Post on 04-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dari
sedemikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari.
Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat
endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih
sering menderita osteoarthritis, osteoporosis, arthritis gout, dan berbagai patah
tulang yang sering terjadi pada lansia juga sehingga penggantian sendi melalui
tindakan bedah, farmakologi, ataupun dengan menggunakan alat bantu jalan.
Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut,
perubahan-perubahan seiring dengan pertambahan usia yang timbul pada otot,
tulang, persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui.
Pada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan
kalsium tubuh, serta perlambatan remodelling dari tulang. Massa tulang akan
mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun).
Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause.
Dengan menambah aktivitas tubuh, dapat memperlambat proses kehilangan
massa tulang, bahkan mengembalikannya secara temporer. Tetapi, tidak
terdapat bukti nyata bahwa aktivitas yang intensif dapat mencegah secara
sempurna kehilangan massa tulang tersebut. Latihan yang teratur hanya dapat
memperlambat laju kehilangan massa tulang. Dengan demikian, hanya mereka
yang mampu hidup pada usia yang sangat lanjut yang mungkin akan menderita
berbagai komplikasi dari hilangnya massa tulang seperti osteoporosis dan
fraktur.
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,
melindungi,dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya.
Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang
mencakup kulit, rambut,, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin “integumentum“, yang
berarti “penutup”.
Gangguan integumen yang biasanya sering ditemui pada lansia adalah
kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastik
karena menurunnya cairan dan kehilangan jaringan adiposa, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki
menjadi lebih tebal dan rapuh, pada wanita usia lebih dari 60 tahun rambut
wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut kelabu.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum dalam makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami perubahan fisik tingkat integumen dan muskuloskaletal pada
lansia.
b. Tujuan khusus
- Mahasiswa UIM Makassar jurusan keperawatan dapat mengetahui dan
memahami perubahan fisik tingkat integumen pada lansia.
- Mahasiswa UIM Makassar jurusan keperawatan dapat mengetahui
perubahan fisik tingkat muskuloskaletal pada lansia.
C. Manfaat Makalah
Bermanfaat untuk membantu serta membimbing mahasiswa dalam
belajar memahami konsep mengenai keperawatan lansia/gerontik khususnya
mengenai perubahan fisik tingkat integumen dan muskuloskaletal pada lansia..
Selain itu juga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa yang
sedang belajar tentang keperawatan gerontik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Muskuloskeletal
1. Definisi
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang
akan terus menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang
bersifat mental psikologis dan social, neskipun dalam kenyataannya terdapat
perbedaan anatar satu orang dengan orang lainnya (Departemen Sosial RI,
2002)
Perubahan normal musculoskeletal adalah perubahan yang terkait usia
pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan
lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang
lambat, pengurangan kekuatan dan kekauan sendi- sendi.
2. Masalah Muskuloskeletal yang sering terjadi
a. Osteoporosis
1) Definisi
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangya masa tulang
sedemikian sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah.
WHO memberikan definisi terakhir sbb: Adalah penurunan masa
tulang lebih 2,5 kali standar deviasi masa tulang rata-rata dari populasi
usia muda disertai perubahan pada mikro-arsitektus tulang yang
menyebabkan tulang lebih mudah patah.
2) Klasifikasi
Menurut pembagian dapat dibedakan atas : (Peck, 1989;
Chestnut, 1989)
a) Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit
lain, yang dibedakan atas:
- Osteoporosis tipe I (pasca menopause),yang kehilangan tulang
terutama dibagian trabekula.
- Osteoporosis tipe II (senelis),terutama kehilangan massa tulang
daerah korteks
- Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan
penyebab tak diketahui
b) Osteoporosis sekunder,yang terjadi pada usia muda dengan
penyebab tidak di ketahui.
3) Gambaran klinik
Gejala usia lanjut bervariasi,beberapa tidak menunjukkan
gejala,yang sering kali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri
punggung,yang sering kali akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih
vertebra.Nyeri seringkali dipicu oleh adanya stress fisik ,sering kali
akan hilang sendirinya setelah 4-6 minggu. Penderita lain mungkin
datang dengan gejala patah tulang,turunnya tinggi badan, bungkuk
punggung (Dowager’s hump),yaitu suatu deformitas akibat kolaps dan
fraktur pada vertebra torakal tengah .Fraktur yang mengenai leher
femur dan radius sering terjadi. Sekitar 30% wanita dengan fraktur
leher femur menderita Osteoporosis ,dibandingkan hanya 15% pada
pria.Fraktur terjadi bukan saja karena osteoporosis ,tetapi juga karena
kecendrungan usia lanjut untuk jatuh.
4) Pemeriksaan lain
a) Pemeriksaan laboratorium (kadar kalsiun dan fosfat serum/urin )
b) Hidroksi prolin urin dan osteokalsin(bone-gla protein) dan pirolidin
cross-link urin.
c) Absorpsiometri foton tunggal maupun ganda dan sinar X (DEXA).
5) Penatalaksanaan
Penderita lanjut usia dengan fraktur osteoporosis terutama bila
akibat jatuh,memerlukan asesmen bertingkat,antara lain:
a) Asesmen mengenai sebab jatuh ,apa yang menyebabkannya
apakah akibat factor lingkungan,gangguan intra-atau ekstra serebral
dan lain sebagainya.
b) Asesmen mengenai osteoporosisnya ,primer atu
sekunder,manisfestasi di tempat lain.
c) Asesmen mengenai frakturnya .Operabel atau tidak ,kalau operable
harus dilakukan dengan pendekatan pada dokter bedah .Setelah
dilakukan operasi,tindakan rehabilitasi yang baik disertai
pemberian obat untuk upaya perbaikan osteoporosis bisa
dikerjakan.
d) Penatalaksanaan osteoporosisnya :
- Tindakan diebetik:diet tinggi kalsium (sayur hijau,dan lain-lain).
Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan.
- Olah raga. Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban
(weight bearing), misalnya jogging, berjalan cepat, dll. Lebih
baik dilakukan di bawah sinar matahari pagi karena membantu
pembuatan vitamin D.
- Obat-obatan. Yang membantu pembentukan tulang (steroid
anabolic, flourida). Yang mengurangi perusakan tulang
(estrogen, kalsium, dofosfonat, kalsitonin).
b. Osteomalasia
1) Defenisi
Adalah suatu penyakit tulang metabolic yang ditandai dengan
terjadinya kekurangan kalsifikasi matriks tulang yang normal.
Prevalensi pada usia lanjut diperkirakan 3,7%. Penyakit ini
disebabkan oleh kekurangan vitamin D oleh berbagai sebab.
2) Penyebab utamanya adalah:
a) Penyakit hati kronis, termasuk kholestasis
b) Penyakit ginjal
c) Malabsorbsi
d) Gastrektomi
e) Obat-obatan, antara lain barbiturat.
3) Gambaran klinik
Penderita mengeluh nyeri tekan tulang, kelemahan otot tampak
sakit. Nyeri, rasa sakit dan jatuh sering kali menyebabkan imobilitas.
Nyeri tulang sering terjadi pada tulang dada, punggung, paha dan
tungkai. Kelemahan otot terutama mengenai otot proksimal dan sering
menyebabkan penderita sukar bangkit dari kursi atau tempat tidur, dan
kadang-kadang disertai abnormalitas langkah yang lebar.
Pemeriksaaan lain yang penting meliputi biokimiawi tulang, radiologi,
scan isotop tulang dan biopsy tulang.
4) Pengobatan
Terapi osteomalasia adalah pemberian vitamin D yang dapat
diberikan peroral 3atau perenteral atau dengan meningkatkan produksi
vitamin D dengan penyinaran UV. Panderita usia lamjtu sering kali
mengkonsumsi diet yang kandungan kalsiumnya rendah, oleh karena
itu pada penderita inin pada penderita ini sebaiknya diberikan terapai
berupa tablet kalsium yang mengandung vitamin D atau kalsiferol oral
atau perenterla 1000-1500 unit perhari.
c. Fraktur
Pada usia lanjut sering terjadi hanya dengan trauma ringan atau
bahkan tanpa adanya kekerasan yang nyata, (Brocklehurst, 1987). Jenis
fraktur terutama sebagai akibat osteoporosis, terdapat tiga jenis fraktur
yaitu :
1) Fraktur leher femur
2) Fraktur colle
3) Fraktur kolumna vertebralis
d. Penyakit Radang Sendi: Artritis Reumatoid
1) Patofisiologi
Artritis adalah suatu penyakit kronis, sitemik, yang secara khas
berkembang perlahan- lahan dan ditandai oleh adanya radang yang
sering kambuh pada sendi- sendi diartrodial dan struktur yang
berhubungan. AR sering disertai dengan dodul- nodul rheumatoid,
arthritis, neuropati, skleritis, limfadenopati dan splenomegali. AR
ditandai oleh periode- periode remisi dan bertambah parahnya
penyakit.
2) Manifestasi Klinik
a) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membrane synovial
dan kelebihan produksi cairan synovial. Tidak ada perubahan yang
bersifat merusak terlihat pada radiografi.
b) Secara radiologi kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat
dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatsan gerak tetapi tidak
ada deformitas sendi.
c) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan
deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago
dan tulang.
d) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang
dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total.
Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti
nodula- nodula mungkin terjadi.
3) Penatalaksanaan
Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agens
antiinflamasi, obat yang dapat dipilih adalah aspirin. Namun, efek
antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet
per hari, yang dapat menyebabkan gejala siste,mgastrointestinal dan
system saraf pusat. Obat anti inflamasi non-steroid sangat bermanfaat,
tetapi dianjurkan untuk menggunakan dosis yang direkomendasikan
oleh pasbrik dan pemantauan efek samping secara hati- hati perlu
dilakukan. Terrapin kortikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi
mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi
secara cepat dihubungkan dengan nekrosisi dan penurunan kekuatan
tulang. Biasanya injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak
boleh diulangi lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan
umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu.
Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien
tentang sifat AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda
untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa
walaupunpengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi,
mereka harus pula mempertahankan peregerakan dan kekuatan untuk
mencegah deformitas sendi. Suatu origram aktivitas dan istirahat yang
seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada
sendi.
Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan pada sistem musculoskeletal
adalah sebagai berikut :
a. Kegiatan yang mampu dilakukan klien
b. Lingkungan yang tidak kondusif seperti penerangan yang kurang, lantai
yang licin, tersandung alas kaki yang kurang pas, kursi roda yang tidak
terkunci, jalan menurun/adanya tangga, dan lain-lain.
c. Mengkaji kekuatan otot
d. Kemampuan berjalan
e. Kebiasaan olahraga/senam
f. Kesulitan/ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan
sehari-hari.
2. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan pada lansia dengan gangguan pada sistem
musculoskeletal adalah sebagai berikut:
a. Gangguan aktivitas sehari-hari
b. Kurangnya perawatan diri
c. Imobilisasi
d. Kurangnya pengetahuan
e. Resiko cedera: jatuh
f. Cemas
g. Nyeri sendi dan tulang
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk lansia dengan gangguan sistem
musculoskeletal adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi factor-faktor penyebab
b. Anjurkan untuk menggunakan alat-alat bantu berjalan, misalnya tongkat,
atau kursi roda.
c. Gunakan kaca mata jika berjalan atau melakukan aktivitas
d. Lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan
e. Lakukan latihan gerak aktif dan pasif
f. Latih klien untuk pindah dari tempat tidur kekursi dan sebaliknya dari kursi
ke tempat tidur
g. Sediakan penerangan yang cukup
h. Sediakan pegangan pada tangga dan kamar mandi
i. Beri motivasi dan reinforcement
j. Pertahankan lingkungan yang aman.
k. Pertahankan kenyamanan, baik dalam keadaan istirahat maupun beraktivitas
l. Kolaborasi untuk pengobatan lebih lanjut
B. Sistem Integumen
1. Proses Penuaan Normal
a. Stratum Korneum
Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama
terdiri dari timbunan korneosit. Dengan peningkatan usia, jumlah
keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah,
tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel
menjadi lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama.
Penurunan kekohesivan sel dalam hubungannya dengan penggantian sel
beresiko terhadap lansia. Pelembab pada stratum korneum berkurang,
tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada
penampilan kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan
pemantulan cahaya menjadi tidak seimbang, yang menyebabkan kulit
kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudahan dan
kesehatan yang baik.
b. Epidermis
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring
penuaan sesorang. Namun, terdapat perlambatan dalam proses perbaikan
sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan
kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari
lapisan basal yang mengarah kebawah kedalam dermis. Pendataran dari
rete ridge tersebut mengurangi area kontak antara epidermis dan dermis,
menyebabkan mudah terjadi pemisahan antara lapisan-lapisan kulit ini.
Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat dan
merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat
mengelupas akibat penggunaan plester atau zat lain yang dapat
menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan
suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri
untuk mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang
tersisa mungkin tidak dapat derfungsi secara normal. Rambut mungkin
menjadi beruban, kulit mungkin mengalami pigmentasi yang tidak
merata, dan perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (UV) mungkin
menurun.
c. Dermis
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami
penurunan, dermis menjadi tipis, dan jumlah sel biasanya menurun.
Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan atau
penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan
penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia
30 tahun. Serabut elastis dan jaringan kolagen secara bertahap
dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan perubahan dalam
penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar
mata. Pada saat elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan
peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit ‘’melentur’’ ketika kulit
mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor
kulit hilang.
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah
kecil yang umumnya terdapat pada dermis yang memiliki vaskuler sangat
tinggi. Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel batang.
Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan
termoregulasi. Lansia oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk
mengalami hipertermia atau hipotermia.
d. Subkutis
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan
seiring dengan peningkatan usia. Hal ini turut berperan lebih lanjut
terhadap kelemahan kulit dan penampilan kulit yang
kendur/menggantung diatas tulang rangka. Penurunan lapisan lemak
terutama dapat dilihat secara jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis,
pembuluh darah menjadi lebih cenderung untuk mengalami trauma.
Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan pada abdomen baik pada
wanita dan pria, seperti halnya bagian paha pada wanita. Distribusi
kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut menimbulkan gangguan
fungsi perlindungan dari kulit tersebut.
2. Gangguan Sistem Integumen
a. Dekubitus
1) Definisi
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan
dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat
adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka
tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena
adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony
prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang
lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah
pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan
akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel
2) Etiologi
Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit
yang menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau
kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit
neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah,
Keadaan hidrasi/cairan tubuh.
Faktor Ekstrinsik:Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang
kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita
terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak
tepat, Perubahan posisi yang kurang.
3) Patofisiologi
Immobile atau terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan
berbaring (lebih dari 2 jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70
mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah
pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg),iskemik,nekrosis
jaringan kulit selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor
teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita
dengan posisi dengan setengah berbaring Faktor terlipatnya kulit akibat
gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga
seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya
4) Tanda dan Gejala, stadium dan komplikasi
Stadium Satu
- Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah
satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin
atau lebih hangat).
- perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
- perubahan sensasi (gatal atau nyeri) Pada orang yang berkulit putih,
luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis,
atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh,
atau membentuk lubang yang dangkal.
Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai
pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon.
Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam
stadium IV dari luka tekan.
5) Faktor resiko
- Mobilitas dan aktivitas
- Penurunan sensori persepsi
- Kelembapan
- Tenaga yang merobek (shear)
- Pergesekan ( friction)
- Nutrisi
- Usia
- Tekanan arteriolar yang rendah
- Stress emosional
- Merokok
- Temperatur kulit
Proses penyembuhan luka Prinsip-prinsip Perawatan Luka Ada dua
prinsip utama dalam perawatan luka: Prinsip pertama menyangkut
pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan)
dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan-
pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air
steril atau NaCl 0,9 %. Sedang luka basah dan mudah berdarah
dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot lembut dengan air
steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9 %. Jika
memungkinkan bisa direndam selama 10 menit dalam larutan kalium
permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter
air), atau dikompres larutan kalium permanganat 1:10.000 atau rivanol
1:1000 menggunakan kain kasa.
Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat
infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang sangat penting dalam
proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan
luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman
adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan
tidak menimbulkan reaksi alergi.
Lansia beresiko tinggi mengalami dekubitus karena adanya
perubahan nutrisi, perubahan sensasi untuk perlindungan terhadap
tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan diri, dukungan
dirumah tidak adekuat, inkontensia, defisit, mobilitas, dan perubahan
tingkat kesadaran . pada tahun 1992 – edisi pertama presure ulcers in
adult : prediction and prevention diterbitkan olek agency for health care
policy and research. Petunjuk ini sangat bermanfaat dalam menentuka
suatu program yang menyeluruh untuk mengidentifikasi individu yang
beresiko tinggi dan strategi awal untuk pencegahan dan pemeliharaan
integritas kulit.
Dekubitus terjadi terutama diatas tonjolan tulang tetapi munkin
juga terjadi padadaerah jaringan lain yang tertekan .tempat terpasangnya
slang , daerah di bawah restrain dan daerah jaringan lunak yang tertekan
oleh suatu traksi atau bidai adalah beberapa contoh lokasi non tulang
yang merupakan predisposisi terjadinya nekrosis akibat tekanan. Setiap
jaringan dapat mengalami ulserasi jika terpajan tekanan dari luar yang
lebih besar dibandingkan tekanan penutupan kapiler untuk jangka
panjang.
Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor
instrinsik maupun ekstrinsik. Pada saat tekanan terus berlanjut tanpa
interupsi, jaringan tersebut menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi yang
penting bagi metabolismesel dan kemudian sel mengalami hipoksia dan
membengkak.
Jika diberi tekanan pada titik ini , jaringan akan dipenuhi darah
karena pembuluh darah kapiler membesar dan daerah tersebut akan
berwarna kemerahan yang dikenal secara klinis sebagai hiperemia
regional.dalam keadaan ini area yang berada dibawah tekanan dapat
dengan sepenuhnya kembali kekondisi semula pada saat faktor resiko
telah dikenali dan dihilangkan dan tindakan pencegahan dimulai.
Namun , jika masalah tidak diketahui pada titik ini, tekanan tidak akan
dapat dihilangkan dan edema sel akan berkembang menjadi trombosis
pembuluh darah kecil, penurunan suplai oksigen yang lebih lanjut, dan
jaringan akan mulai mengalami ulserasi.
6) Manifestasi Klinik
Perubahan proliferia dan perbaikan sel. Ketika waktu perggantian
epidermal meningkat dan sel digantikan lebih lambat, penyembuhan luka
lebih panjang dan kemungkinan untik menderita trauma perkutan
meningkat. Penutupan luka yang lambat dapat mendorong ke arah
peningkatan resiko terjadinya infeksi sekunder karena adanya kerusakan
integritas kulit.infeksi sekunder sering kali terjadinya merupakan hasil
dari pertumbuhan stafilokokus atau streptokokus dari luka yang tercemar
dengan flora normal kulit. Pada saat kulit mengalami penipisan dan
kehilangan elastisitasnya, kulit menjadi suatu target untuk trauma. Secara
klinis, kulit mudah meregang oleh tekanan yang kecil akan tetapi,
kemudian berkerut dan kendur dari pada kembali lagi keposisi semula
setelah peregangan tersebut.hal ini lebih lanjut merupakan predisposisi
bagi individu untuk mengalami trauma. Lansia lebih rentan terhadap
ulserasi pada kulit dan struktur yang lebih dalam yang diakibatkan oleh
penekanan karena penurunan massa otot dan lemak padatubuhnya, juga
penuruna sensitivitas mereka terhadap tekanan dan nyeri.
Braden dan bergstrom menggambarkan suatu bagan konseptual
untuk menjelaskan keterkaitan antara faktor nutrisi, kelembapan, persepsi
sensori, aktivitas, mobilitas, dan gesekan gesekan pengelupasan kulit
dalam perkembangan dari luka akibat tekanan. Ketika cadangan nutrisi
habis, hanya sedikit nutrisi yang tersedia pada saat kondisi stress. Status
cairan menurun, dan massa otot rangka menurun, jaringan kehilangan
itegritas strukturalnya, dan ketika trauma terjadi. Kerusakan yang timbul
lambat untuk diperbaiki. Sirkulasi pembuluh darah perifer mengalami
penurunan, dan pompa pusat tidak mempunyai cadangan yang cukup
untuk menangani stress dan peningkatan permintaan dari perifer.
Penurunan dalam peredaran darah perifer dan hilangnya lemak subkutan
mengurangi perlindungan individu dari panas dan dingin.
Lansia mempunyai lebih sedikit kemampuan untuk mengisolasi
panas dan berkurangnya dasar kapiler untuk memfasilitasi pendinginan
melalui vasodilatasi.respon hiperemi terhadap tekanan lokal minkin
lambat atau tidak ada, mengkasilka iskemia jaringan yang diperpanjang
dan sebagai akibatnya timbul ulserasi. Insidensi edema dependen lebih
banyak ditemukan pada lansia, menyebabkan tungkai terasa berat, sakit,
dan mengalami ulserasi.
Penurunan proliferasi sel dan waktu perputaran yang lebih panjang
menghasilkan suatu efek yang diperpanjang pada pengiritasikulit lokal
seperti deterjen cair dan agens topikal. Terapi difokuskan pada
pengidentifikasikan zat yang mengganggu, menghilangkan nya dan
memulai perawatan. Namun , absorpsi agens topikal untuk perawatan
adalah lambat, menyebabkan respon yang sangat lambat. Pemantauan
yang berkesinambungan diperlukan untuk mengakomodasi penundaan
absorpsi dan respon, juga menunda waktu pembersihannya, memberikan
kombinasi untuk memperpanjang efek obat topikal tersebut. Mekanisme
pemberian transdermal untuk pengobatan seperti dosis dan efek
sistemikyang diharapkan dari nitrogliserin harus dipantau secara ketat.
Perubahan kompetensi imun mencerminkan perubahan dalam
imunitas sel, seperti penurunan fungsi dan jumlah sel T da B. Lansia
menunjukkan suatu penurunan atau tidak adanya respon inflamasi.
Fenske dan lober melaporkan bahwa lokasi uji tempel kulit harus
dipantau 3 minggu setelah penempelan suatu iritan yang dicurigai.
kecenderungan lansia untuk menderita kanker kulit juga merupakan
akibat suatu gangguan fungsi imun. Peningkatan kerentanan terhadap
virus perkutan dan infeksi jamur adalah konsekuensilain dari penurunan
kompetensi imun lansia. Infeksi jamur dapat menyebar dengan cepat,
sering disebabkan oleh inkontensia, dan kemungkinan sulit
diobati.karena penyebaran infeksi jamur kuli yang cepat, diagnosis dan
perawatannya harus cepat untuk menghindari konsekuensi
Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Anamnesis
a. Data Demografi
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dss.
Baik klien maupun penanggung jawab.
b. Keluhan Utama:
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia
mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya
yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah
bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia
sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang:
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan,
lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang
memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain
yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini
harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati
( Carpenito , L.J , 1998)
Apakah pasien mengalami immobilisasi yang lama ?
Apakah pasien mengalami gejala anoreksia ?
Sejak kapan keluhan mulai dirasakan ?
Bagaimana pola aktivitas sebelumnya ?
d. Riwayat penggunaan obat
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji
perawat yaitu:
Kapan pengobatan dimulai ?
Dosis dan frekuensi ?
Waktu berakhirnya minum obat ?
Obat – obatan jenis apa saja yang sedaang dikonsumsi baik untuk
menyembuhan keluhan utama ataupun keluhan lain ?
e. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan
luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti :
DM, alergi, Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur
medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi
apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit
sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
f. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan
dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka
yang lama.
g. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat
perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena
hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
Riwayat Kesehatan, seperti:
- Bed-rest yang lama
- Immobilisasi
- Inkontinensia
- Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
h. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada
klien yaitu:
- Perasaan depresi
- Frustasi
- Ansietas/kecemasan
- Keputusasaan
- Gangguan Konsep Diri
- Nyeri
i. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan
terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu
pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk
menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan
rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi
maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),
penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan
defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
2) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang
gerak. Pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
b. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit
putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
c. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase
darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi
kerusakan otot.
d. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla,
kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda :
ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis
dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan
luka.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus
terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
3. Intervensi
Dx 1 Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis
dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
a. Tujuan
- mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus.
- Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.
b. Kriteria hasil
- Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu
meningkatkan penyembuhan luka.
- Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.
c. Intervensi
Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional: Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka
Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
Rasional: Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.
Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
Rasional: Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptic
Rasional: Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah
kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi..
Bersihkan jaringan nekrotik.
Rasional: Mencegah auto kontaminas
Kolaborasi: Irigasi luka, beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai
indikasi.
Rasional: Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk
meningkatkan penyembuhan, Mencegah atau mengontrol infeksi, Untuk
mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.
Dx: Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan
luka.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang
b. Kriteria hasil
Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri, klien menyatakan nyeri berkurang.
c. Intervensi
Peninggian linen dari luka
Rasional: membantu menurunkan nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi
Rasional: relaksasi, menurunkan tegangan otot.
Membantu memfokuskan kembali perhatian
Rasional: meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
Tutup luka sesegera mungkin
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada dan mencegah
pemajanan mikroorganisme
Ubah posisi dengan sering
Rasional: Mencegah penekanan berlebihan dari penonjolan tulang.
Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit,
perut, posisi dengan sering.
Rasional: Meningkatkan rasa relax dan menurunkan nyeri.
Kolaborasi: Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan rasa nyeri.
Dx: Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus
terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi dapat dicegah.
b. Kriteria hasil
Infeksi tidak terjadi., tanda- tanda vital dalam batas normal.
c. Intervensi
Pantau terhadap tanda- tanda infeksi( rubor, dolor, kalor, fungsio laesa)
Rasional: Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan
peningkatan aliran darah dan aliran limfe(edema, merah, bengkak)
Observasi tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi)
Rasional: Patogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk
menaikkan suhu tubuh.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka ke
dalam luka.
Lakukan rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
Rasional: Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
Anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi
protein dan vitamin C.
Rasional: Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti
jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan.
Jaga personal higiene klien( badan, tempat, pakaian)
Rasional: Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman.
Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan antibiotik dan
pemeriksaan leukosit dan LED
Rasional: Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya
infeksi. Luka mengalami granulasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dari
sedemikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari.
Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang
bersifat endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia
lanjut lebih sering menderita osteoarthritis, osteoporosis, arthritis gout, dan
berbagai patah tulang yang sering terjadi pada lansia juga sehingga
penggantian sendi melalui tindakan bedah, farmakologi, ataupun dengan
menggunakan alat bantu jalan. Untuk dapat memahami kelainan
muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut, perubahan-perubahan seiring
dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang, persendian, jaringan
ikat, dan persarafan harus diketahui.
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,
melindungi,dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya.
Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang
mencakup kulit, rambut,, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin “integumentum“,
yang berarti “penutup”.
Gangguan integumen yang biasanya sering ditemui pada lansia adalah
kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastik
karena menurunnya cairan dan kehilangan jaringan adiposa, kulit pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan
kaki menjadi lebih tebal dan rapuh, pada wanita usia lebih dari 60 tahun
rambut wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut
kelabu.
B. Saran
Demikianlah makalah yang peyusun buat, semoga bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada penyusun. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat
dimaafkan dan memakluminya, karena penyusun adalah hamba Allah SWT
yang tidak luput dari salah, khilaf, alfa dan lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Penerbita Graha Ilmu. Yogyakarta
Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Stanley, Mickey, 2002, Buku ajar Keperawatan Gerontik, Penerbit buku Kedokteran: EGC, Jakarata
http://boe2702.blogspot.com/2010/12/makalah-penyakit-integumen-pada-lansia.html
http://meidalestarie.blogspot.com/2014/03/askep-klien-dengan-sistem-integumen.html
http://titisanyessty.blogspot.com/2012/06/askep-pd-gangguan-sistem.html
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas berkah dan rahmat-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Dengan judul “PERUBAHAN FISIK
SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL PADA LANSIA”
Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat dan tugas mata kuliah
KEPERAWATAN GERONTIK dalam semester VI
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan. Terima kasih.
Makassar, Juni 2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................1
Kata Pengantar .................................................................................................2
Daftar Isi ..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................4
a. Latar Belakang ...........................................................................................4
b. Rumusan Masalah ......................................................................................5
c. Tujuan ........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................6
BAB III PENUTUP………………………………………………………………29
a. Kesimpulan ……………………………………………………………...29
b. Saran …………………………………………………………………….30
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….31
MAKALAH KELOMPOK KEPERAWATAN GERONTIK
PEERUBAHAN SISTEM INTEGUMEN DAN MUSKULOSKELETAL
PADA LANSIA
DISUSUN OLEH :
KELEMPOK V
KELAS A KELAS B
ARYUNI ARSAL
SITI NURBAYA BACO
HARFIAH
FITRIA RAMADHAN
RISNAWATI
RAIMI GOGORO
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2015