1
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO ANTARA
WIRAUSAHAWAN ETNIS TIONGHOA, ETNIS JAWA, DAN
ETNIS MINANG DI YOGYAKARTA
Oleh:
ANGGINTA NASUTION
SONNY ANDRIANTO, S.Psi., M.Psi.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
2
NASKAH PUBLIKASI
PERBEDAAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO ANTARA
WIRAUSAHAWAN ETNIS TIONGHOA, ETNIS JAWA, DAN
ETNIS MINANG DI YOGYAKARTA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing
(Sonny Andrianto, S.Psi., M.Si.)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
3
PERBEDAAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO PADA ETNIS
TIONGHOA, JAWA, DAN MINANG
DI YOGYAKARTA
Angginta Nasution
Sonny Andrianto
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa dan Minang di Yogyakarta. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang. Wirausahawan etnis Tionghoa memiliki perilaku pengambilan resiko lebih tinggi dibandingkan dengan etnis Jawa dan Minang. Serta wirausahawan etnis Minang memiliki perilaku pengambilan resiko lebih tinggi dibandingkan dengan wirausahawan Jawa.
Subjek penelitian adalah warga etnis Tionghoa, Jawa dan Padang (pria dan wanita) dengan kisaran umur 17-70 tahun, yang bekerja atau memiliki usaha di bidang perniagaan dan berdomisili di Yogyakarta. Subjek akan diambil secara purposive sampling yaitu sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku pengambilan resiko. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek perilaku pengambilan resiko yang dikemukakan oleh As’ad (2002) yaitu keberanian menanggung resiko akibat dari keputusan yang sudah diambil, Atkinson (Sorentino & Hewitt, 1992) yaitu menyatakan memiliki orientasi pada kesuksesan, Sorentino & Hewitt (1992) yaitu menyatakan bahwa suka menguji tingkat kemampuan, Kagan dan Havemann (Puspita, 2003) yaitu memberi toleransi pada situasi atau tugas yang mencemaskan, dan Levenson (1990) yaitu suka mencari bentuk pengalaman baru.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian bertujuan untuk menguji apakah terdapat perbedaan perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa dan Minang di Yogyakarta. Berdasarkan perhitungan koefisiensi reliabilitas pada skala dalam penelitian ini, diketahui bahwa koefisiensi reliabilitas Alpha (α) untuk skala perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa dan Minang sebesar 0,908. Hasil uji beda Oneway anova menunjukan angka F = 0,674 dengan P = 0,512 (p > 0,05) yang artinya tidak ada perbedaan perilaku pengambilan resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang. Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti ditolak. Kata kunci : Perilaku Pengambilan Resiko, Wirausaha Etnis Tionghoa, Etnis Jawa, dan Etnis Minang,
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
4
PENGANTAR Permasalahan-permasalahan yang terjadi terkadang mengandung resiko bagi
seseorang. Situasi beresiko terjadi jika seseorang diminta untuk membuat pilihan
antara dua alternatif atau lebih, yang hasilnya tidak diketahui dan harus dinilai secara
obyektif. Menurut Rachmahana (2002) permasalahan pengambilan resiko ini menjadi
hal penting karena kesalahan dalam proses pengambilan resiko akan membawa
dampak yang sangat berarti dalam kehidupan selanjutnya.
Keberanian untuk mengambil resiko sangat diperlukan bagi seseorang yang
bergelut dalam dunia bisnis. Meredith et al. (2002) mengungkapkan bahwa biasanya
yang menjadi tokoh dalam dunia bisnis adalah wirausaha. Jumlah wirausahawan yang
terdapat di Indonesia terbilang sangat sedikit. Menurut Heidjrahman (As’ad, 2002)
bahwa jumlah wirausaha di Indonesia masih sangat terbatas dan baru mencapai 0,001
% dari jumlah penduduk yang berjiwa wiraswasta. Pembangunan suatu negara pada
dasarnya dibutuhkan 2% dari jumlah penduduk yang berjiwa wiraswasta, kecilnya
jumlah wiraswasta ini antara lain disebabkan karena etos kerja yang kurang
menghargai kerja keras, kondisi lingkungan ekonomi baik masa penjajahan maupun
sesudah kemerdekaan dengan segala konsekuensinya dalam masyarakat
Suhamamijaya.
Menurut Holtz (Riyanti, 2003) wirausaha berarti individu yang masuk dalam
kelompok undertakers, yakni orang-orang yang mengambil resiko dalam membuka
usaha baru. Riyanti (Masykur, 2007) juga mengungkapkan bahwa wirausaha adalah
orang yang menciptakan kerja bagi orang lain dengan cara mendirikan,
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
5
mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri dan bersedia
mengambil resiko pribadi dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif
menggunakan potensi-potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan
menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk,
memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya. Hal senada juga
diungkapkan oleh Sukardi (Riyanti, 2003) bahwa wirausaha merupakan seseorang
yang bersedia mengambil resiko pribadi untuk menemukan peluang usaha,
mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan melembagakan perusahaan miliknya
sendiri, di mana kelangsungan hidupnya tergantung pada tindakannya sendiri.
Suryana (2003) mengungkapkan bahwa salah satu ciri wirausaha yang
berorientasi pada kemajuan untuk memperoleh materi yaitu sebagai pengambil
resiko. Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu nilai
utama dalam kewirausahaaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil resiko akan
sukar memulai atau berinsiatif. Menurut Bajaro (Suryana, 2003) seorang wirausaha
yang berani menanggung resiko adalah orang yang selalu ingin menjadi pemenang
dengan cara yang baik. Suryana (2003) juga mengungkapkan bahwa wirausaha
kurang menyukai resiko yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Resiko yang terlalu
rendah akan memperoleh sukses yang relatif rendah. Sebaliknya, resiko yang tinggi
kemungkinan memperoleh sukses yang tinggi, tetapi dengan kegagalan yang sangat
tinggi. Biasanya, wirausaha akan menyukai resiko yang seimbang (moderat).
Keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan yang
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
6
menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan resiko yang penuh dengan
perhitungan dan realistis.
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki wirausaha adalah berani menghadapi
resiko dan tantangan serta memperhitungkan berbagai resiko yang mungkin dihadapi
oleh seorang wirausaha. Wirausaha tidak selalu berarti pedagang atau manajer, tetapi
juga seorang unik yang memiliki keberanian dalam mengambil resiko dan
memperkenalkan produk-produk inovatif serta teknologi baru ke dalam
perekonomian Schumpeter (Suryana, 2003). Wirausaha selalu berani mengambil
resiko yang moderat, artinya resiko yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah.
Menurut Suryana (2003) seorang wirausaha harus berani mengambil resiko.
Semakin besar resiko yang dihadapi, semakin besar pula kesempatan untuk meraih
keuntungan. Berani mengambil resiko yang sudah diperhitungkan merupakan kunci
awal dalam dunia usaha, karena hasil yang akan dicapai akan proporsional terhadap
resiko yang akan diambil. Resiko yang diperhitungkan dengan baik akan lebih
banyak memberikan kemungkinan berhasil. Hal inilah yang menjadi faktor penentu
bagi seorang wirausaha pada tahap awal pengembangan perusahaan dan meraih
peluang. Wirausaha harus bisa belajar mengelola resiko dengan cara mentransfer atau
berbagi resiko ke pihak lain seperti bank, investor, konsumen, pemasok dan lain
sebagainya. Wirausaha yang sukses dinilai dari keinginannya untuk mulai bermimpi
dan berani mengambil resiko dalam upaya mewujudkannya, misalnya: sebuah gerai
pisang goreng model baru dipadati oleh pengunjung sehingga antrian menjadi terlalu
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
7
panjang. Pemilik harus berani berinvestasi untuk menambah kapasitas penggorengan
pisang agar pembeli tidak pergi karena terlalu lama menunggu. Namun di sisi lain ia
harus siap menghadapi resiko jika penambahan kapasitas penggorengan menjadi
investasi yang sia-sia ketika orang sudah bosan makan pisang goreng sehingga
jumlah penjualan menurun. Perilaku pengambilan resiko yang dihadapi oleh setiap
wirausaha berkaitan dengan resiko finansial, psikologis dan sosial. Seseorang yang
memiliki perilaku pengambilan resiko akan lebih mudah dalam mengambil keputusan
dalam mengorganisasikan sumber daya yang dimilikinya terutama pembeli
(http://terminalinfo.blogspot.com/18/11/2008).
Perilaku pengambilan resiko yang moderat oleh wirausaha demi kemajuan usaha
dapat dilakukan oleh setiap orang karena seseorang yang memutuskan untuk
berperilaku wirausaha merupakan hasil interaksi beberapa faktor yang salah satunya
karakteristik personal dan lingkungan personal individu, lingkungan bisnis yang
relevan, tujuan personal, ide bisnis yang relevan Kuratko dan Hodgets (Hartini,
2002). Rachmahana (2002) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pengambilan resiko yaitu lingkungan
organisasi (kelompok). Faktor yang berasal dari organisasi adalah kelompok, struktur,
budaya, dan strategi (Suryana, 2003).
Seng (2007) menyebutkan bahwa etnis Tionghoa merupakan salah satu contoh
wirausaha yang berani mengambil resiko untuk keberhasilan usahanya. Pada sejarah
dagang orang Tionghoa, usaha perdagangan orang Tionghoa senantiasa berkembang.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
8
Etnis Tionghoa cepat dan mampu meraih peluang dagang yang baru serta selalu
berusaha dan memulai usahanya dari bawah.
Perilaku pengambilan resiko yang moderat oleh wirausaha tidak hanya dilakukan
oleh etnis Tionghoa. Para wirausaha dari etnis lain juga melakukan pengambilan
resiko demi kemajuan usahanya. Wirausahawan yang berasal dari golongan pribumi
juga banyak terjun dalam berbagai bidang usaha.
Indonesia mempunyai penduduk asli yang disebut dengan golongan pribumi. Hal
ini dipertegas oleh Arief (Meinarno, 2007) bahwa yang disebut sebagai golongan
pribumi adalah golongan masyarakat yang berasal dari seluruh suku atau campuran
dari suku-suku asli di wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Pribumi adalah
sebutan bagi penduduk Indonesia yang berasal dari suku-suku asli mayoritas di
Indonesia. Penduduk Indonesia keturunan Arab, India, ekspatriat asing (umumnya
kulit putih), maupun campuran sering dikelompokkan sebagai non-pribumi meski
telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. Hal ini sering terjadi di masyarakat
yang cenderung mengklasifikasikan penduduk Indonesia berdasarkan warna kulit
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pribumi-Indonesia/). Wirausahawan yang berasal dari
golongan pribumi yang bergelut dalam berbagai bidang usaha yaitu etnis Jawa dan
etnis Minang.
Berbeda dengan orang Cina, etnis Jawa memiliki keyakinan hidup yang
cenderung bersifat pasif. Koentjaraningrat (1984) menjelaskan bahwa tradisi Jawa
mengajarkan kemauan dan kemampuan untuk melepaskan diri dari dunia kebendaan,
yaitu memiliki sifat rela untuk melepaskan segala hak milik, pikiran, atau perasaan
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
9
untuk memiliki, serta keinginan untuk memiliki. Sikap menyerah secara mutlak ini
tidak boleh dianggap sebagai tanda sifat lemahnya seseorang. Sebaliknya, orang Jawa
menandakan bahwa orang seperti itu memiliki kekuatan batin dan keteguhan iman.
Kemampuan untuk membebaskan diri dari dunia kebendaan dan kehidupan duniawi
juga melibatkan sikap narima, yaitu sikap menerima nasib, dan bersikap sabar, yang
berarti sikap menerima nasib dengan rela.
Wirausahawan lain yang berasal dari golongan pribumi yang bergelut dalam
berbagai bidang usaha yaitu etnis Minang. Suku Minangkabau atau Minang
(seringkali disebut Orang Padang). Etnis Minang terutama menonjol dalam bidang
pendidikan dan perdagangan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan
anggota etnis ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya
bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam,
Palembang, dan Surabaya. Masakan khas suku ini, populer dengan sebutan masakan
Padang (http://id.wikipedia.org/wiki/Minangkabau-Indonesia/). Pergaulan antar suku
bangsa orang Minangkabau dengan sesamanya menyebut diri Urang Awak. Jumlah
penduduk Etnis Minangkabau pada tahun 2000 berjumlah 5, 475 juta jiwa, dengan
rata-rata pertumbuhan penduduknya 1,45 persen per tahun. Sumatra Barat merupakan
Provinsi asal Etnis Minangkabau dengan persentase sebesar 68,44 persen dari seluruh
Etnis Minangkabau. Namun persentase tersebut relatif lebih rendah dibandingkan
dengan persentase etnis Jawa dan Sunda yang tinggal di Provinsi asal mereka.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Etnis Minangkabau mungkin lebih banyak
yang berimigrasi keluar dibandingkan dengan dua etnis lainnya. Etnis Minangkabau
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
10
yang tinggal di Jakarta sebanyak 3,18 persen dari semua warga di Indonesia di
Provinsi tersebut, dan merupakan kelompok migran dari Sumatra ke Jakarta urutan
kedua setelah etnis Batak (http://palantaminang.wordpress.com/about/). Berdasarkan
Penelitian yang dilakukan oleh Pelly (1994) etnis Minang lebih banyak yang
berimigrasi keluar dari daerah asal mereka sendiri. Hal tersebut disebabkan karena
etnis Minang ingin membuktikan kepada masyarakat setempat di daerah asal etnis
Minang bahwa ketika para pengusaha etnis Minang kembali ke daerah asalnya dapat
memperlihatkan kesuksesan setelah merantau dan melakukan usaha di luar daerah
asal. Faktor lain yang menyebabkan etnis Minang lebih banyak yang berimigrasi
keluar dari daerah asal mereka sendiri yaitu kuatnya garis keturunan matrilinial di
daerah Minang. Sehingga banyak dari pemuda asal etnis Minang keluar dari daerah
asalnya dan merantau ke daerah lain.
Etnis minang senang berdagang karena ingin melawan dunia orang. Suatu tema
yang mengandung amanat untuk hidup bersaing terus menerus mencapai kemuliaan,
kenamaan, kepintaran dan kekayaan. Etnis Minang yang berprofesi sebagai
pedagang, merupakan salah satu diantara aktualisasi peran fungsional dalam mencari
nafkah hidup. Menjadi Saudagar, adalah suatu cita-cita bagi etnis Minang
(http://cimbuak.net.content/view/1190).
Seng (2007) menyebutkan bahwa pedagang yang berasal dari golongan pribumi
terlalu suka berkumpul di suatu kawasan dan menjual barang yang sama. Akhirnya,
semua pedagang atau wirausahawan sama-sama rugi dan gulung tikar. Banyak
pedagang yang tidak rela mengeluarkan uang mereka untuk melakukan investasi
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
11
karena tidak memiliki strategi apapun yang memperlihatkan peluang untuk
mendapatkan manfaat dari investasi yang mereka lakukan. Sikap ini menghambat
usaha para pedagang untuk meningkatkan kapasitas perdagangan mereka. Ada
pedagang yang tidak berani mengambil resiko untuk melakukan perubahan dan
pembaruan terhadap strategi perdagangannya. Sikap ini sangat terlihat di kalangan
pedagang golongan pribumi yang tidak berani pindah dari toko ke tempat
perdagangan yang lebih besar karena ragu-ragu tidak mampu membayar sewa yang
tinggi. Jika tempat itu terletak di lokasi yang strategis, sudah barang tentu keuntungan
yang diperoleh akan bertambah. Pedagang yang memiliki strategi perdagangan selalu
berjiwa besar dan tidak takut mengambil resiko serta melakukan perubahan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, 80% masyarakat
etnis Tionghoa menjalankan usaha di lokasi yang strategis. Kebanyakan wirausaha
etnis Tionghoa menjalankan usaha dengan jenis yang berbeda dari wirausaha lainnya.
Wirausaha etnis Jawa menjalankan usaha di lokasi strategis sekitar 70%. Serta,
sekitar 60% wirausaha asal etnis Minang menjalankan usaha di lokasi strategis.
Kebanyakan dari wirausaha etnis Tionghoa menjalankan usaha warisan dari orangtua
serta lokasi tempat usaha etnis Tionghoa tersebut ada yang diperoleh dari hasil usaha
turun temurun leluhur. Kebanyakan dari pengusaha etnis Jawa dan Minang memulai
usaha dengan tangan sendiri tanpa adanya bantuan dari usaha leluhur atau orangtua.
Kebanyakan dari wirausaha etnis Jawa menjalankan usahanya dari nol. Usaha yang
dilakukan etnis Jawa cukup beragam dalam suatu wilayah usaha. Meskipun, ada di
beberapa lokasi usaha etnis Jawa menjalankan usaha dengan jenis yang sama. Hal
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
12
yang sama dijalankan oleh wirausaha etnis Minang. Wirausaha etnis Minang
menjalankan usahanya dari nol. Etnis Minang menjalankan usahanya dari awal
disebabkan karena kebanyakan dari wirausaha etnis Minang adalah orang rantau yang
bekerja di luar daerah asal etnis Minang.
Bryd & Brown (Helmi, http://avin.filsafat.ugm.ac.id/index2.php) menyebutkan
pengambilan resiko sebagai kemampuan untuk mendorong ide baru menghadapi
rintangan yang menghadang sehingga pengambilan resiko merupakan cara
mewujudkan ide yang kreatif menjadi realitas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pengambilan
resiko (Rachmahana, 2002) adalah lingkungan organisasi (kelompok) individu dalam
kelompok cenderung membuat keputusan yang lebih beresiko daripada saat individu
harus memecahkan masalah sendiri (Stoner&Freeman,1989). Faktor lingkungan
mempunyai peran yang signifikan dalam pembentukan jiwa kewirausahaan. Salah
satu faktor lingkungan yang berperan besar dalam membentuk jiwa kewirausahaan
adalah budaya atau suku bangsa (http://klikilmu.blogspot.com). Suryana (2003)
menambahkan faktor yang berasal dari organisasi adalah kelompok, struktur, budaya,
dan strategi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa perilaku pengambilan resiko
yang dimiliki wirausahawan dipengaruhi oleh perbedaan etnis. Berangkat dari
permasalahan tersebut maka peneliti melakukan penelitian mengenai apakah ada
perbedaan perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa,
dan Minang di Yogyakarta.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
13
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah warga etnis Tionghoa, Jawa dan Minang (pria dan
wanita) dengan kisaran umur 17-70 tahun, yang bekerja atau memiliki usaha di
bidang perniagaan dan berdomisili di Yogyakarta. Subjek akan diambil secara
purposive sampling yaitu sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.
B. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode skala yaitu menggunakan skala psikologis untuk mengungkap
variabel dalam penelitian ini. Skala disini yaitu skala pengambilan resiko. Untuk
mengetahui perbedaan etnis dapat diketahui dari data identitas yang diisi oleh subjek
pada lembar skala pengambilan resiko.
1. Skala Pengambilan Resiko
Skala yang digunakan dalam peneltian ini untuk mengungkap seberapa jauh
perilaku pengambilan resiko yang akan diambil. Skala ini disusun sendiri oleh
peneliti berdasarkan tiga aspek perilaku pengambilan resiko dari Puspita (2003) yaitu
Keberanian menanggung resiko akibat dari keputusan yang sudah diambil, memiliki
orientasi pada kesuksesan, suka menguji tingkat kemampuan, memberi toleransi pada
situasi atau tugas yang mencemaskan, dan suka mencari bentuk pengalaman baru.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
14
Skala ini terdiri dari 51 aitem, jumlah aitem tersebut dikelompokkan menjadi dua
yaitu 26 aitem favorable dan 25 aitem unfavorable. Skala yang dibuat disesuaikan
dengan subjek penelitian yaitu etnis Tionghoa. Tanggapan subjek terhadap aitem –
aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk jawaban aitem
favorable akan diskor 4 bila subjek memilih Sangat Sesuai (SS), 3 Sesuai (S), 2 Tidak
Sesuai (TS), dan 1 bila subjek memilih Sangat Tidak Sesuai (STS), dan aitem yang
unfavorable akan diskor 4 bila Sangat Tidak Sesuai (STS), 3 Tidak Sesuai (TS), 2
Sesuai (S), dan 1 Sangat Sesuai (SS). Dalam penelitian ini, alat ukur dengan
menggunakan validitas isi. Fokus validitas isi adalah sejauh mana aitem-aitem dalam
skala mencakup keseluruhan kawasan isi subjek yang hendak diukur. Validitas isi
telah terpenuhi dengan melihat apakah aitem-aitem telah tersusun menurut blue
printnya (Azwar, 2004).
C. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode analisis Oneway Anova. Analsis data dilakukan dengan
menggunakan SPSS versi 16.0 for windows. Teknik ini digunakan untuk mengetahui
perbedaan perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa,
dan Minang.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
15
D. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa dan
Minang di Yogyakarta, baik pria maupun wanita dan berusia antara 17-70 tahun.
Jumlah subyek yang terlibat dalam pengisian skala alat ukur penelitian sebanyak 84
responden.
2. Deskripsi Data Penelitian
Dalam penelitian mengenai perbedaan perilaku pengambilan resiko antara
wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang , peneliti mengkategorikan subyek
penelitian menjadi lima yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai data penelitian secara singkat dapat
dilihat pada tabel deskripsi data penelitian yang berisikan fungsi-fungsi statistik
dasar.
Kategorisasi variabel perilaku pengambilan resiko dapat diperoleh berdasarkan
skor total subyek pada skala perilaku pengambilan resiko. Skala ini terdiri dari 40
aitem, dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum dan
maksimumnya antara 40x1 sampai dengan 40x4 yaitu 40 sampai 160 dengan jarak
sebesar 160 – 40 = 120. Nilai standar deviasinya sebesar 20 dan dan nilai mean-nya
sebesar 100. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan kategorisasi untuk variabel
perilaku pengambilan resiko sebagai berikut :
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
16
Tabel 8 Kriteria Kategorisasi Skala Perilaku Pengambilan Resiko
Kategori Rumus Norma Jumlah Persentase Sangat Rendah X < 64 0 0 % Rendah 64 ≤ X ≤ 88 0 0 % Sedang 88 < X ≤ 112 27 32,14 % Tinggi 112 < X ≤ 136 49 58,33 % Sangat Tinggi X > 136 8 9,52 % 100 %
2. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji
prasyarat analisis, yaitu berupa uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas sebagai syarat untuk pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan yang
ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. Uji asumsi ini dilakukan
dengan bantuan komputer program SPSS (Statistical Programme for Social Science)
16.0 for Windows.
a. Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor jawaban subjek
normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan terhadap distribusi skor perilaku
pengambilan resiko, dengan menggunakan teknik one sample kolmogrov smirnov test
pada program komputer SPSS for windows 16.0. Kaidah yang digunakan untuk
mengetahui normal tidaknya sebaran data adalah jika p > 0,05 maka sebaran
dinyatakan normal, namun jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal. Dari
hasil pengolahan data perilaku pengambilan resiko diperoleh koefisien K-SZ = 0,926
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
17
dengan p = 0,358 (p > 0,05). Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data
perilaku pengambilan resiko terdistribusi atau tersebar dengan normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dengan menggunakan analisis statistik compare means one-
way anova SPSS 16.0 for Windows. Uji homogenitas adalah untuk mengetahui
apakah varians dalam setiap kelompok subjek relatif homogen atau tidak. Hasil uji
homogenitas diperoleh bahwa variabel skor perilaku pengambilan resiko adalah
homogen dengan nilai F = 0,831 ( P = 0,439 atau P > 0,05).
2. Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan perilaku
pengambilan resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang.
Pengujian terhadap hipotesis tersebut menggunakan teknik Oneway Anova pada
program komputer SPSS for windows 16.0. Dari hasil pengolahan data perilaku
pengambilan resiko diperoleh nilai F = 0,674 dengan P = 0,512 (P > 0,05).
Dari data-data tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan perilaku
pengambilan resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang. Hasil
analisis data ini menunjukkan bahwa hipotesis yang dikemukakan oleh peneliti
ditolak.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
18
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan peneliti adanya
perbedaan perilaku pengambilan resiko pada wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa,
dan Padang. Wirausahawan etnis Tionghoa memiliki perilaku pengambilan resiko
lebih tinggi dibandingkan dengan etnis Jawa dan Minang. Serta wirausahawan etnis
Minang memiliki perilaku pengambilan resiko lebih tinggi dibandingkan dengan
wirausahawan Jawa. Setelah melalui beberapa proses pengolahan data, diperoleh
hasil bahwa tidak terdapat perbedaan perilaku pengambilan resiko antara
wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang.
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diketahui bahwa hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini ditolak. Hasil analisis uji beda dengan menggunakan
teknik Oneway Anova menunjukkan nilai yang diperoleh F sebesar 0,674 dengan nilai
p sebesar 0,512 (p > 0,05). Dimana hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan perilaku pengambilan resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa,
dan Minang.
Latar belakang budaya etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang memang berbeda.
Dalam kategorisasi budaya yang dipakai oleh Alland (Wijaya, 2007) pada sisi mental
culture, yaitu sistem kepercayaan individu dalam masyarakat yang secara aktual akan
membentuk sekumpulan aturan-aturan, jelas terlihat ada perbedaan antara etnis
Tionghoa, Jawa dan Minang. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi sikap kerja
dalam berwirausaha masing-masing etnis. Kebudayaan bukan saja menjadi objek
bentukan manusia, tetapi juga sekaligus membentuk dan menentukan perilaku
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
19
manusia. Seperti pandangan Boesch (Martaniah, 1984) terhadap kebudayaan yang
didefinisikan sebagai cara manusia membentuk dan meneropong lingkungannya,
maka dari itu kebudaaan merupakan hasil perilaku manusia pada satu sisi. Pada sisi
lain kebudayaan juga membentuk dan menentukan perilaku manusia.
Azwar (1988) menyebutkan bahwa kebudayaan dimana individu hidup dan
dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang.
Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap seseorang
terhadap berbagai masalah. Hanya kepribadian individu yang kuat yang dapat
memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap seseorang. Demikian
pula yang terjadi pada perilaku seseorang, dipengaruhi sekaligus mempengaruhi
lingkungan.
Menurut Koentjaraningrat (1980) keluarga Jawa telah banyak berubah. Sebagai
contoh bahwa orang Jawa sekarang sudah lebih banyak berorientasi kepada
keberhasilan karya mereka, dan merasakan kepuasan dasn kebahagiaan atas usaha
mereka untuk mencapai keberhasilan.
Menurutnya banyak orang Jawa telah berhasil menganalisa rahasia-rahasia
serta kekuatan-kekuatan alam berkat pendidikan. Perubahan nilai-nilai Jawa juga
terjadi dalam proses sosialisasi dan enkulturasi pada banyak keluarga Jawa. Anak-
anak Jawa pada saat ini lebih banyak diajarkan untuk berdiri sendiri (mandiri) dan
memiliki tanggung jawab pribadi. Koentjaraningrat (1984) mengungkapkan bahwa
anak Jawa sekarang lebih banyak diajarkan untuk berdiri sendiri dan memiliki
tanggung jawab pribadi, karena gotong-royong memudar.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
20
Secara teoritik budaya Jawa sebagaimana Koentjaraningrat (1984) serta juga
Mulder (1984) paparkan, cenderung mengarah kepada pola hidup yang pasif.
Memiliki locus of control eksternal. Hanya saja, sebagaimana juga diakui oleh
Koentjaraningrat (1984), budaya Jawa yang berorientasi tradisional itu telah
mengalami berbagai perubahan seiring dengan industrialisasi yang terjadi.
Masyarakat Jawa yang benar-benar tradisional atau yang terisolasi dari dunia luar
hampir tidak ditemukan lagi pada saat ini. Hal itu terjadi pada era tahun 80-an.
Apalagi jika dibandingkan dengan konteks hidup saat ini, dimana arus informasi telah
mengglobal. Perubahan orientasi budaya menjadi semakin niscaya terjadi.
Faktor-faktor yang demikian telah mendorong terjadinya perubahan sosial dalam
masyarakat. Khairuddin (1997) menyebutkan ada 2 implikasi yang mungkin terkait
dengan itu. Pertama, manusia menemukan sistem penilaian dan filsafat hidup yang
baru. Kedua, manusia tenggelam dalam persoalan-persoalan yang dihadapinya dan
tidak dapat mengambil sikap terhadap keadaan baru. Hal ini didukung oleh pendapat
Graves (2007) yang mengungkapkan bahwa faktor utama yang menentukan dalam
dinamika masyarakat Minangkabau ialah terdapatnya kompetensi yang konstan
diantara individu dan keluarga-keluarga untuk mendapatkan penghargaan dan status;
seperti posisi-posisi yang dicapai secara mandiri (achieved status), pada saat yang
sama juga posisi yang diterima atau diperoleh dari kekuasaan dan prestise keturunan
menurut adat (ascribed status). Interaksi yang paling penting antara etnis
Minangkabau dan dunia luar adalah melalui suatu proses yang dikenal dengan
merantau; artinya pergi ke rantau, yaitu pergi ke luar negeri asal. Etnis Minang aktif
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
21
mengunjungi rantau; secara sadar mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah
dan sanak saudara untuk mencoba merantau, mengadu peruntungan. Kegiatan rantau
ini menyebabkan etnis Minangkabau menemukan sistem penilaian dan filsafat hidup
yang baru di daerah rantau mereka. Menurut Pelly (1994) etnis Minang lebih banyak
yang berimigrasi keluar dari daerah asal mereka sendiri. Hal tersebut disebabkan
karena etnis Minang ingin membuktikan kepada masyarakat setempat di daerah asal
etnis Minang bahwa ketika para pengusaha etnis Minang kembali ke daerah asalnya
dapat memperlihatkan kesuksesan setelah merantau dan melakukan usaha di luar
daerah asal. Faktor lain yang menyebabkan etnis Minang lebih banyak yang
berimigrasi keluar dari daerah asal mereka sendiri yaitu kuatnya garis keturunan
matrilinial di daerah Minang. Sehingga banyak dari pemuda asal etnis Minang keluar
dari daerah asalnya dan merantau ke daerah lain. Permasalahan imigrasi ini
disebabkan karena etnis Minangkabau yang tenggelam dalam persoalan-persoalan
yang dihadapinya dan tidak dapat mengambil sikap terhadap keadaan baru.
Pengalaman selama mengalami kontak budaya dengan luar, juga proses
industrialisasi yang sekarang telah mengarah pada globalisasi, mampu memberi
pengaruh terhadap nilai-nilai atau keyakinan hidup tradisional Jawa, Tionghoa, dan
Minang. Begitu pula tekanan sosial berupa ketatnya persaingan mencari kerja, turut
mendorong seseorang mencoba berwirausaha.
Pembauran yang terjadi selama di Indonesia telah menjadi alasan bagi Skinner
(Coppel, 1994) untuk menolak mengidentifikasi etnis Tionghoa berdasarkan
kebudayaannya. Menurutnya, semakin banyak etnis Tionghoa di Indonesia yang
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
22
meninggalkan pola kebudayaan tradisionalnya. Ia menggarisbawahi dua faktor yang
paling menonjol yang mempengaruhi perubahan budaya etnis Tionghoa di Indonesia.
Pertama, faktor lamanya bermukim. Kedua, tingkat budaya perbandingan dari
penduduk pribumi setempat. Perubahan sosial yang berlangsung selama ini telah
memungkinkan manusia menemukan sistem nilai dan filsafat hidup yang baru, yang
setidaknya bisa melunturkan nilai-nilai yang lama (Hariyono, 1994). Seperti
penelitian yang dilakukan Hariyono (1993) menyebutkan bahwa terjadi perubahan
nilai-nilai familiisme pada etnis Tionghoa di daerah Yogyakarta. Etos kerja untuk
penghormatan terhadap leluhur (keluarga) sudah berkurang dan lebih ditujukan untuk
diri sendiri.
Hasil analisis tambahan yang didapatkan menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan perilaku pengambilan resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, etnis
Jawa, dan etnis Minang pada aspek keberanian menanggung resiko akibat dari
keputusan yang sudah diambil, memiliki orientasi pada kesuksesan, suka menguji
tingkat kemampuan, memberi toleransi pada situasi atau tugas yang mencemaskan,
dan suka mencari bentuk pengalaman baru. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
oleh Bajaro (Suryana, 2003) bahawa seorang wirausaha adalah orang yang berani
menanggung resiko. Suryana (2003) bahwa seorang wirausaha adalah orang yang
lebih menyukai usaha-usaha yang menantang untuk mencapai kesuksesan. Wirausaha
menganggap bahwa dengan usaha-usaha yang menantang tersebut dapat menguji
tingkat kemampuan wirausaha untuk memperoleh sukses yang relatif rendah atau
relatif tinggi. Wirausaha memberi toleransi pada situasi atau tugas yang
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
23
mencemaskan dalam hal ini yaitu pengambilan resiko yang penuh dengan
perhitungan dan realistis.
Hasil analisis tambahan yang didapatkan menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan perilaku pengambilan resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, etnis
Jawa, dan etnis Minang dengan range penghasilan tertentu per bulannya. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Warasasmita (Suryana, 2003) meskipun
seseorang menjadi wirausaha memiliki alasan yaitu untuk mencari nafkah, menjadi
kaya, mencari pendapatan tambahan, dan sebagai jaminan stabilitas keuangan tetapi
hal tersebut tidak mempengaruhi sikap dan perilaku wirausaha dalam menjalankan
usahanya yang salah satunya yaitu perilaku pengambilan resiko.
Peneliti mengakui bahwa masih terdapat beberapa kelemahan dalam penelitian
ini. Kelemahan dari penelitian ini yaitu kurangnya referensi mengenai perilaku
pengambilan resiko dan wirausaha etnis Tionghoa, etnis Jawa, dan etnis Minang
sehingga teori yang digunakan dalam penelitian ini menjadi kurang beragam dan
belum terarah secara jelas. Serta peneliti merasa adanya kelemahan dengan angket
yang dibawa pulang oleh subjek yaitu adanya kemungkinan subjek meminta orang
lain untuk mengisi pernyataan- pernyataan yang ada pada skala perilaku pengambilan
resiko. Tetapi, dalam hal ini peneliti mengantisipasi hal tersebut dengan cara relawan
ikut mengawasi subjek selama proses pengisian skala perilaku pengambilan resiko
pada masing-masing etnis.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
24
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan perilaku pengambilan
resiko antara wirausahawan etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang. Hal ini berarti
perilaku pengambilan resiko pada etnis Tionghoa sama dengan perilaku pengambilan
resiko pada etnis Jawa. Sama halnya dengan perilaku pengambilan resiko pada etnis
Jawa yang tidak berbeda dengan perilaku pengambilan resiko pada etnis Minang.
Begitu pula sebaliknya, perilaku pengambilan resiko pada etnis Tionghoa sama
dengan perilaku pengambilan resiko pada etnis Minang. Jadi hipotesis yang
menyatakan ada perbedaan perilaku pengambilan resiko antara wirausahawan etnis
Tionghoa, Jawa, dan Minang ditolak.
SARAN
Penelitian yang dilakukan tentunya masih ada banyak kekurangan, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, sehingga penulis merasa perlu
memberikan saran-saran yang dapat membangun yang ditujukan kepada beberapa
pihak. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa hal yang dapat
disarankan, antara lain:
1. Bagi Subyek Penelitian
Etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang memiliki kesempatan yang sama untuk
mencapai keberhasilan dalam mengembangkan usahanya. Hal yang menjadi
tantangan bagi dunia wirausaha bukanlah sekedar bertahan ketika mengalami
masalah-masalah dalam usaha, yang lebih penting adalah kemampuan
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
25
mengembangkan usahanya. Baik subjek etnis Tionghoa, Jawa, dan Minang yang
telah mampu mengembangkan usahanya, diharapkan dapat membantu wirausahawan
lain yang masih membutuhkan bimbingan serta juga mau mendorong calon-calon
wirausahawan baru karena wirausaha merupakan fasilitator agar dapat menopang
kemajuan ekonomi.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
a. Peneliti sebaiknya menggunakan teori baru serta mencari aspek perilaku
pengambilan resiko yang lain, dengan menambah referensi buku dan jurnal-
jurnal industri dan sosial terbaru, khususnya yang berbahasa asing.
b. Peneliti selanjutnya juga diharapkan lebih cermat dalam memilih waktu
pengambilan data, agar para subyek dapat benar-benar dalam kondisi yang
siap untuk menjawab atau memberikan merespon pada skala penelitian,
sehingga tidak akan ada angket yang tidak kembali.
c. Peneliti juga menyadari dengan cara angket yang dibawa pulang oleh subjek
adanya kemungkinan subjek meminta orang lain untuk mengisi pernyataan-
pernyataan yang ada pada skala. Tetapi, dalam hal ini peneliti menyarankan
untuk mengantisipasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara peneliti dapat
mengawasi subjek selama proses pengisian skala perilaku pengambilan resiko
pada masing-masing etnis.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
26
DAFTAR PUSTAKA Alma, B. 2003. Kewirausahaan. Bandung: Alfa Beta
Anonim. 2007. Tionghoa-Indonesia.http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia/ 30 Agustus 2007.
_______. 2007. Minangkabau-Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Minangkabau-Indonesia/ diakses 24 November 2008.
_______. 2008. About Minangkabau: Adat Budaya Minangkabau ndak lakang Dek Pareh, Ndak Lapuak Dek Hujan. http://palantaminang.wordpress.com/about/, diakses 24 November 2008.
_______.2008. Kewirausahaan dari Perspektif Psikologi. http://terminalinfo.blogspot.com/ diakses 18 November 2008.
As’ad, M.S.U. 2002. Seri Ilmu Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty
Azwar, S. 1988. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya Yogyakarta: Liberty.
________. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baron, R.A & Byrne, D. 1994. Social Psychology. Understanding human interaction (7th ed.). Boston: Allyn & Bacon Inc.
Coppel, C.A. 1994. Tionghoa Indonesia dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
27
Djamaludin, E. Mengapa Urang Minang Senang Berdagang. http://cimbuak.net.content/view/1190 28 Maret 2008.
Fifo, A., Sinambela, F.C. 1995. Perbedaan Sikap Mahasiswa Terhadap Pembauran
Antara Etnis Jawadan Etnis Cina di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Anima, Vol. X – No. 39. April – Juni.
Fishbain, D. A, Fletcher J. R, Joseph H. 1987. Relationship Between Russian Roulette Deaths and Risk-Taking Behavior.Am J Psychiatry.144:563-567
Frinces, Z. H. 2004. Kewirausahaan dan inovasi Bisnis. Yogyakarta: Darussalam Offset.
Graves, E.E. 2007. Asal Usul Elite Minangkabau Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hanum, F. 1999. Kewirausahaan di Kalangan Mahasiswa ditinjau dari Motif
Berprestasi. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Hariyono, P. 1993. Kultur Cina dan Jawa. Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Helmi. A.F. 2003. Inovasi dan Perilaku Inovatik. http://avin.filsafat.ugm.ac.id/index2.php. diakses 11 Maret 2008
Khairudin, 1997. Sosiologi keluarga. Yogyakarta: Liberty.
Koentjoroningrat. 1978. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jambatan.
______________. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
______________. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Levenson, M.R. 1990. Risk Taking and Personality. Journal of Personality and Social Psychology. 58.6.1073-1080
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
28
Martaniah, S.M. 1984. Motif Sosial: Remaja Suku Jawa dan Keturunan Cini di Beberapa SMA di Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Masykur. A.M. 2007. Kewirausahaan Pada Mahasiswa Ditinjuau dari Adversity
Quotient. Jurnal Psikologi Proyeksi, Vol.2, No.2
Meredith, G.G; Nelson, R.E; Neck, P.A. 2002. Kewirausahaan Teori dan Praktek. Jakarta: PPM, Anggota IKAPI
Meinarno Eko A. 2007. Sikap Peribumi Terhadap Etnis Cina. Jurnal Universitas Indonesia. www.google.com
Mulder, N. 1984. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Pelly, U. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi : Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Puspita, A.G. 2003. Hubungan Antara Toleransi Stres Dengan Kecenderungan Perilaku Pengambilan Resiko Pada Wartawan Surat Kabar Harian. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Rachmahana, R. S. 2002. Dorongan Mencari Sensasi Dan Perilaku Pengambilan Resiko Pada Mahasiswa. Psikologika No. 14 Vol. VII
Ranjabar, A. P. 2007. Inspirasi Meraih Kesuksesan Dalam Kehidupan: Tutur Bijak Negeri Cina. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.
Riyanti, B.P.D. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Kepribadian. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sanjatmiko, P. 1999. Orang Keturunan Cina di Tangerang: Suatu Kajian Tentang Faktor-Faktor Yang Mendorong Dan Menghambat Proses Asimilasi Antara Penduduk Golongan Etnik Keturunan Cina Terhadap Penduduk Golongan Etnik Pribumi. Makara. Golongan Etnik Keturunan Cina. No. 3 Seri C, Agustus.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
29
Santoso, B. Potret Wirausahawan. http://www.Pengusaha-Indonesia.com/showthread. diakses tanggal 24 November 2008
Seng, A. W. 2007. Rahasia Bisnis Orang Cina. Bandung: Hikmah (PT Mizan Publika)
Sorentino, R.M & Hewitt, E.c. 1992. Risk Taking In Game Chance and Skill : Informational and Effective Influence on Choice Behavior. Journal of Personality and Social Psychology. 62,3.522-533
Stoltz, P.G. 2000. Faktor Paling Penting Dalam Meraih Sukses Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Suryadinata, L. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa: Kasus Indonesia. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, anggota IKAPI bekerja sama dengan Centreo Political Studies (CPS).
Suryana. 2003. Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Susanto, A.B. Menempa Jiwa Wirausaha. http://klikilmu.blogspot.com 17 Maret 2008
Tarakanita, I., Widiarti. P. W. 2002. Gambaran Konsep Diri Mahasiwa Kelompok Etnik Sunda, Kelompok Etnik Cina, dan Kelompok Etnik Jawa. Jurnal Psikologi Proyeksi, Vol.10, No.2
Tjoe, T. L. 2007. Rahasia Sukses Bisnis Etnis Tionghoa di Indonesia. Yogyakarta: MedPress (Anggota IKAPI).
Wibowo, C. 1993. Perbedaan Motivasi Menjalankan Keluarga Berencana Antara Akseptor Keluarga Berencana Etnis Cina dan Etnis Jawa. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Wijaya, H.E. 2007. Perbedaan Kecerdasan Adversity antara Etnis Cina dan Etnis Jawa dalam Berwirausaha. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
30
Wiratno, M. 1996. Pengantar Kewiraswastaan, Kerangka Dasar Memasuki Dunia Bisnis. Yogyakarta: BPFE
Wirawan, A. A. 2000. Pengendalian Diri, Intensitas Pengarungan dan Kecenderungan
Perilaku Mengambil Resiko dalam Arung Jeram. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Wiyono, S. 2006. Manajemen Potensi Diri: Strategi Jitu Mendongkrak Kesuksesan
Pribadi & Organisasi Tanpa Mengorbankan Integritas Moral. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Yulia, H. 1997. Hubungan Antara Etnosentrisme dan Familisme dengan Prasangka Sosial Terhadap Etnis Jawa Pada Pemuda Etnis Cina. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Top Related