HUBUNGAN CONTAINER INDEX TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DENGUE DI
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
MEGA RUSDIYANTI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
HUBUNGAN CONTAINER INDEX TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DENGUE DI
BANDAR LAMPUNG
Oleh
MEGA RUSDIYANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
ABSTRACT
THE RELATIONS OF CONTAINER INDEX ON THE EVENT DENGUE
INFECTION IN BANDAR LAMPUNG
By
Mega Rusdiyanti
Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an urban-based disease but has begun to
spread to rural areas. This disease is a major problem throughout the world and is still one of
the main public health problems in Indonesia. Based on WHO it was reported that 2.5-3
million people are at risk of this disease. In 2018 there were 65,602 dengue cases with 467
deaths. The increase and spread of dengue cases can be caused by climate change, humidity,
occupancy density and population distribution, population mobility, mosquito density and
other epidemiological factors
Methods: Subjects used in this study based on consecutive sampling, obtained 36 subject of
group cases dengue infection and 36 subject of control groups. Researchers made
observations to the subject's home and saw the density of mosquito larvae in places where
there were standing water. The container index results are obtained from the number of water
reservoirs contained by larvae divided by the total number of water reservoirs inspected and
expressed in percent to see the larvae density in the density figure table.
Results: The results of the analysis with the chi square test between the container index and
the incidence of dengue infection in Bandar Lampung obtained p value 0.002
Conclusion: There is a significant relationship between the container index and the incidence
of dengue infection in Bandar Lampung
Keywords: container index, dengue infection, density figure.
ABSTRAK
HUBUNGAN CONTAINER INDEX TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DENGUE DI
BANDAR LAMPUNG
Oleh
Mega Rusdiyanti
Latar Belakang : Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang
berbasis perkotaan dan sudah meluas ke pedesaan. Penyakit ini termasuk permasalahan
pokok di seluruh dunia dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Berdasarkan WHO dilaporkan bahwa 2,5-3 juta manusia berisiko terhadap
penyakit ini. Pada tahun 2018 tercatat sebanyak 65.602 kasus kejadian DBD dengan jumlah
kematian sebanyak 467 orang. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD dapat disebabkan
oleh Perubahan iklim, kelembaban udara, kepadatan hunian dan distribusi penduduk,
mobilitas penduduk , kepadatan nyamuk serta faktor epidemiologi lainnya
Metode : Subjek yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan consecutive sampling,
didapatkan sebanyak 36 subjek pada kelompok kasus penderita infeksi dengue dan 36 subjek
pada kelompok kontrol. Peneliti melakukan observasi ke rumah subjek dan melihat kepadatan
jentik nyamuk di tempat-tempat yang terdapat genangan air. Hasil container index didapatkan
dari jumlah tempat penampungan air yang terdapat jentik dibagi dengan jumlah seluruh
tempat penampungan air yang diperiksa dan dinyatakan dalam persen untuk dilihat kepadatan
jentik nya di tabel density figure.
Hasil : Hasil analisis dengan uji chi square antara container index terhadap kejadian infeksi
dengue di Bandar Lampung didapatkan hasil p value 0.002
Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna antara container index terhadap kejadian infeksi
dengue di Bandar Lampung
Kata kunci : container index, density figure, infeksi dengue.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung karang, Bandar Lampung pada tanggal 21 November
1998, sebagai anak kedua dari Bapak H. Ahmad Ramadhan dan Ibu Hj. Kurnia Tina.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 22 Palu pada tahun 2009, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 01 Palu pada tahun 2012, dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Taruna Nusantara Magelang
pada tahun 2016.
Pada Tahun 2016, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi ujian Mandiri (UM). Selama menjadi
mahasiswa, penulis mengikuti organisasi PMPATD Pakis Rescue Team dan menjadi
anggota di divisi keuangan.
“ Percaya Allah selalu punya rencana kehidupan terindah untuk hambanya”
Dipersembahkan untuk Mama, Bapak, Bang Lutfi , Fadil, Aisyah dan diri sendiri.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala kasih, karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN CONTAINER INDEX
TERHADAP KEJADIAN INFEKSI DENGUE DI BANDAR LAMPUNG”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat masukan,
bantuan, dorongan, saran, bimbingan dan kritik dari berbagai pihak. Maka dengan
segenap kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesarbesarnya kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si. selaku Rektor Universitas Lampung ;
2. Dr. Dyah Wulan SRW, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung ;
3. Dr. dr. Ety Apriliana, S.Ked., M.Biomed selaku pembimbing pertama yang
selalu bersedia untuk meluangkan waktunya, memberikan nasihat,
bimbingan, saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
4. Dra. Asnah Tarigan, Apt., M.kes. Kes selaku pembimbing kedua atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu, memberikan nasihat, bimbingan,
saran, dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked., M. Kes, selaku pembahas atas
kesediannya untuk senantiasa memberikan kritik, saran, dan masukan yang
membangun dimana sangat bermanfaat untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan skripsi ini;
6. dr. Novita Carolia, S.Ked., M.Sc, selaku pembimbing akademik atas
bimbingan dan nasihatnya selama ini;
7. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam
proses perkuliahan;
8. Terimakasih untuk Bapak H. Ahmad Ramadhan dan Mama Hj. Kurnia Tina
atas segala doa, dukungan, perhatian, pengorbanan dan kasih sayang yang
telah diberikan selama ini. Atas kepercayaannya kepada saya selama ini
walaupun saya sering mengecewakan dan sering ingin menyerah. Dan
terima kasih untuk abang lutfi, fadil, dan aisyah yang selalu mensupport
dan saling mendoakan.
9. Terimakasih kepada sahabat cup tempat duduk kuliah : Retno arienta,
arsyka hunjri, jihan nur pratiwi, dan khoirunnisa untuk doa, bantuan,
dukungan dan hiburannya dikala sedih maupun senang
10. Terimakasih kepada ester krisdayanti dan maharani amanulloh atas segala
doa, kesabaran, kebaikan hatinya yang selalu ada di saat saya senang dan
susah
11. Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk anniza agustina dan Olivia
putri, teman pembimbing 1 skripsi yang setia menemani dan tak henti-
henti nya memberikan semangat dalam perjalanan selama skripsi ini,
yang menemani dari awal perjuangan sampai berakhir. Dari mengurus
surat ke kesbangpol, Dinkes, puskesmas maupun Rumah sakit sampai
pengumpulan dan pengolahan data.
12. Terimakasih kepada teman lainnya : imraatul husniah, Samuel gunawan,
dan revina rifda yang selalu saya susahkan dan selalu mendengarkan
cerita-cerita perkuliahan saya
13. Terimakasih kepada teman-teman tutorial dan csl semester 1-7 yang saling
support dalam pembelajaran selama perkuliahan ini
14. Terimakasih kepada GUPEK FAMILY : papi alka fachrizal, mami dian
octa, oppa hadriyan akbar, koko ian ivantirta, uni via jasinda, teteh icha
putri winata, sisi retno arienta dan dedek maharani, serta dedek nadila
ayuni
15. Terimakasih kepada teman-teman TR16EMINUS atas kebersamaanya
selama ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.
Terima kasih.
Bandar Lampung, 20 desember 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 10
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 10
1.4. Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................ 11
1.4.1.Bagi Masyarakat ................................................................................... 11
1.4.2 Bagi Instansi Terkait ............................................................................. 11
1.4.3 Bagi Peneliti .......................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12
2.1 Infeksi Dengue............................................................................................. 12
2.1.1 Definisi Infeksi Dengue ........................................................................ 12
2.1.2 Etiologi.................................................................................................. 13
2.1.3 Nyamuk Aedes sp.................................................................................. 13
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi ............................................................... 20
2.1.5 Penularan Penyakit Infeksi Dengue ...................................................... 20
2.1.6 Gejala Klinis dan Penegakan diagnosis ................................................ 22
2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengue ................................. 25
2.1.8 Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Infeksi Dengue ................ 28
2.2 Keberadaan dan Kepadatan Jentik Aedes sp ............................................... 32
2.3 Kerangka Teori ............................................................................................ 36
2.4 Kerangka Konsep ........................................................................................ 37
2.5 Hipotesis ...................................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 38
3.1 Rancangan penelitian................................................................................... 38
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 38
i
2
3.3 Subjek Penelitian ......................................................................................... 38
3.3.1 Populasi ................................................................................................. 38
3.3.2 Subjek penelitian................................................................................... 39
3.4 Kriteria Inklusi Subjek Penelitian ............................................................... 40
3.5 Kriteria Eksklusi Subjek Penelitian ............................................................. 41
3.6 Pengumpulan Data....................................................................................... 41
3.7 Identifikasi Variabel .................................................................................... 41
3.7.1 Variabel Bebas ...................................................................................... 41
3.7.2 Variabel Terikat .................................................................................... 41
3.8 Definisi Operasional .................................................................................... 42
3.9 Prosedur penelitian dan pengumpulan data ................................................. 42
3.9.1 Persiapan penelitian .................................................................................. 42
3.9.2 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 43
3.9.3 Pengumpulan Data Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes sp ..................... 43
3.10 Alur Penelitian ........................................................................................... 45
3.11 Analisis Data ............................................................................................. 46
3.12 Etika Penelitian ...................................................................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 47
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 47
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................ 47
4.1.2 Analisis Univariat ................................................................................. 48
4.1.3 Analisis Bivariat ................................................................................... 49
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 50
4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian ............................................................ 50
4.2.2 Distribusi Container Index dalam Density Figure ................................ 52
4.2.3 Hubungan CI terhadap kejadian infeksi dengue di Bandar Lampung .. 56
4.3 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 58
5.2 Saran ....................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..60
ii
3
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Larva Index………………………………………………………………34
2. Definis operasional……………………………………………………....41
3. Karakteristik Subjek Kelompok Kasus Berdasarkan Pendidikan..............46
4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan............................47
5. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Nilai Container Index..............47
6. Hasil Analisis Bivariat Container Index Terhadap Kejadian DBD......................48
iii
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori…………………………………………………………35
2. Kerangka Konsep ……………………………………………………...36
3. Alur penelitian………………………………………………………….44
iv
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang berbasis
perkotaan dan sudah meluas ke pedesaan. Penyakit ini termasuk permasalahan
pokok di seluruh dunia dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama di Indonesia. Berdasarkan WHO dilaporkan bahwa 2,5-3 juta
manusia berisiko terhadap penyakit ini. Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) dapat mencapai rata-rata kematian sebesar 5% dari semua kasus.
Dengan meningkatnya mobilitas penduduk serta kepadatannya, terutama pada
daerah tropis dan sub-tropis, jumlah penderita dan luas daerah penyebaran
penyakit DBD semakin meningkat (Kemenkes RI, 2010)
Tercatat pada tahun 1970 terdapat 9 negara yang menjadi endemi dengue.
Kemudian penyakit ini berkembang dan sekarang sudah mencapai 100 negara
di wilayah WHO Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan
Pasifik Barat. Insiden infeksi dengue semakin meningkat dalam beberapa
tahun terakhir di berbagai negara di dunia. Terdapat beberapa wilayah yang
paling terkena dampaknya yaitu Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat.
Berdasarkan jumlah laporan kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan
6
Pasifik Barat sudah mencapai lebih dari 1,2 juta di tahun 2008 dan lebih dari
3,2 juta pada tahun 2015. Dilaporkan bahwa jumlah kasus demam berdarah
terus bertambah (WHO, 2017).
Kasus kejadian Demam Berdarah Dengue telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Pada tahun 2018 tercatat sebanyak 65.602 kasus
kejadian DBD dengan jumlah kematian sebanyak 467 orang. Peningkatan dan
penyebaran kasus DBD dapat disebabkan oleh Perubahan iklim, kelembaban
udara, kepadatan hunian dan distribusi penduduk, mobilitas penduduk ,
kepadatan nyamuk serta faktor epidemiologi lainnya (Kemenkes RI, 2019)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Lampung
pada khususnya, dimana kasusnya cenderung meningkat dan semakin luas
penyebarannya serta berpotensi menimbulkan KLB. Angka Kesakitan (IR)
selama tahun 2010 – 2018 cenderung berfluktuasi. Angka kesakitan DBD di
Provinsi Lampung tahun 2018 sebesar 34,31 per 100.000 penduduk.
(Kemenkes RI, 2019). Kota Bandar Lampung merupakan salah satu wilayah
yang mempunyai prevalensi DBD yang tinggi. Jumlah penderita penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Kota Bandar Lampung pada tahun
2018 mencapai 914 kasus (Dinkes, 2018).
Faktor lingkungan merupakan salah satu penyebab kasus DBD yang selalu
tinggi. Penyakit DBD dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan
7
bahkan menyebabkan kematian. Kondisi lingkungan baik fisik, biologis,
maupun sosial dapat berperan sebagai faktor lingkungan dalam menyebabkan
kejadian DBD karena mempengaruhi transmisi virus dan vektor dengue
(WHO, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Sibe, et., al. (2010) di
Kabupaten Wajo didapatkan hasil bahwa faktor lingkungan merupakan salah
satu faktor risiko kejadian DBD, lingkungan pemukiman mempunyai peranan
yang sangat besar dalam penyebaran penyakit menular. Apabila kondisi
perumahan yang tidak memenuhi syarat rumah sehat dan dilihat dari kondisi
kesehatan lingkungan, akan berdampak pada masyarakat itu sendiri. Dapat
dilihat bahwa dampak yang terjadi adalah penyakit berbasis lingkungan yang
dapat menular. Diketahui bahwa kondisi lingkungan fisik merupakan faktor
dominan risiko kejadian DBD.
Keberadaan Tempat Penampungan Air (TPA) yang berada didalam maupun
diluar rumah merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat menjadi
risiko penyakit DBD karena berpotensi menjadi breeding place atau tempat
perindukan vektor nyamuk yang terdapat pada hasil penelitian yang dilakukan
Pham, et., al. (2011). Dikatakan bahwa tempat penampungan air yang
berjentik memiliki hubungan dengan kejadian DBD.
Lingkungan pekarangan yang tidak bersih, seperti bak mandi yang jarang
dikuras, pot bunga, genangan air di berbagai tempat, ban bekas, batok kelapa,
potongan bambu, drum, kaleng-kaleng bekas serta botol-botol yang dapat
menampung air dalam jangka waktu yang lama merupakan faktor lingkungan
8
yang berperan terhadap timbulnya penyakit DBD. Kebiasaan menyimpan air
serta mobilitas masyarakat yang semakin meningkat merupakan lingkungan
non fisik yang berperan dalam penyebaran penyakit ini (Depkes, 2004).
Penyakit menular yang berbasis lingkungan artinya lingkungan sangat
berperan dalam terjadinya penularan penyakit tersebut. Demam berdarah
dengue merupakan salah satunya. Terdapat beberapa faktor lingkungan seperti
faktor lingkungan fisik yaitu suhu, kelembaban, dan keberadaan tempat
perindukan yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan Aedes aegypti .
Serta beberapa faktor lain yang secara tidak langsung akan mempengaruhi
populasi vektor yang dapat menimbulkan terjadinya endemi DBD di suatu
wilayah adalah lingkungan biologi, perilaku, dan peran serta masyarakat
dalam Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (Cecep,
2011).
Tiga faktor utama yang berperan dalam penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, patogen (virus), dan nyamuk vektor sebagai perantara. Virus dengue
dapat ditularkan melalui dua mekanisme yaitu transmisi horizontal dan
transmisi vertikal (transovarial). Transmisi horizontal adalah penularan
melalui gigitan nyamuk Aedes sp dengan cara nyamuk menggigit/menghisap
darah penderita DBD kemudian mengigit orang sehat. Virus ditularkan
bersama dengan air liur nyamuk masuk ketubuh orang sehat sehingga orang
tersebut menderita demam berdarah. Transmisi vertikal (transovarial) adalah
penularan virus tanpa melalui gigitan nyamuk vektor, penularan ini
9
diturunkan dari induk nyamuk infektif melalui telur kepada nyamuk generasi
berikutnya. Trasmisi transovarial Virus dengue terjadi melalui tiga mekanisme
yaitu : 1) nyamuk betina infektif menggigit dan menghisap darah inang
bertujuan untuk mematangkan telur dan memungkinkan virus untuk
memperbanyak diri (mereplikasi) dalam tubuh nyamuk, telur terinfeksi
sehingga menyebabkan larvanya infektif. 2) nyamuk betina tidak infektif
kawin dengan nyamuk jantan infektif sehingga menyebabkan infeksi nyamuk
betina, 3) jaringan ovarial nyamuk betina terinfeksi virus sehingga dapat
ditularkan secara genetik (Dewi, 2010)
Indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan salah satu indeks dalam
pengontrolan vektor DBD. Kepadatan populasi nyamuk Aedes sp. dapat
diketahui melalui survei telur, survei jentik atau survei nyamuk tersebut.
Metode survei jentik adalah cara yang umum digunakan dalam program DBD.
Dikarenakan metode ini mudah dilakukan dan jentik nyamuk merupakan
stadium yang berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan stadium telur
dan pupa. Selain indikator ABJ terdapat beberapa metode lainnya untuk
mengukur kepadatan jentik nyamuk tersebut yaitu berupa House Index (HI),
Container index (CI), dan Breteau Index (BI). Untuk melihat perbandingan
HI, CI dan BI dapat digambarkan melalui Density Figure (DF) yang telah
ditetapkan oleh WHO, hasil dari kepadatan nyamuk tersebut dapat menjadi
acuan dalam pengembangan pengendalian DBD di suatu wilayah (Kemenkes
RI, 2011).
10
Container index (CI) merupakan presentase kontainer yang terdapat jentik,
dapat dihitung dengan cara membagi antara kontainer yang terdapat jentik
dengan jumlah seluruh kontainer yang diperiksa. Penelitian Suyasa (2007) di
wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Selatan menunjukkan ada hubungan
antara keberadaan kontainer dengan keberadaan vektor nyamuk Demam
Berdarah Dengue dengan nilai koefisien kontingensi sebesar 0,235.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti bermaksud untuk mengetahui hubungan
antara container index terhadap kejadian infeksi dengue di wilayah Bandar
Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Adakah hubungan container index terhadap kejadian infeksi dengue di
wilayah Bandar Lampung?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan container index dengan kejadian infeksi
dengue di wilayah Bandar Lampung.
11
1.4. Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1.Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya hubungan
container index terhadap kejadian infeksi dengue di wilayah Bandar
Lampung.
1.4.2 Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi mengenai hubungan container index terhadap
kejadian infeksi dengue di wilayah Bandar Lampung.
1.4.3 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan perkembangan dalam ilmu kesehatan
lingkungan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Infeksi Dengue
2.1.1 Definisi Infeksi Dengue
Infeksi Dengue pada umumnya menyerang pada musim hujan, tetapi musim
panas juga dapat menyebabkan kejadian infeksi dengue, penyakit ini
merupakan suatu penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi virus yang
dibawa oleh nyamuk Ae.aegypti serta Aedes albopictus betina (Suharmiati,
2007). Ketika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam
berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang
diisapnya. Jika virus sudah berada didalam tubuh nyamuk, virus ini
berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, sebagian
besar berada di kelenjar liur. Penyakit ini sering menimbulkan wabah dan
dapat menyerang semua orang serta dapat mengakibatkan kematian,
terutama pada anak. Selanjutnya ketika nyamuk menggigit orang lain, virus
dengue bersamaan dengan air liur akan dilepaskan dan pada saat inilah virus
dengue ditularkan ke orang lain. Virus ini akan berkembang biak dalam
sistim retikuloendotelial di dalam tubuh manusia. APC (AntigenPresenting
Cells) adalah target utama virus dengue yang pada umumnya berupa
13
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga
terkena. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel
monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T. Viremia akan timbul
pada saat menjelang gejala klinik, pada umumnya hingga 5-7 hari setelahnya
(Soegijanto, 2006).
2.1.2 Etiologi
Penyebab Infeksi dengue adalah virus dengue yang dikenal dengan 4
serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, Dengue-4), termasuk dalam group
B Arthropod Borne Virus (Arbovirus). Hasil penelitian di Indonesia
diketahui bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya, setelah itu di posisi
selanjutnya adalah Dengue-2, Dengue-1 dan terakhir adalah Dengue-4. Ke-
empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Masa inkubasi DBD pada umumnya berkisar antara 4-7 hari (Ditjen P2 &
PL, 2005).
2.1.3 Nyamuk Aedes sp
2.1.3.1 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti .
Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan menurut
(Djakaria, 2008) adalah:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
14
Sub Ordo : Nematocera
Infra Ordo : Culicomorpha
Seperfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub famili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
2.1.3.2 Ciri-Ciri Nyamuk Aedes sp Dewasa
a. Aedes aegypti
Menurut Widoyono (2008), Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yaitu :
1. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai Sayap dan badan yang belang-
belang atau bergaris putih.
2. Nyamuk Aedes sp biasanya berkembang biak di air jernih yang tidak
beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum, dan
barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain.
3. Mempunyai Jarak terbang ± 100m.
4. Nyamuk betina akan menggigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang, nyamuk sudah berpindah tempat (bersifat
multiple biters).
5. Nyamuk ini akan bertahan dalam suhu panas dan kelembaban yang
tinggi.
15
b. Aedes albopictus
Menurut Anies (2006), Aedes albopictus memiliki ciri-ciri yaitu :
1. Nyamuk ini memiliki corak garis berbentuk lurus di bagian punggung.
2. Tempat penampungan air yang berada di luar rumah lebih sering
menjadi tempat perkembangbiakkan nyamuk tersebut.
Nyamuk Aedes sp yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk
yang terinfeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia
(terdapat virus dalam darahnya ) (Widoyono, 2008).
Virus membutuhkan selama 8-10 hari untuk berkembang dalam tubuh
nyamuk terutama dalam kelenjar air liurnya. Nyamuk infektif adalah
nyamuk yang telah menginkubasi virus tersebut, jika nyamuk menggigit
orang lain maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liurnya.
Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-7 hari untuk
memperbanyak diri dan orang tersebut akan mengalami sakit demam
berdarah dengue. (Anies, 2006).
2.1.3.2 Morfologi nyamuk Aedes sp
a. Stadium telur Aedes aegypti .
Nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur sebanyak 100 butir dalam
satu waktu. Telur nyamuk Aedes aegypti membutuhkan waktu 1-2 hari
16
untuk menetas menjadi larva. Telur Aedes aegypti berbentuk oval dan
berwarna coklat kehitaman. Telur nyamuk tersebut dapat bertahan
dalam waktu yang lama di tempat yang kering tanpa air. Berdasarkan
hal tersebut walaupun kondisi iklim yang tidak memungkinkan, spesies
ini dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan jika telur
tergenang air maka telur dapat menetas. Terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi daya tetas telur yaitu suhu, pH air perindukkan,
cahaya, serta kelembaban dan fertilitas telur (Depkes RI, 2007).
b. Stadium Larva Aedes aegypti .
Larva nyamuk Aedes aegypti terbagi menjadi 4 tingkatan. larva instar I
memiliki panjang 1-2 mm, tubuh dan siphon nyamuk tersebut masih
transparan. Membutuhkan waktu selama 1 hari untuk tumbuh menjadi
larva instar II. Larva intar II memiliki panjang 2,5 – 3,9 mm, warna
siphon agak kecoklatan dan akan tumbuh menjadi larva instar III
selama 1-2 hari. Larva instar III mempunyai ukuran panjang 4-5 mm,
warna siphon sudah berwarna coklat, untuk tumbuh menjadi larva instar
IV membutuhkan waktu selama 2 hari. Larva instar IV berukuran 5-7
mm dan sudah terdapat sepasang mata dan sepasang antena, dari larva
untuk tumbuh menjadi pupa diperlukan waktu 2-3 hari. Sehingga rata-
rata pertumbuhan larva hingga pupa berkisar 5-8 hari. Posisi istirahat
pada larva ini adalah membentuk sudut 450 terhadap bidang permukaan
air . Larva nyamuk Aedes aegypti sangat membutuhkan air dan
mengambil makanan melalui mulut dan kulit tubuhnya sebagai sumber
17
nutrisi untuk berkembang biak. Dalam pertumbuhan dan perkembang
biakan larva dapat pengaruhi oleh faktor-faktor yaitu temperatur,tempat
perindukan,keadaan air dan kandungan zat makanan yang terdapat pada
tempat perindukan. (Depkes RI, 2007).
Ciri-ciri larva Aedes aegypti antara lain :
1. Dapat berenang bebas di air dan tidak melekat pada akar tanaman air
2. Mempunyai siphon yang ukurannya besar namun pendek
3.Dapat membentuk sudut dengan permukaan air ketika sedang istirahat
4. Sering ditemukan pada genangan air, contohnya pada drum dan bak
mandi.
c. Pupa nyamuk Aedes aegypti .
Pada stadium pupa sangat membutuhkan oksigen dan mengambil
oksigen melalui corong pernapasan, pada stadium ini tidak melakukan
aktivitas makan apapun dan akan tumbuh menjadi nyamuk setelah 1-2
hari. Nyamuk dewasa jantan atau betina akan terbang meninggalkan air
(Wisnutanaya,2013).
Ciri ciri pupa Aedes aegypti :
1. Mempunyai tabung pernapasan yang berbentuk segitiga
2. Jumlah dari seluruh tabung pernapasan berbentuk segitiga
3. Bentuk pupa sepeti tanda koma
18
4. Mempunyai ukuran lebih besar dan lebih ramping daripada ukuran
larva Aedes aegypti
5. Sering berada di permukaan air dan mempunyai gerakan yang lambat
6. Stadium pupa Aedes aegypti berlangsung selama 2 hari.
d. Stadium Nyamuk Aedes aegypti .
Tubuh nyamuk dewasa mempunyai 3 bagian, yatu kepala (caput),
dada (thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk tersebut
berwarna hitam dan terdapat bercak serta garis-garis putih tampak
sangat jelas pada bagian kaki dari nyamuk Aedes aegypti. Ukuran
tubuh nyamuk dewasa yaitu panjang 5 mm. Pada bagian kepala
terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang
palpi, antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Nyamuk
Aedes aegypti tersebut mempunyai ukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk Aedes ketika
hinggap di suatu tempat, tubuh nyamuk akan membentuk sudut yang
sejajar dengan tempat yang dihinggapinya, terdapat perbedaan untuk
membedakan jenis kelamin nyamuk Aedes aegypti dapat diamati dari
antena.
Nyamuk Aedes aegypti betina mempunyai bulu yang tidak lebat yang
dinamakan dengan pilose,sedangkan Aedes aegypti jantan
mempunyai bulu pada antena yang lebat yang dinamakan dengan
plumose. Nyamuk Aedes aegypti pada bagian mulutnya mempunyai
19
probosis yang panjang untuk menembus kulit dan menghisap darah,
nyamuk betina menghisap darah manusia yang bertujuan sebagai
sumber protein untuk mematangkan telur setelah dibuahi oleh
nyamuk jantan. Sedangkan pada nyamuk jantan, probosisnya
fungsinya sebagai pengisap sari bunga atau tumbuhan yang
mengandung gula (Hoedojo R dan Zulhasril, 2008).
2.1.3.3 Lingkaran Hidup Nyamuk Ae. aegypti
Nyamuk Aedes aegypti betina setelah bertelur akan meletakkan telurnya di
dinding tempat penampungan air, tempat yang lembab dan basah seperti
batok kelapa, kelambu, dan kaleng-kaleng bekas yang digenangi air,
kemudian telur akan menetas menjadi larva dalam jangka waktu 1-2 hari,
dan dalam waktu 6-8 hari larva akan berubah menjadi pupa. Stadium pupa
berlangsung selama 2 hari. Setelah keluar dari pupa, nyamuk tersebut akan
beristirahat pada kulit pupa untuk sementara waktu. Pada saat itu sayap
meregang menjadi kaku dan kuat, maka dari itu nyamuk mampu untuk
terbang dan menghisap darah. Setelah keluar dari pupa, nyamuk betina
yang telah dewasa telah siap untuk kawin dan berkembangbiak serta
menghisap darah manusia (Cecep, 2011).
Pupa jantan biasanya menetas lebih dulu daripada pupa betina. Nyamuk
jantan tidak akan pergi jauh dari tempat perindukan karena menunggu
nyamuk betina menetas dan siap berkopulasi. Setelah terjadi kopulasi,
nyamuk betina akan menghisap darah yang diperlukannya untuk
20
pembentukan dan pematangan telur. Kurun waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan perkembangbiakkan telur, diawali dari nyamuk menghisap
darah hingga telur dikeluarkan, berkisar 3- 4 hari. Jumlah dari seluruh
waktu tersebut disebut dengan 1 siklus gonotropik (gonotropic cycle).
Jumlah telur yang dikeluarkan nyamuk Aedes betina kurang lebih 100-150
butir (Cecep, 2011).
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Terdapat dua perubahan patofisiologi DBD yang penting untuk diketahui
sedangkan untuk patogenesis DBD belum sepenuhnya dipahami
(Misnadiarly, 2009), patofisiologi nya yaitu:
1. Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler/ pembuluh darah yang
mengakibatkan bocornya plasma ke dalam rongga pleura dan rongga
peritoneal. Kebocoran plasma terjadi dalam waktu 24- 48 jam.
2. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati trombositipenia
dan koagulapati, sehingga mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
2.1.5 Penularan Penyakit Infeksi Dengue
Pada saat nyamuk Aedes sp menggigit penderita Infeksi dengue, di dalam
tubuh penderita tersebut mengandung virus dengue. maka virus tersebut
akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk Aedes, setelah itu virus
akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk, virus akan menyebar di
berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk dalam kelenjar liur. Dalam kurun
21
waktu 3-10 hari setelah menghisap darah penderita tersebut, nyamuk dapat
menularkan pada orang dewasa atau anak- anak lainnya (Suharmiati, 2007 ).
Pada saat nyamuk menggigit (menusuk) orang lain, disinilah penularan
penyakit dapat terjadi, dengan meggunakan alat tusuk nyamuk (proboscis)
nyamuk akan mencari kapiler darah. Ketika kapiler darah sudah ditemukan,
maka akan dikeluarkan air liur, air liur yang mengandung zat anti
pembekuan darah (anti koagulan) akan membuat darah yang akan dihisap
tidak membeku dan mempermudah untuk dihisap melalui saluran proboscis.
Melalui air liurnya, virus dipindahkan pada orang lain (Suharmiati, 2007).
Tempat-tempat yang berpotensi terjadinya penularan infeksi dengue adalah
(Depkes RI,1992)
a. Wilayah yang banyak terjadi kejadian DBD (endemi dengue)
b. Tempat-tempat umum seperti: sekolah, kampus, pasar, RS, puskesmas,
dan sarana umum lainnya yang merupakan tempat berkumpulnya orang-
orang yang datang dari berbagai daerah baik desa maupun kota,
karenacukup besar kemungkinan akan terjadi pertukaran beberapa tipe
virus dengue.
c. Pemukiman baru yang berada di pinggir kota, pada umumnya lokasi ini
merupakan penduduk yang berasal dari berbagai daerah. Dengan
demikian diantara penduduk tersebut,memungkinkan terdapat penderita
atau karier yang membawa serta tipe virus dengue yang berlainan dari
asal daerah masing-masing.
22
2.1.6 Gejala Klinis dan Penegakan diagnosis
Diagnosis Demam Dengue dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria gejala
klinis tersebut, yaitu :
1. Demam tinggi mendadak
2. Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih yaitu : nyeri kepala, nyeri retro
orbita, nyeri otot dan tulang, ruam kulit, dapat disertai manifestasi
perdarahan, leukopenia, igm/igg positif
3. Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura,
asites, hipoproteinemia).
Berdasarkan WHO (2011) Diagnosis Klinis DBD ditegakkan jika memenuhi
2 kriteria klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratorium. Penggunaan
kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (over
diagnosis).
Kriteria Klinis:
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari (38-40°C).
b. Terdapat manifestasi perdarahan dengan bentuk: sekurang-kurangnya uji
Tourniquet (Rumple Leede) positif, Petekie (bintik merah pada kulit),
Purpura (pendarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung),
perdarahan nesia gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB
darah), dan Hematuri (adanya darah dalam urin).
23
c. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah.
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
e. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun, hipotensi, kaki dan tangan dingin,
kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Menurut Sudjana (2010), gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3
fase yaitu :
a. Fase Febris
Demam tinggi mendadak 2 – 7 hari, dapat disertai dengan muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia
dan sakit kepala. Dapat ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings
dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat
pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan
mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase Kritis
Fase ini terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan
penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
24
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24
– 48 jam. Kebocoran plasma biasanya didahului oleh lekopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat
terjadi syok.
c. Fase Pemulihan
Setelah penderita melewati fase kritis maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48
– 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita semakin membaik,
nafsu makan telah pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis
membaik.
Kriteria Laboratoris :
a. Trombositopenia (jumlah trombosit ≤100.000µl)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit ≥20%
DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
dan kejadian luar biasa (KLB), sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun
1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta Peraturan Menteri Kesehatan
No. 560 tahun 1989, setiap penderita termasuk tersangka DBD harus segera
dilaporkan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam oleh unit pelayanan
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter
praktek swasta, dan lain-lain) (Ditjen P2 & PL, 2005).
25
Pembagian Derajat menurut (Soegijanto, 2006):
a. Derajat I : Demam dengan uji torniquet positif.
b. Derajat II : Demam dan perdarahan spontan, pada umumnya dikulit atau
perdarahan lain.
c. Derajat III : Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/
hipotensi disertai ekstremitas dingin, dan anak gelisah.
d. Derajat IV : demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba
dan tekanan darah tak terukur).
2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Dengue
Menurut Depkes RI (2010), pencegahan penyakit demam berdarah dengue
dapat dibagi menjadi tingkatan yaitu :
1. Pencegahan Primer
Upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit adalah pencegahan tingkat
pertama. Pengendalian vektor adalah satu-satunya upaya yang
diandalkan dalam mencegah demam berdarah dengue sebelum
ditemukannya vaksin terhadap virus demam berdarah dengue, terdapat
4 cara pengendalian vektor yaitu:
a. Pengendalian Cara Kimiawi
26
Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk
penyemprotan (spray) terhadap rumah penduduk. Insektisida yang
dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organopospor,
karbamat, dan pyrethoid. Pada pengendalian kimiawi digunakan
insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva.
Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypty
yaitu dari golongan organopospor (Temephos) dalam bentuk sand
granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau
sering disebut dengan abatisasi.
b. Pengendalian Hayati atau Biologik
Pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, dan
pemangsa. Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan
kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan
invertebrata atau vertebrata. Pemangsa yang cocok untuk larva
nyamuk adalah beberapa jenis ikan kepala timah
(Panchaxpanchax) dan ikan gabus (Gambusia afffinis). Sedangkan
parasit yang cocok untuk larva nyamuk adalah beberapa etnis
golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis inyegari dan
Romanomarmis culiforax.
c. Pengendalian Radiasi
Pemakaian bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga
nyamuk jantan menjadi mandul adalah cara pengendalian radiasi.
Setelah nyamuk jantan telah diradiasi akan dilepaskan ke alam
bebas. Walaupun nanti nyamuk jantan akan berkopulasi dengan
27
nyamuk betina, nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur
yang fertil.
d. Pengendalian Lingkungan
Untuk mencegah nyamuk kontak dengan manusia dengan cara
memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di
seluruh bagian rumah adalah cara pengendalian lingkungan yang
dapat digunakan. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di
kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.
Dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M
Plus yaitu: Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat
minum hewan peliharaan. Menutup rapat tempat penampungan air,
Hal ini dimaksudkan agar nyamuk dewasa tidak bisa masuk ke
tempat tersebut untuk meletakkan telurnya. Mengubur barang
bekas yang sudah tidak terpakai, yang kesemuanya dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk
Aedes aegypti adalah pencegahan yang paling tepat dan efektif dan
aman untuk jangka panjang.
2. Pencegahan Sekunder
Dilakukannya upaya diagnosa dan dapat melakukan tindakan yang
berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat permulaan
sehingga tidak akan menjadi lebih parah adalah cara pencegahan
sekunder, dengan cara melakukan diagnosa sedini mungkin dan
28
memberikan pengobatan yang tepat bagi penderita demam berdarah
dengue. Pencegahan sekunder diantaranya adalah :
a. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan
penderita/tersangka penderita demam berdarah dengue segera
melaporkan ke puskesmas dan dinas kesehatan dalam waktu jam.
b. Melakukan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh
petugas puskesmas untuk mencari penderita demam tanpa sebab
yang jelas, pemeriksaan jentik, dan untuk mengetahui adanya
kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut sehingga perlu
dilakukan fogging fokus dengan radius 100 meter dari rumah
penderita, dapat disertai penyuluhan kepada masyarakat sekitar.
2.1.8 Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Infeksi Dengue
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Penyebab (Agent)
Virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina adalah
agent dalam penyebaran infeksi dengue. Terdapat empat tipe virus yang
dapat menularkan DBD yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Untuk
Virus dengue 1 dan 2 dapat menyebabkan penyakit sedangkan virus
dengue 3 dan 4 cenderung menjadi asimtomatik (tanpa gejala). Virus
dengue tipe 1 dan 3 merupakan virus yang banyak berkembang di
Indonesia. Ketika seseorang pernah terinfeksi dengan satu serotype virus
29
pada umumnya akan kebal terhadap serotype yang sama seumur
hidupnya. Akan tetapi tidak kebal terhadap serotype yang lain, dan
memungkinkan menjadi sensitif terhadap serangan DBD. Nyamuk akan
tetap dapat menularkan virus ke tubuh manusia-manusia lain yang
digigitnya (Yuniarti, 2009)
2. Faktor penjamu (host)
Kelompok yang dapat terserang penyakit adalah penjamu (host). Sebagai
faktor yang menentukan penyebaran penyakit, peranan yang paling
penting adalah Imunitas masyarakat. (Sutrisna, 2010)
Terdapat faktor sosiodemografi yang dapat mempengaruhi panjamu
(host) mudah terserang penyakit infeksi dengue diantaranya :
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang menyebabkan tindak lanjut yang lambat
dan bahkan terjadi kesalahan karena pengetahuan sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Pada dasarnya perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih baik. Ketika penderita sulit
membedakan gejala dan tanda-tanda antara penyakit DBD dengan
penyakit demam pada umumnya, Penyakit ini dapat berakibat fatal.
Sehingga perlu adanya penyuluhan untuk masyarakat khususnya
mengenai penyakit DBD lebih dini dan diharapkan masyarakat dapat
manindak lanjuti kasus DBD ini lebih dini sehingga prevalensi
penderita dapat ditekan (Hastuti, 2008)
30
b. Perilaku Masyarakat
Salah satu kebiasaan masyarakat adalah kurangnya dalam
memperhatikan kebersihan lingkungan, khususnya dalam rangka
pembersihan sarang nyamuk. Karena hal ini dapat menimbulkan
terjadinya transmisi penularan penyakit DBD. Ketika masyarakat
sulit mendapatkan air bersih, kebiasaan ini akan menjadi lebih buruk.
Dikarenakan mereka akan memilih untuk menyimpan air bersih
dalam tendon atau bak air. Apabila Tempat Penampungan Air (TPA)
tidak sering dibersihkan akan menjadi tempat yang potensial untuk
perkembangbiakan nyamuk. Adapun Kebiasaan lainnya adalah
mengumpulkan barang barang bekas dan tidak melaksanan 3M
PLUS (Kemenkes RI, 2011)
c. Sikap manusia
Sikap manusia yang mau melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) berupa gerakan 3M plus yang diikuti oleh tindakan dan
praktek yang nyata. PSN merupakan aktivitas utama upaya
pencegahan DBD yang melibatkan peran serta masyarakat. 3M yaitu
Menguras-Menutup-Mengubur. Gerakan 3M dikembangkan menjadi
3M Plus dengan tambahan penggunaan larvasida, memelihara ikan,
dan mencegah gigitan nyamuk (Widiyanto, 2007).
3. Faktor Lingkungan
31
Nyamuk Aedes sp pada umumnya hidup di lingkungan perumahan yang
berdesak-desakan, pekarangan yang tidak bersih dan menyukai tempat
yang cenderung lembab dan gelap. Faktor lingkungan yang dimaksud
adalah lingkungan yang mendatangkan terjadinya kontak dengan agent.
Sehingga banyak ditemukan di gantungan-gantungan baju. Wadah-
wadah yang berisi genangan air yang bersih dan tidak bersentuhan
dengan tanah adalah tempat nyamuk ini bertelur. Tempat tersebut seperti
bak mandi, vas/pot bunga, ember dan lain-lain. Biasanya pada saat
musim hujan, banyak air yang tertampung di wadah/kontainer yang
kemudian menjadi tempat nyamuk untuk bertelur dan berkembang biak
(breeding place). Curah hujan juga berpengaruh pada kelembaban udara
yang tinggi. Karena kelembaban udara yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan keadaan rumah menjadi basah dan lembab yang
memungkinkan berkembangbiaknya penyakit (Hastuti, 2008).
Kepadatan penduduk dan mobilisasi penduduk dapat mempengaruhi
jumlah kejadian DBD dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa
atau wabah penyakit. Hal ini dikarenakan jumlah individu yang banyak
pada suatu wilayah akan membuat penduduk tersebut tinggal berdesak-
desakan sehingga lebih mudah untuk penyebaran penyakit ini dan
mempercepat transmisi virus dengue dari vektor. Semakin padat
penduduk maka akan menyebabkan kepadatan hunian. Kepadatan
penghuni adalah perbandingan jumlah penghuni dengan luas rumah.
32
Berdasarkan standar kesehatan sebaiknya luas rumah adalah 10 m2 per
penghuni (Ita M, 2013)
2.2 Keberadaan dan Kepadatan Jentik Aedes sp
a. Kepadatan populasi vektor
Kepadatan nyamuk dewasa merupakan ukuran yang paling tepat untuk
memprediksi potensi penularan arbovirus (Sanchez et., al. 2006), tetapi hal
ini sangat sulit dilakukan. Untuk hal itu , kepadatan populasi vektor diukur
dengan beberapa indeks tradisional yang dihitung berdasarkan keberadaan
jentik/larva Aedes di lingkungan rumah. Indeks-indeks tersebut adalah
House Index (HI), Container index (CI), dan Breteu Index (BI). HI adalah
persentase rumah yang terpapar larva atau pupa. CI adalah persentase
kontainer yang terpapar larva aktif, sedangkan BI adalah jumlah container
yang positif jentik dibagi jumlah rumah yang diperiksa. Bentuk rumus
ketiga indeks adalah (WHO, 2005 & Baskoro dan Nalim., 2007).
Rumah terpapar jentik
HI = X 100%
Rumah diperiksa
Kontainer terpapar jentik
CI = X 100%
Kontainer diperiksa
Kontainer terpapar jentik
BI = X100%
Rumah diperiksa
33
Suatu daerah dikategorikan berisiko tinggi terhadap penularan penyakit
DBD jika hasil dari container index ≥5% dan house index ≥10% , dan
dikatakan berpotensi tinggi terhadap penyebaran penyakit DBD apabila
angka Breteau indeks lebih dari 50 %.
Menurut Widiyanto (2007), dapat diketahui bahwa keberadaan jentik
mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian
DBD (p=0,037). Menurut Brunkard, Joan Marie et., al. (2004), faktor
risiko yang diperkirakan menyebabkan infeksi dengue adalah adanya
habitat larva dan nyamuk Aedes aegypti. Menurut penelitian yang di
lakukan oleh Wati (2009) keberadaan jentik nyamuk yang hidup sangat
memungkinkan terjadinya demam berdarah dengue. Jentik nyamuk yang
hidup di berbagai tempat seperti bak air, atau hinggap di lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan
bambu (Depkes RI, 1992).
Virus dengue mempunyai masa inkubasi yaitu antara 3-7 hari, virus akan
terdapat di dalam tubuh manusia (Sutaryo, 2005). Maka dari itu apabila
keberadaan jentik nyamuk dibiarkan saja , nantinya akan mengakibatkan
kejadian demam berdarah dengue terus meningkat. Hasil penelitian
Sumekar (2007) mendapatkan hasil yaitu jentik Aedes di Kelurahan Raja
Basa mempunyai hubungan dengan kejadian DBD. Menurut penelitian
Sitorus (2005) ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan
34
rumah yang ada jentiknya dengan lingkungan rumah yang tidak ada
jentiknya dengan nilai Matched Odds Ratio (mOR) nya yaitu 5,8.
Penelitian Suyasa (2007) menunjukkan ada hubungan antara keberadaan
kontainer dengan keberadaan vektor nyamuk DBD dengan nilai koefisien
kontingensi sebesar 0,235. WHO menetapkan pengukuran density figure
untuk mengendalikan kepadatan Aedes aegypti. Terdapat kategori untuk
mengetahui kepadatan jentik tersebut, yaitu :
Tabel 1. Larva Index
Density
figure (DF)
House Index
(HI)
Container
index (CI)
Breteau Index
(BI)
1 1 – 3 1 – 2 1 – 4
2 4 – 7 3 – 5 5 – 9
3 8 – 17 6 – 9 10 – 19
4 18 – 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 –20 35 -49
6 38 – 49 21 – 27 50 – 74
7 50 -59 28 – 31 75 – 99
8 60-76 32-40 100-199
9 77+ 41+ 200+
Sumber: (Queensland Government, 2011)
35
Keterangan :
1) DF = 1 = kepadatan rendah
2) DF = 2-5 = kepadatan sedang
3) DF = 6-9 = kepadatan tinggi
Semakin tinggi angka density figure, semakin berisiko dalam penularan
penyakit.
36
2.3 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka teori
(Sumber : modifikasi dari Yuniarti, 2009; Sutrisna, 2010; Hastuti,2008;
Kemenkes RI, 2011; Widiyanto, 2007; Dewi, 2010)
Faktor agent
(penyebab) :
virus dengue
yang
ditularkan
melalui gigitan
nyamuk
betina.
Faktor host
(penjamu) :
1.Sikap manusia
2.perilaku
3. Imunitas
4. pengetahuan
Faktor lingkungan rumah
1..Keberadaan Tempat
Penampungan Air
2. Jenis tempat penampungan air
3.Keberadaan Jentik Vektor
4. Kepadatan Penduduk
5. Curah hujan dan kelembaban
udara
Infeksi dengue Penularan virus
dengue
Transmisi horizontal
(Penularan melalui
gigitan nyamuk Aedes sp.
dengan cara nyamuk
menggigit/menghisap
darah penderita DBD
kemudian mengigit orang
sehat)
Transmisi vertikal
(transovarial) adalah
Penularan Virus tanpa melalui
gigitan nyamuk vektor,
penularan ini diturunkan dari
induk nyamuk infektif
melalui telur kepada nyamuk
generasi berikutnya
37
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2 Kerangka Konsep
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah container index dan variabel terikat
pada penelitian ini adalah kejadian infeksi dengue di Bandar Lampung.
Sehingga peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan container index
terhadap kejadian infeksi dengue di wilayah Bandar Lampung.
2.5 Hipotesis
2.5.1 Hipotesis Null (H0)
Tidak terdapat hubungan container index terhadap kejadian infeksi dengue
di wilayah Bandar Lampung.
2.5.2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat hubungan container index terhadap kejadian infeksi dengue di
wilayah Bandar Lampung.
Container index Kejadian infeksi dengue
38
.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional. yaitu jenis penelitian untuk
mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan efek meliputi variabel
bebas dan variabel terikat yang diukur sekaligus dalam suatu waktu
(Notoatmodjo, 2012) dimana penelitian ini mengetahui hubungan container
index terhadap kejadian infeksi dengue di wilayah Bandar Lampung.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di wilayah Bandar Lampung. Pengumpulan
data dilaksanakan pada bulan Oktober 2019-November 2019.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosis klinis
Infeksi dengue menurut kriteria WHO 2011 yang berdomisili di
Bandarlampung yang tercatat sebagai pasien di Rumah Sakit
Bhayangkara Polda Lampung, RSUD A. Dadi Tjokrodipo Provinsi
39
Lampung, Puskesmas Rawat Inap Waykandis, Puskesmas Rawat Inap
Permata Sukarame, Puskesmas Rawat Inap Sukabumi, Puskesmas Rawat
Inap Kedaton, Puskesmas Rawat Inap Satelit, Puskesmas Rawat Inap
Kota Karang, Dan Puskesmas Rawat Inap Sukaraja pada bulan Oktober
2019-November 2019 dan orang yang tidak menderita infeksi dengue
yang merupakan tetangga pasien yang berdomisili di Bandar Lampung.
3.3.2 Subjek penelitian
Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan
diagnosis klinis Infeksi dengue menurut kriteria WHO 2011 yang
berdomisili di Bandarlampung. Teknik pengambilan subjek dalam
penelitian ini adalah consecutive sampling. Pada consecutive sampling,
semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Consecutive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling yang
paling baik dan merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis
(termasuk uji klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya
(Sastroasmoro, 2007).
Penentuan besar subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus
analitik komparatif kategorikal tidak berpasangan menurut Dahlan berikut:
n1=( Z α √2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2)2
(P1 - P2 ) 2
Keterangan:
n1 : Besar sampel sebagai kasus
40
n2 : Besar sampel sebagai kontrol
Z α : 1,96 (Kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5%)
Z β : 0,84 (Kesalahan tipe 2 ditetapkan sebesar 20%)
P1 : Proporsi pada beresiko atau kasus
Q1 : 1-P1
P2 : 0,02 (Proporsi pada kelompok tidak terpajan atau kontrol.
Berdasarkan penelitian widya et., al. (2016)
Q2 : 1-P2
P : Proporsi total =
Q : 1-P
P1-P2 : 0,27
n1 = ( Z α √2PQ + Zβ √ P1Q1 + P2Q2)2
(P1 - P2 ) 2
n1 = (1,96√(2x0,15x0,75)+0,84√(0,28x0,72)+(0,02x0,98))2
(0,28 – 0,02)2
n1 = (1,96√(0,225)+0,84√(0,2212))2
(0,26)2
n1 = (0,9297+0,39)2
(0,26)2
n1 = 25,36
n2 = n1 = 25,36
Dari perhitungan rumus di atas maka dibutuhkan minimal subjek
penelitian dalam kelompok kasus dan kelompok kontrol masing-masing
25 subjek.
3.4 Kriteria Inklusi Subjek Penelitian
Kriteria inklusi subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
41
a. Semua pasien dengan diagnosis klinis Infeksi dengue menurut kriteria
WHO 2011.
b. Tetangga pasien yang sehat tidak menderita infeksi dengue.
3.5 Kriteria Eksklusi Subjek Penelitian
Kriteria eksklusi subjek penelitian adalah
a. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
b. Rumah yang sudah dilakukan fogging
3.6 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer pada penelitian ini yaitu data kepadatan jentik nyamuk
yang didapatkan melalui observasi langsung rumah pasien dan tetangganya.
Sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah data rekam medis pasien
yang terdiagnosa infeksi dengue dan alamat pasien tersebut, yang tercatat di
RSUD A. Dadi Tjokrodipo Provinsi Lampung, RS Bhayangkara Polda
Lampung dan Puskesmas Rawat Inap di Bandar Lampung
3.7 Identifikasi Variabel
3.7.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Container index.
3.7.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian infeksi dengue di
wilayah Bandar Lampung.
42
3.8 Definisi Operasional
Tabel 2 Definisi Operasional (DO)
Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Kejadian
infeksi
dengue
Pasien yang
menderita infeksi
dengue berdasarkan
data pada Rekam
medis
Rekam
Medis
Melihat
Rekam
Medis
1.Ya
2. Tidak
Nominal
Container
index (CI)
Persentase
kontainer/wadah
yang positif jentik
dibagi dengan
seluruh jumlah
kontainer yang
diperiksa
Pengamatan
secara
langsung
oleh mata
Observasi
1.Tinggi
Jika Container
index dalam
Density Figure
(DF) >3
2. Rendah
Jika Container
index dalam
Density Figure
(DF) ≤3
Ordinal
3.9 Prosedur penelitian dan pengumpulan data
3.9.1 Persiapan penelitian
1. Persiapan proposal dan penentuan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian.
2. Mempersiapkan alat penelitian guna menunjang kelangsungan penelitian
ini.
3. Melakukan informed consent kepada pasien yang bersedia tempat tinggal
nya dijadikan sampel dalam penelitian.
43
3.9.2 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur dalam pengumpulan data penelitian ini memerlukan beberapa
tahap diantaranya:
Meminta surat pengantar pada FK Unila untuk melakuan penelitian setelah
proposal disetujui oleh pembimbing.
1. Mengajukan surat permohonan izin ke bagian perizinan Rumah Sakit
Bhayangkara Polda Lampung, RSUD A. Dadi Tjokrodipo Provinsi
Lampung dan Puskesmas Rawat Inap di Bandarlampung.
2. Mengajukan surat permohonan izin kepada pasien yang bersedia
berpartisipasi dalam penelitian.
3. Menjelaskan tentang manfaat penelitian, tujuan penelitian, dan
kerahasiaan informasi yang akan diperoleh dari responden serta
meminta kerja sama pasien untuk bersedia di observasi rumahnya.
4. Melakukan observasi di rumah pasien yang telah bersedia rumahnya di
observasi.
5. Data yang didapat dari observasi diproses dan dianalisis.
3.9.3 Pengumpulan Data Kepadatan Jentik Nyamuk Aedes sp
Pengambilan sampel dilakukan di rumah pasien yang telah bersedia rumah
nya di observasi setelah melakukan informed consent .
Pengambilan sampel dilakukan dengan mencari breeding place nyamuk
Aedes sp untuk melihat ada tidaknya jentik nyamuk yang terdapat di
dalamnya. Tempat-tempat yang dilakukan observasi untuk dilakukan
pengambilan sampel adalah :
44
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes sp dicatat dan diperiksa untuk
mengetahui ada atau tidaknya larva.
2. Tempat Penampungan Air (TPA) yang berukuran besar seperti : bak
mandi, tempayan, drum , dan bak penampungan air lainnya.
3. Tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil seperti vas bunga,
Ember, pot tanaman air, kaleng bekas, dan botol yang airnya keruh.
4. Untuk memeriksa larva di tempat yang kurang pencahayaan atau airnya
keruh, dapat menggunakan senter sebagai alat pembantu penerangan.
Hasil kepadatan jentik nyamuk didapatkan dari jumlah tempat
penampungan air yang terdapat jentik dibagi dengan jumlah seluruh tempat
penampungan air yang diperiksa dan dinyatakan dalam persen untuk dilihat
kepadatan jentik nya di tabel density figure.
Kontainer terpapar jentik
CI = X 100%
Kontainer diperiksa
45
3.10 Alur Penelitian
Gambar 3. Alur Penelitian
Tahap Persiapan
Pembuatan proposal,
perizinan, pengajuan kaji etik
penelitian dan koordinasi
dengan pihak rumah sakit
dan puskesmas rawat inap di
Bandarlampung
Pengisian lembar informed
consent pada sampel yang
memenuhi kriteria inklusi
penelitian
Pengambilan sampel dilakukan
di rumah pasien yang telah
bersedia rumah nya di observasi
Pengambilan sampel dilakukan
dengan mencari breeding place
nyamuk Aedes sp untuk melihat
ada tidaknya jentik nyamuk
yang terdapat di dalamnya.
Memeriksa semua Tempat
Penampungan Air (TPA) yang
berukuran besar dan kecil dan
semua tempat yang dapat menjadi
tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes sp seperti kaleng-
kaleng atau botol bekas.
Tempat yang kurang pencahayaan
atau airnya keruh, dapat
menggunakan senter sebagai alat
pembantu penerangan.
Analisis data menggunakan
program komputer
Tahap Pelaksanaan
Tahap Pengolahan Data
Pencatatan data yang diperoleh
46
3.11 Analisis Data
Analisis statistika untuk mengolah data hasil penelitian menggunakan
program statistik pada komputer yaitu SPSS dimana akan dilakukan dua
macam analisis data yaitu:
1. Analisis univariat
Analisis ini digunakan pada variabel bebas dan variabel terikat untuk
menentukan distribusi dan frekuensi dari kedua hubungan antar variabel.
2. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Penelitian ini menggunakan uji Chi
Square. Jika tidak memenuhi syarat uji tersebut, maka uji alternatif
yang digunakan adalah uji Fisher Exact. Jika dalam uji statistik
didapatkan nilai p< 0.05 maka terdapat hubungan yang bermakna antara
kedua variabel tersebut dan jika nilai p>0.05 maka tidak terdapat
hubungan bermakna antara kedua variabel tersebut.
3.12 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung No: 3045/UN26.18/PP.05.02.00/2019.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Terdapat hubungan bermakna antara container index terhadap
kejadian infeksi dengue di Bandar Lampung.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran
dari peneliti, diantaranya:
1. Saran untuk Pelayanan Kesehatan
Untuk mengurangi angka kejadian Demam Berdarah dengue
dapat diberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
pengetahuan umum terkait penyakit ini dan diharapkan
tercapainya masyarakat dengan perilaku yang baik dalam
tindakan memelihara kesehatan lingkungan rumah serta
masyarakat dapat berpartisipasi dalam menurunkan angka
kejadian demam berdarah di wilayahnya.
59
2. Saran untuk Masyarakat dan Subjek Penelitian
Diharapkan masyarakat untuk lebih menjaga kesehatan
lingkungan baik di dalam maupun di luar rumah, terutama
pengurasan bak mandi dan tidak mebiarkan adanya tempat
yang berpotensi menjadi genangan air untuk tempat
perindukan vektor nyamuk di sekitar rumah. Masyarakat juga
dapat melakukan kegiatan kerja bakti secara rutin, melakukan
upaya perlindungan diri menggunakan obat anti nyamuk pada
waktu yang tepat, menggunakan kawat kassa pada setiap
ventilasi rumah dan memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada serta melakukan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) melalui 3M plus (menguras, menutup dan
mengubur)
3. Saran untuk Peneliti Lain
Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenenai
hubungan container index terhadap kejadian demam berdarah
dengue di bandarlampung, tempat yang di obervasi bukan
hanya rumah, mungkin peneliti dapat mengobservasi sekolah
atau tempat kerja sampel penderita DBD.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi UF, et., al. 2010. Jendela [Buletin]. Kemenkes Indonesia. vol 2.
hlm. 1−5.
Aniess. 2006. Manajemen berbasis lingkungan solusi mencegah dan
menanggulangi penyakit menular. Jakarta: PT Elex Media Komputind.
Brunkard, Joan Marie, et., al. 2004. Dengue fever seroprevalence and risk
factors.Texas Mexico Border
Cecep D. 2011. Vektor penyakit tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Depkes RI. 1992. Kumpulan surat keputusan edaran tentang pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue. Jakarta: Ditjen PPM dan PL.
Depkes RI. 1992. Petunjuk teknis penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) demam berdarah dengue. Jakarta: Direktorat Jendral P2 & PL.
Depkes RI. 2004. Perilaku hidup nyamuk Aedes aegypti sangat penting diketahui
dalam melakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk termasuk
pemantauan jentik berkala. Jakarta: Direktorat Jendral P2 & PL.
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di
indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral P2 & PL.
Depkes RI. 2005. Program prioritas nasional pemberantasan penyakit menular
jangka Menengah 2005-2009. Jakarta: Jakarta: Direktorat Jendral P2 &
PL.
Depkes RI. 2005. Pencegahan dan pemberantasan Demam berdarah dengue.
Jakarta: Direktorat Jendral P2 & PL.
Depkes RI. 2007. Pencegahan dan pemberantasan demam berdarah dengue di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral P2 & PL.
Depkes RI. 2010. Demam berdarah dengue: Buletin jendela epidemiologi, 2.
Jakarta: Ditjen PPM dan PL.
Dinkes Bandarlampung. 2018. Profil kesehatan tahun 2018. Bandarlampung.
Djakaria S, Sungkar. 2008. Pendahuluan entomologi. Parasitologi kedokteran
Edisi Ke-4. Jakarta: FK UI. hlm. 383.
61
Hastuti. 2008. Demam berdarah dengue. Penyakit dan pencegahanya. Yogyakarta:
Kanisius Indonesia.
Hoedojo R, Sungkar. 2008. Morfologi daur hidup dan perilaku nyamuk.
Parasitologi kedokteran Edisi Ke-4. Jakarta: FK UI hlm.383.
Kemenkes RI, 2011. Modul pengendalian demam berdarah dengue. Jakarta:
Direktorat Jendral P2 & PL.
Kemenkes RI. (2010). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 374
tahun 2010 tentang pengendalian vektor. Jakarta.
Kemenkes RI. (2019). Profil kesehatan Indonesia tahun 2018. Jakarta.
Misnadiarly. 2009. Demam berdarah dengue (DBD). Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Notoatmodjo S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta. hlm. 58-59.
Pham HV, et., al. 2011. Ecological factors assosiated with dengue fever in a
central highland province. Vietnam: BMC Infections Diseases.
Queensland Government. 2011. The queensland dengue management plan 2010
2015. Fortitude Valley: Queensland Health.
Ridha MR, Rahayu N, Rosvita NA, Setyaningtyas DE. 2013. Hubungan kondisi
lingkungan dan kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes
aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue di Kota
Banjarbaru. Jurnal BUSKI. vol. 4. no 3. hlm.133-137.
Sanchez L, et., al. 2006. Aedes aegypti larval indices and risk for dengue.
Epidemics: Emerging Infectious Diseases.
Sastroasmoro S, Ismael, S. 2007. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi
Ke-3. Jakarta: CV Sagung Seto.
Sibe A, Nawi R, Abdullah AZ. 2010. Faktor risiko kejadian demam berdarah
dengue di kecamatan tempe kabupaten wajo 2009. Jurnal MKMI. vol 6
No 4. Hlm. 198-203.
Sitorus. 2005. Strategi pencegahan kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah
dengue (DBD) melalui pendekatan faktor risiko di kota medan. [Tesis].
Medan: USU.
Soegijanto S. 2006. Demam berdarah dengue. Edisi kedua. Surabaya : Airlangga
University Press.
62
Suharmiati, Handayani L. 2007. Tanaman obat dan ramuan tradisional untuk
mengatasi demam berdarah dengue. Cetakan I. Jakarta: Agro Media
Pustaka. hlm. 22-23.
Sumekar DW. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik
nyamuk Aedes sp di kelurahan rajabasa. Seminar hasil penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Bandarlampung: Unila.
Sutaryo. 2005. Dengue. Yogyakarta: Medika FK UGM.
Sutrisna, Bambang. 2010. Pengantar metode epidemiologi. Jakarta: Dian Rakyat.
Suyasa et., al. 2007. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat
dengan keberadaan vektor demam berdarah dengue (DBD) di wilayah
kerja puskesmas 1 Denpasar Selatan. Jurnal Ecothropic. vol 3. hlm. 1-6.
Wati, Widia Eka. 2009. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian
demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.
[Skripsi Sarjana] Semarang: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.
WHO. 2005. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue.
Panduan lengkap. Alih Bahasa: Palupi Widyastuti. Editor Bahasa
Indonesia: Salmiyatun. Jakarta: EGC.
WHO. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. India: WHO.
hlm. 18-24.
WHO. 2017. Dengue and severe dengue. Tersedia pada:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (Diakses: 29
september 2019).
Widiyanto T. 2007. Kajian manajemen lingkungan terhadap demam berdarah
dengue (DBD) di kota Purwokerto Jawa Tengah. [Tesis]. Semarang:
Program Pascasarjana, Undip.
Widoyono. 2008. Penyakit tropis epidemiologi penularan pencegahan dan pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Yuniarti. 2009. Hubungan iklim (curah hujan, kelembaban dan suhu udara)
dengan kejadian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kota Jakarta
Timur tahun 2004-2008. [Skripsi] Jakarta: UI.