ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA
BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN
KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Serlika Rostiana
118114148
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA
BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN
KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Serlika Rostiana
118114148
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi
tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan,
sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)
Ya Allah, terimakasih atas nikmat dan rahmat-Mu yang berlimpah ini,
sebuah langkah usai sudah telah ku gapai, sebuah perjalanan panjang dan gelap
telah kau berikan secercah cahaya terang, meskipun ini bukan akhir dari
perjalanan namun awal dari perjuangan. Dari perjalanan ini kini aku mengerti arti
sebuah kesabaran dalam penantian, sungguh berarti hikmah dari perjalanan ini.
Terimakasih ya Allah tiada hentinya aku bersyukur kepada-Mu…
Ibu tersayang dan Ayah tercinta…
Tanpa kasih sayang dan doa kalian yang tulus dan ikhlas tiada keridhaan
yang hadir untukku, semua nasihat dan petuahmu menjadi tuntunan jalanku. Tak
pernah terlihat keluh kesah diwajahmu dalam berjuang dan berkorban untuk
mengantar anakmu ini meraih cita-cita dan harapan serta impian sehingga menjadi
kenyataan. Sungguh aku tak mampu menggantikan segala yang telah kau berikan
yang setara dengan pengorbananmu, kini..sambutlah anakmu dan terimalah
keberhasilanku ini sebagai wujud jawaban atas kepercayaan yang kau berikan
serta atas kesabaran dan dukunganmu.
Kupersembahkan karya ini khusus untuk:
Tuhanku, Allah SWT
Ibu dan Ayah terima kasih atas doa, motivasi, semangat, kasih sayang yang tak
pernah putus
Suami, Anak dan Adik tercinta terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih
sayangnya selama ini
Semua keluarga,saudara-saudara, dan sahabat
Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
serta penyusunan skripsi ini dengan judul “Asesmen Paparan Residu Fungisida
Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan
Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta“.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana farmasi S1 program studi Ilmu Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memotivasi,
memberikan kritik dan saran dari awal hingga akhir penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
2. Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik serta dosen
penguji yang telah memberikan dukungan, motivasi, arahan, masukan dan
bimbingan.
3. Dr. Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik, saran dan bimbingan.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Aris Widayati, M.Si., Ph. D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
5. Agustina Setiawati, M. Sc., Apt. atas perijinannya menggunakan
laboratorium.
6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas
pengalaman dan ilmu yang telah diberikan.
7. Sanjayadi, M. Si. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
mendampingi, membimbing, memotivasi, membantu, memberikan kritik dan
saran, serta membagi pengalaman dari sejak awal penelitian hingga akhir
penyusunan skripsi.
8. Teman seperjuangan skripsi: Rizky Seviana Puspitasari, Florentina Silviana
Devi dan Rushadi Jatmiko atas kesabaran, kebersamaan, kerja sama, dan suka
duka dari awal penelitian sampai akhir penyusunan skripsi.
9. Mas Bimo dan Pak Mus, seluruh staff laboratorium dan keamanan atas
bantuan dan kerjasamanya.
10. Teman seperjuangan di laboratorium Kimia Analisis Instrumental: Mbak
Yola, Wirna, Satrio, Devina, Opik, Yolanda, dan Adit atas kebersamaan dan
suka dukanya.
11. Ibu, Ayah, Adik, dan seluruh anggota keluargaku tercinta yang selalu
memberikan dukungan, semangat dan doa.
12. Suami tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa serta
waktu dan bantuannya selama proses penelitian.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Teman-teman FST B 2011 dan seluruh angkatan 2011 atas dukungan,
semangat, suka dan duka selama ini.
14. Sahabat-sahabat tercinta atas doa, dukungan dan semangatnya selama ini.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dunia ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................. v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................... vi
PRAKATA .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xviii
INTISARI ................................................................................................ xx
ABSTRACT .............................................................................................. xxi
BAB I PENGANTAR ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
1. Permasalahan......................................................................... 3
2. Keaslian Penelitian ................................................................ 3
3. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
B. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...................................................... 6
A. Pestisida ...................................................................................... 6
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Fungisida ..................................................................................... 6
1. Peranan Fungisida dalam Pengelolaan Penyakit Tumbuhan 7
2. Fungisida Sistemik ................................................................ 7
3. Paparan dan Pengaruh Samping Fungisida ........................... 8
C. Difenokonazol ............................................................................. 10
1. Sifat Fisika Kimia ................................................................. 11
2. Toksisitas .............................................................................. 12
D. Melon (Cucumis melo L.) ........................................................... 13
1. Sejarah Perkembangan Melon............................................... 13
2. Taksonomi Tanaman Melon ................................................. 14
3. Sifat dan Ciri Tanaman Melon .............................................. 14
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon
............................................................................................... 16
5. Kandungan Buah Melon ....................................................... 18
6. Cara Budidaya Melon ........................................................... 18
7. Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Melon ......................... 24
E. Laju Disipasi Residu Pestisida .................................................... 25
F. Iklim Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta ................................. 29
G. Landasan Teori ............................................................................ 30
H. Hipotesis ...................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................... 33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 33
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................. 33
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Variabel Penelitian ................................................................ 33
2. Definisi Operasional.............................................................. 34
C. Bahan Penelitian.......................................................................... 35
D. Alat Penelitian ............................................................................. 36
E. Tata Cara Penelitian .................................................................... 37
1. Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon .................... 37
2. Pengecekan Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Lahan ..... 38
3. Pengecekan Jenis Tanah, pH Tanah dan Kandungan Bahan
Organik Tanah ....................................................................... 38
4. Kalibrasi Penyemprotan ........................................................ 38
5. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman
Melon .................................................................................... 38
6. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan
Tanaman Melon .................................................................... 39
7. Preparasi Sampel ................................................................... 40
8. Ekstraksi ................................................................................ 40
9. Clean up Sampel Menggunakan SPE C18 ............................. 41
10. Pembuatan Larutan Kurva Baku Difenokonazol .................. 42
11. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol ............................... 42
F. Analisa Hasil ............................................................................... 43
G. Rancangan Penelitian .................................................................. 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 51
A. Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon .......................... 52
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon
..................................................................................................... 55
C. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan
Tanaman Melon dan Preparasi Sampel Buah Melon .................. 56
D. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol ..................................... 57
E. Hilangya Residu DIfenokonazol ke dalam Daging Buah Melon 67
F. Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi Residu
Difenokonazol dalam Sampel Buah Melon ................................ 69
G. Asesmen Paparan Residu Difenokonazol pada Buah Melon ...... 72
H. Penilaian Terhadap Keamanan Konsumen ................................. 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 78
A. Kesimpulan ................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 80
LAMPIRAN ............................................................................................ 83
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................ 111
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Melon tiap 100
gram Bahan .......................................................................... 18
Tabel II. Kondisi Optimum Sistem Kromatografi Gas yang
Digunakan ............................................................................ 43
Tabel III. Data Suhu, Curah Hujan, dan Kelembaban ......................... 53
Tabel IV. Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Tekstur
Tanah .................................................................................... 53
Tabel V. Data Hasil Kalibrasi Penyemprotan ..................................... 55
Tabel VI. Dosis Aplikasi Penyemprotan Fungisida Formulasi
Difenokonazol ...................................................................... 56
Tabel VII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan
Siliran Kulonprogo ............................................................... 62
Tabel VIII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan
Panggungharjo Bantul .......................................................... 63
Tabel IX. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan
Wedomartani Sleman ........................................................... 63
Tabel X. Kadar Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah
Melon ................................................................................... 64
Tabel XI. DT50 Residu Difenokonazol Pada Buah Melon ................... 73
Tabel XII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran Hasil
Perpotongan .......................................................................... 74
Tabel XIII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu
Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul Hasil
Perpotongan .......................................................................... 75
Tabel XIV. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu
Difenokonazol Pada Buah Melon Slemn Hasil
Perpotongan .......................................................................... 75
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jalur Penyebaran atau Hilangnya Pestisida ......................... 26
Gambar 2. Penentuan Titik Potong Sebagai PHI .................................. 45
Gambar 3. Diagram Pengambilan Sampel Buah Melon ....................... 49
Gambar 4. Skema Analisis Residu Difenokonazol Pada Buah Melon . 50
Gambar 5. Sistem Penanaman Buah Melon .......................................... 54
Gambar 6. Kurva Baku Standar Difenokonazol ................................... 59
Gambar 7. Struktur Diastereoisomer Difenokonazol ............................ 61
Gambar 8. Overlay Kromatogram......................................................... 62
Gambar 9 . Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel
Lahan Siliran Kulonprogo .................................................. 68
Gambar 10. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel
Lahan Panggungharjo Bantul ............................................. 68
Gambar 11. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel
Lahan Wedomartani Sleman .............................................. 69
Gambar 12. Kurva Disipasi Residu Difenokonazol pada Keseluruhan
Buah Melon ........................................................................ 70
Gambar 13. Degradasi Difenokonazol oleh Mikroorganisme secara
Aerob .................................................................................. 72
Gambar 14. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol
Pada Buah Melon Siliran ................................................... 74
Gambar 15. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada Buah Melon Bantul ................................................... 74
Gambar 16. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol
Pada Buah Melon Sleman .................................................. 75
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Sertifikat Analisis Standar dan Formulasi Difenokonazol
Donasi dari PT Syngenta .................................................. 84
Lampiran 2. Kemasan Benih dan Determinasi Buah Melon Varietas
Action ............................................................................... 85
Lampiran 3. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Siliran Kulonprogo
dari BMKG ...................................................................... 86
Lampiran 4. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Wedomartani
Sleman dari BMKG......................................................... 87
Lampiran 5. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Panggungharjo
Bantul dari BMKG .......................................................... 88
Lampiran 6. Data Curah Hujan dari BMKG ........................................ 89
Lampiran 7. Data Analisis Tanah dari Pertanian UGM ....................... 90
Lampiran 8. Label Penggunaan Formulasi Difenokonazol Syngenta .. 91
Lampiran 9. Kalibrasi Penyemprotan dan Perhitungan Dosis
Semprot Formulasi Difenokonazol Donasi dari PT
Syngenta .......................................................................... 92
Lampiran 10. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman
Akibat Penyakit Antraknosa ........................................... 96
Lampiran 11. Cara Pemotongan Sampel Buah Melon ........................... 97
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Sampel Buah Melon ..................... 99
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Residu, Laju Disipasi, dan
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PHI ................................................................................... 100
Lampiran 14. Uji Signifikansi Kadar Residu di Kulit dengan di dalam
daging buah ...................................................................... 105
Lampiran 15. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap
Laju Disipasi dengan ANOVA ........................................ 108
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Iklim tropis Indonesia yang panas dan lembab, memicu perkembangan dan penyebaran antraknosa (Colletotrichum sp.) yang menyebabkan kerusakan pada buah melon. Untuk mengontrol antraknosa, para petani menggunakan difenokonazol. Oleh karena itu, untuk menjamin keamanan konsumen, kadar residu difenokonazol pada buah melon harus ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pre-harvest interval (PHI) dengan melihat perilaku residu difenokonazol pada buah melon dibawah kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk itu dipilih 3 lokasi penelitian dengan perbedaan kondisi geografis dan budidaya, yaitu Siliran Kulonprogo, Panggungharjo Bantul dan Wedomartani Sleman. Rancangan penelitian mengikuti decline study dengan aplikasi formulasi difenokonazol mengikuti anjuran maksimum yaitu 1 ml/L volume 600L/ha sebanyak 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam daging buah. Secara statistik, laju disipasi tidak mempengaruhi kondisi geografi pada ketiga tempat tanam. DT50 residu difenokonazol pada kulit buah adalah 4 hari yang mengindikasikan adanya biodegradasi dan tercuci air hujan. PHI ditetapkan pada hari ke-7 untuk lahan Siliran dan Sleman serta hari ke-5 untuk lahan Bantul sehingga petani disarankan panen saat hari ke-7 setelah aplikasi terakhir. Kadar residu difenokonazol pada melon saat PHI di ketiga tempat tanam jauh dibawah nilai BMR FAO/WHO sehingga aman untuk dikonsumsi.
Kata kunci : laju disipasi, residu, difenokonazol, PHI, BMR
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Indonesian tropical climate, which is warm and humid, promote the development and spread of anthracnose (Colletotrichum sp.) causing significant damage in melon. To control the anthracnose, farmers used difenoconazole. For the reason, to assure the safety of the consumer, the level of difenoconazole residue in melon should be managed. The purpose of this study is determining the pre-harvest interval (PHI) through understanding the behavior of difenoconazole residue in melon under Special Region of Yogykarta condition.
The study sites were melon production center in Siliran Kulonprogo, Panggungharjo Bantul and Wedomartani Sleman with has differences in geographical conditions and cultivation. The study design follow decline study with application formulations difenoconazole follow the recommended maximum dose that is 1 ml/L on the volume 600 L/ha much as 3 times.
The data didn’t show residue penetration from peel to the flesh. Statistically, dissipation rate on the whole fruit are no significant differences in those study site. From the dissipation rate DT50 in peel were 4 day were indicating biodegradation and leaching. The PHI were 7th day for Siliran and Sleman also 5th day for Bantul, so the farmer should harvest at 7 day after last application. Difenoconazole residue on melon at PHI in those study sites are bellow the MRL FAO/WHO requirement so it is safe for consumption. Keywords : dissipation rate, residue, difenoconazole, PHI, MRL
xxi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang
banyak disukai oleh masyarakat. Daya tarik melon terletak pada cita rasa buahnya
yang manis, beraroma harum dan menyegarkan (Fitri, 2011). Saat ini Indonesia
sedang digalakkan buah tropis untuk menjadi produsen dan eksportir buah tropis
terbesar di Asia Tenggara. Salah satunya buah melon yang sampai saat ini telah
mampu mengisi pasar di berbagai negara, khususnya negara-negara di Asia
Tenggara, Timur Tengah, dan Asia Timur (Abby, 2015). Selain itu, permintaan
konsumsi buah melon setiap tahunnya selalu meningkat sehingga memerlukan
pasokan yang cukup besar dan berkesinambungan. Mengingat nilai ekonominya
yang cukup tinggi maka para petani di Indonesia melakukan budidaya melon di
berbagai daerah. Dibandingkan dengan buah tropis Indonesia lainnya, buah melon
memiliki keunggulan karakteristik yaitu dapat ditanam disepanjang musim dengan
umur yang tidak terlalu panjang sekitar 60 hari (Putra, 2015).
Karena tanaman melon berumur pendek (± 60 hari) maka gangguan
disetiap tahap pertumbuhannya akan langsung berpengaruh terhadap hasil
produksinya. Tanaman buah melon sering terkena serangan penyakit yang
disebabkan oleh fungi Colletrotichum sp. yang biasa disebut dengan antraknosa
atau penyakit patek. Nama Colletrotichum sp. dalam dunia pertanian sudah
menjadi momok yang paling menakutkan terutama di daerah tropis seperti
Indonesia maupun subtropis karena dalam waktu beberapa hari penyakit
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
antraknosa dapat menggagalkan areal pertanaman melon (Kurnianti, 2013). Salah
satu cara penanggulangan serangan antraknosa adalah menggunakan fungisida
sistemik seperti difenokonazol yang banyak digunakan oleh petani. Difenokonazol
merupakan fungisida golongan triazol yang memiliki spketrum fungi luas dengan
aksi sistemik, serta mempunyai daya preventif dan kuratif terhadap banyak
patogen. Difenokonazol menghambat demetilasi selama sintesis ergosterol
sehingga menghentikan perkembangan jamur.
Ketika fungisida difenokonazol disemprotkan ke tanaman melon, maka
akan meninggalkan residu bagian buahnya. Secara tidak langsung residu yang
ditinggalkan akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi
buah melon yang terkontaminasi fungisida difenokonazol. Untuk menjaga
kesehatan konsumen, komisi internasional FAO/WHO Codex Allimentarius
Commision (CAC) telah menetapkan angka Batas Maksimum Residu (BMR)
difenokonazol pada buah melon yang masih diperbolehkan yaitu sebesar 0,7
mg/kg (CAC, 2014). Supaya ketersediaan melon dipasaran tetap terjaga terutama
dipasaran internasional dan aman bagi konsumen, maka perlu mengetahui kadar
residu difenokonazol pada buah melon dan pola laju disipasi fungisida
difenokonazol pada kondisi tropis di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya
perbedaan kondisi geografi tempat tanam melon untuk menentukan selang waktu
antara aplikasi formulasi fungisida difenokonazol terakhir dengan saat panen
(PHI) sehingga mengetahui waktu panen yang tepat dengan kadar residu yang
sangat rendah dibawah BMR.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Metode analisis yang digunakan untuk menentukan keberadaan residu
fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon adalah metode analisis
yang sudah divalidasi oleh Devi (2015) meliputi ekstraksi, clean-up dan
determinasi dengan kromatografi gas detektor penangkap elektron (ECD). Metode
analisis untuk analisis residu difenokonazol menggunakan GC-ECD sudah pernah
dilakukan pada buah anggur, buah pisang, buah delima (pomegranate), dan padi
dimana penelitian pada buah melon sejauh penelusuran pustaka peneliti belum
dilakukan.
1. Permasalahan
a. Berapakah kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging
buah melon (Cucumis melo L.)?
b. Bagaimana pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol terhadap
perbedaan kondisi geografi tempat tanam buah melon (Cucumis melo L.)
yang digunakan dan berapa hari PHI (Pre Harvest Interval) atau waktu
panennya yang tepat?
c. Berdasarkan kadar residu difenokonazol pada saat PHI, apakah buah
melon (Cucumis melo L.) di Daerah Istimewa Yogyakarta aman
dikonsumsi?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka peneliti, penelitian mengenai “Asesmen
Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.)
Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah
Istimewa Yogyakarta” belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai disipasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
difenokonazol telah dilakukan pada beras pada tahun 2012 oleh K. Wang dkk
dengan judul penelitian “Dissipation of difenoconazole in rice, paddy soil, and
paddy water under field conditions”. Selanjutnya ada penelitian menggunakan
GC-ECD mengenai ”Dissipation Behavior of Difenoconazole Residues in/on
Grapes (Vitis vinifera L.)” yang dilakukan oleh Osama I. Abdallah tahun 2014
dan “Residue Analysis of Difenoconazole in Banana and Soil” pada tahun 2012
yang dilakukan oleh HUAN Zhibo. Pada artikel EFSA (European Food Safety
Authority) yang berjudul ”Reasoned opinion on the modification of the existing
MRLs for difenoconazole in various crops” dicantumkan bahwa MRL untuk
melon berdasarkan Regulation (EC) No 1107/2009 of the European Parliament
and of the Council adalah 0,05 mg/kg sedangkan berdasarkan EFSA sebesar 0,2
mg/kg dimana penelitian dilakukan di beberapa negara subtropis di Eropa.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan
mengenai cara menentukan laju disipasi dan Pre-Harvest Interval (PHI) residu
fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.) sebagai evaluasi
keamanan residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.).
b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model penetapan
laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.)
pada kondisi tropis Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya berbagai
perbedaan kondisi geografi tempat tanam melon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
B. Tujuan Penelitian
1. Menetapkan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah
melon (Cucumis melo L.).
2. Menentukan pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol terhadap
perbedaan kondisi geografi tempat tanam buah melon (Cucumis melo L.)
yang digunakan sebagai dasar penetapan waktu panen yang tepat atau PHI
(Pre-harvest Interval).
3. Mengevaluasi keamanan residu fungisida difenokonazol pada buah melon
(Cucumis melo L.) di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan kadar residu
difenokonazol pada saat PHI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan
sebagai pembunuh hama. Yang dimaksud hama bagi petani adalah sangat luas,
yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh
fungi (jamur), bakteri dan virus, kemudian nematode (cacing yang merusak akar),
siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo, 1991).
Menurut The United States Environmental Control Act pestisida
didefinisikan sebagai berikut.
a. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan
untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga,
binatang pengerat, nematode, gulma, virus, bakteri, atau jasad renik lain yang
terdapat pada hewan dan manusia.
b. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman (Djojosumarto, 2008).
B. Fungisida
Fungisida adalah salah satu jenis pestisida yang dipakai untuk membunuh
atau menghambat perkembangan jamur. Fungisida berasal dari dua kata dalam
bahasa Latin yaitu : fungus dan caedo. Fungus atau jamaknya fungi artinya jamur,
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sedangkan caedo artinya membunuh. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut
menjadi fungisida (Sumardiyono, 2013).
1. Peranan Fungisida dalam Pengelolaan Penyakit Tumbuhan
Kelompok organisme yang paling banyak menjadi patogen adalah jamur
(fungi), disusul oleh bakteri dan virus. Oleh karena itu, pengelolaan kimiawi
penyakit tumbuhan paling banyak menggunakan fungisida dan sebagian kecil
bakterisida. Penyakit menyebar dari suatu tempat ke tempat lain bersama dengan
penyebaran spora, yang terjadi terutama dengan perantaraan angin, air, tanah dan
serangga. Spora jamur berbobot ringan, sehingga mudah diterbangkan oleh angin
ke tempat yang jauh dan jatuh ke permukaan tanaman atau daun. Pada tanaman
yang rentan, setelah patogen bertemu dengan permukaan tanaman atau daun,
maka spora akan berkecambah kemudian akan terjadi penetrasi yang diikuti
dengan perkembangan patogen dalam jaringan tanaman. Fungisida yang
disemprotkan pada permukaan tanaman menghambat perkecambahan spora.
Spora menjadi mati dan tidak terjadi penetrasi. Apabila sudah terjadi penetrasi,
perkembangan patogen dalam jaringan tanaman dapat dihambat apabila fungisida
yang diaplikasikan dapat terserap oleh tanaman. Tanaman yang sudah menderita
sakit dapat disembuhkan atau dikurangi intensitas kerusakannya (Sumardiyono,
2013).
2. Fungisida Sistemik
Fungisida sistemik adalah fungisida yang dapat masuk melewati kutikula
dan terserap oleh tanaman, bersifat mobile (bergerak) atau ditranslokasikan dari
tempat aplikasi ke bagian tanaman yang lain, atau bergerak dari akar melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
xilem ke daun. Fungisida sistemik dapat diaplikasikan sebagai fungisida protektan
atau terapeutan. Fungisida jenis ini berfungsi mencegah perkembangan penyakit
sehingga dapat menyembuhkan tanaman yang sudah sakit atau menghambat
perkembangan penyakit atau disebut juga fungisida kemoterapeutan. Fungisida
sistemik yang baik harus memenuhi beberapa kriteria :
a. Senyawa tersebut harus bersifat fungisidal atau dapat diubah menjadi
senyawa yang beracun dalam tanaman.
b. Senyawa tersebut harus mempunyai fitotoksisitas yang sangat rendah karena
terserap oleh tanaman.
c. Senyawa tersebut harus dapat terserap oleh akar, daun atau biji sebelum dapat
ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain (Sumardiyono, 2013).
Setelah perlakuan dengan fungisida ini akan terjadi penetrasi ke dalam
jaringan tanaman, kemudia ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain.
Fungisida sistemik bekerja sampai jarak yang jauh dari tempat aplikasi dan dapat
menyembuhkan tanaman yang sudah sakit. Fungisida sitemik bekerja bersama
dengan proses metabolism tanaman. Fungisida sistemik hanya bekerja pada satu
tempat dari bagian sel jamur, sehingga disebut mempunyai cara kerja single site
action atau spesifik. Jenis-jenis fungisida sistemik diantaranya golongan oksatin,
metalaksil, benzimidazol, fosfat organik, pirimidin, triazol dan strobilurin
(Sumardiyono, 2013).
3. Paparan dan Pengaruh Samping Fungisida
a. Pengaruh terhadap lingkungan. Fungisida mengandung racun yang
disamping dapat mengendalikan jamur juga mempunyai pengaruh racun terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
lingkungan. Tiap jenis fungisida mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
lingkungan. Pengaruh terhadap lingkungan tergantung dari daya racun (toksisitas),
cara dan kekerapan aplikasi, serta persistensi. Dalam praktik penyemprotan
tanaman dengan fungisida, sebagian fungisida ada yang jatuh ke atas tanah sekitar
tanaman. Hal ini menyebabkan tanah sekitar tanaman terpapar fungisida, sehingga
dapat mempengaruhi kualitas air tanah yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Pada keadaan cuaca yang beranging kencang, sebagian bahan semprot akan
memberikan drift (cipratan) ke tempat bukan sasaran yang dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan berupa kontaminasi akibat cipratan misalnya akan
mencemari sekitar lahan pertanian. Kontaminasi pada lingkungan juga terjadi
akibat dari pencucian alat semprot setelah aplikasi. Pencucian sprayer tidak boleh
dilakukan pada saluran air irigasi, sungai kecil atau sumber air lain. Pencucian
dilakukan dengan sisa dibuang jauh dari pemukiman atau tempat bermain anak-
anak (Sumardiyono, 2013).
b. Pengaruh terhadap organisme tanah. Pestisida yang persisten termasuk
didalamnya fungisida yang persisten, sangat berbahaya bagi tanah dan air tanah.
Klasifikasi pestisida yang berbahaya di dalam tanah didasarkan atas
persistensinya. Makin persisten suatu pestisida, maka semakin berbahaya.
Umumnya fungisida tidak berbahaya, kecuali PCP dan golongan merkuri
(Sumardiyono, 2013).
c. Pengaruh terhadap manusia. Pengaruh terhadap manusia dapat bersifat
langsung atau tidak langsung. Yang bersifat langsung adalah pengaruh terhadap
kesehatan pekerja. Para pekerja dan pemakai fungisida tentu akan terpapar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
fungisida sewaktu melakukan aplikasi. Bila fungisida yang diaplikasikan berdaya
racun tinggi, akibat terhadap para pekerja menjadi sangat berbahaya. Para pekerja
akan terpapar fungisida melalui udara yang terhirup karena sebagian bahan yang
disemprotkan akan terbawa angin dan masuk ke dalam saluran pernafasan. Para
pekerja juga rentan terpapar fungisida bila terjadi kecelakaan atau tumpahan yang
mengenai tangan atau kulit. Secara tidak langsung, manusia mendapatkan
kontaminasi fungisida melalui makanan yang kita makan. Manusia
mengkonsumsi daging, ikan, sayur, beras, atau produk-produk pertanian yang
lain. Bila produk tersebut mengandung residu pestisida maka manusialah yang
akan mendapatkan residu yang paling banyak (Sumardiyono, 2013).
C. Difenokonazol
Difenokonazol merupakan fungisida berspektrum luas yang digunakan
untuk berbagai penyakit pada berbagai buah, sayur, sereal dan tanaman lainnya.
Fungisida difenokonazol termasuk golongan fungisida triazol yang bekerja secara
sistemik dan memiliki daya preventif dan kuratif. Difenokonazol bekerja
menghambat demetilasi selama sintesis ergosterol sehingga menghentikan
perkembangan jamur. Difenokonazol merupakan molekul yang berpotensi dapat
bergerak, tidak mudah untuk dicuci karena kelarutan dalam air rendah.
Difenokonazol tidak volatil, persisten di dalam tanah dan pada lingkungan akuatik
(Anonim1, 2015).
Nama umum : difenoconazole
Sinonim : CGA 169374
Nama IUPAC : 1-[2-[2-chloro-4-(4-chloro-phenoxy)-phenyl]-4-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
methyl[1,3]dioxolan-2-ylmethyl]-1H-1,2,4-triazole
Rumus molekul : C19H17Cl2N3O3
Massa molekul : 406,3
Rumus struktur :
(EFSA, 2011).
1. Sifat Fisika Kimia
Bentuk fisik : putih, tidak berbau, bubuk Kristal halus
Titik lebur : 82-83 ºC
Titik didih : 100,8 ºC pada 3,7 mPa
Suhu dekomposisi : 337 ºC
Kepadatan relatif : 1,39 pada 22 ºC
Tekanan uap : 3,32 × 10-8 Pa pada 25 ºC
Kelarutan di dalam air : 15 mg/L pada 25 ºC
Log Pow (koefisien partisi) : 4,4 pada 25 ºC
Konstanta disosiasi dalam pKa : 1,1 pada 20 ºC
Konstanta Henry’s law : 9,0 × 10-7 Pa m3 mol-1 pada 25 ºC
Kelarutan dalam pelarut organik : Aseton > 500 g/L
Diklorometan > 500 g/L
Etil asetat > 500 g/L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Hexan 3,0 g/L
Metanol > 500 g/L
Oktanol 110 g/L
Toluen > 500 g/L
(EFSA, 2011).
2. Toksisitas
Pada toksisitas akut difenokonazol memiliki LD50 oral pada tikus sebesar
1453 mg/kg bb, LD50 oral pada mencit > 2000 mg/kg bb, LD50 dermal pada
kelinci > 2010 mg/kg bb dan LD50 inhalasi pada tikus > 3,3 mg/L (4 jam paparan)
(EFSA, 2011).
Pada toksisitas jangka pendek difenokonazol, pada tikus terjadi efek
penurunan berat badan dan jantung, penurunan nafsu makan dan minum, liver
(pada dosis tinggi setelah paparan secara oral), liver dan tiroid setalah paparan
secara dermal. Pada mencit terjadi efek penurunan berat badan, penurunan berat
indung telur, liver (pembesaran dan peningkatan berat, vakuolisasi dan koagulasi
nekrosis) dan pada anjing terjadi penurunan berat badan, liver (berat meningkat
dan perubahan secara klinis), pembentukan katarak (pada dosis tinggi). NOAEL
oral pada rat 20 mg/kgbb/d (90 hari), mouse : 34 mg/kgbb/d (90 hari), anjing : 31
mg/kgbb/d (28 minggu) sedangkan NOAEL dermal pada rat adalah 100
mg/kgbb/d (28 hari). Difenokonazol mungkin menjadi genotoksik secara in vivo
(EFSA, 2011).
Pada toksisitas jangka panjang pada Rat terjadi efek penurunan berat
badan, liver (berat relatif meningkat, hepatosit hipertropi) dan pada mouse terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
penurunan berat badan, liver (berat meningkat, perubahan histopatologi termasuk
nekrosis, hipertropi, perubahan lemak dan stasis empedu). Karsinogenisitas
difenokonazol ditunjukkan adanya adenoma/karsinoma liver pada mice, hanya
pada dosis tinggi, namun difenokonazol dianggap tidak menimbulkan resiko
karsinogenik pada manusia (EFSA, 2011).
Pada toksisitas reproduksi difenokonazol secara parental dapat
menurunkan berat badan, pada keturunan yang dihasilkan dapat menurunkan berat
badan melalui laktasi dan tidak ada efek samping pada reproduksi. NOAEL
parental adalah 16,8 mg/kgbb/d, NOAEL reproduksi adalah 189 mg/kgbb/d dan
NOAEL keturunan adalah 16,8 mg/kgbb/d (EFSA, 2011).
Toksisitas difenokonazol terhadap perkembangan terjadi efek variasi
skeletal (rat) dan peningkatan jumlah resorpsi (rat,rabbit), pada maternal terjadi
efek penurunan berat badan dan nafsu makan (rat, kelinci), aborsi dan kematian.
NOAEL maternal pada rat adalah 15,6 mg/kg bb/d, pada kelinci 25 mg/kgbb/d
serta NOAEL perkembangan pada rat 15,6 mg/kg bb/d dan pada kelinci 25
mg/kgbb/d (EFSA, 2011).
D. Melon (Cucumis melo L.)
1. Sejarah Perkembangan Melon
Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah termasuk famili
Curcubitaceae, banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas
Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat
dengan Eropa dan Afrika. Dan tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur
Tengah dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dan akhuirnya ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon
tersebar keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk
Indonesia (Kemenristek, 2015).
2. Taksonomi Tanaman Melon
Tanaman melon termasuk jenis tanaman labu. Tanaman lain yang masih
satu keluarga dengan melon di antaranya semangka, blewah, mentimun, dan
waluh. Secara taksonomi tanaman melon dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dikotiledoneae
Subklas : Sympetalae
Ordo : Curcubitales
Famili : Curcubitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis melo L. (Redaksi Agromedia, 2007).
3. Sifat dan Ciri Tanaman Melon
a. Bentuk Tanaman. Tanaman melon tumbuh menjalar di atas permukaan
tanah atau seringkali dirambatkan pada turus bambu. Apabila tanaman dibiarkan
tumbuh, maka akan membentuk banyak cabang yang muncul dari ketiak daun.
Dari cabang-cabang terebut akan muncul bunga yang akhirnya akan menjadi buah
setelah terjadi persilangan antara bunga jantan dan bunga bentina. Tanaman melon
dapat mencapai ketinggian lebih dari 2 m, sehingga dengan demikian perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dilakukan pemangkasan. Susunan daun berselang-seling dengan daun yang ada di
atasnya (Samadi, 2007).
b. Akar. Sistem perakaran pada tanaman melon menyebar tetapi tidak dalam.
Cabang akar dan rambut-rambut akar menyebar ke segala arah sampai dengan
kedalaman 15-30 cm (Samadi, 2007).
c. Batang. Batang tanaman melon berbentuk segilima dengan sudut-sudut
yang sedikit membulat. Pertumbuhan batang tidak lurus. Batang berstruktur lunak,
berbulu, dan berwarna hijau muda. Pada batang utama muncul cabang-cabang
baru yang berkembang ke arah samping (Samadi, 2007).
d. Daun. Daun melon memiliki bentuk agak bulat, bersudut lima, dengan tepi
daun bergerigi (tidak rata) dan permukaan yang berbulu. Daun memiliki diameter
10-16 cm. Susunan daun berselang-seling antara daun yang di bawah dengan daun
yang tumbuh di atasnya. Pada setiap ketiak daun tumbuh sulur yang berfungsi
sebagai alat untuk menjelar. Panjang tangkai daun berkisar antara 10-17 cm
(Samadi, 2007).
e. Bunga. Bunga melon berbentuk lonceng, berwarna kuning cerah, mirip
bunga tanaman semangka, memiliki kelopak daun sebanyak 5 buah dan
kebanyakan bersifat uniseksual monoesius. Lebah sangat berperan dalam proses
penyerbukannya, sehingga bantuan manusia sudah tidak diperlukan lagi. Bunga-
bunga ini muncul hampir pada setiap ketiak tangkai daun. Dalam waktu beberapa
hari, bunga-bunga tersebut akan layu dan gugur, kecuali bunga betina yang telah
dibuahi. Bunga yang telah dibuahi akan bertahan dan berkembang hingga menjadi
buah (Samadi, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
f. Buah. Buah melon sangat beragam dalam hal ukuran, bentuk buah, rasa,
aroma, dan kenampakan permukaan kulit buahnya. Hal ini sangat tergantung pada
varietasnya. Tanaman melon dapat dipanen buahnya pada umur 65-75 hari setelah
pindah tanam, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat tumbuhnya. Melon
yang ditanam di dataran tinggi berumur lebih panjang daripada yang ditanam di
dataran rendah. Daging buah melon memiliki warna yang bervariasi tergantung
pada varietasnya. Ada yang memiliki warna daging buah hijau muda, putih susu,
kuning muda, jingga dan lain-lain (Samadi, 2007).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon
a. Iklim
1) Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon,
dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman.
2) Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang
sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang
menguntungkan bagi pathogen. Saat tanaman melon menjelang
panen, akan mengurangi kadar gula dalam buah.
3) Tanaman melon memelukan penyinaran matahari penuh selama
pertumbuhannya.
4) Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk
pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untuk tanaman melon antara 25
– 30 °C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18
°C.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
5) Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melon. Dalam kelembaban yang tinggi
tanaman melon mudah diserang penyakit (Kemenristek, 2015).
b. Media Tanam
1) Tanah yang baik untuk budidaya tanaman melon ialah tanah liat
berpasir yang banyak mengandung bahan organik untuk
memudahkan akar tanaman melon berkembang. Tanaman melon
tidak menyukai tanah yang terlalu basah.
2) Tanaman melon akan tumbuh baik apabila pH-nya 5,8 – 7,2.
3) Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang cukup
banyak. Tetapi, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air
hujan (Kemenristek, 2015).
c. Ketinggian Tempat. Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup baik
pada ketinggian 300–900 meter dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900
meter dpl tanaman tidak berproduksi dengan optimal (Kemenristek,
2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
5. Kandungan Buah Melon
Kandungan gizi buah melon dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Melon tiap 100 gram Bahan (Roe, 2013)
Komposisi Gizi Banyaknya (Jumlah)
Energi 29 kcal.
Protein 0,50 gram
Lemak 0,10 gram
Karbohidrat 6,8 gram
Serat 0,70 gram
Abu 0,70 gram
Kalsium 6 mg
Fosfor 6 mg
Kalium 180,00 mg
Zat besi 0,18 mg
Natrium 11 mg
Thiamin 0,07 mg
Riboflavin 0,01 mg
Vitamin B6 0,07 mg
Vitamin C 8,0 mg
Niacin 0,40 mg
Air 91,0 gram
6. Cara Budidaya Melon
a. Pembibitan. Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntut media
semai yang khusus untuk pembibitannya. Benih disemai di polybag dan akan
tumbuh menjadi calon bibit dan harus mendapatkan pemeliharaan yang baik agar
menjadi bibit melon yang sehat dan kekar. Bibit dipersemaian di siram setiap pagi
hari mulai dari kecambah belum muncul sampai bibit muncul kepermukaan tanah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Saat menyemprot untuk penyiraman jangan terlalu kuat karena akan mengikis
tanah media dan melemparkan benih atau kecambah keluar dari polibag. Apabila
daun sejati keluar, penyiraman bibit baru dapat dilakukan embrat atau gembor.
Saat cuaca panas, tanah pada polybag kering dan penyiraman perlu diulangi pada
sore hari, jangan menyiram bibit tanaman pada siang hari karena akan
menyebabkan air dan zat-zat makanan tidak dapat terserap akibatnya bibit
menjadi kurus, kering dan layu (Kemenristek, 2015). Bibit melon dipindahkan ke
lapangan apabila sudah berdaun 4–5 helai atau tanaman melon telah berusia 10–
12 hari. Cara pemindahan tidak berbeda dengan cara pemindahan tanaman
lainnya, yaitu kantong plastik polibag dibuang secara hati-hati lalu bibit berikut
tanahnya ditanam pada bedengan yang sudah dilubangi sebelumnya, bedenganpun
jangan sampai kekurangan air (Kemenristek, 2015).
b. Persiapan Pengolahan Media Tanam. Sebelum bibit melon dipindahkan ke
lapangan maka perlu dilakukan pengukuran pH tanah, analisis tanah, penetapan
waktu/jadwal tanam, penetapan luas areal penanaman, dan pengaturan volume
produksi. Penetapan waktu tanam berkaitan dengan perkiraan waktu panen suatu
varietas melon yang ditanam dan waktu panen varietas melon lainnya. Penetapan
luas penanaman berkaitan erat dengan pemilikan modal, luas lahan yang tersedia,
musim dan permintaan pasar. Tanaman melon yang diusahakan di lahan terbuka
di musim hujan akan rusak terserang penyakit karena terguyur hujan terus-
menerus. Maka penanaman melon di musim hujan lebih diarahkan dengan sistem
hidroponik (Kemenristek, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
c. Pembukaan Lahan. Untuk penanaman melon lahan dilakukan pembajakan.
Untuk pencangkulan dan penggarukan, keadaan tanahnya harus cukup kering
karena kita bisa mudah membentuk tanah yang semula berbongkah-bongkah dan
cukup liat, tanah yang beremah-remah dan cukup sarang (mudah diserap air).
Dengan tanah tersebut akan menguntungkan tanaman. Selain perakarannya mudah
menembus tanah, juga akan mudah bernapas (Kemenristek, 2015).
d. Pembentukan Bedengan. Selama 5–7 hari lahan dibiarkan kering setelah
dibajak (atau dibalik). Proses ini akan membuat tanah menjadi lengket dan
berbongkah sehabis dibajak menjadi agak hancur karena mengalami proses
pengeringan matahari dan penganginan. Selama proses tersebut beberapa senyawa
kimia yang beracun dan merugikan tanaman dan akan hilang perlahan-lahan.
Setelah kering, bongkahan tanah dibuat petakan dengan tali rafia untuk
membentuk bedengan dengan ukuran panjang bedengan maksimum 12–15 m;
tinggi bedengan 30–50 cm; lebar bedengan 100–110 cm; dan lebar parit 55–65
cm. Bedengan dibentuk dengan cara mencangkuli bongkahan tanah menjadi
struktur tanah yang remah/gembur. Bila telah bentuk bedengan terlihat, baik itu
bedengan kasar/setengah jadi bedengan tersebut dikeringanginkan lagi selama
seminggu agar terjadi proses oksidasi/penguapan dari unsur-unsur beracun ada
hingga menghilang tuntas. Dengan panjang maksimum 15 m tersebut akan
memudahkan perawatan tanaman dan mempercepat pembuangan air, terutama di
musim hujan. Tinggi bedengan dibuat sesuai dengan musim dan kondisi tanah.
Pada musim hujan tinggi bedengan 50 cm agar perakaran tanaman tidak terendam
air jika hujan deras. Dan pada musim kemarau tinggi bedengan cukup 30 cm,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
karena untuk memudahkan perawatan pada saat bedengan digenangi. Parit dibuat
dengan lebar 55–65 cm adalah untuk memudahkan perawatan pada saat
penyemprotan, pemasangan ajir, maupun penalian (Kemenristek, 2015).
e. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam-Perak (PHP). Mulsa PHP yang terdiri
dari dua lapisan, yaitu lapisan berwarna perak di bagian atas dan warna hitam
dibagian bawah dengan berbagai keuntungan. Warna perak pada mulsa akan
memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis menjadi lebih optimal,
kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi serangan penyakit, dan
mengusir serangga-serangga penggangu tanaman. Sedangkan warna hitam pada
mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di perakaran tanaman menjadi hangat,
akibatnya perkembangan akar akan optimal. Selain itu warna hitam juga
mencegah sinar matahari menembus ke dalam tanah sehingga benih-benih gulma
tidak akan tumbuh (kecuali teki dan anak pisang). Pemasangan mulsa sebaiknya
dilakukan pada saat panas matahari terik agar mulsa dapat memuai sehingga
menutup bedengan dengan tepat. Teknis pemasangannya cukup oleh 2 orang
untuk satu bedengan. Setelah selesai pemasangan, bedengan-bedengan dibiarkan
tertutup mulsa PHP selama 3 – 5 hari sebelum dibuat lubang tanam. Tujuan agar
pupuk kimia yang diberikan dapat berubah menjadi bentuk tersedia sehingga
dapat diserap tanaman (Kemenristek, 2015).
f. Teknik Penanaman. Untuk membuat lubang tanam dengan menggunakan
pelat pemanas atau memanfaatkan bekas kaleng susu kental. Plat pemanas yang
berupa potongan besi dengan diameter 10 cm, dibuat sedemikian rupa hingga
panas yang ditimbulkan dari arang yang dibakar mampu melubangi mulsa PHP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dengan cepat. Model penanaman dapat berupa dua baris berhadap-hadapan
membentuk segi empat dua baris berhadap-hadapan membentuk segi tiga. Bibit
yang telah di semai ± 3 minggu dipindahkan ke dalam wadah besar beserta
medianya. Akar tanaman diusahakan tidak sampai rusak saat menyobek polibag
kecil. Cetakan tanah yang telah berisi bibit melon, diletakkan pada lubang yang
telah ditugal dan diusahakan agar tidak pecah/hancur karena bisa mengakibatkan
kerusakan akar dan tanaman akan layu jika hari panas (Kemenristek, 2015).
g. Pemeliharaan Tanaman. Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali, yaitu 20
hari setelah ditanam, tanaman berusia 40 hari (ketika akan melakukan penjarangan
buah) dan pada saat tanaman berusia 60 hari (saat menginjak proses pematangan).
Untuk memudahkan dalam pemupukan, dibuat data mengenai rangkaian
pemupukan sejak awal. Tanaman melon menghendaki udara yang kering untuk
pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab. Pengairan harus dilakukan jika hari
tidak hujan. Pengairan dilakukan pada sore atau malam hari. Tanaman di siram
sejak masa pertumbuhan tanaman, sampai tanaman akan dipetik buahnya. Saat
menyiram jangan sampai air siraman membasahi daun dan air dari tanah jangan
terkena daun dan buahnya. Tujuannya adalah supaya tanaman tidak dijangkiti
penyakit yang berasal dari percikan tersebut, kalau daun basah kuyup akan
mengundang jamur sangat besar. Penyiraman dilakukan pagi-pagi sekali atau
malam hari. Oleh karena itu ada pengairan di sekitar kebun besar sekali
manfaatnya (Kemenristek, 2015).
h. Pemeliharaan Lain. Ajir atau tongkat dari kayu atau bilahan bambu, untuk
rambatan dapat dipasang setelah selesai membuat pembubunan dan selesai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mensterilkan kebun. Atau dapat juga ajir dipasang sesudah bibit ditanam, dan
bibit sudah mengeluarkan sulur-sulurnya kira-kira tingginya adalah 50 cm. Ajir
harus terbuat dari bahan yang kuat sehingga mampu menahan beban buah dengan
bobot kira-kira 2–3 kg. Tempat ditancapkannya ajir dengan jarak kira-kira 25 cm
dari pinggir gulu dan baik kanan maupun kiri. Supaya ajir lebih kokoh lagi, kita
bisa menambahkan bambu panjang yang diletakkan di bagian pucuk segitiga
antara bambu atau kayu yang menyilang, mengikuti barisan ajir-ajir di
belakangnya. Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman melon bertujuan untuk
memelihara cabang sesuai dengan yang dikehendaki. Tinggi tanaman dibuat rata-
rata antara titik ke-20 sampai ke-25 (bagian ruas, cabang atau buku dari tanaman
tersebut). Pemangkasan dilakukan kalau udara cerah dan kering, supaya bekas
luka tidak diserang jamur. Waktu pemangkasan dilakukan setiap 10 hari sekali,
yang paling awal dipangkas adalah cabang yang dekat dengan tanah dan sisakan
dua helai daun, kemudian cabang-cabang yang tumbuh lalu dipangkas dengan
menyisakan 2 helai daun. Pemangkasan dihentikan, jika ketinggian tanamannya
sudah mencapai pada cabang ke-20 atau 25 (Kemenristek, 2015,).
i. Panen. Tanda/ciri penampilan tanaman siap panen adalah ukuran buah
sesuai dengan ukuran normal, serat jala pada kulit buah sangat nyata/kasar, dan
warna kulit hijau kekuningan, umur Panen ± 3 bulan setelah tanam, waktu
Pemanenan yang baik adalah pada pagi hari. Cara panen adalah potong tangkai
buah melon dengan pisau, sisakan minimal 2 cm untuk memperpanjang masa
simpan buah, tangkai dipotong berbentuk huruf “T” maksudnya agar tangkai buah
utuh dan kedua sisi atasnya merupakan tangkai daun yang telah dipotong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
daunnya, pemanenan dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah
yang benar-benar telah siap dipanen (Kemenristek, 2015).
7. Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Melon
Tanaman melon merupakan tanaman yang rentan terhadap berbagai
serangan penyakit dan hal ini akan berakibat pada hasil buah yang diproduksi
(Nuryanto, 2007). Jenis penyakit yang sering muncul pada tanaman melon adalah
penyakit jamur atau cendawan dan kekeringan (Anonim, 2014). Tanaman melon
memang membutuhkan kelembaban udara yang tinggi pada awal fase
pertumbuhannya yaitu dari perkecambahan benih. Pada fase dewasa, tanaman
memerlukan kelembaban udara lebih rendah disbanding pada fase pertumbuhan
awal. Sementara kelembaban yang tinggi dan kualitas sirkulasi udara yang buruk
dapat mengakibatkan tanaman mudah terserang penyakit, karena dengan
kelembaban yang tinggi maka orgaisme penyebab penyakit seperti cendawan atau
jamur dapat tumbuh dan mempengaruhi kondisi tanaman (Nuryanto, 2007).
Penyakit patek atau antraknosa merupakan salah satu jenis penyakit
tanaman yang sering merepotkan petani atau pembudidaya. Kerugian yang
ditimbulkan oleh serangan patek atau antraknosa ini terbilang sangat besar,
bahkan tidak jarang penyakit ini menimbulkan kegagalan panen. Penyakit ini
sangat sulit dikendalikan terutama jika kelembaban areal pertanaman sangat
tinggi.
Penyakit patek atau antraknosa disebakan oleh serangan cendawan.
Penyakit ini terutama menyerang pada saat kelembaban udara tinggi dan suhu
rendah. Penyebaran spora dan miselium cendawan penyebab antraknosa sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
cepat. Serangan sangat hebat terjadi pada saat kelembaban di atas 95% dan suhu
udara dibawah 32 °C. Jenis cendawan yang paling sering menyebabkan timbulnya
penyakit antraknosa adalah Colletrotichum sp. Nama cendawan Colletrotichum
sp menjadi momok yang paling menakutkan terutama di daerah subtropis dan
daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit ini terutama sering menyerang tanaman
melon (Kurnianti, 2013).
Penyakit antraknosa menyerang semua bagian tanaman yang ditandai
dengan adanya bercak agak bulat berwarna cokelat muda, lalu berubah menjadi
cokelat tua sampai kehitaman. Gejala lain adalah bercak bulat memanjang
berwarna kuning atau cokelat. Buah yang terserang akan nampak bercak agak
bulat dan berlekuk berwarna cokelat tua, disini cendawan akan membentuk massa
spora berwarna merah jambu. Pengendalian secara kimiawi menggunakan
fungisida sitemik dengan bahan aktif yang bisa digunakan adalah difenokonazol
(Oktara, 2014).
E. Laju Disipasi Residu Pestisida
Seperti halnya pestisida yang lain, fungisida juga meninggalkan residu
pada berbagai komoditas pertanian, lingkungan dan manusia. Residu adalah sisa
pestisida yang masih terdapat di lingkungan, produk tanaman atau bahan lain
setelah mengalami degradasi. Adanya residu akan berpengaruh terhadap
lingkungan dan kesehatan. Untuk menjaga kesehatan masyarakat, oleh pemerintah
ditetapkan angka MRLs (Maximum Residue Limits) yaitu batas maksimum residu
yang masih diperbolehkan pada komoditas pertanian (Sumardiyono, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Di Indonesia masalah residu fungisida juga telah mendapatkan perhatian
yang cukup besar dari masyarakat. Hal ini terkait dengan meningkatnya produk
ekspor maupun impor beberapa komoditas hortikultura. Oleh karena itu, data
analisis residu berbagai komoditas tetap diperlukan untuk memenuhi syarat
sertifikasi bahan ekspor. Ekspor komoditas hasil pertanian yang mengandung
residu fungisida di atas MRL ada kemungkinan akan ditolak oleh negara
pengimpor yang mempunyai persyaratan yang ketat (Sumardiyono, 2013).
Residu dapat hilang atau terurai dan faktor-faktor yang mempengaruhi
hilangnya residu di lingkungan adalah penguapan, pencucian, penyerapan
(terabsorpsi), mengalami reaksi, degradasi, titik-titik semprot yang terbawa oleh
angin (spray drift), dan run off.
Gambar 1. Jalur Penyebaran atau Hilangnya Pestisida (Anonim2, 2015)
Adsorpsi adalah pengikatan pestisida oleh partikel tanah. Jumlah
pestisida yang teradsorpsi dengan tanah bergantung pada jenis pestisida, jenis
tanah, kelembaban, pH tanah, dan tekstur tanah. Pestisida sangat teradsorpsi
dengan tanah liat atau kandungan bahan oraganik yang tinggi. Pestisida tidak
cukup kuat teradsorpsi pada tanah berpasir (Anonim2, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Penguapan adalah proses padatan atau cairan berubah menjadi gas yang
dapat bergerak jauh dari tempat aplikasi. Penguapan pestisida paling mudah
terjadi pada tanah berpasir dan tanah yang basah. Cuaca yang panas, kering atau
berangin dan droplet semprot yang kecil dapat meningkatkan terjadinya
penguapan (Anonim2, 2015).
Spray drift adalah gerakan droplet-droplet (titik-titik) semprot menjauhi
tempat aplikasi oleh udara/angin. Spray drift dipengaruhi oleh :
a. Ukuran droplet/tetesan semprot, semakin kecil ukuran tetesan maka akan
lebih mudah terbawa udara.
b. Kecepatan angin, semakin kuat angin maka petisida yang disemprotkan akan
mudah terbawa oleh angin.
c. Jarak antara nozel dengan tanaman target atau tanah, semakin jauh jarak
maka angin semakin mempengaruhi semprotan (Anonim2, 2015).
Adanya titik-titik semprot yang terbawa oleh angin dapat
mengkontaminasi tanaman didekatnya atau tanaman yang siap panen. Selain itu,
titik semprot yang terbawa angin dapat mencemari air kolam, sungai, selokan,
ikan atau tanaman dan hewan akuatik lainnya. Pastisida yang mengalami spray
drift yang berlebihan akan mengurangi aplikasinya ke tanaman target dan
mengurangi efektivitas pestisida (Anonim2, 2015).
Pencucian adalah perpindahan pestisida oleh air ke dalam tanah. Faktor-
faktor yang mempengaruhi apakah pestisida tercuci ke tanah adalah interaksi
pestisida dengan air hujan. Pencucian akan meningkat ketika :
a. Pestisida dapat larut dalam air
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
b. Tanah berpasir
c. Terjadi hujan tidak lama setelah penyemprotan
d. Pestisida tidak terikat kuat dengan tanah (Anonim2, 2015).
Karakterisasi tanah sangat penting terhadap perpindahan pestisida. Tanah
liat memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengadsorpsi banyak bahan kimia
seperti pestisida. Tanah berpasir memiliki kapasitas yang jauh lebih rendah untuk
menyerap pestisida. Bahan organik di dalam tanah juga dapat menyerap pestisida.
Pestisida akan cenderung berpindah pada volume air hujan yang besar dengan
interval yang lebih sering (Anonim2, 2015).
Penyerapan (absorpsi) adalah masuknya pestisida dan bahan kimia
lainnya ke dalam jaringan tanaman atau mikroorganisme. Sedangkan degradasi
adalah proses perusakan pestisida setelah aplikasi. Pestisida dapat terpecah karena
mikroba, reaksi kimia, dan cahaya atau fotodegradasi. Proses ini dapat
berlangsung dimana saja pada jam, hari bahkan tahun tergantung pada kondisi
lingkungan dan karakteristik kimia dari pestisida. Pestisida yang pecah dengan
cepat umumnya tudak bertahan pada lingkungan atau tanaman. Proses degradasi
dapat terjadi karena :
a. Mikrobia, adalah pemecehan pestisida oleh mikroorganisme seperti fungi,
bakteri dan protozoa. Degradasi oleh mikrobia dapat meningkat ketika suhu
hangat, pH menguntungkan, kondisi yang lembab dan kesuburan tanah baik
yang berarti banyaknya bahan organik (Gardner, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
b. Kimiawi, adalah pemecahan pestisida oleh reaksi kimia di dalam tanah.
Tingkat dan jenis reaksi kimia yang terjadi dipengaruhi oleh ikatan pestisida
dengan tanah, suhu tanah dan pH tanah.
c. Fotodegradasi, adalah pemecahan pestisida oleh sinar matahari. Semua
pestisida rentan terhadap fotodegradasi sampai batas tertentu. Tingkat
pemecahan dipengaruhi oleh intensitas dan spectrum sinar matahari, lama
penyinaran, dan sifat pestisida (Anonim2, 2015).
Konsentrasi residu pestisida yang dapat dianggap aman yakni bila telah
95% terdisipasi dari dosis awal yang diaplikasikan. Suatu pestisida perlu
ditetapkan dalam hal ini nilai DT50, yaitu waktu yang dibutuhkan suatu pestisida
untuk mengalami proses disipasi sehingga kadarnya menjadi separo dari kadar
awal yang diaplikasikan. Nilai DT50 ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam
penilaian keamanan residu pestisida. Standar keamanan untuk setiap residu
pestisida dalam setiap komoditi pertanian disebut dengan batas maksimum residu
(BMR, Maximum Residue Limits, MRLs) (Noegrohati, 2008).
F. Iklim Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta
Wilayah DIY berada di sekitar garis khatulistiwa tepatnya pada posisi
7º.33’- 8º.12’ LS, sehingga termasuk daerah yang beriklim tropis atau memiliki
dua musim dalam setahun yakni musim penghujan dan kemarau. Secara umum,
karakteristik cuaca di wilayah DIY bertemperatur tinggi atau memiliki suhu udara
yang panas dengan suhu rata-rata 25 ºC sampai 32 ºC serta memiliki kelembaban
udara dan curah hujan yang cukup tinggi. Di tempat-tempat yang lebih tinggi
suhunya lebih dingin (BPS DIY, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Iklim tropis yang bercirikan temperatur dan kelembaban tinggi, kaya
sinar matahari, dan memiliki dua musim berseling, yaitu musim kemarau (kering)
dan penghujan (basah), mempunyai pengaruh yang besar terhadap persistensi
pestisida di lingkungan. Secara umum, iklim tropis memungkinkan proses
degradasi, baik degradasi kimiawi maupun degradasi mikrobial berlangsung lebih
cepat, sehingga persistensi pestisida di daerah tropis relatif lebih pendek
dibandingkan daerah beriklim sedang (Tortensson, 1985).
G. Landasan Teori
Fungisida adalah salah satu jenis pestisida yang digunakan untuk untuk
membunuh atau mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh
cendawan (jamur atau fungi). Difenokonazol merupakan salah satu fungisida yang
bekerja secara sistemik yang banyak digunakan oleh petani untuk menghentikan
perkembangan jamur penyebab berbagai penyakit pada berbagai buah, sayur,
sereal dan tanaman lainnya.
Buah melon merupakan salah satu buah tropis yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat karena buahnya yang segar dan rasanya manis. Pada
pertumbuhannya, tanaman buah melon mudah terserang penyakit yang disebabkan
oleh cendawan atau jamur pada kelembaban tinggi seperti kondisi tropis di
Indonesia. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman melon yang disebabkan
oleh cendawan atau jamur adalah antraknosa yang disebabkan cendawan
Colletrotichum s. Cara pengendalian antraknosa yang sering digunakan oleh para
petani melon dengan menggunakan fungisida difenokonazol.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Fungisida difenokonazol dapat meninggalkan residu pada tanaman melon
termasuk pada bagian buahnya setelah diaplikasikan. Residu dapat hilang karena
proses pencucian oleh air hujan, penguapan, terdegradasi bahkan terabsorpsi atau
terdistribusi ke dalam daging buah melon. Secara tidak langsung residu
difenokonazol yang ditinggalkan akan berpengaruh terhadap kesehataan manusia
yang mengkonsumsi buah melon yang terkontaminasi.
Difenokonzol yang diaplikasikan akan menempel pada kulit buah
kemudian berpenetrasi ke dalam daging buah. Hilangnya residu fungisida
difenokonazol pada buah melon dapat digambarkan dengan laju disipasi yaitu
nilai slope pada kurva hari vs kadar residu difenokonazol serta waktu degradasi
(DT50) dalam hari. Wilayah DIY termasuk daerah beriklim tropis memungkinkan
terjadinya proses degradasi residu difenokonazol dan dibandingkan dengan daerah
beriklim sub tropis laju disipasi residu difenokonazol pada kondisi tropis di DIY
akan berlangsung lebih cepat. Untuk menjaga keamanan bagi manusia yang
mengkonsumsi buah melon perlu ditetapkan kadarnya pada buah melon saat
waktu panen (PHI) dan tidak melebihi BMR FAO/WHO residu difenokonazol
pada buah melon yang sudah ditetapkan yaitu 0,7 mg/kg.
H. Hipotesis
1. Kadar difenokonazol dalam kulit buah melon lebih besar dari pada di dalam
daging buah melon.
2. Kondisi geografi tempat tanam buah melon berpengaruh pada laju disipasi
residu fungisida difenokonazol pada buah melon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
3. Berdasarkan kadar pada saat PHI yang ditetapkan, buah melon di Daerah
Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni sederhana
karena terdapat perlakuan pada subjek uji yaitu tanaman buah melon. Rancangan
penelitian ini merupakan pola lengkap satu arah. Lengkap berarti terdapat dua
kelompok subyek uji dalam penelitian ini yaitu adanya kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Pola satu arah artinya penelitian ini hanya meneliti pengaruh
satu variabel bebas saja yaitu besarnya kadar dan pola laju disipasi residu
difenokonazol pada buah melon pada kondisi geografi tempat tanam melon yang
berbeda.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
j. Variabel Bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar
fungisida difenokonazol yang disemprotkan pada model tanaman melon dan
kondisi geografi tempat tanam melon.
k. Variabel Tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
kadar dan pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging
buah melon (Cucumis melo L.) dengan kondisi geografi tempat tanam yang
berbeda.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
l. Variabel Pengacau Terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah jenis benih tanaman melon yang digunakan, penyemprotan
pestisida lain oleh petani, cara penyemprotan fungisida difenokonazol.
m. Variabel Pengacau Tak Terkendali. Variabel pengacau tak
terkendali dalam penelitian ini adalah cuaca tempat tanam melon.
2. Definisi Operasional
a. Residu fungisida adalah sisa fungisida yang masih terdapat di tanaman
buah melon setelah mengalami degradasi, dinyatakan dengan satuan
mg/kg.
b. Residu fungisida yang dianalisis adalah difenokonazol yang merupakan
fungisida golongan triazol.
c. Kadar residu difenokonazol pada kulit buah adalah kadar residu pada
sampel bagian kulit buah yang berbentuk kasar, berjaring dan keras
dengan ketebalan ± 0,5 cm, dinyatakan dengan satuan mg/kg.
d. Kadar residu difenokonazol pada daging buah adalah kadar residu pada
sampel bagian daging buah yang berwarna hijau muda atau hijau
keputihan, dinyatakan dengan satuan mg/kg.
e. Kadar residu difenokonazol pada keseluruhan buah adalah kadar residu
gabungan sampel bagian kulit dan daging buah, dinyatakan dengan
satuan mg/kg.
f. Disipasi adalah proses hilangnya senyawa residu fungisida difenokonazol
pada buah melon yang disebabkan karena degradasi, absorbsi atau
peluruhan ke medium lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
g. Laju disipasi dilihat dari penurunan kadar residu fungisida difenokonazol
pada kulit, daging dan keseluruhan buah melon pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7,
14 setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol, dinyatakan dengan
satuan per hari.
h. H-1 adalah satu hari sebelum aplikasi terakhir fungisida difenokonazol.
i. H0, H+1, H+3, H+5, H+7 dan H+14 adalah hari ke-0, 1, 3, 5, 7, dan 14
setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol.
j. BMR (Batas Maksimum Residu) adalah batas maksimum kandungan
residu fungisida difenokonazol yang boleh terdapat pada buah melon,
dinyatakan dengan satuan (mg/kg).
k. Pre-Harvest Interval (PHI) adalah jumlah hari yang harus dilewati residu
fungisida difenokonazol antara aplikasi teakhir fungisida sampai pada
saat panen.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi
difenokonazol donasi dari PT Syngenta (Registration Number 01020120052228),
standar difenokonazol donasi dari PT Syngenta dengan kemurnian 96,3 %
(Registration Number 119446-68-3), standar dekaklorobifenil (DCB) (analytical
standard E. Sigma-Aldrich) CAS Number 2051-24-3, methanol (for analysis, E.
Merck, Katalog Number 1.06009.2500), acetonitril (gradient grade for liquid
chromatography, E. Merck, Katalog Number 1.00030.4000), n-Hexan ((for
analysis, E. Merck, Katalog Number 1.04367.2500), aquadest dan aquabidest
(Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi USD), Magnesium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Sulfat (MgSO4) (for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.05886.1000), Natrium
klorida (NaCl) (for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.06404.5000), Na3citr
(for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.06448.1000), Na2Hcitr (for analysis,
E. Sigma-Aldrich, Katalog Number 71635), gas nitrogen UHP dengan kemurnian
99,999% (PT. SAMATOR), SPE C18 400 mg, sampel buah melon dari tanaman
buah melon (Cucumis melo L.) varietas Action (sudah dideterminasi oleh Bagian
Biologi Farmasi UGM pada Surat Keterangan No. BF/474 Ident/Det/XII/2015
atas nama Serlika Rostiana) yang berasal dari 3 lahan yaitu dusun Siliran
kabupaten Kulonprogo, dusun Pelemsewu kabupaten Bantul dan dusun
Wedomartani kabupaten Sleman.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, masker,
sarung tangan latex, tangki alat semptro 6 Liter (sprayer), kromatografi gas HP
5890 Series II dilengkapi dengan detektor ECD 63Ni dan kolom kapiler non polar
(5%-phenyl)-methylpolysiloxane, kolom SPE C18 6 ml ukuran 400 mg, neraca
analitik (OHAUS Carat Series PAJ 1003, max 60/120 g, min 0,001 g),
blender,botol centrifuge BIOLOGIX® 15 ml, vortex, thermometer, centrifuge, hot
plate, stopwatch, ultrasonifikasi dan vakum, mikropipet, glass fin, syringe, dan
alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
E. Tata Cara Penelitian
1. Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon
Tanaman buah melon yang digunakan berasal dari 3 lokasi lahan
pertanian melon di area provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki
kelembaban, curah hujan, ketinggian tempat, jenis tanah, kandungan bahan
organik tanah dan pH tanah yang berbeda. Adapun lokasi lahan pertanian melon
yang digunakan untuk permodelan antara lain lokasi pertama terletak di dusun
Siliran Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo, lokasi kedua terletak di dusun
Pelemsewu Kelurahan Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul dan
lokasi ketiga terletak di dusun Demangan Lama Kelurahan Wedomartani
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman.
Seluruh tanaman melon pada masing-masing lahan ditanam dan diolah
seperti biasa petani mengolahnya dan diberikan pestisida, pupuk maupun obat
oleh petani seperti biasa tanpa mengandung bahan aktif difenokonazol. Bibit
melon yang dipakai adalah jenis Action. Jarak antar tanaman melon dan jarak
antar baris masing-masing secara berturut-turut adalah 40 cm dan 2 meter (lokasi
Siliran, Kulonprogo), 40 cm dan 30 cm (lokasi Ngemplak, Sleman), 40 cm dan 40
cm (lokasi Panggungharjo, Bantul). Luas tanaman melon bagian kelompok
perlakuan berbeda-beda setiap lahan yaitu masing-masing 20 meter x 30 meter
(lokasi Siliran, Kulonprogo), 22,75 meter x 1 meter (lokasi Panggungharjo,
Bantul) dan 14,0 meter x 1,9 meter (lokasi Ngemplak, Sleman). Jumlah tanaman
melon yang diberi perlakuan penyemprotan fungisida formulasi difenokonazol
donasi dari PT Syngenta masing-masing lahan ada 100 tanaman melon sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
luas bagian kelompok perlakuan setiap lahan berbeda-beda sedangkan sisa
tanaman melon yang lain sebagai kelompok kontrol tanpa penyemprotan fungisida
formulasi difenokonazol donasi dari PT Syngenta.
2. Pengecekan Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Lahan
Dilakukan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
Daerah Istimewa Yogyakarta selama proses penanaman.
3. Pengecekan Jenis Tanah, pH Tanah dan Kandungan Bahan Organik
Tanah
Dilakukan oleh Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gajah
Mada Yogyakarta.
4. Kalibrasi Penyemprotan
Kalibrasi penyemprotan dilakukan menggunakan air yang dimasukkan ke
dalam tangki penyemprot pestisida dengan volume yang diketahui. Setelah tangki
terisi air kemudian berjalan biasa sambil menyemprotkan ke area plot tanaman
melon yang akan diberi perlakuan formula difenokonazol. Mencatat waktu saat
mulai menyemprot sampai selesai yaitu ketika seluruh area plot tanaman melon
yang akan diberi perlakuan terbasahi oleh air hasil penyemprotan. Air yang masih
tersisa di dalam tangki dikeluarkan lalu menghitung volumenya. Selisih volume
awal air dengan volume air sisa penyemprotan adalah volume larutan semprot
yang akan diaplikasikan.
5. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon
Cara penyemprotan formula difenokonazol dilakukan mengikuti good
agricultural practices (GAP) berdasarkan hasil kalibrasi penyemprotan yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
volume larutan semprot yang digunakan sebanyak hasil kalibrasi dan waktu
penyemprotan supaya seluruh tanaman melon terbasahi. Masing-masing lahan
pada kelompok perlakuan memiliki luas yang berbeda-beda sehingga dosis
semprot yang digunakan berbeda-beda sesuai perhitungan dosis aplikasi
maksimum menurut label yaitu 1 𝑚𝑙 𝐿� dengan volume cairan semprot 600 L/ha.
Formula fungisida difenokonazol disemprotkan sebanyak 3 kali, penyemprotan
pertama ketika bunga pada tanaman melon rontok dan mulai muncul bakal buah,
penyemprotan kedua 10 hari setalah penyemprotan pertama serta penyemprotan
ketiga dilakukan saat buah melon siap panen dengan kematangan mencapai 75%.
Penyemprotan fungisida dilakukan pada pagi hari maksimal pukul 08.00 ketika
cuaca tidak berangin.
6. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan Tanaman
Melon
Sampel buah melon diambil sebanyak masing-masing 5 buah dari
petakan secara acak terstratifikasi 1 hari sebelum penyemprotan ketiga dan setelah
penyemprotan ketiga yaitu pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7 dan 14. Sebagai kontrol
diambil sabanyak 5 sampel buah melon dari petakan yang letaknya paling jauh
dari petakan sampel perlakuan secara acak terstratifikasi. Sampel diambil
menggunakan gunting bersih dan sarung tangan, terlebih dahulu sampel
dibersihkan dengan sikat halus kemudian dikemas dalam plastik bersih. Sampel
yang diperoleh dibawa ke laboratorium dan segera dilakukan proses preparasi
berdasarkan metode analisis yang sudah dilakukan validasi oleh Devi (2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
7. Preparasi Sampel
Sampel buah melon masing-masing terlebih dahulu dilakukan
penimbangan berat 1 buah melon tanpa ada pencucian sebelumnya. Setelah
ditimbang dilakukan proses pemotongan dimana sampel buah melon
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu seluruh (whole), kulit (peel) dan daging
(flesh) dengan metode quartering caranya satu buah melon dipotong menjadi dua
bagian lalu dari setengah buah melon tersebut dipotong lagi menjadi dua bagian
dimana bagian yang satu sebagai sampel whole yang ditimbang beratnya dan
bagian yang satu lagi dipisahkan antara kulit dan daging buahnya lalu masing-
masing dilakukan penimbangan berat kulit buah melon dan berat daging buah
melon. Sehingga satiap buah melon diambil seperempat bagian untuk sampel kulit
dan daging lalu seperempat bagian untuk sampel keseluruhan buah (whole).
8. Ekstraksi
Setelah sampel buah melon dipotong-potong berdasarkan kelompok
bagiannya, sampel buah melon dilakukan homogenisasi dengan cara diblender
tanpa penambahan air. Kelompok bagian keseluruhan, kulit dan daging buah
masing-masing dilakukan 3 kali replikasi dari mulai penimbangan. Jumlah sampel
yang ditimbang sebanyak 5 gram yang langsung dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuge lalu ditambahkan 2 gram MgSO4; 0,5 gram NaCl; 0,5 gram Na3sitrat
dan 0,25 gram Na2HCitr dan asetonitril sebanyak 5 ml. Setelah itu digojog dengan
tangan selama 1 menit lalu divortex selama 2 manit kemudian disentrifugasi
selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi diambil
semuanya, ditampung ke dalam flakon bersih. Kemudian dilakukan reekstraksi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dengan cara menambahkan 5 ml asetonitril ke dalam tabung sentrifuge yang sudah
diambil supernatannya lalu digojog kembali dengan tangan selama 1 menit,
divortex selama 2 manit setelah itu dilakukan sentrifuge selama 5 menit dengan
kecepatan 5000 rpm. Supernatan hasil reekstraksi diambil semuanya dan
ditampung ke dalam flakon yang berisi supernatan hasil ekstraksi pertama.
Selanjutnya dikeringkan menggunakan nitrogen sehingga memperoleh ekstrak
kering. Sampel ekstrak kering sebelum dilakukan clean up ditambahkan 500 µl
aquabidest kemudian dilakukan degasing.
9. Clean up Sampel Menggunakan SPE C18
a. Pengkondisian kolom SPE C18. Sebelum SPE C18 digunakan terlebih
dahulu dilakukan pengkondisian dengan cara memasukkan 5 ml methanol
ditunggu sampai semuanya keluar dari SPE C18 dan kering. Setelah kering
dilanjutkan memasukkan 5 ml aquabidest ke dalam SPE C18 dan ditunggu sampai
keluar dari SPE C18 tetapi jangan sampai kering.
b. Loading Sampel. Sampel yang sudah didegasing, sebelum SPE C18
mengering dimasukkan ke dalam kolom SPE C18 dan eluat yang dihasilkan
dibuang dan jangan sampai kolom SPE C18 mengering.
c. Pencucian Sampel. Menambahkan 5 ml aquabidest ke dalam sampel
kemudian dimasukkan ke dalam SPE C18 dan eluat yang dihasilkan dibung dan
kolom SPE C18 ditunggu sampai agak mengering.
d. Elusi. Elusi dilakukan dengan cara menambahkan 3 ml methanol ke dalam
sampel lalu dimasukkan ke kolom SPE C18 dan eluat yang dihasilkan ditampung
ke dalam flakon baru lalu selanjutnya dikeringkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
10. Pembuatan Larutan Kurva Baku Difenokonazol
a. Pembuatan larutan stok difenokonazol (larutan induk). Sebanyak kurang
lebih 52,6 mg baku difenokonazol ditimbang dengan seksama kemudian
dilarutkan dengan 1 ml heksan sehingga didapatkan baku difenokonazol dengan
konsentrasi 52,6 mg/ml.
b. Pembuatan larutan intermediet difenokonazol 1 (Stok A). Sebanyak 40 µl
larutan induk difenokonazol dilarutkan ke dalam 1000 µl heksan sehingga
didapatkan konsentrasi baku difenokonazol sebesar 0,526 µg/µl.
c. Pembuatan larutan intermediet difenokonazol 2 (Stok D). Sebanyak 10 µl
stok A diambil dengan menggunakan syringe dilarutkan ke dalam 1000 µl
heµksan sehingga diperoleh larutan intermedie difenokonazol 2 dengan
konsentrasi 0.526 x 10-2 µg/µl.
d. Pembuatan seri larutan kurva baku difenokonazol. Baku difenokonazol
dari stok D diambil volume 1 µl, 2 µl, 3 µl, 4 µl, 5 µl, 7 µl, 10 µl, 15 µl, dan 20
µl, masing-masing ditambahkan 2 µl DCB lalu diencerkan dengan heksan hingga
volume 200 µl. Masing-masing larutan baku diinjeksikan ke dalam kromatografi
gas sebanyak 2 µl. Dalam tahap ini diperoleh hubungan antara kadar
difenokonazol dengan rasio luas puncak difenokonazol terhadap DCB.
11. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol
Ekstrak kering hasil clean up ditambahkan DCB sebanyak 2 µl lalu
dilarutkan menggunakan hexan sebanyak 200 µl. Sebanyak 2 µl diinjeksikan
kedalam kromatografi gas dengan detektor penangkap elektron pada kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
sistem kromatografi gas yang optimum. Adapun kondisi kromatografi gas
detektor penangkap elektron yang digunakan yaitu:
Tabel II. Kondisi Optimum Sistem Kromatografi Gas yang Digunakan (Sanjayadi, 2014)
Parameter Kondisi optimum
1. Injektor (split)
Suhu injektor 230 °C
Volume injeksi 2 µl
2. Oven
Panjang kolom 25 meter
Fase diam 5%-phenyl-methylpolysiloxane
Temperatur Terprogram 100 °C (3 menit)
30 °C/menit, 245 °C (30 menit)
30 °C /menit, 260 °C (15 menit)
3. Detektor
Detektor ECD63Ni
Suhu detektor 295 °C
4. Gas
Gas N2 UHP
Laju alir gas 1ml/menit
F. Analisa Hasil
1. Penentuan Kadar Residu Fungisida Difenokonazol
Untuk menentukan kadar residu difenokonazol pada sampel buah melon
dilakukan dengan cara setelah didapatkan luas puncak DCB dan luas area dua
puncak difenokonazol pada kromatogram, ditentukan jumlah luas puncak
difenokonazol kemudian menentukan rasio luas puncak difenokonazol dengan
luas puncak DCB. Rasio yang diperoleh diintrapolasikan ke dalam persamaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
regresi linier kurva baku yang sudah diperoleh. Kadar residu difenokonazol
dihitung dengan menggunakan persamaan:
y = Bx + A
dimana y merupakan rasio luas puncak analit dengan DCB dan x adalah kadar
analit yang diperoleh.
2. Penentun Laju Disipasi Residu Fungisida Difenokonazol
Laju disipasi residu fungisida difenokonazol merupakan slope hubungan
antara hari vs ln kadar (mg/kg) residu fungisida difenokonazol.
3. Penentuan Waktu-Degradasi (DT50)
DT50 merupakan waktu yang diperlukan residu fungisida difenokonazol
untuk 50% terdegradasi/terdisipasi. DT50 merupakan parameter penting penanda
kecepatan degradasi. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung DT50
adalah :
𝐷𝑇50 =ln 2𝑘
=0,693𝑘
Keterangan : k = laju disipasi (Abdallah, 2014).
4. Penentuan Pre-Harvest Interval (PHI)
Penentuan PHI dilakukan dengan cara menentukan titik potong pada
kurva kadar vs hari setelah aplikasi terakhir antara proses disipasi mulai paling
cepat menuju proses disipasi yang lambat atau bentuk kurva mulai mendatar.
Setelah titik potong ditemukan kemudian menentukan persamaan y = bx + a yang
dihasilkan dari kedua kurva hasil perpotongan dengan menggunakan program
powerfit (Universiteit Utrecht faculteit scheikunde). Kemudian slope antara kedua
persamaan garis dilakukan uji signifikansi dengan uji t (t-test), apabila slope
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
antara garis hasil perpotongan berbeda signifikan maka titik potong tersebut
adalah sebagai PHI (Noegrohati, 2015).
Gambar 2. Penentuan Titik Potong Sebagai PHI (Noegrohati, 2015).
5. Uji Signifikansi Kadar Residu Difenokonazol pada Kulit dan Daging
Buah Melon
Uji signifikansi diawali dengan uji F (p = 0,05) untuk melihat
homogenitas data berdasarkan perbedaan standar deviasi setelah itu dilakukan uji t
(p = 0,05). Perbedaan standar deviasi ini untuk menentukan persamaan yang
digunakan untuk uji t. Rumus uji F:
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆12
𝑆22
Degrees of freedom = n1-1, n2-1
Apabila Fhitung<Ftabel maka standar deviasi tidak berbeda signifikan maka
persamaan uji t yang digunakan adalah :
𝑆2 = (𝑛1−1)𝑆12+(𝑛2−1)𝑆22
(𝑛1+𝑛2−2)
𝑡 = |𝑏1−𝑏2|
𝑠� 1𝑛1+ 1𝑛2
Persamaan regresi linier y = Bx +a
Persamaan regresi linier y = Bx +a
PHI Hari
mg/kg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Degrees of freedom = n1 + n2 – 2
Apabila Fhitung > Ftabel maka standar deviasi berbeda signifikan maka persamaan
uji t yang digunakan adalah :
𝑡 = |𝑏1−𝑏2|
�𝑆12
𝑛1+𝑆22
𝑛2
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 = �𝑆12+𝑆22�𝑆14
𝑛12(𝑛1−1)
+𝑆24
𝑛22(𝑛2−1)
Hasilnya apabila thitung> ttabel artinya berbeda signifikan, begitu juga
sebaliknya (Miller, 2010). Untuk memperoleh data polynomial seperti standar
deviasi slope dan slope dengan cara memplotkan ln kadar terhadap hari ke dalam
software powerfit (Universiteit Utrecht faculteit scheikunde).
6. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi
Residu Difenokonazol pada Ketiga Lahan
Menentukan laju disipasi pada masing-masing lahan dengan program
powerfit (Universiteit Utrecht faculteit scheikunde) dengan cara memplotkan hari
vs ln kadar (mg/kg) residu fungisida difenokonazol sehingga diperoleh data
polynomial. Selanjutnya untuk melihat ada perbedaan yang signifikan atau tidak
pada laju disipasi diketiga lahan dilakukan uji signifikasi menggunakan ANOVA.
Menurut Miller (2010) uji ANOVA meliputi:
a. Menentukan variansi masing-masing kelompok sampel dengan persamaan:
∑(𝑥𝑖 − �̅�2) /(𝑛 − 1) atau variansi = SD2
b. Menentukan within-sample variation dengan persamaan:
∑𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖h
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
c. Menentukan between-sample variation dengan persamaan:
n�(x�i − x�)2i
/(h − 1)
dimana h adalah jumlah kelompok sampel.
d. Melakukan uji F (p = 0,05) satu arah yaitu dengan Fhitung adalah hasil dari
between-sample variation dibagi dengan hasil dari within-sampel variation.
Ftabel adalah (h − 1, h(n − 1)). Apabila Fhitung > Ftabel maka berbeda
signifikan, begitu juga sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel maka tidak berbeda
signifikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
G. Rancangan Penelitian
1. Persiapan dan Perlakuan Lahan Permodelan
Pentuan Lokasi Lahan Melon dan Area Perlakuan
Penanaman Tanaman Melon
Aplikasi formula fungisida difenokonazol pada plot perlakuan
sesuai perhitungan dosis aplikasi
Semprot 1 : Bunga mulai rontok dan muncul bakal buah
Semprot 2 : 10 hari setelah penyemprotan pertama
Semprot 3 : Menjelang panen kematangan ± 75%
Kontrol
Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
2. Pengambilan Sampel Buah Melon
Gambar 3. Diagram Pengambilan Sampel Buah Melon secara Acak Terstratifikasi pada Lahan Perlakuan
100 tanaman melon
Dibagi menjadi 3 bagian
Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3
Pilih 1 buah
secara acak per
hari
Pilih 3 buah
secara acak per
hari
Pilih 1 buah
secara acak per
hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
3. Analisis Residu Difenokonazol pada Buah Melon
Gambar 4. Skema Analisis Residu Difenokonazol Pada Buah Melon
Keseluruhan Daging Kulit
Kadar residu pada keseluruhan, kulit, daging buah melon hasil perlakuan Hipotesis 1
Laju Disipasi pada Tiap Lahan
Menentukan DT50 dan PHI
Hipotesis 2
Hipotesis 3
Clean-up dengan C18
Determinasi dengan GC-ECD
Analisis Data
Kadar residu pada keseluruhan, kulit, daging buah melon kontrol
Analisis Data
Determinasi dengan GC-ECD Ekstraksi
Clean-up dengan C18
Ekstraksi Keseluruhan Daging Kulit
Sampel buah melon
Kontrol Perlakuan
Sampel buah melon diambil pada H-1 dan H0, H+1, H+3, H+5, H+7, H+14
setelah aplikasi terakhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman buah melon sering terkena serangan penyakit yang disebabkan
oleh fungi Colletrotichum sp. yang biasa disebut dengan antraknosa atau penyakit
patek. Salah satu cara penanggulangan serangan antraknosa adalah menggunakan
fungisida sistemik seperti difenokonazol yang banyak digunakan oleh petani yang
dapat mengganggu kesehatan konsumen. Supaya ketersediaan melon dipasaran
tetap terjaga dan aman bagi konsumen maka perlu mengetahui kadar residu
difenokonazol pada buah melon dan pola laju disipasi fungisida difenokonazol
pada kondisi tropis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari laju disipasi dapat
menentukan selang waktu antara aplikasi formulasi fungisida difenokonazol
terakhir dengan saat panen (PHI) sehingga mengetahui waktu panen yang tepat
dengan kadar residu yang sangat rendah dibawah BMR Codex 0,7 mg/kg dan
melon yang dikonsumsi aman bagi masyarakat Indonesia khususnya serta
diterima dalam perdagangan internasional.
Metode analisis yang digunakan untuk menentukan kadar residu
difenokonazol pada buah melon adalah Gas Chromatography Electron Capture
Detector (GC-ECD). Metode analisis ini dilakukan validasi dan optimasi oleh
Devi (2015) dengan rangkaian penelitian uji kesesuaian sistem GC-ECD,
preparasi sampel buah melon, optimasi clean-up SPE C18, dan validasi metode
analisis residu difenokonazol pada buah melon. Kinerja sistem GC-ECD
teroptimasi memberikan kisaran linearitas 0,890 - 0,999 dengan LLMV 7,364
ng/g, IDL (Instrument Detection Limit) 0,01 – 0,07 ng/ml dan IQL (Instrument
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Quatitation Limit) 0,002 µg/g sehingga metode analisis dapat digunakan untuk
memantau kadar residu difenokonazol dibawah BMR FAO/WHO 0,7 mg/kg.
Sedangkan hasil validasi metode analisis residu difenokonazol pada buah melon
dengan adisi pada ekstrak blanko sebelum diinjeksikan ke GC-ECD untuk melihat
kinerja GC memberikan nilai recovery adisi 86 - 91%; recovery adisi sebelum
clean-up dengan SPE C18 sebesar 113-121% dengan kesalahan 8,753 % dan
recovery adisi pada keseluruhan metode analisis sebesar 71-115% sehingga
metode analisis ini memenuhi spesifikasi persyaratan untuk memantau kadar
residu difenokonazol pada buah melon. Setelah dinyatakan valid, peneliti mulai
menyiapkan lahan permodelan tanaman melon yang kemudian diberikan
perlakuan terntentu untuk menetukan kadar residu fungisida difenokonazol.
A. Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon
Terdapat 3 lokasi perkebunan melon yang ada di Daerah Istimewa
Yogyakarta yang dipilih menjadi lahan permodelan yaitu :
1. Terletak di dusun Siliran Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo (110° 10'
18.6276" BT dan -7° 57' 37.206" LS, 16 mdpl).
2. Terletak di dusun Pelemsewu Kelurahan Panggungharjo Kecamatan Sewon
Kabupaten Bantul (110° 21' 40.5936" BT dan -7° 50' 7.8324" LS, 84 mdpl).
3. Terletak di dusun Demangan Lama Kelurahan Wedomartani Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Sleman (110° 26' 13.236" BT dan -7° 43' 6.204"LS,
254 mdpl).
Ketiga lahan permodelan diatas memiliki kondisi geografi yang masing-
masing berbeda pada setiap lahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel III dan IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Berdasarkan data dari BMKG DIY (Nomor Surat KT.401/798/YGI/VI/2015 atas
nama Rushadi Jatmiko) dan analisis tanah dari Pertanian UGM (Nomor Surat
014/T/0117/02/15 atas nama Serlika Rostiana) tersebut ketiga lahan memenuhi
kriteria untuk tumbuh kembang tanaman buah melon dari segala aspek iklim,
media tanam dan ketinggian tempat. Sistem penanaman berbeda-beda pada tiap
lahan dapat dilihat pada Gambar 5, pada lahan lokasi Siliran, Kulonprogo dengan
dibiarkan tanaman melon berada diatas pasir sedangkan sistem penanaman pada
lahan lokasi Panggungharjo, Bantul dan Wedomartani, Sleman dengan ditopang
menggunakan ajir atau tongkat dari bilah bambu. Waktu penanaman buah melon
pada lahan Siliran dan Bantul adalah bulan Januari-Maret 2015 dan waktu
penanaman buah melon pada lahan Sleman adalah bulan Februari-April 2015.
Tabel III. Data Suhu, Curah Hujan, dan Kelembaban (Sumber: BMKG DIY)
Lokasi Rata-rata Suhu (°C)
Rata-rata Kelembaban (%)
Rata-rata Curah Hujan
(mm)
Siliran, Kulonprogo 26,2 85,3 313
Panggungharjo, Bantul 25,3 87,3 275
Wedomartani, Sleman 24,2 80,3 417,3
Tabel IV. Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Tekstur Tanah (Sumber: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM)
Lokasi pH
Tanah
Bahan Organik
(%)
Komposisi Tanah (%) Kelas Tekstur Tanah Lempung Debu Pasir
Siliran, Kulonprogo
6,71 0,54 2,45 7,17 90,37 Pasir
Panggungharjo, Bantul
6,58 2,08 23,84 35,17 40,99 Geluh
Wedomartani, Sleman
6,67 1,09 4,64 19,97 75,39 Pasir
geluhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Pemilihan ketiga lahan permodelan tanaman melon tersebut berdasarkan
beberapa kriteria yaitu:
1. Bibit tanaman buah melon yang digunakan adalah bibit buah melon varietas
Action 434 yang telah menjadi pilihan utama banyak petani melon di Daerah
Istimiwa Yogyakarta. Buah melon varietas Action memiliki ciri-ciri buah
melon yang memiliki jaring (net) pada permukaan kulit buahnya dan
berwarna hijau serta daging buah berwarna hijau kekuningan (Tanindo,
2010).
2. Petani tidak menggunakan pestisida berbahan aktif difenokonazol untuk
mendapatkan kadar residu yang benar-benar dari hasil perlakuan.
3. Setiap lahan memiliki kondisi geografi yang berbeda, dimana kondisi
geografi meliputi jenis tanah, komposisi tanah, curah hujan, suhu, dan
kelembaban.
(1) (2) (3)
Gambar 5. Sistem penanaman buah melon (1) lahan Siliran, Kulonprogo, (2) lahan Panggungharjo, Bantul dan (3) lahan Wedomartani Sleman
Selain ada 100 tanaman melon sebagai sampel perlakuan, diambil juga
sampel yang digunakan sebagai kontrol. Sampel kontrol diharapkan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
mengandung residu difenokonazol sehingga dapat digunakan sebagai pembanding
negatif terhadap sampel perlakuan.
B. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon
Sebelum formula fungisida difenokonazol diaplikasikan ke tanaman
melon, dilakukan kalibrasi penyemprotan terlebih dahulu. Perhitungan dosis
aplikasi berdasarkan luas lahan karena sudah kebiasaan petani dan industri yang
memproduksi formula fungisida pada label berdasarkan luas lahan. Kadar
difenokonazol pada label formula dari PT Syngenta sebesar 125 g/L dengan
aturan pakai maksimum 1 ml/L dengan volume larutan semprot 600 L/ha.
Dengan adanya hasil kalibrasi penyemprotan, dosis formula
difenokonazol di dalam sejumlah volum larutan semprot dapat disemprotkan
merata ke seluruh tanaman melon pada masing-masing lahan sehingga kadar yang
diterima setiap tanaman buah melon sama.
Tabel V. Data Hasil Kalibrasi Penyemprotan
Siliran Kulonprogo
Panggungharjo Bantul
Wedomartani Sleman
Luas lahan 60 m2 22,7 m2 26,6 m2
Volume cairan formulasi hasil
perhitungan 3,6 ml 1,365 ml 2 ml
Volume cairan semprot hasil
kalibrasi 4 liter 4 liter 4 liter
Waktu penyemprotan hasil kalibrasi
3 menit 16 detik (3 putaran),
habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman rata
terkena semprotan
6 menit (3 putaran), habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman
rata terkena semprotan
Kedua plot masing-masing 2 menit 50 detik (1 putaran), habis (tidak ada
sisa), seluruh tanaman rata
terkena semprotan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel VI. Dosis Aplikasi Penyemprotan Fungisida Formulasi Difenokonazol Siliran, Kulonprogo
(luas 60 m2) Panggungharjo, Bantul
(luas 22,7 m2) Wedomartani, Sleman
(luas 26,6 m2) 3,6 𝑚𝑙
4 𝐿� 1,4 𝑚𝑙4 𝐿� 2,0 𝑚𝑙
6 𝐿�
Penyemprotan formula difenokonazol dilakukan sebanyak 3 kali yaitu
penyemprotan pertama ketika bunga pada tanaman melon rontok dan mulai
muncul bakal buah karena pada saat itu jamur sangat mudah tumbuh.
Penyemprotan kedua 10 hari setalah penyemprotan pertama serta penyemprotan
ketiga dilakukan saat buah melon siap panen dengan kematangan mencapai 75%.
C. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan Tanaman
Melon dan Preparasi Sampel Buah Melon
Setelah aplikasi formula difenokonazol yang terakhir, mulai 1 hari
sebelum semprot terakhir (H-1) sampel buah melon diambil, selanjutnya diambil
pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7 dan 14 setelah aplikasi terakhir. Pengambilan sampel
buah melon 75% masak dilakukan secara acak terstratifikasi baik untuk sampel
perlakuan maupun sampel kontrol masing-masing sebanyak 5 buah melon.
Pengambilan sampel acak terstratifikasi adalah pengambilan sampel buah melon
dengan cara mengelompokkan tanaman buah melon pada plot perlakuan menjadi
bagian tepi dan tengah kemudian setiap kelompok masing-masing diambil sebagai
sampel. Melalui pengambilan sampel secara acak terstratifikasi diharapkan sampel
dapat terambil dan mewakili semua kelompok yang ada, sehingga tidak ada
kelompok yang terabaikan (Nasution, 2003). Sampel kontrol diambil lebih dahulu
dari petakan lain yang jaraknya paling jauh dari petakan sampel perlakuan karena
diharapkan dengan jarak yang paling jauh untuk menghindari drifting residu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
difenokonazol sehingga tidak mengandung residu difenokonazol. Drifting
merupakan titik-titik semprot ketika penyemprotan berlangsung ikut terbawa
angin. Pengambilan sebanyak 5 buah tersebut berdasarkan aturan FAO yaitu
untuk pengambilan sampel tanaman dengan buah yang beratnya lebih dari 250
gram, diharuskan mengambil sebanyak 5 buah sampel atau sekurang-kurangnya 2
kg (FAO, 1999).
Sampel diambil menggunakan gunting bersih dan sarung tangan, terlebih
dahulu sampel dibersihkan dengan sikat halus untuk menghilangkan kotoran-
kotoran atau sisa-sisa pasir yang menempel pada permukaan kulit buah melon.
Pembersihan dengan sikat ini dilakukan secara perlahan dan halus supaya
mengurangi terjadinya kehilangan senyawa target yaitu residu fungisida
difeokonazol. Setelah dibersihkan masing-masing sampel buah melon dimasukkan
ke dalam kantong plastik bening dan diberi label kemudian segera dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan preparasi.
D. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol pada Sampel Buah Melon
Sebelum dilakukan penetapan kadar residu difenokonazol, berdasarkan
hasil validasi metode analisis oleh Devi (2015) sampel buah melon melalui proses
preparasi sampel dan homogenisasi dengan diblender tanpa penambahan air
terlebih dahulu kemudian melakukan proses ekstraksi. Homogenisasi sampel
dengan blender tanpa penambahan air karena pada hasil validasi oleh peneliti lain
kandungan kadar air di dalam buah melon adalah 92,224% pada daging buah;
93,782% pada keseluruhan buah dan 93,050% pada kulit buah, sehingga
dipersyaratkan untuk preparasi sampel kadar air lebih dari 80% tidak perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
penambahan air (Anastasiades, 2006). Ekstraksi dilakukan menggunakan
asetonitril dan 4 jenis garam yaitu MgSO4 anhidrat, NaCl, Na3sitrat dan Na2HCitr
berdasarkan metode analisis untuk multiresidu yang sudah ada. MgSO4 anhidrat
digunakan untuk menarik air kemudian adanya NaCl karena kelarutan
difenokonazol kecil di dalam air dan difenokonazol memiliki energi bebas
membentuk rongga di dalam air maka air lebih menarik NaCl kemudian
difenokonazol didesak sehingga keluar dan lebih larut ke dalam asetonitril.
Na3sitrat dan Na2HCitr digunakan sebagai buffer untuk mengontrol pH,
mempertahankan pH sampel antara 4-6 dan pada pH tersebut analit stabil selama
proses dan meminimalkan ko-ekstraktan (Anastasiades, 2006). Adanya
penggojogan dilakukan untuk memecah gumpalan matriks sampel sehingga
gumpalan matriks sampel semakin kecil, luas permukaan akan semakin meningkat
dan kesetimbangan yang optimum akan lebih cepat tercapai. Hasil sentrifugasi
menunjukkan asetonitrik berada di bagian atas dan air berada dibagian bawah
karena massa jeis air lebih besar dari asetonitril. Reekstraksi dilakukan untuk
meminimalisir analit yang masih tertinggal di dalam matriks sampel dan
kesetimbangan akan lebih banyak tercapai.
Setelah diperoleh ekstrak kering hasil ekstraksi selanjutnya sampel
dilakukan proses clean-up dengan SPE C18. Difenokonazol akan terjerap pada fase
diam C18 dengan ikatan lemah agar dapat terelusi dan dengan washing
menggunakan aquabidest analit akan tertahan pada fase diam dan senyawa yang
labih polar akan ikut terelusi. Setelah itu analit dielusi menggunakan metanol
yang akan mengambil analit yang tertahan pada fase diam karena kelarutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
difenokonazol di dalam metanol > 500 g/L. Setelah itu hasil elusi dikeringkan
sehingga diperoleh ekstrak kering yang siap untuk determinasi menggunakan GC-
ECD. Sebelum dilakukan penginjekan ke dalam GC-ECD terlebih dahulu dibuat
seri larutan kurva baku difenokonazol untuk memperoleh persamaan regresi linear
untuk menghitung kadar residu difenokonazol. Kurva baku yang digunakan untuk
menghitung kadar residu difenokonazol pada sampel ekstrak ditunjukkan pada
Gambar 6. Persamaan regresi linear yang diperoleh dari kurva baku adalah y=-
0,08989+3,50422x dengan koefisien korelasi (R2) 0,9977 yang artinya metode
yang digunakan memiliki linearitas yang baik karena memenuhi persyaratan nilai
R2 yaitu ≥ 0,98 (Ahuju, 2005).
Gambar 6. Kurva Baku Standar Difenokonazol
Penetapan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit, daging dan
keseluruhan buah melon dilakukan menggunakan GC-ECD dengan cara
memasukkan rasio luas puncak difenokonazol dengan DCB yang dihasilkan pada
kromatogram kedalam persamaan kurva baku sehingga diperoleh kadar residu
difenokonazol pada sampel. Penetapan kadar dilakukan menggunakan
kromatografi gas karena volatilitas analit yaitu difenokonazol yang ditunjukkan
dalam konstanta Henry’s law yaitu 9,0 x 10-7 Pa m3 mol-1 dimana semakin besar
y = 3.50422x - 0.08989 R² = 0.9977
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Ras
io lu
as p
unca
k D
if/D
CB
massa (ng)
Kurva Baku Standar Difenokonazol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
nilai konstanta Henry maka senyawa semakin cepat menguap (Kenndler, 2004).
Digunakan detektor ECD berdasarkan struktur dari difenokonazol yang
mengandung atom elektronegatif seperti Cl dan O yang mempunyai afinitas
terhadap elektron bebas yang berasal dari sumber radioaktif 63Ni. Gugus
elektronegatif akan menangkap elektron bebas untuk dibawa keluar detektor,
sehingga terjadi pengurangan jumlah elektron dari sistem dan pengurangan jumlah
arus akan direkam dan dianggap sebagai respon kromatogram. Semakin banyak
jumlah atom elektronegatif dalam suatu senyawa maka akan semakin tinggi
respon pada GC-ECD (Grob, 1995).
Kromatogram standar, sampel blangko dan residu difenokonazol yang
dihasilkan pada masing-masing sampel bagian ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 (A) adalah puncak standar DCB (dekaklorobifenil) pada waktu retensi
(tR) sekitar 22-23 menit. DCB digunakan sebagai standar internal saat determinasi
karena untuk mengkoreksi kesalahan hilangnya analit saat determinasi
menggunakan GC-ECD. DCB dipilih sebagai standar internal karena dapat
dideteksi oleh GC-ECD, memiliki waktu retensi yang konstan dan rasio dengan
analit konstan (jika konsentrasi bertambah maka rasio juga naik). Gambar 8
menunujukkan keajegan waktu retensi (tR) antara puncak DCB dengan dua
puncak difenokonazol yaitu ± 22-23 menit dan sekitar 26-28 menit secara
berturut-turut. Respon senyawa difenokonazol adalah munculnya 2 puncak pada
tR sekitar 26-28 menit yaitu ditunjukkan pada Gambar 8 (B). Adanya 2 puncak ini
dikarenakan difenokonazol memiliki struktur diastereoisomer dengan adanya 2
karbon kiral pada strukturnya (Hamilton, 2014). Struktur diastereoisomer
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
difenokonazol dapat dilihat pada Gambar 7. Tanda bintang (*) menunjukkan
karbon kiral dimana pada bagian kiral struktur dapat terjadi perputaran sehingga
terjadi perubahan bentuk molekul yang mengakibatkan difenokonazol memiliki
dua isomer (diastereoisomer). Menurut Spivey (2008) diastereoisomer memiliki
sifat fisika dan kimia yang berbeda sehingga pada kromatogram terdapat dua
puncak difenokonazol. Karena difenokonazol memiliki respon 2 puncak pada GC-
ECD maka kedua luas puncak yang dihasilkan dijumlahkan. Menurut United
States Department of Agriculture (2015) mengenai data program pestisida,
kuantifikasi senyawa yang memiliki puncak banyak (multi-peak) berdasarkan
puncak terbesar atau menjumlahkan semua puncak. Gambar 8 menunjukkan pada
sampel blangko dan daging buah tidak terdapat difenokonazol. Pada penginjekan
standar, sampel kulit buah dan keseluruhan buah terdapat difenokonazol yang
ditunjukkan pada kromatogram (Gambar 8). Tinggi rendahnya puncak
difenokonazol yang dihasilkan pada kromatogram berdasarkan kadar residu
difenokonazol yang terkandung di dalam masing-masing sampel.
Gambar 7. Struktur Diastereoisomer Difenokonazol (Twohig, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gambar 8. Overlay Kromatogram (A) puncak DCB dan (B) puncak difenokonazol
pada GC-ECD
Tabel VII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Siliran Kulonprogo
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar di dalam kulit buah (mg/kg)
Kadar di dalam daging buah
(mg/kg)
H-1 0,003 0,000
H0 0,079 0,002
H+1 0,040 0,000
H+3 0,026 0,000
H+5 0,024 0,000
H+7 0,016 0,000
H+14 0,007 0,002
Kontrol 0,000 0,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel VIII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Panggungharjo Bantul
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar di dalam kulit buah
melon (mg/kg)
Kadar di dalam daging buah
melon (mg/kg)
H-1 0,002 0,000
H0 0,025 0,002
H+1 0,051 0,000
H+3 0,013 0,000
H+5 0,011 0,000
H+7 0,013 0,000
Kontrol 0,000 0,000
Tabel IX. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Wedomartani
Sleman
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar di dalam kulit buah
melon (mg/kg)
Kadar di dalam daging buah
melon (mg/kg)
H-1 0,014 0,000
H0 0,022 0,000
H+1 0,022 0,000
H+3 0,014 0,000
H+5 0,021 0,000
H+7 0,009 0,000
H+14 0,009 0,000
Kontrol 0,011 0,000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Tabel X. Kadar Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah Melon
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar pada buah melon Siliran
(mg/kg)
Kadar pada buah melon Bantul
(mg/kg)
Kadar pada buah melon Sleman
(mg/kg) H-1 0,001 0,001 0,021
H0 0,042 0,013 0,018
H+1 0,022 0,010 0,023
H+3 0,026 0,004 0,016
H+5 0,020 0,002 0,020
H+7 0,012 0,007 0,003
H+14 0,007 - 0,002
Kontrol 0 0 0,011
Kadar residu fungisida difenokonazol di dalam kulit dan daging buah
melon pada masing-masing lahan dan masing-masing hari setelah aplikasi terakhir
dapat dilihat pada Tabel VII, Tabel VIII dan Tabel IX. Penetapan kadar residu
fungisida difenokonazol di dalam kulit dan daging buah melon dilakukan untuk
membuktikan hipotesis 1 yaitu kadar residu difenokonazol rata-rata paling banyak
terdapat di dalam kulit buah melon daripada daging buah bila dilihat langsung.
Untuk membuktikan apakah kadar residu difenokonazol pada kulit lebih besar
daripada di daging buah maka dilakukan uji signifikansi slope antara kadar residu
difenokonazol pada kulit dengan daging buah setiap harinya.
Uji signifikansi diawali dengan uji F untuk melihat perbedaan standar
deviasi kemudian uji signifikansi slope dengan uji t. Hasil uji F antara standar
deviasi kadar residu difenokonazol pada kulit dengan daging buah setiap harinya
dari lahan Siliran adalah Fhitung= 254,56 dan Ftabel=5,05 artinya Fhitung>Ftabel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
sehingga standar deviasi berbeda signifikan dan hasil uji t slope yang dilakukan
adalah thitung=6,352 dan ttabel=180 maka thitung>ttabel sehingga berbeda signifikan,
artinya kadar residu difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di daging
buah dari Siliran. Sedangkan hasil uji F antara standar deviasi kadar residu
difenokonazol pada kulit dengan daging buah setiap harinya dari lahan Bantul
adalah Fhitung= 333,58 dan Ftabel=5,05 artinya Fhitung>Ftabel sehingga standar deviasi
berbeda signifikan dan hasil uji t slope yang dilakukan adalah thitung= 3,154 dan
ttabel=100 maka thitung>ttabel sehingga berbeda signifikan, artinya kadar residu
difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di daging buah dari Bantul.
Dari hasil uji signifikansi baik buah melon dari Siliran maupun Bantul kadar
residu difenokonazol di kulit buah lebih besar daripada di daging buah melon
karena kulit buah terletak paling luar sehingga saat penyemprotan fungisida kulit
buah langsung terkena cairan semprot. Residu difenokonazol di dalam daging
buah melon pada lahan Siliran Kulonprogo terdapat pada hari ke-0 dan hari ke-14
serta di dalam daging buah melon Panggungharjo Bantul terdapat residu
difenokonazol pada hari ke-0 setelah aplikasi terakhir. Adanya residu
difenokonazol pada daging buah melon dari Siliran dan Bantul pada hari ke-0
karena ada sisa residu dari penyemprotan formula fungisida difenokonazol
sebelumnya (penyemprotan 2).
Tabel X adalah kadar residu difenokonazol pada keseluruhan buah melon
dari Siliran, Bantul dan Sleman. Penetapan kadar residu difenokonazol pada
keseluruhan buah dilakukan untuk menetapkan pola laju disipasi residu
difenokonazol pada masing-masing lahan untuk pembuktian hipotesis 2 sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
dasar penentuan PHI (Pre Harvest Interval) (Hamilton, 2014). Secara keseluruhan
data dapat dilihat pada hari sebelum aplikasi terakhir (H-1) mula-mula kadar
residu difenokonazol kecil karena ada sisa-sisa residu difenokonazol hasil
penyemprotan formula difenokonazol aplikasi kedua kemudian kadar residu
meningkat pada hari ke-0 4 jam setelah aplikasi terakhir. Kadar kontrol sampel
buah melon Siliran Kulonprogo dan Panggungharjo Bantul baik pada kulit, daging
maupun keseluruhan buah adalah 0 mg/kg yang artinya pada kontrol tidak
mengandung residu difenokonazol. Kadar residu difenokonazol pada kulit, daging
dan keseluruhan buah melon dari Sleman tidak dapat menggambarkan keadaan
sebenarnya karena kerusakan yang terjadi pada buah melon Sleman akibat
penyakit antraknosa. Kerusakan yang terjadi pada tanaman buah melon dimulai
pada saat sudah muncul buah melon sekitar umur 40 hari yang ditandai dengan
munculnya bercak kecoklatan pada sebagian batang dan daun menyerang pada
hampir seluruh lahan tanaman melon. Ketika buah melon mulai tumbuh
membesar, kebanyakan buah yang terbentuk tidak terdapat jaring (net) tidak
seperti buah melon yang semestinya dan banyak buah yang mengalami
pembusukan. Namun, secara kasat mata dapat dilihat kadar residu difenokonazol
di kulit lebih besar daripada di dalam daging buah karena pada daging buah per
hari setelah aplikasi terakhir tidak terdapat residu difenokonazol. Selanjutnya pada
kontrol terdapat residu difenokonazol karena petani juga menyemprotkan
fungisida yang mengandung difenokonazol pada seluruh lahan melon akibat
serangan antraknosa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
E. Hilangnya Residu Difenokonazol ke dalam Daging Buah Melon
Disipasi adalah proses hilangnya residu fungisida difenokonazol pada
buah melon yang disebabkan karena penguapan, pencucian, pelapukan, degradasi,
absorbsi atau peluruhan ke medium lainnya. Laju disipasi karena adanya absorpsi
ke dalam daging buah dilihat dari penurunan kadar residu fungisida difenokonazol
pada kulit dan daging buah melon pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7, 14 setelah aplikasi
terakhir fungisida difenokonazol. Laju disipasi didapat dengan cara memplotkan
antara ln kadar rata-rata residu difenokonazol (mg/kg) vs hari setelah aplikasi
terakhir sehingga diperolah persamaan y=bx+a. Slope (kemiringan) pada
persamaan yang diperoleh menunjukkan laju disipasi.
Persamaan pada Gambar 9 menunjukkan laju disipasi terjadi pada kulit
buah melon Siliran yaitu sebesar 0,153/hari. Pada daging buah melon Siliran tidak
terjadi disipasi karena residu difenokonazol hanya terdapat pada hari ke-0 setelah
aplikasi terakhir yang diakibatkan dari sisa penyemprotan kedua setelah itu residu
difenokonazol terdapat pada daging buah melon pada hari ke-14 setelah aplikasi
terakhir yang artinya terjadi penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam
daging buah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Gambar 9. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Siliran Kulonprogo
Persamaan pada Gambar 10 menunjukkan laju disipasi pada kulit buah
melon Bantul sebesar 0,165/hari dan laju disipasi pada daging buah tidak
ditentukan karena residu difenokonazol pada daging buah melon Bantul hanya
terdapat pada hari ke-0 setelah aplikasi terakhir akibat sisa penyemprotan 2 dan
tidak terdapat residu difenokonazol pada hari selanjutnya artinya tidak terjadi
penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam daging buah melon dari Bantul.
Gambar 10. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan
Panggungharjo Bantul
Pada Gambar 11 laju disipasi residu difenokonazol pada kulit buah
melon adalah 0,068/hari dan pada daging buah karena tidak terdapat residu
y = -0.1532x - 2.9338 R² = 0.9151
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
00 5 10 15
Ln m
g/kg
Hari
Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Siliran
Kulit
Daging
Linear(Kulit)
y = -0.1655x - 3.4477 R² = 0.5389
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
00 2 4 6 8
Ln m
g/kg
Hari
Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Bantul
Kulit
Daging
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
difenokonazol maka laju disipasi residu difenokonazol pada daging buah tidak
dapat ditentukan artinya sama sekali tidak terjadi penetrasi residu difenokonazol
dari kulit buah ke dalam daging buah. Tidak terjadi penetrasi diduga disebabkan
karena kerusakan yang terjadi pada buah melon dari Sleman ini dimana terjadi
perubahan pada tekstur buahnya.
Gambar 11. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan
Wedomartani Sleman
F. Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi Residu
Difenokonazol dalam Sampel Buah Melon
Daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir
seragam. Namun adanya perbedaan geografi seperti perbedaan ketinggian tempat
di atas permukaan laut (dpl) menimbulkan perbedaan cuaca secara keseluruhan
pada tempat tersebut. Unsur cuaca dan iklim tersebut adalah suhu, kelembaban
dan curah hujan serta jenis tanah. Pada dataran rendah ditandai dengan suhu
lingkungan yang tinggi sedangkan dataran tinggi ditandai dengan menurunnya
suhu udara dan peningkatan curah hujan (Andrian, 2014). Pengaruh kondisi
geografi terhadap laju disipasi residu difenokonazol dapat dilihat dari aspek curah
y = -0.0687x - 3.8585 R² = 0.6503
-6
-5
-4
-3
-2
-1
00 5 10 15
Ln m
g/kg
Hari
Kurva Disipasi Difenokonazol Sleman
Kulit
Daging
Linear(Kulit)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
hujan, suhu udara, kelembaban dan jenis tanah pada masing-masing lahan tempat
tanam buah melon.
Gambar 12. Kurva Disipasi Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah Melon
Pada kurva disipasi residu difenokonazol plot antara ln kadar residu
difenokonazol (mg/kg) vs hari setelah aplikasi terakhir diperoleh persamaan kurva
y=bx + a dimana b adalah laju disipasi residu difenokonazol. Untuk membuktikan
pengaruh kondisi geografi terhadap laju disipasi maka dilakukan uji signifikansi
slope antara laju disipasi pada lahan Siliran, Bantul dan Sleman dengan ANOVA.
Uji signifikansi diawali dengan uji within-sample variation dengan hasil
0,00625 dan uji between-sample variation dengan hasil 0,000965. Selanjutnya uji
F satu arah yaitu perbandingan antara within-sample variation dengan between-
sample variation dengan hasil 0,1544 serta Ftabel (2, 15) adalah 3,682. Berdasarkan
perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung<Ftabel yang artinya tidak berbeda
signifikan. Berdasarkan hasil uji ANOVA tersebut kondisi geografi tidak
mempengaruhi laju disipasi residu difenokonazol.
Terjadinya laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon dari
Siliran Kulonprogo dapat disebabkan terjadinya biodegradasi oleh
y = -0.1186x - 3.4051 R² = 0.9014
y = -0.1618x - 4.6248 R² = 0.3497
y = -0.1784x - 3.7297 R² = 0.788 -7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
00 5 10 15
Ln
mg/
kg
Hari
Kurva Disipasi Difenokonazol Keseluruhan Buah Melon
Siliran
Bantul
Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
mikroorganisme melalui paparan tanah karena tanaman melon yang dekat dengan
tanah, fotodegradasi dan tercuci oleh air hujan (curah hujan di lahan Siliran
sebanyak 313 mm lebih besar daripada di lahan Bantul sebanyak 275 berdasarkan
BMKG). Difenokonazol diketahui tidak volatil pada lingkungan sehingga tinggi
atau rendahnya suhu tidak berpengaruh terhadap hilangnya residu difenokonazol
karena penguapan namun mungkin terjadi proses fotodegradasi (Anonim1, 2015).
Hilangnya residu difenokonazol pada buah melon Sleman dapat disebabkan
tercuci oleh air hujan karena curah hujan di Sleman paling tinggi 417,3 mm.
Namun karena kadar residu difenokonazol tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya maka laju disipasi juga tidak dapat menggambarkan keadaan
sebenarnya. Laju disipasi residu difenokonazol pada sampel buah melon dari
Panggungharjo Bantul dapat disebabkan biodegradasi oleh mikroorganisme yang
tumbuh di lingkungan karena kelembaban udara di Panggungharjo Bantul paling
tinggi yaitu 87,3 % dibandingkan dengan Siliran Kulonprogo yaitu 85,3 %.
Menurut Gardner (2015) degradasi residu pestisida oleh mikroba dapat meningkat
pada kondisi yang lembab, serta mikroba membutuhkan air untuk tumbuh
sehingga daerah lembab yang berarti memiliki kandungan air yang banyak rentan
terhadap pertumbuhan mikroba (Thompson, 2015). Kelembaban pada lahan
Bantul yang tinggi menyebabkan mikroorganisme tumbuh pada lingkungan dan
dapat mendegradasi residu difenokonazol pada buah melon. Menurut Hamilton
(2014) difenokonazol dapat terdegradasi oleh mikroorganisme secara aerob
dengan reaksi seperti pada Gambar 13. Selain itu hilangnya residu difenokonzol
dapat disebabkan adanya adsorpsi residu difenokonazol dengan tanah karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
difenokonazol teradsorpsi kuat dengan tanah (Anonim, 2012). Oleh karena itu
dengan tingginya jumlah bahan organik pada lahan Bantul menyebabkan
mikroorganisme di tanah tumbuh baik sehingga mikroorganisme dapat
mendegradasi residu difenokonazol di tanah.
Gambar 13. Degradasi difenokonazol oleh mikroorganisme secara aerob (Hamilton, 2014).
G. Asesmen Paparan Residu Difenokonazol pada Buah Melon
Setelah mengetahui pola laju disipasi residu difenokonazol pada buah
melon selanjutnya menentukan waktu degradasi (DT50) yaitu waktu yang
dibutuhkan residu difenokonazol 50% terdegradasi. Waktu degradasi (DT50)
ditentukan dengan cara memasukkan slope (laju disipasi) pada keseluruhan buah
melon yang diperoleh ke dalam persamaan berikut:
𝐷𝑇50 =0,693𝑘
DT50 menandakan kecepatan degradasi residu difenokonazol. Dari data yang
diperoleh waktu degradasi pada sampel keseluruhan buah melon dari lahan
Panggungharjo Bantul dengan DT50 4,304 hari serta pada sampel keseluruhan
buah melon dari lahan Siliran Kulonprogo dengan DT50 5,873 hari. Data waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
degradasi (DT50) yang diperoleh pada sampel kulit buah melon dari lahan
Panggungharjo Bantul yaitu 4,2 hari. Secara keseluruhan data dapat dilihat
kecepatan degradasi residu difenokonazol pada buah melon di Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah 4-5 hari.
Tabel XI. DT50 Residu Difenokonazol Pada Buah Melon DT50 (hari) Siliran
Kulonprogo Panggungharjo
Bantul Wedomartani
Sleman Kulit 4,529 4,200 10,191 Whole 5,873 4,304 3,893 Daging - - -
Selain menetapkan waktu degradasi (DT50) juga ditentukan Pre-Harvest
Interval (PHI) yaitu jumlah hari yang harus dilewati residu fungisida
difenokonazol antara aplikasi terakhir fungisida sampai pada saat panen sehingga
dapat mengetahui waktu panen yang tepat yaitu dengan kadar residu
difenokonazol dibawah BMR 0,7 mg/kg berdasarkan CODEX FAO/WHO. PHI
ditentukan melalui titik potong pada kurva kadar vs hari setelah aplikasi terakhir
pada sampel buah melon keseluruhan (whole) karena sesuai dengan aturan pada
BMR dan juga saat setelah aplikasi residu difenokonazol langsung terpenetrasi ke
dalam daging buah melon dan daging buah melon tersebut yang dikonsumsi
manusia (Hamilton, 2014). Titik potong ditentukan dengan melihat kurva kadar vs
hari setelah aplikasi terakhir yang terbentuk, apabila pada satu titik bentuk kurva
berbentuk menurun kemudian mulai mendatar yang artinya laju disipasi mulai
berjalan lambat serta masih memenuhi LOQ maka titik tersebut menjadi titik
potong. Titik potong tidak diambil pada kurva yang mendatar karena pada daerah
tersebut artinya laju disipasi yang terjadi berjalan sangat lambat dan tidak dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
ditentukan kapan laju disipasi tersebut akan berhenti atau residu difenokonazol
benar-benar hilang.
Gambar 14. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran
Tabel XII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran Hasil Perpotongan
thitung Α ttabel Kesimpulan
13,25784 0,05 2,132 Berbeda signifikan
Gambar 15. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul
y = -0.00422x + 0.040 R² = 0.984
y = -0.00071x + 0.016 R² = 1
0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0 5 10 15
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Siliran
H0 - H7
H7 - H14
Linear (H0 - H7)
Linear (H7 - H14)
y = -0.00225x + 0.012 R² = 0.948
y = 0.0025x - 0.010 R² = 1
0.000
0.005
0.010
0.015
0 2 4 6 8
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Bantul
H0 - H5
H5 - H7
Linear (H0 -H5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Tabel XIII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul Hasil Perpotongan
thitung Α ttabel Kesimpulan 56742,84 0,05 2,132 Berbeda signifikan
Gambar 16. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah
Melon Sleman
Tabel XIV. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Sleman Hasil Perpotongan
thitung Α ttabel Kesimpulan 2.57005 0,05 2,132 Berbeda signifikan
Pada Gambar 14 dan Gambar 16 kurva kadar vs hari residu
difenokonazol pada buah melon Siliran dan Sleman, kurva mulai akan mendatar
pada titik hari ke-7 setelah aplikasi terakhir sehingga hari ke-7 dijadikan sebagai
titik potong. Sedangkan pada Gambar 15 kurva kadar vs hari residu difenokonazol
pada buah melon Bantul kurva mulai mendatar pada titik hari ke-5 setelah aplikasi
terakhir karena interval waktu pengambilan sampel buah melon Bantul hanya
sampai hari ke-7 sehingga hari ke-5 dijadikan sebagai titik potong untuk
menentukan PHI buah melon lahan Bantul. Setelah menentukan titik potong maka
diperoleh 2 kurva hasil perpotongan yang dapat diketahui slope masing-masing
y = -0.0028x + 0.026 R² = 0.670
y = -0.00014x + 0.004 R² = 1
0.000
0.005
0.010
0.015
0.020
0.025
0 5 10 15
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Sleman
H0 - H7
H7 - H14
Linear (H0 - H7)
Linear (H7 - H14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
kemudian melakukan uji t untuk melihat signifikansi antara kedua slope tersebut.
Jika berbeda signifikan maka titik potong dapat digunakan sebagai waktu panen
(PHI). Dari hasil data tersebut diperoleh waktu panen yang tepat saat PHI buah
melon dari Siliran dan Sleman adalah 7 hari setelah aplikasi terakhir dan PHI
buah melon Bantul adalah 5 hari setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol.
Sebagai referensi waktu degradasi (DT50) residu difenokonazol pada
buah anggur dari Italia yang beriklim subtropis adalah 15 hari dengan PHI 21
hari, buah apel dari Prancis yang beriklim subtropis DT50-nya 693 hari dengan
PHI 14 hari, buah papaya dari Brazil yang beriklim tropis DT50-nya 6 hari dengan
PHI 14 hari, dan buah mangga dari Brazil DT50-nya 5 hari dengan PHI 7-9 hari
(Hamilton, 2014). Artinya iklim tropis memang berpengaruh terhadap kecepatan
degradasi (DT50) maupun waktu panen (PHI) dimana waktu degradasi maupun
laju disipasi pada daerah subtropis lebih lambat.
H. Penilaian Terhadap Keamanan Konsumen
Dari hasil PHI yang diperoleh waktu panen yang tepat untuk buah melon
lahan Siliran Kulonprogo adalah 7 hari dengan kadar residu difenokonazol sebesar
0,012 mg/kg; waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Panggungharjo
Bantul adalah 5 hari dengan kadar residu difenokonazol sebanyak 0,002 mg/kg,
dan waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Wedomartani Sleman adalah
7 hari dengan kadar residu difenokonazol sebesar 0,003 mg/kg. Dari hasil tersebut
menunjukkan bahwa waktu panen yang tepat untuk buah melon Daerah Istimewa
Yogyakarta rata-rata adalah 5-7 hari dengan kadar residu difenokonazol yang
sangat rendah dibawah BMR Codex 0,7 mg/kg yang sudah ditetapkan pada tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
2014, sehingga aman dikonsumsi oleh manusia dan sesuai dengan label
penggunaan difenokonazol dari Syngenta yaitu penggunaan dilakukan 7 hari
sebelum waktu panen (PHI).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kadar residu difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di dalam
daging buah melon.
2. Kondisi geografi tempat tanam tidak mempengaruhi laju disipasi dengan hasil
relatif sama secara statistik antara laju disipasi residu difenokonazol pada
buah melon di Bantul yaitu 0,161/hari, laju disipasi residu difenokonazol
pada buah melon di Siliran yaitu 0,118/hari dan laju disipasi residu
difenokonazol pada buah melon di Sleman yaitu 0,178/hari dengan PHI 7 hari
untuk buah melon di Siliran dan Sleman serta 5 hari untuk buah melon di
Bantul.
3. Kadar residu difenokonazol pada buah melon yang dipanen saat PHI berada
dibawah nilai MRL Codex yaitu 0,7 mg/kg (kadar residu Siliran 0,012 mg/kg,
Bantul 0,002 mg/kg, Sleman 0,003 mg/kg) sehingga buah melon di Daerah
Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi manusia.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai laju disipasi residu difenokonazol pada
buah melon diberbagai tempat di luar Daerah Istimewa Yogyakarta di
Indonesia.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai laju disipasi residu difenokonazol pada
tanah tempat tanam melon.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
3. Perlu penambahan interval waktu pengambilan sampel buah melon yang lebih
panjang dan mempersempit selang waktu pengambilan sampel buah melon
sehingga waktu PHI yang didapatkan lebih akurat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Abby, M., 2015, Potensi Indonesia sebagai Eksportir Buah Tropis,
http://solusibisnis.co.id/potensi-indonesia-sebagai-eksportir-buah-tropis.html, diakses tanggal 20 Agustus 2015.
Abdallah, O. I., Almaz, M. M., Arief, M. H., El-Aleem, A. E. H. A., 2014, Behaviour of Chlorfenapyr and Difenoconazole Residues in/on Grapes (Vitis vinifera L.), Nature and Science, 12 (1), pp. 51.
Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, volume 6, Elsevier, Inc., USA, p. 192.
Anastassiades, M., The QuEChERS Method –Background Informationand Recent Developments, Community Reference LaboratoryPesticide Residuesusing Single Residue Methods,Stuttgart, pp. 50, 66.
Andrian, Supriadi, Marpaung, P., 2014, Pengaruh Keringgian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Heven brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan, Jurnal Online Agroekoteknologi, 2 (3), 981-989.
Anonim, 2012, Material Safety Data Sheet Difenoconazole 25% EC, Tagros. Anonim, 2014, Distanak Banten Dorong Petani Tanam Melon Golden,
http://www.antarabanten.com/berita/21637/distanak-banten-dorong-petani-tanam-melon-golden, diakses tanggal 21 November 2015.
Anonim1, 2014, Difenoconazole Stereoisomeric Composition with Reduced Phytotoxicity, Patent WO2014118127A1, http://www.google.com/patents/WO2014118127A1?cl=en, diakses tanggal 21 November 2015.
Anonim1, 2015, Difenoconazole (Ref: CGA 169374), University of Hertfordshire, http://sitem.herts.ac.uk/aeru/ppdb/en/Reports/230.htm, diakses tanggal 15 November 2015.
Anonim2, 2015, Pesticide Wise; Environmental Fate, http://www.agf.gov.bc.ca/pesticides/c_2.htm, diakses tanggal 19 November 2015.
Badan Pusat Statistik DIY, 2014, Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, BPS, Yogyakarta, pp. 1.
CAC (Codex Alimentarius Comission), 2014, Pesticide Residues in Food and Feed, http://www.codexalimentarius.org/standards/pestres/pesticide-detail/en/?p_id=224, diakses tanggal 13 November 2015.
Devi, F. S., 2015, Validasi Metode Analisis, Residu Difenokonazol dalam Buah Melon (Cucumis melo L.), Skripsi.
Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 1-5.
European Food Safety Authority (EFSA), 2011, Conclusion on the Peer Review of the Pesticide Risk Assessment of the Active Substance Difenoconazole, EFSA Journal, 9 (1), 22-23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Fitri, M., Nurdin, A., dan Warnita, 2011, Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Nutrifarm AG terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon (Cucumis melo L.), Jerami, 4 (3), 148-149.
Food and Agriculture Organization, 1999, Recommended Methods of Sampling for The Determination of Pesticide Residue for Compliance With MRLs, CAC/GL, 33, pp. 8.
Gardner, R., 2015, Understanding the Fate of Pesticide After Application, http://pesticidestewardship.org/water/Pages/FateofPesticides.aspx, diakses tanggal 29 November 2015.
Grob, L.R., 1995, Modern Practice of Gas Chromatography, John Wiley and Sons Inc., New York. pp. 291-295
Hamilton, D. J., 2014, Difenoconazole (224), http://www.fao.org/fileadmin/templates/agphome/documents/Pests_Pesticides/JMPR/Evaluation07/Difenoconazole.pdf, diakses tanggal 9 Mei 2014.
Kementrian Riset dan Teknologi RI, 2015, Tentang Budidaya Pertanian Melon, http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/melon.pdf, diakses tanggal 21 November 2015.
Kurnianti, N., 2013, Penyakit Patek atau Antraknosa, http://www.tanijogonegoro.com/2013/09/patek-antraknosa.html, diakses tanggal 12 November 2015.
Miller, J. N., Miller, J. C., 2010, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, Sixth Edition, Pearson Education Limited, UK, pp. 39-40.
Nasution, R., 2003, Teknik Sampling, USU digital library, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, pp. 3-4.
Noegrohati, S., 2008, Pelatihan Pengambilan Contoh dan Analisis Multiresidu Pestisida, Peningkatan SDM BPMPT, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Yogyakarta.
Noegrohati, S., 2015, Wawancara Pribadi. Nuryanto, H., 2007, Budi Daya Melon, Azka Press, Jakarta, pp. 46, 47, 95. Oktara, N., 2014, Hama dan Penyakit Tanaman Melon,
http://www.petanihebat.com/2014/05/hama-dan-penyakit-tanaman-melon.html, diakses tanggal 21 November 2015.
Putra, Y. M. P., 2015, Indonesia Miliki 94 Varitas Melon Unggulan, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/08/12/nsz7n4284-indonesia-miliki-94-varietas-melon-unggulan, diakses tanggal 12 November 2015.
Redaksi Agromedia, 2007, Budi Daya Melon, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 5. Roe, M., Church, S., Pinchen, H., Finglas, P., 2013, Nutrient Analysis of Fruit and
Vegetables; Analytical Report, Institute of Food Research, UK, pp. 65. Samadi, B., 2007, Melon; Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen, Kanisius,
Yogyakarta, pp. 13-17. Sree, K. S., Varma, A., 2015, Biocontrol of Lepidopteran Pests; Use of Soil
Microbes and their Metabolites, Springer International Publishing, Switzerland, pp. 146.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Spivey, A., 2008, Chemistry I (Organic); Stereochemistry; Diastereomers, http://www.ch.ic.ac.uk/local/organic/tutorial/ACS4.pdf, diakses tanggal 13 November 2015.
Sudarmo, S., 1991, Pestisida, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, pp. 9. Sumardiyono, C., 2013, Pengantar Toksikologi Fungisida, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, pp. 6-9, 29, 32, 54-60, 88-91, 94-96. Tanindo, 2010, Enggan Beralih dari Action, 11 (2), Edisi XXXIX,
http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=366:enggan-beralih-dari-action&catid=387:enggan-beralih-dari-action&Itemid=101, diakses tanggal 12 November 2015.
Tortensson, L., 1985, Behaviour of Glyphosate in Soils and Its Degradation, Eds. The Herbicide Glyphosate, Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala, Sweden, pp. 137-150.
Twohig, M., 2013, Enantiomeric and Diastereomeric Resolutions of Chiral Pesticides by ACQUITY UPC2 with UV Detection, Application Note, pp. 3.
United States Department of Agriculture, 2015, United States Department of AgricultureAgricultural Marketing Service, Science & Technology, Pesticide Data Program, US, pp 8-29.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lampiran 1. Sertifikat Analisis Standar Difenokonazol dan Formulasi Difenokonazol Donasi dari PT Syngenta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Lampiran 2. Kemasan Benih dan Determinasi Buah Melon Varietas Action
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 3. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Siliran Kulonprogo dari BMKG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 4. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Wedomartani Sleman dari BMKG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 5. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Panggungharjo Bantul dari BMKG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 6. Data Curah Hujan dari BMKG
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Lampiran 7. Data Analisis Tanah dari Pertanian UGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 8. Label Penggunaan Formulasi Difenokonazol Syngenta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 9. Kalibrasi Penyemprotan dan Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Difenoconazole Donasi dari PT Syngenta
Aturan pakai pada label untuk melon : 0,5 – 1 ml/L
Dosis maksimum : 600 L/ha
Lokasi Lahan I : Siliran, Kulonprogo
A. Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Fungisida Difenokonazol Lahan
Siliran Kulonprogo
Luas lahan perlakuan : 20 meter × 3 meter = 60 m2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡 = 60 𝑚2
10000 𝑚2 × 600 𝐿 = 3,6 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑐𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛
= 3,6 𝐿 × 1 𝑚𝑙𝐿� = 3,6 𝑚𝑙
Dosis semprot untuk lahan Siliran adalah 3,6 𝑚𝑙3,6 𝐿�
B. Kalibrasi Penyemprotan Lahan Siliran Kulonprogo
Kecepatan berjalan pelan-pelan biasa
Percobaan 1 : isi sprayer 5 liter
Waktu 1 menit 30 detik (1 putaran)
Waktu 3 menit 90 detik (3 putaran)
Sisa dalam sprayer 3,620 ml
Percobaan 2 : isi sprayer 5 liter
Waktu 3 menit (4 putaran)
Sisa 2,2 ml
Percobaan 3 : isi sprayer 5 liter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Waktu 3 menit 35 detik (3 putaran)
Habis (tidak ada sisa)
Percobaan 4 : isi sprayer 3,6 liter
Waktu 3 menit 20 detik (3 putaran kurang ¼ sisa lahan
yang belum terkena)
Habis (tidak ada sisa)
Percobaan 5 : isi sprayer 4 liter
Waktu 3 menit 16 detik (3 putaran)
Habis (tidak ada sisa) tetapi seluruh tanaman rata terkena semprotan
C. Dosis Semprot Fungisida Difenokonazol Pada Lahan Perlakuan
Perhitungan volume cairan amistar Top : 3,6 ml
Volume cairan semprot hasil kalibrasi : 4 liter
Dosis semprot : 3,6 𝑚𝑙4 𝐿�
Lokasi Lahan 2 : Panggungharjo, Bantul
A. Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Fungisida Difenokonazol Lahan
Panggungharjo Bantul
Luas lahan perlakuan : 22,75 meter × 1 meter = 22,75 m2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡 = 22,75 𝑚2
10000 𝑚2 × 600 𝐿 = 1,365 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑐𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛= 1,365 𝐿 × 1 𝑚𝑙
𝐿� = 1,365 𝑚𝑙
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Dosis semprot untuk lahan Bantul adalah 1,365 𝑚𝑙1,365 𝐿�
B. Kalibrasi Penyemprotan Lahan Panggungharjo Bantul
Kecepatan berjalan pelan-pelan biasa
Percobaan 1 : isi sprayer 4 liter
Waktu 5 menit 30 detik (3 putaran)
Sisa
Percobaan 2 : isi sprayer 4 liter
Waktu 6 menit (3 putaran)
Habis (tidak ada sisa) tetapi seluruh tanaman rata terkena semprotan
C. Dosis Semprot Fungisida Difenokonazol Pada Lahan Perlakuan
Perhitungan volume cairan amistar Top : 1,365 ml ≈ 1,4 𝑚𝑙
Volume cairan semprot hasil kalibrasi : 4 liter
Dosis semprot : 1,4 𝑚𝑙4 𝐿�
Lokasi Lahan 3 : Wedomartani, Sleman
A. Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Fungisida Difenokonazol Lahan
Wedomartani Sleman
Luas lahan perlakuan : 14 meter × 1,9 meter = 26,6 m2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡 = 26,6 𝑚2
10000 𝑚2 × 600 𝐿 = 1,596 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑐𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛= 1,596 𝐿 × 1 𝑚𝑙
𝐿� = 1,596 𝑚𝑙 ≈ 2 𝑚𝑙
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Dosis semprot untuk lahan Wedomartani adalah 1,596 𝑚𝑙1.596 𝐿�
B. Kalibrasi Penyemprotan Lahan Panggungharjo Bantul
Kecepatan berjalan pelan-pelan biasa
Percobaan 1 : isi sprayer 6 liter
Waktu 2 menit 50 detik (1 putaran pada bedeng 1)
Waktu 2 menit 50 detik (1 putaran pada bedeng 2)
Habis (tidak ada sisa) tetapi seluruh tanaman rata terkena semprotan
C. Dosis Semprot Fungisida Difenokonazol Pada Lahan Perlakuan
Perhitungan volume cairan amistar Top : 1,596 𝑚𝑙 ≈ 2 𝑚𝑙
Volume cairan semprot hasil kalibrasi : 6 liter
Dosis semprot : 2 𝑚𝑙6 𝐿�
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 10. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman Akibat Penyakit Antraknosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 11. Cara Pemotongan Sampel Buah Melon
Setelah sampel buah melon diambil dari lahan kemudian segera dibawa ke
laboratorium, dipotong menjadi 2 bagian dan setengah buah melon untuk analisis.
½ bagian yang satu dipotong lagi menjadi dua
dan ½ bagian yang lain dibuang
Bagian buah yang dipotong dari ½ bagian dipotong menjadi 2 lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Potongan yang
terpilih untuk
analisis
Potongan 1 (1/4)
digunakan untuk
sampel whole
Potongan 1 (1/4) yang
lain digunakan
untuk sampel kulit dan daging
Bagian buah yang dipotong dari ½ bagian dipotong menjadi 2 lagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Sampel Buah Melon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Residu, Laju Disipasi, dan Pre-
Harvest Interval (PHI)
A. Contoh Perhitungan Kadar
Karena pada kromatogram difenokonazol memiliki 2 puncak sehingga
didapatkan 2 luas puncak maka luas puncak difenokonazol dijumlahkan
kemudian baru ditentukan rasionya dengan DCB. Penentuan kadar ekstrak
yang terukur dengan cara memasukkan rasio luas puncak dalam persamaan
kurva baku sebagai y. Sehingga didapatkan nilai x yang merupakan kadar
ekstrak yang terukur.
y = bx + a
y = rasio luas puncak
x = Cekstrak (ng/2µl)
Setelah mendapatkan kadar dalam ekstrak, maka menghitung kadar residu
dalam sampel dengan persamaan:
𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
𝐶𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑉𝑖𝑛𝑗
× 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑃
𝑚
Keterangan:
Csampel : kadar dalam sampel (ng/g)
Cekstrak : kadar dalam ekstrak (ng/2µl)
Vinj : volume injeksi (µl)
Vsampel : volume sampel (µl)
P : faktor pengenceran
m : berat sampel (g)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Contoh:
Sampel buah melon diambil pada hari ke-1 setelah aplikasi terakhir kemudian
dibawa ke laboratorium untuk dipreparasi (homogenisasi). Sampel hasil
homogenisasi ditimbang sebanyak 5 gram untuk segera dilakukan ekstraksi.
Esktrak kering hasil clean up dilarutkan dengan 200µl hexan kemudian
dilakukan pengenceran dengan mengambil sebanyak 40 µl dari larutan
tersebut, lalu di add 200 µl hexan dan setelah itu diinjeksikan ke dalam GC
sebanyak 2 µl. Setelah diinjeksikan, pada kromatogram diperoleh luas puncak
DCB 24194,8; luas puncak difenokonazol 8276,8 dan 18714,5. Berapa kadar
residu difenokonazol pada hari ke-1 setelah aplikasi terakhir tersebut?
Diketahui:
Persamaan kurva baku = y = -0.08989 + 3.50422 x
Luas puncak DCB = 24194,8
Luas puncak difenokonazol 1 = 8276,8
Luas puncak difenokonazol 2 = 18714
- Luas puncak difenokonazol = 8276,8 + 18714 = 26991,3
Rasio = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑘𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝐷𝐶𝐵
= 26991,324194,8
= 1,1156
- Cekstrak
y = -0.08989 + 3.50422 x
1,1156 = -0.08989 + 3.50422 x
x = 0,34401 ng/2µl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
- Csampel
Vinj = 2 µl
Vsampel = 200 µl
P = 200 40
m = 5 gram
𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =0,34401
2 × 200 × 200405
Csampel = 344,01 ng/g
B. Contoh Penentuan Laju Disipasi
Setelah didapatkan kadar sampel dengan satuan ng/g kemudian dikonversikan
satuannya hingga menjadi mg/kg seperti pada contoh berikut:
Hari Rata-rata Kadar Residu Difenokonazol
pada Sampel C whole (ng/g)
C whole (mg/kg)
Ln C whole
H-1 1,333 0,001 -6,62067
H0 41,773 0,042 -3,1755
H+1 22,186 0,022 -3,80829
H+3 25,638 0,026 -3,66367
H+5 20,198 0,020 -3,90215
H+7 11,768 0,012 -4,44237
H+14 6,760 0,007 -4,99677
Selanjutnya memplotkan antara hari dengan ln kadar sehingga diperoleh
kurva laju disipasi dengan persamaan y = bx + a dimana b (slope) adalah
laju disipasi dengan satuan hari-1 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
C. Penentuan PHI
- Pada kurva laju disipasi ditentukan titik potongnya
- Analisis kedua slope dengan software power fit
H0 – H7 : Polynomial Degree is: 1 , based on 4 data points (#1 to #4) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.04084 - 0.00422 x higher degree is no significant improvement: F(1,1,95.0%) = 161.448 > F_obs = 1.949 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 4.08411E-002 1.60650E-003 3.39299E-002 4.77523E-002 a1 -4.22430E-003 3.52672E-004 -5.74150E-003 -2.70709E-003 Variance Y, S^2 = 3.327102804E-006 Covariance matrix of Coefficients: 2.58084E-006 -4.66416E-007
y = -0.1186x - 3.4051 R² = 0.9014 -6
-5
-4
-3
-2
-1
00 5 10 15
Ln m
g/kg
Hari
Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Siliran
y = -0.0042x + 0.0406 R² = 0.9841
y = -0.0007x + 0.0168 R² = 1 0.000
0.010
0.020
0.030
0.040
0.050
0 5 10 15
Kada
r mg/
kg
Hari
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Siliran
H0 - H7
H7 - H14
Linear (H0 - H7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
-4.66416E-007 1.24378E-007 Correlation Coefficient: -0.99310 x value at y = 0: 9.668 Std.Dev.: 0.539 Range: 7.3E+000 < x0 < 1.2E+001 H7-H14:
Polynomial Degree is: 1 , based on 2 data points (#4 to #5) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.01700 - 0.00071 x Polynomial fits data exactly Correlation Coefficient: -1.00000
- Uji signifikansi slope dua kurva hasil perpotongan dengan uji t
thitung Α ttabel Keterangan
13,25784 0,05 2,132 Berbeda signifikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Lampiran 14. Contoh Uji Signifikansi Kadar Residu Difenokonazol pada
Kulit dan Daging Buah Melon Siliran
1. Analisis polynomial slope kurva kadar di kulit dan daging buah per hari
dengan software power fit
- Slope kadar di kulit buah :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.05169 - 0.00394 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 4.149 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 5.16923E-002 1.05384E-002 2.24361E-002 8.09485E-002 a1 -3.93846E-003 1.54267E-003 -8.22113E-003 3.44208E-004 Variance Y, S^2 = 3.093769231E-004 Covariance matrix of Coefficients: 1.11058E-004 -1.18991E-005 -1.18991E-005 2.37982E-006 Correlation Coefficient: -0.78721 x value at y = 0: 13.125 Std.Dev.: 3.668 Range: 2.9E+000 < x0 < 2.3E+001
- Slope kadar di daging buah :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.00036 + 0.00006 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 7.941 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 3.58974E-004 6.59129E-004 -1.47086E-003 2.18881E-003
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
a1 6.15385E-005 9.64866E-005 -2.06322E-004 3.29399E-004 Variance Y, S^2 = 1.210256410E-006 Covariance matrix of Coefficients: 4.34451E-007 -4.65483E-008 -4.65483E-008 9.30966E-009 Correlation Coefficient: 0.30382 x value at y = 0: -5.833 Std.Dev.: 18.487 Range: -5.7E+001 < x0 < 4.5E+001
2. Uji Signifikansi slope
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆12
𝑆22
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,0015422
0,00009652
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,000002370,00000000931
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 254,56
Degrees of freedom = n1-1, n2-1
= 6-1, 6-1
= 5,5
Ftabel = 5,05
Apabila Fhitung>Ftabel maka standar deviasi berbeda signifikan maka
persamaan uji t yang digunakan adalah :
𝑡 = |𝑏1−𝑏2|
�𝑆12
𝑛1+𝑆22
𝑛2
𝑡 = |−0,00394−0,00006|
�0,00154226 +0,00009652
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
𝑡 = 0,004
�0,000002376 +0,00000000931
6
𝑡 = 0,004�3,95×10−7+1,552×10−9
𝑡 = 0,004�3,965×10−7
𝑡 = 0,0046,297×10−4
𝑡 = 6,325
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 = �𝑆12+𝑆22�𝑆14
𝑛12(𝑛1−1)
+𝑆24
𝑛22(𝑛2−1)
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 = 180
𝛼 = 0,05
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,9732
thitung>ttabel maka slope berbeda signifikan artinya kadar residu difenokonazol
di kulit lebih besar daripada di dalam daging buah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Lampiran 15. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju
Disipasi dengan ANOVA
1. Analisis polynomial slope kurva laju disipasi masing-masing lahan dengan
software power fit
- Slope lahan Siliran :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = -3.40521 - 0.11859 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 0.269 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -3.40521E+000 1.33757E-001 -3.77653E+000 -3.03388E+000 a1 -1.18592E-001 1.95800E-002 -1.72949E-001 -6.42354E-002 Variance Y, S^2 = 4.983880641E-002 Covariance matrix of Coefficients: 1.78909E-002 -1.91688E-003 -1.91688E-003 3.83375E-004 Correlation Coefficient: -0.94957 x value at y = 0: -28.714 Std.Dev.: 5.619 Range: -4.4E+001 < x0 < -1.3E+001
- Slope lahan Bantul:
Polynomial Degree is: 1 , based on 5 data points (#1 to #5) POLYNOMIAL is: F(x) = -4.62461 - 0.16187 x higher degree is no significant improvement: F(1,2,95.0%) = 18.514 > F_obs = 7.017 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -4.62461E+000 5.22406E-001 -6.28712E+000 -2.96210E+000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
a1 -1.61872E-001 1.27454E-001 -5.67483E-001 2.43739E-001 Variance Y, S^2 = 5.328207541E-001 Covariance matrix of Coefficients: 2.72908E-001 -5.19825E-002 -5.19825E-002 1.62445E-002 Correlation Coefficient: -0.59132 x value at y = 0: -28.570 Std.Dev.: 25.096 Range: -1.1E+002 < x0 < 5.1E+001
- Slope lahan Sleman :
Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = -3.72928 - 0.17838 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 0.006 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -3.72928E+000 3.16003E-001 -4.60655E+000 -2.85201E+000 a1 -1.78377E-001 4.62581E-002 -3.06796E-001 -4.99577E-002 Variance Y, S^2 = 2.781755910E-001 Covariance matrix of Coefficients: 9.98579E-002 -1.06991E-002 -1.06991E-002 2.13981E-003 Correlation Coefficient: -0.88770 x value at y = 0: -20.907 Std.Dev.: 6.826 Range: -4.0E+001 < x0 < -2.0E+000
2. Uji Signifikansi slope dengan ANOVA
a. Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Siliran = 0,01952 = 0,0003802
Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Bantul = 0,12742 = 0,01623
Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Sleman = 0,04632 = 0,002144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
b. 𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,0003802+0,01623+0,0021443
𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,018753
𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,00625
c. 𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
(−0,118+0,153)2+(−0,162+0,153)2+(−0,178+0,153)2
3−1
𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = (0,035)2+(−0,009)2+(−0,025)2
2
𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,000965
d. One-sided F test = 0,0009650,00625
= 0,1544
e. Ftabel (3, 15) = 3,682
Fhitung< Ftabel artinya slope tidak berbeda signifikan sehingga kondisi
geografi tidak mempengaruhi laju disipasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Asesmen Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta” ini memiliki nama lengkap Serlika Rostiana. Penulis dilahirkan di Gunungkidul pada tanggal 27 September 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Abdul Halim Aliap dan Tuminah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu TK Islam Tunas Melati Yogyakarta (1997-
1999). Sekolah Dasar (SD) Wojo III Bantul (1999-2005), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 4 Yogyakarta (2005-2008), Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kasihan Tirtonirmolo Bantul (2008-2011) dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan antara lain sebagai volunteer pada longmarch memperingati hari HIV/AIDS dunia oleh JMKI 2012, Panitia Pharmacope 2013 sebagai keamanan, Panitia Pengambilan Sumpah/Janji Apoteker Baru Angkatan XXIV 2013 sebagai penerima tamu, Panitia Pelepasan Wisuda Fakultas Farmasi 2013 sebagai koordinator konsumsi, dan Panitia dalam Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF & Ketua DPMF Farmasi Periode 2014-2015 sebagai koordinator konsumsi pada tahun 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related