PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas
yang ditandai adanya mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas, termasuk dalam kelompok penyakit saluran
pernapasan kronik. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2000,
lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma. Apabila tidak dicegah dan
ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi
yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses
tumbuh kembang anak dan kualitas hidup pasien. 1
Berdasarkan data Center for Disease Control and Prevention (CDC), pada
tahun 2002 terdapat 8.9 juta anak (12.2%) pernah didiagnosis mengalami asma
dalam hidupnya, serta 4.2 juta anak (5.8%) mengalami serangan asma sejak usia
kurang dari 12 bulan. Anak laki-laki 1,4 kali berpotensi mengalami asma
dibandingkan dengan anak perempuan, serta anak dari keluarga kurang mampu
1,6 kali berpotensi mengalami asma dibandingkan dengan keluarga menengah ke
atas. Sekitar 80% laporan kasus asma menunjukkan bahwa onset penyakit ini
adalah usia 6 tahun. Meskipun demikian, hanya sebagian kecil dari anak yang
menderita wheezing berulang yang akan berkembang menjadi asma persisten di
kemudian hari. 2
Serangan asma bersifat akut merupakan kegawatdaruratan medis yang
lazim dijumpai diruang gawat darurat. Serangan asma berat dapat dicegah atau
setidaknya dapat dikurangi dengan melakukan identifikasi dini dan terapi intensif.
1
Berikut ini akan dilaporkan mengenai kasus “Asma Bronkhial” pada salah
seorang anak yang dirawat inap di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Paviliun Catelya
RSUD Undata Palu pada tanggal 24 Juni 2014.
2
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. SA
Tanggal lahir/usia : 7 agustus 2007 / 6 Tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Tanggal masuk : 24 Juni 2014
Tanggal pemeriksaan : 24 Juni 2014
Ruangan : Pav. Catelia RSUD Undata Palu
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Anak laki-laki berusia 6 tahun 10 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak nafas yang dialami sejak kemarin sore, dan memberat pada subuh hari
sehingga pasien dilarikan ke rumah sakit, saat sesak lebih nyaman duduk
tapi masih dapat berbaring, masih dapat berbicara beberapa kalimat,
terdengar bunyi mengi saat menarik nafas, sesak datang saat pasien
kecapean sehabis bermain, dan udara dingin. Ini serangan asma pertama
pasien ditahun ini. Sehari sebelumnya pasien demam, turun dengan
pemberian obat penurun panas, tidak ada kejang (-), mimisan (-). Dua hari
yang lalu pasien batuk berlendir warna putih, tenggorokan tidak gatal, dan
3
dada terasa sakit saat batuk. Tidak ada sakit perut, BAB dan BAK normal
lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal yang sama pada tahun lalu, dan dirawat di
rumah sakit. Serangan pertama kali pada usia 5 tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek perempuan menderita Asma
Riwayat sosial-ekonomi
Ekonomi menengah
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
ayah pasien merokok dalam rumah, dan merokok di dekat pasien. Ventilasi
rumah pasien baik, sirkulasi udara rumah dapat berganti dengan baik.
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Pasien lahir di puskesmas dibantu oleh bidan, bayi lahir cukup bulan, lewat
persalinan spontan, berat badan lahir 2500 gr.
Kemampuan dan kepandaian bayi :
Dapat duduk saat usia 6 bulan, berdiri usia 10 bulan, lancar berbicara saat
usia 1 tahun
Anamnesis makanan :
Pasien tidak mengkonsumsi ASI, karena pasien tinggal bersama neneknya
tidak bersama orang tuanya.
Sekarang makan-makanan keluarga
Riwayat imunisasi :
4
Imunisasi lengkap
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kondisi Umum : Sakit Sedang BB : 18 kg
Tingkat Kesadaran : Composmentis TB : 117 cm
Status Gizi : Kurang (CDC 81%)
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Denyut Nadi : 122 x/menit
Suhu : 36,5°C
Pernapasan : 40 x/menit
Kulit : warna kuning langsat, lapisan lemak cukup tebal, sianosis (+),
ikterik (-), turgor kembali cepat, edema (-)
Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), palpebra ikterik (-/-), gerakan
bola mata normal, refleks cahaya (+/+),
Hidung : rhinorrhea (-) , pernapasan cuping hidung (-/-)
Telinga : Otorrhea (-)
Mulut : bibir tidak tampak sianosis, bibir kering (-), lidah kotor (-)
tidak hiperemis, gusi normal, tonsil T1/T1 tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening dan kelenjar limfe.
5
Thoraks
Inspeksi : pergerakan dinding dada tampak simetris bilateral, retraksi
(+) suprasternal dan interkostal
Palpasi : Vokal Fremitus kiri = kanan, Ictus cordis teraba di SIC V
midclavicula sinistra
Perkusi : sonor kanan dan kiri
Auskultasi : bunyi paru vesikular, wheezing (+/+) ekspirasi, rhonki
(-/-) Bunyi jantung I/II regular
Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Anggota gerak
Ekstremitas Atas : akral dingin, edema (-)
Ekstremitas Bawah : akral dingin, edema (-)
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Otot-otot : tidak ada atrofi dan kekuatan otot normal
Refleks : reflex fisiologis normal, reflex patologis tidak ada
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
RBC 5,30 106/mm3
HGB 14,4 g/dl
HCT 45,3 %
MCV 86 µm3
MCH 27,3 pg
MCHC 31,5 g/dl
PLT 341 103/mm3
PCT 0,257 %
WBC 17,9 103/mm3
NEU # 13,25
MON # 1,43
V. RESUME
Anak laki-laki usia 6 tahun 10 bulan masuk rumah sakit di ruangan catelia
pada tanggal 24 juni 2014 dengan keluhan dispnea sejak sore hari, dan
memberat pada subuh, saat dispnea lebih nyaman dengan posisi duduk,tapi
masih dapat berbaring, dan pasien masih dapat berbicara, terdengar mengi
saat pasien menarik nafas. Ini serangan asma pertama pasien ditahun ini,
serangan asma pertama kali terjadi pada saat berusia 5 tahun. Sehari
sebelumnya pasien febris, dan turun dengan pemberian obat penurun panas,
tidak ada kejang (-), mimisan (-). Dua hari yang lalu pasien batuk berlendir
warna putih, tenggorokan tidak gatal, dan dada terasa sakit saat batuk. Tidak
ada sakit perut, BAB dan BAK normal lancar. Keadaan umum sakit sedang,
7
dengan status gizi kurang. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
Tekanan Darah 100/70 mmHg, Denyut Nadi 122 x/menit, Suhu 36,5°C,
Pernapasan 40 x/menit (takipnea). Dari pemeriksaan fisik pasien tampak
sianosis, tidak ada pernapasan cuping hidung, pada pemeriksaan dada yaitu
pemeriksaan paru pada inspeksi terlihat adanya retraksi interkosta dan
substrenal, dan dari aukultasi terdengar suara nafas tambahan wheezing
pada seluruh lapang paru dextra dan sinistra, dan teraba ekstremitas pasien
akral dingin. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis
khususnya segmen eosinofil dan monosit, dan terjadi hemokonsentrasi.
VI. DIAGNOSIS
Asma bronkial episode jarang dengan serangan sedang
VII. TERAPI
Oksigen 2 - 4 liter/menit
Ambroxol 7,5 mg
Salbutamol 2 mg 1 pulv ( 3 x 1)
Methylprednisolon 4 mg
Nebulisasi (ventolin® / salbutamol 2,5 mg) 2 kali.
Injeksi ceftriaxon 2x500 mg
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
Foto Thorax.
8
FOLLOW UP
Hari I (25 juni 2014)
S : Sesak , batuk (+), nyeri dada saat batuk (-).
O : - tanda-tanda vital : TD : 100/70 mmHg, R: 30 x/menit , N :
120 x/menit, T : 36,6 OC
- kepala-leher : dalam batas normal
- Thorax :Retraksi interkosta dan subkosta , Wheezing
+/+ kesan
- abdomen : BAB dan BAK normal lancar.
A : asma episode jarang derajat sedang
P : Oksigen 2 - 4 liter/menit jika perlu
Ambroxol 7,5 mg
Salbutamol 2 mg 1 pulv ( 3 x 1)
Methylprednisolon 4 mg
Nebulisasi (ventolin® / salbutamol 2,5 mg) 2 kali STOP
Injeksi ceftriaxon 2x500 mg
Hari II (26 juni 2014)
S : Sesak (-) , batuk (+), nyeri dada saat batuk (-).
O : - tanda-tanda vital : TD : 100/70 mmHg, R: 26 x/menit , N :
100 x/menit, T : 36,8 OC
- kepala-leher : dalam batas normal
9
- Thorax :Retraksi interkosta dan subkosta (-/-),
Wheezing (-/-)
- abdomen : BAB dan BAK normal lancar.
A : asma episode jarang derajat sedang
P : Ambroxol 7,5 mg
Salbutamol 2 mg 1 pulv ( 3 x 1)
Methylprednisolon 4 mg
Nebulisasi (ventolin® / salbutamol 2,5 mg) 2 kali STOP
Injeksi ceftriaxon 2x500 mg
Pasien dipulangkan dan berobat jalan.
10
DIKSUSI
Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan. 3
Berdasarkan batasan asma bronchial, maka hiperreaktivitas bronkus
merupakan dasar terjadinya penyakit asma. Hipereaktivitas bronkus adalah
peningkatan respon bronkus dan penurunan ambang rangsangan konstriksi
bronkus terhadap berbagai rangsangan, misalnya latihan fisik, udara dingin, dan
allergen yang menimbulkan reaksi inflamasi. Peranan inflamasi pada saluran
napas menjadi sangat penting dalam mekanisme terjadinya hipereaktivitas
bronkus. Proses inflamasi ini tidak saja ditemukan pada penderita asma berat
bahkan pada penderita asma ringan dapat terjadi.4
Proses inflamasi pada asma merupakan suatu proses yang cukup rumit
diawali dengan adanya rangsangan sebagai pemicu timbulnya proses inflamasi
akibat adanya interaksi antara sel-sel inflamasi dan mediator yang dihasilkan sel
mast yang berperan dalam hal timbulnya bronkospasme, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, kemoktaksis sel-sel inflamasi maupun kerusakan
sel epitel saluran napas. Sedangkan mediator yang dihasilkan oleh eosinofil dapat
11
mengakibatkan kerusakan epitel sel mukosa bronkus dan selanjutnya ujung saraf
sensorik mengeluarkan substansi P dan neurokinin yang mengakibatkan
bronkokonstriksi, edema dan peradangan pada mukosa saluran napas. Dimana
proses inflamasi pada asma dibagi atas 2 fase yaitu;5,2
1. Reaksi fase awal/cepat
Disebabkan karena penyempitan bronkus yang berlangsung 10 sampai 20
menit akibat pajanan allergen sehingga mengaktivasi sel mast dan basophil
yang nantinya menghasilkan histamine, dan sitokin lainnya sehingga
menyebabkan spasme otot polos,edema, dan hipersekresi mukus.
2. Reaksi fase lambat
Disebabkan karena penyempitan bronkus yang berlangsung 2-8 jam sesudah
pajanan allergen.Sehingga memacu produksi eosinophil bradikinin,
serotonin
Faktor resiko terjadinya asma, bergantung pada faktor herediter dan
lingkungan. Bila kedua orang tua menderita asma, 50% anak akan menderita
asma, jika salah satu orang tua menderita asma 25% anak akan menderita asma.
Sedangkan faktor pencetus dapat berupa: allergen hirup (debu, tungau, bulu
kucing, atau binatang peliharaan lainnya), infeksi pada saluran napas, emosi,
latihan jasmani yang berlebihan, bahan iritan ( udara dingin, parfum, hair spray)
asap rokok, refluks gastroesofagus.4,1 Untuk kasus ini, serangan asma bronchial
diperoleh melalui faktor herediter dan makin diperberat dengan adanya faktor
pencetus yaitu infeksi pada saluran nafas, latihan jasmani yang berlebihan, dan
adanya paparan bahan iritan.
12
Derajat penyakit asma yang dibuat oleh Konsesus Pediatri Internasional III
tahun 1998 membagi derajat penyakit asma menjadi tiga, yaitu : 3
1. Asma episode jarang (asma ringan)
Ditandai oleh adanya episode < 1 x tiap 4-6 minggu, mengi setelah aktivitas
berat, tidak terdapat gejala di antara episode serangan, dan fungsi paru normal
di antara serangan.
2. Asma episode sering (asma sedang)
Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dan timbul mengi pada
aktivitas sedang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian agonis-β2. Gejala
terjadi kurang dari 1x/minggu dan fungsi paru di antara serangan normal atau
hampir normal.
3. Asma persisten (asma berat)
Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas ringan, dan di
antara interval gejala dibutuhkan agonis-β2, lebih dari 3x/minggu karena anak
terbangun di malam hari atau dada berat di pagi hari.
13
Penilaian Derajat Serangan Asma
Parameter Klinis, Fungsi Paru,
Laboratorium
Ringan Sedang BeratTanpa ancaman henti napas
Ancaman henti napas
Sesak Berjalan Berbicara IstirahatPosisi Bisa
berbaringLebih suka duduk
Duduk bertopang lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kataKesadaran Mungkin
irrtableBiasanya irritable
Biasanya irritable
Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataMengi Sedang,
sering hanya pada akhir ekspirasi
Nyaring, sepanjang ekspiras ± inspirasi
Sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi
Sulit/tidak terdengar
Penggunaan otot bantu respiratorik
Biasanya tidak
Biasanya ya Ya Gerakan paradoks torakoabdominal
Retraksi Dangkal, retraksi interkostal
Sedang, ditambah retraksi suprasternal
Dalam, ditambah napas cuping hidung
Dangkal/hilang
Frekuensi napas Takipnea Takipnea Takipnea BradipneaFrekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPulsus Paradoksus Tidak ada
< 10 mmHgAda10-20 mmHg
Ada > 20 mmHg
Tidak ada, tanda kelelahan otot napas
PEFR atau FEV1Pra-bronkodilatorPasca-bronkodilator
> 60%> 80%
40-60%60-80%
< 40%< 60%
SaO2 % > 95% 91-95% ≤ 90%
PaO2 Normal > 60 mHg < 60 mHgPaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
14
Pemeriksaan Penunjang : 6
1. Spirometer.
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak Flow Meter/PFM.
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.
Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak
begitu sensitif dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas,
PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk
pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam
diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
3. X-ray dada/thorax.
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
4. Pemeriksaan IgE.
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari
faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab
asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara
radioallergosorbent test (RAST). Uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
(pada dermographism).
15
5. Petanda inflamasi.
Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui
biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida
nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang
diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl
Cationic Protein (ECP) dengan
inflamasi dan derajat berat asma.
6. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB.
Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan
dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan
nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi
saluran napas pada penderita yang sensitif. Tes provokasi nonspesifik
untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi
udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.
Pada anamnesis untuk kasus ini diperoleh bahwa pasien datang dengan
keluhan utama sesak nafas sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat sesak
pasien lebih senang duduk daripada berbaring,tapi pasien masih dapat berbaring.
Ada batuk berlendir yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu, tidak ada pilek. Dari
pemeriksaan fisik didapat pasien terlihat pucat, tidak ada pernapasan cuping
hidung, dan pemeriksaan di thoraks didapatkan rektraksi intercostal dan subkosta
pada dinding dada, terdengar suara napas bronkial dengan wheezing diseluruh
lapang paru.
16
Bunyi pernapasan wheezing disebabkan karena adanya penyempitan jalan
napas yang disebabkan karena respon saluran napas yan berlebihan terhadap
rangsangan bronkokontriksi. Batuk kemungkinan besar terjadi akibat rangsangan
pada saraf sensorik saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Terjadinya retraksi
interkosta dan subkosta karena meningkatnya pemakaian otot-otot leher dan dada
sebagai usaha untuk bernafas
Pada kasus ini pasien mengalami asma episodik jarang (asma ringan)
didasarkan adanya serangan < 1 kali tiap 4-6 minggu, mengi terjadi setelah
aktivitas yang berat. Derajat serangan adalah derajat sedang.
Tata laksana asma anak dibagi menjadi beberapa hal yaitu tata laksana
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pada pasien dan keluarganya,
penghindaran terhadap faktor pencetus, dan medikamentosa.Tata laksana asma
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu tata laksana pada saat serangan asma
(eksaserbasi akut) atau aspek akut dan tata laksana jangka panjang (aspek kronis).
Penatalaksanaan asma pada anak bertujuan untuk mencegah terjadinya serangan
asma seminimal mungkin sehingga memungkinkan anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai dengan usianya. Serangan asma biasanya
mencerminkan kegagalan pencegahan asma, kegagalan tata laksana asma jangka
panjang dan kegagalan penghindaran dari faktor pencetus.
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan ke Unit Gawat Darurat
(UGD) langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi.Penetuan derajat
serangan asma sangat penting untuk penatalaksanaan saat penderita
17
masuk.Serangan asma berat sering mengancam jiwa yang dikenal dengan status
asmatikus.Penanganan pertama yang dilakukan setelah anak tiba diruang
perawatan rawat inap adalah pemberian O2 tetap dilanjutakan dan dilakukan
nebulasi pentolin (salbutamol) 1 ampul dan cairan infuse dextrose.
Penanganan kasus asma didasarkan atas klasifikasi diantaranya : 3
a. Serangan Asma Ringan
Jika dengan sekali nebulisasi menggunakan β2-agonis kerja cepat pasien
menunjukkan respon yang baik berarti derajat serangannya ringan. Pasien
diobservbasi 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan pasien dapat
dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang
diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya adalah infeksi virus,
dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian
dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam. untuk
reevaluasi tatalaksana. Jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali,
pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang.
b. Serangan Asma Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi 2 kali pasien hanya menunjukkan respon
parsial, kmungkinan derajat serangannya sedang. Inhalasi langsung
dengan β2-agonis dan ipratropium bromide (antikolnergik), diberikan
kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB/hari selama 3-5 hari. Walaupun belum tentu diiperlukan, untuk
persiapan keadaan darurat, pasien dengan serangan riingan langsung
dipasangi jalur parenteral sejak di UGD.
18
c. Serangan Asma Berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan
respon yaitu gejala dan tanda serangan masih ada, pasien dirawat di ruang
rawat inap. Diberikan nebulisasi dengan β2-agonis dan antikolinergik.
Oksigen 2-4 liter/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi.
Kemudian dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks. Sedangkan
bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien
harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien
denganserangan berat dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung
dibuat untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau
pneumomediastinum.
19
Pada kasus ini, pasien diberikan oksigen intermitten 1-2 liter permenit, hal
ini dikarenakan terjadi hipoksia pada pasien yang ditandai dengan pernapasan
cepat atau takipnea (40kali/menit). Pasien juga diberikan pemasangan Intravein
fluid drips sebagai terapi cairan untuk menghindari atau mencegah terjadinya
dehidrasi. Selain itu pemasangan IVFD juga berfungsi sebagai mediator pengantar
obat secara intravena yang akan diberikan. Pasien juga diberi terapi Injeksi
Antibiotik Ceftriaxon. Hal ini ditujukan karena pada pasien terjadi Infeksi Saluran
Respiratorik, sehingga terjadi batuk berdahak bewarna kuning. Selain itu juga
terjadi peningkatan WBC dalam pemeriksaan Darah Rutin yakni 17,9.
20
Pasien juga diberikan nebulizer B2 Agonis 2 kali sehari yakni pagi dan
sore hari. Salbutamol bekerja dengan carastimulasi terhadap reseptor-reseptor beta
adrenergik sehingga menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP dan
timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya
bronkodilatasi. Setelah pemberian nebulisasi pasien menunjukkan respon yang
baik. Nebulisasi di lakukan 2 kali karena respon nebulisasi pertama belum
menghilangkan sesak yang dirasakan pasien. Dosis salbutamol oral yang
diberikan adalah 0,1 – 0,15 mg/kgBB/kali diberikan setiap 6 jam. Dosis yang
sama juga dapat diberikan melalui nebulizer dengan interval 10 menit, sehingga
pada perawatan hari kedua nebulisasi dihentikan. 3
Pasien juga diberikan kortikosteroid Metylprednisolon, yang mana
merupakan kortikosteroid pilihan utama karena memiliki kemampuan penetrasi ke
jaringan paru yang lebih baik, efek anti inflamasi yang lebih besar, serta efek
mineralokortikoid yang minimal. Dosis metylprednisolon yang dianjurkan adalah
1 mg/kgBB setiap 6 jam. Antihistamin jangan diberikan pada saat serangan asma
karena tidak mempunyai efek yang menguntungkan, bahkan dapat memperburuk
keadaan karena dapat memperkental sputum. Pemberian puyer batuk untuk
mengatasi batuk yang diderita pasien. 3
Beberapa factor pencetus terjadinya asma :
1. Factor imunologik
Factor pencetus adalah allergen berupa allergen makanan atau allergen hirup.
2. Factor non-imunologik
21
Faktor pencetus adalah infeksi virus/bakteri, bahan iritan/polutan, aktivitas
fisik yang berat/berlebihan, dan factor emosional.
Secara umum pencegahan dapat dilakukan dalam 2 cara, yaitu :
1. Pada anak yang asmanya belum manifest :
Mencegah terjadinya sensitasi dengan menunda pemberian makanan
padat yang mempunyai tingkat alergenitas tinggi (telur, susu sapi)
Orang tua dianjurkan tidak merokok
Mencegah terjadinya infeksi saluran napas
Pemebrian ASI eksklusif pada bayi
2. Pada anak yang gejala asmanya sudah manifest :
Menghindari factor pencetus berupa allergen makanan, allergen hirup,
bahan iritan, tertular infeksi, latihan fisik yang erat, perubahan cuaca dan
factor emosi.
Pemberian obat pengendali
Prognosis dalam jangka panjang asma anak secara umum baik. Sebagian
besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Faktor yang
mempengaruhi prognosis asma anak adalah umur ketika serangan pertama timbul,
seringnya serangan asma, berat ringannya asma terutama 2 tahun sejak mendapat
serangan asma. Pada anak yang menderita asma dengan serangan ringan dan
jarang, akan bebas asma pada waktu mencapai usia dewasa, sebaliknya kelompok
yang sering mendapat serangan pada waktu kecil sebagian besar menetap sampai
usia dewasa. 4
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Depkes RI, Jakarta.
2. Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanton, B.F. (2007).
Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics 18th Ed. USA: Elsiever.
3. IDAI, 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
5. Mansjoer, A, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius FK UI.
6. Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkhial. Maj
Kedokteran Indonesia, Volume: 58, Nomor: 11, Nopember 2008
23
Top Related