SKRIPSI
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBANTU KOMUNITAS
SWABINA PEDESAAN SALASSAE UNTUK PENGELOLAAN
PERTANIAN ORGANIK DI KECAMATAN BULUKUMPA
KABUPATEN BULUKUMBA
ELVIANTI
Nomor Stambuk : 10564 01453 11
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
i
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBANTU KOMUNITAS
SWABINA PEDESAAN SALASSAE UNTUK PENGELOLAAN
PERTANIAN ORGANIK DI KECAMATAN BULUKUMPA
KABUPATEN BULUKUMBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan Oleh
ELVIANTI
Nomor Stambuk: 10564 01453 11
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama Mahasiswa : Elvianti
Nomor Stambuk : 10564 01453 11
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai
aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelas akademik.
Makassar, 1 Oktober 2015
Yang Menyatakan,
Elvianti
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Peran Pemerintah Daerah Dalam Membantu Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae Untuk Pengelolaan Pertanian Organik Di Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk
memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Irwan Akib, M.pd, sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar,
yang telah membina Universitas ini dengan sebaik-baiknya.
2. Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. A. Luhur Prianto, S.IP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Dr. H. Mappamiring, M.Si selaku pembimbing I dan Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd.
Selaku pembimbing II yang telah berkenang meluangkan waktu dan tenanganya
dalam membimbing dan memberikan petunjuk yang begitu berharga dari awal
persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
vii
5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis selama menempuh
pendidikan dilembaga ini.
6. Segenap rekan-rekan civitas akademika Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Makassar khususnya
angkatan 011 kelas E, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Seluruh keluargaku tersayang, kakak Eqy, kakak Awal, kakak Rahma, Kakak Fira,
adik Ulil. Terima kasih telah senantiasa tak henti-hentinya memberiku motivasi
serta semangat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
Universitas Muhammadiyah Makassar.
8. Kedua Orang tuaku tercinta Bapak Sau’ dan Bunda Rawang tersayang yang tidak
pernah bosan memberi semangat, saran, bantuan moril dan materil sampai pada
tahap penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas perhatian, dorongan, cinta dan
kasih sayangnya selalu selama ini. Semoga Allah SWT membalas jasa baik Bapak
dan Bunda tersayang Aamiin.
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, 1 Oktober 2015
Penulis
Elvianti
v
ABSTRAK
ELVIANTI: 105640145311, Peran Pemerintah Daerah Dalam Membantu
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae Untuk Pengelolaan Pertanian
Organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba (dibimbing oleh
Mappamiring dan Ansyari Mone).
Penelitian ini mengkaji tentang peran pemerintah daerah dalam membantu
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian organik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah daerah
dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan
pertanian organik, dan faktor penghambat dan pendukung pemerintah daerah
dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan
pertanian organik.
Jenis penelitian adalah kualitatif dan analisis data yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Sementara informan dalam
penelitian ini mulai dari. Kepala Dinas Pertanian, Kepala Balai Penyuluhan
Pertanian, Pembina KSPS, Ketua KSPS, Masyarakat. Maka jumlah informan
yang ada yaitu 7 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran pemerintah daerah dalam
membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian
organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba, yang meliputi peran
sebagai dinamisator, fasilitator, dan regulator dapat dilihat dari masih kurangnya
tenaga tim penyuluh yang ada, belum adanya bantuan dana yang di berikan oleh
pemerintah untuk pertanian organik serta belum ada peraturan daerah tentang
sistem pengelolaan pertanian. Faktor pendukung adalah adanya sarana dan
prasarana yang cukup memadai serta adanya partisipasi para petani. Faktor
penghambat adalah Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan
pertanian organik serta kurangnya tenaga tim penyuluh.
Kata Kunci: Peran, Pemerintah Daerah, KSPS, Pertanian Organik.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ............................................................................. i
Halaman Persetujuan ....................................................................................... ii
Halaman Penerimaan Tim ............................................................................... iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .................................................. iv
Abstrak ............................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Daftar Isi ......................................................................................................... viii
Daftar Tabel ..................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Peran Pemerintah Daerah ................................................... 9
B. Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)........... ....................... 16
C. Konsep Pengelolaan ............................................................................. 18
D. Konsep Pertanian Organik ................................................................... 21
E. Kerangka Pikir ..................................................................................... 28
F. Fokus Penelitian ................................................................................... 30
G. Definisi Fokus Penelitian........... .......................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi ............................................................................... 33
B. Jenis Dan Tipe Penelitian ..................................................................... 33
C. Sumber Data ......................................................................................... 34
D. Informan Penelitian .............................................................................. 34
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 36
G. Keabsahan Data .................................................................................... 37
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deksripsi Obyek Penelitian .................................................................. 38
B. Peran Pemerintah Daerah dalam Membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk Pengelolaan Pertanian Organik di Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba......................................................................... 45
C. Faktor pendukung dan penghambat dalam Pengelolaan Pertanian
organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba ................. 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 66
B. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 68
LAMPIRAN ............. . ..................................................................................... 70
ix
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tabel 1: Nama Informan ............................................................................ 35
2. Tabel 2 : Nama-Nama Dusun di Desa Salassae Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba.............................................................................. 39
3. Tabel 3: Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin yang ada di Desa Salassae
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba......................................... 40
4. Tabel 4: Data Pendidikan Desa Salassae Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba.......................... ....................................................................... 41
5. Tabel 6: Struktur Organisasi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae ...... 43
6. Tabel 7: Sarana dan Prasarana Pertanian Organik Desa Salassae ............. 57
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim namun selain dikenal dengan
negara maritim indonesia juga dikenal dengan negara agraris, yang artinya
negara yang salah satu penunjang perekonomiannya adalah sektor pertanian.
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati tropika yang unik,
kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu
pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman
bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan
ekspor.
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perekonomian Indonesia, baik itu pada pertumbuhan ekonomi, penerimaan
devisa Negara, pemenuhan kebutuhan pangan, maupun penyerapan tenaga
kerja. Pertanian juga memiliki kontribusi yang besar terhadap peningkatan
devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan pengurangan tingkat
ketergantungan Negara terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas
ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi,
hingga berbagai macam sayur dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan
devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk.
1
2
Menyadari besarnya jumlah penduduk Indonesia yang hidup
bergantung pada sektor pertanian, upaya perbaikan pada sektor ini menjadi
titik sentral guna mewujudkan pertanian yang tangguh. Strategi pembangunan
pertanian harus mampu memecahkan kendala-kendala yang masih dihadapi
dan salah satu permasalahannya yang harus diperhatikan adalah masalah
sumber daya manusia, peranan sumber daya manusia dalam pembangunan
nasional begitu penting apalagi dikaitkan dengan motto pembangunan yang
demokratis yaitu pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Peran pemerintah adalah untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, dalam
mensejahterahkan rakyat pemerintah harus menjalankan perannya baik
sebagai fasilitator, dinamisator, regulator dan katalisator. Selain itu menurut
Rasyid dalam Muhadam (2013:31) dalam mensejahterahkan rakyat
pemerintah juga memiliki fungsi sebagai pelayanan, pemberdayaan,
pembangunan, dan pengaturan.
Pertanian organik telah disosialisasikan kembali di Indonesia sejak
tahun 2001, dengan adanya program pemerintah Go Organic 2010. Namun,
teknologi ini belum tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Program
Go Organic 2010 memiliki visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu
produsen pangan organik terbesar di dunia tahun 2010. Dalam pencapaian
visi tersebut, pemerintah sangat mendukung pengembangan pertanian organik
dengan adanya kebijakan peningkatan produksi pertanian organik.
3
Dalam Peraturan Menteri Pertanian No 64 Tahun 2013 tentang
sistem pertanian organik, sistem pertanian organik adalah sistem manajemen
produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan
agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas
biologi tanah.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih leluasa untuk
menetapkan berbagai prioritas pembangunan yang dijalankan. Potensi sumber
daya yang berasal dari sektor pertanian menjadi penting untuk disusun
strategi pembangunan, sebab potensi sektor pertanian menjadi prioritas
penting seiring dengan makin meningkatnya konsumsi hasil produk
pertanian. Melihat masalah yang sangat kompleks yang sering dihadapi petani
tersebut, menuntut adanya upaya-upaya penyuluhan, pengembangan dan
pengelolaan yang tersusun secara sistematis dan terus menerus dikalangan
para petani salah satunya melalui komunitas petani. Penyuluhan dan
pengembangan serta pengelolaan yang perlu disini adalah yang berorientasi
untuk pemecahan masalah yang dihadapi petani.
Penyuluh, memiliki peran dalam pembangunan pada sektor
pertanian. Peran tersebut berupa pengisi kehampaan pedesaan, penyebar
hasil-hasil penelitian, pelatih pengambilan keputusan, rekan pemberi
semangat, pendorong peningkatan produksi suatu komoditas, pelayan
pemerintah. Untuk itu pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan penyuluh
supaya pembangunan pada sektor pertanian berjalan dengan baik. Sehingga
timbul istilah penyuluhan pertanian yang berarti kegiatan menyebarluaskan
4
teknologi dari suatu institusi melalui pendidikan kepada petani bertujuan
untuk memperbaiki tingkat kehidupan keluarga desa, mengangkat
kesejahteraan masyarakat pedesaan serta meingkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Pertanian Organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab
dengan lingkungan. Pertanian ini berusaha meminimalkan dampak negatif
terhadap alam sekitar dengan menggunakan pupuk dan pestisida organik serta
menggunakan verietas lokal (Andoko, 2006). Para pakar pertanian barat
mendefenisikan bahwa pertanian organik merupakan hukum pengembalian
(law of return) yang berarti suatu sistem yang mengembalikan semua jenis
bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah
pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan
pada tanaman. Filosofinya adalah memberi makanan pada tanah selanjutnya
tanah akan menyediakan makanan untuk tanaman (Sutanto, 2002). Dengan
demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang
memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu
filosofi yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas
yang saling berhubungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan, dan manusia
(Apriantono, 2008). Namun pertanian organik belum dapat diterapkan secara
murni karena kendala yang dihadapi cukup banyak.
Pada saat ini pandangan pengembangan pertanian organik sebagai
salah satu teknologi alternatif untuk menanggulangi persoalan lingkungan
sangat diperlukan. Persoalan besar yang terjadi disebabkan karena pencemaran
5
tanah, air dan udara, sehingga menyebabkan terjadinya degradasi dan
kehilangan sumberdaya alam serta penurunan produktivitas tanah. Pertanian
berbasis kimia yang mempunyai ketergantungan cukup besar pada pupuk dan
pestisida telah mempengaruhi kualitas dan keamanan bahan yang dihasilkan,
kesehatan dan kehidupan lainnya. Dengan memperhitungkan generasi
mendatang, maka pertanian organik menghasilkan interaksi yang bersifat
dinamis antara tanah, tanaman, hewan, manusia, ekosistem dan lingkungan.
Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan “kembali ke
alam”. Pertanian organik belum dapat diterapkan sepenuhnya dalam aktivitas
pertanian masyarakat. Agar program pertanian ini berkelanjutan, perlu adanya
upaya pelatihan yang di berikan kepada para komunitas tani dalam
menerapkan program pertanian organik. Pertanian organik, jika dilakukan
dengan tepat, akan mengurangi biaya input terutama pupuk dan pestisida,
secara dramatis akan meningkatkan kesehatan petani dan kesuburan tanah
mereka secara alami.
Upaya untuk membantu para petani dalam meningkatkan produktivitas
pertaniannya adalah, upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan
pertanian organik. Kondisi pertanian di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba sudah mulai meningkat khususnya di bidang pertanian organik.
Namun sangat diharapkan adanya bantuan dari tenaga tim penyuluh untuk
membantu para petani salassae dalam mengelolah pertanian organiknya. Peran
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae dalam pengelolaan pertanian organik
6
memberikan lahan percontohan kepada para petani dalam mengembangkan
pertaniannya.
Dengan adanya peran pemerintah disini dalam membantu Komunitas
petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa akan mempermudah para petani
dalam mengembangkan usaha taninya. Maka diharapkan dari kegiatan
tersebut disamping dapat meningkatkan produksi tanaman pertanian,
selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta
mampu membuka lapangan kerja dipedesaan. Melalui pengelolaan pertanian
organik ini diharapkan masyarakat desa Salassae mempunyai kemampuan
untuk menghasilkan pupuk sendiri tanpa harus membeli pupuk lagi sehingga
dapat meningkatkan kualitas pertanian dan taraf hidup masyarakat Salassae.
Masalah dalam pengembangan pertanian organik ini adalah insentif
yang tepat untuk petani dalam mengkonversi usaha taninya menjadi usaha tani
organik yang bisa berkelanjutan, dimana pada awalnya usaha tani ini belum
dianggap efektif. Masyarakat menghendaki produk pangan yang baik dan
sehat, tetapi mereka tidak mau membayar tinggi. Petani ingin mendapatkan
bayaran yang wajar atas usaha/kerjanya dalam memproduksi pangan organik
dan mensuport usaha taninya untuk masa yang akan datang. Namun, sistem ini
belum tersedia saat ini. Dengan demikian pertanian, dapat memberikan
konstribusi yang sangat besar bagi masyarakat petani sendiri, dan tentunya
bagi pembangunan di sektor pertanian, yang seharusnya hal ini mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah.
7
Diharapkan peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam
rangka mengembangkan pengelolaan pertanian organik, pertanian ini
diharapkan bukan hanya di lakukan di Kecamatan Bulukumpa saja tetapi
nantinya seluruh Indonesia bisa menerapkan sistem pertanian organik
tersebut. Pemerintah daerah dalam membantu Komunitas petani Salassae
sebagai fasilitator, regulator dan dinamisator untuk mengembangkan sumber
daya manusia yang ada di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis sangat tertarik untuk
mencoba meneliti dan mendiskripsikan masalah dengan mengambil judul
tentang, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Membantu Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae Untuk Pengelolaan Pertanian Organik Di
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba”
B. Rumusan Masalah
Melihat Latar belakang masalah diatas penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba?
2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat peran pemerintah
daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk
8
pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam membantu
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian
organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba?
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat peran
pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba?
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara praktis, di harapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangsi kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan
pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
b. Secara teoritis, di harapkan hasil penelitian ini dapat di jadikan bahan
referensi dan pengembangan pengetahuan tentang bagaimana peran
pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Peran Pemerintah Daerah
1. Pengertian Pemerintahan
Istilah pemerintah berasal dari kata “Perintah” yang berarti menyuruh
melakukan sesuatu sehingga dapat di katakan bahwa pemerintah adalah
kekuasaan yang memerintah suatu Negara atau badan tertinggi yang
memerintah suatu Negara, seperti kabinet. Menurut Wilson dalam Kencana (
2002:12) Pemerintahan pada akhir uraiannya, adalah suatu pengorganisasian
kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan angkatan
bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian banyak kelompok.
Birokrasi pemerintah ditingkat pusat disebut kementrian Negara
beserta jajarannya yang membantu fungsi kekuasaan Eksekutif yaitu Presiden
sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.Yang mewujudkan fungsi
eksekutif sehari-hari adalah birokrasi Pemerintah, sehingga peranan birokrasi
menjadi penting. Peran Birokrasi menjadi mengemuka karena didalam
masyarakat sudah berkembang penguasa-penguasa politik yang telah
mendelegasikan urusan-urusan perencanaan dan pelaksananan kebijakan pada
birokrasi dan bahkan mengantunkannya pada infrastruktur birokrasi.
Menurut Hamdi (2002:8) Fungsi pemerintah yakni melakukan
pengaturan dan memberikan pelayanan. Pengaturan dalam arti megaskan
bingkai kesepakatan kehidupan kolektif, agar terdapat kepastian dan perilaku
9
10
yang memberikan pemamfaatan pada kepentingan umum. Pelayanan terhadap
hak- hak masyarakat berisi kegiatan untuk memudahkan menikmati hidupnya
yang patut atau pantas sesuai dengan nilai-nilai dan martabat
kemanusiaan.Sedang pelayanan terhadap kewajiban masyarakat berisi
kegiatan untuk memampukan masyarakat memahami kepatuhan kolektif yang
semestinya dikembangkan.Pelayanan ini kemudian sangat berkaitan dengan
fungsi pemberdayaan.
Dalam kata perintah “perintah” tersebut, ada dua pihak yang
terkandung dan saling memiliki hubungan, yaitu pihak yang memerintah
memiliki wewenang dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan. Jika kata
ilmu dirangkai dengan kata “pemerintahan” menjadi “ilmu pemerintahan”.
Sedangkan menurut A.Brasz dalam Syarifin (2005), Ilmu pemerintahan
adalah sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana lembaga
pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara ke dalam
maupun ke luar terhadap warganya. (Syarifin, 2005:1).
Secara luas ilmu pemerintahan merupakan suatu aparatur atau alat
perlengkapan Negara dalam rangka menjalankan segala tugas dan
wewenang/kekuasaan Negara, baik kekuasaan Legislatif, Eksekutif maupun
Yudikatif. Apabila dilihat dari negara Indonesia saat ini dengan mengacu
pada undang-undang dasar 1945 sebagai peraturan perundang-undangan yang
tertiaggi, pemerintahan dalam arti luas tersebut mencakup MPR, Presiden,
DPR, MK, DPD, BPK, dan MA. Pemerintahan dalam arti sempit yaitu
aparatur/alat kelembagaan Negara yang hanya mempunyai tugas dan
11
wewenang/kekuasaan eksekutif saja, dengan kata lain pemerintahan dalam
arti sempit ini tidak lain adalah pemerintah. (Syarifin, 2005:19).
Istilah pemerintahan adalah suatu ilmu seni. Disebut sebagai suatu
disiplin ilmu pengetahuan karena memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dapat
dipelajari dan diajarkan, memiliki objek material maupun formal, sifatnya
universal, sistematis serta spesifik dan dikatakan sebagai seni, karena banyak
pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan maupun berkiat
serta dengan karismatik menjalankan roda pemerintahan. (Syafie, 2002:11).
2. Peran Pemerintah Daerah
Pemerintahan Daerah, menurut pasal 1 huruf b UU Nomor 22 tahun
1999, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
berserta perangkat daerah Otonom (Pasal 60 Undang-Undang) Nomor 22
tahun 1999) yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Pengertian pemerintah
daerah ini apabila kita kaji dengan pengertian-pengertian pemerintah sebagai
mana yang telah diuraikan sebelumnya dapatlah diartikan sebagai pemerintah
dalam arti sempit.
Hal demikian dikerenakan arti pemrintah pada ketentuan undang-
undang diatas menunjukan pada badan eksekutif daerah semata. Pemerintahan
daerah menurut Pasal 1 huruf d UU Nomor 22 tahun 1999 di artikan sebagai
penyelenggaraan pemerintahan Daerah Otonom oleh pemerintah Daerah dan
DPRD menurut asas desentralisasi. Adapun arti secara yuridis menurut UU
Nomor 32 tahun 2004 dalam pasal 1 angka 2, pemerintah daerah adalah
12
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonom dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan RI sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 (Syarifin, 2005:20).
Sebagai terlaksananya suatu fungsi atau tugas tentang sesuatu hal
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pengertian yang lain
mengenai pengertian peran maka akan ditemukan bermacam-macam pendapat
yang memberikan rumusan-rumusan dan berbagai sudut pandang yang sangat
bervariasi. Pariata Westra dalam Tuti (2003:9) yang berpendapat bahwa :
“Peranatau role adalah suatu kelakuan yang diharapkan dari oknum dalam
antar hubungan sosial tertentu yang berhubungan dengan status sosial
tertentu”. Menurut Koentjaraningrat (2003: 136) orang yang bertindak dalam
pranata tersebut biasanya menganggap dirinya menempati suatu kedudukan
sosial tertentu, tindakan tersebut di bentuk oleh norma-norma yang mengatur
kedudukan (status) menjadi bagian penting dalam setiap upaya untuk
menganalisa masyarakat. Tingkah laku seseorang yang memainkan suatu
kedudukan tertentu itulah yang disebut sebagai peranan sosial.
Dikutip oleh Soekanto (2007: 213) dari buku “Role, Personality And
Social Structure” karya Levinson, Peranan dapat mencakup tiga hal,sebagai
berikut:
1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peran ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
13
2. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Usman dalam Tuti (2013:14) mengemukakan “ Peran adalah
terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan
dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan
tingkah laku Eko dalam Tuti (2013:10). Soekanto “Peran merupakan aspek
yang dinamis dari kedudukan (status)”. Apabila seseorang yang melakukan
hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu
peran (Eko, 2013). Menurut Soekarkanto, (Fatmawati, 2010:8), peran
merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status), apabila seseorang
melakukan hak dan kewajibannya maka dia menjalankan suatu peran.
Menurut Belgo, (Fatmawati, 2010:8), analisis terhadap perilaku peranan dapat
dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu:
1. Ketentuan peran adalah pernyataan formal pembuka tentang perilaku yang
harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa peranannya.
2. Gambaran peran adalah suatu gambaran tentang perilaku yang secara
aktual dan ditampilkan seseorang dalam membawakan peranannya.
3. Harapan peran adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang
ditampilkan seseorang dalam membawakan peranannya.
14
Guna melaksanakan pemerintahan dalam arti luas pada Negara
kesatuan, ada 2 macam pembagian yaitu:
1. Pemerintah pusat (central govermment), yang mencakup seluruh perangkat
penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas semua dapertemen dan
badan pemerintah yang ditentukan oleh presiden.
2. Pemerintahan didaerah (local state govermment), yang terdiri atas 2
macam yaitu:
a. Pemerintah yang memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri (local self govermment).
b. Pemerintah wilayah (local state govermment), yang berfungsi sebagai
pelaksana tugas pemerintah pusat. (Surianingrat, 1980:19).
3. Tugas dan Fungsi Pemerintah Daerah
Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 adalah :
a. Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b. Menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi urusan pemerintahan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah.
c. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki
hubungan pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana
hubungan tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.
15
Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam
kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap
kelompok termasuk dalam keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan dari
system social, akan senantiasa menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan
kebutuhan dasar manusia seperti keselamatan, istrahat, pakaian dan makanan.
Dalam memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerjasama dan
berkelompok dengan orang lain, bagi kebutuhan sekunder maka diperlukan
bahasa untuk berkomunikasi menurut makna yang disepakati bersama, dan
institusi social yang berlaku sebagai control dalam aktivitas dan
mengembangkan masyarakat. Kebutuhan sekunder tersebut adalah kebutuhan
untuk bekerjasama, menyelesaikan konflik, dan interaksi antara sesama warga
masyarakat.
Osbarne dan Ted Gaebler (1996:192) bahkan meyatakan bahwa
pemerintahan yang demokratis lahir untuk melayani warganya dan karena
itulah tugas pemerintah adalah mencari cara untuk menyenangkan warganya.
Dengan demikian lahirnya pemerintah memberikan pemahaman bahwa
kehadiran suatu pemerintah merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat
yang bertujuan untuk berbuat baik bagi kepentingan masyarakat. Ndraha
(2001:85), fungsi pemerintah ada 2 macam yaitu sebagai berikut:
a. Pemerintah mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan (service),
sebagai provider jasa publik yang baik diprivatisasikan dan layanan civil
termasuk layanan birokrasi.
16
b. Pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan
(empowerment), sebagai penyelenggara pembangunan dan melakukan
program pemberdayaan.
Dengan begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi pemerintahan,
menyebabkan pemerintah harus memikul tanggung jawab yang sangat besar.
Untuk mengembang tugas yang berat itu, selain diperlukan sumberdaya,
dukungan lingkungan, dibutuhkan institusi yang kuat yang didukung oleh
aparat yang memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku didalam masyarakat dan pemerintahan.
Langkah ini perlu dilakukan oleh pemerintah, mengingat dimasa
mendatang perubahan-perubahan yang terjadi didalam masyarakat akan
semakin menambah pengetahuan masyarakat untuk mencermati segala
aktivitas pemerintahan dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan
kepada masyarakat.
B. Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) merupakan suatu
organisasi tani yang bergerak di bidang pertanian, khususnya pertanian
organik. Komunitas Swabina Pedesaan Salassae didirikan di Desa Salassae
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011. Pendiri
komunitas ini adalah salah satu masyarakat desa Salassae yang telah lama
bekerja di FO Bina Desa yang berada di Jakarta.
Yang melatar belakangi didirikannya Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae (KSPS) adalah:
17
1. Melihat kondisi hasil pertanian yang semakin merosot/menurun.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pangan sehat.
3. Kurangnya kemandirian petani yang terus bergantung pada industri
penghasil benih, bibit, pupuk, pestisida dan pengatur pasar.
4. Kurangnya gotong royong antar sesama petani.
Faktor eksternal berupa tantangan yang dimiliki oleh Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) adalah sebagai berikut :
1. Petani tergantung pada pupuk dan pestisida kimia. Penerapan revolusi
hijau selama puluhan tahun menyebabkan para petani mempunyai
ketergantungan yang tinggi terhadap pupuk dan pestisida kimia. Para
petani mempunyai keyakinan bahwa praktek pertanian tidak akan berhasil
apabila meninggalkan penggunaan kedua asupan tersebut.
2. Lahan pertanian organik belum dilindungi. Lahan pertanian organik
tersebar dibeberapa lokasi sehingga tidak dapat dihindari adanya
pencemaran oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh para petani
yang belum melaksanakan budidaya secara organik.
3. Petani mengalami masa kritis ketika memulai pertanian organik. Ketika
praktek pertanian organik dilaksanakan untuk pertama kali para petani
akan mengalami kerugian akibat penurunan produksi yang cukup besar.
Kerugian tersebut selama ini ditanggung sendiri oleh para petani.
4. Pertanian organik dipandang sebagai sistem pertanian yang merepotkan
membutuhkan lebih banyak waktu, biaya dan tenaga.
18
5. Belum ada standarisasi produk organik (masing-masing kelompok / pelaku
mengklaim sebagai pelaku organik)
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) pada hakikatnya
membantu pemerintah terhadap pembangunan desa mengembangkan ilmu
pengetahuan pertanian organik kepada masyarakat, serta pengembangan
penataan desa.
C. Konsep Pengelolaan
Secara etimologi istilah pengelolaan berasal dari kata “kelola” (to
manage) dan biasanya merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu
untuk mencapai tujuan tertentu (Nugroho, 2003: 119). Banyak ahli yang
memberikan pengertian tentang pengelolaan yang berbeda-beda dalam
pengkajiannya, namun pada prinsipnya memiliki maksud dan tujuan yang
sama, yakni untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Pengertian pengelolaan
dalam kamus umum bahasa Indonesia memberikan penjelasan sebagai berikut:
a. (1) proses, cara pembuatan mengelola, (2) proses melakukan perbuatan
tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain, (3) proses yang
membentuk merumuskan kebijakan dan tujuan organisasi, dan (4) proses
yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan.
b. Manajemen adalah suatu proses yang membedakan atau perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasaan, dengan memanfaatkan
19
baik ilmu maupun seni agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolaan
adalah suatu proses kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasaan.
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu pemeliharaan yang berhubungan dengan waktu
yang akan datang dalam menggambarkan dan merumuskan kegiatan-
kegiatan yang diusulkan demi mencapai hasil yang dikehendaki.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah penentuan, pengelompokan, dan pegaturan
berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk mencapai tujuan.
c. Pelaksanaan (Acuntting)
Pelaksanaan adalah usaha agar setiap anggota kelompok mengusahakan
pencapaian tujuan dengan berpedoman dengan pada perencanaan dan
usaha pengorganisasian.
d. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah proses penentuan apa yang seharusnya diselesaikan
yaitu penilaian, pelaksanaan, bila perlu melakukan tindakan korektif agar
pelaksanaannya tetap sesuai dengan rencana.
Pengelolaan merupakan suatu tindakan yang berupaya menata setiap
pelaksanaan tugas terutama tugas-tugas pokok menuju suatuketeraturan yang
20
baik dan saling berhubungan. Dengan adanya pengelolaan diharapkan dapat
merubah suatu keadaan hingga menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya,
dan bahkan dapat menjadi suatu yang baru, sehingga memiliki nilai-nilai yang
lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pengelolaan juga mengandung makna
sebagai pembaharuan, yaitu melakukan usaha-usaha untuk membuat sesuatu
menjadi lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan menjadi lebih baik dan
lebih bermanfaat.
Pengelolaan selalu didasari atas usaha untuk menjadikan sesuatu
menjadi lebih bermanfaat dan faktor penting yang terdapat di dalamnya adalah
mengubah sesuatu menjadi baru atau memiliki nilai tinggi. Disamping itu
pengelolaaan sebagai pembaharuan dalam arti menjaga keseimbangan akibat
tekanan-tekanan perubahan dan memeliharanya agar cocok dengan kebutuhan
yang lebih bermanfaat. Pengelolaan juga mencakup beberapa kegiatan yang
saling berhubungan sehingga membentuk suatu sistem kegiatan yang bekerja
menurut proses atau aturan yang berlaku. Adapun unsur-unsur kegiatan yang
dimaksud adalah perencanaan, pengaturan atau prosedur pengawasan yaitu
pengelolaan adalah suatu proses atau pengembangan yang mencakup urutan
pengertian dan diawali dengan demikian, menumbuhkan, memelihara
pertumbuhan tersebut yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan,
penyempurnaan dan akhirnya mengembangkannya. Pengertian tersebut
menekankan pengelolaan merupakan suatu rangkaian tindakan perencanaan,
karena perencanaan memegang peranan penting. Dengan adanya perencanaan
yang baik tindakan pengelolaan akan memperoleh hasil yang optimal. Tidak
21
sedikit orang yang mengartikan pengelolaan sama dengan arti manajemen.
Karena antara manajemen dan pengelolaan memiliki tujuan yang sama yaitu
tercapainya tujuan organisasi lembaga.
E. Konsep Pertanian Organik
1. Pengertian Pertanian Organik
Istilah produk organik bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat,
mulai dari makanan organik, sayur organik, beras organik, buah organik
bahkan sampai ayam atau sapi organik. Di pasar dan supermarket kita bisa
mendapatkan hasil-hasil pertanian dengan label organik. Hal ini dapat
menggambarkan bahwa hasil hasil pertanian organik sudah memiliki pangsa
pasar tersendiri. Meskipun dalam banyak hal untuk memperoleh produk
organik orang harus membayar lebih mahal tidak menjadikan hambatan bagi
segmentasi konsumen tertentu untuk mengkonsumsi produk organik.
Pertanian organik dibanyak tempat dikenal dengan istilah yang berbedabeda.
Ada yang menyebut sebagai pertanian lestari, pertanian ramah lingkungan,
sistem pertanian berkelanjutan dan pertanian organik itu sendiri. Penggunaan
istilah pertanian organik / “Organik Farming “ pertama kali oleh Northbourne
pada Tahun 1940 dalam bukunya yang berjudul “Look to the Land ”.
Northbourne menggunakan istilah tersebut tidak hanya berhubungan dengan
penggunaan bahan organik untuk kesuburan lahan, tetapi juga kepada konsep
merancang dan mengelola sistem pertanian sebagai suatu sistem utuh atau
organik, mengintegrasikan lahan, tanaman panenan, binatang dan masyarakat.
(Scofield, 1986, dalam Lotter, DW, 2003).
22
Pertanian organik, sebagai suatu sistem produksi pertanian yang
berasaskan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana
limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki
status kesuburan dan struktur tanah. Sutanto (2002) menguraikan pertanian
organik secara lebih luas, bahwa menurut para pakar pertanian Barat, sistem
pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang
berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan
organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman
maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada
tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan
prinsip-prinsip memberikan makanan pada tanah yang selanjutnya tanah
menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants)
dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Pertanian organik
merupakan kegiatan bercocok tanam yang ramah atau akrab dengan
lingkungan dengan cara berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam
sekitar dengan ciri utama pertanian organik yaitu menggunakan varietas lokal,
pupuk, dan pestisida organik dengan tujuan untuk menjaga kelestarian
lingkungan.
Pertanian organik menurut International Federation of Organic
Agriculturem Movements/IFOAM (2008) didefinisikan sebagai sistem
produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan
kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga
menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan.
23
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan
mempercepat biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Tujuan
yang hendak dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik menurut
IFOAM antara lain: 1) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem
usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah,
tanaman serta hewan; 2) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para
produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai
dengan hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh
penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan
sehat, dan 3) memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara
berkelanjutan.
Pertanian organik menurut IFOAM merupakan sistem manajemen
produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan
hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian
organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan produktivitas di
antara flora, fauna, dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang
menyebabkan kerusakan sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai
pertanian organik, sebaliknya sistem pertanian yang tidak menggunakan
masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk
dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak
mendapat sertifikasi organik. Kementerian Pertanian (2007) dalam Road Map
Pengembangan Pertanian Organik 2008-2015 mengemukakan, bahwa
pertanian organik dalam praktiknya dilakukan dengan cara, antara lain: 1)
24
menghindari penggunaan benih/bibit hasil rekayasa genetika (GMO =
genetically modified organism); 2) menghindaripenggunaan pestisida kimia
sintetis (pengendalian gulma, hama, dan penyakit dilakukan dengan cara
mekanis, biologis, dan rotasi tanaman); 3) menghindari penggunaan zat
pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis (kesuburan dan
produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan menambahkan pupuk
kandang dan batuan mineral alami serta penanaman legum dan rotasi
tanaman); dan 4) menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif
sintetis dalam makanan ternak.
2. Prinsip-prinsip Pertanian Organik
Pertanian merupakan pekerjaan petani menghasilkan makanan untuk
memenuhi kebutuhan kehidupan manusia dengan cara bekerja bersama alam
atau mengikuti hukum-hukum alam, suatu proses yang memadukan kebijakan
dan kerja dengan unsur alam seperti sinar matahari, udara, air (ekosistem).
Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-
prinsip memberi makan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan
makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants, dan bukan
memberi makanan langsung pada tanaman. Von uexkull dalam Sutanto (2005)
memberikan istilah “ membangun kesuburan tanah”. Strategi pertanian
organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman , kompos dan
pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami
proses mineralisasi baru menjadi unsur dalam larutan tanah. Dengan kata lain ,
unsur hara di daur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa
25
organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan
pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan
langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap tanaman dengan dosis
dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan.
IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements),
2008, menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan
pertanian organik. Prinsip-prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat
diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk
meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Pertanian
merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena semua
orang perlu makan setiap hari. Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan
organik dengan segala keberagamannya.
Prinsip – prinsip pertanian organik menurut IFOAM sebagai berikut :
a. Prinsip kesehatan;
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan
tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak
terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan
komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat
akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan
dan manusia. Kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi juga dengan
memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Ketahanan tubuh,
keceriaan dan pembaharuan diri merupakan hal mendasar untuk menuju sehat.
26
Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan
konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan
ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah
hingga manusia.
b. Prinsip ekologi;
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi
kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus
ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam
sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan
pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh
melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh,
tanaman membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan ekosistem
peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan lingkungan perairan.
Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah
sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus-siklus ini
bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal.
Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi,
budaya dan skala lokal. Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara
dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan
energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi
sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis
melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman
genetika dan pertanian.
27
Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian
organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan
adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja,
pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik harus
memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat,
menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan.
Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan
ketersediaan pangan maupun produk lainnya dengan kualitas yang baik.
Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam
kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin
kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk
produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan
ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan
sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan
mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.
c. Prinsip perlindungan.
Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung
jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan
mendatang serta lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem
yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat
internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong
meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan
kesehatan dan kesejahteraannya. Maka, harus ada penanganan atas
28
pemahaman ekosistem dan pertanian yang tidak utuh. Prinsip ini menyatakan
bahwa pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam
pengelolaan, pengembangan dan pemilihan teknologi di pertanian organik.
Ilmu pengetahuan diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik
bersifat menyehatkan, aman dan ramah lingkungan.
Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan
dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak
dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering).
Segala keputusan harus mempertimbangkan nilai-nilai dan kebutuhan dari
semua aspek yang mungkin dapat terkena dampaknya, melalui proses-proses
yang transparan dan partisipatif.
D. Kerangka Pikir
Pengelolaan pertanian organik harus merupakan pengelolaan yang
berencana secara menyeluruh, sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal
bagi masyarakat, baik dari segi ekonomis, sosial dan kultural. Pengelolaan
tersebut harus mengintergrasikan pengelolaan pertanian dalam program
pembangunan ekonomi, fisik, dan sosial dari suatu negara. Pengelolaan
pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba sangat
ditentukan oleh bagaimana partisipasi para petani dalam keikutsertaan dan
keterlibatan masyarakat petani mulai dari perencanaan sampai dengan proses
pelaksanaan.
Pengelolaan pertanian organik bertujuan utnuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan para petani sebagai proses untuk memajukan
29
kehidupan para petani. Namun untuk meningkatkan partisipasi para petani
dalam pengelolaan pertanian organik ini, tidak akan berjalan semudah yang
dibayangkan, akan selalu ada faktor yang menghambat dalam pelaksanaanya
maka pelaksanaan pengelolaan akan lebih cepat begitupun sebaliknya.
Peran pemerintah daerah dalam hal Dinas Pertanian, Tanaman Pangan
dan Holtikultura Kabupaten Bulukumba membantu Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae dalam pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba sangat di butuhkan dalam peningkatan
partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan pertanian organik. Kemauan para
petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pertanian organik merupakan
kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya pertanian organik di
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
Berdasarkan hal tersebut bagan kerangka pikir penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut:
30
Bagan Kerangka Pikir
E. Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik.
2. Faktor pendukung dan penghambat pemerintah daerah dalam membantu
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian
organik.
Indikator
Dinamisator
Fasilitator
Regulator
Peran Pemerintah Daerah Dalam Membantu Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae Untuk Pengelolaan Pertanian
Organik
Faktor Pendukung:
Sarana dan
Prasarana
Adanya
partisipasi para
petani
Faktor Penghambat:
Kurangnya
Pengawasan
pemerintah
Kurangnya tenaga
tim penyuluh
Efektivitas Pengelolaan Pertanian
Organik
31
F. Deskripsi Fokus Penelitian
Untuk memudahkan pengukuran objek melalui data yang telah dipoleh, maka
konsep tersebut yang telah dikemukakan perlu dioperasionalkan secara rinci
dalam indikator-indikator sebagai berikut:
1. Peran adalah segala sesuatu tindakan yang dilakukan dengan segala yang
bisa mangakibatkan terjadinya suatu peristiwayang lain baik secara
langsung maupun tidak langsumg.
2. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dan unsur penyelenggaraan pemerintah daerah adalah
gubernur, bupati, walikota, dan perangkat daerah.
3. Komunitas Swabina Pedesaan Salassae merupakan kelompok organisasi
tani yang bergerak di bidang pertanian organik.
4. Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk
menyeimbangkan penyelengggaraan pembangunan (menerbitkan
peraturan- peraturan dalam rangka efektifitas dan tertib administrasi
pembangunan).
5. Pemerintah sebagai fasilitator yaitu peran pemerintah sebagai fasilitator
adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan
pembangunan (menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam
mengoptimalkan pembangunan daerah).
32
6. Pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakan partisipasi multi
pihak tatkala stagnasi terjadi dalam proses pembangunan (mendorong dan
memelihara dinamika pembangunan daerah).
7. Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang mendukung peran pemerintah
daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk
pengelolaan pertanian organik.
8. Faktor penghambat adalah faktor-faktor yang menghambat peran
pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 2 bulan di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Alasan penulis memilih lokasi di
Kecamatan Bulukumpa karena di Kecamatan tersebut memiliki kelompok
organisasi masyarakat tani yang bergelut di bidang pertanian khususnya
pertanian organik yang di beri nama Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
(KSPS).
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah kualitatif, artinya
data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka melainkan data
tersebut berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi,
catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan
dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik
dibalik fenomena secara terperinci, mendalam, dan tuntas tentang Sumber
Data.
2. Tipe penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu bentuk
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang
peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
33
34
Salassae (KSPS) untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
C. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang di gunakan yaitu data
primer dan data sekunder :
1. Data Primer yaitu data yang di peroleh dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap objek penelitian.
2. Data Sekunder yaitu data yang di peroleh melalui media dengan
maksud untuk melengkapi data primer seperti buku, artikel internet dan
jurnal ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan objek yang di teliti
sehingga penelitian lebih akurat. Peneliti menggunakan data sekunder
ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para petani
D. Informan Penelitian
Informan merupakan sasaran objek peneliti yang akan menjadi sumber
informasi dalam pengumpulan data-data primer melalui proses observasi dan
wawancara lapangan. Informan yang di pilih dalam penelitian ini adalah
informan yang mampu memberikan informasi tentang peran pemerintah
daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae dalam
pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba. Untuk lebih jelas lihat tabel di berikut ini:
35
Tabel 01. Informan Penelitian
No. Informan Jumlah
1. Kepala Dinas Pertanian 1 Orang
2. Kepala Balai Penyuluhan Pertanian 1 Orang
3. Pembina KSPS 1 Orang
4. Ketua KSPS 1 Orang
5. Masyarakat (Petani) 3 Orang
Jumlah 7 Orang
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara melakukan pengamatan langsung di lapangan tentang peran
pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan langsung kepada informan
yang berkaitan dengan peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
36
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengambilan data melalui dokumen-
dokumen tertentu yang di anggap mendukung fokus penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data ialah langkah selanjutnya untuk mengolah data dimana
data yang di peroleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk
menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hal penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa
interaktif. Dalam model ini terdapat 3 (tiga) komponen pokok. Menurut Miles
dan Huberman dalam (Sugiono, 2012: 246) ketiga komponen tersebut yaitu:
1. Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang
mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak
penting dan mengatur data yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan
peneliti dapat dilakukan.
2. Sajian data merupakan suatu rakitan informasi yang memungkinkan
kesimpulan secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis agar
makna peristiwanya menjadi lebih mudah dipahami.
3. Penarikan simpulan dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus
mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan mencatat peraturan-
peraturan sebab akibat dan berbagi proporsi sehingga penarikan kesimpulan
dapat dipertanggung jawabkan.
37
G. Keabsahan Data
Kridibilitas data sangat mendukung hasil penelitian,oleh karna itu
diperlukan teknik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Menurut Wiliam (Dalam
Sugiyono 2011) triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan triangulasi waktu.
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek pada data sumber
lain yang telah diperoleh sebelumnya.
b. Triangulasi metode
Triangulasi metode bermakna data yang diperoleh dari satu sumber
dengan menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan atau
ketidak akuratannya.
c. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu yang dilakukan disini dengan menguji kredibilitas data
yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan
wawancara, observasi, atau teknik lainnya dalam waktu dan situasi yang
berbeda.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Letak Geografis
Kondisi alam terdiri dari dataran tinggi dan dataran rendah dengan
curah hujan rata-rata 5 bulan pertahun. Kondisi ini berdampak pada pola mata
pencaharian hidup karena kegiatan ekonomi masyarakat sebagian besar adalah
petani dan ternak. Untuk mencapai Desa Salassae dapat dicapai lewat jalan
raya yang menghubungkan kota kecamatan dengan pusat desa dengan jarak
tempuh kurang lebih 10 km.
2. Luas Wilayah Desa Salassae
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa Desa Salassae
merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba dengan luas wilayah 11 km, yang terdiri dari 98 ha lokasi
persawahan dan 102 ha lokasi perkebunan. Sedangkan jumlah dusun yang
terdapat di Desa Salassae Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba
sebanyak 5 dusun. Untuk lebih jelasnya tentang nama-nama Dusun dan luas
wilayah yang terdapat di Desa Salassae Kecamatan Bululumpa Kabupaten
Bulukumba dapat dilihat pada tabel berikut ini:
38
39
Tabel 02.
Nama-Nama Dusun di Desa Salassae Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba
No Nama Dusun Luas Wilayah
1. Dusun Ma’remme 2,3 Km
2. Dusun Bonto Tangnga 2,5 Km
3. Dusun Batu Tujua 1,8 Km
4. Dusun Bolongnge 1,6 Km
5. Dusun Batu Hulang 2,8 Km
Sumber : Kantor Desa Salassae, Dikutip tanggal 13 Oktober 2015
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa di Desa Salassae Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba dari 5 dusun dengan luas 11 Km, dari luas
wilayah tersebut tercatat bahwa Dusun Batu Hulang memiliki wilayah terluas
yaitu 2,8 Km, terluas kedua adalah Dusun Bonto Tangnga dengan luas
wilayah 2,5 Km, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Dusun
Bolongnge yaitu 1,6 Km.
3. Keadaan Penduduk dan Jumlah Penduduk
Penduduk Desa Salassae dari tahun ke tahun selalu mengalami
perubahan baik yang di sebabkan oleh kelahiran, kematian, kedatangan dan
perpindahan. Berdasarkan hasil pencatatan dokumentasi peneliti bahwa pada
tahun 2014, jumlah penduduk di Desa Salassae mencapai 3.368 jiwa. Untuk
lebih jelasnya tentang jumlah penduduk berdasarkan masing-masing dusun
yang ada di Desa Salassae dapat dilihat pada tabel berikut ini:
40
Tabel 03.
Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin yang ada di Desa Salassae
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba
No Nama Dusun L P Jumlah
1. Ma’remme 379 348 727
2. Bonto Tangnga 364 380 744
3. Batu Tujua 332 329 661
4. Bolongnge 205 223 428
5. Batu Hulang 393 413 806
Jumlah 1.673 1.693 3.366
Sumber : Kantor Desa Salassae, Dikutip tanggal 13 Oktober 2015
Berdasarkan dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
terbanyak berada pada Dusun Batu Hulang yaitu sebanyak 806 jiwa atau yang
terdiri dari 396 jiwa laki-laki dan 413 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah
penduduk yang paling sedikit berada pada Dusun Bolongnge yaitu sebanyak
428 jiwa yang terdiri dari 205 jiwa laki-laki dan 223 jiwa perempuan.
Keseluruhan jumlah penduduk yang ada pada lingkungan Desa Salassae
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba pada tahun 2014 sebesar 3.366
jiwa. Yang tergolong ke dalam 1.673 jiwa penduduk laki-laki dan 1.693 jiwa
penduduk perempuan.
4. Tingkat Pendidikan Masyarakat
Pendidikan masyarakat Desa Salassae cukup maju, ini dapat dilihat dari
hasil penjajakan bahwa kebanyakan anak yang sudah tamat SD melanjutkan
41
pendidikannya ke tingkat SLTP, dan hanya sebagian kecil saja yang putus
sekolah, dan jumlah kategori pendidikan masyarakat Desa Salassae dapat di
lihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 04.
Data Pendidikan Desa Salassae Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba
No Jenjang Pendidikan Jumlah
1. Belum Sekolah 247
2. SD 1.066
3. SLTP 797
4. SLTA 637
5. Strata 1 (S.1) 285
6. Strata 2 (S.2) 8
Total 2.795
Sumber: Kantor Desa Salassae, Dikutip Tanggal 13 Oktober 2015
Dengan melihat tabel 4 di atas jumlah penduduk berdasarkan jenjang
pendidikan mulai dari yang belum sekolah sampai dengan yang tamat
diperguruan tinggi, dapat disimpulkan bahwa taraf pendidikan warga
masyarakat Desa Salassae cukup maju, dari 3.366 jiwa penduduk Desa
Salassae, 1.066 jiwa yang manamatkan sekolahnya sampai pada tingkat dasar
,SLTP dengan jumlah 797 jiwa, SLTA dengan jumlah 637 jiwa. Kemudian
yang belum sekolah 247 jiwa sedangkan yang mampu menyelelesaikan
42
sampai pada perguruan tinggi S.1 sebanyak 285 jiwa dan yang mampu
menyelesaikan sampai S.2 8 jiwa dari jumlah penduduk Desa Salassae.
5. Profil Organisasi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) merupakan sebuah
organisasi tani yang bergerak di bidang pertanian organik. Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae (KSPS) terletak di sebuah desa dengan jarak yang
jauh dari kota Kabupaten Bulukumba (± 30 Km), letaknya (± 10 Km) dari
kota Kecamatan Bulukumpa. Pendiri komunitas ini adalah salah satu
masyarakat desa Salassae yang telah lama bekerja di FO Bina Desa yang
berada di Jakarta. Organisasi ini didirikan sebagai wadah petani dalam
menghimpun aspirasi petani dalam pengelolaan dan pemanfaatan pertanian
organik di Desa Salassae.
a. Visi
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang sehat, sejahtera, mandiri dan
berdaulat
2. Terwujudnya lingkungan yang sehat, karena terhindar dari pestisida
kimia sintesis.
3. Terwujudnya keseimbangan alam, karena dalam pertanian organik
tidak ada yang dimatikan (pemutusan rantai makanan).
b. Misi
1. Menciptakan kehidupan masyarakat yang sehat, sejahtera, mandiri dan
berdaulat atas pangan yang dihasilkan.
43
2. Menciptakan lingkungan sekitar menjadi sehat, sehingga lingkungan
menjadi aman untuk pertanian.
3. Menciptakan keseimbangan alam yang harmonis terhadap seluruh
makhluk hidup.
6. Struktur Organisasi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
Tabel 06.
Struktur Organisasi Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
Tugas Pembina Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)
1. Mengevaluasi kinerja dari pemimpin organisasi.
2. Merumuskan program kerja organisasi bersama dengan pimpinan
organisasi.
Pembina
Ketua KSPS
Sekretaris Bendahara
KT.
Ma’remme
KT. Bonto
Tangnga
KT. Batu
Tujua
KT.
Bolongnge
KT. Batu
Hulang
44
3. Melakukan audit kegiatan dan keuangan organisasi.
Tugas Ketua Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)
1. Menentukan kebijakan organisasi.
2. Mengkomunikasikan kegiatan organisasi dengan lembaga-lembaga lain,
baik lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
3. Mengevaluasi abministrasi organisasi.
Tugas Sekretaris Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)
1. Menangani administrasi organisasi.
2. Mendistribusikan kegiatan-kegiatan kepada setiap kelompok tani.
3. Mengkomunikasikan setiap kegiatan-kegiatan organisasi kepada lembaga-
lembaga yang lain.
Tugas Bendahara Komunitas Swabina Pedesaan Salassae (KSPS)
Melakukan pencatatan keuangan organisasi.
45
B. Peran Pemerintah Daerah Dalam Membantu Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae Untuk Pengelolaan Pertanian Organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba
Pelaksanaan tugas dan fungsi seorang pemerintah daerah dalam
bidang pemerintahan merupakan salah satu bentuk kegiatan aparat
pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk
memberikan deskripsi mengenai pelaksanaan fungsi tersebut. Pemerintah
daerah mempunyai peranan yang lebih penting terhadap kemajuan dan
perkembangan wilayah yang dipimpinnya yaitu melaksanakan pembinaan
terhadap masyarakat dalam meningkatkan peran serta mereka terhadap
pengembangan pembangunan khususnya dibidang pertanian. Konsep strategi
pembangunan berimbang (balanced growth), yaitu pembangunan disektor
pertanian dan sektor industri secara bersamaan merupakan tujuan
pembangunan yang paling ideal. Pada kenyataannya konsep strategi
pembangunan berimbang tidak dapat dilakukan oleh negara berkembang, hal
ini disebabkan karena sumber daya manusia yang tidak memadai untuk
melakukan pembangunan dibidang pertanian dan bidang industri sekaligus.
Dalam menerapkan program pertanian organik di desa salassae
komunitas swabina pedesaan salassae awalnya mengalami kesulitan untuk
mengajak para petani untuk bergabung melaksanakan usaha tani padi mereka
secara organik. Para petani konvensional beranggapan apabila ia melakukan
budidaya secara organik ada banyak kesulitan yang akan dihadapi. Salah satu
kesulitan terbesar, para petani konvensional mempunyai kekhawatiran akan
46
mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk organik. Para petani belum
melihat potensi lokal yang ada berupa limbah pertanian yang tersedia
melimpah yang dapat dikelola menjadi pupuk organik. Seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengembangkan sistem
pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, pertanian organik
menjadi salah satu pilihan yang dapat diambil.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat di deskripsikan tentang peran
pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
untuk pengelolaan pertanian organik yang secara garis besar mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1. Peran Pemerintah Sebagai Dinamisator
a. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan upaya mengkomunikasikan kegiatan untuk
menciptakan dialog dengan masyarakat. Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae dalam melaksanakan sosialisasi terhadap masyarakat di Kecamatan
Bulukumpa di bantu oleh pemerintah daerah yaitu dengan cara melakukan
pertemuan dengan para petani membahas tentang masalah apa yang dihadapi
petani untuk memberikan pengarahan dan membantu petani menemukan jalan
keluar dari masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.
Berikut hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten
Bulukumba terkait indikator tentang peran pemerintah dalam melakukan
sosialisasi sebagai berikut:
47
“...Kami dari Dinas Pertanian membantu anggota Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae dalam memberikan sosialisasi atau
pemahaman kepada para petani yang ada di Kecamatan
Bulukumpa tentang apa manfaat dalam menerapkan sistem
pertanian organik di bandingkan bertani sacara konvensional.
Dengan adanya program pertanian organik yang dijalankan oleh
KSPS memberikan dampak yang positif bagi daerah yang lain utuk
menerapkan sistem yang sama.” (Wawancara Penulis, HN 15
Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP) Kecamatan Bulukumpa, yang menyatakan sebagai berikut:
“...Dengan adanya pertemuan seperti itu dapat membantu para
petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan dalam mengelolah pertaniannya.
Dan masih banyaknya para petani yang belum mengetahui cara-
cara bertani sacara organik membuat kami dari tim penyuluh serta
anggota KSPS lebih sering melakukan pertemuan kepada para
petani agar mereka lebih memahami dalam mengelolah
pertaniannya.” (Wawancara Penulis, ND 14 Oktober 2015).
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah
daerah telah bertemu langsung kepada para petani membahas tentang manfaat
dan pentingnya sistem pertanian organik serta membantu petani memberikan
pemahaman serta pengetahuan dalam mengelolah pertaniannya.
Sedangkan dari hasil wawancara penulis lakukan dengan Ketua
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Dengan adanya bantuan dari pemerintah daerah serta tim
penyuluh dalam memberikan sosialisasi kepada para petani
membuat kami dari anggota KSPS merasa mudah dalam
menjalankan program pertanian organik ini. Karena kalau dilihat
sebelumnya belum ada dari Kecamatan ataupun daerah-daerah
lainnya yang ada di Kabupaten Bulukumba yang menerapkan
program pertanian organik ini.” (Wawancara Penulis, PN 13
Oktober 2015).
48
Hal senada juga di sampaikan oleh salah satu informan, yang
menyatakan sebagai berikut:
“...Dengan adanya pertemuan yang dilakukan oleh KSPS dan
dibantu oleh pemerintah serta menghadirkan tim penyuluh dari
Kecamatan membuat kami para petani sangat terbantu, karena
dengan adanya pertemuan itu kami bisa menyampaikan setiap
masalah atau keluhan yang kami hadapi dalam pertanian organik
ini. Disamping itu dengan pengetahuan yang di berikan kepada
kami membuat kami mengerti tentang pentingnya pangan yang
sehat bagi diri.” (Wawancara Penulis, SA 08 Oktober 2015).
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa dengan adanya
pertemuan yang dilakukan oleh Komunitas Swabina Pedesaan Salassae di
bantu oleh pemerintah daerah serta di dampingi oleh tim penyuluh sangat
membantu para petani dalam mendapatkan informasi seputar masalah
pertaniannya. Setiap pemahaman yang diberikan kepada para petani akan
mempermudah dalam mengelolah hasil pertaniannya.
b. Praktik Lapangan
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae di bantu oleh pemerintah
dalam hal ini Dinas Pertanian Kabupaten Bulukumba dan Balai Penyuluhan
pertanian Kecamatan Bulukumpa melakukan praktik lapangan kepada para
petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa. Kurangnya tenaga tim penyuluh
yang di kerahkan oleh pemerintah daerah membuat anggota dari Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae membantu tim penyuluh yang memberikan
pelatihan.
Sebagaimana dari hasil wawancara penulis lakukan dengan Kepala
Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Bulukumpa, yang menyatakan bahwa:
49
“...Dengan melakukan praktik lapangan kepada para petani
merupakan salah satu cara yang tepat untuk membantu petani
dalam meningkatkan hasil pertaniannya. Disini dari tim penyuluh
bersama dengan anggota KSPS memberikan contoh tentang cara
pembuatan kompos organik, serta cara-cara pengolahan tanah yang
baik serta mengenali jenis penyakit atau hama yang menyerang
pertaniannya.” (Wawancara Penulis, ND 14 Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh Ketua Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Tim penyuluh bersama dengan anggota KSPS memberikan
praktik lapangan berupa contoh-contoh kepada para petani berupa
cara pembuatan pupuk kompos alami, agar para petani tidak
bergantung terus dengan KSPS yang biasa memberikan langsung
kompos alami siap pakai kepada para petani. Dengan adanya
pelatihan ini membuat para petani bisa lebih mandiri dalam
membuat kompos organik sendiri nantinya.” (Wawancara Penulis,
PN 13 Oktober 2015).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
adanya praktik lapangan atau pelatihan yang di lakukan oleh anggota KSPS
bersama dengan Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Bulukumpa akan sangat
membantu para petani terutama dalam memberi contoh cara membuat pupuk
kompos organik serta dapat membuat petani lebih mandiri.
Sedangkan dari hasil wawancara penulis lakukan dengan Pembina
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae terkait indikator praktik lapangan atau
pelatihan, yang menyatakan sebagai berikut:
“... Dengan adanya pelatihan yang dilakukan oleh KSPS bersama
dari tim penyuluh Kecamatan, akan sangat membantu para petani
dalam menggarap pertaniannya, walaupun menurut saya kurangnya
tenaga tim penyuluh juga mempengaruhi para petani yang merasa
masih kekurangan dalam mendapatkan informasi yang lebih
banyak.” (Wawancara Penulis, PN 13 Oktober 2015).
50
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu petani, yang menyatakan
bahwa:
“... Iya sudah ada, tapi kurangnya tim penyuluh yang ada untuk di
Kecamatan Bulukumpa membuat kami masih membutuhkan
pengetahuan serta contoh-contoh yang lain. Mengingat sudah
banyak petani di Kecamatan ini yang beralih bertani secara
organik, jadi saya selaku petani di sini juga sangat berharap agar
kedepannya tim penyuluh bisa di tambah jumlahnya.” (Wawancara
Penulis, UM 08 Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh salah satu informan, yang
menyatakan bahwa:
“...Iya, memang sudah ada tim penyuluh yang mendampingi kami
para petani disini namun masih kurang. Karena perlahan-lahan
sudah banyak petani yang beralih ke pertanian organik. Jadi
seharusnya tenaga tim penyuluh dari Kecamatan harus di tambah
lagi agar informasi seputar pertanian organik bisa kami dapatkan
dengan cepat.” (Wawancara Penulis, UD 09 Oktober 2015).
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan diatas dapat
disimpulkan bahwa pemerintah telah mengutus tim penyuluh di Kecamatan
Bulukumpa bersama dengan anggota KSPS untuk memberikan pelatihan atau
praktik lapangan kepada para petani. Namun para petani masih membutuhkan
tambahan tenaga tim penyuluh agar semua para petani dapat dengan mudah
mendapatkan informasi tentang usaha taninya.
c. Pengawasan
Pengawasan hasil kegiatan ini dilakukan secara mendalam pada semua
tahapan pengelolaan pertanian organik agar prosesnya berjalan sesuai dengan
tujuannya. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Holtikultura Kabupaten Bulukumpa bersama Balai Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Bulukumpa serta pembina Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
51
melakukan pengawasan terhadap jalannya program pengelolaan pertanian
organik yang ada di Kecamatan Bulukumpa.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Bulukumba terkait indikator
pengawasan, yang menyatakan sebagai berikut:
“...Pengawasan yang dilakukan disini untuk melihat sejauh mana
pemahaman para petani dalam memahami setiap teori maupun
contoh-contoh yang kami berikan saat melakukan praktik lapangan
atau pelatihan. Sehingga demikian hasil pertaniannya dapat
meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.” (Wawancara
Penulis, HN 15 Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh Pembina Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Pengawasan yang kami lakukan disini di dampingi oleh Dinas
Pertanian maupun dari tim penyuluh melihat sejauh mana tingkat
keberhasilan para petani dalam menerapkan setiap informasi yang
diberikan dalam upaya meningkatkan hasil usaha taninya.”
(Wawancara Penulis, AS 10 Oktober 2015).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Dinas Pertanian
bersama tim penyuluh serta pembina Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
melakukan pengawasan kepada para petani untuk melihat sejauh mana tingkat
keberhasilan para petani dalam menerima setiap informasi yang diberikan
dalam upaya meningkatkan hasil usaha taninya.
Sebagaimana hasil wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu
petani, yang menyatakan bahwa:
“...Iya pemerintah bersama dari pihak KSPS memantau hasil
pertanian kami dengan melakukan pengawasan. Setiap masalah
yang kami hadapi mudah teratasi dengan baik karena bantuan baik
dari tim penyuluh maupun dari KSPS sendiri.” (Wawancara
Penulis, SA 08 Oktober 2015).
52
Hal senada juga di sampaikan oleh salah satu informan, yang
menyatakan bahwa:
“...Iya baik pihak dari pemerintah, tim penyuluh serta dari
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae sendiri turun langsung
memantau serta mengawasi pertanian kami. Mereka melihat sejauh
mana tingkat pemahaman para petani dalam menerima informasi
baik berupa teori maupun contoh-contoh yang telah di berikan dari
tim penyuluh, sehingga hasil pertanian kami dapat meningkat di
bandingkan tahun sebelumnya.” (Wawancara Penulis, UM 08
Oktober 2015).
Berdasarkan hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa peran pemerintah, tim penyuluh serta dari Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae sangat penting dalam melakukan pengawasan, hal ini
terlihat dari setiap maslah yang dihadapi petani akan dengan mudah teratasi
berkat bantuan dari tim penyuluh serta KSPS sendiri. Dengan melakukan
pengawasan pemerintah bisa melihat sejauh mana tingkat keberhasilan para
petani dalam menerapkan program pertanian organik sehingga hasil pertanian
para petani dapat meningkat.
2. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator
Peran pemerintah sebagai fasilitator adalah pemerintah yang berusaha
menciptakan suasana yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan.
Pemerintah daerah dalm hal ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Holtikultura harusnya memberikan sarana dan prasarana untuk menunjang
program pertanian organik yang ada di Kecamatan Bulukumpa.
Peran pemerintah dalam pengelolaan pertanian organik dengan cara
memberikan fasilitas tersebut merupakan langkah dan tindakan yang baik dari
pemerintah. Dengan adanya suntikan dana dari pemerintah daerah akan sangat
53
membantu para petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa untuk lebih mudah
dalam mengkonversi usaha taninya. Namun sampai pada saat ini belum ada
bantuan dana maupun sarana dan prasarana yang diberikan untuk para petani
khususnya pertanian organik.
Berikut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Pembina
Komunitas Swabina Pedesaan Salassae, yang menyatakan sebagai berikut:
“...Tidak adanya bantuan berupa dana maupun sarana dan
prasarana dari pemerintah daerah menjadi salah satu hal yang
harus di perhatikan untuk meningkatkan hasil pertanian organik
yang ada di Kecamatan Bulukumpa.” (Wawancara Penulis, AS 10
Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh Ketua Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Iya, sampai sekarang belum ada bantuan berupa dana yang
diberikan oleh pemerintah daerah, padahal kami dari pihak KSPS
membutuhkan bantuan dana untuk alat-alat pertanian para petani.
Seharusnya pemerintah peka terhadap kendala-kendala yang
dihadapi oleh para petani yang ada di Kabupaten Bulukumba
khususnya untuk meningkatkan program pengelolaan pertanian
organik, sehingga kedepannya program ini bukan hanya di
terapkan di Kecamatan Bulukumpa tetapi juga akan menyeluruh di
Kabupaten Bulukumba.” (Wawancara Penulis, PN 13 Oktober
2015).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa peran
pemerintah sebagai fasilitator berupa memberikan bantuan berupa dana
maupun sarana dan prasarana belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari
tidak adanya bantuan dana yang di berikan pemerintah daerah kepada para
petani yang ada di Komunitas Swabina Pedesaan Salassae khususnya di
54
bidang pertanian organik. Seharusnya dengan adanya bantuan dana yang di
berikan akan mempermudah para petani dalam mengelolah pertaniannya.
3. Peran Pemerintah Sebagai Regulator
Peran pemerintah sebagai regulator yakni peran pemerintah
menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan peraturan-
peraturan (menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka efektifitas dan
tertib administrasi). Peran pemerintah dalam pengelolaan pertanian organik
dituntut untuk menerbitkan dan mengeluarkan peraturan-peraturan yang pro
rakyat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi khususnya dalam hal
pengembangan pengelolaan pertanian organik yang ada di Kabupaten
Bulukumba.
Pemerintah belum mengeluarkan peraturan daerah tentang
pengelolaan pertanian organik tetapi baru mengeluarkan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
baru disahkan menjadi Peraturan daerah.
Berikut kutipan wawancara dengan Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten Bulukumba terkait indikator tentang peran pemerintah sebagai
regulator atau peran pemerintah dalam mengeluarkan atau menerbitkan
peraturan-peraturan sebagai berikut:
“...Pemerintah belum mengeluarkan peraturan daerah tentang
pengelolaan pertanian organik sampai pada saat ini, pada bulan
Desember tahun 2015 kemarin, ada 4 ranperda yang di sahkan oleh
DPRD dan salah satunya yaitu peraturan daerah tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Belum
terkhusus untuk pertanian organik.” (Wawancara Penulis, HN 15
Oktober 2015).
55
Hal senada juga di sampaikan oleh Pembina Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Belum adanya peraturan daerah yang di keluarkan oleh
pemerintah tentang pengelolaan pertanian organik membuat saya
selaku pembina KSPS merasa kesulitan dalam membantu para
petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa untuk mengelolah
pertaniannya.” (Wawancara Penulis, AS 10 Oktober 2015).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan pertanian organik yang ada di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba belum berjalan secara maksimal, ini terlihat dari belum adanya
peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah daerah tentang pengelolaan
pertanian organik.
Berikut kutipan wawancara dengan Ketua Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae tentang peran pemerintah dalam membantu KSPS untuk
pengelolaan pertanian organik sebagai berikut:
“...Saya selaku Ketua KSPS sangat mengharapkan adanya
peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah tentang pertanian
organik, agar kami dapat membantu petani baik tentang cara-cara
pemasaran hasil pertaniannya dengan baik. Diharapkan
kedepannya pemerintah bisa dengan cepat mengeluarkan peraturan
daerah tentang pertanian organik.” (Wawancara Penulis, PN 13
Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh salah satu petani, yang menyatakan
bahwa:
“...Belum adanya peraturan dari pemerintah daerah terkait
pertanian organik ini membuat para petani merasa bingung, untuk
kedepannya bagaimana cara pemasaran hasil pertanian organik
yang baik yang juga bisa menguntungkan para petani.”
(Wawancara Penulis, UD 09 Oktober 2015).
56
Berdasarkan hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa belum adanya peraturan daerah yang di buat oleh pemerintah daerah
yang mengatur tentang pertanian organik membuat para petani bingung
tentang cara pemasaran yang baik yang bisa saling menguntungkan para
petani. Diharapkan kedepannya pemerintah daerah bisa dengan cepat
mengeluarkan peraturan daerah tentang sistem pertanian organik agar
pengelolaan dan pemasarannya bisa lebih jelas.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pengelolaan Pertanian
Organik Di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba
Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memudahkan proses
peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumba
Kabupaten Bulukumba. Sedangkan faktor penghambat adalah faktor-faktor
yang menghambat peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di
Kecamatan Bulukumba Kabupaten Bulukumba.
1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memudahkan proses
peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumba
Kabupaten Bulukumba.
a. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan pelengkap dalam pengelolaan
pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa. Dengan adanya sarana dan
57
prasarana ini para petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa akan mudah
dalam mengelolah pertaniannya. Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba merupakan bantuan dari Bank Indonesia
Cabang Provinsi Sulawesi Selatan. Bantuan ini di berikan kepada Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae karena Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
merupakan Komunitas Binaan Bank Indonesia Cabang Provinsi Sulawesi
Selatan. Untuk mengetahui sarana dan prasarana pertanian organik petani
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 07.
Sarana dan Prasarana Pertanian Organik Desa Salassae
No. Sarana Jumlah
1. Pembangunan Kantor KSPS 81 Juta
2. Pusdiklat 1 Unit
3. Grobak Dorong 63 Unit
4. Tangki Semprot 80 Unit
5. Lemari Berkas 1 Unit
6. Meja Kantor 1 Unit
7. Komputer 1 Unit
8. Laptop 1 unit
9. Hewan Ternak (Sapi) 13 Ekor
Sumber: Kantor KSPS, Dikutip tanggal 13 Oktober 2015
58
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bantuan dari Bank Indonesia
berupa sarana dan prasarana pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba cukup banyak. Dengan adanya sarana dan prasarana
seperti di atas akan mempermudah bagi para petani dalam mengelolah
pertaniannya.
Berikut hasil wawancara penulis lakukan dengan Pembina Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Dengan adanya bantuan berupa dana untuk pembangunan
kantor KSPS serta sarana dan prasarana yang diberikan oleh Bank
Indonesia merupakan faktor yang paling mendukung dalam
meningkatkan pengelolaan pertanian petani salassae. Disini juga
ada bantuan berupa hewan ternak seperti sapi, yang kami maksud
disini kotoran sapi ini kami olah untuk menjadi pupuk kompos
kemudian kami bagikan kepada para petani.” ( Wawancara Penulis
AS, 10 Oktober 2015).
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae, yang mengatakan bahwa:
“...Iya. ada bantuan yang diberikan oleh BI kepada KSPS Salassae.
BI juga memberikan sapi atau hewan ternak kepada KSPS disini
jumlahnya 13 ekor. Dengan adanya sapi ini kotorannya itu kami
olah menjadi pupuk kompos siap pakai untuk diberikan kepada
para petani.” (Wawancara Penulis PN, 13 Oktober 2015).
Berdasarkan wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
dengan adanya bantuan yang diberikan oleh BI berupa dana untuk
pembangunan kantor KSPS serta sarana dan prasarana kepada KSPS sangat
mendukung dalam mengelolah pertanian organik para petani.
Sebagaimana wawancara yang dilakukan penulis kepada salah satu
informan, yang menyatakan bahwa:
59
“...Sejujurnya kami para petani merasa sangat terbantu dengan
adanya bantuan tersebut, terkhusus untuk sarana dan prasarana
seperti pemberian grobak dan semprot. Kami para petani tidak
harus beli lagi dengan dana sendiri.” (Wawancara Penulis SA, 08
Oktober 2015).
Hal senada juga di sampaikan oleh salah satu petani, yang menyatakan
bahwa:
“...Bantuan yang diberikan oleh BI baik berupa pembangunan
kantor maupun sarana dan prasarana yang diberikan kepada KSPS
sangat membantu kami. Termasuk pembagian alat pertanian berupa
grobak dorong dan tangki semprot. Apalagi KSPS juga
memberikan kami pupuk kompos yang telah siap dipakai.”
(Wawancara Penulis UD, 09 Oktober 2015).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dapat
simpulkan bahwa dengan adanya bantuan dari BI sangat membantu para
petani dalam mengolah pertanian. Apalagi dengan adanya pembagian alat
pertanian seperti grobak dorong dan tangki semprot. KSPS juga memberikan
pupuk kompos siap pakai kepada para petani.
Gambar 4.1 Kantor KSPS dan Pusdiklat
60
b. Adanya partisipasi para petani
Pentingnya partisipasi para petani terhadap pengelolaan pertanian
organik merupakan salah satu faktor pendukung untuk membantu Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae dalam meningkatkan partisipasi serta kesadaran
para petani khususnya bagi para petani konvensional yang mau beralih bertani
organik.
Berikut hasil wawancara penulis lakukan dengan Ketua Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Tingginya tingkat partisipasi para petani yang ada di Kecamatan
Bulukumpa dengan KSPS disini sangat diharapkan, agar para para
petani dapat mengajak para petani konvensional yang lain untuk
beralih bertani organik dengan melihat tingkat partisipasi dari
petani juga dari hasil pertanian yang semakin meningkat.”
(Wawancara Penulis PN, 13 Oktober 2015).
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu informan, yang
mengatakan bahwa:
“...Dengan adanya partisipasi para petani ini jelas sangat bagus
terhadap pengelolaan pertanian organik, karena suatu hubungan
yang baik itu akan berdampak baik pula untuk kita. Sama halnya
dengan partisipasi para petani atau kerjasama yang baik dengan
para petani yang lain tinggi, itu akan mempermudah dalam proses
pengelolaan pertanian karena kami saling membantu satu sama
lain.” (Wawancara Penulis UM, 08 Oktober 2015).
Berdasarkan hasil wawancara penulis diatas dapat diperoleh jawaban
bahwa tingginya partisipasi para petani sangat dibutuhkan sekali dalam
pengelolaan pertanian organik, karena apabila tingkat partisipasi petani tinggi
itu akan mempermudah dalam proses pengelolaan pertanian organik karena
para petani saling membantu satu sama lain.
61
2. Faktor Penghambat
Dalam meningkatkan pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Ada faktor yang menghambat. Faktor-
faktor ini harus dihadapi dalam pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.
Meningkatkan partisipasi para petani khususnya di bidang pengelolaan
pertanian organik tidak terlepas dari berbagai hambatan yang menyertainya.
Hambatan terjadi dalam pengelolaan program pertanian organik dapat berasal
dari masyarakat sendiri juga dapat berasal dari kurangnya perhatian
pemerintah kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana telah dibahas diatas dapat
diketahui beberapa faktor yang dianggap dapat menghambat peran pemerintah
daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk
pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten
Bulukumba.
a. Kurangnya Pengawasan Pemerintah terhadap Pengelolaan Pertanian
organik
Pemerintah sangat berperan penting dalam mengembangkan
pengelolaan pertanian organik sehingga pengelolaan yang dilakukan sasuai
dengan apa yang menjadi keinginan bersama. Mengembangkan pengelolaan
pertanian organik bukan hanya di kawasan Kecamatan Bulukumpa saja tetapi
bisa menyeluruh di Kabupaten Bulukumba.
62
Berikut hasil kutipan wawancara dengan Pembina Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae terkait dengan indikator faktor penghambat dalam
pengelolaan pertanian organik sebagai berikut:
“...Kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
membuat program pengelolaan pertanian organik yang dijalankan
oleh Komunitas Swabina Pedesaan Salassae hanya berfokus di
Kecamatan Bulukumpa saja. Seandainya pemerintah berperan aktif
dalam mengembangkan pertanian organik tersebut maka akan
menyeluruh ke Kabupaten Bulukumba.” (Wawancara Penulis, AS
10 Oktober 2015).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kurangnya
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah membuat program
pertanian organik yang dijalankan oleh Komunitas Swabina Pedesaan Salassae
tersebut hanya berfokus di Kecamatan Bulukumpa saja.
Sebagaimana hasil wawancara penulis lakukan dengan salah satu
petani, yang menyatakan bahwa:
“...Disini saya melihat masih kurang pemgawasan yang dilakukan
oleh pemerintah dalam pengelolaan pertanian organik yang ada di
Kecamatan Bulukumpa, seharusnya pemerintah lebih bisa
memperhatikan tentang pangan sehat bagi konsumen. Dengan
adanya program pertanian organik yang dijalankan oleh KSPS ini
sangat baik untuk masyarakat khususnya di Kecamatan
Bulukumpa.” ( Wawancara Penulis, SA 08 Oktober 2015).
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komunitas Swabina
Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Peran aktif pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan
tentang jalannya program pertanian organik ini sangat di harapkan.
Dengan adanya pengawasan dari pemerintah daerah maka
pengelolaan pertanian oirganik ini akan semakin terstruktur.
Mulai dari mengelolah hingga pemasarannya.” (Wawancara
Penulis, PN 13 Oktober 2015).
63
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan
dapat disimpulkan bahwa peran aktif pemerintah daerah dalam melakukan
pengawasan terhadap jalannya program pertanian organik ini sangat
diharapkan oleh Komunitas Swabina Pedesaan Salassae dan para petani yang
laninya, karena dengan adanya pengawasan dari pemerintah maka pengelolaan
pertanian ini akan semakin terstruktur mulai dari mengelolah hingga tahap
pemasaran.
b. Kurangnya Tenaga Tim Penyuluh
Kurangnya tenaga tim penyuluh yang diutus dari pemerintah menjadi
salah satu faktor penghambat Komunitas Swabina Pesesaan Salassae dalam
mengelolah program pertanian organik.
Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada salah satu
informan yaitu Pembina Komunitas Swabina Pedesaan Salassae, yang
menyatakan bahwa:
“...Kurangnya tim penyuluh dari kecamatan yang di utus oleh
pemerintah daerah menjadi faktor penghambat dalam
mengembangkan program pertanian organik yang ada di
Kecamatan Bulukumpa ini. Mengingat bahwa dengan adanya tim
penyuluhan itu akan sangat mempermudah para petani dalam
mendapatkan informasi juga akan menarik para petani yang lain
untuk bertani organik.” (Wawancara Penulis AS, 10 Oktober
2015).
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu informan, yang menyatakan
bahwa:
“...Kurangnya tim penyuluh yang diutus oleh pemerintah menjadi
hambatan bagi kami dalam mengelolah pertanian organik ini.
Banyaknya pengalaman tentang pertanian yang baik yang dimiliki
dari tim penyuluh itu akan sangat membantu para petani di
Kecamatan Bulukumpa ini dalam mengelolah pertaniannya. Kami
64
dari KSPS berharap semoga kedepannya tim penyuluhan baik dari
kecamatan maupun kabupaten bertambah untuk membantu para
petani yang ada di Kecamatan ini.” (Wawancara Penulis UM, 08
Oktober 2015).
Dari hasil wawancara tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa
kurangnya tim penyuluh yang diutus baik dari kecamatan maupun kabupaten
menjadi salah satu faktor yang menghambat para petani dalam mengelolah
pertaniannya. Bantuan tenaga tim penyuluh diharapkan agar mampu
membantu dan mendampingi para petani serta dengan berbagi pengalaman
dan pengetahuan yang dimiliki oleh tim penyuluh akan sangat bermanfaat bagi
para petani dalam meningkatkan hasil pertaniannya.
Berikut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Ketua Komunitas
Swabina Pedesaan Salassae, yang menyatakan bahwa:
“...Saya selaku ketua dari KSPS sangat mengharapkan adanya
tambahan tenaga dari tim penyuluh untuk mendampingi para
petani. Dengan adanya tambahan tenaga dari tim penyuluh akan
mempermudah semua para petani organik yang ada di lingkup
Kecamatan Bulukumba Kabupaten Bulukumba menjadi mudah
mendapatkan informasi.” (Wawancara Penulis, PN 13 Oktober
2015).
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu petani, yang menyatakan
bahwa:
“...Kami para petani sangat mengharapkan adanya bantuan dari
pemerintah daerah, khususnya memberi tambahan tenaga dari tim
penyuluh untuk membantu kami dalam mengelolah pertanian kami.
Karena saya yakin tim penyuluh telah memiliki banyak
pengalaman pertanian. Olehnya itu semoga kedepannya
pemerintah sadar akan kesejahteraan rakyatnya dan mau mengutus
beberapa tim penyuluh khusus di Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba.” (Wawancara Penulis UD, 09 Oktober
2015).
65
Berdasarkan hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa kurangnya tenaga tim penyuluh menjadi salah satu faktor pemhambat
dalam pengelolaan pertanian organik. Diharapkan kedepannya agar tenaga tim
penyuluh yang diutus untuk Kecamatan Bulukumpa dapat ditambah
jumlahnya agar semua petani dapat dengan mudah memperoleh informasi
terkait usaha taninya.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya maka bagian ini penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peran pemerintah daerah dalam membantu Komunitas Swabina Pedesaan
Salassae untuk pengelolaan pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa
Kabupaten Bulukumba. Peran pemerintah daerah terkait indikator
dinamisator belum berjalan maksimal. Hal terlihat dari kurangnya tim
penyuluh yang diutus oleh pemerintah daerah. Peran pemerintah sebagai
fasilitator belum berjalan maksimal. Hal ini dilihat dari tidak adanya
bantuan dan yang di berikan oleh pemerintah daerah. Peran pemerintah
sebagai regulator juga belum berjalan maksimal. Hal ini terlihat dari
pemerintah daerah belum mengeluarkan peraturan daerah.
2. Faktor-faktor yang pendukung dalam pengelolaan pertanian organik di
Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba adalah sarana dan
prasarana yang cukup serta adanya partisipasi dari para petani. Faktor
penghambat dalam pengelolaan pertanian organik di Kecamatan
Bulukumpa Kabupaten Bulukumba adalah kurangnya pengawasan yang
dilakukan pemerintah dalam pengelolaan pertanian organik serta
kurangnya tenaga tim penyuluh.
66
67
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dikemukakan
di atas, maka dapat diberikan saran-saran yang nantinya diharapkan dapat
memperbaiki ataupun menyempurnakan peran pemerintah daerah dalam
membantu Komunitas Swabina Pedesaan Salassae untuk pengelolaan
pertanian organik di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba.di masa
yang akan datang. Saran-saran dimaksud adalah:
1. Pengelolaan hasil pertanian organik memiliki nilai jual yang tinggi, hasil
penjualan para petani kemudian di kelola di Lembaga Keuangan Mikro
(LKM).
2. Dengan adanya program pertanian organik ini diharapkan perekonomian
para petani yang ada di Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba
bisa meningkat.
3. Harus ada hubungan dengan pihak lain yang saling menguntungkan.
Dengan adanya hubungan yang saling menguntungkan tentunya dari pihak
pelaku usaha akan selalu ingin membina dan mengembangkan usaha-
usaha yang telah dilakukan kelompok.
4. Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini bisa bermanfaat dan
untuk peneliti selanjutnya supaya lebih baik lagi dari sebelumnya sehingga
dalam melakukan penelitian terdapat data yang baru untuk dijadikan
sebagai referensi atau acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.
69
DAFTAR PUSTAKA
Andoko A. 2006. Budidaya Padi Secara Organik cetakan 4. Penebar Swadaya:
Jakarta.
Anonim, 2002, Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan
Pengembangannya, Penerbit Kanisius: Yogyakarta
Anonim. 2013. Sistem Pertanian Organik. Serial online(http://hkti.org/sistem-
pertanian-organik.html, diakses 18 Oktober 2013)
Apriantono A. 2008. Pertanian Organik dan Revitalisasi Pertanian.
http://goorganik.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&a
rtid=9
Departemen Pertanian. 2005. Go Organic 2010 Solusi Alternatif dalam Eco
Agribisnis: Jakarta.
Fatmawati, Fajrin. 2010. Peranan Pemerintah Dalam Pelayanan
Public(Pelayanan Distribusi Raskin)Kecamatan Biringbulu Kabupaten
Gowa: Universitas muhammadiyah Makassar.
Hamdi, Muchlis. 2002. Bunga Rampai Pemerintahan, Bandung: Watampone:
Yarsif Watampone.
IFOAM (International Federation of Organic Agricultiral Movement). 2008.
Prinsip-prinsip Pertanian Organik. [Internet]. [Dikutip 26 April 2011].
Diunduh dari www.ifoam.org.
Kementrian Pertanian. 2007. Road Map Pengembangan Pertanian Organik Tahun
2008-2015: Jakarta
Kencana, Inu., 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat, (2003: 136). Pengantar Antropologi I. Rineka Cipta: Jakarta
Labolo, Muhadam. (2013). Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Lotter, DW, 2003, Organic Agriculture, Jurnal Sustain Agriculture, Volume 21
No. 4, 2003
Ndraha, Taliziduhu. 2001. Fungsi Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nugroho, (2003:119), Pengantar Prinsip Pengelolaan: Yogyakarta
68
69
Notoatmodjo, (2007: 67), Perencanaan Daerah Partisipasi: Solo
Osborner David dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi. Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo
Soekanto, Soejono. (2007:213). Sosiologi Suatu Pengantar. Yayasan UI: Jakarta
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kualitatif, (Alfabeta :Bandung)
Susanto,2005, Anak Muda dan Pertanian, penyunting Winangun, Wartoyo,
Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi,
Penerbit Kanisius: Yogyakarta
Sutanto,R.,2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Kanisius: Yogyakarta
Syafiie, dkk, 2002.Sistem Pemerintahan Indonesia, Rineka, Cipta,Jakarta.
Syarifin, pipin, 2005:17 Pemerintahan Daerah Di IndonesiaDilengkapi Undang-
Undang No.32 Tahun 2004. Pustaka Setia, Bandung.
Verawati, Tuti A. 2003. Peran Pemerintah Dalam Pemberdayaan Masyarakat
Nelayan Di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, Makassar: Universitas
’45 Makassar
Perundang-Undangan
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi Fisip Universitas
Muhammadiyah Makassar Tahun 2014.
Peraturan Menteri Pertanian No 64 Tahun 2013 Tentang Sistem Pertanian
Organik.
Top Related