Post on 26-Jul-2015
LAPORAN PENDAHULUANKATARAK
KONSEP DASAR MEDIK
1.1 Pengertian
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya
jernih dan merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh didalam
lensa.
Pada stadium dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-
serabut lensa dibawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut
protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah keruh menggantikan
serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal seharusnya
transparan.
Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat
sehingga sangat mengganggu penglihatan, maka keadaan itu perlu
diperbaiki dengan cara mengangkat lensa melalui operasi. Bila ini
dilakukan, maka mata kehilangan sebagaian besar daya biasnya, dan
harus digantikan dengan lensa konveks berdaya penuh didepan mata,
atau sebuah lensa buatan ditanam didalam mata pada tempat lensa
dikeluarkan.
1.2 Etiologi
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi
akibat perubahan-perubahan degeneratif yang berhubungan dengan
pertambahan usia. Pajanan terhadap sinar matahari selama hidup,
alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam
munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma
lensa, infeksi mata, atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu.
Janin yang tepajan virus rubella dapat mengalami katarak. Para
pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak, yang
kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata
dan perubahan penanganan dan metabolisme glukosa.
1.3 Patofisiologi dan Dampak Pada penyimpangan KDM
Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang
jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai
kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen
anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks,
dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas
seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak
seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel
(zunula) yang memanjng dari badan silier ke sekitar daerah diluar
lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta protein
lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai
kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma
maupun sistemis, seperti diabetes melitus, namun merupakan
konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki
Koagulasi protein di lensa
Menghalangi transmisi sinar / cahaya
Penglihatan kabur
Resiko jatuh
dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Patofisiologi
Penuaan
Degenerasi sel termasuk sel mata
Transparansi lensa menurun Penurunan sekresi enzim dan perubahan
struktur kimia dalam lensa
Pemajanan radiasi sinar ultraviolet yang lama, infeksi
1.4 Manifestasi Klinis
Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan fungsional
sampai derajat tertentu.
pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil sehingga retina
tidak akan tampak dengan oftalmoskop.
Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu
atau putih.
Bila katarak bertambah matang maka retina semakin sulit dilihat
sampai akhirnya refleks fundus tidak ada dan pupil berwarna putih.
Stadium pada katarak senile:
a. Katarak Insipien
Lensa berbentuk bercak-bercak kerutu
Kekeruhan ringan
Penglihatan terganggu
b. Stadium/matur
Lensa cembung iris terdorong ke depan
Bilik mata dangkal
Lensa bengkak katarak intumesen akibat miopioasi
(baca dekat)
Uji gangguan iris positif
c. Stadium matur
Kekeruhan pada seluruh lensa akibat deposisi ion Ca
Cairan lensa keluar bentuk normal
Uji bayangan iris (shadow test) negatif
d. Tajam penglihatan sangat menurun
Stadium hipermatur
Terjadi proses regenerasi lanjut
Lensa bisa keras, lembek atau cair
Lensa mengecil oleh karena massa lensa keluar dari kapsul
jadi kering dan kuning
Massa cair dalam lensa yang tidak keluar korteks nampak
bentuk kantong katarak MORGAGNI
1.5 Diagnostik Tes Yang Lasim
1 Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan dengan kartu
mata snellen/ mesin telebinokular
2 Lapang penglihatan
3 Pengukuran tonografi
4 Pengukuran gonioskopi
5 Tes provokatif
6 Pemeriksaan oftamoskopi
7 Darah lengkap, laju dan pemeriksaan lipid
8 Tes toleransi glukosa/FBS
1.6 Penatalaksanaan Medis
Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa
buatan, atau fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser,
diikuti oleh aspirasi fragmen dan penggantian lensa.
Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan
akut untuk bekerja atau keamanan.
Persiapan pasien di bedah:
o Uji and positif tidak ada obstruksi fungsi eksresi saluran
lakrimal
o Tidak ada infeksi sekitar mata
o Tekanan bola mata normal
o Tekanan darah sistolik 160 mmHg, diastolik 100 mmHg
o Bola darah normal
o Tidak batuk.
1.7 Komplikasi
1. Glaukoma
2. Ablasio retina
3. Uveitis
4. Perdarahan vitreus
5. Infeksi
6. Pertumbuhan ke kamera okuli anterior
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Data-data yang perlu dikaji pada asuha keperawatan dengan katarak
adalah :
1. Riwayat perjalanan penyakit
a. Pola aktivitas/istirahat
Gejala : Perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
b. Pola nutrisi
Gejala : Mual/muntah (glaukoma akut)
c. Pola neurosensori
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap
penglihatan perifer,kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/ merasa diruang gelap.
d. Pola penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem
vaskuler, riwayat stress, alergi, ketikseimbangan endokrin,
terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
DIAGNOSA KEPERWATAN
1. Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori
dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif,
pemberian obat.
2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan atau kurang pengetahuan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan katarak)
4. Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan TIO,inflamasi
intervensi bedah, atau pemberian tetes mata dilator.
5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori
dan kurangnya pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif,
pemberian obat.
Kriteria evaluasi: menurunkan stress emosional, ketakutan dan
depresi, penerimaan pembedahan dan
pemahaman instruksi.
Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk
mengetahui keprihatinan, perasaan dan tingkat pemahaman.
R/: Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak
diketahui.
Orientasika pasien pada lingkungan yang baru.
R/: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan ansietas.
Jelaskan rutinitas operatif
R/: pasien yang telah mendapat mendapat informasi lebih
mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi.
Jelaskan intervensi sedetil-detilnya
R/: pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pada
masukan indera lai untuk mendapatkan informasi.
Dorong untuk menjalankan kebiasaa hidup seharihari bila mampu.
R/: perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa
sehat
Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam
perawatan pasien.
R/: pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas
sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri.
Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila
memungkinkan.
R/: isolasi sosial dan waktu luang yang terlau lama dan
menimbulkan perasaan negatif.
2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan atau kurang pengetahuan.
Kriteria evaluasi: dapat menurunkan resiko terjadinya cedera.
Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi
sampai stabil dan sampai mencapai penglihatan dan ketrampilan
koping yang memadai.
R/: menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah
sempoyongan atau tidak mempunyai ketrampilan koping
untuk kerusakan penglhatan.
Bantu pasien manata lingkungan
R/: memfasilitasi kemendirian dan menurunkan resiko cedera
Orientasikan pasien pada ruangan
R/: meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila
diperlukan.
R/: temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap
cedera.
Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
R/: tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius
lebih lanjut.
Gunakan prosedur yanga memadai ketika memberikan obat mata.
R/: cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan katarak)
Kriteria evaluasi : menunjukan peningkatan penyembuhan luka tepat
waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam.
Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum
menyentuh/mengobati mata.
R/: menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah
kontaminasi area operasi.
Gunakan teknik yang tepat untuk embersihkan mata dari dalam
keluar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti
balutan, dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
R/: tehnik aseptik menurunkan resiko penyebaran bakteri dan
kontaminasi silang.
Tekankan untuk tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
R/: mancegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi
Observasi tanda terjadinya infeksi.
R/: Infeksi mata terjadi 2-3 hari setelah prosedur dan
memerlukan upaya intervensi.
Berikan obat sesuai indikasi.
R/: Sediaan topikal digunakan secara profilaksis, dimana terapi
lebih diperlukan bila terjadi infeksi.
4. Nyeri yang berhubungan dengan trauma peningkatan TIO,inflamas
intervensi bedah, atau pemberian tetes mata dilator.
Kriteria evaluasi:
Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
R/; pemakaian obat sesuai resep akan mengurangi nyeri dan TIO
serta meningkatkan rasa nyaman.
Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
R/: mengurangi edema akan mengurangi nyeri.
Kurangi tingkat pencahayaan, cahaya diredupkan, diberi tirai/kain.
R/: tingkat pencahayaan yang lebih rendah lebih nyaman setelah
pembedahan.
Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat.
R/: cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator.
5. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
Kriteria evaluasi; Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri
Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan
gejala koplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter
R/: penemuan dan penenganan awal komplikasi dapat
mengurangi resiko kerusaka lebih lanjut.
Beri instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti
mengenai tehnik yang benar memberikan obat.
R/: pemakaian teknik yang benar akan mengurangi resiko
infeksi dan cedera mata.
Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
R/: sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan,
pendamping dan teman dirumah.
Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan.
R/: memungkinkan tindakan yang aman dalam lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Penglihatan turun perlahan tanpa mata merah. Ilmu penyakit
mata. Edisi ketiga. Jakarta: balai penerbit FKUI; 2007. Hal 200-11.
2. Harper RA, Shock JP. Lens in Vaughan and Asbury’s: General
Opthalmology 16th edition. McGraw Hills Company : 2007. P. 173-180.
3. Bintang N. Jenis-jenis katarak dalam World Optical. [Cited Juni 19,
2011]. Available from URL: http://nasrulbintang.wordpress.com/jenis-jenis-
katarak/.
4. Bobrow JC, Blecher MH, et al. Lens and cataract. In Basic and Clinical
science course. Section 11. 2008-2009: American Academy of
Ophthalmology. The eye M.D. P. 5-9.
5. James B, Chew C, Bron A. Lensa dan katarak dalam ofthalmologi. Edisi
9. Jakarta : Erlangga; 2006. Hal. 76-84.
6. Lang GK, Cataract in Ophthalmology: A short Textbook. Lang
Ophthalmology. Stuttgart, New York 2000. P. 170-8.
7. Radjamin RK, Akmam SM, et al. Ilmu penyakit mata. Airlangga University
press. 1984. Hal. 131.134.
8. Shock JP, Harper RA. Lensa dalam oftalmologi umum. Edisi 14. Widya
Medika: 2005. Hal 175-184.
9. Dhawan S. Cataract, Phacoemulfisication & Lens. [Cited Juni 19, 2011].
Available from URL: http://sdhawan.com/eye-disease-cataract.htm.
ASUHAN KEPERAWATAN TN”L”DENGAN GANG. SIST. PENGLIHATAN POST OPERASI KATARAK
DI RUANG PERAWATAN BEDAH BAJI KAMASERS. LABUANG BAJI MAKASSAR
TGL 6 S/D 8 OKTOBER 2011
OLEHRESKIATI APRIANTI
98.1101.247
CI LAHAN CI INSTITUSI
(__________________) (_____________________)
PRAKTEK PROFESI NERSUNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR 2011
LAPORAN PENDAHULUAN
KATARAK
OLEHRESKIATI APRIANTI
98.1101.247
CI LAHAN CI INSTITUSI
(__________________) (_____________________)
PRAKTEK PROFESI NERSUNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR 2011