KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BUDHI ASIH
REFERAT:
PENATALAKSANAAN NEUROPATI
OLEH:
UMI KALSUM
030.09.258
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT BUDHI ASIH
PERIODE 13 JANUARI-15 FEBRUARI 2014
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya referat dengan judul “Tatalaksana
Neuropati”. Penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf di RS Budhi Asih periode 13 Januari 2014–15 Februari
2014.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah
sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Ananda Setiabudi Sp. S, selaku pembimbing yang telah
membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, dan kepada semua
pihak yang turun serta membantu penyusunan makalah ini.
Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya selama proses kemajuan
pendidikan selanjutnya.
Jakarta, 27 Januari 2014
Penulis
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi referat dengan judul
“Tatalaksana Neuropati”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RS Budhi Asih periode 13 Januari 2014–15
Februari 2014.
Jakarta, 27 Januari 2014
dr. Ananda Setiabudi Sp. S
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. 2
Lembar Persetujuan .......................................................................................................... 3
Daftar Isi ........................................................................................................................... 4
BAB I – PENDAHULUAN ............................................................................................ 5
BAB II – PEMBAHASAN ............................................................................................. 6
1. Nyeri ................................................................................................................ 7
2. Fisiologi ........................................................................................................... 8
3. Neuropati ........................................................................................................
Definisi ................................................................................................... 16
Epidemiologi ........................................................................................ 16
Klasifikasi ............................................................................................. 17
Etiologi................................................................................................... 18
Patofisiologi ........................................................................................ 20
Assesmen................................................................................................ 23
Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 24
BAB III – Penatalaksanaanya....................................................................................... 29
BAB IV – Kesimpulan................................................................................................ 37
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 38
4
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri adalah keluhan yang paling sering membuat pasien datang ke dokter. Hal ini
hampir selalu merupakan manifestasi dan tanda dari sebuah proses patologis atau penyakit
dalam tubuh. Definisi nyeri menurut The International Association For The Study of Pain
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat memiliki
dampak yang signifikan pada kualitas seseorang hidup, kesehatan umum, kesehatan
psikologis, dan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Nyeri dapat mengambarkan suatu fungsi
biologis yang sedang terjadi. Tujuan dari tatalaksana nyeri adalah untuk mengurangi atau
menghilangi rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien dengan efek samping seminimal
mungkin. Walaupun demikian, segala rencana terapi harus didasarkan oleh proses yang
mendasarinya. Faktor pencetus nyeri tersebut antara lain sebagai faktor klinis, patient related
factor, dan faktor lokal. Pada penelitian terakhir disebutkan bahwa penentu utama kecukupan
dari pereda nyeri adalah persepsi pasien itu sendiri terhadap rasa sakit.
The International Association For The Study of Pain (IASP 2011) mendefinisikan nyeri
neuropatik sebagai ‘rasa sakit yang disebabkan oleh lesi atau gangguan primer pada susunan
sistem saraf’’. Nyeri neuropatik sentral didefinisikan sebagai ‘rasa sakit yang disebabkan oleh
lesi atau penyakit dari somatosensori sistem saraf pusat’, dan nyeri neuropatik perifer
didefinisikan sebagai ‘rasa sakit yang disebabkan oleh lesi atau penyakit dari somatosensori
sistem saraf perifer
Nyeri diinformasikan oleh perujungan saraf yang disebut nosiseptor yang memindai
rangsangan gangguan pada tubuh. Dalam tubuh kita sendiri terdapat banyak perujungan saraf
tersebut, dan kesemua nosiseptor memiliki tugas yang berbeda. Misalnya, merespon rasa
terbakar, panas, teriris, infeksi, perubahan struktur kimia, tekanan, dan sensasi lainnya.
Nosiseptor menyampaikan pesan ke serabut saraf kemudian menerusakan pesan pada saraf
tulang belakang dan otak pada hitungan kecepatan cahaya.
Neuropatik didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi saraf baik perifer maupun sentral
bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat kemoterapi),
metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster. Nyeri pada neuropati
bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau kombinasi.
5
Karya tulis ini disusun bertujuan untuk membahas mengenai berbagai metode yang
dapat digunakan untuk tatalaksana neuropati.
6
BAB II
PEMBAHASAN
NYERI
Nyeri bukan hanya modalitas rasa sensorik, namun juga suatu pengalaman emosional.
Nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut Internasional Association For The
Study Of Pain (IASP), nyeri adalah sensori yang bersifat subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
mengambarkan kondisi terjadi kerusakan.1 Dalam suatu stimulasi nyeri yang sama, akan
didapatkan respon nyeri yang berbeda-beda pada setiap orang.
Fisiologi Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ bagian dari tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsangan nyeri, yaitu ujung saraf bebas yang berada dalam kulit yang dapat berespon hanya
bila ada stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri atau yang disebut
nosiseptor, secara anatomis ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin.
Berdasarkan letaknya, nociseptor juga dikelompokan berdasarkan beberapa bagian tubuh
yaitu somatik luar (superficialis somatic), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah
viseral. Karena letaknya berbeda, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda-beda
pula. Secara garis besar, nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: protopatic (noxius,
berbahaya) dan epicritic(non-noxius, tidak berbahaya). Epicritic disebut juga sebagai” low
threshold reseptor” yaitu, bekerja pada saat nyeri ringan seperti sentuhan lembut, tekanan
proprioseptif, temperature, dan diskriminasi. Epicritic dikonduksikan oleh neuron bermyelin
yang besar.nocireseptor protopatic berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari
7
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasikan dan didefinisikan. Nociseptor ini terbagi dalam
dua komponen yaitu:
a. Reseptor A delta (saraf kecil bermielin)
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 12-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang (nyeri cepat) apabila
penyebab nyeri dihilangkan. Nyeri ini tempatnya jelas sesuai rangsangan yang
diberikan, contohnya: nyeri tusuk, nyeri pembedahan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokasikan.
Nyeri ini tak ada hubungan dengan rangsangan, contohnya: rasa terbakar, rasa ngilu,
rasa berdenyut dan linu1,2
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada otot, tendon, sendi, tulang, dan jaringan penyangga lainya. Karena struktur
reseptor kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi. Sedangkan untuk reseptor nyeri somatik luar terdapat pada kulit,
subkutan, dan mukosa. Sifat dari reseptor ini adalah terlokalisir, tajam dan dapat
ditujuk lokasinya.
Reseptor nyeri jenis lainya adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-
organ viseral seperti jantung, hati, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul biasanya
tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan,
iskemia, dan inflamasi. Sifat dari nyeri viseral ini dibagi menjadi:
1. True localized visceral pain
2. Localized parietal pain
3. Referred visceral pain
8
4. Referred parietal pain
Nyeri dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan etiologi, onset, patofisiologi, dan
lokasi. Klasifikasi nyeri berdasarkan onset/durasi :
a. nyeri akut yaitu nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Nyeri
umumnya berlangsung singkat ( kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor
interna atau eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan
b. nyeri kronik yaitu nyeri yang berkelanjutan walaupun pasien diberikan pengobatan
atau penyakit tampak sembuh dan nyeri tidak memiliki makna biologis. Nyeri yang
berlangsung terus menerus, biasanya akibat kausa keganasan, non keganasan,
intermittent. Nyeri ini menetap kurang lebih 6 bulan.
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik
Awitan dan durasi Awitan mendadak, durasi
singkat kurang dari 6 bulan
Awitan bertahap, menetap,
lebih lama dari 6 bulan.
Intensitas Sedang sampai parah Sedang sampai parah
Respon fisiologik Hiperaktivitas autonom yang
dapat diperkirakan
meningkatnya tekanan darah,
nadi dan napas, dilatasi pupil
kepucatan mual dan/ muntah
Aktivitas autonom normal
Causa Spesifik, dapat diidentifikasi
secara biologis
Causa mungkin jelas,
mungkin tidak
Respon emosi/perilaku Cemas tidak mampu
berkonsentrasi, gelisah,
mengalami distres tetapi
Depresi dan kelelahan
imobilisasi atau inaktif dan
menarik diri dari sosial
9
Neyeri somatik
Nyeri
Nyeri nosiseptif
Nyeri viseral
Nyeri neuropatik
Nyeri psikogenik
Nyeri non-nosiseptif
optimis bahwa nyeri akan
hilang
Respon terhadap analgesik Meredakan nyeri secara
efektif
Sering kurang dapat
meredakan nyeri.
Klasifikasi nyeri berdasarkan etiologi
1. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada nosiseptor
(serabut A-δ dan serabut C) oleh rangsangan mekanik, termal atau kemikal. Yaitu nyeri
yang timbul akibat adanya rangsangan terhadap nosiseptor. Nosiseptor ini merupakan
suatu ujung saraf bebas yang berakhir pada kulit untuk mendeteksi suatu nyeri kulit.
Nosiseptor juga terdapat pada tendon dan sendi, untuk mendeteksi nyeri somatik dan pada
organ tubuh untuk mendeteksi nyeri visceral. Reseptor nyeri ini sangat banyak pada kulit,
sehingga suatu stimulus yang menyebabkan nyeri sangat mudah dideteksi dan dilokalisasi
tempat rangsangan tersebut terjadi pada kulit. Input noksius ditransmisikan ke korda
spinalis dari berbagai ujung saraf bebas pada kulit, otot, sendi, dura, dan viscera
2. Nyeri somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non viseral, misal nyeri pasca bedah,
nyeri metatastik, nyeri tulang, dan nyeri artritik. Rasa Nyeri terlokalisir dengan jelas,
tajam, berdenyut, sakit, seperti ditikam, seperti ditekan, konstan/intermiten dengan
intensitas bervariasi.
10
3. Nyeri viseral adalah nyeri berasal dari organ visceral dan hollow visceral, biasanya
akibat distensi organ yang berongga, misalnya usus, kantung empedu, pankreas jantung.
Nyeri juga sering diikuti referred pain dan sensasi otonom, seperti mual dan muntah.
Nyeri kurang terlokalisir dengan jelas,nyeri tumpul, penyebaran nyeri ke kulit didekat
organ yang terganggu, nyeri tajam (peregangan kapsul organ), perih atau kolik.
4. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada sistem saraf.
Nyeri biasanya bertahan lebih lama dan merupakan proses input sensorik yang abnormal
oleh sistem saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri neuropatik berasal dari saraf
perifer di sepanjang perjalanannya atau dari sistem saraf pusat karena gangguan fungsi,
tanpa melibatkan eksitasi nosiseptor. Pasien mungkin akan mengalami: rasa terbakar,
tingling, shock like,shooting, hyperalgesia atau allodynia. Biasanya lebih sulit diobati.
Nyeri neuropatik, timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Seringkali persisten,
walaupun penyebabnya sudah tidak ada.
5. Nyeri psikogenik adalah nyeri dimana faktor psikogen dominan dan tanpa adanya
kerusakan jaringan atau kelainan patofisiologik sebagai penyebab1,2
Klasifikasi nyeri berdasarkan kualitasnya, bagi atas :
a. Nyeri cepat (fast pain) Nyeri ini singkat dan tempatnya jelas sesuai dengan
rangsang yang diberikan misalnyanyeri tusuk, nyeri pembedahan. Nyeri ini
dihantar oleh serabut sraf kecil bermielin jenisA-delta dengan kecepatan konduksi
12-30 meter/ detik
b. Nyeri lambat (slow pain) Nyeri ini sulit dilokalisir dan tak ada hubungan dengan
rangsang misalnya rasa terbakar,rasa berdenyut atau rasa ngilu , linu. Nyeri ini
dihantar oleh serabut saraf primitive tak bermielin tipe C dengan kecepatan
konduksi 0,5-2 meter/ detik.3
Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Control Theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba
11
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap
paling relevan. Teori gate control dari Melzack dan Wall mengusulkan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori
ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls
dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan
dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari
otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor,
neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan
menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat
seorang menggosok punggung penderita dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan
menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A
dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi
nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi
di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti
endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator
ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik
distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin.
Pada cornu dorsalis terdapat mekanisme neural yang berfungsi sebagai gerbang yang dapat
mengatur rangsang dari syaraf perifer ke SSP. Secara anatomis, gerbang tersebut terletak di
substansia gelatinosa. Hantaran rangsang syaraf dari serabut aferen perifer ke sel transmisi
medula spinalis diatur oleh mekanisme ini di cornu dorsalis. Mekanisme ini dipengaruhi oleh
jumlah serabut sel besar dan sel kecil. Serabut berdiameter kecil berkonduksi lambat dan
12
mengantarkan nyeri. Aktifitas serabut besar cenderung menghambat transmisi atau menutup
gerbang, sedangkan serabut kecil sebaliknya. Bila perangsangan pada sel transmisi mencapai
ambang kritis, maka terjadilah nyeri pada daerah persyarafan yang bersangkutan, disertai
pola dan pengalaman karakteristik dari nyeri tersebut. Mekanisme gate control ini
dipengaruhi impuls yang desendens dari SSP. Sehingga dengan demikian, apabila
perangsangan serabut besar tetap ada, gerbang akan tetap menutup dan impuls dari serabut
kecil akan terhambat.1
Mekanisme Nyeri
Nyeri timbul setelah melalui proses tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Tranduksi
Suatu stimulasi nyeri (noxius stimuli) dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimulasi ini dapat berupa stimulasi fisik
(tekanan), suhu (panas), atau kimia yang diubah menjadi impuls
2. Transmisi
Dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris perifer menyusul
proses tranduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut A delta dan serabut C
sebagai neuron pertama dari perifer ke MS dimana impuls tersebut mengalami
modulasi sebelum diteruskan ke talamus oleh traktus spinotalamikus sebagai neuron
kedua. Dari talamus selanjutnya, impuls disalurkan ke daerah somato sensoris ke
korteks serebri melalui neuron ke tiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan
dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Modulasi
Terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita
dengan input nyeri yang masuk ke cornu posterior MS. Jadi merupakan proses
asendend yang dikontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi serotonin,
13
noradrenalin, endorfin dan enkefalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri
pada kornu posterior MS. Cornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang
dapat tertutup dan terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik
endogen tersebut. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi
sangat subyektif orang perorang
4. Persepsi
Hasil akhir proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses
tranduksi, transmisi, dan modulasi yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan
yang subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.1,3
Zat Penghasil Nyeri
Dalam suatu pembedahan akan dihasilkan sel-sel yang rusak dengan konsekuensi
keluarnya zat-zat kimia yang bersifat analgesik yang berkumpul disekitarnya dan
menimbulkan nyeri zat mediator inflamasi tersebut antara lain:
Zat Sumber Menimbulkan nyeri Efek pada aferen
primer
Kalium Sel rusak ++ Aktivasi
Serotonin Trombosit ++ Aktivasi
Bradikinin Kininogen plasma +++ Aktivasi
Histamin Sel mast + Aktivasi
Prostaglandin Asam arakidonat dan
sel rusak
± Sensitisasi
Leukotrien Asam arakidonat dan
sel rusak
± Sensitisasi
Substansi P Aferen primer ± Sensitisasi
14
Respon Sistemik Terhadap Nyeri
Nyeri akut berhubungan dengan respon neuro-endokrin sesuai derajat nyerinya. Nyeri akan
menyebabkan peningkatan hormone katabolic (katekolamin, kortisol, glucagon, rennin,
aldosteron, angiotensisn, hormone antidiuretik) dan penurunan hormone anabolic
(insulin ,testosteron). Secara gejala klinis, manifestasi nyeri dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Hipertensi
2. Takikardi
3. Hiperventilasi (kebutuhan O2 dan produksi CO2 meningkat)
4. Tonus sfingter saluan cerna
5. Retensi urine
Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis:
1. Jenis I : proses stimulasi singkat
Pukulan, cubitan, aliran listrik, dan lainnya, yang dapat mengenai tubuh tertentu akan
menyebabkan timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi tersebut tidak begitu kuat dan tidak
menimbulkan lesi, maka persepsi nyeri yang timbul akan terjadi dalam waktu singkat. Proses
kejadianya nyeri : stimulasi mengenai reseptor dan reseptor mengeluarkan potensial aksi
yang dijalarkan ke kornu dorsalis, kemudian diteruskan ke otak, sehingga timbul persepsi
nyeri.
2. Jenis II: proses stimulasi yang berkepanjangan, yang menyebabkan lesi atau inflamasi
jaringan.
Stimulasi yang mengenai jaringan cukup kuat sehingga mengalami lesi atau inflamasi.
Inflamasi jaringan akan menyebabkan fungsi berbagai komponen sistem nosiseptif berubah.
Inflamasi dapat dikatakan sebagai penyebab utama nyeri akut maupun kronik, nyeri
nosisseptif atau nyeri neuropatik. Penyakit inflamasi yang ditandai dengan akhiran –itis.
Inflamasi sebenarnya merupakan proses reaksi proteksi dari jaringan untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat, akibat dari trauma atau infeksi.
Ciri khas dari inflamasi ialah: rubor, kalor, dolor, dan fungsiolesa. Perubahan sistem
nosiseptik pada inflamasi disebabkan jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan
15
berbagai mediator inflamasi, seperti: bradikinin, prostaglandin, leukotrin, sitokin, dan
lainnya. Meskipun nyeri merupakan gejala utama dari inflamasi namun nyeri tidak timbul
kontinyu. Kebanyakan nyeri timbul, bila lesi digerakkan atau diraba. Fenomena ini karena
hiperalgesia dan allodinia. Hiperalgesia merupakan respon yang berlebihan terhadap
stimulasi yang secara normal menimbulkan nyeri. Hal ini terjadi karena penurunan nilai
ambang nyeri, peningkatan respon terhadap stimulasi supratreshold, dan peningkatan respon
terhadap aktivitas spontan. Allodinia adalah nyeri disebabkan oleh stimulasi yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri. Prinsip terjadinya alodinia adalah impuls yang dijalarkan
oleh serabut A beta yang biasanya berupa sentuhan halus atau rabaan dalam keadaaan normal
dirasakan sebagai rabaan atau sentuhan akan tetapi dirasakan sebagai nyeri. Hal ini terjadi
akibat sensitisasi sentral, perubahan fenotip, hilangnya kontrol inhibisi.
3. Jenis III: proses terjadi akibat lesi dari sistem saraf.
Lesi saraf tepi maupun sentral pada umumnya berakibat hilangnya fungsi seluruh atau
sebagian dari sistem saraf tersebut. Ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi pada
sebagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi seperti misalnya pada penderita neuropati
diabetik atau lesi saraf sentral seperti pasien stroke, akan menunjukan gejala positif yang
berupa disestesia, parestesia, atau nyeri. Nyeri yang disebabkan oleh lesi sistem saraf ini
disebut nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului atau disebabkan
olehlesi atau disfungsi preimer pada sistem saraf. Berbagai keadaan trauma, iskemia,
keracunan zat toksik, infeksi dan gangguan metabolik dapat menyebabkan lesi Sistem Saraf
Aferen (SSA).
Lesi tersebut dapat merubah fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal
dapat dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya.
Gangguan yang terjadi berupa keseimbangan neuron sensorik, melalui molekuler, sehingga
aktivitas SSA menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan
gangguan nosiseptif sentral5
Nyeri Neuropati
I. Definisi
Nyeri yang ditimbulkan oleh gangguan fungsi atau perubahan patologis pada suatu saraf.2
II. Epidemiologi
16
Di Amerika Serikat terdapat kira-kira 75-80 juta penderita nyeri kronik, dengan 8,2%
diantaranya disebabkan oleh nyeri neuropatik. Jumlah penderita nyeri neuropatik lebih
kurang 1% dari total penduduk di luar nyeri punggung bawah. Insidensi maupun prevalensi
nyeri akut belum diketahui, tetapi diperkirakan operasi dan trauma penyebab utama nyeri
akut.2
III. Klasifikasi
Nyeri neuropatik diklasifikasikan berdasarkan:
1. Letak lesi
2. Waktu
3. Intensitas
Berdasarkan penyakit yang mendahului dan letak anatomisnya, nyeri neuropati
terbagi menjadi:
1. Nyeri Neuropatik Sentral
Lokasi kelainan di susunan saraf sentral, yaitu medulla spinalis, batang otak, thalamus
sampai korteks serebri. Medula spinalis, dapat diakibatkan oleh multiple sclerosis, trauma
medula spinalis, neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain. Otak, dapat diakibatkan oleh stroke,
siringomielia, neoplasma, dan lain-lain.
2. Nyeri Neuropatik Perifer (Deaferentasi)
Lokasi kelainan di saraf perifer, yaitu saraf sensorik perifer, radiks dan ganglion
dorsalis. Manifestasi klinisnya yaitu rasa terbakar, menggelenyar, geli/gatal, kesemutan,
seperti ditikam/ditusuk, seperti ditembak, sengatan listrik, menyebar dan menjalar.
Dapat diakibatkan oleh polineuropati diabetes, neuralgia pasca herpes zoster, neuralgia
pascaherpes, radikulopati, neoplasma, dan lain-lain
Berdasarkan waktu, nyeri neuropatik dibagi atas:
1. Nyeri neuropatik akut
Nyeri yang dialami dalam waktu 3 bulan. Contohnya: iskhialgia pada HNP (hernia
nukleus pulposus), neuralgia trigeminal
2. Nyeri neuropatik kronik
Nyeri yang dialami dalam waktu lebih dari 3 bulan, atau nyeri yang masih ditemukan
setelah cedera jaringan sembuh. Ada dua jenis nyeri neuropatik kronis:
a. Nyeri malignan
17
Contohnya: nyeri kanker, nyeri pascaradiasi, nyeri pascaoperatif, nyeri
pascakemoterapi
b. Nyeri non malignan
Contohnya: neuropati diabetik, sindroma terowongan karpal (carpal tunnel
syndrome), neuropati toksis, nyeri sentral pasca stroke, nyeri spinal pasca trauma.
Berdasarkan intensitas ,nyeri neuropatik dibagi atas:
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat 5
IV. Etiologi
Nyeri neuropatik dapat timbul dari kondisi yang mempengaruhi sistem saraf tepi
atau pusat.Gangguan pada otak dan korda spinalis, seperti multiple sclerosis, stroke, dan
spondilitis atau mielopati post traumatik, dapat menyebabkan nyeri neuropatik.
Gangguan sistem saraf tepi yang terlibat dalam proses nyeri neuropatik termasuk penyakit
pada saraf spinalis, ganglia dorsalis, dan saraf tepi. Kerusakan pada saraf tepi yang
dihubungkandengan amputasi, radikulopati, carpal tunnel syndrome, dan sindrom neuropati
jebakan lainnya, dapat menimbulkan nyeri neuropatik. Aktivasi nervus simpatetik yang
abnormal, pelepasan katekolamin, dan aktivasi free nerve endings atau neuroma dapat
menimbulkan sympathetically mediated pain. Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan
dengan penyakit infeksius, yang paling sering adalah HIV, Cytomegalovirus, yang sering ada
pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati.
Nyeri neuropati adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker.
Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau
kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi.
Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering :
Nyeri neuropatik perifer
Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik
Polineuropati alkoholik
Polineuropati oleh karena kemoterapi
18
Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome)
Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome)
Neuropati sensoris oleh karena HIV
Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri post mastektomi atau nyeri post thorakotomi)
Neuropati sensoris idiopatik
Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor
Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional
Neuropati diabetik
Phnatom limb pain
Neuralgia post herpetik
Pleksopati post radiasi
Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral)
Neuropati oleh karena paparan toksik
Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex)
Neuralgia post traumatik3,5,6
Nyeri neuropatik sentral
Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis
Mielopati HIV
Multiple sclerosis
Penyakit Parkinson
Mielopati post iskemik
Mielopati post radiasi
19
Nyeri post stroke
Nyeri post trauma korda spinalis
Siringomielia
V. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah sensitisasi perifer,
ectopicdischarge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan
distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan
eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap
munculnya nyeri neuropatik spontan.
Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor
disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut
saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan
direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti
bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi
nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih
sensitif (sensitasi) secara langsung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan
munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu
terjadinya remodelling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang
masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru
(sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan
sebagian lainnya tidak mencapai organ target dan membentuk sesuatu yang disebut neuroma.
Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel. Akumulasi
Na+ channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel juga
terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat
menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal mechanosensitivity, thermosensitivity,
dan chemosensitivity. Ectopic discharge dan sensitisasi dari berbagai reseptor (mechanical,
termal, chemical) dapat menyebabkan timbulnya nyeri spontan dan evoked pain.
Lesi jaringan mungkin berlangsung singkat, dan bila lesi sembuh nyeri akan hilang.
Akan tetapi, lesi yang berlanjut menyebabkan neuron-neuron di kornu dorsalis dibanjiri
20
potensial aksi yang mungkin mengakibatkan terjadinya sensisitasi neuron-neuron tersebut.
Sensitisasi neuron di kornu dorsalis menjadi penyebab timbulnya alodinia dan hiperalgesia
sekunder. Dari keterangan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa nyeri timbul
karena aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif baik perifer maupun sentral.
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai
stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari
kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral),
sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik
sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang batas
stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang nonnoksious,
dan luasnya penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan
letupan-letupan dari berbagai neuron. Sensitisasi ini pada umumnya berasosiasi dengan
terjadinya denervasi jaringan saraf akibat lesi ditambah dengan stimulasi yang terus menerus
dan inpuls aferen baik yang berasal dari perifer maupun sentral dan juga bergantung pada
aktivasi kanal ion di akson yang berkaitan dengan reseptor AMPA/kainat dan NMDA.
Sejalan dengan berkembangnya penelitian secara molekuler maka ditemukan beberapa
kebersamaan antara nyeri neuropatik dengan epilepsi dalam hal patologinya tentang
keterlibatan reseptor misalnya NMDA dan AMPA dan plastisitas disinapsis, immediate early
gene changes. Yang berbeda hanyalah dalam hal burst discharge secara paroksismal pada
epilepsi sementara pada neuropatik yang terjadi adalah ectopic discharge. Nyeri neuropatik
muncul akibat proses patologi yang berlangsung berupa perubahan sensitisasi baik perifer
maupun sentral yang berdampak pada fungsi sistem inhibitorik serta gangguan interaksi
antara somatik dan simpatetik. Keadaan ini memberikan gambaran umum berupa alodinia
dan hiperalgesia. Permasalahan pada nyeri neuropatik adalah menyangkut terapi yang
berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel. Pada umumnya hal ini terjadi
akibat proses apoptosis yang dipicu baik melalui modulasi intrinsik kalsium di neuron sendiri
maupun akibat proses inflamasi sebagai faktor ekstrinsik. Kejadian inilah yang mendasari
konsep nyeri kronik yang ireversibel pada sistem saraf. Atas dasar ini jugalah maka nyeri
neuropatik harus secepat mungkin di terapi untuk menghindari proses mengarah ke plastisitas
sebagai nyeri kronik. Neuron sensorik nosiseptif berakhir pada bagian lamina paling
superfisial dari medula spinalis. Sebaliknya, serabut sensorik dengan ambang rendah (raba,
tekanan, vibrasi, dan gerakan sendi) berakhir pada lapisan yang dalam. Penelitian
eksperimental pada tikus menunjukkan adanya perubahan fisik sirkuit ini setelah cedera pada
saraf. Pada beberapa minggu setelah cedera, terjadi pertumbuhan baru atau sprouting aferen
21
dengan non noksious ke daerah-daerah akhiran nosiseptor. Sampai saat ini belum diketahui
benar apakah hal yang serupa juga terjadi pada pasien dengan nyeri neuropati. Hal ini
menjelaskan mengapa banyak kasus nyeri intraktabel terhadap terapi. Rasa nyeri akibat
sentuhan ringan pada pasien nyeri neuropati disebabkan oleh karena respon sentral abnormal
serabut sensorik non noksious. Reaksi sentral yang abnormal ini dapat disebabkan oleh faktor
sensitisasi sentral, reorganisasi struktural, dan hilangnya inhibisi.
Nyeri neuropati merupakan nyeri yang dikarenakan adanya lesi pada sistem saraf
perifer maupun pusat. Nyeri ini bersifat kronik dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup
penderita. Nyeri neuropati melibatkan gangguan neuronal fungsional dimana saraf perifer
atau sentral terlibat dan menimbulkan nyeri khas bersifat epikritik (tajam dan menyetrum) yg
ditimbulkan oleh serabut Aδ yg rusak, atau protopatik seperti disestesia, rasa terbakar,
parestesia dengan lokalisasi tak jelas yang disebabkan oleh serabut C yang abnormal. Gejala-
gejala ini biasa disertai dengan defisit neurologik atau gangguan fungsi lokal.
Umumnya, lesi saraf tepi maupun sentral berakibat hilangnya fungsi seluruh atau
sebagian sistim saraf tersebut, ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi, pada
bagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti pada penderita stroke, akan menunjukkan
gejala positif yang berupa disestesia, parestesia atau nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi
sistem saraf ini dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahuluhi
atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf.
Iskemia, keracunan zat tonik, infeksi dan gangguan metabolik dapat menyebabkan
lesi serabut saraf aferen. Lesi tersebut dapat mengubah fungsi neuron sensorik yang dalam
keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan
lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron
sensorik, melalui perubahan molekular, sehingga aktivitas serabut saraf aferen menjadi
abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptik sentral.
Pada nyeri inflamasi maupun nyeri neuropatik sudah jelas keterlibatan reseptor
NMDA dalam proses sensitisasi sentral yang menimbulkan gejala hiperalgesia terutama
sekunder dan alodinia. Akan tetapi di klinik ada perbedaaan dalam terapi untuk kedua jenis
nyeri inflamasi sedangkan untuk nyeri neuropatik obat tersebut kurang efektif. Banyak teori
telah dikembangkan untuk menerangkan perbedaan tersebut.
Prinsip terjadinya nyeri adalah gangguan keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
akibat kerusakan jaringan (inflamasi) atau sistem saraf (neuropatik). Eksitasi meningkat pada
kedua jenis nyeri tersebut pada nyeri neuropatik dari beberapa keterangan sebelumnya telah
dketahui bahwa inhibisi menurun yang sering disebut dengan istilah disinhibisi. Disinhibisi
22
dapat disebabkan oleh penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis terutama di
presinap serabut C.8,9,10
VI. Assesmen
a. Anamnesis
- Skrining nyeri
Anamnesis diawali dengan meminta pasien mengisi ID Pain Screening Questionnaire
untuk membedakan apakah nyeri yang diderita pasien adalah nyeri nosiseptif atau
neurotik
ID pain
1. Apakah nyeri terasa seperti kesemutan?
□ Ya (+1 poin)
□ Tidak (0 poin)
2. Apakah nyeri terasa panas atau membakar?
□ Ya (+1 poin)
□ Tidak (0 poin)
3. Apakah terasa kebas atau baal?
□ Ya (+1 poin)
□ Tidak (0 poin)
4. Apakah nyeri terasa seperti kesetrum?
□ Ya (+1 poin)
□ Tidak (0 poin)
5. Apakah nyeri bertambah hebat bila tersentuh?
□ Ya (+1 poin)
23
INFLAMASI / KERUSAKAN JARINGAN
MEDIATOR INFLAMASI
EKSITASI & SENSITASI NOSISEPTOR
NOSISEPTOR AKTIF
NYERI
Netrofil, makrofag
Bradikinin
Histamin
prostaglandin
□ Tidak (0 poin)
6. Apakah nyeri hanya terasa dipersendian/otot/gigi/lainnya?
□ Ya (+1 poin)
□ Tidak (0 poin)
Total skor
Skor total minimum = -1
Skor total maksimum = 5
Jika skor anda >2, kemungkinan anda menderita nyeri neuropatik.
- Anamnesis nyeri
a. riwayat klinik: kapankah nyeri berawal? Berapa sering? Apakah intensitasnya
berubah?
b. sifat keluhan : seperti apa rasa nyerinya?
c. kualitas nyeri: pada skala 0-10, dimana 0 adalah keadaaan tanpa nyeri dan 10 adalah
nyeri paling hebat yang anda bayangkan, seberapa nyeri anda sekrang?
d. lokasi keluhan: dimana lokasi awal nyeri? Apakah lebih dari satu tempat?
e. distribusi dan penjalaran nyeri: dari mana awal serangan timbul dan menjalar ke
mana?
f. faktor yang meringankan/memperberat nyeri: apakah yang membuat nyeri anda
membaik? Apakah yang membuat nyeri anda memburuk?
g. anamnesis psikologis”pain triad”(kecemasan, depresi, gangguan tidur)
- Intensitas nyeri
Secara sederhana nyeri pasca bedah pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada yang
bersangkutan dan biasanya dikategorikan sebagai:
1. Tidak nyeri (none)
2. Nyeri ringan (mild, slight)
3. Nyeri sedang (moderate)
4. Nyeri berat (severe)
5. Sangat nyeri (very severe, intorable)
24
Secara kuantitatif, keparahan derajat nyeri dapat membantu untuk memilah intervensi
terapi dan evaluasi apakah efisien atau tidak. Walaupun nyeri bersifat subyektif dan
dipengaruhi oleh faktor psikologis dan lain-lain. Skala nyeri juga dapat dinilai dengan alat
bantu, yang paling sering digunakan untuk menilai intensitas ataukeparahan pasien adalah
Skala Analog Visual (VAS, Visual Analogue Scales), Numerical Rating Scale, Faces Rating
Scale, dan Mc Gill Pain Questioner.
a. visual analog scale (VAS)
b. Numeric pain scale
Keterangan:
10 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
25
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul6
c. McGill pain Questionnaire
b. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan neurologis
a. Kesadaran
b. Saraf-saraf kranial
c. Motorik
d. Sensorik
e. Ototnom
f. Fungsi luhur
c. Pemeriksaan penunjang
26
Pemeriksaan elektrodiagnosis untuk menilai sindroma nyeri akut dan menahun
mencakup:
1. Kecepatan hantaran saraf motorik: NCV (nerve conduction velocity)
Pemeriksaan bertujuan untuk memeriksa transmisi melalui persimpangan
mioneural junction, depolarisasi dari membran sel. Kecepatan hantar saraf
menjadi lambat pada proses demielinasi dari saraf motorik. Amplitudo dari
compound muscle action potential (CMAP) berhubungan dengan banyaknya
akson saraf motorik yang ikut serta, jadi berkurang bila ada konduksi terganggu
pada kerusakan selubung mielin karena blok konduksi atau kerusakan akson.
2. Kecepatan hantaran saraf sensorik
Kecepatan hantar sensorik SCV (sensorik conduction velocity)
Berkurang pada demielinisasi serat saraf sensorik. Amplitudo dari sensoric nerve
action potential (SNAP) behubungan dengan banyak serat aferen bermielin yang
berfungsi. Pada pemeriksaan SNAP dapt menolong untuk membedakan antara
radikulopati dan lesi saraf lebih distal.
3. Elektromiografi
EMG mempelajari aktivitas listrik dari otot dan dapat digunakan untuk
mempelajari kelainan motor unit serta prognosisnya. Selain itu, EMG bersama
dengan kecepatan hantar saraf KHS dapat memberikan diagnosis, jenis serta
prognosis dari kelainan saraf tepi. Otot sehat waktu istirahat elektrikal tenang
(silent) . bila akson motorik terganggu dan degenerasi waller terjadi, serta otot
denervasi menjadi spontan aktif, memberikan potensial fibrilasi dan positive sharp
wave. Potensial fibrilasi dan positive sharp wave terdapat juga pada pasien dengan
penyakit otot primer, terutama miopati, radang, distrofi muscle dan penyakit
motor neuro.
Tabel. EMG dan kecepatan hantar saraf6,7
Penyakit Coduction
velocity
amplitudo Distal
latency
Fibrilasi
Axonal NP > 70 ↓ N ↓
Demyel. NP <50 Mild ↓ Mild ↑ Variable
LMN disease >70 ↓motor N ↑
UMN disease N N N None
Radiculopathy >80 Mild ↓ N ↑
Myopathy N Mild ↓ N None
27
Pemeriksaan Neuroimaging: foto polos, USG, CT SCAN, MRI, Fmri, Myelography
a. CT Scan
Computed Tomography (CT) atau computed axial tomography (CAT) scans
menggunakan X-ray dan omputer untuk menghasilkan gambar cross-section dari tubuh.
Selama tes, anda akan diminta untuk berbaring dan tidak bergerak di atas meja. Mejanya
akan bergerak masuk ke dalam alat scanning yang berbentuk seperti donat. Terkadang,
kontras material yang disuntikkan secara intravena dibutuhkan untuk CAT scan. Dalam
kasus seperti ini, anda harus melakukan tes darah sebelum CAT scan. Biasanya CAT scan
memerlukan waktu 15-60 menit.
b. MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menghasilkan gambar tubuh yang sangat jelas
tanpa menggunakan X-ray. Tes ini menggunakan magnet besar, gelombang radio, dan
sebuah computer untuk menghasilkan gambar. Dalam kebanyakan kasus, MRI tes
membutuhkan waktu 40-80 menit, sementara itu beberapa lusin gambar dapat diamati.
Tes MRI memerlukan injeksi kontras materil yang dinamakan gadolinium, yang
membantu identifikasi struktur anatomis pada gambar scan. Karena adanya magnet yang
digunakan, beberapa orang (seperti mereka yang menggunakan pacemaker) tidak boleh
melakukan MRI.
c. Myelography
Seperti pada discography, selama pelaksanaan myelogram, zat warna kontras akan
diinjeksikan ke sumsum tulang belakang untuk meningkatkan kemampuan diagnostic
dari X-ray. Dokter akan dapat melihat gambar X-ray dari sumsum tulang belakang
dan dapat mengindentifikasi tekanan syaraf yang disebabkan oleh patah tulang
Pemeriksaan laboratorium (dilakukan atas indikasi)
1. Darah rutin, kimia darah, PCR
2. Urine rutin
3. Pemeriksaan LCS
28
BAB III
PENATALAKSANAAN
Tujuan
Terapi nyeri neuropatik pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan melakukan pendekatan secra holistik, berupa pengobatan terhadap pain triad, yaitu
nyeri, gangguan tidur, dan gangguan mood (ansietas, depresi dan obsevasi konvulsi) yang
dilakukan oleh tim multidisiplin
Pendekatan umum
1. Tentukan terlebih dahulu topik lesi dan etiologi
2. Terapi utama ditujukan untuk terapi etiologi atau kausa
3. Terapi berdasarkan mekanisme dan evidence based
4. Terapi simptomatik dan tindakan dilakukan secra multidisiplin
5. Lakukan penilaian kualitas dan intensitas nyeri untuk menyesuaikan terapi dengan
beratnya penderitaan pasien
6. Lakukan pencatatan harian nyeri untuk evaluasi hasil pengobatan2
Jenis-jenis terapi nyeri neuropatik
a. Terapi farmakologis
b. Terapi non farmakologis
TERAPI FARMAKOLOGIS
Tidak semua nyeri harus diberikan terapi farmaka. Ada beberapa keadaan dimana
nyeri dapat dihilangkan sengan terapi fisik misalnya dengan pijatan, kompres es dan
sebagainya. Bila harus memberikan terapi farmasi maka perlu dipertimbangkan yang paling
efektif. Untuk itu sebaiknya dilakukan penilaian sifat dan derajat nyeri, akut, kronik, benigna,
maligna, organik atau psikogenik. Pemberian terapi farmaka didasarkan atas derajat nyeri
seperti numeric rating scale, visual analoq scale, skala katagori.
29
Penatalaksanaan terbaru dari nyeri neuropatik menurut EFNS (European Federation of Neurological Societies) versi 2010.11
Etiologi Rekomendasi pertama Rekomendasi kedua atau ketiga
Nyeri neuropatik diabetik
DuloxetineGabapentinPregabalinTCAVenlafaxine ER
OpioidsTramadol
Nyeri post herpes GabapentinPregabalinTCALidocaine plasters
Opioids
Trigeminal neuralgia
CarbamazepineOxcarbazepine
Pembedahan
Nyeri sentral GabapentinPregabalinTCA
Cannabinoids (MS)LamotrigineOpioidsTramadol (SCI)
Terapi analgetik
1. Non opioid
Kelompok obat analgetik non opioid oada umumnya memperlihatkan efek
antiinflamasi yang lebih menonjol dibandingkan efek antipiretik dan analgesiknya.
Protipr obat analgesik non opioid berupa OAINS (obat antiinflamasi non steroid)
yang berkerja menghambat enzim cyclooxygenase COX 1.
Untuk memudahkan pembicaran, analgesik-antipiretik dibagi menjadi:
1. Salisilat dan salisilamid
2. Derivat paraaminofenol
3. Derivat pirazolon
Golongan Farmakodinamik farmakokinetik indikasi sediaan Dosis Efek
samping
Asam
salisilat/aset
osal
Digunakan pada
nyeri berintensitas
ringan hingga
sedang. Nyeri yang
berasal dari
susunan integumen
Absorpsi:
dilambung dan
usus halus
bagian atas dan
usus besar.
Konsentrasi
Antipiretik,
analgesik,
demam
rematik akut,
rematoid
Berupa
tablet 300,
500 mg
Dosis
dewasa:
325-
1000mg
PO per
Alergi,
gangguan
GIT(mual,
muntah,pe
rdarahan),
30
lebih baik
dipengaruhi
dibandingkan nyeri
viseral. Salisilat
bekerja secara
sentral(mempengar
uhi hipotalamus
sebagai pusat
nyeri) dan
perifer(mempengar
uhi pembentukan
prostaglandin)dan
mencegah
sensitisasi reseptor
nyeri
tertinggi pada 2
jam setelah
pemberian
Ekskresi:
melalui ginjal
arthritis. 3/4 jam intoksikasi
Derivat para
aminofenol
Efek analgesik,
efek antipiretik,
dan anti inflamasi
Diserap cepat
dan sempurna
melalui saluran
cerna. Ekskresi
ginjal
Untuk
analgesik dan
antipiretik
Sedian
asetaminofe
n berupa
tablet
500mg,
syrup
125mg/5ml
Dosis
dewasa:
300-
1000 mg,
maksimu
m dosis
4 gr/hari
Alergi,
anemia
hemolitik,
nekrosis
hati.
Nefropati.
Derivat
pirazolon
Efek utama:
analgesik,
antipiretik
Dimetabolisme
di hati dan
disekresi di
ginjal
Demam
rematik akut,
demam pada
hodkin
Oksifenbuta
zone: tablet
100 dan 200
mg
Dosis
pout
800mg/h
ari, RA
300-400
mg/hari
2. Opioid
Opioid sebetulnya bukan merupak obat pilihan pertama dalam pemilihan obat
analgesik untuk kasus nyeri umumnya. Tubuh mempunyai sistem modulasi nyeri
endogen. Sistem ini memodulasi transmisi nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan
31
mengikat reseptor nyeri pada tingkat susunan saraf. Senyawa yang termasuk dalam
sistem modulasi nyeri endogen tersebut adalah:
1. Betta endorfin
2. Dinorfin
3. Enkefalin
Senyawa itu dibuat di pituitari dari 3 protein prekursornya, yaitu:
proopiomelanokortin, proenkefalin, dan prodinorfin. Endorfin menghambat pelepasan
neurotransmiter prasinaptik. Utamanya pelepasan substansi P yang akan menurunkan
jumlah potensial aksi.
Obat farmakodinamik farmakokinetik Indikasi Sediaan Dosis Efek
samping
Morfin Efek utama:
analgesic.Waktu
paruh adalah 2
jam dan durasi
aanalgesik
mencapai 3-6 jam
Dimetabolisme
di hati dan
disekresi di
ginjal
Nyeri tumpul,
analgesik
post operasi.
Tablet,
injeksi,
supositoria
Nyeri ringan
dosis awal 5-10
mg. Nyeri
depresi,berat:
dosis 10-20mg
Depresi
pernafasan,
vomitus,
dizziness,
disforia,
pruritus,
konstipasi,
retensi
urine,
hipotensi
Kodein Efek utama
analgesik dengan
waktu paruh3
jam.
Dimetabolisme
di hati dan
disekresi di
ginjal
Untuk nyeri
ringan dan
sedang
Bentuk
sulfat dan
fosfat dlm
Tablet 15-
60 mg dan
injeksi
Dosis oral
kodein 30 mg
vomitus,
dizziness,
disforia,
pruritus,
konstipasi
Petidine Efek utama
analgesik dengan
waktu paruh 5
jam. Durasi klinis
3-5 jam
Dimetabolisme
di hati dan
disekresi di
ginjal
Untuk nyeri
ringan dan
sedang
Bentuk
oral,
parenteral
Dosis parenteral
75-100 mg
Dosis oral 50-
100mg
Sedasi,
deprsi
pernafasan,
euforia
Tramado Efek utama Dimetabolisme Untuk nyeri Bentuk Dosis tunggal Konvulsi,
32
l analgesik dengan
waktu paruh 6
jam.
di hati dan
disekresi di
ginjal
ringan-
sedang
oral,
parenteral
50-100 mg konfusi,
halusinasi,
reaksi
anafilaksis
Fentanil Efek utama
analgesik dengan
waktu paruh 3
jam.
Dimetabolisme
di hati dan
disekresi di
ginjal
Untuk nyeri
sedang-berat
Bentuk
intravena
1-3
microgram/kgbb
Sedasi,
deprsi
pernafasan,
euforia
Terapi analgesik ajuvan
Definisi adalah obat-obatan yang pada dasarnya tidak diindikasikan untuk menghilangkan
rasa nyeri, tapi untuk kondisi yang lain, namun kemudian bermanfaat untuk mengobati nyeri
neuropatik.
Analgetik ajuvan:
1. Golongan antidepresan
Merupakan salah satu pengobata nyeri neuropatik. Yang menduduki urutan ke tiga
menurut FDA. Anti depresan trisiklik misalnya: amitripilin, nortriptilin, desipramin,
doksepin, imipramin.
Mekanisme kerja
Diduga sebagai penghambat serotonindan norepinefrin pada saraf sentral pengelolaan
rasa nyeri
Klinis dapat mengurangi rasa nyeri pada nyeri pasca herpes dan nyeri neuropati
diabetes disamping antidepresi. Reaksi mulai muncul kurang dari 1 minggu dan dosis
lebih kurang 50-75 mg perhari.
Efek samping akut: sedasi, mulut kering, konstipasi, gangguan kognitif, hipotensi
ortostatik, aritmia jantung, berkeringat, dan retensi urine.
Anti depresan baru:
SSRI (selecting serotonergic reaptake inhibitor): maproptilin, paroksetin, fluoksetin,
trazodon.
Klinis: banyak penelitian menyatakan bahwa manfaat SSRI pada nyeri neuropatik
kurang memuaskan, namun ada juga yang mengatakan bahwa paroksetin
menghilangkan rasa nyeri sama dengan antidepresan trisiklik.
Efek samping: agitasi, sedasi, disfungsi seksual, bertambahnya berat badan.
2. Golongan antikonvulsan
33
Antikonvulsan telah lama dipergunakan pada pengobatan neuralgia trigeminal.
Kenyataan sekarang sebagai obat nyeri neuropatik baris pertama dari antikonvulsan
adalah gabapentin.
a. Gabapentin
Mekanisme yang pasti mengenai gabapentin menghilangkan rasa nyeri belum
jelas, namun diduga bekerja pada aktivitas saluran kalsium yang spesifik pada
neuron melalui neurotransmiter GABA. Indikasi: nyeri pasca herpes, nyeri
neuropatik diabetik. Dosis 300-1500 mg/ hari diberikan 2-4 kali sehari.dianjurkan
untuk dilakukan titrasi takaran secara pelan yaitu 300mg setiap 3-7 hari. Efek
samping berupa: diziness dan sedasi. Dianjurkan untuk diberikan pada urutan
pertama sebagai obat oral penghilang nyeri neuropatik karena relatif aman.
b. Fenitoin
Indikasi : dapa menghilangkan rasa nyeri pada neuralgia trigeminal dan neuropati
diabetik. Efektifitasnya kurang memuaskan. Dosis: 100-300 mg/hari diberikan 1-3
kali sehari
Efek samping: gangguan kognitif dan sedasi., hiperplasia gingiva
c. Carbamazepin
Menghilangkan rasa nyeri neuralgia trigeminal dan neuropati diabetika. Dosis
diberikan 100-1000 mg/hari.
Efek samping diziness, gangguan kognitif dan sedasi, hepatotoksis
d. Lamotrignin
Bermanfaat menghilangkana nyeri neuralgia trgeminal, neuropati diabetika dan
neuropati HIV. Dosis 150-500 mg/hari.
Efek samping: sindroma steven johson
3. Golongan anastesi lokal
Mekanisme kerja anastesi lokal pada pengobatan nyeri neuropatik melaui
penghambatan saluran sodium dengan mengurangi frekuensi impuls ektopik pada
saraf tepi yang rusak.
a. Lidokain infus
Dapat menghilangkan rasa nyeri neuropatik seperti pada neuropati diabetes, nyeri
pasca herpes dan mononeuropati trauma. Takaran yang diberikan 2-5mg/kg bb
selama 30 menit.infus dapat dihentikan setelah nyeri berkurang. Dan dilajutkan
pemberian mexiletine oral.
34
b. Mexiletine
Dapat diberikan pada neuropati diabetes. Takaran diberikan sampai 600-900
mg/hari. Untuk mengurangi efek samping obat dapt diberikan mulai 150 mg/hari.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghilangkan rasa nyeri karena efek anti
radang dan dengan mengurangi impuls ektopik pada saraf tepi. Biasaya diberikan
pada CRPS. Obat golongan stroid yang dipakai berupa prednisolon dan solumedrol.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri
berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.
1. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot.
Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga
mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. Masase juga mengurangi spasme otot dan
memberikan rasa nyaman sehingg nyeri berkurang.
2. Kompres
Kompers panas, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses
penyernbuhan jaringan yang mengalami kerusakan. Efek terapi panas antara lain dapat
melalui perubahan permeabilitas membran sel berupa peningkatan ambang rangsang nyeri,
mengurangi spasme otot, vasodilatasi sehinga nyeri akibat iskemik berkurang
3. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat meredakan
nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin memerlukan teknik untuk mengatasi nyeri.
4. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri.Teknik distraksi
terdapat beberapa macam yaitu: distraksi visual,distraksi pendengaran, distraksi pernafasan,
distraksi intelektual, teknik pernafasan, imajinasi terbimbing.
5. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri denganmerelaksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu diajarkan
beberapa kali agar mencapai hasilyang normal.
6. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
35
Merupakan jenis stimulasi listrik dengan frekuensi rendah/tinggidengan intensitas
rendah/tinggi dan merupakan elektroanalgesia. Frekuensi yang digunakan berkisar 1-250 hz.
TENS mampu mengingkatkan pelepasan opoid endogen
Indikasi : nyeri fokal, sindroma nyeri kronik seperti radikulopati, neuropati perifer, nyeri
phantom.5,9
36
BAB VI
KESIMPULAN
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nosiseptor merupakan suatu ujung saraf bebas yang berakhir pada kulit untuk
mendeteksi suatu nyeri kulit. Nosiseptor juga terdapat pada tendon dan sendi, untuk
mendeteksi nyeri somatik dan pada organ tubuh untuk mendeteksi nyeri visceral.
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik
perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis
(akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster
pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa
stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi. Meskipun jarang, nyeri juga
dihasilkan oleh kerusakan SSP, terutama jaras spinotalamik atau talamus. Nyeri neuropatik
secara sering sedemikian hebat dan tidak teratasi dengan pengobatan nyeri standar.
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer,
ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan
distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan
eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap
munculnya nyeri neuropatik spontan.
Pengobatan untuk nyeri neuropatik tidak hanya berupa pemberian golongan OAINS
dan golongan opioid namun juga dapat diberikan obat-obatan ajuvan berupa golongan
konvulsa, golongan antidepresan, kortikosteroid serta dapat diberikan pengobatan non
farmakologi berupa terapi rehabilitasi medik.
37
Tinjauan Pustaka
1. Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical Surgical. 12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
2. Smith H. Current Therapy in Pain. In: Smith H. Neuropathic Pain - Definition,
Identification, and Implications for Research and Therapy. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2009.
3. Sjamsuhidajat R,De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Kedokteran
EGC; 2012.
4. Smith BH, Torrance N. Epidemiology of Neuropathic Pain and Its Impact on Quality of
Life, J Curr Pain Headache Rep. January 2014; p.1. Available
from:http://www.kompetenznetz-p.de/montag_1000_2_epidemiology_neuropathic_pain.pdf.
5. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The American
Journal of Managed Care. June 2006.p256-61.
6. Argoff CE. Managing Neuropathic Pain: New Approaches For Today's Clinical Practice.
Available at: http://www.medscape.com/viewprogram/2361.htm. accessed at: january 2014
7. Suzuki R, Dickenson A. Neuropathic pain. Available at:
http://www.chemistanddruggist.com. accessed at: january 2014
8. Richeimer S. Understanding neuropathic pain.. Available at:
http://www.spineuniverse.com. accessed at: january 2014
9. Hauser S, Josephson S. Harrison's Neurology in Clinical Medicine. 2nd ed. New York:
McGraw-Hill Companies,Inc; 2010.
10. Bond MR, Simpson KH. Pain, its nature and treatment. Edinburgh: Elsevier-Churchill
Livingstone; 2006.
11. Attala N, Cruccua R, Baron M, Haanpa P, Hanssona T, Jensena S, Nurmikkoa T.
EFNS guidelines on the pharmacological treatment of neuropathic pain: 2010 revision.
European Journal of Neurology 2010, 17: 1113–1123
38
39
Top Related