Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

401

Click here to load reader

Transcript of Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Page 1: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENEBAR MODAL SOSIAL MEMBANGUN PERADABANPerjalanan Dua Tahun dan Langkah ke Depan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Jejak dari Tapak ke Tapak

Page 2: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 3: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Hak cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang mengutip, menyalin, memperbanyak, dan menyebarluaskan sebagian maupun keseluruhan isi buku ini, dengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta.

Sanksi pelanggaran Pasal 44 UU No. 12 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987:1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan

atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Page 4: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan2016

Page 5: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Jejak dari Tapak ke TapakMENEBAR MODAL SOSIAL, MEMBANGUN PERADABAN Perjalanan Dua Tahun dan Langkah ke Depan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tim Milestone Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2016

PengarahMenteri Lingkungan Hidup dan KehutananDr. Siti Nurbaya

Penanggung JawabSekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananDr. Bambang Hendroyono PenyuntingHelmi Basalamah, Thomas Nifinluri, Sandi Kusuma

PenulisAgus Prijono

FotograferDwi Prasetyo Budi Santosa

Penata LetakAulia Erlangga

Cetakan 2016 ISBN 978-602-8358-81-1

Kontributor FotoSandi Kusuma - Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan KehutananGanda Diarsa Untara - Balai Taman Nasional Bali BaratJusman - Kepala Desa Penepian Raya, Kapuas HuluBoy Sandi - Sekretaris Asosiasi Periau Mitra PenepianSyafrizal - Ketua Masyarakat Peduli Api SepahatIwan Gunawan - Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan LindungBiro Hubungan Masyarakat - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

SekretariatMira Sofia, Imas Fardilah

Biro PerencanaanKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Gedung Manggala Wanabakti, Blok 7, Lantai 2Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta

Page 6: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

iiiDaftar Isi

Prolog hal. x

hal. 4

hal. 52

hal. 182

hal. 308

hal. 363

hal. 130

hal. 262

DAFTAR ISI

Page 7: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

“Kami melindungi dan memperkuat kehadiran negara untuk seluruh rakyat Indonesia. Wujudnya: mencegah bencana ekologis, menata lingkungan agar negeri bergerak maju,

menghadirkan kedaulatan negara atas kepemilikan sumberdaya hutan, serta membangun kemitraan global, regional dan nasional untuk menjaga hak hidup.

Dari hati yang paling dalam, kami menyebutnya dengan merawat kelenturan ekosistem.”

iv Kata Pengantar

Page 8: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SITI NURBAYA

BIRO HUMAS - KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Page 9: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

vi Kata Pengantar

MELEPAS PENYU LAUT Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melepasliarkan penyu sisik di perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pelepasliaran satwa laut yang terancam punah ini mengawali Gerakan Nasional Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar 2016.

BIRO HUMAS - KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Page 10: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Hasil pembangunan tak pernah berwajah tunggal. Bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ukuran keberhasilan pembangunan melintasi semua sendi kehidupan. Jejak-jejak capaian merentang dari samudra hingga gunung, dan menyentuh segenap anasir kehidupan: air, udara dan tanah.

Di balik luasnya dimensi itu, satu yang kami pahami bahwa saat sum-berdaya alam terus dimanfaatkan, dan lingkungan menanggung be-ban di luar batas daya dukungnya, dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat.

Pada saat yang sama, kami memahami keberhasilan perbaikan lingkungan dan hutan tak bisa diukur dan ditunjukkan dalam bilangan tahun. Meskipun demikian, Kementerian hendak mengobarkan semangat untuk menciptakan kondisi tapak yang lebih baik agar menjadi ruang hidup yang nyaman.

Intisari pembelajaran dari seluruh upaya Kementerian memercikkan kesadaran bahwa mendorong perbaikan di tingkat tapak sesungguhnya dipengaruhi oleh kualitas hubungan antar-pemangku kepentingan. Pada tingkat tapak, dimensi hutan dan lingkungan bukan lagi sekadar subjek teknis Kementerian, tetapi telah menjangkau ranah politik, ekonomi, sosial, budaya—bahkan lintas-ilmu pengetahuan. Dari sini, Kementerian memahami bahwa mengelola tapak berarti mengelola perikehidupan, yang sekaligus meneguhkan kedaulatan negara. Intinya, mengelola tapak berarti mengelola peradaban negeri.

Tentu saja, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ingin meraih banyak hal. Tapi tanpa melupakan satu penegasan penting: meneguhkan modal sosial untuk meningkatkan kualitas hubungan para pemangku kepentingan. Wujudnya pun beraneka ragam.

Untuk mencegah bencana kebakaran lahan dan hutan misalnya, Kementerian mewujudkan pilihan-pilihan sumber pendapatan—tanpa membakar lahan—bagi masyarakat, sembari membangkitkan kerelaan sosial untuk berpatroli di tingkat desa.

Atau, mengajak masyarakat menangkarkan spesies terancam punah yang memutar roda ekonomi setempat, sembari meningkatkan populasinya di alam. Bahkan kami mengelola sampah, lalu meman-faatkannya sebagai sumber energi baru terbarukan. Apapun wujudnya, upaya itu menegaskan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan menyentuh seluruh aspek perikehidupan.

Rangkaian upaya itulah yang hendak kami potret dalam pustaka yang berisi serpihan perjalanan dua tahun Kementerian. Dan, dengan segala keterbatasan, kami telah berhasil memenuhi milestone pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2016 sesuai harapan kami.

Semua upaya itu dilakukan semata Kementerian ingin bersumbang-sih untuk meringankan tantangan pembangunan nasional: menopang pertumbuhan ekonomi, menyediakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mempersempit kesenjangan antar-wilayah. Strategi utamanya: membangun dan menumbuhkan sentra-sentra produksi hasil sumberdaya hutan di tingkat desa. Barangkali ini sebuah alasan lain mengapa membangkitkan modal sosial menjadi penting.

Hal itu karena berbicara akses kelola di kawasan hutan, senantiasa menuntut penguatan lembaga, menata-kelola usaha dan membuka akses pasar. Hal itu perlu jalan panjang, seperti nasihat bijak: tak ada jalan pintas untuk hasil berkualitas. Di atas segalanya, pada saatnya nanti, semangat Kementerian untuk menciptakan ruang hidup yang nyaman bagi seluruh masyarakat pasti tiba di ujung tujuannya.

Jakarta, November 2016.Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Dr. SITI NURBAYA

viiKata Pengantar

Page 11: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kiprah pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019 untuk mencapai tiga tujuan besar: memastikan kelayakan kondisi lingkungan bagi kehidupan manusia; menjaga sumberdaya alam berada dalam rentang populasi yang mampu bertahan secara aman; dan secara paralel, meningkatkan kemampuan sumberdaya alam dalam bersumbangsih bagi perekonomian nasional.

Ada tiga makna yang tersirat dari tujuan pembangunan tersebut. Pertama, memastikan kelayakan lingkungan mengandung makna bahwa pembangunan senantiasa akan membawa konsekuensi bagi kondisi lingkungan. Dengan demikian, sembari melakukan pembangunan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupaya agar kondisi lingkungan tetap layak menopang kehidupan manusia.

Kedua, populasi yang mampu bertahan secara aman berarti setiap sumberdaya alam memiliki kemampuan untuk menghindar dari bahaya kepunahan. Sebagaimana dimaklumi, Indonesia merupakan salah satu negara yang berpredikat sebagai jantung keanekaragaman hayati global. Keanekaragaman hayati inilah yang akan selalu dijaga dan dirawat, sehingga setiap spesies dapat lestari senantiasa.

Ketiga, bersumbangsih bagi perekonomian nasional bermakna mewujudnya manfaat sumberdaya alam secara nyata dalam kehidupan berbangsa. Sumber-daya alam harus digerakkan menjadi sumber-sumber produksi bagi masyarakat. Alhasil, tercipta sumber-sumber produksi baru yang akan berdampak positif dalam mengurangi ketimpangan antar-wilayah. Di dalamnya tercakup juga sumberdaya alam untuk mendukung wisata, kemaritiman, pangan dan energi.

Selanjutnya, selama kurun 2015-2019 Kementerian akan mengusung beberapa peran utama pembangunan. Pertama, menjaga kualitas lingkungan yang berdaya dukung bagi masyarakat, mengendalikan pencemaran, mengelola daerah aliran sungai (DAS), keanekaragaman hayati serta mengendalikan perubahan iklim.

Kedua, menjaga luasan dan fungsi hutan untuk menopang kehidupan, menyediakan hutan untuk kegiatan sosial, ekonomi , dan melestarikan spesies flora-fauna yang terancam punah. Ketiga, memelihara kualitas lingkungan

Senarai Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

hidup, menjaga hutan, dan merawat keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya.

Kementeriam melakukan intervensi manajemen untuk mengawal peran sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan target kinerja melalui rumusan tiga sasaran strategis. Sasaran strategis pertama, menjaga kualitas lingkungan hidup untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, ketahanan air, dan kesehatan masyarakat. Kinerja utama yang diharapkan adalah Indeks Kualitas Lingkungan Hidup pada tahun 2019 berada pada rentang 66,5-68,6.

Sasaran kedua, memanfaatkan potensi sumberdaya hutan dan lingkungan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Kinerja utama dari sasaran kedua ini menyangkut dua hal. Pertama, Penerimaan Negara Bukan Pajak dari produksi barang dan jasa lingkungan dan hutan pada tahun 2019 diharapkan mencapai nilai Rp3,9 triliun; dan kedua, nilai ekspor hasil hutan pada 2019 sebesar US$ 9,28 miliar dan Rp5,8 triliun.

Sasaran ketiga, melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan sumberdaya alam sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Kinerja yang diharapkan: (a) Jumlah kumulatif kawasan konservasi yang memiliki nilai efektivitas pengelolaan minimal 70 pada tahun 2019 sebanyak 260 unit; (b) Jumlah kumulatif kesatuan pengelolaan hutan (KPH) yang memproduksi barang dan jasa secara lestari berbasis desa pada tahun 2019 sebanyak 347 unit; (c) Luas kumulatif kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat dan dikembangkan sebagai sentra-produksi hasil hutan berbasis desa pada tahun 2019 seluas 12,7 juta hektare; (d) Jumlah provinsi rawan kebakaran lahan dan hutan yang mampu dilindungi dari bahaya kebakaran hutan selama 2015-2019 sebanyak tujuh provinsi.

Dalam kerangka strategis pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019 itulah pustaka ini menguraikan paparan dari sejumlah tapak. Setiap tapak memiliki tema pokok yang berkaitan erat dengan kebijakan, sasaran strategis dan kinerja utama Kementerian. ***

viii Senarai Kebijakan

Page 12: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ixSenarai Kebijakan

GEDUNG MANGGALA WANABAKTI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SANDI KUSUMA

Page 13: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ANYAM takin, si anyam takinanyam takin, di ruang lobaknesik angin, aku minta anginangin datang dari Semarangribut muput si dari lautbiar kesaput, kelambai ajutbiar kibung tinggi bergantungoh… bergantung si dara bayung.

Sebait timang itu didendangkan Sianudin di rumahnya yang sahaja. Suaranya yang parau membelah keheningan pagi Desa Penepian Raya, Jongkong, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Ketua Badan Perwakilan Desa Penepian Raya ini adalah veteran pemanjat lalau, atau pohon madu, yang menjulang di belantara luas. Tubuh Sianudin yang renta kini tak lagi mampu memanjat lalau. “Sekarang gampang merinding,” ujarnya, di sela rintihan lembut cucunya yang baru berusia beberapa pekan. Wajar saja, pohon lalau menjulang dengan tajuk mekar yang bergelimang sarang lebah. Cabang dahannya saja bisa seukuran dua kali tubuh orang dewasa. “Bahkan kita bisa berjalan di dahan lalau.” Tubuhnya memang renta. Namun memori Sianudin masih menyimpan berbait-bait timang atau mantra yang kerap ia dendangkan kala memanjat lalau dahulu. Sejak pensiun sebagai pemanjat lalau, Sianudin mewariskan timang kepada anaknya, Ahmad Guntur. Pada lembaran buku kusam, Ahmad Guntur mencatat bait-bait timang dalam tulisan cakar ayam. Kini, Ahmad Guntur menjadi salah satu dari segelintir pemanjat lalau di Penepian Raya. Tradisi lisan ini tetap abadi dari generasi ke generasi berkat lingkungan dan hutan yang terjaga. Mantra itu, dengan demikian, bagaikan simbol pertautan antara jasa lingkungan, hutan, dan manusia. Tiga anasir kehidupan itu disatukan oleh irama pasang-surut Sungai Kapuas yang agung. Lantaran lalau tak banyak, masyarakat Penepian Raya dan Ujung Said kini memikat lebah dengan menebar tikung di Hutan Desa Bumi Lestari, Penepian Raya, dan Hutan Desa Mentari Kapuas, Ujung Said.

x Prolog

Jejak Peradaban di Tapak Negeri

FAJAR PULAU MENJANGANCahaya jingga mentari pagi menyirami bentang perairan Pulau Menjangan di Taman Nasional Bali Barat, Bali.

Page 14: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 15: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 16: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Sebagai pemegang sertifikat madu organik, para petani madu, yang berhimpun dalam Asosiasi Periau Mitra Penepian, mesti menjaga kemurnian lingkungan untuk menjamin madu tetap murni alami. Pada saat yang sama, agar lebah tetap datang bersarang, mereka mesti menjaga hutan rawa. Kala zaman bergegas cepat, masyarakat di tepian Sungai Kapuas ini bertahan hidup dalam kelenturan ekosistem di sekitarnya. Mereka pun hidup selentur ekosistem dengan bertumpu pada dua hasil hutan bukan kayu: madu dan ikan. Madu diunduh saat musim hujan; ikan dipanen saat musim kering. Itulah komoditas unggulan desa yang menyangga hidup dari generasi ke generasi.

HUTAN desa di Penepian Raya adalah satu tapak dengan dua strategi. Strategi pertama untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi tapak. Wujudnya: masyarakat menjaga dan melindungi hutan beserta lingkungannya. Strategi kedua adalah mendorong produksi barang dan jasa. Wujudnya yang kasat mata berupa madu hutan dan ikan. Dalam perspektif pembangunan nasional, tapak Hutan Desa Bumi Lestari berhulu di tapak yang bernama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian juga melaksanakan dua strategi tersebut untuk meningkatkan indeks kualitas lingkungan hidup, meningkatkan sumbangan bagi pendapatan negara dari tapak, serta meningkatkan keberfungsian ekosistem. Dengan demikian, seturut logika yang runtut: di tingkat nasional, tapak-tapak itu dikelompokkan sebagai entitas ukuran keberhasilan dari penerapan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019. Tapak-tapak itu adalah kesatuan pengelolaan hutan, taman nasional, daerah aliran sungai, kabupaten-kota, dan akses masyarakat. Dampak positif yang diharapkan adalah berkembangnya pertumbuhan sektor lingkungan hidup dan kehutanan, serta masuknya investasi di tapak dan desa. Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan diperkirakan tumbuh bervariasi antara 3 - 3,5 persen, dengan serapan investasi senilai Rp60,14 triliun.

Kisah Pustaka IniDari tapak ke tapak, kami merekam berbagai kisah tentang geliat hidup yang menautkan lingkungan, hutan dan manusia. Setiap tapak memuat kisah nan luas, yang pada dasarnya meliputi segenap unsur kehidupan: air, udara, dan tanah. Luasnya cakupan tersebut menegaskan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengelola hampir seluruh bentang alam: dari samudra hingga

xiiiProlog

WISATA BUDAYAPura di Pulau Menjangan, Taman

Nasional Bali Barat, kerap dikunjungi umat Hindu untuk bersembahyang. Taman laut pulau ini memikat para

penyelam mancanegara, yang lalu ke Taman Nasional Taka Bonerate,

Sulawesi Selatan atau ke Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara

Timur.

Page 17: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

puncak gunung. Di antara dua matra itu, berdetak aliran sungai, tipe-tipe ekosistem alami, ekosistem yang sedang berubah, dan bahkan ekosistem antropogenik. Dalam rentang ekosistem itulah pustaka ini mencuplik satu demi satu kisah di tingkat tapak. Kami mengikuti alur cerita yang hadir dalam keseharian: cair, lugas dan bernas. Dalam keseharian itu pula kami mendapatkan segudang tanggapan, umpan balik, dan saran. Tapak-tapak yang kami kunjungi merupakan hasil diskusi, penyaringan dan kesepakatan dari pihak-pihak terkait di Kementerian. Sebelum ke hutan desa di Penepian Raya dan Ujung Said, kami berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Di sana, Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial menjabarkan berbagai tapak perhutanan sosial. Datanya berlimpah ruah, dan mengerucut di desa hutan Penepian Raya dan Ujung Said. Di tingkat tapak, kami didampingi oleh Dinas Kehutanan dan Perke-bunan Kapuas Hulu. Sedikitnya ada lima pihak yang terlibat: pemerintah desa, Asosiasi Periau Mitra Penepian, Sentra Madu Hutan Kapuas Hulu, dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Begitu juga dengan daerah aliran sungai. Hingga saat ini, Kementerian terus berikhtiar meningkatkan kualitas lingkungan air di 9 daerah aliran sungai (DAS) dan enam danau. Target akhirnya, kelak pada 2019 upaya itu mencapai 15 DAS dan 15 danau. Sembilan DAS itu adalah Citarum, Ciliwung, Cisadane, Bengawan Solo, Brantas, Kapuas, Limboto dan Saddang. Sementara enam danau yang akan ditingkatkan kualitas airnya adalah Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Batur dan Limboto. Setelah menelisik program Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, kami sepakat menyusuri DAS Citarum. Liputan Citarum tidak mudah, lantaran daerah aliran sungai ini menanggung beban berat: polusi, banjir, erosi dan sedimentasi. (Bahkan pada musim basah 2016, Bandung dikepung banjir.) Padahal, di wilayah hulu, kelompok-kelompok tani sedang berjuang menciptakan tegakan hutan, dan menata lahannya sesuai kaidah konservasi air dan tanah. Upaya itu tidak mudah karena berbenturan dengan kebiasaan petani yang ingin menangguk hasil pertanian sebanyak-banyaknya. Sebagian petani kini mulai sadar: konservasi selalu berdimensi lintas-ruang, lintas-waktu. Dalam ujaran lain: perlu pengorbanan hari ini untuk hari esok. Konservasi mengajak siapa pun untuk mencapai hasil secukupnya, demi menjaga kehidupan lintas-generasi.

xiv Prolog

FAEDAH CITARUMUpaya konservasi tanah dan air di hulu Daerah Aliran Sungai Citarum untuk mengurangi sedimen yang menyerbu Waduk Saguling. Hal itu akan memperpanjang umur operasional Saguling dalam memasok listrik di Jawa-Bali. Selain Saguling, aliran Citarum juga dimanfaatkan melalui Waduk Cirata dan Jatiluhur.

Page 18: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 19: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 20: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Artinya, konservasi tanah dan air akan melanggengkan produktivitas lahah-lahan pertanian. Hal itu penting untuk ketahanan pangan dan menjaga pasokan air. Di masa depan, Kementerian hendak memastikan sistem lingkungan mampu menyediakan air berkualitas, utamanya di pemukiman, sekaligus untuk mendukung pasokan pangan. Terlebih lagi, Sungai Citarum menopang tiga waduk utama di Jawa Barat: Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Dengan kapasitas terpasang 750 megawatt, Waduk Saguling memikul beban puncak listrik Jawa-Bali. Begitu juga Waduk Cirata dengan kapasitas terpasang 1.000 megawatt. Sementara itu, Waduk Ir. H Djuanda (Jatiluhur), selain untuk pembangkit listrik, juga mengairi lahan persawahan di Pantai Utara Jawa yang menjadi lumbung padi nasional. Dengan kapasitas 3 miliar meter kubik, Jatiluhur juga memasok ketersediaan air minum untuk Jakarta: 460 juta meter kubik per tahun; dan Karawang: 153 juta meter kubik per tahun. Di lahan-lahan masyarakat, kami bertemu dengan kelompok-kelompok tani. Bersama staf Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung dan staf Sekretariat Direktorat Jenderal, kami berdiskusi dengan anggota kelompok sambil menikmati hasil bumi petani. Di sela kunjungan, kami beranjangsana ke Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Beranjak dari Citarum, kami menapaki Taman Nasional Bali Barat. Kawasan konservasi ini memendam kisah yang melambungkan harapan bagi pelestarian curik bali (Leucopsar rothschildi) yang nyaris punah. Sembari melestarikan populasi di alam, Balai Taman Nasional mengajak warga di desa penyangga untuk menangkarkan si curik. Ada dua cakupan di Bali Barat: konservasi berkelindan dengan ekonomi. Di Bali Barat, kami ditemani staf Balai Taman Nasional, sembari mampir ke Kelompok Penangkar Curik Bali ‘Manuk Jegeg’. Anggota penangkar bisa meraup Rp15 juta untuk sepasang jalak bali yang berumur 2 bulan sampai setahun. Sedangkan untuk induk yang produktif bisa seharga Rp35 juta. Setiap anggota wajib menyumbangkan 3 persen dari harga penjualan bagi kelompok. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali juga mendampingi saat kami melihat penangkaran ‘Kicau Bali’ di Tabanan dan Museum Antonio Blanco Renaissance, Ubud, Gianyar. Penangkaran ‘Kicau Bali’ sekurangnya beromzet Rp22 juta per bulan. Berada di Pulau Dewata dengan pamor wisata dunia, Taman Nasional Bali Barat juga menautkan sejumlah lokasi wisata alam di Jawa Timur. Dari Bali Barat, wisatawan biasa ke Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Gunung Ijen, Banyuwangi, kemudian ke Taman Nasional Baluran,

xviiProlog

MADU ORGANIKPetani lebah memanen madu hutan

organik di hutan desa Penepian Raya, Jongkong, Kapuas Hulu, Kalimantan

Barat.

Page 21: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Situbondo; dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, di Malang. Atau sebaliknya: dari Bromo Tengger Semeru, wisatawan ke Baluran, Gunung Ijen dan Alas Purwo, lantas Bali Barat. Tak jarang, dari Bali Barat wisatawan bergeser ke Taman Nasional Taka Bonerate, Sulawesi Selatan, atau lebih ke timur: Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Artinya, Bali Barat adalah salah satu simpul wisata alam dari satu ke lain destinasi. Informasi konservasi curik bali, penangkaran, dan wisata alam tersebut berasal dari banyak pihak, salah satunya dari Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem. Kisah jalak bali bagaikan secercah sinar harapan di lorong gelap isu perdagangan ilegal satwa liar. Burung endemik Pulau Bali ini merupakan salah satu dari 25 spesies yang terpilih untuk menentukan keberhasilan pengelolaan ekosistem. Setiap spesies mewakili karakteristik habitatnya, yang juga mencerminkan tipe-tipe ekosistem Indonesia. Pada makna yang lebih luas, melestarikan spesies-spesies penting ini seperti menjaga kedaulatan Indonesia. Ekosistem memiliki daya lentur untuk kehidupan jangka panjang. Secara gamblang kelenturan ekosistem nampak dalam pemanenan kayu di hutan alam. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari menyimpan ratusan tapak yang dikelola perusahaan pemanen kayu dari hutan alam. Setelah menyisir data dari Sekretariat Direktorat Jenderal, kami memilih mengunjungi hutan alam kelolaan PT Sarmiento Parakantja Timber. Perusahaan ini memanen kayu sekaligus meningkatkan potensi hutan alam yang membentang di Kalimantan Tengah. Masa bonanza kayu alam memang telah lewat, namun pengelolaan seturut kaidah kelestarian hutan alam menjamin keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi. Lantas, bagaimana dengan bentang alam yang telah berubah? Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut di Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan mempunyai kisah menarik di Desa Sepahat dan Tanjung Leban, Bukit Batu, Bengkalis, Riau. Tak kenal waktu dan musim, masyarakat di tepian Selat Malaka ini berpatroli untuk mencegah kebakaran lahan. Kami mengunjungi dua desa karena posisinya yang strategis: di perbatasan negeri yang berhadapan dengan Malaysia dan Singapura. Warga punya kenangan muram dampak negatif kebakaran lahan: kehidupan desa lumpuh. Dan mereka tak mau mengulangi sejarah muram itu. Ringkasnya mereka tak mau lagi dikepung asap kebakaran, yang berdampak pada kesehatan hidup. Pada tataran yang lebih luas, bentuk mitigasi kebakaran lahan dan hutan itu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, yang menjadi biang perubahan

xviii Prolog

AKSES KELOLAPerhutanan sosial membuka peluang bagi masyarakat untuk mengelola kawasan hutan di wilayah sekitar desa. Akses ini dievaluasi secara berkala oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memastikan tata kelola hutan sesuai rencana pengelola hutan.

Page 22: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 23: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ENERGI BARUKota Surabaya melakukan terobosan dengan memanfaatkan gas metana dari sampah domestik sebagai sumber energi listrik. Teknologi ini juga bermanfaat mengurangi gas metana yang menyebabkan pemanasan global.

Page 24: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

iklim. Salah satu caranya adalah membangun sistem pengendalian dini di tingkat desa, seperti Masyarakat Peduli Api Sepahat dan Tanjung Leban. Pelajaran penting dari dua desa ini: satu kondisi saja sudah cukup untuk meruntuhkan kedaulatan Indonesia yang bercita-cita melindungi seluruh negeri. Dan, kondisi itu tak lain adalah perubahan iklim. Buktinya ada, dan cukup satu saja: dahulu saat lahan gambut Sepahat dan Tanjung Leban kerap dilalap api, asap kebakaran melintasi Selat Malaka, lalu menyelimuti Malaysia dan Singapura. Yang tak kalah menarik adalah pencegahan emisi gas rumah kaca di ekosistem yang benar-benar buatan manusia: tempat pembuangan akhir sampah. Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya menyimpan data dan informasi tentang kota-kota berprestasi dalam lingkungan hidup. Ada beberapa kota di daftar kami, dan kami memilih Surabaya. Pertama, metropolitan ini selalu lekat dengan penghargaan Adipura. Kedua, kepemimpinan Walikota Tri Rismaharini mampu membawa Surabaya mengelola sampah untuk energi berkelanjutan. Di Tempat Pembuangan Akhir Benowo, di pinggiran Kota Surabaya, pemerintah kota bersama PT Sumber Organik mengelola sampah yang datang dari penjuru kota, lalu dikelola menjadi energi listrik. Turbin pembangkit diputar dengan gas metana—salah satu gas rumah kaca—yang berasal dari gunung-gunung sampah. Energi baru dan terbarukan ini sebagai sumbangsih sektor lingkungan hidup dan kehutanan bagi rasio elektrifikasi nasional. Di samping itu, Kementerian juga hendak membantu dengan menerangi desa-desa di sekitar kawasan hutan dalam energi baru dan terbarukan: mikrohidro, minihidro, serta pemanfaatan hutan untuk bioenergi. Untuk membangun kota yang nyaman di huni, pada 2017, Kementerian berusaha mengurangi jumlah timbulan sampah setidaknya 15 juta ton. Hal ini diperkuat dengan memantau kualitas udara di 400 kota. Upaya ini diharapkan dapat mendukung prioritas nasional Perkotaan. Dengan demikian, tapak-tapak di pustaka ini berdasarkan penilaian kami bersama Sekretariat Direktorat Jenderal yang menangani masing-masing bidang. Tentu saja dengan satu penegasan: tapak-tapak lain yang belum kami angkat kisahnya—untuk sementara ini—bukan berarti tidak layak. Ini bukan masalah bahwa satu tapak lebih baik, atau tapak lain kurang baik. Ini hanya persoalan menyeimbangkan antara sempitnya waktu dengan luasnya cakupan program dan kebijakan Kementerian selama dua tahun ini.

xxiProlog

Page 25: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Menyelami Modal SosialHakikat dari berbagai kisah tapak adalah sinergi dari berbagai pihak yang telah menumbuhkan energi dalam pengelolaan hutan dan lingkungan. Tak ada satu pun pengelolaan tapak yang hanya melibatkan satu atau dua pihak. Satu tapak selalu menyiratkan banyak dimensi yang menuntut koneksi dari pihak-pihak terkait. Koneksi itu bersifat organik: sesuai fungsi dan kapasitas para pihak, yang mencakup norma, kepercayaan bersama, dan jaringan sosial. Pendeknya: bertumpu pada modal sosial. Dengan menusuk langsung ke tingkat tapak (atau akar rumput) wujud modal sosial terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Modal sosial menjadi cair, sehingga secara natural meresapi semua pihak di setiap tapak. Tak pelak lagi, modal sosial menjadi komponen utama dalam menggerakkan gagasan, kepercayaan, dan saling memudahkan dalam mencapai keberadaban bersama. Di tingkat tapak pula terserak berbagai wujud dan bukti penerapan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019. Tentu saja, tak jarang terselip aspirasi dari berbagai pihak menyangkut kebijakan tertentu. Itu menggembirakan, karena aspirasi tersebut dilandasi oleh gagasan besar demi kemaslahatan bersama. Apapun wujud penerapan kebijakan Kementerian di tapak, sekali lagi, seluruhnya bertumpu pada dua strategi. Strategi pertama untuk memper-tahankan dan meningkatkan kondisi tapak. Strategi kedua adalah mendorong produksi barang dan jasa. Karena itu, Kementerian meneguhkan modal sosial dan intervensi nyata di seluruh tapak: kesatuan pengelolaan hutan, daerah aliran sungai, taman nasional, kabupaten-kota, dan akses masyarakat. Secara bersama-sama, seluruh tapak ini untuk perbaikan lingkungan dan menjaga sumberdaya hutan demi mendukung pangan, energi, air, dan wisata. Kementerian meyakini ekspresi penting dari geliat pertumbuhan dan perbaikan tata kelola adalah meningkatnya produksi barang dan jasa dari tapak-tapak lingkungan dan hutan. Berbagai produksi hasil hutan diharapkan meningkat untuk memenuhi bahan baku industri, meningkatkan pendapatan negara, menarik investasi dan menyerap tenaga kerja. Barang dan jasa yang dihasilkan dari tapak hutan dan lingkungan adalah kayu, nonkayu, tumbuhan, satwa liar dan jasa lingkungan—air dan wisata. Proyeksi Kementerian pada 2017 saja, hasil hutan bukan kayu sebesar 252 ribu ton; kayu 58,8 juta meter kubik; tumbuhan dan satwa liar sekurangnya 3,5 juta pics (bagian tumbuhan ataupun tubuh satwa yang bisa dimanfaatkan). Produk-produk ini diharapkan dapat meningkat ekspor nonmigas. Sementara untuk wisata, empat dari 10 destinasi wisata nasional adalah taman nasional,

WISATA PULAU KOMODOBerlatar belakang sabana nan luas, turis asing menyelami dunia bawah air di Taman Nasional Komodo. Perairan Taman Nasional ini menjadi salah satu titik destinasi dalam paket lawatan wisatawan mancanegara.

xxii Prolog

Page 26: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 27: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 28: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

selebihnya adalah wisata alam. Produksi hasil hutan dan jasa lingkungan bertaut dengan masyarakat, yang bakal menumbuhkan sentra-sentra produksi baru di sekitar hutan. Itu salah satu upaya Kementerian untuk menurunkan kesenjangan antar-daerah (indeks gini). Hasil akhirnya, menyediakan tapak lingkungan dan hutan yang semakin baik bagi kehidupan manusia. Semangat ini mengandung dua hal besar: memastikan kondisi lingkungan yang semakin baik untuk umat manusia sembari, dan secara paralel, memastikan kemampuan sumberdaya alam untuk memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional. Secara keseluruhan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyumbang 14 dari 23 prioritas nasional, yang tersebar dalam 21 program prioritas dan 47 kegiatan prioritas. Upaya pemenuhan kinerja ini didukung oleh 13 program, yang kinerjanya menjadi bagian penting dalam mencapai milestones pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan 2017. Inti kontribusi Kementerian bagi perekonomian nasional diharapkan dapat mendukung prioritas nasional. Mulai dari pembangunan desa dan kawasan perdesaan, mendukung pariwisata, mempercepat pertumbuhan industri, kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus, menyokong antar-kelompok pendapatan, hingga meningkatkan ekspor nonmigas. Seluruh sumbangsih itulah yang mewujud di berbagai tapak lingkungan dan hutan di pelosok negeri.***

xxvProlog

PANTAU UDARAUntuk menciptakan lingkungan

yang layak huni, selain mengurangi timbulan sampah, Kementerian juga

memantau kualitas udara di 400 kota.

Page 29: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 30: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 31: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KOMUNITAS ADAT Masyarakat hukum adat memberikan pengayaan bagi pengelolaan hutan bersama masyarakat berdasarkan prinsip kelestarian, keberpihakan, dan kearifan lokal. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya meninjau Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan, untuk melihat kearifan lokal dalam menjaga dan mengelola hutan.

BIRO HUMAS - KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Page 32: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AKSES MASYARAKAT MENGELOLA HUTAN

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hendak menaikkan proporsi akses masyarakat dalam mengelola hutan dari 0,51 persen pada 2014, menjadi 10 persen pada 2019 dari luas kawasan hutan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 telah mengatur rancangan peningkatan akses kelola hutan itu dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, hutan rakyat dan kemitraan kehutanan. Peningkatan akses kelola, yang kerap disebut dengan perhutanan sosial, menjadi bagian penting dalam kerangka pengurangan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.

Harapannya, bila masyarakat mengelola hutan, roda ekonomi akan bergerak dan hutan lestari. Dan, itu hanya butuh satu syarat: kebijakan yang lebih berpihak pada pengelolaan hutan oleh masyarakat. Wujudnya macam-macam, mulai dari penyeder-hanaan pengurusan izin kelola, pendampingan yang konsisten, hingga membangun akses pasar.

Bukti nyata harapan itu dapat dilihat di hutan desa Penepian Raya dan Ujung Said, di pedalaman Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di dua desa ini juga berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk mempersempit kesenjangan pembangunan antar-wilayah. Saat kebijakan akses mengelola hutan bertemu dengan upaya pengurangan kesenjangan antar-wilayah, perekonomian akan mengggeliat, lalu peradaban bergulir.

Page 33: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Geliat Desa Mengelola Hutan

Berdetak bersama Sungai Kapuas, ekosistem perairan memutar sumber kehidupan warga di hutan desa.

Masyarakat menjaga hutan desanya demi kemaslahatan bersama. Perhutanan sosial telah membuka ruang kelola bagi warga desa di hutan negara.

34 Hutan Desa

Page 34: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

RUPABUMI KAPUAS Sungai Kapuas nan agung merajai bentang alam Kapuas Hulu. Naik-turunnya volume air Kapuas mempengaruhi irama kehidupan masyarakat di sekitarnya. Saat meluap, air Kapuas mengisi lembah, cekungan, anak-anak sungai, dan menyediakan sumber kehidupan bagi manusia. Badan air yang berwarna hitam adalah danau atau anak sungai, sedangkan Sungai Kapuas berwarna cokelat tanah.

35Hutan Desa

Page 35: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Memetik Intisari Hutan Rawa

Pada pagi di musim kemarau yang basah, alam berkembang liar di Danau Tang. Air danau yang tenang memantulkan langit biru dengan bergumpal-gumpal awan putih. Berdiri di haluan perahu, Inu Kertapati bersama rekannya mena-tap cakrawala dalam bentangan 360 derajat.

Air merendam vegetasi riparian yang tumbuh membatasi kaki langit. Nun di sana, hutan daratan menge-lilingi danau. Inu menunjuk Bukit Tang yang rimbun. “Itu satu-satunya bukit di Danau Tang,” ucap Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Bumi Lestari itu. Pada bentang alam perairan yang datar, bukit itu menjulang bagaikan piramida. “Di situlah zona inti hutan desa,” lanjutnya, “dengan hutan daratan yang tak tersentuh air danau.”

Lembaga Pengelola Hutan Desa Bumi Lestari, Desa Penepian Raya, membagi kawasan danau ke dalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona rehabilitasi. Hari itu, tim patroli menyisir setiap sudut telaga. Mereka menerobos hutan rawa, memantau zona rehabilitasi, menyelidik zona inti dan memeriksa penanda hutan desa.

PATROLI BERSAMAPengelola Hutan Desa Bumi Lestari dan petani lebah meronda bersama di Danau Tang. Hutan desa yang terjaga akan menjamin keberlanjutan produksi madu dan ikan. Kebakaran hutan yang pernah melanda kawasan ini mengajarkan rentannya populasi lebah dan ikan terhadap gangguan manusia.

36 Hutan Desa

Page 36: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

37Hutan Desa

Page 37: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Saat berjumpa dengan nelayan, Inu menyempatkan mampir, berbin-cang-bincang dari atas perahu. Para nelayan, Inu menjelaskan, telah memahami larangan mencari ikan dengan tuba. “Itu racun alami dari akar-akar tumbuhan,” kata lelaki bersuara serak ini. Bila ada pelang-garan, para nelayan dengan sukarela akan melapor kepada pengelola hutan desa.

Usai berbincang-bincang, perahu patroli kembali melesat membelah air danau. Mereka lantas berhenti di zona rehabilitasi. Kebakaran yang pernah melalap sebagian hutan rawa pada 2012 menyisakan batang pohon yang gosong. Tonggak-tonggak kayu mencuat dari dalam air.

Para petani lebah yang berhim-pun dalam Asosiasi Periau Mitra Pe-nepian telah melakukan penanaman kembali di bekas areal kebakaran. Mereka menanam berbagai jenis tanaman pakan lebah, seperti pohon putat (Barringtonia acutangula), kayu taun (Carallia bracteaca), dan kemasung (Syzygium clauviflora). Sayangnya, tanaman rehabilitasi itu tak terlihat. “Tenggelam, tapi bisa hidup karena biasa terendam air,” ujar Inu.

Saat danau pasang, personel lebih mudah berpatroli dengan perahu dan menjelajahi wilayah-wilayah yang rawan. Sebaliknya, pada saat kemarau, kehidupan danau di titik nadir. “Danau dan sungai kering.

Pohon-pohon menggugurkan daun.” Untuk mencapai hutan desa,

pengelola mesti memakai perahu yang lebih kecil dan lamban. “Kita tidak bisa memakai speed karena Sungai Penepian surut,” Inu menu-turkan.

Danau yang kering mempersulit pemantauan. Untuk menjaga kawasan hutan desa, terang Inu, “Kami harus berjalan kaki.” Padahal pada musim kering, kebakaran hutan rawan terjadi. “Kebakaran pada 2012 itu terjadi pada saat kemarau. Kita tidak pernah tahu penyebabnya. Untuk memadamkan api juga sulit karena air surut.” Pada musim kemarau, air meninggalkan jejak parit-parit ‘cacing’ di dasar telaga. Air makin jauh, mengendap di cekungan danau.

Tiga kali dalam sebulan, enam personel Bumi Lestari rutin meng-gelar patroli. “Kami belum memiliki kendaraan sendiri. Karena itu, kami menyewa speed setiap patroli,” Inu mengungkapkan. Setiap patroli membutuhkan dana sekitar Rp 750.000, untuk sewa perahu, bahan bakar dan konsumsi personel. “Kita bersyukur pemerintah desa mem-bantu dana Rp 3,5 juta setahun.”

Selama ini aktivitas pengelolaan hutan desa berupa pengawasan dan pengamanan kawasan. “Saat kema-rau patroli makin intensif karena kerawanan meningkat,” ujar Inu, yang rumahnya menjadi sekretariat lem-baga pengelola hutan desa. Kegiatan lain berupa penanaman pohon pakan

lebah di areal yang pernah terbakar.Untuk mencapai Danau Tang,

pengelola melewati Sungai Pene-pian yang teduh. Sungai ini pan-jang berkelok-kelok yang menjadi penghubung utama danau dan anak sungai dengan Sungai Kapuas.

Hari itu, permukaan sungai agak surut. Batas atas permukaan Sungai Penepian masih bisa naik sekitar satu meter bila Sungai Kapuas meluap. Kebun-kebun karet warga tum-buh rindang di tepian sungai. Para nelayan membentangkan jermal di sejumlah titik sungai.

Vegetasi yang tumbuh rapat menghembuskan hawa sejuk. Pada sebuah tempuran yang tenang, mengalir Sungai Semubung yang menjadi akses menuju Hutan Desa Mentari Kapuas yang dikelola masyarakat Ujung Said.

Dengan demikian, di bentang perairan Sungai Kapuas ini, Desa Penepian Raya dan Ujung Said mengelola dua wilayah hutan desa: Bumi Lestari dan Mentari Kapuas.

GARDA DEPAN Tim patroli menjelajahi setiap sudut

hutan desa. Sebelum ditetapkan sebagai hutan desa, kawasan ini

berstatus hutan produksi yang dikelola oleh swasta. Di sejumlah bagian masih

terlihat jejak pembalakan di masa lalu. Tim patroli inilah yang berada di garis depan pengamanan hutan desa.

38 Hutan Desa

Page 38: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

39Hutan Desa

Page 39: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

40 Hutan Desa

Page 40: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JUSMAN

DANAU MUSIMAN Pada musim hujan, danau dan anak sungai menerima luapan Sungai Kapuas. Arus air dari Sungai Kapuas membanjiri sungai, lembah dan tanah-tanah rendah. Air yang pasang merendam hutan rawa, dan menggugah tumbuhan untuk berbunga (kiri). Sebaliknya, ketika kemarau, sungai dan danau mengering. Arus air berbalik: dari sungai dan danau menuju Sungai Kapuas. Pasang-surut ini menciptakan kehidupan yang seirama dengan Sungai Kapuas. Kepala Desa Penepian Raya Jusman mengabadikan momen surutnya Danau Tang (kanan).

41Hutan Desa

Page 41: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

42 Hutan Desa

Page 42: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PENEPIAN Raya dan Ujung Said adalah dua desa di Kecamatan Jongkong, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Dua desa ini dibentuk oleh pemukiman suku Melayu yang ber-deret di sempadan Sungai Kapuas. Dari Putussibau, pusat Kabupaten Kapuas Hulu, dua desa ini berjarak sekitar tiga jam perjalanan meng-hilir Sungai Kapuas—mengarah ke Pontianak.

Pada tahun 2012, Penepian Raya mekar dari Ujung Said, dan menjadi desa baru. Sekilas mata, batas kedua desa ini tak terlihat. Penanda batas desa hanya berupa sekeping papan kecil yang ditempelkan di rumah penduduk.

Jalan papan kayu, yang memben-tang di atas dua meter dari tanah, menjadi sarana perhubungan bagi warga. Kendaraan paling mewah di jalan kayu ini hanya sepeda kayuh. Tidak ada sepeda motor, apalagi mobil.

Namun, Sungai Kapuas beserta anak-anak sungainya bagaikan jalan tol yang lapang dan lengang. Perahu cepat melintas selaju mobil di tol Jagorawi. Perahu-perahu warga melesat dengan dorongan mesin 15 PK.

Warga dua desa ini menjaga, merawat, dan mengelola dua kawasan hutan desa. Penepian Raya mengelola Hutan Desa Bumi Lestari di Danau Tang, seluas 1.285 hektare; sedangkan Ujung Said mengampu Hutan Desa Mentari Kapuas, di seputar Danau

Lindung Selogan, seluas 1.240 hek-tare.

Hutan desa adalah kawasan hutan negara yang dikelola oleh pemerintah desa. Penetapan areal kerjanya dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014, dengan izin hak kelola dari gubernur Kalimantan Barat. Untuk memperoleh hak kelola dari gubernur, pemerintah desa meran-cang rencana kerja yang memberikan arah pengelolaan hutan desa.

Amanah dari negara itu dipegang teguh oleh masyarakat Penepian Raya dan Ujung Said. “Pada pokoknya, kami menekankan hasil hutan bukan kayu, yaitu madu dan ikan,” jelas Jusman, Kepala Desa Penepian Raya. “Karena itu, masyarakat menjaga hutan desa yang ditetapkan sebagai hutan lindung dengan patroli dan pengawasan.”

Masyarakat dilarang menebang pohon di hutan desa, yang wilayahnya mencakup perairan Danau Tang dan hutan di sekelilingnya. “Bumi Lestari satu-satunya hutan desa di Kapuas Hulu yang tidak ada jumlah kubikasi kayu tebangan,” tandas Jusman.

Madu dan ikan memang komoditas unggulan dua desa ini. Sungai Kapuas yang mengalir abadi menjadi tumpuan bagi kehidupan warga: ikan, madu hutan, getah karet, dan pertanian. Ritme kehidupan warga desa berdetak seiring dengan pasang-surutnya Sungai Kapuas. Saat kemarau, vegetasi rawa-rawa

menggugurkan daun. Air yang surut mengurung ikan-ikan di lubuk sungai dan danau, menyediakan rejeki bagi para nelayan.

Saat hujan, Sungai Kapuas meluap-luap. Airnya mengisi sungai-sungai, danau-danau dan merendam hutan rawa. Inilah saatnya air Kapuas menyentak kehidupan vegetasi lahan basah: bunga-bunga bermekaran, yang memikat jutaan lebah (Apis dorsata) untuk menye-sapi sari bunga.

Mulailah simbiosis akbar yang saling menguntungkan di ekosistem hutan kerangas Kapuas. Hutan rawa mengundang lebah untuk menyerbuki bunga-bunga—agar berkembang menjadi buah. Sementara kawanan lebah dengan senang hati menyesapi nektar bunga.

Musim hujan adalah saat lebah berpesta pora: membangun ribuan koloni, dan beranak-pinak. Di sela mutualisme itu, petani mengunduh intisari hutan yang dikumpulkan lebah, yaitu madu—yang sebenarnya cadangan makanan bagi larva lebah.

MENYAMBUT SENJASurutnya Sungai Kapuas menyibak tanah lapang yang digunakan warga untuk bermain bola tampar sembari menunggu senja hari. Lapangan ini akan sirna, untuk sementara waktu, bila volume air Sungai Kapuas naik. Jalan papan menjadi sarana penghubung bagi aktivitas warga.

43Hutan Desa

Page 43: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TIGA ANGGOTA Asosiasi Periau Mitra Penepian (APMP), Boy Sandi, Kamrus Arifin dan Ahmad Guntur menyusuri Sungai Penepian. Perahu melesat membelah sungai. Putaran baling-baling meninggalkan jejak buih yang mengerucut di belakang perahu.

Di sepanjang sungai dan danau terdapat ribuan tikung milik para petikung—demikian sebutan bagi pengunduh madu. Lebatnya hutan riparian menyembunyikan tikung yang berjumlah nyaris 35.000 bilah dari 130 anggota Asosiasi Periau.

Asosiasi Periau berdiri pada 2013 dengan anggota tujuh periau (kelom-pok petani lebah) yang menguasai tujuh wilayah kerja. Wilayah kerja dua periau berada di hutan desa Penepian Raya dan Ujung Said. Sedikitnya ada 16 petani lebah yang menebar hampir 4.400 tikung di hutan desa Penepian Raya; sedang-kan di hutan desa Ujung Said ada 22 petani lebah dengan 5.800 lebih bilah tikung. Wilayah kerja lima periau lainnya tersebar di Danau Mi-man, Tanah Adan, Sungai Penepian, Danau Silat dan Danau Lidang.

Awal mula berdirinya Asosia-si Periau didorong oleh keinginan untuk menjaga keberlanjutan pro-duksi madu dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Untuk itu, Asosiasi mendirikan Koperasi Mitra Penepian pada 2015 untuk membeli dan memasarkan madu hutan. Pada tahun itu juga, Asosiasi mendapatkan

sertifikat madu organik dari BIO-cert—lembaga sertifikasi yang ber-basis di Bogor, Jawa Barat. Status itu menuntut petani lebah menerapkan panen lestari dan menaati standar mutu madu organik.

Boy menunjukkan sebuah tikung di antara rimbunnya pepohonan rawa-rawa. Tikung itu masih kosong, belum ada sarang lebah. Musim lebah biasanya dimulai pada Desember, dan madu bisa dipanen pada Febru-ari atau Maret tahun berikutnya.

Tikung adalah dahan buatan dari sebilah papan kayu yang dipasang di antara cabang-cabang pohon. Pan-jangnya bervariasi antara 2-3 meter, dengan lebar antara sejengkal sampai 35 sentimeter.

Selain itu, lebah juga membuat sarang di cabang-cabang pohon lalau. Ahmad Guntur menjelaskan, lalau biasanya berupa pohon yang men-julang tinggi—seperti rengas ataupun cempedak air. Pada dahan-dahan yang menyebar ke segala arah, lebah menggantungkan sarangnya. Satu pohon lalau bisa berisi puluhan sarang lebah.

“Siapa yang menemukan pertama kali, dialah yang memiliki pohon lalau,” imbuh Ahmad Guntur. Tandanya, si pemilik membersihkan semak-semak di sekitar pohon lalau. Kepemilikan lalau ini diwariskan turun-temurun kepada anak-cucu.

Lantaran pohon lalau tidak banyak, para petani lantas mem-buat tikung. Harapannya, lebah

mau bersarang, dan madunya bisa dipanen oleh si pemilik tikung.

Boy Sandi misalnya. Sekretaris Asosiasi Periau ini memiliki 445 tikung yang tersebar di wilayah kerja Danau Tang dan sekitarnya. Rekor jumlah tikung dipegang oleh Presiden Asosiasi Periau Kamrus Arifin dengan 1.045 tikung di wilayah kerja Tanah Adan.

Teorinya: Makin banyak tikung, makin besar peluang untuk dihinggapi koloni lebah, makin banyak pula madu yang bisa diunduh. “Itulah ambisi kami membuat tikung se-banyak-banyaknya,” jelas Boy Sandi.

Ekosistem perairan di Daerah Aliran Sungai Kapuas memang bergelimang berkah alam. Vegetasi di daerah yang dipengaruhi pasang surut Sungai Kapuas didominasi pohon putat, kayu taun, kayu kawi (Shorea belangeran), yang menye-diakan bunga pakan atau nektar bagi lebah.

Saat bunga bermekaran, jutaan lebah mendatangi wilayah ini. Untuk beranak-pinak, lebah membuat sarang koloni di bilah-bilah tikung. Lebah-lebah beterbangan menyesapi nektar. Kelopak bunga berwarna merah dan putih luruh mewarnai danau. “Saat musim lebah, kami tidak berani melewati hutan rawa dengan speed. Terlalu berisiko,” terang Junaidi S, ketua periau Danau Miman.

PERAJIN ROTANSelain madu dan ikan, warga juga

memungut rotan di hutan sekitar desa. Hasil hutan bukan kayu ini

dimanfaatkan sebagai bahan baku keranjang ikan asin. Anisah membuat

wadah ikan asin ini sepulang dari kebun karet. Dalam sehari, dia bisa menghasilkan lima keranjang, yang

ia jual Rp 10.000 per biji.

44 Hutan Desa

Page 44: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

45Hutan Desa

Page 45: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

POHON DAN TIKUNGDi hutan daratan yang kering, pohon-pohon bernilai ekonomi

dibiarkan tumbuh liar di zona inti Bukit Tang. Beberapa pohon daratan juga menyediakan nektar bagi lebah

madu (kiri). Para petani menebar ribuan tikung di perairan desa, yang ditandai titik-titik bulat. Dua periau

memiliki wilayah kerja di hutan desa Penepian Raya dan Ujung Said

(kanan).

Bila perahu menggoyang pokok pohon sarang, lebah bisa menyerbu tanpa ampun. “Niatnya mengambil madu, malah kita nanti yang diam-bil lebah,” kelakar Junaidi tentang risiko serbuan lebah. Kendati begitu, tersengat lebah adalah soal biasa bagi petikung.

Setiap periau dipimpin oleh seorang ketua yang bertugas menen-tukan waktu panen dan memeriksa standar pemanenan. Sejak memegang sertifikat madu organik, para petani lebah menerapkan panen lestari un-tuk menghasilkan madu yang murni dan higienis.

Dalam praktik panen lestari, petani hanya memungut kepala sarang yang menyimpan madu. Selebihnya, sarang dibiarkan agar larva lebah tetap berkembang. “Pemanen tidak boleh mengambil seluruh sarang. Dia harus menyisakan 5 cm kepala sarang yang bermadu,” papar Junaidi. “Dulu kita ambil semua sarangnya, padahal hanya kepala sarang yang ada madunya.”

Harapannya, setelah dipanen, lebah akan membangun kembali kepala sarang yang menyimpan madu dalam waktu singkat. Dengan begitu, bila beruntung, petani lebah bisa panen madu dua kali dalam satu musim.

Untuk menjamin madu tetap murni, petani lebah dituntut berdisiplin dalam menjalankan tahap-tahap pemanenan. Seluruh piranti pemanenan madu mesti steril

dari zat-zat kimia: pisau berlapis baja antikarat (stainless steel), wadah khusus penampung madu, dan lingkungan penyimpanan yang bersih, sejuk, terhindar dari zat kimia. “Untuk membersihkan wadah penampung madu pun tidak boleh memakai deterjen, tapi dengan air hangat, “ ungkap Junaidi.

Standarnya, lanjut dia, “Pema-nenan harus dilakukan oleh tiga orang. Satu orang pengemudi perahu, satu orang pemanen madu, dan satu pembantu.” Pengemudi perahu dilarang memanen madu karena ia mengurusi mesin perahu dan bahan bahan bakar minyak. “Itu bisa mencemari madu.”

46 Hutan Desa

Page 46: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

47Hutan Desa

Page 47: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

48 Hutan Desa

Page 48: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

INVESTASI TIKUNGSebelum musim lebah, para petani membuat tikung dari kayu-kayu mati yang ada di hutan sekitar desa. Warga dilarang menebang pohon untuk bahan baku tikung. Selain membuat yang baru, petani juga memperbaiki dan menyulami tikung lama yang rusak. Setiap petani memiliki tanda milik tertentu di bilah tikung. Ibarat investasi, warga desa berlomba-lomba membikin tikung: makin banyak, makin potensial mendapatkan madu.

49Hutan Desa

Page 49: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TIKUNG DAN LALAU Mendekati musim madu, petani memasang tikung, atau dahan buatan, untuk tempat bersarang

lebah. Penempatannya memperhatikan posisi tikung tetangga, dengan jarak terdekat 3 meter (atas). Secara alami, lebah membuat sarang di pohon lalau yang menjulang tinggi dan bertajuk lebar. Lantaran tinggi dan begitu banyak sarang, pemanenan madu lalau dilakukan pada malam

hari untuk menghindari serangan lebah. Kepala Desa Penepian Raya Jusman memotret salah satu pohon lalau yang ada di sekitar desa (kanan).

50 Hutan Desa

Page 50: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JUSMAN

51Hutan Desa

Page 51: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

WARNA-WARNI KEMBANGInilah bunga beberapa jenis pohon rawa yang menyediakan nektar untuk memikat kawanan lebah. Simbiosis mutualisme antara bunga dan lebah memutar siklus kehidupan di ekosistem hutan desa. Lebah membantu penyerbukan bunga; bunga menyediakan pakan bagi anak-anak lebah. Sekretaris Asosiasi Periau Mitra Penepian, Boy Sandi, memotret bunga kemasung, bunga kayu putat dan kayu taun (kiri-kanan).

52 Hutan Desa

Page 52: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

BOY SANDI-SEMUA FOTO

53Hutan Desa

Page 53: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

UNDUH MADU Dengan peralatan pemanenan yang sesuai standar periau (halaman sebelah), petani lebah mengunduh madu di keremangan vegetasi rawa-rawa. Kepulan asap dari bakaran tebauk (akar pohon ara) menghalau koloni lebah. Pemanen harus diiringi seorang pembantu, dan seorang pengemudi yang menunggu di perahu. Para petani harus menerapkan panen lestari untuk menjaga kelestarian populasi lebah.

54 Hutan Desa

Page 54: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ANYAM takin, si anyam takinanyam takin, di ruang lobaknesik angin, aku minta anginangin datang dari Semarangribut muput si dari laut biar kesaput, kelambai ajutbiar kibung tinggi bergantungoh… bergantung si dara bayung.

Dalam kepungan asap yang pedas, Ahmad Guntur melantunkan sebait timang di bawah sarang yang menggantung di sebilah tikung. Hari itu, bersama Kamrus Arifin, Ahmad bersiap mengunduh madu.

Mereka telah berdiri di pokok pohon sarang. Di bawah kaki mereka, air danau menghampar tenang. Sementara itu, Boy Sandi menunggu di perahu, sembari me-megangi kemudi. “Ini wilayah yang padat tikung,” ucap Boy Sandi.

Kendati teduh, angin rupanya enggan berhembus. Lantunan timang dalam irama Melayu itu untuk memanggil angin: menyejukkan suasana dan menghalau lebah. (Bait timang ini sebenarnya mantra untuk memanjat pohon lalau. Ahmad Guntur salah seorang generasi terakhir yang piawai memanjat lalau.)

Meski di bawah tajuk yang teduh, hawa panas menyelimuti mereka. Sekujur badan mereka di-bungkus pakaian agar tidak disengat lebah: jaket berlengan panjang, kepala dan wajah bertudung jala, tangan berbungkus sarung tangan karet.

Satu setengah meter di atas kepala

Ahmad Guntur, kawanan lebah mengerubungi sarangnya. Dia lantas menebar asap dari ujung tebauk. Lebah mendengung berhamburan.

Senyampang lebah panik, Ahmad bersicepat memotong kepala sarang yang bergelimang madu. Sepotong sarang itu dia masukkan ke wadah penampung, lalu diterima Kamrus yang menunggu di bawah.

Pemanenan lestari itu ber-langsung cepat, bersih, dan madu tetap murni. Dulu, para petikung memanen madu pada malam hari untuk menghindari serangan lebah. “Sekarang, kita bisa panen pada siang hari,” papar Boy Sandi, “tentu dengan pelindung yang aman.”

Dahulu para petani juga biasa membuat asap dengan bahan bakar minyak. Akibatnya, bau minyak mencemari madu unduhan.

Sekarang, para petani membuat asap dengan membakar bahan-bahan alami. Seperti tebauk yang dibuat dari akar jabai atau serpihan kayu putat yang telah dikeringkan.

Seluruh proses menjaga kemurnian madu tersebut baru menyentuh tahap pemanenan di lapangan. Tahap selanjutnya, pengo-lahan pascapanen madu sesuai baku mutu. Setelah dipanen, cairan madu diambil dengan cara meniris: sarang diiris-iris, dan madu dibiarkan menetes ke wadah penampung. Cara ini untuk menghindari serpihan lilin sarang atau larva lebah mencemari madu.

55Hutan Desa

Page 55: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

56 Hutan Desa

Page 56: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KEPALA SARANGPetani hanya memanen kepala sarang yang bergelimang madu hutan. Sementara bagian sarang yang lain, yang tidak ada madunya, tetap dibiarkan agar koloni membuat kepala sarang baru. Untuk pakan larva, pengunduh menyisakan sedikit kepala sarang bermadu sebagai cadangan makanan. Dengan demikian, panen lestari memungkinkan petani dapat memungut madu dua kali semusim.

57Hutan Desa

Page 57: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

STANDAR PASCAPANENProduksi madu organik menuntut petani menerapkan baku mutu pemanenan dan pengolahan. Setelah dipanen, cairan madu diambil dengan cara meniriskan ke penampungan. Wadah penyimpanan harus bersih, higienis, dan jauh dari zat kimia. Setelah itu, madu diolah di rumah produksi Mitra Penepian untuk mengurangi kadar air. Rumah produksi dilengkapi dengan piranti pengering udara (dehumidifier) yang beroperasi 24 jam, dengan dukungan listrik tenaga surya (kiri-kanan).

58 Hutan Desa

Page 58: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

59Hutan Desa

Page 59: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

“Mereka menentukan seenaknya. Hari ini harga Rp 60.000, besok bisa turun hanya Rp 45.000. Alasannya, pasokan madu berlimpah,” sahut Junaidi. Kini, angin berbalik arah: Para tengkulak membeli ke koperasi dengan harga yang memadai dan stabil “Mereka tidak bisa menentu-kan lagi, koperasi yang menentukan harga madu.”

Hanya saja, daya serap koperasi masih terbatas. “Rata-rata baru 25 persen produksi madu dari periau yang masuk ke koperasi,” papar Boy Sandi. Pada 2015, hanya sekitar 2,1 ton madu yang mampu ditampung koperasi, dan sisanya 8,9 ton dijual oleh petani ke pasar umum.

Dengan demikian, tantangan terbesar yang dihadapi koperasi adalah modal untuk menyerap madu dari petani. Untuk itulah, koperasi mengajukan kredit ke Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). Pada tahun 2015 lalu, koperasi mendapatkan pinjaman senilai Rp200 juta untuk membeli sekitar 2 ton madu. “Sebenarnya PNPM Mandiri bisa memberikan kredit lebih besar, tapi kami belum berani. Kami masih pemula,” sergah Boy Sandi.

Dalam dua tahun terakhir, pro-duksi madu Mitra Penepian berkisar 10 ton. “Dengan harga di tingkat petani Rp 100.000 (pada 2015), kami perlu dana Rp 1 miliar untuk bisa menampung seluruh madu.”

Kendati masih terbatas, koperasi memberikan dampak positif bagi pendapatan petani. “Sekarang harga madu di tingkat petani lebih stabil,” ungkap Boy Sandi. Untuk mening-katkan nilai tambah, koperasi mengolah madu curah di rumah produksi Asosiasi Periau Mitra Penepian.

Di rumah produksi yang diresmi-kan Bupati Kapuas Hulu A.M. Nasir pada Agustus 2015 itu, pengolahan untuk menurunkan kadar air madu hingga kira-kira 21 persen. Madu curahan biasanya berkadar air antara 23-25 persen. Kelak, madu murni dan organik ini akan dikemas dalam wadah 350 mililiter. “Saat ini kami masih kewalahan menyediakan wadahnya,” lanjut Boy Sandi.

Koperasi memang baru setahun menampung madu dari petani lebah. Namun, manfaat sosial perputaran ekonominya telah dirasakan warga desa. Secara sosial, tiga persen dari seluruh pendapatan periau digunakan untuk kegiatan sosial. Dari kontribusi tersebut, Asosiasi Periau mendapatkan dana sekitar Rp 15 juta pada tahun 2015. “Income ini digunakan untuk kegiatan sosial di Penepian Raya dan Ujung Said,” tutur Boy Sandi.

“Dulu kita mengambil madu dengan cara memeras sarang,” kisah Boy Sandi. Dampaknya, serpihan sarang ataupun larva lebah mencam-puri madu.

Karena itu, buat menjamin petani menerapkan panen lestari yang menghasilkan madu organik, setiap periau memiliki seorang inspektur dan pembantu inspektur. Boy Sandi menuturkan, ketua periau juga berperan sebagai inspektur yang memastikan pengolahan sesuai baku mutu madu organik.

“Misalnya saja, bila madu masih diambil dengan cara memeras sarang, Asosiasi tidak akan membelinya,” tutur Boy Sandi memberikan contoh sanksi bagi petani lebah yang melanggar baku mutu.

Para periau Mitra Penepian menyadari kelestarian produksi madu organik sangat tergantung pada kesehatan lingkungan. Lebah memerlukan alam yang bersih dan ketersediaan bunga pakan.

Jusman menegaskan, semen-jak ada hutan desa, pemerintah desa dan warga bisa menjaga dan melindungi hutan dan danau dari pencemaran dan pembalakan liar. “Kami pernah melayangkan protes terhadap penambangan emas tanpa izin (PETI) di Sungai Mau, yang airnya masuk ke Danau Tang. Akhirnya PETI itu tidak ada lagi,” tandas Jusman.

Boy Sandi menyatakan bahwa tumbuhan pakan lebah banyak

tumbuh di hutan desa. “Karena itu, kami patroli untuk melindungi hutan desa agar tidak ada pembalakan liar dan pemakaian tuba dalam mencari ikan.”

Pada musim kemarau, saat rawan kebakaran hutan, patroli makin intensif. Selain memusnahkan vegetasi penyedia nektar, kebakaran hutan juga menimbulkan asap yang mengganggu kehidupan lebah.

Berbekal izin kelola, dengan begitu, masyarakat memiliki kesem-patan yang lebih luas dalam menjaga hutan untuk kelestarian produksi madu.

LANTARAN tergantung pada alam, dari musim ke musim, produksi madu berfluktuasi. Pada tahun 2013, produksi mencapai 23 ton. “Ini produksi terbesar yang per-nah tercatat,” ucap Junaidi. Pada 2014 produksi turun hanya 8 ton, lalu kembali naik menjadi 11 ton pada 2015. Dan pada medio 2016, produksinya 9,9 ton. Fluktuasi produksi madu ini dipengaruhi keadaan alam, seperti ketersedian pakan lebah dan iklim.

Semenjak Asosiasi Periau mendi-rikan Koperasi Mitra Penepian pada awal 2015, para petani lebah kini menjual madu ke koperasi. Salah satu tujuan koperasi untuk meredam permainan harga dari pembeli lokal yang merugikan petani. Sebelumnya, para tengkulak sangat berperan besar dalam menentukan harga madu.

60 Hutan Desa

Page 60: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MADU KEMASAN Madu curah dari Asosiasi Periau Mitra Penepian untuk memasok Sentra Madu Hutan Kapuas Hulu. Sentra masih perlu mengolah madu untuk mengurangi kadar airnya. Sentra menjual dan memasarkan madu yang dipasok oleh Asosiasi Periau Danau Sentarum, Mitra Penepian, Bunut Singkar dan Muara Belitung. Potensi madu hutan akan bertambah besar bila periau dari desa lain turut bergabung dalam Sentra Madu Hutan.

61Hutan Desa

Page 61: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

memerlukan pasokan sedikitnya 15 ton madu curah per tahun.

Sebelum kerjasama itu mewujud, sementara ini Sentra Madu berupaya memastikan kelancaran pasokan madu dari subsentra. Petani lebah di setiap subsentra menginginkan pembayaran di muka. “Kita belum bisa memenuhinya sehingga pengumpulan madu dari subsentra terlambat. Apalagi koperasi Sentra Madu Hutan juga baru dibentuk pada 2015, sehingga kita belum ada anggaran,” Jusman memaparkan di kantor Sentra Madu Hutan di Putussibau.

Sentra Madu sedang merintis pinjaman dari dana bergulir Badan Layanan Umum Kehutanan Pusat Pembiyaan Pembangunan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk menyerap madu subsentra yang dapat me-menuhi permintaan Oriflame, Sentra membutuhkan dana sekitar Rp 2 miliar. “Sedikitnya Rp 1,8 miliar untuk sekitar 15 ton madu curah per tahun. Tapi kalau ingin lebih aman, Sentra perlu Rp 2 miliar,” Jusman menegaskan.

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lebah ini rupanya masih perlu jalan panjang. Selain kebutuhan dana, keberadaan Sentra Madu seperti menerobos pasar yang telah dibentuk oleh para tengkulak. Tak heran, kerjasama antara Sentra Madu dengan Oriflame membuat pasar bergejolak. Para

tengkulak panik. “Pada 2015, mereka menaikkan

harga sampai Rp 120.000 per kilo-gram. Kami bersyukur karena petani juga yang mendapatkan keuntungan. Tapi, hal itu tidak boleh berkepan-jangan,” Jusman memaparkan. Ia menganalisis bahwa tingginya harga di tingkat petani akan melejitkan harga madu di pasar. Dampaknya berantai: konsumen tidak mampu membeli, dan madu tidak laku.

Dampak lainnya, dia melanjut-kan, “Mahalnya madu membuka peluang bagi madu dari luar (yang lebih murah) masuk ke Kapuas Hulu.”

Pemasok dari luar ini mengaku-aku madu Kapuas Hulu, yang akan menurunkan pamor madu organik. “Kalau sudah begitu, kami tidak bisa menjamin kualitas madu yang beredar di Kapuas Hulu.”

Kekhawatiran Jusman wajar. Petani lebah di sub-subsentra sudah menjaga hutan dan mempraktikkan panen lestari, tapi nama besarnya dicatut oleh pemasok madu dari luar Kapuas Hulu.

Kendati begitu, para petani tetap akan menjaga hutan desa demi keberlanjutan produksi madu. Selain itu, masih ada hasil hutan bukan kayu yang bisa menunjang kehidupan masyarakat. Komoditas itu terpendam di perairan yang juga tergantung pada kelestarian hutan desa.***

ASOSIASI PERIAU Mitra Penepian, yang bernaung di hutan desa, men-jadi salah satu pemasok madu bagi Sentra Madu Hutan Kapuas Hulu. Ketua Sentra Madu Jusman menya-takan ada empat asosiasi periau yang mendukung Sentra.

“Selain Mitra Penepian, ada juga Asosiasi Periau Danau Sentarum, Bunut Singkar, dan Muara Belitung,” urai Jusman—yang juga Kepala Desa Penepian Raya.

Ia menandaskan, empat asosiasi periau berperan sebagai subsentra yang memasok madu ke Sentra Madu. “Potensi madu dari empat asosiasi ini luar biasa, yang didukung oleh 699 petani lebah.” Empat subsentra wajib menyetorkan minimal 25 persen produksi madunya ke Sentra. Kemudian, Sentra akan memasarkan ke pasar lokal, regional, maupun nasional.

Empat asosiasi periau tersebut juga telah berbadan hukum koperasi, yang bertindak sebagai koperasi primer, sementara Sentra sebagai koperasi sekunder. Dengan jenjang seperti itu, aliran pemasaran madu hutan bermula dari para petani lebah, lalu ke asosiasi periau, kemudian berakhir di Sentra Madu.

Kekuatan subsentra sangat tergantung pada kelestarian hutan. Asosiasi Periau Danau Sentarum dan Muara Belitung berada di Danau Sentarum yang tercakup dalam Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum. “Di sana sudah

jelas, perlindungan hutannya sangat disiplin karena di taman nasional,” papar Jusman.

Sementara itu, Asosiasi Periau Bunut Singkar didukung hutan produksi. Dan, terakhir, Asosiasi Periau Mitra Penepian yang berada di Hutan Desa Bumi Lestari dan Mentari Kapuas. “Masyarakat sangat peduli lingkungan di dua hutan desa itu. Mereka melakukan pengawasan untuk mencegah kebakaran hutan dan pencemaran lingkungan. Bila pohon-pohon pakan di hutan desa tidak dijaga, lebah akan musnah. Itulah upaya demi kelangsungan hidup masyarakat.”

Sentra Madu hendak mengibarkan madu sebagai produk unggulan Kapuas Hulu. Kabupaten ini dikenal sebagai salah satu penghasil madu hutan di Indonesia, yang setiap tahun menghasilkan 80 sampai 100 ton madu. Pada 2013-2014, catatan dari Kelompok Kerja Madu Hutan Kapuas Hulu, kita mampu menghasilkan 108 ton madu. “Itu produksi paling tinggi yang pernah tercatat,” Jusman menguraikan.

Berbekal potensi besar itu, Sentra Madu Hutan bekerjasama dengan Oriflame, sebuah perusahaan dengan pemasaran berjenjang (multilevel marketing-MLM) untuk produk kosmetika. “Kita telah bekerjasama dengan Oriflame, dan Sentra akan memasok 3.500 botol dalam kemasan 350 mililiter setiap bulan.” Untuk memenuhi kerjasama itu, Sentra

62 Hutan Desa

Page 62: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

FAJAR DI KAPUAS Sungai Kapuas yang melintas di Penepian Raya dan Ujung Said menebar jasa lingkungan bagi masyarakat manusia. Di masa lalu, wilayah perairan ini menjadi pemasok utama ikan air tawar di Asia Tenggara bagian barat. Syahdan, ikan-ikan Kapuas dipasarkan ke negeri-negeri tetangga.

63Hutan Desa

Page 63: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Jasa Ekosistem Hutan Desa

Matahari telah condong ke langit barat. Dalam keteduhan tajuk hutan galeri, menumpang perahu cepat, Jailani menembus Sungai Semubung. Dia sesekali melambatkan perahu saat melewati sebatang pohon yang menghadang di tengah sungai.

Sungai Semubung merupakan akses menuju Danau Semubung dan Danau Lindung Selogan. Sungai berair cokelat gelap ini bertemu Sungai Penepian di tempuran yang tenang, lalu tumpah di Sungai Kapuas.

Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Mentari Kapuas, Ujung Said, ini sedang patroli bersama Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Husin, dan bendaha-ranya, Sahadi. Turut serta pula Ketua Periau Danau Semubung, Murni.

Memasuki Danau Semubung, Jailani mengarahkan perahunya melewati jalur transportasi yang dibatasi dua tiang. “Kita harus mele-wati jalur ini,” ujar Jailani. Suaranya bersaing dengan deru mesin perahu. Jalur dua tiang itu ibarat jalan tol buat lintasan perahu-perahu nelayan.

MEMANTAU DANAUMelintasi kerumunan pulau vegetasi rawa, kelompok masyarakat pengawas berpatroli di Danau Semubung dan Danau Lindung Selogan. Kelompok ini juga mengawasi sungai dan danau lain yang ada di Penepian Raya dan Ujung Said.

64 Hutan Desa

Page 64: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

65Hutan Desa

Page 65: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Di luar jalur itu, para nelayan membentangkan pukat di kedalaman air Danau Semubung. Bila keluar jalur, kata Jailani, perahu bisa menyeret pukat nelayan.

Hari itu, air danau tenang tanpa desir ombak. Jejak perahu patroli menggoyang permukaan telaga, membuat pantulan langit biru melambai-lambai. Jailani dan rekan-nya berhenti sejenak di lanting atau perkampungan nelayan.

Kedamaian menyelimuti kam-pung yang dihuni nelayan dari Penepian Raya itu. Sejumlah nelayan menghibur diri dengan menonton televisi. Setrum listrik mengalir dari sekeping panel surya di atap teratak. Usai berbincang-bincang, Jailani melanjutkan patroli.

Danau Semubung menjadi zona pemanfaatan untuk menyangga Danau Lindung Selogan. Di zona ini, para nelayan diperbolehkan menangkap ikan dengan pukat atau jala. “Dilarang keras memakai racun ataupun tuba,” tegas Jailani.

Kini, perahu patroli menuju Danau Lindung Selogan. Bentangan pukat mengendap tenang di dalam danau. Jailani menyusuri pulau-pulau yang dibentuk oleh himpunan vegetasi rawa-rawa. Kecipak ikan memecah ketenangan telaga.

Di sekitar perairan Semubung, sekurangnya ada 22 petani lebah yang menebar 5.800 bilah tikung. Para petani lebah dengan wilayah kerja di Danau Semubung ini

bergabung dalam Asosiasi Periau Mitra Penepian. Seperti halnya Danau Tang, vegetasi rawa di Danau Semubung dan Danau Selogan di-tumbuhi pohon-pohon pakan lebah.

Pohon putat, kayu taun, dan kemasung membentuk pulau-pulau vegetasi yang menyediakan nektar bagi lebah. “Itu pohon-pohon pakan lebah, dan banyak tikung,” imbuhnya.

Selepas zona pemanfaatan, tim patroli mampir ke pos jaga danau lindung. Pos jaga yang menjulang sekitar 7 meter itu sekaligus menandai batas zona pemanfaatan dan zona inti. Dari loteng pos jaga, Sahadi dan Husin menatap cakrawala barat.

Danau Selogan begitu senyap tak ada kegiatan nelayan. “Kita melarang penangkapan ikan di Danau Selogan yang dilindungi. Di sinilah zona inti danau lindung,” ungkap Jailani.

“Di samping danau lindung, kami juga memantau hutan lindung. Tak mengenal waktu, bila ada orang memasang pukat di danau lindung, kami segera berpatroli,” tutur Sahadi, dengan menebar pandangan ke cakrawala barat. Matanya menyipit, menapis sinar matahari.

Kelompok masyarakat pengawas beranggotakan 32 orang dari Desa Penepian Raya dan Ujung Said. Mereka patroli rutin tiga kali setiap bulan untuk menjaga danau lindung dan hutan desa dari penebangan liar dan penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan.

JALUR PERAHU Jalur transportasi di Danau Semubung ditandai dengan dua tiang yang menjulang tinggi. Perahu nelayan harus melalui jalur khusus ini agar tidak menyeret bentangan pukat di kedalaman air. Kendati berwarna hitam, air danau tidak tercemar bahan-bahan kimia. Danau Semubung merupakan zona peman-faatan yang membentengi Danau Lindung Selogan.

66 Hutan Desa

Page 66: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

67Hutan Desa

Page 67: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Di zona lindung sama sekali tidak boleh memasang pukat. Kendati kemarau panjang, air di zona lindung tetap menggenang dan menjadi habitat ikan-ikan. “Kadang-kadang, saat patroli, kami memotret temuan. Kami selalu mencatatnya di buku patroli,” lanjut Sahadi, lelaki berbadan tegap yang bersuara bariton.

Tim patroli mencatat fluktuasi air danau, perjumpaan satwa liar, dan temuan-temuan lain. Di dekat pos jaga terdapat tiang pengukur fluktuasi air danau lindung untuk menentukan waktu panen ikan. Bila tinggi air pada titik 2 meter berarti nelayan bisa memanen ikan.

Kerumunan pohon rasau bergerombol di depan pos jaga. “Di bawah rasau itu ikan-ikan berpijah,” ucap Jailani, saat ikan berkecipak di bawah naungan rasau.

HUTAN daratan dan perairan Danau Lindung Selogan tercakup dalam Hutan Desa Mentari Kapuas yang membentang 1.240 hektare. Sebagian besar kawasan hutan desa, sekitar 40 persen, terdiri dari perairan danau dan sungai. “Dua puluh persen berupa hutan rawa-rawa, dan sisanya hutan dataran dan hutan daratan yang terendam air,” papar Jailani.

Danau lindung ditetapkan oleh bupati Kapuas Hulu pada 2007, sedangkan Hutan Desa Mentari Kapuas mendapatkan hak kelola dari gubernur Kalimantan Barat pada

2014. “Hutan desa memperkokoh danau lindung. Hutan yang lestari berarti juga melestarikan lebah dan ikan di danau,” jelas Pejabat Sementara Kepala Desa Ujung Said, Junaidi.

Pada mulanya, sejumlah tokoh Desa Ujung Said berniat melindungi Danau Selogan sebagai habitat ikan arwana merah (Scleropages formo-sus). Melindungi ikan kharismatik itu berarti juga melestarikan jenis ikan-ikan yang lain.

Junaidi memaparkan, andaikan sudah dilindungi semenjak dahulu, Ujung Said bakal dikenal sebagai desa arwana. “Setelah menjadi danau lindung pada 2007, bupati bersama warga melepaskan lima induk ikan arwana sebagai restocking,” lanjut Junaidi, yang juga Sekretaris Desa. Selain sebagai habitat arwana, Danau Selogan juga berfungsi sebagai penjaga cadangan ikan bagi perairan di Penepian Raya dan Ujung Said.

Para nelayan memanen ikan-ikan di sungai dan danau pada saat musim kemarau. Saat kemarau, air yang surut menjebak ikan-ikan di perairan yang dangkal. (Ini seperti menangkap ikan dengan cara menguras kolam.)

Cara ini mengkhawatirkan karena nelayan akan menangkap ikan sebanyak-banyaknya. “Nanti saat musim hujan, ikan yang berpijah tinggal sedikit, dan pada musim kemarau selanjutnya hasil nelayan berkurang,” tutur Husin. “Penghasilan nelayan pelan-pelan menurun karena

jumlah ikan berkurang.” Meskipun kemarau panjang, air

di danau lindung tak pernah kering, sehingga menjadi habitat terakhir bagi populasi ikan. “Sungai dan danau-danau lain mengering saat kemarau, tapi di danau lindung masih ada air,” imbuh Husin.

Nanti, pada saat musim peng-hujan berikutnya, ikan dari Danau Selogan akan menyebar ke seluruh perairan desa. “Harapannya, ikan-ikan menyebar ke sungai dan danau-danau,” Husin menegaskan.

Perairan di Ujung Said dan Pene-pian Raya membentang seluas 2.000 hektare, setara dengan 25 persen luas wilayah kedua desa. Pada saat musim penghujan, wilayah perairan itu akan bertambah luas. Volume air Sungai Kapuas naik, dan mengisi anak-anak sungai, lembah, danau, dan merendam hutan rawa-rawa.

Selain menumbuhkan bunga yang memikat lebah, hutan rawa juga menyediakan habitat berpijah bagi ikan-ikan. Saat air meluap, ikan dari Danau Selogan menyebar dan berpijah di bawah naungan hutan riparian. Sementara itu, di atas perairan, kawanan lebah berpesta pora menyesapi nektar bunga rawa untuk menghasilkan madu—juga untuk beranak-pinak.

BATAS ZONAPersis dibatas zona lindung dan pemanfaatan, nelayan menebar pukat untuk menjaring ikan. Patroli kelompok masyarakat pengawas untuk memastikan danau lindung aman dari aktivitas penangkapan ikan. Kelompok ini juga memantau perairan di luar danau lindung.

68 Hutan Desa

Page 68: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

69Hutan Desa

Page 69: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JANTUNG DANAU LINDUNG Pos jaga ini menandai batas antara zona lindung dengan zona pemanfaatan. Pemantauan tinggi muka air untuk menentukan waktu panen ikan. Selain itu, pemanenan juga ditentukan oleh populasi ikan dan azas manfaat bagi desa. Nelayan hanya boleh mencari ikan dengan pukat, yang hasilnya akan dikeringkan di permukiman di danau. Nelayan umumnya punya dua rumah, satu di desa dan satu di danau (kiri-kanan).

70 Hutan Desa

Page 70: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

71Hutan Desa

Page 71: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KOMODITAS PERAIRAN Membentang di depan mata, ekosistem air tawar di hutan desa sudah pasti memberikan sumber kehidupan yang berlimpah. Berbagai jenis ikan yang dipanen nelayan ini memutar roda ekonomi warga. Ekonomi ikan dan madu bersifat saling melengkapi. Saat kemarau, pendapatan nelayan berasal dari panen ikan; saat hujan, pendapatan diperoleh dari panen madu. Dua komoditas ini dinaungi hutan desa yang lestari.

72 Hutan Desa

Page 72: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

73Hutan Desa

Page 73: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HUTAN DESA Mentari Kapuas semakin menegaskan nilai penting Danau Lindung Selogan. Pengelo-laan danau lindung yang berdasarkan zonasi dan kearifan lokal berkaitan erat dengan program hutan desa.

Junaidi menuturkan, hutan desa menjadi benteng bagi danau lindung. Pada saat kemarau, vegetasi akan mengering, dan rawan kebakaran hutan. Dengan adanya hutan desa, warga akan berpatroli dan mengawasi keamanan hutan di sekitar danau. Patroli itu untuk mencegah dan mengurangi risiko kebakaran hutan.

Pada tahun 2012, kebakaran hutan melanda sebagian wilayah danau. Junaidi menduga kebakaran hutan disulut oleh orang-orang yang menebar racun ikan. Pada saat itu, Junaidi menuturkan, “Banyak orang dari desa tetangga mencari ikan dengan tuba di danau lindung. Karena dilarang, mungkin mereka kecewa, lalu membakar hutan.”

Dia mengenang, aparat kepoli-sian dan pemerintah desa tidak mampu menanggulangi penubaan massal itu. “Begitu banyaknya orang menuba. Kalau ditangkap semua, penjara tak akan cukup,” ujar Junaidi. Kendati tak ada tindakan hukum, orang-orang yang menebar racun itu akhirnya mundur—dengan meninggalkan hutan yang membara.

Warga Ujung Said dan Penepian Raya lantas memutuskan untuk memanen ikan di danau lindung.

“Daripada ikan mati tercemar tuba, kami akhirnya memanennya,” jelasnya. Pemanenan ikan yang melibatkan warga dua desa ini menghasilkan 2,8 ton ikan, senilai Rp 94,5 juta. “Itu pun belum semua ikan kami panen karena air danau sudah keburu pasang.”

“Hasilnya dibagi dua: 50 persen untuk warga yang ikut memanen, 50 persen untuk dua desa,” sahut Jailani. Dana yang masuk desa dimanfaatkan untuk kepentingan sosial: pemakaman, pendidikan anak usia dini dan pembangunan sarana ibadah.

Setelah pemanenan tahun 2012, masyarakat tak lagi mengunduh ikan di danau lindung. Tujuan utamanya, Jailani mengingatkan, danau lindung untuk menjaga cadangan ikan saat musim kemarau. “Jadi bukan untuk dipanen. Kalau-pun dipanen, harus melihat populasi ikan dan azas manfaat, seperti untuk keperluan pembangunan desa.”

Warga masyarakat memahami bahwa lestarinya populasi ikan sangat tergantung pada kelestarian hutan. Vegetasi hutan yang terendam air akan menyediakan tempat berpijah dan pakan bagi ikan-ikan. Pada saat kemarau, kerumunan tumbuhan menjadi tempat berlindung dari pemangsa dan melewati musim yang keras.

Junaidi menuturkan, setelah ada kawasan hutan desa, patroli menjadi rutin dengan melibatkan pengelola

hutan desa dan kelompok masyarakat pengawas. Pengelolaan dengan zonasi juga menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kepentingan per-lindungan.

“Masyarakat bisa memanen ikan di zona pemanfaatan di Danau Semubung, sungai-sungai dan danau lain. Sementara di danau lindung sama sekali tidak boleh menangkap ikan,” Junaidi menegaskan.

HAK KELOLA SUNGAISejumlah nelayan menata jermal di

salah satu sudut di Sungai Penepian. Mereka mendapatkan hak panen

selama setahun melalui undian sungai. Kendati begitu, waktu panen ditentukan oleh pasang-surut sungai

yang telah disepakati oleh warga desa. Dengan kata lain, pemegang

hak kelola tidak boleh memanen ikan setiap waktu. Dana dari undian sungai

digunakan untuk kegiatan sosial di dua desa.

74 Hutan Desa

Page 74: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

75Hutan Desa

Page 75: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KESEIMBANGAN antara keperluan perlindungan dan ekonomi di hutan desa menjamin keberlanjutan sumber pendapatan warga. Selain madu hutan, perikanan air tawar di Dae-rah Aliran Sungai Kapuas ini juga menjadi tumpuan bagi pendapatan warga. Perputaran ekonomi perairan dapat dilihat dari kontribusi penge-lolaan sungai dan anak-anak sungai.

Untuk mengelola perikanan di sungai-sungai, dua desa ini meng-gelar undian sungai setiap tahun. Ini merupakan kearifan lokal untuk menentukan siapa yang berhak memanen ikan di sebatang sungai selama setahun.

Undian sungai membuka kesempatan bagi siapa pun untuk meraup rejeki di sungai tertentu. Ada 71 sungai dan anak sungai yang diperebutkan dalam undian massal ini. Sungai yang berpotensi besar dihargai Rp 1.000 per kupon; sungai yang berpotensi kecil senilai Rp 500. Semakin besar potensi ikan di sebuah sungai, semakin banyak yang bermi-nat mengelolanya.

Misalnya: Sungai Nanga Tang di Danau Tang. Sungai ini diminati oleh sejumlah nelayan, dengan total kupon 5.495. Uang undian yang masuk desa: Rp 5.495.000. Ini jumlah tertinggi, yang berarti Nanga Tang memiliki potensi terbaik di antara sungai dan anak sungai.

Sungai termurah: Suak Mirak, juga di Danau Tang, yang hanya mendapatkan 5 lembar kupon. Dana

yang masuk hanya Rp 2.500. “Yang ingin mengelola sebuah sungai bisa membeli kupon sebanyak-banyaknya. Tapi itu belum tentu menang, karena diundi,” ungkap Jailani.

Pemenang undian Sungai Nanga Tang adalah Budi, yang berhak memanen ikan di sungai itu selama setahun. Dan, pemenang Suak Mirak adalah Jailani (dengan nama alias Uju Ujai). “Sungai Suak Mirak memang tidak banyak yang meminati,” kilah Jailani. Dia rupanya hanya memanen ikan-ikan kecil untuk digunakan sebagai pakan ikan keramba.

Pada tahun 2015, dana dari undian sungai sebanyak Rp 51,2 juta. Rekor tertingginya: Rp 72 juta pada 2014, sedangkan yang terendah: Rp 30,5 juta pada tahun 2012.

“Pada tahun 2012 itu terjadi keba-karan hutan dan penubaan massal di danau lindung, sehingga para nelayan menduga hasil ikan akan sedikit,” jelas Husin, yang menyiratkan menjaga hutan desa akan menentukan hasil perikanan. Seluruh hasil undian sungai untuk keperluan pembangunan desa.

Lantas, bagaimana nelayan yang tidak memenangi undian? “Dia masih bisa mencari ikan di danau-danau dan tempat lain,” ujar Jailani. Artinya, nelayan lain masih bisa mencari ikan di seluruh perairan yang tidak dikelola oleh pemenang undian. “Tapi tetap tidak bisa mencari ikan di danau lindung,” Husin mengingatkan.

76 Hutan Desa

Page 76: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PERAHU DAN TIKUNG Beratap deretan bilah tikung, tukang kayu memperbaiki perahu sampan nelayan. Para nelayan yang mencari ikan biasanya juga memasang tikung di hutan rawa. Perahu dan tikung telah menjadi sarana mencari penghidupan bagi warga Penepian Raya dan Ujung Said (atas). Sementara itu, saat matahari bersinar terang, warga mengeringkan kerupuk ikan di jalan kayu. Ada dua jenis kerupuk ikan: kering dan basah. Kerupuk basah serupa empek-empek dengan bumbu sambal kacang nan pedas (halaman sebelah).

77Hutan Desa

Page 77: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HASIL HUTAN bukan kayu, baik madu maupun ikan, memerlukan ekosistem yang sehat dan tidak ter-ganggu. Bila terganggu, taruhannya produksi dua komoditas itu bakal turun.

“Pada kebakaran hutan tahun 2009, produksi madu turun drastis, hanya sekitar 99 kilogram. Itu terjadi di Danau Sentarum yang dicatat oleh Asosiasi Periau Danau Senta-rum,” papar Jumtani, Kepala Bidang Perhutanan Sosial dan Rehabilitasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kapuas Hulu.

Hutan desa memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengelola hutan sebagai penyangga kelestarian produksi madu. Di sisi lain, dominan-nya wilayah perairan di Penepian Raya dan Ujung Said, menjadikan perikanan air tawar sebagai komoditas utama. “Hutan desa tentu saja berkontribusi bagi kelestarian produksi ikan,” tuturnya. Dua komoditas itu, sebenarnya saling melengkapi.

“Masyarakat memanen ikan pada musim kemarau, sementara pada musim hujan, pendapatan dari ikan turun. Agar berkelanjutan, saat hujan, ada penghasilan dari madu hutan.”

Ringkasnya, ada substitusi pendapatan di setiap musim. Saat kemarau, pendapatan berasal dari perikanan; saat hujan dari madu. “Harapannya, tentu saja, masyarakat benar-benar menjaga hutan desa agar kelestarian madu dan ikan terjaga.”

Bagi sebagian besar warga Penepian Raya dan Ujung Said, nelayan sudah pasti juga menjadi petani lebah. Nelayan yang men-cari penghidupan di sungai dan danau, juga memasang tikung untuk mendapatkan madu. “Dasar pemikirannya, makin dekat dengan hutan, masyarakat mendapatkan manfaatnya. Kalau berjarak, hutan akan dipandang tidak bermanfaat,” Jumtani memaparkan.

Pun, setiap pengembangan hutan desa harus memperhatikan potensi dan komoditas ekonominya. “Dinas Kehutanan dan Perkebunan meman-dang setiap hutan desa wajib ada komoditasnya. Itu wajib, karena hutan desa untuk menyejahterakan masyarakat.”

Delapan kawasan hutan desa yang ada di Kapuas Hulu punya komoditas yang berbeda-beda. Dia memberikan contoh: madu di hutan desa Penepian Raya, Ujung Said, dan Nanga Lauk, atau hutan desa di Manua Sadap yang mengembang-kan ekowisata. “Apalagi memang pemerintah kabupaten menetapkan Manua Sadap sebagai desa wisata,” lanjutnya. Intinya, setiap hutan desa mesti memiliki komoditas untuk menyokong ekonomi masyarakat.

Dengan demikian, setiap hutan desa memiliki tipologi ekosistem dan komoditasnya yang bisa menjadi model pengelolaan bagi desa-desa lain. “Penepian Raya dan Ujung Said misalnya, tipologinya wilayah

perairan dengan komoditas madu dan ikan. Sementara Manua Sadap bertipologi hutan dataran rendah, yang menjadi desa penyangga taman nasional, dengan ekowisata.”

Perhutanan sosial, dalam pan-dangan Jumtani, memberi kesem-patan bagi warga desa memperoleh manfaat keruangan dan ekonomi. “Masyarakat dapat mengelola dan memanfaatkan hutan secara legal. Sekaligus memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa hutan punya manfaat dan berpotensi besar bagi kesejahteraan mereka.”***

78 Hutan Desa

Page 78: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PEWARNA ALAMI Ibu-ibu di Desa Manua Sadap, Embaloh Hulu, memakai bahan alami untuk mewarnai kain tenunnya. Pewarna alami ini berasal dari tumbuhan di hutan desa. Pengelola menyisihkan sebagian areal hutan desa untuk keperluan konservasi flora dan fauna.

79Hutan Desa

Page 79: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SUSUR CILIWUNG Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyusuri Sungai Ciliwung sepanjang tujuh kilometer, mulai dari kawasan MT. Haryono sampai Kampung Melayu. Sekitar 1.500 orang berpartisipasi dalam gotong-royong bersih-bersih sungai ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bersama komunitas masyarakat dan pemerintah daerah pada 2016 akan merestorasi 3 lokasi Sungai Citarum dan Ciliwung. Pada tahap awal akan dilakukan seluas 4 hektare di Sungai Ciliwung dan 7 hektare di Sungai Cisangkuy, yang merupakan anak Sungai Citarum.

TEMPO/AMSTON PROBEL

Page 80: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENJAGA DAERAH ALIRAN SUNGAI

Lahirnya peradaban seringkali bermula di tepian sungai. Bab sebelumnya, yang mengupas hutan desa di Daerah Aliran Sungai Kapuas, membuktikan hal tersebut. Daerah aliran sungai sungguh menopang sendi-sendi pokok kehidupan: mulai memasok air yang menjamin ketahanan pangan, sampai sumber energi. Menimbang peran sistemik itu, Kementerian bertekad memperbaiki kondisi DAS di sejumlah wilayah Indonesia. Ukuran keberhasilannya cukup sederhana, seperti menurunnya kesenjangan antara debit tertinggi dengan debit terendah; kandungan oksigen dan kimia air semakin baik; dan air bebas dari bakteri E-coli.

Beberapa DAS prioritas yang diperbaiki kondisinya berperan menyokong kebutuhan pangan dan energi (pembangkit listrik tenaga air): Citarum, Cisadane, Ciliwung di Jawa Barat; Serayu dan Solo di Jawa Tengah; Brantas, Jawa Timur; Kapuas, Kalimantan Barat; Siak, Riau; Musi, Sumatera Selatan; Asahan Toba, Sumatera Utara; Jeneberang dan Saddang di Sulawesi Selatan; Moyo, Nusa Tenggara Barat; Way Sekampung, Lam-pung; dan Limboto di Gorontalo. Intisari pembelajaran dari pengelolaan DAS tersebut: jantung persoalan, sekaligus peluang memecahkan masalah, ternyata ada di penataan ruang di wilayah DAS.

Citarum menjadi contoh bagus untuk memberikan gambaran tentang bagaimana para pihak seolah berebut ruang hidup di wilayah DAS. Kendati begitu, Kementerian perlahan-lahan menumbuhkan inisiatif penyelamatan DAS Citarum di puluhan kelompok tani di kawasan hulu. Inisiatif ini berangkat dari kesadaran bahwa tanggung jawab pengelolaan DAS melibatkan tanggung jawab para pihak, melampui batas kewenangan dan administrasi wilayah.

Page 81: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Sungai Purba Penopang Zaman

Mengalir sepanjang zaman, Citarum kini dalamdua titik ekstrem: dicerca dan dimanfaatkan. Di tengah titik ekstrem itu, tak lekang waktu,

berbagai pihak berikhtiar menyelamatkan Citarum.

82 Sungai Citarum

Page 82: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PERADABAN KUNASejak abad ke-4 peradaban manusia telah berkembang di tepian Sungai Citarum di bagian hilir. Situs percandian Batujaya memendam berbagai relik kehidupan masa lalu di kawasan muara Citarum. Para peneliti memandang peradaban manusia ditopang oleh pertanian padi yang subur dari endapan Sungai Citarum.

83Sungai Citarum

Page 83: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Menjaga Tamadun Citarum

Sore hari kala matahari mulai teduh, anak-anak bermain di Candi Damar. Mereka bersenda gurau, berlarian ke sana ke mari. Begitu cerianya, mereka tak hirau dengan peradaban masa lalu yang terpendam di situs itu. Wujud candi memang tak nampak. Hamparan tanah mengubur candi yang berada tak jauh dari peradaban masa kini itu. Candi Damar rupanya belum tersentuh pemugaran.

Namun, tiga ratus meter di selatan, Candi Jiwa terlihat terang berwarna jingga. Warna batu merah penyusun Candi Jiwa kontras dengan hamparan sawah yang hijau. Di sebelah barat laut, sejarak 400 meter dari Candi Jiwa, berdiri megah Candi Blan-dongan. Di sana, seorang juru pelihara candi sedang menanggapi berbagai pertanyaan dari sejumlah pelajar.

Berada di Segaran, Kecamatan Batujaya, Karawang, Jawa Barat, situs percandian ini membentang seluas lima kilometer persegi. Puluhan candi tersebar di antara persawahan yang menghijau.

Sejauh kajian para arkeolog, Candi Blandongan adalah yang terbesar dan terlengkap di kawasan situs Batujaya. Denah candi ini berbentuk bujur sangkar.

BATA MERAHBangunan Candi Blandongan dari bata merah menunjukkan tingginya kecakapan peradaban masa lalu di muara Citarum. Di lantai selasar, antara badan candi dan pagar langkan, arkeolog menemukan 12 umpak batu yang berderet teratur. Umpak batu ini diperkirakan untuk menopang tiang-tiang kayu cungkup yang menaungi stupa puncak badan candi.

84 Sungai Citarum

Page 84: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

85Sungai Citarum

Page 85: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Pada empat sisi kaki candi terdapat tangga dan pintu masuk menuju selasar. Pinggiran lantai selasar di empat sisi dibatasi pagar langkan yang sudah roboh.

Pakar arkeologi memandang Candi Blandongan punya keunikan: bangunan berbahan bata merah dipadukan dengan konstruksi kayu. Pada lantai selasar, antara badan candi dan pagar langkan, arkeolog menemukan 12 umpak batu yang berderet teratur. Umpak batu ini diperkirakan untuk menopang tiang-tiang kayu cungkup yang menaungi stupa puncak badan candi.

Para peneliti mengungkap percandian Batujaya dibangun pada masa Kerajaan Tarumanegara dalam dua fase. Hasan Djafar dalam bukunya ‘Kompleks Percandian Batujaya’ menyatakan fase pertama sekitar abad ke-6 dan ke-7, dan fase kedua abad ke-8 dan ke-10. Fase kedua merupakan masa pendudukan Sriwijaya atas Tarumanegara.

Bangunan candi dari fase pertama telah tertutup oleh bangunan yang sekarang ini terlihat. Sunarto, salah seorang juru pelihara candi, menunjuk bagian kaki Candi Blandongan yang menyingkap sisa-sisa bangunan fase pertama. “Menurut peneliti, pem-bangunan candi yang kedua tidak merusak candi yang lama,” tutur Sunarto, “tapi didirikan dengan menutupi bangunan pertama.”

Hasil kajian para pakar menun-

jukkan situs Batujaya merupakan kompleks candi Buddha tertua di Jawa—yang mulai dibangun pada abad ke-6 dan ke-7. Namun, peradaban yang berkembang di utara Sungai Citarum ini mungkin jauh lebih tua. Pada 2014, tak jauh dari Candi Blandongan, peneliti menemukan tiga kerangka manusia.

Temuan ini mengukuhkan dugaan bahwa Batujaya menjadi pusat pemujaan pada masa transisi dari zaman prasejarah ke sejarah. Sunarto berkisah para peneliti menduga kompleks candi didirikan di daerah yang memang sejak dahulu menjadi pusat kepercayaan lama.

Bahkan pada 2004-2005, para ahli telah menemukan tujuh kerangka manusia di dekat situs Lempeng. Setelah itu, ditemukan lagi lima rangka manusia di kawasan Batujaya. Sekurangnya ada 15 kerangka yang pernah ditemukan di kawasan ini.

“Jasad-jasad itu ditemukan bersama gerabah dan senjata sebagai bekal kubur,” kata Sunarto, yang hari itu sedang istirahat seusai memangkas rumput di sekitar Candi Blandongan. Penemuan kerangka manusia menunjukkan kehidupan di sekitar muara Sungai Citarum ini terjadi pada masa transisi antara zaman prasejarah dengan sejarah.

TAMADUN yang berkembang di hilir Daerah Aliran Sungai Citarum ini membuktikan manusia Nusantara telah cakap menerapkan teknologi sejak masa awal sejarah. Candi-candi Batujaya yang terbuat dari bata merah mengejutkan para ahli.

Sebelum pemugaran candi-candi Batujaya, pakar arkeologi meman-dang bata merah digunakan untuk membangun candi pada masa-masa yang lebih muda. Sementara candi berbahan bebatuan dipandang dari zaman yang lebih tua, seperti per-candian di Jawa Tengah. Kompleks Batujaya membuktikan bata merah telah digunakan seawal abad ke-4 hingga ke-6. “Itu karena memang tidak ada bebatuan di Batujaya,” terang Sunarto, salah seorang juru pelihara candi.

Lingkungan Batujaya pada masa lalu merupakan hamparan sedimen dari luapan Sungai Citarum. Daerah aliran sungai yang subur, dengan sumber air yang berlimpah, mendukung kehidupan bercocok tanam. Penggunaan kulit padi sebagai bahan campuran bata merah pada candi di Batujaya dan Cibuaya memberi petunjuk awal budidaya padi di pantai utara Jawa Barat. Sampai kini pun pantai utara tetap dipandang sebagai lumbung padi Jawa Barat.

Teknologi lain adalah lepa putih berbahan gamping atau disebut stuko. Sunarto menunjukkan sisa stuko yang berupa bercak-bercak putih di kaki Candi Blandongan.

LUMBUNG PADIHingga kini, wilayah Batujaya masih dikenal sebagai bagian dari lumbung padi Jawa Barat. Irigasi persawahan

di kawasan ini ditopang oleh jaringan Saluran Induk Tarum Utara dari

Bendungan Ir. H. Djuanda (waduk Jatiluhur).

86 Sungai Citarum

Page 86: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

87Sungai Citarum

Page 87: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

88 Sungai Citarum

Page 88: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MELINTASI ZAMANBerkembang sejak masa awal sejarah, kini kompleks candi Buddha tertua di Jawa ini kerap dikunjungi para pengunjung dari berbagai agama (kiri). Bercak-bercak putih di kaki Candi Blandongan ini diduga dari lepa batu kapur. Sumber bahan baku gamping berada di perbukitan karst di selatan Karawang. Bagian ujung timur perbukitan ini berada di tepi Sungai Citarum, dan ujung baratnya di tepi Sungai Cibeet (atas).

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

PETA TANPA SKALA

Foto kiri dan kanan

89Sungai Citarum

Page 89: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

“Bisa jadi, dulunya candi ini berwarna putih,” imbuhnya. Untuk melapisi tembok, catat Hasan, para arsitek Batujaya mencampur kapur dan kulit kerang. Ini terkait dengan keberadaan candi yang berada di tepi pantai. (Kini suasana pesisir telah bergeser jauh ke utara, sekitar 2,5 jam perjalanan dari Batujaya). Stuko juga digunakan untuk membuat hiasan, patung dan relief. “Biasanya perlu pembakaran kapur hingga suhu 900-1.000 derajat Celsius,” tulis Hasan.

Sumber bahan baku gamping, ungkap Hasan, berada di perbukitan karst di selatan Karawang. Bagian ujung timur perbukitan ini berada di tepi Sungai Citarum, dan ujung baratnya di tepi Sungai Cibeet.

Jarak antara bukit kapur dengan situs Batujaya sekitar 50 kilometer. Kondisi Sungai Citarum dan Cibeet saat itu, menurut uraian Hasan, diduga cukup memadai sebagai sarana transportasi. Secara teknis, pengangkutan batu kapur dengan perahu dari selatan Karawang ke Batujaya tidaklah sulit karena mengikuti aliran sungai.

Namun, di sisi lain, luapan Sungai Citarum merusak bangunan candi. Hasan menyatakan percandian Batujaya telah mengalami perbaikan lantaran bangunan candi yang rusak. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh luapan Sungai Citarum.

Secara teknis, Hasan menambahkan, tampak adanya

upaya penanggulangan banjir dari Sungai Citarum. “Dampak ekologi ini ditanggulangi dengan teknologi yang adaptif, seperti meninggikan halaman candi, dan menutup permukaan halaman candi dengan beton stuko atau hamparan lantai bata,” catat Hasan.

Tak hanya air, luapan Citarum juga membawa berton-ton sedimen tanah. Tidak mengherankan, saat ini kaki candi di Batujaya berdiri di tanah yang lebih rendah dibanding persawahan di sekitarnya.

Bukti sejenis upaya mitigasi bencana itu menegaskan bahwa peradaban Batujaya dipengaruhi Sungai Citarum. Bahkan hingga kini, dari Batujaya sampai ke muara Citarum dikenal sebagai wilayah banjir. Penanggulangan banjir dilakukan dengan membangun tanggul setinggi atap rumah di kanan-kiri Sungai Citarum.

Sampai hari ini, hikmah dari peradaban abad ke-4 tetap menggema di abad ke-21. Sungai terpanjang di Jawa Barat ini tetap mengalir dengan segala tantangan: populasi padat, pertanian dan industri yang tak ramah lingkungan, polusi, sampah, dan lahan-lahan kritis.

Dalam perspektif pengelolaan daerah aliran sungai, para pihak terkait dituntut untuk bersinergi dalam menyelamatkan Citarum. Hulu DAS Citarum merupakan kawasan pegunungan yang berjajar di Bandung utara dan Bandung selatan.

Anak-anak sungai yang mengalir dari dataran tinggi bermuara di Citarum. Kemudian, di tengah-tengah barisan gunung, membentang cekungan Bandung yang dibelah Sungai Citarum.

Di kawasan hulu itulah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum Ciliwung merehabilitasi hutan dan lahan di tanah pertanian masyarakat. Upaya rehabilitasi itu untuk melindungi tanah dan air: mencegah erosi, banjir, dan menjaga air tanah.

Paradigmanya: menahan, meng-hambat dan meresapkan air, agar tak langsung meluncur ke Citarum. Harapannya, upaya rehabilitasi berdampak positif di sepanjang aliran Citarum. Dan, di Sub-DAS Ciwidey, kelompok tani Sugih Mukti Sauyunan—salah satu kelompok di sub-DAS Ciwidey—sedang meriung di pondok kerja.

JASA ‘ERETAN’Perahu eretan di hilir Citarum melayani penyeberangan bagi

warga dari Karawang ke Bekasi, dan sebaliknya. Luapan Citarum

kerap merendam wilayah yang berada tidak jauh dari situs Batu-jaya ini. Di latar belakang perahu,

membentang tanggul penangkal luapan Sungai Citarum.

90 Sungai Citarum

Page 90: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

91Sungai Citarum

Page 91: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

92 Sungai Citarum

Page 92: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TANTANGAN DI HILIROmbak Laut Jawa menggerus wilayah hilir Sungai Citarum di Muara Gembong, Bekasi. Sebagian rumah roboh dihantam abrasi, dan permukiman warga bergeser ke pedalaman (kiri). Kawasan pesisir Muara Gembong merupakan hutan lindung dengan hamparan hutan mangrove yang semakin tipis. Kelompok-kelompok tani berusaha mengembalikan vegetasi mangrove untuk membentengi wilayah pesisir (atas).

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto kiri dan kanan

PETA TANPA SKALA

93Sungai Citarum

Page 93: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SALURAN IRIGASISaluran Induk Tarum Utara mengairi persawahan di Kabupaten Karawang dan sekitarnya. Masyarakat memanfaatkan saluran irigasi ini untuk berbagai keperluan. Ada juga saluran induk Tarum yang mengarah ke barat dan timur menjaga keberlangsungan produksi padi di pantai utara Jawa. Kedua saluran induk berkat adanya Bendungan Ir. H Djuanda di Jatiluhur. Saluran Induk Tarum Barat juga memasok air baku bagi penduduk Jakarta (kiri-kanan).

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto kiri dan kanan

PETA TANPA SKALA

94 Sungai Citarum

Page 94: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

95Sungai Citarum

Page 95: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

WADUK JATILUHURPeradaban modern menyentuh Sungai Citarum saat bendungan Ir. H Djuanda dibangun pada 1957 dan selesai pada 1967. Selain untuk pembangkit listrik, waduk ini juga mengaliri ribuan hektare persawahan di sejumlah wilayah kabupaten. Dengan kapasitas 3 miliar meter kubik, Jatiluhur memasok ketersediaan air minum untuk Jakarta: 460 juta meter kubik per tahun; dan Karawang: 153 juta meter kubik per tahun.

96 Sungai Citarum

Page 96: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto-foto Waduk Jatiluhur

PETA TANPA SKALA

IWAN GUNAWAN-DITJEN BPDASHL

97Sungai Citarum

Page 97: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MANFAAT JATILUHURWaduk pertama di Indonesia ini menyediakan sarana rekreasi bagi masyarakat umum. Industri wisata Jatiluhur mengambil jalur jelajah: sekitar bangunan dam, restoran apung, dan sekitarnya. Waduk ini juga menjadi sumber kehidupan bagi ribuan peternak ikan keramba. Untuk menjaga mutu air, pengelola waduk melakukan pemantauan rutin jumlah karamba ikan.

98 Sungai Citarum

Page 98: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

99Sungai Citarum

Page 99: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Cengkeraman Antropogenik

AREA DIPERBESAR

JAWA TENGAH

DI YOGYAKARTA

KOTA BANDUNG

Sub-DAS Ciwidey Sub-DAS Cisangkuy

Sub-DAS Cirasea

Sub-DAS Citarik

Sub-DAS CikapundungSub-DAS Cihaur

Sub-DAS Cimeta

Sub-DAS Ciminyak

Sub-DAS Cisokan

Sub-DAS Cikundul

Sub-DAS Cibeet

Sub-DAS Citarum Tengah

Sub-DAS Citarum Hilir

Sub-DAS Sedari

KABUPATEN BANDUNG

KABUPATEN BANDUNG BARAT

CIMAHI

KABUPATEN SUMEDANG

KABUPATEN INDRAMAYUKABUPATEN SUBANG

KABUPATEN KARAWANG

KABUPATEN BEKASI

KABUPATEN BOGOR

JAWA TIMUR

Saluran Induk TarumTimur

Saluran Induk Tarum Utara

Saluran Induk TarumBarat

JAWA BARAT

JAKARTA

BANTEN

L A U T J A W A

Sub-DAS Cikaso

Puluhan anak sungai yang bermuara di Citarum mengikat kehidupan manusia dalam cakupan daerah aliran sungai yang luas. Dari hulu sampai hilir, Citarum menyokong peradaban manusia yang berpusat di Cekungan Bandung. Sayang, Citarum kini dalam genggaman antropogenik: menanggung beban perkembangan manusia.

Lahan Kritis Dari 162.484 hektare kawasan hutan di DAS Citarum, sekitar 27% berstatus lahan kritis. Pemulihannya memerlukan usaha keras pengelola kawasan hutan.

Hutan Produksi72.170

14.665

Hutan Lindung

70.739

26.495

Hutan Konservasi

3.07119.574

Lahan kritis Luas kawasan hutan

100 Sungai Citarum

Page 100: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Beban Peradaban Padatnya populasi membuat muka air tanah di Cekungan Bandung terus menurun. Sekurangnya 90% penduduk dan 98% industri di Ce-kungan bertumpu pada pasokan air tanah. Umumnya, penurunan muka air tanah 5 m per tahun. Selama 80 tahun terakhir, air tanah telah turun 85 m. Selama 2000-2002 saja, penurunan bervariasi 7 - 52 cm, dengan laju 2-18 mm per bulan. Pada 2008 kebutuhan air di Jawa Barat sebesar 17,6 miliar m kubik/tahun, yang terus tumbuh 1-1,7% per tahun. Dari total kebutuhan air, hanya terpenuhi 50% yang diambil dari air permukaan, dan sisanya dari air tanah.

Geliat geologi membentuk Bandung dan sekitarnya dikepung gunung. Ibaratnya, Bandung berada di ‘mangkuk’ geologi, yang kerap disebut Cekungan Bandung. Itulah takdir Bandung: dataran rendah tempat berkumpulnya air dari pegunungan. Peta berikut menampilkan cekungan air tanah Bandung - Soreang, yang juga tercakup dalam Cekungan Bandung.

KABUPATEN SUMEDANG

KOTA BANDUNGG. Kareumbi

G. Calancang

G. Guntur

KABUPATEN GARUT

G. Kendang

G. Wayang

G. MalabarCitarum

Citarik

Cikeruh

Cipanjalu

Cidurian

Cikapundung

Cimahi

CIMAHI

BukitculaGeulis

G. Tilu

Tanjaknangsi

G. Patuha

Masigit

Ciwidey

Cisangkuy

Belued

Sinday

GeduganBulangur

Selacau

Padakasih

KABUPATENBANDUNG BARAT

KABUPATEN BANDUNG

G. BurangrangG. Tangkuban Parahu

G. Bukittunggul

Malangyang

Geulis

G. Tampomas

Takdir Bandung

LEGENDA

Sungai CitarumBatas cekunganAnak sungaiLahan terbangunIbukota provinsi

Ibukota kabupaten

Gunung dan bukit

LEGENDA

Lahan terbangun

Tutupan LahanTutupan hutan

Badan air

Lahan terdegradasi

Fungsi Kawasan HutanHutan kawasan konservasi

Hutan lindungHutan produksi

Sungai CitarumAnak sungai

Wilayah Sungai Citarum

Batas DAS CitarumBatas Sub-DAS

Batas kabupaten-kota

Lampui Daya DukungPertumbuhan penduduk di Cekungan Bandung terus melejit. Pada 2009 saja, kawasan ini menampung 7,1 juta manusia. Idealnya, daya dukung Cekungan hanya untuk 3-4 juta jiwa (garis merah). Menurut taksiran, sampai 2025, populasi akan mencapai 11,4 juta. Tekanan penduduk berdampak panjang: eksploitasi sumber daya alam dan masalah sosial. Solusinya, membuka kawasan pertumbuhan ekonomi baru di luar Cekungan Bandung.2000 2005 2009 2010 2015 2020 2025

6,26,9 7,1

7,8

9,1

10,2

11,4 JUTA

Karakter DAS Citarum Luas di hulu, menyempit di hilir. Ringkasnya, DAS Citarum bagaikan gelembung balon. Saat hujan, karakter bentang alam itu menumpahkan air dan sedimen ke wilayah tengah dan hilir. Kawasan hulu yang bergunung-gunung dan berlereng curam amat rentan terhadap gerusan air dan angin. Pemahaman ini penting untuk aksi penyelamatan Citarum. Dengan demikian, kawasan hulu sangat mempengaruhi pengelolaan DAS Citarum secara menyeluruh.

101Sungai Citarum

Page 101: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Citarum berada di antara dua titik ekstrem: dikutuk dan dimanfaatkan. Di titik tengah, berbagai pihak terus berusaha menyelamatkan Citarum. Di sepanjang alirannya, Citarum menyokong kehidupan melalui tiga bendungan utama: Saguling, Cirata, Jatiluhur dan mengairi lahan persawahan di kawasan lumbung padi Jawa Barat. Jarang yang menyadari, Citarum dibentuk oleh lusinan anak sungai. Melewati beberapa kabupaten dan kota, penyelamatan Citarum menuntut sinergi berbagai pihak, dari hulu sampai hilir.

SUNGAIPENOPANG

KEHIDUPAN

HULU TENGAH HIL IR

Cicangkuang

CibeetCikaro

Cirasea

CitarikCikeruh

CipamokolanCidurian

CicangkringCipelog

CigugurCibatuCitembang

CisutembangCimanggatang

CihejoCicadas

CijeungjingCikapundung

CisangkuyParunghalang

Citepus

Ciguriang

CilemberCiherang

CicangkuduCiranjeng

CimariukCikahuripan

CijalupangCikambuy

CicungkangCipanya

Cibodas

Ciwidey

CipedungCigalumpit

Cimareme

Cibiuk

CihampelasCihauman

Ciraden

CimancongCibeureum

Cimahi

CiraseaCipamandokan

CililinCibitung

CilumpuCiseureupCiminyak

CikaduCijere

CijenukCibanas

CinangkaCimega

Cijambu

CicangkuangCireundeu

CilueruerCigarukgak

CililutungCigelap

CisaguCikondang

CisamengCileat

CitapenCimeta

CicacabanCinaleum

Cilagondang

CiheaCipeuyem

CibodasCibentengCipameungpek

CikurutugCihandeulem

Cisokan

CikidangCibaladung

CikundulCinangsi

CiwaringinCirameuwah

Citamiang

CitangkilCisadang

CitalunCimanglid

CipeundeuyCilimus

Cisentul

CigangsaCicendo

CilangkapCipirang

CibodasCiroyom

CileuleuyCisomang

CigandasoliCicadas

CimanaracunCigalumpit

CikurutugCibongkok

CijawerCikandang

Cisoka

CilalawiCimanggu II

CipariukCibongkok

CilangkahanCiparang

Cibodas

CibadakCidadap

CimacanCimanggu I

CibubualCikanjayan

CiriripCikamancing

Cilangkap

CitepusCicadas bodas

Saluran Induk Tarum Timur

Saluran Induk Tarum Barat

0 kmCISANTI

WADUK SAGULINGKapasitas 750 MW

Pemikul Beban Puncak Listrik Jawa

Bali

WADUK CIRATAKapasitas 1.000 MW

Pemikul Beban Puncak

Listrik Jawa Bali

WADUK JATILUHURKapasitas 187,5 MW

Pemasok 81% air JakartaIrigasi 300.000 ha

Luas 230.802 hektare Daerah Tangkapan Air Waduk SagulingCakupan Wilayah Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang, Garut Kawasan Hutan 60.835 hektareLahan Kritis 28.479 hektare

Luas 177.077 hektare

Daerah Tangkapan Air Waduk Cirata dan Jatiluhur

Cakupan Wilayah Cianjur, Bandung Barat, Purwakarta, Sukabumi

Kawasan Hutan 49.609 hektareLahan Kritis

31.172 hektare

102 Sungai Citarum

Page 102: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HIL IR

Ciampet

Kali AsinKali Kubang

Kali PagadunganSungai Merah

CipatunjangCijambe

CisubahKali Kelapa

Cibeet

Sungai GembongSungai Pecah

Sungai Mati

Sungai BunginSungai Beting Besar

Sungai Beting LamaSungai Wetan

LAUT JAWA

Luas188.000 hektare

Daerah Tangkapan Air Waduk Jatiluhur

Cakupan Wilayah Bekasi, Bogor, Karawang, Purwakarta, Cianjur,

Bandung Barat. Kawasan Hutan

63.452 hektareLahan Kritis

21.303 hektare

Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung menggelar program rehabilitasi hutan dan lahan di kawasan hulu, terutama di Sub-DAS Cirasea, Cisangkuy, Ciwidey, Ciminyak dan Cihaur. Ikhtiar itu bagaikan adu cepat dengan lajunya perubahan lahan di DAS Citarum.

Adu Cepat di DAS Citarum

Cirasea 34.208

3.782

1.670

Cisangkuy 30.456

6.084

1.040

Ciwidey 29.374

1.982

790

Ciminyak 34.295

4.626

1.306

Cihaur 17.150

2.447

770

Luas sub-DAS (hektare)

Lahan kritis

Lahan yang direhabilitasi

KARTOGRAFI: ARIF ISMAILSUMBER: BADAN PENGELOLAAN DAS CITARUM-CILIWUNG; BAPPENAS; KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KE-HUTANAN; KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT-BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CITARUM; CITA-CI-TARUM/INTEGRATED CITARUM WATER RESOURCES MANAGEMENT INVESMENT PROGRAM (ICWRMIP); BADAN LINGKUNGAN HIDUP; CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION; BADAN PUSAT STATISTIK.

Permukiman lahan terbangun

169.538230.534

Kawasan hutan 321.127318.699

Lahan kebun 141.174116.853

Sawah beririgasi 277.458253.583

Selama 2000-2010, lahan di DAS Citarum terus berubah. Luas kebun dan sawah menyusut, permukiman dan lahan terbangun melonjak. Akibatnya, daerah resapan air berkurang, air permukaan melimpah. Kondisi ini menambah risiko bencana ekologis.

20002010

103Sungai Citarum

Page 103: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

OLAH LAHANTiga petak lahan di bukit Kiara Payung menggambarkan pola pemanfaatan lahan di Ciwidey. Agroforestry mengarah pada kondisi lahan pada petak yang di tengah dan kanan. Pada pokoknya, agroforestry menanami sebidang lahan dengan tanaman musim, pohon berkayu dan buah-buahan. Berbagai tanaman itu akan membentuk strata tajuk yang melindungi tanah dari erosi, dan air meresap ke dalam tanah.

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto-foto Sub-DAS Ciwidey

PETA TANPA SKALA

104 Sungai Citarum

Page 104: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HAWA SEJUK Ciwidey menghalau panas matahari. Di hari yang nyaman itu Wawan Sutarwan menyambangi lahan pertaniannya yang membentang di punggung bukit. Di tanah itu, Eneng, Tuti, Eem dan Upit terbenam di tengah-tengah kebun. Mereka menyiangi tumbuhan liar di sela-sela cabe, kacang panjang dan jagung.

Empat perempuan ini bekerja dalam kesenyapan dengan hembusan semilir angin dataran tinggi Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. “Ini sedang musim hujan, bapak-bapak sibuk dengan pekerjaan lain,” tutur Wawan Sutarwan, ketua Kelompok Tani Sugihmukti Sauyunan. “Karena itu, ibu-ibu yang bekerja di kebun.”

Musim sebelumnya, dari usahanya menanam jagung, Wawan mendapatkan penghasilan Rp13 juta. “Bersihnya sekitar tiga juta rupiah dalam jangka tiga bulan.”

Di antara tanaman semusim, deretan pohon suren, jati belanda (Gmelina arborea), petai dan nangka tumbuh setinggi satu meter. Tanaman keras dan buah-buahan itu baru ditanam pada 2015 lalu.

Wawan menanam 400 tanaman keras dan buah-buahan dalam satu hektare. Lahan itu hanya seluas 550 tumbak (sekitar 7.500 meter persegi atau tiga perempat hektare), dan ia menanam sedikitnya 300 pohon. Untuk menggenapi 400, Wawan menanam sisanya di lahannya yang berada di lokasi lain. ”Saya punya beberapa lahan,” katanya.

Lahan itu memberikan gambaran umum pengolahan tanah pertanian di dataran tinggi Bandung selatan. Membentang di punggung dan lereng bukit, tanah sumber kehidupan Wawan Sutarwan itu berkelerengan curam. Ia perlu memompa tenaga untuk sampai di punggung bukit. Sebelum ditanami pohon, lahan itu nyaris tanpa vegetasi tahunan. Saat kemarau, tanaman enggan tumbuh, sehingga lahan itu telanjang bulat.

Para petani dataran tinggi biasa menggarap lahan di lembah, lereng, dan punggung bukit yang terbuka. Di samping itu, petani biasa membuat teras yang menerabas garis kontur lereng. Alhasil, air hujan meluncur cepat menuruni lereng, sambil memboyong butiran tanah. Pendek kata, pengolahan lahan tak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan air.

Tidak heran setiap pergantian musim, bentang perbukitan ini menampilkan wajah kontras: terlihat hijau saat musim hujan, tanah cokelat terbuka kala kemarau. Hari itu saja, di seberang bukit, dari lahan Wawan Sutarwan, terlihat tiga bidang pertanian yang berbeda cara pengolahannya.

Petak pertama nampak kosong melompong, tanpa tanaman tahunan. Petak kedua sarat dengan tanaman kayu dan tumbuhan musiman. Dan petak ketiga, ditanami pohon-pohon keras dengan jarak tertentu.

105Sungai Citarum

Page 105: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Ketiga bidang lahan tersebut berada pada lereng curam bukit Kiara Payung. “Lahan yang kosong itu akan ditanami dengan pola agroforestry pada tahun 2016 ini,” jelas Wawan, sambil mengimbuhkan di perbukitan Kiara Payung itu ada kelompok Mandala Sauyunan yang turut serta dalam program rehabili-tasi lahan. Cara mengolah tanah di petak kedua dan ketiga itulah yang seturut kaidah konservasi tanah dan air. “Seperti itulah agroforestry,” ungkap Wawan Hartiwan, staf program BPDAS Citarum Ciliwung. Ia menyatakan, tujuan agroforestry mengarah pada kondisi vegetasi di petak kedua dan ketiga tadi. Dalam khazanah lokal, agro-forestry dikenal dengan istilah talun, atau kerap pula disebut tumpang-sari. Ini praktik menanami sebidang tanah dengan aneka tanaman: ada buah-buahan, ada tumbuhan semusim, dan juga pohon keras. Berbagai tanaman tersebut akan membentuk susunan tajuk berlapis-lapis. Lapisan tajuk akan menahan air hujan secara bertahap (tergantung banyaknya lapisan tajuk). Air hujan akan diterima oleh tajuk teratas, lalu lapisan kedua, dan ketiga, kemudian menyentuh tanah. Pendek kata, air hujan tidak langsung menghantam tanah. Itu manfaat agroforestry secara ekologis. Secara ekonomi, jelas Wawan Hartiwan, “Tanaman musiman

untuk pendapatan rutin, pohon kayunya untuk tabungan. Kalau buah-buahan tidak akan ditebang, dan sepanjang tahun bisa meng-hasilkan buah.” Cara tanam agroforestry itu dipraktikkan Wawan Sutarwan bersama dengan 25 anggota Sugihmukti Sauyunan. Penanaman mencakup luasan 25 hektare yang tersebar di bentang perbukitan Desa Sukajadi, Soreang. Di wilayah Sub-DAS Ciwidey, program ini dilakukan oleh kelompok tani yang tersebar di empat kecamatan: Soreang, Ciwidey, Pasir Jambu, Kutawaringin. Rata-rata setiap kelompok menanami lahan kritis seluas 25 hektare. “Ada juga yang menanam di bawah 25 hektare. Itu tergantung kelompoknya,” imbuh Wawan Hartiwan. Para petani sebenarnya telah lama mengenal pola tanam tumpang sari. Dahulu, para leluhur menanami lahan pertanian dengan berbagai macam tumbuhan. “Cuma, belum tertata seperti sekarang,” ujar Dadang Koswara, Ketua Kelompok Tani Caringin Asih, Kecamatan Ciwidey. “Dari dulu, kita sudah menanam pohon. Hanya saja, kita tidak punya bibit tanaman. Kalaupun ada bibit, kita menanam seenaknya, semaunya, tidak diatur seperti dalam agro-forestry.” Lantaran penanaman tak teratur, lambat-laun lahan menjadi padat pohon. Tak ada ruang untuk tanaman

semusim. “Petani akhirnya tidak bisa menanam tanaman semusim,” lanjut Dadang. Dengan agroforestry, kelompok tani mendapatkan pengetahuan baru: mengatur jarak tanam. “Pohon ditanam dalam jarak 5x5 meter, lalu disela tanaman buah. Jadi masih ada ruang untuk tanaman semusim,” Wawan Hartiwan mengimbuhkan. Namun, di lapangan tak semudah itu. Lahan-lahan pertanian masyarakat sering tidak sesuai keadaan yang dibayangkan di atas kertas. Pada akhirnya, tata penanaman diserahkan kepada kelompok.

“Ada yang menanam secara ‘jersi’: jejer di sisi atau di pinggir lahan. Ada juga yang menanam da-lam jarak 2 x 10 meter. Apapun cara tanamnya, yang penting ada 400 pohon per hektare,” papar Wawan Hartiwan.

RUANG TANAMKendati ditanami pohon berkayu dan buah-buahan--terlihat masih

tumbuh setinggi 1-2 meter, kelak di lahan agroforestry masih ada

ruang tumbuh bagi tanaman semusim. Petani harus menanam 400 pohon sehektare, dengan pola dan jarak tanam sesuai keadaan

lahan. Aneka tanaman mem-beri peluang bagi petani untuk

‘menabung’ di lahannya.

106 Sungai Citarum

Page 106: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

107Sungai Citarum

Page 107: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TERABAS SEMPADANDikenal sebagai daerah wisata di Bandung selatan, bisnis hotel, restoran dan agrowisata Ciwidey berkembang pesat. Sayangnya, perkembangan wisata mengabaikan konservasi tanah dan air. Karena tak berizin, pembangunan sebuah hotel yang bertengger tepat di sempadan Sungai Ciwidey harus berhenti (kiri). Sementara itu, di penginapan lainnya, fasilitas bagi pelanggannya berdiri tepat di tepi Sungai Ciwidey (kanan). Kawasan sempadan berperan penting sebagai resapan air, yang mengendalikan debit sungai.

108 Sungai Citarum

Page 108: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

109Sungai Citarum

Page 109: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

BAGI KAUM petani, menanam adalah kebanggaan. Menanam adalah detak hidup. Alhasil, nyaris tak ada yang sulit dalam tanam-menanam tumpang sari di lahan masyarakat.

Tantangan terberatnya: mena-ta terasiring yang sesuai kaidah konservasi air dan tanah. “Sangat berat,” sergah Dadang. Petani biasa membuat bidang olah dengan jalur yang melintang kontur lereng. Di Ciwidey, teras itu biasa disebut liang belut: saluran di antara bidang olah menerabas garis kontur. Dampaknya: lereng tetap curam, air meluncur ke kaki bukit tanpa penghalang.

Hakikat konservasi di lahan miring adalah memperpendek panjang lereng, air ditahan untuk mengendap di lahan, lalu meresap, dan tanah tidak tergerus. Hasil akhirnya: limpasan air permukaan berkurang, erosi tanah minim, air tanah bertambah.

Dadang menyatakan sebagian besar petani belum mengetahui liang belut tidak sesuai dengan kaidah konservasi. “ Di samping itu, liang belut juga mudah dikerjakan petani,” lanjutnya.

Rata-rata, tiga orang penggarap bisa membuat liang belut tiga perempat hektare setiap hari. “Kalau teras yang searah kontur, tiga orang mungkin hanya mampu setengah hektare sehari. Artinya, biayanya mahal,” ungkap Dadang. Tidak mengherankan, para petani lantas menempuh cara instan: bikin liang belut yang murah dan cepat.

“Akhirnya, ya, petani memakai cara instan.”

Namun, cara instan memperta-ruhkan sumber kehidupan: tanah tergerus, air cepat lolos. Sedimen tanah menumpuk di kaki bukit, lalu masuk Sungai Ciwidey, lalu tumpah di Sungai Citarum. Saat kemarau, kekeringan melanda karena air tak sempat mengendap di lahan perta-nian.

Makna konservasi tanah dan air adalah mewariskan sumber daya tanah air bagi anak-cucu. Ini perkara alokasi sumber kehidupan antar-generasi dan lintas-zaman. Erosi bukan omong kosong di dataran tinggi hulu DAS Citarum. Lapisan tanah yang tergerus ada di depan mata. Masyarakat petani pula yang menjadi saksi erosi: batu-batu mulai tersingkap.

“Dulu kita menyebutnya batu-batu bertambah besar. Ternyata bukan bertambah besar, tapi lapisan tanah-nya tergerus, sehingga batu-batunya nongol,” Dadang berkisah. Tawanya berderai.

Erosi mengikis lapisan tanah punca (topsoil) yang subur. Tanpa disadari, menipisnya tanah punca membuat lahan merana. Petani kemudian menempuh cara instan lain: menggeber kesuburan dengan pupuk kimia. Butiran tanah jadi mudah lepas. “Tanah di Ciwidey umumnya lempung berpasir. Akhirnya saat kemarau, butiran tanah lepas-lepas,” kata Wawan Hartiwan.

Kala berhembus kencang, angin menghamburkan butiran tanah. “Apalagi sewaktu angin gunung turun, debu berputar-putar ikut terbang,” imbuh Dadang. Selepas kemarau, saat hujan pertama turun, butiran tanah kering dengan mudah tererosi. “Jadi ada dua erosi. Erosi dari angin dan air,” papar Wawan Hartiwan.

Dalam program rehabilitasi lahan, para petani dituntut menata kembali teras-terasnya. Kelompok tani bisa mengusulkan, meren-canakan dan melaksanakan berbagai kegiatan agroforestry. Kelompok juga mengawasi dan mengevalu-asi kegiatan agroforestry-nya. Di setiap kelompok ada tim perencana, tim pelaksana dan tim pengawas. Seluruh kegiatan agroforestry berada di tangan kelompok. Intinya: swakelola oleh kelompok tani.

Anggota kelompok lantas ber-gotong-royong menanam, merawat dan menata terasiring. Pekerjaan terakhir ini yang banyak menyerap tenaga, waktu dan biaya. Dan, sering-kali biaya penataan terasiring selalu tidak cukup.

Untuk menutupi kekurangan biaya, “Kelompok berswadaya. Pemilik lahan misalnya rela tidak dibayar,” ujar Wawan Sutarwan. Dengan demikian, anggota tidak semata mengandalkan dana agroforestry yang dikelola oleh kelompok.

KOLAM AIRSelain tanaman, konservasi tanah dan air di lahan agroforestry juga dilakukan dengan pembuatan kolam-kolam air. Lahan-lahan di Ciwidey sangat rentan kekeringan di musim kemarau. Setelah melewati musim kemarau, saat hujan pertama turun, tanah kering sangat mudah tergerus air.

110 Sungai Citarum

Page 110: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

111Sungai Citarum

Page 111: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

112 Sungai Citarum

Page 112: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENATA TERASMeskipun produktif, pengolahan yang tidak memperhatikan kemiringan lereng dan gundul membuat lahan pertanian berpredikat kritis. Kekritisan lahan ditentukan oleh kemiringan lereng, tebal tanah, vegetasi penutup, dan teras tanam. Hamparan tanah pertanian di lereng curam akan ditanami dengan pola agroforestry (kanan). Seiring dengan penanaman, petani akan menata terasiring yang mengikuti garis kontur lereng (atas).

113Sungai Citarum

Page 113: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PROGRAM rehabilitasi hutan dan lahan mengajak masyarakat petani menjalankan konservasi tanah dan air di hulu DAS Citarum. Program swakelola ini mencakup sub-daerah aliran sungai Ciwidey, Cisangkuy, Cirasea, Ciminyak dan Cihaur.

Itu baru lima dari 8 sub-DAS yang ada di hulu DAS Ciatrum yang membentang 230,8 ribu hektare. Kawasan hulu mencakup wilayah administrasi Bandung, Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang dan sebagian kecil Garut.

Kepala BPDAS Citarum Ciliwung Dodi Susanto menuturkan kawasan hulu memang berkontribusi penting dalam pengelolaan DAS Citarum secara menyeluruh. “Apalagi kondisi hulu cukup memprihatinkan, baik erosi maupun sedimentasinya. Dengan demikian, untuk sementara ini kita berkonsentrasi di wilayah hulu.”

Program agroforestry di lahan masyarakat diharapkan memberikan model pengelolaan daerah aliran sungai di bagian hulu. “Harapannya, bisa menjadi solusi bagi penanganan hulu daerah aliran sungai.”

Fakta di lapangan, Dodi menuturkan, sebagian besar usaha tani dan pemanfaatan lahan tidak memperhatikan konservasi tanah dan air. “Kita tidak antipati terhadap pertanian, tapi bagaimana usaha itu memperhatikan konservasi tanah dan air.”

Program di hulu Citarum juga

berkaitan dengan pembangunan wilayah pedesaan. “Amanat kebijakan nasional adalah pembangunan daerah pinggiran, yang tentu bersentuhan dengan pedesaan. Jadi, fokusnya ke wilayah hulu yang berkontribusi terhadap bagian tengah dan hilir DAS Citarum.”

Skema swakelola program sebenarnya untuk menumbuhkan rasa memiliki. Prinsipnya: pember-dayaan masyarakat. “Keterlibatan masyarakat akan menumbuhkan rasa memiliki, karena agroforestry dilakukan di lahan para petani. Mereka sendiri yang mengelola, mengolah dan menikmati hasilnya.”

Dalam jangka panjang, rehabilitasi berbasis pemberdayaan masyarakat ini menciptakan fondasi bagi pengelolaan DAS di masa datang. “Ke depan, kita tidak akan kerja ekstrakeras dalam membangunmasyarakat dalam pengelolaan DAS.”

Kendati swakelola, BPDAS tetap melakukan pendampingan bagi kelompok tani. “Pemerintah mem-berikan fasillitasi, pelatihan, dan pendampingan. Dan, bahkan ada anggaran untuk setiap kelompok.” Upaya tersebut untuk memacu masyarakat menerapkan konservasi di lahan pertaniannya.

Pendampingan untuk membe- rikan pengetahuan dan teknologi konservasi tanah dan air. “Setelah mereka tahu, lalu mau, dan mampu melakukan usaha tani yang mem-

perhatikan konservasi.”Seluruh anggaran agroforestry

diterima langsung oleh kelompok. “Ini dana pemerintah sehingga kelompok harus bertanggung jawab. Untuk itu, kita juga mendampingi dari aspek administrasi agar akuntabel.” Akuntabilitas itu menyangkut administrasi keuangan dan pelaksa-naan agroforestry di lapangan.

Terakhir, dan amat penting: pen-dampingan kultural. Terlalu lama mengabaikan konservasi, usaha pertanian yang dilakukan petani di hulu DAS Citarum telah dianggap benar. “Padahal belum tentu benar. Pendampingan kultural untuk mengubah pola, perilaku dan persepsi dalam pemanfaatan lahan.”

Itu tidak mudah: petani telah merasakan hasil dari budidaya lahan yang mengabaikan perlindungan tanah dan air. Sayangnya, sering kali inisiatif perubahan pola peman-faatan lahan selalu tidak berterima. Petani khawatir perubahan itu menyebabkan hasil pertanian tak sebanding dengan kebiasaan sebe- lumnya. “Karena itu, tidak mudah mengubah perilaku dan persepsi.”

Pendampingan program rehabi- litasi berlangsung selama tiga tahun. Dalam rentang waktu itu, kelompok diharapkan sudah mandiri dan berkembang. Kelak, saat pohon ber-kayu masak tebang, kelompok akan menanam kembali secara mandiri. “Kalau mandiri dan berkembang, kelompok akan punya siklus tebang.”

PADAT DI HULU Padatnya permukiman mengurangi kemampuan tanah menyerap air. Akibatnya, air permukaan mengalir deras tanpa hambatan menuju Sungai Ciwidey, dan berakhir di Sungai Citarum. Salah satu upaya meningkatkan daya serap tanah adalah membuat sumur resapan di halaman rumah. Selain mengurangi limpasan air permukaan, sumur resapan juga menjaga air tanah di sekitar permukiman.

114 Sungai Citarum

Page 114: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AKSES YANG SULITApi sering melalap lahan-lahan di wilayah pedalaman yang sulit dijang-kau dengan kendaraan. Demi memusnahkan api, pegiat Masyarakat Peduli Api seringkali membawa peralatan dengan segala cara, mulai dengan sepeda motor (kiri), dilanjutkan dengan memboyongnya dengan berjalan kaki (kanan).

115Sungai Citarum

Page 115: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

116 Sungai Citarum

Page 116: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TAHAN, HAMBAT, RESAPDam pengendali dibangun di anak-anak sungai untuk menahan sedimen tanah, namun air tetap mengalir. Sedimentasi menunjukkan terjadinya erosi tanah di wilayah bagian atas (kanan). Sumur resapan di rumah-rumah penduduk memulihkan air tanah bagi keperluan domestik. Idealnya, dalam satu bentangan sub-DAS diperlukan ratusan ribu sumur resapan untuk mengurangi air permukaan.

117Sungai Citarum

Page 117: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

118 Sungai Citarum

Page 118: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

LANGIT BIRU menaungi Situ Cisanti, Desa Tarumajaya, Kertasari, Bandung. Ketua Kelompok Tani Ciakar Lestari, Desa Cihawuk, Ahmad Sudirman melangkah pelan menyusuri tepian danau yang men-jadi simbol hulu Sungai Citarum itu.

Lelaki sepuh ini melewati beberapa pemancing ikan yang sedang heboh mencari posisi terbaik. Rupanya mereka paham: posisi menentukan prestasi memancing. Langkah kaki Ahmad berhenti di situs Petilasan Dipati Ukur—tokoh lokal Priangan yang melawan Sultan Agung dari Mataram.

Ahmad Sudirman yang akrab disapa Abah Alit itu berjumpa dengan juru pelihara situs, Atep Permana. Hari itu, lingkar mata Atep mengembang. “Dari tadi malam belum pulang,” tuturnya.

Semalaman, dia menemani para peziarah yang datang dari Jakarta, Bekasi, Bandung dan daerah lain. “Tadi malam, kan, malam Jum’at Kliwon,” imbuhnya. Bagi sebagian orang, malam Jum’at Kliwon dipandang sakral untuk meraih keberkahan dari Sang Pencipta.

Di tempat yang disebut Pang-siraman ini, arus air menyembur lembut dari dasar mata air. Airnya sebening kristal. Begitu jernih, air Pangsiraman bisa diminum langsung. “Airnya dari dalam tanah, bukan dari permukaan, sehingga jernih,” papar Atep.

Sepokok pohon kihujan yang

roboh sejak 1974 membelah sumber Pangsiraman menjadi dua bagian, kiri dan kanan. Atep menuturkan, kolam bagian kanan untuk perempuan dan yang kiri untuk laki-laki.

Mata air ini juga disebut cikahuripan mastaka Citarum. Atep menjelaskan cikahuripan berarti air kehidupan, dan mastaka berarti hulu. Kurang lebih berarti: air kehidupan dari hulu Citarum.

Makna mastaka sejajar dengan kata mustaka dalam bahasa Jawa. Mustaka berarti kepala, yang bagi masyarakat Jawa kata itu berada pada tataran tertinggi berbahasa.

Mata air ini hanya salah satu dari tujuh sumber yang dipandang sebagai awal mula Sungai Citarum. Air dari tujuh sumber air lantas ditampung di Situ Cisanti. Danau buatan seluas 10 hektare ini dianggap sebagai titik nol Sungai Citarum yang mengalir 297 kilometer.

Menyangkut hulu Citarum, ada perbedaan antara sudut pandang ‘daerah aliran sungai’ dengan ‘badan sungai’. Dari aspek daerah aliran sungai, Citarum menerima air dari puluhan anak sungai di wilayah tangkapan air di hulu, tengah dan hilir.

Dalam konteks pengelolaan DAS, hulu Citarum mencakup dataran tinggi yang mengepung Bandung sampai pintu keluar Waduk Saguling. Bila diperkecil cakupan daerah aliran sungainya,

Situ Cisanti berada di bentangan Sub-DAS Cirasea (atau Sub-DAS Citarum Hulu).

Sementara itu, dalam perspektif ‘badan sungai’, Citarum berarti bentangan pokok aliran sungai dari awal hingga muara. Dengan demikian, dalam konteks badan sungai, secara kasat mata titik nol Citarum berada di Situ Cisanti. Namun secara daerah aliran sungai, hulu Citarum dibentuk oleh anak-anak sungai dari gunung-gunung.

Sayangnya, air Pangsiraman yang bening tak ada lagi jejaknya setelah bercampur dengan air keruh Situ Cisanti. Padahal, tutur Atep, “Para leluhur berdoa agar di sepanjang alirannya, air Citarum bisa diminum langsung seperti di mata air ini.”

Doa leluhur itu bagaikan membaca tengara zaman: seiring waktu Sungai Citarum tak lagi membawa berkah. Setiap hari, Atep membersihkan sampah yang mengendap di dasar situ.

Ahmad Sudirman menuturkan dahulu Situ Cisanti adalah rawa-rawa yang dibentuk dari beberapa mata air. Balai Besar Wilayah Sungai Citarum lantas membangun situ untuk konservasi air. Tujuannya: air tertahan, lalu meresap ke dalam tanah.

Di pintu keluar air situ, Sungai Citarum hanya selebar sekitar 1 meter. Lalu Citarum mengalir turun, membelah desa-desa di Kecamatan Kertasari.

NOL KILOMETERSimbol titik awal Sungai Citarum

berbentuk danau buatan yang disebut Situ Cisanti. Sejumlah mata air

mengisi danau seluas 10 hektare ini, lalu mengalir turun hingga Muara

Gembong, Bekasi, Jawa Barat.

119Sungai Citarum

Page 119: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ALAM CISANTISitu Cisanti dibangun untuk konservasi air di hulu Sungai Citarum. Kawasan ini berada dalam naungan Gunung Wayang yang sebagian hutannya telah menipis. Air yang keluar dari situ hanya selebar 1-2 meter, yang makin ke hilir makin lebar. Kendati secara kasat mata Situ Cisanti dipandang sebagai awal mula Citarum, sungai ini dibentuk oleh puluhan anak-anak sungai yang turun dari dataran tinggi.

ALAM CISANTISitu Cisanti dibangun untuk konservasi air di hulu Sungai Citarum. Kawasan ini berada dalam naungan Gunung Wayang yang sebagian hutannya telah menipis. Air yang keluar dari situ hanya selebar 1-2 meter, yang makin ke hilir makin lebar. Kendati secara kasat mata Situ Cisanti dipandang sebagai awal mula Citarum, sungai ini dibentuk oleh puluhan anak-anak sungai yang turun dari dataran tinggi.

120 Sungai Citarum

Page 120: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto-foto Situ Cisanti

PETA TANPA SKALA

IWAN GUNAWAN-DITJEN BPDASHL

121Sungai Citarum

Page 121: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

BENING PANGSIRAMANMata air Pangsiraman yang sebening kaca ini berada tepat di samping Situ Cisanti. Keteduhan berbaur dengan aura sakral melingkupi mata air yang juga disebut Cikahuripan mastaka Citarum: sumer kehidupan di hulu Citarum. Pamor sebagai hulu Citarum makin mengental karena tempat ini juga dikenal sebagai petilasan Adipati Ukur, seorang tokoh lokal yang memimpin perlawanan terhadap Sultan Agung dari Mataram.

122 Sungai Citarum

Page 122: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AKTIVITAS CISANTIKeteduhan air menarik dua anak menceburkan diri di Situ Cisanti sambil mencari-cari ikan kecil. Banyak orang mendatangi situ ini untuk memancing ikan yang pernah dilepas para tokoh yang mengunjungi Cisanti (atas). Setiap hari, juru pelihara memulungi sampah di Situ Cisanti. Baru di hulu Citarum saja, orang-orang yang tak bertanggung jawab telah abai terhadap kebersihan sungai.

123Sungai Citarum

Page 123: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Baru di wilayah hulu saja, sempadan Citarum telah disesaki hamparan kebun-kebun hortikultura. Ekspansi kebun sayur tak pandang bulu, membentang di segala medan: lereng, punggung, dan kaki bukit.

Setelah dari Situ Cisanti, Ahmad Sudirman mengunjungi kediaman Ketua Kelompok Tani Citarum Mandiri Agus Setiawan di Cibeureum. Rumah Agus berdampingan dengan kebun tomat, wortel dan kentang. Dari halaman rumah Agus, nampak Gunung Papandayan yang megah.

Di bawah naungan Papandayan, rumah-rumah penduduk Kampung Pleret, Cikembang, berkerumun di punggung bukit. Petak-petak kebun hortikultura merambati lereng-lereng Papandayan: cokelat, hijau dan kuning kusam.

Petak yang cokelat adalah lahan yang sedang digarap petani, yang kemudian ditanami sayuran. Tanahnya kosong melompong, tanpa vegetasi tahunan.

Petak lahan yang masih ditumbuhi tanaman hortikultura berwarna hijau segar. Sedangkan petak kuning suram adalah lahan dengan tanaman lama yang disemprot herbisida. Petani tak mau repot membabati tanaman yang telah dipanen.

“Caranya, ya, dengan disemprot herbisida. Tidak hanya tanaman sayur yang mati, tetapi semua tanaman yang ada,” jelas Amang Tarya, sekretaris Kelompok Tani Citarum Mandiri, Desa Cibeureum,

Kertasari. “Luar biasa. Sudah tidak memperhatikan konservasi, petani juga memakai bahan-bahan kimia.”

Lahan-lahan budidaya di Ke-camatan Kertasari menampilkan sisi gelap pertanian yang mengab-aikan kelestarian tanah dan air. Tak menghiraukan bentang alam, para petani mengembangkan hortikultura di segala medan: sempadan sungai, lereng-lereng curam, lembah-lembah. Lahan-lahan pertanian itu didominasi sayuran, tanpa pohon, dan teras yang mengabaikan konservasi.

Tak mudah menghadapi tantangan yang berkembang di Kertasari. “Berat, sangat berat sekali,” ujar Amang. “Di sini, petani menanam sayuran. Mereka tak mau ada pohon yang bisa tumbuh besar dan tinggi.”

Ketua Kelompok Tani Alam Lestari Atang Ruskanda mengim-buhkan, bagi petani-petani yang bermodal, program agroforestry merugikan. “Kenapa? Karena pohon bertajuk bisa mengambil lahan beberapa meter persegi untuk sayuran. Itu kalau kita bicara mencari keuntungan diri-sendiri, tidak memikirkan lingkungan.”

Amang menuturkan, sebagian besar petani belum memahami pentingnya konservasi tanah. “Apalagi sekitar 60 persen petani adalah buruh tani. Karena tidak tahu, ya, seenaknya saja menanam di tanah milik sendiri,” papar Amang.

124 Sungai Citarum

Page 124: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

LAHAN KRITISNyaris tanpa vegetasi tahunan, hamparan lahan hortikultura di Kecamatan Kertasari merambati segala medan kelerengan tanah (kiri). Keadaan diperburuk dengan pembuatan teras yang meloloskan air secepatnya turun ke kaki-kaki bukit (atas). Saat musim hujan, air melaju turun dan tumpah di Sungai Citarum. “Tak hanya air, tapi juga lumpur,” jelas Amang Tarya. Sekali lagi, kendati produktif, kebun-kebun hortikultura ini termasuk lahan kritis, karena fungsi hidrologisnya telah sirna.

125Sungai Citarum

Page 125: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JALAN TENGAHPertanian hortikultura memerlukan ruang tumbuh yang terbuka. Akibatnya, sebagian besar petani enggan menanam pohon di lahannya. Sebagai jalan tengah, pola agroforestry menerapkan penanaman pohon di batas-batas bidang lahan atau ‘jersi’: jejer di sisi lahan (atas). Tanaman keras yang baru berusia setahun sudah terlihat tumbuh menjulang di bentang lahan sayuran di Cibeureum, Kertasari (kanan).

126 Sungai Citarum

Page 126: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kendati tantangan kultural begitu berat, kelompok-kelompok tani di Kertasari yang mengelola agroforestry bersiteguh mengajak petani merehabilitasi lahannya. Sebagai bentuk kompromi, kelompok menanam pohon keras dan kopi di tepi-tepi lahan sayur.

“Pertanian di Kertasari adalah hortikultura. Artinya, penanaman pohon tinggi dan bertajuk ber-tentangan dengan budidaya sayuran. Akhirnya, pohon ditanam di bagian pinggir atau ‘jersi’. Kalau ditanam di tengah, pemilik tanah tidak mau,” Amang mengungkapkan.

Pohon-pohon yang ditanam ada-lah ekualiptus (Eucalyptus deglupta), suren dan kopi. “Di antara pohon berkayu, kita tanami kopi. Jarak dan teknik tanam berbeda-beda setiap anggota kelompok, yang penting dalam satu hektare ada 400 pohon.”

Begitu juga penataan terasiring. Setiap musim tanam, anggota mem-perbaiki teras dan bidang olah yang sesuai dengan konservasi tanah dan air. “Karena mahal dan butuh tenaga, kami menatanya pelan-pelan. Kalau sekaligus ditata semua, berat…. Dananya besar sekali,” ucap Amang.

Perlahan tapi pasti, sekarang teras dan bidang olah anggota kelompok lebih tertata. Hanya saja, lanjut Amang, “Terasiring lahan petani di luar kelompok masih semrawut.”

Pola tanam tumpangsari (agro-forestry) memungkinkan adanya tegakan pohon di lahan sayuran.

Hasilnya pun akan dinikmati oleh pemilik lahan. “Itu yang paling bagus. Hasil kayunya nantinya akan dinikmati oleh pemilik lahan. Petani memang ada yang antusias, ada juga yang masih ragu-ragu karena belum mengerti.”

Wilayah Kertasari berhadapan langsung dengan hulu Sungai Citarum. Konservasi tanah dan air di kawasan ini sangat penting untuk menjaga dan menyelamatkan Citarum. Persoalannya, lahan pertanian milik warga hanya sekitar 20 persen dari luas wilayah kecamatan yang 14.000 hektare. Sebagian besar tata guna lahan Kertasari didominasi kawasan hutan dan perkebunan.

Tidak heran, program agro-forestry BPDAS hanya menyentuh lahan milik yang berpengaruh kecil bagi penyelamatan Citarum. “Meski kecil, lambat-laun akan berpengaruh positif. Saya pikir, tidak semudah membalikkan tangan, tapi bertahap, karena Citarum sudah gawat daru-rat,” sergah Atang.

Meskipun masih tahun pertama, Ahmad Sudirman mengingatkan, agroforestry kelak akan menghijaukan lahan-lahan masyarakat. Dia mene-gaskan upaya rehabilitasi lahan akan terlihat setelah lima tahun ke depan.

127Sungai Citarum

Page 127: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PONDOK KERJAPondok kerja yang berada di lahan petani menjadi pusat aktivitas kelompok tani agroforestry di Cibeureum. Setiap kelompok memiliki pondok kerja untuk pertemuan dan berbagi pengalaman (atas). Pepohonan yang ditanam di tepi lahan mampu tumbuh tinggi. Sejumlah petani Kertasari dengan kesadaran sendiri telah menanam vegetasi berkayu di lahan sayurnya. Program agroforestry memudahkan dan mendukung petani menanam pohon dan buah-buahan sebagai cadangan penghasilan--selain sayuran (kanan).

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto-foto Kertasari, Sub-DAS Cirasea

PETA TANPA SKALA

128 Sungai Citarum

Page 128: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

129Sungai Citarum

Page 129: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

WADUK SAGULINGDaerah tangkapan air Waduk Saguling mencakup seluruh wilayah hulu DAS Citarum, yang terbagi dalam delapan sub-DAS. Sub-DAS terluas adalah Cirasea, lalu Cisangkuy dan Ciminyak. Perlahan-lahan, upaya rehabilitasi lahan kritis di bagian hulu akan melindungi Waduk Saguling dari serbuan sedimentasi.

130 Sungai Citarum

Page 130: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto-foto Waduk Saguling

PETA TANPA SKALA

IWAN GUNAWAN-DITJEN BPDASHL

131Sungai Citarum

Page 131: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JEMBATAN Batujajar bergetar keras saat berbagai kendaraan melintas dan menderu. Di tepi jembatan, para pihak yang peduli Citarum memasang pagar bambu, dengan berbagai imbauan positif. Sayangnya, ada saja yang masih keras kepala: melempar sampah.

Sampah justru bertebaran di luar pagar, beserakan di tepi jalan. Jembatan Batujajar menampilkan pergulatan sengit antara pihak yang peduli dengan yang tak peduli Sungai Citarum. Timbunan sampah menunjukkan perlakuan manusia yang mencampakkan sungai terpan-jang di Jawa Barat itu.

Di bawah jembatan, pada mu-sim basah Oktober 2016, Citarum sedang meluap. Sampah terseret arus, lalu masuk ke Waduk Saguling. Saat musim kering, aliran Citarum menurun drastis. Air yang tinggal sedikit itu pun tak pantas dilihat: hitam dan berbau. Bagian tengah sungai mengering, tanahnya retak-retak.

Keseimbangan telah meninggal-kan Citarum. Saat kemarau, airnya surut; saat hujan, airnya berlimpah ruah. Citarum tersudut di dua titik ekstrem, antara kebanjiran dan kekeringan.

Untuk meningkatkan daya dukungnya, pengelolaan DAS Citarum bertumpu pada rencana pengelolaan DAS terpadu (RPDAST). Untuk itu, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum

Ciliwung memfasilitasi pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk berkoordinasi dalam mengem-bangkan rencana pengelolaan DAS terpadu. Institusi itu macam-ma-cam: Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, badan perencanaan daerah, dinas kehutanan, dan pihak lain.

Peran BPDAS adalah mewadahi inisiatif ataupun program dari instansi lain, yang dituangkan dalam rencana pengelolaan DAS terpadu. Dengan begitu, dalam rencana pengelolaan tercantum rincian program sesuai tugas dan wewenang institusi terkait.

Balai Pengelolaan DAS berperan dalam memfasilitasi perencanaan dan evaluasi. Sementara pelaksana rencana pengelolaan DAS adalah lembaga terkait—semisal pemangku kawasan hutan, kalangan swasta maupun masyarakat. Ringkasnya: rencana pengelolaan DAS terpadu melibatkan semua unsur dan lintas-kabupaten.

“Kita hanya memfasiltasi pihak-pihak lain dalam rencana pengelolaan DAS terpadu,” jelas Dodi Susanto, Kepala BPDAS Cita-rum Ciliwung. “Karena kita bukan pemangku kewenangan, maka pelaksanaan rencana pengelolaan DAS terpadu bersifat koordinatif, dan diselaraskan dengan program pihak lain.”

Rencana pengelolaan terpadu sebenarnya ditandatangani guber-nur, karena DAS Citarum melintasi

beberapa kabupaten-kota. Dengan kata lain, rencana pengelolaan terpadu akan mengikat para pihak di DAS Citarum. Dengan demikian, ungkap Doni, “Bila menyangkut kawasan hutan produksi berarti ada Perhutani; kawasan konservasi ada Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan taman nasional. Secara teknis, semestinya semua pihak mengacu pada RPDAST.”

Secara sepintas, instansi terkait telah merujuk data dari BPDAS. Dalam penyusunan peraturan daerah misalnya, pemerintah daerah merujuk data dan informasi dari BPDAS. “Kita juga berkontribusi menyusun naskah akademik sebagai bahan pembahasan untuk sejumlah peraturan daerah. Kita berusaha melakukan internalisasi pengelo-laan DAS untuk menjadi rujukan bagi instansi lain. Kita roadshow ke pemerintah daerah, agar rencana pengelolaan DAS terpadu diwadahi oleh badan perencanaan daerah.”

Memang tak mudah meme-gang komitmen institusi lain dalam rencana pengelolaan DAS. Rencana pengelolaan belum tentu dipandang bersinggungan dengan program institusi terkait. “Yang kita selalu lakukan adalah internalisasi ke pihak lain. Salah satunya, agar rencana pengelolaan DAS terpadu tercakup dalam tata ruang wilayah melalui badan perencanaan daerah di kabupaten dan provinsi.”

MENGINTAI SAGULINGUsaha berbagai pihak membersih-kan Sungai Citarum sepertinya tak pernah usai. Meski telah dipagari dan bertebaran imbauan, tetap saja ada orang yang melempar sampah di jembatan Batujajar. Titik ini berada tak jauh dari pintu masuk Sungai Citarum ke Waduk Saguling.

132 Sungai Citarum

Page 132: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

133Sungai Citarum

Page 133: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TAK SEIMBANGSaat kemarau, Sungai Citarum berada di titik nadir: airnya surut jauh. Bahkan seorang pencari rumput dapat berjalan di bagian tengah sungai di bawah jembatan Batujajar, kilometer 77 dari hulu. Air yang surut pun tak pantas dilihat: hitam dan berbau (atas). Sementara itu, saat musim hujan, luapan air membanjiri Sungai Citarum dan menyapu timbunan sampah. Setelah memunguti sampah plastik yang laku dijual, Herman mencari ikan di dekat jembatan Batujajar. Sayangnya, ikan terlalu sedikit, sampah terlalu banyak (kanan).

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto kiri dan kanan

PETA TANPA SKALA

134 Sungai Citarum

Page 134: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

135Sungai Citarum

Page 135: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SECARIK pesan singkat dari Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Bandung Achmad Kosasih diterima oleh Wawan Hartiwan. Pesan melalui layanan WhatsApp itu mengabarkan tanah longsor di Sungai Cibintinu, di Parakan Panjang, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Arjasari.

Longsoran menimbun sungai dan membendung aliran air. Kekha-watiran merebak: banjir bandang mengintai kampung Bunisakti, Cihonje, Bobojong, Bojongkoneng, Kasangge, Babakan dan Cibintinu yang merupakan muara Sungai Cisangkuy.

Dua hari kemudian, Kepala Seksi Evaluasi BPDAS Irna Lestyaningsih menyambangi lokasi longsor. Lokasi longsor berada di lahan persawah-an. Kendati sempat membendung sungai, jelas Irna, badan penanggu-langan bencana daerah, dinas peker-jaan umum, aparat dan masyarakat bersama-sama membuka longsoran.

“Sungai sudah lancar kembali,” ucap Irna. Longsor terjadi di tebing persawahan yang tidak berpohon. Nampaknya, aliran sungai menggerus dasar tebing, lalu runtuh.

Sebelum longsor, hujan deras mengguyur kawasan hulu Sungai Cisangkuy itu. “Tanahnya tebal sampai 10 meter dengan lereng tegak lurus. Ya, memang rawan longsor.”

Kendati di sekitarnya telah ditumbuhi pohon dan bambu, tanah yang runtuh itu tidak dinaungi vegetasi.

“Bagian yang longsor belum ada pohonnya, sementara di sekitarnya sudah ada sengon dan bambu,” Irna memaparkan. Dia mendatangi lokasi untuk menganalisis penyebab longsor—ataupun kejadian yang menyangkut konservasi tanah dan air. “Kami menganalisis kejadian longsor dan banjir yang nantinya berkaitan dengan program BPDAS. Setelah menganalisis, kami memberi-kan solusi.”

Cuaca Jawa Barat pada Oktober 2015 memang basah. Hampir setiap hari hujan mengguyur. Badan Me-teorologi Klimatologi dan Geofisika merilis peringatan waspada hujan lebat di Indonesia selama 8-11 Oktober 2016. Dari kondisi atsmos-fer, Badan Meteorologi memantau indikasi munculnya potensi hujan lebat yang disertai petir dan angin kencang di Indonesia.

Hari-hari itu, situs Japan Meterological Agency: jma-net.go.jp, yang rutin menayangkan citra satelit Himawari, menyajikan atmosfer Indonesia. Mendung sering muncul di Samudra Hindia, yang berarak ke utara menaungi Jawa Barat—dan wilayah Indonesia lainnya.

Pada saat musim basah, Citarum menampakkan wajah aslinya. Di wilayah Sapan, Bandung, anak-anak sungai Citarum meluap-luap. Limpasan air permukaan memban-jiri jalan-jalan utama. Sudah begitu, lalu-lintas sangat padat: macet dan banjir.

LAHAN YANG BERUBAHBentangan dinding memagari persawahan di pinggiran Kota Bandung, yang menunjukkan gelagat terjadinya perubahan fungsi lahan. Semakin ekspansifnya bangunan padat telah menutupi tanah terbuka yang berperan menyerap air. Dampaknya: limpasan air permukaan akan membanjiri wilayah kota.

136 Sungai Citarum

Page 136: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

137Sungai Citarum

Page 137: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JALAN JADI SUNGAIBerkurangnya daerah resapan membuat air mencari jalur alirnya sendiri: menggenangi jalan raya. Banjir di jalur Cipatat - Padalarang ini diakibatkan aliran air permukaan dari daerah lebih atas. Air permukaan mengalir deras dari jalanan sempit, lalu tumpah di jalan raya. Daerah resapan di perbukitan karst ini benar-benar habis (atas). Sementara itu, di daerah Sapan, air meluap membanjiri jalan raya yang padat. Wilayah langganan banjir ini menjadi pertemuan beberapa anak sungai sebelum mencapai Sungai Citarum (kanan).

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto kiri Foto kanan

PETA TANPA SKALA

138 Sungai Citarum

Page 138: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

139Sungai Citarum

Page 139: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

140 Sungai Citarum

Page 140: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PEMIKUL JAWA-BALIDipandang terbesar di Asia Tenggara, Pembangkit Listrik Tenaga Air Cirata memiliki konstruksi penghasil setrum di bawah tanah berkapasitas 8x126 Megawatt (MW). Total kapasitas terpasang 1.008 MW dengan produksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh per tahun. Setrum dari Cirata kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra-tinggi ke sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali.

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto-foto Waduk Cirata

PETA TANPA SKALA

141Sungai Citarum

Page 141: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Bandung memang berada di daerah cekungan yang dikelilingi pegunungan. Secara geologi, Bandung ditakdirkan menjadi daerah yang terendam.

Daerah Sapan misalnya, tercakup dalam wilayah rawan banjir yang meliputi Pamengpeuk, Rancaekek, Bale Endah, Majalaya, Ciparay dan Solokan Jeruk. Di sekitar Sapan, ada beberapa anak sungai yang ber-muara di Sungai Citarum: Cikeruh, Cikijing, Cimande, dan Citarik.

Untuk mengurangi banjir, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum akan melakukan menormalisasi anak sungai Cikeruh, Cimande, Cikijing dan Citarum hulu. “Pada tahun 2016 akan dimulai proyek normalisasi empat anak sungai itu. Upaya ini untuk mengatasi banjir di sekitar pabrik tekstil Kahateks, kira-kira di sekitar Rancaekek,” jelas Suwarno, Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumberdaya Air Balai Besar Wilayah Sungai Citarum.

Selama kurun 2015-2020, Balai Besar melakukan sejumlah upaya pengendalian banjir. Selain normalisasi anak sungai, Balai Besar juga dengan membangun kolam retensi di Cieunteung, sekitar Bale Endah. “Kolam penampungan seluas 7 hektare itu dibangun dengan membebaskan lahan pemukiman,” papar Suwarno.

Sementara itu, untuk menga-tasi banjir di Dayeuh Kolot, Balai Besar membangun floodway atau

sodetan yang mengarahkan aliran Cisangkuy ke Sungai Ciranjeng. “Floodway dibangun karena kapa-sitas Cisangkuy sudah tak mampu menampung air dan sedimen. Nantinya hampir 90 persen aliran Cisangkuy masuk ke Ciranjeng. Su- ngai Cibintinu yang longsor itu juga akan masuk Ciranjeng,” Suwarno melanjutkan.

Yang terakhir adalah upaya meningkatkan kapasitas Sungai Citarum: dari debit lima tahunan menjadi dua puluh tahun. Pening-katan kapasitas dilakukan dengan memperdalam Citarum.

Balai Besar juga membangun 266 cekdam sebagai pengendali sedimen di empat kecamatan: Kertasari, Pacet, Arjasari, dan Ciparay. Seluruh upaya itu berlangsung di hulu Citarum; sedangkan di hilir, kewenangan Balai Besar mencakup kawasan Pantai Utara.

Ikhtiar mengatasi banjir dari Balai Besar tersebut melengkapi program agroforestry Balai Pengelo-laan Daerah Aliran Sungai Citarum Ciliwung. Balai Besar berkonsentrasi untuk meloloskan banjir secepatnya, sedangkan BPDAS berupaya menahan air di hulu. Tentu saja, upaya kedua lembaga ini bersinggungan satu sama lain.

Yang berbeda hanya bentuknya. Untuk konservasi air dan tanah, Balai Besar membangun situ, bendungan, dan cekdam agar air meresap ke dalam tanah. Sementara itu, selain

merehabilitasi lahan dengan vegetasi tahunan, BPDAS juga melakukan pendekatan sipil teknis: pembuatan terasiring, dam penahan, rorak, atau-pun galian plat.

Ahmad Sudirman mengingatkan Citarum hanya bisa diselamatkan dengan kerjasama semua pihak. Lelaki yang telah berkiprah sejak gerakan ‘Citarum Bergetar’ pada 1998 itu menegaskan: “Sebenarnya, tidak ada yang jelek dengan berbagai program di DAS Citarum. Hanya saja, pelaksanaan teknis di lapangan harus sungguh-sungguh.”

Dan saat banyak orang mencerca Citarum, dia berani bertaruh: “Sewa saja pesawat, dan lihat dari atas: yang hijau berpohon-pohon itu lahan masyarakat dengan agroforestry,” tutur lelaki yang akrab disapa Abah Alit ini. Dia menegaskan bahwa swakelola agroforestry memberikan kesempatan kepada kelompok untuk serius dalam mengelola dan mengolah lahannya sesuai konservasi air dan tanah.

“Kelompok tani merencanakan, melaksanakan dan mengawasi. Intinya mah, dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat,” paparnya. “Di program agroforestry, kita menanam sendiri, membuat lubang sendiri, membuat ajir sendiri, dan kita merawat sendiri. Ini untuk lingkungan dan tabungan masa depan.”***

142 Sungai Citarum

Page 142: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TERAS CIKAPUNDUNGAnak-anak bermain air di bawah kalimat mutiara dalam bahasa Sunda. Teras Cikapundung memberikan ruang bagi publik untuk menyingkir dari sesaknya Kota Bandung. Jalan raya di atas area ini sangat padat: kendaraan merayap tiada henti. Komunitas Cikapundung mengelola Teras Cikapundung, sembari mendidik pengunjung agar menjaga kebersihan sungai. Sungguh sulit menemukan tempat sampah di lokasi ini. “Ada tempat sampah, tapi tersembunyi. Kita jangan memanjakan masyarakat,” kata Sugiatno, Ketua Komunitas Cikapundung. Maksudnya, biar pengunjung menyimpan sendiri sampahnya.

143Sungai Citarum

Page 143: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Momentum di Hulu Citarum

Macan tutul itu berjalan santai di belantara Cagar Alam Gunung Tilu. Bercak-bercak hitam di tubuhnya menyamarkan keberadaan satwa pemangsa ini. Dari sebingkai foto, terlihat satwa bernama ilmiah Pan-thera pardus melas itu hidup liar di Gunung Tilu.

Untuk mengamati binatang liar ini tak gampang. Karena itu, peneliti memasang jebakan kamera untuk mengintai sang pemangsa. Survei macan tutul itu sebagai bagian dari upaya meneliti keragaman hayati di kawasan konservasi di hulu Daerah Aliran Sungai Citarum. Tujuannya: memperbaharui data dasar spesies: tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna, serangga dan biota aquatik.

Data itu penting bagi Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat dan Balai Besar Taman Nasi-onal Gunung Gede Pangrango dalam mengelola kawasannya, yang menjadi hulu DAS Citarum. Hutan pegunung an di hulu Citarum yang berstatus sebagai kawasan konservasi adalah benteng terakhir bagi habitat macan tutul. Tepatnya: kawasan konservasi menjadi tempat perlindungan terakhir bagi mangsa macan tutul.

RELIK HUTAN PEGUNUNGANKawasan konservasi di hulu DAS Citarum menopang kehidupan satwa liar endemik Jawa Barat. Salah satunya owa jawa yang hidup liar di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (kanan). Primata penjelajah tajuk ini sangat tergantung pada pohon-pohon tinggi untuk memulung buah-buahan, berlindung, dan mencari pasangan hidup.

144 Sungai Citarum

Page 144: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

145Sungai Citarum

Page 145: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kawasan konservasi memberi ruang hidup bagi kijang, babi, monyet dan satwa lain, yang menjadi mangsa macan tutul. Kawasan konservasi, yang juga hulu DAS Citarum, adalah areal penting untuk mendukung kehidupan macan tutul—satu-satunya pemangsa kelas wahid di Pulau Jawa, setelah harimau jawa punah.

Penelitian macan tutul merupa-kan salah satu kegiatan dalam pro-gram Citarum Watershed Manage-ment and Biodiversity Conservation (CWMBC), yang menjadi bagian dari Integrated Citarum Water Resources Management and Invest-ment Program (ICWRMIP).

Sejak 2006, pemerintah mengem-bangkan Citarum Roadmap: sebuah rancangan strategis yang berisi program untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya air dan memulihkan Citarum. Di dalam Ci-tarum Roadmap tercantum Integrated Citarum Water Resources Manage-ment and Investment Program (ICWRMIP). Visinya: Pemerintah dan masyarakat bekerja bersama demi terciptanya sungai yang bersih, sehat dan produktif, serta membawa manfaat berkesinambungan bagi seluruh masyarakat di Citarum.

Ada enam lembaga yang terlibat dalam tahap pertama program ICWRMIP: Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan.Di dalam ICWRMIP tahap perta-

ma itulah terdapat program Pengelo-laan Daerah Aliran Sungai Citarum dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (CWMBC) dengan dukung-an dana hibah Global Environment Facility, yang dikelola oleh Asian Development Bank.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esen-sial, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, mengemban mandat pelaksanaan CWMBC. Program ini untuk men-dukung manfaat lingkungan secara global bagi konservasi keragaman hayati di kawasan konservasi di DAS Citarum. Selain melindungi relik ekosistem hutan hujan pegunungan Pulau Jawa, kawasan konservasi di wilayah hulu menjadi bagian inte-gral dari sistem pengelolaan DAS Citarum.

Hubungan erat antara konserva-si keanekaragaman hayati dengan daerah tangkapan air terlihat dari banyaknya anak-anak sungai yang berhulu di kawasan konservasi. Delapan kawasan konservasi yang berada di DAS Citarum memiliki fungsi yang berbeda: cagar alam, taman wisata alam, taman buru, dan taman nasional. Upaya pelestarian di kawasan konservasi, dengan demikian, juga berarti melindungi wilayah hulu Citarum.

Selama 2013 sampai 2015, empat

komponen CWMBC bergerak serentak di kawasan konservasi kelolaan Balai Besar KSDA dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Komponen 1 mengkaji kekayaan hayati, memetakan habitat, dan mengembangkan sistem informasi geografis. Hasil akhirnya: men-dukung perencanaan pengelolaan kawasan konservasi.

Kemudian Komponen 2 untuk mengembangkan model restorasi ekosistem di kawasan konservasi. Sementara itu, Komponen 3 akan mengkaji berbagai jasa lingkungan kawasan konservasi: air, udara, wisata, karbon hingga nilai penting dataran tinggi sebagai lokasi sarana komunikasi. Dari seluruh potensi itu, Komponen 3 berfokus pada jasa lingkungan air, dengan mengem-bangkan pendanaan bagi konservasi melalui imbal jasa lingkungan.

Dan terakhir, Komponen 4 sebagai upaya mengarusutamakan konservasi keanekaragaman hayati di lansekap produksi. Komponen ini mengajak masyarakat dan pemerintah daerah dalam mendukung konservasi keragaman hayati. Komponen 4 mengembang-kan Model Desa Konservasi sebagai ujung tombak gerakan pelestarian flora-fauna.

TATAPAN OWAHutan konservasi di Cagar Alam Gunung Tilu kerap menjadi lokasi pelepasliaran owa jawa. Untuk memu-lihkan populasi primata ini, sejumlah lembaga swadaya masyarakat rutin melepasliarkan owa jawa di kawasan konservasi di hulu DAS Citarum.

146 Sungai Citarum

Page 146: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

147Sungai Citarum

Page 147: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

IMBAL JASAKawasan konservasi menopang permukiman yang berkembang di dataran lebih rendah. Wilayah padat ini (atas) memanfaatkan air yang mengalir dari Taman Buru Masigit Kareumbi. Skema pendanaan imbal jasa lingkungan air membuka peluang bagi komunitas di hilir untuk bersumbangsih dalam konservasi keragaman hayati. Aliran air dari Masigit Kareumbi juga memasok perairan bagi lahan-lahan pertanian di wilayah yang lebih rendah (kanan).

148 Sungai Citarum

Page 148: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AIR BURANGRANGCagar Alam Gunung Burangrang menjaga daerah resapan air yang menghidupi desa-desa di sekitarnya. Mata air yang terjaga juga menyokong pengairan lahan pertanian di sekitar Gunung Burangrang. Jasa ekosistem dari kawasan konservasi ini telah disadari oleh warga Cihanjawar yang berdiam di kaki Gunung Burangrang.

149Sungai Citarum

Page 149: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MELALUI empat komponen terse-but, CWMBC meletakkan fondasi bagi integrasi para pihak dalam pemulihan hulu DAS Citarum. Intinya: upaya konservasi di hulu Citarum bukan semata kewajiban Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pan-grango—pihak pengelola kawasan konservasi di hulu Citarum—tapi juga menjadi tanggung jawab para pihak terkait: masyarakat, swasta, pemerintah daerah.

Harapan itu memang tidak terlalu istimewa, karena hampir semua program konservasi selalu menuju ke arah itu. Namun CWMBC punya pembeda: harapan berada di pemba-ngunan wilayah desa.

Salah satu kegiatan program CWMBC yang berkontribusi bagi pembangunan wilayah adalah model desa konservasi (MDK) di 13 desa sekitar kawasan konservasi. Ini sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan berwawasan lingkun-gan.

Tujuan pengembangan MDK: agar pembangunan wilayah sesuai dengan wawasan lingkungan, yang dapat mendukung konservasi keane-karagaman hayati.

Dengan begitu, partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam pengelolaan kawasan konservasi. Peran aktif masyarakat juga sekaligus memunculkan agen perubahan di

tingkat lokal. Untuk itu, dibutuhkan terobosan: meningkatkan kese-jahteraan sembari menumbuhkan perubahan perilaku untuk melestari-kan keanekaragaman hayati.

Untuk memberikan contoh bagi desa lain dalam pembangu-nan yang berwawasan lingkungan, CWMBC mengembangkan model desa konservasi (MDK). Harapan-nya, setelah program tuntas, MDK bersama seluruh investasi sosialnya akan dihantarkan kepada pemerin-tah daerah. Ini mengingat desa-desa di seputar kawasan konservasi di bawah kendali pemerintah daerah.

Program CWMBC mengem-bangkan ekonomi alternatif untuk menggeser mata pencaharian mas-yarakat yang masih tergantung pada sumber daya di kawasan konservasi. Sejak awal program, Balai Besar KSDA telah menjalin kesepahaman dengan empat kabupaten: Sumedang, Bandung Barat, Subang, dan Purwa-karta.

Inti kesepahaman: pengembangan model desa konservasi akan dikawal selama 5 tahun. Selama kurun itu, diharapkan MDK telah mampu mandiri. Untuk tiga tahun pertama, Balai Besar KSDA akan menga-wal MDK dengan dukungan dana CWMBC, dan dua tahun kemudian dilanjutkan pemerintah daerah dengan anggaran daerah.

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa Jawa Barat misalnya mengapresiasi program

MDK sebagai peluang untuk pembangunan desa yang ramah lingkungan. Dengan melanjutkan kegiatan MDK akan mempermu-dah pendanaan dan lebih efektif. Desa-desa dengan kelompok MDK bisa mengembangkan ekonomi yang berbasis lingkungan, mengingat CWMBC telah meletakkan fondasi ekonomi alternatif.

Sumbangan pemikiran juga diberikan oleh pihak swasta yang berkecimpung di DAS Citarum. Salah satunya adalah saran perlunya memadukan CWMBC dengan program lain di DAS Citarum. Selain untuk mencegah kegiatan berbagai pihak berjalan sendiri, integrasi program juga akan mem-perbesar dampak positif dari seluruh upaya pemulihan Citarum.

EKONOMI ALTERNATIFUntuk mengurangi tekanan terhadap kawasan konservasi, program CWMBC mengembangkan ekonomi alternatif di lanskap produksi (kiri-kanan). Upaya ini dibarengi dengan mengaitkan usaha ekonomi alternartif dengan pihak-pihak terkait untuk membangun jaringan pemasaran. Berkembangnya ekonomi ini akan melahirkan kader-kader konservasi.

150 Sungai Citarum

Page 150: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

151Sungai Citarum

Page 151: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

152 Sungai Citarum

Page 152: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KONTRIBUSI CWMBC di lanskap produksi di sekitar kawasan konser-vasi sangat berkaitan erat dengan pembangunan pedesaan. Selama pengembangan MDK, akhirnya, dirasakan perlu untuk memfasilitasi penyusunan rencana induk atau masterplan MDK. Kini, telah ada rencana induk MDK di 13 desa sebagai rujukan bagi kegiatan pem-bangunan di desa.

Dokumen ini berisi rencana kegiatan pembangunan desa yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Citarum dan kawasan konservasi. Seiring diterapkannya Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, rencana induk tersebut diharapkan dapat menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Rencana induk itu sekaligus sebagai wujud komitmen jangka panjang dalam pengem-bangan MDK, yang berisi arahan program pengelolaan hulu DAS Citarum.

Pengembangan MDK juga mengajak kader konservasi untuk merancang tata ruang desa, untuk menyelaraskan pembangunan desa dengan tata ruang kawasan hutan. Selama ini disadari bahwa kawasan konservasi rentan terhadap perkem-bangan pembangunan yang tidak diimbangi dengan perencanaan tata ruang pedesaan. Alhasil, pembangu-nan desa menjadi tidak beraturan, yang akan mengganggu kemantapan kawasan konservasi.

Dari perspektif peningkatan kapasitas, masyarakat yang tergabung dalam MDK telah memiliki bekal dalam menginventarisasi potensi dan ruang desa. Modal soft skill inilah yang diharapkan memberikan sum-bangsih bagi RPJMDes, manakala ada kader konservasi yang menjadi anggota tim penyusun rencana desa.

Tanpa hendak jemawa, desa-desa MDK sejatinya selangkah lebih maju ketimbang desa yang lain. Setidaknya, MDK telah membekali anggotanya, yang juga kader konservasi, dengan kapasitas pembuatan rencana tata ruang, pemetaaan potensi dan identifikasi masalah; penyusunan rencana induk MDK; usaha alternatif sebagai bentuk pengem-bangan kapasitas masyarakat.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa sangat berkaitan dengan tata ruang desa. Sementara pada tataran yang lebih tinggi, tata ruang desa harus sejalan dengan RTRW kabupaten. Dan, RTRW kabupaten bisa disahkan, jika sesuai dengan tata ruang Kehutanan.

Dalam RTRW kabupaten, pedesaan menjadi salah satu kawasan yang perlu dikembangkan, karena desa punya sumber daya yang menjadi energi pembangunan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan pengembangan pedesaan tak kalah penting dibandingkan dengan perko-taan.

RESTORASI EKOSISTEMProgram CWMBC menggelar

pemulihan ekosistem di kawasan konservasi. Upaya pemulihan ini

disertai dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan.

Berbeda dengan reboisasi pada umumnya, restorasi memerlukan pengetahuan tentang kondisi asli

ekosistem setempat.

153Sungai Citarum

Page 153: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Pembangunan desa secara terpadu ditujukan untuk mewu-judkan penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional yang aman, produktif, dan berkelanjutan. Da-lam Undang-Undang Penataan Ruang juga disebutkan arah dan tujuan penataan ruang kawasan pedesaan, yakni: pemberdayaan masyarakat desa; mempertahankan mutu lingkungan dan wilayah yang didukungnya; konservasi sumber daya alam; pelestarian warisan budaya lokal; pertahanan kawasan lahan pertanian untuk ketahanan pangan; dan penjagaan keseimbangan pembangunan desa-kota

Dengan penalaran seperti itu, rencana tata ruang desa tidak akan bertubrukan dengan kawasan hutan. (Misalnya saja, pengembangan pertanian di wilayah desa tidak akan dilakukan di kawasan hutan—sehingga mencegah perambahan hutan.) Seturut Undang-undang Desa, pemerintah desa berwenang menyusun tata ruang desa sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam forum peny-usunan rencana tata ruang desa ini, kader-kader konservasi MDK akan memberikan pandangan inovatif dan kreatif bagi pembangunan desa sesuai budaya konservasi.

Salah satu titik awal pengem-bangan desa berbudaya konservasi adalah dengan memasukkan tata ruang kehutanan dalam tata ruang desa. Berbekal tata ruang dan poten-

si sumber daya alamnya, pemerintah desa akan menentukan arah pemba-ngunannya dalam RPJMDes.

Secara sederhana, definisi desa berbudaya konservasi adalah desa yang wilayah administrasinya berada di hulu DAS Citarum dan menyelenggarakan pembangunan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi. Tujuannya: mendorong masyarakat desa melestarikan eko-sistem secara sistematis dan jangka panjang melalui integrasi upaya konservasi dalam rencana pemba-ngunan desa

Secara umum ada beberapa kriteria untuk desa berbudaya konservasi. Pertama, kriteria lokasi: seluruh atau sebagian wilayah administrasi desa berada di hulu DAS Citarum. Indikator kriteria lokasi dapat dilihat di peta wilayah administrasi desa dan peta DAS Citarum.

Kedua, kriteria pembangunan, yang tecermin dalam pembangunan desa yang menerapkan kaidah konservasi dalam pembangunan desa. Untuk kriteria ini terdapat beberapa indikator: a. tata ruang desa sejalan dengan RTRW kabu-paten, terutama memperhatikan norma kawasan lindung; b. RPJM-Des memuat program dan kegiatan konservasi dan lingkungan, dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) setiap tahun selalu memasukkan program dan kegiatan konservasi atau pelestarian ling- kungan; c. Dalam struktur kelem-

bagaan desa ada Unit Kerja Desa yang menangani urusan konservasi dan lingkungan.

Pemerintah desa dengan RP-JMDes bisa menuntun pihak-pihak lain, baik dari instansi pemerintah maupun swasta, yang hendak men-dukung pembangunan desa. Misal-nya saja, bantuan dari dinas terkait harus sesuai dengan kegiatan dan program yang tercantum di dalam RPJMDes.

Selain membantu keefektifan program, RPJMDes akan mencair-kan egosektoral pihak-pihak terkait dalam mendukung pembangunan desa. Bila selama ini program-pro-gram dari instansi terkait—sepeti dinas pertanian, kementerian dan sebagainya—bersifat sektoral dan tidak sesuai potensi desa, ke depan pemerintah desa bisa menggunakan RPJMDes sebagai alat tawar bagi dukungan program dari pihak lain. Tujuannya, agar program dari pihak eksternal sesuai dengan potensi dan tata ruang yang tertuang dalam RPJMDes.

Dalam jangka panjang, dengan demikian pembangunan desa pasti akan mencakup konservasi keane-karagaman hayati. Pada saat yang sama, pembangunan desa yang sesuai kaidah konservasi akan men-dorong pengelola kawasan konser-vasi untuk membangkitkan personel di lapangan.

Seluruh insentif dari pengelola kawasan konservasi—juga penge

154 Sungai Citarum

Page 154: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TEPI BATASTantangan telah menghadang di tepi

batas kawasan konservasi: berkem-bangnya pertanian hortikultura.

Artinya, upaya penyelamatan DAS Citarum memerlukan sinergi dari

banyak pihak terkait sesuai kapasitas dan kewenangannya. Pelestarian tak

akan efektif tanpa sumbangsih dari pihak lain dalam menjaga keutuhan

fungsi kawasan konservasi.

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto kiri

PETA TANPA SKALA

155Sungai Citarum

Page 155: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

lola hutan lindung, hutan produksi, dan lain-lain—untuk melibatkan masyarakat sekitarnya yang seturut dengan RPJMDes. Peruntukan lahan pertanian, permukiman dan kehutanan menja-di lebih tegas, sekaligus cair, dengan adanya tata ruang desa. Wilayah desa di dalam kawasan hutan, atau sebaliknya, kawasan hutan yang ber-batasan dengan desa, dapat diman-faatkan sebagai arah dan panduan bagi dukungan pemberdayaan dari sektor kehutanan bagi pembangunan desa. (Tidak harus untuk kawasan konservasi, namun juga kawasan hutan yang lain. Misalnya saja, hutan tanaman rakyat, hutan desa, ataupun hutan kemasyarakatan.) Perspektif tersebut akan membuka peluang bagi pendekatan menyeluruh dalam pembangunan pedesaan dan pengembangan program kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (Seperti misalnya, pembinaan mas-yarakat di desa penyangga kawasan konservasi dapat dengan mudah dilakukan dengan merujuk RPJM-Des.) Pun, dengan adanya RPJMDes, upaya konservasi keragaman hayati tidak terpaku berdasarkan pendeka-tan kaku, tetapi mengacu pada modal spasial dan modal alam desa. Pendekatan akan lebih terbuka dan lentur. Semisal, program kehutanan bisa mewadahi sumber daya pertanian, permukiman, teknologi setempat

ataupun pola wanatani lainnya, yang dikenali masyarakat setempat. Program CWMBC memberi sumbangan bermakna bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam melakukan pendekatan bagi pengembangan desa-desa di sekitar kawasan hutan. Undang-undang Desa mengajak Kementerian untuk memakai pendekatan yang menimbang pengelolaan kawasan hutan seturut bentang alam dan keragaman tata guna lahan. Pendekatan insentif bisa diberikan kepada desa-desa yang mengadopsi kaidah konservasi dalam RPJMDes dan kegiatan pedesaan setiap tahun. Sebaliknya, pendekatan disinsentif dikedepankan bagi desa yang abai terhadap kaidah konservasi. Kaidah konservasi sebenarnya kemestian dalam pembangunan desa. Tanpa perlu kampanye berlebihan, masyarakat telah menyadari bahwa wilayah desa berdampingan dengan hutan konservasi—dan kawawan hutan yang lain. Pemahaman dan pengenalan tata ruang yang lebih baik dan rinci itulah yang akan membuka inovasi dalam pembangunan wilayah.***

MOMENTUM DI HULU CITARUM adalah ringkasan dari MASTAKA CITARUM, Sekumpulan Cerita dalam Upaya Melestarikan Hulu Citarum-Cita-rum Watershed Management and Biodiversity Conservation. Penulis: Agus Prijono, Editor: Robi Royana dan Murlan Dameria Pane. Balai Besar Kon-servasi Sumberdaya Alam Jawa Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-Asian Develop-ment Bank. 2015.

SENJA TANGKUBAN PARAHULapisan kabut mengaburkan pendar sinar matahari di Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu. Setiap tahun, kawasan ini menghasilkan pendapatan negara bukan pajak miliaran rupiah. Di sisi lain, kawasan ini juga rentan: banyaknya pengunjung mengancam keaslian ekosistem Tangkuban Parahu. Tantangannya, tentu saja, menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dengan konservasi.

S A M U D R A H I N D I A

J A W A B A R A T

B A N T E N

JAKARTA

DAS Citarum

L A U T J A W A U

Foto kanan

PETA TANPA SKALA

156 Sungai Citarum

Page 156: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

157Sungai Citarum

Page 157: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

GERAKAN PENYELAMATAN Presiden Joko Widodo menyatakan dua hal penting yang diwariskan kepada anak cucu: ilmu pengetahuan dan kelestarian alam. Didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Presiden Joko Widodo mengawali Gerakan Nasional Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar di Pulau Karya, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Gerakan ini ditandai dengan melepasliarkan empat penyu sisik dan 200 ekor tukik penyu sisik, serta tiga ekor burung elang bondol yang merupakan lambang Pemerintah DKI Jakarta dan 250 ekor burung jenis lain yang memiliki habitat di Kepulauan Seribu.

TEMPO/ADITIA NOVIANSYAH

Page 158: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KONSERVASI SPESIES TERANCAM PUNAH

Sebagai negeri yang bergelimang keanekaragaman hayati, Indonesia menyadari beban moral dari generasi mendatang. Tantangannya, beban moral itu membentang dari Sabang sampai Merauke: melestarikan ribuan spesies flora-fauna. Beban itu makin terasa mendesak utamanya menyangkut nasib 25 spesies yang terancam punah.

Kementerian menerjemahkan tanggung jawab itu dalam bentuk kebijakan dan upaya meningkatkan populasinya di alam liar. Daftarnya lumayan panjang. Mereka adalah harimau, gajah, badak sumatera, orangutan kalimantan, orangutan sumatera, banteng, owa, bekantan, komodo, jalak bali, maleo, babirusa, anoa, elang jawa, kakatua jambul kuning, macan tutul, rusa bawean, surili, tarsius, monyet hitam sulawesi, julang sumba, kasturi tengkuk ungu, penyu laut, kanguru pohon dan celepuk rinjani.

Menjaga mereka berarti memastikan generasi mendatang memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjumpainya dibandingkan dengan generasi saat ini. Informasi dari berbagai tapak, di mana spesies tersebut hidup, menunjukkan bahwa persoalan kelangkaan suatu spesies sejatinya tak hanya soal ketiadaan sumberdaya di habitatnya. Tantangan lain justru berasal dari luar habitat: tingginya permintaan pasar gelap terhadap spesies langka.

Kelangkaan agaknya seperti buah simalakama: makin langka, permintaan makin tinggi. Dari sinilah muncul kreativitas: kelangkaan spesies yang membuka peluang ekonomi. Salah satunya ada di Taman Nasional Bali Barat, dengan dua tujuan kembar: memulihkan populasi si jalak bali di alam, sambil meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.

Page 159: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Merawat Kukila Dewata

Setiap curik bali yang hidup hari ini adalah harapan bagi masa depan. Di tanah terakhirnya, Balai Taman Nasional Bali Barat terus berpacu dengan waktu memulihkan populasinya. Terciptalah inovasi: mengajak masyarakat

dalam pelestarian jalak bali. Di luar habitatnya, burung yang suka membusungkan dada ini menghidupi banyak penangkar.

160 Curik Bali

Page 160: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SARAPAN YANG TERTUNDAPada pagi yang ceria, seekor curik bali lepasan mengintip kelabang yang merambat di pohon gebang. Kelabang yang besar membuat si curik berpikir seribu kali untuk menyergapnya. Untuk kali ini, binatang beruas ini luput dari menu sarapan si curik.

161Curik Bali

Page 161: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Pelestarian di Tanah Terakhir

Kawanan curik bali itu beterbangan dari sudut ke sudut kandang. Kendati di dalam sangkar, burung-burung muda itu berkelebat cekatan. Sayapnya merentang seputih kapas. Jambulnya menjuntai bergetar. Selarik garis biru melintang di matanya yang teduh. Delapan burung di kandang sapih di Resor Pembinaan Populasi Jalak Bali, Taman Nasional Bali Barat, itu sedang belajar hidup berkelompok. Gerak-geriknya serempak-seirama. Hari itu, dalam hawa yang menin-dih, Pengendali Ekosistem Hutan Hery Kusumanegara menyambangi kumpulan burung endemik Pulau Bali itu. Sangkar itu berisi burung berumur lima bulan, dan dipisahkan dari induknya. Sejak semuda itu, mereka telah dilatih untuk hidup berkelompok. “Syukur lagi kalau bisa berjodoh dan berpasangan,” kata Hery, menyiratkan harapan bagi kehidupan si jalak di masa datang. Kebiasaan itu meniru perilaku curik bali di alam liar yang suka hidup dalam kawanan. Bila telah berkelompok dan berpasangan, mereka akan lebih mudah dilepas ke alam bebas. Kelak, mereka akan hidup berkelompok di alam liar.

KAWANAN PENUH HARAPANBertengger serempak di kandang sapih, burung-burung muda ini bakal dilepas-liarkan pada waktunya.Aktivitas pembiakan terus berlanjut untuk memulihkan populasi curik bali di alam Bali Barat.

162 Curik Bali

Page 162: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

163Curik Bali

Page 163: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

WISATA KONSERVASISatu keluarga mengunjungi Resor Pembinaan Populasi Jalak Bali di Tegal Bunder. “Biar anak-anak tahu jalak bali,” kata sang ayah. Selain untuk pendidikan dan penyadaran, resor membuka akses kunjungan untuk melatih jalak bali yang akan dilepas tidak kaget dengan kehadiran manusia.

164 Curik Bali

Page 164: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Tepat di sebelah sangkar sapih, menjulang kandang pra-pele-pasliaran. Di kurungan setinggi 20, selebar 8 x 8 meter, itu curik bali dibiasakan mencari pakan secara alami. Sepokok pohon asam jawa tumbuh rimbun di dalam kandang. Pohon inilah yang menyediakan ulat, menu alami favorit curik bali. Ia akan menjelajahi ranting, cabang, dan dahan untuk menemukan ulat, lalu menelannya bulat-bulat. Kandang pra-pelepasliaran nampak senyap: 21 curik rupanya bersembunyi di balik keteduhan asam jawa. Pohon ini sudah lama tumbuh, baru kemudian Balai Taman Nasional mendirikan kandang pra-pelepasliaran.“Jadi tidak harus pohon asam jawa,” ucap Hery. Ringkasnya, dari sangkar pra-pelepasliaran, curik bali dilatih memahami lingkungan Bali Barat.“Ia akan mengenali suhu, sumber pakan alami, dan para pemangsanya.” Burung pemangsa, seperti elang, kerap berputar-putar di angkasa Tegal Bunder. “Ular dan kera ekor panjang juga biasa datang, sehingga jalak bali memahami pemangsanya di alam. Kalau ada bahaya, meski di dalam kandang, jalak bali sudah biasa bersuara waspada. Itu perilaku penting untuk bertahan hidup di alam. ”Dari kandang pra-pele-pasliaran, saat akan dilepas, si curik akan dipindahkan ke kandang habituasi di lokasi peliaran. Ia akan beradaptasi dengan alam yang

sesungguhnya selama 1 – 2 bulan. Selain kandang sapih dan pra-pelepasliaran, juga terdapat kandang biak yang berisi induk curik bali. Tak kurang ada 37 kandang biak dengan satu kandang berisi sepasang induk. Curik termuda lahir pada pekan pertama Februari 2016, dengan nomor cincin registrasi TNBB 0696. Setelah berusia 14 hari, anakan akan dirawat oleh pereksa satwa. Sekitar dua minggu kemudian, anakan sudah mampu terbang. Dan setelah dipasangi cincin registrasi di kakinya, burung-burung muda akan dipindahkan ke kandang sapih. Cincin registrasi sebagai tanda bahwa si burung adalah hasil pe-nangkaran. “Bukan hasil penang-kapan di alam liar. Kode cincin registrasi: TNBB berarti Taman Nasional Bali Barat, dengan nomor seri yang sudah sampai 696. Yang berarti kita sudah menghasilkan 696 anakan—sejak 1995,” papar Hery. Setelah diberi cincin registrasi, saat akan dibebaskan, burung ditandai dengan ‘cincin nama’ sesuai lokasi pelepasan.

165Curik Bali

Page 165: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PROSES PANJANG di penangkaran itu untuk membangkitkan kembali populasi curik bali di Bali Barat. “Kita punya target memulihkan populasi jalak bali seperti pada era 1970-an. Saat itu ada sekitar 130 ekor di alam. Jumlah itu menjadi acuan untuk memulihkan populasi,” ungkap Hery. Salah satu strategi pemulihan: pengelolaan penangkaran untuk meningkatkan jumlah curik yang akan dilepasliarkan. Agar produktif menghasilkan anakan, pereksa satwa menerapkan aneka menu pakan yang bermutu. Semenjak umur 14 hari, pereksa satwa akan merawat dengan menyuapi si piyik atau anak burung. Setiap ada telur yang menetas—atau yang mati, petugas akan men-catatnya di buku harian. Catatan ini modal penting untuk mengisi buku silsilah (studbook) setiap piyik yang lahir. Data silsilah nenek moyang ini untuk menjaga keanekaragaman genetik jalak bali yang dilepasliar-kan. “Itu juga untuk mencegah per-kawinan sedarah, baik di kandang biak maupun di alam. Kalau terjadi kawin sedarah bisa bahaya.” Keragaman genetik dalam populasi yang kecil memang cenderung rendah. Akibatnya, peluang perkawinan sekerabat makin tinggi (inbreeding). Individu disebut sekerabat bila berasal dari moyang yang sama dalam rentang empat sampai enam generasi pertama dari silsilahnya. Keragaman genetik

yang rendah biasanya terlihat dalam fisiologi dan fisik yang abnormal, misalnya cacat sperma.“Itu yang ingin kita hindari,” Hery menegaskan. Dalam kurun 2013 sampai 2017, setiap tahun Balai Taman Nasional bertekad melepas minimal 40 ekor atau 20 pasang jalak bali ke alam bebas. “Itu amanat Rencana Induk Pemulihan Populasi Curik Bali. Namun, selama ini kita baru bisa melepas 20 ekor atau 10 pasang. Kita sebenarnya ingin ada pihak lain yang berpartisipasi melepaskan jalak bali. Harapannya, sisa yang 20 ekor berasal dari pihak lain.” Selain memulihkan populasi, curik bali dari para penangkar lain juga untuk memperbaiki keragaman genetik. Selama ini telah banyak pihak yang berkecimpung dalam penangkaran jalak bali. Ada Aso-siasi Pelestari Curik Bali (APCB), ada Kelompok ‘Manuk Jegeg’, dan lembaga konservasi. “Selama ini yang dari luar Taman Nasional baru APCB, yang memang mewadahi dan memfasilitasi pelepasliaran. Jadi, dari para penangkar tidak langsung diberikan kepada Balai Taman Na-sional, tapi ditampung APCB, baru dilepasliarkan.” Produksi piyik di Tegal Bunder sebenarnya bisa lebih dari 20 ekor setiap tahun. Hanya saja, kata Hery, bila seluruh anakan dilepas, kelak tidak ada regenarasi indukan di kandang biak. Dengan masa biak hanya delapan tahun, cadangan bibit

166 Curik Bali

Page 166: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

indukan sangat penting untuk men-jaga keberlangsungan generasi baru. Dengan demikian, sebagian anakan di Resor Pembinaan Populasi Jalak Bali disiapkan untuk menggantikan induk yang telah melewati masa subur. Pemilihan bakal induk mesti merunut kembali jejak leluhurnya. Bila nenek moyangnya produktif, keturunannya akan dijadikan bibit baru. Selain itu juga mesti menim-bang bakal induk tidak berasal dari satu garis keturunan. “Kalau satu garis keturunan, nanti produktivi-tasnya biasa-biasa saja. Dan hal itu bisa dilihat di buku silsilah (stud-book). Jadi, data silsilah ini sangat penting.”

IKHTIAR TIADA HENTICurik muda ini dipasangi cincin

registrasi sebagai tanda ia lahir di penangkaran (kiri). Cincin terbuka inilah yang dipasangkan pada kaki

curik bali lepasan di Bali Barat (tengah). Curik bali menyantap

pisang di kandang pikat, dengan sepasang cincin registrasi dan

cincin nama sesuai lokasi pelepasan (kanan).

167Curik Bali

Page 167: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SEPASANG PEMIKATSepasang curik bali menghuni kandang pikat untuk menarik kerabat-nya yang hidup bebas di luar sangkar. Kandang pikat ini salah satu teknik dalam pelepasliaran soft release. Selain memudahan pemantauan, kandang pikat juga untuk mencegah curik bali lepasan berpencar jauh selagi masih beradaptasi terhadap lingkungan sekitar (kiri).

KEMEWAHAN BUAT SI JALAKUntuk menjamin daya sintasnya, Taman Nasional menyediakan kotak sarang untuk berdiam dan bertelur. Curik bali tak bisa membuat sarang sendiri, dan biasanya ia menghuni lubang pohon bekas burung lain atau lubang alami (kanan).

168 Curik Bali

Page 168: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

169Curik Bali

Page 169: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SEABAD JALAK BALI

Nama nasionalJalak bali-jalak putih bali

Nama lokalCurik bali

Nama ilmiahLeucopsar rothschildi

StatusGenting punah – Apendiks I CITESSpesies prioritas utama

170 Curik Bali

Page 170: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HABITATPada 1920, jalak bali dikabarkan mendiami sabana, hutan semak, mangrove, hutan pantai, hutan musim. Burung ini dilaporkan mendiami perbukitan di pedalaman Bali Barat dalam jumlah kecil. Di masa lalu, jalak bali bersarang di kebun kelapa dekat kampung.

SEBARANMencakup pantai barat laut Bali hingga Semenanjung Prapat Agung; serta dekat Bubunan sampai barat daya ke Negara. Pada 1920, jalak bali agak umum di Gilimanuk dan semenanjung Prapat Agung.

SARANGJalak bali kerap menempati bekas sarang pelatuk, bultok atau men-diami lubang alami. Sarang berisi dedaunan, rumput kering, ranting, dan bulu burung. Jenis pohon sarang talok, walikukun, laban dan klum-prit.

JUMPA PERTAMAJalak bali pertama kali ditemukan Baron Stressmann pada 24 Maret 1911. Di sekitar Bubunan, Stressmann menembak jalak bali untuk penelitian. Pada 1925, Baron Victor Van Plessenn menemukan penyebaran si jalak dari Bubunan sampai Gilimanuk. Jumlahnya masih ratusan dan hidup berkelompok.

PENANGKARANPada 1928 lima ekor Jalak bali diboyong ke Inggris, yang pada 1931 berhasil berkembang biak. Pada 1962 kebun binatang San Diego, Amerika Serikat, meminakkan burung berjambul ini.

TENGARA PUNAH Jalak bali mulai menghilang di pantai barat Bali Barat pada 1960; dan dari daerah di sebelah timur barat taman nasional sampai Bubunan pada 1970-an. Pada1980-an, sebaran menyusut, dari 300 km2 pada temuan pertama, menjadi sekitar 60 km2.

SUMBER:RENCANA INDUK (GRAND DESIGN) PELESTARIAN CURIK BALI DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT 2013 – 2017. BALAI TAMAN NASIONAL BALI BARAT.

171Curik Bali

Page 171: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

172 Curik Bali

Page 172: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

UPAYA pemulihan populasi jalak bali di habitatnya memiliki latar sejarah yang panjang. Penangkaran telah dimulai pada era 1980-an, baik yang dilakukan oleh penangkar individu maupun lembaga konser-vasi—kebun binatang, taman safari. “Sudah semenjak 1985 telah dilaku-kan ujicoba penangkaran, tapi baru pada 1998 ada pelepasliaran,” Hery memaparkan. Sebelum ada tindakan melepas jalak bali tangkaran, upaya pelestari-an lebih banyak berupa pemantauan populasi. “Grafiknya selalu turun, lalu Balai Taman Nasional dan Birdlife Internasional berinisiatif menangkarkan jalak bali. Kita kha-watir jalak bali akan punah, sehingga perlu cadangan untuk menjamin kelestarian populasinya.” Selama era 1990 hingga 2000, cara pelepasliaran bersifat hard release. Artinya, burung dibawa ke lokasi pelepasan dengan tempo ha-bituasi yang singkat, lalu dibebaskan. “Burung dalam kurungan kecil-ke-cil, dengan masa habituasi singkat, lalu dilepas. Pernah juga, datang ke lokasi, tanpa habituasi, burung langsung dilepas bebas,” kisah Hery. Metode itu tak selalu gagal, namun ancaman terbesar datang dari manusia: perburuan liar! Perbu-ruan jalak bali marak selama kurun 1960-an hingga 1990-an. Pelakunya beragam: ada oknum masyarakat, oknum pejabat dan oknum petugas di lapangan. Kemiskinan di daerah

penyangga Taman Nasional Bali Barat dan tinggi permintaan pasar menjadi pendorong utama perburuan si jalak. Sedikitnya 248 burung telah dilepasliarkan selama 1998 - 2014, yang sayangnya populasinya tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Keadaan genting terjadi pada 2001, 2003 dan 2006, yang hanya menyisakan enam curik bali di alam. Bahkan Resor Pembinaan Popu-lasi Jalak Bali di Tegal Bunder pernah diserbu kawanan pencuri pada 1999. Kala dini hari, sekitar 25 pencuri menyerbu Tegal Bunder dengan bom ikan dan memadamkan aliran listrik. “Gelap gulita. Kabelnya diputus dengan celurit,” kenang polisi hutan Surya Djelita. Pencuri menyekap empat penjaga dengan mengalungkan celurit ke batang leher. Satu senjata laras panjang dibawa kabur pencuri—yang lalu dikembalikan. Sedikitnya 39 ekor anakan jalak bali direnggut dari kandang. Saat itu, musuh terbesar jalak bali memang manusia. “Karena jalak bali langka, mahal, dan biasa dijadikan cenderamata bagi mereka yang berkantong tebal. Harga seekor jalak bali tinggi, Rp 35 juta,” lanjut Surya. “Di masa lalu, perburuan liar sangat marak, orang berburu dengan jerat dan jaring. Sekarang lebih canggih, yaitu dengan pancingan suara,” imbuh Hery.

DEMI CURIK BALISetiap hari Harpa memberikan jatah

pakan bagi curik bali di kandangpra-pelepasliaran. Perawatan menjadi

bagian penting dalam manajemen penangkaran untuk memastikan

keberlanjutan upaya reintroduksi curik bali.

173Curik Bali

Page 173: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Perburuan liar mulai berkurang semenjak ada pelepasliaran yang melibatkan para delegasi Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bang-sa-bangsa di Bali. Pada peristiwa akbar 2007 itu, tak kurang 72 ekor jalak dibebaskan di Teluk Brumbun dan Tanjung Gelap. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, Balai Taman Nasional Bali Barat lantas memakai cara soft release. Sebelum dibebaskan, jalak bali melakoni adaptasi di lokasi pele-pasliaran. Ia dilatih memahami dan memindai keadaan sekitar di dalam kandang habituasi selama 1-2 bulan. Setelah bebas liar, di bekas kadang habituasi dimasukkan beberapa pasang burung pemikat di kandang pikat—masih di lokasi yang sama. Tujuannya, curik lepasan tetap berada di sekitar lokasi pelepasliaran agar mudah dipantau oleh petugas taman nasional. Di beberapa sudut, juga disediakan pakan dan air. Se-jumlah sarang buatan disebar dipo-hon-pohon, yang dilindungi dengan lembaran seng untuk menghalau pemangsa. “Itulah soft release,” tegas Hery.

174 Curik Bali

Page 174: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PANTAU, PANTAU, PANTAU…Pengendali Ekosistem Hutan Supriyadi memberikan pakan dan air bagi ja-lak bali lepasan di Resor Prapat Agung, Taman Nasional Bali Barat. Seekor jalak bali menoleh ke sepeda motor yang berkelebat sebelum menyantap ulat di anjungan pakan. Di Labuhan Lalang, curik lepasan sudah akrab dengan kehadiran manusia yang hendak ke Pulau Menjangan. Perkembangan jalak bali lepasan selalu dipantau sepanjang hari (kiri-kanan).

175Curik Bali

Page 175: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PIYIK HARAPANDi sarangnya yang tenang, dua piyik jalak bali terlelap dengan damai. Resor Pembinaan Populasi Jalak Bali punya target menghasilkan 20 pasang burung setiap tahun. Separo di an-taranya akan dilepasliarkan. Mana-jemen penangkaran yang mumpuni menjadi salah satu strategi pemu-lihan curik bali di alam Bali Barat.

176 Curik Bali

Page 176: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PADA SORE yang kering, Supriyadi menenteng seember air dan sesisir pisang. Pengendali ekosistem hutan yang bekerja di Resor Prapat Agung itu sedang memberikan pakan dan air untuk jalak bali lepasan di blok Lampu Merah. Sepasang curik bali berseliweran di depan pos, dari pohon ke pohon. Sesekali bertengger di tempat pakan: mematuki ulat, lalu terbang ke kotak sarang. Burung-burung lain ikut berpesta pakan dan air yang sengaja disediakan untuk sicurik. Kutilang, trocokan, tekukur kerap meriung di tempat pakan. “Pakan itu akhirnya tidak hanya untuk jalak bali, tapi juga burung yang lain. Jadi, jatah pa-kan sehari, belum sampai sore sudah habis,” ujar Supriyadi. “Tapi burung raja udang yang penyiksa. Ia suka menyerang jalak bali.” Blok hutan Lampu Merah—nama tempat ini mencuplik mercusuar yang ada di sekitar pos—berada dalam satu bentang alam dengan Teluk Brumbun. Dua blok hutan ini berada di Semenanjung Prapat Agung, yang merupakan habitat asli jalak bali. Pada 1979, di Lampu Merah berdiam 35 jalak bali, yang setahun kemudian tinggal tujuh. Setelah itu, burung ini lenyap bagaikan ditelan bumi, lalu muncul lagi pada 1991. Tapi jumlahnya hanya segelintir. Empat tahun kemudian, si jalak be-nar-benar sirna di Lampu Merah—selama bertahun-tahun. Tindakan

reintroduksi Balai Taman Nasional menghadirkan kembali sang jalak pada 2013, yang disusul pelepasli-aran pada 2014. Selama dua tahun itu, 36 burung dibebaskan untuk membangkitkan kembali kejayaan Lampu Merah sebagai salah satu habitat jalak bali. Jalak bali lepasan inilah yang dijaga Supriyadi bersama koleganya di Resor Prapat Agung. Dia bertu-gas dua kali duapuluh empat jam, bergantian dengan rekan kerjanya. Dia memantau, mengamankan, dan mencatat. Di atas meja pos, tersedia buku besar berisi catatan jalak bali, patroli, dan mutasi penjaga. Dua tempat tidur tergelar di teras pos yang menatap padang berdebu yang dinaungi pepohonan pilang. Pos yang berada di samping Pura Segara Rupek ini memudahkan staf Balai Taman Nasional mengamati jalak bali. Aktivitas di tingkat lapangan ini dilakukan serempak di lokasi-lo-kasi pelepasliaran. Selain di Lampu Merah, para petugas memantau jalak bali di Cekik, Labuhan Lalang, Tanjung Gelap dan Teluk Brumbun. Curik bali dilepas di beberapa titik lokasi dengan harapan di masa datang mereka akan menyebar ke seluruh areal Taman Nasional. “Di samping itu, juga untuk menjaga keragaman genetik. Seperti tahun lalu, jalak bali dari Lampu Merah dan Teluk Brumbun, yang berjarak 10 kilometer, saling berinteraksi dan

177Curik Bali

Page 177: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

beranak. Itu yang kita harapkan,” papar Hery. Di semua lokasi itu, sebagai persiapan reintroduksi, dilaku-kan pengelolaan habitat. Burung ini menyukai areal terbuka yang dinaungi pepohonan. Makanan favoritnya: serangga yang hidup di padang rumput. Pada musim berbiak, sepasang induk akan aktif berburu ulat, jangkrik, dan belalang. Ini untuk memberi pakan anakan semasa dalam lindungan induk. Sayangnya, padang rumput telah disesaki tanaman gamal, krasi dan kerinyu. Untuk membuka sabana, Balai Taman Nasional mengenda-likan tanaman invasif itu. Di Lampu Merah misalnya, pada 2013, tum-buhan invasif dikendalikan untuk menyelamatkan padang rumput seluas 4 hektare, yang kemudian dilanjutkan pada 2014, sehingga luasan menjadi 5 hektare. Pengendalian tanaman invasif punya manfaat lain: menumbuhkan rumput baru yang disukai rusa. “Kita berharap rusa akan datang dan memakan rumput,” ungkap Heri. “Kita mengamati jalak bali sering bertengger di punggung rusa untuk memakan kutu. Datangnya rusa yang menggebah serangga, yang memudahkan jalak bali berburu serangga. Harapannya seperti itu, ada simbiosis antara jalak bali dengan rusa.” Pengelolaan habitat merupakan strategi lain dalam pemulihan

KONTRAS BALI BARATAlam Bali Barat menanggung musim kering nan keras yang merontokkan dedaunan di sepanjang jalan menuju Pura Jayaprana. Kehidupan di titik nadir selama musim kering yang panjang (kiri). Pada musim basah yang singkat, kehidupan berpesta-pora untuk tumbuh dan berkembang (kanan).

GANDA DIARSA UNTARA

178 Curik Bali

Page 178: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

populasi jalak bali. Kawasan taman nasional yang dikenal kering me-merlukan campur tangan manusia agar jalak bali mampu sintas di alam yang keras. “Kemarau cepat datang, hujan cepat pergi,” kata Supriyadi. “Hujannya tipis.” Kala kemarau, Supriyadi menu-turkan persaingan sengit terjadi di antara satwa liar. “Saat diberi pakan, burung-burung rebutan. Yang kalah bersaing, bisa seharian tidak makan.” Kini tantangan telah berubah. Dahulu, kata Hery, tantangan terbesarnya adalah perburuan liar; sekarang, pemangsaan dan alam yang berubah. “Tekanan perburuan turun, sekarang tantangannya malah pemangsa alami.” Kemarau panjang 2015 misalnya, telah membuat alam Bali Barat kering kerontang. Dampaknya begitu terasa. “Di Lampu Merah, saat sensus pada bulan Desember 2015, ada 13 ekor; tapi karena hujan datang terlambat, pada Februari 2016, burung tinggal lima. Jalak bali mungkin menye-bar mencari sumber air, atau mati diserang pemangsa. Kalau pencurian tidak ada. Tapi korban perubahan iklim ada: mati alami dua ekor. Dan satu ekor yang sempat bertahan, tapi tidak berhasil kita selamatkan.”

179Curik Bali

Page 179: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TANAH AIR TERSISAGugusan Gunung Ijen dan Raung membayang samar di belakang Semenanjung Prapat Agung. Semenanjung inilah tempat hidup alami bagi curik bali. Melestarikan burung ini juga melindungi pemandangan alam yang menampilkan keagungan tiang Bumi di ujung timur Pulau Jawa ini.

180 Curik Bali

Page 180: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

BERBAGAI PENGALAMAN dalam menghadapi tantangan dan peru-bahan zaman tersebut memberikan pelajaran. “Kita mengevaluasi semua metode. Yang hard-release, burung sebenarnya bisa bertahan hidup. Tapi, di masa lalu, kita menghadapi banyak pencurian dan perburuan,” ulas Hery. Kini, dengan cara soft release, lanjutnya, “pemberian pakan dan air justru mengundang burung dan satwa lain. Pada malam hari, musang menggerayangi pakan curik bali. Tapi, ternyata musang juga memangsa jalak bali. Sekarang yang menonjol adalah ancaman pemangsa alami: biawak, musang, dan burung lain.

Jadi, ada plus-minusnya.” Dengan demikian, berbagai tantangan ada di setiap tahap reintroduksi: dari penangkaran, pelepasliaran, pembinaan habitat, pengamanan, sampai pemantauan.Kendati demikian, pengetahuan juga berkembang seiring dengan terlibatnya lembaga-lembaga konservasi. Pada 2015 contohnya, pemerintah Yokohama City, bersama Yokohama Preservation and Research Center, mengembalikan 120 curik bali ke Indonesia. Sumbangan ini akan menambah keanekaragaman genetik curik bali di alam liar. “Ada juga staf Taman Nasional yang

181Curik Bali

Page 181: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

NIRWANA LAUT BALI BARATPerairan Pulau Menjangan, di seberang habitat alami curik bali, memendam surga bawah laut yang semarak terumbu karang. Geliat wisata perairan ini memutarekonomi nelayan dan pemandu wisa-ta. Konservasi selalu bertaut dengan ekonomi. Ini bukti lain melindungisatu spesies berarti menyelematkan flora-faunayang lain.

182 Curik Bali

Page 182: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

belajar di Jepang untuk mempelajari penangkaran dan penentuan jenis kelamin. Kita sudah mampu mem-bedakan jenis kelamin, ada aplikasi studbook, dan laboratorium untuk mengecek kesehatan burung,” papar Hery. Balai Taman Nasional dengan tangan terbuka mengajak para pihak untuk berupaya bersama melestari-kan curik bali. Selain pihak dari luar negeri, pemerintah setempat, asosiasi penangkar, lembaga swadaya, peneliti juga turun tangan menyumbangkan gagasan dan inovasi bagi konservasi burung ini. Bahkan Balai Taman Nasional melibatkan kelompok masyarakat di daerah penyangga untuk mengem-bangkan penangkaran curik bali.

“Kita mendekati masyarakat untuk meknangkaran jalak bali. Ini sebagai upaya pemberdayaan ekonomi sambil melestarikan jalak bali. Secara ekonomi, warga mendapatkan keuntungan; dan bagi taman nasional, populasi jalak bali lebih terjaga. Kelompoknya ada di Sumberklampok, namanya Manuk Jegeg,” Hery menegaskan.

183Curik Bali

Page 183: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SPIRITUALITAS BALI BARATUmat Hindu melayangkan doa-doa saat upacara Pujawali di Pura Segara Giri

Gilimenjangan di Pulau Menjangan. Bersatunya alam, manusia dan Tuhan di Taman Nasional Bali Barat menyiratkan dimensi lain dari konservasi curik

bali beserta habitatnya.

184 Curik Bali

Page 184: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

185Curik Bali

Page 185: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

LAMBANG BALIBerdiri menjulang gagah, patung curik bali menatap jalan raya yang membelah Taman Nasional Bali Barat. Sudah semenjak 1991 curikbali dinobatkan sebagai lambang fauna Bali.

186 Curik Bali

Page 186: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DUKUNGAN KEBIJAKANPada 1947, Dewan raja Bali mene-tapkan Taman Pelestarian Alam Bali Barat untuk melestarikan harimau bali. Pada 1982, Taman Pelestari-an Alam menjadi Taman Nasional untuk perlindungan jalak bali dan banteng. Setelah itu, pemerintah mendukung konservasi jalak bali dengan ‘Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional’ dan ‘Peta Jalan Peningkatan Populasi 14 Spesies Prioritas Utama Terancam Punah.’

APRESIASI BUDAYATujuh belas tahun sejak ditemukan, jalak bali sudah diekspor ke Eropa. Pada 1960, burung ini kian kondang di kalangan pecinta burung di Eropa, Amerika dan Singapura. Ratusan burung diekspor untuk memenuhi kebutuhan kolektor. Pada 1991, jalak bali menjadi simbol satwa Provinsi Bali, sehingga makin populer. Sejak itu, jalak bali kerap menghiasi tarian dan lagu.

LAMBANG ZAMAN Jalak bali jadi simbol satwa terancam punah nasional dan internasional, setara dengan harimau, orangutan, badak dan komodo. Jalak bali selalu tercantum dalam daftar hidupan liar Indonesia yang terancam punah dan usaha konservasi. Namanya selalu dikutip dalam pidato, paparan, dan menjadi inspirasi bagi karya seni kontemporer Bali.

SUMBER:RENCANA INDUK (GRAND DESIGN) PELESTARIAN CURIK BALI DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT 2013 – 2017. BALAI TAMAN NASIONAL BALI BARAT.

187Curik Bali

Page 187: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

188 Curik Bali

Page 188: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Menautkan Konservasi dan Ekonomi

Pada siang yang memanggang, Abdul Kadi menyemprotkankan air ke atap kandang curik bali. Setiap menjelang tengah hari, dalam suasana yang memuaikan tubuh, dia rutin membasahi kandang yang berderet di halaman belakang rumahnya. “Rutin setiap hari,” ujarnya. Agar menjangkau atap kandang, Abdul Kadi menyemburkan air dari luar pagar. “Ya, beginilah caranya.” Ada empat sangkar berjajar rapi, yang masing-masing berisi dua curik bali. Sementara itu, di teras rumah-nya, Abdul Kadi memajang dua jalak bali di sangkar kecil. Seluruhnya, dia memelihara 10 jalak bali.Bagi Abdul Kadi memiliki penangkaran curik bali bagaikan mimpi lama yang menjadi kenyataan. Keinginan menangkarkan burung endemik Pulau Bali ini telah terpendam bertahun-tahun dalam benaknya. “Pada tahun 1982, saya punya empat anakan. Saat itu, saya cuma dengar-dengar memelihara jalak bali harus ada izinnya. Saya datang ke taman nasional untuk minta izin. Lha, saya tidak diberi izin, burung-nya malah disita,” kenangnya.Lelaki berkulit gelap dan bersuara parau ini mengaku terus terang

tentang kehidupan masa mudanya. “Saya ini janggal, anak nakal.” Tanpa bermaksud jemawa, dibandingkan dengan petugas di lapangan, dia mendaku memahami setiap sudut kawasan Taman Nasional Bali Barat. “Terus terang saja, saya tahu per-sis kebiasaan jalak bali di alam liar. Saya tahu tempat tidurnya, tempat mandinya, dan tempat makannya.” Dulu, saat ada pelepasliaran, en-tah dihadiri bupati, camat, dan sebagainya, Abdul Kadi sudah mengincar si burung. Kemana pun burung lepasan itu terbang, dia sudah siap dengan jebakan. “Dipancing dengan seekor jalak bali, mereka pasti datang. Burung-burung yang baru dilepas itu masih buta alam sekelilingnya. Lalu mereka mendatangi burung pancingan, dan mudah untuk men-jeratnya. Masih bodoh burung itu: terjerat satu, yang lain berdatangan, dan semua ikut terjerat.” Pada 1980-an, dalam sehari dia bisa menjerat 20 ekor jalak bali. Sebelum berburu, dia bersama empat temannya datang ke hutan Bali Barat. “Survei dulu di mana jalak bali bersarang, mencari pakan dan air. Setelah menguasai

TITIK BALIK ‘ALAP-ALAP’ CURIKAbdul Kadi bertekad mewarisi

anak-anaknya dua pasang jalak bali. Kesadaran bahwa anak-cucu memiliki hak untuk menikmati keindahan alam

menghentikan Abdul Kadi memburu si curik pada 1985. Sekarang, setiap

hari dia rutin merawat 10 jalak bali di rumahnya.

189Curik Bali

Page 189: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

keadaan, baru memasang jerat. Tiga hari beres, dengan survei hanya sehari,” tuturnya blakblakan. Usai malang-melintang mencu-ri curik bali, Abdul Kadi berhenti berburu pada 1985. Saat itu, lantaran kerap menyisir wilayah Bali Barat, dia membaca keadaan: jalak bali di alam tinggal sedikit. “Sebenarnya saya mengerti: jalak bali dilestarikan agar anak-cucu bisa menikmatinya.” Baru berpuluh tahun kemudian, staf Balai Taman Nasional menga-jaknya berkiprah dalam konservasi ex-situ jalak bali. Semula dia tak percaya. Setelah berpuluh-puluh tahun, katanya dengan suara parau, “Baru ada kabar bisa menangkarkan jalak bali pada 2010. Padahal saya sudah punya keinginan sejak tahun 1982.” Kendati ragu pada mulanya, lelaki 70 tahun ini akhirnya turut berki-prah dalam Kelompok Penangkar Curik Bali ‘Manuk Jegeg’ di Desa Sumberklampok, Gerokgak, Bule-leng. “Tujuan kelompok ada tiga. Pertama, meningkatkan ekonomi masyarakat; kedua, konservasi curik bali; dan ketiga, desa wisata,” terang I Gusti Bagus Ngurah Suranggana, staf Balai Taman Nasional Bali Barat. Upaya ini dirintis sejak November 2010, dimulai dengan sosialisasi, pelatihan, studi banding hingga pengajuan izin penangkaran ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Bali. Sejak itu pula, Abdul Kadi

mampu menghasilkan dua belas anak curik. “Itu termasuk yang saya serahkan kepada Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB),” katanya. Dia mamaparkan, indukan pertama bagi anggota Manuk Jegeg berasal dari pinjaman Asosiasi, dengan jaminan ternak sapi. Untuk melunasi pinjaman, setiap produksi lima anak, anggota menyerahkan seekor kepada Asosiasi Pelestari. “Tanggungan saya kepada APCB sudah lunas,” jelas Abdul Kadi.

KINI, ABDUL Kadi membentang-kan cita-cita mulia dalam pelestarian curik bali. Dia tak ingin menjual burung tangkaran sebelum tiga anaknya memiliki jalak bali. “Saya tidak ingin menjual jalak bali. Saya bercita-cita membuat sangkar besar di samping rumah. Saya juga ingin anak-anak masing-masing punya dua pasang jalak bali. Kalau keinginan itu belum terwujud, saya tidak ingin menjual jalak bali,” kata Abdul Kadi ihwal cita-citanya. Anak sulungya, Saifus telah memelihara dua pasang jalak bali di kandang di belakang rumah. Sayangnya, hingga kini dua induk itu belum juga menghasilkan anakan.“Yang satu pasang bantuan dari Taman Nasional Bali Barat,” jelas Saifus. Memang, tak ada jalan mudah dalam menangkarkan curik bali. Sebenarnya, Abdul Kadi bersama anggota Manuk Jegeg yang lain

PENANGKARAN WARGAPutra sulung Abdul Kadi, Saifus, me-nengok kandang biaknya di belakang rumah. Meski dua pasang indukan belum menghasilkan anakan, Saifus telatenmerawatnya setiap hari. Ma-nuk Jegeg akan saling menukar induk yang belum produktif dengan anggotayang lain untuk menambah peluang pembiakan.

190 Curik Bali

Page 190: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

191Curik Bali

Page 191: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

192 Curik Bali

Page 192: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

193Curik Bali

CURIK LEGALSetiap anggota Manuk Jegeg memiliki cincin registrasi untuk anakan curik bali. Seperti AKD: Abdul Kadi dan bernomor seri. Setiap kali pemasangan cincin, anggota didampingi petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali (kanan). Burung hasil tangkaran juga dilengkapi sertifikat legal dari Balai Konservasi. Dokumen inilah yang menyertai curik bali saat dibeli, lalu berpindah tangan ke pemeliharanya yang baru (kiri).

Page 193: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

194 Curik Bali

telah mengikuti pelatihan dan studi banding ke Klaten, Jawa Tengah dan Nganjuk, Jawa Timur. “Semua di-fasilitasi Taman Nasional Bali Barat. Kita juga ke Gianyar dan Tabanan untuk melihat penangkaran di sana,” sambungnya. Setelah bertelur delapan kali, induk yang dipelihara Abdul Kadi baru bisa menetas. “Bertelur se-ring, tapi menetasnya baru yang ke delapan. Saya bingung memelihara ala Klaten atau Nganjuk. Ternyata yang cocok ala Abdul Kadi, ala Sum-berklampok. Itu yang berhasil…,” katanya sembari tertawa lepas. Meski belum merasakan manfaat ekonomi penangkaran, Abdul Kadi rupanya lebih mengedepankan nilai konservasi burung khas Pulau Bali itu. “Saya ingin jalak bali kembali lagi di Sumberklampok.” Dari 17 anggota Manuk Jegeg, baru beberapa orang yang mera-sakan buah manis membudidayakan jalak bali. Salah satunya, Acmat Saini. Di rumahnya, Saini memiliki lima pasang indukan dan sembilan anakan. “Ada 19 jalak bali. Awalnya, itu dari sepasang induk pinjaman APCB, yang saya terima pada 2011,” tuturnya dengan tatapan berbinar. Semula, seperti Abdul Kadi, pada 2010 staf Taman Nasional Bali Barat mengajak Saini untuk menangkar-kan jalak bali. “Taman nasional mengajak kami untuk menggugah masyarakat dalam melestarikan burung jalak bali. Buat saya, itu

peluang emas. Selain menggugah masyarakat dalam konservasi, kita juga bisa mendapatkan penghasilan.” Dia mulai menerima jalak bali dari pinjaman APCB pada 2011. “Dan baru produktif pada tang-gal tujuh bulan tujuh tahun 2013,” kenangnya seolah tanggal itu momen penting dalam hidupnya. Sampai akhirnya, dari sepasang induk pertama, dia memperoleh 11 anakan.“Dua di antaranya saya kembalikan ke APCB.” Dari sisa sembilan anakan itu, Saini memilih dua pasang sebagai calon indukan. Saat induk berumur 16 bulan, ayah tiga anak ini baru bisa merasakan jerih payahnya.“Umur 16 bulan sudah produktif. Tepatnya pada tanggal tujuh bulan enam tahun 2014.” Perlahan-lahan, rumahnya riuh dengan suara jalak bali. Beruntung bagi Saini, satu pasang induk sangat produktif. Dari awal hingga kini, penangkaran Saini telah meng-hasilkan 38 jalak bali. Pada 2013, Saini telah mendapatkan izin peredaran satwa dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali. Dengan izin edar itu, yang difasilitasi Kelompok Manuk jegeg, Saini sudah bisa menjual jalak bali tangkaran. Sampai Maret 2016, dia telah menjual 21 jalak bali. “Alhamdulillah, saya sudah menikmati hasilnya. Kelompok juga telah mengatur harga jalak bali hasil tangkaran anggotanya.”

Page 194: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

195Curik Bali

ALWAYS BELIEVE....Mengenakan kaos ‘Always believe in

the impossible’, Acmat Saini seolah menggambarkan kepribadiannya.

Penangkaran jalak bali adalah peluang bagus, katanya. Berkat

Manuk Jegeg dan Taman Nasional Bali Barat, yang mustahil bersulih

menjadi peluang. Toko kecil ini dike-lola oleh istrinya dengan modal dari

hasil penangkaran jalak bali.

Page 195: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

196 Curik Bali

Sepasang jalak bali, yang berumur 2 bulan sampai setahun, berharga Rp 15 juta; sedangkan untuk induk yang telah produktif, Rp 35 juta. Anggota wajib menyumbangkan 3 persen dari harga jual. Saini menya-takan harga patokan itu masih bisa ditawar. Dia biasanya menawarkan jalak bali antara Rp 10 – Rp 15 juta. “Kalau pasangan yang sudah produktif, saya jual Rp 20 juta, biar cepat laku.” Setakat ini, belum semua anggota Manuk Jegeg mampu menangkar-kan jalak bali. Tidak semua indukan produktif. Saini menuturkan, agar produktif, perkembangan induk mesti dipacu dengan menu pakan yang memadai. Selain pisang, jangkrik, dan pakan konsentrat, induk harus diberi pakan kroto—anak semut merah. Dia memang rajin memberikan kroto kepada burung-burungnya. Setiap pagi, Saini memberikan jatah kroto satu sendok; dan sore setengah sendok. “Kalau hanya jangkrik, pisang dan konsentrat tidak akan memacu bu-rung produktif.” Pentingnya kroto sebagai asupan nutrisi sebenarnya sudah dipahami oleh anggota kelompok. Masalahnya, harga semut rangrang ini terbilang mahal: Rp 120.000 per kilogram. “Itu habis untuk pakan selama empat hari untuk lima pasang burung,” im-buh Abdul Kadi. Itu belum jangkrik yang satu kilogramnya Rp 75.000 untuk jatah 15 hari. Rata-rata, hanya

untuk biaya pakan, baik Abdul Kadi maupun Saini mengeluarkan biaya Rp4.200 – Rp5.000 sehari. Ketua Kelompok Manuk Jegeg, Misnawi menuturkan, keberhasilan penangkaran jalak bali ditentukan oleh kualitas pakan.“Begitu menetas, anakan langsung kita beri kroto. Ka-lau hanya diberi jangkrik, keberhasi-lan anakan hidup hanya 50 persen.” Misnawi menegaskan kembali bahwa Manuk Jegeg tidak hanya bertujuan menangkarkan jalak bali. Kendati pendapatan dari usaha penangkaran belum dirasakan oleh semua anggota, dari sisi konservasi, Manuk Jegeg sudah berhasil. Tak ingin surut dalam mengem-bangan penangkaran, kelompok tetap tegar dalam meraih tujuan-nya. “Rencana ke depan, kita akan mengurus izin penangkaran dan peredaran dengan usaha dagang. Nantinya anggota menjadi anak asuh kelompok.” Tantangan selama ini, ucap Misnawi, anggota disibukkan oleh kegiatan sehari-hari. Sementara itu, untuk memenuhi syarat adminis-trasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam, setiap anggota harus mem-buat laporan bulanan dan syarat administrasi lainnya. Manuk Jegeg berupaya untuk mengangkat pamor Sumberklampok sebagai desa wisata. Rumah-rumah anggota Manuk Jejeg telah beberapa kali didiami para pengunjung dari luar negeri dan mahasiswa.Lantaran

itu pula, Abdul Kadi bercita-cita mendirikan kandang besar untuk jalak bali di samping rumah. Kelompok ini telah membuat konsep dan perencanaan desa wisata. Tekad Manuk Jegeg ada-lah melepasliarkan jalak bali di wilayah desa. Berbekal peta desa, ungkap Misnawi, kelompok telah memetakan pembinaan habitat bagi burung yang dulu pernah menghiasi Sumberklampok itu. “Tahapannya, kita mengelola habitat dan menanam pohon kesukaan jalak bali. Saat dilepasliarkan, jalak bali tidak keluar dari desa.” Ikhtiar itu untuk memulihkan populasi curik bali di Sumberklam-pok. Kenangan jalak bali pernah menghiasi desa hanya mengendap di benak orang-orang tua. Itu pun sekadar cerita. “Pada 1922, saat kakek saya membajak sawah, ratusan jalak bali hinggap di kepala dan punggung sapi,” ujar Saini, mengenang cerita sang kakek. Tentu saja, cita-cita Manuk Jegeg bukan romantisme belaka. Kelompok ini berada di garis depan pelestarian jalak bali tepat di tempat hidup di luar Taman Nasional Bali Barat. Ikhtiar Manuk Jegeg memberi pesan melampui batas-batas desa- nya: Di mana pun, dan kapan pun jua, mengembalikan yang sirna lebih sulit ketimbang merawatnya selagi ada.***

CURIK SUMBERKLAMPOKBergerak gesit dan lincah, sepasang curik bali ini menghuni kandang biak milik masyarakat Sumberklampok. Kelompok Manuk Jegeg bertekad mengembalikan populasi burung ini di desanya.

Page 196: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

197Curik Bali

Page 197: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

198 Curik Bali

Ekonomi Curik Bali

Menyusuri gang sempit di Bongan Kauh, Kecamatan Tabanan, I Ketut Gede Jiwa Artana mencoba berjalan normal. Sesekali dia meraba pinggangnya. “Rasanya tidak nyaman. Tadi habis minum obat, batu ginjalnya sepertinya mau keluar,” tuturnya. Dia meraba kembali pinggangnya. Jalan sempit di sisi saluran air subak itu mengantarkan Ketut ke penangkarannya. Di gerbang gang, dia memasang “Kicau Bali-Bird Farm” untuk menyambut para pelanggannya. Di tanah seluas 23 are itu, dia membangun penangkaran yang dinaungi pepohonan. Bilik-bi-lik kandang dari aluminium berderet rapi. Lapisan semen di gang sempit yang membelah deretan kandang itu masih baru. Sedikitnya 30 pasang induk jalak bali menghuni setiap kandang biak. Sebuah papan kecil, bertuliskan ‘netas’ dipasang di setiap kandang. Setiap pagi, Ketut akan memantau kesehatan, mengintip kotak sarang, dan meresapi perjodohan setiap pasangan induk. Bila ada telur yang menetas, dia akan membalik papan kecil itu, dan terbacalah ‘netas’. Lalu karyawannya akan memindahkan piyih yang masih merah ke inkuba-tor. “Kadang saya sendiri yang memindahnya,” terangnya.

BISNIS BURUNGKekayaan burung Indonesia bisa menjadi sumber penghidupan bila dikelola dengan baik. Di penangkaran Kicau Bali, berbagai jenis burung ditangkarkan secara resmi dan besertifikat. Usaha ini menyerap tenaga kerja dan memutar ekonomi lokal (kiri-kanan).

Page 198: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

199Curik Bali

Page 199: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ANGLINGDARMA TABANANI Ketut Gede Jiwa Artana sedang menangkap burung pesanan pembeli di penangkarannya. Penjiwaannya terhadap burung membuat dia disebut Anglingdarma: tokoh dalam kisah lokal Jawa-Bali yang bisa memahami ujaran binatang (kiri). Jalak bali mulai menetas di penetasan otomatis (kanan).

200 Curik Bali

Page 200: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Suara riuh aneka burung menye-saki ruang dengar. Ada cucakrawa, ada anis, ada murai, ada kacer, ada jalak putih. Dan sudah pasti ada sang primadona: jalak bali. Masa de-pan Ketut agaknya tertakdir di tanah itu. “Ini tempat masa kecil saya,” ke-nangnya, “dulu hanya ada kandang sapi.” Pembangunan penangkaran itu berbekal kredit bank Rp 250 juta, kata Ketut, “plus Rp 250 juta dari modal sendiri. Kita harus optimis, yang penting berusaha dulu dengan pengetahuan sendiri. Semuanya saya pelajari secara otodidak.” Ketut adalah pribadi yang terbuka. Suaranya berat, berbadan tinggi tegap, dan berambut cepak. Di penangkarannya, dia membebaskan para pemuja burung menjelajahi setiap sudut kandang. “Pembeli bisa masuk, lalu duduk-duduk, dan bisa memilih sendiri burung yang akan dibeli,” jelas Ketut tentang desain ruang penangkarannya. Untuk karyawan dan keluarganya, kamar tidur berderet rapi jali. Dekat pintu masuk, berjajar kan-dang kecil yang berisi anakan jalak bali, jalak putih dan burung lain. Di bawah temaram lampu 5 watt, piyik yang belum berbulu itu dirawat penuh kehangatan. “Ini berumur seminggu; ini umur seminggu, satu hari; dan ini seminggu, dua hari,” kata Ketut menunjuk satu-satu anakan jalak bali—dengan ingatan di luar kepala.

Ketut mengisahkan, bila tidak puas dengan burung yang dipajang di kios, peminat bisa bertandang ke penangkaran yang berada di lembah persawahan itu. Dia memang mem-buka kios kecil di tepi jalan raya By Pass Kediri yang sibuk. Di depan kios, Ketut memajang 19 ekor jalak bali yang berumur dua sampai lima bulan. Penangkaran jalak bali bapak tiga anak ini secara resmi dimulai sejak 2014. “Sejak 2013 saya sudah punya beberapa indukan, lalu baru mendapatkan izin penangkaran dan peredaran pada 2014. ‘Kan harus ada burungnya dulu, baru bisa mengurus izin penangkaran,” kata lelaki bersuara bariton ini. Sebagai burung yang dilindungi dan terancam punah, penangkar mesti memiliki izin penangkaran dan peredaran dari Balai Kon-servasi Sumber Daya Alam. Kicau Bali telah mendapatkan izin itu dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Bali. Semua induk burung jalak bali telah besertifikat, dan anakan bisa dijual kepada para pecinta burung. Semenjak 2014 pula, bekal tiga pasang induk jalak bali dari penang-karan di Pulau Jawa beranak-pinak. Begitu cepatnya menghasilkan anakan, Ketut mengejutkan banyak pihak—termasuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali. “Saat itu saya masih belajar, tapi sudah mampu menghasilkan anakan jalak bali.”

201Curik Bali

Page 201: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MERAWAT PIYIKDi penangkaran Kicau Bali, pereksa satwa merawat dan mengasuh anak jalak bali dengan telaten. Di bawah temaram lampu 5 watt, anakan yang masih merah dihangatkan tubuhnya. Untuk keberlanjutan hasil penangkaran, masa-masa asuh ini memerlukan pemantauan sepanjang hari.

202 Curik Bali

Page 202: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Tak ada mantra ampuh untuk menangkarkan jalak bali. Dengan terbuka, Ketut berbagi pengalaman: “Itu karena saya mendatangkan indukan yang sudah dewasa, meski belum produktif. Dan itu perlu skill untuk bisa mengawinkan indukan. Itu kunci penangkaran.” Ketut menegaskan pentingnya memelihara beberapa indukan. Bila tak berjodoh, induk bisa ditukar dengan pasangan lain. Lalu, dia segera menjual piyik dari hasil penangkaran pertama untuk membeli indukan yang baru. Dengan cara itu, pada tahun pertama, Ketut belum mendapatkan keuntungan dari penangkaran jalak bali. Seluruh hasil penjualan anak generasi pertama dia gunakan untuk investasi indukan. “Soalnya kalau anak dijadikan bakal induk, saya masih perlu menunggu lama.” Ketut memang penangkar tulen. Hidupnya ditopang bisnis penangkaran burung. Penjiwaan, pengamatan yang tekun dan tak lekang belajar adalah bekal Ketut mengembangkan penangkaran. Kata dia, perlu penjiwaan: melihat dan merasakan. Dia punya jaringan luas di kalangan penangkar burung. Di Bali, nama Ketut berkibar sebagai ‘master burung punglor.’ Buktinya, piala penghargaan berderet-deret di kiosnya yang kecil. Dan menariknya, usaha Ketut berkembang bersama masyarakat sekitar. Bernaung di bawah Usaha

Dagang Kicau Bali, dia bersama 20 orang menangkarkan jalak bali, jalak putih, dan murai. “Tapi yang aktif menangkarkan jalak bali sekitar 10 orang. Saya menyebutnya plasma. ”Pendek kata, Kicau Bali sebagai inti, dengan anggota plasma yang tersebar di Bongan Kauh dan seki-tarnya. Para anggota plasma ini akan menyetorkan anakan kepada Kicau Bali yang telah memiliki izin edar. Lihatlah di rumah Gusti Putu Winaya. Di halaman rumahnya yang berlanggam Bali, berderet sangkar yang tertata rapi. Kandang itu minimalis, tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman buat burung murai, jalak bali, dan kacer. Atau di rumah Turah Bagus, yang siang itu memandikan anakan jalak bali. Kandang-kandang berderet di pe-karangan rumahnya. Banyak orang bakal tak menyangka, dari kandang ukuran kecil itu lahir anakan jalak bali dan burung lainnya. Manfaat ekonomi tak hanya dirasakan oleh penangkar plasma. Bila tak sempat merawat, penangkar bisa menitipkan anakan jalak bali kepada pengasuh yang umumnya ibu rumah tangga. “Anakan jalak bali juga dirawat oleh ibu-ibu rumah tangga, yang bisa memperoleh Rp 350 ribu per ekor. Begitu anakan sudah makan pakan kering dan mampu berdiri, lalu dikembalikan,” jelas Ketut. Selain untuk berbagi manfaat ekonomi, perawatan piyik kepada

203Curik Bali

Page 203: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

kaum ibu ini punya manfaat lain, seperti mencegah penularan penyakit. Saat musim panen anakan, seorang ibu bisa mengasuh 10 piyik dari berbagai jenis burung selama sebulan satu minggu. “Dahulu, pembeli kerap ke rumah, tapi belum tentu ada stok burung, sehingga saya ajak pelanggan ke rumah pengasuh. Sekarang, sebagian anakan saya asuh sendiri di penangkaran, agar pembeli juga bisa melihat anakan jalak bali.” Sampai saat ini, permintaan terhadap burung kharismatik Pulau Bali ini masih tinggi. Peminat jalak bali tidak mengenal musim, seperti jenis burung lain yang mengikuti tren pasar. Selain karena langka, para peminat dari Bali umumnya menyukainya sebagai burung khas Pulau Dewata. Bahkan Ketut kerap

204 Curik Bali

Page 204: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

INTI DAN PLASMAKetut menyambangi salah seorang

anggota plasma yang menangkarkan jalak bali. Kandang biak berukuran

minimalis dan berada di halaman rumah. Anakan dari plasma akan diterima dan diedarkan oleh UD

Kicau Bali. Bila sang penangkar plasma tak sempat merawat, anakan

akan diasuh oleh ibu-ibu rumah tangga sekitar. Ekonomi penangkaran

telah berputar dalam komunitas di sekitar UD Kicau Bali.

205Curik Bali

Page 205: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

GARDA PEMASARANDi kios kecil di tepi jalan raya, Ketut memajang berbagai burung hasil penangkaran, salah satunya jalak bali. Dari sini, peminat bisa mengun-jungi penangkaran untuk memilih burung sesuai keinginannya.

206 Curik Bali

Page 206: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

mendatangkan curik bali dari Pulau Jawa untuk memenuhi permintaan pecinta burung. Dari penangkarannya dan pasokan anggota plasma, Ketut mampu memproduksi anakan jalak bali 20 ekor setiap bulan. Dengan perawatan yang memadai, asupan nutrisi, dan perangsang kesuburan, sepasang induk bisa bertelur setiap bulan. Metode Kicau Bali: mengambil anakan setelah menetas seminggu, sehingga tanggal menetas hampir sama setiap bulan. “Setiap bulan rutin menetas. Kecuali kalau bulunya sedang rontok, bu-rung perlu istirahat sebentar. Kalau fit benar, jalak bali bisa produktif selama dua tahun, rata-tara 8-9 kali bertelur setahun.” Tak jarang ada indukan jalak bali yang suka membuang telur dan

207Curik Bali

Page 207: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

anakan. “Bila sudah menetas dan induknya nakal, anaknya segera kita ambil, lalu dimasukkan ke inkubator. Tapi kalau belum menetas, telurnya dititipkan ke burung tekukur atau mesin penetasan otomatis.” Ketut menjual jalak bali seharga Rp 4 juta seekor. “Untuk indukan yang belum produktif, saya men-jual Rp 15 juta. Tapi yang sudah berjodoh dan bertelur, istilah saya ‘angkat sarang’, Rp 18 juta,” Ketut mengungkapkan. Dengan harga empat juta rupiah, para penangkar plasma mendapatkan sekitar Rp 2 juta. Dan Ketut masih rela menanggung risiko burung sakit dan kemungkinan mati. “Plasma masih bisa mendapatkan dua juta rupiah, itu sudah termasuk mengu-rus sertifikat dan administrasi.” Lantas berapa pendapatan Ketut dari bisnis penangkaran burung? “Agak susah menjelaskan karena sebagian keuntungan juga dira-sakan anggota plasma,” paparnya. Dalam satu bulan, rata-rata Ketut mengeluarkan biaya sekitar Rp 22 juta. Untuk pakan saja, dia mesti menyisihkan sekitar Rp 15 juta, lalu seorang karyawan pengasuh bergaji Rp 4 juta, dan seorang karyawan bagian kandang Rp 2 juta, dan satu lagi karyawan cadangan Rp 1 juta. “Selain itu, banyak juga anakan yang gagal hidup. Tapi itu bagian dari usaha, ya, tidak perlu dipikir berat.” Pakan paling mahal adalah kroto. Harga satu kilogram kroto Rp 180

ribu untuk satu hari. “Itu tinggal mengalikan 30 hari; lalu pisang, jangkrik, pakan pabrikan dan obat-obatan. Biaya operasionalnya lumayan tinggi.” Pengeluaran itu menceritakan hal lain: agar penangkaran berke-lanjutan, Kicau Bali sekurangnya mesti memperoleh Rp 22 juta per bulan. Untungnya, papar Ketut, para penangkar dalam naungan Kicau Bali adalah orang-orang yang menjiwai bisnisnya. Selain itu, Ketut tidak sekadar menjual, tapi juga membeli burung. Dia melayani para pelang-gannya dengan telaten, dan selalu memberikan saran cara perawatan dan penangkaran. “Kalau ada yang ingin menukar burung, juga bisa. Atau, kalau indukan belum bisa ber-jodoh, juga bisa dikembalikan.” Hari itu, pagi-pagi Ketut sudah meladeni peminat jalak bali dari Tabanan. Siangnya, dua pembeli datang untuk memilih sepasang jalak putih. Ketut dengan penuh kesabaran mendampinginya. Sesekali dia memberikan saran dan masukan. Sang pembeli mondar-mandir, mengamati kumpulan jalak putih. “Sudah ada yang pilih, Pak?” tanya Ketut kepada calon pembelinya.Sang pembeli hanya melempar senyum. Kegalauan membayang dari wajahnya. Hingga akhirnya, ketika siang beranjak sore, sang pecinta burung itu membawa pulang sepasang jalak putih dari UD Kicau Bali.***

CURIK DAN SENIPereksa satwa Wayan Eka menatap kandang biak di Museum Antonio Blanco Renaissance, Ubud, Gianyar. Selain melestarikan dan menangkar-kan, museum ini juga menambahkan nilai seni burung curik bali.

208 Curik Bali

Page 208: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

209Curik Bali

Page 209: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PASAR KAYU UNI EROPA Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melepas dua peti kemas produk perkayuan Indonesia berlisensi FLEGT dengan tujuan pasar Uni Eropa. Indonesia merupakan negara pertama yang meraih hak untuk menerbitkan Lisensi FLEGT setelah negosiasi panjang dengan Uni Eropa, menyusul ditandatanganinya Perjanjian Sukarela Kemitraan FLEGT pada 2013, dan ratifikasinya pada 2014.

BIRO HUMAS - KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Page 210: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PENGELOLAAN HUTAN ALAM LESTARI

Impresi hutan dengan pohon-pohon besar seakan runtuh dengan citra miring pengusahaan hasil hutan kayu di hutan alam. Mungkin tak salah, tapi tak sepenuhnya benar. Kementerian mendorong pemanfaatan kayu secara lestari dengan berbagai kebijakan. Kreasinya: penajaman kembali makna perizinan dengan mempertegas karakter pengendalian dan pemantauan.

Langkah lainnya, memperbaiki pasar industri kayu yang mendorong pemilik konsesi menerapkan kaidah pemanfaatan kayu lestari. Upaya ini harus diakui bersaing dengan industri sawit yang seolah mengepung areal konsesi hutan alam. Namun kenyataan menegaskan bahwa hutan alam yang terkelola mampu mengimbangi, dan masih menjadi pilihan utama, dalam menyokong ekonomi nasional dan regional.

Secara komprehensif, seluruh upaya itu mewujud di salah satu konsesi hutan alam di Kalimantan Tengah. Di sana, di hutan alam yang gemah ripah, pemerintah sebagai pengendali kebijakan, bersama pemilik konsesi sebagai pengelola, mewujudkan seluruh kebijakan terkait pengelolaan hutan alam lestari.

Dari hulu sampai hilir, setiap kayu yang ke luar dari kawasan hutan sudah pasti asal-usulnya, legal, dan terdata dalam sistem tata usaha. Setelah operasi penebangan, perusahaan melakkukan pembinaan tegakan tinggal, yang juga berarti investasi bagi masa depan.

Kendati dikepung perkebunan sawit, masyarakat sekitar hutan merasakan manfaat sosial pengelolaan hutan alam yang lestari. Areal kelolaan PT Sarmiento Parakantja Timber ini menjaga kawasan hulu yang relatif perawan, dengan plasma nutfah yang terawat. Pada hakikatnya, kebijakan pemerintah untuk menjamin kelestarian hutan dari sisi ekologi, sosial dan ekonomi.

Page 211: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Merayakan Rimba Belantara

Penerapan kaidah kelestarian hutan alam menjamin keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi.

Produksi kayu berkelanjutan. Peradaban berkembang. Alam liar berdenyut. Tiga matra kehidupan itu berkembang serentak di hutan alam yang lestari.

212 Hutan Alam

Page 212: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

NAPAS HUTANHalimun menyelimuti bentang perbukitan di areal pengusahaan hutan PT Sarmiento Parakantja Timber di Kalimantan Tengah. Belantara tua menghembuskan uap air yang membentuk lapisan kabut di kanopi hutan. Kabut adalah uap air yang menjaga kelembapan dan kesejukan. Selain hujan, bukti lain fungsi hutan sebagai daerah tangkapan air terlihat dari adanya lapisan kabut.

213Hutan Alam

Page 213: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Meraih Hutan Alam Lestari

Sunny… Sunny…Jantungku berdebar tiap ku ingat padaSunny… Sunny…Mengapa ada yang kurang saat kau tak adaSunny… Sunny…Melihatmu, menyentuhmu…Itu yang ku mau…

Lagu yang didendangkan Bunga Citra Lestari itu menemani Manajer Pengusahaan Hutan Hany de Fretes menuju petak tebang PT Sarmiento Parakantja Timber. Alunan lembut lagu cinta kasih tak menyurutkan Hany memacu mobil menyusuri jalan hutan.

Perusahaan yang kerap disebut ringkas Sarpatim ini mengampu izin usaha pemanfaatan kayu di kelom-pok hutan Sungai Nahiang-Sungai Kaleh. Hutan alam produksi ini membentang di tiga kabupaten: Kotawaringin Timur, Seruyan, dan Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah.

Sesekali, Hany melipir ke tepi kanan jalan. Roda-roda mobil menggilas kerikil—Bergemeretak. Mobil rakitan Jepang itu melaju mantap di jalan hutan.

TRUK RAKSASAJalan utama menjadi sarana penting dalam pengusahaan hutan. Berbeda dengan jalan pada umumnya, jalan hutan memiliki rambu-rambu khu-sus. Saat berbelok, truk kayu akan mengambil sisi dalam tikungan atau sisi kiri jalan. Kendaraan yang berpa-pasan mesti melewati sisi kanan jalan dan menepi. Jalan yang terawat baik menunjukkan pengusahaan hutan yang berkelanjutan.

214 Hutan Alam

Page 214: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

215Hutan Alam

Page 215: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

216 Hutan Alam

Page 216: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

REGU TERDEPANTim penataan areal kerja akan menata petak tebang tiga tahun sebelum operasi produksi (kiri). Setelah itu, tim inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) akan mendata topografi dan pohon tebang. Tim ITSP akan menghasilkan peta sebaran pohon dan topografi yang menjadi kunci pembalakan berdampak rendah (reduced impact loging-RIL). Tim juga menandai pohon binaan dengan label kuning untuk ditebang pada rotasi berikutnya. V-Legal sebagai tanda kayu resmi dari hutan yang dikelola secara lestari. Pemindaian V-Legal akan memasukkan pohon dalam jaringan sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SI-PUHH).

217Hutan Alam

Page 217: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

218 Hutan Alam

Page 218: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Demi keselamatan berkendara, Hany mesti mengikuti rambu-rambu. Berbeda dengan jalan umum, jalan hutan selebar 12 meter ini untuk truk-truk yang mengangkuti kayu gelondongan.

Pada jalan yang menukik turun, truk yang bisa memuat hingga 60 meter kubik kayu bulat itu melesat bagaikan jet darat. Momentum ini untuk menggeber kecepatan saat truk akan mendaki tanjakan.

Saat membelok, sang sopir menyapu habis sisi dalam tikungan buat mengimbangi gaya sentripetal yang bisa melempar truk terhempas. Lantaran itu, pada beberapa ruas jalan, kendaraan dari arah berlawanan mesti mengambil sisi kanan.

Untuk mengurangi risiko, kata Hany, “Kita telah memberitahu para sopir truk bahwa kita akan masuk.” Ucapan lelaki bertubuh kukuh itu melegakan hati.

Bunga Citra Lestari masih melantunkan tembang cinta sewaktu Hany tiba di jalan cabang di Petak 79 W, Rencana Kerja Tahun 2016. Petak ini dalam tata kawasan hutan Sarpatim tercakup dalam Blok B Sei Bahan-Kulai, dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

Tajuk hutan membayang rapat. Kelembaban tinggi mengurung Hany dan rekan kerjanya. Di petak tebang ini, para awak bagian produksi telah bersiap memanen kayu.

Lihatlah sang penebang: Budiono.

Lelaki berwajah tirus ini memanggul gergaji, menenteng jerigen bahan bakar minyak, memakai helm, pelindung telinga dan mata. Ia gagah bersepatu standar aman. Kendati hawa hangat memeras cairan tubuh, Budiono masih sempat menebar senyum di tepi hutan yang temaram.

Dia menyusuri jalan sarad, dan sampailah pada pohon mersawa yang menjulang 18 meter. Di sela-sela akar banir setinggi 1,5 meter, terselip label merah—tepatnya oranye. Itulah tanda bagi Budiono: mersawa itu layak tebang. Nomor pohonnya 215, diameternya 87 cm.

Bersama rekannya, Maryanto, Budiono lantas membersihkan segala rintangan di kanan-kiri akar mersawa. Ia memandangi tajuk pohon yang condong ke kanan. Mersawa itu akan rebah ke kanan—dia sudah membaca keadaan. Di langit barat, burung enggang berkelebat cepat; burung-burung berkicau.

Sementara itu, Maryanto membersihkan jalur evakuasi yang menuntun Budiono menuju tempat aman saat pohon tumbang.

Selain memperhatikan tajuk, Kepala Bidang Produksi FX Triono Wibowo menuturkan, “Arah rebah pohon sebaiknya juga mendekati jalan sarad. Itulah salah satu tujuan jalan sarad yang ramah lingkungan: saat mengambil kayu, traktor tidak terlalu banyak bermanuver, yang berarti boros bahan bakar dan merusak tegakan tinggal.”

AREAL PRODUKSIKepala Bidang Perencanaan Eva Saefudin (kanan) dan Kepala Seksi Pembukaan Wilayah Hutan M. Ulum (kiri) mengecek petak tebangan Rencana Kerja Tahun 2016. Kendati ada operasi pro-duksi di petak ini, pada saat yang sama di blok Rencana Kerja Tahun 2017 sedang berlangsung pembukaan wilayah hutan untuk menyiapkan jaringan jalan bagi operasi penebangan tahun 2017.

Budiono kini memegang kendali. Mesin gergajinya meraung memecah keheningan hutan. Asap mengepung lelaki berkulit sawo matang ini. Gi-gi-gigi gergaji menggerus akar banir.

Ini tahap pertama penebangan: Budiono membuat takik rebah, yang menentukan arah mersawa roboh. “Setelah segalanya aman, penebang membuat takik rebah, dilanjutkan takik balas,” imbuh Wibowo.

Takik rebah telah menganga lebar. Sejurus kemudian, Budiono berpindah ke sisi lain. Suara gergaji kembali menggema. Gergaji membelah pangkal pohon.

Ini tahap kedua penebangan: Budiono membuat takik balas. Detik demi detik, mersawa itu miring perlahan—sepertinya enggan roboh. Dalam sekejap, Budiono bergegas menuju jalur evakuasi. Mersawa akhirnya tumbang.

Budiono lantas memungut label merah di akar mersawa. Label ini terdiri dari tiga bagian: satu dipasang di tonggak, yang kedua di batang yang rebah, dan satu lagi disimpan Budiono. “Label ketiga untuk laporan kepada pengawas penebangan sebagai bukti chainsaw man telah bekerja,” tutur Wibowo.

Label merah itu berukuran kecil, namun berperan penting. Dari label ini asal-usul pohon tercatat dan terekam dalam administrasi kayu Sarpatim. Label ini juga menjamin kayu yang ditebang berstatus legal.

219Hutan Alam

Page 219: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TAKIK TEBANGUntuk mengarahkan rebahnya pohon, penebang membuat takik rebah (atas). Selain keseimbangan tajuk, takik rebah juga menimbang posisi jalan sarad. Ini untuk membantu traktor sarad bekerja lebih efisien dan tidak terlalu banyak membuka lahan hutan. Setelah membuat takik rebah, penebang membuat takik balas (kanan). Penebang yang terampil akan membantu terlaksananya pembalakan berdampak rendah.

220 Hutan Alam

Page 220: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

221Hutan Alam

Page 221: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Dari jalan sarad, traktor yang dikemudikan Mardiadi merangkak pelan mendekati mersawa yang tumbang. Tubuh ceking Mardiadi bergetar dihentak deru mesin traktor.

Saat merintis jalan sarad di medan datar, Manajer Hany menerangkan, “Pisau traktor tidak boleh mengupas tanah. Blade harus diangkat, sehingga tumbuhan bawah tetap ada.” Tetapi untuk medan yang miring, pisau tetap turun untuk keselamatan traktor dan operator. Selain itu, bila tanah miring tak dikupas, sesampai di kaki lembah, traktor akan kesulitan mendaki.

Kayu mersawa itu akan disarad menuju tempat penimbunan kayu di tepi hutan. Di tempat ini, kayu-kayu dikumpulkan, sebelum diangkut ke tempat pengumpulan kayu (TPK) atau langsung dibawa ke pelabuhan kayu.

Pada hari itu, operasi penebangan hingga penyaradan sebatang pohon hanya perlu waktu tak sampai 30 menit. Operasi yang cepat, efisien, dan ramah lingkungan tersebut bertumpu pada perencanaan yang matang.

“Penebangan yang berdampak rendah kuncinya ada di perencanaan,” ungkap Kepala Bidang Perencanaan Eva Saefudin. Untuk melihat pros-es perencanaan itu, lelaki bermisai jarang-jarang ini mengajak mundur tiga tahun sebelum mersawa itu roboh pada 2016.

PADA 2013, tim pertama turun ke belantara Rencana Kerja Tahun 2016. Tim pertama ini untuk melakukan penataan areal kerja (PAK). Setiap tim terdiri dari pembidik jalur, perintis, pengukur dan penanda batas petak.

“Jalur dibuat sepanjang satu kilometer yang membujur tepat utara ke selatan,” jelas Eva. Jarak antar-jalur: 20 meter. Dengan de-mikian, pada setiap petak tebangan yang seluas 100 hektare, tim akan membuat 50 jalur.

Setelah penataan areal kerja, lantas masuk tim kedua yang mendata potensi tebangan seturut jalur penataan areal kerja. Tim kedua ini menggelar inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dan memetakan topografi areal tebang.

“Sesuai peraturan pemerintah, tim ITSP sebenarnya hanya mendata potensi hutan. Namun tim kami juga mendata topografi. Karena itu, kami menyebutnya tim ITSP Plus,” ungkap Eva.

“Survei topografi penting untuk mengetahui keadaan di lapangan. Data ini untuk merencanakan trase jalan utama, jalan cabang dan jalan sarad,” imbuh M. Ulum, Kepala Seksi Pembukaan Wilayah Hutan.

Ulum menambahkan, di belakang regu survei topografi, anggota tim yang lain mendata potensi tegakan. “Tim ini mendata jarak pohon tebang dari jalur, jenis

222 Hutan Alam

Page 222: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

pohon, diameter dan tinggi. Tim juga mencatat kehadiran satwa liar dan tumbuhan penting.”

Hasil pekerjaan tim inventarisasi adalah peta sebaran pohon tebang, kelerengan medan, dan aliran sungai. Tim pasti tidak akan memetakan pohon tebang di sempadan sungai. “Itu otomatis,” kata Ulum, “sehingga penebang dan traktor tidak akan menyentuh sempadan sungai yang memang harus dilindungi.”

Berbekal data sebaran pohon dan topografi, bagian perencanaan merancang jaringan jalan utama, jalan cabang, jalad sarad, tempat pengumpulan kayu dan sebagainya. Pun, dari peta sebaran pohon bakal terlihat kelompok kayu yang akan ditebang, sehingga jalan sarad lebih pendek dan efisien. Traktor tidak perlu bermanuver agar irit bahan bakar, tidak merusak tanah dan tegakan tinggal.

Jadi, Ulum menegaskan, salah satu tujuan reduced impact loging (RIL) adalah mengurangi dampak penyaradan. Tanpa perencanaan yang matang, penebang akan men-cari-cari pohon yang bakal dibalak, sementara traktor berputar-putar mendekati pohon tebangan. “Traktor terlalu banyak bermanuver. Dampak-nya, hutan terbuka terlalu lebar.”

Karena itu, penataan areal kerja dan inventarisasi tegakan sebelum penebangan sangat penting bagi perencanaan produksi. Dua peker-jaan tersebut menjadi tulang

DETIK TERAKHIRMenjelang pohon tumbang, penebang bersicepat mengamankan diri melalui jalur evakuasi yang berlawanan dengan arah rebah pohon. Keselamatan kerja

tercakup dalam kaidah pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL).

223Hutan Alam

Page 223: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

224 Hutan Alam

Page 224: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

VISI LESTARILabel merah telah dipasang sejak tim ITSP mendata potensi kayu di petak tebang. Setelah tumbang, penebang akan memasang pada tonggak dan ujung pangkal kayu yang rebah. Satu lagi disimpan penebang sebagai bukti pekerjaannya (kiri-kanan). Label ini untuk memudahkan lacak-balak dalam mengusut asal-usul kayu yang merupakan aspek penting dalam kaidah pengelolaan hutan produksi lestari. Jadi, visi tentang pengelolaan hutan produksi lestari menuntut keterlibatan karyawan dari seluruh jenjang pengusahaan.

225Hutan Alam

Page 225: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SARAD KAYUTraktor menyarad kayu tebangan menuju tempat penimbunan kayu (TPN). Pada sistem Tebang Pilih Tanam Jalur, bila jalan sarad masuk dalam jalur tanam, setelah penebangan akan ditanami kembali. Sebaliknya, bila di luar jalur tanam, jalan sarad akan dibiarkan saja. Hutan punya daya lenting, kata Manajer Hany de Fretes, tanah yang tidak dikupas akan menumbuhkan pohon perintis setelah penebangan.

226 Hutan Alam

Page 226: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

punggung perencanaan produksi. Tak pelak lagi, tim inventarisasi mesti bekerja secara akurat dan persis. Ulum membentangkan peta sebaran pohon di petak tebang 79 W. Posisi pohon-pohon tebang bertebaran di seluruh areal tebang. Di sekitar mersawa yang ditebang Budiono misalnya, ada meranti merah bernomor 151. Di sebelah barat, ada meranti merah bernomor 288. Jauh di selatan meranti merah 288, di sekitar sungai kecil, tak ada lagi pohon yang ditebang. Jalan sarad berhenti sebelum menyentuh sempadan sungai. Semuanya persis dan akurat. “Jika tim bekerja ngawur, nanti akan terlihat saat operasi pene-bangan. Bahkan baru bikin jalan sarad sudah ketahuan bila tim tidak bekerja secara benar. Alhamdulillah, selama ini kita tak pernah meleset. Kita selalu memonitor tim survei.” Satu tahun sebelum penebangan, berbekal peta sebaran pohon, tim pembukaan wilayah hutan (PWH) turun ke lapangan untuk meninjau rencana jaringan jalan hutan. Dengan demikian, di atas peta sebaran pohon juga ada rancangan trase jalan. Tim perencanaan turun bersama tim pembuka wilayah hutan untuk mengecek keadaan lapangan. “Ini untuk memastikan tidak ada halangan di lapangan,” tutur Misdi, Kepala Bidang Konstruksi dan Perawatan Jalan.

Tak jarang, pada trase jalan yang direncanakan ada lapisan bebatuan yang sulit dibuka dan tak mungkin dibangun jalan. “Artinya, perlu ada koreksi terhadap trase jalan di atas peta,” lanjut Misdi. Perubahan trase jalan akan dilaporkan kembali ke bagian perencanaan. “Kita perlu meli-hat kembali perubahan trase jalan untuk mengetahui dampaknya pada hutan,” timpal Eva. Di atas peta, bagian perencanaan tidak bisa mengetahui keadaan lapisan tanah yang menjadi jalur transportasi. Jadi, Eva menegaskan, “Ada gabungan antara bagian perencanaan dan hasil pengecekan di lapangan.” Rencana trase jalan untuk men-gurangi dampak pembangunan jalan terhadap tegakan hutan. Selain memperhatikan topografi, jalan sebaiknya tidak terlalu banyak melewati sungai. Sekalipun melewati sungai, jembatan yang dibuat mesti aman dan tidak mengganggu aliran air. “Sungai harus bersih dari halangan apapun. Tidak boleh ada kayu di sungai yang mengganggu aliran air,” papar Misdi. Secara ekologis, Manajer Hany menambahkan, ikan-ikan sering berpijah ke daerah hulu untuk menghidari pemangsaan di hilir. “Tidak boleh ada kayu di sungai yang akan menghalangi ikan-ikan yang akan berpijah di hulu.”

227Hutan Alam

Page 227: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

228 Hutan Alam

Page 228: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TRASE JALAN Pada blok Rencana Kerja Tahun 2017, pembukaan wilayah hutan dilakukan pada tahun 2016. Jalur jalan utama, jalan cabang dan jalan sarad telah direncanakan secara matang untuk memenuhi syarat pembalakan berdampak rendah. Jalur jalan cabang ditandai dengan cat kuning (kiri) yang memandu operator alat berat membuka kawasan hutan. Pohon-pohon berdiameter 10 cm ke atas yang ditebang untuk pembuatan jalan dicatat dalam Laporan Hasil Produksi (kanan). Artinya, perusahaan harus membayar pajak pohon tebang kepada negara.

229Hutan Alam

Page 229: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Untuk mencegah erosi tanah, pada tebing dekat jembatan dibangun turap dari kayu bulat. Aliran air disalurkan melalui drainase agar tidak langsung masuk ke sungai.

“Kita membuat drainase yang menyalurkan air ke lantai hutan sebelum masuk sungai. Ini agar sedimen mengendap terlebih dulu. Airnya tetap masuk sungai, tapi sedimen tertahan di lantai hutan,” ujar Misdi.

Pendek kata, pembangunan jaringan jalan hutan mesti menim-bang konservasi tanah dan air.

Setelah segalanya matang, sekali lagi, setahun sebelum operasi penebangan, Misdi bersama tim membuka hutan, membangun jalan utama dan jalan cabang. Jalan utama selebar 12 meter, ditambah ruang untuk sinar matahari selebar 10 meter di kiri-kanan jalan.

Sementara jalan cabang selebar delapan meter, dengan ruang untuk sinar matahari selebar lima meter di sisi kanan-kiri jalan. “Kita harus memastikan jalan telah siap sebelum penebangan. Saya tidak ingin terlalu mepet dengan operasi penebangan. Harapannya, tiga bulan sebelum penebangan, jalan telah siap dan aman dilalui truk loging.”

Selama pembukaan wilayah hutan, pohon-pohon yang ditebang untuk jaringan jalan dimasukkan dalam Laporan Hasil Produksi (LHP). “Pohon-pohon yang ditebang untuk pembuatan jalan masuk dalam target

tebang tahunan. Kita membayar pajak untuk seluruh pohon 10 cm ke atas yang ditebang,” Eva menegaskan.

“Ringkasnya, negara tidak ingin kehilangan aset pohonnya, meskipun kita tidak memanfaatkan pohon yang di tebang untuk jalan.”

DALAM SETIAP Rencana Kerja Tahunan, demi kelestarian hutan, PT Sarpatim mengacu pada Rencana Kerja Umum 2011 - 2020. Rencana umum ini disahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berdasarkan pada inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB). Dari inventarisasi hutan menyeluruh itu terlihat taksiran potensi hutan, yang membatasi target tebang tahunan selama sepuluh tahun.

Jatah volume kayu yang bisa ditebang juga didasarkan pada sistem silvikultur yang dianut Sarpatim, yaitu Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ).

Kawasan hutan produksi yang dikelola perusahaan ini memben-tang 216.580 hektare, yang terbagi dalam tiga blok pengelolaan, yaitu Blok A Sei bahan-Mentaya; Blok B Sei Bahan-Kulai; dan Blok C Sei Bai. Pembagian blok, ungkap Eva, berdasarkan potensi hutan, topografi, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat.

Pada Blok A, Sarpatim menganut sistem silvikultur TPTI, dengan jatah tebang tahunan: 52.450 meter

kubik, rata-rata luas areal tebang 1.030 hektare. “Blok A dengan sistem TPTI karena topografinya relatif curam atau berbukit-bukit. Pohon yang bisa ditebang berdiameter 50 cm ke atas.”

Sementara pada Blok B, dengan sistem TPTJ teknik silvikultur intensif (Silin), terdapat dua jenis tebangan, yaitu tebang antara dan tebang dalam jalur tanam. Setiap tahun, volume tebang antara: 184.600 meter kubik, dengan luas areal tebang 4.200 hektare; dan jatah tebang dalam jalur tanam: 15.580 meter kubik, seluas 630 hektare.

Pada Blok C, juga dengan TPTJ, jatah tebang antara: seluas 890 hektare, 23.430 meter kubik; jatah tebang dalam jalur tanam: 130 hektare, 5.530 meter kubik setahun.

Eva menyatakan, tebang antara hanya untuk pohon berdiameter di atas 40 cm yang berada di antara dua jalur. “Sementara tebang dalam jalur untuk pohon-pohon yang berada jalur 3 meter. Diameter pohon yang ditebang 10 cm ke atas.”

Sistem TPTJ dipilih untuk Blok B dan C, kata Eva, karena topografinya yang relatif datar. “Itu memudahkan kita menanam pohon dengan teknik silvikultur intensif.”

Angka-angka itu sifatnya batas atas yang memandu Sarpatim dalam memanen kayu. Untuk menjamin jatah tebangan tadi tetap terjaga, setiap tahun Sarpatim menerbitkan Rencana Kerja Tahunan, yang ditembuskan

230 Hutan Alam

Page 230: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AKSES YANG SULITApi sering melalap lahan-lahan di wilayah pedalaman yang sulit dijang-kau dengan kendaraan. Demi memusnahkan api, pegiat Masyarakat Peduli Api seringkali membawa peralatan dengan segala cara, mulai dengan sepeda motor (kiri), dilanjutkan dengan memboyongnya dengan berjalan kaki (kanan).

SIMPANG JALAN Setelah menata jalan cabang, traktor kembali ke jalan utama di blok Rencana Kerja Tahun 2017. Jalan cabang selebar 8 meter dengan ruang sinar matahari 5 meter di kiri-kanan jalan. Sementara jalan utama selebar 12 meter, dengan ruang sinar matahari 10 meter di dua sisi jalan. Ruang bagi sinar matahari untuk menjaga jalan tetap kering sehingga aman dan awet. Setelah pembentukan badan jalan, proses selanjutnya adalah pengerasan jalan.

231Hutan Alam

Page 231: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

232 Hutan Alam

Page 232: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PENGERASAN JALAN Pada bagian-bagian yang lembek, bagian konstruksi jalan akan menimbun jalan dengan bebatuan. Pemantapan badan jalan ini untuk memastikan transportasi kayu bulat berlangsung lancar dan aman. Setelah pengerasan, jalan dipadatkan, sambil membentuk permukaan jalan seperti tempurung penyu. Hal itu untuk menghindari genangan air di badan jalan.

233Hutan Alam

Page 233: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Alhasil, produksi kayu pada Rencana Kerja Tahun 2016—yang hari itu dikunjungi Manajer Hany, di Blok B dengan sistem TPTJ, tak akan melampui volume yang telah ditetapkan pada Rencana Kerja Umum. Target produksi pada 2016 mencakup luasan 3.860 hektare, dengan volume 170.196 meter kubik. Jumlah pohon yang ditebang: 75.278 pohon. Rinciannya, tebang antara: 50.428 pohon, dengan volume 141.143 meter kubik; tebang dalam jalur tanam: 24.850 pohon, volumenya 29.053 meter kubik. Sementara itu, di Blok A, yang dikelola dengan sistem TPTI, target produksi 2016 mencakup luasan 1.009 hektare, dengan volume tebangan 49.204 meter kubik. Pohon yang ditebang: 15.288 batang.

BATAS volume tebang tahunan untuk menjaga keberlanjutan potensi hutan. Pohon-pohon yang tidak ditebang hari ini akan tumbuh berkembang, yang pada rotasi berikutnya bisa dipanen. Dengan demikian, target tebangan baru salah satu upaya dalam menjamin kelestarian hutan. Untuk memperluas sudut pandang kelestarian hutan, agaknya perlu mengintip sekilas perjalanan PT Sarpatim. Perusahaan ini telah memegang izin hak pengusahaan

hutan (HPH) kelompok hutan Sungai Nahiang - Sungai Kaleh sejak 1973 selama 20 tahun. Pada 1993, setelah berakhirnya hak pengusahaan jangka pertama, Sarpatim kembali memperoleh izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di hutan alam (IUPHHK-HA)—dulu HPH—seluas 216.580 hektare selama 45 tahun, dalam kurun 1992 hingga 2037. Dengan begitu, sam-pai 2016, Sarpatim telah mengelola hutan alam produksinya selama 43 tahun! Riwayat itu menyiratkan makna tentang kelestarian sumber daya hutan. Pertama, Sarpatim telah memasuki rotasi kedua dalam menjalankan pengusahaan hutannya. Kedua, kayu yang dipanen pada rotasi kedua merupakan hasil pertumbuhan hutan pada rotasi pertama. Saat jangka pertama, perusahaan membina dan merawat tegakan tinggal. Perusahaan juga wajib memperkaya hutan dengan penanaman kembali pada areal bekas tebangan, sesuai sistem silvikultur yang berlaku. Jadi, upaya lain untuk merawat potensi hutan adalah penanaman kembali areal bekas tebangan. Tekniknya sesuai dengan sistem silvikultur yang diadopsi Sarpatim. Di blok A yang menganut sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia, permudaan dilakukan dengan membina tegakan tinggal.

CEGAH EROSIKonstruksi jembatan baru ini

memperhatikan kaidah-kaidah pem-bangunan yang ramah lingkungan.

Pada tepi sungai yang rawan longsor dibentengi turap dari kayu bulat. Di

kedua sisi jalan juga dibangun saluran air yang menuju lantai hutan, untuk

mencegah sedimen mengalir ke sungai. Sumur-sumur jebakan sedimen juga

dibangun dekat sempadan sungai.

234 Hutan Alam

Page 234: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

235Hutan Alam

Page 235: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

“Selain itu, juga dilakukan pena-naman pada tempat-tempat terbuka, seperti bekas tempat pengumpulan kayu ataupun jalan sarad,” jelas Eva. Bahkan, bagian penelitian dan pengembangan juga menanami kanan-kiri jalan.

Sedangkan pada blok B dan C, yang menganut sistem Tebang Pilih Tanam Jalur, penanaman dilakukan dengan teknik silvikultur intensif (Silin). Pada jalur inventarisasi tegakan sebelum penebangan, tim silvikultur intensif akan menanam jenis-jenis komersial. Pada jalur tersebut, hutan dibuka selebar tiga meter mendatar dan vertikal.

“Itu untuk memberi ruang cahaya matahari masuk bagi pertumbuhan tanaman,” jelas Eva. Dia mengingatkan kembali bahwa Sarpatim mesti melaporkan pohon yang ditebang untuk jalur tanam silvikultur intensif, dan masuk dalam target produksi tahunan.

Di Blok B misalnya, target produksi 2016 untuk penyiapan lahan silvikultur intensif mencakup areal 1.234 hektare. Jumlah pohon yang ditebang 5.018 batang, dengan volume 3.713 meter kubik. “Artinya, pohon yang ditebang untuk jalur tanam ada pajaknya,” ungkap Eva.

Itu juga bermakna: untuk menjaga kelestarian produksi, perusahaan mesti menanamkan investasi berupa tanaman baru di areal bekas tebangan. “Owner selalu menanyakan berapa pohon yang telah ditanam. Per-

tanyaannya bukan berapa produksi kayu. Kayu pasti rutin keluar dari hutan, tapi jumlah tanaman yang hidup selalu tidak pasti,” tutur Manajer Hany. Ungkapan lelaki dari Timor ini menyiratkan upaya penanaman adalah masa depan bagi keberlanjutan produksi.

Masa depan selalu diselimuti ketidakpastian. Karena itu, masa depan menuntut kerja keras dan pengorbanan—yang ternyata tak selalu mulus seturut harapan. Ada pasang, ada surut.

AYUNAN TRUKMelesat seperti jet darat, truk

menggeber kecepatan saat melewati jalan yang turun.

Kecepatan ini untuk mengayunkan truk dengan beban kayu bulat

mendaki jalan yang menanjak. Tanjakan dan turunan adalah

bagian jalan yang berisiko tinggi bagi pengendara lain berpapasan

dengan truk kayu bulat (kiri-kanan).

236 Hutan Alam

Page 236: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

237Hutan Alam

Page 237: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

238 Hutan Alam

Page 238: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TRANSPORTASI KAYUTumpukan kayu di tempat pengumpulan kayu (TPK) dinaikkan ke truk dengan traktor kepiting untuk dikirim ke pelabuhan kayu di Tangar (kiri). Kayu-kayu dari hutan alam produksi Sarpatim dilabeli dengan V-Legal sebagai tanda kayu yang diangkut berstatus resmi (kanan). Selain itu, secara internal, Sarpatim juga memiliki administrasi kayu yang berguna dalam menelusuri asal-usul kayu, mulai dari petak tebangan, tonggak, hingga produk jadinya.

239Hutan Alam

Page 239: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

CEK ULANGDi stasiun pengisian bahan bakar Sarpatim, sebelum meninggalkan kawasan hutan, petugas memeriksa kayu bulat. Dengan aplikasi khusus, pengecekan dilakukan secara daring yang terhubung dengan sistem penatausahaan hasil hutan (SI-PUHH). Setelah itu, truk akan dilengkapi dengan surat sah angkutan kayu yang diterbitkan oleh petugas Sarpatim. Sebagai pemegang sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL), Sarpatim memang berwenang secara mandiri atas tata usaha kayunya. Pengendalian oleh pemerintah dilakukan secara sistemik melalui SI-PUHH.

240 Hutan Alam

Page 240: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PELABUHAN KAYU Kayu bulat dari kawasan hutan berhenti di pelabuhan kayu Sarpatim. di Tangar. Kayu-kayu ini akan diperiksa kembali, terutama nomor kayu sesuai administrasi perusahaan. Label V-Legal dan PHPL dicek ulang untuk memastikan label tidak hilang selama perjalanan. Dengan alat berat, kayu dinaikkan ke tongkang, dan dikirim ke Sampit. Dari sana, kayu diangkut dengan kapal laut ke pabrik PT Kayu Lapis Indonesia di Kendal, Jawa Tengah.

241Hutan Alam

Page 241: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

REHAT SEJENAKBercengkerama di teras dapur umum kamp Kulai, para karyawan berbagi cerita dan berkelakar (atas). Sementara itu, aroma sedap masakan membumbung dari dapur sahaja, yang makin memancing rasa lapar (kanan). Dapur umum sekaligus memasok ransum para awak yang bekerja di lapangan. Kamp ini juga dilengkapi musala, rumah petak bagi karyawan bagian produksi, dan bengkel alat berat. Kamp dibangun semi-permanen untuk mengikuti pergerakan operasi produksi.

242 Hutan Alam

Page 242: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

243Hutan Alam

Page 243: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

POHON-POHON meranti berjajar rapi menembus kegelapan hutan. Pohon bernama ilmiah Shorea leprosula yang menjulang 12 meter ini ditanam dengan teknik silvikul-tur intensif. Dengan jarak tanam 2,5 meter, sepanjang 1 kilometer, sekurangnya ada 400 pohon mer-anti yang ditanam pada satu jalur tanam.

Deretan meranti yang ditanam semenjak 2005 ini telah membentuk tegakan rapi di sela-sela hutan alam. Tanam jalur ini seturut kebijakan pemerintah untuk menerapkan Te-bang Pilih Tanam Jalur dengan teknik silvikultur intensif pada 2005.

“Setelah kegiatan produksi selesai, tim silvikultur intensif menyiapkan lahan untuk tanam jalur,” tutur Hadi Mokoginta, Kepala Bidang Silvikul-tur Intensif. Penanaman dilakukan segera setelah penebangan selesai. Misalnya, bagian produksi menebang pada Januari, tim silvikultur intensif segera menyiapkan lahan pada Maret. Kira-kira sebulan kemudian tim melakukan penanaman.

Tim akan membuat jalur tanam selebar tiga meter, horisontal dan vertikal. “Jalur tanaman ke arah utara-selatan sesuai jalur inventari-sasi tegakan sebelum penebangan,” imbuh Hadi.

Silvikultur intensif ditopang oleh tiga pilar: pemuliaan pohon, manipulasi lingkungan untuk pertumbuhan pohon, dan pengendalian hama penyakit.

“Itulah yang disebut silvikultur

intensif,” terang Pamuji Raharjo, Ma-najer Investasi Tanaman Kayu Lapis Indonesia Group yang menaungi Sarpatim. Salah satu tanggung jawab Pamuji adalah investasi tanaman Sarpatim di Kalimantan Tengah.

Lelaki yang akrab disapa Pungki ini membeberkan sejarah ringkas Tebang Pilih Tanam Jalur dengan teknik silvikultur intensif. Potensi hutan alam pada kurun 1970-1980, rata-rata 90 meter kubik per hektare. Sayangnya grafik potensi hutan alam menukik turun.

“Pada tahun 2000, potensi hutan paling banter 45 meter kubik per hek-tare. Potensinya turun drastis tinggal separo hanya dalam jangka duapuluh tahun.”

Melihat tren itu, para pakar silvikultur lantas tergerak untuk meningkatkan produktivitas hutan alam. “Kita harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan potensi hutan. Caranya ada campur tangan manusia,” lanjut Pamuji.

Langkah pertama: meneliti jenis komersial yang sesuai dan cepat tumbuh, yaitu spesies dari keluarga dipterocarpaceae atau keluarga meranti. “Meranti juga spesies khas Indonesia. Selama 2001 sampai 2004 kita sudah melakukan uji spesies.”

Alhasil, para pakar menemukan jenis-jenis meranti yang potensial untuk meningkatkan produktivitas hutan alam, seperti Shorea leprosu-la, S. macrophylla, S. scaberrina, S. parvifolia, dan S. platyclados.

244 Hutan Alam

Page 244: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TANAM JALURBagian Silvilkultur Intensif rutin memantau pohon yang ditanam

pada 2005 dengan cara tanam jalur. Pada areal bekas tebangan dengan

Tebang Pilih Tanam Jalur memakai penanaman di sepanjang jalur untuk meningkatkan potensi hutan.Kondisi

tapak tumbuh yang berbeda-beda di sepanjang jalur membuat riap tanaman tidak seragam. Ada yang

besar, ada yang kecil.

245Hutan Alam

Page 245: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Lantas, pada 2005, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjuk enam perusahaan hutan yang menjadi model uji spesies. “Salah satunya, kami, Sarpatim. Upaya itu dilakukan pada zaman Menteri Kehutanan MS Kaban.”

Nampaknya, uji spesies cukup berhasil. Pada 2007 hasil penelitian itu dikembangkan sebagai Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif atau TPTII, yang lalu menjadi Tebang Pilih Tanam jalur (TPTJ).

Namun hutan produksi lebih banyak dalam kendali alam. Setelah 9 tahun menerapkan silvikultur intensif, pada 2014 para pakar

menilik kembali silvikultur intensif. “Setelah dicek, ternyata hanya 20 persen tanaman yang sesuai harapan untuk meningkatkan potensi hutan alam,” sergah Pamuji. “Kita sudah investasi Rp125 miliar, tapi hasilnya tidak sesuai harapan.”

Harapannya, diameter pohon bisa tumbuh 1,67 cm setiap tahun. Dengan demikian, pada umur 30 tahun, pohon yang ditanam telah berdiameter 50 cm, dan siap tebang.

Itungannya begini. Angka 30 tahun berasal dari daur kelas perusahaan meranti; diameter 50 cm berasal dari aturan pemerintah yang mengizinkan pohon bisa ditebang.

“Pohon yang kita tebang berdiame-ter 50 cm, dengan daur meranti 30 tahun. Maka, dari pembagian 50:30 hasilnya 1,67. Inilah riap harapan kita: 1,67 cm.”

Riap adalah pertambahan diameter dan tinggi pohon setiap tahun. Komoditas pengusahaan hutan adalah kayu dan riap tumbuh. Sayangnya, dari seluruh pohon yang ditanam, “Hanya 20 persen yang memenuhi riap harapan.”

Apa yang sesungguhnya terjadi? “Pertama, jalur tanam yang

panjang memiliki kondisi tapak yang berbeda-beda,” jelas Pamuji.

UJI KETURUNANUntuk meningkatkan produktivitas hutan, perusahaan melakukan uji keturunan meranti (Shorea lepro-sula) dari 73 pohon induk. Dari uji ini akan diketahui pohon yang bisa menurunkan genetik unggul. Dita-nam secara klaster, pohon-pohon yang diuji ternyata memiliki tingkat pertumbuhan yang baik. Hal ini melahirkan ide tanam klaster dengan bibit unggul untuk meningkatkan potensi hutan alam (kiri-kanan).

246 Hutan Alam

Page 246: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

247Hutan Alam

Page 247: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TANAM KLASTERSetelah menunggu delapan tahun, baru didapatkan buah meranti untuk dilakukan uji tanaman. Tekniknya juga tanam klaster, yang ternyata memberikan ruang tumbuh yang bagus. Ide tanam klaster untuk meningkatkan potensi kayu sebagai inovasi pilihan selain tanam jalur. Untuk menerapkan ide ini, perlu kebijakan pemerintah.

248 Hutan Alam

Page 248: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kondisi tapak yang berbeda membuat pertumbuhan tanaman tidak seragam. Ada yang cepat besar, ada juga yang kerdil.

Kedua, asal-usul bibit. “Saat itu, kita memang belum siap dengan bibit unggul. Kita lalu mencari bibit cabutan dari alam yang tidak diketahui keunggulan genetiknya,” ungkap lelaki yang suka berselancar di hamparan pasir pantai ini.

Bibit cabutan yang dipandang bagus lantas ditanam. Tapi, sebe-narnya, memilih bibit cabutan dari alam ibarat memilih kucing dalam karung. “Kita tidak tahu sama sekali genetiknya.”

KINI, untuk meningkatkan daya tumbuh hutan, Sarpatim melakukan berbagai penelitian dan inovasi. Upaya permudaan dengan campur tangan manusia rupanya melupakan tiga pilar silvikultur intensif, terutama manipulasi lingkungan.

“Dulu kita menanam sepanjang jalur, sepanjang-panjangnya. Sekarang kita menanam hanya pada tapak yang optimal, seperti pada topografi yang relatif datar. Kemudian bukaan tajuk lebih dari 50 persen, karena meranti butuh sinar matahari yang cukup. Kita tidak menanam di tempat-tempat yang redup, karena sinar mataharinya kurang.”

Demikian juga bibit cabutan tidak disarankan lagi untuk ditanam, karena variasinya genetiknya terlalu besar. Pertumbuhan riapnya juga

rendah.Untuk meningkatkan daya

tumbuh hutan, semenjak 2005, perusahaan telah melakukan pene-litian pemulian pohon: uji spesies, uji keturunan (progeny trial), dan uji tanaman.

Uji spesies untuk menelisik jenis pohon yang cocok dengan keadaan setempat. Untuk sementara waktu, dari uji ini ada dua jenis yang dikem-bangkan: meranti (Shorea leprosula) dan jabon (Anthocephalus cadamba).

Uji keturunan untuk mencari tanaman yang memiliki genetik unggul. Pada petak uji keturunan, Sarpatim meneliti Shorea leprosula dari 73 pohon induk dari areal PT Sarpatim, PT Sari Bumi Kusuma, PT Erna Djuliawati, dan PT Suka Jaya Makmur. “Sementara uji tanaman untuk mengetahui pengaruh kombi-nasi jarak tanam dan pupuk untuk jenis tanaman yang dikembangkan,” imbuhnya.

Pemuliaan pohon menumbuhkan harapan bagi keberlanjutan hutan alam produksi. Sejak 2005, Sarpa-tim telah menanam 4,8 juta pohon, pada luasan 24.000 hektare di areal bekas tebang. Seluruhnya menelan biaya sekira Rp125 miliar. Hanya saja, dari seluruh tanaman itu hanya 20 persen yang memenuhi harapan pertumbuhan riap. Investasi hanya akan kembali dari 20 persen tanaman permudaan.

Pendek kata, setelah melihat hasil pemuliaan pohon dan galau

hasil tanam jalur yang tak menggem-birakan, Sarpatim mengembangkan inovasi.

“Kita melihat model penanaman pada uji keturunan, riapnya bagus sesuai harapan. Di lima perusahaan yang lain juga menunjukkan hasil yang baik. Dari situ, kita punya ide mengembangkan tanam klaster dengan bibit unggul.”

Berbeda dengan tanam jalur, model tanam klaster dilakukan dengan membuat rumpang terbuka, yang lantas ditanami bibit unggul.

Bila tanam jalur, bibit ditanam ber-baris, pada model klaster tumbuhan ditanam dalam petak-petak. Prinsip tanam klaster adalah mengoptimalkan pertumbuhan tanaman dalam luasan yang sempit, tapi hasilnya optimal. Dengan menanam bibit unggul secara klaster hanya seluas 20 persen dari luas areal tebang tahunan, hasilnya telah melebihi produksi kayu dengan sistem konvensional—Tebang Pilih Tanam Indonesia.

“Di areal Sarpatim, dengan Tebang Pilih Tanam Indonesia, rata-rata luas tebangannya 5.000 hektare, produksinya 200.000 meter kubik. Tanam klaster dengan bibit unggul seluas 500 hektare saja, hasilnya sudah bisa mencapai 200.000 meter kubik.”

Luas satu petak klaster antara 1-2 hektare. Lebih dari itu, tanaman tidak akan tumbuh optimal. Pamuji mene-gaskan pentingnya faktor pertum-buhan optimal bagi tanaman:

249Hutan Alam

Page 249: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PROSES PANJANG Upaya meningkatkan potensi hutan alam memerlukan proses panjang. Untuk mendapatkan bibit yang bagus, Sarpatim melakukan pembibitan dengan stek pucuk dalam sejumlah tahapan. Bibit awalnya diambil dari pohon uji keturunan, lalu ditumbuhkan di persemaian. Dari bibit awal, diambil stek pucuk (kiri), kemudian dibesarkan di rumah kaca dalam wadah khusus yang menjaga kelembaban mikro. Selanjutnya, bibit dari rumah kaca diunduh, dan disimpan dalam tenda penyungkupan (kanan).

250 Hutan Alam

Page 250: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

251Hutan Alam

Page 251: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

kelembapan, cahaya, unsur hara, dan kualitas genetik. “Faktor pertumbuhan itu tidak dapat ditawar-tawar.” Dalam satu blok Rencana Kerja Tahunan akan ada 10-20 persen klaster—sekitar 500 sampai 600 hektare. Lokasi petak-petak klaster memperhatikan keadaan tapak tumbuh, aksesibilitas, dan tidak tergantung pada potensi kayunya. “Misalnya, ada lokasi yang cocok untuk klaster, namun potensi kayu rendah, ya tetap kita tanami.” Jenis pohon yang ditanam dise-suaikan dengan keadaan tapak. Di areal rawang atau terbuka akan di-tanami jenis-jenis perintis—seperti jabon. “Untuk lokasi yang lembab, subur, dan lapisan tanahnya tebal, kita tanami jenis-jenis meranti.” Lantas, akankah hutan alam produksi didominasi jabon dan spesies tertentu saja? “Dalam jangka pendek memang begitu. Namun, sebenarnya kita juga membantu suksesi vegetasi klimaks yang menghasilkan meranti atau jenis lainnya. Pada areal klaster, tidak semua pohon ditebang habis, namun kita sisakan anakan meranti ataupun pohon komersial lainnya. Lagipula, di antara klaster tetap ada hutan alami yang akan mengendalikan hama dan penyakit.” Bisa dibayangkan, di antara hamparan hutan alam, terdapat petak-petak tanaman. (Pada tanam jalur, di sela hutan alam berderet barisan pohon.) Luas hutan yang

dibuka untuk kedua teknik tanam itu pun sama: 10-15 persen. “Bedanya, pada tanam jalur, cahaya matahari untuk pertumbuhan pohon tidak optimal. Jadinya riap tanaman cenderung rendah dan ber-beda-beda. Kalau tanam klaster, sinar matahari bisa berlimpah dan riap tanaman seragam,” Pamuji menerang-kan. Hakikatnya, inovasi tanam klaster untuk meningkatkan produktivitas hutan yang akan menyeimbangkan kelestarian ekonomi, sosial dan ekologi. Gagasan tanam klaster ini telah dipaparkan di hadapan para pakar dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Upaya ini sekaligus menegaskan kembali bahwa untuk melestarikan hutan alam perlu waktu panjang. Hasilnya tak bisa sekadar memenuhi hasrat jangka pendek untuk menikmati produksi kayu sesegera mungkin.

252 Hutan Alam

Page 252: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PEMULIAAN POHONSalah satu pilar silvikultur intensif

untuk meningkatkan potensi hutan adalah pemuliaan pohon, yang

mencakup uji keturunan (kanan), uji tanaman, dan uji spesies. Di samping itu, juga perlu manipulasi lingkungan

dan pengendalian hama penyakit. Baik tanam jalur maupun tanam

klaster sebenarnya bisa dibilang tegakan monokultur di hutan alam.

Keanekaragaman pohon di hutan alami akan mengendalikan hama

dan penyakit.

253Hutan Alam

Page 253: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

NYARIS tak ada jeda pekerjaan di hutan alam produksi yang telah bertahan dua generasi ini. Lestarinya produksi hutan alam ditandai dengan pekerjaan yang berantai dari tahun ke tahun.

Tahun ini adalah buah pekerjaan tahun-tahun lalu; pekerjaan tahun ini untuk menyiapkan tahun-tahun depan.

Di blok Rencana Kerja Tahun 2016, ada operasi penebangan, lalu dilanjutkan dengan penanaman pada areal bekas tebang. Pada saat yang sama, di blok Rencana Kerja Tahun 2017, tim pembukaan wilayah hutan bekerja membangun jaringan jalan. Nun jauh di blok Rencana Kerja Tahun 2018, hari-hari ini, tim survei menembus belantara untuk mendata potensi hutan dan topografi.

Nanti pada 2017-2018, Sarpatim akan kembali menggelar inventa-risasi hutan berkala menyeluruh (IHMB) sebagai dasar Rancana Ker-ja Umum jangka 2021-2030. Begitu seterusnya.

Di blok Rencana Kerja Tahun 2017 itu, Misdi baru saja meninjau operasi pembukaan hutan. Dia ingin jaringan jalan hutan telah siap be-berapa bulan sebelum masa tebang 2017.

Menjelang sore, Misdi beranjak kembali pangkalan utama Sarpatim di Bai Basecamp. Kendaraannya melewati jalan hutan yang bergeli-mang sinar jingga mentari.

Suara Tantowi Yahya menga-

lun lembut di ruang dengar mobil double-cabin yang dikendarai Misdi. Tembang berirama country itu seakan merayakan harapan dan kejayaan hutan alam.

Hutan belantara banyak tersebarNusantara…Semua harta, yang tak terhingga, milik kitaDi sana tempatnya, tanah idaman, kita semuaTanah yang kaya bagai permataNusantara…Semua kagum olehnya, tanah di khatulistiwaBagi yang telah melihat, hati terpikatNusantara…***

TITIK AKHIRDi atas tongkang di pelabuhan kayu Tangar, tumpukan kayu bulat akan

dikirim ke Sampit. Kayu-kayu ini masih perlu 18 jam untuk sampai ibukota Kabupaten Kotawaringin

Timur itu. Setiap bulan, ada empat pengiriman kayu dari hutan alam

Sarpatim ke pabrik PT Kayu Lapis Indonesia di Kendal, Jawa Tengah.

254 Hutan Alam

Page 254: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

255Hutan Alam

Page 255: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Hutan dan Peradaban

Rabu pagi yang cerah: ibu-ibu berkumpul di sudut Desa Tumbang Payang. Rabu adalah hari yang mereka tunggu. Ini hari jadwal mereka untuk berjualan di pasar PMDH—Pembinaan Masyarakat Desa Hutan, Tumbang Payang, Bukit Santuai, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pasar ini berdekatan dengan Bai Basecamp, PT Sarmiento Parakantja Timber atau Sarpatim.

Kaum perempuan ini memboyong hasil bumi dalam bungkusan karung, digendong dengan lanjung di punggung. Saat truk Sarpatim tiba, mata Ardina berbinar-binar. Rupanya dia bersama 21 ibu telah menunggu buat sementara waktu. “Inilah yang kami jual, ada ketela, daun pakis, pepaya…,” tuturnya dengan seuntai senyum.

“Kalau tak dijemput, marah kami,” lanjutnya perempuan Day-ak Ngaju ini. “Bukan saya yang marah, tapi ibu-ibu itu,” katanya sambil mengangkat dagu menunjuk teman-temannya. Bukan amarah sebenarnya, hanya diomeli ibu-ibu. Tapi mana tahan didera protes kaum perempuan.

Setiap Rabu, Sarpatim rutin mengirimkan truk untuk antar-jemput ibu-ibu di Tumbang Payang dan Tumbang Kania. Dua desa yang berkembang di sekitar batas hutan alam produksi Sarpatim. Menjelang tengah hari nanti, kala pasar mulai sepi, truk mengantarkan mereka kembali ke desa.

“Hari Rabu giliran kami dari Desa Tumbang Payang dan Tumbang Kania. Ada satu lagi, Desa Tewai Hara, yang jadwalnya hari Senin,” imbuh Ardina.

Pada hari Minggu, kaum ibu dari tiga desa itu bergabung, lalu dian-tar ke pasar Kuala Kuayan, ibukota Kecamatan Mentaya Hulu. Di sana, para ibu berbelanja kebutuhan rumah tangga. “Saya biasa belanja dagangan di Kuala Kuayan. Kebetulan ada warung kecil di rumah,” lanjutnya lagi.

Hari itu, truk yang biasa antarpjemput ngadat. Demi ibu-ibu, perusahaan mengirimkan truk yang biasanya untuk operasi pengusahaan hutan. Kepala Bidang Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) Fajar Setiyanegara menuturkan, truk yang biasa menjemput telah diubah lebih rendah, agar ibu-ibu bisa naik lebih gampang.

GOYANG BERSAMASaat truk menikung melewati tempat pengumpulan kayu, rombongan ibu turut bergoyang seirama. Sarana an-tar-jemput dari perusahaan memu-dahkan ibu-ibu memasarkan hasil pertanian keluarga.

256 Hutan Alam

Page 256: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

257Hutan Alam

Page 257: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

258 Hutan Alam

Page 258: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Ketimbang dicerca ibu-ibu, “Kita tetap sediakan truk.” Tapi ibu-ibu sebenarnya bisa memahami bila ada gangguan atau cuaca sedang tak ramah. “Syaratnya, kita beritahu lebih dulu,” kata Fajar.

Ibu-ibu bergegas naik ke bak truk. Meniti empat anak tangga, mereka naik cepat-cepat. Rupanya kaum hawa ini sudah biasa menumpang truk. Dagangan ditaruh di bagian tengah-tengah, ibu-ibu berdiri di tepi bak, berpegangan dinding truk. Berdesak-desakan.

Kala truk raksasa itu berjalan, ge-tarannya tiada tara. Saat roda meng-gilas alur-alur kecil jalanan, tubuh ibu-ibu seperti dikocok. Saat melewa-ti tajuk-tajuk pohon yang menjuntai, mereka kompak merunduk. Aha, bedak di wajah mereka mulai luruh. Sejenak jeda, truk mampir ke Tum-bang Kania, menjemput empat orang ibu.

Perjalanan antara Tumbang Payang hingga Bai Basecamp sejarak 12 kilometer, melewati jalanan hutan. Itu kira-kira perlu waktu 30 menit. Kendati bak terbuka, keteduhan hutan menaungi para ibu. Semilir angin menghalau terik matahari.

PASAR telah semarak oleh penjual dan pembeli. Di bawah naungan ten-da-tenda, para pedagang nomaden telah membuka lapaknya. Pakaian, barang pecah-belah, perangkat eletronik, dan pernak-pernik kebutuhan hidup.

Pada tanah lapang, truk berhen-ti. Tanah ini rupanya khusus untuk Ardina dan kawan-kawan. Mereka bergegas turun. Tak jauh dari truk, para ibu menggelar hasil buminya.

Di bawah langit biru, di atas tanah merah, beralaskan karung, kaum ibu menghamparkan sayur-mayur. Tergeletak begitu saja: pepaya, umbut rotan, daun sirih, cabe, pisang, daun kunyit dan sebagainya. Tak hirau tamparan matahari, ibu-ibu meng-gelar lapak di sekitar truk.

Truk kini menjadi pusat jual-beli. Beberapa ibu mengais keteduhan dengan berjualan dekat roda-roda truk—yang setinggi dada. Sebenarn-ya sudah ada lapak di tempat teduh, yaitu pasar PMDH. “Pasar PMDH ini kita bangun untuk memasarkan hasil bumi. Tapi ibu-ibu memandang tidak nyaman. Mereka tetap saja berjualan di dekat truk,” ucap Fajar.

Harga semua sayuran seragam: lima ribu rupiah. Seikat daun sirih, sebutir pepaya, seikat umbut rotan, sesisir pisang: lima ribu rupiah. “Besar atau kecil pepayanya, ya, Rp5.000,” Fajar berkelakar, “itupun masih ditawar.”

Kedatangan mereka membuat suasana riuh. Para pembeli rupanya mengandalkan ibu-ibu ini untuk mendapatkan sayur-mayur. Ada pem-beli yang tanpa basa-basi mengambil seikat sirih, lalu menyerahkan lemba-ran uang 5.000 yang kumal. Ada juga yang masih cerewet menawar-tawar.

Uang-uang kertas kusut saling

berpindah tangan. Lalu, berputarlah ekonomi kaum ibu. Hasilnya memang kecil, tapi riil. Ardina gembira meski hanya mendapatkan Rp25.000. Dari uang itu, ia membeli minyak angin, minyak harum, dan kebutuhan dapur. Tak semua sayurannya laku, tersisa dua ikat ketela, satu ikat daun pakis dan lima butir pepaya—Ardina berhitung, Sayuran yang tidak terjual akan ia masak di rumah.

Tapi hari itu membawa kebe-runtungan bagi Sunya. Perempuan dari Tumbang Kania ini meraup Rp150.000. Daun sirihnya laku keras. “Dari rumah saya membawa 36 ikat daun sirih. Tadi ada yang beli banyak, 33 ikat,” tutur Sunya. Sebelum pulang, dengan uang itu, ia membeli gula, kopi, teh dan beras. “Untuk kebutuhan dapur.”

DARI TAHUN ke tahun, hanya sayur-mayur yang dijual kaum perempuan dari desa sekitar hutan Sarpatim. Ekonomi yang berputar memang lambat. Kendati begitu, kaum perempuan ini meringankan beban kebutuhan rumah tangga.

Sebagai bentuk dukungan sosial, perusahaan menyediakan alat transportasi untuk antar-jemput di tiga desa tadi. Setiap pekan ada tiga jadwal rutin antar-jemput—seperti kata Ardina. Setiap bulan, sekurang-nya ada 12 trip.

Biaya operasionalnya lumayan besar, bisa sampai Rp300 juta per tahun.

MENATAP HUTANBerdiri di dinding bak truk, ibu-ibu menatap hutan alam produksi Sarpatim. Kelestarian hutan mem-berikan manfaat bagi kehidupan sosial secara berkelanjutan melalui program pembinaan masyarakat desa hutan.

259Hutan Alam

Page 259: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

“Apalagi jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh ibu-ibu, memang tak sesuai,” ungkap Fajar. Namun, kegembiraan membayang di wajah para ibu. Truk itu telah menjadi perlambang perputaran ekonomi kaum perempuan.

Fasilitas antar-jemput ini sudah ada sejak 1994 sebagai upaya memasarkan hasil bumi masyarakat. Gagasan ini bermula dari musyawarah antara perusahaan dengan masyarakat. “Saat menyusun program PMDH, kita berdiskusi untuk mengetahui ke-butuhan masyarakat. Kebutuhannya, di antaranya adalah pembukaan akses jalan dan pemasaran hasil hutan.”

Kendala terbesar bagi wilayah pedalaman adalah pemasaran. Apapun inisiatif ekonomi, selalu saja terbentur dengan masalah pemasaran. Sementara itu, untuk pembukaan akses jalan, hanya bisa dilakukan di kawasan hutan Sarpatim untuk keperluan operasi pengusa-haan. Untuk prasarana jalan, yang dilakukan adalah perawatan jalan dan jembatan. Alhasil, muncullah gagasan menyediakan sarana trans-portasi antar-jemput.

Hanya saja, imbuh Fajar, dulu banyak tantangannya, baik kondisi jalan hutan maupun kendaraan. “Dulu kita pinjam truk dari bagian lain, sekarang sudah mapan dengan satu kendaraan khusus.”

Prasarana jalan mendorong masyarakat pedalaman memiliki sarana transportasi. Secara tidak

langsung, papar Fajar, “Jalan hutan telah merangsang masyarakat memi-liki alat angkut. Truk bisa membawa hasil hutan bukan kayu hingga kota Sampit. Perekonomian masyarakat berjalan secara mandiri, karena para pengepul juga bisa masuk.”

Hasil hutan nonkayu itu berupa damar, karet dan rotan. Hari-hari ini, harga karet dan rotan sedang di titik nadir. Roda ekonomi melambat. “Bila pasar itu urusan ibu-ibu, hasil hutan bukan kayu urusan bapak-bapak.”

Hasil hutan bukan kayu dan kebun inilah yang menopang ekonomi masyarakat pedalaman di sekitar hutan Sarpatim. Saat harga komoditas itu wajar, infrastruktur jalan mendorong ekonomi warga sekitar. Tak pelak lagi, pemba-ngunan jalan menuju pedalaman turut berkontribusi dalam pengem-bangan wilayah dan menunjang ekonomi. Sedikitnya, jaringan jalan ini membentang 158 km.

Fajar menuturkan, pemeliharaan jalan menuju desa memperlancar pemasaran karet, rotan, pisang, durian. “Monitoring hasil usaha kebun masyarakat di Tumbang Payang, Tumbang Kania dan Tewai Hara, selama 2013 saja tercatat Rp 134 juta per bulan.” Hasil bumi itu diangkut kendaraan melalui akses jalan hutan dan jalan desa yang dirawat perusahaan.

260 Hutan Alam

Page 260: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENYENTAK PASAR Kedatangan ibu-ibu dari Tumbang Payang dan Tumbang Kania meriuhkan suasana pasar PMDH dekat pangkalan hutan Bai Basecamp. Meski banyak pedagang yang membuka lapak di pasar, hanya dari kaum ibu ini pasokan sayur mayur bisa diperoleh. Seturun dari truk, ibu-ibu bersicepat menggelar lapak.Mereka tahu: posisi menentukan rejeki (kiri-kanan).

261Hutan Alam

Page 261: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KOMODITAS KAUM IBUAneka hasil bumi dijual ibu-ibu dari desa sekitar hutan. Dari masa ke masa, sayur-mayur inilah yang didagangkan di pasar PMDH (Pembinaan Masyarakat Desa Hutan). Meski tidak besar, penghasilan dari penjualan hasil bumi menggerakkan ekonomi mikro rumah tangga.

262 Hutan Alam

Page 262: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

263Hutan Alam

Page 263: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DI BAWAH sepokok pohon jabon, Neo duduk di atas tanah. Asam urat membuat Neo terlihat lesu. Ekonomi Neo juga sedang surut: karet hanya Rp 6.000 per kilogram; rotan juga tak berharga.

“Itu usaha kami. Hari ini sudah tidak ada harganya. Karet juga begitu. Dulu lumayan, harga karet bisa Rp15.000 sampai Rp20.000. Harga Rp10.000 saja kita tidak dapat apa-apa,” sergahnya.

Namun dia masih memiliki masa depan: kebun jabon. Neo menanam 800 pohon di lahan kebunnya. Meski hanya menanam jabon, di kebun lain, dia masih bisa

mengunduh rotan, karet dan buah. “Tapi sekarang karet dan rotan harganya rendah. Bekerja jadi susah. Apalagi setahun ini sakit asam urat,” keluhnya lagi.

Kebun jabon merupakan bentuk kemitraan antara masyarakat dengan Sarpatim. Ini sebagai wujud pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan kehutanan seturut aturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kemitraan ini untuk Membangun Hutan Produksi Bersama Masyarakat atau MHPBM. “Ini untuk menjawab aturan Menteri Nomor P.39/2013 tentang pemberdayaan masyarakat

melalui kemitraan kehutanan,” Fajar menegaskan.

Lahan belukar masyarakat sebenarnya berada di areal Sarpatim. Hanya saja, masyarakat telah lama mengolahnya secara turun-temurun. Sebagai jalan tengah, perusahaan bermitra dengan masyarakat untuk meningkat produktivitas hutan.

“Kemitraan untuk mening-katkan produktivitas lahan hutan yang diolaj masyarakat. Sebenarnya lahannya masuk areal Sarpatim,” imbuh Fajar. Areal kemitraan adalah lahan masyarakat yang kurang produktif atau bekas ladang belukar.

KEMITRAAN KEHUTANANHamparan kacang tanah tumbuh subur di lahan milik Mawan. Selagi tegakan jabon masih kecil, lahan sela ditanami tumbuhan semusim (kiri). Sementara di lahan Neo, tegakan jabon telah berumur hampir 1,5 tahun, dan tumbuh cepat (kanan). Kemitraan kehutanan untuk mem-bangun hutan bersama masyarakat dan untuk menjaga kawasan hutan tetap produktif.

264 Hutan Alam

Page 264: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

265Hutan Alam

Page 265: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

“Pemilik lahan masih bisa bekerja di kebun jabon, mulai dari penyiapan lahan, penanaman, sampai pemeliharaan. Pada tahun ke delapan, pohon dipanen dengan bagi hasil: 50 persen perusahaan, 50 persen pemilik lahan.” Perusahaan akan menebang dan mengangkut jabon ke pabrik vinir Sarpatim yang terletak lima kilometer dari kebun Neo.

Jabon dipilih karena jenis lokal yang bisa tumbuh cepat. Saat hutan terbuka, tumbuhan inilah yang akan tumbuh pertama kali. Artinya, jabon cocok untuk ditanam di lahan-lahan belukar yang terbuka.

Pada 2013, Fajar melakukan penyadartahuan kemitraan kepada masyarakat. “Awalnya masyarakat meminta waktu untuk berpikir atas inisiatif itu. Lalu, ada beberapa orang yang ingin mencoba.”

Setelah pendataan petani yang berminat, pemetaan lokasi, dan kontrak kemitraan, lantas dibentuk kelompok tani hutan berdasarkan wilayah desa. Di Tumbang Kania misalnya, petani yang ingin bermitra berhimpun dalam Kelompok Tani Hutan ‘Ungguh Saruh’. Luas lahan kemitraan: 200 hektare. “Lokasinya di sebelah kiri dan kanan jalan menuju desa di dalam areal Sarpatim. Areal ini akan ditanami pada 2016 – 2017.”

Hingga Januari 2016, program kemitraan telah menanam 24.000 pohon jabon, seluas 61 hektare. “Ini mencakup 39 petani mitra, yang sampai Maret 2016 telah meningkat

menjadi 43 petani.” Selama 14 bulan sejak ditanam,

hutan jabon tumbuh dengan cepat. Di kebun Neo saja, jabon telah menjulang sekira dua meter. Melihat perkembangan itu, Neo berkeinginan menanam jabon di kebunnya yang lain seluas 20 hektare. Maksudnya, kata Fajar, agar Neo bisa panen jabon setiap tahun. Dengan daur delapan tahun, cukup menanam 8 hektare saja, Neo sudah bisa memanen jabon setiap tahun secara lestari.

LESTARI adalah kata kunci pengusahaan hutan yang berdaya guna bagi kehidupan masyarakat. Berbekal izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, Sarpatim telah mengelola kelompok hutan Sungai Nahiang-Sungai Kaleh sejak 1973. Hampir setengah abad perusahaan ini memanen kayu, merawat tegakan tinggal dan meningkatkan potensi hutan alam.

Selama itu pula, Sarpatim tumbuh bersama masyarakat 11 desa yang tercakup di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur. Di desa-desa binaan itu, Sarpatim menggelar program pemberdayaan masyarakat. Fajar memaparkan, prinsipnya: duduk bersama, meren-canakan bersama, dan bekerja bersa-ma. Kebersamaan itu untuk menjaga keharmonisan dan kesejahteraan komunitas.

Sebagai perusahaan hutan yang

memegang kaidah pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL), Sar-patim menjaga keseimbangan antara kelestarian produksi kayu, ekologi dan sosial. Artinya, aspek sosial tercakup dalam prinsip pengelolaan hutan produksi lestari.

Fajar menuturkan bahwa sekitar 70 persen kawasan hutan Sarpa-tim untuk produksi dan 30 persen untuk nonproduksi. Selain kawasan lindung, areal nonproduksi berupa ladang, pemukiman, dan belukar. “Secara sosial, yang menjadi perha-tian kita adalah pemukiman, ladang dan belukar di sekitar dan di dalam kawasan hutan.”

Kendati memegang izin usaha, Sarpatim tak bisa mengabaikan hak adat masyarakat sekitar dalam mengelola lahan di kawasan hutan. “Di sisi lain, secara sosial, kami harus memberdayakan masyarakat.”

Sebagai pengelola kawasan hutan, perusahaan menginginkan lahan di kawasan hutan produktif. Di sisi lain, masyarakat sudah berdiam lama di sekitar dan di dalam hutan secara turun-temurun. Ini bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi perusahaan harus mengendalikan perladangan di hutan, di lain sisi dituntut meningkatkan ekonomi masyarakat.

Sejak ada akses jalan, pola ber-ladang masyarakat berubah. “Dulu, warga membuka ladang di kiri-kanan sungai, sekarang di kanan-kiri jalan. Budaya berladangnya bergeser.”

PERTANIAN MENETAPUntuk mengurangi perladangan

berpindah di dalam kawasan hutan, Sarpatim menggagas per-contohan pertanian menetap di lahan 3 hektare dengan sayuran

dan palawija, yang hasilnya dipasarkan ke desa-desa sekitar. Upaya ini sebagai percontohan budidaya tanaman pangan bagi

desa-desa sekitar perusahaan.

266 Hutan Alam

Page 266: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

267Hutan Alam

Page 267: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Karena itu, Fajar menyatakan, Sarpatim melakukan penataan batas antara areal yang dikelola komunitas dan areal yang dikelola perusahaan. Penataan batas kelola ini untuk menjawab dilema antara mengendalikan perladangan dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Penataan batas kelola itu dilaku-kan Sarpatim bersama masyarakat. Hasilnya: Di bagian timur, areal hutan berbatasan dengan lahan kelola masyarakat Desa Tumbang Payang dan Tumbang Kania. Panjangnya sekitar 31 kilometer.

Di sekitar Desa Mojang Baru juga terdapat batas sepanjang 30 kilometer, dengan luas 329 hektare. “Pada monitoring 2013, tidak ada pembukaan ladang di areal kerja perusahaan,” imbuhnya.

Sementara di kanan-kiri jalan utama dari Bai Basecamp hingga ba-tas selatan—sepanjang 16 kilometer, terdata pembukaan ladang baru seluas 53 hektare. Sampai 2013, ladang belukar mencapai 720 hektare. Pada 2014, ada penambahan ladang baru seluas 9 hektare.

Selain penataan batas kelola, Sarpatim juga merintis solusi lain. “Kita mengembangkan pertanian menetap untuk mencegah per-ladangan berpindah. Masyarakat bisa berkebun menetap dengan komoditas karet, buah-buahan, sayur mayur, dan juga jabon.”

Dalam mencegah pembukaan ladang baru, kemitraan kehutanan

hanya bisa dilakukan pada lahan-la-han belukar lama. “Karena, lokasi kemitraan kehutanan tidak bisa dilakukan pada ladang yang baru dibuka oleh warga.”

Mari mengunjungi areal pengembangan pertanian menetap yang dilakukan Fajar dan rekan kerjanya. Di sana, Khudori sedang bersimbah keringat membuat persemaian bawang merah.

Di hamparan lahan yang dikelilingi kebun karet percontohan itu, dia menanam berbagai sayuran: gambas, bawah merah, sawi, kacang panjang dan cabe. “Cabenya sudah panen. Hasilnya dua kambing yang sudah beranak satu,” tutur Khudori dengan napas terengah-engah.

Ia mempraktikkan langsung per-tanian menetap untuk menginspirasi bagi warga sekitar dalam mengolah lahannya. “Dengan luasan tertentu, kita coba lihat berapa hasilnya dan nilai ekonominya,” papar Fajar.

Percontohan ini telah dikem-bangkan sejak tiga tahun lalu, dan hasilnya memang bagus. “Hasilnya terus berputar, selain bisa membeli kambing, juga bisa untuk membeli bibit tanaman yang baru,” ungkap Khudori.

Fajar mengakui belum banyak warga sekitar yang meniru pertanian menetap. “Dulu kita juga pernah mengembangkan pemanfaatan lahan pekarangan. Memang belum bisa berkembang. Warga belum telaten.”

Berdasarkan pengalaman itu,

sekarang, upaya budidaya menetap disertai dengan dengan analisis biaya, sehingga dapat diketahui pengeluaran dan pemasukan dari lahan garapan. “Kita memberikan penyuluhan, sekaligus praktik. Cara ini untuk memberikan alternatif sumber kehidupan. Kita memberikan contoh langsung: bila tanah dikelola dengan baik pasti akan membuahkan hasil.”

KARET LOKALPada lahan 5 hektare, perusahaan

membuat kebun karet percontohan. Kebun ini untuk praktik penyadapan

karet lokal secara baik dan benar. Penyadapan yang keliru akan merusak kulit pohon sehingga produksi karetnya

menurun.

268 Hutan Alam

Page 268: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

269Hutan Alam

Page 269: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SITUS MAKAMPenganut Hindu Kaharingan di Desa Tumbang Payang menyemayamkan kerabatnya yang telah meninggal di sandhung yang terletak di ujung desa. Penghormatan bagi mendiang mewujud dalam patung dan ornamen sandhung. Motif-motif tumbuhan, tingang dan satwa menunjukkan kedekatan masyarakat setempat dengan hutan di sekitarnya.

270 Hutan Alam

Page 270: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

271Hutan Alam

Page 271: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

RUANG kelas VI itu diselimuti keheningan. Para murid menatap baju batik bermotif khas Kaliman-tan Tengah. Setelah ujian nasional, mereka kini menunggu hasil belajar selama enam tahun dengan meng-gambar batik. Ada motif tingang atau burung enggang yang biasa melintas di atas sekolah. Ada juga motif pohon kehidupan. Sementa-ra itu, di kelas V, Diani Rismawati mengajari para murid ihwal angka pembilang dan angka penyebut.

Dua kelas ini terpisah dari kelas lainnya di Sekolah Dasar Sekar Sari Sarpatim. Ruang kelas I-IV berderet di seberang lapangan. “Semuanya

ada delapan rombongan belajar di enam kelas,” terang Tatiani, Kepala Sekolah Dasar Sekar Sari. Aktivitas belajar mengajar didukung tujuh pengajar dan empat guru bantu.

Selain sekolah dasar, juga ada Taman Kanan-kanak dan Seko-lah Menengah Pertama Sekar Sari Sarpatim. Hari itu, ujian nasional se-dang berlangsung di SMP. Kelas-ke-las lengang. Hanya pelajar kelas III yang masuk, dan mereka tenggelam dalam ujian akhir.

“Lulusan biasanya melanjutkan ke sekolah menengah atas di kota Sampit, atau di Kuala Kuayan. Ada juga yang melanjutkan ke Pulau

Jawa, tergantung orang tua murid,” jelas Purwanto, Kepala SMP Sekar Sari. Dari jumlah lulusan setiap tahun, rata-rata hanya tiga persen yang tak sempat melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.

Dalam wawasan Purwanto, kecerdasan siswa-siswi SMP Sekar Sari tak kalah sama dengan daerah lain. “Setiap Oliampiade Sains, kami mengirim murid dari desa binaan Sarpatim. Kecerdasannya imbang dengan anak-anak sekolah lain. Yang penting sebenarnya ada sarana pen-didikan yang memadai.”

Sarpatim memberikan dukungan bagi kelancaran pendidikan anak-

ANAK BANGSADi kompleks sekolah Sekar Sari Sarpatim terdapat fasilitas pendidikan dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Per-tama. Anak-anak kelas V tenggelam dalam pelajaran (kiri). Sementara itu, Anak-anak TK yang ceria duduk di atas meja di ruang kelasnya (kanan). Sarana pendidikan membantu anak bangsa di pedalaman meraih cita-citanya.

272 Hutan Alam

Page 272: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

273Hutan Alam

Page 273: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DUA GENERASI Sembari menunggu hasil ujian nasional, siswa-siswi kelas VI SD Sekar Sari menggambar motif batik Kalimantan Tengah (atas). Sebagian besar dari mereka akan melanjutkan ke SMP Sekar Sari, menggantikan kakak-kakaknya yang sedang mengerjakan ujian nasional (kanan). Dari generasi ke generasi, sarana pendidikan Sarpatim telah menciptakan sumber daya manusia terdidik dari sekitar hutan.

274 Hutan Alam

Page 274: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

275Hutan Alam

Page 275: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

anak dari desa-desa sekitar. Meski ada tiga SMP di seluruh kecamatan, jelas Purwanto, kebanyakan anak memilih SMP Sekar Sari. “Kebanyakan murid berasal dari desa-desa binaan Sarpatim. Ini mungkin karena ada fasilitas yang memadai, terutama listrik. Ada juga asrama, dengan bantuan sembako setiap bulan,” lanjut Purwanto. Dia menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengedepankan anak-anak bisa menempuh pendidikan. “Jan-gan berpikir soal biaya. Bahkan mengambil ijazah pun gratis. Yang penting anak-anak sekolah tanpa berpikir biaya.” Sarana pendidikan di Bai Base Camp ini telah menciptakan gen-erasi terdidik dari desa-desa sekitar hutan. Bahkan sebagian lulusan SD dan SMP telah bekerja di Sarpatim ataupun kembali mengabdi di seko-lah. Dengan demikian, sekolah yang didirikan Sarpatim ini telah mening-katkan kualitas sumber daya manu-sia setempat. Ini sebuah tengara lain: kelestarian hutan menumbuhkan keberlanjutan pendidikan. Salah satunya Adut Hendro. Dia alumni SMP Sekar Sari yang lulus pada 2009. Adut mengajar Pendi-dikan Jasmani dan Kesehatan di SD dan SMP Sekar Sari. “Saya ingin kembali ke sekolah ini. Dulu sewaktu sekolah, saya juga mendapatkan dukungan dari perusahaan. Saya pikir lebih baik mengabdi kembali di dunia pendidikan,” papar Adut.

Adut masih mengenang manfaat dukungan selama masa pendidikan di SMP Sekar Sari. Dia berasal dari salah satu desa binaan, Rantau Panjang, yang berjarak lima jam dari sekolah. “Adanya asrama dan bantu-an sembako membantu kami yang berasal dari desa binaan Sarpatim. Beban untuk biaya hidup berkurang, apalagi tidak ada biaya sekolah—ke-cuali seragam.” Sarpatim juga memberikan beasiswa bagi pelajar dari desa-desa sekitar. Beasiswa ini untuk murid tingkat SMP, SMA, hingga pergu-ruan tinggi. Bahkan di setiap desa, perusahaan juga membantu honor guru bantu. Menjelang siang itu, anak-anak SD Sekar Sari menghambur ke lapa-ngan. Dalam naungan langit biru, berlatar hutan alam, mereka ber-nyanyi. Suaranya menggema—sedik-it menyela keheningan kakak-kakak mereka di SMP yang sedang ujian nasional. Tatapan bening anak-anak ini menusuk hati nurani: dengan pen-didikan, mereka ingin menyambut masa depan. Kompleks sekolah Sekar Sari Sarpatim telah menjadi kawah candradimuka bagi anak-anak bangsa dari pedalaman. “Salam dari kami yang ingin maju!” Anak-anak bersorak-sorai. Harapan mengapung di udara.***

276 Hutan Alam

Page 276: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SALAM HARAPAN Di bawah siraman sinar matahari, anak-anak SD Sekar Sari melambaikan tangan sambil bernyanyi penuh semangat. Keberlanjutan pendidikan anak-anak ini sangat tergantung pada kelestarian hutan alam produksi. Sebagian alumni sekolah Sekar Sari mengabdi dan berkarya di Sarpatim. Bukti terang pengelolaan yang lestari membawa kemaslahatan antargenerasi.

277Hutan Alam

Page 277: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Konservasi di Lanskap Produksi

Suara alam menguasai belantara di Batu Licin. Serangga berderik. Bu-rung-burung berkicau. Air bergemericik mengalir deras. Udara bersih memenuhi rongga dada.

Pada pagi yang ceria itu, sejumlah karyawan PT Sarmiento Parakantja Timber mereguk alam liar Batu Licin. Ini kawasan perawan yang tak tersentuh operasi pengusahaan hutan.

Padahal potensi kayunya cukup tinggi. Hasrat pengusahaan hutan sirna di hutan tua Batu Licin. Kaidah pengelolaan hutan produksi yang lestari kini berdetak di wilayah liar Sarpatim. Sentuhan manusia nyaris tak ada—kecuali penelitian dan pemantauan.

“Sejak Sarpatim mengelola hutan ini, kawasan konservasi tidak tersen-tuh kegiatan penebangan,” jelas Gunawan Waluyo Martono, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan.

Aliran air yang memahat beba- tuan memikat beberapa orang untuk bermain air. Di sudut lain, sebatang sungai mengalir deras dari kedala-man hutan. Dua sungai ini bertemu di tempuran: berkumpul menghilir ke dataran yang lebih rendah.

Batu Licin benar-benar dalam genggaman alam yang murni. Wilayah liar ini ditabalkan sebagai kawasan konservasi untuk melin- dungi hutan tropika basah beserta segala isinya. Dari kawasan ini, air mengalir sepanjang tahun, yang menghembuskan peradaban di wilayah hilir.

“Batu Licin merupakan hulu Sungai Kabuhan,” kata Gunawan. Dia menuturkan, kawasan hulu sebenarnya masih 20 km ke atas dari Batu Licin. Di sana, sebuah bukit menjadi hulu tiga sungai besar: Mentaya, Kabuhan, dan Kuayan. Mentaya adalah sungai besar yang membelah kota Sampit, jantung Kotawaringin Timur.

Kawasan konservasi ini sekaligus menjadi tempat tetirah bagi para karyawan Sarpatim di sela kesibukan bekerja. Memasuki alam yang murni memang melapangkan jiwa dan raga.

Gunawan menuturkan, selain untuk melindungi hulu sungai, sebagian areal berfungsi sebagai arboretum. Beberapa jenis pohon meranti yang ada di hutan alam produksi Sarpatim

ALAM MURNIAir mengalir jernih di Batu Licin.Dari jantung hutan alam produksi Sarpatim, air dari hulu Sungai Kabuhan ini menghembuskan peradaban ke daerah di dataran yang lebih rendah. Selain melindungi wilayah hulu, kawasan konservasi ini membuktikan upaya pelestarian juga berlangsung di hutan alam yang dipanen kayunya. Hutan tropis Kalimantan beserta isinya berdetak liar di wilayah ini.

278 Hutan Alam

Page 278: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

279Hutan Alam

Page 279: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

280 Hutan Alam

Page 280: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

sengaja ditanam di sebidang lahan. “Arboretumnya tidak terlalu luas, namun pohon-pohonya telah dita-nam sejak 1995,” lanjutnya. Pelestarian di hutan produksi ini sebagai wujud menjaga keseimban-gan antara kelestarian produksi, so-sial dan ekologi. Demi aspek ekologi itulah Sarpatim membiarkan are-al-areal tertentu yang bernilai bagi keanekaragaman hayati. Dan Batu Licin laksana jendela kecil untuk mengintip belantara tua Kalimantan Tengah. Di kawasan ini pula, Gunawan dan rekan kerjanya meneliti dina-mika hutan alam tropis sepanjang

waktu. “Kita punya kewajiban men-etapkan kawasan lindung sekitar 10 persen dari luas hutan alam produk-si. Di sisi lain, kita juga memiliki petak ukur permanen, areal pen-gamatan orangutan, dan kawasan plasma nutfah.” Secara rinci, kawasan lindung meliputi sempadan sungai, pen-yangga mata air, konservasi in-situ palsma nutfah, kebun bibit, petak ukur permanen, hutan primer terpisah dan hutan sekunder terpi-sah. Totalnya seluas 23.798 hektare atau 11 persen dari seluruh kawasan hutan Sarpatim. Pada petak ukur permanen,

bidang Penelitian dan Pengem-bangan melakukan pemantauan dinamika hutan. “Ada dua jenis petak ukur permanen yang di-gunakan memantau Tebang Pilih Tanam Indonesia dan Tebang Pilih Tanam Jalur.” Sedangkan kawasan plasma nutfah untuk menjaga keragaman hayati. Areal ini melindungi berbagai tanaman obat dan tanaman lain yang belum diketahui manfaatnya. Plasma nutfah adalah cadangan masa depan bagi kehidupan manusia dan pengusahaan hutan alam. Selain memanen kayu, dalam jangka pan-jang perusahaan bisa mengembang

BENTENG ‘BOLA’Menjalar di tanah lembab, binatang berbuku ini memperoleh kebebasan

hidup di hutan tropis Sarpatim. Kala disentuh, ia akan menggulung

tubuhnya seperti bola. Ruas-ruas bukunya laksana perisai pelindung.

281Hutan Alam

Page 281: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

kan komoditas lain yang kini masih terpendam dalam berbagai tanaman. “Kami di bagian penelitian memang merasa masih banyak yang harus diteliti, termasuk tanaman obat.” Selain masih fokus pada pening-katan potensi hutan, imbuh Gun-awan, penelitian dan pengamban-gan sebenarnya juga berkewajiban meneliti potensi flora di hutan alam produksi. Perspekstif jangka panjang ini menegaskan upaya konserva-si menjadi bagian penting dalam kaidah pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL). “Kami mengikuti sertifikasi pengelolaan hutan pro-duksi lestari, yang didalamnya men-cakup konservasi keanekaragaman hayati,” tegasnya. Penanda penting hutan perawan Sarpatim dalam merawat keane-karagaman hayati adalah keberadaan orangutan kalimantan (Pongo pyg-maeus). Satwa penting dan dilind-ungi ini mendiami pedalaman hutan Sarpatim. Sebagai spesies payung, melestarikan orangutan juga berarti melindungi makhluk hidup yang lain. Kera besar ini juga berperan sebagai spesies kunci. Keberadaann-ya menandai di hutan alam produksi masih berjalan proses ekosistem. Sayangnya, tidak mudah men-jumpai kera besar itu. “Informasi dari teman-teman, orangutan kalau dicari tidak bakal ketemu. Tapi saat tidak mencari malah bertemu.” Di kawasan konservasi yang pe-rawan, jejak-jejak primata kharisma-

tik itu masih terdeteksi. “Kita rutin memonitor orangutan. Pada hutan yang perawan, kita membuat transek untuk mengamati keberadaan orangutan.” Transek pengamatan memben-tang satu kilometer, yang setiap 20 meter dipasangi patok sebagai titik ikat memetakan posisi sarang. Tim mencari tanda-tanda orangutan dari keberadaan sarangnya. “Tidak mudah bertemu orangutan secara langsung, sehingga kita mendeteksi sarangnya.” Ada lima klasifikasi kelas sarang, dari A sampai E. Kelas A, papar Gunawan, sarang masih segar, rant-ing dan daun sarang masih hijau. “Sarang baru, masih hijau. Syukur-syukur, kita bisa menjumpai jejak bau atau sisa makanan.” Sementara itu, kelas E menandakan sarang telah lama ditinggalkan. Sarang lama biasanya telah kering dan rusak. Sarang yang masih baru mem-beri petunjuk orangutan belum lama menjelajahi hutan sekitar sarang. “Ini karena setiap hari orangutan membuat sarang,” jelas Gunawan. Pada musim durian terakhir, tim monitoring bahkan sempat berjumpa langsung dengan orangutan. “Saat orientasi ke lapangan baru lalu, kita masih menjumpai sarang yang masih baru. Pada pengamatan tera-khir, kita menemukan sedikitnya 30 sarang dari berbagai kelas.” Gunawan menyatakan, orang-utan sebagai primata yang dilin-

dungi menuntut pengamatan yang lebih serius. “Kita penasaran. Secara fisik kita sudah mendeteksi, tapi belum ada rekamannya.” Pelestarian orangutan di areal Sarpatim dilengkapi dengan me-netapkan kawasan lindung untuk buah-buahan hutan. “Kita tidak ha-nya menanam pohon-pohon komer-sial, tapi juga memperkaya pohon buah-buahan.” Lantas, bagaimana dengan orangutan yang menjelajahi blok tebang? Gunawan menyatakan bah-wa orangutan tidak hanya mendi-ami kawasan konservasi. Ia pernah mendapatkan laporan satwa ini ada juga di blok Rencana Kerja Tahunan 2018. Satu tahun sebelum peneban-gan 2018, Gunawan dan tim akan mengamati kehadiran orangutan di blok itu. “Setelah penebangan, akan kita lihat apakah penebangan berpen-garuh pada orangutan.” Ia menambahkan, pada blok Ren-cana Kerja Tahunan 2015 yang sudah ditebang masih ditemukan sarang orangutan. “Setelah penebangan, orangutan masih menjelajahi wilayah bekas tebangan. Jadi, sebenarnya, yang penting kita menjaga pohon pakan, seperti durian, manggis hutan, pucuk jabon, dan sebagainya.”

282 Hutan Alam

Page 282: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MEMANTAU ORANGUTANStaf Penelitian dan Pengembangan rutin memantau keberadaan orangutan di kawasan plasma nutfah. Hutan di kawasan ini benar-benar murni tanpa tersentuh pengusahaan hutan. Sebagai spesies payung, melindungi orangutan sekaligus menyelamatkan hidupan liar yang lain. Kehidupan satwa liar menunjukkan hutan masih menyediakan habitat, pakan dan tempat untuk berkembang biak. Kawasan lindung di hutan alam produksi melengkapi ikhtiar pelestarian di taman nasional, cagar alam, taman suaka margasatwa dan yang lainnya.

283Hutan Alam

Page 283: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AIR HUJAN menggerus sempadan jalan tanah yang menurun. Tanah podsolik merah-kuning itu memang mudah tergerus air hujan. Untuk mencegah erosi parit, Gunawan dan timnya membuat terucukan. Wujud-nya: kayu penghalang yang ditata melintang di tepi jalan.

“Terucukan untuk menahan erosi parit di tepi jalan yang lereng-nya curam. Kita selalu ke lapangan untuk mengidentifikasi areal-areal yang erosinya tinggi,” Gunawan menguraikan.

Selain melakukan konservasi keanekaragaman hayati, staf Bidang Penelitian dan Pengembangan juga

meneliti struktur dan komposisi tanah. Para personel lapangan akan mengenali areal-areal yang butuh perlakuan khusus untuk konser-vasi tanah. “Secara umum, tanah di areal Sarpatim adalah podsolik merah-kuning yang rawan erosi,” Gunawan mengingatkan.

Dia menegaskan, pencegahan erosi tanah juga dilakukan bersama bagian kontruksi dan perawatan jalan. “Di sekitar jembatan, kita membangun turap berupa tumpu-kan kayu untuk menghindari sedi-mentasi. Ada juga saluran drainase yang mengarahkan air ke lantai hutan dan sumur-sumur jebakan

sedimen.”Sebelum masuk ke sungai, air

yang membawa sedimen tanah akan mengalir ke lantai hutan dan sumur jebakan. “Sedimen akan menggenang di sumur dan disaring di lantai hutan. Nanti setelah penuh, sedimen di sumur jebakan akan diangkat. Jadi, sedimen tidak membuat sungai keruh,” ungkap Gunawan.

Ringkasnya, pembangunan infra-struktur jalan hutan harus mem-perhatikan konservasi tanah dan air. Untuk itu, jaringan jalan yang dibangun sebaiknya tak terlalu ban-yak memotong aliran sungai. Meski melewati sungai, pembangunan

SEDIAAN BIBITPenelitian dan pengembangan menjadi tulang punggung bagi penyediaan bibit bermutu untuk permudaan buatan di hutan alam produksi. Bibit-bibit ini ditanam di jalur tanam silvikultur intensif dan areal-areal terbuka lainnya. Selain jenis pohon komersial, persemaian juga menye-diakan bibit tanaman buah untuk memperkaya sumber pakan satwa liar (kiri-kanan).

284 Hutan Alam

Page 284: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

285Hutan Alam

Page 285: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

286 Hutan Alam

Page 286: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KONSERVASI TANAHErosi yang menggerus tepi jalan dicegah dan dihambat dengan terucukan dari kayu bulat. Pemantauan dilakukan di tanah-tanah terbuka yang rawan erosi. Hasil pemantauan ditindak-lanjuti dengan upaya pencegahan memakai teknik konservasi tanah dan air (atas). Pada sejumlah titik di kawasan lindung, didirikan stasiun penelitian untuk memantau erosi tanah. Data dari penelitian dimanfaatkan untuk konservasi tanah dan air (kanan).

287Hutan Alam

Page 287: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

jembatan tidak mengganggu aliran air. Aliran air harus lancar tanpa halangan. Manajer Pengusahaan Hutan Hany de Fretes menambahkan, ikan-ikan berpijah ke hulu untuk menghidari pemangsaan di hilir. Dengan begitu, badan sungai harus bersih dari kayu yang bisa mengha-langi ikan-ikan yang akan berpijah di hulu. Manajer Hany mengingatkan, “Hutan punya daya lenting. Areal hutan yang baru dibuka, dengan humus yang tebal, cepat sekali menumbuhkan jenis-jenis perintis. Secara ekologis, keberadaan orangutan dan satwa liar menandakan hutan masih bagus, karena pohon buah masih ada.” Bahkan di setiap aliran sungai besar dan kecil terdapat kawasan penyangga yang melindungi daerah tangkapan air. Areal sepanjang sem-padan sungai, pohon-pohon tidak ditebang dan tidak tersentuh alat berat. “Sejak menyusun Rencana Kerja Tahunan, kita sudah merencanakan kawasan penyangga sungai. Artinya, kawasan sempadan kita keluarkan dari kegiatan penebangan. Saat regu penataan areal kerja (PAK) turun ke lapangan, mereka sudah mem-buat batas penyangga anak-anak sungai.” Di samping secara teknik, pencegahan erosi juga dilakukan dengan penanaman tumbuhan penutup tanah-tanah terbuka. Konservasi di lanskap produksi

Sarpatim menandakan pengelolaan hutan alam yang lestari mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial dan ekologi. Salah satu tanda kelestarian hutan terlihat pada kiprah penelitian dan pengembangan. Rentang tanggung jawab bagian ini mulai dari pemuliaan pohon, konservasi tanah dan air, dan konservasi keanekaragaman hayati. Masa depan produksi kayu ada di pemuliaan pohon: uji keturunan, uji spesies, dan uji tanaman. Sementara itu, masa depan jasa lingkungan ekosistem terletak pada konservasi daerah tangkapan air dan keane-karagaman hayati.***

JIWA SEHATTak hanya hidupan liar, alam yang murni, air yang jernih, dan udara

yang bersih juga memikat para karyawan dan masyarakat sekitar

untuk menyesap hutan tropis di Batu Licin. Menurut para pakar,

tetirah di kawasan alami akan memberikan pengaruh positif bagi

kesehatan jiwa.

288 Hutan Alam

Page 288: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

289Hutan Alam

Page 289: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TINJAU KANAL DAN EMBUNG Presiden Joko Widodo, didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Panglima TNI, dan pejabat pemerintah Provinsi Riau, memantau pembangunan kanal dan embung air di bekas lahan yang terbakar di Desa Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Oktober 2015. Presiden Joko Widodo menuturkan pembangunan kanal bersekat dan embung air merupakan solusi tepat untuk mencegah kebakaran di lahan gambut.

TEMPO/STR/RIYAN NOFITRA

Page 290: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ADAPTASI DI LAHAN GAMBUT

Kebakaran senantiasa menjadi tantangan serius dalam pengelolaan hutan. Beberapa tahun belakangan, kebakaran lahan dan hutan terjadi hampir setiap tahun. Cakupan dampaknya pun semakin luas: jutaan orang terancam infeksi saluran pernapasan atas, ratusan ribu pelajar tak dapat bersekolah, puluhan jadwal penerbangan tertunda. Pendek kata, kehidupan lumpuh.

Satu kata yang selalu terselip di antara getir kebakaran lahan adalah ekosistem gambut. Padahal ekosistem ini anugerah alam dengan banyak manfaat—namun juga rapuh. Lahan gambut yang terbakar menghamburkan jutaan ton karbon ke atsmofer. Sebagai salah satu gas rumah kaca, menghamburnya karbon semakin membuat runyam pemanasan global.

Lantas, dari mana memulai pencegahan kebakaran lahan dan hutan? Kementerian bergerak berdasarkan data dari tapak. Kementerian menyasar Riau sebagai provinsi yang paling rawan kebakaran dari enam provinsi lainnya. Di Riau, Bengkalis menyum-bang porsi kejadian kebakaran paling tinggi. Secara geografis, Bengkalis juga menjadi latar depan Indonesia yang berhadapan dengan Malaysia dan Singapura. Sekali api menjalar di Bengkalis, asapnya akan membumbung melintasi batas-batas negara.

Lalu Kementerian membangun skenario: melibatkan para pihak dan mengerahkan seluruh sumberdaya. Skenario ini bermuara pada langkah sederhana, namun butuh keseriusan semua pihak: mitigasi kebakaran lahan dan hutan berbasis desa. Dari tingkat desa, kebakaran dicegah, dampaknya dikurangi. Pada saat yang sama, Kementerian menusuk di tingkat desa untuk penyelesaian sesungguhnya: memberikan pilihan bercocok tanam yang sesuai dengan lahan gambut dan tanpa membakar lahan.

Page 291: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Saga Warga Gambut

Gambut: takdir alam dan manusia: makhluk yang bernalar. Pertautan keduanya menumbuhkan adaptasi demi peradaban di zaman yang berubah.

Salah satu wujud adaptasinya: Masyarakat Peduli Api. Upaya itu diiringi dengan pengelolaan gambut yang ramah lingkungan.

Manfaatnya melintasi batas-batas negara.

292 Saga Gambut

Page 292: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

GARDA DEPAN PEMADAMANKapan pun dan di mana pun api berkobar, Masyarakat Peduli Api selalu berada di garis depan dalam menaklukkan kebakaran lahan. Kendati mengabdi secara lokal, Masyarakat Peduli Api sebenarnya mencegah kerusakan lahan gambut yang lebih parah. Lahan gambut memendam tandon karbon yang penting bagi mitigasi perubahan iklim. Kebakaran yang meluas akan menghamburkan gas rumah kaca ke atmosfer yang dapat menghangatkan suhu Bumi.

293Saga Gambut

Page 293: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kisah Para Pemburu Api

Matahari telah bergeser ke belahan langit barat. Setelah jeda tengah hari, Abu Bakar dan Khaidir menyusuri jalanan yang lengang. Berangkat dari sekretariat Masyarakat Peduli Api Desa Sepahat, mereka tak hirau terpaan angin hangat. Angin mati. Hawa kering. Oksigen tipis.

Dua anggota Masyarakat Peduli Api ini berbincang-bincang sembari mengendarai sepeda motor tua. Dalam tatapan matahari bulan April yang memanggang, radar kewaspadaan mereka mulai berputar saat memasuki persimpangan Dusun Sejati.

Selepas simpang Sejati, Bakar dan Khaidir paham hamparan gambut di kanan-kiri jalan lintas Sungai Pak-ning-Dumai itu rawan kebakaran. Di daerah rawan inilah kebakaran lahan dan hutan sering menggulung kehidupan Desa Sepahat, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis, Riau.

Mereka berpatroli hingga perbatasan desa Tanjung Leban—kira-kira sejarak 12 kilometer. Dari sisi desa tetangga itu, mereka tahu ada anggota Masyarakat Peduli Api Tanjung Leban yang juga berpatroli. Kendati tak bersamaan, Masyarakat Peduli Api dari dua desa tetangga ini memang rutin berpatroli.

SIGAP BERSAMAMasyarakat Peduli Api Sepahat dan petugas Posko BPDB Damkar mengawasi areal rawan kebakaran dari menara pantau. Petugas Posko selalu berjaga di puncak menara, sementara Masyarakat Peduli Api berkeliling ronda api. Sinergi ini meningkatkan daya sigap dalam menghadapi bencana kebakaran lahan dan hutan.

294 Saga Gambut

Page 294: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

295Saga Gambut

Page 295: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

BIJAK MEMAKAI APIKobaran api memusnahkan sampah yang dikumpulkan ibu-ibu yang membersihkan jalan raya Sepahat. Kendati berada di wilayah bergambut, pembakaran yang terkendali akan mencegah api meluas.

296 Saga Gambut

Page 296: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Setelah itu, mereka bertandang ke Posko Pemadam Kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Beng-kalis. Tanpa basa-basi, mereka bergegas meniti ratusan anak tangga menara pantau yang menjulang 30 meter. Di puncak menara, bersama petugas Posko, Bakar memindai keadaan sejauh mata memandang. Mereka menyisir setiap sudut hamparan gambut.

Pada ketinggian 30 meter itu, alam Sepahat dan sekitarnya bisa dipantau dengan mudah. Untuk menambah kejelian matanya, Bakar mengamati dengan teropong. Jika ada titik api yang membumbungkan asap, Bakar dan rekan kerjanya pasti bisa menemukannya.

Dari pucuk menara, dengan semilir angin, alam Sepahat dan Tanjung Leban terlihat membentang dari ujung ke ujung. Di sisi utara, perairan Selat Malaka nampak muram. Lahan-lahan warga mem-bentuk bidang-bidang kebun: sawit, nanas, karet. Sebagian lagi, lahan-la-han gambut dibiarkan ditumbuhi semak belukar. “Itu lahan milik orang-orang dari luar Sepahat,” jelas Bakar.

Setelah turun dari menara pantau, dua aktivis Masyarakat Peduli Api yang berbeda generasi itu bergegas meneruskan patroli. Bakar yang berusia 42 tahun dan Khaidir yang 19 tahun lantas menembus jalan bergambut yang dikepung perke-

bunan sawit. Roda sepeda motor rakitan tahun 2000 itu mengaduk debu gambut yang selembut bedak. Debu berwarna cokelat tembaga meruap-ruap, menempel di wajah, menjejali lubang hidung, memedih-kan mata.

Di sepanjang jalan yang goyah itu, bertebaran serpihan kayu. Material kering itu bagaikan bahan bakar yang makin menambah risiko kebakaran. Jilatan api yang pernah berkobar meninggalkan jejak di tonggak-tonggak kayu yang gosong.

Saat memijak gambut yang garing, bumi terasa goyah, seperti berjalan di atas kasur. Saat men-jumpai pekebun, Bakar turun dan berbincang-bincang. Ia mengingat-kan tentang rawannya kebakaran di tanah gambut. Sosialisasi selalu diberikan kepada warga atau siapapun yang terjumpa saat patroli. “Sela-lu sosialisasi, apalagi saat musim kemarau,” terang Bakar, “misalnya, kita mengingatkan tidak membuang rokok sembarangan.”

Patroli itu sejauh enam kilometer sampai perkebunan yang dulu dikem-bangkan pemerintah Provinsi Riau untuk memberantas Kebodohan, Ke-miskinan, dan Infrastruktur (K2I). Perkebunan itu kini tak terurus.

“Hasilnya dipanen masyarakat. Karena tak diurus, perkebunan K2I sangat rawan kebakaran. Banyak orang luar yang memancing di kanal-kanal perkebunan,” Bakar memaparkan.

297Saga Gambut

Page 297: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Sementara itu, di desa tetangga, di Tanjung Leban, Hariyanto bersama temannya juga menyisir jalan-jalan yang membelah areal gambut. “Kami biasa masuk hingga 12 kilometer sampai perbatasan lahan milik perusahaan hutan,” jelas Hariyanto, salah seorang Masyarakat Peduli Api Tanjung Leban.

Patroli digelar setiap hari. “Kita meronda mulai pukul 08.00 hingga tengah hari. Setelah istirahat makan siang, kita patroli lagi,” Hariyanto melanjutkan.

Ronda selesai sekitar pukul 17.00, dan para petugas akan mengisi catatan harian. Dalam logbook itu, petugas ronda mencatat situasi dari lapangan. Jika menjumpai titik api, anggota akan menghubungi regu pemadam untuk memusnahkan api.

Sepahat dan Tanjung Leban memang saling berbagi batas desa. Kedua desa berdiri di atas hamparan gambut dengan ketebalan yang bervariasi. “Hampir 80 persen lahan Sepahat berupa gambut,” ungkap Herman yang pernah memimpin Masyarakat Peduli Api Sepahat 2009-2014.

Hari-hari itu, saat musim sedang berubah, para pegiat Masyarakat Peduli Api tak mau bertaruh dengan bahaya kebakaran lahan. Selain musim hujan dan kemarau, warga setempat mengenal ‘musim lokal’ yang dipengaruhi oleh angin Selat Malaka. “Hari-hari ini sedang transisi dari musim utara ke musim selatan,”

lanjut Herman. Kala musim selatan, angin

kering, panas, dan mudah berubah. Seiring dengan hujan yang makin jarang, musim selatan makin mening-katkan risiko kebakaran. Apalagi lahan gambut membentang luas bebas tanpa kawasan hutan sebagai penyangga. “Kita tidak punya daerah penyangga sebagai penahan api. Kita tidak punya hutan lindung ataupun hutan konservasi. Semua hamparan gambut lepas saja.”

“Kami sangat khawatir… seka-rang ini memasuki musim selatan. Setiap jam angin bisa berubah. Kalau lahan terbakar, angin musim selatan yang membuat desa kami mengekspor asap ke Malaysia dan Singapura,” keluh Ismail K, anggota MPA Tanjung Leban.

Lantaran geografi Sepahat berha-dapan dengan Selat Malaka, setiap kali muncul titik api, angin selalu datang berhembus—tak ada yang tahu mengapa begitu. Penuturan lokal menyebutkan Sepahat dan Tanjung Leban berada di antara tiga persilangan geografis: Selat Malaka, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat.

Rupabumi itu bagaikan saluran yang mengarahkan angin menembus dua desa ini. Karena itu, saat musim selatan, “Patroli kita tingkatkan, baik dengan menambah personel maupun menambah waktu ronda,” tutur Ketua Masyarakat Peduli Api Sepahat Syafrizal.

298 Saga Gambut

Page 298: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

GAMBUT, api, dan manusia. Gambut adalah takdir alam bagi lahan-lahan di Sepahat dan Tanjung Leban. Api: bisa menjadi kawan atau lawan. Bila dimanfaatkan secara bijak, unsur alam itu bakal banyak memberikan manfaat. Manusia, makhluk bernalar yang mampu belajar. Sayangnya, manusia juga sumber kealpaan.

Tanah gambut dan api ada-lah perpaduan sempurna untuk membakar Bumi—demikian kata Hariyanto. “Tapi, sebenarnya kita tidak mungkin membakar Bumi karena menjadi tempat hidup,” ujar Hariyanto. Bagi Masyarakat Peduli Api kebakaran lahan gambut nyaris selalu disebabkan oleh manusia. “Ulah, itu ulah manusia,” Hariyanto menegaskan.

Jarang sekali kebakaran karena faktor alam, hampir tak pernah ada. Sembilan puluh sembilan persen karena kelalaian manusia.

Bagi warga yang berkebun di lahan gambut, kebakaran adalah petaka. Jika tak segera dipadamkan, api akan menjalar ke kebun-kebun melumat sumber kehidupan warga. “Pengolahan lahan gambut sebe-narnya memerlukan biaya mahal. Hanya pemilik bermodal yang bisa menyewa alat berat,” lanjut Herman. Tapi pekebun kecil, seperti warga Sepahat dan Tanjung Leban, tak akan mampu mengolah lahan gambut secara canggih.

SEREMPAK MERONDAMasyarakat Peduli Api Sepahat rehat

sejenak sembari berbincang ringan dengan Kepala Posko Damkar Masri S--berbaju biru (kiri). Sementara itu,

pada saat yang sama, Masyarakat Peduli Api Tanjung Leban meronda di jalan-jalan kebun di desanya (kanan).

299Saga Gambut

Page 299: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SOSIALISASI TIADA HENTIDuduk di lahan gambut yang ditanami sawit, anggota Masyarakat Peduli Api Sepahat Abu Bakar berbincang dengan warga yang menggarap kebunnya. Sambil berbincang santai, Bakar menyisipkan pesan untuk tetap waspada terhadap munculnya titik api (atas). Di Tanjung Leban, anggota Masyarakat Peduli Api meminta seorang warga untuk membantu mengawasi dan mengingatkan orang-orang yang memasuki lahan bergambut agar tak ceroboh dalam menghidupkan api (kanan).

300 Saga Gambut

Page 300: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

301Saga Gambut

Page 301: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AIR HITAM GAMBUTPerahu nelayan di Tanjung Leban mengapung di sungai berair hitam. Seluruh parit dan sungai yang berair hitam menandai dominannya ekosistem gambut di wilayah desa. Air ini akan lolos ke perairan Selat Malaka, yang membuat tanah gambut kering dan rentan terbakar. Di masa lalu, sungai dan kanal digunakan untuk menghilir kayu gelondongan dari hutan gambut alami.

302 Saga Gambut

Page 302: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Herman menepis anggapan kebakaran lahan dilecut oleh pem-bersihan lahan di kebun warga. “Sepanjang pengalaman saya, sejak 2009 sampai sekarang, tidak ada lahan yang sengaja dibakar. Kalau lahan digarap dengan baik, sangat kecil kemungkinan muncul titik api. Yang banyak terjadi adalah kelalaian.”

Kelalaian adalah kata yang kerap diucapkan para pegiat Masyarakat Peduli Api. Kelalaian bisa berasal dari siapa saja: pekebun, pemancing, pencari damar, orang yang lewat, orang iseng yang sengaja mem-bakar lahan, atau orang yang iri lagi dengki. Betapa sulit mencari biang kelalaian.

“Yang jelas manusia. Siapa lagi…,” sergah Herman.

Para pekebun yang berasal dari Sepahat dan Tanjung Leban telah memahami bahayanya api di tanah gambut. Kalau terjadi kebakaran, mereka sendiri yang akan repot dan merugi. Tanaman kebun yang baru ditanam akan ludes terbakar. Rugi modal, rugi tenaga.

“Pemilik kebun yang pertama kali harus memadamkan api. Sebe-lum menghubungi kami, pemilik kebun wajib mengendalikan titik api. Setidaknya menyekat kepala api,” ujar Syafrizal. Yang kerap terjadi, kelalaian dari orang luar desa yang memancing ikan, mencari burung ataupun mencari damar. Sekadar membuang puntung rokok yang masih menyala, jadilah titik api.

“Ditambah dengan tiupan angin dan musim kemarau, jadilah titik api. Orang dari luar tidak memahami bahayanya api di lahan gambut.”

Seringnya kebakaran lahan telah membuat sebagian pemilik lahan putus asa. Ketimbang rugi terus, sejumlah warga memilih menjual lahannya ke orang dari luar desa. Sialnya, orang luar desa ini tak paham risiko kebakaran. Syafrizal menyatakan titik api rawan muncul di lahan-lahan gambut yang tak terurus. Para pencari burung, damar ataupun pemancing sering menjela-jahi lahan-lahan bersemak belukar itu. “Karena itu, saat patroli, dan jumpo mereka, kita kasih tahu agar berhati-hati untuk tidak membuat api atau membuang puntung rokok sembarangan. Kalaupun membikin api, ya, harus dipadamkan.”

Tidak mudah bagi Masyarakat Peduli Api menelusuri penyulut api. Kebakaran lahan tak terjadi serta-merta saat api jatuh ke tanah gambut. Titik api terjadi secara perlahan-lahan dan senyap. Bara akan menjalar ke segala arah. Saat siang hari, bara tak nampak lantaran kalah dengan sinar matahari. “Yang kelihatan hanya asapnya,” jelas Syafrizal, “tapi, itu artinya titik api sudah membesar.”

Lihatlah Bakar yang sengaja menaruh nyala rokok di tanah gambut yang agak lembap. Di bawah terang matahari, bara di pucuk

303Saga Gambut

Page 303: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ULAH CEROBOHDi tepi jalan lintas Sungai Pakning-Dumai di Sepahat, jejak kebakaran membekas di rerumputan dan pohon. Ini baru salah satu dari empat titik api yang menyala pada saat yang hampir bersamaan. Sekalipun ada patroli rutin dan papan imbauan (kanan), titik api tetap saja muncul di lahan bergambut. Rentannya kawasan gambut terhadap kebakaran tak dipahami oleh para pengendara yang melintas.

304 Saga Gambut

Page 304: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

rokok itu tak nampak—hanya ter-lihat abu. Pelan, pelan, pelan, belum terjadi apa-apa. Namun, satu menit, dua menit, tiga menit, bara rokok membekas di permukaan gambut. Dari ujung rokok, lambat-laun api merambat membentuk bulatan kecil. Lantas, mengepullah asap. Bara seujung jari itu, kata Bakar, “kalau ditiup embusan angin, ditam-bah panas kemarau, dan dibiarkan selama satu jam, akan berkembang menjadi kepala api.” Jadi, siapa pun yang membuang rokok yang masih menyala tak akan menyadari sedang menyulut kebakaran lahan. Titik api baru akan

membara setelah dua sampai tiga jam kemudian—sementara sang pelaku telah pergi. “Karena itu, kita rutin berpatroli dan selalu meng-ingatkan agar tidak lalai,” Syafrizal menegaskan kembali pentingnya sosialisasi selama ronda api. Kala musim kemarau panjang, kewaspadaan meningkat. “Kita kadang memotret pemancing, pencari burung ataupun pencari damar. Itu tergantung keputusan anggota yang patroli. Ada juga yang menahan rokok dan memotret sepeda motornya,” kata Syafrizal. Sedangkan di Tanjung Leban, Masyarakat Peduli Api menah-

an Kartu Tanda Penduduk para pemancing ataupun orang luar yang keluyuran di lahan-lahan gambut. “Setelah pulang, KTP bisa diambil lagi,” ujar Hariyanto. Para pegiat Masyarakat Peduli Api rupanya tak mau mengulangi pengalaman pahit kebakaran lahan. Mereka tak mau merasakan kem-bali serbuan asap, hawa panas, dan udara yang tidak sehat. Mereka pun konsisten: berpatroli sepanjang hari, dan tak bosan-bosan mengingatkan orang-orang.

305Saga Gambut

Page 305: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

LAHAN TIDURLahan-lahan gambut yang tak terurus membentang luas di Desa Sepahat. Bekas jilatan api meninggalkan serpihan kayu garing yang menambah risiko kebakaran. Di lahan yang terbengkalai inilah banyak orang luar desa yang mencari burung, damar, ataupun ikan, yang tidak memahami bahaya api di areal gambut yang kering. Pemilik lahan tidur biasanya memperkerjakan orang luar menggarap kebun yang rawan kebakaran.

306 Saga Gambut

Page 306: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

307Saga Gambut

Page 307: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KIPRAH Masyarakat Peduli Api dilecut oleh sejarah getir kebakaran lahan dan hutan. Di sekretariat Mas-yarakat Peduli Api Sepahat, Syafrizal mengenang kembali kebakaran lahan yang pernah mencampakkan kehidupan desanya di titik nadir.

Pada masa lalu, kebakaran kerap melahap lahan gambut Sepahat. Kebakaran memuncak pada 2007. Sepahat dibekap kebakaran hebat. Asap mengepung desa. Kebakaran tahun itu juga meluluhlantak-kan vegetasi gambut yang tersisa. “Seluruh perangkat desa berjibaku memadamkan api. Bahkan ada helikopter yang jatuh di kanal perusahaan,” kenang lelaki muda nan tampan ini.

Saat itu, pemadaman dengan alat seadanya. “Kita memakai apa saja. Bahkan pompa air masyarakat kita bawa.” Upaya memadamkan api berlangsung berhari-hari. Setiap ada kebakaran, seluruh perangkat desa selalu kelimpungan melawan api. Mereka tak bisa pulang ke rumah selama berhari-hari.

“Sampai-sampai kita dijuluki ‘Bang Toyib’ yang sebulan tak pulang-pulang,” kelakar Herman.AKSES YANG SULIT

Api sering melalap lahan-lahan di wilayah pedalaman yang sulit dijangkau dengan kendaraan. Demi memusnahkan api, pegiat Mas-yarakat Peduli Api seringkali mem-bawa peralatan dengan segala cara, mulai dengan sepeda motor (kiri), dilanjutkan dengan memboyongnya dengan berjalan kaki (kanan).

308 Saga Gambut

Page 308: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

309Saga Gambut

Page 309: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PERGULATAN DI LAUTAN BARAMenempuh segala risiko, Masyarakat Peduli Api turun langsung di medan kebakaran. Tak jarang kepala api tak bisa dijangkau oleh peralatan yang terbatas. Asap yang menyesakkan, uap bahang yang panas, dan tertimpa pohon adalah risiko yang dihadapi para pemadam. Ketua Masyarakat Peduli Api Sepahat, Syafrizal, mengabadikan perjuangan pemadam api dengan kamera yang tersemat di telepon pintarnya.

310 Saga Gambut

Page 310: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SYAFRIZAL-SEMUA FOTO

311Saga Gambut

Page 311: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kebakaran lahan yang melum-puhkan pelayanan publik di pe-merintahan desa menyadarkan banyak pihak. Pemerintah Kabupaten Bengkalis juga mendorong desa untuk mencegah dan memadamkan api. Kepala Desa Sepahat Hasan Asyari—yang habis masa jabatannya pada 2015—mengumpulkan para tokoh dan pemuka masyarakat.

Musyawarah melahirkan kese-pakatan: membentuk lembaga yang menangani kebakaran lahan dan hutan. “Waktu itu namanya bukan Masyarakat Peduli Api, tapi Regdam atau Regu Pemadam. Selain keba-karan lahan, waktu itu kenakalan remaja di Sepahat juga cukup tinggi. Banyak kasus minum minuman keras dan pencurian,” papar Syafrizal.

Regu Pemadam angkatan pertama terdiri 14 anggota, yang dipimpin oleh Herman. Pemerintah desa juga merekrut kalangan muda. “Remaja yang tidak bekerja ditarik ke dalam Regu Pemadam. Ini untuk mengu-rangi masalah sosial remaja. Jadi ada dua fungsi, menanggulangi keba-karan dan mengurangi kenakalan remaja.”

Selama tahun-tahun awal, ke-giatan lebih banyak turut serta dalam pemadaman kebakaran. Semenjak itu pula, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta perusahaan kehutanan mem-berikan dukungan pelatihan dan peralatan.

“Pada tahun 2012, nama ‘Regu Pemadam’ dirasakan terlalu berat, karena kita harus punya peralatan lengkap. Padahal kita tidak memiliki alat pemadam. Bahkan pakaian seragam pun tak ado. Pada 2012, Regu Pemadam berganti nama menjadi Masyarakat Peduli Api.”

Pada tahun-tahun pertama, aktivitas patroli mendapatkan penolakan dari sebagian warga. “Kenapa patroli, kami bisa mengu-rus kebun sendiri,” ucap Herman menirukan cibiran penolak ronda api. “Ronda terus seperti tidak ada pekerjaan. Apa sih, dironda-ronda toh kebun milik orang lain.”

Namun keteguhan dan semangat Masyarakat Peduli Api meruntuhkan pandangan negatif itu. Perlahan, patroli menjadi kebutuhan untuk mencegah kebakaran lahan dan hutan. Masyarakat mulai memahami kobaran api hanya akan merugikan kehidupan. Sawit, karet, nanas, dan tanaman budidaya lainnya hangus. “Jerebu yang menyelimuti desa juga tidak baik untuk kesehatan. Kehidupan desa lumpuh,” kisah Herman.

Lantaran itu, apapun yang terjadi, anggota Masyarakat Peduli Api terjun langsung memusnahkan api yang melalap kebun-kebun warga. Di mana pun, kapan pun, sewaktu ada titik api, anggota langsung turun. Herman mengenang: “Kebakaran terjadi tidak memandang waktu.”

312 Saga Gambut

Page 312: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

CATATAN HARIANSeusai patroli, peronda mencatat

segala peristiwa dari lapangan. Catatan ini bertumpuk-tumpuk rapi dan disimpan di sekretariat

Masyarakat Peduli Api. Saat hujan turun merupakan masa

istirahat bagi peronda api.

313Saga Gambut

Page 313: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

314 Saga Gambut

Page 314: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kebakaran bisa terjadi pada malam, subuh, ataupun tengah hari. “Pernah juga terjadi saat Lebaran. Pada saat pemadaman juga belum tentu ada dana operasional. Semen-tara warga meminta tolong agar api segera dipadamkan. Kalau tidak, kebun bisa habis.”

Memadamkan api di lahan gam-but sangat berbeda dengan kebakaran di permukiman. Banyak faktor mesti diperhatikan: sumber air, jarak lokasi kebakaran dengan kanal, aksesibilitas, arah angin dan letak kepala api.

“Untuk turun ke lapangan, kita harus melihat akses jalan dan sumber

air. Akses jalan oke, tapi akses air tidak ada, ya, sulit. Kalau tidak ada air, kita koordinasi dengan kabupaten untuk water booming,” ungkap Masri S, Kepala Posko BPBD Pemadam Kebakaran di Sepahat.

“Macam manapun, tim pemadam lebih dulu mengejar kepala api, lalu menyekatnya. Kita putus kepala api, dilanjutkan dengan pemadaman yang sempurna. Kalau tidak begitu, api tetap akan merembet.”

Ia mengakui sulitnya pemadaman di lahan gambut di Sepahat dan Tanjung Leban. Asap pekat menye-sakkan dada dan memedihkan mata.

“Setelah memadamkan api, kita pasti sakit minimal tiga hari.”

Yang paling ditakuti para pemadam: angin musim selatan. Pemadam dari Masyarakat Peduli Api maupun Posko sama-sama punya pengalaman bertaruh nyawa dengan terpaan angin musim selatan. Arah angin yang cepat berubah sangat membahayakan keselamatan jiwa para pemadam.

“Kami pernah dikepung api. Saat kami memadamkan api, angin berbalik arah. Kami terkurung. Saya terjun ke parit. Jika tidak, kami tak selamat,” kenang Herman.

TETAP WASPADASaat menemukan titik api, peron-

da akan menghubungi rekan kerja yang siaga di sekretariat dan Posko

BPBD Damkar (atas). Laporan dari lapangan menjadi informasi untuk

meningkatkan kewaspadaan kepada warga melalui papan informasi tingkat

bahaya kebakaran (kiri).

315Saga Gambut

Page 315: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Masri menambahkan, kala ter-kepung angin selatan, pemadam bisa menyemburkan air yang menyebar seperti payung. “Kita harus berada di bawah payung air, dan jangan meninggalkan selang. Selang inilah yang memandu untuk keluar dari sergapan angin. Kalau asap masih pekat, tetap berada di bawah sem-buran spray. Satu spray bisa menye-lamatkan empat sampai lima orang. Dari rintik-rintik air itulah kita mendapatkan oksigen.”

Kegigihan Masyarakat Peduli Api menyadarkan komunitas desa. Kini, keadaan berbalik. Setiap

ada titik api, masyarakat sukarela menghubungi Masyarakat Peduli Api. Mereka juga turut membantu memadamkan api. Sebelum pemadam tiba di lokasi, masyarakat me-madamkan api dengan alat seadanya. “Yang penting kepala api disekat terlebih dahulu,” timpal Syafrizal.

Kiprah Masyarakat Peduli Api yang dibarengi kesadaran mas-yarakat membuah hasil: Sepahat dan Tanjung Leban tak lagi menjadi sumber bencana asap. Stigma itu mulai runtuh. Selama 2014 sampai 2015, kebakaran lahan nyaris sirna dari Sepahat dan Tanjung Leban.

“Kalau titik api tetap ada. Bohong kalau tidak ada titik api sama sekali. Hanya saja, kita harus cepat-cepat memadamkan api sebelum meluas,” tutur Herman. Kuncinya, sekecil apapun, titik api harus segera dimus-nahkan. “Jangan dibiarkan terlalu lama. Kebakaran bisa meluas dengan cepat. Kita tidak mau menjadi ‘Bang Toyib’ lagi.”

PERAN DESAKunci keberhasilan penanggulangan kebakaran lahan di luar kawasan hutan berada di tangan pemerintah desa. Pemerintah Kabupaten Bengkalis memberi keleluasaan bagi desa untuk mendukung Masyarakat Peduli Api melalui anggaran desa. Hal ini wujud penanganan bencana kebakaran di tingkat pemerintahan terkecil, yaitu desa.

316 Saga Gambut

Page 316: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

317Saga Gambut

Page 317: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

318 Saga Gambut

Page 318: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DINAMIKA DI LAPANGAN Ada-ada saja rintangan dan halangan di lapangan. Seorang anggota Masyarakat Peduli Api tak sabar menunggu air menyembur, sementara rekan kerjanya sibuk membenahi mesin pompa yang macet (kiri). Tak jarang, tangki mesin pompa yang kosong memaksa anggota menangguk bahan bakar dari sepeda motor (kanan).

319Saga Gambut

Page 319: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MEMAHAMI GAMBUT

Tanah gambut sebenarnya sebentuk ekosistem lahan basah. Artinya: gambut dan air adalah pasangan ekologis yang mengandung bahan organik yang menumpuk selama ribuan tahun. Pembangunan kanal-kanal akan merusak tata air gambut. Dampaknya: gambut kering, rentan terbakar, dan mele-pas gas rumah kaca. Pemulihan ekosistem ini selayaknya dilakukan setelah membenahi tata hidrologi gambut.

320 Saga Gambut

Page 320: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

GAMBUT INDONESIALahan gambut Indonesia hampir seluas 15 juta hektare yang tersebar di pantai timur Sumatra, pantai selatan-barat Kalimantan dan pantai barat laut Papua. Lahan gambut yang masih berhutan mampu menyerap gas rumah kaca dan mengikat air. Bila di lahan gambut dibuat kanal dan hutannya ditebang, tanah ini akan kerontang, mudah terbakar, dan melepas gas rumah kaca.

DENDAM GAMBUTGagalnya proyek lahan gambut sejuta hektare di Kalimantan Tengah pada 1996 bisa dibilang simbol relasi ganjil antara manusia dengan lahan gambut. Hasrat besar proyek ini telah mengorbankan manfaat ekologis gambut. Tapi gambut membalas dendam: kebakaran, tanah ambles, gas rumah kaca terlepas ke atsmofer. Biang petaka ini dimulai dengan dibangunnya parit-parit sepanjang empat kali Pulau Jawa.

MEMULIHKAN GAMBUTTujuan pertama pemulihan adalah membuat gambut basah, lalu disusul memulihkan kembali vegetasi. Gambut yang basah tak lagi rentan terbakar, dan menumbuhkan vegetasi yang akan menyerap gas rumah kaca. Pemulihan vegetasi dilakukan setelah tata air di lahan gambut telah dibenahi.

CADANGAN KARBONLahan gambut Indonesia memendam cadangan karbon sekitar 34 GT atau 125 GT CO2. Lahan yang masih dinaungi hutan alam, dan tata airnya terjaga, gambutnya akan menyerap CO2, lalu memendamnya dalam biomasa tumbuhan dan material luruhan di lantai hutan.

SUMBER GAS RUMAH KACASebaliknya, bila lahan gambut terbakar dan airnya diperas melalui kanal, lahan gambut justru menjadi biang lepas gas rumah kaca ke atmosfer. Untuk memulihkan fungsinya, lahan gambut harus tetap basah dan dinaungi vegetasi.

SUMBER:- SURYADIPUTRA, I.N.N., ALUE DOHONG, ROH, S.B. WASPODO, LILI MUSLIHAT, IRWANSYAH R. LUBIS, FERRY HASUDUNGAN, IWAN T.C. WIBISONO. 2005. PANDUAN PENYEKATAN PARIT DAN SALURAN LAHAN DI LAHAN GAMBUT BERSAMA MASYARAKAT. PROYEK CLIMATE CHANGE, FORESTS AND PEATLANDS IN INDONESIA. WETLANDS INTERNATIONAL-INDONESIA PROGRAMME DAN WILDLIFE HABITAT CANADA, BOGOR- TATA, H.L. & SUSMIANTO, A. 2016. PROSPEK PALUDI-KULTUR EKOSISTEM GAMBUT INDONESIA. BOGOR, INDONESIA. FORDA PRESS.

321Saga Gambut

Page 321: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Hawa hangat mengiringi Hariyan-to dan Ismail K menyusuri jalan Meranti, Tanjung Leban. Jalan ini membentang di tanah gambut dengan serpihan kayu-kayu garing. Di ki-ri-kanan jalan, warga menanam karet, nanas dan sawit.

Kebakaran yang kerap melanda wilayah ini memaksa pemilik kebun menanam tanaman berulang kali. “Lihat, tanaman karetnya masih kecil-kecil,” tutur Hariyanto sambil menunjuk tanaman karet yang baru sebesar lengan. “Itu karena kebakaran hebat pada 2013.”

Ismail menimpali, bila tak sering dilanda kebakaran, warga Tanjung Leban telah hidup berkecukupan. “Tahun ini kita menanam karet, tahun depan kebakaran. Habis semua, ludes.”

Di bawah terik mentari, Hariyanto dan Ismail mengenang kebakaran yang pernah berkobar di areal dekat perbatasan Desa Sepahat itu. Pada 2013 kebakaran menghamburkan jerebu ke segala penjuru. Pekatnya asap membatasi jarak pandang: hanya 30 meter.

Asap menghambur sampai ke Sepahat, Dumai dan sekitarnya. Kebakaran terjadi bulan April saat musim selatan berhembus. “An-

gin kering, cuaca panas, air parit menyusut, kemarau panjang selama enam bulan. Kami dikepung angin yang berubah-ubah,” tutur Ismail. “Seperti sekarang ini sudah bulan April, sebentar lagi musim selatan datang. Kami sangat khawatir.” Wajah Ismail membiaskan kegalauan. Angin musim selatan itulah yang melam-bungkan asap melintasi Selat Malaka, lantas menyelimuti Semenanjung Malaysia.

Seluruh personel Masyarakat Peduli Api Tanjung Leban turun memadamkan api. Semua pihak juga turun membantu: Tentara Nasional Indonesia, polisi, petugas Posko BPBD Pemadam Kebakaran, Manggala Agni dan Regu Pemadam Kebakaran dari PT Arara Abadi-Sinar Mas Forestry.

Lantas apa penyebabnya? “Ke-lalaian manusia,” jawab Hariyanto

Pelakunya? “Kami tak pernah tahu. Kalau tahu, kami ingin men-campakkan orangnya ke laut karena membikin repot banyak orang,”ungkap Ismail dengan suara meninggi. “Satu setengah bulan kami memadamkan api. Kami tak sempat pulang. Bagaimana mau pulang kalau api tak padam-padam.”

Pertaruhan di Batas Negeri

DAERAH PERBATASANDari menara pantau, Selat Malaka yang menjadi batas negara Indonesia dengan Malaysia nampak samar di belakang perkebunan sawit. Angin selatan sering melambungkan asap kebakaran melintasi selat dan mengepung negeri jiran. Menara pantau yang dibangun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempermudah Masyarakat Peduli Api dan petugas Posko Damkar memantau wilayah yang rentan kebakaran.

322 Saga Gambut

Page 322: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

323Saga Gambut

Page 323: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Asap tebal membuat upaya pemadaman berlangsung lambat. “Helikopter yang akan water bombing juga tak berani terbang karena asap terlalu pekat,” kata Hariyanto. “Jadi, pemadaman hanya dilakukan di darat.”

Kebakaran kerap terjadi saat para petugas patroli sedang istirahat makan siang. “Nasi sudah di depan mulut, ada telepon terjadi keba-karan. Tak sempat lagi makan siang,” kisah Ismail.

Tugas Masyarakat Peduli Api sebenarnya hanya memantau keadaan. Saat ada titik api, anggota akan menghubungi Posko Pemadam Kebakaran. “Tapi demi desa kami, juga demi nama baik negara, kami turun memadamkan api. Kami tak bisa membiarkan api meluas dan membesar,” terang Junaidi, Bendahara MPA Tanjung Leban.

Desa Sepahat dan Tanjung Leban berada di pesisir timur Sumatra, berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Bagi Indonesia, Sepahat dan Tanjung Leban mewakili daerah per-batasan negeri. Jarak antara Sepahat dengan Semenanjung Malaysia kurang lebih 50,5 mil atau sekitar 81 kilometer. Sebelum tahun 2010, setiap ada kebakaran lahan, jerebu dari Sepahat dan Tanjung Leban menyer-bu Malaysia dan Singapura. “Mereka teriak-teriak saat kabut asap. Tapi saat tenang, mereka lupa oksigennya dari sini,” keluh Herman.

Herman mengakui seringnya

kebakaran lahan dan hutan mem-buat Sepahat dan Tanjung Leban dipandang sebagai biang kerok bencana asap. “Kalau ada kebakaran di Riau, pasti yang dituduh Sepahat dan Tanjung Leban. Pemerintah pu-sat selalu bilang, ‘Pasti Sepahat dan Tanjung Leban,’” Herman mengim-buhkan.

“Dari pantauan, dulu memang banyak titik api di Tanjung Leban dan Sepahat. Dulu, kalau terjadi kebakaran pasti tidak jauh-jauh dari Tanjung Leban dan Sepahat. Beberapa kali terjadi kasus kebakaran, sehingga dua Menteri Lingkungan Hidup mengunjungi Sepahat,” papar Suiswantoro, Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bengkalis.

Pada 2011, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta memang mengunjungi Sepahat untuk memirsa upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan. Kemudian, Men-teri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengecek kesiapan Masyarakat Peduli Api, BPBD Dam-kar dan Regu Pemadam Kebakaran PT Sinar Mas Forestry saat musim kemarau panjang 2014.

Perhatian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut demi menjaga kewibawaan negera. Seawal 2009, Kementerian telah membangun proyek percon-tohan pengendalian kebakaran lahan dan hutan berbasis masyarakat di

324 Saga Gambut

Page 324: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

dua desa ini. Untuk mendukung kegiatan

patroli, melalui Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatra, Kementerian menyokong Masyarakat Peduli Api dengan berbagai alat pemadaman kebakaran. Wujudnya, mulai dari alat komunikasi, menara pantau, fasilitas kantor, sepeda motor, hing-ga peranti pemadaman.

Patroli dan kampanye pence-gahan yang dilakukan masyarakat melalui Masyarakat Peduli Api itu cukup efektif dalam menekan peristiwa kebakaran lahan. Untuk mendukung biaya patroli, Kemen-terian juga menyokong uang harian personel selama beberapa bulan.

Suiswantoro menuturkan, semenjak akhir 2012, Masyarakat Peduli Api berada dalam koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bengkalis. “Pada akhir 2012, setelah BPBD berdiri, kegiatan yang semula dari instansi terkait, lantas kami pegang. Fungsi kami sebagai koordinator dari pihak-pihak terkait. Prioritas penanganan bencana di Bengkalis adalah bencana kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan. Itu yang mendominasi,” Suiswantoro memaparkan.

Sejak itu pula, aset-aset yang semula dikelola instansi terkait diserahkan kepada Badan Penang-gulangan Bencana Daerah Bengkalis. “Seperti menara pemantauan dan bangunan di Posko Damkar Sepahat. Posko Damkar bantuan dari Ke-

BUDAYA SERUMPUNDua pemuda dan pemudi men-

genakan busana adat Melayu saat menyemarakkan pawai Musabaqah Tilawatil Quran di Tanjung Leban.

Busana adat Melayu ini menun-jukkan kedekatan budaya dengan

Malaysia.

325Saga Gambut

Page 325: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

326 Saga Gambut

Page 326: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SIGAP DI BERBAGAI TINGKATAN Selain di tingkat desa dan kecamatan, petugas di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bengkalis juga siaga setiap waktu di tingkat kabupaten. Salah satu prioritas BPBD Bengkalis adalah penanganan bencana kebakaran lahan dan hutan. Pusat kabupaten yang terletak di Pulau Bengkalis juga berdiri di atas lahan gambut. Kubah gambut di pulau terluar ini ada yang mencapai kedalaman 12 meter.

327Saga Gambut

Page 327: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

LAHAN BASAH DAN PERTAHANAN NEGARA Wilayah pesisir Pulau Bengkalis dihajar oleh ombak Selat Malaka. Abrasi mengancam pesisir sepanjang 60 kilometer yang merusak infrastruktur (kiri) dan menggempur tanah gambut yang lebih rentan terseret gelombang (kanan). Sebagian hutan mangrove juga dibabat untuk areal tambak. Sebagai pulau terluar, abrasi akan mengurangi luas daratan Bengkalis yang akan menggeser garis perbatasan negara di Selat Malaka. Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia pun dikhawatirkan menyempit.

328 Saga Gambut

Page 328: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

329Saga Gambut

Page 329: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

330 Saga Gambut

Page 330: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dahulu digunakan oleh Masyarakat Peduli Api. Kita sudah menambah dengan ruang rapat VIP dan helipad. Kalau ada pemada-man dengan water bombing, heli bisa mendarat di situ,” tutur lelaki yang sebelumnya berkarya di Badan Lingkungan Hidup Bengkalis ini. Upaya pencegahan kebakaran juga dibarengi dengan pengelo-laan lahan gambut. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membangun sekat-sekat kanal untuk menahan lajunya air menuju Selat Malaka. Di Sepahat saja, ada sedik-itnya sembilan kanal yang langsung menuju perairan selat. “Nah, untuk menguranginya, kita membangun sekat kanal untuk menahan aliran air agar tak langsung terbuang ke sungai atau laut. Itu sudah kita mulai sejak 2010 di Tanjung Leban dan Sepahat.” Kementerian bersama Unit-ed Nation Development Pro-gramme-REDD+ telah membangun lima sekat kanal. Penyekatan kanal untuk menaikkan tinggi air dan menjaga kelembapan tanah gam-but. Satu sekat kanal bisa menjaga sekurangnya 10 hektare ekosistem gambut. Sebagai alternatif ekonomi, Kementerian mengembangkan pertanian nanas di lahan-lahan gambut. Kebun nanas ini dikelola oleh Masyarakat Peduli Api, dan dihara-pkan menjadi sumber penghasilan alternatif. Bagi Masyarakat Peduli Api,

sekat-sekat kanal bermanfaat bagi penyediaan air untuk memadam-kan kebakaran lahan. Saat musim kemarau, kata Syafrizal, air di parit sering menyusut. “Padahal musim kemarau sangat rawan kebakaran. Cukup payah untuk mencari air pada musim kemarau.” Sebelum dibangun sekat, pada musim kemarau, air di kanal-kanal tepi jalan juga kering. Akibatnya, bunga api bisa melompati jalan, dan kebakaran makin meluas. Sewaktu lahan gambut terbakar, tiupan angin membumbungkan bunga api hingga puluhan meter. “Bila kebakaran lahan luas, bunga api bisa terbang pulu-han meter. Embusan angin kema-na, bunga api akan mengikutinya.” Saat ini, naiknya permukaan air di kanal-kanal juga menjadi penghalang sebaran api. Seluruh upaya pencegahan, so-sialisasi dan penanggulangan keba-karan lahan itu demi menjaga daerah perbatasan tak lagi mengirim jerebu ke negeri tetangga. Kepala Posko BPBD Pemadam Kebakaran Masri menyatakan, kerjasama antara Posko, Masyarakat Peduli Api, dan Regu Pe-madam Kebakaran perusahaan hutan berlangsung solid. “Kita bekerjasama untuk memadamkan api. Masyarakat Peduli Api turun di satu sisi, Regu Pemadam Kebakaran perusahaan di satu sisi lain, dan kami di sisi yang belum tertangani. Kami bersama-sa-ma menaklukkan api.”

SIAGA 24 JAMPersonel di Posko Damkar Sepahat

siaga dalam 24 jam dengan dua jad-wal giliran jaga. Sebagian besar petu-

gas Posko berasal dari Masyarakat Peduli Api Desa Sepahat angkatan

pertama. Semenjak tahun 2012, aset-aset dari bantuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

dikelola oleh BPBD Bengkalis.

331Saga Gambut

Page 331: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KOMODITAS ANDALAN Selain sawit dan karet, warga juga menanam nanas, yang hasilnya dijual ke luar daerah, termasuk ke kota Jakarta. Sulitnya berbudidaya di lahan gambut membuat Sepahat dan Tanjung Leban tidak memiliki lahan pertanian padi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangkan ekonomi alternatif bagi Masyarakat Peduli Api dengan perkebunan komoditas andalan Bengkalis ini.

332 Saga Gambut

Page 332: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KORBAN GAMBUT Perbukitan di Kota Dumai dikeruk tanah mineralnya untuk memantapkan lahan gambut yang goyah. Pembangunan permukiman dan infrastruktur telah mengorbankan tanah mineral yang membentuk gugusan bukit (kiri-kanan). Dampak berantai rusaknya ekosistem lahan basah ini menegaskan pentingnya pengelolaan gambut yang ramah lingkungan.

333Saga Gambut

Page 333: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DENTUMAN Drumband SMA Negeri 2 Bukit Batu memecah keheningan Tanjung Leban. Alunan musiknya melambungkan semangat para kafilah Musabaqah Tilawatil Quran yang datang dari penjuru Kecamatan Bukit Batu. Sudah sejak pagi, para kafilah telah bersiap diri: berdandan secantiknya, berpakaian sebagusnya. Tapi, baru lewat tengah hari acara pembukaan MTQ ke-27 itu baru digelar.

Arak-arakan para delegasi merambat pelan di Jalan Lintas Sun-gai Pakning-Dumai yang melintasi Tanjung Leban. Pawai menyesaki jalanan di bawah tatapan sinar matahari. Genderang musik terus menggema, seolah tak lekang men-gobarkan semangat.

Di antara riuh-rendahnya pawai, anggota Masyarakat Peduli Api Sepahat dan Tanjung Leban turut berbaris rapi. Mereka ikut berpawai. Yang paling sibuk adalah Masyarakat Peduli Api Tanjung Leban, karena sebagian anggotanya menjadi panitia Musabaqah.

Partispasi itu mencerminkan Masyarakat Peduli Api telah menjadi bagian dari eksponen desa. Setiap delegasi kafilah selalu ada rombon-gan Masyarakat Peduli Api. Eksis-tensi dan sepak terjang Masyarakat Peduli Api dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran lahan telah dirasakan manfaatnya bagi kehidupan warga desa. Kelompok ini telah menjelma menjadi ujung

tombak dalam menghadapi keba-karan lahan dan hutan.

Gambut adalah takdir bagi Beng-kalis—dan juga di sebagian kawasan di pesisir timur Sumatra. Masyarakat telah menyadari bahwa alam tak bisa diubah, dan mereka yang harus hidup beradaptasi dengan gambut. Adaptasi tersebut, salah satunya, mewujud dalam Masyarakat Peduli Api. Kendati mengabdi dalam pen-anggulangan kebakaran, Masyarakat Peduli Api sebenarnya pejuang lingkungan yang mencegah petaka ekologi. Setiap kali api berkobar, tanah gambut di Sepahat dan Tan-jung Leban melempar gas rumah kaca ke atsmosfer.

“Tanah gambut juga turun setelah kebakaran,” terang Masri. Berada tak jauh dari perairan Selat Malaka, amblesnya gambut mem-berikan gambaran miris tentang masa depan pantai timur Riau. Gambut ambles, merangseklah air laut. Diam-diam, Masyarakat Peduli Api dan seluruh pihak terkait sedang menegah bencana ekologi di masa datang.***

334 Saga Gambut

Page 334: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

RESTORASI HIDROLOGI Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan bersama Masyarakat Peduli Api membangun sekat kanal untuk memulihkan tata air di lahan

gambut. Restorasi hidrologi merupakan langkah pertama

sebelum merehabilitasi vegetasi gambut. Sekat kanal juga berguna

sebagai penyedia air bagi pemadaman kebakaran.

335Saga Gambut

Page 335: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DAUR ULANGMenteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya memirsa kerajinan yang terbuat dari sampah kemasan. Selain mengurangi sampah, kreativitas memanfaatkan kembali untuk mendapatkan nilai tambah dari barang bekas.

BIRO HUMAS - KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Page 336: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENGELOLA PERADABAN KOTA

Untuk melihat keberadaban kota barangkali mesti melihat pengelolaan sampahnya. Dan kreasi terpenting pengelolaan sampah bisa ditilik di Kota Surabaya. Proses bisnis dan pengelolaan sampah telah mengubah wajah Surabaya menjadi lebih ramah bagi penghuninya. Utamanya, semenjak pemerintah kota memanfaatkan sampah menjadi sumber pembangkit listrik. Kota pahlawan ini tidak berkutat di ranah wacana, tetapi telah menerapkan dan membaurkan energi dari sampah bagi kebutuhan energi masyarakatnya.

Hal ini mencerminkan bahwa kebijakan pengelolaan sampah tidak hanya bertumpu pada pengurangan sampah, tetapi juga mengelola timbunan sampah. Salah satu inisiatif mengurangi sampah di kota-kota besar adalah dengan kantong plastik berbayar. Inisiatif itu dibarengi dengan upaya mendaur ulang dan menggunakan kembali barang bekas—yang berpotensi menjadi sampah.

Semenjak di tingkat komunitas, pemerintah Kota Surabaya mengajak warganya memilah sampah sebelum membuangnya, sehingga pengelolaannya menjadi lebih mudah. Perlahan-lahan, upaya Kota Surabaya mampu mendorong perubahan perilaku masyarakat yang sadar mengolah sampah.

Page 337: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Menata Kota yang Beradab

Setiap kota punya sisi gelap: timbunan ruah sampah. Surabaya mengolah sisa peradaban ini menjadi sumber energi listrik.

Inilah fajar energi baru untuk skala metropolitan. Bernilai positif bagi masa depan:

meredam Bumi yang menghangat, mencegah iklim yang berubah.

338 Energi dari Sampah

Page 338: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SURABAYA BERSOLEK Kendati telah asri dan bersih, Surabaya terus menata diri untuk menyambut Konferensi Pemukiman Perserikatan Bangsa-Bangsa III (UN-HABITAT) pada Juli 2016. Pembenahan juga menyentuh gedung Siola, salah satu bangunan bersejarah di Kota Pahlawan. Salah satu agenda konferensi: mengajak delegasi dari berbagai negara mengunjungi kampung-kampung yang bersih, yang melestarikan sejarah, dan yang berprestasi.

339Energi dari Sampah

Page 339: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Fajar Energi dari Sepah Kota

Agung Slamet menatap jalanan di kompleks Tempat Pembuangan Akhir Benowo. Tubuhnya bergetar seiring dengan derap mesin truk seberat 9 ton. Di lambung truk, mengendap 5,6 ton sampah. Total jenderal, Agung mengemudikan kendaraan yang amat berat: nyaris 15 ton.

Musik dangdut yang berisik menyesaki ruang kemudi. Buat hiburan, lelaki berbadan subur ini melantangkan musik dari tele-pon genggamnya. Udara kering menyembur dari lubang di papan depan (dashboard). “Tidak ada AC, cuma blower,” tutur Agung dengan sorot mata menuding lubang yang menghembuskan udara kering.

Truk tambun ini masih anyar. Ruang kemudinya lapang, dikelilingi kaca yang teduh. Tempat duduknya empuk dan lebar, berselimut kulit sintetis berwarna cokelat. Resik dan apik.

Boneka Spongebob bertengger di kaca pintu kiri; tiga boneka duduk di atas papan depan truk. Boneka bekas itu dari tempat sampah, kata Agung.

TRUK EFESIENBerwarna jingga nan meriah, truk compactor yang trendi membawa sampah dari tempat pembuangan sementara yang tersebar di penjuru kota. Kendaraan ini efisien: kapasi-tasnya dua kali lebih besar ketimbang truk bak terbuka. Lambung truk yang rapat memampatkan sampah dan mengurung bau yang tak sedap.

340 Energi dari Sampah

Page 340: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

341Energi dari Sampah

Page 341: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

342 Energi dari Sampah

Page 342: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Berbalut warna jingga yang semarak, dengan ilustrasi penan-da bentang kota Surabaya, truk compactor ini tak nampak sebagai pengangkut sampah. Bak yang tertutup rapat menyembunyikan sampah dan air limbah berbau.

Truk Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya itu seperti menonjolkan transportasi beradab, bersih dan modern. Bayangkan saja: tentu tak elok memboyong sampah dengan tetesan air limbah di sepanjang jalanan kota. Truk justru bagaikan tempat sampah yang keliling kota yang mengumbar aroma tak sedap. Truk melintas, bau sampah mengekor.

Memang masih ada truk-truk bak terbuka dengan penutup terpal. “Kita akan ganti semua truk bak terbuka dengan truk compactor,” papar Wisnu Wibowo, Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Aturan sekarang, Wisnu memaparkan, mengangkut sampah harus dengan truk tertutup. Kini, dengan dukungan 25 truk compactor, Surabaya menunjukkan kecanggihan infrastruktur dalam mengelola sampah.

Dengan truk senilai Rp1,3 miliar itu, Agung membawa sampah ke titik buang 1B, di TPA Benowo, di pinggiran Surabaya barat. Di titik buang ini, lima truk lain sedang menuangkan sampah.

Petugas titik buang, Wahyu-

di, mengarahkan Agung untuk menempatkan timbunan sampah. Para pemulung berkerumun berebut plastik bekas yang bisa didaur ulang. Bagaikan kurcaci, lusinan pemulung mengikuti truk-truk yang mem-bongkar sampah. Wahyudi sesekali mengingatkan para pemulung agar tak berebutan.

Di titik buang ini, segala sisa kehidupan Surabaya tumpah ruah. Bertumpuk-tumpuk. Nyaris segala benda ada di pembuangan akhir Benowo.

Seluruhnya berupa barang yang dipandang tak berguna oleh pen-duduk kota. Baju, celana dalam, sepatu, sandal, kertas, tikar, sayur mayur, kerupuk, nasi, bantal, boneka, sarung, popok bayi. Di antara sepah kehidupan itu, tak jarang terselip emas permata yang tak sengaja terbuang. “Itu rejekinya pemulung,” ujar Agung.

Daftar sampah itu masih bisa panjang. Pendeknya, ada dua jenis sampah: organik dan anorganik. Sampah organik berupa sisa-sisa makanan, sayur-mayur; sampah anorganik: plastik, logam, kaca, kertas.

Hari itu, mendekati Lebaran Ramadan 2016, sampah kian menumpuk. Pada bulan puasa, masyarakat kian konsumtif. “Saat puasa makin banyak yang mengon-sumsi makanan. Apalagi seminggu sebelum lebaran, sampah makin banyak,” kata Agung.

TIMBANG BEBANKendaraan pengangkut sampah yang keluar-masuk TPA Benowo mesti ditimbang untuk mengetahui berat kosong dan berat beban sampah. Areal pembuangan akhir hanya menerima sampah rumah tangga dan sejenisnya. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dilarang dibuang di TPA, lantaran mempengaruhi gas metana yang digunakan untuk energi listrik.

343Energi dari Sampah

Page 343: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

VERIFIKASI TRUKPenimbangan sampah di melibatkan tiga pihak: PT Surveyor Indonesia (kiri), PT Sumber Organik (tengah) serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan (kanan). PT Surveyor Indonesia yang independen bertugas menimbang truk, sementara Dinas mengecek legalitas surat jalan mengangkut sampah. Jumlah sampah yang masuk ke TPA menjadi informasi penting bagi Surabaya dalam merencanakan program pengurangan sampah.

344 Energi dari Sampah

Page 344: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

345Energi dari Sampah

Page 345: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TEMPAT Pembuangan Akhir Be-nowo ibarat halaman belakang Kota Surabaya. Seperti kehidupan rumah tangga, halaman depan, teras, dan aktivitas rumah ada di wilayah kota. Anggota keluarganya: 3,1 juta jiwa. Setiap hari, warga Surabaya meng-hasilkan sekurangnya 8.900 meter kubik sampah, yang 68 persen di antaranya berupa sampah organik.

Sampah di pembuangan akhir Benowo dikelola oleh PT Sumber Organik di lahan 37,4 hektare. Kom-pleks ini dilengkapi berbagai sarana pendukung: kantor operasional, kantor landfill gas, pos keamanan, instalasi pengelolaan air limbah, bengkel alat berat, kantor power house, generator listrik, jembatan timbang. Dari luas tersebut, areal penimbunan sampah membentang 22-25 hektare.

Pemerintah kota menggandeng perusahaan ini untuk mengelola TPA Benowo selama 20 tahun, dari 2012 sampai 2032. “Kerjasamanya dengan sistem BOT: build-operate-transfer. Perusahaan membangun, memakai, lalu menyerahkan fasilitas penge-lolaan pada tahun ke-20, dengan kondisi 95 persen layak operasi ber-dasarkan audit,” papar Ipong Wisnu Wardana, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Dalam kerjasama ini, Sumber Organik wajib mengolah sampah secara sanitary landfill. Sebelum dikelola Sumber Organik, penge-

lolaan sampah Surabaya memakai teknik controlled landfill.

“Awalnya, kita memakai open dumping, lalu kita tingkatkan men-jadi controlled landfill,” urai Ipong. Pada open dumping, timbunan sampah dibiarkan terbuka. Cara ini sama sekali tidak ramah lingkungan dan tidak digunakan lagi. Open dumping seperti bila Anda menum-puk sampah apa adanya di belakang rumah. Bau dan tidak sehat.

Sementara pada controlled landfill, sampah ditimbun, diratakan dan ditutup dengan tanah ataupun geomembran—semacam terpal, tapi lebih tebal. Hanya saja, penutupan tidak rutin. “Kalau ada anggaran, kita tutup; kalau tidak, ya, kita tidak menu-tup sampahnya.”

Cara ini seperti bila Anda sesekali menutup lubang sampah. Kadang Anda menutupnya, kadang Anda membiarkan terbuka—tergantung suasana hati Anda.

Namun, pemerintah kota tidak mampu mengelola sampah secara sanitary landfill. “Butuh biaya besar. Karena itu, kita serahkan kepada investor untuk mengelola TPA Beno-wo,” Ipong menuturkan.

Pada sanitary landfill, secara bertahap sampah ditutup dengan lapisan tanah ataupun geomembran. “Tujuannya untuk menghambat gas metana terbuang ke udara,” Ipong mengimbuhkan. Gas metana lantas untuk membangkitkan generator listrik.

346 Energi dari Sampah

Page 346: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Ini cara tingkat lanjut yang ramah lingkungan. Ibaratnya, Anda menutup timbunan sampah hingga kedap udara. Gas metana yang terperangkap kemudian Anda salurkan dengan selang ke kompor. Menyalalah api biru, dan rumah tangga Anda mandiri dalam energi.

Tentu saja uraian kompor dengan energi dari sampah itu terlalu seder-hana. Namun, pada hakikatnya, proses dekomposisi sampah organik selalu menciptakan gas metana yang bisa dimanfaatkan untuk energi—entah untuk listrik maupun kompor. Sebaliknya, bila diumbar lepas ke ats-mosfer, gas metana akan menambah runyam pemanasan global. Metana merupakan salah satu senyawa gas rumah kaca yang menjadi biang perubahan iklim.

Di pembuangan akhir Benowo, senyawa metana dari berton-ton sampah diunduh, dirawat, lalu digunakan untuk menyalakan mesin penghasil listrik. Prinsipnya: sese-derhana Anda membuat kompor gas metana dari sampah tadi. (Cara yang sama telah dipraktikkan banyak orang dengan kompor biogas dari gas metana kotoran sapi.)

Hanya saja, sampah di Beno-wo bergunung-gunung dan butuh teknologi canggih. Tantangannya: menjamin gas metana mengalir sepanjang waktu sebagai bahan bakar generator listrik. Seninya: menjaga komposisi gas metana tetap seimbang dengan senyawa

SERPIHAN PERADABANSegala benda yang pernah digunakan

manusia menumpuk di Benowo. Pengelolaan sampah di Kota Sura-

baya menyodorkan bukti terang: sampah bersulih menjadi energi.

Sampah yang sulit terurai kelak akan dimanfaatkan untuk pembangkit

listrik dengan gasifikasi. Pemanfaatan energi dari sampah meringankan

beban bagi pemulihan lahan bekas TPA di masa datang (kiri-kanan).

yang lain—sesuai kebutuhan mesin generator listrik.

Jadi, Benowo bisa dibilang perpaduan antara sampah, teknologi dan seni. Benowo adalah halaman belakang Surabaya yang mendukung warga kota hidup beradab dan bersih. Hal itu dicapai dengan kerja keras dan perencanaan matang.

347Energi dari Sampah

Page 347: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

348 Energi dari Sampah

Page 348: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PEMULIHAN LAHAN BUANGSebelum di Benowo, pembuangan akhir Kota Surabaya berada di Keputih dan Lakarsantri. Dua tempat ini telah menampung sampah sejak 1970-an dan ditutup pada 2001. Lantaran parahnya pencemaran, pemulihan perlu 10 tahun untuk menunggu berkurangnya gas metana. Surabaya adalah satu-satunya kota yang telah berpengalaman memulihkan lahan bekas TPA. Kini, Keputih diman-faatkan sebagai ruang terbuka hijau.

349Energi dari Sampah

Page 349: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

MENGAIS YANG TERSISAPuluhan pemulung memungut aneka sampah yang masih bisa digunakan dan didaur ulang. Untuk menampung hasil kerja pemulung, pengepul mendirikan lusinan teratak di sekitar TPA Benowo. Secara sosial, TPA Benowo mampu memutar ekonomi lokal--setidaknya bagi para pemulung. Di sisi lain, para pemulung mengurangi beban tempat pembuangan dalam menanggung timbunan sampah (kiri-kanan).

350 Energi dari Sampah

Page 350: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

351Energi dari Sampah

Page 351: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PADA SIANG yang kering, Manajer Operasional PT Sumber Organik Ali Asyhari berjalan kaki menyusuri jalan TPA Benowo. Di kanan-kiri jalan, menjulang gunung sampah berundak-undak empat teras, hingga setinggi 12 meter.

Deretan pohon bambu berjejer rapat. Bilah-bilah daun bambu akan menyaring udara yang memboyong bau sampah. Burung-burung kecil bercericit riuh.

Di sana, di puncak bukit sampah, kawanan burung kuntul berkerumun mengais sisa-sisa makanan. “Kita juga baru tahu ternyata banyak burung di sini. Kita melarang orang menembaki burung-burung,” ujar Ali sembari berjalan dengan langkah gontai.

Gunung sampah Benowo ter-tutup rapi. Di sisi utara, permukaan sampah di zona 1A ditutup dengan lembaran geomembran berwarna hitam. Di sebelah selatan, terasiring sampah di zona 1B diselimuti tanah punca, sementara hamparan sampah di puncak berselimut geomembran.

Saat hujan, tanah penutup akan menumbuhkan rumput dan semak. Hijaunya tanaman menyamarkan tumpukan sampah di bawah tanah.

Aroma sampah mengambang di udara. “TPA pasti bau. Kalau tidak bau, bohong, karena setiap hari selalu datang sampah baru,” ujar Ali.

Bau sampah di Benowo agak-agak unik. Di saraf penciuman seperti bau gerusan kulit jeruk yang busuk—bisa dibilang berbau sengir.

Di sisi kanan-kiri jalan, saluran drainase mengalirkan air limbah yang hitam ke kolam lindi. Air limbah akan diolah secara berjenjang melalui proses oksidasi mutakhir (advanced oxidation process-AOP).

“Air lindi Surabaya itu keren karena mengandung garam yang tinggi. Kalau kita olah secara biologis, bakteri tidak bisa hidup di air limbah berkadar garam tinggi. Namun, kalau kita olah secara kimiawi tidak boleh. Dilarang. Karena itu, kita memilih advanced oxidation process.”

Hasilnya, air jernih sesuai syarat baku mutu. “Tapi belum layak konsumsi,” Ali menambahkan. Air olahan ini digunakan untuk opera-sional TPA dan menyiram tanaman. “Dulu juga pernah digunakan oleh pemadam kebakaran Surabaya.”

Tiga truk sampah sedang antre di titik buang 1B. Sembari menunggu waktu buang, kernet membuka terpal bak truk. Titik buang menjadi pusat aktivitas menuangkan sampah dari segala penjuru kota. Setiap hari, TPA menerima antara 1.400 sampai 1.600 ton sampah. “Kita hanya menerima sampah rumah tangga dan sejenisnya, yang rata-rata 1.600 ton per hari.” Sampah sebanyak itu diangkut dengan 300 sampai 320 trip kendaraan berbagai ukuran.

Sesampai di titik buang, gun-dukan sampah didorong traktor mendekati kaki teras pertama. Dua alat berat menangguk sampah di teras pertama, lalu diangkat ke teras

kedua, ketiga dan keempat.Di setiap teras, traktor meratakan

dan memadatkan hamparan sampah. Penataan ini untuk membentuk gunung sampah berteras empat. Tingginya kira-kira mencapai 12 meter. Sembari menata sampah, di beberapa tempat dilakukan pemasangan pipa horisontal untuk mengalirkan gas metana ke generator.

Ali menuturkan, meskipun baru digunakan di masa datang, pipa horisontal dipasang sejak penataan sampah. “Sedangkan pipa vertikal akan dipasang setelah sampah tertata. Itulah pentingnya rencana penataan sampah.”

Seluruh operasi di pembuangan akhir berlangsung dari pukul 05.00 hingga 20.00. Selepas operasi harian, timbunan sampah disemprot dengan cairan organik untuk mengurangi bau.

Bahan organik ini untuk mempercepat proses dekomposisi di dalam tumpukan sampah—bukan di permukaan sampah. Alhasil, bau dari sampah tidak sempat meruap-ruap mengudara.

“Tugas utama kita adalah menge-lola sampah agar kegiatan TPA tetap berjalan serta tidak mengganggu aktivitas sosial dan lingkungan. Yang penting, pengelolaan yang baik dan benar: sampah ditutup dan baunya dikurangi. Rujukan kami adalah mengurangi bau sedemikian rupa agar masyarakat bisa hidup nyaman.”

SABUK HIJAURumpun bambu berderet untuk

menapis udara yang menguapkan bau sampah. Sabuk

hijau ini melengkapi upaya dalam mengurangi bau dengan tutupan lapisan geomembran dan tanah.

352 Energi dari Sampah

Page 352: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

353Energi dari Sampah

Page 353: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PENATAAN SAMPAHAlat-alat berat menata timbunan sampah di titik buang 1B. Hamparan sampah ditimbun, diratakan, dan dipadatkan dalam empat tingkat teras. Berbarengan dengan penataan sampah, disiapkan sarana dan prasarana untuk mengunduh gas metana (kiri). Selain itu, juga dilakukan pemasangan pipa untuk menyalurkan air limbah ke kolam lindi, yang selanjutnya diolah di instalasi oksidasi pemurnian air (kanan).

354 Energi dari Sampah

Page 354: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

355Energi dari Sampah

Page 355: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

356 Energi dari Sampah

Page 356: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

OLAH LIMBAHInstalasi pengolahan limbah dengan teknologi oksidasi mutakhir memurnikan air lindi dari gunung sampah (kiri). Proses pengolahan untuk memurnikan air lindi Surabaya yang berkadar garam sangat tinggi. Secara otomatis, air yang sesuai syarat baku mutu akan masuk ke kolam penampungan (atas). Sebaliknya, air yang belum layak seturut baku mutu mengalir kembali ke kolam lindi, lalu diolah lagi.

357Energi dari Sampah

Page 357: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

ALAM ANTROPOSENInilah wujud nyata dari zaman

Antroposen: era manusia menguasai dan menciptakan alam artifisial--dari

jutaan ton sampah. Tanpa pengelolaan memadai, gunung sampah ini akan

menghamburkan gas metana ke ats-mofer dan memperburuk perubahan iklim--bukti lain zaman Antroposen.

Selimut geomembran untuk mencegah gas metana menguap ke udara bebas,

yang akan dimanfaatkan untuk energi listrik.

Ada beberapa tahap untuk mengurangi aroma sampah. Setelah disemprot carian organik, lanjut Ali, “Sampah ditutup. Itu harus, entah dengan tanah ataupun geomem-bran.”

Beberapa bagian areal penim-bunan sampah diselimuti geomem-bran, di bagian lain ditutup dengan tanah punca (top soil). Meski dalam satu areal, ternyata karakter sampah berbeda-beda. Ada yang cocok ditutup dengan geomembran, ada yang cocok dengan tanah.

Geomembran punya beberapa kelebihan: saat hujan tidak mudah tergerus air, tahan lama, dan bisa dipindah-pindah. Sementara lapisan tanah untuk menumbuhkan rerum-putan. “Saat hujan, di atas tutupan tanah akan tumbuh rumput. Kita ingin TPA terlihat hijau. Semakin banyak tutupan hijau, semakin baik,” ungkap Ali.

Tanah penutup pun ada syarat-nya: tidak terlalu berlempung dan tidak terlalu berpasir. “Kalau berpasir, mudah menimbun, tapi saat hujan tanah akan habis tergerus. Kalau terlalu berlempung, perlu kerja keras saat menutup sampah karena tanahnya berat.”

Ali memaparkan bahwa ada dua teknik penutupan sampah: sementara dan akhir. Penutupan akhir dilaku-kan saat tempat pembuangan sampah tak lagi dipakai dan ditutup. “Kita belum melakukan penutupan akhir, kita masih memakai penutupan

yang bersifat sementara. Bagi kami, penutupan sementara ada dua, yaitu jangka panjang dan pendek.”

Penutupan jangka pendek dilakukan setiap hari dengan terpal untuk mengendapkan bau. “Sifatnya harian. Selain mengurangi bau, juga untuk menahan gas metana tidak lepas ke udara,” Ali mengisahkan.

Sebenarnya, bau berasal dari proses alami perombakan sampah organik oleh jasad renik. Saat dekomposisi terciptalah metana: senyawa rangkaian satu karbon dengan empat hidrogen (CH4). “Bau bersumber dari CH4 atau metana. Apalagi selama proses pembentukan metana, baunya bukan main. Nah, metana itulah yang kita manfaatkan.” Lantaran diambil dari pengelolaan sampah secara sanitary landfill, gas metana juga kerap disebut gas landfill.

Jadi, seiring upaya mengurangi bau, pengelolaan sampah dari menim-bun, meratakan, memadatkan, sampai menutup, sekaligus menyiapkan infra-struktur untuk memanen gas metana.

“Setelah sampah ditutup, masih ada pekerjaan lain yang menunggu: pemasangan sumur dan pipa penyalur gas metana. Meskipun baru digunakan di waktu depan, perencanaan sarana gas metana telah dilakukan sekarang,” Ali menegaskan.

Hakikat pengelolaan sampah adalah mengurung bau sekaligus menahan gas metana tidak lepas ke udara bebas. Nantinya, simpanan gas

metana ini akan digunakan untuk menghidupkan generator. “Kalau dibiarkan lepas ke udara, tidak lucu saat dibutuhkan gas metananya sudah habis.”

358 Energi dari Sampah

Page 358: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

359Energi dari Sampah

Page 359: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

360 Energi dari Sampah

Page 360: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

GAS DEKOMPOSISIUap mengepul dari tumpukan kompos yang dibongkar oleh pekerja di rumah kompos Jambangan. Kepulan uap ini gambaran wujud sebagian kecil gas metana dari proses dekomposisi sampah organik (kiri). Dalam skala yang lebih besar dan berlipat ganda, dekomposisi sampah TPA Benowo juga menghasilkan gas metana atau landfill gas (atas). Gas metana dikurung dengan lapisan geomembran, lalu dengan pipa disalurkan ke generator listrik.

361Energi dari Sampah

Page 361: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SENJA turun di Benowo. Di puncak hamparan sampah 1A, Kepala Seksi Power House PT Sumber Organik Muhammad Usup menatap cakrawala barat. Mentari merah menyinari langit biru yang redup.

Petang itu, menjelang waktu ber-buka puasa, sinar jingga memantul di bentangan geomembran. Siluet kepala-kepala sumur gas metana membayang gelap.

Di puncak tumpukan sepah peradaban ini masih tersisa roman-tisme senja Surabaya.

Lelaki berkacamata ini sebenarnya berdiri di atas tandon gas metana. Di bawah kaki Usup, di kolong geomembran, jasad renik tak lekang merombak sampah organik. Gas metana yang terkurung geomem-bran lalu disalurkan ke generator dengan pipa horisontal dan vertikal.

Dari kepala sumur, gas metana disedot dan didorong melewati pipa sekunder menuju pipa utama, lalu masuk ke bilik bakar di mesin generator. Lantas, mengalirlah setrum 2 megawatt atau dua juta watt ke jaringan Perusahaan Listrik Negara.

Untuk menjaga pasokan gas, saat ini ada 63 sumur vertikal dan 20 sumur horisontal di zona 1A, 1B dan 2A, yang menyemburkan metana ke mesin penghasil listrik. Dengan demikian, pasokan gas metana tidak boleh berhenti untuk menjaga generator tetap menyala.

“Selama ini, bahan bakar

generator memakai solar, sementara di TPA Benowo, kita memakai gas metana,” ucap Usup mengibaratkan fungsi gas metana. “Jadi, gas metana menjadi bahan bakar mesin.”

Di rumah energi (power house), tim suplai metana memantau aliran dan komposisi gas. “Yang kita butuhkan hanya gas metana, sedang gas lain kita minimalkan,” imbuhnya.

Sampah ternyata punya karakter yang unik. Selain metana, sampah juga menghasilkan senyawa ikutan, seperti karbon monoksida, oksigen dan yang lainnya. “Kalau oksigen terlalu banyak, mesin generator akan tersendat-sendat.”

Itulah pentingnya menutup sampah. Selain mengurangi bau dan menahan gas metana tidak menguap, penutupan juga mence-gah oksigen masuk ke dalam tim-bunan sampah.

Demi generator terus hidup, diperlukan pasokan gas metana minimal 49 persen, dan oksigen maksimal 2,5 persen.

“Itu patokan internal kami untuk menjaga keseimbangan gas,” ungkap Kepala Seksi Suplai Metana Budiono. Artinya, bila oksigen lebih dari 2,5 persen, generator bakal tersendat. Risikonya, aliran listrik ke PLN tercekat.

Menyeimbangkan komposisi gas inilah seni dalam mengelola energi dari sampah. Bila panel pantau menunjukkan terlalu banyak oksigen yang masuk ke mesin, tim

metana akan turun ke lapangan. Tim metana akan mengulik pipa

yang menyalurkan oksigen terlalu banyak. “Mereka akan menjaga komposisi gas tetap ideal bagi engine,” tegas Usup. Di zona 1A, 1B dan 2A terdapat panel pantau untuk mencari jejak masuknya oksigen. Andaikan sumur-sumur di zona 1B aliran oksigennya minim, berarti persoalan ada di zona 1A. Dari situ, tim metana akan memeriksa sejumlah manifold (terminal pipa dari bebera-pa sumur) di zona 1A.

“Di pipa-pipa manifold ada lubang kecil untuk memeriksa kadar metana dan oksigen,” papar Usup. Pipa yang menyalurkan gas metana dengan campuran gas oksi-gen terlalu banyak akan ditutup. Sebaliknya, pipa dengan gas metana yang berlimpah akan dibuka.

Hasilnya, tercapailah kondisi ideal gas metana untuk generator. Tim metana akan mengatur kom-posisi gas, antara kepala sumur yang mengandung gas metana yang bagus dengan yang jelek.

Usup menyatakan bahwa setiap kepala sumur memiliki komposisi gas yang berbeda, karena jenis sampahnya juga bermacam-macam. “Bahkan setiap kota memiliki karakter gas metana yang berbeda tergantung pola konsumsi masyarakatnya.”

362 Energi dari Sampah

Page 362: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

AKSES YANG SULITApi sering melalap lahan-lahan di wilayah pedalaman yang sulit dijang-kau dengan kendaraan. Demi memusnahkan api, pegiat Masyarakat Peduli Api seringkali membawa peralatan dengan segala cara, mulai dengan sepeda motor (kiri), dilanjutkan dengan memboyongnya dengan berjalan kaki (kanan).

BURUNG PEMULUNG Ratusan burung kuntul turut meriung di TPA Benowo: mematuki pakan apa saja yang terselip di antara tumpukan sampah. Sekurangnya 68 persen sampah Surabaya terdiri dari sampah organik, yang berupa sisa makanan, sayur-mayur dan sebagainya.

363Energi dari Sampah

Page 363: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kota dengan warga yang banyak mengonsumsi makanan cepat saji (junk food) akan berbeda dengan daerah yang penduduknya dominan menyantap makanan bersayur. Usup mengungkapkan, makanan cepat saji hanya sedikit menghasilkan sampah organik, berbeda dengan makanan lokal yang bersayur-mayur.

Upaya menjaga pasokan gas metana tersebut bersifat jangka pendek. Setiap hari, personel rumah energi dan suplai metana selalu siaga memantau kerja generator, komposisi gas, dan aliran gas.

Tantangan terbesarnya: menjaga keberlanjutan gas metana dalam jangka panjang. Dengan begitu, seluruh pengelolaan sampah di Benowo untuk menjaga kelestarian aliran metana.

Secara alamiah, gas metana akan berkurang seiring waktu. Proses dekomposisi sampah akan surut seiring dengan terurainya sampah organik menjadi residu. Dekom-posisi hanya menyisakan sampah anorganik yang tak bisa terurai—seperti plastik, logam, kertas, kaca.

“Setelah lima sampai enam bulan, proses dekomposisi membuat permukaan sampah turun dan terasiringnya tidak layak lagi. Apalagi gas metananya diambil, dekompo-sisinya makin cepat,” papar Ali.

Saat gas metana surut, bukit sampah akan dibuka kembali. Kepala sumur dan pipa dibongkar, geomembran dibuka untuk menam-

TANDON ENERGIDi bawah selimut geomembran,

dekomposisi sampah organik menghasilkan gas metana yang disalurkan ke generator listrik.

Perbukitan yang tertutup geomem-bran ini bagaikan tandon energi

alternatif. Suatu saat nanti, tatkala proses dekomposisi

menurun, lapisan geomembran akan dibongkar untuk penimbunan

sampah baru. Ini upaya menjaga keberlanjutan pasokan gas metana.

bah sampah baru. Intinya, energi terbarukan dari sampah memerlukan rencana penempatan, penataan, hingga penutupan sampah. Dengan demikian, hingga saat ini belum ada penutupan sampah secara permanen di Benowo. Yang ada, Ali memapar-kan, “Penutupan sementara, tapi jangka lama.”

364 Energi dari Sampah

Page 364: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

365Energi dari Sampah

Page 365: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

PEMBANGKIT LISTRIK Kepala Seksi Suplai Metana Budiono memeriksa jaringan pipa penyalur metana ke generator (atas). Sebelum memasuki bilik bakar generator, gas landfill akan disaring dengan filter untuk menjaga kemurnian gas metana. Dari sini, gas metana menusuk ke bilik bakar, dan menghidupkan generator selama 24 jam (kanan). Selanjutnya, setrum dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah TPA Benowo mengalir ke jaringan PLN. Pada tahun-tahun awal, PLN menggunakan listrik dari sampah untuk menerangi 1.000 rumah di Benowo.

366 Energi dari Sampah

Page 366: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

367Energi dari Sampah

Page 367: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TIM METANA Tatkala gas oksigen melampui ambang batas, tim metana akan memeriksa aliran gas dari setiap zona landfill. Tim akan merunut komposisi gas di setiap jaringan pipa. Saluran yang didominasi gas metana dibuka, sementara pipa dengan gas oksigen yang terlampau banyak ditutup. Kombinasi dari berbagai pipa penyalur akan menyeimbangkan komposisi gas yang masuk generator. Salah satu tantangan terbesar mengelola energi dari sampah adalah tidak stabilnya gas metana dari landfill (kiri-kanan).

368 Energi dari Sampah

Page 368: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

369Energi dari Sampah

Page 369: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KELESTARIAN gas metana untuk memastikan setrum tetap menjalar ke jaringan PLN, lalu didistribusikan ke para pelanggan. Sebagai entitas bisnis, keberlanjutan energi dari sampah merupakan wujud kinerja PT Sumber Organik sebagai pe-masok listrik PLN.

Sejak November 2015, PLN telah membeli setrum dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Benowo. “PLN memastikan performa kita, apakah gas metana terus lestari atau tidak,” jelas Ali. Perusahaan Listrik Negara membeli setrum senilai Rp1.250 per kwh, yang lantas digunakan untuk menerangi 1.000 rumah penduduk di sekitar tempat pembuangan akhir.

Sebelumnya, pada Mei 2015, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengunjungi Benowo dan mengapresiasi pengem-bangan ‘Waste to Energy’ Kota Sura-baya. Upaya “Waste to Energy” telah menjadi komitmen berbagai negara dalam Kerangka Kerja Perubahan Iklim dalam Konvensi Para Pihak COP-21 di Paris, Prancis.

Seiring komitmen itu Presiden Joko Widodo menerbitkan pera-turan bagi percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah. Berdasarkan peraturan presiden, Surabaya bersama Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Solo dan Makassar, menjadi percontohan dalam mengembangkan energi dari sampah.

Energi listrik dari sampah ini sebagai ikhtiar diversifikasi energi primer yang hingga saat ini masih bergantung pada bahan bakar fosil. Semakin banyak sampah yang diolah untuk energi akan mening-katkan elektrifikasi nasional. Dengan demikian, upaya merombak sampah menjadi energi memiliki arti penting dari sisi lingkungan dan energi alternatif.

“Salah satu pelajaran penting dari Benowo adalah adanya energi listrik sebesar 2 MW,” jelas Wisnu Wibowo, Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Dia menuturkan bahwa sampah Benowo bisa menghasilkan listrik 10 MW. “Jadi masih ada 8 megawatt yang bisa dikembangkan,” tutur Wisnu.

Untuk itu, di TPA Benowo sedang dilakukan persiapan pemba-ngunan pembangkit listrik tenaga sampah dengan metode gasifikasi. Jika tak ada halangan, pembangkit dengan gasifikasi akan beroperasi pada 2017.

Metode ini memanfaatkan teknologi canggih dengan kapasi-tas pengolahan 1.000 ton sampah sehari. Gasifikasi merupakan proses perombakan biomassa atau sampah padat secara termokimia menjadi gas produser—seperti karbon monosida, karbon dioksida, gas hidrogen dan hidrokarbon. Pendek kata, sampah akan digunakan untuk memutar tubin generator listrik.

Pembangkit listrik gasifikasi bakal memanfaatkan sampah baru dan sampah lama. Harapannya, Wisnu menegaskan, timbunan sampah di TPA Benowo bisa dikurangi. Selama ini, pembangkit listrik dengan gas metana hanya mengurangi sampah organik, sementara sampah anorganik tetap utuh.

“Ke depan, semua jenis sampah akan digunakan untuk gasifikasi, sehingga mengurangi sampah organik dan anorganik. Yang dibuang di TPA hanya residu dari proses gasifikasi,” jelas Wisnu. Residunya sekitar 8-10 persen dari total sampah untuk gasifikasi.

Wisnu mengingatkan bahwa se-benarnya sampah menjadi tanggung jawab bersama: warga dan pemerintah kota. “Pemerintah berkewajiban mengelola sampah, dan masyarakat menguranginya. Pengurangan sampah tidak bisa dilakukan di TPA, tapi di tingkat masyarakat. Sebe-narnya, sampahmu adalah tanggung jawabmu.”

Selama ini yang banyak disentuh baru pengelolaan areal pembuangan akhir yang merupakan hilir dari aliran sampah. Sementara itu, bagian hulu yang berada di komunitas kerap terlupakan. Di sela riuhnya Surabaya, kota yang menyabet Adipura Paripurna 2016 ini menyimpan keteladanan dalam mengelola sampah dari hulu hingga hilir.***

370 Energi dari Sampah

Page 370: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

LADANG METANA Di puncak zona 1A, kepala-kepala sumur menyedot gas metana yang terpendam di bawah selimut geomembran. Perbukitan yang dibentuk oleh berton-ton sampah ini laksana hamparan ladang energi masa depan. Sampah yang dikelola dengan baik akan melestarikan pasokan energi gas metana.

371Energi dari Sampah

Page 371: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Jejak Mengelola Sampah

Semarak Ramadan 2016 member-kahi Jambangan, Kecamatan Jam-bangan, Kota Surabaya. Anak-anak ceria; ibu-ibu gembira. Menyambut buka puasa, di tanah lapang Sentra Pedagang Kaki Lima, berbagai acara menghangatkan suasana Rukun Tetangga 07 Rukun Warga 03.

Sore itu, sebuah stasiun televisi lokal menggelar ‘Ngabuburit Asik’ dengan aneka kompetisi. Anak-anak berlomba menabuh kentongan, menyanyikan lagu-lagu ceria. Di panggung sahaja, mereka menampil-kan ronda terbaik.

Di sudut lain, ibu-ibu bersiap dengan berbagai sajian untuk lomba kreasi takjil. Pembawa acara berka-li-kali mengingatkan kaum ibu tak mencuri start. Lomba kreasi takjil memang baru dimulai setelah anak-anak beradu ketangkasan patroli sahur.

Di antara para peserta, sejumlah ibu dari RT 07 turut meramaikan perlombaan kecil ini. “Sekecil apapun kegiatannya, kita selalu heboh. Minta ampun hebohnya,” ungkap Megawati, bendahara Bank Sampah Pitoe.

RAMADAN CERIAWarga Jambangan menyambut hari menjelang berbuka puasa dengan ‘Ngabuburit Asik.’ Kampung ini memiliki tradisi hidup bersih dan ber-mental jawara. Delegasi dari berbagai negara anggota UN-HABITAT akan mengunjungi Jambangan di sela-sela Konferensi Pemukiman PBB.

372 Energi dari Sampah

Page 372: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

373Energi dari Sampah

Page 373: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

“Kita selalu kompak, kalau ada ibu yang tidak hadir rasanya ada yang kurang,” imbuhnya.

“Kita nggak mau disebut STW, setengah tuwa. Kita semua masih ABG,” seru ibu-ibu penuh kece-riaan.

Kendati usia mereka beragam, Megawati menuturkan, “Kita tidak membeda-bedakan. Kalau sudah menjadi ibu rumah tangga, tua-muda semuanya sama.”

Tidak jauh dari arena ngabubu-rit, sebuah instalasi pengolahan air bekas wudu menjulang tinggi. Air bekas untuk bersuci dari masjid An Nur dialirkan ke tandon, lantas dimanfaatkan untuk menyirami tanaman.

Memasuki RT 07, jalanan resik membentang lurus. Kedamaian menyelimuti rumah warga yang berderet rapi. Pada sejumlah rumah, tulisan ‘Rumah ini bebas dari asap rokok’ bertengger di pagar. “Kalau sudah ada tulisan itu berarti tidak ada lagi penghuni yang merokok,” jelas Umi Niswatin, Ketua Pelaksana bank sampah.

Bila masih ada yang merokok? “Itu disediakan asbak di luar pa-

gar,” tutur Umi sembari menunjuk asbak yang menggantung di dahan pohon.

Berbagai jenis tanaman meng-hiasi tepi jalan. Lingkungan yang bersih dan tertata rapi melapangkan siapa saja yang berkunjung ke RT 07.

Tiga hari sebelumnya, satu stasiun televisi dari Jakarta menampilkan kiprah kaum ibu dalam mengelola sampah domestik. Lewat acara televisi di pagi hari itu, inspirasi kaum ibu Jambangan menjalar ke berbagai pelosok Indonesia.

Mereka menampilkan berbagai karya daur ulang di depan Bank Sampah Pitoe yang berada di sepetak tanah milik seorang warga. Di situ, bangunan bank sampah yang sahaja berdiri.

“Bank sampah sudah pindah dua kali. Kami mendoakan pemilik kapling punya tanah di mana-mana, sehingga tidak perlu membangun rumah di tempat ini,” tutur benda-hara bank sampah, Sumartik, yang seakan mewakili harapan ibu-ibu agar bank sampah tidak berpindah lagi. Maklum, hanya sepetak tanah yang berada di ujung jalan itu yang masih kosong.

Dari bank sampah inilah ibu-ibu mengelola sampah rumah tangga. Prestasinya: juara di atas juara. Karena itu, RT 07 tak lagi bisa mengikuti lomba Surabaya Green and Clean. “Kami tidak boleh lagi ikut perlom-baan,” imbuh Sumartik.

Dalam darah ibu Jambangan rupanya memang mengalir mental jawara. Hari itu, mereka juara tiga lomba kreasi takjil ‘Ngabuburit Asik.’ “Jawara itu artinya Jambangan jadi Juara,” ucap Megawati menegaskan mental pemenang.

IBU KREATIFIbu-ibu RT 07, RW 03, Jambangan, turut serta dalam lomba kreasi takjil ‘Ngabuburit Asik.’ Kekompakan kaum ibu ini menggugah warga untuk rutin mengumpulkan dan menyetorkan barang bekas ke Bank Sampah Pitoe.

374 Energi dari Sampah

Page 374: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

375Energi dari Sampah

Page 375: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SUNGAI BERSIHTaman Prestasi di bantaran Kali Mas menyediakan wisata air bagi warga Surabaya. Surabaya bergelimang taman-taman asri, bersih dan teduh. Ruang publik dengan lusinan tempat sampah akan menuntun pengunjung berperilaku hidup bersih dan enggan membuang sampah sembarangan. Kota ini berupaya meningkatkan ruang hijau sampai 30 persen dari luas wilayahnya (kiri-kanan).

376 Energi dari Sampah

Page 376: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

377Energi dari Sampah

Page 377: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

378 Energi dari Sampah

Page 378: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

DAHULU, Bank Sampah Pitoe lebih menonjolkan kepedulian sosial. Siapapun bisa menyetorkan sampah. “Karena bersifat sosial, setor sampah banyak maupun sedikit mendapatkan jumlah uang yang sama. Sama rata, yang penting sampah terkumpul,” kenang Mega-wati.

Bank sampah secara sosial memang tidak efektif. Warga masih malas-malasan mengumpulkan sampah. Kadang-kadang ada yang menyimpan, kadang ada yang membuang.

Pada 2011, saat akan mengikuti lomba Surabaya Green and Clean, ibu-ibu mulai bergerak. Mereka mesti melengkapi bank sampah dengan organisasi pengelolaan secara mandiri.

Semenjak itu, lanjut Mega-wati, “Kita membentuk struktur bank sampah. Ada manajer, ketua pelaksana, bendahara, sekretaris, penimbang, pengepak dan pemilah sampah.”

Ia menuturkan bahwa bank sampah memerlukan daftar jenis sampah yang laku dijual. “Kita punya daftar 13 jenis sampah dengan harga yang berbeda-beda. Harga termahal adalah duplek, sejenis kertas kalender, sampul buku. Yang termurah, tak kresek hitam.”

Daftar harga dan jenis sampah itu berasal dari pengepul yang rutin membeli sampah. Agar laku, bank sampah mesti punya langganan

pengepul yang bersedia membeli sampah secara rutin.

Pada awal berdiri, Megawati menuturkan pentingnya sosialisa-si tentang jenis sampah dan nilai ekonomi. “Kita perlu memberikan pemahaman tentang sampah, baik sampah kering maupun sampah ba-sah. Ada jenis- sampah yang bernilai dan ada yang tidak. Kita juga perlu sosialisasi sampah dengan harga yang bisa diterima pengepul.”

Setelah ada organisasi pengelola, warga RT 7 yang ingin menjadi nasabah harus membuka rekening dengan setoran awal Rp10.000. Nasabah akan mendapatkan tabungan, daftar jenis sampah, bukti penyetoran dan daftar harga sampah.

Pada mulanya, bank sampah yang terkelola ini juga tidak berjalan lancar. Namun kebiasaan mengum-pulkan sampah membentuk perilaku warga menghargai barang-barang bekas. “Lama-lama jadi rutin. Apapun sampah yang bernilai, tapi dipandang tidak berguna, akan disetorkan ke bank sampah,” Mega-wati memaparkan.

Perilaku hidup bersih membuat sebagian warga tidak nyaman melihat tumpukan sampah di rumah. “Akhirnya mereka menyetor sampah secara rutin. Ada juga nasabah yang hobi menumpuk di rumah, dan baru menyetornya setiap bulan.”

Kini, pada setiap Ahad, ibu-ibu membuka bank sampah untuk me-

nerima setoran dari para nasabah. “Kita buka sekali sepekan, setiap hari Minggu mulai pukul 8 sampai 11. Tapi hanya nasabah yang bisa menyetorkan sampah.”

Untuk operasional, para nasabah sepakat menyisihkan sebagian kecil berat sampah. “Kita tidak mengurangi harga sampah, tapi mengurangi tim-bangan. Setiap 1 kilogram sampah dikurangi 0,1 kilogram. Itu kesepakatan bersama. Selain itu, juga ada iuran wajib Rp2.000 per bulan untuk operasional.”

Ringkasnya, sistem kerja bank sampah tidak berbeda dengan bank pada umumnya. “Ini seperti bank umumnya, tapi kelas ibu-ibu rumah tangga,” tutur ibu-ibu berbarengan. Tawa riang menggema.

Hanya saja, bank sampah tidak menerima uang tunai. Dana tunai baru diterima setelah melalui proses panjang: memilah, menim-bang, membersihkan dan menjual sampah. Uang tunai ada setelah pengepul membeli sampah setiap dua pekan sekali.

“Harga menunggu pengepul datang untuk membeli sampah. Kendati sudah ada daftarnya, tapi di lapangan harga bisa naik-turun. Jujur saja, harga sering turun sih, apalagi saat mendekati lebaran,” papar Megawati.

KOMUNITAS HIJAU Kota Surabaya mengajak warga mengelola sampahnya sejak masih di tingkat komunitas. Seperti warga RT 08 RW 02, Tembok Dukuh, Bubutan, yang juga mendirikan Bank Sampah ‘Usaha Mandiri’ untuk menyulap sampah menjadi barang bernilai ekonomi.

379Energi dari Sampah

Page 379: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

NASABAH yang baik akan memi-lah sisa-sisa aktivitas rumah tangga sesuai jenis dan harga sampah. Bila malas memilah, harga akan dipukul rata yang sesuai jenis sampah ter-murah. “Ndak apa-apa tidak dipilah, tetapi kita menilainya dengan harga sampah yang terendah.” Artinya, setoran sampah apapun akan senilai dengan harga sampah termurah, meskipun ada jenis sampah berharga mahal.

Kendati ditujukan bagi peng-huni RT 7, warga dari luar juga bisa menjadi nasabah bank sampah. Buktinya, lingkungan RT 7 hanya didiami 30 keluarga, namun jumlah nasabah mencapai 50 orang. “Itu artinya 20 nasabah berasa dari luar.”

Seluruh uang dari penjualan sampah lantas disimpan untuk sim-pan-pinjam nasabah. Dana yang ter-simpan pernah mencapai Rp12 juta selama satu tahun. Sayangnya, tutur Megawati, nilai tabungan nasabah sekarang turun. “Tinggal sedikit, karena warga sudah tidak punya banyak sampah. Sampah plastik misalnya sudah banyak berkurang.”

Dari catatan bank sampah yang rinci, terlihat jenis-jenis sampah yang dihasilkan warga Jambangan. Sampah terbanyak adalah jenis kertas HVS, disusul kertas semen, botol plastik, karak atau nasi kering, sepatu, dan logam. “Kalau banyak kertas semen berarti banyak yang sedang membangun rumah,” jelas Umi Niswatin.

Data itu juga menuturkan sisi positif kontribusi warga dalam mengelola sampah: Jambangan telah bersumbangsih dalam mengurangi sampah yang dikirim ke pembuangan akhir.

“Memang tidak banyak, tapi kita bangga. Tidak hanya mengu-rangi sampah tapi juga menambah pendapatan rumah tangga. Kita bisa saja membuang sampah seenaknya, tapi kita harus membayar petugas dan mencemari lingkungan.”

Artinya, dengan menyetorkan sampah, lingkungan menjadi bersih dan meraup nilai tambah dari sampah. “Memang uangnya tidak banyak, tapi kita bangga tidak mencemari lingkungan. Semuanya harus dimulai dari kita sendiri,” ujar Megawati dengan bijak.

“Buang sampah itu gampang, bisa di mana saja. Dulu Jambangan menghasilkan satu gerobak sampah setiap hari. Sekarang, satu gerobak setiap dua hari sekali. Itu pun tidak penuh gerobaknya,” timpal Direktur Bank Sampah Yulia Ratna Purwani.

Inspirasi mengelola sampah yang sudah bersemi sejak 2006 ini diikuti oleh kaum muda. Aktivitas bank sampah telah melahirkan kader-kader lingkungan cilik. “Kita sudah punya kader cilik, dan adik-adiknya tinggal mengikuti. Kami yang tua-tua hanya mem-bimbing.”

Para ibu mengajarkan kepa-da anak-anak untuk membuang

sampah pada tempatnya. “Walau-pun nanti kita ambil lagi untuk disetor ke bank sampah. Pada intin-ya, kita mengajarkan kepada anak-anak bahwa sampah ada tempatnya,” lanjut Yulia.

Anak-anak RT 7 telah sadar untuk memungut sampah yang tercecer di jalan kampung—sampah dari siapapun. Ceceran sampah ini lantas dikumpulkan di sudut sekretariat Karang Taruna.

Seringkali rumah tangga yang hanya punya sedikit sampah juga disumbangkan untuk karang taruna. “Uang dari sampah itu untuk kegiatan karang taruna,” lanjut Yulia. Sampah kering di pojok karang taruna ini akan diambil setiap pekan dan disetorkan ke bank sampah.

Kaum ibu Jambangan adalah pribadi yang kreatif. Berbagai sampah plastik diolah kembali menjadi pernak-pernik kerajinan. Tradisi mengolah sampah kaum perempuan ini membuat Jambangan kerap dikunjungi oleh komunitas yang ingin belajar manajemen bank sampah dan kerajinan daur ulang.

“Kita juga ada pelatihan bagi masyarakat dari luar kota atau luar pulau. Kita menyediakan bahannya dan bisa menginap di rumah-rumah kami,” Yulia memaparkan.

Pelatihan tersebut untuk semua kalangan, mulai dari anak-anak TK, SD, SMP, SMA hingga masyarakat umum. Pelatihan diisi oleh para ibu

dengan materi tutorial dan lembar kerja. “Semua bahan dari kita, baik pemateri maupun lembar kerja. Peserta akan membuat kerajinan dan hasilnya bisa dibawa pulang,” lanjut Yulia yang juga fasilitator lingkungan Kota Surabaya.

Seiring antusiasme khalayak yang ingin belajar mengelola sampah, materi pelatihan lantas disesuaikan dengan kemampuan dan keinginan peserta. “Intensitas kunjungan sudah lumayan. Seminggu bisa dua kali kunjungan. Umumnya, yang berkunjung adalah komunitas yang bakan mengikuti lomba lingkungan,” imbuh Yulia.

380 Energi dari Sampah

Page 380: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KADER LINGKUNGANRemaja putri menyetorkan sampah kering ke bank sampah. Kebiasaan menyimpan dan memilah sampah kering menciptakan perilaku ramah lingkungan bagi generasi muda. Aktivitas bank sampah mendorong warga untuk bertanggung jawab atas sampahnya. Tuntunan hidup bersih dari orang tua akan melahirkan kader-kader lingkungan hidup.

381Energi dari Sampah

Page 381: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

TAHUKAH ANDA? Berbekal kreativitas dan ketelatenan, para ibu Jambangan menciptakan pernak-pernik cantik dari barang-barang yang kerap dibuang di tempat sampah. Daya cipta yang mumpuni menghilangkan jejak sampah yang menjadi bahan bakunya. Tahukah Anda, terbuat dari apakah hasta karya ini?

382 Energi dari Sampah

Page 382: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SENI DAUR ULANG Inilah bahan baku hasta karya (di halaman sebelah) ibu-ibu Jambangan. Barang-barang ini mungkin pernah ada di kediaman Anda. Seni daur ulang untuk memanfaatkan aneka sampah kering menjadi barang baru dengan kegunaan baru. Ketrampilan ibu-ibu Jambangan memikat komunitas lain

untuk belajar menciptakan karya dari sampah kering.

FOTO TANPA SKALA

383Energi dari Sampah

Page 383: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

SETELAH menggaet gelar jawara Green and Clean, Jambangan tak lagi mengikuti kompetisi Kota Surabaya itu. “Karena juara terus, pada 2015 kita tidak boleh ikut lomba lagi. Kita akhirnya mengikuti lomba yang lain, seperti Perilaku Hidup Sehat dan Bersih. Pada 2014 kita meraih juara II dalam lomba PHBS nasional. Kita hanya kalah dari Provinsi Bali,” kisah Megawati dengan bangga. Prestasi Jambangan lantas melecut desa-desa lainnya.

“Berbagai kompetisi akan memacu desa lain berlomba-lomba mengelola sampahnya. Peserta yang juara dimuat di harian Jawa Pos, sehingga dapat memacu kampung lain. Adanya hadiah sudah pas-ti menarik, tapi yang terpenting semangat mengelola sampah,” papar Ipong Wisnu Wardana, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Ipong menuturkan bahwa penge-lolaan sampah di komunitas sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat. Salah satu bentuk dukungan bagi pemberdayaan itu pemerintah kota memiliki fasilitator dan kader lingkungan.

“Fasilitator dan kader untuk membantu mengarahkan masyarakat dalam mengelola sampah. Fungsi Dinas, terkait dengan fasilitator dan kader lingkungan, untuk meningkat-kan rasa percaya diri masyarakat,” Ipong menambahkan.

Dinas memotivasi fasilitator

dan kader agar tetap semangat dalam mengampanyekan pengelo-laan sampah di tingkat komunitas. Hingga tahun 2014, sedikitnya ada 500 fasilitator dan 28.000 kader lingkungan yang tersebar di berbagai wilayah.

Setiap bulan, Dinas bersama para kader dan fasilitator berbagi pengalaman untuk curah gagasan dan input teknologi baru dalam mengolah sampah. Upaya pem-berdayaan itu untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam mengurangi sampah.

Bagi pemerintah Kota Surabaya sangat mustahil untuk meniadakan sampah. Yang bisa dilakukan adalah mengelola sampah dengan melibatkan banyak pihak.

Untuk menumbuhkan kesadaran mengelola sampah di tingkat komu-nitas, Surabaya menggelar berbagai perlombaan, mulai dari Green and Clean, Merdeka dari Sampah, sampai Kebersihan Kampung Bantaran.

384 Energi dari Sampah

Page 384: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

JAWARA BERSERI Rutin menyabet juara, Jambangan melambung menjadi desa jawara ‘Berseri’: Bersih, Sehat dan Lestari (kiri). Nama besar kampung ini memikat komunitas dari dalam dan luar negeri untuk berbagi pengalaman dan pelajaran di Jambangan (kiri-kanan).

385Energi dari Sampah

Page 385: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

386 Energi dari Sampah

Page 386: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

KAMPUNG MANDIRI Seorang warga Genteng Candirejo, Kecamatan Genteng, memanfaatkan air dari instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk menyirami tanaman. Air limbah domestik akan ditampung di instalasi IPAL yang berada di bawah jalan kampung. Kampung wisata sampah mandiri ini terletak di wilayah yang padat penduduk. Genteng Candirejo juga dikenal sebagai penghasil minuman khas dari belimbing wuluh yang tumbuh di pekarangan dan tanah tersisa (kiri-kanan).

387Energi dari Sampah

Page 387: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

388 Energi dari Sampah

Page 388: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

RUMAH KOMPOSUntuk mengurangi sampah di TPA Benowo, Kota Surabaya melakukan pemilahan sampah di Tempat Pembuangan Sementara 3R Jambangan (kiri) dan Sutorejo. Di Jambangan misalnya, pemilahan bisa mengurangi 50 persen sampah yang dikirim ke TPA Benowo. Sampah organik digunakan sebagai bahan baku kompos untuk memupuk tumbuhan di taman-taman kota. Warga dapat mengambil kompos secara gratis di 25 rumah kompos yang tersebar di penjuru kota (atas).

389Energi dari Sampah

Page 389: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Perlahan tapi pasti warga akan terlecut mengolah sampah sejak masih di komunitasnya. Pada akhirnya, tidak ada lagi sampah yang tercecer. Semua jenis sampah domestik mesti masuk Tempat Pembuangan Akhir Benowo.

Sejatinya, pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

“Pemerintah wajib mengelola sampah, sedangkan masyarakat mengurangi atau setidaknya memi-lahnya,” urai Wisnu Wibowo, Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.

Dalam transportasi sampah misalnya, masyarakat berkewa-jiban mengirimkan sampah dari rukun tetangga hingga tempat penampungan sementara (TPS). Selanjutnya, pengangkutan dari penampungan sementara sampai ke Tempat Pembuangan Akhir Benowo menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Selain itu, pemerintah kota juga melakukan pemilahan sampah untuk mengurangi beban TPA Benowo. Ada dua fasilitas pemilahan sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS 3R): di Sutorejo dan Jambangan.

Fasilitas pemilahan Sutorejo sebagai bentuk kerjasama Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu, Jepang. Sementara fasilitas di Jambangan merupakan bantuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

PASUKAN SAPUSetiap hari, para penyapu mem-

bersihkan jalan di jantung Surabaya. Sebelum pukul 06.00, jalan, trotoar

dan taman mesti sudah bersih. Sejak subuh, ratusan penyapu telah bekerja

demi kota yang resik dan asri. Ada dua jadwal pergantian pasukan

pembersih ini sepanjang hari: pagi dan sore.

Di dua tempat pemilahan itu, sampah organik dan anorganik dipilah dan dipisahkan. Sampah anorganik—plastik, kertas dan logam, dikumpulkan, lalu dijual ke pengepul. Hasil penjualan dibagi rata untuk tenaga pemilah dan operasional TPS 3R. Sementara itu, sampah organik digunakan sebagai bahan kompos. Sisanya, sampah yang benar-benar tak bisa dimanfaatkan diangkut ke Benowo.

“Sebelum ada pemilahan, sampah dari Jambangan sebanyak dua kontainer setiap hari. Sekarang hanya satu kontainer, kira-kira 10 meter kubik,” jelas Dwijo Warsito, pengawas TPS 3R Jambangan.

Warsito memaparkan warga dapat mengambil kompos secara gratis di rumah-rumah kompos. Di seluruh Surabaya terdapat 25 rumah kompos dengan bahan baku sampah organik dan dedaunan dari pemangkasan pohon peneduh jalan.

“Gratis. Kita tidak boleh menjual kompos. Bahkan, kadang kita sendiri yang mengirimnya ke tempat warga,” lanjut Warsito. Selain itu, kompos juga digunakan memupuk taman-taman kota. Tak mengherankan, kebutuhan rabuk Kota Surabaya melebihi kapasitas produksi rumah kompos.

Pengelolaan dari tingkat komu-nitas hingga tempat pemilahan merupakan upaya mengurangi sampah yang akan ditampung di

pembuangan akhir. Wisnu menya-takan pengurangan sampah hanya dapat dilakukan di tingkat komunitas, bukan di tempat pembuangan akhir.

Seluas apapun lahan TPA, bila masyarakat tidak ramah lingkungan, jumlah sampah akan terus meningkat. Dampaknya, perkembangan kota akan menuntut perluasan areal pembuangan akhir.

Tuntutan itu bakal berbentur-an dengan makin merangseknya pemukiman di segala penjuru Surabaya. Sungguh tidak mudah mencari areal luas di kota yang sesak—apalagi untuk menumpuk sampah. Dan di Surabaya, di kota berkelas metropolitan ini, sepah peradaban dikelola sepanjang hari dari hulu hingga hilir.***

390 Energi dari Sampah

Page 390: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

391Energi dari Sampah

Page 391: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HARI BARUSeusai rinai hujan, anak-anak berangkat ke sekolah pada pagi yang baru. Para petani lebah dan nelayan menyisihkan hasil produksi madu dan ikan untuk pendidikan anak di Penepian Raya, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Page 392: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

EPILOG

Usai menyimak setiap kisah dari tapak ke tapak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kini sedang bersiap mewujudkan peran nyata jasa lingkungan hidup dan sumberdaya hutan bagi kehidupan bangsa. Hakikatnya, pengelolaan di tapak adalah hasil sinergi dari berbagai pihak telah menumbuhkan energi dalam pengelolaan hutan dan lingkungan.

Setiap pengelolaan lingkungan dan kehutanan di setiap tapak selalu menyiratkan banyak dimensi yang menuntut koneksi dari pihak-pihak terkait. Ringkasnya, bertumpu pada modal sosial. Tak pelak lagi, modal sosial menjadi komponen utama dalam menggerakkan gagasan, kepercayaan, dan saling memudahkan dalam mencapai keberadaban bersama. Pembelajaran dari setiap tapak memberikan petunjuk bahwa keputusan para pihak dalam memanfaatkan lahan dan hutan akan mengarahkan hasil akhir kualitas hidup.

Page 393: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

HASIL HUTAN KAYUProduksi kayu dari hutan alam untuk menjaga pasokan bagi industri kayu nasional. Proyeksi Kementerian pada 2017 hasil hutan kayu sekitar 58,8 juta meter kubik. Meski masa bonanza kayu telah lewat, pasokan kayu bagi industri untuk menyerap tenaga kerja dan menambah devisa negara.

Page 394: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Nawacita memberikan makna yang lebih luas bagi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan. Kami menyebutnya sebagai upaya untuk mengantarkan manfaat keberadaan tapak lingkungan dan hutan ke hadapan publik secara lebih nyata. Kami menyadari bahwa fakta dari tapak seringkali tenggelam dalam keriuhan zaman yang bergerak cepat. Sudah pasti bahwa cerita madu hutan dari Penepian Raya dan Ujung Said, Kapuas Hulu, kalah riuh oleh berita kebakaran hutan dan lahan. Padahal, masyarakat dua desa itu tergerak mengelola hutan desa karena kejadian kebakaran hutan yang merontokkan hasil madu. Begitu juga kisah dari Taman Nasional Bali Barat yang memiliki dua makna: melestarikan jalak bali sekaligus menghidupi sekelompok penangkar. Kabar baik yang dirintis sejak lama ini terselip di antara gaduhnya isu peredaran gelap tumbuhan dan satwa liar. Pada intinya, berbagai serpihan kisah dari setiap tapak secara lugas menuturkan bahwa konsolidasi modal sosial di sejumlah tapak telah berhasil kami lakukan. Setiap tapak memberikan berlimpah umpan balik dan tantangan. Setiap tapak adalah wujud nyata dari kebijakan yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Dan di balik umpan balik dan tantangan itu, terselip pula gagasan-gagasan baru yang menuntun Kementerian beranjak maju. Kini, dengan menyimak kisah-kisah dari tapak, Kementerian tengah ber-siap mewujudkan peran nyata jasa lingkungan hidup dan sumberdaya hutan bagi kehidupan bangsa. Upaya itu untuk menyuguhkan barang dan jasa hadir dalam keseharian masyarakat. Barangkali cita-cita tersebut terlihat jauh dan samar. Namun pustaka ini menunjukkan cita-cita itu memiliki fondasinya di pelosok negeri. Bahkan

hasil sumberdaya hutan dan jasa lingkungan telah meresapi kehidupan masyarakat di berbagai tapak, entah dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Simak kembali kesadaran masyarakat Bengkalis untuk menjaga setiap jengkal lahan dan hutan dari kebakaran yang memberikan sumbangan untuk menghalau infeksi saluran pernapasan atas. Begitu juga, kesadaran masyarakat hulu Citarum dalam konservasi tanah dan air untuk meningkatkan kualitas air yang menyokong pemukiman dan perumahan. Petani Citarum sedang menciptakan strata tajuk hutan di lahannya, dan sambil menanam jagung, padi ataupun tanaman pangan lainnya di ruang bawah tegakan. Kawasan konservasi—seperti Taman Nasional Bali Barat—bergelimang keunikan, ragam hayati dan gejala alam sebagai objek wisata alam yang memikat wisatawan mancanegara datang dan menyumbang devisa negara. Ringkasnya, Kementerian hendak mewujudkan jasa lingkungan dan sumberdaya hutan berkontribusi bagi kesehatan, menyediakan air bagi pemukiman dan perumahan, membantu ketahanan pangan, serta wisata alam yang menghasilkan pendapatan negara. Pengalaman dari kisah-kisah di tapak memberikan pelajaran bahwa keputusan para pihak dalam memanfaatkan lahan dan hutan akan mengarahkan hasil akhir kualitas hidup. Pelajaran itu begitu terasa bila menyimak peristiwa ekstrem, seperti: konflik tenurial, banjir, tanah longsor, kepunahan spesies dan bencana ekologis lainnya. Semua itu adalah tengara dari hasil keputusan para pihak terhadap sehamparan tapak. Dengan demikian, keberhasilan pengelolaan tapak tak berhenti pada wilayah ekologi, namun juga sosial, budaya dan ekonomi.***

363Epilog

Fondasi Bagi Langkah Ke Depan

Page 395: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Pustaka kolaboratif ini hasil diskusi, paparan dan masukan dari berbagai pihak di seluruh jenjang jaringan sosial. Jaringan pertama dimulai di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lalu ke dinas-dinas provinsi dan kabupaten. Dari sana, lalu menyebar ke tokoh dan organisasi masyarakat di tingkat tapak. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan data, informasi dan paparan. Mungkin tidak semua pihak kami sebutkan satu demi satu, dan untuk itu kami mohon maaf.

Hutan Desa Dari Putussibau, Kapuas Hulu, kami menumpang perahu cepat yang dikemudikan oleh Kepala Desa Penepian Raya Jusman. Kami berdesak-desakan di perahu mungil bersama staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kapuas Hulu. Di tingkat tapak, personel dari Lembaga Pengelola Hutan Desa Penepian Raya dan Ujung Said menggiring kami ke setiap sudut hutan desa. Kendati tidak sedang musim, para pegiat Asosiasi Periau Mitra Penepian Raya rela mencari tikung yang bergelimang madu di tengah hutan rawa. Untungnya, ada dua bilah tikung dengan sarang penuh madu. Perangkat desa Penepian Raya dan Ujung Said dengan tangan terbuka menyambut dan mengarahkan perjalanan di tapak. Di sela kunjungan, GIZ-Forclime menuntun kami ke hutan desa di Manua Sadap yang berbatasan dengan Taman Nasional Betung Kerihun-Danau Sentarum. Kami berdiskusi dengan perangkat desa dan pengelola hutan desa Manua Sadap. Kepala Bidang Perhutanan Sosial dan Rehabilitasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kapuas Hulu, Jumtani, memberikan paparan tentang akses kelola masyarakat di perhutanan sosial—utamanya dalam konteks Kabupaten Kapuas Hulu. Seluruh proses di tapak didampingi penuh oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan beserta staf.

Daerah Aliran Sungai Citarum Dari kantor Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum Ciliwung di Bogor, Jawa Barat, kami mengawali penjelajahan ke DAS Citarum. Kami diterima Kepala BPDAS Dodi Susanto. Di tapak, kami diiringi Bontor Tobing dan Iwan Gunawan dari Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. Pertemuan dengan kelompok tani di hulu DAS Citarum difasilitasi oleh Wawan Hartiwan, staf program BPDAS Citarum Ciliwung. Dari tapak ke tapak, kami berdiskusi dengan kelompok tani Citarum Mandiri, Caringin Asih, Mandala Sauyunan, Sugihmukti Sauyunan dan tokoh-tokoh masyarakat di Kertasari. Kelompok tani di Kecamatan Kertasari

364 Ucapan Terima Kasih

WISATA BROMOBentang alam vulkanik di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, memikat ribuan turis mancanegara.

Page 396: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 397: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 398: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

memberikan paparan menarik tentang tantangan besar di hulu Sungai Citarum: erosi, sedimentasi hingga kebiasaan petani menanam hortikultura. Untuk memahami tantangan lainnya, kami beranjangsana ke Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Paparan singkat dari Balai Besar tentang penanggulangan banjir di DAS Citarum menambah materi penting. Pada bagian ini, kami juga meringkas buku “MASTAKA CITARUM” Sekumpulan Cerita dalam Upaya Melestarikan Hulu Citarum-Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation. Penulis: Agus Prijono, Editor: Robi Royana dan Murlan Dameria Pane. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan-Asian Development Bank. 2015.

Konservasi Curik Bali Hari-hari kami di Taman Nasional Bali Barat, Bali, didampingi oleh staf Balai Taman Nasional Ganda Diarsa Untara. Kami menjelajahi lokasi pelepasan jalak bali yang dijaga polisi hutan selama 24 jam. Di desa penyangga taman nasional, kami berjumpa dengan kelompok penangkar curik bali ‘Manuk Jegeg’, yang membuka akses untuk melihat penangkaran kelompok. Sejenak menghirup udara laut, kami menginap dan ditemani oleh staf di Resor Pulau Menjangan. Ini sebuah kawasan yang riuh dengan wisatawan saat akhir pekan dan liburan nasional. Wisatawan mancanegara dan domestik datang silih-berganti. Di pura-pura di Pulau Menjangan, umat Hindu bersem-bahyang dan hilir mudik melintasi perairan selat dengan perahu nelayan. Balai Konservasi Sumberdaya Alam Bali memfasilitasi kunjungan ke penang-karan ‘Kicau Bali’ dan sejumlah penangkar plasmanya. Di sana, pemilik Kicau Bali, I Ketut Gede Jiwa Artana memaparkan seluk beluk penangkarannya yang terus berkembang. Kunjungan ke Museum Antonio Blanco Renaissance, Ubud, Gianyar, juga atas koordinasi BKSDA. Seluruh staf museum memberikan kemudahan dan kesempatan melihat koleksi burung jalak bali dan karya-karya agung Antonio Blanco.

Hutan Alam Hari-hari di pedalaman hutan Kalimantan Tengah, kami didampingi oleh seluruh staf lapangan PT Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim). Manajer Pengusahaan Hutan Hanny de Fretes memberikan paparan tentang hutan kelolaan Sarpatim, bersama Kepala Bidang Perencanaan Eva Saefudin; Kepala Bidang Konstruksi dan Perawatan Jalan, Misdi; dan Kepala Bidang Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) Fajar Setiyanegara. Kunjungan ini juga didampingi Kepala Seksi Pembukaan Wilayah Hutan M. Ulum; Kepala Bidang

367Ucapan Terima Kasih

MENGINTIP BAWAH LAUTTak menghiraukan terik siang, para wisatawan mengarungi perairan di

sekitar Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat.

Page 399: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Penelitian dan Pengembangan, Gunawan Waluyo Martono; dan Kepala Bidang Silvikultur Intensif Hadi Mokoginta. Alur proses pengelolaan hutan produksi di tapak melibatkan segenap personel Sarpatim, dari hulu hingga pelabuhan kayu. Dari Jakarta, kami selalu didampingi oleh Pamuji Raharjo, Manajer Investasi Tanaman Kayu Lapis Indonesia Group yang menaungi Sarpatim.

Saga Gambut Kami diantar dan didampingi oleh staf Badan Lingkungan Hidup Daerah Bengkalis, Riau, menjumpai banyak pihak di Sepahat dan Tanjung Leban. Selama beberapa hari kami mengikuti kegiatan anggota Masyarakat Peduli Api di Sepahat dan Tanjung Leban dalam mencegah, patroli dan sosialisasi tentang kebakaran lahan dan hutan. Dengan peralatan yang telah lapuk, mereka berjibaku setiap hari. Pada hari terakhir, kami dibantu oleh anggota MPA untuk meliput kegiatan MTQ di Tanjung Leban: mengikuti pawai dan memotret antusiasme masyarakat. Kepala Posko BPBD Pemadan Kebakaran di Sepahat Masri S. mengizinkan kami meneropong perairan Selat Malaka dari menara pantau. Begitu juga, Kepala Bidang Pemadam Kebakaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bengkalis Suiswantoro yang memberikan pemaparan upaya mitigasi kebakaran lahan dan hutan di Bengkalis.

Energi dari Sampah Bersama staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, kami menjelajahi Tempat Pembuangan Akhir Benowo. Di sana, Manajer Operasional PT Sumber Organik Ali Asyhari, Kepala Seksi Power House Muhammad Usup dan Kepala Seksi Suplai Metana Budiono, memberikan paparan ihwal energi listrik dari sampah. Staf DKP juga mengantarkan kami ke unit-unit 3R untuk pemilahan sampah di Kota Surabaya, sambil melihat proses pembuatan kompos. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana DKP, Ipong Wisnu Wardana, dan Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian DKP Wisnu Wibowo memberikan paparan, data dan informasi tentang energi listrik di TPA Benowo. Sementara itu, bersama staf Badan Lingkungan Hidup Daerah Surabaya kami diajak ke kampung-kampung yang menerapkan hidup sehat dan bank sampah. Akhirnya kami berjumpa dengan ibu-ibu dari komunitas Bank Sampah ‘Pitoe’. Dalam suasana Ramadan 2016, kami berinteraksi dengan ibu-ibu dari RT 07, Desa Jambangan, Kecamatan Jambangan ini.

400 Ucapan Terima Kasih

SITUS MAKAMMotif tumbuhan, burung dan satwa di pemakaman umat Hindu Kaharingan menunjukkan kedekatan warga setempat dengan hutan di sekitarnya. Umat Hindu Kaharingan di Tumbang Payang, Kalimantan Tengah ini, menyemayamkan kerabatnya yang telah berpulang di situs sandung.

Page 400: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...
Page 401: Jejak Dari Tapak Ke Tapak MENEBAR MODAL SOSIAL ...

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Segala daya dan upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan semata untuk meringankan tantangan pembangunan nasional: menopang pertumbuhan ekonomi, menyediakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mempersempit kesenjangan antar-wilayah. Intisari pembelajaran dari seluruh upaya itu memercikkan kesadaran bahwa mendorong perbaikan di tingkat tapak sesungguhnya dipengaruhi oleh kualitas hubungan antar-pemangku kepentingan. Pada tingkat tapak, dimensi hutan dan lingkungan bukan lagi sekadar subjek teknis Kementerian, tetapi telah menjangkau ranah politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan demikian, Kementerian memahami bahwa mengelola tapak berarti mengelola perikehidupan, yang sekaligus meneguhkan kedaulatan negara. Intinya, mengelola tapak berarti membangun peradaban negeri. Demi tumbuh kembangnya peradaban, Kementerian melaksanakan dua strategi. Strategi pertama, mempertahankan dan meningkatkan kondisi tapak; dan yang kedua mendorong produksi barang dan jasa. Strategi kembar ini mengandung dua hal besar: memastikan kondisi lingkungan semakin baik bagi umat manusia sembari; dan secara paralel, memastikan kemampuan sumberdaya alam untuk berkontribusi bagi perekonomian nasional.

ISBN 978-602-8358-81-1