Post on 09-Mar-2019
PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH Dr.H.CHASAN BOESOIRIE TERNATE MALUKU UTARA
Oleh Kelompok 1 Arsad Suni
A d a m
Nurlina
Mardiah
Indriyani
St. Khaeruni
Fatimah
PROGRAM STUDI ALIANSI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA-
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2011
PENGARUH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH Dr.H.CHASAN BOESOIRIE TERNATE MALUKU UTARA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Komunikasi yang efektif biasanya diawali dengan hubungan interpersonal
yang baik, kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita dipahami,
tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak. Komunikasi interpersonal
yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali
yang paling penting (tulisan Anita Taylor et al, 1977:187). Banyak penyebab
dari rintangan komunikasi akan menjadi kecil bila ada hubungan baik di antara
komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, paling cermat tidak
dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.
Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah
dikemukakan Ruesch dan Bateson pada tahun 1950-an. Namun gagasan ini
dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson
(1967) dengan buku mereka “Pragmatics of Human Communication”. Psikolog
pun mulai menaruh minat yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak
pada tulisan Fordon W.Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber
(1957), Carl Rogers (1951). Semua mewakili mazhab psikologi humanistic.
Belakangan Arnold P.Goldstein (1975) mengembangkan apa yang disebut
sebagai “relationship-enchancement methods” (metode peningkatan hubungan)
dalam psikoterapi. Selanjutnya metode ini dirumuskan ke dalam tiga prinsip,
yaitu makin baik hubungan interpersonal, maka : 1) makin terbuka pasien
mengungkapkan perasaannya, 2) makin cenderung ia meneliti perasaannya secara
mendalam beserta penolongnya (perawat), dan 3) makin cenderung ia mendengar
dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan penolongnya.
Dari segi psikologi komunkasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik
hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya,
makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga
makin efektif komunkasi yang berlangsung diantara komunikan. Hubungan
interpersonal dan tiga faktor dalam komunikasi interpersonal yang menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik, yakni : percaya (trust), sikap suportif
(suppotivenes), dan sikap terbuka (open-mindedness). Di sini dijelaskan
bagaimana dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai proses
adaptasi di antara keduanya, karena pada dasarnya kita akan mampu untuk
berdekatan dengan seseorang sejauh kita mampu melalui proses hubungan
interpersonal yang baik.
Hubungan interpersonal yang diawali dengan tahap perkenalan, tidaklah
bersifat statis tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh
hubungan interpersonal, diperlukan perubahan tindakan-tindakan tertentu untuk
mengembalikan keseimbangan. Selanjutnya hubungan interpersonal akan diakhiri
jika faktor pembentukan dan peneguhan tidak dilakukan dengan baik. Pola-pola
komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan
interpersonal. Faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik
dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Sementara
faktor yang menumbuhkan rasa percaya pada diri orang lain dan kejujuran, akan
menumbuhkan sikap saling percaya. Namun sikap yang mengurangi sikap
defensive dalam komunikasi amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan
komunikasi interpersonal yang efektif.
Dari berbagai teori dan konsep tersebut member inspirasi yang sangat tepat
bagi kami, mengapa dan bagaimana Peplau mengembangkan model konsep dan
teori keperawatan tentang Hubungan Interpersonal, dimana ia menjelaskan
tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri & orang lain dengan
menggunakan dasar huungan antar manusia (HAM) yang mencakup proses
interpersonal, perawat, klien dan masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit.
Pemahaman tentang perilaku diri sendiri, dapat membantu
mengidentifikasi kesulitan yang dirasakan orang lain, sehingga perlu penerapan
prinsip-prinsip hubungan manusia terhadap masalah yang timbul pada semua
tingkat pengalaman. Dalam bukunya ia membahas tahapan proses interpersonal,
peran dalam situasi keperawatan dan metode untuk mempelajari keperawatan
sebagai proses interpersonal.
Pandangan lain yang dianggap relevan dengan Hubungan Interpersonal
perawat – pasien adalah peran perawat. Peplau secara terperinci menguraikan
beberapa peran perawat, jika dilakukan dengan baik, maka hubungan
interpersonal pun akan akan menjadi baik sehingga berdampak pada kepuasan
pasien. Peran-peran tersebut antara lain : 1) Stranger ; menerima klien secara
baik-baik untuk dapat beradaptasi dengan situasi kehidupan yang berbeda,
sehingga tercipta iklim kondusif dalam membina hubungan saling percaya, 2)
Teacher ; sebagai guru dalam memberi pengetahuan sesuai kebutuhan, 3)
Resource Person ; Sebagai narasumber atau pemberi informasi yang spesifik
yang dibutuhkan untuk membantu individu memahami masalah atau situasi yang
baru, 4) Counselors ; Membantu individu untuk memahami dan
mengintegrasikan makna kehidupan saat ini sambil memberikan bimbingan dan
dorongan untuk melakukan perubahan, 5) Surrogate; bertindak sebagai advokasi,
yaitu atas nama klien untuk membantu memperjelas domain saling
ketergantungan dan kemandirian, dan 6) Leader ; memimpin pertemuan dengan
cara yang saling memuaskan untuk membantu klien menyelesaikan tanggung
jawab yang besar untuk tujuan pengobatan.
Yang menjadi pertanyaannya adalah seberapa besarkah atau seberapa
jauhkah peran perawat tersebut dapat member kepuasan pada pasien?. Maka
untuk menjawabnya diperlukan suatu penelitian dan perpaduan antara berbagai
teori yang mendukung. Teori dapat menjadi dasar untuk hipotesis yang dapat
diuji, berkontribusi dan membantu meningkatkan pengetahuan melalui penelitian.
Teori dapat dimanfaatkan oleh praktisi untuk membimbing dan meningkatkan
praktek mereka, konsisten dengan prinsip-prinsip tetapi akan meninggalkan
pertanyaan yang tidak terjawab terbuka yang perlu diselidiki.
Imogene King mendukung pandangan Peplau dengan menyatakan bahwa
keperawatan berhubungan langsung dengan lingkungan, tempat atau Ruang dan
waktu untuk membentuk suatu hubungan menanggulangi status kesehatan dalam
proses interpersonal, reaksi, interaksi dan transaksi, dimana perawat dan klien
berbagi informasi mengenai persepsinya dalam keperawatan. Kerangka ini
dikenal dengan system kerangka terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka ini
adalah Asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia termasuk berbagai hal
yang mempengaruhi kesehatan seseorang.
Pada konsep ini menggambarkan manusia selalu berinteraksi secara konstan
terhadap lingkungan dalam kerangka keperibadian, dimana setiap individu
mempunyai system kepribadian yang saling berinteraksi (personal system ).
System interpersonal terbentuk karena hasil interaksi manusia, dapat berbentuk
komunikasi, perjanjian, interaksi peran, dan stress. System sosial meliputi
keluarga, kelompok, keagamaan, system pendidikan, system pekerjaan dan
kelompok sebaya. King menambahkan, tujuan pemberian asuhan keperawatan
dapat dicapai jika perawat dan pasien saling bekerja sama dalam mengidentifikasi
masalah serta menetapkan tujuan bersama yang hendak dicapai.
Pandangan serupa dikemukakan oleh Jean Orlando, yang menyebutkan
keperawatan berlandaskan teori hubungan interpersonal yang menitik beratkan
pada sifat unik individu atau klien dalam ekspresi verbal yang mengisyaratkan
adanya kebutuhan dan cara-cara memenuhi kebutuhan. Teori Jean Orlando
mengandung 3 (tiga) elemen konsep kerangka kerja untuk perawat professional
yaitu : perilaku klien, reaksi, dan tindakan keperawatan. Konsep ini mengubah
situasi perawat setelah perawat memperkirakan kebutuhan klien , perawat
mengetahui penyebab yang mempengaruhi derajat kesehatan, lalu bertindak
secara spontan atau berkolaborasi untuk memberikan pelayanan kesehatan. Suatu
perkembangan kepribadian dan proses kemanusiaan yang berkesinambungan ke
arah kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif.
Banyak sudah pandangan yang dibahas oleh Peplau, tetapi masih terdapat
keterbatasan-keterbatasan yang memerlukan kajian dan penelitian lebih lanjutan.
Dinamika dalam keluarga, pertimbangan ruang pribadi dan sumber daya
masyarakat serta pelayanan sosial dianggap kurang, merupakan kererbatasan
dalam pemahamanan konsep hubungan interpersonal ini. Disamping itu
kurangnya penekanan promosi dan pemeliharaan kesehatan, serta tidak bisa
digunakan pada pasien yang tidak sadar, bahkan pada beberapa daerah model
konsep ini tidak cukup spesifik untuk menghasilkan hipotesis.
Dari berbagai pandangan diatas, maka dapat dijelaskan bahwa hubungan
interpersonal yang diawali dengan komunikasi efektif yang terjadi pada suatu
unit kerja seperti dalam bidang keperawatan, aktivitas interpersonal tersebut
senantiasa disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. Budaya hubungan
interpersonal dalam konteks pelayanan keperawatan harus dilihat dari berbagai
sisi. Sisi pertama adalah hubungan interpersonal antara perawat manajerial
kepada perawat pelaksana, sisi kedua antara sesame perawat pelaksana, dan sisi
ketiga adalah antara perawat dengan pasien sebagai penerima pelayanan
keperawatan, yang masing-masing mempunyai pola hubungan interpersonal yang
bebeda.
Hubungan interpersonal dengan komunikasi efektif merupakan sarana
untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam suatu unit kerja.
Menurut Kohler, ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja
dan mencapai tujuan suatu unut kerja ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu
proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem)
unit kerja. Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang
berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai
sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam unit kerja, dalam hal
ini kualitas pelayanan keperawatan akan tercapai sehingga berimplikasi pada
kinerja perawat itu sendiri. Peningkatan kinerja perawat secara perorangan akan
mendorong kinerja sumber daya manusia keperawatan secara keseluruhan dan
memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang
direkflesikan dalam peningkatan kualitas pelayanan dan memberikan kepuasan
pada pasien.
Menurut Robins (2002 ; 36) Kepuasan adalah sikap umum individu
terhadap suatu harapan. Seorang pasien dengan tingkat kepuasan yang tinggi
terhadap pelayanan keperawatan, maka selalu menunjukan sikap positif terhadap
pekerjaan perawat. Sebaliknya yang tidak puas akan menunjukkan sikap negatif
terhadap profesi perawat. Selanjutnya dijelaskan pula, kepuasan merupakan salah
satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal.
Perawat yang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya akan berupaya
seoptimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk
menyelesaikan tugas pekerjaannya, sehingga tercapailah prestasi kerja. Robins
juga menyatakan, kepuasan setiap orang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain : penghargaan, kondisi lingkungan, dan hubungan interpersonal.
Melihat pengaruh yang sangat penting antara proses komunikasi efektif
dengan hubungan interpersonal khususnya komunikasi antar perawat dengan
pasien dan tingkat kepuasan pasien, maka penulis tertarik mengambil judul
“Pengaruh Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal Terhadap
Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H.Chasan Boesoirie
Ternate Maluku Utara”
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
1. Masih kurangnya komunikasi efektif dan hubungan interpersonal yang terjadi antar perawat.
2. Masih banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam melakukan komunikasi efektif dan hubungan interpersonal.
3. Kurang kepuasan pasien akibat buruknya proses komunikasi efektif dan hubungan interpersonal yang terjadi.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Komunikasi Efektif dalam Hubungan Interpersonal Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H.Chasan Boesoirie Ternate Maluku Utara?”.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pandangan Umum Komunikasi dalam Hubungan Interpersonal
Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah
dikemukakan Ruesch dan Bateson pada tahun 1950-an. Namun gagasan ini
dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson
(1967) dengan buku mereka “Pragmatics of Human Communication”.
Belakangan Arnold P.Goldstein (1975) mengembangkan apa yang disebut
sebagai “relationship-enchancement methods” (metode peningkatan hubungan)
dalam psikoterapi.
Dari segi psikologi komunkasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik
hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya,
makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga
makin efektif komunkasi yang berlangsung diantara komunikan. Hubungan
interpersonal dan tiga faktor dalam komunikasi interpersonal yang menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik, yakni : percaya (trust), sikap suportif
(suppotivenes), dan sikap terbuka (open-mindedness).
Teori ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi
dagang, dimana Thibault dan Kelley menyimpulkan model pertukaran sosial ini
dengan asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis mereka adalah bahwa setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan
biaya. Mereka menggunakan beberapa pokok konsep dalam teori ini antara lain :
1) Teori penetrasi sosial, 2) Teori Ketidakpastian, dan 3) Teori-teori tentang efek
komunikasi.
a. Teori Penetrasi Sosial
Teori ini dipopulerkan oleh Irwin Altman & Dalmas Taylor, yang membahas
tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal. Di sini dijelaskan
bagaimana dalam proses berhubungan dengan orang lain, terjadi berbagai
proses gradual, di mana terjadi semacam proses adaptasi di antara keduanya,
atau dalam bahasa Altman bahwa penetrasi sosial membahas tentang
bagaimana perkembangan kedekatan dalam suatu hubungan, karena pada
dasarnya kita akan mampu untuk berdekatan dengan seseorang sejauh kita
mampu melalui proses hubungan interpersonal yang baik. Altman dan Taylor
juga mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Maksudnya adalah pada
hakikatnya manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian. Jika
kita mengupas kulit telur bawang, maka kita akan menemukan lapisan kulit
yang lainnya, begitu pula kepribadian manusia.
b. Teori Ketidakpastian (Uncertainty reduction theory)
Teori ketidakpastian, terkadang juga disebut initial interaction theory. Teori
ini dikemukakan oleh Charles Berger dan Richard Calabrese pada tahun
1975. Tujuan mereka dalam mengkonstruksikan teori ini adalah untuk
menjelaskan bagaimana komunikasi digunuakan untuk mengurangi
ketidakpastian antara orang asing yang terkait dalam percakapan mereka
bersama. Berger dan Calabrese yakin bahwa ketika orang-orang asing
pertama kali bertemu, mereka mula-mula meningkatkan kemampuan untuk
bisa memprediksi dalam usaha untuk mengeluarkan perasaan dari
pengalaman komunikasi mereka. Prediksi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk pilihan perilaku yang mungkin bisa dipilih dari
kemungkinan pilihan yang tersedia bagi diri sendiri atau bagi partner relasi.
Explanation (keterangan) digunakan untuk menafsirkan makna dari perbuatan
masa lalu dari sebuah hubungan. Prediksi dan explanation merupakan dua
konsep awal dari dua subproses utama ketidakpastian (uncertainty).
Versi umum dari teori ini menyatakan bahwa ada dua tipe dari ketidakpastian
dalam perjumpaan pertama yaitu: Cognitive dan behavioral. Tahap-tahap
hubungan interpersonal, apapun teori hubungan interpersonal yang kita
gunakan, kita akan melihat hal yang sama, dimana hubungan interpersonal
melibatkan dan membentuk kedua belah pihak. Jadi hubungan interpersonal
berlangsung melewati 3 tahap : (1) Pembentukan Hubungan Interpersonal, (2)
Peneguhan Hubungan Interpersonal, dan (3) Pemutusan Hubungan
Interpersonal.
Hubungan interpersonal yang diawali dengan tahap perkenalan, tidaklah
bersifat statis tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh
hubungan interpersonal, diperlukan perubahan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan. Selanjutnya hubungan interpersonal
akan diakhiri jika faktor pembentukan dan peneguhan tidak dilakukan dengan
baik. Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan
pada hubungan interpersonal. Faktor yang menumbuhkan hubungan
interpersonal yang baik dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha
mengendalikan. Sementara faktor yang menumbuhkan rasa percaya pada diri
orang lain dan kejujuran, akan menumbuhkan sikap saling percaya. Namun
sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi amat besar
pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif.
c. Teori tentang efek komunikasi
Teori ini oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula
hypodermic needle theory, yang mengasumsikan bahwa media memiliki
kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu
apa-apa, sebab khalayak yang menjadi sasaran media ini ternyata tidak pasif,
kemudian muncul teori model atau model efek terbatas.
Hovland mengatakan bahwa pesan komunikan efektif dalam menyebarkan
informasi, bukan dalam mengubah perilaku. Penelitian Cooper dan Jahoda
pun menunjukan bahwa persepsi selektif dapat mengurangi efektifitas sebuah
pesan. Contoh : seorang gadis berjalan lenggak-lenggok seperti pragawati dan
banyak pria terpesona padanya sampai-sampai tak berkedip, itu merupakan
pola S – R. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat
menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication
act). Model S – R mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan
stimulus yang datang dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang
dimiliki.
2. Pandangan Peplau dalam Hubungan Interpersonal
Peplau mengembangkan model konsep dan teori keperawatan tentang
Hubungan Interpersonal. Teori ini menjelaskan tentang kemampuan dalam
memahami diri sendiri & orang lain dengan menggunakan dasar huungan antar
manusia (HAM) yang mencakup proses interpersonal, perawat, klien dan masalah
kecemasan yang terjadi akibat sakit. Pemahaman tentang perilaku diri sendiri,
dapat membantu mengidentifikasi kesulitan yang dirasakan orang lain, sehingga
perlu penerapan prinsip-prinsip hubungan manusia terhadap masalah yang timbul
pada semua tingkat pengalaman. Dalam bukunya ia membahas tahapan proses
interpersonal, peran dalam situasi keperawatan dan metode untuk mempelajari
keperawatan sebagai proses interpersonal.
Menurut Peplau, keperawatan adalah terapi dalam seni penyembuhan,
membantu individu yang sakit atau membutuhkan perawatan kesehatan.
Keperawatan adalah proses interpersonal karena melibatkan interaksi antara dua
atau lebih individu dengan tujuan bersama. Pencapaian tujuan ini dapat melalui
penggunaan dari serangkaian langkah-langkah berupa pola perawat dan bekerja
bersama-sama sehingga keduanya mengetahui dan menyadari sebagai suatu
proses interaksi. Teori dapat saling berhubungan dengan konsep-konsep
sedemikian rupa untuk menciptakan cara berbeda dalam memandang suatu
fenomena tertentu. Seperti pada teori hubungan interpersonal ini, terdapat empat
fase saling berhubungan dengan komponen yang berbeda dari setiap tahap. Fase-
fase Hubungan Interpersonal tersebut antara lain :
a. Fase Orientasi ; Perawat dan klien melakukan kontrak awal untuk menjalin
trust, terjadi proses pengumpulan data
b. Fase Identifikasi ; Perawat sebagai fasilitator untuk memfasilitasi expresi
perasaan klien, melaksanakan asuhan keperawatan
c. Fase Eksplorasi ; Perawat telah membantu klien dalam memberikan
gambaran kondisi klien
d. Fase Resolusi ; Perawat berusaha secara bertahap untuk membebaskan
klien dari ketergantungan terhadap nakes & menggunakan kemampuan yang
dimilikinya
Asumsi utama atau yang menjadi asumsi dasar dalam pengembangan model
konsep dan teori hubungan interpersonal Oleh Peplau dibedakan menjadi asumsi
eksplisit dan implisit. Asumsi ekplisit memberi pandangan bahwa perawat akan
membuat pasien belajar ketika ia menerima penanganan perawatan, menjalankan
fungsi keperawatan dan pendidikan keperawatan dengan membantu
perkembangan pasien ke arah kedewasaan, serta keperawatan menggunakan
prinsip-prinsip dan metode-metode yang membimbing proses ke resolusi dari
masalah interpersonal. Sedangkan asumsi implisit mempertegas profesi
keperawatan memiliki tanggung jawab legal dalam penggunaan keperawatan
secara efektif dan segala konsekuensinya kepada pasien.
Dalam kaitannya dengan perpektif paradigma keperawatan, Peplau juga
menguraikan secara terperinci berdasarkan 4 komponen dasar : 1) manusia, 2)
lingkungan, 3) kesehatan, dan 4) keperawatan.
a. Manusia
Individu dipandang sebagai suatu organisme yang hidup dalam equilibrium
yang tidak stabil yang berjuang dengan caranya sendiri untuk megurangi
ketegangan yang disebabkan oleh kebutuhan. Tiap individu merupakan
makhluk yang unik, mempunyai persepsi yang dipelajari dan ide yang telah
terbentuk dan penting untuk proses interpersonal
b. Lingkungan
Merupakan kekuatan yang berada di luar organisme dimana Budaya, adat
istiadat dan kebiasaan serta keyakinan merupakan faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi individu
c. Kesehatan
Suatu perkembangan kepribadian dan proses kemanusiaan yang
berkesinambungan ke arah kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif
d. Keperawatan
Suatu proses interpersonal yang bermakna, bersifat therapeutic. Proses
interpersonal merupakan maturing force dan alat edukatif baik bagi perawat
maupun klien. Pengetahuan diri dalam konteks interaksi interpersonal
merupakan hal yang penting untuk memahami klien dalam mencapai resolusi
masalah.
Pandangan lain yang dianggap relevan dengan Hubungan Interpersonal
perawat – pasien adalah peran perawat. Peplau secara terperinci menguraikan
beberapa peran perawat, jika dilakukan dengan baik, maka hubungan
interpersonal pun akan akan menjadi baik sehingga berdampak pada kepuasan
pasien. Peran-peran tersebut antara lain : 1) Stranger ; menerima klien secara
baik-baik untuk dapat beradaptasi dengan situasi kehidupan yang berbeda,
sehingga tercipta iklim kondusif dalam membina hubungan saling percaya, 2)
Teacher ; sebagai guru dalam memberi pengetahuan sesuai kebutuhan, 3)
Resource Person ; Sebagai narasumber atau pemberi informasi yang spesifik
yang dibutuhkan untuk membantu individu memahami masalah atau situasi yang
baru, 4) Counselors ; Membantu individu untuk memahami dan
mengintegrasikan makna kehidupan saat ini sambil memberikan bimbingan dan
dorongan untuk melakukan perubahan, 5) Surrogate; bertindak sebagai advokasi,
yaitu atas nama klien untuk membantu memperjelas domain saling
ketergantungan dan kemandirian, dan 6) Leader ; memimpin pertemuan dengan
cara yang saling memuaskan untuk membantu klien menyelesaikan tanggung
jawab yang besar untuk tujuan pengobatan.
Yang menjadi pertanyaannya adalah seberapa besarkah atau seberapa
jauhkah peran perawat tersebut dapat member kepuasan pada pasien?. Maka
untuk menjawabnya diperlukan suatu penelitian dan perpaduan antara berbagai
teori yang mendukung.
Skema Model Peplau dalam Hubungan Interpersonal
Dari
skema diatas dapat dijelaskan bagaimana hubungan Perawat - Klien (Relation-
ship) itu terjadi. Pada dasarnya hubungan interpersonal antara perawat dan pasien
memiliki komponen pengaruh yang sama seperti nilai, budaya, dan lain
sebagainya. Namun demikian perlu dipahami bahwa nilai-nilai yang dimiliki oleh
perawat jelas berbeda dengan yang dimiliki oleh pasien. Pandangan perawat
selalu mengacu secara etikal dan konsep ilmiah, sementara pasien melihat
masalah dengan menggunakan sudut pandang emikal (keyakinan tradisional) dan
belum pasti rasional adanya. Selain itu pula salah satu komponen dari perawat
adalah memiliki ide-ide, dimana ide tersebut bisa dijadikan alasan ilmiah untuk
meyakinkan pasien agar persepsi yang salah atau kurang tepat dalam upaya
kesehatan dapat dibenarkan.
3. Pandangan Teorist lain tentang Hubungan Interpersonal
Ada beberapa ahli teori keperawatan memberikan pendangan yang
mendukung pandangan Peplau, dintaranya adalah Imogene King, Jean Orlando,
dan Joyce Travelbee.
Imogene King menyatakan bahwa keperawatan berhubungan langsung
dengan lingkungan, tempat atau Ruang dan waktu untuk membentuk suatu
hubungan menanggulangi status kesehatan dalam proses interpersonal, reaksi,
interaksi dan transaksi, dimana perawat dan klien berbagi informasi mengenai
persepsinya dalam keperawatan. Kerangka ini dikenal dengan system kerangka
terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka ini adalah Asuhan keperawatan yang
berfokus pada manusia termasuk berbagai hal yang mempengaruhi kesehatan
seseorang. Tujuan asuhan keperawatan adalah kesehatan bagi individu, kelompok
dan masyarakat.
Pada konsep ini menggambarkan manusia selalu berinteraksi secara konstan
terhadap lingkungan dalam kerangka keperibadian, dimana setiap individu
mempunyai system kepribadian yang saling berinteraksi (personal system ).
System interpersonal terbentuk karena hasil interaksi manusia, dapat berbentuk
komunikasi, perjanjian, interaksi peran, dan stress. System sosial meliputi
keluarga, kelompok, keagamaan, system pendidikan, system pekerjaan dan
kelompok sebaya. King menambahkan, tujuan pemberian asuhan keperawatan
dapat dicapai jika perawat dan pasien saling bekerja sama dalam mengidentifikasi
masalah serta menetapkan tujuan bersama yang hendak dicapai.
Pandangan serupa dikemukakan oleh Jean Orlando, yang menyebutkan
keperawatan berlandaskan teori hubungan interpersonal yang menitik beratkan
pada sifat unik individu atau klien dalam ekspresi verbal yang mengisyaratkan
adanya kebutuhan dan cara-cara memenuhi kebutuhan. Teori Jean Orlando
mengandung 3 (tiga) elemen konsep kerangka kerja untuk perawat professional
yaitu : perilaku klien, reaksi, dan tindakan keperawatan. Konsep ini mengubah
situasi perawat setelah perawat memperkirakan kebutuhan klien , perawat
mengetahui penyebab yang mempengaruhi derajat kesehatan, lalu bertindak
secara spontan atau berkolaborasi untuk memberikan pelayanan kesehatan. Suatu
perkembangan kepribadian dan proses kemanusiaan yang berkesinambungan ke
arah kehidupan yang kreatif, konstruktif dan produktif.
Sedangkan Joyce Travelbee dengan konsep “Hubungan human to human”
menguraikan hubungan antar manusia merupakan cara agar tujuan keperawatan
bisa tercapai, yang di mulai dengan : 1) Pertemuan di awal dan kemudian
berkembang melalui tahapan-tahapan, 2) Memunculkan identitas-identitas, 3)
Membangun perasaan empati, 4) Membangun perasaan simpati, dan 5) Perawat
dan pasien akhirnya mencapai hubungan di tahapan terakhir.
Dari berbagai pandangan tersebut diatas member inspirasi yang sangat tepat
bagi kami, mengapa dan bagaimana Peplau mengembangkan model konsep dan
teori keperawatan tentang Hubungan Interpersonal.
4. Kepuasan
Menurut Robins (2002 ; 36) Kepuasan adalah sikap umum individu
terhadap suatu harapan. Seorang pasien dengan tingkat kepuasan yang tinggi
terhadap pelayanan keperawatan, maka selalu menunjukan sikap positif terhadap
pekerjaan perawat. Sebaliknya yang tidak puas akan menunjukkan sikap negatif
terhadap profesi perawat. Selanjutnya dijelaskan pula, kepuasan setiap orang
dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain : penghargaan, kondisi lingkungan,
dan hubungan interpersonal.
a. Pengertian Kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;
perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya).
Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan
seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk
mendapatkan pelayanan suatu jasa.
Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
dirasakannya dengan harapannya. Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan
dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari
interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa pelayanan
yang diberikan.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang dan puas individu
karena antara harapan dan kenyataan dalam suatu pelayanan yang diberikan
dapat terpenuhi.
b. Pengertian kepuasan pasien
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah
hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas
merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan
terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien
merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada
orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan
pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola
suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan
untuk mempertahankan pasiennya.
Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk
dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja
produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami
kepuasan. Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang
menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh
konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan,
yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka
konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen
kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka
konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan
antara harapan yang dimiliki dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen.
Dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pasien adalah perasaan senang dan puas individu karena terpenuhinya
harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada
beberapa faktor, antara lain :
1) Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam kepuasan
pelanggan. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
2) Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah
mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
3) Harga atau Biaya
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih
besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga
murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien. Pasien yang tidak
perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu
untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa
pelayanan tersebut.
d. Aspek – aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Griffith (1987) ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi
perasaan puas pada seseorang yaitu :
1) Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika
pertama kali datang di rumah sakit.
2) Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan
perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang
diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada
dirumah sakit.
3) Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi
pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai
keluar dari rumah sakit.
4) Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan
minuman, privasi dan kunjungan.
5) Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap
ini disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap
yang dikehendakinya.
6) Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien yaitu
perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit pasien.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-
aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut :
a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika
pertama kali datang di rumah sakit.
b. Kualitas pelayanan keperawatan yang diterima oleh pasien.
c. Prosedur administrasi yang baik.
d. Tersedianya fasilitas – fasilitas rumah sakit yang memadai.
C. KERANGKA KONSEPTUAL
D. PEMBAHASAN
Dari berbagai pandangan tersebut diatas member inspirasi yang sangat tepat
bagi kami, mengapa dan bagaimana Peplau mengembangkan model konsep dan teori
keperawatan tentang Hubungan Interpersonal. Konsep ini dijadikan sebagai dasar
pengetahuan untuk memahami permasalahan-permasalahan pasien, membentuk dasar
dari sekian banyak aplikasi metode penelitian, dan lebih penting lagi adalah
memberikan kontribusi yang signifikan pada komunitas keperawatan melalui riset
yang telah dilakukan untuk mengevaluasi, memvalidasi, dan membuat lebih tepat
teori hubungan interpersonal.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hubungan interpersonal yang
diawali dengan komunikasi efektif yang terjadi pada suatu unit kerja seperti dalam
bidang keperawatan, aktivitas interpersonal tersebut senantiasa disertai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Budaya hubungan interpersonal dalam konteks pelayanan
keperawatan harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah hubungan
interpersonal antara perawat manajerial kepada perawat pelaksana, sisi kedua antara
sesama perawat pelaksana, dan sisi ketiga adalah antara perawat dengan pasien
Sakit
Ketidaknyamanan
Kecemasan
Risiko Ketergantungan Pasien terhadap Perawat
Perawat sebagai Care Provider
Komunikasi Efektif
Kepuasan Pasien
Teori Peplau :
Hubungan Interpersonal
Komunikasi Terapi
Psikodinamik
sebagai penerima pelayanan keperawatan, yang masing-masing mempunyai pola
hubungan interpersonal yang bebeda.
Hubungan interpersonal dengan komunikasi efektif merupakan sarana untuk
mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam suatu unit kerja. Menurut
Kohler, ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan
mencapai tujuan suatu unut kerja ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses
komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem) unit kerja.
Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara
berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar
penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam unit kerja, dalam hal ini kualitas
pelayanan keperawatan akan tercapai sehingga berimplikasi pada kinerja perawat itu
sendiri. Peningkatan kinerja perawat secara perorangan akan mendorong kinerja
sumber daya manusia keperawatan secara keseluruhan dan memberikan feed back
yang tepat terhadap perubahan perilaku, yang direkflesikan dalam peningkatan
kualitas pelayanan dan memberikan kepuasan pada pasien.
Banyak sudah pandangan yang dibahas oleh Peplau, tetapi masih terdapat
keterbatasan-keterbatasan yang memerlukan kajian dan penelitian lebih lanjutan.
Dinamika dalam keluarga, pertimbangan ruang pribadi dan sumber daya masyarakat
serta pelayanan sosial dianggap kurang, merupakan kererbatasan dalam
pemahamanan konsep hubungan interpersonal ini. Penggunaan teori ini juga sangat
terbatas jika diterapkan pada pasien yang tak sadarkan diri, pikun/tua atau baru lahir,
karena dalam situasi demikian hubungan perawat pasien terkadang hanya satu arah.
Disamping itu, pada beberapa daerah model konsep ini tidak cukup spesifik untuk
menghasilkan hipotesis.
E. KESIMPULAN
Model konseptual keperawatan oleh Peplau merupakan suatu bentuk atau cara
untuk memandang situasi dan kondisi hubungan interpersonal melibatkan interaksi
perawat dan pasien didalamnya. Teori ini menggambarkan suatu hubungan pasien
perawat, dimana pasien dan perawat dengan kesadaran akan perasaannya masing-
masing sebagai pemberi dan penerima pelayanan keperawatan, akan tetap terjalin
hubungan interpersonal melalui komunkasi dan keakraban.
Model dan Teori konseptual peplau dapat digunakan untuk mengembangkan
skala tingkah laku dan instrumen empati, juga digunakan sebagai dasar dalam
menyusun suatu rancangan penelitian, terutama untuk mengatahui secara kualitatif
seberapa besar pengaruh komunikasi efektif dalam hubungan ineterpersonal terhadap
kepuasan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. (1996). Menjaga mutu pelayanan kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar Mas
Gillies, D.A. (2000). Manajemen keperawatan, suatu pendekatan system edisi kedua (Dika Sukaman dan Widya Sukaman penerjemah). Philadeplhia : W.B. Saunders Company.
-----------------(1994). Nursing management : a system approach (3nd ed). Philadelphia : W.B. Sounders Company.
Hamid.A.Y (2000). Pengenalan konsep Komite Keperawatan dan Kedudukannya di dalam Rumah Sakit Jiwa: Journal Manajemen & Administrasi Rumah Sakit Indonesia (79-80).
Harun, Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap terhadap Mutu Pelayanan Rumah Sakit Nirmala Suri Sukohardjo dengan Methode Servqual, Tesis Kajian Administrasi Rumah Sakit, FKMUI, Depok, 1994.
Ingerani, dkk,. Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Kesehatan di Propinsi DKI Jakarta. Laporan Penelitian Kerjasama Dinkes Prop. DKI Jakarta dan Badan Litbangkes Depkes RI, Jakarta, 2002.
Jones,G.R., & Hill, C.W.(1989). Strategic management, an integrated approach. Boston : Houghton Mifthin Company.
Kozier, B, et al. (1995). Fundamental of nursing concepts, process and practice (fifth edition). California : Eddison Wasley Publishing Company.
Kron, T., & Gray,A.(1987). The management of patient care : putting leadership skill to work. Philadelphia : W.B. Sounders Company.
Marquis, B., & Huston. (2000). Ledership roles and Management function in nursing. Philadelphia : Lippincott Company.
Robbins, S.P. Alih Bahasa Pujaatmaka,H & Molan,B (2001), Perilaku Organisasi: Konsep kontroversi, aplikasi, Edisi kedelapan.Jakarta.PT Prenlindo (sumber asli diterbitkan tahun 1998).
Parasuraman, A Zeithaml, Valerie A.dan L Berry, Delivering Quality Service, The Free Press A Divission of Mac Millan inc, New York, 1991.
Supranto J, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar, Rineka Cipta. 2001.