MUSIK POPULER NIAS: KAJIAN SEJARAH, TEKSTUAL,
DAN GAYA MUSIKAL
TESIS
Oleh
BRIAN LASO SARO HAREFA NIM 137037002
PROGRAM STUDI MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
ii
PESETUJUAN
Judul Tesis : MUSIK POPULER NIAS: KAJIAN SEJARAH, TEKSTUAL, DAN GAYA MUSIKAL
Nama : BRIAN LASO SARO HAREFA
Nomor Pokok : 137037002
Program Studi : Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Ketua, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
Anggota, Dra. Rithaony, M.A. NIP 196311161990032001
Program Studi:
Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya
Ketua, Dekan,
Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP.195110131976031001 NIP.196212211997031001
iii
ABSTRACT
Thismaster thesis, entitledNias Popular Music: Study of History, Textual,
and Musical Style. The objective ofthis research to analyze and then given the goals, from three aspects of Nias popular music: (a) history, (b) textual meaning, and (c) musical style, both rhythm and melody.
To analyse those aspects, I use the field work method, and as paticipant observer, and then work in the form interwiewing, recording the data in audiovisual format, and analyze the data. This research ise qualitative method and choose the key informants. To study of the history of Nias popular music, I use the diachronic (the development in the space dimension) and synchronic ( the development in the time). To analyzedthe textual of Nias popular music use Riffaterre’s semiotic theory, which based on the study of heuristic (the linguistic denotative meanings), hermeneutic (the social and cultural meanings); matrix and model, and the intertextual link. After that to analyze the melodies of Nias popular music, I use weighted scale theory.
The results of this research were as follows. From (A) history, that the Nias popular music is the result of cultural long process, in the music there are elements of Nias tradition musics, and then acculturated with Western music, which come throughout the church institution, Western popular music, and Indonesian popular music, This music developing in the commercial context, and have main function as entertainment. Nias popular music had been developed in the five period, namely: (1) past tradition (of the people of Nias until the end of the 19th century), (2) transition (late 19th century until 1950); (3) church music and modernization (1950 to 1965); (4) the era of Nias popular music in the band form(1969 to 1990), and the era of the keyboard (organ) single (1990 until now). Then viewed the aspect (B) textual, then popular music Nias, have themes such as love for the island of Nias, appreciate and respect their parents and kinship, memories of love, interest someone to idol of the heart due to physical factors and behaviors, and others. This text in heuristic reading is continuing elements of Niasasn poetry (songs) tradition and dicreated by creator, and the overall Nias popular music use the Niasan language, so the music can be categorized as logogenic. From the hermeneutic reading, Nias popular music text reflects the values of indigenous people of Nias, like wisdom: to love the homeland, strengthen Nias identity, repay their parents and kinship, cultural preservation, and others. From the point of the study (C) musical style, then Nias popular music is the result of acculturation with several styles (genres) ofworld music and the Indonesia, such as: rock n roll, ballads, pop, new age, slow rock, Malay langgam, dangdut, and so on. The structure of the melody are: (i) scales were used largely in Western diatonic, (ii) tonica used also as prevalent in Western pop music, (iii) the area tone average of about one octave, (iv) tones commonly used is the notes in the major scale, (v) interval used was of prime to major seventh, (vi) the patterns most likely to recur appropriate cadence melodic phrases, but nothing has changed constantly; (vii) the formula melodies tend strophic; (viii) there are three
iv
types of commonly used contours: pendulum in upward, ascending, and descending.
Keywords: popular music, Nias, history, textual, musical style
v
INTISARI
Tesis ini berjudul Musik Populer Nias: Kajian Sejarah, Tekstual, dan
Gaya Musikal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan mendapatkan hasil penelitian dari tiga aspek dari musik populer Nias, yaitu: (a) sejarah, (b) makna tekstual, dan (c) gaya musikal yang meliputi irama dan melodi.
Untuk mengkaji ketiga aspek tersebut penulis menggunakan metode penelitian lapangan yang bertindak sebagai pengamat partisipan, dengan melakukan wawancara, perekaman data dalam bentuk audiovisual, dan analisis data. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif dengan memilih beberapa informan kunci. Untuk mengkaji sejarah musik populer Nias digunakan teori diakronik (perkembangan berdasarkan ruang) dan sinkronik (perkembangan berdasarkan waktu) Untuk mengkaji tekstual dari musik populer Nias, penulis menggunakan teori semiotik dari Riffatere, yang berbasis kepada kajian heuristik (makna linguistik denotatif), hermeneutik (makna sosial dan budaya), matriks dan model, serta hubungan intertekstual. Seterusnya untuk mengkaji melodi lagu-lagu populer Nias digunakan teori weighted scale.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Dari sisi (A)sejarah, maka musik populer Nias merupakan hasil dari proses kebudayaan yang panjang, yang di dalamnya terdapat unsur musik tradisi Nias, kemudian berakulturasi dengan musik Barat yang masuk melalui institusi gereja, juga musik populer Barat, dan musik populer Indonesia. Musik ini berkembang dalam konteks komersial, dan berfungsi utama sebagai hiburan. Musik populer Nias mengalami perkembangan dalam 5 periode, yaitu: (1) masa tradisi (dari adanya orang Nias sampai akhir abad ke-19), (2) transisi (akhir abad ke-19 sampai 1950); (3) masa musik gereja dan modernisasi (1950 sampai 1965); (4) Era musik pop Nias dalam bentuk band (1969 sampai 1990), dan era keyboard (organ) tunggal (1990 sampai sekarang). Kemudian dilihat aspek (B)tekstual, maka musik populer Nias, memiliki tema-tema seperti cinta kepada Pulau Nias, menghargai dan menghormati orang tua dan kerabat, kenangan bercinta, ketertarikan seseorang kepada pujaan hati karena faktor fisik dan perilaku, dan lain-lainnya. Teks ini dalam pembacaan heuristik adalah meneruskan unsur-unsur puisi (lagu) tradisi Nias dan dikreasikan dengan kreativitas penciptanya, dan keseluruhan lagu populer Nias menggunakan bahasa Nias, sehingga dapat dikategorikan sebagai musik yang logogenik. Dari pembacaan hermeneutik, teks musik Nias mencerminkan nilai-nilai dan kearifan lokal masyarakat Nias, seperti kearifan: mencintai tanah kelahiran, memperkuat identiats orang Nias, membalas budi orang tua dan kerabat, pelestarian budaya, dan lainnya. Dari sudut kajian (C)gaya musikal, maka musik populer Nias merupakan hasil akulturasi dengan beberapa gaya (genre) musik dunia dan nusantara, seperti:rock n roll, ballad, pop, new age, slow rock, langgam, dangdut, dan sebagainya. Struktur melodinya adalah: (i) tangga nada yang digunakan sebahagian besar adalah diatonik Barat, (ii) tonika yang digunakan juga seperti yang lazim pada musik pop Barat, (iii) wilayah nadanya rata-rata sekitar satu oktaf, (iv) nada-nada yang digunakan umumnya adalah nada-nada pada tangga nada mayor, (v) interval yang digunakan adalah
vi
dari prima murni sampai septim mayor, (vi) pola-pola kadensa sebagian cenderung berulang sesuai frase melodi, namun ada yang berubah terus; (vii)formula melodi cenderung strofik; (viii) ada tiga jenis kontur yang umum digunakan yairu: pendulum ke atas, menaik, dan menurun.
Kata kunci: musik populer, Nias, sejarah,tekstual, gaya musikal.
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, 10 Desember 2015
Brian Laso Saro Harefa NIM 137037002
viii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis magister seni ini pada
Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara di Medan. Semoga Tuhan memberkati penulis dan
segenap sivitas akademika pada program studi ini.
Adapun judul tesis penulis adalah Musik Populer Nias: Kajian Sejarah,
Tekstual, dan Gaya Musikal. Tesis ini ditulis menggunakan disiplin ilmu utama
etnomusikologi dalam konteks multidisiplin ilmu, yaitu dengan menggunakan
ilmu-ilmu sejarah, antropologi budaya, sastra, dan lainnya. Fokus utama tesis ini
kajian sejarah, tekstual, dan gaya musikal dari musik populer Nias.
Tugas akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dari Program Studi Penciptaan dan
Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena
belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas dan tidak pernah berakhir. Artinya
belajar sepanjang hayat dikandung badan. Demikianlah arahan yang penulis
peroleh dari para guru dan dosen penulis selama ini.
Selesainya tesis ini, tentunya tidak lepas dari dorongan dan uluran tangan
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang terkait dengan proses tersebut. Di antaranya adalah sebagai
berikut.
ix
1. Bapak Pejabat Rektor dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara (saat
penulis diterima menjadi mahasiswa Prodi Magister (S-2) Penciptaan dan
Pengkajian Seni USU) dan segenap jajarannya, sebagai pimpinan tertinggi
di universitas ini, yang telah menerima penulis untuk menjadi mahasiswa
dan membantu semua urusan akademik penulis selama ini.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara, dan segenap jajarannya yang juga telah
memfasilitasi segala urusan akademik penulis selama ini.
3. Bapak Drs. Irwansyah M.A. selaku ketua Prodi Penciptaan dan Pengkajian
Seni (S-2) Fakultas Ilmu Budaya USU yang banyak memberikan bimbingan
dan gagasan dalam proses penyelesaian Tesis ini.
2. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku Sekretaris Prodi Penciptaan
dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu budaya USU yang memberikan ide dan
pemikiran serta mengkoreksi tesis ini secara cermat, sehingga memenuhi
standar tulisan ilmiah di bidang seni.
3. Ibu Dra. Rithaony M.A yang meluangkan waktunya sebagai dosen
pembimbing yang mengajari dan membuka wawasan penulis mengenai
judul dan konsep dari tesis ini.
4. Bapak Muhammad Takari M.Hum., Ph.D. yang memberikan waktunya
sebagai dosenpembimbing kedua yang mengoreksi dan memberikan ide
dalam proses pengolahan data dari awal sampai selesainya tesis ini.
5. Bapak Yas Harefa, Fati Zebua, dan Martioni sebagai seniman sekaligus
budayawan dan produser musik pop Nias yang memberikan informasi
x
tentang musik populer Nias, dari sejarah, proses pembuatan sampai
komposisi musik pop Nias.
6. Seluruh staf yang ada di Museum Pusaka Nias yang telah memberikan
pinjaman dan referensi buku mengenai topik yang berkaitan dengan tesis ini.
7. Ibu Dra. Heristina Dewi M.Pd. sebagai Sekretaris Departemen
Etnomusikologi FIB USU dan juga dosen di Prodi Magister Penciptaan dan
Pengkajian Seni FIB USU yang selalu memotivasi penulis untuk
menyelesaikan tesis ini.
8. Dosen-dosen di Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni FIB USU
dan Prodi S-1 Departemen Etnomusikologi USU yang telah mengajar dan
membimbing saya sehingga membuat saya memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan studi dan tugas akhir ini.
9. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai tata usaha Prodi Magister Penciptaan
dan Pengkajian Seni USU yang selalu membantu saya dalam proses
administrasi untuk penyelesaian tugas akhir ini.
10. Kedua orang tua saya Bapak Man Harefa, A.Md. dan Ibu Darnis Ndruru,
M.M. yang membantu saya menyelesaikan tesis ini melalui materi,
wawasan, dan motivasi yang luar biasa dari awal sampai saat ini.
11. Seluruh Angkatan 2015 Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni FIB
USU yang membantu saya dengan dukungan motivasi sehingga saya bisa
menyelesaikan tugas akhir ini.
xi
12. Saudara Nielson Sihombing, S.Sn. yang memberikan waktu dan tenaga
untuk mendukung segala proses penelitian tugas akhir ini dari awal sampai
akhir.
13. Semua pihak yang telah membantu saya dan tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
Akhirnya semua penulis kembalikan kepada Tuhan atas rahmat-Nya penulis
dapat membuat tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu
karya yang memberi dampak positif bagi masyarakat nantinya.
Medan, 10 Desember 2015
Penulis,
Brian Laso Saro Harefa
NIM 137037002
xii
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................... iii INTISARI .......................................................................................................v PERNYATAAN .......................................................................................... vii PRAKATA ................................................................................................. viii DAFTAR ISI .............................................................................................. xii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 15 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 16 1.3.1 Tujuan penelitian ............................................................. 17
1.3.2 Manfaat penelitian ........................................................... 17 1.4 Konsep dan Teori ...................................................................... 17
1.4.1 Konsep .............................................................................. 17 1.4.1.1. Kajian ................................................................... 18 1.4.1.2 Kajian musik : manusia, teks dan konteks ............. 19 1.4.1.3 Kontinuitas ........................................................... 24 1.4.1.4 Perubahan ............................................................. 24 1.4.1.5 Budaya Populer .................................................... 24 1.4.1.6 Musik Populer ...................................................... 30 1.4.1.7 Tekstual ................................................................ 34 1.4.1.8 Gaya Musikal ....................................................... 35
1.4.2 Teori ................................................................................. 36 1.4.2.1 Teori Sinkronis dan diakronis sejarah .................... 37 1.4.2.2 Teori semiotik ...................................................... 38 1.4.2.3 Teori weighted scale ............................................. 50
1.5 Metode penelitian ...................................................................... 52 1.5.1 Studi kepustakaan ............................................................ 53 1.5.2 Pengumpulan data di lapangan ......................................... 57
1.5.2.1. Observasi.............................................................. 58 1.5.2.2. Wawancara ........................................................... 59 1.5.2.3. Perekaman ............................................................ 60 1.5.2.2. Analisis data di laboratorium ................................ 60
1.6 Sistematika penulisan ................................................................ 61 BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS ........................................... 63 2.1 Masyarakat Nias dan Kebudayaannya ........................................ 63
2.1.1 Sejarah asal usul masyarakat Nias ...................................... 65 2.1.2 Letak Geografi pulau Nias ................................................. 73 2.1.3 Bahasa dan adat masyarakat Nias ...................................... 74
2.1.3.1 Bahasa ................................................................... 74 2.1.3.2 Adat Istiadat .......................................................... 82
xiii
2.2 Kota Gunungsitoli ....................................................................... 83 2.2.1 Letak Geografis Kota Gunungsitoli ................................... 85 2.2.2 Pemerintahan Kota Gunungsitoli ....................................... 86 2.2.3 Sejarah berdirinya kota Gunungsitoli ................................. 93 2.2.4 Masyarakat di Kota Gunungsitoli ...................................... 93
2.3 Kesenian rakyat di kota Gunungsitoli ........................................ 93 2.4 Analisis gaya musikal nyanyian tradisional yang berpengaruh
pada musikpopuler Nias ........................................................... 98 BAB III SEJARAH MUSIK POPULER NIAS DALAM KONTEKS MUSIK POP DUNIA DAN INDONESIA ................................................ 103 3.1 Pengertian musik populer ......................................................... 103 3.2 Jenis-jenis musik Populer ......................................................... 106 3.3 Musik populer di Indonesia ...................................................... 108 3.4 Perkembangan musik populer di Indonesia ............................... 112 3.5 Sejarah musik populer di Nias ................................................... 114
3.5.1 Latar belakang musik populer Nias .................................. 115 3.5.2 Perkembangan para komponis Nias ................................. 117
3.6 Perkembangan musik populer di Nias........................................ 118 3.6.1 Perkembangan grup musik populer di Nias ...................... 119 3.6.2 Fenomena organ tunggal di Nias ....................................... 130
3.7 Eksistensi musik populer Nias saat ini ....................................... 133 3.7.1 Daftar lagu populer Nias ................................................... 134
3.8 Percampuran musik tradisional dan musik populer Nias ............ 135 3.9 Peranan media dalam perkembangan musik populer Nias .......... 137 3.10 Kesimpulan periodesasi musik populer Nias.............................. 139 BAB IV ANALISIS TEKSTUAL LAGU-LAGU MUSIK POPULER
NIAS........... ................................................................................... 145 4.1 Musik Populer Nias yang logogenik ......................................... 145 4.2 Kerja analisis berdasarkan semiotik Riffattere ........................... 146 4.3 Ekspresi langsung dan tak langsung dalam teks ......................... 148 4.4 Analisis Heuritik dan Hermeneutik ............................................ 150 4.5 Abstraksi matriks dan model ...................................................... 174 4.6 Penafsiran intertekstual .............................................................. 177 4.7 Kearifan lokal ............................................................................ 179
4.7.1 Kearifan lokal tentang mencintai tanah kelahiran ............. 180 4.7.2 Kearifan lokal memperkuat identitas Nias ........................ 181 4.7.3 Kearifan lokal membalas budi orang tua dan kerabat ........ 182 4.7.4 Kearifan lokal terhadap pelestarian budaya ...................... 183
BAB V. ANALISIS GAYA MUSIKAL MUSIK POPULER NIAS ........ 185 5.1 Gaya musikal yang berakulturasi dengan musik barat ............... 185 5.2Transkripsi dan analisis gaya empat lagu populer Nias ................ 197
5.2.1 Tanö Niha ........................................................................ 198
xiv
5.2.1.1. Tangga Nada ...................................................... 201 5.2.1.2. Nada dasar .......................................................... 202 5.2.1.3. Wilayah nada ...................................................... 205 5.2.1.4. Nada nada yang digunakan ................................. 205 5.2.1.5. Interval ............................................................... 208 5.2.1.6. Pola kadensa ....................................................... 208 5.2.1.7. Formula melodi .................................................. 212 5.2.1.8. Kontur ................................................................ 213
5.2.2 Meföna me ideidedo ........................................................ 216 5.2.2.1. Tangga Nada ...................................................... 218 5.2.2.2. Nada dasar .......................................................... 219 5.2.2.3. Wilayah nada ...................................................... 222 5.2.2.4. Nada nada yang digunakan ................................. 222 5.2.2.5. Interval ............................................................... 225 5.2.2.6. Pola kadenza ...................................................... 225 5.2.2.7. Formula melodi .................................................. 227 5.2.2.8. Kontur ................................................................ 227
5.2.3 He Ga'a........... ................................................................ 228 5.2.3.1. Tangga Nada ...................................................... 231 5.2.3.2. Nada dasar .......................................................... 233 5.2.3.3. Wilayah nada ...................................................... 234 5.2.3.4. Nada nada yang digunakan ................................. 236 5.2.3.5. Interval ............................................................... 237 5.2.3.6. Pola kadenza ...................................................... 239 5.2.3.7. Formula melodi .................................................. 240 5.2.3.8. Kontur ................................................................ 243
5.2.4 Opödö pödö .................................................................... 243 5.2.4.1. Tangga Nada ...................................................... 246 5.2.4.2. Nada dasar .......................................................... 248 5.2.4.3. Wilayah nada ...................................................... 251 5.2.4.4. Nada nada yang digunakan ................................. 252 5.2.4.5. Interval ............................................................... 254 5.2.4.6. Pola kadensa ....................................................... 255 5.2.4.7. Formula melodi .................................................. 258 5.2.4.8. Kontur ................................................................ 259
BAB VI. PENUTUP ................................................................................... 262 6.1 Kesimpulan ............................................................................... 262 6.2 Saran-saran ................................................................................ 266 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 268 DAFTAR INFORMAN .............................................................................. 276
xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :Brian Laso Saro Harefa
NIM :137037002
Tempat/ Tanggal Lahir :Gunungsitoli/ 20 Januari 1991
Alamat :Jln. Dwikora no.9N Medan
Jenis Kelamin :Laki-laki
Pekerjaan :Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Nommensen Medan
Pendidikan akademik:
(a) TK Cendrawasih Gunungsitoli (1994-1996)
(b) SD RK MUTIARA Gunungsitoli (1996-2002)
(c) SMP Negeri 1 Gunungsitoli (2002-2005)
(d) SMK Negeri 11 Medan (2005-2008)
(e) Fakultas Ilmu Budaya,Departemen Etnomusikologi USU (2008-2012)
Pengalaman di bidang kesenian:
1. Pertunjukan musik di Medan pada Jazz Nation 2009
2. Pertunjukan di IMT-GT Festival 2010 di Songhkla, Thailand
3. Pertunjukan di North Sumatra Jazz Festival, Medan 2011-2015
4. Pertunjukan di World Drum Festival Malaka 2011 di Malaysia
5. Pertunjukan di Java Jazz Festival, Jakarta 2013-2014
6. Pertunjukan di berbagai media televisi seperti Trans 7, Net TV dan TVRI Sumut.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam konteks pemaknaan Nias, maka kata ini merujuk kepada beberapa
pengertian, di antaranya sebagai etnik,1 pulau, dan kebudayaan. Nias adalah
sebuah pulau yang terletak di bagian barat pulau Sumatera, dimana pulau tersebut
memiliki etnik yang dikenal dengan budaya megalitikumnya. Secara wilayah
budaya, etnik Nias terbagi tiga bagian yaitu Nias Utara, Nias Tengah, dan Nias
Selatan. Masing-masing ketiga subetnik Nias tersebut mempunyai sedikit
perbedaan atau variasi kebudayaan, dan menjadi keunikan tersendiri baik dari segi
adat-istiadat, logat (dialek) bahasa, maupun keseniannya. Namun demikian
terdapat persamaan-persamaan umum kebudayaan di antara masyarakat2 Nias ini.
1Kelompok etnik (ethnic group) atau dalam bahasa Indonesia suku bangsa atau suku
menurut disiplin ilmu antropologi adalah (misalnya Narroll, 1964), sebagai populasi yang: (1) secara bilogis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Dalam konteks menganalisis kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial,dan bahasa. Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesmpulan bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-beda di dunia. Tiap bangsa memiliki budaya dan masyarakat pendukung tersendiri (lihat R. Narroll, 1964).
2Orang-orang Nias, selain dapat dikelompokkan kepada sebuah kelompok etnik bisa dikategorikan sebagai sebuah masyarakat yang memiliki asal-usul yang sama, yakni pulau Nias dan sekitarnya. Terminologi masyarakat yang dimaksud di dalam tesis magister seni ini adalah sesuai dengan definisi dari Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (1990:146-147). Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi kita, unsur common customs, traditions,
2
Etnik Nias juga memiliki kesenian, yang terdiri dari seni rupa, seni, tari,
seni arsitektur tradisional, seni musik, dan lain-lainnya.Dalam konteks Sumatera
Utara dan Indonesia, seni tari yang terkenal yang berasal dari Nias adalah tari
hombo batu (lompat batu), maena, moyo, faluaya, maluaya, mbaluse, dan lain-
lain.Begitu juga seni musiknya, ada yang bersifat tradisional yang disebut
dengan ensambel mamozi aramba, dan musik populer daerah Nias.
Kebudayaan Nias (terutama keseniannya) mengalami perubahan-
perubahan seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat dilihat dari munculnya
variasi-variasi yang sengaja dibuat dalam setiap gerakan tarian, maupun cara
memainkan musik tradisional yang ada. Selain perubahan zaman, perubahan
kesenian juga disebabkan oleh faktor kebutuhan masyarakatnya. Dalam
kenyataannya, musik tradisional Nias tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat Nias sendiri akan musik. Oleh sebab itu,musik populer hadir untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam segi hiburan.
Salah satu kesenian yang berfungsi sebagai hiburan dalam masyarakat
Nias adalah musik pop daerah Nias. Musik popatau musik populer adalah suatu
sajian musik dalam bentuk instrumental ataupun lagu yang menggunakan unsur
utamanya vokal,yang diciptakan oleh komposer dengan tema yang bebas.
Seterusnya, pendiri musik pop ini adalah disajikan ke kalangan publik melalui
mediamassa seperti radio, televisi, internet, dan sebagainya. Bahkan eksistensi
adalah unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam definisi kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita muat dalam definisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dan lainm-lainnya.
3
musik populer sangat bergantung pada media, dimana media massa berperan
untuk menyebarluaskan musik, menyiarkan pertunjukan musik, dan berita-berita
para artis. Pada umumnya, peranan media massa dalam Musik populer lebih
ampuh daripada pertunjukan live (Purba, 2006:8).
Dari sudut sejarah, musik populer Nias ini mengandung unsur-unsur
musik tradisi Nias dan musik Barat. Musik ini kemudian secara budaya oleh
orang-orang Nias disebut dengan “musik modern”. Musik modern Nias pertama
kali diciptakan pada tahun 1920-an oleh beberapa komponis Nias, seperti: Bpk.
Ama Aro Zega, Aro'ȍ Zebua, Eliakim Zebua, dan S. Lase.Musik modern Nias
inilah yang menjadi cikal bakal munculnya musik populer Nias.Musik populer
Nias ini secara historis bisa dikatakan baru muncul sejak lagu pop Nias direkam
dengan tujuan komersial dan dipublikasikan yang dimulai sejak tahun 1970-an
oleh beberapa grup band seperti: Simaenaria, Avore, dan Ramayana.Setelah
itu,musik populer Nias berkembang dengan menggunakan keyboard tunggal pada
tahun 1990-an sampai dengan saat ini.
Perkembangan-perkembangan dalam sejarah musik pop Nias, tidak dapat
dilepaskan dari aspek latar belakang gereja pada kebudayaan Nias. Demikian juga
persentuhannya dengan musik Barat. Setelah itu, para komposer dan pelaku
industri budaya musik pop Nias juga belajar dari pengalaman-pengalaman
terhadap perkembangan musik di Sumatera Utara, Indonesia, Asia, dan juga
dunia, yang kemudian diinternalisasi dengan budaya musik tradisi Nias, seperti
maena, hoho, sinuno, dan lain-lainnya. Kesemua aspek pengalaman musikal pop
ini kemudian diolah menjadi musik pop Nias yang eksotik dan menarik untuk
4
dikaji berdasarkan pendekatan-pendekatan historis. Selain itu, aspek penting
lainnya yang menjadi penciri musik pop Nias adalah lirik atau teksnya.
Musik pop merupakan musik yang paling banyak memiliki peminat.
Musik pop memiliki ciri khas berupa musiknya yang easy listening(“enak
didengarkan”)3dan memiliki lirik yang dapat menunjang aspek komersial (bisnis).
Selain sederhana dalam lirik dan musik yang cenderung bertemakan hal-hal
komersial, keistimewaan lain dalam musik pop adalah penggunaan berbagai
inovasi teknologi untuk menunjang musiknya.
Populer dalam bahasa Indonesia berasal dari kata pop (dalam bahasa
Inggris popular), artinya digemari dan disenangi masyarakat.Musik pop berarti
musik yang lagi digemari oleh masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Jenis
musik ini tidak tahan lama, mudah hilang, dan berganti lagi dengan lagu lagu lain
yang baru. Proses penciptaannya pun biasanya jarang menggunakan bentuk
komposisi (tertulis), bentuk lagu, lirik, progresi chord, aransemen biasanya juga
relative sederhana, mudah diingat, dan sifatnya menghibur. Adapun ciri-ciri musik
pop yaitu:
(a) melodi mudah diterapkan dengan berbagai karakter lirik,
(b) fleksibel dan mudah dipadukan dengan dengan jenis lain,
(c) lagu mudah disenandungkan dan mudah dipahami,
(d) harmoni tidak rumit, dan
(e) tempo bervariasi (www.google.com)
3Easy Listening merupakan genre musik yang gampang didengar oleh para pendengar musik.
Biasanya genre ini dimainkan oleh band-band Indonesia. Easy listeningmemiliki arti gampang didengar. Ciri utama musik easy listeningadalah memiliki lirik yang mudah dihafal dan irama yang relatif lambat (slow). Contoh band yang menggunakan genre easy listening adalah Ten2Five (lihat pada https://id.wikipedia.org/wiki/Genre_Musik).
5
Pengertian musik populer dalam masyarakat Nias adalah suatu produk
musik yang menggunakan lirik berbahasa Nias,direkam dan dipublikasikan untuk
masyarakat Nias melalui media audio maupun visual dengan tujuan
komersial.Pada umumnya musik populer Nias disebarkan melalui radio, dan
dijual dalam bentuk kaset tape, CD (compact disk) ataupun DVD (digital video
disk).4
Musik populer Nias tidak hanya mengacu pada satu genre saja. Semua
musik yang memiliki lirik berbahasa Nias dan sudah dipublikasikan melalui
media akan masuk ke dalam kategori musik populer Nias. Namun masyarakat
Nias mengenal konsep musik populer Nias adalah musik yang menggunakan lirik
bahasa Nias saja, dengan kata lain masyarakat Nias tidak mengenal musik yang
bersifat instrumental. Adapun beberapa jenis musik populer Nias seperti musik
cha-cha, cha-dut, dangdut, pop, pop rock, ballad, dan sebagainya. Genre musik
tesebut pada umumnya merupakan musik serapan dari daerah lain, dan
diremodifikasi agar dapat diterima oleh masyarakat Nias. Kedepannya genre
musik populer Nias akan terus mengalami perkembangan seiring dengan
berjalannya waktu. Hal ini disebabkan karena pengaruh inovasi teknologi yang
semakin maju.
4DVD adalah sejenis cakram optik yang dapat digunakan untuk menyimpan data, termasuk
film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik kualitasnya dibandingkan VCD. DVD pada awalnya adalah singkatan dari digital video disc, namun beberapa pihak ingin agar kepanjangannya diganti menjadi digital versatile disc (cakram serba guna digital) agar jelas bahwa format ini bukan hanya untuk video saja. Karena konsensus antara kedua pihak ini tidak dapat dicapai, sekarang nama resminya adalah DVD saja, dan huruf-huruf tersebut secara resmi bukan singkatan dari apapun.Terdapat pula perangkat lunak yang membolehkan pengguna untuk mencadangkan (back-up) DVD sendiri seperti DVD Decrypter dan DVD Shrink.
6
Musik populer Nias atau lagu pop Nias berfungsi sebagai penghibur
masyarakat.Pada umumnya lagu pop Nias selalu dinyanyikan disaat acara-acara
hiburan seperti perkawinan, dan acara syukuran dengan menggunakan organ
tunggal5 ataupun seperangkat alat band.Peranan musik populer Nias tidaklah
begitu penting dalam sebuah acara, namun selalu hadir sebagai bentuk hiburan
ataupun apresiasi kepada orang ataupun masyarakat yang mengadakan acara
tersebut.
Dari segi lirik, menurut penulis, pada umumnya lagu pop Nias diciptakan
sebagai bentuk ekspresi ataupun ungkapan perasaan komposernya, sekalipun lagu
tersebut bertujuan untuk produk yang komersial. Adapun beberapa jenis syair
ataupun lirik dari musik populer Nias yaitu:
(f) Lirik tentang pengalaman hidup penciptanya,
(g) Lirik tentang hiburan (bersifat komedi),
(h) Lirik tentang cinta,
(i) Lirik tentang pesan atau nasehat terhadap seseorang,
(j) Lirik sebagai sarana penyemangat hidup, dan lainnya.
Musik populer lebih digemari masyarakat Nias pada saat ini
karenaliriknya yang mudah disajikan, dan mudah diingat.Berbeda dengan lagu-
5Organ tunggal adalah istilah yang merujuk kepada pemakaian hanya satu alat musik yaitu
keyboard untuk performance (pertunjukan). Di Sumatera Utara, istilah yang lebih lazim digunakan adalah musik keyboard (kibod), sedangkan di wilayah lain di Sumatera, seperti di Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung lebih sering disebut organ tunggal. Selain itu, di Sumatera Utara, pertunjukan musik keyboard ini adakalanya dikaitkan dengan sajian utamanya, bila banyak menampilkan musik Karo disebut keyboard Karo, jika banyak mempertunjukkan musik Melayu disebut keyboard Melayu. Ada juga yang menyebutnya berdasarkan fenomena utama pertunjukan, jika yang diutamakan pertunjukan musik dan teater yang bercerita tentang salah satu tokoh antagonis, Mak Lampir [disadur dari cerita serial dari televisi Indosiar “Misteri Gunung Merapi” tahun 1990-an], maka pertunjukan keyboard ini disebut keyboard Mak Lampir, yang terkenal dari daerah Firdaus di kawasan Serdang.
7
lagu tradisional yang syairnya lebih panjang dan tergolong rumit, serta bisa
berubah-ubah di tiap-tiap daerah.
Beberapa hal yang membuat peneliti tertarik untuk membahas musik
populer di Nias, antara lain karena musik populer hadir sebagai pelengkap
kebutuhan hasrat masyarakat Nias untuk mengungkapkan perasaannya. Di dalam
konteks musik tradisional Nias, lirik lagu tradisionalnya biasanya dapat
berbentuk pantun tradisi Nias, sebagai sarana penyemangat ataupun nasehat dari
orang tua. Namun kemudian, dalam perkembangnnya berbeda dengan musik
populer yang syairnya bersifat bebas, bisa tentang cinta, pengalaman hidup,
ataupun tentang situasi dan kondisi daerah tersebut.
Begitu juga dengan yang penyajian musik populer Nias, berbeda dengan
lagu tradisional yang harus dinyanyikan oleh orang-orang tertentu yang
berhubungan dengan kegiatan ataupun adat tersebut.Musik populer Nias bisa
dinyanyikan oleh siapa saja, dari kalangan muda sampai yang tua, bahkan anak-
anak sekalipun.
Musik populer mempunyai teks yang bertema bebas, sehingga membuat
penulis lebih mudah untuk membuat lagu sesuai dengan ekspresinya. Hal ini
berbeda dengan lagu tradisional yang penciptanya tidak diketahui, dan teksnya
memang bersifat statis pada suatu konteks sesuai dengan tema lagu tersebut.
Kemudian selain aspek sejarah dan lirik yang khas, maka musik populer
Nias juga memiliki keunikan sendiri dari aspek gaya atau struktur musiknya.
Musik pop Nias lazim disajikan dalam bentuk band, yang teksturnya adalah
monofonis, yaitu berorientasi pada melodi tertentu, bukan berorientasi kepada
8
unsur harmonik, sebagaimana yang lazim terdapat di dalam musik-musik pop
Eropa. Gaya ini kemudian didukung pula oleh karakteristik vokal yang khas Nias,
seperti menggunakan nada-nada berfrekuensi relatif tinggi, dengan teknik
luncuran-luncuran nada legato, sebagai ciri masyarakat kepulauan yang alamnya
berciri Oseanik (misalnya gaya Hawaiian dalam konteks musik pop dunia).
Seterusnya, musik populer Nias ini juga mengadopsi gaya-gaya musik Eropa yang
diterapkan di dalam konteks penciptaannya. Misalnya gaya chacha, beguin,
rumba, rock, dan lain-lain, namun tetap dengan teks dan melodi yang khas Nias.
Tiga masalah atau fenomena musik populer Nias seperti terurai di atas,
menjadi tema utama bagi penulis untuk mengkaji lebih jauh dan detil, terutama
dalam konteks penulisan tesis magister seni ini. Tiga masalah ini kemudian perlu
didekati dengan disiplin ilmu tertentu terutama dalam konteks multidisiplin.
Untuk mengkaji fenomena kesejarahan musik populer Nias digunakan ilmu
sejarah. Seterusnya untuk mengkaji struktur teks musik populer Nias digunakan
disiplin etnomusikologi, terutama adalah fokus pada bidang studi teks nyanyian,
yang dibantu oleh ilmu bahasa dan sastra. Untuk mengkaji gaya musik populer
Nias, digunakan bidang ilmu etnomusikologi. Untuk itu, dalam latar belakang ini
penulis uraikan sekilas mengenai apa itu ilmu sejarah dan etnomusikologi, sebagai
dasar keilmuan dalam mengkaji fenomena musik populer Nias ini.
Keberadaan musik populer Nias yang seperti itu, menarikuntuk dikaji
dari ilmu sejarah dan etnomusikologi. Ilmu sejarah digunakan dalam mengkaji
dimensi ruang dan waktu yang dilalui musik populer Nias, sedangkan
etnomusikologi digunakan untuk mengkaji musik pupoler Nias dalam konteks
9
kebudayaan, terutama fokus pada studi teks nyanyian dan gaya musiknya. Dalam
kaitan ini, perlu diurai sekilas apa itu ilmu sejarah dan etnomusikologi.
Untuk ilmu sejarah, secara saintifik perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan sejarah dalam tesis magister ini adalah berdasar kepada pendapat seorang
teoretikus sejarah dunia ternama Garraghan (1957). Menurut beliau, yang
dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna yaitu: (1) peristiwa-peristiwa mengenai
manusia pada masa lampau dan aktualitas manusia masa lalu; (2) rekaman
mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau;
dan (3) proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Kegiatan sejarah tersebut
berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya adalah sebagai
berikut.
The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record.
The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above (Garraghan, 1957:3).
Tujuan utama dari analisis sejarah musik populer Nias ini adalah untuk
mengkaji fakta yang terjadi di lapangan, tentang proses perkembangannya dari
awal di era 1970-an sampai kini. Di dalam perkembangan tersebut berbagai aspek
saling mendukung keberadaan musik populer Nias, seperti masuknya gereja,
10
musik Barat secara umum, teknologi, media massa, pengalaman musikal para
komposer dan penyanyi Nias (baik di lingkup kebudayaan Nias di pulau Nias,
Sumatera Utara, Indonesia, maupun juga dunia).
Kemudian dalam mengkaji aspek lirik lagu dan gaya musik populer
Nias,penulis menggunakan disiplin etnomusikologi. Seperti yang penulis ketahui
dari salah seorang pakar etnomusikologi yaitu Merriam, yang dimaksud
etnomusikologi adalah sebagai berikut.
Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own
division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).6
6Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini,
dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis di seluruh dunia.
11
Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli
etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu,
untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah,
yaitu musikologi dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua
disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya,
tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.
Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari
bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana
etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu
sistem tersendiri. Di lain sisi, sarjana lain memilih untuk memperlakukan
musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai
bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama,
beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika,
cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran
yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan
studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini,
penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan
kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik
dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan
manusia yang lebih luas.
12
Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu
terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan
Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi
etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode,
pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan
oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan
hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana
Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.
Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk
dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun
terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.
Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik
dalam konteks kebudayaan.
Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah
dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi
berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU)
Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah
mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam
buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu
Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat
di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi
13
etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh
Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.7
Lebih jauh lagi, dalam konteks perkembangan disiplin etnomusikologi
masa kini, penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari
laman web resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.
Ethnomusicology encompasses the study of music-making
throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary--many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history.Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions.
7Buku ini diedit oleh Rahayu Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk
Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan Bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya. Berbagai buku bertema etnomusikologis yang berbahasa Indonesia, sampai saat ini adalah seperti yang ditulis oleh Deni Hermawan, Rithaony, Santosa, dan kawan-kawan. Selain itu ada pula beberapa jurnal di bidang disiplin ini, seperti Jurnal Etnomusikologi FIB USU, Jurnal Selonding ISI Yogyakarta, dan lain-lainnya.
14
Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices.Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music.Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Program in Ethnomusicology (http://webdb.iu.edu)
Dalam situs web tersebut dipaparkan dengan tegas bahwa etnomusikologi
adalah kajian keilmuan yang menjangkau terbentuknya musik di seluruh dunia ini,
dari masa dahulu hingga sekarang. Etnomusikologi mengeksplorasi segala
gagasan, kegiatan, alat-alat musik, suara yang dihasilkan (alat-alat musik atau
vokal), dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Musik klasik
Eropa dan China, tarian Cajun, nyanyian masyarakat Kuba, hip hop, juju dari
Nigeria, gamelan Jawa, ritual penyembuhan penyakit masyarakat Indian Navaho,
nyanyian keagamaan Hawaii, adalah beberapa ccontoh budaya kajian terhadap
musik di seluruh dunia, yang dilakukan oleh para etnomusikolog.
Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sifatnya
interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai latar belakang tidak hanya di
dalam musik tetapi ada yang berasal dari bidang ilmu antropologi, folklor, tari,
linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi secara umum melibatkan
metode etnografi dalam penelitiannya. Para etnomusikolog mengkaji musik dalam
dimensi waktu dan komunitas pendukungnya, mengamati, mengumpulkan
dokumen tentang apa yang terjadi, bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga
turut terlibat memainkan musik seperti yang dilakukan komunitasnya. Para
15
etnomusikolog juga melakukan studi terhadap arsip, perpustakaan, dan museum,
untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan sejarah musik. Kadangkala
etnomusikolog melakukan dokumentasi dan mempromosikan pertunjukan musik.
Sebahagian besar etnomusikolog biasanya menjadi ilmuwan di berbagai jenis
pendidikan dan universitas. Sejumlah karya penting mereka berkaitan dengan
museum, festival, arsip, perpustakaan, label rekaman, sekolah, berbagai institusi,
di mana mereka memfokuskan pencerahan kepada pengetahuan dan apresiasi
musik di seluruh dunia. Beberapa perguruan tinggi dan universitas mempunyai
program etnomusikologi.
Dari kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa etnomusikologi
adalah ilmu yang mengkaji budaya musik di seluruh dunia dari masa dahulu
sampai sekarang. Di antara kajian itu adalah tentang musik dalam dimensi waktu
dan masyarakat pendukungnya, yang artinya adalah pendekatan kesejarahan.
Begitu juga dengan studi terhadap teks nyanyian dan gaya musik adalah salah satu
lingkup kajian di dalam disiplin etnomusikologi. Dengan demikian ilmu ini sangat
relevan digunakan dalam mengkaji tiga aspek musik populer Nias yaitu: sejarah,
teks, dan gaya musik.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk meneliti dengan mengangkat judul tesis magister ini, yaitu:Musik
Populer Nias: Sejarah, Tekstual, dan Gaya Musikal. Judul ini memerikan fokus
kajian penulis pada tiga masalah di atas.
16
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas,
maka di dalam penulisan tesis ini, kajian difokuskan kepada tiga masalah utama,
yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah musik populer Nias?
2. Bagaimana struktur dan makna teksnyanyian pada musik populer Nias?
3. Bagaimana gaya musik populer Nias?
Pada rumusan masalah pertama, kajian difokuskan pada sejarah
munculnya musik populer Nias, perkembangannya, dan keberadaan musik
populerdi tengah-tengah masyarakat Nias sejak tahun 1950-an sampai saat ini.
Untuk mendukung sisi historis ini, penulis juga mengkaji aspek diskografi musik
populer Nias, termasuk berbagai band dan artis Nias sejak tahun 1970-an sampai
saat sekarang ini.
Pada bagian kedua yaitu aspek teks musik populer Nias, kajian difokuskan
kepada aspek struktur lirik nyanyian musik populer Nias, yang mencakup: bait,
baris, rima (persajakan), diksi (pilihan kata), kata-kata seru, makna teks (baik itu
makna denotatif maupun konotatif yang mencakup aspek-aspek semiotik seperti:
ikon, indeks, dan simbol), dan unsur-unsur sejenis.
Pada bagian ketiga, yaitu gaya musik populer Nias, kajian ditumpukan
kepada aspek-aspek melodi, yang di dalmnya mencakup tangga nada, wilayah
nada, nada dasar, formula melodi, pola-pola kadensa, dan lainnya. Bagian ini juga
didukung dengan kajian bagaiman gaya-gaya musik Eropa seperti wals, rumba,
beguin,rock, dan lainnya digunakan dalam musik populer Nias.
17
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis,
disesuaikan dengan latar belakang serta rumusan permasalahan yang ada.Tujuan
dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan penelitian
1. Untuk mengkaji dan mengetahui sejarahmusik populer Nias.
2. Untuk mengkaji dan mengetahui struktur dan makna teks nyanyian
pada musik populer Nias.
3. Untuk mengkaji dan mengetahui gaya musik populer Nias
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian dari tulisan tersebut, yaitu:
1. Agar dapat menjadi bahan dokumentasi dasar bagi para peneliti,
terutama etnomusikolog untuk dikembangkan berikutnya.
2. Supaya dapat menjadi bahan referensi bagi masyarakat untuk
dipelajari.
3. Menjadi bahan dokumentasi dasar dan bahan acuan bagi pemerintah
untuk revitalisasi dan pelestarian kesenian di Nias.
1.4 Konsep dan Teori
Dalam tulisan ini, penulis memerlukan beberapa konsep dan teori yang
dapat membantu untuk melengkapi data-data dan informasi untuk keperluan tesis
18
ini.Selain itu, penulis juga menguraikan konsep dan teori sebagai pedoman untuk
mengkaji perumusan masalah, dengan berdasar kepada penelitian di
lapangan.Adapun konsep dan teori yang dipakai oleh penulis yaitu sebagai
berikut.
1.4.1 Konsep
1.4.1.1 Kajian
Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan kajian adalah sama dengan
pengertian analisis. Konsep tentang analisis yang dimaksud dalam tulisan ini
adalah: (1) penyelidikan terhadap suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan lain
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk
perkaranya, dan lain sebagainya), (2) penguraian suatu pokok atas berbagai
bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan, (3)
penyelidikan kimia dengan menguraikan sesuatu untuk mengetahui zat-zat
bagiannya dan sebagainya, (4) penjabaran sesuadah dikaji sebaik-baiknya, (5)
proses pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya, (6)
penguaraian karya sastra atas unsur-unsurnya untuk memahami pertalian antara
unsur-unsur tersebut, (7) proses akal yang memecahkan masalah ke dalam bagian-
bagiannya menurut metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang
prinsip-prinsip dasarnya (Poerwadarminta, 1990:32).
Analisa atau analisis adalah kegiatan berpikir untuk menguraikan suatu
keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,
19
hubungannya satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan
terpadu (Komaruddin, 2000:53). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
disingkat sebagai KBBI (2002:43), analisis adalah penguraian suatu pokok atas
berbagai bagiannya dan penelahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian
untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.Dari
penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa salah satu bagian dari penelitian adalah
menganalisis objek, sehingga di setiap penelitian, pasti berkaitan dengan
analisis.Begitu juga dalam pencarian data maupun informasi tentang musik
populer Nias, analisis sangat diperlukan untuk menelaah maupun mendapatkan
data-data yang akurat.
1.4.1.2Kajian musik: manusia, teks, dan konteks
Elliot (1995:87) mengemukakan bahwa secara esensial, musik
merupakan hasil dari aktivitas manusia yang dilakukan berdasarkan pada tujuan
tertentu, yaitu untuk didengarkan oleh pendengarnya. Oleh karena itu, musik akan
selalu berkaitan dengan pelaku dan pendengar. Elliot menyatakan bahwa pada
masing-masing aspek melibatkan empat dimensi, yaitu:
a. Manusia, sebagai pelaku,
b. Aktivitas tertentu (memainkan, mengubah, menciptakan, dan mengembangkan
musik).
c. Hasil aktivitas (musik tradisional maupun modern).
d. Konteks utuh yang mempengaruhi pengetahuan manusia, aktivitas yang
dilakukan manusia, dan musik yang dihasilkan.
20
Pada prosesnya, para pelaku musik dipengaruhi oleh konsep dan unsur
musikal dari apa yang mereka lakukan dan mainkan, serta oleh penilaian ahli
musik dan rekan-rekan mereka tentang aktivitas para pelaku. Oleh karena itu,
aktivitas musik selalu melibatkan aktivitas lain, yaitu mendengarkan musik. Hal
ini membuktikan bahwa setiap penciptaan musik berkaitan dengan sekelompok
orang yang berperan khusus sebagai pendengar. Contohnya, pada pertunjukan
paduan suara Barok, pasti ada pendengar panduan suara Barok; pada pertunjukan
jazz, pasti ada penggemar jazz; dan pada pertunjukan musik tradisi, pasti ada
komunitas penggemar musik tradisi. Berdasarkan konteks itu, pembuat musik
dipengaruhi oleh mengapa dan bagaimana pendengarnya (termasuk musisi
sendiri) mendengarkan musik yang mereka mainkan.Hal ini dapat kita lihat dalam
setiap pertunjukan musik yang digelar, misalnya tindakan pemain musik yang
berkomunikasi dengan pendengarnya. Sebaliknya, pendengar dipengaruhi oleh
mengapa, apa, dan bagaimana musisi melakukan apa yang mereka lakukan. Oleh
karena itu, ditinjau dari konteks pendengar, terdapat aktivitas manusia yang
bertujuan yang membentuk hubungan empat dimensi, seperti halnya pada konteks
musisi.Berdasarkan penjelasan yang telah diberikan maka dapat disimpulkan
bahwa musik merupakan salah satu dari aktivitas manusia. Kesimpulan lain
adalah bahwa musik merupakan suatu fenomena manusia yang bersifat
multidimensional, yang melibatkan hubungan yang erat antara dua bentuk
aktivitas manusia yang bertujuan, yaitu: membuat musik (menciptakan,
memainkan, dan seterusnya) dan mendengar musik.
21
Kajian tentang musik tidak dapat terlepas dari sistem sosiokultural yang
ada.Sistem sosiokultural seringkali disebut dengan masyarakat oleh para sosiolog,
dan kebudayaan oleh para antropolog.Kebudayaan, dalam ilmu sosial, memiliki
makna yang luas, yaitu melibatkan seluruh teknik, nilai, dan simbol yang
dipelajari manusia dari masyarakatnya dan menggunakan aspek-aspek tersebut
untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dihadapi sebagai upaya yang
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Musik diciptakan berdasarkan sifat yang ekspresif, yaitu sesuatu
berkaitan dengan kebutuhan kognitif dan emosional atau perasaan manusia.
Secara lebih khusus, komponen ini mengacu pada kebutuhan seseorang untuk
mengekspresikan diri dan memperoleh reaksi positif dari orang lain. Dapat
dikatakan bahwa musik populer merupakan hasil dari praktik manusia. Sebagai
hasil praktik, setiap musik populer yang diciptakan akan selalu memperlihatkan
karakter-karakter tertentu sesuai dengan nilai, keyakinan, dan pengetahuan yang
dimiliki para musisi yang memainkan atau menciptakannya. Karakter-karakter
yang terdapat dalam suatu jenis musik populer dalam suatu daerah, secara jelas
memperlihatkan perbedaan dengan jenis musik populer dari kelompok masyarakat
yang lain. Secara umum sudut pandang kajian musik akan meliputi: manusia, teks,
dan konteks musik di masyarakat. Mengetahui apa dan bagaimana bentuk musik,
perilaku apa yang ditunjukan dengan musik, dan bagaimana manusia
memperlakukan musik dalam komunitasnya.
Definisi lirik atau syair lagu dapat dianggap sebagai puisi begitu pula
sebaliknya. Hal serupa juga dikatakan oleh Jan van Luxemburg (1989) yaitu
22
definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya mencakup jenis-jenis sastra
melainkan juga ungkapan yang bersifat pepatah, pesan iklan, semboyan-semboyan
politik, syair-syair lagu pop, dan doa-doa. Penulis memuat beberapa teks dari lagu
yang dipilih untuk menunjang pembahasan tentang struktur musikal lagu pop Nias
dalam tesis ini.
Dalam penulisan ini, komunitas yang dimaksud adalah masyarakat Nias.
Masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary sixth edition (2000:1226) adalah: (1) people in general, living together
in communities; (2) a particular community of people who share the same
customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular
purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and
powerful; (5) the state of being with other people. (Artinya masyarakat adalah
orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah
komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama,
norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling
terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang
modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain). Dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai
kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan
atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan
yang lain.Konsep musik populer dapat berubah dan selalu ditentukan oleh
23
masyarakatnya, karena musik populer lahir dan eksis di tengah masyarakat
tersebut, yang artinya adalah fungsional.
Dalam tulisan ini, fungsi diartikan sebagai kegunaan suatu objek dan
dampaknya bagi sekitar, khususnya bagi masyarakatnya.Fungsi sebuah unsur
kebudayaan (dalam masyarakatnya) adalah kemujarabannya dalam memenuhi
kebutuhan yang ada, atau dalam mencapai tujuan tertentu (Merriam, 1964:223-
226).Pemakaian kata fungsi dalam hal ini (fungsi musik) menerangkan tujuan
pemakaian musik atau mengapa musik tersebut digunakan sedemikian rupa
(Merriam, 1964:220). Melalui fungsi musik akan dapat dicapai pengertian yang
lebih mendalam tentang arti musik, termasuk tentang keberadaan musik populer
Nias ditengah masyrakat.
Selanjutnya konteks kajian seni dapit dilihat dari aspek psikologis musik,
seperti pernyataan Leonard B. Meyer dalam bukunya Emotion and Meaning in
Music (1956), sebagaimana dikutip oleh Elliot (1995), bahwa bunyi musik
berpengaruh pada pendengar-pendengarnya. Kebalikan dari Meyer, Susanne K.
Langer mengemukakan teorinya dalam Philosophy in a New (1976), sebagaimana
dikutip oleh Elliot (1995), bahwa bunyi musik tidak memiliki pengaruh pada
perasaan manusia. Teori Langer tersebut banyak didukung oleh para filosof
musik, seperti Charles Leonhard dan Bennett Reimer serta pengikut-pengikut
mereka. Bentuk lain dari definisi definisi musik yakni menurut Allan P. Merriam
(1964), yang mengemukakan bahwa terdapat perbedaan besar antara musik
sebagai alat komunikasi dan musik sebagai “bahasa yang universal”. Untuk itu,
kita perlu memiliki pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan
24
“komunikasi”. Pada tahap yang paling mudah, musik mengkomunikasikan sesuatu
dalam suatu komunikasi yang terjadi dalam musik tertentu.Kemungkinan yang
paling sering terjadi adalah bahwa komunikasi dihasilkan melalui penerimaan
musik dengan makna-makna simbolik yang telah dipahami dengan baik oleh
anggota komunitas. Namun, sedikit sekali yang diketahui pendengar tentang
makna-makna simbolik yang dimiliki oleh masyarakat pendukung musik
tradisional tersebut maka akan sulit untuk menganggap musik sebagai alat
komunikasi.
1.4.1.3 Kontinuitas
Kontinuitas merupakan perwujudan dari pelestarian dan regenerasi
terhadap masalah yang digarap untuk mencapai pengembangan yang diharapkan.
Pada ranah sosiologis, kontinuitas diwujudkan dalam bentuk kesepahaman
komunitas untuk melakukan pemberdayaan atas masalah yang diangkat ke dalam
penetapan yang diinginkan secara representatif menghasilkan perilaku budaya,
respons internalisasi pengembangan yang diharapkan dalam mencapai tujuan yang
menjadi komitmennya.
1.4.1.4 Perubahan
Perubahan dalam tulisan ini merujuk kepada kebudayaan, bahwa
perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang
dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat yang terdapat dalam aturan-
aturan atau norma-norma, nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau
25
kesenian dan bahasa.Perubahan kebudayaan bisa mencakup salah satu unsurnya
dan mempengaruhiunsur-unsur kebudayaan lainnya, atau juga dapat merubah
seluruh unsur-unsur kebudayaan tersebut. (Suparlan, 2004:24).
1.4.1.5 Budaya populer
Konsep budaya populer (popular culture) dan seni populer (art culture)
digunakan dengan secara meluas di dalam kebudayaan Barat selaras dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pendidikan populer,
meluasnya kapitalisme, serta peristiwa proses modernisasi dan urbanisasi.
Budaya populer memberikan pengertian yang sama dengan budaya massa
(Gans, 1974:10). Konsep budaya massa berasal dari bahasa Jerman masse dan
kultur. Masse ialah golongan rakyat (nonaristokrasi) yang tidak berpendidikan,
yang merujuk juga pada istilah lower-middle class atau kelas pekerja yang miskin.
Kultur juga bermakna sebagai budaya tinggi, yang tidak saja melingkupi seni,
musik, kesusastraan, dan penghasilan simbolis lain yang diminati oleh golongan
elit yang berpendidikan dalam masyarakat, tetapi juga corak pemikiran dan
perasaan golongan itu yang dikatakan golongan yang berbudaya. Jadi, budaya
massa adalah hasil simbolis yang diminati golongan mayoritas berbudaya itu. Ada
pula para pengkaji yang menganggap penggunaan istilah budaya massa adalah
lebih tepat dari budaya populer karena dikatakan penghasilan unsur-unsur budaya
seperti itu ialah untuk masyarakat ramai (Donald, 1968:12). Konsep budaya massa
dipergunakan karena hubungan dengan pengeluaran unsur-unsur budaya secara
26
besar-besaran (massive scale), penggunaannya pula adalah meluas dan bagi
kepentingan masyarakat manusia (Lohisse, 1973:17).
Munculnya budaya populer mempunyai sejarah perkembangan tersendiri.
Perubahan politik feodal ke arah demokrasi, perkembangan teknologi, dan usaha
perdagangan sistem kapitalis menjadi titik tolak munculnya budaya populer ini.
Menurut Donald, sistem politik demokrasi dan pelajaran yang semakin meluas
meruntuhkan monopoli golongan kelas atas terhadap unsur budaya (Donald,
1968:12). Perkembangan teknologi yang lebih baik dapat mengeluarkan bentuk
hiburan dengan harga murah. Ia berpendapat teknologi modern seperti piringan
hitam dan film sesuai bagi pengeluaran dan penyebaran hiburan yang meluas. Jadi
usaha menawarkan hiburan menjadi lapangan bisnis yang menguntungkan.
Budaya populer bukanlah sebuah fenomena baru, ia merupakan
kontinuitas dari budaya rakyat yang menjadi milik rakyat. Seni rakyat (folk art)
adalah hasil budaya ekspresif rakyat yang disesuaikan dengan kehendak golongan
mereka, berbeda dari budaya populer yang disebut sebagai imposed from above
(Donald, 1968:13). Orang-orang yang ahli dalam lapangan tertentu, seperti artis-
artis menerima bayaran dari pihak penyelenggara.8Penyelenggara bertujuan
mencari untung dan menggunakan bahan budaya sebagai barang dagangan.
Penonton merupakan pengguna sementara unsur-unsur budaya menjadi barang
8Pihak penyelenggara ini kadangkala disebut dengan pihak manajemen, dalam hal ini
manajemen seni. Di dalam kerjanya, pihak manajemen ini biasanya menerapkan lima fungsi utama di dalam manajemen, yaitu: (1) perencanaan, (2) penempatan sumber daya manusia, (3) pengorganisasian, (4) pengarahan, dan (5) pengawasan. Pihak manajemen juga mengurusi produksi, organisasi, dan pemasaran. Dalam bisnis seni ini, berlaku juga hukum ekonomi, yaitu menggunakan modal yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya.
27
pengguna. Penawaran unsur-unsur budaya seperti itu senantiasa berubah-ubah
bergantung kepada perubahan citarasa pengguna.
Seni rakyat pada mulanya terpisah dari budaya tinggi (hoc cultuur) tetapi
kemudian budaya populer memainkan peranan penting dalam menyambungkan
antara dua budaya itu (Donald, 1968:13). Perkembangan budaya populer Barat
bukanlah masalah baru tetapi paling tidak telah muncul pada abad ke-17
(Lowenthal,1961:14-28). Persoalan dan perdebatan ahli-ahli agama yang
menganggap bahwa hiburan yang bertujuan melarikan individu dari kenyataan
merusakkan dan membawa keburukan kepada moral anggota masyarakat,
bertentangan dengan pendapat ahli-ahli filsafat yang menganggap hiburan sebagai
kepentingan dasar manusia sebagaimana kepentingan dasar lainnya yang
mempunyai fungsi tertentu dalam kehidupan masyarakat.
Budaya populer dikatakan bersifat seragam atau homogen karena
pengeluaran atau produksinya yang besar-besaran dan tidak statis. Apa yang
dianggap budaya tinggi pada masa lalu adalah hak milik golongan elit yang
bertujuan menyampaikan nilai dan menggunakan unsur budaya untuk
menyebarkan pengajaran kepada khalayak ramai. Golongan elit menggunakan
unsur-unsur budaya untuk mengukuhkan kedudukan mereka. Sementara itu
budaya populer tersebar kepada masyarakat awam dan menentukan the image of a
centripetal force rather than a centrifugal force (Lohisse, 1973:35).
Konsep budaya populer meliputi aktivitas - aktivitas yang diminati orang
ramai yang bertujuan memberi hiburan, seperti musik, film, buku, dan lainnya
yang selalu dikaitkan dengan apa yang disalurkan melalui media massa (Winston,
28
1973:54). Budaya populer atau budaya massa ini boleh dilihat melalui sifat-
sifatnya yang tersebar secara meluas dan dapat menarik perhatian kelas pekerja
industri, dan produksinya dibuat secara besar-besaran (Quail, 1969:22).
Budaya populer memegang peranan penting dalam menaikkan citra
budaya. Munculnya budaya populer yang bisa dikatakan sebagai sebuah revolusi
dalam perkembangan budaya, telah dapat merapatkan jurang pemisahantara
golongan elit dan rakyat biasa (Donald, 1968:15). Munculnya budaya populer
kadang-kadang menimbulkan kekeliruan. Rosenberg menerangkan beberapa
kekeliruan atau anggapan orang banyak yangkurang tepat tentang budaya populer.
Orang selalu mengaitkan munculnya budaya populer dengan kapitalisme, yang
berawal di Amerika Serikat, dan berasal dari sistem politik demokrasi9
(Rosenberg, 1960:11). Anggapan seperti itu tidak disetujui Rosenberg karena ia
percaya bahwa pengaruh perkembangan teknologi pertumbuhan budaya populer
adalah besar sekali. Perkembangan ekonomi dan perkembangan politik tidak
dapat dianggap sebagai akibat langsung sebagaimana yang berlaku dalam revolusi
industri yang berkembang di Eropa abad ke-19.
Masyarakat umumlah yang menentukan nilai dan selera atau kehendak
masyarakat (Gans, 1974:12). Selera masyarakat umum ini penting dalam
menentukan corak budaya populer, misalnya dalam menentukan tema,
9Demokrasi adalah sebuah aliran politik yang pada masa sekarang ini paling banyak
dianut bangsa-bangsa di dunia. Demokrasi berasal dari dua kata yaitu demos yang artinya rakyat dan kratos yang artinya pemerintahan. Jadi kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat, biasanya diwakilkan kepada wakil-wakilnya di parlemen. Yang menjadi cirri utama adalah sistem pemilihan suara, dengan konsep satu orang satu suara, dalam pemilihan umu di suatu negara yang menganut sistem demokrasi ini.
29
pertunjukan, dan sejenisnya. Nilai anggota masyarakat adalah manifestasi
terhadap bentuk budaya populer dalam suatu zaman.
Proses urbanisasi merupakan faktor penting dalam pertumbuhan budaya
populer. Setelah bergulirnya revolusi industri di Barat pada abad ke-19, banyak
golongan petani pindah dan bekerja di kota sebagai pusat induustri. Golongan ini,
yang dijuluki proletariat dan petty bourgeois, belajar membaca dan menulis
dengan tujuan memperbaiki kedudukan dan menambahkan keahlian mereka
dalam pekerjaan baru serta menyesuaikan diri dengan kehidupan kota. Hiburan
diperlukan untuk mengisi masa lapang (senggang) mereka. Untuk itu di pasar
dimunculkan bahan-bahan erstz culture atau kitsch yang dapat memenuhi masa
lapang, dan mengurangi keletihan mereka setelah bekerja. Kitsch adalah hasil
revolusi industri yang menyebabkan rakyat mengalami proses urbanisasi dan
perkembangan sistem pendidikan (Howe, 1960:497).
Pertumbuhan budaya populer berkaitan dengan aspek seni yang
menimbulkan pula konsep seni populer. Seni populer adalah kontinuitas dari seni
tradisional. Seni populer, seperti musik, tari, dan teater disalurkan melalui media
massa hingga menyebabkan orang menganggap media massa juga sebagai seni
populer. Media massa bukanlah seni, tetapi alat komunikasi yang bisa
mempengaruhi pertumbuhan seni. Media massa menyiarkan penerangan tetapi
dilakukan dalam bentuk hiburan untuk masyarakat ramai. Konsep seni populer
muncul selaras dengan pertumbuhan budaya populer abad ke-19 (Bigsby,
1973:16).
30
Seni populer dalam keadaan tertentu mengambil alih seni tradisional
dengan berbagai cara: ada yang muncul sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni
tradisional, ada pula yang muncul dalam bentuk baru. Seni rakyat juga menjadi
seni populer dalam konteksnya tersendiri (Kaplan, 1967:317). Adakalanya bentuk
seni populer disesuaikan dengan kesadaran dan kehendak masyarakat umum.
Seperti halnya dalam musik populer Nias yang menjadi kajian dalam tesis
magister seni ini.
Melalui perkembangan sistem komunikasi, seni dapat tersebar dengan
meluas dan diminati.Oleh sebab itu, sebagian pihak menganggap nilainya turut
jatuh, citarasa umum dianggap mediocre, dan norma kitsch diterima. Namun jika
kita menganalisis keadaan baru yang mendatangkan kesan kepada seni, kita tidak
dapat membuktikan bahwa dengan meluasnya peminat atau penonton nilai sebuah
budaya semakin berkurang. Ada pula orang yang menganggap bahwa nilai seni itu
tinggi apabila penghasilannya sedikit (Duvignand, 1972: 130).Inilah fenomena
yang mempertentangkan budaya popular dengan budaya tinggi.
1.4.1.6Musik populer
Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari
jika mempunyai kombinasi nada, ritme, dan dinamika sebagai komunikasi secara
emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan, atau bisa juga tidak
berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari, 1993:8).Dari
pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang
berkenaan atau mengandung unsur musik.
31
Musik populer adalah salah satu bahagian dari budaya populer, di
samping berbagai bentuk seni populer lainnya, seperti tari populer, pertunjukan
populer, gaya pakaian populer, lukisan populer, masakan populer, novel populer,
dan lain-lainnya. Masyarakat Nias mempunyai konsep tersendiri tentang musik
populernya. Bagi masyarakat Nias, dikatakan musik populer apabila suatu karya
laguberbahasa Nias yang diciptakan untuk keperluan komersial secara bebas,
tidak berhubungan dengan kepentingan sesuatu hal selain komersial, serta
disebarkan melalui berbagai media agar bisa tersebar keberbagai kalangan
masyarakat Nias(infomasi dari para narasumber dalam penelitian ini).
Musik populer Nias tampaknya mengikuti konsep-konsep seperti yang
telah diuraikan di atas. Musik populer Nias umumnya mengikuti format ensambel
band yang ada pada budaya musik Barat, namun elemen-elemen tradisional Nias
juga menjiwainya, terutama dari aspek teks nyanyian. Musik populer Nias adalah
bagian dari kebudayaan massa (cultural mass) Nias, yang dibentuk oleh golongan
rakyat maupun bangsawan dalam budaya Nias.
Di sisi lain, terjadinya pergantian sistem politik feodal ke arah demokrasi
di seluruh dunia, termasuk Indonesia, perkembangan teknologi, dan usaha
perdagangan sistem kapitalis menjadi titik tolak munculnya budaya musik populer
Nias ini. Pada masa awalnya masyarakat Nias menganut sistem feodalisme
terutama saat kekuasaan politik tradisional sistem kerajaan yang mengatur
ekonomi rakyat, terutama yang paling jelas adalah pada masa penjajahan Belanda
dan Jepang, dimana para tengkulak menguasai bisnis pertanian, peternakan, dan
perikanan yang mengatur kehidupan masyarakat Nias. Dalam sistem
32
pemerintahan tradisi ini, maka kekuasaan politis ada di tangan para ketua adat
yang disebut dengan sidaofa, tuhenori, ketua ere, dan lain-lainnya.
Seiring perubahan dan perkembangan zaman, kemudian setelah merdeka,
maka masyarakat Nias mulailah beralih ke sistem demokrasi Pancasila, dimana
rakyat memiliki hak untuk berpolitik dan mengatur sendiri kehidupannya.
Demikian pula dengan sistem perdagangan bebas turut menumbuhkembangkan
kebudayaan massa, termasuk musik pop Nias. Mereka sudah melakukan distribusi
kaset rekaman dalam industri yang diatur oleh sistem liberalisme dan
kapitalisme.10
Budaya musik populer Nias merupakan kontinuitas dari budaya rakyat
yang menjadi milik rakyat. Keadaan ini dapat dibuktikannya berbagai elemen
musik rakyat atau tradisi rakyat tetap dilanjutkan dalam musik populer Nias. Yang
10Dalam tesis ini, yang dimaksud: (1) liberalisme adalah faham yang menghendaki
adanya kebebasan kemerdekaan individu di segala bidang, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun agama. Liberalisme adalah suatu ideologi dan pandangan filsafat serta tradisi politik yang mendasar pada kebebasan dan kesamaan hak. Pada umumnya liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat untuk bebas dengan kebebasan berpikir bagi setiap individu dengan menolak adanya pembatasan bagi pemerintah dan agama, hal tersebut merupakan paham dari liberalisme. Paham liberalisme adalah berasal dari kata dalam bahasa Spanyol yaitu liberales, yang merupakan nama suatu partai politik yang berkembang mulai pada abad ke-20, dimana pada waktu itu memiliki suatu tujuan demi memperjuangkan pemerintah yang berdasarkan konstitusi. Menurut faham ini, titik pusat dalam hidup ini adalah individu. Karena ada individu, maka masyarakat dapat tersusun, dan karena ada individu maka negara dapat terbentuk. Oleh karena itu, masyarakat atau negara harus selalu menghormati dan melindungi kebebasan kemerdekaan individu. Tiap-tiap individu harus memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam bidang politik, ekonomi, dan agama. Seterusnya, (2) kapitalismeadalah suatu faham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia, untuk proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
33
jelas adalah penggunaan teks-teks berbahasa Nias yang mengikuti tradisi seni
sastra Nias, demikian pula berbagai konsep musik Nias, seperti maena, sinuno,
dan sejenisnya yang ditransformasikan ke dalam musik pop Nias, juga teknik
bermainnya, gaya lagu, dan lain-lainnya, yang bukan suatu kreativitas yang
terputus dari tradisinya.
Budaya populer dikatakan bersifat seragam atau homogen karena
pengeluarannya yang besar-besaran dan tidak statis. Kenyataan ini dapat dilihat
dari sistem produksi budaya musik populer Nias yang biasanya dilakukan secara
besar-besaran melalui bentuk kaset tape, video compact disk, compact disk,dvd,
dan lainnya.
Seni populer dalam keadaan tertentu, mengambil alih seni tradisional
dengan berbagai cara, ada yang muncul sebagai tiruan dan kontinuitas dari seni
tradisional, ada pula yang muncul dalam bentuk baru. Kenyataan seperti ini juga
berlaku dalam musik populer Nias. Ada yang mengambil unsur musik tradisional,
tetapi tak jarang pula muncul dalam bentuk baru (kreativitas), umumnya setelah
adanya persinggungan dengan budaya musik Barat, beragai elemen baru ini
masuk ke dalam musik populer Nias.
Dengan perkembangan sistem komunikasi, seni dapat tersebar dengan
meluas dan diminati. Setelah ditemukannya media komunikasi seperti radio,
televisi, dan internet maka seni musik populer Nias meluas persebarannya. Dalam
realitasnya, sampai kini, bahkan seni ini diminati baik oleh masyarakat sebagai
pendukungutamanya, maupun masyarakat bukan Nias yang juga turut mendukung
keberadaannya atau minimal sebagai peminat musik populer Nias. Demikian
34
sekilas konsep musik populer secara umum dan musik populer Nias secara
khusus.
Menurut Adorno, musik pop dihasilkan melalui dua proses dominasi
industri budaya, yakni standardisasi dan individualitas semu. Standarisasi
menjelaskan mengenai tantangan dan permasalahan yang dihadapi musik pop
dalam hal originalitas, autentisitas ataupun rangsangan intelektual. Standarisasi
menyatakan bahwa musik pop mempunyai kemiripan dalam hal nada dan rasa
antara satu dengan lainnya hingga dapat dipertukarkan (Strinati, 2007: 73)
Selain itu penulis menggunakan teori dari Philip Yawponski yang
mengungkapkan bahwa musik populer muncul karena adanya media yang
menyalurkan dan mempublikasikan musik tersebut ke masyarakat umum. Tanpa
adanya media, musik populer tidak akan bisa muncul karena tidak ada yang
mempublikasikan dan menyalurkan produk musik tersebut.
Dieter Mack dalam buku apresiasi musik populer (1994:19)
mengungkapkan bahwa musik populer muncul sebagai hiburan dan berhubungan
langsung dengan tujuan komersial walaupun terdapat unsur kualitatif juga. Namun
sejauh mana unsur persepsi tentang kualitatif ini perlu ditinjau juga, sebab tidak
semua masyarakat dapat memperhatikan aspek tersebut.
1.4.1.7 Tekstual
Yang dimaksud tekstual di dalam tesis magister seni ini adalah merujuk
kepada struktur teks dan maknanya, sesuai yang terdapat di dalam KBBI. Yang
35
pertama, kata struktur artinya adalah: 1. cara sesuatu disusun atau dibangun;
susunan; bangunan; 2. yang disusun dengan pola tertentu; 3. pengaturan unsur
atau bagian suatu benda, 4. ketentuan unsur-unsur dari suatu benda, 5. pengaturan
pola di dlaam bahasa secara sintagmatik. Dalam kaitannya dengan tulisan ini yang
dimasud struktur adalah mencakup unsur-unsur yang membangun teks atau lirik
lagu-lagu di dalam musik populer Nias. Unsur-usnur itu di antaranya adalah: bait,
baris, rima, diksi, pola pembentukan lirik, dan unsur-unsur sejenis.
Teks adalah naskah berupa kata-kata asli dari pengarang. Dalam kaitannya
dengan lagu-lagu dalam genre musik populer Nias ini, yang dimaksud teks adalah
lirik lagu yang diciptakan oleh pencipta lagu, baik itu yang menyebutkan namanya
atau tanpa menyebutkan namanya (anonim). Teks lagu dalam musik populer Nias
ini adalah sebagai salah satu identitas musiknya, yaitu sepenuhnya menggunakan
bahasa Nias.
Selain itu, penulis menggunakan teori Peirce yang mengemukakan teori
segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni
tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik
yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang
merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut
Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang
muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan
sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda
adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk
tanda.Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
36
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Disini bisa
kita lihat penggunaan syair dalam bahasa Nias bisa menjadi ikon bahwa lagu
tersebut adalah salah satu musik populer Nias dengan memiliki tanda-tanda
tertentu.
1.4.1.8 Gaya Musikal
Gaya di dalam ilmu fisika, adalah interaksi apapun yang dapat
menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami perubahan gerak, baik dalam
bentuk arah, maupun konstruksi geometris. Dengan kata lain, sebuah gaya dapat
menyebabkan sebuah objek dengan massa tertentu untuk mengubah kecepatannya
(termasuk untuk bergerak dari keadaan diam), atau berakselerasi, atau untuk
terdeformasi. Gaya memiliki besaran (magnitude) dan arah, sehingga merupakan
kuantitas vektor. Satuan SI yang digunakan untuk mengukur gaya adalah Newton
(dilambangkan dengan N). Gaya sendiri dilambangkan dengan simbol F.
Hukum kedua Newton menyatakan bahwa gaya resultan yang bekerja pada
suatu benda sama dengan laju pada saat momentumnya berubah terhadap waktu.
Jika massa objek konstan, maka hukum ini menyatakan bahwa percepatan objek
berbanding lurus dengan gaya yang bekerja pada objek dan arahnya juga searah
dengan gaya tersebut, dinyatakan dengan F = m.a
Dalam tesis ini yang dimaksud dengan gaya musikal adalah unsur-unsur
pembentuk musik populer Nias, baik dari sudut dimensi waktu maupun ruang.
37
Gaya musik populer Nias ini adalah seperti yang terjadi di dalam gaya pada ilmu
fisika, yaitu unsur-unsur musik yang terjadi karena interaksi kebudayaan, baik itu
dari dalam musik Nias itu sendiri, musik populer Indonesia, dan juga musik
populer dunia.
1.4.2 Teori
Menurut KBBI (1991:154-155), teori merupakan pendapat-pendapat atau
aturan-aturan untuk melakukan sesuatu. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah
sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set
dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh.
Nazir, 1988:21). Oleh sebab itu, penulis menjadikan teori sebagai suatu landasan
untuk menjawab semua pokok (rumusan) permasalahan yang ada. Sesuai dengan
tiga rumusan masalah di dalam tesis ini, maka untuk mengkaji sejarah musik
populer Nias digunakan teori sejarah, khususnya model sinkronis. Seterusnya
untuk mengkaji teks nyanyian musik populer Nias digunakan teori semiotik. Yang
terakhir untuk mengkaji gaya musik populer Nias digunakan teori weighted scale
(bobot tangga nada).
1.4.2.1 Teori sinkronis dan diakronis sejarah
Mengenai teori sejarah dan perubahan dalam bentuk seni dinyatakan oleh
Sedyawati (1981:2) bahwa perubahan bentuk seni semata-mata tidak lahir sebagai
cetusan yang benar-benar baru, melainkan kalau dilihat dalam rentangan waktu
yang panjang, hal yang baru senantiasa bertolak dari yang sudah ada sebelumnya.
38
Tiga hal metode sejarah yang dapat diaplikasikan dalam penelitian musik tradisi
yakni (a) heuristik: menghimpun materi sebagai sumber informasi atau bukti
sejarah, (b) kritik: menguji sumber atau bukti sejarah, pengujian secara heuristik
yakni membandingkan data tertulis, menguraikan pernyataan formal, dan
kritik(Garraghan,1957:34).
Model penelitian sejarah yang penulis aplikasikan dalam mengkaji
sejarah musik populer Nias yakni model sinkronis untuk mengetahui gambaran
lingkungan sosial, historis, fungsi dan latar belakang dan model diakronis, untuk
menggambarkan bagaimana pertumbuhan tersebut dari waktu kewaktu,
bagaimana ia tumbuh dari awal sebagai suatu gejala yang unik mengingat detil
yang berbeda (Kuntowijoyo, 1994:38). Sebagai karya penelitian musik maka fakta
kesejahteraannya diambil dengan cara pendeskripsian; vokal/gaya vokal; gending,
instrumen, garap, teknik, pendekatan karya (tradisi, reinterprestasi). Pada kajian
musik populer Nias maka pengklasifikasian dilakukan terhadap lagu-lagu,
instrumen musik, dan data yang berdasarkan pada pengalaman dan pemahaman
peneliti.
1.4.2.2 Teori semiotik
Untuk mengkaji makna teks nyanyian musik populer Nias ini, maka
penulis menggunakan teori semiotik, terutama semiotik dari Riffatere.Namun
demikian, perlu terlebih dahulu diulas teori semiotik dari beberapa pakarnya.
Pada dasarnya teori ini hendak menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk
yang senantiasa berpikir dengan tanda-tanda dan sekaligus sebagai makhluk
pencipta tanda-tanda. Potensi tanda-tanda itu sendiri baik terdapat diluar diri
39
manusia maupun pada dirinya sendiri. Apakah bahasanya lisan maupun tulisan,
atau gerak-geriknya, demikian pula dengan warna, garis, bentuk, dan suara di
sekitar kita semuanya dapat dikatakan tanda, sejauh itu telah diberi arti atau
ditempatkan pada ruang tertentu. Dikatakan demikian, karena tidak secara begitu
saja segala sesuatu langsung menunjukkan suatu tanda tertentu. Sesuatu yang
masih potensial sebagai tanda tentu saja belum menunjuk pada suatu pengertian.
Bahwa sesuatu itu menjadi jelas-jelas tanda hanya sejauh ketika sesuatu itu
dikomunikasikan (Tommy F Awuy, 2003).
Dengan demikian, apa yang ingin dimaksud dengan analisis semiotik di
atas ini adalah yang berhubungan dengan dimensi komunikasi. Analisis semiotik
komunikasi disini, bermaksud untuk mencari proses pemahaman antara pihak
yang memberi tanda dan pihak yang menerima tanda, dengan tidak atau melewati
sebuah medium tertentu.
Semiotik atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta
tanda-tanda yang di gunakan dalam prilaku manusia. Dua tukoh perintis semiotik
adalah Ferdinand De Sausurre seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders
filosof dari Amerika Serikat. Menurut pakar linguistik, Ferdinand De Sausurre,
semiotik adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang
menggunakan tanda-tanda itu”. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang
membuat lambang bahasa itu sendiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau
signifieryang berhubungan dengan konsep (signifed). Peirce juga menginter-
pretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari 3 bagian yang saling
berkaitan: (1) respresentatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalam
40
kajian kesenian, kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan
penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk
memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Sedangkan secara saintifik,
istilah semiotik berasal dari perkataan Yunani semion.
Dalam kaitannya teori semiotik untuk mengkaji teks lagu-lagu dalam
musik populer Nias, maka penulis menutip pendapat van Zoest (1996:11).
Menurutnya di dalam sebuah teks terdapat ikon, apabila adanya persamaan suatu
tanda tekstual dengan acuannya. Segalanya mempunyai kemungkinan untuk
dianggap sebagai suatu tanda. Penyusunan kalimat-kalimat dalam sajak
(keteraturan suku kata, pengulangan fonetik, ataupun hanya wujud satu susunan
tipografi tertentu) adalah tanda penanda “ini adalah sebuah sajak”. Adanya
kalimat yang panjang-panjang adalah tanda. Banyaknya kata sifat, pergantian
vokalisasi dalam sebuah cerita, panjang pendeknya sebuah teks, semua itu bisa
dianggap sebagai tanda. Semua yang dapat diamati dan diidentifikasikan dapat
menjadi tanda, baik hal yang sangat kecil seperti atom, maupun yang bersifat
kompleks karena terdiri atas sejumlah besar tanda lainnyayang lebih kecil. Pada
kekhasan teks hanya tampak setelah dilakukan analisis struktural yang sangat
mendalam.
Selanjutnya dalam rangka kerja dengan teori semiotik peneliti hendaklah
menginterpretasi (menafsir) tanda dalam teks. Suatu gejala struktural, baik yang
muncul dalam teks pada tingkatan mikrostruktural (dalam kalimat atau sekuen)
maupun pada tingkatan makrostruktural (teks yang lebih luas), selalu dapat
dianggap sebagai tanda. Terpulang kepada pembuat analisis teks, untuk
41
memutuskan apa atau apa-apa saja yang ingin dipilihnya. Selain dari itu, jika ia
memutuskan menganggap tanda yang dipilihnya sebagai ikon, konsep ikonositas
dapat dipakainya sebagai alat heuristis. Maksudnya alat itu memungkinkannya
mengenali suatu makna yang mungkin akan tetap tersembunyi kalau alat itu tidak
dipergunakan.
Saussure seperti yang dikutip oleh Piliang (2003:256) mendefinisikan
semiotik sebagai ilmu yang mengkaji tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial.
Secara implisit dalam definisi Saussure ada prinsip bahwa semiotik sangat
menyandarkan dirinya pada aturan main (rule) atau kode sosial (social code) yang
berlaku di dalam masyarakat sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara
kolektif.
Pada awalnya semiotik merupakan ilmu yang mempelajari setiap sistem
tanda yang digunakan dalam masyarakat manusia. Dengan kata lain, semiotik
adalah ilmu yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang berkaitan dengan
makna tanda-tanda dan berdasarkan atas sistem tanda-tanda. Teeuw (1982:50)
mengatakan bahwa semiotik merupakan tanda sebagai tindak komunikasi.
Wardoyo (2005:l) mengatakan semiotics is the science of signs.
Masalahnya adalah bagaimana tanda (sign) dapat diidentifikasikan. Untuk dapat
mengidentifikasi sebuah tanda terlebih dahulu harus dipahami hakikat dari sebuah
tanda (sign). Dalam semiotik, tanda bisa berupa kata-kata, kalimat, atau gambar
yang bisa menghasilkan makna.
Dalam hubungannya dengan tanda, Saussure mempunyai peranan penting
dalam mengidentifikasikan sebuah tanda. Saussure dalam Piliang (2003:90)
42
menjelaskan “tanda" sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua
bidang seperti halnya selembar kertas, yaitu bidang penanda (signifier) untuk
menjelaskan bentuk atau ekspresi dan bidang petanda (signified) untuk
menjelaskan konsep atau makna. Saussure meletakkan tanda dalam konteks
komunikasi manusia dengan pemilahan antara penanda (signifier) dan petanda
(signfied). Penanda wujud materi tanda tersebut. Petanda adalah konsep yang
diwakili oleh penanda yaitu artinya. Contohnya kata “ayah” merupakan tanda
berupa satuan bunyi yang menandai arti “orang tua laki-laki.”
Berkaitan dengan proses pertandaan seperti di atas, Saussure menekankan
perlunya semacam konvensi sosial (social cowention) di kalangan komunitas
bahasa, yang mengatur makna sebuah tanda. Satu kata mempunyai makna
tertentu disebabkan adanya kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna
bahasa (Pilliang, 2004:90).
Sementara itu, seorang tokoh semiotik lain, Charles Sanders Peirce (1839-
1914) mengemukakan pendapatnya mengenai tanda. Menurut Peirce, dalam
pengertian tanda, maka terdapat dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang
menandai dan petanda (signified) atau yang merupakan arti tanda. Berdasarkan
hubungan antara penanda dan petanda, tanda terdiri atas tiga jenis. Jenis-jenis
tanda tersebut adalah ikon, indeks, dan simbol (Zoest, 1993:23-24). Ikon adalah
tanda yang memperlihatkan adanya hubungan yang bersifat alami antara penanda
dengan petandanya. Hubungan itu adalah hubungan persamaan. Indeks adalah
tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dengan
petandanya. Simbol adalah tanda yang tidak memiliki hubungan alamiah antara
43
penanda dengan petandanya, melainkan hubungan yang ada bersifat arbitrer.
Ketiga tanda tersebut merupakan peralatan semiotik yang fundamental.
Lebih lanjut, Peirce mengemukakan bahwa proses semiosis terjadi karena
adanya tiga hal, yaitu ground, representamen, dan interpretan. Peirce melihat
tanda dengan mata rantai tanda yang tumbuh. Oleh karena itu, Peirce sengat lekat
dengan konsep pragmatisme. Pragmatisme sebagai teori makna menekankan hal-
hal yang dapat ditangkap dan mungkin berdasarkan pengalaman subjek. Dasar
pemikiran tersebut didasarkan dijabarkan dalam bentuk tripihak (triadic) yakni
setiap gejala secara fenomenologis mencakup tiga hal. Pertama, bagaimana
sesuatu menggejala tanpa harus mengacu pada sesuafu yang lain (qualisigns,
firstness, initselfness). Kedua, bagaimana hubungan gejala tersebut dengan realitas
di luar dirinya yang hadir dalam ruang dan waktu (sinsigns,
secondness/overagainstness). Ketiga, bagaimana gejala tersebut dimediasi,
direpresentasi, dikomunikasikan, dan “ditandai" (legisigns, thirdness/
inbetweenness) (lihat Christomy, 2004:115-116).
Dalam menginterpretasikan makna lirik (tekstual) lagu-lagu pada musik
populer Nias ini, penulis menggunakan teori dan metode semiotik yang
ditawarkan seorang ahli sastra yaitu Riffaterre. Menurutnya, sistem bahasa dan
sastra merupakan dua aspek penting dalam semiotik. Karya sastra merupakan
sistem tanda yang bermakna yang mempergunakan medium bahasa. Preminger
(1974:981) mengatakan bahwa bahasa merupakan sistem semiotik tingkat pertama
yang sudah mempunyai arti (meaning). Dalarn karya sastra, arti bahasa
44
ditingkatkan menjadi makna (significance) sehingga karya sastra itu merupakan
sistem semiotik tingkat kedua.
Riffaterre (1978:166) mengatakan bahwa pembacalah yang bertugas untuk
memberikan makna tanda-tanda yang terdapat pada karya sastra. Tanda-tanda itu
akan memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya.
Sesungguhnya, dalam pikiran pembacalah transfer semiotik dari tanda ke tanda
terjadi. Dalam Semiotics of Poetry (1978), Michael Riffaterre mengemukakan
empat prinsip dasar dalaur pemaknaan puisi secara semiotik. Keempat prinsip
dasar itu adalah sebagai berikut.
A. Ketidaklangsungan Ekspresi. Dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1)
bahwa puisi itu dari dahulu hingga sekarang selalu berubah karena evolusi selera
dan konsep estetik yang selalu berubah dari periode ke periode. Ia menganggap
bawa puisi adalah sebagai salah satu wujud aktivitas bahasa. Puisi berbicara
mengenai sesuatu hal dengan maksud yang lain. Artinya, puisi berbicara secara
tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun berbeda dari bahasa sehari-
hari. Jadi, ketidaklangsungan ekspresi itu merupakan konvensi sastra pada
umumnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak langsung, yaitu
menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak langsung, tetapi dengan cara lain
(Pradopo, 2005:124). Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:2)
disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displacing of meaning), arti
(distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Ketiga jenis
ketidaklangsungan ini jelas-jelas akan mengancam representasi kenyataan atau
apa yang disebut dengan mimesis. Landasan mimesis adalah hubungan langsung
45
antara kata dengan objek. Pada tataran ini, masih terdapat kekosongan makna
tanda yang perlu diisi dengan melihat bentuk ketidaklangsungan ekspresi untuk
menghasilkan sebuah pemaknaan baru (significance).
(1) Penggantian arti (displacing of meaning). Penggantian arti ini menurut
Riffaterre disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi dalam karya
sastra. Metafora dan metonimi ini dalam arti luasnya untuk menyebut bahasa
kiasan pada umumnya. Jadi, tidak terbatas pada bahasa kiasan metafora dan
metonimi saja. Hal ini disebabkan oleh metafora dan metonimi itu merupakan
bahasa kiasan yang sangat penting hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya.
Di samping itu, ada jenis bahasa kiasan yang lain yaitu simile (perbandingan),
personifikasi, sinekdoke, epos, dan alegori. Metafora itu bahasa kiasan yang
mengumpamakan atau mengganti sesuatu hal dengan tidak mempergunakan kata
pembanding bagai, seperti, bak, dan sebagainya. Metonimi merupakan bahasa
kiasan yang digunakan dengan memakai nama atau ciri orang atau sesuatu barang
untuk manyebutkanhal yang bertautan dengannya.
(2) Penyimpangan arti (distorting of meaning). Penyimpangan bahasa
secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa ditujukan untuk membentuk
kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Riffatere
(1978:2) mengemukakan bahwa penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu
pertama oleh arnbiguitas, kedua oleh kontadiksi, dan ketiga oleh nonsense.
Pertama, ambiguitas disebabkan oleh bahasa sastra itu berarti ganda
(polyinterpretable), lebih-lebih bahasa puisi. Kegandaan arti itu dapat berupa
kegandaan arti sebuah kata, frase, ataupun kalimat. Kedua kontradiksi berarti
46
mengandung pertentangan dibebabkan oleh paradoks dan atau ironi. Paradoks
merupakan suatu pernyataan yang berlawanan dengan dirinya sendiri, atau
bertentangan dengan pendapat umum, tetapi kalau diperhatikan lebih dalam
sesungguhnya mengandung suatu kebenaran. Sedangkan ironi menyatakan
sesuatu secara berkebalikan, biasanya untuk mengejek atau menyindir suatu
keadaan.
Ketiga, nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai
arti sebab hanya berupa rangkaian bunyi, tidak terdapat dalam kamus. Akan
tetapi, puisi nonsense itu memiliki makna. Makna itu timbul karena adanya
konvensi sastra, misalnya konvensi mantra. Nonsense berfungsi untuk
menimbulkan kekuatan gaib atau magis, untuk mempengaruhi dunia gaib.
Nonsense banyak terdapat dalam puisi mantra atau puisi yang bergaya mantra.
(3) Penciptaan arti (creating of meaning). Penciptaan arti ditimbulkan
melalui enjabement, homologue, dan tipografi (Riffaterre, 1978:2). Penciptaan arti
ini merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara
linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna di dalam puisi. Jadi,
penciptaan arti ini merupakan organisasi teks di luar linguistik.
Contoh lain adalah puisi “Tragedi Winka dan Sihka" karya Sutardji
Calzoum Bachri. Puisi ini lebih menekankan pada segi tipografi yang disusun
secara zigg-zag. Puisi ini hanya terdiri dari dua kata: kawin dan kasih. Kedua kata
itu diputus-putus dan dibalik secara metatesis, secara linguistik tidak ada artinya
kecuali kawin dan kasih itu. Dalam puisi, kata kasih dan kawin mengandung arti
konotatif yaitu perkawinan itu menimbulkan angan-angan hidup.
47
Tipografi zig-zag itu memberi sugesti bahwa perkawinan yang semula
bermakna angan-angan kebahagiaan hidup, setelah melalui jalan yang berliku-Iiku
dan penuh bahaya pada akhirnya menemui bencana. Perkawinan itu akhirnya
berbuntut menjadi sebuah tragedi (Pradopo, 2005:131).
B. Pemahaman Hermeneutik dan Heuristik. Untuk dapat memberi makna
secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan heuristik dan hermeneutik
atau retoaktif (Riffaterre, 1978:5-6). Konsep ini akan diterapkan sebagai langkah
awal dalam usaha untuk makna yang terkandung dalam teks nyanyian dalam
musik populer Nias.
Pembacaan heuristik menurut Riffaterre (1978:5) merupakan pembacaan
tingkat pertama untuk memahami makna secara linguistik, sedangkan pembacaan
hermeneutik merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasi makna
secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca lebih memahami apa yang sudah dia
baca untuk kemudian memodifikasi pemahamannya tentang hal itu.
Menurut Santosa (2004:231) bahwa pembacaan heuristik adalah
pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan
alam) dan membangun serangkaian arti yang heterogen, berserak-serakan atau
tidak gramatikal. HaI ini dapat terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman
arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan arti denotatif dari suatu
bahasa. Sedangkan Pradopo (2005:135) memberi definisi pembacaan heuristik
yaitu pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah
berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.
48
Pembacaan hermeneutik menurut Santosa (2004:234) adalah pembacaan
yang bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh dan terpadu.
Sementara itu, Pradopo (2005:137) mengartikan pembacaan hermeneutik sebagai
pembacaan berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat kedua (makna konotasi).
Pada tahap ini, pembaca meninjau kembali dan membandingkan hal-hal yang
telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca
dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman yang terjadi dalam
pembacaan hermeneutik.
Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural atau
bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu,
pembacaan hermeneutik pun dilakukan secara struktural atau bangunan yang
tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Artinya, pembacaan itu bergerak secara
bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan kembali ke bagian yang lain dan
seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi hipogram potensial,
hipogram aktual, model, dan matriks (lihat Riffaterre, 1978:5). Proses pembacaan
yang dimaksudkan oleh Riffaterre (dalam Selden, 1993:126) dapat diringkas
sebagai berikut : (1) Membaca untuk arti biasa. (2) Menyoroti unsur-unsur yang
tampak tidak gramatikal dan yang merintangi penafsiran mimetik yang biasa. (3)
Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks. (4)
Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah pernyataan tunggal
atau sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.
C. Matriks dan Model.Riffaterre menjelaskan bahwa memahami sebuah
puisi sama dengan melihat sebuah donat. Terdapat ruang kosong di tengah-tengah
49
yang berfungsi untuk menunjang dan menopang terciptanya daging donat di
sekeliling ruang kosong itu. Dalam puisi, ruang kosong ini merupakan pusat
pemaknaan yang disebut dengan matriks (1978:13). Matriks tidak hadir dalam
sebuah teks, namun aktualisasi dari matriks itu dapat hadir dalam sebuah teks
yang disebut model. Matriks itulah yang artinya memberikan kesatuan sebuah
sajak (Selden, 1993:126). Hal ini senada dengan konsep yang dikemukakan oleh
Indrastuti (2007:4) bahwa matriks merupakan konsep abstrak yang tidak pemah
teraktualisasi. Konsep ini dapat dirangkum dalam satu kata atau frase. Aktualisasi
pertanda dari matriks adalah model.
Aktualisasi pertama itu berupa kata atau kalimat tertentu yang khas dan
puitis. Kekhasan dan kepuitisan model itu mampu membedakan kata atau kalimat-
kalimat lain dalam puisi. Eksistensi kata itu dikatakan bila tanda bersifat
hipogamatik dan karenanya monumental. Berdasarkan hubungan antara matriks
dengan model, dapat dikatakan bahwa matriks merupakan motor penggerak
derivasi tekstual, sedangkan model menjadi pembatas derivasi itu. Dalam
praktiknya, matriks yang dimaksud senantiasa terwujud dalam bentuk-bentuk
varian yang berurutan. Bentuk varian itu ditentukan oleh model. Dengan
demikian, konsep semiotik Riffaterre yang akan digunakan dalam kajian ini dapat
membantu untuk menemukan makna yang utuh dan menyeluruh dalam teks lagu-
lagu populer Nias.
D. Hubungan Intertekstual. Karya sastra tidak lahir dalam situasi kosong
dan tidak lepas dari sejarah sastra. Artinya, sebelum karya sastra dicipta, sudah
ada karya sastra yang mendahuluinya. Pengarang tidak begltu saja mencipta,
50
melainkan ia menerapkan konvensi-konvensi yang sudah ada. Di samping itu, ia
juga bersastra menentang atau menyimpangi konvensi yang sudah ada. Karya
sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan revolusi, antara yang
lama dengan yang baru (Teeuw, 1980:l2). Oleh karena itu, untuk memberi makna
karya sastra maka prinsip kesejarahan itu harus diperhatikan. Teks lagu-lagu
dalam musik populer Nias tidak terlepas dari hubungan kesejarahannya dengan
teks lain yang turut menunjang keberadaannya.
Riffaterre (1978:11) mengemukakan bahwa sebuah karya sastra baru
mempunyai makna penuh dalam hubungannya atau pertentangannya dengan karya
sastra lain. Ini merupakan prinsip intertukstualitas yang ditekankan oleh
Riffaterre. Prinsip intertekstual adalah prinsip hubungan antarteks. Sebuah teks
tidak dapat dilepaskan sama sekali dari teks yang lain. Teks dalam pengertian
umum adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks tertulis atau teks lisan. Adat-
istiadat kebudayaan, film, drama dan lain sebagainya secara pengertian umum
adalah teks. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat lepas dari hal-hal yang
menjadi latar penciptannya, baik secara umum maupun khusus.
Sebuah karya sastra seringkali berdasar atau berlatar pada karya sastra
yang lain, baik karena menentang atau meneruskan karya sastra yang menjadi
latar itu. Karya sastra yang menjadi dasar atau latar penciptaan karya sastra yang
kemudian oleh Riffaterre (1978:1l) disebut dengan hipogram. Sebuah karya sastra
akan dapat diberi makna secara hakiki dalam kontrasnya dengan hipogramnya
(Teeuw, 1983:65).
51
Julia Kristeva dalam Pradopo (2005:132) mengemukakan bahwa tiap teks
itu, termasuk teks sastra merupakan mosaik kutipan-kutipan dan merupakan
penyerapan serta transformasi teks-teks lain. Secara khusus, teks yang menyerap
dan menfransformasikan hipogram dapat disebut sebagai teks transformasi. Untuk
mendapatkan makna hakiki dari sebuah karya sastra digunakan metode
intertekstual, yaitu membandingkan, menjajarkan, dan mengkontraskan sebuah
teks transformasi dengan hipogramnya. Dengan demikian, sebuah karya sastra
hanya dapat dibaca dalam kaitannya dengan teks lain.Dalam hal ini, lagu-lagu
dalam music popular Nias memiliki kaitan yang erat dengan berbagai genre
nyanyian tradisi Nias seperti pada sinuno falowa, maena, hoho, dan lain-lain.
1.4.2.3 Teori weighted scale
Dalam rangka menganalisis gaya musik populer Nias dalam konteks
kebudayaan masyarakat Nias, terutama dari sisi melodinya, penulis menggunakan
teori weighted scale (bobot tangga nada), yang ditawarkan oleh Malm (1977).
Pada intinya teori weighted scale ini adalah bertujuan untuk menganalisis delapan
unsur yang terdapat dalam melodi sesuatu pertunjukan musik, yaitu: (1) tangga
nada, (2) nada dasar, (3) interval, (4) pola-pola kadens, (5) formula melodi, (6)
kontur, (7) wilayah nada, dan (8) distribusi nada. Tangga nada yang dimaksud
dalam teori ini adalah nada-nada yang digunakan, termasuk juga oktaf-oktafnya
dalam rangka membangun sebuah melodi. Selanjutnya yang dimaksud dengan
nada dasar, adalah pusat dari tonalitas atau modalitas melodi tersebut dengan
berbagai cirinya. Kemudian yang dimaksud dengan interval adalah jarak antara
52
nada-nada dalam rangka membangun suatu melodi utuh nyanyian, yang di dalam
etnomusikologi biasanya disebut dengan berbagai istilah seperti: prima murni,
sekunde minor, sekunde mayor, kuart murni, kuint murni, sekata minor, sekta
mayor, septim minor, septim mayor, oktaf, kuint diminished, dan lain-lainnya.
Sementara itu yang dimaksud dengan pola-pola kadensa adalah beberapa
nada akhir di ujung frase-frase melodi atau juga ujung lagu tersebut. Selanjutnya
yang dimaksud dengan formula melodi, adalah bagaimana komposisi melodi
tersebut dibangun oleh motif, frase, dan bentuknya. Ini dapat dideskripsikan
sebagai benmtuk tunggal, binari, ternari, dan seterusnya. Kemudian yang
dimaksud dengan kontur adalah garis lintasan melodi baik secara umum maupun
rinci, yang dapat dideskripsikan dengan istilah-istilah seperti: pendulum,
berjenang, menaik, menurun, rata, dan sejenisnya. Kemudian yang dimaksud
dengan wilayah nada adalah jarak yang diukur dengan satuan laras atau sent
antara nada terendah dengan nada tertinggi di dalam sebuah lagu. Selepas itu,
yang dimaksud dengan distribusi nada adalah bagaimana masing-masing nada itu
menyebar dan menyusun suatu melodi lagu secara utuh, biasanya dideskripsikan
dengan cara kuatitatif, jumlah masing-masing nada tersebut disertai dengan
jumlah durasinya. Demikian kira-kira unsur-unsur melodi yang dianalisis melalui
teori weighted scale ini.
Selain itu, karena musik populer Nias ini, tidak hanya disajikan dalam
bentuk melodi saja, namun dalam bentuk band, maka unsur-unsur musik lainnya
selain melodi akan dikaji. Di antaranya adalah aspek waktu yang mencakup:
meter, durasi not, aksentuasi, demikian pula teksturnya yang monofonis, serta
53
yang penting adalah hubungan antara melodi vokal, gitar (ritme dan melodi), bas,
dan drum set.
1.5Metode Penelitian
Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut,
untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan, sedangkan penelitian adalah
penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip;
suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus
Webster’s New International dalam Moh. Nazir, 1988:13). Jadi penulis
berkesimpulan bahwa metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk
melakukan penyelidikan tentang fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka
memahami dan mengetahui objek penelitian yang bersangkutan. Selain itu,
metode penelitian ini berfungsi untuk mendapatkan data-data yang diinginkan
sesuai dengan keinginan penulis untuk melengkapi bahan dan data-data yang telah
ada dan pada nantinya akan disaring dan dirangkum oleh penulis.
Penulis menggunakan penelitian jenis kualitatif dengan data-data yang
banyak dari berbagai sumber. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau
kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan data-data yang
menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M.
Sitorus, 2003:25).
Penelitian kualitatif ini, dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap
sebelum ke lapangan, tahap pengumpulan data, dan tahap penulisan laporan tesis.
Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai adalah sebagai berikut.
54
Pendekatan kualitatif dalam penelitian, dapat menjawab bentuk
pentanyaan yang sangat sederhana misalnya sekitar berapa jumlah produser lagu
pop Nias yang masih aktif dan terkait dengan objek yang diteliti, sedangkan
mengenai bentuk pertanyaan mengapa atau bagaimana mengenai objek yang
diteliti maka jawabannya tidak cukup diperoleh melalui penelitian kuantitatif,
melainkan ditempuh dengan caracara penelitian kualitatif (Soedarsono, 1999).
Selanjutnya untuk mengkaji teks dan gaya musik populer Nias,
digunakan metode transkripsi. Transkripsi dalam etnomusikologi merupakan
suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol-simbol yang dapat dilihat atau
diamati dari suara, dan simbol-simbol tersebut disebut dengan notasi. Dalam
melakukan transkripsi, penulis memilih tentang notasi deskriptif yang didapat
penulis selama mengikuti perkuliahan di Etnomusikologi FIB USU dengan
berdasarkan teori dari Ernst Cassirer (1944:168) yang mengatakan bahwa “seni
dapat didefinisikan melalui simbol”. Notasi deskriptif adalah notasi yang
ditujukan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail
komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca. Selain itu untuk
menganalisis struktur musikal yang ada di dalam musik populer Nias, penulis
memilih salah satu teori Malm dalam terjemahan Takari (1993:13) yaitu sebagian
dari teori weighted scale (khusus untuk mengkaji melodi) ditambah dengan musik
yang terjadi karena sesuatu yang berhubungan dengan waktu sebagai bahan dasar
penelitian. Berhubungan dengan waktu yang dimaksud yaitu ritme, ketukan dan
birama.Dengan teori tersebut, diharapkan tulisan ini lebih mendapatkan hasil
informasi yang lebih akurat serta dapat dimengerti oleh pembaca.
55
1.5.1 Studi kepustakaan
Dalam bidang etnomusikologi, untuk melakukan penelitian terdapat dua
sistem kerja, yaitu desk work (kerja laboratorium) dan field work (kerja
lapangan). Desk work yang dimaksudkan adalah kerja untuk mengumpulkan
persiapan data-data untuk meneliti nantinya, serta merangkum data-data yang
telah didapat setelah melakukan penelitian. Sedangkan field work adalah teknik
kerja di lapangan, di mana penulis terjun langsung ke suatu daerah yang terdapat
objek yang akan diteliti. Field work dikenal sebagai kerja di lapangan dan desk
work dikenal sebagai studi kepustakaan.
Selain itu, maksud dari studi kepustakaan adalah mendapatkan data
berupa tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kinerja dan pengembangan tulisan
ini. Hal pertama yang dilakukan penulis adalah melakukan studi kepustakaan
dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek
pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari
skripsi dan juga tesis yang ada di Departemen Etnomusikologi. Penulis juga
mempelajari bahan lain seperti buku dari Museum Yayasan Pusaka Nias, Dinas
Pariwisata Kabupaten Nias, dan artikel-artikel lainnya yang mendukung
penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengumpulkan data dengan menggunakan
teknologi internet, sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini.
Dengan melakukan penelusuran data online di situs penulis mendapat banyak
anjuran-anjuran situs-situs seperti www.wikipedia.com, repository Universitas
Sumatera Utara, blog-blog, dokumen PDF (portable data file),dan lain-lain.
56
Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel dan
internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya untuk
kesempurnaan penulisan tesis ini.
Berikut ini adalah beberapa tulisan yang menjadi rujukan dan bahan
komparatif terhadap penelitian yang penulis lakukan ini.
1. Roy J.M. Hutagalung menulis tesis magister pada Program Studi Magister
Penciptaan dan Pengkajian Seni USU yang bertajuk Trio pada Musik Populer
Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, dan Struktur Musik. Pada tesis ini dikaji
tiga aspek musik trio Batak Toba, yaitu sejarah, fungsi, dan musik. Pendekatan
yang dilakukan adalah ilmu sejarah dan etnomusikologi.
2. Cathrina Sumiaty Tampubolon,menulis sebuah tesis magister seni pada
Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, yang judulnya adalah
Analisis Tekstual Lagu Maena pada Upacara Falowa di Ori Laraga Kota
Gunung Sitoli. Tesis ini ditulis tahun 2014 yang lalu. Bagaimana pun tesis ini
menjadi bahan bandingan bagi penulis dalam mengkaji aspek teks musik
populer Nias.
3. Ivo Kesuma menulis sebuah skripsi sarjana yang berjudul Musik Populer Batak
Toba: Suatu Observasi Musikologi-diskografis. Di dalam skripsi ini dikaji
perkembangan musik populer Batak Toba dan minat umum masyarakat Batak
Toba secara umum di dalam penyimpulannya minat masyarakat Batak Toba
tersebut terhadap musik yang berasal dari tradisinya sendiri sangat umum
khususnya generasi muda, lagu-lagu populer Batak Toba merupakan gambaran
tentang kehidupan masyarakat Batak Toba. Skripsi ini menjadi salah satu
57
bahan kajian dalam penelitian ini, yang penulis terapkan kepada masyarakat
Nias.
4. Ruth Apulina Sitompul menulis skripsi sarjana yang bertajukMusik populer
Barat dalam Kehidupan Generasi Muda di Medan: Suatu Kajian
Sosiomusikologis. Dalam skripsi ini dibahas pengaruh musik terhadap generasi
muda ditinjau dari aspek sosiologi dan psikologi. Ruth Apulina Sitompul
mengatakan musik populer yang diciptakan seorang atau lebih disukai dan
diminati masyarakat cepat menyebar luas, sarana penyebarannya adalah media
massa elektronik. Menurut beliau, musik populer sangat dekat dengan
masyarakat khususnya generasi muda karena dapat mewakili jiwa mereka dan
menunjukkan hubungan antara aspek sosiologis masyarakat dan musik. Pada
skripsi ini juga dibahas tentang masyarakat khususnya generasi muda dalam
kehidupan sehari-hari mempunyai hubungan dengan dunia musik dan saling
mempengaruhi..
5. Peter Manuel dalam bukunya yang bertajuk Popular Music of the non-Western
Worlds: An Introduction Survey. Dalam buku in dikaji secara umum
keberadaan mussik-Musik populer yang ada di seluruh dunia di luar
kebudayaan Barat. Misalnya saja musik-Musik populer di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin.
6. Buku lainnya yang menjadi panduan untuk mengkaji fungsi musik populer
dalam budaya etnik adalah karya Merriam yang berjudul The Anthropology of
Music (1964). Sebagai salah seorang ahli teori fungsionalisme dalam
etnomusikologi, secara implisit mengemukakan gagasan bahwa fungsi itu
58
memiliki dua pengertian, yaitu sebagai penggunaan (uses) dan fungsi sebagai
fungsi (function).
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanisms such as dancer, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is inseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment af a sense of security vis-vis the universe. "Use" them, refers to the situation in which music is employed in human action; "function" concerns the reason for its employment and particularly the broader purpose which it serves (1964:210)
Menurut Merriam, seperti kutipan di atas, musik dipergunakan dalam
situasi tertentu yang menjadi bagian darinya--fungsi ini dapat atau tidak dapat
menjadi fungsi yang lebih dalam. Ia memberikan contoh, jika seseorang
menggunakan nyanyian untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu
dapat dianalisis sebagai kontinuitas dan kesinambungan keturunan.
Mekanismenya fungsional seperti itu adalah melalui penari, pembaca doa,
ritual yang diorganisasikan, dan kegiatan-kegiatan seremonial. "Penggunaan"
menunjukkan situasi musik dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan
"fungsi" memperhatikan pada sebab yang ditimbulkan oleh pemakaiannya,
dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari apa yang dilayaninya.
9. Sebagai bahan komparatif orientasi studi analisis struktur musik populer Nias
ini, peneliti juga membaca teknik analisis musikal yang ditawarkan oleh Alan
Lomax dengan memakai teori yang kantometrik. Teori ini dapat dilihat dalam
buku yang bertajuk Folksong Style and Culture (1980). Teori ini tampaknya
59
relavan diaplikasikan ke dalam musik vokal terutama yang teksturnya
harmonik kordal. Dalam hal ini, karena musik populer Nias lebih berorientasi
monofoni, maka teori yang penulis gunakan adalah weighted scale.
1.5.2 Pengumpulan data di lapangan
Penelitian lapangan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan penulis
berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan. Penilitian lapangan berfungsi
untuk mendapat seluruh data yang diinginkan pada satu daerah yaitu objek yang
akan diteliti. Pengumpulan data di lapangan terdiri dari observasi, wawancara, dan
perekaman.
Dalam konteks pengumpulan data ini, penulis melakukan pendekatan
kepada para informan kunci dan informan pangkal. Seterusnya melakukan
penelitian di studi industri musik populer Nias di Kota Gunungsitoli. Berikutnya
adalah melakukan rekaman-rekaman baik dari format album musik atau juga
pertunjukan langsung di Kota Gunungsitoli.
1.5.2.1 Observasi
Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai
alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut
dan kulit (Burhan Bungin, 2007:115).
60
Kerja lapangan berkaitan dengan penulis dapatkan lewat cara observasi
langsung ke lapangan, yaitu mengikuti dan melihat acara-acara yang
menggunakan ensambel mamözi aramba, melakukan pengamatan serta analisis
dan mengambil bagian menjadi salah satu pemain musik dalam ensambel mamözi
aramba tersebut. Hal itu dilakukan agar mendapat komunikasi yang baik dengan
masyarakat serta peserta upacara adat yang lainnya demi mendapat informasi
yang lebih baik lagi.
1.5.2.2 Wawancara
Dalam hal ini, penulis mengartikan wawancara adalah percakapan
dengan maksud dan tujuan tertentu, bukan seperti percakapan yang dilakukan
manusia sehari-hari. Pewawancara mengajukan pertanyaan dan orang yang
diwawancarai akan menjawab atas pertanyaan wawancara. Upaya tersebut
dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung di lapangan. Jenis
wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara
berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang
penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang
terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang
dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain
dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang
berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang
tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara
61
kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal
yang akan ditanyakan.
Dalam wawancara kali ini, penulis akan mewawancarai beberapa
narasumber, yaitu Bapak Yas Harefa (pencipta lagu Musik populer Nias), Bapak
Man Harefa (Promotor inovasi musik organ tunggal di Nias), Martioni (Produser
sekaligus operator studio rekaman di Nias), Fati Zebua (Pencipta lagu populer
Nias), serta beberapa pihak dari radio-radio di Kota Gunungsitoli.Perlu diketahui
bahwa beberapa narasumber tersebut adalah informan kunci yang mempunyai
pengetahuan tinggi tentang kesenian serta perkembangan musik populer yang ada
di Nias, khususnya di Gunungsitoli. Selain itu, penulis juga mewawancarai
beberapa pemain musik serta beberapa tokoh masyarakat lainnya yang berkaitan
dengan pengembangan tulisan ini.
1.5.2.3 Perekaman
Untuk pelaksanaan kegiatan ini, penulis menggunakan kamera handycam
serta gadget. Adapun spesifikasi yang dipakai yaitu kamera DSLR
danhandycam.Untuk melakukan perekaman atau pendokumentasian foto yang tak
terduga atau mendadak, penulis sudah menyiapkan iphone. Masing-masing alat
tersebut menggunakan slot kartu memori mikro, sehingga mempermudah penulis
untuk mengakses dan menyimpan datanya ke komputer.
62
1.5.2.4 Analisis data di laboratorium
Informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi
kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan
disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek
penelitian untuk penulisan tesis. Data yang dipergunakan untuk penulisan tesis ini
adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi.
Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data.
Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam
analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses perkembangan suatu
fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses dan
perjalanan keberadaan musik populer Nias; dan (2) menganalisis makna yang ada
dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena musik populer Nias tersebut.
Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara
deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang
digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas proses perjalanan dan
perkembangan musik populerNias.
1.6 Sistematika penulisan
Tesis ini ditulis dalam bentuk bab demi bab. Setiap bab secara saintifik
dianggap memiliki isi yang dekat. Setiap bab akan dibagi menjadi sub-sub bab.
Secara keseluruhan tesis ini di bagi ke dalam tujuh bab, dengan perincian sebagai
berikut.
63
(a) Bab I yang merupakan pendahuluan, diisi oleh uraian mengenai latar
belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian
(dirinci menjadi tujuan penelitian serta manfaat penelitian), kerangka
teori (yang diuraikan lagi dengan menggunakan dua teori besar yaitu
budaya dan teori multimedia pengajaran, metode penelitian (yang
diperinci lagi menjadi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang
terdiri dari: observasi dan wawancara serta kerja laboratorium) , dan
sistematika penulisan tesis.
(b) Bab II berisikan tentang Identifikasi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini
penulis memilih Gunungsitoli sebagai barometer penelitian, karena
Gunungsitoli merupakan pusat dari tumbuh dan berkembangnya
musik populer Nias. Selain itu penulis akan menjelaskan tentang asal-
usul pulau Nias, bahasa, adat istiadat dan keseniannya.
(c) Bab III berisikan tentangsejarah musik populer Nias dalam konteks
musik populer Indonesia dan dunia. Pada bab ini juga dipaparkan
mengenai jenis musik populer, perkembangan musik populer di dunia
dan Indonesia, serta perkembangan musik populer Nias.
(d) Bab IV berisikan tentang analisis teks lagu-lagu dalam musik populer
Nias. Bab ini didukung lagi dengan sub-sub bab seperti beberapa
musik vokal di Nias yang berkaitan dengan musik populer Nias,
analisis semiotik teks, yang di dalamnya mencakup pembacaan tingkat
pertama, tingkat kedua, heuristik dan hermeneutik, makna-makna,
diksi, gaya bahasa, dan aspek-aspek sejenis.
64
(e) Bab V berisi kajian terhadap gaya musikalmusik populer Nias, penulis
mengambil empat contoh yang mewakili keempat fase perkembangan
Musik populer Nias dari 1960-2000-an. Sebelum masuk ke contoh
lagu, penulis menuliskan sedikit tentang analisa nyanyian tradisional
yang nantinya bakal berhubungan dengan proses pembuatan lagu
populer Nias.
(f) Bab VIberisikan tentang kesimpulan dan saran.Bab ini dibagi lagi
menjadi kesimpulan dan beberapa saran dalam konteks penelitian ini.
65
BAB II
ETNOGRAFI MASYARAKAT NIAS
Pendukung eksistensi musik populer Nias adalah segenap orang-orang Nias,
baik yang ada di Pulau Nias dan sekitarnya, maupun mereka yang merantau baik itu di
Sumatera maupun Nusantara pada umumnya, dan dunia. Selain itu, tempat awal dan
pusat perkembangan musik populer Nias ini, sebagai musik industri yang diproduksi
secara masif, adalah di kota Gunungsitoli. Untuk itu pada Bab II ini, uraian dipusatkan
pada aspek etnografi masyarakat Nias secara umum, dan secara khusus di Gunungsitoli,
sebagai tempat yang menjadi tumpuan utama penelitian ini.
2.1 Masyarakat Nias dan Kebudayaannya
Pengertian masyarakat (society) dalam kamus Bahasa InggrisOxford Advanced
Learner’s Dictionary Sixth Edition adalah sekelompok orang-orang yang tergabung
dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-
norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang
saling terikat satu dengan yang lain.Masyarakat Nias adalah sebuah komunitas yang
hidup dan melakukan adat istiadat yang disepakati dan disahkan oleh salawa (kepala
suku).
Dahulu masyarakat Nias terdiri dari komunitas-komunitas yang tergolong kecil
dan menyebut dirinya Ono Niha (Anak Manusia).Ono Niha yang berasal dari suku asli
Nias tersebut menutup diri dan memanggil orang yang diluar suku mereka dengan
sebutan Ndawa (bagi orang yang berasal dari Aceh atau Minangkabau) dan Kehai (bagi
66
orang keturunan Tiong Hoa) sehingga konsep masyarakat Nias tersebut adalah orang
yang berasal dari suku Nias sendiri.Namun karena seiring dengan perkembangan zaman
dan waktu, orang yang berasal dari suku lain tetapi lahir, besar, bisa beradaptasi dan
bergaul dengan orang disekitarnya serta bisa berbicara bahasa Nias dianggap menjadi
bagian dari masyarakat Nias.
Masyarakat Nias mempunyai kebudayaan yang relatif sederhana dan
cenderung lebih fleksibel dari segi adat istiadat dan tradisi yang dijalankan. Sejak
masyarakat Nias mengalami pertobatan massal (fangesa dodo sebua) pada akhir tahun
1920-an yang dipimpin oleh Denninger (misionaris dari Belanda), ada beberapa tradisi
dan upacara-upacara adat suku Nias yang dihapuskan karena dianggap bertentangan
dengan agama, seperti ritual Sanomba Adu (menyembah patung). Masuknya agama
Kristen di pulau Nias menyebabkan percampuran kebudayaan yang membuat sebagian
tradisi masyarakat Nias berubah dan mengikuti tradisi budaya Barat, seperti dalam acara
pernikahan maupun acara kematian.1
Selain itu, adat istiadat masyarakat Nias berubah, akibat terjadinya inkulturasi
dan kontak budaya lokal. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat Nias yang
menikah dengan suku di luar Nias, seperti Aceh, Minangkabau, dan Dawa lainnya
sehingga menyebabkan sebagian tradisi berubah, khususnya dalam adat-istiadat
perkawinan. Salah satu contoh bahwa dahulu kala sebelum masuknya agama Kristen
dan Islam, seluruh masyarakat Nias memakai babi sebagai makanan atau pemberian
penghargaan kepada mertua atau petinggi lainnya, tetapi sekarang hal ini hanya berlaku
1Pada Upacara perkawinan, selain acara adat, kedua mempelai diwajibkan melakukan pemberkatan pernikahan di Gereja. Begitu pula dengan acara pemakaman orang yang meninggal, pada umumnya yang memimpin sebuah acara pemakaman adalah pendeta.
67
kepada masyarakat Nias yang beragama Kristen saja. Hal ini disebabkan karena babi
diharamkan oleh masyarakat beragama Islam, sehingga otomatis masyarakat Nias yang
beragama Islam tidak melakukan upacara tersebut. Pada umumnya masyarakat Nias
yang beragama Islam mengikuti upacara dan adat istiadat menurut syariat Islam, tidak
sepenuhnya menurut adat-istiadat Nias lagi.
Sebelum mengetahui lebih dalam lagi tentang kebudayaan dan kesenian di
Nias, lebih dahulu dideskripsikan beberapa pendapat dan interpretasi tentang asal usul
masyarakat Nias. Ini adalah untuk mendukung kenyataan budaya bahwa orang Nias
selalu sadar akan pentingnya sejarah keberadaan dirinya, yang kemudian ditarik
silsilahnya dengan generasi-generasi sebelumnya, dan dari mana nenek moyangnya
berasal.
2.1.1 Sejarah Asal-usul masyarakat Nias
Sampai saat ini, belum ada yang berani menentukan dari mana asal usul Nias,
semuanya masih sebuah interpetasi (penafsiran). Adapun data-data tentang asal usul dan
nama-nama pulau Nias sebelum masyarakat Nias tinggal dan berketurunan di pulau
tersebut yang didapat dan dirangkum penulis dari buku Hammerle,Asal-usul
Masyarakat Nias (2001), yaitu sebagai berikut.
a. Hulo Ge’e
Dahulu Pulau Nias dinamakan Pulau Keke atau Hulo Ge’e. Kata tersebut
berasal dari kata Hulo (pulau) dan Keke atau E’e yang artinya burung kekek, berarti
Hulo Ge’e adalah Pulau burung kekek. Pulau ini dinamai sebagai pulau burung kekek
68
karena dahulu 30 tahun yang lalu burung kekek (beo Nias) banyak di Nias. Selain itu
burung kekek atau burung beo Nias menjadi ikon pulau Nias karena dianggap sebagai
burung yang pintar dan dapat berbicara mengikuti manusia. Oleh sebab itu, orang luar
pulau Nias menamai pulau Nias sebagai pulau burung kekek atau Hulo Ge’e
(Hammerle, 2001:5).
Di sisi lain, Hulö Ge’e mempunyai arti yang berbeda juga. Menurut Matias
Fangehao Zebua pulau Nias disebut Hulo Ge’e yang artinya pulau tangisan. Matias
Zebua menganggap bahwa pulau ini adalah pulau kecil yang ditemukan orang dengan
susah payah dan tangisan ditengah lautan. Kata Ge’e yang dimaksudkan disini berasal
dari kata Mege-ege yang artinya menangis (Hammerle, 2001:5).
b. Hulo Solaya-laya
Jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, Hulo Solaya-laya adalah pulau yang
terapung-apung ataupulau yang “menari-nari”. Pulau Nias adalah pulau yang tergolong
kecil, dimana disekitarnya masih terdapat pulau yang lebih kecil dan bertebaran
disebelah selatan dan barat. Karena dikelilingi oleh samudera yang luas, pulau ini dinilai
seperti benda yang terapung-apung di tengah samudera yang gampang diombang-
ambingkan oleh pukulan ombak, dan rawan bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan
sebagainya. Hal ini yang menjadikan pulau Nias disebut pulau yang mengapung atau
Hulo Solaya-laya (Hammerle, 2001:5). Sebutan Hulo Solaya-laya bagi pulau Nias juga
dapat kita temukan di dalam salah satu syair nyanyian rakyat Nias, yaitu hoho
69
(Hammerle, 2001:5). Dalam Hoho tersebut, Pulau Nias digambarkan dan disebut
sebagai Hulo Solaya-laya (Pulau Yang Menari-nari).
c. Uli danö
Pulau ini dianggap orang Nias atau Ono Niha sebagai tempat kelahiran mereka.
Orang Nias menganggap mereka lahir dan hidup dari tanah. Jika diartikan, Uli danö
adalah kulit tanah. Orang Nias menganggap mereka tinggal di tanah kelahiran mereka
yang mereka sebut uli danö (Hammerle, 2001:5). Sebutan ulidanö sampai sekarang
masih dipakai orang Nias, khususnya masyarakat Nias yang sedang merantau ataupun
tinggal di luar pulau Nias, mereka menyebut pulau Nias dengan kata Uli danö (Man
Harefa, wawancara pada 4 April 2012).
d. Tanö Niha
Secara umum, banyak suku-suku di dunia yang menganggap dirinya lebih
tinggi dan lebih manusiawi dari pada suku-suku lain (Hammerle, 2001:7). Prinsip ini
juga berlaku bagi masyarakat Nias. Hal ini terbukti dari masyarakat Nias yang
menyebut dirinya Ono Niha yang artinya manusia atau anak manusia. Sedangkan orang
yang bukan berasal dari Nias mereka sebut Ndrawa yang artinya orang asing.
Contohnya adalah Ndrawa Hulandro (orang asing dari Belanda), Ndrawa Aceh (orang
asing dari Aceh), dan sebagainya. Tetapi istilah Ndrawa ini tidak berlaku bagi orang
berketurunan Cina. Masyarakat Nias menyebut orang Cina sebagai Kehai atau Gehai.
70
Begitu Juga dengan pulau Nias, masyarakat menyebutnya Tanö Niha. Jika
diterjemahkan, Tanö Niha artinya Tanah Manusia atau Tanah Orang. Ini menunjukan
bahwa dahulu masyarakat Nias menganggap pulau Nias tersebut adalah pulaunya
manusia, dan tidak ada lagi pulau lain yang dihuni manusia selain pulau Nias
(Hammerle, 2001:7).
Gambar 2.1: Masyarakat Nias Bersama Orang Jerman Tahun 1920-an
(Sumber: Hammerle, 2001)
Di sisi lain pada tahun 1154, seseorang bernama Edrisi menyebut Nias adalah
Niyan dalam bukunya. Begitu juga dengan Kaswini (1203-1283) yang menulis tentang
Niyan (Nias) dalam bukunya (Hammerle, 2001:7). Dari data tersebut, kita bisa berpikir
bahwa mungkin ada kaitannya kata antara Niyan, Niha,dan Nias.
71
e. Payung Matahari
Dalam tesisnya di Universitas Cornell (1986), Yoshiko Yamamoto menulis
bahwa orang Cina menamakan pulau Nias sebagai Payung Matahari(Parasol Island).
Keterangan ini diperkuat dengan ditemukannya perkampungan Cina di wilayah Gomo.
Menurut Hammerle (2001:8), hal ini membuat beliau berpikir bahwa penghuni pulau
Nias menggemari pemakaian payung matahari, atau payung matahari adalah sesuatu
yang penting di pulau Nias. Namun menurut penulis, sampai sekarang kebenaran dari
pernyataan tersebut belum bisa dibuktikan, karena belum adanya narasumber lain
ataupun data-data akurat yang dapat menjelaskan tentang hubungan payung matahari
dengan pulau Nias tersebut.
f. Ninive, Nei Ha, dan Niha
S.W. Mendröfa alias Ama Rozaman Mendröfa dalam bukunya Fondrakö Ono
Niha (Hammerle, 2001:8)mengatakan bahwa ada sebuah cerita yang menarik tentang
asal-usul masyarakat Nias (pada tahun 1920). Cerita tersebut belum bisa dipastikan
kebenarannya, bisa berupa legenda ataupun mitologi semata. Adapun cerita tersebut
yang berisikan sebagai berikut.
Dahulu sesudah Kota Ninive jatuh (di Persia daerah Syur), muncullah seorang
raja bernama Ninus dan mendirikan kota Hilleh, kemudian beliau memperluas
kerajaannya. Kerajaan ini disebut kerajaan Ninus Hilleh. Para panglima dari kerajaan ini
gemar berlayar untuk mencari daerah-daerah lain untuk dijadikan bagian dari kerajaan
72
Ninus Hilleh. Kelompok panglima yang gemar berlayar ini menamakan diri sebagai
pengikut N. H. (baca Nei Ha) yang artinya pengikut Ninus Hilleh.
Tiba suatu saat pengikut N.H. tersebut menemukan suatu pulau dan
menamainya pulau N.H. (baca Nei Ha). Lalu rombongan tersebut tinggal dan
berketurunan di pulau tersebut. Lama kelamaan setelah beberapa generasi, keturunan-
keturunan tersebut yang disebut Nei Ha berubah menjadi Niha. Keturunan-keturunan
tersebut juga menamakan pulau ini menjadi Tanö Niha dan mereka adalah Ono Niha
(anak N.H.).
g. Teteholi Ana’a
Teteholi Ana’a adalah kerajaan langit yang dipercaya dan diyakini masyarakat
Nias pernah ada (wawancara dengan Yas Harefa 23 Mei 2012). Menurut Drs. Haji A.M.
Zebua dalam bukunya yang berjudul Umanöberpendapat bahwa kita dapat mencari asal-
usul Nias dari negeri Arab zaman dahulu (Hammerle, 2001:9), sebelum masuknya
pengaruh agama Kristen dan Islam di pulau tersebut. Dalam buku tersebut, beliau
mencantumkan persamaan data-data mengenai kerajaan Teteholi Ana’a (Kerajaan Nias)
dengan Negeri Arab. Adapun data-data tersebut, dikemukakan sebagai berikut.
(1) Suku Ono Niha mewajibkan sunat pada semua anak laki-laki dengan cara
dipotong ujung kulit kemaluan (kulup)nya setelah berumur 9-14 tahun. Tradisi
ini ditemukan hanya pada bangsa Arab.
(2) Tradisi suku Nias yang menomorduakan anak perempuan dalam keluarga. Hal
ini menggambarkan kabilah-kabilah Arab.
73
(3) Suku Ono Niha menganut patriachart seperti bangsa Arab.
(4) Kepercayaan suku Nias sebelum masuknya pengaruh agama Islam dan Kristen
adalah Animisme, serupa dengan yang dijumpai di Arab dahulu.
(5) Banyak nama-nama orang dan nama-nama tempat yang bersamaan di Arab
dan di Tanö Niha, antara lain:
a. Nama-nama orang: Tuha Möka, Ara, Lowalangi, Kura’a, Sirao, dan lain-
lain.
b. Nama-nama tempat dan sungai: Gomo, Lasara, Ma’u, Batötö, dan lain-
lain.
c. Bahasa: Umanö (Amanah), Mangötö-batuta, Na’ua-ma’un, Hanao-
tahanut, dan lain-lain.
(6) Suku Nias dan Arab percaya bahwa nenek moyang mereka pertama kali turun
dari langit.
(7) Suku Nias dan Arab sama-sama hidup dari perburuan dan tinggal di gunung-
gunung dan sama sekali bukan pelaut.
(8) Suku Nias menggambarkan Tanö Niha sebagai Kerajaan Langit (Teteholi
Ana’a). Hal ini melukiskan bahwa negeri asal mereka adalah tanah tandus
yang sangat miskin (gurun di Arab).
(9) Cara berpakaian Ono Niha yang memakai jubah bagi pria dan menutup
seluruh anggota badan bagi kaum wanita. Hal ini ditemukan juga di Arab.
74
(10) Kebiasaan bersyair dan penghormatan yang luar biasa terhadap leluhur
menunjukkan persamaan yang amat erat antara kabilah Arab dengan suku
Ono Niha.
(11) Kebiasaan membungakan pinjaman.
(12) Kebiasaan meminum tuak (khamar).
(13) Kebiasaan memberi dan menerima jujuran yang besar.
(14) Kebiasaan memakai tombak sebagai alat berburu dan berperang (suku Nias
tidak mengenal panah).
(15) Kebiasaan menguburkan jenazah orang meninggal (tidak dibakar seperti di
Bali ataupun disimpan di goa seperti Toraja). Hal ini terdapat pada orang-
orang Arab.
(16) Kebiasaan menghukum pezinah dengan hukuman mati (pada zaman dahulu
sebelum Belanda masuk dan menjajah Nias).
(17) Kebiasaan mengusung penganten perempuan.
(18) Suku Nias mengenal perbudakan, setiap raja memiliki budak. Hal ini
ditemukan juga di Arab.
Data-data tersebut adalah persamaan adat istiadat kerajaan di Arab zaman
dahulu dengan Kerajaan di Nias yaitu Tetehöli Ana’a. Namun menurut Hammerle
persamaan tersebut tidak hanya ditemukan pada kerajaan Arab saja, namun terdapat
juga pada negara lain (Hammerle, 2001:12). Hal ini menimbulkankesimpangsiuran dari
mana asal usul masyarakat Nias sebenarnya.
75
Menurut Bapak Man Harefa bisa jadi suku Nias berasal dari salah satu suku
yang berada di wilayah ras mongoloid yang dahulu pindah ataupun terdampar di daerah
atau pulau Nias. Hal ini dibuktikan dengan adanya persamaan kebudayaan dan tradisi
pada salah satu suku di Vietnam, yaitu suku Naga (Hammerle, 2001:117). Hal ini dilihat
dari persamaan logat, beberapa persamaan bahasa dan upacara adat yang ada.
Dari semua informasi tersebut, belum ada yang membuktikan dari mana asal-
usul atausejarah suku Nias sebenarnya, semua itu hanya pendapat dan interpetasi saja
(Hammerle, 2001:1). Namun setidaknya beberapa ahli telah mencoba meneliti dan
melakukan berbagai kegiatan untuk mencari tahu dari mana asal usul Nias tersebut.
2.1.2 Letak Geografis Pulau Nias
Pulau Nias adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sumatra,
yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan.Pulau yang
terletak di sebelah selatan bagian baratProvinsi Sumatera Utara ini dapat dikunjungi
melalui jalur udara dari Medan (Kuala Namu menuju Bandara Binaka), ataupun melalui
jalur laut dari Sibolga (pelabuhan Sibolga ke pelabuhan Gunungsitoli ataupun
Telukdalam). Sebelah utara pulau Nias berbatasan dengan pulau Simeulue, sebelah
Selatan berbatasan dengan kepulauan Mentawai Sumatera Barat, sebelah barat
berbatasan dengan Samudra Hindia, dan sebelah timur berbatasan dengan Pulau
Sumatera. Pulau ini mempunyai luas wilayah 5.625 km² dan berpenduduk sekitar
700.000 jiwa.
76
Gambar 2.2. Peta Pulau Nias
2.1.3 Bahasa dan adat istiadat masyarakat Nias
Bahasa dan adat istiadat selalu ada dalam setiap suku maupun komunitas yang
hidup bersama termasuk di dalam masyarakat Nias untuk berkomunikasi, berinteraksi
dan menjalani hari-hari untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan aturan yang mereka
sepakati sendiri. Termasuk juga bahasa yang digunakan di dalam lagu-lagu pada musik
populer Nias, sebagai tema utama di dalam kajian ini. Adapun sedikit penjelasan
tentang bahasa dan adat istiadat masyarakat Nias, yaitu sebagai berikut.
2.1.3.1 Bahasa
Masyarakat Nias mempunyai bahasa ibu yang disebut bahasa Nias, dalam
bahasa Nias, orang yang berbicara menggunakan bahasa Nias disebut Li Niha. Dahulu
sebelum ndrawa (orang yang bukan berasal dari suku Nias) datang ke Nias, semua
77
orang di Nias menggunakan Li Niha. Setelah terjadinya hubungan dengan orang asing,
kemudian sebagian masyarakat Nias (khususnya di Gunungsitoli) mulai mengerti dan
menggunakan bahasa Melayu (sekarang bahasa Indonesia) dan Belanda (khususnya
pada masa penjajahan). Namun demikian, sampai sekarang masih ada masyarakat Nias
yang masih belum mengerti bahasa Indonesia, khususnya pada masyarakat di
pedalaman pulau Nias. Hal ini dibenarkan oleh pendapat Bapak Yas Harefa dan Man
Harefa (Mei 2012), kedua informan tersebut mengatakan bahwa masih banyak
masyarakat Nias yang belum mengetahui bahasa Indonesia, terutama didaerah terpencil
seperti pedalaman di daerah Nias Selatan (Gomo), maupun di tempat lainnya. Sampai
pada tahun 2005, penulis pernah bertemu dengan orang yang sama sekali tidak
mengetahui bahasa Indonesia dan hanya menggunakan Li Niha di daerah Tumöri.
Satu keunikan dari bahasa Nias, yaitu huruf konsonan pada akhir kata tidak
ada. Jadi apabila masyarakat Nias zaman dahulu jika berbicara dengan memakai bahasa
Indonesia akan terlihat unik, contohnya kata ‘makan’, ‘minum’, ‘lem’, dan’‘rumpu’,
Ono Niha pasti akan berkata ‘maka’, ‘minu’, ‘le’, dan ‘rupu’. Tetapi ini bukan berarti
kelemahan dari masyarakat Nias, karena ini adalah salah satu struktur bahasa Nias, yaitu
dengan tidak mempunyai huruf konsonan pada akhir kata.
Li niha mempunyai semua huruf yang ada dalam bahasa Indonesia, ditambah
dengan huruf ö. Jadi bahasa Nias mempunyai 27 huruf. Masing-masing huruf tersebut
dibentuk menjadi sebuah kata dimana akhir kata tersebut ditutup dengan huruf vokal.
Apabila kita mengetahui struktur bahasa Indonesia yaitu S-P-O-K, maka
struktur bahasa Nias berbeda. Struktur bahasa Nias dimulai dari predikat- subjek- objek-
78
keterangan. Contoh perbedaan bahasa Nias dan Indonesia dapat dilihat dalam ilustrasi
berikut ini.
Saya pergi ke pasar besok pagi
S + P + O + K
Möi do ba fasa mahemolu zihulowongi.
[Pergi aku ke pasar besok pagi]
P + S + O + K
Bahasa Nias mempunyai logat dan intonasi yang berbeda-beda sesuai dengan
daerah yang terbagi 3, yaitu Nias Utara, Nias Tengah, dan Nias Selatan. Selain itu
Masyarakat Nias Utara dan tengah mempunyai perbedaan kosa kata dengan Nias
Selatan. Masyarakat Nias dapat mengetahui orang tersebut apakah berasal dari Nias
bagian utara, tengah, atau selatan dari cara mereka berbicara dan intonasinya. Contoh
intonasi berbahasa dari tiga daerah yang berbeda di Nias adalah pada ilustrasi berikut
ini.
Nias Utara: Hezo möi’ö?[Kemana kamu pergi?]
Nias Tengah: Hezo möi’ö?[Kemana kamu pergi?]
Nias Selatan: Haega hö möi? [Kemana kamu pergi?]
79
Bahasa Nias juga mempunyai kata-kata yang artinya sama dengan suku lain
(bahasa serapan). Contoh bahasa tersebut seperti asu, manga (mangan dalam bahasa
Batak Toba), dan sebagainya. Bahasa serapan tersebut bisa ada dalam Li Niha
diakibatkan karena kontak budaya, mungkin dahulu ada sesuatu benda yang namanya
tidak terdapat dalam kosa kata bahasa Nias sehingga Ono Niha memakai bahasa serapan
tersebut.
Dalam konteks penelitian ini, dapat dikatakan bahwa semua lagu di dalam musik
populer Nias, menggunakan bahasa Nias, yang diciptakan liriknya oleh para pencipta
lagu. Bahasa yang digunakan di dalam lagu, agak sedikit berbeda dengan bahasa sehari-
hari, yaitu menurut pendapat penulis lebih bersfifat estetika, namun tidak lupa tujuan
komunikasinya dan aspek easy listening yang menjadi dasar musik populer di manapun
berada.
2.1.3.2 Adat istiadat
Kebudayaan Nias mempunyai adat-istiadat dan tata cara sendiri, dimulai dari
sistem pemerintahan, kegiatan sehari-hari, hukum adat, dan upacara adat. Dalam sistem
pemerintahan, masyarakat Nias pada zaman dahulu dipimpin oleh Tuhenori, disusul
dengan Salawa.Tuhenöri adalah pemimpin dari beberapa banua (perkampungan).
Tuhenöri dipilih oleh beberapa pemimpin banua yang disebut Salawa. Tuhenöri
mempunyai tugas untuk memimpin dan menyatukan banua tersebut agar tetap rukun
dan damai. Tradisi memilih Tuhenöri tidak lagi ditemukan. Pemimpin tertinggi yang
kedua adalah Salawa, yaitu pemimpin banua. Salawa mempunyai pengertian, yaitu
80
fa’atulö (adil), fa’atua-tua (bijaksana), fa’abölö (kuat jasmani dan rohani), fokhö (kaya
atau memiliki cukup harta benda), dan salawa sofu (berwibawa). Sampai sekarang
tradisi memilih Salawa masih ada di Nias.
Ono Niha memiliki hukum-hukum adat yang berlaku. Pengesahan hukum adat
tersebut disebut Fondrakö. Salah satu keunikan tradisi masyarakat Nias dahulu dalam
adat perkawinan adalah pihak laki-laki meminang perempuan dengan memberikan
böwö (jujuran) berupa babi. Banyaknya babi tersebut disesuaikan dengan permintaan
orangtua pihak perempuan. Semakin besar jabatan dari keluarga perempuan di
kampungnya, maka semakin banyak jumlah babi yang harus diberikan sebagai jujuran.
Hal ini menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat Nias, khususnya bagi bangsawan
yang ada di Nias.
Selain itu, masih banyak hukum adat yang ada di Nias. Seperti peraturan
hukuman mati bagi orang yang berzinah, larangan untuk menikahi saudara yang sesama
marga kecuali hubungan kekeluargaannya telah melewati 7 keturunan, dan sebagainya.
Dari sistem kepercayaan, pada zaman dahulu sebelum pengaruh agama Kristen
maupun Islam masuk di pulau Nias, masyarakat Nias menganut kepercayaan yang
disebut Sanömba Adu.Sanömba berarti menyembah, Adu berarti patung ukiran yang
terbuat dari kayu atau batu.Jadi, Sanömba Adu berarti kepercayaan kepada patung-
patung buatan manusia baik berupa kayu maupun batu-batu besar (owe).Adu
ditempatkan di osali börönadu yaitu bangunan sebagai tempat ibadah religi sanömba
adu.
81
Pada masa awal sanömba adu, masyarakat Nias mempercayai sistem
penggolongan derajat manusia yang disebut bosi.Sistem penggolongan derajat manusia
berdasarkan tingkat-tingkat kehidupan, dimulai dari janin sampai kehidupan akhirat.
Pengertian bosi ini mencakup dua belas tingkat kehidupan.Bosi adalah pedoman bagi
masyarakat Nias untuk mencapai tingkat kehidupan tertinggi, termasuk disaat mereka
meninggal dan tinggal di dalam Tetehöli Ana’a (Kerajaan Langit). Jika tidak
melakukan hal-hal tersebut maka orang tersebut tidak akan masuk kedalam Tetehöli
Ana’a melainkan masuk ke dalam neraka (Hammerle, 1995:34).
Adapun kedua belas tingkat derajat manusia atau bosi itu yaitu, (1)
fangaruwusi (memperlihatkan kandungan), (2) tumbu (lahir), (3) famatörö döi
(memberi nama), (4) famoto (sirkumsisi), (5) falöwa (menikah), (6) famedadao omo
(mendirikan rumah), (8) fa’aniha mbanua (memasuki persekutuan desa), (9) famaoli
(menjadi anggota adat), (10) fangai töi (mengambil gelar ), (11) fa’amokhö (kekayaan),
(12) meme’e gö mbanua (menjamu orang sedesa) dan mame’e gö nöri yaitu menjamu
orang dalam satu desa (Dasa Manaö, 1998:195-196).
Dahulu masyarakat Nias mempunyai dewa yang diyakini bisa menjaga
kehidupan Ono Niha.Salah satu dewa yang paling tinggi adalah Dewa Si’ai.Pada waktu
tertentu orang Nias memberikan sesajian sebagai tanda penghormatan kepada dewa
tersebut.Untuk memberikan penghormatan kepada dewa Si’ai,Ono Niha berkumpul dan
mengadakan sambua alahoita atau berkumpul di bawah kayu besar (pohon fosi atau
eho). Di bawah pohon itu mereka melakukan upacara dengan cara mengelilingi pohon
tersebut kemudian menyampaikan apa yang mereka inginkan. Selain dewa Si’ai orang
82
Nias zaman dahulu juga mempercayai adanya dewa-dewa lain diantaranya, Luo
Walangi sebagai dewa pencipta alam semesta, Lature Sobawi Sihönö sebagai dewa
pemilik dan penguasa babi, Uwu Gere sebagai dewa pelindung, dan penguasa para ere
(pemimpin religi Sanömba Adu), Uwu Wakhe sebagai dewa penguasa tanam-tanaman,
Gözö Tuha Zangaröfa sebagai dewa penguasa air.
Masyarakat Nias sejak menghuni {ulau Nias (Tanö Niha) memiliki
kepercayaan bahwa arwah-arwah para leluhur orang Nias memiliki kekuatan yang dapat
melindung serta menolong mereka, sehingga mereka menyediakan tempat atau medium
untuk para leluhur itu dengan membuat patung-patung dari batu. Masyarakat Nias juga
percaya akan tempat-tempat tertentu adalah tempat yang keramat, dimana terdapat roh-
roh yang bisa menjaga kelangsungan kehidupan Ono Niha. Sebagai ungkapan rasa
hormat mereka terhadap hal tersebut, mereka melakukan sembahyang pada waktu-
waktu tertentu dengan memberikan persembahan-persembahan atau sesajian.
Masuknya agama Kristen di Nias yang dibawakan oleh Denninger pada tahun
1865 di Kota Gunungsitoli.Sebelumnya beliau belajar tentang adat istiadat dan bahasa
Nias dengan masyarakat Nias perantau di Kota Padang.Penginjilan dari Denninger
tentang agama Kristen ternyata berhasil, lalu kemudian dilanjutkan oleh Thomas yang
datang tahun 1873. Masa penting dalam pengembangan agama Kristen adalah antara
tahun 1815-1930, antara tahun ini disebut sebagai masa pertobatan total (fangesa dödö
sebua). Pada masa inilah masyarakat Nias mulai merubah sebagian tradisi khususnya
yang bertentangan dengan agama Kristen, seperti patung-patung mulai di bakar dan
dihancurkan, poligami, sangsi-sangsi hukum adat dengan hukuman badan,
83
penyembuhan penyakit melalui fo’ere (dukun), dan sebagainya. Hingga kini sebagian
besar orang Nias memeluk agama Kristen (S. Zebua, 1984:62).
Selain agama Kristen, sebagian masyarakat Nias juga ada yang memeluk
agama Islam, dimana mereka mengikuti ajaran-ajaran Islam dan mereka tidak
meneruskan tradisi Sanömba Adu, fo’ere, mengadakan sesajian untuk roh-roh leluhur,
ataupun tradisi yang bertentangan dengan hukum Islam seperti pemberian babi sebagai
böwö dalam upacara perkawinan. Pada umumnya masyarakat Nias yang beragama
Islam bermukim di satu daerah tertentu, seperti di Foa, Mudik, Lahewa, dan sebagainya.
Ono Niha menggunakan sistem patrilineal, yaitu mengatur alur keturunan
berasal dari pihak ayah.Seluruh adat istiadat maupun marga seorang anak diikuti dari
ayah. Adapun marga-marga yang ada di Nias yaitu: Amazihönö,Baeha, Baene, Bate'e,
Bawamenewi, Bawaniwa'ö, Bawö, Bali, Bohalima, Bu'ulölö, Buaya, Bunawölö,
Bulu'aro, Bago, Bawaulu, Bidaya, Bulolo, Baewa Ba'i menewi Boda hili, Dakhi, Daeli,
Dawolo, Daya, Dohare, Dohona, Duha, Duho, Fau, Farasi, Finowa'a, Fakho,
Fa'ana,Famaugu, Fanaetu, Gaho, Garamba, Gea, Ge'e, Giawa, Gowasa, Gulö,
Ganumba, Gaurifa, Gohae, Gori, Gari, Halawa, Harefa, Haria, Harita, Hia, Hondrö,
Hulu, Humendru, Hura, Hoya, Harimao, Lafau, Lahagu, Lahömi, Laia, Luaha, Laoli,
Laowö, Larosa, Lase, Lawölö, Lo'i, Lömbu, Lamölö, Lature, Luahambowo, lazira,
Lawolo,Lawelu, Laweni, lasara,laeru, Löndu go'o, lase, larosa, Maduwu, Manaö,
Maru'ao, Maruhawa, Marulafau, Mendröfa, Mangaraja, Maruabaya, Möhö,
Marundruri,Mölö, Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe, Nadoya, Nduru, Sadawa,
Saoiagö, Sarumaha, Sihönö, Sihura, Sisökhi, Saota, Taföna'ö, Telaumbanua, Talunohi,
84
Tajira, Wau, Wakho, Waoma, Waruwu, Wehalö, Warasi, Warae, Wohe, Zagötö, Zai,
Zalukhu, Zamasi, Zamago, Zamili, Zandroto, Zebua, Zega, Zendratö, Zidomi, Ziliwu,
Ziraluo, Zörömi, Zalögö, Zamago zamauze. Marga-marga tersebut diletakkan di
belakang namaono Niha sesuai marga ayahnya. Bagi sesama marga, masyarakat Nias
memanggilnya dengan istilah Mado (Hammerle, 2001:84).
Dahulu masyarakat Nias memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berladang dan
berburu.Hal ini disebabkan karena mereka tinggal di pedalaman pulau Nias. Namun
seiring perkembangan zaman, masyarakat Nias mulai berinisiatif untuk mencari
pekerjaan lain, dengan menyadap karet, bertani dan menjadi nelayan. Pada zaman
sekarang, masyarakat Nias mayoritas berprofesi sebagai PNS (pegawai negeri sipil),
bahkan itu menjadi salah satu pekerjaan yang paling difavoritkan di pulau Nias. Selain
PNS, sebagian masyarakat Nias bekerja sebagai wirausaha, pedagang, tentara, polisi,
dan sebagainya.
2.2 Kota Gunungsitoli
Perkembangan Musik populer berasal dari kota terbesar di pulau Nias, yaitu
kota Gunungsitoli. Kota Gunungsitoli adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia,
Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008, sebagai salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten
Nias. Kota Gunungsitoli merupakan kota terbesar yang ada di Pulau Nias. Dahulu kota
tersebut merupakan pusat perekonomian di pulau Nias, dan juga menjadi ibukota dari
Kabupaten Nias. Selain itu kota Gunungsitoli juga menjadi gerbang utama untuk
85
menuju tempat pariwisata ke kabupaten lain, seperti Teluk Dalam, Sirombu, Kepulauan
Hinako, dan lain-lain. Di Kota Gunungsitoli terdapat satu pelabuhan yang dikenal
dengan nama Labuha Angi yang artinya pelabuhan angin dan satu bandar udara yang
disebut Binaka.
Kota Gunungsitoli berasal dari nama sebuah gunung yang terletak di dalam
kota Gunungsitoli, yaitu Hili Gatoli yang disebut juga Tetehöli Ana’a. Kata tersebut
berasal dari nama seorang pemuda keturunan seorang raja dari Nias bagian utara yang
merantau dan singgah di sebuah gunung. Di gunung tersebut pemuda itu meninggal dan
dikuburkan, lalu masyarakat yang ada di sekitar tersebut menamai daerah tersebut
menjadi Hili Gatoli. Kata Hili Gatoli jika diterjemahkan ke bahasa Melayu, menjadi
Hili: Gunung; Gatoli: Sitoli. Jadi jika diartikan ke bahasa Melayu, Hili
GatoliadalahGunungsitoli (F. Zebua, 1996:124). Lalu terjemahan tersebut diaplikasikan
ke dalam nama suatu daerah yang lama-kelamaan mengalami perkembangan menjadi
sebuah kota menjadi kota yang disebut kota Gunungsitoli.
Sebelum menggunakan nama Gunungsitoli, masyarakat Nias menamai daerah
tersebut dengan Luaha Nou, yang artinya muara sungai Nou. Nama ini berasal dari
sebuah muara yang terdapat di pusat kota Gunungsitoli sekarang.
2.2.1 Letak Geografis kota Gunungsitoli
Kota Gunungsitoli terletak di bagian tengah Pulau Nias.Kota tersebut menjadi
daerah yang mempunyai batas dengan kabupaten Nias Utara dan kabupaten Nias.
86
Adapun kecamatan-kecamatan dari kabupaten lain yang berbatasan dengan kota
Gunungsitoli, yaitu:
(a) Bagian Utara: Kecamatan Sitolu Ori (Kabupaten Nias Utara),
(b) Bagian Selatan: Kecamatan Gidö dan Hili Serangkai (Kabupaten Nias),
(c) Bagian Barat: Kecamatan Alasa Talumuzoi dan Namohalu Esiwa (Kabupaten Nias
Utara) dan Hiliduho (Kabupaten Nias), dan
(d) Bagian Timur Samudera Indonesia.
Kota Gunungsitoli mempunyai 6 kecamatan, dimana kecamatan tersebut
berasal dari hasil pemekaran yang dahulu hanya sebuah desa. Satu hal yang unik dari
kecamatan tersebut, yaitu di dalam Kota Gunungsitoli, masih terdapat sebuah
kecamatan yang bernama Gunungsitoli juga. Hal ini disebabkan karena dahulu Kota
Gunungsitoli merupakan ibu kota dari Kabupaten Nias sebelum pemekaran dilakukan
pada tahun 200. Adapun kecamatan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Gunungsitoli, Kelurahan Pasar Gunungsitoli,
2. Gunungsitoli Alo'oa, Nazalou Alo'oa,
3. Gunungsitoli Barat, Tumori,
4. Gunungsitoli Idanoi, Dahana,
5. Gunungsitoli Selatan, Ononamolo Lotu,
6. Gunungsitoli Utara, Afia.
Dalam kecamatan tersebut terdapat sedikit perbedaan tradisi adat dan logat
bahasa, khususnya di Kecamatan Gunungsitoli Utara dengan Kecamatan Gunungsitoli
yang terdapat di Kelurahan Pasar Gunungsitoli. Perbedaan yang menonjol adalah
87
intonasi dan logat bahasa Nias yang dipakai, tetapi perbedaan tersebut tidak
berpengaruh kepada kosa kata yang dipakai.
Luas kota Gunungsitoli adalah 496,36 km², besar kota Gunungsitoli hanya 1/3
dari kota Medan yang merupakan kota terbesar yang ada di pulau Sumatera dan terletak
di provinsi Sumatera Utara. Kota Gunung Sitoli termasuk dalam kotamadya satu-
satunya yang ada di pulau Nias sampai sekarang. Sampai saat ini kota tersebut masih
mengalami proses pengembangan dari segi infrastuktur, perkonomian dan pendidikan.
Hal ini disebabkan karena pemerintah kota Gunungsitoli yang mempunyai rencana
mengubah kota Gunungsitoli menjadi ibukota provinsi nantinya apabila terjadi
pemekaran di pulau Nias. Saat ini sudah empat daerah yang mengalami pemekaran di
pulau Nias, yaitu Kabupaten Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara dan kota
Gunungsitoli. Keempat daerah pemekaran tersebut berasal dari satu kabupaten, yaitu
kabupaten Nias.Saat ini terdapat empat kabupaten dan satu pemerintahan kota di pulau
Nias.
2.2.2 Pemerintahan di Kota Gunungsitoli
Gunungsitoli adalah sebuah kota yang di pimpin Oleh Walikota yang saat ini
dijabati oleh Drs. Martinus Lase, M.SP. Pada bulan April 2011, walikota tersebut
memberikan kesempatan bagi Kabupaten Nias melakukan sebuah acara pertunjukan
yang dinamakan sebagai Pesta Budaya Nias, yaitu sebuah acara pertunjukan kesenian,
perlombaan, dan pertunjukan seni rupa ciri khas kebudayaan Nias yang berlangsung
selama beberapa hari (menyerupai Pekan Raya Sumatera Utara di Medan) yang
88
bertujuan untuk menarik turis dan melestarikan pariwisata serta kesenian yang ada di
Kota Gunungsitoli. Kegiatan ini pernah diadakan sebelumnya sejak tahun 1983 yang
diadakan sekali dua tahun dan lama-kelamaan berubah menjadi sekali empat tahun dan
terakhir dilakukan pada tahun 2011. Dahulu nama acara tersebut dikenal sebagai pesta
Ya’ahowu.
2.2.3 Sejarah berdirinya kota Gunungsitoli
Dahulu masyarakat Nias sudah memiliki mbanua (perkampungan) disekitar
Luaha Nou (sekarang menjadi Kota Gunungsitoli). Mbanua tersebut merupakan tempat
dari leluhur ketiga marga (Zebua, Harefa,danTelaumbanua) yang bersatu untuk
membentuk kota Gunungsitoli. Mbanua tersebut merupakan perkampungan awal yang
ada dan telah dibentuk sebelum kota Gunungsitoli ada. Kumpulan dari beberapa
mbanua tersebutlah yang nantinya menjadi satu daerah yang dinamakan Hili Gatoli atau
Gunungsitoli. Adapun tujuh kampung (mbanua) pertama yang ada di Gunungsitoli,
yaitu sebagai berikut.
a. Banua Hilihati
Banua Hilihati adalah kampung pertama yang didirikan disekitar muara sungai Nou
di pusat Kota Gunungsitoli. Kampung ini didirikan oleh seorang raja yang bernama
Löchözitolu. Beliau adalah orang yang pertama menemukan daerah yang nantinya
menjadi kota Gunungsitoli.
Adapun pendapat yang dikemukakan oleh alm F. Zebua (1996:48) tentang asal-usul
kampung tersebut. Menurut beliau dahulu setelah terjadi sebuah peperangan besar yang
89
disebut peperangan Öri Do, Penduduk kampung Ononamölö dan Onozitoli banyak yang
pindah ke arah utara sampai ke daerah Nihayöu. Penduduk kampung Ononamölö pindah
total hingga kampung itu runtuh. Di tempat mereka pindah, sebagian penduduk ada
yang menganggap tempat itu membawa sial, tidak serasi, dan berefek negatif. Sehingga
penduduk tersebut sebagian kembali meninggalkan daerah mereka dan terus mencari
daerah yang cocok. Setelah beberapa generasi kemudian, seseorang keturunan raja yaitu
baginda Löchözitölu kembali menemukan daerah disekitar Saita Göröba. Di daerah
tersebut baginda Löchözitölu mempunya putra bernama Toli’ana’a. Suatu Hari putra
baginda tersebut yang biasa dipanggil Katoli meninggal lalu dikuburkan di sekitar
gunung tersebut. Lalu Bukit disebut dinamakan Hili Gatoli (Gunung Sitoli). Bukit
tersebut membentang di sebelah barat pusat Gunungsitoli (sekarang menjadi perkuburan
Cina). Karena Pemukiman Hili Gatoli dianggap sial, mereka sekeluarga pindah ke bukit
sebelah bawahnya. Di situ Baginda Löchözitölu mendirikan rumah sebagai bakal
kampung. Tetapi beberapa saat kemudian, puteri beliau meninggal dunia dan
dikuburkan sekitar bukit itu. Puteri itu bernama Futi Hati dan diaplikasikan ke nama
daerah tersebut, sehingga menjadi Hili Hati (Gunung Hati). Dan pada akhirnya
Löchözitölu pun meninggal dan dikuburkan di daerah tersebut. Banua Hilihati menjadi
tempat pemukiman pertama yang ada di daerah Luaha Nou atau kota Gunungsitoli
(F.Zebua, 1996:51). Daerah ini terletak di pusat kota Gunungsitoli, tepatnya di dekat
lapangan Merdeka Gunungsitoli.
90
b.Banua Hilina’a
Kampung (mbanua) ini adalah kampung yang didirikan oleh keturunan baginda
Löchözitölu, yaitu Bawögowasa Zebua. Mbanua Hilina’a terdapat di atas bukit pusat
kota Gunungsitoli sekarang. Mbanua tersebut merupakan mbanua ke 2 yang ditempati
masyarakat Nias di kota Gunungsitoli (F. Zebua 1996:51). Sampai sekarang masyarakat
disini banyak ditinggali oleh suku Nias yang bermarga Zebua.
c. Banua Dahana
Mbanua Dahana ini didirikan oleh bangsawan dari Onozitoli, yaitu Bawölaraga
Harefa. Disinilah pemukiman mado (marga) Harefayang pertama. Keturunan Balugu
Bawölaraga Harefa berkembang menjadi leluhur banua Dahadanö, Sogawu-gawu, dan
Sisobahili (F.Zebua, 1996:52). Mayoritas yang tinggal di daerah tersebut adalah
masyarakat yang bermarga Harefa. Kampung ini terletak di bagian atas desa Mudik,
kota Gunungsitoli.
d. Banua Sifalaete
Mbanua Sifalaete didirikan oleh keturunan Balugu Tumba’ana’a Harefa, yaitu
Sinungaluo Harefa. Beliau bermukim di atas perbukitan sebelah atas kampung Dahana
dan mendirikan pemukiman kedua Mado Harefa. Keturunannya berkembang menjadi
leluhur Ombolata. Lawindra, Lauru dan Sihare’ö (F. Zebua, 1996:52-53). Kampung ini
terletak di pesisir pantai yang ada di sebelah selatan kota Gunungsitoli. Bila dari Bandar
91
Udara Binaka Gunungsitoli, kita akan melewati kampung tersebut sebelum sampai di
pusat Kota Gunungsitoli.
e. Banua Lasara
Kampung ini didirikan oleh keluarga Harimao Harefa dan menjadi kampung ketiga
Mado Harefa (F.Zebua, 1996:53). Kampung ini terletak di desa mudik sekarang.
Kampung ini banyak dihuni oleh Dawa yaitu orang yang bukan asli suku Nias (biasanya
disebut pada orang yang beragama muslim, seperti Aceh, Minangkabau, Jawa, dan lain-
lain). Karena kampung ini dihuni oleh dawa, maka sebagai adat istiadat terutama dalam
upacara perkawinan berbeda dengan tradisi masyarakat Nias. Hal ini disebabkan karena
perbedaan agama dimana mayoritas agama muslim yang tinggal di kampung tersebut
memakai sistem upacara perkawinan berdasarkan syariat Islam.
f. Banua Bonio
Daerah ini didirikan oleh baginda Börömbanua Telaumbanua. Sebelumnya beliau
tinggal di Onozitoli, yaitu kampung yang terletak di Nias bagian utara. Namun akibat
karena terjadinya perpecahan dan ketidakcocokan tentang prinsip disaat musyawarah
perevisian hukum adat perkawinan yang menyebabkan bentrok fisik, beliau lari ke
daerah Mo’awo (daerah pelabuhan sebelah utara kota Gunungsitoli) untuk menemui
saudara-saudaranya. Ternyata di tengah perjalanan, dia ditangkap dan dianiaya oleh
sekelompok orang yang kontra dengannya. Lalu dia dilepaskan didaerah tersebut dan
dibiarkan pergi. Setelah kejadian itu, beliau tidak melanjutkan perjalanannya lagi,
92
namun beliau mendirikan rumah dan banua Bonio. Ini menjadi pemukiman ketiga di
kawasan Sungai Nou sekaligus menjadi pemukiman pertama bagi Mado Telaumbanua
(F.Zebua, 1996:53). Kampung ini sekarang terletak di desa saombö,sebelah utara Kota
Gunungsitoli.
g. Banua Fadoro dan Lasara
Kampung tersebut didirikan didaerah Iraono Geba, Tuhemberua, Onozitoli-
Sifaoro’asi. Kampung ini didirikan oleh penduduk yang diusir kampung tetangganya
(Sihare’ö) karena alasan perkembangan desa. Kampung menjadi pemukiman mado
Telaumbanua yang kedua, dan mayoritas yang tinggal dikampung tersebut adalah
masyarakat Nias yang bermarga Telaumbanua (F. Zebua, 1996:54). Sekarang kampung
ini terletak di atas bukit sebelah utara Kota Gunungsitoli.
Setelah terbentuknya ke 7 mbanua tersebut, maka keturunan dari 3 leluhur tersebut
yaitu Zebua, Harefa, dan Telaumbanua (Sitölu Tua)mengadakan Fondrakö Bonio
Ni’owuluwulu, yaitu upacara adat untuk pengesahan penyatuan daerah (F. Zebua,
1996:55). Hal ini diadakan karena adanya persamaan hukum adat dan adat istiadat, lalu
sekaligus menjadi pengesahan untuk membagi wilayah teritorial. Adapun wilayah
tersebut adalah:
1. Wilayah untuk mado (marga) Zebua adalah kawasan tengah, terbentang antar anak
sungai Bogalitö sebelah utara sampai sungai Nou sebelah selatan.
2. Wilayah untuk mado (marga) Harefa adalah kawasan sebelah selatan, berbatasan
dengan sungai Nou dan bagian mado Zebua.
93
3. Wilayah untuk mado (marga) Telaumbanua adalah kawasan sebelah utara, yang
berbatas pada anak sungai Bogalitö dengan mado Zebua.
Selanjutnya sitölu tua ini mulai bersatu dan salingbekerja sama untuk membangun
Luaha Nou (Gunungsitoli) dalam segi perekonomian hingga pemerintahan. Setelah itu
ketiga leluhur tersebut (sitölu tua) memilih sebuah pemimpin untuk memimpin dan
memerintah daerah tersebut (F.Zebua 1996:55) . Kepala pemerintahannya disebut
Salawa Sitölu Tua yang artinya orang yang memimpin ketiga leluhur.
Seiring perkembangan zaman, Luaha Nou (Kota Gunungsitoli sekarang) semakin
berkembang, dan didatangi orang-orang dari luar dan akhirnya dijajahi Belanda (VOC)
pada tahun 1840 (F.Zebua, 1996:65). Lama kelamaan karena terjadinya akulturasi dan
kontak budaya, maka Hili Gatoli yang diterjemahkan dan disebut oleh orang dari luar
pulau Nias menjadi Gunungsitoli.
Dahulu pada masa sistem kerajaan, Kota Gunungsitoli adalah kawasan kerajaan
Laraga, kerajaan yang ada bermukim di Idanoi. Kerajaan tersebut merupakan kerajaan
yang pertama yang ada di bagian utara-timur pulau Nias. Kerajaan tersebut mempunyai
beberapa perkampungan yang disebutBanua/Mbanua, seperti Banua Turewodo,dan
BanuaTuhemberua. Dahulu kerajaan Laraga ini terkenal kuat dalam berperang
walaupun akhirnya dikalahkan oleh kerajaan lain, yaitu Niha Yöu yaitu orang nias yang
berasal dari sebuah kerajaan di sebelah selatan Nias (F. Zebua,1996:40).
Setelah kerajaan Laraga pecah, maka seorang balugu atau bangsawan bernama
Samönö Tuhabadanö Zebua mengupayakan untuk menyatukan kerajaan Laraga
kembali. Beliau membaharui komposisi badan pemerintahannya, kemudian
94
meresmikannya dengan melakukan suatu upacara adat yang disebut owasa ori dan
diteruskan dengan melakukan fondrakö laraga pada tahun 1627. Fondrakö laraga
adalah suatu acara adat Nias yang bertujuan untuk mengesahkan suatu keputusan
hukum adat tentang sistem pemerintahan pada zaman dahulu (F. Zebua, 1996:45).
Beberapa tahun kemudian, teman dari bangsawan Samönö Tuhabadanö Zebua
beserta kedua temannya dari raja mado (marga) Harefa dan raja dari mado
(marga)Telaumbanuamencoba membuat sebuah mbanua (perkampungan) yang baru,
dimana areal lokasinya dari sungai Nou menyisir sampai Labua Angi-Turemba’a dan
dibagian barat menyisir kaki bukit dari Sabango-Tögizareu-Hiligatoli-Turemba’a.
Ketiga orang tersebut (Raja Zebua, Harefa dan Telaumbanua) dipanggil dengan Sitölu
Tua, yang artinya ketiga orang tua. Orang tua yang dimaksud dalam konteks ini adalah
orang yang bijaksana dan berwibawa. Sitölu tua merealisasikan mbanua yang baru
tersebut dengan melakukan Fondrakö Bonio Ni’owuluwulu pada 7 April 1629dan itu
menjadikan cikal bakal berdirinya Gunungsitoli (F. Zebua, 1996:124).
Gunungsitoli merupakan sebuah Luaha muara dan menjadi pelabuhan yang dilalui
dan sekaligus menjadi tempat persinggahan kapal-kapal untuk istirahat. Semakin lama
Kota Gunungsitoli yang dulu disebut Toli’ana’a Zebua mengalami perkembangan, dari
Luaha menjadi Fasa (Pasar). Hal ini disebabkan karena para pedagang yang singgah di
Luaha mempunyai ide untuk mengembangkan daerah tersebut menjadi daerah
pertukaran barang dan jasa atau yang disebut dengan fasa. Perkembangan semakin
berlanjut sampai pada akhirnya fasa di Toli’ana’a Zebua berubah menjadi sebuah kota
kecil yang disebut Kade pada tahun 1755, yaitu kota pelabuhan. Perkembangan terus
95
berlanjut seiring dengan perkembangan zaman,dan akhirnya Gunungsitoli atau Toli
ana’a Zebua menjadi Ibu kota pemerintahan dan disebut Ina Mbanua Danö Niha pada
tahun 1840 sampai tahun 2008 (F. Zebua, 1996:62).
2.2.4. Masyarakat di Kota Gunungsitoli
Kota Gunungsitoli dihuni oleh berbagai suku, antara lain suku Nias,
Batak,Minangkabau, Jawa, dan Aceh. Bahasa yang digunakan di sana adalah Bahasa
Indonesia dan bahasa daerah (mayoritas bahasa Nias). Ada sesuatu yang unik bisa kita
didapatkan di Kota Gunungsitoli, yaitu masyarakat Kota Gunungsitoli yang berasal dari
suku lain selain suku Nias yang sudah menetap di Nias sebagian bisa berbahasa Nias,
begitu juga dengan suku Cina yang ada di Nias, bahkan mereka lebih tahu berbahasa
Nias daripada bahasa suku mereka sendiri. Ini disebabkan karena pemakaian bahasa
Nias lebih sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi daripada
bahasa Indonesia.
2.3 Kesenian Rakyat Nias di Kota Gunungsitoli
Masyarakat Nias mempunyai kesenian yang beragam. Kesenian tersebut berupa
seni suara, musik, dan seni rupa, serta tari-tarian (audio visual). Sebagian besar kesenian
masyarakat Nias adalah Tari-tarian. Salah satu tarian yang terkenal adalah Tari Perang
Nias.
Dahulu suku Nias terkenal dengan suku yang suka berperang. Hal ini dibuktikan
dengan masyarakat Nias yang mempunyai tradisi memenggal kepala musuhnya dan
96
memamerkannya sambil keliling desa. Semakin banyak kepala manusia yang dipenggal,
maka orang tersebut semakin disegani. Tetapi tradisi itu tidak ditemukan lagi di Pulau
Nias sejak masuknya pengaruh agama Kristen di sana (sekitar tahun 1930-an).
Kebiasaan berperang dahulu pun akhirnya dibuat menjadi tari-tarian. Tari tersebut
adalah tari Faloaya atau tari perang Nias. Tari tersebut cukup terkenal di luar maupun
dalam negeri.Tari tersebut berasal dari Nias Selatan, khususnya daerah Bawomataluo.
Tari tersebut menggambarkan kisah prajurit yang berperang melawan musuh-
musuhnya. Tari tersebut menggunakan kostum perang dan pedang.
Gambar 2.3. Tari Faluaya Dari Nias Selatan
(Dokumentasi: Pesta budaya Nias, 2011)
Selain itu, tari perang lain yang lumayan terkenal setelah Faloaya, yaitu tari
Baluse. Tari tersebut adalah tari yang berasal dari Nias bagian utara, dimana tari
tersebut menggambarkan kisah Ono Niha yang sedang berperang dengan memakai
97
tombak. Tari ini dibuat sebagai penyemangat bagi Ono Niha. Tari ini dilakukan oleh
pria.
Ada juga tari-tarian yang dilakukan oleh wanita, yaitu tari Ya’ahowu, Tari
Moyo dan tari tuwu. Ketiga tari ini adalah tari tradisional yang bersifat sebagai tari
penyemangat (tuwu), tari sapaan (Ya’ahowu) dan pengesahan jabatan (moyo). Ketiga
tari tersebut biasanya dibawakan oleh sekelompak wanita yang terdiri dari 6-8 orang
dimana masing-masing membentuk formasi yang saling berhadap-hadapan.
Gambar 2.4. Tari Ya’ahowu
(Dokumentasi: Brian Laso Harefa, 2015)
Selain itu, ada juga tari yang dilakukan bersama-sama, yaitu tari Maena. Tari
ini adalah tari pengakraban, dilakukan bersama-sama secara serentak dalam suatu acara.
Tari ini dilakukan oleh masyarakat umum, tidak terbatas usia dan bebas (siapapun bisa
98
melakukannya). Gerakan yang utama dalam tari-tarian ini adalah gerakan kaki yang
diayunkan. Tari ini dipedomani oleh beberapa orang sambil melantunkan syair dalam
bahasa Nias dan di respon oleh yang ikut melakukan tari tersebut.
Masyarakat Nias juga mempunyai kesenian tradisional di bidang musik. Alat
musik yang ada di Nias biasanya dipakai dalam upacara adat. Pada upacara kebesaran,
pesta perkawinan dan kematian, Aramba (Gong), Faritia (canang) dan Göndra
(gendang), Fondrahi/tutu (tambur) dibunyikan berhari-hari sebelum pesta berlangsung
agar masyarakat dan desa tetangga mendengarnya. Alat musik Lagia (Alat musik yang
mempunyai senar dan digesek, menyerupai rebab), Ndruri (sejenis aerophone, seperti
genggong/ Jew’s Harp), Doli-doli (sejenis idiophone, seperti xylophone), dan Surune
(sejenis aerophone, seperti sarunai) sering dibunyikan oleh masyarakat pada saat
mereka sedang santai, kesepian ataupun sedang sedih agar mereka dapat terhibur.
Selain itu, masyarakat Nias juga mempunyai kesenian yang visual (seni rupa),
seperti ornamen-ornamen kayu dan Gowe (ukiran yang terbuat dari batu). Ukiran ini
biasanya diletakkan di dalam rumah, maupun di perkarangan rumah. Selain itu dahulu
terdapat juga ornamen-ornamen yang berbentuk lukisan, biasanya dilukis di langit-
langit rumah, ataupun di tiang rumah di daerah Nias. Namun sekarang lukisan-lukisan
ciri khas Nias tersebut sudah jarang kita temui karena kondisi rumah masyarakat Nias
terutama di Gunungsitoli sudah berubah sesuai dengan perkembangan zaman sekarang.
Lukisan-lukisan tersebut hanya kita dapat pada rumah adat Nias yang masih ada di Nias,
contohnya di daerah desa Tumöri, ataupun di wilayah museum pusaka Nias.
99
Gambar 2.5: Gowe
(Dokumentasi: Brian Laso Harefa, 2015)
Latar belakang etnografi seperti terurai di atas, yang mencakup aspek asal-usul
orang Nias, sistem religi tradisionalnya (yang kemudian masuk agama Kristen dan
Islam), sistem kekerabatan, bahasa yang digunakan, pergaulan dengan orang-orang luar
yang bukan Nias, seperti Aceh, Minangkabau, Jawa; dan lain-lainnya sangat berkait erat
dengan eksistensi musik populer Nias. Musik ini menjadi bahagian yang terintegrasi
dengan kebudayaan Ono Niha secara umum. Di dalamnya terkandung fungsi, makna,
nilai, dan kearifan budaya Nias. Musik populer ini juga mencerminkan kebudayaan
kontemporer masyarakat Nias yang terus berkembang di dalam ruang dan waktu yang
dilaluinya.
100
2.4Gaya Musikal Nyanyian Tradisionalyang Berpengaruh kepada Musik Populer
Nias
Dalam konsep musikal, secara umum etnik Nias mempunyai beberapa jenis nyanyian
yang masing-masing digunakan dalam berbagai kegiatan yang berbeda- beda.
Adapun jenis nyanyian tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Ngenungenu(di Nias Tengah-Utara), disebutnenu (Nias Selatan),disebut mitimiti
(Kepulauan Tello) adalah jenis nyanyian yang liriknya bersifat ratapan atau ungkapan
perasaan tentang sesuatu yang sedang terjadi pada diri sendiri. Pada zaman dahulu
ngenungenu dinyanyikan oleh remaja ataupun dewasa pada saat menjaga sawah
(mewo) ataupun menyadap karet (mogai atau manaba gitö)2 untuk melepas rasa
bosan. Contoh nyanyian ngenungenu adalah sebagai berikut.
Alai ndrao wa’a, wa’a numa nagu
Fa’anuma nambo, embo rokoa dambu
2Pada zaman dahulu, kegiatan sebahagian masyarakat Nias yang bermatapencaharian sebagai
petani di pagi hari adalah mogai gitö (menyadap karet) lalu dilanjutkan dengan möi ba laza (berladang) sampai matahari terbenam.
101
Nalo niko riga, ega helὅ nidou
Nalὅ ni dou balὅ, balὅ buso dalu kao khuὅ he lagia
[Beginilah hidupku yang miskin ini bagaikan burung borokoa3,
jika tidak ada yang dikais tidak ada yang dipatok,
jika tidak ada yang dipatok tidak ada isi perut,
itulah hidupku ini lagia4].Lailö, yaitu nyanyian yang bersifat jenaka,
menyerupai pantun. Nyanyian ini bersifat bahagia dan kocak. Biasanya
dinyanyikan di saat ke ladang ataupun menyadap karet (sama seperti
ngenungenu). Contoh Lailö adalah sebagai berikut.
Terjemahan:
seekor ikan laut dua ekor ikan Noyo (sungai Noyo) sedih kalau tidak bersama,
menangis bila tidak berdampingan
2. Hendrihendri,yaitu pantun yang saling berbalas-balasan. Nyanyian digunakan pada
acara perkawinan. Hendrihendri ini dituturkan oleh satua tome ataupun satua
sowato(penatua adat pihak laki-laki dan perempuan). Contoh hendrihendri adalah
sebagai berikut.
3Borokoa adalah jenis burung liar pemakan cacing di sawah. 4Lagia adalah alat musik tradisional Nias berbentuk rebab (spike fiddle chordophone)
102
Terjemahan:
kita sudah terima sirih dari tangan sipangkalan
3. Hoho atau puisi rakyat adalah syairOno Niha yang mengungkapkan sesuatu kejadian-
kejadian masa lalu dengan syair yang berirama dan sering mengungkapkan sesuatu
dengan berbagai gaya bahasa atau majas (amalalata wehede) dimana mana penutur
pertama menyampaikannyadengan cara merendah atau litotes. Sedangkan lawan
bicara menerimanya dengan membesar-besarkan (hiperbola). Hoho ini mengisahkan
pemahaman, konsep, ide masyarakat Nias terhadap asal-usul terhadap sesuatu atau
asal mula kejadian. Pada umumnya terdiri atas dua baris setiap bait. Setiap bait terdiri
dari 4 sampai 8 kata. Baris kedua merupakan pengulangan dari baris pertama dengan
sedikit perubahan. Hoho diucapkan oleh seseorang pada saat pesta adat (salah satunya
adalah pesta pernikahan) dari pihak tamu. Biasanya, sebelum pembicaraan
dilanjutkan, pihak sowato wajib memberikan afo (sekapur sirih) kepada tome yang
dihantar dengan hoho. Kemudian, tome pun wajib menerimanya dengan hoho pula.
Berikut contoh hoho pada pesta perkawinan.
Hoho Ba Walöwa
Haöyö hae badatalau
molaya
103
Molaya wanalikhi
Molaya manaho
Ya’ita ono dalifusö
Ya’ita ono makhelo
Meno tohae ita
Tohare a’oi so
Tari höli-höli ya’ita ono dalifusö ono wabanuasa sowatö börö zi numana.
Huuuuu ...
(Sumber : transkripsi wawancara dari bpk. Man Harefa, 2015)
Menurut penulis, berbagai jenis nyanyian tersebut menjadi salah satu dasar budaya
untuk membuat lagu-lagu pop Nias oleh para penciptanya, baik berdasarkan liriknya
maupun berdasarkan struktur musikal yang ada. Dari beberapa jenis nyanyian yang
diatas, kita bisa menyimpulkan unsur-unsur musikal yang menjadi ciri khas suku Nias
adalah sebagai berikut.
(1) Dari segi ritem, umumnya nyanyian tradisional Nias lazim menggunakan
nada-nada 1/8 ketuk, dimana tiap nada pertama di setiap ketuknya diaksen,
bahkan terkadang ada yang menggunakan shuffle.
(2) Nyanyian tradisional nias mempunyai ciri khas dalam penandaan tanda legato.
Umumnya masyarakat Nias menyanyikan lagu tradisional seperti melompat-
lompat sambil diseret-seret.
(3) Nada-nada dalam satu kalimat musik pada lagu tradisional Nias bersifat
repetisi, dimana syair ataupun liriknya yang berubah-ubah.
104
(4) Nada-nada yang dipakai dalam nyanyian Nias salah satunyaadalah nada do,
re, mi, fa, sol, la[c, d, e, f, g, a]dimana umumnya interval antar nadanya tidak
melompat terlalu jauh (maksimal dua laras).
105
BAB III
SEJARAH MUSIK POPULER NIAS DALAM KONTEKS
MUSIK POP DUNIA DAN INDONESIA
Pada Bab III ini dikaji tentang sejarah musik populer Nias melalui pendekatan
sinkronik dan diakronis sejarah seperti sudah diuraikan pada Bab I. Mengapa harus
mengaitkan musik populer Nias dengan musik pop dunia dan musik pop Indonesia?
Jawabannya adalah karena dalam kenyataannya musik populer Nias menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari sejarah musik pop dunia dan Indonesia. Kedua budaya
populer tersebut muncul unsur-unsurnya di dalam kebudayaan musik populer Nias.
Demikian pula para komponis dan seniman musik populer Nias, dalam aktivitasnya
seslalu berorientasi kepada kedua jenis industri musik populer tersebut.
3.1 Pengertian Musik Populer
Musik pop atau musik populer adalah suatu sajian musik yang dibuat oleh
komposer dengan tema yang bebas, dan disajikan ke kalangan publik melalui media
seperti radio, televisi, internet, dan sebagainya. Pada zaman dahulu sebelum tahun
1900-an, orang tidak bisa mendengarkan musik tanpa hadir pada saat musik dimainkan
karena keterbatasan fasilitas dan teknologi yang belum ditemukan untuk merekam
musik pada saat itu, sehingga jika ingin mendengarkan musik, kita harus bernyanyi
sambil memainkan alat musik ataupun menonton pertunjukan orang lain. Namun ketika
teknologi rekaman ditemukan pada akhir abad ke-19, untuk pertama kalinya seseorang
106
bisa mendengarkan musik di tempat yang berlainan tanpa harus hadir dalam
pertunjukan musik tersebut dan tidak tergantung dengan waktu pertunjukannya.Selain
itu kita bisa mendengarkan permainan musik ataupun nyanyian dari penyanyi/ pemusik
yang belum kita kenal.Setelah teknologi rekaman dimunculkan, barulah musik populer
lahir.
Musik populer tidak pernah lepas dari pengaruh media.Media adalah sebuah
wadah yang bertujuan untuk menyalurkan peristiwa ataupun sesuatu yang terjadi ke
kalangan publik, termasuk tentang musik. Media menyalurkan proses perkembangan
musik, menciptakan artis dan fans, serta mendistribusikan berbagai musik ke kalangan
publik. Dengan bantuan media, suatu jenis musik populer mampu menyebar keluar dari
komunitas atau negaranya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa penggemar dan pencipta
lagu dengan berbagai gaya bisa meluas, sekalipun bahasa teks lagunya kadang tidak
dimengerti. Pada umumnya para penggemar sering tak begitu peduli dengan teks tetapi
lebih peduli pada iramanya.Adapun beberapa media yang menyalurkan musik ke
kalangan publik.
Tabel 3.1:
Media Informasi dan Reproduksi Musik Populer
Cetak Audiovisual Audio Internet
Koran Film layar lebar Radio Website
Majalah Televisi Kaset E- mail
Brosur Videotape RBT Youtube
Poster VCD/DVD CD Instagram
107
Kartu pos Mini Disc Ipod/ Mp4 Player Facebook
Handphone/PDA Ringtone HP Itunes
Musik populer yang berasal dari kata musik dan pop yang artinya sajian musik
yang digemari, yang lagi digemari dimasyarakat dalam kurun waktu tertentu. Jenis
musik ini tidak tahan lama, mudah hilang dan berganti lagi dengan lagu- lagu lain yang
baru. Proses penciptaannya pun biasanya jarang menggunakan bentuk komposisi
(tertulis), bentuk lagu, lirik, progresi chord, aransemen biasanya juga sederhana, mudah
diingat dan sifatnya menghibur. Musik populer diciptakan agar menjadi produk bisnis
dalam industri musik, sehingga para produser dapat meraih keuntungan dari penjualan
lagu atau musik tersebut.
Musik pop merupakan musik yang paling banyak memiliki peminat.Musik pop
memiliki ciri khas berupa musiknya yang easy listening dan memiliki lirik yang berlatar
belakang untuk tujuan komersial. Selain sederhana dalam lirik dan musik yang
cenderung bertemakan hal-hal komersial agar semakin banyak peminat musik tersebut,
keistimewaan lain dalam musik pop adalahpenggunaan berbagai inovasi teknologi
untuk menunjang musiknya, seperti pemakaian sampling, loop ataupun efek-efek dari
komputer.Musik pop seeperti inim merupakan genre musikyang muncul pada tahun
1980-an dan ditujukan untuk kalangan remaja. Kendatipun demikian penggunaan istilah
musik pop dan musikpopulerseringkalitumpang-tindih. Musikpopuleradalahmusik yang
108
diorentasikan untuk tujuan komersialisasi, sedangkan musik pop hanya merupakan
salah satu genreyangsaatinisangatpopuler.
Istilah populer,bagisebagianorang,berartisesuatuyang menarik bagi masyarakat,
bagi sebagianlainnya,istilahinimemiliki arti,
sesuatuyangberangkatdarimasyarakat.Artiyangpertamasecaraumumdigunakanuntuk
mengacupadaproduk-produkyang diproduksisecarakomersial,sementaraartiyangkedua
mengacupadabentuk-bentuk produk budaya
yangbersifatkerakyatan.Berkenaandenganmusik, perbedaanartiini
memunculkanapayangdisebutdenganmusik rakyatdanmusikyangberorientasichart.
Halinisenadadenganyangdiungkapkanolehbanyakpakar, bahwakomersialisasiadalah
kunciuntukmemahamimusikpopuler ketika kitamembicarakanmusikpopuler,kita
membicarakanmusikyangberorientasi komersial(Shuker,2001:6).
Berdasarkan definisi-definisiyang dipaparkan diatasdapatdisimpulkan
bahwaapayangdisebutdenganmusikpopolehmasyarakatawam sesungguhnyalebih
tepatbiladisebutsebagai musikpopuler.Hal ini disebabkankarena, tidaksemua musik pop
dikemasdalam genre musik pop,sebabada pulayangbergenre slow
rock,housemusik,hardcore,jazz, hawaiaan,dan bossanova.
3.2 Jenis-jenis Musik Populer
Sebagaimana keragaman manusia dan kebudayaan di dunia, corak dan jenis
musik juga demikian. Keragaman tersebut berkaitan dengan persebaran manusia dan
kelompoknya yang masing- masing berkembang secara spesifik. Alam dan lingkungan,
109
letak geografis yang berbeda-beda, serta perubahan tatanan sosial juga turut
mempengaruhi hadirnya keanekaragaman musik.
Musik rakyat dari satu masyarakat tertentu dapat berkembang menjadi musik
populer. Maksudnya, pendengar dan penikmatnya tidak hanya dari kalangan masyarakat
tempat musik berasal, tetapi bisa meluas melalui penyebaran media komunikasi massa.
Sebagai contoh, musik hawaiian yang berasal dari Hawaii, Amerika Serikat dan musik
mariachi dari Mexico, yang juga bisa dinikmati banyak orang secara internasional. Ciri
itu meliputi kelengkapan pembawaan musik.
Pemusik sering menggunakan atribut, kostum,aksesoris, sampai kemasalah tata
rias (make up) dan model rambut tertentu, sebagai bentuk representasi visual musik
yang diwakilinya. Secara musikal, kita dapat membedakan berbagai jenis musik
populer. Misalnya, dengan membedakan pola-pola irama, instrumen musik, cara
memainkan instrumen ataupun cara membawakan vokal.
Dalam perkembangannya, musik yang muncul di berbagai negara turut
memberi sumbangan besar dalam menghasilkan beberapa jenis irama musik populer.
Adakalanya suatu jenis musik tertentu disenangi pendengar dalam kurun waktu tertentu,
lalu gaya tersebut ditiru atau diikuti oleh pemusik-pemusik lain atau oleh produser
rekaman. Produser perusahaan rekaman sering mendorong pemusik mereka untuk
menciptakan lagu- lagu dengan gaya yang sedang digemari.
Hampir semua negara memiliki jenis musik populer yang khas, yang lahir dari
kreativitas masyarakatnya. Suatu negara sering pula memiliki lebih dari satu jenis musik
populer yang diminati masyarakatnya. Bahkan ada jenis musik tertentu yang sangat
110
digemari di suatu waktu sehingga mampu mengharumkan nama negara asalnya, dan
berkembang menjadi musik populer dunia. Saat ini penciptaan jenis-jenis musik populer
masih terus berkembang dan seringkali sulit mengetahui nama-nama atau jenis musik
populer secara keseluruhan.
3.3 Musik Populer di Indonesia
Musik populer di Indonesia memiliki banyak jenis dan sangat beragam. Hal itu
terjadi akibat perbedaan budaya tiap etnik yang beragam ditambah dengan pesatnya
perkembangan musik, baik dari penciptaan lagu-lagu baru, penemuan gaya yang uni,k
dan cara interpetasi, baik dalam segi vocal maupun instrumen yang sangat khas.
Salah satu elemen penting dalam menandai keragaman musik populer adalah
pemakaian instrumen atau alat musiknya.Banyak jenis musik populer di Indonesia
memiliki kekhasaan dalam perangkat alat-alat musik.Baik jenis musik yang bersumber
dari asli daerah ataupun jenis musik yang mendapatkan pengaruh dari luar budayanya.
Dalam konteks tersebut, seperangkat instrumen musik unik tersebut seringkali menjadi
penanda yang lebih ditonjolkan daripada instrumen musik universal yang lain.
Dalam penyajiannya, pada umumnya instrumen musik populer berfungsi
sebagai pengiring penyanyi.Sebagai musik pengiring, instrumen tersebut memiliki
berbagai variasi dalam formasi alat musiknya, baik alat musik akustik maupun elektrik.
Secara sederhana formasi instrumentasi dapat dikategorikan sebagai berikut.
(a) Formasi alat musik tunggal. Alat ini terdiri atas sebuah gitar atau keyboard saja.
111
(b) Formasi dua alat musik. Kedua alat musik itu bisa merupakan alat musik
melodis atau harmonis. Namun demikian, dalam peranannya alat musik yang
satu memainkan melodi, sedangkan yang lainnya memainkan iringan harmoni.
(c) Formasi tiga alat musik. Ketiga alat musik itu bisa merupakan instrumen
melodis atau harmonis. Namun seringkali ketiganya merupakan kombinasi dua
instrumen melodis atau harmonis dan sebuah alat ritmis, misalnya gendang atau
alat perkusi lainnya.
(d) Formasi combo atau band. Sekarang ini formasi seperti ini ditambah dengan
beberapa alat musik tiup, minimal satu trompet, satu trombon dan satu saksofon.
Selain itu, ditambah pula dengan seperangkat alat perkusi, misalnya conga,
tamborin, bongo dan lain- lain.
(e) Formasi orkestra atau orkes. Formasi seperti ini terdiri dari sejumlah besar
instrumen dalam kelompok alat- alat musik gesek, kelompok alat musik tiup,
serta kelompok alat- alat musik perkusi dengan atau tanpa combo. Biasanya
formasi ini dipimpin oleh seorang komposer yang merangkap menjadi
conductor. Formasi ini memakan biaya yang cukup besar serta waktu yang
cukup lama untuk menghadirkannya dalam sebuah acara. Hal itu yang
menyebabkan formasi ini menjadi salah satu formasi berkelas. Dahulu orkestra
didirikan dengan tujuan membawakan lagu-lagu klasik, namun seiring
perkembangan zaman banyak orkestra sekarang yang membawakan lagu-lagu
populer.
112
Terkadang ada beberapa instrumen yang dimainkan sebagai alat pembawa
melodi yang utama, misalnya satu saksofon atau trumpet dalam suatu band.Alat musik
suling dan biola dalam musik keroncong. Alat musik hawaiian guitar dalam musik
Hawaiian dan country. Ada juga alat pembawa ritme yang khas misalnya ketipung atau
bongo dalam musik dangdut atau conga dalam musik- musik bercorak Latin yang
menjadi ikon dalam musik tersebut.
Beberapa jenis musik populer yang berkembang di Indonesia merupakan
percampuran dari berbagai jenis alat musik serta teknik memainkan alat musik.Pada
musik dangdut misalnya, ada gendang ganda yang bentuknya mirip dengan bongo,
walaupun dalam musik dangdut instrumennya disebut ketipung.Perbedaannya terdapat
pada suara dan teknik memainkannya yang meniru gendang tabla dari India. Disamping
itu, musik yang bersumber dari tradisi semi religius Arab banyak memberikan warna
pada musik pop daerah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam konteks penggunaan
gendang rebana, kompang, maupun marwas.
Seperti halnya gendang, keberadaan instrument musik dawai dalam
perkembangan musik popular di Indonesia juga sangat berfungsi.Alat dawai seperti
gitar, mandolin, ukulele, violin, dan cello adalah beberapa jenis alat musik yang penting
dalam ensambel musik keroncong.Alat musik ini semuanya berasal dari Eropa dan
masuk ke Indonesia.
Instrumen gitar yang berasal dari Eropa atau Amerika, baik yang akustik
maupun elektrik, banyak memberi kekhasan dalam berbagai jenis musik populer.
Misalnya untuk musik blues, country, heavy metal dan sebagainya, yang banyak
113
dimainkan pemusik di Indonesia. Dalam perkembangan musik pop daerah mereka juga
mengkreasikan gitar dengan teknik yang khas.Misalnya, tarling dari Cirebon.Dalam
perkembangan musik populer, adakalanya alat musik dawai tradisional juga
dipakai.Misalnya, gambus, oud, hasapi, kecapi dan sebaginya.
Begitu juga dengan peranan satu unit trap drum yang ditemukan pada combo
yang memainkan musik popular, khususnya rock, jazz, latin, r&b, dan lain- lain. Pola-
pola ritme yang dihasilkan instrument ini memberi kesan yang sangat tegas dalam
membentuk karakter dan ciri khas suatu jenis musik populer.
Instrumen tiup juga berpengaruh terhadap Musik populer di Indonesia. Yang
termasuk dalam kategori instrumen tiup adalah semua instrumen yang bunyinya
dihasilkan melalui proses peniupan udara lewat lubang tiup, maupun jenis flute yang
tidak menggunakan lidah atau reed. Udara menjadi sumber getar utama dalam
instrumen. Ada beberapa jenis instrument musik tradisional di Indonesia yang saat ini
mengalami proses perkembangan dan masuk dalam industri Musik populer. Di
antaranya adalah suling bambu. Demikian juga halnya dengan alat musik jenis recorder
dan end blown flute. Misalnyabansi dan saluang dari Minangkabau yang sering
digunakan dalam jenis musik pop daerah.
Di Eropa atau Amerika instrumen tiup logam dan tiup kayu banyak
dipergunakan untuk jenis- jenis musik jazz dan musik Latin. Di Indonesia instrumen
tiup logam dan kayu sering diadaptasi dan dipakai menjadi bagian penting dalam
formasi ensambel musik tradisional. Bersama dengan instrumen musik lokal, instrumen
yang diadaptasi itu dipakai dalam berbagai acara untuk memainkan lagu-lagu yang
114
termasuk dalam khazanah musik populer. Contoh instrumennya adalah tanjidor dari
Betawi, musik tiup dari Batak Toba, serta pompang dari Minahasa.
Alat musik idiofon adalah kelompok instrumen musik yang sumber bunyinya
berasal dari badan alat musik itu sendiri. Ada kelompok musik idiofon yang tidak
memainkan melodi, misalnya gong, simbal, triangle, dan lain-lain. Tetapi ada juga
kelompok instrumen ini yang disusun untuk mnghasilkan rangkaian nada-nada sehingga
dapat memainkan melodi. Beberapa contoh instrumennya adalah rangkaian gong kecil:
talempong dari Minangkabau, bonang di Jawa, Bali,Sunda, dan Kutai; totobuang di
Ambon; meko di Rote; kakula di Sulawesi Tengah; dan klentengan di Kalimantan
Timur.
Di samping rangkaian gong kecil, ada juga instrumen berupa rangkaian bilahan
dari kayu atau bambu, seperti garantung dalam budaya Batak Toba, gambangdi Jawa,
bungbung di Bali, gamelan di Lampung, dan kulintang di Minahasa yang berfungsi
sebagai pembawa melodi.Di dalam perkembangan musik di Indonesia, instrumen
idiofon tradisi, seperti talempong dan kulintang kadang- kadang diikutsertakan dalam
permainan musik populer.
3.4 Perkembangan Musik Populer di Indonesia
Dalam perkembangannya, musik populer Indonesia muncul akibat terjadinya
kontak budaya antarkelompok masyarakat, sebagai contoh dalam kasus musik populer
yang bersumber dari musik rakyat tertentu bisa berpengaruh dari musik rakyat lainnya.
Hal ini dapat terjadi akibat pengaruhkontak budaya. Kontak budaya dapat terjadi
115
melalui jalur perdagangan, penyebaran agama, atau juga kolonialisme (penjajahan).
Sebagai contoh pengaruh musik India dan Timur Tengah dalam musik dangdut dan
ghazal masuk melalui jalur perdagangan dan penyebaran agama Islam, pengaruh Eropa
dalam musik keroncong terjadi lewat kontak perdagangan pada masa pra-kolonial, dan
pengaruh budaya Eropa Utarakhususnya pada musik tiup dalam tradisi musik di
Sumatera Utara, Sulawesi dan Maluku pada mulanya diperkenalkan lewat jalur
misionaris Kristen Jerman dan Belanda, di paruh kedua abad sembilan belas.
Pengaruh musik mancanegara juga masuk melalui media rekaman audio atau
film, dimana secara teknis pemusik Indonesia sudah memiliki dasar yang memadai dan
mampu memainkan alat musik Barat. Pada umumnya pemusik Indonesiamemainkan
musik-musik mancanegara melalui pembentukan orkes-orkes atau band.Sebagai contoh
sejak dasawarsa pertama abad 20 telah lahir sejumlah kelompok musik yang pada
mulanyauntuk melayani kepentingan orang Eropa di Jawa, Sumatera, dan Ambon.
Kehadiran kelompok musik itu berkaitan dengan munculnya kebiasaan baru memainkan
musik untuk acara pesta sosial.
Tradisi memainkan musik-musik populer mancanegara dalam konteks
kebutuhan acara- acara yang bersifat sosial dan pertunjukkan terus bertahan sampai
sekarang. Jenis musik yang dimainkan juga sangat bervariasi. Ada kelompok band yang
memilih untuk memainkan satu jenis musik saja. Ada pula yang memainkan berbagai
jenis musik. Munculnya kelompok musik jazz, latin serta rock and roll dan sebagainya
menjadi awal dalam perkembangan selanjutnya. Misalnya, dalam musik Latin ada
kelompok Los Morenos dan Los Gios, belakangan ada Elfa Secioria Hasbullah Band.
116
Dalam musik jazz ada kelompok Nalaingan, Jazz Riders, Indonesian All Stars. Dalam
musik rock ada kelompok Koes Bersaudara, Gypsy, God Bless, Rollies, dan sebagainya.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kecenderungan meniru jenis dan
teknik musik populer mancanegara melalui penciptaan lagu- lagu baru. Ada lagu baru
yang disertai teks bahasa lokal, ada juga dengan bahasa Melayu. Termasuk juga
merekam atau memainkan lagu-lagu yang dikategorikan sebagai lagu pop daerah.
Misalnya, beberapa lagu dalam bahasa Minangkabau (Ayam Den Lapeh, Bareh Solok),
BatakToba ( Pulo Samosir, Anjuma Ahu), Ambon (Goro- goro Ne, Ambon Manise),
Jawa (Gambang Suling, Dodong Opo Salak), Sunda (Manuk Dadali, Es Lilin, dan
sebagainya. Setelah era penciptaan lagu-lagu tersebut, muncullah penciptaaan lagu-lagu
yang berbahasa lokal yang diciptakan khusus untuk keperluan rekaman dan
pertunjukkan. Inilah cikal bakal genre popdaerah yang sangat berkembang di berbagai
daerah di Indonesia.
Kelahiran lagu- lagu yang diciptakan dalam ragam musik populer sejalan
dengan lahirnya kelompok- kelompok pemusik, penyanyi, pengiring musik serta
penggubah yang memasuki dunia rekaman, pertunjukan maupun kompetisi. Karena itu,
sebagian dari ragam mpopuler yang berkembang secara internasional juga berkembang
di Indonesia.
3.5Sejarah Musik Populer Nias
Musik populer Nias atau yang lebih dikenal sebagai lagu pop Nias sudah
merambah dikalangan masyarakat sejak tahun 1970-an hingga saat ini. Lagu-lagu
117
tersebut direkam dan dipublikasikan melalui berbagai media seperti kaset tape, cd dan
vcd, radio serta internet. Bagi masyarakat Nias, lagu yang diciptakan dan dijual untuk
keperluan komersil serta dipublikasi serta di sebar melalui media sudah termasuk dalam
kategori lagu pop. Lagu pop ini meliputi bermacam- macam genre, antara lain pop,
ballad, cha-cha,cha-dut, reggae, dan sebagainya. Lagu pop umumnya berasal dari
konsep komposisi musik barat yang dicampur dengan lirik berbahasa Nias. Berikut ini
sedikit informasi mengenai latar belakang Musik populer Nias.
3.5.1 Latar Belakang Musik Populer Nias
Konsep musik Barat muncul di kepulauan Nias sejak akhir abad ke 19, dimana
para missionaris dari Jerman datang dan berbaur sekaligus menyebarkan Injil di
Nias.Pada saat itu, konsep musik Barat muncul melalui nyanyian yang bertujuan untuk
memuji Tuhan.Nyanyian pujian tersebut dipelihara dan dikembangkan melalui Gereja
dan disebarkan kepada masyarakat Nias dalam bentuk Buku Zinunȍ.Buku Zinunȍ dibuat
dan disebarkan pertama kali melalui gereja BNKP1 lalu dipakai oleh gereja-gereja suku
Nias lainnya.
Konsep musik Barat selain nyanyian Gereja dikenal masyarakat Nias dengan
sebutan musik modern. MenurutMan Harefa dalam buku Himpunan Karya Seni Budaya
Nias, (2003:124): “Musik Modern bagi masyarakat Nias adalah musik ataupun lagu
Nias yang diciptakan dan ditata sesuai tuntuntan dan perkembangan musik universal
1Gereja BNKP atau Banua Niha Keriso Protestan adalah gereja suku terbesar di Nias, yang
pusatnya berada di Kota Gunungsitoli. Selain itu ada juga beberapa gereja suku yang lain di Nias, yaitu ONKP (Orahua Niha Kristen Protestan) dari Nias Barat, dan BKPN (Banua Keriso Protestan Nias) dari Nias Selatan.
118
yang meliputi gerak melodi, irama, ekspresi, bahkan alat musik yang
digunakan.”Dengan kata lain, musik modern adalah lagu bersyairkan bahasa Nias yang
dibuat dengan gaya khas musik barat.
Musik populer Nias dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi, yaitu lagu pop Nias,
dan lagu pop rohani. Berbeda dengan lagu pop Nias, lagu pop rohani Nias adalah lagu
yang berisikan syair memuji Tuhan, bisa diambil dari buku zinunö maupun yang
diciptakan sendiri. Lagu pop rohani tidak begitu dominan dalam dunia Musik populer
Nias, karena sifatnya yang segmented sehingga hanya bisa masuk ke beberapa kalangan
saja.
Gambar 3.1: Beberapa Album Rohani Nias
(Dokumentasi: Brian Laso Harefa, 2015)
119
3.5.2Perkembangan para Komponis Nias
Musik atau lagu modern Nias pertama kali mulai muncul sekitar tahun 1950-
an. Pada saat itu masyarakat Nias tidak banyak yang mempunyai kemampuan untuk
menciptakan lagu.Hal itu disebabkan karena sedikitnya pengetahuan masyarakat Nias
tentang musikalitas dan langkanya alat musik yang membantu pembuatan musik
tersebut seperti biola ataupun gitar. Komponis Nias yang dikenal masyarakat pada
zaman itu yaitu: Aro’ȍ Zebua, dan Faodödö Zega. Lagu-lagu yang diciptakan komponis
tersebut disebarkan melalui lisan, dimainkan secara live dari panggung ke panggung,
sosialisasi antar sekolah dan jadi bahan perlombaan di acara-acara nasional seperti hari
kemerdekaan (17 Agustus) dan hari pendidikan nasional (2 Mei). Pada saat itu jenis lirik
lagu yang diciptakan berisikan tentang lagu penyemangat dan kecintaan terhadap tanah
kelahiran. Contoh lagu yang masih dikenal dan diciptakan pada tahun 1950-an adalah
lagu Ono Gauko dan Tanö Niha.
Komponis-komponis Nias lainnya pun mulai muncul di tahun 1960-1970
antara lain: Piet Harefa, S.Lase, Yas Harefa, Frans Bate’e, Roko Daeli, dan Bambowo
Laia. Komponis-komponis tersebut banyak menciptakan lagu yang bersifat pesan dari
orang tua, atau kerinduan tentang kampung halaman, dan tentang cinta. Pada saat itu
komponis Nias cenderung memakai kata-kata kiasan yang mempunyai makna konotatif
tersendiri, yang agak berbeda dengan bahasa yang digunakan masyarakat Nias sehari-
hari.
Pada tahun 1980-an-1990-an menjadi era puncak kejayaan musik populer Nias.
Pada saat itu banyak lagu-lagu pop Nias yang diproduksi dan tersebar dari Nias utara
120
sampai ke Nias Selatan. Begitu juga dengan lahirnya komponis-komponis muda yang
muncul dan membuat lagu-lagu yang populer dan eksis sampai sekarang. Pada era
tersebut banyak komponis yang membuat lagu bertemakan perasaan cinta terhadap
pasangannya ataupun yang bersifat balada. Komponis-komponis yang terkenal pada era
tersebut antara lain: Alio Fau, Arisman Zagötö, Constan Giawa, Fati Zebua, Havino S.
Duha, Wati Lase, Man Harefa, dan Hikayat Manao.
Di tahun 2000-an sampai saat ini perkembangan musik populer Nias khususnya
di Gunungsitoli menurun drastis. Begitu juga komponis-komponis Nias yang sudah
tidak begitu eksis lagi untuk menciptakan lagu-lagu populer. Pencipta lagu yang dikenal
dari pulau Nias serta yang masih eksis adalah Alim Yunus Hulu. Beliau banyak
menciptakan lagu yang bersifat ungkapan perasaan terhadap pasangannya. Selain itu
ada juga pencipta lagu yang lain tetapi bersifat temporer dan tidak begitu dikenal lagi
oleh masyarakat Nias.
3.6 Perkembangan Musik Populer di Nias
Dalam sub bab ini penulis akan menguraikan perkembangan musik populer
Nias dari tahun 1960-an sampai saat ini. Penulis akan menjabarkan jenis musik yang
ada, pendistribusian lagu, gaya perekaman, serta materi lagu yang diciptakan. Saat ini
grup-grup yang dibentuk oleh masyrakat Nias sangatlah banyak, terutama di era
2000an. Namun dalam sub bab ini, penulis hanya menjabarkan grup-grup ataupun lagu
yang benar-benar dikenal masyarakat Nias.
121
3.6.1Perkembangan Grup Musik Populer Nias
Pengertian group bandmenurut masyarakat Nias adalah grup musik yang
terdiri dari pemain gitar, bass, keyboard, drum, dan vokal.Sebelum mengenal grup
band, masyarakat Nias sempat membentuk grup musik yang terdiri dari alat musik
biola, gitar, trumpet, contrabass, drum, dan penyanyi. Grup tersebut bernama Persatuan
Orkes Gereja Sisobahili (POGS) yang dimotori oleh Faudurörö Harefa, Eliakim
Mendrofa, dan Taliaro Mendrofa. POGS berdiri pada tahun 1963 dan awalnya dibentuk
untuk membawakan persembahan lagu-lagu rohani di gereja. Namun terkadang POSG
juga mendapat tawaran untuk tampil di acara-acara pemerintahan maupun acara-acara
adat dengan membawakan lagu-lagu pop Indonesia maupun pop Barat.
Grup band pertama yang memainkan lagu-lagu pop Indonesia dan pop Barat
adalah Sirao Band dan Mesra Band. Kedua band tersebut dimotori oleh Piet Harefa
yang dibentuk pada tahun 1965. Band ini tampil di acara-acara pemerintahan dan pada
saat hari-hari nasional. Band ini hanya bersifat projekan, sementara, dan tidak
membawakan lagu-lagu Nias.
Pada tahun 1969 terbentuklah grup band yang pertama kali membawakan lagu-
lagu Nias sekaligus menjadi pionir di dunia musik populer Nias yang bernama The
Telukdalam Beachboys Band. Band yang berasal dari Teluk dalam tersebut (Nias
Selatan) mengalihbahasakan lagu-lagu pop Indonesia dan lagu populer Barat ke dalam
bahasa Nias.
122
Gambar 3.2. The Beach boy Teluk dalam 1970
Contohnya lagu Obladi-Oblada dari The Beatles dialihbahasakan ke dalam
bahasa Nias dengan judul Sӧkhi Li Ziliwi Gowi. Selain itu, dua lagu yang terkenal dari
BeachBoys Band adalah Katitira Langi dan Bowo Madala. Lagu tersebut menyebar di
seluruh pulau Nias hanya melalui pentas dan dari orang ke orang saja. Sayangnya band
tersebut belum pernah memasuki dunia perekaman. Hal ini disebabkan karena pada saat
itu sama sekali tidak ada persediaan electricityuntuk industri rekaman di pulau
Nias(terkecuali di ibukota Gunungsitoli), demikian juga tidak dijumpai di toko-toko
besar atau perusahaan. Selain itu,dalam sejarah fasilitas perekaman di Nias baru muncul
pada tahun 1970-an. Alasan kedua, yaitutersebarnya musik populer Indonesia dan
siarannya melalui radio baru muncul pada awal tahun 1970-an.Pada saat itu Radio
Pemerintah Daerah/Pemda,tahun 1970-an berlokasi di Jalan Kores, mulai
memperkenalkan lagu-lagu dari kelompok musik pop Indonesia seperti Koes Plus, The
123
Mercys, Panbers, dan dari budaya Barat seperti The Beatles, Rolling Stones, Deep
Purple,dan band-band lainnya.
Kemudian pada tahun 1972 berdirilah sebuah grup bandyang dimotori oleh
seorang pastor dari Jerman yang bernama Ps. Adlehem. Grup tersebut bernama
Simaenaria Band. Band ini berasal dari Lahewa (Nias Utara) dan membawakan lagu-
lagu Barat yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Nias (hampir sama dengan gaya The
Telukdalam Beach Boys Band). Hal ini dijelaskan oleh K. Sturm sebagai berikut:
“Terbentuknya Band Simaenaria pada tahun 1972 tak terlepas dari pertemuan konkrit
dari tiga personil, yaitu Sdr. Martinus Zebua (Gadiu), seorang penyanyi, raja
panggung dan penyair yang istimewa, Sdr. Asadin Bu’ulölö seorang seniman, pemain
band dan penggemar lagu pop aliran barat, dan P. Adelhelm, seorang pastor
berbangsa Jerman dan berjiwa musik yang melihat potensi musik dari pemuda Lahewa
dan berusaha sekuat tenaga untuk mensponsori peralatan Band elektronis.”2
Nama Band Simaenaria sendiri diambil dari kata Maena diilhami oleh
kegemaran muda-mudi Lahewa akan tarian dan lagu Maena yang gembira dan riang.
Pada awalnya Band Simaenaria membawakan lagu-lagu pop Indonesia tahun 70-an
seperti Koes Plus, Panbers (Panjaitan Bersaudara),The Mercy’s,dan lain-lain. Kemudian
mereka mendaur ulang sejumlah lagu-lagu popBarat seperti lagu-lagu dari The Beatles
yang diberi syair baru dalam bahasa Nias. Selain itu mereka juga membawakan lagu-
2Kutipan langsung dari K.Sturm – Eschweiler / Germany, Klassturm.De“Das Entstehen der Band
Simaenaria im Jahre 1972 ist dem glücklichen Zusammentreffen von drei „Faktoren“ in Lahewa zu verdanken, als da sind: 1. Martin Zebua („Gadiu“), Sänger, begeisternder Bühnenakteur und begnadeter Liedertexter. 2. Asadin Bu’ulölö, Liedermacher, Bandmusiker und Fan westlicher Popmusik 3. P.Adelhelm, musikbewegter Pastor deutscher Herkunft, der vom musikalischen Potenzial der Jugend
von Lahewa begeistert war und u.a. mit Energie für das elektronische Band-Equipment sorgte.”
124
lagu berciri khas Nias dan lagu yang sering dinyanyikan di desa-desa. Lagu-lagu
tersebut mulai direkam pada tahun 1973 ke dalam bentuk kaset tape, dan dipublikasikan
ke masyarakat Nias. Pada saat itu Pastor Adlehem yang berperan sebagai produser
merekam lagu-lagu Simaenaria Band dengan sistem live recording dengan alat yang
“sederhana” (hanya menggunakan alat perekam dan microphone), lalu
menduplikatkannya dengan cara merekam hasil dari kaset tape tersebut dengan
menggunakan tape converter. Cara ini dilakukan Ps. Adlehem karena belum adanya
studio rekaman serta minimnya fasilitas alat perekaman yang ada di Nias. Kemudian
Simaenaria Band mendapat apresiasi yang sangat baik dan lagu-lagunya sangat diminati
masyarakat di dalam dan di luar pulau Nias, walaupun mereka menggunakan sistem
perekaman yang sangat sederhana. Band Simaenaria sempat merekam lagu-lagu mereka
sebanyak tiga volumekasetdan semuanya populer di seluruh Nias. Selain itu Band
Simaenaria sempat naik panggung di berbagai event baik di Lahewa, maupun di
Gunung Sitoli, bahkan mereka pernah tour ke Pulau Tello (tahun 1973), Sibolga,
Panggururan ,dan Samosir (tahun 1975). Simaenaria Band bubar pada tahun 1976,
karena kesibukan masing-masing personil, bukan karena intrik pribadi. Sebagai contoh
tahun 1976 ini Asadin Bu’ulölö merantau mencari kehidupan baru di Yogyakarta. Para
personil Simaenaria Band (1972-1976) adalah sebagai berikut:
(a) Martin ‘Gadiu’ Zebua (leadvocal)
(b) Teos Zebua (vocal)
(c) Trisman Zendratö (leadgiutar 1972/73)
(d) Winay (leadguitar,1974/76)
125
(e) Robert Tan (guitardan vocal)
(f) Yusuf / Hiap (guitar dan vocal, 1973/74)
(g) Ui (bass guitar, 1972/74)
(h) Kiat (bass guitar, 1974/76)
(i) Frans (drums)
(j) Asadin Bu’ulölö (guitar, keyboard, dan vocal)
.
Gambar 3.3: Band Simaenaria Lahewa Tahun 1973
(Sumber: Dokumentasi Band Simaenaria)
126
Gambar 3.4: Band Simaenaria Selesai Konser di
Gunungsitoli Tahun 1975
(Sumber: Dokumentasi Band Simaenaria)
Setelah bubarnya band tersebut, Asadin Bu’ulӧlӧ melanjutkan karirnya dengan
membuat album solo. Dia merilis album yang hanya diiringi pakai gitar saja. Sayangnya
lagu-lagu dari album tersebut tidak begitu booming. Album tersebut direkam di
Yogyakarta dengan sistem live recording dengan menggunakan alat perekam yang
relatif sederhana, dibandingkan dengan rekaman di studio.
127
Gambar 3.5: Vokalis Band Simaenaria, Asadin Bu’ulӧӧ
(Sumber : Dokumentasi band Simaenaria)
Pada tahun 1974, Frans Bate’e sebagai leader bekerjasama dengan Mardiana
Record membuat grup bernama Bate’e Brothers. Album pertama mereka direkam di
Irama Musik Studio Medan dengan memakai session player grup band dari Medan.
Salah satu lagu yang terkenal dari Bate’e Brothers adalah Mbombo Aukhu yang dirilis
pada tahun 1975. Grup ini menjadi grup pertama yang memakai grup band additional
sebagai pengiring dalam rekaman maupun secara live. Lagu-lagu yang dibawakan grup
ini bergenre slow beat dan rhumba, dan lirik lagu-lagunya berceritakan tentang cinta,
ataupun ungkapan perasaan bagi orang tua. Bate’e Brothers bertahan sampai tahun 1978
dan merilis 4 volume album musik populer Nias.
128
Gambar 3.6:Sampul Album Kaset Bate’e Brothers Volume 2
Berjadul “Fa’omasi Ninagu”
(Sumber: Bate’e Brothers)
Ramayana Band adalah sebuah band dibentuk oleh Bupati Dalihuku Mendrofa
pada tahun 1977 sebagai salah satu kegiatan anak muda Nias yang tampil di acara-acara
hari nasional dan acara-acara pemerintahan. Band ini mulai memasuki dunia
perekaman pada tahun 1979 dan melakukan perekaman di TJS Studio Medan, salah satu
studio yang terkenal pada saat itu. Hasil dari rekaman tersebut mendapat sambutan luar
129
biasa dari para pendengar. Beberapa lagu dari album Ramayana Band tersebut populer
dan bahkan masih diingat sampai sekarang. Lagu-lagu yang terkenal dariRamayana
Band yaitu: Ha Buala No, Katitiralangi, He Ba Towi-towi, Howu-howu Zatua, dan
Asöndru. Personil dari Ramayana Band adalah Pdt. Rozaman Mendrofa (organ), Alfren
(gitar bas), Tahir (gitar melodi), Cristian Zebua (drum set), dengan beberapa pergantian
vokalis yakni: Suryati, Serliwati, Martiline Mendröfa, dan Arnila Harefa.
Di Tahun 1978-1979, muncul lagi dua grup Nias yang meramaikan dunia
musik populer Nias yaitu Holituria yang dimotori oleh Suarta Zabua dan kawan-kawan,
dan The Frins yang personilnya Hela Zega dan Baziduhu Zebua. Kedua band ini sama-
sama melakukan perekaman di Studio TJS Medan yang berdomisili di jalan
Sisingamangaraja.Lagu yang terkenal dari kedua band tersebut adalah Banuagu (The
Frins) dan Sararaholi (Holituria).
Selain itu ada juga band yang berasal dari Sirombu (Nias Barat) dan
membawakan lagu-lagu berirama dangdut. Band ini juga berhasil menarik perhatian
masyarakat, karena menjadi satu-satunya band berirama dangdut di pulau Nias.Band ini
bernama Roko Cs, yang dimotori oleh Roko Daely dan teman-teman. Lagu yang
terkenal dari band ini adalah Afuo Mbotogu.
Memasuki era 1980-an, masyarakat Nias lebih memilih untuk membuat grup
vokal, dimana band pengiringnya diambil dari grup band additional.Salah satu grup
yang sangat booming dan populer adalah Avore.Grup ini berdiri pada tahun 1984, yang
dibentuk oleh Arisman Zagoto, Seny Zebua, dan Arne Daely di Jakarta. Avore yang
juga melakukan perekaman di Jakarta ini menggunakan konsep style new age80’s yang
130
termasuk canggih dan sama dengan musik-musik pop Indonesia pada era tersebut. Hasil
rekaman grup tersebut pun termasuk booming pada saat itu, mereka mampu menjual
sebanyak 5000 copy dalam bentu kasettape.3Saking populernya, lagu-lagu dari grup
tersebut menjadi paling hits dan yang paling sering diputar di radio Mitra Dharma pada
tahun 1989-1993.Pada tahun 1987 grup Avore bubar dan membentuk grup bernama
Avoda.Grup tersebut tidak bertahan lama dan lagu-lagunya tidak begitu banyak yang
dikenal masyarakat Nias.
3Pada era 1980-an kaset tape termasuk barang yang ekslusif dan mahal, berbeda dengan saat ini.
Jadi untuk 5000 copy pada saat itu termasuk dalam kategori booming dan besar.
131
Gambar 3.7:Sampul Album Avore Grup Berjudul
“Ngarᴕ-ngarᴕ Dodᴕ”
(Sumber: Avore Grup)
Pada Tahun 1985, KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) membentuk
satu band yang dimotori oleh Man Harefa dan kawan-kawan.Grup tersebut bernama
Wahana Band.Grup ini melakukan perekaman di Irama Musik Studio Medan, dibantu
oleh Mardiana Record. Beberapa lagu hits yang dihasilkan grup tersebut adalah Ha
132
Ya’ugö dan Ya’ahowu. Grup ini menjadi salah satu grup band terakhir yang populer di
Nias, karena masyarakat mulai beralih ke grup yang diiringi organ tunggal (keyboard).
3.6.2 FenomenaOrgan tunggal di Nias
Organ tunggal yang dimaksud masyarakat Nias adalah alat musik keyboard
yang dimainkan sendiri untuk mengiringi orang bernyanyi.Organ tunggal biasanya
dipakai di tiap pesta perkawinan, acara pemerintahan, gathering, atau pesta rakyat,
bahkan menjadi alat musik utama di dunia perekaman Nias.Beberapa Grup yang mulai
menggunakan organ tunggal sebagai pengiringnya di awal tahun 1990-an adalah Trio
Tivali dan Havino S. Duha.
133
Gambar 3.8:Sampul Album Trio Tivali 1992 Berjudul “Nihokha-hokha”
(Sumber: Album Trio Trivali)
Organ tunggal di Nias pertama kali dibawakan oleh Man Harefa, seorang
sarjana muda seni musik dari IKIP (Institut Keguruan Ilmu Pendidikan) Medan, yang
kini menjadi Unimed akronim dari Universitas Negeri Medan, pada awal tahun 1990.
Awalnya beliau terispirasi dari perubahan penggunaan band menjadi organ tunggal di
tiap-tiap pesta sewaktu beliau sedang studi di Medan. Dengan bermodalkan skill yang
didapat sewaktu menimba ilmu di IKIP, akhirnya Man Harefa mencoba memulai bisnis
organ tunggal di Nias dengan alat yang sederhana yaitu satu buah keyboard merk casio
dan dua buah speaker karaoke.Ternyata organ tunggal mendapat sambutan yang sangat
luar biasa bagi masyarakat, sehingga menggeser posisi band pada waktu itu.Bagi
masyarakat Nias, pemakaian organ tunggal jauh lebih efisien dari band karena tidak
memakan tempat, lebih murah, dan lebih gampang karena yang memainkan hanya satu
orang.Dan pada saat itu, orang yang memakai organ tunggal dianggap orang kaya dan
berkelas, karena hanya orang yang mempunyai uanglah yang bisa menyewa organ
tunggal.
Konsep organ tunggal pun akhirnya masuk ke dunia perekaman di Nias pada
tahun, 1992 di Mardiana Record yang mempunyai fasilitas studio rekaman pada saat
itu.Selain tampil di acara-acara, beliau menjadi session player rekaman bagi orang yang
mau merekam di Mardiana Record.Hasil pengerjaan musik dari Man Harefa menjadi
apresiasi dan menjadi perhatian bagi orang yang merekam karena dinilai bagus dan
134
terkesan berkelas. Beberapa album yang musiknya dikerjakan oleh Man Harefa dan
booming antara lain lagu Kenangan Nias sebanyak 5000 copy kaset tape, buala faomasi
yang mencapai 50.000 copy VCD, dan Döfi si Tölu ribu sebanyak 15.000 copy vcd.
Selain itu ada juga beberapa album yang dikerjakan oleh orang lain dengan
menggunakan organ tunggal di tahun 2000-an, antara lain Yas Zalukhu, Ome Zega, A.
Rusdi Ndruru, dan masih banyak lagi.
Gambar 3.9: Beberapa Album Nias tahun 1990-2000-an
(Sumber: Dokumentasi di lapangan, 2015)
Sampai saat ini pemakaian organ tunggal di Nias masih eksis di berbagai pesta
Nias dan dalam dunia perekaman, bahkan sudah menjadi satu tradisi khusus untuk
memakai organ tunggal yang berfungsi sebagai hiburan.Hanya saja karena pemain
135
organ semakin banyak dan melebihi permintaan pasar, maka perlahan-lahan harga
penyewaan organ tunggal pun menjadi rendah sehingga memberikan kesan yang biasa,
tidak berkelas lagi seperti dulu.
3.7 Eksistensi Musik populer Nias saat ini
Peristiwa gempa dan tsunami pada tahun 2005 di Nias secara otomatis
memporak-porandakan ekonomi masyarakat Nias.Begitu juga dengan dunia perekaman
dan perkembangan Musik populer di Nias yang pergerakannya sangat lambat. Ditambah
dengan perkembangan era digital yang membuat masyarakat dengan mudah membajak
ataupun menduplikat album-album Nias tanpa persetujuan label membuat produser
enggan untuk memproduksi album lagi. Hal itu diungkapkan oleh Martioni, salah satu
produser dan owner studio rekaman terbesar di Nias yang beridiri sejak tahun 1989.
Sejak peristiwa gempa sampai saat ini, genre musik yang dominan berkembang
adalah musik dangdut dan house.Musik tersebut tersebar ke masyarakat, khususnya
masyarakat menengah ke bawah.Beberapa lagu yang booming di tahun 2000-an adalah
Utema Zuramö Nakhi dari Yas Zalukhu dan Opödö-pödö dari Fati Zebua.Selain itu
masih banyak lagu dangdut dan lagu lagu house lainnya yang sempat booming sebentar
namun bersifat temporer, hanya sementara seperti Muzawa dari Havino S. Duha.
Di sisi lain, beberapa lagu bergenre slow beat masih mencoba eksis di
lingkungan masyarakat Nias. Lagu-lagu tersebut di bungkus dengan cara-cara yang
unik, mulai dari aransemen lagu yang unik, ataupun dengan memakai tiga vokal (konsep
trio). Lagu-lagu bergenre pop yang populer di tahun 2000an adalah Me Ha Yaugö (Furai
136
Grup), Döfi Si Tölu Ribu (Frans Bulu’aro), Busi-busi Dödö (Havino S.Duha) dan
beberapa lagu lainnya.
3.7.1 Daftar Lagu Populer Nias
Lagu Populer Nias dari 1950-an sampai saat ini sangatlah banyak, mengingat
grup-grup yang merekam semakin lama semakin berkembang. Namun pada sub bab ini
penulis akan menginformasikan lagu-lagu paling populer yang didapat dari berbagai
nara sumber. Berikut daftar lagu populer Nias yang eksis dari tahun 1950-an sampai
saat ini.
Tabel 3.3: Daftar Lagu-lagu Populer Nias dari Era 1950-an sampai Kini 2000-an
Tahun Lagu Pencipta Lagu Artis
1950-an Tanö Niha Ono gauko
Aro’o Zebua Faodödö Zega
Melalui Sosialisai ke sekolah-sekolah
1960-an So Nono Manugu Nagoyomanase
NN NN
Melalui panggung ke panggung
1970-an Me föna me ideide He Ba towi-towi Howu howu zatua Asöndru Ha Buala No Katitiralangi Sararaholi Banuagu Ba mböwö Laia Afuo mbotogu
Simaenaria Band Piet Harefa Piet Harefa Piet Harefa S. Lase B. Laia B. Laia Yas Harefa Yas Harefa Roko Daely
Simaenaria (1972) Ramayana (1978) Ramayana (1978) Ramayana (1978) Ramayana (1978) Ramayana (1978) Holituria (1979) The Frins (1979) Holituria (1979) Roko cs (1979)
1980-an Umbu gögu idanö He Ga’a Hulo Omasi’ö Ha yaugö Ya’ahowu Böi Aösö
Arisman Zagötö Arisman Zagötö Man Harefa Man Harefa Man Harefa Man Harefa
Avore (1984) Avore (1984) Wahana (1985) Wahana (1985) Wahana (1985) Wahana (1985)
1990-an Kofe-kofe Elefu Sikhö Soyo Bulu Geu Satoru Tanö Omasi’ö
Hikayat Manaö Hikayat Manaö Fati Zebua Havino S. Duha Man Harefa
Fanayama (1990) Fanayama (1990) Trio Tivali (1991) Havino (1992) Fatolosa cs (1992)
137
2000-an Lö sa’ae ba dödö
Busi-busi dödö Opödö-pödö Gureta Satua Ama Laizu Me Ha Ya’ugö Döfi Si Tölu Ribu
Wati Lase Havino S. Duha Fati Zebua Fati Zebua Alim Y. Hulu Dermawan Zeb Havino S. Duha
Wati Lase (2003) B.Faomasi (2003) Talifusöda (2004) Talifusöda (2004) B.Faomasi (2007) Furai (2007) Fondraradödö (2008)
Setelah melihat data-data tersebut, timbullah pertanyaan bagi kita, bagaimana
dengan lagu-lagu yang dibuat pada tahun 2010 sampai saat ini?Saat ini masih ada
beberapa grup yang melakukan perekaman dan mengeluarkan album, umumnya berasal
dari luar Nias, seperti dari Medan maupun dari Jakarta.Namun Lagu-lagu tersebut
tidaklah populer seperti data-data yang disajikan di atas. Bahkan beberapa produser
mengeluh karena lesunya perekonomian Nias ditambah dengan pembajakan kaset yang
membuat para produser rugi total.
3.8 Percampuran Musik Tradisional dengan Musik Populer Nias
Fanayama Grup, sebuah grup yang berasal dari Bawomataluo Nias Selatan
pertama kali terjun ke dunia Musik populer Nias dengan memakai alat musik tradisional
Nias dan teknik vokal khas Nias Selatan. Mereka merekam hanya dengan menggunakan
doli-doli dan divariasikan dengan teknik vokal hoho. Grup tersebut dipimpin oleh
Hikayat Manaӧ, Seorang seniman legendaris dari Nias Selatan dan diproduseri oleh
Bpk. Agus Hardiyan Mendrӧfa. Hikayat Manaӧ membentuk Grup tersebut pada tahun
1989 dengan beranggotakan Pikiran Nehe, Tafo’olӧ Nehe, Ritus Wau, Sorman Haria,
138
Hitungan Buulӧlӧ, Efagӧlӧsi Fau, Riati Manaӧ, Murnihati Manaӧ, Sentiman Manaӧ,
dan Lira Wau.
Setelah membentuk Grup tersebut, mereka melakukan perekaman pertama kali
di TVRI Medan tanpa menggunakan alat musik barat. Konsep tersebut sengaja mereka
buat untuk memunculkan satu genre Musik populer Nias yang baru tanpa meninggalkan
tradisinya dan berusaha untuk tidak terkontaminasi dengan percampuran musik barat.
Beberapa lagu yang terkenal dari Fanayama Grup adalah Kofe-Kofe dan Elefu. Pada
tahun 1994 Fanayama Grup kembali merekam yang diproduseri oleh J.M. Record Nias
(Ramli) dengan menggunakan musik tradisional Nias yang dikolaborasikan dengan Solo
Keyboard. Hasil perekaman kedua ini dapat diterima masyarakat dengan baik namun
tidak sepopuler yang perekaman pertama. Fanayama Grup Terakhir merekam pada
Tahun 2007 yang Diproduseri oleh Alio Fau, salah seorang founder FURAI Record.
Gambar 3.15: Hikayat Manaӧ (Nomor dua dari kiri) dengan
139
Kelompok Penari Tradisional Nias Selatan
(Sumber: Pesta Budaya Nias, 2011)
Selain eksis di dunia perekaman, Fanayama Grup juga eksis di ajang-ajang
pertunjukan nasional dan Internasional. Pimpinan Fanayama Grup, Hikayat Manaӧ
beberapa kali memperkenalkan kesenian tradisional Nias di Benua Asia, dan Eropa
hingga pada Oktober tahun 2014 beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
3.9 Peranan Media dalam Perkembangan Musik populer Nias
Seperti kita ketahui, Musik populer tidak pernah lepas dari pengaruh
media.Kita tidak bisa mengatakan suatu produk musik itu adah musik populer tanpa
adanya media yang menyebarkannya.Sama halnya dengan musik populer Nias.Musik
populer Nias baru muncul di tahun 1972, ketika band Simaenaria melakukan perekaman
dan menyebarkannya melalui kaset tape.
Media yang sangat berperan pada perkembangan Musik populer Nias adalah
radio, kaset tape, dan vcd. Ketiga media itu berfungsi untuk menyebarkan segala produk
yang berkaitan tentang musik pop Nias, dari produk musik sampai kegiatan pelaku
seninya. Dimulai dari media kaset tape, perkembangan radio, serta munculnya vcd di
tahun 2003.
Radio yang pertama kali ada di Nias adalah Radio Pemda pada tahun 70an,
yang dahulu bertempat di Jalan Kores. Radio tersebut hanya bertujuan untuk
menyebarkan berita saja, dan sangat jarang memutar lagu-lagu pop Nias. Oleh sebab itu
140
pada tahun 70an, masyarakat Nias lebih sering mendengar lagu-lagu pop Nias dari
melihat pertunjukkan dan melalui kaset tape saja.
Pada tahun 1989 berdirilah sebuah radio swasta pertama di Nias.Radio yang
bernama Mitra Dharma tersebut didirikan oleh Fauzan.Awalnya radio tersebut didirikan
beliau karena sebatas hobi, kemudian semakin lama semakin berkembang dan menjadi
radio terbesar pada saat itu.Radio ini menjadi salah satu media utama untuk
menyebarkan lagu-lagu pop Nias yang sedang eksis pada saat itu, seperti lagu dari
Avore, Simaenaria, Trio Tivali, dan sebagainya.Lagu-lagu tersebut diputar berdasarkan
permintaan para pendengar melalui request. Radio yang bekerja sama dengan radio
KBR Jakarta tersebut tetap eksis sampai awal tahun 2000-an saja. Pada tahun 2005,
perlahan-lahan peminat radio tersebut menurun dikarenakan munculnya radio
kompetitor yaitu RRI, serta hadirnya teknologi internet di Nias. Saat ini radio Mitra
Dharma masih tetap aktif dan masih memutar lagu-lagu populer Nias, terutama lagu
yang bergenre dangdut ataupun house.
Radio Republik Indonesia yang dikenal sebagai RRI berdiri pada tahun 2003
dan menjadi radio pemerintah yang masih eksis sampai saat ini. Radio yang terletak di
desa Iraonogeba tersebut banyak membantu untuk menyebarkan lagu-lagu populer Nias
dengan cara memutarnya. Radio tersebut juga menyediakan segmen request bagi para
pendengar yang ingin mendengar lagu pop Nias favoritnya.Selain itu RRI juga
menerima kaset ataupun bahan lagu pop Nias yang ingin diputarkan dalam segmen-
segmen tertentu.Sampai saat ini RRI semakin lama semakin berkembang, terbukti dari
141
berkembangnya channel RRI menjadi RRI Pro 1 dan RRI Pro 2.Saat ini RRI menjadi
Radio yang terbesar di pulau Nias.
Sampai saat ini media utama untuk menyebarkan produk musik populer Nias
adalah vcd.Masyarakat Nias sudah mengenal vcd sejak tahun 1998.Pada saat itu vcd
masih menjadi barang yang sangat mahal, apalagi jika memproduksi album pop Nias
kedalam bentuk vcd.Namun seiring berkembangnya waktu, harga vcd pun perlahan-
lahan menurun dan menjadi murah.Album-album Musik populer Nias baru mulai
diproduksi kedalam vcd pada tahun 2003.Sampai saat ini penjualan album populer Nias
kebanyakan menggunakan vcd sebagai media karena tergolong murah dan hampir
semua masyarakat mempunyai alat pemutarnya (seperti vcd player ataupun komputer).
Beberapa media lain yang mendukung untuk menyebarkan musik populer Nias
antara lain flash disk, SD Card, dan internet. Namun demikian media tersebut menjadi
bumerang bagi para produser, karena dengan mudah bisa mendapatkan album yang
dibuat secara gratis (membajak).Karena ketiga media tersebut, para produser untuk saat
ini enggan untuk kembali terjun ke dunia musik populer Nias.Hasilnya, perkembangan
Musik populer Nias pun semakin lama semakin menurun.
3.10 Kesimpulan Periodesasi Musik Populer Nias
Sesuai dengan uraian-uraian mengenai sejarah musik populer Nias seperti di
atas, maka pada penghujung Bab III ini, penulis merekonstruksi sejarah periodesasi
musik populer Nias sebagai berikut. Secara umum musik populer Nias adalah sebagai
bagian dari kontinuitas dan perubahan dalam kebudayaannya. Tradisi musikal itu tentu
142
saja ada sejak adanya orang Nias di pulau Nias, yang diperkirakan secara sejarah adalah
pada seputar tahun 2000 S.M. sampai datangnya misionaris Kristen di penghujung abad
ke-19. Inilah yang penulis sebut dengan masa tradisi.
Selepas itu, masuklah masa transisi artinya perubahan dari tradisi ke arah
peradaban Kristen. Masa periodesasinya adalah dari akhir abad kesembilan belas
sampai tahun 1950. Ciri utama saat ini sudah adanya lagu-lagu bergaya Eropa yang
dinyanyikan di gereja-geraja di Nias sebagai bahagian dari ibadah mereka.
Kemudian masuklah era musik gereja dan modernisasi, yakni dari tahun 1950
sampai 1965. Saat ini gaya musik band Eropa di Nias yang umumnya membawakan
lagu-lagu pop Indonesia dan Barat. Selain itu juga musik gereja yang bergaya sajian
musik band juga berjalan terus. Masa ini belum ada musik populer yang teksnya
berbahasa Nias, baru mengarah ke sana.
Hingga tahun 1969 untuk pertama kalinya muncullah band yang menyajikan
musik-musik populer dengan menggunakan bahasa Nias. Band yang mencatat sejarah
ini diberi nama The Telukdalam Boys Band. Hingga kemudian bermunculanlah berbagai
band-band sejenis di kawasan Nias ini. Contohnya adalah Band Simaenaria, Bate’e
Brothers,Ramayana Band, dan lain-lainnya. Tahun 1969 sampai dengan tahun 1990
penulis istilahkan periodesasi masa ini dengan era musik populer Nias dalam bentuk
band.
Kemudian sesuai dengan perkembangan zaman, maka sejak tahun 1990 sampai
sekarang ini di dalam konteks kebudayaan Nias, khususnya musik pop adalah
munculnya fenomena keyboard atau organ tunggal. Fenomena yang sama juga terjadi di
143
Sumatera Utara. Jadi perubahan zaman juga menpengaruhi keberadaan musik populer
Nias. Mengenai periodesasi musik populer Nias ini, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel3.4:
Rangkuman Sejarah Musik Populer Nias Perio- desasi
Tahun/ waktu
Peristiwa Sejarah
Trad
isi
2000 S.M.
Masyarakat Nias telah bermukim di Pulau Nias dan sekitarnya, dengan ciri utama budaya megalitikum. Telah ada praktik seni pertunjukan yang khas Nias, seperti sinuno (nyanyian), falowa (upacara perkawinan), hoho,ngenu-ngenu, lailӧ, hendri-hendri, dan lain-lainnya.
Tran
sisi Akhir
abad ke-19
Misionaris Jerman datang ke Nias mewartakan Injil yang dipimpin oleh Deninger. Di gereja-gereja di Nias diajarkan musik-musik gereja bergaya Eropa. Musik ini nantinya akan memberikan pengaruh kepada musik populer Nias. Praktik-praktikere (animisme) dilarang saat ini oleh gereja di Nias.
Ger
eja
dan
Mod
erni
sasi
1950 Muncul sebuah genre yang disebut musik modern di Nias, sebagai hasil dari akulturasi musik gereja, musik populer, dan lagu-lagu tradisi Nias. Muncul dua komponis ternama saat ini. Ciri-ciri musik modern ini adalah: (1) disebarkan melalui kelisanan, (2) pertunjukan live dari panggung ke panggung, (3) materi untuk perlombaan musik di sekolah-sekolah dalam konteks hari kemerdekaan dan pendidikan nasional; (4) tema lagu yang dominan adalah cinta kepada tanahkelahiran yakni Pulau Nias; (5) dua lagu yang terkenal dari masa ini adalah Ono Gauko dan Tanӧ Niha.
1963 Tumbuh Persatuan Orkes Gereja Sisobahili (PDGS) yang dimotori oleh Fandurӧrӧ Harefa, Eliakim Mendrofa, dan Talioro Mendrofa. Kelompok ini membawakan lagu-lagu rohani di gereja dengan gaya band. Selain itu, mereka juga mendapatkan tawaran untuk tampil mengisi acara-acara hiburan di instansi pemerintahan, membawakan lagu-lagu pop Indonesia dan Barat.
1965 Muncul lagi grup band yang lazim membawakan lagu-lagu populer Indonesia dan populer Barat, yaitu Sirao Banddan Mesra Band. Kedua grup musik ini dibentuk oleh Piet Harefa. Mereka selalu membawakan lagu-lagu pop Indonesia dan populer Barat untuk kepentingan hiburan pada acara-acara pemerintahan, terutama untuk merayakan hari-hari besar nasional. Namun mereka tidak membawakan lagu-lagu populer Nias.
Era
Mus
ik P
opul
er
Nia
s dal
am B
entu
k Ba
nd
1969 Muncul di Nias untuk pertama kalinya grup band yang membawakan lagu-lagu populer Nias. Grup musik ini namanya adalah The Telukdalam Boys Band. Grup ini, dalam proses kreatifnya mengalihbahasakan lagu-lagu pop Barat ke dalam bahasa Nias, dengan melodi seperti pada lagu awalnya. Contohnya adalah lagu yang dipopulerkan oleh grup band Inggris ternama, The Beatles, bertajuk asli Obladi Oblada, dialihbahasakan ke dalam bahasa Nias menjadi Sӧkhi Li Ziliwi Bowi. Demikian pula lagu dari Beachboys Band yang bertajuk Katitara Langi dialihbahasakan menjadio Bowo Maudala. Grup musik ini tidak masuk ke dapur rekaman.
144
1970 Siaran melalui media radio berupa musik-musik pop Indonesia dan pop Barat
mulai muncul melalui Radio Pemerintah Daerah Nias. Saat ini dalam siarannya radio pemerintah ini memutar lagu-lagu dari Koes Plus, The Mercys, Panbers, dan lain-lainnya untuk band Indonesia, serta The Beatles, Rolling Stones, Deep Purple, Scorpion untuk band-band Eropa.
1972 Berdirilah sebuah grup band yang dimotori oleh seorang pastor dari Jerman yang bernama Ps. Adlehem. Grup tersebut bernama Simaenaria Band. Band ini berasal dari Lahewa (Nias Utara) dan membawakan lagu-lagu Barat yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Nias (hampir sama dengan gaya The Telukdalam Beach Boys Band). Nama Band Simaenaria sendiri diambil dari kata Maena diilhami oleh kegemaran muda-mudi Lahewa akan tarian dan lagu Maena yang gembira dan riang. Mereka mengalihbahasakan sejumlah lagu-lagu pop Barat seperti lagu-lagu dari The Beatles yang diberi syair baru dalam bahasa Nias. Selain itu mereka juga membawakan lagu-lagu berciri khas Nias dan lagu yang sering dinyanyikan di desa-desa. Lagu-lagu tersebut mulai direkam pada tahun 1973 ke dalam bentuk kaset tape, dan dipublikasikan ke masyarakat Nias. Pada saat itu Pastor Adlehem yang berperan sebagai produser merekam lagu-lagu Simaenaria Band dengan sistem live recording dengan alat yang “sederhana.” Grup musik ini mendapat apresiasi yang sangat baik dan lagu-lagunya sangat diminati masyarakat. Band Simaenaria sempat merekam lagu-lagu mereka sebanyak tiga volume kaset dan semuanya populer di seluruh Nias. Selain itu Band Simaenaria sempat naik panggung di berbagai event baik di Lahewa, maupun di Gunung Sitoli, bahkan mereka pernah tour ke Pulau Tello (tahun 1973), Sibolga, Panggururan ,dan Samosir (tahun 1975).
1974 Frans Bate’e sebagai leader bekerjasama dengan Mardiana Record membuat grup bernama Bate’e Brothers. Album pertama mereka direkam di Irama Musik Studio Medan dengan memakai session player grup band dari Medan. Salah satu lagu yang terkenal dari Bate’e Brothers adalah Mbombo Aukhu yang dirilis pada tahun 1975. Grup ini menjadi grup pertama yang memakai grup band additional sebagai pengiring dalam rekaman maupun secara live. Lagu-lagu yang dibawakan grup ini bergenre slow beat dan rhumba, dan lirik lagu-lagunya berceritakan tentang cinta, ataupun ungkapan perasaan bagi orang tua. Bate’e Brothers bertahan sampai tahun 1978 dan merilis 4 volume album musik populer Nias.
1976 Simaenaria Band bubar pada tahun 1976, karena kesibukan masing-masing personil, contoh Asadin Bu’ulölö merantau mencari kehidupan baru di Yogyakarta.
1977 Setelah bubarnya band tersebut, Asadin Bu’ulӧlӧ melanjutkan karirnya dengan membuat album solo. Dia merilis album yang hanya diiringi pakai gitar saja.
1977 Tahun ini muncul Ramayana Band sebagai sebuah band yang dibentuk oleh
145
Bupati Dalihuku Mendrofa. Tujuan utamanya adalah sebagai salah satu kegiatan anak muda Nias yang tampil di acara-acara hari nasional dan acara-acara pemerintahan. Ramayana Bandini mulai merekam musiknya pada tahun 1979 pada TJS Studio Medan, salah satu studio yang terkenal pada saat itu. Hasil dari rekaman tersebut mendapat sambutan luar biasa dari para pendengar. Beberapa lagu dari album Ramayana Band tersebut populer dan bahkan masih diingat sampai sekarang. Di antaranya adalah: Ha Buala No, Katitiralangi, He Ba Towi-towi, Howu-howu Zatua, dan Asöndru. Personil dari Ramayana Band adalah Pdt. Rozaman Mendrofa (organ), Alfren (gitar bas), Tahir (gitar melodi), Cristian Zebua (drum set), dengan beberapa pergantian vokalis yakni: Suryati, Serliwati, Martiline Mendröfa, dan Arnila Harefa.
1978- 1979
Muncul lagi dua grup bandNias yang meramaikan dunia musik populer Nias yaitu Holituria yang dimotori oleh Suarta Zabua dan kawan-kawan, dan The Frins yang personilnya Hela Zega dan Baziduhu Zebua. Kedua band ini sama-sama melakukan perekaman di Studio TJS Medan yang berdomisili di Jalan Sisingamangaraja. Lagu yang terkenal dari grup The Frinsadalah dan dari grup Holituria adalah bertajuk Sararaholi.Selain itu ada juga band yang berasal dari Sirombu (Nias Barat) dan membawakan lagu-lagu berirama dangdut. Band ini juga berhasil menarik perhatian masyarakat, karena menjadi satu-satunya band berirama dangdut di Pulau Nias. Band tersebutmenamakan kelompoknya dengan Roko Cs, yang dimotori oleh Roko Daely dan teman-teman. Salah satu lagu dangdut yang terkenal dalam masyarakat Nias dari band ini adalah Afuo Mbotogu.
1984 Para pemusik pop Nias lebih memilih untuk membuat grup vokal, di mana band pengiringnya diambil dari grup band additional. Salah satu grup yang sangat booming dan populer adalah Avore. Grup ini berdiri pada tahun 1984, yang dibentuk oleh Arisman Zagoto, Seny Zebua, dan Arne Daely di Jakarta. Avore yang juga melakukan perekaman di Jakarta ini menggunakan konsep style new age 80’s yang termasuk canggih dan sama dengan musik-musik pop Indonesia pada era tersebut. Hasil rekaman grup tersebut pun termasuk booming pada saat itu, mereka mampu menjual sebanyak 5000 copy dalam bentu kaset tape.Saking populernya, lagu-lagu dari grup tersebut menjadi paling hits dan yang paling sering diputar di Radio Mitra Dharma dalam kurun waktu 1989-1993.
1985
KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) membentuk satu band yang dimotori oleh Man Harefa dan kawan-kawan. Grup ini diberi nama Wahana Band. Grup ini melakukan perekaman di Irama Musik Studio Medan, dibantu oleh Mardiana Record. Beberapa lagu hits yang dihasilkan grup tersebut adalah Ha ya’ugö dan Ya’ahowu. Grup ini menjadi salah satu grup band terakhir yang populer di Nias, karena masyarakat mulai beralih ke grup yang diiringi organ tunggal (keyboard).
1987 Grup Avore bubar dan membentuk grup bernama Avoda. Grup tersebut tidak bertahan lama dan lagu-lagunya tidak begitu banyak yang dikenal masyarakat Nias.
Era
Key
boar
ad
1990 Organ tunggal yang dimaksud masyarakat Nias adalah alat musik keyboard yang dimainkan sendiri untuk mengiringi orang bernyanyi. Organ tunggal biasanya dipakai di tiap pesta perkawinan, acara pemerintahan, gathering, atau pesta rakyat, bahkan menjadi alat musik utama di dunia perekaman Nias. Beberapa
146
Grup yang mulai menggunakan organ tunggal sebagai pengiringnya di awal tahun 1990-an adalah Trio Tivali dan Havino S. Duha. Organ tunggal di Nias pertama kali dibawakan oleh Man Harefa, seorang sarjana muda seni musik dari IKIP (Institut Keguruan Ilmu Pendidikan) Medan (kini menjadi Unimed akronim dari Universitas negeri Medan) pada awal tahun 1990. Awalnya beliau terispirasi dari perubahan penggunaan band menjadi organ tunggal di tiap-tiap pesta sewaktu beliau sedang studi di Medan. Dengan bermodalkan skill yang didapat sewaktu menimba Ilmu di IKIP, akhirnya Man Harefa mencoba memulai bisnis organ tunggal di Nias dengan alat yang sederhana yaitu satu buah keyboard merk casio dan dua buah speaker karaoke. Ternyata organ tunggal mendapat sambutan yang sangat luar biasa bagi masyarakat, sehingga menggeser posisi band pada waktu itu.Bagi masyarakat Nias, pemakaian organ tunggal jauh lebih efisien dari band karena tidak memakan tempat, lebih murah, dan lebih gampang karena yang memainkan hanya satu orang. Pada saat itu, orang yang memakai organ tunggal dianggap orang kaya dan berkelas, karena hanya orang yang mempunyai uanglah yang bisa menyewa organ tunggal.
1992
Konsep organ tunggal pun akhirnya masuk ke dunia perekaman di Nias pada tahun, 1992 di Mardiana Record yang mempunyai fasilitas studio rekaman pada saat itu.Selain tampil di acara-acara, beliau menjadi session player rekaman bagi orang yang mau merekam di Mardiana Record.Hasil pengerjaan musik dari Man Harefa menjadi apresiasi dan menjadi perhatian bagi orang yang merekam karena dinilai bagus dan terkesan berkelas. Beberapa album yang musiknya dikerjakan oleh Man Harefa dan booming antara lain lagu kenangan Nias sebanyak 5000 copy kaset tape, buala faomasi yang mencapai 50.000 copy VCD, dan Döfi si Tölu ribu sebanyak 15.000 copy Vcd. Selain itu ada juga beberapa album yang dikerjakan oleh orang lain dengan menggunakan organ tunggal di tahun 2000-an, antara lain Yas Zalukhu, Ome Zega, A. Rusdi Ndruru, dan masih banyak lagi.
2005 Peristiwa gempa dan tsunami di Nias secara otomatis memporak-porandakan ekonomi masyarakat Nias. Begitu juga dengan dunia perekaman dan perkembangan musik populer di Nias yang pergerakannya sangat lambat. Ditambah dengan perkembangan era digital yang membuat masyarakat dengan mudah membajak ataupun menduplikat album-album Nias tanpa persetujuan label membuat produser enggan untuk memproduksi album lagi. Hal itu diungkapkan oleh Martioni, salah satu produser dan owner studio rekaman terbesar di Nias yang berdiri sejak tahun 1989. Sejak peristiwa gempa sampai saat ini, genre musik yang dominan berkembang adalah musik dangdut dan house. Musik tersebut tersebar ke masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Beberapa lagu yang booming di tahun 2000-an adalah Utema Zuramö Nakhi dari Yas Zalukhu dan Opödö-pödö dari Fati Zebua. Selain itu masih banyak lagu dangdut dan lagu house lainnya yang sempat booming sebentar namun bersifat temporer, hanya sementara seperti Muzawa dari Havino S. Duha.Di sisi lain, beberapa lagu bergenre slow beat masih mencoba eksis di lingkungan masyarakat Nias. Lagu-lagu tersebut di bungkus dengan cara-cara yang unik, mulai dari aransemen lagu yang unik, ataupun dengan memakai tiga vokal (konsep trio). Lagu-lagu bergenre pop yang populer di tahun 2000-an adalah Me Ha Yaugö (Furai Grup), Döfi Si Tölu Ribu (Frans Bulu’aro), Busi-busi Dödö (Havino S.Duha), dan beberapa lagu lainnya.
147
BAB IV
ANALISIS TEKSTUAL LAGU-LAGU
MUSIK POPULER NIAS
Bab IV ini merupakan temuan penelitian dalam bidang teks atau lirik lagu secara
umum.Salah satu ciri-ciri musik populer Nias selain gaya musikal adalah lirik yang
isinya berbahasa Nias. Penulis akan mengkaji syair dari keempat lagu Nias yang
diangkat berdasarkan perkembangan musik populer Nias dari tahun 1950-1960an, 1970-
1980an, 1990-2000an,dan 2000- saat ini. Lagu Tersebut adalah Tanӧ Niha, Mefӧna me
ideidedo, He Ga’a, Opӧdӧ-pӧdӧ. Selain itu syair dari lagu tersebut mewakili tema dan
ekspresi yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya.
4.1 Musik Populer Nias yang Logogenik
Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik
dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang
dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan
unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik yang logogenik ini,
unsur sastra dan folklor mendapat perananan penting.
Namun demikian, agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukkan
melalui lagu, bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu
menggunakan bahasa yang digayakan (distilisasi) dan mengandung unsur-unsur
perlambangan. Ada kalanya bersifat rahasia seperti pada mantra.
148
Sebaliknya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau
ritme saja, bukan menekankan kepada teks (lirik), maka musik seperti ini dapat
dikategorikan sebagai budaya musik melogenik.Musik seperti ini, lebih menumpukan
pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi
waktu dan ruang musik. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme,
melodi, atau bunyi-bunyian lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara
menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau
senimannya, yang dapat ditelisk meleluipemikiran seni yang mereka komunikasikan
kepada khalayak.
4.2 Kerja Analisis Berdasarkan teori Riffaterre
Analisis yang dikerjakan mencakup analisis semiotik lirik lagu-lagu popupuler
Nias dengan mengambil sampling penelitian ini terhadap empat lagu saja. Keempat lagu
ini dipilih berdasarkan tema liriknya. Keempat lagu tersebut adalah sebagai berikut.
(a) Tano Niha dengan tema pujian dan rasa cinta kepada Tanah Nias;
(b) Mefӧna Me IdeideDo, yang merupakan kenangan masa kecil ketika saat ibu
memberikan kasih sayangnya di kampung halaman,
(3) He Ga’a, yang tema utamanya adalah mengenai kenangan persahabatan dan
percintaan,
(4) Opӧdӧ Pӧdӧ, sebuah lagu populer yang bercerita tentang pujian terhadap kecantikan
fisik wanita, yang membuat jatuh cinta, dengan kata lain cinta timbul dari mata
turun ke hati.
149
Selanjutnya untuk mengenalisis tekas (lirik) keempat lagu populer Nias tersebut,
penulis menggunakan teori semiotik yang ditawarkan oleh Michael Riffaterre. Teori
semiotik yang dikemukakannya ini sering juga disebut dengan teori semiotik puisi.
Sesuai dengan arahan Riffaterre, maka penulis akan melakukan tahap-tahap kajian
sebagai berikut.
Pertama, mengkaji teks empat lagu dalam musik populer Nias tersebut sebagai
puisi yang dipandang sebagai ketidaklangsungan ekspresi yang diciptakan oleh para
penciptanya. Kajian ini lebih menitikberatkan kepada aspek makna-makna teks secara
konotatif dan denotatif.
Selanjutnya yang kedua adalah pembacaan heuristik dan hermeneutik.
Pembacaan heuristikdalam konteks ini adalah pembacaan tingkat pertama yaitu
memahami makna teks lagu populer Nias tersebut secara linguistik. Kemudian selepas
itu, penulis melakukan pembacaan hermeneutik, yaitu menginterpretasi makna empat
lagu populer Nias tersebut secara utuh dan integral.
Kemudian ketiga, adalah kajian terhadap matriks dan model terhadap empat lagu
dalam musik populer Nias tersebut. Matriks dipandang sebagai konsep abstrak dalam
sebuah puisi sedangkan model adalah aktualisasi dari matriks tersebut. Jadi keduanya
berkait erat, yaitu matriks adalah sebuah gagasan puitis sedangkan model adalah puisi
itu sendiri. Dalam hal ini puisi tersebut berupa nyanyian populer.
Yang terakhir, tahap keempat adalah kajian terhadap hubungan intertekstual.
Kajian ini berkait erat dengan aspek kesejarahan musik populer Nias, yaitu bagimana
nyanyian-nyanyian baik di dalam tradisi Nias seperti maena, hoho, sinunӧ, maupun
150
yang datang dari Eropa melalui gereja-gereja di Nias, berupa lagu gereja, memberikan
pengaruhnya terhadap musik populer Nias.Dengan cara kerja analisis seperti itu, maka
akan didapatkan hasil penelitian ini dalam lingkup semiotik.
4.3 Ekspresi Langsung dan Tak Langsung dalam Teks
Sebagai karakter musik populer di seluruh dunia, yaitu maknanya yang relatif
mudah dicerna, menggunakan struktur musik yang relatif sederhana, maka empat lagu
musik populer Nias seperti dibentangkan di atas, umumnya menggunakan diksi atu
pemilihan kata dan baris teks yang mudah ditafsirkan oleh orang-orang Nias, atau orang
yang mengerti bahasa Nias.
Dengan demikian makna-makna yang disampaikan dalam lagu-lagu populer
Nias ini sebahagian besarnya adalah menggunakan ekspresi langsung. Artinya kata-kata
atau baris teks merujuk langsung kepada pengertian harfiah atau etimologis yang
sesungguhnya. Ekspresi seperti ini diperlihatkan dalam contoh-contoh teks berikut ini.
(1) Tanӧ Nihambanua somasi do
[Pulau Nias pulau yang ku cinta]
(2) Soso nungo nidanӧ ba mbombo
[Pohon nyiur sepanjang pantai]
(3) Mefӧna me ideide do ilu‘i doi nagu itӧrӧ
[Dahulu waktu aku kecil, aku digendong ibuku]
(4) Tӧdӧgu inagu memӧi
[Ku teringat akan ibuku]
151
(5) He gaa
[Hei abang]
(6) Bӧi olifu gӧda gowi bulu geu bulu lambasi
[Jangan lupa makanan kita ubi, dedaunan, dan daun lambasi]
(7) Daelu daelu mbotomӧ
[Lenggang lenggokmu merasuk sukma]
(8) Irai tӧdӧ
[Semua melotot memandangmu]
Contoh-contoh baris teks di atas adalah ekspresi langsung yang dengan mudah
dimaknai oleh para pendengar dan penonton musik populer Nias ini. Makna-makna
langsung tersebut sangat dekat dengan pilihan kata dalam bahasa komunikasi sehari-
hari.
Namun sebagai sebuah ekspresi seni, di dalam lagu-lagu pop Nias ini, terdapat
juga kata-kata atau baris tekstual yang sebagaimana diwacanakan oleh Riffaterre, adalah
ekspresi tidak langsung dari si penyaji, dalam hal ini adalah penyanyi. Ekspresi tidak
langsung itu, dapat dilihat pada contoh-cotoh baris teks berikut ini.
He gaa tӧrӧ tӧdӧ zoroi furi bӧi holeo sawӧ
gӧli bӧwӧ dasino te’olimowengu wengu dalangӧ mege-ege kifӧki
[Hai abang, jangan lupa yang di belakang (rumah) jangan sampai lewati pagar
Persahabatan yang sudah terjalin kutu busuk bernyanyi, ngengat menangis
memikirkan engkau]
152
Dalam contoh ini, kata-kata simbolik yaitu kutu busuk bernyanyi, ngengat
menangis, memikirkan engkau, adalah ekspresi tidak langsung dari si penyanyi. Kata-
kata simbolik itu bisa jadi adalah lambang dari diri si penyanyi itu sendiri. Kata-kata ini
juga dipilih untuk mendapatkan efek puitis dari lagu yang dinyanyikan. Jadi dengan
demikian, di dalam lagu-lagu populer Nias, terdapat larik-larik yang disusun oleh kata-
kata, sebagai ekspresi langsung maupun tidak langsung dari penyanyinya, yang telah
dikomposisikan sedemikian rupa oleh pencipta lagu ini.
4.4 Analisis Heuristik dan Hermeneutik
Empat lagu dalam musik populer Nias ini, memiliki makna denotatif (makna
sebenarnya) dan juga makna konotatif (makna lain). Makna denotatif berkait dengan
pembacaan heuristik, yaitu makna linguistik—dan makna konotatif berkait dengan
pembacaan (penafsiran) hermeneutik, yaitu makna yang lebih luas, baik makna dalam
atau juga makna luar yang dihubungkan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat
Nias.
Untuk dapat memberi makna secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan
dengan heuristik dan kemudian bergerak ke pembacaan hermeneutik atau retoaktif
(Riffaterre, 1978:5-6). Konsep ini akan diterapkan sebagai langkah awal dalam usaha
untuk makna yang terkandung dalam teks lagu-lagu populer Nias, dengan tumpuan pada
empat lagu, seperti yang sudah ditentukan di atas.Selengkapnya adalah seperti terurai di
bawah, beserta artinya di dalam bahasa Indonesia.
153
(1) Tano Niha
Tanӧ Nihambanua somasi do
Ta nӧ situmbu ya’ofӧ
Nahe mukoli ndra’o
Bazarӧu balӧ olifu dosaia
Tanӧ situmbu do
Mohilibaebolonde
Soso nungo nidanӧ ba mbombo
Fasuia si sebolo
Artinya:
[Pulau Nias
Pulau Nias pulau yang kucinta
Tanah tempat aku dilahirkan
Walau kujauh di rantau orang
Namun kau tetap kurenungkan
Pulauku, Niasku,
Sawah ladang luas menghijau
Pohon nyiur sepanjang pantai
Menambah keindahan]
Lagu Tano Niha di atas, secara struktural puitis atau heuristik terdiri dari delapan
baris teks yang menjadi satu kesatuan. Lirik-liriknya menggunakan diksi yang mudah
dicerna maknanya oleh orang-orang Nias. Komunikasi verbal yang ingin disampaikan
154
oleh penciptanya adalah bagaimana Pulau Nias ini sebagai tempat lahir. Dimulai dari
baris Tanӧ Nihambanua somasi do, yang artinya adalah Pulau Nias pulau yang ku cinta.
Teks ini langsung memiliki makna denotatif dan hermeneutik yaitu setiap orang Nias
memiliki sikap mencintai tanah kelairannya, dalam hal ini adalah Pulau Nias. Sikap itu
seharusnya secara denotatif ditunjukkan dengan cara berjuang secara keras, baik di Nias
sendiri atau di perantauan, dalam mengisi kehidupan masing-masing. Dengan sikap cinta
kepada tempat kelahiran atau tempat asal-usul nenek moyang ini, maka seorang Nias
harus rela berkorban untuk kepentingan umum orang Nias, tidak egosentris,
mengutamakan kepentingan umum tidak kepentingan pribadi, dan berbagai sikap positif
lainya.
Baris pertama tersebut dilanjutkan kepada baris kedua yaitu Ta nӧ situmbu
ya’ofӧ yang artinya adalah Tanah tempat aku dilahirkan. Baris teks ini, secara denotatif
dan heuristik merujuk langsung di Tanah Nias itulah aku (si pencipta, penyanyi,
pendengar orang Nias, atau mereka yang bukan orang Nias dilahirkan di Nias) dilahirkan.
Namun demikian, larik atau baris ini bisa juga bermakna secara konotatif, yaitu merujuk
pula kepada orang-orang Nias yang tidak dilahirkan di Pulau Nias atau sekitarnya (seperti
Pulau Tello), tetapi orang tuanya, baik ayah, ibu, atau salah satunya adalah orang Nias.
Dalam makna konotatif dan hermeneutik atau ketidaklangsungan ekspresi maka mereka
yang tidak dilahirkan di Pualu Nias dan sekitarnya juga dapat dipandang sebagai
dilahirkan di Nias, artinya lahir dalam kebudayaan dan situasi Nias.
Seterusnya, baris ketiga Nahe mukoli ndra’oartinya di dalam bahasa Indonesia
adalahWalau ku jauh di rantau orang, memiliki makna konotatif dan heuristik, bahwa
155
seseorang Nias itu walau berada jauh di rantau orang, tetap tidak dapat melupakan,
bahkan selalu merindukan Pulau Nias dan sekitarnya tempat ia dilahirkan, baik secara
fisik atau kultural.
Teks ini selanjutnya mengandung makna konotatif dan hermeneutik, artinya
adalah bahwa setiap orang Nias itu diharapkan secara budaya untuk merantau, dalam
rangka memperbaiki tingkat ekonomi. Dengan merantau seorang Nias itu belajar untuk
mandiri, mencari kehormatan, baik dalam arti khusus melalui perbaikan ekonomi,
maupun dalam arti luas belajar mengharungi hidup, sebagaimana mengharungi Samudera
Hindia, yang mengelilingi Pulau Nias. Jadi konsep merantau sangatlah dipentingkan di
dalam kebudayaan Nias. Dalam realitasnya orang-orang Nias, umumnya setelah dewasa
merantau keluar Nias. Ada yang merantau dalam bentuk sekolah, kuliah, juga mencari
pekerjaan-pekerjaan baik itu di Pulau Sumatera, Jawa, atau Indonesia, dan luar negeri.
Namun demikian lirik lagu pada baris ketiga ini, juga tetap menghargai seseorang Nias
yang tinggal dan membangun kampung halaman (mbanua)nya. Karena lirik lagu ini juga
memakai kata walaupun (dalam bahasa Nias adalah nahe), yang merujuk kepada arti
seorang Nias itu bisa merantau atau tetap tinggal di kampung halaman. Selanjutnya kalau
semua merantau siapa pula yang tinggal mengurusi dan membangun kampung
halamannya. Demikian maksud lirik ini, menurut tafsiran penulis.
Seterusnya, bait keempat adalah Bazarӧu balӧ olifu dosaiyang artinya di dalam
bahasa Indonesia adalahNamun kau tetap ku renungkan. Secara denotatif dan heuristik,
artinya adalah bahwa larik ini merupakan jawaban dari larik ketiga sebelumnya, yaitu
walaupun aku jauh di rantau orang, namun kau (wahai Pulau Nias) tetap ku renungkan.
156
Kata renungkan ini, memiliki makna-makna konotatif dan hermeneutik lainnya, yaitu
selalui dikenang, sampai kapanpun tetap dicintai, setiap orang Nias akan selalu membawa
panduan dan ajaran dari budaya Nias, tidak tercerabut dari akar budayanya, dan aspek-
aspek sejenis.
Berikutnya, baris kelima, diisi oleh Tanӧ situmbu do, yang dalam hal ini penulis
terjemahkan dengan Pulauku, Niasku. Baris ini memiliki makna denotatif dan heuristik
mengenai Nias sebagai sebuah pulau, yang memberikan segalanya kepadaku. Secara
konotatif dan hermeneutik atau ketidaklangsungan ekspresi, baris ini memiliki berbagai
arti. Di antaranya adalah Nias adalah sebuah pulau, dengan segala macam kelebihannya
seperti, budayanya yang eksotik, pemandangan yang indah, langsung dikelilingi oleh
Samudera Hindia, ombaknya yang indah, yang kini adalah sebagai tempat wisata
peselancar kelas dunia, pulau andalan sebagai destinasi wisata di Nusantara, dan lain-
lainnya. Nemun demikian, secara sosial Nias ini memiliki berbagai masalahnya sendiri
pula, seperti masalah tsunami, gempa bumi, dan kemiskinan, yang harus dicarikan jalan
pemecahan masalahnya. Kemudian muncul pula sifat-sifat kurang terpuji warganya,
apakah itu korupsi, nepotisme, disintegrasi sosial karena perbedaan wilayah budaya (Nias
Utara, Tengah, Selatan), dan berbagai masalah sosial lainnya. Itulah kira-kira tafsiran
semiosis penulis terhadap larik kelima ini.
Kemudian baris keenam adalah Mohilibaebolonde, artinya di dalam bahasa
Indonesia adalah Sawah ladang luas menghijau. Secara denotatif dan heuristik baris ini
menggambarkan secara langsung bahwa di Pulau Nias terdapat sawah dan ladang yang
luas menghijau. Dalam hal ini sawah dapat diartikan sebagai tempat bercocok tanam,
157
biasanya padi, dengan materi utama adalah tanah yang berbentuk lumpur dan
mengandung air yang relatif banyak dibandingkan ladang. Sawah juga sangat
memerlukan air baik melalui saluran irigasi, maupun tadah hujan. Sedangkan ladang
adalah tempat bercocok tanam bagi para petani yang berupa dataran, dan biasanya untuk
ditanami tanaman-tanaman seperti: padi, jagung, buah-buahan, kelapa, cengkeh, dan
lainnya.
Kata menghijau dalam hal ini bermakna sebagai tanam-tanaman, seperti padi,
jagung, dan lainnya seperti diurai di atas. Arti konotatif dan hermeneutik dari kata ini
adalah bahwa Pulau Nias adalah pulau yang subur yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakatnya akan makanan pokok dan makanan tambahan. Pulau Nias menyediakan
hasil bumi yang melimpah ruah. Selanjutnya secara konotatif, karena suburnya pulau ini,
yang bisa ditanami oleh berbagai tanaman, maka rajinlah bekerja di sawah dan ladang
untuk memenuhi kebutuhan pangan. Itu salah satu makna baris teks ini. Seterusnya baris
ini juga mengisyaratkan, walaupun Pulau Nias dikelilingi Samudera Hindia, sebagai
kawasan yang lautnya lebih luas, sehingga matapencaharian sebenarnya adalah di bidang
kelautan, tepatnya adalah nelayan. Namun walaupun demikian, selain nelayan mereka
bisa juga sekali gus sebagai petani yang bekerja di daratan Nias. Atau orang-orang Nias
di pulau ini bekerjasama, ada yang bekerja sebagai nelayan dan ada pula bekerja sebagai
petani. Antara keduanya saling bertukar hasil, melalui aktivitas-aktivitas ekonomis.
Demikian tafsiran semiotik penulis terhadap baris ini.
Seterusnya, baris ketujuh adalah Soso nungo nidanӧ ba mbombo, yang artinya di
dalam bahasa Indonesia adalah Pohon nyiur sepanjang pantai.Baris ini memiliki makna
158
denotatif dan heuristik bahwa Pulau Nias sepanjang pantainya ditumbuhi oleh pohon
kelapa atau nyiur (Cocos nucifera). Secara semiotik, pohon kelapa adalah tanda
indeksikal dan merujuk kepada kawasan pantai, pulau, atau kepulauan. Selanjutnya
orang-orang yang ada di pesisir pantai, pulau, atau kepulauan membentuk kebudayaan
yang bersifat maritim atau kelautan. Mereka bergantung hidup kepada alam lautan,
pesisir pantai, atau pulau. Demikian pula Pulau Nias adalah pulau yang banyak
ditumbuhi baik ditanam oleh masyarakatnya atau tumbuh sendiri pohon-pohon kelapa.
Selanjutnya pohon kelapa ini secara konotatif dan hermeneutik dapat bermakna bahwa
orang-orang di Pulau Nias hasil utamanya, selain sebagai masyarakat maritim nelayan
yang menangkap ikan dan hasil-hasil lautan, juga adalah pengjhasil kelapa, yang
diberdayakan secara ekonomis menjadi minyak kelapa, santan kelapa, air kelapa muda,
kopra, kayu kelapa untuk bahan bangunan, dan lain-lain produk ekonomis yang terbuat
dari kelapa ini.
Lagu ini disudahi oleh larik terakhir yaitu larik kedelapan yang berisikan teks
Fasuia si seboloFasuia si sebolo, yang artinya di dalam bahasa Indonesia adalah
Menambah keindahan.Secara denotatif dan heuristik, larik ini adalah dampak dari larik
ketujuh, bahwa karena dipenuhi oleh pohon nyiur atau kelapa di sepanjang pantainya,
maka dampaknya adalah Pualu Nias menjadi indah pemandangannya dilihat dari berbagai
tempat, baik itu dari tempat tinggal, dari laut, dari pantai itu sendiri, atau dari udara.
Kemudian secara konotatif dan hermeneutik kata-kata menambah keindahan ini
adalah merujuk pula kepada Pulau Nias pulau yang alami, pulau yang memiliki
pemamndangan yang indah, yang diciptakan Tuhan untuk Ono Niha, dan semua
159
pendatang atau wisatawan. Oleh karena itu, maka sudah selayaknya setiap orang Nias,
orang bukan Nias yang tinggal di pulau ini, atau wisatwan berterima kasih kepada Tuhan
(dalam religi animisme disebut Adu, dalam agama Kristen disebut Tuhan Bapa, Kristus,
dan Roh Kudusm sebagai satu kesatuan dalam konsep trinitas; di dalam Islam disebut
Allah), atas berkat karunia-Nya kepada pulau indah di kawasan Samudera Hindia ini. Jadi
terdapat makna bersyukur yang terkadung di dalam baris terakhir lagu ini.
Lagu kedua adalah nyanyian yang bertajuk Mefӧna me ideide Do, yang artinya di
dalam bahasa Indonesia adalah Dahulu Waktu Ku Kecil.Selengkapnya teks lagu ini
disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
(2)Mefӧna me ideide Do
Mefӧna me ideide do ilu‘i doi nagu itӧrӧ
Tӧdӧgu inagu memӧi
Gasaba nowima ma tӧro tano fa a sui
Itӧrӧ tӧ dӧgu ninagu
Siyawa bahili Salawa sonose masinu mana
Itӧro tӧ dӧgu ninagu
Ufaigi ufa khӧlӧdӧ u’ ila nasi bazarӧu
Itӧrӧ tӧdӧgu ninagu
Artinya:
[Dahulu Waktu Ku Kecil
160
Dahulu waktu aku kecil, aku digendong ibuku
Ku teringat akan ibuku
Ketika kami ke ladang, kami jalan agak jauh
Ku teringat akan ibuku
Di puncak bukit kami punya pondok kecil
Kuteringat akan ibuku
Kulihat sekelilingku, dari jauh nampak laut
Kuteringat akan ibuku
Secara umum, lagu Me Ideide Do ini disusun oleh delapan baris (larik) teks, yang
menjalin menjadi satu kesatuan yang terintegrasi secara utuh. Seperti sudah disebutkan
sebelumnya tema utama lagu ini adalah kenangan terhadap ibu, yang tentu saja dengan
penuh kasih sayang sang ibu membesarkan anaknya.
Dimulai dari larik pertama yaitu Mefӧna me ideide do ilu‘i doi nagu itӧrӧ, yang
arti bebasnya di dalam bahasa Indonesia adalah Dahulu waktu aku kecil, aku digendong
ibuku. Makna denotatif dan jeuristik baris ini adalah di kala masih bayi di bawah lima
tahun usianya, yang selalu diakronimkan dengan balita, si penyanyi (digendong oleh
ibunya). Digendong dalam larik ini maksudnya digendong dalam pengertian
sesungguhnya, yaitu dipegang dengan dua belah tangan ibunya, didekapkan di dada
ibunya dengan penuh kasih sayang. Atau bisa juga digendong dengan menggunakan kain
gendongan yang diposisikan pada bahagian depan atau belakang badan sang ibu.
Selain itu, makna konotatif dan hermeneutik dari teks ini secara indeks
berdasarkan kajian semiotik adalah gendongan atau menggendong adalah simbol dari
161
ketulusan cinta seorang ibunda kepada anaknya, yang ia besarkan dengan tulus ikhlas
tanpa mengharapkan pamrih. Gendongan juga adalah lambang dari rasa cinta orangtua
kepada anak-anaknya. Kemudian dengan rasa cintya yang tiada batasnya inilah orang tua
membesarkan anaknya, dengan harapan kelak menjadi orang yang berguna, baik untuk
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Teks ini kemudian dilanjutkan kepada larik kedua yaitu Tӧdӧgu inagu memӧi
artinya secara harfiah adalah Ku teringat akan ibuku. Larik ini secara denotatif dan
heuristik adalah ekspresi dari rasa cinta balasan sang anak (si penyanyi) kepada
ibundanya, yang memberikan dampak teringatlah ia akan ibunya. Teringat di sini adalah
indeks bahwa ia berjauhan dengan sang ibu. Kata ini juga merujuk kepada semua jerih
payah ibunya selama ini, turut membentuk karakter pribadinya menjadi individu yang
banyak belajar dari ibu, dengan segala kebaikannya. Kata teringat, bisa jadi adalah
kenangan masa lalu yang terus tumbuh dan berkembang kenangan itu sampai sekarang.
Baris ini juga bisa dimknai secara konotatif dan hermeneutik, selain ibunya jauh di
kampung halaman dan ia tinggalkan untuk merantau dalam rangka mencari kehidupan
ekonomis yang lebih baik, bisa juga dimaknai bahwa ibundanya telah meninggalkan ia di
dunia ini. Sehingga dengan demikian kerinduan dan teringatlah ia akan sosok dan pribadi
ibunya yang telah membesarkan, menyusui, mengasuh, mendidik, memandikan,
menyuapi makan, memberi minum, dan semua hal untuk menjadikan dirinya sebagai
insan yang berguna untuk masyarakat luas.
Seterusnya baris ketiga adalah Gasaba nowima ma tӧro tano fa a suiyang artinya
di dalam bahasa Indonesia adalah Ketika kami ke ladang, kami jalan agak jauh. Baris ini
162
mendekrispsikan atau menggambarkan bagaimana kedua anak beranak ini, yaitu ibu dan
anaknya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berladang, mereka
berjalan jauh. Makna konotasinya adalah bahwa seorang etnik Nias itu dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, harus bekerja keras, mencari rejeki yang halal, sambil berdoa
kepada Tuhan, semoga apa yang dikerjakan akan menghasilkan sesuatu rejeki yang halal
yang dapat memenuhi kebutuhan hidup, baik makanan, sandang, maupun perumahan,
baik untuk diri sendiri atau keluarga, baik keluarga ini atau keluarga luas.
Baris keempat Itӧrӧ tӧ dӧgu ninagu artinya adalah Ku teringat akan ibuku. Baris
ini secara denotatif dan heuristik adalah mencerminkan kerinduan sang anak kepada ibu
dengan begitu besar jasa-sanya selama ini. Dampaknya secara konotatif dan hermeneutik
adalah karena jarak yang memisahkan ia dengan ibunya, maka teringatlah ia akan semua
kebaikan sang ibu, yang tidak bisa terbalaskan jasa-jasanya ini sampai kapan pun dan
oleh material apa pun. Baris keempat ini juga memiliki makna yang sama dengan baris
kedua. Namun terdapat perbedaan dalam bahasa Nias masalah pemilihan kata atau
diksinya. Kalau pada baris kedua memilih kata dalam larik Tӧdӧgu inagu memӧi, maka
pada larik keempat ini diksinya adalah Itӧrӧ tӧ dӧgu ninagu. Hanya sebagai variasi kata
dan pilihan estetis teks.
Seterusnya lagu ini dilanjutkan pada lari kelima, yaitu Siyawa bahili salawa
sonose masinu mana, artinya di dalam bahasa Indonesia adalah Di puncak bukit kami
punya pondok kecil. Makna larik ini secara denotatif dan heuristik adalah bahwa keluarga
tersebut memiliki pondok kecil (bisa jadi gubuk), yang berfungsi untuk berteduh dari
panasnya matahari ketika beristirahat bekerja di ladang. Dalam konteks makna
163
konotatifdan hermeneutik, ibundanya bekerja di ladang sementara sang anak bisa
membantu atau duduk di pondok kecil melihat ibundanya bekerja di ladang. Namun
dalam konteks sosial dan budaya, keadaan ini adalah sebagai proses pembelajaran
antargenerasi tentang bagaimana bekerja, serta untuk apa bekerja. Dengan demikian
bekerja dalam rangka pemunuhan kebutuhan hidup adalah aspek penting di dalam
kebudayaan Nias, yang diekspresikan melalui larik lagu ini.
Berikutnya adalah baris keenam, yaitu Itӧro tӧ dӧgu ninagu, yang artinya di dalam
bahasa Indonesia adalah Ku teringat akan ibuku. Baris ini merupakan perulangan atau
repetisi dari baris kedua dan keempat, maknanya secara denotatif dan heuristikadalah
mengekspresikan kerinduan si anak kepada ibundanya yang begitu besar jasa-sanya
selama ini. Akibat pembelajaran secara budaya ini adalah karena jarak yang memisahkan
ia dengan ibunya, maka teringatlah ia akan semua kebaikan sang ibu, yang tidak bisa
terbalaskan jasa-jasanya ini sampai kapan pun dan oleh material apa pun. Baris keenam
ini juga memiliki makna yang sama dengan baris kedua dan keempat.
Selanjutnya nyanyianini diteruskan teksnya dengan larik yang ketujuh, yang
berbunyi Ufaigi ufa khӧlӧdӧ u’ ila nasi bazarӧuartinya di dalam bahasa Indonesia
adalah Ku lihat sekelilingku, dari jauh nampak laut.Baris ini menggambarkan secara
denotatif dan heuristikl, bahwa meskipun ibu dan dirinya sedang berladang, di ladang itu
ada pondok kecil, namun dari ladang tersebut tampak pemandangan indah yakni lautan di
sekeliling Pulau Nias, dalam hal ini lautan yang dimaksud pastilah merujuk kepada
Samudera Hindia, kawasan lautan di sebelah barat Indonesia. Secara denotatif dan
hermeneutik, taks ini menggambarkan bahwa, selain bercocok tanam sebagai petani,
164
orang Nias juga menumpukan penghidupan ekonomisnya kepada biota laut, dengan cara
menjadi nelayan. Laut itu juga sebagai identitas bahwa orang Nias memiliki kebudayaan
maritim, yang sangat tergantung hidupnya dengan laut. Laut juga adalah indeks dari
kawasan kepulauan, masyarakat yang berbudaya kelautan, ombak di Nias yang begitu
indah terutama untuk kegiatan kepariwisataan selunsur air (surfing), dan lain-lainnya.
Lagu populer Nias ini disudahi dengan baris kedelapan yang berbunyi Itӧro tӧ
dӧgu ninagu, arti harfiahnya di dalam bahasa Indonesia adalah Ku teringat akan ibuku.
Baris kedelapan dan ujung dari lagu ini, merupakan perulangan dari baris kedua,
keempat, dan keenam yang maknanya secara denotatif dan heuristik adalah
mengekspresikan kerinduan si anak kepada ibundanya yang begitu besar jasa-sanya
selama ini. Akibat pembelajaran secara budaya ini, maka maknaya secara hermeneutik
adalah karena jarak yang memisahkan ia dengan ibunya, maka teringatlah ia akan semua
kebaikan sang ibu, yang tidak mungkin bisa dibalas jasa-jasanya ini sampai kapan pun
dan oleh benda atau materi apa saja. Dengan demikian, larik kedelapan ini juga memiliki
makna denotatif dan konotatif yang sama dengan baris kedua dan keempat.
Berikutnya adalah lagu yang ketiga sebagai sampel dari musik populer Nias. Lagu
ini bertajuk He Ga’a yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Hai
Abang. Teks lagu tersebut beserta artinya secara heuristik (makna linguistik atau harfiah)
adalah sebagai berikut.
(3)He Ga’a
He gaa bӧi olifu gӧda gowi bulu geu bulu lambasi
165
Rӧrӧ lofo bawa riri
He gaa tӧrӧ tӧdӧ zoroi furi bӧi holeo sawӧ
Gӧli bӧwӧ dasino te’oli mowengu wengu
Dalangӧ mege-ege kifӧki
Fӧwo angerai gӧya ugӧ
Artinya:
[Hai Abang
Hai abang, jangan lupa pada makanan kita ubi, dedaunan dan daun lambasi
Manakala musim lapar dan kesesakan tiba
Hai abang, jangan lupa yang di belakang (rumah) jangan sampai lewati pagar
Persahabatan yang sudah terjalin kutu busuk bernyanyi, ngengat menangis
memikirkan engkau
Walau kau menerkam tapi tidak menggigit bagai anjing berburu, mengejar
gemuruh yang tak tentu
Melihat dengan tunduk, bagai berjalan di ladang telah usai, telah usai]
Secara heuristik, lagu He Ga’a ini dikomposisikan oleh enam laris (baris) teks yang
secara keseluruhan menjadi satu kesatuan. Diksi yang digunakan di dalam lagu ini juga
khas, yakni menggunakan metafora-metafora hewan yaitu kutu busuk, ngengat, anjing,
yang menurut penulis gunanya adalah untuk sedikit melawak atau jenaka.
166
Baris pertama lagu ini adalah He gaa bӧi olifu gӧda gowi bulu geu bulu lambasi,
yang artinya di dalam bahasa Indonesia adalah Hai abang, jangan lupa pada makanan
kita ubi, dedaunan dan daun lambasi. Larik ini secara denotatif adalah mengingatkan
sang abang (oleh adik, bisa sahabat tetapi dalam hal ini lebih cenderung kepada kekasih)
akan makanan mereka adalah ubi dan sayuran lambasi. Ini mengingatkan mereka saat
yang lalu, bisa jadi ketika masa remaja di kampung halamannya, makan berupa ubi dan
sayuran lambasi. Makna konotatif dan hermeneutiknya adalah bahwa makanan tersebut
mengangatkan mereka ketika di kampung halaman dalam keadaan susah, maka apa
adanya, tergantung dari tumbuhan alam sekitar. Namun demikian dengan makanan yang
sederhana ini, hubungan kasih mesra di antrara adik dan abang ini (sepasang kekasih)
begitu mesra. Makna lainnya dari larik ini adalah makna perlambangan ditinjau dari sisi
semiotik. Ubi, dedaunan, dan daun lambasi adalah lambang dari anak-anak yang tumbuh
dan besar di kampung. Bahkan secara nasional, kita mengenal anak singkong, yang
merupakan lambang dari anak-anak yang secara ekonomi berada di dalam keadaan kelas
bawah sampai menengah saja, atau lebih jauh adalah anak desa yang “miskin”.
Seterusnya larik tersebut disambung dengan baris kedua, yang berbunyi di dalam
nyanyian sebagai berikut Rӧrӧ lofo bawa riri, artinya di dalam bahasa Indonesia
adalahManakala musim lapar dan kesesakan tiba. Artinya secara denotasi dan heuristik
adalah terjadi saat-saat musim paceklik yang disebabkan berbagai gangguan alam, seperti
kemarau, banjir, hama, ombak besar di Samudera Hindia, dan lain-lainnya, yang
mengakibatkan masyarakat Nias kekurangan bahan makanan, baik itu beras, ikan,
sayuran, dan lainnya. Makna konotatif dan hermeneutik dari larik ini adalah bahwa Pulau
167
Nias dan sekitarnya tidak selamanya menyediakan bahan-bahan pangan yang cukup. Oleh
karena itu, orang Nias yang bijak harus mampu membaca tanda-tanda alam dan zaman,
agar selamat hidupnya di dunia ini. Selain itu, Tuhan tidak selamanya menyediakan masa
senang saja kepada manusia, adakalanya banyak rezeki adakalanya pula sebaliknya. Jadi
pandai-pandailah mencari bahan-bajan kebutuhan dan harta untuk kehidupan ini.
Baris tersebut dilanjutkan oleh baris ketiga yang isinya adalah He gaa tӧrӧ tӧdӧ
zoroi furi bӧi holeo sawӧartinya secara harfiah adalahHai abang, jangan lupa yang di
belakang (rumah) jangan sampai lewati pagar. Makna denotatif baris teks ini adalah
mengingatkan sang kekasih yaitu abang jangan lupa masa kita dahulu berkomunikasi
dalam rangka “menautkan hati”, hanya sampai sebatas pagar rumah saja. Artinya adalah
bahwa si penyanyi (wanita) dengan si abang adalah bertetangga, yang kedua rumahnya
dipisahkan oleh pagar. Namun demikian, perasaan suka sesama mereka tidak
menghalangi untuk berkomunikasi secara intensif. Makna konotatif dan pembacaan
hermeneutik adalah bahwa di dalam kebudayaan Nias, hubungan antara muda dengan
mudi dibatasi oleh larangan-larangan adat. Artinya antara muda dan mudi yang saling
jatuh cinta tidak sembarangan emngekspresikan perasaan cintanya tersebut, di
sembarangan ruang dan waktu. Ada masa-masa tertentu dan tempat tertentu bagi
keduanya untuk berkomunikasi, yang dilandasi oleh adat Nias.
Baris ini kemudian dilanjutkan dengan baris keempat, selengkapnya berisi kata-
kataGӧli bӧwӧ dasino te’oli mowengu-wengu, dalam bahasa Indonesia arti harfiahnya
adalahPersahabatan yang sudah terjalin kutu busuk bernyanyi, ngengat
menangismemikirkan engkau. Larik ini, menurut penulis adalah larik yang penuh dengan
168
makna puitis. Di dalam baris ini digunakan dua hewan yaitu kutu busuk dan ngengat
sebagai simbol dan indeks dari bagaimana perasaan cinta itu terjalin di antara mereka. Di
dalam larik ini digunakan gaya (plastis) bahasa yang merendah-rendahkan diri.
Baris keempat ini dilanjutkan dengan baris kelima, yang sepenuhnya berbunyi
sebagai berikutDalangӧ mege-ege kifӧkiDalangӧ mege-ege kifӧki, yang artinya di dalam
bahasa Indonesia adalahWalau kau menerkam tapi tidak menggigit bagai anjing berburu,
mengejar gemuruh yang tak tentu. Larik keempat ini pun penuh dengan makna konotatif
dan dapat dikaji dari pembacaan hermeneutik bahwa si penyanyi menyatakan bahwa
kekasih hati yaitu abang (ga’a) mengejar cintanya, bak seekor anjing menerkam tetapi
tidak menggingit, artinya memburu cinta si adik dengan gagah berani dan sekali gus
bertanggung jawab, membuktikan keseriusannya untuk membina mahligai rumah tangga.
Lagu ini disudahi dengan larik terakhir yaitu baris kelima, yang diisi oleh kata-kata
sebagai berikut Fӧwo angerai gӧya ugӧ. Kata-kata ini di dalam bahasa Indonesia artinya
adalah Melihat dengan tunduk, bagai berjalan di ladang telah usai, telah usai. Teks ini
masih mengacu kepada baris keempat dan kelima yang amat puitis. Baris ini masih
menerangkan tentang simbol sang abang tadi yang dilambangkan bagaikan “anjing yang
memburu tetapi dengan tanggung jawab”. Akhirnya anjing tersebut mendapatkan
buruannya, yang dimaknai secara hermeneutik sebagai telah menerima cinta sang adik di
dalam perburuan di ladang. Maka saat kini adalah kebahagiaan yang terjalin di antara
mereka berdua, yang dikiaskan dengan kata-kata telah selasai (kifӧki).
Selanjutnya bahan kajian heuristik dan hermeneutik yang keempat adalah lagu
Opӧdӧ pӧdӧ, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah Bahenol.Agak berbeda dengan
169
keempat lagu populer Nias sebelumnya, lagu ini tampak terinspirasi oleh lagu-lagu
dangdut Indonesia. Judul dan isi teksnya juga mencerminkan pengaruh genre dangdut
tersebut. Teks ini memiliki makna denotatif yang merujuk langsung kepada seorang
perempuan yang memiliki badan yang seksi, dalam hal ini diterjemahkan dalam kata
bahenol, yang dalam bahasa Nias adalah opӧdӧ pӧdӧ. Lagu ini terdiri dari enam belas
larik teks yang terintegrasi menjadi satu kesatuan teks secara menyeluruh. Selengkapnya
teks lagu ni dalam bahsa Nias, dan arti etimologinya di dalam hasa Indonesia adalah
seperti yang tertera berikut ini.
(4)Opӧdӧ pӧdӧ
Daelu daelu mbotomӧ
irai tӧdӧ
Fefu hӧrӧ mangebua
oi lafaigiӧ
Amua tau fehe
deu mangiwa
dӧdӧ hasambua
Ligu opӧdӧ pӧdӧ
uwa khӧu mena
Ata udona khiӧnӧ
Sidӧdӧ mau faema
Ba nangi malӧi
170
Namo fenuӧ
Khamӧ lӧlala
Khӧgukhӧgu
Ba wangumaӧ
Artinya:
[Bahenol
Lenggang lenggokmu merasuk sukma,
semua melotot memandangmu
perilakumu dan tuturmu mendebarkan
hanya satu kataku, bahenol
Tinggi, putih bagaikan dibentuk,
Rambut dan matamu keabuan
Perilakumu dan tuturmu menggiurkan
Hanya satu kataku, bahenol
Aku ingin menyampaikan isi hatiku
Aku takut manakala engkau marah
Kukirim lewat angin tapi jangan-jangan tak sampai
Tak ada jalan lagi untuk menyampaikan
Pantun pelipur lara akan ku tutur
Engkau ungkap bagai banjir
Telapak tanganku terasa dingin
171
Hanya satu kataku, bahenol]
Baris satu lagu ini adalah dibentuk oleh susunan kata-kata berikut Daelu daelu
mbotomӧ, yang artinya di dalam bahasa Indonesia adalahLenggang lenggokmu merasuk
sukma. Teks baris pertama ini makna denotatifnya adalah merujuk kepada penampilan
sosok wanita yang memiliki tubuh yang seksi yang berlenggang lenggok. Dalam bahasa
Nias dideskripsikan dengan kata-kata daeludaelu. Kata-kata ini sebenarnya merujuk
kepada pengertian yang umum, bahwa darimana datangnya cinta dari mata turun ke hati.
Apa yang dipandang (dalam hal ini lelaki) merupakan awal dari rasa ketertarikannya
kepada lawan jenis yaitu perempuan, yang dilihat secara makro, penampilannya, terutama
saat berjalan.Penampilan tubuh yang seksi ini mengakibatkan seorang lelaki dapat terasuk
sukmanya, untuk mengenal perempuan tersebut lebih jauh, dan berkenalan. Kalau Tuhan
mengijinkan bisa saja jadi pacarnya, dan kemudian membentuk rumah tangga. Meskipun
prosesnya tidaklah sederhana. Demikian kira-kira tafsiran hermeneutik terhadap baris
satu lagu ini.
Baris tersebut dilanjutkan oleh larik kedua yaitu berisi teks Irai tӧdӧ, yangartinya
adalah semua (laki-laki) melotot memandang penampilan kamu (perempuan) yang seksi.
Baris ini masih menjelas dan memiliki hubungan sebab dan akibat dengan baris kedua
lagu ini. Karena seksinya maka semua lelaki memandang tiada henti perempuan seksi
tersebut. Berdasarkan makna konotatif dan pembacaan hrmeneutik, maka secara alamiah
saja, setiap laki-laki yang normal pastilah suka terhadap perempuan yang seksi, dalam hal
ini bahenol.
172
Baris ketiga pula diisi oleh teks Fefu hӧrӧ mangebua, artinya adalah Perilakumu
dan tuturmu mendebarkan. Baris ini juga menjelaskan bahwa ketertarikan lelaki terhadap
wanita adalah karena perilaku yang posisitf seperti: sopan santun, berpenampilan
menarik, bertatakrama dan lainnya—ditambah dengan tutur kata atau bahasa yang baik
dalam konteks berkomunikasi, maka dampaknya dapat mendebarkan hati laki-laki.
Perasaan seperti ini memang secara alamiah diciptakan oleh Tuhan untuk makhluknya,
terutama dalam hubungan wanita dan pria.
Teks tersebut selanjutnya diteruskan oleh baris keempat yang berisi oi lafaigiӧ,
artinya adalahhanya satu kataku, bahenol. Makna denotatif baris ini sekali lagi
merupakan ulangan kata bahenol. Tujuan utama tekstual adalah repetisi dan mempertegas
tema bahenolnya seorang perempuan. Sekali lagi baris ini mempertegas dan memuji
bahwa wanita tersebut seksi.
Selanjutnya disambung oleh baris kelima yang berisi kata-kata Amua tau fehe,
maknanya secara kontekstual adalahTinggi, putih bagaikan dibentuk. Makna denotatifnya
adalah bahwa perempuan yang dipuji itu karena fisiknya relatif tinggi, kulitnya putih, dan
dibentuk Tuhan secara sempurna. Seterusnya makna konotatif dan pembacaan
hermeneutik adalah bahwa laki-laki Nias pada prinsipnya memiliki gagasan atau konsep
mengenai wanita yang cantik itu adalah memiliki kulit putih dan badannya relatif tinggi.
Inilah wanita idaman secara fisik, tentu saja belum memiliki makna secara hati dan sifat.
Baris keenam adalah melanjutkan baris kelima yang berisikan kata-katadeu
mangiwa, yang artinya adalahrambut dan matamu keabuan. Teks larik ini memperkuat
dan berakait dengan teks sebelumnya, yaitu perempuan idaman bagi lelaki Nias selain
173
badan tinggi, kulit putih, juga warna rambut dan matanya kalau boleh adalah keabuan,
tidak hitam. Secara pembacaan hermeneutik, warna rambut dan mata menjadi penting
juga untuk mendukung seorang wanita itu disebut bahenol, dalam perspektif budaya pop
Nias, terutama di kalangan anak muda.
Baris ketujuh berisikan kata-kata Dӧdӧ hasambua, yang arti harfiahnya adalah
Perilakumu dan tuturmu menggiurkan. Di dalam teks ini, sudah lebih jauh lagi bahwa
seorang wanita yang bahenol itu, dalam persepsi laki-laki Nias, tidak cukup hanya
penampilan fisik saja, tetapi lebih jauh adalah perilaku dan tutur kata (bahasa) harus juga
menarik. Secara pembacaan hermeneutik, perilaku dan bahasa ini mendapat perhatian
bagi para lelaki maupun perempuan Nias dalam emnentukan jodohnya kelak. Jadi tidak
cukup aspek lahiriah saja, tetapi lebih jauh ke dalam adalah aspek mentalitas yang baik.
Diteruskan ke baris kedelapan yang terdiri dari kata-kataLigu opӧdӧ pӧdӧ, artinya
adalah hanya satu kataku, bahenol.Makna denotatif baris ini adalah jelas hanya satu saja
kata si penyanjung (lelaki) yaitu perempuan tersebut bahenol, sebagai ekspresi
perulangan dan penagasan tema lagu ini. Secara konotatif dan pembacaan heuristik, kata-
kata ini juga mengulangi pentingnya penampilan fisik dan juga perilaku serta komunikasi
yang baik, agar seorang perempuan Nias itu disebut bahenol (opӧdӧ pӧdӧ).
Teks tersebut dilanjutkan dengan larik yang kesembilan. Larik ini diisi oleh susunan
kata-kata sebagai berikut Uwa khӧu mena, yang artinya adalahAku ingin menyampaikan
isi hatiku. Secara denotatif dan pembacaan heuristik, teks ini menjelaskan bahwa sang
lelaki ingin menyampaikan isi hatinya kepada gadis idaman yang bahenol tersebut.
Kemudian secara konotatif dan melalui pembacaan hermeneutik, teks ini merujuk kepada
174
pengertian bahwa berdasarkan tampilan fisik dan perilakunya, maka sang lelaki
merasakan cinta kepada sang wanita pujaan hatinya tersebut. Namun sampai saat ini
perasaan cinta tersebut masih dipendamnya. Ia dalam keadaan mabuk kepayang
sendirian.
Selanjutnya baris tersebut dilanjutkan oleh baris kesepuluh, yang isi teksnya adalah
sebagai berikut Ata udona khiӧnӧ, artinya adalahAku takut manakala engkau marah.
Berdasarkan pembacaan heuristik teks ini menegaskan sang lelaki akan mendapat marah
apabila cinta di dalam hatinya diungkapkan kepada perempuan bahenol pujaan hatinya
tersebut. Kemudian secara hermeneutik, kata-kata ini sebenarny amemiliki hubungan
kausalitas dengan teks baris sebelumnya, artinya cinta yang membara di dalam hati sang
lelaki bagaimana pun harus diungkapkan. Namun ia takut jika ia ungkapkan marah lah
sang gadis tersebut. Dalam hal ini keadaan ragu-ragu menerpa lelaki tersebut.
Diteruskan kepada baris kesebelas Sidӧdӧ mau faema, artinya adalahKu kirim lewat
angin tapi jangan-jangan tak sampai. Artinya secara heuristik adalah cinta yang
membara coba diungkapkan langsung tetapi takut dimarahi atau ditolak. Oleh karena itu
elok dikomunikasikan melalui angin saja, dengan gaya puitis. Namun jangan-jangan
kalau melalui anagin pesan penting tidak akan sampai. Secara hermeneutik, dalam pola-
pola komunikasi pada kebudayaan Nias antara satu orang lelaki dengan perempuan
pujaan hatinya mestilah dilakukan secara hati-hati, dalam waktu dan suasana yang tepat
sesuai dengan adat.
Diteruskan oleh baris kedua belas, yang isi kata-katanya adalahBa nangi malӧi,
yang artinya adalah Tak ada jalan lagi untuk menyampaikan. Tampaknya dalam fase ini
175
sang lelalki yang sudah dirundung jatuh cinta dengan perempuan bahenol tersebut, dalam
kebimbangan besar yaitu tidak ada jalan untuk menyampaikan perasaan cintanya kepada
sang pujaan hati. Sudah dipikirkan berkali-kali bagaimana caranya menyampaikan
perasaan hati ini, tetapi tak ada cara dan jalan untuk menyampaikannya.
Selanjutnya teks tersebut dilanjutkan pada baris ketiga belas, yang berisi kata-kata
Namo fenuӧ, yang arti harfiahnya adalahPantun pelipur lara akan ku tutur.Kata-kata ini
jelas mengandung makna bahwa si lelaki tersebut mencoba mengungkapkan isi hatinya
melalui pantun perlipur lara saja. Ia yakin bahwa sampai saat ini perasaan cintanya
tersebut bakalan ditolak bahkan ia akan dimarahi kekasih pujaan hatiya tersebut, jika
diungkapkan. Oleh karena itu alangkah baiknya jika perasaan ini ia sampaikan saja
melalui pantun perlipur lara, sebagai ekspresi ia pandai pula berpantun dan merangkai
kata menurut kebudayaan Nias.
Diteruskan dengan kata-kata pada baris keempat belas yang isinya adalah Khamӧ
lӧlala, yang meiliki arti harfiahEngkau ungkap bagai banjir. Makna dari teks ini secara
heuristik adalah ungkapan dalam bentuk pantun pelipur lara tadi adalah bagaikan air yang
membanjiri daratan. Di sisi lain makna konotatif dari pembad=caan heuristik adalah
bahwa kata-kata ini adalah sebagai ungkapan berbetuk kiasan. Artinya karena begitu
dalamnya cinta yang sedang dialami sang lelaki tersebut, maka ketika ada cara untuk
bahan pengungkapan yaitu melalui pantun pelipur lara, maka ungkapannya bak air yang
banjir.
Larik ini diteruskan oleh baris kelima belas yang berisikan kata-kata Khӧgukhӧgu
yang artinya adalah Telapak tanganku terasa dingin. Ketika ia dapat mengungkapkan
176
issi hatinya berupa perasaan cinta melalui pantun pelipur lara, maka dampaknya kedua
tangannya terasa dingin. Begitulah dahsyatnya ketika seseorang jatuh cinta kepada
perempuan yang bahenol, dalam pengertian positif dalam kebudayaan Nias.
Rangkaian teks lagu ini ditutup oleh baris keenam belas yang berisikan kata-kata Ba
wangumaӧ, artinya secara etimologis adalah Hanya satu kataku, bahenol. Baris ini selain
sebagai repetisi dari beberapa baris sebelumnya sebagai penguas tema lagu yaitu
perempuan bahenol, juga menjadi klimaks lagu di bagian paling ujungnya. Bahwa
perempuan bahenol tersebut telah menyebabkan seorang lelaki jatuh cinta kepadanya,
tetapi masih merupakan jatuh cinta yang terpendam perasaan itu. Sang lelaki belum
berani menyatakannya dan masih menunggu saat dan tempat yang sesuai nantinya untuk
mengungkapkan perasaan hatinya ini. Demikian kira-kira tafsiran semiotik secara
heuristik dan hermeneutik terhadap keempat lagu pupuler Nias ini.
4.5 Abstraksi Matriks dan Model
Dari pembacaan heuristik dan hermeneutik tersebut, maka dalam konsep
etnosains Nias, maka secara abstrak terdapat matriks dan model tekstual pada musik
populer Niasi ini. Matriks dan model tersebut diperoleh setelah mendalami lirik-liriknya
yang dikaitkan dalam konteks kebudayaan Nias secara umum. Adapun matriks dan
model ini tidak terlepas dari wujud dan isi kebudayaan Nias, termasuk interaksinya
dengan musik populer Indonesia dan dunia (khususnya musik populer Barat).
Menurut tafsiran penulis matriks dan model teks lagu-lagu dalam musik populer
Nias ini menjadi bahagian yang integral dari budaya Nias. Teks tersebut terkespresi
177
dalam bentuk makna-makna sosial dan budaya. Di dalamnya terkadung sistem
kosmologi, terutama habitat lautan, dalam hal ini Samudera Hindia. Begitu juga habitat
kepulauan, dalam hal ini Pulau Nias dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Dalam persepsi budaya Nias, dalam konteks hubungan orang Nias dengan alam,
yang diperlukan adalah mencintai Pulau Nias dan pulau-pulau di sekitarnya selama
hayat dikandng badan. Walaupun seorang Nias itu merantau di manapun di muka bumi
ini, apakah ke Pulau Sumatera, jawa atau tempat-tempat lain di Nusantara dan dunia,
sebaiknya ia tetap mencintai tanah kelahirannya, yang menyebabkan eksistensinya di
dunia ini.
Seterusnya matriks dan model yang terdapat di dalam lagu-lagu pada musik
populer Nias juga adalah pentingnya menjaga hubungan dan berterima kasih seorang
anak kepada ibundanya, serta kerabat-kerabat lainnya. Betapa seorang ibu dengan kasih
sayang yang tulus membesarkan dan mendidik kita, oleh karena itu ingat selalu jasa-
jasanya, yang tidak akan pernah terbayarkan oleh material apapun. Demikian pula
hubungan dengan kerabat-kerabat lain perlu dijaga untuk mencapai harminisasi dan
konsistensi keluarga, baik itu keluarga inti maupun keluarga luas, dalam konteks
masyarakat Nias pada umumnya.
Seterusnya matrik dan model yang terkandung di dalam teks lagu-lagu populer
Nias ini adalah ekspresi perasaan cinta wanita kepada sang kekasih yang disebut abang.
Bagi wanita Nias, seorang kekasih laki-laki adalah yang aktif mendatangi wanita. Ia
gagah dan dapat mengambil momentum yang tepat dalam mengungkapkan hatinya.
Bahkan lelaki yang baik dalam perspektif wanita Nias adalah bagaikan anjing yang
178
berburu buruannya tetapi tidak mengingit hanya sekedar melumpuhkan saja. Ini penuh
dengan simbol dan kiasan dalam kopnteks kebudayaan Nias yang patrilineal.
Selanjutnya matriks dan model teks yang terdapat dalam lagu-lagu populer Nias
ini adalah menggambarkan bahwa para lelaki Nias biasanya mengidam-idamkan
pasangan yang menarik secara fisik, yaitu putih, tinggi semampai, rambut dan matanya
berwarna keabu-abuan, dan setersunya. Selain itu wanita ideal bagi lelaki Nias
digambarkan sebagai wanita yang anggun pribadinya. Selain itu adalah wanita tersebut
cakap dalam bertutur kata atau berkomunikasi. Artinya ia tahu berbahasa dengan sopan
dan santunnya. Itulah yang terkadung di dalam sebahagian lagu-lagu populer Nias.
Matriks dan model dapat dilihat pada bagan 5.2 berikut ini.
179
Bagan 4.1:
Matriks dan Model Teks Lagu-lagu pada Musik Populer Nias
4.6 Penafsiran Intertekstual
Seperti anjuran Riffaterre, dalam analisis semiotik penting pula dilihat dalam
konteks intertekstual. Bahwa teks lagu-lagu populer Nias, menurut pengalaman penulis
180
sebagai pemusik dan ilmuwan musik Nias, diolah dari: (a) lagu-lagu tradisi Nias seperti
dari tradisi Maena, Hoho, Sinuno, Hendri-hendri, Negnu-ngenu, Lailo, dan lain-lain.
Teks lagu-lagu populer Nias ini menggunakan kata-kata yang bermakna langsung,
namun ada pula yang memakai gaya bahasa dan sarat dengan makna-makna konotatif
dalam konteks pembacaan hermeneutik.
Di dalam kebudayaan Nias ini, teks-teks lain yang berkait dengan lagu-lagu
populer ini bisa saja dalam bentuk pantun tradisi Nias. Ada pula yang berakar dari cerita
rakyat Nias. Yang paling penting adalah bahasa yang dipakai adalah sepenuhnya bahasa
Nias yang menjadi penciri utama lagu-lagu populer Nias.
Hubungan intertekstual lainnya adalah dengan musik-musik populer Indonesia
dan musik-musik populer Barat. Salah satu contohnya adalah pada laguOpӧdӧ pӧdӧ
yangmenyiratkan secara kuat hubungan lagu ini dengan lagu-lagu dangdut yang eksis
secara nasional. Lagu ini meskipun menggunakan bahasa Nias, namun aspek jenaka dan
rentak yang digunakan juga berkait erat dengan lagu-lagu pop bergenre dangdut.
Selain itu, intertekstual lainnya yang berkaitan dengan musik pop Nias ini adalah
hubungannya dengan musik-musik populer Barat. Di antara realitas hubungan itu adalah
pengalihbahasaan beberapa lagu pop Barat ke dalam bahasa Nias, baik itu grup band
seperti The Beatles, Scorpion, dan lainnya. Ini adalah fenomena yang umum terjadi di
dalam penggarapan lagu-lagu populer Nias.
181
4.7 Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah satu usaha untuk menemukan kebenaran yang didasarkan
kepada fakta-fakta atau gejala-gejala yang berlaku secara spesifik dalam sebuah budaya
masyarakat tertentu. Dalam hal ini budaya masyarakat Nias. Kearifan lokal lebih jauh
juga merupakan wujud prilaku atau pikiran-pikiran manusia pada masyarakat tertentu
dalam mengekspresikan keinginan dan budaya mereka. Di samping untuk
mengeskpresikan pikiran-pikiran manusia, kearifan lokal juga merupakan suatu alat
yang digunakan untuk memperlihatkan bagaimana sistem kehidupan suatu masyarakat
menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar yang merupakan urat nadi
kehidupan mereka. Dalam hal ini adalah urat nadi kehidupan masyarakat Nias.
Seiring dengan pesat dan derasnya perkembangan zaman di era globalisasi ini,
yang mencakup dan perubahan religi, ekonomi, sosial, dan budaya, masyarakat Nias
masih memperlihatkan kuatnya kearifan lokal yang mereka miliki demi
mempertahankan identitas diri, religi, kehidupan sosial, lingkungan, pelestarian, dan
inovasi budaya. Etnik Nias ini percaya bahwa pelestarian kearifan lokal akan dapat
menjaga warisan hutan, tanah, sungai, laut (Samudera Hindia) dan budaya masyarakat
Nias dalam konteks masa kini. Usaha-usaha untuk memahami konsep kearifan lokal
dalam tradisi mantra melaut, merupakan ruang untuk memahami pikiran-pikiran
masyarakat Nias yang berhubungan dengan lingkungan dan tata hubungan sosial budaya
masyarakat Nias tersebut. Berikut ini akan diuraikan konsep kearifan lokal masyarakat
Nias yang diekspresikan dalam lagu-lagu pada musik populernya.
182
4.7.1 Kearifan Lokal tentang Mencintai Tanah Kelahiran
Pada kebudayaan suku Nias terdapat kearifan mengenai pentingnya mencintai
tanah kelahirannya yaitu Tanah Nias dan sekitarnya, termasuk pulau-pula yang
mengelilingi Puau Nias ini. Selain itu juga adalah pentingnya mencintai ekosistem laut,
yang dalam hal ini adalah Samudera Hindia di wilayah barat Indonesia.
Pentingnya mencintai tanah kelahiran ini, bukan hanya berlaku terhadap warga
etnik Nias yang dilahirkan di Nias saja, tetapi maknanya bisa meluas lebih dari itu.
Termasuklah mereka yang dilahirkan di luar Pulau Nias tetapi kedua orang tuanya atau
salah satu orang tuanya adalah orang Nias, maka diharapkan secara budaya mereka
mencintao Tanah Nias. Mereka diharapkan mempunyai keperdualian terhadap Nias.
Jika Pulau Nias dilanda malapetaka seperti tsunami atau gempa bumi, maka setiap
warga Nias diharapkan bantuannya menyumbangkan material naupun spiritual untuk
membantu saudara-saudaranya yang dilanda musibah tersebut.
Hal ini semuadapat dilakukan apabila setiap orang Nias mencintai Tanah Nias,
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang universal terhadap kampung
halaman ini akan mengembangkan proses pembangunan setiap orang Nias di manapun
di duna ini. Kecintaan terhadap Pulau Nias yang seperti ini terdapat di dalam lagu-lagu
populer Nias.
Selain itu, dalam konsep kearifan lokal suku Nias, dalam konteks ini, lingkungan
merupakan urat nadi keberlangsungan hidup mereka. Mereka tidak dapat dipisahkan
dari lingkungannya, karena semua yang mereka butuhkan telah disediakan oleh
183
lingkungannya. Sebagai masyarakat nelayan dan petani, masyarakat Nias memiliki
hubungan yang sangat erat dengan lautan, sungai, hutan, dan tanah.
Hubungan antara manusia, alam, dan semua makhluk ini menjadi bahagian dari
hukum alam yang telah ditentukan Tuhan, yang harus dijaga keberadaannya masing-
masing. Jangan saling menghabisi dan menyakiti, jaga keseimbangan ekologis. Manusia
adalah pemimpin di atas dunia. Di tangan manusia alam ini bisa rusak atau di tangan
manusia pula alam ini bisa lestari dan harmoni. Alam memerlukan rekayasa teknologi
dan kebijakan yang bersumber dari ajaran Tuhan. Demikian kearifan lokal tentang
mencintai ekologi Pulau Nias dan sekitarnnya, yang terekspresi dalam lagu-lagu populer
Nias.
4.7.2 Kearifan Lokal Memperkuat Identitas Nias
Dalam persepsi budaya masyarakat Nias, mereka dalam ritual mantra melaut ini
memang memiliki kearifan lokal untuk mempertahankan dan menunjukkan jati dirinya.
Manusia adalah bahagian dari alam. Manusia perlu menjaga hubungan yang harmonis
dengan alam sekitar, baik yang tampak kasat mata ataupun yang gaib. Dalam
kebudayaan Nias ini, mereka mempercayai adanya alam gaib yang dapat membantu
manusia dalam berbagai hal, seperti mengobati penyakit, menjaga rumah, menjaga
lahan pertanian, membantu mencari ikan di laut, dan lain-lainnya. Kosmologi yang
seperti ini tercermin di dalam lagu-lagu tradisi Nias, yang sebahagiannya
ditransformasikan ke dalam lagu-lagu populer Nias.
184
Melalui teks lagu-lagu populer Nias ini, masyarakat Nias menunjukkan
identitasnya yang kuat. Di antaranya adalah bahwa orang Nias adalah orang yang
memiliki adat. Semua hal berkaitan dengan adat, termasuk ketika bekerja. Mereka
menunjukkan identitasnya sebagai masyarakat nelayan yang mempercayai adanya
Tuhan yang senantiasa akan menolong mereka baik ketika di daratan atau di lautan.
Mereka pun selalu menunjukkan identitas Nias tersebut sebagai orang yang beragama,
menjaga kelestarian alam, mempercayai makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhanselain
manusia.
4.7.3 Kearifan LokalMembalas Budi Orang Tua dan Kerabat
Di dalam teks lagu-lagu dalam musik populer Nias terkandung kearifan lokal
tentang pentingnya membalas budi kepada orang tua, baik ibu maupun ayah. Dalam
konsep budaya Nias, seeorang anak mestilah membalas budi kedua orang tua, apakah
dalam bentuk kasih sayang, memberi materi tertentu, dan yang penting menyenangkan
hati kedua orang tua selagi hidup. Jikalaupun telah meinggal dunia perlu didoakan agar
diterima Tuhan di sisi-Nya, dan diampunkan segala kesalahannya di dunia ini.
Di dalam lagu-lagu dalam musik populer Nias, diungkapkan tentang bagaimana
kerinduan seorang anak di perantauan terhadap ibu atau ayahnya. Begitu membekas
jasa-jasa orang tua dalam rangka menjadikan dirinya sebagai manusia yang berguna
untuk semua orang di manapun dan kapan pun. Jadi pada prinsipnya melalui lagu-lagu
populer Nias ini dijelaskan tentang pembelajaran kultural bahwa setiap orang Nias perlu
185
membalas budi kepada kedua orang tuanya. Bahkan lebih jauh penting pula membalas
budi segenap kerabat dan manusia lain sebatas kemampuan yang dimiliki seorang Nias.
4.7.4 Kearifan Lokal Terhadap Pelestarian Budaya
Kearifan budaya masyarakat suku Nias, pada hakikatnya berpangkal dari
sistem nilai dan religi yang dianut suku Nias dalam komunitasnya. Ajaran agama dan
kepercayaan masyarakat suku Nias (yaitu Kristen, Islam, dan lainnya) menjiwai dan
memberi warna serta mempengaruhi citra budayanya dalam wujud sikap dan perilaku
terhadap tradisi dan budayanya. Hakikat yang terkandung di dalamnya adalah memberi
tuntunan kepada masyarakat untuk berperilaku yang serasi dan selaras dengan
tradisinya, sehingga tercipta keseimbangan hubungan antara manusia dengan
budayanya.
Adapun kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa lagu dalam musik
populer Nias merupakan sistem budaya daerah atau etnik yang sudah lama hidup dan
berkembang pada masyarakat Nias. Lagu-lagu dalam musik populer Nias tersebut dapat
dijadikan sebagai salah satu bentuk kearifan lokal budaya masyarakatnya yang harus
dipelihara dan diupayakan untuk diintegrasikan menjadi budaya di daerah sendiri secara
keseluruhan. Pengembangan kearifan-kearifan lokal pada lagu-lagu dalam musik
populer Nias yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya
suatu budaya masyarakat Nias, terutama jika dilihat dari sudut ketahanan budaya, di
samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah Nias. Kearifan lokal yang
juga meniscayakan adanya muatan budaya masa lalu, dengan demikian, juga berfungsi
186
untuk membangun kerinduan pada kehidupan nenek moyang, yang menjadi tonggak
kehidupan masa sekarang.
Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh masyarakat suku Nias, dinilai dapat
menjadi sebuah potensi kekayaan budaya daerah dan bahkan bisa menjadi identitas diri
bagi masyarakat ini. Kearifan masyarakat suku Nias dalam mengelola tradisi dan
budayanya dapat disampaikan lewat media-media tradisional seperti mitos, ritual, dan
pesan-pesan leluhur, fabel, parabel, dongeng, legenda, termasuk musik pop[uler, tetapi
sesungguhnya mengandung pengetahuan religi, yaitu sistem pengetahuan mengenai
fungsi kosmologi dan agama sebagai penyeimbang kehidupan.
187
BAB V
ANALISIS GAYA MUSIKAL
MUSIK POPULER NIAS
Pada Bab V ini, penulis mengkaji gaya musikal musik populer Nias dari lagu
keempat lagu yang diangkat sebelumnya. Empat lagu ini kemudian dianalisis struktur
melodi, aspek ritme dan waktu, serta hubungan penyajiannya dalam tekstur monofoni
dalam gaya sajian band. Namun terlebih dahulu penulis mengkaji gaya musikal dasar
dalam musik populer Nias untuk mengetahui bahwa gaya musik populer Nias
dipengaruhi oleh kebudayaan luar, baik dari kebudayaan disekitarnya maupun budaya
barat.
5.1Gaya Musik Populer Niasyang Berakulturasi dengan Musik Barat
Musik populer Nias merujuk kepada berbagai genre yang ada dalam industri
musik di pulau Nias. Salah satu musik populer Nias lahir dengan genre rock and roll
(yang dibawakan oleh Simaenaria Band) disusul dengan genre pop, ballad, cha-cha, slow
beat, slow rock sampai house musik yang menjadi favorit masyarakat Nias saat ini. Genre
tersebut juga berhubungan dengan instrumen pengiring yang digunakan, yang kemudian
menjadi salah satu faktor perubahan gaya musik pada perkembangan musik populer Nias
(hal.114, 124). Berikut tabel eksistansi musik populer Nias yang diklasifikasi melalui
instrumen pengiring dari 1970-2015.
188
Tabel 5.1:
Klasifikasiinstrumen pengiring pada
Musik Populer Nias tahun 1970-2015
Tahun Genre Instrumen 1970-1980-an Rock n Roll
Rhumba Pop beat Slow rock Cha-cha Langgam New Age Ballad Dangdut
Band
1990-2015 Rock n Roll Rhumba Pop beat Slow rock Langgam New Age Cha-cha Ballad Dangdut Country House
Organ Tunggal
Sumber : wawancara dari bpk Man Harefa, 2015
Dalam segi musikalitas, penulis akan menguraikan basic pattern dari alat musik yang
digunakan pada genre Musik populer Nias.
a. Rock n Roll
Genre ini menjadi genre pertama yang hadir di dalam musik populer Nias. Genre
ini diadopsi dari band-band dari Barat yang sedang populer dan eksis pada saat itu. Genre
189
rock’n roll dimainkan dengan menggunakan seperangkat alat band seperti gitar, bas,
drum, dan keyboard. Ditambah dengan vokal tentunya. Genre ini bersifat riang dan
mampu membuat audience ataupun pendengar menjadi bergoyang (sesuai dengan
iramanya yang tergolong cepat). Berikut contoh basic pattern(pola dasar) dari musik
rock’n roll dengan menggunakan bas, drum, gitar, dan piano. Contoh ini ditranskripsi dari
lagu Mefӧna me ideidedo dari album Simaenaria Band Lahewa tahun 1973:
b. Rhumba
Musik rhumba adalah musik yang berasal dari Amerika Latin. Tetapi pada
masyarakat Nias, konsep musik rhumba diambil dari musik-musik luar daerah
(khususnya Sumatera Utara) yang sedang populer pada waktu itu. Contoh pattern musik
Rhumba yang ditranskripsi dari lagu He Ba Towi-towi dari album Ramayana Band tahun
1978 adalah sebagai berikut:
190
c. Cha-cha
Sama halnya dengan rhumba, musik cha-cha juga merupakan musik yang
diadopsi dari Musik pop daerah Sumatera Utara, walaupun musik cha-cha sebenarnya
musik yang dibuat untuk mengiringi tari cha-cha berasal dari Mexico. Contoh pattern
musik cha-cha dalam konsep masyarakat Nias (yang ditranskripsi dari lagu Hulo
Omasi’ӧ album Avore Grup 1986)adalah sebagai berikut:
191
d. Ballad
Ballad adalah salah satu genre musik populer Nias yang bertempolambat,
diekspresikan dengan mendayu-mendayu, dan liriknya berisikan tentang rintihan hati
seseorang terhadap asmara, orang tua, pekerjaan ataupun kesedihan lainnya. Pada tahun
1970-an, lagu bergenre ballad ini terkadang dinyanyikan sambil berlinang air mata akibat
interpetasi dan pengungkapan perasaan yang amat dalam. Berikut contoh basic patttern
dari musik balladdari daerah Nias yang diambil dari lagu He Ga’a album Avore grup
1984:
192
e. Country
Genre musik Country adalah salah satu musik yang termasuk berkarakter riang
dan gembira jika kita dengar. Ciri khas dari musik country adalah alunan irama dalam
tanda metrum 2/4 yang biasanya berirama dari moderato ke allegro, ditambah dengan
iringan alat musik khas country yakni banjo yang cenderung agresif, petikan gitar akustik
dan bas yang mayoritas bertahan pada pattern do dan sol secara berulang-ulang. Pada
konsep musikal musik pop masyarakat Nias, musik country lebih cenderung pada
biramanya, yaitu 2/4, dan bas bertahan pada pattern do dan sol atau divariasikan dengan
do, mi dan sol dalam satu birama. Contoh pattern dasar dari musik country yang di
transkripsikan dari Siliwi Gowi – Simaenaria Band tahun 1973 adalah sebagai berikut :
193
f. Langgam
Musik Langgam adalah salah satu ciri khas dari musik melayu, ataupun musik
pesisir, selanjutnya (dalam konsep masyarakat Nias) terkadang dalam sebuah birama
terdapat ketukan triol yang dibawakan oleh bas ataupun drum. Musik langgam pertama
kali dibawakan oleh Simaenaria tahun 1973 dengan lagu berjudul Bute. Contoh gaya
musik langgamyang diaplikasikan ke dalammusik populer Nias adalah sebagai berikut.
194
g. Pop Beat dan Slow Beat
Pop beat dan slow beat adalah genre musik dimana ritmenya bertempo moderato
dan ketukan beat drumnya memakai pola 2-1 ataupun sebaliknya. Genre ini menjadi salah
satu genre favorit pada musik populer Nias dan bertahan sampai saat ini. Musik pop beat
diadopsi masyarakat Nias dari konsep dan strutur musik Barat. Perbedaan dari pop beat
dan slow beat ini hanya dilihat dari temponya saja.Contoh pattern dasarnya adalah
sebagai berikut. (sumber transkripsi dari lagu Tanӧ Omasi’ӧ, album Wahana Band 1985).
195
h. New Age 80’s
Genre musik new age 80’s ini adalah salah satu genre musik idealis yang paling
populer di Indonesia pada tahun 1980-an. New age 80’s adalah genre musik yang
memanfaatkan teknologi elektrik seperti synthesizer, loop drum, ataupun drum elektrik
sebagai bahan pendukung musiknya. Dalam pembuatan musik new age ini, kemampuan
dan skill sangat dibutuhkan. Contoh basic pattern dari genre musik new ageyang di
transkripsi dari lagunya Avore berjudul Laza Zemboa adalah sebagai berikut :
196
i. Slow Rock
Genre slow rock merupakan genre yang paling berpengaruh dalam dunia Musik
populer di Indonesia, termasuk di musik populer Nias. Sebut saja band Panjaitan
Bersaudara atau Panbers, dimana lagu yang mereka bawa rata-rata bergenre slow rock.
Dalam Musik populer Nias, beberapa lagu yang populer dan menjadi favorit para
pendengar sampai saat ini seperti Ha Bualano (ciptaan S. Lase) dan Busi-busi Dodo
(Havino S.Duha). Pattern dasar dari genre slow rockini adalah sebagai berikut :
197
j. Dangdut
Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik khas Indonesia dan musik
populer yang sebagian unsurnya berasal dari musik Hindustan, Arab, dan
Melayu.Dangdut bercirikan dentuman tabla dan gendang. Perkembangan musik dangdut
awalnya dipengaruhi oleh musik India, lalu pada akhirnya dimunculkan oleh Rhoma
Irama dengan nama dangdut. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk
pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada
cengkok dan harmonisasi).
Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an membuka masuknya
pengaruh musik Barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga
bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam
bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap
198
pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop,
bahkan house musik.Perkembangan teknologi terutama dalam alat musik keyboard
membuat masyarakat Nias dapat menikmati dan membuat lagu populer Nias bergenre
dangdut.Lagu populer Nias bergenre dangdut pertama kali dibawakan oleh Roko Cs pada
tahun 1979 dan di tahun 2000-an semakin berkembang. Adapaun basic pattern musik
dangdut Nias adalah sebagai berikut.
k. House
Genre ini menjadi genre paling baru di masyarakat Nias. Genre ini hadir sekitar
tahun 2003, diadopsi dari musik-musik tripping (musik buat joget) dengan menggunakan
teknologi keyboard tertentu saja, seperti Technics KN2000, KN2400/2600, KN6500/7000
ataupun Korg PA 50/500. Masyarakat Nias pada umumnya membuat lagu bergenre
199
houseuntuk berjoget, dan berisikan lirik-lirik gembira ataupun kocak. Contoh basic
pattern dari genre houseyang di transkrispi dari lagu Opӧdӧ-pӧdӧ adalah sebagai berikut :
Kesebelas genre musik dunia dan nasional tersebuthadir untuk mewarnai
keberadaanmusik populer di Nias dari awal sampai saat kini. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa gaya musik populer Nias sangat terbuka menerima pengaruh dari genre
apa saja dalam perkembangan musik dunia, namun tetap diupayakan ciri Nias, terutama
dalam lirik lagunya.
5.2 Transkripsidan Analisis Gaya Empat Lagu Populer Nias
Pada sub bab ini, penulis mengambil masing-masing satu contoh lagu populer dari
tahun 1950, 1960-1970an, 1980-1990an, dan 2000-an untuk dianalisis, agar kita dapat
melihat perbedaan teknik komposisi lagu dari tahun ke tahun. Penulis akan memilih lagu
200
berjudul Tanö Niha (1950-an), Meföna Me’Ideide Do (1960-1970-an), He Ga’a (1980-
1990-an), dan Opödö-pödö (2000-an).
Alasan penulis memilih lagu ini berdasarkan makna dari isi, tema, konsep dan
genre lagu yang berbeda-beda. Keempat lagu ini nantinya akan mewakili struktur musikal
dari perkembangan musik populer di berbagai era. Dalam tulisan ini, penulis membuat
dua buah metode transkrip yaitu penulisan notasi balok.
5.2.1Tanö Niha
Lagu ini merupakan lagu paling populer di pulau Nias, dimana semua masyarakat
Nias pasti mengetahui lagu tersebut.Awalnya lagu ini adalah salah satu lagu pop Nias
yang direkam oleh Ramayana Band tahun 1978 dan dicover ulang oleh Laso Grup pada
tahun 2005.Namun mungkin karena struktur dan teks yang sederhana dan diterima oleh
masyarakat, lagu ini menjadi salah satu ikonnya masyarakat Nias.Bagi masyarakat Nias,
lagu ini seperti “Indonesia Raya”nya suku Nias.Bahkan saat ini masyarakat
mengagungkan lagu ini dan menyanyikannya secara bersama-sama pada berbagai acara
pemerintahan di Nias.
Lagu ini mempunyai ketukan 4/4 dan dinyanyikan dengan gayamaestoso (agung)
dan tempo yang moderato. Hanya saja pada tahun 2005, Laso Grup mengaransemen
ulang lagu ini dengan ketukan 6/8 (bergenre slow rock) dan dapat diterima masyarakat
Nias dan masuk ke kategori musik populer.
Lagu Tanö Niha diciptakan oleh Aro’ö Zebua pada tahun 1950-an. Lagu tersebut
berisikan tentang kecintaannya terhadap pulau Nias, serta menggambarkan tentang
201
keadaan pulau Nias, mulai dari sawah luas yang menghijau dan pohon nyiur yang
melambai-lambai.Lagu tersebut menggambarkan keindahan alam Nias, seperti pohon
nyiur yang melambai-lambai, yang artinya pohon nyiur sedang bergerak karena tertiup
hembusan angin. Berikut not dan teks lagu Tanö Niha.
202
203
5.2.1.1Tangga nada
Setelah mentranskripsikan lagu Tanö Niha tersebut ke dalam bentuk notasi,
maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.
Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti
yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka
ditemukan tangga nada lagu Tanö Nihatersebut adalah sebagai berikut.
Nada: g - a - b - c - d - e - fis - g’
Laras: 1 1 ½ 1 1 1 ½
Sent: 200 200 100 200 200 200 100
Dari kompoisi tangga nada di atas, maka dapt dikatakan bahwa tangga nada
lagu Tanö Nihaini menggunakan tujuh nada yang kalau dikaji lebih jauh merupakan
tangga nada diatonik, yaitu tangga nada yang menggunakan dua jenis interval, yaitu
interval satu laras dan setengah laras. Tangga nada ini disusun oleh dua kelompok
tetrakord (kumpulan empat nada dalam tangga-tangga nada diatonik, yakni tetrakord
bawah, terdiri dari nada-nada g - a - b - c disertai dengan tetrakord atas yang terdiri
204
dari nada-nada d - e - fis - g’. Tangga nada tersebut dapat disebut sebagai tangga
nada G Mayor. Tangga nada yang seperti ini dalam konteks musik populer Nias,
diadopsi dari tangga nada mayor Eropa.
5.2.1.2Nada dasar
Dalam menentukan nada dasar lagu Tanö Nihaini, penulis menggunakan tujuh
kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya Theory
and Method in Etnomusicology (1963:147), yaitu sebagai berikut.
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi musik
2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,
meskipun jarang dipakai
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah
komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi
tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan
nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh dianggap lebih
penting.
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai
patokan tonalitas.
205
7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas
yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah
pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan
Marc Perlman, 1993:147).
Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar lagu
Tanö Nihaini sebagai berikut.
Lagu Tanö Niha
1 Nada yang paling sering dipakai adalah nada: g
2 Nada yang memiliki nilai ritmis terbesat: g
3 Nada awal yang dipakai dalam lagu: d, dan nada akhir yang dipakai dalam
lagu: a
4 Nada yang memiliki posisi paling rendah: b
5 Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: d
6 Nada yang mendapat tekanan ritmis: g
7 Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar
nada dasar lagu Tanö Niha adalah nada: g
Tabel 5.1
Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Tanö Niha
No Kriteria Nada
206
1
2
3
4
5
6
7
8
K1
K2
K31
K32
K4
K5
K6
K7
g
g
a
b
b
d
g
g
Keterangan
K1: Nada yang paling sering dipakai,
K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar,
K31: Nada awal yang paling sering dipakai,
K32: Nada akhir yang paling sering dipakai,
K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah,
K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf,
K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis, dan
K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan.
207
5.2.1.3 Wilayah nada
Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling
rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,
maka diperoleh ambitus suara dari lagu Tanö Niha dalam musik populer Nias adalah
sebagai berikut.
Nada terendah: b
Nada tertinggi: d’
Jarak dalam laras: 7 ½
Jarak dalam sent: 1500
Dari notasi di atas dapat dikatakan bahwa ambitus atau wilayah nada lagu Tanö
Nihaini adalah sebesar satu oktaf lebih 1 ½ laras. Kalau diukur berdasarkan sistem laras
adalah 7 1/2 laras atau langkah, sedangkan kalau diukur menggunakan sistem sent
adalah sebesar 1500 sent.
5.2.1.4 Nada-nada yang Digunakan
Untuk menentukan jumlah nada-nada keempat sampel lagu, terdapat dua cara
yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa
melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan menghitung
208
durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu
menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya. Adapun nada-nada yang
digunakan di dalam lagu Tanö Nihaini adalah sebagai berikut.
g - a - b - c - d - e - fis - g’
13 9 2 1 4 6 3 (disatukan dengan nada g)
Nada g muncul sebanyak 13 kali,
Nada a muncul sebanyak 9 kali,
Nada b muncul sebanyak 2 kali,
Nada c muncul sebanyak 1 kali
Nada d muncul sebanyak 4 kali,
Nada e muncul sebanyak 6 kali
Nada fis muncul sebanyak 3 kali.
Berdasarkan persentase kemunculannya, maka dapat ditabulasi sebagai berikut.
Nada g muncul sebanyak 34,21 %,
Nada a muncul sebanyak 23,68 %,
Nada b muncul sebanyak 5,26 %,
Nada c muncul sebanyak 2,63 %,
Nada d muncul sebanyak 10,53 %,
Nada e muncul sebanyak 15,79 %,
Nada fis muncul sebanyak 7,89%..
209
Untuk melihat banyaknya penggunaan masing-masing nada ini dapat dilihat melalui
diagram kue seperti berikut ini.
Diagram 5.1:
Persentase Penggunaan Masing-masing Nada pada
Melodi Tanö Niha
210
5.2.1.5Interval
Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu
dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada
interval disebut “laras” dengan alat ukur “sent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat
dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt). Analisis interval penulis
lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan
melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval-interval yang digunakan
pada lagu Tanö Nihadi atas adalah sebagai berikut.
(1) Prima murni,
(2) Sekunde minor,
(3) Sekunde mayor,
(4) Ters minor,
(5) Ters mayor,
(6) Kuart murni,
(7) Kuint murni, dan
(8) Sekta mayor.
5.2.1.6 Pola Kadensa
Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap akhir
frase dalam suatu komposisi musik, yang diwakili oleh dua atau lebih nada-nada
211
rangakiannya. Pola-pola kadensa lagu Tanö Nihadi atas, adalah seperti dalam analisis
berikut ini.
212
213
Dari analisis di atas, menunjukkan bahwa lagu ini memliki delapanpola kadensa,
yang terus menerus berkembang. Artinya adalah tidak ada pola kadensa yang diulang-
ulang. Struktur delapan pola kadensa lagu Tanö Nihaini dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
(1) Pola kadensa a diisi oleh nada g dalam durasi seperdelapan pada kelompok triol,
dilanjutkan dengan nada fis dengan durasi seeperdelapan, dan diakhiri oleh nada
d dalam durasi yang relatif panjang yang not tiga perempat.
(2) Pola kadensa b, diisi oleh nada d durasi seperdelapan dalam kelompok triol,
dilanjutkan dengan nada c seperdelapan dalam kelompok triol, dan disudahi oleh
nada c dalam durasi tiga perempat. Meskipun nadanya berbeda, pola kadensa b
ini memiliki kesamaan ritmis dan durasi dengan pola kadensa a.
(3) Pola kadensa c diisi oleh nada d dalam durasi seperdelapan pada kelompok triol,
kemudian dilanjutkan juga dengan nada yang sama yakni nada d dalam
kelompok triol dengan durasi seperdelapan, dan diakhiri oleh nada c dalam
durasi tiga perempat. Pola kadensa c ini juga memiliki kesamaan ritme dan
durasi dengan pola kadensa a dan b.
(4) Pola kadensa d diisi oleh nada b dengan durasi not seperdelapan dan disudahi
oleh nada g dalam durasi not tiga perempat.
(5) Pola kadensa e diisi oleh nada g dengan durasi seperenam belas dan disudahi
dengan nada d dalam durasi empat perempat.
214
(6) Pola kadensa f dimulai dari nada a dalam durasi seeperdelapan dilanjutkan nada
a juga dalam durasi seperdelapan dan disudahi dengan nada b dalam durasi not
penuh atau empat perempat.
(7) Pola kadensa g dimulai dari nada c dalam durasi seperdelapan dilanjutkan
dengan nada b dalam durasi seperdelapan dan diakhiri oleh nada g dalam durasi
tiga perdelapan.
(8) Pola kadensa h diisi oleh nada d dalam durasi tiga perdelapan diteruskan ke nada
b dalam durasi seperdelapan dan diakhiri oleh nada a dalam durasi not penuh,
dan sekali gus sebagai nada akhir lagu ini.
5.2.1.7 Formula Melodi
William P. Malm(1977:8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music
the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
2. Iteratif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa
pertama setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.
4. Progresif adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
215
5. Strophic adalah suatu bentuk nyanyian yang diulang dengan form yang sama,
tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.
Melodi Tanö Nihaformulanya disusun oleh bentuk-bentuk dan frase-frase yang
diulang-ulang dengan formula melodi strofik, yaitu nyanyian yang bentuknya diulang-
ulang dengan dengan menggunakan teks nyanyian yang selalu berubah. Teks ini juga
berubah karena konteksnya.
5.2.1.8 Kontur
Menurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah
lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:
1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang
tinggi ke nada yang rendah.
3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan
(melengkung setengahlngkaran).
4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan berjenjang
seperti anak tangga.
5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau garis
melodi yang bergerak datar atau statis.
Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada lagu Tanö Niha ada tiga saja, yaitu
pendulous, discending, dan ascending..
216
Contoh kontur pendulouspada lagu Tanö Nihaadalah sebagai berikut.
Contoh kontur discendingpada lagu Tanö Nihaadalah sebagai berikut.
Contoh kontur ascendingpada laguTanö Niha adalah sebagai berikut.
217
Gaya musikal lainnya dari lagu Tanö Niha ini dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Lagu Tanö Niha dinyanyikan dengan birama 4/4
2. Lagu Tanö Niha dinyanyikan secara agung, dalam konsep estetika musik
Barat,
3. Lagu ini terdiri dari 17 ruang birama dalam satu putaran lagu.
4. Lagu ini memakai satu tanda legato, pada bagian akhir lagu.
Selain itu, dalam lagu Tanö Niha, terdapat beberapa poin yang bisa penulis
simpulkan sebagai berikut.
a. Komposisi lagu Tanö Niha dibuat berdasarkan standar komposisi musik
Barat, karena lagu tersebut memakai tangga nada diatonik yang terdiri dari
not 1/4, 1/8 dan 1/16.
b. Komposisi melodi lagu Tanö Niha dibuat berdasarkan konsep musik gereja.
Hal ini bisa kita lihat karena pada tahun 1950 Musik populer yang dominan
adalah musik bergenre rock n roll, sedangkan lagu berbahasa Nias,
dinyanyikan secara agung dan bertempo sedang hanya bisa kita dapatkan
dilingkungan gereja.
c. Berdasarkan teks lagu, Tanӧ Niha mengekspresikan kerinduannya terhadap
pohon kelapa dan pantai. Hal ini bisa berhubungan dengan struktur musikal
daerah pesisir, yang identik dengan Hawaiian style, dimana lagu ini
dimainkan dengan karoco1.
1Karoco adalah alat musik long neck lutechordophone yang memakai empat senar seperti
ukulele, sebagai alat musik yang menjadi ciri utama dalam genre musik keroncong, yang terdapat di Indonesia ini, yang perkembangannya dimulai dari daerah Tugu Jakarta.
218
d. Lagu Tanö Niha termasuk dalam genre pop, hal ini bisa kita lihat dari
ketukan 4/4 dengan temponya sedang, dan gaya musikal disajikan dalam
gaya pop, yaitu dalam ensambel band, yang terdiri dari vokal, gitar, bas,
keyboard, dan drum.
5.2.2Mefӧna Me Ideidedo
Lagu ini merupakan satu lagu paling populer di tahun 1970-an, dimana Band
Simaenaria (band pertama yang melakukan perekaman di Nias) membuat lagu ini dengan
meniru lagu Cottonfield darikelompok band dunia The Beach Boy yang booming pada
tahun 1968. Judul lagu Mefӧna Me Ideidedo mempunyai arti zaman dulu waktu aku kecil.
Lagu yang bergenre rock n roll ini direkam pada tahun 1972. Berikut notasi dari lagu
Mefӧna Me Ideidedo.
219
220
5.2.2.1Tangga nada
Setelah mentranskripsikan lagu Mefӧna Me Ideidedo tersebut ke dalam bentuk
notasi, maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur
musiknya. Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted
scale, seperti yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi,
maka ditemukan tangga nadaMefӧna Me Ideidedotersebut adalah sebagai berikut.
Nada: bes - c - d - es - f - g - bes’
Laras:1 1 ½ 1 1 1½
Sent: 200 200 100 200 200 300
Dari kompoisi tangga nada di atas, maka dapat dikatakan bahwa tangga nada
lagu Mefӧna Me Ideidedoini menggunakan enam nada yang kalau dikaji lebih dalam
lagi maka merupakan bentuk reduksi dari tangga nada diatonik Barat, yaitu tangga nada
yang menggunakan dua jenis interval, yaitu interval satu laras dan setengah laras.
Alasannya adalah di dalam tangga nada tersebut tidak digunakan nada ketujuh
sebagaimana lazimnya tangga nada mayor di dalam musik Barat. Tangga nada ini hanya
mengambil enam nada saja dari tujuh nada dalam rangkaian tangga nadanya. Dalam
relaitasnya, tangga nada tersebut “mendekati”tangga nada Bes(Bb) Mayor tetapi
221
“menghilangkan” nada ketujuhnya yaitu nada a. Tangga nada yang seperti ini dalam
konteks musik populer Nias menjadi ciri yang khs pula.
5.2.2.2 Nada dasar
Dalam menentukan nada dasar laguMefӧna Me Ideidedoini, penulis
menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl
dalam bukunya Theory and Method in Etnomusicology (1963: 147), yaitu sebagai
berikut.
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi
musik,
2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,
meskipun jarang dipakai,
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah
komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi
tepat berada di tengah-tengah dapat dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan
nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh dianggap lebih
penting.
222
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai
patokan tonalitas.
7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas
yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah
pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan
Marc Perlman, 1993:147).
Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar
laguMefӧna Me Ideidedo ini sebagai berikut.
Lagu Mefӧna Me Ideidedo
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: f
2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesat: Bb
3. Nada awal yang dipakai dalam lagu: f, dan nada akhir yang dipakai dalam lagu:
f
4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: f
5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: f dan g
6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Bb
7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar nada
dasar lagu Mefӧna Me Ideidedo adalah nada: Bb
223
Tabel 5.2:
Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Mefӧna Me Ideidedo
No Kriteria Nada
1
2
3
4
5
6
7
8
K1
K2
K31
K32
K4
K5
K6
K7
f
Bb
f
f
f
f dan g
Bb
Bb
Keterangan
K1: Nada yang paling sering dipakai,
K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar,
K31: Nada awal yang paling sering dipakai,
K32: Nada akhir yang paling sering dipakai,
K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah,
K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf,
K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis, dan
K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan.
224
5.2.2.3 Wilayah nada
Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling
rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,
maka diperoleh ambitus suara dari lagu Mefӧna Me Ideidedodalam musik populer Nias
adalah sebagai berikut.
Nada terendah: f
Nada tertinggi: g’
Jarak dalam laras: 7
Jarak dalam sent: 1400
Dari notasi di atas dapat dikatakan bahwa ambitus atau wilayah nada lagu Mefӧna
Me Ideidedoini adalah sebesar satu oktaf lebih 1laras. Kalau diukur berdasarkan sistem
laras adalah 7laras atau langkah, sedangkan kalau diukur menggunakan sistem sent
adalah sebesar 1400 sent.
5.2.2.4 Nada-nada yang Digunakan
Untuk menentukan jumlah nada-nadalagu ini, terdapat dua cara yang perlu
dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa melihat
durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan menghitung durasi
kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu
225
menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya. Adapun nada-nada yang
digunakan di dalam lagu Mefӧna Me Ideidedoini adalah sebagai berikut.
Lagu ini terdiri dari 101 not dimana not fsebanyak 3 buah, nada d sebanyak 17
buah, nada c sebanyak 15 buah, nada Bb sebanyak 16 buah, nada Gsebanyak 3 buah,
nada Ebsebanyak 8 buah, nada F sebanyak 33 buah.
bes - c - d - es - f - g - bes’
16 15 17 8 33 3 (disatukan dengan bes)
Nada bes muncul sebanyak 16 kali,
Nada c muncul sebanyak15 kali,
Nada d muncul sebanyak 17 kali,
Nada es muncul sebanyak8 kali
Nada f muncul sebanyak 33 kali,
Nada g muncul sebanyak3 kali
Berdasarkan persentase kemunculannya, maka dapat ditabulasi sebagai berikut.
Nada bes muncul sebanyak 17,39 %,
Nada c muncul sebanyak 16,30 %,
Nada d muncul sebanyak 18,48 %,
Nada es muncul sebanyak 8,70 %,
Nada f muncul sebanyak 35,87 %,
Nada g muncul sebanyak 3,26 %,
226
Untuk melihat banyaknya penggunaan masing-masing nada ini dapat dilihat melalui
diagram kue adalah seperti berikut ini.
Diagram 5.2:
Persentase Penggunaan Masing-masing Nada pada
Melodi Mefӧna Me Ideidedo
227
5.2.2.5Interval
Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu
dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada
interval disebut “laras” dengan alat ukur “sent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat
dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis interval penulis
lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan
melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval-interval yang digunakan
pada lagu Mefӧna Me Ideidedodi atas adalah sebagai berikut.
(1) Prima murni,
(2) Sekunde minor,
(3) Sekunde mayor,
(4) Ters minor,
(5) Ters mayor,
(6) Kuart murni,
5.2.2.6 Pola Kadensa
Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap akhir
frase dalam suatu komposisi musik, yang diwakili oleh dua atau lebih nada-nada
rangakiannya. Pola-pola kadensa lagu Mefӧna Me Ideidedodi atas, adalah seperti dalam
analisis berikut ini.
228
229
Dari analisis di atas, menunjukkan bahwa lagu ini memliki tiga pola kadensa,
yang diualng-ulang sesuai dengan perulangan melodi. Struktur ketiga pola kadensa lagu
Mefӧna Me Ideidedoini dapat dideskripsikan sebagai berikut.
(i) Pola kadensa a diisi oleh nada f dalam durasi not seperdelapan, dilanjutkan
dengan nada f juga dengan durasi not seperdelapan, dan diakhiri oleh nada d
dalam durasi not tiga perdelapan. Pola kadensa a ini diulang sebanyak tiga kali
dalam keseluruhan komposisi lagu.
(ii) Pola kadensa b, diisi oleh nada bes durasi seperempat, dilanjutkan dengan nada
c seperempat, dan disudahi oleh nada d dalam durasi tiga perempat. Pola
kadensa b ini diulang sebanyak tiga kali dalam seluruh komposisi lagu ini.
(iii) Pola kadensa c1 diisi oleh nada g dalam durasi not seperempat, kemudian
dilanjutkan dengannada f dalam durasi not seperempat, dan disudahi dengan
nada c dengan durasi not penuh. Kemudian pola kadensa c ini dikembangkan
juga ke dalam jenis lain yaitu c2 yang diisi oleh durasi nada d seperempat,
kemudian disambung nada c sepwerempat dan disudahi oleh nada bes dengan
durasi not penuh.
5.2.2.7 Formula Melodi
William P. Malm(1977:8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music
the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
230
2. Iteratif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa pertama
setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.
4. Progresif adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
5. Strophic adalah suatu bentuk nyanyian yang diulang dengan form yang sama,
tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.
Melodi Mefӧna Me Ideidedo formulanya disusun oleh bentuk-bentuk dan frase-
frase yang diulang-ulang dengan formula melodi strofik, yaitu nyanyian yang bentuknya
diulang-ulang dengan dengan menggunakan teks nyanyian yang selalu berubah. Teks
ini juga berubah karena konteksnya.
5.2.2.8 Kontur
Menurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah
lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:
1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang
tinggi ke nada yang rendah.
3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan
(melengkung setengahlingkaran).
231
4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan berjenjang
seperti anak tangga.
5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau garis
melodi yang bergerak datar atau statis.
Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada lagu Tanö Niha ada tiga saja, yaitu
pendulous, discending, dan ascending..
Contoh kontur pendulouspada lagu Mefӧna Me Ideidedoadalah sebagai berikut.
Contoh kontur discendingpada lagu Mefӧna Me Ideidedoadalah sebagai berikut.
232
Contoh kontur ascending pada lagu Mefӧna Me Ideidedo adalah sebagai berikut.
Selain dari gaya melodis di atas, gaya lainnya dari lagu Mefӧna Me Ideidedo,
yaitu sebagai berikut ini.
1. Lagu Mefӧna Me Ideidedo dimainkan dengan birama 4/4 dan tempo yang agak
cepat.
2. Dari tempo yang cepat tersebut bisa kita lihat bahwa lagu tersebut dinyanyikan
dengan bersemangat.
3. Lagu ini dikomposisi dengan memakai tangga nada diatonik, namun
improvisasinya bisa dipakai dengan menggunakan tangga nada pentatonik.
Hal ini disebabkan karena lagu tersebut berirama Rock n Roll.
4. Lagu ini tidak memakai tanda legatura, tetapi dinyanyikan dengan
menggunakan teknik shuffle (seperti dihentak-hentak).
Dengan menganalisis struktur lagu Mefӧna Me Ideidedo, terdapat beberapa poin
yang bisa kita simpulkan, antara lain sebagai berikut.
a. Komposisi lagu Mefӧna Me Ideidedo dibuat berdasarkan standar komposisi
musik populer di tahun 1960-an yang pada saat itu didominasi oleh genre
rock n roll.
233
b. Nada dasar terbaik untuk menyanyikan lagu ini, menurut pengalaman penulis
dalam musik populer Nias adalah nada Eb untuk wanita, dan nada Bb untuk
pria (seperti pada transkripsi di atas),
5.2.3He Ga’a
Lagu He Ga’a adalah salah satu lagu yang populer di era 1980 sampai1990-an,
dimana lagu tersebut dibawakan oleh Grup Avore (Grup yag paling terkenal di era
tersebut). Lirik lagu yang berjudul He Ga’a, yang artinya Hei Abang itu berisikan tentang
pesan untuk selalu sadar dan tidak tinggi hati. Dalam struktur musikalnya, lagu ini
termasuk dalam kategori genre new age 80’s. Musik yang disajikan termasuk jenis musik
yang berstandar nasional pada saat itu. Hal ini bisa terjadi juga karena lokasi perekaman
yang dilakukan berada di Jakarta dengan memakai session player dari ubukota. Berikut
ini notasi hasil transkripsi dari lagu He Ga’a.
234
235
5.2.3.1Tangga nada
Setelah mentranskripsikan lagu He Ga’a tersebut ke dalam bentuk notasi, maka
langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.
Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti
yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka
ditemukan tangga nada lagu He Ga’a tersebut adalah sebagai berikut.
Nada: e - fis - gis - a - b - cis - dis - e’
Laras: 1 1 ½ 1 1 1 ½
Sent: 200 200 100 200 200 200 100
Dari kompoisi tangga nada di atas, maka dapt dikatakan bahwa tangga nada
lagu He Ga’aini menggunakan tujuh nada yang kalau dikaji lebih jauh merupakan
tangga nada diatonik, yaitu tangga nada yang menggunakan dua jenis interval, yaitu
interval satu laras dan setengah laras. Tangga nada ini disusun oleh dua kelompok
tetrakord (kumpulan empat nada dalam tangga-tangga nada diatonik, yakni tetrakord
bawah, terdiri dari nada-nada e - fis - g - a disertai dengan tetrakord atas yang
terdiri dari nada-nada b - cis - dis - e’. Tangga nada tersebut dapat disebut
236
sebagaitangga nada E Mayor. Tangga nada yang seperti ini dalam konteks musik
populer Nias, diadopsi dari tangga nada mayor Eropa.
5.2.3.2 Nada dasar
Dalam menentukan nada dasar lagu He Ga’aini, penulis menggunakan tujuh
kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya Theory
and Method in Etnomusicology (1963:147), yaitu sebagai berikut.
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi musik
2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,
meskipun jarang dipakai
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah
komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi
tepat berada di tengah-tengah dapat dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan
nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh dianggap lebih penting.
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai
patokan tonalitas.
7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas
yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk
237
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah
pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan Marc
Perlman, 1993:147).
Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar lagu
He Ga’a ini sebagai berikut.
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: e
2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesat: e
3. Nada awal yang dipakai dalam lagu: e, dan nada akhir yang dipakai dalam
lagu: e
4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: e
5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: e
6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: e
7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar
nada dasar lagu Tanö Niha adalah nada: e
Tabel 5.3:
Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu He Ga’a
No Kriteria Nada
1
2
3
K1
K2
K31
e
e
e
238
4
5
6
7
8
K32
K4
K5
K6
K7
e
e
e
e
e
Keterangan
K1: Nada yang paling sering dipakai,
K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar,
K31: Nada awal yang paling sering dipakai,
K32: Nada akhir yang paling sering dipakai,
K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah,
K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf,
K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis, dan
K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan.
5.2.3.3 Wilayah nada
Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling
rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,
maka diperoleh ambitus suara dari lagu He Ga’adalam musik populer Nias adalah
sebagai berikut.
239
Nada terendah: e
Nada tertinggi: e’
Jarak dalam laras: 6
Jarak dalam sent: 1200
Dari notasi di atas dapat dikatakan bahwa ambitus atau wilayah nada lagu He
Ga’a ini adalah sebesar satu oktaf. Apabila diukur berdasarkan sistem laras adalah
6laras atau langkah, sedangkan kalau diukur menggunakan sistem sent adalah sebesar
1200 sent.
5.2.3.4 Nada-nada yang Digunakan
Untuk menentukan jumlah nada-nada keempat sampel lagu, terdapat dua cara
yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa
melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan menghitung
durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu
menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya. Adapun nada-nada yang
digunakan di dalam lagu He Ga’aini adalah sebagai berikut.
e - fis - gis - a - b - cis - dis - e’
173741382 (disatukan dengan nada e)
240
Nada e muncul sebanyak 17 kali,
Nada fis muncul sebanyak3 kali,
Nada gis muncul sebanyak 7 kali,
Nada a muncul sebanyak4 kali
Nada b muncul sebanyak 13 kali,
Nada cis muncul sebanyak8 kali
Nada dis muncul sebanyak 2 kali.
Berdasarkan persentase kemunculannya, maka dapat ditabulasi sebagai berikut.
Nada e muncul sebanyak 31,48 %,
Nada fis muncul sebanyak 5,56 %,
Nada gis muncul sebanyak 12,96 %,
Nada a muncul sebanyak 7,41 %,
Nada b muncul sebanyak 24,07 %,
Nada cis muncul sebanyak 14,81 %,
Nada dismuncul sebanyak 3,70%..
Untuk melihat banyaknya penggunaan masing-masing nada ini dapat dilihat melalui
diagram kue seperti berikut ini.
241
Diagram 5.3:
Persentase Penggunaan Masing-masing Nada pada
Melodi He Ga’a
5.2.3.5Interval
Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu
dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada
interval disebut “laras” dengan alat ukur “sent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat
dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis interval penulis
lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan
melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval-interval yang digunakan
pada lagu He Ga’adi atas adalah sebagai berikut.
242
1. Prima murni,
2. Sekunde minor,
3. Sekunde mayor,
4. Ters minor,
5. Ters mayor,
6. Kuart murni,
5.2.3.6 Pola Kadensa
Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap akhir
frase dalam suatu komposisi musik, yang diwakili oleh dua atau lebih nada-nada
rangakiannya. Pola-pola kadensa lagu He Ga’adi atas, adalah seperti dalam analisis
berikut ini.
243
244
Dari analisis di atas, menunjukkan bahwa lagu ini memliki delapanpola kadensa,
yang terus menerus berkembang. Artinya adalah tidak ada pola kadensa yang diulang-
ulang. Struktur delapan pola kadensa lagu He Ga’aini dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
(a) Pola kadensa a diisi oleh nada cis dalam durasi seperdelapan, dilanjutkan
dengan nada e dengan durasi seperdelapan, dan diakhiri oleh nada e dalam
durasi seperdelapan juga.
(b) Pola kadensa b, diisi oleh nada gis durasi seperdelapan, dilanjutkan dengan nada
a seperdelapan, dan disudahi oleh nada e dalam durasi tiga perempat.
(c) Pola kadensa c diisi oleh nada gis dalam durasi seperdelapan, kemudian
dilanjutkan juga dengan nada fis dengan durasi seperdelapan, dan diakhiri oleh
nada c dalam durasi tiga perempat (dan variasi lainnya ada yang menggunakan
not penuh)
(d) Pola kadensa d diisi oleh nada a dengan durasi not seperdelapan, dilanjutkan
dengannada b durasi seperdelapan, dan disudahi oleh nada cis dalam durasi not
setengah.
245
5.2.3.7 Formula Melodi
William P. Malm(1977:8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music
the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
2. Iteratif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa
pertama setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.
4. Progresif adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
5. Strophic adalah suatu bentuk nyanyian yang diulang dengan form yang sama,
tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.
Melodi He Ga’aformulanya disusun oleh bentuk-bentuk dan frase-frase yang
diulang-ulang dengan formula melodi strofik, yaitu nyanyian yang bentuknya diulang-
ulang dengan dengan menggunakan teks nyanyian yang selalu berubah. Teks ini juga
berubah karena konteksnya.
5.2.3.8 Kontur
Menurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah
lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:
246
1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang
tinggi ke nada yang rendah.
3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan
(melengkung setengahlngkaran).
4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan berjenjang
seperti anak tangga.
5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau garis
melodi yang bergerak datar atau statis.
Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada lagu Tanö Niha ada tiga saja, yaitu
pendulous, discending, dan ascending..
Contoh kontur pendulouspada lagu He Ga’aadalah sebagai berikut.
Contoh kontur discendingpada lagu He Ga’aadalah sebagai berikut.
247
Contoh kontur ascending pada lagu Tanö Niha adalah sebagai berikut.
Dari notasi diatas kita bisa melihat struktur musikal dari lagu He Ga’aadalah
berciri juga sebagai berikut.
1. Lagu He Ga’a dibuat dengan birama 4/4
2. Lagu ini dinyanyikan dengan tempo moderato (sedang)
3. Lagu ini dikomposisi dengan memakai tangga nada diatonik seperti struktur
musikal musik Barat pada dasarnya.
4. Lagu ini terdiri dari 32 ruang birama dalam satu putaran lagu (termasuk
perputaran lagu tersebut).
Dengan menganalisa struktur lagu He Ga’a, terdapat beberapa poin yang bisa kita
simpulkan, antara lain:
248
a. Lagu He Ga’a dibuat berdasarkan standar komposisi musik Barat, karena
lagu tersebut memakai tangga nada diatonik yang terdiri dari not 1/4, 1/8 dan
1/16, serta berirama 4/4.
b. Lagu He Ga’a ini menjadi salah satu lagu yang dipandang “berkualitas” dari
segi musik, karena musik yang disajikan pada lagu tersebut termasuk update
pada zaman tersebut. Avore ini menjadi satu-satunya grup populer Nias yang
bergenre new age 80’s.
c. Dalam segi lirik, lagu He Ga’a menggunakan banyak kiasan-kiasan yang
membuat para pendengar menerka tiap kata-kata apa yang dimaksud oleh
penciptanya. Padahal pada era tersebut, penggunaan kiasan pada lagu mulai
berkurang, lebih to the point dan tidak berbelit-belit.
5.2.4Opӧdӧ pӧdӧ
Lagu ini menjadi salah satu lagu yang populer di kalangan masyarakat Nias pada
tahun 2000-an. Dari beberapa lagu yang saya pilih untuk dianalisis, lagu ini merupakan
satu-satunya lagu yang musiknya direkam menggunakan teknologi solo keyboard.
Lagu ini berisikan tentang pujian seorang pria terhadap kemolekan tubuh wanita.
Lagu ini berjudul Opӧdӧ Pӧdӧ yang artinya Bahenol. Lagu ini termasuk dalam genre
musik house, yang bertujuan untuk mengajak para pendengarnya ikut bergoyang sesuai
dengan konsep musiknya yang bersemangat dan bertempo allegretto (sedikit
cepat).Berikut notasi lagu Opӧdӧ Pӧdӧ.
249
250
5.2.4.1Tangga nada
Setelah mentranskripsikan lagu Opӧdӧ Pӧdӧ tersebut ke dalam bentuk notasi,
maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.
Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti
yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka
ditemukan tangga nada lagu Opӧdӧ Pӧdӧ tersebut adalah sebagai berikut.
Nada: g- a - b - c - d - e - fis - g’
Laras: 1 1 ½ 1 1 1 ½
Sent: 200 200 100 200 200 200 100
Dari kompoisi tangga nada di atas, maka dapt dikatakan bahwa tangga nada
lagu Opӧdӧ Pӧdӧini menggunakan tujuh nada yang kalau dikaji lebih jauh merupakan
tangga nada diatonik, yaitu tangga nada yang menggunakan dua jenis interval, yaitu
interval satu laras dan setengah laras. Tangga nada ini disusun oleh dua kelompok
tetrakord (kumpulan empat nada dalam tangga-tangga nada diatonik, yakni tetrakord
bawah, terdiri dari nada-nada g - a - b - c disertai dengan tetrakord atas yang terdiri
dari nada-nada d - e - fis - g’. Tangga nada tersebut dapat disebut sebagai tangga
251
nada G Mayor. Tangga nada yang seperti ini dalam konteks musik populer Nias,
diadopsi dari tangga nada mayor budaya musik Barat.
5.2.4.2 Nada dasar
Dalam menentukan nada dasar lagu Opӧdӧ Pӧdӧini, penulis menggunakan tujuh
kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya Theory
and Method in Etnomusicology (1963:147), yaitu sebagai berikut.
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering
muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi musik
2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,
meskipun jarang dipakai
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah
komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi
tepat berada di tengah-tengah dapat dianggap penting.
5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai
patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya, sedangkan
nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh dianggap lebih
penting.
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai
patokan tonalitas.
252
7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas
yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan diatas. Untuk
mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah
pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut (terjemahan
Marc Perlman, 1993:147).
Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar lagu
Opӧdӧ Pӧdӧ ini sebagai berikut.
Lagu Opӧdӧ Pӧdӧ
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: c
2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesat: d
3. Nada awal yang dipakai dalam lagu: c, dan nada akhir yang dipakai dalam
lagu: g
4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: g
5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: fis
6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: g
7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan besar
nada dasar lagu Opӧdӧ Pӧdӧ adalah nada: g
Tabel 5.4:
Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Opӧdӧ Pӧdӧ
No Kriteria Nada
253
1
2
3
4
5
6
7
8
K1
K2
K31
K32
K4
K5
K6
K7
c
d
c
g
g
fis
g
g
Keterangan
K1: Nada yang paling sering dipakai,
K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar,
K31: Nada awal yang paling sering dipakai,
K32: Nada akhir yang paling sering dipakai,
K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah,
K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf,
K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis, dan
K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan.
5.2.4.3 Wilayah nada
Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling
rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas,
254
maka diperoleh ambitus suara dari lagu Opӧdӧ Pӧdӧdalam musik populer Nias adalah
sebagai berikut.
Nada terendah: g
Nada tertinggi: fis
Jarak dalam laras: 5 ½
Jarak dalam sent: 1100
Dari notasi di atas dapat dikatakan bahwa ambitus atau wilayah nada lagu Opӧdӧ
Pӧdӧini adalah sebesar satu oktaf kurang setengah.Apabila diukur berdasarkan sistem
laras adalah 6 ½ laras atau langkah, sedangkan kalau diukur menggunakan sistem sent
adalah sebesar 1100 sent.
5.2.4.4 Nada-nada yang Digunakan
Untuk menentukan jumlah nada-nada keempat sampel lagu, terdapat dua cara
yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa
melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan menghitung
durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu
menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya. Adapun nada-nada yang
digunakan di dalam lagu Opӧdӧ Pӧdӧini adalah sebagai berikut.
255
g - a - b - c - d - e - fis - g’
54 10 171911 8 (disatukan dengan nada g)
Nada g muncul sebanyak 5 kali,
Nada a muncul sebanyak 4 kali,
Nada b muncul sebanyak 10 kali,
Nada c muncul sebanyak 17 kali
Nada d muncul sebanyak 19 kali,
Nada e muncul sebanyak 11 kali
Nada fis muncul sebanyak 8 kali.
Berdasarkan persentase kemunculannya, maka dapat ditabulasi sebagai berikut.
Nada g muncul sebanyak 6,76 %,
Nada a muncul sebanyak 5,41 %,
Nada b muncul sebanyak 13,51 %,
Nada c muncul sebanyak 22,97 %,
Nada d muncul sebanyak 25,68 %,
Nada e muncul sebanyak 14,86 %,
Nada fis muncul sebanyak 10,81%..
Untuk melihat banyaknya penggunaan masing-masing nada ini dapat dilihat melalui
diagram kue seperti berikut ini.
256
Diagram 5.4:
Persentase Penggunaan Masing-masing Nada pada
Melodi Opӧdӧ Pӧdӧ
5.2.4.5Interval
Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu
dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada
interval disebut “laras” dengan alat ukur “sent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat
dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis interval penulis
lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan
257
melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval-interval yang digunakan
pada lagu Opӧdӧ Pӧdӧdi atas adalah sebagai berikut.
1. Prima murni,
2. Sekunde minor,
3. Sekunde mayor,
4. Ters minor,
5. Ters mayor,
6. Kuart murni, dan
7. Septim mayor.
5.2.4.6 Pola Kadensa
Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap akhir
frase dalam suatu komposisi musik, yang diwakili oleh dua atau lebih nada-nada
rangakiannya. Pola-pola kadensa lagu Opӧdӧ Pӧdӧdi atas, adalah seperti dalam analisis
berikut ini.
258
259
Dari analisis di atas, menunjukkan bahwa lagu ini memliki delapanpola kadensa,
yang terus menerus berkembang. Artinya adalah tidak ada pola kadensa yang diulang-
ulang. Struktur delapan pola kadensa lagu Opӧdӧ Pӧdӧini dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
(e) Pola kadensa a diisi oleh nada g dalam durasi seperdelapan pada kelompok triol,
dilanjutkan dengan nada fis dengan durasi seperdelapan, dan diakhiri oleh nada
d dalam durasi yang relatif panjang yang not tiga perempat.
(f) Pola kadensa b, diisi oleh nada d durasi seperdelapan dalam kelompok triol,
dilanjutkan dengan nada c seperdelapan dalam kelompok triol, dan disudahi oleh
nada c dalam durasi tiga perempat. Meskipun nadanya berbeda, pola kadensa b
ini memiliki kesamaan ritmis dan durasi dengan pola kadensa a.
(g) Pola kadensa c diisi oleh nada d dalam durasi seperdelapan pada kelompok triol,
kemudian dilanjutkan juga dengan nada yang sama yakni nada d dalam
kelompok triol dengan durasi seperdelapan, dan diakhiri oleh nada c dalam
durasi tiga perempat. Pola kadensa c ini juga memiliki kesamaan ritme dan
durasi dengan pola kadensa a dan b.
(h) Pola kadensa d diisi oleh nada b dengan durasi not seperdelapan dan disudahi
oleh nada g dalam durasi not tiga perempat.
(i) Pola kadensa e diisi oleh nada g dengan durasi seperenam belas dan disudahi
dengan nada d dalam durasi empat perempat.
260
(j) Pola kadensa f dimulai dari nada a dalam durasi seeperdelapan dilanjutkan nada
a juga dalam durasi seperdelapan dan disudahi dengan nada b dalam durasi not
penuh atau empat perempat.
(k) Pola kadensa g dimulai dari nada c dalam durasi seperdelapan dilanjutkan
dengan nada b dalam durasi seperdelapan dan diakhiri oleh nada g dalam durasi
tiga perdelapan.
(l) Pola kadensa h diisi oleh nada d dalam durasi tiga perdelapan diteruskan ke nada
b dalam durasi seperdelapan dan diakhiri oleh nada a dalam durasi not penuh,
dan sekali gus sebagai nada akhir lagu ini.
5.2.4.7 Formula Melodi
William P. Malm(1977:8) dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music
the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam
beberapa jenis, yaitu:
1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.
2. Iteratif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.
3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa
pertama setelah terjadi-penyimpangan penyimpangan melodi.
4. Progresif adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan
materi melodi yang selalu baru.
261
5. Strophic adalah suatu bentuk nyanyian yang diulang dengan form yang sama,
tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.
Melodi Opӧdӧ Pӧdӧformulanya disusun oleh bentuk-bentuk dan frase-frase yang
diulang-ulang dengan formula melodi strofik, yaitu nyanyian yang bentuknya diulang-
ulang dengan dengan menggunakan teks nyanyian yang selalu berubah. Teks ini juga
berubah karena konteksnya.
5.2.4.8 Kontur
Menurut Malm (1977:8) kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah
lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:
1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
rendah ke nada yang tinggi.
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang
tinggi ke nada yang rendah.
3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan
(melengkung setengahlngkaran).
4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan berjenjang
seperti anak tangga.
5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau garis
melodi yang bergerak datar atau statis.
Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada lagu Opӧdӧ Pӧdӧ ada tiga saja, yaitu
pendulous, discending, dan ascending..
262
Contoh kontur pendulouspada lagu Opӧdӧ Pӧdӧadalah sebagai berikut.
Contoh kontur discendingpada lagu Opӧdӧ Pӧdӧadalah sebagai berikut.
Contoh kontur ascending pada lagu Opӧdӧ Pӧdӧadalah sebagai berikut.
Dari notasi diatas kita bisa melihat struktur musikal lainnya dari lagu Opӧdӧ
Pӧdӧini, yaitu sebagai berikut.
1. Lagu tersebut berirama 4/4 dengan bertempo cepat
2. Lagu ini dinyanyikan dengan ekspresi gembira
263
3. Lagu ini dikomposisi dengan memakai tangga nada diatonik seperti struktur
musikal musik barat pada dasarnya.
4. Lagu ini terdiri dari 21ruang birama.
5. Lagu tersebut menggunakan nada G sebagai nada terendah dan F# sebagai
nada tertinggi.
Dengan menganalisa struktur musikal lagu Opӧdӧ Pӧdӧ, terdapat beberapa
poin yang bisa kita simpulkan, antara lain :
1. Lagu tesebut termasuk dalam genre house, dapat dilihat dari irama yang cepat
serta musik pengiring yang mengandalkan teknologi, khususnya teknologi
keyboard tunggal.
2. Lagu tersebut bercerita tentang pujian seorang pria kepada wanita yang
disukainya, memberikan sedikit kesan yang kocak dan membuat para
pendengar tersenyum
3. Konsep pembuatan lagu tersebut berasal dari lagu-lagu bergenre house yang
populer di Indonesia pada tahun 2000-an, dimana awalnya genre tersebut
dibuat sebagai musik pengiring disaat orang lagi joget di diskotik ataupun bar.
4. Komposisi lagu tersebut termasuk gampang didengar, karena menggunakan
tangga nada diatonik dan ritem-ritem standar musik barat, sehingga mudah
diingat dan dinyanyikan kembali (easy listening).
264
BABVI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah diuaraikan secara meluas dan mendalam, baik dari sisi pendekatan
saintifik dan terapannya dalam kajian, dari bab-bab sebelumnya, maka pada Bab VI ini
sebagai penutup dikemukakan kesimpulan dari penelitian ini. Adapun kesimpulan
tersebut adalah menjawab tiga pokok masalah (rumusan masalah) yang telah
dikemukakan pada bab pendahuluan, yaitu mengenai: (1) sejarah, (2) tekstual, dan (3)
gaya musikal dari musik populer Nias.
(A) Dari segi sejarah, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa secara
sinkronik maupun diakronik, budaya musik populer Nias dapat dibagi ke dalam lima
periodesasi, seperti berikut.
(a) Masa tradisi, yaitu sejak adanya orang Nias sampai akhir abad ke-19. Era ini
ditandai dengan masih berkembangnya lagu-lagu tradisi Nias seperti maena,
sinunӧ, hendrihendri, ngenu-ngenu, hoho, dan lain-lainnya. Masyarakat Nias
masih menganut sistem kepercayaan Sanomba Adu.
(b) Masa transisi, dari akhir abad ke-19 sampai tahun 1950. Era ini ditandai
dengan pewartaan Injil oleh para misionaris, terutama dipelopori oleh
Deninger, yang akhirnya menyebabkan berubahnya sistem religi orang Nias
dari Sanomba Adu kepada agama Kristen Protestan. Dalam budaya musik
telah dikenal dan dipraktikkan musik-musik gereja yang bergaya musik
265
Eropa, dengan ciri utama tangga nada diatonik dan musik harmonik khordal
geraja.
(c) Masa gereja dan modernisasi, yang berlangsung dari tahun 1950 sampai
1969. Era ini ditandai dengan munculnya musik moderndalam kebudayaan
Nias yang merujuk kepada sajian musik bergaya Eropa, yang umumnya
berpusat di gereja-gereja di Nias. Musik inilah yang menjadi embrio era
berikutnya menjadi musik populer Nias.
(d) Era musik populer Nias dalam bentuk band, yaitu dari tahun 1969 sampai
1990. Masa ini dapat disebut sebagai masa keemasan musik populer Nias.
Saat ini muncul dan berkembang sejumlah kelompok band di Tanah Nias ini
dengan densitas yang padat. Saat ini pula diciptakan lagu-lagu populer Nias
ini dengan manggunakan teks berbahasa Nias, demikian pula beberapa
seniman band musik populer Nias ini mengalihbahasakan berbagai lagu dari
kebudayaan musik pop dunia (terutama Barat) ke dalam musik populer Nias.
Masa ini juga dihasilkan album-album rekaman musik populer Nias, baik
yang direkam di Gunungsitoli, dan terutama di ibukota Provinsi Sumatera
Utara, Medan.Musik populer Nias saat ini adalah hasil percampuran budaya
tradisi musikal Nias, musik populer Indonesia, dan musik populer dunia.
Bagi masyarakat Nias, musik populer Nias saat ini mengacu kepada
sajian musik yang diedarkan dan dipublikasikan ke masyarakat ramai
melalui media yang dimulai pada tahun 1970-an hingga sekarang. Musik
populer Nias bisa lahir karena adanya proses perjalanan sajian musik melalui
266
media massa, apakah itu radio, koran, ataupun media audio seperti kaset
tape, CD, maupun audiovisual seperti di televisi ataupun kaset VCD. Bentuk
Musik populer Nias merupakan sebuah sajian musik yang dibuat
berdasarkan genre tertentu untuk keperluan Industri musik dan dikemas ke
dalam bahasa Nias dan didistribusikan ke masyarakat melalui media.
Dari segi struktur musikal, saat ini, mayoritas seniman musik populer
Nias membuat lagu berdasarkan lagu pop Barat dan lagu pop daerah lainnya
(khususnya di Sumatera Utara). Pada era ini, musik populer Nias
menggunakan beberapa genre musik dunia dan nasional, yaitu: cha-cha,
rhumba, rock n roll, slow beat, pop beat, dangdut, new age 80’s, country,
ballad, slow rock, langgam (Melayu),dan house, yang kemudianseluruh
genre tersebut dipadu dengan menggunakan teks berbahasa Nias.
(e) Era keyboard tungggal atau organ tunggal, yaitu dari tahun 1990 sampai
sekarang ini. Era ini ditandai dengan perubahan format pertunjukan dari
band live ke dalam sajian keyboard tunggal sebagai konsekuensi penemuan
di dalam teknologi musik. Tokoh utama keyboard tunggal dalam sejarah
musik pop Nias adalah Bapak Man Harefa. Keyboard ini dipandang lebih
praktis, efesien, dan ekonomis. Dalam bentuk keyboard tunggal ini, maka
lagu-lagu populer Nias terus terpelihara, dan dilanjutkan oleh para penyanyi
dan pemusiknya. Demikian kesimpulan untuk masalah sejarah musik
populer Nias.
267
(B) Dari segi tekstual, maka dapat dikatakan bahwa identitas utama musik
populer Nias adalah penggunaan teks berbahasa Nias. Bentuk teks ini memang ada yang
diciptakan bersamaan dengan melodi yang khas Nias, kemudian disajikan dalam bentuk
ensambel musik populer, biasanya band atau juga keyboar tunggal. Bentuk teks yang
kedua adalah mengelihbahasakan lagu-lagu populer dunia ke dalam bahasa Nias, namun
melodi tetap mengacu kepada lagu asalnya. Dari kajian terhadap empat lagu di dalam
musik populer Nias, menunjukkan bahwa teks di dalam lagu ini bertema tentang:
kecintaan terhadap tanah kelahiran yang merujuk kepada Pulau Nias dan kebudayaan
masyarakatnya; juga bertema mencintai orang tua dan kerabat, termasuk di dalamnya
ibu, ayah, keluarga inti dan keluarga luas. Tema lainnya adalah mengenai kenangan
indah dengan kekasih. Seterusnya ada pula tema tentang pujian terhadap perempuan
yang menarik secara fisik, namun disertai kesempurnaannya dengan perilaku dan tutur
kata. Dari sisi teks ini tercermin kearifan-kearifan lokal Nias, seperti: cinta alam sekitar,
kebijaksanaan di dalam hidup, bagaimana membina cinta dengan pasangan atau calon
pasangan hidup, pentingnya menjaga integrasi kekerabatan, pentingnya menjaga
kelestarian budaya Nias, dan lain-lain. Secara struktural teks, lagu-lagu populer Nias ini
meneruskan berbagai jenis puisi tradisi Nias, dengan sajian larik-larik lagu yang
memiliki makna eksplisit (denotatif) dan juga konotatif, ditainjauu dari pembacaan
hermeneutik.
(C) Dari sisi gaya musikal, bahwa musik populer Nias ini disajikan dalam
bentuk gaya musik popo dunia dan nasional, seperti cha-cha, rhumba, rock n roll, slow
beat, pop beat, dangdut, new age 80’s, country, ballad, slow rock, langgam
268
(Melayu),dan house. Namun lagu-lagunya adalah mengambil unsur-unsur lagu tradisi
Nias seperti maena, hendrihendri, ngenu-ngenu, hoho, sinuno, dan lain-lainnya. Gaya
musik secara umum adalah musik monofonik gaya band musik Barat. Dari sisi
struktural, tangga nada yang digunakan umumnya tangga nada diatonis. Kemudian
wilayah nada lagu-lagunya umumnya satu oktaf lebih. Seterusnya bentuk lagu adalah
strofik dan diulang-ulang. Strukturnya secara umum adalah mengadopsi musik-musik
populer Barat atau nasional, yang bertumpu kepada jalinan melodi, bukan jalinan
harmonik khordal.
6.2 Saran
Berdasarkan pengalaman penulis dalam penelitian tugas akhir ini, ada beberapa
hal saran yang dibuat penulis untuk mendukung kelanjutan penelitian ini berikutnya.
Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.
Penulis berharap ada masyarakat Nias yang kembali mencari dokumentasi-
dokumentasi seperti kaset tape album-album Nias yang lama. Penulis mengalami
kendala dalam pendataan ulang album Nias yang lama khususnya produk yang
menggunakan kaset tape, disebabkan karena pasca gempa dan tsunami tersebut yang
memporak poranda rumah penduduk. Dengan adanya dokumentasi ulang terhadap
kaset- kaset tersebut, penulis yakin bahwa hal itu akan menjadi satu pendukung dalam
melanjutkan penelitian ini kedepan nantinya.
Selanjutnya, kemampuan untuk menjadi insider sangat diperlukan dalam
melakukan wawancara dengan narasumber, karena untuk segmen ini biasanya para
269
narasumber bukanlah seorang spesialis informan akademis, yang dengan pengetahuan
formalnya dapat menjelaskan fenomena musik populer Nias dengan baik. Mayoritas
informan yang didapat adalah orang-orang praktisi, apakah itu pencipta lagu, arranger,
penyanyi, pemusik, dan lainnya; sehingga terkadang kita harus bersusah payah
memahami maksud dari informan tersebut.
Demikianlah hasil penelitian yang penulis lakukan ini, baik dari dari sisi
sejarah, kajian tekstual (lirik lagu), maupungaya musikal musik populer Nias. Penulis
lebih jauh lagu berharap tesis ini dapat menjadi titik awal untuk melanjutkan penelitian
selanjutnya yang berkaitan tentang musik Nias khususnya musik populer ataupun musik
pop daerah, serta dapat menjadi dokumentasi yang bermanfaat dan membuka cakrawala
pengetahuan kita tentang Nias, kebudayaan, dan keseniannya.
270
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Tetty B., 1990. Musik Tiup dalam Upacara Saur Matua di Kota Medan:
Analisis Gaya Melodi dan Fungsi Sosial. Medan: Skripsi sarjana Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Awuy, Tomy F., 2003. Sisi Indah Kehidupan Pemikiran Seni dan Kritik Teater. Jakarta:
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Berger, Peter L. 1991. Langit Suci: Agama sebagai Realitas Sosial. Jakarta: LP3ES. Bigsby, C.W.E., 1975. Superculture, American Popular Culture, and Europe. London:
Paul Elek. Budianta, Melani. 2008. “Representasi Kaum Pinggiran dan Kapitalisme,” dalam Sastra
Indonesia Modern: Kritik P ostkolonial. Jakarta: KITLV-Obor. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul .2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Christomy (penyunting), 2003. Indonesta: Tanda Yang Retak. Jakarta: Wedatama
Widya Sastra. Christomy, T., dan Untung Yuwono (ed.). 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direkiorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia.
Christomy, Tommy, 2001. "Pengantar Semiotika Pragmatik Pierce: Nonverbal dan
Verbal.” Makalah pada Pelatihan Semiotika. Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
Christomy, Tommy, et al. 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia.
Cook, Nicholas, 1987. A Guide to Musical Analysis. London dan Melbourne: J.M.Dent
& Sons Limited. Danandjaja, James, 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta: Grafiti Pers.
271
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa
Indonesia(KBBI). Jakarta: Balai Pustaka. Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative
Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications. Direktorat Bantuan Sosial. 2005. Kajian Kearifan Lokal di 8 (Delapan) Provinsi.
Jakarta: Departemen Sosial RI. Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. United Kingdom: Cambridge
University Press. Duvignand, Jean, 1972. The Sociology of Art. (terjemahan dari The French oleh
Timothy Wilson, Paris: Paladin). Eco, U., 1976. A Theory of Semiotics. Bloomington: IndianaUniversity Press.
Elliot, David J., 1995. A New Philosophy Music Education. Oxford: Oxford University Press.
Endraswara, Suwardi, 2005. Tradisi Lisan Jawa: Warisan Abadi Budaya Leluhur.
Jakarta: Narasi. Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu
Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Gans, H.J., 1966. “Popular Culture in America: Social Problems in a Mass Society or
Social Asset in a Pluralist Society?” Dalam H.S. Becker (ed.) 1966, Social Problems: A Modern Approach. New York, pp. 540-620.
Garraghan, Gilbert J., S.J. 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road,
New York: Fordham University Press. Gillin, J.L. dan J.P. Gillin. 1954. For A Science of Social Man. New Yor: McMillan. Gulö, W. 1983. Benih yang Tumbuh. Semarang: Satya Wacana. Hadikusuma, Hilman, 1987. Hukum Kekerabatan Adat. Jakarta: Fajar Agung. Halliday, MAK. et al., 1986. Semiotics Ideology Language. Australia: Sydney
Association for Studies in Society and Culture.
272
Hammerle, Johannes. 2001. Asal-usul Masyarakat Nias:Suatu Interpretasi. Nias: Yayasan Pusaka Nias.
Hammerle, Johannes. 1995. Hikaya Nadu. Nias: Yayasan Pustaka Nias Hartoko, Dick, 1986. Bunga Rampai Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hodges, Robert, dan Kress Gunther. 1999. Sosial Semiotika (Edisi Ringkas). Padang:
Breeuw Print. Hoeve, W. van, 1960. Studies in Life, Thought, and Ritual. The Hague. Hoover, Kenneth R., 1989. Unsur-Unsur pemikiran Ilmiah dalam Ilmu-ilmu
Sosial(terjemahan Hartono Hadikusumo). Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya. Hooykaas, 1952. Cultural Representation. London: Mcmillan. Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English(Sixth
Edition). New York: Oxford University Press. Hutagalung, Roy J.M., 2013. Trio pada Musik Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi,
dan Struktur Musik. Medan: Tesis Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, FIB USU.
Indrastuti, 2007. Mantra Melaut Suku Bajo: Interpretasi Semiotika. Semarang: tesis
magister Linguistik Universitas Diponegoro. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2002. Jakarta: Balai Pustaka. Kaplan, Max, 1975. Leisure: Theory and Policy. New York: Wiley and Sons Inc. Kesuma, Ivo, 1998. Musik Populer Batak Toba: Suatu Observasi Musikologi-
diskografis. Medan: Universitas HKBP Nommensen. Kerlinger, Fred N., Foundation of Behaviorial Research. New York: Holt, Rinehart, and
Winston. Kluckhon, C., 1962. Culture and Behavior. New York: The Free Press. Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia,
Indonesia.
273
Koentjaraningrat. 1998. Pengantar Antropologi II. Jakarta: Rineka Cipta. Komaruddin, 2000. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Kress, G dan van Leeuwn, T. 1996. Reading Images-The Grammar of Visual Design.
London: Routledge. Kress, G. 2000. Multimodality: Challenges to Thinking about Language. TESOL
Quarterly, 34, 337-340. Kuntowijoyo, 1994. Demokrasi dan Budaya Birokrasi. Yogyakarta: Bentang. Kunts, Jaap. 1939. Ethnographie Music in Nias. Amsterdam Lohisse, Jean, 1973. Anonimous Communication, Mass Media in the Modern
World.London: George Allen and Unwin Ltd. Lomax, Alan P., 1968. Folk Song Style and Culture. Transaction Books New Jersey. Lorimer, Lawrence T. et al., Grolier Encyclopedia of Knowledge. Vol. 1-20.Grolier
Incorporated, Danburry, Connecticut. Lowenthal, Leo, 1961. Literature, Popular Culture, and Society. New York: Pacific
Book Publisher. Madsen, Clifford K. dkk., 1975. Research in Music Behavior. New York dan London:
Teachers College Press. Malinowski, 1987. "Teori Fungsional dan Struktural," dalam Teori Antroplologi I,
Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Universitas Indonesia Press. Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Juga terjemahannya Malm, William P., 1993. Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah, dan Asia. (Dialihbahasakan oleh Muhammad Takari). Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Manaö, Dasa, 1999, Hoho Famadaya Hasi Dalam Konteks Upacara Kematian Si Ulu
Di Desa Bawomataluwo Nias: Struktur, Musik, dan Teks. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi, Fakultas sastra USU.
Manuel, Peter, 1988. Popular Misic of the non-Western World: An IntroductionSurvey.
New York: Oxford University Press.
274
Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western University Press.
Narroll, R., 1964.Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia
Press. Nasution, S. 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nazir, Mohd. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nelson dan Grossberg, 1992. Qualitative Research. London. MacMillan. Nettl, Bruno, 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press
of Glencoe. Noth, W. 1990. Handbook of Semiotics. Indiana University Press: Bloomington. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (Sixth Edition), 2000. New York: Oxford
University Press. Panitia Penyelenggara Pesta Ya’ahowu 1990. Juklak Kesenian pada Pesta Ya’ahowu.
Nias. Pasaribu, Amir, 1986. Analisis Musik Indonesia. Jakarta: Pantja Simpati. Pasaribu, Ben dan Purba Mauly, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan
Seni Nusantara Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Piliang, Yasraf Amir, 2003. Wibawa Bahasa. Jakarta: Balai Pustaka. Poerwadarminta, 1990 (ed.), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pradopo, R.D., 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Pradopo, Rakhmat Djoko, 1987. Pengkajian Puisi: Analisis Struktur Naskah dalam
Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Pudentia, 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
275
Purba, Mauly dan Ben M. Pasaribu, 2006. Musik Populer. Bandung: Pendidikan Seni Nusantara.
Purba, Mauly dan Muhammad Takari, 2004. Musik Populer Batak Toba: Kajian
terhadap Aspek Sejarah, Fungsional, dan Struktural. Medan: Laporan Penelitian Dana DIKS Fakultas Sastra, USU.
Quail, Denis Mc, 1969. Toward to Sociology of Mass Communication. London: Collier
MacMillan. Radcliffe-Brown, A.R., 1952. Structure and Function in Primitive Society. Glencoe:
Free Press. Rahardiansah, Trubus. 2011. Transformasi Nilai Kearifan Lokal Dalam Pendidikan
Bangsa: Dialektika Pentingnya Pendidikan Berbasis Local Genius. Jakarta: Universitas Trisakti.
Riffaterre, M., 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University Press. Rosenberg, Bernard dan David Manning White (eds.), 1960.Mass Culture, The Popular
Art in America. Glencoe, Illinois: The The Free Press. Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.”
Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.
Sadie, Stanley (ed.), 1980. The New Grove Dictionary of Music and Musicians. vol. 16,
New York: MacMillan Publishers. Santosa, 2004. Menggunakan Data Statistik dengan SPPS. Bandung: Universitas
Komputer Indonesia. Saragih, Amrin, 2009. Semiotika Bahasa. Bahan Ajar Perkuliahan Semiotika Program
Studi Linguistik USU. Medan. Sedyawati, Edi, 1980. Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya. Sedyawati, Edi, 1984. “Aspek-aspek Komunikasi Budaya yang Diekspresikan dalam
Tari.” Analisis Kebudayaan. (Tahun II) Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
276
Selden, Raman, 1993. A Reader’s Guideto Contemporary Literary Theory. Kentucky: University of kentucky Press.
Shuker,Roy.2001.UnderstandingPopularMusic (EdisiKedua).London dan
NewYork:Routledge. Sianturi, Rosmaida, 2003. Analisis Gaya Musikal Lagu Populer Batak Toba dengan
Perhatian Khusus pada Lagu-lagu Karya Nahum Situmorang. Medan: Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: PODA.
Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Sinar, T. Silvana., 2010. Teori & Analisis Wacana, Pendekatan Linguistik Sistemik-Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.
Sitinjak, Ruth Aprilina, 1998. Analisis Musik Populer Barat dalam Kehidupan Generasi
Muda di Medan: Suatu Kajian Sosiomusikologis. Medan: Universitas Nommensen.
Soedarsono, 1999. "Pendidikan Seni dalam Kaitannya dengan Kepariwisataan."
Makalah Seminar dalam Rangka Penringatan Hari Jadi Jurusan pendidikan Sendratasik ke-10 FPBS IKIP Yogyakarta, 12 Pebruari 1995.
Sudjiman, P. dan Zoest, A.V., 1992. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia. Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka
Pelajar Supanggah, Rahayu, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan Bentang Budaya,
Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI). Suparlan, 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dari Konsepsi sampai dengan
Implementasi. Yogyakarta: Hikayat. Tambunan, Nestor Rico, 1996. "Dr. I.L. Nommensen: Missionaris Besar, Penguak
Kegelapan Tanah Batak," Kartini, No. 601, Desember 1996. Tampubolon, Cathrina Sumiaty, 2014. Analisis tekstual Lagu Maena pada Upacara
Falowa di Ori Laraga Gunungsitoli. Medan: Tesis Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni FIB USU.
277
Teeuw, A., 1984. Sastra dan llmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. van Zoest, Aart 1993. Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang Kita
Lakukan. (Diterjemahkan oleh Eni Soekowati). Jakarta: Yayasan Sumber Agung.
van Zoest, Aart dan Panuti Sudjiman. 1993. Serba-Serbi Semiotika. Gramedia Pustaka
Utama: Jakafia. van Zoest, Aart, 1991. Fiksi dan Non-Fiksi dalam Kajian Semiotika. Jakarta: Intermasa. Wardoyo, 2005. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Universitas Gunadarma. Winston, Brain, 1973. The Image of the Media. London: Davis-Pointer. Yunita, Erni. (2011). Analisis Semiotika Tradisi Bermantra Pagar Diri di Desa Ujung
Gading Julu, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Medan: Sekolah Pascasarjana Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara. Tesis.
Zebua, Faondragö. 1996. Sejarah Lahirnya dan Perkembangan Kota Gunungsitoli.
Gunungsitoli: Pemerintah kabupaten Nias. Zebua, Victor. 2010. Jejak Cerita Rakyat Nias. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Internet
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Tinjauan%20Teoritik%20tentang%20Semiotika.pdf, diunduh 3 Maret 2014
hhtp://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifanlokal.pdf), diunduh 15 Maret 2015
(http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/45/41), diunduh 17 April 2015
(http://www.sinarharapan.co.id/hiburan/budaya/2003/1018/bud 2.html), diunduh Desember 2015
278
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Yas Harefa
Umur : 70 Tahun
Pekerjaan : Komponis, budayawan
Alamat : Desa Sifalaete Tabaloho, Gunungsitoli
2. Nama : Manotona Harefa
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Komponis, pemain organ tunggal, produser
Alamat : Jl. JP Vallon no 5, Gunungsitoli
3. Nama : Fati Zebua
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Komponis, seniman Nias
Alamat : Desa Mudik, Gunungsitoli
4. Nama : Martioni
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Produser, pemilik Mardiana Record
Alamat : Jl. Diponegoro, Gunungsitoli
5. Nama : Fauzan
Umur : 65 Tahun
Pekerjaan : Pemilik Radio Mitra Dharma Gunungsitoli
Alamat : Jl. Kelapa, Gunungsitoli
Top Related