Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
SIMBOL PADA BUSANA KERAJAAN DINASTI JOSEON
DALAM FILM THE ROYAL TAILOR: PENDEKATAN SEMIOTIK
MAKALAH
DENI PUTRI SEPTIANI
1206271435
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA
DEPOK
JUNI 2016
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 2
SIMBOL PADA BUSANA KERAJAAN DINASTI JOSEON
DALAM FILM THE ROYAL TAILOR: PENDEKATAN
SEMIOTIK
Deni Putri Septiani, Maman S. Mahayana, S.S., M.Hum.
Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Dilatarbelakangi oleh film bertema sejarah Korea periode Dinasti Joseon (1392-1910), berjudul The Royal Tailor, yang bercerita tentang dua orang desainer kerajaan, penelitian ini dilakukan untuk mengungkap simbol yang ada pada busana dalam film tersebut. Simbol merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Simbol bisa berupa apa saja, termasuk busana sebagai objek yang digunakan seseorang dalam keseharian. Busana bisa menjadi sebuah refleksi kebudayaan suatu peradaban. Penelitian tentang simbol pada busana kerajaan Dinasti Joseon dapat mengungkapkan catatan sejarah mengenai peradaban pada zaman Dinasti Joseon. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis dengan pendekatan semiotik. Teori semiotika yang digunakan adalah sistem tanda, simbol, dan ikonisitas. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa simbol pada busana memiliki pesan, doa, atau harapan tertentu bagi pemakainya terutama raja pada zaman itu. Kata Kunci : Simbol, Semiotik, Busana, Dinasti Joseon, Film, The Royal Tailor
ABSTRACT
Due to the Korean historical-themed film during the Joseon Dynasty period (1392-1910), entitled The Royal Tailor, which tells the story about two royal designers, this study was conducted to reveal the symbol on clothing in the film. The symbol is a tool that is used to convey a message to the communicant. Symbol can be anything, including clothing as an object that a person uses in everyday life. Clothing can be a reflection of a culture of a civilization. Research
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 3
on the symbols on the royal Joseon Dynasty clothing can reveal the historical record of the civilization in the time of the Joseon Dynasty. This study was conducted with descriptive analysis method through the semiotic approach. Semiotic theory used is a system of signs, symbols, and iconicity. The result of this study revealed that the symbols on the clothing contain a message, a prayer, or a certain expectation for the wearer, especially the king of that era.
Keywords:
Symbol, Semiotic, Clothing, Joseon Dynasty, Film, The Royal Tailor
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 4
Pendahuluan
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk
menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu
tempat tertentu (Effendy, 1986:134). Pesan yang disampaikan melalui sarana
media komunikasi dapat berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat,
maupun propaganda. Film memiliki kekuatan untuk mempengaruhi cara pandang
seseorang melalui pesan yang disampaikannya, baik bersifat positif maupun
negatif.
Simbol merupakan salah satu alat dalam berkomunikasi yang berfungsi
untuk mempengaruhi komunikan dengan tujuan tertentu. Simbol umumnya
digunakan untuk menyampaikan pesan berupa informasi atau pengetahuan kepada
komunikan. Pada penelitian ini, penulis menggunakan simbol pada busana
sebagai objek penelitian.
The Royal Tailor adalah sebuah film hasil karya sutradara Lee Won-suk
yang menceritakan persaingan dua orang desainer busana kerajaan Dinasti Joseon.
Akan tetapi, film ini juga menunjukkan bagaimana proses pembuatan busana
termasuk detail rancangan busananya. Busana-busana yang terdapat dalam film
memperlihatkan berbagai macam simbol, baik yang terlihat secara eksplisit
maupun yang tidak. Oleh karena itu, simbol yang terdapat dalam busana film The
Royal Tailor menjadi objek pada penetilitan ini.
Simbol khususnya pada busana mencerminkan aspek-aspek kehidupan dan
kebudayaan suatu peradaban masyarakat pada periode tertentu. Hal itu
membuktikan bahwa busana memiliki peran dalam merefleksikan sebuah
peradaban melalui simbol. Dengan mengetahui makna simbol yang ada pada
busana tersebut, maka seseorang dapat mengungkap sebuah catatan sejarah
tentang masyarakat pada zamannya.
Dari uraian latar belakang yang dikemukakan, teridentifikasi masalah
sebagai berikut; (1) Bagaimana simbol dilekatkan pada busana periode Dinasti
Joseon dalam film The Royal Tailor? dan (2) Bagaimana simbol dapat
menyampaikan pesan sutradara film berkaitan dengan busana tradisional Korea?
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 5
Sesuai dengan perumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengungkapkan bagaimana simbol dilekatkan pada busana periode
Dinasti Joseon dalam film The Royal Tailor dan bagaimana simbol dapat
menyampaikan pesan sutradara film berkaitan dengan busana tradisional Korea
periode Dinasti Joseon.
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif analitis, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan
cara mengolah data, menganalisa, dan mengintepretasikan suatu masalah pada
objek tertentu, yang kemudian menghasilkan suatu kesimpulan.
Pada penelitian ini penulis menggunakan teori semiotika sebagai acuan.
Semiotika adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari Yunani semeion yang
berarti “tanda”. Tanda terdapat di mana saja dan segala sesuatu bisa menjadi
sebuah tanda. Kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat. Struktur karya
sastra, struktur film, bangunan, maupun nyanyian juga dapat disebut sebagai
tanda. Seorang ahli filsafat dari Amerika bernama Charles Sanders Peirce
menegaskan bahwa manusia hanya dapat berpikir dengan menggunakan sarana
tanda, tanpa tanda manusia tidak dapat berkomunikasi (Zoest, 1991).
Dalam buku yang berjudul Indonesia: Tanda yang Retak, Benny H. Hoed
(2002:1) membicarakan teori-teori yang digunakannya untuk menganalisis sebuah
kajian budaya. Dalam menjelaskan gejala budaya, seseorang dapat menggunakan
teori struktural. Akan tetapi, strukturalisme sering kali tidak dapat menjelaskan
beberapa gejala budaya secara tuntas. Teori lain yang digunakan adalah semiotik.
Dengan menggunakan penjelasan semiotik atau yang sering disebut dengan teori
tentang tanda, suatu gejala budaya dapat dianalisis lebih mendalam.
Dengan demikian, semiotika khususnya yang membahas tanda, simbol,
dan ikon, digunakan untuk menelaah dan menganalisis gejala budaya melalui
simbol pada busana film The Royal Tailor.
FILM THE ROYAL TAILOR
Film ini berjudul The Royal Tailor atau dalam Bahasa Korea berjudul
상의원 (Sanguiwon). Perilisan dilakukan di Korea Selatan pada tanggal 24
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 6
Desember 2014. Aktris besar yang membintangi film ini yaitu Han Suk-kyu, Go
Soo, Park Shin-hye, dan Yoo Yeon-seok. Film ini disutradarai oleh Lee Won-suk
dan diproduseri oleh Yun Chang-suk dari skenario yang ditulis oleh Lee Byoung-
hak. Dengan latar belakang masyarakat yang masih menjunjung tinggi strata
sosial serta kehidupan yang kental terhadap ideologi Konfusianisme, film ini
menceritakan kisah dua orang desainer kerajaan yang hidup pada periode Dinasti
Joseon. Kehidupan cinta, rasa cemburu, dan ambisi yang berujung pada
malapetaka. The Royal Tailor merupakan film berjenis drama, keluarga kerajaan,
dan fesyen.
Film The Royal Tailor diakui memiliki teknis yang luar biasa. Cho Sang-
kyung adalah salah seorang dibalik pembuatan kostum para pemain yang menjadi
titik fokus dalam film ini. Lebih dari 1000 stel hanbok muncul dalam film ini.
Anggaran kostum hampir mencapai satu miliar won atau setara dengan 909.000
US dolar atau setara dengan kurang lebih 12 milyar rupiah (2016). Anggaran
tersebut mengambil porsi paling banyak dari keseluruhan total anggaran. Seperti
yang dilansir di Variety Asia: “Had Yves Saint Laurent met Jean Paul Gaultier
during the Joseon dynasty, the ensuing costume drama might have looked
something like “The Royal Tailor” (Lee Maggie, 2015:1).
SIMBOL PADA BUSANA KERAJAAN PERIODE DINASTI JOSEON
DALAM FILM THE ROYAL TAILOR
Film The Royal Tailor memusatkan ceritanya pada busana1, terlihat dari
judul yang mengisyaratkan tema film tersebut. Mulai dari busana untuk raja,
pegawai sipil dan militer kerajaan, hingga penduduk biasa yang berada di luar
istana. Tim film telah banyak berdiskusi mengenai busana yang akan digunakan
para pemain agar dapat membantu memunculkan karakter yang kuat. Salah satu
faktor yang membuat busana menjadi sangat berkarakter adalah simbol yang
muncul baik secara eksplisit maupun implisit.
Simbol busana bukan hanya pada motif ornamen sebagai hiasan yang dapat
memperindah busana, tetapi juga menyajikan warna sebagai suatu kesan yang
1 Busana yang dimaksud adalah kostum para pemain The Royal Tailor.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 7
diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda (KBBI daring)
yang memiliki efek secara psikologis serta dipercaya memiliki makna secara
turun-temurun. Pengaruh kepercayaan masyarakat Dinasti Joseon terhadap segala
unsur kehidupan alam semesta ini menjadi awal terbentuknya simbol pada busana
yang mereka kenakan sehari-hari.
Menurut latar belakang sejarah Kerajaan Dinasti Joseon, simbol pada
busana merepresentasikan strata sosial bagi orang yang mengenakannya. Semakin
rumit simbol yang muncul pada busana, semakin tinggi kedudukan seseorang
dalam kehidupan sosial. Orang yang memiliki strata yang tinggi biasanya
mengenakan busana yang bermotif dan berwarna cerah, berbeda dengan penduduk
biasa. Sebagai contoh, seorang raja memiliki posisi paling krusial dalam kerajaan.
Untuk membedakan seorang raja dengan para aristokrat, maka dibuatkanlah
busana yang mewah, megah, dan memiliki simbol yang merepresentasikan
seorang raja, sehingga seseorang yang melihat dapat mengetahui perbedaannya
tanpa perlu menjelaskan kedudukan raja tersebut.
Peran Ideologi, Kepercayaan dan Kesenian Masyarakat Joseon terhadap
Simbol pada Busana Hanbok
Neo-Konfusianisme
Ideologi Neo-Konfusianisme bukan merupakan sebuah agama bagi
masyarakat Dinasti Joseon, melainkan sebagai pemikiran dan sikap hidup yang
kemudian menjadi ideologi resmi periode tersebut. Neo-Konfusianisme berasal
dari konsep kehidupan yang harmonis dalam keluarga dan kehidupan
bermasyarakat atau sosial. Kedua hal ini merupakan elemen penting dalam ajaran
Buddhisme dan Taoisme. Secara umum, ideologi ini tidak hanya berperan sebagai
aturan dalam bersosialisasi, tetapi juga sebagai sebuah sistem kepemerintahan.
Selain itu, Neo-Konfusianisme mengajak masyarakat untuk melakukan ritual
penghormatan kepada leluhur, pengembangan diri, dan memahami makna alam
semesta.
Dalam ideologi Neo-Konfusianisme, T’ai-chi atau “the Great Ultimate”
merupakan sebuah konsep fundamental dalam ritual penghormatan kedapa alam
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 8
semesta.2 T’ai-chi bisa juga diartikan sebagai sebuah sumbu segala pencipataan
alam semesta. Oleh karena itu, perkembangan kosmologi dan ontologi Neo-
Konfusianisme sangat bergantung pada konsep T’ai-chi. Di dalam struktur T’ai-
chi, terdapat satu prinsip yang berperan penting. Prinsip tersebut adalah Yin-
Yang. Kedua konsep ini saling berkaitan satu sama lain. T’ai-chi dan Yin-Yang
adalah dua prinsip dasar pada ideologi Neo-Konfusianisme.
Seorang ahli Neo-Konfusian bernama Chou Tun-i (1017-73) berpendapat
bahwa T’ai-chi lah yang menjadi asal muasal alam semesta. Pada dasarnya, hal ini
merupakan ide buku I-Ching (The Book of Changes) yang kemudian oleh Chou
dibuatkan sebuah teori yang dapat menjelaskan secara rinci mengenai ‘the great
ultimate’. Ditulis dalam buku The Korean Neo-Confucianism of Yi Yulgok, bagian
paling penting dalam komsologi Chou berbunyi:
The Great Ultimate (t’ai-chi) through movement generates yang. When its activity
reaches its limits, it becommes tranquil. Through tranquility the Great Ultimate generates
yin. When tranquility reaches its limit, activity begins again. By transformation of yang
and its union with yin, the Five Agents of Water, Fire, Wood, Metal, and Earth arise,
when these five material forches (ch’i) are distributed in harmonious order, the four
seasons run their course. The five agents constitute one system of yin and yang, and yin
and yang constitute one Great Ultimate. The Great Ultimate is fundamentally the Non-
Ultimate. (Ro Young-chan, 1989: 18).
Dengan segala pergerakan Tai-chi, terciptalah yang. Ketika segala aktivitas dalam
pergerakan tersebut telah mencapai batas performanya, ia berhenti kemudian
menjadi tenang dan tenteram. Pada ketenangan itulah tercipta yin. Ketika
ketenangan tersebut telah mencapai batasnya, barulah kemudian pergerakan
dimulai kembali, di situlah terjadi kembali penciptaan yang, lalu begitu
seterusnya.
Transformasi tersebut yang akhirnya menciptakan lima elemen kekuatan
alam yaitu air, api, kayu, metal, dan bumi. Ketika kelima kekuatan ini berjalan
seimbang dan harmonis, maka muncul empat musim yang menjadi awal
dimulainya kehidupan manusia. Dengan pemahaman ini dapat dikatakan bahwa
2 Ro, Young-chan. 1989. The Korean Neo-Confucianism of Yi Yulgok. New York: State University of New York Press, hlm.17.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 9
prinsip Yin-Yang yang terdapat pada struktur Tai-chi dalam Neo-Konfusianisme
merupakan konsep dasar pencipataan dan keharmonisan alam semesta. Prinsip yin
dan yang di dalam konsep Taichi membentuk lima kekuatan elemen yang
menciptakan keharmonisan dalam kehidupan alam semesta.
Teori Lima Elemen
Teori lima elemen membicarakan hubungan dan interaksi harmonis antara
surga, bumi, dan manusia. Ide utama teori ini berawal dari prinsip Dao/Taoisme.
Dao berarti “jalan”. Dalam struktur Dao terdapat tiga area kehidupan, yaitu
kehidupan surga, bumi, dan manusia. Ketiganya saling berhubungan dan
mengikuti prinsip satu sama lain. Prinsip dari Dao adalah mempertahankan
keharmonisan alam semesta. Alam merupakan hasil strukturalisasi prinsip Dao.
Dengan memahami prinsip tersebut, seseorang dapat menginterpretasi alam
semesta dan membantu dirinya sendiri untuk dapat mengatur hidup menuju
keharmonisan. Teori ini diaplikasikan ke beberapa aspek, dari mulai yang kita
kenal dari Feng shui, pengobatan, dan sebagainya. Akan tetapi, korelasi yang
mendasar digunakan untuk menghubungkan kelima elemen tersebut dengan warna
dan musim.
Ideologi warna dalam teori lima elemen merupakan komposisi prinsip
alam semesta, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Sebagai ideologi
penghormatan keepada alam semesta, segala sesuatu yang diimplikasikan oleh
ideologi ini erat kaitanya dengan objek-objek alam artinya makhluk hidup yang
ada di sekitar manusia seperti tumbuhan, hewan, tidak terkecuali air, tanah, dan
sebagainya. Masyarakat Korea menganggap alam sebagai sahabat. Mereka
percaya bahwa alam menjajakan keindahan alami yang sesungguhnya. Dengan
mengaplikasikan ideologi ini ditambah dengan konsep keindahan menurut
masyarakat Korea, terciptalah sebuah kebudayaan yang memperlihatkan cara
penghormatan mereka
kepada alam semesta dengan menggunakan objek alam secara simbolis dalam
segala hal yang mereka ciptakan, dalam hal ini warna.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 10
Tabel 1 Teori Lima Elemen di Korea Sumber: Jurnal oleh Yang Eun-hee, Yoon Hyung-kun, Kim Kyung-ja A Study on the Colors in
Korean Traditional Wedding Dress at the period of Chosun Dynasty
Adapun warna Korea terbagi menjadi lima warna primer dan lima warna
sekunder. Lima warna primer di antaranya biru, merah, kuning, putih dan hitam.
Di antara kelima warna primer tersebut, warna kuning menjadi pusat dari
semuanya. Kuning melambangkan tanah, yang berarti sumber dari segala
kehidupan di bumi. Tanah juga bisa diartikan sebagai penanda awal mula
munculnya musim (Yang Eun-hee, et.al, (n.d.):7). Tanah yang mulai ditumbuhi
rumput, bunga yang mulai bermekaran, pohon yang sudah mulai terlihat hijau,
menandakan datangnya musim semi. Sebaliknya, pohon yang daunnya sudah
mulai berguguran, tanah yang kering, merupakan pertanda akan datangnya musim
dingin. Oleh karena itu, pada teori lima elemen, warna kuning yang ditandai oleh
elemen bumi ini menjadi sentral dan paling penting di antara empat warna
lainnya. Hal tersebut juga ditunjukkan pada busana para kaisar di Cina yang
disebut dengan ‘The Yellow Dragon Robe’.
Buddhisme
Ajaran Buddhisme berasal dari India, kemudian mulai memasuki wilayah
Korea melalui Tiongkok pada abad ke-4 yaitu periode Tiga Kerajaan (57 sM –
668 M). Mahayana adalah nama salah satu cabang Buddhisme yang ditemukan di
daerah Asia Timur. Kemampuan Mahayana dalam beradaptasi dengan agama
yang mendominasi Korea pada saat itu yaitu Shamanisme, secara perlahan
Lima Elemen Mata
Angin
Musim Warna
Kayu Timur Musim Semi Biru
Api Selatan Musim Kemarau Merah
Bumi Pusat Perpindahan musim (18
hari terakhir di setiap
musim)
Kuning
Logam Barat Musim Gugur Putih
Air Utara Musim Dingin Hitam
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 11
membuka jalan untuk dapat masuk ke wilayah Korea. Keberhasilan tersebut
ditandai dengan penetapan ajaran Buddhisme menjadi agama resmi periode Tiga
Kerajaan hingga Dinasti Goryo (918-1392). Dalam masa kepopulerannya di
wilayah Korea, prinsip-prinsip Buddhisme mulai menyebar diberbagai aspek,
seperti arsitektur, seni lukis, pengobatan, dan literatur. Seiring berjalannya waktu,
aspek Buddhisme ini semakin menyatu dengan kebudayaan Korea dan cenderung
sulit untuk dipisahkan.
Simbol Empat Penjaga
Mitos mengenai empat hewan raksasa penjaga ini berasal dari Cina. Setiap
penjaga memiliki makna khusus yang ada kaitannya dengan musim, warna, dan
sebagainya seperti pada teori lima elemen. Dalam teori lima elemen terdapat lima
arah mata angin, akan tetapi hanya ada empat hewan yang melambangkan empat
arah mata angin. Keempat hewan raksasa ini bertugas menjaga bumi melalui arah
utara, selatan, timur, dan barat. Sedangkan, satu arah lagi yaitu pusat,
merepresentasikan Negara Cina sendiri. Simbol ini terdiri dari empat hewan yaitu;
Naga (용), Macan (호랑이), Burung Api (봉황), dan Kura-Kura (거북).
Taoisme
Taoisme bukanlah merupakan aliran kepercayaa yang utama bagi masyarakat
Korea, keeksistensiannya tdak seperti Neo-Konfusianisme ataupun Buddhisme
khususnya pada periode Joseon. Akan tetapi, bersama dengan kedua ideologi dan
agama di atas, Taoisme ikut serta dalam pembentukan dasar kebudayaan Korea.
Taoisme hadir di Korea pada tahun 624. Taoisme berasal dari Tiongkok.
Pada 403 – 221 SM, segala bentuk praktek kesehatan dan pengobatan yang
diyakini dapat membuat seorang Taois memiliki umur yang panjang, menjadi
sebuah tren. Sehingga Taoisme sangat identic dengan penerapan hidup sehat yang
dapat mempengaruhi seseorang memiliki umur yang panjang. Penerapan ini bisa
berbentuk pola makan atau diet dan metode pernafasan. Oleh karena itu, simbol-
simbol yang melambangkan umur panjang, sering kali terlihat pada ornamen baju
kerajaan, merupakan simbol kepercayaan masyarakat terhadap Taoisme.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 12
Budaya Taois di Korea secara umum dipengaruhi oleh kepercayaan
terhadap ‘imaginary immortal beings’ atau karakter-karakter imajiner yang hidup
abadi. Selain itu, simbol Taoisme juga dapat ditemukan pada lukisan terkenal
yang menggambarkan pemandangan Periode Joseon. Lukisan tersebut terdiri dari;
gambar matahari, bulan, dan lima pucuk gunung.
PERAN SENI LUKIS PERIODE JOSEON
Seni lukis pada merupakan salah satu kesenian yang paling populer pada
periode Dinasti Joseon (“Painting”, 2009: 6). Umumnya, isi lukisan berupa simbol
yang berhubungan dengan alam, seperti tumbuhan, hewan, pemandangan, dan
tidak jarang juga kaligrafi. Melihat hal ini, sebagai desainer busana pada periode
tersebut, kemampuan untuk melukis merupakan dasar dalam memvisualisasi ide
merupakan hal yang penting.
Lukisan Sepuluh Simbol Panjang Umur (Ship-jangsaeng)
Dalam sebuah kebudayaan di negara mana pun pada umumnya memiliki
kecendurungan mengajak masyarakatnya untuk hidup dalam harmoni, senantiasa
dalam kebahagiaan, dan memiliki umur yang panjang. Kecenderungan ini
digunakan dalam segala aspek kebudayaan, misalnya kesenian. Dunia seni sering
kali mengutarakan pesan tersebut melalui simbol. Pada kesenian periode Dinasti
Joseon, ada dua tema yang sering sekali muncul, yaitu keabadian dan
kebahagiaan. Kedua tema ini sangat merepresentasikan kepercayaan masyarakat
Dinasti Joseon pada abad ke-19.
Sepuluh simbol panjang umur merupakan sebuah artefak yang terdiri dari
beberapa panel layar. Apabila semua panel tersebut digabung, akan muncul satu
gambar utuh penuh dengan simbol-simbol yang dipercaya membawa keabadian
dan kebahagiaan dalam hidup. Simbol-simbol tersebut antara lain; matahari,
awan, batu, air, pohon pinus, pohon bambu, jamur Yongji (dipercaya memiliki
kandungan yang dapat membuat seseorang menjadi panjang umur), rusa, burung
bangau, dan kura-kura.3
3 Zozayong’s Ship-jangsaeng Explanation. (n.d.). 27 May 2016 http://www.zozayong.com/Ship-jangsaeng_Longevity-1.html
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 13
Pada artikel online yang membahas Ship-jangsaeng, dikatakan bahwa
simbol-simbol alam dalam lukisan ini berhubungan dengan prinsip Taosime
mengenai penghargaan terhadap alam semesta. Taoisme percaya akan hubungan
yang harmonis antara alam semesta dan keabadian. Seperti simbol pohon bambu
dan pohon pinus merepresentasikan keabadian atau kekekalan. Sedangkan simbol
burung bangau, rusa, dan kura-kura diketahui memiliki umur yang panjang.
Matahari, air, awan dan batu merupakan elemen-elemen yang tidak pernah habis
(2).
SIMBOL PADA BUSANA DALAM FILM THE ROYAL TAILOR
Busana Raja
Adegan 1.1 Busana Raja Hongryongp’o (02:29)
Warna Merah
Warna merah melambangkan kekayaan dan nasib baik. Menurut teori lima
elemen, warna merah melambangkan elemen api. Warna merah dapat pula
melambangkan matahari dan darah. Makna dari warna merah adalah ciptaan,
keturunan, semangat terhadap cinta serta keabadian.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 14
Adapun masyarakat Cina pada zaman dahulu percaya bahwa “warna
merah untuk kesenangan, warna putih untuk kesedihan” (Yang Eun-hee, et.al,
(n.d.):8). Kepercayaan tersebut diimplementasikan pada bendera nasional
Republik Cina yang bernama ‘The Origin of Red Color’. Masyarakat Cina sangat
menyukai dan mengutamakan warna merah, mereka mengartikan warna merah
sebagai lambang kerajaan. Mereka juga menggunakan busana berwarna merah
dalam upacara pernikahan, hal ini dimaksudkan agar pasangan senantiasa
memiliki semangat cinta hingga akhir hayat dan agar segera dikaruniai keturunan.
Oleh karena itu, raja pada periode Dinasi Joseon, yang saat itu sangat
terpengaruh oleh peradaban Cina khususnya Dinasti Ming, ikut menganggap
warna merah sebagai warna kerajaan dan menggunakannya pada beberapa busana
khusus raja.
Adegan 1.2 Simbol Naga Cheong-nyong Pada Emblem Busana Raja (03:44)
2. Bo (보)
Bo adalah emblem yang dijahit di bagian depan (dada), pundak dan
belakang (punggung) pada beberapa busana keluarga kerajaan. Umumnya, simbol
yang ditempelkan pada bo merupakan simbol naga, disebut yongbo. Bagian warna
dasar emblem tersebut disesuaikan dengan busananya.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 15
Walaupun terlihat serupa, namun simbol naga pada sebuah busana
memiliki perbedaan yang dapat mengidentifikasi kedudukan seseorang dalam
keluarga kerajaan. Simbol naga pada busana seorang raja memiliki lima cakar
pada kakinya. Lima cakar tersebut melambangkan kedudukan paling tinggi dalam
tahta kerajaan, oleh karena itu hanya busana raja dan ratu yang memiliki yongbo
dengan simbol naga bercakar lima. Jika naga hanya memiliki empat cakar, maka
kedudukannya adalah pangeran atau anak dari raja dan ratu. Jika hanya terdapat
tiga cakar pada kaki simbol naga, berarti seseorang tersebut merupakan cucu dari
sang raja.
Simbol naga dengan awan yang mengitarinya melambangkan sosok raja
yang memiliki kekuatan dan kemampuan yang luar biasa untuk melindungi rakyat
dari kesengsaraan, kemiskinan, dan keterpurukkan. Dengan segala kebaikan yang
dilakukan oleh raja tersebut selama hidupnya, diharapkan dapat membawa seluruh
rakyatnya pada kebahagiaan yang abadi.
Pada busana raja Hongryongp’o, simbol pada bo bukan menjadi satu-
satunya simbol seperti yang biasa terlihat pada film atau drama. Seorang raja
sebagai sentral orientasi, tentu menjadi sebuah harapan besar bagi masyarakatnya.
Segala doa dan harapan untuk memiliki umur panjang, kesejahteraan,
kemakmuran, terpanjat pada simbol-simbol busana raja baik secara ekspilist,
maupun yang implisit. Khusus busana ini, simbol lain terlihat pada topi yang
dikenakan raja, disebut 익선관 (ikseongwan).
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 16
Simbol Jamur Yong-ji dan Simbol Kemakmuran
Adegan 1.3 Simbol Jamur Yong-ji pada Ikseongwan (05:23)
Jika melihat sekilas gambar di atas, tidak terlihat letak simbol jamur
Yong-ji, akan tetapi jika diteliti, simbol tersebut ada pada penutup kepala yang
dikenakan raja. Simbol kemakmuran juga terlihat melengkapi ornamen pada
ikseongwan tersebut.
Busana Penduduk Joseon
Adegan 1.4 Masyarakat Berbusana Putih “The White-clad” (02:50)
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 17
Warna Putih
Penduduk Dinasti Joseon terkenal dengan julukan “the white-clad” yang
berarti orang-orang yang dibalut dengan busana berwarna putih. Masyarakat
Joseon sangat mengagumi warna putih (Seo, 2014: 122). Warna putih
melambangkan kesucian, kemurnian, kejujuran, kehidupan dan moralitas. Selain
itu dapat juga berarti kejujuran dan kehidupan. Dengan menggunakan busana
berwarna putih mereka percaya akan memancarkan keagungan dari dewa
matahari. Dewa matahari dianggap sebagai tuhan menurut kepercayaan
masyarakat Korea pada masa itu.
Setiap busana berwarna putih mengekspresikan kepercayaan masyarakat
Dinasti Joseon sebagai objek asimilasi terhadap alam. Dianut dari paham
Buddhisme, “datang dengan tangan kosong, kembali dengan tangan kosong”,
mereka menggunakan busana putih ketika baru lahir dan saat meninggal dunia.
Warna putih memang memiliki makna kesucian, akan tetapi dalam situasi tertentu
warna putih juga berhubungan dengan kematian. Sehingga warna putih lebih
umum mereka gunakan dalam masa berduka.
Pada abad ke—19 di Korea, mulanya seorang kaisar memerintahkan
seluruh lapisan masyarakat termasuk pegawai kerajaan dalam istana untuk
menggunakan busana berwarna putih beberapa minggu setelah tiap kali ada salah
satu anggota keluarga kerajaan yang meninggal dunia. Hal itu dilakukan sebagai
tanda berbela sungkawa kepada keluarga kerajaan. Akan tetapi, karena keluarga
kerajaan sangat besar dan anggotanya sangat banyak, jangka waktu masa normal
setelah masa berduka sangatlah sedikit. Bahkan masa berduka hampir selalu
berkelanjutan sehingga para penduduk menjadi terbiasa dengan penggunaan
warna putih dalam busana keseharian mereka. Mereka kehilangan implikasi
makna berduka pada warna putih tersebut. Sejak saat itu, mulailah para penduduk
menggunakan busana berwarna gelap ketika ada salah seorang sanak saudara yang
mereka kenal meninggal dunia.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 18
KESIMPULAN
Simbol merupakan salah satu alat untuk menyampaikan suatu pesan
kepada komunikan. Simbol dapat diaplikasikan di berbagai media, salah satunya
pada busana. Dalam berbagai fenomena sejarah, busana menjadi objek yang dapat
merefleksikan suatu peradaban pada periode tertentu. Peradaban tersebut dapat
dilihat melalui simbol yang ada pada busana.
Masyarakat Korea terkenal dengan rasa nasionalisnya yang tinggi, mereka
sangat bangga terhadap sejarah negara mereka. Oleh karena itu, merupakan hal
yang tidak jarang seorang produser dan sutradara bekerja sama untuk membuat
film bertema sejarah. Seperti halnya film The Royal Tailor yang menggabungkan
tema sejarah dengan fesyen pada periode Dinasi Joseon. Film ini memiliki banyak
aspek kebudayaan. Aspek-aspek tersebut selain diperlihatkan pada adegan, juga
pada kostum yang digunakan para pemain. Film ini menjadi sangat menarik untuk
dianalisa ketika fokus busana atau kostum dalam film dikorelasikan dengan
busana tradisional Korea melalui sejarah aslinya.
Dalam memahami busana hanbok yang menjadi ikon Korea, simbol yang
ada di dalamnya menjadi sangat krusial jika dikaitkan dengan sejarah
peradabannya dari periode ke periode. Simbol yang dimaksud tidak hanya sekedar
motif yang menghiasinya, tetapi juga warna. Beberapa pengaruh asing yang
masuk ke dalam peradaban masyarakat Joseon berasal dari ideologi dan
kepecayaan yang sedang dalam usaha penyebaran. Busana hanbok, dipengaruhi
oleh empat paham yang secara perlahan merasuki kehidupan masyarakat
khususnya dalm aspek kebudayaan. Keempat ideologi tersebut adalah Neo-
Konfusianisme, Buddhisme, Taoisme, dan Shamanisme.
Neo-Konfusianisme menjadi pedoman masyarakat Joseon dalam sistem
kemasyarakatan. Kemunculan strata sosial berasal dari paham ini. Tidak hanya
itu, dalam Neo-konfusinisme memiliki suatu konsep dalam stuktur penghormatan
terhadap alam semesta yaitu konsep Yin-yang. Konsep Yin-yang yang harmonis
akhirnya membentuk suatu kekuatan lima elemen, dalam hal ini teori lima elemen
digunakan untuk menetapkan warna-warna primer dan sekunder tradisional
Korea. Simbol warna yang ada pada busana hanbok dianalisa melalui teori lima
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia 19
elemen ini. Pengaruh Buddhisme terhadap kehidupan masyarakat Korea sudah
tidak dapat dipisahkan lagi. Berawal dari penyebarannya, menjadi agama yang
dianut secara nasional, kemudian bergerak merasuki aspek kebudayaan Korea.
Pada aspek kebudayaan itulah pengaruh Buddhisme justru menjadi semakin lekat
terhadap peradaban Joseon. Terlihat dari simbol yang merepresentasikannya
seperti simbol umur panjang, kebahagiaan, dan kemakmuran. Sama halnya
dengan Taoisme dan Shamanisme yang menyatu dengan peradaban Joseon,
sehingga simbol-simbol kedua konsep tersebut juga dapat dikenali melalui motif
pada baju, porselen, lukisan, maupun media kebudayaan lain, seperti halnya
simbol Buddhisme.
Melalui kepercayan dan ideologi masyarakat pada periode tersebut,
terciptalah suatu struktur penghormatan khususnya terhadap alam, yang pada
akhirnya ditunjukkan melalui busana sebagai media penyampai pesan tersebut.
Warna pada teori lima lemen, pada dasarnya, menjadi pedoman masyarakat
Joseon dalam memberikan nuansa sekaligus doa untuk orang yang mengenakan
busananya. Selain itu, simbol-simbol alam yang merupakan asosiasi dari
pengharapan atau doa kepada yang menggunakan tercermin dari lukisan-lukisan
sakral yang menjadi identitas periode Joseon. Simbol tersebut menjadi ornamen
yang ada pada busana, khususnya busana keluarga kerajaan, pegawai kerajaan,
dan para aristokrat, untuk menunjukkan kehormatan begitu juga amanah yang
diberikan kepadanya. Secara keseluruhan, simbol yang menjadi identitas maupun
doa tesebut kembali pada ajaran Buddhisme, Taoisme, Shamanisme dan Neo-
Konfusianisme yaitu kecenderungan hidup dalam keharmonisan, memiliki umur
yang panjang, selalu dalam keberkahan, kemakmuran, dan kebahagiaan.
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSAKA
Sumber buku:
Choi, Wan Gee. 2006. The Traditional Education of Korea. Seoul: Ewha Womans University Press
Christommy, Tommy. Ed. 2002. Indonesia: Tanda yang Retak. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
Condra, Jill. Ed. 2013. Encyclopedia of National Dress: Traditional Clothing Around The World, Vol. 1. California: ABC-CLIO, LLC
Eberhard, Wolfram. 1986. A Dictionary of Chinese Symbols. Cologne: Routledge & Kegan Paul Ltd
Kang, Jae-eun. 2003. The Land of Scholars: Two Thousand Years of Korean Confucianism. USA: Hangilsa Publishing Co.
Kim, Jang-tae. 2000. Confucianism and Korean Thoughts. Seoul: Jipmoondang Publishing Co.
Kim, Kumja Paik. 2006. The Art of Korea. San Francisco: Asian Art Museum of San Francisco
Lee, Byung-do. 1987. Han’guk Yuhaksa (A History of Korean Confucianism). Seoul: Asia Publishing Co.
Lee, Hyo-Dong. 2014. Spirit, Qi, and the Multitude: A Comparative Theology for the Democracy of Creation. New York: Fordham University Press
Mah, Yen Adeline. 2011. China: Land of Dragons and Emperors. New York: Random house, Inc.
Ro, Young-chan. 1989. Korean Neo-Confucianism of Yi Yulgok, The. New York: State University of New York Press
Rutt, Richard. 2002. Zhouyi; A New Translation with Commentary of the Book Changes. New York: RoutdlegdeCurzon
Suh Cheong-Soo, dkk. 2004. An Encyclopedia of Korean Culture. Seoul: Hansebon
Williams, C.A.S. 1974. Outlines of Chinese Symbolism and Art Motives. New York: Dover Publication, Inc.
Yao Xinzhong. 2000. An Introduction to Confucianism. Cambridge: Cambridge University Press
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia
Zoest, van Aart and Panuti Sudjiman. Ed. 1991. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Pratt, Keith and Richard Rutt. 1999. Korea: A Historical dan Cultural Dictionary. New York: Routledge
Sumber artikel (daring):
Jin Eun-soo. “In ‘Tailors,’ hanbok takes center stage”. Korean Joongang Dailty 12 December 2014. 27 May 2016 <http://koreajoongangdaily.joins.com/news/article/article.aspx?aid=2998410>
Lee Maggie. “Film Review: ‘The Royal Tailor’. Variety Asia 02 Oct 2015. 27 May 2016.<http://variety.com/2015/film/reviews/the-royal-tailor-review-1201608395/>
Places of Place and Power, Sanshin: The Mountain Spirit. (n.d.). 29 May 2016.<https://sacredsites.com/asia/korea/sanshin.html>
Republic of Korea. Korean Film Council (KOFIC) People Directory Database. Lee Won-suk. (n.d.). 27 May 2016. <http://www.koreanfilm.or.kr/jsp/films/index/peopleView.jsp?peopleCd=20128390>
Stanford Encyclopedia of Philosophy. 3 July 2002. Confucius. 27 May 2016. <http://plato.stanford.edu/entries/confucius/#ConEdu>
Stanley, Adrienne. “The Royal Tailor Director Lee Won Suk Dishes On The Film, Park Shin Hye And Yoo Yeon Seok [Exclusive Interview]”. KDrama Stars 09 July 2015. 27 May 2016. http://www.kdramastars.com/articles/89523/20150709/lee-won-suk-the-royal-tailor-park-shin-hye-yoo-yeon-seok.htm
Vélez, Diva. “New York Asian 2015 Interview: Lee Won-suk Talks THE ROYAL TAILOR And Turning The Tide of Korean History. Twitch Film 15 July 2015. 27 May 2016. http://twitchfilm.com/2015/07/new-york-asian-2015-interview-lee-won-suk-talks-the-royal-tailor-and-turning-the-tide-of-korean-hist.html
“Victorian Age Fashion”. Online posting. 17 Dec. 2014 <https://www.emaze.com/@AOICTFLC/Victorian-age-fashion> 23 May 2016.
Zozayong’s Ship-jangsaeng Explanation. (n.d.). <http://www.zozayong.com/Ship-jangsaeng_Longevity-1.html> 27 May 2016
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Universitas Indonesia
“The Meaning and Symbolism of Orchid”. 2010. <https://renz15.wordpress.com/2010/02/13/the-meaning-and-symbolism-of-orchid/> 22 May 2016.
Sumber (daring):
http://www.colormatters.com/q-and-a/qa-colors/
http://www.kdramastars.com/articles/89523/20150709/lee-won-suk-the-royal-tailor-park-shin-hye-yoo-yeon-seok.htm
http://www.easternkicks.com/features/lee-won-suk-interview-the-royal-tailor
http://www.san-shin.org/
http://www.zozayong.com/Ship-jangsaeng_Longevity-1.html
http://www.japantimes.co.jp/culture/2011/03/04/arts/korean-craft-works-that-embody-our-desire-to-live-forever/#.Vzd1P2M6Hdn
http://www.dailypharm.com/Users/News/SendNewsPrint.html?mode=print&ID=183381
http://daehansinbo.com/ezview/article_main.html?no=1261
http://www.lifeinkorea.com/culture/spotlight.cfm
http://koreanhistory.info/ChosonDynasty.htm
http://www.britannica.com/topic/Choson-dynasty
http://koreabridge.net/post/manja-or-swastika-만자-dostoevsky2181
Simbol pada ..., Deni Putri Septiani, FIB UI, 2016
Top Related