TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian...

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Menurut Schneiders (dalam Partosuwido, 1993), Penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Sedangkan Maslow (dalam Partosuwida, 1993) memandang penyesuaian diri sebagai kemampuan seseorang untuk memunuhi kebutuhan yang sifatnya hirarki. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang selaras antara dirinya dan lingkungannya. Dikatakan bahwa penyesuaian diri mempunyai dua aspek, yaitu penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian diri sosial. Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya sendiri dan percaya pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian sosial merupakan suatu proses

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian

yaitu penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk

mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan

sekitarnya. Menurut Schneiders (dalam Partosuwido, 1993), Penyesuaian diri

merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustasi dan

kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Sedangkan

Maslow (dalam Partosuwida, 1993) memandang penyesuaian diri sebagai

kemampuan seseorang untuk memunuhi kebutuhan yang sifatnya hirarki. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami

seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau

sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu

hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Menurut Daradjat (1972) penyesuaian diri merupakan suatu proses

dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan

yang selaras antara dirinya dan lingkungannya. Dikatakan bahwa penyesuaian diri

mempunyai dua aspek, yaitu penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian diri sosial.

Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya sendiri dan

percaya pada diri sendiri. Sedangakan penyesuaian sosial merupakan suatu proses

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

yang terjadi dalam lingkungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi

dengannya. Penyesuaian diri merupakan faktor yang penting dalam kehidupan

seseorang. Setiap saat seseorang mempunyai kebutuhan penyesuaian diri, baik

dengan dirinya sendiri antara kebutuhan jasmani dan rohani, maupun kebutuhan

luarnya yaitu kebutuhan sosial, (Prastyawati, 1999).

Geringan (1986) mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah mengubah

diri sendiri dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai

dengan keinginannya, Tentu saja hal ini tidak menimbulkan koflik bagi diri

sendiri dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Menurut Hillgard (dalam Damayanti, 2002), individu mengadakan penyesuaian

diri untuk menghilangkan konflik dan melepaskan rasa ketidak enakan dalam

dirinya. Menurut Gunarso (1995) penyesuaian diri sebaiknya menjadi dasar dari

pembetukan hidup dengan pola-pola yang berintegrasi tanpa tekanan emosi yang

berarti. Katono (1980) mengartikan penyesuaian diri sebagai usaha untuk

mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungan sehingga rasa

bermusuhan, dengki, iri hati, pasangka, kecemasan, kemarahan sebagai respon

pribadi yang tidak sesuai dengannya terkikis habis.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Sawrey dan Telford lebih jauh lagi mengemukakan bahwa penyesuaian

yang dilakukan tergantung pada sejumlah faktor yaitu pengalaman terdahulu,

sumber frustrasi, kekuatan motivasi, dan kemampuan individu untuk

menanggulangi masalah.

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

Menurut Schneiders (1964, h. 122) faktor-faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri adalah :

a. Keadaan fisik

Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik

merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya

cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya

hambatan pada individu dalam melaksanakan penyesuaian diri.

b. Perkembangan dan kematangan

Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap

perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu

meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal

tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena

individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi

intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu

melakukan penyesuaian diri.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya

penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya

frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi

adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik

akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras

dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah

pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh

penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan

kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan

memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu

tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman,

maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan

proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi

sekolah, rumah, dan keluarga.

B. Penyesuaian Diri terhadap Pasangan

Menurut Spanier (dalam Lasswell & Lasswell, 1987) penyesuaian diri

berarti pasangan suami istri berusaha untuk melakukan adaptasi terhadap

perubahan yang terjadi pada diri sendiri, pasangan, dan lingkungannya dalam

kehidupan perkawinan, dengan berupaya menjaga komunikasi agar tetap berjalan

baik dan sehat.

Menurut Hurlock (1980) pasangan suami istri yang melakukan

penyesuaian diri berupaya untuk dapat berhubungan dengan mesra, saling

memberi dan menerima cinta, menunjukan afeksi, dan melakukan komunikasi

terhadap perbedaan yang dimiliki.

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

1. Aspek-aspek penyesuaian diri terhadap pasangan

Menurut Spanier (Lasswell & Lasswell, 1987) Penyesuaian diri yang baik

dapat diukur dari sejauh mana pasangan suami istri bisa melaksanakan aspek-

aspek yang terkandung di dalam penyesuain diri secara optimal, yaitu persetujuan

antar pasangan, kelekatan antar pasangan, kepuasaan antar pasangan, dan

ungkapan perasaan.

Aspek-aspek penyesuaian diri pada pasangan, diantaranya :

a. Dyadic consensus atau Kesepakatan antar pasangan.

Mengukur tingkat kesepakatan mengenai keuangan keluarga, hal-hal

yang berkaitan dengan masalah keuangan, rekreasi dan agama, filsafat

kehidupan, serta tugas-tugas rumah tangga.

b. Dyadic cohesion atau Kelekatan antar pasangan.

Kebersamaan atau kedekatan, yang menunjukkan seberapa banyak

pasangan melakukan berbagai kegiatan secara bersama-sama dan

menikmati kebersamaan yang ada. Aspek ini untuk mengungkap

solidaritas yang dimiliki oleh pasangan suami istri, yang di tunjukkan

lewat frekuensi bertukar pikiran, bekerja sama dalam satu kegiatan,

dan berbagai minat seperti minat berolahraga dan berkebun.

c. Dyadic satisfaction atau Kepuasan antar pasangan.

Kepuasaan hubungan adalah derajat kepuasan dalam hubungan.

Mencakup frekuensi pertengkaran, membicarakan perceraian atau

bahkan tidak pernah memikirkan perceraian, janji tentang

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

kelangsungan hubungan dan kesepakatan untuk mempertahankan

perkawinan atau saling mempercayai pihak lain.

d. Affectional expression atau Ungkapan perasaan.

Kesepahaman dalam menyatakan perasaan dan hubungan seks maupun

masalah yang ada mengenai hal-hal tersebut. Aspek ini mengukur

kecenderungan pasangan suami istri dalam menyampaikan kasih

sayang atau yang berkaitan dengan aktivitas seksual.

Menurut Spanier (dalam Lasswell & Lasswell, 1987) menyatakan bahwa

penyesuaian perkawinan dapat dilihat dalam dua cara : 1) sebagai sebuah proses

yang dipelajari dalam suatu hubungan, 2) sebagai evaluasi kualitatif dalam setiap

periode perkawinan, dalam hal ini pasangan menikah melakukan analisa terhadap

perkawinannya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri dalam

Perkawinan.

Burgess & Locke (1971) mengungkapkan 9 faktor dasar yang

mempengaruhi penyesuaian perkawinan, yaitu :

a. Karakteristik Pribadi.

Persamaan karakteristik pribadi antar pasangan suami-istri sangat

berhubungan dengan penyesuaian perkawinan.

b. Latar-Belakang Budaya.

Persamaan latar-belakang budaya adalah suatu hal yang

menguntungkan bagi suami-istri.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

c. Partisipasi Sosial.

Kepuasan perkawinan sangat berhubungan dengan jumlah orang

yang dekat dengan pasangan suami-istri.

d. Pengalaman Berhubungan dengan Lawan Jenis.

Masa pacaran dan pertunangan yang cukup lama berhubungan

dengan penyesuaian perkawinan yang mudah, sedangkan

keterbatasan waktu berhubungan akan berdampak pada kesulitan

penyesuaian perkawinan.

e. Usia Saat Menikah.

Usia adalah faktor yang turut menentukan keberhasilan

penyesuaian perkawinan.

f. Pendidikan.

Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki

penyesuaian perkawinan yang lebih baik bila dibandingkan dengan

individu yang tingkat pendidikannya rendah.

g. Penyesuaian Terhadap Keluarga.

Seorang pria atau wanita yang menikah tidak hanya menikahi

pasangannya saja tetapi juga menikah dengan keluarga

pasangannya.

h. Tingkah Laku Seksual.

Penyesuaian perkawinan juga berhubungan dengan persamaan nilai

dan harapan pasangan suami-istri dalam masalah seks.

i. Jumlah Anak.

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

Karena setiap pasangan suami-istri memiliki perbedaan tentang

jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan latar-belakang yang

ada pada pasangan suami-istri.

B. Perkawinan

1. Definisi Perkawinan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian perkawinan adalah

ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dianggap sah apabila

dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan

serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang

berlaku. Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu

dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan

untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya.

Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.

2. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 adalah

membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Dari kalimat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

1. Perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yaitu mendapatkan

keturunan, karena suatu keluarga tentunya terdiri dari suami istri dan anak-

anaknya.

2. Perkawinan itu untuk selama-lamanya, hal ini dapat kita tarik dari kata

“kekal”.

3. Perkawinan itu bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.

Tujuan perkawinan yang diinginkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 bila kita rasakan adalah sangat ideal karena tujuan perkawinan itu tidak

hanya melihat dari segi lahiriah saja tetapi sekaligus terdapat adanya suatu

pertautan batin antara suami dan istri yang ditujukan untuk membina suatu

keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan yang

sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Bahwa dengan melangsungkan perkawinan akan diperoleh kebahagiaan,

baik materiil maupun spirituil. Kebahagiaan yang ingin dicapai bukanlah

kebahagiaan yang sifatnya sementara saja, tetapi kebahagiaan yang kekal,

karenanya perkawinan yang diharapkan juga adalah perkawinan yang kekal, yang

dapat berakhir dengan kematian (Asmin, 1986: 20).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan perkawinan.

Menurut Hurlock (1980) yang mempengaruhi kebahagiaan perkawinan

adalah sebagai berikut :

a. Penyesuaian diri dengan pasangan

b. Penyesuaian seksual

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

c. Penyesuaian keuangan

d. Penyesuaian dengan pihak keluarga

4. Tahap – Tahap Perkawinan.

Kurdek & Smith (dalam Hoffman, Paris & Hall 1994) menyatakan bahwa

ada tiga tahap yang dilalui pasangan suami-istri dalam usaha membangun

pernikahan mereka, yaitu :

a. Fase Blending yang terjadi pada tahun pertama.

Suami dan istri belajar hidup bersama dan memahami bahwa

mereka saling tergantung sehingga perbuatan seseorang akan

mempunyai konsekuensi terhadap yang lain.

b. Fase Nesting yang terjadi antara tahun kedua dan ketiga.

Suami dan istri mengeksplorasi batas-batas kecocokan mereka

sehingga mulai timbul konflik-konflik dalam pernikahan.

c. Fase Maintaining biasanya dimulai setelah tahun keempat.

Pada fase ini tradisi sudah mulai terbentuk dan konflik yang

muncul pada fase sebelumnya biasanya sudah mulai dapat teratasi.

Kualitas dari pernikahan itu pun sudah mulai terlihat.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to

grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990)

mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak

dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian

remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian

masa remaja (adolescence). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja

adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

Menurut Santrock (2003), remaja (adolescence) adalah masa

perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Piaget (dalam Hurlock, 1999)

mengemukakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi

merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam

tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Masa remaja dapat

dilihat sebagai jembatan biologis antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada

masa ini individu dituntut untuk menyesuaikan tingkah laku kanak-kanak dengan

bentuk tingkah laku orang dewasa yang diterima di masyarakat, (Dusek dalam

Husnah, 2008). Menurut Santrock (2003) remaja dimulai dari usia 10-13 tahun

dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Batas usia remaja Indonesia adalah 11 sampai

24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2000). Hurlock (1999) membagi masa

remaja menjadi dua periode, yaitu :

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

a. Remaja Awal (Early Adolesence), yang berlangsung antara usia

13-16 tahun (wanita) dan 14-17 tahun (pria).

b. Remaja Akhir (Late Adolesence), yang berlangsung antara usia

16/17 tahun sampai 18 tahun (pria dan wanita).

Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada

rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa

dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja

sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang

diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Remaja adalah masa yang penuh

dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu

di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat

Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan

tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat

konseptual, ada tiga krieria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan

batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi

sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-

tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2. Karakteristik Remaja

a. Aspek Perkembangan Fisik

Datangnya masa remaja, ditandai oleh adanya perubahan-perubahan fisik.

Hurlock (1992) menyatakan bahwa perubahan fisik tersebut, terutama dalam hal

perubahan yang menyangkut ukuran tubuh, perubahan proposisi tubuh,

perkembangan ciri-ciri seks primer, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder.

Pertumbuhan yang terjadi pada fisik remaja dapat terjadi melalui perubahan-

perubahan, baik internal maupun eksternal. Selain itu, perubahan yang terjadi

pada remaja adalah timbulnya menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada

anak laki-laki (Papalia & Olds, 1995).

b. Aspek Perkembangan Kognitif

Menurut J.J. Piaget, remaja berada pada tahap operasi formal, yaitu tahap

berfikir yang dicirikan dengan kemampuan berfikir mengenai kemungkinan-

kemungkinan hipotetis, penalaran-penalaran yang abstrak, logis, ilmiah serta

pemikiran remaja juga idealistis. Pada usia remaja, operasi-operasi berpikir tidak

lagi terbatas pada obyek-obyek konkrit seperti usia sebelumnya, tetapi dapat pula

dilakukan pada proposisi verbal (yang bersifat abstrak) dan kondisi hipotetik

(yang bersifat abstrak dan logis). Remaja juga lebih mampu memikirkan beberapa

hal sekaligus bukan hanya satu dalam satu saat dan konsep-konsep abstrak

(Keating, dalam Carlson, dkk., 1999). Menurut Nettle (2001), remaja juga dapat

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

berfikir tentang proses berfikirnya sendiri, serta dapat memikirkan hal-hal yang

tidak nyata – sebagaimana hal-hal yang nyata – untuk menyusun hipotesa atau

dugaan. Remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan

orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar ideal

tersebut (Santrock, 1995). Pada saat yang sama, ketka remaja berpikir lebih

abstrak dan idealis, mereka juga berpikir lebih logis (Kuhn dalam Santrock,

1995).

c. Aspek Perkembangan Emosional

Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-

kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati,

gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang

membangkitkan emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja

umumnya memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrem dan

selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada akhir masa remaja

mampu menahan diri untuk tidak mengeksperesikan emosi secara ekstrem dan

mampu memgekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi

lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat, dengan kata lain

remaja yang mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi emosi yang

stabil (Hurlock, 1999). Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi

pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut:

(1) tidak bersikap kekanak-kanakan.

(2) bersikap rasional.

(3) bersikap objektif

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

(4) dapat menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk

bertindak lebih lanjut.

(5) bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

(6) mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi.

d. Aspek Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara

individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik;

sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan

orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada

masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian

identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting

dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan sosial pada

masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua

(Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja

lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra

kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001).

Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup

kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang

memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja

dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya

(Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi

pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom,

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger

(1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya

merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang

berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber

informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik

atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

3. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas Perkembangan Remaja menurut Havighurst (1970):

1. Mencapai hubungan baru dan hubungan yang matang dengan teman

sebaya dari kedua jenis kelamin

2. Mencapai peran sosial feminin dan maskulin

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuh secara efektif

4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang lain

5. Mencapai keyakinan akan kemandirian ekonomi

6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk bekerja

7. Persiapan pernikahan dan kehidupan berkeluarga

8. Membangun kecakapan intelektual dan konsep-konsep yang

diperlukan dalam bermasyarakat

9. Ada keinginan untuk mencapai perilaku yang bertanggung jawab

10. Mencapai nilai-nilai dan meyakini sistem adat tertentu sebagai

pedoman dalam bertingkah laku.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

D. Pernikahan Usia Remaja

Pasal 7 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

menetapkan bahwa "perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita

berusia 16 tahun". Dengan adanya undang-undang perkawinan akan ada batasan

usia, pernikahan di usia muda baru dapt dilakukan bila usia seorang remaja sudah

sesuai undang-undang pernikahan yang berlaku di Indonesia. Menurut Prof. Dr.

Sarlito Wirawan Sarwono pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari

komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif.

Menurut Hurlock (1996) remaja mempunyai tugas-tugas perkembangan

antara lain memilih teman hidup, dalam memilih teman hidup biasanya remaja

akan menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

pacaran dan biasanya diteruskan menuju ketahap yang lebih jauh yaitu dengan

melakukan perkawinan. Perkawinan atau pernikahan pada remaja biasanya terjadi

dikarenakan beberapa hal, diantaranya; selain faktor yang umum misalnya telah

hamil di luar nikah, faktor ekonomi dan standar kedewasaan yang dlihat dari

perubahan fisik semata. Namun secara khusus setiap daerah memiliki faktor

tambahan yang biasanya dihubungkan dengan sub-kultur di suatu komunitas.

Selain itu juga adanya ketakutan orang tua pada fenomena seks pra-nikah yang

marak terjadi di kalangan remaja saat ini, sehingga orang tua lebih memilih

menikahkan anaknya diusia remaja untuk menghindari pergaulan bebas yang

menyebabkan terjadinya kehamilan diluar nikah atau “Married by Accident”

(Suara Merdeka, 25 Oktober 2003). Pernikahan usia remaja juga sering terjadi

karena remaja berfikir secara emosional, remaja berfikir telah saling mencintai

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

dan siap untuk menikah tanpa adanya pertimbangan yang matang. Sarwono

(2001) mengemukakan bahwa pernikahan remaja merupakan pilihan terbaik untuk

terciptanya pergaulan sehat. Menikah di usia remaja menjadi pilihan, mengingat

untuk melakukannya yang dibutuhkan tidak hanya persiapan yang matang dalam

banyak hal, namun juga konsekuensi dan tanggung jawab yang besar. Tetapi juga

orientasi pernikahan, kebahagiaan pernikahan lebih ditentukan oleh bagaimana

orientasi pasangan dalam pernikahan. Berat ringannya tanggung jawab yang

dipikul hanya ditentukan oleh banyak sedikitnya beban, melainkan tujuan dan

pandangan kita terhadap pernikahan.

1. Pernikahan Dini dalam Perspektif Psikologi

Menurut Clarke-Stewart & Koch lewat bukunya “Children

Development Through”: bahwa pernikahan di usia remaja dan masih di

bangku sekolah bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang

lebih baik, bahwa usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan

mental dan kedewasaan seseorang bahwa menikah bisa menjadi solusi

alternatif untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang kian tak

terkendali. Bahkan menurut Abraham M. Maslow, pendiri psikologi

humanistik yang menikah di usia 20 tahun, orang yang menikah di usia

dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan lebih

sempurna dibanding dengan individu yang selalu menunda pernikahan.

Pernikahan yang sebenarnya, menurut M. Maslow, dimulai dari saat

menikah. Pernikahan akan mematangkan seseorang sekaligus memenuhi

separuh dari kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia, yang pada

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

gilirannya akan menjadikan manusia, mampu mencapai puncak

pertumbuhan kepribadian yang mengesankan. Dari kacamata psikologi,

pernikahan dini lebih dari sekedar alternatif dari sebuah musibah yang

sedang mengancam kaum remaja, tetapi merupakan motivator untuk

meningkatkan potensi diri dalam segala aspek positif.

2. Permasalahan-permasalahan pada Pernikahan Usia Remaja

a. Ego masih besar. Individu yang masih di kisaran umur 17-23

tahun mayoritas adalah remaja yang baru beranjak dewasa, dimana

tingkat kematangan belum stabil dan gejolak emosi masih

membara. Maka ketika antara suami istri tidak pandai mengatur

emosi, dan keduanya sama-sama keras, maka akan sulit menjalin

hubungan yang harmonis dalam berumah tangga.

b. Waktu untuk diri sendiri jadi berkurang. Dengan adanya keputusan

untuk hidup berumah tangga, remaja perlu membagi waktu untuk

pasangan, mengerjakan pekerjaan rumah. Waktu yang digunakan

untuk diri pribadi pun menjadi berkurang setelah memutuskan

untuk menikah.

c. Mengorbankan beberapa cita-cita. Sebelum menikah, remaja

memiliki kecenderungan untuk menjelajah dunia. Ketika sudah

menikah, tentunya sebelum akan melakukan sesuatu, ada banyak

pertimbangan yang harus dipikirkan, dan ada kemungkinan

beberapa cita-cita harus ada yang dikorbankan demi kepentingan

keluarga.

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diridigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-1140-BAB2.pdf · memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di

Saat ini banyak ditemukan remaja yang menikah diusia yang sangat muda

padahal kebutuhan materi untuk dirinya sendiri belum sepenuhnya terpenuhi

apalagi harus memenuhi kebutuhan pasangannya, hal ini yang mendorong remaja

bergantung pada orang lain. Sejalan dengan pendapat Wijayanto (2007) bahwa

saat ini banyak ditemukan remaja yang menikah dini dan telah mempunyai anak

tapi konsekuensi dari pernikahan masih diserahkan pada orang tua, misalnya:

tinggal di rumah orangtua, makan dan minum masih ikut orang tua serta

kebutuhan lainnya 100% masih ditanggung orang tua.