Post on 26-Apr-2019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IMPLEMENTASI ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI
ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN HARGA POKOK MEBEL PADA
PERAJIN MEBEL DESA SERENAN KECAMATAN JUWIRING
KABUPATEN KLATEN
SKRIPSI
Oleh:
ENDAH DWI JAYANTI
K 7408084
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
IMPLEMENTASI ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI
ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN HARGA POKOK MEBEL PADA
PERAJIN MEBEL DESA SERENAN KECAMATAN JUWIRING
KABUPATEN KLATEN
Oleh:
ENDAH DWI JAYANTI
K 7408084
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Bidang Keahlian Khusus Akuntansi Program
Studi Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Endah Dwi Jayanti. IMPLEMENTASI ACTIVITY BASED COSTINGSYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM PENENTUAN HARGAPOKOK MEBEL PADA PERAJIN MEBEL DESA SERENANKECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN. Skripsi. Surakarta:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.Juli 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) cara penentuan hargapokok mebel yang dilakukan oleh perajin mebel desa Serenan, (2) caraperhitungan harga pokok mebel dengan menggunakan activity based costingsystem pada perajin mebel desa Serenan, dan (3) mengetahui apakah adaperbedaan besarnya harga pokok mebel antara perhitungan yang dilakukan olehperajin mebel desa serenan dengan perhitungan dengan metode activity basedcosting system.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakanmetode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalahpurposive sampling (sampel bertujuan), dimana sampel yang diambil tidakditentukan pada jumlah sampel melainkan pada kualitas informasi yang dapatdiperoleh dan dipandang memiliki data yang penting berkaitan denganpermasalahan yang dihadapi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalahwawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik validitas data yang digunakanadalah triangulasi dengan sumber. Teknik analisis data yang digunakan adalahteknik analisis data model interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) perajin mebeldesa Serenan telah menerapkan perhitungan harga pokok pada setiap produk yangdihasilkan dari kegiatan produksinya dan telah menjadi rumusan yang caraperhitungannya adalah dengan menjumlahkan tiap komponen perhitungan hargapokok yang terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Perhitunganharga pokok produk Kursi Jepang yang dilakukan oleh bapak Supriyantomenghasilkan harga pokok senilai Rp102.000,00 per unit. (2) Perhitungan hargapokok Kursi Jepang dengan menggunakan metode activity based costing systemdilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama, biaya ditelusur ke aktivitas yangmenimbulkan biaya, pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overheadditelusuri ke produk, kemudian harga pokok produksi diperoleh denganmenjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overheadpabrik dibagi dengan jumlah unit produk yang dihasilkan. Perhitungan hargapokok Kursi Jepang menghasilkan perhitungan harga pokok per unit sebesar Rp107.176,00. (3) Terdapat perbedaan antara perhitungan harga pokok Kursi Jepangdengan metode yang diterapkan perajin dengan menggunakan metode activitybased costing system. Metode activity based costing system menghasilkanperhitungan harga pokok produksi yang lebih besar dibandingkan metode yangdigunakan perajin mebel desa Serenan karena pada perhitungan activity basedcosting system, setiap biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas produksi mebelsecara keseluruhan diperhitungkan dengan jelas sehingga menghasilkankomponen biaya yang lebih banyak. Hal ini membuat harga pokok produksi yangdihasilkan mencerminkan penggunaan biaya yang sesungguhnya terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Endah Dwi Jayanti. IMPLEMENTATION OF ACTIVITY BASEDCOSTING SYSTEM AS AN ALTERNATIVE OF FURNITUREPRODUCTION COST SYSTEM ON THE FURNITURE CRAFTSMAN INSERENAN JUWIRING KLATEN. Thesis. Surakarta: Faculty of TeacherTraining And Education Sebelas Maret University of Surakarta. July 2012.
The purposes of this research are to evaluate (1) method of determiningthe cost of furniture made by furniture craftsman in Serenan (2) method ofcalculating the cost of furniture by using activity based costing system infurniture craftsman in Serenan (3) find out if there is difference between thecalculation of the cost of furniture made by furnitures craftsman in serenan andcalculation by activity based costing method.
In accordance with the purposes of the research, this research usesdescriptive qualitative research method. Sampling tehnique used was purposivesampling, wich taken samples are taken is not determined by the number ofsample but by the quality of information wich can be received and has consideredhaving significant data dealing with the issue. Data coltecting tehniques used wereinterviews, observations, and documentations. Data validity tehniques used istriangulation with informan. Data analysis tehniques used is the interactive dataanalysis technique.
Based on the research results can be concluded that (1) furniturescraftsman in Serenan was applied cost price calculation for every product wichproduced and has been a system of calculation formula of wich the calculation issumming each of the components comprising the cost price consist of materialcosts and labor costs. The cost calculation of cost pricing of the “Kursi Jepang”producted by Mr. Supriyanto result in a cost price of Rp 102.000,00 for everyunit. (2) The cost calculation of “Kursi Jepang” product using the activity basedcosting system method is performed in two steps. First step, costs traced to theactivities that cause of costs, the second step, the overhead costs of each grouptraced to the products, then the cost of production is obtained by summing the costof raw materials, direct labor cost and factory overhead costs then divided by thenumber of units of product produced. The cost calculation of “Kursi Jepang”product result in a cost price of Rp 107.176,00 for every unit. (3) There is adifference between the cost calculation method applied to the “Kursi Jepang”using the method used by furniture craftsman and using activity based costingsystem method. Activity based costing system method made a higher productioncost price calculation compared to the method used by the furniture craftsman,this case was due to the incurred cost of the produtc was detailed. It makes theresulted production cost price reflects the actual usage cost.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
MOTTO
“Kebanggaan terbesar kita bukanlah tidak pernah gagal, tapi bangkit kembali
saat kita jatuh”.
(Muhamad Ali)
”Tiga hal yang membuat orang bahagia di dunia ini, yaitu: seseorang untuk
dicintai, sesuatu untuk dilakukan dan sesuatu untuk diharapkan.”
(Frederick E. Crane)
“Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat
menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika
kesempatan bertemu dengan kesiapan.”
(Thomas A. Edison)
“Do what you love and love what you do and you will find what you want”(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi Ini ku persembahkan kepada:
a. Ibu dan Bapak yang ku cintai, terimakasih atas
segala pengorbanan dan doa.
b. Adiku, Andri dan Riko, terima kasih atas
bantuan yang telah diberikan selama penulisan
skripsi ini.
c. Dr. Sulisaningsih, M.Bus dan Muhtar, S.Pd,
M.Si, terimakasih atas bimbingan yang telah
diberikan.
d. Adi Purnomo, terimakasih atas keceriaan,
nasihat, dan motivasi yang telah diberikan.
e. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur prnulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Implementasi Activity
Based Costing System Sebagai Alternatif Sistem Penentuan Harga Pokok Mebel
pada Perajin Mebel Desa Serenan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana pada Bidang Keahlian Khusus Akuntansi, Program Studi Ekonomi,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah menyetujui penyusunan skripsi.
3. Drs. Wahyu Adi, M.Pd., selaku Ketua Bidang Keahlian Khusus Pendidikan
Akuntansi yang telah memberikan ijin penulisan skripsi.
4. Dr. Susilaningsih, M. Bus., selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dengan bijaksana.
5. Muhtar, S.Pd, M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan dorongan,
semangat dan bimbingan dengan baik.
6. Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus
Akuntansi atas semua ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis.
7. Bapak Akip, selaku Kepala Desa Serenan yang telah memberi ijin kepada
penulis untuk melakukan penelitian di desa Serenan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
8. Bapak Supriyanto, ST., selaku pemilik Aristo Furniture, yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ditempat usaha
mebelnya.
9. Bapak, Ibu dan Keluarga Tercinta yang selalu memberikan dorongan baik
moril maupun spiritual, dan curahan kasih sayang serta doa yang tak henti-
hentinya mengiringi penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman sepermainan, Herlambang, Listari, Febtiana, Intan, Lidya dan
Nurviyanti, terimakasih atas semangatnya.
11. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2008.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ ii
HALAMAN PENGAJUAN........................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... vi
HALAMAN ABSTRACT ............................................................................... vii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... ix
KATA PENGANTAR.................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A...............................................................................................
Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. .............................................................................................. Rum
usan Masalah ................................................................................ 5
C. .............................................................................................. Tujua
n Penelitian.................................................................................... 5
D............................................................................................... Manf
aat Hasil Penelitian........................................................................ 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................... 7
A.................................................................................................. Kaji
an Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan .................................... 7
1. .......................................................................................... Aku
ntansi Biaya dalam Penentuan Harga Pokok Produksi ............. 7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
a. ...................................................................................... Aku
ntansi Biaya .......................................................................... 7
b. ...................................................................................... Kon
sep Biaya .............................................................................. 9
2. .......................................................................................... Sist
em Akuntansi Biaya Konvensional ........................................... 12
a. ...................................................................................... Pen
gartian Sistem Akuntansi Biaya Konvensional .................... 12
b. ...................................................................................... Per
hitungan Harga Pokok dengan Pendekatan
Konvensional.............................................................................. 13
3. .......................................................................................... Per
hitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Activity
Based Costing System ............................................................... 16
a. ...................................................................................... Pen
gertian Activity Based Costing System ................................. 16
b. ...................................................................................... Seja
rah Activity Based Costing System ....................................... 17
c. ...................................................................................... Fal
safah yang melandasi Activity Based Costing System.......... 18
d. ...................................................................................... Akt
ivitas Sebagai Pemacu Timbulnya Biaya ............................. 19
e. ...................................................................................... Lan
gkah-Langkah Perhitungan Harga Pokok dengan
Menggunakan Activity Based Costing System...................... 21
f........................................................................................ Keu
ntungan Activity Based Costing System................................ 23
4. .......................................................................................... Has
il Penelitian yang Relevan......................................................... 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
B. ................................................................................................. Ker
angka Pemikiran............................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 29
A................................................................................................ Te
mpat dan Waktu Penelitian .............................................................. 29
1. .......................................................................................... Te
mpat Penelitian.......................................................................... 29
2. .......................................................................................... Wa
ktu Penelitian............................................................................. 30
B. ............................................................................................... Pen
dekatan dan Jenis Penelitian............................................................. 30
1. .......................................................................................... Pen
dekatan penelitian...................................................................... 30
2. .......................................................................................... Jeni
s Penelitian ................................................................................ 32
C. ............................................................................................... Dat
a dan Sumber Data ........................................................................... 32
1. .......................................................................................... Dat
a ................................................................................................. 32
2. .......................................................................................... Su
mber Data .................................................................................. 32
D................................................................................................ Tek
nik Pengambilan Sampel .................................................................. 34
E. ............................................................................................... Pen
gumpulan Data ................................................................................. 36
1. .......................................................................................... Wa
wancara ..................................................................................... 36
2. .......................................................................................... Obs
ervasi ......................................................................................... 37
3. .......................................................................................... Dok
umentasi .................................................................................... 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
F. ............................................................................................... Uji
Validitas Data................................................................................... 38
G................................................................................................ Ana
lisis Data........................................................................................... 39
H................................................................................................ Pro
sedur Penelitian ................................................................................ 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................. 43
A. Deskripsi Lokasi Penelitian......................................................... 43
1. ........................................................................................ Kead
aan Geografis Desa Serenan................................................... 43
2. ........................................................................................ Kead
aan Demografis Desa Serenan ............................................... 43
a. .................................................................................. Juml
ah Penduduk.................................................................... 43
b. .................................................................................. Kom
posisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian.................. 44
c. .................................................................................. Kom
posisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ............... 44
3. ....................................................................................... Temp
at Penelitian........................................................................... 45
a. .................................................................................. Sejar
ah perusahaan.................................................................. 45
b. .................................................................................. Struk
tur kepegawaian .............................................................. 46
c. .................................................................................. Admi
nistrasi dan Perijinan....................................................... 46
d. .................................................................................. Inven
taris usaha........................................................................ 46
e. .................................................................................. Perle
ngkapan usaha ................................................................. 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
f. .................................................................................. Tana
h dan Bangunan............................................................... 48
g. .................................................................................. Gam
baran Umum Pasar .......................................................... 48
h. .................................................................................. Prod
uk dan Proses Produksi ................................................... 49
B. ............................................................................................ D
eskripsi Masalah Penelitian ........................................................ 54
1................................................................................... P
erhitungan Harga Pokok Mebel Oleh Perajin Mebel
Desa Serenan................................................................... 55
2................................................................................... P
erhitungan Harga Pokok Produk Mebel Dengan
Metode Activity Based Costing System ......................... 57
C. ............................................................................................ Pemb
ahasan.......................................................................................... 58
1................................................................................... P
erhitungan Harga Pokok Mebel yang Dilakukan
Oleh Perajin Mebel Desa Serenan .................................. 58
2................................................................................... P
erhitungan Harga Pokok Mebel dengan Metode
Activity Based Costing System ...................................... 61
3................................................................................... P
erbandingan Perhitungan Harga Pokok yang
Dilakukan oleh Perajin Mebel Desa Serenan dengan
Metode Activity Based Costing System ......................... 76
BAB IV SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..................................... 82
A............................................................................................. Simp
ulan.............................................................................................. 82
B. ............................................................................................ Impli
kasi ............................................................................................. 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
C............................................................................................. Saran
.................................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 87
LAMPIRAN ................................................................................................... 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian.................................................................. 30
4.1 Komposisi Penduduk Desa Serena Berdasarkan Mata Pencaharian......... 44
4.2 Komposisi Penduduk Desa Serena Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...... 45
4.3 Peralatan Usaha Aristo Furniture .............................................................. 47
4.4 Perlengkapan Usaha Aristo Furniture ....................................................... 48
4.5 Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut Perhitungan Perajin Mebel
Desa Serenan ............................................................................................ 59
4.6 Perhitungan Volume Kayu........................................................................ 62
4.7 Perhitungan Prosentase Bahan Baku yang Digunakan ............................. 63
4.8 Perhitungan Jumlah Bahan Baku yang Digunakan................................... 64
4.9 Perhitungan Biaya Bahan Baku ................................................................ 65
4.10 Sistem Penggajian Tenaga Kerja Aristo Furniture.................................. 66
4.11 Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung............................................ 66
4.12 Identifikasi Aktivitas dan Biaya Tidak Langsung................................... 68
4.13 Pengelompokan Aktivitas Berdasarkan Pemicu Biaya ........................... 71
4.14 Pengelompokan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Ber-
dasarkan Pemicu Biaya Jumlah Unit....................................................... 72
4.15 Pengelompokan Dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Ber-
dasarkan Pemicu Biaya Jumlah Aktivitas ............................................... 72
4.16 Pengelompokan Dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Ber-
dasarkan Pemicu Biaya KwH.................................................................. 73
4.17 Pengelompokan Dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Ber-
dasarkan Pemicu Biaya Hari Kerja ......................................................... 73
4.18 Pengelompokan Dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Ber-
dasarkan Pemicu Biaya Jumlah Liter...................................................... 74
4.19 Perhitungan Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik ............................ 74
4.20 Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Pabrik ke Produk ........................ 75
4.21 Perhitungan Harga Pokok Produksi Kursi Jepang .................................. 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
4.22 Perbandingan Antara Perhitungan Harga Pokok Pokok Produk
Metode Perajin Mebel Desa Serenan dengan Metode Activity
Based Costing System............................................................................. 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Keyakinan Dasar yang Melandasi Activity Based Costing System .......... 19
2.2 Skema Kerangka Pemikiran...................................................................... 28
3.1 Model Analisis Interaktif .......................................................................... 41
3.2 Skema Prosedur Penelitian........................................................................ 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. .........................................................................................................Tuga
s Karyawan Masing-Masing Bagian ......................................................... 89
2. .........................................................................................................Dafta
r Nama Karyawan Masing-Masing Bagian............................................... 90
3. .........................................................................................................Pedo
man Wawancara........................................................................................ 91
4. .........................................................................................................Foto
Proses Produksi Kursi Jepang ................................................................... 93
5. .........................................................................................................Surat
Keterangan Mengadakan Penelitian.......................................................... 95
6. .........................................................................................................Surat
Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi ....................................................... 96
7. .........................................................................................................Surat
Keputusan Dekan FKIP tentang Ijin Penyusunan Skripsi ........................ 97
8. .........................................................................................................Surat
Permohonan Ijin Penelitian....................................................................... 98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sektor industri pada saat ini sangat cepat, baik industri
migas terlebih nonmigas. Seperti yang telah diketahui bahwa Indonesia sangat
menggantungkan pendapatan dari sektor migas, karena Indonesia memang dikenal
sebagai negara yang kaya akan hasil tambang dan mineral lainnya. Sedangkan
dari sektor nonmigas, Indonesia secara terus menerus mengupayakan agar mampu
memperoleh pendapatan pengganti sektor migas yang mulai berkurang dan sangat
mungkin akan habis.
Usaha atau bisnis yang bergerak dibidang mebel adalah salah satu usaha
dari sektor nonmigas yang sangat potensial untuk dikembangkan mengingat pasar
produk furniture kayu yang semakin menarik, sehingga diminati oleh para
pengusaha. Hal ini dikarenakan pengusaha menangkap peluang usaha yang baik
yaitu bahwa sebagai daerah tropis yang memiliki hutan yang sangat mampu
menghasilkan kekayaan dalam jumlah besar, sehingga sangat potensial untuk
mengembangkan usaha dibidang mebel. Salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki peranan yang cukup penting bagi industri mebel kayu nasional adalah
Jawa Tengah, terbukti dengan berdasarkan nilai ekspor furniture tahun 2010 dan
2011 berturut-turut US $ 592,82 dan US $ 673,65 atau sekitar 20% dari nilai
ekspor mebel nasional (DISPERINDAG dan BPS Prov. Jawa Tengah, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Kondisi industri mebel kayu di Jawa Tengah sangat potensial untuk
dikembangkan mengingat pasar produk mebel kayu yang semakin menarik setelah
adanya dukungan pemerintah melalui industri kreatif sejak beberapa tahun
belakangan ini dan kebutuhan furniture di dalam negeri juga terlihat cenderung
meningkat, sejalan dengan mulai membaiknya bisnis properti di Indonesia. Selain
itu sumber bahan bakunya dari hutan rakyat juga banyak digunakan walaupun
memiliki tingkat variasi yang tinggi dalam hal bentuk dan kualitasnya. Hal ini
ditandai dengan adanya kenaikan total ekspor mebel di Jawa Tengah tahun 2011
sebesar US $ 143,83 atau 27,15% dari total ekspor mebel tahun 2010. Sentra-
sentra produksi mebel di Jawa Tengah sendiri tersebar di Kota Semarang,
Kabupaten Jepara, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, dan Kabupaten Sragen
(DINHUBKOMINFO Pemerintah Prov. Jawa Tengah, 2009). Salah satu yang
terkenal adalah di Kabupaten Klaten khususnya di Desa Serenan Kecamatan
Juwiring.
Desa Serenan telah sejak lama dikenal sebagai sentra industri mebel.
Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai perajin mebel dan mereka
menjadikan industri mebel sebagai penopang kehidupan mereka. Pada umumnya
para perajin mebel di desa Serenan memproduksi mebel berdasarkan pesanan
dari beberapa perusahaan besar yang kemudian di ekspor ke luar negeri. Hasil
produksi mereka tidak hanya terdiri dari satu macam model produk saja, tetapi
terdapat bermacam-macam model dan bentuk sesuai dengan pesanan dan
perkembangan desain mebel yang sedang menjadi tren, dari mebel dengan model
klasik/antik sampai yang modern dan cenderung minimalis.
Industri mebel merupakan salah satu industri dengan tingkat persaingan
ketat. Demikian juga industri mebel di Desa Serenan yang juga mempunyai
banyak pesaing industri mebel dibeberapa daerah. Industri ini dipandang sangat
menjanjikan, sehingga di beberapa desa disekitar desa Serenan satu per satu
muncul industri serupa dan secara perlahan-lahan berubah menjadi sentra industri
mebel yang baru. Agar dapat bertahan dalam industri ini, para perajin mebel desa
Serenan harus selalu mampu mengikuti perkembangan harga, inovasi model,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kualitas produk, pelayanan, dan lain-lain. Perajin yang tidak memiliki keunggulan
cenderung tersingkir. Untuk itu, tiap-tiap perajin hendaknya memiliki strategi
dalam menjalankan usahanya, misalnya dalam hal kualitas produk, harga yang
lebih kompetitif, serta model produk yang lebih inovatif.
Dalam menjalankan usahanya para perajin hanya mengandalkan
ketrampilan yang mereka dapat secara turun-temurun dari orang tua mereka
termasuk dalam hal penentuan harga pokok produk yang mereka hasilkan. Salah
satu penyebabnya adalah terbatasnya pemahaman mereka mengenai metode
penetuan harga pokok karena tingkat pendidikan mereka yang rendah. Hal ini
sering menjadi kendala bagi mereka untuk mengembangkan usahanya, karena
pada umumnya para perajin menentukan harga pokok produknya hanya dengan
merinci setiap biaya yang mereka keluarkan untuk memproduksi barang yaitu
dengan menjumlahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung saja.
Setelah itu untuk perhitungan laba yang diperoleh, para perajin hanya
menperhitungkan selisih antara pendapatan dan total biaya yang mereka keluarkan
untuk memproduksi barang tersebut. Hal ini tentu saja tidak dapat memberikan
informasi mengenai harga pokok produk yang sebenarnya secara akurat.
Penentuan harga pokok produk yang dilakukan selama ini oleh perajin
mebel di desa Serenan, dipandang kurang akurat karena yang menjadi fokus
perhitungan hanyalah biaya-biaya yang mudah ditelusur ke masing-masing
produk saja seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Adapun biaya
overhead dan biaya operasional lainnya kurang diperhitungkan, sehingga tidak
dapat memberikan informasi mengenai data biaya yang dikeluarkan dan
menyebabkan harga pokok yang ditetapkan tidak sesuai dengan harga pokok yang
sebenarnya. Harga pokok produk yang ditetapkan bisa saja lebih tinggi dari total
biaya yang dikeluarkan (Overcosting), atau harga pokok yang ditetapkan bisa saja
lebih rendah/lebih kecil dari total biaya sebenarnya yang dikeluarkan
(Undercosting), sehingga hal ini menyebabkan perhitungan tingkat laba yang
diharapkan tidak sesuai, bahkan bisa saja perajin menderita kerugian akibat salah
perhitungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Untuk mendapatkan laba yang diinginkan, perajin mebel memerlukan
informasi harga pokok produksi yang akurat guna menentukan harga jual kepada
pemesan. Konsep sistem akuntansi biaya konvensional dalam alokasi biaya
membebankan overhead berdasarkan satu pool (misalnya jam mesin) kepada
semua produk, dimana untuk produksi yang bermacam-macam maka pembebanan
tersebut menjadi tidak adil, karena produk tersebut dipaksa untuk menerima biaya
yang bukan menjadi bebannya. Dengan pembebanan biaya overhead hanya
berdasarkan jam mesin, mengakibatkan para perajin tidak dapat mengidentifikasi
aktifitas-aktifitas yang menyebabkan sumber daya digunakan, sehingga tidak
dapat mengkalkulasi biaya atas aktivitas-aktivitas tersebut. Hal ini mengakibatkan
timbulnya kendala dalam pengambilan keputusan dalam penerimaan pesanan
maupun pengembangan produk.
Suatu sistem biaya yang baik harus dapat mencerminkan konsumsi
sumber daya dalam semua aktivitas perusahaan dalam pembuatan produk. Oleh
karena itu perajin mebel perlu mengembangkan sebuah sistem biaya produk yang
lain. Sistem ini harus mampu mengidentifikasi aktivitas yang dikonsumsi oleh
produk dan melalui suatu proses, sehingga sistem ini dapat menentukan biaya
yang memadai ke setiap produk.
Untuk mengatasi keterbatasan pada penentuan harga pokok dengan
metode konvensional maka dikembangkan sistem biaya yang didasarkan pada
aktivitas yang disebut Activity Based Costing (ABC). Activity Based Costing
(ABC) adalah suatu sistem informasi akuntansi yang mengidentifikasi berbagai
aktivitas yang dikerjakan dalam suatu organisasi dan mengumpulkan biaya
dengan dasar dan sifat yang ada dan perluasan dari aktivitasnya. ABC
memfokuskan pada biaya yang melekat pada produk berdasarkan aktivitas untuk
memproduksi, mendistribusikan atau memasarkan produk yang bersangkutan.
ABC didasari oleh asumsi bahwa aktivitas mengkonsumsi biaya dan produk
mengkonsumsi aktivitas. Dengan demikian, penyebab dari dikonsumsinya biaya
adalah aktivitas yang dilakukan untuk membuat suatu produk, bukan produk itu
sendiri. Maka dengan metode Activity Based Costing pembebanan biaya tidak
selalu dianggap proporsional terhadap volume produk, melainkan proporsional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
terhadap pengkonsumsian sumber daya oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan
dalam membuat produk tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI
ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF SISTEM
PENENTUAN HARGA POKOK MEBEL PADA PERAJIN MEBEL DESA
SERENAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan terperinci
mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Oleh karena itu, seorang
peneliti harus menghindari kesalahpahaman penafsiran untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai penelitian yang diadakan. Berdasarkan latar
belakang yang penulis uraikan, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan :
1. Bagaimana cara penentuan harga pokok mebel yang dilakukan oleh perajin
desa Serenan?
2. Bagaimanakah cara perhitungan harga pokok mebel dengan menggunakan
activity based costing system pada perajin mebel desa Serenan?
3. Apakah ada perbedaan besarnya harga pokok mebel antara perhitungan yang
dilakukan oleh perajin mebel desa Serenan dengan perhitungan dengan
metode activity based costing?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan juga memiliki tujuan yang hendak dicapai agar
memiliki arah yang jelas. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara penentuan harga pokok mebel yang dilakukan oleh
perajin desa Serenan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Untuk mengetahui cara perhitungan harga pokok mebel dengan menggunakan
activity based costing system pada perajin mebel desa Serenan.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan besarnya harga pokok mebel antara
perhitungan yang dilakukan oleh perajin mebel desa Serenan dengan
perhitungan dengan metode activity based costing.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tentang penerapan activity based costing system
sebagai alternatif sistem penentuan harga pokok mebel pada perajin mebel Desa
Serenan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian pustaka untuk
pengembangan pengetahuan dalam bidang ilmu akuntansi biaya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding,
pertimbangan, dan pengembangan bagi penelitian di masa yang akan
datang di bidang dan permasalahan penentuan harga pokok dengan
menggunakan metode activity based costing system.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi perajin mebel di Desa Serenan
Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan perajin mebel di
Desa Serenan dapat menerapkan activity based costing system sebagai
altermatif metode penentuan harga pokok yang lebih akurat sehingga
dapat digunakan dalam fungsi perencanaan, pengendalian dan
pengambilan keputusan dalam produksi mebel mereka, sehingga para
perajin dapat menghadapi persaingan di dunia usaha secara lebih optimal
serta perajin dapat menentukan tingkat keuntungan secara proporsional.
b. Bagi peneliti
Dengan adanya hasil penelitian ini dapat diketahui sejauh mana
pemahanaman peneliti tentang akuntansi biaya khususnya activity based
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
costing system yang didapat selama menempuh pendidikan dibangku
kuliah untuk diterapkan dalam dunia kerja nyata.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Akuntansi Biaya Dalam Penentuan Harga Pokok Produksi
a. Akuntansi Biaya
Akuntansi biaya telah mengalami perubahan radikal sejak awal
tahun 1990-an. Perubahan paradigma manajemen dan pemanfaatan
teknologi informasi secara luas dalam bisnis merupakan pemicu utama
perubahan-perubahan besar dalam akuntansi biaya.
Menurut Mulyadi (2000:6) “Akuntansi biaya merupakan proses
pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan
dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu serta penafsiran
terhadapnya”. Lebih lanjut, Mulyadi menjelaskan bahwa akuntansi biaya
memiliki tiga tujuan pokok, yaitu:
1) Penentuan Harga Pokok ProdukUntuk memenuhi tujuan penetuan harga pokok produk, akuntansibiaya mencatat, menggolongkan dan meringkas biaya-biayapembuatan produk atau penyerahan jasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2) Pengendalian BiayaAkuntansi biaya sebagai pengendalian biaya, harus didahuluidengan penentuan biaya yang seharusnya dikeluarkan untukmemproduksi produk, akuntansi biaya bertugas untuk memantauapakah pengeluaran biaya yang sesungguhnya sesuai denganbiaya yang seharusnya tersebut. Akuntansi biaya kemudianmelakukan analisis terhadap penyimpangan antara biaya yangsesungguhnya dengan biaya yang seharusnya dikeluarkan danmenyajikan informasi mengenai penyebab terjadinya selisihtersebut.
3) Pengambilan KeputusanAkuntasi biaya untuk pengambilan keputusan khusus menyajikanbiaya masa datang. Informasi biaya ini tidak dicatat dalam catatandalam akuntansi biaya melainkan hasil dari suatu prosesperamalan.
Menurut Mulyadi (2003:1), “Akuntansi biaya merupakan sistem
informasi yang menghasilkan informasi biaya dan informasi operasi
untuk memberdayakan personel organisasi dalam pengelolaan aktivitas
dan pengambilan keputusan yang lain”. Definisi tersebut mengandung
tiga frasa penting: (1) sistem informasi, (2) informasi biaya dan informasi
operasi, (3) pengelolaan aktivitas dan pengambilan keputusan yang lain.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi
biaya merupakan sistem informasi yang di dapat dari proses pencatatan,
penggolongan, peringkasan dan penyajian informasi biaya pembuatan
dan penjualan produk atau jasa dengan cara tertentu serta penafsiran
terhadapnya sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan perusahaan.
Akuntansi biaya merupakan hal yang penting dalam sebuah
perusahaan. Perusahaan tanpa informasi biaya tidak memiliki ukuran
apakah nilai input lebih tinggi atau lebih rendah dari output, sehingga
perusahaan tidak memiliki informasi apakah kegiatan usaha
menghasilkan laba atau tidak. Pihak manajemen pun tidak mempunyai
dasar untuk mengalokasikan berbagai sumber ekonomi yang dikeluarkan
dalam menghasilkan sumber ekonomi lainnya. Akuntansi biaya
menyediakan informasi biaya agar manajemen dapat melakukan alokasi
berbagai sumber ekonomi untuk menjamin dihasilkannya output yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
inputnya.
Peranan akuntansi biaya dalam sebuah perusahaan menurutSuparno (2008), yaitu:1) Anggaran
Membuat dan melaksanakan rencana dan anggaran untuk operasi
dalam kondisi-kondisi kompetitif dan ekonomi yang telah diprediksi
sebelumnya.
2) Pengendalian Biaya
Menetapkan metode perhitungan biaya yang memungkinkan
pengendalian aktivitas, mengurangi biaya dan memperbaiki kualitas.
3) Penetapan Harga
Mengendalikan kuantitas fisik dari persediaan dan menentukan biaya
dari setiap produk dan jasa yang dihasilkan, untuk tujuan penetapan
harga dan evaluasi kinerja dari suatu produk, departemen atau divisi.
4) Penentuan Laba
Menentukan biaya dan laba perusahaan untuk satu tahun periode
akuntansi atau untuk periode lain yang lebih pendek. Hal ini
termasuk menentukan nilai persediaan dan harga pokok penjualan
sesuai dengan aturan pelaporan eksternal.
Di masa lalu akuntansi biaya secara luas dianggap sebagai cara
perhitungan atas nilai persediaan yang dilaporkan di neraca dan nilai
harga pokok penjualan yang dilaporkan di laporan laba rugi. Pandangan
ini membatas cakupan informasi yang dibutuhkan manajemen untuk
pengambilan keputusan menjadi sekadar data biaya produk guna
memenuhi aturan pelaporan eksternal. Definisi yang terbatas tersebut
tidak sesuai untuk masa sekarang dan tidak cukup menggambarkan
kegunaan informasi biaya. Akuntansi biaya melengkapi manajemen
dengan alat yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas perencanaan dan
pengendalian, memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat
keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun strategis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
b. Konsep Biaya
Biaya merupakan objek yang dicatat, digolongkan, diringkas
dan disajikan oleh akuntansi biaya. Menurut Mulyadi (1999:8) “biaya
merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan
tertentu. Dalam arti sempit, biaya merupakan pengorbanan sumber
ekonomi untuk menghasilkan aktiva”.
Sementara Mulyadi (2003:4) membedakan pengertian biaya
dalam kos (cost), biaya (expense) dan kerugian (loss).
Kos (cost) adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untukmemperoleh barang dan jasa yang diharapkan akan membawamanfaat sekarang atau dimasa depan bagi organisasi. Biaya(expense) adalah kos sumber daya yang telah atau akan dikorbankanuntuk mewujudkan tujuan tertentu. Kerugian (loss) adalah kos yangdikorbankan namun pengorbanan tersebut tidak menghasilkanpendapatan sebagaimana diharapkan. Tetapi dalam pengertiansehari-hari kos dan biaya sering diartikan sama.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang
dapat dinilai dengan uang untuk tujuan tertentu yang telah terjadi atau
kemungkinan akan terjadi, baik yang membawa manfaat sesuai yang
diharapkan maupun tidak.
Menurut Sulastiningsih dan Zulkifili (1999:82), penggolongan
biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat
membantu manajemen dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Penggolongan biaya didasarkan pada hubungan antara biaya dengan:
1)Objek pengeluaran
Prinsip dari penggolongan biaya ini berkaitan dengan tujuan pengeluaran.
Pada prinsipnya biaya dikeluarkann untuk tujuan apa.
2)Fungsi pokok perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, berdasarkan fungsi pokoknya, biaya
dikelompokkan menjadi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
a) Biaya produksi, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan
baku menjadi produk jadi. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut biaya utama
(prime cost), biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik
disebut sebagai biaya konversi (convertion cost).
b) Biaya pemasaran yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menjual
produk atau jasa. Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang
terjadi dalam rangka mendapatkan dan meemnuhi pesanan ,
misalnya biaya promosi, biaya angkut dan gaji bagian penjualan.
c) Biaya administrasi dan umum, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk mengarahkan, mengendalikan dan untuk mengoperasikan
perusahaan. contohnya biaya gaji, telepon, listrik.
3) Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.
Biaya ini diklasifikasikan menjadi biaya langsung dan biaya tak
langsung. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi karena ada sesuatu
yang dibiayai dan biaya tak langsung adalah biaya yang terjadi tidak
tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu yang dibiayai.
4) Hubungan biaya dengan volume kegiatan
Biaya menurut hubungan dengan volume kegiatan diklasifikasikan
menjadi:
a) Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya sampai tingkat kegiatan
tertentu relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh perubahan volume
kegiatan. Contohnya: biaya sewa gedung, biaya asuransi.
b) Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya: biaya
bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik pabrik,
c) Biaya semi variabel adalah biaya yang sebagian tetap dan sebagian
lagi berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
Contohnya: biaya listrik, biaya listik untuk penerangan cenderung
tetap dan biaya listrik untuk produksi cenderung berubah-ubah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
5)Atas dasar waktu
Pengklasifikasian biaya atas dasar waktu dibedakan menjadi:
a) Biaya periode sekarang atau pengeluaran penghasilan (revenue
expenditure), yaitu biaya yang teah dikeluarkan dan menjadi beban
pada periode sekarang untuk mendapatkan penghasilan periode
sekarang. Contoh: biaya gaji dan biaya pemasaaran.
b) Biaya periode yang akan datang atau pengeluaran modal adalah
biaya yang telah dikeluarkan dan manfaatnya dinikmati selama lebih
dari satu periode akuntansi. Contoh: pembelian kendaraan dinas
kantor.
2. Sistem Akuntansi Biaya Konvensional
a. Pengertian Sistem Akuntansi Biaya Konvensional
Sistem akuntansi biaya konvensional merupakan sistem
akuntansi biaya yang hanya menggunakan penggerak aktivitas berlevel
unit untuk membebankan biaya-biaya pada produk. Secara tradisional,
pembebanan atas biaya tidak langsung dilakukan dengan menggunakan
dasar pembebanan secara menyeluruh atau per departemen. Hal ini akan
menimbulkan banyak masalah karena produk yang dihasilkan tidak dapat
mencerminkan biaya yang sebenarnya diserap untuk menghasilkan
produk tersebut. Sebagai akibatnya akan timbul produk undercosting dan
produk overcosting.
Sistem akuntansi biaya konvensional menggunakan
unit/kuantitas produk yang dihasilkan sebagai dasar pembebanan. Pada
sistem ini biaya-biaya yang timbul dicatat, dikumpulkan, dan
dikendalikan berdasar atas elemen-elemennya ke dalam pusat-pusat
pertanggungjawaban. Dengan cara semacam ini maka biaya-biaya
produksi juga ditentukan menurut banyaknya sumber daya yang diserap
oleh masing-masing pusat biaya.
Definisi akuntansi biaya konvensional menurut Mulyadi (2003:149)adalah “Akuntansi biaya yang didesain untuk perusahaan manufaktur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dan yang berorientasi ke penentuan kos produk dengan fokus biayapada tahap produksi. Akuntansi biaya tradisional terdiri dari duamacam: (1) akuntansi biaya dengan fokus ke penentuan kos produkdan (2) akuntansi pertanggungjawaban”. Pengertian diatasdikembangkan pada perusahaan manufaktur dan dilaksanakan padawaktu pengelola data masih secara manual.
Pengertian lain menurut Sulastiningsih dan Zulkifi (1999:17)
“Sistem biaya konvesional mempunyai dua fungsi sederhana, yaitu
fungsi pengukuran kinerja bulanan dan fungsi pembebanan biaya”.
Fungsi pengukuran kinerja bulanan ini dapat dilaksanakan melalui sitem
pelaporan biaya bulanan dengan bentuk perbandingan pada anggaran
dengan realisasi, sehingga tidak dapat menunjukkan penyebab
penyimpangan biaya yang terjadi, karena tidak adanaya analisis pada
penyimpangan yang terjadi. Fungsi kedua dari sitem biaya konvesional
adalah fungsi pembebanan biaya, pada fungsi ini akuntansi biaya
konvesional membebankan biaya yang terjadi hanya secara allocation
intensive yang memberikan kesan arbriter, karena tidak menunjukan
hubungan antara biaya dengan objek yang menyebabkan terjadinya biaya
tersebut.
Akuntansi biaya konvensional merupakan akuntansi biaya yang
didesain untuk perusahaan manufaktur dimana dalam perusahaan
manufaktur biaya-biaya yang timbul pada proses produksi lebih
kompleks. Biaya-biaya yang timbul pada proses produksi dijadikan dasar
penentuan harga pokok produk yang dihasilkan. Pembebanan biaya ini
cenderung terkesan dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak
menunjukan hubungan antara biaya dengan objek yang menyebabkan
terjadinya biaya tersebut. Pengukuran kinerja dalam akuntansi biaya
konvensional dapat dilakukan dengan melihat pertanggungjawaban
berupa pelaporan kinerja bulanan yang dilihat dalam bentuk
perbandingan antara anggaran produksi dan realisasi, apabila terjadi
adanya penyimpangan, hal ini tidak dapat diketahui penyebabnya karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dalam akuntansi biaya konvensional tidak dilakukan adanya analisis
terhadap segala bentuk penyimpangan yang terjadi.
b. Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan Konvensional
Metode penentuan harga pokok adalah cara memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam
memperhitungkan unsur-unsur biaya dalam harga pokok produksi
tersebut, terdapat dua pendekatan, yaitu:
1) Full costing
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok
yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga
pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku
variabel maupun tetap. Dengan demikian harga pokok produksi
menurut model full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi
(biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead
pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan
biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya administrasi dan
umum).
2) Variable costing
Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok
produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang
berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead
pabrik variabel. Harga pokok produksi yang dihitung dengan
variable costing terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel
(biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead
pabrik variabel) ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya
pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel) dan
biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap dan
biaya administrasi dan umum tetap).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Dalam era persaingan global, penggunaan teknologi manufaktur
maju dalam proses produksi menyebabkan informasi yang diperlukan oleh
manajemen sangatlah kompleks. Penggunaan sistem akuntansi konvensional
tidak dapat lagi memberikan informasi yang benar-benar dapat dipercaya
dalam hal penerapannya. Sistem akuntansi biaya konvensional semakin sulit
untuk dapat diterima sebagai penyaji informasi yang benar. Jika sistem
akuntansi biaya konvensional tidak diubah maka akan terjadi kesenjangan
antara informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi biaya konvensional
dengan informasi yang diperlukan manajemen untuk menghadapi persaingan
global dan perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan karena sistem akuntansi
biaya konvensional memiliki kelemahan-kelemahan yang tidak dapat
menunjang penggunaan teknologi pemanufakturan maju.
Kelemahan-kelemahan sistem akuntansi biaya konvensional
tersebut yaitu:
a. Fokus dari sitem akuntansi biaya konvensional adalah pada biaya
produksi, sehingga biaya diluar produksi, seperti biaya pemasaran dan
biaya administrasi umum yang jumlahnya mulai signifikan dari total
pembuatan produk/jasa kurang mendapat perhatian khusus dari manager.
b. Perlakuan biaya overhead perusahaan dalam akuntansi biaya konvesional
menggunakan allocation intensif dengan dasar yang bersifat arbiter,
sehingga menghasilkan total biaya produk atau jasa yang kurang akurat.
Hanya basis alokasi yang berkaitan dengan volume : jam kerja, jam
mesin, dan rupiah bahan yang digunakan untuk mengalokasikan
overhead dari pusat biaya ke produk. Distorsi terutama timbul, apabila
jumlah biaya yang tidak berkaitan dengan volume (set-up, inspection,
scheduling) relatif besar.
c. Pusat biaya terlalu besar dan terdiri dari mesin-mesin dengan struktur
biaya overhead yang sangat berbeda satu sama lain, mesin yang otomatik
mungkin memikul biaya overhead yang terlalu kecil dibanding mesin
manual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
d. Pengendalian biaya pada sistem akuntansi biaya konvensional
menggunakan sistem biaya standart, dimana sistem ini hanya
memfokuskan pada biaya produk saja sehingga pada beberapa
perusahaan yang jumlah biaya non produksi lebih besar dari biaya
produksi maka sistem ini kurang tepat untuk diterapkan pada perusahaan
tersebut.
e. Penggunaan sistem akuntansi biaya konvensional hanya cocok untuk
perusahaan manufaktur saja. Apabila perusahaan jasa dan dagang
menggunakan sistem ini menyebabkan adanya kesulitan untuk
merencanakan, menerapkan program pengukuran biaya serta
menghasilkan perhitungan produk/jasa secara akurat.
3. Perhitungan Harga Pokok dengan Pendekatan ABC
a. Pengertian Activity Based Costing System
Menurut Horngren, Datar dan Foster (2009:168), ” Activity
Based Costing System (ABC System) didefinisikan sebagai suatu sistem
yang menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya ke
objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan aktivitas yang
dibutuhkan untuk menghasilkan tiap produk atau jasa”.
Menurut Mulyadi (2003:40), “Activity Based Costing System
adalah sistem informasi biaya yang berorientasi pada penyediaan
informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel
perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas. Sistem informasi
ini menggunakan aktivitas sebagai basis serta pengurangan biaya dan
penentuan secara akurat biaya produk atau jasa sebagai tujuan. Sistem
informasi ini diterapkan dalam perusahaan manufaktur, jasa, dan
dagang”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
Activity Based Costing System adalah suatu pendekatan terhadap sistem
akuntansi yang memfokuskan pada aktivitas yang dilakukan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
menghasilkan suatu produk, dimana aktivitas tersebut merupakan titik
akumulasi biaya yang mendasar. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas
ini didasarkan pada konsep produk yang mengkonsumsi aktivitas dan
aktivitas mengkonsumsi sumber daya. Dengan metode ini diharapkan
manajemen dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan aktivitas-
aktivitas yang tidak bernilai tambah (aktivitas yang dipertimbangkan
tidak memberi kontribusi terhadap nilai pelanggan atau terhadap
kebutuhan organisasi).
b. Sejarah Activity Based Costing System
Pada era revolusi plus, yaitu sampai dengan tahun 1940-an,
fokus dari sistem akuntansi biaya adalah pengendalian biaya dalam
bentuk biaya standar. Pada periode ini, isu yang menjadi perhatian
akuntansi biaya adalah penetapan biaya per unit serta penetapan laba
yang diinginkan. Antara tahun 1940-an sampai dengan tahun 1970-an,
mulai dirasakan perlunya menganalisis perilaku biaya untuk kepentingan
analisis biaya volume laba serta penentuan harga pokok variabel. Pada
permulaan tahun 1971, George J Staubus mengusulkan sistem
manajemen yang dibangun berdasarkan aktivitas. Pada awal tahun 1980-
an muncul kebutuhan akan penetapan harga pokok secara lebih akurat.
Sebagai jawaban dari kebutuhan ini, pakar akuntansi dari universitas
Harvard mengenalkan metode baru untuk penentuan biaya produksi yang
disebut “Activity-Based Costing system” (akuntansi biaya berbasis
aktivitas).
Pada tahap awal perkembangannya, ABC system dimanfaatkan
untuk memperbaiki kecermatan perhitungan kos produk dalam
perusahaan-perusahaan manufaktur yang menghasilkan banyak jenis
produk. Pada perkembangan selanjutnya, ABC system tidak lagi terbatas
pemanfaatannya hanya untuk menghasilkan informasi kos produk yang
akurat, namun meluas sebagai sistem informasi untuk memotivasi
personel dalam melakukan improvement terhadap proses yang digunakan
oleh perusahaan untuk menghasilkan produk/jasa bagi costumer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Jika pada awal perkembangannya ABC system masih terbatas
penggunaannya dalam perusahaan manufaktur yang menghasilkan
berbagai jenis produk, pada tahap perkembangan selanjutnya, ABC
system dimanfaatkan oleh perusahaan manufaktur dengan produk
tunggal, perusahaan jasa (seperti perbankan, transportasi, dan layanan
kesehatan), perusahaan dagang (seperti bisnis ritel dan distributor). ABC
system dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan akuntansi biaya
tradisional yang didesain khusus untuk perusahaan manufaktur. Semua
jenis perusahaan (manufaktur, jasa, dan dagang) sekarang dapat
memanfaatkan ABC system sebagai sistem akuntansi biaya, baik untuk
tujuan pengurangan biaya (cost reduction) maupun untuk perhitungan
kos produk/jasa yang akurat.
Jika pada tahap perkembangannya, ABC system hanya
difokuskan pada biaya overhead pabrik, pada tahap perkembangan
selanjutnya, ABC system ditetapkan ke semua biaya, mulai dari biaya
desain, biaya produksi, biaya penjualan, biaya pasca jual, sampai biaya
administrasi dan umum. ABC system menggunakan aktivitas sebagai titik
pusat untuk mempertanggungjawabkan biaya. Oleh karena aktivitas tidak
hanya dijumpai di perusahaan manufaktur, dan tidak terbatas di tahap
produksi, maka ABC system dapat dimanfaatkan di perusahaan
nonmanufaktur dan mencakup biaya di luar produksi.
c. Falsafah yang melandasi Activity Based Costing System
Activity Based Costing adalah pendekatan penentuan biaya
produk yang membebankan biaya berdasarkan konsumsi sumber daya
yang disebabkan karena aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan
penentuan biaya ini adalah bahwa produk hasil produksi perusahaan
dilakukan oleh aktivitas dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut
menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya.
Menurut Mulyadi (2003:52), ada dua keyakinan dasar yang
melandasi ABC system yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Titik Pusat ABC System
“Penyebab biaya dapat dikelola”
SumberDaya
Aktivitas CostObject
1) Cost is coused. Biaya ada penyebabnya dan penyebabnya biayaadalah aktivitas. Dengan demikian, pemahaman yang mendalamtentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya akanmenempatkan personel perusahaan pada posisi dapatmempengaruhi biaya. ABC system berangkat dari keyakina dasarbahwa sumber daya menyediakan kemampuan untukmelaksanakan aktivitas, bukan sekadar menyebabkan timbulnyabiaya yang harus dialokasikan.
2) The causes of cost can be managed. Penyebab terjadinya biaya(yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadapaktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personelperusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadapaktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.
Dua keyakinan dasar yang melandasi ABC system tersebut
dilukiskan lebih jelas pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Keyakinan Dasar yang Melandasi ABC System
Sumber: (Mulyadi, 2003:52)
d. Aktivitas Sebagai Pemicu Timbulnya Biaya
Dalam konsep ABC system, bahwa biaya produk ditimbulkan
oleh aktivitas. Dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya
disebut sebagai penggerak atau pemicu (driver), sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
disimpulkan bahwa dalam ABC system, yang menjadi pemicu timbulnya
biaya adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan
produk. Pemicu biaya (Cost Driver) merupakan kejadian yang
menyebabkan timbulnya biaya yang digunakan untuk membebankan
biaya aktivitas kepada output yang secara struktural berbeda dengan yang
digunakan dalam sistem biaya konvensional. Dalam sistem konvensional,
cost driver hanya dilihat pada tingkat unit.
Dalam ABC system terdapat beberapa cost driver, menurut
Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) terdapat empat cost driver, yaitu:
1) Unit level activities (aktivitas tingkat unit), yaitu aktivitas yang
terjadi setiap kali satu unit produk di produksi. Sebagai contoh
tenaga kerja langsung, jam mesin, jam listrik (energi) digunakan
setiap saat satu unit produk dihasilkan. Unit levels activities akan
memacu timbulnya unit level activities cost. Biaya ini berhubungan
secara proporsional dengan volume produk yang diproduksi, seperti
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik. Biaya
ini dibebankan ke produk berdasarkan biaya per unit produk
dikalikan dengan total unit produk.
2) Batch level activities (aktivitas tingkat batch), yaitu aktivitas yang
dikerjakan setiap kali suatu batch produk di produksi, besar kecilnya
aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi.
Dalam setiap batch produk yang akan memacu munculnya biaya
yang disebut batch level activities costs. Biaya ini tidak berhubungan
secara proporsional dengan setiap unit produk, tetapi berhubungan
proporsional dengan banyaknya batch output yang diproduksi.
Misalnya, set up mesin dalam setiap kali menangani order, memacu
biaya timbulnya set up mesin. Total produk akan dibebani batch
activity cost sebesar biaya per batch dikalikan berapa kali total
produk tersebut dibagi dalam batch.
3) Product sustaining activities (aktivitas tingkat produk), yaitu
aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan
untuk mengembang-kan produk atau untuk mempertahankan produk
agar tetap ada di pasaran dan tetap laku dijual. Aktivitas Biaya yang
timbul dari aktivitas ini adalah product sustaining activity cost.
Biaya ini tidak mempunyai hubungan proporsional dengan jumlah
unit yang diproduksi dan jumlah batch produk, misalnya biaya
penelitian dan pengembangan produk, biaya desain proses produksi,
biaya desain produk. Biaya ini dibebankan ke produk berdasarkan
taksiran jumlah unit produk tertentu yang akan dihasilkan dalam satu
siklus produksi.
4) Facility sustaining activities (aktivitas tingkat fasilitas), yaitu
aktivitas yang ditujukan untuk mempertahankan kapasitas produk
dan usaha-usaha untuk menghindari idle capacity. Aktivitas ini
meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara
umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas
pabrik untuk memproduksi produk namun banyak sedikitnya
aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk
yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh
berbagai jenis produk yang berbeda. Biaya yang ditimbulkan oleh
aktivitas ini disebut facility sustaining activities cost. Biaya ini
merupakan biaya bersama bagi berbagai jenis produk yang berbeda.
Biaya ini tidak memiliki hubungan langsung dengan volume
produksi, melainkan bersifat periodikal, misalnya biaya penyusutan,
biaya asuransi dan biaya pajak bumi dan bangunan. Pembebanan
biaya ini kepada produk berdasarkan taksiran unit produk yang
dihasilkan pada kapasitas normal, bukan pada kapasitas
sesungguhnya.
e. Langkah-Langkah Perhitungan Harga Pokok dengan Menggunakan
Activity Based Costing System
Perhitungan harga pokok dengan menggunakan activity based
costing system adalah sistem yang terdiri atas dua tahap yaitu pertama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
melacak biaya pada berbagai aktivitas, dan kemudian ke berbagai
produk.
Menurut Hansen & Mowen (1999: 148), analisis harga pokok
produksi dengan ABC System terdari dari 2 tahap, yaitu:
1) Tahap Ia) Identifikasi aktivitas
b) Biaya-biaya dibebankan ke aktivitas
c) Aktivitas yang berkaitan dikelompokkan untuk membentuk
kumpulan sejenis
d) Biaya aktivitas yang dikelompokkan dijumlahkan untuk
mendefinisikan kelompok yang sejenis (homogenous cost pool).
e) Menghitung tarif overhead kelompok (pool rate). Tarif
kelompok dihitung dengan rumus :
2) Tahap II
Pada tahap ini biaya dari setiap kelompok overhead
ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif
kelompok yang dihitung pada tahap I dan ukuran jumlah sumber
daya yang dikonsumsi setiap produk. Ukuran ini adalah kuantitas
penggerak aktivitas yang digunakan oleh setiap produk.
BOP dibebankan dihitung dengan rumus:
Harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik dibagi dengan jumlah unit produk yang dihasilkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
f. Keuntungan Activity Based Costing System
Penerapan ABC System memberikan beberapa keuntungan
yaitu:
1) Biaya produk yang lebih akurat, baik pada industri manufaktur
maupun industri jasa lainnya khususnya jika memiliki proporsi biaya
overhead pabrik yang lebih besar.
2) Biaya ABC memberikan perhatian pada semua aktivitas, sehingga
semakin banyak biaya tidak langsung yang dapat ditelusuri pada
objek biayanya.
3) Sistem ABC mengakui bahwa aktivitas penyebab timbulnya biaya
sehingga manajemen dapat menganalisis aktivitas dan proses
produksi tersebut dengan lebih baik yang pada akhirnya dapat
melakukan efisiensi dan akhirnya menurunkan biaya.
4) Sistem ABC mengakui kompleksitas dari diversitas proses produksi
modern yang banyak berdasarkan transaksi dengan menggunakan
banyak pemicu biaya.
5) Sistem ABC juga memberi perhatian atas biaya variabel yang
terdapat dalam biaya tidak langsung.
6) Sistem ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya berdasarkan
berbagai objek biaya, baik itu proses, pelanggan, area tanggung
jawab manajerial, dan juga biaya produk.
Selain beberapa keuntungan yang telah diungkapkan diatas,
ABC system mempunyai beberapa manfaat, yaitu:
1) Memperbaiki kualitas pembuatan keputusan
2) Menyediakan informasi biaya berdasarkan aktivitas, sehingga
memungkinkan manajemen melakukan menejemen berbasis aktivitas
(activity-based management)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3) Perbaikan berkesinambungan terhadap aktivitas untuk mengurangi
biaya overhead pabrik dengan mengeliminir non value added time
4) Memberikan kemudahan dalam estimasi biaya relevan.
4. Hasil Penelitian yang Relevan
a. Jurnal Akuntansi bertajuk Evaluasi Penerapan Activity Based Costing
System Sebagai Alternatif Sistem Biaya Tradisional Dalam Penetuan
Harga Pokok Produksi (Studi Kasus Pada Perusahaan Meubel PT. Nilas
Wahana Antika Sukoharjo) oleh Andjarwani Putri Widjajanti tahun 2007.
Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa penelitian dilakukan
untuk menguji dan memberikan bukti bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara sistem biaya tradisional dengan Activity Based costing
System dalam perhitungan harga pokok produksi. Penelitian ini
dilakukan di sebuah perusahaan mebel yang bernama PT. Nilas Wahana
Antika yang beralamat di Jalan Pinang 47-49 Cemani Sukoharjo. Hasil
dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara
sistem biaya tradisional dengan Activity Based costing System dalam
perhitungan harga pokok produksi sehingga perusahaan mengalami
selisih kerugian.
b. Jurnal Akuntansi bertajuk Activity Based Costing In The Supply Chain
Logistics Activities Cost Analysis oleh Francesca Bartolacci tahun 2004.
Dalam jurnal tersebut membahas tentang gambaran penggunaan
activity based costing system yang memungkinkan perusahaan
mempunyai kesempatan untuk menyusun kembali kerjasama antar
perusahaan dengan tujuan untuk mengurangi biaya operasi dan
memperbaiki tindakan perusahaan. Hasilnya adalah terdapat kelebihan
dan kekurangan penggunaan activity based costing system. Kelebihannya
adalah untuk memperbaiki sistem akuntansi biaya tradisional yang
perhitungannya berdasarkan volume produksi serta memperbaiki tingkat
keuntungan perusahaan. Kekurangannya adalah perusahaan kadang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
mempublikasikan data biaya sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk
pengambilan keputusan.
c. Skripsi Penerapan Metode Activity-Based Costing System Dalam
Menentukan Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Pada RSUD
Kabupaten Batang) oleh Fieda Femala tahun 2007.
Dalam skripsi ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa
perhitungan jasa rawat inap yang dilakukan oleh RSUD Kabupaten
Batang belum menunjukkan perhitungan yang akurat sehingga tarif yang
diperhitungkan belum menunjukkan biaya yang sebenarnya. Setelah
dilakukan perhitungan dengan menggunakan activiy based costing
system, menunjukkan adanya overcosting dan undercosting pada
perhitungan tarif jasa rawat inap. Overcosting terjadi pada perhitungan
tarif jasa rawat inap untuk kamar Utama II, kamar Kelas I, II, dan III.
Sedangkan undercosting terjadi pada perhitungan tarif jasa rawat inap
kamar VIP dan Utama I. Penerapan ABC sistem ini memberikan
perhitungan yang akurat terhadap tarif jasa rawat inap di RSUD
Kabupaten Batang.
Penelitian yang penulis lakukan ini mempunyai persamaan dan
perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Persamaannya adalah
bahwa penelitian yang penulis lakukan ini sama-sama melakukan perhitungan
harga pokok produk dengan activity based costing system, sedangkan
perbedaanya adalah penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur,
sedangkan pada penelitian yang terdahulu dilakukan pada perusahaan jasa.
Selain itu apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Andjarwani Putri Widjajanti (2004) yang hanya mengevaluasi perhitungan
harga pokok dari tahun ke tahun berdasarkan data yang di dapat dari catatan
perusahaan, penelitian yang penulis lakukan ini benar-benar menerapkan dan
melakukan perhitungan harga pokok produk mebel berdasarkan data biaya-
biaya yang timbul selama proses produksi yang di dapat penulis dari
pengamatan proses produksi dari awal sampai akhir secara langsung. Hal
tersebut dapat menjadi keunggulan penelitian ini karena data-data biaya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
di dapat akan lebih akurat karena dilakukan pengamatan secara langsung
terhadap proses produksi.
B. Kerangka Pemikiran
Perkembangan teknologi melalui pemanfaatan teknologi telah membawa
perubahan besar dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang industri.
Perkembangan teknologi telah mengakibatkan perubahan teknologi di bidang
manufaktur salah satu contohnya adalah pada industri mebel di desa Serenan,
kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Pemanfaatan teknologi yang cenderung
berbasis mesin telah membawa berbagai kemudahan bagi para perajin mebel
dalam memproduksi mebel. Proses produksi yang dulunya lebih banyak dilakukan
secara manual, kini telah dipermudah dengan adanya mesin. Hal ini sejalan
dengan pesatnya perkembangan industri mebel yang mulai bangkit setelah
mengalami keterpurukan, sehingga banyak bermunculan sentra industri mebel
baru yang secara tidak langsung menjadi pesaing industri mebel di desa Serenan.
Untuk menghadapi persaingan tersebut, maka para perajin dituntut untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan berinovasi untuk menghasilkan produk
yang beraneka ragam, serta menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif.
Harga produk yang kompetitif, tidak berarti perajin harus menghasilkan produk
dengan harga yang murah sehingga merugikan usahanya, melainkan
menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga yang ditetapkan tidak terlalu
tinggi namun tetap menghasilkan laba yang proporsional agar usaha dapat
berjalan dengan lancar.
Sejalan dengan adanya kemajuan teknologi, persaingan usaha yang ketat,
serta kebutuhan para perajin akan laba yang proporsional, maka para perajin harus
dapat membuat perhitungan harga pokok produk yang akurat. Dengan perhitungan
harga pokok yang akurat, maka para perajin dapat menentukan tingkat harga
produk yang proporsional. Dengan harga produk yang proporsional maka para
perajin dapat menentukan tingkat laba yang proporsional pula. Selain itu, dengan
harga yang telah diperhitungkan secara akurat, maka berbagai aktivitas produksi,
baik yang dilakukan secara manual maupun dengan teknologi yang menimbulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
biaya dapat diperhitungkan dan dapat dibebankan dalam perhitungan harga pokok
produk. Selain itu, tingkat harga produk yang proporsional, dapat memudahkan
perajin untuk memasuki persaingan usaha yang ketat karena harga produk yang
ditawarkan sesuai dengan produk yang dihasilkan.
Sejauh ini, perhitungan harga pokok produk yang dilakukan oleh para
perajin mebel desa Serenan terhitung sangat sederhana dan cenderung kurang
akurat. Perhitungan harga pokok yang dilakukan hanya memperhitungkan dari
besarnya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan, sedangkan
untuk biaya-biaya yang lain kurang diperhitungkan. Keterbatasan dalam hal
pengetahuan mengenai metode penentuan harga pokok ini sering membuat para
perajin mengalami permasalahan dalam menentukan harga pokok produk.
Perajin mebel desa Serenan, hendaknya mengukur dan memperhitungkan
semua aktivitas dalam produksi mebel yang menimbulkan biaya sebagai aktivitas
yang memengaruhi perhitungan harga pokok produksi. Oleh karena itu perlu
adanya penerapan model perhitungan harga pokok produk yang dapat
mengakomodasi perhitungan yang mengidentifikasi setiap aktivitas produksi
mebel sebagai objek perhitungan biaya, sehingga para perajin dapat menentukan
harga jual produk yang kompetitif dan dapat menentukan tingkat keuntungan yang
proporsional. Sejalan dengan hal itu, solusi yang dapat diambil adalah dengan
penerapan perhitungan harga pokok produk terhadap produksi mebel dengan
menggunakan pendekatan model activity based costing system.
Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan pendekatan
model activity based costing system dipilih sebagai alternatif perhitungan harga
pokok produksi, sehingga hasil perhitungan harga pokok produksi tersebut dapat
dibandingkan dengan hasil perhitungan secara konvensional dan apakah terdapat
perbedaan atas hasil perhitungan tersebut. Apabila terdapat perbedaan, maka dapat
dilakukan analisis tentang faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut,
sehingga dapat ditentukan model perhitungan harga pokok produksi mebel perajin
mebel desa Serenan yang lebih akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dari uraian diatas, dapat dibuat kerangka pemikiran mengenai
implementasi activity based costing system sebagai alternatif sistem penentuan
harga pokok mebel pada perajin mebel Desa Serenan Kecamatan Juwiring
Kabupaten Klaten sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Persaingan Usahayang Ketat
LabaProporsional
KemajuanTeknologi
PerhitunganHarga Pokok
Mebel
Perhitungan HargaPokok Mebel dengan
ABC System
Perhitungan HargaPokok Mebel denganMetode Konvensional
PerbedaanPerhitungan
Faktor Penyebab adanyaPerbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian mempunyai peranan yang penting dalam menentukan
keberhasilan suatu penelitian yang akan dilaksanakan. Penggunaan metode yang
kurang tepat akan mengakibatkan data yang diperoleh tidak sesuai dengan arah
dan tujuan penelitian. Dalam setiap penelitian, seorang peneliti dituntut untuk
dapat memilih dan menetapkan pemecahan masalah yang sesuai dengan objek
penelitian yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan
prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga
merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian
merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah
pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk
menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Hakekat penelitian dapat
dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda, di
antaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Motivasi dan
tujuan penelitian secara umum pada dasarnya adalah sama, yaitu bahwa penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
merupakan refleksi dari keinginan manusia yang selalu berusaha untuk
mengetahui sesuatu. Keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan merupakan kebutuhan dasar manusia yang umumnya menjadi
motivasi untuk melakukan penelitian.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Untuk mendapatkan data, informasi, keterangan dan hal-hal yang
dibutuhkan dalam penelitian ini maka diperlukan tempat yang sesuai dengan
hal yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di Aristo
Furniture yang letaknya di daerah sentra industri mebel yang beralamat di
desa Serenan, kecamatan Juwiring kabupaten Klaten. Pemilihan tempat
tersebut didasari oleh pertimbangan sebagai berikut;
a. Desa Serenan merupakan kawasan sentra industri mebel yang mayoritas
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai perajin mebel sehingga
memudahkan penulis untuk memperoleh data-data yang terkait dengan
masalah yang penulis teliti yaitu mengenai perhitungan harga pokok
produk yang diterapkan oleh perajin mebel.
b. Berdasarkan hasil survei yang penulis lakukan sebelumnya, terdapat
permasalahan mengenai penentuan harga pokok yang dilakukan oleh
perusahaan.
c. Belum pernah diadakan penelitian yang serupa di tempat dimana penulis
melakukan penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari penyusunan proposal sampai penulisan
laporan penelitian yang direncanakan dari bulan Januari 2012 sampai selesai.
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
KegiatanTahun 2012
Jan Feb Mar Aprl Mei Jun1. Tahap a. Pengajuan Masalah Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Persiapan b. Pengajuan Proposalc. Perijinan
2. TahapPelaksanaan
a. Pengumpulan Datab. Analisis Datac. Penyusunan Laporan
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi
untuk menyelidiki masalah tertentu dengan cara mengumpulkan data yang
kemudian diolah dan dianalisis sehingga memperoleh suatu jawaban atas
permasalahan yang diteliti yang dapat meningkatkan pengetahuan. Dalam
mengkaji permasalahan secara utuh dan lengkap memerlukan suatu
pendekatan permasalahan dalam bentuk penelitian yang tepat. Bentuk
penelitian yang tepat akan mencerminkan kedalaman materi permasalahan
yang disajikan. Penelitian ini menggunakan bentuk deskriptif kualitatif.
Menurut Moleong (2002:3) “Penelitian kualitatif yaitu suatu bentuk
penelitian yang menghasilkan karya ilmiah dengan menggunakan data-data
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan, perilaku yang diamati”.
Sedangkan menurut Natsir (1999:63) “Metode Deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi,
suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”.
Metode deskriptif dapat diartikan juga sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.
Penelitian deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mengungkapkan
gejala secara holistic-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami
dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian
kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan
pendekatan induktif yaitu mengembangkan teori atau hipotesis melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pengungkapan fakta. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan
dalam penelitian kualitatif. Oleh karena itu, laporan penelitian kualitatif
disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta
menunjukkan ciri-ciri naturalistic yang penuh keotentikan.
Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih pada penelitian ini
berdasarkan asumsi bahwa dengan menggunakan pendekatan penelitian ini
akan mendapat data yang lebih lengkap, kredibel, dan bermakna sesuai
dengan realita yang bersifat naturalis pada objek penelitian dan permasalahan
yang diteliti akan diungkapkan secara detail dan mendalam sehingga tujuan
penelitian dapat dicapai.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian merupakan suatu cara yang dipilih melalui
pendekatan untuk mengamati atau mengumpulkan informasi serta menyajikan
analisis hasil penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian
ini digunakan strategi studi kasus terpancang tunggal. Disebut terpancang
karena masalah telah ditetapkan sebelum terjun ke lapangan atau tempat
penelitian. Tunggal karena hanya memiliki satu karakteristik menyangkut
berbagai unit yang merupakan satu kesatuan di suatu tempat yaitu penentuan
harga pokok produk mebel sehingga penelitian hanya mengkaji suatu masalah
saja dan pengumpulan data yang lebih terarah berdasarkan tujuan terkait
dengan objek penelitian.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Aktivitas penelitian tidak akan terlepas dari keberadaan data yang
merupakan bahan baku informasi untuk memberikan gambaran spesifik
mengenai objek penelitian. Data adalah fakta empirik yang dikumpulkan oleh
peneliti untuk kepentingan memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan
penelitian. Data penelitian dapat berasal dari berbagai sumber yang
dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik selama kegiatan
penelitian berlangsung. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dan data
hasil observasi karena data diperoleh langsung dari sumber data melalui
proses wawancara dan observasi. Data sekunder dalam penelitian ini adalah
dokumen-dokumen tentang perhitungan harga pokok produksi mebel para
perajin desa Serenan.
2. Sumber Data
Pemahaman mengenai berbagai sumber data merupakan bagian yang
sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis
sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi
yang diperoleh. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2009:157),
“Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Informan
Sumber data yang berupa manusia dalam penelitian kualitatif
disebut dengan informan. Informan dalam hal ini adalah seseorang yang
dapat memberikan keterangan berupa kata-kata. Berdasarkan kata-kata
tersebut kemudian dianalisis dan hasil akhirnya ditarik kesimpulan
kemudian disajikan dalam bentuk laporan. Dalam penelitian kualitatif
posisi sumber data manusia (narasumber) sangat penting perannya
sebagai individu yang memiliki informasi. Oleh karena itu, untuk
memilih siapa yang akan menjadi informan, peneliti harus memahami
posisi dengan beragam peran dan keterlibatannya dengan informasi yang
sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi
informan adalah Bapak Supriyanto, ST selaku pemilik dari Aristo
Furniture, Ibu Ari Purwanti selaku bagian keuangan dan administrasi
dan saudara Iswanto selaku pelaksanan bagian produksi.
b. Tempat dan peristiwa
Tempat dan peristiwa dapat dijadikan sebagai sumber informasi
karena dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteks dan
situasi sosial yang selalu melibatkan pelaku, tempat dan aktivitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tempat dan peristiwa dimaksudkan untuk memperkuat keterangan
informan. Tempat penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
daerah sentra industri mebel di Desa Serenan, Kecamatan Juwiring,
Kabupaten Klaten khususnya di Aristo Furniture, sebagai tempat
berlangsungnya aktivitas pengusaha mebel. Dari tempat ini akan
didapatkan berbagai fenomena dan data yang sangat diperlukan dalam
penelitian sehingga dapat memperkuat keterangan yang diberikan oleh
informan dan sebagai bukti yang nyata.
c. Arsip dan Dokumen
Arsip dan dokumen yang digunakan sebagai sumber data adalah
arsip dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dan tujuan
penelitian. Dalam mengkaji dokumen dan arsip, peneliti tidak hanya
mencatat apa yang terdapat dalam dokumen dan arsip, yang jauh lebih
penting adalah bagaimana peneliti dapat menggali informasi dan
memberi makna dari data tersebut. Dokumen yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah dokumen yang berhubungan dengan objek
penelitian, dapat berupa laporan-laporan atau catatan, studi kepustakaan
atau instansi terkait.
Peneliti mendapatkan sumber data arsip, dokumen-dokumen,
catatan-catan dan hasil atau temuan terkait perhitungan harga pokok
mebel berupa nota pembelian, catatan gaji karyawan, struk rekening
listrik, invoice, surat pengiriman barang, dan lain-lain yang dapat
dianalisis. Arsip maupun dokumen ini digunakan untuk mendapatkan
data yang lebih valid.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Arikunto (2002:109) “Sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti “. Sedangkan menurut Fathoni (2006:101) “Sampel artinya
contoh. Tetapi yang dimaksud contoh disini bukan sekadar contoh dalam arti
teladan, melainkan contoh terpilih untuk dihadapi sebagai objek sasaran penelitian
yang hasil atau kesimpulannya dapat mewakili seluruh populasi sasaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
representatif.”. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sample
adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagai objek sasaran
penelitian. Dengan demikian, subjek yang dipilih sebagai sampel dianggap
mewakili populasi secara keseluruhan. Agar pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan tepat maka harus diperhatikan teknik-teknik pengambilan sampelnya.
Pengambilan sampel penelitian harus berhati-hati dan memenuhi aturan
pemilihan sampel, namun demikian mutu suatu penelitian tidak semata-mata
ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya,
rancangan penelitian dan pelaksanaan serta pengolahannya. Penelitian yang
dilakukan peneliti tidak adalah penelitian sampel.
Menurut Nasution (2003:86) terdapat dua macam teknik pengambilan
sampel antara lain:
1. Probability Sampling, terdiri dari:
a. Simple Random Sampling (Sampling acakan yang sederhana)
b. Propotionate Stratifiet Random Sampling (Sampling acakan secara
proporsional menurut stratifikasi)
c. Dispropotionate Stratifiet Random Sampling (Sampling acakan secara tak-
proporsional menurut stratifikasi)
d. Cluster Random Sampling (Sampling menurut daerah atau
pengelompokan)
2. Non Probability Sampling, terdiri dari:
a. Systematic Sampling
b. Accidental Sampling
c. Quota Sampling
d. Purposive Sampling
e. Saturation Sampling
f. Snowball Sampling
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
menggunakan teknik nonprobality sampling dengan menggunakan Judgment
sampling atau purposive sampling (sampel bertujuan). Sampling bertujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
(purposive sampling) yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika
peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan
sampelnya. Pada purposive sampling, pengambilan sampel didasarkan atas tujuan
tertentu dan biasanya dilakukan karena terdapat beberapa pertimbangan. Peneliti
tidak menekankan pada jumlah sampel melainkan kualitas informasi yang dapat
diperoleh. Pemilihan sampel lebih diarahkan pada kelengkapan dan kedalaman
sumber data yang dapat digali dipandang memiliki data yang penting berkaitan
dengan permasalahan yang dihadapi. Sampel dalam penelitian ini adalah salah
satu tempat produksi mebel yaitu Aristo Furniture.
E. Pengumpulan Data
Dalam penelitian diperlukan kemampuan memilih dan menyusun teknik
pengumpulan data yang tepat karena akan berpengaruh terhadap objektivitas hasil
penelitian. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Untuk mendapatkan data-data yang relevan diperlukan suatu teknik
pengumpulan data yang tepat. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan
data yang berupa:
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara
yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam.
Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan tanya jawab langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
kepada informan. Wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat
open ended dan mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan dengan
cara yang tidak secara formal terstruktur. Hal ini dimaksudkan guna menggali
pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat
untuk menjadi dasar bagi penggali informasinya secara lebih jauh dan
mendalam. Informasi yang akan ditanyakan adalah perhitungan harga pokok
produk yang di gunakan oleh perajin mebel, karena tidak melakukan
perhitungannya secara tertulis dan tidak membuat dokumentasinya. Selain itu
wawancara juga dilakukan sebagai klasifikasi atas data yang belum penulis
ketahui.
2. Observasi
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data
yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar.
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang
(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu,
dan perasaan. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi langsung
yaitu dengan cara pengamatan langsung ke lapangan, mencatat dan
mengumpulkan keterangan-keterangan dari apa yang dilihat dalam objek
pengamatan di lokasi penelitian yaitu Desa Serenan, Kecamatan Juwiring,
Kabupaten Klaten.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengklasifikasikan bahan-bahan tertulis yang
berhubungan dengan masalah penelitian. Metode ini digunakan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel dengan mengkaji dan
mempelajari dokumen atau catatan-catatan yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Informasi yang diperoleh melalui dokumentasi
mempunyai peranan penting sebagai data pelengkap dan sekaligus untuk
mencocokkan apakah informasi yang diperoleh dengan cara wawancara dan
observasi sesuai dengan data yang bersumber dari dokumentasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Teknik dokumentasi digunakan dalam penelitian ini untuk
mengumpulkan data berupa data-data atau dokumen tentang perhitungan
harga pokok produksi mebel yang dibuat oleh perajin mebel desa Serenan.
F. Uji Validitas Data
Validitas data adalah kebenaran dari kancah penelitian, di mana
kebenaran data yang didasarkan pada kriteria tertentu dalam penelitian sangat
diperlukan agar hasil penelitian tersebut benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Di dalam penelitian ini, untuk menentukan valid
tidaknya suatu data, digunakan suatu teknik yang disebut dengan teknik
trianggulasi data.
Moleong (2009:330) menegaskan bahwa, “Teknik trianggulasi data
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu”. Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang dibedakan menjadi 4
macam, yaitu:
1. Triangulasi dengan Sumber
Teknik triangulasi ini berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan:
(1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2)
membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-
orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang
waktu; (4) membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berapa, orang pemerintahan; (5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
2. Triangulasi dengan Metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Teknik triangulasi ini dilakukan dengan pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data
dan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
3. Triangulasi dengan Peneliti
Teknik triangulasi ini dilakukan dengan jalan memanfaatkan peneliti
atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan data, sehingga dapat mengurangi kemelencengan ddalam
pengumpulan data. Cara lain ialah dengan membandingkan hasil penelitian
seorang peneliti dengan peneliti lainnya.
4. Triangulasi dengan Teori
Berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaanya dengan satu atau lebih teori, maka peneliti harus mencari tema
atau penjelasan pembanding yang dapat dilakukan dengan menyertakan usaha
pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data yang mungkin
mengarahkan pada upaya penelitian lainnya.
Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi
dengan sumber, karena peneliti menggunakan beberapa sumber dalam
pengumpulan data dengan permasalahan yang sama. Hal ini dilakukan dengan
membandingkan hasil pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen, sehingga
hasil akhir dari analisis mencapai tingkat mutu dan kevalidan yang tinggi.
G. Analisis Data
Menurut Sugiyono (2008:89), “Analisis Data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.
Teknik analisis data merupakan teknik dalam memeriksa dan
menganalisis data sehingga menghasilkan data yang absah dan benar-benar dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dipercaya. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap
jawaban dari informan dan apabila jawaban dari informan tersebut setelah
dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan
lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Dalam
penelitian ini, proses analisis data dilakukan pada saat wawancara dengan
informan dan melihat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perhitungan
harga pokok produk. Proses analisis data pada saat wawancara dilakukan dengan
mengamati setiap jawaban yang diberikan oleh informan, kemudian apabila
jawaban dianggap kurang memenuhi tujuan, maka peneliti akan menanyakan
lebih jelas lagi. Wawancara dilakukan mengarah pada kedalaman informasi untuk
menggali pandangan informan tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk
menjadi dasar bagi penggali informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Proses
analisis dengan dokumen-dokumen yaitu dengan melihat informasi yang terdapat
dalam dokumen, misalnya nota pembelian bahan baku digunakan sebagai dasar
perhitungan biaya bahan baku, dokumen catatan gaji karyawan untuk
memberhitungkan besarnya beban tenaga kerja, struk rekening listrik untuk
memperhitungkan beban listrik dan lain-lain. Aktivitas dalam analisis data
kualiatif dilakukan secara interaktif. Proses analisis data dengan menggunakan
model interaktif meliputi tiga komponen yaitu:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan pemilihan, pemusatan dan penyederhanaan,
pengabsahan dan transformasi data-data kasar yang muncul dari catatan
tertulis dilapangan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data (Data Display)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
PengumpulanData
ReduksiData
Penarikan Kesimpulan/Verivikasi
PenyajianData
Penyajian data merupakan kumpulan informasi yang tersusun dan
memberikan kemungkinan untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Melalui penyajian data, data yang sedang terkumpul
dikelompokkan didalam beberapa bagian sesuai jenis permasalahannya.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
3. Verivikasi/Penarikan Kesimpulan (Verivication/Conclusion Drawing)
Penarikan kesimpulan adalah suatu bentuk pemahaman berbagai hal
yang ditemui dalam penelitian dengan melakukan pencatatan, peraturan-
peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan konfigurasi yang mungkin, sebab
akibat dan proposisi. Tahap ini dilakukan sejak pengumpulan data sampai
akhir penelitian.
Untuk lebih jelasnya proses analisis dengan menggunakan model
interaktif dapat ditunjukkan dengan bagan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif
Sumber: (Miles and Huberman dalam Sugiyono, 2008:92)
H. Prosedur Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
ProposalPenelitian
PersiapanPelaksanaan
PengumpulanData
AnalisisData
PenarikanKesimpulan
LaporanPenelitian
Prosedur penelitian adalah tahap-tahap dalam penelitian mulai dari awal
sampai akhir penelitian. Dalam penelitian ini prosedur atau langkah-langkah
dalam pembuatan laporan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap pra lapangan dilakukan mulai dari pembuatan usulan
penelitian, pembuatan proposal penelitian, penyusunan kerangkan pemikiran,
pemilihan objek penelitian, mengurus perijinan lapangan dan menyiapkan
perlengkapan penelitian.
2. Tahap Lapangan
Tahap lapangan ini dilakukan dari penggalian data yang relevan
dengan tujuan penelitian. Tahap ini peneliti mulai mengeksplorasi data yang
ada dilapangan kemudian dikumpulkan untuk memasuki tahap analisis data.
3. Tahap Analisis Data
Tahap analisis data dilakukan bersamaan dengan tahap pengumpulan
data untuk menghindari data yang tercecer karena dianggap tidak berguna
atau hilang. Proses analisis data dalam penelitian ini meliputi:
pengelompokan data, penganalisaan data kemudian ditarik kesimpulan dari
analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah itu persiapan penyajian
data secara jelas dan rinci dalam suatu laporan.
4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian
Penyusunan laporan penelitian ini merupakan tahap yang paling akhir
dari prosedur-prosedur sebelumnya. Pada tahap ini hasil dari pengumpulan
data diolah dan dianalisa kemudian dilaporkan dalam bentuk skripsi.
Bagan prosedur penelitian adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis desa Serenan
Daerah penelitian ini adalah wilayah Desa Serenan, Kecamatan
Juwiring, Kabupaten Klaten. Desa Serenan merupakan salah satu desa wilayah
Kecamatan Juwiring yang terletak di bagian ujung timur Kabupaten Klaten
yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan jaraknya 30
kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Klaten.
Luas wilayah Desa Serenan kurang lebih 134,2760Ha, dimana 60%
atau sekitar 88Ha masih berupa area sawah dan ladang dan 40% sisanya berupa
area pemukiman, makam, jalan, dan fasilitas umum berupa gedung serba guna,
lapangan olahraga, sekolahan dan kantor balai desa.
Desa Serenan secara administratif berbatasan dengan beberapa desa,
yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Taji, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Gondangsari, sebelah barat berbatasan dengan Desa Ketitang dan
Desa Tlogorandu dan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Bulakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Kabupaten Sukoharjo yang letaknya dipisahkan oleh aliran sungai Bengawan
Solo. Secara administratif, Desa Serenan terdiri dari 8 RW dan 22 RT serta
membawahi 10 kampung, masing-masing adalah Ngepringan, Badran,
Nambangan, Sortanan, Serenan, Widoro Mulyo, Mutihan, Mojosawit,
Karangan dan Pulo.
2. Keadaan Demografis Desa Serenan
a. Jumlah Penduduk
Desa Serenan dihuni oleh 1.117 kepala keluarga dengan jumlah
penduduk sebanyak 4.052 jiwa yang terdiri dari 2.024 jiwa penduduk laki-
laki dan 2.024 jiwa penduduk perempuan.
a. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Berdasarkan komposisi penduduk menurut mata pencahariannya,
dapat diketahui jenis pekerjaan atau mata pencaharian penduduk desa
Serenan sebagian besar bermatapencaharian sebagai wiraswasta dan petani.
Wiraswasta di Desa Serenan mayoritas berprofesi sebagai perajin mebel dan
yang lain sebagai pedagang dan wiraswasta lain.
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Desa Serena Berdasarkan Mata
Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah(Jiwa)
1. PNS 31
2. ABRI 2
3. Karyawan swasta 127
4. Wiraswasta/pedagang
a. Perajin mebel 332
b. Pedagang 163
c. Wiraswasta lain 157
5. Petani 293
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
6. Buruh 167
7. Pensiunan 4
8. Lain-lain 0
Jumlah 1276Sumber: Data Monografi Desa Serenan bulan Mei 2012
b. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Berdasarkan komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan
dapat diketahui tingkat pendidikan yang pernah dikenyam oleh penduduk
Desa Serenan. Apabila dilihat dari tingkat pendidikan mayoritas
masyarakat, Desa Serenan termasuk desa dengan tingkat pendidikan yang
rendah. Dari data di bawah ini dapat diketahui sebagian besar masyarakat
Desa Serenan berpendidikan tamatan SMP/SLTP dan yang kedua tamatan
SD.
Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Desa Serenan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah(Jiwa)
1. Sarjana (S1 - S3) 112. Akademi (D1 - D3) 423. SMA/SLTA 5284. SMP/SLTP 8275. Sekolah Dasar 6036. Belum Tamat SD 117. Tidak Sekolah 45
Jumlah 2067Sumber: Data Monografi Desa Serenan bulan Mei 2012
3. Tempat Penelitian
Penelitan yang penulis lakukan mengambil salah satu tempat produksi
mebel di desa Serenan karena karakteristik semua perajin mebel di desa
Serenan hampir sama sehingga dapat diwakili oleh satu perajin mebel saja.
Pemilihan tempat penelitian ini lebih menekankan pada kualitas informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dapat diperoleh. Kelengkapan dan kedalaman sumber data yang dapat digali
dipandang memiliki data yang penting berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi. Lokasi dalam penelitian ini adalah salah satu tempat produksi mebel
yaitu Aristo Furniture.
a. Sejarah Perusahaan
Aristo Furniture didirikan sejak tahun 2004 oleh Bapak Supriyanto,
ST dengan modal awal Rp5.000.000,00 dan diawali dengan 3 orang tenaga
kerja. Pada awalnya Bapak Supriyanto memproduksi mebel berdasarkan
pesanan dalam jumlah kecil saja, namun seiring berjalannya waktu usaha
yang dilakukan Bapak Supriyanto kian berkembang dan jumlah produk
yang diproduksi kini bertambah pesat. Aristo Furniture terletak di kampung
Mutihan Rt 12 Rw 5 Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten.
Dahulu tempat produksi dilakukan hanya di halaman rumah saja karena
produk yang dihasilkan memang relatif masih sedikit. Namun kian hari
jumlah produksi semakin meningkat sehingga tempat produksi tidak
mencukupi lagi, maka pada tahun 2007 rumah yang ditempati Bapak
Supriyanto dirubah menjadi sebuah pabrik mebel yang cukup besar dan
Bapak Supriyanto membangun sebuah rumah sebagai rumah tinggal dan
merangkap sebagai kantor. Pada tahun 2010, jumlah produksi semakin
meningkat sehingga pabrik yang digunakan untuk memproduksi mebel
sudah tidak mencukupi lagi, akhirnya Bapak Supriyanto memutuskan untuk
membeli sebuah pekarangan dan membangun lagi sebuah pabrik yang
terletak di kampung Badran yang masih menjadi wilayah desa Serenan
sebagai tempat produksi yang baru. Kini tenaga kerja di tempat usaha Bapak
Supriyanto mencapai 33 orang tenaga kerja.
b. Struktur Kepegawaian
Aristo Furniture secara langsung dipimpin oleh pemilik Aristo
Furniture yaitu Bapak Supriyanto dengan di bantu seorang karyawan
admnistrasi dan keuangan, seorang bagian produksi dan 33 orang tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
kerja. Dalam menjalankan pekerjaannya, tiap-tiap tenaga kerja mempunyai
tugas dan wewenang masing-masing. Penjelasan tugas tersebut terlampir.
c. Administrasi dan Perijinan
Usaha mebel Aristo furniture yang dimiliki oleh Bapak Supriyanto
ini tidak berbadan hukum, karena memang rata-rata usaha mebel yang
terdapat di Desa Serenan belum berbadan hukum, sehingga usaha mebel
Bapak supriyanto tidak memiliki dokumen perijinan dari pihak manapun.
d. Invenrtaris Usaha
Dalam melaksanakan proses produksi Aristo Furniture memiliki
peralatan yang menunjang produksi mebel. Peralatan yang digunakan untuk
memproduksi mebel dari hari ke hari mengalami perkembangan seiring
dengan perkembangan teknologi. Pada awalnya alat yang digunakan sangat
sederhana dan dioperasikan secara manual, namun sekarang sudah hampir
semua dijalankan dengan mesin. Perkembangan peralatan ini semakin
memudahkan dalam proses produksi mebel, selain itu juga mempercepat
proses produksi sehingga hasil produksi dapat ditingkatkan baik jumlah
maupun kualitasnya. Peralatan yang digunakan oleh Aristo Furniture untuk
memproduksi mebel baik yang sudah dioperasikan oleh mesin maupun yang
masih dioperasikan secara manual adalah:
Tabel 4.3 Peralatan Usaha Aristo Furniture
No Nama Peralatan Jumlah
1. Oven Kayu 1
2. Kompresor 3
3. Mesin Paku 3
4. Mesin Planer 4
5. Mesin Jointer 4
6. Pasah Mesin 5
7. Mesin Bor 4
8. Mesin Poles 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
9. Mesin Amplas 6
10. Mesin Lis 3
11. Gergaji Tangan 8
12. Meteran 10
13. Palu 8
14. Hamer 4
15. Panggem 7
16. Tang 8
17. Penggaris 10
18. Pahat 14
19. Pensil Kayu 20Sumber : Data “Aristo Furniture” yang telah diolah.
e. Perlengkapan Usaha
Untuk menunjang proses produksi mebel dan untuk menghasilkan
mebel dengan kualitas yang baik tidak hanya menggunakan peralatan saja,
tetapi juga didukung dengan perlengkapan berupa:
Tabel 4.4 Perlengkapan Usaha Aristo Furniture
No Perlengkapan
1 Paku Tembak2 Pasak3 Lem Kayu4 Lem Alteco5 Asesoris mebel
Sumber : Data “Aristo Furniture” yang telah diolah.
f. Tanah dan Bangunan
Usaha produksi mebel “Aristo Furniture: milik Bapak Supriyanto
ini memiliki tempat produksi yang sangat luas. Tanah dan bangunan yang
digunakan untuk proses produksi ini adalah milik Bapak Supriyanto pribadi
dan terdapat di dua tempat. Pertama, di kampung Mutihan desa Serenan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten, yang digunakan untuk proses
produksi berupa perakitan, finishing, perbaikan sampai produk siap untuk
dikirim. Kedua, berada di kampung Badran Kelurahan Serenan Kecamatan
Juwiring Kabupaten Klaten yang digunakan untuk proses pembuatan
komponen dan pengovenan kayu dan sebagai tempat penyimpanan balok
kayu. Kedua bangunan tempat produksi tersebut berupa tembok permanen
yang kuat.
g. Gambaran Umum Pasar
Usaha mebel di Aristo Furniture telah menjalin kerjasama dengan
perusahaan mebel yang lebih besar yaitu sebuah perusahaan yang dimiliki
oleh seseorang yang berasal dari Australia yang sudah lama menjadi
langganan di Aristo furniture dan perusahaan tersebut berada di Jogjakarta.
Kerjasama ini terjalin sejak tahun 2007 dimana Aristo Furniture
memproduksi mebel untuk memenuhi pesanan dari perusahaan yang dimilki
oleh orang Australia tersebut dan menjadi supplier tetap mebel mentah yang
kemudian setelah mebel dikirim kemudian di perusahaan mebel tersebut di
perhalus dengan politure/cat kemudian di ekspor ke luar negeri. Aristo
furniture memproduksi mebel mentah karena menurut Bapak Supriyanto
hasilnya lebih menjanjikan dan tidak terlalu beresiko. Kalau memproduksi
mebel yang melalui proses politeur dalam jumlah yang besar, maka jumlah
uang yang dikeluarkan untuk proses produksi akan bertambah banyak dan
hal ini akan mengurangi jumlah laba. Hal ini disebabkan karena menurut
Bapak Supriyanto apabila harus mempoliteur mebel hasil produksi, maka
harus menambah jumlah jumlah tenaga kerja yang secara jelas akan
menambah pengeluaran untuk beban gaji tenaga kerja dan harus membeli
bahan untuk politeur yang jumlahnya juga tidak sedikit.
Aristo Furniture memilih untuk tidak melakukan ekspor barang
mebel secara mandiri karena resiko yang terlalu besar dan membutuhkan
modal awal yang terlalu besar pula. Selain itu berdasarkan pengalaman
Bapak Suwoto, mertua Bapak Supriyanto, yang pernah melakukan ekspor
secara mandiri dan mengalami kerugian dan kebangkrutan hingga saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Belajar dari pengalaman tersebut, Bapak Supriyanto tidak berani untuk
melakukan ekspor mebel secara mandiri.
h. Produk dan Proses Produksi
1) Produk
Produk mebel yang dihasilkan di Aristo Furniture beragam.
Produk yang dihasilkan berupa meja, kursi, almari, rak, tempat tidur,
dinning room set, kitchen set dan lain-lain baik yang terbuat dari kayu
jati, mahoni, sono, akasia, dan lainnya sesuai dengan permintaan.
Produk yang dihasilkan di Aristo Furniture apabila dibandingkan
dengan hasil produksi sesama perajin di desa Serenan memiliki
perbedaan yang cukup signifikan karena produk yang dihasilkan
memiliki ciri khusus dalam hal detail mebel misalnya dalam hal ukiran
atau hiasan mebel yang menjadikan hal tersebut berbeda dengan hasil
produksi dengan rata-rata perajin mebel di desa Serenan.
2) Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan oleh Aristo Furniture untuk
menghasilkan suatu produk mebel yang berkualitas hampir sama
dengan proses produksi yang dilakukan oleh rata-rata perajin mebel di
desa Serenan. Proses produksi dimulai dari tahap kesepakatan order,
pembelian bahan baku, pembuatan komponen mebel, pengovenan,
perakitan mebel hingga tahap finishing. Pada saat peneliti sedang
melakukan penelitian di tempat produksi mebel Aristo Furniture tanggal
18 Mei 2012, Bapak Supriyanto sedang mendapatkan order Kursi
Jepang dari seorang pembeli dari Australia yang mempunyai usaha
mebel di Jogjakarta dan telah menjadi pelanggan Aristo furniture
sebanyak 250 unit yang harus diselesaikan dalam waktu satu bulan dan
barang dikirim tanggal 15 Juni 2012. Secara lebih jelas proses produksi
250 unit Kursi Jepang akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Tahap Kesepakatan Order
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Pada tanggal 18 Mei 2012 Bapak Supriyanto menerima email
dari seorang pembeli dari Australia yang mempunyai usaha mebel di
Jogjakarta yang berupa orderan Kursi Jepang sebanyak 250 unit yang
harus dikerjakan dalam watu satu bulan dan harus dikirim tanggal 15
Juni 2012. Didalam email juga terlampir gambar Kursi Jepang yang
sudah jadi serta sketsa komponen Kursi Jepang dengan ukuran dan jenis
kayu yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut. Setelah
menerima order tersebut, kemudian Bapak Supriyanto
memperhitungkan jumlah bahan baku dan biaya tenaga kerja untuk
keperluan perhitungan harga pokok barang tersebut yang nantinya akan
digunakan sebagai perhitungan harga jual barang tersebut. Setelah
terjadi negosiasi akhirnya terjadi kesepakatan harga jual Kursi Jepang
yaitu Rp 125.000,00 dengan perhitungan harga pokok produk senilai
Rp 102.000,00 dan Rp 23.000,00 dihitung sebagai laba dimana
perhitunganya sekitar 15-25% dari harga pokok produksi. Harga pokok
produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku senilai Rp 82.000,00 dan
biaya tenaga kerja senilai Rp 20.000,00.
b) Tahap Pembelian Bahan Baku Kayu
Dalam order yang telah diterima Bapak Supriyanto
menyebutkan bahwa bahan baku yang digunakan untuk proses produksi
Kursi Jepang dengan menggunakan kayu jati. Setelah menerima order,
kemudian Bapak Supriyanto memesan kayu jati di Barokah Jati yang
kebetulan milik teman Bapak Supriyanto dan telah menjadi rekanan
usaha dalam penyuplaian bahan baku produksi mebel yang dilakukan
oleh Aristo Furniture selama ini. Proses pembelian kayu terjadi pada
hari berikutnya, tanggal 19 Mei 2012 yang kebetulan bahan baku yang
dipesan Bapak Supriyanto ada dan sesuai dengan jumlah dan kriteria
yang diinginkan yaitu kayu jati kebon OD28 dengan ukuran diameter
28Cm dan panjang 100Cm dengan harga Rp 3.000.000,00/M3. Kayu
yang dibeli masih berupa kayu gelondong.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
c) Tahap Penggergajian Kayu
Setelah itu Bapak Supriyanto menghubungi tenaga kerjanya
yaitu seorang pengemudi dan dua orang tenaga penggergaji kayu untuk
mengambil kayu yang masih berupa gelondongan di toko Barokah
Kayu kemudian langsung membawa kayu dengan menggunakan mobil
ke tempat penggergajian kayu untuk membelah kayu menjadi balok-
balok kayu sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Kayu jati yang
sudah diambil dari Barokah jati yang masih berupa kayu gelondong
langsung dibawa ke tempat penggergajian kayu Ayuma Kayu yang
berada tidak jauh dari toko kayu. Setelah sampai ditempat
penggergajian kayu, gelondong kayu kemudian digergaji menjadi
balok-balok kayu dengan ketebalan 7 dan 5Cm. Proses penggergajian
kayu ini dilakukan pada tanggal 19 Mei 2012 siang dan selesai setelah
sore hari. Kayu gelondong yang telah menjadi balok kayu kemudian
dibawa ke tempat produksi mebel di Mutihan desa Serenan untuk
dibuat komponen mebel.
d) Tahap Pembuatan Komponen
Komponen adalah potongan kayu yang mempunyai bentuk dan
ukuran tertentu yang merupakan bagian-bagian dari produk mebel.
Pembuatan komponen mebel ini dilakukan oleh 10 orang tenaga kerja
dalam waktu 7 hari terhitung sejak hari Senin tanggal 21 Mei 2012
sampai hari Senin tanggal 28 Mei 2012. Pembuatan komponen ini
diawali dengan membuat pola komponen pada balok kayu sesuai
dengan bentuk dan ukuran yang dinginkan kemudian balok kayu
tersebut dipotong dengan menggunakan mesin srekel sesuai pola yang
telah digambarkan. Setelah komponen mebel ini selesai dibuat, tahap
selanjutnya adalah pengovenan komponen kayu.
e) Tahap Pengovenan Komponen
Proses pengovenan kayu dilakukan untuk menghilangkan
kadar air dan sisa getah kayu yang terdapat pada kayu sehingga kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dapat tahan lama dan tidak berjamur. Proses pengovenan kayu
dilakukan mulai hari Selasa tanggal 29 Mei 2012 sampai hari Senin
tanggal 4 Juni 2012. Para perajin mebel didesa Serenan rata-rata
melakukan pengovenan kayu sebelum kayu dibuat menjadi komponen,
namun di Aristo furniture proses pengovenan kayu ini dilakukan setelah
balok kayu dibuat menjadi komponen. Hal ini dilakukan untuk
mempercepat proses pengovenan dan menghemat tempat yang akhirnya
menghemat biaya produksi. Kayu yang dioven dalam bentuk komponen
akan lebih cepat kering karena ukurannya lebih kecil bila dibandingkan
dengan balok kayu. Apabila balok kayu memerlukan waktu 10 hingga
14 hari pengovenan, komponen kayu hanya memerlukan waktu 6
sampai 8 hari untuk mencapai kekeringan yang diharapkan. Selain cepat
kering, kayu yang dioven dalam bentuk komponen juga hemat tempat
karena komponen sudah berupa potongan kayu yang siap rakit sehingga
limbah kayu sisa proses pemotongan kayu menjadi komponen tidak ikut
serta dioven sehingga oven dapat memuat lebih banyak komponen
kayu. Hal ini dapat mengurangi biaya produksi untuk proses
pengovenan kayu.
f) Tahap Perakitan
Tahap perakitan dilakukan di pabrik 1 di kampung Mutihan
Desa Serenan. Pada tahap ini diawali dengan menghaluskan permukaan
komponen dan menghilangkan noda hitam pada kayu akibat proses
pengovenan dengan mesin planer, jointer dan pasah mesin. Setelah
mencapai tingkat kehalusan yang cukup kemudian komponen-
komponen tersebut dirakit menjadi sebuah produk mebel. Proses
perakitan dilakukan dengan mengelem dan menyekrup tiap-tiap bagian
Kursi Jepang dari bagian kaki kursi sampai bagian bagian alas duduk.
Proses perakitan ini dilakukan oleh 8 orang tenaga kerja dan dilakukan
selama 7 hari yang dimulai hari Selasa tanggal 5 Juni 2012 sampai hari
selasa tanggal 12 Juni 2012. Setelah komponen dirakit dan menjadi
produk mebel langsung memasuki tahap finishing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
g) Tahap Finishing
Tahap finising dilakukan untuk menghaluskan produk mebel
dengan menggunakan mesin amplas yang dapat menghaluskan bagian
kursi dengan cepat. Tahap ini dilakukan setelah kursi selesai dirakit,
bila sebagian kursi telah selesai, langsung diamplas, tidak harus
menunggu seluruh kursi selesai dirakit dahulu. Hal ini dilakukan untuk
mempercepat proses produksi. Proses pengamplasan dilakukan selama
4 hari dari tanggal 9 sampai 13 Juni 2012.
h) Tahap QC
Tahap Quality Control dilakukan oleh tenaga kerja Bapak
Supriyanto yang memang sudah berpengalaman dan mengetahui
standar kualitas produk ekspor. Proses ini dilakukan dengan mengecek
produk mebel apakah sesuai dengan kriteria kualitas yang telah
ditetapkan, misalnya tekstur kayu, kerapian, kadar air, kekuatan produk,
dll. Apabila sudah memenuhi kriteria maka produk mebel bisa langsung
dikirim ke perusahaan dan apabila belum lolos tahap QC maka harus
melalui tahap service. Tahap QC dilakukan hampir bersamaan dengan
tahap finihsing yaitu dari tanggal 11 sampai 13 Juni 2012, dimana kursi
yang sudah selesai diproduksi langsung di cek kualitasnya.
i) Tahap Service
Tahap service dilakukan apabila barang hasil produksi belum
memenuhi kriteria kualitas produk yang telah ditetapkan dengan
memperbaiki kekurangan pada produk mebel. Misalnya barang kurang
halus, maka proses yang diperlukan hanya pengamplasan mebel saja.
Tahap service ini dilakukan bersaman dengan tahap finishing dan QC.
Barang yang selesai di finishing langsung dicek kualitasnya dan bila
kurang sesuai langsung diservis sehingga dapat menghemat waktu
produksi. Setalah selesai diservice kemudian barang di kirim ke
perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
B. Deskripsi Masalah Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang peneliti kaji, Activity Based Costing
System secara teoritis mampu memberikan perhitungan harga pokok secara lebih
akurat bila dibandingkan dengan metode yang telah diterapkan oleh perajin mebel
desa Serenan selama ini. Atas dasar teori tersebut peneliti ingin
mengimplementasikan dan mengaplikasikan penentuan harga pokok mebel
dengan metode Activity Based Costing System pada perhitungan harga pokok
mebel perajin mebel di desa Serenan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan dan mencari perbandingan
antara perhitungan harga pokok mebel yang diterapkan oleh perajin mebel desa
Serenan dengan perhitungan harga pokok mebel dengan metode Activity Based
Costing System, maka untuk memberikan gambaran hasil penelitian mengenai
data yang berkaitan dengan permasalahan tersebut dapat dilihat dari cara
perhitungan harga pokok mebel yang digunakan oleh perajin mebel desa Serenan
kemudian dibandingkan dengan perhitungan harga pokok mebel dengan metode
Activity Based Costing System oleh peneliti.
Hasil perhitungan harga pokok dengan menggunakan metode Activity
Based Costing System dapat diperoleh melalui observasi dan pencatatan data
mengenai semua komponen biaya yang ditimbulkan selama proses produksi
mebel. Kemudian data tentang semua komponen biaya selama proses produksi
tersebut diolah untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok mebel.
1. Perhitungan Harga Pokok Mebel Oleh Perajin Mebel Desa Serenan
Aktivitas produksi mebel di tempat perajin mebel desa Serenan tidak
terlepas dari perhitungan harga pokok dari produk mebel yang di produksi.
Pada dasarnya pengambilan keputusan dalam produksi mebel dan penetapan
harga jual mebel selalu berpedoman pada perhitungan harga pokok produk
mebel yang diproduksi. Perhitungan harga pokok yang akurat dapat
memberikan informasi biaya produksi yang akurat pula, sehingga proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
produksi mebel dapat berjalan dengan lancar dan berjalan terus-menerus serta
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sejalan dengan uraian tersebut, para perajin mebel desa Serenan juga
selalu memperhitungkan harga pokok mebel yang mereka produksi. Seperti
yang diungkapkan Bapak Supriyanto pada hari Sabtu tanggal 19 Mei 2012 di
rumahnya, beliau mengatakan: “ Sudah, saya sudah memperhitungkan harga
pokok mebel yang kami produksi setelah kami menerima order dan sebelum
membuat mebelnya namun ya hanya secara sederhana saja.”
Perhitungan harga pokok produksi mebel pada perajin mebel desa
Serenan dilakukan secara sederhana dan hal ini telah mereka terapkan sejak
lama. Pedoman perhitungan harga pokok produksi ini telah menjadi rumus dan
seakan-akan telah menjadi tradisi karena telah digunakan sejak lama dan
digunakan oleh semua perajin mebel di desa Serenan. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Supriyanto yang mengatakan:
“ Saya memperhitungkan harga pokok mebel yang saya produksi ya hanyameniru dari perajin mebel yang dulu mbak. Kebetulan saya belajarmemperhitungkan harga pokok mebel ini dari ayah saya yang kebetulanjuga perajin mebel. Dan cara perhitungan ini dipakai oleh semua perajinmebel disini mbak. Seakan-akan perhitungan harga pokok mebel ini sudahmenjadi sebuah tradisi yang diturunkan secara turun-menurun dari paraperajin mebel yang terdahulu. Namun seiring perkembangan jaman adabeberapa modifikasi dalam rumus perhitungan mebel tersebut mbaktergantung pada jenis mebel yang diproduksi. Selain itu modifikasi jugadilakukan karena pengalaman-pengalaman saat memproduksi mebel mbak.Ya pokoknya gimana caranya agar usaha kami bisa terus berjalan lahmbak.”
Dalam kegiatan produksi, Aristo Furniture tidak selalu memproduksi
mebel dengan jenis yang sama. Mebel yang diproduksi berbeda-beda baik dari
jenis, jumlah, bahan baku dan model yang berbeda-beda sesuai dengan orderan
yang ada. Bahkan produksi barang yang berbeda-beda ini bisa saja terjadi
dalam waktu yang sama. Hal ini tentu saja membuat perhitungan harga pokok
produk yang satu dengan perhitungan harga pokok produk yang lain berbeda
sesuai dengan proses produksi yang dibutuhkan utuk memproduksi tiap-tiap
produk tersebut. Perhitungan harga pokok produk yang selama ini digunakan
sebagai acuan untuk memperhitungkan harga pokok produk yang dibuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
mampu diterapkan untuk semua jenis produk yang dibuat dengan merubah,
baik menambah atau mengurangi beberapa komponen perhitungan harga pokok
sesuai dengan komponen biaya produksi produk yang dibuat. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Supriyanto pada tanggal 19 Mei 2012:
“Perhitungan harga pokok tidak selalu sama mbak, tergantung produk apayang akan kami buat. Tapi intinya tetap sama yaitu biaya bahan ditambahdengan biaya upah tenaga kerja. Namun untuk beberapa produk yangmemang memerlukan tambahan nanti tinggal ditambah biaya tambahan itu.Ya pokoknya disesuaikan dengan produk yang akan kami produksi. Dantentunya komponen biayanya juga tiap-tiap produk berbeda juga sesuaidengan permintaan mbak. Kalau ada orderan produk lebih dari satu macamnanti biasanya saya orderkan lagi kepada supliyer saya mbak. Jadi nantiperhitungannya bisa jelas.”
Dari uraian wawancara tersebut dapat diketahui bahwa perajin mebel
desa Serenan telah memperhitungkan harga pokok produk setiap mebel yang
mereka produksi walaupun masih dengan cara yang sangat sederhana.
Perhitungan ini didapat secara turun temurun dan telah dianggap sebagai tradisi
yang digunakan oleh perajin mebel desa Serenan sebagai pedoman untuk
memperhitungkan harga pokok produk mebel yang mereka produksi. Rumus
perhitungan harga pokok tersebut secara fleksibel dapat diterapkan untuk
perhitungan harga pokok segala jenis mebel yang mereka produksi, namun
dengan menambah atau mengurangi beberapa komponen biaya sesuai dengan
jenis produk yang mereka produksi.
2. Perhitungan Harga Pokok Produk Mebel Dengan Metode Activity Based
Costing System
Secara teoritis dalam ilmu akuntansi biaya terdapat beberapa metode
atau cara perhitungan harga pokok produk. Perhitungan harga pokok produk
yang saat ini dibahas adalah perhitungan harga pokok produk dengan metode
Activity Based Costing System. Secara teoritis perhitungan harga pokok produk
ini dapat memberikan gambaran tentang informasi biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksi barang secara akurat.
Perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode
Activity Based Costing System menekankan pada perhitungan berdasarkan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi barang. Sistem
perhitungan ini didasari oleh keyakinan bahwa semua aktivitas yang dilakukan
untuk memproduksi suatu barang menimbulkan biaya. Biaya-biaya yang
timbul harus diukur dan dihitung dengan satuan biaya, sehingga setiap aktivitas
yang menimbulkan biaya harus diidentifikasi dan dihitung besaran biayanya
dan hal ini yang membuat perhitungan harga pokok produk dengan metode
activity based cositng system lebih akurat.
Sejalan dengan permasalahan perhitungan harga pokok produk
tersebut, perajin mebel di desa Serenan belum mengetahui mengenai
perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode Activity Based
Costing System. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Bapak Supriyanto
dalam wawancara pada hari kamis tanggal 7 Juni 2012, beliau menyebutkan:
“Belum mbak, saya belum mengetahui soal perhitungan harga pokoktersebut, masalahnya disini rata-rata perajin mebel juga menggunakanperhitungan yang seperti biasanya. Jadi ya saya ikut bagaimana umumnyayang digunakan saja. Saya dulu kuliah juga di jurusan teknik mbak, jadi yatidak tahu.”
Namun, saat peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Ari, selaku
istri Bapak Supriyanto dan juga mengelola bagian keuangan dan administrasi,
beliau menyebutkan bahwa pernah mengetahui, beliau mengatakan:
“Macam-macam perhitungan harga pokok produk saya pernahmempelajarinya saat saya kuliah dulu mbak, namun sekarang sudah lupa.Kebetulan juga rata-rata perajin memperhitungkan harga pokok masihseperti yang biasanya ya kami ikut saja mbak, karena juga lebih gampangdan tidak terlalu ribet.”
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa informan tersebut
dapat diketahui bahwa para perajin mebel di desa Serenan memang belum
mengetahui tentang perhitungan harga pokok produk dengan metode Activity
Based Costing System. Sejalan dengan hal itu, peneliti melakukan penelitian
dengan mengimplementasikan perhitungan harga pokok dengan activity based
costing system. Penelitian dengan mengimplementasika perhitungan harga pokok
ini dilakukan dengan menggunakan data-data yang peneliti peroleh dari
wawancara dan observasi yang peneliti lakukan pada proses pembuatan produk
mebel berupa Kursi Jepang di tempat produksi mebel Aristo Furniture.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
C. Pembahasan
1. Perhitungan Harga Pokok Produk Yang Dilakukan Oleh Perajin Mebel
Desa Serenan
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan mengenai
perhitungan harga pokok produk diperoleh data bahwa usaha mebel yang
dimiliki oleh Bapak Supriyanto telah melakukan perhitungan harga pokok
untuk setiap produk yang diproduksi walaupun metode perhitungan yang
digunakan masih tergolong sederhana. Pada saat peneliti melakukan penelitian,
Bapak Supriyanto sedang memproduksi Kursi Jepang sebanyak 250 buah yang
dikerjakan dalam waktu satu bulan. Perhitungan harga pokok yang dilakukan
oleh Bapak Supriyanto adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut Perhitungan
Perajin Mebel Desa Serenan
Keterangan Biaya Per Unit Jumlah Total
Biaya Bahan Baku Rp 82.000,00 250 Unit Rp 20.500.000,00
Biaya Tenaga Kerja Rp 20.000,00 250 Unit Rp 5.000.000,00
Rp 102.000,00 Rp 25.500.000,00
Sumber: Aristo Furniture yang telah diolah.
Penjelasan:
a. Biaya Bahan Baku
Dalam menentukan kebutuhan bahan baku pembuatan mebel,
perajin memperhitungkan jumlah volume dari keseluruhan jumlah kayu
yang dibutuhkan. Penentuan jumlah bahan baku untuk membuat Kursi
Jepang ini, Bapak Supriyanto memperhitungkan jumlah volume kayu yang
dibutuhkan untuk memproduksi barang, seperti yang dijelaskan pada saat
wawancara hari rabu tanggal 23 Mei 2012:
“Bahan bakunya saya hitung dengan menjumlah setiap isi (volume)yang dibutuhkan untuk memproduksi kursi lalu dikalikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
jumlah kursi yang saya produksi mbak, lalu ketemu berapa kayu yangdibutuhkan. Untuk membuat Kursi Jepang ini karena memang Kursinyajuga termasuk kecil dan simple, 1 M3 bisa untuk membuat 31-32 kursi,jadi isi tiap kursi 0,032 M3 mbak, ini untuk volume kotor, sehinggauntuk membuat 250 kursi saya butuh kira-kira 8M3. Volume itu masihharus dikurangi penyusutan bahan karena memang tidak semua bagiankayu bisa digunakan, penyusutannya kira-kira 15-20% nya untuk pas-nya kira-kira 17% lah mbak. Jadi setelah di hitung penyusutannya0,0544M3 dan volume kayu yang benar-benar digunakan adalah0,02656M3 tiap unitnya, sehingga totalnya 6,64M3.”
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa total kayu yang
dibutuhkan untuk membuat 1 unit kursi yaitu ya 0,032M3 dan total untuk
membuat 250 unit Kursi Jepang adalah 8M3, namun tidak semua bagian
kayu dapat digunakan, hal ini diakui sebagai penyusutan jumlah kayu yang
dibutuhkan, penyusutan ini mencapai 17% atau sekitar 1,36M3 dari total
jumlah kayu yang dibutuhkan. Kayu yang digunakan untuk memproduksi
satu unit Kursi Jepang adalah 0,02656M3 dan totalnya adalah 6,64M3.
Terkait dengan biaya bahan baku, Bapak Supriyanto menjelaskan bahwa
total biaya yang dibutuhkan adalah jumlah kayu yang dibutuhkan
dikalikan dengan harga kayu. Setelah total biaya diketahui kemudian
ditambah dengan biaya bahan pendukung yang perhitungannya dijadikan
satu dengan biaya bahan baku. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak
Supriyanto pada saat wawancara, beliau menyebutkan:
“Untuk menghitung jumlah biaya bahan baku yang saya butuhkan yaitutinggal mengalikan jumlah kayu yang saya butuhkan dengan hargapasaran kayu saat ini mbak. Untuk membuat Kursi Jepang ini kayuyang saya pakai sesuai permintaan adalah Kayu Jati Kebon OD28,maksudya diameternya 28Cm dan panjangnya 100Cm. Kayu jenis iniharganya Rp 3.000.000,00 tiap 1 M3 mbak. Untuk memproduksi kursiini butuh 8M3 sehingga totalnya Rp 24.000.000,00. Lha padahal jumlahkayu yang benar-benar digunakan adalah 6,64M3 atau senilaiRp19.920.000,00. Biaya bahan baku per unitnya adalah Rp 79.680,00dan saya bulatkan menjadi Rp 80.000,00. Untuk kayu sisa (penyusutan)ini nanti saya gunakan sebagai bahan bakar proses oven mbak. Iyambak, untuk kursi ini juga butuh bahan lain seperti lem dan sekrupnamun cuma saya hitung sebagai biaya pendukung, itupun sayamasukkan sekalian di biaya bahan baku ini senilai Rp 2.000,00 per unit,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Jadi total biaya bahan baku yang saya keluarkan untuk memproduksisatu unit Kursi Jepang adalah Rp 82.000,00”
Secara lebih rinci inilah perhitungannya:
Kayu yang digunakan:
6,64M3 X Rp3.000.000,00 = Rp19.920.000,00
Total biaya kayu per unit:
Rp 19.920.000,00 : 250 unit = Rp 79.680,00
(Di Bulatkan) = Rp 80.000,00
Biaya pendukung = Rp 2.000,00
Total biaya bahan baku = Rp 82.000,00
b. Biaya Tenaga Kerja
Perhitungan biaya tenaga kerja yang diterapkan oleh Bapak
Supriyanto adalah dengan membandingkan dengan biaya tenaga kerja
untuk memproduksi barang lain yang sejenis. Untuk setiap produk yang
dihasilkan, Bapak Supriyanto sudah mempunyai standar biaya tenaga
kerja untuk setiap barang. Seperti yang dijelaskan pada wawancara tanggal
25 Mei 2012, beliau menjelaskan:
“Biaya tenaga kerja atau gaji yang saya keluarkan untuk setiap produkyang dihasilkan hanya menurut perkiraan saja mas. Saya bandingkandengan produk yang pernah saya buat. Tapi tergantung juga dengantingkat kesulitan pengerjaan. Semakin sulit maka biayanya jugasemakin besar mbak. Iya, saya juga sudah mempunyai standar biayagaji, misalnya untuk membuat kursi sekitar Rp 20.000,00 sampaiRp 25.000,00, untuk membuat almari yang notabene lebih besar sekitarRp 30.000,00-an. Ya hanya seperti itu mbak.”
Dalam proses pembuatan Kursi Jepang ini, Bapak supriyanto
menetapkan biaya tenaga kerja sebesar Rp 20.000,00, hal ini didasari
karena proses pembuatan kursi ini tergolong mudah, seperti yang
diutarakan oleh Bapak Supriyanto:
“Untuk biaya tenaga kerja pembuatan Kursi Jepang ini Rp 20.000,00mbak untuk tiap kursinya karena memang kursi ini bentuknya simple,sederhana banget, jadi ya mudah pembuatannya.”
2. Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Activity Based
Costing System
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Perhitungan harga pokok dengan metode Activity Based Costing
System merupakan perhitungan harga pokok produk yang menekankan pada
perhitungan harga pokok berdasarkan pada tiap-tiap aktivitas penggunaan
sumber daya, baik yang secara langsung maupun tidak langsung, yang
dilakukan untuk memproduksi barang. Tiap-tiap aktivitas yang dilakukan
dalam proses produksi barang secara otomastis akan menimbulkan biaya yang
harus diidentifikasi dan diukur untuk menentukan besar biaya yang harus
dikeluarkan untuk membiayai aktivitas tersebut, sehingga biaya yang
dikeluarkan jelas penggunaanya dan memberikan informasi biaya yang akurat.
Dari penelitian yang telah peneliti lakukan, diperoleh data-data terkait
berbagai aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk memproduksi Kursi Jepang
beserta semua biaya yang ditimbulkan oleh masing-masing aktivitas tersebut.
Dari data-data yang peneliti peroleh tersebut, kemudian peneliti
mengimplementasikan perhitungan harga pokok produk metode Activity Based
Costing System dengan data-data yang penulis peroleh tersebut.
Berikut adalah proses perhitungan harga pokok produk Kursi Jepang
dengan menggunakan metode Activity Based Costing System yang dilakukan
oleh peneliti:
a. Sumber daya dan biaya langsung
Dalam proses produksi Kursi Jepang sumber daya lansung yang
digunakan adalah bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya yang
ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya langsung tersebut meliputi:
1) Biaya bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi Kursi
Jepang merupakan bahan baku yang dibeli di Barokah Jati yang
memang sudah menjadi langganan penyuplai bahan baku untuk proses
produksi Aristo Furniture. Perhitungan biaya bahan baku dilakukan
dengan menghitung volume kayu yang digunakan dikalikan dengan
harga kayu per kubik. Perhitungan kayu yang digunakan adalah:
Tabel 4.6 Perhitungan Volume Kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
BagianKomponen
Panjang(Cm)
Lebar(Cm)
Tebal(Cm)
Volume(Cm3)
JumlahKomponen
Total(Cm3)
Dudukan 54 34 6 11016 1 11016
Kaki-kaki 52 32 4 6656 2 13312
Penghubung 28 6 4 672 1 672
Total Volume Satu Unit Kursi Jepang 25000
Sumber: Data aristo Furniture yang telah diolah.
Jadi total volume adalah 25.000Cm3 yang sama dengan
0,025M3. Pada saat wawancara, Bapak Supriyanto mengungkapkan
bahwa bahan baku yang digunakan banyak mengalami penyusutan
karena tidak semua bahan yang dibutuhkan dapat digunakan.
Penyusutan kayu ini berupa sisa atau limbah kayu yang biasanya
dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun bisa diolah kembali
menjadi bahan kerajinan. Pada saat wawancara Bapak Supriyanto
mengungkapkan bahwa penyusutan hanya sekitar 17%, namun saat
peneliti melakukan observasi di temani oleh Saudara Iswanto selaku
tenaga kerja bagian produksi, ternyata penyusutan bahan terjadi cukup
banyak, seperti yang diungkapkan Saudara Iswanto pada saat
wawancara tanggal 6 juni 2012:
“Biasanya tidak semua bagian kayu dapat dipakai. Dari gelondongutuh setelah mengalami proses penggergajian kayu bisa menyusut5%. Saat kayu sudah menjadi balok lalu akan dibuat polakomponen, dioven, dan di serut hingga menjadi komponen,penyusutannya bisa paling banyak mbak. Kalau dihitung ya sekitar13% lebih mbak, pokoknya setelah melalui tahap itu, komponensudah sesuai dengan ukuran dan siap dirakit.”
Dari pemaparan Saudara Iswanto diatas dapat diketahui
bagaimana rumusan perhitungan bahan baku yang dibutuhkan seperti
yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 4. 7 Perhitungan Prosentase Bahan Baku yang Digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Keterangan Penyusutan Nilai Akhir
Gelondong - 100%
Balok kayu 5% 95%
Komponen jadi 13,43% 82,2%Sumber: Data Aristo Furnitore (diolah)
Setelah diketahui volume kayu yang dibutuhkan untuk
memproduksi satu unit Kursi Jepang, maka dapat dihitung jumlah
kayu yang diperlukan untuk memproduksi seluruh Kursi Jepang
tersebut, perhitungannya adalah:
Tabel 4. 8 Perhitungan Jumlah Bahan Baku yang Digunakan
Keterangan Penyusutan Volume PerUnit (M3)
Total Volume(M3)
Gelondong - 0,032 8
Balok kayu 5% 0,0304 7,6
Komponen jadi 13,43% 0,025 6,25Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
Berdasarkan data diatas jumlah kayu gelondong yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu unit Kursi Jepang adalah 0,032
M3. Hal ini berarti untuk memproduksi 250 unit Kursi Jepang
dibutuhkan 8 M3 kayu gelondong. Namun dalam proses produksi
terjadi penyusutan kayu yang digunakan sehingga kayu yang benar-
benar bisa digunakan untuk memproduksi Kursi Jepang adalah
6,25M3.
Selain biaya bahan baku kayu yang digunakan, terdapat biaya
yang timbul dalam persiapan bahan baku, seperti biaya angkut kayu
dan biaya penggergajian, seperti yang dijelaskan Saudara Iswanto,
beliau menyebutkan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
“Ada mbak, untuk menggergaji kayu gelondong menjadibalok kayu juga butuh biaya mbak, untuk Kursi Jepang ini kemarinmenghabiskan sebesar Rp800.000,00 dan biaya angkut bolak-balikdari pembelian kayu gelondong, hingga kayu menjadi balok dansiap diproses mencapai Rp200.000,00, mbak.”
Berdasarkan penjelasan Bapak Supriyanto, maka perhitungan
biaya bahan baku Kursi Jepang adalah:
Tabel 4. 9 Perhitungan Biaya Bahan Baku
Keterangan Jumlah
Total volume Kayu yang Digunakan 6,25 M3
Harga Kayu Per M3 Rp 3.000.000,00
Biaya Bahan Baku Kayu Rp 18.750.000,00
Biaya Penggergajian Rp 800.000,00
Biaya Angkut Pembelian Bahan Baku Rp 200.000,00
Total Biaya Bahan Baku Rp 19.750.000,00
Jumlah Produksi 250 Unit
Biaya Bahan Baku Per Unit Rp 79.000,00
Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah
2) Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang secara
langsung terlibat dalam proses produksi mebel yang meliputi
pekerjaan mempersiapkan dan mengoven bahan baku, membuat
komponen, merakit, finishing dan service. Perhitungan biaya tenaga
kerja langsung dilakukan dengan menjumlah semua biaya gaji
masing-masing bagian dikalikan dengan hari kerja untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menghasilkan produk yang diinginkan kemudian dibagi dengan
jumlah produk yang dihasilkan. Berdasarkan wawancara tanggal 31
Mei 2012, ibu Ari menyebutkan bahwa sistem penggajian karyawan
dihitung dengan mengalikan hari kerja karyawan dengan tarif gaji
tiap-tiap bagian, dimana tiap-tiap bagian mempunyai tarif yang
berbeda-beda, Ibu Ari menyebutkan:
“Tidak sama mbak, gaji untuk tiap-tiap karyawan ituberbeda-beda sesuai dengan jumlah hari kerjanya, dan tergantungtiap bagiannya. Pada bagian yang tugasnya lebih berat, otomatistarifnya juga lebih besar, begitu sebaliknya, mbak.”
Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka berikut adalah
tarif penggajian pada tiap-tiap bagian yang dilakukan oleh Aristo
Furniture.
Tabel 4.10 Sistem Penggajian Tenaga Kerja Aristo Furniture
Bagian Upah Per hari
Penggergajian Rp 25.000,00
Pengovenan Rp 25.000,00
Komponen Rp 30.000,00
Perakitan Rp 30.000,00
Finishing Rp 20.000,00
Service Rp 20.000,00
Quality Control Rp 30.000,00
Administrasi Rp 30.000,00Sumber: Data Aristo Furniture
Secara lebih rinci, berikut perhitungan biaya tenaga kerja
langsung:
Tabel 4. 11 Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung
Bagian JumlahKaryawan
HariKerja
Upah Perhari (Rp)
Total Gaji(Rp)
Penggergajian 2 1 Rp 25.000,00 Rp 50.000,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Komponen 10 7 Rp 30.000,00 Rp 2.100.000,00
Pengovenan 2 7 Rp 25.000,00 Rp 350.000,00
Perakitan 8 7 Rp 30.000,00 Rp 1.680.000,00
Finishing 6 4 Rp 20.000,00 Rp 480.000,00
Service 3 2 Rp 20.000,00 Rp 120.000,00
Jumlah Biaya Tenaga Kerja Langsung R 4.780.000,00Jumlah Produk yang dihasilkan 250 Unit
Biaya Tenaga Kerja Langsung Per Unit Rp 19.120,00
Sumber : Data Aristo Furniture yang telah diolah.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa biaya tenaga
kerja langsung merupakan akumulasi dari biaya tenaga kerja langsung
dari tiap-tiap bagian yang kemudian dikalikan dengan jumlah hari
kerja dan totalnya dibagi dengan jumlah kursi yang dihasilkan.
Pemberian gaji untuk tiap-tiap tenaga kerja berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan oleh tiap-tiap
tenaga kerja.
b. Sumber daya dan biaya tidak langsung
1) Identifikasi Aktivitas
Aktivitas yang diakibatkan penggunaan sumber daya tidak
langsung dapat dikelompokan berdasarkan hierarki aktivitas dan
pemicu biayanya. Hierarki aktivitas dalam metode Activity Based
Costing System terdiri dari empat level aktivitas, yaitu Unit Level
Activity, batch Level activity, Product Sustaining Activity, dan Facility
Sustaining Activity.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4. 12 Identifikasi Aktivitas dan Biaya tak Langsung
Pool Biaya TidakLangsung
Bahan PenolongOven Listrik
BTKTLTransportasi
Lem Sekrup QualityControl Administrasi Pengemudi
Hierarki aktivitas Unit LevelActivity
Unit LevelActivity
Batch LevelActivity
Batch LevelActivity
Batch LevelActivity
Batch LevelActivity
Batch LevelActivity
Batch LevelActivity
Cost Driver JU JA KwH HK JA
Dasar alokasi Biaya 10 Kg 25 Bungkus 1 Rit 700 3 Hari/2 Orang 3 Hari 8 Hari 100 LiterRp
21.000,00 Rp 3.500,00 Rp450.000,00 Rp 795,00 Rp 30.000,00 Rp 30.000,00 Rp
30.000,00 Rp 4.500,00
Total BiayaTidak Langsung Rp 210.000,00 Rp 87.500,00 Rp 450.000,00 Rp 556.500,00 Rp 180.000,00 Rp 90.000,00 Rp 240.000,00 Rp 450.000,00
Keterangan:
JA = Jumlah Aktivitas
KwH =Kilowatt Hour
HK = Hari Kerja
JT = Jumlah Liter
JU = Jumlah Unit
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a) Unit Level Activity Cost
Merupakan biaya yang ditimbulkan dari aktivitas pada
level unit sebagai akibat penggunaan sumber daya oleh aktivitas
tersebut. Aktivitas yang ditimbulkan pada level ini adalah
penggunaan bahan penolong sehingga biaya yang ditimbulkan
pada aktivitas ini adalah biaya bahan penolong. Dalam proses
produksi Kursi Jepang ini bahan penolong yang digunakan adalah
lem dan sekrup yang menghabiskan masing-masing 10Kg untuk
lem yang harganya Rp 21.000,00/Kg, totalnya adalah
Rp 210.000,00. Sedangkan sekrup yang digunakan menghabiskan
25 bungkus dengan harga perbungkus Rp 3.500,00 sehingga total
biaya adalah Rp 87.500,00.
b)Batch Level Activity Cost
Batch level activities Cost ( biaya aktivitas tingkat
batch), yaitu biaya aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu
batch produk di produksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi
oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Batch level activity
cost meliputi:
(1) Biaya Oven Komponen
Proses pengovenan komponen membutuhkan
dilakukan untuk mengurangi kadar air atau getah yang
terdapat di dalam kayu. Pengovenan komponen ini
membutuhkan pemakaian bahan bakar oven kayu yang
berupa kayu bakar limbah pembuatan Kursi Jepang.
Pemakaian kayu bakar ini sekitar 1 rit kayu bakar yang
harganya Rp 450.000,00.
(2) Biaya Listrik
Listrik yang digunakan dalam proses produksi
adalah listrik yang berasal dari PLN. Hampir semua peralatan
yang digunakan bertenaga listrik sehingga penggunaan listrik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
dalam proses produksi ini cukup besar. Dalam sehari, Aristo
Furniture bisa menggunakan rata-rata 50Kwh dengan tarif
dasar listrik Rp 795,00, sehingga selama memproduksi Kursi
Jepang dalam waktu 14 hari, biaya listrik yang harus
dikeluarkan senilai Rp 556.500,00.
(3) Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
Tenaga kerja tidak langsung merupakan tenaga kerja
yang tidak secara langsung terlibat dalam proses produksi
Kursi Jepang. Biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas
penggunaan tenaga kerja tidak langsung disebut sebagai
biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja tidak
langsung ini terdiri dari tenaga kerja bagian quality control,
tenaga kerja bagian administrasi dan pengemudi. Biaya
tenaga kerja tidak langsung ditetapkan berdasarkan hari kerja
dan tarif gaji per hari berdasarkan bagian masing-masing
tenaga kerja. Biaya tenaga kerja bagian quality control
jumlahnya Rp 180.000,00 dan bagian administrasi dan
keuangan sejumlah Rp 60.000,00 sedangkan untuk biaya gaji
pengemudi Rp 420.000,00.
(4) Biaya Transportasi
Aktivitas transportasi yang menimbulkan biaya
transportasi terdiri dari aktivitas pengadaan bahan,
pengiriman barang dan transportasi lainnya yang menunjang
aktivitas produksi mebel. Berdasarkan catatan pengeluaran
biaya-biaya yang dilakukan oleh Saudara Iswanto, aktivitas
ini menghabiskan kira-kira 100 Liter bahan bakar premium
yang totalnya Rp 450.000,00.
2) Pengelompokan Aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Aktivitas yang menimbulkan konsumsi pada sumber daya
tidak langsung secara bersama dalam proses produksi Kursi Jepang
dapat dikelompokkan dalam satu kelompok. Biaya aktivitas yang
timbul merupakan biaya overhead bersama yang dikelompokkan
dalam satu kelompok biaya berdasarkan cost driver (pemicu biaya).
Tabel 4. 13 Pengelompokan Aktivitas Berdasarkan Pemicu Biaya
Sumber Daya TidakLangsung Aktivitas Pemicu
BiayaBiaya Bahan Penolong Penggunaan bahan penolong JUBiaya Oven Pengeringan kayu JABiaya Listrik Penggunaan Listrik KwH
Biaya Tenaga KerjaTidak Langsung
Pengontrolan kualitas barang HKPengelolaan administrasi dankeuangan HKPengangkutan bahan HK
Biaya Transportasi Transportasi perusahaan JLKeterangan: JU = Jumlah Unit
JA = Jumlah Aktivitas
KwH = Kilowatt Hour
HK = Hari Kerja
JL = Jumlah Liter
Biaya tidak langsung atau overhead pabrik memiliki pemicu
biaya yang berbeda-beda sehingga perlu untuk dikelompokkan
berdasarkan pemicu biaya masing-masing. Kemudian biaya tersebut
dibebankan kedalam masing-masing aktivitas dari tahapan produksi
berdasarkan pemicu biayanya. Pengelompokan pembebanan tersebut
akan dilakukan sebagai berikut:
a) Kelompok Biaya 1
Kelompok biaya 1 merupakan kelompok biaya aktivitas
yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung
berdasarkan pada pemicu biaya jumlah unit yang diproduksi oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
perusahaan. Pengelompokkan biaya berdasarkan aktivitas tersebut
adalah:
Tabel 4. 14 Pengelompokan Dan Pembebanan BiayaOverhead
Pabrik Berdasarkan Pemicu Biaya Jumlah Unit
Biaya Bahan Penolong Jumlah
Lem Rp 210.000,00
Sekrup Rp 87.500,00
Total Rp 297.500,00Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
b)Kelompok Biaya 2
Pada kelompok 2 ini biaya aktivitas yang timbul akibat
penggunaan sumber daya berdasarkan pemicu biaya jumlah
aktivitas. Aktivitas yang menimulkan biaya adalah pengovenan
kayu dimana pemicu biayanya adalah Rit. Rit merupakan satuan
hitung untuk kayu yang sudah dalam bentuk potongan. Satu kali
kegiatan pengovenan membutuhkan 1 Rit bahan bakar kayu.
Pengelompokan aktivitas ini seperti:
Tabel 4. 15 Pengelompokan Dan Pembebanan Biaya Overhead
Pabrik Berdasarkan Pemicu Biaya Jumlah Aktivitas
Aktivitas Biaya Aktivitas
Pengovenan / pengeringan kayu Rp 450.000,00
Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
c) Kelompok Biaya 3
Pada kelompok 3 ini biaya aktivitas tang timbul akibat
penggunaan sumber daya berdasarkan pemicu biaya KwH
(Kilowatt Hour). Pengelompokan aktivitas ni seperti:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Tabel 4. 16 Pengelompokan Dan Pembebanan Biaya Overhead
Pabrik Berdasarkan Pemicu Biaya KwH
Aktivitas TDL JumlahListrik
BiayaAktivitas
Pemakaian Listrik Rp 795,00 700 KwH Rp 556.500,00
Sumber: data Aristo Furniture yang telah diolah.
d)Kelompok Biaya 4
Kelompok biaya 4 terdiri dari biaya aktivitas yang
ditimbulkan oleh aktivitas penggunaan sumber daya yang
menggunakan pemicu biaya hari kerja. Pengelompokan ini terdiri
dari biaya tenaga kerja langsung yang pembagiannya sebagai
berikut:
Tabel 4. 17 Pengelompokan Dan Pembebanan BiayaOverhead
Pabrik Berdasarkan Pemicu Biaya Hari Kerja
Aktivitas Biaya Aktivitas
Pengontrolan kualitas barang Rp 180.000,00
Pengelolaan administrasi dan keuangan Rp 90.000,00
Pengangkutan bahan Rp 240.000,00
Total Rp 510.000,00
Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
e) Kelompok Biaya 5
Kelompok ini merupakan kelompok biaya aktivitas yang
timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung
berdasarkan pada pemicu biaya jumlah unit yang diproduksi oleh
perusahaan. Pengelompokkan biaya berdasarkan aktivitas tersebut
adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 4. 18 Pengelompokan Dan Pembebanan BiayaOverhead
Pabrik Berdasarkan Pemicu Biaya Jumlah Liter
Aktivitas Biaya Aktivitas
Transportasi perusahaan Rp 450.000,00
Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
3) Penghitungan Tarif Biaya
Tarif biaya overhead pabrik merupakan pembagian antara
jumlah biaya overhead pabrik yang homogen atau sejenis dalam satu
kelompok dengan jumlah konsumsi pemicu biayanya masing-masing.
Hasil pembagian tersebut dinamakan tarif kelompok biaya overhead
pabrik. Perhitungan tarif kelompok biaya overhead pabrik untuk
produksi Kursi Jepang pada Aristo Furnitutre yaitu:
Tabel 4. 19 Perhitungan Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik
KelompokBiaya Nilai Biaya Pemicu
Biaya Tarif Biaya
Kelompok 1 Rp 297.500,00 250 Unit Rp 1.190,00
Kelompok 2 Rp 450.000,00 1 JA Rp450.000,00
Kelompok 3 Rp 556.500,00 700 KwH Rp 795,00
Kelompok 4 Rp 510.000,00 17 HK Rp 30.000,00
Kelompok 5 Rp 450.000,00 100 JL Rp 4.500,00
Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
4) Pengalokasian biaya
Pengalokasian biaya dilakukan setelah diketahui jumlah tarif
kelompok kemudian dilakukan pengalokasian biaya ke produk.
Pengalokasian dilakuakn dengan mengalikan tarif kelompok biaya dan
aktivitas yang dikonsumsi oleh produk. Berikut ini adalah perhitungan
alokasi biaya overhead pabrik ke produk :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 4. 20 Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Pabrik ke
Produk
Kelompok Biaya KonsumsiPemicu
Tarif PerPemicu Jumlah BOP Per
Unit
Kelompok Biaya 1 250 Unit Rp 1.190,00 Rp 297.500,00 Rp 1.190,00
Kelompok Biaya 2 1 JA Rp 450.000,00 Rp 450.000,00 Rp 1.800,00
Kelompok Biaya 3 700 KwH Rp 795,00 Rp 556.500,00 Rp 2.226,00
Kelompok Biaya 4 17 HK Rp 30.000,00 Rp 510.000,00 Rp 2.040,00
Kelompok Biaya 5 100 JL Rp 4.500,00 Rp 450.000,00 Rp 1.800,00
Total BOP Rp 2.264.000,00 Rp 9.056 ,00
Sumber: Data Aristo Furniture yang telah diolah.
5) Perhitungan Harga Pokok Produksi
Setelah diketahui biaya overhead pabrik, kemudian dapat
diketahui besarnya harga pokok produksi Kursi Jepang. Harga pokok
produksi Kursi Jepang didapat dengan menjumlahkan biaya langsung
dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dai biaya bahan baku
(BBB) dan biaya tenaga kerja langsung (BTKL), sedangkan biaya
tidak langsung terdiri dari biaya overhead pabrik (BOP). Perhitungan
harga pokok produksi Kursi Jepang yaitu:
Tabel 4. 21 Perhitungan Harga Pokok Produksi Kursi Jepang
Keterangan Biaya Total Per Unit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Biaya Langsung
Biaya Bahan Baku Rp 19.750.000,00 Rp 79.000,00
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 4.780.000,00 Rp 19.120,00
Biaya Tidak Langsung
Biaya Overhead Pabrik:
Biaya Bahan Penolong Rp 297.500,00 Rp 1.190,00
Biaya Oven Rp 450.000,00 Rp 1.800,00
Biaya Listrik Rp 556.500,00 Rp 2.226,00
Biaya Tenaga kerja tak langsung Rp 510.000,00 Rp 2.040,00
Biaya Transportasi Rp 450.000,00 Rp 1.800,00
Total Biaya Rp 26.794.000,00 Rp 107.176,00
Perhitungan harga pokok produksi denga menggunakan
metode activity menghasilkan perhitungan harga pokok produk Kursi
Jepang dengan harga per unit Rp107.176,00 dengan jumlah produksi
250 unit sehingga total harga pokok untuk secara keseluruhan adalah
Rp 26.794.000,00.
3. Perbandingan Perhitungan Harga Pokok yang Dilakukan oleh Perajin
Mebel Desa Serenan dengan Metode Activity Based Costing System
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tentang
penerapan harga pokok produksi dengan menggunakan metode Activity Based
Costing System dan berdasarkan hasil perhitungan harga pokok produk dengan
menggunakan metode yang dilakukan perusahaan dan dengan activity based
costing system, terdapat perbedaan antara kedua hasil perhitungan harga pokok
pada produk yang sama. Perbedaan tersebut menyangkut tentang penentuan
biaya, pengalokasian biaya, perhitunagn biaya, maupun hasil perhitungan harga
pokok. Perbedaan perhitungan harga pokok antara yang menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
seperti yang diterapkan perajin mebel desa Serenan dengan metode Activity
Based Costing System sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4. 22 Perbandingan Antara Perhitungan Harga Pokok Pokok Produk Metode Perajin Mebel Desa Serenan dengan
Metode Activity Based Costing System
PerbedaanMetode Perajin Mebel Desa
SerenanMetode Activity Based Costing
SystemSelisih
NilaiPersentase
Total Per Unit Total Per Unit Total Per Unit
Biaya Bahan Baku Rp 20.500.000,00 Rp 82.000,00 Rp 19.750.000,00 Rp 79.000,00 -Rp 750.000,00 -Rp 3.000,00 3,80%
Biaya Tenaga KerjaLangsung Rp 5.000.000,00 Rp 20.000,00 Rp 4.780.000,00 Rp 19.120,00 -Rp 220.000,00 -Rp 880,00 4,60%
Biaya Overhead Pabrik - Rp 2.264.000,00 Rp 9.056,00 Rp 2.264.000,00 Rp 9.056,00 -100%
Total Biaya Rp 25.500.000,00 Rp 102.000,00 Rp 26.794.000,00 Rp 107.176,00 Rp 1.294.000,00 Rp 5.176,00 4,83%
78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Penjelasan:
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku yang ditetapkan dengan dua metode, terdapat
selisih yang tidak terlalu besar. Penetapan biaya bahan baku dengan
menggunakan metode yang diterapkan oleh perajin mebel desa serenan
sebesar Rp 82.000,00 yang terdiri dari biaya bahan baku senilai
Rp 80.000,00 dan biaya bahan penolong yang dihitung jadi satu dengan
biaya bahan baku senilai Rp 2.000,00. Sedangkan berdasarkan perhitungan
dengan menggunakan metode Activity Based Costing System menunjukan
biaya bahan baku senilai Rp 79.000,00. Selisih ini terjadi karena
perhitungan biaya bahan baku yang dilakukan oleh perajin mebel rata-rata
hanya berdasarkan perkiraan, sedangkan perhitungan biaya bahan baku
dengan menggunakan metode Activity Based Costing System dilakukan
secara mendetail dengan memperhitungkan setiap volume kayu yang
benar-benar digunakan beserta perhitungan biaya-biaya lain yang
berhubungan dengan penyiapan bahan baku. Selisih biaya bahan baku
sebesar Rp 3.000,00 (overcosting) atau sebesar Rp 3,8% dari biaya bahan
baku dengan perhitungan dengan biaya bahan baku.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Perhitungan biaya tenaga kerja langsung terdapat selisih sebesar
Rp 880,00 atau terjadi overcosting antara biaya tenaga kerja langsung yang
di tetapkan menggunakan metode perhitungan harga pokok produk yang
diterapkan perajin mebel desa serenan dengan menggunakan metode
activity based costing system. Biaya tenaga kerja langsung dengan
menggunakan metode yang diterapkan perajin mebel desa serenan senilai
Rp 20.000,00 dan metode Activity Based Costing System senilai
Rp 19.120,00. Selisih hasil perhitungan ini terjadi karena seperti halnya
perhitungan biaya bahan baku, perhitungan biaya tenaga kerja langsung ini
juga didasarkan pada perkiraan dan tingkat kesulitan pembuatan produk
Kursi Jepang. Perhitungan dengan menggunakan metode Activity Based
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Costing System dilakukan dengan menghitung tarif gaji tiap-tiap bagian
dikalikan dengan jumlah tenaga kerja tiap bagian dan hari kerja kemudian
hasilnya dibagi dengan jumlah produksi. Hal ini tentu akan memberikan
informasi biaya yang akurat.
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead parik pada perhitungan harga pokok dengan
menggunakan metode yang diterapkan oleh perajin mebel desa serenan
tidak di hitung walaupun sebenarnya ada, yaitu berupa biaya bahan
penolong yang dijadikan satu dengan biaya bahan baku yaitu senilai
Rp 2.000,00. Pada perhitungan harga pokok dengan menggunakan metode
Activity Based Costing System, biaya overhead pabrik dihitung secara rinci
dan dibebankan berdasarkan pemicu biaya. Sehingga terdapat selisih
perhitungan biaya overhead pabrik senilai Rp 2.264.000,00. Biaya
overhead pabrik untuk Kursi Jepang ini terdiri dari biaya bahan penolong
senilai Rp 297.500,00, biaya oven senilai Rp 450.000,00, biaya listrik
senilai Rp 556.500,00, biaya tenaga kerja tidak langsung senilai
Rp 510.000,00 dan biaya transportasi senilai Rp 450.000,00.
d. Total Biaya
Perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode
yang diterapkan oleh perajin desa Serenan menghasilkan harga pokok
produk per unit senilai Rp 102.000,00 atau total keseluruhannya senilai
Rp 25.500.000,00, sedangkan perhitungan dengan menggunakan Activity
Based Costing System menghasilkan perhitungan harga pokok produk
senilai Rp 107.176,00 dan totalnya sebesar Rp 26.794.000,00. Secara
keseluruhan terjadi undercosting atas perhitungan harga pokok produk
dengan menggunakan metode yang diterapkan oleh perajin mebel desa
serenan terhadap perhitungan dengan menggunakan Activity Based
Costing System.
Perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan Activity Based
Costing System secara keseluruhan menghasilkan perhitungan harga pokok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
produk Kursi Jepang per unit yang lebih besar bila dibandingkan dengan
perhitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode yang diterapkan
perajin mebel desa Serenan. Perhitungan harga pokok produk dengan
menggunakan metode Activity Based Costing System memberikan hasil
perhitungan yang lebih besar mencerminkan bahwa setiap aktivitas yang
menimbulkan biaya secara nyata dicatat dan dihitung serta dialokasikan pada tiap
proses produsi. Hal ini dapat memberikan informasi biaya yang akurat sehingga
dapat digunakan oleh perajin mebel desa serenan untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pada proses produksinya.
Metode perhitungan harga pokok produk yang selama ini digunakan oleh
perajin mebel desa Serenan menghasilkan perhitungan harga yang lebih rendah
dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produk dengan metode Activity
Based Costing System. Perhitungan yang dilakukan perajin untuk menetapkan
harga pokok produksi tidak secara rinci menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan produk. Biaya-biaya yang ditimbulkan oleh setiap aktivitas
yang dilakukan untuk memproduksi barang hanya dihitung berdasarkan perkiraan
atau estimasi perajin dan dikelompokkan dalam biaya-biaya lain. Hal ini
menyebabkan informasi perhitungan harga pokok produksi tidak akurat dan dan
menjadi lebih rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah terkumpul dan pembahasan yang
telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis menarik simpulan sebagai
berikut:
1. Perajin mebel desa Serenan telah menerapkan perhitungan harga pokok pada
setiap produk yang dihasilkan dari kegiatan produksinya. Perhitungan harga
pokok produk yang dilakukan oleh perajin mebel desa Serenan telah menjadi
rumusan yang cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan tiap
komponen perhitungan harga pokok yang terdiri dari biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja. Perhitungan harga pokok produk Kursi Jepang yang
dilakukan oleh bapak Supriyanto menghasilkan total harga pokok senilai
Rp25.500.000,00 atau Rp102.000,00 per unit. Rincian biaya perhitungan
harga pokok tersebut adalah:
a. Biaya bahan baku senilai Rp80.000 di tambah biaya pendukung senilai
Rp2.000,00, sehingga total biaya bahan baku per unitnya Rp82.000,00
dan jumlah biaya bahan baku untuk memproduksi seluruh Kursi Jepang
adalah Rp 20.500.000,00.
b. Biaya tenaga kerja yang dikenakan adalah Rp 20.000,00 tiap unit sehingga
total biaya tenaga kerja adalah Rp 5.000,00.
2. Perhitungan harga pokok Kursi Jepang dengan menggunakan metode Activity
Based Costing System dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama,
biaya ditelusur ke aktivitas yang menimbulkan biaya kemudian dikelompokan
pada kelompok yang sejenis untuk menghitung tarif overhead kelompok.
Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk
dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap I dan ukuran
jumlah sumber daya yang dikonsumsi setiap produk kemudian harga pokok
produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
kerja langsung dan biaya overhead pabrik dibagi dengan jumlah unit produk
yang dihasilkan. Perhitungan harga pokok produk Kursi Jepang dengan
menggunakan metode Activity Based costing system menghasilkan
perhitungan harga pokok per unit sebesar Rp107.176,00 sehingga totalnya
Rp 26.794.000,00. Perhitungan ini terdiri dari:
a. Biaya langsung yang terdiri dari biaya bahan baku senilai Rp79.000,00 per
unit atau totalnya Rp 19.750.000,00 dan biaya tenaga kerja langsung
sebesar Rp19.120,00 per unitnya sehingga totalnya Rp4.780.000,00.
b. Biaya tidak langsung yang hanya terdiri dari biaya overhead pabrik (BOP)
senilai Rp 2.264.000,00 atau Rp 9.056,00 per unitnya yang terdiri dari
biaya bahan penolong sebesar Rp 1.190,00, biaya oven sebesar Rp
1.800,00, biaya listrik Rp 2.226,00, biaya tenaga kerja tidak langsung
sebesarRp 2.040,00 dan biaya transportasi sebesar Rp 1.800,00.
3. Perhitungan harga pokok produk Kursi Jepang dengan menggunakan dua
metode perhitungan harga pokok ternyata menghasilkan dua perhitungan
harga pokok yang berdeda. Metode Activity Based Costing System
menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang lebih besar
dibandingkan metode yang digunakan perajin mebel, hal ini terjadi karena
biaya-biaya yang dikeluarkan dibebankan secara lebih rinci ke dalam produk.
Hal ini membuat harga pokok produksi yang dihasilkan menceminkan
penggunaan biaya yang sesungguhnya terjadi. Perhitungan harga pokok
produk dengan menggunakan metode yang diterapkan oleh perajin mebel
desa Serenan yang dilakukan oleh bapak Supriyanto menghasilkan
perhitungan harga pokok Kursi Jepang senilai Rp102.000,00 per unit,
sedangkan dengan menggunakan metode Activity Based Costing System
menghasilkan perhitungan senilai Rp107.176,00 per unitnya dengan kata lain
terjadi undercosting atas perhitungan harga pokok yang dilakukan perajin
terhadap perhitungan harga pokok dengan menggunakan metode Activity
Based Costing System, yang disebabkan karena pada perhitungan harga
pokok yang dilakukan oleh perajin hanya memperhitungkan biaya bahan baku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dan biaya tenaga kerja langsung saja yang masing-masing senilai Rp
82.000,00 dan Rp 20.000,00, sedangkan pada perhitungan dengan metode
Activity Based Costing System, setiap biaya yang dikeluarkan diperhitungkan,
seperti biaya bahan baku Rp 79.000,00, biaya tenaga kerja langsung sebesar
Rp19.120,00, dan biaya overhead pabrik senilai Rp 9.056,00 yang terdiri dari
biaya bahan penolong sebesar Rp 1.190,00, biaya oven sebesar Rp 1.800,00,
biaya listrik Rp 2.226,00, biaya tenaga kerja tidak langsung sebesar Rp
2.040,00 dan biaya transportasi sebesar Rp 1.800,00. Perhitungan harga
pokok produk dengan menggunakan metode Activity Based Costing System
memberikan hasil perhitungan yang lebih besar, hal ini mencerminkan bahwa
setiap aktivitas yang menimbulkan biaya secara nyata dicatat dan dihitung
serta dialokasikan pada tiap proses produsi.
B. IMPLIKASI
1. Implikasi TeoritisBerdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
antara penentuan harga pokok kursi Jepang dengan menggunakan metode yang
diterapkan oleh perajin mebel desa Serenan dengan perhitungan harga pokok
menggunakan metode Activity Based Costing System. Metode Activity Based
Costing System dapat menentukan harga pokok Kursi Jepang dengan perhitungan
yang lebih akurat dibandingkan dengan perhitungan yang diterapkan oleh perajin
mebel desa Serenan karena setiap biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas untuk
memproduksi Kursi Jepang dirinci dan diperhitungkan dengan cermat sehingga
dapat memberikan informasi biaya secara jelas. Hasil penelitian tersebut selaras
dengan teori yang dikemukakan oleh Mulyadi (2003) dalam bukunya yang
berjudul “Activity Based Costing System”, beliau menyatakan bahwa ABC
System memberikan perhitungan secara akurat. Hasil penelitian ini juga
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Andjarwani Putri Widjajanti tahun
2007 dalam jurnalnya yang berjudul “Evaluasi Penerapan Activity Based
Costing System Sebagai Alternatif Sistem Biaya Tradisional Dalam
Penentuan Harga Pokok Produksi” dimana penerapan perhitungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
menggunakan metode Activity Based Costing System memberikan perhitungan
harga pokok yang lebih akurat karena Activity Based Costing System dapat
memilahkan biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi secara lebih
terperinci. Selain itu hasil penelitian Fieda Femala dalam skripsinya yang
berjudul Penerapan Metode Activity Based Costing System Dalam
Menentukan Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Pada RSUD Kabupaten
Batang), mengungkapkan bahawa perhitungan Activity Based Costing System
mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap objek biaya secara tepat
berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas sehingga perhitungan harga
pokok produk menjadi akurat.
2. Implikasi Praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penerapan
Activity Based Costing System sebagai alternatif penentuan harga pokok
mebel pada perajin mebel desa Serenan dapat memberikan perhitungan harga
pokok yang lebih akurat karena setiap aktivitas yang menimbulkan biaya
didentifikasi dan diperhitungkan dengan benar. Selain itu juga memberikan
perhitungan terhadap biaya-biaya scara tepat sesuai dengan konsumsi biaya
oleh aktivitas produksi sehingga memberikan informasi biaya secara akurat
yang kemudian dapat memberikan dasar pertimbangan untuk pengambilan
keputusan baik mengenai penentuan laba, harga jual maupun efisiensi kerja.
C. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi diatas, penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Perajin mebel, termasuk Aristo furniture hendaknya melakukan identifikasi
setiap aktivitas yang menimbulkan biaya kemudian merinci setiap biaya yang
dikeluarkan untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan harga
pokok.
2. Dalam penentuan harga pokok para perajin mebel bisa menerapkan Activity
Based Costing System sebagai alternatif penentuan harga pokok produk.
Penggunaan metode Activity Based Costing System bisa menjadi solusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
altematif penetapan harga pokok produksi untuk perajin mebel yang ingin
mendapatkan perhitungan biaya yang lebih akurat karena dengan perhitugan
biaya yang akurat informasi untuk penetapan harga jual dapat ditentukan
dengan efektif juga sehingga laba yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan
biaya yang telah dikeluarkan.