LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA
-
Upload
nia-vanesha -
Category
Documents
-
view
456 -
download
42
description
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM FUNGISIDA
LAPORAN PRAKTIKUM
PESTISIDA PERTANIAN
Acara : 5. Aplikasi Fungisida pada Tanaman Hortikultura
Tanggal : 5 Oktober 2015
Tempat : Lab Hama, Universitas Jember
Tujuan : Mengetahui cara kerja fungisida serta keefektifitasan fungisida
terhadap cendawan.
Nama : Faiz Stania Rusdi (141510501148)
Golongan : C
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam membudidayakan tanaman tidak terlepas dari hama dan penyakit
yang menyerang tanaman tersebut. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman
berbeda-beda sesuai dengan jenis dan varietas dari tanaman yang ditanam. Untuk
mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang biasanya menggunakan
pestisida. Pestisida adalah semua bahan-bahan racun yang digunakan untuk
membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya.
Patogen fungi hidup dengan berasosiasi secara parasitik dengan tanaman
pertanian. Asosiasi parasitik ini menimbulkan kerugian yang besar bagi petani
yaitu merusak benih dorman, benih di persemaian, dan tanaman (akar, batang,
daun, bunga, dan buah). Hal yang biasa dilakukan petani dalam memutuskan
asosiasi parasitik antara tumbuhan dan fungi patogen adalah dengan menggunakan
fungisida. Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan
cendawan (fungi). Fungisida umumnya dibagi menurut cara kerjanya di dalam
tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, yakni fungisida nonsistemik, sistemik, dan
sistemik local. Pada fungisida, terutama fungisida sistemik dan non sistemik,
pembagian ini erat hubungannya dengan sifat dan aktifitas fungisida terhadap
jasad sasarannya.
Cendawan merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya sproranya
masuk kedalam bagian tanaman lalu mengadakan pembelahan dengan cara
pembesaran sel yang tidak teratur sehingga menimbulkan bisul-bisul.
Pertumbuhan yang tidak teratur ini mengakibatkan sistem kerja jaringan
pengangkut air menjadi terganggu sehingga kehidupan tanaman menjadi merana.
1.2 Tujuan
Mengetahui cara kerja fungisida serta keefektifitasan fungisida terhadap
cendawan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran merupakan salah satu bahan makanan yang berperan untuk
kesehatan, dalam usaha pemenuhannya, dilakukan berbagai upaya peningkatan
produksi, namun seringkali terkendala dengan adanya serangan hama dan
penyakit. Dalam mengatasi serangan hama penyakit dilakukan berbagai cara
pengendalian, mayoritas masyarakat menggunakan pestisida sintetik (Tuhumury
dkk., 2012). Pestisida sintetik memiliki berbagai macam jenis tergantung dari
sasarannya, salah satunya adalah fungisida. penyakit jamur tersebut, perlu solusi
dengan memanfaatkan bahan-bahan alami agar tidak menimbulkan dampak
negative terhadap manusia dan lingkungan disekitarnya, bahan alami tersebut
mudah ditemukan dan yang utama adalah mengandung zat yang dapat (Iskarlia
dkk., 2014). Pestisida nabati berbahan aktif minyak atsiri terbukti prospektif untuk
mengendalikan penyakit tanaman, namun biasanya kurang stabil selama dalam
penyimpanan, terutama formula yang berbentuk cair yang dapat larut dalam air.
Formula tersebut mudah terpisah menjadi lapisan minyak dan zat pembawanya
(Hartati, 2013).
Fungisida adalah senyawa kimia atau organisme biologis yang merusak
atau menghambat pertumbuhan jamur atau spora jamur . Penggunaan fungisida
untuk kontrol yang efektif dari tanaman penyakit telah menjadi penting dalam
dekade terakhir dalam Sistem pertanian karena diperkirakan bahwa infeksi jamur
pengurangan penyebab hasil hampir 20% dari tanaman di seluruh dunia. Karena
biaya yang relatif rendah, kemudahan penggunaan, dan efektivitas, fungisida
menjadi sarana utama pengendalian jamur . Namun, penggunaan ekstensif dari
senyawa ini untuk mengontrol penyakit jamur pada tanaman menimbulkan
munculnya strain baru patogen yang telah menjadi resisten terhadap tersedia
produk komersial (Dias, 2012), untuk menghindari efek tersebut dari bahan kimia
fungisida maka digunakanlah fungisida alami, mereka umumnya lemah
dibandingkan dengan fungisida sintetis. Fungisida alami lebih aman untuk
manusia dan ekosistem dari senyawa fungisida kimia, dan dapat dengan mudah
digunakan oleh masyarakat (El-Ghany et al., 2015).
Menurut Hadi (dalam Suharti dan Suita, 2013) terdapat empat patogen
penyebab benih yang ditanam tak berkecambah, yaitu : fungi yang menyerang
benih saat masih di pohon, fungi terdapat pada benih saat di panen dan sedang di
lapang, fungi berkembang pada waktu proses pengangkutan, maupun fungi yang
berada pada medium perkecambahan di persemaian. Identifikasi patogen dapat
dilihat dari gejala-gejala yang muncul pada daun muda dengan pengamatan
mikroskopik hasil korekan daun bergejala tersebut dapat dilihat konidium yang
berbentuk oval yang merupakan morfologi konidium ciri dari jamur
(Sumardiyono dkk., 2011)
Menurut Waid (dalam Sekarsari dkk., 2013), ekstrak daun sirih
mengandung senyawa aromatik seperti hidroksikavikol, kavikol, dan betlepenol.
Senyawasenyawa aktif tersebut mampu menekan pertumbuhan jamur patogen
dengan cara mengganggu dinding sel atau menghambat permeabilitas dinding sel
sehingga komponen penting seperti protein keluar dari sel dan sel berangsur-
angsur mati.
Fungi tidak hanya menjadi patogen bagi tumbuhan, akan tetapi juga dapat
dimanfaatkan sebagai patogenik serangga hama. Salah satu jenis jamur
entomopatogenik yang telah ditemukan di ekosistem rawa lebak Sumatera Selatan
adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Cendawan ini terbukti
cukup efektif membunuh serangga hama dari ordo Hemiptera dan Lepidoptera
(Herlinda dkk., 2012), tak hanya menjadi entomopatogen terhadap serangga saja,
akan tetapi jamur juga dapat menjadi agens hayati dalam pengendalian bakteri,
yaitu Bacillus subtilis. Bacillus subtilis adalah salah satu agen biokontrol untuk
mengendalikan penyakit karena kemampuannya dalam menghasilkan antimikroba
dan memacu pertumbuhan tanaman (Wartono, 2014).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pestisida Pertanian untuk prodi Agroteknologi pada acara
Aplikasi Fungisida pada Tanaman Hortikultura dilaksanakan pada hari Senin,
tanggal 5 Oktober 2015 pukul 12.30 WIB hingga selesai, bertempat di
Laboraturium Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
1. Fungisida (Dithan M-45, Antracol 70WP, Delsen 200MX)
2. Jamur R. Solani
3. PDA
4. Petridish
5. Air steril
6. Kertas filter
7. Pipet ukur
8. Beker glass.
3.3 Cara kerja
1. Metode filter
a. Menyelupkan kertas filter yang berdiameter 5mm kedalam larutan fungisida
dengan konsentrasi 0,1% ; 0,2% ; 0,4%.
b. Meniriskan 4 kertas filter tersebut dan diletakkan kedalam media PDA padat
pada petridish dengan membentuk bujur sangkar.
c. Menanam sklerotia R. solani pada bagian tengah PDA.
d. Sebagai kontrol, menyelupkan kertas filter kedalam air steril.
e. Melakukan 3 ulangan pada setiap perlakuan.
f. Mengamati pertumbuhan diameter koloni hingga hari ke-7.
g. Menghitung prosentase penghambatan berdasarkan rumus :
DK – DP
DKX 100% DK : diameter koloni pada kontrol
DP : diameter koloni pada perlakuan
2. Metode larutan
a. Pada metode ini prinsipnya sama dengan metode filter, hanya saja fungisida
yang diuji tidak menggunakan kertas filter tetapi langsung menuangkannya
pada media dalam petridish.
b. Pada setiap perlakuan fungisida membuat konsentrasi 0,1% ; 0,2% ; 0,4%
dan menuangkan 0,5ml pada setiap petridish.
c. Membuat ulanag sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan.
d. Mengamati pertumbuhan diameter koloni hingga hari ke-7.
e. Menghitung prosentase penghambatan berdasarkan rumus :
DK – DP
DKX 100% DK : diameter koloni pada kontrol
DP : diameter koloni pada perlakuan
Gambar kontrol
Gambar konsentrasi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL DATA
Tabel 1. Metode Filter
GambarKontrol Konsentrasi
H + 3 H + 7 H + 3 H + 7
6 cm
(diameter
koloni).
9
(diameter
koloni)
jamur
semakin
menyebar
keseluruh
media.
7,5 cm
(diameter
koloni).
9
(diameter
koloni)
Gambar kontrol
Gambar konsentrasi
Gambar kontrol
Gambar konsentrasi
Tabel 2. Seed Treathment
GambarKontrol Konsentrasi
H + 3 H + 7 H + 3 H + 7
2 biji
rusak dan
8 biji
dalam
Kondisi
baik
2 biji
rusak
dan 8 biji
dalam
Kondisi
baik
Semua biji
dalam
Kondisi
baik
3 biji
rusak dan
7 biji
dalam
Kondisi
baik
Tabel 3. Soil Treathment
GambarKontrol Konsentrasi
H + 7 H + 7
2 helai daun
mengering
Kondisi tanaman baik
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data praktikum diatas menunjukkan bahwa adanya sedikit
perbedaan dari perlakuan serta kontrol, pada metode filter, seed treathment,
maupun soil treathment. Perbedan tersebut dikarenakan ada tidaknya kandungan
fungisida yang ada pada setiap macam perlakuan. Dimana pada metode filter,
dihari ke-3 diameter koloni pada perlakuan kontrol mencapai 6cm sedangkan pada
perlakuan konsentrasi mencapai 7,5cm. Pada seed treathment hari ke-3 jumlah biji
yang rusak pada perlakuan kontrol mencapai 2 biji sedangkan pada perlakuan
konsentrasi biji tak mengalami kerusakan. Jumlah daun kering dalam soil
treathment pengamatan hari ke-7 terdapat 2 daun kering pada perlakuan kontrol,
serta kondisi tanaman baik pada perlakuan konsentrasi.
Istilah fungisida berasal dari bahasa Latin yang berarti suatu agens yang
mampu membunuh cendawan. Menurut Dias (2012) fungisida merupakan
senyawa kimia atau organisme biologis yang merusak atau menghambat
pertumbuhan jamur atau spora jamur . Fungisida dapat digunakan sesuai dengan
dosis dan konsentrasi tertentu. Dosis adalah banyaknya jumlah bahan aktif yang
diperlukan dalam satuan luas daerah. Konsentrasi adalah banyaknya jumlah bahan
aktif yang diperlukan dibandingkan dengan pelarut yang digunakan. Penggunaan
fungisida dalam usaha pengendalian terhadap serangan cendawan cukup efektif.
Dengan penggunaan fungisida yang mengandung zat kimia, sangat efektif dalam
menekan pertumbuhan cendawan. Sehingga keparahan penyakit yang lebih tinggi
bisa dihindari.
Secara umum gejala yang ditimbulkan oleh serangan cendawan adalah
klorosis , pembusukan akar, batang, daun atau bagian tumbuhan yang lainnya,
muncul bulu-bulu halus yang menutupi daun atau batang dan sebagainya, untuk
mengendalikan perkembangbiakannya sel-sel cendawan ini di matikan dengan
fungisida. Berdsasarkan cara kerjanya mematikan sel cendawan, fungisida
dibedakan menjadi :
1) Fungisida Sistemik
Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan
ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui pembuluh angkut maupun
melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik
ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal), yakni dari organ akar ke daun.
Beberapa fungisida sistemik juga dapat bergerak ke bawah, yakni dari daun ke
akar.
2) Fungisida Non Sistemik
Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan di dalam
jaringan Tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang
di permukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan.
Fungisida ini hanya berfungsi mencegah infeksi cendawan dengan cara
menghambat perkecambahan spora atau miselia jamur yang menempel di
permukaan tanaman.
Sedangkan berdasarkan cara aplikasinya fungisida dikelompokkan
menjadi:
- Penyemprotan pada bagian-bagian tanaman di atas permukaan tanah
- Perlakuan benih/bahan perbanyakan tanaman
- Perlakuan pada tanah (fumigasi)
- Perlakuan terhadap luka
- Perawatan pasca panen
- Desinfektan untuk gudang penyimpanan.
Pada praktikum kali ini kelompok kamu menggunakan fungisida dengan
nama dagang Antracol 70WP. Antracol adalah fungisida yang sangat cocok untuk
mengontrol Phytophthora dan Alternaria untuk sayur-sayuran. Antracol dapat
ditoleransi dengan baik oleh tanaman dalam konsentrasi tertentu. Tidak ada
bahaya terbentuknya resistensi (multi-site) atau juga dapat berguna dalam
program anti-resistance untuk jenis patogen yang berbeda. Antracol juga
merupakan sumber zinc yang sangat baik bila terjadi kekurangan zinc pada
tanaman, seperti kentang, tomat dan anggur. Kelebihan antracol adalah bekerja
efektif di segala musim (musim kering dan hujan), cocok untuk diaplikasikan di
dataran rendah atau tinggi, dapat diandalkan, telah menjadi pemimpin pasar
selama 30 tahun, merupakan sumber elemen penting (zinc), dapat ditoleransi oleh
beragam tanaman, juga untuk tanaman yang usianya masih muda (dalam tahap
awal pertumbuhan). Berikut merupakan dosis antracol :
Tanaman Masalah Dosis Aplikasi
Cabai Anthracnose
Colletotrichum
capsici
3gr/l Foliar spray, dengan volume air 500-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul atau pada bagian tumbuhnya buah, dengan interval 7 hari. Campur dengan Folicur 25 WP untuk mendapatkan hasil lebih efektif (Antracol 3 g/l + Folicur 0.5 g/l)
Bawang
merah
Puple Blotch
Alternaria
porri
3gr/l Foliar spray, dengan volume air 500-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul dengan interval 5-7 hari. Campur dengan Folicur 25 WP untuk mendapatkan hasil lebih efektif (Antracol 3 g/l + Folicur 0.3 g/l).
Tomat Late Blight
Phytophthora
infestans
1,5-2,5gr/l Foliar spray dengan volume air 750-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul, dengan interval 5-7 hari atau tergantung level kerusakan. Antracol dapat dipergunakan hanya satu kali bila level infeksinya masih rendah, mediun atau dalam tahap vegetatif, namun bila sudah sampai tahap infeksi parah/ generatif, Antracol lebih baik dicampur dengan Melody Duo dengan takaran konsentrasi Antracol 3 g/l + Melody Duo 2-3 g/l.
Jeruk Powdery
mildew
Oidium
tingitaninum
2gr/l Foliar spray, dengan volume air 500l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul, dengan interval 5-7 hari
Anggur Downy
mildew
1,5-3gr/l Foliar spray, dengan volume air 600-800 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul dengan
Plasmopara
viticola
interval 4 hari.
Bawang
putih
Purple Blotch
Alternaria
porri
2-4gr/l Foliar spray, dengan volume air 500-1000 l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul dengan interval 5-7 hari. Campur dengan Folicur 25 WP 0.5 g/l untuk mendapatkan hasil maksimal
Kacang Leaf Spot
Cercospora
arachidicola,
Cercospora
personata
1,5gr/l Foliar spray, dengan volume air 500l/ha. Aplikasikan pada gejala yang timbul, dengan interval 10 hari dan 3-4 kali aplikasi.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Perbedaan perlakuan kontrol dan konsentrasi terletak pada ada tidaknya
fungisida.
2. Fungisida menurut cara kerjanya dibedakan menjadi fungisida sistemik dan
non sistemik.
3. Fungisida Antracol memiliki dosis tersendiri pada setiap pengaplikasian ke
jenis tumbuhan yang berbeda.
5.2 Saran
Pada dasarnya acara praktikum Aplikasi Fungisida pada Tanaman
Hortikultura sudah berjalan dengan baik, lebih ditingkatkan lagi saja.
DAFTAR PUSTAKA
Dias, M.C.. 2012. Phytotoxicity: An Overview of the Physiological Responses ofPlants Exposed to Fungicides. Botany : 1-4.
El-Ghany, Abd T. M., Roushdy M. M.1, and M. A. Al Abboud. 2015. Efficacy of Certain Plant Extracts as Safe Fungicides Against Phytopathogenic and Mycotoxigenic Fungi. Agricultural and Biological Sciences, 1(3) : 71-75.
Hartati, S.Y.. 2013. Efikasi Formula Fungisida Nabati Terhadap Penyakit Bercak Daun Jahe Phyllosticta sp. Littro, 24(1) : 42 – 48.
Herlinda, S., K.A. Darmawan, Firmansyah, T. Adam, C. Irsan, dan R. Thalib. 2012. Bioesai bioinsektisida Beauveria bassiana dari Sumatera Selatan terhadap kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Entomologi Indonesia, 9(2): 81-87.
Iskarlia,G.A., L. Rahmawati dan U. Chasanah. 2014. Fungisida Nabati dari Tanaman Serai Wangi (Cymbopogon Nardus) untuk Menghambat Pertumbuhan Jamur pada Batang Karet (Hevea Brasillensis Mueli, Arg). Polhasains, 3(1) : 1-7.
Sekarsari, R.A., J. Prasetyo, dan T. Maryono. 2013. Pengaruh Beberapa Fungisida Nabati Terhadap Keterjadian Penyakit Bulai Pada Jagung Manis (Zea Mays Saccharata). Agrotek Tropika 1(1) : 98-101.
Suharti, T., dan E. Suita. 2013. Pengaruh Fungisida Terhadap Viabilitas Benih Lamtoro (Leucaena leucocephala). Pembenihan Tanaman Hutan, 1(2) : 103-109.
Sumardiyono, C., T. Joko, Y. Kristiawati, dan Y.D. Chinta. 2011. Diagnosis dan Pengendalian Penyakit Antraknosa Pada Pakis dengan Fungisida. HPT Tropika, 11(2) : 194-200.
Tuhumury, G.N.C., J. A. Leatemia, R.Y. Rumthe dan J.V. Hasinu. 2012. Residu Pestisida Produk Sayuran Segar di Kota Ambon. Agrologia , 1(2): 99-105.
Wartono, Giyanto, dan K.H. Mutaqin. 2014. Efektivitas Formulasi Spora Bacillus subtilis B12 sebagai Agen Pengendali Hayati Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 34(1) : 21-28.