KERAGAMAN FITOPLANKTON SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN
DESA PENGUDANG, KECAMATAN TELUK SEBONG, KABUPATEN BINTAN
Elvi Irawati,
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
Winny Retna Melani, S.P., M.Sc.
Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
Tri Apriadi, S.Pi., M.Si.
Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai indeks keanekaragaman, keseragaman,
dan dominansi fitoplankton yang dapat digunakan sebagai informasi mengenai kondisi lingkungan
perairan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-September 2016 di Perairan Desa Pengudang,
Kecamatan Teluk Sebog, Kabupaten Bintan dengan menggunakan metode random sampling.
Fitoplankton di perairan Desa Pengudang sebanyak 24 jenis. Jenis-jenis tersebut terkelompok
menjadi 6 kelas diantaranya Bacillariophyceae, Zygnematophyceae, Coscinodiscophyceae,
Trebuoxiophyceae, Spirotricheae, dan Chlorophyceae. Kelimpahan jenis fitoplankton tergolong
kelimpahan yang sedang. Indeks keanekaragaman jenis fitoplankton tergolong rendah, artinya jenis-
jenis fitoplankton yang dijumpai tidak terlalu banyak. Kemudian dari nilai indeks keseragaman
terkategorikan tinggi, namun mendekati sedang. Indeks dominansi tergolong rendah, akan tetapi
mendekati sedang. Indeks ekologi juga mengindikasikan terjadi perubahan lingkungan bagi
kehidupan fitoplankton, karena nilai selisih kemerataan jenisnya tidak terlalu tinggi. Sehingga
mengindikasikan terjadinya peningkatan nilai dominasi suatu jenis fitoplankton di perairan Desa
Pengudang yang juga mencirikan adanya perubahan kondisi lingkungan sekitar.
Kata Kunci : Fitoplankton, Keragaman, Perairan Desa Pengudang
PHYTOPLANKTON DIVERSITY FOR WATER QUALITY INDICATORS AT
PENGUDANG VILLAGE, TELUK SEBONG, BINTAN REGENCY
Elvi Irawati,
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
Winny Retna Melani, S.P., M.Sc.
Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
Tri Apriadi, S.Pi., M.Si.
Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FIKP-UMRAH
ABSTRACT
This study aims to determine the value of diversity index, uniformity, and dominance
of phytoplankton that can be used as information about the condition of the aquatic environment.
This research was conducted in July-September 2016 at Pengudang village, Teluk Sebog, Bintan
regency using random sampling method. Phytoplankton in the waters Pengudang village of as many
as 24 kinds. These species are grouped into 6 classes including Bacillariophyceae,
Zygnematophyceae, Coscinodiscophyceae, Trebuoxiophyceae, Spirotricheae, and Chlorophyceae.
Abundance of phytoplankton abundance was classified. Phytoplankton species diversity index is
low, it means that the types of phytoplankton encountered are not too many. Then from
uncategorized uniformity index value is high, but the approach was. Dominance index is low, but
closer to being. Ecological index also indicates a change in the environment for the life of
phytoplankton, because the differences are not too high evenness. Thus indicating an increase in the
value of the dominance of a particular type of phytoplankton in the waters Pengudang village which
also characterizes the changes in environmental conditions.
Keywords: Phytoplankton, Biodiversity, Pengudang Village
1
I. PENDAHULUAN
Wilayah pesisir merupakan suatu
wilayah yang mempunyai potensi
sumberdaya alam yang cukup besar. Secara
langsung maupun tidak langsung
pembangunan pemukiman di wilayah pesisir
akan memberikan dampak terhadap
ekosistem pesisir tersebut salah satunya
adalah pencemaran.
Keberadaan fitoplankton di suatu
perairan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi suatu perairan (Isnaini et
al., 2011). Keberadaan fitoplankton sangat
berpengaruh terhadap kehidupan di perairan
karena memegang peranan penting sebagai
makanan bagi berbagai organisme laut.
Dengan konsep komunitas dapat digunakan
untuk menganalisis keadaan suatu
lingkungan perairan karena komposisi dan
karakter dari suatu komunitas merupakan
indikator yang baik untuk melihat keadaan
lingkungan tempat komunitas itu berada.
Dengan demikian keberadaan fitoplankton
dapat dijadikan indikator kualitas perairan
yakni gambaran tentang banyak atau
sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di
suatu perairan dan jenis-jenis fitoplankton
yang mendominasi, adanya jenis fitoplankton
yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang
sedang blooming, serta dapat memberikan
gambaran mengenai keadaan perairan yang
sesungguhnya (Prastio, 2010).
Perairan laut Desa Pengudang,
Kecamatan Teluk Bintan, Provinsi
Kepulauan Riau merupakan salah satu
kawasan perairan yang terdapat aktivitas
rumah tangga, aktivitas budidaya dan
perikanan tangkap. Aktivitas rumah tangga
tersebut akan menghasilkan limbah padat
maupun cair yang dilakukan secara kontinyu
akan menyebabkan penurunan pertumbuhan
fitoplankton di perairan ini. Berdasarkan
kondisi tersebut, perlu dilakukan penelitian
dengan judul “Keragaman Fitoplankton
Sebagai Indikator Kualitas Perairan Laut
Desa Pengudang ,Kecamtan Teluk Sebong,
Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Istilah plankton adalah suatu istilah
yang umum. Plankton meliputi biota yang
hidup terapung atau terhanyut di daerah
pelagik. Istilah plankton berasal dari kata
Yunani yang berarti pengembara. Organisme
ini biasanya berukuran relative kecil atau
mikroskopis, hidupnya selalu terapung atau
melayang dan daya geraknya tergantung pada
arus atau pergerakan air. Plankton dapat
dibagi kedalam dua golongan besar yaitu
fitoplankton (plankton tumbuhan/nabati) dan
zooplankton (plankton hewani) (Arinardi et
al., 1997).
Fitoplankton dapat berperan sebagai
salah satu dari parameter ekologi yang dapat
menggambarkan kondisi suatu perairan.
Menurut Dawes (1981) dalam Faza (2012),
salah satu ciri khas organisme fitoplankton
yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan
di perairan. Oleh karena itu, kehadiran
fitoplankton di suatu perairan dapat
menggambarkan suatu perairan apakah
berada dalam keadaan subur atau tidak.
Kelimpahan fitoplankton di suatu
perairan dipengaruhi oleh beberapa
parameter lingkungan dan karakteristik
fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan
fitoplankton akan berubah pada berbagai
tingkatan sebagai respons terhadap
perubahan-perubahan kondisi lingkungan
baik fisik, kimia, maupun biologi. Faktor
penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat
kompleks dan saling berinteraksi antara
parameter fisika-kimia perairan seperti
intensitas cahaya, oksigen terlarut, stratifikasi
suhu, dan ketersediaan unsur hara nitrogen
dan fosfor, sedangkan aspek biologi adalah
adanya aktivitas pemangsaan oleh hewan,
mortalitas alami, dan dekomposisi (Goldman
& Horne, 1983: dalam Faza, 2012).
Menurut Nontji (2008), fitoplankton
dapat diklasifikasikan menjadi delapan divisi
yaitu Cyanophyta, Dinophyta,
Bacillariophyta, Chrysophyta, Chlorophyta,
Euglenophyta, Chryptophyta dan
Prymnesiophyta.
Salah satu cara untuk pemantauan
kualitas perairan dapat dilakukan penelitian
secara biologi menggunakan indikator
fitoplankton. Fitoplankton dijadikan sebagai
indikator kualitas perairan karena siklus
hidupnya pendek, respon yang sangat cepat
terhadap perubahan lingkungan dan
merupakan produsen primer yang
menghasilkan bahan organik serta oksigen
yang bermanfaat bagi kehidupan perairan.
Fitoplankton tergolong sebagai organisme
autotrof, yang membangun tubuhnya dengan
mengubah unsur-unsur anorganik menjadi
2
zat organik dengan memanfaatkan energi
karbon dari CO2 dan bantuan sinar matahari
melalui proses fotosintesis (Basmi, 1988).
Fitoplankon dapat digunakan
sebagai indikator terhadap kategori
kesuburan perairan maupun sebagai indikator
perairan yang tercemar atau tidak tercemar
(Basmi, 1995). Fitoplankton dengan
kelimpahan yang tinggi umumnya terdapat di
perairan sekitar muara sungai atau di perairan
lepas pantai tempat terjadi air naik. Di kedua
lokasi ini terjadi proses penyuburan karena
masuknya zat-zat hara ke dalam lingkungan
tersebut (Sediadi et al., 1999). Plankton di
estuari umumnya mempunyai jumlah spesies
yang sedikit tetapi sering jumlah individunya
cukup banyak (Arinardi et al., 1997). Jumlah
yang sedikit itu disebabkan oleh terjadinya
fluktuasi besar kondisi lingkungan, terutama
salinitas`dan suhu pada saat terjadi pasang
dan surut.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan
juli hingga September 2016 di perairan Desa
Pengudang, Kepulauan Riau. Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim
Raja Ali Haji.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian pada penelitian
ini meliputi pengumpulan data, penentuan
titik sampling, pengambilan sampel
fitoplankton, pengukuran, dan analisis data.
1. Pengumpulan data
Perosedur pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu berupa data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data
yang langsung didapatkan oleh peneliti di
lokasi penelitian, seperti data fitoplankton
dan data kualitas perairan. Sedangkan data
sekunder merupakan data pendukung yang di
butuhkan dalam penelitian ini dimana data
tersebut diperoleh dari lembaga / instansi
terkait.
2. Penentuan Titik Sampling
Dari hasil survei awal pada lokasi
penelitian yang dilakukan di perairan Desa
Pengudang, maka ditetapkan pengambilan
sampel dilakukan secara acak (Random
sampling) yaitu pengambilan sampel acak
sederhana yang digunakan untuk memilih
sampel dari populasi dengan acak sedemikian
rupa sehingga setiap anggota populasi
mempunyai peluang yang sama besar untuk
diambil sebagai sampel (Fachrul, 2007).
Penentuaan titik sampling untuk penelitian
ini dengan menggunakan program aplikasi
planner ( software Arc Gis, 9.0) sehingga
didapatkan 31 titik pengambilan sampel. Peta
titik pengambilan sampel disajikan pada
Gambar.
Gambar. Peta Titik Sampling Pengamatan
3. Pengambilan Sampel Fitoplankton
Pengambilan plankton di laut dapat
dilakukan secara tegak (kedalaman), dan
mendatar (permukaan) (Fachrul, 2007)
pengambilan sampel fitoplankton ini
dilakukan tegak dengan menggunakan
plankton net. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menyaring air pada kedalaman 0
sampai jarak tampak secchi disc dengan
volume 100 liter dengan menggunakan
ember berukuran 10 liter maka dilakukan 10
kali ulangan penyaringan air kedalam
plankton net.
4. Pengawetan Fitoplankton
Pengawetan ini dilakukan untuk
tetap menjaga keutuhan dan bentuk
fitoplankton agar mudah diidentifikasi
(Nontji, 2008). Untuk tetap menjaga
keutuhan fitoplankton maka diawetkan
dengan menggunakan lugol 4% selanjutnya
diamati dan diidentifikasi di laboratorium.
5. Identifikasi Fitoplankton
Sampel fitoplankton yang sudah
diawetkan selanjutnya diamati di
laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan
UMRAH. Pengamatan fitoplankton
dilakukan dengan menggunakan mikroskop
Nikon Binokuler dan mikroskop Optima
Binokuler dengan pembesaran 40 - 400 kali.
Fitoplankton yang akan diamati di bawah
3
mikroskop, pertama diteteskan ke atas gelas
objek (object glass) yang kemudian ditutup
dengan gelas penutup (cover slip) yang tipis
(Nontji, 2008). Identifikasi fitoplankton
dilakukan dengan menggunakan metode
sensus, Setelah jenis fitoplankton yang
didapat kemudian di identifikasi dengan
acuan buku identifikasi.
C. Analisis Data
Dari data yang diperoleh maka
langkah selanjutnya adalah dengan
melakukan analisis untuk mengukur
kelimpahan fitoplankton, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman
fitoplankton dan indeks dominansi
fitoplankton dengan persamaan sebagai
berikut:
1. Kelimpahan Fitoplankton
Fachrul (2007) menyatakan bahwa
penentuan kelimpahan fitoplankton dapat
dilakukan berdasarkan metode sensus di atas
gelas objek Segwick Rafter. Kelimpahan
fitoplankton dinyatakan secara kuantitatif
dalam jumlah sel/liter. Kelimpahan plakton
dihitung berdasarkan rumus:
N = n x Vr x1
Vo Vs
Keterangan :
N = Jumlah individu per liter
n = Jumlah sel yang diamati
Vr = Volume air yang tersaring (mL)
Vo = volume air yang diamati (mL)
Vs = Volume air yang disaring (L)
2. Indeks keanekaragaman (H’)
Untuk mengetahui keanekaragaman
fitoplankton, maka digunakan indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (Odum,
1993) sebagai pentunjuk pengolahan data
sebagai berikut :
H′ = − ∑(𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖)
N
i=1
Keterangan :
H = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah individu keseluruhan
Kisaran nilai indekds
keanekaragaman dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
H’<2,306 = Keanekaragaman rendah
2,306<H’<6,9076 = Keanekaragaman sedang
H’>6,9076 = Keanekaragaman tinggi
3. Indeks Keseragaman (E)
Untuk menghitung keseragaman,
maka digunakan indeks keseragaman (Odum,
1993) untuk menunjukan sebaran
fitoplankton dalam suatu komunitas. Indeks
keseragaman juga dapat dihitung dengan
persamaan indeks Shannon-Wiener sebagai
berikut :
𝐸 =H′
𝐻 𝑚𝑎𝑥
Dimana :
E = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
Hmax = ln S
S = Jumlah spesies
Nilai keseragaman berkisar antara
0-1. Semakin kecil nilai E menunjukkan
semakin kecil pula keseragaman populasi
fitoplankton, artinya penyebaran jumlah
individu tiap genus tidak sama dan
kecenderungan bahwa suatu genus
mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya
semakin besar nilai E, maka populasi
menunjukkan keseragaman, yaitu bahwa
jumlah individu setiap genus dapat dikatakan
sama atau jauh berbeda (odum 1993).
4. Indeks Dominansi (C)
Indeks Dominansi dihitung dengan
menggunakan rumus indeks dominanasi
daroi Simpson (Odum, 1993) sebagai berikut
:
C = ∑ (ni
N)
2s
i=1
Keterangan :
C = Indeks dominansi Simpson
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
S = Jumlah genus
Nilai indeks dominansi berkisar
antara 0-1. Semakin besar nilai indeks
semakin besar kecenderungan salah satu
spesies yang mendominasi.
4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum Lokasi
Penelitian
Desa Pengudang merupakan bagian
dari Kecamatan Teluk Sebong ,Kabupaten
Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pada
awalnya Desa Pengudang merupakan bagian
dari desa Berakit. Luas wilayah Desa
Pengudang 54 Km2, dengan memiliki 7 RT,3
RW dan 2 Dusun, Desa Pengudang,
Desa Pengudang merupakan desa
yang berada di Pulau Bintan dan berbatasan
langsung dengan Laut Cina Selatan di bagian
utara. Sebagian besar wilayah Desa
Pengudang merupakan dataran rendah dan
pesisir pantai, sedangkan dari sebelah timur
dan barat di apit dengan Desa Sri Bintan dan
Desa Berakit. Iklim di Desa Pengudang pada
umumnya sama halnya dengan iklim-iklim di
desa lain mempunyai 2 iklim tropis yaitu
kemarau dan penghujan. Hal tersebut
mempunyai pengaruh langsung terhadap
kehidupan masyarakat yang bertempat
tinggal didesa Pengudang Kecamatan Teluk
Sebong Kabupaten Bintan.
B. Kondisi Fitoplankton
1. Komposisi Fitoplankton
Jenis-jenis fitoplankton dapat dilihat
secara rinci seperti pada Tabel.
Tabel. Jenis fitoplankton di perairan Desa
Pengudang
Kelas Jenis Kelimpahan
(sel/L)
Bacillariophyceae Asterionella sp. 180
Bacteriastrum dellicatulum 4080
Biddulphia aurita 240
Cerataulina bergonii 660
Chaetoceros decipiens 4200
Chaetoceros sp. 6240
Fragillaria crotonensis 600
Chaetoceros anastomosans 5520
Pseudo nitzschia 1440
Rhizolenia sp. 60
Synedra sp. 240
Thalassiothrix nitzschioides 180
Zygnematophyceae Closterium stauceum 240
Coscinodiscophyceae Coscinosira oestrupi 300
Ditylum sp. 660
Guinardia sp. 60
Coscinodiscus granii 900
Trebuoxiophyceae Franceia tuberculaia 1980
Spirotricheae Helicostomela dissiliens 60
Helicostomella sp. 1500
Spirotaenia condensata 120
Chlorophyceae Pteromonas aculeata 120
Sphaeroplea annulina 6000
Ulothrix zonata 180
Sumber : Data Hasil Analisis (2016)
Dari hasil pengamatan
menggunakan mikroskop, maka
teridentifikasi jenis fitoplankton di perairan
Desa Pengudang sebanyak 24 jenis. Jenis-
jenis tersebut terkelompok menjadi 6 kelas
diantaranya Bacillariophyceae,
Zygnematophyceae, Coscinodiscophyceae,
Trebuoxiophyceae, Spirotricheae, dan
Chlorophyceae. Pada kelompok kelas
Bacillariophyceae paling banyak dijumpai
jenisnya yaitu sebanyak 12 jenis, pada kelas
Zygnematophyceae ditemukan sebanyak 1
jenis, pada kelas Coscinodiscophyceae
dijumpai sebanyak 4 jenis, pada kelas
Trebuoxiophyceae terdiri dari 1 spesies, kelas
Spirotricheae terdiri dari 3 jenis, dan pada
kelas Chlorophyceae terdiri dari 3 jenis.
Diketahui jenis yang terbanyak adalah kelas
Bacillariophyceae dan terkecil adalah pada
kelas Zygnematophyceae dan
Trebuoxiophyceae. Untuk lebih lanjut,
komposisi dari masing-masing jenis dapat
dilihat pada Gambar.
Gambar. Komposisi kelas Fitoplankton di
perairan Desa Pengudang
Sumber : Data Hasil Penelitian (2016)
Dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa komposisi jenis fitoplankton tertinggi
adalah jenis Chaetoceros sp dari kelas
Bacillariophyceae dengan komposisi
mencapai 17,42%, dan terendah pada jenis
Helicostomella sp. dan Coscinoidiscus granii
dengan komposisi masing-masing jenis
sebesar 0,17%. Seperti yang kita ketahui
bahwa jenis tertinggi komposisinya adalah
jenis yang tergolong kedalam kelas
Bacillariophyceae yang memang sering dan
umum dijumpai di perairan laut, factor lain
juga mengungkapkan bahwa jenis ini
memiliki kehidupan yang luas dan tersebar ke
badan perairan. Sistem reproduksi yang lebih
cepat dengan penambahan individu baru
melalui pembelahan sel membuat jenis ini
dominan pada suatu perairan.
66%
1%
4%
2%
10%
17%
Kelas Fitoplankton
Bacillariophyceae
Zygnematophyceae
Coscinodiscophyceae
Trebuoxiophyceae
Spirotricheae
Chlorophyceae
5
Mengacu pada pendapat Hallegraef
(1993) dalam Thoha (2007) bahwa sel-sel
Chaetoceros membentuk rantai yang kaku.
Bentuk valva bersudut 4 atau 6, jarang
berbentuk elips. Ukuran lebar sel bervariasi
antara 18 – 60 µm. Setae muncul dari sudut-
sudut bagian apikal sel dengan bagian dasar
setae yang pendek dan kokoh. Setae ini
menonjol keluar dengan arah agak diagonal.
Setae dari ujung sel ujung bawah rantai
berukuran lebih pendek, seringkali lebih
tebal, mula-mula mengarah ke samping,
kemudian sejajar dengan sumbu rantai dan
jenis ini umum dijumpai di perairan.
Diketahui bahwa jenis Chaetoceros
merupakan jenis yang termasuk kedalam
kelompok Bacilariopyceae yang merupakan
kelas fitoplankton dengan jenis terbanyak
yang dijumpai. Menurut Arinardi et al.,
(1997) dalam Wulandari (2009), kelas
Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang ada, kelas
ini bersifat kosmopolitan serta mempunyai
toleransi dan daya adaptasi yang tinggi.
Selain itu, kelimpahanyang tinggi
dan berlimpah pada jenis fitoplankton
Chaetoceros pada kelas Bacillariophyceae
adalah pengaruh dari kandungan nutrient
pada perairan yakni nitrat dan fosfat.
Diketahui bahwa kandungan nitrat rata-rata
sebesar 0,97 mg/L dan kandungan fosfat
sebesar 0,03 mg/L telah melebihi baku mutu
yang diatur. Dengan demikian dikawatirkan
akan terjadi pertumbuhan alga atau
dominansi suatu jenis fitoplankton pada
perairan desa Pengudang sehingga
keseragaman jenisnya terganggu. Jika suatu
jenis akan menyerap nitrat dan fosfat dengan
baik dan optimal, maka dampak buruk yang
akan terjadi adalah pengkayaan alga (Alga
blooming) sehingga mengkawatirkan
terjadinya gangguan ekosistem.
2. Kelimpahan Fitoplankton
Hasil analisis kelimpahan
fitoplankton pada semua titik sampling
beragam nilai kelimpahannya, mulai dari
yang terkecil hingga tertinggi. Hasil analisis
kelimpahan total untuk masing-masing titik
sampling dapat dilihat pada Gambar.
Gambar. Kelimpahan fitoplankton di
perairan Desa Pengudang
Sumber : Data Hasil Penelitian (2016)
Berdasarkan Gambar 4, kelimpahan
jenis fitoplankton di perairan Desa
Pengudang berkisar antara 180 – 3780
sel/liter dengan kelimpahan rata-rata dari
keseluruhan titik adalah 1156 sel/liter.
Diketahui bahwa total kelimpahan secara
keseluruhan adalah 35820 sel/liter.
Kelimpahan tertinggi diketahui terjadi pada
titik sampling 17 dan terendah terjadi pada
titik 5, 13, 14, dan 15. Kelimpahan total
fitoplankton di perairan Desa Pengudang jika
dilihat termasuk kedalam kelimpahan yang
sedang, artinya kelimpahannya tidak
tergolong tinggi hal ini disampaikan
mengacu dengan pernyataan Soegianto
(1994) dalam Madinawati (2010), bahwa
kelimpahan dengan nilai < 1.000 ind/L
termasuk rendah, kelimpahan antara 1.000 –
40.000 ind/L tergolong sedang, dan
kelimpahan > 40.000 ind/L tergolong tinggi.
Kondisi perairan diasumsikan telah
berubah karena terjadi pengaruh dari
aktivitas di pesisir Desa Pengudang. Seperti
halnya pemukiman, resort, dan kotoran dari
buangan minyak kapal. Kondisi yang sangat
berpengaruh terhadap kelimpahan jenis
fitoplankton adalah adanya lapisan minyak
yang diakbatkan dari limbah kapal-kapal
lepas pantai yang terbawa ke pesisir, kondisi
ini terjadi setiap tahun selama musim utara.
Adanya lapisan minyak ini menutupi
permukaan perairan yang akan
mempengaruhi intensitas produksi
fotosintesis fitoplankton sehingga
kelimpahannya tidak tergolong kelimpahan
yang tinggi.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031
Ke
limp
ahan
(sel
/L)
Titik Sampling
6
3. Indeks Keanekaragaman,
Keseragaman, dan Dominansi
Nilai indeks ekologi yang dianalisis
diantaranya adalah indeks keanekaragaman,
keseragaman, dan dominansi untuk
menggambarkan baik buruknya suatu
komunitas fitoplankton. Hasil analisis indeks
ekologi secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel.
Tabel. Indeks fitoplankton di perairan Desa
Pengudang
Indeks Kisaran
Rata-
rata Kategori
Keanekaragaman 0,19 - 1,74 1,10 Rendah
Keseragaman 0,10 - 1,0 0,77 Tinggi
Dominansi 0,19 - 0,76 0,41 Rendah
Sumber : Data Hasil Penelitian (2016)
Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa nilai indeks keanekaragaman berkisar
antara 0,19 hingga 1,74 dengan rata-rata
sebesar 1,10. Indeks keanekaragaman
tertinggi terjadi pada titik 2 dan tertinggi pada
titik 17. Untuk indeks keseragaman nilainya
berkisar antara 0,1 – 1,0 dengan rata-rata nilai
indeks sebesar 0,77 yang tertinggi terjadi
pada titik 3 dan titik 7 sedangkan terendah
pada titik 2. Nilai indeks domianansi berkisar
anatara 0,19 - 0,76 dengan rata-rata sebesar
0,41 dan tertinggi terjadi pada titik 2
sedangkan terendah terjadi pada titik 25.
Rata-rata nilai indeks
keanekaragaman sebesar 1,10 dengan
demikian tergolong keanekaragaman yang
rendah, artinya jenis-jenis yang dijumpai
tidak terlalu banyak namun juga tidak terlalu
sedikit, mencirikan kondisi perairan masih
kurang layak untuk kehidupan fitoplankton.
Nilai indeks keseragaman rata-rata sebesar
0,77 dengan demikian kategorinya tinggi,
artinya selisih jumlah antara spesies dalam
kondisi yang seragam, tidak ada yang terlalu
mendominasi. Nilai indeks dominansi rata-
rata sebesar 0,41 dengan kategori dominansi
rendah, artinya tidak ada spesies yang paling
berlimpah, semuanya dalam keadaan sama
dan seimbang.
Keseluruhan indeks ekologi
menggambarkan bahwa komunitas
fitoplankton masih dalam keadaan baik dan
cukup layak. Namun nilai
keanekaragamannya tergolong rendah yang
mencirikan jenis-jenis fitoplankton yang
hidup di perairan Desa Pengudang tidak
terlalu banyak.
Keseragaman yang rendah
mencirikan adanya penurunan jenis
fitopalnkton yang hidup di perairan Desa
Pengudang. Gangguan tersebut dapat berasal
dari kegiatan masyarakat maupun terjadi
secara alami. Dari hasil analisis kandungan
bahan organik yang terlalu tinggi akan
berdampak pada peningkatan kelimpahan
suatu jenis/spesies fitoplankton sehingga
untuk jenis yang lain akan sulit untuk
berkompetisi dalam pemanfaatan bahan
organik yang tersedia. Sehingga
memungkinkan jenis-jenis lain akan
mengalami penurunan populasi bahkan
mengalami kematian.
C. Parameter Perairan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kiasaran suhu berada pada nilai 27,9-
31,2oC dengan rata-rata 29,37oC. Kisaran
optimal suhu untuk kehidupan organisme
plankton umumnya adalah berkisar antara 20
– 30 0C meskipun ada bebedarapa jenis
plankton yang masih dapat hidup pada suhu
hingga 900C (Odum, 1998 dalam Nontji,
2008). Dengan demikian, kondisi suhu masih
sesuai untuk kehidupan Fitoplankton dapat
dipastikan dengan dijumpainya 14 jenis
Fitoplankton di perairan Desa Pengudang
Secara umum suhu juga sangat
berperan dalam mengendalikan kondisi
ekosistem perairan. Fitoplankton dari filum
Chlorophyta dan diatom akan tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut
30ºC-35°C dan 20ºC- 30ºC. Sedangkan filum
Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap
kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Chlorophyta dan Bacillariophyta
(Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Dari
nilai kandungan suhu perairan secara rata-
rata masih layak untuk kehidupan
fitoplankton sehingga kelimpahan jenisnya
tidak tergolong rendah melainkan tergolong
sedang. Kondisi suhu dianggap masih sesuai
dengan kehidupan fitoplankton yang hidup di
perairan Desa Pengudang, dominansi suatu
jenis yang terjadi dipengaruhi oleh kandugan
nutrient yang tinggi di perairan Desa
Pengudang.
Berdasarkan hasil pengukuran
salinitas dengan kisaran 31-34 ppt dengan
rata-rata sebesar 32,8 ppt. menurut KEPMEN
LH (2004) kisaran salinitas yang baik bagi
pertumbuhan biota laut adalah 30-34 ppt.
Dengan demikian salinitas pada lokasi
7
penelitian lebih rendah dibandingkan dengan
baku mutu. Salinitas laut terbuka umumnya
hanya berkisar antara 33 - 37 ‰ tergantung
dari seberapa besar proses evaporasi dan
curah hujan yang terjadi (Royce,1973 dalam
Effendi,2003). Melihat dari hasil rata-rata
salinitas, kondisi salinitas masih sesuai
kondisi serta kisaran salinitas perairan laut
yang masih cocok untuk kehidupan
organisme plankton.
Salinitas menggambarkan padatan
total di dalam air, setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromide
dan iodide digantikan oleh klorida, dan
semua bahan organik telah dioksidasi.
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan, dan aliran sungai
(Nontji, 2007). Nilai salinitas perairan laut
30 - 40 ‰, pada perairan hipersaline, nilai
salinitas dapat mencapai kisaran 40 - 80 ‰
(Effendi, 2003). Diketahui nilai salinitas
masih sesuai dengan baku mutu yang
ditentukan sehingga jenis-jenis fitoplankton
yang dijumpai memiliki nilai keseragaman
yang tinggi. Nilai keasaman perairan berada
pada kisaran 7,74 - 8,86 dengan rata-rata
keasaman perairan sebesar 8,34, menurut
KEPMEN LH (2004) bahwa nilai keasaman
perairan yang baik bagi biota perairan adalah
pada kisaran 7-8.5. derajat keasaman perairan
masih layak bagi kehidupan plankton
mengingat masih dalam kondisi normal.
Derajat keasaman atau pH mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan hwan dan
tumbuhan air. Perubahan nilai pH air laut
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
aktivitas biolgis. Menurut Nyabakken (1988)
pH dilingkungan relatif stabil dan biasanya
berada dalam kisaran 7,5-8,4. Perairan yang
produktif dan ideal bagi kehidupan biota
akuatik adalah yang pH nya berkisar 6,5-8,5.
Nilai pH yang optimal bagi kehidupan
organisme akuatik termasuk plankton
berkisar antara 7-8,5 (Effendi,
2003).Pernyataan lain menurut Nyabakken
(1992) pH dapat dipengaruhi oleh kondisi
iklim, musim, lintang serta curah hujan yang
terjadi.
Pendapat ini dinyatakan oleh
Effendi (2003) bahwa nilai pH yang optimal
bagi kehidupan organisme akuatik termasuk
plankton berkisar antara 7-8,5 Pendapat ini
sama halnya dengan pendapat yang
dikemukan oleh Odum (1971) dalam Robby
(2006) bahwa kisaran pH yang terukur masih
dalam kisaran yang baik untuk kehidupan
fitoplankton dengan kisaran nilai 6-9.
Berdasarkan hasil pengukuran
oksigen terlarut diperairan didapati nilai
oksiennya sebesar 5,6 – 7,4 mg/L dengan
rata-rata 6,7 mg/L. Menurut (KEPMEN LH,
2004) bahwa nilai baku mutu DO yang
sesuai untuk kehidupan biota laut berkisar
(>5) mg/l. dengan demikian nilai oksigen
terlarut masih baik bagi kehidupan plankton
di perairan Desa Pengudang .
Oksigen teralrut merupakan kadar
oksigen yang terlarut diperairan alami yang
beradal dari difusi atmosfer dan dari hasil
fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pendapat
Novotny dan olem (1994) dalam Effendi
(2003) bahwa sumber oksigen terlarut
berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer( sekitar 35 ) dan aktivitas fotosintesi
yang di lakukan oleh tumbuhan air dan
fitoplankton. Oksigen terarut merupakan
parameter yang menetukan tingkat kesuburan
suatu perairan yang umumnya mempunyai
kadar yang bervariasi di setiap daerah.
Kondisi oksigen terlarut yang tergolong
tinggi ini mendukung kehidupan fitoplankton
karena fitoplankton akan memanfaatkan
oksigen pada malam hari. Namun pada siang
hari cenderung menghasilkan oksigen yang
tinggi. Kandungan oksigen yang tinggi juga
merupakan hasil dari sistem fotosintesis yang
menghasilkan oksigen.
Arus diperairan Desa Pengudang
berkisar antara 0.04-0.08 m/s dengan rata-
rata sebesar 0.06 m/s, dengan demikian
kondisi arus tergolong lemah. Adanya arus
pada ekosistem akuatik membawa plankton
khususnya fitoplankton menumpuk pada
tempat tertentu. Tempat baru yang kaya akan
nutrisi akan menunjang pertumbuhan
fitoplankton dengan faktor abiotik yang
mendukung bagi pertumbuhan kehidupan
plankton. Pengaruh arus bagi organisme air
adalah ancaman bagi organisme tersebut
(Basmi, 1995).
Kecepatan arus air dari suatu badan
air ikut menentukan penyebaran organisme
yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran
plankton, baik fitoplankton maupun
zooplankton ditentukan oleh aliran air.
Tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan
oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut
berpengaruh terhadap kelarutan udara dan
garam-garam dalam air, sehingga secara
8
tidak langsung akan berpengaruh terhadap
kehidupan organisme air (Suin, 2002).
Kecepatan arus yang lemah sangat
mendukung kehidupan fitoplankton yang
hidupnya mengikuti pergerakan arus, dengan
kondisi arus yang lemah maka mendukung
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang.
Kecerahan di perairan Desa
Pengudang tercatat sebesar 100%, artinya
intensitas cahaya matahari tembus hingga
dasar perairan. Kecerahan ini
menggambarkan bahwa perairan Desa
Pengudang sangat cerah dengan kedalaman
rata-rata pada titik sampling antara 1,5 hingga
3 meter. Kecerahan yang baik sangat
mendukung untuk kelangsungan proses
fotosintesis oleh fitoplankton sehingga dapat
berjalan dengan optimal. Menurut Rismawan
(2000) dalam Iswandi (2016), secara
kualitatif banyaknya cahaya matahari yang
dapat menembus ke lapisan dalam perairan
tersebut dapat diperkirakan dari nilai
kekeruhan perairan. Kecerahan yang tinggi
merupakan salah satu syarat agar proses
fotosintesis berlangsung dengan baik. Nilai
kecerahan suatu perairan dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk memperkirakan
secara kasar besarnya proses fotosintesis
yang terjadi di perairan tersebut.
Dari hasil pengukuran kandungan
nitrat dan fosfat yang diambil dari hasil
peneliian sebelumnya oleh Hardiyansyah
(2016) bahwa nilai kandungan nitrat di
perairan desa pengudang berkisar antara 0,81
– 1,1 mg/L dengan rata-rata kandungan nitrat
sebesar 0,97 mg/L. Bila mengacu pada
KepMen LH (2004) baku mutu nitrat
diperairan > 0,008 mg/L.
Nitrat sangat mudah larut dalam air
dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan
dari proses oksidasi sempurna nitrogen di
perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses
oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat
adalah proses yang penting dalam siklus
nitrogen. Nitrat dapat digunakan untuk
mengelompokkan tingkat kesuburan
perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar
nitrat antara 0 - 1 mg/L, perairan mesotrofik
memiliki kadar nitrat antara 1 - 5 mg/L
(effendi,2003). Bila dilihat, kondisi
kesuburan perairan menurut rata-rata
termasuk perairan oligotrofik dengan
kesuburan yang sedang.
Dari hasil pengukuran kandungan
nitrat dan fosfat yang diambil dari hasil
penelitian sebelumnya oleh Hardiyansyah
(2016) mendapati kandungan fosfat pada
perairan berakit berkisar antara 0,01 – 0,05
mg/L dengan rata-rata kandungan fosfat
sebesar 0,03 mg/L. Mengacu pada Kep Men
LH (2004) baku mutu fosfat diperairan
adalah senilai > 0,015 mg/L. Dengan
demikian, kandungan fosfat di perairan
pengudang cukup baik bagi kehidupan
fitoplankton.
Nilai nitrat dan fosfat yang tinggi
pada lokasi penelitian dikawatirkan akan
membuat terjadinya peningkatan populasi
suatu jenis fitoplankton. Dari hasil
pengamatan jenis yang paling tinggi dan
terbanyak dijumpai adalah jenis Chaetoceros
sp pada kelas Bacillariophyceae. Pada
kondisinya saat ini, nilai keseragaman untuk
keseluruhan jenis tergolong tinggi, dan
dominansi tergolong rendah. Namun bukan
tidak mungkin pada waktu yang akan dating
akan meningkatkan pertumbuhan jenis
Chaetoceros sp melihat nilai kandungan
nutrient yang cukup tinggi.
D. Indikator Kualitas Air dan
Rencana Pengelolaan
Jika dilihat dari nilai indeks
keanekaragaman bahwa keanekaragaman
jenis fitoplankton tergolong rendah, artinya
jenis-jenis fitoplankton yang dijumpai tidak
terlalu banyak. Hal ini mengindikasikan
kualitas perairan yang jelek di Desa
Pengudang, karena seperti yang diketahui
bahwa perairan yang masih tergolong baik
memiliki nilai keanekaragaman jenis
fitoplankton yang tinggi. Kemudian dari nilai
indeks keseragaman terkategorikan tinggi,
namun kearah sedang, karena nilai selisih
kemerataan jenisnya tidak terlalu tinggi.
Indeks dominansi tergolong rendah dengan
nilai mencapai 0,44 mendekati 0,50 yang
mengindikasikan terjadinya peningkatan
nilai dominasi suatu jenis fitoplankton di
perairan Desa Pengudang yang juga
mencirikan adanya perubahan kondisi
lingkungan sekitar.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka
perlu disusun rencana pengelolaan seperti
tertera pada Tabel.
9
Tabel. Rencana Pengelolaan Perairan Desa
Pengudang Hasil
Penelitian
Permasalahan Rencana
Pengelolaan
Kelimpahan
tergolong
sedang dan Nilai
keanekaragaman
rendah
Adanya
perubahan
kondisi lingkungan
perairan
sekitar yang mengakibatkan
penurunan
kelimpahan fitoplankton
Memberikan
pemahaman
kepada masyarakat
dan
pengertian dengan
Bahasa yang
mudah dimengerti
mengenai hasil
penelitian ini,
agar dapat menjaga
kondisi
lingkungan perairan Desa
Pengudang.
Memberikan illustrasi
mengenai
sikap-sikap yang diambil
untuk
menjaga lingkungan
dapat
dilakukan secara lisan
atau dengan
bentuk
poster.
Nilai nitrat dan
fosfat yang terlalu tinggi
Adanya
aktifitas permukiman
yang
menghasilkan limbah organik
yang
berdampak pada
penambahan
kandungan nitrat dan
fosfat ke
perairan
Memberikan
pemahaman kepada
masyarakat
desa pengudang
untuk tidak
membuang sampah ke
perairan laut,
dan menyiapkan
tempat
sampah sederhana
untuk
dibuang pada tempat yang
terpusat
sehingga memperkecil
kemungkinan
pencemaran bahan
organik di
perairan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Fitoplankton di perairan Desa
Pengudang sebanyak 24 jenis. Jenis-
jenis tersebut terkelompok menjadi
6 kelas fitoplankton yang dijumpai
diantaranya Bacillariophyceae,
Zygnematophyceae,
Coscinodiscophyceae,
Trebuoxiophyceae, Spirotricheae,
dan Chlorophyceae.
2. Kelimpahan jenis fitoplankton
tergolong kelimpahan yang sedang.
Indeks keanekaragaman jenis
fitoplankton tergolong rendah,
artinya jenis-jenis fitoplankton yang
dijumpai tidak terlalu banyak.
Kemudian dari nilai indeks
keseragaman terkategorikan tinggi,
namun mendekati sedang. Indeks
dominansi tergolong rendah, akan
tetapi mendekati sedang.
3. Indeks ekologi juga
mengindikasikan terjadi perubahan
lingkungan bagi kehidupan
fitoplankton, karena nilai selisih
kemerataan jenisnya tidak terlalu
tinggi. Sehingga mengindikasikan
terjadinya peningkatan nilai
dominasi suatu jenis fitoplankton di
perairan Desa Pengudang yang juga
mencirikan adanya perubahan
kondisi lingkungan sekitar.
B. Saran
Dari hasil penelitian ini maka perlu
ditekankan bahwa perlunya menjaga kualitas
lingkungan agar kelimpahan biota salah
satunya fitoplankton tetap terjaga. Kemudian
perlu dilakukan penelitian terkait pengaruh
kualitas perairan terhadap kelimpahan
fitoplankton serta nilai kandungan klorofil-A
untuk mengetahui kesuburan perairannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O.H., Trimaningsih; S.H. Riyono.
1997. Kisaran Kelimpahan dan
Komposisi Plankton Predominan Di
Kawasan Timur Indonesia. Jakarta :
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi-LIPI.
10
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi
Studi Tentang Ekosistem Air
Daratan.USU Press. Medan.
Basmi J. 1995. Planktonologi, Produksi
Primer. Fakultas Perikanan. Institut.
Pertanian Bogor. Bogor.
Basmi, J. 1988. Perkembangan Komunitas
Fitoplankton Sebagai Indikasi
Perubahan Tingkat Kesuburan Kwalitas
Perairan. Jurusan ilmu Perairan. Fakultas
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Davis. C. 1971. The Marine and freshwater
plankton. Michigan State University.
Press. United State of America
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius:
Yogyakarta.
Goldman, C. R. dan A. J. Horne. 1983.
Limnology. McGraw Hill International
Book Company. Barkeley : xvi + 464
hlm.
Haslam, S.M. 1995 . River Pollution, an
Ecologycal Perspentive, Belhaven Press,
London UK.
Nontji, A. 2007. Plankton Laut. Djambatan.
Jakarta.
Nontji, A. 2008. Laut Nusantara. Djambatan.
Jakarta.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology
3rd edition. W. B. Sounders Co.
Philadepnia.
Odum, E.P. 1993 . Dasar-dasar Ekologi.
Ed.Ke-3 Terj. dari Fundamentals of
Ecology oleh T. Samingan & B.
Srigandono. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta : 697 hlm.
Reynolds, C. S. 1984. The Ecology of
Freshwater Phytoplankton. Cambridge
University Press. Cambridge.
Sulaswety, F. & Yustiawati. 2005. Distribusi
Vertikal Fitoplankton di Danau Kerinci.
Limnotek, 6 (2) : 13-21.
Sumich. 1992. An Introduction to the
Biology of Marine Life. WM.C. Brown
Company Publishers. Dubuque Lows.
USA.
Welch, P. S. 1952. Limnology. New York :
Mc. Graw Hill Book Company.
Wulandari, Dewi. 2009. Keterikatan Antara
Kelimpahan Fitoplankton Dengan
Parameter Fisika Kimia Di Estuaria
Sungai Brantas (Porong) Jawa Timur.
Skripsi. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Yazwar. 2008. Keanekaragaman Plankton
dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air
Di Parapat Danau Toba . Tesis. USU,
Medan.
Top Related