PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DALAM QS. AL-ISRA AYAT 23-25 TENTANG ETIKA
BERBICARA ANAK TERHADAP ORANG TUA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam Bandung
Oleh:
Pipih Hartini Selpiani NPM: 10030103008
pppp
FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1428 H/ 2007 M
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dimunaqasahkan oleh Tim Penguji Skripsi pada tanggal
25 Agustus 2007 dan telah di terima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam
Bandung.
Bandung, 25 Agustus 2007
Panitia Ujian Sidang / Munaqasah Skripsi
Ketua
Sekretaris
Sobar Al-Ghazal, Drs., M.Pd. Dedih Surana, Drs.
Tim Penguji
Ketua
Sekretaris
Nan Rahmina Enoh, Drs., M.Ag.
Anggota Anggota
Agus Halimi, Drs., M.Pd. Ikin Asikin, Drs., M.Ag.
NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG DARI QS. AL-ISRA AYAT 23-25 TENTANG ETIKA
BERBICARA ANAK TERHADAP ORANG TUA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Tarbiyah Universitas
Islam Bandung
Oleh, Pipih Hartini Selpiani NPM : 10030103008
Disetujui,
Pembimbing I
H. Agus Halimi, Drs., M.Ag.
Pembimbing II
Ikin Asikin, Drs., M.Ag.
Mengetahui:
Dekan Fakultas Tarbiyah Unisba
Sobar Al-Ghazal, Drs., M.Pd.
i
ABSTRAK Nama : Pipih Hartini Selpiani NPM : 10030103008 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah Strata : Sarjana (S.I) Judul
Al-Qur’an adalah sumber yang tidak akan pernah kering dari mutiara- mutiara edukatif. Dalam Al-Qur’an banyak terdapat teks ayat-ayat yang membimbing dan mendidik manusia, karena tujuan Al-Qur’an di turunkan untuk membimbing dan mengarahkan manusia ke jalan yang benar Qs. Al-Isra ayat 23-25 Allah SWT telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya supaya menyembah-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian perintah berbuat baik terhadap kedua orang tua. Jika salah seorang diantara keduanya ada dalam pemeliharaan seorang anak maka jangan sekali-kali mengatakan perkataan kasar sekalipun ucapan uf hendaklah berbicara bersama mereka dengan perkataan yang baik, mulia, lemah lembut serta bertawadulah terhadap keduanya. Namun Fenomena yang kita amati antara hak dan kewajiban terhadap orang tua acap kali terlupakan dan kurang diprhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya salah satu dari kewajiban seorang anak adalah menghormati, dan menuruti nasihat orang tua tidak sedikit anak yang berani pada orang tua, membangkang mengatakan kata-kata kasar seperti membentak-bentak, memaki, merendahkan, dan menyuruh seenaknya. Kejadian seperti ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga. Maka penting sekali untuk mengkaji Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 23-25 tentang etika berbicara anak terhadap orang tua. Agar seorang anak dapat memahami betapa pentingnya beradab atau beretika terhadap orang tua baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Sehingga pada akhirnya dapat di temukan nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan pedoman di dalam kehidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pendapat para mufasirin tentang Qs. Al-Isra ayat 23-25. (2) Esensi yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 (3) Landasan teoritis tentang etika berbicara anak terhadap orang tua. (4) Nilai-nilai Pendidikan dari Qs. Al-Isra ayat 23-25 tentang etika berbicara anak terhadap orang tua. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu. Menghimpun data-data dan informasi yang telah ada dan terjadi, yang bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskrifsikan gejala-gejala yang telah ada. Sedangkan teknik penelitian yang digunakan ialah studi literatur, yaitu dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari ayat-ayat data primer
Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 Tentang Etika Berbicara Anak Terhadap Orang Tua
ii
dilengkapi dengan buku-buku yang relevan dengan masalah yang diteliti sebagai data sekunder. Hasil penelitian dari Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 23-25 yang berkenaan dengan Etika berbicara anak terhadap orang tua, diantaranya sebagai berikut: Makna yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 menurut para mufasir yaitu bahwasanya tidak ada karunia yang sampai kepada manusia yang lebih banyak. Dibanding karunia Allah yang diberikan kepadanya, kemudian perintah berbuat baik terhadap orang tua. Jika salah seorang diantara keduanya berada dalam pemeliharaan seorang anak, maka jangan sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan uf maksudnya janganlah memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk. Hendaknya berbicara kepada mereka dengan perkataan yang baik, mulia serta lemah lembut. Esensi yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 (a) Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa menyembah dan tidak mempersekutukan-Nya dalam berbagai peribadatan. (b) Janganlah mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati kedua orang tua seperti membentak-bentak, memaki, merendahkanya atau mengeruhkan perasaan mereka berdua. Hendaklah berbicara dengan mereka dengan perkataan yang baik, mulia, serta lemah lembut (c) Hendaknya bersikap tawadhu dan mentaati keduanya serta mendo’akan mereka agar di rahmati oleh Allah sebagai imbalan ketika kita masih kecil. Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23-25 (a) Menetapkan beriman dan beribadah hanya kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain (b) Allah melarang manusia mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati kedua orang tua (c) Allah memerintahkan Nabi-Nya agar bertawadhu kepada orang tua dan mengajarkannya kepada umat.
Bandung, 03 Agustus 2007
Penulis,
Pipih Hartini Selpiani
Pembimbing I Pembimbing II
H. Agus Halimi, Drs., M.Ag. Ikin Asikin, Drs., M
KATA PENGANTAR Puji dan syukur bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayah serta
memberikan kekuatan dan kemudahan pada hamba-Nya dalam melaksanakan
amanah hidup di dunia ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
bagi Nabi Muhammad SAW yang telah dengan ikhlash menyampaikan risalah-
Nya kepada umat manusia.
Pembuatan skripsi ini banyak sekali memberikan hikmah dan manfaat
kepada penulis, terutama dalam pendalaman ilmu. Diantaranya adalah tumbuhnya
kesadaran akan pentingnya penelitian dan pendidikan yang berkembang dari
waktu-ke waktu. Dan Islam sebagai ajaran yang sempurna mampu memberikan
jawaban terhadap persoalan tersebut.
Namun demikian sangat disadari bahwa banyak sekali hambatan dalam
proses penelitian ini, baik hambatan keilmuan yang masih kurang, Fasilitas buku
sebagai bahan rujukan maupun hal-hal lain yang bersifat teknis. Termasuk yang
dialami penulis dalam pembuatan skripsi ini. Hanya karena karunia Allah-lah
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Di samping bantuan dan dorongan dari
pihak-pihak lain yang dengan ketulusannya membantu memperlancar penulisan
skripsi ini. Untuk itu dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Sobar Al-Ghazal, Drs., M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Bandung
2. Bapak Agus Halimi, Drs., M.Pd selaku pembimbing I, yang telah memberikan
motivasi, bimbingan, dan arahan, sehingga penulisan skripsi ini selesai.
3. Bapak Ikin Asikin, Drs., M. Ag selaku pembimbing II, yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan, sehingga
penulisan skripsi ini selesai.
4. Ayahanda dan Ibunda, yang telah memberikan bantuan dan pengorbanannya,
baik berupa moril dan materil yang tidak dapat penulis balas, semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal dan menjadi amal ibadah. Juga untuk
Kakak-kakakku dan adikku yang telah memberi motivasi dan semagat kepada
penulis.
5. Sahabat-sahabat seperjuangan di PH-PPKM Al-Asy’ari UNISBA, HIZBU
TAHRIR INDONESIA, PSMTPP ULUL-ALBAB. Yang telah memberikan
semangat motivasi dan bantuannya kepada penulis.
6. Sahabat dan teman-temanku yang ada di Fakultas Tarbiyah angkatan 2003
yang selalu memberi dukungan.
7. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis uraikan satu persatu,
Jazakumullahu Khairan Katsiraan.
Demikian sekelumit kata tulus sebagai ucapan terima kasih yang tiada
terhingga, semoga bantuan dan bimbingan yang penulis terima menjadi sebuah
amal kebaikan di sisi Allah. Amin
Bandung, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO
ABSTRAK...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR……………………………………………………... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah.......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 8
D. Kegunaan Penelitian......................................................................... 8
E. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 8
F Metodologi Penelitian........................................................................ 10
G Langkah-langkah Penelitian............................................................. 12
H. Sumber Kajian.................................................................................. 12
I. Sistimatika Penulisan………………………………………………13
BAB II TAFSIR AL-QUR’AN SURAT AL-ISRA AYAT 23-25 .............. 14
A Teks dan Terjemah Qs Al-Isra ayat 23-25 ....................................... 14
B Makna Mufrodat............................................................................... 15
C Pengertian Kalimat ........................................................................... 17
D Penjelasa Para Mufasir tentang Qs. Al-Isra Ayat 23-25 .................. 19
BAB III LANDASAN TEORITIS TENTANG ETIKA BERBICARA
ANAK TERHADAP ORANG TUA ........................................... 53
A. Aturan Hidup sebagai Ibadah...................................................... 53
1. Habluminallah ....................................................................... 53
2. Habluminannas...................................................................... 54
3. Kaitan antara Habluminalloh dan Habluminannas ............... 55
B Akhlak ........................................................................................... 57
1. Pengertian Akhlak…………………………………………….57
2. Sasaran Akhlak……………………………………………….58
a. Akhlak kepada Allah………………………………………..58
b Akhlak kepada sesama Manusia ........................................... 58
c. Akhlak Anak kepada Orang tua ............................................ .59
C Etika Berbicara ............................................................................. .61
a. PengertianEtika…………………………………………….61
b. Karakteristik Berbicara dalam Al-Quran………………….62
D.kewajiban Anak Memuliakan Orang Tua…………………….…..67
E Keutamaan Anak Memuliaka Orang tua …………………………69
F. Unsur-unsur Berbakti Kepada Kedua orangtua…………………. 71
G Manfaat berbakti Kepada Kedua Orang tua ………………………73
I Bahaya Durhaka Terhada Orangtua……………………………….74
J Etika Bergaul dengan Orang tua…………………………………...75
1. Lisan (Berbicara)……………………………………………..77
2. Tingkah laku…………………………………………………..81
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN DARI QS. AL-ISRA AYAT 23-25
TENTANG ETIKA BERBICARA ANAK TERHADAP ORANG
TUA
A. Analisis Pendidikan Terhadap Orangtua Ayat 23-25……………86
B. Nilai-nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Qs Al-Isra ayat 23-
25…….…………………………………………………………..95
BAB V KESIMPULAN SARAN DAN PENUTUP
A Kesimpulan .................................................................................... …96
B Saran-saran. ................................................................................... …98
C Penutup .......................................................................................... ....98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Al-Qur’an merupakan suatu pedoman yang memberikan tuntunan hidup bagi
manusia di dunia ini baik dalam hubungannya dengan Yang Maha Pencipta,
maupun dengan sesama makhluk. Banyak sekali tuntunan Al-Qur’an yang
mempunyai pengaruh dalam jiwa. Apabila seseorang telah mengamalkan dan
menghayati, maka Al-Qur’an akan berpengaruh bagi kepribadiannya.
Manusia menurut ajaran Islam adalah makhluk yang paling mulia dan
diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. (QS. At-Tin 95 : 4) Sebagai
makhluk yang sempurna, manusia diberi kelebihan dari makhluk-makhluk yang
lain-Nya (QS. Al-Isra 17:70). Ini merupakan penghargaan kepada manusia
sebagai makhluk yang lebih tinggi martabatnya dari makhluk-makhluk yang
lainya. Nikmat besar yang di karuniakan Allah itu wajib dihargai, wajib disyukuri,
dan pengingkarannya harus ditolak keras
Islam telah menjelaskan bagaimana cara manusia memanfaatkan nikmat
yang besar itu, dan bagaimana cara mencapai kebajikan melalui pembicaraan
yang siang malam berulang-ulang keluar dari ujung lidahnya. Banyak sekali orang
yang suka berbicara terus menerus dan merasa tidak betah bila lidahnya tidak
bergerak.
Apabila kita perhatikan dengan cermat apa yang telah dikatakan oleh orang-
orang seperti itu, maka kita akan menemukan sebagian besar dari pembicaraannya
2
itu berupa omong kosong, bahkan kadang-kadang berupa omongan yang bisa
mendatangkan bahaya. Bukan untuk itu tujuan Allah SWT yang telah
memberikan kelebihan kepada manusia.
(Abu Dzar Al-Ghifari r.a, 2006 :121) meriwayatkan bahwa Rasulullah saw
bersabda yang artinya :”Barangsiapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir,
hendaklah ia berkata yang baik, atau lebih baik diam, karena diam itu lebih selamat
dan dapat mengusir syetan yang akan menggodanya serta membantu menunaikan
kewajiban-kewajiban agama.”
Seorang muslim harus mampu menguasai lidahnya, sanggup mengendalikannya
dengan kuat, sanggup mengekangnya disaat perlu diam, dan sanggup menjaganya
baik-baik disaat perlu berbicara. Benarlah, bahwa lidah yang tidak terkendalikan
adalah ibarat tali kekang yang diserahkan ke tangan syetan, ia akan dapat menggiring
orang yang bersangkutan kemana saja yang dikehendaki olehnya. Untuk menghindari
perbuatan demikian itu tidak ada jalan lain, kecuali kita harus mengetahui, mengerti,
dan menerapkan apa yang telah dianjurkan Allah SWT dalam hal berbicara.
Allah SWT telah memberikan kepada manusia, agar manusia berbicara dengan
perkataan yang baik dan membiasakan diri dengan ucapan yang baik, sehingga akan
melahirkan isi hati yang baik pula (Muhammad Al-Ghazali, 1993 :421)
Sebagaimana QS. Al-Isra ayat 53
Dan katakanlah kepada hamba-hambaku, hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syetan itu menimbulkan
3
perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia. (Depag,Ri,2000 Juz 15:229)
Ayat ini merupakan perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, untuk
menganjurkan umatnya agar berbicara dengan perkataan yang baik.
Tidak sedikit akibat yang akan muncul apabila tidak mampu menjaga lisan atau
berhati-hati dalam berbicara, karena syetan selalu mengintai manusia, ingin
menimbulkan permusuhan dan kebencian sesama manusia, dan menjadikan
persengketaan sebagai perangkap untuk menimbulkan kebinasaan.
Seseorang apabila sering berbicara dan mengeluarkan kata-kata yang semaunya
saja, bahkan sering juga mengeluarkan ucapan-ucapan yang dapat merusak hubungan
persahabatan maupun kekerabatan, menunjukan kelemahan akal dan pikirannya.
Dengan kecerobohannya, itu dapat menimbulkan kemadharatan yang akan menimpa
dirinya.
Islam merupakan suatu ajaran yang salah satu aspeknya, yang berhubungan
antara manusia dengan manusia. Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan tata
cara pergaulan untuk membentuk suatu sikap yang baik, yakni akhlakul karimah. Di
samping itu pula ditetapkan prinsip persamaan derajat dan persaudaraan serta
menghormati hak orang lain termasuk sikap dan kewajiban orang tua terhadap anak-
anak, maupun anak terhadap orang tua di dalam lingkungannya.
Hak dan kewajiban pergaulan anak dengan orang tua harus didasari rasa kasih
sayang dan tanggung jawab yang besar, didasari oleh nilai-nilai keagamaan terutama
dalam etika berbicara anak terhadap orang tua (Muhammad Al-Ghazali 1993:421)
4
Seperti dalam firman Allah SWT Qs.Al-Isra Ayat 23-25
Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dan pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepadanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku” kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang – orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha pengampun bagi orang – orang yang bertaubat. (Depag Ri,1421 H/2000,229)
1. Tafsir Al-Maraghi, Ahmad Musthafa Al-Maraghi hal 17
Bahwasanya tidak ada karunia yang sampai kepada manusia yang lebih banyak
di banding karunia Allah yang diberikan kepadanya, kemudian karunia kedua orang
tua. Apabila kedua orang tua atau salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga
mencapai keadaan lemah tidak berdaya dan tetap berada di sisimu pada akhir
umurnya sebagaimana kamu berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka
5
kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Amal yang paling di cintai
oleh Allah dan Rosulullah saw.
2. Tafsir Ibnu Katsir,Muhammad Nasib Ar-Rifai hal 46
Allah SWT telah memerintahkan kepada hamba-hambanya supaya menyembah
Dia Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian perintah berbuat baik terhadap
orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali mengatakan kepada keduanya
perkataan uf maksudnya janganlah memperdengarkan kepada keduanya perkataan
yang buruk. kemudian bertawadhulah kepada keduanya melalui tindakan dan
ucapkanlah “wahai Tuhanku” kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah
mendidiku masih kecil.
3. Tafsir Al-Azhar, Hamka,Juz 15 hal 2318
Berkhidmat kepada ibu bapak dengan cara menghormati kedua orang tua yang
telah menjadi sebab bagi kita dapat hidup di dunia ini ialah kewajiban yang kedua
sesudah beribadat kepada Allah SWT. Jika kiranya salah seorang mereka atau
keduanya telah tua dalam pemeliharaan eungkau, maka janganlah berkata uff. Abu
raja Al-Athani mengatakan bahwa arti uffin ialah kata-kata yang mengandung
kejengkelan dan kebosanan meskipun tidak keras diucapkan rasa jengkel yang terasa
dalam hati daripada anak kepada kedua orang tua karena perangainya yang sudah
kekanak-kanakan diketahui juga oleh Tuhan. Namun perasaan itu diberi ampun oleh
Allah SWT dimaafkan, asal saja seorang anak yang tetap sholeh dan beribadat kepada
Allah SWT dan selalu ingat bahwa dalam perjalanan hidupnya dia akan kembali
kepada Tuhan.
6
Uraian di atas telah jelas bagi kita, sebagai seorang muslim dan hamba-Nya yang
paling mulia hendaknya menjalankan segala apa yang diperintahkan-Nya, terutama
perintah tentang adab anak terhadap orang tua. Allah telah menjelaskan dan
mengajarkan kita melalui Rasul-Nya tentang etika berbicara anak terhadap orang tua.
Langkah paling awal yang membuktikan sikap anak terhadap orang tua adalah
tutur katanya dengan bahasa yang baik dan halus. Bahasa yang halus dan baik itu
sesuai dengan lingkungan masyarakat di mana anak-anak itu tinggal dengan orang
tuanya. (M.Thalib 1996:18)
Secara syar’i ibu bapak mempunyai hak untuk memperoleh penuturan kata yang
baik, halus dan penuh kesopanan dari anak-anaknya. Jika ternyata anak menggunakan
tutur kata yang kasar dan ucapan-ucapan rendah, berarti ia telah berbuat durhaka
terhadap ibu bapaknya. (M. Thalib 1996:19)
Fenomena sekarang yang kita amati antara hak dan kewajiban anak terhadap
orang tua acap kali terlupakan dan kurang diperhatikan dalam kehidupan pergaulan
di keluarga. Misalnya, salah satu dari hak dan kewajiban seorang muslim dalam
lingkungan keluarga adalah bersikap saling menghormati, anak wajib menghormati,
dan menuruti nasihat orang tua, Juga orang tua mampu menghargai keberadaan anak.
namun di zaman sekarang masih ditemukan tidak sedikit anak yang berani pada orang
tuanya melontarkan kata-kata kasar seperti membentak-bentak, memaki,
merendahkan atau menyuruh seenaknya. Sedangkan didalam ajaran Islam jangankan
mengatakan kata-kata kasar sekalipun melontarkan kata ”Uff” sudah termasuk dosa
dan di larang. Kejadian seperti ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan keluarga.
7
Bertitik tolak dari uraian diatas, bahwasanya hak kewajiban seorang muslim
terhadap orang tua sebaiknya harus didasari oleh sikap pergaulan yang islami, kasih
sayang, dan saling menghormati. Namun dalam kenyataan, hak dan kewajiban itu
sering kali terlupakan dan terabaikan dalam pelaksanaanya.
Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23-25 kalau kita telaah mengandung nilai-nilai
pendidikan yang sangat dalam sekali. Maka dalam penelitian ini, akan
mengungkapkan tentang: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG
DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-ISRA AYAT 23-25 TENTANG ETIKA
BERBICARA ANAK TERHADAP ORANG TUA.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari permasalahan yang di uraikan dalam latar belakang, Maka
hal ini peneliti membatasi dan merumuskan dengan beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apa pendapat para mufassir tentang tafsiran Qs. Al-Isra ayat 23-25 ?
2. Apa essensi dari Qs. Al-Isra ayat 23-25 berdasarkan pendapat para mufassir?
3. Apa pendapat ulama dan ahli pendidikan tentang Etika berbicara anak
terhadap orang tua ?
4. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25
tentang etika berbicara anak terhadap orang tua?
8
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pendapat para Mufassir tentang Qs. Al-Isra ayat 23-25
2. Mengetahui essensi yang terkandung dari Qs. Al-Isra ayat 23-25
3. Mengetahui pendapat ulama dan ahli pendidikan tentang etika berbicara anak
terhadap orang tua.
4. Mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Qs. Al-Isra ayat
23-25
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan bagi pendidik,
terutama sebagai wahana mengembangkan bidang pendidikan Islam menurut Qs.
Al-Isra ayat 23-25 tentang etika berbicara anak terhadap orang tua.
2. Secara Praktis
Diharapkan dapat dijadikan pedoman atau masukan bagi para pendidik untuk
membimbing peserta didiknya dalam mengajarkan dan mendidik etika
berbicara anak terhadap orang tua.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan titik tolak pemikiran dari masalah yang akan
diteliti. Menurut Winarno Surakhmad (1990:38), Kerangka pemikiran adalah asumsi
atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah
yang akan diteliti. Asumsi ini menjadi titik pangkal agar tidak terjadi keraguan bagi
peneliti.
9
Allah menurunkan kitab suci Al-Qur’an dengan disertai kebenaran untuk di
jadikan pedoman dalam kehidupan sehari hari, juga sebagai penyuluh bagi segenap
umat yang taat dan patuh. Al-Qur’an merupakan satu-satunya ajaran yang pasti dapat
menjawab untuk dapat membentuk pribadi manusia yang baik, serta menghilangkan
permusuhan dan perselisihan agar selamat di dunia dan akhirat.
Islam memerintahkan kepada manusia selaku umatnya untuk berhubungan baik
tidak hanya dengan khalik-Nya (Allah) tetapi juga dengan sesama makhluk-Nya
terutama antara sesama manusia, karena manusia pada umumnya beriman, bahkan
mereka semuanya dilahirkan dalam keadaan fitrah. Sekalipun manusia dibekali Fitrah
yang baik, namun dalam perkemban dengan kehidupanya manusia saling
melakukapenyimpangan prilaku yang bertentangan dengan ketentuan yang telah
digariskan Allah.
Manusia adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Salah satu hakikat wujud manusia yaitu berkomunikasi dan membutuhkan akan kerja sama dan saling membantu satu sama lain. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk saling mengerti, karena saling mengerti adalah pangkal dari tindakan yang baik dan akan menjamin tindakan yang seterusnya akan berhasil. Komunikasi juga adalah suatu hubungan yang sistematis dan satu proses yang terus berlangsung dalam suatu proses manajemen yang terdiri dari bicara dan mendengar sehingga saling mengerti. (Mochtar Effendy 1986 :107) Sebagaimana Firman Allah QS. An-Nisa ayat 114
* ω uöyz ’Îû 9ÏVŸ2 ⎯ÏiΒ öΝ ßγ1uθôfΡ ωÎ) ô⎯tΒ ttΒ r& >π s% y‰|Á Î/ ÷ρ r& >∃ρ ã÷ètΒ ÷ρ r& £x≈ n=ô¹ Î) š⎥ ÷⎫ t/ Ĩ$ ¨Ψ9$# 4 ⎯tΒ uρ ö≅yèø tƒ š Ï9≡sŒ u™!$tóÏF ö/$# ÏN$ |Êó sΔ «! $# t∃öθ|¡ sù ÏμŠ Ï? ÷σ çΡ #·ô_r& $ \Κ‹ Ïà tã ∩⊇⊇⊆∪
Tiada kebaikan apa pun pada bisikan-bisikan yang banyak mereka lakukan,
kecuali dari bisikan-bisikan dari orang memerintahkan orang lain supaya bersadaqah, atau berbuat kebajikan, atau menganjurkan perdamaian diantara sesama manusia. Dan barangsiapa berbuat demikian karena menghendaki keridhaan Allah, kepadanya kelak kami akan berikan pahala yang besar (Depag RI, 1980 ;140)
10
Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering kali mengalami persengketaan, salah
paham, balas dendam, di karenakan tutur kata yang salah. Lisan telah banyak
menjatuhkan umat manusia ke dalam kehancuran. Telah banyak menyeret barisan
tentara ke dalam jurang kemusnahan dan banyak membinasakan kehidupan sosial
manusia. Orang yang tertimpa kebinasaan akibat lisan mereka dikarenakan tidak
mampu menjaga lisannya. Dengan demikian, kebinasaan ini seharusnya dapat di
ridhoi dengan memelihara ucapanya. Sedangkan Islam mengajarkan agar manusia
saling mengenal, menyayangi, dan saling menasihati dalam lingkungan keluarga
maupun di lingkungan sekitarnya. Sehingga hal ini tidak menimbulkan
permusuhan,untuk mengatasi semua itu harus ditanamkan sifat yang terpuji yang
tidak merugikan orang lain akan tetapi menguntungkan kedua belah pihak.
Seorang muslim itu sudah sepatutnya memelihara lisannya dari berbagai bahaya
yang di sebabkanya walaupun dengan alasan yang kuat, agar tidak terjadi permusuhan
yang menyeret kepada perbuatan dosa. (Muhammad Ali Hasyimi, 1992 :60)
Berdasarkan keterangan di atas bahwa memelihara lisan merupakan suatu
kewajiban bagi manusia agar selamat di dunia maupun di akhirat. Maka tepat sekali
bila dalam Qs. Al-Isra ayat 23-25 mengungkapkan tentang etika berbicara anak
terhadap orang tua.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Suatu pemecahan masalah akan dirasakan sulit tanpa ada metode yang selaras
dengan masalah yang dipecahkan, oleh karena itu metode yang tepat sangat di
perlukan dan menunjang terhadap suatu keberhasilan penelitian.
11
Metode adalah suatu cara yang dilakukan pada proses penelitian. Dalam bidang
ilmu pengetahuan yang di jadikan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan
sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 1995 :24)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu
menghimpun data-data dan informasi yang telah ada dan terjadi, yang bertujuan untuk
mengungkapkan atau mendeskrifsikan gejala-gejala yang telah ada (Nana Sujana,
1992 :86).
Metode ini untuk menjelaskan ayat sehingga ayat tersebut dapat dimengerti Isi
kandungannya dengan jelas, mudah dipahami dan di harapkan dapat di amalkan
dalam mengatasi berbagai masalah yang ada sekarang.
3. Teknik Penelitian
Adapun teknik penelitian yang digunakan adalah studi literature atau studi
kepustakaan dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari ayat-ayat sebagai data
primer dilengkapi dengan buku-buku yang relevan dengan masalah yang diteliti
sebagai data sekunder (Moch. Nazir, 1983 :86).
Data sekunder adalah data yang tidak langsung yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi, data ini dapat penulis peroleh dari studi kepustakaan dan
pengumpul data. Melalui studi kepustakaan ini, penulis dapat menambah pengetahuan
yang dapat menunjang terhadap pemecahan masalah yang akan diteliti. Informasi
yang berbentuk teori dapat dijadikan sebagai titik tolak dan acuan dalam mengkaji
permasalahan yang diteliti
Melalui studi kepustakaan ini, penulis dapat menambah pengetahuan yang dapat
menunjang terhadap pemecahan masalah yang akan diteliti. Informasi yang berbentuk
12
teori dapat di jadikan sebagai titik tolak dan acuan dalam mengkaji permasalahan
yang diteliti
G. Langkah-Langkah Penelitian
1. Merumuskan masalah dan mengklasifikasikan tafsir yang berhubungan
dengan Qs. Al- Isra Ayat 23- 25.
2. Mencari tafsiran dari ayat tersebut dengan meneliti dan mengkaji berbagai
tafsir dan berbagai buku lainya
3. Merangkum pendapat para mufasir dan menarik esensi dari Qs. Al- Isra Ayat
23-25
4. Mencari teori yang menunjang terhadap esensi dari Bab II
5. Menganalisis esensi dengan menggunakan teori.
6. Menarik Nilai-nilai pendidikan.
7. Menarik kesimpulan dari hasil analisa sehingga terjawab hal-hal yang
dipertanyakan dalam penelitian ini.
H. Sumber Kajian
Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Al- Qur’an dan Terjemahnya (Depag Ri, 1421 H/2000)
2. Tafsir Al- Maraghi (Ahmad Musthafa Al-Maraghi, t.t)
3. Tafsir Ibnu Katsir (Abu fida Ismail bin Katsir, 19920
4. Tafsir Al-Qurtubi (Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Ansari, 1999)
5. Tafsir Sofwah At-Tafsir (Muhammad Ali Ash-Shobuni, 1981)
6. Buku- buku yang ada kaitanya dengan penelitian
13
I. Sistematika Penulisan.
BAB I Pendahuluan terdiri atas : Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode dan Teknik
Penelitian, Langkah-langkah Penelitian, Sumber Data, Sistematika Pembahasan.
BAB II Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Isra Ayat 23-25 yang mencakup teks ayat dan
terjemahannya, Munasabatul Ayat, Makna Mufradat dan Makna Kalimat, Isi
Kandungan dari Al-Qur’an Surat Al-Isra 23-25 menurut Mufasirin, dan Rangkuman
Pendapat Mufasirin serta Esensi yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Isra 23-
25.
BAB III Menguraikan Landasan Teori Pendidikan tentang Etika Berbicara Anak
Terhadap Orang Tua menurut Al-Qur’an Surat Al-Isra Ayat 23-25
BAB IV Menguraikan tentang Analisis Nilai-nilai Pendidikan dari Esensi Ayat
tentang Pendidikan Etika Berbicara Anak Terhadap Orang Tua.
BAB V Kesimpulan, saran dan penutup.
14
BAB II
TAFSIR AL-QUR’AN SURAT AL ISRA AYAT 23 - 25 A. Teks dan Terjemahan Ayat
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. (Depag RI, 1971 : 427-428)
15
A. Makna Mufrodat
TABEL I
Pengertian : ÅöÍúÓóÇäðÇ No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Ha
l Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/ berbuat baik
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M menyuruh berbuat baik 3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-
Maraghi/1993M berbuat baik dan kebajikan
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
berbuat baik dengan sebaik-baiknya.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi untuk berbuat baik
Pengertian: ÃõÝøò
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Abu Roja Al-Uthoridi mengatakan : al-Uf ialah perkataan kotor, rusak, dan rahasia (sembunyi-sembunyi)
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M perkataan yang buruk, termasuk perkataan 'ah' sebagai perkataan yang paling ringan.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al- Maraghi Perkataan yang buruk
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
perkataan yang dapat membuatnya gelisah, seperti perkataan "ah" dan janganlah memperdengarkan perkataan yang buruk.
Pengertian: ÊóäúåóÑú
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
an-Nahru artinya : pembentakan atau kekerasan.
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M yakni janganlah kamu berbuat buruk kepada keduanya dan jangan memukulnya.
16
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M Membentak
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Janganlah kamu membentak dengan suara yang keras terhadap sesuatu yang kamu tidak sukai dari mereka berdua.
Pengertian : æóÞõáú
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/ Yakni, ucapkanlah
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M Ucapkanlah 3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-
Maraghi/1993M Ucapkanlah dengan ucapan yang baik
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976 Ucapkanlah
Pengertian : ÞóæúáðÇ ßóÑöíãðÇ
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/ Perkataan yang lemah lembut.
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M lembut, baik, dan sopan disertai tata krama, penghormatan, dan pengagungan.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
perkataan yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
perkataan yang baik, lembut, dan indah dengan penuh santun dan penghormatan.
Kesimpulan : Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk
menyembah dan menrtauhidkan-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya.
17
C. Pengertian Kalimat
TABEL II Pengertian : æóÈöÇáúæóÇáöÏóíúäö ÅöÍúÓóÇäðÇ
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Allah telah menjadikan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua sebagai penyerta terhadap perintah beribadah dan mentauhidkan-Nya
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M Yakni, Dia menyuruh berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Juga, agar kamu berbuat baik dan kebajikan terhadap orangtua
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Yakni, Allah telah memerintahkan kepada kamu untuk berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua
Kesimpulan : Allah menyuruh manusia untuk berbuat baik kepada kedua
orang tua dengan sebaik-baiknya.
TABEL III
Pengertian : ÅöãøóÇ íóÈúáõÛóäøó ÚöäúÏóßó ÇáúßöÈóÑó ÃóÍóÏõåõãóÇ Ãóæú ßöáóÇåõãóÇ
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Dikhususkannya penyebutan kata kondisi lanjut usia, karena dalam kondisi ini mereka berdua sangat membutuhkan kebaikan dari anaknya, sebab kondisi mereka sudah berubah menjadi lemah dan tua.
18
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M - 3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-
Maraghi/1993M Apabila dua orangtua atau salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya dan tetap berada di sisimu pada akhir umurnya, sebagaimana kamu berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya.
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Aku telah mewasiatkan kedua orang tua kepada kamu, terlebih-lebih ketika mereka berdua atau salah satunya telah lanjut usia.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
Pengertian ayat ini bahwa orang tua suatu saat akan mengalami kondisi yang lemah, maka pada akhir hidupnya pasti mereka berada di sisimu sebagaimana kamu berada di sisi mereka pada permulaan hidup kamu.
Kesimpulan : Kewajiban manusia untuk belas kasih dan sayang terhadap kedua
orang tua dan memperlakukan orang tua dengan baik apabila kedua orang tua atau salah
seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya
dan tetap berada di sisimu pada akhir umurnya
TABEL IV
Pengertian : ÝóáóÇ ÊóÞõáú áóåõãóÇ ÃõÝøò
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Yakni, sekali-kali janganlah kamu mengatakan sesuatu yang membuat jengkel. Abu Roja Al-Uthoridi mengatakan : al-Uf ialah perkataan kotor, rusak, dan rahasia (sembunyi-sembunyi)
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M Maksudnya, janganlah kamu memperdengarkan kepada keduanya
19
perkataan yang buruk, termasuk perkataan 'ah' sebagai perkataan buruk yang paling ringan.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah satu dari orangtua atau oleh kedua-duanya yang mungkin dapat menyakitkan hati orang lain, tetapi ber-sabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua orang itu pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil.
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
yakni, sekali-kali janganlah kamu mengucapkan kata-kata sekecil apapun kepada orang tua perkataan yang dapat membuatnya gelisah, seperti perkataan "ah" dan janganlah memperdengarkan perkataan yang buruk.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
Larangan menampakan raut kegelisahan atau kebosanan, baik sedikit maupun banyak
Kesimpulan : Allah telah melarang manusia untuk mengatakan kata-kata yang
menyakitkan hati kedua orang tua, sekalipun hanya dengan ucapan "ah"
TABEL IV
Pengertian: æóáóÇ ÊóäúåóÑúåõãóÇ
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
an-Nahru artinya : pembentakan atau kekerasan.
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M yakni janganlah kamu berbuat buruk kepada keduanya dan jangan memukulnya.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Janganlah kamu menyusahkan keduanya dengan suatu perkataan yang membuat mereka berdua merasa tersinggung.
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Janganlah kamu membentak dengan suara yang keras terhadap
20
sesuatu yang kamu tidak sukai dari mereka berdua.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
Larangan menampakan perbedaan pendapat dengan cara menolak atau berdusta.
Kesimpulan : Allah melarang manusia untuk mengeluarkan kata-kata kasar,
atau membentak kedua orang tua
TABEL VI
Pengertian: æóÞõáú áóåõãóÇ ÞóæúáðÇ ßóÑöíãðÇ
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Yakni, ucapkanlah perkataan yang lemah lembut.
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M Karim berarti lembut, baik, dan sopan disertai tata krama, penghormatan, dan pengagungan.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada kedua orangtua dan perkataan yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Ucapkanlah kepada mereka berdua perkataan yang baik, lembut, dan indah dengan penuh santun dan penghormatan.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
Maksud ayat ini adalah mengajak untuk berbicara dengan penuh rasa hormat.
Kesimpulan : Allah memerintahkan manusia untuk mengucapkan perkataan
yang baik, lemah lembut, dan mulia kepada kedua orang tua
21
TABEL VII
Pengertian : الرحمة من الذل جناح لهما واخفض
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan.
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M yakni bertawadhulah kepada keduanya melalui tindakanmu
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Bersikaplah kepada kedua orangtua dengan sikap tawadu' dan merendahkan diri, dan taatlah kamu kepada mereka berdua da-lam segala yang diperintahkan terhadapmu, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah.
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Berlemah lembutlah dan rendah dirilah kamu dengan sebenar-benarnya kerendahan dengan penuh belas kasih kepada mereka berdua
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
Seekor burung apabila ingin mengumpulkan anaknya untuk dididik, ia merendahkan sayapnya. Berdasarkan sebab inilah maka merendahkan sayap dijadikan kata kiasan tentang pendidikan yang baik
Kesimpulan : Perintah untuk bersikaplah kepada kedua orangtua dengan sikap
tawadu' dan merendahkan diri, dan mentaati mereka berdua dalam segala yang
diperintahkan, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah.
22
TABEL VIII
Pengertian : صغيرا ربياني آما ارحمهما رب وقل
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/
Dikhususkannya penyebutan tarbiyah (pendidikan/pemeliharaan) supaya seorang hamba dapat mengingat kelembutan dan kelelahan kedua orang tua dalam memelihara.
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M Yakni, rahmatilah keduanya pada saat tua dan setelah mati
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar Dia merahmati kedua orangtuamu dengan rahmat-Nya yang abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua terhadap dirimu ketika kamu kecil, dan belas kasih mereka yang baik terhadap dirimu.
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Do'akanlah mereka berdua dengan penuh belas kasih, dan katakanlah di dalam do'amu "Ya Tuhanku rahmatilah kedua orang tuaku dengan rahmatmu yang sangat luas, sebagaimana mereka berdua telah memeliharaku ketika aku masih kecil".
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
yaitu hendaknya mendo'akan kedua orang tua dengan kasih sayang, oleh karenanya Allah berfirman " kasihilah mereka keduanya”. Kata ar-Rahmah bersifat universal meliputi seluruh bentuk kebaikan , baik kebaikan pada agama maupun dunia.
23
TABEL :XI
Pengertian :
غفورا للأوابين آان فإنه صالحين تكونوا إن نفوسكم في بما أعلم ربكم
No Tafsir Mufasir/Thn/Jld/Hal Pengertian
1 Al-Qurtubi Al-Qurtubi/1967M/ -
2 Ibnu Katsir Ibnu Katsir/1991M Said bin Jubair berkata, "Ayat ini berkenaan dengan orang yang bergegas untuk melakukan kebaikan kepada kedua orang tuanya, dan di hatinya hanya ada niat berbuat baik kepada keduanya. Allah Ta’ala berfirman, “Maka sesungguhnya Dia Maha pengampun terhadap orang-orang yang bertobat,” yakni kepada orang-orang yang melakukan dosa kemudian bertobat, melakukan dosa lagi kemudian bertobat. Demikian ditafsirkan oleh said bin al-Musayyad.
3 Al-Maraghi Ahmad Musthafa Al-Maraghi/1993M
Tuhanmu, hai sekalian manusia, lebih tahu apa yang ada dalam hatimu daripada kalian, baik berupa penghormatanmu mengenai bapak dan ibumu, serta berbuat baik terhadap mereka, atau meremehkan hak dan durhaka terhadap mereka. Allah akan membari balasan kepada kepada kalian atas kebaikan atau keburukan tentang hal itu semua. Oleh karena itu, hati-hatilah jangan sampai tersimpan dalam hatimu keburukan terhadap orang tua dan bersikap durhaka terhadap mereka.
4 Sofwah At-Tafaasiir
Muh Ali Ash-Shabuni/1976
Wahai manusia! Tuhanmu Maha mengetahui apa-apa yang ada di dalam diri kamu terhadap kemauanmu untuk berbuat baik atau berbuat durhaka. Jika kamu benar-benar berniat untuk berbuat baik dan benar tidak berbuat baik dan benar tidak berbuat durhaka dan
24
kerusakan, maka sesungguhnya Allah SWT akan membalas kejahatanmu dan Dia akan mengampuni orang yang mau bertaubat, yaitu mereka yang setiap kali berbuat salah kembali kepada Tuhanya sambil memohon ampunan.
5 Al-Fakhrurrazi
Muhammad Fakhruddin Ar-Razi
Pengertian ayat ini adalah :Aku telah memerintahkan kepadamu di dalam ayat ini untuk ikhlas di dalam beribadah dan berbuat baik kepada kedua orang tua.Allah Maha Mengetahui apa yang kamu sembunyikan dalam diri kamu berupa keikhlasan untuk menta'ati (perintah-Nya) dan juga tidak adanya keikhlasan di dalam diri kamu. Jika kamu bebas dari berbagai kerusakan hati kamu, maka kamu adalah orang-orang yang bertaubat.
Kesimpulan :Allah Maha mengetahui apa-apa yang ada di dalam diri manusia
terhadap kemauannya untuk berbuat baik atau berbuat durhaka.
Jika manusia benar-benar berniat untuk berbuat baik dan benar tidak berbuat
durhaka dan kerusakan, maka sesungguhnya Allah SWT akan membalas perbuatan-
perbuatan manusia dan Dia akan mengampuni orang yang mau bertaubat.
D.Penjelasan Para Mufasir tentang Q.S. Al-Isra 23 -25 1..Tafsir Al-Qurtubi (Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurtubi, 1967)
Di dalam ayat ini terdapat sepuluh permasalahan:
1. Qodha artinya memerintahkan, menetapkan, atau mewajibkan.
Ibn Abbas, Hasan dan Qatadah berpendapat bahwa qadha dalam ayat ini bukan
berarti penetapan hukum akan tetapi penetapan perintah.
25
2. Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menyembah dan
menrtauhidkan-Nya. Allah telah menjadikan perintah berbuat baik kepada kedua
orang tua sebagai penyerta terhadap perintah beribadah dan mentauhidkan-Nya,
sebagaimana Allah telah menyertakan perintah bersyukur kepada kedua orang tua
dengan perintah bersyukur kepada Dia. Maka Allah berfirman :
وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
dan Allah berfirman :
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.
Abdullah telah meriwayatkan di dalam shohih Al-Bukhari, ia berkata : Aku
bertanya kepada Nabi s.a.w. perbuatan apa yang paling disukai Allah SWT ? Nabi
menjawab : "Shalat tepat pada waktu", aku bertanya : kemudian apa ? Nabi menjawab
: kemudian berbuat baik kepada ibu bapak", aku bertanya : kemudian apa ? Nabi
menjawab : "Berjihad di jalan Allah". (H.R. Bukhari dalam Bab : Mawaqiit Ash-
Shalat).
Nabi s.a.w. memberitahukan bahwa berbuat baik kepada ibu bapak sebagai
perbuatan yang paling utama setelah shalat yang merupakan tiang agama.
3. Di antara berbuat baik kepada ibu bapak itu ialah tidak mencaci maki dan tidak
berbuat durhaka kepadanya; karena perbuatan itu termasuk dosa-dosa besar.
Abdullah bin Amr telah meriwayatkan di dalam Shahih Muslim :
26
Sesungguhnya termasuk dosa-dosa besar seseorang memaki ibu bapaknya" para sahabat bertanya : Adakah orang yang memaki ibu bapaknya ? Rasul menjawab : "Ada, yaitu ia memaki bapak orang lain, lalu orang lain memaki bapaknya, dan ia maki ibunya, lalu ia (balas) maki ibunya. (H.R. Muslim di dalam kitab Iman)
4. Perbuatan durhaka kepada orang tua ialah membangkang keinginan-keinginannya
yang diperbolehkan; sebaliknya yang merupakan perbuatan baik kepada orang tua
ialah melaksanakan keinginan-keinginannya. Berdasarkan hal ini, maka apabila
kedua orang tua atau salah satunya memerintahkan kepada anaknya untuk
melakukan satu perkara, maka ia wajib mentaatinya, selama perintah itu bukan
maksiat.
5. At-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata :
Aku mempunyai istri yang kucintai, sedangkan bapakku membencinya, lalu memerintahkan aku untuk menceraikannya, akan tetapi aku tidak mempedulikannya, kemudian aku menjelaskan hal tersebut kepada Nabi s.a.w. Nabi bersabda : "Wahai Abdullah bin Umar ceraikan istrimu". Hadis ini Hasan lagi shahih.
6. Abu Hurairah telah meriwayatkan :
Seorang laki-laki datang kepada Nabi s.a.w., ia bertanya: Siapakah yang paling berhak mendapat pergaulan yang paling baik dariku ? Nabi menjawab : “Ibumu” orang itu bertanya: kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab : “Ibumu”, orang itu bertanya : kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab : “Ibumu”, orang
27
itu bertanya lagi : kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab : “Bapakmu”. (H.R. Muslim dalam kitab al-Birru wash shillah)
Hadits ini menunjukan bahwa kecintaan dan rasa kasih sayang terhadap ibu
seyogyanya menjadi tiga perumpamaan daripada kecintaan terhadap bapak; karena Nabi
telah menyebutkannya sebanyak tiga kali, sedangkan bapak disebutkannya hanya pada
yang keempatnya saja. Apabila pengertian ini diperdalam ternyata terdapat beberapa
faktor, yang demikian itu karena ibu merasakan bagaimana susahnya mengandung,
melahirkan, menyesui dan mendidik anak. Hal ini hanya dilakukan oleh ibu sendiri
tanpa bapak. Al-Muhasibi dalam kitabnya ar-Ri’ayah menetapkan bahwa tidak ada
perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa kebaikan untuk ibu itu sebesar ¾,
sedangkan untuk bapak ¼.
7. Berbuat baik kepada kedua orang tua tidak dikhususkan kepada yang muslim
saja, akan tetapi sekalipun orang tua itu kafir selama masih mempunyai perjanjian
(dengan Islam) tetap harus berbuat baik kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman dalam
Qs. Al - Mumtahanah 8
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.
8. Termasuk berbuat baik kepada kedua orang tua ialah tidak pergi berjihad, kecuali
atas izin mereka, jika jihad tersebut tidak ditentukan.
28
Abdullah bin Amr telah meriwayatkan, ia berkata :
Seseorang telah menghadap meminta izin untuk berjihad kepada Nabi s.a.w.
Nabi bersabda : “Apakah kedua ibu bapakmu masih hidup ?” ia menjawab:
masih. Nabi bersabda : “Minta izinlah kepada ibu bapak kamu, lalu
berjihadlah” Lafadh hadits ini milik Muslim.
Ibnu Mundzir menuturkan : Di dalam hadits ini mengandung larangan untuk
pergi keluar (berperang) tanpa seizin ibu bapak selama masih ada orang yang pergi
ke medan perang, akan tetapi apabila tidak ada, maka wajib keluar seluruhnya.
9. Para ulama berbeda pendapat mengenai kedua ibu bapak yang musyrik, apakah
harus meminta izin kepada keduanya ? jika jihad itu termasuk fardhu kifayah.
Menurut Ats-Tsauri : tidak boleh berperang melainkan atas izin keduanya.Menurut
Asy-Syafi’i : Boleh berperang tanpa harus meminta izin keduanya.
10. Termasuk kesempurnaan perbuatan bajik kepada orang tua itu ialah menjalin tali
silaturrahmi yang dilakukan oleh seorang anak terhadap keluarga teman karib
ayahnya. Ibnu Umar meriwayatkan dalam kitab shohih, ia berkata :
Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya termasuk
perbuatan bajik yang paling baik ialah menjalin silaturrahmi yang dilakukan oleh
seorang (anak) terhadap keluarga teman karib ayah sepeninggalannya.
29
Abu Usaid ketika perang Badar pernah meriwayatkan, ia berkata: Aku sedang duduk-duduk bersama Nabi tiba-tiba datang seorang Anshor seraya berkata : Wahai Rasulullah, masih adakah jalan bagiku untuk berbakti kepada kedua orang tuaku sesudah keduanya tiada? Nabi s.a.w. menjawab, "Ya, yaitu mendo'akan keduanya, memohonkan ampunan buat keduanya, melaksanakan wasiat keduanya setelah keduanya tiada, dan menghubungkan silaturrahmi yang tidak dapat dihubungkan kecuali melalui keduanya, serta menghormati teman-teman sejawat keduanya. Inilah jalan bagimu". (H.R. Ahmad di dalam kitab musnadnya)
11. Firman Allah Ta'ala :
jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu
Dikhususkannya penyebutan kata kondisi lanjut usia, karena dalam kondisi ini mereka
berdua sangat membutuhkan kebaikan dari anaknya, sebab kondisi mereka sudah
berubah menjadi lemah dan tua. Maka dalam kondisi ini harus ada pemeliharaan extra
ketimbang sebelumnya, mereka berdua sangat membutuhkan pemeliharaan
sebagaimana ketika anaknya masih kecil sangat membutuhkan pemeliharaan dirinya.
Tinggal dalam waktu yang lama dengan anak memang biasa dapat membuat beban
yang berat dan dapat membuat bosan dan cemas, sehingga dapat membuat si anak
marah kepada kedua orang tua dan naik darah. Maka Allah benar-benar telah
30
memerintahkan untuk menerima mereka dengan ucapan - ucapan yang mulia, yaitu
tidak mencaci maki. Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman :
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan
yang mulia.
12. Firman Allah Ta'ala :
Yakni, sekali-kali janganlah kamu mengatakan sesuatu yang membuat jengkel.
Abu Roja Al-Uthoridi mengatakan : al-Uf ialah perkataan kotor, rusak, dan
rahasia (sembunyi-sembunyi)
13. Firman Allah Ta'ala : ولا تنهرهما
an-Nahru artinya : pembentakan atau kekerasan
Yakni, ucapkanlah perkataan yang lemah lembut. Menurut Atho misalnya :
wahai ayahanda atau wahai ibunda, janganlah kamu memanggil orang tua dengan nama
mereka atau panggilan mereka.
14. Firman Allah Ta'la :
Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan. Ini adalah
perkataan yang bukan sebenarnya tentang kasih sayang dan kerendahan diri terhadap
mereka berdua, seperti kerendahan diri rakyat terhadap pemimpinnya dan seorang
budak terhadap tuannya. Allah menjadikan Khofdlul Janaah seperti halnya sayap seekor
burung ketika merangkul anaknya dengan sayapnya. Adz-Dzulli artinya yang lemah
lembut. Berdasarkan ayat ini seyogyanya seorang anak bersama orang tuanya berada
31
dalam kelemah lembutan dalam segala hal. Janganlah sekali-kali menatap sinis kepada
kedua orang tua.
15. Khitob (pokok pembicaraan) dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi s.a.w.
sedangkan yang dimaksud adalah umatnya; karena pada saat ayat ini turun Nabi sudah
tidak memiliki kedua orang tua.
Huruf min dalam firman Allah minarrahmah fungsinya untuk menjelaskan
jenis, yakni bahwa merendahkan diri ini hendaknya terjadi karena rasa kasih sayang
yang muncul dari jiwa, bukan hanya sekedar melaksanakan perintah belaka. Kemudian
Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat kasih sayang kepada nenek
moyangnya dan mendo'akan mereka dan hendaklah kamu berbelas kasih kepada mereka
berdua, sebagaimana mereka telah mengasihimu. Dan hendaklah kamu berlemah lembut
terhadap mereka sebagaimana mereka telah berlemah lembut kepadamu; karena mereka
telah memeliharamu ketika kamu kecil dan tidak tahu apa-apa, sehingga mereka
mencurahkan seluruh jiwanya, menggunakan waktu malamnya, berlapar-lapar demi
mengenyangkanmu, dan bertelanjang demi memberi pakaianmu, maka kamu tidak akan
pernah dapat membalas kebaikan kedua orang tua. Rasulullah s.a.w. bersabda :
Telah meriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah s.a.w bersabda :
Seorang anak takkan bisa membalas budi orangtuanya kecuali bila orangtuanya itu
dia dapati dalam keadaan menjadi budak. lalu dia membeli dan
memerdekakannya." (H.R. Muslim dalam bab al-Itqu)
32
16. Firman Allah Ta'ala :
Dikhususkannya penyebutan tarbiyah (pendidikan/pemeliharaan) supaya
seorang hamba dapat mengingat kelembutan dan kelelahan kedua orang tua dalam
memelihara. Sehingga hal ini dapat menambah kasih sayang dan belas kasih kepada
kedua orang tua. Ini semua ditujukan kepada kedua orang tua yang beriman. Al-Quran
telah melarang memohonkan ampunan untuk kedua orang tua yang musyrik yang telah
meninggal dunia, sekalipun itu kerabat dekat. Ibnu Abbas dan Qotadah telah
meriwayatkan bahwa semua ini telah dinaskh oleh firman Allah Surat At-Taubah ayat
113
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah
kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu
adalah penghuni neraka jahanam
Apabila kedua orang tua itu kafir dzimmi, maka pergaulilah mereka sebagaimana
diperintahkan Allah di sini, kecuali berbelas kasih kepada mereka setelah mereka
meninggal dunia dalam keadaan kafir.
2.Tafsir Ibnu Katsir (Ali ash-Shobuni, 1981)
Allah Ta'ala telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya supaya
menyembah Dia Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Ditafsirkan demikian, karena
al-qadha di sini artinya perintah. Karena itu, perintah menyembah-Nya digabung
33
dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua. Maka Allah Ta'ala berfirman,
"Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya."
Yakni, Dia menyuruh berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
Penggalan ini seperti firman Allah Ta'ala, "Supaya kamu bersyukur kepada-Ku dan
kepada kedua orang tuamu, serta kepada Akulah tempat kamu kembali." (Luqman: 14)
Firman Allah Ta'ala, "Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'uf'." Maksudnya, janganlah kamu
memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk, termasuk perkataan 'ah'
sebagai perkataan buruk yang paling ringan. "Janganlah kamu membentak mereka,"
yakni janganlah kamu berbuat buruk kepada keduanya dan jangan memukulnya. Setelah
Allah melarang manusia berkata dan berbuat buruk, maka Dia menyuruh manusia
berkata dan berbuat baik. Maka Allah Ta'ala berfirman, "Dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia." Karim berarti lembut, baik, dan sopan disertai tata
krama, penghormatan, dan pengagungan.
"Dan rendahkanlah'dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih
sayang," yakni bertawadhulah kepada keduanya melalui tindakanmu, "dan ucapkanlah,
Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku ketika kecil.'" Yakni, rahmatilah keduanya pada saat tua dan setelah mati. Ibnu
Abbas berkata, setelah itu, Allah Ta'ala menurunkan ayat, ''Tidaklah pantas bagi nabi
dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampun bagi orang-orang musyrik,
34
walaupun mereka merupakan kerabat, setelah jelas bagi mereka bahwa kaum musyrik
itu adalah penghuni neraka Jahim."
Terdapat hadits tentang berbuat baik kepada kedua orang tua. Di antaranya
hadits yang diriwayatkan dari Anas.
Telah meriwayatkan Abu Hurairah Rasulullah saw.bersabda,amat kecewalah orang yang tidak membaca sbalawat kepadaku. Amat kecewa orang yang datang kepadanya bulan Ramadban hingga berakhir bulan itu tetapi ia tidak memperoleh ampunan. Amat kecewalah orang yang dapat mengecap hidup bersama kedua orang tuanya namun keduanya tidak menyebabkannya masuk surga.
Diriwayatkan Imam Ahmad dari al- Miqdam bin Ma'dikarba, bahwa Rasulullah
saw., beliau bersabda
Telah meriwayatkan Miqdam bin Ma'dikariba, bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda : "Sesungguhnya Allah berpesan agar kamu berbuat baik kepada ibumu sebanyak tiga kali. Allah berpesan agar kamu berbuat baik kepadabapakmu. Allah berpesan kepadamu agar berbuat baik kepada kerabat terdekat dan kerabat lainnya. (HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang
yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang
bertaubat.
35
Said bin Jubair berkata, "Ayat ini berkenaan dengan orang yang bergegas untuk
melakukan kebaikan kepada kedua orang tuanya, dan di hatinya hanya ada niat berbuat
baik kepada keduanya. Allah Ta'ala berfirman, "Maka sesungguhnya Dia Maha
Pengampun terhadap orang-orang yang bertobat," yakni kepada orang-orang yang
melakukan dosa kemudian bertobat, melakukan dosa lagi kemudian bertobat. Demikian
ditafsirkan oleh Said bin al-Musayyab. Abdurrazaq,meriwayatkan dari Ubaid bin
Umair, dia berkata, "Kami memandang al- awwab itu sebagai orang yang menjaga diri
dari dosa serta mengatakan, 'Ya Allah, ampunilah dosa yang aku lakukan di majelis
ini.'"
Sementara itu, Ibnu Jarir berkata, "Al-awwab ialah orang yang bertobat dari
dosa, kembali dari kemaksiatan kepada ketaatan." Inilah penafsiran yang benar, sebab
al-awwab diambil dari kata awwaba yang berarti 'kembali', Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali." Pengertian seperti ini juga terdapat
dalam hadits sahih yang menyatakan bahwa apabila Rasulullah saw. pulang dari
perjalanan jauh, beliau berdoa,
Semoga kami menjadi orang-orangyang kembali, bertobat, beribadah dan
kepada Tuhan kami, kami memuji.
3.Tafsir Al-Maraghi (Ahmad Musthafa Al-Maraghi, 1993)
Setelah Allah menyebutkan rukun terbesar dalam iman, maka dilanjutkan dengan
menyebutkan syi'ar-syi'ar iman, hal-hal sebagai berikut, dengan firman-Nya :
1.
36
Dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, karena
ibadah adalah puncak pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap Tuhan
yang daripada-Nyalah keluar kenikmatan dan anugerah atas hamba-hamba-Nya, dan
tidak ada yang dapat memberi nikmat kecuali Dia.
2.
Juga, agar kamu berbuat baik dan kebajikan terhadap orangtua, supaya Allah
tetap menyertai kamu:
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang
berbuat kebaikan. Apabila Allah memerintahkan berbuat baik terhadap orangtua, maka
hal itu adalah karena sebab-sebab sebagai berikut :
a. Karena kedua orangtua itulah yang belas kasih kepada anaknya, dan telah bersusah
payah dalam memberikan kebaikan kepada-Nya, dan menghindarkan dari bahaya.
Oleh karena itu, wajiblah hal itu diberi imbalan dengan berbuat baik dan syukur
pada keduanya.
b. Bahwa anak adalah belahan jiwa dari orangtua, sebagaimana diberitakan dalam
sebuah hadits bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
Al-Miswar bin Makhromah meriwayatkan, bahjwasanya Rasulullah s.a.w
bersabda : Fatimah adalah bagian tulang dariku
c. Bahwa kedua orangtua telah memberi kenikmatan kepada anak, ketika anak itu
sedang dalam keadaan lemah dan tidak berdaya sedikit pun. Oleh karena itu, wajib
hal itu dibalas dengan rasa syukur, ketika kedua orang itu telah tua.
37
Kesimpulan :
1. Bahwasanya tidak ada karunia yang sampai kepada manusia yang lebih banyak.
dibanding karunia Allah yang diberikan kepadanya, kemudian karunia dua orangtua.
Oleh karena itu, Allah memulai dengan memerintah supaya bersyukur atas nikmat-
Nya terlebih dahulu dengan firman-Nya:
(وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه)
Kemudian, dilanjutkan dengan suruhan agar bersyukur atas karunia dua orangtua
dengan firman-Nya:
(إحسانا وبالوالدين)
Kemudian, Allah menerangkan lebih jelas perbuatan baik, apa yang wajib dilakukan
terhadap kedua orangtua, dengan firman-Nya:
Apabila dua orangtua atau salah seorang di antaranya berada di sisimu
hingga mencapai keadaan lemah, tidak berdaya dan tetap berada di sisimu pada
akhir umurnya, sebagaimana kamu berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu,
maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus
memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap
orang yang telah memberi karunia kepadanya. Perlakuan itu akan menjadi nyata bila
kamu lakukan kepada keduanya lima hal sebagai berikut:
38
a. Janganlah kamu jengkel terhadap sesuatu yang kamu lihat dilakukan oleh salah
satu dari orangtua atau oleh kedua-duanya yang mungkin dapat menyakitkan
bati orang lain, tetapi bersabarlah menghadapi semua itu, sebagaimana kedua
orang itu pernah bersikap sabar terhadapmu ketika kamu kecil.
b. Janganlah kamu menyusahkan keduanya dengan suatu perkataan yang membuat
mereka berdua merasa tersinggung. Hal ini merupakan larangan menampakkan
rasa tak senang terhadap mereka berdua dengan perkataan yang disampaikan
bernada menolak atau mendustakan mereka berdua, di samping ada larangan
untuk menampakkan kejemuan, baik sedikit maupun banyak.
c. Ucapkanlah dengan ucapan yang baik kepada kedua orangtua dan perkataan
yang manis, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, sesuai dengan
kesopanan yang baik, dan sesuai dengan tuntutan kepribadian yang luhur. seperti
ucapan: Wahai ayahanda, wahai ibunda. Dan janganlah kamu memanggil
orangtua dengan nama mereka, jangan pula kamu meninggikan suaramu di
hadapan orangtua, apalagi kamu memelototkan/ membelalakkan matamu
terhadap mereka berdua.
Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir telah mengeluarkan sebuah riwayat dari Abul Haddaj
yang katanya : Pernah saya berkata kepada Sa'id bin Musayyab, segala apa yang
disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an mengenai birrul-walidain, saya telah
tabu, kecuali firman-Nya:
Apa yang dimaksud perkataan yang mulia pada ayat ini ?
Maka, berkatalah Ibnul-Musayyab : Yaitu seperti perkataan seorang budak yang
39
berdosa di. badapan tuannya.
d. Bersikaplah kepada kedua orangtua dengan sikap tawadu' dan merendahkan diri,
dan taatlah kamu kepada mereka berdua dalam segala yang diperintahkan
terhadapmu, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Yakni, sikap yang
ditimbulkan oleh belas kasih dan sayang dari mereka berdua, karena mereka be-
nar-benar memerlukan orang yang bersifat patuh pada mereka berdua. Dan sikap
seperti itulah, puncak ketawadu'an yang harus dilakukan.
Firman Allah Ta'ala Minar-rahmah. yang dimaksud adalah :
Hendaklah sifat merendahkan diri itu, dilakukan atas dorongan sayang kepada
kedua orangtua, bukan karena sekadar mematuhi perintah atau khawatir tercela
saja. Oleh karena itu, ingatkanlah dirimu, bukanlah berbuat kebaikan itu hanya
karena pemah dilakukan oleh kedua orangtua padamu, juga bukan tentang belas
kasih serta sikap tunduk kepada orangtua yang diperintahkan kepadamu.
Hadits Tentang Birrul-Walidain
Allah Ta'ala telah mengibaratkan contoh bagaimana seharusnya sikap seseorang
yang patut dilakukan terhadap kedua orangtua, sebagaimana sikap seekor burung ketika
hendak merangkul anak-anaknya untuk mengasuhnya. Burung itu merendahkan
sayapnya kepada anaknya itu. Jadi, seolah-olah Allah Ta'ala berfirman kepada manusia :
Jaminlah kedua kedua orangtuamu dengan cara kamu himpun mereka berdua kepada
dirimu, sebagaimana mereka pernah melakukan hal itu ketika kamu kecil.
e. Hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar Dia merahmati kedua orangtuamu
dengan rahmat-Nya yang abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua
40
terhadap dirimu ketika kamu kecil, dan belas kasih mereka yang baik terhadap
dirimu.
Jadi mudahnya, Allah SWT. sungguh-sungguh mewasiatkan mengenai kedua
orangtua tentang banyak hal yang menjamin mereka berdua dengan menggandengkan
tentang kewajiban berbuat baik kepada mereka berdua dengan kewajiban bertauhid
kepadaNya. Lalu, kedua kewajiban tersebut disusun dengan dua jalur keputusan yang
harus dilaksanakan bersama-sama.Sementara itu mengenai birrul-walidain terdapat pula
pada. hadisnya Antara lain adalah:
Bahwasanya ada seorang laki-Iaki datang kepada Nabi saw. meminta izin kepada
beliau untuk ikut dalam berjuang bersama beliau. Maka, bertanyalah nabi, "Masih
hidupkah kedua orangtuamu?" Dia jawab, "Masih." Jawab nabi, "Kalau begitu, ber-
juanglah untuk kedua orangtuamu itu".
2. Menurut riwayat Muslim dan lainnya:
Telah meriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah s.a.w bersabda :
Seorang anak takkan bisa membalas budi orangtuanya kecuali bila
orangtuanya itu dia dapati dalam keadaan menjadi budak. lalu dia membeli
dan memerdekakannya.
Kesimpulannya : Bahwa Allah SWT. benar-benar mewasiatkan mengenai kedua
orangtua secara serius, sehingga siapa pun yang durhaka terhadap kedua orangtua akan
bangun bulu romanya dan ngeri mendengamya, karena, wasiat itu Allah mulai dengan
perintah supaya bertauhid dan beribadah kepada-Nya. Kemudian, kewajiban rersebut
41
digenapkan dengan kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua. Setelah itu, perintah
untuk memelihara kedua orangtua itu diketatkan sehingga tidak memberi keringanan
dalam bentuk kata-kata yang paling remeh sekalipun, yang terucapkan oleh seseorang
yang merasa jemu terhadap orangtua. Sekalipun banyak hal yang menyebabkan
kejemuan, dan mengalami keadaan-keadaan yang hampir tak tertanggungkan oleh
manusia untuk bersabar. Dan agar orang merendahkan diri, tunduk kepada orangtua,
kemudian ditutuplah ayat mengenai birrul-walidain dengan doa untuk mereka berdua,
dan permohonan rahmat atas mereka berdua. Dan oleh karena belas kasih Allah Ta'ala
terhadap kedua orangtua, hal tersebut Allah gandengkan dengan ke-Esaan-Nya dan
larangan syirik terhadap-Nya.
Mengingat berbuat baik kepada kedua orangtua itu susah dilakukan, maka
diperingatkan oleh Allah agar orang jangan meremehkan hal itu dengan firman-Nya :
Tuhanmu, hai sekalian manusia, lebih tahu apa yang ada dalam hatimu daripada
kalian, baik berupa penghormatanmu mengenai bapak dan ibumu, serta berbuat baik
terhadap mereka, atau meremehkan hak dan durhaka terhadap mereka. Allah akan
memberi balasan kepada kalian atas kebaikan atau keburukan tentang hal itu semua.
Oleh karena itu, hati-hatilah jangan sampai tersimpan dalam hatimu keburukan terhadap
orangtua dan bersikap durhaka terhadap mereka. Maka, jika kamu telah memperbaiki
niatmu terhadap orangtua, dan kamu taat kepada Tuhanmu mengenai berbuat baik
kepada orangtuamu yang telah Allah perintahkan, serta menunaikan hak-hak yang wajib
kamu tunaikan setelah kamu lupa atau tergelincir dalam menunaikan suatu kewajiban
42
yang wajib kamu tunaikan terhadap mereka, maka sesungguhnya Allah Ta'ala akan
mengampuni kamu atas kekurangan yang kamu lakukan. Karena, Dia-lah Yang Maha
Pengampun terhadap orang yang mau bertaubat dari dosanya dan berhenti dari
bermaksiat kepada Allah, kembali taat kepada-Nya, lalu melakukan hal-hal yang di-
cintai dan disukai Allah.
Ayat tersebut juga merupakan janji bagi orang yang berniat hendak berbuat baik
kepada orangtua, dan merupakan ancaman terhadap orang yang meremehkan hak-hak
orangtua, serta berusaha untuk durhaka terhadap mereka berdua.
4.Sofwah At-Tafaasiir (Muhammad Ali Ash-Shabuni/1976)
Yakni Allah SWT menetapkan dan memerintahkan agar kamu tidak
menyembah tuhan selain Dia. Mujahid berkata : waqadlaa, yakni Allah mewasiatkan
kepada hamba-Nya untuk menyembah dan mentauhidkan-Nya.
Yakni, Allah telah memerintahkan kepada kamu untuk berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Menurut para ahli tafsir digandengkannya perintah
berbuat baik kepada orang tua dengan penyembahan terhadap Allah untuk menjelaskan
tentang hak-hak orang tua yang sangat besar terhadap anaknya, karena mereka
berdualah yang menjadi penyebab utama ada dan hidupnya seorang anak di dunia ini.
Demikian pula ketika kebaikan orang tua sudah mencapai puncaknya, tinggallah
kewajiban seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tua
43
Aku telah mewasiatkan kedua orang tua kepada kamu, terlebih-lebih ketika
mereka berdua atau salah satunya telah lanjut usia. Dikhususkannya kondisi lanjut usia;
karena pada saat itu mereka berdua sangat membutuhkan kebaikan dan pemenuhan-hak-
haknya, disebabkan kelemahan mereka.
yakni, sekali-kali janganlah kamu mengucapkan kata-kata sekecil apapun
kepada orang tua perkataan yang dapat membuatnya gelisah, seperti perkataan "ah" dan
janganlah memperdengarkan perkataan yang buruk.
Janganlah kamu membentak dengan suara yang keras terhadap sesuatu yang
kamu tidak sukai dari mereka berdua.
Ucapkanlah kepada mereka berdua perkataan yang baik, lembut, dan indah
dengan penuh santun dan penghormatan
Berlemah lembutlah dan rendah dirilah kamu dengan sebenar-benarnya
kerendahan dengan penuh belas kasih kepada mereka berdua.
Do'akanlah mereka berdua dengan penuh belas kasih, dan katakanlah di dalam
do'amu "Ya Tuhanku rahmatilah kedua orang tuaku dengan rahmatmu yang sangat luas,
sebagaimana mereka berdua telah memeliharaku ketika aku masih kecil.
Wahai manusia! Tuhanmu Maha mengetahui apa-apa yang ada di dalam diri
kamu terhadap kemauanmu untuk berbuat baik atau berbuat durhaka.
44
Jika kamu benar-benar berniat untuk berbuat baik dan benar tidak berbuat
durhaka dan kerusakan, maka sesungguhnya Allah SWT akan membalas kejahatanmu
dan Dia akan mengampuni orang yang mau bertaubat, yaitu mereka yang setiap kali
berbuat salah kembali kepada Tuhannya sambil memohon ampunan.
5. Al-Fakhrurrazi (Muhammad Ar-Razi Fakhruddin, 1990)
Manusia hendaknya menyibukan diri untuk menyembah Allah Ta'ala. Dan
menjaga diri agar tidak menyembah kepada selain Allah. Inilah yang dimaksud dengan
firman Allah
Dalam ayat ini terdapat dua pembahasan :
I) Al-Qadha artinya hukum, ketetapan, atau kepastian.
II) Ayat ini menunjukan kewajiban menyembah Allah dan larangan menyembah selain-
Nya. Yang demikian itu karena ibadah merupakan gambaran dari totalitas perbuatan
menuju puncak penghormatan, sedangkan puncak penghormatan hanya pantas
diberikan kepada zat yang mengeluarkan berbagai kenikmatan. Puncak kenikmatan
merupakan gambaran dari pemberian wujud dan kehidupan, kekuasaan, syahwat,
dan akal. Sesungguhnya telah nyata bukti-bukti yang menunjukan bahwa yang
memberi segala sesuatu ini ialah Allah SWT bukan yang lain-Nya. Apabila yang
memberi seluruh nikmat itu adalah Allah bukan yang lain-Nya, maka tidaklah salah
bahwa yang berhak disembah itu adalah Allah bukan selain Dia.
Firman Allah Ta'ala :
45
Allah telah memerintahkan manusia untuk menyembah-Nya, kemudian
memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Korelasi antara perintah
menyembah dan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua dijelaskan dari berbagai
aspek :
a. Sebab hakiki adanya manusia ialah hasil penciptaan Allah Ta'ala, sedangkan sebab
dhahir-nya ialah kedua orang tua, oleh karena itu Allah memerintahkan untuk
menghormati sebab yang hakiki, kemudian diikuti dengan perintah menghormati
sebab yang dhohir.
b. Sesuatu yang wujud itu, ada yang terdahulu ada yang kemudian. Interaksi manusia
dan Allah bersifat terdahulu yang diwujudkan dengan bentuk penghormatan dan
penyembahan, sedangkan interaksi manusia dengan yang lainnya bersifat baru yang
ditampakkan dengan bentuk kasih sayang. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi
s.a.w.
"Penghormatan itu ditujukan perintah Allah, sedangkan kasih sayang
kepada makhluk Allah."
Makhluk Allah yang paling berhak untuk mendapatkan kasih sayang itu
adalah kedua orang tua.
c. Menyibukan diri untuk bersyukur kepada orang yang memberi nikmat itu, hukumnya
wajib. Pemberi nikmat yang hakiki itu adalah Sang Kholik dan salah satu dari
46
kedua makhluk Allah (ibi dan bapak). Maka mensyukurinya juga hukumnya wajib
berdasarkan sabda Nabi s.a.w.
Barangsiapa tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur
kepada Allah.
Tidak ada karunia yang sampai kepada manusia yang lebih banyak
dibandingkan dengan karunia Allah yang diberikan kepada kedua orang tua.
Ketetapan ini dapat dilihat dari berbagai faktor :
1) Anak adalah bagian dari kedua orang tua. Rasulullah s.a.w bersabda :
Al-Miswar bin Makhromah meriwayatkan, bahjwasanya Rasulullah
s.a.w bersabda : Fatimah adalah bagian tulang dariku
2) Kasih sayang kedua orang tua terhadap anak sangat besar sekali, keinginannya
untuk memberikan kebajikan kepada anak seperti perintah alami, juga
keinginannya dalam memelihara anak dari anacaman marabahaya pun seperti
perintah alami pula.
3) Manusia itu pasti mengalami puncak kelemahan dan ketidakmampuan. Maka
karunia orang tua menjadi beberapa bagian dalam hal ini untuk menjadi sebuah
perantara, dan bagian belas kasih anak itu pun menjadi perantara kepada kedua
orang tua pada saat keduanya mengalami kelemahan dan ketidakmampuan.
4) Memberikan kebajikan kepada anak bukan untuk tujuan ini saja, karena karunia
dalam hal ini lebih bersifat utuh dan sempurna. Maka ditetapkan bahwa tidak ada
47
karunia yang sampai kepada manusia lain dibanding karunia kedua orangtua terhadap
anaknya. Oleh karena itu Allah memulai dengan perintah mensyukuri Sang Kholik
dengan firman-Nya :
Kemudian Allah menggandengkannya dengan perintah syukur kepada kedua
orang tua dengan firman-Nya
sebabnya karena karunia yang terbesar setelah karunia Tuhan sebagai Sang
Pencipta adalah karunia kedua orang tua.
Firman Allah Ta'ala :
Pengertian ayat ini bahwa orang tua suatu saat akan mengalami kondisi yang
lemah, maka pada akhir hidupnya pasti mereka berada di sisimu sebagaimana kamu
berada di sisi mereka pada permulaan hidup kamu.
Ketahuilah ! ketika Allah menyebutkan kalimat ini, maka manusia diberikan
lima hak taklif
1. Firman Allah Ta'ala :
(Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah")
2. Firman Allah Ta'a (Janganlah kamu membentak mereka)
Yang dimaksud dengan firman Allah " Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah"" adalah larangan menampakan raut
kegelisahan atau kebosanan, baik sedikit maupun banyak, sedangkan yang dimaksud
48
dengan firman Allah " Janganlah kamu membentak mereka " adalah larangan
menampakan perbedaan pendapat dengan cara menolak atau berdusta.
3. Firman Allah Ta'ala : (Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia)
Setelah Allah melarang manusia untuk mengucapkan perkataan yang menyakitkan
dan menjijikan pada ayat di atas, kemudian Allah menggandengkannya dengan perintah
mengucapkan perkataan yang baik dan indah, maka Allah berfirman "Dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia". Maksud ayat ini adalah mengajak untuk
berbicara dengan penuh rasa hormat. Misalnya dengan mengucapkan: "wahai ibunda
atau wahai ayahanda" atau tidak meninggikan suara di atas suara mereka ketika
berbicara dan tidak membelalakan mata mata kepada mereka.
4. Firman Allah Ta'ala :
(Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan).
Seekor burung apabila ingin mengumpulkan anaknya untuk dididik, ia
merendahkan sayapnya. Berdasarkan sebab inilah maka merendahkan sayap dijadikan
kata kiasan tentang pendidikan yang baik, seakan-akan Allah berfirman kepada seorang
anak : "Jaminlah kedua orang tuamu dengan cara kamu himpun mereka berdua dalam
dirimu, sebagaimana mereka pernah melakukan hal itu ketika kamu kecil"
Burung apabila ingin terbang dan meninggi, ia selalu mengembangkan kedua
sayapnya dan apabila ia ingin turun, ia pun merendahkan sayapnya. Berdasarkan inilah
maka merendahkan sayap menjadi kiasan dari perbuatan tawadu'.
49
Firman Allah "dengan penuh kesayangan" pengertiannya adalah agar kamu
merendahkan diri kepada kedua orang tua, hal itu disebabkan karena rasa belas kasih
dan kelembutanmu kepada mereka berdua, dan karena mereka telah lanjut usia dan
lemah.
5. Firman Allah Ta'ala :
(dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil")
al-Qoffal Rahimakumullah mengatakan : pembelajaran tentang berbuat baik
kepada orang tua tidak hanya berkisar pada pembelajaran perintah mengucapkan
perkataan-perkataan saja. Akan tetapi bahkan pembelajaran pada perintah melakukan
perbuatan-perbuatan, yaitu hendaknya mendo'akan kedua orang tua dengan kasih
sayang, oleh karenanya Allah berfirman " kasihilah mereka keduanya”. Kata ar-
Rahmah bersifat universal meliputi seluruh bentuk kebaikan , baik kebaikan pada
agama maupun dunia. Kemudian Allah berfirman "sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil" yakni, Tuhan lakukanlah untuk keduanya kebaikan ini
sebagaimana mereka berdua telah berbuat baik kepadaku dalam
mendidik/memeliharaku.
Para ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini :
a. Ayat ini mansukh dengan ayat 113 Surat At-Taubah :
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik
50
Tidak sepatutnya bagi seorang muslim memintakan ampun (kepada Allah)
untuk kedua orang tuanya , jika kedua orang tuanya musyrik. Dan tidak boleh
mengucapkan : "Tuhanku kasihanilah mereka."
b. Ayat ini tidak dinaskh, akan tetapi dikhususkan pada hak orang-orang musyrik.
Pendapat ini lebih utama daripada pendapat yang pertama, karena pengkhususan
lebih baik daripada penghapusan.
c. Tidak ada naskh dan tidak ada pula takhsis, karena kedua orang tua apabila orang
kafir, maka hak anak adalah mendo'akan supaya keduanya mendapat hidayah dan
petunjuk serta memohonkan rahmat setelah keduanya beriman.
Kemudian Allah berfirman :
(Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-
orang yang baik)
Pengertian ayat ini adalah : Aku telah memerintahkan kepadamu di dalam
ayat ini untuk ikhlas di dalam beribadah dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu sembunyikan dalam diri kamu berupa
keikhlasan untuk menta'ati (perintah-Nya) dan juga tidak adanya keikhlasan di
dalam diri kamu. Ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui dengan keadaan-
keadaan kamu.
Maksud ayat ini sebagai peringatan agar manusia tidak meninggalkan
keikhlasan. Kemudian Allah berfirman :
51
(Jika kamu orang-orang yang baik) jika kamu bebas dari berbagai kerusakan hati
kamu, maka kamu adalah orang-orang yang bertaubat, yakni, orang-orang yang
kembali kepada Allah dalam setiap perbuatan-perbuatannya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Allah akan menghapus segala
kejahatan-kejahatan mereka.
Al-Awwab ialah orang yang kembali dari adat kebiasaannya dan berlindung
kepada Allah Ta'ala, dan ia tidak berlindung kepada pemberi syafaat selain Allah
sebagaimana dilakukan oleh orang-orang musyrik yang menyembah kepada selain
Allah, yaitu yang menyembah benda mati yang mereka anggap dapat memberi
syafaat bagi mereka.
E. Rangkuman Tafsir Q.S. Al-Isra ayat 23 - 25 Dari penjelasan beberapa mufassir di atas terhadap Q.S. Al-Isra ayat 23 - 25,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Allah memerintahkan manusia untuk mengucapkan perkataan yang baik, lemah
lembut, dan mulia kepada kedua orang tua.
2. Allah melarang manusia mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati kedua orang
tua, sekalipun hanya dengan ucapan "ah" apalagi jika melontarkan kata-kata kasar
seperti membentak, memaki, merendahkan. kedua orang tua.
3. Allah memerintahkan manusia bersikap kepada kedua orang tua dengan sikap
tawadhu dan merendahkan diri, serta mentaati mereka berdua dalam segala hal yang
diperintahkan, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Dan menyuruh
manusia untuk mendo'akan kedua orangtua dengan rahmat-Nya yang abadi, sebagai
imbalan kasih sayang mereka berdua
52
4. Allah Maha mengetahui apa-apa yang ada di dalam diri manusia terhadap
kemauannya untuk berbuat baik atau berbuat durhaka. Jika manusia benar-benar
berniat untuk berbuat baik dan benar tidak berbuat durhaka dan kerusakan, maka
sesungguhnya Allah SWT akan membalas perbuatan-perbuatan manusia dan Dia
akan mengampuni orang yang mau bertaubat.
F. Esensi Tafsir Q.S. Al-Isra Ayat 23 - 25
Setelah penulis memperoleh penjelasan-penjelasan dari para mufassir di atas
terhadap Q.S. Al-Isra ayat 23 - 25, maka dapat ditarik esensinya sebagai berikut :
1. Berbuat baik kepada kedua orang tua dan hendaklah mengatakan kata-kata yang
baik, mulia serta lemah lembut.
2. Jananlah membentak-bentak, memaki atau mengeruhkan perasaan kedua orang tua.
3. Hendaklah bersikap tawadhu dan mentaati keduanya serta mendo’akan mereka agar
dirahmati oleh Allah sebagai imbalan ketika kita masih kecil.
53
BAB III
LANDASAN TEORITIS TENTANG ETIKA BERBICARA ANAK TERHADAP ORANG TUA
A. Aturan Hidup Sebagai Ibadah
1. Habluminallah
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sebagai dimensi
takwa pertama, Hubungan inilah yang seyogianya diutamakan dan secara tertib
diatur tetap dipelihara. Sebab, dengan menjaga hubungan dengan Allah, manusia
akan terkendali tidak melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri, masyarakat
dan lingkungan hidupnya. Dan, sesungguhnya inti takwa kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa adalah melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan-Nya. Segala perintah dan semua larangan Allah ditetapkan-Nya bukan
untuk kepentingan Allah sendiri, tetapi untuk keselamatan manusia. (Mohammad
Daud Ali, 1998 :368)
Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan makhluk dengan khaliknya.
Dalam masalah ketergantungan, kepada yang lain dan tumpuan serta pokok
ketergantungan adalah ketergantungan kepada Yang Maha Kuasa, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Sempurna, ialah Allah
Rabbul’alamin, Allah Tuhan Maha Esa. (Rahmat Djatnika, 1996 : 173)
Sebagaimana dalam QS.Al-Ikhlas ayat 2)
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Depag
RI, 2000:15)
54
Kewajiban manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada iradah Allah.
dan Untuk itu, Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat
mencapainya. Maka untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat itu dengan
sendirinya kita harus mengikuti ketentuan-ketentuan dari Allah SWT.
Manusia ialah yang akan mendapatkan manfaat pelaksanaan semua perintah
Allah dan penjauhan diri dari segala larangan-Nya. Perintah Allah itu bermula
dari pelaksanaan tugas manusia untuk mengabdi hanya kepada Allah semata-mata
dengan selalu melakukan ibadah murni yang disebut juga ibadah khusus seperti
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa selama bulan Ramadhan,
menunaikan ibadah haji, dan melakukan amalan-amalan lain yang bertalian erat
dengan ibadah khusus tersebut. Larangan Allah ditetapkan-Nya agar manusia
dapat menyelenggarakan fungsinya sebagai khalifah (“pengganti Ilahi di bumi ini)
dalam menata kehidupan dunia. Untuk mencapai segala yang diridhai Allah di
bumi ini, manusia harus senantiasa memperhatikan dan mengindahkan larangan-
larangan-Nya. Seperti larangan anak berbuat durhaka terhadap Allah..
2. Habluminannas
Selain memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah dan diri
sendiri, dimensi takwa ketiga adalah memelihara dan membina hubungan baik
dengan sesama manusia. Hubungan antar manusia dapat dibina dan dipelihara
antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai
dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang sesuai
dengan nilai dan norma agama.
55
Kecenderungan manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebabkan
naluri sosial yang dalam bahasa Inggris disebut “gregariousness”. Naluri sosial itu
sudah dimiliki manusia sejak lahir untuk keperluan berhubungan dengan sesama
manusia (Soerjono Soekanto 2003:120).
Hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat dapat
dipelihara antara lain dengan :(1) tolong menolong, bantu membantu;(2)suka
memaafkan kesalahan orang lain;(3) menepati janji (4) lapang dada; dan (5)
menegakkan keadilan dan berlaku adil terhadap diri sendiri, orang tua dan orang
lain (Mohammad Daud Ali,1996 :370).
3. Kaitan antara Habluminallah dan Habluminannas
Habluminallah tidak dapat di pisahkan dari Habluminannas. Habluminallah
seseorang baik itu tetapi habluminannasnya tidak baik, maka ia belum dinilai baik.
Berikut ini beberapa contoh tentang hal itu.
1. Dari Abu Hurairah berkata, seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, Ada
seorang wanita yang rajin shalat malam dan shiyam sunnah, tetapi
tetangganya tersiksa karena lisannya.” Beliau bersabda, “ Dia tidak memiliki
kebaikan sama sekali. Dia akan masuk neraka” (Hadits riwayat Hakim dan dia
nyatakan senagai hadits shahih).
2. Alqomah
Dikisahkan, pada zaman Nabi Saw ada seorang pemuda bernama
Alqomah. Ia seorang yang menghabiskan waktu-waktunya untuk taat kepada
Allah, mengerjakan shalat, syiam, dan bersedekah. Suatu hari ia sakit dan
semakin hari semakin parah. Isrtinya menyuruh seseorang menghadap
56
Rasulullah Saw untuk untuk menyampaikan, suaminya Alqomah sedang
sekarat. Dengan ini bermaksud mengabarkan kepada Rasulullah. Maka Rosul
pun mengutus Ammar. Shuhaib, dan Bilal. Beliau bersabda, “Berangkatlah
kalian, dan talqinkanlah ia dengan kalimat syahadat.” Mereka bertiga
berangkat memasuki rumahnya. Mereka mendapati Alqomah tengah sekarat.
sehingga dengan segera mereka mentalqinnya dengan ucapan ‘Laa ilaaha
illaalLah’. Namun lidah Al-Qomah kelu, tak mampu mengucapkannya.
Karena orang tuanya murka kepadanya. Dulunya Alqomah lebih
mengutamakan istrinya ketimbang ibunya. Rosul pun menyuruh sahabat untuk
mencarikan kayu bakar sebanyak-banyaknya untuk di bakar di hadapan ibunya
sebagai balasan adzab di dunia, untuk meringankan Adzab Allah. Karena
Adzab Allah lebih dahsyat lagi kekal. Namun orang tuanya melarang Rosul
untuk membakar Alqomah dan memaafkannya akhirnya Alqomah bisa
mengucapkan kalimat Laa ilaha ilalloh kemudian meninggal. Rosul bersabda
“Wahai sekalian Muhajirin dan Anshar, barang siapa mengedepankan
istrinya dari pada ibunya niscaya akan mendapatkan laknat dari Allah, para
malaikat, dan manusia semuanya Allah tidak akan menerima infaknya juga
sikap adilnya sehingga ia bertaubat kepada Allah dan berbuat baik
kepadanya serta memohon keridhaannya. Keridlaan Allah terletak pada
keridlaannya, kemurkaan Allah terletak pada kemurkaannya (Imam Adz
Dzahabi, 2001 :59).
57
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, jama’ dari Khuluqun yang menurut lughot
diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan Kholqun yang berarti
kejadian, serta erat hubungannya dengan Khaliq yang berarti Pencipta, dan
makhluq yang berarti yang diciptakan (Hamzah Ya’kub, 1996: 11).
Akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan
yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan, dan menunjukan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat (Hamzah Ya’kub, 1996 :11).
Akhlak yaitu suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong untuk melakukan
tindakan-tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan.
Keadaan ini terbagi dua: ada yang berasal dari tabiat aslinya, ada pula yang di
peroleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan-
tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus-
menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak.
sejalan dengan Ibnu Maskawaih, Al-Ghajali,( 2001 : 88) mengatakan
Akhlak yaitu Suatu ungkapan tentang keadaan pada jiwa bagian dalam yang
melahirkan macam-macam tindakan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran
dan pertimbangan terlebih dahulu.
Jika keadaan pada jiwa itu melahirkan tindakan-tindakan yang baik menurut
akal dan agama, keadaan itu disebut sumber akhlak yang baik. Akan tetapi, jika
58
melahirkan tindakan-tindakan yang buruk, keadaan itu disebut sumber akhlak
yang buruk.
Dari dua definisi itu, kita dapat memahami beberapa hal, di antaranya:
• Akhlak itu suatu keadaan bagi diri, maksudnya merupakan suatu sifat yang
dimiliki aspek jiwa manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat
bagi aspek tubuh manusia.
• Sifat kejiwaan yang merupakan bagian terdalam itu melahirkan tindakan –
tindakan dengan mudah.
C. Sasaran Akhlaq
1. Akhlak kepada Allah
Islam telah menghubungkan antara akidah dan akhlak yang terfuji secara erat.
Halini berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah bahwa iman kepada Allah menuntut
seseorang mempunyai akhlak yang terfuji, sedangkan akhlak yang tercela
membuktikan tidak adanya atau lemahnya iman tersebut. Oleh karena itu apabila
ingin menilai sejauh mana iman seseorang diukur dengan akhlak terfujinya, dan
sejauh mana kelemahan iman diukur dengan akhlak tercelanya.
Firman Allah QS. At-Taubah 119
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar (Depag RI, 2000:164).
Akhlak kepada Allah, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah dengan
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta
memurnikan keimanan dengan jalan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa
59
pun. Mengenai mempersekutukan Allah (syirik), Allah menegaskan masalah ini
dalam firman-Nya, (QS. 4:68) ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.'' ( Depag, 2000 : 70)
2. Akhlak kepada Sesama Manusia
Akhlak kepada sesama manusia, yaitu untuk selalu berbuat baik (ihsan).
Berbuat baik, merupakan nilai-nilai yang universal yang tidak terfragmentasikan
oleh batasan apa pun, bahkan agama atau musuh sekalipun. Perhatikan firman
Allah SWT, ''Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil'' (QS 60:8).
Rasulullah telah mencontohkan perbuatan baik yang patut untuk diteladani
oleh setiap manusia. Dalam suatu hadis beliau menjelaskan, ''Janganlah kamu
saling membeci dan janganlah kamu saling mendengki, dan janganlah kamu
saling menjatuhkan. Dan, hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara
dan tidak boleh seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.”
Berbuat baik kepada sesama, pada hakikatnya, merupakan wujud dari rasa kasih
sayang dan buah dari keimanan yang benar. Tanpa ada dua hal tersebut, maka
kebaikan yang.tercipta biasanya merupakan kebaikan semu”. (H.R Anas)
60
c. Akhlak Anak Kepada Orang Tua
Seorang anak diperintahkan untuk taat, patuh, dan berbakti kepada orang
tuanya, sebagaimana tercantum pada surat Lukman 14
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(Depag,
2000 :345).
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan
merupakan jalan menuju surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan
mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang
Allah Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat dzalim dan
durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik
kepada orang tua, Allah akan menghindarkannya dari berbagai melepetaka,
Dengan izin Allah swt dan akan dimasukan ke Surga. (Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, 2007 : 6 )
61
C.Etika Berbicara
a. pengertian Etika
Etika menurut etimologi berasal dari bahasa Yunani “Ethos”, yang berarti
watak, kesusilaan atau adat. Hal ini identik dengan perkataan moral yang berasal
dari bahasa Latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores” yang berarti juga
adat atau cara hidup ( Abuddin Nata, 1996 :87).
Etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk. Etika
mempelajari nilai-nilai dan juga merupakan pengetahuan tentang nilai itu sendiri”.
(Soegarda Poerbakawatja Jilid I, 1980 :98).
Pengertian para ahli tersebut di atas memperlihatkan bahwa etika
berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Pendidikan yaitu
bimbingan terhadap anak, agar mampu melaksanakan prilaku yang baik.
Sedangkan tujuan dalam pendidikan bersumber dari pengertian etika dan akhlak.
Dengan demikian bahwa tujuan pendidikan adalah memberikan bimbingan
terhadap anak agar mampu melaksanakan kebajikan, seperti berprilaku baik
dalam berbicara.
Etika dan akhlak perbedaannya adalah terletak pada sumber yang dijadikan
patokan untuk menentukan baik dan buruk berdasarkan pendapat akal pikiran,
sedangkan akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu
menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits (H.Abuddin Nata, 1996 :95).
62
a. Karakteristik Berbicara dalam Al-Qur’an
Berbicara atau bertutur kata ialah salah satu nikmat yang terbesar yang di
berikan kepada manusia, dengan adanya nikmat ini manusia menjadi makhluk
yang paling mulia di dunia.
Allah memberikan keistimewaan kepada manusia apabila di bandingkan
dengan makhluk yang lain, yaitu dengan kepandaian berbicara.Sungguh amat
besar nikmat kepandain berbicara ini yang dianugerahkan Allah, oleh karena itu
wajiblah manusia mensyukurinya dianggap sebagai satu keingkaran.
Islam telah menjelaskan bagaimana seharusnya manusia memanfaatkan
nikmat yang amat besar ini, agar manusia benar-benar bisa mempergunakannya
untuk berbicara yang baik sehari-hari yang akan membawa ke jalan kebaikan.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas mengenai pengertian akhlak dan etika
yaitu membahas tentang baik buruknya prilaku manusia, dengan kata lain akhlak
adalah prilaku manusia baik perkataan maupun perbuatan.
Agama Islam mengandung ajaran pokok yang mengatur hubungan antara
sesama manusia (muamalah), diantaranya adalah tentang sikap seseorang terhadap
orang lain dalam pergaulan sehari-hari. Dalam Al- Qur’an maupun Al-Hadits di
temukan berpuluh-puluh ketentuan yang merupakan etika atau adab yang harus di
terapkan dalam pergaulan. Ada yang bersifat perintah dan ada pula yang bersifat
larangan.
Setiap ketentuan yang bersifat larangan itu mengandung unsur-unsur yang
dapat menciptakan dalam antar hubungan. Salah satu yang dianjurkan Allah
dalam pergaulan, keharusan adanya adab yang baik dalam berbicara, Baik
63
terhadap sesama muslim atau pun non muslim, orang yang lebih tua, apalagi
terhadap kedua orang tua. Adapun macam-macam etika berbicaras diantaranya :
1. Qaulan sadiddan (benar)
Sebagaimana firman Allah Qs. Al-Ahzab ayat 70
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar (Depag 2000 :341).
Manusia yang telah mendapatkan predikat sebagai seorang mu’min hendaklah
memiliki keluhuran budi pekerti dengan selalu mengatakan kebenaran.
Sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 9
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Depag 2000 :62)
Pembicaraan dalam ayat ini masih berkisar tentang para wali dan orang -
orang yang diwasiati, yaitu mereka yang dititipi anak-anak yatim. Juga tentang
perintah terhadap mereka agar memperlakukan anak-anak yatim dengan baik,
berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anak-anaknya, yaitu
dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku,
sayangku. (Al-Maraghi jilid 4, 1996 : 347)
2. Qaulan Kariman (mulia) firman Allah QS. An-Nisa ayat 31
64
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang
kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-
dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)
(Depag 2000 :66).
Ayat terdahulu, Allah Swt. Melarang memakan harta orang lain dengan cara
yang batil dan membunuh diri keduanya merupakan dosa-dosa terbesar yang
berhubungan dengan hak-hak hamba. Kemudian mengancam pelakunya dengan
siksaan yang
dengan hak-hak hamba. Kemudian mengancam pelakunya dengan siksaan yang
teramat berat. Dalam ayat ini, Allah melarang seluruh dosa besar yang bahayanya
benar-benar besar, menunjukkan bahwa pelakunya adalah orang yang beriman
lemah, dan menjanjikan akan memberikan tempat yang mulia kepada orang-orang
yang meninggalkannya.( Al-Maraghi jilid, 5 1996 :31)
3. Qaulan Ma’rufan (baik)
Sebagaimana Firman Allah QS. An-Nisa ayat 5
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah
sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta
itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Depag, 2000 ;54)
Allah Swt memerintahkan kita pada ayat-ayat terdahulu, yaitu menyerahkan
harta benda anak yatim, menyerahkan mahar kepada istri-istri, kemudian Allah
memberikan persyaratan dalam kelompok ayat-ayat ini, yang kesimpulanya
65
mencakup dua hal yang saling berkait. Yaitu hendaknya pemberi dan penerima
tidak ada yang safih, yang disertai penjelasan bahwa anak-anak yatim harus di
beri rizki dan pakaian dari harta benda mereka sendiri, yang ada pada orang-orang
yang dititipinya, selagi mereka masih berada dalam pemeliharaanya. Juga harus di
sertai perlakuan yang baik, agar keadaan mereka membaik.(Ahmad Musthafa Al-
Maraghi, 1974 : 89)
QS. An-Nisa ayat 8
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[ anak yatim dan orang miskin,
maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik (Depag, 2000 :62).
Ayat di atas menjelaskan tentang pembagian harta waris, dihadiri oleh kaum
kerabat anak-anak yatim, dan orang-orang miskin dari kerabat lain. Tidak pantas
bagi kalian membiarkan mereka kecewa dan gelisah katakanlah kepada mereka
dengan perkataan yang baik, yang membuat hati senang ketika kalian
memberinya.
dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan anakku,
sayangku.(Al-Maraghi jilid 4, 1996 : 347).
4. Qaulan lainan ( lemah lembut)
Sebagaimana Firman Allah Qs. Toha ayat 44
66
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Depag, 2000 : 412)
Di dalam ayat 44 Allah telah memberikan suatu petunjuk dan arahan yang
penting dalam memulai da’wah kepada orang yang telah sangat melampaui batas.
Dalam permulaan berhadap-hadapan, kepada orang yang seperti itu janganlah
langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan hendaklah mulai dengan
mengatakan sikap yang lemah-lembut, perkataan yang penuh dengan suasana
kedamaian, sebab kalau dan permulaan konfrontasi (berhadap muka dengan muka
) pend’wah telah melakukan amar ma’ruf nahyi munkar dengan secara keras,
blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang di maksud.
5. Qaulan maisurro (pantas)
QS. Isra ayat 44
. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang
pantas.(Depag Ri, 2000:228)
Ayat ini menjelaskan jika kamu tidak bisa memberi apa-apa kepada
keluarga-keluarga dekat, orang miskin dan musafir, sedang kamu malu untuk
menolaknya, dan kamu menunggu kejembaran dari Allah yang kamu harapkan
bakal datang kepadamu, termasuk rejeki yang melimpah padamu, maka
katakanlah kepada mereka perkataan yang lunak dan baik, serta janjikanlah
kepada mereka janji yang tidak mengecewakan hati. (Ahmad Musthafa Al-
Maraghi 1974 : 432)
67
6. Qaulan tsaqilan
Firman Allah SWT QS. Al- Muzammil 5
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.
(Depag Ri, 2000 :432)
Kesimpulan ayat-ayat di atas, Mukmin yang taat tentunya akan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dalam
pergaulan sehari-hari kaum muslimin hendaknya berprilaku atau berbicara
sebagaimana yang telah dianjurkan Allah Swt, seperti berbicara dengan perkataan
yang benar, baik, mulia, jelas, dan pantas, menyentuh,baik berbicara dengan
orang tua, orang yang lebih tua, anak kecil apalagi terhadap anak yatim harus di
perlakukan sebagaimana anak sendiri.
E. Kewajiban Anak Memuliakan Orang Tua Orang tua merupakan washilah (perantara) yang menyebabkan wujudnya
anak. Jasa orang tua juga sangat besar yang telah diterima anaknya. Menyebabkan
anak dituntut untuk menunaikan kewajibanya terhadap orang tua.
Berbuat baik kepada orang tua wajib dilakukan oleh setiap anak, Walau orang
tua tersebut berbeda aqidah. Jika orang tua menyuruh musyrik, maka anak tidak
boleh mentaatinya. Namun seorang anak tetap harus memuliakan orang tua
dengan sikap, ucap, dan perbuatan yang baik dengan adat kebiasaan, moral, etika
dan dibenarkan oleh syari’ah (Saipuddin Asm 2005:69).
Sebagaimana dalam QS. Al- Isra ayat 23
68
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Depag, 2000 :227)
Ayat - ayat yang mulia dan penjelasan dari Allah tersebut menjelaskan secara
gambling tentang buah yang hasil-hasil yang baik yang akan di terima oleh
seseorang dalam kaitanya dengan perbuatan bakti kepada kedua orang tua. Ayat-
ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa orang-orang yang benar-benar bahagia
adalah orang yang hidup dalam keadaan taat kepada Allah. Dzat yang telah
menciptakan dirinnya, yaitu dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya
ketika dirinya masih berada di dalam dunia, sehingga ketika dirinya akan di
penuhi oleh cahaya ketaatan, sedangkan di akhirat nanti ia akan hidup dalam
kenikmatan surgawi dan akan berada di taman-taman surga. Sungguh barangsiapa
yang menempuh jalan Allah dalam kaitannya dengan apa yang telah diperintahkan
atau dilarang-Nya, maka ia tidak akan pernah hidup dalam kesengsaraan untuk
selama-lamanya.
Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa orang yang telah berbuat baik
kepada kedua orang tua tidak akan pernah tersesat tentunya dengan izin Allah,
karena cahaya-cahaya dari perbuatan baktinya itu akan senantiasa
membimbingnya untuk meraih faktor-faktor penyebab kebaikan dan
keberuntungan, mengantarkanya pada sumber-sumber kebaikan, menerangi
hatinya, melapangkan dadanya, dan memperjelas rambu-rambu yang ada di
69
hadapanya guna menuju jalan yang lurus. Hal itu karena seseorang yang berusaha
menjadikan kedua orang tuanya merasa ridha (senang). Pada hakikatnya ia telah
berusaha Allah ridha kepadanya (Muhammad Al- Fahamm, 2006 :152).
E. Keutamaan memuliakan orang tua
Hamid Ahmad ath Thahir (2006 : 32) mengemukakan hak-hak yang harus
ditunaikan oleh anak kepada orang tua antara lain :
1. Mentaati keduanya saat masih kecil sampai setelah dewasa.
2. Berbuat baik kepada keduanya
3. Memuliakan, mencium tangan, menghormati, dan menyegani keduanya.
4. Tidak menyusahkan keduanya dengan banyak permintaan dan banyak
bertanya.
5. Mendahulukan kepentingan ayah ibu daripada kepentingan orang lain. Jika
seorang muslim ingin memberikan suatu hadiah, maka yang harus di
prioritaskan adalah kedua orang tua.
6. Memohon ampunan dan kasih sayang kepada Allah untuk kedua orang tua,
seperti yang telah diajarkan oleh Allah kepada kita melalui firman-Nya.
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra 17 :24)
7. Tidak membuatnya tersinggung dengan mengatakan “ah” , kata yang
hanya terdiri dari dua huruf. Seandainya ada kata lain yang lebih pendek
daripada itu, tentulah Al- Qur’an akan menyebutkannya.
70
8. Memanggilnya dengan panggilan “ayah” atau “ibu” dan jangan mengikuti
kebiasaan orang-orang yang memanggil orang tua dengan menyebut
namanya semata. Ini adalah sikap yang tidak sopan.
9. Menghormati keduanya dengan penghormatan yang luar biasa.
Diceritakan bahwa ada seorang shalih yang tidak pernah makan bersama
ibunya, kemudian orang-orang bertanya kepadanya tentang kebiasaannya.
Ia menjawab : “(Sebab) aku khawatir Jika menginginkan suatu makanan,
lalu aku mendahuluinya mengambil makanan tersebut, sehingga ia tidak
kebagian berarti aku telah berbuat durhaka kepadanya.”
10. Berusaha keras untuk memuaskan keduanya dan menghindari
kemarahanya.
Saiffudin Asm (2005 : 67), mengemukakan keutamaan anak memuliakan
orang tua antara lain dengan cara Ihsan yaitu berbuat baik yang sering pula
disebut Birrul Walidain:
1. Jangan menyampaikan kata-kata yang menyinggung perasaan seperti
Uff,cis,ah,hah dan sebangsanya. Apalagi membentak dan bersikap tidak
sopan, walau orang tua itu sudahj lanjut usia.
2. Jangan menghardik apalagi menghina kedua orang tua. Bahkan dalam hadits
ditandaskan bahwa seorang anak tidak dibenarkan mengejek orang tua
temanya sebab dikhawatirkan akan balik mengejek orang tua sendiri.
3. Berkata kepada mereka dengan perkataan yang mulia atau yang
menyenangkan hati mereka.
4. Rendah hati dan sopan di hadapan orang tua.
71
5. Mencurahkan kasih sayang dan penuh perhatian terhadap mereka.
6. Berdo’a kepada Allah agar orang tua senantiasa mendapat curahan rahmat-
Nya.
7. Mengingat jasa orang tua yang telah mendidik dan memelihara anaknya yang
masih kecil.
F. Unsur -unsur berbakti kepada kedua Orang tua
A. Muchith Muzadi berpendapat (2007 :4) Anak ketika ingin berbakti
kepada kedua orang tua harus bersikap atau berakhlak yang terkait dengan
unsure-unsur Birrul Walidain. Jika jika unsure-unsur tersebut tidak terpenuhi
maka hukukul walidain (durhaka kepada orang tua). Unsur-unsur Birrul
Walidain :
1. Al- muhaqodhotu alal kaul
Anak hendaknya menjaga dan memelihara ucapanya dihadapan orang tua,
terlebih bagi mereka yang sudah berusia lanjut jangan sampai perkataan atau
perbuatannya menyinggung perasaan mereka.
2. Khofdul Jannah
Sikap bahasa tubuh seorang anak tidak boleh membusungkan dada
terhadap orang tua melainkan merendahkan diri kepada keduanya dengan
penuh kasih sayang dan mendoakan mereka agar keduanya dikasihi Allah
sebagaimana mengasihi di waktu kecil. Hal ini diperintahkan Allah dalam
Surat Al Israa’ ayat 24.
3. Attoah Almushahabah
72
Akhlak seorang anak yang taat dan kedekatan serta keakraban terhadap
orang tua. Walaupun mungkin ketidaktaatan seorang anak kepada orang tua
karena permasalahan yang sangat syar’i (prinsip) tetapi sikap mushahabah
(keakraban) tetap harus dilakukan karena itu merupakan hak orang tua, Allah
menjelaskannya dalam Qs. 31 :15.
4. Sabatulbirri ba’da wafatihima
Tetap berkewajiban berbakti kepada orang tua setelah kedua meninggal
dunia. Dalam Qs. An-Najm ayat 39-41 bahwa Allah SWT memberikan
kesempatan kepada orang tua yang meninggal dunia masih memiliki simpanan
amal kebaikan yang dapat diperoleh dari anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Dalam suatu hadist dikisahkan bahwa suatu ketika dating seseorang
menghadap Rasulullah SAW kemudian berkata “Ya Rasulullah apakah masih
ada kesempatan untuk berbakti aku kepada orang tuaku setelah keduanya
meninggal dunia? “Rasulullah dengan tegas menjawab” Ya, masih ada”.Ada 5
hal yang harus dijalankan setelah kepada seorang anak agar berbakti kepada
orang tua yang telah meninggal:
a. Asshalatu ‘alaihima (berdo’a untuk keduanya)
b. Wal istigfaru lahuma (memohonkan ampun keduanya)
c. Wainfadzu ahdihima (melaksanakan janji-janjinya)
d. Waiqramu shadiqihima (memuliakan teman-teman keduanya)
G. Manfaat berbakti kepada kedua orang tua
Muhammad Al-Fahamm (2007 :158). Manfaat berbakti kepada orang tua,
baik yang dapat dirasakan sekarang (di dunia) maupun di mendatang (di akhirat)
73
a. Berbakti kepada kedua orang tua termasuk amal perbuatan yang paling
dicintai Allah
b. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan berbagai
kesusahan.
c. Berbakti kepada orang tua dapat memperpanjang umur dan menjamin
husnul khatimah.
d. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan sarana untuk bisa bermain -
main di taman surga akhirat.
e. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan sebab bertambahnya rizki.
f. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjamin terlahirnya anak-anak
yang shalih.
g. Berbakti kepada kedua orang tua dapat mendatangkan kedudukan yang
tinggi di sisi Allah
h. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghapus dosa-dosa besar.
i. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan sebab diperolehnya ampunan
secara umum.
H. Bahaya Durhaka Terhadap Orang tua
Anak yang melakukan dosa besar yakni mendurhakai orang tua adalah
kebalikan dari berbakti kepadanya. Contohnya anak-anak yang bersikap ingkar
terhadap kedua orang tuanya, tidak menaati keduanya. Dan terkadang malah
memaki keduanya, atau tangannya yang berdosa memukul keduanya, atau
meninggalkan keduanya, padahal keduanya sangat membutuhkannya.
74
Nabi Saw telah mengabarkan kepada kita tentang dosa besar. Beliau
bersabda: Apakah kalian ingin aku memberitahukan kalian tentang dosa yang
paling besar ? (yaitu) menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.
Hamid Ahmad ath Thahir, (2006 :36) Adapun contoh-contoh perbuatan
durhaka kepada kedua orang tua
1. Membangkang terhadap mereka dan tidak mau menaati perintah keduanya
atau tidak melakukan apa yang disukai oleh keduanya dan melakukan apa
yang dibeci oleh keduanya, sehingga membuat keduanya lelah dan
kepayahan.
2. Membuat kedua orang tua sedih, karena sikap anak yang gagal dalam ujian
hingga tidak naik kelas, menimbulkan banyak masalah, atau mendurhakai
perintah keduanya.
3. Bersikap kasar terhadap keduanya sehingga membuat keduanya marah.
4. Berlidah tajam sehingga berani memaki ayah ibunya.
5. Berani melakukan tindakan kriminal terhadap keduanya karena memukul
atau menampar keduanya.
6. Merasa malu mengutarakan pekerjaan ayahnya dan ibunya.
7. Berani membentak ayah atau ibunya.
8. Lebih mencintai teman atau keluarganya daripada ayah dan ibunya, serta
memberikan hadiah kepada mereka, namun lupa terhadap orang tuanya.
9. Lupa terhadap orang tua yang telah meninggal, sehingga tidak mau
mendo’akan mereka atau mengeluarkan shadaqah untuk mereka.
75
10. Tidak mau memberikan hartanya kepada kedua orang tuanya dan jadi
seorang yang egois, hanya mencintai dirinya sendiri.
11. Membuat orang tuanya kerepotan karena terlalu banyak meminta dan
memerintah
I. Etika Bergaul dengan Orang Tua
Tiada orang yang lebih besar jasanya kepada kita, melainkan orang tua.
Keduanya telah menanggung kesulitan dalam memelihara dan merawatnya.
Terutama ibu telah menderita kepayahan kelemahan berbulan-bulan lamanya
ketika masih berada dalam rahimnya. Setelah lahir ke dunia, dirawatnya dengan
segala kasih sayang. (Hamid Abdul Khalik 1990 :44)
Sebagaimana dalam QS. Luqman ayat 15
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-ku, kemudian hanya kepada-kulah kembalimu, maka ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.(Depag RI, 2000 :329)
Berbuat baik kepada ibu, diutamakan daripada perbuatan baik kepada ayah,
menurut Al- Bukhari dan Muslim.
76
Seorang laki-laki datang kepada Nabi s.a.w., ia bertanya: Siapakah yang paling berhak mendapat pergaulan yang paling baik dariku ? Nabi menjawab : “Ibumu” orang itu bertanya: kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab : “Ibumu”, orang itu bertanya : kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab : “Ibumu”, orang itu bertanya lagi : kemudian siapa lagi ? Nabi menjawab : “Bapakmu.
Jasa seorang ibu kepada anaknya tidak bisa dihitung-hitung dan tidak bisa di
timbang dengan ukuran sampaipun dalam pribahasa kita terkenal; kasih ibu
sepanjang jalan, kasih anak sepanjang ingatan. Ibu mengasihi anaknya tidak ada
ujung penghabisannya bagaimanapun keadaan anaknya (Rahmat Djatnika 1996
:202).
Ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak
pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan
menyekolahkanya di samping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa
muhariq (masa dapat membedakan baik dan buruk ), seorang ibu sangat berperan,
maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibanya,
mendidik dan mempertumbuhkanya menjadi dewasa. Namun apabila
dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai
dewasa, dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara
perbandingan, tidaklah keliru apabila di katakan lebih berat tugas ibu daripada
tugas ayah (Rahmat Djatnika 1996 :203).
Ibu dan ayah adalah kedua orang tua yang sangat besar jasanya kepada
anaknya, dan mereka mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anaknya.
Jasa mereka tidak dapat dihitung dan dibandingkan dengan harta.
77
Cinta terhadap anak adalah santapan jiwa yang dapat memberi pengaruh bagi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Jasmani membutuhkan santapan
makan, sedangkan rohani memerlukan santapan cinta kasih. Anak-anak sangat
membutuhkan belaian kasih dan kehalusan jiwa sejak awal mula kehidupanya,
sehingga tumbuh dewasa dan berhubungan dengan masyarakat secara baik.
Menciptakan hubungan harmonis, penuh kasih sayang dan hormat menghormati.
Mereka berani mengarungi realita hidup dengan penuh keyakinan dan keberanian.
(Hamid Abdul Khalik, 1990 : 44)
Sebagai timbal baliknya, Islam mengajarkan dan merumuskan prinsip-prinsip
etika bergaul seorang anak terhadap orang tua. Hal ini dijelaskan oleh A.Mudjab
Mahali dan Umi Mujawazah Mahali (1989 :51) bahwa memelihara hak-hak dan
kewajiban atas orang tua merupakan keharusan yang paling pantang ditawar bagi
seluruh manusia, khusus bagi anak-anak, sebab hak-hak orang tua adalah di atas
segalanya”.
1. Lisan (berbicara)
Berbicara yang baik adalah langkah menuju kearah sifat keutamaan untuk
menjalankan berbagai macam kebaikan, dengan mengharapkan keridhoan Allah
swt. Berbicara yang baik itu dapat mengobati luka hati, bahkan lebih utama dari
seseorang yang memberikan sadaqah dengan cara yang buruk, atau dapat
menyinggung hati yang menerimanya.
Sebagaimana firman Allah swt QS. Al-Baqarah 263 :
78
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sadaqah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyayang (Depag RI,1980 :60)
Rasulullah Saw bersabda yang artinya :Tidak akan lurus iman seseorang
melainkan karena lurusnya hati, dan hatinya tidak akan lurus melainkan karena
lurusnya lidah” (Rafi’udin 2006 :123)
Rasulullah telah mewasiatkan kepada manusia dengan sejumlah wasiat lain
yang terkait dengan memelihara lisan dengan sabda: Seorang muslim yang sejati
akan selalu menghindarkan kaum muslim dari ulah buruk lisan dan tangannya.
Jadi, seorang muslim hanya dibolehkan mengatakan sesuatu yang benar dan
baik, tetapi jika tidak, maka sebaiknya diam agar tidak menyakiti orang lain
maupun terhadap orang tua.
Orang yang lisanya bersih lagi suci akan datang pada hari kiamat, sedang
Allah mencintainya dan memasukannya ke dalam syurga. Seorang muslim yang
mengatakan perkataan yang baik akan diridhai oleh Allah sampai ia bertemu
dengan-Nya pada hari kiamat nanti, kemudian Dia akan memasukkannya ke
dalam surga. Demikian juga manusia akan mencintai orang yang bertutur kata
baik; mereka akan mengutamakannya atas orang yang lain dan memuliakannya
(Hamid Ahmad ath Thahir, 2006 :130).
Perkataan sebagai sarana bergaul yang nomor pertama dan utama, karena
“Perkataan” mempunyai pengaruh yang sangat besar, baik positif maupun
negatifnya dalam pergaulan keluarga (Rafi’udin 2006 :123).
79
Allah Swt menganjurkan dalam pergaulan, adanya adab yang baik dalam
berbicara, baik terhadap sesama muslim, orang yang lebih tua, maupun terhadap
orang tua. Pergaulan dengan orang tua, yang merupakan norma atau etika.
Sebagaimana (QS.Isra 23-25).
Nabi Saw telah mengisahkan kepada kita bahwa jika anak Adam memasuki
pagi hari, maka seluruh anggota tubuhnya akan berbicara kepada lidahnya :”
Takutlah engkau kepada Allah tentang kami. Jika engkau lurus, maka kami (pun)
lurus dan jika engkau bengkok. Maka kami (pun) bengkok. (Hamid Ahmad ath -
Thahir, 2006 :1218)
Tanda seseorang beradab adalah bertutur kata dengan kata-kata yang halus.
Bertutur kata halus menunjukkan bahwa orangnya berbudi dan tahu kesopanan
serta berjiwa halus. Terhadap orang tua, anak harus menunjukan kehalusan budi.
Bilamana anak mengeluarkan atau menggunakan bahasa kasar kepada orang
tuanya, berarti ia mempunyai akhlak dan jiwa yang rendah. (M. Thalib 1996 :16)
Hak orang tua terhadap anaknya. Antara lain adalah hak untuk diberi tutur
kata yang mengangkat martabat dan harga dirinya, sehingga kedudukannya
sebagai orang tua benar-benar tercermin secara nyata dalam perilaku anak
dihadapannya. Ucapan yang penuh penghargaan dan pemuliaan terhadap orang
tua menunjukkan keluhuran akhlak anak dan kesadarannya yang tinggi terhadap
kemuliaan kedudukan orang tua di hadapanya.
Anak-anak yang dapat melaksanakan kewajiban terhadap orang dan
memelihara hak-haknya adalah anak yang shalih. Sebaliknya, anak yang bertutur
80
kata kasar berarti mempunyai akhlak rendah dan tidak mempunyai kesadaran
memelihara hak-hak orang tua.
Kehalusan dan kepekaan orang tua harus senantiasa dijaga oleh anak-anak
agar kecintaan dan kesayangan orang tua kepadanya dicurahkan dengan baik.
Sebaliknya, mengundang kejengkelan dan kemurkaan orang tua merupakan
tindakan tercela. Hal yang paling mudah menimbulkan kejengkelan orang tua
adalah tutur kata yang kurang baik dari anak-anaknya, padahal membuat orang tua
marah atau jengkel adalah perbuatan yang dimurkai Allah.
Kedua orang tua mempunyai hak untuk memperoleh penuturan kata yang
baik dengan penuh kesopanan dari anaknya. Jika anak menggunakan tutur kata-
kata yang kasar dan ucapan-ucapan rendah, berarti ia telah berbuat durhaka
terhadap ibu bapaknya. Kata-kata kasar dan ucapan-ucapan yang rendah kadang
berupa :
a. Bersuara tinggi atau keras ketika berbicara
b. Menyuruh mereka dengan kata-kata kasar, misalnya meminta tolong
membukakan pintu, “dengan suara tinggi dan melotot
c. Menyindir
d. Mengumpat
e. Mengata-ngatai mereka seperti mengata-ngatai pembantu
f. Membentak.
81
2. Tingkah laku
Tingkah laku (Suluk) diterapkan untuk perbuatan manusia yang muncul dari
keinginan bebasnya, yang tertuju pada maksud tertentu serta terakhir. Demikian
pula untuk perbuatan -perbuatan yang mirip dengan keinginan.
Tingkah laku merupakan gambaran diri secara lahiriah yang bisa diketahui
oleh mata atau dapat kita katakanan bahwa hubungan antara akhlak dan tingkah
laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan dan yang ditunjukkan.
Jika tingkah laku manusia itu baik serta terfuji, akhlaknya terfuji, sedangkan
jika tingkah lakunya buruk serta tercela, akhlaknya pun tercela. Inipun terjadi bila
tak ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah laku itu kemudian menyebabkan
tidak mengarahkan akhlak secara benar.
Akhlak itu ada yang berupa pembawaan sejak lahir, ada pula yang diperoleh
atau diupayakan dari lingkungan. Untuk menguraikan sarana- sarana terpenting
yang membantu pembinaan akhlak yang terfuji.
a. Sarana pertama : Mau’izah dan nasihat
Mau’izah (perjalanan) adalah bahasa Arab yang berasal dari al- wa’zhu artinya
memberi pelajaran akhlak terfuji serta memotivasi pelaksanaannya dan
menjelaskan akhlak tercela serta memperingatkannya atau meningkatkan kebaikan
dengan apa-apa yang melembutkan hati. (Basha-ir Dzawi Al- Tamyiz 5/240)
Allah SWT berfirman :
82
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Depag,
2000 :224)
b. Membiasakan Akhlak terfuji
Manusia dilahirkan dengan lembaran putih yang siap menerima kebaikan atau
keburukan.
Firman Allah Swt
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnyaberuntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya.
Jadi, kembali dan takwa kepada Allah, dapat memelihara fitrah dan
mendorong fitrah itu pada kebaikan serta perbuatan mulia. Oleh karena itu,
merupakan hal yang sangat penting untuk berlatih dan membiasakan akhlak terfuji
hingga menjadi adat kebiasaan seorang Muslim dengan mudah. Barangkali hal ini
pula yang dipahami dari hadist Rasulullah SAW. “Kebaikan itu adat kebiasaan,
sedangkan keburukan merupakankekerasanhati.
Imam Ghazali (2006 : 109), mengemukakan cara mencapai keluhuran budi
pekerti. Dapat dicapai dengan dua cara :
83
1. Dengan kemurahan yang bersifat Ilahi, kesempurnaan pada fitrah sebagaimana
manusia diciptakan dan dilahirkan menurut kesempurnaan akal dan kebaikan
budi pekerti atau akhlak
2. Mengupayakan akhlak terfuji dengan berlatih secara sungguh-sungguh,
maksudnya membawa diri pada perbuatan-perbuatan yang dikehendaki akhlak
terfuji itu.
Menurut Iman Ghazali (1996 : 18) akhlak anak terhadap orang tua
adalah
1. Mendengarkan pembicaraanya
2 Melaksanakan perintahnya
3. Tidak berjalan di depanya.
4. Tidak mengeraskan suaranya
5. Menjawab panggilanya
6. Berkemauan keras menyenangkan hatinya.
7. Menundukkan badannya
8. Tidak mengungkit kebaikannya terhadap mereka
Menurut Abdullah Nahsih Ulwan (2002: 481), keutamaan berbuat baik
kepada kedua orang tua adalah dasar seluruh keutamaan. Bahkan merupakan titik
tolak setiap hak sosial di dalam hidup ini
a. Mentaati perintah-perintah ibu dan ayah, kecuali dalam hal yang sifatnya
maksiat.
b. Berbicara kepada mereka berdua dengan penuh kelembutan dan sopan santun.
84
c. Berdiri menghormati kedua orang tua, ketika mereka masuk atau menghampiri
anak.
d. Mencium tangan keduanya setiap pagi dan sore hari dalam berbagai
kesempatan.
e. Memelihara nama baik, kehormatan, dan harta mereka berdua.
f. Memuliakan keduanya, dan memberi segala yang mereka minta
g. Mengajak mereka berdua bermusyawarah di dalam setiap pekerjaan dan
perkara.
h. Banyak berdo’a dan memohon ampun untuk mereka berdua.
i. Apabila keduanya kedatangan tamu, hendaklah anak duduk di dekat pintu dan
memperhatikan pandangan mereka. Karena, barangkali mereka hendak
memerintahkan sesuatu.
j. Melakukan perbuatan yang membuat mereka senang tanpa ada perintah
terlebih dahulu.
k. Tidak mengeraskan suara di depan keduanya.
l. Tidak memutus perkataan ketika mereka berbicara.
m. Tidak keluar dari rumah sebelum mereka memberi izin.
n. Tidak mengejutkan mereka ketika mereka tidur
o. Tidak mencela apabila mereka melakukan pekerjaan yang tidak disenangi.
p. Tidak tertawa di depan mereka, jika tidak ada sesuatu yang pantas
ditertawakan.
q. Tidak makan sebelum mereka.
r. Tidak mengulurkan tangan mengambil makanan sebelum mereka.
85
s. Tidak tidur atau berbaring sedang mereka duduk, kecuali apabila mereka
memberi izin
t. Tidak menyelonjorkan kaki di depan mereka.
u. Tidak masuk sebelum mereka, atau berjalan di depan mereka.
v. Tidak masuk sebelum mereka, atau berjalan di depan mereka.
w. Segera memenuhi panggilan mereka.
x. Menghormati teman-teman semasa mereka masih hidup, dan setelah
meninggal.
y. Tidak menemani seseorang yang tidak berbuat baik kepada mereka.
z. Mendoakan mereka, terutama setelah mereka meninggal, karena itu sangat
bermanfaat bagi mereka.
86
BAB IV
ANALISIS PENDIDIKAN DARI QS. AL -ISRA AYAT 23-25 TENTANG ETIKA BERBICARA ANAK TERHADAP ORANG TUA
A. Analisis Pendidikan Terhadap Essensi Qs. Al-Isra ayat 23-25 tentang etika berbicara anak terhadap orang tua
Analisis pendidikan merupakan upaya untuk mengkritisi masalah dalam
rangka memperoleh nilai-nilai dari essensi. Dimana esensi tersebut merupakan
hakikat dari Qs. Al-Isra ayat 23-25 tentang etika berbicara anak terhadap orang
tua.
1. Berbuat baik kepada orang tua dan hendaklah mengatakan kata-kata yang baik, mulia serta lemah lembut
Syariat Islam menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh
seorang anak terhadap orang tuanya. Kewajiban-kewajiban tersebut terangkum
dalam konsep berbakti (al-birru). Apabila seorang anak melaksanakan kewajiban-
kewajibanya, ia disebut anak yang berbakti (baarrun). Begitu juga sebaliknya,
apabila ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya ia dijuluki sebagai anak
yang durhaka (aaqun). Kewajiban seorang anak terhadap orangtua diantaranya
berbuat baik kepada keduanya semasa hidupnya. Sebagaimana dalam firman-Nya
Qs. Luqman ayat 15
معروفا الدنيا في وصاحبهما
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik (Depag Ri, 2000 : 329)
Namun permasalahan berbakti kepada kedua orangtua bukan hanya
merupakan masalah perasaan dan nasihat yang ada di bibir saja, melainkan ia
harus menjadi sikap seorang anak yang mencerminkan sepenuh perasaan bakti
87
dalam hatinya kemudian selalu taat dan patuh kepada keduanya, kecuali dalam hal
melanggar aturan-aturan Allah. Berbuat baik kepada orangtua dan menghormati
keduanya yang telah menjadi sebab bagi kita dapat hidup di dunia ialah
kewajiban yang kedua sesudah beribadah kepada Allah, Jika kiranya salah
seorang mereka atau keduanya telah mencapai usia tua dalam pemeliharaan
anaknya, maka jangan mengatakan Uff karena mengandung makna kejengkelan
dan kebosanan meskipun tidak keras di ucapkan Artinya, jika usia keduanya atau
salah seorang diantara keduanya (ibu dan bapak) sampai meningkat tua sehingga
tidak kuasa lagi hidup sendiri, sudah sangat bergantung kepada belas kasihan
putranya, maka sabar dan berlapang hatilah dalam memelihara orangtua yang
bertambah tua kadang-kadang seperti anak-anak, perlu mendapat belas kasihan
dari anak. dengan perlakuan orang tuanya seperti itu terkadang merasa jengkel
Namun perasaan itu diberi ampun oleh Tuhan dan dimaafkan, asal saja seorang
anak yang tetap sholeh dan beribadat kepada Allah Swt, serta selalu ingat bahwa
dalam perjalanan hidupnya dia akan kembali kepada Tuhan kemudian Allah Swt
menganjurkan para hamba-Nya berbicara dengan perkataan yang baik, apabila
berhadapan dengan orang tua diantaranya: Janganlah seorang anak mengeluarkan
kata-kata yang menyakitkan hati kedua orang tua, apabila anak mendapati sesuatu
hal yang tidak disenangi ada pada kedua orang tua. Dan Janganlah
memperlihatkan rasa tidak senang karena kedua orang tua berbuat sesuatu yang
tidak menyenangkan. Begitu juga jangan membantah perkataan-perkataanya
dengan cara yang menyakitkan hatinya. Hendaklah berbicara bersama mereka
dengan kata-kata atau ucapan yang baik, mulia serta lemahlembut yang disertai
88
penghormatan yang sesuai dengan adab (Akhlaq) dan etika yang telah diajarkan
oleh Islam.
2. Janganlah membentak-bentak, memaki atau mengeruhkan perasaan kedua orang tua.
membentak atau melontarkan kata-kata dengan nada suara keras.
merupakan pelampiasan rasa marah atas hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh
orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, atau yang bawah kepada
yang atas. Maka satu kesalahan besar bila seorang anak membentak orang tuanya,
karena perbuatan ini termasuk perbuatan yang dimurkai oleh Allah. Terdapat
ketentuan umum tentang larangan untuk mengeluarkan suara keras atau bersuara
tinggi ketika berbicara dengan seseorang seperti termaktub dalam firman Allah
Qs. Lukman ayat 19
الحمير لصوت الأصوات أنكر إن صوتك من واغضض مشيك في واقصد
Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk- buruk suara ialah suara keledai (Depag Ri, 2000 :329)
Maksud ayat ini adalah bahwa suara tinggi atau keras yang diucapkan
seseorang kepada lawan bicaranya menunjukkan yang bersangkutan rendah
budinya. Sebaliknya suara yang rendah atau halus menunjukkan bahwa yang
berbicara memiliki kesopanan dan adab yang mulia. Apabila terhadap orang lain
Allah memerintahkan supaya kita merendahkan suara ketika berbicara, maka
dengan sendirinya terhadap orangtua diwajibkan berbuat demikian. Diperlakukan
dengan sopan dan adab yang mulia dalam berbicara merupakan hak setiap
manusia. Dalam mengucapkan suara pun harus diperhatikan rendah dan tingginya
89
nada. Karena itu, Islam memerintahkan menggunakan nada rendah dalam
berbicara sebagai cerminan akhlak yang mulia.
Hubungan sikap anak terhadap orang tua, adalah sangat tercela kalau anak-
anak menggunakan nada suara tinggi atau keras dalam berbicara di hadapan orang
tua, apalagi menghardik. Dalam menyahut panggilan orang tua, anak tidak boleh
melakukannya dengan suara lebih keras daripada orang tuanya anak berada di
tempat yang jauh, hendaklah mendekat lebih dahulu, baru menyahut dengan suara
yang tidak lebih tinggi atau keras daripada suara ibu bapaknya. Sebab nada suara
tinggi dan keras melebihi suara orang tuanya hampir sama dengan menghardik.
Hal ini harus dijauhi oleh anak supaya tidak menimbulkan salah tafsir orangtua
terhadap perilaku anak kepadanya, karena memelihara perasaan orang tua juga
merupakan kewajiban anak. Oleh karena itu, nada suara yang diperkirakan dapat
menyakitkan atau merendahkan martabat orang tua wajib dijauhi oleh anak.
Anak berkata-kata kasar tidak jarang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini di lakukan mungkin karena beberapa faktor, diantaranya karena anak
sedang mendapatkan problem atau tidak senang dengan sikap orang tua terhadap
dirinya. Akan tetapi, hal seperti ini tidak boleh dijadikan alasan bagi anak untuk
melakukannya, karena perbuatan itu termasuk durhaka. Karena itu, apabila anak
terlanjur melakukan kedurhakaan seperti tersebut di atas, maka hendaklah dia
segera menyesali perbuatanya. Adapun kata-kata kasar lainya seperti Memaki
kata Maki menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah mengeluarkan kata-kata
(ucapan) keji (kotor, kasar, dsb) sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa
jengkel, dan sebagainya. Memaki hanyalah muncul karena seseorang tidak dapat
90
mengendalikan rasa marah atau kejengkelan terhadap orang lain yang
dianggapnya sebagai biang keladi timbulnya ketidaksenangan dalam dirinya.
Memaki sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, peristiwa anak
memaki orang tua secara langsung barangkali sangat jarang terjadi. Anak yang
memaki orang tua besar kemungkinan mengidap stress atau gangguan mental.
Sebab hal ini sama sekali dipandang tidak pantas. Karena itu, kalau sampai terjadi
hal yang menyalahi adat ini, berarti mental yang bersangkutan tidak sehat. Akan
tetapi, bukan mustahil anak memaki orang tua secara tidak langsung. Hal inilah
yang diperingatkan oleh Rasulullah saw. Anak memaki orang tua secara tidak
langsung sering terjadi dan hal itu pun dengan tegas dilarang oleh agama. Ini
berarti orang tua mempunyai hak nama baiknya dijaga oleh anak di hadapan siapa
saja, Islam memberikan hak semacam ini kepada ibu bapak karena kedudukannya
ditempatkan oleh Allah di bawah kewajibannya kepada Allah. Kedudukan
istimewa orang tua yang ditetapkan oleh syari’at Islam semacam itu membuktikan
betapa hak ibu bapak untuk dihargai dan dihormati tidak dapat diganggu gugat
oleh siapa pun. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi anak untuk mengurangi hak
orang tuanya mendapatkan penghargaan dari dirinya, kapan dan di mana saja. Hal
semacam ini harus benar-benar disadari oleh setiap anak muslim, karena
menghilangkan hak orang tua yang telah ditetapkan oleh syariat berarti tidak
mengakui syari’at Allah itu sendiri. Banyak anak yang karena kebodohannya di
bidang akhlak Islam memperlakukan orang tua yang berpendidikan rendah dan
berkebiasaan hidup di kalangan bawah, dengan sikap yang tidak terfuji. Anak-
anak semacam ini berani mengeluarkan ucapan yang keji dan kasar kepada kedua
91
orang tua. Anak yang. Mengenai cara perlakukan anak terhadap orang tua
dijelaskan di bawah ini. Anak hendaknya memperlakukan orang tua dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang karena dua sifat mulia tersebut yang diserukan oleh
Islam dan Rasulullah. Manusia yang penyayang adalah manusia yang berhati
lembut, yang selalu mengerjakan kebaikan.penyayang merupakan pekerti mulia
yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Seandainya Rasulullah
bukanlah seorang yang penyayang, melainkan seorang yang berhati kasar, niscaya
orang-orang tidak akan berkumpul di sekelilingnya. Akan tetapi, Rasulullah Saw
adalah seorang yang lemah-lembut yakni seorang yang penyayang yang dicintai
oleh manusia. Anak-anak yang dapat melaksanakan kewajiban terhadap orang tua
dan memelihara hak-haknya adalah anak yang shalih. Islam menghendaki agar
setiap anak memiliki kehalusan budi dan jiwa yang halus berakhlak yang baik di
sini mencakup tutur kata dengan bahasa yang halus. Sebab salah satu tolok ukur
ketinggian akhlak dalam pergaulan adalah tutur kata yang halus. Imbalan bagi
Anak yang bersikap penyayang, lemah lembut terhadap orang tua. Mendapatkan
cinta Allah Swt dan akan masuk syurga. Allah akan menyayangi dan memberinya
kedudukan yang dekat dengan-Nya. Manusia akan mencintai, mendekati, dan
menyukainya. Menjadi orang yang memiliki sifat yang serupa dengan Rasulullah
Saw dan para sahabatnya.
3. Hendaklah bersikap tawadhu dan mentaati keduanya serta mendo’akan mereka agar dirahmati oleh Allah sebagai imbalan ketika kita masih kecil.
92
Bersikap tawadhu kepada kedua orang tua yakni bersikap lemah lembut dan
santun. Rasulullah Saw adalah manusia yang paling tawadhu, padahal beliau
adalah sebaik-baik makhluk Allah dan sabaik-baik manusia. Allah Swt berfirman
واخفض جناحك للمؤمنين
dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (Depag
RI, 2000:81)
Jadi Allah Swt telah memerintahkan Nabi-Nya agar bersikap tawadhu, dan
tidak ada seorang pun yang sombong atas orang lain. Tawadhu dapat
meninggikan derajat seorang manusia, bukan merendahkannya. Rasulullah telah
bertawadhu, sehingga Allah pun meninggikan derajatnya. Kendati demikian,
Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk bersikap tawadhu dan tidak
sombong. Baik tawadhu terhadap sesama muslim maupun terhadap orang tua
Tawadhu merupakan sikap yang sangat terfuji dan tanda-tanda seorang yang
beriman itu diantaranya memiliki sifat tawadhu Selain bersikap tawadhu anak
harus merendahkan diri terhadap kedua orang tua dengan penuh kesayangan sebab
Rasulullah telah memberitahukan bahwa berbakti kepada kedua orang tua
termasuk amal perbuatan yang paling utama di sisi Allah, yang kedudukannya
berada di bawah kedudukan shalat lima waktu yang merupakan tiang agama yang
paling besar. Allah sering mengaitkan antara perintah untuk beribadah kepada-
Nya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua
dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan
sempurna. Hal itu disebabkan karena kedudukan mereka berdua di bawah
kedudukan Allah, yang merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari
93
keberadaan manusia (di muka bumi). Adapun mereka berdua (yang nampak) dari
keberadaan anak-anak, di mana mereka berdua akan mendidik mereka dalam
suasana yang penuh dengan cinta, kelembutan, kasih sayang, dan sikap
mengutamakan anak daripada diri mereka. Oleh karena itu, di antara sikap yang
menunjukan kesetiaan seorang anak adalah membalas kebaikan mereka berdua
itu, baik dengan cara memperlihatkan perlakuan yang baik dan akhlak yang di
senangi. Bersikap lembut dan sayang kepada orang tua serta sikap tunduk kepada
mereka berdua seperti tunduknya rakyat kepada pemimpinya atau seorang budak
kepada tuanya. Jadi merendahkan diri kepada mereka berdua karena besarnya
rasa sayang dan cinta kepada mereka. Hal itu karena mereka berdua sudah tua,
dan sangat membutuhkan seseorang yang dulunya merupakan makhluk Allah
yang paling membutuhkan mereka berdua. Sebagaimana firman Allah Qs. Al-Isra
ayat 25
صغيرا ربياني آما ارحمهما رب وقل
Dan ucapkanlah : wahai tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana
mereka berdua telah mendidiku di waktu kecil “maksudnya” janganlah merasa
cukup dengan kasih sayang yang diberikan kepada mereka berdua, karena kasih
sayangmu itu tidaklah kekal. Akan tetapi, hendaklah berdo’a kepada Allah agar
Dia menyayangi mereka berdua dengan kasih sayang-Nya yang kekal. Jadikanlah
hal itu sebagai balasan atas kasih sayang dan pendidikan yang mereka berdua
berikan kepadamu saat kamu masih kecil.”
94
Seorang anak harus berbakti dan menaati perintah kedua orang tuanya dalam
setiap urusan duniawi dan dalam hal-hal yang tidak mengandung unsur maksiat
kepada Allah. Jika kedua orang tua itu memerintahkan kepadanya untuk
meninggalkan agamanya (Islam) atau bermaksiat kepada Allah Swt. Misalnya,
maka ketahuilah bahwa tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk taat kepada
makhluk dalam hal berbuat maksiat kepada Allah. Allah berfirman Qs. Luqman
ayat 15
تطعهما فلا علم به لك ليس ما بي تشرك أن على جاهداك وإن
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya. (Depag Ri, 2000: 329 )
Walau begitu, tidak adanya kewajiban untuk taat kepada orang tua dalam
masalah ini bukan berarti seorang anak boleh menyakiti hati mereka. Seperti
dengan mengeraskan suara, menganggap mereka idiot, atau memakinya. Dalam
hal ini, seorang anak cukup berpaling dari perintah tersebut, dan setelah
menasihati mereka dengan cara yang baik, dia pun harus mengamalkan perintah
Allah. Adapun hal-hal yang mesti diperhatikan oleh seorang anak apabila kedua
orang tua sudah meninggal diantaranya: Banyak mendo’akan dan memohon
ampunan untuk keduanya. Sebab Allah akan mengangkat derajat keduanya di
surga karena banyaknya permohonan ampunan bagi keduanya. Mengeluarkan
shadaqah untuk keduanya yang telah meninggal dunia Hendaknya seseorang
berbuat baik kepada teman ayahnya atau sahabat ibunya. Menyambung tali
silaturahmi dengan keluarga orang tua, yaitu dengan mengunjungi paman dan bibi
95
dari pihak ayah dan menghormati mereka, atau berkunjung ke paman atau bibi
dari pihak ibu dan memuliakan mereka.
B. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra Ayat 23-25
Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23-25 dapat diangkat nilai-nilai
pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu :
1. Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuk berbuat baik terhadap
kedua orangtua dan apabila berhadapan dengannya hendaklah mengatakan
perkataan yang baik, pantas, mulia, serta lemah lembut terhadap keduanya,
baik seiman maupun tidak seiman. Ini menggambarkan derajat / kedudukan
orang tua sebagai manusia yang patut dihormati, sehingga disenafaskan
dengan perintah bertauhid kepada Allah.
2. Allah SWT melarang hambanya mengeluarkan perkataan yang menyakitkan
hati kedua orangtua seperti membentak, memaki, menghardik serta
mengeruhkan perasaan keduanya. Pendidik muslim termasuk orangtua harus
bisa memberikan arahan terhadap anaknya agar berbuat baik terhadap
orangtua dalam kehidupan sehari-hari.
3. Allah Swt memerintahkan Nabi-Nya agar bertawadhu, kepada orangtua
Kemudian Nabi SAW mengajarkannya kepada umat. Bagi manusia yang
bersikap tawadhu kepada orang tuanya, Allah akan mengangkat derajatnya
dan akan menjadi kekasih-Nya. Pendidik muslim termasuk orang tua harus
menjadi teladan dan memiliki sifat tawadhu yang harus diajarkan kepada
setiap anak supaya menjadi generasi yang baik dan berakhlakul karimah.
Sifap tawadhu merupakan sikap yang sangat terpuji.
96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat
23-25 tentang etika berbicara anak terhadap orang tua, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa :
1. Para Mufassir berpendapat bahwa:
Allah SWT memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua
orangtua dengan sebaik-baiknya, kemudian memerintahkan untuk belas kasih
dan sayang terhadap keduanya dan memperlakukan keduanya dengan baik
kemudian memerintahkan manusia untuk mengucapkan perkataan yang baik,
pantas, mulia, serta lemahlembut. Dan melarang mengeluarkan kata-kata yang
menyakitkan hati kedua orang tua, sekalipun hanya dengan ucapan "ah"
apalagi mengeluarkan kata-kata kasar, seperti membentak, memaki,
menghardik serta merendahkannya. Kemudian Allah SWT memerintahkan
manusia bersikap tawadhu terhadap orangtua karena sikap tawadu' dan
merendahkan diri, serta mentaati mereka berdua dalam segala yang
diperintahkan, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Serta
menyuruh manusia untuk mendo'akan kedua orangtua dengan rahmat-Nya
yang abadi. Allah Maha mengetahui apa-apa yang ada di dalam diri manusia
terhadap kemauannya untuk berbuat baik atau berbuat durhaka. Jika manusia
benar-benar berniat untuk berbuat baik dan benar tidak berbuat durhaka dan
97
kerusakan, maka sesungguhnya Allah SWT akan membalas perbuatan-
perbuatan manusia dan Dia akan mengampuni orang yang mau bertaubat .
2. Esensi Qs. Al-Isra ayat 23-25 yaitu:
Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuk berbuat baik terhadap
kedua orangtua dan apabila berhadapan dengannya hendaklah mengatakan
perkataan yang baik, pantas, mulia, serta lemah lembut terhadap keduanya,
baik seiman maupun tidak seiman. Ini menggambarkan derajat / kedudukan
orang tua sebagai manusia yang patut dihormati, sehingga disenafaskan
dengan perintah bertauhid kepada Allah SWT .dan melarang hambanya
mengeluarkan perkataan yang menyakitkan hati kedua orangtua seperti
membentak, memaki, menghardik serta mengeruhkan perasaan keduanya. Dan
memerintahkan Nabi-Nya agar bertawadhu, kepada orangtua Kemudian Nabi
SAW mengajarkannya kepada umatnya. Bagi manusia yang bersikap tawadhu
kepada orang tuanya, Allah akan mengangkat derajatnya dan akan menjadi
kekasih-Nya.
3. Menurut pakar Pendidikan
Berbicara merupakan salah satu nikmat terbesar yang di berikan Allah SWT
kepada manusia. Dengan adanya nikmat ini manusia menjadi makhluk yang
paling mulia di dunia. Berbicara yang baik itu langkah menuju kearah sifat
keutamaan untuk menjalankan berbagai macam kebaikan, dengan
mengharapkan keridhoan Allah SWT. Dan tanda seseorang beradab adalah
berbicara halus menunjukan bahwa orangnya berbudi dan tahu kesopanan
serta berjiwa halus.
98
B. Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra
Ayat 23-25
Dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23-25 dapat diangkat nilai-nilai
pendidikan yang terkandung di dalamnya yaitu :
1. Allah SWT memerintahkan kepada hambanya untuk berbuat baik terhadap
kedua orangtua dan apabila berhadapan dengannya hendaklah mengatakan
perkataan yang baik, pantas, mulia, serta lemah lembut terhadap keduanya,
2. Allah SWT melarang hambanya mengeluarkan perkataan yang menyakitkan
hati kedua orangtua seperti membentak, memaki, menghardik serta
mengeruhkan perasaan keduanya.
3. Allah Swt memerintahkan Nabi-Nya agar bertawadhu, kepada orangtua
Kemudian Nabi SAW mengajarkannya kepada umat. Bagi manusia yang
bersikap tawadhu kepada orang tuanya.
C. Saran
1. Saran bagi para pendidik
Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23-25 menjelaskan tentang cara seorang
pendidik untuk mengajarkan kepada peserta didiknya mengenai etika
berbicara anak terhadap orang tua dan memuliakan kedua orang tua. Hal itu
harus diamalkan (dilaksanakan) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Saran bagi peneliti selanjutnya.
Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber ilmu, termasuk ilmu
pendidikan. Setiap ayat Al-Qur’an mengandung nilai-nilai pendidikan yang
99
dapat diangkat kepermukaan. Adapun skripsi ini merupakan tulisan ilmiah
mengenai nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam QS. Al-Isra ayat 23-25.
Oleh karena itu, penulis menyarankan peneliti selanjutnya, agar menggali
tentang bagaimana seharusnya seorang anak memiliki etika yang baik dalam
segi tingkah laku maupun ucapan terhadap orang tua yang sesuai dengan
ayat tersebut.
D. Penutup
Dengan berakhirnya kesimpulan dan saran, maka berakhir pula
penulisan skripsi ini. Namun karena kemampuan yang sangat terbatas dan
masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, penulis mohon kritik,
saran, dan sumbangan pemikiran. Meskipun demikian, penulis berharap
mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada
khususnya dan sumbangan yang berharga bagi para pendidik muslim pada
umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan ridha dan berkah-Nya,
akhirnya hanya kepada Allah SWT segala sesuatunya penulis serahkan dengan
mengucapkan Alhamdulillah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari, 1999, Tafsir Al-Qurtubi, Dear
El-Fikr.
Ahmad ath-Thair Hamid, 2006, Nasihat Rasulullah untuk Anak Agar Berakhlak
Mulia, Bandung: Irsyad Baitus salam.
Ali Ash-Shobuni Muhammad,1981 Sofwah At-Tafsir,Beirut: Dar Al-Qur’an Al-
Karim.
Al-Faham Muhammad, 2006, Berbakti Kepada Orang Tua, Bandung: Irsyad
Baitus Salam..
Daud Ali Muhammad,2002, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Daud Ali Muhammad,2002, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Djatnika Rahmat, 1996, Sistem Etika Islami (Akhlak Islam), Jakarta
Depag RI, 1992, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Press
Hasan Fuad dan Tim Penyusun, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka.
Ismail bin Katsir Abu Fida,1992, Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim, Dear Al-Marifat,
Beirut.
Musthafa Ahmad Al-Maraghi 1998, Tafsir Al-Maraghi, Dear El-Fikr, Beirut t.t
Ulwan, Nasih Abdullah, 1998 Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Jilid 1
Bandung: Assyifa.
Ya’kub Hamzah ,1996, Etika Islam Pendidikan Akhlakul Karimah, Bandung:
CV. Diponegoro.
Saifuddin H.U. 2005, Percikan Mutiara Al-Qur’an tentang Hak dan Tanggung
Jawa Mawaris, Bandung: Sauyunan Press
Syahalah Husein, 2002, Menjadi Kepala Rumah Tangga Yang Sukses, Jakarta:
Gema Insani,
Muhammad Awwad Jaudah, 1995, Mendidik Anak Secara Islami, Jakarta: Gema
Insani.
Thalib M,1996, 20 Perilaku Anak Terhadap Orang Tua, Bandung: Irsyad Baitus
Salam.:
Rafi’udin,2006, Peran Wanita dalam Pendidikan Anak, Bandung Media
Hidayah,
Karim Sa’ad Al- Fiqy, 2007, Agar tidak Salah dalam Mendidik Anak,
Solo:Media Insani Publishing.
Samsul Munir Amir, 2007 Menyiapkan Masa Depan Anak Secara Islam,
Bandung Media Grafika.
Top Related