Post on 25-Dec-2015
description
ASMA
LAPORAN KASUS
Oleh :
Ni Putu Dhita Putri Indriani, S.Ked
09700109
Pembimbing :
dr. Aunilla, SpA, M.Biomed
Ilmu Penyakit Anak
RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Morbili”
untuk memenuhi tugas penulisan laporan kasus dari SMF Ilmu Penyakit Anak.
Penulis sampaikan terima kasih kepada Yth. dr Aunilla, Sp.A atas bimbingannya
selama ini, dan tidak lupa pula kepada seluruh staf pembimbing di SMF Ilmu Penyakit
Anak RSUD Bangil dan untuk semua pihak lain yang turut membantu hingga selesainya
tugas laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus “Asma” dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi
rekan kedokteran pada khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi semakin
baiknya laporan kasus ini. Untuk itu penulis mengucapkan mohon maaf atas segala
kekurangan yang ada didalamnya dan terima kasih yang setulus-tulusnya. Akhir kata,
semoga laporan kasus yang penulis buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih,
Bangil, 25 Agustus 2014
Ni Putu Dhita Putri
NPM. 09700109
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I LAPORAN KASUS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Etiologi
C. Epidemiologi
D. Patofisiologi
E. Gambaran klinis
F. Langkah diagnostik
G. Komplikasi
H. Diagnosa banding
I. Penatalaksanaan
J. Pencegahan
BAB III ANALISA KASUS
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama pasien : An. Halimatus
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat rumah : Jawan Alas Bendungan – Kabupaten Pasuruan
Umur : 4 tahun
Pendidikan : belum bersekolah
Orang tua/wali:
Ayah :
Nama : Tn Sukarto
Agama : Islam
Alamat : Jawan Alas Bendungan – Kabupaten Pasuruan
Pekerjaan : Pekerja swasta
Ibu :
Nama : Ny Masita
Agama : Islam
Alamat : Jawan Alas Bendungan – Kabupaten Pasuruan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Suku bangsa : Jawa
1.2 RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama : sesak
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak dua hari sebelum MRS. Sesak
dirasakan semakin memberat pada malam sebelum MRS. Sesak memberat jika
pasien menangis, tidur tidak tenang sejak 1 hari sebelum MRS. Mengalami sulit
bicara, makan, dan minum pada saat sesak. Sesak berkurang jika dibuat duduk.
Sebelum pasien sesak, mengaku melakukan jalan sehat sehari sebelum sesak
kambuh. Batuk sejak hari senin . Pada saat jalan sehat mengaku makan makanan
ringan yaitu roti, dan bakso. Pasien memiliki riwayat alergi telur dan ikan laut.
Terakhir kambuh sudah 6 buan yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien memiliki riwayat sesak sebelumnya. Keluhan sesak muncul sejak
pasien berusia 2 tahun. Sesak kambuh jika pasien mengkonsumsi makanan ringan,
telur, dan ikan laut. Jika, sesak kumat terutama pada malam hari.
Riwayat penyakit keluarga
Dikeluarga hanya nenek pasien yang memiliki riwayat sesak. Tidak ada
yang memiliki riwayat alergi.
1.3 RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN
1. Kehamilan
Selama kehamilan ibu sehat. Ibu berkunjung untuk ANC 2X selama
kehamilan
2. Kelahiran
Tempat kelahiran : Klinik Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : Cukup bulan
Ketuban : Jernih
Keadaan bayi :
Berat lahir : 2800 g
Panjang : ibu lupa
Lingkar kepala : ibu lupa
1.4 RIWAYAT MAKANAN
Pasien sehari-hari biasanya makan nasi dengan lauk sayur, tempe dan
tahu, makan ayam kampung kadang-kadang.
1.5 RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi tidak lengkap, dan ibu pasien tidak tahu vaksin apa saja yang
sudah diberikan.
1.6 RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Perumahan : Milik sendiri
Keadaan rumah : Bersih, terang, cukup luas, ramai, satu kamar dua
orang
Daerah/lingkungan : Bersih, padat penduduk
1.7 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 18 Agustus 2014
Pukul : 18.33 wib
Keadaan umum : Pasien tampak sesak berat, lemah, kesadaran compos
mentis waktu datang ke IGD
Tanda vital :
Frekuensi nadi : 124X/ menit
Frekuensi nafas : 39X/ menit
Suhu tubuh : 37,1 ◦ C
Kepala :
Deformitas –
Ubun – ubun normal
a/i/c/d : -/-/-/+
PCH : +
Rambut :
Warna : Hitam
Kelebatan : Sedang
Distribusi pertumbuhan : Merata
Mata :
Palpebra : edema (-)
Sklera : putih
Kornea : jernih
Pupil : bentuk bula, isokor, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya
Tidak langsung +/+, diameter 3mm
Lensa : jernih
Gerakan bola mata : baik
Telinga :
Daun dan liang telinga : bentuk baik, besar, posisi normal, otore (-)
Mastoid : tidak ada inflamasi, tidak ada nyeri tekan
Hidung :
Bentuk normal, simetris, terdapat secret (mongering), tidak ada epistaksis
Bibir :
Simetris, mukosa pucat, mokosa kering
Lidah :
Bentuk dan ukuran normal, merah
Tonsil :
T1/T1, tidak hiperemis.
Leher :
Bentuk dan ukuran normal, pulsasi vena tidak tampak, trachea ditengah, tidak ada
massa, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorax :
Bentuk simetris, retraksi pernafasan (+), tidak ada deformitas, saat ekspirasi
gerakan dada memanjang dan inspirasi adanya retraksi otot pernapasan, tidak ada
tonjolan, tidak ada pembengkakan, vertebra lurus ditengah, tidak ada nyeri ketok
dan nyeri tekan pada thorax belakang.
Cor :
Tidak terlihat denyut ictus cordis.
S1 S2 Tunggal, regular, murmur-, gallop-
Pulmo :
pernafasan simetris
fremitus suara simetris, fremitus raba simetris
ekspirasi memanjang, ronchi -/-, wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : flat, suple
Palpasi : turgor kulit normal, tidak ada pembesaran hepar dan lien
Perkusi : timpani, ascites –
Auskultasi : bising usus normal
` Genetalia
Dalam batas normal
Ekstremitas
Panjang dan bentuk normal, kiri dan kanan sama panjang, tidak ada
kelainan congenital, tidak ada nyeri tekan pada jari-jari tubuh, tidak ganggren atau
nekrosis, gerakan dan tonus otot baik, tidak ada peradangan, nyeri atau
keterbatasan gerak sendi, tidak ada edem diseluruh ekstremitas.
Data antropometri
Berat badan : 15,5 kg
Lingkar kepala : 48 cm
Lingkar lengan : 16 cm
Tinggi badan : 100 cm
BB/TB % = BB Aktual x 100%
BB baku untuk BB aktual
= 15,5 x 100% = 103 ( gizi baik)
15
1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap : (dilaksanakan pada tanggal 18/08/2014)
WBC : 17,2
LYM : 1,4
MID : 1,5
GRA : 14,3
LYM % : 14,3 %
MID % : 8,7 %
GRA% : 83,4 %
RBC : 4,88
HGB : 13,3 g/dL
HCT : 38,9 %
MCV : 79,7 fL
MCH : 27,3 pg
MCHC : 34,2 g/dL
RDW : 12,1 %
PLT : 551 10^3/µL
MPV : 6,9 fL
PCT : 0,380 %
PDW : 15,5 %
Pemeriksaan foto torax
Didapatkan infiltrat
1.10.DAFTAR MASALAH
Sesak satu hari
Batuk satu hari
Pernafasan cuping hidung
Wheezing (+)
Retraksi (+)
Leukositosis
Trombositosis
1.11 RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak dua hari sebelum MRS. Sesak
dirasakan semakin memberat pada malam sebelum MRS. Sesak memberat jika
pasien menangis, tidur tidak tenang sejak 1 hari sebelum MRS. Mengalami sulit
bicara, makan, dan minum pada saat sesak. Sesak berkurang jika dibuat duduk.
Sebelum pasien sesak, mengaku melakukan jalan sehat sehari sebelum sesak
kambuh. Batuk sejak hari senin . Pada saat jalan sehat mengaku makan makanan
ringan yaitu roti, dan bakso. Pasien memiliki riwayat alergi telur dan ikan laut.
Pada pemeriksaan fisik di dpapatkan kesadaran compos mentis, lemah,
sesak, gizi baik. Terjadi ekspirasi memanjang dan wheezing di kedua lapang paru.
Tanda vital ; Frekuensi nadi 124X/ menit, frekuensi nafas 39X/ menit, suhu tubuh
37,1 ◦ C.
1.12 DIAGNOSA KERJA
Serangan asma. Episodik jarang. Derajat sedang.
1.13 ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap
Foto thorax
1.14 PENATALAKSANAAN
1) Oksigen nasal 3 lpm
2) Nebul Combiphen 2x berturut-turut
3) Infuse D5 ½ NS
4) Inj ranitidine
5) Inj dexamethsone
1.15 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sabationam : bonam
1.16 EDUKASI
Cuci sarung bantal, guling, sprei, selimut paling lama 1 minggu sekali
Tidak memakai alat tidur berbahan kapuk
Ganti karpet dengan linoleum atau lantai kayu
Ganti furnitur berlapis kain dengan berlapis kulit
Bila gunakan pembersih vakum, pakailah filter HEPA dan kantung debu 2
rangkap
Pindahkan binatang peliharaan dari dalam rumah
Hindari berdekatan dengan orang yang sedang merokok
Upayakan ventilasi rumah adekuat
Hindari menggunakan obat nyamuk yang menimbulkan asap atau spray
dan mengandung bahan polutan
Hindari aktivititas fisis pada keadaan udara dingin dan kelembaban rendah
Menghindari makanan yang dapat menimbulkan alergen, seperti kacang
susu, ikan, dan telur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma secara klinis praktis adalah gejala batuk dan atau mengi berulang, terutama
pada malam hari (nocturnal), reversibel (dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan)
dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya.
Serangan asma adalaah episode perburukan yang progesif akut dari gejala-gejala
batuk, ssesak nafas, mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut.
2.2 Etiologi
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun
saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.
1. Faktor pada pasien:
o Aspek genetik
o Kemungkinan alergi
o Saluran napas yang memang mudah terangsang
o Jenis kelamin
o Ras/etnik
2. Faktor lingkungan:
o Bahan-bahan di dalam ruangan :
Tungau debu rumah
Binatang, kecoa
o Bahan-bahan di luar ruangan :
Tepung sari bunga
Jamur
o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna
makanan
o Obat-obatan tertentu
o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
o Ekspresi emosi yang berlebihan
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
o Infeksi saluran napas
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukan aktivitas fisik tertentu
o Perubahan cuaca
2.3 Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat
300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak (GINA,
2003).
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh
penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai penyebab kematian
(mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada SKRT 1995, dilaporkan
prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk (PDPI, 2006).
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah
sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan prevalensi asma
bronkial sebesar 5–15%.
2.4 Patofisiologi
Ada dua faktor utama berperan dalam timbulnya serangan asma. Interaksi kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan proses inflamasi, berupa terbentuknya mediator-
mediator inflamasi termasuk sitokin. Semuanya akan mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur dan perubahan fungsi saluran nafas (kerusakan epitel saluran nafas,
hipersekresi, kongesti pembuluh darah, edema, bronkokonstriksi, “airway remodelling”)
yang akan memberikan gejala-gejala klinis asma. Reaksi bronkial terhadap alergen
menunjukkan reaksi asma fase segera (immediate phase response) dan reaksi asma fase
lanjut (late-phase response). Apabila ada suatu rangsangan atau paparan alergen pada
permukaan mukosa saluran nafas, “primary effector cells” (pro inflammatory cells) yang
terdapat pada saluran nafas seperti: sel mast, makrofag dan sel epitel akan mengeluarkan
mediator inflamasi (termasuk sitokin) yang merangsang terjadinya proses inflamasi pada
saluran nafas. Reaksi asma segera (RAS) berupa konstriksi bronkus, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, edema dan migrasi sel. Ternyata, disamping itu mediator
inflamasi tersebut juga akan menarik dan mengaktifkan “secondary effector cells” (sel
inflamasi yang berasal dari sirkulasi seperti eosinofil, netrofil, makrofag danlimfosit) dan
sel-sel ini pun akan menghasilkan mediator inflamasi yang akan memperberat inflamasi
yang sudah terjadi sebelumnya. Pelepasan mediator inflamasi akibat infiltrasi sel-sel
tersebut akan menimbulkan peningkatan kepekaan bronkus terhadap rangsangan
(“bronchial hyperreactivity”). Reaksi asma fase lanjut (RAL) terjadi dalam waktu dua
sampai empat jam setelah RAS. Fase lanjut ini mencapai puncaknya setelah 24 jam dan
menurun secara bertahap.
Pada reaksi asma segera (RAS) tidak terjadi hipereaktivitas bronkus. Pada reaksi
asma fase lanjut (RAL), sel eosinofil dan netrofil berinteraksi dengan mediator lain
menyebabkan kerusakan dan deskuamasi sel epitel bronkus dengan cara meningkatkan
fragilitas epitel dan melemahkan daya lekat sel epitel pada sel basal. Mekanisme migrasi
sel radang ke saluran nafas sangat kompleks, mengikutsertakan “adhesion molecule
substance” (ICAM-1,2,3, intergrin, selectin) serta peran limfosit dan lain-lain sel yang
memproduksi limfokin dan sitokin yang berperan penting terjadinya inflamasi akut
maupun kronik
2.5 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian asma adalah:
1. Imunitas dasar
Mekanisme imunitas terhadap kejadian inflamasi pada asma kemungkinan
terjadi ekspresi sel Th2 yang berlebihan (NHLBI, 2007). Menurut Moffatt, dkk
(2007), gen ORMDL3 mempunyai hubungan kuat sebagai faktor predisposisi asma.
2. Umur
Insidensi tertinggi asma biasanya mengenai anak-anak (7-10%), yaitu umur 5
– 14 tahun. Sedangkan pada orang dewasa, angka kejadian asma lebih kecil yaitu
sekitar 3-5% (Asthma and Allergy Foundation of America, 2010). Menurut studi yang
dilakukan oleh Australian Institute of Health and Welfare (2007), kejadian asma pada
kelompok umur 18 – 34 tahun adalah 14% sedangkan >65 tahun menurun menjadi
8.8%. Di Jakarta, sebuah studi pada RSUP Persahabatan menyimpulkan rerata angka
kejadian asma adalah umur 46 tahun (Pratama dkk, 2009).
3. Jenis Kelamin
Menurut GINA (2009) dan NHLBI (2007), jenis kelamin laki-laki merupakan
sebuah faktor resiko terjadinya asma pada anak-anak. Akan tetapi, pada masa
pubertas, rasio prevalensi bergeser dan menjadi lebih sering terjadi pada perempuan
(NHLBI, 2007). Pada manusia dewasa tidak didapati perbedaan angka kejadian asma
di antara kedua jenis kelamin (Maryono, 2009).
4. Faktor pencetus
Paparan terhadap alergen merupakan faktor pencetus asma yang paling
penting. Alergen – allergen ini dapat berupa kutu debu, kecoak, binatang, dan
polen/tepung sari. Kutu debu umumnya ditemukan pada lantai rumah, karpet dan
tempat tidur yang kotor. Kecoak telah dibuktikan menyebabkan sensitisasi alergi,
terutama pada rumah di perkotaan (NHLBI, 2007). Menurut Ownby dkk (2002)
dalam GINA (2009), paparan terhadap binatang, khususnya bulu anjing dan kucing
dapat meningkatkan sensitisasi alergi asma. Konsentrasi polen di udara bervariasi
pada setiap daerah dan biasanya dibawa oleh angin dalam bentuk partikel – partikel
besar.
Iritan – iritan berupa paparan terhadap rokok dan bahan kimia juga telah
dikaitkan dengan kejadian asma. Dimana rokok diasosiasikan dengan penurunan
fungsi paru pada penderita asma, meningkatkan derajat keparahan asma, dan
mengurangi responsivitas terhadap pengobatan asma dan pengontrolan asma.
Menurut Dezateux dkk (1999), balita dari ibu yang merokok mempunyai resiko 4 kali
lebih tinggi menderita kelainan seperti mengi dalam tahun pertama kehidupannya.
Kegiatan fisik yang berat tanpa diselingi istirahat yang adekuat juga dapat
memicu terjadinya serangan asma (Nurafiatin dkk, 2007). Riwayat penyakit infeksi
saluran pernapasan juga telah dihubungkan dengan kejadian asma. Menurut sebuat
studi prospektif oleh Sigurs dkk (2000), sekitar 40% anak penderita asma dengan
riwayat infeksi saluran pernapasan (Respiratory syncytial virus) akan terus menderita
mengi atau menderita asma dalam kehidupannya.
5. Status sosioekonomik
Mielck dkk (1996) menemukan hubungan antara status sosioekonomik /
pendapatan dengan prevalensi derajat asma berat. Dimana, prevalensi derajat asma
berat paling banyak terjadi pada penderita dengan status sosioekonomi yang rendah,
yaitu sekitar 40%.
2.7 Diagnosis
UKK pumonologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional asma dengan gejala
awal berupa batuk dan atau mengi. Pada alur diagnosis selain anamnesis yyang
cermat, beberapa pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan tergantung pada
fasilitas yang tersedia,
2.6.1 Anamnesis
Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu:
1. Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
2. Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala
musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma
3. Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di
dada dan berdahak yang berulang
4. Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari
5. Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik
6. Respon positif terhadap pemberian bronkodilator
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat
normal (GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan
pada auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis
jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala obstruksi saluran pernapasan
(Chung, 2002).
Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh
karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus.
Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang
mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa
batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009).
2.6.3 Faal Paru
Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai
diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal gejala
dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak selalu akurat.
Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran udara, reversibilitasnya, dan
membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan tetapi, faal paru tidak
mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya sebagai informasi tambahan
akan kadar kontrol terhadap asma (Pellegrino dkk, 2005). Banyak metode untuk
menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai standard pemeriksaan
adalah: (1) pemeriksaan spirometri dan (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE).
Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas
dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan
dengan manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk mendapatkan hasil
yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru
menyebabkan turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas
diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%).
Pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih dari
20%). Untuk mendapatkan variabiliti APE yang akurat, diambil nilai terendah
pada pagi hari sebelum mengkonsumsi bronkodilator selama satu minggu (Pada
malam hari gunakan nilai APE tertinggi). Kemudian dicari persentase dari nilai
APE terbaik (PDPI, 2006).
2.7 KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru dapat ditentukan
klasifikasi (derajat) asma.
Pembagian derajat penyakit asma pada anak
Parameter klinis,
kebutuhan obat
dan faal paru
asma episodik
jarang
Asma episodik
sering
Asma persisten
Frekuensi
serangan
< 1x/bbulan >1x/bulan Seriing
Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir
ssepaanjang tahun
tidak ada remisi
Intensitas
serangan
Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Diantara
serangan
Tanpa gejala Sering ada gejlla Gejala siang dan
malam
Tidur dan
aktifitas
Tidak terganggu Seriing terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik
diluar serangan
Normal (tidak
ditemukan
kelainan)
Mungkin
terganggu
(ditemukan
kelainan)
Tidak pernah
normal
Obat pengendali
(anti inflamasi)
Tidak perlu Perlu Perlu
Uji faal paru
(diluar paru)
PEF/FEVI > 80% PEF/PEVI 60-
80%
PEF/FEVI <60%
Variabilitas 20%-
30%
Variabilitas faal
paru (bila ada
serangan)
Variabilitas >15% Variabilitas >30% Variiabilitas >50%
2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana asma mncakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya
tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta
medikamentosa. Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok
yaitu pereda (reliver) dan pengendali (controller). Tatalaksana asma dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat serangan (assma akut) dan diluar
serangan (asma kronis)
Diluar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma.
Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan kontroler, sedangkan pada asma
episodik sering dan asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat
serangan lakukan prediksi derajat serangan, kmudian tatalaksana disesuaikan
dengan derajatnya.
Penilaian derajat serangan asma
Parameter klinis,
fungssi paru,
laboratorium
Ringan sedang berat Ancaman henti
nafas
Sesak timbul
pada saat
(breathless)
Berjalan
Bayi :
Menangis
keras
Berbicara
Bayi :
-tangis
pendek
-kesulitan
Istirahat
Bayi :
Tidak mau
makan/minum
makan-
minum
Bicara Kalimat Pnggalan
kalimat
Kata-kata
Posisi Bisa
berbaring
Lebih suka
duduk
Duduk
bertopang
lengan
kesadaran Mungkin
iritable
Biasanya
iritable
Biasanya
iritable
Bingung dan
mengantuk
Sianosis Tidak ada Tidak ada ada Nyata/jelas
Mengi
(wheezing)
Sedang,
sering
hanya
pada
ekspirasi
Nyaring
sepanjang
ekspirasi, ±
inspirasi
Sangat
nyaring
terdengar
tanpa
stetoskop
Sulit/tidak
terdengar
Sesak naafas Minimal Ssedang Berat
Obat bantu
nafas
Biasanya
tidak
Biasanya ya Ya Gerakan
paraddok
torako-
abdominal
Retraksi Dangkal,
retraksi
intercostal
Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam
ditambah
nafas cuping
hidung
Dangkal/hilang
Laju nafas meningkat meningkat meningkat Menurun
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pulsus
paradoksus
(pemeriksaannya
tidak praktis)
Tidak ada
<10
mmHg
Ada 10-20
mmHg
Ada >20
mmHg
Tidak ada,
tanda
kelelahan otot
nafas
PEFR atau
FEV1 (%nilai
dugaan/ % nilai
terbaik)
-pra
bronkodilator
-pasca
bronkodilator
>60%
40-60%
>80%
60-80%
<40%
<60%
Respon <2
jam
SaO % >95% 91-05% ≤90%
PaO2 Normal
biasanya
tidak perlu
diperiksa
>60 mmHg <60 mmHg
PaCO2 <45
mmHg
<45mmHg >45mmHg
BAB III
KESIMPULAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan.
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang
reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai
rangsang.Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap
rangsangan atau hiper reaksi bronkus.
Pasien pada kasus ini dapat didiagnosa mengalami gangguan saluraan pernafasan
yang disebut ASMA, episodik jarang, dan derajat sedang . Diagnosa tersebut ditegakkan
berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan tinjauan pustaka pada
ASMA.
Pada anamnesa didapatkan gejala berupa sesak sudah dua hari sebelum MRS,
sesak memberat pada malam sebelum MRS. Sesak memberat jika pasien menangis, tidur
tidak tenang sejak 1 hari sebelum MRS. Mengalami sulit bicara, makan, dan minum pada
saat sesak. Sesak berkurang jika dibuat duduk. Sebelum pasien sesak, mengaku
melakukan jalan sehat sehari sebelum sesak kambuh. Batuk sejak hari senin. . Pada saat
jalan sehat mengaku makan makanan ringan yaitu roti, dan bakso. Pasien memiliki
riwayat alergi telur dan ikan laut. Terakhir kambuh sudah 6 buan yang lalu. Pasien
memiliki riwayat sesak sebelumnya. Keluhan sesak muncul sejak pasien berusia 2 tahun.
Sesak kambuh jika pasien mengkonsumsi makanan ringan, telur, dan ikan laut. Jika,
sesak kumat terutama pada malam hari. Dikeluarga hanya nenek pasien yang memiliki
riwayat sesak. Tidak ada yang memiliki riwayat alergi.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan pernafasan cuping hidung,
dypsneu, retraksi otot-otot pernafasan, wheezing, dan ekspirasi memanjang.
Dapat disimpulakan Penyakit Asma adalah suatu penyakit yang menyerang
saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) kronis
dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Dengan berbagai mcam etiologi factor
pencetus seperti : Zat allergen, Infeksi saluran pernapasan( respiratorik ) Olahraga /
kegiatan jasmani yang berat, Perubahan suhu udara, Udara dingin, panas, kabut,Polusi
udara, Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan, Riwayat keluarga (factor genetic),
beberapa infeksi pernapasan selama masa kanak-kanak, Lingkungan pekerajan,
Emosi,stress. Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma
adalah menjauhi faktor-faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu
sendiri.