PENYESUAIAN DIRI INDIVIDU TUNA RUNGU DALAM MELANJUTKAN PENDIDIKAN DI
SEKOLAH REGULER/ UMUM (SEKOLAH MENENGAH ATAUPUN SEKOLAH
TINGGI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Maria Stephani WR.
NIM : 019114086
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
XAI"IIMAN PERIIETUJU'N PEMBTITiBING
SKRIPSI
PENYESUAIAN DIRI INDIYIDU TT'NA RT'NGU DALAMMELANJWKAN PENDIDITAN DI SEKOLAf, RDGI'LER/ T'MUM
(SEKOLAS MBNENGAfl ATAI]?I'N SEKOLAfl TINGGI)
Pqnbinbing
n'b/.-
4"?",ffi#?$^O- Nn{5or.lt Homp' NlMs0lcttloE6
O-K -Ti E.E ffiY-ffitr 5a //firtn".,nl5lo$o,n\\ AZ 4;=Jd\ 5?--ro. *J-^ | .ott
Dr. T. Priyo Widiyrnto, M.si. Tanggal : 2, Januari 2009
IIAI,IIIIIIN PENGf,SAEAI\I
SKR]PSI
PEITYESUAIAII DTRI INI'IVIDU TUNA RUNGU DAI,A1}{MELANJUTKAITI PENDII'IKAN I}I SEKOLAf, REGUIJW IJMIM
(SEI(OLAE MEI\IENGAE ATAIIPUN SEKOLAE TING1GD
Disusrm oldr :
Nana
l. Dr. T.
2. Y. Heri
3. Agnes Inds Etitlwdi,
Yogysksrtr, 2oJanuari 2009
| l l
$a*srt'#.;5f:ffi-q'aff isfin*""{
Fakultrs Psikologi
HALAMAN MOTTO
Ketika engkau dilahirkan, kau menangis dan dunia bersukacita.
Isilah hidupmu dengan kebaikan sehingga ketika engkau mati,
dunia menangis dan engkau bersukacita...........(Anonim)
Ketika segala sesuatu menjadi serba salah sebagaimana kadang terjadi,
Ketika jalan yang susah payah kau lalui tampak terus mendaki,
Ketika kesukaan tiada dijumpai dan kebahagiaan sulit digapai,
Ingin rasanya tersenyum namun hanya keluh yang terucap,
Ketika kesusahan menekan,
Istirahatlah jika perlu, tetapi JANGAN BERHENTI!!!
(Anonim)
Biarkan keyakinanmu 5 cm menggantung... mengambang...
di depan keningmu Dan yang kamu butuhkan hanyalah..........
Hanya KAKI yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, TANGAN yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,
MATA yang akan menatap lebih lama dari biasanya, LEHER yang akan lebih sering melihat ke atas,
Lapisan TEKAD yang 1000 kali lebih kuat dari baja, Dan HATI yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,
Serta MULUT yang akan selalu berdoa.... (5 cm)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus Bunda Maria, Pelindungku
Bapak dan Ibu Adikku Sela
Serta semua orang yang mencintaiku dan telah mendukungku
Karya yang kuberikan ini tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan apa yang telah aku dapatkan
v
PEXNYATATN XEASIIAN KAIYA
SEya m€nydaklo dslgan se$mgguhrys b$s,& skipsi yang saya tulis ini
tidrk rDcrnud hys du bagie l.[y& o(mg lsi4 kctdi yug ssya hrlisltn
dalnn kutipe dal d& Etct*a, s€ba8limea layalotya ka'ya ilniafr
Yos|ltrtq2 Jmlad 2009
Perulis,
Maris Stephad wR
ABSTRAK
Maria Stephani WR. (2009). Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyesuaian diri individu tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum/ perguruan tinggi dengan berbagai hambatan yang dimiliki terutama berkaitan dengan adanya hambatan komunikasi.
Jumlah subjek penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari dua orang mahasiswa dan dua orang siswa SMK. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi yang mencoba menggambarkan makna dari pengalaman dalam suatu fenomena (atau topik atau konsep) pada beberapa individu. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi langsung. Untuk melihat kredibilitas penelitian digunakan intersubjective validity dengan melakukan konfirmasi pada subjek mengenai hasil wawancara yang telah dilakukan, serta menggunakan sumber data majemuk dengan melakukan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga orang subjek tidak mengalami hambatan yang berarti dalam proses penyesuaian diri yang dilakukan selama subjek berada di sekolah umum. Sedangkan satu orang subjek memiliki hambatan dalam penyesuaian diri karena sifatnya yang pemalu menghambat relasi interpersonalnya, tetapi dia cukup berhasil mengikuti proses belajar di sekolah umum. Faktor yang menunjang keberhasilan ketiga subjek tersebut adalah rasa percaya diri dan rasa ingin tahu yang cukup besar sehingga mendukung mereka untuk berkembang, baik dalam interaksi sosialnya ataupun dalam bidang akademik. Penerimaan dari lingkungan juga menjadi hal yang sangat penting. Penolakan atau pandangan negatif dari lingkungan dapat menghancurkan kepercayaan diri yang akan mengganggu penyesuaian diri subjek. Kata kunci: penyesuaian diri, tuna rungu, sekolah umum
vii
ABSTRACT
Maria Stephani WR. (2009). A Deaf Individual Adjustment in Getting Education in Regular Schools/ Universities. Yogyakarta: Faculty of Psychology
Sanata Dharma University.
This qualitative research is aimed at finding out how the process of a deaf individual adjustment in joining regular schools/universities concerning with the difficulty they have especially with the communication problem. The subjects of the research are four students, two of them are university students and the other two are vocational school students. Phenomenology research method is used to describe the meaning of an experience of a phenomenon (a topic, or a concept) towards those individuals. Interview and direct observation is used in data collecting process. To assure the credibility of the research, not only inter subjective validity is used by confirming the result of the interview to the subjects, but also multiple data source by doing direct observation. The result of the research shows that three subjects don’t find any meaningful difficulty in the process of adjustment when they are in regular schools, on the other hand, one subject finds a problem concerning with her shyness which obstructs interpersonal relationship, but she is good enough at the learning process. The factor which supports the success of those three subjects in developing themselves both in social interaction and academic field is their big self-confidence and curiosity. The acceptance of the people around them is also very important. The rejection or negative thought from the society can ruin their self-confidence and in turn it will hinder their adjustment. Key words: adjustment, a deaf individual, regular school.
viii
Lf,,MBAR PERIYYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAII T]NTUK KEPENNNGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanala Dharma :
Nama : Meria Stephani WR.
Nomor Mal|asiswa : 0l9l14086
Demi pengembangan ilmu pengetahuarl saya membetikan kepada perpustakaaa
Universitas sanata Dharma karya ilmiah seya yang berjudul :
Penyesualat Dhi LtdivtoIl Ttrn4 Rung. dalarn MelatjutkaE Perrdidikan di
Sekohh Regaler/ arr.am (SdobL Menengoh atanpw S&loh Thgi)
beserta p€rangkat yang dipolukan (bila ada). Dengan demikian sayo memberikan
kepada Perpustakaa[ Universitas Sanata Dharma hak untuk menlmpar\
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikarmya di lnternet atau
media lain urtuk kepentingan alodemis tanpa perlu meminta ijin dati saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap m€ncantumkan nama saya
sebagai perulis.
Demikian pemyataan ini yang saya bual dqBan sebenamya
Dibual di Yog/akarta
Pada t$ggal : 2a Ja,]uai 2U)9
Yans menvatakan
(Maria Stephani wR)
KATA PENGANTAR
Syukur yang tak terhingga penulis haturkan pada Yesus Kristus atas curahan
Roh Kudus-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini,
serta dengan bantuan Bunda Maria yang terus-menerus menyertai perjalanan
panjang penulis.
Proses yang cukup lama dengan berbagai hambatan dan tantangan untuk
menyelesaikan skripsi ini. Peristiwa kehilangan, kesakitan dan cobaan untuk
mengalahkan berbagai penyakit yang penulis alami, serta anugerah-anugerah
lainnya yang diterima, akhirnya berhasil dilalui dengan berusaha untuk ikhlas dan
pasrah sehingga penulis dapat tetap menyelesaikan skripsi yang seringkali
tertunda ini.
Untuk semuanya itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan hingga
selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku pembimbing skripsi, yang
selalu bersedia membaca, memeriksa dan memberikan masukan demi
terselesaikannya skripsi ini.
3. Ibu Sylvia Carolina Murtisari, S.Psi, M.Psi selaku pembimbing akademik,
yang selalu memberikan supportnya dan selalu membantu peneliti dengan
memberikan informasi dan masukan-masukan.
x
4. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.Si.
serta Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Si., yang pernah menjadi
pembimbing akademik peneliti, serta Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi.,
terima kasih sudah menjadi teman berbagi pengalaman.
5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Mbak Nanik, Mas
Gan.., Mas Doni, dan Pak Gi yang senantiasa membantu dan selalu rajin
bertanya kapan daftar ujian hehehehe...
6. Buat semua responden yang telah membantu penulis untuk memperoleh
data-data yang dibutuhkan. Terima kasih teman-teman!!! Semoga semakin
banyak teman-teman tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum. Sukses
buat kalian!!!
7. Terima kasih untuk SLB/ B Dena Upakara, SLB Kali Bayem, SLB Bintaran,
SMK BOPKRI 2 Bintaran yang telah menerima kehadiran peneliti dan
memberikan bantuan dan informasi yang dibutuhkan dengan sangat terbuka.
Buat teman-teman yang pernah mengajarkan Bahasa Isyarat di halaman
Kampus Paingan : Mbak Galuh, Wahyu, Mas Dhoni dan teman-teman dari
GERKATIN-DIY, juga yang pernah bekerjasama saat pementasan “A Letter
to God” di PPPG Kaliurang, senang bisa kenal kalian.....
8. Bapak dan Ibu tercinta. Maaf aku sudah banyak mengecewakan dan
terimakasih banyak buat waktu, tenaga, materi yang sudah dikorbankan juga
kesabaran, perhatian dan cinta yang sudah dicurahkan buat aku.
xi
9. Sela...adikku yang tinggal satu. Hehehe...maaf ya kita sering berantem. Buat
alm. Ari adikku yang sudah bahagia di tempat terindah, terima kasih sudah
hadir dan menjadi bagian terindah dalam hidup kami.
10. Taey2...Adrianus Dian makasih banyak buat dukungan, pengorbanan,
perhatian dan cinta yang begitu besar dan tulus. Tengkyu ya...udah setia
dampingin aku dalam susah dan senangku, sehat dan sakitku. Love you
taey...
11. Keluarga besarnya Adrie di Purwokerto dan Semarang, terima kasih buat
perhatian dan dukungannya. Buat Hani-Gogon & Dino, sesama saudara
dilarang merusak, nanti Tuhan Yesus marah hehehe....cerita-cerita kalian
yang konyol membuatku terhibur.
12. Sahabat-sahabatku yang selalu cerewet dan selalu mengingatkanku biar
cepet lulus, Tien-Oty-Gege’ thanks a lot.....
13. Teman-teman eks-anak 99999 Diana, Crodel, Emi, Cicil, Bora, Cuprit,
Okta, Feni, Vino, Jule, Hani, Grace terima kasih buat suka dukanya. Buat
teman-teman yang sudah “meracuni” otakku Laora & Aan, Mbeng, Dian.
14. Tika & Nimas yang selalu usil menggangguku.
15. Serta semua dosen, karyawan, teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi
USD tidak dapat saya sebutkan satu persatu (terutama angkatan 2001) yang
senantiasa menyemangati dalam penyelesaian tugas ini.
Yogyakarta, Desember 2008
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….....
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
HALAMAN MOTTO....................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN DATA...........................................................
ABSTRAK.....................................................................................................
ABSTRACT...................................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..........................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................................
DAFTAR SKEMA........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Masalah Penelitian................................................................................
C. Tujuan....................................................................................................
D. Manfaat Penelitian................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................
A. Penyesuaian Diri...................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xiii
xvi
xvii
xviii
1
1
6
6
6
8
8
xiii
1. Definisi Penyesuaian Diri...............................................................
2. Kriteria Penyesuaian Diri...............................................................
3. Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri...............................
B. Tuna Rungu...........................................................................................
1. Definisi Tuna Rungu.......................................................................
2. Klasifikasi Tuna Rungu..................................................................
3. Penyebab Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu.....................
4. Akibat dari Gangguan Pendengaran...............................................
C. Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah
Tinggi)..................................................................................................
D. Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun
Sekolah Tinggi).....................................................................................
E. Kerangka Penelitian..............................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................
A. Jenis Penelitian.....................................................................................
B. Subjek Penelitian..................................................................................
C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah..............................................
D. Metode Pengumpulan Data...................................................................
1. Wawancara.......................................................................................
2. Observasi..........................................................................................
E. Analisis Data.........................................................................................
F. Kredibilitas Penelitian...........................................................................
8
9
15
16
16
17
19
21
24
26
31
33
33
34
36
39
39
42
43
47
xiv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................
A. Identitas dan Gambaran Subjek............................................................
1. Identitas Subjek................................................................................
2. Gambaran Subjek.............................................................................
B. Tahap Pengambilan Data......................................................................
C. Hasil Penelitian.....................................................................................
1. Subjek 1...........................................................................................
2. Subjek 2...........................................................................................
3. Subjek 3...........................................................................................
4. Subjek 4...........................................................................................
D. Pembahasan..........................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
48
48
48
48
53
56
58
75
88
105
124
142
142
144
146
xv
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Aspek Penelitian .........................................................................
TABEL 2. Panduan Wawancara....................................................................
TABEL 3. Identitas Subjek............................................................................
TABEL 4. Tahap Pengumpulan Data ...........................................................
TABEL 5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data...........................................
TABEL 6. Ringkasan Hasil Penelitian..........................................................
38
40
48
54
56
123
xvi
DAFTAR SKEMA
Skema 1: Kerangka penelitian.......................................................................
Skema 2: Hasil Penelitian Subjek 1...............................................................
Skema 3: Hasil Penelitian Subjek 2...............................................................
Skema 4: Hasil Penelitian Subjek 3...............................................................
Skema 5: Hasil Penelitian Subjek 4...............................................................
Skema 6: Hasil Penelitian..............................................................................
Skema 7: Keberhasilan..................................................................................
Skema 8: Kekurangberhasilan.......................................................................
32
57
74
87
104
122
140
141
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Koding Wawancara Subjek..................................................
LAMPIRAN 2. Koding Observasi Subjek.....................................................
152
153
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ilmu biologi, makhluk hidup yang dilahirkan ke dunia harus dapat
beradaptasi terhadap lingkungannya agar dapat bertahan hidup (Vembriarto,
1984). Manusia berperilaku sebagai reaksi atas tuntutan lingkungannya, manusia
juga mempunyai cara untuk berhubungan dengan lingkungan sekitarnya, bahkan
dapat menyerah dan mengikuti apa yang ada di sekitarnya. Hal itu biasa disebut
dengan penyesuaian diri, yang mana manusia berusaha untuk menyamakan
dirinya dengan keadaan sekitarnya baik dengan lingkungan fisik maupun dengan
lingkungan sosial. Manusia juga dapat melawan dan menguasai lingkungannya
(Fudyartanta, 2002). Apabila manusia dapat melakukan penyesuaian diri dengan
baik maka ia akan diterima oleh lingkungan sosialnya.
Penyesuaian diri tidak mempunyai batasan waktu, melainkan terjadi
sepanjang proses kehidupan manusia tersebut, mulai ia lahir menjadi remaja,
dewasa sampai ia meninggal. Manusia selalu melakukan penyesuaian dalam
segala hal. Selama proses penyesuaian diri tersebut (Fudyartanta, 2002), manusia
tak jarang menemui hambatan yang dapat menimbulkan konflik dalam dirinya
sendiri maupun dengan orang lain, menimbulkan perasaan kecewa atau frustrasi
bahkan muncul perilaku-perilaku abnormal. Kemampuan untuk menyesuaikan diri
itu sendiri semakin lama semakin berkembang.
1
Sebagian besar manusia pada masa remaja melakukan penyesuaian diri
didasarkan atas apa yang dituntut oleh lingkungan untuk menghindari hukuman,
ancaman dan memperoleh perhatian serta kasih sayang dari orang lain. Menurut
Carballo (dalam Sarlito, 1989), semakin manusia beranjak dewasa, penyesuaian
yang dilakukan tidak hanya sekedar untuk menghindari hukuman atau ancaman
saja melainkan demi kenyamanan dirinya sendiri ketika berada dalam
lingkungannya.
Sebagai manusia normal yang dianugerahi dengan lima indera yang
berfungsi dengan baik, tentunya dapat lebih mendukung proses penyesuaian diri
tersebut. Namun, tidak semua manusia dilahirkan secara normal dengan fungsi-
fungsi indera yang bekerja dengan sempurna. Manusia ada yang lahir dalam
keadaan cacat atau mempunyai kelainan, baik kelainan fisik maupun mental,
dimana ada yang salah satu inderanya tidak dapat berfungsi dengan baik, anggota
tubuh yang tidak lengkap, dan sebagainya. Dalam hal ini, penyesuaian diri akan
dikhususkan pada manusia yang mengalami kelainan pendengaran total yang
disebut dengan tuna rungu atau tuli total.
Kekurangan yang dimiliki oleh individu tuna rungu (deaf) atau sering
disebut tuli total, berkaitan dengan kemampuan atau fungsi dari indera
pendengaran dimana ia sama sekali tidak dapat mendengar. Gangguan ini juga
dapat menyebabkan kebisuan karena individu tersebut tidak pernah mendengar
berbagai bunyi yang seharusnya dipelajari sehingga sering disebut kelainan ganda,
yaitu bisu-tuli. Pada individu tuna rungu, kemampuan berbicara ini mengalami
hambatan. Mereka tidak dapat menggunakan indera pendengarannya sehingga
2
proses komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain pun terganggu.
Walaupun demikian, individu tuna rungu diberi kemampuan untuk lebih
mengoptimalkan fungsi indera lainnya, seperti indera penglihatan (Somantri,
2006). Dengan menggunakan indera penglihatan mereka lebih cepat berkembang
dalam hal motorik dan dapat mengerti gerak bibir lawan bicaranya serta
membantu dalam penggunaan bahasa isyarat sebagai salah satu media
komunikasi. Hal tersebut mendukung individu tuna rungu untuk memiliki
berbagai keterampilan yang dapat membantu mereka untuk berkembang yang
belum tentu dimiliki juga oleh orang normal.
Individu tuna rungu juga mempunyai kemampuan untuk berpikir seperti
layaknya orang normal. Ia ingin berkembang baik dalam pemikiran, kemampuan,
karakter, serta tingkah laku (Suparno, 2007). Mereka juga memiliki keinginan
untuk mandiri yang cukup besar. Kekurangannya hanya terletak pada
pendengarannya sehingga ia juga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang layak walaupun ia mempunyai keterbatasan. Biasanya orang
dengan kecacatan baik fisik maupun mental atau sering disebut individu dengan
kebutuhan khusus cenderung menempuh pendidikan di sekolah-sekolah yang
khusus diperuntukkan bagi para penyandang cacat fisik maupun mental. Mereka
cenderung untuk dikelompokkan bersama dengan orang-orang lain yang senasib.
Padahal dalam kehidupan sehari-hari, mereka harus berinteraksi tidak hanya
dengan orang yang mempunyai keterbatasan tetapi juga harus berinteraksi dengan
orang yang normal.
3
Sebagian besar individu tuna rungu di Indonesia menempuh pendidikan
dasar di sekolah-sekolah luar biasa, lalu ada yang melanjutkan ke sekolah
menengah reguler/ umum dan bahkan sampai perguruan tinggi. Menurut
Kushariadi (2004), salah satu alasan yang membuat para orang tua
menyekolahkan anaknya yang tuna rungu ke sekolah khusus adalah karena adanya
penolakan dari masyarakat ataupun dari pihak pengelola lembaga pendidikan. Di
Jakarta dan di beberapa daerah di Indonesia, sekolah dari tingkat SD-SMU ada
yang telah menerima siswa dengan gangguan fisik untuk belajar bersama dengan
teman-teman seusia mereka yang normal. Bahkan ada salah satu sekolah yang
telah melakukan program ini sejak tahun 1989, dan siswa yang memiliki
kebutuhan khusus itu mampu mengangkat nama sekolahnya dengan mampu
masuk perguruan tinggi (Permanasari, 2005).
Di sekolah reguler/ umum, individu tuna rungu berada di antara orang
normal sehingga mereka harus menyesuaikan diri, beradaptasi dengan lingkungan
mereka agar dapat berinteraksi dengan semua orang, baik guru sebagai pendidik
dan juga teman-teman mereka dengan berbagai karakter dan latar belakang. Tidak
hanya dalam hal bersosialisasi, dalam proses belajar mengajar pun mereka harus
mulai terbiasa dengan cara guru mengajar, menerangkan, memberikan informasi
yang mungkin tidak dapat diterima secara utuh. Hal ini terjadi bisa karena guru
terlalu cepat ketika berbicara sehingga mereka tidak dapat membaca gerak bibir
guru. Oleh karena itu, individu tuna rungu harus belajar lebih giat agar dapat
mengikuti pelajaran.
4
Hambatan yang paling besar bagi individu tuna rungu adalah masalah
komunikasi, dimana mereka biasanya mempunyai cacat ganda, yaitu selain tidak
bisa mendengar mereka juga tidak dapat berbicara. Padahal ketika mereka berada
di sekolah reguler/ umum, tidak ada yang mengerti bahasa mereka, sehingga
sering terjadi miskomunikasi baik dengan pengajar maupun dengan teman.
Tekanan sosial mereka dalam lingkungan pendidikan cukup besar. Seperti yang
dialami oleh Disca, salah seorang tuna rungu yang mengalami masalah sosial,
salah satunya karena ketika bersekolah di sekolah reguler/ umum ia dapat
mengerti bahasa temannya tetapi temannya tidak dapat mengerti bahasanya (Yull,
2004).
Sistem pendidikan inklusi di Indonesia belum benar-benar dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Hanya sedikit sekali sekolah yang siap dengan sistem
pendidikan inklusi. Dalam sistem pendidikan inklusi, sekolah seharusnya
menyediakan tenaga pengajar yang siap untuk menghadapi anak dengan
kebutuhan khusus. Namun, belum semua sekolah yang menerima anak dengan
kebutuhan khusus telah mempersiapkan tenaga pengajar tersebut. Keadaan seperti
ini membuat peneliti ingin mengetahui lebih jauh bagaimana proses penyesuaian
diri tuna rungu yang bersekolah di sekolah reguler/ umum tersebut. Tentunya
mereka harus berproses dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sekitarnya terutama dalam lingkungan pendidikannya, menyesuaikan dengan
proses belajar mengajarnya dan juga dalam interaksi sosialnya.
5
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
penyesuaian diri yang dilakukan individu tuna rungu yang menempuh pendidikan
di sekolah reguler/ umum.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyesuaian diri yang dilakukan
oleh individu tuna rungu yang sedang menempuh pendidikan di sekolah reguler/
umum.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Manfaat dari penelitian ini secara teoretis adalah memberikan sumbangan
bagi bidang psikologi pendidikan tentang bagaimana mengembangkan sistem
pendidikan yang efektif bagi individu tuna rungu, apa yang mereka butuhkan
untuk bisa mengenyam pendidikan tanpa adanya pembedaan. Penelitian ini juga
dapat bermanfaat di bidang psikologi komunikasi, psikologi sosial, dan psikologi
perkembangan yang berkaitan tentang bagaimana individu tuna rungu tersebut
melakukan interaksi sosial dengan adanya keterbatasan berkomunikasi.
6
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
bagi masyarakat agar mereka benar-benar mengerti bahwa individu tuna rungu
juga dapat mengenyam pendidikan seperti layaknya orang normal. Bagi para
orang tua yang mempunyai anak tuna rungu agar tidak membedakan pendidikan
yang diberikan baik pada anak normal maupun pada penyandang cacat. Bagi para
pemilik atau pengelola lembaga pendidikan agar tidak melakukan diskriminasi
dalam penerimaan siswa atau mahasiswa dengan hambatan pendengaran ataupun
hambatan yang lainnya, yang ingin masuk ke lembaga pendidikan tersebut. Bagi
individu tuna rungu sendiri, agar tidak berkecil hati ketika ingin melanjutkan
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di sekolah menengah reguler atau
perguruan tinggi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu individu tuna rungu
agar mampu bertahan dan berjuang untuk memperoleh pendidikan yang sama
dengan orang normal.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Diri
1. Definisi Penyesuaian Diri
Istilah penyesuaian diri dalam kepustakaan berbahasa Inggris dikenal
dengan dua istilah yaitu, adaptation atau adaptasi, dan adjustment (Mahmud,
1989). Mahmud juga menjelaskan bahwa istilah penyesuaian diri yang
dikembangkan dari konsep adaptasi digunakan dalam ilmu biologi, sedangkan
yang dikembangkan dari konsep adjustment digunakan dalam ilmu-ilmu sosial,
khususnya psikologi. Dalam bidang biologi, lebih difokuskan pada penyesuaian
terhadap lingkungan fisiknya, dimana manusia dianggap sebagai mahkluk hidup
yang mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih tinggi, baik terhadap tuntutan-
tuntutan alam maupun tekanan-tekanan sosial dalam masyarakat (Vembriarto,
1984). Dalam bidang psikologi sendiri, penyesuaian diri atau adjustment
didefinisikan sebagai proses dan hasil individu atau kelompok manusia
menghadapi situasi-situasi baru dalam lingkungan hidupnya sehingga perilakunya
dapat diterima di dalam hidup bersama dengan masyarakat sekitarnya
(Fudyartanta, 2002). Daradjat (1970) mengatakan bahwa seseorang yang tidak
dapat melakukan penyesuaian diri dan tidak dapat mengatasi masalahnya dengan
wajar dapat mengalami gangguan jiwa.
8
Penyesuaian diri sangat erat kaitannya dengan lingkungan. Gerungan
(1988) mengartikan penyesuaian diri dalam arti yang luas dimana dapat berarti
manusia mengubah dirinya sesuai dengan lingkungannya dan juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan dirinya. Menurut Vembriarto
(1984), penyesuaian diri merupakan reaksi manusia terhadap tuntutan-tuntutan
baik dari lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap dirinya.
Jadi, disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah
segala sesuatu yang dilakukan seseorang agar ia dapat diterima oleh lingkungan
sekitarnya baik lingkungan sosial maupun fisik dan juga dapat memenuhi segala
kebutuhan dan keinginannya tanpa mengabaikan tuntutan internal maupun
eksternal dengan mengubah dirinya sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah
lingkungan sesuai dengan dirinya.
2. Kriteria Penyesuaian Diri
Untuk bisa menilai apakah penyesuaian diri yang dilakukan tersebut
berhasil atau tidak, maka dibutuhkan beberapa kriteria yang menurut Mahmud
(1989) dan Fudyartanta (2002) terdiri dari:
a. Kepuasan psikis atau konfortabilitas psikologis, dimana jika berhasil
melakukan penyesuaian diri akan menimbulkan kepuasan psikis,
dimana orang merasakan kenyamanan dalam hidup, tidak merasakan
adanya penyakit-penyakit kejiwaan yang dapat mengganggu dalam
penyesuaian dirinya sedangkan bila gagal maka akan menimbulkan
9
ketidakpuasan dalam bentuk rasa kecewa, gelisah, lesu, depresi dan
sebagainya.
b. Efisiensi kerja, dimana jika berhasil akan terlihat pada pekerjaan dan
kegiatan yang dilakukan dengan efisien, orang dapat melaksanakan apa
yang menjadi tugas dan kewajibannya masing-masing secara penuh di
lingkungan sosialnya. Jika tidak berhasil akan membuat pekerjaan dan
kegiatan yang dilakukan menjadi tidak efisien.
c. Kesehatan fisik, dimana jika tidak berhasil melakukan penyesuaian
diri, akan menimbulkan gejala-gejala fisik yang mengganggu
kesehatan, seperti pusing kepala, sakit perut, gangguan pencernaan,
diare, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi efisiensinya dalam
melakukan penyesuaian diri. Bila berhasil gejala-gejala seperti itu
tidak muncul karena organ-organ tubuhnya dapat berfungsi normal
sehingga dapat melakukan penyesuaian diri yang baik.
d. Penerimaan sosial atau aseptabilitas sosial, dimana muncul penerimaan
dari kelompok dan masyarakat luas jika penyesuaian diri yang
dilakukan berhasil dengan tidak terdapatnya hambatan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain, tidak terjadi konflik sosial maupun
konflik batinnya sendiri, mampu mengikuti norma dan nilai hidup
yang berlaku di lingkungan sosialnya. Jika terjadi konflik sosial
maupun konflik batin dan tidak dapat mengikuti norma yang berlaku
maka dianggap tidak dapat menyesuaikan diri (maladjustment).
10
Haber dan Runyon (1984) mengungkapkan beberapa kriteria yang dapat
menandakan penyesuaian diri yang baik, antara lain:
a. Persepsi akurat terhadap realitas
Penyesuaian diri yang baik ditunjukkan dengan kemampuan seseorang
untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang ada dalam realitas atau
peristiwa yang sedang terjadi secara tepat, seperti yang dilakukan
orang lain pada umumnya.
b. Kemampuan untuk mengatasi stres dan kecemasan
Keberhasilan untuk mencapai tujuan jangka panjang memberikan arah
hidup yang lebih baik untuk bertahan atas kekalahan, frustrasi, dan
stres yang terjadi terus menerus. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa seseorang memiliki penyesuaian diri yang baik.
c. Self image yang positif
Penilaian terhadap diri sendiri, termasuk penilaian yang positif
maupun negatif. Selain itu, bila menemukan aspek-aspek di dalam diri
yang tidak menyenangkan, sebaiknya tidak hanya dipikirkan saja tetapi
juga berusaha mengubahnya menjadi lebih baik.
d. Kemampuan untuk mengekspresikan segala jenis emosi
Ada dua masalah yang berkaitan dengan pengekspresian emosi, yaitu
overcontrol dan undercontrol. Overcontrol menimbulkan perasaan
yang tumpul, perasaan yang dibunuh, sedangkan undercontrol
mengekspresikan perasaan secara berlebihan. Keduanya menandakan
adanya permasalahan dalam penyesuaian diri.
11
e. Hubungan interpersonal yang baik
Manusia adalah mahkluk sosial, dimana manusia saling tergantung
satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya, baik fisik, sosial
maupun emosi. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik,
mampu berelasi dengan individu lain dalam cara yang produktif,
bermanfaat dan saling menguntungkan.
Schneider (1964) menambahkan mengenai kriteria penyesuaian diri yang
baik, yaitu:
a. Adanya proses pembelajaran baik terhadap pengalaman masa lalu dan
juga terhadap situasi baru.
Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik jika ia
dapat belajar untuk menghadapi konflik, frustrasi, stres atau berbagai
situasi hidup yang lainnya berdasarkan atas pengalaman masa lalunya.
Bila di masa lalu ia mengalami kegagalan maka ketika menghadapi
situasi yang sama ia dapat belajar dari kegagalannya di masa lalu dan
dapat memperbaikinya menjadi lebih baik. Ketika individu tersebut
menghadapi situasi baru yang belum pernah ia alami, ia dapat
melewatinya karena ia telah belajar terus menerus untuk menghadapi
tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya. Dengan demikian dapat dilihat
bagaimana proses perkembangan individu dalam memecahkan
masalahnya sehingga kualitas kepribadiannya semakin hari semakin
baik.
12
b. Bersikap realistis dan objektif
Sikap realistis dan objektif tidak hanya didasarkan pada kemampuan
seseorang untuk memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan tetapi
juga dilihat dari bagaimana individu tersebut menilai situasi, masalah
dan keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan berharga sehingga
dapat terlihat ketika individu menghadapi situasi yang kritis. Hal ini
menunjukkan bahwa individu dapat menerima sebagian besar
pendirian dan pandangan diri sendiri menjadi realistis dan objektif
sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki
penyesuaian diri yang sehat.
Dari beberapa kriteria penyesuaian diri baik dilihat sebagai hasil ataupun
sebagai proses, dapat disimpulkan menjadi lebih sederhana. Kriteria tersebut
antara lain:
a. Self image yang positif
Dilihat dari kemampuan menilai diri sendiri; menerima kekurangan
dan kelebihan yang dimiliki; berusaha untuk memperbaiki kekurangan
yang ada menjadi lebih baik.
b. Adanya kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
Kenyamanan psikologis ini dapat ditunjukkan dengan tidak adanya
emosi yang berlebihan; tidak ada perasaan frustrasi; tidak ada
mekanisme pertahanan diri; tidak ada perasaan kecewa, gelisah, lesu,
depresi, dan sebagainya; serta tidak adanya gejala-gejala fisik yang
13
mengganggu kesehatan sehingga bila fisik sehat maka dapat
mendukung kesehatan psikologis juga.
c. aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal yang baik
dapat dilihat dari kemampuan berelasi dengan individu lain dalam cara
yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan; ada
penerimaan dari kelompok dan masyarakat; tidak terjadi konflik sosial
maupun konflik batin; mampu mengikuti norma dan nilai hidup yang
berlaku di lingkungan sosialnya.
d. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas, bersikap realistis dan
objektif, dan memiliki efisiensi kerja
Terlihat dari kemampuan untuk menginterpretasikan sesuatu hal yang
ada dalam realitas atau peristiwa yang sedang terjadi secara tepat;
memiliki orientasi yang tepat pada kenyataan; bagaimana individu
tersebut menilai situasi, masalah dan keterbatasan pribadi sebagai hal
yang nyata dan berharga; dengan sikap yang realistis dan objektif
diharapkan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efisien, serta dapat
melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.
e. Adanya pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi
baru, dan adanya kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Ditunjukkan dengan kemauannya untuk belajar menghadapi konflik,
frustrasi, stres atau berbagai situasi hidup yang lain berdasarkan atas
pengalaman masa lalunya; dapat belajar dari kegagalan di masa lalu
dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik; mampu menghadapi
14
tuntutan-tuntutan hidup setiap harinya sehingga kualitas
kepribadiannya semakin baik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Gerungan (1988) mengungkapkan ada tiga faktor yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri seseorang, antara lain:
a. Frustrasi atau tekanan perasaan, yaitu perasaan yang disebabkan
karena kurangnya kepercayaan diri seseorang dalam mengatasi
masalah dan kepercayaan terhadap lingkungan sekitarnya. Orang yang
mengalami frustrasi merasa adanya hambatan dalam proses
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan atau menyangka adanya hal yang
menghalangi keinginannya sehingga tidak dapat menyesuaikan diri.
Orang yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan menunda pemuasan
kebutuhan dan dapat menerima keadaan frustrasi untuk sementara dan
menunggu kesempatan untuk dapat memenuhi kebutuhannya.
b. Konflik atau pertentangan batin, yaitu perasaan yang disebabkan
adanya dua macam dorongan atau lebih, yang bertentangan dan tidak
dapat dipenuhi dalam waktu yang bersamaan.
c. Kecemasan atau anxiety, yaitu manifestasi berbagai proses emosi yang
bercampur baur, terjadi ketika seseorang mengalami frustrasi dan
konflik. Ada perasaan yang disadari, seperti rasa takut, terkejut, tidak
berdaya, merasa berdosa atau bersalah, perasaan terancam, dan
sebagainya. Ada juga perasaan yang diluar kesadaran, misalnya
15
merasa takut tanpa tahu sebabnya. Kecemasan ini timbul karena orang
tidak dapat menyesuaikan diri.
B. Tuna Rungu
1. Definisi Tuna Rungu
Payne et al. (1983) mendefinisikan tuna rungu sebagai individu yang
terhambat dalam mendengar suara-suara yang berasal dari lingkungannya,
dikarenakan tidak berfungsinya telinga atau adanya gangguan urat saraf sehingga
mengalami gangguan pendengaran. Keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama
melalui indera pendengarannya juga disebut tuna rungu (Somantri, 2006).
Menurut Nurcolis MM (2002), tuna rungu adalah kerusakan atau cacat
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mendengar atau tuli atau
pekak. Anam (1986) mengatakan bahwa tuna rungu adalah orang yang tidak dapat
mendengar sama sekali dan karena kekurangannya dalam mendengar,
membutuhkan pendidikan khusus.
Mufti Salim (dalam Sudjadi, 2000) memaparkan bahwa individu tuna
rungu adalah individu yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat-alat pendengaran sehingga mereka mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasa.
Andreas Dwidjosumarto (dalam Somantri, 2006) mengemukakan bahwa
seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tuna rungu.
16
Ia juga membedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli dan kurang dengar, seperti
diungkapkan oleh Dullah (1977). Tuli adalah keadaan dimana orang yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan dengan tingkat yang berat sehingga
pendengarannya tidak berfungsi sama sekali untuk mendengar (total deafness).
Kurang dengar adalah keadaan dimana seseorang memiliki kerusakan pada indera
pendengarannya tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar baik dengan
maupun tanpa alat bantu dengar.
2. Klasifikasi Tuna Rungu
Streng et al. (dalam Kirk, 1972) mengelompokkan tuna rungu menjadi
beberapa kategori antara lain:
a. Deaf yaitu anak yang lahir dengan sedikit atau tanpa kemampuan
mendengar atau yang menderita kehilangan pendengaran di awal masa
pertumbuhan sebelum mempunyai kemampuan berbicara atau
berbahasa.
b. Deafened yaitu orang yang lahir dengan pendengaran normal tetapi
kemudian kehilangan pendengarannya ketika mencapai usia, dimana
mereka dapat berbicara dan memahaminya.
c. Hard of Hearing yaitu orang yang ketajaman pendengarannya
berkurang sejak lahir atau dialami ditengah-tengah masa hidupnya.
17
Payne et al. (1983) mengatakan bahwa gangguan pendengaran terdiri dari
dua kelompok, yaitu:
a. Deaf adalah orang yang ketidakmampuan mendengarnya menghambat
keberhasilan proses berbahasa atau penginformasian atau masuknya
bahasa melalui percobaan dengan atau tanpa alat bantu dengar.
b. Hard of hearing adalah orang yang secara umum, dengan
menggunakan alat bantu dengar mempunyai sisa pendengaran cukup
memungkinkan berhasilnya proses masuknya informasi bahasa
melalui telinga.
The Committee on Nomendature of the Conference of Executives of American
Schedule for the Deaf (dalam Kirk, 1972) mengklasifikasikan tuna rungu menjadi:
a. Deaf adalah orang yang indera pendengarannya tidak berfungsi
sebagaimana mestinya selama hidupnya. Berdasarkan waktu
seseorang kehilangan pendengarannya, deaf dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Congenitally deaf – orang yang lahir tuli
2) Adventitiously deaf – orang yang lahir dengan pendengaran
normal tapi indera pendengarannya tidak berfungsi setelah
mengalami sakit atau kecelakaan
b. Hard of Hearing adalah orang yang indera pendengarannya masih
dapat berfungsi meski tidak efektif, dengan atau tanpa alat bantu
dengar.
18
Individu tuna rungu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tuna rungu
yang memiliki kategori deaf dimana ia tidak memiliki kemampuan untuk
mendengar sehingga menghambat proses komunikasinya.
3. Penyebab Gangguan Pendengaran atau Tuna Rungu
Menurut Moores (dalam Setiawani, 2000), ada enam unsur yang
menyebabkan seseorang mengalami ketulian, antara lain:
a. Unsur keturunan – gejala kelainan, diperkirakan 30-60 % ketulian
disebabkan oleh unsur keturunan, dimana memiliki gejala-gejala
kelainan yang mengakibatkan tuli pendengaran.
b. Unsur penyakit – campak dari ibu, bila wanita yang sedang
mengandung tiga bulan terserang campak atau cacar air, kemungkinan
besar akan berdampak pada bayinya. Dampak yang ditimbulkan
biasanya adalah 50 % penyakit telinga, 20 % penyakit mata, dan 35 %
penyakit jantung.
c. Unsur kelahiran – lahir prematur, kelahiran prematur yang disebabkan
oleh kekurangan oksigen menyebabkan otak mengalami luka, dan
pendengaran pun akan mengalami kerusakan.
d. Unsur darah – jenis darah berbeda, jenis darah Rh-positif tidak dapat
berpadu dengan jenis Rh-negatif sehingga bila hal ini terjadi, dapat
mengancam nyawa bayi, atau bila hidup, mungkin akan mengalami
gangguan dalam pendengarannya.
19
e. Unsur syaraf – penyakit pada otak, penyakit pada otak merupakan
masalah yang paling serius yang dapat menimbulkan gangguan pada
pendengaran seseorang.
f. Unsur infeksi – infeksi telinga tengah, sering terjadi sebelum usia 6
tahun.
Penyebab terjadinya gangguan pendengaran juga dipaparkan oleh
Somantri (2006) menjadi tiga bagian, antara lain:
a. Sebelum kelahiran atau prenatal, terdiri dari beberapa faktor, yaitu:
1) orang tua anak (salah satu atau keduanya) menderita tuna
rungu atau mempunyai gen pembawa sifat abnormal.
2) karena penyakit, sewaktu mengandung ibu terserang suatu
penyakit terutama saat tri semester pertama kehamilan – saat
pembentukan ruang telinga –, misalnya penyakit rubella,
moribili, infeksi dan lain-lain.
3) keracunan obat-obatan, konsumsi obat yang terlalu banyak saat
mengandung, pecandu alkohol, konsumsi obat penggugur
kandungan juga dapat mengakibatkan gangguan pendengaran.
b. Saat lahir atau natal, ada dua faktor, yaitu:
1) pengalaman traumatik akibat ibu yang mengalami kesulitan
saat persalinan sehingga dibantu dengan penyedotan (tang),
adanya tekanan pelvic, penggunaan forceps, intracranial
hemorhage.
20
2) kondisi lainnya, seperti prematuritas, dimana bayi lahir
sebelum waktunya akibat kekurangan oksigen dan kondisi
karena sedation berat.
c. Setelah kelahiran atau post natal, terjadi karena:
1) infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi
umum seperti difteri, morbilli, dan lain-lain.
2) pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.
3) kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran
bagian dalam.
4. Akibat dari Gangguan Pendengaran
Kekurangan pendengaran yang menyebabkan individu tidak mempunyai
bahasa yang menurut Uden (1982) dapat mengakibatkan dampak psikologis pada
individu tersebut. Dampak-dampak ini diperoleh dari beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya (Paul dan Quigley, 1993). Dampak tersebut antara
lain:
a. Egosentrisme yang lebih besar
Individu tuna rungu seakan-akan memaksa orang lain untuk selalu
memperhatikan dirinya sendiri.
Egosentrisme ini terlihat dari:
1) daerah pengamatan yang terbatas pada apa yang terjadi di
depannya saja, mereka menjadi tidak mengetahui dan kurang
peduli atas apa yang terjadi di sekitarnya.
21
2) Rasa ingin tahu yang ada pada individu tuna rungu hanya bisa
dipenuhi dengan penglihatannya sehingga bila mereka tertarik
akan sesuatu, mereka selalu berusaha untuk menarik dekat apa
yang membuatnya tertarik dengan mencoba mengambilnya
atau merebutnya dari orang lain tanpa memperhatikan
keinginan orang lain.
3) Adanya perasaan sepi dan sendiri, perasaan jauh dari yang lain
karena mereka tidak dapat mendengar segala sesuatu yang ada
di dekatnya.
Individu tuna rungu mengalami kesukaran untuk mengerti cara
berpikir orang lain sehingga mereka juga sulit untuk menyesuaikan
diri.
b. Ketakutan akan keluasan hidup
Individu tuna rungu mencari tahu segala sesuatu hanya dengan
penglihatan. Mereka tidak dapat mengetahui segala sesuatu dari segala
sudut karena mereka hidup dalam sebagian kecil dari dunia
sekelilingnya. Hal ini menimbulkan perasaan kurang tenang dan sifat
ragu-ragu yang juga menimbulkan rasa takut akan hidup.
c. Kelekatan yang berlebihan
Individu tuna rungu hidup dalam dunia kecil mereka sehingga yang
mereka ketahui dan kenal cukup sedikit dan itulah yang dianggap
menjadi bagian dalam hidupnya. Secara tidak sadar mereka menjadi
tergantung pada orang lain terutama ketika dihadapkan pada berbagai
22
situasi, terutama ketika mereka berhadapan dengan hal yang baru,
mereka segera mencari pertolongan.
d. Selalu diliputi keasyikan
Jika individu tuna rungu sedang tertarik dengan sesuatu maka mereka
akan terbatas pada apa yang menarik minat mereka tersebut, seolah-
olah tidak ada dunia lain di sekitarnya.
e. Infantil dan primitif
Infantil dan primitif ini meliputi beberapa hal, yaitu:
1) mudah menerima suatu kejadian tanpa komentar, tanpa rasa
terkejut atau tanpa rasa heran.
Individu tuna rungu lebih penurut dan cepat percaya serta
menggantungkan pendapat mereka pada orang lain sehingga
mereka kurang kritis terhadap berbagai macam situasi yang
disebabkan kurangnya bahasa sehingga mereka tidak dapat
mempertimbangkan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang
lain.
2) perilakunya sangat sederhana, jarang punya masalah
perilaku individu tuna rungu biasanya tidak pernah dipikirkan
akibatnya sebelum dilakukan. Mereka berbuat sesuai dengan
apa yang mereka pikirkan tanpa mempertimbangkan penilaian
orang lain.
23
3) kurangnya relasi dan juga tidak ada orientasi waktu ke depan
biasanya hidup mereka lebih berorientasi pada waktu lalu
daripada waktu yang akan datang dan mereka juga kurang
mengerti perlunya menjalin relasi.
4) hidupnya tanpa nuansa/ variasi
ekspresi batin yang mereka rasakan tidak ada variasinya karena
keterbatasan bahasa yang mereka miliki sehingga mereka tidak
memiliki cukup banyak kata untuk mengekspresikan perasaan
mereka.
5) mudah tersinggung
kesukaran untuk memahami maksud orang lain sering
membuat individu tuna rungu salah mengartikan maksud orang
lain sehingga membuatnya mudah tersinggung.
C. Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi)
1. Definisi sekolah reguler/ umum
Pendidikan informal seseorang diperoleh dari keluarga dan lingkungan
sekitarnya, dan sekolah merupakan lembaga yang formal menangani pendidikan
seseorang. Idris (1981) menjelaskan bahwa sekolah merupakan suatu lembaga
dimana organisasinya tersusun rapi dengan segala aktivitas yang direncanakan
dengan sengaja (kurikulum). Sekolah juga diartikan oleh Adiwikarta (1988)
sebagai sebuah organisasi sosial yang mempunyai struktur tertentu yang
24
melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk
memenuhi suatu kebutuhan. Secara singkat Soejono (1963) mengatakan bahwa
sekolah merupakan badan yang bertugas untuk mendidik dan mengajar. Ia juga
mengungkapkan bahwa sekolah mempunyai arti, yaitu untuk mempersiapkan
dengan mendidik dan mengajar seseorang agar dapat menunaikan kewajiban di
kemudian hari sebagai mahkluk Tuhan, sebagai pribadi, dan sebagai warganegara,
serta sebagai anggota masyarakat.
Adiwikarta (1988) juga menjelaskan bahwa sekolah mempunyai makna
ganda, yaitu sebagai suatu bangunan atau lingkungan fisik dengan segala
pelengkapnya yang merupakan tempat untuk menyelenggarakan proses
pendidikan tertentu bagi kelompok manusia tertentu. Selain itu, sekolah dimaknai
juga sebagai suatu proses atau kegiatan belajar mengajar atau proses pendidikan.
2. Tujuan dari Sekolah
Pada umumnya sekolah bertujuan untuk menciptakan anggota masyarakat
demokratis, susila serta cakap, bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya
sesuai dengan kecakapannya yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan
(Soejono, 1963).
25
D. Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah
Tinggi)
Sepanjang rentang kehidupannya, manusia akan selalu melakukan
penyesuaian diri terhadap segala hal terutama pada lingkungannya. Begitu juga
dengan individu tuna rungu, mereka harus lebih dapat menyesuaikan diri dengan
adanya keterbatasan kemampuan dalam mendengar, yang mempengaruhi
komunikasi dengan orang lain. Hambatan dalam perkembangan sosialnya ini
dapat mengakibatkan bertambah minimnya penguasaan bahasa, kecenderungan
untuk menyendiri serta kecenderungan untuk memiliki sifat-sifat egosentris
(Somantri, 2006).
Somantri (2006) juga menjelaskan bahwa dengan keterbatasan
pendengaran yang dimiliki, individu tuna rungu juga memiliki sensitivitas yang
lebih baik pada indera-indera lainnya. Misalnya, penglihatan dimana mereka
menangkap semua informasi dengan menggunakan mata. Selain itu, fungsi
motorik individu tuna rungu juga berkembang lebih cepat. Individu tuna rungu
sama seperti individu normal lainnya mereka juga punya hati dan perasaan,
inteligensi dan keterampilan untuk mandiri yang tidak kalah dengan orang normal.
Mereka hanya terhambat dalam hal komunikasi (Albertus, 2007). Hambatan
dalam berkomunikasi ini menurut Hallahan dan Kauffman (1982) membuat
individu tuna rungu mengisolasi diri dari kehidupan sosialnya. Mereka cenderung
26
berinteraksi hanya dengan teman-teman yang juga mengalami gangguan
pendengaran.
Individu tuna rungu juga diindikasikan mengalami kecemasan, karena
mereka harus berhadapan dengan lingkungan yang memiliki beraneka ragam cara
berkomunikasi, yang membingungkan bagi tuna rungu. Selain kecemasan,
Somantri (2006) juga mengungkapkan bahwa tuna rungu juga menghadapi
konflik, kebingungan, dan ketakutan karena hidup dalam lingkungan yang
bermacam-macam. Terlebih lagi ketika mereka menempuh pendidikan di sekolah
reguler/ umum, dimana mereka harus berhadapan dan berinteraksi dengan orang
normal.
Seseorang yang berkebutuhan khusus, dimana ia memiliki kecacatan atau
kekurangan biasanya memperoleh pendidikan di sekolah khusus, yaitu Sekolah
Luar Biasa (SLB). Belakangan ini muncul usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengurangi dampak-dampak negatif terhadap sistem pendidikan di Sekolah Luar
Biasa. Usaha tersebut dilakukan dengan memasukkan mereka ke sekolah-sekolah
reguler/ umum. Hal tersebut diungkapkan oleh Partowisastro (1983), dimana ia
menjelaskan bahwa usaha tersebut dilakukan dengan tujuan supaya membiasakan
mereka bergaul dengan orang-orang biasa, sebagai persiapan untuk menghadapi
tantangan ketika mereka terjun dalam masyarakat. Persamaan hak antara orang
dengan kebutuhan khusus dan orang-orang normal untuk memperoleh pendidikan
yang sama sedang digalakkan di Indonesia. Orang-orang dengan kebutuhan
khusus tersebut diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah
27
reguler/ umum. Sistem pendidikan seperti ini dikenal dengan pendidikan inklusi
(Royanto, 2005).
Saat ini, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan bahwa pendidikan
inklusi ditujukan bagi mereka yang memiliki hambatan penglihatan, pendengaran
serta kesulitan belajar. Aspek psikologis yang dapat dikembangkan dari individu
yang berkebutuhan khusus tersebut, yang paling utama adalah pengembangan
keterampilan sosial, tanggung jawab dan kemandirian individu. Dari keterampilan
sosialnya, individu berkebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar
bagaimana membina persahabatan, berkomunikasi ataupun menyelesaikan
masalah dalam pergaulan. Di dalam kelas reguler, individu berkebutuhan khusus
tidak diperlakukan secara khusus sehingga mereka harus dapat mandiri dan
bertanggung jawab atas tugas-tugasnya.
Dwihastuti (2003) menjelaskan bahwa di sekolah tentunya terdapat
kegiatan akademis dan juga kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan akademis,
individu dituntut untuk dapat mengikuti proses belajar-mengajar yang ada. Ia
dapat mengikuti pelajaran yang diberikan oleh pengajar, dapat menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan dan juga diharapkan dapat terlibat aktif dalam proses
belajar-mengajar tersebut. Selain kegiatan belajar-mengajar, individu juga
diharapkan dapat mengasah kemampuannya selain yang berhubungan dengan
kemampuan akademis, misalnya yang berkaitan dengan keterampilan, hobi atau
kegemaran, atau kemampuan lainnya yang ia miliki. Bagi individu dengan
kebutuhan khusus, ini dapat dijadikan bekal hidupnya kelak. Relasi yang muncul
28
dalam ruang lingkup sekolah meliputi relasi antar individu sebaya atau antar siswa
dan juga relasi individu dengan pengajar.
Lebih lanjut Asyanti, dkk. (2002) mengungkapkan bahwa di sekolah
individu dituntut untuk bisa menerima kekuasaan yang ada, menaruh perhatian
dan berpartisipasi terhadap kegiatan yang ada di sekolah baik kegiatan akademis
maupun kegiatan non-akademis. Selain itu, individu juga diharapkan untuk
memiliki hubungan yang sehat dan akrab dengan teman sekelas, guru, dan
pembimbing sekolah, bertanggung jawab dan mentaati peraturan yang ada di
sekolah, dan membantu mewujudkan tujuan sekolah. Woolfolk (1990)
menambahkan bahwa individu berkebutuhan khusus terutama yang mengalami
gangguan pendengaran tidak hanya membutuhkan peralatan yang menunjang
seperti alat bantu dengar, tetapi juga membutuhkan dukungan emosional yang
lebih besar. Hubungan yang baik serta dukungan dari teman sebaya dan guru yang
ia peroleh, dapat membantu individu tuna rungu dalam mengambil bagian saat
proses belajar mengajar di kelas.
Pada umumnya, perkembangan kognitif individu tuna rungu sama
potensialnya dengan orang normal. Akan tetapi, secara fungsional dipengaruhi
oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi yang dapat ia
terima, dan daya abstraksinya (Somantri, 2006). Tingkat intelegensi yang rendah
pada individu tuna rungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya melainkan
karena kurangnya kesempatan untuk mengembangkan intelegensinya. Aspek
intelegensi yang terhambat pada individu tuna rungu ini berkaitan dengan
kemampuan verbal, misalnya untuk merumuskan pengertian, menghubungkan,
29
menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian. Oleh sebab itu, pengajaran
individu tuna rungu pada dasarnya sama dengan pengajaran anak normal lainnya,
hanya saja membutuhkan teknik berkomunikasi yang khusus dalam mengajar
supaya mereka dapat benar-benar memahami materi yang diberikan (Kirk,1972).
Somantri (2006) juga menjelaskan bahwa kurangnya pemahaman bahasa
baik lisan maupun tulisan sering mengakibatkan kesalahan penafsiran secara
negatif sehingga sering membuat mereka merasakan tekanan emosi.
Perkembangan pribadinya pun menjadi terhambat akibat tekanan emosi tersebut.
Biasanya mereka menjadi bersikap menutup diri, bertindak agresif atau
menampakkan rasa bimbang dan ragu-ragu.
Dalam menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum ini, individu tuna
rungu dapat menunjukkan bahwa selain dirinya mempunyai kekurangan, ia juga
mempunyai kelebihan. Mereka dapat mengembangkan segala potensi yang
mereka miliki secara optimal jika mereka diberi kesempatan, meskipun mereka
lebih lambat dibandingkan dengan individu normal lainnya. Mereka juga sangat
membutuhkan dukungan perhatian dan kasih sayang terutama dari orang-orang
terdekatnya. Menurut Hallahan dan Kauffman (1982), penerimaan dari
lingkungan sekitar akan ketidakmampuan yang dimilikinya terutama dari orang
tua dan keluarga dapat mempengaruhi perkembangan pribadi individu dengan
kebutuhan khusus menjadi lebih baik. Kepercayaan diri sangat dibutuhkan sebagai
modal dasar untuk sukses dan cara untuk bertahan dari depresi atas tekanan sosial,
kecemasan dan frustrasi. Kebanyakan individu dengan kebutuhan khusus
mempunyai kepercayaan diri yang rendah karena mereka tidak mampu untuk
30
belajar, bekerjasama dalam kelompok atau melakukan hal-hal lainnya semudah
orang normal, dan terkadang merasa terasingkan karena mereka dianggap
berbeda.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang
dilakukan individu tuna rungu di sekolah reguler/ umum dapat dilihat sebagai
hasil – apakah berhasil atau tidak, dan dapat dilihat sebagai proses – apakah
penyesuaian yang dilakukan baik atau tidak. Penyesuaian diri tersebut dilihat dari
seberapa besar hambatan sebagai individu tuna rungu muncul dan mempengaruhi
proses penyesuaian dirinya serta bagaimana individu tersebut mengatasi hambatan
itu sehingga ia mampu menyesuaikan dirinya baik dalam kegiatan akademis dan
non-akademis, serta dalam relasi interpersonal mereka, baik dengan individu
(siswa) lain ataupun dengan pengajar/ pembimbing.
E. Kerangka Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian berikut ini, peneliti ingin meneliti
mengenai penyesuaian diri individu tuna rungu dalam melanjutkan pendidikan di
sekolah reguler/ umum (sekolah menengah ataupun sekolah tinggi).
31
Subjek
Memiliki hambatan dalam komunikasi karena tidak bisa
mendengar (tuli total)
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Individu Tuna Rungu Mampu Menyesuaikan Diri
dengan Lingkungan
Dituntut untuk melakukan penyesuaian diri di sekolah umum
Self Image
Kenyamanan Psikologis
Pembelajaran pada
Pengalaman Masa Lalu dan
Situasi Baru serta
Kemampuan Mengatasi Stress dan
Kecemasan
Aseptabilitas Sosial
Kemampuan melihat realita
Skema 1. Kerangka Penelitian Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam
Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah
ataupun Sekolah Tinggi).
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan peneliti untuk menggali penyesuaian diri
tuna rungu dalam melanjutkan pendidikannya di sekolah reguler/ umum (sekolah
menengah ataupun sekolah tinggi) adalah deskriptif dengan metode kualitatif-
fenomenologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan memaparkan
secara komprehensif, mendalam dan detail tentang suatu fenomena atau gejala
(Handayani & Hartoko, 2003). Dalam hal ini, penelitian dengan metode kualitatif-
fenomenologis diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
kehidupan kaum tuna rungu di tengah-tengah komunitas yang sebagian besar
adalah orang dengan pendengaran normal. Penelitian ini juga ingin melihat
bagaimana individu tuna rungu dapat bertahan dan menyesuaikan dirinya dengan
keadaan di sekitarnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual
dan akurat berkaitan dengan data atau informasi yang nyata ada dalam suatu
populasi (Suryabrata, 2002). Selain itu, menurut Poerwandari (1998) penelitian
kualitatif juga bertujuan untuk menginterpretasikan fenomena-fenomena yang
terjadi dengan melihat realitas sosial, adanya hukum-hukum alam yang membuat
manusia memaknai kehidupannya, adanya ilmu pengetahuan yang bersifat
33
induktif, ideografis, dan tidak bebas nilai, serta untuk memahami kehidupan sosial
manusia.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana
penyesuaian diri yang dilakukan individu tuna rungu yang melanjutkan
pendidikannya di sekolah reguler/ umum dan tidak di sekolah khusus.
Penggambaran tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan tuna rungu
yang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi terutama ketika mereka berada
dalam lingkungan masyarakat, khususnya dalam lingkungan pendidikan. Dalam
lingkungan pendidikan, tidak hanya berkaitan dengan kemampuan intelegensi
tetapi juga kemampuan sosialnya.
B. Subyek Penelitian
Subjek penelitian sebaiknya mampu merepresentasikan sampel dari suatu
populasi, dalam hal ini adalah individu tuna rungu yang menempuh pendidikan di
sekolah reguler/ umum, baik sekolah menengah ataupun sekolah tinggi.
Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian terhadap subjek tersebut diharapkan
dapat diperkuat dengan pengambilan sampel yang benar-benar sesuai dengan
karakteristik subjek penelitian tersebut. Penelitian ini mengambil sampel
berdasarkan pada beberapa hal (Sarantakos, dalam Poerwandari 1998). Pertama,
tidak mengarah pada jumlah sampel yang besar tetapi mengarah pada kasus-kasus
khusus. Kedua, tidak ditentukan dari awal secara kaku, tetapi lebih fleksibel
berkaitan dengan jumlah ataupun karakteristik sampelnya, yang disesuaikan
34
dengan definisi konseptual penelitian ini. Ketiga, tidak mengarah pada
keterwakilan dalam jumlah atau peristiwa acak melainkan mengarah pada
kecocokan terhadap konteks penelitian.
Pada penelitian ini, difokuskan pada populasi individu tuna rungu yang
menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum, baik di sekolah menengah
maupun sekolah tinggi. Prosedur yang digunakan adalah dengan cara
pengambilan sampel untuk kasus tipikal. Melalui prosedur ini, Patton (dalam
Poerwandari, 1998) menjelaskan bahwa data yang dihasilkan bukanlah untuk
digeneralisasikan melainkan sebagai ilustrasi atau gambaran yang dapat mewakili
fenomena yang diteliti. Subjek dipilih secara tipikal mewakili fenomena adanya
tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah reguler/ umum sehingga benar-
benar dapat diperoleh gambaran bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan
subjek tersebut.
Subjek yang diambil harus sesuai dengan tujuan penelitian ini. Oleh
karena itu, ditentukan beberapa kriteria yang digunakan untuk melakukan
pemilihan subjek, antara lain :
1. Individu yang mempunyai gangguan pendengaran total sehingga ia sama
sekali tidak bisa mendengar.
2. Individu dengan gangguan pendengaran tersebut sedang menempuh
pendidikan di sekolah reguler/ umum, baik sekolah menengah maupun
sekolah tinggi dan sejenisnya yang tidak memberikan pelayanan khusus bagi
individu dengan kebutuhan khusus.
35
C. Identifikasi Variabel dan Batasan Istilah
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai penyesuaian diri yang
dilakukan oleh individu tuna rungu ketika mereka berada dalam lingkungan
sekolah reguler/ umum yang tidak mengistimewakan keterbatasan mereka.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini mempunyai tiga
buah variabel yang meliputi, penyesuaian diri, tuna rungu, dan sekolah reguler/
umum.
Penyesuaian diri yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang
dilakukan seseorang agar ia dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya baik
lingkungan sosial maupun fisik dan juga dapat memenuhi segala kebutuhan dan
keinginannya tanpa mengabaikan tuntutan internal maupun eksternal dengan
mengubah dirinya sesuai dengan lingkungan ataupun mengubah lingkungan
sesuai dengan dirinya.
Beberapa kriteria penyesuaian diri dapat dilihat dari self image yang
dimiliki, kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik yang dirasakan, aseptabilitas
sosial/ hubungan interpersonal yang terjalin dengan orang-orang di sekitarnya,
kemampuannya untuk melihat realita, objektifitas, dan efisiensi kerja yang
dimiliki, serta pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi baru, dan
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan.
Batasan tuna rungu dalam penelitian ini adalah individu yang mengalami
kehilangan atau kekurangan dalam kemampuannya untuk mendengar, yang
menghambat perkembangan bahasanya sehingga komunikasi dengan orang lain
36
pun terganggu. Gangguan pendengaran ini dapat disebabkan karena peristiwa
yang dialami sebelum lahir, saat lahir ataupun setelah lahir. Akibat dari gangguan
pendengaran ini dapat mempengaruhi egosentrisme yang dimiliki, bagaimana ia
melihat hidupnya secara lebih luas, kelekatan dengan orang-orang terdekatnya,
keasyikan yang dimiliki, serta sifat infantil dan primitif yang muncul.
Sekolah reguler/ umum dapat berupa sekolah menengah atau sekolah
tinggi dimana lembaga tersebut tidak memberikan keistimewaan bagi individu
dengan kebutuhan khusus, seperti tuna rungu. Sistem pengajaran yang diberikan
bagi individu normal dan yang berkebutuhan khusus tidak ada bedanya. Dalam
sekolah ini juga terdapat kegiatan non-akademis selain kegiatan pokoknya, yaitu
kegiatan akademis. Di sekolah diharapkan individu dapat berinteraksi baik dengan
pengajar maupun dengan sesama siswa.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa batasan yang ingin diteliti
adalah akibat dari gangguan pendengaran apa saja yang muncul pada diri subjek
dan sejauh mana akibat tersebut dapat menghambat atau mempengaruhi proses
penyesuaian diri yang dilakukan subjek. Jadi, yang ingin dilihat adalah apakah
hambatan yang dimiliki individu tuna rungu pada umumnya muncul pada diri
subjek mempengaruhi proses penyesuaian diri ketika bersekolah di sekolah
reguler/ umum.
37
Tabel 1. Aspek Penelitian
Tema Diperoleh dari
Akibat dari
Gangguan
Pendengaran
• Bagaimanakah egosentrisme yang dimiliki subjek? Apakah
cukup besar?
• Bagaimanakah subjek memandang kehidupan? Apakah muncul
rasa takut melihat keluasan hidup?
• Bagaimanakah relasi dengan orang-orang terdekatnya? Apakah
terlihat memiliki kelekatan yang berlebihan?
• Apakah subjek selalu memiliki keasyikan tersendiri?
• Apakah subjek memiliki sifat infantile dan primitif?
Kriteria
Penyesuaian Diri
• Bagaimanakah self image yang dimiliki subjek? Positif atau
negatif?
• Apakah subjek merasakan kenyamanan secara psikologis?
• Bagaimanakah aseptabilitas sosial yang dilakukan subjek?
• Apakah subjek mampu memandang segala sesuatu dengan
realistis dan objektif?
• Apakah subjek mampu melakukan pembelajaran berdasarkan
pada pengalaman masa lalu ataupun terhadap situasi baru?
Apakah subjek mampu mengatasi stres dan kecemasan?
38
D. Metode Pengambilan Data
1. Wawancara
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan
metode wawancara, yaitu metode pengambilan data yang diperoleh dengan
melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber atau subjek. Dalam
penelitian kualitatif, wawancara dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi tentang pemahaman subjektif individu berkaitan dengan topik yang
diteliti, agar dapat melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut (Poerwandari,
1998).
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan teknik
wawancara dengan pedoman umum. Poerwandari (1998) menjelaskan bahwa
wawancara ini dilengkapi dengan pedoman wawancara yang terdiri dari topik-
topik yang harus digali secara umum, tanpa menentukan urutan pertanyaan dan
bahkan tidak perlu mencantumkan bentuk pertanyaan secara eksplisit. Pedoman
wawancara ini berfungsi untuk mengingatkan peneliti apakah topik yang ingin
diketahui sudah terungkap, dan apakah aspek-aspek yang dibahas relevan dengan
tujuan penelitian ini. Secara singkat, pedoman ini berfungsi sebagai daftar
pengecek (checklist).
Penggunaan teknik wawancara dengan pedoman umum ini digunakan
supaya proses wawancara menjadi nyaman, tidak kaku dan lebih fleksibel, dengan
harapan semua data yang ingin diperoleh dapat tereksplorasi. Peneliti tidak
terpaku untuk menanyakan sesuai dengan urutan pada daftar pertanyaan yang
39
sudah disiapkan tetapi menyesuaikan dengan situasi dan kondisi proses
wawancara tersebut.
Sehubungan dengan subjek dalam penelitian ini adalah individu tuna
rungu, dimana peneliti kurang mahir dalam menggunakan bahasa isyarat, maka
peneliti menggunakan jasa translator atau penterjemah untuk membantu
mengalihbahasakan apa yang diungkapkan subjek dengan bahasa isyarat ke
bahasa lisan. Bila hal tersebut tidak memungkinkan, maka digunakan wawancara
tertulis, misalnya bila subjek merasa malu dengan keberadaan translator.
Dalam penelitian ini, daftar pertanyaan yang akan digunakan untuk
melihat penyesuaian diri individu tuna rungu yang menempuh pendidikan di
sekolah reguler/ umum antara lain :
Tabel 2. Daftar Pertanyaan
Aspek Indikasi Pertanyaan
Egosentrisme
yang Dimiliki
• Apakah segala
sesuatu terpusat
pada dirinya?
• Apakah memiliki
sikap sosial?
• Apakah merasa selalu ingin tahu?
• Apakah pernah memikirkan orang lain?
• Apakah mau berbagi dengan teman?
Memandang
Keluasan
Hidup
• Apakah takut
terhadap segala
situasi yang belum
pernah dihadapi?
• Apakah termotivasi untuk mencoba berada
di lingkungan baru atau tidak?
• Apakah pernah merasa kesepian atau takut
saat sendiri?
Aki
bat G
angg
uan
Pend
enga
ran
Kelekatan
dengan
Orang Lain
• Apakah
tergantung pada
orang lain atau
tidak mandiri?
• Bagaimana relasi
• Apakah merasa tergantung dengan orang
lain?
• Bagaimana hubungan dengan orang
terdekat?
• Apakah subyek bisa mandiri?
40
dengan orang
lain?
Keasyikan
yang
Dimiliki
• Apakah selalu
asyik dengan hobi
yang dimiliki?
• Apakah mau
peduli dengan
keadaan sekitar?
• Apakah memiliki hobi yang sangat
digemari?
• Kalau melakukan sesuatu sering terlalu
lama dan tidak memperhatikan sekitar?
• Apakah mau belajar bersama dengan
teman yang lain?
Sifat Infantil
dan Primitif
• Apakah memiliki
sifat kekanak-
kanakan yang
berlebihan,
misalnya dalam
mengekspresikan
emosi?
• Suka mengikuti apa yang dilakukan oleh
teman tidak?
• Apakah sering bersikap kekanak-kanakan
atau manja?
Self Image
yang
Dimiliki
• Apakah menerima
kekurangan dan
kelebihan dirinya?
• Apakah memiliki
kepercayaan diri?
• Apakah dapat menerima kekurangan yang
dimiliki?
• Apakah bangga dengan kelebihan yang ada
dan dapat mengembangkannya?
• Apakah minder dalam pergaulan di
lingkungan manapun?
Kenyamanan
Psikologis
yang
Dirasakan
• Apakah merasa
nyaman dengan
lingkungan
sekitarnya?
• Apa yang dirasakan saat berada di
lingkungan sekitar?
• Apakah merasa diterima di lingkungan
sekitar?
• Dapatkah mengekspresikan emosi yang
dirasakan di dalam lingkungan?
Kri
teri
a Pe
nyes
uaia
n D
iri
Aseptabilitas
Sosial dalam
Lingkungan-
nya
• Bagaimana relasi
dengan orang-
orang di
sekitarnya?
• Apakah memiliki
masalah dalam
• Bagaimana hubungan dengan teman dan
pengajar?
• Apakah memiliki hambatan dalam
bergaul?
41
menjalin relasi?
Kemampuan
untuk
Realistis dan
Objektif
• Apakah dapat
menangkap
dengan objektif
maksud orang
lain?
• Apakah cukup
realistis
menghadapi
permasalahan
sehari-hari?
• Apakah dapat menangkap pengajaran yang
diberikan oleh guru di sekolah umum?
• Apakah sering terjadi perbedaan persepsi
atau salah tanggap dengan orang normal?
• Apakah dapat mengikuti pelajaran dalam
proses belajar mengajar di kelas?
Kemampuan
untuk
Belajar dari
Pengalaman
Masa Lalu
dan Situasi
Baru serta
Mengatasi
Stres dan
Kecemasan
• Apakah dapat
menyelesaikan
masalah?
• Apakah dapat
belajar dari
pengalaman?
• Bagaimana
menghadapi
situasi yang
membuat stres dan
cemas?
• Apakah dapat menyelesaikan masalah yang
tengah dihadapi?
• Apakah dapat belajar dari kesalahan yang
pernah dilakukan dari pengalaman
sebelumnya?
• Apakah dapat mengikuti proses belajar
mengajar di sekolah umum?
• Apakah pernah merasa cemas dan
tertekan? Bagaimana mengatasinya?
• Apakah pernah merasa stres sampai sakit?
Bagaimana mengatasinya?
2. Observasi
Selain dengan wawancara, metode pengambilan data yang dilakukan
peneliti adalah dengan melakukan observasi. Dalam penelitian psikologis, selalu
terdapat metode observasi baik dalam lingkungan laboratorium maupun
lingkungan alamiah (Banister et al. dalam Poerwandari, 1998). Patton (dalam
Poerwandari, 1998) juga menegaskan bahwa metode pengumpulan data ini cukup
esensial bagi penelitian kualitatif. Poerwandari (1998) sendiri mengatakan bahwa
observasi mengarah pada kegiatan dimana peneliti harus memperhatikan dengan
42
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut.
Observasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan situasi dan kondisi yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas, dan makna kejadian dari sudut pandang mereka
yang terlibat pada kejadian yang diamati sehingga observasi harus akurat, faktual
dan teliti. Patton (dalam Poerwandari, 1998) juga menjelaskan bahwa dengan
observasi, peneliti mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks yang
diteliti sehingga dapat lebih bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan
daripada pembuktian. Dengan observasi, peneliti juga dapat memperoleh data
yang tidak terungkapkan dari subjek secara terbuka dari wawancara.
Untuk mengenal kehidupan tuna rungu ketika ia berada di lingkungan
lembaga pendidikan reguler, maka observasi yang dilakukan antara lain untuk
melihat interaksi tuna rungu dengan pengajar, teman-teman, dan lingkungannya;
bagaimana respon tuna rungu ketika sedang mengikuti proses belajar-mengajar;
serta sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan
sekitarnya. Data yang diperoleh dari observasi ini akan digunakan sebagai data
tambahan yang mendukung penelitian.
E. Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, perlu dilakukan integrasi antara data hasil
wawancara dan data hasil observasi sehingga diperoleh pokok-pokok tema untuk
mempermudah dalam melakukan analisis. Pada penelitian kualitatif dibutuhkan
43
analisis data secara induktif dan terus menerus, seperti yang diungkapkan oleh
Poerwandari (1998). Christina & Hartoko (2003) mengatakan bahwa dalam
analisis data, peneliti dituntut untuk dapat melakukan pengembangan kategori-
kategori, membuat perbandingan dan kontradiksi.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat
pengorganisasian data dari semua data yang diperoleh, baik dari hasil wawancara
ataupun dari hasil observasi. Dari semua data yang terkumpul, diharapkan dapat
mendukung keberhasilan, keakuratan serta kredibilitas penelitian ini dan data
yang diperoleh tidak terbuang. Highlen & Finley (dalam Poerwandari, 1998)
mengatakan bahwa dengan mengorganisasikan data secara sistematis, maka
dimungkinkan untuk memperoleh kualitas data yang baik, dan dapat
mendokumentasikan data serta analisis yang dilakukan, yang menunjang
penyelesaian penelitian ini.
Langkah kedua adalah melakukan koding, yaitu dengan
mengorganisasikan dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail
sehingga dari data yang diperoleh, dapat dilihat gambaran tentang topik yang
diteliti. Proses koding ini diawali dengan membuat transkrip atau pencatatan hasil
wawancara secara detail dan mengumpulkan arsip-arsip hasil observasi,
menyusunnya sedemikian rupa sehingga terdapat kolom kosong. Ini dilakukan
untuk mempermudah dalam pemberian nomor, kode ataupun catatan-catatan pada
data yang dimaksud (Poerwandari, 1998).
Proses koding yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan penomoran
pada setiap baris transkrip wawancara ataupun pada setiap baris catatan hasil
44
observasi (Poerwandari, 1998). Setelah melakukan penomoran, peneliti
memberikan nama atau kode pada masing-masing berkas yang terkumpul,
misalnya berdasarkan tanggal diperolehnya data. Kode atau nama yang diberikan
sebaiknya yang mudah diingat dan cukup dapat merepresentasikan isi berkas
tersebut.
Contoh pemberian nama pada berkas :
W. TRL.ST.YK.15jul07.S2 : Transkrip wawancara pada seorang tuna rungu
laki-laki yang melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi, dilaksanakan di
Yogyakarta, pada tanggal 15 Juli 2007, subyek 2.
Setelah proses koding, langkah selanjutnya yang dilakukan adalah
interpretasi dimana Kvale (dalam Poerwandari, 1998) mendefinisikan interpretasi
sebagai langkah yang mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif
dan mendalam. Data yang dihasilkan diinterpretasi sesuai dengan perspektif awal
yang dimiliki oleh peneliti. Oleh karena itu, peneliti perlu mengambil jarak dari
data, dengan memasukkan data ke dalam konteks konseptual yang khusus.
Interpretasi yang dilakukan satu pihak dapat berbeda dengan interpretasi
oleh pihak lain terhadap data yang sama. Namun, penelitian kualitatif dapat
mentoleransi adanya multi tafsir tersebut karena dari data yang sama dapat
dikembangkan interpretasi yang berbeda, dan bukan berarti penelitian kualitatif
tidak ilmiah (Kvale, dalam Poerwandari 1998).
Kvale (dalam Poerwandari 1998) menjelaskan mengenai konteks situasi
dan komunitas validasi yang bagaimana yang dapat menimbulkan munculnya
interpretasi yang berbeda. Pertama, konteks interpretasi pemahaman diri dengan
45
subjek yang diwawancara sebagai komunitas validasinya. Artinya, peneliti
berusaha memformulasikan dalam bentuk lebih padat (condensed) apa makna dari
pernyataan-pernyataan subjek itu sendiri sesuai dengan maksud subjek tersebut.
Interpretasi dilihat dari sudut pandang dan pemahaman subjek penelitian itu
sendiri, bukan dari sudut pandang peneliti.
Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis dengan publik
umum sebagai komunitas validasinya. Artinya, peneliti melakukan interpretasi
dengan mengambil posisi sebagai masyarakat umum di lingkungan subjek berada
sehingga pemahaman yang muncul adalah pemahaman yang lebih luas dari
kerangka pemahaman subjek.
Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoretis dengan komunitas
peneliti sebagai komunitas validasinya, dimana konteks ini adalah konteks yang
paling konseptual. Dalam konteks ini menggunakan kerangka teoretis tertentu
untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi
konteks pemahaman diri subjek ataupun penalaran umum. Namun demikian,
ketiga tingkatan dalam interpretasi ini dapat berbaur dan harus dilihat
keterkaitannya satu sama lain. Menurut Poerwandari (1998) suatu penelitian yang
baik akan mencakup semua tahapan interpretasi, tetapi berakhir pada kesimpulan
pemahaman teroretis. Oleh sebab itu, untuk melihat validasi interpretasi juga
harus dilakukan dalam tiga komunitas yang berbeda, baik dalam kerangka subjek
penelitian tersebut, dalam kerangka pemahaman umum masyarakat atau
kelompok, dan apakah interpretasi tersebut sesuai dengan logika teori yang
dipakai.
46
F. Kredibilitas Penelitian
Hasil penelitian kualitatif harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Validitas
dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas. Kredibilitas ini
dapat dilihat berdasarkan keberhasilannya dalam melakukan pengeksplorasian
masalah, mendeskripsikan situasi saat itu, bagaimana proses yang terjadi pada
subjek, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Salah satu ukuran
kredibilitas penelitian kualitatif adalah deskripsi mendalam yang menjelaskan
kemajemukan atau kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari
berbagai aspek (Poerwandari, 1998).
Dalam penelitian kualitatif, validitas dilihat melalui orientasinya dan
upayanya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling
sesuai untuk pengambilan dan analisis data. Penelitian ini menggunakan konsep
validitas komunikatif atau intersubjektive validity, yang dicapai dengan melakukan
konfirmasi kembali data dan analisisnya pada responden penelitian (Sarantakos
dalam Poerwandari, 1998).
Reliabilitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah
dependability. Dependability yang dilakukan pada penelitian ini adalah koherensi,
yaitu dengan melihat bahwa metode yang digunakan memang mencapai tujuan
yang diinginkan.
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas dan Gambaran Subjek
1. Identitas Subjek
Tabel 3. Identitas Subjek
Keterangan Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4
Nama S1 S2 S3 S4
Usia 24 tahun 17 tahun 23 tahun 17 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan
Kategori Ketulian Tuli total Tuli total Tuli total Tuli total
Pendidikan Mahasiswa Siswa Mahasiswa Siswa
Mulai bersekolah
di sekolah umum/
reguler
SMP SMA SMP SMA
2. Gambaran Subjek
Beberapa hal yang dapat menggambarkan kondisi subjek, misalnya
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari subjek di tengah keluarganya, kondisi
keluarga dan saudara-saudaranya, kehidupan sosial ekonomi keluarganya, latar
belakang pendidikan subjek serta kedua orang tuanya serta kerjasama yang telah
48
dilakukan selama proses pengambilan data diharapkan dapat sedikit membantu
menjelaskan bagaimana kondisi subjek itu sendiri
a. Subjek 1
Subjek 1 seorang mahasiswi Fakultas Farmasi salah satu perguruan
tinggi swasta di Jogjakarta. Anak kedua dari tiga bersaudara, dimana
kedua saudaranya yang lain tidak memiliki gangguan pendengaran atau
normal. Sejak SD subjek sudah bersekolah di SDLB Dena Upakara
Wonosobo sampai kelas 1 SMPLB Dena Upakara. Ketika hendak
melanjutkan kelas 2, subjek merasa keberatan untuk memilih jurusan yang
ditawarkan di SMPLB Dena Upakara, dimana hanya ada dua jurursan
yaitu tata busana dan tata boga. Subjek merasa dia tidak cocok dengan
kedua jurusan tersebut, karena selama ini justru nilai-nilai prakteknya
tidak bagus dibandingkan dengan nilai-nilai pelajaran teori. Dari sinilah
subjek berinisiatif untuk melanjutkan pendidikan di sekolah umum.
Subjek termasuk golongan anak dari keluarga yang berada. Di
Jogjakarta dia tinggal di kos untuk golongan menengah ke atas dan
memperoleh fasilitas yang memadai dari orang tuanya, sedangkan orang
tuanya sendiri tinggal di luar kota, yaitu Purwokerto. Subjek juga merasa
lebih nyaman ketika dia berada di Jogjakarta dibandingkan dengan di
rumahnya sendiri sehingga subjek jarang sekali pulang ke Purwokerto.
Jadi, orang tuanya yang lebih sering mengunjunginya. Di Purwokerto
orang tuanya memiliki usaha sendiri, yaitu toko pakan ternak. Subjek
merasa bangga dengan keberhasilan kedua orang tuanya yang bekerja
49
keras sehingga mampu menghidupi keluarga mereka. Hal ini juga
mendorong subjek untuk dapat memiliki usaha sendiri yaitu apotek.
Selama proses wawancara subjek sangat membantu untuk
memberikan jawaban yang jelas dan detil sehingga peneliti merasa cukup
terbantu dalam melakukan penelitian ini.
b. Subjek 2
Subjek yang kedua ini adalah seorang siswi dari salah satu sekolah
menengah kejuruan di Jogjakarta, yang mengambil jurusan tata busana.
Kedua orang tuanya juga memiliki gangguan pendengaran sehingga subjek
dan kakak laki-lakinya juga memiliki gangguan pendengaran. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kondisi dimana dari lahir mereka tidak dipisahkan dari
kedua orang tuanya sehingga mereka tidak dapat memiliki perkembangan
bicara dan bahasa yang baik saat tahap meraban.
Subjek sudah berada di Dena Upakara sejak berumur 5 tahun.
Ketika akan melanjutkan SMP, subjek ingin mencoba masuk sekolah
umum, dan mengikuti ujian untuk sekolah umum. Nilai-nilai hasil ujian
tersebut terlalu mendekati batas minimal sehingga keluarganya
memutuskan untuk tetap melanjutkan di SMPLB Dena Upakara dan
berjanji ketika SMA nanti subjek diperbolehkan masuk sekolah reguler/
umum.
Setelah masuk SMK, subjek tidak tinggal dengan kedua orang
tuanya karena letaknya yang jauh. Jadi, subjek tinggal dengan kakak dari
50
ibunya (budhenya). Dari segi perekonomian keluarga subjek termasuk
anak dari keluarga kurang mampu, dimana orang tuanya hanya bekerja
sebagai penjahit yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-
hari. Semua biaya yang diperlukan oleh subjek, ditanggung oleh
keluarganya yang lain.
Jarak antara sekolah dan tempat subjek tinggal cukup jauh
sehingga setiap hari subjek diantar dan dijemput oleh saudaranya.
Keluarga subjek tidak berani melepaskan subjek sendiri, sehingga
kemanapun subjek pergi, harus diantar.
Ketika wawancara dilakukan, subjek merasa senang karena subjek
merasa mendapat teman baru dan dapat bercerita tentang apa yang ia
rasakan. Ketika peneliti merasa kesulitan menangkap maksud yang
diutarakannya, subjek tidak segan-segan untuk menuliskan maksudnya
tersebut.
c. Subjek 3
Subjek 3 sedang menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi
swasta di Jogjakarta yang mengambil jurusan teknik arsitektur. Mahasiswa
semester V ini berasal dari Bogor dan telah menempuh pendidikan di
sekolah reguler/ umum sejak SMP. Sebelumnya ia bersekolah di SDLB
Don Bosco Wonosobo.
Ia memiliki hobi membaca dan menonton, sehingga setiap ada
film-film baru di bioskop, dia akan selalu menyempatkan untuk menonton.
51
Subjek ini berasal dari keluarga yang cukup berada, kedua orang tuanya
adalah pegawai negeri sipil dan mempunyai latar belakang pendidikan
yang cukup baik.
Subjek merupakan anak kedua dari empat bersaudara, kakaknya
adalah mahasiswa kedokteran di salah satu perguruan tinggi swasta di
Jakarta. Ia adalah satu-satunya anak dengan gangguan pendengaran di
keluarga tersebut.
Di Jogjakarta, ia tinggal di rumah milik neneknya yang dijadikan
kost-kostan cowok. Setiap hari ketika harus berangkat ke kampus, ia
diantarkan oleh temannya atau naik kendaraan umum karena ia tidak
diijinkan mengendarai kendaraan oleh kedua orang tuanya.
Subjek juga cukup kooperatif selama proses wawancara dilakukan.
Ia selalu berusaha menerangkan apa yang ia maksudkan, walaupun kadang
ia merasa kesulitan untuk mengungkapkan maksudnya.
d. Subjek 4
Subjek 4 adalah seorang siswa di sebuah SMK di Jogjakarta.
Subjek berasal dari keluarga yang cukup berada. Kedua orang tuanya
bekerja, dan memiliki usaha wiraswasta dengan membuka bengkel di
rumah. Anak kedua dari empat bersaudara ini cukup mandiri. Setiap hari
subjek pergi dan pulang dengan mengendarai sepeda motor walaupun
jarak antara rumahnya dan sekolah cukup jauh. Bila ingin pergi ke suatu
52
tempat ia terbiasa untuk pergi sendiri dan tidak perlu diantarkan. Bahkan
subjek pernah menempuh perjalanan luar kota.
Salah satu hal yang sering ia lakukan adalah main di mal bersama
teman-temannya. Selain itu, subjek juga mempunyai hobi modelling. Ia
sering menjuarai beberapa kontes yang diadakan di Jogjakarta dimana ia
bersaing dengan kontestan-kontestan yang normal.
Subjek termasuk anak yang menyenangkan, ia senang
menceritakan apa yang pernah ia alami. Hal ini sangat membantu dalam
proses wawancara yang dilakukan.
B. Tahap Pengambilan Data
Tahap pengambilan data dilakukan setelah menyelesaikan tahap pre-lapangan,
dimana tahap pre-lapangan tersebut terdiri dari beberapa langkah yaitu menyusun
rancangan penelitian, mencari informasi mengenai responden yang sesuai dengan
kriteria, menetapkan lokasi dan menetapkan responden yang akan digunakan serta
menetapkan metode pengambilan data, peneliti kemudian melanjutkan pada tahap
penelitian.
1. Tahap Pengurusan Perijinan
Pada tahap ini, peneliti mengurus perijinan langsung pada responden yang
bersangkutan karena peneliti sudah mengenal responden sebelumnya, dan ada
yang melalui lembaga pendidikan tempat responden menuntut ilmu. Perijinan
yang langsung dilakukan pada responden tidak membutuhkan waktu lama, hanya
53
langsung menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pengumpulan
data sedangkan perijinan yang melalui lembaga pendidikan, memerlukan waktu
beberapa hari untuk proses tersebut dan dijelaskan aturan yang harus dipatuhi
seperti apa. Perijinan sendiri dilakukan agar ada pihak yang mengetahui bahwa
murid di lembaga pendidikan tersebut menjadi responden untuk penelitian ini.
Pada tahap ini, peneliti juga mencari informasi pada lembaga tersebut mengenai
gambaran karakteristik subjek.
2. Tahap Catatan Lapangan Pre-Penelitian
Peneliti melakukan kunjungan ke lokasi penelitian meminta ijin perihal
proses wawancara yang akan dilakukan sekaligus berkenalan dengan subjek,
memberikan surat perijinan untuk orang tua mereka serta meminta biodata subjek
guna kelancaran proses pengumpulan data.
3. Tahap Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi langsung
pada saat wawancara dan proses perijinan berlangsung.
Tabel 4. Tahap pengumpulan data
No. Tanggal Keterangan Lokasi
1. 15 November 2007
Mencari tahu informasi tentang siswa tuna rungu yang menempuh pendidikan di sekolah umum di Jogjakarta
HKI (Hellen Keller Indonesia) – Jogjakarta
2. 20 November 2007 Mencari informasi mengenai siswa yang sudah lulus dan bersekolah di sekolah umum
SLB Kalibayem – Jogjakarta
3. 2 Desember 2007
Mencari informasi keberadaan siswa tuna rungu yang bersekolah di sekolah tersebut dan menanyakan bagaimana prosedur
SMK BOPKRI 2 Bintaran – Jogjakarta
54
perijinan serta melakukan observasi dan pendekatan dengan subjek
4. 12 Januari 2008 Menyerahkan surat ijin kepada kepala sekolah
SMK BOPKRI 2 Bintaran– Jogjakarta
5. 15 Januari 2008
Menemui subjek 1 yang sudah dikenal terlebih dahulu untuk meminta kesediaan menjadi responden penelitian sekaligus melakukan observasi
Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta
6. 21 Januari 2008 Menemui subjek 2 untuk meminta kesediaannya sekaligus melakukan observasi
SMK BOPKRI 2 Bintaran– Jogjakarta
7. 1 Februari 2008 Wawancara dan observasi subjek 1
Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta
8. 11 Februari 2008 Wawancara dan observasi subjek 2
RM. Bakmi Kadin Jl. Sultan Agung – Jogjakarta
9. 23 Februari 2008
Menghubungi subjek 3 untuk meminta kesediaan menjadi responden penelitian dan observasi
Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta
10. 29 Februari 2008 Wawancara dan observasi lanjutan subjek 2
Rumah tempat subjek tinggal di Jl. Godean
11. 10 Maret 2008 Wawancara dan observasi subjek 3
Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta
12. 25 Maret 2008 Menemui subjek 4 untuk meminta kesediaannya dan melakukan observasi
SMK BOPKRI 2 –Jogjakarta
13. 31 Maret 2008 Wawancara dan observasi subjek 4
Warung Steak di Jl. Tamansiswa
14. 9 April 2008 Wawancara dan observasi lanjutan subjek 4
Foodcourt Tamansari, Plaza Ambarukmo – Jogjakarta
55
4. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data
Setelah memperoleh semua data yang dibutuhkan dan melakukan verbatim,
koding dan interpretasi, peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan
mengkonfirmasi kembali kepada subjek mengenai hasil wawancara yang telah
dilakukan apakah sudah sesuai dengan yang dimaksud oleh subjek. Berikut ini
detail proses pemeriksaan keabsahan data tersebut:
Tabel 5. Tahap pemeriksaan keabsahan data
No. Tanggal Keterangan Lokasi
1. 9 September 2008 Menyerahkan hasil wawancara subjek 1
Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta
2. 10 September 2008 Menyerahkan hasil wawancara subjek 3
Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta
3. 15 September 2008 Mengambil hasil wawancara yang telah diperiksa kembali oleh subjek 1
Kampus III Sanata Dharma, Paingan – Jogjakarta
4. 16 September 2008 Menyerahkan hasil wawancara subjek 2 dan 4
SMK BOPKRI 2 Bintaran – Jogjakarta
5. 17 September 2008 Mengambil hasil wawancara yang telah diperiksa kembali oleh subjek 3
Kampus II Atma Jaya – Jogjakarta
6. 22 September 2008 Mengambil hasil wawancara yang telah diperiksa kembali oleh subjek 2 dan 4
SMK BOPKRI 2 Bintaran – Jogjakarta
C. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan observasi
kemudian digabungkan dan dikategorikan berdasarkan aspek-aspek yang ada
dalam bentuk narasi.
56
Subjek 1 : Mahasiswi
Hambatan pendengaran yang dimiliki tidak menimbulkan
munculnya gangguan
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Subjek 1 Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Melakukan penyesuaian diri di sekolah umum dengan baik
Memiliki kepercayaan diri yang besar,
menerima kekurangan dan kelebihan
Merasa nyaman ketika berada di lingkungannya
walaupun awalnya kesulitan dalam menyesuaikan diri;
senang dapat bergaul dengan teman baru
Menjalin relasi dengan mencoba berkomunikasi
dengan orang normal; merasa diterima oleh lingkungan karena ia pintar; relasi dengan
teman normal membuatnya dapat lebih
mengendalikan emosi Realistis dan objektif,
dapat menyadari kemampuan yang ia miliki dan apa yang
dilakukan untuk mengatasi
keterbatasannya; fokus pada hal-hal penting dan
informasi baru
Dapat belajar pada pengalaman
sebelumnya dan bisa mengatasi
kesulitan
Skema 2. Hasil Penelitian Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah
Tinggi) Subjek 1.
57
1. Subjek 1
Dilihat dari akibat gangguan pendengaran ada beberapa hal yang perlu
dilihat antara lain:
a. Egosentrisme
Subjek terlihat memiliki tekad yang kuat. Bila subjek sudah
memiliki keinginan, seperti ketika ingin bersekolah di sekolah umum, ia
akan berusaha supaya keinginannya itu terwujud walaupun tidak disetujui
oleh orang tuanya.
Karena keinginanku. Awalnya orang tua tidak setuju tapi saya protes. (WS1. C. 1-2)
Subjek juga tidak pernah memikirkan apa yang sedang dirasakan
orang lain. Menurut subjek, itu adalah urusan orang lain dan bila ia
memikirkannya hanya akan menimbulkan masalah.
Tidak usah dipikirkan karena itu urusan orang lain maka cuek. Kalau dipikirkan bisa membuat masalah. (WS1. BG. 1-3)
Rasa ingin tahu subjek hanya berkaitan dengan informasi penting
atau pengetahuan baru. Bila ingin tahu tentang sesuatu, misalnya apa yang
sedang dikerjakan seseorang, subjek mencari tahu dengan membantu apa
yang sedang dikerjakan orang tersebut. Jadi, ketika ada orang yang
membicarakan sesuatu yang menurutnya tidak penting, subjek tidak
merasa ingin tahu.
Tidak penting jadi tidak ingin tahu. Tetapi kalau berkaitan dengan informasi penting atau pengetahuan baru, ingin tahu. (WS1. AT. 1-3) Dengan membantu mereka aku jadi tahu. (WS1. AV. 1)
58
Saat melihat teman yang bisa mendengar, terkadang timbul rasa iri.
Ia beranggapan hal itu wajar, orang normal pun pasti pernah merasa iri,
apalagi orang seperti dirinya, dengan gangguan pendengaran.
Kadang aku merasa iri, mana mungkin nggak pernah iri dengan orang yang bisa mendengar. Semua orang saja, juga pasti pernah merasa iri. (WS1. N. 1-4)
b. Keluasan hidup
Alasan subjek bersekolah di sekolah umum yang lainnya adalah
keinginan subjek untuk memperluas pergaulan tidak hanya dengan teman-
teman tuna rungu, tetapi juga untuk dapat mengenal dan berkomunikasi
dengan teman-teman yang normal.
Saya ingin mencari kesempatan dalam memperluas pergaulan biar terbiasa bergaul, mengenal dan berkomunikasi dengan anak normal. (WS1. D. 1-4) Perkenalan dengan orang baru tidak membuatnya malu. Ia bahkan terlihat sangat gembira ketika bisa berkenalan dengan orang baru. Subjek tidak segan-segan untuk bertanya, memulai pembicaraan dengan teman barunya. (OS1. 37-42)
Ibu subjek pun percaya bahwa subjek memiliki kemampuan untuk
dapat mengikuti pelajaran di sekolah umum.
Saya mencoba berbicara dengan mama dan mama mengerti maksud saya, mama bilang dia percaya kalau saya mampu mengikuti pelajaran di sekolah normal. (WS1. A. 13-17)
Subjek tidak pernah membayangkan sekolah umum itu seperti apa.
Hal ini membuat subjek benar-benar ingin mencoba dan berpikir bahwa ia
akan memperoleh kesempatan untuk lebih berkembang bahkan
mengalahkan prestasi teman-teman yang normal.
59
Dan karena saya belum pernah bersekolah di sekolah normal maka saya ingin mencoba. (WS1. D. 8-10) Belum pernah membayangkan sebelumnya, tetapi saya pernah berpikir atau membayangkan betapa besar peluangku di sekolah normal, peluang untuk berkembang dan mengalahkan prestasi anak-anak normal. (WS1. F. 1-6)
c. Kelekatan
Kemandirian yang dimiliki subjek membuatnya tidak merepotkan
orang lain. Segala sesuatu yang bisa dilakukannya sendiri, akan dia
lakukan tanpa meminta bantuan orang lain, termasuk bila ia harus pergi ke
suatu tempat dengan menggunakan angkutan kota. Ia hanya membutuhkan
bantuan orang lain ketika memerlukan informasi tentang angkutan yang
harus dinaikinya.
Aku sudah pernah mencoba naik angkutan kota. Sebelumnya aku bertanya dulu kepada teman. Kalau mau ke Amplas naik jurusan apa, bagaimana caranya memanggil, membayar sampai saya bisa turun lagi. Naik motor juga uda pernah. (WS1. BK. 1-6) Ketika hendak bepergian subjek sudah terbiasa untuk menyiapkan segala sesuatunya sendiri termasuk mencari tiket angkutan yang akan ia gunakan. Dalam memenuhi keperluannya subjek tidak segan-segan untuk mencoba memenuhinya sendiri. (OS1. 30-36)
Subjek tidak pernah takut dan ragu untuk mencoba sesuatu,
meskipun ia mencobanya sendiri. Bila subjek meminta bantuan orang lain,
subjek merasa bahwa dirinya bisa menyusahkan orang lain.
Tidak pernah takut. (WS1. BM. 1) Aku selalu pergi sendiri. (WS1. BL. 1) Bisa menyusahkan atau merepotkan orang lain. (WS1. BJ. 1-2) Tidak boleh ragu-ragu, mengerjakan sendiri, kalau salah diperbaiki. (WS1. AV. 1-2)
60
Ia bebas melakukan apa saja, tidak tergantung pada orang lain. (OS1. 55-57)
Begitu pula ketika subjek menghadapi suatu masalah, ia akan
berusaha untuk menyelesaikannya sendiri.
Saya bisa menyelesaikannya sendiri. (WS1. AG. 1)
Kesendiriannya dalam melakukan segala sesuatu membuat subjek
bisa lebih mandiri dan berkembang. Bila tidak berusaha sendiri dan
mengandalkan orang lain, subjek merasa ia tidak akan tahu apa-apa.
Namun, subjek juga merasa bahwa dirinya masih membutuhkan orang
lain, untuk saling membantu dan melengkapi pengetahuan yang dimiliki
oleh masing-masing individu agar pengetahuan yang dimiliki bertambah.
Sendiri bisa lebih mandiri dan berkembang. Kalau nggak berusaha sendiri nggak tahu apa-apa. Kalau bersama-sama bisa saling membantu dan melengkapi biar pengetahuan lebih kaya. (WS1. AN. 1-5)
Fokus subjek terhadap tujuannya untuk menimba ilmu, membuat
subjek lebih memilih saat proses belajar-mengajar dibandingkan saat
istirahat dan berkumpul bersama teman-teman.
Proses belajar mengajar karena bisa menambah pengetahuan. (WS1. AP. 1-2)
Adanya dosen pembimbing akademik di perkuliahan membuat
subjek terbantu, sedangkan selama subjek bersekolah di SMP maupun
SMA ia tidak memiliki guru pendamping.
Senang tapi di sekolah SMP/ SMA tidak ada guru pendamping. Kalau kuliah ada dosen pembimbing akademik. (WS1. AO. 1-3)
61
d. Keasyikan yang dimiliki
Subjek juga pernah merasakan kesepian tetapi tidak pernah
memikirkannya. Subjek berusaha menghilangkan kesepian itu dengan
mengisi waktunya untuk beraktivitas, misalnya belajar.
Pernah tapi saya tidak pernah memikirkan kesepian karena saya mau melakukan kegiatan atau aktivitas misalnya belajar. (WS1. BH. 1-3) Ia lebih memilih untuk sendiri mempelajari materi-materi kuliah yang belum ia mengerti. (OS1. 65-67)
Subjek pun bisa mengerti kapan saatnya bergurau atau bercanda
dengan teman-temannya sehingga ia tidak merasa sakit hati ketika
diganggu atau diisengi oleh teman-temannya.
Pernah waktu bergurau dalam pergaulan atau bercanda. (WS1. T. 1-2)
Sikapnya yang menyenangkan ini membuat teman-temannya
memberikan bantuan yang subjek butuhkan dengan senang hati.
Ya kalau kuliah aku lebih sering meminta bantuan teman- teman. Kalau aku tidak mengerti aku minta diajari. Mereka merasa senang bisa membantuku. (WS1. Z. 1-4) Saat mengerjakan tugas atau belajar subjek jarang terlihat bersama teman-temannya, ia lebih senang sendiri. Bila ia mengalami kesulitan barulah ia mencari teman yang dapat membantunya. (OS1. 49-53)
Subjek sering mengetahui bahwa dirinya dijadikan bahan
pembicaraan oleh teman-temannya yang lain, tetapi subjek tidak
memperdulikan dan terkesan cuek karena bagi subjek, hal-hal seperti itu
bila didengarkan akan menimbulkan masalah. Oleh karena itu, subjek
lebih memilih diam, bersabar dan bersikap tidak peduli. Sikap tidak
pedulinya juga terlihat ketika ia bersuara. Subjek sering tidak bisa
62
menyadari dan mengontrol suaranya agar tidak terlalu keras dan tidak
mengganggu orang lain.
Pernah tetapi cuek. Kalau didengarkan akan menimbulkan masalah, jadi diam saja, cuek, sabar dan rendah hati. (WS1. AA. 1-3) Ia tidak memperdulikan bahwa terkadang ia mengeluarkan suara yang cukup keras sehingga menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. (OS1. 44-48)
e. Sifat infantil dan primitif
Berkaitan dengan emosi, subjek dapat mengendalikan perasaannya
dan tidak menunjukkan apa yang sedang ia rasakan di depan orang lain,
misalnya saat subjek merasa sedih.
Apa yang aku rasakan tidak perlu ditunjukkan di depan orang lain. (WS1. BE. 1-2) Tidak usah dipikirkan kalau sedih. Kalau sedih juga tidak diperlihatkan di depan teman-teman. (WS1. BC. 1-3)
Hal yang dapat membuatnya senang adalah saat ia memperoleh
nilai tertinggi. Subjek menangis ketika ia memperoleh nilai jelek karena
subjek tidak diberitahu bahwa akan ada ulangan. Hal ini membuat subjek
menjadi rajin bertanya apakah akan ada ulangan atau ujian.
Senang sekali karena berhasil dapat nilai tertinggi. (WS1. BF. 1-2) Pernah menangis karena mendapat nilai jelek karena ada beberapa teman tidak memberitahu tentang ulangan harian maupun ulangan mendadak pada awal (pertama kali) masuk sekolah. Kemudian lama-lama sudah terbiasa karena harus rajin bertanya. (WS1. BD. 1-7)
Subjek akan lebih emosional ketika ia berada di antara teman-
temannya yang tuna rungu, sedangkan saat bersama teman-teman yang
normal, subjek dapat lebih mengendalikan emosi.
63
Kalau sama orang normal tidak pernah marah. Tapi kalau sama tunarungu yang lain pernah marah dan bertengkar, karena anak tunarungu lebih emosional. (WS1. BB. 1-4)
Berkaitan dengan materi, subjek tidak pernah iri atas apa yang
dimiliki oleh orang lain, karena ia percaya bahwa orang tuanya akan
memberikan.
Tidak pernah iri. Tidak usah dipikirkan karena orang tua akan memberi. (WS1. BI. 1-2)
Berkaitan dengan kriteria penyesuaian diri yang baik ada beberapa hal
yang dapat dilihat antara lain:
a. Self image
Subjek mengalami gangguan pendengaran sejak lahir. Gangguan
pendengaran ini disebabkan karena ibunya terjatuh sewaktu mengandung
subjek, sehingga bayi yang dikandung mengalami gangguan. Namun
demikian, subjek mampu menerima kondisi dirinya yang mempunyai
gangguan pendengaran dan tidak pernah menyalahkan orang lain.
Iya, saya bisa menerima karena saya adalah mahkluk yang diciptakan Tuhan. Tuhan memberi percobaan pada saya yang punya kekurangan fisik. (WS1. AW. 1-4) Sebelumnya ia telah menempuh pendidikan di sekolah umum sejak SMP. Hal ini membuat subjek menjadi terbiasa bergaul dengan teman-teman yang normal sehingga ia menjadi lebih percaya diri. (OS1. 9-14)
Kekurangan yang ia miliki membuat subjek dapat merasakan
bahwa Tuhan itu Maha Adil, yang memberikan kelebihan dan juga
kekurangan pada setiap manusia. Hal inilah yang membuat subjek tetap
percaya diri dan tidak minder atas kekurangannya.
64
Tuhan itu Maha Adil. Dia memberi kelebihan untuk menutupi kekurangan. Orang normal juga mempunyai kekurangan dan kelebihan sehingga kita bisa saling membantu, saling melengkapi. (WS1. AY. 1-6)
Walaupun ia pernah merasa sedih, minder atas kekurangannya,
tetapi ia tidak pernah menyombongkan diri atas kecerdasan dan fisik yang
cukup cantik. Ia hanya merasa bangga dengan apa yang ia miliki. Hal ini
seperti yang ia ungkapkan :
Saya tidak mau menyombongkan diri. cerdas belajar sehingga selalu mendapat nilai tertinggi dan ranking tertinggi di sekolah, saya ranking I dan II; kedua, cantik tapi kata orang, aku tidak mau menyombongkan diri. (WS1. AX. 1-8)
Atas usaha dan kepercayaan dirinya subjek berhasil masuk ke
sekolah umum. Keberhasilannya masuk ke sekolah umum karena subjek
percaya bahwa dirinya mampu dan subjek harus menunjukkan
kemampuannya itu agar diperbolehkan dan diberi kepercayaan untuk
masuk ke sekolah umum.
Kalau prestasi bagus boleh masuk sekolah normal jadi saya berusaha keras. Akhirnya diperbolehkan masuk sekolah normal karena berhasil dapat ranking I dan nilai tertinggi di antara teman-teman sekelas di sekolah khusus. (WS1. D. 10-15)
b. Kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
Saat pertama kali subjek memasuki lingkungan yang baru, yaitu
sekolah umum ia merasa khawatir, cemas dan was-was karena subjek
merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri. Selain itu, subjek juga
mengalami ketakutan atas perlakuan teman-temannya ketika mengetahui
bahwa dirinya tidak bisa mendengar.
65
Saya merasa cemas atau was-was waktu pertama kali masuk karena sulit dalam menghadapi penyesuaian di sekolah normal, terus saya juga takut diejek dan dihina. (WS1. G. 1-5)
Ketakutan atas perlakuan teman-temannya ini ia ceritakan pada
kedua orang tuanya dan mereka menyarankan untuk tidak memperdulikan
apa yang dikatakan dan dipikirkan oleh orang lain.
Tapi orang tua mengatakan cuek saja, mereka bilang apa tidak usah dipedulikan apa yang diucapkan oleh mereka. (WS1. G. 6-9)
Setelah itu subjek tidak lagi merasa cemas dan takut. Ia pun senang
dapat bergaul dengan teman-teman baru.
Aku senang kalau mau berangkat ke sekolah, aku tidak pernah merasa cemas, takut. (WS1. K. 1-3) Senang sekali karena punya teman baru sehingga saling membantu. Puas rasanya bisa bersekolah di sekolah biasa. (WS1. L. 1-3)
c. Aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal
Subjek berusaha menyesuaikan diri dengan teman-temannya di
sekolah umum dengan mencoba berkomunikasi meskipun ada yang
mengerti dan ada yang tidak mengerti apa yang ia katakan. Penyesuaian
diri yang subjek lakukan termasuk juga masalah mode.
Pertama kali mencoba berkomunikasi dengan teman-teman normal, ada beberapa yang mengerti tetapi ada beberapa juga yang tidak mengerti. Saya mencoba mendekati teman-teman supaya dapat berkomunikasi, lama-lama sudah terbiasa dan tidak gugup lagi. (WS1. E. 4-10) Penampilan subjek cukup menarik, ia selalu mengikuti mode yang sedang ngetrend di kalangan mahasiswa. (OS1. 6-9)
Hambatan paling besar yang subjek hadapi adalah masalah
komunikasi tersebut, sehingga subjek harus sering berlatih.
66
Ya merasa terhambat dalam komunikasi caranya harus latihan dalam berkomunikasi yaitu artikulasi, baca bibir orang. Selain itu tentang pelajaran. Misalnya, ada tugas atau tidak, materi tugas apa, kapan tugas dikumpulkan, dll. Dan harus rajin belajar dan membaca semua mata pelajaran agar dapat mengerjakan soal ulangan harian sehingga mendapatkan nilai bagus. (WS1.V. 1-10)
Subjek merasa diterima oleh lingkungannya karena ia pintar. Hal
inilah yang membuat subjek termotivasi untuk rajin belajar. Bila subjek
memperoleh nilai jelek, subjek merasa dijauhi oleh teman dan gurunya.
Rajin belajar biar dapat nilai bagus dan ranking I agar disenangi guru dan teman-teman sehingga diterima mereka. (WS1. I. 1-3) Mereka menerima dan merasa senang karena pintar. (WS1. U. 1-2) Ya pernah dijauhi kalau nilainya jelek. (WS1. AC. 1)
Subjek juga merasa sangat terbantu dengan adanya teman
sebangku yang memahami kondisinya. Berbeda dengan kuliah, dimana
teman sebangku selalu berganti sehingga kurang memahami bagaimana
kondisi subjek.
Teman sebangku lebih memahami saya sehingga sudah terbiasa, apalagi waktu di SMP dan SMA kan ketemunya lebih teratur. Kalau kuliah kan berbeda. (WS1. X. 7-10)
Relasi dengan banyak teman normal membuat subjek lebih dapat
mengendalikan emosinya dibandingkan saat ia berada di antara teman-
temannya yang tuna rungu. Ini disebabkan karena individu tuna rungu
lebih emosional sehingga membuat mereka lebih sering bertengkar.
Meskipun sering bertengkar, subjek tetap berusaha menjaga hubungan
mereka tetap baik dengan berusaha berbaikan lagi.
67
Kalau sekolah umum tidak bertengkar dengan teman-teman normal. Tapi kalau dengan tunarungu dulu sering, karena masalah sepele tetapi kan tunarungu lebih emosional. (WS1. AB.1-5)
Dalam pergaulan dengan teman-teman ia juga pernah merasa
minder. Hal ini subjek anggap sebagai hal yang wajar yang dialami oleh
semua anak tuna rungu, karena memiliki kekurangan dalam kemampuan
mendengar.
Sewaktu bersama teman-teman pernah merasa minder dalam pergaulan. Secara umum, anak tuna rungu merasa minder untuk bergaul. (WS1. M. 1-4)
Demikian juga saat subjek harus bergaul dengan lawan jenis,
subjek merasa rendah diri. Di sekolah sebelumnya, subjek tidak pernah
berinteraksi dengan lawan jenis, sedangkan ketika berada di sekolah
umum subjek juga harus berinteraksi dengan lawan jenis. Lama-kelamaan
subjek menjadi terbiasa ketika harus bergaul dengan lawan jenis.
Pertama kali rendah diri tetapi lama-lama terbiasa karena sering belajar kelompok. Itu yang membuat lama-kelamaan terbiasa bergaul dengan cowok. Apalagi aku orangnya cuek. (WS1. O. 1-5) Saya juga belum terbiasa berada di sekolah campur antara cewek dan cowok karena waktu di SLB kan khusus putri. (WS1. E. 11-14)
d. Persepsi akurat terhadap realitas, realistis dan objektif, dan efisiensi
kerja
Subjek menyadari bahwa dirinya tidak memiliki minat di bidang
keterampilan yang ditawarkan oleh sekolah khusus tempat ia bersekolah
dahulu, sehingga ia memilih untuk bersekolah di sekolah umum. Nilai-
nilai mata pelajaran prakteknya selalu jelek tetapi kalau pelajaran teori
68
nilainya selalu bagus. Namun, keinginannya ini ditentang kedua orang
tuanya karena mereka belum mempercayai kemampuan subjek. Keadaan
ini dapat dilihat dari hasil wawancara subjek :
Kan sekolah kejuruan jadi saya harus memilih mau tata boga atau tata busana. Padahal saya tidak suka keduanya. Kalau praktek nilai saya jelek tapi kalu nilai-nilai pelajaran teori, nilai saya selalu bagus. Saya tidak ingin untuk meneruskan sekolah di sekolah tersebut, saya berinisiatif untuk bersekolah di sekolah normal, tetapi orang tua saya tidak setuju. (WS1. A. 3-12) Saya diijinkan masuk sekolah normal asal saya memperoleh nilai yang bagus dan mendapat ranking I atau II. (WS1. A. 21-23)
Setelah berhasil menunjukkan bahwa dirinya mampu, subjek lalu
mendapat kepercayaan untuk menempuh pendidikan di sekolah umum.
Hanya saja tidak semua sekolah umum mau menerima siswa dengan
gangguan pendengaran. Akhirnya subjek berhasil menemukan sekolah
umum yang mau menerima dirinya, walaupun ia harus merelakan 1 tahun
untuk mengulang dari kelas 1 SMP.
Mencoba masuk SMP Susteran tetapi ditolak karena saya tidak bisa mendengar. Lalu ke SMP Bruderan dan mereka bisa menerima saya. Saya merasa senang sekali. Tetapi saya tetap harus mengulang pelajaran dari kelas I, tidak apa-apa, saya mau. Karena saya memang ingin masuk sekolah normal. (WS1. A. 29-36)
Dalam pergaulannya dengan teman-teman, subjek lebih fokus pada
segala sesuatu yang menguntungkan dirinya, yang bisa memberikannya
informasi penting. Ia selalu berusaha mencari tahu. Bila ia melihat teman-
temannya bercanda, ia tidak tertarik untuk tahu apa yang sedang mereka
tertawakan. Hal ini terlihat dari pernyataan subjek bahwa :
Kalau mereka sedang tertawa tapi aku tidak tahu apa yang mereka tertawakan, aku diam saja. Kalau mereka melakukan sesuatu
69
berkaitan dengan informasi penting, aku cari tahu dan ikut membantu apa yang sedang mereka lakukan. (WS1. S. 1-7)
Adanya keterbatasan yang ia miliki membuat subjek harus lebih
aktif mencari informasi. Pencarian informasi tersebut membutuhkan
komunikasi. Saat berkomunikasi tidak jarang terjadi kesalahan penafsiran.
Ini terjadi bila orang tidak berbicara dengan jelas dan tidak mampu
memahami.
Kalau orang bicara jelas, tidak salah tanggap, tapi kalau orang bicara tidak jelas bisa salah tanggap. Dan kalau tidak memahami bisa menimbulkan kekacauan. (WS1. AE. 1-4)
Kesalahan penafsiran tersebut bisa disebabkan karena orang
normal tidak mengerti apa yang dimaksud oleh subjek. Subjek berbesar
hati bahwa dirinya memiliki kekurangan yang menyebabkan terhambatnya
komunikasi dan subjek tetap berusaha untuk menerangkan maksudnya.
Berusaha untuk menerangkan maksudku tapi tidak boleh kecewa. Karena saya harus menyadari kekurangan saya. (WS1. AF. 1-3)
Begitu juga sebaliknya, bila ia tidak mengerti apa yang orang lain
katakan, ia minta untuk diulangi, termasuk ketika guru menerangkan
pelajaran dan subjek merasa tidak mengerti.
Kalau saya belum mengerti saya minta tolong ulangi sampai saya jelas. (WS1. P. 1-2)
Subjek juga berusaha untuk selalu mentaati peraturan yang ada,
dari guru ataupun dosen, meskipun subjek kadang pernah datang terlambat
mengikuti pelajaran atau perkuliahan. Cita-cita yang dimiliki subjek
adalah ia ingin menjadi orang sukses dengan membuka usaha sendiri dan
bekerja keras agar bisa sukses seperti kedua orang tuanya.
70
Subjek ingin sukses seperti kedua orang tuanya dengan membuka usaha sendiri. (OS1.27-29) Subjek sangat kagum dengan orang tuanya yang rela bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan anak-anaknya. (OS1. 23-26)
e. Pembelajaran pada pengalaman masa lalu dan situasi baru, serta
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Berdasarkan pengalamannya, subjek merasa bahwa pengetahuan
yang ia peroleh di sekolah khusus lebih lambat dan sempit. Alasan inilah
yang memperkuat subjek untuk bersekolah di sekolah umum.
Selain itu, untuk memperluas pengetahuan karena pengetahuan di sekolah khusus lebih lambat, kecil dan sempit. (WS1. D. 4-7)
Perlahan-lahan subjek berusaha untuk menyesuaikan diri karena ia
belum terbiasa dengan situasi dan kondisi di sekolah umum. Saat pertama
kali berada di sekolah umum subjek merasa gugup.
Gugup pada awal masuk sekolah karena belum terbiasa di sekolah normal dan teman-teman kaget ketika tahu kalau saya tuna rungu. (WS1. E. 1-4)
Subjek termasuk orang yang mengerti apabila ia melakukan
kesalahan, harus diperbaiki terutama dalam hal pengerjaan tugas.
Harus diperbaiki dengan cara yang benar agar lebih memahami dan memperoleh hasil yang benar sehingga nilai bagus. (WS1. AJ. 1-4)
Dalam menghadapi berbagai kesulitan, subjek tetap berusaha untuk
dapat mengatasinya. Selain kesulitan dalam berkomunikasi dan bergaul,
subjek juga mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran tertentu,
terutama yang belum pernah diajarkan di sekolah sebelumnya.
71
Pertama kesulitan berkomunikasi dan bergaul. Kedua, saya kesulitan menerima pelajaran tertentu, misalnya, bahasa jawa karena belum diajari di sekolah khusus. (WS1. H. 1-4)
Kesulitannya dalam mengikuti proses belajar mengajar, membuat
subjek merasa rendah diri. Namun, subjek berusaha mengatasinya dengan
tekun belajar agar dapat meningkatkan prestasinya sehingga subjek merasa
percaya diri dan dapat mengikuti pelajaran dengan mudah.
Aku merasa rendah diri. Yang kulakukan untuk menghilangkan rasa rendah diri adalah rajin belajar dengan ulet dan tekun sehingga meningkatkan prestasi dan mengubah menjadi PeDe dan mudah mengikuti proses belajar–mengajar. Yang terpenting adalah keberanian. (WS1. J. 1-7)
Bila subjek ketinggalan pelajaran subjek berusaha mengatasinya
dengan belajar sendiri ataupun dalam kelompok. Namun, ketika subjek
tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain, ia merasa
sendiri dan tersisih, misalnya saat tidak dapat mencatat pelajaran dengan
cepat.
Perasaanku merasa sendiri. Teman-temanku sibuk mencatat dan aku ketinggalan, aku waktu pertama merasa tersisih. (WS1. R. 1-4)
Pengalaman-pengalaman sebelumnya juga dapat membantu subjek
agar menjadi lebih baik lagi.
Dari pengalaman-pengalaman itu aku juga berusaha memperbaiki agar lebih baik. (WS1. AH. 1-3)
Kesulitannya dalam proses belajar-mengajar tidak membuat subjek
merasa tertekan. Hanya saja ketika subjek akan menghadapi ujian atau
memiliki banyak tugas, subjek merasa stres.
Aku merasa biasa saja, tidak merasa tertekan atau takut saat pelajaran. (WS1. AQ. 1-2)
72
Subjek juga tidak pernah sakit yang disebabkan karena stres dan
tertekan, tetapi hanya karena kurang menjaga kesehatan.
Pernah tapi karena kurang menjaga kesehatan bukan karena stress. (WS1. AM. 1-2)
73
Subjek 2 : Siswi SMK
Hambatan pendengaran yang dimiliki menimbulkan kelekatan
pada orang lain
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Subjek 2 Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Penyesuaian diri yang dilakukandi sekolah umum
sedikit terhambat
Kurang memiliki kepercayaan diri
sehingga subjek menjadi individu pendiam dan
pemalu
Merasa kurang puas dengan kondisi sekolahnya; tertekan
saat menghadapi ujian; tetapi puas dengan nilai
yang diperoleh
Relasi dengan orang lain terlihat kurang
baik terutama lawan jenis karena awalnya subjek menutup diri
lagipula subjek memiliki sifat
pendiam dan pemalu Menyadari bahwa
kesulitan komunikasi
membuat orang tidak dapat memahami
maksudnya bahkan bisa membuat salah
persepsi
Sering ketinggalan pelajaran sehingga ia harus bertanya dengan teman dan membuatnya tidak berani aktif di kelas ataupun saat belajar
kelompok
Skema 3. Hasil Penelitian Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah
Tinggi) Subjek 2.
74
1. Subjek 2
Dilihat dari akibat gangguan pendengaran ada beberapa hal yang perlu
dilihat antara lain:
a. Kelekatan
Di sekolah, bila membutuhkan sesuatu subjek akan meminta
bantuan dari teman terutama teman dekat. Teman dekat subjek adalah
teman sebangkunya, yang selalu membantu subjek. Di rumah, subjek lebih
dekat dengan buleknya. Bila subjek akan melakukan sesuatu atau
memutuskan sesuatu, ia selalu menanyakan pendapat buleknya terlebih
dahulu.
Teman karena kalau sama guru biasa saja, tidak dekat, lebih enak sama teman. Kalau di rumah sama bulek. Kalau curhat juga sama bulek, kalau di sekolah curhat sama teman dekat. Kalau sama teman lain takut bocor. (WS2. AK. 1-6) Iya aku tanya dulu, minta pendapat biasanya sama Bulek. (WS2. AZ. 1-2) Subjek hanya dekat dengan buleknya yang tinggal bersamanya di rumah budhenya. Bila sedang memiliki masalah kepada buleknya inilah ia dapat lebih terbuka. (OS2. 45-48)
Kedekatannya dengan teman-teman membuat subjek memilih
berada di antara teman-temannya dibandingkan saat harus sendirian.
Aku lebih senang kalau ada teman-teman, kalau tidak ada pelajaran, gosip macem-macem sama teman. (WS2. AR. 1-3)
Rasa takut akan muncul dalam diri subjek saat ia merasa sendiri,
karena subjek akan merasa kebingungan bila ia butuh sesuatu tetapi tidak
ada yang membantu. Oleh karena itu, ketika teman dekatnya keluar dari
sekolah, ia merasa kesepian.
75
Iya, aku takut kalau sendiri kan kalau aku butuh sesuatu aku bingung mau minta tolong siapa. (WS2. AY. 1-3) Pernah waktu Mijil keluar dari sekolah aku kesepian. (WS2. AM. 1-2)
Subjek pernah mencoba pulang sekolah sendirian karena ia ingin
sekali berangkat dan pulang sekolah sendiri dengan menggunakan
angkutan kota. Setelah subjek mencoba, ternyata subjek merasa ketakutan
dan sesampainya di rumah ia menangis. Selama ini, subjek selalu diantar
dan dijemput oleh saudaranya karena keluarganya tidak sampai hati
melepaskan subjek sendirian.
Pernah dulu aku pernah ingin pulang sendiri supaya tidak merepotkan. Aku naik becak. Tapi sampai rumah aku menangis, ternyata aku takut juga sendirian, tidak terbiasa. (WS2. AW. 1-5) Mereka juga tidak tega untuk membiarkan subjek berangkat ke sekolah dengan menggunakan angkutan umum tetapi selalu mengantar jemput subjek. (OS2. 55-59)
b. Sifat infantil dan primitif
Saat subjek merasa sedih ia akan menangis di kamar. Subjek
merasa sedih terutama saat ia rindu dengan kedua orang tuanya. Ia
bertemu kedua orang tuanya saat liburan panjang, libur semester atau libur
lebaran. Subjek juga merasa sedih karena ia belum memiliki pacar.
Sedih sekali karena aku nggak bisa denger sampai menangis kalau lagi sedih, aku juga menangis kalau lama tidak bertemu orang tua hanya pelan-pelan saja. Menangis di kamar. Nggak punya cowok juga kadang bikin sedih hehehe... (WS2. AD. 1-6) Kalau libur panjang kayak libur semester atau libur lebaran. (WS2. AE. 1-2)
76
Namun, kesedihannya tidak ia perlihatkan di depan orang lain dan
berpura-pura gembira. Di kamar, ia menuangkan kesedihannya dengan
menulis buku harian. Buku hariannya adalah tempat dimana subjek dapat
mencurahkan segala isi hati dan perasaannya tanpa ada yang ditutup-
tutupi.
Saat sedih aku pura-pura gembira di depan teman-teman. Kalau sudah di kamar aku sering menulis buku harian. (WS2. AF. 1-3)
Subjek tidak menceritakan semua perasaannya kepada buleknya tetapi ia juga lebih senang untuk menuangkan apa yang ia rasakan dengan menuliskannya di buku harian. (OS2. 49-53)
Berbeda saat sedang marah, ia akan cemberut walaupun di depan
teman-temannya. Hal yang membuatnya marah biasanya karena ia sering
diganggu atau ada yang mengejek karena subjek tidak bisa mendengar.
Kalau aku marah biasanya aku cemberut, teman-temanku sering mengganggu, kadang ada yang sering ejek karena aku nggak bisa dengar. Aku juga sering marah dan mengeluh kalau disuruh cuci piring. (WS2. AC. 1-5)
Sifat pemalunya membuat ia lebih sering menghindar dengan
berbagai alasan bila diajak untuk menemani teman-teman saudaranya yang
sedang bertamu.
Subjek lebih sering menghindar apabila diajak untuk menemani tamu saudara-saudaranya. (OS2. 42-44)
77
Berkaitan dengan kriteria penyesuaian diri yang baik ada beberapa hal
yang dapat dilihat antara lain:
a. Self image
Subjek memiliki gangguan pendengaran sejak dan membuatnya
terhambat untuk berbicara karena dia tidak memperoleh bimbingan saat
dalam masa perkembangan bicara dan bahasanya. Gangguan yang ia
miliki membuatnya tetap bersyukur pada Tuhan karena subjek masih
diberi tubuh yang lengkap. Ia juga merasa bangga masih diberi kelebihan
menjahit. Hal ini terlihat dari :
Aku bersyukur kepada Tuhan karena tidak ada tubuhku yang nggak lengkap. (WS1. O. 1-3) Kelebihanku cuma bisa menjahit jadi aku tidak malu. (WS2. Q. 1-2)
Berbeda ketika subjek harus berkomunikasi dengan orang lain.
Subjek menjadi pemalu, dan merasa takut karena subjek merasa saat ia
berusaha berbicara, suara yang keluar jelek. Begitu juga saat bertemu
dengan teman lawan jenis.
Malu, minder kalau bertemu dengan teman-teman normal, aku takut kalau mau ngomong, suaraku jelek. (WS2. J. 1-2)
Minder, malu aku cuma terus lihat dia kalau ganteng tapi nggak berani kenalan. (WS2. U. 1-2)
b. Kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
Saat berhasil masuk sekolah umum, subjek merasa kurang puas
karena kondisi sekolahnya tidak seperti yang ia bayangkan. Meskipun ia
78
merasa kurang puas, ia berhasil memperoleh nilai-nilai yang cukup
memuaskan.
Sedikit tapi lumayan puas dengan nilai-nilaiku. (WS2. Z. 1-2)
Walaupun berhasil memperoleh nilai yang memuaskan, subjek
terkadang juga merasa tertekan saat akan menghadapi ujian. Terutama
untuk pelajaran-pelajaran tertentu, misalnya Matematika, Bahasa Inggris
dan Bahasa Jawa. Ini disebabkan gangguan pendengaran yang subjek
miliki membuat ia tidak dapat menangkap pelajaran dengan baik. Hal ini
dapat dilihat dari hasil wawancara :
Kadang merasa tertekan, waktu ulangan, terutama ulangan matematika. Mual tapi kadang-kadang juga. Kalau ulangan Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa takut juga tapi sedikit, kalau aku nggak tahu, aku lihat punya teman. (WS2. AT. 1-4)
Namun, ketertarikannya pada pelajaran menjahit membuat subjek
bersemangat saat berangkat ke sekolah di hari-hari yang ada pelajaran
menjahit.
Menjahit jadi aku paling semangat kalau berangkat sekolah saat ada pelajaran menjahit. Itu setiap hari Senin, Rabu, Kamis, Sabtu. (WS2. Y. 1-4)
Subjek akan merasa lebih rileks saat istirahat dan bukan saat proses
belajar-mengajar di kelas. Hal ini disebabkan karena ketika proses belajar-
mengajar berlangsung, subjek harus lebih memperhatikan apa yang
dikatakan guru, sehingga ini membuat mata subjek menjadi cepat lelah.
Istirahat karena aku bisa santai, bisa gosip, bisa maem. Kalau uda di kelas kan tegang, nggak bisa santai, harus perhatikan guru bicara. (WS2. AS. 1-4)
79
Subjek pernah mengetahui bahwa dirinya dianggap sombong oleh
teman-temannya tetapi ia diam saja dan menerima semua yang dikatakan
orang lain.
Putri bilang temen-temen gosipin aku tentang aku cantik kok sombong, padahal karena aku pemalu dan nggak bisa denger. Tapi mereka tidak tahu kalau aku pemalu, ya sudah biarkan saja karena mereka juga bersikap biasa saja. Dan malah kalau bertemu mereka menyapaku. (WS2. AL. 1-7)
Di sekolah ia berusaha agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Begitu juga dalam hubungannya dengan teman-temannya terutama dengan
yang sesama jenis, ia terlihat lebih akrab dengan teman-teman wanitanya
dibandingkan dengan lawan jenis.
Ia selalu berusaha untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Hubungan dengan teman-temannya terlihat lebih dekat dengan sesama jenis. (OS2. 30-33)
c. Aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal
Pertama masuk sekolah umum subjek hanya mempunyai satu
orang teman dari sekolah khusus yang sama. Subjek menjadi menutup diri
dengan teman-teman yang lain sehingga ia tidak mempunyai teman lain.
Jadi awalnya aku nggak punya temen, hanya sama Mijil, temenku dari Dena juga tapi sekarang uda keluar. (WS2. J. 2-5)
Sifat subjek yang pendiam dan pemalu disebabkan subjek merasa
bahwa suaranya jelek. Ini membuat subjek memiliki hubungan yang
kurang akrab dengan teman-teman sekelasnya. Menurut subjek, ia sudah
berusaha untuk tetap ramah agar punya teman yang banyak.
Biasa aja, aku kan malu dan pendiam karena suaraku jelek jadi aku malu. (WS2. AI. 1-2)
80
Tapi aku tetap berusaha agar punya teman banyak, jadi aku berusaha ramah. (WS2. S. 1-3)
Berhadapan dengan teman-teman yang normal membuat subjek
harus lebih bersabar ketika akan bercerita dengan mereka. Ia harus
membaca gerak bibir mereka, tapi biasanya mereka yang tidak mengerti
apa yang subjek katakan sehingga kadang subjek menggunakan bahasa
isyarat.
Aku biasanya cerita sambil bicara dan membaca bibir mereka, mereka ngerti tapi kalau mereka nggak ngerti aku baru pakai bahasa isyarat. (WS2. AH. 1-4)
Teman-teman subjek sendiri tidak menolak subjek dengan
kondisinya tersebut. Walaupun saat pertama kali melihat subjek, teman-
teman banyak yang mengejek bahkan menertawakan tetapi akhirnya
mereka mengerti dan menerima kondisi subjek. Pada saat subjek
membutuhkan bantuan, mereka bersedia membantu.
Iya, mereka bisa nerima aku yang nggak bisa dengar. Awalnya banyak yang mengejek tapi ada temanku yang selalu membelaku, ada juga yang menertawakan. (WS2. R. 1-4) Iya, tapi kalau teman sebelahku tidak masuk aku tanya sama yang lain. Untungnya teman-teman baik, mau membantu. (WS2. M. 1-4)
Subjek kurang terbiasa ketika harus bergaul dengan lawan jenis.
Subjek merasa malu dengan suara yang ia miliki dan karena selama berada
di sekolah khusus ia hanya bergaul dengan teman sesama jenis.
Nggak, aku tidak punya teman cowok. Aku belum terbiasa berteman dengan cowok karena sekolahku dulu semua cewek dan nggak bisa dengar semua, jadi males dan lebih banyak diem karena aku malu suaraku jelek. (WS2. AJ. 1-6)
81
Subjek terlihat lebih menjaga jarak dengan lawan jenis. Ia bersikap tidak peduli atau cuek karena subjek belum terbiasa satu sekolah dengan lawan jenis. (OS2. 36-39)
Pertengkaran dengan teman tidak pernah dialami oleh subjek
karena ia lebih sering diam. Meskipun ia memiliki masalah, ia tidak
mampu menyelesaikannya sendiri. Hal ini dikarenakan sifat subjek yang
pendiam dan tertutup, tidak mau mempermasalahkan sesuatu. Namun, ia
termasuk siswa yang disenangi oleh guru-gurunya karena ia cerdas.
Nggak karena aku lebih sering diem. Dulu pernah ada masalah karena teman pinjam uang tidak dikembalikan tapi sudah lama dan sudah selesai, temanku Putri yang membantu selesaikan. (WS2. AQ. 1-5)
Subjek termasuk orang yang pendiam dan tertutup tetapi bagi guru-gurunya ia termasuk siswi yang menyenangkan karena ia cerdas. (OS2. 26-29)
d. Persepsi akurat terhadap realitas, realistis dan objektif, dan efisiensi
kerja
Subjek termasuk anak yang realistis, ia tidak pernah menyalahkan
kedua orangtuanya yang juga tidak bisa mendengar atas kekurangan yang
ia miliki. Hanya saja subjek pernah merasa iri dengan saudara-saudaranya
dari pihak ibu karena tidak ada yang mengalami gangguan pendengaran
seperti keluarga kandungnya.
Nggak soalnya kan emang orangtuaku juga nggak bisa denger. Dulu aku pernah merasa iri kenapa saudara-saudaraku dari Ibu tidak ada yang seperti aku, kalau dari Bapak ada. (WS2. P. 1-5)
Kekurangan yang ia miliki membuatnya menyadari bahwa tidak
semua orang bisa memahami apa yang ia maksud. Jadi, bila apa yang ia
82
maksud tidak diketahui oleh lawan bicaranya, subjek mencoba
menerangkan dengan menggunakan bahasa isyarat atau dengan tulisan.
Iya tapi aku sadar karena aku tidak bisa dengar jadi aku pakai bahasa isyarat atau kutulis. (WS2. AP. 1-3)
Demikian pula bila ia tidak mengerti apa yang orang bicarakan dan
orang tertawakan. Subjek tidak langsung ikut tertawa, tetapi terlebih
dahulu berusaha mencari tahu dengan bertanya apa yang mereka
tertawakan.
Tidak, teman-teman menertawakan sesuatu aku bingung apa yang mereka tertawakan, aku hanya tersenyum terus bertanya sama temanku, apa yang mereka tertawakan, baru aku ikut tertawa. (WS2. AB. 1-5)
Kesulitan komunikasi ini pernah menimbulkan kesalahan persepsi
yang membuat subjek membolos sekolah. Subjek mengira teman-
temannya mengatakan bahwa pelajaran selanjutnya kosong dan ia
langsung pulang padahal gurunya sudah datang.
Nggak tapi bolos pernah. Karena waktu itu aku nggak tau, karena aku salah tanggap kalau masih ada pelajaran jadi aku langsung pulang ternyata gurunya datang mengajar. Pernah juga disuruh membolos sama Pakde karena Pakde berpikir itu cuma gotong royong. (WS2. AO. 1-7)
Berkaitan dengan masalah ekonomi keluarganya, subjek cukup
dapat memahami sehingga ia tidak pernah menuntut banyak dari
keluarganya. Bila ia ingin sesuatu ia akan berusaha sendiri dengan
menabung uang jajannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.
Selama ini pun subjek jarang jajan di luar, ia lebih senang makan di rumah
karena lebih terjamin kebersihannya. Subjek merasa bersyukur keluarga
83
besarnya masih peduli padanya dan memberikannya kesempatan untuk
bersekolah bahkan ia sudah diijinkan untuk melanjutkan pendidikannya
sampai kuliah.
Kondisi ekonomi keluarganya cukup dipahami oleh subjek. Ia cukup senang masih diberi kesempatan untuk bersekolah bahkan sampai kuliah. (OS2. 16-19) Subjek berusaha untuk menabung sendiri uang jajannya sehingga bisa membelinya sendiri. Subjek jarang sekali jajan di luar karena ia dibiasakan untuk selalu makan di rumah yang sudah terjamin kebersihannya. (OS2. 19-25)
e. Pembelajaran pada pengalaman masa lalu dan situasi baru, serta
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Pada malam sebelum subjek masuk sekolah umum pertama kali, ia
mengalami stres dan merasa cemas sehingga ia muntah-muntah sampai 7
kali. Saat sudah berada di sekolah kondisinya sudah membaik.
Tapi sebelum masuk hari pertama aku muntah-muntah 7 kali, paginya sudah tidak apa-apa, di sekolah juga tidak apa-apa. (WS2. I. 3-6)
Subjek mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah
umum karena tidak bisa mendengar apa yang guru katakan terutama saat
pelajaran Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa. Metode mengajar
yang diberikan guru sedikit berbeda. Saat di sekolah khusus, guru lebih
sering menulis di papan tulis sedangkan saat di sekolah umum guru lebih
sering menerangkan secara lisan.
Kesulitannya aku nggak bisa dengar guru ngomong apa waktu di kelas. Misalnya kalau pelajaran Matematika, Bahasa Inggris sama Bahasa Jawa aku susah ngikutin. (WS2. K. 1-5)
84
Kesulitan untuk mengetahui apa yang sedang diterangkan oleh
guru dicoba diatasi dengan lebih memperhatikan saat guru berbicara.
Namun, subjek belum terbiasa dengan cara guru yang cepat ketika
menerangkan pelajaran. Ini membuat subjek sering ketinggalan pelajaran
dan bahkan membuatnya pusing.
Aku baca bibir guru yang sedang mengajar tapi terlalu cepat jadi aku sering nggak tahu, bikin pusing, jadi aku tanya sama teman. Tapi aku kesulitan di pelajaran Bahasa Jawa sama Bahasa Inggris. Guru Bahasa Inggris sering menggunakan kaset padahal kan saya tidak dengar. Kalau pelajaran Agama dan BP aku pernah sampai ketiduran karena aku selalu menggunakan mataku jadi cepat capek. (WS2. L. 1-11)
Cara lain yang subjek gunakan untuk mengatasi situasi ini adalah
dengan bertanya kepada teman atau meminjam catatan teman. Di rumah,
subjek mempelajari lagi dan bila ada yang tidak mengerti, subjek
menanyakan pada kakak atau buleknya.
Nggak kok cuma aku sering ketinggalan kalau mencatat pelajaran. Aku kalau pulang sekolah sering pinjam catatan teman. Kalau aku tidak mengerti di rumah tanya sama mbak atau bulek. (WS2. N. 1-5)
Pada saat sesi tanya jawab di kelas, subjek tidak berani untuk ikut
terlibat aktif karena ia merasa malu. Ia memberanikan diri berbicara di
kelas untuk protes saat guru mengatakan akan pulang cepat dan tidak
sesuai dengan jadwal yang sudah ada. Subjek berani melakukannya karena
subjek merasa takut ketika ia belum dijemput dan ia harus menunggu
sendirian.
Nggak, aku nggak berani tanya atau jawab dan kalau harus maju mengerjakan soal matematika, aku malu. Aku pernah protes waktu guru menyuruh pulang cepat karena kalau pulang cepat mbak belum menjemput. (WS2. V. 1-6)
85
Ketika mendapat tugas berkelompok pun subjek juga tidak aktif.
Subjek cenderung diam dan apa yang dibahas dalam kelompok akan
diajarkan oleh salah satu temannya.
Pernah tapi aku diam saja aku hanya diajari sama temanku. (WS2. W. 1-2)
Subjek lebih memilih untuk diam supaya ia tidak mendapatkan
masalah dan dihukum.
Nggak pernah karena aku selalu diam biar tidak dihukum tapi aku juga emang malas. (WS2. AN. 1-2)
Subjek tidak pernah mendapat masalah di sekolah sehingga ia
mendapatkan perlakuan yang baik dari guru-guru. Bahkan sewaktu
pertama kali masuk sekolah, subjek mendapat predikat sebagai siswa
paling rapi dan memperoleh hadiah.
Nggak, mereka selalu baik sama aku. Waktu pertama masuk aku jadi murid paling rapi dan dapat bingkisan. Mungkin karena aku sudah pakai seragam yang lainnya belum. (WS2. X. 1-5)
86
Subjek 3 : Mahasiswa
Hambatan pendengaran yang dimiliki tidak menimbulkan
gangguan yang berarti
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Subjek 3 Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Melakukan penyesuaian diri di sekolah umum dengan baik
Malu dengan kekurangan yang
dimiliki dan sedikit terpaksa menerimanya
Puas dengan nilai yang diperoleh dan puas dapat
bersekolah di sekolah umum sampai kuliah; terbiasa
dengan sistem pengajaran di sekolah
Berusaha agar diterima lingkungan dan memiliki
hubungan yang baik dengan teman-temannya walaupun
ada keterbatasan komunikasi. Hal itu
membuatnya merasa orang lain menjaga jarak
dengannya Keterbatasan
komunikasi membuat sering terjadi
kesalahpahaman; pernahmenyalahkan orang lain
atas kekurangannya
Merasa rendah diri dan takut
karena kesulitan mengikuti pelajaran;
mengatasi stres dengan menonton
film di bioskop
Skema 4. Hasil Penelitian Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah
Tinggi) Subjek 3.
87
1. Subjek 3
Dilihat dari akibat gangguan pendengaran ada beberapa hal yang perlu
dilihat antara lain:
a. Egosentrisme
Subjek masuk ke sekolah umum karena keinginan ayahnya dan
juga karena dirinya ingin mencoba hal yang baru. Sekolah di sekolah
umum merupakan tantangan bagi dirinya.
Selain karena papa, saya juga senang ingin mencoba tantangan. (WS3. C. 1-2)
Subjek sering memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang
dirinya. Baik teman, orang tua maupun guru. Subjek berpikir apa yang
mereka pikirkan punya teman seperti dirinya, punya anak seperti dirinya
dan punya murid yang seperti dirinya.
Ya. Teman-teman, orang tua dan guru. Apa yang mereka pikirkan punya teman, anak, murid yang seperti aku. (WS3. BG. 1-3)
Subjek merasa ingin tahu ketika melihat teman-temannya
membicarakan atau melakukan sesuatu. Bila ingin tahu ia akan bertanya
apa yang sedang mereka bicarakan atau kerjakan. Subjek harus sering
bertanya agar ia tidak ketinggalan informasi.
Ya. Pasti ingin tahu. Kalau aku ingin tahu aku harus bertanya. Mereka sedang bicarakan apa, mereka sedang mengerjakan apa. Kalau tidak sering bertanya aku bisa ketinggalan. (WS3. BF. 1-5)
Ia tidak segan-segan untuk marah ketika merasa dibohongi. Subjek
juga merasa kesal ketika temannya ada yang tidak mau memberikan
bantuan pada dirinya, tidak mau menjelaskan saat ia bertanya.
88
Pernah karena teman berbohong dan tidak mau membantuku baik waktu masih sekolah atau kuliah. Waktu itu aku bertanya tapi dia tidak mau menjelaskan. (WS3. AM. 1-4)
Subjek kadang merasa iri dengan orang lain yang mempunyai
kemampuan untuk mendengar. Dengan kemampuan tersebut mereka bisa
mengetahui apa yang dikatakan oleh guru. Subjek harus selalu bertanya
untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh guru yang sedang mengajar.
Kadang aku merasa iri dengan mereka yang bisa mendengar, mereka tahu guru ngomong apa, kalau belajar aku tidak tahu guru ngomong apa jadi aku harus selalu tanya. (WS3. P. 1-5)
b. Keluasan hidup
Pertama kali masuk sekolah subjek merasa takut tidak bisa
mengikuti pelajaran. Setelah terbiasa berada di sekolah umum dan dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisinya, subjek tidak lagi merasa
takut.
Awalnya takut nggak bisa ngikutin pelajaran tapi lama-lama nggak takut karena udah biasa. (WS3. S. 1-3) Hal yang membuat subjek tertarik untuk masuk sekolah normal
adalah karena subjek ingin bergaul dengan orang normal. Oleh karena itu,
sejak SMP subjek sudah disekolahkan oleh ayahnya di sekolah umum
supaya subjek terbiasa berada di antara orang-orang normal.
Karena ingin bergaul dengan orang normal. (WS3. D. 1-2) Sejak SMP, karena papa pengen saya sekolah di sekolah umum supaya bisa bergaul di tengah-tengah orang normal. (WS3. A. 1-3)
89
Selain itu, subjek merasa tidak bisa mandiri ketika berada di SLB.
Bila subjek merasa tidak bisa mengerjakan sesuatu, ada orang lain yang
membantu, sedangkan di sekolah umum, dia benar-benar harus berusaha
sendiri terlebih dahulu walaupun ia tidak bisa. Masuk kuliah pun ia
berusaha sendiri dengan mengikuti tes masuk.
Karena kalau di SLB malah nggak bisa mandiri, apa-apa kalau nggak bisa, minta tolong bruder tapi kalau di umum harus sendiri walau nggak bisa apa-apa. Kuliah ini saya ikut tes. Di arsitektur berat, banyak berhitung. (WS3. B. 1-6)
c. Kelekatan
Dalam kehidupan sehari-hari subjek dapat menyelesaikan sendiri
permasalahan yang dihadapinya. Meski demikian, ia kadang ragu-ragu
dalam memutuskan sesuatu, sehingga ia harus bertanya dengan temannya
yang lain lebih dulu dan saat ia butuh pergi ke suatu tempat yang jauh, ia
akan minta ditemani.
Bisa selesaikan sendiri. (WS3. AV. 1) Ya. Biasanya aku tanya teman sebaiknya bagaimana. (WS3. BL. 1-2) Jarang, kadang-kadang aja kalau aku harus pergi ke tempat yang jauh aku minta ditemani. (WS3. BK. 1-3) Tidak jarang pula subjek terlihat menggunakan angkutan umum bila hendak bepergian. Tidak selamanya ia tergantung pada orang lain. (OS3. 38-41)
Hal seperti inilah yang membuat subjek merasa ia tergantung
dengan orang lain. Subjek menyadari bahwa ia mempunyai keterbatasan
sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
90
Kadang iya, karena aku merasa bahwa aku punya keterbatasan dan membutuhkan orang lain. Tidak, bila aku merasa itu tidak penting atau tidak berguna. (WS3. BJ. 1-4)
d. Sifat infantil dan primitif
Selama ini subjek selalu menceritakan apa yang sedang ia rasakan,
apa yang ia alami pada ibunya dan pada teman akrabnya. Selain dengan
ibu dan teman akrabnya, subjek lebih senang untuk menyembunyikan apa
yang sedang ia rasakan dengan tidak mau bertemu orang lain.
Ngomong sama teman akrab atau mama. (WS3. AC. 1)
Pernah biasanya tidak mau bertemu orang, langsung pulang. (WS3. AA. 1-2) Subjek paling dekat dengan ibunya sehingga bila ia ingin bercerita dengan ibunya ia biasanya membuat surat. (OS3. 11-13)
Perasaan marah pada diri subjek muncul ketika subjek merasa
dirinya diejek dan ketika rasa ingin tahunya tidak terpenuhi. Misalnya,
subjek tidak mengetahui apa yang sedang dibicarakan guru, lalu ia
bertanya pada temannya tetapi temannya tidak mau memberitahu apa yang
dikatakan guru tersebut.
Ekspresi muka menunjukkan marah. Biasanya karena diejek dan ketika bertanya guru tadi ngomong apa, teman tidak mau memberitahu baru marah karena merasa ingin tahu. (WS3. X. 1-5)
Surat-menyurat juga dilakukan oleh subjek pada ibu dan
sahabatnya untuk menceritakan pengalaman dan perasaannya terutama
saat subjek merasa sedih. Subjek tidak tinggal dalam satu kota dengan
orang tuanya dan subjek tidak dapat bercerita bila tidak bertemu langsung,
sehingga ia harus menulis surat bila ingin bercerita.
91
Buat surat untuk mama dan sahabat. Aku terbiasa cerita sama mama atau sahabatku dengan menulis surat. Mamaku ada di Bogor jadi tidak bisa berkomunikasi kalau tidak bertemu, jadi harus pakai surat. (WS3. Y. 1-5) Hal ini dilakukan subjek untuk mengatasi masalah komunikasi yang menghambatnya untuk bisa bercerita dari jarak jauh dengan ibunya. (OS3. 13-17)
Pengalaman berpacaran pertama kali membuat subjek merasa
senang sekali. Namun, pengalaman putus dengan pacarnya tersebut juga
membuat subjek merasa sedih bahkan sampai menangis walau hanya
sebentar.
Pernah waktu pertama kali pacaran. (WS3. AD. 1) Pernah menangis karena putus tapi cuma sebentar. Hehehe... (WS3. Z. 1-2)
Terkadang subjek juga merasa iri atas apa yang dimiliki oleh orang
lain. Subjek merasa iri karena ia merasa tidak enak untuk meminta apa
yang ia inginkan pada kedua orang tuanya.
Ya. Karena aku tidak enak kalau harus minta sama orang tua. (WS3. BI. 1-2)
Berkaitan dengan kriteria penyesuaian diri yang baik ada beberapa hal
yang dapat dilihat antara lain:
a. Self image
Ketidakmampuan subjek berkaitan dengan pendengaran membuat
subjek merasa malu berada di antara teman-teman yang lain. Dengan
sedikit terpaksa, subjek menerima kekurangannya itu.
Malu karena aku tidak bisa dengar di antara teman-teman yang lain. (WS3. E. 1-2)
92
Ya. Mau nggak mau aku harus bisa menerimanya. (WS3. I. 1-2)
Hal tersebut membuat subjek merasa sedih dan frustrasi. Bahkan
subjek protes kepada Tuhan atas kekurangan yang ia miliki. Akhirnya
subjek sadar setelah membaca Alkitab bahwa setiap manusia diberi
kelebihan dan juga kekurangan.
Pernah merasa sedih, frustrasi. Aku protes sama Tuhan tapi setelah membaca alkitab aku baru sadar kalau Tuhan memberikan kepada semua orang kelebihan dan kekurangan. (WS3. J. 1-5)
Subjek juga menyadari bahwa dirinya diberi kelebihan bisa
bermain basket dan pandai berhitung. Kelebihannya itu membuat subjek
merasa bangga.
Bisa bola basket, pandai berhitung. (WS3. K. 1) Aku bangga. (WS3. L. 1)
b. Kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
Bisa bersekolah di sekolah umum membuat subjek merasa puas.
Bahkan subjek berhasil melanjutkan pendidikannya di sekolah umum
sampai bangku kuliah.
Senang. Puas bisa bersekolah dan sampai kuliah. (WS3. U. 1-2)
Selain merasa puas karena bisa bersekolah di sekolah umum,
subjek juga puas atas nilai-nilai yang ia peroleh. Hanya saja subjek kurang
dapat mengikuti pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa sehingga
nilainya jelek.
Puas, bagus. Waktu SMP aku yang jelek Bahasa Jawa, trus waktu SMA Bahasa Inggris yang aku nggak bisa. Lalu waktu UAN ada ujian listening aku protes sama guru lalu guru nulis. (WS3. V. 1-5)
93
Kesempatan bersekolah di sekolah umum sejak di bangku SMP
membuat subjek merasa terbiasa dengan sistem pengajaran yang ada dan
sangat membantu saat ia melanjutkan ke bangku kuliah.
Ia menjadi terbiasa dengan sistem pengajaran di sekolah-sekolah umum sehingga ketika kuliah ia tidak begitu mengalami kesulitan. (OS3. 2-6)
Awalnya, subjek merasa tertekan mengikuti pelajaran di sekolah
umum karena ia harus lebih serius. Subjek merasa tegang bila berada di
kelas sehingga subjek merasa lebih senang saat istirahat, karena ia bisa
santai bercanda dan berbicara dengan teman-temannya.
Istirahat karena lebih santai bisa bercanda dengan teman, ngobrol, kalau di kelas tegang. Apalagi dulu waktu awal-awal masuk sekolah umum, kadang merasa tertekan karena harus lebih serius. (WS3. BC. 1-5)
Situasi di sekolah ataupun di kampus yang selalu ramai dengan
keberadaan teman-temannya membuat subjek merasa kesepian bila ia
berada di rumah sendirian. Subjek lebih senang dekat dengan teman-
temannya daripada harus sendirian.
Ya pernah. Kalau aku di rumah sendirian di tempat nenek. Aku tinggal di tempat nenek supaya tidak boros uang kos. Rumah nenekku itu kos-kosan cowok tapi cewek boleh masuk, tapi aku nggak bolehin cewek masuk, kalau cowok boleh masuk kamar. Kalau teman-teman yang lain bolehin cewek masuk. (WS3. BH. 1-8) Dekat dengan teman-teman. (WS3. BA. 1)
94
c. Aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal
Berada di sekolah umum membuat subjek ingin diterima oleh
lingkungannya sehingga subjek selalu berusaha untuk ramah, rajin bergaul
dan akrab dengan teman-temannya. Subjek juga rajin bertanya dengan
pengajar.
Ada. Kalau sama teman-teman aku berusaha ramah, rajin bergaul, akrab. Kalau sama pengajar dengan banyak bertanya. (WS3. N. 1-4) Subjek dengan teman-teman kampusnya pun terlihat cukup akrab. Teman-temannya tidak segan-segan untuk meminta bantuan mengerjakan tugas, begitu pula subjek terhadap teman-temannya. Bila ia ingin pulang ia sering juga minta diantar pulang atau ketika ia butuh materi kuliah ia juga sering minta tolong untuk fotocopy. (OS3. 29-37)
Hubungan subjek dengan para pengajarnya kurang dekat. Jadi,
subjek tidak tahu apakah ia diterima oleh para pengajarnya. Ada pengajar
yang bersedia membantu subjek bila ia merasa kesulitan. Pengajar tersebut
tahu bahwa ia tuna rungu, tetapi subjek tidak berani untuk menemuinya
dengan alasan subjek merasa tidak enak dengan teman-teman yang
lainnya.
Tidak terlalu mengenal. Ada satu dosen yang tahu aku tunarungu dan perhatian. Dulu aku pernah bertemu di HKI waktu pemberkatan gedung yang baru. Dia bilang kalau aku kesulitan dan ingin bertanya disuruh datang ke kantornya. Tapi aku tidak pernah datang tidak enak sama teman yang lain. (WS3. AI. 1-8) Teman-teman senang tapi kalau guru nggak tau. (WS3. AE. 1-2)
95
Walaupun subjek berusaha untuk ramah, hambatan yang paling
besar saat ia berada di antara orang-orang normal adalah masalah
komunikasi. Namun, subjek percaya bahwa dengan banyak bergaul,
hambatan tersebut dapat diatasi.
Ya. Hambatan komunikasi. Dengan banyak bergaul nanti lama-lama biasa. (WS3. AF. 1-2)
Seberapa besar usaha yang dilakukan subjek agar ia dapat diterima
dan merasa nyaman berada dalam lingkungannya, tetap ada perasaan
dikucilkan dan dijauhi karena keterbatasannya. Ia merasa dengan
keterbatasan yang ia miliki, membuat orang menjadi menjaga jarak dan
malas untuk menjalin relasi dengan dirinya.
Ya karena punya keterbatasan. Aku merasa karena aku tidak bisa dengar lalu orang jadi malas berteman. Biarkan saja, ada teman yang lain. (WS3. AN. 1-4)
Selain bertengkar dengan teman karena merasa dibohongi dan
tidak dibantu, subjek tidak merasa bahwa ia memiliki masalah selama
bersekolah di sekolah umum. Subjek juga berusaha untuk berbaikan lagi
setelah ia bertengkar dengan temannya.
Nggak ada hanya bertengkar dengan teman tapi berbaikan lagi. (WS3. AX. 1-2)
Subjek cukup senang bergurau dengan teman-temannya. Subjek
sendiri senang tertawa, ada sesuatu yang sedikit lucu, bisa membuatnya
tertawa. Sifat yang dimiliki subjek ini membuat teman-temannya sering
mengajaknya bercanda, bahkan subjek pernah diajari kata-kata kasar atau
kata-kata jorok.
96
Ya. Ada yang lucu sedikit saja aku sudah tertawa. Teman juga sering menggoda, sering mengajariku kata-kata kasar atau kata-kata jorok. (WS3. W. 1-4)
Hubungan subjek dengan teman-temannya cukup baik dimana
mereka dapat saling membantu, termasuk dengan teman-teman kosnya.
Teman-temannya sering meminta bantuan dalam menyelesaikan tugas-
tugas kelompok dan subjek juga sering meminta bantuan untuk fotocopy
bahan-bahan kuliah atau minta tolong diantar pulang. Mereka dengan
senang hati akan membantu subjek.
Ya membuat tugas kalau tugasnya tugas kelompok. Aku juga sering minta tolong titip fotocopy atau minta tolong dianter pulang. (WS3. AJ. 1-4) Hubungan subjek dengan teman-teman kosnya cukup dekat karena bila membutuhkan sesuatu subjek sering meminta bantuan mereka, termasuk meminta diantar ke kampus. (OS3. 24-28)
Ketika berhadapan dengan lawan jenis, awalnya subjek merasa
rendah diri. Lama-kelamaan subjek menjadi terbiasa dan ia juga pernah
memiliki pacar sewaktu SMP. Saat ini subjek hanya ingin belajar dan
belum ingin menjalin relasi yang lebih serius dengan lawan jenis.
Awalnya aku merasa rendah diri tapi lama-lama terbiasa tapi aku pernah punya pacar sekali waktu SMP. Sekarang tidak. Aku mau belajar saja. (WS3. Q. 1-4)
d. Persepsi akurat terhadap realitas, realistis dan objektif, dan efisiensi
kerja
Akibat dari kekurangan yang dimiliki, pernah membuat subjek
menyalahkan orang tuanya. Demam yang diderita ibunya sewaktu
mengandung dirinya membuat subjek memiliki gangguan pendengaran.
97
Hal ini membuat subjek merasa iri dengan saudara-saudara yang lain dan
merasa bahwa apa yang ia alami, tidak adil baginya. Sikap subjek yang
menyalahkan orang tuanya ini lama-kelamaan hilang.
Dulu pernah sama orang tua. Sekarang nggak lagi. Karena dulu waktu mama hamil, mama sakit panas, trus pas lahir tunarungu. Kalau saudara yang lain tidak. Kadang aku juga merasa dunia tidak adil. (WS3. M. 1-5)
Masalah yang menghambat subjek adalah keterbatasan
komunikasi. Saat berbicara dengan orang normal, mereka belum tentu
mengerti apa yang dikatakan oleh subjek sehingga terkadang subjek harus
menjelaskan beberapa kali apa yang ia maksud.
Sulit karena ada keterbatasan komunikasi. Pelan-pelan aku jelaskan tapi kalau tidak tahu ya ditulis saja. (WS3. AV. 1-3)
Kesalahan penafsiran atas apa yang dikatakan orang normal pun
sering terjadi terutama ketika lawan bicaranya tidak berbicara jelas atau
terlalu cepat. Orang yang baru mengenal subjek belum memahami bahwa
bila berbicara dengannya, mereka harus mengucapkan dengan lafal yang
jelas dan pelan. Teman yang sudah lebih lama mengenal subjek sudah
lebih mengerti dan dapat memahaminya.
Pernah itu sering terjadi kalau teman tidak jelas berbicara, terlalu cepat. (WS3. AS. 1-2) Ya. Kalau sama orang yang udah kenal gampang karena mereka tau kalau ngomong sama aku pelan dan jelas tapi kalau baru kenal susah. (WS3. AT. 1-4)
Dalam bergurau, subjek terkadang tidak dapat mengerti gurauan
teman-temannya dan apa yang sedang mereka tertawakan. Subjek biasanya
bertanya terlebih dahulu apa yang sedang ditertawakan dan yang sering
98
terjadi adalah subjek baru mengerti dan tertawa, saat teman-teman lain
sudah berhenti tertawa.
Iya tapi aku tanya dulu. Jadi kadang orang sudah selesai tertawa, aku baru tertawa karena aku baru mengerti. (WS3. AB. 1-3)
Subjek tidak langsung percaya bila ia disuruh melakukan sesuatu,
tetapi ia berpikir terlebih dahulu apakah hal itu baik atau buruk bagi
dirinya maupun orang lain.
Aku berpikir dulu apakah itu baik atau tidak. (WS3. AY. 1-2)
Saat menerima pelajaran pun keterbatasan komunikasi juga
mempengaruhi. Bila pengajar menggunakan media visual untuk
menerangkan sesuatu, subjek terbantu dalam menerima dan memahami
pelajaran menjadi lebih mudah, misalnya dengan menggunakan proyektor.
Kadang kesulitan dan kadang tidak. Faktor pengajar/ dosen yang baik, misalnya mau perhatikan. Kalau guru/ dosen nulis atau pakai proyektor aku ngerti tapi kalau disuruh terus-terusan lihat gerak bibir mataku cape dan ngantuk. (WS3. AP. 1-6)
Dengan kesulitan yang dihadapi, subjek tidak merasa
membutuhkan guru pendamping bahkan ia merasa kurang suka bila ada
guru pendamping. Selama kuliah subjek tidak pernah melanggar peraturan
yang ada tetapi saat sekolah dulu, subjek pernah telat datang ke sekolah.
Ini menunjukkan bahwa ia seorang anak yang penurut, mematuhi semua
aturan yang ada, termasuk peraturan kos.
Sepertinya aku nggak suka. (WS3. BB. 1) Nggak pernah hanya telat datang sekolah 1 kali, kuliah tidak pernah. (WS3. AO. 1-2)
99
Subjek termasuk anak yang penurut, tidak mau melanggar aturan yang ada di dalam kos. Ia tidak memperbolehkan temannya yang berlainan jenis masuk ke kamarnya. (OS3. 19-22)
e. Pembelajaran pada pengalaman masa lalu dan situasi baru, serta
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Sebelum masuk ke sekolah umum subjek berpikir bahwa sekolah
umum sama dengan sekolah khusus baik dari proses belajar maupun dalam
pergaulan. Subjek kesulitan saat guru menerangkan pelajaran dengan cepat
dan merasa sulit ketika harus bergaul dengan teman-teman normal. Tidak
seperti saat subjek berada di sekolah sebelumnya.
Tidak sesuai. Saya dulu berpikir bahwa sekolah umum itu sama dengan di SLB, baik dalam proses belajar atau dalam pergaulan. Guru tidak mencatat di papan tulis, kalau menerangkan juga cepat-cepat dan tidak jelas. Susah juga bergaul tidak dengan teman-teman yang bukan tunarungu. (WS3. F. 1-8)
Pertama kali subjek masuk ke sekolah umum ia merasa cemas dan
takut. Subjek juga pernah ingin mengundurkan diri karena situasi di
sekolah membuat dirinya tidak nyaman. Lama-kelamaan subjek dapat
menyesuaikan diri dan mulai terbiasa.
Aku merasa cemas, takut. Rasanya pengen mengundurkan diri karena tidak betah. Tapi lalu lama-lama mulai terbiasa. (WS3. G. 1-3)
Dalam lingkungan sekolah, awalnya subjek merasa rendah diri,
tidak percaya diri terutama saat satu tahun pertama. Setelah tahun kedua
subjek merasa terbiasa.
Awalnya aku merasa rendah diri, tidak percaya diri, lama-lama nggak. Apalagi waktu kelas 1 SMP, pertama kali sekolah di sekolah normal, kalau kelas 2 udah nggak. (WS3. O. 1-5)
100
Hambatan yang subjek hadapi adalah masalah komunikasi. Untuk
mengatasi hambatan tersebut, ketika subjek berkenalan dengan orang baru,
ia langsung memperkenalkan dirinya sebagai tuna rungu. Cara ini
digunakan agar orang lain mengerti ketika berkomunikasi dengan subjek,
mereka dapat lebih pelan dan jelas sehingga subjek dapat memahami apa
yang mereka katakan.
Kesulitan komunikasi. Aku mengatasinya dengan pertama kali sejak berkenalan aku memperkenalkan diri sebagai tunarungu sehingga mereka tau kalau aku tidak bisa dengar, lalu teman-teman ”Oooo…..” setelah itu baru mencoba berkomunikasi pelan-pelan. (WS3. H. 1-7)
Kesulitan komunikasi membuat subjek merasa rendah diri dalam
mengikuti proses belajar mengajar. Subjek berusaha untuk belajar sendiri,
tetapi ia sadar bahwa bila belajar sendiri kurang dapat membuatnya
berkembang sehingga ia bertanya pada orang lain.
Aku merasa rendah diri. Iya belajar sendiri. Tapi kalau belajar sendiri bodoh jadi tanya-tanya sama yang lain. Trus aku tanya sama papa. (WS3. R. 1-4)
Ketidakmampuannya mengikuti pelajaran terkadang membuat
subjek merasa takut. Untuk mengatasi rasa takut tersebut, subjek berusaha
untuk tetap belajar dan membaca buku. Ketika guru menerangkan, subjek
memilih untuk membaca materi yang sedang dijelaskan oleh guru supaya
ia dapat lebih memahami.
Mau belajar, rajin baca buku, guru menerangkan, aku baca karena aku nggak bisa dengar. (WS3. T. 1-3)
Bila ketinggalan pelajaran, subjek akan meminjam catatan dari
temannya kemudian ia fotocopy. Subjek sangat terbantu saat ujian di
101
perkuliahan dengan sifat ujian open book sedangkan saat ulangan sewaktu
sekolah dulu, ia sering mencontek. Ini membuatnya pernah dimarahi oleh
guru yang mengajar.
Fotocopy catatan teman. (WS3. AQ. 1) Kalau ulangan harian pernah, tapi ujian akhir nggak pernah. Kalau kuliah seringnya open book jadi enak hehehe…(WS3. AR. 1-3) Pernah tapi aku cuek saja tidak membuatku tertekan. (WS3. BE. 1-2)
Dalam kehidupan sehari-hari, subjek berusaha untuk tidak
melakukan kesalahan yang sama. Subjek berusaha untuk selalu belajar dari
pengalaman yang sudah berlalu.
Nggak pernah. Selalu belajar dari yang lalu. (WS3. AW. 1-2)
Saat ini yang menjadi beban pikiran subjek adalah masalah biaya
untuk kuliah. Kakak subjek yang mengambil jurusan kedokteran di UI
(Universitas Indonesia) membutuhkan biaya banyak untuk kuliah. Kedua
orang tuanya beberapa waktu lagi pensiun dalam waktu yang bersamaan
sehingga sedikit mengalami kesulitan keuangan. Hal ini membuat subjek
terbebani untuk segera menyelesaikan kuliah dan ada ketakutan akan
mengecewakan kedua orang tuanya.
Aku takut mengecewakan orang tua, kakakku kuliah kedokteran UI butuh biaya banyak. Sedangkan orang tua sebentar lagi pensiun bersamaan karena umur mereka sepantaran. (WS3. BD. 1-5)
Walaupun subjek merasa terbebani dengan situasi tersebut, subjek
tidak pernah mengalami sakit yang disebabkan karena stres. Bila subjek
merasa stres, subjek mengatasinya cukup dengan menonton film di
bioskop, terutama film-film baru.
102
Nggak pernah, biasanya sakit kalau musim hujan. Kalau stress biasanya aku nonton bioskop, film-film baru, aku selalu nonton, nanti aku mau nonton Indiana Jones. Kalau banyak film baru aku nonton tiap hari. (WS3. AZ. 1-6)
103
Subjek 4 : Siswi SMK
Hambatan pendengaran yang dimiliki tidak menimbulkan
gangguan yang berarti
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Subjek 4 Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Melakukan penyesuaian diri di sekolah umum dengan baik
Menerima kekurangan dan
percaya diri dengankekurangan dan kelebihan yang
dimiliki
Senang bergaul dengan teman-temannya; kurang
nyaman saat di kelas; puas dengan nilai yang diperoleh
Awalnya malu berteman dan banyak
yang mengejek, sekarang semuanya baik sehingga dapat menjalin relasi dan pergaulan lebih luas
Menyadari kesulitan mengikuti pelajaran
terutama teori; terhambat dalam komunikasi menyebabkan salah
paham dan rasa kecewa; tidak menyalahkan orang
lain atas kekurangan
Kesulitan mengikuti pelajaran terbantu
dengan keterampilan yang diajarkan
Skema 5. Hasil Penelitian Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah
Tinggi) Subjek 4.
104
1. Subjek 4
Dilihat dari akibat gangguan pendengaran ada beberapa hal yang perlu
dilihat antara lain:
a. Egosentrisme
Subjek tidak pernah memikirkan perasaan orang lain, karena
subjek merasa bingung dan takut hal tersebut akan mengganggu
pikirannya.
Nggak pernah kupikirkan. Itu urusan orang lain. Aku bingung kalau memikirkan perasaan mereka, jadi pusing sendiri. (WS4. BK. 1-4)
Saat subjek menjadi bahan pembicaraan orang-orang di sekitarnya
pun subjek merasa tidak peduli dan tidak mau mempermasalahkan.
Menurutnya apa yang dibicarakan orang tentang dirinya hanyalah sisi
buruknya saja, dan subjek tidak mau memikirkannya.
Pernah tapi aku pura-pura tidak tahu saja. Biar saja orang bilang apa, biasanya sih ngomong yang jelek-jelek, jadi tidak usah dimasukkan hati. (WS4. AO. 1-4)
Sejak SMP subjek sudah mampu mengendarai sepeda motor.
Sampai ia menginjak bangku SMA pun, ia menggunakan motor sebagai
sarana transportasi antara rumah dan sekolah. Subjek terlihat cukup berani
mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi dan bahkan ia
sering tidak memperhatikan sekitarnya, ia hanya memperhatikan jalan
yang ada di depannya, yang akan dilaluinya. Ini bisa membahayakan
keselamatan subjek itu sendiri.
Dapat dikatakan subjek cukup berani mengendarai motor dengan kecepatan yang cukup tinggi di jalan yang lalu lintasnya padat. (OS4. 19-22)
105
Perhatian subjek terpusat pada apa yang ada di depannya saja, sekelilingnya kurang diperhatikan oleh subjek. (OS4. 24-26)
Adanya motor sebagai sarana transportasinya, membuat subjek
sering dimintai pertolongan oleh teman-temannya yang ingin pulang
bersamanya tetapi subjek selalu menolak. Subjek merasa bila ia
membantu, ia akan kerepotan karena ia tidak tahu di mana rumah teman-
temannya dan ia juga bingung teman yang mana yang akan diantarkannya.
Teman-teman minta nebeng kalau pulang tapi aku males karena repot, aku bingung harus antar yang mana. Rumahnya juga aku tidak tahu. (WS4. AL. 1-4)
b. Keluasan hidup
Subjek membayangkan bila ia dapat bersekolah di sekolah umum
ia bisa pintar dan berharap akan memiliki masa depan yang lebih cerah
tapi ia takut tidak bisa naik kelas.
Aku membayangkan kalau bisa sekolah di sekolah umum aku bisa pintar, masa depannya lebih cerah tapi aku takut nggak bisa naik kelas. (WS4. G. 1-4)
Cara mengajar guru yang lebih banyak berbicara dan tidak hanya
menulis di papan tulis membuatnya ingin menjadi lebih pintar walaupun
harus membaca bibir guru agar dapat mengerti apa yang dijelaskan oleh
guru.
Pengen lebih pintar, kan di sekolah umum guru banyak bicara, jadi aku baca bibir, kan gurunya nggak hanya menulis di papan tulis. (WS4. D. 1-4)
Keberadaan subjek di tengah keluarga dan masyarakat sekitarnya
cukup membantu subjek dalam berinteraksi dengan orang normal. Ini juga
106
membantu saat ia masuk ke sekolah umum pertama kali, walaupun bila
dengan lawan jenis ia masih merasa malu.
Kehidupan subjek yang selalu berhadapan dengan orang normal membuat subjek terbiasa bergaul dengan orang-orang normal walaupun pada awalnya ketika masuk ke sekolah umum ia masih malu terutama ketika bertemu dengan lawan jenis. (OS4. 41-47)
Subjek memiliki cita-cita ingin membuka salon kecantikan dan
tidak ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Ia
hanya ingin mengambil kursus kecantikan untuk bekal dirinya membuka
salon. Selain ingin membuka usaha sendiri, subjek juga ingin berbagi
pengetahuannya dengan mengajari anak-anak untuk berlatih menjadi
seorang model.
Besok aku nggak kuliah langsung kursus, gantinya PKL jadi bisa langsung kerja, buka salon kecantikan terus aku mau ngajarin anak-anak latihan model. (WS4. BJ. 1-4)
c. Kelekatan
Dalam kehidupannya sehari-hari subjek tidak merasa tergantung
dengan orang lain. Ia bisa melakukan segala sesuatu sendiri. Bila ia ingin
pergi pun tidak harus menunggu orang lain mengantarkan, ia bisa pergi
sendiri.
Aku tidak tergantung dengan orang lain, kalau aku ingin main, ingin pergi, aku bilang ibu, kalau boleh aku biasanya pergi sendiri naik motor. (WS4. BN. 1-4)
Ketika subjek sedang sakit saja ia akan diantarkan dan dijemput
lagi oleh sopir keluarganya.
Diantar sopir ayahku. Kalau aku sedang sakit juga diantar dan dijemput. (WS4. BO. 1-2)
107
Bila memiliki masalah, subjek berusaha untuk menyelesaikannya
sendiri tetapi bila ia tidak mampu melakukannya, ia bertanya pada ibunya
bagaimana sebaiknya yang harus ia lakukan.
Kalau masalah kecil aku bisa selesaikan, tapi kalau tidak, aku tanya sama ibuku bagaimana. (WS4. AX. 1-3)
d. Keasyikan
Subjek merasa lebih senang bila waktu istirahat tiba, ia bisa jajan
dan makan yang banyak supaya tidak pusing saat belajar di kelas. Di kelas,
subjek merasa cepat pusing karena ia menggunakan matanya untuk
menangkap apa yang sedang dikatakan oleh gurunya, supaya ia dapat
memahami materi yang sedang diajarkan.
Istirahat, biar nggak pusing, banyak jajan, banyak makan. Kalau belajar di kelas aku cepat pusing karena mataku harus selalu memperhatikan bibir guru, apa yang dibicarakan jadi cepat pusing. (WS4. BE. 1-5)
Bila melihat temannya sedang membahas sesuatu, subjek merasa
ingin tahu tetapi ia cenderung malas untuk bertanya. Bila ia merasa ingin
tahu, ia akan menanyakan dan bila tidak, ia tidak akan bertanya.
Ya ingin tahu apa yang dibicarakan tapi kadang aku malas tanya-tanya. Kalau lagi mau tanya, aku tanya mereka bicarakan apa, kalau tidak aku diam saja. (WS4. BJ. 1-4)
Subjek sangat senang bermain di salah satu mall di Jogjakarta.
Dalam seminggu, paling sedikit dua kali ia selalu menyempatkan diri
untuk main di mall. Biasanya ia langsung pergi ke mall bersama teman-
temannya setelah pulang dari sekolah sampai sore hari.
108
Ya aku lebih senang main di mal hehehehe.... Dalam seminggu aku paling sedikit dua kali ke mal. Biasanya jalan-jalan, nonton, makan sama teman-temanku. (WS4. BF. 1-5) membuat subjek sering tidak langsung pulang ke rumah tetapi sering main ke Ambarukmo Plaza. Subjek bersama teman-temannya sering bermain sampai sore lalu pulang ke rumah. (OS4. 28-33)
e. Sifat infantil dan primitif
Sejak kecil subjek sudah diajari untuk mengendarai motor. Subjek
membutuhkan proses yang cukup lama sampai ia mahir dan diberi
kepercayaan untuk mengendarai motor. Sebenarnya subjek juga sudah bisa
mengendarai mobil hanya saja ia belum berani untuk mengendarainya di
jalan raya karena terlalu ramai.
Sejak kelas 3 SD aku sudah mulai belajar naik motor, tapi hanya megang stang, aku belajar sama sopirku. Trus kelas 4 aku mulai belajar ngatur gigi sampai kelas 6 aku baru bisa tapi baru bawa motor sendiri sejak SMP. Aku juga bisa nyetir mobil, waktu belajar sampai nabrak-nabrak karena aku nggak bisa ngatur kopling. Tapi aku nggak berani nyetir di jalan raya, rame. (WS4. E. 1-10)
Selama ini subjek hidup berkecukupan, ia diajarkan untuk tidak iri
dengan milik orang lain. Bila ia menginginkan sesuatu, ia akan
mengatakannya kepada orang tuanya dan orang tuanya berusaha untuk
memenuhi keinginan subjek.
Tidak boleh iri, kata ibu kalau ingin sesuatu bilang sama orang tua, kalau baik nanti orang tua usahakan pasti diberi. (WS4. BM. 1-3)
Subjek termasuk anak yang humoris, senang bergaul dan bercanda
dengan teman-temannya.
Senang, kalau ada yang lucu aku tertawa sampai susah berhenti. Hehehe.... (WS4. Z. 1-2)
109
Tak jarang pula subjek merasa sedih dan bahkan sampai menangis
bila tidak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh gurunya.
Kadang ia pun merasa sedih bila memikirkan ketakutannya kalau sampai
ia tidak lulus kelak. Subjek juga sedih melihat ibunya sering memarahinya
dan menyuruh belajar.
Merasa sedih kalau tidak lulus, kalau besok sudah kelas 3. Sedih, ibu jadi marah-marah terus, aku disuruh belajar. (WS4. AB. 1-3) Aku menangis kalau tidak bisa ngerjain soal. (WS4. AC. 1-2)
Pengalaman kegagalan subjek dalam menjalin relasi dengan lawan
jenis pernah membuatnya ingin menangis tetapi malu di depan teman-
temannya sehingga ia menutupi perasaannya dengan pura-pura tertawa.
Hal tersebut juga membuat subjek merasa kesepian karena ia tidak
memiliki teman laki-laki yang bisa diajak main.
Aku pernah ingin menangis karena patah hati tetapi pura-pura tertawa. Malu di depan teman-teman jadi tertawa seperti mereka saja. (WS4. AD. 1-4) Pernah kesepian karena kecewa putus dengan pacarku aku jadi kesepian, tidak punya teman cowok yang bisa diajak main hehehe.... (WS4. BL. 1-4)
Berkaitan dengan kriteria penyesuaian diri yang baik ada beberapa hal
yang dapat dilihat antara lain:
a. Self image
Subjek dapat menerima kondisi dirinya dengan kekurangan yang
ada, yaitu bahwa subjek tidak bisa mendengar. Ia juga bangga bahwa
dibalik kekurangannya, ia masih diberi kelebihan yaitu ia bisa menjadi
110
seorang model. Subjek berharap kelebihannya itu dapat membuatnya
menjadi orang yang sukses. Dari beberapa kontes modeling yang diikuti
subjek dan keberhasilannya menjuarai perlombaan tersebut, cukup
membantu subjek dalam menumbuhkan rasa percaya dirinya.
Iya, aku menerima kalau kekuranganku tidak bisa dengar, tapi aku bisa jadi model. Itu jadi kelebihanku. (WS4. M. 1-3) Senang, bangga semoga bisa jadi model yang sukses. (WS4. N. 1-2) Rasa percaya dirinya pun berkembang sejak ia mengikuti beberapa kontes model dan berhasil menjuarainya. (OS4. 49-51)
Gangguan pendengaran yang dimiliki subjek tidak membuat subjek
merasa malu, hanya saja ia merasa kesal bila ada teman yang mengejeknya
karena kekurangannya tersebut.
Nggak merasa malu tapi aku sebel sama teman-teman kalau mereka mengejek aku karena aku tuli. (WS4. O. 1-3)
Subjek tidak memiliki keinginan untuk bisa mendengar seperti
orang normal lainnya karena ia sudah bisa menerima keadaan dirinya apa
adanya dan ia cukup bahagia. Ia bahkan merasa kalau orang normal saja
justru ingin seperti dirinya yang memiliki kelebihan di bidang modeling.
Tidak ingin bisa dengar, aku sudah bisa menerima keadaanku sekarang dan aku cukup bahagia. Aku juga tidak iri melihat teman bisa dengar. Teman normal ingin seperti aku, bisa model. (WS4. R. 1-5)
Keadaan tersebut membuat subjek tidak merasa minder biarpun ia
harus berada di antara orang normal dan bersaing dengan mereka.
Ia tidak lagi minder ketika berada di antara orang-orang normal bahkan bila bersaing sekalipun. (OS4. 53-56)
111
Hanya saja subjek merasa malu saat pertama masuk ke sekolahnya
yang sekarang dimana terdapat keterampilan menjahit sedangkan subjek
belum pernah belajar menjahit. Keterampilan yang paling dikuasainya
adalah sebagai seorang model yang pernah mengikuti lomba tingkat
nasional dan berhasil menjuarainya. Lama-kelamaan subjek berhasil
belajar menjahit dan sekarang ia sudah bisa menjahit.
Aku malu karena aku belum pernah belajar keterampilan menjahit kayak di sini. Dulu di SLB aku belajar keterampilan boga, salon, latihan model. Tapi aku pernah ikut lomba model nasional di hotel, nggak ada tuna rungu yang ikut, peserta lainnya normal semua. Tapi aku tetap semangat dan aku jadi juara 1, pialaku ada 6. Sekarang aku sudah bisa menjahit. (WS4. F. 1-10)
b. Kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
Keberadaannya di sekolah umum membuat subjek merasa senang
karena ia dapat bergaul bersama teman-teman yang normal dan tidak
hanya bergaul dengan teman yang memiliki kecacatan saja.
Senang bisa bersekolah di sekolah normal, tidak khusus untuk yang cacat saja, sama-sama teman normal lainnya. (WS4. X. 1-3)
Subjek merasa senang menghabiskan waktu dalam
kebersamaannya dengan teman-teman. Bila ia sendirian ia merasa
kesepian dan merasa kurang nyaman. Dengan adanya teman-teman, subjek
merasa terbantu. Ketika ia mengalami kesulitan, ada yang memberikan
bantuan dengan senang hati.
Senang bersama teman-teman, kalau sendiri sepi, tidak enak. (WS4. BC. 1-2) Senang, bila ada kesulitan atau masalah di sekolah ada yang bisa membantu. (WS4. BD. 1-2)
112
Mereka senang membantuku. (WS4. AN. 1)
Walaupun ia merasa cukup senang, terkadang ia merasa bahwa
dirinya tidak tahu apa-apa. Ketika ingin tahu tentang sesuatu, ia harus
mencari tahu dengan selalu bertanya terutama ketika teman-temannya
membicarakan sesuatu. Kalau teman-temannya menertawakan sesuatu,
subjek memilih untuk diam karena ia merasa tidak mengerti apa yang
ditertawakan oleh teman-temannya.
Iya, aku kayak tidak tahu apa-apa. Kalau mau tahu harus selalu bertanya. Kalau tidak bertanya aku tidak tahu apa yang sedang dibicarakan. (WS4. AF. 1-4) Nggak, aku diam saja. Tidak mau ikut-ikutan, karena aku tidak tahu apa yang mereka tertawakan. (WS4. AE. 1-3)
Di dalam kelas subjek merasa lebih tegang dan pusing karena ia
harus benar-benar memperhatikan guru yang sedang mengajar apalagi bila
subjek tidak mengerti mengenai materi pelajaran yang diberikan.
Ya jadi tegang memperhatikan guru. Apalagi kalau tidak mengerti pelajaran. Jadi tambah pusing. (WS4. BG. 1-3)
Meskipun subjek memiliki banyak kesulitan, ia tetap puas dengan
nilai-nilai yang berhasil diperolehnya selama ia bersekolah di sekolah
umum.
Puas dengan nilai-nilai yang cukup. Tapi menjahit lebih baik, 8. peragaan 8, yang lain 6,50; 6,45. pernah ulangan peragaan aku dapat 10. (WS4. Y. 1-4)
c. Aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal
Pertama kali berkenalan dengan teman-temannya yang baru, subjek
merasa malu karena belum mengenal lebih dekat, tetapi lama-kelamaan
113
subjek mulai terbiasa. Perasaan malu yang dimiliki oleh subjek pada awal
masuk ke sekolah umum membuatnya tidak mau berada di antara teman-
temannya. Subjek juga masih merasa malu bila berteman dengan lawan
jenis karena ada ketakutan ia akan diejek.
Malu, aku kalau berkenalan dengan teman-teman yang baru aku malu karena belum kenal dekat. Tapi kalau sudah lama jadi biasa aja. (WS4. T. 1-4) Aku malu bergaul, tidak mau tampil bersama teman-teman. (WS4. L. 1-2) Tidak malu lagi tapi kalau berteman dengan laki-laki aku masih malu, tidak mau ngobrol, nanti dihina. (WS4. U. 1-3)
Awalnya subjek merasa banyak yang mengejek karena ia tidak bisa
mendengar dan subjek merasa terganggu. Saat ini subjek sudah memiliki
hubungan yang lebih baik dengan teman-temannya. Ia juga sudah mengerti
bila ada teman yang mengganggu, itu hanya sekedar gurauan.
Ada beberapa yang sering ganggu aku. Kalau dulu banyak yang ganggu bilang aku tuli, mengejek terus tapi kalau sekarang mengganggunya bercanda, tidak serius. (WS4. AH. 1-5)
Bila ada teman yang masih mengejeknya, subjek memilih untuk
tidak mau berteman. Ini membuat ia dikenal sebagai anak yang sombong.
Sekarang hal tersebut tidak terjadi lagi, teman-teman subjek sudah
berperilaku baik terhadap subjek.
Kalau ada yang nakal begitu aku tidak mau berteman. Jadi aku dulu sering dibilang sombong tapi sekarang teman-teman kebanyakan baik sama aku, tidak mengejek. (WS4. Q. 1-5)
Pertama kali berada di antara teman-teman normal membuat subjek
berusaha agar dapat diterima oleh teman-temannya sehingga bila subjek
114
mengalami kesulitan atau membutuhkan sesuatu, teman-temannya mau
membantu subjek. Ia berusaha untuk menjalin relasi dengan mencoba
berteman, berkenalan, tetap ramah dan selalu tersenyum. Awal ia masuk
sekolah ini subjek merasa dijauhi, merasa sendiri, merasa tidak punya
teman. Ia merasa teman-teman di sekitarnya menganggap dirinya aneh.
Iya bagaimana caranya agar mereka mau menerimaku, kan aku kalau di sekolah butuh sesuatu, teman-temanlah yang akan membantuku. Aku coba berteman, coba kenalan. Berusaha untuk ramah, senyum. (WS4. S. 1-5) Waktu pertama kali masuk aku merasa tidak punya teman, merasa sendiri, kayaknya mereka menjauhiku. Mungkin karena aneh lihat aku baru sebulan sekolah di sekolah normal tapi udah pindah ke sekolah normal lainnya. (WS4. AQ. 1-6)
Akhirnya subjek merasa bahwa kehadirannya diterima oleh teman-
temannya dan mereka cukup senang bercerita dengan subjek walaupun
mengalami kesulitan. Kemampuan subjek ketika bergaya menjadi seorang
model pun membuat para guru senang.
Teman-temanku senang dengan kehadiranku, mereka senang ngobrol dengan aku walaupun susah. Guru-guru juga senang kalau ada aku, apalagi kalau aku sedang praktek model, mereka senang melihatku. (WS4. AG. 1-6)
Pergaulan subjek menjadi lebih luas karena subjek senang
memiliki banyak teman. Ia terlihat cukup akrab, baik dengan teman
perempuan ataupun dengan teman laki-laki. Tidak hanya di sekolah, di
rumah pun subjek terlihat cukup dekat dengan anggota keluarga dan juga
karyawan yang bekerja di rumahnya.
Iya, banyak karena aku suka punya banyak teman. Pergaulan jadi luas. (WS4. AJ. 1-2)
115
Di sekolah subjek terlihat cukup akrab dengan teman-temannya baik perempuan maupun laki-laki. (OS4. 34-36) Subjek terlihat sangat dekat dengan keluarganya bahkan dengan beberapa karyawan yang bekerja di rumahnya. (OS4. 11-14)
Hubungannya dengan para guru terlihat biasa saja, tidak terlalu
dekat. Guru yang mengajar subjek pun tidak merasa kesulitan mengajar
subjek dan cukup senang dengan hasil atau nilai-nilai yang diperoleh
subjek selama ini.
Ya…biasa aja. Tidak terlalu dekat dengan guru. (WS4. AK. 1-2) Guru-gurunya juga cukup senang dengan sifat dan sikap subjek karena dari nilai-nilai yang ia perolehpun tidak mengecewakan. (OS4. 37-40)
d. Persepsi akurat terhadap realitas, realistis dan objektif, dan efisiensi
kerja
Sebelum masuk ke SMK, subjek bersekolah di sebuah SMA.
Namun, karena merasa pelajaran yang diberikan terlalu berat dan merasa
kesulitan mengikutinya, subjek memilih untuk pindah ke sekolahnya yang
sekarang.
Iya bisa aja, aku pengen masuk sekolah umum. Dulu waktu mau daftar sekolah aku pengennya masuk Muhammadiyah, ikut tes di SMA Muhammadiyah 4, trus ketrima sekarang udah pindah karena aku nggak betah belajar terus, pasti pusing. Dulu aku pengen pindah SMK Muhammadiyah tapi sudah penuh. Akhirnya di SMK BOPKRI. (WS4. A. 1-9)
Ia pernah merasa takut ketika hendak berangkat ke sekolah karena
belum terbiasa dengan situasi dan kondisi di sekolah umum, tetapi
sekarang subjek sudah berhasil mengatasinya.
116
Waktu dulu aku masih takut berangkat sekolah namun sekarang tidak takut, berani, ok! (WS4. W. 1-3)
Di kelas, subjek merasa kesulitan untuk menangkap apa yang
diterangkan oleh guru. Bagi subjek, guru menerangkan terlalu cepat.
Subjek kadang bisa mengerti apa yang dijelaskan oleh guru tetapi kadang
ia tidak dapat memahami. Bila ia tidak mengerti, subjek berusaha mencari
tahu dengan bertanya kepada teman-temannya.
Aku nggak bisa ngerti jelas. Guru bicara cepat, jadi sering tidak tahu maksudnya. Kalau aku tidak bisa mengerti, aku tanya sama temen. Teman yang pelan-pelan jelaskan. (WS4. AS. 1-5) Aku tidak mengerti, guru mengajar ngomong kecepatan saya tidak jelas, biar teman-teman mau bantuin saya. (WS4. V. 1-3)
Subjek selalu berusaha untuk tidak melanggar aturan yang ada
karena ia takut dihukum oleh guru. Namun, ia pernah mencontek sewaktu
ulangan karena subjek merasa kesulitan dan tidak bisa menjawab soal
yang diberikan.
Nggak pernah melanggar aturan, karena aku takut dihukum sama guru. (WS4. AR. 1-2) Pernah tanya sama teman, karena sulit aku tidak bisa menjawab. (WS4. AU. 1-2)
Dalam berkomunikasi sering terjadi kesalahpahaman antara subjek
dengan lawan bicaranya yang orang normal. Hal ini bisa dikarenakan
subjek yang tidak jelas dalam mengutarakan maksudnya dan bisa juga
karena lawan bicara yang terlalu cepat berbicara atau tidak jelas.
Pasti pernah, apa yang aku maksud kadang orang tidak mengerti. Kadang aku tidak mengerti juga apa yang orang bicarakan kalau bicara tidak jelas atau terlalu cepat. (WS4. AV. 1-5)
117
Situasi tersebut kadang membuat subjek merasa kecewa tetapi ia
menyadari bahwa kesulitan dalam berkomunikasi terjadi bisa disebabkan
karena dirinya yang tidak jelas berbicara atau bahasa yang digunakan
subjek sedikit berbeda.
Kecewa kalau orang tidak mengerti maksudku. Aku sudah coba jelaskan tapi mungkin bahasaku aneh ya?! Jadi orang kadang tidak mengerti apa yang aku ucapkan karena mungkin aku tidak jelas berbicara. (WS4. AW. 1-6)
Subjek tidak pernah berpikir bahwa kekurangan yang ada pada
dirinya merupakan kesalahan dari orang lain.
Aku nggak pernah pikir salahkan orang lain. (WS4. P. 1-2)
Keadaan dirinya juga tidak membuat subjek bisa diperlakukan
seenaknya. Bila disuruh melakukan sesuatu ia akan berpikir terlebih
dahulu apakah hal tersebut baik atau tidak. Kalau baik akan diikuti dan
kalau tidak baik, subjek tidak akan mengikuti.
Lihat dulu aku disuruh melakukan apa, kalau baik aku ikuti, kalau tidak aku tidak mau. (WS4. BA. 1-3)
e. Pembelajaran pada pengalaman masa lalu dan situasi baru, serta
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Bagi subjek, mengenyam pendidikan di sekolah umum bukanlah
sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan. Masalah utama yang
dihadapinya adalah kesulitan dalam mengikuti beberapa mata pelajaran
yang diajarkan, seperti Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
dan Matematika. Pada mata pelajaran yang lain, subjek masih dapat
mengejar ketertinggalannya. Orang tua subjek mendukung subjek untuk
118
terus dapat mengenyam pendidikan sampai ia lulus padahal subjek merasa
takut ia tidak bisa naik kelas.
Aku baru pertama kali masuk sekolah umum, kesulitan di Bahasa Jawa. Punya kesulitan juga di pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Kalau yang aku bisa pelajaran menjahit, PPKn, IPS tapi juga masih ada sedikit kesulitannya. Orang tuaku bilang aku harus sekolah sampai lulus, tapi aku sedih kepikiran takut terus, takut nggak bisa naik kelas, tapi sekarang sudah nggak papa, aku minta doa ya. (WS4. I. 1-11)
Banyaknya keterampilan yang diajarkan di sekolah membuat
subjek terbantu sehingga ia tidak begitu berat dalam menyesuaikan dengan
banyaknya pelajaran-pelajaran yang bersifat teori. Bahkan di sekolah
umum subjek sebelumnya ada mata pelajaran Bahasa Arab yang tentu saja
hal ini sangat sulit untuk diikuti oleh subjek.
Teorinya banyak, apalagi ada pelajaran Bahasa Arab, sangat sulit. Kalau di SMK kan banyak keterampilan kayak di SLB jadi tidak berat sekali. Tidak ada Bahasa Arab, ada Bahasa Jawa, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. (WS4. C. 1-6)
Perasaan senang yang dimiliki subjek saat pertama masuk ke
sekolah umum, semakin lama semakin berubah menjadi perasaan takut
menjelang ulangan umum. Ia takut nilainya menjadi jelek dan ternyata
nilai yang berhasil diperoleh subjek tidak mengecewakan.
Waktu pertama kali masuk sekolah umum aku merasa senang, lama-lama menjelang ulangan umum THB aku jadi takut nanti nilaiku turun. Tapi ternyata hasilnya lumayan di rapotku aku juara 10, teman-teman ada yang turun 12 peringkat. Dulu di SLB kan aku juara 2 jadi masih lumayanlah aku masih bisa jadi juara 10. (WS4. H. 1-5)
Hubungan subjek dengan teman-temannya sedikit terhambat
masalah komunikasi. Subjek menyadari bahwa dirinya tidak dapat
berbicara apalagi dengan jelas. Ia merasa bingung ketika bertemu dengan
119
temannya dan ingin memanggilnya. Ia harus menyentuh orang yang ingin
diajaknya berbicara begitu juga sebaliknya. Masalah komunikasi ini juga
membuat subjek kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan guru.
Sedikit terhambat karena komunikasi. Aku kan ngomongnya tidak jelas, kadang harus ditulis, jadi beda aja. Kalau bertemu teman aku hanya bisa senyum atau melambaikan tangan. Kalau mau memanggil orang juga susah, kadang aku harus menepuk orang itu dulu, baru mengajak bicara. (WS4. AI. 1-8)
Iya aku susah ngobrol dengan teman-teman, susah mengerti apa kata guru. (WS4. K. 1-2)
Untuk mengatasi masalah pelajaran karena komunikasi yang sulit
saat guru menerangkan, subjek berusaha mengatasinya dengan rajin
bertanya kepada teman apa yang tidak ia mengerti, lalu mempelajarinya
kembali di rumah. Bila ia tidak mengerti juga, ia akan bertanya pada ayah
atau ibunya. Di kelas, subjek juga meminta gurunya untuk mengulangi
materi yang tidak ia mengerti.
Masalahku kesulitan pelajaran, komunikasi sulit terutama saat guru mengajar. (WS4. BB. 1-3)
Rajin bertanya dengan teman apa yang tidak mengerti, belajar sendiri di rumah kalau tidak mengerti tanya sama ayah atau ibu. (WS4. AT. 1-4)
Aku minta tolong ulangi penjelasan guru yang aku tidak mengerti. (WS4. AM. 1-2)
Oleh karena itu, subjek berusaha untuk menjaga hubungan dengan
teman-temannya sebaik mungkin dan tidak pernah bertengkar agar ia tidak
dibenci oleh teman-temannya. Ia berpendapat kalau memang terjadi
pertengkaran, kedua belah pihak harus berbaikan lagi agar hubungan yang
sudah terjalin tidak rusak.
120
Nggak pernah bertengkar. Aku selalu berusaha bersikap baik dengan teman-temanku biar mereka tidak membenciku. (WS4. AP. 1-3)
Tapi kalau memang bertengkar harus berbaikan lagi agar hubungan tidak rusak. (WS4. AZ. 1-3)
Subjek merasa takut bila dimarahi oleh guru sehingga ia selalu
berusaha untuk tidak berbuat salah supaya tidak dihukum. Bila ia
melakukan kesalahan, ia berusaha tidak melakukan kesalahan yang sama
dengan belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Tidak pernah dimarahi. Aku takut kalau dimarahi jadi berusaha tidak berbuat salah biar tidak dihukum. (WS4. BI. 1-3) Aku mencoba untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. (WS4. AY. 1-3)
121
Subjek
Memiliki hambatan dalam komunikasi karena tidak bisa
mendengar (tuli total)
Dituntut untuk melakukan penyesuaian diri di sekolah umum, dimana ia harus berinteraksi dengan
orang normal dan mengikuti pelajaran tanpa menggunakan bahasa isyarat
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Individu Tuna Rungu Mampu
Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Tidak Memiliki Hambatan yang Berarti dalam
Penyesuaian Diri
Memiliki Sedikit Hambatan dalam Penyesuaian Diri
• Kurang memiliki kepercayaan diri sehingga menjadi individu yang pendiam dan pemalu (S2)
• Merasa kurang puas dan kurang nyaman dengan kondisinya (S2)
• Tidak berani untuk aktif di kelas ataupun dalam tugas kelompok (S2)
• Relasi dengan orang lain kurang terjalin terutama dengan lawan jenis karena ia menutup diri (S2)
• Kurang memiliki rasa ingin tahu tentang informasi baru (S2)
• Memiliki kepercayaan diri yang besar dan menerima kekurangan yang dimiliki (S1 dan S4)
• Merasa nyaman ketika berada di lingkungannya walaupun awalnya kesulitan dalam menyesuaikan diri (S1)
• Dapat belajar pada pengalaman sebelumnya dan bisa mengatasi kesulitan berkomunikasi, bergaul dan dalam pelajaran (S1, S3 dan S4)
• Terbiasa dengan sistem pengajaran di sekolah umum (S3)
• Senang dapat bergaul dengan teman baru (S1 dan S4) • Menjalin relasi dengan mencoba berkomunikasi dengan orang
normal walaupun ada keterbatasan komunikasi (S1 dan S3) • Dapat menyadari kemampuan yang ia miliki dan apa yang
dilakukan untuk mengatasi keterbatasannya (S1, S3 dan S4) • Memiliki rasa ingin tahu pada hal-hal penting dan informasi
baru (S1 dan S3)
Skema 6. Hasil Penelitian Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam Melanjutkan
Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah Menengah ataupun Sekolah Tinggi).
122
Tabel 6: Ringkasan Analisis Hasil Penelitian
Keterangan Aspek Indikator Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Persamaan Perbedaan
Usia 24 tahun 17 tahun 23 tahun 17 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan
Kategori Ketulian Tuli total Tuli total Tuli total Tuli total
Pendidikan S1 SMK S1 SMK
Data demografi
subjek
Awal mula bersekolah di
sekolah umum SMP SMK SMP SMK
A. Akibat dari gangguan pendengar
an yang muncul
pada subjek
A1. Egosentrisme
• Bila punya keinginan, berusaha keras agar terwujud
• Tidak pernah
memikirkan apa yang dirasakan orang lain
• Memiliki rasa
ingin tahu berkaitan dengan informasi penting atau
• Ingin mencoba hal baru, yang menantang
• Merasa ingin
tahu • Iri dengan
kemampuan mendengar yang dimiliki orang lain
• Tidak segan-
segan untuk marah ketika
• Tidak memikirkan perasaan orang lain
• Tidak peduli
ketika dibicarakan orang lain
• Berani
mengendarai motor tetapi tidak memperhatikan sekitarnya
• Egosentrisme yang muncul masih dalam batas wajar dan tidak ada yang berlebihan pada subjek 1, 3 dan 4
• Subjek 1 dan
3 memiliki rasa iri dengan orang
pengetahuan baru
• Iri dengan teman
normal
merasa dibohongi
• Kesal bila ada
teman yang tidak mau membantunya
• Menolak mengantar temannya
normal • Subjek 1 dan
4 sama-sama tidak pernah memikirkan perasaan orang lain
• Subjek 1 dan
3 sama-sama punya rasa ingin tahu berkaitan dengan hal-hal baru
A2. Keluasan
hidup
• Ingin memperluas pergaulan
• Punya
kesempatan berkembang dan mengalahkan prestasi teman normal
• Awalnya takut tidak bisa mengikuti pelajaran
• Akhirnya dapat
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
• Ingin bergaul
dengan orang normal
• Merasa tidak
bisa mandiri
• Ingin pintar, punya masa depan yang cerah
• Berada di tengah
keluarga membantunya untuk berinteraksi dengan orang normal
• Punya cita-cita
dan keinginan untuk berbagi
• Cara pandang pada kehidupan yang lebih luas membuat mereka lebih berkembang dan tidak mengalami ketakutan akan keluasan hidup
• Bersekolah di sekolah umum membuat subjek 1 merasa memperoleh kesempatan untuk berkembang dan mengalahkan prestasi teman normal
• Sedangkan
subjek 3
selama di SLB
ilmu
• Subjek 1 dan 3 memiliki keinginan untuk memperluas pergaulan, tidak hanya bergaul dengan sesama tuna rungu saja
merasa bahwa di sekolah khusus ia tidak bisa mandiri sehingga ia memilih sekolah umum
• Subjek 4 ingin
pintar dan memiliki masa depan yang cerah
A3. Kelekatan
• Tidak meminta bantuan pada orang lain
• Tidak pernah
takut untuk mencoba
• Berusaha untuk
menyelesaikan sendiri
• Terbantu dengan
adanya dosen pembimbing akademik
• Meminta bantuan terutama dengan teman dekat
• Punya kedekatan
dengan teman • Memilih berada
bersama teman-teman daripada sendiri
• Selalu diantar
jemput oleh saudaranya
• Saat sendiri,
• Dapat menyelesaikan masalahnya sendiri
• Kadang ragu-
ragu • Kadang butuh
teman • Menyadari
keterbatasannya dan ketergantungannya dengan orang lain
• Tidak merasa tergantung dengan orang lain
• Hanya saat sakit
ia tergantung dengan orang lain
• Berusaha
mengatasi masalah sendiri
• Subjek tidak menunjukkan kelekatan yang berlebihan pada orang lain, seperti pada subjek 1, 3 dan 4
• Subjek 1 dan
4 tidak memiliki ketergantungan dan kelekatan yang berlebihan
• Subjek 2 memiliki kelekatan dengan orang lain, kurang bisa melakukan segala sesuatu sendiri
• Subjek 3
mengakui bahwa terkadang dirinya membutuhkan orang lain
muncul rasa takut
• Kesepian bila di rumah sendiri, lebih senang dekat dengan teman-teman
dengan orang lain
A4. Keasyikan
• Mengisi waktu dengan beraktifitas
• Lebih senang
belajar sendiri • Tahu kapan
saatnya bercanda/ bergurau
• Sikapnya
menyenangkan
• Memilih istirahat karena ia bisa jajan dan tidak harus memperhatikan guru
• Malas bertanya
walaupun merasa ingin tahu
• Senang, punya
keasyikan saat bermain di mall
• Subjek tidak diliputi keasyikan yang membuat mereka hidup dalam dunia mereka sendiri
• Subjek 1 memiliki keasyikan untuk melakukan aktivitas utama yaitu belajar
• Subjek 4
memiliki keasyikan untuk bersenang-senang
A5. Sifat infantil dan primitif
• Dapat mengendalikan perasaan
• Lebih emosional
saat bersama teman tuna rungu
• Tidak iri dengan
• Bila sedih ia menangis di kamar
• Kesedihannya
tidak diperlihatkan
• Kemarahannya
muncul bila ia
• Menceritakan apa yang dirasakan dan dialami pada ibunya
• Ia lebih senang
menyembunyikan perasaannya di depan teman-
• Butuh proses cukup lama untuk belajar mengendarai motor
• Meminta apa
yang diinginkan pada orang tuanya
• Tidak terdapat sifat infantil dan primitif
• Subjek 1, 2,
dan 3 berusaha untuk selalu dapat
• Subjek 3 merasa iri dengan milik orang lain sedangkan subjek 1 tidak merasa iri
milik orang lain (materi)
diganggu atau diejek
temannya • Marah bila
diejek dan rasa ingin tahunya tidak terpenuhi
• Surat-menyurat
untuk menceritakan pengalaman dan perasaannya
• Iri atas milik
orang lain • Punya
pengalaman berpacaran
• Humoris, senang
bergaul • Menangis bila
tidak bisa mengerjakan soal
• Sedih bila
disuruh belajar
mengendalikan perasaan di depan orang lain
B. Kriteria
penyesuaian diri yang
terpenuhi oleh
subjek
B1. Self image
• Mampu menerima kondisi dirinya
• Percaya diri dan
tidak minder atas kekurangan
• Bangga dengan
apa yang dimilikinya
• Bersyukur masih diberi tubuh yang lengkap
• Ia menjadi
pemalu karena ia takut suaranya jelek saat ia berusaha berbicara
• Merasa malu dengan kekurangannya
• Sedikit terpaksa
menerima kekurangannya
• Pernah merasa
sedih dan frustasi atas
• Menerima kekurangan dan tidak merasa malu
• Senang punya
kelebihan menjadi model yang membuatnya lebih percaya
• Subjek 1 dan 4 memiliki self image positif dengan menerima kekurangan yang mereka miliki dan bangga dengan
• Subjek 3 merasa malu dengan kekurangannya dan sedikit terpaksa menerima kekurangannya tersebut
• Walaupun
termasuk kelebihannya
• Berhasil di
sekolah umum karena percaya bahwa dirinya mampu
• Malu dan takut bertemu lawan jenis
kekurangan • Punya kelebihan
bisa bermain basket dan pintar berhitung
diri • Tidak ingin bisa
mendengar • Tidak minder
bersaing dengan orang normal
• Malu saat ia
belum bisa menjahit
kelebihan mereka sehingga membuat mereka lebih percaya diri
bersyukur atas kondisi fisiknya, subjek 2 merasa malu dengan suara yang dimilikinya
B2. Kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
• Awalnya cemas dan khawatir berada di sekolah umum
• Merasa
kesulitan menyesuaikan diri
• Tidak peduli
dengan apa yang dikatakan dan dipikirkan orang lain
• Tidak lagi
merasa cemas
• Kurang puas dengan kondisi sekolah karena tidak seperti yang ia bayangkan
• Nilai-nilai yang
diperoleh memuaskan
• Merasa tertekan
saat menghadapi ujian
• Diam saat
dirinya dianggap sombong oleh
• Merasa puas di sekolah umum dan bisa sampai kuliah
• Puas dengan
nilai yang diperoleh
• Terbiasa dengan
sistem pengajaran di sekolah umum
• Awalnya merasa
tertekan di sekolah umum karena ia harus
• Senang bergaul dengan teman normal
• Senang berada
bersama teman-teman karena ada yang membantunya
• Kadang merasa
tidak tahu apa-apa
• Tegang saat
belajar di kelas • Puas dengan
• Secara umum semua subjek terlihat memiliki kenyamanan psikologis dan tidak mengalami gangguan kesehatan
• Subjek 1 dan
4 merasa nyaman dapat bergaul
• Subjek 2 hanya kurang nyaman dengan kondisi sekolahnya
dan takut • Senang dapat
bergaul dengan teman baru
teman-temannya • Menerima
semua perkataan orang lain tentang dirinya
lebih serius • Merasa tegang di
kelas sehingga lebih senang waktu istirahat
nilai yang diperoleh
dengan teman baru
• Semua
subjek merasa puas dengan nilai yang diperoleh
• Subjek 1 dan
3 sudah terbiasa dengan sistem pengajaran di sekolah umum
B3. Aseptabilitas
sosial/ hubungan
interpersonal
• Berusaha menyesuaikan diri dengan mencoba berkomunikasi
• Harus sering
berlatih berkomunikasi dengan orang normal
• Merasa diterima
• Awalnya subjek menutup diri dengan teman-teman barunya
• Sifatnya yang
pendiam dan pemalu membuatnya kurang akrab dengan teman sekelasnya
• Cukup senang bergurau dengan teman-teman
• Hubungan
subjek dengan teman-temannya cukup baik dimana mereka saling membantu
• Awalnya merasa
• Awalnya malu berteman, lama-lama jadi terbiasa
• Awalnya banyak
yang mengejek, sekarang teman-temannya memperlakukannya dengan baik
• Bila ada yang
• Semua subjek awalnya merasa kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri dan diterima di lingkungannya tetapi lama-kelamaan
• Relasi dengan orang normal membuat subjek 1 merasa lebih dapat mengendalikan emosinya
• Subjek 2
menghindari relasi dengan lawan jenis
oleh lingkungan karena dirinya pintar
• Relasi dengan
teman normal membuat dirinya lebih dapat mengendalikan emosi
• Merasa sangat
terbantu oleh teman sebangku
• Merasa rendah
diri bergaul dengan lawan jenis, lama-kelamaan menjadi terbiasa
• Subjek harus lebih bersabar saat berkomunikasi dengan teman normal
• Teman-
temannya tidak menolak kondisi dan keberadaan subjek
• Lebih menjaga
jarak dengan lawan jenis karena tidak terbiasa bergaul dengan lawan jenis
• Tidak pernah
bertengkar
rendah diri terutama pada lawan jenis
• Ingin diterima
lingkungan sehingga berusaha ramah, rajin bergaul, dan akrab dengan teman-temannya
• Terhambat
dengan masalah komunikasi tapi dapat diatasi dengan banyak bergaul
• Hubungan
dengan pengajar kurang dekat
• Merasa adanya
keterbatasan pada dirinya membuat orang lain menjaga jarak dan malas menjalin relasi
mengejek, ia tidak mau berteman
• Berusaha untuk
menjalin relasi agar diterima
• Sudah merasa
diterima lingkungannya
• Pergaulannya
lebih luas termasuk dengan lawan jenis
mereka dapat merasa diterima oleh lingkungannya
• Agar dapat
diterima semua subjek melakukan usaha dalam menjalin relasi
• Subjek 3
merasa orang lain menjaga jarak dengannya karena ia memiliki keterbatasan
• Subjek 4 tidak
mau berteman dengan orang yang mengejeknya
B4. Persepsi akurat
terhadap realitas,
realistis dan objektif, dan efisiensi kerja
• Menyadari dirinya tidak berminat di bidang keterampilan
• Mengerti bahwa
tidak semua sekolah umum mau menerima siswa dengan gangguan pendengaran
• Lebih fokus
pada hal-hal yang menguntungkan dirinya misalnya, berkaitan dengan informasi baru yang ingin diketahuinya
• Dengan
keterbatasannya subjek menyadari bahwa ia harus
• Tidak pernah menyalahkan orang lain atas kekurangannya
• Pernah merasa
iri dengan saudara dari pihak ibunya yang tidak memiliki gangguan pendengaran
• Menyadari
bahwa tidak semua orang memahami apa yang ia katakan
• Kesulitan
komunikasi kadang membuat subjek salah persepsi
• Memahami
kondisi ekonomi keluarganya
• Berusaha
• Subjek pernah menyalahkan orang tuanya karena kekurangannya
• Merasa iri
dengan saudara yang lain
• Memiliki
masalah keterbatasan komunikasi
• Sering terjadi
kesalahan penafsiran karena lawan bicaranya terlalu cepat berbicara
• Kadang tidak
dapat mengerti gurauan temannya
• Tidak langsung
percaya bila disuruh melakukan
• Tidak menyalahkan orang lain atas kekurangan
• Tahu batas
kemampuannya dalam pelajaran teori sehingga memutuskan pindah sekolah
• Kesulitan
menangkap pelajaran yang diberikan
• Awalnya takut
ke sekolah karena belum terbiasa
• Berusaha tidak
melanggar aturan
• Sering
mengalami kesalahpahaman
• Kecewa bila
• Semua subjek mampu melihat realita dan kenyataan hidup yang dialami
• Subjek 2 dan
4 tidak pernah menyalahkan orang lain atas kekurangannya
• Subjek 2 dan
3 pernah merasa iri dengan saudara yang lain yang tidak memiliki gangguan pendengaran
• Miskomunik
asi sering
• Subjek 1 memahami bahwa dirinya tidak berminat di bidang keterampilan
• Subjek 4
menyadari ia tidak mampu mengikuti pelajaran di SMA dan memutuskan pindah ke SMK
lebih aktif untuk mencari informasi
• Hambatan
komunikasi tersebut disadari sebagai hal yang dapat mengakibatkan kesalahan penafsiran
menabung sendiri
sesuatu • Penggunaan
media visual oleh pengajar membuat subjek merasa terbantu dalam memahami materi yang disampaikan
• Subjek tidak
membutuhkan guru pendamping
• Termasuk anak
yang penurut
terhambat dalam berkomunikasi
• Bisa berpikir
sebelum melakukan sesuatu yang diperintahkan orang lain
terjadi karena kesulitan komunikasi pada semua subjek
B5. Pembelajaran
pada pengalaman
masa lalu dan situasi baru,
serta kemampuan
mengatasi stres dan kecemasan
• Di sekolah khusus subjek merasa pengetahuan yang ia peroleh lebih lambat dan sempit
• Belum terbiasa
dengan situasi di sekolah umum
• Awalnya merasa stres dan cemas
• Tidak bisa
mengerti apa yang dikatakan guru karena guru menerangkan secara lisan
• Mengira sekolah umum sama dengan sekolah khusus
• Kesulitan saat
guru menerangkan pelajaran
• Awalnya merasa
• Kesulitan mengikuti pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia
• Terbantu dengan
keterampilan
• Semua subjek mampu menghadapi situasi baru dan belajar dari pengalaman masa lalu juga dapat mengatasi
• Subjek 1 merasa di sekolah khusus ia memperoleh pengetahuan lambat dan sempit. Dengan kesulitan yang dihadapi ia berusaha untuk
sehingga harus menyesuaikan diri
• Pernah merasa
minder dalam bergaul
• Bila melakukan
kesalahan harus diperbaiki terutama saat mengerjakan tugas
• Mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi dan bergaul
• Mengalami
kesulitan dalam pelajaran ini membuatnya merasa rendah diri dan subjek mengatasinya dengan tekun belajar
• Sering
ketinggalan
• Berusaha mengatasinya dengan lebih memperhatikan saat guru berbicara
• Sering
ketinggalan pelajaran yaitu Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa dan membuatnya pusing karena guru mengajar terlalu cepat
• Berusaha
mengatasi dengan bertanya atau meminjam catatan teman dan mengulanginya di rumah
• Tidak berani
untuk aktif di kelas
takut dan cemas bahkan ingin mengundurkan diri
• Awalnya juga
subjek merasa rendah diri dan tidak percaya diri
• Untuk mengatasi
masalah komunikasi, ketika pertama kali berkenalan, ia langsung memperkenalkan diri sebagai tuna rungu
• Kesulitan
komunikasi membuatnya rendah diri dalam proses belajar mengajar
• Ketidakmampua
nnya dalam mengikuti pelajaran
yang diajarkan • Awalnya merasa
senang tetapi semakin mendekati ujian ia menjadi takut
• Hubungan
dengan teman terhambat karena komunikasi
• Berusaha
menjaga hubungan baik dengan teman
• Takut dimarahi
guru
stres dan kecemasan yang dialami
• Kesulitan
mengikuti pelajaran terutama yang berkaitan dengan bahasa
dapat mengatasinya
• Subjek 2 lebih
sering diam untuk menghindari masalah
pelajaran sehingga ia harus belajar sendiri
• Ada ketakutan ketika harus sendirian misalnya ketika belum dijemput
• Dalam tugas
kelompok, subjek tidak aktif
• Tidak pernah
mendapat masalah di sekolah
• Diam untuk
menghindari masalah dan hukuman
kadang membuat subjek merasa takut
• Meminjam
catatan dan fotocopy untuk mengatasi ketertinggalannya
• Mengatasi stres
dengan menonton film di bioskop
• Terbebani untuk
segera menyelesaikan kuliah dan takut mengecewakan orang tuanya
D. Pembahasan
1. Keterbatasan Individu dengan Gangguan Pendengaran
Ketidakmampuan individu untuk mendengar, mempengaruhi
perkembangan bicara dan bahasa yang dimilikinya. Menurut Leahy (2001), bicara
merupakan salah satu cara untuk berkomunikasi dengan orang lain yang bertujuan
untuk mengungkapkan, memberitahukan, mengisyaratkan apa yang seseorang
rasakan dan pikirkan tentang suatu hal dengan cara mengeluarkan suara yang
dihasilkan oleh pangkal tenggorokan dan mulut. Seseorang mulai belajar
berbicara sejak bayi setelah masa meraban dengan mengoceh, menirukan apa
yang dikatakan orang di sekitarnya, mengimitasi suara atau kata baru (Paul dan
Quigley, 1993). Semakin sering ia mendengar sebuah kata, maka semakin cepat
pula ia dapat menirukan kata tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada
individu yang sudah terlahir dalam kondisi tidak dapat mendengar. Individu
tersebut tidak dapat menirukan kata sehingga menghambat perkembangan bicara
dan bahasanya.
Berkaitan dengan intelegensinya, Somantri (2006) mengatakan bahwa
individu tuna rungu memiliki kemampuan yang sama dengan anak normal lainnya
walaupun terlihat lebih lambat ketika harus belajar memahami sesuatu. Hanya saja
ia terhambat pada hal-hal yang bersifat verbal dan lebih berkembang pada hal-hal
yang bersifat motorik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya individu-individu tuna
rungu yang memiliki keterampilan-keterampilan khusus, misalnya menjahit.
124
Kurangnya pemahaman terhadap bahasa seringkali membuat individu
dengan gangguan pendengaran menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan
membuatnya tertekan secara emosi. Mereka cenderung untuk bersikap menutup
diri, bertindak agresif atau sebaliknya bimbang dan penuh keraguan. Kesulitan
berkomunikasi yang mereka alami menghambat perkembangan sosialnya yang
berakibat pada munculnya kecemasan, kebingungan dan ketakutan,
kecenderungan menyendiri dan bersifat egosentris.
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat secara umum bahwa akibat yang
ditimbulkan dari adanya gangguan pendengaran yang diungkapkan oleh Uden
(1982) tidak muncul pada diri subjek. Sifat-sifat yang muncul justru sifat-sifat
positif dan masih dalam batas wajar, seperti yang berkaitan dengan egosentrisme,
cara pandang terhadap hidup yang lebih luas, kelekatan pada orang lain pun
terlihat wajar walaupun pada salah satu subjek terlihat agak berlebihan, juga
mengenai keasyikan yang dimiliki cukup masuk akal karena mereka tidak
memiliki suatu kegiatan yang hanya bisa dinikmati oleh dirinya sendiri, serta sifat
infantil dan primitif tidak begitu terlihat. Mereka dapat mengendalikan perasaan,
emosi dan pemikiran seperti layaknya orang normal.
Subjek 1, 3 dan 4 tidak menunjukkan sikap yang dikategorikan sebagai
akibat dari gangguan pendengaran yang mereka alami. Mereka tidak
memperlihatkan sikap egosentrisme yang besar, bahkan pada subjek 2 sikap ini
tidak terungkap. Ketiga subjek tersebut juga tidak mengalami ketakutan akan
keluasan hidup, mereka cukup berani untuk menatap masa depan dengan lebih
optimis. Kelekatan yang berlebihan hanya muncul pada subjek 2 dimana sikap ini
125
yang paling banyak terungkap pada subjek 2. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ketiga subjek yang lainnya justru memiliki kemandirian dalam kehidupan
sehari-harinya. Keempat subjek juga tidak diliputi keasyikan. Kegiatan yang
mereka lakukan sama dengan orang normal dimana ada saatnya mereka belajar
dengan serius, bermain dan bersenang-senang. Mereka juga berkembang sesuai
dengan perkembangan usia mereka. Tidak ada yang menunjukkan sifat infantil
dan primitif.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
Widiyanto (2007) yang menunjukkan bahwa individu tuna rungu belum tentu
memiliki kepribadian yang menjurus ke arah negatif seperti yang diungkapkan
oleh Sanders (dalam Widiyanto, 2007). Widiyanto berhasil mengungkap bahwa
ternyata persepsi masyarakat selama ini mengenai sikap individu tuna rungu tidak
selalu tepat. Dari 10 objek sikap yang dilihat, ternyata individu tuna rungu
umumnya memiliki 7 sikap positif yaitu, tidak menarik diri (withdrawal),
memiliki kepercayaan diri yang positif (self appraisal), tidak bertindak yang
menunjukkan rasa depresi (depression), dapat menikmati kenyamanan hidup
(tension), terbuka terhadap program rehabilitasi, pembelajaran dan pelatihan
(reaction to rehabilitation), tidak merasa khawatir atas pekerjaan yang dilakukan
(job worry), serta mampu bereaksi secara wajar (eccentric reaction).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya gangguan
pendengaran yang dialami oleh subjek tidak mempengaruhi karakteristik
kepribadian mereka ke arah yang negatif. Mereka dapat hidup dengan sifat dan
sikap seperti yang dimiliki oleh orang normal.
126
2. Efektifitas Penyesuaian Diri Individu dengan Gangguan Pendengaran
Haber dan Runyon (1984) serta Schneider (1964) mengatakan bahwa
efektifitas penyesuaian diri dapat dilihat dari beberapa faktor, antara lain:
a. Memiliki self image yang positif
Self image yang positif menunjukkan bahwa seseorang memiliki
penilaian positif pada dirinya. Haber dan Runyon (1984) menunjukkan
bahwa dengan memiliki nilai positif pada diri seseorang akan membantu
orang tersebut untuk berkembang. Bila yang ditemukan adalah hal-hal
yang kurang menyenangkan, individu tersebut juga harus dapat
mengubahnya menjadi lebih baik sehingga penilaian terhadap dirinya
benar-benar positif. Penilaian yang positif akan membuat seseorang lebih
percaya diri. Selain dengan menilai positif terhadap dirinya, ia juga harus
dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada serta berusaha
untuk membuat kekurangan yang dimiliki menjadi bernilai positif.
Secara umum, dapat diketahui bahwa kesemua subjek merasa sedih
dan minder atas kekurangan yang ada pada diri mereka. Subjek 3 terlihat
mengalami kesulitan untuk menerima kekurangannya dengan tulus. Ia
merasa sedikit terpaksa. Namun, subjek 1, 2 dan 4 mampu menerima
kekurangan tersebut dan menerima kondisi dirinya apa adanya. Kalau
subjek 3 yang terpaksa menerima kondisi dirinya berusaha untuk tetap
percaya diri, berbeda dengan subjek2. Subjek 2 berhasil menerima
kekurangannya tetapi ia menjadi individu yang pendiam dan pemalu. Malu
bila orang lain mendengar suaranya yang jelek.
127
Ketidakmampuan subjek 3 menerima kondisi dirinya dengan tulus
membuat ia pernah menyalahkan kedua orang tuanya atas kecacatan yang
dimilikinya. Sedangkan subjek 1 dan 4 tidak pernah berpikir untuk
menyalahkan orang lain. Subjek 2 pun masih bisa bersyukur pada Tuhan
bahwa ia masih diberi tubuh yang lengkap. Mereka menyadari bahwa
setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan. Penerimaan subjek 1
dan 4 membuat mereka menjadi lebih percaya diri. Kepercayaan diri
subjek 1 membuat ia berhasil masuk ke sekolah umum dan subjek 4
berhasil menjadi seorang model. Bagi subjek 4, ia merasa tidak minder
ketika harus bersaing dengan orang-orang normal. Begitu juga dengan
subjek 1 dimana salah saatu motivasinya adalah ingin mengalahkan
prestasi teman-teman normal dalam bidang akademik. Padahal Somantri
(2006) mengatakan bahwa individu dengan gangguan pendengaran
memiliki kesulitan untuk bersaing dengan orang normal karena merasa
tidak mampu. Tapi hal ini tidak terjadi pada kedua subjek tersebut.
b. Adanya kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik
Dengan kenyamanan psikologis dan kesehatan fisik, menunjukkan
bahwa seseorang memiliki efektifitas dalam penyesuaian diri
(Mahmud,1989 dan Fudyartanta, 2002). Kenyamanan psikologis dan
kesehatan fisik ini dapat ditunjukkan dengan tidak adanya gejala-gejala
fisik yang mengganggu kesehatan seperti pusing kepala, sakit perut,
gangguan pencernaan, diare, dan sebagainya; tidak ada emosi yang
128
berlebihan; tidak ada perasaan frustrasi; tidak ada mekanisme pertahanan
diri; tidak ada perasaan kecewa, gelisah, lesu, depresi, dan sebagainya.
Bila hal tersebut tidak dialami oleh individu, maka dapat dikatakan bahwa
ia memiliki kepuasan atas kondisinya saat itu.
Pertama kali masuk ke sekolah normal membuat subjek 1 merasa
khawatir dan cemas karena ia merasa kesulitan menyesuaikan diri dan ada
rasa takut akan perlakuan teman-temannya ketika mengetahui bahwa
dirinya tidak bisa mendengar. Untuk mengatasi ketakutan yang dialami
oleh subjek 1, ia melakukan hal yang disarankan oleh orang tuanya untuk
tidak mempedulikan apa yang dikatakan dan dipikirkan oleh orang lain.
Dengan begitu subjek 1 tidak lagi merasa cemas dan takut.
Subjek 2 merasa kurang puas dengan kondisi sekolahnya karena
tidak sesuai dengan yang ia bayangkan. Subjek 2 mengalami kesulitan
dalam menangkap pelajaran tetapi ia berhasil memperoleh nilai yang
memuaskan. Nilai tersebut ia peroleh dari hasil usahanya untuk dapat
mengikuti pelajaran dengan baik. Saat proses belajar-mengajar di kelas
subjek harus memperhatikan dengan matanya apa yang dikatakan guru
sehingga mata subjek sering cepat lelah. Hal ini sering menimbulkan
perasaan tertekan saat ia menghadapi ujian. Subjek 2 tertarik dengan
pelajaran menjahit sehingga ia bersemangat ketika ada pelajaran menjahit.
Kesulitan dalam pelajaran yang dialami subjek 2 terutama pada pelajaran
Bahasa Inggris, Bahasa Jawa dan Matematika. Sikapnya yang pendiam
dan pemalu membuat ia dianggap sombong oleh teman-temannya. Lama-
129
kelamaan subjek dapat berelasi lebih akrab dengan teman-temannya
terutama yang sesama jenis.
Subjek 3 merasa puas bisa bersekolah di sekolah umum. Ia juga
puas atas nilai-nilai yang diperoleh. Namun demikian ia juga kurang dapat
mengikuti pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa. Kesempatan yang ia
peroleh untuk bersekolah di sekolah umum sejak SMP membuat ia
terbiasa dengan sistem pengajarannya walaupun awalnya ia merasa
tertekan harus belajar dengan lebih serius. Hal ini membuat ia lebih
merasa nyaman ketika tidak berada di kelas karena ia dapat bersantai,
bercanda dengan teman-temannya. Kenyamanan subjek 3 berada di antara
teman-temannya membuat ia malas kalau sendiri sama seperti subjek 4
yang merasa senang dan nyaman bersekolah di sekolah umum karena ia
dapat bergaul dengan teman-teman normal. Bila ia membutuhkan bantuan,
ada teman-temannya yang bisa membantu.
Sama seperti subjek 2 dan 3, subjek 4 merasa tegang dan pusing
saat mengikuti pelajaran karena harus benar-benar memperhatikan guru.
Terkadang ia merasa tidak tahu apa-apa, bila ingin tahu ia harus selalu
bertanya. Banyaknya kesulitan dalam pelajaran, subjek merasa puas
dengan nilai yang diperoleh.
c. Aseptabilitas sosial/ hubungan interpersonal yang baik
Keterbatasan individu dengan gangguan pendengaran untuk
berkomunikasi, membuat mereka mudah untuk menutup diri (Hallahan
130
dan Kauffman, 1982). Menurut Haber dan Runyon (1984), individu yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik, mampu berelasi dengan individu
lain dalam cara yang produktif, bermanfaat dan saling menguntungkan.
Penerimaan dari lingkungan sekitarnya akan diperoleh seseorang bila ia
mampu menyesuaikan diri dengan mengikuti norma dan nilai yang
berlaku, tidak memiliki konflik, bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
ada.
Hambatan yang paling besar dalam menjalin relasi dengan orang
normal adalah masalah komunikasi. Ini dirasakan oleh semua subjek.
Meskipun memiliki hambatan, masing-masing subjek tetap berusaha untuk
menjalin relasi dengan selalu bersikap ramah, mencoba berkenalan dan
berteman, berlatih untuk berkomunikasi, rajin bergaul, mencoba bergurau
atau bercanda, dengan mereka seperti yang di lakukan oleh subjek 1, 3 dan
4. Perasaan minder ketika bergaul dengan orang normal dianggap wajar
terjadi oleh subjek 1 karena mereka memiliki kekurangan. Dan memang
itu dialami juga oleh subjek 2, 3 dan 4.
Hal yang diungkapkan oleh Hallahan dan Kauffman (1982) bahwa
individu tuna rungu mudah untuk menutup diri, muncul pada subjek 2
karena ia merasa malu memiliki suara yang jelek. Bila subjek lain sudah
mulai terbiasa bergaul dengan lawan jenis bahkan menjalin relasi lebih
dekat seperti subjek 3 dan 4, subjek 2 justru lebih menutup diri. Pada
subjek 1, 2 dan 3 terungkap bahwa mereka tidak terbiasa bergaul dengan
131
lawan jenis karena di sekolah khusus sebelumnya, mereka tidak bergaul
dengan lawan jenis, antara sekolah putra dan putri dibedakan.
Konflik jarang terjadi pada mereka, subjek 1, 2 dan 4 lebih senang
menghindari konflik. Keberadaannya di tengah-tengah orang normal justru
membuat subjek 1 dapat lebih mengendalikan perasaannya dibandingkan
saat ia berada di antara teman-temannya yang tuna rungu. Ini dikarenakan
setiap individu dengan gangguan pendengaran memiliki rasa ingin menang
sendiri, egois dan emosional.
Lingkungan tempat subjek berada yaitu guru dan teman-teman
menerima kondisi subjek. Walaupun awalnya ada yang mengejek bahkan
menjaga jarak seperti yang diungkapkan oleh subjek 3. Subjek 1 merasa
diterima karena ia pintar sehingga ia menjadi lebih termotivasi untuk rajin
belajar. Subjek 2, 3 dan 4 pun merasa teman-temannya dapat mengerti
kekurangan mereka, menerima mereka dengan saling membantu.
d. Bersikap realistis dan objektif serta memiliki efisiensi kerja
Bersikap realistis dan objektif tidaklah mudah. Seseorang harus
mampu untuk melihat peristiwa, kenyataan yang terjadi secara tepat
(Haber dan Runyon, 1984 dan Schneider, 1964). Selain itu Schneider
menambahkan setiap individu juga harus bisa menilai situasi, masalah dan
keterbatasan pribadi sebagai hal yang nyata dan memiliki arti bagi dirinya
sehingga dapat terlihat ketika ia menghadapi situasi kritis. Ini akan
132
membuatnya memiliki pendirian dan pandangan pada dirinya sendiri
secara realistis dan objektif.
Ketika dapat melihat segala sesuatu dengan realistis dan objektif, ia
akan berusaha untuk melakukan segala kegiatan dan pekerjaan dengan
efisien (Mahmud, 1989 dan Fudyartanta, 2002). Dengan begitu mereka
juga dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya dalam lingkungan
sosialnya secara penuh.
Pada subjek 1, 2 dan 3, terlihat bahwa mereka cukup dapat menilai
situasi yang menyebabkan mereka memiliki gangguan pendengaran
dengan tidak menyalahkan orang lain, misalnya orang tuanya. Subjek 2
dan 3 hanya merasa iri dengan saudara-saudara yang lain yang tidak
memiliki gangguan seperti dirinya. Subjek 2 juga tidak pernah
menyalahkan atas kondisi ekonomi keluarganya. Ia dapat memahami dan
bersyukur ia masih bisa sekolah. Sedangkan subjek 4 pernah menyalahkan
orang tuanya atas kondisi dirinya yang tidak sempurna.
Hal yang memotivasi subjek 1 untuk pindah ke sekolah umum
adalah subjek menyadari ketidakmampuannya dalam bidang keterampilan
dan sadar akan minatnya pada pelajaran-pelajaran teori. Ia juga berhasil
menunjukkan bahwa ia mampu dengan memperoleh nilai yang
memuaskan. Kemampuan untuk melihat situasi dan masalah seperti yang
diungkapkan Schneider (1964) ini juga terlihat pada subjek 4. Sebelum
masuk ke sekolahnya yang sekarang, subjek masuk ke sekolah umum yang
bukan kejuruan sehingga pelajaran teorinya lebih banyak dan juga ada
133
pelajaran Bahasa Arab yang sulit diikuti oleh subjek. Oleh karena itu,
subjek merasa ia lebih baik pindah sekolah.
Keempat subjek juga menyadari bahwa mereka memiliki
keterbatasan dalam mendengar sehingga menimbulkan berbagai masalah.
Ketika membutuhkan suatu informasi, subjek 1 akan berusaha untuk
mencari tahu. Bagi subjek 1, keterbatasannya itu membuat dirinya harus
lebih aktif mencari informasi. Sulitnya berkomunikasi antara individu tuna
rungu dengan individu normal ini sering membuat subjek 1, 2, 3 dan 4
mengalami kesalahpahaman dalam menangkap apa yang dimaksud oleh
orang lain. Begitu juga sebaliknya, orang normal pun sulit menangkap apa
yang dimaksud oleh subjek. Kesalahan penafsiran tersebut menurut
Somantri (2006) sering terjadi karena kurangnya pemahaman akan bahasa
lisan dan tulisan pada individu dengan gangguan pendengaran. Individu
tersebut cenderung untuk menafsirkan segala sesuatu secara negatif atau
salah. Ini juga terjadi saat proses belajar mengajar di kelas. Subjek 3
merasa lebih terbantu ketika pengajar menggunakan media visual,
misalnya dengan menggunakan slide.
e. Pembelajaran terhadap pengalaman masa lalu dan situasi baru, serta
kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Dalam kehidupan setiap orang akan melewati peristiwa demi
peristiwa, memiliki pengalaman yang telah lalu dan berjuang menghadapi
masa depan dengan belajar dari pengalaman sebelumnya. Schneider
134
(1964) menjelaskan bahwa untuk dapat bertahan hidup, setiap individu
harus dapat bertahan dari konflik, frustrasi, stres atau berbagai situasi
hidup yang lain. Cara yang digunakan adalah dengan mau belajar untuk
menghadapinya berdasarkan keberhasilan ataupun kegagalan pengalaman
sebelumnya dan dapat memperbaikinya menjadi lebih baik. Ia juga harus
dapat menghadapi tuntutan-tuntutan hidup. Apa yang dialami oleh
seseorang kadang menimbulkan stres dan kecemasan. Bila ia sudah
mampu belajar dari pengalaman sebelumnya untuk menghadapi situasi
baru, maka ia juga mampu untuk mengatasi stres dan kecemasannya.
Dari pengalaman yang dirasakan oleh subjek 1, ia memilih untuk
bersekolah di sekolah umum karena baginya ketika bersekolah disekolah
khusus, pengetahuan yang diperolehnya lebih lambat. Sedangkan subjek 2
justru mengira sekolah umum sama dengan sekolah khusus baik dalam
proses belajar maupun dari segi pergaulan.
Setelah berhasil masuk ke sekolah umum, subjek 1 dan 3 merasa
gugup, cemas, takut, rendah diri terutama pada tahun pertama. Subjek 3
bahkan ingin mengundurkan diri karena merasa tidak mampu
menyesuaikan diri. Lama-kelamaan ia menjadi terbiasa. Sedangkan subjek
4 awalnya justru merasa senang tetapi ketika menghadapi ujian ia merasa
takut tidak bisa mengerjakan ujian dan tidak naik kelas.
Hambatan komunikasi dalam berelasi diatasi oleh subjek 3 dengan
mengatakan bahwa ia seorang tuna rungu ketika berkenalan dengan orang
baru sehingga orang tersebut dapat menyesuaikan ketika berkomunikasi
135
dengan dirinya. Sedangkan subjek 4 berusaha untuk tetap menjaga
relasinya dengan orang lain dengan tidak bertengkar.
Kesulitan komunikasi membuat semua subjek mengalami kesulitan
dalam menerima pelajaran. Pada subjek 1 kesulitan ini membuatnya
rendah diri tapi setelah berusaha mengatasinya dengan tekun belajar, baik
belajar sendiri maupun dalam kelompok, meminta untuk dijelaskan
kembali materi yang belim dipahaminya kepada gurunya ia menjadi lebih
percaya diri dan dapat mengikuti pelajaran. Subjek 2 merasa bahwa ia
kesulitan belajar karena metode yang dipakai oleh gurunya berbeda
dengan di sekolah sebelumnya dan terlalu cepat bagi subjek. Hal ini
membuat subjek merasa pusing. Subjek 2 lalu mencoba mengatasinya
dengan lebih memperhatikan saat guru menerangkan, bertanya pada
teman, meminjam catatan teman dan mempelajarinya kembali di rumah
dan kalau masih belum mengerti ia akan bertanya pada saudaranya. Di
dalam kelas, saat proses belajar mengajar, subjek tidak berani untuk
terlibat aktif dengan bertanya, begitu juga saat belajar dalam kelompok, ia
memilih untuk diam. Sikap seperti itu disebabkan karena ia merasa rendah
diri seperti yang dialami oleh subjek 3. selain merasa rendah diri, subjek 3
juga merasa takut saat proses belajar mengajar dan mencoba mengatasi
hambatannya dalam pelajaran dengan belajar sendiri, bertanya pada teman,
membaca buku, atau fotocopy catatan teman. Kesulitan subjek 4 dalam
mengikuti pelajaran di kelas terbantu dengan adanya keterampilan yang
diajarkan. Cara subjek 4 dalam mengatasi masalah tersebut hampir sama
136
dengan ketiga subjek lainnya yaitu dengan rajin bertanya, mempelajarinya
kembali di rumah atau meminta dijelaskan kembali pada gurunya.
Semua subjek berusaha agar tidak melakukan kesalahan, dan bila
sampai melakukannya, mereka akan berusaha agar tidak terulang kembali.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk belajar dari
pengalaman-pengalaman mereka sebelumnya.
Perasaan stres dan cemas yang dihadapi oleh subjek 1 muncul saat
ia menghadapi ujian dan memiliki banyak tugas. Sedangkan subjek 2
pernah merasa stres saat mau masuk sekolah umum pada hari pertama. Ia
muntah-muntah sampai 7 kali, tetapi setelah berhasil melewati hari
pertama, gejala seperti itu tidak terjadi lagi. Subjek 3 terbebani dengan
biaya kuliah dan kondisi keluarganya. Bila menghadapi masalah yang
membuatnya stres ia mencoba untuk mengatasinya dengan menonton film
di bioskop.
3. Pengaruh Keterbatasan yang Dimiliki Individu dengan Gangguan
Pendengaran pada Proses Penyesuaian Diri
Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh individu tuna rungu dengan sifat-
sifat yang dimilikinya tentu saja akan mempengaruhi individu tersebut untuk
berkembang. Pengaruh yang diberikan bisa positif maupun negatif. Pengaruh
positif tentu saja akan membantu perkembangan bicara dan bahasa walau sedikit,
perkembangan emosi dan perilaku, perkembangan kognitif dan juga
perkembangan sosialnya. Schneider (1964) berpendapat bahwa proses
137
penyesuaian diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi fisik yang
meliputi faktor keturunan, kesehatan, penyakit, kecacatan, dan lain-lain;
perkembangan dan kematangan individu meliputi intelegensi, kehidupan sosial,
moral dan kematangan emosi; faktor psikologis meliputi pengalaman-
pengalaman, pembelajaran, pengkondisian, frustasi dan konflik; lalu kondisi
lingkungan, budaya dan keyakinan atau agama.
Berdasarkan kondisi fisik, jelas terlihat bahwa keempat subjek mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan diri terutama pada awal mereka berada di
lingkungan baru yang terdiri dari orang-orang normal, seperti di sekolah umum.
Kesulitan ini bukan berarti mereka tidak menerima kondisi fisiknya. Subjek 1, 2
dan 4 dapat menerima kekurangan yang mereka miliki dan bangga dengan
kelebihannya. Self image yang positif dan penerimaan dari lingkungannya yang
membuat mereka dapat menerima kondisi dirinya apa adanya. Kesulitan ini lebih
dikarenakan kondisi fisiknya yang tidak bisa mendengar membuat mereka
kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang normal.
Dilihat dari perkembangan dan kematangan individu meliputi intelegensi,
kehidupan sosial, moral dan kematangan emosi (Schneider, 1964) dapat diketahui
bahwa walaupun subjek mengalami hambatan untuk memperoleh apa yang ingin
diketahuinya, semangat subjek membuat mereka tetap memiliki inteligensi yang
baik. Ini dapat ditunjukkan dengan kepuasan mereka atas nilai-nilai yang
diperoleh. Kehidupan sosialnya yang cukup sulit pun berhasil mereka jalani
walaupun pada subjek 2 terlihat bahwa ia sedikit menutup diri terutama dengan
lawan jenis. Ini bisa disebabkan karena ia memiliki kelekatan yang berlebihan
138
pada teman-teman dekatnya sehingga ia enggan untuk menjalin relasi yang lebih
luas. Sifat egosentrisme tidak mempengaruhi subjek 1 dalam kematangan
emosinya. Subjek juga dapat menunjukkan kematangan emosi yang cukup baik
dengan tidak mengekspresikan emosinya secara berlebihan atau menjadi tidak
punya emosi.
Faktor psikologis yang meliputi pengalaman-pengalaman, pembelajaran,
pengkondisian, frustrasi dan konflik juga dapat terungkap dari subjek. Subjek
selalu mencoba untuk belajar pada apa yang pernah dialaminya, belajar
bagaimana mengatasi rasa frustrasi, stres dan cemas. Kesulitan dalam pelajaran,
dalam pergaulan dan dalam berkomunikasi dapat mereka atasi sehingga mereka
masih bertahan berada di antara teman-teman normal dan belajar di sekolah
umum. Mereka juga berusaha untuk tidak menimbulkan konflik dan bila sampai
mereka menimbulkan konflik, mereka berusaha untuk memperbaikinya.
Kondisi lingkungan, budaya dan keyakinan di sekitarnya membantu
subjek untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tanpa dukungan dan
penerimaan lingkungan sekitar subjek, ia tidak mampu untuk bertahan dan
menyesuaikan diri serta tidak mampu menerima kekurangan dan kelebihannya.
139
Subjek
Memiliki hambatan dalam komunikasi karena tidak bisa
mendengar (tuli total)
Dituntut untuk melakukan penyesuaian diri di sekolah umum
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Individu Tuna Rungu Mampu Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Lebih memiliki faktor-faktor yang mendukung sehingga tidak memiliki hambatan yang berarti dalam penyesuaian diri :
• Dukungan dari orang tua • Motivasi dari diri sendiri yang cukup besar • Penerimaan dari lingkungan sekitar • Terbiasa terlibat dalam organisasi/ interaksi dengan orang lain
• Memiliki kepercayaan diri yang besar dan menerima kekurangan yang dimiliki (S1 dan S4)
• Merasa nyaman ketika berada di lingkungannya walaupun awalnya kesulitan dalam menyesuaikan diri (S1)
• Dapat belajar pada pengalaman sebelumnya dan bisa mengatasi kesulitan berkomunikasi, bergaul dan dalam pelajaran (S1, S3 dan S4)
• Terbiasa dengan sistem pengajaran di sekolah umum (S3) • Senang dapat bergaul dengan teman baru (S1 dan S4) • Menjalin relasi dengan mencoba berkomunikasi dengan orang normal
walaupun ada keterbatasan komunikasi (S1 dan S3) • Dapat menyadari kemampuan yang ia miliki dan apa yang dilakukan
untuk mengatasi keterbatasannya (S1, S3 dan S4) • Memiliki rasa ingin tahu pada hal-hal penting dan informasi baru (S1 dan
S3)
Skema 7. Keberhasilan Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam
Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah
Menengah ataupun Sekolah Tinggi).
140
Subjek
Memiliki hambatan dalam komunikasi karena tidak
bisa mendengar (tuli total)
Dituntut untuk melakukan penyesuaian diri di sekolah umum
Proses Penyesuaian Diri: Sejauh Mana Individu Tuna Rungu Mampu Menyesuaikan Diri dengan Lingkungan
Memiliki faktor penghambat yang lebih besar dalam penyesuaian diri :
• Tidak mendapat dukungan yang besar dari orang tua
• Kurangnya penerimaan terutama dari teman sebaya
• Kondisi ekonomi orang tuanya yang kurang baik
• Kurang memiliki kepercayaan diri sehingga menjadi individu yang pendiam dan pemalu (S2)
• Merasa kurang puas dan kurang nyaman dengan kondisinya (S2)
• Tidak berani untuk aktif di kelas ataupun dalam tugas kelompok (S2)
• Relasi dengan orang lain kurang terjalin terutama dengan lawan jenis karena ia menutup diri (S2)
• Kurang memiliki rasa ingin tahu tentang informasi baru (S2)
Skema 8. Kekurangberhasilan Penyesuaian Diri Individu Tuna Rungu dalam
Melanjutkan Pendidikan di Sekolah Reguler/ Umum (Sekolah
Menengah ataupun Sekolah Tinggi).
141
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Proses penyesuaian diri yang dilakukan subjek pada umumnya cukup baik.
Mereka berhasil memenuhi beberapa kriteria penyesuaian diri yang telah
ditentukan. Pada kriteria self image yang positif, dua subjek berhasil memilikinya,
dimana mereka memiliki kepercayaan diri dan menerima kekurangan dan
kelebihan yang ada pada diri mereka. satu subjek merasa kurang percaya diri tapi
tetap berusaha untuk dapat berkembang. Sedangkan satu subjek lagi kurang
memiliki kepercayaan diri sehingga ia kurang dapat berkembang dalam relasi dan
lingkungan yang lebih luas.
Kriteria yang kedua yaitu adanya kenyamanan psikologis dapat
ditunjukkan oleh subjek dengan memiliki kepuasan bisa bersekolah di sekolah
normal dan berhasil memperoleh nilai yang memuaskan walaupun dalam proses
belajar itu sendiri subjek cukup kesulitan. Awalnya semua subjek belum dapat
memiliki kenyamanan karena mereka berada di lingkungan yang jauh berbeda
dengan sebelumnya dan lama-kelamaan mereka dapat menyesuaikan sehingga
memperoleh kenyamanan.
Berkaitan dengan penerimaan sosial dan relasi interpersonalnya, ketiga
subjek memiliki relasi yang cukup baik termasuk dengan lawan jenis dan merasa
bahwa mereka diterima dalam lingkungannya. Sedangkan satu subjek lagi merasa
142
self image-nya yang negatif membuat ia menjadi kurang percaya diri dalam
menjalin relasi dengan orang lain.
Dilihat dari segi realistis dan objektif yang menjadi kriteria yang ketiga,
dapat dikatakan bahwa tiga orang subjek dapat berpikir dengan realistis dan
objektif. Mereka sadar akan kemampuan mereka sehingga mereka berusaha untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang
mereka miliki termasuk dalam menentukan sekolah. Rasa ingin tahu yang besar
membuat mereka untuk aktif berusaha mencari tahu apa yang mereka butuhkan.
Pada subjek lainnya ia cenderung untuk diam, pasif dan kurang berusaha karena ia
merasa takut melakukan kesalahan dan ingin menghindari masalah.
Proses belajar yang subjek lakukan cukup baik. Subjek berusaha untuk
belajar pada apa yang sudah pernah dialaminya. Mereka juga belajar untuk
mengatasi masalah yang bisa menimbulkan stress dan kecemasan. Ini sesuai
dengan kriteria yang kelima.
Jadi, berdasarkan keberhasilan subjek dalam menerima dan mengatasi
keterbatasannya serta memenuhi kelima kriteria yang ada, dapat disimpulkan
bahwa proses penyesuaian diri pada tiga subjek dapat berjalan dengan baik.
Sedangkan satu orang subjek belum dapat memiliki kepercayaan diri atas
keterbatasan yang dimilikinya sehingga ini mengganggu dan sedikit menghambat
proses penyesuaian diri yang dilakukan serta memiliki kelekatan yang berlebihan
terutama dengan orang di sekitarnya. Disimpulkan bahwa subjek ini kurang dapat
memiliki penyesuaian diri yang baik.
143
B. Saran
1. Bagi Subjek Penelitian
Para subjek diharapkan dapat lebih mengembangkan diri dengan
mengikuti berbagai kegiatan sehingga dapat benar-benar berhasil di kemudian
hari. Bagi subjek yang kurang berhasil hendaknya ia mulai menumbuhkan rasa
percaya diri dengan terus memperluas pergaulan juga mengikuti berbagai kegiatan
yang ada di lingkungan sekitarnya. Banyak membaca dapat memperluas
pengetahuan sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri misalnya ketika
membahas sesuatu dengan orang lain, diharapkan pengetahuan yang diperoleh
dari membaca dapat membantu.
2. Bagi Para Praktisi Pendidikan Anak dengan Kebutuhan Khusus
Lebih memperhatikan kesiapan suatu lembaga untuk menerima anak
dengan kebutuhan khusus ke dalam lembaga pendidikannya sehingga dapat benar-
benar membantu dalam pengembangan potensi anak dengan kebutuhan khusus
tersebut, terutama anak dengan gangguan pendengaran. Termasuk pengajarnya,
apakah para pengajar tersebut tahu cara memperlakukan anak dengan kebutuhan
khusus.
3. Bagi Penelitian Berikutnya
Lebih dapat menguraikan dan mengungkapkan penyesuaian diri individu
dengan gangguan pendengaran secara lebih detail dengan melihat faktor eksternal,
yaitu keluarga dan lingkungan sekitarnya.
144
4. Bagi Lingkungan
Diharapkan dapat menerima kondisi individu dengan gangguan
pendengaran sehingga dapat membantu individu tersebut agar dapat berkembang
dan tidak merasa terhambat dengan keterbatasan yang ada serta tidak merasa
semaikn terpuruk dalam keterbatasannya. Masyarakat yang mendukung dan selalu
berusaha melibatkan individu tuna rungu dalam berbagai kegiatan diharapkan
dapat membantu perkembangan pribadi individu tersebut.
145
DAFTAR PUSTAKA
Adiwikarta, Sudardja. (1988). Sosiologi pendidikan: isyu dan hipotesis tentang
hubungan pendidikan dengan masyarakat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Albertus, FC. (2007). Kaum tunarungu dalam pekerjaan. Dalam Widiyanto, T.
Priyo (Ed.). Menggapai prestasi di telaga sunyi (Dinamika pendidikan
kaum tunarungu). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Anam, Choirul. (1986). Psikologi anak luar biasa. Yogyakarta: SGPLB Negeri.
Asyanti, Setia., Sofiati, Muhana., Sudardjo. (2002). Penyesuaian Sosial di Sekolah
Siswa-siswi SLTP Penderita Asma. Indigenous vol.6 no.1, 59-69
Burns, R. B. (1993). Teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku. Konsep diri.
Jakarta: Arcan Surya Satya Negara.
Baker, Harry J. (1957). Introduction to exceptional children. Edisi Revisi. New
York: The Macmillan Company.
Carroll, Herbert A. (1953). The dynamics of adjustment. Mental hygiene. Edisi
ke-2. New York: Prentice Hall, Inc.
Daradjat, Zakiah. (1970). Kesehatan mental. Jakarta: Gunung Agung.
Dimyati, Muhammad. (1988). Landasan pendidikan (suatu pengantar pemikiran
keilmuan tentang kegiatan pendidikan). Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
146
Drost, J.I.G.M. (1998). Sekolah: mengajar atau mendidik. Yogyakarta: Kanisius.
Dullah. (1977). Masalah cacat tuli. Cermin dunia kedokteran no.9.
http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/04MasalahTuli009.pdf/04Masa
lahTuli009.html. (tanggal akses: 27 November 2006)
Dwihastuti, Heny. (2003). Hubungan antara persahabatan dan penyesuaian
sosial di sekolah pada remaja jawa. Yogyakarta : Universitas Sanata
Dharma, skripsi.
Frederickson, Norah., dan Cline, Tony. (2002). Special educational needs,
inclusion and diversity. New York: Open Universitty Press.
Fudyartanta, R.B.S. (2002). Psikologi pendidikan. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama.
Gerungan, WA. (1988). Psikologi sosial. Bandung: Eresco.
Gowan, John C., Demos, George D., dan Kokaska, Charles J. (1972). The
guidance of exceptional children. Edisi Ke-2. New York: David McKay
Company, Inc.
Haber, Audrey., dan Runyon, Richard P. (1984). Psychology of adjustment. USA:
The Dorsey Press.
Hallahan, Daniel P., dan Kauffman, James M. (1982). Introduction to special
education. Exceptional children. Edisi Ke-2. USA: University of Virginia,
Prentice – Hall International, Inc.
147
Handayani, Ch.S., dan Hartoko, V.D.S. (2003). Karya ilmiah berdasarkan
penelitian (kajian lapangan) dengan metode kualitatif (logika induktif).
Pedoman penulisan skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma.
Idris, Zahara. (1981). Dasar-dasar kependidikan. Padang: Angkasa Raya.
Kamus Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. (1994). Jakarta: Erlangga.
Kirk, Samuel A. (1972). Educating exceptional children. Edisi Ke-2. USA:
Houghton Miffin Company.
Kushariadi, Ciciek Arief. (2004). Ketika dunia menjadi bisu. Makalah Talk Show
“Ketika Dunia Menjadi Bisu”. Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Leahy, Louis. (2001). Siapakah manusia? Sintesis filosofis tentang manusia.
Yogyakarta: Kanisius.
Mahmud, Dimyati. (1989). Dasar-dasar sosiologi pendidikan (suatu penelitian
kepustakaan). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan.
Nurkolis. (2002). Reformasi kebijakan pendidikan luar biasa. (tanggal akses: 23
November 2006)
Partowisastro, H. Koestoer. (1983). Dinamika dalam psikologi pendidikan. Jilid
Ke-3. Jakarta: Erlangga.
Pasaribu, I.L., dan Simanjuntak, B. (1982). Pendidikan nasional (tinjauan
pedagogik teoritis). Edisi ke-3. Bandung: Tarsito.
148
Paul, Peter V., dan Quigley, Stephen P. (1993). Psikologi dan Ketulian
(terjemahan Br. Drs. Adrian Hartotanojo, F.C., M.A.). Wonosobo:
Yayasan Karya Bakti.
Payne, James S., Patton, James R., Kauffman, James M., Brown, Gweneth B., dan
Payne, Ruth A. (1983). Exceptional Children in Focus. USA: Bell and
Howell Company.
Permanasari, Indira. (12 Maret 2005). Ketika penyandang cacat bersekolah di
sekolah umum. KOMPAS.
Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi.
Jakarta: Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Pribadi, Sikun. (1987). Mutiara-mutiara pendidikan. Jakarta: Erlangga.
Purwanto, M. Ngalim. (1995). Ilmu pendidikan: teoretis dan praktis. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Royanto, Lucia RM. (2005). Pendidikan inklusif (tinjauan dari sudut pandang
psikologi pendidikan). Dalam Adinugroho, C. Wijoyo (Ed.). Proceeding
Seminar Nasional “Mencapai Perkembangan Manusia yang Utuh melalui
Pendidikan Emansipatoris”. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sawrey, James M., dan Telford, Charles W. (1968). Psychology of adjustment.
Edisi Ke-2. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Setiawani, Mary Go. (2000). Menerobos dunia anak. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup. http://pepak.sabda.org/pustaka/061301/ (tanggal akses: 27
November 2006).
149
Soejono, Ag. (1963). Pengetahuan tentang penyelenggaraan sekolah. Jakarta:
Harapan Masa.
Somantri, T. Sutjihati. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung: Refika
Aditama.
Sudjadi. (2000). Pelayanan kesejahteraan sosial terhadap anak tuna rungu wicara
dalam ajang pendidikan. Media informasi penelitian, 164, 50-61.
Suparno, Paul. (2007). Tunarungu meraih harapan masa depan. Dalam Widiyanto,
T. Priyo (Ed.). Menggapai prestasi di telaga sunyi (Dinamika pendidikan
kaum tunarungu). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Tarsidi, Didi (alih bahasa). (1998). Peraturan standar tentang persamaan
kesempatan bagi para penyandang cacat, resolusi PBB no. 48/ 96 tahun
1993. http://idp-europe.org/indonesia/docs/PeraturanStandar.pdf (tanggal
akses: 23 November 2006).
Udhen, Van. (1982). Sedikit mengenal psikologi anak tuli (terjemahan Sr.
Myriam). Wonosobo: Yayasan Dena-Upakara.
Vembriarto, ST., (1984). Sosiologi pendidikan. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan
Paramitha.
Warga, Richard G. (1983). A psychology of adjustment. Personal awareness.
Edisi ke-3. Boston: Houghton Miffin Company.
Widiyanto, T. Priyo. (2007). Kepribadian penyandang gangguan pendengaran.
Dalam Widiyanto, T. Priyo (Ed.). Menggapai prestasi di telaga sunyi
(Dinamika pendidikan kaum tunarungu). Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
150
Woolfolk, Anita E. (1990). Educational psychology. Edisi ke-4. New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
151
LAMPIRAN 1:
Koding Wawancara Subjek
152
Koding Subjek 1
No Refleksi Hasil Wawancara Analisis A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Menyadari
kemampuannya
bukan tata boga
atau busana
Ingin mencoba
sekolah umum,
tidak ingin di SLB
Menyampaikan
keinginannya pada
mamanya
Jika nilai bagus
boleh masuk
sekolah umum
Ingin
menunjukkan
dirinya layak
masuk sekolah
umum
Mencari sekolah
Bagaimana ceritanya kok kamu bisa
masuk sekolah normal?
Jadi dulu aku sekolah dari SD sampai
SMP kelas 1 di SLB/B Dena Upakara
Wonosobo, tapi sewaktu SMP, kan
sekolah kejuruan jadi saya harus memilih
mau tata boga atau tata busana. Padahal
saya tidak suka keduanya. Kalau praktek
nilai saya jelek tapi kalu nilai-nilai
pelajaran teori, nilai saya selalu bagus.
Dan saya tidak ingin untuk meneruskan
sekolah di sekolah tersebut, saya
berinisiatif untuk bersekolah di sekolah
normal, tetapi orang tua saya tidak setuju.
Lalu saya mencoba berbicara dengan
mama dan mama mengerti maksud saya,
mama bilang dia percaya kalau saya
mampu mengikuti pelajaran di sekolah
normal. Mama lalu berusaha merayu papa
agar saya diperbolehkan masuk sekolah
normal dan akhirnya papa yang tadinya
tidak percaya kemampuan saya menjadi
percaya. Saya diijinkan masuk sekolah
normal asal saya memperoleh nilai yang
bagus dan mendapat ranking I atau II.
Lalu saya berusaha agar terpenuhi syarat
tersebut dan akhirnya memang berhasil
saya bisa jadi ranking I dan mendapat
nilai tertinggi. Lalu saya pulang ke
Purwokerto, mencari sekolah normal di
sana. Pertama, saya mencoba masuk SMP
Memahami
keinginannya
sendiri
Punya inisiatif &
ingin coba hal
baru
Diskusi untuk
mencari solusi
atas
permasalahan
Syarat masuk
sekolah umum
Termotivasi
untuk memenuhi
syarat tersebut
Tidak semua
1-a
Koding Subjek 1
30
31
32
33
34
35
36
B
1
2
3
4
5
6
C
1
2
3
4
D
1
2
3
4
5
yang mau
menerima siswa
tuna rungu
Tidak keberatan
meski harus
mengulang dari
kelas I
Cacat karena
pernah jatuh saat
masih dalam
kandungan
Sangat ingin
masuk sekolah
umum walau
ditentang
Ingin bergaul
dengan anak
normal
Ingin memperluas
Susteran tetapi ditolak karena saya tidak
bisa mendengar. Lalu ke SMP Bruderan
dan mereka bisa menerima saya. Saya
merasa senang sekali. Tetapi saya tetap
harus mengulang pelajaran dari kelas I,
tidak apa-apa, saya mau. Karena saya
memang ingin masuk sekolah normal.
Kamu mengalami gangguan
pendengaran sejak kapan?
Sejak lahir, katanya karena sewaktu masih
di dalam kandungan mama saya pernah
terjatuh karena di dorong oleh orang gila
sewaktu masih di Jakarta. Sewaktu mama
melahirkan, saya lahir tetapi kata dokter
cacat.
Kamu masuk sekolah umum karena
keinginan siapa?
Karena keinginanku. Awalnya orang tua
tidak setuju tapi saya protes, dan ceritanya
kayak kemarin yang uda pernah
kuceritakan.
Apa yang membuatmu tertarik masuk
sekolah umum?
Saya ingin mencari kesempatan dalam
memperluas pergaulan biar terbiasa
bergaul, mengenal dan berkomunikasi
dengan anak normal. Selain itu, untuk
memperluas pengetahuan karena
sekolah umum
mau menerima
siswa difabel
Apapun
dilakukan agar
bisa sekolah
Penyebab
gangguan
pendengaran
Keinginan dari
diri sendiri
sangat besar
Ketertarikan
masuk sekolah
umum
1-b
Koding Subjek 1
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
E
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
F
1
pengetahuan
Ingin mencoba
karena belum
pernah
Berusaha keras
agar
diperbolehkan
masuk sekolah
umum
Merasa gugup
berada di
lingkungan baru
Mencoba
berkomunikasi
terus menerus
Semakin lama
semakin berhasil
berkomunikasi
Tidak terbiasa satu
sekolah dengan
murid laki-laki
pengetahuan di sekolah khusus lebih
lambat, kecil dan sempit.
Dan karena saya belum pernah bersekolah
di sekolah normal maka saya ingin
mencoba. Kalau prestasi bagus boleh
masuk sekolah normal jadi saya berusaha
keras. Akhirnya diperbolehkan masuk
sekolah normal karena berhasil dapat
ranking I dan nilai tertinggi di antara
teman-teman sekelas di sekolah khusus.
Apa kesan pertamamu?
Gugup pada awal masuk sekolah karena
belum terbiasa di sekolah normal dan
teman-teman kaget ketika tahu kalau saya
tuna rungu. Pertama kali mencoba
berkomunikasi dengan teman-teman
normal, ada beberapa yang mengerti tetapi
ada beberapa juga yang tidak mengerti.
Saya mencoba mendekati teman-teman
supaya dapat berkomunikasi, lama-lama
sudah terbiasa dan tidak gugup lagi.
Selain itu, saya juga belum terbiasa berada
di sekolah campur antara cewek dan
cowok karena waktu di SLB kan khusus
putri.
Apakah sesuai dengan bayanganmu atau
harapanmu sebelum masuk ke sekolah
biasa?
Belum pernah membayangkan
Gigih berusaha
karena tahu ia
berkekurangan
sehingga harus
lebih giat belajar
Mencoba
membiasakan
diri dengan
lingkungan yang
baru meskipun
awalnya gugup
1-c
Koding Subjek 1
2
3
4
5
6
G
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
H
1
2
3
4
Besarnya peluang
berkembang dan
memiliki prestasi
lebih dari anak
normal
Cemas dan was-
was karena sulit
menyesuaikan diri
Takut diejek dan
dihina
Kata orang tua
cuek saja, tidak
usah peduli kata
orang
Ada rasa khawatir
Orang tua
menasehati untuk
cuek, tidak usah
peduli
Merasa sulit
dalam bergaul dan
menerima
pelajaran
sebelumnya, tetapi saya pernah berpikir
atau membayangkan betapa besar
peluangku di sekolah normal, peluang
untuk berkembang dan mengalahkan
prestasi anak-anak normal.
Apa yang kamu rasakan ketika hari
pertama kamu bersekolah di sekolah
umum?
Saya merasa cemas atau was-was waktu
pertama kali masuk karena sulit dalam
menghadapi penyesuaian di sekolah
normal, terus saya juga takut diejek dan
dihina, ada beberapa mengatakan
“Bisu..tuli..”. tapi orang tua mengatakan
cuek saja, mereka bilang apa tidak usah
dipedulikan apa yang diucapkan oleh
mereka.
Pertama kali saya juga merasa kuatir dan
ketika pulang melaporkan pada orang tua
apa yang saya alami. Dan untuk
menghadapi mereka di sekolah normal,
orang tua menasehati untuk cuek saja,
tidak usah peduli apa yang mereka
katakan.
Apakah kamu mengalami kesulitan?
Ya. Pertama, dalam berkomunikasi dan
bergaul. Kedua, saya kesulitan menerima
pelajaran tertentu, misalnya, bahasa jawa
karena belum diajari di sekolah khusus.
Harapannya
ketika bersekolah
di sekolah umum
Perasaan cemas,
khawatir, takut
diejek dan sulit
menyesuaikan
diri
Mengikuti
nasehat untuk
cuek
Kesulitan-
kesulitan saat di
sekolah
1-d
Koding Subjek 1
I
1
2
3
J
1
2
3
4
5
6
7
K
1
2
3
L
1
2
3
Rajin belajar agar
diterima guru dan
teman
Rendah diri tidak
bisa mengikuti
pelajaran sehingga
harus ulet dan
tekun agar percaya
diri dan tidak
ketinggalan
Senang saat akan
ke sekolah, tidak
merasa cemas
Senang di sekolah
umum, mendapat
teman baru
Apakah kamu berusaha agar dapat
diterima teman-teman dan pengajar?
Iya. Rajin belajar biar dapat nilai bagus
dan ranking I agar disenangi guru dan
teman-teman sehingga diterima mereka.
Ketika tidak bisa mengikuti proses
belajar mengajar, apa yang kamu
rasakan?
Aku merasa rendah diri. Yang kulakukan
untuk menghilangkan rasa rendah diri
adalah rajin belajar dengan ulet dan tekun
sehingga meningkatkan prestasi dan
mengubah menjadi PeDe dan mudah
mengikuti proses belajar – mengajar.
Yang terpenting adalah keberanian.
Apa yang kamu rasakan setiap kamu
berangkat ke sekolah?
Aku senang kalau mau berangkat ke
sekolah, aku tidak pernah merasa cemas,
takut.
Apa yang kamu rasakan ketika berada di
sekolah tersebut?
Senang sekali karena punya teman baru
sehingga saling membantu. Puas rasanya
bisa bersekolah di sekolah biasa.
Berusaha agar
diterima
lingkungan
Kesulitan
mengikuti
pelajaran
membuat rendah
diri
Bersemangat saat
sekolah
Pergaulan
semakin luas
dengan mendapat
teman baru
1-e
Koding Subjek 1
M
1
2
3
4
N
1
2
3
4
O
1
2
3
4
5
P
1
2
Minder dalam
bergaul
Merasa iri dengan
orang normal
Awalnya rendah
diri saat bergaul
dengan teman
laki-laki, lama-
kelamaan terbiasa
Minta diterangkan
lagi bila belum
mengerti
Ketika berada di lingkungan sekolah, di
antara teman-temanmu yang normal,
apa yang kamu rasakan?
Sewaktu bersama teman-teman pernah
merasa minder dalam pergaulan. Secara
umum, anak tuna rungu merasa minder
untuk bergaul.
Bagaimana perasaanmu melihat
temanmu yang bisa mendengar?
Kadang aku merasa iri, mana mungkin
nggak pernah iri dengan orang yang bisa
mendengar. Semua orang saja, juga pasti
pernah merasa iri.
Kalau berteman dengan teman cowok
yang normal?
Pertama kali rendah diri tetapi lama-lama
terbiasa karena sering belajar kelompok.
Itu yang membuat lama-kelamaan terbiasa
bergaul dengan cowok. Apalagi aku
orangnya cuek.
Ketika guru sedang menerangkan
sesuatu, apakah dapat mengerti
maksudnya?
Kalau saya belum mengerti saya minta
tolong ulangi sampai saya jelas.
Secara umum,
tuna rungu
minder dalam
pergaulan
Iri jika
membandingkan
dirinya dengan
yang normal
Pergaulan
dengan lawan
jenis awalnya
membuat rendah
diri
Mau berusaha
bila belum
mengerti dengan
bertanya
1-f
Koding Subjek 1
Q
1
R
1
2
3
4
S
1
2
3
4
5
6
7
T
1
2
U
1
2
Belajar sendiri/
kelompok
Merasa tersisih
saat ketinggalan
catatan
Ingin tahu
berkaitan dengan
informasi penting
Mau bergurau/
bercanda
Merasa diterima
karena pintar
Apa yang kamu lakukan biar nggak
ketinggalan pelajaran?
Belajar sendiri dan dalam kelompok.
Bagaimana perasaanmu ketika tidak
dapat mengikuti apa yang dilakukan
orang di sekitarmu?
Perasaanku merasa sendiri. Teman-
temanku sibuk mencatat dan aku
ketinggalan, aku waktu pertama merasa
tersisih.
Kamu sering mengikuti apa yang
dilakukan teman-temanmu tidak?
Tidak. Kalau mereka sedang tertawa tapi
aku tidak tahu apa yang mereka
tertawakan, aku diam saja. Kalau mereka
melakukan sesuatu berkaitan dengan
informasi penting, aku cari tahu dan ikut
membantu apa yang sedang mereka
lakukan.
Pernah nggak diisengin temen?
Pernah waktu bergurau dalam pergaulan
atau bercanda.
Apakah teman-teman menerima
kehadiranmu? Guru-guru bagaimana?
Mereka menerima dan merasa senang
karena pintar.
Belajar agar
tidak ketinggalan
pelajaran
Merasa tertinggal
Ada rasa ingin
tahu tentang
informasi penting
Punya sense of
humor yang baik
Penerimaan dari
lingkungan
1-g
Koding Subjek 1
V
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
W
1
2
X
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Merasa terhambat
dalam komunikasi
Terhambat dalam
pelajaran sehingga
harus rajin belajar
agar memperoleh
nilai bagus
Teman sebangku
dianggap lebih
dapat memahami
kondisinya
Apakah merasa terhambat ketika harus
bergaul dengan mereka?
Ya merasa terhambat dalam komunikasi
caranya harus latihan dalam
berkomunikasi yaitu artikulasi, baca bibir
orang. Selain itu tentang pelajaran.
Misalnya, ada tugas atau tidak, materi
tugas apa, kapan tugas dikumpulkan, dll.
Dan harus rajin belajar dan membaca
semua mata pelajaran agar dapat
mengerjakan soal ulangan harian sehingga
mendapatkan nilai bagus.
Apakah teman-teman banyak yang
mengenalmu?
Iya aku punya banyak teman tapi kadang
aku sering lupa nama.
Kamu punya sahabat?
Ya ada sahabat semasa SMP : Aling-aling
dan Rini (teman sebangku)
Sahabat semasa SMA : Juli, Anggi dan
Sisca (teman sebangku)
Sahabat semasa kuliah : teman kost tetapi
berbeda fakultas
Teman sebangku lebih memahami saya
sehingga sudah terbiasa, apalagi waktu di
SMP dan SMA kan ketemunya lebih
teratur. Kalau kuliah kan berbeda, beda
fakultas jadi lebih jarang ketemu.
Adanya
hambatan
komunikasi
1-h
Koding Subjek 1
Y
1
Z
1
2
3
4
AA
1
2
3
AB
1
2
3
4
5
AC
1
Bertanya pada
teman dan minta
diajari
Tidak mau
memperdulikan
omongan orang
Tidak pernah
bertengkar dengan
teman normal
tetapi dengan tuna
rungu pernah
Merasa dijauhi
kalau nilainya
jelek
Apakah kamu mengenal pengajarmu
dengan baik?
Ya
Apakah kamu sering meminta bantuan
teman-temanmu?
Ya kalau kuliah aku lebih sering meminta
bantuan teman- teman. Kalau aku tidak
mengerti aku minta diajari. Mereka
merasa senang bisa membantuku.
Apakah kamu pernah mengetahui kalau
mereka membicarakanmu?
Pernah tetapi cuek. Kalau didengarkan
akan menimbulkan masalah, jadi diam
saja, cuek, sabar dan rendah hati.
Pernah nggak bertengkar dengan
temanmu?
Kalau sekolah umum tidak bertengkar
dengan teman-teman normal. Tapi kalau
dengan tunarungu dulu sering, karena
masalah sepele tetapi kan tunarungu lebih
emosional.
Apakah pernah merasa dijauhi atau
dikucilkan?
Ya pernah dijauhi kalau nilainya jelek.
Saat kuliah lebih
sering meminta
bantuan dari
teman
Tidak mau
menimbulkan
masalah
Menjadi
emosional saat
bersama sesama
tuna rungu
Merasa relasi
interpersonalnya
buruk bila
nilainya jelek
1-i
Koding Subjek 1
AD
1
2
AE
1
2
3
4
AF
1
2
3
AG
1
AH
1
2
3
Salah tanggap bila
orang bicara tidak
jelas
Tidak kecewa saat
ada yang tidak
paham maksudnya
Dapat selesaikan
masalah sendiri
Selalu berusaha
belajar dari
pengalaman
Kamu pernah melanggar peraturan
sekolah atau kuliah nggak?
Tidak pernah. Tapi kadang aku pernah
datang terlambat.
Apakah pernah salah tanggap terhadap
suatu hal yang sedang terjadi atau yang
sedang dibicarakan orang di sekitarmu?
Kalau orang bicara jelas, tidak salah
tanggap, tapi kalau orang bicara tidak
jelas bisa salah tanggap. Dan kalau tidak
memahami bisa menimbulkan kekacauan.
Ketika kamu mengatakan sesuatu pada
orang lain, tetapi orang tersebut tidak
mengerti apa yang kamu maksud, apa
yang kamu rasakan?
Berusaha untuk menerangkan maksudku
tapi tidak boleh kecewa. Karena saya
harus menyadari kekurangan saya.
Ketika menghadapi suatu masalah
apakah dapat menyelesaikannya?
Saya bisa menyelesaikannya sendiri.
Pernahkah melakukan kesalahan yang
sama?
Pernah. Tapi dari pengalaman-
pengalaman itu aku juga berusaha
memperbaiki agar lebih baik.
Berkomunikasi
dengan tuna
rungu harus jelas
agar tidak salah
tanggap
Sadar akan
kekurangan jadi
tidak boleh
kecewa
Mandiri
Belajar dari
pengalaman
1-j
Koding Subjek 1
AI
1
2
AJ
1
2
3
4
AK
1
2
AL
1
2
3
AM
1
2
Mau memperbaiki
hubungan
Memperbaiki
tugas yang salah
dengan cara yang
benar
Mematuhi aturan
dari pengajar
Tidak bermasalah
di sekolah umum
Sakit bukan
karena stress
Kalau bertengkar dengan temanmu,
apakah kamu berusaha untuk berbaikan
lagi?
Berusaha berbaikan lagi tapi bertengkar
kalau sama yang tunarungu.
Ketika mengerjakan tugas tapi ternyata
cara yang kamu gunakan salah, apa
yang kamu lakukan?
Pernah dan harus diperbaiki dengan cara
yang benar agar lebih memahami dan
memperoleh hasil yang benar sehingga
nilai bagus
Kalau kamu disuruh melakukan sesuatu,
kamu langsung mengikuti nggak?
Lebih mematuhi aturan dari guru atau
dosen.
Kamu sering punya masalah nggak di
sekolah?
Nggak pernah selama di sekolah normal.
Hanya masalah komunikasi seperti yang
tadi aku cerita.
Kamu pernah sakit? Misalnya sakit
karena stres, banyak pikiran?
Pernah tapi karena kurang menjaga
kesehatan bukan karena stress.
Menjaga relasi
Belajar dari
kesalahan yang
lalu
Lebih patuh pada
aturan
Tidak memiliki
masalah selain
komunikasi
Tidak pernah
stres sampai sakit
1-k
Koding Subjek 1
AN
1
2
3
4
5
AO
1
2
3
AP
1
2
AQ
1
2
AR
1
AS
1
Sendiri bisa
membuatnya
mandiri, dengan
teman bisa saling
bantu
Senang bila ada
guru pendamping
Senang belajar
Tidak tertekan
saat pelajaran
Stress saat banyak
tugas & ujian
Tidak pernah
Kamu senang sendiri atau ada dekat
dengan teman-temanmu?
Dua-duanya. Sendiri bisa lebih mandiri
dan berkembang. Kalau nggak berusaha
sendiri nggak tahu apa-apa. Kalau
bersama-sama bisa saling membantu dan
melengkapi biar pengetahuan lebih kaya.
Senang bila ada guru pendamping atau
tidak?
Senang tapi di sekolah SMP/ SMA tidak
ada guru pendamping. Kalau kuliah ada
dosen pembimbing akademik.
Kamu lebih senang waktu istirahat atau
waktu proses belajar mengajar di kelas?
Proses belajar mengajar karena bisa
menambah pengetahuan.
Apa yang kamu rasakan sewaktu berada
di dalam kelas?
Aku merasa biasa saja, tidak merasa
tertekan atau takut saat pelajaran.
Keadaan bagaimana yang bisa
membuatmu merasa stress dan cemas?
Kalau banyak tugas dan mau ujian.
Apakah pernah dimarahi pengajar?
Tidak pernah dimarahi, teman-teman juga
Nilai positif bila
sendiri dan bila
bersama teman-
teman
Butuh guru
pendamping
Belajar bisa
menambah
pengetahuan
Nyaman
mengikuti
pelajaran
Keadaan yang
menimbulkan
stres
Hubungan baik
1-l
Koding Subjek 1
2
AT
1
2
3
AU
1
AV
1
2
AW
1
2
3
4
AX
1
2
3
dimarahi pengajar
Hanya ingin tahu
pada info-info
penting
Membantu untuk
tahu sesuatu
Tidak ragu-ragu
saat mengerjakan
sesuatu
Menerima
kekurangan yang
ada pada dirinya
Tidak mau
menyombongkan
kelebihannya
heran kenapa saya tidak pernah dimarahi.
Ketika teman-temanmu membicarakan
sesuatu apakah kamu merasa ingin
tahu?
Tidak penting jadi tidak ingin tahu. Tetapi
kalau berkaitan dengan informasi penting
atau pengetahuan baru, ingin tahu.
Misalnya, temanmu sedang membuat
sesuatu, bagaimana caramu agar kamu
juga tahu apa yang sedang mereka
lakukan?
Dengan membantu mereka aku jadi tahu.
Kalau melakukan suatu hal, kamu
sering ragu-ragu nggak?
Tidak boleh ragu-ragu, mengerjakan
sendiri, kalau salah diperbaiki.
Apakah kamu menerima semua
kekurangan yang ada dalam dirimu?
Iya, saya bisa menerima karena saya
adalah mahkluk yang diciptakan Tuhan.
Tuhan memberi percobaan pada saya yang
punya kekurangan fisik.
Kelebihan apa saja yang kamu miliki?
Tidak mau mengungkapkan karena saya
tidak mau menyombongkan diri. Saya
bersyukur kepada Tuhan karena saya
dengan pengajar
Ingin tahu hanya
pada hal-hal
penting
Cara mencari
tahu dengan
membantu
Berani mencoba
& memperbaiki
Bila salah
Penerimaan atas
cobaan Tuhan
Punya beberapa
kelebihan tapi
tidak mau
1-m
Koding Subjek 1
4
5
6
7
8
AY
1
2
3
4
5
6
AZ
1
2
BA
1
BB
1
2
3
4
Ia cerdas dalam
pelajaran
Orang lain menilai
ia cantik
Bangga dengan
kelebihannya dan
merasa bahwa
Tuhan itu adil
Merasa sedih atas
kekurangan
Tidak
menyalahkan
orang
Marah hanya
dengan sesama
tuna rungu
pertama, cerdas belajar sehingga selalu
mendapat nilai tertinggi dan ranking
tertinggi di sekolah, saya ranking I dan II;
kedua, cantik tapi kata orang, aku tidak
mau menyombongkan diri.
Apa yang kamu rasakan dengan
kelebihan-kelebihanmu itu?
Iya, saya merasa bangga sekali. Tuhan itu
Maha Adil. Dia memberi kelebihan untuk
menutupi kekurangan. Orang normal juga
mempunyai kekurangan dan kelebihan
sehingga kita bisa saling membantu,
saling melengkapi.
Apa yang kamu rasakan atas
kekuranganmu?
Pernah merasa sedih, minder atas
kekurangan.
Pernahkah kamu menyalahkan orang
lain atas kekuranganmu?
Aku tidak pernah berpikir seperti itu.
Ketika sedang marah, apa yang
dilakukan?
Kalau sama orang normal tidak pernah
marah. Tapi kalau sama tunarungu yang
lain pernah marah dan bertengkar, karena
anak tunarungu lebih emosional.
sombong
Memahami
bahwa tiap orang
punya kelebihan
dan kekurangan
Ada perasaan
negatif atas
kekurangan
Realistis &
objektif
Emosional hanya
pada sesama tuna
rungu
1-n
Koding Subjek 1
BC
1
2
3
BD
1
2
3
4
5
6
7
BE
1
2
BF
1
2
BG
1
2
3
Tidak mau
menunjukkan
perasaan sedih
Menangis ketika
nilainya jelek
karena tidak tahu
ada ulangan
Rajin bertanya
supaya tidak
terulang lagi
Tidak mau
menunjukkan
perasaannya
Senang jika
berhasil dapat
nilai tertinggi
Tidak mau
memikirkan orang
lain
Kalau merasa sedih?
Tidak usah dipikirkan kalau sedih. Kalau
sedih juga tidak diperlihatkan di depan
teman-teman.
Pernah menangis?
Pernah menangis karena mendapat nilai
jelek karena ada beberapa teman tidak
memberitahu tentang ulangan harian
maupun ulangan mendadak pada awal
(pertama kali) masuk sekolah. Kemudian
lama-lama sudah terbiasa karena harus
rajin bertanya.
Pernahkah kamu menahan apa yang
sedang kamu rasakan?
Pernah. Apa yang aku rasakan tidak perlu
ditunjukkan di depan orang lain.
Pernah nggak ngerasa senang sekali?
Senang sekali karena berhasil dapat nilai
tertinggi.
Pernahkah kamu memikirkan apa yang
dirasakan orang lain?
Tidak usah dipikirkan karena itu urusan
orang lain maka cuek. Kalau dipikirkan
bisa membuat masalah.
Tidak
menunjukkan apa
yang sedang
dirasakan
Menangis ketika
kecewa tidak
mendapat nilai
bagus
Tidak
menunjukkan
perasaan
Keberhasilan
membuatnya
senang
Kurang peduli
dengan orang
lain
1-o
Koding Subjek 1
BH
1
2
3
BI
1
2
BJ
1
2
BK
1
2
3
4
5
6
BL
1
Selalu beraktivitas
agar tidak merasa
sepi
Tidak iri dengan
milik orang lain
Tidak mau
merepotkan orang
lain
Mencoba naik
angkutan kota tapi
sebelumnya
bertanya
bagaimana
caranya
Selalu pergi
sendiri
Pernahkah kamu merasa kesepian,
merasa sendirian?
Pernah tapi saya tidak pernah memikirkan
kesepian karena saya mau melakukan
kegiatan atau aktivitas misalnya belajar.
Pernahkah kamu merasa iri terhadap
temanmu yang memiliki sesuatu yang
tidak kamu miliki?
Tidak pernah iri. Tidak usah dipikirkan
karena orang tua akan memberi.
Apakah kamu merasa tergantung
dengan orang lain?
Tidak karena bisa menyusahkan atau
merepotkan orang lain.
Pernah nggak kamu pergi sendiri?
Aku sudah pernah mencoba naik angkutan
kota. Sebelumnya aku bertanya dulu
kepada teman. Kalau mau ke Amplas naik
jurusan apa, bagaimana caranya
memanggil, membayar sampai saya bisa
turun lagi. Naik motor juga uda pernah.
Apakah kamu selalu minta ditemani
ketika kamu butuh pergi ke suatu
tempat?
Tidak, aku selalu pergi sendiri.
Selalu
memanfaatkan
waktu
Tidak merasa iri
Mandiri
Selalu mau
mencoba hal
baru
Mandiri
1-p
Koding Subjek 1
BM
1
Tidak pernah
merasa takut
Apakah kamu pernah merasa takut
ketika ditinggal sendiri?
Tidak pernah takut.
Punya
keberanian
1-q
Koding Subjek 2
No Refleksi Hasil Wawancara Analisis
A
1
2
3
4
5
6
B
1
2
3
4
C
1
2
3
4
5
6
7
D
1
2
3
4
Tahu bahwa tidak
semua sekolah
bisa menerima
Tidak mendapat
keistimewaan
Ada keinginan
dari diri sendiri
Bercita-cita jadi
desainer
Pernah ikut ujian
untuk sekolah
umum tapi
nilainya mepet
Terinspirasi jadi
desainer
Kamu kok bisa masuk SMK BOPKRI?
Iya, Pakde guru SMK BOPKRI Sentolo,
jadi di sini banyak temannya Pakde, jadi
aku dititipkan disini. Soalnya kan nggak
semua sekolah bisa nerima siswa kayak
aku. Tapi aku nggak diperlakukan berbeda
dengan yang lain.
Yang nyuruh kamu masuk sekolah ini
Pakde?
Selain karena Pakde, aku sendiri juga
pengen karena aku pengen bisa belajar
jahit lebih dalam, jadi aku pengen bisa
sampai lulus di sekolah ini.
Apa yang bikin kamu tertarik masuk
SMK ini?
Di sini ada pelajaran menjahit, aku suka
jahit, aku pengen belajar lebih khusus lagi
di sini. Aku ambil kelas busana, aku
pengen jadi desainer. Waktu SMP aku
pengen masuk sekolah umum, tapi aku
ikut ujian untuk SMP umum nilaiku mepet
sekali jadi di Dena dulu aja.
Bakat jahitnya dari bapak?
Iya, aku sering lihat bapak menjahit, kan
bapakku penjahit. Tapi aku nggak hanya
pengen sekedar jadi penjahit, tapi pengen
jadi desainer terkenal hehehe…
Menyadari tidak
semua sekolah
bisa menerima
Punya motivasi
Takut tidak
mampu di
sekolah umum
Punya cita-cita,
dan pandangan
masa depan
2-a
Koding Subjek 2
E
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
F
1
2
3
4
G
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kurang senang
dengan suasana
kelas, keadaan
sekolah, dll.
Merasa sekolah
lain lebih baik
Merasa akan dapat
banyak teman
Tidak suka dengan
sistem asrama tapi
tahu di asrama
bisa mandiri
Sedikit menyesal
masuk sekolah ini
Temannya sedikit
Tidak semua
Kamu senang nggak sekolah di situ?
Sedikit karena suasana kelas selalu rame
terus dan aku nggak tahu mereka ribut
karena apa. Dan sekolahnya kotor dan
tidak disiplin seperti di Dena. Aku jadi
pengen sekolah di tempat temanku Regina
di Pangudi Luhur karena di sana lebih
disiplin dan guru-guru mengerti kalau dia
tuna rungu, mengajarnya lebih enak
katanya. Aku sering dengar cerita dari
Regina. Kalau disana aku pasti mendapat
banyak teman.
Nggak seperti di Dena ya yang selalu
tenang?
Tapi kalau di Dena aku nggak suka karena
aku tinggal di asrama dan asramanya
kayak asrama tentara, tapi aku tahu di
sana bisa buat aku lebih mandiri dan rajin.
Berarti kamu kurang seneng ya sekolah
di sekolah umum? Kamu menyesal?
Sedikit. Waktu itu aku pikir sekolah itu
bagus, populer. Ternyata tidak. Karena
kelasnya, teman-teman selalu rame.
Cowok-cowoknya sepertinya bukan tipe
gue… kalau cowok tipe gue adalah pintar,
baik, itu aja. Terus kalau aku punya temen
hanya dikit nggak banyak. Digosipin
kalau aku itu cantik tapi sombong. Kalau
mau curhat tentu temen-temen ada yang
Membandingkan
dengan sekolah
lain
Menyadari
manfaat di
asrama
Kecewa dengan
kondisi sekolah
Relasi kurang
baik
2-b
Koding Subjek 2
10
11
12
H
1
2
3
4
5
6
I
1
2
3
4
5
6
J
1
2
3
4
5
teman bisa
mengerti
Merasa senang di
sekolah umum
Ternyata tidak
sesuai dengan
bayangan
Merasa malu &
takut tidak
diterima
lingkungan sampai
muntah-muntah
Merasa takut
bicara karena
suaranya jelek
nggak ngerti. Aku sangat rindu sahabatku
karena nggak bisa bertemu, cuma sms-an.
Aku bosan sms-an bikin boros pulsa
Waktu dulu masuk sekolah pertama kali
apa kesanmu?
Kesanku, aku senang sekali akhirnya aku
bisa masuk sekolah umum sampai aku
nggak bisa tidur karena semangat. Tapi
nggak sesuai dengan bayanganku. Dulu
aku pikir bisa lihat cowok cakep
hehehehe...tapi di sini nggak ada.
Tidak merasa takut?
Iya aku juga takut karena malu, suaraku
jelek. Hanya itu yang buat aku takut, yang
lainnya nggak. Tapi sebelum masuk hari
pertama aku muntah-muntah 7 kali,
paginya sudah tidak apa-apa, di sekolah
juga tidak apa-apa
Apa yang kamu rasakan waktu kamu
ketemu sama temen-temen yang normal?
Malu, minder, aku takut kalau mau
ngomong, suaraku jelek. Jadi awalnya aku
nggak punya temen, hanya sama Mijil,
temenku dari Dena juga tapi sekarang uda
keluar.
Senang bisa
masuk sekolah
umum
Rasa takut &
malu
membuatnya
stres
Kurang percaya
diri
2-c
Koding Subjek 2
K
1
2
3
4
5
L
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
M
1
2
3
4
N
1
2
Kesulitan tidak
tahu apa yang
dikatakan guru
terutama pelajaran
tertentu
Cara agar dapat
mengikuti
pelajaran
Cara mengajar
guru tidak sesuai
Mata cepat lelah
Diterima oleh
teman-temannya
Sering ketinggalan
catatan
Kamu sekolah di SMK merasa punya
kesulitan nggak?
Kesulitannya aku nggak bisa dengar guru
ngomong apa waktu di kelas. Misalnya
kalau pelajaran Matematika, Bahasa
Inggris sama Bahasa Jawa aku susah
ngikutin.
Terus waktu di kelas, gimana caranya
biar kamu bisa ngikutin pelajaran?
Aku baca bibir guru yang sedang
mengajar tapi terlalu cepat jadi aku sering
nggak tahu, bikin pusing, jadi aku tanya
sama teman. Tapi aku kesulitan di
pelajaran Bahasa Jawa sama Bahasa
Inggris. Guru Bahasa Inggris sering
menggunakan kaset padahal kan saya
tidak dengar. Kalau pelajaran Agama dan
BP aku pernah sampai ketiduran karena
aku selalu menggunakan mataku jadi
cepat capek.
Temanmu mau membantu?
Iya, tapi kalau teman sebelahku tidak
masuk aku tanya sama yang lain.
Untungnya teman-teman baik, mau
membantu.
Apakah sulit mengikuti pelajaran?
Nggak kok cuma aku sering ketinggalan
kalau mencatat pelajaran. Aku kalau
Kesulitan
mengikuti
pelajaran
Kesulitan
mengikuti
pelajaran
Ada metode
mengajar yang
tidak dapat
digunakan pada
siswa tuna rungu
Bertanya dengan
orang lain bila
tidak mengerti
Kesulitan
mencatat
2-d
Koding Subjek 2
3
4
5
O
1
2
3
P
1
2
3
4
5
Q
1
2
R
1
2
3
4
S
1
Pinjam catatan
teman, kalau tidak
mengerti, tanya
Tetap bersyukur
atas tubuh yang
lengkap
Orang tuanya juga
tuna rungu
Iri dengan saudara
yang normal
Tetap merasa
dirinya punya
kelebihan
Merasa diterima
walau awalnya
banyak yang
mengejek
Berusaha ramah
pulang sekolah sering pinjam catatan
teman. Kalau aku tidak mengerti di rumah
tanya sama mbak atau bulek.
Kamu bisa menerima kekuranganmu?
Bisa karena aku bersyukur kepada Tuhan
karena tidak ada tubuhku yang nggak
lengkap.
Kamu merasa marah nggak, sama orang
tua mungkin?
Nggak soalnya kan emang orangtuaku
juga nggak bisa denger. Dulu aku pernah
merasa iri kenapa saudara-saudaraku dari
Ibu tidak ada yang seperti aku, kalau dari
Bapak ada.
Kamu juga punya kelebihan kan?
Kelebihanku cuma bisa menjahit jadi aku
tidak malu.
Di sekolah, apakah teman-temanmu bisa
menerima keadaanmu?
Iya, mereka bisa nerima aku yang nggak
bisa dengar. Awalnya banyak yang
mengejek tapi ada temanku yang selalu
membelaku, ada juga yang menertawakan.
Pernah nggak ada teman yang menolak
kehadiranmu?
Nggak pernah tapi aku tetap berusaha agar
pelajaran dan
berusaha pinjam
Menerima
kekurangan
Faktor keturunan
dan lingkungan
Merasa diterima
oleh lingkungan
Berusaha punya
2-e
Koding Subjek 2
2
3
T
1
2
3
U
1
2
V
1
2
3
4
5
6
W
1
2
X
1
Merasa iri dengan
teman yang bisa
mendengar
Malu dengan
cowok normal
Malu untuk
bertanya atau aktif
di kelas
Diam saat belajar
kelompok
Perlakuan yang
punya teman banyak, jadi aku berusaha
ramah
Pernah nggak kamu merasa iri dengan
teman-temanmu yang normal?
Pernah merasa iri, teman-teman bisa
tertawa mendengar apa kata guru yang
lucu.
Kalau kamu ketemu sama cowok yang
normal apa yang kamu rasakan?
Minder, malu aku cuma terus lihat dia
kalau ganteng tapi nggak berani kenalan.
Kalau di dalam kelas, kamu termasuk
siswa yang aktif bertanya atau menjawab
nggak?
Nggak, aku nggak berani tanya atau jawab
dan kalau harus maju mengerjakan soal
matematika, aku malu. Aku pernah protes
waktu guru menyuruh pulang cepat karena
kalau pulang cepat mbak belum
menjemput.
Pernah belajar kelompok?
Pernah tapi aku diam saja aku hanya
diajari sama temanku
Pernah nggak ada guru yang
memarahimu?
Nggak, mereka selalu baik sama aku.
banyak teman
Iri dengan yang
bisa mendengar
Minder dengan
lawan jenis
Tidak berani
aktif di kelas
Tidak aktif dalam
belajar kelompok
Merasa diterima
2-f
Koding Subjek 2
2
3
4
5
Y
1
2
3
4
Z
1
2
AA
1
2
AB
1
2
3
4
5
AC
1
baik dari guru
Semangat saat ada
pelajaran menjahit
Lumayan puas
dengan nilai yang
diterima
Bingung dengan
apa yang
ditertawakan jadi
bertanya dulu
Cemberut kalau
Waktu pertama masuk aku jadi murid
paling rapi dan dapat bingkisan. Mungkin
karena aku sudah pakai seragam yang
lainnya belum.
Pelajaran apa yang paling kamu sukai?
Menjahit jadi aku paling semangat kalau
berangkat sekolah saat ada pelajaran
menjahit. Itu setiap hari Senin, Rabu,
Kamis, Sabtu.
Puas bisa sekolah di sekolah umum?
Sedikit tapi lumayan puas dengan nilai-
nilaiku.
Wah, berarti nilai-nilaimu bagus semua
dong?
Ah, aku malu. Kalau mau tahu tanya aja
sama guru
Ketika ada suatu hal yang membuatmu
merasa lucu, apakah spontan tertawa?
Tidak, teman-teman menertawakan
sesuatu aku bingung apa yang mereka
tertawakan, aku hanya tersenyum terus
bertanya sama temanku, apa yang mereka
tertawakan, baru aku ikut tertawa.
Ketika sedang marah, apa yang
dilakukan?
Kalau aku marah biasanya aku cemberut,
oleh guru
Keasyikan
menjahit
Puas dengan nilai
yang diperoleh
Harus selalu
bertanya
termasuk hal-hal
yang lucu
Ekspresi marah
2-g
Koding Subjek 2
2
3
4
5
AD
1
2
3
4
5
6
AE
1
2
AF
1
2
3
AG
1
2
AH
1
sedang marah atau
ada yang
mengganggu atau
mengejek
Merasa sedih
karena tidak bisa
mendengar, rindu
orang tua, tidak
punya pacar lalu
menangis
Berpura-pura
gembira saat sedih
Komunikasi
teman-temanku sering mengganggu,
kadang ada yang sering ejek karena aku
nggak bisa dengar. Aku juga sering marah
dan mengeluh kalau disuruh cuci piring.
Pernah nggak kamu merasa sedih?
Sedih sekali karena aku nggak bisa denger
sampai menangis kalau lagi sedih, aku
juga menangis kalau lama tidak bertemu
orang tua hanya pelan-pelan saja.
Menangis di kamar. Nggak punya cowok
juga kadang bikin sedih hehehe...
Emangnya kamu pulang ke Bantul
berapa hari sekali?
Kalau libur panjang kayak libur semester
atau libur lebaran.
Pernahkah kamu menahan apa yang
sedang kamu rasakan?
Pernah. Saat sedih aku pura-pura gembira
di depan teman-teman. Kalau sudah di
kamar aku sering menulis buku harian.
Kamu punya teman dekat?
Punya, Mijil dan Amelia. Kalau di sekolah
sama Putri, teman sebangku.
Kalau sama teman yang normal kalau
mau cerita bagimana?
Aku biasanya cerita sambil bicara dan
dan penyebabnya
Sedih dengan
kondisi dirinya
Menutupi
perasaan
Cara
2-h
Koding Subjek 2
2
3
4
AI
1
2
AJ
1
2
3
4
5
6
AK
1
2
3
4
5
6
AL
1
2
3
4
dengan membaca
bibir dan isyarat
Malu dan pendiam
karena suara jelek
Tidak terbiasa
berteman dengan
lawan jenis
Senang bercerita
dengan teman di
sekolah atau tante
kalau di rumah
Tidak perduli
dengan apa yang
dikatakan orang
membaca bibir mereka, mereka ngerti tapi
kalau mereka nggak ngerti aku baru pakai
bahasa isyarat.
Kalau sama teman-teman sekelas
hubungan kalian bagaimana?
Biasa aja, aku kan malu dan pendiam
karena suaraku jelek jadi aku malu.
Kamu punya teman cowok juga nggak?
Nggak, aku tidak punya teman cowok.
Aku belum terbiasa berteman dengan
cowok karena sekolahku dulu semua
cewek dan nggak bisa dengar semua, jadi
males dan lebih banyak diem karena aku
malu suaraku jelek.
Kalau kamu punya kesulitan siapa yang
sering kamu mintain tolong?
Teman karena kalau sama guru biasa saja,
tidak dekat, lebih enak sama teman. Kalau
di rumah sama bulek. Kalau curhat juga
sama bulek, kalau di sekolah curhat sama
teman dekat. Kalau sama teman lain takut
bocor.
Teman-temanmu pernah gosipin kamu?
Putri bilang temen-temen gosipin aku
tentang aku cantik kok sombong, padahal
karena aku pemalu dan nggak bisa denger.
Tapi mereka tidak tahu kalau aku pemalu,
berkomunikasi
yang dipakai
Relasi terbatas
karena merasa
malu
Sulit dalam relasi
dengan lawan
jenis
Kelekatan
dengan orang
lain
Menghindari
masalah, malas
untuk berdebat
2-i
Koding Subjek 2
5
6
7
AM
1
2
AN
1
2
AO
1
2
3
4
5
6
7
AP
1
2
3
AQ
1
Diam untuk
menghindari
kesalahan
Melanggar aturan,
bolos karena salah
tanggap
Sadar akan
keterbatasan
komunikasi
Pendiam jadi tidak
ya sudah biarkan saja karena mereka juga
bersikap biasa saja. Dan malah kalau
bertemu mereka menyapaku.
Pernah ngerasa sendirian?
Pernah Waktu Mijil keluar dari sekolah
aku kesepian.
Kamu pernah dihukum sama guru?
Nggak pernah karena aku selalu diam biar
tidak dihukum tapi aku juga emang malas.
Terus kamu pernah melanggar aturan?
Nggak tapi bolos pernah. Karena waktu
itu aku nggak tau, karena aku salah
tanggap kalau masih ada pelajaran jadi
aku langsung pulang ternyata gurunya
datang mengajar. Pernah juga disuruh
membolos sama Pakde karena Pakde
berpikir itu cuma gotong royong.
Apa yang kamu rasakan kalau ngomong
tapi orang itu nggak ngerti apa yang
kamu maksud?
Iya tapi aku sadar karena aku tidak bisa
dengar jadi aku pakai bahasa isyarat atau
kutulis.
Pernah nggak bertengkar dengan
temanmu?
Nggak karena aku lebih sering diem. Dulu
Merasa kesepian
Menghindari
masalah
Kesalahpahaman
membuatnya
melanggar aturan
Cara mengatasi
keterbatasan
komunikasi
Tidak mampu
2-j
Koding Subjek 2
2
3
4
5
AR
1
2
3
AS
1
2
3
4
AT
1
2
3
4
5
6
AU
1
2
pernah bertengkar
Menyelesaikan
masalah dengan
bantuan teman
Senang bercerita
bersama teman-
teman
Merasa santai saat
istirahat dan
tegang saat harus
memperhatikan
guru di kelas
Ulangan/ ujian
dapat membuat
stress
pernah ada masalah karena teman pinjam
uang tidak dikembalikan tapi sudah lama
dan sudah selesai, temanku Putri yang
membantu selesaikan.
Kalau kamu di sekolah senang sendirian
atau sama teman?
Aku lebih senang kalau ada teman-teman,
kalau tidak ada pelajaran, gosip macem-
macem sama teman.
Kamu lebih senang kalau proses belajar
di kelas atau waktu istirahat?
Istirahat karena aku bisa santai, bisa gosip,
bisa maem. Kalau uda di kelas kan tegang,
nggak bisa santai, harus perhatikan guru
bicara.
Apa yang kamu rasakan waktu
pelajaran di kelas?
Kadang merasa tertekan, waktu ulangan,
terutama ulangan matematika. Mual tapi
kadang-kadang juga. Kalau ulangan
Bahasa Inggris dan Bahasa Jawa takut
juga tapi sedikit, kalau aku nggak tahu,
aku lihat punya teman.
Kamu kalau ulangan sering nyontek ya?
Kalau Bahasa Inggris, yang lain juga tapi
jarang
menyelesaikan
masalah
Rileks bersama
teman
Rileks saat
istirahat
Stres
menghadapi
ujian
2-k
Koding Subjek 2
AV
1
AW
1
2
3
4
5
AX
1
2
3
AY
1
2
3
AZ
1
2
Bertanya bila
ingin tahu
Pernah mencoba
pulang sendiri tapi
takut dan akhirnya
menangis
Dapat menghafal
letak
Takut saat sendiri
karena bingung
saat butuh sesuatu
Minta pendapat
tante bila mau
melakukan sesuatu
Kalau temanmu sedang ngobrol, kamu
pengen tahu?
Iya jadi aku tanya kalian ngomong apa.
Pernah nggak pulang sendiri?
Pernah dulu aku pernah ingin pulang
sendiri supaya tidak merepotkan. Aku
naik becak. Tapi sampai rumah aku
menangis, ternyata aku takut juga
sendirian, tidak terbiasa.
Pertama kali sekolah kamu langsung
hafal letak kelasmu, kantin atau ruang
guru dimana?
Nggak, waktu aku belum hafal aku
dianterin sama temanku, tapi dalam
seminggu aku sudah hafal.
Pernah merasa takut kalau ditinggal
sendirian?
Iya, aku takut kalau sendiri kan kalau aku
butuh sesuatu aku bingung mau minta
tolong siapa.
Kalau kamu pengen melakukan sesuatu
kamu minta persetujuan orang lain dulu
nggak?
Iya aku tanya dulu, minta pendapat
biasanya sama Bulek
Mencoba mandiri
dengan pulang
sendiri tapi
malah menangis
Takut bila
sendirian
Tidak bisa
memutuskan
sendiri
2-l
Koding Subjek 3
No Refleksi Hasil Wawancara Analisis
A
1
2
3
B
1
2
3
4
5
6
C
1
2
D
1
2
E
1
2
Dorongan orang
tua untuk
bersekolah di
sekolah umum
Merasa di SLB
tidak bisa mandiri
karena selalu ada
yang menolong
Merasa berat
kuliah arsitektur
Keinginan sendiri
untuk mencoba
tantangan
Ingin bergaul
dengan orang
normal
Merasa malu tidak
bisa mendengar
Sejak kapan sekolah di sekolah umum?
Sejak SMP, karena papa pengen saya
sekolah di sekolah umum supaya bisa
bergaul di tengah-tengah orang normal.
Gimana ceritanya kok bisa sekolah/
kuliah di situ?
Karena kalau di SLB malah nggak bisa
mandiri, apa-apa kalau nggak bisa, minta
tolong bruder tapi kalau di umum harus
sendiri walau nggak bisa apa-apa. Kuliah
ini saya ikut tes. Di arsitektur berat,
banyak berhitung.
Kamu masuk sekolah umum karena
keinginanmu sendiri atau karena orang
lain?
Selain karena papa, saya juga senang ingin
mencoba tantangan.
Apa yang membuatmu tertarik masuk
sekolah umum?
Karena ingin bergaul dengan orang
normal.
Apa kesan pertamamu?
Malu karena aku tidak bisa dengar di
antara teman-teman yang lain.
Motivasi dari
luar dirinya
Kekurangan yang
dirasakan selama
di SLB
Ingin mencoba
hal baru/
tantangan
Ingin mencoba
pergaulan baru
Ada perasaan
malu atas
kekurangan
3-a
Koding Subjek 3
F
1
2
3
4
5
6
7
8
G
1
2
3
H
1
2
3
4
5
6
7
I
1
2
Mengira sekolah
umum sama
dengan SLB
Guru mengajar
terlalu cepat dan
susah bergaul
dengan yang
normal
Merasa cemas dan
takut, lama-lama
terbiasa
Merasa kesulitan
komunikasi &
mencoba
mengatasi
Mau nggak mau
menerima
Apakah sesuai dengan harapanmu
sebelum masuk ke sekolah umum?
Tidak sesuai. Saya dulu berpikir bahwa
sekolah umum itu sama dengan di SLB,
baik dalam proses belajar atau dalam
pergaulan. Guru tidak mencatat di papan
tulis, kalau menerangkan juga cepat-cepat
dan tidak jelas. Susah juga bergaul tidak
dengan teman-teman yang bukan
tunarungu.
Apa yang kamu rasakan ketika hari
pertama kamu bersekolah di sekolah
umum?
Aku merasa cemas, takut. Rasanya pengen
mengundurkan diri karena tidak betah.
Tapi lalu lama-lama mulai terbiasa.
Apakah kamu mengalami kesulitan?
Kesulitan komunikasi. Aku mengatasinya
dengan pertama kali sejak berkenalan aku
memperkenalkan diri sebagai tunarungu
sehingga mereka tau kalau aku tidak bisa
dengar, lalu teman-teman ”Oooo…..”
setelah itu baru mencoba berkomunikasi
pelan-pelan.
Apakah bisa menerima kekuranganmu?
Ya. Mau nggak mau aku harus bisa
menerimanya.
Membandingkan
sekolah umum
dengan SLB &
kesulitannya
Proses
menyesuaikan
diri
Kesulitan yang
dialami & usaha
yang dilakukan
Terpaksa
menerima
3-b
Koding Subjek 3
J
1
2
3
4
5
K
1
L
1
M
1
2
3
4
5
N
1
2
3
4
kekurangan
Pernah merasa
sedih & frustrasi
atas kekurangan &
protes pada Tuhan
Bisa basket &
berhitung
Bangga dengan
kelebihan
Pernah
menyalahkan
orang tua atas
kekurangan
Berusaha bergaul
dengan teman &
pengajar
Dengan kekurangan tersebut, apa yang
kamu rasakan?
Pernah merasa sedih, frustrasi. Aku protes
sama Tuhan tapi setelah membaca alkitab
aku baru sadar kalau Tuhan memberikan
kepada semua orang kelebihan dan
kekurangan.
Kelebihan apa yang kamu miliki?
Bisa bola basket, pandai berhitung.
Apa yang kamu rasakan dari
kelebihanmu itu?
Aku bangga.
Apakah kamu pernah menyalahkan
dirimu sendiri, atau orang lain atas
kekuranganmu?
Dulu pernah sama orang tua. Sekarang
nggak lagi. Karena dulu waktu mama
hamil, mama sakit panas, trus pas lahir
tunarungu. Kalau saudara yang lain tidak.
Kadang aku juga merasa dunia tidak adil.
Apakah ada usaha untuk mengubah diri
agar dapat diterima lingkunganmu?
Ada. Kalau sama teman-teman aku
berusaha ramah, rajin bergaul, akrab.
Kalau sama pengajar dengan banyak
bertanya.
keadaan
Menyadari &
menerima
kekurangan
Kelebihannya
Menyalahkan
orang lain
sebagai penyebab
kecacatan
Mencoba berelasi
di lingkungan
baru
3-c
Koding Subjek 3
O
1
2
3
4
5
P
1
2
3
4
5
Q
1
2
3
4
R
1
2
3
Merasa rendah diri
di sekolah umum,
lama-lama terbiasa
Merasa iri dengan
orang normal
Tidak mengerti
apa yang
dikatakan guru
Merasa rendah diri
tapi berhasil
punya pacar
Rendah diri tidak
bisa mengikuti &
bertanya dengan
Apa yang kamu rasakan ketika berada di
lingkungan sekolah?
Awalnya aku merasa rendah diri, tidak
percaya diri, lama-lama nggak. Apalagi
waktu kelas 1 SMP, pertama kali sekolah
di sekolah normal, kalau kelas 2 udah
nggak.
Melihat temanmu yang bisa mendengar,
apa yang kamu rasakan?
Kadang aku merasa iri dengan mereka
yang bisa mendengar, mereka tahu guru
ngomong apa, kalau belajar aku tidak tahu
guru ngomong apa jadi aku harus selalu
tanya.
Ketika harus berteman dengan teman
wanita yang normal, apa yang kamu
rasakan?
Awalnya aku merasa rendah diri tapi
lama-lama terbiasa tapi aku pernah punya
pacar sekali waktu SMP. Sekarang tidak.
Aku mau belajar saja.
Ketika tidak bisa mengikuti proses
belajar mengajar apa yang kamu
lakukan?
Aku merasa rendah diri. Iya belajar
sendiri. Tapi kalau belajar sendiri bodoh
jadi tanya-tanya sama yang lain. Trus aku
Dapat mengatasi
rasa kurang
percaya dirinya
Iri dengan orang
normal
Perrnah menjalin
relasi dengan
lawan jenis
Mencoba
mengatasi
ketertinggalan
3-d
Koding Subjek 3
4
S
1
2
3
T
1
2
3
U
1
2
V
1
2
3
4
5
W
1
2
3
yang lain
Awalnya takut
sekolah, lama-
lama terbiasa
Belajar dan rajin
membaca agar
bisa mengikuti
Nilainya
memuaskan
kecuali pelajaran
bahasa
Senang tertawa &
sering digoda
temannya
tanya sama papa.
Apa yang kamu rasakan ketika harus
berangkat ke sekolah?
Awalnya takut nggak bisa ngikutin
pelajaran tapi lama-lama nggak takut
karena udah biasa.
Apa yang kamu lakukan untuk
mengatasi rasa takut?
Mau belajar, rajin baca buku, guru
menerangkan, aku baca karena aku nggak
bisa dengar.
Apa yang kamu rasakan bisa bersekolah
di sekolah umum?
Senang. Puas bisa bersekolah dan sampai
kuliah.
Puas tidak dengan nilai-nilai yang kamu
dapat?
Puas, bagus. Waktu SMP aku yang jelek
Bahasa Jawa, trus waktu SMA Bahasa
Inggris yang aku nggak bisa. Lalu waktu
UAN ada ujian listening aku protes sama
guru lalu guru nulis.
Kamu senang bercanda dengan teman-
teman?
Ya. Ada yang lucu sedikit saja aku sudah
tertawa. Teman juga sering menggoda,
sering mengajariku kata-kata kasar atau
dalam pelajaran
Bisa mengatasi
rasa takut
Mensiasati agar
bisa memahami
pelajaran
Puas bisa sampai
kuliah
Puas dengan nilai
yang diperoleh
Memiliki sifat
humoris
3-e
Koding Subjek 3
4
X
1
2
3
4
5
Y
1
2
3
4
5
Z
1
2
AA
1
2
AB
1
2
Merasa marah bila
diejek & teman
ditanya tapi tidak
mau menjawab
Cerita dengan
orang terdekat
memakai surat
Pernah menangis
saat putus
Malas bertemu
orang lain saat
perasaan kacau
Merasa telat
tertawa karena
kata-kata jorok.
Ketika sedang marah, apa yang
dilakukan?
Ekspresi muka menunjukkan marah.
Biasanya karena diejek dan ketika
bertanya guru tadi ngomong apa, teman
tidak mau memberitahu baru marah
karena merasa ingin tahu.
Kalau merasa sedih?
Buat surat untuk mama dan sahabat. Aku
terbiasa cerita sama mama atau sahabatku
dengan menulis surat. Mamaku ada di
Bogor jadi tidak bisa berkomunikasi kalau
tidak bertemu, jadi harus pakai surat.
Pernah menangis?
Pernah menangis karena putus tapi cuma
sebentar. Hehehe...
Pernahkah kamu menahan apa yang
sedang kamu rasakan?
Pernah biasanya tidak mau bertemu orang,
langsung pulang.
Ketika teman-temanmu menertawakan
sesuatu, apakah kamu juga ikut-ikut
tertawa padahal kamu tidak tahu apa
yang mereka tertawakan?
Iya tapi aku tanya dulu. Jadi kadang orang
sudah selesai tertawa, aku baru tertawa
Mengekspresikan
perasaan marah
Berkomunikasi
lewat surat
Menahan
perasaan
3-f
Koding Subjek 3
3
AC
1
AD
1
AE
1
2
AF
1
2
AG
1
AH
1
2
3
AI
1
bisa langsung tahu
Cerita dengan
orang terdekat
Senang bisa
pacaran
Senang diterima
teman-teman
Pergaulan
terhambat masalah
komunikasi
Merasa tidak enak
karena aku baru mengerti.
Apa yang kamu lakukan untuk
menunjukkan apa yang sedang kamu
rasakan?
Ngomong sama teman akrab atau mama.
Pernah nggak ngerasa senang sekali?
Pernah waktu pertama kali pacaran.
Apakah teman-teman senang dengan
kehadiranmu? Guru-guru bagaimana?
Teman-teman senang tapi kalau guru
nggak tau.
Terhambat nggak ketika harus bergaul
dengan mereka?
Ya. Hambatan komunikasi. Dengan
banyak bergaul nanti lama-lama biasa.
Apakah teman-teman banyak yang
mengenalmu?
Ya
Kamu punya sahabat?
Iya namanya Eka dia sudah bekerja
kantornya dekat Monjali. Dia beriman
kuat sering ikut bakti sosial.
Apakah kamu mengenal guru-gurumu
dengan baik?
Tidak terlalu mengenal. Ada satu dosen
Merasa diterima
oleh teman
Terhambat
komunikasi
Tidak ingin
3-g
Koding Subjek 3
2
3
4
5
6
7
8
AJ
1
2
3
4
AK
1
AL
1
AM
1
2
3
4
dengan teman lain
bila menerima
kebaikan dosen
Membantu
mengerjakan tugas
& minta bantuan
Bertengkar dengan
teman yang
berbohong
yang tahu aku tunarungu dan perhatian.
Dulu aku pernah bertemu di HKI waktu
pemberkatan gedung yang baru. Dia
bilang kalau aku kesulitan dan ingin
bertanya disuruh datang ke kantornya.
Tapi aku tidak pernah datang tidak enak
sama teman yang lain.
Apakah teman-teman sering minta
bantuanmu? Misalnya?
Ya membuat tugas kalau tugasnya tugas
kelompok. Aku juga sering minta tolong
titip fotocopy atau minta tolong dianter
pulang
Apakah mereka dengan senang hati
membantumu?
Ya.
Apakah kamu pernah mengetahui kalau
mereka membicarakanmu?
Nggak pernah.
Pernah nggak bertengkar dengan
temanmu? Karena masalah apa?
Pernah karena teman berbohong dan tidak
mau membantuku baik waktu masih
sekolah atau kuliah. Waktu itu aku
bertanya tapi dia tidak mau menjelaskan.
membuat teman
lain iri
Saling membantu
dengan teman
Tidak senang
dibohongi
3-h
Koding Subjek 3
AN
1
2
3
4
AO
1
2
AP
1
2
3
4
5
6
AQ
1
AR
1
2
Merasa orang
malas berteman
karena ia punya
keterbatasan
Tidak pernah
melanggar aturan
Kesulitan ketika
harus membaca
bibir & terbantu
ketika pengajar
menulis/ pakai
proyektor
Fotocopy catatan
bila ketinggalan
Pernah mencontek
Apakah pernah merasa dijauhi atau
dikucilkan?
Ya karena punya keterbatasan. Aku
merasa karena aku tidak bisa dengar lalu
orang jadi malas berteman. Biarkan saja,
ada teman yang lain.
Kamu pernah melanggar peraturan
nggak?
Nggak pernah hanya telat datang sekolah
1 kali, kuliah tidak pernah.
Ketika guru sedang menerangkan
sesuatu, apakah dapat mengerti
maksudnya?
Kadang kesulitan dan kadang tidak.
Faktor pengajar/ dosen yang baik,
misalnya mau perhatikan. Kalau guru/
dosen nulis atau pakai proyektor aku
ngerti tapi kalau disuruh terus-terusan
lihat gerak bibir mataku cape dan ngantuk.
Apa yang kamu lakukan biar nggak
ketinggalan pelajaran?
Fotocopy catatan teman
Kalau pas ulangan, kamu pernah
nyontek atau tanya ke teman nggak?
Kalau ulangan harian pernah, tapi ujian
akhir nggak pernah. Kalau kuliah
Merasa orang
menjaga jarak
dengannya
Metode
pengajaran yang
bisa diterima
Terbantu dengan
ujian open book
3-i
Koding Subjek 3
3
AS
1
2
AT
1
2
3
4
AU
1
2
3
AV
1
AW
1
2
AX
1
2
Salah tanggap saat
teman bicara tidak
jelas & cepat
Teman yang sudah
tahu
Sulit menjelaskan
maksudnya
Bisa selesaikan
masalah
Belajar dari
kesalahan
seringnya open book jadi enak hehehe…
Apakah pernah salah tanggap?
Pernah itu sering terjadi kalau teman tidak
jelas berbicara, terlalu cepat.
Kalau ngobrol dengan teman yang
normal, ngerti nggak apa yang mereka
omongkan?
Ya. Kalau sama orang yang udah kenal
gampang karena mereka tau kalau
ngomong sama aku pelan dan jelas tapi
kalau baru kenal susah.
Apa perasaanmu saat orang lain tidak
mengerti apa yang kamu maksud?
Sulit karena ada keterbatasan komunikasi.
Pelan-pelan aku jelaskan tapi kalau tidak
tahu ya ditulis saja.
Ketika ada masalah apakah dapat
menyelesaikannya?
Bisa selesaikan sendiri.
Pernahkah melakukan kesalahan yang
sama?
Nggak pernah. Selalu belajar dari yang
lalu.
Apakah pernah punya masalah?
Nggak ada hanya bertengkar dengan
teman tapi berbaikan lagi
Mengalami
kesalahpahaman
Cara
berkomunikasi
harus pelan dan
jelas
Ada kesulitan
komunikasi
Belajar dari
pengalaman
Berusaha
menjaga
3-j
Koding Subjek 3
AY
1
2
AZ
1
2
3
4
5
6
BA
1
BB
1
BC
1
2
3
4
5
Bisa berpikir
sebelum
memutuskan
Senang nonton
film kalau sedang
stress
Senang berada
bersama teman
Tidak suka guru
pendamping
Lebih senang saat
istirahat karena
bisa santai, tidak
tegang seperti di
kelas
Kalau kamu disuruh melakukan sesuatu,
kamu langsung mengikuti nggak?
Aku berpikir dulu apakah itu baik atau
tidak.
Kamu kalau stress ngapain? Sampai
sakit nggak?
Nggak pernah, biasanya sakit kalau
musim hujan. Kalau stress biasanya aku
nonton bioskop, film-film baru, aku selalu
nonton, nanti aku mau nonton Indiana
Jones. Kalau banyak film baru aku nonton
tiap hari.
Kamu senang sendiri atau ada dekat
dengan teman-temanmu?
Dekat dengan teman-teman.
Menurutmu butuh guru pendamping
atau tidak?
Sepertinya aku nggak suka.
Sewaktu di sekolah atau di kampus, lebih
senang ada saat proses belajar atau
istirahat?
Istirahat karena lebih santai bisa bercanda
dengan teman, ngobrol, kalau di kelas
tegang. Apalagi dulu waktu awal-awal
masuk sekolah umum, kadang merasa
tertekan karena harus lebih serius.
hubungan
Mengatasi stres
dengan
menonton
Rileks saat
istirahat bersama
teman-teman
3-k
Koding Subjek 3
BD
1
2
3
4
5
BE
1
2
BF
1
2
3
4
5
BG
1
2
3
BH
1
Takut
mengecewakan
orangtua
Bila ingin tahu
sesuatu harus
bertanya
Memikirkan
pendapat orang
tentang dirinya
Merasa sendirian
Keadaan bagaimana yang bisa
membuatmu merasa stress dan cemas?
Aku takut mengecewakan orang tua,
kakakku kuliah kedokteran UI butuh biaya
banyak. Sedangkan orang tua sebentar lagi
pensiun bersamaan karena umur mereka
sepantaran.
Apakah pernah dimarahi pengajar?
Pernah tapi aku cuek saja tidak
membuatku tertekan.
Ketika teman-temanmu membicarakan
sesuatu apakah kamu merasa ingin
tahu?
Ya. Pasti ingin tahu. Kalau aku ingin tahu
aku harus bertanya. Mereka sedang
bicarakan apa, mereka sedang
mengerjakan apa. Kalau tidak sering
bertanya aku bisa ketinggalan.
Pernahkah kamu memikirkan apa yang
dirasakan orang lain?
Ya. Teman-teman, orang tua dan guru.
Apa yang mereka pikirkan punya teman,
anak, murid yang seperti aku.
Pernahkah kamu merasa kesepian,
merasa sendirian?
Ya pernah. Kalau aku di rumah sendirian
Mencari tahu
informasi supaya
tidak ketinggalan
Memikirkan
perasaan orang
lain
Kesepian saat
3-l
Koding Subjek 3
2
3
4
5
6
7
8
BI
1
2
BJ
1
2
3
4
BK
1
2
3
BL
1
2
bila di kos tidak
ada teman
Merasa tergantung
bila sedang butuh
bantuan orang
Butuh teman
untuk pergi ke
tempat jauh
di tempat nenek. Aku tinggal di tempat
nenek supaya tidak boros uang kos.
Rumah nenekku itu kos-kosan cowok tapi
cewek boleh masuk, tapi aku nggak
bolehin cewek masuk, kalau cowok boleh
masuk kamar. Kalau teman-teman yang
lain bolehin cewek masuk.
Pernahkah kamu merasa iri terhadap
temanmu yang memiliki sesuatu yang
tidak kamu miliki?
Ya. Karena aku tidak enak kalau harus
minta sama orang tua
Apakah kamu merasa tergantung
dengan orang lain?
Kadang iya, karena aku merasa bahwa aku
punya keterbatasan dan membutuhkan
orang lain. Tidak, bila aku merasa itu
tidak penting atau tidak berguna.
Kamu selalu minta ditemani?
Jarang, kadang-kadang aja kalau aku
harus pergi ke tempat yang jauh aku minta
ditemani.
Kalau memutuskan sesuatu ragu-ragu
tidak?
Ya. Biasanya aku tanya teman sebaiknya
bagaimana.
sendiri
Kelekatan
dengan orang
lain
Usaha untuk
melakukan
sendiri
3-m
Koding Subjek 4
No Refleksi Hasil Wawancara Analisis
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
B
1
C
1
2
3
4
5
6
D
1
2
3
4
Ingin masuk
sekolah umum
Berhasil masuk
tapi tidak dapat
mengikuti
pelajaran lalu
pindah
Merasa kesulitan
di pelajaran
bahasa
Berharap menjadi
lebih pintar
dengan sekolah di
sekolah umum
Kamu kok bisa sekolah di SMK
BOPKRI?
Iya bisa aja, aku pengen masuk sekolah
umum. Dulu waktu mau daftar sekolah
aku pengennya masuk Muhammadiyah,
ikut tes di SMA Muhammadiyah 4, trus
ketrima sekarang udah pindah karena aku
nggak betah belajar terus, pasti pusing.
Dulu aku pengen pindah SMK
Muhammadiyah tapi sudah penuh.
Akhirnya di SMK BOPKRI
Berapa lama di SMA Muhammadiyah?
1 bulan
Karena belajar teorinya banyak ya?
Teorinya banyak, apalagi ada pelajaran
Bahasa Arab, sangat sulit. Kalau di SMK
kan banyak keterampilan kayak di SLB
jadi tidak berat sekali. Tidak ada Bahasa
Arab, ada Bahasa Jawa, Bahasa Inggris
dan Bahasa Indonesia.
Kenapa kok pengen masuk sekolah
umum?
Pengen lebih pintar, kan di sekolah umum
guru banyak bicara, jadi aku baca bibir,
kan gurunya nggak hanya menulis di
papan tulis.
Merasa tidak
sanggup
mengikuti
pelajaran di
SMA tersebut
Merasa kesulitan
di pelajaran
bahasa dan
terbantu dengan
adanya
keterampilan
Merasa akan
lebih pintar
belajar di sekolah
umum
4-a
Koding Subjek 4
E
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
F
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
G
1
2
3
Mencoba untuk
dapat mengendarai
motor
Bisa mengendarai
motor saat SMP
dan mulai belajar
menyetir
Malu tidak bisa
menjahit
Ikut kontes
modelling dan
berhasil menjuarai
beberapa kontes
serupa
Ingin pintar dan
punya masa depan
cerah tapi takut
Kamu sejak kapan bisa naik motor
sendiri?
Sejak kelas 3 SD aku sudah mulai belajar
naik motor, tapi hanya megang stang, aku
belajar sama sopirku. Trus kelas 4 aku
mulai belajar ngatur gigi sampai kelas 6
aku baru bisa tapi baru bawa motor sendiri
sejak SMP. Aku juga bisa nyetir mobil,
waktu belajar sampai nabrak-nabrak
karena aku nggak bisa ngatur kopling.
Tapi aku nggak berani nyetir di jalan raya,
rame.
Apa kesan pertamamu dulu masuk
sekolah umum?
Aku malu karena aku belum pernah
belajar keterampilan menjahit kayak di
sini. Dulu di SLB aku belajar
keterampilan boga, salon, latihan model.
Tapi aku pernah ikut lomba model
nasional di hotel, nggak ada tuna rungu
yang ikut, peserta lainnya normal semua.
Tapi aku tetap semangat dan aku jadi
juara 1, pialaku ada 6. Sekarang aku sudah
bisa menjahit.
Apa yang kamu bayangkan tentang
sekolah umum dulu?
Iya, aku membayangkan kalau bisa
sekolah di sekolah umum aku bisa pintar,
masa depannya lebih cerah tapi aku takut
Proses belajar
mengendarai
motor
membutuhkan
waktu yang lama
Belum bisa
menjahit
Berhasil menjadi
model
Memiliki
pandangan
tentang masa
4-b
Koding Subjek 4
4
H
1
2
3
4
5
6
7
8
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
J
1
2
tidak naik kelas
Senang di sekolah
umum tapi takut
dapat nilai jelek,
ternyata hasilnya
lumayan
Kesulitan di
beberapa pelajaran
Takut tidak bisa
naik kelas bahkan
takut tidak naik
kelas
Ingin langsung
kerja tidak kuliah
nggak bisa naik kelas.
Waktu kamu masuk sekolah umum
pertama kali, apa yang kamu rasakan?
Waktu pertama kali masuk sekolah umum
aku merasa senang, lama-lama menjelang
ulangan umum THB aku jadi takut nanti
nilaiku turun. Tapi ternyata hasilnya
lumayan di rapotku aku juara 10, teman-
teman ada yang turun 12 peringkat. Dulu
di SLB kan aku juara 2 jadi masih
lumayanlah aku masih bisa jadi juara 10.
Kamu merasa punya kesulitan nggak
selama di skolah umum?
Aku baru pertama kali masuk sekolah
umum, kesulitan di Bahasa Jawa. Punya
kesulitan juga di pelajaran Matematika,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. Kalau
yang aku bisa pelajaran menjahit, PPKn,
IPS tapi juga masih ada sedikit
kesulitannya. Orang tuaku bilang aku
harus sekolah sampai lulus, tapi aku sedih
kepikiran takut terus, takut nggak bisa
naik kelas, tapi sekarang sudah nggak
papa, aku minta doa ya.
Iya aku doain kamu naik kelas, nilainya
bagus, terus bisa lulus, bisa kuliah
Besok aku nggak kuliah langsung kursus,
gantinya PKL jadi bisa langsung kerja,
depan
Merasa takut
mengjadapi ujian
Kesulitan
mengikuti
pelajaran
Merasa takut
tidak bisa sampai
lulus
Tidak ingin
kuliah
4-c
Koding Subjek 4
3
4
K
1
2
L
1
2
M
1
2
3
N
1
2
O
1
2
3
Ingin berbagi ilmu
Sulit mengerti apa
yang dikatakan
orang lain
Malu sehingga
tidak berani
bergaul
Menerima dirinya
dan mengetahui
kelebihannya
Ingin jadi model
yang sukses
Tidak malu punya
kekurangan tapi
tidak suka bila ada
yang mengejek
buka salon kecantikan terus aku mau
ngajarin anak-anak latihan model.
Selain kesulitan pelajaran, kamu punya
kesulitan yang lain nggak?
Iya aku susah ngobrol dengan teman-
teman, susah mengerti apa kata guru.
Apa yang kamu rasakan saat harus
bergaul dengan teman yang normal?
Aku malu bergaul, tidak mau tampil
bersama teman-teman.
Kamu kan nggak bisa dengar, kamu
menerima kekurangan kamu itu?
Iya, aku menerima kalau kekuranganku
tidak bisa dengar, tapi aku bisa jadi
model. Itu jadi kelebihanku.
Apa yang kamu rasakan bisa jadi model?
Senang, bangga semoga bisa jadi model
yang sukses.
Pernah nggak kamu merasa malu
dengan kekuranganmu?
Nggak merasa malu tapi aku sebel sama
teman-teman kalau mereka mengejek aku
karena aku tuli.
Ingin berbagi
ilmu
Kesulitan
komunikasi
Awalnya malu
bergaul
Menerima
kekurangan
Bangga menjadi
model
Kesal bila diejek
4-d
Koding Subjek 4
P
1
2
Q
1
2
3
4
5
R
1
2
3
4
5
S
1
2
3
4
5
Tidak salahkan
orang lain
Tidak berteman
dengan yang
mengejek, saat ini
sudah tidak ada
yang mengejek
Tidak ingin bisa
mendengar
Mencoba
berkenalan,
berteman, ramah
agar diterima oleh
teman-teman
Pernah nggak kamu menyalahkan orang
lain karena kamu nggak bisa dengar?
Aku nggak pernah pikir salahkan orang
lain.
Terus kalau kamu diejek begitu apa yang
kamu lakukan?
Kalau ada yang nakal begitu aku tidak
mau berteman. Jadi aku dulu sering
dibilang sombong tapi sekarang teman-
teman kebanyakan baik sama aku, tidak
mengejek.
Pernah nggak kamu merasa pengen bisa
dengar?
Tidak ingin bisa dengar, aku sudah bisa
menerima keadaanku sekarang dan aku
cukup bahagia. Aku juga tidak iri melihat
teman bisa dengar. Teman normal ingin
seperti aku, bisa model.
Kamu berusaha agar teman-temanmu
mau menerimamu nggak?
Iya bagaimana caranya agar mereka mau
menerimaku, kan aku kalau di sekolah
butuh sesuatu, teman-temanlah yang akan
membantuku. Aku coba berteman, coba
kenalan. Berusaha untuk ramah, senyum.
Pernah dianggap
sombong
Tidak iri dengan
orang yang bisa
mendengar
Berusaha agar
diterima oleh
lingkungannya
4-e
Koding Subjek 4
T
1
2
3
4
U
1
2
3
V
1
2
3
W
1
2
3
X
1
2
3
Y
1
Malu berkenalan
lama-lama terbiasa
Takut diejek oleh
teman laki-laki
Tidak mengerti
apa yang diajarkan
guru
Awalnya takut
berangkat sekolah
Senang bersekolah
di sekolah umum
Apa yang kamu rasakan berada di
antara teman-temanmu yang normal?
Malu, aku kalau berkenalan dengan
teman-teman yang baru aku malu karena
belum kenal dekat. Tapi kalau sudah lama
jadi biasa aja.
Sekarang masih malu?
Tidak malu lagi tapi kalau berteman
dengan laki-laki aku masih malu, tidak
mau ngobrol, nanti dihina.
Kamu bisa mengikuti pelajaran?
Aku tidak mengerti, guru mengajar
ngomong kecepatan saya tidak jelas, biar
teman-teman mau bantuin saya.
Kamu kalau berangkat ke sekolah
bersemangat nggak?
Waktu dulu aku masih takut berangkat
sekolah namun sekarang tidak takut,
berani, ok!
Senang di sekolah normal?
Senang bisa bersekolah di sekolah normal,
tidak khusus untuk yang cacat saja, sama-
sama teman normal lainnya.
Puas tidak dengan nilai-nilai yang kamu
dapat?
Puas dengan nilai-nilai yang cukup. Tapi
Semakin lama
menjadi terbiasa
berkenalan
Tidak malu lagi
berteman
Sulit mengikuti
pelajaran yang
yang diajarkan
Mampu
mengatasi rasa
takut
Puas dapat
berelasi dengan
orang normal
Puas dengan nilai
4-f
Koding Subjek 4
2
3
4
Z
1
2
AA
1
2
AB
1
2
3
AC
1
2
AD
1
2
3
4
Takut tidak lulus
Menangis bila
tidak bisa
Menagis karena
patah hati
menjahit lebih baik, 8. peragaan 8, yang
lain 6,50 6,45. pernah ulangan peragaan
aku dapat 10.
Kamu senang bercanda?
Senang, kalau ada yang lucu aku tertawa
sampai susah berhenti. Hehehe
Apa sih yang bisa membuat kamu
marah?
Senang, kalau ada yang lucu aku tertawa
sampai susah berhenti. Hehehe
Kalau merasa sedih?
Merasa sedih kalau tidak lulus, kalau
besok sudah kelas 3. Sedih, ibu jadi
marah-marah terus, aku disuruh belajar.
Kalau menangis?
Aku menangis kalau tidak bisa ngerjain
soal.
Pernahkah kamu menahan apa yang
sedang kamu rasakan?
Aku pernah ingin menangis karena patah
hati tetapi pura-pura tertawa. Malu di
depan teman-teman jadi tertawa seperti
mereka saja.
yang diperoleh
Humoris
Merasa sedih bila
tidak lulus dan
disuruh belajar
Kecewa tidak
bisa
mempertahankan
hubungan
4-g
Koding Subjek 4
AE
1
2
3
AF
1
2
3
4
AG
1
2
3
4
5
6
AH
1
2
3
4
5
Diam melihat
temannya tertawa
Merasa tidak tahu
apa-apa
Senang bergaul
dengan teman-
teman dan guru
Sering diganggu
dan diejek,
Ketika teman-temanmu menertawakan
sesuatu, apakah kamu juga ikut-ikut
tertawa padahal kamu tidak tahu apa
yang mereka tertawakan?
Nggak, aku diam saja. Tidak mau ikut-
ikutan, karena aku tidak tahu apa yang
mereka tertawakan.
Kalau dalam situasi seperti itu, kamu
ngerasa tersisih nggak?
Iya, aku kayak tidak tahu apa-apa. Kalau
mau tahu harus selalu bertanya. Kalau
tidak bertanya aku tidak tahu apa yang
sedang dibicarakan.
Apakah teman-teman senang dengan
kehadiranmu? Guru-guru bagaimana?
Teman-temanku senang dengan
kehadiranku, mereka senang ngobrol
dengan aku walaupun susah. Guru-guru
juga senang kalau ada aku, apalagi kalau
aku sedang praktek model, mereka senang
melihatku.
Teman-temanmu ada yang sering
mengganggumu nggak? Isengin kamu?
Ada beberapa yang sering ganggu aku.
Kalau dulu banyak yang ganggu bilang
aku tuli, mengejek terus tapi kalau
sekarang mengganggunya bercanda, tidak
serius.
Tidak merasa
ingin tahu
Menyadari bila ia
ingin tahu, harus
bertanya
Merasa diterima
oleh
lingkungannya
Tahu kapan
saatnya bercanda
4-h
Koding Subjek 4
AI
1
2
3
4
5
6
7
8
AJ
1
2
AK
1
2
AL
1
2
3
4
AM
1
Sulit menyapa
karena tidak bisa
berkomunikasi
Punya banyak
teman
Teman sering
minta tolong antar
Minta ulangi
Apakah merasa terhambat ketika harus
bergaul dengan mereka?
Sedikit terhambat karena komunikasi.
Aku kan ngomongnya tidak jelas, kadang
harus ditulis, jadi beda aja. Kalau bertemu
teman aku hanya bisa senyum atau
melambaikan tangan. Kalau mau
memanggil orang juga susah, kadang aku
harus menepuk orang itu dulu, baru
mengajak bicara.
Apakah teman-teman banyak yang
mengenalmu?
Iya, banyak karena aku suka punya
banyak teman. Pergaulan jadi luas.
Apakah kamu mengenal guru-gurumu
dengan baik?
Ya…biasa aja. Tidak terlalu dekat dengan
guru.
Apakah teman-teman sering minta
bantuanmu?
Iya, teman-teman minta nebeng kalau
pulang tapi aku males karena repot, aku
bingung harus antar yang mana.
Rumahnya juga aku tidak tahu.
Apakah kamu sering meminta bantuan
teman-temanmu?
Aku minta tolong ulangi penjelasan guru
Kesulitan dalam
komunikasi
Memiliki
pergaulan yang
luas
Tidak mau
membantu
temannya
Berusaha agar
4-i
Koding Subjek 4
2
AN
1
AO
1
2
3
4
AP
1
2
3
AQ
1
2
3
4
5
6
AR
1
2
penjelasan guru
Pura-pura tidak
tahu apa yang
dibicarakan orang
Tidak pernah
bertengkar
Awalnya merasa
tidak punya teman
Tidak melanggar
aturan
yang aku tidak mengerti.
Apakah mereka dengan senang hati
membantumu?
Mereka senang membantuku
Apakah kamu pernah mengetahui kalau
mereka membicarakanmu?
Pernah tapi aku pura-pura tidak tahu saja.
Biar saja orang bilang apa, biasanya sih
ngomong yang jelek-jelek, jadi tidak usah
dimasukkan hati.
Pernah nggak bertengkar dengan
temanmu?
Nggak pernah bertengkar. Aku selalu
berusaha bersikap baik dengan teman-
temanku biar mereka tidak membenciku.
Apakah pernah merasa dijauhi?
Waktu pertama kali masuk aku merasa
tidak punya teman, merasa sendiri,
kayaknya mereka menjauhiku. Mungkin
karena aneh lihat aku baru sebulan
sekolah di sekolah normal tapi udah
pindah ke sekolah normal lainnya.
Kamu pernah melanggar peraturan
sekolah nggak?
Nggak pernah melanggar aturan, karena
aku takut dihukum sama guru.
dapat mengikuti
pelajaran
Menafsirkan
secara negatif
Berusaha
menjaga
hubungan
Merasa dijauhi
dan dianggap
aneh
Menghindari
masalah
4-j
Koding Subjek 4
AS
1
2
3
4
5
AT
1
2
3
4
AU
1
2
AV
1
2
3
4
5
Tidak mengerti
dengan jelas apa
yang dikatakan
guru
Rajin bertanya
bila tidak mengerti
Tidak mengerti
maksud orang lain
dan sebaliknya
Ngerti nggak apa yang diterangkan guru
di dalam kelas?
Aku nggak bisa ngerti jelas. Guru bicara
cepat, jadi sering tidak tahu maksudnya.
Kalau aku tidak bisa mengerti, aku tanya
sama temen. Teman yang pelan-pelan
jelaskan.
Apa yang kamu lakukan biar nggak
ketinggalan pelajaran?
Rajin bertanya dengan teman apa yang
tidak mengerti, belajar sendiri di rumah
kalau tidak mengerti tanya sama ayah atau
ibu.
Kalau ulangan, kamu pernah nyontek
atau tanya ke teman nggak?
Pernah tanya sama teman, karena sulit aku
tidak bisa menjawab.
Pernah nggak salah tanggap kalau lagi
ngobrol?
Pasti pernah, apa yang aku maksud
kadang orang tidak mengerti. Kadang aku
tidak mengerti juga apa yang orang
bicarakan kalau bicara tidak jelas atau
terlalu cepat.
Tidak dapat
menangkap
pelajaran dengan
jelas
Berusaha
mencari tahu apa
yang tidak
dimengerti
Adanya
miskomunikasi
4-k
Koding Subjek 4
AW
1
2
3
4
5
6
AX
1
2
3
AY
1
2
3
AZ
1
2
3
Kecewa bila orang
tidak mengerti
Bisa
menyelesaikan
masalah kecil
Mencoba tidak
melakukan
kesalahan yang
sama
Apa yang kamu rasakan kalau orang
yang kamu ajak bicara tidak mengerti
maksudmu?
Kecewa kalau orang tidak mengerti
maksudku. Aku sudah coba jelaskan tapi
mungkin bahasaku aneh ya?! Jadi orang
kadang tidak mengerti apa yang aku
ucapkan karena mungkin aku tidak jelas
berbicara.
Kalau punya masalah, bisa selesaikan
sendiri nggak?
Kalau masalah kecil aku bisa selesaikan,
tapi kalau tidak, aku tanya sama ibuku
bagaimana.
Pernahkah melakukan kesalahan yang
sama?
Aku mencoba untuk tidak melakukan
kesalahan yang sama. Belajar dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Kalau bertengkar dengan temanmu,
apakah kamu berusaha untuk berbaikan
lagi?
Aku tidak pernah bertengkar tapi kalau
memang bertengkar harus berbaikan lagi
agar hubungan tidak rusak.
Merasa kurang
puas bila tidak
dapat
mengungkapkan
sesuatu
Saat tidak dapat
menyelesaikan
masalah, tanya
pada ibu
Berusaha belajar
dari pengalaman
Bila bertengkar
berusaha
memperbaiki
hubungan
4-l
Koding Subjek 4
BA
1
2
3
BB
1
2
3
BC
1
2
BD
1
2
BE
1
2
3
4
5
Tidak mau
langsung
melakukan sesuatu
Kesulitan
menerima
pelajaran
Senang bersama
teman
Senang dibantu
teman bila
kesulitan
Senang saat
istirahat supaya
tidak pusing
seperti saat di
kelas
Kalau kamu disuruh melakukan sesuatu,
kamu langsung mengikuti nggak?
Lihat dulu aku disuruh melakukan apa,
kalau baik aku ikuti, kalau tidak aku tidak
mau
Kamu sering punya masalah nggak di
sekolah?
Masalahku kesulitan pelajaran,
komunikasi sulit terutama saat guru
mengajar.
Kamu senang sendiri atau ada dekat
dengan teman-temanmu?
Senang bersama teman-teman, kalau
sendiri sepi, tidak enak.
Senang bila ada guru pendamping atau
tidak?
Senang, bila ada kesulitan atau masalah di
sekolah ada yang bisa membantu.
Kamu lebih senang waktu istirahat atau
waktu proses belajar mengajar di kelas?
Istirahat, biar nggak pusing, banyak jajan,
banyak makan. Kalau belajar di kelas aku
cepat pusing karena mataku harus selalu
memperhatikan bibir guru, apa yang
dibicarakan jadi cepat pusing.
Melihat masalah
dengan realistis
Mengerti bahwa
kesulitan dalam
pelajaran karena
terhambat
komunikasinya
Rileks saat
istirahat
4-m
Koding Subjek 4
BF
1
2
3
4
5
BG
1
2
3
BH
1
2
3
BI
1
2
3
BJ
1
2
3
Senang bermain di
mall
Tegang harus
memperhatikan
guru
Tegang
memperhatikan
guru
Tidak pernah
dimarahi guru
Merasa ingin tahu
tapi malas mencari
tahu
Atau kamu lebih senang kalau tidak
berada di sekolah?
Ya aku lebih senang main di mal
hehehehe.... Dalam seminggu aku paling
sedikit dua kali ke mal. Biasanya jalan-
jalan, nonton, makan sama teman-
temanku.
Kamu merasa tertekan tidak sewaktu
berada di dalam kelas?
Ya jadi tegang memperhatikan guru.
Apalagi kalau tidak mengerti pelajaran.
Jadi tambah pusing.
Keadaan bagaimana yang bisa
membuatmu merasa stress dan cemas?
Ya jadi tegang memperhatikan guru.
Apalagi kalau tidak mengerti pelajaran.
Jadi tambah pusing.
Apakah pernah dimarahi pengajar?
Tidak pernah dimarahi. Aku takut kalau
dimarahi jadi berusaha tidak berbuat salah
biar tidak dihukum.
Ketika teman-temanmu membicarakan
sesuatu apakah kamu merasa ingin
tahu?
Ya ingin tahu apa yang dibicarakan tapi
kadang aku malas tanya-tanya. Kalau lagi
mau tanya, aku tanya mereka bicarakan
Memiliki
keasyikan bila
sudah berada di
mall
Merasa stres,
tegang dan
pusing
Stres saat tidak
mengerti
pelajaran
Takut melakukan
kesalahan
Rasa ingin
tahunya ditutupi
sikap malas
4-n
Koding Subjek 4
4
BK
1
2
3
4
BL
1
2
3
4
BM
1
2
3
BN
1
2
3
4
Tidak pernah
memikirkan
perasaan orang
lain
Kesepian, kecewa
saat putus dengan
pacarmya
Meminta apa yang
diinginkan pada
orang tua
Bisa melakukan
segala sesuatu
sendiri
apa, kalau tidak aku diam saja.
Pernahkah kamu memikirkan apa yang
dirasakan orang lain?
Nggak pernah kupikirkan. Itu urusan
orang lain. Aku bingung kalau
memikirkan perasaan mereka, jadi pusing
sendiri.
Pernahkah kamu merasa kesepian,
merasa sendirian?
Pernah kesepian karena kecewa putus
dengan pacarku aku jadi kesepian, tidak
punya teman cowok yang bisa diajak main
hehehe....
Pernahkah kamu merasa iri terhadap
temanmu yang memiliki sesuatu yang
tidak kamu miliki?
Tidak boleh iri, kata ibu kalau ingin
sesuatu bilang sama orang tua, kalau baik
nanti orang tua usahakan pasti diberi.
Apakah kamu merasa tergantung
dengan orang lain?
Aku tidak tergantung dengan orang lain,
kalau aku ingin main, ingin pergi, aku
bilang ibu, kalau boleh aku biasanya pergi
sendiri naik motor.
mencari tahu
Terlihat kurang
peduli dengan
orang lain
Tidak merasa iri
dengan orang
lain dalam hal
materi
Mandiri dan
tidak tergantung
pada orang lain
4-o
Koding Subjek 4
BO
1
2
BP
1
2
3
4
5
BQ
1
2
Tahu bagian-
bagian dari
sekolahnya
Tidak minta
ditemani
Ketika bersekolah di sini pertama kali,
siapa yang mengantar?
Diantar sopir ayahku. Kalau aku sedang
sakit juga diantar dan dijemput.
Apakah kamu sudah hafal dimana letak
kelasmu, kantin, dan ruang-ruang yang
lain?
Aku sudah tahu karena sekolahnya tidak
begitu besar. Tapi kalau tempat-tempat di
Amplas aku sering lupa dan banyak tidak
tahu namanya apa jadi waktu kita janjian
disini aku bingung.
Kamu minta ditemani ketika kamu butuh
pergi ke suatu tempat?
Aku jarang minta ditemani karena sudah
terbiasa pergi sendiri.
Tergantung saat
ia sakit
Kurang memiliki
daya tangkap
berkaitan dengan
letak
Tidak tergantung
4-p
LAMPIRAN 2:
Koding Observasi Subjek
153
Koding Observasi Subjek 1
No Refleksi Hasil Observasi Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Mengikuti mode
yang berkembang
di kalangan
teman-temannya
Terbiasa bergaul
dengan teman
normal
membuatnya lebih
percaya diri
Kagum dengan
kerja keras kedua
orang tuanya
Mempersiapkan
Subjek adalah seorang mahasiswi
sebuah perguruan tinggi swasta di
Jogjakarta semester VIII. Ia berasal dari
Purwokerto dan di Jogja ia menghuni
sebuah kos-kosan yang letaknya tidak
jauh dari kampusnya. Penampilan subjek
cukup menarik, ia selalu mengikuti mode
yang sedang ngetrend di kalangan
mahasiswa. Sebelumnya ia telah
menempuh pendidikan di sekolah umum
sejak SMP. Hal ini membuat subjek
menjadi terbiasa bergaul dengan teman-
teman yang normal sehingga ia menjadi
lebih percaya diri.
Selama kuliah di Jogjakarta subjek
jarang pulang ke rumah kedua
orangtuanya di Purwokerto. Ia lebih
memilih untuk mengunjungi sekolahnya
dulu di Wonosobo atau berlibur ke
Surabaya di tempat saudaranya. Orang
tuanyalah yang lebih sering mengunjungi
subjek. Hubungan subjek dengan orang
tuanya cukup dekat. Subjek sangat kagum
dengan orang tuanya yang rela bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dan anak-anaknya. Hal ini
membuat subjek ingin sukses seperti
kedua orang tuanya dengan membuka
usaha sendiri.
Ketika hendak bepergian subjek
Usaha agar ia
dapat diterima di
lingkungannya
Lingkungannya
membantu
menumbuhkan
rasa percaya diri
Kerja keras
kedua orang
tuanya
membuatnya
ingin mencapai
keberhasilan
Memenuhi apa
1-a
Koding Observasi Subjek 1
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
segala
kebutuhannya
sendiri dengan
baik
Senang bertemu
dengan orang baru
Tidak sadar bahwa
suaranya cukup
keras
Senang belajar
sendiri dan butuh
teman saat ia
mengalami
kesulitan saja
Bebas melakukan
apa saja
sudah terbiasa untuk menyiapkan segala
sesuatunya sendiri termasuk mencari tiket
angkutan yang akan ia gunakan. Dalam
memenuhi keperluannya subjek tidak
segan-segan untuk mencoba
memenuhinya sendiri.
Perkenalan dengan orang baru tidak
membuatnya malu. Ia bahkan terlihat
sangat gembira ketika bisa berkenalan
dengan orang baru. Subjek tidak segan-
segan untuk bertanya, memulai
pembicaraan dengan teman barunya. Bila
sudah mengobrol subjek terlihat sangat
asyik dan cukup menyenangkan. Ia tidak
memperdulikan bahwa terkadang ia
mengeluarkan suara yang cukup keras
sehingga menjadi pusat perhatian orang-
orang sekitar.
Saat mengerjakan tugas atau belajar
subjek jarang terlihat bersama teman-
temannya, ia lebih senang sendiri. Bila ia
mengalami kesulitan barulah ia mencari
teman yang dapat membantunya. Subjek
lebih senang mengerjakan segala
sesuatunya sendiri karena ia bebas
melakukan apa saja, tidak tergantung pada
orang lain. Namun, ketika subjek
memperoleh tugas kelompok ia juga dapat
menyesuaikan dengan keputusan
kelompok. Jadi, subjek berhubungan
dengan teman-teman kampusnya sebatas
yang ia butuhkan
tanpa tergantung
dengan orang
lain
Selalu ingin
memperluas
pergaulan
Terlalu asyik,
kurang
memperhatikan
sekitarnya yang
terganggu
dengan suaranya
Selalu menikmati
kesendirian
kecuali saat
butuh bantuan
orang lain
Bebas, tidak
tergantung orang
lain
1-b
Koding Observasi Subjek 1
62
63
64
65
66
67
Memilih untuk
belajar sendiri
masalah perkuliahan. Subjek lebih senang
bergaul dengan teman kosnya karena ia
merasa lebih nyaman tetapi subjek juga
jarang melakukannya. Ia lebih memilih
untuk sendiri mempelajari materi-materi
kuliah yang belum ia mengerti.
Belajar sendiri
1-c
Koding Observasi Subjek 2
No Refleksi Hasil Observasi Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Senang masih bisa
sekolah dengan
ekonomi keluarga
yang pas-pasan
Berhemat dan
menabung bila
ingin sesuatu
Pendiam dan
tertutup
Subjek adalah seorang siswi sebuah
SMK di Jogjakarta. Ia baru bersekolah di
sekolah umum setelah sebelumnya ia
menempuh pendidikan di SLB Dena
Upakara Wonosobo. Subjek berasal dari
Jogjakarta, tetapi ia tidak tinggal bersama
kedua orangtuanya. Ia tinggal bersama
keluarga budhenya. Keluarga budhenya
inilah yang membiayai sekolahnya karena
kedua orangtuanya tidak mampu
membiayai. Ayah, ibu serta kakak laki-
lakinya juga mengalami gangguan
pendengaran dan mereka bekerja sebagai
buruh jahit yang upahnya pas-pasan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi ekonomi keluarganya cukup
dipahami oleh subjek. Ia cukup senang
masih diberi kesempatan untuk bersekolah
bahkan sampai kuliah. Biasanya subjek
berusaha untuk menabung sendiri uang
jajannya sehingga bisa membelinya
sendiri. Subjek jarang sekali jajan di luar
karena ia dibiasakan untuk selalu makan
di rumah yang sudah terjamin
kebersihannya.
Subjek termasuk orang yang pendiam
dan tertutup tetapi bagi guru-gurunya ia
termasuk siswi yang menyenangkan
karena ia cerdas. Walaupun ia memiliki
gangguan pendengaran, ia selalu berusaha
Memahami
kondisi ekonomi
keluarga yang
pas-pasan
Diterima oleh
guru
Berusaha
2-a
Koding Observasi Subjek 2
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
Lebih dekat
dengan sesama
jenis
Menjaga jarak
dengan lawan
jenis
Menghindar bila
ada tamu
Terbuka dengan
tantenya
Menulis buku
harian
Tidak tega
membiarkan
subjek pulang
pergi sendiri
untuk mengikuti pelajaran dengan baik.
Hubungan dengan teman-temannya
terlihat lebih dekat dengan sesama jenis.
Sewaktu istirahat mereka bersama-sama
mengobrol, atau jajan di kantin sekolah.
Subjek terlihat lebih menjaga jarak
dengan lawan jenis. Ia bersikap tidak
peduli atau cuek karena subjek belum
terbiasa satu sekolah dengan lawan jenis.
Sikapnya yang pendiam ini tidak
hanya terlihat saat di sekolah, ketika di
rumah pun subjek lebih sering
menghindar apabila diajak untuk
menemani tamu saudara-saudaranya.
Subjek hanya dekat dengan buleknya yang
tinggal bersamanya di rumah budhenya.
Bila sedang memiliki masalah kepada
buleknya inilah ia dapat lebih terbuka.
Walau demikian subjek tidak
menceritakan semua perasaannya kepada
buleknya tetapi ia juga lebih senang untuk
menuangkan apa yang ia rasakan dengan
menuliskannya di buku harian.
Keluarga budhenya cukup
memperhatikan kebutuhan subjek. Mereka
juga tidak tega untuk membiarkan subjek
berangkat ke sekolah dengan
menggunakan angkutan umum tetapi
selalu mengantar jemput subjek. Hal ini
dilakukan karena mereka takut terjadi
sesuatu dengan subjek. Namun, suatu saat
mengikuti
pelajaran
Sukar berelasi
dengan lawan
jenis
Tidak mau
menjalin relasi
Menceritakan
masalah pada
tantenya dan
mencurahkan
perasaannya
dengan menulis
buku harian
Membuat subjek
tergantung
2-b
Koding Observasi Subjek 2
62
63
64
65
66
67
nanti mereka akan mencoba untuk pelan-
pelan mengajarkan subjek melakukan
semuanya sendiri sehingga tidak lagi
tergantung pada orang lain.
2-c
Koding Observasi Subjek 3
No Refleksi Hasil Observasi Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Terbiasa belajar di
sekolah umum
Dekat dengan
ibunya
Mengatasi
komunikasi
melalui surat
Menuruti aturan
yang ada
Dekat dengan
teman kos dan
saling bantu
Akrab dengan
teman kampus
Mahasiswa arsitektur ini sudah
belajar di sekolah umum sejak SMP. Ia
menjadi terbiasa dengan sistem
pengajaran di sekolah-sekolah umum
sehingga ketika kuliah ia tidak begitu
mengalami kesulitan.
Di Jogjakarta, subjek tinggal di kos
milik neneknya di daerah Kotabaru.
Kedua orang tua subjek tinggal di Bogor
bersama dengan saudara-saudaranya.
Subjek paling dekat dengan ibunya
sehingga bila ia ingin bercerita dengan
ibunya ia biasanya membuat surat. Hal ini
dilakukan subjek untuk mengatasi
masalah komunikasi yang
menghambatnya untuk bisa bercerita dari
jarak jauh dengan ibunya.
Di antara teman-teman kosnya,
subjek termasuk anak yang penurut, tidak
mau melanggar aturan yang ada di dalam
kos. Ia tidak memperbolehkan temannya
yang berlainan jenis masuk ke kamarnya,
walaupun teman-teman yang lainnya
banyak yang melakukannya. Hubungan
subjek dengan teman-teman kosnya cukup
dekat karena bila membutuhkan sesuatu
subjek sering meminta bantuan mereka,
termasuk meminta diantar ke kampus.
Subjek dengan teman-teman
kampusnya pun terlihat cukup akrab.
Terbantu saat
kuliah, tidak
begitu sulit
Kesulitan
komunikasi jarak
jauh dengan
orang
terdekatnya
Mengikuti aturan
Relasi yang baik
dengan teman
kos
Relasi yang baik
dengan teman
3-a
Koding Observasi Subjek 3
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
Meminta bantuan
mengerjakan tugas
Minta tolong
fotocopy
Teman-temannya tidak segan-segan untuk
meminta bantuan mengerjakan tugas,
begitu pula subjek terhadap teman-
temannya. Bila ia ingin pulang ia sering
juga minta diantar pulang atau ketika ia
butuh materi kuliah ia juga sering minta
tolong untuk fotocopy. Namun demikian,
tidak jarang pula subjek terlihat
menggunakan angkutan umum bila
hendak bepergian. Tidak selamanya ia
tergantung pada orang lain.
kampus dan
saling membantu
Tidak selamanya
tergantung pada
orang lain
3-b
Koding Observasi Subjek 4
No Refleksi Hasil Observasi Analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Dekat dengan
keluarga dan
karyawannya
Berani
mengendaraai
motor dengan
kecepatan tinggi
Kurang
memperhatikan
sekitar
Senang bermain di
mall
Siswi yang mempunyai hobi
modelling ini baru menempuh pendidikan
di sekolah umum selama SMK ini.
Awalnya subjek bersekolah di SMA
Muhammadiyah 4 tetapi ia tidak sanggup
mengikuti pelajaran yang diberikan dan
akhirnya memilih untuk pindah sekolah.
Subjek berasal dari keluarga yang
cukup mampu. Ayahnya seorang pegawai
negeri, dan ibunya memiliki usaha di
rumahnya. Subjek terlihat sangat dekat
dengan keluarganya bahkan dengan
beberapa karyawan yang bekerja di
rumahnya. Kedua orang tua subjek
memberikan kepercayaan dan kebebasan
kepada subjek. Ia diberi motor sendiri
untuk transportasi subjek ke sekolah
ataupun untuk keperluan subjek yang
lainnya. Dapat dikatakan subjek cukup
berani mengendarai motor dengan
kecepatan yang cukup tinggi di jalan yang
lalu lintasnya padat. Dari cara subjek
mengendarai motor, terlihat bahwa
perhatian subjek terpusat pada apa yang
ada di depannya saja, sekelilingnya
kurang diperhatikan oleh subjek.
Adanya fasilitas yang diberikan oleh
kedua orang tuanya ini, membuat subjek
sering tidak langsung pulang ke rumah
tetapi sering main ke Ambarukmo Plaza.
Relasi yang baik
dalam keluarga
dan lingkungan
sekitar
Memiliki
keberanian
Tidak
memperhatikan
sekitar
Memiliki
keasyikan
bermain
4-1
Koding Observasi Subjek 4
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Akrab dengan
semua teman
Disenangi guru
karena sifat dan
sikapnya
Biasa bergaul
dengan orang
normal
Memiliki rasa
percaya diri
Tidak merasa
minder
Subjek bersama teman-temannya sering
bermain sampai sore lalu pulang ke
rumah.
Di sekolah subjek terlihat cukup
akrab dengan teman-temannya baik
perempuan maupun laki-laki. Ia termasuk
anak yang senang bercerita. Guru-gurunya
juga cukup senang dengan sifat dan sikap
subjek karena dari nilai-nilai yang ia
perolehpun tidak mengecewakan.
Kehidupan subjek yang selalu
berhadapan dengan orang normal
membuat subjek terbiasa bergaul dengan
orang-orang normal walaupun pada
awalnya ketika masuk ke sekolah umum
ia masih malu terutama ketika bertemu
dengan lawan jenis. Lama-kelamaan rasa
malu tersebut hilang.
Rasa percaya dirinya pun
berkembang sejak ia mengikuti beberapa
kontes model dan berhasil menjuarainya.
Kegiatan semacam ini membuat rasa
percaya diri subjek semakin baik. Ia tidak
lagi minder ketika berada di antara orang-
orang normal bahkan bila bersaing
sekalipun.
Relasi yang baik
dengan sesama
dan lawan jenis
Penerimaan dari
guru
Terbiasa berada
di antara orang
normal dapat
membantu subjek
berkembang
Self image yang
positif
4-2
Top Related