TESIS – TL142501
KARAKTERISASI DOSIMETER DARI BATU AGATE SEBAGAI DOSIMETER DOSIS TINGGI RIDHWAN HALIQ NRP. 2713 201 908 Dosen Pembimbing Diah Susanti, ST., MT., Ph.D PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2015
i
Thesis – TL142501
DOSIMETRIC CHARACTERISTICS OF AGATE STONES FOR HIGH DOSE DOSIMETERS RIDHWAN HALIQ NRP. 2713 201 908 Advisor Diah Susanti, ST., MT., Ph.D MASTER PROGRAM MATERIALS AND METALLURGICALS ENGINEERING Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2015
iii
KARAKTERISTIK DOSIMTER DARI BATU AGATE UNTUK
DOSIMETER DOSIS TINGGI
Nama : Ridhwan Haliq NRP : 2713 201 908 Jurusan : Program Studi Magister Teknik Material dan Metalurgi, ITS Dosen Pembimbing : Diah Susanti, ST., MT., Ph.D
ABSTRAK
Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensial kekayaan alam yang melimpah termasuk batu mulia. Salah satu batu mulia itu adalah agate, yang sering digunakan sebagai perhiasan. Seperti batu mulia lainnya, seperti jesper, amethyst, topaz, jade and onyx, Agate pada umumnya memiliki komposisi kimia SiO2. Batuan yang telah disebutkan sering digunakan sebagai material dosimeter dosis tinggi. Namun begitu penelitian menggunakan batu agate sebagai material untuk dosimeter dosis tinggi jarang digunakan. Untuk itu pada penelitian ini perbedaan warna pada batu agate yang berasal dari Kalimantan Timur dijadikan serbuk dan dicampur dengan polytetrafluoroethylene (PTFE/teflon) yang diaplikasikan sebagai dosimeter dosis tinggi. Agate coklat, Agate Kuning Tua, Agate Abu-abu, dan Agate Abu-abu Tua digunakan sebagai material dosimeter. Hasil pencampuran kemudian di kompaksi menjadi pellet dengan diameter 4mm dan di annealing pada temperatur 200°C, 300°C dan 400°Cselama 1 jam. Kemudian pellet di ditembak oleh dosis radiasi tinggi 0.1 kGy, 1 kGy, dan 10 kGy dengan menggunakan sumber radiasi 60CO. material tersebut sudah dilakukan karakterisasi oleh XRD, SEM, FTIR, EDXS, dan NAA. Dikorelasikan antara struktur material dan karakterisasi material dosimeter yang kemudian dianalisis.
Berdasarkan hasil data XRD dan EDAX menunjukan komposisi kimia dari batu agate adalah SiO2. NAA mengidentifikasi kandungan unsur radioaktif (pada level ppm) didalam batuan agate, seperti Uranium (U), Stibium (Sb), Cesium (Cs) dan Hafnium (Hf). Elemen radioaktif berdampak terhadap performan dari dosimeter. Agate abu-abu gelap memiliki kandungan radioaktif yang besar diantara empat material lainnya. Untuk itu, agate tersebut memiliki sensitifitas dan respon terhadap radiasi yang paling tinggi. Disamping itu juga menunjukan hasil yang rendah pada Coefficient Variation (CV) dan Residual value sesuai untuk thermoluminescene dosimeter (TLD).
Kata kunci: Thermoluminescene, Agate, dan Dosimeter.
v
DOSIMETRIC CHARACTERISTICS OF AGATE STONE FOR HIGH
DOSE DOSIMETRY
Name : Ridhwan Haliq ID Number : 2713 201 908 Department : Master Program of Materials and Metallurgical Engineering Advisor : Diah Susanti, ST., MT., Ph.D
ABSTRACT
Indonesia is a countrist having abundant potential natural resources
including precious stones. One’s of the precious stones is agate, that is often used as jewelry .As any other precious stones, such as jasper, amethyst, topaz, jade and onyx, agate mainly consists of SiO2 chemical compound. The formerly mentioned stones have been reported as high dose dosimeter. however experiment using agate stone as a material for dosimeter was rarely reported. Therefore in this research different colored agate stones from Borneo mines were powdered and mixed with polytetrafluoroethylene (PTFE/teflon) to be applied as a high dose dosimeter. Brown agate, dark yellow agate, grey agate, and dark grey agate were used as dosimeter materials. The mixture was then compacted into pellets with a diameter of 4 mm and annealed at 200°C, 300°C and 400°C for 1 hour. The pellets were then exposed to high dose radiation of 0.1 kGy, 1 kGy, and 10 kGy using 60Co radiation source. These Dosimeter materials have been characterized by XRD, SEM, FTIR, EDXS, and NAA. The correlations between material structures and dosimetric characteristics were then analyzed.
Based on the resulted data XRD and EDAX confirmed the chemical content of agate stones was SiO2. The NAA could detect the presences of small amount of radioactive elements (in level of ppm) in the agate stones, such as Uranium (U), Stibium (Sb), Cesium (Cs) and Hafnium (Hf). The radioactive elements were responsible for the dosimetric performance of the dosimeter. Dark grey agate had the highest radioactive contents among the four samples. Therefore, it showed the highest sensitivity and response towards radiation. Besides it also showed the smallest coefficient variation (CV) and residual value making it suitable for thermoluminescent dosimeter (TLD). Key Words: Thermoluminescent, Agate , Dosimeter.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbil alamien...
Atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis serta menyusun Laporan Tesis yang berjudul :
Karakteristik Dosimeter Dari Batu Agate untuk Dosimeter Dosis Tinggi.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan Tesis ini banyak
melibatkan banyak pihak yang sangat membantu. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas rahmat, hidayah dan berbagai kemudahan dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
2. Ibu dan Bapak serta keluarga atas segala doa, dukungan dan pengertian
yang telah diberikan selama ini.
3. Dosen Pembimbing Tesis Ibu Diah Susanti, ST., MT., P.hD atas waktu,
kritik, saran dan kesabarannya dalam memotivasi dan membimbing
penulis.
4. Bapak Hasnel Sofyan selaku pembimbing yang telah bersedia memberikan
bimbingan dan pengarahannya mengenai TLD selama di PTKMR
BATAN.
5. Bapak Dr Eng Hosta Ardhyananta, ST, M.Sc selaku Ketua Program Studi
S2 Teknik Material dan Metalurgi ITS, yang telah memperjuangkan saya
untuk lulus 1/5 tahun.
6. Bapak Sungging Pintowantoro, ST., MT., P.hD selaku Ketua Jurusan
Teknik Material dan Metalurgi ITS.
7. Pihak Pasca Sarjana ITS yang telah memberikan Beasiswa Fast Track
Mandiri kepada penulis selama 1 tahun, yang membuat penulis mampu
menempuh jenjang Magister dengan cuma-cuma.
8. Teman-teman S2, MT 12, Member Lab Kimia Material, Ikasada, yang
telah menemani penulis dan menjadi teman perjuangan penulis.
9. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-
ITS.
xi
Laporan Tesis
Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
10. Seluruh karyawan PTKMR BATAN beserta jajaran staff.
Penyusun menyadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan laporan ini.
Besar harapan penyusun akan saran, dan kritik yang sifatnya membangun.
Selanjutnya semoga tulisan ini dapat selalu bermanfaat. Amin.
Surabaya, Januari 2015
penulis
xii
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Batasan Masalah ........................................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi ...................................................................................................... 5
2.1.1 Definisi Radiasi ................................................................................... 5
2.2 Jenis-Jenis Radiasi ..................................................................................... 6
2.2.1 Radiasi Elektromagnetik ...................................................................... 6
2.3 Mekanisme Pendeteksi Radiasi .................................................................. 7
2.3.1 Proses Ionisasi ..................................................................................... 7
2.3.2 Proses Sintilasi ..................................................................................... 8
2.3.3 Sinar Gama .......................................................................................... 9
2.3.4 Dosis Serap (D) ................................................................................. 10
2.4 Dosimeter ................................................................................................ 10
2.4.1 Aplikasi Dosimeter ............................................................................ 10
2.5 Dosimeter Termoluminisensi (TLD) ........................................................ 11
2.5.1 Standarisasi Thermoluminiscene Dosimeter (TLD) ............................ 12
xiii
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2.5.2 Fenomena Thermoluminesence .......................................................... 12
2.5.3 Prinsip Kerja TLD-Reader ................................................................. 14
2.5.4 Sensitivitas Bahan .............................................................................. 15
2.5.5 Pemakaian Kembali (Cycle Life) ....................................................... 15
2.5.6 Residual TL pada Bahan .................................................................... 16
2.5.7 Reproduksibilitas Bahan pada Data TL .............................................. 16
2.6 Pengaruh Polytetrafluoroethylene (PTFE) pada Pelet ............................... 16
2.7 Analisis Aktivasi Neutron (AAN) ............................................................ 17
2.8 Radioaktivitas .......................................................................................... 18
2.8.1 Waktu Paruh ...................................................................................... 19
2.8.2 Peluruhan Radioaktif Alam dan Radioaktif Buatan ............................. 20
2.8.3 Waktu Paruh Pendek, Sedang, dan Panjang ........................................ 21
2.9 Penambahan batuan Berbasis Silika (Agate)............................................. 21
2.9.1 Karakteristik Batu Agate .................................................................... 22
2.9.1.1 Sifat Fisik dan Kimia Batu Agate ................................................. 22
2.9.1.2 Komposisi Batu Agate .................................................................. 23
2.10 Thermoluminescene ............................................................................... 24
2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya .................................................................. 24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Peralatan dan Bahan ................................................................................ 29
3.1.1 Peralatan Proses Penelitian................................................................. 29
3.1.2 Bahan Percobaan ............................................................................... 31
3.2 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 32
3.3 Metode penelitian .................................................................................... 33
3.3.1 Preparasi Sampel ............................................................................... 33
3.3.2 Pengujian Pra Eksperimen SEM/EDX, XRD, dan FTIR ..................... 33
3.3.3 Pengujian Pra Eksperimen Analisis Aktivasi Neutron (AAN) ............ 33
3.3.4 Pengujian Respon Dosis Radiasi ........................................................ 33
3.3.5 Proses Pembuatan Pelet ..................................................................... 34
xiv Daftar Isi
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
3.3.6 Pengujian Perlakuan Panas ................................................................ 36
3.4 Pengujian ................................................................................................ 37
3.4.1 Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................... 37
3.4.2 X-ray Diffraction (XRD).................................................................... 38
3.4.3 Fourier Transforms Infrared Spectrometer (FTIR) ................................. 40
3.4.4 Analisis Aktivasi Neutron (AAN) ...................................................... 41
3.5 Pengujian Dosis Radiasi .......................................................................... 44
3.6 Rancangan Penelitian .............................................................................. 52
3.7 Jadwal Kegiatan Penelitian ...................................................................... 53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan Material Batuan Alam Sebagai Bahan Dosimeter ................... 55
4.1.1 Analisa Xray-Diffraction Material Batuan Alam ................................ 55
4.1.2 Analisis Aktivitas Neutron (AAN) ..................................................... 56
4.1.3 Perbandingan Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN) dengan
penelitian Andromeda D. L. pada tahun 2013 .................................................. 58
4.2 Karakterisasi Struktur & Morfologi dari Batu Agate Sebagai Bahan
Dosimeter ...................................................................................................... 60
4.2.1 Analisa Xray-Diffraction Dosimeter .................................................. 60
4.2.2 Analisa Morfologi dan unsur dengan Menggunakan SEM (Scanning
Electron Microscop) dan EDAX (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy). 63
4.2.3 Struktur Morfologi Permukaan Dosimeter Thermoluminescence ....... 67
4.2.3.1 Pengaruh Teflon (Polytetrafluoroethylene) Pada Permukan
Dosimeter ................................................................................................... 68
4.2.4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ............................... 69
4.2.5 Analisa Pengujian XRD Brown Agate, Dark Yellow Agate, Dark
Yellow Agate, dan Dark Grey Agate .......................................................... 73
4.3 Karakterisasi Respon Dosis Batu Agate Sebagai Bahan Dosimeter .......... 74
4.3.1 Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Dosis Radiasi .................... 75
4.3.1.1 Analisa Variasi Sintering Pada Thermoluminesence Dosimeter ....... 76
Daftar Isi xv
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
4.3.2 Reproduksibilitas respon TL .............................................................. 78
4.3.3 Kemampuan Pengulangan (Repeatability) .................................... 80
4.3.4 Hasil Sinyal Residu (Post Irradiation Background) Pada Batu Agte ... 82
4.3.5 Mengukur Tingkat Sensitivitas Batu Agate ........................................ 84
4.4 Peran Impurities Pada Reproduksibilitas Dosimeter Dari
Radiasi Radioaktif ......................................................................................... 87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................... .................................... 89
5.2 Saran .................................................................. .................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
LAMPIRAN ................................................................................................... 93
BIOGRAFI
xvi Daftar Isi
Lporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Propertis Sinar Gama ......................................................................... 9
Tebel 2.2 Persyaratan Dosimetrik Pada Area Aplikasi Utama ......................... 12
Tabel 2.3 Deret Radioaktif Alam.................................................................. 19
Tabel 2.4 Contoh Isotop Stabil dan Isotop Tidak Stabil (Fundametal of Nuclear
Physics) .......................................................................................... 20
Tabel 2.5 Penelitian sebelumnya tentang Termoluminisensi Dosimeter (TLD)
dengan menggunakan material batuan alam .................................... 25
Tabel 2.6 Pengujian AAN yang dilakukan Teixeir, dkk terhadap sampel Jasper 26
Tabel 2.7 Hasil Analisis AAN untuk Elemen U, Hf, Sb, dan Cs ................ 26
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 52
Tabel 3.2 Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan .................................................. 53
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN) ........................... 57
Tabel 4.2 Hasil perbandingan dengan penelitian sebelumnya............................ 59
Tabel 4.3 Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment
400°C Sebelum Iradiation ............................................................... 62
Tabel 4.4 Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment
400°C Setelah Iradiation ................................................................. 63
Tabel 4.5 Silica (Handbook Of Infrared and Raman Characteristic Group ........ 71
Tabel 4.6 Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy
heat treatment ................................................................................. 81
Tabel 4.7 Hasil Sinyal Residu Keempat Sampel dari Post-Irradiation Reading .. 83
Tabel 4.8 Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur heat treatment
200°C, 300°C, 400°C ......................................................................... 84
Tabel 4.9 Nilai keempat jenis pellet dari kecocokan standar dosimeter ............... 86
xxi
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~
xxii Daftar Tabel
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 konstruksi alat ukur radiasi .............................................................. 6
Gambar 2.2 Spektrum Panjang Gelombang ......................................................... 7
Gambar 2.3 Peristiwa terlepasnya elektron kulit terluar ketika dikenai
radiasi (ionisasi langsung) ............................................................... 7
Gambar 2.4 Penyerapan Energi radiasi (kiri) berakibat perpindahan electron, dan
menimbulkan percikan cahaya (kanan) ............................................ 9
Gambar 2.5 Contoh TLD Berbahan LiF ............................................................. 11
Gambar 2.6 Mekanisme Thermoluminisensi ..................................................... 13
Gambar 2.7 Mekanisme TLD-Reader ................................................................ 14
Gambar 2.8 Prinsip pengujian AAN ................................................................ 17
Gambar 2.9 Struktur Tetrahedron Quartz (SiO2) ................................................ 23
Gambar 3.1 Sistem Spektrometer Gamma yang Dirangkai
dengan HPGe ................................................................................. 29
Gambar 3.2 Manual TLD Reader Model 3500 .................................................. 30
Gambar 3.3 Mesin Uji FTIR .............................................................................. 30
Gambar 3.4 Mesin Uji X-ray Diffraction ........................................................... 31
Gambar 3.5 Mesin Uji Scaning Electron Machine .............................................. 31
Gambar 3.6 Diagram Alir Peneltian ................................................................... 32
Gambar 3.7 Sampel Batu Agate (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)
Grey Agate, (d) Dark Grey Agate ................................................. 34
Gambar 3.8 Sampel batu agate dan Teflon setelah dikompaksi (a) Brown Agate,
(b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate ....... 36
Gambar 3.9 Mekanisme Kerja SEM ................................................................... 38
Gambar 3.10 Skema Kerja XRD ........................................................................ 39
Gambar 3.11 Skema Alat Pengujian FTIR ......................................................... 40
Gambar 3.12 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Panjang ............................. 42
Gambar 3.13 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Pendek .............................. 43
Gambar 3.14 Skema Proses Analisis Aktivasi Neutron ...................................... 44
xvii
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.15 Diagram Tingkat Energi Menunjukkan Perangkap yang Berbeda dan
Pusat-Pusat Rekombinasi ............................................................. 46
Gambar 3.16 a) Irpasena (Iradiator Panorama Serbaguna), b) Ruang Irradiator .. 46
Gambar 3.17 Sistem TLD Reader yang Digunakan untuk Membaca TLD .......... 47
Gambar 3.18 Skema Pembacaan Background TL ............................................... 49
Gambar 3.19 Siklus Uji Pemakaian Berulang Suatu Dosimeter .......................... 51
Gambar 4.1 Pola XRD pada masing-masing sampel batuan alam a) Brown Agate,
b) Dark yellow Agate, c) Dark Brown Agate, d) Cream Agate, e)
Crystal Agate, f) Black Agate, g) Grey Agate, h) Dark Grey Agate, i)
Kelud Mountain Sand .................................................................... 55
Gambar 4.2 Kurva perbandingan dengan penelitian sebelumnya ........................ 59
Gambar 4.3 Perbandingan hasil pengujian XRD pada material pellet sebelum dan
sesudah dilakukan irradiasi (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate,
(c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate. .............................................. 62
Gambar 4.4 Hasil Uji SEM Berbagai Jenis Batuan Agate Perbesaran 5000X (a)
Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey
Agate. ............................................................................................ 64
Gambar 4.5 Hasil Uji EDAX dan Maping Berbagai Jenis Batuan Alam Diambil
dari Perbesaran 5000 x (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)
Grey Agate, (d) Dark Grey Agate .................................................... 66
Gambar 4.6 Bentuk Permukaan pellet dari material (Dark Grey Agate + Teflon)
sebelum dilakukan Heat-treatment .................................................. 67
Gambar 4.7 Bentuk Permukaan pellet dari material Dark Grey Agate + Teflon
setelah dilakukan Heatreatment (a) 100°C, (b) 200°C, (c) 300°C,dan
(d) 400°C ....................................................................................... 68
Gambar 4.8 Pola hasil FTIR pada material sebelum diberikan perlakuan panas (a)
Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey
Agate .............................................................................................. 70
Gambar 4.9 Pola ikatan kimia pada Polytetrafluoroethylene............................... 70
xviii Daftar Gambar
Proposal Tugas Akhir Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.10 Spektra FTIR dari material Dosimeter setelah di heat treatment
dengan variasi 200°C, 300°C, dan 400°C (a) Brown Agate, (b) Dark
Yellow Agate, (c) Grey Agate, dan (d) Dark Grey Agate. ............. 73
Gambar 4.11 Hasil XRD dari batu Brown agate, Dark yellow agate, Grey agate,
dan Dark grey agate ..................................................................... 73
Gambar 4.12 Lebar band gap dari material a) SiO2 dan b) Na(Al Si3 O8) ......... 74
Gambar 4.13 Pengaruh temperatur heat treatment terhadap variasi dosis radiasi
(a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) dark
Grey Agate. .................................................................................. 76
Gambar 4.14 Pola grafik pengaruh heat treatment dari material dosimeter ......... 77
Gambar 4.15 Variasi Batu Agate terhadap variasi dosis radiasi (a) temperatur heat
treatment 200°C, (b) temperatur heat treatment 300°C, (c)
temperatur heat treatment 400°C .................................................. 79
Gambar 4.16 Kemampuan suatu Dosimeter dalam 3X pemakaian dengan
kondisi heat treatment yang berbeda-beda (a) Temepratur heat
treatment 200°C, (b) Temperatur heat treatment 300°C, (c)
Temperatur heat treatment 400°C ................................................ 80
Gambar 4.17 Perbandingan hasil sensitivitas (a) Temperatur Heat treatment
200°C, (b) Temperatue Heat treatment 300°C, (c) Temperatur Heat
treatment 400°C ........................................................................... 86
xix Daftar Gambar
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~
xx Daftar Gambar
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~
126 Biografi
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel
atau gelombang. Radiasi terdiri dari beberapa jenis, dan setiap jenis radiasi
tersebut memiliki panjang gelombang masing-masing. (Indonesia, BATAN,
2005). Radiasi memiliki dua sifat yang khas, yaitu tidak dapat dirasakan secara
langsung oleh panca indra dan beberapa jenis radiasi yang dapat menembus
benda. Sehingga, dibutuhkan peralatan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi
baik kuantitas, energy atau dosisnya. Di dalam dosis radiasi yang menggambarkan
tingkat perubahan atau kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi. Nilai dosis ini
sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi, jenis radiasi dan bahan material yang
berfungsi sebagai penyerap. Jumlah energy radiasi yang diserap oleh suatu
material dinamakan Dosis radiasi (Andromeda,2013)
Setiap pekerja radiasi diwajibkan memenuhi standar keselamatan radiasi agar
dosis paparan radiasi pengionannya dapat dikontrol dan tidak melampaui batas
dosis (NBD). Dengan menggunakan dosimeter thermoluminescence sebagai
detector pasif yang digunakan untuk linier energy transfer (LET).
Unsur silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa
yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut batu kuarsa, terdiri atas
kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa
selama proses pengendapan. Batuan kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih
merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti
kuarsa dan feldsfar. Batu Kuarsa mempunyai komposisi dasar yaitu SiO2
berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.
Pada industri reaktor nuklir, pemakaian dosimeter sudah menjadi harga mati
bagi para pekerja. Harga yang mahal dari pembuatan Dosimeter mengakibatkan
sedikit perusahaan yang menggunakannya. Industri non nuklir juga menuntut
keselamatan para pekerja dan masyarakat serta keselamatan lingkungan dengan
mengenakan dosimeter karena produk sampingan NORM (Natural Occuring
Radioactive Material). NORM menyebabkan terjadi peningkatan paparan radiasi
1
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
alam di sekitarnya hasil dari kegiatan tambang timah, granit, minyak-gas ataupun
fosfat dan papan gypsum dan lain-lain. Selain itu, kategori NORM termasuk
limbah radioaktif yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius.
(Sofyan, Suyati, dan Yuliati 2005). Khusus pada pekerjaan yang berinteraksi
dengan dosis radiasi tinggi, alat dosimeter biasanya dibuang setelah digunakan.
Sedangkan material yang sudah diuji dalam pembuatan dosimeter berbasis silica
(Quartz) diantaranya silikat gelas, jasper, amethyst, topaz, batu giok, bioglass dan
watch glass merupakan material yang tergolong mahal. (Teixera, Souza, dan
Caldas 2011)
Penelitian ini dilakukan dengan dosimeter personal yang digunakan dalam
pemantauan dosis radiasi eksternal adalah dosimeter film dan
thermoluminescence dosimeter (TLD). TLD adalah system yang mudah di
fabrikasi akan tetapi untuk membentuk detector ini masih tergolong mahal
sehingga dibutuhkan pengganti material yang memiliki fungsi yang sama seperti
dosimeter film badge dengan memanfaatkan material berbasis silika yang terdapat
dialam secara bebas. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh saudara
Andromeda didapatkan Pasir silika memiliki nilai CV (Coefficient Variation)
5,21% dikarenakan memiliki keseragaman yang paling baik dibandingkan dengan
sampel andesit-teflon dan onyx-teflon.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini memiliki beberapa perumusan masalah antara lain :
1. Bagaimana karakteristik material batuan alam sebagai bahan dosimeter
berbasis silika?
2. Bagaimana pengaruh karakterisasi dari material dosimeter berbasis silika
terhadap sifat thermoluminescence?
3. Bagaimana menentukan material dosimeter berbasis Silika dari
karakterisasi respon dosis batu agate untuk diaplikasikan sebagai
dosimeter?
2 BAB I Pendahuluan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
1.3 Batasan Masalah
Agar diperoleh hasil akhir yang baik dan sesuai dengan yang diinginkan serta
tidak menyimpang dari permasalahan yang ditinjau, maka batasan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Temperatur di dalam furnace dianggap sama.
2. Penyinaran iradiasi dianggap homogen.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Studi material batuan alam yang dapat digunakan sebagai bahan dosimeter
berbasis silika Menganalisa pengaruh karakterisasi dari material dosimeter
berbasis silika terhadap sifat thermoluminescence.
b. Menganalisas pengaruh karakterisasi dari material dosimeter berbasis
silika terhadap sifat thermoluminescence
c. Menganalisa material dosimeter berbasis silika yang paling baik untuk
diaplikasikan sebagai material Dosimeter.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat:
a. Bagi Perusahaan
Sebagai salah satu alternatif pengembangan material TLD yang
memanfaatkan hasil penelitian ini.
b. Bagi Peneliti
Sebagai bahan rujukan untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan
materi dalam penelitian ini
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini apabila dijadikan suatu produk yang diperlukan
masyarakat banyak khususnya pekerja radiasi, harganya akan dapat
terjangkau masyarakat mengingat bahan dasarnya relatif murah dan mudah
didapat.
BAB I Pendahuluan 3
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~
4 BAB I Pendahuluan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi
2.1.1 Definisi Radiasi
Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk
partikel atau gelombang (Badan Tenaga Nuklir Nasional,2005). Secara definisi,
energi radiasi merupakan salah satu cara perambatan energi dari suatu sumber
energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar
tertentu. Salah satu bentuk energi yang dipancarkan secara radiasi adalah energi
nuklir. Dibutuhkan alat pengukur radiasi yang merupakan suatu susunan peralatan
untuk mendeteksi dan mengukur radiasi baik kuantitas, energi, atau dosisnya.
Energi radiasi merupakan ‘kekuatan’ dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh
sumber radiasi. Setiap radiasi memiliki laju dosis masing-masing sehingga dosis
radiasi akan mempengaruhi dalam proses dosimeter. Diketahui bahwa Dosis
radiasi menggambarkan tingkat perubahan atau kerusakan yang dapat ditimbulkan
oleh radiasi.
Setiap alat ukur radiasi terdiri atas dua bagian utama yaitu detektor dan
peralatan penunjang. Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi,
yang jadi bila dikenai radiasi akan menghasilkan suatu tanggapan (response)
tertentu yang lebih mudah diamati sedangkan peralatan penunjang, biasanya
merupakan peralatan elektronik, berfungsi untuk mengubah tanggapan detektor
tersebut menjadi suatu informasi yang dapat diamati oleh panca indera manusia
atau dapat diolah lebih lanjut menjadi informasi yang berarti. Gambar 2.1.
menunjukkan bagian utama deteksi radiasi.
(2.1)
Keterangan :
• 1 kGy Dosis radiasi = 1000 Gray
• 1000 Gray = setiap 1 Kg berat menghasilkan energy sebesar 1
joule
5
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Dari rumus di atas maka dapat diketahui bahwa material akan menyerap
energi radiasi sebesar 1 joule per 1 kg berat.
Gambar 2.1. konstruksi alat ukur radiasi (Kenneth S, 1988)
2.2 Jenis-Jenis Radiasi
Ditinjau dari massanya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik
dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik adalah radiasi yang tidak memiliki
massa. Radiasi ini terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, inframerah,
cahaya tampak, sinar-X, sinar gamma dan sinar kosmik. Radiasi partikel adalah
radiasi berupa partikel yang memiliki massa, misalnya partikel beta, alfa dan
neutron. Jika ditinjau dari "muatan listrik"nya, radiasi dapat dibagi menjadi radiasi
pengion dan radiasi non-pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang apabila
menumbuk atau menabrak sesuatu, akan muncul partikel bermuatan listrik yang
disebut ion. Peristiwa terjadinya ion ini disebut ionisasi. Ion ini kemudian akan
menimbulkan efek atau pengaruh pada bahan, termasuk benda hidup. Radiasi
pengion disebut juga radiasi atom atau radiasi nuklir. Termasuk ke dalam radiasi
pengion adalah sinar-X, sinar gamma, sinar kosmik, serta partikel beta, alfa dan
neutron. Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan
ionisasi. Termasuk ke dalam radiasi non-pengion adalah gelombang radio,
gelombang mikro, inframerah, cahaya tampak dan ultraviolet. (Indonesia,
BATAN, 2005)Berikut adalah gambar dari panjang gelombang terhadap frekuensi
6 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 2.2 Spektrum Panjang Gelombang (K. Debertin. dkk, 1988)
2.3 Mekanisme Pendeteksi Radiasi
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang terjadi di
dalam medium karena adanya penyerapan energi radiasi oleh medium tersebut.
mekanisme atau interaksi yang terjadi di dalam detektor yang terjadi adalah
proses ionisasi dan proses sintilasi.
2.3.1 Proses ionisasi
Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatannya di dalam
atom (Kation). Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau
beta dan secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.
Gambar 2.3 Peristiwa terlepasnya elektron kulit terluar ketika dikenai
radiasi (ionisasi langsung). ( Tsoulfanidi, 1995)
Jumlah pasangan ion, elektron yang bermuatan negatif dan sisa atomnya
yang bermuatan positif sebanding dengan jumlah energi yang terserap.
BAB II Tinjauan Pustaka 7
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
(2.2)
N adalah jumlah pasangan ion, E adalah energi radiasi yang terserap dan w adalah
daya ionisasi bahan penyerap, yaitu energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
sebuah proses ionisasi. Jadi dalam proses ionisasi ini, energi radiasi diubah
menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi listrik). Bila diberi medan listrik
maka electron yang dihasilkan dalam peristiwa ionisasi tersebut akan bergerak
menuju ke kutub positif. Pergerakan elektron-elektron tersebut dapat
menginduksikan arus atau tegangan listrik yang dapat diukur oleh peralatan
penunjang misalnya Amperemeter ataupun Voltmeter. Semakin banyak radiasi
yang mengenai bahan penyerap atau semakin besar energi radiasinya maka akan
dihasilkan arus atau tegangan listrik yang semakin besar pula.
2.3.2 Proses Sintilasi
Proses sintilasi adalah terpencarnya sinar tampak ketika terjadi transisi
elektron dari tingkat energi (orbit) yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih
rendah di dalam bahan penyerap. Dalam proses ini, sebenarnya, yang dipancarkan
adalah radiasi sinar-X tetapi karena bahan penyerapnya (detektor) dicampuri
dengan unsur aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang,
maka radiasi yang dipancarkannya berupa sinar tampak.
Proses sintilasi ini akan terjadi bila terdapat kekosongan elektron pada
orbit yang lebih dalam. Kekosongan elektron tersebut dapat disebabkan karena
lepasnya elektron dari ikatannya (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke
lintasan yang lebih tinggi bila dikenai radiasi (proses eksitasi). Jadi dalam proses
sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin
besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak kekosongan elektron di
orbit sebelah dalam sehingga semakin banyak percikan cahayanya.
8 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 2.4 Penyerapan Energi radiasi (kiri) berakibat perpindahan electron, dan
menimbulkan percikan cahaya (kanan). (E-learning Pusdiklat Batan, 2005, 2005)
2.3.3 Sinar Gama
Sinar gamma (seringkali dinotasikan dengan huruf Yunani gamma, γ )
adalah sebuah bentuk berenergi dari radiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh
radioaktivitas atau proses nuklir atau subatomik lainnya seperti penghancuran
elektron-positron.
Tabel 2.1 Propertis Sinar Gama
Karakteristik Sinar Gama : Sifat sinar Gama :
Sumber: radio isotop, reaksi nuklir, inti atom yang tidak stabil
Daya tembus sangat besar
Deskripsi: radiasi elektromagnetik Tidak dapat dibelokkan oleh medan listrik dan magnet
Energi: sampai beberapa MeV Memiliki panjang gelombang terpendek
Daya tembus: sangat besar Energi sangat besar dan sangat merusak
Panjang Gelombang: 10-11 sampai 10-14 Kurang mengionisasi
BAB II Tinjauan Pustaka 9
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2.3.4 Dosis Serap (D)
Dosis Serap adalah energi rata-rata yang diserap bahan/massa bahan.
Radiasi dapat mengakibatkan pengionan pada jaringan atau medium yang
dilaluinya. Untuk mengetahui jumlah energi yang diserap oleh medium ini
digunakan besaran dosis serap. Dosis serap didefinisikan sebagai jumlah energi
yang diserahkan oleh radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan
persatuan massa bahan itu. Jadi dosis serap merupakan ukuran banyaknya energi
yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Meskipun dosis serap
semula didifinisikan untuk penggunaan pada suatu titik tertentu, namun untuk
tujuan proteksi radiasi digunakan pula untuk menyatakan dosis rata-rata pada
suatu jaringan.
1. Satuan
- Satuan Lama = joule/kg atau gray (Gy)
- SI = rad
- 1 gray = 100 rad (radiation absorbed dose)
2. Rumus : (2.3)
E = Energi yang diserap
m = Massa bahan
2.4 Dosimeter
2.4.1 Aplikasi Dosimeter Radiasi pengion seperti sinar-X, sinar alfa, sinar beta, dan sinar gamma,
tidak terdeteksi oleh indera manusia. Maka dari itu diperlukan alat ukur yang
digunakan untuk mendeteksi, mengukur dan mencatat sinar-sinar tersebut. Dalam
beberapa kasus, alat ini memberikan alarm ketika tingkat presetnya terlampaui.
Ionisasi kerusakan radiasi pada tubuh sifatnya kumulatif dan berhubungan dengan
total dosis yang diterima. Oleh karena itu, pekerja yang terpapar radiasi seperti
radiografer, pekerja pembangkit listrik tenaga nuklir, dokter yang menggunakan
radioterapi, dan yang menggunakan radionuklida di laboratorium.
10 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2.5 Dosimeter Termoluminisensi (TLD)
Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang
digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF
seperti pada Gambar 2.5. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi
adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD
adalah CaSO4.
Gambar 2.5 Contoh TLD Berbahan LiF (Hendriyanto, 2006)
Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur
tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya.
Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.
Dosimeter TLD dapat digunakan berulang kali kira-kira 100 kali pemakaian dan
setelah itu akan mengalami penurunan sensitivitas karena adanya efek dari
thermal quenching.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada
ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah
diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi. (Hendriyanto, 2006).
Sedangkan kelemahannya tidak dapat dibaca secara langsung. Selain itu,
informasi dosis akan hilang setelah proses pembacaan (setelah menerima
stimulasi panas).
BAB II Tinjauan Pustaka 11
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2.5.1 Standarisasi Thermoluminiscene Dosimeter (TLD)
Tabel 2.2 Persyaratan Dosimetrik Pada Area Aplikasi Utama (Sumber: Bos 2001)
No Application Area Dose Range (Gy)
Uncertainty, 1 S.D. (%)
Tissue Equivalencya
1 Personel 10-5-5x10-1 -30, +50 + 2 Environmental 10-6-10-2 ±30 -
3 Clicnical - - - Radiotherapy 10-1-102 ±3.5 ++ Diagnostic Radiology 10-6-10 ±3.5 +
4 Radiation Processing 101-106 ±15 -
Keterangan : aSemakin banyak +, semakin sering digunakan bMelibatkan sterilisasi, pengolahan makanan,
pengujian material, dan lain-lain
Fenomena TL dapat diamati pada banyak bahan. Namun, hanya pada
beberapa bahan menunjukkan sifat yang diperlukan untuk dosimetri . Persyaratan
ini tergantung pada aplikasi dosimetrik. Banyak TLD diterapkan di berbagai
bidang masing-masing berdasarkan tuntutan dan kendala tersendiri (Tabel 2.2).
2.5.2 Fenomena Thermoluminesence
Material yang dapat menunjukan fenomena TL antara lain adalah material
yang memiliki energy band gap. Sehingga, konsep rencana dasar untuk
menjelaskan fenomena TL adalah konsep pita energy electron. Pada model ini
digambarkan model tingkat energy tertentu yang dipisahkan oleh suatu pita
larangan.
Dalam TLD, radiasi ionisasi akan dapat memberikan energy kepada
electron, sehingga elektron akan bergerak dari pita valensi ke pita konduksi (tahap
-1) dan pada pita konduksi elektro akan bergerak dengan bebas. Oleh karena itu,
hole (h) tetap pada pita valensi dengan kondisi tanpa electron yang juga dapat
bergerak didalam Kristal. Karena pengotor dan doping dari Kristal, traps elektron
(e-) dan h terbentuk di dalam energi band gap antara pita valensi dan pita
konduksi. Elektron dan hole yang yang baik adalah elektron yang bergabung atau
12 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
terperangkap dalam kondisi metastabil (tahap-2 dan 2’). Sehingga e- dan h
terperangkap pada pengotor. Jika traps ini berada lebih dalam, elektron dan hole
tidak akan memiliki cukup energi untuk melepaskan diri.
Selama material disimpan pada kondisi temperatur diatas nol maka
terdapat kemungkinan probabilitas bahwa elektron akan mendapatkan energy
tambahan yang cukup untuk kembali ke daerah pita konduksi (tahap-2).
Probabilitas ini akan meningkat seiiring dengan meningkatnya temperatur.
Pemanasan material akan meningkatkan energi yang dimiliki oleh elektron dan
hole. Setelah kembali ke pita konduksi, elektron dapat kembali bergabung dengan
hole (tahap-4) dan kembali lagi ke kondisi alaminya (ground state), yang diiringi
dengan pelepasan energi melalui emisi foton atau cahaya, yang disebut dengan
lusen (Cameron et al., 1968)
Gambar 2.6 Mekanisme Thermoluminisensi (A. Scharmann, 1995)
Sebuah TLD dapat dikatakan sebagai detector integrasi, ketika jumlah e-
dan h, yang terperangkap, adalah jumlah pasangan e-/h yang dihasilkan selama
proses paparan. Setiap pasangan e-/h yang terperangkap akan memancarkan satu
foton. Jumlah foton yang dipancarkan akan sebanding dengan jumlah pasangan
muatan yang bergabung, yang juga sebanding dengan dosis yang diserap material.
BAB II Tinjauan Pustaka 13
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Dengan meningkatnya temperatur, laju keluarnya elektron dari hole akan
meningkat dan mengakibatkan waktu paruh rata-rata e-/h akan berkurang. Kondisi
ini akan mencapai maksimum pada saat temperatur spesifik dan kemudian akan
berkurang dengan cepat. Puncak yang terdapat dalam grafik intensitas terhadap
temperature dapat disebut dengan puncak pancar (glow peak).
2.5.3 Prinsip Kerja TLD-Reader
Pada proses pembacaan Dosimeter dengan menggunakan Thermo
Scientific Harshaw Model 3500 Manual TLD Reader. Di dalam proses
pembacaan terjadi proses termoluminisensi, cahaya yang diemisikan dan
kemudian melewati filter optic dan light filter, setelah itu ditangkap oleh PMT
melalui pandu cahaya dan akhirnya cahaya tersebut diukur. Berikut adalah skema
dari TLD-Reader
Gambar 2.7 Mekanisme TLD-Reader (Ariono Verdianto, 2012)
Pemanasan pada dosimeter menyebabkan dosimeter memancarkan cahaya
tampak yang kemudian di tangkap fotokatoda , setelah melewati filter cahaya
inframerah dan filter cahaya luminesiense PMT terdiri dari Fotokatoda yang akan
mengubah cahaya yang diserap menjadi arus listrik. Kemudian didalam PMT arus
listrik telah diperkuat sehingga memudahkan saat pengukuran. Diperlukan
14 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
material fosfor yang tepat untuk sensitifitas yang pada fotokatoda. Keluaran dari
PMT sebanding dengan jumlah foton yang dihasilkan. Hasil keluaran dari PMT
dikonversi menjadi pulsa yang akan dicacah, sehingga diperoleh data hasil
cacahan radiasi dari TLD dalam bentuk intensitas thermoluminisensi (intensitas
TL). Hasil cacahan radiasi dinyatakan dalam satuan arus listrik nanocoloumb (nC)
(Ariono Verdianto, 2012 ).
2.5.4 Sensitivitas Bahan
Sensitivitas dari bahan TLD tertentu didefinisikan sebagai sinyal TL
(tinggi puncak atau intensitas TL terintegrasi melalui daerah suhu tertentu) unit
dosis serap dan per satuan massa. Sensitivitas (S) sebagai perbandingan antara
intensitas TL yang dihasilkan (ITL) dan dosis radiasi (D) yang diterima
sebelumnya, atau secara perhitungan dapat digambarkan melalui persamaan (2.4).
(2.4)
Masing-masing sensitivitas dari suatu material sangat bervariasi, meskipun
semua dosimeter tersebut memiliki spesifikasi bantuk dan bahan yang sama (M.
Thoyib Thamrin, dkk., 1999). Variasi akan semakin bertambah besar seiiring
bertambahnya waktu pemakaian dosimeter, hal ini terjadi akibat berkurangnya
fosfor dan perubahan sifat optik bahan dosimeter. Variasi sensitivitas ini
merupakan salah satu sumber penyebab terjadinya kesalahan dalam evaluasi
dosis. Tinggi rendahnya kesalahan bergantung pada tinggi-rendahnya variasi
sensitivitas tersebut
2.5.5 Pemakaian Kembali (Cycle Life)
Salah satu poin menarik dari TLD adalah kemungkinan untuk
digunakannya kembali bahan TL setelah berkali-kali dipakai. Untuk memastikan
bahwa pada pemakaian kembali bahan TL yaitu tepat memiliki sifat yang sama
sebelum prosedur pemanasan anil. Prosedur anil dimaksudkan untuk beberapa
tujuan, yaitu untuk mengosongkan semua perangkap yang sejauh ini belum terjadi
BAB II Tinjauan Pustaka 15
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
selama pembacaan pada TLD Reader. Tidak lain yakni me-reset sinyal TL ke
angka nol. Kedua, membangun kembali keseimbangan cacat termodinamika yang
ada di bahan sebelum iradiasi dan pembacaan (Bos., 2001).
2.5.6 Residual TL pada Bahan
Sinyal TL residu terutama tergantung pada bahan TL, besarnya paparan
sebelumnya dan sejarah iradiasi detektor individu. Untuk mengetahui pengaruh
iradiasi sebelumnya pada sinyal TL sisa, bahan yang diiradisi dengan dosis
tertentu akan dianalisis dengan TLD Reader. Pada bahan yang sama segera
dianalisa ulang setelah pembacaan pertama. Residu setidaknya diperoleh sekecil-
sekecilnya, misalnya sebesar 6% dari pembacaan pertama (Espinosa dkk 2008).
2.5.7 Reproduksibilitas bahan pada Data TL
Pada bahan TL seharusnya memiliki ukuran yang hampir mendekati sama
dari pembacaan setelah diiradiasi dengan dosis tertentu. Bahan yang digunakan
dan perlakuan pada bahan juga sama. Tujuannya untuk mendapatkan ukuran yang
lebih tepat dalam reproduksibilitas dalam respon. Nilai standar deviasi dibagi rata-
rata pengukuran dalam presentase pada bahan setidaknya tidak kurang dari 8%
(Teixeira 2011). Pada detektor jenis apapun sangat penting untuk mengetahui
apakah pembacaan detector berbanding lurus dengan dosis yang diukur, yaitu
dosis untuk bahan detektor tersebut. Artinya semakin tinggi dosis yang diberikan
pada bahan maka pembacaan akan semakin meningkat dan kenaikan digambarkan
dalam garis lurus (linier).
2.6 Pengaruh Polytetrafluoroethylene (PTFE) Pada Pelet
Teflon adalah material yang dapat diaplikasikan untuk berbagai macam
aplikasi. Teflon memiliki karakteristik yang mampu bertahan pada temoperatur
>150oC , dan juga Teflon atau Polytetrafluoroethylene (PTFE) termasuk material
yang inert dan stabil sehingga, material ini sulit untuk bereaksi dengan unsur yang
lain. PTFE sering di gunakan sebagai Aglutinator dosimeter (TLD) dari material
CaSO4. Material polimer pada umumnya memiliki struktur Kristal yang amorfus
tetapi, Polytetrafluoroethylene (PTFE) memiliki struktur kritalin (crystallites).
16 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Teflon berdasarkan hasil dari DSC-TGA didapatkan memiliki temperature melting
sebesar 340oC. Teflon berperan sebagai agglutinator memberikan penambahan
kekuatan pada pellet terhadap serat-serat fiber selama proses sintering (R.A.P.O.
d’Amorim, dkk, 2013)
Dari karakterisasi tersebut dengan penambahan Teflon pada pellet
kemampuan pellet menyerap radiasi semakin besar seiiring dengan bertambahnya respon
dosis.
2.7 Analisis Aktivasi Neutron (AAN)
Analisis Aktivasi Neutron (AAN) adalah salah satu teknik nuklir yang
digunakan untuk mengkuantifikasi unsur-unsur kimia yang terkandung dalam
suatu materi. Menggunkaan system pencacahan spectrometer gamma yang
merupakan salah satu alat ukur relative pengukuran radioaktivitas radionuklida
yang artinya aktivitas radionuklida ditentukan dengan cara membandingkan hasil
cacahan cuplikan radionuklida dengan hasil cacahan sumber standar radionuklida.
Analisa yang digunakan dalam metode spektrometri gamma berdasarkan
interpretasi spectrum gamma hasil pengukuran. Sebelum dilakukan pengukuran
radioaktivitas radionuklida menggunakan system pencacah spectrometer gamma,
system pencacahan tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu, karena dengan
metode ini keteliltian hasil pengukuran bergantung pada kondisi peralatan.
Berikut adalah prinsip kerja AAN terhadap suatu material gambar 2.8.
Gambar 2.8 Prinsip pengujian AAN (Andrey Berlizov, 2006)
BAB II Tinjauan Pustaka 17
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Teknik ini mempunyai berbagai keunggulan, yaitu pengujian yang bersifat
tidak merusak, sensitivitas pengukuran yang relatif tinggi sampai nanogram (10-12
g). Berdasarkan dua penelitian dari Teixeira, elemen-elemen kimia yang
bertanggung jawab dengan kehadiran sinyal thermoluminesensi yaitu:
1. Ba (Barium)
2. Ce (Serium)
3. Cr (Krom)
4. Hf (Hafnium)
5. Na (Natrium)
6. Nd (Neodimium)
7. Th (Torium)
8. Zn (Seng)
9. Fe (Besi)
10. Ca (Kalsium)
11. Cs (Sesium)
12. Sb (Antimon)
13. U (Uranium)
2.8 Radioaktivitas
Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tak-stabil untuk
memancarkan radiasi menjadi inti yang stabil. Materi yang mengandung inti tak-
stabil yang memancarkan radiasi, disebut zat radioaktif. Besarnya radioaktivitas
suatu unsur radioaktif (radionuklida) ditentukan oleh konstanta peluruhan (λ),
yang menyatakan laju peluruhan tiap detik, dan waktu paro (t½). Peluruhan ialah
perubahan inti atom yang tak-stabil menjadi inti atom yang lain, atau berubahnya
suatu unsur radioaktif menjadi unsur yang lain. Pada tahun 1898 H. Becquerel
dan Marie Curie mengumumkan bahwa ada unsur radioaktif yang sifatnya mirip
dengan barium. Unsur baru ini dinamakan radium (Ra), yang artinya benda yang
memancarkan radiasi. Detail dari penemuan ini dapat dilihat pada pokok bahasan
tentang Penemuan Radioaktivitas Alam.
18 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Tabel 2.3 Deret Radioaktif Alam (H. Becquerel dkk, 1898)
Deret Inti Induk Waktu Paro (Tahun)
Rumus Deret Inti Stabil Akhir
Thorium
1,39 x 1010 4n
Neptunium
2,25 x 106 4n+1
Uranium
4,51 x 109 4n+2
Aktinium
7,07 x 108 4n+3
2.8.1 Waktu Paruh
Waktu paruh (t½) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radionuklida
untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengahnya. Waktu paruh dari suatu
zat radioaktif selalu sama dan tidak bergantung pada jumlah zat mula-mula, suhu,
kombinasi kimianya atau kondisi lainnya. Walaupun begitu, setiap zat radioaktif
berbeda beda waktu paruhnya. (Batan, 2012). Radiasi radionuklida mempunyai
sifat yang khas (unik) untuk masing-masing inti dan Peristiwa pemancaran radiasi
suatu radionuklida sulit untuk ditentukan kebolehjadian peluruhannya dapat
diperkirakan. Waktu paro bersifat khas terhadap setiap jenis inti. Laju pancaran
radiasi dalam satuan waktu disebut konstanta peluruhan (λ) dan secara matematik
hubungan antara l dan t½ dinyatakan dengan
(2.5)
Nuklida adalah suatu inti atom yang ditandai dengan jumlah proton (p) dan
neutron (n) tertentu, dituliskan: zXA
Dimana :
X = lambang unsur
Z = nomor atom = jumlah proton (= p)
A = bilangan massa = jumlah proton dan neutron (= p + n)
BAB II Tinjauan Pustaka 19
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Tabel 2.4 Contoh Isotop Stabil dan Isotop Tidak Stabil (Fundametal of Nuclear Physics) (Fundamental of Nuclear Physics,1966)
Unsur Isotop Stabil Isotop Tidak Stabil
H H1, H2 H3
K K39, K41 K38, K40, K42, K44
Co Co59 Co57, Co58, Co60, Co61
Pb Pb206, Pb208 Pb205, Pb207, Pb209
2.8.2 Peluruhan Radioaktif Alam dan Radioaktif Buatan
i. Radioaktif Alam
Unsur/nuklida radioaktif alam yaitu unsur/nuklida radioaktif yang dapat
ditemukan di alam, umumnya ditemukan dalam kerak bumi. Semua unsur/nuklida
radioaktif alam yang bernomor atom tinggi akan termasuk salah satu dari deret
radioaktif berikut:
1. Deret uranium, dimulai dari 92U238 berakhir pada 82Pb206.
92U238 82Pb206 + 8 2a4 + 6 -1β0
2. Deret thorium, dimulai dari 90Th232 berakhir pada 82Pb208.
90Th232 82Pb208 + 6 2a4 + 4-1β0
3. Deret aktinium, dimulai dari 92U235 berakhir pada 82Pb207.
92U235 82Pb206 + 7 2a4 + 4-1β0
Unsur radioaktif bernomor atom rendah jarang ditemui. Contohnya: 19K40
19K40 20Ca40 + -1β0
ii. Radioaktif Buatan
Unsur/nuklida radioaktif buatan adalah unsur/nuklida radioaktif yang tidak
terdapat di alam, tetapi dapat dibuat dari unsur/nuklida alam. Isotop buatan
pertama kali dibuat Rutherford (1919), adalah 8O17 yang tidak radioaktif.
7N14 + 2He4 8O17 + 1H1
Isotop radioaktif buatan pertama adalah 15P30 (1934)
13Al27 + 2He4 15P30 + 0n1
15P30 14Si30 + +1e0
Unsur buatan yang pertama adalah neptunium (Np)
20 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
92U238 + 0n1 92U239
92U239 93Np239 + -1e0
Deret radioaktif buatan dimulai dari 93Np235 berakhir pada 83Bi209 (Romdhoni
2008).
2.8.3 Waktu Paruh Pendek, Sedang, dan Panjang Unsur digolongkan ke dalam unsur waktu paruh pendek jika aktivitas
radioaktifnya menurun setengah dari awal dalam waktu sampai kurang dari tiga
hari. Contoh unsur yang termasuk ke dalam waktu paruh pendek yaitu Al, Ca, Cl,
Cu, Dy, I, Mg, Mn, Ti, U, V.
Unsur digolongkan ke dalam unsur waktu paruh sedang jika aktivitas
radioaktifnya menurun setengah dari awal dalam waktu sampai dengan tiga hari.
Contoh unsur yang termasuk ke dalam waktu paruh sedang yaitu Au, Br, Cd, Ga,
Ge, Ho, K, La, Mo, Na, Pd, Sb, Sm, W.
Unsur diglongkan ke dalam golongan unsur waktu paruh panjang jika
aktivitas radioaktifnya menurun setengah dari awal dalam waktu lebih dari tiga
hari. Contoh unsur yang termasuk ke dalam waktu paruh panjang yaitu Ag, Ce,
Cs, Co, Eu, Fe, Hf, Hg, Lu, Nd, Rb, Sc, Se, Sn, Sr, Ta, Tb, Th, Tm, Yb, Zn, Zr,
He, As.
2.9 Penambahan batuan berbasis Silika (Agate)
Silika atau SiO2 merupakan nama yang diberikan untuk kelompok mineral
yang terdiri dari silikon dan oksigen. Silikon dan oksigen banyak terdapat
ditemukan di area bumi ini. Kedua komponen ini diantaranya silika merupakan
komponen yang dapat ditemukan di dalam lapisan perut bumi. Begitu halnya
oksigen yang merupakan komponen terpenting ketiga dalam kehidupan juga dapat
kita rasakan dalam aktifitas bernafas sehari-hari, dapat ditemukan melimpah
dalam kandungan perut bumi. Dua komponen ini umumnya ditemukan dalam
bentuk kristal dan amorf silika yang terdiri dari satu atom silikon dan dua atom
oksigen yang dapat dirumuskan dalam formulasi kimia SiO2 (Silika 2013).
BAB II Tinjauan Pustaka 21
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Batu Agate merupakan pasir sintetis atau pasir buatan dan yang paling banyak
digunakan karena jumlahnya yang sangat banyak dan juga harga yang murah.
Kadar SiO2 yaitu 95%. Kualitas pasir tinggi dengan sedikit impuritis.
2.9.1 Karakteristik Batu Agate
2.9.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Batu Agate
Pada Batu Agate terdapat tiga bentuk kristalin silika utama meliputi
silika, tridimit dan kirbolite yang sangat stabil dan tidak mengalami perubahan
meskipun selama berada dalam temperatur yang berbeda-beda. Disamping itu
ketiga bahan ini yakni silika, tridimit dan kribolite memiliki sub bagian. Para ahli
geologi (geologist) membedakan yang merupakan bentuk kristalin silika antara
silika alpha dan beta. Ketika berada pada temperatur rendah, silika alpha terpukul
pada tekanan atmosfir. Hal ini memberikan pengaruh pada silika beta sehingga
silika beta mengalami perubahan pada pada suhu 573oC. Sedangkan jika
memperhatikan perubahan pada bentuk kristalin tridimite, bentuk itu akan
tersusun pada temperatur suhu 870oC. Berbeda halnya dengan bentuk kristalin
krisbolite yang akan tersusun pada suhu 1470oC. Titik peleburan pada silika
adalah 1610oC, hal ini menunjukkan titik peleburan silika yang lebih tinggi dari
pada titik peleburan baja/besi, tembaga dan alumunium.
Struktur kristalin silika dari silika berdasar pada empat atom oksigen
yang terhubung bersama ke dalam bentuk sebuah three-dimensional (3 dimensi).
Bentuk ini disebut sebagai tetrahedron dengan satu silikon atom di bagian
tengahnya seperti pada Gambar 2.9. Bila dihitung, jumlahnya sangat banyak
hingga beribu-ribu tetradron yang tergabung bersama, dengan membagikan satu
ujung ke ujung atom oksigen lainnya menuju kristal silika.
22 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 2.9 Struktur Tetrahedron Quartz (SiO2)
Silika biasanya memiliki warna bervariasi atau putih tetapi secara teratur
dan terstruktur memiliki warna yang murni seperti besi dan dapat pula warna
lainnya. Silika dapat menjadi transparan bahkan tembus cahaya.
Tergantung pada bagaimana silika disimpan kemudian dibentuk, butiran
silika dapat menjadi tajam dan kaku, agak-kaku, agak-bundar ataupun bundar.
Aplikasi pengecoran dan penyaringan menuntut butiran silika yang agak bundar
atau butiran bundar sekalipun agar mendapatkan performa terbaik dalam
penerapan filtrasi dengan menggunakan Batu Agate/silika (Ariffin 2004).
2.9.1.2 Komposisi Batu Agate
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai sampel batuan
agate, telah ditemukan batuan agate dengan senyawa sebagai berikut :
- SiO2 : 81,4-92,4%
- Al2O3 : 3,94-8,84%
- FeO, Fe2O3 : 0,5-2,91%
- TiO2 : 0,12-0,43%
- CaO : 0,12-2,82%
- MgO : 0,16-1,56%
- Na2O, K2O : 1,7-4,37%
- Less on Ignition : 0,9-5%
(Sumber: Ariosuku 2008)
BAB II Tinjauan Pustaka 23
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2.10 Thermoluminescene (TL)
Termoluminesensi (TL) adalah fenomena emisi cahaya dari sebuah insulator
atau semikonduktor dimana ketika substansi dilepas, energi telah disimpan
melalui penyerapan radiasi alami atau buatan. Pengertian lain mengatakan bahwa
termoluminesensi adalah bentuk pendaran pada bahan kristal tertentu seperti pada
beberapa mineral. Bila sebelumnya diserap energi dari radiasi elektromagnetik
atau radiasi pengion lainnya dipancarkan kembali sebagai cahaya pada pemanasan
material.
TLD, apabila menerima paparan radiasi dengan dosis tertentu dapat
menyebabkan sebagian elektronnya terperangkap. Kemudian apabila TLD itu
menerima stimulasi panas, elektron yg terperangkap tersebut kembali ke posisi
semula dan pada saat itu dia akan berpendar (luminesensi). Intensitas luminesence
ini sebanding/setara dengan nilai dosis yang diterimanya. Kemungkinan elektron
yang masih tersisa pada TLD dapat dibersihkan dengan proses annealing. Setelah
itu TLD yang diperkirakan sudah bersih, siap digunakan untuk proses pengukuran
dosis selanjutnya. TLD sebelum digunakan, harus di-annealing pada temperatur
tertentu dahulu, kemudian disinari, lalu dibaca dengan alat baca TLD (TLD
reader), dan di-annealing lagi. Hal ini merupakan satu siklus penggunaan TLD
dan biasanya memerlukan waktu 1 – 2 hari. Karena TLD yang dipapari radiasi
harus didiamkan dahulu sekitar 24 jam untuk membersihkan elektron pada
perangkap dangkal.
Sebuah pertumbuhan linier TL dengan dosis radiasi yang diserap merupakan
kriteria penting dalam penggunaan TL dalam berbagai aplikasi, seperti:
i. TLD (Thermoluminescene Dosimeter) – personal dosimetri.
ii. Aplikasi medis.
iii. Studi geologi – TL meteorit, TL dari lunar material, dating, deteksi shock,
geothermometri (Mckeever 1985).
2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya
Banyak penelitian material alternatif respon TL berdosis tinggi sudah dilakukan
mengenai berbagai jenis batu seperti batuan permata, topaz, jadem, jasper, dan silika.
24 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan-batuan dari alam tersebut dapat
diaplikasikan sebagai detektor radiasi dosis tinggi. Salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh (Teixeira, dkk 2011) bertujuan untuk menganalisa kemampuan batu onyx
berbasis silika dengan variasi warna putih, hitam, dan stripped dalam merespon dosis
radiasi yang tinggi. Variasi dosis yang diberikan yaitu 0,1 kGy, 1 kGy, 5 kGy, 10 kGy.
Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh respon dosis terhadap variasi tersebut maka
dilakukan analisa thermoluminescent menggunakan TL Reader (Harshaw Chemical Co.,
model 2000 A/B) dengan kecepatan pemanasan 10oC/detik.
Tabel 2.5 Penelitian sebelumnya tentang Termoluminisensi Dosimeter (TLD) dengan
menggunakan material batuan alam.
Tahun Peneliti Material Cvmax (%) Keterangan Variasi
Dosis
2011 Teixeira, dkk
Onyx-Putih 5,4 Sensitivitas radiasi tertinggi
pada (Onyx-Putih)
0,1 kGy, 1 kGy, 5 kGy, 10
kGy
Onyx-Hitam 5,8
Onyx-stripped 6,5
2012 Teixeira, dkk
Gasper-Teflon (Green) 4,4
Sensisitivitas radiasi tertinggi pada Gasper-teflon (Green)
Gasper-Teflon (Striped) 4,7
5 kGy dan 10 kGy
Gasper-Teflon (Ocean) 5,3
Gasper-Teflon (Brown) 4,6
Gasper-Teflon (Red) 4,5
2013
Amorim R.A.P.O.
d dkk
Polytetrafluoroethylene (PTFE) -
Semakin Tinggi irradiation heat-
treatment semakin tinggi
intensitasnya, maka semakin
sensitive, Teflon lebih murah dan
mudah di preparasi
5 Gy, 1 kGy, 5 kGy, 10 kGy, dan 30 kGy
Androme Andesit-Teflon 10,4- Sensitivitas radiasi 1 kGy, 3
BAB II Tinjauan Pustaka 25
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
da Dwi laksono
18,89 tertinggi dan sifat residunya yang paling sedikit
adalah (pasir silica – Teflon)
kGy, dan 10 kGy
Onyx-Teflon 4,1-17,21
Batu Agate-Teflon 2,21-52,86
Berikut adalah hasil dari penilitian Andromeda dan Teixeir mengenai pengujian Anylze Activity neutron (AAN) dengan menggunakan batuan alam. Seperti table dibawah ini :
Tabel 2.6 Pengujian AAN yang dilakukan Teixeir, dkk terhadap sampel Jasper
Element (mg/kg)
Green Jasper
Red Jasper Brown Jasper
Ocean Jasper
Striped Jasper
Ba 76 ± 8 468 ± 23 695 ± 79 5,2 ± 0,6 - Ce 54 ± 4 23 ± 3 1,5 ± 0,1 0,74 ± 0,05 2,0 ± 0,2 Cr 75 ± 5 4,42 ± 0,02 - 0,16 ± 0,02 0,66 ± 0,02 Hf 3,4 ± 0,3 4,17 ± 0,05 0,02 ± 0,002 0,95 ± 0,05 - Na 4,4 ± 0,2 - 63 ± 3 572 ± 26 155 ± 10 Nd 24 ± 3 11,7 ± 0,6 2,0 ± 0,2 - 0,8 ± 0,02 Th 8,9 ± 0,6 12,5 ± 0,3 - - 0,087 ± 0,006 Zn 139 ± 6 9,3 ± 0,3 6,1 ± 0,4 2,4 ± 0,3 4,0 ± 0,3 Fe 4 ± 0,2 5477 ± 74 4707 ± 175 556 ± 21 138 ± 2
(Teixeir dkk, 2012)
Tabel 2.7 Hasil Analisis AAN untuk Elemen U, Hf, Sb, dan Cs (Andromeda, 2013)
No Sampel Parameter Hasil Uji (mg/kg)
1 Batu Andesit Hitam dari Tulungagung
U - Hf 3,172±0,350 Sb 0,903±0,064 Cs 0,677±0,020
2 Batu Kalsit Putih dari Desa Kramat
U 1,038±0,102 Hf 0,239±0,040 Sb - Cs 0,471±0,040
3 Batu Onyx Hijau dari Trenggalek
U 8,928±0,800 Hf 2,915±0,800 Sb 1,166±0,101 Cs 2,766±0,110
4 Batu Kalsit Hitam dari Panggul
U 1,425±0,120 Hf 0,502±0,060 Sb 0,381±0,084 Cs 0,388±0,060
5 Batu Agate dari PT. Varia Usaha
U 0,538±0,030 Hf 1,547±0,160
26 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Sb - Cs 0,275±0,030
6 Batu Kalsit Bening dari Bawean
U 0,328±0,030 Hf 0,069±0,006 Sb - Cs 0,225±0,010
7 Batu Kalsit Hitam Putih dari Bojonegoro
U - Hf 0,271±0,030 Sb 0,132±0,020 Cs 0,374±0,020
8 Batu Kalsit Kuning dari Bawean
U 0,177±0,023 Hf - Sb 0,072±0,010 Cs 0,228±0,020
Dapat dilihat dari table hasil pengujian AAN dari Teixeir, dkk dan Andromeda
didapatkan bahwa unsur Uranium, Hafnium, Siberium, dan Cesium adalah unsur
yang radioaktif sehingga berpotensi meningkatkan respon dosis dari suatu
material, dan pada hasil pengujian Andromeda didapatkan yang memiliki
sensitivitas yang paling baik adalah pasir silika dan batu onyx menurut
Andromeda sehingga diperlukan penelitian terhadap material-material yang
berbasis silika dan berasal dari alam sebagai aplikasi dosis radiasi tinggi .
BAB II Tinjauan Pustaka 27
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~
28 BAB II Tinjauan Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Peralatan dan Bahan
3.1.1 Peralatan Proses Penelitian
Proses penelitian yang dilakukan menggunakan alat-alat sebagai berikut :
1. Sieve Shaker,
digunakan untuk menyaring ukuran serbuk yang diinginkan.
2. Timbangan (Digital),
digunakan untuk mengukur massa spesimen
3. Seperangkat Spektrometer Gamma dengan detektor Germanium kemurnian
tinggi HPGe (ε =15 %, FWHM=1,89 keV pada 1,33 MeV), untuk pengujian
Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Gambar 3.1 menunjukkan sistem
spektrometer gamma yang dirangkai dengan detektor HPGe.
Gambar 3.1 Sistem Spektrometer Gamma yang Dirangkai
dengan HPGe. (Puspitek, Batan)
4. Ayakan karl kalb 100 mesh
5. Penumbuk dan lumpang penumbuk yang terbuat dari bahan stailess steel
grinder agath blander.
Digunakan untuk peremukan batuan agate
6. Dosimeter termoluminesensi (TLD-3500) buatan Thermo Scientific Harshaw
Chemical Company, USA dari Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi
29
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Radiasi – Badan Tenaga Nuklir Nasional digunakan untuk menguji respon
dosis radiasi ionisasi pada sampel.
Gambar 3.2 Manual TLD Reader Model 3500
7. Mesin kompaksi hidrolik, berfungsi untuk memadatkan campuran serbuk
Teflon dengan serbuk bahan uji.
8. Mesin uji FTIR Nicolet I S10,
digunakan untuk melihat komposisi kimia yang terdapat pada spesimen.
Gambar 3.3 Mesin Uji FTIR
9. Mesin uji XRD PW 3040/60 X’Pert PRO Instrumen Enclosure, digunakan
untuk melihat perubahan fasa yang terjadi pada spesimen.
30 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.4 Mesin Uji X-ray Diffraction
10. Mesin uji SEM FEI INSPECT S50, digunakan untuk melihat struktur mikro
dan struktur kristal pada spesimen yang lebih detail.
Gambar 3.5 Mesin Uji Scaning Electron Machine
11. Furnace, berfungsi untuk mengeringkan spesimen setelah proses pencucian
dan memberi perlakuan panas.
3.1.2 Bahan Percobaan
Bahan dosimeter yang digunakan merupakan batuan agate dari beberapa jenis yang
memiliki kualifikasi tertentu, yang diantaranya yaitu:
a. Brown Agate
b. Dark Yellow Agate
c. Grey Agate
d. Dark Grey Agate
BAB III Metodologi Penelitian 31
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
3.2 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.6 Diagram Alir Peneltian
32 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Preparasi Sampel
Batu yang berasal dari Banjarmasin ini sikenal dengan nama batu hias atau
batu sungai yang sering digunakan untuk bahan cincin, giok maupun kerajinan
lainnya. Namun, ada beberapa masyarakat berpendapat bahwa ada beberapa
batuan tersebut disebut batuan Agate. Maka, dari itu diperlukan pembuktian
apakah benar kandungan batuan-batuan tersebut seperti pada kandungan Agate
dengan SiO2 yang besar dengan cara menguji morfologi dan komposisi kimia
dengan pengujian SEM-EDX, XRD, FTIR, dan AAN.
3.3.2 Pengujian Pra Eksperimen SEM/EDX, XRD, dan FTIR.
Awalnya, sampel-sampel batuan yang masih dalam bentuk bijih batuan
dipecah dengan menggunakan palu pemecah batu sehingga menjadi bagian yang
lebih kecil. Kemudian dilakukan pengujian karakterisasi berupa SEM/EDX,
XRD, dan FTIR.
3.3.3 Pengujian Pra Eksperimen Analisis Aktivasi Neutron (AAN)
Untuk pengujian nuklir, sampel yang digunakan harus baru dan belum
terkontaminasi dari pengujian-pengujian lainnya. Sebelum menuju proses
iradiasi, sampel harus berukuran sangat kecil, yaitu 100 mesh. Maka dari itu,
perlu dilakukan proses milling dengan penumbukkan hingga sampel menjadi
serbuk. Setelah itu dilakukan proses pengayakan hingga sampel yang berupa
serbuk tadi lolos 100 mesh. Selain itu, sampel yang berupa serbuk harus
homogen sehingga setelah memenuhi syarat dapat melakukan pengujian Analisis
Aktivasi Neutron (AAN) di PTAPB (Pusat Tenaga Akselerator dan Proses
Bahan) BATAN.
3.3.4 Pengujian Respon Dosis Radiasi
Setelah mendapatkan sampel berbasis Silika dari hasil Pengujian,
dilakukan pengujian respon dosis radiasi. Tahapan-tahapan preparasi sampel
ialah sebagai berikut:
BAB III Metodologi Penelitian 33
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
i. Dalam proses pembersihan khususnya batu, spesimen
dihancurkan hingga berbentuk lebih kecil kira-kira hingga 2-3
gram.
ii. Lalu proses pencucian specimen dengan 1 % HCl solution selama
2 menit dan kemudian dengan aquades. Tujuannya yaitu untuk
menghilangkan berbagai material organik pada spesimen (volatil).
iii. Kemudian dikeringkan di Muffle furnace dengan temperatur 135 oC selama 2 jam.
iv. Setelah itu dilakukan milling dan pengayakan hingga
mendapatkan 100 mesh.
v. Proses penghilangan partikel magnet menggunakan magnet
(Ramaswamy.dkk, 2012).
3.3.5 Proses Pembuatan Pelet
Penelitian ini berawal dimana raw material masih dalam bentuk batuan
yang berukuran (4-8 cm). tahap selanjutnya adalah, peremukan batuan dengan
menggunakan alat peremuk yang memiliki kekerasan diatas kekerasan batuan
yang akan diremukan.
Gambar 3.7. Sampel Batu Agate (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate,
(c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.
34 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Keempat sampel ditumbuk hingga halus dengan ukuran butirnya
berdiameter antara 0,074-0,177mm (Teixeira dkk 2011). Proses penghalusan
sampel dengan menggunakan penumbuk dan lumpang seperti yang dilakukan
dalam penelitian (Ramaswamy, 2012) dan (d’Amorim, 2011). Keempat sampel
yang merupakan jenis material keramik yang keras mampu dihancurkan dengan
penumbuk dan lumpang yang sifat mekaniknya lebih keras dan kuat. Setelah
keempat sampel ditumbuk, proses selanjutnya yaitu sieving. Pada penelitian kali
ini, ukuran yang diambil yaitu 140 µm atau 0,14 mm setara dengan 100 mesh.
Hal ini dilakukan guna menghilangkan impurities yang tidak diinginkan
karena pengambilan bahan kedua sampel tersebut langsung dari tambang sehingga
perlu perlakuan khusus. Tujuan dilakukannya pembersihan ini adalah untuk
menghilangkan berbagai material organik dan karbonat serta setiap fluorida yang
mungkin telah diendapkan selama proses etsa sebelumnya pada spesimen yang
tidak diharapkan pada fenomena thermoluminescence (Preusser dkk 2009).
Untuk menghilangkan kandungan air pada batu agate dilakukan proses
drying dengan menggunakan horizontal furnace pada temperatur 135 oC selama 2
jam dengan kecepatan pemanasan 10 oC/menit. Selanjutnya kepingan-kepingan
sampel dijadikan serbuk dengan ukuran 100 mesh Langkah berikutnya adalah
menghilangkan partikel magnet dengan menggunakan magnet batang.
Tahap berikutnya adalah proses pembentukan pellet dengan cara
pencampuran masing-masing bahan (Brown Agate, Dark Yellow Agate, Grey
Agate, dan Dark Grey Agate) yang sudah berbentuk serbuk dengan Teflon jenis
PTFE (Polytetrafluoroethylene). Proses pencampuran dilakukan dengan
menggunakan dry mixing. Digunakan Teflon jenis PTFE karena sangat cocok
sebagai agglutinator untuk menghindari kerapuhan dan sifat higroskopisitas pada
pellet. Selain itu Teflon memiliki kelebihan inert, stabil, tidak merusak, dan
sebagai pengikat yang baik (d’Amorim. dkk, 2011). Campuran digunakan dengan
perbandingan ukuran antara batu agate dengan Teflon yakni 1:2.
Proses penghalusan Teflon hingga menjadi lebih kecil tidak dapat
dilakukan dengan ball milling ataupun penumbukkan karena sifat Teflon yang
mudah menempel membuat permukaan Teflon menjadi bertambah luas. Oleh
karena itu metode pemotongan Teflon menggunakan pisau blender menjadi
BAB III Metodologi Penelitian 35
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
langkah yang tepat untuk menghaluskannya. Di sisi lain, Teflon memiliki sifat
yang lengket dan menggumpal antar ikatan Teflon sehingga pengadukan dengan
magnetic stirrer tidak cukup untuk membuat campuran menjadi homogen. Maka
dari itu, untuk homogenisasi dilakukan alternatif metode dengan menggunakan
ultrasonic cleaner untuk menghomogenisasi campuran Teflon dengan sampel.
Waktu yang dibutuhkan yaitu 30 menit. Hasil campuran terlihat pada Gambar 3.8.
`````
Gambar 3.8. Sampel batu agate dan Teflon setelah dikompaksi (a) Brown Agate,
(b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.
3.3.6 Pengujian Perlakuan Panas
Perlakuan panas dilakukan sebelum dilakukan iradiasi pada pellet.
Perlakuan panas yang dilakukan yaitu annealing. Berdasarkan penelitian dari
Teixera dan kawan-kawan tahun 2011, perlakuan panas pada pellet dilakukan
sebesar 300oC selama 1 jam untuk annealing dan 130oC selama 5 menit pada
post annealing. Kecepatan pemanasan saat pembacaan menggunakan TLD
Reader yaitu 10oC/detik pada atmosfer nitrogen (95% Nitrogen dan 5%
Hidrogen) dengan constant flow 4L/menit dengan tekanan 20 psi. Tujuannya
dialiri nitrogen yaitu untuk mengurangi sinyal TL yang berasal dari radiasi bukan
36 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
pengion. Hal yang sama dilakukan pada penelitian Teixeira dan Caldas tahun
2012.
Penentuan annealing mempengaruhi respon dan sensitivitas dosimeter.
Dalam proses perlakuan panas ini bertujuan untuk mengembalikan elektron yang
sebelumnya terperangkap ke posisi semula. TLD yang apabila menerima paparan
radiasi dengan dosis tertentu dapat menyebabkan sebagian elektronnya
terperangkap. Kemudian apabila TLD menerima stimulasi panas, elektron yang
terperangkap tersebut kembali ke posisi semula dan pada saat itu akan berpendar
(luminesensi). Intensitas luminesensi ini sebanding/setara dengan dengan nilai
dosis yang diterimanya. Untuk tujuan post annealing yaitu untuk dapat
melakukan proses pembacaan secara langsung tanpa menunggu waktu beberapa
jam. (Hasnel. Dkk, 2005)
Pemberian stimulasi panas yang cukup tinggi pada TLD dapat
menyebabkan thermal quenching dimana akan berdampak pada kerusakan bahan
TLD. Untuk menghindari kemungkinan ini, maka dilakukan annealing TLD pada
temperatur yang lebih rendah dari temperatur yang direkomendasikan (Hasnel
dan Diah 2012). Pada penelitian kali ini, temperatur yang digunakan ialah 200oC,
300oC, dan 400oC selama 1 jam mengingat temperatur didih Teflon pada
spesifikasi bahan untuk penelitian kali ini yaitu 327oC.
3.4 Pengujian
3.4.1 Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope adalah jenis mikroskop elektron yang
menampilkan gambar morfologi sampel dengan memanfaatkan sinar elektron
berenergi tinggi dalam pola raster scan. Cara kerja SEM adalah dengan
menembakkan elektron dari electron gun lalu melewati condencing lenses dan
pancaran elektron akan diperkuat dengan sebuah kumparan, setelah itu elektron
akan difokuskan ke sampel oleh lensa objektif yang ada dibagian bawah. Pantulan
elektron yang mengenai permukaan sampel akan ditangkap oleh backscattered
electron detector (BSE) dan secondary electron detector yang kemudian
diterjemahkan dalam bentuk gambar pada display. Berikut gambar mekanisme
kerja SEM:
BAB III Metodologi Penelitian 37
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.9 Mekanisme Kerja SEM (Martinus. D, 2013)
Pengujian dilakukan pada sampel yaitu saat sampel dalam keadaan pure
(belum bercampur dengan material lain), saat sampel berukuran 100 mesh dan
saat sampel dalam keadaan dicampur dengan serbuk Teflon. Pengujian ini
menggunakan mesin SEM Inspect S50 dengan preparasi, Sampel yang digunakan
pasir agate dalam bentuk serbuk dengan ukuran 10 mesh. Sebelumnya dilakukan
coating pada sampel. Sampel ditempelkan pada holder kemudian dimasukkan ke
dalam mesin SEM. Permukaan sampel diamati dengan berbagai perbesaran. Dari
hasil uji SEM dapat diketahui topografi dan morfologi permukaan sampel. Ukuran
partikel dan persebarannya dicari saat mendapatkan sampel berbasis silika
sebelum dan sesudah dicampur serbuk Teflon.
3.4.2 X-ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan salah satu alat pengujian material yang biasanya
digunakan untuk identifikasi unsur atau senyawa (analisis kualitatif) dan
penentuan komposisi (analisis kuantitatif). Analisis yang dilakukan berhubungan
dengan alat ukur yang lain misalnya SEM ataupun TEM. Pengamatan dengan
mikroskop akan menjelaskan bagaimana distribusi fasa yang teridentifikasi
berdasarkan hasil XRD.
38 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Pengujian XRD memanfaatkan difraksi dari sinar-X. Secara umum prinsip
kerja XRD dapat dilihat pada gambar 3.10. Generator tegangan tinggi berfungsi
sebagai pembangkit daya sumber sinar-X pada bagian x-ray tube. Sampel
berbentuk serbuk yang telah dimampatkan diletakkan diatas wadah yang dapat
diatur posisinya. Lalu berkas sinar-X ditembak ke sampel dan didifraksikan oleh
sampel, masuk ke alat pencacah. Intensitas difraksi sinar-X ditangkap oleh
detektor dan diterjemahkan dalam bentuk kurva.
Gambar 3.10 Skema Kerja XRD (clevelandanalytical Co., Ltd 2011)
Sampel batuan dan pasir dianalisa menggunakan XRD. Setelah mendapatkan
sampel berbasis silika dari hasil uji, dilakukan pengujian XRD, yaitu sesudah
sampel dicampur dengan serbuk Teflon. Data dan grafik hasil pengujian XRD
selanjutnya dicocokkan dengan JCPDS (Joint Committee of Powder Diffraction
Standard) untuk mengetahui struktur kristal yang sesuai.
Dari data hasil pengujian XRD juga dapat ditentukan ukuran kristal sampel
yaitu dengan menggunakan persamaan Scherrer:
(3.1)
Dimana D adalah ukuran kristal (Ǻ), λ adalah panjang gelombang radiasi (Ǻ), B
adalah Full Width at Half Maximum (rad) dan ө adalah sudut Bragg (o).
BAB III Metodologi Penelitian 39
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
3.4.3 Fourier Transforms Infrared Spectrometer (FTIR)
Pengujian FTIR dengan menggunakan alat FTIR Nicolet I S10 yang
berada di Laboratorium Karakterisasi Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi
inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan
analisis hasil spektrumnya.
Metode spektroskopi yang digunakan adalah metode absorbs, yaitu metode
yang yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah. Inti
spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis
frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari
pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya
dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi
panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot
sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (mm) atau bilangan
gelombang (cm-1) (Anam, Sirojudin, dan Firdausi 2007).
Skema alat spektroskopi FTIR secara sederhana ditunjukkan pada gambar di
bawah ini
Gambar 3.11 Skema Alat Pengujian FTIR (Anam C. dkk, 2007)
Gambar 3.11 menunjukkan skema alat spektroskopi FTIR dengan
keterangan sebagai berikut: Pada gambar dengan angka 1 menunjukkan sumber
infra merah, pada gambar dengan angka 2 menunjukkan pembagi berkas (beam
spliter), pada gambar dengan angka 3 menunjukkan kaca pemantul, pada gambar
dengan angka 4 menunjukkan sensor infra merah, pada gambar dengan angka 5
40 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
menunjukkan posisi sampel, dan pada gambar dengan angka 6 menunjukkan
layar.
Penggunaan spektroskopi FTIR untuk analisa banyak digunakan untuk
identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan Spektro FTIR suatu senyawa
(missal senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan
mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul
menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR yakni 4000 –
400 cm-1.
Formulasi bahan polimer komersial dengan kandungan aktif bervariasi
sebagai kandungan pemplastis, pemantap dan anti oksidan, memberikan kekhasan
pada spektrum IRnya. Analisis IR memberikan informasi tentang kandungan
aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisi IR dapat
digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan
munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer.
Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus
hidroksidasi dan karboksilat.
Langkah operasi pengujian FTIR ini adalah:
1. FTIR dinyalakan selama 30-60 menit untuk warming up.
2. Komputer dinyalakan berikut mengaktifkan software Grams/IR sampai
inisialisasi instrument selesai.
3. Mengoperasikan software Grams/IR dengan mengeklik Instrument –
Adjust parameter dan mengisikan data-data yang sesuai parameter.
4. Kemudian menjalankan tools “Instrument – Scan”.
5. Setelah selesai, dijalankan tools “arithmetic-Transmission”. Ditunggu
sampai keluar grafik.
Akan keluar Spektrum yang terakhir, ini adalah data sampel yang benar.
3.4.4 Analisis Aktivasi Neutron (AAN)
Analisis Aktivasi Neutron (AAN) adalah salah satu teknik nuklir yang
digunakan untuk mengkuantifikasi unsur-unsur kimia yang terkandung dalam
suatu materi. Pengujian AAN merupakan pengujian yang dapat mencari unsur
tertentu yang sulit dideteksi oleh alat-alat pengujian konvensional seperti
BAB III Metodologi Penelitian 41
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
pengujian EDX. Teknik ini didasarkan pada reaksi penangkapan neutron termal
oleh inti atom yang terkandung dalam materi uji. Reaksi inti ini berlangsung di
fasiltas iradiasi yang menyediakan sumber neutron. Hasil interaksi tersebut
menghasilkan spesi atom baru yang kelebihan satu buah neutron dan dalam
keadaan tidak stabil.
Untuk mencapai ke keadaan stabil, spesi tidak stabil tersebut melepaskan
partikel beta yang umumnya diikuti oleh emisi sinar gamma. Sinar gamma yang
diemisikan adalah bersifat khas untuk setiap radionuklida, dan umumnya akan
membentuk suatu spektrum yang disebut sebagai spektrum gamma. Dengan
menggunakan detektor HPGe resolusi tinggi, spektrum yang terbentuk dapat
dipilah dan radionuklida yang terkandung dalam materi dapat diidentifikasi dan
selanjutnya dikuantifikasi.
Gambar 3.12 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Panjang
(PTKMR, Batan)
Teknik ini mempunyai berbagai keunggulan, yaitu pengujian yang bersifat
tidak merusak, sensitivitas pengukuran yang relatif tinggi sampai nanogram (10-
12 g), selektivitas yang tinggi dengan kemampuan identifikasi unsur secara
simultan. Dengan demikian evaluasi unsur-unsur yang terdapat dalam materi
dapat ditentukan secara serempak dalam jumlah cuplikan yang relatif sedikit (50 -
100 mg).
42 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.13 Iradiasi Cuplikan NAA Berumur Paro Pendek
- Iradiasi dan Pencacahan
1. Sampel dalam kelongsong dimasukkan dalam teras iradiasi untuk
proses iradiasi pada daya 100 KW selama 12 jam pada fasilitas
LazySuzan. Iradiasi pertama dilakukan padea tanggal 4 Agustus 2013.
2. Setelah selesai iradiasi didiamkan selama kurang lebih 2 hari.
3. Dilakukan penggantian plastic klip dengan yang baru.
4. Setiap sampel baik batuan dan pasir dicari 4 unsur yang berkaitan
dengan sinyal thermoluminescence (TL), yaitu Cs, Hf, Sb, dan U yang
masing-masing memiliki waktu paruh panjang (seperti pada Gambar
3.20), panjang, sedang dan pendek (seperti pada Gambar 3.14)
5. Didiamkan dengan waktu tunda. Untuk waktu paruh menengah selama
2 hari. Sedangkan waktu paruh panjang selama 1-2 minggu. Kemudian
dilakukan pencacahan sampel dan standar pertama.
6. Dilakukan perhitungan konsentrasi atau kadar sampel yang pertama,
perhitungan dilakukan dengan metoda komparatif.
7. Dilakukan pencacahan kedua dengan waktu tunda yang berbeda dan
dilakukan perhitungan seperti langkah (5).
BAB III Metodologi Penelitian 43
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.14 Skema Proses Analisis Aktivasi Neutron
3.5 Pengujian Dosis Radiasi
Pembacaan dosis radiasi menggunakan alat TL Reader merk Harshaw jenis
3500 seperti pada Gambar 3.14. Konsep dasar untuk menjelaskan fenomena TL
adalah konsep pita energi elektron (model pita). Dalam model ini digambarkan
bahwa pada kristal terdapat tingkat-tingkat energy tertentu yang dipisahkan oleh
suatu pita larangan. Model pita energi terdiri atas pita valensi, daerah perangkap
dan daerah konduksi. Mekanisme termoluminesensi dapat dijelaskan seperti pada
Gambar 2.6.
Berdasarkan review mengenai silika sebagai natural luminescence dosimeter,
terdapat model pita energi yang tampak pada silika. Model ini diwakili oleh
diagram tingkat energi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Radiasi
pengion mengeluarkan elektron dari pita valensi dan sebagian besar elektron
diusir dan bergabung kembali dalam kisi dengan energi yang dibebaskan sebagai
Pencacahan ketiga 6-12 jam
Pencacahan pertama 300 detik
Peluruhan 120 detik
Peluruhan 120 menit
Al, U, Mg, Cl, Cu
Na, K, Mn
16 jam 2,7x103ncm-
2det-1
As, Mo, Cd, La, Sm, Au
Cd, As
Sc, Cr, Fe, Co, Zn, Se, Rb, Ag, Sb, Cs, Th
Cs, Hf
90 detik 2,7x1013 n.cm-2.det
Iradiasi Pertama
Pencacahan kedua 600 detik
Peluruhan 20-30 hari
Peluruhan 5-7 hari
Peluruhan 30-50 hari
Iradiasi Kedua
Pencacahan dan Compton
suppressed 6-12 Pencacahan
keempat 12 jam
Pemisahan radionuklida
Peluruhan < 12 hari
44 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
foton. Namun, beberapa elektron terjebak pada cacat dalam kisi kristal, ini
ditampilkan sebagai perangkap elektron dalam celah energi terlarang. Dalam
Gambar 3.15, lima perangkap elektron (i = 1 sampai 5) akan ditampilkan pada
kedalaman yang berbeda di bawah dasar pita konduksi.
Elektron dapat tetap berada dalam perangkap termal stabil (i = 2 sampai 5)
untuk jangka waktu yang lama, asalkan mineral tidak terkena energi yang cukup
untuk melepaskan elektron. Energi yang dimaksudkan berupa termal, optik atau
mekanis (yaitu tekanan, tegangan, getaran). Penghapusan elektron dari posisi
semula meninggalkan defisit lokal muatan negatif dalam kisi-kisi. Dalam hal
tingkat diagram energi (Gambar 3.16), ini disebut sebagai lubang. Lubang
diproduksi di pita valensi. Lubang ini dapat menjadi terperangkap pada cacat
dengan muatan negatif dan kemudian bertindak sebagai pusat rekombinasi;
Penataan ulang ini kemudian menjadi menarik bagi elektron bebas.
Dalam Gambar 3.20, empat pusat rekombinasi (j = 6 sampai 9) akan
ditampilkan. Ketika elektron bergabung dengan sebuah lubang, energi dilepaskan,
hal ini mungkin akan dilepaskan nonradiatively sebagai fonon, atau jika ada cacat
yang sesuai, energi ini mungkin akan dilepas sebagai foton, dalam hal ini pusat
rekombinasi dikatakan radiasi. Pusat-pusat radiasi disebut sebagai
pusat luminescence (pusat L, j = 8 in Gambar 3.20), yang menimbulkan TL atau
Sinyal OSL ketika elektron telah dibebaskan dari perangkap akibat perlakuan
panas atau cahaya. Nonradiative termal stabil pusat rekombinasi (j = 9)
diidentifikasi secara terpisah sebagai ' killer center ' ( K ) yang bersaing dengan
pusat L untuk lubang. Pusat K memainkan peran penting dalam perubahan
pemodelan sensitivitas luminescence. Dua perangkap lubang (j = 6 dan j =7)
dimana termalnya tidak stabil, pusat rekombinasi non – radiasi (' lubang waduk '
R1 dan R2). Penjelasan serupa perangkap elektron dan pusat luminescence dapat
diterapkan untuk setiap kristal material. (Preusser dkk 2009)
BAB III Metodologi Penelitian 45
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.15 Diagram Tingkat Energi Menunjukkan Perangkap yang Berbeda
dan Pusat-Pusat Rekombinasi (Preusser dkk 2009)
Penyinaran dosis iradiasi dosis tinggi dilakukan di PTKMR BATAN Jakarta
Selatan menggunakan Iradiator Panorama Serbaguna (Irpasena) seperti pada
Gambar 3.16 (a) dan (b). Spesifikasi mesin berupa aktivitas Co-60 dengan jarak
tembak dari sumber sepanjang 20 cm dan laju dosisnya 4.651,65 Gy/jam. Untuk
dosis rendah menggunakan sumber standar seperti pada Gambar 3.16 (c).
Spesifikasi dari alat ini sangat cocok untuk pengujian dosimeter personal dimana
mesin ini dapat menghasilkan dosis sebesar 3,8 mGy setiap 17 putaran.
Gambar 3.16 a) Irpasena (Iradiator Panorama Serbaguna), b) Ruang Irradiator
Pada hasil yang berupa TL Glow Curve, intensitas TL yang lebih besar
menunjukkan jumlah energi radiasi yang dikeluarkan oleh material TLD tersebut
sebagai hasil penyerapan energi radiasi. Kemungkinan karena pada material itu,
cacat kristal lebih banyak dikandung yang dapat menjadi trap atau jebakan bagi
pembawa muatan pada kisi. (Puspitasari dan Syarif 2011). Selain itu kenaikan
(a
(b
46 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
intensitas dengan kenaikan dosis membuktikkan bahwa jumlah elektron pada
lokasi tertentu meningkat. (Ramaswamy dan Kalaiarasi 2012)
Gambar 3.17 Sistem TLD Reader yang Digunakan untuk Membaca TLD
(PTKMR, Batan)
Pada sampel yang sudah berupa pelet, pelet dibungkus alumunium foil.
(Teixeira dan Caldas 2012). Proses iradiasi dilakukan dalam temperatur kamar
dengan menggunakan Gamma-Cell 220 System (60Co) pada kisaran dosis antara 1
Gy-10 kGy dengan jarak tembak 20 cm dari sumber. Semua pengukuran TL
diambil dari temperatur ambien hingga 300oC menggunakan constant flow N2
dengan tekanan 10 psi. Dalam pemantauan dosis radiasi personal secara rutin,
fading merupakan parameter yang dapat mempengaruhi perkiraan dosis.
Fenomena fading dapat menyebabkan TLD kehilangan sensitivitas bahan yang
terjadi sebelum TLD diiradiasi dan atau kehilangan sinyal setelah TLD diiradiasi.
Fading pada setiap dosimeter tidak sama yang bergantung pada bahan TLD,
mekanisme pembacaan, proses annealing, parameter tempat dan lamanya waktu
untuk penyimpanan, serta puncak kurva.
Prinsip kerja TLD terlihat seperti pada Gambar 3.19. Alat yang digunakan
untuk pembacaan TL yaitu TLD Reader Harshaw TLD 3500 Thermo Scientific
milik PTKMR BATAN yang terletak di Ruang baca TLD lantai 3 gedung B
PTKMR BATAN Jakarta Selatan. Temperatur ruang baca TLD yaitu 19,1 oC dan
dijaga kebersihan serta kelembaban ruangannya. Penggunaan nitrogen saat
BAB III Metodologi Penelitian 47
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
pembacaan dimaksudkan untuk menghindari efek thermal fading dari respon TL
(Teixeira dkk 2011).
Variasi dosis yang diberikan yaitu 0.1 kGy, 1 kGy dan 10 kGy. Pengulangan
dilakukan sebanyak 2 kali untuk masing-masing pelet lalu dihitung nilai variation
coefficient (CV). Menurut Teixeira dkk (2011), nilai deviasi standar yang baik
pada sampel tidak melebihi 8%. Satu siklus pemakaian TLD seperti yang
dijabarkan di bawah ini:
Pemberian stimulasi panas yang cukup tinggi pada TLD dapat menyebabkan
terjadinya efek thermal quenching yang akan berdampak pada kerusakan bahan
TLD. Efek yang menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi luminesensi bahan
dan peningkatan kerapatan medan radiasi pengion, dapat menimbulkan kesalahan
mengestimasi dosis radiasi. Dalam fenomena TL, hubungan antara laju
pemanasan dengan puncak kurva pancar dan intensitas TL merupakan bagian
penting untuk menentukan berbagai parameter kinetik kurva pancar termasuk
menetapkan waktu yang dibutuhkan untuk merekam kurva pancar. Adanya
ketergantungan puncak kurva pancar dengan laju pemanasan dan hubungannya
dengan efek thermal quenching membahas korelasi distribusi temperatur yang
tidak seragam dalam oven pada saat proses annealing, menyebabkan setiap
dosimeter memberikan respon yang relatif tidak sama dan terjadi kehilangan
sensitivitas. Ketergantungan intensitas TL atau tinggi puncak kurva pancar
terhadap laju pemanasan, dapat dinyatakan dalam persamaan (3.2),
−= ∫ dTkTEsx
kTEnI
Tm
Tom
om β
β )/exp(.exp.2 (3.2)
Dimana, Im adalah intensitas maksimum pada temperature Tm, no adalah jumlah
kerapatan elektron terjebak, E adalah energi aktivasi (eV), s adalah faktor
frekuensi (Hz), T = To + β t adalah profil pemanasan linier dengan To sebagai
Sintering Penyinaran dengan dosis tertentu Pembacaan TLD Annealing Penyinaran dengan dosis tertentu Pembacaan TLD Annealing Penyinaran dengan dosis tertentu Pembacaan TLD.
48 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
suhu awal, β = dT/dt adalah laju pemanasan (K/sec) dan k adalah konstanta
Boltzman (eV/K). Dari Persamaan 1, jika paparan radiasi berbanding terbalik
dengan laju pemanasan (n0∝1/β), maka kurva pancar yang dihasilkan tidak
menunjukkan ketinggian puncak yang sama, tetapi akan terjadi penurunan tinggi
puncak dengan peningkatan laju pemanasan (Sofyan 2012)
Adapun tahapan pengujian respon dosis dalam penelitian ini pada sampel berbasis
silika yang berbentuk, yaitu:
i. Pembacaan Background Signal dan Penentuan Tipe Dosimeter
- Langkah pertama, pembacaan sebelum iradiasi atau dikenal pre-
irradiation background signal dilakukan pada ketiga sampel.
- Langkah kedua, pemberian sinar low doses dengan sumber standar
Reference Dose Irradiator 6527 B tahun 1981. Percobaan kali ini yaitu
menggunakan dosis sebesar 38 mGy dengan kecepatan 1,17 mGy/menit
selama 34 menit. Satu jam setelah diiradiasi, ketiga sampel langsung
dibaca di ruang baca TLD.
- Langkah ketiga, post-irradiation background dimana dibaca setelah
pembacaan penyinaran iradiasi. Layaknya dosimeter, pembacaan setelah
pembacaan glow curve seharusnya habis tak tersisa dari sinyal TL.
Pembacaan ini dilakukan setelah pembacaan dari penyinaran 10 kGy
dengan tujuan melihat sinyal residu yang masih melekat pada sampel.
Skemanya seperti pada Gambar 3.18.
1. Penyinaran Gamma
2. Pembacaan TL
3.Pembacaan Background TL
Gambar 3.18 Skema Pembacaan Background TL
ii. Analisis TL Glow Curves
Analisis ini yaitu memperlihatkan semua hasil TL Glow Curves
1kGy, 3kGy, dan 10kGy dengan diwakili tiga buah kurva untuk tiap dosis
(1
(2
(3
BAB III Metodologi Penelitian 49
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
radiasi. Hal yang dianalisis yaitu intensitas total dari sejumlah sampel.
Jumlah pelet yang diuji yaitu sebanyak 27 buah pelet dimana terdapat 9
buah untuk masing-masing sampel. Total intensitas memperlihatkan
sensitivitas pada bahan dosimetri tertentu. Sampel berbasis silika yang
berupa pelet akan dihitung rata-ratanya. Setelah itu diurutkan intensitas
totalnya dimana semakin tinggi intensitas total maka sensitivitasnya
semakin tinggi pula (Teixeira 2011).
iii. Tes Keseragaman TL Glow Curves
Keseragaman TL Glow Curves diamati dari puncak yang terbentuk
dari daerah temperatur tertentu. Terdapat total 27 buah sampel yang akan
diuji yang diantaranya 9 buah untuk masing-masing sampel. Tiap sampel
akan dilihat puncaknya dari berbagai tiga variasi dosis, yaitu 0.1 kGy, 1
kGy, dan 10 kGy. Sehingga masing-masing dosis pada sampel tertentu
terdapat 3 buah puncak yang akan dianalisis posisi temperatur pada
puncaknya. Kemudian ketiga sampel akan dihitung koefisien variasinya
(CV). CV adalah standar deviasi dibagi rata-rata. Nilai CV diperoleh
sesuai dengan persamaan di bawah:
(3.3)
Dimana: σ = standar deviasi
µ = rata-rata pengukuran
Rumus standar deviasi diturunkan seperti pada persamaan (3.4)
(3.4)
Dimana: n = jumlah sampel
Y = nilai sampel
iv. Pengulangan (Repeatability)
Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali dengan tiga kali
pembacaan. Pengukuran TL diambil dari interval 50oC hingga 300oC.
1
)( 22
−
−=∑ ∑
nny
yσ
50 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Temperatur annealing yang digunakan yaitu 200oC selama 1 jam. Pelet
campuran sampel berbasis silika dan Teflon diiradiasi lalu didiamkan
selama 4 jam dengan post annealing 130oC selama 5 menit sebelum
dibaca. Perlakuan ini sama dengan pendiaman 20 jam. Perbedaannya yaitu
perlakuan post annealing dengan tujuan dapat langsung dibaca oleh TLD
Reader. Semua pengulangan dilakukan selama 4 hari dimana tiap satu
pengulangan atau satu siklus dilakukan selama 2 hari. Jumlah pelet yang
diuji yaitu sebanyak 9 pelet dimana tiap sampel diwakili 3 pelet kemudian
dicari nilai CV nya. Berikut adalah siklus yang digunakan gambar 3.19.
Gambar 3.19. Siklus Uji Pemakaian Berulang Suatu Dosimeter
v. Reproduksibilitas Respon TL
Pengukuran TL diambil dari interval 50oC hingga 300oC.
Temperatur annealing yang digunakan yaitu 200oC selama 1 jam. Jumlah
pelet yang diuji yaitu sebanyak 36 pelet. Setiap sampel dianalisis
reproduksibilitasnya pada pemakaian pertama dengan tiga variasi dosis,
yaitu 0.1 kGy, 1 kGy, dan 10 kGy. Lalu, tiap dosis pada sampel tertentu
dihitung koefisien variasi (CV) kemudian dicari CV maksimumnya
(Teixeira 2011).
BAB III Metodologi Penelitian 51
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
vi. Kurva Respon Dosis
Kurva respon dosis didapatkan dari penarikan garis linier dari
berbagai variasi dosis (Safitri 2010). Perlakuan panas pada penelitian ini
yaitu annealing 200oC selama 1 jam. Dalam penelitian kali ini, variasi
dosis yang diperlukan yaitu 1.00, 1.000, dan 10.000 Gy dengan
menggunakan radiasi gamma (60Co). Setiap dosis dilakukan percobaan
sebanyak tiga kali kemudian dibuat rata-rata untuk dibuat satu-titik.
Sehingga terdapat 6 titik pada pada grafik. Setelah itu, dihubungkan titik
satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu garis. Analisis dilakukan
dengan menghitung regresi linier dari ketiga sampel.
3.6 Rancangan Penelitian
Untuk memperoleh data yang sistematis, maka dari penelitian ini akan
dibuat rancangan seperti pada tabel 3.1 di bawah.
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Raw Material
Uji SEM/EDX
XRD, FTIR, AAN
Sampel Berbasis
Pasir Silika
Pembuatan Pelet
Uji SEM
& XRD
Dosis (kGy)
Uji Respon Dosis*
Batu Agate Coklat dengan corak kuning
V Sampel 1 V V
1 V 3 V
10 V
Batu Agate Kuning Tua
V Sampel 2 V V
1 V 3 V
10 V Batu Agate Abu-abu dengan corak hijau
V Sampel 3 V V
1 V 3 V
10 V
Batu Agate Abu-abu Tua
V Sampel 4 V V
1 V 3 V
10 v
52 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Keterangan:
* Siklus pengujian respon dosis dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan pada
dosimeter yang sama, sehingga terdapat 3 siklus
3.7 Jadwal Kegiatan Penelitian
Jangka waktu kegiatan selama 5 bulan ditunjukkan pada tabel 3.2
Tabel 3.2 Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan
No
. Proses Kegiatan
Bulan
I II III IV V
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi Literatur
2. Preparasi Spesimen
3.
Pengujian
SEM/EDX, XRD,
dan FTIR
4. Pengujian AAN
5. Pengujian Respon
Dosis
6. Analisa Data
BAB III Metodologi Penelitian 53
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halaman ini sengaja dikosongkan ~
54 BAB III Metodologi Penelitian
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan Material Batuan Alam Sebagai Bahan Dosimeter
4.1.1 Analisa Xray-Diffraction Material Batuan Alam
Grafik hasil pengujian XRD digunakan untuk menganalisa struktur kristal
dan fasa. serta digunakan untuk mengidentifikasi unsur atau senyawa (analisis
kualitatif) dan penentuan komposisi (analisis kuantitatif) pada material batuan
alam untuk dijadikan bahan dosimeter.
Pengujian XRD dilakukan dengan menggunakan alat Philips Analytical,
terhadap sampel batu dan pelet dengan diameter 4 mm dan ketebalan 0,8 - 1 mm.
Pengujian dilakukan dengan sinar X menggunakan range sudut yang tergolong
panjang, yakni 10o-90o dan menggunakan panjang gelombang sebesar 1.54056 Å.
Hasil pengujian terlihat seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Pola XRD pada masing-masing sampel batuan alam a) Brown
55
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Agate, b) Dark yellow Agate, c) Dark Brown Agate, d) Cream Agate, e) Crystal
Agate, f) Black Agate, g) Grey Agate, h) Dark Grey Agate, i) Kelud Mountain
Sand
Gambar 4.1 di atas menunjukan pola XRD dari berbagai jenis batuan dari daerah
Kalimantan & Pasir gunung kelud. Dari puncak-puncak difraksi terlihat ada
kesamaan grafik pada a, b, c, d, f, g, dan h yaitu memiliki sudut yang sejenis, dan
dari material pasir gunung kelud memiliki kandungan yang masih bercampur
dengan senyawa yang lain, sehingga tidak memiliki senyawa yang dominan untuk
dijadikan material TLD. Dan untuk material Jasper yang memiliki sudut 2θ =
29.44º tidak dapat dijadikan bahan untuk pembuatan dosimeter, berdasarkan peak
yang didapat sangat berbeda dengan material SiO2 yang lain, dan presentasi
kandungan yang dimiliki kurang mendekati hasil yang diinginkan. Dari seluruh
material Dosimeter dengan kandungan batu agate terdapat empat material yang
memiliki SiO2 yang besar seperti pada brown agate pada sudut 2θ = 26.7518º,
Dark yellow agate pada sudut 26.80318°, Grey agate pada sudut 26,87003°, Dark
grey agate terjadi pada sudut 26.75305°. Dari keempat material ini dipilih sebagai
bahan TLD, karena memiliki posisi 2θ yang mendekati PDF Card (PCPDF card
no. 85-0335) kita dapat melihat kisi Kristal dan arah bidang kristal dari material
batu agate yang berbasis silika (SiO2). Dari semua material batuan yang diuji
XRD hanya material Kelud Mountain Sand yang tidak menunjukan intensitas, hal
ini dikarenakan banyak material yang terkandung dari batu tersebut dan tidak
memiliki kandungan unsur yang spesifik. SiO2 memiliki material yang memiliki
struktur Kristal Heksagonal. Diperlukan analisa AAN untuk mengetahui
kandungan unsur radioaktif yang ada pada batuan alam sebagai bahan dosimeter
4.1.2 Analisis Aktivitas Neutron (AAN)
Pada pengujian ini, digunakan teknik analisis aktivasi neutron dengan
metode menganalisa elemen-elemen kimia dengan kuantitas ppm (part per
million) yang bertanggung jawab dengan kehadiran sinyal thermoluminesensi.
Terdapat empat elemen kimia yang dapat dicari yaitu U, Hf, Sb, dan Cs. Untuk
mengetahui dari suatu unsur digunakan standar handbook (AEA-TECDOC-564)
56 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
sebagai pedoman nilai energy yang akan dipancarkan oleh masing-masing
unsur. spektrometri gamma ini terdapat di Pustek Bahan dan Industri Nuklir
(PTBIN) – BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong,. Hasil AAN seperti pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN)
No Sampel Parameter Hasil Uji (mg/kg)
1 Brown Agate
Cs 0,51 ± 0,04 Hf 2,16 ± 0,08 Sb 0,37 ± 0,03 U 0,09
2 Dark Yellow Agate
Cs 0,31 Hf 0,21 ± 0,02 Sb 2,95 ± 0,08 U 1,97 ± 0,06
3 Dark Brown Agate
Cs 0,31 Hf 0,08 Sb 0,41 ± 0,02 U 1,83 ± 0,06
4 Cream Agate
Cs 0,47 ± 0,04 Hf 0,24 ± 0,02 Sb 0,08 U 0,11 ± 0,01
5 Crystal Jasper
Cs 0,31 Hf 0,08 Sb 0,24 ± 0,01 U 0,09
6 Black Agate
Cs - Hf 0,41 ± 0,02 Sb 0,31 ± 0,01 U 0,09
7 Grey Agate
Cs 0,86 ± 0,03 Hf 1,10 ± 0,07 Sb 0,28 ± 0,01 U 0,84 ± 0,07
8 Dark Grey Agate
Cs 0,31 Hf 4,29 ± 0,39 Sb 0,66 ± 0,05 U 1,37 ± 0,09
9 Kelud Mountain Sand
Cs 0,31 Hf 1,40 ± 0,08 Sb 0,20 ± 0,01 U 0,09
BAB IV Hasil dan Pembahasan 57
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Menurut standar (AEA-TECDOC-564) diketahui bahwa untuk material
Uranium memiliki halftime medium atau waktu paruh yang medium, sedangkan
untuk unsur Hafnium memiliki halftime high atau waktu paruh yang panjang.
Pada analisa AAN bagian yang diambil untuk dianalisa saat material terkena
peluruhan gamma dan selanjutnya akan dibaca oleh spektrometri gamma.
Melalui 4 unsur radioaktif yang didapatkan dari pengujian AAN, yaitu
Uranium, Hafnium, Stibium/Antimon, dan Cesium dapat diklasifikasikan
sebagai kandungan unsur suatu material yang tepat digunakan sebagai bahan
pembuatan dosimeter. Batu tersebut adalah Brown Agate, Dark Yellow Agate,
Grey Agate, dan Dark Grey Agate. Berdasarkan table 4.1, Keempat sampel ini
diambil berdasarkan kandungan radioaktif (ppm) yang besar dan ketersediaan
jumlah sampel yang besar. Sehingga, memungkinkan dilakukan pengujian
berulang untuk mendapatkan nilai yang optimal dari suatu dosimeter.
4.1.3 Perbandingan Pengujian Analisis Aktivitas Neutron (AAN) dengan
penelitian Andromeda D. L. pada tahun 2013
Diperlukan untuk melakukan perbandingan dengan pengujian
sebelumnya untuk sebagai acuan korelasi pengujian ini dengan pengujian
dosimeter yang menggunakan batuan alam sebagai dosimeter. Melalui tabel 4.1
dan tabel 2.8 dilakukan perbandingan dengan penelitian yang telah dilakukan
Andromeda pada tahun 2013. Berdasarkan penelitian Andromeda didapatkan
material pasir silika dan onyx sebagai material yang memiliki sensitivitas yang
paling baik, material Onyx dan Pasir silika tersebut memiliki kandungan
Uranium dan Hafnium yang besar dibandingkan dengan material yang lain,
melalui hal tersebut dapat dilakukan pebandingan material terhadap kandungan
uranium dan hafnium.
58 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Tabel 4.2. Hasil perbandingan dengan penelitian sebelumnya. Nama Material Uranium Hafnium Stibium Cesium
Andromeda
Dwi
laksono
Andesit - 3,172 0,903 0,677
Onyx 8,928 2,915 1,66 2,766
Pasir Silika 0,538 1,547 - 0,275
Ridhwan
Haliq
Brown Agate - 2.,16 0,37 0,51
Dark Yellow Agate 1,97 0,21 2,95 -
Grey Agate 0,84 1,1 0,28 0,86
Dark grey Agate 1,37 4,29 0,66 -
Berdasarkan table diatas didapatkan grafik perbandingan 2 sampel terbaik dari
masing-masing penelitian dan kemudian didapatkan nilai respon dari masing
masing material. Untuk material Onyx memiliki 424,166 nC dan untuk material
Pasir Silika 5066,66 nC. Pada material Agate terdapat 2 yang memiliki nilai
respon tertinggi yaitu, Brown Agate 369,533 nC dan Dark Grey Agate 3143,666
nC. Sehingga dapat dijadikan grafik sebagai berikut :
Gambar 4.2. Kurva perbandingan dengan penelitian sebelumnya.
Dari gambar 4.2 perbandingan diatas dapat diketahui nilai respon
berbanding lurus dengan komposisi uranium dan hafnium pada suatu material,
semakin besar kandungan uranium dan hafnium pada material maka semakin
BAB IV Hasil dan Pembahasan 59
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
besar respon yang dapat dilakukan oleh material tersebut. Dapat dinyatakan
bahwa batuan alam yang memeiliki uranium dan hafnium yang besar memiliki
potensi sebagai material dosimeter.
4.2 Karakterisasi Struktur & Morfologi dari Batu Agate Sebagai Bahan
Dosimeter
4.2.1 Analisa Xray-Diffraction Dosimeter
Pengujian XRD untuk pelet dilakukan pada keempat sampel yang
memiliki kualifikasi untuk dijadikan bahan dosimeter berbasis silika, yaitu brown
Agate, dark yellow Agate, grey Agate, dan dark grey Agate. Keempat sampel
tersebut dijadikan dicampurkan dengan Teflon ( Polytetrafluoroethylene ) dengan
perbandingan 1:2, dan kemudian dibentuk pellet lalu diuji XRD yang hasilnya
seperti pada Gambar 4.3.
60 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BAB IV Hasil dan Pembahasan 61
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.3. Perbandingan hasil pengujian XRD pada material pellet sebelum
dan sesudah dilakukan irradiasi (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)
Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.
Pada Gambar 4.3, pola grafik hasil XRD sampel pelet menunjukkan
bahwa keempat sampel pelet memiliki struktur yang kristalin. Karena, pada pola
grafik terlihat puncak yang sangat tinggi. Dari keempat sampel yaitu, grey agate,
dark yellow agate, grey agate, dan dark grey agate mengalami penurunan derajat
kristalinitas dari sebelum dan sesudah pemakaian. Terdapat puncak baru pada
keempat sampel grafik yang merupakan puncak dari Poly(tetrafluoroethylene)
pada sudut 2θ = 18.08º sesuai dengan kartu (PCPDF card no. 47-2217).
Pada puncak-puncak selain PTFE, terjadi penambahan puncak-puncak
baru yang terbentuk dari material asal. Pada seluruh batu agate, setelah dilakukan
penambahan polimer PTFE timbul puncak-puncak kecil baru pada peak dengan
rentang 40 s/d 80. Perhitungan ukuran kristal batu agate dari hasil pengujian
XRD dengan menggunakan persamaan Scherrer (3.1), sehingga didapatkan
ukuran Kristal seperti pada table dibawah ini :
Tabel 4.3. Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment 400°C Sebelum Iradiation.
Sampel λ (Ǻ) B(rad) θ (o) Cos θ D (Ǻ) Brown Agate 1.54060 0.00233 13.3139 0.973 613.5132
Dark Yellow Agate
1.54060 0.00177 13.3156 0.973 801.468
Grey Agate 1.54060 0.00175 13.3201 0.973 815.611
Dark Grey Agate 1.54060 0.00175 13.3187 0.973 815.611
Berdasarkan table 4.3 diatas maka didapatkan material Grey agate dan
Dark grey agate memiliki ukuran Kristal yang sama dan ukuran Kristal yang
paling besar. Untuk melihat dampak dari perubahan yang terjadi pada seluruh
material batu agate, yang seluruhnya mengalami penurunan intensitas. Diperlukan
62 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
analisa perubahan ukuran Kristal setelah di iradiasi dan dilakukan pemakaian
sebanyak 3X. berikut table dibawah ini :
Tabel 4.4. Ukuran kristal Variasi Batu Agate Terhadap Temperatur Heat treatment 400°C Setelah Iradiation.
Sampel λ (Ǻ) B(rad) θ (o) Cos θ D (Ǻ) Brown Agate 1.54060 0.00175 13.3139 0.973 815.6117
Dark Yellow Agate
1.54060 0.00177 13.3326 0.973 805.1916
Grey Agate 1.54060 0.00150 13.3186 0.973 956.234
Dark Grey Agate 1.54060 0.00145 13.323 0.973 983.36
Berdasarkan table 4.4 terjadi perubahan ukuran Kristal pada saat sebelum dan
sesudah, akibat dari perlakuan panas yang diterima dosimeter mengakibatkan,
ukuran Kristal semakin besar. Terdapat material yang mengalami perubahan
ukuran kristal yang paling besar yaitu, material Dark Grey Agate dan Brown
Agate. Dark Grey Agate dari 815.611(Ǻ) menjadi 983.36(Ǻ), sedangkan untuk
material Brown Agate dari 613.5132(Ǻ) menjadi 815.6117(Ǻ).
4.2.2 Analisa Morfologi dan unsur dengan Menggunakan SEM (Scanning
Electron Microscop) dan EDAX (Energy Dispersive X-ray
Spectroscopy).
Micrograph ditujukan untuk mengambil gambar baik sampel dalam bentuk
serbuk atau pellet dengan menggunakan sekala mikro (1 x 10-6). Pengujian awal
dilakukan pada batu agate yang didapat dari daerah Borneo ini bertujuan untuk
melihat morfologinya dengan pengujian Scanning Electron Microscop (SEM).
Bentuk batuan yang sudah menjadi serbuk atau butiran dapat diamati dengan
pengujian SEM-EDAX. Sebelum semua sampel dimasukkan ke mesin SEM
Inspect S50, terlebih dahulu dilakukan proses coating Pd-Au karena sampel SiO2
termasuk material semi-konduktor. Diperlukan untuk memperjelas gambar yang
diambil. Hasil dari pengujian SEM dapat dilihat pada Gambar 4.4.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 63
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.4. Hasil Uji SEM Berbagai Jenis Batuan Agate Perbesaran 5000X
(a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey
Agate.
Hasil SEM pada Gambar 4.4, sampel batuan Brown Agate, Dark Yellow
Agate, Grey Agate, dan Dark Grey Agate. Dari Gambar hasil pengujian SEM
maka bisa dilihat morfologi dari persebaran partikel terhadap jenis batuan serta
morfologi dari jenis-jenis batuan.Hasil SEM dengan perbesaran 5000X terlihat
bahwa semua sampel batuan memiliki topografi yang tidak beraturan. Untuk Pasir
Silika Gambar (4.4, d) tampak berbeda dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal
ini disebabkan pada material dark grey agate tidak terlalu lengket dari material
batuan yang lain. Pada hasil EDAX teridentifikasi adanya elemen kimia kualitatif
dari semua sampel Gambar 4.5.
Pada seluruh sampel batu agate dapat dianalisis bahwa, keseluruhan
memiliki elemen utama yaitu ion Si dan O dimana ion O merupakan elemen
64 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
terbesar dari keempat sampel. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan sifat dari
keempat sampel secara komposisi kimia. Dalam pengujian EDAX dapat diperoleh
maping untuk menentukan posisi unsur dari Micrograph yang diambil dengan
perbesaran 5000X. berikut data hasil pengujian EDAX dan maping pada material
Brown Agate, Dark Yellow Agate, Grey Agate, dan Dark Grey Agate
BAB IV Hasil dan Pembahasan 65
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.5. Hasil Uji EDAX dan Maping Berbagai Jenis Batuan Alam
Diambil dari Perbesaran 5000 x (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c)
Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.
Melalui data yang didapatkan dari pengujian EDAX didapatkan perbandingan
masa jenis unsur silicon dan oksigen yang tergantung pada sampel batu agate.
Pada maping unsur gambar SEM yang digunakan pada Gambar 4.5 dengan
perbesaran 5000X Hasil persebaran Silikon ditandai dengan warna hijau dan
untuk persebaran Oksigen ditandai dengan warna merah. Batu agate memiliki
66 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
kandungan tambahan selain Si dan O yang akan mempengaruhi dosimeter.
Pengaruh impuritis akan dibahas pada sub bab`(4.2.5 dan 4.4)
4.2.3 Struktur Morfologi Permukaan Dosimeter Thermoluminescence
Berdasarkan proses pembuatan TLD, material batu agate yang telah
diremukan hingga <100 mesh, kemudian dilakukan pencampuran dengan material
Teflon dengan perbandingan 1:2, 1 untuk batu agate, dan 2 untuk Teflon.
didapatkan pellet yang yang belum dilakukan heat-treatment (Post-heat treatment)
dan setelah dilakukan heat-treatment (Pra-heat treatment). Gambar 4.6 adalah
hasil micrograph Post-Heat treatment.
Gambar 4.6. Bentuk Permukaan pellet dari material (Dark Grey Agate + Teflon)
sebelum dilakukan Heat-treatment.
Dari gambar diatas dapat dilihat persebaran partikel pada permukaan pellet
tidak rata. Hal ini disebabkan karakterisasi dari material Teflon dan batu agate
berbeda. Sehingga kemampuan Teflon sebagai pengikat material SiO2 tidak akan
berbeda dengan pellet yang telah melalu perlakuan panas. Bentuk permukaan
yang tidak rata akan mempengaruhi kekuatan pellet tersebut. Berikut ditunjukan
perbandingan pellet yang Post-Heat treatment dan pellet yang telah di Pra-
heatreatment. Dengan memvariasikan perlakuan panas pada masing-masing pellet
dengan bahan dasar Brown Agate, Dark Yellow Agate, Grey Agate, dan Dark
Grey Agate. Berikut diambil sampel micrograph pada material pellet (dark grey
BAB IV Hasil dan Pembahasan 67
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
agate + Teflon) dengan perbesaran 1000X untuk variasi temperatur heatreatment
(100°C, 200°C, 300°C,dan 400°C).
Gambar 4.7. Bentuk Permukaan pellet dari material Dark Grey Agate + Teflon
setelah dilakukan Heatreatment (a) 100°C, (b) 200°C, (c) 300°C,dan (d) 400°C
Morfologi sampel yang telah ditunjukan melalui gambar 4.7 dapat
diketahui Teflon sangat berpengaruh terhadap dosimeter yang telah dilakukan
heat treatment. Diperlukan analisa pengaruh Teflon terhadap material dosimeter.
4.2.3.1 Pengaruh Teflon (Polytetrafluoroethylene) Pada Permukan Dosimeter
Penambahan Teflon (Polytetrafluoroethylene) pada umumnya
ditambahkan pada setiap jenis dosimeter. Teflon memiliki fungsi sebagai pengikat
(bender) terhadap material semikonduktor yang akan digunakan sebagai bahan
dosimeter. Kemampuan suatu Teflon dipengaruhi heat treatment yang diberikan
pada material dosimeter tersebut. Berdasarkan gambar 4.7 bahwa pada sampel
68 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
dark grey agate dengan perlakuan panas 100°C masih memiliki permukaan yang
tidak teratur hampir menyerupai sampel Post-Heat treatment, hal ini dapat
diketahui fungsi Teflon pada kondisi ini masih sebagai bender dari dosimeter.
Sampel yang memiliki permukaan yang rata dan hampir tidak terdapat timbunan
Teflon yang berlebihan, ditunjukan pada sampel dark grey agate dengan
perlakuan panas 400°C gambar (4.7). sampel dengan perlakuan panas 200°C lebih
baik susunan morfologinya, dibandingkan dengan sampel dark grey agate dengan
perlakuan panas 300°C. Pada sampel 300°C terjadi 2 kondisi Teflon yaitu, sebagai
bender dan agglutinator. Ketika pembacaan dengan menggunakan TLD-reader
diberikan energi panas yang akan mempengaruhi Teflon yang mengalami awal
perubahan fase dari fungsi menjadi bender menjadi agglutinator terhadap
perpindahan elektron. Perubahan fase Teflon akan mempengaruhi nilai intensitas
TL dari suatu dosimeter. Pengaruh perubahan fase Teflon terhadap intensitas TL
akan dibahas pada sub bab (4.3). Teflon memiliki band gap lebih dari >7 ev, yang
akan mempengaruhi perpindahan elektron dari pita valensi menuju pita konduksi
(J. Thomas Dickinson, 2014). Perubahan fasa Teflon berawal dari temperatur
glass yang dimiliki Teflon. sehingga, nilai dari respon akan berpengaruh terhadap
nilai respon TL dari dosimeter.
4.2.4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Spektroskopi FTIR merupakan suatu metode analisis yang dipakai untuk
karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi yang ada pada material
TLD. Dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan
energi oleh molekul organik dalam sinar infra merah. Dengan infra merah
didefinisikan sebagai daerah yang memiliki panjang gelombang dari 1-500 cm-
1.berikut adalah hasil pengujian TLD sebelum diberikan perlakuan panas untuk
dipakai sebagai dosimeter.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 69
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.8. Pola hasil FTIR pada material sebelum diberikan perlakuan panas (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) Dark Grey Agate.
Untuk mengetahui gugus dari wavenumber yang ada pada gambar 4.8
dibutuhkan data gugus dari material yang telah diuji. Diketahu material terdiri dari
Teflon ( Polytetrafluoroethylene ) dan SiO2 sehingga diketahui gugus fungsi dari
material Teflon adalah :
Gambar 4.9. Pola ikatan kimia pada Polytetrafluoroethylene
Teflon memiliki penyerapan yang sangat besar yang terletak pada region 1250-
1100 cm-1(~8.00-9.09 µm). dan untuk material silika dapat ditentukan melalui
table dibawah ini.
70 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Tabel 4.5. Silica (Handbook Of Infrared and Raman Characteristic Group Frequencies. 2001)
Gugus Fungsi
Region Intensity/IR Comments cm-1 µm
Silica
1225-1200 8.16-8.33 m - w
Sharp
1175-1150 8.51-8.70 m – w
1100-1075 9.09-9.30 Vs
805-785 12.42-12.74 m
795-775 12.58-12.90 m
725-700 13.95-14.29 m
Berikut adalah perbandingan dari masing-masing material batu agate+Teflon
dengan heat treatment 200°C, 300°C, dan 400°C berdasarkan pengujian FTIR
untuk mengetahui daerah serapan dan gugus fungsi.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 71
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
72 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.10. Spektra FTIR dari material Dosimeter setelah di heat treatment
dengan variasi 200°C, 300°C, dan 400°C (a) Brown Agate, (b) Dark Yellow
Agate, (c) Grey Agate, dan (d) Dark Grey Agate.
Berdasarkan gambar 4.10 diketahui bahwa luasan absorbsi akan semakin
berkurang seiiring dengan kenaikan temperature. Kenaikan temperature heat
treatment membuat gugus kimia menjadi semakin sedikit, hal ini ditunjang
dengan kondisi Teflon yang kehilangan wightnya seiiring dengan heat flownya.
4.2.5 Analisa Pengujian XRD Brown Agate, Dark Yellow Agate, Dark
Yellow Agate, dan Dark Grey Agate.
Berdasarkan hasil Pengujian EDAX pada gambar 4.5 terdapat unsur selain
Silikon dan Oksigen yang akan mempengaruhi nilai respon dari suatu material
TLD. Berikut adalah bahan material yang digunakan sebagai dosimeter yang
dipilih berdasarkan kandungan unsur radioaktif yang dimiliki masing-masing
batuan agate, kemudian dilakukan analisa hasil XRD gambar (4.11)
Gambar 4.11. Hasil XRD dari batu Brown agate, Dark yellow agate, Grey
agate, dan Dark grey agate.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 73
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Berdasarkan gambar 4.11 diketahui bahwa SiO2 memiliki kisi Kristal
masing-masing, yaitu pada (100), (011), (112), dan (121). SiO2 befungsi sebagai
material utama dari dosimeter. SiO2 memiliki struktur Kristal heksagonal dan
temperature melting yang tinggi sehingga, lebih baik dalam menyerap radiasi dan
sulit dipengaruhi unsur lain. Pada material dark grey agate terdapat peak yang
berbeda dari material yang lain, sehingga dilakukan analisa peak dengan
menggunakan Highscore XRD. Didapatkan bahwa pada peak 24.3406 (2θ), dan
798.08 (2θ) adalah senyawa Sodium Aluminium Silicate ( Na(Al Si3 O8) ). Batu
Dark Grey Agate memiliki kandungan SiO2 dan Na(Al Si3 O8). Berdasarkan
senyawa Sodium Aluminium Silicate terdapat unsur aluminium yang merupakan
salah satu unsur radioaktif yang memiliki waktu paruh medium. waktu paruh
medium akan sangat berpengaruh bila dalam jumlah besar. SiO2 dan Na(Al Si3
O8) memiliki band gap yang berbeda berikut gambar 4.12.
Gambar 4.12. Lebar band gap dari material a) SiO2 dan b) Na(Al Si3 O8)
(A E R Malins. dkk,2004 )
Batu dark grey agate memiliki dua senyawa dalam satu batu sehingga, akan
mempengaruhi kemampuan elektron berpindah dari pita valensi menuju pita
konduksi. Elektron pada dosimeter akan mengalami dua jenis perpindahan pada
masing-masing senyawa. Elektron akan lebih mudah untuk berpindah setelah di
papar radiasi pada senyawa Na(Al Si3 O8) dari pada senyawa SiO2. Hal ini
mengakibatkan elektron yang terperangkap pada daerah pita konduksi semakin
besar pada Na(Al Si3 O8). Semakin besar jumlah elektron yang terperangkap,
semakin tinggi nilai respon dari suatu dosimeter.
74 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
4.3 Karakterisasi Respon Dosis Batu Agate Sebagai Bahan Dosimeter
Pengujian respon dosis bertujuan untuk memperoleh berbagai informasi
yang diterima oleh material berdasarkan fenomena TL (thermoluminescence).
Prinsip dasar dalam pemanfaatan fenomena TL untuk dosimeter radiasi adalah
bahwa akumulasi dosis radiasi yang diterima bahan akan sebanding dengan
intensitas pancaran TL dari bahan tersebut (Safitri 2010). Hasilnya luminesensi ini
sebanding dengan nilai dosis yang diterimanya. Berikut adalah hasil pengujian
karakterisasi untuk mendapatkan dosimeter terbaik dari 4 sampel batu agate.
4.3.1 Pengaruh Temperatur Heat Treatment Terhadap Dosis Radiasi
Pada tahapan setelah pellet dicampur dengan batu agate dan Teflon
kemudian dilanjutkan dengan pengkompaksian. Pellet kemudian dilakukan
penyinaran dengan menggunakan alat Gamma-Cell 220 System (60Co) dan
kemudian di berikan waktu paruh selama 20 jam untuk menstabilkan elektron
yang berada di permukaan pellet. Kemudian, dilakukan pembacaan dengan
menggunakan TLD-reader. berikut adalah hasil dari variasi temperatur heat
treatment pada pellet terhadap dosis radiasi.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 75
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.13. Pengaruh temperatur heat treatment terhadap variasi dosis radiasi
(a) Brown Agate, (b) Dark Yellow Agate, (c) Grey Agate, (d) dark Grey Agate.
Berdasarkan gambar 4.13 dapat diketahui bahwa heat treatment pada
material dosimeter dapat mempengaruhi nilai respon dan akan berbanding lurus
dengan kenaikan dosis yang diberikan. Diketahu bahwa dari masing-masing agate
pada kondisi temperatur heat treatment 400°C memiliki nilai respon yang paling
besar dibandingkan temperatur 200°C dan 300°C. Diperlukan pembahasan
mengenai gambar 4.13, dimana terjadi grafik anomaly dari pengaruh temperatur
heat treatment terhadap variasi dosis radiasi.
4.3.1.1 Analisa Variasi Heat Treatment Pada Thermoluminesence Dosimeter
Berdasarkan gambar 4.13 terjadi anomaly kurva pada kondisi heat
treatment 300°C. keempat jenis dosimeter terjadi penurunan intensitas pada
kondisi 300°C, dibutuhkan pengambilan sampel pada temperatur sebelum 200°C
untuk melihat pola kenaikan intensitas TL terhadap heat treatment.
76 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.14. Pola grafik pengaruh heat treatment dari material dosimeter.
Berdasarkan gambar 4.14, dapat diketetahui bahwa terjadi perbedaan
intensitas dari masing-masing heat treatment. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan
fase pada material Polytetrafluoroethylene yang memiliki temperatur melting
327°C, sehingga hal ini mempengaruhi nilai respon dari batu agate. Teflon
memiliki dua fungsi pada dosimeter yaitu, sebagai pengikat (Bender) &
Penggumpalan (Agglutinator) menurut (Teixeira ,2012). Pada temperatur 200°C
teflon masih berperan sebagai pengikat (Bender) terhadap material serbuk batuan
agate. Binder mengakibatkan tempat untuk elektron terjebak semakin banyak dan
residual TL semakin sedikit.
Kondisi 300°C adalah kondisi yang paling dekat dengan temperatur
melting Teflon (Polytetrafluoroethylene). Fenomena transisi dari solid menjadi
liquid terjadi pada temperatur 300°C sehingga, sebagian Teflon mulai mengalami
perubahan fase. Dua fungsi dalam satu material dosimeter terjadi pada saat
temperatur 300°C yaitu fungsi Teflon sebagai binder dan fungsi sebagai
agglutinator. Heat energy yang diberikan akan terbagi menajdi dua fungsi yaitu,
sebagai pelelehan bagian permukaan dosimeter, dan energy panas yang diberikan
mampu mengurangi nilai residual TL.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 77
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Kondisi 400°C adalah kondisi sesudah temperatur melting (Tm)
darmaterial Teflon (Polytetrafluoroethylene). Pada tahapan ini Teflon berfungsi
menjadi menggumpal (agglutinating). Bedasarkan penelitian yang dilakukan
(R.A.P.O d’Amorim, 2012) menggunakan Teflon sebagai bahan dosimeter
menghasilkan, bahwa Teflon bukan hanya sebagai agglutinator. Pengaruh Teflon
mampu menaikan kekuatan dari pellet (dosimeter), dan juga mampu
mempengaruhi intensitas TL dari material dosimeter. Intensitas TL mengalami
peningkatan bila menggunakan Teflon sebagai aglutinataor yang berakibat
sensitivitas meningkat.
4.3.2 Reproduksibilitas respon TL
Pada Gambar 4.15 menunjukkan peningkatan intensitas TL untuk
pelet jenis Brown Agate-Teflon, Dark Yellow Agate-Teflon, Grey Agate-Teflon,
dan Dark Grey Agate-Teflon terhadap kenaikan dosis radiasi. Jumlah pelet yang
diuji yaitu sebanyak 36 pelet pada masing-masing variasi temperatur heat
treatment.
78 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.15. Variasi Batu Agate terhadap variasi dosis radiasi (a) temperatur
heat treatment 200°C, (b) temperatur heat treatment 300°C, (c) temperatur heat
treatment 400°C.
Dengan menganalisa dari gambar diatas menunjukan bahwa pada setiap
kenaikan dosis radiasi maka akan semakin meningkat nilai respon dari suatu
material. Pada gambar bagian (c) Dark grey agate adalah material yang memiliki
nilai respon atau intensitas paling besar hingga mencapai 3143,66 nC pada saat
kondisi 10 kGy, sedangkan untuk material grey agate adalah material yang
memiliki intensitas terkecil diantara keempat batu agate yang lain sebesar 369,533
nC pada konsisi 10 kGy.
Dari keempat hasil TL Glow Curves, semua jenis pelet menunjukkan
bahwa seiring meningkatnya dosis radiasi, menyebabkan terjadi peningkatan
intensitas pula pada hasil bacaan. Hal itu menunjukkan bahwa kenaikan intensitas
dengan kenaikan dosis membuktikan bahwa jumlah elektron pada lokasi tertentu
meningkat (Ramaswamy.dkk, 2012). Berdasarkan analisa XRD, banyaknya
puncak intens setelah penambahan agglutinator Teflon, mempengaruhi bentuk
kurva pada sampel pelet (d’Amorim 2012). Pada puncak yang lebih intens, bentuk
glow curve akan lebih besar dan hal ini mempengaruhi intensitas TL. Dengan kata
lain, sensitivitas juga terpengaruh dalam hal ini.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 79
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
4.3.3 Kemampuan Pengulangan (Repeatability)
Kemampuan suatu material Dosimeter bukan hanya diukur dari daya serap
terhadap energy radiasi dalam sekali pakai. Diperlukan menganalisa suatu
dosimeter dalam kemampuan penggunaanya yang dilihat dari seberapa banyak
pemakaian Dosimeter itu dilakukan dan pengaruh yang terjadi akibat pengulangan
tersebut terhadap karakteristik material TLD. Pada proses analisa tahap ini
dilakuakan tiga kali pemakaian dengan menggunakan material yang sama dan
kondisi dosis sebesar 10 kGy. Grafik dibawah ini menunjukan masing-masing
material batu agate dalam kondisi tertentu dan diulang sebanyak tiga kali.
Gambar 4.16. Kemampuan suatu Dosimeter dalam 3X pemakaian dengan
kondisi heat treatment yang berbeda-beda (a) Temepratur heat treatment 200°C,
(b) Temperatur heat treatment 300°C, (c) Temperatur heat treatment 400°C.
Pada gambar 4.16 dapat diketahui kemampuan dari setiap material batu
agate yang dijadikan sebagai dosimeter mengalami kondisi penurunan respon
pada setiap pengulangannya. Pada gambar (C) diketahui bahwa hanya Dark grey
80 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
agate yang memiliki nilai intensitas antara 3143-2704 nC. dikarenakan pada
kondisi temperatur 400°C hanya material dark grey agate yang memiliki nilai
respon yang sangat tinggi. Berbeda dengan material agate yang lainnya meskipun
dalam kondisi yang sama. Setelah dilakukan pembacaan kemudian material akan
di heat treatment 200°C sebelum digunakan kembali. Hal itu dilakukan sehingga
untuk menghilangkan sisa elektron yang masih terperangkap pada dosimeter.
Elektron yang terperangkap di dalam Dosimeter, yang dapat membuat hasil
pembacaan tidak maksimal.
Hasil nilai koefisien variasi (CV) keempat sampel ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy heat treatment( 200°C, 300°C,dan 400°C)
Heat treatment Sampel Rata-rata CV (%) Respon
200°C
Brown Agate 0.46
Dark Yellow Agate 0.65
Grey Agate 0.31
Dark Grey Agate 0.16
300°C
Brown Agate 0.21 Dark Yellow Agate 0.79 Grey Agate 0.33 Dark Grey Agate 0.19
400°C
Brown Agate 0.41 Dark Yellow Agate 0.29 Grey Agate 0.31 Dark Grey Agate 0.10
Hasil pemakaian berulang, menunjukkan bahwa nilai CV terkecil didapat
pada Dark Grey Agate. Maka dapat disimpulkan bahwa Dark Grey Agate
memiliki kestabilan pembacaan dari tiga kali siklus pembacaan. Namun, hal ini
bertolak belakang dengan Brown Agate yang dimana nilai CV dalam presentase
BAB IV Hasil dan Pembahasan 81
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
menunjukkan pada masing-masing variasi temperatur heat treatment yang
cendrung tidak stabil dibandingkan material yang lain, seperti pada temperatur
200°C sebesar 0,46% lebih besar dibandingkan material Grey Agate. Pada kondisi
temperatur 300°C sebesar 0,21% lebih besar sati tingkat dari material Dark grey
Agate. Pada kondisi temperatur heat treatment 400°C material Brown Agate
memiliki 0,41% lebih besar dari keempat material yang lain. Hal yang diharapkan
dari material brown agate adalah kondisi CV% harus berada satu tingkat diatas
material Dark Grey Agate. Hal ini bisa diakibatkan dari kondisi sampel sebelum
dan sesudah diiradiasi.
Pengaruh dari peluruhan radioaktif berdampak pada keempat jenis sampel
pelet (Debenham 1993). Berdasarkan hasil AAN (Analisis Aktivasi Neutron),
sampel Dark grey agate memiliki Uranium yang tidak sebesar penelitian
sebelumnya akan tetapi memiliki kandungan Hafnium yang besar, yaitu 4,29 ppm
dibandingkan dengan material batu agate yang lain. Uranium merupakan unsur
waktu paruh pendek dimana aktivitas radioaktifnya menurun setengah dari awal
dalam waktu kurang dari tiga hari. Jadi dalam kurun waktu yang singkat, Uranium
semakin lama semakin sedikit sehingga pada saat tertentu habis (Indonesia,
BATAN, 2010). Dalam hal ini Uranium sangat berpengaruh pada keakurasian
data karena aktivitas radioaktifnya cepat menurun seiring berjalannya waktu.
Melalui penelitian ini saya berasumsi bahwa, berdasarkan hasil pengujian AAN
hasil dari material yang mengandung Hafnium dan Uranium yang besar sangat
mempengaruhi nilai respon atau intensitas respon yang digunakan sebagai
material dosimeter.
4.3.4 Hasil Sinyal Residu (Post Irradiation Background) Pada Batu Agte
Post-irradiation background. Untulk mendapatkan hasil sinyal residu yang
paling kecil sehingga dapat dijadikan Dosimeter dengan respon yang tinggi, maka
dipilih dosis yang sangat besar, yaitu 10 kGy. Situasi ini menunjukkan bahwa
adanya retrapping secara dominan pada keempat sampel yang artinya elektron
terperangkap lagi setelah dibaca sehingga masih ada sisa-sisa sinyal TL pada
material tersebut. (Basun dkk 2003).
82 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Residu terkecil terletak pada material dark grey agate dimana hampir
keseluruhan dosis terserap habis setelah pembacaan dari penyinaran 10 kGy dan
hal ini menunjang kemampuan dari dosimeter. Sedangkan grey agate belum
terserap sepenuhnya, sehingga hasil residunya lebih besar dibandingkan material
yang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh posisi planset TLD reader yang tidak
sejajar sehingga pembacaan terjadi hanya sebagian dari material. Untuk hasil glow
curve untuk masing-masing variasi heat treatment memiliki pola kurva yang
hampir sama antara keempat kurva batu agate. Dimana keempat kurva
menunjukkan setengah penuh. Ditemukan setelah pembacaan Dosimeter bahwa,
pemanasan saat pembacaan masih kurang efectif sehingga, kurva yang dihasilkan
kurang lengkap dan menjadi setengah kurva. Dalam hal ini, dosis background
dapat diabaikan mengingat jenis yang digunakan merupakan high delivered dose.
(El-Hafez dan Maghraby 2011).
Tabel 4.7. Hasil Sinyal Residu Keempat Sampel dari Post-Irradiation Reading
No Bahan Dosimetri
Background (nC)
Tmax (oC) Imax (nA) Total
(nC)
Persentase Residu
(%) 1 Brown
Agate 14,05 300 3,008 690,2 2,035
2 Dark Yellow Agate
3,237 300 0,720 124,9 2,591
3 Grey Agate 4,830 300 0,836 89,51 5,396
4 Dark Grey Agate
16,11 300 43,883 3588 0,448
Dari hasil table 4.7 dapat dikatakan bahwa pelet Dark Grey Agate-Teflon
memiliki stabilitas dari titik nol (zero point) yang terbaik dibandingkan Grey
Agate – Teflon, Brown Agate-Teflon, dan Dark Yellow Agate. Dalam hal ini,
terkait dengan sifat sensitivitas bahwa semakin sedikit residunya maka
sensitivitasnya semakin meningkat (Preusser, 2009).
BAB IV Hasil dan Pembahasan 83
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
4.3.5 Mengukur Tingkat Sensitivitas Batu Agate
Pengukuran tngkat dari sensitivitas suatu batu agate dilakukan dengan
penyinaran radiasi dengan menggunakan alat Gamma-Cell 220 (60Co) dengan
kondisi sampel dosis 10 kGy. Hasil dari pencampuran Teflon dan batu agate pada
setiap pellet TLD bervariasi dari 19 mg hingga 26 mg. untuk mendapatkan
sampel dengan komposisi 2:1 dan kondisi berat yang tepat seperti yang
diharapkan ternyata sangat sulit. Oleh sebab itu, untuk setiap sampel dilakukan
penimbangan ulang, sehingga berat sampel yang sebenarnya dapat diketahui.
Untuk satu variasi diambil tiga sampel yang setelah di dapatkan sensitivitasnya
kemudia kita mendapatkan rata-rata sensitivitas. Seperti table 4.8.
Tabel 4.8. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur heat treatment
200°C, 300°C, 400°C.
Temperatur Heat treatment Material Berat
(mg) Sensitivitas Rata - rata Sensitivitas
200'C
20.4 0.94
1.46 Brown Agate 25.6 0.82
17.3 2.63
24.4 0.25
0.38 Dark Yellow Agate 20.8 0.77 28 0.13 23.5 0.24
0.13 Grey Agate 26.3 0.08 26 0.08 23 1.75
1.77 Dark Grey Agate 21 2.17 19 1.39
300'C
19.8 0.67 1.16 Brown Agate 18 1.04
20 1.76 20 0.22
0.28 Dark Yellow Agate 19.1 0.23 31.9 0.37 17.9 0.12
0.22 Grey Agate 12.3 0.36 18.8 0.16 20 1.64 1.49
Dark Grey Agate 22 1.48
84 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
19.4 1.33 11.7 1.67 Brown Agate 13 1.71 2.31 19.5 3.54 13 0.96 Dark Yellow Agate 16.4 0.62 0.73
400'C 9.4 0.61 26.3 0.23 Grey Agate 11.8 0.75 0.43 20.9 0.29 20.5 15.30 Dark Grey Agate 22.5 15.94 13.95 25.5 10.60
Perbedaan berat jenis dari masing-masing material dosimeter memiliki kondisi
yang paling baik untuk memperoleh hasil intensitas atau respon TLD yang besar.
Berdasarkan hasil tabel diatas dapat diubah menjadi kurva perbandingan nilai
sensitivitas pada gambar dibawah ini.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 85
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.17. Perbandingan hasil sensitivitas (a) Temperatur Heat treatment
200°C, (b) Temperatue Heat treatment 300°C, (c) Temperatur Heat treatment
400°C.
Kurva respon dosis dari keempat sampel jenis pellet yang telah dilakukan
tiga jenis variasi perlakuan panas kemudian, dilakukan klasifikasi standar
dosimeter. Untuk menentukan material yang memiliki sifat dosimeter yang
paling baik.
Tabel 4.9 Nilai keempat jenis pellet dari kecocokan standar dosimeter
Standar
Sampel
Brown Agate
Dark Yellow Agate
Grey Agate
Dark Grey Agate
Reproduksibilitas *** ** * ****
Repeatability *** ** * **** Stabilitas dari titik nol (Residu)
*** ** * ****
Sensitivitas
200 °C *** ** * ****
300 °C *** ** * ****
400 °C *** ** * ****
Jumlah 18 12 6 24
Keterangan : Semakin banyak jumlah * artinya semakin baik sifat standar suatu
dosimeter tersebut.
dari keseluruhan pengujian dan pengelompokan dosimeter berbasis silika dengan
menggunakan batuan agate serta dikelompokan berdasarkan standar suatu
dosimeter didapatkan, bahwa material batuan Dark Gray Agate yang memiliki
sifat dosimeter yang paling baik dibandingkan batuan agate yang lain.
86 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
4.4 Peran Impurities Pada Reproduksibilitas Dosimeter Dari Radiasi
Radioaktif
Dari unsur radioaktif yang terdapat pada bahan material dosimeter seperti
uranium, hafnium, stibium/antimony, cesium dapat mempengaruhi Respon TL
dosimeter. Pada material dark grey agate memiliki kandungan senyawa selain
SiO2 yaitu, Na(Al Si3 O8) dimana unsur aluminium pada sodium aluminium
silikat termasuk usnur radioaktif. aluminium yang memiliki waktu paruh medium
tetapi, presentasi jumlah aluminium lebih besar dibandingkan 4 unsur radioaktif
yang lain. Komponen pengotor atau impuritis pada material dark grey agate lebih
banyak dibandingkan keempat material lainnya. Semakin banyak jumlah
impuritisnya akan mengubah kemurnian dan memperkecil jarak antara pita
konduksi dan pita valensi. Semakin kecil jarak antara pita valensi dan pita
konduksi, semakin mudah elektron itu untuk berpindah.
Material dark grey agate memiliki reproduksibilitas yang paling besar pada
gambar 4.14. Hal ini dikarenakan impuritas radioaktif yang ada pada material
tersebut lebih banyak dibandingkan material yang lain gambar 4.4. Sehingga,
mempengaruhi perpindahan elektron dari pita valensi menuju pita konduksi.
BAB IV Hasil dan Pembahasan 87
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
~ halamn ini sengaja dikosongkan ~
88 BAB IV Hasil dan Pembahasan
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari kesembilan material yang dijadikan sampel didapatkan 4 material
yang memiliki kualifikasi untuk dijadikan material Dosimeter berdasarkan
pengujian awal AAN (Analisa Aktifitas Neutron) untuk mengetahui unsur
radioaktif yang tergandung pada keempat material tersebut. Material
tersebut adalah brown agate, dark yellow agate, grey agate, dan dark grey
agate. Dark grey agate dan Brown agate mengandung unsur radioaktif
(Hafnium) yang paling besar yaitu, 4,29 ppm dan 2,16 ppm.
2. Berat jenis dari masing-masing material dosimeter mempengaruhi nilai
sensitivitas. Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur
sintering 200°C material brown agate memiliki sensitivitas terbesar ketika
memiliki berat 17,3 mg. material dark yellow agate memiliki sensitivitas
terbesar ketika memiliki berat 20,8 mg. material grey agate memiliki
sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 23,5 mg. material dark grey
agate memiliki sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 21 mg.
3. Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur sintering 300°C
material brown agate memiliki sensitivitas terbesar ketika memiliki berat
20 mg. material dark yellow agate memiliki sensitivitas terbesar ketika
memiliki berat 31,9 mg. material grey agate memiliki sensitivitas terbesar
ketika memiliki berat 12,3 mg. material dark grey agate memiliki
sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 20 mg.
4. Berdasarkan hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur sintering 400°C
material brown agate memiliki sensitivitas terbesar ketika memiliki berat
19,5 mg. material dark yellow agate memiliki sensitivitas terbesar
5. ketika memiliki berat 13 mg. material grey agate memiliki sensitivitas
terbesar ketika memiliki berat 11,8 mg. material dark grey agate memiliki
sensitivitas terbesar ketika memiliki berat 22,5 mg.
89
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
6. Dari keempat standar dosimeter yang diujikan, terbukti bahwa keempat
sampel dapat dijadikan sebagai material TLD alternative dan dapat
dipersiapkan untuk pembuatan aplikasi TLD.
7. Material dosimeter (Dark grey agate+Teflon) memiliki standar dosimeter
paling tinggi, dan dapat digunkaan sebagai dosimeter saat kecelakaan
radiasi pada suatu lingkungan.
5.2 Saran
1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut pada analisa temperature sintering
300°C yang mengalami penurunan nilai respon.
2. Diperlukan pengujian UV untuk mengetahui perubahan band gap terhadap
perlakuan heat treatment yang diberikan pada dosimeter.
3. Menggunakan serbuk Teflon sebagai agglitinator dosimeter, sehingga
perbandingan 1:2 lebih presisi pada setiap pellet.
4. Masih banyak batuan alam di Indonesia yang dapat digunakan sebagai
bahan dosimeter.
90 BAB V Kesimpulan dan Saran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
DAFTAR PUSTAKA .
Ben Bettaieb, Nasreddine., dkk. (2014) “Gamma radiation influences
pasting,thermal and structural properties of cornstarch”.Radiation Physics
and Chemistry. 1031–8.
Bos, A.J.J., dkk .(2001). “High sensitivity thermoluminescence dosimetry.
Nuclear Instruments and Methods in Physics”. B 184 3-28.
Candra,H, Pujadi, dan Wuriyanto G. 2010. ”Pengaruh Efek Geometri Pada
Kalibrasi efesiensi Detektor Semikonduktor HPGe menggunakan
Spektrometer Gamma”. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng &
DIY, Semarang
D’Amorim, R.A.P.O., Teixeira, M.I., Souza S.O., Sasaki J.M., and Caldas, L.V.E.
(2013).Physical, morphological and dosimetric characterization of the Teflon
agglutinator to thermoluminescent dosimtery. Journal of Luminescence 136
186–190
D’Amorim, R.A.P.O., Teixeira, M.I., Souza S.O., and Caldas, L.V.E. (2012).
“Influence of Teflons agglutinator onTLD spodumene pellets”. Journal of
Luminescence 132 266–269.
DELGADO, A., 1995, Basic Concepts of Thermoluminescence, Personal
Thermoluminescence Dosimetry (Ed. : M. Oberhofer), Report EUR 16 277
EN, Luxembourg ) pp. 47-69.
El-Hafez, Abd A.I., and Maghraby A. “Impact of reading pre irradiation
background signal on the post-irradiation glow curves of
thermoluminescence dosimeters”. Applied Radiation and Isotopes 69 (2011)
1533-1539.
Jain. M., Duller G.A.T., Wintle A.G., (2007). “Dose response, thermal stability
and optical bleaching of the 310 ◦C isothermal TL signal in quartz”.
Radiation Measurements 42 1285 – 1293.
91
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Laksono D.A, 2013 .“Analisa Pengaruh Jenis Material Dosimeter Alam Berbasis
Kuarsa dan Dosis Radiasi Terhadap Respon Dosis”, Tugas Akhir Jurusan
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
Ramaswamy, V, I. Kalaiarasi. 2012.”TL Glow Curve and Effect of Annealing
Analysis on Natural Barite Collected from Mangampeta”, India. Department
of Physics, Annamalainagar, Tamilnadu. India.
Sofyan, H., Suyati, dan Yuliati, H. (2005). “Pengembangan TLD-900 Kapiler
untuk Pemantauan Radiasi Lingkungan”. : P3KRBIN BATAN.
Safitri, R. 2010. “Pengujian Respon Dosis Radiasi Ionisasi dai Nd Silika Terdop
Sebagai Material Thermoluminisense Dosimeter”. Seminar Nasional
Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI. Jakarta
Sofyan, H. 2012.”Keunggulan dan Kelemahan Dosimeter Luminesensi Sebagai
Dosimeter Personal Dalam Pemantauan Dosis Radiasi Eksternal”. Seminar
Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan VIII. Jakarta
Teixeira, M. I., Divanizia N., Souza and Caldas, L.V.E. “Onyx as Radiation
Detector for High Doses: Instituto de Pesquisas Energeticas e Nucleares”,
Sao Paulo. Brazil (2011).
Teixeira, M.I., Caldas L.V.E. (2012) “Dosimetric characteristic of jasper samples
for high dose dosimetry”: Applied Radiation and Isotopes 70 1417–1419.
Thamrin, T,M dan Akhadi, M. 1999. ”Karakteristik Thermoluminesensi
Dosimeter SiO2”. PUSPITEK BATAN.
Verdianto, A., 2012, “Peningkatan Akurasi Proses Pembacaan Detektor TL Pada
TLD Reader Harsaw Model 3500”, Skripsi Program Studi Fisika, FMIPA-
Universitas Indonesia.
92 Daftar Pustaka
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Ridhwan Haliq, dilahirkan
di kota Balikpapan, 7 Maret 1992, merupakan putra
Kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak H.
Burahim dan Ibu hj Sumiaty skm. Penulis menempuh
pendidikan formal di Balikpapan dan Samarinda
yakni TK Tunas Harapan II Balikpapan, SD Patra
Dharma 3 Balikpapan, SMPN 1 Balikpapan dan
SMAN 10 Melati Samarinda, dan melanjutkan kuliah
di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS melalui jalur kemitraan.
Semasa perkuliahan, penulis aktif berorganisasi, dan kepemanduan di FTI-
ITS, serta pernah menjadi asisten praktikum. Selama semester 5 dan 6 penulis
menjadi asisten laboratorium Metalurgi I dan Praktikum Kimia Analitik di
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi. Dalam bidang organisasi berawal dari
Ketua Biro Administrasi BPM-JMMI Periode (2011-2012) dan Wakil Ketua
Kaderisasi Ash-habul Kahfi periode (2012-2013). Penulis pernah mengikuti
beberapa PKM. Mahasiswa ini mengikuti program fastrack mandiri untuk tingkat
master pada saat semester ke-tujuh di S1 dan terdaftar secara administrasi dengan
NRP.2713 201 908.
Penulis menyelesaikan program studi magister dengan Tesis berjudul
“KARAKTERISTIK DOSIMETER DARI BATU AGATE SEBAGAI
DOSIMETER DOSIS TINGGI”.
Email : [email protected]
125
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
LAMPIRAN
1. Hasil Pengujian XRD (X-ray Diffraction)
a. Brown Agate
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
2000
4000
BATU II (23-agt-2014)SiliconQuartz
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]
10.2346 11.02 0.5353 8.64325 0.20
21.0408 854.60 0.1338 4.22233 15.61 26.8282 5473.93 0.1673 3.32318 100.00 33.3295 13.77 0.1171 2.68833 0.25
35.1949 15.27 0.6691 2.55001 0.28 36.6819 383.24 0.1338 2.44998 7.00
39.6436 469.20 0.0836 2.27351 8.57 40.4364 227.09 0.0836 2.23074 4.15 42.5965 318.71 0.1004 2.12249 5.82
45.9632 222.53 0.1171 1.97456 4.07 50.2888 740.66 0.1428 1.81289 13.53 50.4441 440.11 0.1224 1.81217 8.04
55.0420 232.51 0.1020 1.66705 4.25 55.2073 123.48 0.0816 1.66658 2.26
55.4781 106.91 0.1632 1.65497 1.95 57.4137 11.32 0.4896 1.60369 0.21 60.1009 538.90 0.1428 1.53825 9.84
60.2509 369.55 0.1020 1.53859 6.75 64.1743 100.01 0.1632 1.45009 1.83 65.9252 18.42 0.2040 1.41575 0.34
67.8739 293.01 0.1836 1.37977 5.35 68.2847 452.38 0.0816 1.37247 8.26
68.4758 422.84 0.1020 1.36910 7.72 73.6100 118.77 0.1020 1.28577 2.17 75.8065 150.86 0.2040 1.25388 2.76
76.0297 88.16 0.1020 1.25387 1.61
93
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
77.7777 57.74 0.2448 1.22696 1.05 79.9823 159.65 0.0612 1.19859 2.92
81.3086 124.18 0.1632 1.18236 2.27 81.5933 166.88 0.1632 1.17895 3.05
83.9754 68.77 0.2448 1.15147 1.26 87.5632 12.89 0.2040 1.11329 0.24
b. Dark Yellow Agate
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
2000
4000
6000
BATU III (23-agt-2014)SiliconSilicon Oxide
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.4957 16.44 0.8029 8.42883 0.25 21.0210 987.87 0.1338 4.22626 14.81 26.7977 6668.23 0.1506 3.32690 100.00 36.6492 335.79 0.1506 2.45209 5.04 39.6359 493.67 0.1004 2.27393 7.40 40.4152 160.70 0.0836 2.23186 2.41 42.5662 272.42 0.0669 2.12393 4.09 45.9443 185.79 0.1506 1.97533 2.79 50.3005 780.55 0.1632 1.81250 11.71 50.4348 432.38 0.0816 1.81248 6.48 55.0013 211.03 0.1224 1.66818 3.16 55.4678 94.88 0.1632 1.65525 1.42 57.4267 12.47 0.4080 1.60336 0.19 60.1021 477.86 0.0816 1.53822 7.17 64.1451 95.11 0.2040 1.45068 1.43 65.8561 13.92 0.4896 1.41707 0.21 67.8620 318.69 0.0816 1.37998 4.78 68.2821 488.35 0.1020 1.37251 7.32 68.4665 420.06 0.1224 1.36927 6.30 73.5815 100.88 0.1632 1.28620 1.51 75.7804 142.47 0.1428 1.25425 2.14 77.7686 60.18 0.2448 1.22708 0.90 80.0152 144.02 0.1020 1.19818 2.16 81.2940 146.52 0.1020 1.18253 2.20 81.5668 156.39 0.1632 1.17927 2.35 83.9490 63.95 0.1632 1.15176 0.96 87.5928 13.68 0.2856 1.11299 0.21
94 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
c. Grey Agate
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
2000
4000
6000
BATU VIII (28-agt-2014)SiliconQuartz low, syn
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.6993 141.43 0.1171 6.97075 2.17 18.9689 29.13 0.2007 4.67858 0.45 19.9975 32.51 0.2007 4.44020 0.50 21.1156 1664.02 0.0669 4.20754 25.51 25.3568 99.71 0.1171 3.51259 1.53 26.8860 6523.99 0.1840 3.31617 100.00 30.0852 20.71 0.1338 2.97043 0.32 30.8258 74.15 0.1338 2.90073 1.14 32.3428 17.78 0.2007 2.76806 0.27 34.5342 215.82 0.0669 2.59727 3.31 35.2186 46.90 0.2676 2.54835 0.72 36.7668 450.20 0.0836 2.44452 6.90 37.8258 70.88 0.1673 2.37848 1.09 39.6515 370.21 0.1171 2.27307 5.67 40.4567 235.12 0.1004 2.22967 3.60 42.6933 1062.04 0.0612 2.11615 16.28 42.8126 490.79 0.0612 2.11577 7.52 45.2830 31.79 0.4080 2.00096 0.49 45.9958 194.73 0.1428 1.97160 2.98 48.1992 43.65 0.3264 1.88649 0.67 50.3210 577.65 0.1224 1.81181 8.85 55.0708 205.67 0.1428 1.66625 3.15 55.5524 72.02 0.1632 1.65294 1.10 56.9133 35.45 0.1224 1.61660 0.54 59.2887 92.19 0.2040 1.55737 1.41 60.1008 396.92 0.1224 1.53826 6.08 64.1969 67.10 0.1224 1.44963 1.03 66.0071 129.36 0.0816 1.41420 1.98 67.9071 218.51 0.1428 1.37918 3.35 68.3059 390.68 0.1224 1.37209 5.99 68.4892 304.00 0.1020 1.37227 4.66 73.6116 58.12 0.1632 1.28575 0.89 75.7991 134.03 0.0612 1.25399 2.05 77.8314 61.27 0.1632 1.22625 0.94 80.0099 139.83 0.1020 1.19825 2.14 80.2587 94.32 0.1224 1.19516 1.45 81.2727 61.24 0.2040 1.18279 0.94 81.6024 145.68 0.1224 1.17884 2.23 83.9405 66.71 0.1224 1.15186 1.02
Lampiran 95
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
d. Dark Grey Agate
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
BATU X (29-agt-2014)SiliconQuartz
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.5958 77.41 0.2676 7.02783 3.25 13.9798 84.92 0.1004 6.33504 3.56 19.1619 18.28 0.2007 4.63190 0.77 20.9814 487.59 0.1004 4.23416 20.45 22.1752 418.32 0.1506 4.00884 17.54 23.1428 62.23 0.1338 3.84336 2.61 23.7223 147.63 0.1171 3.75078 6.19 24.3406 302.30 0.0836 3.65688 12.68 25.1782 40.08 0.1338 3.53710 1.68 25.5023 64.82 0.1004 3.49288 2.72 26.7530 2384.43 0.1338 3.33236 100.00 27.8322 392.45 0.0669 3.20555 16.46 28.0594 798.08 0.1338 3.18011 33.47 28.3367 267.98 0.1338 3.14962 11.24 30.1981 97.49 0.2342 2.95958 4.09 30.6166 135.63 0.1338 2.92008 5.69 31.4166 57.01 0.2676 2.84752 2.39 34.0546 42.47 0.2007 2.63274 1.78 35.1986 71.81 0.1673 2.54975 3.01 36.6791 239.54 0.0669 2.45016 10.05 37.6555 31.27 0.4015 2.38884 1.31 38.9913 35.50 0.2676 2.31002 1.49 39.5924 174.83 0.1338 2.27633 7.33 40.3908 79.85 0.2007 2.23316 3.35 41.3962 13.25 0.4015 2.18122 0.56 42.5369 172.72 0.0612 2.12357 7.24 43.5559 30.46 0.2676 2.07794 1.28 45.9118 88.59 0.1171 1.97665 3.72 48.3098 29.36 0.5353 1.88399 1.23 49.3336 49.85 0.2007 1.84726 2.09 50.1926 289.16 0.1428 1.81614 12.13 50.3829 162.88 0.1020 1.81422 6.83 51.2834 77.78 0.2040 1.78004 3.26 53.3113 30.42 0.4896 1.71701 1.28 54.9602 83.60 0.1428 1.66933 3.51 59.6415 33.25 0.2856 1.54900 1.39 60.0239 170.26 0.1428 1.54004 7.14 61.8572 11.09 0.9792 1.49873 0.47 64.1593 34.71 0.3264 1.45039 1.46 65.4315 23.99 0.4896 1.42523 1.01 67.8038 113.82 0.1224 1.38103 4.77 68.1918 137.44 0.2448 1.37411 5.76 69.6851 26.85 0.6528 1.34827 1.13 71.2940 12.08 0.9792 1.32174 0.51 73.5902 32.73 0.4080 1.28607 1.37
96 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
75.7105 46.64 0.2040 1.25524 1.96 77.8558 28.00 0.4896 1.22592 1.17 79.9712 47.92 0.4080 1.19873 2.01 81.2225 41.47 0.3264 1.18339 1.74 83.9475 20.01 0.4896 1.15178 0.84
e. Brown Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
Brown Agate (Sebelum)
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 18.0851 1963.59 0.1171 4.90519 67.85 20.8693 456.43 0.1171 4.25665 15.77 26.6278 2893.96 0.1338 3.34774 100.00 31.6054 84.10 0.1338 2.83094 2.91 36.4982 184.48 0.1171 2.46188 6.37 39.4502 196.38 0.0669 2.28420 6.79 40.2796 114.75 0.1338 2.23907 3.97 41.3131 55.31 0.2007 2.18541 1.91 42.4420 167.82 0.0836 2.12986 5.80 45.7794 101.69 0.2007 1.98205 3.51 50.1008 305.33 0.1004 1.82076 10.55 54.8621 93.91 0.2007 1.67347 3.24 55.3002 52.30 0.2007 1.66125 1.81 56.2754 25.52 0.2676 1.63475 0.88 59.9208 179.52 0.1171 1.54372 6.20 64.0388 26.03 0.4015 1.45403 0.90 65.9641 13.56 0.6691 1.41618 0.47 67.7050 109.96 0.1004 1.38395 3.80 68.1240 168.81 0.1338 1.37645 5.83 73.4692 53.99 0.1004 1.28896 1.87 75.6530 53.11 0.2342 1.25709 1.84 77.8087 19.68 0.8029 1.22756 0.68 79.9581 41.02 0.3346 1.19989 1.42 81.4792 50.85 0.2007 1.18129 1.76 83.7869 37.53 0.2676 1.15453 1.30
Lampiran 97
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
f. Brown Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
Brown AGATE 400'C10kGy
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.2960 23.61 0.8029 8.59186 1.11 18.0885 1980.99 0.1171 4.90426 93.02 20.8828 376.48 0.1171 4.25391 17.68 23.9487 14.17 0.1673 3.71583 0.67 26.6389 2129.54 0.1004 3.34637 100.00 31.6095 71.40 0.2007 2.83058 3.35 36.5390 171.43 0.0502 2.45923 8.05 37.1606 67.23 0.1338 2.41951 3.16 39.4546 143.81 0.0836 2.28396 6.75 40.3300 82.76 0.1673 2.23638 3.89 41.2865 96.90 0.1004 2.18676 4.55 42.4468 144.87 0.0669 2.12963 6.80 45.7801 57.15 0.1004 1.98203 2.68 49.1980 22.86 0.2007 1.85203 1.07 50.1378 212.37 0.0669 1.81950 9.97 54.8543 69.88 0.0816 1.67231 3.28 59.9566 149.93 0.1673 1.54289 7.04 64.0548 34.12 0.2676 1.45371 1.60 67.7021 79.05 0.1004 1.38400 3.71 68.2382 132.18 0.3346 1.37443 6.21 73.5587 26.45 0.2676 1.28761 1.24 75.6420 68.55 0.1338 1.25724 3.22 77.6627 25.02 0.3346 1.22951 1.17 79.9901 38.08 0.4015 1.19949 1.79 81.3120 51.01 0.4015 1.18330 2.40 83.9638 22.85 0.4015 1.15255 1.07
98 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
g. Dark Yellow Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
Dark Yellow Agate (Sebelum)
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 18.0998 2438.97 0.1338 4.90122 70.99 20.8680 614.57 0.0836 4.25690 17.89 26.6312 3435.76 0.1020 3.34455 100.00 26.7164 1724.45 0.0408 3.34236 50.19 31.6112 91.92 0.2448 2.82809 2.68 36.5292 266.50 0.0612 2.45783 7.76 37.1668 41.20 0.2448 2.41712 1.20 39.4632 374.70 0.0612 2.28160 10.91 40.3234 73.85 0.2448 2.23489 2.15 41.3379 57.31 0.2448 2.18235 1.67 42.4559 298.39 0.0612 2.12743 8.68 42.5714 146.10 0.0612 2.12720 4.25 45.7735 142.77 0.0816 1.98066 4.16 50.1436 742.10 0.0816 1.81780 21.60 50.2850 374.92 0.0612 1.81752 10.91 54.8818 98.08 0.0816 1.67153 2.85 59.9559 470.29 0.0816 1.54162 13.69 60.1270 248.76 0.0816 1.54147 7.24 64.0349 67.72 0.1224 1.45291 1.97 65.9652 17.21 0.6528 1.41499 0.50 67.7299 249.55 0.0816 1.38235 7.26 67.9315 134.65 0.0816 1.38217 3.92 68.1370 212.99 0.0612 1.37508 6.20 68.3250 297.06 0.0816 1.37176 8.65 68.5224 112.77 0.0612 1.37169 3.28 69.1486 22.08 0.4896 1.35742 0.64 73.4746 16.33 0.9792 1.28781 0.48 75.6557 94.15 0.1224 1.25601 2.74 77.7692 28.49 0.4896 1.22707 0.83 79.8893 179.11 0.0816 1.19975 5.21 81.4778 60.15 0.1632 1.18033 1.75 83.8871 30.87 0.4896 1.15246 0.90 86.2687 19.35 0.2448 1.12664 0.56
Lampiran 99
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
h. Dark Yellow Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
Dark Yellow AGATE ; 400'C;10kGy
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 18.1000 1758.64 0.1338 4.90118 54.68 20.6673 126.51 0.0502 4.29779 3.93 20.8719 461.48 0.1004 4.25612 14.35 26.6652 3216.34 0.1020 3.34036 100.00 26.7501 1475.31 0.0408 3.33823 45.87 31.6454 68.77 0.2040 2.82512 2.14 36.5763 405.44 0.0612 2.45478 12.61 37.1616 61.11 0.1632 2.41745 1.90 39.4906 150.83 0.0612 2.28007 4.69 40.3057 98.23 0.1020 2.23583 3.05 41.3437 63.16 0.2448 2.18206 1.96 42.4714 134.84 0.0612 2.12669 4.19 45.7896 69.28 0.1632 1.98000 2.15 49.1668 20.35 0.4896 1.85160 0.63 50.1561 365.10 0.0816 1.81738 11.35 50.2977 206.78 0.0612 1.81709 6.43 54.8941 114.20 0.0816 1.67119 3.55 59.9649 371.54 0.0816 1.54142 11.55 60.1248 196.87 0.1224 1.53770 6.12 64.0428 55.53 0.1020 1.45275 1.73 65.9661 19.78 0.4896 1.41497 0.62 67.7488 125.81 0.1224 1.38201 3.91 68.1561 169.42 0.0816 1.37474 5.27 68.3496 209.51 0.0816 1.37132 6.51 73.4586 60.86 0.1224 1.28805 1.89 75.6552 44.33 0.2040 1.25602 1.38 77.6979 85.93 0.0816 1.22802 2.67 79.8999 89.60 0.0612 1.19962 2.79 81.1446 66.17 0.1224 1.18433 2.06 81.4503 128.39 0.1632 1.18066 3.99 81.7344 57.75 0.1224 1.18020 1.80 83.9409 24.39 0.4896 1.15185 0.76
100 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
i. Grey Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
Grey Agate (Sebelum) (Versi 2)
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.3213 42.16 0.3346 8.57086 1.76 12.4130 53.43 0.1004 7.13088 2.23 17.9661 2393.23 0.1338 4.93739 100.00 20.7429 303.57 0.1004 4.28230 12.68 25.0653 47.99 0.1673 3.55277 2.01 26.5330 2241.57 0.0836 3.35948 93.66 31.5274 110.57 0.2007 2.83777 4.62 34.1861 60.00 0.1338 2.62291 2.51 36.4284 215.18 0.0669 2.46644 8.99 39.3668 148.89 0.1673 2.28885 6.22 40.1973 118.90 0.1673 2.24346 4.97 41.2129 81.22 0.3346 2.19049 3.39 42.3561 208.07 0.0612 2.13221 8.69 42.8201 94.64 0.2007 2.11192 3.95 45.6817 93.25 0.1673 1.98607 3.90 50.0480 246.91 0.0612 1.82105 10.32 54.7563 56.00 0.1338 1.67645 2.34 59.0393 22.27 0.4015 1.56465 0.93 59.8598 174.88 0.1020 1.54387 7.31 60.0301 118.89 0.0816 1.54372 4.97 65.8823 18.21 0.6528 1.41657 0.76 67.6547 107.54 0.1428 1.38371 4.49 68.0642 211.33 0.1020 1.37638 8.83 68.2495 188.76 0.0816 1.37650 7.89 73.3747 47.96 0.1224 1.28932 2.00 75.5892 51.28 0.1224 1.25695 2.14 77.6655 15.78 0.9792 1.22845 0.66 79.8253 38.96 0.2448 1.20056 1.63 81.0969 62.11 0.1224 1.18491 2.60 81.3835 73.59 0.1224 1.18146 3.07 83.7519 32.79 0.3264 1.15397 1.37
Lampiran 101
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
j. Grey Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
Grey AGATE ; 400'C;10kGy
\
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.4951 70.14 0.0836 7.08425 2.17 18.0979 3225.45 0.1004 4.90173 100.00 20.8641 234.53 0.0836 4.25768 7.27 25.1687 33.66 0.1338 3.53841 1.04 26.6373 1772.51 0.0816 3.34380 54.95 26.7233 816.83 0.0408 3.34152 25.32 31.5714 70.01 0.1224 2.83156 2.17 34.3325 21.93 0.2040 2.60990 0.68 36.5342 126.61 0.0612 2.45751 3.93 37.1763 119.77 0.2040 2.41652 3.71 39.4733 141.43 0.0816 2.28103 4.38 40.3063 72.61 0.1632 2.23579 2.25 41.2958 129.99 0.2856 2.18447 4.03 42.4934 77.28 0.0816 2.12564 2.40 45.8020 34.17 0.3264 1.97949 1.06 49.2406 37.45 0.2448 1.84900 1.16 50.1375 223.20 0.0816 1.81801 6.92 54.8654 57.22 0.1224 1.67200 1.77 56.2962 30.87 0.2448 1.63285 0.96 59.9415 79.82 0.1224 1.54196 2.47 67.7534 75.65 0.1224 1.38193 2.35 68.1460 143.34 0.1020 1.37492 4.44 72.6774 39.95 0.3264 1.29996 1.24 75.6396 42.64 0.4896 1.25624 1.32 79.8091 25.50 0.4896 1.20076 0.79 81.2924 28.04 0.8160 1.18255 0.87
102 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
k. Dark Grey Agate ( Pellet sebelum di Heatreatment )
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
Dark Grey Agate (Sebelum) (Versi 2)
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.4411 28.19 0.2676 7.11487 1.29 18.1202 2184.54 0.1506 4.89576 100.00 20.8716 254.84 0.1004 4.25618 11.67 22.0772 114.18 0.1171 4.02640 5.23 23.5949 37.26 0.1004 3.77074 1.71 24.2488 76.57 0.1673 3.67051 3.51 25.1018 25.32 0.2007 3.54769 1.16 26.6478 1470.41 0.1171 3.34528 67.31 27.7477 113.62 0.1004 3.21512 5.20 27.9499 276.33 0.0836 3.19232 12.65 28.2252 86.22 0.1004 3.16180 3.95 30.1984 19.14 0.5353 2.95955 0.88 30.4895 46.67 0.1338 2.93196 2.14 31.6021 107.40 0.1004 2.83123 4.92 35.1507 20.94 0.4015 2.55311 0.96 36.5610 176.35 0.0502 2.45780 8.07 39.4751 99.27 0.1673 2.28282 4.54 40.3255 67.41 0.1004 2.23662 3.09 41.2576 42.82 0.5353 2.18822 1.96 42.4597 99.67 0.1004 2.12901 4.56 45.7912 53.36 0.1338 1.98157 2.44 49.1580 35.87 0.2007 1.85345 1.64 50.1468 160.62 0.0836 1.81920 7.35 54.8872 41.07 0.2007 1.67277 1.88 59.9453 86.30 0.1004 1.54315 3.95 62.6377 28.83 0.1004 1.48314 1.32 65.8471 9.96 0.8029 1.41842 0.46 67.7442 73.57 0.1338 1.38324 3.37 68.2417 62.20 0.3346 1.37436 2.85 75.6244 23.37 0.4015 1.25749 1.07 79.8870 24.83 0.4015 1.20078 1.14 81.3637 23.78 0.6691 1.18268 1.09
Lampiran 103
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
l. Dark Grey Agate (berbentuk Pellet sesudah di Heatreatment 400°C; 10 kGy)
Position [°2Theta] (Copper (Cu))20 30 40 50 60 70 80
Counts
0
1000
2000
3000
Dark Grey AGATE ; 400'C;10kGy Versi 2
Pos. [°2Th.] Height [cts] FWHM Left [°2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 12.5412 14.90 0.4015 7.05830 0.46 18.1118 3228.39 0.1171 4.89802 100.00 20.8789 234.19 0.0836 4.25470 7.25 22.0872 96.25 0.0836 4.02460 2.98 23.5590 41.31 0.1004 3.77640 1.28 24.2772 66.42 0.1673 3.66629 2.06 26.6461 1304.21 0.0836 3.34548 40.40 27.9705 234.28 0.0836 3.19001 7.26 28.2522 75.78 0.1004 3.15884 2.35 30.4786 35.07 0.2676 2.93298 1.09 31.5989 134.99 0.1171 2.83151 4.18 36.5592 157.24 0.0669 2.45792 4.87 37.1291 176.82 0.0669 2.42149 5.48 39.4804 87.05 0.2007 2.28253 2.70 41.3103 169.73 0.1338 2.18555 5.26 42.4313 97.24 0.1004 2.13037 3.01 45.8433 32.74 0.2676 1.97944 1.01 49.1714 44.96 0.2007 1.85297 1.39 50.1363 160.44 0.0669 1.81955 4.97 54.9210 30.77 0.2007 1.67182 0.95 56.2652 20.00 0.4015 1.63503 0.62 59.9406 82.65 0.1338 1.54326 2.56 67.7934 44.23 0.2007 1.38236 1.37 68.2374 65.58 0.2676 1.37444 2.03 72.6848 20.53 0.4015 1.30092 0.64 75.6603 27.92 0.4015 1.25698 0.86 77.8019 16.88 0.8029 1.22765 0.52 81.3069 15.43 0.6691 1.18336 0.48
104 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
2.PCPDF card no. 85-0335 : SiO2 struktur kristal hexagonal
3. Hasil Pengujian FTIR
a. Brown Agate
b. Dark Yellow Agate
Lampiran 105
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
c. Grey Agate
d. Dark Grey Agate
4. Hasil Standar Deviasi dan Coefisien Variasi
a. Dosis 0.1 kGy
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
200°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 6.019
8,766 3.240942 36.971 Agate Coklat 7.939
Agate Coklat 12.34
Agate Kuning Tua 15.52
7.36966 7.060278 95.8019 Agate Kuning Tua 3.457
Agate Kuning 3.132
106 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Tua Agate abu-abu 7.353
5.27666 2.572397 48.75 Agate abu-abu 2.399 Agate abu-abu 6.078 Agate abu-abu
Tua 9.853
7.95966 1.903623 23.91 Agate abu-abu Tua 7.980
Agate abu-abu Tua 6.046
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
300°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 9.22
7.94 1.447657 18.23245 Agate Coklat 6.369
Agate Coklat 8.231
Agate Kuning Tua 3.000
3.23066 0.201739 6.2396 Agate Kuning Tua 3.373
Agate Kuning Tua 3.319
Agate abu-abu 3.744 3.562 1.705299 47.87476 Agate abu-abu 5.169
Agate abu-abu 1.773 Agate abu-abu
Tua 10.84
8.27033 2.238372 27.06508 Agate abu-abu Tua 7.226
Agate abu-abu Tua 6.745
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
400°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 6.888
8.33166 1.605045 19.2644 Agate Coklat 10.06
Agate Coklat 8.047
Agate Kuning Tua 7.269
6.84666 0.4225 6.1709 Agate Kuning Tua 6.847
Agate Kuning Tua 6.424
Agate abu-abu 3.163 3.636 1.097906 30.19543 Agate abu-abu 4.891
Agate abu-abu 2.854 Agate abu-abu
Tua 70.34
66.1666 29.64139 44.79811 Agate abu-abu Tua 93.50
Agate abu-abu Tua 34.66
b. Dosis 1 kGy
Temperatur Kondisi Material Nilai Respon Rata–rata Standar CV (%)
Lampiran 107
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Dosimter (nC) Nilai Respon Deviasi Respon
Respon
200°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 33.23
82.70666 84.00441 101.5691 Agate Coklat 179.7
Agate Coklat 35.19
Agate Kuning Tua 16.25
13.57566 3.783303 27.86828 Agate Kuning Tua 15.23
Agate Kuning Tua 9.247
Agate abu-abu 26.96 17.61333 8.417624 47.79121 Agate abu-abu 15.25
Agate abu-abu 10.63 Agate abu-abu
Tua 76.13
132.82666 105.89625 79.725147 Agate abu-abu Tua 255
Agate abu-abu Tua 67.35
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
300°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 51.41
42.59666 8.607982 20.20811 Agate Coklat 42.17
Agate Coklat 34.21
Agate Kuning Tua 11.54
13.47333 2.727722 20.4016 Agate Kuning Tua 16.62
Agate Kuning Tua 12.26
Agate abu-abu 12.27 8.22066 3.947293 48.0168 Agate abu-abu 4.384
Agate abu-abu 8.008 Agate abu-abu
Tua 70.4
73.18 5.495361 7.509376 Agate abu-abu Tua 79.51
Agate abu-abu Tua 69.63
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
400°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 60.66
73.16333 19.83218 27.10673 Agate Coklat 96.03
Agate Coklat 62.80
Agate Kuning Tua 78.35
46.65 27.94114 59.89526 Agate Kuning Tua 25.60
Agate Kuning Tua 36.00
108 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Agate abu-abu 16.11 17.20333 9.56697 55.61115 Agate abu-abu 8.230
Agate abu-abu 27.27 Agate abu-abu
Tua 993.5
734.8333 303.520 41.304 Agate abu-abu Tua 810.3
Agate abu-abu Tua 400.7
c. Dosis 10 kGy
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
200°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 193.1
286.1666 145.9689807 0.510084 Agate Coklat 211.0
Agate Coklat 454.4
Agate Kuning Tua 61.55
86.33333 66.05895725 0.765162 Agate Kuning Tua 161.2
Agate Kuning Tua 36.25
Agate abu-abu 55.97 32.77333 20.09203905 0.613061 Agate abu-abu 21.53
Agate abu-abu 20.82 Agate abu-abu
Tua 402.7
374.1666 98.93560195 0.264416 Agate abu-abu Tua 455.7
Agate abu-abu Tua 264.1
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
300°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 133.3
224.8 114.2834634 0.508378 Agate Coklat 188.2
Agate Coklat 352.9
Agate Kuning Tua 44.90
69.86333 43.0733216 0.616537 Agate Kuning Tua 45.09
Agate Kuning Tua 119.6
Agate abu-abu 22.88 32.95666 10.99897419 0.33374 Agate abu-abu 44.69
Agate abu-abu 31.30 Agate abu-abu
Tua 329.6
305.3 40.45454239 0.132508 Agate abu-abu Tua 327.7
Agate abu-abu Tua 258.6
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi
CV (%) Respon
Lampiran 109
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Respon
400°C Pemakaian ke-1
Agate Coklat 195.7
369.5333 278.0334213 0.752391 Agate Coklat 222.7
Agate Coklat 690.2
Agate Kuning Tua 124.9
94.67333 34.0914085 0.360095 Agate Kuning Tua 101.4
Agate Kuning Tua 57.72
Agate abu-abu 60.88 70.69333 16.30074334 0.230584 Agate abu-abu 89.51
Agate abu-abu 61.69 Agate abu-abu
Tua 3138
3143.666 441.5272736 0.14045 Agate abu-abu Tua 3588
Agate abu-abu Tua 2705
d. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-2
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
200°C Pemakaian ke-2
Agate Coklat 306.1
307.5 146.9050033 0.47774 Agate Coklat 161.3
Agate Coklat 455.1
Agate Kuning Tua 126.4
88.56666 47.31838966 0.533465 Agate Kuning Tua 104.1
Agate Kuning Tua 35.60
Agate abu-abu 24.56 22.62333 2.273594804 0.100498 Agate abu-abu 20.12
Agate abu-abu 23.19 Agate abu-abu
Tua 308.8
309.9 41.66089293 0.134433 Agate abu-abu Tua 352.1
Agate abu-abu Tua 268.8
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
300°C Pemakaian ke-2
Agate Coklat 180.1
181.1333 5.819221025 0.032127 Agate Coklat 187.4
Agate Coklat 175.9
Agate Kuning Tua 45.63 79.07 67.71513346 0.856395
Agate Kuning 34.58
110 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Tua Agate Kuning
Tua 157.0
Agate abu-abu 36.83 36.67 0.664605146 0.018124 Agate abu-abu 37.24
Agate abu-abu 35.94 Agate abu-abu
Tua 247.5
259.7333 41.52424994 0.159873 Agate abu-abu Tua 306.0
Agate abu-abu Tua 225.7
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
400°C Pemakaian ke-2
Agate Coklat 193.3
252.1 59.8776252 0.237515 Agate Coklat 250.0
Agate Coklat 313.0
Agate Kuning Tua 82.10
73.89 17.28505424 0.23393 Agate Kuning Tua 85.54
Agate Kuning Tua 54.03
Agate abu-abu 60.12 72.36 19.46874675 0.269054 Agate abu-abu 94.81
Agate abu-abu 62.15 Agate abu-abu
Tua 3021
2954.333 269.2625732 0.091142 Agate abu-abu Tua 3184
Agate abu-abu Tua 2658
e. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-3
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
200°C Pemakaian ke-3
Agate Coklat 326.8
282.366 113.4738002 0.401867 Agate Coklat 153.4
Agate Coklat 366.9
Agate Kuning Tua 145.8
112.75 71.73268084 0.63621 Agate Kuning Tua 162.0
Agate Kuning Tua 30.45
Agate abu-abu 27.5 22.0066 5.093616921 0.231458 Agate abu-abu 17.44
Agate abu-abu 21.08 Agate abu-abu
Tua 292.9
293.9 22.41673482 0.076273 Agate abu-abu Tua 316.8
Agate abu-abu Tua 272.0
Lampiran 111
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
300°C Pemakaian ke-3
Agate Coklat 161.6
167.0333 15.86390032 0.094974 Agate Coklat 154.6
Agate Coklat 184.9
Agate Kuning Tua 33.32
69.08 62.63223451 0.906662 Agate Kuning Tua 32.52
Agate Kuning Tua 141.4
Agate abu-abu 26.07 32.60333 20.80417586 0.6381 Agate abu-abu 15.85
Agate abu-abu 55.89 Agate abu-abu
Tua 206.8
200.4333 57.71397866 0.287946 Agate abu-abu Tua 254.7
Agate abu-abu Tua 139.8
Temperatur Kondisi Material Dosimter
Nilai Respon (nC)
Rata–rata Nilai Respon
Standar Deviasi Respon
CV (%) Respon
400°C Pemakaian ke-3
Agate Coklat 210.1
165 39.09693083 0.236951 Agate Coklat 144.2
Agate Coklat 140.7
Agate Kuning Tua 104.8
94.33 28.67625673 0.303999 Agate Kuning Tua 116.3
Agate Kuning Tua 61.89
Agate abu-abu 33.43 54.42 24.12729367 0.44254 Agate abu-abu 49.3
Agate abu-abu 80.83 Agate abu-abu
Tua 2607
2704.666 213.0125192 0.078757 Agate abu-abu Tua 2949
Agate abu-abu Tua 2558
5. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy
(Annealing 200°C).
Annealing Sampel Dosis 10 kGy Rata-rata
CV (%) Respon Pemakaian-1 Pemakaian-2 Pemakaian-3
200°C
Brown Agate 0.510084 0.47774 0.401867 0.463230
Dark Yellow Agate 0.765162 0.533465 0.63621 0.644945
Grey Agate 0.613061 0.100498 0.231458 0.315005
Dark Grey Agate 0.264416 0.134433 0.076273 0.158374
112 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
6. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy (Annealing 300°C).
Annealing Sampel Dosis 10 kGy Rata-rata
CV (%) Respon Pemakaian-1 Pemakaian-2 Pemakaian-3
300°C
Brown Agate 0.508378 0.032127 0.094974 0.211826 Dark Yellow Agate 0.616537 0.856395 0.906662 0.793198 Grey Agate 0.33374 0.018124 0.6381 0.329988 Dark Grey Agate 0.132508 0.159873 0.287946 0.193442
7. Nilai CV (%) hasil pembacaan Keempat Jenis Pelet pada dosis 10 kGy
(Annealing 400°C).
Annealing Sampel Dosis 10 kGy Rata-rata
CV (%) Respon Pemakaian-1 Pemakaian-2 Pemakaian-3
400°C
Brown Agate 0.752391 0.237515 0.236951 0.408952 Dark Yellow Agate 0.360095 0.23393 0.303999 0.299341 Grey Agate 0.230584 0.269054 0.44254 0.314059 Dark Grey Agate 0.14045 0.091142 0.078757 0.103449
8. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur annealing 200°C.
Temperatur Sintering Material Berat
(mg) InTensitas
TL Intensitas TL/Berat Sensitivitas Rata - rata
Sensitivitas
200'C
Brown Agate 20.4 193.1 9.46 0.946568627 1.465792324 Brown Agate 25.6 211 8.24 0.82421875
Brown Agate 17.3 454.4 26.26 2.626589595
Dark Yellow Agate 24.4 61.55 2.52 0.252254098 0.385572795 Dark Yellow Agate 20.8 161.2 7.75 0.775
Dark Yellow Agate 28 36.25 1.29 0.129464286
Grey Agate 23.5 55.97 2.38 0.238170213 0.133370085 Grey Agate 26.3 21.53 0.81 0.081863118
Grey Agate 26 20.82 0.80 0.080076923
Dark Grey Agate 23 402.7 17.50 1.750869565 1.770289855 Dark Grey Agate 21 455.7 21.7 2.17
Dark Grey Agate 19 264.1 13.9 1.39
9. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur annealing 300°C.
Temperatur Sintering Material Berat
(mg) InTensitas
TL Intensitas TL/Berat Sensitivitas Rata - rata
Sensitivitas
300'C Brown Agate 19.8 133.3 6.73 0.67 1.16109596 Brown Agate 18 188.2 10.45 1.04
Lampiran 113
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Brown Agate 20 352.9 17.64 1.76
Dark Yellow Agate 20 44.9 2.24 0.22 0.27849831 Dark Yellow Agate 19.1 45.09 2.36 0.23
Dark Yellow Agate 31.9 119.6 3.74 0.37
Grey Agate 17.9 22.88 1.27 0.12 0.219214641 Grey Agate 12.3 44.69 3.63 0.36
Grey Agate 18.8 31.3 1.66 0.16
Dark Grey Agate 20 329.6 16.48 1.64 1.490178382 Dark Grey Agate 22 327.7 14.89 1.48
Dark Grey Agate 19.4 258.6 13.32 1.33
10. Data hasil perhitungan sensitivitas saat temperatur annealing 400°C.
Temperatur Sintering Material Berat
(mg) InTensitas
TL Intensitas TL/Berat Sensitivitas Rata - rata
Sensitivitas
400'C
Brown Agate 11.7 195.7 16.72649573 1.672649573
2.308404558 Brown Agate 13 222.7 17.13076923 1.713076923
Brown Agate 19.5 690.2 35.39487179 3.539487179
Dark Yellow Agate 13 124.9 9.607692308 0.960769231
0.731034822 Dark Yellow Agate 16.4 101.4 6.182926829 0.618292683
Dark Yellow Agate 9.4 57.72 6.140425532 0.614042553
Grey Agate 26.3 60.88 2.314828897 0.23148289
0.428403225 Grey Agate 11.8 89.51 7.58559322 0.758559322
Grey Agate 20.9 61.69 2.951674641 0.295167464
Dark Grey Agate 20.5 3138 153.0731707 15.30731707
13.95394229 Dark Grey Agate 22.5 3588 159.4666667 15.94666667
Dark Grey Agate 25.5 2705 106.0784314 10.60784314
11. Hasil DSC-TGA Teflon ( Polytetrafluoroethylene ) a. Berat Sampel Devirative
114 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
b. Cristalinity
c. Entalphy (Kuantitas Thermodinamik yang setara dengan total kandungan panas )
d. Heat flow and Sampel Weight
Lampiran 115
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
12. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-1
a. DarkGrey Agate (400°C)
b. Grey Agate (400°C)
c. Dark Yellow Agate (400°C)
116 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
d. Brown Agate (400°C)
e. Dark Grey Agate (300°C)
f. Grey Agate (300°C)
Lampiran 117
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
g. Dark Yellow Agate (300°C)
h. Brown Agate (300°C)
i. Dark Grey Agate (200°C)
118 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
j. Grey Agate (200°C)
k. Dark Yellow Agate (200°C)
l. Brown Agate (200°C)
Lampiran 119
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
13. Dosis 10 kGy Pemakaian ke-2
a. Dark Grey Agate (400°C)
b. Grey Agate (400°C)
c. Dark Yellow Agate (400°C)
120 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
d. Brown Agate (400°C)
e. Dark Grey Agate (300°C)
Lampiran 121
Laporan Tesis Program Studi S-2
Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
f. Grey Agate (300°C)
g. Dark Yellow Agate (300°C)
h. Brown Agate (300°C)
122 Lampiran
Laporan Tesis Program Studi S-2 Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
i. Dark Grey Agate (200°C)
j. Grey Agate (200°C)
k. Dark Yellow Agate (200°C)
Lampiran 123
Top Related