KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PRODUK FERMENTASI IKAN (BEKASAM)
DESNIAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Karakterisasi Bakteri Asam
Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam)” adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Desniar NIM G3611070011
ABSTRACT
DESNIAR. Characterization of Lactic Acid Bacteria from Fermented Fish Product (Bekasam). Under supervisions of IMAN RUSMANA, ANTONIUS SUWANTO, and NISA RACHMANIA MUBARIK.
Bekasam is an Indonesian fermented fish product that has sour taste and
mostly contain lactic acid bacteria (LAB). This study aimed to obtain and characterize LAB isolates from bekasam and to study their potency in inhibiting the growth of pathogenic bacteria, i.e. Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, and Listeria monocytogenes. LAB were isolated from bekasam using MRSA media supplemented with CaCO3 0.5%. Incubation was done at 37°C for 48 hours. The pure cultures were verified as LAB based on morphological and biochemical characteristics. LAB were obtained, then they were selected for their antimicrobial activity and further the determination of their antimicrobial compounds. Identification for the selected isolates was based on 16S rDNA sequences, followed by production of organic acids. From eight bekasam samples, total of LAB was 1.4 x108-9.0x108 CFU/g. Seventy four isolates were successfully isolated. It was found that 62 isolates (84%) belonged to LAB. Twenty three isolates could inhibit the growth of the five pathogenic bacteria in vitro. The highest inhibition zone was on S. aureus. However, neutralized supernatant of the LAB culture did not inhibit the growth of the pathogenic bacteria. While, cell free supernatant at pH 5 and 6 from 11 isolates did inhibit the growth of the pathogenic bacteria. BI(3), BP(3), BP(20) and SK(5) isolates growed in MRSB medium in vitro, They produced H2O2 concentrations are much smaller than the production of organic acids. The highest of antimicrobial activity was SK(5) isolates. Pellet of protein precipated from fourth isolates showed inhibitory zone against pathogenic bacteria, this inhibition is thought to have come from the bacteriocin, but will need more detailed testing. BI (3), BP (3) and BP (20) isolates showed antimicrobial activity of precipitated protein against E. coli, L. monocytogenes, and S. typhimurium, respectively, with concentration of ammonium sulfate at 40%, 10% and 70-80%, respectively. While SK (5) isolates showed antimicrobial activity only against S. typhimurium with concentration of ammonium sulfat at 40%, 60% and 70%. Molecular identification based on 16S rDNA sequence revealed that BI(3), BP(3), and BP(20) isolates were Pediococcus pentosaceusi IE 3 with similarity of 98%, 97%, and 98%, respectively. While SK(5) isolates showed 93% similarity to Lactobacillus plantarum subsp. plantarum NC 8. Productivity of organic acids from BI(3) isolates was the best than the other three isolates. The dominant organic acid content of BP (3) and SK (5) isolates were lactic acid while the BI (3) and BP (20) isolates were acetic acid. Thus BI (3), BP (3), BP (20) and SK (5) showed antimicrobial activity which could be useful in food preservation.
Keywords: bekasam, characterization, lactic acid bacteria,
RINGKASAN
DESNIAR. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam). Dibimbing oleh IMAN RUSMANA, ANTONIUS SUWANTO, dan NISA RACHMANIA MUBARIK.
Indonesia kaya akan produk-produk olahan tradisional. Salah satunya adalah bekasam. Bekasam adalah produk fermentasi ikan yang rasanya asam dan banyak mengandung bakteri asam laktat (BAL). Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari secara terperinci, sehingga hampir tidak ada laporan ilmiah yang berhubungan dengan bekasam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan mengkarakterisasi BAL asal bekasam dan mengetahui potensinya sebagai penghasil senyawa antimikrob terhadap bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan, yaitu Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes.
Sampel bekasam dilakukan analisis kimia (pH, kadar garam dan total asam) dan mikrobiologi (total bakteri aerob dan total bakteri asam laktat). BAL asal bekasam diisolasi dari cawan hasil penghitungan total BAL menggunakan medium MRSA yang ditambah dengan CaCO3 0,5%. Inkubasi dilakukan pada 37°C selama 48 jam. Kultur murni diverifikasi sebagai BAL berdasarkan karakteristik morfologi dan biokimia. BAL yang didapatkan kemudian diseleksi kemampuannya dalam menghasilkan antimikrob menggunakan metode double layer dan difusi sumur agar. Kemudian dipilih 4 isolat dan ditentukan substansi senyawa antimikrob yang dihasilkannya. Identifikasi untuk isolat terpilih berdasarkan pada sekuen 16S rDNA. Terakhir dilakukan produksi total asam dan menentukan kandungan asam organik yang dihasilkan oleh isolat terpilih.
Total BAL dari delapan sampel bekasam ialah 1,4 x 108 – 9,0 x 108 CFU/g. Tujuh puluh empat isolat telah berhasil diisolasi dari bekasam. Ditemukan 62 isolat (84%) termasuk ke dalam kelompok BAL. Duapuluh tiga isolat darinya dapat menghambat kelima bakteri patogen. Indeks penghambatan yang paling besar ialah pada S. aureus. Akan tetapi supernatan bebas sel yang dinetralkan dari kultur BAL tidak menghambat pertumbuhan kelima bakteri patogen. Sedangkan supernatan bebas sel dengan pH 5 dan 6 dari 11 isolat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hasil ini menunjukkan bahwa penghambatan oleh BAL terhadap bakteri patogen karena asam organik dan selain asam organik yang dihasilkannya.
Isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) yang ditumbuhkan dalam medium MRSB secara in vitro menghasilkan H2O2 dengan konsentrasi yang jauh lebih kecil daripada produksi asam organik. Aktivitas antimikrob tertinggi pada isolat SK(5). Endapan dari hasil pengendapan protein keempat isolat menghasilkan zona hambat terhadap bakteri patogen, hambatan ini kemungkinan berupa antimikrob peptida atau bakteriosin, akan tetapi perlu pengujian lebih rinci dan mendalam. Isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) menunjukkan aktivitas antimikrob dari endapan proteinnya masing-masing terhadap L. monocytogenes, E. coli, dan S. typhimurium, dengan masing-masing pengendapan pada konsentrasi amonium sulfat 40%, 10% dan 70-80%. Sedangkan isolat SK(5) aktivitas antimikrobnya
hanya terhadap S. typhimurium pada konsentrasi ammonium sulfat 40%, 60% dan 70%. Substansi antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL ini terutama adalah asam organik. Hal ini membuktikan bahwa asam organik ini menjadi faktor utama dalam pengawetan dan pemberi rasa asam pada bekasam. Hasil penelitian ini merupakan yang pertama dilaporkan tentang BAL pada produk bekasam yang ada di Indonesia dan potensi antimikrobnya.
Identifikasi molekuler berdasarkan sekuen 16S rDNA menunjukkan bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) adalah Pediococcus pentosaceus IE 3 dengan kemiripan masing-masing 98%, 97% dan 98%. Sedangkan isolat SK(5) menunjukkan kemiripan 93% dengan Lactobacillus plantarum subsp. plantarum NC 8.
Produktivitas total asam organik terbaik ialah pada isolat BI(3). Kandungan asam organik yang dominan pada isolat BP(3) dan SK(5) ialah asam laktat sedangkan isolat BI(3) dan BP(20) ialah asam asetat. Dengan demikian isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) berpotensi untuk digunakan dalam pengawetan makanan.
Kata kunci: bekasam, bakteri asam laktat, karakterisasi
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PRODUK FERMENTASI IKAN (BEKASAM)
DESNIAR
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc (Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB)
Dr. Ir. Fitri Fegatella (PT. Charoen Pokphand, Jakarta)
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. drh. Idwan Sudirman (Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH, IPB )
Dr. Jimmy Hariantono (PT. Yakult)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi : Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam)
Nama : Desniar
NIM : G361070011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si. Ketua
Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc. Dr. Nisa Rachmania M, M.Si. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Gayuh Rahayu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 25 Juli 2012 Tanggal Lulus :…………….
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Oktober 2009 ini ialah bakteri asam laktat, dengan judul Karakterisasi Bakteri
Asam Laktat dari Produk Fermentasi Ikan (Bekasam).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.
Iman Rusmana, M.Si, dan Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc serta Dr. Nisa
Rachmania M, M.Si selaku komisi pembimbing yang tak henti-hentinya
memberikan masukan, motivasi dan semangat kepada penulis sehingga karya
ilmiah ini dapat diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Karmawati, Ibu Yauma, dan Ibu Siti para pengolah bekasam di
Sumatera Selatan dan Bapak Fakhrul Rozi dan Bapak Nazirin dari DKP Sumatera
Selatan serta Ibu Warmi pengolah bekasam di Indramayu, Bu Ika, Alim, Santi dan
Barlian yang telah membantu penulis selama pengambilan sampel. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Imran di Balai Pengujian Mutu
Produk Peternakan, Bogor yang telah membantu penulis dalam penelitian serta
Mbak Ari, Pepi, Bu Ema, Bu Butet dan dini serta semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan Pak Puji dan Bu Ratih atas
bantuan, semangat dan kebersamaannya. Kepada teman-teman di Departemen
THP, FPIK, IPB yang selalu memberi doa, dorongan dan semangat untuk segera
menyelesaikan studi S3 ini penulis ucapkan terima kasih atas semuanya.
Ungkapan terima kasih yang tak tehingga juga disampaikan kepada Bapak, Ibu,
Suami, adikku Eva serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Agustus 2012
Desniar
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Basri (Almarhum) dan Rohanis. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2003. Selanjutnya, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan program doktor pada program studi Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun 2007 melalui program Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, sejak tahun 1998. Bidang penelitian yang menjadi kompetensi penulis adalah Mikrobiologi dan Bioteknologi Hasil Perairan. Karya ilmiah berjudul Aktivitas bakteriosin dari bakteri asam laktat asal bekasam telah diterbitkan dalam Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, yang dipublikasikan oleh Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia dan Senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat asal bekasam yang akan diterbitkan dalam jurnal Akuatika, Universitas Pajajaran. Artikel lain berjudul Chracterization of lactic acid bacteria isolated from bekasam masih pada tahap review kedua yang akan diterbitkan dalam Emirates Journal of Food and Agriculture. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................ 1 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat dalam Fementasi ...................................... 5 Metabolisme Karbohidrat oleh BAL ........................................... 8 Fermentasi Ikan: Bekasam .......................................................... 14 Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL ....................... 17 Isolasi Bakteriosin ....................................................................... 24 Mekanisme Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL .................. 26 Aplikasi BAL dan Senyawa Antimikrob yang Dihasilkannya dalam Pengawetan Makanan ....................................................... 29 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 33 Bahan dan Alat ............................................................................ 33 Prosedur Penelitian ..................................................................... 30 Analisis Mikrobiologi dan Kimia Sampel Bekasam, Isolasi dan Verifikasi BAL ............................................................................ 34 Seleksi dan dan Uji Aktivitas Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL ..................................................................................... 37 Penentuan Substansi Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL .... 38 Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat ................... 40 Produksi Asam dan Kandungan Asam Organik yang Dihasilkan oleh BAL ..................................................................................... 41 HASIL Bakteri Asam Laktat dari Bekasam ............................................ 43 Aktivitas Antimikrob dari Isolat BAL ........................................ 45 Substansi Senyawa Antimikrob dari BAL .................................. 46 Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL ................................... 50 Produksi Asam Organik dan Aktivitas Antimikrobnya Selama Pertumbuhan Isolat BAL............................................................. 55
PEMBAHASAN
Bakteri Asam Laktat asal Bekasam dan Aktivitas Antimikrob yang Dihasilkannya ..................................................................... 61 Substansi Antimikrob dari Isolat BAL ........................................ 66
Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL ................................... 71 Produksi Asam Organik dan Aktivitas Antimikrobnya Selama
Pertumbuhan ............................................................................... 77 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...................................................................................... 85 Saran ............................................................................................ 85 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 87
LAMPIRAN ............................................................................................ 95
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Embden–Meyerhof–Parnas pathway yang digunakan oleh BAL homofermentatif ............................................................................. 10
2 Jalur fosfoketolase yang digunakan oleh BAL heterofermentatif .. 11
3 Jalur alternatif piruvat .................................................................... 13
4 Tingkatan molekul air disekitar residu hidrofobik pada permukaan suatu protein ................................................................................... 24
5 Skema dua tahap yang terlibat dalam mekanisme aksi dari bakteriosin klass IIa (Drider et al. 2006) ...................................... 27
6 Bagan alir tahapan penelitian ......................................................... 35
7 Sampel bekasam yang digunakan dalam penelitian ....................... 43
8 Hasil isolasi isolat penghasil asam dari bekasam menggunkan CaCO3 sebagai indikator ............................................................... 44
9 Deteksi aktivitas antimikrob dari isolat BAL terhadap bakteri uji dengan metode double layer. ......................................................... 45
10 Konsentrasi asam laktat dan konsentrasi H2O2 yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3) , BP(20), dan SK(5) pada 24 jam, 48 jam, dan 72 jam inkubasi ...................................................................... 47
11 Aktivitas antimikrob dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap lima bakteri uji 47
12 Aktivitas antibakteri dari supernatan isolat BI(3) (10a), BP(3) (10b), BP(20) (10c) dan SK (5) (10d). ........................................... 48
13 Aktivitas antibakteri dari endapan isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK (5). ..................................................................................... 49
14 Zona hambat dari endapan isolat BP(20) dan BI(3) terhadap E. coli pada kosentrasi ammonium sulfat 10-80%. ....................... 49
15 Konsentrasi protein dari supernatan dan endapan pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK (5) ............................................................. 50
16 Morfologi koloni dan sel isolat BI(3), BP(3), BP(20 ), dan SK(5) 51
17 Gel agarosa yang menunjukkan pita potongan DNA dari gen penyandi 16S rRNA hasil amplifikasi PCR ................................... 54
18 Dendogram pohon filogenetik isolat BAL dengan bootstrap dan disejajarkan dengan isolat Genbank ............................................... 55
19 Hubungan perubahan pH dan optical dencity (OD) dengan lama inkubasi selama 48 jam pertumbuhan pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) .......................................................................... 56
20 Hubungan lama inkubasi dengan konsentrasi total asam yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) ................. 58
21 Hubungan zona hambat yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam terhadap bakteri uji L. monocytogenes, S. typhimurium, E. coli, B. cereus, dan S. aureus ........................................................................................ 59
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Bakteriosin bakteri asam laktat dan karakteristik utamanya (Parada et al. 2007) ......................................................................... 22
2 Karakteristik bekasam dengan parameter kimia dan mikrobiologinya 44
3 Jumlah bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam dengan karakteristik mofologi dan biokimianya ......................................... 45
4 Kisaran zona hambat dan indeks penghambatan pada masing- masing bakteri uji ........................................................................... 46
5 Karakterisasi isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) .................... 52
6 Hasil uji fermentasi gula dengan API 50 CHL ............................... 53
7 Perbandingan hasil identifikasi menggunakan API 50 CHL dan sekuen 16S rRNA dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) ..... 54
8 Kecepatan pertumbuhan maksimum (µmax) , laju pembentukan produk (qp) dan waktu generasi (g) isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(50) ...................................................................................... 57
9 Kandungan asam organik setelah inkubasi 48 jam pada isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) .............................................................. 58
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kurva standar protein dengan Bovine Serum Albumin (BSA) ............ 97
2 Hasil verifikasi isolat BAL .................................................................. 97
3 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan metode double layer 100
4 Hasil seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob supernatan tanpa dinetralkan dan yang dinetralkan dengan metode difusi sumur agar terhadap lima bakteri uji....................................................................... 103
5 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan perlakuan supernatan yang tidak dintralkan dan ditetapkan pada pH 5 dan 6 ...................... 106
6 Pengukuran pH, OD660, konsentrasi asam laktat, dan konsentrasi H2O2 pada kultur MRSB dari empat isolat BAL setelah inkubasi 24, 48, dan 72 jam ...................................................................................... 108
7 Gambar zona hambat dari keempat isolat dengan inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap L. Monocytogenes ...................................................... 108
8 Hasil uji API KIT CHL 50 pada isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam .................................................... 109
9 Pertumbuhan dan pembentukan produk asam pada keempat isolat selama fase eksponensial ..................................................................... 109
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia kaya akan produk-produk indigineous olahan tradisional. Salah
satunya adalah bekasam. Bekasam merupakan produk fermentasi ikan Indonesia
yang rasanya asam, banyak dikenal di daerah Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan
Kalimantan Selatan. Proses pembuatan bekasam umumnya masih menggunakan
proses fermentasi secara spontan dengan bahan baku ikan air tawar, garam dan
sumber karbohidrat seperti nasi atau tape dengan lama fermentasi sekitar 4-10
hari. Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari secara
terperinci, sehingga hampir tidak ada laporan ilmiah yang berhubungan dengan
bekasam.
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan mikroorganisme dominan yang
ditemukan dalam produk fermentasi ikan (Ostergaard et al. 1998). BAL
memainkan peran penting di dalam fermentasi makanan yang menyebabkan
perubahan aroma dan tekstur bersamaan dengan pengaruh pengawetan dengan
hasil peningkatan daya awet pada produk akhir (Hugas 1998). Bakteri asam laktat
ini mempunyai potensi besar dalam menghasilkan senyawa antimikrob.
Sebagaimana yang telah dilaporkan bahwa BAL dapat memproduksi beberapa
metabolit yang mempunyai aktivitas sebagai antimikrob seperti asam organik
(asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Ross et al.
2002, Diop et al. 2007, Galvez et al. 2007).
BAL telah dilaporkan ada pada produk fermentasi ikan Thailand seperti
pla-ra, pla-chom, plaa-som dan som-fak. Bakteri asam laktat yang dominan pada
produk pla-ra dan pla-chom yaitu Lactobacillus acidipiscis sp. nov dan Weissella
thailandensis sp. nov (Tanasupawat et al. 2000), pada produk plaa-som, yaitu
Pediococcus pentosaceus, Lactabacillus alimentarius/farciminis, Weisella
confusa, L. plantarum dan Lactococcus garviae (Paludan-Muller et al. 2002)
Lactobacillus spp., Pediococcus spp., Aerococcus spp., Carnobacterium spp., dan
Enterococcus spp. (Kopermsub et al. 2006), dan pada produk som-fak, yaitu
Lactococcus lactis subsp. lactis, Leuconostoc citreum, Lactobacillus paracasei
subsp. paracasei, Weisella confusa, L. plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus
2
(Paludan-Muller et al. 1999). Weissella cibaria 110 (plaa-som) menghasilkan
bakteriosin yang dikenal sebagai weissellicin 110 (Srionnual et al. 2007), dan
plantaricin W yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum PMU33 (som-fak)
(Noonpakdee et al. 2009).
Bakteriosin yang berasal dari BAL atau BAL yang menghasilkan
bakteriosin secara umum dianggap aman untuk konsumsi manusia. Oleh karena
itu bakteriosin dari BAL berpotensi sebagai pengawet makanan alami
(biopreservatif). Hugas (1998) menyatakan bahwa saat ini sistem biopreservatif
seperti kultur BAL bakteriosinogenik dan/atau bakteriosinnya telah diterima dan
dikembangkan sebagai pendekatan baru untuk mengendalikan mikroorganisme
patogen dan pembusuk.
Selain menghasilkan bakteriosin BAL juga berpotensi menghasilkan
senyawa antimikrob lain seperti asam organik (terutama asam laktat), diasetil dan
hidrogen peroksida. Berbagai jenis asam organik beserta komponennya digunakan
sebagai bahan tambahan pangan (food additives) yang dapat dimasukkan secara
langsung pada makanan manusia. Asam organik ini faktanya adalah preservatif
yang paling umum digunakan dalam makanan, memiliki status GRAS (generally
recognized as safe), dan memiliki spektrum yang luas sebagai agen antibakteri.
Asam organik efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas
antibakteri, mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants)
(Theron & Lues 2011).
Beberapa bakteri asam laktat memproduksi H2O2 dalam kondisi
pertumbuhan aerobik. H2O2 adalah bahan pengoksidasi yang kuat dan dapat
bersifat antimikrob terhadap bakteri, jamur, dan virus (juga bakteriofag). Dalam
kondisi anaerobik, sangat sedikit H2O2 yang diharapkan akan dihasilkan oleh
galur tersebut (Ray 2004).
Asam laktat adalah asam organik yang banyak digunakan dalam aplikasi
industri secara luas. Asam laktat juga merupakan asam hidroksi yang
diklasifikasikan sebagai GRAS oleh FDA (Food Drug Administration) dan sangat
sering digunakan dalam makanan sebagai penambah rasa asam, bahan flavor,
bahan bufer pH, dan tentu saja sebagai pengawet. Meskipun asam laktat juga
memilki aplikasi yang luas dalam farmaceutikal, industri kulit, dan tekstil, akan
3
tetapi pada tahun 1995 pernah dilaporkan bahwa di USA 85% asam laktat
digunakan dalam makanan dan aplikasi yang berkaitan dengan makanan (Theron
& Lues 2011).
Asam laktat adalah produk akhir yang banyak dari fermentasi karbohidrat
oleh BAL. Akan tetapi, dapat dihasilkan secara komersial dengan sintesis kimia
dan fermentasi. Sintesis kimia menghasilkan campuran dari dua isomer sedangkan
selama fermentasi bentuk murni optik dari asam laktat dihasilkan. Kira-kira 90%
total asam laktat dunia diproduksi dengan fermentasi bakteri. Total nilai pasar
asam organik pada tahun 2009 sebesar 3 juta $ (Theron & Lues 2011).
Akan tetapi informasi aspek mikrobiologi fermentasi bekasam masih
terbatas karena belum dipelajari secara terperinci dan hampir tidak ada laporan
ilmiah yang behubungan dengan bekasam khususnya bekasam hasil olahan dari
pengolah lokal yang ada di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui dan mendapatkan isolat BAL dari bekasam dan menggali
potensinya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang berhubungan
dengan makanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum ialah untuk mendapatkan BAL asal
bekasam dan mengetahui potensinya sebagai penghasil senyawa antimikrob
terhadap bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan. Secara khusus,
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengisolasi dan menyeleksi BAL dari bekasam sebagai penghasil antimikrob.
2. Memproduksi dan mengkarakterisasi substansi senyawa antimikrob yang
dihasilkan oleh isolat BAL asal bekasam.
3. Mengkarakterisasi dan mengidentifikasi isolat BAL terpilih secara morfologis,
fisiologis dan genetik.
4. Produksi asam dari isolat BAL terpilih dan menguji aktivitas antimikrobnya
terhadap bakteri patogen serta menentukan kandungan asam organik yang
dihasilkannya.
4
Manfaat Penelitian
Isolat BAL yang diperoleh sebagai penghasil antimikrob setelah melalui
uji aktivitas terhadap bakteri patogen yang berhubungan dengan makanan dapat
diaplikasikan lebih lanjut pada berbagai produk pangan baik segar ataupun
olahan, khususnya bahan baku dan produk hasil perairan sebagai biopreservatif.
Isolat BAL tersebut juga dapat dimanfaatkan bagi pengolahan produk fermentasi
khususnya fermentasi ikan untuk menghasilkan produk dengan mutu yang lebih
baik dan lebih higienis. Isolat BAL penghasil asam laktat dapat dikembangkan
untuk produksi asam laktat yang dapat diaplikasikan lebih lanjut pada industri
makanan, pakan hewan, farmasi, tekstil, kimia, dan plastik.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi
Bakteri asam laktat (BAL) umumnya didefinisikan sebagai kelompok
penghasil asam laktat, %G+C rendah, tidak berspora, Gram positif batang dan
kokus, bersifat fermentatif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak motil dan
toleran terhadap asam. Bakteri asam laktat dibedakan dari bakteri Gram positif
lain yang juga menghasilkan asam laktat (seperti, Bacillus, Listeria, dan
Bifidobacterium) berdasarkan atas sejumlah perbedaan (Hutkins 2006), antara
lain sebagian besar mesofilik, tetapi ada beberapa yang dapat tumbuh pada suhu
4 oC atau suhu tinggi (45 oC), pH pertumbuhan 4,0–4,5, tetapi galur tertentu dapat
toleran dan tumbuh pada pH di atas 9,0 atau pH rendah 3,2 (Bamforth 2005).
Ada 16 genus BAL, 12 diantaranya aktif di dalam konteks makanan
(Bamforth 2005). Bakteri asam laktat biasanya diketahui aman berdasarkan status
yang diberikan oleh Generally Regarded As Safe (GRAS), dan mempunyai peran
penting dalam pengawetan makanan dan produk fermentasi. Bakteri ini dapat
digunakan sebagai mikrobiota kompetitif alami atau sebagai kultur starter spesifik
di bawah kondisi yang terkendali (Cintas et al. 2001; Papagianni et al. 2006).
Bakteri asam laktat mempunyai potensi yang besar untuk digunakan dalam
biopreservasi karena bakteri ini aman untuk dikonsumsi dan selama penyimpanan
bakteri ini secara alami mendominasi mikrobiota dari beberapa makanan (Stiles
1996).
Bakteri asam laktat merupakan dasar biologi dari banyak makanan
fermentasi. Bakteri ini memainkan peran penting di dalam fermentasi makanan
yang menyebabkan perubahan aroma dan tekstur bersamaan dengan pengaruh
pengawetan yang menghasilkan peningkatan daya awet pada produk akhir (Stiles
1996; Hugas 1998). Kontribusi yang paling penting dari bakteri ini ialah untuk
mengawetkan kualitas nutrisi bahan baku dan menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk dan patogen (Diop et al. 2007). Hambatan ini karena BAL dapat
memproduksi beberapa metabolit seperti asam organik (asam laktat dan asetat),
hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Ross et al. 2002; Diop et al. 2007;
Galvez et al. 2007). Selain itu BAL juga merupakan sumber bermacam-macam
6
enzim seperti enzim malolaktik, proteolitik, peptidolitik, glikosidase,
pendegradasi polisakarida, urease, fenoloksidase, dan lipase (Matthews et al.
2004).
Bakteri asam laktat digunakan dalam makanan fermentasi karena
kemampuannya untuk melakukan metabolisme gula dan membuat produk akhir
asam laktat dan asam yang lainnya. Ada dua jalur fermentatif, yaitu
homofermentatif dan heterofermentatif. Jalur homofermentatif, lebih dari 90%
substrat gula di ubah menjadi asam laktat. Berlawanan dengan jalur
heterofermentatif menghasilkan kurang lebih 50% asam laktat dan 50% sebagai
asam asetat, etanol dan karbon dioksida. Bakteri asam laktat mempunyai satu atau
dua jalur ini (yaitu obligat homofermentatif atau obligat heterofermentatif),
meskipun ada beberapa spesies yang mempunyai metabolisme yang memerlukan
keduanya (fakultatif homofermentatif) ( Ross et al. 2002; Hutkins 2006).
Kelompok homofermentatif terdiri dari Lactocococcus, Pediococcus,
Enterococcus, Streptococcus dan beberapa Lactobacillus menggunakan Embden–
Meyerhof–Parnas pathway untuk merubah 1 mol glukosa menjadi 2 mol laktat.
Sedangkan bakteri heterofermentatif menghasilkan jumlah laktat, CO2, dan etanol
dengan molar yang sama dari glukosa menggunakan jalur heksosa monophosphat
atau pentose, dan menghasilkan hanya setengah energi dari kelompok
homofermentatif. Anggota kelompok ini meliputi Leuconostoc, Weissella dan
beberapa Lactobacillus (Ross et al. 2002).
Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan
makanan karena memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu
menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya,
sedangkan bakteri heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavor
dan komponen aroma, seperti asetaldehida dan diasetil (Fardiaz 1989).
Bakteri asam laktat homofermentatif meliputi Lactococcus lactis,
Streptococcus thermophilus, Lactobacillus helveticus, dan L. delbrueckii subsp.
bulgaricus (digunakan sebagai organisme starter produk susu); Pediococcus sp.
(digunakan dalam kultur sosis); and Tetragenococcus (digunakan dalam kecap
kedelai). Beberapa BAL heterofermentatif juga digunakan dalam fermentasi
makanan, yaitu meliputi L. mesenteroides subsp. cremoris dan Leuconostoc lactis
7
(digunakan dalam fermentasi susu), L. mesenteroides subsp. mesenteroides dan
Leuconostoc kimchii (digunaka dalam fermentasi sayuran), O. oeni (digunakan
dalam fermentasi anggur) dan Lactobacillus sanfranciscensis (digunakan dalam
roti sourdough) (Hutkins 2006).
Isolasi BAL dari produk fementasi telah banyak dilakukan. Bakteri ini ada
secara alami dengan mikroorganisme lain dan bertanggungjawab untuk
pengasaman dan pematangan. Selain itu ada khamir dan bakteri lain juga diisolasi,
akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada BAL. Bakteri asam laktat paling
banyak tersebar luas dan merupakan mikroorganisme yang diinginkan dalam
fermentasi makanan. Bakteri ini mengubah karbohidrat yang ada menjadi asam
laktat, dengan jumlah asam asetat yang kecil, menghasilkan penurunan pH
(Tanasupawat & Visessanguan 2008).
Kelly et al. (1996) telah melakukan isolasi BAL dari berbagai bentuk
makanan yang dijual siap saji (daging, ikan dan produk susu), dan isolat penghasil
bakteriosin yang khusus ditemukan dalam produk ini adalah spesies Lactobacillus
dan Leuconostok. Sedangkan pada produk buah dan sayuran sebagian besar isolat
penghasil bakteriosin yang ditemukan adalah Lactococcus.
Coventry et al. (1997) juga telah melakukan isolasi BAL dari 72 sampel
produk susu dan daging diperoleh 663.533 koloni, yang terdeteksi rata-rata 0,2%
penghasil bakteriosin. Isolasi juga dilakukan terhadap 40 sampel ikan dan sayuran
diperoleh 83.000 koloni yang terdeteksi rata-rata 3,4 % penghasil bakteriosin.
Isolat penghasil bakteriosin dikarakterisasi dengan reaksi biokimia dan dengan
profil enzim restriksi DNA dan identifikasi taksonomi menunjukkan spesies
Lactobacillus, Carnobacterium dan Lactococcus berdasarkan pada sekuen
16S rDNA.
Dewan & Tamang (2007) juga melakukan isolasi BAL dari 58 sampel
produk susu fermentasi yang dikumpulkan dari tempat yang berbeda di India,
Nepal dan Bhutan diperoleh 128 isolat BAL. Berdasarkan karakteristik fenotip
meliputi uji gula API, BAL yang dominan diidentifikasi sebagai Lactobacillus
bifermentans, L. paracasei subsp. pseudoplantarum, L. kefir, L. hilgardii,
L. alimentarius, L. paracasei subsp. paracasei, L. plantarum, Lactococcus lactis
subsp. lactis, L. lactis subsp. cremoris dan Enterococcus faecium. Bakteri asam
8
laktat ini menghasilkan spektrum enzim yang luas dan menunjukkan aktivitas
galaktosidase, leusine-acrylamidase dan phosphatase yang tinggi.
Bakteri asam laktat juga telah ditemukan sebagai mikroorgansime
dominan dalam beberapa produk fermentasi ikan (Ostergaard et al. 1998), seperti
telah diisolasi di dalam fish sauce, yaitu Lactobacillus sp. (Ijong & Ohta 1995),
L. acidipiscis dan Weissella thailandensis (Tanasupawat et al. 2000),
Tetragenococcus halophilus dan Tetragenococcus muriaticus (Thongsanit et al.
2002) dan Lactobacillus dan Lactococcus lactis (Miao-xia et al. 2009). Selain
BAL dalam fish sauce di Thailand (nam-pla) juga ditemukan archaea ekstrim
halofilik, Halobacterium salinarum (Thongthai et al. 1992) dan bakteri ekstrim
halofilik, Lentibacillus halophilus sp.nov (Tanasupawat et al. 2006).
Isolasi BAL dari dari produk fermentasi ikan plaa-som di Thailand juga
telah dilakukan oleh Paludan-Muller et al. (2002), yaitu P. pentosaceus,
L. alimentarius/farciminis, Weisella confusa, L. plantarum dan Lactococcus
garviae. Selain itu BAL juga telah telah diisolasi dari bahan baku dan selama
proses fermentasi som-fak oleh Paludan-Muller et al. (1999), meliputi
Lactococcus lactis subsp. lactis, Leuconostoc citreum, L. paracasei subsp.
paracasei, Weisella confusa, L. plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus.
Tanasupawat et al. (1998) menyatakan bahwa ada 47 galur BAL
homofermentatif berbentuk batang dan 5 heterofermentatif bentuk bulat yang
diisolasi dari 4 jenis fermentasi ikan (pla-ra, pla-chom, kung-chom dan hoi-dong).
Diop et al. (2007) telah berhasil mengisolasi 220 galur BAL dari 32 sampel
makanan fermentasi tradisional di Sinegal.
Metabolisme Karbohidrat oleh BAL
BAL mempunyai dua jalur utama fermentasi heksosa, yaitu fermentasi
homolaktik, dengan kata lain glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas pathway) dan
fermentasi heterolaktik yaitu jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase (6-PG/PK).
Berdasarkan kedua jalur fermentasi utama ini BAL dibagi ke dalam tiga kategori
metabolism, yaitu homofermentatif obligat, heterofermentatif obligat dan
fakultatif heterofermentatif. BAL homofermentatif obligat hanya dapat
memfermentasi gula dengan glikolisis, sedangkan BAL heterofermentatif obligat
9
hanya menggunakan jalur 6-PG/PK dan BAL fakultatif heterofermentatif
mempunyai kemampuan untuk menggunakan kedua jalur (Aarnikunnas 2006).
Tahap pertama glikolisis adalah fosforilasi glukosa menjadi fruktosa 1,6-
difosfat (FDP) dan memisahkannya menjadi dihidroksiasetonfosfat (DHAP) dan
giseraldehid-3-fosfat (GAP), (bentuk DHAP juga dirubah menjadi GAP). GAP
kemudian dirubah menjadi piruvat melalu jalan yang meliputi dua tahap
fosforilasi level substrat. Terakhir, piruvat direduksi menjadi asam laktat oleh
laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan NADH sebagai kofaktor. Dalam
glikolisis reduksi kofaktor NADH adalah dioksidasi ulang menjadi NAD+ dan
kemudian kesetimbangan redoks dihasilkan (Gambar 1). Dalam glikolisis (jalur
Embden-Meyerhof-Parnas), dibawah kondisi normal, yaitu gula tidak dibatasi dan
oksigen dibatasi, satu molekul glukosa secara teori difermentasi menjadi dua
molekul asam laktat yang menghasilkan perolehan bersih dua molekul ATP
(adenosin trifosfat) (Axelsson 2004).
Tahap pertama fosforilasi glukosa pada jalur 6-PG/PK sama seperti
glikolisis. Tahap jalur kuncinya adalah dehidrogenase glukosa-6 P menjadi
6-fosfoglukonat, dekarboksilasinya diikuti oleh pemisahan silulosa-5-fosfat
kedalam GAP dan asetil fosfat oleh fosfoketolase. GAP dimetabolisme menjadi
asam laktat melalui jalur yang sama dengan glikolisis. Tanpa penambahan aseptor
elektron, asetil fosfat kembali direduksi menjadi etanol melalui asetil CoA dan
asetaldehid (Gambar 2). Pada jalur 6-PG/PK, produk akhirnya tidah hanya asam
laktat, tetapi CO2 dan etanol juga dihasilkan. Secara teori, pada jalur 6-PG/PK
perolehan bersih ATP adalah satu mol ATP/mol glukosa, dimana hanya setengah
dari yang dihasilkan pada glikolisis (Axelsson 2004).
10
Gambar 1 Embden–Meyerhof–Parnas pathway yang digunakan oleh BAL homofermentatif. Garis putus-putus menunjukkan bagian oksidasi-reduksi NAD/NADH dari pathway (Hutkins 2006).
11
Gambar 2 Jalur fosfoketolase yang digunakan oleh BAL heterofermentatif
(Hutkins 2006). Beberapa BAL mampu memfermentasi gula pentosa dan permease khusus
digunakan untuk memasukkan gula pentosa ke dalam sel. Di dalam sel, pentosa
difosforilasi dan dirubah menjadi ribulosa-5-fosfat atau silulosa-5-fosfat oleh
epimerase dan isomerase. Senyawa ini kemudian dimetabolisme oleh setengah
12
bagian bahwa jalur 6-PG/PK. Fermentasi pentosa menghasilkan produk akhir
yang berbeda dibandingkan dengan fermentasi heksosa melalui jalur 6-PG/PK.
Tidak ada tahap dekarboksilasi yang dibutuhkan dan tidak ada CO2 yang
terbentuk. Karena reaksi dehidrogenasi tidak diperlukan dalam reaksi yang
menghasilkan produk perantara silulosa-5-fosfat, redukasi asetil fosfat menjadi
etanol menjadi berlebihan. Sebaliknya asetil fosfat digunakan oleh enzim asetat
kinase dalam suatu tahap fosforilasi level substrat menghasilkan asetat dan ATP.
Fermentasi pentosa menghasilkan produksi jumlah molar yang sama dari asam
laktat dan asam asetat (Axelsson 2004).
BAL diketahui mampu merubah metabolismenya dalam merespon
berbagai macam kondisi, yang mengakibatkan pola produk akhirnya berbeda
daripada yang tampak dengan fermentasi glukosa dibawah kondisi normal. Piruvat
mempunyai posisi kunci dalam fermentasi dimana mampu menghasilkan NAD+
supaya melanjutkan fermentasi. Tergantung pada kondisi tertentu, piruvat dapat
digunakan dalam cara laternatif lain daripada mereduksinya menjadi laktat
(Gambar 3). Kemampuan menggunakan jalur piruvat yang berbeda ini adalah spesifik
galur (Hutkin 2006, Axelsson 2004).
Ada beberapa situasi yang memungkinkan jalur alternatif piruvat, yaitu
pertama, glikolisis ialah subjek untuk beberapa tingkat regulasi, seperti ketika
substrat fermentasi yang terbatasi, fluks glikolitik cenderung berkurang
(Axelsson, 2004). Secara khusus, ketika konsentrasi fruktosa-1 ,6-difosfat rendah,
aktivitas laktat dehidrogenase dikurangi. Kemudian, piruvat terakumulasi. Pada
saat yang sama bahwa aktivitas laktat dehidrogenase menurun, enzim piruvat-
format liase, diaktifkan. Enzim ini memisahkan piruvat untuk membentuk format
dan asetil CoA. Asetil CoA kemudian direduksi menjadi etanol atau terfosforilasi
menjadi asetil fosfat (kedua reaksi melepaskan CoA). Yang penting, asetil fosfat
dapat digunakan sebagai bagian dari reaksi fosforilasi tingkat substrat (melalui
asetat kinase), yang menghasilkan pembentukan ATP (Hutkins 2006). Terutama,
jalur ini digunakan oleh beberapa galur dari Lb. casei dan Lc. lactis, yang dikultur
dalam kondisi anaerob secara kontiniu dengan pembatasan substrat, sehingga
mengakibatkan perubahan dari homolaktat menjadi heterofermentatif. Produk
akhir yang terbentuk adalah laktat, asetat, format, dan etanol. Produk ini terbentuk
13
dengan jumlah maksimum pada penurunan kecepatan pertumbuhan menurun,
yaitu pada dilution rate yang lebih rendah dalam kultur kontinius
(Axelsson 2004).
Gambar 3 Jalur alternatif piruvat. Keterangan: 1. Diasetil sintase, 2. asetolaktat
sintase, 3. piruvat-format liase, 4. Piruvat dehidrogenase, 5. Piruvat oksidase dan 6. Asetat kinase (Axelsson 2004).
Di bawah lingkungan aerobik, piruvat-format liase tidak aktif, dan jalur
lainnya yang menjadi aktif. Dalam jalur piruvat dehidrogenase, misalnya, piruvat
didekarboksilasi oleh piruvat dehidrogenase, sehingga asetat dan CO2 yang
terbentuk. NADH yang biasanya mereduksi piruvat juga dioksidasi langsung oleh
molekul oksigen ketika lingkungannya aerob, sehingga penyediaannya tidak
14
tersedia untuk reaksi laktat dehidrogenase. Secara khusus, piruvat dapat berfungsi
sebagai substrat untuk α-asetolaktat sintase untuk membentuk α-asetolaktat.
Asetolaktat kemudian lebih jauh dioksidasi untuk membentuk diasetil, yang
memiliki sifat aroma yang diinginkan (Hutkins 2006).
Fermentasi Ikan : Bekasam
Selain pengeringan, fermentasi adalah metode pengawetan yang paling tua
didunia. Fermentasi menjadi populer dengan gambaran peradaban karena tidak
hanya mengawetkan makanan tetapi juga memberikan bermacam-macam rasa,
bentuk, dan sensasi rasa lainnya. Perlahan orang menyadari nilai nutrisi dan
terapeutik dari makanan dan minuman fermentasi yang membuat makanan
fermentasi saat ini menjadi lebih populer (Prajapati & Nair 2003).
Sebagai sebuah proses, fermentasi terdiri atas transformasi sederhana
bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai tambah dengan menggunakan
fenomena pertumbuhan mikroorganisme dan/atau aktivitasnya pada bermacam-
macam substrat. Ini berarti bahwa pengetahuan tentang mikroorganisme menjadi
penting untuk memahami proses fermentasi (Prajapati & Nair 2003). Makanan
fermentasi terus menerus popular, karena beberapa alasan, yaitu dapat
meningkatkan daya awet, nilai nutrisi, fungsionalitas dan sifat-sifat organoleptik,
unik serta dapat meningkatkan nilai ekonomi (Hutkins 2006).
Makanan fermentasi mengandung bermacam-macam komponen
fungsional yang berasal dari bahan atau yang terbentuk selama fermentasi.
Keuntungan makanan fermentasi yang dapat mendukung kesehatan yaitu
(Tanasupawat & Visessanguan 2008):
1. Meningkatkan digestibility (daya cerna)
2. Meningkatkan bioavailability
3. Meningkatkan kandungan mikronutrisi seperti, vitamin dan kofaktor
4. Sifat-sifat probiotik dan prebiotik
5. Produk mikrob seperti, enzim, metabolit dan bioaktif peptida yang
dikeluarkan setelah pencernaan protein makanan secara enzimatik.
Fermentasi ikan merupakan suatu teknik pengolahan ikan secara
tradisional yang biasa dilakukan masyarakat nelayan Indonesia di samping
15
penggaraman, pemindangan, pengeringan dan pengasapan. Fermentasi ikan
menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikrob tertentu
dan menghambat pertumbuhan mikrob yang menyebabkan kebusukan sehingga
hanya mikrob tahan garam yang hidup. Jenis mikrob yang ada sangat menentukan
senyawa-senyawa yang terbentuk dalam produk fermentasi. Akan tetapi
fermentasi ikan dengan menggunakan sumber karbohidrat seperti bekasam, pada
umumnya membutuhkan garam dalam jumlah yang rendah dibandingkan dengan
fermentasi yang menggunakan ikan dan garam saja (Murtini et al. 1997).
Produk fermentasi ikan Indonesia memiliki bentuk, bahan baku dan tipe
fermentasi yang beragam serta umumnya masih menggunakan proses fermentasi
secara spontan. Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari
secara terperinci, oleh karena itu informasi ilmiah yang berhubungan dengan
produk tersebut sulit ditemukan. Studi lanjut dengan mengidentifikasi BAL yang
terlibat dalam fermentasi disarankan untuk meningkatkan kualitas produk yang
dapat dicapai dengan penggunaan BAL yang terpilih (Irianto & Irianto 2009).
Bekasam merupakan salah satu produk olahan fermentasi ikan yang
rasanya asam, banyak dikenal di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan
Selatan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bekasam pada umumnya
ialah ikan air tawar, garam dan bahan tambahan berupa karbohidrat seperti nasi,
tepung tapioka, beras sangrai dan tape ketan. Hasil fermentasi inilah yang akan
menjadi bahan pengawet ikan dan memberikan rasa aroma yang khas. Bahan
makanan ini biasanya dibumbui lagi dengan cabai dan gula, sebelum disajikan
sebagai lauk-pauk (Murtini et al. 1997).
Proses pembuatan bekasam diawali dengan menyiangi ikan kemudian
direndam terlebih dahulu dalam larutan garam 16% selama dua hari (48 jam).
Ikan yang telah digarami kemudian ditiriskan, selanjutnya ditambah dengan
sumber karbohidrat (misalnya nasi atau tape ketan). Ikan yang telah ditambah
karbohidrat kemudian dimasukan ke dalam stoples plastik dan ditutup rapat untuk
difermentasi selama satu minggu atau lebih. Secara prinsip pengolahan bekasam
di berbagai daerah Indonesia ialah sama, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan,
misalnya setelah ikan dibersihkan ada yang langsung dicampur dengan garam dan
nasi, dan ada pula yang direndam terlebih dahulu dengan garam beberapa hari
16
baru ditiriskan dan diberi nasi, kemudian dimasukkan kedalam plastik, diikat dan
disimpan dalam wadah tertutup misalnya toples/tong, setelah itu difermentasi
selama kurang lebih satu minggu (Irianto & Irianto 2009).
Burongisda adalah produk sejenis bekasam yang berasal dari Philipina.
Burongisda ini dibuat dari campuran ikan air tawar, nasi, garam dan angkak
(beras merah sebagai pewarna). Proses fermentasi burongisda berlangsung
selama satu minggu sampai daging ikan menjadi lembut serta rasa dan bau asam
mulai berkembang. Bakteri asam laktat yang dominan pada produk ini ialah
Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviciae, dan Lactobacillus plantarum
(Olympia 1992).
Som-fak, plaa-som, pla-ra dan pla-chom ialah produk sejenis bekasam
yang berasal dari Thailand. Som-fak adalah produk fermentasi yang terdiri atas
fillet ikan, garam (2-5 %), nasi (2-12 %), dan irisan bawang putih (4 %) yang
dicampur dan dibungkus dengan daun pisang atau kantong plastik kemudian
difermentasi pada suhu 30 oC selama 2-5 hari. Mikroflora yang akan mendominasi
yaitu BAL. Lactococcus lactis subsp.lactis, Leuconostoc citreum, Lactobacillus
paracasei subsp. paracasei, Weisella confusa, Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus pentosus dan Pediococcus pentosaceus telah diisolasi dari bahan
baku dan selama proses fermentasi som-fak (Paludan-Muller et al. 1999).
Plaa-som terdiri dari ikan air tawar, garam, nasi dan bawang putih Bakteri
asam laktat yang diisolasi dari produk ini ialah Pediococcus pentosaceus,
Lactabacillus alimentarius/farciminis, Weisella confusa, L. plantarum dan
Lactococcus garviae (Paludan-Muller et al. 2002). Kopersumb et al. (2006) juga
mengisolasi bakteri asam laktat dari produk plaa-som, yaitu Lactobacillus spp.,
Pediococcus spp., Aerococcus spp., Cornobacterium spp. dan Enterococcus spp.
Pla-ra dan pla-chom ialah produk fermentasi ikan yang terdiri
atas ikan, garam, dan tepung nasi panggang akan tetapi pada pla-chom
ditambah dengan bawang putih (Tanasupawat & Visessanguan 2008).
Lactobacillus acidipiscis sp. nov dan Weissella thailandensis sp. nov telah
diisolasi dari fermentasi ikan (pla-ra dan pla-chom) (Tanasupawat et al. 2000).
17
Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL
Karena metabolisme fermentatifnya, BAL menghasilkan asam organik,
yaitu substansi antimikrob yang penting. Substansi antimikrobial lainnya yang
dihasilkan BAL adalah hidrogen peroksida, CO2, diasetil dan bakteriosin
(Ouwehand & Vesterlund 2004)
Asam Organik. Asam organik merupakan sunstansi antimikrob yang
telah digunakan paling lama dan paling luas dan telah menyediakan suatu
keamanan dalam pengawetan makanan (Ouwehand & Vesterlund 2004).
Ross et al. (2002) menyimpulkan dari beberapa laporan bahwa beberapa asam
organik seperti asam laktat, asetat dan propionat dihasilkan sebagai produk akhir
yang memberikan lingkungan asam sehingga tidak menguntungkan untuk
pertumbuhan beberapa mikroorganisme patogen dan pembusuk. Pengaruh
antimikrob dari asam organik umumnya mengganggu potensial membran sel,
menghambat transpor aktif, mengurangi pH intraseluler, dan penghambatan
bermacam-macam fungsi metabolik. Asam organik mempunyai aksi yang luas
dan dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram-negatif, khamir dan
kapang.
Asam organik lemah memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai
pengawet makanan karena sifat aktivitas antibakterinya. Asam organik ini
faktanya adalah preservatif yang paling umum digunakan dalam makanan,
berstatus GRAS, memiliki spektrum yang luas sebagai bahan antibakteri. Asam
organik sangat efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas
antibakteri, mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants).
Asam organik dapat mengurangi pertumbuhan bakteri dengan menurunkan pH
dari produk makanan ke tingkat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
(Theron & Lues 2011).
Menurut Alakomi et al. (2000) bahwa sifat antimikrob asam laktat karena
rendahnya pH. Asam laktat pada konsentrasi 5mM atau pH 4 dapat menyebabkan
gangguan pada permeabilitas membran luar bakteri Escherichia coli O157:H7,
Pseudomonas aeruginosa, and Salmonella enterica serovar typhimurium.
Efek antimikrob dari asam asetat, propionat dan laktat adalah karena
molekul andisosiasinya. Konstanta disosiasinya (pKa) lah 4,8 untuk asam asetat,
18
4,9 untuk asam propionat dan 3,8 untuk asam laktat. Dengan demikian, sebagian
besar pH makanan (5.0 dan di atasnya), fraksi tak terdisosiasi dari ketiga asam ini
bisa sangat rendah, dan paling rendah adalah untuk asam laktat. Efektivitas
antimikrob asam laktat lebih rendah mungkin karena pKanya rendah (Ray 2004).
Setiap bakteri memiliki ketahanan masing-masing terhadap jenis asam
organik yang berbeda. L. monocytogenes memiliki kerentanan yang lebih besar
terhadap asam laktat dibandingkan dengan asam asetat. E. coli dan S. typhimurium
memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam asetat. B. cereus
yang merupakan golongan bakteri Gram positif memiliki kerentanan yang tinggi
terhadap asam laktat dan asam propionat (Theron & Lues 2011). Charlier et al.
(2009) menyatakan bahwa S. aureus akan bertambah rentan terhadap asam
apabila terjadi peningkatan kadar garam. Bakteri S. aureus juga sangat peka
terhadap aktivitas asam asetat.
Hidrogen Peroksida. Beberapa BAL menghasilkan H2O2 di bawah
kondisi pertumbuhan aerob dan karena kekurangan katalase selular,
pseudokatalase atau peroksidase, BAL ini melepaskannya ke dalam lingkungan
untuk mencegah dirinya sendiri dari antimikrobnya. Beberapa galur BAL dapat
memproduksi H2O2 pada kondisi pertumbuhan yang cocok. H2O2 cukup
menyebabkan bakteriostatik (6-8 µg/ml) tapi jarang bersifat bakterisidal
(30-40 µg/ml). Hidrogen peroksida merupakan agen pengoksidasi kuat dan dapat
menjadi antimikroba terhadap bakteri, jamur dan virus (juga bakteriofage). Pada
kondisi anaerob, sangat sedikit H2O2 yang dapat dihasilkan dari strain ini. Aksi
antibakteri ini dihasilkan dari sifat pengoksidasi kuat dan kemampuannya untuk
merusak komponen selular, khususnya membran. Karena sifat oksidasinya, maka
dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dalam mutu pangan, seperti
diskolorasi pada daging yang diproses, sehingga penggunaannya terbatas dalam
pengawetan pangan (Ray 2004). Aktivitas H2O2 terhadap bakteri Gram positif,
termasuk BAL, umumnya bakteristatik, sedangkan beberapa bakteri Gram negatif
lebih cepat terbunuh (Ouwehand & Vesterlund 2004).
Karbon Dioksida. Karbon dioksida terutama dibentuk selama fermentasi
asam laktat heterofermentatif, tetapi juga beberapa jalur metabolisme
menghasilkan CO2 selama fermentasi. CO2 mempunyai pengaruh antimikrob
19
ganda. Bentuk ini membuat lingkungan anaerob dan CO2 dalam lingkungannnya
sendiri mempunyai aktivitas antimikrob. Mekanisme aktivitas ini tidak diketahui,
tetapi dinytakan bahwa dekarboksilasi secara enzimatik dihambat dan bahwa
akumulasi CO2 di lipid bilayer menyebabkan disfungsi permeabilitas membrane.
Pada konsentrasi rendah CO2 dapat merangsang pertumbuhan beberapa
mikroorganisme sedangkan pada konsentrasi tinggi dapat mencegah pertumbuhan.
Karena aktivitas antimikrobnya, CO2 sekarang umum digunakan sebagai
komponen dari modified atmosphere packages. Bakteri Gram negatif dilaporkan
lebih sensitif terhadap CO2 daripada bakteri Gram positif (Ouwehand &
Vesterlund 2004).
Diasetil. Diasetil dihasilkan oleh beberapa spesies BAL dalam jumlah
yang banyak terutama melalui metabolism sitrat. Beberapa studi menunjukkan
bahwa diaseti bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Bakteri Gram negatif lebih sensitif pada pH 5,0 atau lebih rendah. Diasetil efektif
pada konsentrasi 0,1 - 0,25%. Studi terakhir menunjukkan bahwa kombinasi
dengan panas, diasetil lebih bakterisidal daripada digunakan sendiri. Aksi
antimikrobnya dihasilkan oleh penginaktifan beberapa enzim penting. Grup
dikarboksil (-CO-CO-) bereaksi dengan arginin dalam enzim dan memodifikasi
situs katalitiknya (Ray 2004). Diasetil dihasilkan oleh spesies dan galur dari genus
Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus sama seperti
organism lainnya. Ketika heksosa dimetabolisme, pembentukan diasetil akan
ditekan. Akan tetapi, asetil dapat diproduksi lebih jika sitrat dimetabolisme. Sitrat
dirubah melalui piruvat menjadi diasetil (Ouwehand & Vesterlund 2004).
Bakteriosin. Bakteriosin didefinisikan sebagai antimikrob peptida yang
disintesis oleh ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat
dengan penghasil bakteriosin. Umumnya terdiri atas 12-45 residu asam amino
(Cleveland et al. 2001; Moncheva 2001; Galvez et al. 2007). Sebagian bakteriosin
dari BAL adalah kationik, hidrofobik atau molekul amphifilik yang terdiri atas
20-60 residu asam amino (Chen & Hoover 2003). Beberapa BAL menghasilkan
keragaman bakteriosin yang tinggi, sangat aktif terhadap patogen, dan berpotensi
sebagai preservatif makanan (Cleveland et al. 2001).
20
Galvez et al. (2007) menyatakan bahwa bakteriosin dari BAL atau BAL
yang menghasilkan bakteriosin secara umum dianggap aman untuk konsumsi
manusia dan dan dapat diaplikasikan dalam pengawetan makanan. Penggunaan
bakteriosin dalam industri makanan dapat membantu untuk mengurangi
penambahan pengawet kimia sama seperti mengurangi intensitas perlakuan panas,
dan pada akhirnya akan menghasilkan makanan yang lebih awet secara alami dan
lebih kaya akan sifat-sifat organoleptik dan nutrisinya.
Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat telah banyak diisolasi
dan dipelajari, antara lain ialah plantaricin D dihasilkan oleh Lactobacillus
plantarum BFE 905 (Franz et al. 1998); amylovorin L471 dihasilkan oleh
Lactobacillus amylovorus DCE 471 (Callewaert el al. 1999); propionicin T1 yang
dihasilkan oleh Propionibacterium thoenii (Faye et al. 2000); sakacin G yang
dihasilkan oleh Lactobacillus sake 251 (Simon et al. 2002); lactococcin Q yang
dihasilkan oleh Lactococcus lactis QU 4 (Zendo et al. 2007); lacticin Q yang
dihasilkan oleh Lactococcus lactis QU 5 (Fujita et al. 2007); paraplantaricin C7
yang dihasilkan oleh Lactobacillus paraplantarum C7 (Lee et al. 2007);
weisellicin cibaria 110 yang dihasilkan oleh Weissella cibaria 110 yang diisolasi
dari produk fermentasi ikan Thai plaa-som (Srionnual et al. 2007), plantaricin W
yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum PMU33 yang diisolasi dari produk
fermentasi ikan som-fak (Noonpakdee et al. 2009) dan plantaricin ASM1 yaitu
bakteriosin baru yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum A-1
(Hata et al. 2010).
Diop et al. (2007) menyatakan bahwa dari total 220 galur BAL yang
diisolasi dari 32 sampel makanan fermentasi tradisional di Sinegal diperoleh dua
penghasil bakteriosin terbaik, Lactococcus lactis subsp. lactis dan Enterococcus
faecium, dari 12 isolat penghasil bakteriosin yang telah diidentifikasi berdasarkan
pada analisis sekuens 16S rDNA. Bakteriosin yang dihasilkan oleh kedua isolat
baru ini menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap Listeria monocytogenes dan
Bacillus coagulans sedangkan yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis hanya
mempunyai aktivitas terhadap Bacillus cereus.
Bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL memiliki beberapa sifat-sifat yang
cocok untuk pengawet makanan: (i) umumnya diketahui sebagai bahan yang
21
aman; (ii) tidak aktif dan tidak beracun bagi sel eukariot; (iii) tidak aktif oleh
enzim protease, mempunyai sedikit pengaruh pada mikrobiota lambung;
(iv) biasanya toleran terhadap pH dan panas; (v) mempunyai spektrum antimikrob
yang relatif luas terhadap beberapa patogen yang berasal dari makanan dan
bakteri pembusuk; (vi) model aksi antibakterialnya berlangsung pada membran
sitoplasma bakteri: tidak resisten silang dengan antibiotik, dan (vii) determinan
genetiknya biasanya disandikan oleh plasmid (Galvez et al. 2007).
Bakteriosin dari BAL diklasifikasikan ke dalam empat kelas berdasarkan
strukturnya, yaitu kelas I, II, III dan IV. Kelas I dan II adalah bakteriosin dengan
berat molekul kecil, terutama hidrofobik dan merupakan peptida tahan panas.
Kelas I disebut juga lantibiotik, yaitu dimodifikasi pascatranslasi, sedangkan
Kelas II, bakteriosin non-lantibiotik, yang dibagi dalam tiga subkategori: Kelas IIa
adalah bakteriosin seperti pediosin dengan pengaruh antilisteria yang kuat; Kelas
IIb bakteriosin yang mengandung dua peptida, keduanya dibutuhkan untuk
aktivitas antimikrob penuh dan Kelas IIc bakteriosin yang disekresikan oleh sec-
dependent mechanism. Kelas III adalah bakteriosin dengan berat molekul yang
besar, protein yang labil terhadap panas. Kelas IV adalah bakteriosin kompleks,
yang terdiri atas separuh protein dan ditambah satu atau lebih tambahan yang
bukan protein, seperti gugus lemak atau karbohidrat yang dibutuhkan untuk
aktivitas (De Vuyst & Leroy 2007). Parada et al. (2007) telah mengumpulkan dari
beberapa hasil penelitian bahwa ada sejumlah bakteriosin dari BAL yang berbeda
yang diklasifikasikan berdasarkan karakteristik biokimia dan genetiknya
(Tabel 1). Bakteriosin BAL kelas I dan II yang paling banyak dipelajari, karena
kedua kelas ini yang paling berlimpah dan kandidat yang paling menonjol untuk
aplikasi industri (Moncheva 2001).
Bakteri asam laktat juga mampu menghasilkan substansi lain, yang dikenal
sebagai substansi seperti bakteriosin (bacteriocin-like substances/BLS). Salah satu
contoh adalah reuterin, dihasilkan oleh beberapa galur Lactobacillus reuteri
selama fermentasi anaerob dari gliserol. Molekul ini larut air, aktif dengan range
pH yang luas dan resisten terhadap enzim proteolitik dan lipolitik, merupakan
senyawa yang cocok untuk pengawetan makanan (Parada et al. 2007).
22
Tabel 1 Bakteriosin bakteri asam laktat dan karakteristik utamanya (Parada et al. 2007)
Spesies
penghasil Bakteriosin Spektrum aksi Karakteristiknya
Lactococcus lactis subsp. lactis
Nisin Bakteri Gram-positif Kelas I lantibiotik, 3,5 kDa, 34 asam amino, digunakan secara komersial
Lacticin 3147 Clostridium sp Listeria monocytogenes Staphylococcus aureus Streptococcus dysgalactiae Enterococcus faecalis Propionibacterium acne Streptococcus mutans
Kelas I dua- komponen lantibiotik, 4,2 kDa, stabil terhadap panas, aktif di bawah kondisi asam dan pH secara fisiologi.
Lactococcus lactis subsp. cremoris
Lactococcin B
Lactobacillus Kelas II bakteriosin, kira-kira. 5 kDa, spektrum aksi sempit
Lactobacillus acidophilus
Acidocin CH5
Bakteri Gram-positif Lactobacillus
Kelas II bakteriosin, membentuk kumpulan berat molekul tinggi
Lactacin F Lactobacillus fermentum Enterococcus faecalis Lactobacillus delbrueckii Lactobacillus helveticus
Kelas II bakteriosin, 6,3 kDa, 57 asam amino, stabil terhadap panas pada 121° C selama 15 menit
Lactacin B Lactobacillus debrweckii Lactobacillus helveticus Lactobacillus.bulgaricus. Lactococcus lactis.
Kelas III bakteriosin, 6,3 kDa, stabil terhadap panas terdeteksi hanya dalam kultur yang dipelihara di antara pH 5,0-6,0
Lactobacillus amylovorus
Lactobin A Lactobacillus acidophilus Lactobacillus delbrueckii
Kelas II bakteriosin, 4,8 kDa, 50 asam amino, spektrum aktivitasnya sempit
Leuconostoc gelidum
Leucocin A Lactobacillus Enterococcus faecalis Listeria monocytogenes
Kelas II bakteriosin, 3,9 kDa, 37 asam amino, stabil pada nilai pH rendah, tetap setelah pemanasan (100°C selama 20 menit)
Leuconostoc mesenteroides
Mesentericin Y105
Enterococcus faecalis Listeria monocytogenes
Kelas II bakteriosin, 3,8 kDa, 37 residu asam amino, stabil terhadap panas (60°C selama 120 menit pada pH 4,5)
23
Lanjutan Tabel 1 Bakteriosin bakteri asam laktat dan karakteristik utamanya (Parada et al. 2007)
Spesies penghasil
Bakteriosin Spektrum aksi Karakteristiknya
Pediococcus acidilactici
Pediocin F Bakteri Gram-positif Kelas II bakteriosin, 4,5 kDa, sensitif terhadap enzim proteolitik, resisten terhadap panas dan pelarut organik, aktif di bawah kisaran pH yang luas
Pediocin PA-1
Listeria monocytogenes Kelas II bakteriosin, 4,6 kDa, 44 asam amino
Pediocin AcH
Gram-positif dan Gram-negatif Bakteri di bawah kondisi stress
Kelas II bakteriosin, 4,6 kDa, 44 asam amino, spektrum aksi luas
Pediococus pentosaceous
Pediocin A Lactobacillus Lactococcus Leuconostoc Pediococcus Staphylococcus Enterococcus Listeria Clostridium
Kelas II bakteriosin, 2,7 kDa, sensitif terhadap enzim proteolitik dan stabil terhadap panas (10 menit 100°C)
Enterococcus faecium
Enterocin A Listeria monocytogenes Pediococcus
Kelas II bakteriosin, 4,8 kDa, 47 residu asam amino, stabil terhadap panas
Lactobacillus sake
Lactocin S Lactobacillus Leuconostoc Pediococcus
Kelas I bakteriosin, 3,7 kDa, aktif antara pH 4,5 dan 7,5
Sakacin P Listeria monocytogenes Kelas II bakteriosin, 4,4 kDa, stabil terhadap panas
Lactobacillus curvatus
Curvacin A Listeria monocytogenes Enterococcus faecalis
Kelas II bakteriosin, 4,3 kDa
Lactobacillus helveticus
Helveticin J Lactobacillus bulgaricus Lactococcus lactis
Kelas III bakteriosin, 37 kDa, spektrum aksi sempit, sensitif terhadap enzim proteolitik, pengurangan aktivitas setelah 100° C selama 30 menit
24
Isolasi Bakteriosin
Bakteriosin disekresikan ke dalam medium kultur, oleh karena itu
sebagian besar strategi dimulai dengan tahap pemekatan bakteriosin dari
supernatan kultur, dengan beberapa metode seperti pengendapan dengan amonium
sulfat, metode adsorpsi-desorpsi dan ekstraksi dengan pelarut organik (etanol atau
aseton) (Pingitore et al. 2007).
Bakteriosin merupakan protein alami sehingga dapat dikonsentratkan
dengan aplikasi metode salting-out, menggunakan amonium sulfat. Dalam
prosedur ini garam padat ditambahkan ke dalam sampel secara perlahan sampai
persentase amonium sulfat jenuh yang diinginkan tercapai (Pingitore et al. 2007).
Salting out sangat tergantung kepada hidrofobisitas protein, sedangkan
salting tergantung pada distribusi serangan permukaan dan interaksi polar dengan
pelarut. Tipe protein dalam larutan mempunyai bidang hidrofobik pada
permukaannya. Gaya ini kontak dengan pelarut cairan yang menyebabkan suatu
tingkatan molekul air, secara efektif membekukannya disekitar rantai sisi
(Scopes 1994) (Gambar 4).
Gambar 4 Tingkatan molekul air di sekitar residu hidrofobik pada permukaan
suatu protein.
Secara alami garam menjadi sangat penting disini, garam inilah yang
secara aktual berikatan dan berinteraksi langsung dengan protein yang
mempunyai efek destabilitas. Garam optimum adalah yang mendorong dehidrasi
dari daerah polar (dan dehidrasi dari daerah hidrofobik) pada protein tanpa
interaksinya secara langsung. Konsentrasi tinggi sering dibutuhkan untuk
menyebabkan salting out, kelarutan garam adalah sesuatu yang penting untuk
diperhatian. Kelarutan ini dipengaruhi oleh pH dan suhu. Kelarutan garam
25
biasanya paling tinggi pada pH sekitar 7. Kelarutan protein umumnya menurun
apabila terjadi peningkatan suhu. Aplikasi penting dari prosedur salting out tidak
hanya untu sampel fraksionasi, akan tetapi juga mnekonsentratkannya. Salting out
dengan penambahan amonium sulfat yang cukup untuk mengendapkan semua
protein adalah satu cara yang efisien dilakukan ini, menyediakan sampel tidak
terlalu encer untuk dimulai (Scopes 1994).
Metode adsorpsi-desorpsi dikembangkan oleh Yang et al. (1992)
bersandarkan pada sifat beberapa bakteriosin untuk mengadsorpi sel penghasil
pada pH netral dan diikuti dengan ekstraksi pada pH rendah (pH 2-2,5). Akan
tetapi aktivitas bakteriosin dengan metode ini tidak lebih dari 10%. Namun satu
keuntungan metode ini ialah kontaminasi proteinnya lebih rendah dibandingkan
dengan pengendapan menggunakan ammonium sulfat. Pengembangan metode
adsorpsi-desorpsi dilakukan oleh Coventry et al. (1996) dengan cara bakteriosin
diekstrak dari media fermentasi dengan mengadsorpsi ke dalam Micro-Cel (bahan
antilengket diatomite kalsium silikat yang food grade) kemudian dilanjutkan
desorpsi dengan pelarut organik, surfaktan, bufer fosfat dan bahan pengkelat.
Tingkat desorpsi yang paling tinggi (100 %) dicapai dengan peningkatan
konsentrasi surfaktan.
Pengendapan bakteriosin yang merupakan protein dapat dilakukan dengan
menggunakan pelarut organik seperti etanol atau aseton. Pelarut organik seperti
etanol atau aseton di dalam ekstrak cair yang mengandung protein mempunyai
beragam pengaruh, yang dikombinasikan sehingga menghasilkan pengendapan
protein. Pengaruh yang paling penting adalah pengurangan aktivitas air.
Pengendapan dengan pelarut organik efek hidrofobisitas memiliki pengaruh yang
kecil. Pengendapan justru terjadi karena adanya interaksi elektrostatik antara
muatan yang berlawanan pada permukaan bakteriosin. Interaksi tersebut
menyebabkan bakteriosin berada pada kondisi isoelektrik, kemudian beragregasi
dan pada akhirnya mengendap. Pengendapan dengan pelarut organik juga
dipengaruhi oleh ukuran molekul. Molekul yang lebih besar membutuhkan
persentase pelarut organik yang lebih rendah untuk mengendapkannya.
Pengendapan dengan pelarut organik ini biasanya dilakukan untuk mengisolasi
26
protein-protein kaya akan residu hidrofobik yang lokasinya disekitar membran
(protein plasma) (Scopes 1994).
Mekanisme Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL
Aksi antimikrob dari asam organik lemah dihasilkan oleh kombinasi aksi
dari molekul tidak terdisosiasi dan ion yang disosiasi. Mekanisme penghambatan
pertumbuhan bakteri oleh asam organik diawali ketika asam lemah ditambahkan
ke dalam lingkungan (dalam makanan), tergantung pada pH makanan, pK asam,
dan suhu, beberapa molekul disosiasi dan molekul tidak terdisosiasi. Pada pH
sebagian besar makanan (pH 5-8), molekul asam organik biasanya dalam bentuk
disosiasi, akibatnya [H+] dalam lingkungan (makanan) meningkat, hal ini
mempengaruhi gradien proton transmembran sel mikrob. Untuk mengatasi ini, sel
akan mentranspor proton melalui pompa proton, yang menyebabkan kehabisan
energi dan penurunan pH internal. Struktur pada permukaan sel, membran luar
atau dinding sel, membran dalam atau membran sitoplasma, dan periplasma juga
dikenai oleh [H+]. Hal ini dapat berpengaruh merugikan ikatan ion makromolekul
yang kemudian dapat mempengaruhi struktur tiga dimensinya dan beberapa
fungsi terkait. Secara keseluruhan perubahan ini dapat mempengaruhi transpor
nutrisi dan pembangkitan energi, dann akhirnya mempengaruhi pertumbuhan
mikrob (Ray 2004).
Asam organik lemah yang digunakan dalam makanan bervariasi
keefektifan antimikobnya karena perbedaan pKa-nya. Asam dengan pK yang
lebih tinggi secara proposional jumlah molekul tidak terdisosiasi lebih tinggi
pada pH makanan dan lebih bersifat antimikrob. Sama halnya pada pH yang lebih
rendah dan konsentrasi yang lebih tinggi suatu asam lebih bersifat antimikrob.
Kelarutan asam dalam air juga penting untuk pengaruh yang diinginkan
(Ray 2004).
Pengaruh bakterisidal dari hidrogen peroksida adalah karena sifatnya
sebagai pengoksidasi kuat yang dapat berpengaruh pada sel bakteri; grup
sulfihidril dari protein sel dan lipid membran dapat dioksidasi. Juga, beberapa dari
hidrogen peroksida, menghasilkan reaksi penghilangan oksigen, kemudian
membuat kondisi lingkungan anaerob yang tidak cocok untuk organisme tertentu.
27
Aktivitas terhadap bakteri Gram positif, termasuk BAL, adalah umumnya
bakteristatik, sedangkan beberapa Gram negatif dibunuh dengan cepat (Ouwehand
& Vesterlund 2004).
Mekanisme penghambatan oleh bakteriosin ada dua tahap. Tahap pertama,
bakteriosin berinteraksi dengan struktur permukaan sel, seperti membran dan/atau
molekul reseptor. Tahap kedua bakteriosin membuat permeabilisasi membran
melalui pembentukan lubang (Gambar 5). Pengikatan awal dipengaruhi oleh
komposisi membran, muatan membran, dan adanya struktur molekul target
(reseptor). Tahap kedua dipengaruhi oleh komposisi membran, struktur
C-terminal pada bagian membran yang terpermeabilisasi dan adanya protein
imunitas (Drider et al. 2006).
Gambar 5 Skema dua tahap yang terlibat dalam mekanisme aksi dari bakteriosin
klass IIa (Drider et al. 2006). Bakteriosin memiliki mekanisme aksi yang berbeda diantaranya:
perubahan aktivitas enzim; penghambatan germinasi spora dan menginaktifkan
pembawa anion melalui pembentukan pore (lubang) selektif dan tidak selektif
(Parada et al. 2007).
Sebagian besar bakteriosin adalah amphiphilik dan kationik. Berdasarkan
karakteristik amphiphiliknya bakteriosin, ada dua mekanisme berbeda yang dapat
menerangkan aksi permeabilisasi membrannya. Bakteriosin beraksi dengan satu
komplek porasi dimana monomer bakteriosin berikatan, menyisip dan
Bakteriosin kelas IIa
1.Interaksi dengan docking/memotong
2. Permeabilisasi membran
28
beroligomer dalam membran sel membentuk lubang dengan permukaan residu
hidrofilik pada sisi dalam dan permukaan residu hidrofobik dari daerah hidrofobik
molekul fosfolipid dalam interior membran (Drider et al. 2006). Hal yang sama
juga disampaikan oleh Cleveland et al. (2001) bahwa terjadinya interaksi
elektrostatik antara molekul bakteriosin yang bermuatan positif dengan grup
fosfat bermuatan negatif pada membran sel diduga berkontribusi dalam memulai
pengikatan dengan membran target. Asosiasi bagian hidrofobik bakteriosin
dengan hidrofobik membran yang akhirnya membentuk lubang.
Beberapa bakteriosin (seperti: nisin) aktif pada sel dan lipid bilayer,
sedangkan yang lain meliputi lactococcin A, lactacin F dan pediocin PA-1 hanya
aktif pada seluruh sel atau vesicle (gelembung) membran, yang membutuhkan
reseptor untuk menggunakan aksi antimikrobnya. Sampai saat ini, tidak ada
reseptor bakteriosin yang diidentifikasi, juga tidak ada domain aktif dari
molekul bakteriosin yang diidentifikasi sebagai situs pengikatan reseptor
(Rotriguez et al. 2002). Hal yang sama dan sedikit berbeda juga dinyatakan oleh
Eijsink et al. (1998) bahwa pada bakteriosin kelas I, nisin tidak membutuhkan
reseptor pada membran sel, karena nisin mengenali komposisi fosfolipid sel.
Lactococin A dan lactoestrepcin membutuhkan pengikatan terhadap reseptor
spesifik. Pada bakteriosin kleas IIa, daerah ujung amino berperan penting didalam
kemampuannya mengenali komponen membran sel dan mereka beraksi terhadap
permeabilisasi membran dari sel targetnya. Sebaliknya Ennahar et al. (2000)
menyatakan bahwa studi model aksi dari bakteriosin ini menunjukkan bahwa
aktivitas antimikrob tidak membutuhkan suatu reseptor spesifik dan aktivitas
antimikrob ditingkatkan dengan menentukan potensial membran.
Bakteriosin dapat memiliki mekanisme aksi bakterisidal atau
bakteriostatik pada sel sensitif, dan perbedaan ini secara umum dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti dosis bakteriosin dan tingkat purifikasinya serta kondisi
fisiologi sel indikator dan kondisi percobaan (Cintas et al. 2001).
Bakteriosin klass I dan II menggunakan mekanisme aksi yang sama.
Peptida berikatan dengan membran plasma melalui interaksi elektrostatik dengan
fosfolipid bermuatan negatif. Sehingga bakteriosin ini masuk ke dalam membran
dengan satu reorientasi yang tergantung pada potensial membran, yang
29
digerakkan oleh pH dan komposisi fosfolipid. Monomer bakteriosin membentuk
kumpulan protein yang menghasilkan pembentukan lubang dengan konsekuensi
kehilangan ion (terutama kalium dan magnesium), kehilangan proton motive
force, serta keluarnya ATP dan asam amino. Proton motive force mempunyai
peran pokok dalam mensintesis ATP, transpor aktif dan pergerakan sel;
oleh karena itu sintesis makromolekul terhambat, sama seperti produksi energi,
yang akhirnya mengakibatkan kematian sel (Bruno & Montville 1993)
Aplikasi BAL dan Senyawa Antimikrob yang Dihasilkannya dalam Pengawetan Makanan
Asam laktat, asetat dan propionat yang dihasilkan oleh BAL termasuk
generally regarded as safe (GRAS) dan digunakan dalam beberapa makanan
sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan flavor dan daya awet serta sebagai
tindakan pencegahan keamanan terhadap mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Asam ini dan garamnya digunakan dalam makanan pada level 1-2%. Asam asetat
umumnya bersifat bakteriostatik pada 0,2% tetapi bersifat bakteriosidal diatas
0,3%, dan lebih efektif terhadap bakteri Gram-negatif. Akan tetapi pengaruh ini
tergantung pH dan pengaruh bakterisidal lebih nyata pada pH rendah (dibawah
4,5). Asam propionat dan garamnya digunakan dalam makanan sebagai bahan
fungistatik, tetapi mereka juga efektif mengontrol dan mengurangi viabilitas
bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Bakteri Gram-negatif lebih sensitif pada
pH 5,0 dan dibawahnya, pada level asam 0,1-0,2%. Asam laktat dan garamnya
digunakan dalam makanan lebih untuk peningktan flavor daripada untuk pengaruh
antibakterinya, khususnya ketika digunakan diatas pH 5,0. Akan tetapi studi
terakhir menunjukkan bahwa asam laktat mempunyai pengaruh antibakteri yang
nyata ketika digunakan dalam makanan pada level 1-2%; pada pH 5 atau lebih
pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif dikurangi, yang
menunjukkan aksi bakteriostatik meningkat. Pada pH dibawah 5, asam laktat
dapat mempunyai pengaruh bakterisidal khususnya terhadap bakteri Gram negatif.
Asam laktat tidak mempunyai pengaruh fungistatik dalam lingkungan makanan
(Ray 2004).
30
Hidrogen peroksida dengan konsentrasi 6 - 8 µg/ml dapat menyebabkan
bakteriostatik, tetapi aksi bakterisidal jarang (30 - 40 µg/ml). Hidrogen peroksida
adalah bahan pengoksidasi kuat dan dapat bersifat antimikrob terhadap bakteri,
jamur, dan virus (juga bakteriophage). Hidrogen peroksida diperbolehkan pada
bahan baku susu refrigerasi dan bahan telur cair (25 ppm) untuk mengontrol
bakteri pembusuk dan patogen. Sebelum pasteurisasi, katalase (0,1- 0,5 g/1000 lb
[455 kg] ) ditambahkan untuk menghilangkan residu H2O2 (Ray 2004).
Asam organik dapat diaplikasikan pada bahan makanan seperti daging,
permen, buah-buahan, sayuran, susu dan produk susu, soft drink, sport drink, dan
lain-lain. Contohnya Salmon slices diberi perlakuan dengan garam organik yang
berbeda juga mengandung jumlah bakteri penghasil H2S yang lebih rendah selama
penyimpanan. Penghambatan bakteri ini secara sempurna telah dilaporkan juga
pada fillet ikan cod segar setelah aplikasi penyemprotan 10% buffer asetat selama
penyimpanan 12 hari pada suhu 7oC (Theron & Lues 2011).
Beberapa bakteriosin BAL memiliki aplikasi yang potensial dalam
pengawetan makanan. Penggunaan bakteriosin dalam industri makanan dapat
membantu mengurangi penambahan pengawet kimia sama dengan pengurangan
intensitas perlakuan panas, yang dapat menghasilkan makanan lebih awet secara
alami dan lebih kaya dengan sifat-sifat organoleptik dan nutrisi. Hal ini dapat
menjadi satu alternatif untuk mencukupi peningkatan permintaan konsumen untuk
keamanan makanan, fresh-tasting, ready-to-eat, makanan dengan proses yang
minimal dan juga untuk pengembangan produk makanan ‘baru’ (seperti sedikit
asam atau dengan kandungan garam yang lebih rendah). Penggunaan secara
komersial yang sudah ada adalah nisin dan pediosin PA-1/AcH, bakteriosin lain
(seperti lactisin 3147, enterosin AS-48 atau variasin) juga memiliki perspektif
yang menjanjikan (Galvez et al. 2007).
Bakteriosin dengan spektrum luas memiliki potensi lebih luas, sedangkan
bakteriosin dengan spektrum sempit dapat digunakan lebih spesifik untuk secara
selektif menghambat bakteri tertentu yang sangat berbahaya dalam makanan
seperti Listeria monocytogenes tanpa mempengaruhi mikrobiota yang tidak
berbahaya. Bakteriosin dapat ditambahkan ke makanan dalam bentuk konsentrat
sebagai pengawet makanan, lebih memperpanjang masa simpan, bahan tambahan
31
makanan, atau dapat dihasilkan in situ dengan starter bakteriosigenik, penambah
dan pencegah kultur (Hugas 1998; Chen & Hoover 2003; Galvez et al. 2007).
Bakteriosin yang diimobilisasi dapat juga ditemukan aplikasinya untuk
pengembangan pengemasan makanan yang mengandung bioaktif
(Galvez et al. 2007). Scannella et al. (2000) menyatakan bahwa imobilisasi nisin
dan lacticin 3147 pada bahan pengemas mampu mergurangi Listeria innocua
sebesar ≥2 log unit pada produk keju dan daging babi dan Staphylococcus aureus
sebesar ~1.5 log unit pada keju dan ~2.8 log unit pada daging babi.
Iseppi et al. (2008) juga malakukan penelitian terhadap Enterocin 416K1, yang
dihasilkan oleh Enterococcus casseliflavus IM 416K1, yang dijebak dalam pelapis
hybrid organik–anorganik yang diaplikasikan pada film LDPE (low-density
polyethylene) untuk pengemas makanan. Semua perlakuan yang diberi enterocin-
activated coatings mempunyai aktivitas anti-listeria yang bagus. Selama evaluasi
antibakteri secara quantitatif jumlah sel L. monocytogenes menurun 1.5 log unit
dibandingkan kontrol. Semua sampel makanan yang dikemas dengan film
significant menurunkan jumlah sel L. monocytogenes selama 24 jam dibandingkan
dengan kontrol.
Beberapa bakteriosin menunjukkan pengaruh additif atau sinergis ketika
penggunaannya dikombinasikan dengan bahan antimikrob lain, meliputi pengawet
kimia, senyawa fenolik alami, dan protein antimikrob lainnya. Kombinasi
bakteriosin dan perlakuan fisik seperti proses tegangan tinggi (pulsed electric
fields) juga memiliki peluang bagus untuk pengawetan makan yang lebih efektif
(Galves et al. 2007). Chen & Hoover (2003) menyatakan bahwa karena adanya
keterbatasan bakteriosin dalam aplikasi makanan beberapa peneliti telah mencoba
teknologi tinggi untuk meningkatkan daya awet dan meningkatkan keamanan
makanan. Cara yang digunakan adalah mengkombinasikan bakteriosin dengan
panas, bahan pengkelat, senyawa antimikrob atau bakteriosin lain.
33
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - April 2012,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah produk fermentasi
ikan, yaitu bekasam. Bahan baku diperoleh dari Panganjang, Kabupaten
Indramayu (Jawa Barat), Indralaya dan Desa Sungai Pasir, Kabupaten Ogan
Komiring Ilir, dan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Ilir (Sumatera Selatan). Bakteri
indikator yang digunakan untuk pengujian aktivitas antimikrob meliputi
Escherichia coli, Salmonella typhimurium ATCC 14028, Bacillus cereus,
Staphylococcus aureus, dan Listeria monocytogenes.
Media yang digunakan untuk analisis mikrobiologi dan pertumbuhan BAL
serta untuk uji aktivitas adalah Plate Count Agar (PCA), Nutrient Agar (NA),
Nutrien Broth (NB), Man Rogosa Sharpe Agar (MRSA), Man Rogosa Sharpe
Broth (MRSB), Mueller Hinton Agar (MHA) dan Sulfid Indol Motility (SIM).
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah kalium khromat 5 %, AgNO3
0,1 N, Lugol, kristal ungu, Paradimethylanilin Oxalat 1 g, alkohol 96 %, safranin,
malacite green, 3 % H2O2, 3 % KOH, NaOH, CaCO3, K2HPO4, KH2PO4. Medium
CHL 50 (Carbohydrate, Lactobacillus), mineral oil serta bahan-bahan untuk
isolasi DNA dan untuk PCR.
Alat-alat penelitian meliputi mikroskop, oven, inkubator, sentrifuse,
autoklaf, spektrofotometer, alat PCR, water bath shaker, vortex mixer, pH meter,
clean bench, jarum inokulasi, pipet tetes, bunsen, pipet volumetrik, alumunium
foil, API Kit, erlenmeyer, botol scott, dan alat-alat gelas lainnya.
34
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 5 tahapan, yaitu: (1) analisis mikrobiologi dan
kimia sampel bekasam, isolasi dan verifikasi BAL, (2) seleksi dan uji aktivitas
senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL, (3) Penentuan substansi
antimikrob yang dihasilkan oleh BAL, (4) Karakterisasi dan identifikasi isolat
BAL, dan (5) Produksi asam dan kandungan asam organik yang dihasilkan oleh
BAL. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Analisis Mikrobiologi dan Kimia Sampel Bekasam, Isolasi, dan Verifikasi
BAL
Delapan sampel bekasam diambil langsung dari pengolah lokal skala kecil
di 4 lokasi. Kedelapan sampel dilakukan analisis mikrobiologi meliputi
penghitungan total mikrob aerob dan total bakteri asam laktat, dan analisis kimia
meliputi pengukuran pH, kadar NaCl dan kadar asam laktat sampel bekasam.
Total Mikrob Aerob dan Total BAL (Veljovic et al. 2007). Jumlah sel
diukur menggunakan metode penghitungan cawan pada medium PCA untuk total
bakteri aerob dan MRSA yang ditambah dengan CaCO3 0,5% untuk total BAL.
Prosedur kerjanya sebagai berikut: membuat media PCA dan MRSA, kemudian
disterilisasi dalam autoclave selama 15 menit pada tekanan 1 atm dengan suhu
121 °C. Setelah disterilisasi, suhu media dipertahankan 50 °C dalam oven untuk
menjaga agar media tidak membeku. Sebanyak 10 g sampel bekasam yang sudah
dihomogenkan dilarutkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis steril sehingga
didapatkan pengenceran 10-1. Larutan tersebut dipipet 1 ml, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung l yang berisi 9 ml larutan fisiologis steril untuk
mendapatkan pengenceran 10-2, demikian seterusnya sampai pengenceran 10-8.
Masing-masing pengenceran dipipet 1 ml dan dipindahkan ke dalam cawan petri
steril. Setiap pengenceran dipindahkan ke dalam 2 cawan petri steril (duplo).
Kemudian ke dalam setiap cawan petri ditambahkan 15 ml media PCA atau
MRSA. Setelah media PCA dan MRSA membeku cawan petri disimpan dengan
posisi terbalik di dalam inkubator untuk media PCA sedangkan untuk media
MRSB diinkubasi dengan kondisi mikroaerofilik pada suhu 37 °C selama 48 jam.
Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus sebagai berikut:
35
Gambar 6 Bagan alir tahapan penelitian.
Analisis mikrobiologi dan kimia sampel bekasam
Isolasi dan verifikasi BAL
Seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL menggunakan mikrob uji bakteri Gram positif dan Gram negatif
Karakterisasi (morfologi, fisiologi, pertumbuhan dan pola fermentasi
gula dengan API KIT CHL 50) dan identifikasi BAL (APILAB Software dan 16S rRNA)
Penentuan substansi senyawa antimikrob yang dihasilkan
oleh BAL meliputi total asam, hidrogen peroksida, dan
bakteriosin
Uji aktivitas senyawa antimikrob dari supernatan bebas sel yang dinetralkan dan tanpa dinetralkan (kultur)
Uji aktivitas senyawa antimikrob dari supernatan bebas sel (kultur), supernatan bebas sel pH 5 dan pH 6
Produksi asam dan kandungan asam organik yang dihasilkan
oleh BAL
Isolat BAL murni
Isolat BAL penghasil antimkrob
Isolat BAL terpilih I
Isolat BAL terpilih II
Jenis isolat BAL penghasil asam
terbaik
36
Jumlah koloni per gram sampel = Jumlah koloni per cawan x
Pengukuran pH, Total Asam, dan Kadar Garam (NaCl). Pengukuran pH
menggunakan pH meter. Kadar garam dan asam laktat menggunakan metode
titrasi.
Pengukuran total asam (AOAC 1995) dilakukan dengan cara sebanyak 10
gram sampel bekasam dihancurkan dengan menggunakan mortar. Sampel yang
telah homogen dilarutkan dengan akuades dalam gelas piala sampai tanda tera 100
ml. Kemudian sampel didiamkan selama 30 menit dan diaduk. Larutan yang berisi
sampel tersebut disaring dan di pipet sebanyak 10 ml untuk dimasukkan ke dalam
beaker glass, ke dalam larutan tersebut ditambahkan 2-3 tetes fenoftalein dan
dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna berubah menjadi merah muda.
Persentase total asam yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus :
% Total asam =
x 100%
Keterangan: V NaOH = Volume NaOH yang terpakai N NaOH = Normalitas NaOH yang terukur (0,1091) FP = Faktor Pengencer (1) Bobot sampel = 1000 mg 90 = BM Asam laktat
Pengukuran kadar garam (NaCl) dari sampel ditetapkan berdasarkan
metode Mohr (AOAC 1995). Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan
porselin untuk diabukan pada suhu 600 oC selama 12 jam. Abu yang diperoleh
tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volumenya mencapai 100 ml dan
kemudian disaring. Hasil dari penyaringan tersebut dipipet sebanyak 10 ml ke
dalam beaker glass 50 ml, kemudian ditambahkan 3 ml K2CrO4 (kalium khromat)
5 %. Beaker glass dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,2 N. Titik akhir
titrasi tercapai setelah terbentuk endapan perak khromat (Ag2CrO4) yang
berwarna oranye atau jingga. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar
NaCl yaitu:
Kadar NaCl (%) = ,
x 100%
37
Keterangan: V AgNO3 = jumlah perak nitrat yang dibutuhkan dalam titrasi (ml) N AgNO3 = Normalitas AgNO3 adalah 0,1 N FP = faktor pengenceran 58,5 = bobot setara NaCl
Isolasi dan Verifikasi BAL. Isolasi BAL dilakukan dari hasil
penghitungan total BAL dengan memilih 20-30 koloni. Isolasi menggunakan
metode cawan gores menggunakan medium MRSA ditambah dengan CaCO3
0,5 %. Kemudian diinkubasi dengan kondisi mikroerofilik pada suhu 37oC selama
48 jam. Isolat murni dilakukan verifikasi untuk menentukan bahwa isolat
termasuk kedalam kelompok BAL. Verifikasi meliputi pewarnaan Gram, bentuk
sel, motilitas, uji katalase, pewarnaan spora, produksi gas dari glukosa dengan
menggunakan MRSB yang ditambah 1 % glukosa yang mengandung tabung
durham yang dibalikkan pada 37oC selama 48 jam. Isolat BAL disimpan dalam
media MRSB yang mengandung gliserol 20% (v/v) dan disimpan di dalam freezer
(Tanasupawat et al. 1998, Paludan-Muller et al. 2002, Kopermsub et al. 2006,
Veljovik et al. 2007).
Seleksi dan Uji Aktivitas Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL
Senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL ditentukan dengan metode
double layer terhadap bakteri uji Eschericia coli, Salmonella typhimurium ATTC
14038, Basillus cereus, Staphylococcus aureus dan Listeria monocytogenes
(Nurhasanah 2004). Sebanyak 50 µl bakteri uji (kepadatan sel 108 CFU/ml)
disuspensikan dalam 50 ml media NA (kandungan agar-agar 0,75%) dituang
sekitar 10 ml pada permukaan media MRSA yang sudah diinokulasikan isolat
bakteri asam laktat. Nutrient Agar yang sudah padat kemudian diinkubasi selama
24 jam pada suhu 37oC. Bakteri yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan
senyawa antimikrob menunjukkan zona bening (zona hambatan) di sekitar koloni.
Indeks penghambatan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Indeks penghambatan =
Isolat BAL penghasil antimkrob diperoleh pada tahap ini. Kemudian isolat BAL
diuji aktivitas antimikrobnya menggunakan metode difusi sumur agar.
38
Isolat dikultivasi dalam media MRSB kemudian diinkubasi pada kondisi
mikroerofilik selama 24 jam pada suhu 37oC . Supernatan bebas sel diperoleh
dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g (10000 rpm)
selama 10 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan bebas
sel diberi dua perlakuan yaitu tanpa dinetralkan dan dinetralkan (pH 7±0,24)
dengan menambahkan NaOH 1N. Kemudian disaring menggunakan mikrofilter
dengan diameter saringan 0,22 µm. Uji aktivitas antimikrob menggunakan metode
difusi sumur agar. Sebanyak 20 µl kultur bakteri uji diinokulasikan dalam 20 ml
media MHA, dan setelah beku dibuat sumur menggunakan pipet Pasteur steril
(diameter 5 mm). Sebanyak 70 µl supernatan bebas sel dimasukan ke dalam
sumur. Semua cawan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C. Zona
penghambatan ditentukan dengan pengukuran zona bening disekitar sumur
(modifikasi Diop et al. 2007). Pada tahap ini diperoleh isolat BAL terpilih I.
Isolat BAL terpilih I ditumbuhkan dalam medium MRSB yang diinkubasi
pada suhu 37oC selama 18 jam dengan kondisi mikroerofilik. Supernatan bebas
sel diperoleh dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g
selama 10 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan bebas
sel diberi tiga perlakuan yaitu supernatan bebas sel (kultur), supernatan bebas sel
dengan pH 5 dan pH 6, dengan menambahkan NaOH 1N. Sebagai kontrol positif
adalah larutan asam laktat pada pH 4, 5 dan 6. Kemudian disaring menggunakan
mikrofilter dengan diameter saringan 0,22 µm. Uji aktivitas antimikrob
menggunakan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007). Pada
tahap ini diperoleh isolat BAL terpilih II.
Penentuan Substansi Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL
Isolat BAL terpilih II ditumbuhkan dalam medium MRSB pada suhu
37oC dengan kondisi mikroaerofilik selama 24, 48, dan 72 jam. Parameter yang
diamati selama pertumbuhan adalah pH dengan menggunakan pH meter dan
densitas optik pada panjang gelombang 660 nm. Supernatan bebas sel diperoleh
dengan melakukan sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g selama 10
menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan bebas sel diuji
konsentrasi asam laktat dan H2O2 dengan metode titrasi serta aktivitas
antimikrobnya (Modifikasi Omemu & Faniran 2011). Uji aktivitas antimikrob
39
dilakukan dengan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007). Selain
itu dilakukan juga produksi bakteriosin.
Perkiraan Kuantitatif Total Asam (AOAC 1990). Sebanyak 25 ml
supernatan bebas sel ditetesi dengan 3 tetes phenolptalein sebagai indikator.
Kemudian dilakukan titrasi dengan menggunakan NaOH 1N secara perlahan
sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda (pink). Setiap mL dari
NaOH 1N equivalen dengan 90.08 mg asam laktat. Total asam dihitung dalam
bentuk asam laktat.
Perkiraan Kuantitatif H2O2 (AOAC 1990). Sebanyak 25 ml larutan
asam sulfat ditambahkan ke dalam 5 ml supernatan bebas sel. Kemudian
dilakukan titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N. Setiap mL kalium
permanganat 0,1 N equivalen dengan 1,701 mg hidrogen peroksida. Hilangnya
perubahan warna sampel menunjukkan titik akhir titrasi.
Produksi Bakteriosin. Isolat BAL terpilih II ditumbuhkan dalam
medium produksi MRSB 150 ml, kemudian diinkubasi suhu 37oC, selama 24 jam
dengan kondisi mikroaerofilik. Supernatan bebas sel diperoleh dengan melakukan
sentrifugasi kultur cair pada kecepatan 8260 x g selama 10 menit pada suhu 4oC
dengan sentrifuge Jouan CR 3. Supernatan yang diperoleh dipisahkan dengan
metode salting out dengan menambahkan amonium sulfat. Sebanyak 100 ml
supernatan bebas sel diendapkan secara bertahap dengan menambahkan amonium
sulfat mulai dari konsentrasi (0-10%) sampai konsentrasi akhir (70-80%) pada
suhu 4oC. Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan
menggunakan pengaduk magnet dengan kecepatan lambat. Endapan protein
dipisahkan dari cairannya dengan melakukan sentrifugasi pada kecepatan
8260 x g selama15 menit pada suhu 4oC dengan sentrifuge Jouan CR 3
(Scopes 1994). Endapan yang diperoleh dilarutkan dalam 0,1 M bufer fosfat pH 7
dengan volume ± 2 ml. Kemudian masing-masing diuji aktivitas penghambatan
pada bakteri uji E. coli, S. typhimurium ATCC 14028, dan L. monocytogenes
dengan menggunakan metode difusi sumur agar (modifikasi Diop et al. 2007).
Supernatan pengendapan juga diukur aktivitasnya. Supernatan dan hasil
pengendapan diukur kadar proteinnya menggunakan metode Bradford, dengan
40
kurva standar untuk protein menggunakan Bovine Serum Agar (BSA)
(Lampiran 1).
Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat
Karakterisasi isolat meliputi morfologi, fisiologi dan pertumbuhan.
Pengamatan morfologi meliputi morfologi koloni yang ditumbuhkan pada media
MRSA ditambah dengan CaCO3 0,1% dan bromotimol biru sebagai indikator
asam (Kopermsub et al. 2006), pewarnaan Gram dan spora, uji katalase, produksi
gas dari glukosa, dan motilitas. Pertumbuhan pada suhu 10, 30, 37, dan 45oC,
pada konsentrasi NaCl 2, 4, 7, 10, 15, dan 20% serta pertumbuhan pada pH media
2, 4,4, 6, 8 dan 9,6 menggunakan media MRSB (Tanasupawat et al. 1998). Pola
fermentasi gula ditentukan menggunakan uji kit API 50 CHL (API system,
Bio-Mereux, France). Isolat diidentifikasi menggunakan APILAB Plus software
versi 3.3.3. dari BioMerieux. Identifikasi isolat secara molekuler dilakukan
berdasarkan sekuens 16S rDNA.
Ekstraksi Genom. Ekstraksi genom dilakukan dengan menggunakan kit
dari Qiagen yaitu QIAamp DNA mini Kits no katalog 51304. Prosedur
ekstraksinya dilakukan sesuai protokol perusahaan sebagai berikut: Sebanyak
1,5 mL kultur bakteri umur 24 jam disentrifugasi selama 10 menit pada 5000 x g.
Pelet bakteri kemudian disuspensikan dalam 180 µl bufer ATL ditambah dengan
20 µl proteinase K, divorteks. Campuran diinkubasikan selama 30 menit pada
suhu 56oC. Campuran dihomogenkan dan buang drop dari dalam tutup.
Kemudian ke dalam campuran ditambah 200 µl bufer AL kemudian divorteks,
diinkubasi pada suhu 70oC selama 10 menit. Campuran dihomogenkan dan
ditambahkan 200 µl etanol (96-100%), divorteks 15 menit. Kemudian Campuran
dihomogenkan. Setelah itu dipindahkan ke QIAamp mini spin column. Kemudian
disentrifuse pada 6000 x g selama 1 menit. QIAamp mini spin column
ditempatkan ke dalam 2 ml collection tube yang bersih dan buang tabung yang
mengandung filtrat. Secara hati-hati buka QIAamp mini spin column, cairan
dibuang dan ditambah dengan 500 µl bufer AW1. Kemudian disentrifuse pada
6000 x g selama 5 menit. Column dikeringkan dan ditambah dengan 500 µl bufer
AW2. Kemudian disentrifuse kembali dengan kondisi yang sama selama 2 menit.
Column dipindahkan ketabung yang baru dan ditambah dengan 50 µl bufer AE.
41
Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit dan setelah itu disentrifuse
pada 6000 x g selama 1 menit.
Amplifikasi Gen 16S rRNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).
Amplifikasi menggunakan PCR dengan primer universal untuk prokariot menurut
Marchesi et al. (1998) yaitu 63F (5’CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC3’)
dan 1387R (5’GGG CGG WTG GTA CAA GGC3’) serta DNA polymerase
GoTaq master Mix (Promega). Kondisi PCR sebagai berikut: denaturasi awal
dilakukan pada suhu 95oC selama 5 menit, diikuti 30 siklus pada suhu 94oC
selama 30 detik, 50oC selama 1 menit, 72oC selama 2 menit dan selanjutnya
pemanjangan akhir pada suhu 72oC selama 5 menit dan 20oC selama 10 menit.
Produk PCR dikonfirmasi dengan elektroforesis menggunakan 1% gel agarosa
dan 1 x buffer TAE. Hasil PCR disekuen menggunakan ABI Prism 3100-Avant
Genetic Analyzer (Applied biosystems, USA). Analisis sekuen DNA dilakukan
menggunakan program BioEdit, dan Bank Gen NCBI (The National Centre for
Biotechnology Information) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) menggunakan
program BLASTN (Basic Local Alignmen Search Tool untuk nukleotida).
Selanjutnya dibuat pohon filogenetik dengan menggunakan program MEGA
(Molecular Evolutionary Genetics Analysis) versi 4.
Produksi Asam dan Kandungan Asam Organik yang Dihasilkan oleh BAL
Isolat BAL terpilih II ditumbuhkan dalam medium produksi MRSB,
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dengan kondisi
mikroaerofilik. Pengamatan dilakukan setiap 4 jam selama 48 jam inkubasi.
Parameter yang diamati meliputi biomassa yang dihitung sebagai 660 nm dari
data optical dencity, menggunakan spektrofotometer (UV 2500 Labomend Inc.)
pH yang diukur menggunakan pH meter (eutech instruments), konsentrasi asam
laktat dengan metode titrasi (AOAC 1990), jumlah sel dengan metode hitungan
cawan (Fardiaz 1989) , dan uji aktivitas antimikrob dengan metode difusi sumur
agar (modifikasi Diop et al. 2007). Supernatan bebas sel dengan umur inkubasi 48
jam dilakukan analisis komposisi asam organiknya menggunakan metode High
Performance Liquid Chromathografy (Bevilacgua & Califano 1989 diacu dalam
Adnan 1997). Sebanyak 2 mL supernatan bebas sel diencerkan menggunakan
bufer asetonitril sampai 50 mL. Bufer asetonitril dibuat dengan mengatur pH.
42
Sebanyak 0,4% larutan asetonitril (v/v) dalam 0,5% (v/v) larutan (NH4)2HPO4
dalam air dengan H3PO4 sehingga pHnya 2,24. Kondisi HPLC sebagai berikut.
Kolom yang digunakan adalah kolom C8 dengan phase mobilnya bufer asetonitril
dengan kecepatan alir 0,5 ml/menit pada suhu ruang. Sampel yang diinjeksikan
sebanyak 20 µL dengan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 282 nm.
43
HASIL
Bakteri Asam Laktat dari Bekasam
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk fermentasi
ikan (bekasam) yang diperoleh langsung dari pengolah lokal asal Indralaya, Kab.
Ogan Ilir; Kayu Agung, dan Desa Sungai Pasir, Kab. Ogan Komiring Ilir
(Sumatera Selatan) dan Panganjang, Kab. Indramayu (Jawa Barat) (Gambar 7).
Kedelapan sampel ini dikarakterisasi dengan mengukur parameter kimia dan
mikrobiologinya (Tabel 2)
BP.4 BP.8 SI.7 SK.7
NS.4 SS.8 PS.8 BI.8 Keterangan: BP.4 dan BP.8 : bekasam ikan sepat (Trichogaster trichopterus) fermentasi 4 dan 8 hari SI.7 : bekasam ikan seluang (Rasbora sp.) fermentasi 7 hari BP.4; BP.8 dan SI 7 berasal dari Indralaya, Kab. Ogan Ilir (Sumatera Selatan) SK.7 : bekasam ikan seluang (Rasbora sp.) fermentasi 7 hari SK.7 berasal dari Kayu Agung, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan) NS.4 : bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) fermentasi 4 hari SS.8 : bekasam ikan sepat(Trichogaster trichopterus) fermentasi 8 hari PS.8 : bekasam ikan patin (Pangasius hipothalmus) fermentasi 8 hari NS.4; SS.8; dan PS.8 berasal dari Desa Sungai Pasir, Kec. Cengal, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan) BI.8 : bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) fermentasi 8 hari BI.8 berasal dari Panganjang, Kab. Indramayu (Jawa Barat)
Gambar 7 Sampel bekasam yang digunakan dalam penelitian.
44
Tabel 2 Karakteristik bekasam dengan parameter kimia dan mikrobiologinya
Keterangan: td= tidak diukur
Isolasi BAL dilakukan dengan menggunakan medium MRSA+CaCO3 5%.
Isolat penghasil asam dari sampel bekasam kemudian dimurnikan berdasarkan
kemampuannya untuk menghasilkan asam dari aktivitas fermentasinya
menggunakan CaCO3 0,5% sebagai indikator bakteri penghasil asam di dalam
agar (Gambar 8). Tujuh puluh empat isolat bakteri penghasil asam yang diperoleh
kemudian diuji karakteristik morfologi dan biokimianya untuk menentukan
jumlah isolat yang termasuk ke dalam kelompok BAL (Tabel 3).
Gambar 8 Pertumbuhan bakteri penghasil asam dari bekasam pada media MRSA
yang mengandung CaCO3 sebagai indikator.
No Kode sampel
Lokasi pengambilan sampel
Jenis ikan
Lama fermen-tasi (hari)
pH
Konsen-trasi garam (%)
Total asam (%)
Total mikrob aerob (CFU/g)
Total BAL (CFU/g)
Isolat yang dipero- leh
1 BP.4 Indralaya, Kab. Ogan Ilir (Sumatera Selatan)
ikan sepat 4 4,60 2,34 2,41 1,7x108 4,0x108 14
2 BP.8 ikan sepat 8 3,62 3,45 2,41 1,2x108 3,2x108 4
3 SI.7 ikan seluang 7 3,71 7,28 2,41 6,6x106 1,4x108 10
4 SK.7
Kayu Agung, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan)
ikan seluang 7 3,60 4,62 1,43 1,2x108 5,0x108 7
5 NS.4 Desa Sungai Pasir, Kab. Ogan Komiring Ilir (Sumatera Selatan)
ikan nila 4 5,30 td 1,13 4,2x108 9,0x108 7
6 SS.8 ikan sepat 8 4,45 td 2,50 5,6x107 4,8x108 12
7 PS.8 ikan patin 8 4,23 td 1,67 4,3x107 4,7x108 5
8 BI.8
Panganjang, Kab. Indramayu (Jawa Barat)
ikan bandeng 8 4,09 4,01 2,20 4,8x107 2,7x108 15
Total 74
45
Tabel 3 Jumlah bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam dengan karakteristik morfologi dan biokimianya
No Kode
sampel
Kode
isolat
Jumlah
isolat
Jumlah isolat dengan Morfologi sel Sifat biokimia
Jumlah BAL Bulat Batang Garm
positif Tidak berspora
Kata-lase negatif
Tidak motil
Homo- fermentatif
1 BP.4 BP (1-20) 14 7 7 14 14 13 14 13 13 2 BP.8 BP(21-30) 4 0 4 4 3 4 4 4 3 3 SI.7 SI(1-15) 10 9 1 10 10 4 10 10 4 4 SK.7 SK(1-20) 7 3 4 7 7 6 7 7 6 5 NS.4 NS(1-17) 7 0 7 7 7 7 7 7 7 6 SS.8 SS(1-17) 12 2 10 12 12 12 12 9 12 7 PS.8 PS(1-17) 5 0 5 5 5 5 5 5 5 8 BI.8 BI(1-20) 15 13 2 15 15 12 15 14 12 Total 74 34 40 74 73 63 74 69 62
Aktivitas Antimikrob dari Isolat BAL
Sebanyak 62 isolat BAL yang diisolasi dari bekasam dilakukan pengujian
untuk aktivitas antimikrob terhadap lima bakteri uji yang berhubungan dengan
penyakit yang berasal dari makanan (Gambar 9).
A B C D E
Gambar 9 Deteksi aktivitas antimikrob dari isolat BAL terhadap bakteri uji dengan metode double layer. Keterangan: E. coli (A); S. typhimurium (B); L. monocytogenes (C); B. cereus (D) dan S. aureus (E).
Hasil seleksi terhadap 62 isolat BAL diperoleh 23, 17, 10, 5 dan 6 isolat
yang masing-masing menghambat lima, empat, tiga, dua dan satu bakteri uji
(Lampiran 3). Kisaran zona penghambatan dan indeks penghambatan tertinggi
pada S. aureus (Tabel 4).
46
Tabel 4 Kisaran zona hambat dan indeks penghambatan pada masing- masing bakteri uji
No. Bakteri uji Jumlah isolat yang menghambat
Zona hambat (mm)
Indeks penghambatan (IP)
1 L. monocytogenes 56 (90%) 2 -29 0,3 – 5,4
2 S. typhimurium 49 (79%) 3 -38 0,4 – 5,4
3 E. coli 45 (73%) 4 -32 0,3 – 4,0
4 B. cereus 44 (71%) 2 - 33 0,3 – 4,7
5 S. aureus 41 (66%) 2 - 44 0,2 – 6,1
Tahapan berikutnya, hanya ada 53 isolat BAL yang dapat tumbuh dengan
baik. Supernatan bebas sel yang dinetralkan ( pH 7 ± 0,24) dari 53 isolat BAL ini
semuanya tidak menunjukkan adanya zona hambat terhadap kelima bakteri uji.
Ada 9 isolat BAL (17%) pada supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan tidak
menunjukan zona hambat dengan kisaran pH kultur 4,57 – 5,71. Sebanyak 44
isolat BAL (83%) pada supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan menunjukkan
zona hambat berkisar 6 - 15 mm dengan kisaran pH kultur 3,53 - 4,27. Sedangkan
kontrol positif larutan asam laktat (medium MRSB) dengan pH 4 menghasilkan
zona hambat berkisar 8 - 12 mm, dan pada pH 5 dan 6 tidak menunjukkan adanya
zona hambat pada kelima bakteri uji (Lampiran 4).
Tahap berikutnya dari 53 isolat BAL yang menunjukkan aktivitas
antimikrob yang besar dari supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan dipilih
25 isolat BAL (isolat BAL terpilih I). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
11 isolat (44%) dari 25 isolat ini yang menunjukkan zona hambat pada supernatan
bebas sel dengan pH 5 dan atau 6 dengan zona hambat yang lebih kecil
(7 - 12 mm) dibandingkan dengan supernatan bebas sel tanpa perubahan pH
(7 - 14 mm) (Lampiran 5) . Ada 4 isolat terpilih (isolat BAL terpilih II) dari 11
isolat ini yang dilanjutkan pada tahap berikutnya untuk mengetahui substansi
antimikrob yang dihasilkannya.
Substansi Senyawa Antimikrob dari BAL
Substansi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat BAL terpilih II
ditentukan dengan mengukur konsentrasi total asam dan H2O2 serta aktivitasnya
47
terhadap kelima bakteri uji. Substansi antimikrob berupa bakteriosin juga
ditentukan beserta aktivitas antimikrobnya terhadap tiga bakteri uji.
Konsentrasi dan Aktivitas Asam Organik dan Hidrogen Peroksida.
Secara kuantitatif konsentrasi total asam dan H2O2 dari senyawa antimikrob yang
dihasilkan oleh keempat isolat BAL berbeda dan cenderung meningkat bersamaan
dengan waktu inkubasi (Gambar 10). Aktivitas antimikrob yang dihasilkan oleh
keempat isolat BAL menunjukkan perbedaan terhadap kelima bakteri uji.
Aktivitas antimikrob tertinggi ialah pada isolat SK(5) terhadap S. aureus (Gambar
11 dan Lampiran 7).
Gambar 10 Konsentrasi total asam (a) dan konsentrasi H2O2 (b) yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3) , BP(20) dan SK(5) pada 24 jam ( ), 48 jam ( ), dan 72 jam ( ) inkubasi.
Gambar 11 Aktivitas antimikrob dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap lima bakteri uji. (SA = S. aureus, LM = L. monocytogenes, EC = E. coli, BC = B. cereus dan ST = S. typhimurium, K(4) = kontrol positif larutan asam laktat pH 4.
(a) (b)
0
5
10
15
20
25
BI(3) BP(3) BP(20) SK(5)Kon
sent
rasi
tot
al a
sam
(g
/L)
Isolat BAL
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
BI(3) BP(3) BP(20) SK(5)Kon
sent
rasi
H2O
2(g
/L)
Isolat BAL
0
4
8
12
16
24 48 72 24 48 72 24 48 72 24 48 72
BI(3) BP(3) BP(20) SK(5) K(4)
Zona
pen
gham
bata
n (m
m)
Isolat BAL dengan inkubasi 24, 48 dan 72 jam
SA
LM
EC
BC
ST
48
Aktivitas Bakteriosin. Setiap isolat menunjukkan penghambatan spesifik
pada bakteri uji tertentu. Supernatan dari hasil pengendapan protein pada keempat
isolat terpilih menunjukkan adanya aktivitas antimikrob terhadap ketiga bakteri
uji pada semua konsentrasi amonium dengan zona hambat sekitar 3,0 - 10,0 mm
(Gambar 12). Sedangkan pada endapan menunjukkan aktivitas antimikrob
terhadap ketiga bakteri uji pada konsentrasi amonium tertentu (Gambar 13).
Misalnya aktivitas antimikrob endapan dari isolat BI(3) dan BP(20) pada
konsentrasi amonium sulfat 0-80% terhadap E. coli (Gambar 14). Hasil
pengukuran protein dari supernatan dan endapan keempat isolat menunjukkan
hasil yang berbeda (Gambar 15).
Gambar 12 Aktivitas antimikrob dari supernatan isolat BI(3) (10a), BP(3) (10b),
BP(20) (10c) dan SK (5) (10d). Keterangan: ♦=L. monocytogenes, ■ = S. typhimurium, ● = E.coli.
(10a)
(10d) (10c)
(10b)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
49
Gambar 13 Aktivitas antimikrob dari endapan isolat BI(3) (11a), BP(3) (11b),
BP(20) (11c) dan SK (5) (11d). Keterangan: ♦=L. monocytogenes, ■ = S. typhimurium, ● = E.coli.
Gambar 14 Zona hambat dari endapan isolat BP(20) dan BI(3) terhadap E. coli
pada kosentrasi amonium sulfat 10-80%.
10%
10%
20% 20% 30%
30%
40%
40%
50%
50%
60% 60%
70%80%
70%
80%
(11a)
(11d) (11c)
(11b)
BP(20) BI(3)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
2
4
6
8
10
10 20 30 40 50 60 70 80
Zona
ham
bat (
mm
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
50
Gambar 15 Konsentrasi protein dari supernatan ( ) dan endapan ( ) pada isolat
BI(3) (13a), BP(3) (13b), BP(20) (13c), dan SK (5) (13d).
Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL
Karakterisasi keempat isolat yang ditumbuhkan pada media MRSA+
CaCO3 0,1% dan bromotimol biru sebagai indikator asam menunjukkan koloni
berwarna kuning dan dikelilingi oleh zona bening, dan keempat isolat merupakan
bakteri Gram positif (Gambar 16). Karakterisasi berdasarkan pewarnaan
endospora, uji katalase, produksi gas dari glukosa, dan motilitas serta
pertumbuhan pada berbagai suhu, konsentrasi NaCl, dan pH media hampir sama
pada keempat isolat meskipun ada sedikit perbedaan (Tabel 5).
(13a)
(13d) (13c)
(13b)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
10 20 30 40 50 60 70 80Kon
sent
rasi
pro
tein
(g/L
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
10 20 30 40 50 60 70 80
Kon
sent
rasi
pro
tein
(g/L
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
10 20 30 40 50 60 70 80
Kon
sent
rasi
pro
tein
(g/L
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
10 20 30 40 50 60 70 80
Kon
sent
rasi
pro
tein
(g/L
)
Konsentrasi amonium sulfat (%)
51
BI(3)
BP(3)
BP(20)
SK(5)
Gambar 16 Morfologi koloni dan sel isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5).
Berdasarkan hasi uji fermentasi gula dan identifikasi menggunakan API 50
CHL (API system, Bio-Mereux, France) menunjukkan bahwa isolat BI(3), BP(3)
dan BP(20) sebagai Pediococcus pentosaceus 1 dengan kemiripan sebesar 99,9%.
Meskipun secara fisiologi isolat BI(3) tidak dapat memfermentasi gula ke 48 yaitu
kalium 2-keto-glukonat (Lampiran 8). Isolat SK(5) yang berbentuk batang ialah
Lactobacillus plantarum 1 dengan kemiripan sebesar 99,9% (Tabel 6 dan 7).
52
Tabel 5 Karakterisasi isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5)
No. Karakterisasi Isolat
BI(3) BP(3) BP(20) SK(5) 1 Gram dan
bentuk sel Positif, kokus
Positif, kokus
Positif, kokus
Positif, batang
2 Endospora Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 3 Katalase Negatif Negatif Negatif Negatif 4 Produksi gas
dari glukosa Negatif Negatif Negatif Negatif
5 Motilitas Non motil Non motil Non motil Non motil 6 Pertumbuhan pada suhu
10oC + + + + 30oC ++++ ++ ++++ ++++ 37oC ++ +++ +++ ++++ 45oC + + + +
7 Pertumbuhan pada NaCl 2% +++ +++ +++ ++++ 4% ++ +++ ++ ++++ 7% + + + +++ 10% - - - - 15% - - - - 20% - - - -
8 Pertumbuhan pada pH 2,0 - - - -
4,4 +++ +++ +++ ++++ 6,0 +++ ++++ ++++ ++++ 8,0 +++ ++++ ++++ ++++
9,6 - - - - Keterangan: Peningkatan nilai OD660 selama 24 jam inkubasi. - : tidak tumbuh, + = 0.100 – 1.000
++ = 1.000 - 2.000, +++ = 2.000 –3.000, ++++ = 3.000 - 4.500.
Analisis molekuler terhadap gen penyandi 16S rRNA dari isolat-isolat
BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) memberikan hasil bahwa pita potongan DNA
hasil amplifiksi menggunakan PCR yang terlihat pada gel elektroforesis berada
diantara pita 1000-1500 pasangan basa (base pair = bp) (Gambar 17).
Berdasarkan analisis BLASTN dari urutan nukleotida yang didapatkan dari hasil
sekuensing dengan data 16S rRNA yang ada di bank data NCBI diketahui bahwa
isolat BI(3) (1346 basa), BP(3) (1314 basa), BP(20) ( 1361 basa) dan SK(5) (1395
basa) memiliki kemiripan masing-masing 98%, 97%, 98% dengan Pediococcus
pentosaceus IE-3 dan 93% dengan Lactobacillus plantarum subsp plantarum
NC 8 (Tabel 7).
53
Tabel 6 Hasil uji fermentasi gula dengan API 50 CHL No. Attribut Gula BI(3) BP(3) BP(20) SK(5) 0 Control - - - - 1 GLY Glycerol - - - - 2 ERY Erythritol - - - - 3 DARA D-Arabinose - - - - 4 LARA L-Arabinose + + + + 5 RIB D-Ribose + + + + 6 DXYL D-Xylose + + + - 7 LXYL L-Xylose - - - - 8 ADO D-Adonitol - - - - 9 MDX Methyl-β-D-Xylopyranoside - - - -
10 GAL D-Galaktose + + + + 11 GLU D-Glucose + + + + 12 FRU D-Fructose + + + + 13 MNE D-Mannose + + + + 14 SBE L-Sorbose - - - - 15 RHA L-Rhamnose - - - + 16 DUL Dulcitol - - - - 17 INO Inositol - - - - 18 MAN D-Mannitol - - - + 19 SOR D-Sorbitol - - - + 20 MDN Methyl-α-D-Mannopyranoside - - - + 21 MDG Methyl-α-D-Glucopyranoside - - - - 22 NAG N-Acetyl Glucosamine + + + + 23 AMY Amygdalin + + + + 24 ARB Arbutin + + + + 25 ESC Esculin Ferric Citrate + + + + 26 SAL Salicin + + + + 27 CEL D-Cellobiose + + + + 28 MAL D-Maltose + + + + 29 LAC D-Lactose (bovine origin) - - - + 30 MEL D-Melibiose - - - + 31 SAC Saccharose (Sucrose) - - - + 32 TRE D-Trehalose + + + + 33 INU Inulin - - - - 34 MLZ D-Melezitose - - - + 35 RAF D-Raffinose - - - + 36 AMD Amidon (Starch) - - - - 37 GLYG Glycogen - - - - 38 XLT Xylitol - - - - 39 GEN Gentiobiose + + + + 40 TUR D-Turanose - - - + 41 LYX D-Lyxose - - - - 42 TAG D-Tagatose + + + - 43 DFUC D-Fucose - - - - 44 LFUC L-Fucose - - - - 45 DARL D-Arabitol - - - - 46 LARL L-Arabitol - - - - 47 GNT Potassium Gluconate - - - + 48 2KG Potassium 2-keto-Gluconate - + + - 49 5KG Potassium 5-keto-Gluconate - - - -
Keterangan : + = dapat memfermentasi, - = tidak dapat memfermentasi
54
Gambar 17 Gel agarosa yang menunjukkan pita potongan DNA dari gen penyandi 16S rRNA hasil amplifikasi PCR. Lajur 1: isolat BI(3), 2: isolat BP(3), 3: isolat BP(20), 3: isolat SK(5), dan 1 kb: marker.
Tabel 7 Perbandingan hasil identifikasi menggunakan API 50 CHL dan sekuen 16S rRNA dari isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5)
Isolat API 50 CHL 16S rRNA Kode akses NCBI BLAST
BI(3) Pediococcus pentosaceus 1 (99,9%)
Pediococcus pentosaceus IE-3 (98%) CAHU01000036.1
BP(3) Pediococcus pentosaceus 1 (99,9%)
Pediococcus pentosaceus IE-3 (97%) CAHU01000036.1
BP(20) Pediococcus pentosaceus 1 (99,9%)
Pediococcus pentosaceus IE-3 (98%) CAHU01000036.1
SK(5) Lactobacillus plantarum 1 (99,9%)
Lactobacillus plantarum subsp. plantarum NC 8
(93%)AGR101000003.1
Selanjutnya berdasarkan sekuen 16S rRNA kelompok BAL dan Gram
positif penghasil asam bukan BAL yang diperoleh dari bank data NCBI maka
dibuat konstruksi pohon filogenetik menggunakan program MEGA4
(Gambar 18).
1000 bp1500 bp
55
Gambar 18 Dendogram pohon filogenetik isolat BAL dengan bootstrap dan disejajarkan dengan isolat Genbank.
Produksi Asam Organik dan Aktivitas Antimikrobnya Selama Pertumbuhan Isolat BAL
Berdasarkan karakterisasi substansi antimikrob isolat BAL terpilih maka
dapat disimpulkan bahwa yang memberikan efek antimikrob terbesar adalah
dihasilkannya senyawa asam organik. Tahap berikutnya dilakukan produksi asam
laktat selama fermentasi 48 jam dan karakterisasi terhadap asam organik yang
dihasilkan serta penentuan kinetika pertumbuhannya.
Perubahan pH dan Log Jumlah Sel (CFU/mL) Selama Pertumbuhan
Isolat BAL. Secara umum perubahan pH dan log jumlah sel (CFU/mL) selama
pertumbuhan keempat isolat BAL terpilih memiliki pola yang sama (Gambar 19).
Isolat BI(3) Isolat BP(3) Pediococcus pentosaceus IE-3 Isolat BP(20) Pediococcus acidilactici MA18/5M contig6 Pediococcus acidilactici 7 4 cont1.26 Lactobacillus malefermentans KCTC 3548 Isolat SK(5) Lactobacillus plantarum subsp. plantarum Tetragenococcus halophilus strain IAM 16 Enterococcus faecium E1162 Carnobacterium funditum strain: NBRC 155 Lactococcus lactis subsp. lactis strain Oenococcus oeni strain LTf100 2 Weissella cibaria strain MGD4-4 Lactobacillus hilgardii ATCC 8290 Enterococcus casseliflavus ATCC 12755 Pediococcus acidilactici DSM 20284 Lactobacillus mali KCTC 3596 Lactobacillus buchneri ATCC 11577 Actinomyces sp
100
4562
100
99
7277
100
66 99
97
9666
0.00.20.40.6
Gamb
2
3
4
5
6
7
pH
2
3
4
5
6
7
pH
2
3
4
5
6
7
pHpH
ar 19 Hubunlama BP(2
0 4 8
0 4 8
0 4 8
2
3
4
5
6
7
0 4 8
Eksponens
ngan perubahinkubasi se
20), dan SK(
12 16 20 2
Lama i
12 16 20 2
Lama in
12 16 20 2
Lama in
8 12 16 20Lama in
sial
han pH (♦) delama 48 jam5).
4 28 32 36
inkubasi (jam)
4 28 32 36
nkubasi (jam)
24 28 32 36
nkubasi (jam)
24 28 32 3nkubasi (jam)
Stasioner
Stasion
Stasion
Stasion
dan log jumlm pertumbuh
40 44 48
40 44 48
40 44 48
36 40 44 48
r
ner
ner
ner
lah sel (CFUhan pada iso
6
8
10
12
Log jumlah sel (CFU/m
L)
6
8
10
12
Log jumlah sel (CFU/m
L)
6
8
10
12Log jumlah sel (CFU/m
L)
6
8
10
12
Log jumlah sel (CFU/m
L)
BI(3
BP
S
U/mL) (■) deolat BI(3), B
3)
P(3)
BP(20)
SK(5)
56
engan P(3),
57
Selama fase pertumbuhan eksponensial mikroorganisme tumbuh dengan
laju pertumbuhan spesifik yang maksimum (µmax). Laju pertumbuhan ini diikuti
dengan laju pembentukan produk (asam organik) yang sebanding dengan laju
pertumbuhan spesifik (Tabel 8). Ketika logaritma dari konsentrasi jumlah sel (ln
Xt) diplotkan dengan waktu (t) akan diperoleh grafik garis lurus dengan
kemiringan (slope) sebesar (µ) dan dalam persamaaan garis lurus tersebut nilai
slope merupakan µmax dari isolat tersebut. Demikian juga dengan pembentukan
produk (Lampiran 9).
Tabel 8 Kecepatan pertumbuhan spesifik maksimum (µmax), laju pembentukan
produk (qp) dan waktu generasi (g) isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(50)
Isolat µmax (jam-1) qp (g L-1jam-1) g (jam)
BI(3) 0,47 0,59 1,48
BP(3) 0,43 0,62 1,61
BP(20) 0,60 0,71 1,16
SK(5) 0,48 0,59 1,44
Produksi dan Kandungan Asam Organik yang Dihasilkan oleh Isolat
BAL. Produksi asam laktat selama 48 jam pada keempat isolat juga menunjukkan
pola yang sama seperti perubahan pH dan pertumbuhan (Gambar 20). Produksi
asam laktat meningkat dengan tajam dari awal pertumbuhan sampai jam ke-16
dan ke-20 inkubasi. Akan tetapi keempat isolat menghasilkan kandungan asam
organik yang berbeda (Tabel 9).
58
Gambar 20 Hubungan lama inkubasi dengan konsentrasi total asam yang
dihasilkan oleh isolat BI(3)(♦), BP(3)(■), BP(20)(▲), dan SK(5)(●).
Tabel 9 Kandungan asam organik setelah inkubasi 48 jam pada isolat BI(3),
BP(3), BP(20), dan SK(5)
No. Jenis asam organik
Konsentrasi (ppm) BI(3) BP(3) BP(20) SK(5)
1 Asam format ttd 180,90 ttd 188,092 Asam fumarat ttd 139,50 ttd 141,153 Asam asetat 739,11 230,54 628,48 249,654 Asam propionat ttd ttd ttd Ttd 5 Asam tartarat ttd ttd ttd Ttd 6 Asam sitrat ttd ttd ttd Ttd 7 Asam oksalat 200,94 19,50 53,07 230,888 Asam laktat 119,71 747.47 115,50 778,269 Asam askorbat ttd 8,01 ttd 13,74
Keterangan: ttd = tidak terdeteksi, limit deteksi alat 0,01 ppm.
Aktivitas Senyawa Antimikrob Selama Pertumbuhan dari Keempat
Isolat. Aktivitas antimikrob umumnya dihasilkan mulai jam ke-4 inkubasi
tergantung pada jenis isolat dan bakteri uji. Secara umum zona pada keempat
isolat menunjukkan bahwa penghambatan meningkat seiring dengan
meningkatnya waktu inkubasi. Dengan zona hambat optimum umumnya setelah
24 jam inkubasi (Gambar 21).
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Konsen
trasi total asam
(g/103
log CFU)
Lama inkubasi (jam)
59
Gambar 21 Hubungan zona hambat yang dihasilkan oleh isolat BI(3), BP(3),
BP(20), dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam terhadap bakteri uji L. monocytogenes (LM= ♦) S. typhimurium (ST= ■), E. coli (EC= ▲), B. cereus (BC= X) dan S. aureus (SA= ●).
BI(3)
SK(5)
BP(20)
BP(3)
6
9
12
15
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Zona
ham
bat (mm)
Lama inkubasi (jam)
6
9
12
15
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Zona
ham
bat (mm)
Lama inkubasi (jam)
6
9
12
15
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Zona
ham
bat (mm)
Lama inkubasi (jam)
6
9
12
15
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Zona
ham
bat (mm)
Lama inkubasi (jam)
61
PEMBAHASAN
Bakteri Asam Laktat asal Bekasam dan Aktivitas Antimikrob yang Dihasilkannya
Delapan sampel bekasam yang diambil dari 4 lokasi mengandung kadar
garam 2,34% - 7,28% dan total asam 1,13% - 2,50%. Bekasam termasuk dalam
fermentasi berkadar garam rendah dengan penggunaan garam berkisar 15% - 25%
dan sumber karbohidrat dari nasi sekitar 30% - 50%. Perbedaan konsentrasi garam
dan total asam pada kedelapan sampel disebabkan berbedanya kandungan jumlah
garam dan nasi yang diberikan pada fermentasi bekasam. Hal ini disebabkan
pengolahan bekasam pada setiap daerah berbeda, masing-masing sesuai dengan
kebiasaan turun temurun dan masih dilakukan dengan fermentasi secara spontan.
Misalnya pada pengolah lokal di Indralaya (Sumsel) penggunaan garam dan nasi
dicampur secara bersamaan dengan perbandingan ikan:garam:nasi ialah 10:2:1
dengan lama fermentasi 7 hari, berbeda halnya dengan pengolah lokal di
Indramayu (Jabar), pertama ikan direndam dengan garam selama 3 hari, kemudian
ditiriskan dan ditambah nasi disusun berlapis dengan ikan, kemudian difermentasi
selama 4-6 hari.
Penambahan garam dan adanya asam yang dihasilkan oleh BAL dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Hal ini ditunjukkan dari jumlah
total mikrob aerob yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah total BAL.
Total BAL dari masing-masing sampel yaitu sekitar 1,4x108 – 9,0x 108 CFU/g.
Total asam yang dihasilkan oleh BAL menyebabkan rendahnya pH sampel, yaitu
3,60 – 5,30. Semakin lama fermentasi nilai pH sampel juga semakin rendah
(Tabel 4). Hal ini karena terbentuknya asam organik selama pertumbuhan BAL.
Sumardi (2008) menyatakan total asam yang terbentuk selama fermentasi
bekasam ikan mas meningkat dari 0,45% dengan pH 6,36 pada hari ke-3 menjadi
1,17% dengan pH 5,20 pada hari ke-10 lama fermentasi. Hasil yang sama juga
dinyatakan oleh Yahya (1997) bahwa total asam meningkat 0,20% dengan pH
5,22 pada hari ke-1 menjadil 0,55% dengan pH 3,68 pada hari ke-7 lama
fermentasi bekasam ikan mujair.
62
Penambahan CaCO3 dalam medium agar-agar untuk isolasi bertujuan
sebagai indikator bakteri penghasil asam (Gambar 8). CaCO3 akan larut di sekitar
koloni bakteri jika dihasilkan cukup asam dan hasil ini ditunjukkan dengan
terbentuknya zona bening di sekeliling koloni karena larutnya CaCO3
(Kopermsub et al. 2006). Pada penelitian ini diperoleh 74 isolat bakteri penghasil
asam.
Dari 74 isolat diperoleh 46% bakteri Gram positif dengan bentuk sel kokus
dan 54% bakteri Gram positif bentuk sel batang. Semua isolat tidak motil dan
99% bakteri tidak membentuk endospora. Sebanyak 63 isolat menunjukkan uji
katalase negatif dan 69 isolat tidak menghasilkan gas dari fermentasi glukosa
(homofermentatif). Berdasarkan karakteristik morfologi dan biokimia ini dapat
disimpulkan bahwa 62 isolat (84%) termasuk ke dalam kelompok BAL
(Lampiran 2). Bakteri asam laktat umumnya didefinisikan sebagai kelompok
penghasil asam laktat, %G+C rendah, tidak berendospora, Gram positif batang
dan kokus, bersifat fermentatif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak motil
dan toleran terhadap asam (Hutkins 2006).
Kopermsub et al. (2006) menyatakan bahwa dari 90 isolat bakteri
penghasil asam yang diisolasi dari plaa-som (produk fermentasi ikan seperti
bekasam) 79% isolat adalah bakteri Gram positif berbentuk batang dan 21%
berbentuk kokus. Ada 80 isolat dari 90 isolat yang dikonfirmasi termasuk ke
dalam kelompok BAL. Lima genus diidentifikasi sebagai Lactobacillus spp.
(79%); Pediococcus spp. (18%), Aerococcus spp. (3%) dan yang lain adalah
Carnobacterium spp. dan Enterococcus spp.
Yahya et al. (1997) melaporkan bahwa isolat BAL selama fermentasi
bekasam ikan mujair (Oreochromis mossambicus) adalah Leuconostoc
mesenteroides yang diisolasi dari sampel 1-7 hari. Lactobaccilus acidophilus dari
hari kelima sampai ketujuh, L. plantarum dan L. fermentans pada hari pertama,
L. buchneri, L reuteri pada hari ketiga, P. pentacaseus, L. lactis, L. coryniformis
pada hari kelima, sedangkan Streptococcus raffinolactis, L delbrueckii,
L. halotolerans, L. bifermentans, L. tolerans, P. acidilactici, L. bulgaricus,
Leu. dextranicum diisolasi pada sampel pada hari ketujuh. Ada empat isolat yang
memiliki aktivitas antimikrob terhadap Staphylococcus aureus FNCC 0047 yaitu
63
Lactobacillus plantarum-IB2, L. fermentum-IB5, L. acidophillus IIIB5 dan
P. acidilactici-IVB2.
Bakteri Gram positif berbentuk batang secara umum lebih dominan pada
semua sampel, kecuali sampel bekasam ikan seluang (Rasbora sp.) asal Indralaya
dan bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) asal Panganjang yang lebih dominan
adalah Gram positif berbentuk bulat. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan bahan baku (ikan). Pengolahan bekasam masih menggunakan proses
fermentasi secara spontan sehingga bakteri yang mendominasi dalam proses
fermentasi ikan ini adalah bakteri yang bersifat indigenous yang berasal dari
habitat masing-masing bahan baku (ikan). Hal ini nampak dari bekasam ikan sepat
asal Indralaya lebih dominan bakteri Gram positif berbentuk batang dibandingkan
dengan bekasam ikan seluang dari tempat yang sama lebih dominan bakteri Gram
positif berbentuk bulat. Ringo (2004) menyatakan bahwa BAL adalah bagian
mikrobiota asli dari hewan air. Jenis BAL ini juga bervariasi tergantung pada
spesies ikan dan lokasi geografisnya.
Itoi et al. (2008) melaporkan bahwa galur halotoleran Lactococcus lactis
subsp lactis telah berhasil diisolasi dari pencernaan beberapa spesies ikan laut,
yang ditangkap di Shimoda, Shizuoka, Jepang. Nair dan Surendran (2005) juga
telah mengisolasi bakteri asam laktat dari bermacam-macam sampel ikan segar
dan beku serta udang. Tigabelas spesies Lactobacillus diidentifikasi di antara 64%
isolat. Di antaranya L. plantarum adalah spesies yang dominan. Sedangkan isolat
Lactobacillus yang lain tidak dapat ditetapkan kedalam beberapa spesies dengan
skema taksonomi yang ada.
Menurut Kopermsub et al. (2006) karakteristik makanan fermentasi
bervariasi dengan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan yang dapat
menyebabkan diversitas mikrobiotanya. Sebagaimana yang diteliti oleh Paludan-
Muller et al. (1999) bahwa BAL telah disolasi dari bahan baku (ikan, nasi,
bawang putih dan daun pisang) dan selama proses fermentasi som-fak (produk
ikan fermentasi bergaram rendah Thailand). Lactococcus lactis subsp. lactis dan
Leuconostoc citreum biasanya dijumpai pada fish fillet dan minced fish,
Lactobacillus paracasei subsp.paracasei dengan boiled rice dan Weisella confusa
dengan campuran bawang putih dan daun pisang. Selain itu Lactobacillus
64
plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus juga diisolasi dari bahan baku.
Suksesi spesies Lactobacillus homofermentatif asidurik, didominasi oleh
L. plantarum/pentosus, yang ditemukan selama fermentasi.
Hampir semua isolat (61 isolat) BAL memberikan zona hambat terhadap
bakteri uji, artinya semua isolat BAL mempunyai aktivitas antimikrob. Masing-
masing isolat memiliki kemampuan yang berbeda-beda terhadap kelima bakteri
uji. Aktivitas penghambatan dari substansi antimikrob yang berbeda terhadap
spesies bakteri patogen yang berbeda adalah berbeda. Aktivitas antimikrob BAL
terutama disebabkan oleh asam organik yang dihasilkan dari metabolisme
glukosa. Ray (2004) menyatakan bahwa mikroorganisme berbeda sensitifitasnya
terhadap asam organik yang berbeda. Khamir dan kapang terutama sensitif
terhadap asam propionat dan sorbat, dan bakteri lebih sensitif terhadap asam
asetat.
Pada penelitian ini, nilai total asam pada semua sampel berkisar pada
1,13 - 2,50% dengan kisaran pH 3,60 - 5,30. Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Alvarado et al. (2006) bahwa dari 94 isolat BAL yang diisolasi dari makanan
tradisional Meksiko hanya 25 galur yang menghasilkan aktivitas antimikrob
paling sedikit terhadap satu bakteri indikator patogen. Sebagian besar aktivitas
penghambatan yang ditunjukkan oleh isolat BAL berhubungan dengan
pengurangan pH oleh asam organik.
Di antara 62 isolat ada 56 isolat (90%) BAL yang menghasilkan zona
hambat terhadap L. monocytogenes, sedangkan isolat BAL yang menghambat
pertumbuhan S. typhimurium, E. coli, B. cereus, dan S. aureus masing-masing
sebanyak 49 (79%), 45 (73%), 44 (71%), dan 41(66%). Umumnya bakteri Gram
negatif lebih sensitif terhadap pH rendah daripada bakteri Gram positif (Ray
2004). Berbeda dengan hasil penelitian hampir 90% isolat dapat menghambat
L. monocytogenes, hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa bakteri Gram
negatif seperti Salmonella mempunyai faktor penentu genetik yang
memungkinkan mereka untuk tumbuh pada konsentrasi asam yang lebih tinggi
(pH yang lebih rendah). Toleran asam ini berhubungan dengan produksi berlebih
dari satu grup protein (protein stress) dari galur ini (Ray 2004).
65
Supernatan bebas sel yang dinetralkan dari 53 isolat tidak menghasilkan
zona hambat pada kelima bakteri uji. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
penghambatan isolat BAL disebabkan oleh rendahnya pH supernatan (3,53 –
4,27) karena kandungan asam organik. Paludan-Muller et al. (2002) menyatakan
bahwa peran utama BAL ialah untuk memecah karbohidrat sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan pH. Hal ini penting untuk menghambat
bakteri pembusuk dan patogen dan menjamin keamanan produk. Asam organik
(terutama asam laktat) merupakan faktor pengawet utama pada produk fermentasi
ikan. Alvarado et al. (2006) menyatakan bahwa sekitar 26,6% galur BAL yang
diisolasi mepunyai aktivitas penghambatan terhadap paling sedikit satu bakteri
patogen, tetapi hanya satu galur (1,0%) yang menunjukkan kapasitas produksi
bakteriosin.
Hasil penelitian pada tahap ini menunjukkan bahwa isolat BAL yang ada
pada bekasam adalah isolat yang mampu bertahan sampai akhir fermentasi,
karena isolat ini diisolasi dari bekasam yang diperoleh langsung dari pengolah
lokal yang ada di Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa keawetan
bekasam yang ada di Indonesia disebabkan oleh terutama asam organik yang
dihasilkan oleh BAL yang ada pada produk bekasam.
Muller et al. (2009) menyatakan bahwa untuk mendeteksi pengaruh
penghambatan karena asam laktat yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum
LP31 maka supernatan bebas sel (SBS) ditetapkan pada pH 5. Hasil yang
diperolehnya menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob dari SBS stabil pada pH
5 - 5,5, sebagian atau total tidak aktif pada masing-masing pH 6 dan 7, pada pH
4 - 5 aktivitas penghambatan meningkat karena adanya penambahan efek asam.
Oleh karena itu, senyawa ini dikarakterisasi lebih lanjut sebagai bakteriosin.
Hasil seleksi terhadap 25 isolat BAL menunjukkan ada 11 isolat yang
menghasilkan zona hambat dari supernatan bebas sel dengan pH 5 dan atau 6.
Sedangkan kontrol positif larutan asam laktat (medium MRSB) dengan pH 4
menghasilkan zona hambat berkisar 8 - 12 mm, dan pada pH 5 dan 6 tidak
menunjukkan adanya zona hambat pada kelima bakteri uji. Hasil yang sama juga
didapatkan oleh Alakomi et al. (2000) bahwa aktivitas antimikrob asam laktat
ditunjukkan pada konsentrasi asam laktat 5mM atau pada pH 4. Hal ini
66
menunjukkan bahwa supenatan bebas sel dengan pH 5 atau 6 yang menghasilkan
zona hambat bukan berasal dari asam organik khususnya asam laktat. Dengan kata
lain bahwa sebelas isolat ini diduga sebagai penghasil antimikrob yang bukan
hanya merupakan asam organik (khususnya asam laktat). Sehingga pada tahap
berikutnya dipilih 4 isolat BAL (isolat BAL terpilih II) yaitu isolat BI(3), BP(3),
BP(20) dan SK(5) dari 25 isolat untuk mengetahui subtansi senyawa
antimikrobnya.
Substansi Antimikrob dari Isolat BAL
Keempat isolat ditumbuhkan selama 24, 48 dan 72 jam inkubasi. Secara
umum konsentrasi total asam dan H2O2 pada keempat isolat cenderung meningkat
dengan bertambahnya waktu inkubasi kecuali pada isolat BP(3) cenderung
menurun untuk produksi total asam. Hal yang sama juga dihasilkan dari penelitian
Olaoye & Onilude (2011), yang menunjukkan produksi asam laktat meningkat
seiring dengan waktu inkubasi (6-48 jam) untuk semua isolat yang diuji.
Sedangkan produksi H2O2 cenderung stabil akan tetapi setelah 24 jam inkubasi
cenderung menurun. Adeniyi et al. (2006) menyatakan dari lima bakteri asam
laktat yang diuji secara umum produksi asam laktat meningkat dari 12-36 jam
inkubasi, kemudian cenderung menurun sampai 72 jam inkubasi. Sedangkan
untuk produksi H2O2 setelah inkubasi 12 jam cenderung menurun pada semua
isolat BAL yang diuji.
Total asam meningkat seiring dengan peningkatan waktu inkubasi
sehingga menghasilkan pH yang lebih rendah, akan tetapi BAL masih dapat
tumbuh. Hal ini tampak dari hasil pengukuran pH pada jam ke- 24, 48, dan 72 jam
sama yaitu pH 4, akan tetapi OD untuk pertumbuhan sudah menurun setelah
24 jam inkubasi (Lampiran 6).
Secara umum aktivitas antimikrob keempat isolat lebih tinggi
(9 - 14,5 mm) dibandingkan dengan kontrol positif larutan asam laktat pada pH 4
(8 - 10,5 mm). Aktivitas antimikrob isolat SK(5) paling tinggi dibandingkan
dengan isolat lainnya yaitu sebesar 14,5 mm terhadap S. aureus pada jam ke-24.
(Gambar 11 dan Lampiran 7).
Aktivitas antimikrob yang dihasilkan keempat isolat memiliki pola yang
berbeda. Pada isolat BI(3) aktivitas tertinggi pada jam ke-72 lama inkubasi, hal ini
67
berkorelasi positif dengan hasil analisis total asam dan H2O2 tertinggi juga pada
jam ke-72 lama inkubasi. Sedangkan untuk BP(3) dan BP(20) memiliki pola yang
hampir sama, yaitu aktivitas cenderung stabil pada jam ke-24, ke-48, dan ke-72
lama inkubasi. Berbeda halnya dengan isolat SK(5) aktivitas antimikrob tertinggi
dihasilkan pada jam ke-24 lama inkubasi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh
jumlah dan jenis substansi antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat. Hal ini
terbukti pada tahap berikutnya bahwa isolat SK(5) menghasilkan jenis asam
organik yang lebih banyak dibandingkan dengan isolat BP(3) dan BP(20), dan
konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan dengan tiga isolat lainnya. Alvarado et
al. (2006) meyatakan bahwa penurunan nilai pH yang diakibatkan oleh aktivitas
pengasaman adalah berhubungan dengan jumlah dan tipe asam organik yang
dihasilkannya, serta bervariasi tergantung sumber karbohidrat yang digunakannya.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada keempat isolat aktivitas antimikrob
berasal dari kandungan asam organik (asam laktat) yang dihasilkannya dan juga
dari senyawa antimikrob lainnya seperti H2O2. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa bakteri S. aureus, L. monocytogenes, dan E. coli secara umum lebih
sensitif terhadap senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat BAL
hasil isolasi tersebut.
Spesies yang memfermentasi glukosa yang utama menghasilkan asam
laktat adalah homofermentatif. Keempat isolat adalah termasuk kelompok
homofermentatif, berdasarkan uji produksi gas dari fermentasi glukosa. Sehingga
diduga dominan asam organik yang dihasilkannya adalah asam laktat. Asam
organik adalah komponen organik dengan kelengkapan asam dan mengandung
karbon, seperti komponen organik lainnya. Kebanyakan asam organik memiliki
keuntungan karena ukurannya yang relatif kecil sehingga dapat bergerak dengan
bebas antara sel dengan sel. Efek antibakteri dari asam bahwa asam terdisosiasi
menjadi ion hidrogen dan anion toksik yang mampu mengganggu fungsi fisiologi
sel dan mendestabilisasi protein sel (Theron & Lues 2011).
Akan tetapi pada keempat isolat juga terdeteksi adanya H2O2 dengan
konsentrasi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan total asam, dan diduga
hambatan yang dihasilkan oleh supernatan bebas sel pada keempat isolat juga
disebabkan oleh H2O2 yang dihasilkannya. Beberapa BAL menghasilkan H2O2 di
68
bawah kondisi pertumbuhan aerob dan karena kekurangan katalase selular,
pseudokatalase atau peroksidase, BAL ini melepaskannya ke dalam lingkungan
untuk mencegah dirinya sendiri dari antimikrobnya. Pada kondisi anaerob, sangat
sedikit H2O2 yang dapat dihasilkan dari galur ini. Aksi antibakteri ini dihasilkan
dari sifat pengoksidasi kuat dan kemampuan galur untuk merusak komponen
selular, khususnya membran. Karena sifat oksidasinya, maka dapat menyebabkan
efek yang tidak diinginkan dalam mutu pangan, seperti diskolorasi pada daging
yang diproses, sehingga penggunaannya terbatas dalam pengawetan pangan
(Ray 2004).
Potensi antimikrob lain yang dapat dihasilkan oleh BAL adalah
bakteriosin. Bakteriosin adalah antimikrob peptida yang disintesis oleh ribosom
dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil
bakteriosin. Keempat isolat juga menunjukkan adanya dugaan bakteriosin yang
dihasilkannya. Hal ini nampak dari hasil pengujian aktivitas antimikrob dari
endapan hasil pengendapan protein supernatan bebas sel dengan amonium sulfat
pada konsentrasi bertingkat dari 0-10% sampai 70-80%, yaitu menunjukkan
adanya aktivitas antimikrob. Akan tetapi supernatan hasil pengendapan protein
juga menunjukkan aktivitas antimikrob. Hal ini juga menunjukkan bahwa
aktivitas antimikrob disebabkan oleh kandungan asam yang ada dalam supernatan.
Secara umum dari hasil penelitian menunjukkan bahwa S. typhimurium
lebih sensitif terhadap supernatan dari isolat BI(3) dan BP(20), dimana terjadi
peningkatan penghambat dengan meningkatnya konsentrasi amonium sulfat
sampai 60-70%. Sedangkan E. coli dan L. monocytogenes menunjukkan pola yang
sama pada isolat BI(3) dan BP(20) yaitu cenderung stabil. Supernatan dari isolat
SK(5) dan BP(3) menunjukan pola penghambatan yang sama pada ketiga bakteri
uji, yaitu cenderung menurun penghambatannya seiring dengan peningkatan
konsentrasi amonium sulfat. Kecuali L. monocytogenes cenderung meningkat
penghambatannya seiring dengan peningkatan konsentrasi amonium sulfat pada
isolat BP(3).
Endapan dari keempat isolat menunjukkan penghambatan pertumbuhan
pada ketiga bakteri uji kecuali pada isolat SK(5) hanya menghambat pertumbuhan
bakteri S. typhimurium. Umumnya zona hambat dari endapan semakin besar
69
dengan semakin tingginya konsentrasi amonium sulfat (Gambar 14). Endapan
isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) dapat menghambat pertumbuhan ketiga bakteri uji
pada konsentrasi amonium masing-masing 40%, 10% dan 70-80%. Sedangkan
isolat SK(5) hanya menghambat pertumbuhan S. typhimurium pada konsentrasi
amonium 40%, 60% dan 70%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa endapan protein pada keempat
isolat menghasilkan aktivitas antimikrob terhadap bakteri E. coli dan
S. typhimurium yang merupakan bakteri Gram negatif. Kalau aktivitas ini diduga
berasal dari bakteriosin, maka hal ini berlawanan dengan kaedah umum yang
menyatakan bahwa bakteriosin adalah antimikrob peptida yang disintesis oleh
ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil
bakteriosin. Dengan kata lain bakteri asam laktat atau bakteri Gram positif lebih
sensitif terhadap bakteriosin. Akan tetapi dugaan ini perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut karena endapan protein yang dihasilkan belum dilakukan pemurnian
sehingga ada kemungkinan aktivitas yang dihasilkannya bukanlah berasal dari
bakteriosin, tetapi oleh senyawa lain seperti antibiotik peptida.
De Vuyst & Leroy (2007) menyatakan bahwa aktivitas bakteriosin
terhadap bakteri Gram negatif seperti E. coli dan Salmonella telah dilakukan, akan
tetapi biasanya hanya ketika integritas dari membran luar diberi perlakuan,
contohnya setelah diberi tekanan atau perlakuan pH rendah, adanya bahan
detergen atau pengkelat atau setelah pulsed electric field atau perlakuan tekanan
tinggi.
Pengendapan protein dengan amonium sulfat pada konsentrasi 0-80 %
menunjukkan variasi aktivitas antimikrob pada ketiga bakteri uji dari masing-
masing isolat BAL (Gambar 15). Bahan yang terendapkan sebelum 25% saturasi
umumnya adalah unsur/elemen dan unsur preaggregated atau protein dengan
berat molekul sangat tinggi. Persentase protein yang terendapkan akan semakin
tinggi dengan adanya peningkatan konsentrasi amonium sulfat, dengan
konsentrasi maksimum 40-60% (Scopes 1994). Pada penelitian ini konsentrasi
protein tertinggi dari endapan pada keempat isolat terjadi pada pengendapan
dengan amonium sulfat 30% (Gambar 15). Sedangkan untuk bakteriosin
70
umumnya ialah pada pengendapan di atas 50%, karena bakteriosin termasuk
kelompok peptida dengan berat molekul rendah (Pingitore et al. 2007)
Secara umum konsentrasi protein pada keempat isolat menunjukkan pola
yang sama yaitu konsentrasi supernatan lebih kecil (0,051 -0,159 g/L)
dibandingkan dengan endapan (0,014 – 0,870 g/L) (Gambar 15). Akan tetapi
aktivitas antimikrobnya cenderung sama pada ketiga bakteri uji dengan zona
hambat sekitar 3 – 10 mm (Gambar 12). Konsentrasi protein dari endapan isolat
BP(3) dan SK(5) lebih kecil (0,021 – 0,376 g/L) dibandingkan dengan isolat BI(3)
dan BP(20) (0,014 - 0,870 g/L ) (Gambar 15). Aktivitas antimikrob dari endapan
isolat BP(3) secara umum hanya menghambat L. monocytogenes dan SK(5)
hanya S. typhimurium, berbeda dengan isolat BI(3) dan BP(20) menghambat
ketiga bakteri uji (Gambar 13)
Pengendapan dengan penambahan garam netral adalah metode yang
paling umum digunakan untuk fraksionasi protein dengan pengendapan. Protein
yang diendapkan tidak didenaturasi dan aktivitasnya diambil kembali dengan
melarutkan kembali pelet (endapan) hasil sentrifugasi. Penambahan garam ini
dapat menstabilkan protein terhadap denaturasi, proteolisis atau kontaminasi
bakteri. Salting out tergantung pada hidrofobik alami permukaan protein.
Kelompok hidrofobik lebih banyak pada interior protein tetapi beberapa berlokasi
pada permukaan, seringnya di bagian patches. Patches hidrofobik pada satu
molekul protein dapat berinteraksi dengan yang lain. Kemudian, protein dengan
patches hidrofobik yang lebih besar akan berkumpul dan mengendap sebelum
patches yang lebih kecil, menghasilkan fraksinasi. Agregat (kumpulan) yang
terbentuk adalah campuran dari beberapa protein dan ini akan mempengaruhi
konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk mengendapkan protein yang diinginkan
(Harris 2001). Bagian hidrofobik di dalam molekul bakteriosin merupakan hal
yang diperlukan untuk aktivitasnya dalam menghambat bakteri sensitif karena
inaktivasi mikroorganisme oleh bakteriosin tergantung pada interaksi hidrofobik
antara sel-sel bakteri dengan molekul-molekul bakteriosin (Parada et al. 2007).
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antimikrob terhadap berbagai
senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh BAL maka dapat disimpulkan bahwa
isolat BAL terpilih menghasilkan senyawa antimikrob berupa asam organik
71
(terutama asam laktat), hidrogen peroksida dan peptida. Akan tetap hasil
penelitian dari tahap seleksi sampai tahap penentuan susbtansi senyawa
antimikrob yang dihasilkan oleh BAL menunjukkan bahwa secara umum senyawa
antimikrob yang dominan pada keempat isolat adalah asam organik. Kemudian
tahap selanjutnya dilakukan produksi asam organik ini selama pertumbuhan dan
aktivitas antimikrob yang dihasilkannya serta menentukan kandungan asam
organik yang dihasilkan oleh keempat isolat ini. Sebelumnya dilakukan
karakterisasi dan identifikasikasi keempat isolat.
Karakterisasi dan Identifikasi Isolat BAL
Karakterisasi keempat isolat yang ditumbuhkan pada media MRSA+
CaCO3 0,1% dan bromotimol biru sebagai indikator asam menunjukkan koloni
berwarna kuning dan dikelilingi oleh zona bening (Gambar 16). Hal ini karena
adanya indikator bromotimol biru (perubahan dari biru menjadi kuning dengan
perubahan pH) dan CaCO3 (yang larut karena adanya asam sehingga di sekeliling
koloni isolat terbentuk zona bening) dalam agar MRS.
Keempat isolat merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat dan
batang, tidak berendospora, tidak motil, katalase negatif, dan bersifat
homofermentatif (Tabel 7). Karakteristik fenotip berguna sebagai titik awal untuk
uji yang lebih dalam. Meskipun morfologi dipandang meragukan sebagai
karakteristik kunci dalam taksonomi bakteri, akan tetapi masih penting dalam
deskripsi genus BAL. Oleh karena itu BAL dapat dibagi menjadi sel berbentuk
batang (Lactobacillus dan Carnobacterium) dan kokus (semua genus yang lain).
Satu pengecualian yaitu Weissella yang merupakan genus pertama dalam grup
BAL dengan definisi dapat meliputi kokus dan batang. Lebih jauh pembelahan sel
dalam dua bagian tegak lurus dalam satu plane, yang menimbulkan bentuk tetrat,
dan ini digunakan dalam pembedaan kokus. Genus pembentuk tetrat adalah
Aerococcus, Pediococcus, dan Tetragenococcus (Axelsson 2004).
Salah satu karakteristik yang digunakan dalam pembedaan genus BAL
adalah mode fermentasi glukosa di bawah kondisi standar, yaitu konsentrasi
glukosa dan factor pertumbuhan tidak terbatas dan oksigen yang tersedia dibatasi.
Di bawah kondisi ini, BAL dapat dibagi menjadi dua grup, homofermentatif yang
mengubah glukosa paling banyak secara kuantitatif menjadi asam laktat dan
72
heterofermentatif yang memfermentasi glukosa menjadi asam laktat, etanol/asam
asetat dan CO2. Leuconostocs, Oenococcus, Weissella, dan subgrup Lactobacillus
adalah heterofermentatif dan semua BAL yang lain adalah homofermentatif
(Axelsson 2004). Berdasarkan uji produksi gas dari fermentasi glukosa, keempat
isolat bersifat homofermentatif.
Keempat isolat dapat tumbuh baik pada NaCl 2-4%, sedangkan pada 7%
pertumbuhan kurang bagus kecuali pada isolat SK(5) masih tumbuh dengan baik.
Hal ini berkorelasi positif dari hasil analisis kimia pada sampel bekasam yaitu
untuk isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) konsentrasi garamnya adalah 2,34 – 4,01%,
sedangkan untuk isolat SK(5) adalah 4,62%. Keempat isolat juga dapat tumbuh
baik pada pH 4,4 – 8, meskipun keempat isolat ini diisolasi dari sampel bekasam
dengan kisaran pH 3,62 – 4,60. Keempat isolat juga tumbuh baik pada suhu
30-37oC. Hal ini juga berhubungan dengan kondisi proses fermentasi bekasam
yang dilakukan pada suhu ruang. Hasil yang sama juga dihasilkan oleh
Tanasupawat et al. (1998) dari 4 grup BAL, satu grup dapat tumbuh pada NaCl
4-8%, 2 grup 4-10% dan satu grup 4-12%. Dua grup dapat tumbuh pada pH 4-8,5,
satu grup hanya pada pH 4,5 dan satu grup pada pH 7,5-8.
Pertumbuhan pada suhu tertentu digunakan terutama untuk membedakan
antara beberapa kokus. Pertumbuhan Enterococcus pada suhu 10oC dan 45oC,
Lactococcus dan Vagococcus pada 10oC tetapi tidak pada 45oC. Streptococcus
umumnya tidak tumbuh pada 10oC sedangkan pertumbuhan pada 45oC tergantung
pada spesies. Demikian juga pada Pediococcus dapat tumbuh pada 10oC dan 45oC
tergantung spesies. Toleran terhadap garam (6,5% NaCl) juga digunakan untuk
membedakan antara kokus. Toleran terhadap garam yang ekstrem (18% NaCl)
dibatasi untuk genus Tetragenococcus. Toleran terhadap kondisi asam dan basa
juga digunakan. Aerococcus, Carnobacteria, Enterococcus, Tetragenococcus dan
Vagococcus dikarakter dengan pertumbuhan pada pH yang relatif tinggi,
meskipun tidak semua dapat tumbuh pada standar uji pH 9,6 (Axelsson 2004).
Berdasarkan karakteristik morfologi dan pertumbuhan pada keempat isolat
ini dapat diduga bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) adalah genus Pediococcus,
dan isolat SK(5) adalah genus Lactobacillus. Klasifikasi pada level genus yang
paling akurat adalah dengan sekuensing 16S rRNA. Selain itu karakteristik
73
biokimia masih penting untuk klasifikasi awal untuk mempelajari tentang sifat-
sifat dari galur. Beberapa karakteristik yang juga digunakan dalam klasifikasi
pada tingkat spesies adalah toleransi terhadap garam dan pH, pertumbuhan pada
suhu tertentu dan konfigurasi asam laktat yang dihasilkan. Karakteristik lain yang
digunakan dalam karakterisasi fenotip/biokimia dari galur adalah kisaran
fermentasi karbohidrat, arginin hidrolisis, pembentukan asetoin, toleransi bile, tipe
hemolisis, dan produksi polisakarida ekstraseluler.
Pediococcus dan Lactobacillus adalah termasuk dua genus dari tujuh
genus BAL yang digunakan secara langsung dalam makanan fermentasi.
P. acidilactici dan P. pentosaceus secara alami ada dalam bahan pangan.
Pediococcus memiliki kisaran suhu pertumbuhan optimum 25oC - 40oC, tetapi
beberapa spesies dapat tumbuh pada suhu 50oC. Beberapa Pediococcus juga
dibedakan dari BAL yang lain karena kemampuannya toleran terhadap
lingkungan asam yang tinggi (pertumbuhan pada pH 4,2) dan garam yang tinggi
(tumbuh pada 6,5% NaCl). Sebagian besar genus Lactobacillus adalah mesofilik,
genus ini juga mengandung spesies yang pisikotropik, termodurik atau termofilik.
Suhu optimum pertumbuhannya 30oC - 45oC. Beberapa spesies menunjukkan
toleran terhadap garam dan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air yang
rendah. Toleran asam adalah sifat umum dari Lactobacillus dan beberapa juga
toleran terhadap etanol atau garam empedu. Sebagian besar spesies adalah
aerotoleran, sedangkan yang lain membutuhkan kondisi yang lebih anaerob
obligat (Hutkins 2006).
Identifikasi keempat isolat dilanjutkan dengan melihat sifat fisiologinya
dalam memfermentasi berbagai macam sumber karbohidrat dengan menggunakan
API KIT 50 CHL (Lampiran 8). Berdasarkan Uji fermentasi gula dan identifikasi
menggunakan API 50 CHL (API system, Bio-Mereux, France) dapat disimpulkan
bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20) adalah Pediococcus pentosaceus 1 dengan
kemiripan sebesar 99,9%. Meskipun secara fisiologi isolat BI(3) tidak dapat
memfermentasi gula ke 48 yaitu kalium 2-keto-glukonat. Isolat SK(5) yang
berbentuk batang adalah Lactobacillus plantarum 1 dengan kemiripan sebesar
99,9% .
74
Papagianni & Anastasiadou (2009) menyatakan bahwa sebagian besar
galur P. pentosaceus dapat memfermentasi glukosa, ribosa, galaktosa, arabinosa,
dan fruktosa menjadi DL laktat . Sedikit galur yang mampu memfermentasi
laktosa dan silosa dan beberapa diketahui memiliki aktivitas katalase. Hasil yang
sama juga diperoleh pada penelitian ini dari hasil uji API KIT CHL 50
menunjukkan bahwa keempat isolat dapat memfementasi L-arabinosa, D-ribosa,
D-silosa, D-galaktosa, D-glukosa, D-fruktosa, D-manosa, D-selobiosa, dan
D-maltosa akan tetapi keempat isolat tidak dapat memfermentasi D-laktosa.
Keempat isolat tidak memiliki aktivitas katalase.
Kopermsub et al. 2006 menyatakan bahwa BAL yang dominan dalam
produk plaa-som adalah Lactobacillus pp. (79%) dan Pediococcus spp. (18%).
Sebaliknya Paludan-Muller et al. (2002) mendapatkan bahwa isolat BAL yang
dominan dari plaa-som adalah P. pentosaceus (42%). Akan tetapi Paludan-Muller
et al. (1999) juga telah mendapatkan bahwa L. plantarum, L. pentosus dan
P. pentosaceus diisolasi dari bahan baku som-fak. Suksesi asidurik, spesies
Lactobacillus homofermentatif selama proses fermentasi som-fak didominasi oleh
L. plantarum/pentosus.
Bahkan Noonpakdee et al. (2009) mendapatkan bahwa L. plantarum PMU
33 yang diisolasi dari som-fak menghasilkan bakteriosin yang identik dengan
plantarisin W. Sedangkan Shin et al. (2008) menyatakan bahwa P. pentosaceus
K23-2 yang diisolasi dari kimchi menghasilkan bakteriosin, yang memilki
karakteristik mirip dengan bakteriosin klass IIa.
Dari 4 isolat BAL terpilih tiga isolat merupakan genus Pediococcus dan
satu isolat adalah Lactobacillus. Hasil ini hampir sama dengan bakteri yang
dominan pada produk plaa-som (Paludan-Muller et al. 2002, Kopermsub et al.
2006 ) dan som-fak (Paludan-Muller et al. 1999). Hal ini menunjukkan secara
umum bahwa dalam produk fermentasi ikan, khususnya bekasam mengandung
jenis BAL yang sama meskipun asal atau tempat pengolahan bekasam berbeda.
Artinya isolat BAL ini mempunyai peran khusus dalam proses fementasi. Saat ini
belum ada yang melaporkan bahwa kedua genus ini ada dalam produk bekasam
yang berasal dari pengolah lokal yang ada di Indonesia. Dengan kata lain
Pediococcus ada pada sampel bekasam dari Indralaya (BP(3) dan BP(20)) dan
75
Indramayu (BI(3)). Pediocoocus dapat ditemui pada beragam habitat, meliputi
bahan tanaman, susu, air garam, urin hewan dan bir (Hutkins 2007).
Berdasarkan studi sebelumnya P. pentasaceus dan L. plantarum diketahui
bahwa substansi antimikrobnya adalah asam laktat, H2O2 dan diacetil (Adeniyi et
al. 2006; Rebecca et al. 2008). Selain itu P. pentasaceous (Wu et al. 2004; Shin et
al. 2008) dan L. plantarum (Muller et al. 2009; Noonpakdee et al. 2009) juga
telah dilaporkan menghasilkan bakteriosin.
Verifikasi terhadap identifikasi berdasarkan fisiologi dilakukan dengan
identifikasi secara melekuler. Analisis molekuler terhadap gen penyandi 16S
rRNA dari isolat-isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) memberikan hasil bahwa
pita potongan DNA hasil amplifiksi menggunakan PCR yang terlihat pada gel
elektroforesis berada di antara pita 1000-1500 pasangan basa (base pair = bp)
(Gambar 17). Berdasarkan analisis BLASTN dari urutan nukleotida yang
didapatkan dari hasil sekuensing dengan data 16S rRNA yang ada di bank data
NCBI diketahui bahwa isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) memiliki
kemiripan masing-masing 98%, 97%, 98% dengan Pediococcus pentosaceus IE-3
dan 93% dengan Lactobacillus plantarum subsp plantarum NC 8. Hasil ini sama
dengan hasil pengujian dengan menggunakan API KIT CHL 50 (Tabel 9).
Berdasarkan persen kemiripan sekuen 16S rDNA isolat BI(3), BP(3) dan
BP(20) dengan P. pentocaceus, terdapat kemungkinan bahwa ketiga isolat
termasuk ke dalam genus Pediococcus. Menurut Madigan et al. (2009) bahwa
perbedaan urutan basa dalam 16S rRNA lebih dari 5% berarti merupakan genus
yang baru, sehingga kesamaan 95% masih menunjukkan berada dalam satu genus.
Berdasarkan hal ini maka isolat SK(5) kemungkinan bukan merupakan genus
Lactobacillus.
Berdasarkan hasil uji fermentasi gula maka isolat BI(3), BP(3), dan
BP(20) identik kecuali hanya satu gula yang tidak dapat difermentasikan oleh
BI(3) (Tabel 8). Selain itu secara penampakan pertumbuhan dalam medium cair
dalam kondisi mikroaerofilik penampakannya sama, kecuali untuk isolat BI(3)
juga berbeda. Hasil identifikasi dengan API CHL 50 sama dengan identifikasi
berdasarkan 16S rRNA. Berbeda halnya dengan isolat SK(5), hasil identifikasi
berdasarkan dua metode diatas sama yaitu L. plantarum akan tetapi berdasarkan
76
identifikasi 16S rRNA kemiripannya sangat kecil yaitu hanya 93%. Berdasarkan
hal ini maka dapat disimpulkan bahwa isolat BI(3), BP(3) dan BP(20)
kemungkinan besar termasuk dalam satu spesies yaitu Pediococcus pentosaceus
sedangkan isolat SK(5) kemungkinan adalah spesies baru yang memiliki sifat
fisiologis dan morfologis yang mirip dengan Lactobacillus. Akan tetapi perlu
dilakukan pengujian yang lebih detail untuk menentukan spesies dari isolat SK(5)
ini.
Papagianni & Anastasiadou (2009) menyatakan bahwa genom keseluruhan
dari P. pentosaceus ATCC 25745 telah disekuen dan terdiri dari 1832387
nukleotida yang tersusun dalam satu pola sirkuler. Genome mempunyai 1755
protein yang disandikan oleh gen dan 72 gen RNA dengan kandungan GC 37,4%.
Mayo et al. (2008) menyatakan bahwa L. plantarum WCFS1 adalah koloni
tunggal yang diisolasi daru L.plantarum NCIMB 8826, yang berasal dari air liur
manusia. Genom galur WCFS1 genom BAL yang paling besar dianalisis lebih
jauh. Genom ini terdiri dari satu kromosom sirkuler dan tiga plasmid (1,9, 2,3 dan
3,6 kbp). Genomnya berukuran 3,3 Mb dengan kandungan GC 44.5%, dan
mengandung 3052 gen yang menandikan protein, lima operon rrn, yang
terdistribusi rata disekeliling kromosom dan 62 gen tRNA.
Genus Lactobacillus adalah genus yang paling besar dalam grup BAL,
sangat heterogen mencakup sifat fenotip, biokimia dan fisiologinya bervariasi
sangat besar. Heterogenitas diwakili oleh kisaran mol % G+C dari DNA spesies
yang terdapat dalam genus. Kisaran in adalah 32-55%, dua kali rentang yang
biasanya diterima untuk satu genus tunggal. Heterogenitas dan jumlah spesies
yang besar karena definisi genus, secara esensial adalah BAL berbentuk batang.
Cara yang klasik untuk membedakan spesies Lactobacillus adalah pola fermentasi
gula, konfigurasi asam laktat yang dihasilkannya, hidrolisis arginin, persyaratan
pertumbuhan dan pertumbuhan pada suhu tertentu. Karakteristik ini masih
digunakan, tetapi klasifikasi yang tepat membutuhkan juga analisis peptidoglikan,
mobilitas elektroforetik LDH, mol % G+C DNA dan studi homolog DND-DNA.
Bahkan teknik PCR yang berbeda dan sekuensing fragmen PCR secara langsung
(contohnya gen rRNA) juga menawarkan kemungkinan baru untuk identifikasi
dan klasifikasi Lactobacillus dan BAL lainnya secara cepat (Axelsson 2004).
77
Produksi Asam organik dan Aktivitas antimikrobnya Selama Pertumbuhan
Log jumlah sel (CFU/mL) menunjukkan fase pertumbuhan yang dialami
oleh satu mikroorganisme. Fase pertumbuhan memiliki pola yang sama pada
keempat isolat (Gambar 19). Fase pertumbuhan diawali dengan fase lag
(adaptasi), akan tetapi keempat isolat tidak menunjukkan adanya fase ini. Cohen
(2011) menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh jika bakteri dalam kondisi
pertumbuhan eksponensial dipindahkan ke medium baru yang sama dengan
medium awal, semua kondisi yang lain juga sama, maka tidak ada waktu adaptasi.
Pada penelitian ini sebelum ditumbuhkan dalam medium produksi dilakukan
pembuatan inokulum dengan media dan kondisi pertumbuhan yang sama dengan
medium produksi yang ditumbuhkan selama 18 jam (fase eksponensial).
Pertumbuhan pada keempat isolat mulai terjadi pada jam ke-0 hingga jam
ke-16. Fase ini disebut dengan fase eksponensial (fase log). Cohen (2011)
menyatakan bahwa ketika nutrisi esensial tidak terbatas, pertumbuhan kultur
dengan kecepatan yang konstan dan kecepatan pertumbuhan akan proporsional
terhadap densitas kultur. Kurva pertumbuhan menjadi eksponensial.
Pommerville (2011) menyatakan fase log terjadi ketika semua sel dalam kultur
mengalami pembelahan biner. Setiap generasi yang dilalui, jumlah sel bertambah
dua kali lipat dan grafik meningkat dalam bentuk garis lurus atau grafik
logaritmik.
Akan tetapi jika dilihat dari kecepatan pertumbuhan spesifik maksimum
maka isolat BP(20) memiliki µmax paling besar (0,60 jam-1) yang berarti isolat ini
dapat mencapai kecepatan pertumbuhan paling tinggi dalam medium MRSB
dibandingkan tiga isolat lainnya. Waktu generasi dalam medium MRSB pada
isolat BP(20) ialah 1,16 jam lebih singkat dibandingkan dengan ketiga isolat
lainnya.
Kecepatan pertumbuhan seiring dengan peningkatan produksi asam oleh
isolat. Kecepatan pembentukan produk tertinggi pada isolat BP(20). Hal ini
membuktikan bahwa laju pembentukan produk sebanding dengan laju
pertumbuhan sel bakteri. Akan tetapi tidak selalu sebanding dengan produksi
optimum, dimana produksi total asam (g/103 log CFU) isolat BI(3) jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan isolat BP(20) (Gambar 20), padahal jika dilihat dari
78
kurva pertumbuhannya isolat BI(3) pertumbuhannya lebih rendah. Laju
konsentrasi nutrien yang tinggi dan terakumulasinya eksresi hasil metabolisme
akan mempengaruhi pertumbuhan. Akhirnya fase pertumbuhan memasuki fase
stasioner (Gambar 19).
Kurva pertumbuhan mengalami kecenderungan fase stasioner pada jam
ke-16 hingga akhir inkubasi 48 jam pada keempat isolat. Cohen (2011)
menyatakan bahwa jika kondisi nutrisi esensial hilang selama pertumbuhan,
medium menjadi terlalu asam atau terlalu basa maka kecepatan pertumbuhan akan
menurun dan mendekati nol. Dengan kata lain akumulasi substansi toksik akan
dapat menghambat pembelahan sel (jumlah sel hidup tetap konstan).
Ketika pertumbuhan bakteri terjadi, maka terjadi perubahan pH, dimana
pH pada keempat isolat cenderung menurun dari jam ke-0 inkubasi sampai jam
ke-16 inkubasi, setelah itu pH cenderung stabil sampai akhir inkubasi (48 jam)
(Gambar 19). Hal ini menunjukkan bahwa ketika sel mengalami pertumbuhan
eksponensial, terjadi peningkatan sel yang pesat sehingga pertumbuhan bakteri
menjadi cepat dan aktivitas metabolismenya menjadi tinggi. Hasil dari aktivitas
metabolisme ini merupakan asam-asam organic yang menyebabkan pH medium
menjadi asam. Hal ini nampak pada produksi total asam per log jumlah sel
meningkat tajam dari jam ke-0 sampai ke-20 inkubasi pada isolat BP(20) dan
SK(5), sampai jam ke-28 untuk isolat BI(3), dan sampai jam ke-36 inkubasi pada
isolat BP(3) (Gambar 20). Produksi asam tertinggi adalah pada isolat BI(3)
meskipun pertumbuhannya paling rendah dibandingkan dengan ketiga isolat
lainnya.
Passos et al. (1994) menyatakan bahwa produksi asam laktat signifikan
terjadi selama pertumbuhan, dan juga pada fase stasioner. Persentase asam yang
dihasilkan setelah pertumbuhan berhenti adalah satu fungsi dari komposisi
medium. Sampai 51% asam laktat dihasilkan setelah pertumbuhan berhenti ketika
NaCl tidak ada dalam medium, sedangkan tidak lebih dari 18% total asam laktat
dihasilkan setelah pertumbuhan berhenti dengan adanya NaCl, mungkin karena
suatu peningkatan kecepatan kematian sel.
79
Hasil pengukuran pH pada medium pertumbuhan menunjukkan penurunan
sampai pH di bawah 4 pada keempat isolat dalam 24 jam inkubasi. Hal ini
bermanfaat sebagai faktor antogonisme terhadap bakteri pembusuk dan patogen
yang berhubungan dengan produk makanan. Medium kultur (MRSB) yang
digunakan untuk pertumbuhan BAL menunjukkan zona hambat pada aktivitas
pengasamannya. Isolat SK(5) menunjukkan penurunan pH yang paling tinggi
yaitu 3,21. Alvarado et al. (2006) menyatakan bahwa penurunan pH diakibatkan
oleh aktivitas pengasaman yang dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam organik
yang dihasilkan. Pada penelitian ini isolat SK(5) menghasilkan 6 jenis asam
organik dengan total konsentrasi asam organik paling tinggi dibandingkan dengan
tiga isolat lainnya. Menurut Alvarado et al. (2006) galur BAL spesifik harus
dipilih secara hati-hati untuk setiap sistim makanan yang mendukung secara
in situ produksi asam sebagai bagian dari metoda pengawetan secara alami.
Produksi asam meningkat dengan waktu inkubasi untuk semua isolat
dengan produksi tertinggi sebesar 2,075 g/103 log CFU untuk isolat BI(3) dalam
28 jam inkubasi. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Olaoye & Onilude (2011)
bahwa produksi asam laktat meningkat dengan waktu inkubasi untuk semua isolat
dengan produksi tertinggi 23,37 dan 28,02 (g/107 CFU) untuk P. pentosaceus
INT02 dan P. pentosaceus INT01 masing-masing dalam 42 jam inkubasi.
Keempat isolat bersifat fermentasi homolaktik, dengan menggunakan
jalur glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas pathway) dalam memfermentasi
glukosa menghasilkan asam laktat. Glikolisis dikarakterisasi dengan pembentukan
fruktosa-1,6 difosfat (FDP), yang dibagi oleh FDP aldosa ke dalam
dihidroksiasetonfoafat (DHAP) dan gliseraldehid-3-fofat (GAP). GAP (dan
DHAP melalui GAP) kemudian diubah menjadi piruvat dalam satu sekuen
metabolik meliputi fosforilasi pada taraf substrat pada dua kondisi (Gambar 1).
Di bawah kondisi normal, yaitu kelebihan gula dan membatasi kelebihan oksigen,
piruvat akan direduksi menjadi asam laktat oleh NAD+-dependent lactate
dehydrogenase (nLDH), dengan demikian bentuk NADH direoksidasi selama
tahap glikolitik terakhir. Keseimbangan redoks kemudian dihasilkan, asam laktat
sebagai satu-satunya poduk akhir (90%) (Axelsson 2004). Akan tetapi hasil ini
80
berbeda dengan hasil analisis kandungan asam organik pada keempat isolat
(Tabel 11).
Kandungan asam organik yang dihasilkan oleh keempat isolat setelah
inkubasi 48 jam dianalisis dengan HPLC menunjukkan hasil yang beragam baik
jumlahnya maupun jenisnya. Isolat BI(3) dan BP(20) memiliki 3 jenis asam
organik yang terdeteksi sama dengan jumlah yang dominan adalah asam asetat,
yaitu masing-masing 69,7% dan 78,9% sedangkan asam laktat masing-masing
hanya 11,3% dan 14.5%. Berbeda dengan isolat BP(3) dan SK(5) memiliki 6 jenis
asam organik yang terdeteksi sama dengan jumlah yang dominan adalah asam
laktat, yaitu masing-masing 56,4% dan 48,6% sedangkan asam asetat masing-
masing hanya 17,4% dan 15,6% (Tabel 9).
Axelsson (2004) menyatakan bahwa secara teori fermentasi homolaktik
menghasilkan 2 mol asam laktat dan 2 ATP per mol glukosa yang dikonsumsi.
Dalam prakteknya nilai teori ini kadang dihasilkan. Faktor konversi 0,9 dari gula
menjadi karbon produk akhir adalah umum dan mungkin ini menggambarkan
suatu penggabungan karbon gula ke dalam biomassa, sekalipun faktor
pertumbuhan itu banyak (seperti asam amino, nukleotida dan vitamin) karena
sering digunakan media yang kaya (seperti MRSB).
Adanya kandungan asetat yang tinggi pada isolat BI(3) dan BP(20) diduga
sebagian berasal dari media pertumbuhannya secara in vitro dalam medium
MRSB. Medium MRSB adalah media yang kaya mengandung glukosa (20 g/L),
pepton (10 g/L), lab-lemco powder (8 g/L), ekstrak khamir (4 g/L), sorbitol
monooleat (1 mL/L), dipotasium hidrogen fosfat (2,0 g/L), sodium asetat 3H2O
(5 g/L), triamonium sitrat (2,0 g/L), MgSO4.7H2O) (0,2 g/L), dan MnSO4.4H2O
(0,05 g/L). Menurut Axelsson (2004) media yang kompleks ini juga berkontribusi
terhadap kesetimbangan fermentasi yang lain dan pembentukan produk akhir yang
lain, terutama asam asetat, karena senyawa seperti asam organik, asam amino dan
residu gula dapat mengubah fermentasi. Adanya oksigen mungkin juga
mempunyai pengaruh yang nyata pada metabolisme. Kemungkinan lain adalah
terdeteksinya asetat karena berasal dari media MRSB yang juga mengandung
asetat. Analisis kandungan asam organik dengan HPLC menggunakan supernatan
bebas sel. Bobillo & Marshall (1991) menumbuhkan galur L. plantarum yang
81
berbeda pada medium MRS dan melaporkan bahwa pada kultur dengan aerasi,
asam asetat dihasilkan disamping laktat dengan proporsi tergantung pada
keasaman medium dan konsentrasi NaCl, dengan tidak adanya asetat yang
terdeteksi pada pH 4,5 dengan adanya garam. Pada kultur anaerob, asetat
dihasilkan hanya pada lingkungan basa pH 7,5 atau lebih.
Papagianni &Anastasiadou (2009) menyatakan bahwa galur
P. pentosaceus yang memiliki sistim pseudokatalase ditemukan lebih efisien
untuk merubah glukosa menjadi piruvat dibawah kondisi aerob. Sistim oksidasi
laktat dari P. pentosaceus adalah inducible dan membantu sel untuk memperoleh
energi dari oksidasi laktat menjadi asetat. Di bawah kondisi aerob, L-(+)-laktat
dioksidasi menjadi CO2 dan asetat dalam jumlah molar yang sama, sedangkan
dibawah kondisi anaerob, konversi L-(+)-laktat menjadi D-(-)-laktat tanpa
produksi asetat.
Secara in vivo, adanya asam organik dalam makanan sebagai akibat
metabolisme dari senyawa dengan masa molekul besar seperti karbohidrat, lemak
dan protein. Asam organik ini memainkan peran penting dalam rasa dan aroma
dari produk susu dan beberapa menggunakan level asam organik untuk memonitor
aktifitas starter dan pertumbuhan bakteri. Sanchez-Machado et al. (2008)
melakukan fermentasi limbah udang yang ditambahkan dengan 5% inokulum
komersial BAL homofermentatif dan 10% gula. Pada awal fermentasi pH
ditetapkan 6,0 dengan 2M asam sitrat, 5M asam asetat dan 5M asam laktat. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa fraksi massa asam laktat meningkat setelah
8 jam fermentasi tetapi untuk asam asetat dan sitrat menunjukkan fraksi massa
yang lebih tinggi hanya pada jam ke-4 kemudian menurun sampai akhir
fermentasi. Asam laktat terdeteksi pada sampel yang diasamkan dengan ketiga
jenis asam, akan tetapi asam asetat dan asam sitrat tidak terdeteksi pada sampel
yang diasamkan dengan asam laktat. Hal ini membuktikan bahwa gula yang
ditambahkan dimetabolisme oleh BAL homofermentatif menghasilkan asam
laktat. Asam laktat fraksi massanya sekitar 5,4 mg/g massa kering sampai
388,0 mg/g. Asam asetat dan asam sitrat hanya terdeteksi pada sampel yang
diasamkan dengan asam ini. Asam asetat fraksi massanya sekitar 5,0 – 57,3 mg/g
82
massa kering, dan asam sitrat fraksi massanya sekitar 5,4 – 92,7 mg/g massa
kering.
Axelsson (2004) mengelompokkan P. pentosaceus dan L. plantarum
dalam metabolisme heterofermentatif fakultatif. Hal ini didukung dengan
pernyataan Mayo et al. (2008) bahwa konsisten dengan klasifikasi L. plantarum
sebagai BAL heterofermentatif fakultatif, genomnya menyandikan semua enzim
yang dibutuhkan untuk jalur glikolisis dan fosfoketolase. Lebih jauh L. plantarum
menyandikan potensi piruvat berlebihan yang besar, menimbulkan produk akhir
fermentasi yang bervariasi. Lebih dari 200 protein ekstraseluler diduga disandikan
oleh genom L. plantarum, yang diasumsikan berikatan dengan perkembangan sel.
Di bawah kondisi anaerob, L. plantarum menghasilkan laktat sebagai
produk akhir utama fermentasi melalui reduksi piruvat glikolitik oleh
NAD-dependent lactate dehydrogenases (nLDHs). Ketika pertumbuhannya ada
oksigen, L. plantarum memfermentasi glukosa menjadi laktat sampai glukosa
menjadi terbatas. Asam laktat yang dihasilkan kemudian dirubah menjadi asetat
bersamaan dengan H2O2, CO2 dan produksi ATP. NAD-dependent lactate
dehydrogenases adalah yang bertanggung jawab untuk penggunaan laktat selama
fase stasioner dari pertumbuhan L. plantarum pada kondisi aerob (Goffin et al.
2004). Pada hasil penelitian ini juga terdeteksi H2O2 dan asetat pada keempat
isolat. Akan tetapi pada isolat SK(5) asam laktat masih dominan dibandingkan
dengan asam asetat.
Kemungkinan lain adalah adanya sitrat dalam medium pertumbuhan
keempat isolat (MRSB) juga mempengaruhi produk asam organik lain selain asam
laktat yang dihasilkan. Sitrat juga digunakan sebagai aseptor elektron dalam
degradasi laktat secara anaerob, yang dapat dilakukan oleh beberapa galur
L. plantarum. Metabolisme ini sangat lambat dan dapat hanya dilihat setelah
inkubasi yang lama. Kenyataannya tidak ada pertumbuhan yang terjadi tetapi sel
melakukan metabolisme dimana hal ini nampak dari hasil analisis HPLC secara
signifikan kandungan ATP lebih tinggi dari pada sel kontrol. Ini adalah poin
penting dari metabolisme ini untuk bertahan hidup dan pemeliharaan. Produk
kometabolisme laktat dan sitrat adalah asam suksinat, asetat, format, dan CO2.
83
Hal ini menunjukkan beroperasinya dua jalur asam suksinat dan piruvat-format
liase (Axelsson 2004).
Uji aktivitas antimikrob yang dihasilkan oleh keempat isolat selama
pertumbuhan 48 jam menunjukkan bahwa produksi senyawa antimikrob mulai
pada jam ke-4, ke-8, ke-12, dan ke-16, masing-masing tergantung jenis isolat dan
terhadap bakteri uji tertentu. Isolat BI(3) menghasilkan senyawa antimikrob mulai
jam ke-12 inkubasi yang dapat menghambat bakteri uji LM (L. monocytogenes),
ST (S. typhimurium), EC (E. coli), dan BC (B. cereus), sedangkan untuk bakteri
uji SA (S. aureus) pada jam ke-16 inkubasi. Penghambatan tertinggi terjadi pada
bakteri uji LM dan SA (Gambar 21).
Isolat BP(3) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-4 inkubasi
terhadap SA, jam ke-8 inkubasi terhadap LM, EC, dan BC, dan jam ke-12
terhadap ST. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji LM dan BC. Isolat
BP(20) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-8 inkubasi terhadap
kelima bakteri uji. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji SA. Isolat
SK(5) menghasilkan senyawa antimikrob mulai jam ke-4 inkubasi terhadap ST,
BC dan SA, sedangkan terhadap bakteri uji LM dan EC dihasilkan pada jam ke 8
inkubasi. Penghambatan tertinggi terjadi pada bakteri uji BC (Gambar 21).
Zona penghambatan tertinggi dihasilkan oleh isolat SK(5) terhadap bakteri
uji B. cereus pada jam ke 36 inkubasi. Hasil ini menunjukkan bahwa substansi
antimikrob yang dihasilkan oleh isolat SK(5) adalah asam organik. Hal ini
ditunjukkan dari hasil analisis komponen asam organik pada isolat SK(5), baik
jumlah dan jenisnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tiga isolat yang lain.
Beberapa asam organik menunjukkan pengaruh sinergis ketika digunakan
dengan kombinasi yang cocok (misalnya asam asetat dengan laktat) atau dengan
pengawet yang lainnya (misalnya asam laktat dengan nisin atau pediosin AcH)
(Axelsson 2004). Asam sitrat dan askorbat, efektif dalam menghambat
pertumbuhan dan produksi toksin C. botulinum tipe B dalam makanan yang
dikemas fakum. Kombinasi sodium laktat (1,8%) dan sodium asetat (0,25%) telah
ditemukan secara sempurna dapat mencegah pertumbuhan L. monocytogenes
selama penyimpanan (Threon & Lues 2011).
84
Aktivitas antimikrob tertinggi yang dihasilkan oleh keempat isolat adalah
terhadap bakteri Gram positif. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob
tidak hanya disebabkan oleh asam organik yang di hasilkannya, akan tetapi juga
ada kontribusi dari senyawa antimikrob lainnya seperti dugaan bakteriosin atau
senyawa antimikrob peptida lainnya. Bakteri Gram negatif lebih sensitif terhadap
asam organik dibandingkan bakteri Gram positif. Akan tetapi sebaliknya bakteri
Gram positif seperti LM, SA dan BC yang sekerabat dengan BAL juga lebih
sensitif terhadap bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL. Galvez et al. (2007)
menyatakan bahwa bakteriosin adalah antimikrob peptida yang disintesis oleh
ribosom dan dapat membunuh bakteri yang berhubungan erat dengan penghasil
bakteriosin.
85
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Enam puluh dua bakteri asam laktat yang diisolasi dari bekasam yang
berasal dari pengolah lokal di Indralaya, Kayu Agung dan Desa Sungai Pasir
(Sumatera Selatan) dan Indramayu (Jawa Barat) mempunyai potensi sebagai
antimikrob terhadap bakteri patogen asal makanan. Substansi antimikrob yang
dihasilkan oleh isolat BAL ini terutama adalah asam organik. Hal ini
membuktikan bahwa asam organik ini menjadi faktor utama dalam pengawetan
dan pemberi rasa asam pada bekasam. Hasil penelitian ini merupakan yang
pertama dilaporkan tentang BAL pada produk bekasam yang ada di Indonesia dan
potensi antimikrobnya.
Pediococcus galur BI(3), BP(3), dan BP(20) serta Lactobacillus galur
SK(5) dapat menghasilkan senyawa antimikrob yang dominan ialah asam organik
(asam laktat, asam asetat dan yang lainnya) selain itu juga dapat menghasilkan
H2O2, dan kemungkinan antimikrob berupa peptida atau bakteriosin.
Produktivitas total asam organik terbaik ialah pada isolat BI(3).
Kandungan asam organik yang dominan pada isolat BP(3) dan SK(5) ialah asam
laktat sedangkan isolat BI(3) dan BP(20) ialah asam asetat.
Saran
Dari hasil penelitian ini telah diperoleh senyawa antimikrob dominan yang
dihasilkan oleh BAL asal bekasam adalah asam organik, sedangkan antimikrob
berupa peptida atau bakteriosin masih kecil potensinya. Oleh karena itu
disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut senyawa peptida atau
bakteriosin dari BAL asal bekasam daerah lain.
Untuk mengetahui kemungkinan antimikrob berupa bakteriosin disarankan
untuk melakukan metode sebagai berikut: pertama, penghilangan pengaruh asam
pada supernatan, kemudian dilakukan pengendapan protein dan dialisis. Bakteri
indikator untuk uji aktivitas bakteriosin berupa bakteri Gram positif yang
kekerabatannya dekat dengan BAL penghasil bakteriosin perlu dilakukan.
86
Produksi asam organik hasil penelitian ini belum optimum, masih perlu
dilakukan optimasi produksi asam organik dari BAL asal bekasam dalam kondisi
yang cocok seperti pH, suhu, substrat untuk mencapai aktivitas antimikrob yang
maksimal.
87
DAFTAR PUSTAKA
Aarnikunnas J. 2006. Metabolic engineering of lactic acid bacteria and characterization of novel enzymes for the production of industrially important compounds. [dissertation]. Helsinki : Fakulty of Veterinary Medicines. University of Helsinki.
Adeniyi BA, Ayeni FA, Ogunbanwo ST. 2006. Antogonistic activities of lactic acid bacteria isolated from Nigerian fermented dairy foof against organisms implicated in urinary tract infection. Biotechnology 5: 183-188.
Adnan M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. hlm 109-120.
Alakomi HL et al. 2000. Lactic acid permeabilizes gram negative bacteria by disrupting the outer membrane. Appl Environ Microbiol 66:2001-2005.
Alvarado S, Garcia Almandarez BE, Martin SE, Regalado C. 2006. Food-associated lactic acid bacteria with antimicrobial potential from tradisional Mexican foods. Microbiologia 48:206-268.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1990. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Virginia: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Virginia: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington.
Axelsson L. 2004. Lactic acid bacteria: classification and physiology. Di dalam Salminen S, Wright SV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects Third edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 19-68.
Bamforth CW. 2005. Food, Fermentation and Micro-organisms. Iowa: University of California. Blackwell Science Ltd. hlm 31-33.
Bobillo M, Marshall VM. 1991. Effect of salt and culture aeration on lactate and acetate production by Lactobacillus plantarum. Food Microbiol 8:153-160.
Bruno MEC, Montville TJ. 1993. Common mechanistic action of bacteriocins from lactic-acid bacteria. Appl Environ Microbiol 59: 3003-3010.
Callewaert R et al. 1999. Characterization and production of amylovorin L471, a bacteriocin purified from Lactobacillus amylovorus DCE 471 by a novel three-step method. Microbiology 145: 2559–2568.
Chen H, Hoover DG. 2003. Bacteriosins and their food apllications. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 2: 82-100.
Charlier C, Cretenet M, Even S, Le-Loir Y. 2009. Interactions between Staphylococcus aureus and lactic acid bacteria: and old story with new perspective. Int J Microbiol 131: 30-39.
88
Cintas LM, Herranz C, Hernández PE, Casaus MP, Nes LF. 2001. Review: Bacteriocins of lactic acid bacteria. Food Sci Tech In 7: 281-305.
Cleveland J, Montville TJ, Nes IF, Chikindas ML. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation [review]. Int J Food Microbiol 71: 1–20.
Cohen GN. 2011. Microbial Biochemistry. Ed. ke-2. London: Springer Science. hlm 7-10.
Coventry MJ, Gordon JB, Alexander M, Hickey MW, Wan J. 1996. A food-grade process for isolation and partial purification of bacteriocins of lactic acid bacteria that uses diatomite calcium silicate. Appl Environ Microbiol 62: 1764-1769.
Coventry MJ et al. 1997. Detection of bacteriocins of lactic acid bacteria isolated from foods and comparison with pediocin and nisin. J Appl Microbiol 83: 248–258.
Dewan S, Tamang JP. 2007. Dominant lactic acid bacteria and their technological properties isolated from the Himalayan ethnic fermented milk products. Antonie van Leeuwenhoek 92:343–352.
De Vuyst L, Leroy F. 2007. Bacteriocin from lactic acid bacteria: production, purification, and food applications. Review. J Mol Microbiol Biotechnol 13: 194-199.
Diop MB et al. 2007. Bacteriocin producers from traditional food products. Biotechnol Agron Soc Environ 11: 275–281.
Drider D, Fimland G, Héchard Y, McMullen LM, Prévost H. 2006. The continuing story of class IIa bacteriocins. Microbiol Molecular Biol Rev 70: 564–582.
Ennahar S, Sashihara T, Sonomoto K, Ishizaki A. 2000. Class IIa bacteriocins: biosynthesis, structure and activity. FEMS Microbiol Rev 24: 85- 106.
Fardiaz S. 1989. Petunjuk Laboratorium. Analisis Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Institut Pertanian Bogor.
Faye T, Langsrud T, Nes IF, Holo H. 2000. Biochemical and genetic characterization of propionicin T1, a new bacteriocin from Propionibacterium thoenii. Appl Environ Microbiol 66: 4230–4236.
Franz CMAP, Toit MD, Olasupo NA, Schillinger U, Holzapfel WH. 1998. Plantaricin D, a bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum BFE 905 from ready-to-eat salad. Lett Appl Microbiol 26: 231-235.
Fujita K et al. 2007. Structural analysis and characterization of lacticin Q, a novel bacteriocin belonging to a new family of unmodified bacteriocins of Gram-positive bacteria. Appl Environ Microbiol 73: 2871–2877.
Gálvez A, Abriouel H, López RL, Omar NB. 2007. Bacteriocin-based strategies for food biopreservation. Int J Food Microbiol 120: 51–70.
89
Goffin P, Lorquet F, Kleerebezem M, Hols P. 2004. Major role of NAD-dependent lactate dehydrogenases in aerobic lactate utilization in Lactobacillus plantarum during early stationary phase. J Bacteriol 186: 6661–6666.
Harris ELV. 2001. Concentration of the extract. Di dalam: Roe S., editor. Protein Purification Techniques. Ed. ke-2. New York: Oxford Universiy Press. hlm 135-139.
Hata T, Tanaka R, Ohmomo S. 2010. Isolation and characterization of plantaricin ASM1: A new bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum A-1. Int J Food Microbiol 137 : 94–99.
Hugas M. 1998. Bacteriocinogenic lactic acid bacteria for the biopreservation meat and meat products. Meat Sci 49: S139-S150.
Hutkins RW. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. Lowa: IFT Press. Blackwell Publishing Ltd. hlm 3-49.
Ijong FG, Ohta Y. 1995. Microflora and chemical assestment of an Indonesia traditional fermented fish souce “bekasang”. J Fac Appl Biol Sci 34: 95-100
Irianto HE, Irianto G. 2009. Tradisional fermented fish products in Indonesia. http://www.apfic.org/Archive/symposia/1998/05.pdf. [3 Mar 2009].
Iseppi R et al. 2008. Anti-listerial activity of a polymeric film coated with hybrid coatings doped with Enterocin 416K1 for use as bioactive food packaging. [short communication] Int J Food Microbiol 123 : 281–287.
Itoi S et al. 2008. Isolation of halotolerant Lactococcus lactis subsp. lactis from intestinal tract of coastal fish. Int J Food Microbiol 121: 116–121.
Kelly WJ, Asmundson RV, Huang CM. 1996. Isolation and characterization of bacteriocin-producing lactic acid bacteria from ready-to-eat food products. Int J Food Microbiol 33: 209-218.
Kopermsub P, Vichitphan S, Yunchalard S. 2006. Lactic acid bacteria isolated from Plaa-som, a Thai fermented fish product. Thai J Biotechnol 7: 32-39.
Lee et al. 2007. Characterization of paraplantaricin C7, a novel bacteriocin produced by Lactobacillus paraplantarum C7 isolated from kimchi. J Microbiol Biotechnol 17: 287–296.
Madigan TM, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2009. Biology of Microorganisms. Ed ke-12. San Francisco: Pearson Benyamin Cummings.
Marchesi JR et al. 1998. Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for Bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol 64: 795-799.
Matthews A et al. 2004 Lactic acid bacteria as a potential source of enzymes for use in vinification. Appl Environ Microbiol 70: 5715–5731.
Mayo B, Sinderen D, Ventura M. 2008. Genome analysis of food grade lactic acid-producing bacteria: from basics to applications. Current Genomics 9: 169-183.
90
Miao-xia Z, Xiao-ling L, Xue-gong LI, Jian-hang HE. 2009. Correlation between strains of lactic acid bacteria in fish sauces and the major characteristics of fish sauces [abstrak]. Modern Food Sci Technol.
Moncheva P. 2001. Biactive metabolite from bacteria-bacteriocins of lactic acid bacteria. Di dalam: Kujumdzieva A (Ed.). Vocational Training in Biotechnology innovation and Environment Protection. Bulgaria: National bank for industrial microorganisms and cell culture. hlm 51-63.
Muller DM, Carrasco MS, Tonarelli GG, Simonetta AC. 2009. Characterization and purification of a new bacteriocin with a broad Inhibitory spectrum produced by Lactobacillus plantarum lp 31 strain isolated from dry-fermented sausage. J Appl Microbiol 106: 2031-2040.
Murtini JT, Yuliana E, Nurjanah, Nasran S. 1997. Pengaruh penambahan bakteri starter asam laktat pada pembuatan bekasam ikan se pat (Trichogaster trichopterus) terhadap mutu dan daya awetnya. J Penel Perik Indones 3: 71-82.
Nair PS, Surendran PK. 2005. Biochemical characterization of lactic acid bacteria isolated from fish and prawn. J Cul Collect 4: 48-52.
Noonpakdee W, Jumriangrit P, Wittayakom K, Zendo J. 2009. Two-peptide bacteriocin from Lactobacillus plantarum PMU 33 strain isolated from som-fak, a Thai low salt fermented fish product. J Mol Biol Biotechnol 17: 19-25.
Nurhasanah. 2004. Produksi bakteriosin pada berbagai tingkat aeasi dan uji kestabilan bakteriosin dari bakteri asam laktat galur M6-15. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Olaoye OA, Onilude AA. 2011. Quantitative estimation of antimicrobials produced by lactic acid bacteria isolated from Nigerian beef. Int Food Research J 18: 1155-1161.
Olympia MSD. 1992. Fermented fish products in the Philippines. Di dalam Application of Biotechnology to Traditional Fermented Foods. Washington: National Academy Press. hlm 134-136.
Omemu AM, Faniran OW. 2011. Assessment of the antimicrobial activity of lactic acid bacteria isolated from two fermented maize products – ogi and kunnu-zaki. Malay J Microbiol 17: 124-128.
Ostergaard A et al. 1998. Fermentation and spoilage of som-fak a Thai low-salt fish product. Trop Sci 38: 105-112.
Ouwehand AC, Vesterlund S. 2004. Antimicrobial components from lactic acid bacteria. Di dalam Salminen S, Wright SV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects. Ed. ke-3, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. Hlm 389-403.
Paludan-Muller C, Huss HH, Gram L. 1999. Characterization of lactic acid bacteria isolated from a Thai low-salt fermented fish product and the role of garlic as substitute for fermentation. Int J Food Microbiol 46:219–229.
91
Paludan-Muller C, Madsen M , Sophanodora P, Gram L, Møller PL. 2002. Fermentation and microflora of plaa-som, a Thai fermented fish product prepared with different salt concentrations. Int J Food Microbiol 73: 61–70.
Papagianni M, Avramidis N, Filioussis G, Dasiou D, Ambrosiadis I. 2006. Determination of bacteriocin activity with bioassays carried out on solid and liquid substrates: assessing the factor “indicator microorganism” Microb Cell Fact 5:1-14.
Papagianni M, Anastasiadou S. 2009. Pediocins: the bacteriocins of Pediococci. Sources, production, properties and applications [review]. Microbial Cell Factories 8: 1-16.
Parada JL, Caron CR, Medeiros ABP, Soccol CR. 2007. Bacteriocins from lactic acid bacteria: purification, properties and use as biopreservatives. Brazil Arch Biol Technol Int J 50: 521-542.
Passos FV, Fleming HP, Ollis DF, Felder RM, McFeeters MF. 1994. Kinetics and modeling of lactic acid production by Lactobacillus plantarum. Appl Environ Microbiol 60: 2627–2636.
Pingitore EV, Salvucci E, Sesma F, Nader-Macias ME. 2007. Different strategies for purification of antimicrobial peptides from lactic acid bacteria (LAB). Dalam: Vilas AM, editor. Communicating Current Research and Educational Topics and Trend in Apllied Microbiology. hlm 557-568.
Pommerville JC. 2011. Alcamo’s Fundamental of Microbiology: Ed. ke-9. Massachusetts: Jones and Barlett Publishers. hlm. 136-137.
Prajapati JB, Nair BM. 2003. The history of fermented foods. Dalam: Farnworth ER, editor. Handbook of Fermented Functional Foods. Ed. ke-2. Boca Raton London New York: CRC Press Taylor & Francis Group. hlm 1-3.
Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology. Ed. ke-3. New York: CRC Press. hlm 225-231, 483-490.
Rebecca AO, Mobolaji BO, Janet OO. 2008. Production and characterization of antimicrobial agents by lactic acid bacteria isolated from fermented foods. Int J Microbiol 4: 1937-8289.
Ringo E. 2004. Lactic acid bacteria in fish and fish farming. Di dalam Salminen S, Wright SV, Ouwehand A, editor. Lactic Acid Bacteria. Microbiological and Functional Aspects. Third edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc. hlm 581-589.
Rodríguez JM, Martínez MI, Kok J. 2002. Pediocin PA-1, a wide-spectrum acteriocin from lactic acid bacteria. Critic Rev Food Sci Nutr 42: 91–121.
Ross RP, Morgan S, Hill C. 2002. Preservation and fermentation: past, present and future. Int J Food Microbiol 79:3-16.
Sánchez-Machado DI, López-Cervantes J, Martínez-Cruz O. 2008. Quantification of organic acids in fermented shrimp waste by HPLC. Food Technol Biotechnol 46: 456–460.
92
Scannella AGM, Hill C, Ross RP, Marxe S, Hartmeiere W, Arendt EK. 2000. Development of bioactive food packaging materials using immobilised bacteriocins Lacticin 3147 and Nisaplin. Int J Food Microbiol 60 : 241–249.
Scopes R. 1994. Protein Purification Principles and Practice. Ed. ke-3. New York: Springer-Verlag. hlm 76-85.
Shin MS, Han SK, Ryu JS, Kim KS, Lee WK. 2008. Isolation and partial characterization of a bacteriocin produced by Pediococcus pentosaceus K23-2 isolated from Kimchi. J App Microbiol 105: 331-339.
Simon L, Fremaux C, Cenatiempo Y, Berjeaud JM. 2002. Sakacin G, a new type of antilisterial bacteriocin. Appl Environ Microbiol 68: 6416–6420.
Srionnual S, Yanagida F, Lin LH, Hsiao KN, Chen Y. 2007. Weissellicin 110, a newly discovered bacteriocin from Weissella cibaria 110, isolated from Plaa-Som, a fermented fish product from Thailand. Appl Environ Microbiol 73: 2247–2250.
Stiles ME. 1996. Biopreservation by lactic acid bacteria. Antonie van Leeuwenhoek 70: 331-345.
Sumardi RS. 2008. Keragaman mikroorganisme selama proses fermentasi bekasam ikan mas (Cyprinus carpio) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Tanasupawat S, Okada S, Komagata K. 1998. Lactic acid bacteria found in fermented fish in Thailand. J Gen Appl Microbiol 44:193–200.
Tanasupawat S, Shida O, Okada S, Komagata K. 2000. Lactobacillus acidipiscis sp. nov. And Weissella thailandensis sp. nov., isolated from fermented fish in Thailand. Inter J System Evol Microbiol 50: 1479–1485.
Tanasupawat S et al. 2006 Lentibacillus halophilus sp. nov., from fish sauce in Thailand. Inter J System Evol Microbio 56: 1859–1863.
Tanasupawat S, Visessanguan W. 2008. Thai fermented foods: microorganisms and their health benefits. Dalam: Farnworth ER, editor. Handbook of Fermented Functional Foods. Edisi. ke-2. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group. hlm 495-512.
Theron MM, Lues JFR. 2011. Organic Acids and Food Preservation. New York: CRC Press. hlm 273.
Thongsanit J, Tanasupawat S, Keeratipibul S, Jatikavanich S. 2002. Characterization and identification of Tetragenococcus halophilus and Tetragenococcus muriaticus strains from fish sauce (nam-pla). Jpn J Lactic Acid Bact 13: 46-52.
Thongthai C, Mcgenity TJ, Suntinanalert P, Grant WD. 1992. Isolation and characterization of an extremely halophilic archaeobacterium from traditionally fermented Thai fish sauce (nam-pla). Lett Appl Microbiol 14: 111-114.
93
Veljovic K et al. 2007. Preliminary characterization of lactic acid bacteria isolated from Zlatar cheese. J Appl Microbiol 103: 2142–2152.
Wu CW, Yin LJ, Jiang ST. 2004. Purification and characterization of bacteriocin from Pediococcus pentosaceus ACCEL 4. J Agric Food Chem 52:1146-1151.
Yahya, Wibowo J, Darmadji P. 1997. Karakterisasi bakteri asam laktat dan perubahan kimia pada fermentasi bekasam ikan mujair (Tilapia mossambica). BBPS-UGM 10 (1B): 105-116.
Yang R, Johnson MC, Ray B. 1992. Novel method to extract large amounts of bacteriocins from lactic acid bacteria. Appl Environ Microbiol 58: 3355–3359.
Zendo T, Koga S, Shigeri Y, Nakayama J, Sonomotol K. 2006. Lactococcin Q, a novel two-peptide bacteriocin produced by Lactococcus lactis QU 4. Appl Environ Microbiol 72: 3383–3389.
LAMPIRAN
97
Lampiran 1 Kurva standar protein dengan Bovine Serum Albumin (BSA)
Lampiran 2 Hasil verifikasi isolat BAL
Hasil verifikasi isolat BP
No Isolat Bentuk sel Gram Endospora Katala-se
Motili-tas
Produksi gas dari fermentasi glukosa
1 BP(1) Bulat,diplo + _ _ _ _ 2 BP(3) Bulat + _ _ _ _ 3 BP(4) Bulat + _ _ _ _ 4 BP(6) Bulat,diplo + _ + _ _ 5 BP(7) Batang + _ _ _ _ 6 BP(8) Bulat + _ _ _ _ 7 BP(9) Batang + _ _ _ _ 8 BP(10) Batang + _ _ _ _ 9 BP(11) Batang + _ _ _ _ 10 BP(12) Bulat,diplo + _ _ _ _ 11 BP(13) Batang + _ _ _ _ 12 BP(17) Batang + _ _ _ _ 13 BP(19) Batang + _ _ _ + 14 BP(20) Bulat + _ _ _ _ 15 BP(21) Batang + + _ _ _ 16 BP(25) Batang + _ _ _ _ 17 BP(27) Batang + _ _ _ _ 18 BP(29) Batang + _ _ _ _
y = 3.171x + 0.014R² = 0.992
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.10
0.11
0.12
0.13
0.14
OD 595
nm
Konsentrasi BSA (mg/mL)
98
Hasil verifikasi isolat SK dan SI
No. Isolat Bentuk sel Gram Endospora Katala-se
Motili-tas
Produksi gas dari fermentasi glukosa
1 SK(5) Bulat,diplo + _ _ _ _ 2 SK(12) Batang + _ + _ _ 3 SK(13) Batang + _ _ - _ 4 SK(15) Batang + _ _ _ _ 5 SK(16) Batang + _ _ _ _ 6 SK(17) Kokus + _ _ _ _ 7 SK(19) Kokus + _ _ _ _ 8 SI(3) Kokus + _ _ - _ 9 SI(7) Kokus + _ + _ _ 10 SI(8) Bulat,diplo + _ _ _ _ 11 SI(9) Kokus + _ _ _ _ 12 SI(10) Batang + _ _ _ _ 13 SI(11) Kokus + _ + _ _ 14 SI(12) Kokus + _ + _ _ 15 SI(13) Kokus + _ + _ _ 16 SI(14) Kokus + _ + _ _ 17 SI(15) Kokus + _ + _ _ Hasil verifikasi isolat NS, SS, dan PS
No. Isolat Bentuk sel Gram Endospora Katala-se
Motili-tas
Produksi gas dari fermentasi glukosa
1 NS(5) Batang + _ _ _ _ 2 NS(6) Batang + _ _ _ _ 3 NS(9) Batang + _ _ _ _ 4 NS(14) Batang + _ _ _ _ 5 NS(16) Batang + _ _ _ _ 6 NS(16.2) Batang + _ _ _ _ 7 NS(17) Batang + _ _ _ _ 8 SS(1) Batang + _ _ _ + 9 SS(3) Batang + _ _ _ _ 10 SS(5) Batang + _ _ _ + 11 SS(6) Kokus,diplo + _ _ _ _ 12 SS(7) Batang + _ _ _ _ 13 SS(8) Batang + _ _ _ _ 14 SS(10) Kokus,diplo + _ _ _ _ 15 SS(12) Batang + _ _ _ _ 16 SS(13) Batang + _ _ _ + 17 SS(14) Batang + _ _ _ _ 18 SS(16) Batang + _ _ _ _ 19 SS(17) Batang + _ _ _ _ 20 PS(13) Batang + _ _ _ _ 21 PS(14) Batang + _ _ _ _ 22 PS(15) Batang + _ _ _ _ 23 PS(16) Batang + _ _ _ _ 24 PS (17) Batang + _ _ _ _
99
Hasil verifikasi isolat BI
No. Isolat Bentuk sel Gram Endospora Katala-se
Motili-tas
Produksi gas dari fermentasi glukosa
1 BI(1) Bulat + _ _ _ _ 2 BI(2) Bulat, diplo + _ _ _ _ 3 BI(3) Bulat, diplo + _ _ _ _ 4 BI(4) Bulat, diplo + _ _ _ _ 5 BI(5) Bulat + _ + _ _ 6 BI(6) Bulat, diplo + _ _ _ _ 7 BI(7) Bulat, diplo + _ _ _ _ 8 BI(8) Bulat, diplo + _ _ _ _ 9 BI(9) Bulat + _ + _ _ 10 BI(10) Bulat + _ + _ _ 11 BI(11) Bulat + _ _ _ _ 12 BI(12) Bulat, diplo + _ _ _ _ 13 BI(13) Batang + _ _ _ + 14 BI(14) Bulat + _ _ _ _ 15 BI(15) Batang + _ _ _ _ Keterangan: Spora : + (berspora), - (tidak berspora) Motilitas : + (motil), - (tidak motil) Produksi gas dari fermentasi Glukosa: + (dapat memfermentasi glukosa, terbentuk gas dalam tabung durham) - (tidak dapat memfermentasi glukosa, tidak terbentuk gas dalam tabung durham)
100
Lampiran 3 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan metode double layer
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat kelima bakteri uji
No Isolat S.aureus B. cereus E. coli S. typhimu-rium
L. monocyto-genes
Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP
1 BP(1) 16 2.00 19 3,17 18 1,50 13 1,86 27 4,50
2 BP(3) 16 2.00 12 1,20 20 4,00 23 3,29 6 1,00
3 BP(8) 11 1,22 22 2,75 16 2,00 17 2,13 25 3,57
4 BP(10) 18 2,57 24 4,00 26 2,89 18 2,57 23 2,30
5 SK(5) 13 0,65 10 1,00 25 2,50 20 2,00 14 3,00
6 SK(19) 12 1,50 23 3,29 30 3,00 25 1,67 19 2,40
7 SI(12) 1,5 1,50 13 1,86 18 2,40 8 1,14 12 1,50
8 SI(13) 5 2,50 27 3,38 15 1,86 17 0,86 15 3,00
9 SI(14) 18 2,57 13 1,86 18 2,57 5 0,71 7 0,89
10 SS(5) 10 1,43 32 4,00 17 1,31 32 4,00 13 1,86
11 SS(8) 3 0,60 30 4,29 6 1,20 22 2,75 29 4,83
12 SS(10) 17 1,70 19 3,17 5 1,00 6 1,20 23 3,29
13 NS(5) 11 2,20 33 4,71 16 1,60 22 3,67 23 3,29
14 NS(9) 4 0,80 30 3,00 20 2,00 32 4,00 29 4,83
15 NS(16) 13 1,86 28 4,00 6 1,20 28 4,00 15 3,57
16 PS(16) 7 1,40 28 4,00 10 1,00 25 6,00 27 5,40
17 BI(1) 44 5,50 5 1,00 6 1,20 8 1,14 13 1,86
18 BI(2) 43 6,14 19 3,17 15 1,00 23 1,86 23 3,29
19 BI(3) 15 1,50 6 1,20 25 2,50 8 1,60 5 1,00
20 BI(4) 5 0,71 6 1,20 6 1,20 10 2,00 5 1,00
21 BI(5) 2 0,40 5 1,00 7 1,40 8 1,60 5 1,00
22 BI(6) 4 0,80 12 1,50 23 2,33 25 5,00 6 1,20
23 BI(7) 2 0,40 13 1,08 6 1,20 6 1,20 5 1,00
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
101
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat empat bakteri uji
No Isolat S.aureus B. cereus E. coli S. typhimu-rium
L. monocyto-genes
Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP
1 BP(4) - - 15 3,00 12 1,50 8 1,14 14 2,33
2 BP(6) - - 12 1,50 22 2,44 7 0,88 18 2,57
3 BP(12) - - 17 3,40 15 2,14 12 1,50 14 1,75
4 BP(19) - - 10 0,67 32 4,00 27 3,38 18 2,57
5 NS(6) - - 7 1,40 5 0,25 22 2,75 13 1,86
6 SI(7) - - 23 3,29 23 3,29 15 2,14 25 3,50
7 BI(15) 12 1,50 - - 6 1,20 26 4,00 8 1,14
8 SI(9) 23 3,29 - - 27 3,38 15 3,00 18 2,57
9 SK(16) 4 0,24 - - 7 1,40 20 4,00 15 2,50
10 BI(8) 3 0,60 - - 5 1,00 7 1,40 5 1,00
11 BP(7) 20 2,00 22 2,75 - - 15 1,50 14 2,33
12 BP(20) 17 2,50 17 2,50 - - 25 3,57 20 2,50
13 NS(14) 25 3,71 24 3,00 - - 12 1,50 18 1,50
15 NS(17) 10 1,43 23 2,75 - - 10 1,43 8 1,43
16 SS(13) 6 0,86 24 3,00 - - 17 2,13 13 1,86
17 SI(11) 5 0,50 25 2,50 12 2,75 - - 23 3,00
18 BI(10) 7 0,89 2 0,25 8 0,80 - - 13 1,86
19 SI(15) 10 1,43 15 1,50 8 1,14 6 0,67 - -
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat tiga bakteri uji
No Isolat S.aureus B. cereus E. coli S. typhimu-rium
L. monocyto-genes
Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP
1 BP(21) - - - - 14 2,33 18 2,57 14 2,37
2 BP(27) - - - - 31 3,10 12 4,00 17 2,13
3 BI(11) - - - - 7 1,40 6 1,20 12 2,40
4 BP(29) - - 28 4,00 - - 22 2,75 20 2,86
5 SK(12) - - 9 1,50 - - 6 1,00 2 0,25
6 SS(6) - - 8 0,70 4 0,67 - - 12 1,50
102
7 BI(9) - - 9 1,50 5 0,70 - - 8 1,10
8 BP(9) - 8 0,67 32 4,00 - - 23 3,29
9 SK(15) 7 0,88 20 2,50 - - 3 0,43 - -
10 SS(3) 20 2,86 - - - - 20 2,00 8 1,14
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat dua bakteri uji
No Isolat S.aureus B. cereus E. coli S. typhimu-rium
L. monocyto-genes
Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP
1 BP(13) - - - - - - 38 5,43 20 3,29
2 BP(17) - - - - - - 24 4 18 2,57
3 BP(25) - - - - - - 29 4,83 17 3,4
4 SI(3) - - - - 9 1,5 - - 12 2,5
5 PS(14) 20 2 - - - - - - 15 3
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dari BAL asal bekasam yang menghambat satu bakteri uji
No Isolat S.aureus B. cereus E. coli S. typhimu-rium
L. monocyto-genes
Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP Ø zona bening (mm)
IP
1 SK(13) 7 0,88 - - - - - - - -
2 PS(13) 13 1,86 - - - - - - - -
4 BI(12) - - - - - - - - 6 1,5
5 BI(13) - - - - 11 2,2 - - - -
6 BI(14) 10 1 - - - - - - - -
Keterangan: IP : Indeks Penghambatan
Lampiran 4 Hasil seleksi dan uji aktivitas senyawa antimikrob supernatan tanpa dinetralkan dan yang dinetralkan dengan metode difusi sumur agar terhadap lima bakteri uji
No. Isolat pH Zona hambat (mm) dari supernatan asam Zona hambat (mm) dari superntanan netral
asam netral LM ST EC BC SA LM ST EC BC SA 1 NS(5) 3.87 7.38 5 5 6 5 3 - - - - - 2 NS(6) 3.75 6.73 6 5 6 5 3 - - - - - 3 NS(14) 3.75 6.97 6 5 6 4 3 - - - - - 4 NS(16.2) 3.66 6.75 9 6 7 6 4 - - - - - 5 NS(17) 3.57 7.39 8 6 9 6 4 - - - - - 6 SK(5) 3.53 6.69 7 5 5 6 4 - - - - - 7 SK(15) 3.63 6.78 10 2 7 6 4 - - - - - 8 SK(16) 3.54 6.82 8 4 8 7 4 - - - - - 9 SK(19) 4.27 6,68 2 2 4 2 4 - - - - -
10 SI(3) 3.98 6.76 1 3 4 3 4 - - - - - 11 SI(8) 3.89 6.92 2 3 4 5 5 - - - - - 12 SI(9) 3.95 7.04 2 4 5 4 5 - - - - - 13 PS(13) 3.81 7.45 4 4 9 5 5 - - - - - 14 PS(14) 3.86 6.75 5 5 6 4 6 - - - - - 15 PS(15) 3.92 6.94 4 2 5 3 5 - - - - - 16 PS(16) 4.95 6.72 - - - - - - - - - - 17 SS(3) 3.57 6.74 10 5 8 7 5 - - - - - 18 SS(6) 5.28 6.76 - - - - - - - - - - 19 SS(10) 4.15 6.86 4 4 5 2 4 - - - - - 20 SK(12) 5.02 7.06 - - - - - - - - - - 21 BP(1) 3.98 6.81 5 5 3 5 5 - - - - -
103
Lanjutan lampiran 4.
No. Isolat pH Zona hambat (mm) dari supernatan asam Zona hambat (mm) dari superntanan netral
asam netral LM ST EC BC SA LM ST EC BC SA 22 BP(3) 4.02 7.01 5 5 5 5 6 - - - - - 23 BP(4) 5.71 6.78 - - - - - - - - - - 24 BP(6) 4.04 7.05 6 4 6 4 5 - - - - - 25 BP(7) 3.77 6.88 4 4 5 5 6 - - - - - 26 BP(8) 4.03 7.16 4 4 3 3 6 - - - - - 27 BP(12) 4.03 7.11 4 4 3 3 6 - - - - - 28 BP(19) 4.04 7.32 3 4 3 3 5 - - - - - 29 BP(20) 3.93 6.76 7 4 3 4 7 - - - - - 30 BP(25) 3.80 6.78 7 4 3 6 7 - - - - - 31 BP(29) 3.73 6.78 7 5 4 5 10 - - - - - 32 BI(1) 3.89 6.84 5 4 6 6 8 - - - - - 33 BI(2) 3.91 7.25 5 5 6 5 7 - - - - - 34 BI(3) 3.89 6.68 6 6 6 5 7 - - - - - 35 BI(4) 4.12 6.93 4 4 6 4 5 - - - - - 36 BI(6) 4.07 7.06 4 5 5 5 5 - - - - - 37 BI(7) 3.95 6.71 5 4 6 8 5 - - - - - 38 BI(8) 3.86 7.01 4 5 6 7 5 - - - - - 39 BI(9) 5.36 6.69 - - - - - - - - - - 40 BI(10) 4.88 7.00 - - - - - - - - - - 41 BI(11) 3.91 7.28 4 6 6 6 5 - - - - - 42 BI(12) 3.91 6.86 5 6 6 6 5 - - - - - 43 BI(13) 3.62 7.14 8 6 8 8 8 - - - - - 44 BI(14) 3.96 6.68 5 6 8 6 6 - - - - -
104
Lanjutan lampiran 4.
No. Isolat pH Zona hambat (mm) dari supernatan asam Zona hambat (mm) dari superntanan netral
asam netral LM ST EC BC SA LM ST EC BC SA 45 BI(15) 3.91 6.68 6 6 5 6 5 - - - - - 46 NS(9) 3.60 7.30 8 6 7 6 8 - - - - - 47 NS(16) 4.57 6.68 - - - - - - - - - - 48 BI(5) 4.03 6.93 4 6 6 4 4 - - - - - 49 BP(9) 3.97 7.45 3 6 6 4 4 - - - - - 50 SS(8) 4.07 7.10 6 7 6 5 4 - - - - - 51 SI(7) 4.81 6.74 - - - - - - - - - - 52 SI(10) 4.14 7.46 3 4 6 4 4 - - - - - 53 SI(11) 4.80 6.97 - - - - - - - - - -
Keterangan: LM : L. monocytogenes, ST : S. typhimurium, EC : E. coli, BC : B. cereus, SA : S. aureus, - : negatif, tidak menghasilkan zona bening
105
Lampiran 5 Hasil seleksi dan uji aktivitas antimikrob dengan perlakuan supernatan yang tidak dintralkan dan ditetapkan pada pH 5 dan 6
No. Isolat pH kultur 18 jam
Aktivitas hambat senyawa antibakteri (mm) L. monocytogenes S. typhimurium E. coli S. aureus B. cereus
SBS SBS pH 5
SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6
1 SS (8) 4,5 10 - - - - - 10 - - 10 - - 8 - - 2 BP(1) 4,5 8 - - 10 - - 9 - - 10 - - 8 - - 3 BP (8) 4,0 10 - - 10 - - 11 - - 10 - - 8 - - 4 SS (10) 4,5 10 - - - - - 10 - - _ - - - - - 5 SK (5) 4,0 11 - - 12 10 - 11 - - 12 - - 9 - - 6 SK (19) 4,5 - - - - - - _ - - _ - - - - - 7 NS (5) 4,0 11 - - 11 - - 11 - - 12 - - 10 - - 8 PS (16) 4,0 10 - - 10 - - 9 - - 10 - - 9 - - 9 BI (2) 4,5 10 - - 10 - - 10 - - - - - - - - 10 BI (1) 4,5 - - - - - - _ - - - - - - - - 11 BP (10) 4,0 11 - - 10 - - 9 - - 10 - - 10 - - 12 BP(19) 4,5 - - - 9 8 8 9 - - - - - - - - 13 BP(20) 4,0 8 - - 8 10 10 9 - - 9 - - 8 - - 14 BI(6) 4,5 - - - 11 9 9 9 - - - - - 8 - - 15 BI(15) 4,5 8 - - 10 - - 9 - - - - - - - - 16 SS(8) 4,0 8 - - 9 - - 10 - - 10 - - 9 - - 17 BP(3) 4,0 7 - - 8 7 7 8 7 7 10 8 7 7 - - 18 BP(7) 4,0 10 - - 9 - - 9 7 - - - - - - -
106
Lanjutan lampiran 5
No. Isolat pH kultur 18 jam
Aktivitas hambat senyawa antibakteri (mm) L. monocytogenes S. typhimurium E. coli S. aureus B. cereus
SBS SBS pH 5
SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6 SBS SBS
pH 5 SBS pH 6
19 SK(15) 4,0 11 - - 10 - - 12 7 8 12 7 8 12 7 - 20 SS(3) 4,0 10 - - 11 - - 11 7 7 11 7 7 11 - - 21 SS(5) 4,0 11 - - 11 - - 10 - - 10 8 7 11 - - 22 BP(6) 4,0 9 - - 7 8 - - - - 10 - - - - - 23 SI(3) 4,0 - - - 8 7 - 10 7 - 10 - - 9 - - 24 BI(3) 4,0 8 7 - 8 7 - 9 - - 11 - - 8 - - 25 PS(14) 4,5 - - - - - - - - - - - - - - - 26 K(4) 4 8 6 10 12 11 27 K(5) 5 - - - - - 28 K(6) 6 - - - - -
Keterangan : SBS= Supernatan Bebas Sel
107
108
Lampiran 6 Pengukuran pH, OD660, konsentrasi asam laktat, dan konsentrasi H2O2 pada kultur MRSB dari empat isolat BAL setelah inkubasi 24, 48, dan 72 jam
Parameter Lama
inkubasi (jam)
BI(3) BP(3) BP(20) SK(5)
pH
24 4 4 4 4
48 4 4 4 4
72 4 4 4 4
OD660
24 2.526 3.462 3.555 3.765
48 1.653 2.607 2.893 3.627
72 1.695 3.048 2.973 4.074
Asam
laktat
(g/L)
24 17.020 ± 0.000 17.838 ± 0.231 16.692 ± 0.463 20.620 ± 0.463
48 17.838 ± 0.694 17.511 ± 0.694 17.838 ± 2.546 21.765 ± 1.620
72 19.638 ± 1.851 16.850 ± 0.694 18.983 ± 0.926 21.684 ± 1.967
H2O2 (g/L)
24 0.060 ± 0.004 0.071 ± 0.004 0.068 ± 0.000 0.068 ± 0.000
48 0.068 ± 0.008 0.071 ± 0.004 0.074 ± 0.008 0.065 ± 0.012
72 0.079 ± 0.000 0.074 ± 0.000 0.079 ± 0.008 0.077 ± 0.004
Lampiran 7 Zona hambat dari keempat isolat dengan inkubasi 24, 48 dan 72 jam terhadap L. monocytogenes
24 jam 48 jam 72 jam Keterangan: 1= Isolat BI(3), 2= Isolat BP(3), 3= isolat BP(20), dan 4= isolat SK(5) K4 = larutan asam laktat (medium MRSB) pH 4, K5 = larutan asam laktat (medium MRSB) pH 5, dan K6 = larutan asam laktat (medium NRSB) pH 6
1
2 113 22
4 3
3
K44
4K5 K4K4
K6 K5 K5K6 K6
109
Lampiran 8 Hasil uji API KIT CHL 50 pada isolat BI(3), BP(3), BP(20) dan SK(5) dengan lama inkubasi 48 jam
Lampiran 9 Pertumbuhan (○) dan pembentukan produk asam (■) pada keempat
isolat selama fase eksponensial
BI(3)
BP(3)
BI(3) BP(3) BP(20) SK(5)
8
10
12
14
16
18
20
15
17
19
21
23
25
27
0 4 8 12 16
Total asam (g/L)
Pertum
buhan
(Ln jumlah BA
L mL‐1 )
Lama inkubasi (jam)
y= 0.47x + 16.34R2= 0.97
y= 0.59x + 7.36R2= 0.99
8
10
12
14
16
18
20
15
17
19
21
23
25
27
0 4 8 12 16
Total asam (g/L)
Pertum
buhan
(Ln jumlah BA
L mL‐1 )
Lama inkubasi (jam)
y= 0.43x + 17.87R2= 0.91
y= 0.62x + 7.36R2= 0.97
110
BP(20)
SK(5)
8101214161820
15171921232527
0 4 8 12 16
Total asam (g/L)
Pertum
buhan
(Ln jumlah BA
L mL‐1 )
Lama inkubasi (jam)
y= 0.60x + 16.87R2= 0.98
y= 0.71x + 8.51R2= 0.98
8
10
12
14
16
18
20
15
17
19
21
23
25
27
0 4 8 12 16Total asam (g/L)
Pertum
buhan
(Ln jumlah BA
L mL‐1 )
Lama inkubasi (jam)
y= 0.48x + 18.60R2= 0.93
y= 0.59x + 9.49R2= 0.99
111
Lampiran 10 Hasil analisis kandungan asam organik dari supernatan bebas sel isolat BI(3), BP(3), BP(20), dan SK(5) dengan menggunakan HPLC
Hasil HPLC isolat BI(3)
112
Lanjutan lampiran 10 Hasil HPLC isolat BP(3)
113
Lanjutan lampiran 10 Hasil HPLC isolat BP(20)
114
Lanjutan lampiran 10 Hasil HPLC isolat SK(5)
Top Related