Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
233
PEMILIHAN TAPAK POTENSIAL UNTUK PENYIMPANAN LESTARI
LIMBAH RADIOAKTIF DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA
Sucipta, Budi Setiawan, Dadang Suganda, Arimuladi Setyo Purnomo
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN
ABSTRAK
PEMILIHAN TAPAK POTENSIAL UNTUK PENYIMPANAN LESTARI LIMBAH
RADIOAKTIF DI PULAU JAWA DAN SEKITARNYA. Telah dilakukan kegiatan penelitian dengan studi
literatur, penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium dalam rangka pemilihan tapak potensial untuk
penyimpanan lestari limbah radioaktif (PLLR). Studi tapak mencakup aspek-aspek geomorfologi,
litostratigrafi, seismotektonik, volkanologi, hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang, demografi, kawasan
penting dan situs bersejarah. Penelitian dilakukan dengan metode evaluasi deskriptif dan scoring
(pengharkatan) dari hasil kajian data sekunder (literatur dan hasil penelitian terdahulu) dan interpretasi data
primer dari penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium. Calon tapak yang menjadi obyek kegiatan
berada dalam wilayah Serang, Serpong, Karawang, Subang, Sumedang, Jepara, Rembang dan Tuban. Dari
evaluasi yang telah dilakukan berhasil diperoleh beberapa tapak di daerah sebagian kabupaten Serang,
Serpong, Sumedang, Jepara, Rembang dan Tuban yang memiliki kesesuaian sebagai tapak potensial untuk
PLLR.
Kata kunci : tapak, potensial, penyimpanan lestari, limbah, radioaktif
ABSTRACT
SELECTION OF POTENTIAL SITE FOR RADIOACTIVE WASTE DISPOSAL IN JAVA
ISLAND AND THE SURROUNDING. Research activity, literature study, field investigation and laboratory
analysis to select the potential sites for radioactive waste disposal have been done. Sites study includes
geomorphology, lithostratigraphy, seismotectonic, volcanology, hydrology, hydrogeology, mineral resources,
demography, important place and hystorical situs. Research was conducted by descriptive and scoring
evaluation method based on the results of secondary data assessment and the interpretation of primary data
obtained from field investigation and laboratory analysis. The covering area of the study are Serang,
Serpong, Karawang, Subang, Sumedang, Jepara, Rembang and Tuban. Based on the evaluation, some part of
the study area have suitability as potential site for radioactive waste disposal, such as Serang, Serpong,
Sumedang, Jepara, Rembang and Tuban.
Keywords : site, potential, disposal, waste, radioactive
PENDAHULUAN
Tujuan dari pemilihan tapak
penyimpanan lestari limbah radioaktif ialah
untuk mencari suatu tapak, yang apabila
dilengkapi dengan desain, bentuk limbah,
tipe dan kuantitas kemasan limbah,
penghalang rekayasa dan kontrol
institusional yang memadai, akan menjamin
proteksi radiasi terhadap persyaratan yang
telah ditentukan oleh badan pengawas.
Standard IAEA [1] dan rekomendasi serta
petunjuk internasional yang telah ada dapat
dipertimbangkan.
Seperti pada umumnya kegiatan di
dunia, seleksi tapak diawali dengan studi
wilayah yang mempertimbangkan banyak
aspek. Pada tahun 2010 telah dilaksanakan
kegiatan seleksi tapak potensial berdasarkan
aspek-aspek geomorfologi, litostratigrafi,
seismotektonik, volkanologi, hidrologi,
hidrogeologi, cebakan tambang, demografi,
kawasan penting dan situs bersejarah.
Wilayah-wilayah potensial telah dipilih
untuk dilakukan studi, yang meliputi Serang,
Serpong, Karawang, Subang, Sumedang,
Jepara, Rembang dan Tuban.
Tujuan penyimpanan lestari limbah
radioaktif ialah untuk mengisolasi limbah
sehingga tidak ada akibat paparan radiasi
terhadap manusia dan lingkungan. Tingkat
pengisolasian yang diperlukan dapat
diperoleh dengan mengimplementasikan
berbagai metode penyimpanan, diantaranya
dengan model near surface disposal (NSD)
dan deep geological disposal (DGD) sebagai
pilihan yang umum dan digunakan di
beberapa negara. Di dalam NSD, fasilitas
penyimpanan diletakkan pada atau di bawah
permukaan tanah, dengan ketebalan lapisan
pelindung beberapa meter. Dalam beberapa
kasus lapisan pelindung tersebut dapat
mencapai beberapa puluh meter pada tipe
fasilitas rock cavern disposal (RCD).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
234
Fasilitas-fasilitas tersebut dikhususkan untuk
limbah aktivitas rendah dan sedang tanpa
radionuklida umur panjang [2].
Kesesuaian tapak terutama
tergantung pada kapasitasnya untuk
mengungkung limbah radioaktif dalam
periode waktu yang dibutuhkan, dan untuk
membatasi laju pelepasan radionuklida, dan
pada kemampuannya untuk membatasi
potensi penyebaran dampak dari sistem
disposal terhadap manusia dan lingkungan
[2].
Dalam pemilihan tapak, idealnya
perlu diikuti suatu prosedur sistematis yaitu
dengan sistem penapisan dari wilayah yang
luas ke tapak spesifik. Eksplorasi tapak
sistematis untuk fasilitas NSD meliputi
empat tahapan yaitu meliputi : 1) tahap
konsep dan perencanaan; 2) tahap survei
daerah; 3) tahap karakterisasi tapak; dan 4)
tahap konfirmasi tapak [3].
Berbagai faktor penting yang wajib
dipertimbangkan dalam eksplorasi tapak
penyimpanan lestari limbah radioaktif
adalah [1,2,3] : geologi, hidrogeologi,
geokimia, tektonik dan kegempaan, proses-
proses permukaan, meteorologi, man-
induced events, transportasi limbah,
penggunaan lahan, distribusi penduduk dan
proteksi lingkungan.
METODE PENELITIAN
B a h a n
Daerah penelitian meliputi wilayah
Serang, Serpong, Karawang, Subang,
Sumedang, Jepara, Rembang dan Tuban.
Bahan penelitian berupa peta rupa bumi,
peta geologi, peta hidrogeologi, peta
seismotektonik, peta gunungapi, peta
penggunaan lahan, peta sumberdaya alam,
peta kawasan penting dan bersejarah serta
data terkait lainnya.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi peralatan studio kerja,
peralatan lapangan dan peralatan
laboratorium. Peralatan studio kerja meliputi
komputer, printer, plotter, dan alat tulis.
Peralatan lapangan terdiri dari kompas
geologi Brunton, palu geologi Estwing,
global positioning system (GPS), kaca
pembesar, kamera digital, teropong, alat
komunikasi, mistar, busur derajat dan alat
tulis. Peralatan laboratorium meliputi alat
pemotong dan pemoles batuan, pembuat
preparat (sayatan tipis) dam mikroskop
polarisasi.
Tata Kerja
Penelitian dilakukan di Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif, Badan
Tenaga Nuklir Nasional, pada tahun 2010.
Penelitian dilakukan dengan urutan langkah-
langkah sebagai berikut : studi pustaka dan
analisis data sekunder, penelitian lapangan,
analisis dan evaluasi data lapangan, serta
pelaporan. Studi pustaka dan analisis data
sekunder dilaksanakan untuk aspek
geomorfologi, litostratigrafi, seismotektonik,
volkanologi, hidrologi, hidrogeologi,
cebakan tambang, demografi, kawasan
penting dan situs bersejarah. Kegiatan ini
meliputi penelusuran dan analisis data
sekunder berupa peta topografi, peta
geologi, peta rupa bumi dan laporan-laporan
hasil penelitian terdahulu, seta sejumlah
pustaka lain.
Survei lapangan dilakukan untuk
mendapatkan data primer dari semua aspek
penelitian dan untuk pengecekan data
sekunder. Data hasil dari survei lapangan
dan data sekunder diolah, dianalisis dan
dievaluasi secara deskriptif dan scoring
(pengharkatan) berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan, sehingga diperoleh tapak
potensial untuk PLLR. Untuk mencapai
sasaran maka pelaksanaan penelitian
dilakukan dalam tiga tahap seperti tertera
pada Gambar 1. Semua data yang
dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan
dibandingkan dengan kriteria yang telah
ditentukan dengan metode scoring [4] untuk
menentukan kesesuaian tapak-tapak yang
dievaluasi sebagai calon tapak potensial
untuk penyimpanan lestari limbah radioaktif.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
235
LANGKAH
KERJA
DATA MASUKAN (INPUT)
HASIL YANG
DIHARAPKAN DATA NON
LAPANGAN
DATA
LAPANGAN
DATA
LABORATORIUM
TAHAP PRA
LAPANGAN
• Penetapan
kriteria
• Studi data
sekunder
• Interpretasi
peta-peta
• Rencana kerja
lapangan
• Peta topografi
• Peta rupa bumi
• Peta geologi region
• Peta hidrogeologi
• Peta gunungapi
• Peta seismotektonik
• Peta sd mineral
• Peta tataguna lahan
Gambaran
umum tentang
geomorfologi,
litostratigrafi,
seismotektonik,
volkanologi,
hidrologi,
demografi,
cebakan
tambang,
kawasan penting
dan situs
bersejarah
Penentuan
lintasan dan
lokasi sampel
TAHAP KERJA
LAPANGAN
• Pengenalan
medan
• Pengumpulan
data lapangan
• Pengecekan
hasil
Batas satuan batuan,
morfologi, data alur,
lembah, sungai,
litologi, stratigrafi,
struktur, hidrologi,
bencana geologi,
penggunaan lahan
dll.
Kondisi
geomorfologi,
litostratigrafi,
seismotektonik,
volkanologi,
hidrologi,
demografi,
cebakan
tambang,
kawasan penting
dan situs
bersejarah
TAHAP PASCA
LAPANGAN
• Analisis lab.
• Pembuatan
peta-peta
• Evaluasi
(deskriptif dan
scoring)
Data karakteristik
fisik, kimia, dan
mekanik
batuan/tanah/air
Tapak
Potensial untuk
Disposal
Limbah
Radioaktif
Gambar 1. Diagram alir kegiatan penelitian untuk pemilihan tapak potensial
Dasar penilaian kesesuaian tapak
secara kuantitatif dengan memberikan nilai
kualitas dari setiap parameter. Angka yang
kecil menunjukkan nilai yang rendah, yang
berarti tidak sesuai, sebaliknya angka yang
tinggi berarti sesuai untuk tapak
penyimpanan lestari limbah radioaktif.
Penentuan nilai tersebut adalah (dari yang
terendah) 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3
(sedang), 4 (tinggi) dan 5 (sangat tinggi).
Disamping itu masing-masing parameter
diberi nilai kepentingan sesuai
kepentingannya untuk tujuan tersebut.
Penentuan nilai kepentingan tersebut adalah
0 (tidak penting) dan 1 (penting).
Semua parameter atau aspek yang
dipertimbangkan dalam penelitian ini
bernilai penting sehingga semuanya bernilai
1. Pemberian nilai kualitas dan nilai
kepentingan tersebut ditentukan secara
relatif dengan berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan.
Jumlah nilai minimum dan
maksimum dari semua aspek/parameter
adalah 21 dan 105, yang bisa dibagi menjadi
5 kategori penilaian sebagai berikut. Nilai
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
236
21-37 berarti tidak sesuai, 38-54 berarti
kurang sesuai, 55-71 berarti kesesuaian
sedang, 72-88 berarti kesesuaian tinggi dan
nilai 89-105 berarti kesesuaian sangat tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Serang
Menurut PANEKOEK, 1949 [5],
daerah penelitian Serang termasuk dalam
wilayah Karang-Merak yang merupakan
bekas tubuh gunungapi Karang dan Gede.
Daerah Serang (Bojonegara dan Puloampel)
merupakan daerah dataran bergelombang
dan perbukitan rendah-tinggi dengan lereng
landai-terjal. Kondisi proses geomorfologi
permukaan seperti erosi dan gerakan tanah
relatif tidak intensif, karena kondisi
penyusun batuan yang berupa batuan beku
andesit dan breksi volkanik yang relatif
kompak dan keras. Secara morfogenesa
daerah penelitian merupakan daerah yang
terbentuk oleh aktivitas volkanik. Oleh
karena itu daerah penelitian dapat
diklasifikasikan sebagai satuan perbukitan
lereng gunungapi.
Secara regional, batuan yang
tersingkap di daerah penyelidikan terdiri dari
batuan sedimen, gunungapi dan terobosan,
berumur mulai dari Miosen Akhir hingga
Holosen. Tebal tiap formasi berkisar 200-
800 m, dan tebal secara keseluruhan
diperkirakan melebihi 3500 m (RUSMANA
dkk, 1991) [6].
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
hasil gunungapi Gede, tufa Banten,
batugamping koral dan endapan aluvium.
Hasil gunungapi Gede berupa lava, lahar dan
breksi termampatkan, yang berumur
Plistosen. Tufa Banten terdiri dari tufa, tufa
batuapung dan batupasir tufaan, yang
berumur sedikit lebih muda daripada hasil
gunungapi Gede.
Stratigrafi daerah penelitian yang
hanya terdiri dari dua satuan batuan dapat
disimpulkan relatif sederhana. Batuan yang
dapat dipilih sebagai batuan potensial adalah
batuan beku andesit dari hasil gunungapi
Gede (Gambar 2). Ketebalan batuan tersebut
diduga mencapai lebih dari 500 m, dengan
luas pelamparan mencapai 10x10 km2 [6].
Aspek lain yang sangat menentukan
dalam pemilihan calon wilayah PL-LR
adalah aspek seismotektonik. Aspek ini
meliputi interaksi lempeng tektonik yang
mengakibatkan terjadinya gempa bumi dan
pembentukan gunung berapi. Gambar 3
memperlihatkan wilayah gempa di Indonesia
dengan sebaran regionalnya.
Daerah penelitian Serang berada
pada daerah dengan percepatan batuan dasar
yang relatif rendah, yaitu sekitar 0,2 g [7].
Percepatan ini sangat dipengaruhi oleh
kemasifan/kerapatan jenis batuan di daerah
tersebut, selain dipengaruhi oleh struktur
pelapisan dan ketebalannya. Menurut peta
wilayah rawan bencana gempa bumi
Indonesia (KERTAPATI dkk, 2001), daerah
Serang masuk dalam kategori skala MMI
IV-V dari maksimum skala XII.
Gambar 2. Singkapan batuan andesit di daerah Puloampel, Serang
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
237
Gambar 3. Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar
dengan periode ulang 500 tahun [7].
Dari aspek vulkanologi, gunungapi
aktif terdekat dari daerah Serang adalah
Gunung Krakatau (gunungapi tipe A) yang
berjarak 70 km arah baratdaya. Sebagai
gambaran perlu disampaikan bahwa
gunungapi tipe A adalah gunungapi yang
pernah mengalami erupsi magmatik atau
proses-proses lain yang berhubungan
sekurang-kurangnya sekali setelah tahun
1.600 M [8]. Gunungapi tipe B merupakan
gunungapi yang berada dalam tahap
solfatara dan fumarola, dan tidak ada erupsi
magmatik yang diketahui/tercatat sejak
tahun 1.600 M.
Hidrogeologi mempelajari
penyebaran, pergerakan air tanah dalam
tanah dan batuan di kerak bumi (umumnya
dalam akuifer) serta kondisi produktivitas
aquifer. Secara umum daerah penelitian
Bojonegara dan Puloampel, Serang,
batuannya tersusun dari batuan beku
(kristalin) sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [9].
Kondisi hidrologi daerah penelitian
Bojonegara dan Puloampel, Serang,
diindikasikan dengan pola dan tekstur
pengaliran sungai di daerah tersebut. Dari 11
sungai yang ada berpola pengaliran
subparalel dengan arah aliran ke timur (Laut
Jawa). Tekstur pengaliran kasar ditunjukkan
dengan jarak antar sungai yang berkisar
antara 375 m sampai 1.375 m atau rata-rata
750 m (di bagian hilir) dan antara 375 m
sampai 2.500 m atau rata-rata 1.500 m (di
bagian hulu). Dari sungai-sungai yang ada
sangat kecil potensinya untuk terjadinya
banjir.
Kondisi demografi daerah
Bojonegara dan Puloampel secara singkat
dapat dideskripsikan sebagai berikut [10].
Kecamatan Bojonegara yang memiliki luas
30,30 km2 penduduknya berjumlah 39.823
jiwa. Kepadatan penduduk wilayah
kecamatan Bojonegara adalah 1.314
jiwa/km2. Kecamatan Puloampel dengan
luas 44,71 km2 berpenduduk sebanyak
33.725 jiwa dengan densitas penduduk 754
jiwa/km2.
Daerah yang memiliki cadangan
sumberdaya alam terutama yang bernilai
strategis dan vital (golongan A dan B) perlu
dihindari untuk tidak dipertimbangkan
sebagai calon tapak potensial PLLR. Potensi
cebakan tambang daerah Bojonegara dan
Puloampel, Serang berupa andesit dan tanah
urug yang masing-masing memiliki
cadangan total 160.600.427 ton dan
9.103.124 ton, dan luas area masing-masing
189,54 ha dan 55 ha [11].
Yang dimaksud dengan kawasan
penting dan situs bersejarah meliputi 1)
kantor pemerintahan, 2) fasilitas kesehatan
(rumah sakit dan puskesmas), 3) pangkalan
militer, 4) tempat peribadatan, 5) fasilitas
pendidikan (SD s/d PT), 6) prasarana
transportasi dan telekomunikasi, 7)
pemakaman umum, 8) wisata dan hiburan,
9) kebudayaan, 10) sarana perekonomian
dan industri, 11). situs bersejarah (meliputi:
candi, pemakaman tokoh terkenal dan
bangunan-bangunan bersejarah lain).
Kawasan penting biasanya
merupakan kawasan yang penggunaan
lahannya telah diatur oleh pemerintah daerah
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
238
setempat dan merupakan wilayah untuk
kepentingan publik (umum). Situs bersejarah
berupa suatu benda atau tapak yang
merupakan peninggalan bersejarah yang
harus dilindungi oleh undang-undang atau
peraturan. Dalam pemilihan wilayah
potensial untuk fasilitas PLLR, maka
wilayah yang terdapat kawasan penting dan
situs bersejarah perlu dihindari.
Kawasan penting yang ada di
daerah Bojonegara dan Puloampel adalah
kawasan industri yang tersebar terutama di
daerah dekat pantai timur. Pelabuhan
Bojonegara juga merupakan salah satu aset
penting sebagai prasarana perhubungan laut.
2. Serpong
Lokasi penelitian daerah Kawasan
Nuklir Serpong, Kawasan PUSPIPTEK
Serpong dan sekitarnya, secara fisiografis
terletak di cekungan Jawa Barat bagian utara
yang merupakan daerah peralihan antara
Zona Bogor dengan dataran rendah Jakarta
[12]. Struktur geologi daerah ini umumnya
berarah jurus baratlaut-tenggara (NW-SE).
Menurut klasifikasi bentuklahan
yang disusun oleh ZUIDAM & ZUIDAM-
CANCELADO [13], secara genesa daerah
penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2
(dua) satuan yaitu satuan geomorfologi
dataran bergelombang fluvio-volkanik dan
satuan dataran endapan fluviatil. Secara
morfometri daerah penelitian memiliki
kemiringan lereng antara 0 s/d 13% ( 0 s/d
7,41°). Daerah penelitian berada pada
ketinggian antara 44 m s/d 88 m.
Proses-proses geomorfik yang
potensial terjadi adalah pelapukan dan erosi,
baik erosi alur (rill erosion) maupun erosi
lembaran (sheet erosion), terutama pada
tempat-tempat yang tak tertutup vegetasi.
Tanah di daerah penelitian yang merupakan
tanah berlempung tebal yang berasal dari
pelapukan endapan volkanik ditafsirkan
memiliki laju erosi antara 1,3 - 1,5
(HUDSON, 1971, vide SETA, 1991) [14].
Geologi daerah penelitian menurut
TURKANDI dan kawan-kawan, 1992 [15]
terdiri dari (dari tua ke muda) : Formasi
Bojongmanik (umur Miosen awal), Formasi
Genteng (umur Mio-Pliosen), Formasi
Serpong (umur Pliosen), kipas aluvium
(umur Plistosen) dan aluvium (umur
Holosen).
Kekerasan batuan pada umumnya
kurang, kekompakan kurang hingga sedang,
serta homogenitas yang relatif rendah. Dari
kondisi litologi tersebut dapat ditafsirkan
kekuatan batuannya kurang. Permeabilitas
batuan sampai dengan kedalaman ± 20 m,
sebesar 1,01.10-7
m/s (pada lempung laterit)
s/d 1,79.10-5
m/s (pada pasir tufaan) [16].
Seperti ditunjukkan dalam Gambar
3, daerah Serpong berada pada daerah
dengan percepatan batuan dasar relatif
rendah, yaitu < 0,15 g. Menurut peta
wilayah rawan bencana gempa bumi
Indonesia (KERTAPATI dkk, 2001) [7],
daerah Serpong masuk skala MMI < IV dari
maksimum skala XII.
Ditinjau dari aspek kegunung-
apian, daerah penelitian berada dalam daerah
bebas ancaman bahaya gunungapi.
Gunungapi terdekat adalah G. Salak (status
tak berbahaya) yang berada pada jarak ± 50
km ke arah selatan dari daerah penelitian [8].
Potensi ancaman bahaya gunungapi yang
paling mungkin terjadi adalah hujan abu atau
lapili.
Secara umum pada kedalaman > 20
m daerah penelitian Serpong rata-rata
batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [9]. Batuan
muda yang menumpang di atas batuan tua
tersebut berperan sebagai akuifer walaupun
tidak tebal, tetapi memiliki potensi yang
cukup sebagai sumber air tanah.
Daerah penelitian Kawasan
PUSPIPTEK Serpong dan sekitarnya
termasuk dalam DAS Cisadane. Air hujan
yang turun di dalam DAS tersebut sebagian
akan mengalir sebagai run-off (limpasan
permukaan), sebagian meresap ke dalam
tanah (infiltrasi) dan sebagian akan
teruapkan ke atmosfer (evaporasi). Di daerah
penelitian dijumpai tubuh air permukaan
berupa sungai, yaitu K. Cipelang, Cisalak
dan beberapa sungai kecil; serta 4 situ yang
ada di sebelah barat aliran S. Cisadane dan 5
situ/genangan air di sebelah timur S.
Cisadane. Kali Cisalak dan Cipelang
mengalir ke arah utara-baratlaut yang
kemudian bermuara ke S. Cisadane yang
mengalir relatif ke utara.
Kondisi demografi daerah
kecamatan Setu dan sekitarnya tahun 2005
secara singkat dapat dideskripsikan sebagai
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
239
berikut [17] : luas wilayah 3,35 km2 (4,47
km2), jumlah penduduk 8.158 jiwa dan
kepadatan penduduk 1.825 jiwa/km2.
Sumberdaya mineral yang ada di
daerah penelitian berupa galian tanah, pasir
dan batu, yang sebagian besar diperoleh
dengan penggalian atau pengerukan tanah
maupun sungai.
Di daerah penelitian kawasan
PUSPIPTEK Serpong terdapat banyak
kawasan penting dan bersejarah antara lain
Kawasan PUSPIPTEK sebagai sentra iptek
yang berupa reaktor riset, laboratorium,
perkantoran dan permukiman, kawasan
industri Taman Tekno, Taman Makam
Pahlawan Seribu, PDAM, Kampus ITI,
Kantor Polsek, sekolah SD-SMU/SMK dan
lain-lain.
3. Karawang
Menurut Van BEMMELEN, 1949
[12], daerah penelitian Karawang berada
pada jalur zona Antiklinorium Bogor yang
termasuk zona utara dari Jawa Barat. Zona
Bogor merupakan suatu antiklinorium akibat
intensitas perlipatan yang sangat kuat dari
perlapisan-perlapisan yang terbentuk pada
subzaman Neogen, dengan beberapa intrusi
hypabyssal volcanic necks, stocks dan
bosses.
Secara umum daerah penelitian
merupakan daerah dataran bergelombang
dengan kemiringan lereng antara 0 – 13%
dengan beda tinggi antara 0 – 50 m, yang
dapat dikategorikan sebagai satuan dataran
bergelombang (ZUIDAM, R.A., et al., 1979)
[13].
Kondisi proses geomorfologi
permukaan seperti erosi dan gerakan tanah
relatif tidak intensif, karena kondisi
topografi yang berupa dataran
bergelombang. Secara morfogenesa daerah
penelitian merupakan daerah yang
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa
lipatan dan patahan. Oleh karena itu daerah
penelitian dapat diklasifikasikan sebagai
satuan dataran bergelombang struktural
berbatuan lempung.
Secara regional, batuan yang
tersingkap di daerah penyelidikan terdiri dari
batuan sedimen yang berumur Miosen
Tengah hingga Pliosen dan endapan
permukaan yang berumur Plistosen sampai
Holosen (ACHDAN dan SUDANA, 1992)
[18].
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
Formasi Jatiluhur, anggota Pasirgombong,
Formasi Parigi, Formasi Subang dan anggota
Tanjakan Pacol, Formasi Kaliwungu dan
Formasi Cihoe.
Stratigrafi daerah penelitian yang
hanya terdiri dari 5 formasi dan endapan
permukaan dapat disimpulkan relatif
sederhana. Batuan yang dapat dipilih sebagai
batuan potensial untuk hostrocks disposal
limbah radioaktif adalah batulempung
Formasi Subang. Ketebalan batuan tersebut
diduga mencapai lebih dari 1000 m, dengan
luas pelamparan mencapai 9x13 km2 dan
6x6 km2.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar
3, daerah penelitian Karawang berada pada
daerah dengan percepatan batuan dasar
relatif rendah, yaitu < 0,15 g. Menurut peta
wilayah rawan bencana gempa bumi
Indonesia (KERTAPATI dkk, 2001) [7],
daerah Karawang masuk skala MMI < IV
dari maksimum skala XII.
Dari aspek vulkanologi, daerah
Karawang berjarak minimal 45 km dari
gunungapi aktif terdekat yaitu G. Gede dan
G. Tangkubanperahu (gunungapi tipe A) [8].
Potensi ancaman bahaya gunungapi yang
paling mungkin terjadi adalah hujan abu atau
lapili.
Secara umum daerah penelitian
Karawang termasuk dalam wilayah bukan
cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-
rata batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [19].
Di daerah penelitian Karawang
terdapat sungai besar yaitu S. Citarum yang
sering terjadi banjir pada musim hujan. Pola
aliran sungai relatif paralel dengan arah
aliran ke utara menuju laut Jawa. Sungai-
sungai besar yang mengalir di daerah ini
dalam stadia dewasa dicirikan dengan aliran
meandering dan terbentuknya dataran banjir
dan endapan sungai di sekitar alirannya.
Menurut data tahun 2008 [20], di
wilayah kabupaten Karawang yang luasnya
1.753,27 km2, jumlah penduduknya
2.094.408 jiwa dengan kepadatan 1.194,57
jiwa/km2. Wilayah kecamatan yang
penduduknya paling padat adalah Karawang
Barat (4.651,43 jiwa/km2), Kota Baru,
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
240
Rengasdengklok dan Karawang Timur
(>3.000 jiwa/km2).
Potensi cebakan tambang di daerah
Karawang adalah batu kapur dan pasir kali.
Batu kapur yang ada jenis batugamping
klastik dan terumbu yang berada di desa
Bunder dan Parigi (kecamatan Pangkalan).
Sedangkan pasir kali banyak ditemui di desa
Karang Pawitan dan Cimahi (kecamatan
Klari), dan sepanjang S. Cibeet, desa
Tegalwaru.
Di wilayah kabupaten Karawang
banyak ditemukan kawasan penting dan
situs bersejarah yang lokasinya tersebar
hampir di semua kecamatan, terutama
berupa kawasan industri, kawasan pertanian
subur dan permukiman yang padat. Selain
itu banyak dijumpai tempat-tempat penting
[21] seperti Monumen Rawagede
(Kecamatan Rawamerta), Tugu Kebulatan
Tekad (Rengasdengklok), Curug Cigentis-
Cipanundaan-Bandung-Cikarapyak-
Cikolengkak (Tegalwaru), Bendungan
Parisdo dan Danau Kalimati (Klari), Danau
Cipule (Ciampel), Situ Kamojing
(Cikampek), Kompleks Makam Mantan
Bupati (Cilamaya), Makam Nyi Mas Rara
Santang (Jayakerta), Makam Syech Quro
(Lemahabang), Makam Ki Bagus Jabin dan
Situs Cikubang (Cikampek), Vihara Shia Jin
Ku Po (Karawang), Pantai Tanjung Pakis
(Pakisjaya), Pantai Samodra Baru (Pedes),
Pantai Tanjung Baru (Cilamaya), Situs
Candi Jiwa dan Blandongan (Batujaya),
Situs Kuta Tandingan (Ciampel) dan Situs
Cibuaya 1 (Pedes).
4. Subang
Menurut Van BEMMELEN, 1949
[12], daerah penelitian Subang berada pada
jalur zona Antiklinorium Bogor yang
termasuk zona utara dari Jawa Barat. Zona
Bogor merupakan suatu antiklinorium akibat
intensitas perlipatan yang sangat kuat dari
perlapisan-perlapisan yang terbentuk pada
subzaman Neogen, dengan beberapa intrusi
hypabyssal volcanic necks, stocks dan
bosses.
Secara umum daerah Subang
merupakan daerah dataran bergelombang
dengan kemiringan lereng antara 0 – 13%
dengan beda tinggi antara 0 – 50 m, yang
dapat dikategorikan sebagai satuan dataran
bergelombang (ZUIDAM, R.A., et al., 1979)
[13]. Secara morfogenesa daerah
penelitian merupakan daerah yang
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa
lipatan dan patahan. Oleh karena itu daerah
penelitian (selain Serang dan Jepara) dapat
diklasifikasikan sebagai satuan dataran
bergelombang struktural berbatuan lempung.
Kondisi proses geomorfologi permukaan
seperti erosi dan gerakan tanah relatif tidak
intensif, karena kondisi topografi yang
berupa dataran bergelombang.
Menurut SILITONGA (2003) [22],
secara geologi regional daerah Subang dan
Sumedang bagian baratlaut (termasuk dalam
lembar Bandung) dapat dikelompokkan
menjadi 5 kelompok batuan yaitu batuan
terobosan, batuan sedimen, batuan
gunungapi dan endapan permukaan.
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
anggota batulempung Formasi Subang,
anggota batupasir Formasi Subang, Formasi
Kaliwungu, Formasi Citalang, batupasir
tufan-lempung dan konglomerat, dan
endapan sedimen dalam.
Anggota batulempung Formasi
Subang tersusun oleh batulempung,
beberapa mengandung batugamping napalan
yang keras, napal dan batugamping abu-abu
tua. Kadang-kadang juga dijumpai sisipan
batupasir glaukonit hijau. Mengandung fosil
foraminifera. Anggota batupasir Formasi
Subang terutama tersusun oleh batupasir
andesit, batupasir konglomerat, breksi,
lapisan batugamping dan batulempung.
Ketebalan satuan ini 0-300 m.
Formasi Kaliwungu tersusun oleh
batupasir tufan, konglomerat, batulempung
dan kadang-kadang lapisan-lapisan batupasir
gampingan dan batugamping. Selain itu
terdapat lapisan-lapisan tipis gambut dan
lignit. Pada batupasir dan konglomerat
banyak dijumpai fosil moluska. Ketebalan
formasi ini sekitar 600 m. Formasi Citalang
tersusun oleh lapisan-lapisan napal tufan,
diselingi batupasir tufan dan konglomerat.
Ketebalan formasi ini berkisar antara 500-
600 m [22].
Batupasir tufan-lempung dan
konglomerat secara rinci berupa batupasir
tufan, kadang-kadang mengandung
batuapung, lempung mengandung sisa-sisa
tumbuhan, konglomerat, breksi dan pasir
halus. Satuan batuan ini berlapis-lapis
mendatar dan membentuk dataran (hampir
datar) di bagian utara daerah penelitian.
Endapan sedimen dalam tersusun oleh
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
241
lempung tufan, batupasir, konglomerat dan
breksi, dengan ketebalan 0-100 m.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif adalah
batulempung dari anggota batulempung
Formasi Subang (Gambar 4). Menurut TJIA
(1963) [23] tebal dari anggota batulempung
ini 2900 m, dengan luas singkapan di daerah
hulu S. Cilamaya sekitar 6x13 km2, dan di
daerah hulu S. Cibodas sekitar 6x3,5 km2.
Seperti ditunjukkan dalam Gambar
4, daerah penelitian Subang berada pada
daerah dengan percepatan batuan dasar
relatif rendah, yaitu sekitar 0,15 g. Menurut
peta wilayah rawan bencana gempa bumi
Indonesia (KERTAPATI dkk, 2001) [7],
daerah Subang masuk skala MMI < IV dari
maksimum skala XII.
Dari aspek vulkanologi, daerah
penelitian Subang berada pada jarak 30 km
dari gunungapi aktif terdekat yaitu G.
Tangkubanperahu [8]. Potensi ancaman
bahaya gunungapi yang paling mungkin
terjadi adalah hujan abu atau lapili.
Secara umum daerah penelitian
Subang termasuk dalam wilayah bukan
cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-
rata batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [19].
Di daerah penelitian Subang
terdapat sungai besar yaitu S. Cilamaya, S.
Cibodas dan S. Cipunegara yang sering
terjadi banjir pada musim hujan. Pola aliran
sungai relatif paralel dengan arah aliran ke
utara menuju laut Jawa. Sungai-sungai besar
yang mengalir di daerah ini dalam stadia
dewasa dicirikan dengan aliran meandering
dan terbentuknya dataran banjir dan endapan
sungai di sekitar alirannya. Sungai-sungai
kecil sebagai anak sungai-sungai besar
memiliki pola pengaliran dendritik dan
tekstur pengaliran halus (jarak antar sungai
relatif dekat).
Berdasarkan data stastistik Subang
pada tahun 2010 [24], kabupaten Subang
berpenduduk 1.397.352 orang yang tersebar
di 22 wilayah kecamatan. Luas wilayah
kabupaten Subang adalah 1.855,01 km2
dengan kepadatan penduduk 753,29
jiwa/km2.
Kabupaten Subang memiliki
potensi sumberdaya mineral (cebakan
tambang) strategis seperti minyak dan gas
bumi masing-masing sebesar 169,5 juta
barel dan 718,7 BCF gas asosiasi serta
3218,1 BCF gas non asosiasi. Potensi panas
bumi di Subang mencapai 120 MW dan
belum dikembangkan. Selain itu ditemukan
sumberdaya biomassa, tenaga surya dan
angin.
Bahan galian golongan C banyak
dijumpai tersebar di kabupaten Subang [25]
yaitu pasir pantai (Legonkulon, Pamanukan
dan Blanakan), lempung (Blanakan,
Patokbesi, Ciasem, Pamanukan, Compreng,
Pusakanagara), lempung dan trass
(Pabuaran, Cikaum, Kalijati, Pagaden), sirtu
(Cipeundeuy, Blanakan, Ciasem, Compreng,
Cipunagara, Cibogo, Subang), gipsum
(Subang), batubelah (Cijambe, Cisalak,
Tanjungsiang, Jalancagak, Sagalaherang).
Gambar 4. Singkapan batulempung Formasi Subang di S. Cibaleber, Subang
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
242
Batugunung dan pasir gunung
ditemukan di Jalancagak, pasir (Cipeundeuy,
Kalijati, Subang, Cijambe), pazulon
(Cijambe dan Sagalaherang), belerang dan
yarosite (Jalancagak).
Kawasan penting dan situs
bersejarah daerah Subang terutama
didominasi oleh kawasan wisata [25] seperti
pemandian air panas Ciater, kawah
Tangkubanprahu, Curug Agung/Batu Kapur
dan Curug Cileat yang berada di daerah
perbukitan/pegunungan wilayah selatan
kabupaten Subang. Di daerah pantai utara
Subang ada beberapa kawasan penting yaitu
Pantai Pondok Bali, penangkaran buaya
Blanakan dan desa wisata Wangunharja.
5. Sumedang
Menurut Van BEMMELEN, 1949
[12], daerah penelitian Sumedang berada
pada jalur zona Antiklinorium Bogor yang
termasuk zona utara dari Jawa Barat. Secara
umum daerah penelitian merupakan daerah
dataran bergelombang dengan kemiringan
lereng antara 0 – 13% dengan beda tinggi
antara 0 – 50 m, yang dapat dikategorikan
sebagai satuan dataran bergelombang
(ZUIDAM, R.A., et al., 1979) [13].
Secara morfogenesa daerah
penelitian merupakan daerah yang
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa
lipatan dan patahan. Oleh karena itu daerah
penelitian dapat diklasifikasikan sebagai
satuan dataran bergelombang struktural
berbatuan lempung. Kondisi proses
geomorfologi permukaan seperti erosi dan
gerakan tanah relatif tidak intensif, karena
kondisi topografi yang berupa dataran
bergelombang.
Dalam peta geologi lembar
Arjawinangun (DJURI, 1995) [26], daerah
penelitian Sumedang bagian timurlaut
tersusun oleh batuan-batuan yang termasuk
dalam Formasi Subang, Formasi Kaliwungu,
Formasi Citalang, breksi terlipat, batupasir
tufan-lempung dan konglomerat dataran
pantai, batuan gunungapi tak teruraikan dan
sedimen piroklastika, serta endapan aluvium.
Deskripsi batuan dari formasi-formasi
tersebut sama seperti yang ditemukan di
daerah Subang.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif adalah
batulempung dari anggota batulempung
Formasi Subang (Gambar 5). Menurut TJIA
(1963) [23] tebal dari anggota batulempung
ini 2900 m, dengan luas singkapan di daerah
daerah Buahdua lebih kurang 6x24 km2 dan
di daerah Ujungjaya mencapai 7x15 km2.
Sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar 3, daerah penelitian Sumedang
berada pada daerah dengan percepatan
batuan dasar relatif rendah, yaitu sekitar
0,15 g. Menurut peta wilayah rawan
bencana gempa bumi Indonesia
(KERTAPATI dkk, 2001) [7], daerah
Sumedang masuk skala MMI < IV dari
maksimum skala XII.
Dari aspek vulkanologi, gunungapi
aktif terdekat dari daerah daerah penelitian
Sumedang berada pada jarak >30 km dari
gunungapi aktif terdekat yaitu G.
Tangkubanperahu dan G. Ciremai [8].
Potensi ancaman bahaya gunungapi yang
paling mungkin terjadi adalah hujan abu atau
lapili.
Gambar 5. a. Geologi daerah Gunung Lutung dan sekitarnya, Sumedang, Jawa Barat [26],
b. Singkapan batulempung Formasi Subang di S. Cipelang, Sumedang
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
243
Secara umum daerah penelitian
Sumedang termasuk dalam wilayah bukan
cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-
rata batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [19].
Di daerah Buahdua dan sekitarnya
mengalir sungai yang cukup besar yaitu S.
Cikambing, S. Cinambo, S. Cigalagah dan
sungai-sungai kecil dengan arah aliran relatif
ke utara membentuk pola dendritik, dan
bertekstur penyaluran halus. Potensi banjir
cenderung sedang pada musim hujan karena
run-off lebih besar daripada infiltrasi ke
dalam tanah.
Di daerah penelitian Ujungjaya,
Sumedang, tidak dijumpai sungai besar yang
sering terjadi banjir pada musim hujan.
Sungai terdekat adalah S. Cipelang yang
bergabung dengan S. Cimanuk di bagian
hilir. Daerah kajian berjarak sekitar > 4 km
dari sungai tersebut. Sungai-sungai kecil
sebagai anak sungai yang lebih besar
memiliki pola pengaliran dendritik dan
tekstur pengaliran halus (jarak antar sungai
relatif dekat), bersifat intermittent atau
ephemeral (berair pada waktu hujan saja).
Wilayah kabupaten Sumedang
dengan luas 1.522,21 km2 berpenduduk
1.143.992 jiwa yang terdiri dari 568.960
laki-laki dan 575.032 perempuan. Kepadatan
penduduk rata-rata kabupaten Sumedang
adalah 685 jiwa/km2 [25].
Potensi cebakan tambang di daerah
penelitian kurang berarti ekonomi yang
tinggi, karena hanya ditemukan pasir dan
batu sebagai endapan sungai dengan volume
cadangan yang relatif kecil.
Wilayah kabupaten Sumedang
memiliki kawasan penting yang terkait
dengan sejarah [25]. Beberapa hal yang
menjadi perhatian sebagai kawasan penting
dan situs bersejarah adalah Alun-alun
kabupaten Sumedang, Masjid Agung
Sumedang, Monumen Lingga, dan Museum
Prabu Geusan Ulun yang semuanya berada di
kota Sumedang. Beberapa makam leluhur
juga ditemui antara lain Makam Dayeuh
Luhur di Sumedang Utara, Makam Cut Nyak
Dien di Sumedang Selatan, Makam Pasarean
Gede, Makam Gunung Lingga di Darmaraja,
dan Makam Marongge. Kawasan wisata
alam Cipanas Sekarwangi dan Cilengsing di
kaki G. Tampomas (kecamatan Buahdua).
Beberapa kawasan wisata alam lainnya
adalah wisata alam Cadas Pangeran (jalan
arah bandung), Curug Sindulang
(Cimanggung), lapangan golf Giri Gahana
(Jatinangor), Gunung Kunci (kota
Sumedang), bumi perkemahan Kiara Payung
(Jatinangor), Copanteuneun (kaki G.
Tampomas), dan Kampung Toga (3 km dari
alun-alun Sumedang).
6. Jepara
Daerah Muria terdiri dari tiga
kenampakan morfologi utama yaitu
Kompleks Gunung Genuk, Gunung Muria
dan Kubah Pati [12]. Ketiga struktur
kenampakan tersebut muncul pada daerah
miring landai yang tersusun oleh lahar,
breksi volkanik dan endapan lateritik. Semua
itu dikelilingi oleh endapan aluvial.
Gunung Genuk yang termasuk
dalam daerah penelitian, mempunyai bentuk
sirkular dengan ketinggian 716 m, dikelilingi
dataran aluvial dan laut Jawa. Gunung
Genuk dicirikan oleh lereng yang landai,
daerah rata, relatif stabil dan vegetasi lebat.
Pola pengaliran berbentuk radial dan muncul
beberapa mata air di sekitar kaldera Gunung
Genuk.
Berdasarkan atas asal pembentukan,
beda tinggi, kemiringan lereng, dan batuan
penyusunnya, daerah penelitian Jepara
(khususnya Ujungwatu dan sekitarnya) dapat
dibagi menjadi beberapa satuan
geomorfologi (Gambar 6), yaitu : 1) satuan
perbukitan kawah gunung api, 2) satuan
perbukitan aliran lava, 3) satuan perbukitan
kerangka gunungapi berbatuan trakit, 4)
satuan perbukitan kerangka gunungapi
berbatuan andesit, 5) satuan perbukitan
lereng gunungapi, 6) satuan dataran kaki
gunungapi bergelombang berbatuan tuf, 7)
satuan dataran kaki gunungapi bergelombang
berbatuan breksi-tuf, dan 8) satuan dataran
pantai.
Dengan pendekatan batuan beku
sebagai calon tapak potensial untuk PLLR,
maka dari beberapa satuan geomorfologi
tersebut yang berpotensi adalah 1) satuan
perbukitan aliran lava, 2) satuan perbukitan
kerangka gunungapi berbatuan trakit, 3)
satuan perbukitan kerangka gunungapi
berbatuan andesit, 4) satuan perbukitan
lereng gunungapi, dan 5) satuan dataran kaki
gunungapi bergelombang berbatuan tuf.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
244
Gambar 6. Kenampakan geomor- Gambar 7. Singkapan batuan beku
fologi daerah G. Genuk dan sekitarnya trakhit di G. Ragas
Secara regional daerah penelitian
merupakan satu rangkaian volkanik, yang
termasuk di dalam kompleks Muria
(BEMMELEN, 1949) [12]. Menurut
SUWARTI dan WIKARNO (1992) [27],
batuan yang tersingkap di daerah penelitian
Ujungwatu dan sekitarnya dari tua ke muda
terdiri dari Formasi Bulu, Formasi Patiayam,
Batuan Gunungapi Genuk, Tuf Muria dan
Aluvium.
Formasi Bulu berupa batugamping
bersisipan batugamping pasiran dan
batugamping lempungan. Formasi Patiayam
berupa perselingan batupasir tufan dan
konglomerat tufan dengan sisipan
batulempung, batugamping dan breksi.
Batuan gunungapi Genuk tersusun oleh lava,
breksi gunungapi dan tuf (Gambar 7). Tuf
Muria yang tersusun oleh tuf, lahar dan tuf
pasiran tersebar di sekitar Formasi Patiayam
setebal kurang lebih 50 m. Aluvium yang
berukuran dari lempung sampai kerikil
tersebar di bagian timurlaut daerah
penelitian.
Wilayah Jepara berada pada daerah
dengan percepatan batuan dasar yang rendah,
yaitu sekitar < 0,1 g. Menurut peta wilayah
rawan bencana gempa bumi Indonesia
(KERTAPATI dkk, 2001) [7], daerah Jepara
berada dalam skala MMI < V dari
maksimum skala XII.
Dari aspek vulkanologi, gunungapi
aktif terdekat dari daerah Ujung Watu,
Jepara, adalah G. Genuk dan G. Muria yang
pernah aktif pada masa Kuarter [8]. Berbagai
studi yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa produk volkanik Muria termasuk
dalam suatu siklus yang sekarang sedang
berlangsung di Jawa bagian tengah dengan
jarak terdekat minimum 100 km yaitu G.
Ungaran (gunungapi tipe B).
Secara umum daerah penelitian
Ujungwatu, Jepara, termasuk dalam wilayah
bukan cekungan air tanah. Daerah penelitian
rata-rata batuannya tersusun dari batuan beku
sehingga mempunyai kondisi akuifer langka
dan batuannya memiliki kelulusan air sangat
rendah [28].
Sungai-sungai yang ada di daerah
penelitian memiliki pola pengaliran radial
yang berkembang pada tipe batuan breksi tuf
andesit, batuan beku atau tuf. Pada bagian
hulu anak-anal sungainya bersifat
intermittent. Pengaliran daerah penelitian
memiliki tekstur sedang, dengan jarak antar
sungai orde 1 berkisar antara 100-750 m,
bahkan ada yang 500-1250 m. Dari kondisi
sungai-sungai yang ada, tidak ada sungai
yang berpotensi banjir di daerah penelitian.
Kemungkinan banjir hanya bisa terjadi di S.
Gelis dan S. Balong yang berada jauh (>5
km) di sebelah barat daerah kajian.
Kabupaten Jepara dengan luas
wilayah daratan 100.413.189 ha, memiliki
jumlah penduduk 1.090.839 jiwa (548.953
laki-laki dan 541.886 perempuan) dan
kepadatan penduduknya sekitar 1.086
jiwa/km2 [29]. Kecamatan Donorojo
mempunyai luas wilayah 108,642 km2,
jumlah penduduk 57.544 jiwa dan kepadatan
penduduk 530 jiwa/km2 [29].
Potensi cebakan tambang daerah
penelitian Ujungwatu dan sekitarnya
meliputi batugamping, kaolin, trass, pasir,
batu andesit, marmer dan metasedimen,
feldspar dan pasir besi [29].
Di wilayah kabupaten Jepara
banyak dijumpai kawasan penting dan situs
bersejarah seperti kawasan industri ukiran
kayu jati, juga kawasan wisata dan
bersejarah seperti Air Terjun Songgolangit
di Sumanding, Goa Tritip di Ujungwatu,
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
245
Museum R.A. Kartini di Jepara, Pantai
Kartini di Jepara, Benteng Portugis di
Banyumanis, Pantai Tirto Samudro (Pantai
Bandengan), Pulau Panjang di Jepara, Pulau
Karimunjawa dan gugusannya, Pusat Tenun
Ikat Troso di Ds. Troso Kec. Pecangaan,
Pusat Kerajinan Monel Kriyan di Ds. Kriyan
Kec. Kalinyamat, Pantai Balong di Balong,
Masjid Mantingan di Mantingan, Pantai
Bondo di Bondo, Pantai Pailus di Pailus
Karanggondang, PLTU Tanjung Jati B di
Tubanan dan calon tapak PLTN di
Ujungwatu [29].
7. Rembang
Secara regional, menurut
PANEKOEK, 1949 [5], daerah penelitian
Rembang merupakan bagian dari wilayah
Pegunungan Kapur Pantai Utara, yang
termasuk dalam Antiklinorium Rembang.
Secara umum daerah penelitian merupakan
daerah dataran bergelombang dengan
kemiringan lereng antara 0 – 13% dengan
beda tinggi antara 0 – 50 m, yang dapat
dikategorikan sebagai satuan dataran
bergelombang (ZUIDAM, R.A., et al., 1979)
[13].
Secara morfogenesa daerah
penelitian merupakan daerah yang
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa
lipatan dan patahan. Oleh karena itu daerah
penelitian dapat diklasifikasikan sebagai
satuan dataran bergelombang struktural
berbatuan napal. Kondisi proses
geomorfologi permukaan seperti erosi dan
gerakan tanah relatif tidak intensif, karena
kondisi topografi yang berupa dataran
bergelombang.
Menurut DARWIN KADAR dan
SUDIJONO (1993) [30], secara geologi
regional daerah Rembang dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok batuan
yaitu batuan sedimen, batuan gunungapi dan
endapan permukaan.
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi
Wonocolo, Formasi Ledok dan Formasi
Mundu. Di atas formasi-formasi tersebut
ditumpangi secara takselaras oleh anggota
Selorejo dan Formasi Lidah pada jaman
Plistosen. Formasi-formasi tersebut diterobos
dan ditumpangi oleh andesit dan breksi hasil
dari gunungapi Lasem. Di atas formasi-
formasi tersebut diendapkan aluvium.
Formasi Mundu tersusun oleh napal masif,
abu-abu keputihan, kaya akan foraminifera
plankton.
Andesit dari gunungapi Lasem
berupa lava andesit, dan breksi hasil aktivitas
Lasem berupa breksi, konglomerat dan
batupasir tufan. Endapan aluvium terdiri dari
lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal
endapan Holosen.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Selatan Rembang adalah napal masif dari
Formasi Mundu yang memiliki ketebalan
250-1500 m, dan batulempung dari Formasi
Lidah dengan ketebalan > 200 m. Luas
singkapan di daerah penelitian Selatan
Rembang masing-masing 12x24 km2 dan
6x15 km2.
(a) (b)
Gambar 21. a). Geologi daerah Kragan-Sedan, Rembang, Jawa Tengah [31]
b). Singkapan andesit pada tambang batu di daerah Kragan, Rembang
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
246
Di sebelah utara dan timur Sedan,
batuan potensial andesit Lasem dan Formasi
Mundu serta Formasi Wonocolo tersingkap
secara blok-blok dengan tebal sekitar 200 m
dan luas ± 2x5 km2. Di sebelah selatan Sale
tersingkap Formasi Mundu dengan ketebalan
± 200 m luas sekitar 2,5x9 km2, sedangkan di
sebelah utaranya tersingkap Formasi
Wonocolo setebal 250 m dan luas
pelamparan sekitar 5x10 km2.
Wilayah Rembang berada pada daerah
dengan percepatan batuan dasar yang rendah,
yaitu sekitar 0,1 g. Menurut peta wilayah
rawan bencana gempa bumi Indonesia
(KERTAPATI dkk, 2001) [7], daerah
Rembang berada dalam skala MMI IV-V dari
maksimum skala XII.
Dari aspek vulkanologi, daerah
penelitian Rembang relatif jauh dari
gunungapi terdekat yaitu G. Lawu dan G.
Ungaran (gunungapi tipe B) yaitu > 100 km
[8]. Potensi ancaman bahaya gunungapi yang
paling mungkin terjadi adalah hujan abu atau
lapili.
Secara umum daerah penelitian
Rembang termasuk dalam wilayah bukan
cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-
rata batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [28].
Hidrologi daerah selatan Rembang
(Sulang dan sekitarnya) dapat ditafsirkan
dari keberadaan 11 sungai antara K. Delok di
bagian barat hingga K. Lasem di bagian
timur. Pola pengaliran sungai berawal dari
pola dendritik di bagian hulu hingga pola
parallel di bagian hilir. Jarak antar sungai
berkisar antara 1 km – 5 km (rata-rata 2,1
km). Potensi banjir bisa terjadi di bagian hilir
sungai yang mengalir pada daerah dengan
topografi dataran.
Hidrologi daerah Kragan-Sarang-
Sedan, Rembang, dapat ditafsirkan dari
keberadaan 4 sungai antara K. Bagoran/K.
Gempol/K. Blitungkulon, di bagian barat
hingga K. Wangon di bagian timur. Pola
pengaliran sungai subparallel, dengan jarak
antar sungai berkisar antara 2 km – 10 km
(rata-rata 5 km). Potensi banjir relatif kecil
terjadi karena sungai mengalir pada topografi
bergelombang yang miring ke arah utara
(Laut Jawa), sehingga pengaliran lancar.
Menurut data tahun 2004 [31],
jumlah penduduk kabupaten Rembang
sebanyak 585.446 jiwa, dengan rata-rata
kepadatan penduduk sekitar 558 jiwa/km2.
Dari tingkat kepadatan tersebut 82,6%
penduduk tinggal di daerah perdesaan dan
sisanya 17,4% berada di daerah perkotaan.
Kepadatan penduduk terendah terdapat di
kecamatan Bulu sebesar 250 jiwa/km2 dan
tertinggi di kecamatan Rembang sebesar
1.344 jiwa/km2. Dalam dasawarsa terakhir
pertumbuhan penduduk mencapai 1,22%.
Potensi cebakan tambang yang ada
di kabupaten Rembang terutama bahan
tambang untuk industri semen yaitu batu
kapur, tras, pasir kuarsa, dan tanah liat [32].
Hasil perkiraan cadangan bahan galian
tersebut adalah batu kapur 2.213.500.000 m3
dengan kualitas bagus (CaO > 50%), pasir
kuarsa dengan kandungan SiO2 > 95%, trass
memiliki cadangan tereka 45.225.000 m3,
dan tanah liat mempunyai potensi
433.025.000 m3. Lokasi cebakan tambang
berada pada daerah perbukitan di bagian
selatan Rembang.
Beberapa kawasan penting dan situs
bersejarah dapat dijumpai di kabupaten
Rembang [32] yaitu Musium Kamar
Pengabadian R.A. Kartini di kecamatan
Rembang, Taman Rekreasi Pantai Kartini di
kecamatan Rembang, jangkar Dampu
Awang, makam R.A. Kartini (kecamatan
Bulu), Wana Wisata Wana Mantingan
(Bulu), Rimba Pasucen dengan goa-goanya
di kecamatan Gunem, petilasan Sunan
Bonang (Lasem), embung Lodan (Sarang)
dan hutan wisata Sumber Semen di
kecamatan Sale.
8. Tuban
Menurut Van BEMMELEN, 1949
[12], daerah penelitian Tuban termasuk
dalam Antiklinorium Rembang. Secara
morfogenesa daerah penelitian merupakan
daerah yang dipengaruhi oleh struktur
geologi berupa lipatan dan patahan. Oleh
karena itu daerah penelitian dapat
diklasifikasikan sebagai satuan dataran
bergelombang struktural berbatuan
lempung/napal.
Secara umum daerah penelitian
merupakan daerah dataran bergelombang
dengan kemiringan lereng antara 0 – 13%
dengan beda tinggi antara 0 – 50 m, yang
dapat dikategorikan sebagai satuan dataran
bergelombang (ZUIDAM, R.A., et al., 1979)
[13]. Kondisi proses geomorfologi
permukaan seperti erosi dan gerakan tanah
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
247
relatif tidak intensif, karena kondisi topografi
yang berupa dataran bergelombang.
Menurut SITUMORANG (1992)
[31], secara geologi regional daerah Tuban
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
batuan yaitu batuan sedimen, batuan
gunungapi dan endapan permukaan, seperti
daerah Rembang yang berada di sebelah
baratnya.
Batuan yang tersingkap di daerah
penelitian meliputi (urut dari tua ke muda)
anggota Tawun Formasi Tuban, anggota
Ngrayong Formasi Tuban, Formasi Bulu,
Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi
Mundu dan Formasi Paciran. Di atas
formasi-formasi tersebut ditumpangi secara
takselaras oleh Formasi Lidah pada jaman
Plistosen. Formasi-formasi tersebut diterobos
dan ditumpangi oleh andesit dan breksi hasil
dari gunungapi Lasem. Di atas formasi-
formasi tersebut diendapkan aluvium.
Formasi Mundu tersusun oleh batunapal,
batulempung lanauan dan batugamping
napalan.
Stratigrafi daerah penelitian dapat
dikatakan relatif sederhana. Batuan potensial
yang bisa dipilih sebagai hostrocks untuk
pengungkung limbah radioaktif di wilayah
Tuban sebelah selatan Bancar adalah napal
pasiran dari Formasi Wonocolo yang
memiliki ketebalan sekitar 250 m luas sekitar
3x5 km2. Batuan potensial lainnya adalah
batunapal dan batulempung dari Formasi
Mundu di daerah sebelah utara Jatirogo
dengan ketebalan > 200 m dan luas
singkapan kurang lebih 3x21 km2.
Wilayah Tuban berada pada daerah
dengan percepatan batuan dasar yang rendah,
yaitu sekitar 0,1 g. Menurut peta wilayah
rawan bencana gempa bumi Indonesia
(KERTAPATI dkk, 2001) [7], daerah Tuban
berada dalam skala MMI IV-V dari
maksimum skala XII.
Dari aspek vulkanologi, daerah
Tuban relatif jauh dari gunungapi terdekat
yaitu G. Lawu dan G. Ungaran (gunungapi
tipe B) yaitu > 100 km [8]. Potensi ancaman
bahaya gunungapi yang paling mungkin
terjadi adalah hujan abu atau lapili.
Secara umum daerah penelitian
Tuban termasuk dalam wilayah bukan
cekungan air tanah. Daerah penelitian rata-
rata batuannya tersusun dari batuan tua dan
lempungan sehingga mempunyai kondisi
akuifer langka dan batuannya memiliki
kelulusan air sangat rendah [33].
Hidrologi daerah Bancar dan
sekitarnya, Tuban, dapat ditafsirkan dari
keberadaan 3 sungai antara K. Wangon di
bagian barat, K. Bogoran di bagian tengah
hingga K. Budur di bagian timur. Pola
pengaliran sungai subparallel, dengan jarak
antar sungai berkisar antara 2 km – 4 km
(rata-rata 3,3 km). Potensi banjir relatif kecil
terjadi karena sungai mengalir pada topografi
bergelombang yang miring ke arah utara
(Laut Jawa), sehingga pengaliran lancar.
Kabupaten Tuban dengan luas
wilayah daratan 1.839,94 km2 dengan
panjang pantai 65 km dan luas wilayah
lautan sebesar 22.608 km2, ditempati oleh
penduduk sebanyak adalah 1.137.708 (data
tahun 2008) [34]. Kecamatan Bancar dan
Jatirogo yang merupakan wilayah menarik
untuk kajian tapak potensial PLLR memiliki
luas wilayah masing-masing 111,98 dan
112,36 km2 dengan jumlah penduduk 54.029
jiwa dan 54.462 jiwa, serta kepadatan
penduduk masing-masing 479 jiwa/km2 dan
485 jiwa/km2.
Bahan galian yang dieksplotasi di
Kabupaten Tuban pada tahun 2006 meliputi :
batu kapur, tanah liat, pedel, ballclay,
dolomite, pasir kuarsa dan fosfat. Bahan
galian yang paling besar dieksploitasi adalah
batu kapur yang mencapai 10.989.273 [34].
Tuban terkenal dengan sebutan Kota
Wali karena Tuban adalah salah satu kota di
Jawa yang menjadi pusat penyebaran ajaran
agama Islam. Tuban juga terkenal dengan
Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang
berada pada deretan Pegunungan Kapur
Utara yang banyak goanya. Di daerah Tuban
banyak kawasan penting dan situs bersejarah
seperti misalnya Gua Akbar, Masjid Agung,
Makam Sunan Bonang, Ngerong Rengel,
Pemandian Bektiharjo, Air Panas Prataan,
Air Terjun Nglirip, Goa Suci, Makam Syech
Maulana Ibrahim Asmaraqandi, dan Pantai
Boom. Sebagai kabupaten, Tuban memiliki
tempat penting seperti Kantor Bupati,
Pendopo Krido Manunggal, kantor DPRD,
Masjid Agung dan GOR Rangga jaya
Anoraga [34].
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
248
Tabel 2. Tapak potensial untuk PLLR di pulau Jawa
NO WILAYAH
POTENSIAL
CALON TAPAK
POTENSIAL
NILAI
KUMULATIF
TAPAK POTENSIAL
1 Serang Bojonegara 75 Bojonegara
Puloampel 79 Puloampel
2 Serpong PPTN Serpong 73 PPTN Serpong
3 Karawang Karawang 65 X
4 Subang Cilamaya hulu 70 X
Cibodas hulu 71 X
5 Sumedang Buahdua 76 Buahdua
Ujungjaya 85 Ujungjaya
6 Jepara G. Ragas 69 X
G. Bako 68 X
Lava basalt 68 X
G. Tempur 70 X
G. Pusuh 73 G. Pusuh
G. Truwili 69 X
7 Rembang Sulang 67 X
Kragan 83 Kragan
8 Tuban Bancar 83 Bancar
Jatirogo 77 Jatirogo
X = tidak potensial
Pembahasan
Hasil evaluasi terhadap tapak-tapak
yang ada memberikan gambaran sebagai
berikut : Serang (Bojonegara nilai 75 dan
Puloampel nilai 79), Serpong (nilai 73),
Karawang (nilai 65), Subang (Cilamaya hulu
dengan nilai 70 dan Cibodas hulu 71),
Sumedang (Buahdua bernilai 76 dan
Ujungjaya 85), Jepara (G. Ragas 69, G.
Bako 68, lava basalt 68, G. Tempur 70, G.
Pusuh 73 dan G. Truwili 69), Rembang
(Sulang dengan nilai 67 dan Kragan bernilai
83), serta Tuban (Bancar bernilai 83 dan
Jatirogo 77).
Evaluasi dengan metode scoring
memberikan hasil adanya beberapa tapak
yang memiliki jumlah nilai dengan kisaran
antara 55-71 yang termasuk kategori
kesesuaian sedang yaitu daerah Krawang,
Subang (Cilamaya hulu dan Cibodas hulu),
Jepara (G. Ragas, G. Bako, lava basalt, G.
Tempur dan G. Truwili) dan Rembang
(Sulang). Beberapa tapak yang memiliki
jumlah nilai dengan kisaran antara 72-88
yang termasuk kategori kesesuaian tinggi
yaitu daerah Serang (Bojonegara dan
Puloampel), Serpong (Kawasan Nuklir
Serpong), Sumedang (Buahdua dan
Ujungjaya), Jepara (G. Pusuh), Rembang
(Kragan), dan Tuban (Bancar dan Jatirogo).
Tidak ada tapak yang bernilai kesesuaian
sangat rendah, rendah dan sangat tinggi.
Dari 2 kategori kesesuaian sedang
dan tinggi tersebut dapat dipilih tapak-tapak
yang berkesesuaian tinggi untuk ditetapkan
sebagai calon tapak potensial PLLR di P.
Jawa dan sekitarnya. Apabila tapak-tapak
tersebut diurutkan sesuai urutan nilai dari
yang tertinggi maka rangkingnya adalah
sebagai berikut : 1) Ujungjaya (Sumedang),
2) Kragan (Rembang), 3) Bancar (Tuban), 4)
Puloampel (Serang), 5) Jatirogo (Tuban), 6)
Buahdua (Sumedang), 7) Bojonegara
(Serang), 8) G. Pusuh (Jepara), dan 9)
Serpong.
KESIMPULAN
Telah dilakukan kegiatan penelitian
dalam rangka pemilihan tapak potensial
untuk penyimpanan lestari limbah radioaktif
di Pulau Jawa dan sekitarnya, yang
dilakukan di daerah Serang, Serpong,
Karawang, Subang, Sumedang, Jepara,
Rembang, dan Tuban. Aspek-aspek yang
dipertimbangkan sebagai dasar pemilihan
tapak potensial meliputi geomorfologi,
litostratigrafi, seismotektonik, vulkanologi,
hidrologi, hidrogeologi, cebakan tambang,
demografi, kawasan penting dan situs
bersejarah.
Dari hasil evaluasi dengan metode
scoring diperoleh beberapa tapak potensial
yang termasuk dalam kategori kesesuaian
tinggi untuk tapak fasilitas PLLR. Beberapa
tapak potensial tersebut adalah daerah
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
249
Serang (Bojonegara dan Puloampel),
Serpong (Kawasan Nuklir Serpong),
Sumedang (Buahdua dan Ujungjaya), Jepara
(G. Pusuh), Rembang (Kragan), dan Tuban
(Bancar dan Jatirogo).
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas tuntasnya penulisan makalah
ini diucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang mendukung baik dari para
pimpinan PTLR maupun para staf
khususnya staf BTPL.
DAFTAR PUSTAKA :
1. IAEA, Near Surface Disposal of
Radioactive Wastes, Safety Series No.
111-S.3, IAEA, Vienna, 1994.
2. IAEA, Siting of Near Surface Disposal
Facilities, Safety Series No. 111 G-3.1,
IAEA, Vienna, 1994.
3. IAEA, Site Investigations for
Repositories for Solid radioactive
Wastes in Shallow Ground, Technical
Reports Series No. 216, IAEA, Vienna,
1982.
4. HOWARD, A.D. dan I. REMSON,
Geology in Environmental Planning,
Mc.Graw-Hill Inc., New York, 1978.
5. PANEKOEK, The Outline of
Geomorphology, 1949.
6. RUSMANA, E., SUWITODIRDJO, K.
dan SUHARSONO, Peta Geologi
Lembar Serang, P3G ESDM, Bandung,
1991.
7. KERTAPATI, E.K., SETIAWAN, Y.B.
& IPRANTA, Peta Bahaya Goncangan
Gempabumi Indonesia, P3G DESDM,
Bandung, 1999.
8. Dir. Volkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, Peta Sebaran Gunungapi Aktif
di Indonesia, DVMBG DESDM,
Bandung, 2001.
9. SUKRISNA, A., MURTIANTO, E. &
S. RUCHIJAT, Peta Cekungan Air
Tanah Propinsi Banten, PLG ESDM
Bandung, 2008.
10. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Serang, Kabupaten Serang dalam
Angka, 2010.
11. Dinas Pertambangan dan Energi
Propinsi Banten, Peta Potensi Bahan
Galian Industri Kabupaten Serang dan
Kota Serang, 2009.
12. BEMMELEN, R.W. Van, (1949), The
Geology of Indonesia, Vol. 1A,
Martinus Nijhoff, The Hague.
13. ZUIDAM, R.A., et al., (1979), Terrain
Analysis and Classification Using
Aerial Photographs : A
Geomorphological Approach, ITC,
Netherland.
14. SETA, A.K., Konservasi Sumberdaya
Tanah dan Air, Kalam Mulia, Jakarta
(1991).
15. TURKANDI, T., SIDARTO,
AGUSTIYANTO, D.A. dan M.M.
PURBO HADIWIDJOYO, Peta
Geologi Lembar Jakarta dan Kepulauan
Seribu, P3G, Bandung (1992).
16. FACULTY OF MINERAL
TECHNOLOGY – ITB, Shallow
Groundwater Survey and Construction
of Monitoring Wells in the Surrounding
Area of RSG-LP Puspiptek Serpong
Tangerang West Java, National Atomic
Energy Agency, Republic of Indonesia
(1987).
17. BPS Kabupaten Tangerang dan PTLR
BATAN, Pemutakhiran Rona
Lingkungan Kawasan Nuklir Serpong
(2007).
18. ACHDAN dan SUDANA, Peta Geologi
Lembar Karawang, P3G ESDM,
Bandung,1992
19. SUKRISNA, A., MURTIANTO, E.,
RUCHIJAT, S. & H. SETIADI, Peta
Cekungan Air Tanah Propinsi DKI dan
Jawa Barat, PLG ESDM Bandung,
2008.
20. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Karawang, Karawang dalam Angka,
2009.
21. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_
Karawang
22. SILITONGA, Peta Geologi Lembar
Bandung, P3G ESDM, Bandung, 2003.
23. TJIA, H.D., Peta Geologi Bersistem
Djawa, lembar 35 Subang. Field Report
1, Field Report 2, Field Report 3, Field
Report 4, Unpublished Report,
Geological Survey of Indonesia, 1963..
24. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_
Subang
25. http:/www.jabarprov.go.id/index.php/su
b Menu/240
26. DJURI, Peta Geologi Lembar
Arjawinangun, P3G ESDM, Bandung,
1995.
27. SUWARTI dan WIKARNO, Peta
geologi Lembar Kudus, P3G ESDM,
Bandung, 1992.
28. SETIADI, H., Peta Cekungan Air Tanah
Propinsi Jawa Tengah, PLG ESDM
Bandung, 2008.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
250
29. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara,
Kabupaten Jepara dalam Angka, 2010.
30. DARWIN, K. & SUDIJONO, Peta
Geologi Lembar Rembang, P3G
DESDM, Bandung, 1993.
31. SITUMORANG, R.L., (1992), Peta
Geologi Lembar Jatirogo – Jawa,
Puslitbang Geologi, Dept. ESDM,
Bandung.
32. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_
Rembang
33. ARIFIN, M.B., Peta Cekungan Air
Tanah Propinsi Jawa Timur, PLG
ESDM Bandung, 2008.
34. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tuban,
Kabupaten Tuban dalam Angka, 2010.
Top Related