir dan laut pada tingkat skala menengah 1:100.000.
Sementara itu berdasarkan indek peta Badan Informasi Geospasial, bahwa ketersediaan informasi
geospasial/peta rupabumi tersedia seluruh Indonesia pada beberapa skala, Jawa, Nusa Tenggara (1:25.000
dan 1;250.000), Sumatera (1:25.000, 1:50.000, dan 1:250.000), Kalimantan (1:50.000 dan 1;250.000),
Sulawesi (1:50.000 dan 1:250.000), Maluku dan Papua (1:25.000, 1:50.000, 1:100.000 dan 1:250.000)
dan sedangkan peta tematik tersedia dengan pilihan skala 1:2.500.000 hingga 1:25.000
(www.bakosurtanal.go.id. diakses tanggal 11 Februari 2014). Berdasarkan informasi tersebut terlihat
bahwa ketersediaan peta terutama peta tematik skala 1:100.000 masih sangat terbatas.
Berkaitan dengan hal itu, telah dilakukan studi komparasi beberapa teknik analisis citra Landsat
multiwaktu untuk pemetaan lahan sawah (Studi Kasus Tanggamus-Lampung). Kedua teknik/metode
analisis yang dibandingkan dalam kajian ini adalah metode analisis statistik indek vegetasi dan metode
analisis dengan pendekatan teori probabilitas berdasarkan perubahan penutup lahan citra Landsat
multiwaktu untuk memetakan lahan sawah. Tujuan studi adalah untuk membandingkan
kemampuan/ketelitian kedua tehnik pengolahan/analisis citra Landsat multiwaktu untuk memetakan lahan
sawah.
2. Data dan Metode
Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi:
a. Citra satelit Landsat multiwaktu tahun 2000 sampai 2009 yang merupakan citra standar produk dari
program INCAS yang ada di LAPAN.
b. Informasi spasial lahan sawah yang diekstrak dari citra satelit Quickbird (60 cm) tahun 2005 (Parsa,
2013).
c. Perangkat lunak yang digunakan meliputi perangkat pengolah data ER Mapper 7.0, ArcView GIS 3.3,
dan perangkat Microsoft Excel.
Metode yang digunakan dalam studi ini,
a. Pengolahan data sampel
i. Kroping dan pengecekan kualitas geometri citra Landsat dengan referensi citra Quickbird dan
kroping sesuai dengan lokasi kajian.
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 245
ii. Klasifikasi penutup lahan (air, bera dan vegetasi), dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
transformasi indek vegetasi, penggunaan indek untuk pemisahan air dan daratan ataupun dengan
klasifikasi digital (supervised/unsupervised).
iii. Transformasi dan klasifikasi indek vegetasi menjadi penutup lahan (air, bera dan vegetasi)
menggunakan persamaan Jansen (1998) dalam Faizal (2005) sebagai berikut:
���� =(��� − ���)
(��� + ���)
(2-1)
dimana NDVI : Normalized Difference Vegetation Index
TM4 : Digital Number kanal 4 Landsat TM
TM3 : Digital Number kanal 3 Landsat TM
• Ekstrak nilai maksimum, minimum, rata-rata NDVI di lokasi kajian.
• Pembuatan citra komposit empat kanal yang terdiri atas NDVI maksimum, NDVI
minimum, NDVI rata-data dan selisih NDVI suluruh citra Landsat multiwaktu
• Pengambilan training sampel dan analisis statistik untuk mengetahui sebaran nilai NDVI
multiwaktu di lokasi penelitian maupun di lokasi persawahan.
• Penajaman citra dengan memberikan batas nilai minimum, maksimum, rata-rata dan Selisih
Max-Min NDVI menggunakan referensi tertentu sehingga lokasi yang diduga sawah akan
nampak kontras dengan lokasi nonsawah. Setiap kanal menggunakan threshold yang
ditentukan berdasarkan hasil ekstrak nilai NDVI di areal persawahan untuk masing-masing
kanal. Dalam bentuk algoritma dapat ditulis sebagai berikut:
if NDVI_Max >= 0.537 and NDVI_Max <= 0.811 and NDVI_Min >= -0.228 and
NDVI_Min <= 0.168 and NDVI_Mean >= 0.255 and NDVI_Mean <= 0.557 and
NDVI_Max-Min >=0.447 then 1 else null
Nilai-nilai tersebut diperoleh dari training sample(bera, vegetasi dan air) yang diambil
pada data Landsat yang digunakan dalam penelitian ini.
iv. Dari seluruh seri data penutup lahan multiwaktu tersebut dilakukan pengkelasan
ulang/reklasifikasi dalam dua tahap sebagai berikut:
• Tahap satu, dilakukan pemisahan masing-masing kelas vegetasi, kelas air dan kelas bera
dari seluruh seri yang ada sehingga terbentuk informasi lahan bera, vegetasi dan air untuk
seluruh data yang digunakan.
• Tahap kedua, penggabungan tiap penutup lahan untuk seluruh tahun sehingga terbentuk
tiga informasi spasial penutup lahan yaitu bera (2000-2009), vegetasi (2000-2009) dan air
(2000-2009).
v. Analisis perubahan, dilakukan dengan tumpang tindih antara ketiga informasi spasial penutup
lahan (hasil iv) dan perhitungan probabilitas lahan. Tumpang-tindih dilakukan dengan
menempatkan penutup lahan bera pada Layer Red, vegetasi pada Layer Green dan air pada Layer
Blue.
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 246
• Jika dari seluruh data multiwaktu yang dianalisis hanya terdeteksi satu jenis penutup lahan,
air saja, bera saja ataupun vegetasi saja (tidak terjadi perubahan penutup lahan) maka
probabilitasnya sebagai lahan sawah hanya 1/3, dikelaskan sebagai bukan lahan sawah.
• Jika dari seluruh data multiwaktu yang dianalisis hanya terdeteksi dua jenis penutup lahan,
air dan bera, air dan vegetasi, bera dan vegetasi (terjadi perubahan dua penutup lahan)
maka probabilitasnya sebagai lahan sawah hanya 2/3, dikelaskan sebagai lahan sawah.
• Jika dari seluruh data multiwaktu yang dianalisis hanya terdeteksi tiga jenis penutup lahan,
air, bera, vegetasi (terjadi perubahan tiga penutup lahan) maka probabilitasnya sebagai
lahan sawah sama dengan 1, dikelaskan sebagai lahan sawah.
b. Analisis ketelitian hasil pemetaan, dilakukan dengan analisis matrik kesalahan menggunakan
referensi informasi spasial lahan sawah dari citra Quickbird. Secara diagram disajikan pada Gambar
2-1.
Gambar 2-1. Diagram alir pelaksanaan studikomparasi beberapa teknik analisis citra Landsat multiwaktu untuk
pemetaan lahan sawah
KOMPOSIT STATISTIK
NDVI MULTIWAKTU
(RED:Rata-rata,
GREEN:Maximum,
BLUE:Minimum)
ANALISIS STATISTIK:
MAXIMUM, MINIMUM,
MEAN, DAN SELISIH
NDVI
CONFUSION
MATRIX
KETELITIAN
PEMETAAN
CITRA LANDSAT MULTIWAKTU
CITRA
QUICKBIRD
INTERPRETASI
LAHAN SAWAH
INFORMASI SPASIAL
LAHAN SAWAH
OVERLEY DAN ANALISIS
PERUBAHAN PENUTUP
LAHAN
INFORMASI SPASIAL PENUTUP
LAHAN (BERA, VEGETASI, AIR)
MULTIWAKTU
CITRA
PROBABILITAS
LAHAN SAWAH
1. TRANSFORMASI INDEK VEGETASI
2. TRANSFORMASI INDEK UNTUK
PEMISAHAN AIR DAN DARATAN
3. KLASIFIKASI DIGITAL
PENGGABUNGAN TIAP
PENUTUP LAHAN
MULTIWAKTU
TRAINING SAMPEL DAN
ANALISIS DISTRIBUS INDVI
DISTRIBUSI SPASIAL
LAHAN SAWAH
CONFUSIONM
ATRIK
KETELITIAN
PEMETAAN
3. Hasil dan Pembahasan
Pengolahan data sampel dilakukan untuk wilayah Tanggamus
geometri menunjukkan bahwa sebagian besar citra Landsat multiwaktu mempunyai kualitas geometri
yang cukup baik, sementara yang lainnya perlu dilakukan perbaikan dengan melakukan pergeseran
terhadap citra Quickbird untuk kemudian dilakukan transformasi NDVI seluruh data multiwaktu.
Hasil transformasi nilai NDVI multitemporal pada daerah penelitian menunjukkan bahwa: secara
umum, daerah penelitian mempunyai kisaran nilai NDVI minimum
0.426 sampai 0.960, sedangkan pada areal persawahan kisaran nilai minimum NDVI adalah
sampai 0.168, kisaran nilai maksimum 0.537 sampai 0.811. Berdasarkan hasil analisis ini juga
menunjukkan bahwa nilai minimum dan maksimum NDVI pada areal persawahan lebih
dibandingkan seluruh lokasi penelitian.Hal ini disebabkan karena air (laut, danau, sungai, waduk maupun
tambak) mempunyai nilai NDVI paling rendah, sedangkan fase vegetatif pada areal persawahan
mempunyai nilai NDVI yang lebih rendah dibandingkan de
Komposit warna yang tersusun dari nilai statistik NDVI Landsat multiwaktu (
Maksimum, Blue: Minimum) memberikan kenampakan warna hijau yang sangat kontrak yang diduga
sebagai lahan sawah, seperti ditunjukkan
Gambar 3-1. Komposit NDVI citra Landsat multiwaktu (2000
Berdasarkan komposit tersebut terlihat bahwa areal persawahan nampak sangat berbeda
dibandingkan dengan areal nonpersawahan, hal ini disebabkan karena pengaruh yang nyata dari
perbedaan antara nilai NDVI maksimum dan minimum. Nilai NDVI pada areal persawahan akan
mengikuti perubahan fase (bera, air dan vegetasi), dimana pada fase air nilai NDVI akan sangat
(sampai -0.228), pada fase bera akan rendah, pada fase vegetatif berkisar rendah sampai tinggi (0.3
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Pengolahan data sampel dilakukan untuk wilayah Tanggamus Lampung, diawali dengan pengecekan
geometri menunjukkan bahwa sebagian besar citra Landsat multiwaktu mempunyai kualitas geometri
yang cukup baik, sementara yang lainnya perlu dilakukan perbaikan dengan melakukan pergeseran
emudian dilakukan transformasi NDVI seluruh data multiwaktu.
Hasil transformasi nilai NDVI multitemporal pada daerah penelitian menunjukkan bahwa: secara
umum, daerah penelitian mempunyai kisaran nilai NDVI minimum -0.288 sampai 0.305 dan maksimum
mpai 0.960, sedangkan pada areal persawahan kisaran nilai minimum NDVI adalah
sampai 0.168, kisaran nilai maksimum 0.537 sampai 0.811. Berdasarkan hasil analisis ini juga
menunjukkan bahwa nilai minimum dan maksimum NDVI pada areal persawahan lebih
dibandingkan seluruh lokasi penelitian.Hal ini disebabkan karena air (laut, danau, sungai, waduk maupun
tambak) mempunyai nilai NDVI paling rendah, sedangkan fase vegetatif pada areal persawahan
mempunyai nilai NDVI yang lebih rendah dibandingkan dengan tutupan lahan hutan.
Komposit warna yang tersusun dari nilai statistik NDVI Landsat multiwaktu (Red: Rata
: Minimum) memberikan kenampakan warna hijau yang sangat kontrak yang diduga
sebagai lahan sawah, seperti ditunjukkan pada Gambar 3-1.
1. Komposit NDVI citra Landsat multiwaktu (2000-2009) wilayah Tanggamus, Lampung (
Mean; Green: Max; Blue: Min)
Berdasarkan komposit tersebut terlihat bahwa areal persawahan nampak sangat berbeda
areal nonpersawahan, hal ini disebabkan karena pengaruh yang nyata dari
perbedaan antara nilai NDVI maksimum dan minimum. Nilai NDVI pada areal persawahan akan
mengikuti perubahan fase (bera, air dan vegetasi), dimana pada fase air nilai NDVI akan sangat
0.228), pada fase bera akan rendah, pada fase vegetatif berkisar rendah sampai tinggi (0.3
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Lampung, diawali dengan pengecekan
geometri menunjukkan bahwa sebagian besar citra Landsat multiwaktu mempunyai kualitas geometri
yang cukup baik, sementara yang lainnya perlu dilakukan perbaikan dengan melakukan pergeseran
emudian dilakukan transformasi NDVI seluruh data multiwaktu.
Hasil transformasi nilai NDVI multitemporal pada daerah penelitian menunjukkan bahwa: secara
0.288 sampai 0.305 dan maksimum
mpai 0.960, sedangkan pada areal persawahan kisaran nilai minimum NDVI adalah -0.228
sampai 0.168, kisaran nilai maksimum 0.537 sampai 0.811. Berdasarkan hasil analisis ini juga
menunjukkan bahwa nilai minimum dan maksimum NDVI pada areal persawahan lebih rendah
dibandingkan seluruh lokasi penelitian.Hal ini disebabkan karena air (laut, danau, sungai, waduk maupun
tambak) mempunyai nilai NDVI paling rendah, sedangkan fase vegetatif pada areal persawahan
: Rata-rata, Green:
: Minimum) memberikan kenampakan warna hijau yang sangat kontrak yang diduga
2009) wilayah Tanggamus, Lampung (Red Layer:
Berdasarkan komposit tersebut terlihat bahwa areal persawahan nampak sangat berbeda
areal nonpersawahan, hal ini disebabkan karena pengaruh yang nyata dari
perbedaan antara nilai NDVI maksimum dan minimum. Nilai NDVI pada areal persawahan akan
mengikuti perubahan fase (bera, air dan vegetasi), dimana pada fase air nilai NDVI akan sangat rendah
0.228), pada fase bera akan rendah, pada fase vegetatif berkisar rendah sampai tinggi (0.3
sampai 0.811). Hal ini menyebabkan selisih antara NDVI maksimum dan minimumnya manjadi
besar.Pada areal nonsawah perubahan nilai NDVI umumnya tidak t
vegetatifnya dapat lebih besar dari NDVI vegetatif padi. Hal ini disebabkan karena tutupan air (laut,
danau, sungai, waduk maupun tambak) akan selalu negatif sedangkan untuk tutupan hutan/perkebunan
akan mencapai NDVI terendah jika dalam kondisi bera. Hasil identifikasi ini menunjukkan bahwa dari
keempat nilai indek tersebut ternyata nilai
padi dibandingkan tiga indek lainnya. Penggabungan tiga kriteria nilai statistik ND
selanjutnya dapat digunakan untuk memetakan cepat lahan sawah secara kuantitatif/digital sebagaimana
disajikan pada Gambar 3-2.
Gambar 3-2. Peta lahan sawah berdasarkan Statistik NDVI Multiwaktu
Sementara itu dari seluruh seri dat
ulang/reklasifikasi dalam dua tahap sehingga menghasilkan penutup lahan air, bera dan vegetasi 2000
2009 dimana masing-masing dijadikan kelas 255.
komposit dimana bera sebagai Layer Red
Berdasarkan tampilan komposit tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
• Warna putih mengindikasikan bahwa pada lahan tersebut terpantau ketiga fase dari bera,
air, sehingga dengan demikian lahan tersebut mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah mencapai
1.
• Warna kuning mengindikasikan hanya terpantau fase yaitu bera dan vegetasi,warna merah muda/pink
mengindikasikan hanya terpantau fase yaitu bera
hanya terpantau fase yaitu vegetasi dan air sehingga dengan demikian lahan
mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah hanya 2/3.
• Warna biru mengindikasikan hanya terpantau fase air, warna hijau
fase vegetasi, dan warna merah mengindikasikan hanya terpantau fase bera/terbuka, sehingga dengan
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
sampai 0.811). Hal ini menyebabkan selisih antara NDVI maksimum dan minimumnya manjadi
besar.Pada areal nonsawah perubahan nilai NDVI umumnya tidak terlalu besar, walaupun NDVI
vegetatifnya dapat lebih besar dari NDVI vegetatif padi. Hal ini disebabkan karena tutupan air (laut,
danau, sungai, waduk maupun tambak) akan selalu negatif sedangkan untuk tutupan hutan/perkebunan
ika dalam kondisi bera. Hasil identifikasi ini menunjukkan bahwa dari
keempat nilai indek tersebut ternyata nilai mean paling nyata pengaruhnya untuk pemetaan lahan tanaman
padi dibandingkan tiga indek lainnya. Penggabungan tiga kriteria nilai statistik NDVI multiwaktu tersebut
selanjutnya dapat digunakan untuk memetakan cepat lahan sawah secara kuantitatif/digital sebagaimana
2. Peta lahan sawah berdasarkan Statistik NDVI Multiwaktu
Sementara itu dari seluruh seri data penutup lahan multiwaktu tersebut dilakukan pengkelasan
ulang/reklasifikasi dalam dua tahap sehingga menghasilkan penutup lahan air, bera dan vegetasi 2000
masing dijadikan kelas 255.Overley ketiga data penutup lahan kedalam tampilan
Layer Red, vegetasi sebagai Layer Green dan air sebagai
Berdasarkan tampilan komposit tersebut dapat dianalisis sebagai berikut:
Warna putih mengindikasikan bahwa pada lahan tersebut terpantau ketiga fase dari bera,
air, sehingga dengan demikian lahan tersebut mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah mencapai
Warna kuning mengindikasikan hanya terpantau fase yaitu bera dan vegetasi,warna merah muda/pink
mengindikasikan hanya terpantau fase yaitu bera dan air, sedangkan warna cyan mengindikasikan
hanya terpantau fase yaitu vegetasi dan air sehingga dengan demikian lahan
mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah hanya 2/3.
Warna biru mengindikasikan hanya terpantau fase air, warna hijau mengindikasikan hanya terpantau
fase vegetasi, dan warna merah mengindikasikan hanya terpantau fase bera/terbuka, sehingga dengan
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
sampai 0.811). Hal ini menyebabkan selisih antara NDVI maksimum dan minimumnya manjadi
erlalu besar, walaupun NDVI
vegetatifnya dapat lebih besar dari NDVI vegetatif padi. Hal ini disebabkan karena tutupan air (laut,
danau, sungai, waduk maupun tambak) akan selalu negatif sedangkan untuk tutupan hutan/perkebunan
ika dalam kondisi bera. Hasil identifikasi ini menunjukkan bahwa dari
paling nyata pengaruhnya untuk pemetaan lahan tanaman
VI multiwaktu tersebut
selanjutnya dapat digunakan untuk memetakan cepat lahan sawah secara kuantitatif/digital sebagaimana
a penutup lahan multiwaktu tersebut dilakukan pengkelasan
ulang/reklasifikasi dalam dua tahap sehingga menghasilkan penutup lahan air, bera dan vegetasi 2000-
ketiga data penutup lahan kedalam tampilan
dan air sebagai LayerBlue.
Warna putih mengindikasikan bahwa pada lahan tersebut terpantau ketiga fase dari bera, vegetasi dan
air, sehingga dengan demikian lahan tersebut mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah mencapai
Warna kuning mengindikasikan hanya terpantau fase yaitu bera dan vegetasi,warna merah muda/pink
dan air, sedangkan warna cyan mengindikasikan
hanya terpantau fase yaitu vegetasi dan air sehingga dengan demikian lahan-lahan tersebut
mengindikasikan hanya terpantau
fase vegetasi, dan warna merah mengindikasikan hanya terpantau fase bera/terbuka, sehingga dengan
demikian lahan-lahan tersebut mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah hanya 1/3.Secara spasial
hasil analisis disajikan pada Gambar 3
Gambar 3-
Selanjutnya hasil klasifikasi tersebut kemudian dilakukan reklasifikasi berdasarkan probabilitasnya
menjadi tiga kelas yaitu kelas sawah probabilitas 1/3, sawah probabilitas 2/3 dan
sebagaimana disajikan pada Gambar 3
Gambar 3
Pada tahap terakhir, dilakukan pengujian ketelitian pemetaan terhadap kedua hasil pemetaan
menggunakan referensi informasi spasial lahan s
dengan confusion matrix (matrik kesalahan). Hasil pengujian metode analisis statistik indek vegetasi
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
lahan tersebut mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah hanya 1/3.Secara spasial
a Gambar 3-3.
-3. Tampilan komposit penutup lahan 2000-2009
Selanjutnya hasil klasifikasi tersebut kemudian dilakukan reklasifikasi berdasarkan probabilitasnya
menjadi tiga kelas yaitu kelas sawah probabilitas 1/3, sawah probabilitas 2/3 dan sawah probabilitas 1
sebagaimana disajikan pada Gambar 3-4.
Gambar 3-4. Informasi spasial probabilitas lahan sawah
Pada tahap terakhir, dilakukan pengujian ketelitian pemetaan terhadap kedua hasil pemetaan
menggunakan referensi informasi spasial lahan sawah berbasis citra resolusi tinggi QB yang dilakukan
(matrik kesalahan). Hasil pengujian metode analisis statistik indek vegetasi
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
lahan tersebut mempunyai probabilitas sebagai lahan sawah hanya 1/3.Secara spasial
Selanjutnya hasil klasifikasi tersebut kemudian dilakukan reklasifikasi berdasarkan probabilitasnya
sawah probabilitas 1
Pada tahap terakhir, dilakukan pengujian ketelitian pemetaan terhadap kedua hasil pemetaan
awah berbasis citra resolusi tinggi QB yang dilakukan
(matrik kesalahan). Hasil pengujian metode analisis statistik indek vegetasi
ditunjukkan pada Tabel 3-1, dan Gambar 3
pada Tabel 3-2, Tabel 3-3, dan Gambar 3
Tabel 3-1. Matriks ketelitian pemetaan lahan sawah dengan analisis statistik NDVI
MATRIKS
Lahan
sawah
Lahan sawah 5,159
Lahan nonsawah 4,643
Tabel 3-1 diatas menunjukkan bahwa ketelitian pemetaan (
indek vegetasi mencapai 87,4%.
Gambar 3-5.Hasil pengujian pemetaan lahan sawah metode analisis statistik indek vegetasi
Tabel 3-2. Matriks kesalahan probabilitas pemetaan lahan sawah
MATRIKS Probabilitas 1
Sawah
Nonsawah
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
1, dan Gambar 3-5 sedangkan hasil pengujian metode probabilitas disajikan
3, dan Gambar 3-6.
1. Matriks ketelitian pemetaan lahan sawah dengan analisis statistik NDVI
Luas (ha) Total
Ketelitian (%)
Lahan
sawah
Lahan
nonsawah
Lahan
sawah
Lahan
nonsawah
5,159 575 5,733 90.0 10.0
4,643 26,059 30,702 15.1 84.9
Overall Accuracy
1 diatas menunjukkan bahwa ketelitian pemetaan (overall accuracy) metode analisis statistik
5.Hasil pengujian pemetaan lahan sawah metode analisis statistik indek vegetasi
2. Matriks kesalahan probabilitas pemetaan lahan sawah
LUAS LAHAN (ha)
Probabilitas 1 Probabilitas 2/3 Probabilitas 1/3
3,347 2,103 289
399 3,478 26,806
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
5 sedangkan hasil pengujian metode probabilitas disajikan
1. Matriks ketelitian pemetaan lahan sawah dengan analisis statistik NDVI
Total
87.4
) metode analisis statistik
5.Hasil pengujian pemetaan lahan sawah metode analisis statistik indek vegetasi
Total
5,739
30,682
36,421
Tabel 3-3. Matriks ketelitian pemetaan lahan sawah dengan metode probabilitas
MATRIKS Probabilitas 1
Sawah
Nonsawah
Berdasarkan Tabel 3-2, terlihat bahwa ternyata 58,3% lahan sawah di area sampel terklasifikasi
sebagai lahan yang mempunyai probabilitas 1, 36,6% terklasifikasi sebagai lahan yang mempunyai
probabilitas 2/3 dan 5% sisanya terklasifikasi sebagai lahan yang
itu 87,4% lahan nonsawah terklasifikasi sebagai lahan probabilitas 1/3, 11,3% terklasifikasi sebagai lahan
probabilitas 2/3 dan 1,3% sisanya terklasifikasi sebagai lahan probabilitas 1. Oleh karena itu reklasifikasi
kelas probabilitas 1 dan kelas probabilitas 2/3 menjadi kelas lahan sawah dan kelas probabilitas 1/3
menjadi kelas lahan nonsawah akan menyebabkan ketelitian pemetaan sawah menjadi 95% sedangkan
ketelitian pemetaan nonsawah menjadi 87%. Sehingga dengan demik
(overall accuracy)menjadi 91,2%.
Gambar 3-6. Hasil pengujian pemetaan lahan sawahmetode probabilitas
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian sebagaimana diuraikan diatas
� Analisis statistik indek vegetasi maupun analisis probabilitas berdasarkan perubahan liputan lahan
citra Landsat multiwaktu dapat digunakan untuk memetakan lahan sawah dengan cukup akurat
� Ketelitian pemetaan (overall accuracy
Landsat multiwaktu mencapai 87,4%
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
3. Matriks ketelitian pemetaan lahan sawah dengan metode probabilitas
KETELITIAN PEMETAAN (%)
Probabilitas 1 Probabilitas 2/3 Probabilitas 1/3
58.3 36.6 5.0
1.3 11.3 87.4
2, terlihat bahwa ternyata 58,3% lahan sawah di area sampel terklasifikasi
sebagai lahan yang mempunyai probabilitas 1, 36,6% terklasifikasi sebagai lahan yang mempunyai
probabilitas 2/3 dan 5% sisanya terklasifikasi sebagai lahan yang mempunyai probabilitas 1/3. Sementara
itu 87,4% lahan nonsawah terklasifikasi sebagai lahan probabilitas 1/3, 11,3% terklasifikasi sebagai lahan
probabilitas 2/3 dan 1,3% sisanya terklasifikasi sebagai lahan probabilitas 1. Oleh karena itu reklasifikasi
las probabilitas 1 dan kelas probabilitas 2/3 menjadi kelas lahan sawah dan kelas probabilitas 1/3
menjadi kelas lahan nonsawah akan menyebabkan ketelitian pemetaan sawah menjadi 95% sedangkan
ketelitian pemetaan nonsawah menjadi 87%. Sehingga dengan demikian akurasi pemetaan keseluruhan
6. Hasil pengujian pemetaan lahan sawahmetode probabilitas
Berdasarkan hasil kajian sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Analisis statistik indek vegetasi maupun analisis probabilitas berdasarkan perubahan liputan lahan
citra Landsat multiwaktu dapat digunakan untuk memetakan lahan sawah dengan cukup akurat
overall accuracy) lahan sawah berdasarkan analisis indek vegetasi citra
Landsat multiwaktu mencapai 87,4%
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
3. Matriks ketelitian pemetaan lahan sawah dengan metode probabilitas
Total
95.0
2, terlihat bahwa ternyata 58,3% lahan sawah di area sampel terklasifikasi
sebagai lahan yang mempunyai probabilitas 1, 36,6% terklasifikasi sebagai lahan yang mempunyai
mempunyai probabilitas 1/3. Sementara
itu 87,4% lahan nonsawah terklasifikasi sebagai lahan probabilitas 1/3, 11,3% terklasifikasi sebagai lahan
probabilitas 2/3 dan 1,3% sisanya terklasifikasi sebagai lahan probabilitas 1. Oleh karena itu reklasifikasi
las probabilitas 1 dan kelas probabilitas 2/3 menjadi kelas lahan sawah dan kelas probabilitas 1/3
menjadi kelas lahan nonsawah akan menyebabkan ketelitian pemetaan sawah menjadi 95% sedangkan
ian akurasi pemetaan keseluruhan
bahwa:
Analisis statistik indek vegetasi maupun analisis probabilitas berdasarkan perubahan liputan lahan
citra Landsat multiwaktu dapat digunakan untuk memetakan lahan sawah dengan cukup akurat
n analisis indek vegetasi citra
Pengolahan Data dan Pengenalan Pola
Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 252
� Ketelitian pemetaan (overall accuracy) lahan sawah dengan pendekatan teori probabilitas
berdasarkan perubahan liputan lahan Landsat multiwaktu mencapai 91,2%.
4.2 Saran
Berkaitan dengan beberapa kesimpulan yang telah disampaikan diatas, perlu dilakukan validasi lebih
lanjut kedua model/metode pada daerah yang lebih luas dan bervariasi untuk mengetahui tingkat
kehandalannya.
5. Daftar Rujukan
Bappenas, 2002. Does Indonesia Face a Food Security Time Bomb.Indonesian Food Policy Program.
http//:www.macrofoodpolicy.com. Accessed November, 15th 2009.
Badan Informasi Geospasial, 2014. Produk. (www.bakosurtanal.go.id, diakses tanggal 11 Februari 2014).
Furby Suzanne, 2002. Land Cover Change: Specification for Remote Sensing Analysis, National Carbon
Accounting System Technical Report No. 9. ISSN: 1442 6838.
Guna Dharma, Probabilitas, Pengantar Statistik, (www.elearning.guna-dharma.ac.id/docmodul/ diakses
22 Juli 2013.
Harris, P. M. and Ventura, S. J., 1995. The Integration of Geographic Data With Remotely Sensed
Imagery to Improve Classification in an Urban Area. Photogrammetric Engineering and Remote
Sensing, 61, pp. 993–998.
IRRI, 1993, 1993–1995 IRRI Rice Almanac. Manila7 International Rice Research Institute.
Jupri Al., 2010.Teori Peluang, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Pendidikan
Indonesia, (http://www.file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/, diskses 22 Juli 2013.
Marina C.G. Frederik; Retno A. Ambarini; Fanny Meliani;Yoke F.A. Oktofan, 2009. Pemantauan
Pertumbuhan Tanaman Padi dengan SPOT Vegetation. Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya
Alam (PTISDA), BPPT.
Nuarsa I Wayan; Kanno, S.; Sugimori, Y; and Nishio, F., 2005. Spectral Characterization of Rice Field
Using Multi-Temporal Landsat ETM+ Data. International Journal of Remote Sensing and Earth
Sciences. 2, pp. 65-71.
Paine, D.P., 1981, Aerial Photography and Image Interpretation for Resource Management. John Wiley
and Sons, New York. 412 pp.
Panuju D R., Febria Heidina; Bambang H. Trisasongko; Boedi Tjahjono;A. Kasno; Aufa H.A. Syafril,
2009. Variasi Nilai Indek vegetasi Modis Pada Siklus Pertumbuhan Padi.Jumal llmiah Geomatika
Volume 15 Nomor 2, Desember 2009.
Parsa I Made;Surlan; Jansen Sitorus; Dipo Yudhatama; Soko Budoyo; Djoko Santo., 2012.
Pengembangan Model Standar Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh (Landsat/SPOT) untuk
Pemetaan Lahan Sawah. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Jakarta: LAPAN.
Steininger, M. K., 1996, Tropical Secondary Forest Regrowth in TheAmazon: Age, Area and Change
Estimation With Thematic Mapper Data. International Journal of Remote Sensing, 17, pp. 9–27.
Suherman Maman, 2012. Statistik dan Teori Peluang, Institut Teknologi Bandung,
(http://www.mulin10.files.wordpress.com/,diakses tanggal 22 Juli 2013).
Suryadi Christine, 2003.Probabilitas dan Statistika Dasar, Teori Peluang, Departemen Teknik
Informatika.(http://www.kur2003.if.itb.ac.id, diakses tanggal 22 Juli 2013).