BLOK 11 : HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULER
TINJAUAN PUSTAKA
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
OLEH ;
YOLANDA SATRIANI PUTRI (HIAO13O63)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
NUSA TENGGARA BARAT
2015
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 1
Tinjauan Pustaka
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
Oleh : Yolanda Satriani Putri
PENDAHULUAN
Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan autoimun
dimana autoantibodi IgG dibentuk untuk mengikat trombosit.3 Hal tersebut dapat
mengakibatkan trombositopenia oleh karena penghancuran trombosit dan megakariosit
secara dini.4 Adanya trombositopeniaa pada ITP ini akan mengakibatkan gangguan pada
sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan faktor kogulasi berperan dalam
mempertahankan hemostasis normal.2 ITP terutama ditemukan pada usia 20-50 tahun dan
lebih sering pada wanita dibanding laki-laki.6
Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi asimptomatik,
perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal.2
Pengobatan akan ditentukan oleh keberhasilan penanganan penyakit yang mendasari ITP
sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat perdarahan fatal.5 Dalam
tinjuan pustaka ini akan dibahas lebih lanjut mengenai ITP dari etiologi, epidemiologi,
patosfisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, penatalaksanaan, serta komplikasi dan
prognosisnya.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi
pada anak-anak usia 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut akan berkembang
menjadi kronik 15-20%. Idiopathic thrombocytopenic purpura pada anak berkembang
menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas.
Insidensi ITP kronik pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.4
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 2
Insidensi ITP kronik dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi per
tahun. Idiopathic thrombocytopenic purpura kronik pada umumnya terdapat pada orang
dewasa. Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah 1 : 1 pada ITP akut dan 2 – 3 : 1
pada ITP kronik. Penderita refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi
dengan kotikostreroid dosis standar dan selanjutnya mendapat terapi spelenektomi karena
angka trombosit dibawah normal atau ada perdarahan. Idiopathic thrombocytopenic
purpura refrakter ditemukan kira-kira 25 – 30 persen dari jumlah penderita ITP.
Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemeberian terapi dengan morbiditas
yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%.4
ETIOLOGI
Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan
trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit
mononuklear melalui reseptor Fc makrofag. Membran trombosit glikoprotein IIb/IIIa
(CD41) telah diidentifikasi sebagai antigen yang dominan dengan mendemonstrasikan
bahwa autoantibodi eluate dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit
normal.2,6
PATOFISIOLOGI
Idiopathic thrombocytopenic purpura diperantarai ileh suatu autoantibodi,
mengingat kejadian transient trombositopenia pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita ITP, dan perikiraan ini didukung oleh kejaidan transient trombositopenia pada
orang sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang penderita ITP.
Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan
pembersihan di lien dan di hepar setelah berikatan dengan reseptor Fcγ yang
diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar penderita akan terjadi
mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil
lainnya, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat dekstruksi trombosit yang
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 3
diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang atau karena hambatan
pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak meningkat, menununjukkan adanya
masa megakariosit normal.3,4
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP
untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks GP IIb/IIIa.
Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan GP Ib/IX, Ia/Iia, IV dan
V dan determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap
berbagai antigen yang berbeda. Dekstruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang
diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen,
yang berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.3,4
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks GP IIb/IIIa memperlihatkan retriksi
penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal dari displai phage
menunjukkan penggunaan gen VH. Pelacakan pada daerah dengan antigen dari antibo-
antibodi ini menunjukkan antibodi tersebut berasal klon sel B yang mengalami afinitas
yang diperantai antigen dan yang mengalami mutasi somatik. Penderita ITP dewasa
sering menunjukkan peningkatan jumlah HLA DR + cells, peningkatan jumlah resepetor
IL-2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T helper
dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan merangsang sintesis antibodi
setelah terpapar GP IIb/IIIa tapi bukan terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop
kriptik ini secara in vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak diketahui
dengan pasti.3,4
Faktor yang memicu produksi autoantibodi tidak diketahui. Kebanyakan penderita
mempunyai antibodi terhadap GP pada permukaan trombosit pada saat penyakit
terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya GP IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi sedangkan
antibodi mengenali Ib/IX belum terbentuk pada fase ini. Trommbosit yang diselimuti
autoantibodi kana berikatan dengan sel penyaji antigen melalui resepetor Fcγ kemudian
mengalami proses internalisasi dan degradasi. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak
GP IIb/IIIa tapi juga memproduksi epitop kriptik dari GP trombosit yang lain. Sel penyaji
antigen yang teraktivasi mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan
bantuan kostimulasi dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4-
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 4
positif T cell clone dan spesifitas tambahan. Resepeptor sel imunoglobulin sel B yang
mengenali antigen trombosit dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis
antiglikoprotein Ib/IX antibodi oleh B cell clone.3,4
MANIFESTASI KLINIK
Idiopathic thrombocytopenic purpura akut lebih sering dijumpai pada anak,
jarang pada umur dewasa, onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali
terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak dan penyakit
saluran nafas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik
trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella
zooster dan ebstein barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan,
perdarahan intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada pasien ITP dewasa bentuk
akut jarang terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalan penyakit lebih
pulminan. ITP akut pada anak biasanya self limitting, remisi spontan terjadi pada 90%
penderita, 60% sembuh dalam 4 – 6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam 3 – 6
bulan.4
Idiopathic thrombocytopenic purpura kronik biasanya terdapat pada orang
dewasa, onset ITP kronik biasanya tidak menentu, banyak terjadi pada wanita di umur
pertengahan riwayat perdarahan sering dari ringan sampai sedang. Infeksi dan
pembesaran lien jarang terjadi dan memiliki perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode
perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin
intermitten atau terus-menerus. Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak
lengkap.4
Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis, petekie dan purpura. Pada
umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara
umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT >
50.000 /µL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000 – 50.000 / µL terdapat perdarahan
spontan, dan perdarahan memanjang bila ada luka AT <10.000/ µL terjadi perdarahan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 5
mukosa (epistaksis, perdararaha GI dan genitourinaria dan resiko perdarahan sistem saraf
pusat.4
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi peteki
pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus
genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menoragi merupakan
gejala satu-satunya pada ITP dan mungkin tampak pertama kali pada pubertas. Hematuria
juga merupakan gejala yang seing. Perdarahan GI bisanya bermanifestasi melena dan
lebih jarang lagi hematemasis.4,6
Perdarahan intrakranial meupakan komplisai yang paling serius pada ITP. Hal ini
mengenai hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di
subarachnoid, sering multiprl dan ukuran bervariasi dari peteki sampai ekstravasasi darah
yang luas.4,6
DIAGNOSIS
Anamnesa1
- Biasanya pasien ITP merupakan anak sehat yang tiba-tiba mengalami perdarahan baik
pada kulit, petekie, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung (epistaksis).
- Lama terjadinya perdarahan pada ITP dapat membantu membedakan antara ITP akut
dan kronis.
- Tidak didapatkan gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan suatu
bentuk sekunder da diagnosis lainnya.perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan
obat atau bahan lain yang dapat menyebabkan trombositopenia.
- Riwayat keluarga umumnya tidak didapatkan.
Pemeriksaan fisik1
- Didapatkan bukti adanya perdarahan tipe trombosit (platelet type bleeding) yaitu
petekie, purpura dan perdarahan konjungtiva atau perdarahan mukokutaneus lainnya.
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 6
- Perlu dipikirkan suatu penyakit lain jika ditemukan adanya pembesaran hati atau
limpa meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak dengan ITP.
- Tidaka adanya organomegali.
Pemeriksaan penunjang1
Selain pemeriksaan trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak
dengan ITP umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15 % pasien
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya. Pemeriksaan hapusan
darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia,
sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inherited giant platelet syndrome) dan
kelainan hematologi lainnya. trombosit yang imatur (megatrombosit)ditemukan pada
sebagian pasien. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP
lebih aktif secara metabolic, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang
sama pendarahan lebih jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum
tulang. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya
perdarahan dan jika secara klinis ditemukan kelainan yang khas. Perlu tidaknya
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan pada anak dengan dugaan
ITP, masih menimbulkan perbedaan pendapat diantara para ahli. Umumnya pemeriksaan
ini dilakukan pada kasus yang meragukan, namun tidak pada kasus-kasus dengan
menifestasi klinis yang khas. Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak pernah
nampak dengan trombositopen saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam
pemeriksaan darah tepi pada anak.
Telah disepakati bahwa pemeriksaan aspirasi sumsum tualng sebaiknya dilakukan
sebelum pengobatan steroid diberikan. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada
kasus-kasus yang tidak khas misalnya:
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya panas,
penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tualang, pembesaran hati atau limpa
b. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
c. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal atau gagal
diterapi dengan immunoglobulin intravena
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 7
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur
antibody yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody) dengan
menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat membedakan ITP
primer dengan sekunder atau anak yang akan sembuh dengan sendirinya dengan yang
akan mengalami perjalanan menjadi kronis.
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia lainnya. bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan
eritematosus lupus sistemik (ELS), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma,
defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan
dengan heparin dan quinidin. Adapun algoritma untuk menentukan diagnosis ITP dengan
trombositopenia lainnya :5
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 8
PENATALAKSAAN
Penatalaksanaan awal ITP adalah dengan kortikosteroid, umumnya digunakan
prednison 1 mg/kg/hari selama 1 sampai 2 minggu, diikuti penurunan dosis secara
perlahan. Pemberian dexamethasone pulse singkat terbukti sangat efektif.2,5
Infus imunoglobulin intravena (IVIG) (1gram/kg/hari selama 2 hari) atau antibodi
anti-RhD (WinRho) (50-75 μg/kg/hari) dapat digunakan apabila diharapkan peningkatan
trombosit secara cepat. Antibodi anti-RhD hanya efektif pada pasien-pasien RhD-positif
yang memiliki limpa utuh. Trombositopenia berat persisten atau rekuren dalam 4 sampai
6 minggu biasanya dipertimbangkan sebagai indikasi splenektomi. Pilihan terapi lain
meliputi danazol, siklofosfamid, azatioprin, rituximab, atau transplantasi sumsum
tulang.2,5
Target manajemen ITP yang berhubungan dengan kehamilan adalah jumlah
trombosit 10.000-30.000/μL pada trimester pertama, >30.000/μL selama trimester kedua
atau ketiga, dan >50.000/μL sebelum persalinan pervaginam atau SC. Prednison oral
dosis sedang (10 mg/hari) atau infus IVIG intermiten (1 g/kg dalam 1 atau 2 dosis
terbagi) merupakan terapi standar. Splenektomi disiapkan untuk yang gagal berespons
dengan terapi tersebut dan dapat dilakukan pada trimester pertama atau kedua. Keamanan
pemberian faktor pertumbuhan trombosit (platelet growth factors) selama kehamilan
belum pernah dievaluasi.5
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 9
PROGNOSIS
Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP
dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan, penyebab kematian pada
ITP biasanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial yang berakibat fatal sekitar 2,2%
untuk usia lebih dari 40 tahun sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun
KESIMPULAN
Idiopathic thrombocytopenic purpura merupakan suatu kelainan didapat yang
berupa gangguan autoimun yang menyebabkan trombositopenia akibat pengahancuran
trombosit dan megakariosit secara dini. Manifestasi klinik yang berupa petekie, purpura
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 10
dan perdarahan konjungtiva atau perdarahan mukokutaneus lainnya dan tidak adanya
organomegali. Untuk pengobatannya kortikosteroid merupakan pilihan konvensional
dalam terapi ITP.
PERUJUKAN
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hematologi Onkologi Anak. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI, 2010.
2. Paula H.B. B and MohsenElalfy. Seminars in Hematology. Commentary on
Session: Immune Thrombocytopenia Nomenclature, Guidelines, and Natural
History.Vol 50 (1) : 2013 pg S10–S11 [acces at 13 April 2015] available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23664505
3. Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. Patofisiologi Konsep Klinis
dan Proses-prosesPenyakit . Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC, 2006 : 300 –
302
4. Setiati, S. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing; 2014 : 2742 - 2749
5. Sianipar, Nicholas B. Tinjauan pustaka. Trombositopenia dan Berbagai
Penyebabnya.vol 40 (6) CDK- 217 : 2014 pg 416 – 421 [acces at 13 April 2015]
available at : http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_217Trombositopenia
%20dan%20Berbagai%20Penyebabnya.pdf
6. Yohmi, Elizabeth dkk. Sari Pediatri. Perjalanan Penyakit Purpura
Trombositopenik Imun.vol 8(4) : 2007 pg 310-315 [acces at 13 April 2015]
available at : http://saripediatri.idai.or.id/abstrak.asp?q=400
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram 2015 11
Top Related