BAB I
PENDAHULUAN
1. Prinsip Uji Serulogi
Serologi adalah ilmu yang mempelajari reaksi kompleks kekebalan dalam
serum secara invitro. Dalam reaksi tersebut terjadi interaksi antara antigen(Ag) dan
antibody (Ab). Uji serulogoli adalah uji yang menggunakan serum darah yang
mengandung antibody (Ab) dan Antigen (Ag) baik berupa virus, bakteri maupun
benda yang dianggap asing oleh tubuh.
Antigen merupakan suatu substansi yang bila memasuki inang vertebrata
menimbulkan respon kekebalan yang membawa kepada terbentuknya kekebalan
padatan. Respon ini mengakibatkan pembentukan antibodi spesifik yang beredar
dalam aliran darah (imunitas humoral) atau merangsang peningkatan jumlah sel-sel
reaksi khusus yang disebut limfosit (Pelczar and Chan, 1988).
Antibodi yaitu protein yang diproduksi sebagai akibat pemberian suatu
antigen dan mempunyai kemampuan untuk bergabung dengan antigen yang
merangsang produksinya. Antigen yaitu suatu zat yang dapat dideteksi bila
dimasukkan ke dalam tubuh hewan serta dapat menginduksi respon imun (Jawetz,
1966).
Uji serologis yang dapat dipakai antara lain hemaglutinasi (HA), hambatan
hemaglutinasi (HI), netralisasi virus dalam embrio ayam, netralisasi virus dalam
kultur sel, MIT test, Egg bit, ELISA, agar gel presipitasi (AGP). Namun dalam
praktikum ini uji yang dilakukan adalah uji HA, HI dan AGPT.
Uji HA lambat digunakan untuk mengetahui titer virus, kemampuan virus
dalam menginfeksi yang ditandai dengan adanya hemaglutinasi eritrosit. Titer virus
dapat diketahui dengan melihat sumuran terakhir pada nomor tertinggi (end point)
yang menunjukkan adanya hemaglutinasi positif. Hal itu ditandai dengan adanya
agregat-agregat di dasar sumuran (Grimes. 2002).
Prinsip dari uji HI lambat adalah mengetahui adanya antibodi yang mampu
menghambat proses hemaglutinasi oleh virus. Uji ini untuk menentukan titik antibodi
terhadap hemaglutinasi virus. Bila terdapat antibodi dalam jumlah mencukupi untuk
membentuk kompleks dengan virion, hemaglutinasi dihambat, dan eritrosit
mengendap. Sebaliknya bila antibodi terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi
maka eritrosit diaglutinasi oleh virus dan membentuk endapan (Beard.1989).
Prinsip dari uji AGPT yaitu adanya ikatan antibodi spesifik dengan antigen
yang ditandai dengan adanya garis presipitat. Hal ini disebabkan karena antigen virus
berdifusi melalui pori-pori purified semisolid agar dan bereaksi dengan antibodi.
Presipitasi antigen oleh antibodi dapat pula terjadi pada medium semisolid yang biasa
dipakai yaitu pure agar dari Euchemia spinosum.
Permunian IgY dengan metode sederhana dengan menggunakan ammonium
sulfat dan menggunakan membran nitrosellulosa sebagai dialysis. Kedua perlakuan
tersebut bertujuan untuk mendapatkan protein murni tanpa adanya protein-protein
lain, serta penambahan PEG yang bertujuan untuk menghilangkan partikel lemak
pada kuning telur.
A. Tujuan
1. Uji Ha untuk mengetahui kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit dan
mengetahui jumlah titer virus.
2. Uji Hi untuk menentukan titer antibodi yang ada dalam serum darah ayam dan
mampu digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekebalan ayam terhadap
virus tersebut.
3. Uji AGPT untuk mengetahui adanya antigen virus dan antibodi tubuh.
4. Purifikasi dilakukan untuk mendapatkan IgY murni.
BAB II
METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal 17 Oktober – 5 Desember 2012
bertempat di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
2.2 Alat dan Bahan
Alat :
1. Mikroplate V dengan 96 lubang
2. Mikropipet 100 ul, 50 ul dan 25 ul
3. Sentrifus
4. Spuit
5. Tabung reaksi dan tabung
sentrifus
6. Timbangan
7. Erlemeyer
8. Lampu.
9. Baker gelas
10. Pipet bersekala
11. Cawan petri
12. Tabung eppendorf
13. Kompor gas
14. Gel puncher
15. Baskom bertutup
16. Obyek gelas
Bahan:
1. Larutan NaCl 0,85%
2. Natrium sitrat 3,8%
3. Akuades pH 7,4 (netral)
4. Suspense sel darah merah ayam 1 %
7. Serum anti-AI
8. Serum anti-IB
9. Antigen AI
10. Antigen IB
5. Larutan PBS
6. Virus AI standar 4 HAU
11. Agarose untuk AGPT
12. Kertas timbang
2.3 Prosedur Kerja
1). Pembuatan RBC
Sel darah merah ayam yang diambil dari vena brachialis 2-3 ml SDM, dengan
penambahan antikoagulan dapat berupa Natrium sitrat 3,8% dengan perbandingan
4:1, darah kemudian dihomogenkan perlahan-lahan. Setelah itu disentrifus 15000 rpm
selama 10 menit, supernata dibuang kemudian endapan sel darah merah dicuci
dnegan larutan NaCl fisiologik ( 0,85) dengan volume yang sama. Hal ini dilakukan
sebanyak 3 kali, setelah itu endapan diberlakukan sebagai larutan dengan kosentrasi
100%.
2). Uji Hemaglutinasi (HA)
Prosedur:
1. Masukan 25 µl PBS pada lubang pertama sampai lubang ke-12 menggunakan
mikropipet 25 µl, dengan mikropipet 25 µl suspense virus atau antigen
masukan ke tabung pertama.
2. Dengan mikropipet 25 µl, homogenkan suspense virus dengan PBS pada
tabung pertama dengan cara menghisap dan meneteskan cairan tersebut.,
lakukan cara ini paling tidak lima kali.
3. Ambil 25 µl suspense dari lubang pertama, kemudian pindahkan ke lubang
kedua kemudian homogenkan seperti langkah no 2. Selanjutnya, pindahkan 25
µl ke lubang 3, begitu seterusnya sampai lubang ke 11. Dari lubang ke-11
diambil 25 µl suspense lalu dibuang. Pada tabung ke 12 sebagai control
negative, jadi hanya berisi PBS.
4. Tambahkan 25 µl suspense sel darah metah 1% ke dalam seluruh tabung.
Pembacaan Hasil:
Pembacaan hasil uji dapat dilakukan apabila eritrosit pada tabung kontrol
telah mengendap ke dasar lubang. Lubang no. 12 tidak terjadi aglutinasi. Hasil
dikatakan positif bila terjadi aglutinasi yang komplit dari sel darah merah, yang
terlihat bentuk kasar seperti pasir pada pinggir dasar lubang. Batas nilai dari titrasi
adalah pengenceran tertinggi dari antigen yang masih menghsilkan aglutinasi
komplit.
Perhitungan HA dilakukan dengan cara menghitung lubang yang positif
dimulai dari lubang pertama. Apabila aglutinasi terjadi sampai pada lubang ke-6,
maka titer HA dinyatakan dengan nilai 26 yaitu sama dengan 64 HA
Penyiapan Antigen AI 4 HAU
Untuk membuat enceran antigen 4 HA dilakukan dengan cara mengencerkan
satu bagian dari stok antigen ………..yang mempunyai titer……HA dengan ……
bagian…..
Titrasi Kembali
3). Uji Penghambat Aglutinasi (HI)
Prosedur
1. Masukan 25 µl PBS pada lubang pertama sampai lubang ke 12 menggunakan
mikropipet 25 µl.
2. Dengan mikropipet 25 µl, ambil 25 µl serum kebal AI dan masukkan kedalam
lubang pertama.
3. Dengan mikropipet 25 µl yang baru, lakukan penghomogenan serum dengan
larutan PBS pada lubang pertama dengan cara menghisap dan meneteskan
larutan tersebut, lakukan cara ini paling tidak lima kali
4. Ambil 25 µl dari lubang pertama lalu pindahkan ke lubang yang kedua,
kemudian homogenkan. Begitu seterusnya sampai lubang ke 10. Dari lubang
ke-10 diambil 25 µl lau dibuang. Pda lubang ke-11 sebagai control serum
hanya berisi larutan PBS dan serum, sedangkan lubang 12 sebagai control
virus berisi larutan PBS dan virus.
5. Tambahkan 25 µl virus standar kedalam semua lubang, kecuali lubang ke-1,
kemudian inkubasi selama 15 menit.
6. Setelah diinkubasi, tambahkan 25 µl suspense sel darah merah 1% ke dalan
seluruh lubang mikroplat.
7. Kocok lubang dengan menggoyang-goyangkan mikroplat kemudian
diinkubasikan pada suhu ruang selama 30-60 menit, kemudian di baca
hasilnya.
Pembacaan Hasil:
Pembacaan hasil dapat dilakukan apabila eritrosit pada lubang control telah
mengendap ke dasar tabung. Lubang no. 11 tidak terjadi aglutinasi sedangkan
pada lubang 12 terjadi aglutinasi. Hasil dikatakan positif bila tidak terjadi
aglutinasi sel darah merah, yang terlihat bentuk tetes air mata dilubang. Batas
nilai dari titrasi adalah pengenceran tertinggi dari antobodi yang masih dapat
menghambat aglutinasi dikalikan titervirus standar.
4). Uji AGPT (Agar Precipitation)
Penyiapan Media Agar
1. Pembuatan agar: buat agarose 1% dalam PBS + aquades (1:1) dan Na acide
0,01/ml, masukkan magnet stirrer dan aduk campuran tersebut samapai larut.
2. Panaskan hingga mendididh samapi terlihat bening semua yang berarti agar
sudah larut sempurna menggunakan penangas air.
3. Buat preparat agar dengan menuang 3 ml larutan agar hangat ke atas objek
gelas (tuang dengan cepat dan ratakan).
4. Setelah dingin buat sumur dengan melubangi agar menggunakan cetakan
khusus untuk AGPT (Gel Puncher). Usahakan supaya pinggiran sumur tidak
retak/pecah.
Pengisian
1. Media agar yang telah siap, diisi dengan antigen dan serum.
2. Media agar yang telah diisi tersebut dimasukkan kedalam baskom yang telah
diberi alas kertas yang dibasahi PBS, pasang tutupnya dan inkubasi dalam
suhu kamar selama 2-3 hari. Kelembapan dijaga dengan membasahi kertas
alas.
Dalam percobaan dilakukan uji AGPT terhadap serum ayam dan kelinci. Pada
serum ayam dibuat empat perlakuan yaitu 1) antigen tidak diencerkan berbanding
dengan PBS ), 2) diencerkan 1:1 ( 50 µl antigen : 50 µl PBS ), 3) diencerkan 1:4 ( 20
µl antigen : 20 µl PBS ), 4) diencerkan 1:9 ( 10 µl antigen : 90 µl PBS). Dalam
percobaan ini dibuat tujuh sumuran pada medium purified agar semisolid. Sumuran
yang berada di tengah ditetesi dengan antibodi virus IB dan enam sumuran yang lain
ditetesi dengan antigen virus.
Pada serum kelinci diberikan lima perlakuan dan antigen yang digunakan
adalah antigen AI, 1) Antigen tidak diencerkan, 2) pengenceran 1:1 ( 25 µl PBS : 25
µl antigen), 3) pengenceran 2:1 ( 30 µl PBS : 15 µl antigen), 4) pengenceran 3:1 ( 45
µl PBS : 15 µl antigen), 5) pengenceran 4:1 ( 50 µl PBS : 10 µl antigen). Dalam
percobaan ini dibuat tujuh sumuran pada medium purified agar semisolid. Sumuran
yang berada di tengah ditetesi dengan antibodi virus AI dan enam sumuran yang lain
ditetesi dengan antigen virus. Kemudian inkubasi pada suhu 370C selama 2 hari.
Suhu tersebut adalah suhu tubuh yang merupakan suhu yang baik bagi pertumbuhan
virus, sedangkan waktu 24 jam merupakan waktu minimal yang diperlukan virus
untuk tumbuh.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Uji HA (Haemaglutination Test)
Pada praktikum ini antigen (virus ND) diperoleh dari Laboratorium. Setelah
dilakukan uji HA menunjukkan titer virus mampu mengikat sel darah merah hingga
pada pengenceran 27. Kelinci disuntik AI. Hasil uji HA dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Hasil uji HA lambat dan HA cepat
Pengujian yang pertama yaitu uji HA (Haemaglutinasi), dengan antigen yang
digunakan adalah AI. Antigen ini memiliki kemampuan yang dapat mengikat
(mengaglutinasi) sel darah merah pada unggas ataupun mamalia. Pada uji HA
terdapat uji secara cepat dan lambat. Pada uji HA cepat digunakan untuk mendekteksi
ada tidaknya virus, eritrosit yang digunakan 5%. Pada uji HA lambat merupakan
salah satu uji yang digunakan unutk mengukur titer antigen yang selanjutnya
digunakan untuk uji HI, dengan menggunakan mikroplate 96. Hasil dari praktikum
uji HA cepat dan lambat dapat dilihat pada gambar 1.
Pada hasil praktikum ini didapat, pada uji HA cepat positif yang ditandainya
adanya aglutinasi dimana akan terlihat butiran-butiran seperti pasir diatas objek
glass, selanjutkan dilakukan uji HA lambat. Uji HA lambat teramati reaksi
hemaglutinasi pada pelat mikro. Titer virus yang diperoleh adalah 27 = 128 unit HA,
yang berarti di dalam 0,05 ml eritrosit terdapat virus 128 unit HA (unit HA adalah
satuan penghitungan virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit), artinya adalah
antigen yang diencerkan 64 kali masih mampu mengaglutinasi eritrosit 0,5%. Cara
hitung 4 HAU, setelah uji HA lambat didapat jumlah titer virus sebanyak 27 = 16HA
unit. Hasil tersebut dibagi 4, jadi 128/4 = 32. Jadi untuk mendapat virus 4 HA maka 1
bagian virus ditambah dengan 31 bagian PBS. Apabila telah mendapatkan 4 HAU,
maka langkah selanjutnya dapat dilakukan untuk membuat titer antigen stock
sehingga dapat digunakan untuk uji HI, dengan menggunakan serum yang berbeda.
Interpretasi dari data adalah jika titer virus tinggi maka prognosanya kurang
baik karena infeksi yang berjalan dalam tubuh berlangsung signifikan. Pada uji ini
bisa jadi reaksi aglutinasi yang terjadi sudah tidak akurat lagi karena pengamatan
dilakukan sudah agak lama setelah terjadinya proses reaksi aglutinasi sehingga bisa
jadi tercampur dengan reaksi elusi karena virus juga memiliki protein neuraminidase
yang mampu mengelusi reaksi aglutinasi yang sudah jadi.
Beberapa virus mampu mengaglutinasikan sel darah merah. Kemampuan ini
sebagai contoh dari aktivitas biologik dan aktivitas ini dapat dihambat oleh antibodi
tertentu. Sisi partikel virus yang spesifik dapat berinteraksi dengan reseptor
mukoprotein pada sel darah merah dan permukaan sel lain. Interaksi dari sisi reseptor
dan virion membuat aglutinasi sel darah merah menjadi tampak. Enzim virus
neuraminidase memecah ikatan antara virus dan sel, dan melepas keduanya ke dalam
larutan. Antigen adalah bagian virus yang mengandung ikatan dan antigen dari virus
digunakan untuk uji hemaglutinasi (Stephen, 1980).
Beberapa virus memiliki virus-coded protein pada permukaannya yang mampu
berikatan dengan sel darah merah. Hal tersebut memungkinkan beberapa virus dapat
menghubungkan beberapa sel darah merah menjadi satu gumpalan (lattice).
Fenomena ini dinamakan hemaglutinasi, pertamakali dijelaskan oleh Hirst tahun 1941
(Fenner et al. 1974).
Virus yang dapat mengaglutinasi sel darah merah itu antara lain ortho- dan
paramyxovirus; alfa-, flavi-, dan bunyavirus; serta adeno-, reo-, parvo-, dan
coronavirus (Tizard 1988). Hemaglutinasi yang diakibatkan oleh virus influenza dan
paramoxovirus berbeda dengan virus lain kerana disertai dengan enzim
(neuraminidase). Neuraminidase ini yang menghancurkan reseptor glikoprotein
dengan bentuk yang berbeda (Fenner et al. 1974).
3.2 Uji HI ( Hambat Aglutinasi)
Hasil Uji HI
Hasil uji Hi menunjukkan titer antibody yang dihasilkan mencapai
pengenceran 29. Hasil uji HI dapat dilihat pada gambar 2.
Pada uji lambat digunakan pelat mikro sebanyak 1 baris, pada uji HI lambat
control virus adalah lubang no 12 dan control serum adalah lubang no 11. Uji HI
mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana untuk mengidentifikasi jenis
antigen tertentu dengan mereaksikannya terhadap antibodi homolog yang telah
diketahui dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kekebalan ayam terhadap virus
tersebut. Kedua adalah untuk mengetahui jenis antibodi dan titernya, dengan cara
mereaksikan serum yang ingin diketahui jenis antibodinya dengan antigen standar
yang telah diketahui (Kusumawardhani 2008). Titer antibodi yaitu pengenceran
tertinggi dari serum yang masih mampu menghambat reaksi aglutinasi eritrosit.
Pada praktikum digunakan virus 4 HA yaitu virus yang sudah mengalami
pengenceran 3 x dengan cara mencampur 1 bagian virus dengan 3 bagian pengencer.
Setelah 30 menit kemudian diadakan pembacaan dengan cara memiringkan lubang
45º. Hasil positif ditunjukkan dengan endapan eritrosit yang terbentuk di dasar tabung
karena hemaglutinasi dihambat, sedangkan hasil negatif ditunjukkan dengan tidak
adanya endapan, yang berarti eritrosit terhemaglutinasi.
Pada uji HI ini diperoleh hasil sumuran yang tidak terjadi endapan
(hemaglutinasi dihambat) adalah sumuran 1 s.d sumuran 9, titer virus yang didapat
adalah 29 = 256 unit HI yang artinya di dalam 0,025 ml serum terdapat 512 unit
antibodi yang mampu menghambat hemaglutinasi. Jika titer antibodi terhadap virus
tinggi maka prognosanya baik karena tubuh mempunyai respon yang baik dalam
upaya untuk mengatasi gangguan infeksi.
Hemaglutinasi inhibisi test (HI), digunakan untuk mengidentifikasi virus
spesifik dan untuk menghitung level antibodi dalam serum (Tizard 1988).Uji HI
menghambat aglutinasi sel darah merah oleh virus dengan cara virus diikat oleh
antibodi yang homolog sehingga tidak dapat melekat pada reseptor membran sel
darah merah. Dengan demikian aglutinasi sel darah merah tidak terjadi.
Zat haemaglutinin yang terdapat dalam tubuh virus atau bakteri tersebut
bersifat antigenik yang dapat merangsang terbentuknya antibodi spesifik. Antibodi
yang terbentuk tersebut memiliki kemampuan menghambat terjadinya aglutinasi
darah yang disebabkan oleh haemaglutinin dari virus. Uji HI menggunakan reaksi
hambatan haemaglutinasi tersebut untuk membantu menentukan diagnose penyakit
secara laboratorium dan mengetahui status kekebalan tubuh (titer antibodi). Prinsip
kerja dari uji HI adalah mereaksikan antigen dan serum dengan pengenceran tertentu
sehingga dapat diketahui sampai pengenceran berapa antibodi yang terkandung dalam
serum dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit. Uji HI merupakan metode uji
serologis yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat
(Kusumawardhani 2008).
3.3 Uji AGPT
Hasil Uji AGPT
Uji AGPT dilakukan sebanyak dua kali yaitu, uji AGPT pada kelinci yang
divaksin AI dan uji AGPT pada ayam yang divaksin IB. Hasil uji AGPT dapat dilihat
pada gambar 3. Keterangan: 1. Serum, 2. Antigen, 3. Garis Presipitasi.
Teknik imunodifusi merupakan salah satu cara untuk menganalisa keberadaan
antibodi. Salah satu tekniknya adalah Agar Gel Presipitation Test (AGPT). Uji ini
menggunakan teknik presipitasi (pengendapan) antigen oleh antibodi yang sesuai. Uji
ini bersifat kualitatif yaitu dapat mengetahui keberadaan antibodi spesifik antigen
atau tidak. Interaksi antigen-antibodi invitro yang merupakan dasar imunokimia
terdiri dari kategori primer dan katekori sekunder. Interaksi antibodi-antigen sekunder
dapat mengakibatkan presipitasi, sehingga Agar Gel Presipitation Test (AGPT)
termasuk dalam kategori ini. AGPT merupakan teknik imunopresipitasi yang banyak
dipakai untuk mengukur titer antigen atau antibodi. Walaupun uji ini kurang peka
1
2
3
dibandingkan dengan uji pengikatan primer, namun relatif mudah dilakukan
(Anonim(4) 2010).
Uji Presipitasi Agar atau nama lainnya adalah Double Immunodiffusion
Test atau Ouchterlowy’s Test bertujuan untuk mengetahui apakah serum atau
antibody yang ditest merupakan antibodi spesifik terhadap virus yang digunakan yang
telah diketahui. Uji ini dapat pula digunakan untuk mengetahui virus spesifik yang
dapat bereaksi dengan antibodi yang telah diketahui. Jadi proses reaksinya dapat
dibalik. Pada uji agar gel presipitasi digunakan media purified agar semisolid.
Prinsipnya adalah adanya ikatan antara antibody spesifik dengan antigen.
Uji ini menggunakan selapis media agar yang dilubangi. Kemudian kedalam
sumur-sumur tersebut masing-masing diisi dengan antigen dan serum atau kuning
telur yang mengandung antibodi pereaksi. Antigen dan antibodi akan merembes,
berdifusi disekitar sumur secara radial.
Setelah diamati didapat hasil, untuk serum ayam dan kelinci yang perlakuan
antigen yang tidak diencerkan memperlihatkan hasil yang positif dimana terdapat
garis presipitasi. Hal ini dikarenakan antibodi dan antigen bereaksi secara spesifik
akan terbentuk kompleks antigen-antibodi yang mengendap dan terbentuk garis putih
pada gel yang disebut garis presipitasi (Agrios 2005).
Pada perlakuan antigen yang diencerkan memberikan hasil yang negatif dimana
tidak terjadi garis presipitat diantara sumuran. Hal ini dapat terjadi karena
konsentrasi virus atau antigen tidak seimbang, dan bisa juga disebabkan karena
antibodi yang digunakan bukan merupakan antibodi spesifik, sehingga pita-pita akan
terus terbentuk tetapi larut dan tidak mengendap dalam kecepatan yang sama
sehingga tidak teridentifikasi. Keberhasilan uji ini ditentukan oleh keseimbangan
konsentrasi antigen dan antibodi, jarak antara sumuran, kedalaman sumuran, pH yang
sesuai, suhu (370C), kelembaban (70 – 80%).
Kelembaban harus sesuai untuk interaksi virus dengan antibodi. Jika
kelembaban rendah maka agar akan cepat kering sehingga pori – pori mengecil dan
antigen –antibodi tidak bisa bereaksi dan difusi tidak bisa berjalan secara maksimal.
Suhu yang cocok juga harus dipertimbangkan karena suhu dapat berpengaruh
terhadap kelembaban, suhu yang baik adalah suhu kamar antara 27- 300 C dan sesuai
dengan suhu dimana virus dapat bertahan dan survive.
Perbandingan antigen dengan antibodi merupakan faktor penting dalam reaksi
presipitasi. Pembentukan presipitat terjadi apabila antara konsentrasi antigen dan
antibodi tercapai keseimbangan. Kondisi antigen berlebihan akan mengakibatkan
melarutnya kembali komplek yang terbentuk, sedangkan antibody berlebihan
mengakibatkan komplek antigen-antibodi tetap ada dalam larutan. Hal pertama
disebut postzone effect dan yang kedua disebut prozone effect (Anonim(4) 2010).
Selain itu, konsentrasi agar menentukan lebarnya pori – pori, sehingga menentukan
kemampuan difusi dari antigen dan antibodi, sedangkan pH akan mempengaruhi
kestabilan struktur antigen antibodi yang keduanya merupakan protein.
3.4 Purifikasi IgY
Imunoglobulin Y (IgY) banyak ditemukan pada serum dan telur (Carlander,
2002; Raj et al., 2004). Secara filogenetik IgY tidak serupa dengan IgG mamalia (Raj
et al., 2004) namun ia memiliki fungsi biologis yang sama dengan IgG mamalia
(Warr et al., 1995). Molekul IgY ditransportasikan ke telur sama dengan transfer IgG
mamalia melalui plasenta. Molekul IgY pada kuning telur yang baru menetas.
Antibodi dalam sebutir telur berisi sama dengan antibodi yang dihasilkan sekali
pemanenan darah kelinci. IgY sangat stabil pada kondisi normal. IgY dapat disimpan
selama 10 tahun pada suhu 4° C, selama 6 bulan pada suhu kamar, dan satu bulan
pada suhu 37,4° C tanpa ada penurunan aktivitas antibodi (Raj et al., 2004). Shin et
al. (2002) menyatakan bahwa IgY stabil pada suhu 40° C, dan hanya kehilangan 20%
aktivitasnya pada pemanasan dengan suhu 60° C selama 10 menit, stabil pada pH 4
sampai 8, serta memiliki konsentrasi 9,4 mg/ml kuning telur.merupakan maternal
antibodi yang diturunkan pada ayam
Pada praktikum ini proses purifikasi IgY dari telur ayam menggunakan
kloroform dan PEG 6000. Kloroform dapat digunakan untuk mengekstraksi
komponen yang tidak larut dalam air seperti lemak (Anonim, 2014). Pencampuran
kuning telur dengan kloroform dimaksudkan untuk menghilangkan lemak yang ada
pada kuning telur. Setelah disentrifus suspensi protein berada pada lapisan atas dan
pengotor – pengotor berada pada lapisan bawah. Langkah selanjutnya mengambil
bagian supernatan tersebut dan menambahkan PEG 6000. Pemberiah PEG berfungsi
untuk mempresipitasikan IgY (Wibawan et al., 2010). Pemberian ammonium sulfat
juga berfungsi untuk mempresipitasikan IgY. Proses berikutnya adalah dilakukan
dialisis dengan menggunakan membrane nitroselulosa (gambar 4).
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan terhadap praktikum ini maka dapat ditarik
kesimpulan,
1. Uji HA menunjukkan titer virus mampu mengikat sel darah merah hingga
pada pengenceran 27.
2. Uji HI menunjukkan titer antibodi yang dihasilkan mencapai pengenceran 29.
3. Uji AGPT terdapat garis presipitasi pada kedua sampel serum pada larutan
dan antigen yg tidak diencerkan.
4. IgY yang didapat dengan penambahan ammonium sulfat dan penggunaan
membran nitrosellulosa sebagai dialisis.
DAFTAR PUSTAKA
Beard, C. W.;1989 Influenza dan Serologic Procedure, dalam A Laboratory manual for the Isolation and Indentification of Avian Pathogens, Third Edition. Kendall/Hunt Publish Company. Hal.: 110-113 dan 192-200.
Easterday, B.C., V.S Hinshaw and D.A. Halvorson. 1997. Influenza: Diseases of Poultry. B.w. Calnek, H.J. Barnes, C.W. Beard, L.R. Mcdougald and Y.M. Saif (ed.). Iowa, USA. pp. 583-595.
Grimes, S.E. 2002. A Basic laboratory manual for the small scale production and testing of 1 – 2 Newcastle Disease Vaccine. FAO Regional Office for Asia and the Pacific.
Raj GD, Latha B, Chandrasekhar MS, Thiagarajan V, 2004. Production, Characterization and Application of Monoclonal Antibodies Against Chicken IgY. Veterinarski Arhiv. 74: 189–199.
Warr GW, Magor KE, Higgins DA, 1995. IgY: Clues to the Origins of Modern Antibodies. Immunology Today. 16: 392–8.
Wibawan IWT, Laemmler CH, 1992. Relationship Between Group B Streptococcal Serotypes and Cell Surface Hidrophobicity. J. Vet. Med. 39: 376–382.
Shin JH, Mierha Y, Seung Woo N, Jung Taik K, Na Hye M, Won-Gi B, IM Hwan R, 2002. Use of Egg Yolk-Derived Immunoglobulin as an Alternative to Antibiotic Treatment for Control of Helicobacter pylori Infection. J. Clin. & Diag. Lab. Imun. 9: 1061–1066.
Top Related