BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 1 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
BAB VI
PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
VI.1 Umum
Instalasi pengolahan air minum dibangun sebagai usaha dalam penyediaan
air bagi masyarakat. Air yang dihasilkan dari pengolahan adalah air yang
memenuhi persyaratan secara higienis maupun estetis dan dengan
kontinuitas debit yang terjaga serta dapat dijangkau harganya oleh
masyarakat. Kualitas yang diberikan bagi air minum ditetapkan oleh
pemerintah melalui peraturan. Jenis pengolahan yang diperlukan dalam
penyediaan air minum ditentukan oleh kualitas air baku dan standar/baku
mutu air minum yang diizinkan bagi manusia.
Dalam merencanakan instalasi pengolahan air minum, pemilihan unit-unit
pengolahan merupakan hal yang penting. Pemilihan unit pengolahan
dilakukan dengan pertimbangan teknis yaitu kriteria desain yang telah
ditetapkan untuk setiap unit pengolahan. Namun, pertimbangan teknis
bukanlah yang utama karena terdapat faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan yaitu masalah ketersediaan dana dan sumber daya
manusia yang tersedia dalam membangun dan mengoperasikan instalasi
pengolahan.
VI.2 Baku Mutu Air Minum
Seperti telah diuraikan pada subbab sebelumnya, instalasi pengolahan air
minum akan mengolah air baku sampai air tersebut memenuhi standar
baku mutu yang berlaku. Di Indonesia, standar baku mutu untuk air
minum yang berlaku saat ini adalah Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Uraian lengkap mengenai baku
mutu air minum yang tertera pada KEPMENKES tersebut dapat dilihat
pada lampiran A.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 2 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.3 Analisa Kualitas Air Baku Terhadap Baku Mutu Air Minum
Sumber air di alam saat ini terdapat dalam kuantitas yang sangat besar
sehingga memiliki potensi untuk dipergunakan sebagai air baku bagi
instalasi pengolahan air minum. Air baku tersebut dapat dikategorikan
menjadi beberapa kelas, yaitu :
1. Air baku yang langsung dapat digunakan sebagai air minum.
2. Air baku yang perlu pengolahan sederhana untuk dapat
digunakan sebagai air minum.
3. Air baku yang perlu pengolahan lengkap untuk bisa digunakan
sebagai air minum.
4. Air baku yang tidak bisa digunakan sebagai air minum.
Berdasarkan kategori air baku di atas maka, Saluran Induk Bugis Sektor
Anjatan yang merupakan sumber air baku bagi instalasi pengolahan air
minum yang sedang direncanakan ini dianalisa dan dievaluasi agar dapat
diketahui air baku tersebut masuk ke dalam kategori yang mana. Setelah
hal tersebut diketahui, maka dapat ditentukan proses pengolahan yang
sesuai bagi air baku tersebut.
Berdasarkan tabel VI.1 dapat kita lihat, terdapat lima parameter kualitas air
baku yang tidak memenuhi baku mutu, yaitu warna, kekeruhan, besi,
mangan, dan zat organik. Sehingga diperlukan pengolahan bagi kelima
parameter tersebut
Pada tabel VI.2 dapat dilihat efisiensi penyisihan yang harus dicapai oleh
instalasi pengolahan air minum yang direncanakan sehingga air baku dapat
memenuhi baku mutu air minum yang telah ditetapkan.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 3 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Tabel VI. 1 Perbandingan Kualitas Air Baku terhadap Baku Mutu Air
Minum
No Parameter Analisis Satuan Baku mutu Air Minum
Hasil Analisis Metode
FISIKA
1 Bau - - tak berbau Organoleptik
2 Jumlah zat padat terlarut (TDS) mg/L 1000 312 Gravimetri
3 Kekeruhan NTU 5 422 Turbidimetri 4 Rasa - - - - 5 Suhu 0C normal 25 Termometer
6 Warna TCU 15 18 koloid Kolorimetri
KIMIA A. KIMIA ANORGANIK 1 Besi (Fe) mg/L 0,3 2,11 Spectrometri 2 Fluorida (F) mg/L 1,5 0,15 Spectrometri 3 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500 78 Titrimetri 4 Klorida (Cl) mg/L 250 9,71 Titrimetri 5 Mangan (Mn) mg/L 0,1 0,11 Spectrometri 6 Natrium (Na) mg/L 200 24,9 Flamephotometri7 Nitrat sebagai N (NO3) mg/L 50 0,77 Spectrometri 8 Nitrit sebagai N (NO2) mg/L 3 0,191 Spectrometri 9 pH - 6,5-8,5 7,02 Elektrometri 10 Sulfat (SO4) mg/L 250 44,75 Spectrometri 11 Kalium (K) mg/L - - FlamephotometriB. KIMIA ORGANIK 1 Zat Organik (KMnO4) mg/L 10 14,2 Titrimetri
LAIN-LAIN
1 Karbon Dioksida (CO2) total mg/L - 5,1 Titrimetri
2 Karbon Dioksida (CO2) mg/L - 3,87 Titrimetri 3 Daya pengikat klor mg/L - 0,82 - 4 Logam berat - - Tt - 5 Bikarbonat mg/L - 89,06 Titrimetri
Keterangan : Berdasarkan KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 4 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Tabel VI. 2 Efisiensi Pengolahan Yang Harus Dicapai
No. Parameter Analisis Satuan Baku
Mutu Hasil
Analisis Efisiensi
Pengolahan 1 Kekeruhan NTU 5 422 99% 2 Warna TCU 15 18 17% 3 Besi mg/L 0,3 2,11 86% 4 Mangan mg/L 0,1 0,11 10%
5 Zat Organik mg/L 10 14,2 30% Sumber : Perhitungan
Berikut ini akan sedikit diuraikan mengenai parameter air yang tidak
memenuhi baku mutu air minum dan yang perlu diperhatikan selama
proses pengolahan :
1. Warna
Warna secara estetika tidak diinginkan keberadaannya di dalam air. Warna
terbagi menjadi dua jenis yaitu warna semu (apparent color) dan warna
sejati (true color). Warna semu ditimbulkan oleh keberadaan zat-zat
tersuspensi sedangkan warna sejati disebabkan oleh ekstrak materi organik
yang bersifat koloid. Air baku pada perencanaan ini termasuk memiliki
warna semu.
Keberadaan warna di dalam air menimbulkan permasalahan yaitu
membuat proses penghilangan/pengolahan Fe dan Mn menjadi sukar
karena warna memiliki kemampuan untuk menstabilisasi Fe dan Mn. Pada
umumnya warna berada di dalam air bersifat koloid yang bermuatan
negatif sehingga dapat dihilangkan dengan menambahkan garam yang
memililki ion bervalensi tiga seperti Al3+ atau Fe3+. Proses koagulasi dapat
dilakukan untuk menghilangkan warna tetapi hanya berlaku untuk warna
yang bukan berasal dari proses kimia yang tidak dapat diukur dengan
menggunakan standar warna Pt-Co.
2. Kekeruhan
Kekeruhan merupakan tingkat keberadaan zat-zat tersuspensi yang berada
di dalam air. Pada musim hujan nilai kekeruhan biasanya lebih tinggi
daripada pada musim kering karena pada umumnya akan terjadi erosi di
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 5 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
DAS. Kekeruhan tidak diinginkan keberadaannya di dalam penyediaan air
minum dengan beberapa pertimbangan yaitu :
• Estetika
Kekeruhan menyebabkan kualitas air minum berkurang dari segi estetika.
Kekeruhan menyebabkan adanya warna di dalam air sehingga memberikan
pandangan di masyarakat bahwa air telah tercemar.
• Filterabilitas
Proses filtrasi menjadi lebih sulit dilakukan bila air memiliki kekeruhan
tinggi karena unit pengolahan akan sering tersumbat.
• Desinfeksi
Air dengan kekeruhan tinggi biasanya penuh dengan organisme berbahaya.
Oleh karena itu beban unit desinfeksi dalam pengolahan air minum
menjadi lebih besar.
Pengukuran kekeruhan digunakan untuk menentukan efektivitas dosis
bahan kimia dalam unit pengolahan (Sawyer, 1965).
Untuk menghilangkan kekeruhan dapat dilakukan proses prasedimentasi,
koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
3. Besi dan Mangan
Besi dan mangan tidak diinginkan dalam air minum karena memberikan
rasa, endapan kotoran pada pakaian yang dicuci dan peralatan plambing,
serta akumulasi endapan pada sistem distribusi apabila berada dalam
bentuk tereduksi (Fe+2) yang biasanya terkandung dalam air tanah. Besi
juga dapat menimbulkan rasa pada air yang terdeteksi pada konsentrasi
yang sangat rendah. Besi dan mangan dapat dihilangkan dengan
menggunakan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi.
4. Zat Organik
Kontaminan organik terdapat di dalam air dengan jumlah yang sangat
banyak. Sumber zat organik di dalam air adalah tumbuh-tumbuhan dan
vegetasi lainnya. Kontaminan ini terutama masuk sebagai hasil dari limbah
pertanian. Pada musim hujan kandungan zat organik menurun karena
terjadi pengenceran oleh air hujan dan sebaliknya pada musim kemarau.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 6 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Keberadaan zat organik di dalam air menyebabkan kekeruhan dan warna
dalam keadaan stabil. Selain itu oksigen terlarut berkurang yang dapat
mengakibatkan kondisi septik di dalam air. Zat organik dapat diturunkan
dengan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
5. Agresifitas
Agresifitas merupakan tingkat korosifitas air terhadap logam atau bahan,
yang ditentukan oleh kandungan CO2 agresif dan pH. Nilai agresifitas
suatu air baku diperlukan untuk menentukan jenis bahan yang dapat
digunakan pada bagian transmisi atau struktur instalasi pengolahan dan
kebutuhan bahan kimia pada proses pengolahan sebagai kontrol korosi.
Agresifitas dapat dihilangkan dengan melakukan pembubuhan kapur.
Agresifitas dapat diketahui dengan menggunakan Langelier Index (LI)
yang dapat dihitung menggunakan persamaan-persamaan berikut ini :
pHspHLI −=
dimana : pH = pH air baku
pHs = pH jenuh
TH −= 4μ
dimana : H = Kesadahan Total (mol/L)
T = Bikarbonat (mol/L)
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
3
21
1logHCOCO
KpH
5.0
5.0
111
4.11 μμ
+−= pKpK
5.0
5.0
221
4.112
μμ
+−= pKpK
5.0
5.01
9.314
μμ
+−= ss pKpK
ss pKpHCOpCapKpH 13
22
1 −+−= −+
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 7 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Berdasarkan persamaan yang tercantum di atas dapat dihitung nilai
Langelier Index dan kemudian dapat ditentukan agresifitas air dengan
kriteria sebagai berikut :
LI < 0 ; Air bersifat agresif
LI = 0 ; Air berada pada kesetimbangan
LI > 0 ; Air bersifat oversaturated
Hasil perhitungan (lampiran D) menunjukkan nilai LI = -1,13. Dengan
demikian air baku bersifat korosif.
VI.4 Lokasi IPAM
Penentuan lokasi instalasi pengolahan perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut:
Lokasi geografis wilayah perencanaan
Kondisi geologi dan topografi wilayah perencanaan
Kondisi sanitasi lingkungan
Aman dari bencana alam seperti banjir dan gempa
Memiliki akses jalan yang baik
Ketersediaan tenaga listrik dan peralatan lainnya
Jarak antara daerah pelayanan dengan instalasi terjangkau
Adanya kemungkinan untuk pengembangan di masa yang akan
datang
Lokasi yang baik adalah yang dapat memanfaatkan ketinggian sebagai
energi untuk mengalirkan air sehingga tidak diperlukan pemompaan.
Kemiringan yang diperlukan adalah sekitar 2 – 3%. Pada umumnya
instalasi pengolahan air minum konvensional membutuhkan perbedaan
ketinggian sekitar 4,9 – 5,2 m sepanjang instalasi untuk mengatasi
headloss yang terjadi.
Instalasi Pengolahan Air Minum direncanakan akan dibangun
berdampingan dengan IPAM Salam Darma yang berada di Desa Kopyah,
Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 8 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.5 Kapasitas IPAM
Instalasi Pengolahan Air Minum ini direncanakan akan beroperasi selama
20 tahun mendatang, serta akan melayani penduduk Kabupaten Indramayu
di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Sukra (termasuk Patrol), Anjatan, dan
Haurgeulis. Jumlah kebutuhan air minum di wilayah perencanaan selama
20 tahun yang akan datang, ditunjukkan oleh tabel VI.3.
Tabel VI. 3 Debit Kebutuhan Air
Uraian Satuan 2019 2029 Kebutuhan Air Rata-rata L/det 251,33 529,53 Kebutuhan Hari Maksimum L/det 276,46 582,48 Kebutuhan Jam Puncak L/det 376,99 794,29
Sumber : Perhitungan
Saat ini, Kecamatan Sukra, Anjatan dan Haurgeulis telah menerima suplai
air bersih dari PDAM Tirta Darma Ayu Kab. Indramayu melalui IPAM
Salam Darma sebesar 50 liter/detik. Kapasitas pengolahan Instalasi
Pengolahan Air Minum yang direncanakan akan didasarkan pada debit
harian maksimum untuk mengantisipasi fluktuasi penggunaan air minum
pada saat maksimum, yaitu sebesar 582,48 liter/detik.
Debit pengolahan IPAM sesuai kebutuhan direncanakan sebesar 110% dari
total kebutuhan air minum berdasarkan nilai debit harian maksimum,
dengan kelebihan sebesar 10% dipergunakan untuk kebutuhan air internal
IPAM. Sehingga debit pengolahan IPAM sesuai kebutuhan adalah sebesar
640,73 liter/detik.
Dengan adanya IPAM eksisting sebesar 50 liter/detik, maka debit
pengolahan IPAM yang direncanakan adalah sebesar 590,73 liter/detik ≈
600 liter/detik.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 9 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Tabel VI. 4 Debit Pengolahan IPAM
Jenis Kebutuhan Air 2019
(L/det) 2029
(L/det) Kebutuhan Air Total 276,46 582,48 Kebutuhan Air Bersih u/ IPAM 27,65 58,25 Debit Pengolahan Total 304,11 640,73 Kapasitas Terpasang PDAM 50,00 50,00 Debit Pengolahan IPAM Rencana 254,11 590,73
Sumber : Perhitungan
Instalasi Pengolahan Air Minum direncanakan akan dibangun dalam 2
tahap, yaitu tahap I pada tahun 2009 s.d. 2019 dan tahap II pada tahun
2019 s.d. 2029. Berdasarkan perhitungan besar debit pengolahan air
minum pada masing-masing tahapnya adalah sebesar 250 liter/detik dan
350 liter/detik, tetapi untuk mempermudah perencanaan yang akan
dilakukan maka, besar debit pengolahan air minum pada kedua tahap
tersebut dibuat sama, yaitu sebesar 300 L/detik. Perencanaan
pembangunan dan kapasitas IPAM tiap tahap dapat dilihat pada tabel VI.5.
Pada perencanaan ini hanya akan membahas perencanaan pembangunan
IPAM pada tahap I saja.
Tabel VI. 5 Perencanaan IPAM Tiap Tahap
Debit Perencanaan IPAM
L/detikTahap I
Intake 600 Transmisi 600 Instalasi 300
Tahap II Instalasi 300
Sumber : Perhitungan
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 10 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.6 Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum
Pemilihan unit-unit pengolahan yang akan digunakan dalam instalasi
pengolahan air minum tergantung kepada kualitas air baku yang akan
diolah, dengan mempertimbangkan segi teknis dan segi ekonomis.
1. Segi Teknis
Efisiensi unit-unit pengolahan terhadap parameter yang akan
diturunkan
Fleksibilitas sistem pengolahan terhadap kualitas air yang
berfluktuasi
Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang
panjang
Kemudahan konstruksi
2. Segi Ekonomis
Biaya investasi awal, operasional, dan pemeliharaan
Luas lahan yang dibutuhkan
Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter
kualitas air yang hendak diturunkan
Unit-unit pengolahan air minum untuk negara-negara berkembang dapat
ditentukan berdasarkan model prediksi seperti yang ditunjukkan pada tabel
VI.6.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 11 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Tabel VI. 6 Model Prediksi Pemilihan Unit-unit Pengolahan Air Minum
Parameter Pra Pengolahan Pengolahan Utama Pengolahan Khusus
Parameter Konsentrasi S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT 0-20 E
20-100 O O O O E
100-5000 E E E O E
Coliform, MPN Per 100 ml
Rata-rata bulanan > 5000 E O E E E O
0-10 O
10-200 O E Turbidity,
NTU > 200 O O E
20-70 E O O Warna, mg/l Pt-Co > 70 O E O Rasa & Bau Terasa O O O O E
CaCO3, mg/l > 200 E E E E
< 0,3 O O E
0,3-1,0 O E E O Fe &
Mn,mg/l > 1,0 E E E E O O
0-250 E E E E O O
200-500 O Chloride,
mg/l >500 E
0-0,005 O O O O Senyawa Phenol,
mg/l > 0,005 E E O E O
E E E O Bahan Kimia Lain O O O O
Sumber: Babbit, 1976
Keterangan :
S = Screening
PC = Prechlorination
PS = Plain Settling
A = Aeration
LS = Lime Softening
CS = Coagulation & Sedimentation
RSF = Rapid Sand Filter
SSF = Slow Sand Filter
P = Post Chlorination
SC = Special Chlorination
AC = Activated Carbon
SCT = Special Chemical Treatment
SWT = Salt Water Treatment
E = Essential
O = Optional
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 12 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Berdasarkan tabel VI.6 diketahui ada tiga tahapan proses untuk
menghilangkan parameter pencemar dalam air yaitu:
1. Pra Pengolahan
Merupakan pengolahan air baku sebelum air baku diolah pada unit-unit
pengolahan utama yang umum digunakan seperti koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan.
Pra pengolahan diutamakan untuk menurunkan parameter tertentu yang
dapat mengganggu proses pada pengolahan utama. Screening, pre-
klorinasi, prasedimentasi dan aerasi merupakan unit-unit pra
pengolahan.
2. Pengolahan Utama
Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan
untuk mengolah air baku untuk air minum seperti penurunan kesadahan,
koagulasi dan flokulasi yang diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi dan
desinfeksi.
3. Pengolahan Khusus
Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan
untuk kondisi air baku yang spesifik.
Selain mengacu pada model prediksi di atas, penentuan jenis pengolahan
untuk suatu air baku juga dapat mengacu pada persyaratan yang diberikan
pada tabel VI.7 berikut.
Tabel VI. 7 Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum
Conventional Two-Stage Direct In-Line Parameter Complete Filtration Filtration Filtration
Turbiditas (NTU) <5000 <50 <15 <5 Warna (semu) <3000 <50 <20 <15
Coliform (#/mL) <107 <105 <103 <103
Alga (ASU/ml) <105 <5 x 103 <5 x 102 <102
Asbestos Fiber (#/mL) <1010 <108 <107 <107 Rasa dan bau (TON) <30 <10 <3 <3
Sumber : Kawamura,1990
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 13 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Menurut Kawamura (1990), pengolahan air minum terbagi menjadi tiga
jenis yaitu:
Metode Conventional Complete
Metode ini merupakan pengolahan air minum yang melibatkan proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
Direct Filtration
Metode ini melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Clarifier
digunakan setelah filtrasi dan supernatan disirkulasi menuju proses
flokulasi.
In-line Filtration
Metode ini sama dengan Direct Filtration tetapi supernatan dari
clarifier disirkulasi ke bagian koagulasi.
Modifikasi dari ketiga metode tersebut adalah High-level Complete dan
Two Stage Filtration. Penerapan metode pengolahan tergantung pada
kualitas air baku dan ini diberikan pada tabel VI.7.
Setelah menentukan unit pengolahan apa saja yang akan dipakai dalam
instalasi pengolahan air minum, ada baiknya mempertimbangkan besarnya
pengaruh proses pengolahan yang akan digunakan terhadap parameter-
parameter dalam air seperti tercantum pada tabel VI.8.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 14 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Tabel VI. 8 Pengaruh Proses Pengolahan Terhadap Parameter Tertentu
Parameter Aerasi Koagulasi-Sedimentasi
Pelunakan-Sedimentasi
Saringan Lambat Cepat
tanpa C
Saringan Pasir Cepat
dengan C
Klorinasi
Bakteri
Warna
Turbiditas
Bau & Rasa
Kesadahan
Korosifitas
Fe & Mn
0
0
0
++4
+
+++8
---9
+++
++
+++
++++
+
--7
--10
+12
++++1,2
0
++2
++2
++++11
++
++++
++
++++3
++
0
0
++++12
++++
++++
++++
++
--7
--10
++++12
++++
0
0
++++5
---6
0
0
0
Sumber: Fair&Geyer, 1968
Keterangan : (1) Nilai pH yang sangat tinggi akibat pengolahan soda yang berlebihan. (2) Dengan kandungan pada pengendapan. (3) Filter dapat cepat tersumbat dengan kekeruhan tinggi. (4) Tidak termasuk kandungan klorofenol. (5) Pada saat melalui Break Point Chlorination atau superklorinasi yang diikuti dengan deklorinasi. (6) Pada saat (5) tidak dipakai pada kandungan bau dan rasa yang tinggi. (7) Beberapa koagulan mengubah karbonat menjadi sulfat. (8) Dengan menghilangkan karbon bikarbonat. (9) Ditambahkan oksigen jika kurang. (10) Beberapa koagulan menghasilkan karbondioksida. (11) Variabel, beberapa logam diikat pada saat pH tinggi. (12) Setelah aerasi.
Berdasarkan analisis kualitas air baku dan ketiga pertimbangan tersebut
maka dapat ditentukan kebutuhan unit pengolahan yang ditunjukkan pada
tabel VI.9.
Tabel VI. 9 Kebutuhan Jenis Pengolahan
Parameter Data Air Pengolahan
Kekeruhan
Warna
Fe
Mn
Zat organik
Agresifitas
422 NTU
18 TCU
2,11 mg/L
0,11 mg/L
10 mg/L
LI = -1,13
Prasedimentasi, Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi
Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi
Koagulasi, Flokulasi, Filtrasi
Filtrasi
Filtrasi, Desinfeksi
Pembubuhan Kapur
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 15 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.7 Kebutuhan Bahan Kimia
Dalam sistem pengolahan air minum terdapat dua macam unit, yaitu:
Unit Operasi, yaitu unit pengolahan yang melibatkan proses fisik,
seperti sedimentasi, filtrasi
Unit Proses, yaitu unit pengolahan yang melibatkan proses kimia dan
biologi, seperti koagulasi, desinfeksi dan pembubuhan kapur.
Pengolahan yang termasuk unit proses akan memerlukan pembubuhan
bahan-bahan kimia. Dosis yang diberikan pada setiap pembubuhan
ditentukan melalui percobaan di laboratorium.
Berdasarkan tabel VI.9 tentang kebutuhan jenis pengolahan, yang
termasuk unit proses adalah koagulasi, desinfeksi dan pembubuhan kapur.
Untuk kebutuhan unit ini maka dilakukan beberapa uji laboratorium, yaitu:
1. Jar Test
Jar Test dilakukan untuk mengetahui dosis koagulan yang diperlukan pada
proses koagulasi. Jenis koagulan yang digunakan adalah Al2(SO4)3 dengan
kemurnian sebesar 100%. Dosis koagulan yang diperoleh dari percobaan
adalah 30 mg/L.
2. Percobaan DPC
Percobaan DPC bertujuan untuk mengetahui dosis kaporit yang diperlukan
pada proses desinfeksi. Kemurnian kaporit adalah 100% dengan
konsentrasi Cl sebesar 52%. Hasil percobaan menunjukkan nilai DPC
sebesar 2,52 mg/l.
Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk pengolahan air minum
berdasarkan kualitas air baku adalah:
Al2(SO4)3 sebagai koagulan
Ca(OCl)2 sebagai desinfektan
CaO sebagai kontrol agresifitas
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 16 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Ketiga bahan kimia tersebut digunakan dalam keadaan padat sehingga
perlu dilakukan pembuatan larutan. Untuk keperluan tersebut maka
diperlukan bak pelarut bahan kimia.
Penggunaan setiap bahan kimia akan mempengaruhi karakteristik air baku
terutama pH dan agresifitas. Pengaruh setiap proses pembubuhan terhadap
air baku dapat dilihat pada tabel VI.10.
Tabel VI. 10 Pengaruh Pembubuhan Bahan Kimia Terhadap Air Baku
Parameter Satuan Air Baku Pembubuhan Alum
Pembubuhan Kaporit
Pembubuhan Kapur
Dosis mg/l 30 5,81 17,14
CO2 mg/l 4,27 27,41 27,41 0,48
HCO3- mg/l 60,57 28,49 23,55 60,89
Ca2+ mg/l 11,25 11,25 12,88 25,12Kesadahan mg/l 41,77 41,77 45,86 76,51
µ 6,79 x 10-4 1,21 x 10-3 1,45 x 10-3 2,062 x 10-3
pK1’ 6,33 6,32 6,31 6,31
pK2’ 10,30 10,28 10,28 10,26pH 7,47 6,19 6,10 8,27
pHs 8,60 8,94 8,97 8,28LI -1,13 -2,75 -2,87 -0,01Sifat Agresif agresif agresif setimbang
Setelah melalui berbagai proses, terlihat bahwa kondisi pH akhir air masih
memenuhi baku mutu. Oleh karena itu proses yang direncanakan layak
untuk digunakan.
VI.8 Rencana IPAM
Secara umum, instalasi pengolahan air minum yang direncanakan
memiliki pola pengolahan seperti yang ditunjukkan oleh gambar VI.1.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 17 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Bak Penenang
Prasedimentasi
Koagulasi
Flokulasi
Alum
Bak Sirkulasi
Sedimentasi
Kaporit
Reservoir
Desinfeksi
Filtrasi
Kapur
Gambar VI. 1 Skema Pengolahan Air Minum
VI.8.1. Intake Intake adalah bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari
sumbernya untuk keperluan pengolahan dan suplai. Intake dibuat pada
lokasi yang mudah dijangkau dengan kuantitas air yang stabil dan didesain
berdasarkan kapasitas harian maksimum (Qm), pada akhir periode
perencanaan.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 18 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pembuatan intake adalah:
1. Tertutup untuk mencegah masuknya sinar matahari yang
memungkinkan tumbuhan atau mikroorganisme hidup
2. Tanah di lokasi intake harus stabil
3. Intake dekat permukaan air untuk mencegah masuknya
suspended solid dan inlet jauh di atas intake
4. Intake harus kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran
5. Intake harus didesain untuk menghadapi keadaan darurat
Macam-macam intake:
Direct Intake
Intake jenis ini mungkin dibangun jika sumber air memiliki kedalaman
yang besar seperti sungai dan danau, dan apabila tanggul tahan terhadap
erosi dan sedimentasi.
Canal Intake
Ketika air diambil dari kanal, ruangan yang terbuat dari batu dengan
lubang dibangun di pinggiran kanal. Lubang tersebut dilengkapi dengan
saringan kasar. Dari ruangan batu, air diambil menggunakan pipa yang
memiliki bell mouth, yang dilapisi dengan tutup hemispherical yang
berlubang-lubang. Luas daerah lubang yang terdapat pada penutup
adalah satupertiga dari area hemisphere.
Karena pembangunan intake di kanal, lebar kanal menjadi berkurang
dan mengakibatkan meningkatnya kecepatan aliran. Hal ini dapat
menyebabkan penggerusan tanah, oleh karena itu di bagian hulu dan
hilir intake harus dilapisi.
Reservoir Intake
Intake Bendungan
Digunakan untuk menaikkan ketinggian muka air sungai sehingga
tinggi muka air yang direncanakan memungkinkan konstannya debit
pengambilan air. Intake bendungan dapat digunakan untuk pengambilan
air dalam jumlah besar dan dapat mengatasi fluktuasi muka air.
Intake Gate
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 19 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Pada perencanaan ini digunakan Intake Gate dengan pertimbangan:
Biaya konstruksi murah
Pemeliharaan mudah
Debit pengambilan dapat diatur karena dilengkapi dengan pintu air
Intake Gate memerlukan beberapa fasilitas penunjang sehingga intake
terdiri dari beberapa bagian yaitu:
Bar Screen, untuk menyaring benda-benda kasar seperti sampah,
kayu dan plastik
Saluran intake, sebagai perletakan intake
Pintu air, untuk mengatur debit pengambilan air
Dengan kondisi kapasitas air baku yang sangat fluktuatif, untuk
mengantisipasi agar tinggi muka air baku selalu memenuhi kebutuhan
pengolahan, maka direncanakan akan dibangun pintu air pada saluran
sumber air baku di dekat tempat pengambilan air (disamping pintu air
sebagai fasilitas intake). Dengan demikian tinggi muka air pada saluran
dapat diatur sesuai kebutuhan.
VI.8.1.1. Bar Screen Bar screen berfungsi sebagai penahan benda-benda yang berukuran besar
seperti sampah, kayu, dan plastik. Secara berkala bar screen memerlukan
pembersihan karena benda-benda kasar menyebabkan peningkatan
kehilangan tekan. Proses pembersihan dapat dilakukan secara manual atau
otomatis tergantung beban yang ada. Bila beban sedikit maka pembersihan
dapat dilakukan secara manual dan sebaliknya.
Kriteria desain untuk bar screen adalah:
Lebar batang, w = 0,8 – 1 inchi
Jarak antar batang, b = 1 – 2 inchi
Kemiringan batang, θ = 30° - 60°
Kecepatan aliran sebelum melalui batang, v = 0,3 – 0,75 m/s
Head loss maksimum, hL = 6 inchi
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 20 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.8.1.2. Saluran Intake Saluran intake berfungsi sebagai saluran yang akan mengambil air baku
dari sumber air. Dalam merencanakan jenis intake ini maka harus
diperhatikan karakteristik air seperti tinggi air minimum dan maksimum,
materi tersuspensi dan terapung. Kecepatan merupakan parameter penting
agar tidak terjadi pengendapan.
Menurut Al-Layla (1980), kriteria desain untuk saluran intake adalah:
Kecepatan air di saluran diantara 0,6-1,5 m/s untuk mencegah
sedimentasi
Kecepatan air pada saat tinggi muka air minimum harus lebih besar dari
0,6 m/s dan pada saat tinggi muka air maksimum harus lebih kecil dari
1,5 m/s.
VI.8.1.3. Pintu Air Pintu air diperlukan untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun sumber air
berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu air juga
diperlukan untuk membuka atau menutup saluran ketika akan dilakukan
pembersihan saluran.
VI.8.1.4. Bak Pengumpul Bak pengumpul berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah diambil
oleh intake sebelum masuk ke dalam instalasi pengolahan. Dengan bak
pengumpul maka aliran dapat diseragamkan dari debit pengambilan air
baku yang berfluktuasi. Pada perencanaan ini bak pengumpul dilengkapi
dengan sistem pemompaan yang akan memberikan head yang cukup agar
air dapat dialirkan ke lokasi instalasi pengolahan yang memiliki elevasi
yang lebih besar daripada elevasi lokasi intake.
Kriteria desain bak pengumpul adalah:
Jumlah bak minimal 2 buah (untuk kemudahan perawatan dan
pemeliharaan)
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 21 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Dasar bak minimal 1 m di bawah dasar sungai atau 1,52 m di bawah
tinggi muka air minimum
Ketinggian foot valve dari dasar bak tidak kurang dari 0,6 m
Konstruksi harus kuat, disarankan menggunakan beton. Ketebalan
dinding minimal 20 cm
Kuat terhadap pengaruh uplift pressure
VI.8.1.5. Sistem Transmisi Sistem transmisi menghubungkan antara intake dengan instalasi pengolahan
air minum. Transmisi tergantung pada topografi (perubahan elevasi)
sehingga mungkin saja diperlukan pompa.
Pada perencanaan ini sistem transmisi terbagi menjadi dua bagian yaitu:
Pipa Transmisi
Pompa Transmisi
VI.8.1.5.1. Pipa Transmisi Pipa transmisi digunakan untuk menyalurkan air dari lokasi intake ke
instalasi pengolahan. Dalam menentukan jenis pipa yang digunakan dalam
sistem transmisi maka perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu:
Durabilitas dan kondisi air yang dihantarkan
Ketahanan terhadap erosi dan korosi
Harga pipa dan biaya pemasangan
Jenis sambungan yang diperlukan, kekuatannya dan kemudahan
konstruksi
Kondisi lokal (mudah didapat, bahan lokal, dan biaya perawatan)
Pipa transmisi pada perencanaan ini menggunakan pipa DCIP dengan
pertimbangan tahan terhadap korosi dan mudah didapat. Besarnya debit air
yang dialirkan melalui pipa transmisi didasarkan kepada kebutuhan hari
maksimum.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 22 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.8.1.5.2. Pompa Transmisi Pompa digunakan untuk menyediakan head yang cukup untuk mengalirkan
air dari satu tempat yang memiliki head lebih rendah daripada tempat yang
lain. Klasifikasi pompa yang ada di pasaran adalah:
Reciprocating Pump
Fland Pump
Centrifugal Pump
Air Lift Pump
Jumlah pompa yang digunakan tergantung kepada besarnya aliran yang
diperlukan dan kapasitas pompa ditentukan oleh head yang diperlukan.
Kriteria dalam menentukan jumlah pompa diberikan oleh tabel VI.11.
Tabel VI. 11 Kriteria Jumlah Pompa yang Digunakan
Debit (L/menit) Jumlah Pompa Keterangan
< 1895
1895-5685
5685-11370
> 11370
2 buah
3 buah
4 buah
6 buah
1 operasi – 1 cadangan
2 operasi – 1 cadangan
3 operasi – 1 cadangan
5 operasi – 1 cadangan
Sumber : Al-Layla, 1980
Pada proses pengambilan air oleh pompa digunakan pipa suction. Kriteria
desain untuk pipa suction adalah:
Kecepatan melalui pipa 1-1,5 m/s
Perbedaan tinggi muka air minimum dengan pusat pompa maksimal 3,7
m
Jika ketinggian pompa lebih besar dari tinggi muka air minimum,
jaraknya harus kurang dari 4 m
Pompa di bawah tinggi muka air minimum lebih diutamakan karena lebih
ekonomis.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 23 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.8.2. Bak Penenang Bak penenang digunakan untuk mengumpulkan air baku yang dipompa
dari bak pengumpul intake. Bak penenang berfungsi juga sebagai
stabilisasi aliran sebelum memasuki unit prasedimentasi. Bak ini terletak
di lokasi instalasi pengolahan air minum.
Pada umumnya bak penenang dilengkapi oleh alat ukur debit sebagai
kontrol aliran. Alat ukur yang dipakai adalah v-notch. Debit melalui v-
notch dengan sudut takikan 90° dapat diukur dengan menggunakan rumus
berikut :
Q = 2,54H2,5
Dengan, Q = debit aliran (ft3/s)
H = tinggi muka air di atas v-notch (ft)
VI.8.3. Prasedimentasi Unit prasedimentasi digunakan sebagai unit pengolahan yang akan
mengendapkan partikel diskrit yaitu partikel yang dapat mengendap
sendiri dibawah pengaruh gaya gravitasi tanpa menggunakan bahan kimia.
Hal-hal penting dalam menggunakan prasedimentasi sebagai proses
pengolahan adalah :
Lokasi diusahakan berdekatan dengan intake sehingga mengurangi
penyumbatan pada pipa transmisi
Bak berbentuk rektangular
Kondisi aliran harus seragam untuk meningkatkan efisiensi pengolahan
Inlet dan outlet harus dilengkapi oleh gate atau valve
Tingkat penyisihan partikel yang dapat diberikan oleh unit prasedimentasi
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut :
P = (100 – P0) + ∫ ∂ Pvv1
s0
dengan, P = persen penyisihan
P0 = persen penyisihan rencana
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 24 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
v0 = kecepatan pengendapan rencana (m/s)
vs = kecepatan pengendapan partikel (m/s)
Persamaan di atas berlaku bila kondisi bak ideal, namun pada
penerapannya diperlukan faktor koreksi untuk menentukan v0.
Unit prasedimentasi terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Zone inlet
Zone pengendapan
Zone outlet
Zone lumpur
VI.8.4. Koagulasi Koagulasi ditujukan untuk mengolah air yang mengandung koloid atau
partikel yang sulit mengendap. Secara umum koagulasi adalah proses
dimana ion-ion dengan muatan yang berlawanan dengan muatan koloid,
dimasukkan ke dalam air sehingga meniadakan kestabilan koloid. Jadi,
koagulasi adalah proses pembentukan koloid yang stabil menjadi koloid
yang tidak stabil dan membentuk flok-flok dari gabungan koloid yang
berbeda muatan. Secara garis besar pembentukan flok terbagi dalam empat
tahap yaitu:
1. Tahap destabilisasi partikel koloid
2. Tahap pembentukan mikroflok
3. Tahap penggabungan mikroflok
4. Tahap pembentukan makroflok
Tahap 1 dan 2 terjadi pada proses koagulasi sedangkan tahap 3 dan 4
terjadi pada proses flokulasi.
Bagian integral dari proses koagulasi adalah pencampuran cepat (flash
mixing). Tujuan pencampuran cepat adalah untuk mencampur dan
mendistribusikan bahan kimia ke seluruh bagian air baku secara merata.
Pengadukan dan pencampuran cepat dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu :
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 25 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
1. Hidrolis atau gravitasi dengan menggunakan terjunan, parshall
flume, venturi meter atau ambang.
2. Mekanis, dengan pengaduk yang digerakkan oleh motor mekanis.
3. Pneumatis, dengan menginjeksikan udara ke dalam air.
Perbandingan berbagai tipe mixing dapat dilihat pada tabel VI.12.
Tabel VI. 12 Perbandingan Berbagai Tipe Mixing
Tipe Mixing Keuntungan Kerugian
Lompatan Hidrolik - Tidak diperlukan tenaga luar - Dapat dibangun dengan bahan
lokal yang tersedia - Waktu tinggal sangat kecil - Sedikit pemeliharaan - Kehilangan tekanan kecil - Mudah akses untuk
pemeliharaan - Mudah dibuat
- Tidak dapat diatur untuk variasi debit yang besar
- Dipengaruhi oleh kondisi debit di hulu
- Dapat menyebabkan penggerusan pada lokasi lompatan
Parshall Flume - Waktu tinggal sangat kecil - Sedikit pemeliharaan - Kehilangan tekanan kecil - Mudah akses untuk
pemeliharaan - Dapat digunakan sebagai alat
ukur debit - Dapat digunakan untuk debit
yang besar
- Sama dengan pada lompatan hidrolik
- Konstruksi tidak semudah lompatan hidrolik
Weir Mixer - Konstruksi lebih sederhana - Dapat digunakan untuk debit
yang besar - Dapat digunakan sebagai alat
ukur debit
- Kehilangan tekanan lebih besar daripada lompatan hidrolik
- Adanya endapan di belakang weir memerlukan pembersihan
- Dapat menyebabkan penggerusan pada lokasi lompatan
Mekanis - Tidak terpengaruh variasi debit - Gradien kecepatan kecil - Kehilangan tekanan kecil
- Lebih banyak aliran pendek
- Memerlukan external power
- Biaya investasi tinggi
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 26 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Kriteria desain yang paling luas digunakan untuk menyatakan tingkat
pengadukan berdasarkan Camp and Stein (1942), adalah persamaan:
21
μVPG ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
Dimana, G = gradien kecepatan rata-rata (s-1)
P = daya yang dibutuhkan (Nm/s)
μ = kekentalan dinamis (N.s/m2)
V = volume (m3)
Pada perencanaan ini digunakan koagulasi secara hidrolis dengan
menggunakan terjunan seperti pada gambar VI.2 dengan pertimbangan:
Konstruksi mudah dan murah
Pengoperasian mudah
Biaya operasi murah karena tidak memerlukan energi tambahan
Gambar VI. 2 Skema Terjunan
Koagulan yang dapat digunakan antara lain:
1. Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3), atau dikenal dengan nama tawas,
merupakan koagulan yang sering digunakan karena harganya murah
dan mudah diperoleh. pH optimum untuk proses koagulasi dengan
tawas adalah sekitar 6,5-7,5. Bila pH air yang akan dikoagulasi lebih
kecil dari 6,5 atau lebih besar dari 7,5, perlu dilakukan penaikkan atau
penurunan pH terlebih dahulu, misalnya dengan penambahan kapur.
H
h
Y1
Y2
Ld L Lb
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 27 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
2. Senyawa besi, seperti FeCl3 dan FeSO4. FeCl3 dapat digunakan untuk
air yang mengandung hidrogen sulfida.
3. PAC (Poli Alumunium Chloride)
Dengan pembubuhan koagulan, maka stabilitas larutan koloidal yang
mengandung partikel-partikel kecil dan koloid akan terganggu karena
molekul-molekul koagulan dapat menempel pada permukaan koloid dan
mengubah muatan elektrisnya. Misalnya molekul Al pada alum yang
bermuatan positif, akan menetralkan muatan koloid yang biasanya
bermuatan negatif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi:
1. Kualitas air
2. Jumlah dan karakteristik partikel koloid
3. pH
4. Pengadukan cepat, waktu pengadukan, dan kecepatan paddles
5. Temperatur
6. Alkalinitas
7. Karakteristik dari ion-ion di dalam air
Untuk instalasi pengolahan air minum di wilayah perencanaan ini dipilih
alum (Al2(SO4)3), dengan alasan:
Alum dapat bekerja optimal pada pH 5,0 sampai dengan 7,5
(Peavy&Rowe,1985) sehingga cocok digunakan untuk mengolah air
baku dari Saluran Induk Bugis yang mempunyai pH 7,47 (pemeriksaan
di lapangan).
Alum mudah didapat dan umum digunakan di Indonesia. Tersedia di
pasaran dalam bentuk padatan dan cairan.
Air baku yang akan digunakan memiliki alkalinitas alami yang cukup
sehingga penggunaan alum tidak akan menurunkan pH secara
berlebihan.
Flok alum mendukung terbentuknya selimut flok sehingga
meningkatkan efisiensi pengolahan secara keseluruhan.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 28 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.8.5. Flokulasi Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang
sudah terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun
makroflok yang secara teknis dapat diendapkan.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam desain unit flokulasi
antara lain:
Kualitas air baku dan karakteristik flokulasi
Kualitas tujuan dari proses pengolahan
Headloss tersedia dan variasi debit instalasi
Kondisi lokal
Aspek biaya
Berbeda dengan proses koagulasi dimana faktor kecepatan tidak menjadi
kendala, pada flokulator terdapat batas maksimum kecepatan untuk
mencegah pecahnya flok akibat tekanan yang berlebihan.
Tenaga yang dibutuhkan untuk pengadukan secara lambat dari air selama
flokulasi dapat diberikan secara mekanis maupun hidrolis. Tingkat
keselesaian dari proses flokulasi bergantung pada kemudahan dan
kecepatan mikroflok kecil bersatu menjadi flok yang lebih besar dan
jumlah total terjadinya tumbukan partikel selama flokulasi.
Untuk instalasi pengolahan air minum di wilayah perencanaan ini dipilih
flokulasi hidrolis dengan sistem helikoidal. Pada flokulasi jenis ini,
optimalisasi dapat diatur melalui dimensi bukaan antar kompartemen yang
akan merubah headloss antar kompartemen. Dengan demikian, unit ini
lebih fleksibel dalam mengantisipasi perubahan kualitas air baku. Aliran
helikoidal sudah terbukti sangat efektif dalam membentuk flok yang besar,
berat dan mudah diendapkan (Pudjastanto, 1995).
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 29 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Tabel VI. 13 Perbandingan antara Flokulator Hidrolis dan Mekanis
Flokulasi Mekanis Parameter Hidrolis Sumbu horizontal
dengan paddle Sumbu vertikal dengan blades
Keandalan proses Reliability Fleksibilitas Biaya Konstruksi Pemeliharaan Kondisi pengaliran Keuntungan Kerugian
Baik – memuaskan Baik Sedang - Kurang Relatif rendah Mudah Relatif murah Mendekati aliran plug • Sederhana &
murah • Operation &
Maintenance murah
• Tidak ada alat yang bergerak
• Energi
pengadukan merupakan fungsi dari debit
• Memerlukan tinggi tekan 0,3-0,6 m
Baik – memuaskan Cukup – baik Baik Sedang – tinggi Sedang Sedang Dapat terjadi aliran singkat • Terbentuk
flok yang sangat baik
• Pengadukan efektif dengan turbulensi yang baik
• Tidak terjadi kehilangan tekan
• Memerlukan
proses instalasi yang rumit
• Energi input terbatas
• Memerlukan pemeliharaan intensif
Cukup – baik Baik Baik Sedang – tinggi Mudah – sedang Mudah – sedang Dapat terjadi aliran singkat • Energi
pengadukan yang terjadi sangat baik
• Pemeliharaan lebih mudah
• Tidak terjadi kehilangan tekan
• Membutuhkan
banyak unit • Tegangan
tinggi pada blades
• Turbulensi yang terjadi relatif kecil
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 30 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
VI.8.6. Sedimentasi Sedimentasi adalah unit pengolahan yang digunakan untuk menyisihkan
flok-flok yang terbentuk pada proses flokulasi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam merancang bak sedimentasi adalah:
1. Zona inlet; didesain untuk dapat membagi aliran merata ke
seluruh bagian bak
2. Zona pengendapan; memungkinkan partikel-partikel mengendap
dengan bebas dan baik
3. Zona lumpur; tempat akumulasi zat padat atau kotoran hasil
pengendapan
4. Zona outlet; untuk mengumpulkan supernatan dari seluruh
bagian-bagian bak
Proses sedimentasi dari suatu partikel yang berada di dalam air
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Ukuran partikel
Bentuk partikel
Berat jenis / kerapatan partikel
Viskositas cairan
Konsentrasi partikel dalam suspensi
Sifat-sifat partikel dalam suspensi
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengetahui komposisi dan
konstruksi bak sedimentasi yaitu:
1. Bak dibuat sebanyak dua atau lebih
2. Perlu ada pertimbangan hidrolik untuk mengalirkan air ke dalam
bak dengan kuantitas dan jalur yang sama
3. Setiap bak harus mempunyai konstruksi yang sanggup beroperasi
sendiri
4. Setiap bak sebaiknya berbentuk rektangular dan lebarnya (3-8)
kali panjangnya
5. Tinggi yang dizinkan antara permukaan air maksimum dengan
permukaan bak adalah 30 cm
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 31 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
6. Dasar kolam harus dibuat berdasarkan arah pipa drainase untuk
memudahkan penyaluran lumpur
Untuk memperbaiki kinerja dari bak sedimentasi dapat digunakan tube
settler ataupun plate settler. Tube settler tersedia dalam 2 konfigurasi
dasar, yaitu horizontal tubes dan steeply inclined. Horizontal tubes
dioperasikan dalam sambungan dengan unit filtrasi yang mengikuti unit
sedimentasi. Tube-tube tersebut akan terisi zat padat dan dibersihkan
dengan backwash dari filter. Horizontal tubes settlers digunakan pada
instalasi dengan kapasitas kecil (3,785 m3/hari). Steeply inclined tube
settlers membersihkan lumpur secara kontinu melalui pola aliran yang
dibuat. Karena kedalaman yang dangkal dari steeply inclined tube settlers
dan pembersihan lumpur yang kontinu, ukuran instalasi menjadi tidak
terbatas.
Pada pengolahan air minum di wilayah perencanaan ini digunakan bak
sedimentasi berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan plate
settler. Pemakaian plate settler bertujuan untuk meningkatkan overflow
rate dan memudahkan endapan mengendap menuju dasar bak. Pada
umumnya dengan pemakaian plate settler, overflow rate dapat
ditingkatkan 3-6 kali (Huisman, 1974).
VI.8.7. Filtrasi Filtrasi adalah suatu proses pemisahan solid dari cairan dimana cairan (air)
dilewatkan melalui suatu media yang berongga atau materi berongga
A
BC
α
h
w
D
Gambar VI. 3 Penampang Plate Settler
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 32 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
lainnya untuk menyisihkan sebanyak mungkin materi tersuspensi. Filtrasi
digunakan di pengolahan air untuk menyaring air yang telah dikoagulasi
dan mengendap untuk menghasilkan air minum dengan kualitas yang baik.
Menurut tipe media yang digunakan, filter dapat diklasifikasikan sbb :
1. Filter dengan media tunggal
2. Filter dengan media ganda
3. Filter dengan multi media
Menurut laju filtrasinya, filter dibedakan menjadi 2, yaitu slow sand filter
dan rapid sand filter.
VI.8.9.1. Slow Sand Filter Pada slow sand filter medium pasir yang digunakan umumnya hanya
disyaratkan bebas lumpur dan organik. Urutan diameter butir pasir dari
atas ke bawah tidak teratur (tidak terstratifikasi). Proses penyaringan yang
lambat dalam slow sand filter memungkinkan kontak yang cukup lama
antara air dengan media filter sehingga proses biologis terjadi, terutama
pada permukaan media yang berada di atas. Biomassa yang terbentuk pada
medium filter bersama suspended partikel disebut sebagai ”Scmutz decke”
yang bersifat aktif dalam proses penyisihan senyawa organik dan
anorganik terlarut lainnya.
VI.8.9.2. Rapid Sand Filter Mekanisme penyaringan pada rapid sand filter sama dengan mekanisme
pada slow sand filter. Perbedaannya adalah pada beban pengolahan dan
penggunaan media filter. Beban pengolahan pada RSF jauh lebih tinggi
daripada SSF. RSF memanfaatkan hampir seluruh media sebagai media
filter (in-depth filter) sedangkan SSF hanya pada lapisan teratas saja.
Selain itu, RSF hanya efektif untuk menyaring suspensi kasar dalam
bentuk flok halus yang lolos dari sedimentasi sedangkan SSF dapat
meyaring suspensi halus (bukan koloid) dan mempunyai lapisan biomassa
yang aktif.
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 33 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Perbandingan slow sand filter dan rapid sand filter dapat dilihat pada tabel
VI.14.
Menurut kontrol terhadap laju filtrasinya, filtrasi dibagi menjadi Constant
Rate Filter dan Declining Rate Filter.
Tabel VI. 14 Perbandingan Slow Sand Filter dengan Rapid Sand Filter
Karakteristik Slow Sand Filter Rapid Sand Filter
Laju filtrasi
Ukuran saringan
Kedalaman media
Ukuran pasir
Waktu pengoperasian
Penyisihan partikel
Jenis pre treatment
Metode pencucian
Jumlah air yang
digunakan saat
pencucian
Biaya :
• Konstruksi
• Operasi
• Depresiasi
1 – 8 m³/m²/hari
Besar, 200 m²
Kerikil = 0,3 m
Pasir = 1-1,5 m
Effective size = 0,15-0,3 mm
Uniformity coefficient = 2-3
20-120 hari
Superficial (hanya lapisan atas
saja)
Pada umumnya aerasi, tapi
koagulasi dan sedimentasi juga
dapat digunakan
1. Mencuci lapisan atas pasir
dengan dikeluarkan
terlebih dahulu
2. Lapisan pasir teratas dicuci
dengan travelling washer
0,2-0,6 % dari jumlah air yang
disaring
Tinggi
Rendah
Rendah
100 – 475 m³/m²/hari
Kecil, 40-400 m²
Kerikil = 0,5 m
Pasir = 0,7 m
Effective size > 0,45 mm
Uniformity coefficient < 1,5
12-72 jam
Pada seluruh lapisan
Koagulasi, flokulasi dan
sedimentasi
Pencucian dengan aliran ke
atas ( up flow backwash )
1-4 % dari jumlah air yang
disaring
Rendah
Tinggi
Tinggi
Sumber : Droste, 1997
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 34 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Dalam proses filtrasi oleh granular filter terdapat beberapa mekanisme
yang terjadi, yaitu:
Mechanical Straining
Mekanisme mechanical straining terjadi akibat partikel atau flok
tertahan karena mempunyai ukuran yang lebih besar dari lubang pori,
sehingga partikel tidak lolos.
Sedimentasi
Adsorpsi
Sebagian partikel yang halus akan teradsorpsi oleh permukaan media
filter karena ada tumbukan dan gaya tarik antar partikel.
Ketika mekanisme filtrasi tersebut terjadi secara simultan, secara
kuantitatif umumnya mekanisme yang pertama lebih dominan.
Untuk meningkatkan efektivitas media, dalam arti meningkatkan volume
atau kedalaman media, digunakan ”dual media” yang umumnya
menggunakan media yang lebih ringan. Persyaratan dari penggunaan dual
media adalah kecepatan pengendapan dari medium yang paling besar harus
lebih kecil dari kecepatan pengendapan media yang lebih berat dengan
diameter yang paling kecil. Persyaratan ini diperlukan supaya kedua media
tersebut tidak tercampur setelah pencucian dengan teknik backwashing.
Pada perencanaan pengolahan air minum ini digunakan unit filtrasi dengan
jenis metode penyaringan Rapid Sand Filter (Saringan Pasir Cepat).
VI.8.8. Desinfeksi Desinfeksi adalah proses destruksi mikroorganisme patogen dalam air
dengan menggunakan bahan kimia atau ozon. Karakteristik desinfektan
yang baik:
1. Efektif membunuh mikroorganisme patogen
2. Tidak beracun bagi manusia/hewan domestik
3. Tidak beracun bagi ikan dan spesies akuatik lainnya
4. Mudah dan aman disimpan, dipindahkan, dibuang
5. Rendah biaya
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 35 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
6. Analisis yang mudah dan terpercaya dalam air
7. Menyediakan perlindungan sisa dalam air minum
Ada banyak hal yang mempengaruhi proses desinfeksi, diantaranya adalah
oksidan kimia, iradiasi, pengolahan termal dan pengolahan elektrokimia.
Jenis-jenis desinfeksi:
1. Desinfeksi kimiawi, berupa oksidator seperti chlorine, ozon dan
kaporit
2. Desinfeksi fisik, misalnya sinar ultraviolet
VI.8.10.1. Desinfeksi kimiawi Desinfektan yang paling sering digunakan adalah kaporit (Ca(OCl)2)dan
gas chlor (Cl2). Pada proses desinfeksi menggunkan kaporit, terjadi reaksi
sebagai berikut
Ca(OCl)2 Ca2+ + OCl-
H+ + OCl- HOCl-
Sebagai suatu proses kimia yang menyangkut reaksi antara biomassa
mikroorganisme perlu dipenuhi 2 syarat:
Dosis yang cukup
Waktu kontak yang cukup, minimum 30 menit
Selain itu diperlukan proses pencampuran yang sempurna agar desinfektan
benar-benar tercampur.
Desinfeksi menggunkan ozon lazim digunakan untuk desinfeksi hasil
pengolahan waste water treatment.
VI.8.10.2. Desinfeksi Fisik Desinfeksi menggunkan ultraviolet lebih aman daripada menggunakan
klor yang beresiko membentuk trihalometan yang bersifat karsinogenik,
tetapi jika digunakan ultraviolet sebagai desinfektan maka instalasi
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 36 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
distribusi harus benar-benar aman dan menjamin tidak akan ada
kontaminasi setelah desinfeksi. Apabila kontaminan masuk setelah air
didesinfeksi, maka kontaminan tersebut akan tetap berada dalam air dan
sampai ke tangan konsumen. Selain itu, biaya yang diperlukan juga lebih
besar dibandingkan dengan desinfeksi menggunakan kaporit.
Umumnya desinfeksi dilakukan sesaat sebelum air didistribusikan kepada
konsumen.
Pada instalasi pengolahan air minum ini digunakan kaporit (Ca(OCl)2)
sebagai desinfektan.
VI.8.9. Pembubuhan Kapur Pembubuhan kapur berfungsi untuk menghasilkan air yang tidak agresif.
Dalam melakukan pembubuhan kapur hal yang terpenting adalah dosis
kapur dan kondisi jenuh kapur. Larutan kapur berada pada kondisi jenuh
bila memiliki konsentrasi sebesar 1100 mg/L.
Untuk melakukan pembubuhan kapur diperlukan beberapa unit yaitu
pelarut kapur dan penjenuh kapur (lime saturator).
VI.8.10. Menara Reservoir Menara reservoir dibuat untuk menampung air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan air di instalasi pengolahan air minum. Kebutuhan air
di instalasi meliputi:
• Kebutuhan air untuk pencucian filtrasi
• Kebutuhan air untuk pelarutan bahan kimia
• Kebutuhan air untuk kantor
VI.8.11. Reservoir Jenis-jenis reservoir berdasarkan perletakannya:
1. Reservoir bawah tanah (Ground Reservoir)
Ground reservoir dibangun di bawah tanah atau sejajar dengan
permukaan tanah. Reservoir ini digunakan bila head yang dimiliki
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 37 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
mencukupi untuk distribusi air minum. Jika kapasitas air yang
didistribusikan tinggi, maka diperlukan ground reservoir lebih dari satu.
2. Menara Reservoir (Elevated Reservoir)
Reservoir ini digunakan bila head yang tersedia dengan menggunakan
ground reservoir tidak mencukupi kebutuhan untuk distribusi. Dengan
menggunakan elevated reservoir maka air dapat didistribusikan secara
gravitasi. Tinggi menara tergantung kepada head yang dibutuhkan.
3. Stand Pipe
Reservoir jenis ini hampir sama dengan elevated reservoir, dipakai
sebagai alternatif terakhir bila ground reservoir tidak dapat diterapkan
karena daerah pelayanan datar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merancang reservoir adalah:
1. Volume reservoir
Volume ditentukan berdasarkan tingkat pelayanan dengan
memperhatikan fluktuasi pemakaian dalam satu hari di satu kota yang
akan dilayani.
2. Tinggi elevasi energi
Elevasi energi reservoir harus bisa melayani seluruh jaringan distribusi.
Elevasi energi akan menentukan sistem pengaliran dari reservoir
menuju jaringan distribusi. Bila elevasi energi pada reservoir lebih
tinggi dari sistem distribusi maka pengaliran dapat dilakukan secara
gravitasi. Untuk kondisi sebaliknya, bila elevasi energi reservoir lebih
rendah dari jaringan distribusi maka pengaliran dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa.
3. Letak reservoir
Reservoir diusahakan terletak di dekat dengan daerah distribusi. Bila
topografi daerah distribusi rata maka reservoir dapat diletakkan di
tengah-tengah daerah distribusi. Bila topografi naik turun maka
reservoir diusahakan diletakkan pada daerah tinggi sehingga dapat
mengurangi pemakaian pompa dan menghemat biaya.
4. Pemakaian pompa
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 38 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
Jumlah pompa dan waktu pemakaian pompa harus bisa mencukupi
kebutuhan pengaliran air.
5. Konstruksi reservoir
Adapun beberapa bagian dari konstruksi reservoir, antara lain :
1. Ambang Bebas dan Dasar Bak
- Ambang bebas minimum 30 cm di atas muka air tertinggi
- Dasar bak minimum 15 cm dari muka air terendah
- Kemiringan dasar bak adalah 1/1000 – 1/500 ke arah pipa penguras
2. Inlet dan Outlet
- Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan
bentuk dan struktur tanki sehingga tidak ada daerah aliran yang mati
- Pipa outlet dilengkapi dengan saringan dan diletakkan minimum 10
cm di atas lantai atau pada muka air terendah
- Perlu memperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding
reservoir, harus dapat dipastikan dinding kedap air dan diberi
flexible-joint
- Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve
- Pipa peluap dan penguras memiliki diameter yang mampu
mengalirkan debit air maksimum secara gravitasi dan saluran outlet
harus terjaga dari kontaminasi luar.
3. Ventilasi dan Manhole
- Reservoir dilengkapi dengan ventilasi, manhole, dan alat ukur tinggi
muka air
- Tinggi ventilasi ± 50 cm dari atap bagian dalam
- Ukuran manhole harus cukup untuk dimasuki petugas dan kedap air.
VI.8.12. Bak Sirkulasi Air buangan dari pencucian filter akan disirkulasikan kembali ke unit
prasedimentasi. Sebelum disirkulasikan, air tersebut ditampung terlebih
dahulu ke dalam sebuah bak yang memiliki kapasitas untuk satu kali
pencucian. Dari unit filtrasi, air pencuci dialirkan ke bak dengan
BAB VI PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
PERENCANAAN PENGEMBANGAN IPAM PDAM TIRTA DARMA AYU VI ‐ 39 KAB.INDRAMAYU JAWA BARAT
menggunakan pipa dan dilanjutkan dengan saluran pembuangan. Proses
sirkulasi dilakukan dengan menggunakan pompa dan pipa penghantar.
VI.8.13. Pengolahan Lumpur Lumpur buangan sebuah Instalasi Pengolahan Air Minum terdiri dari 2
jenis, yaitu air cucian filter dan lumpur sedimentasi. Karakteristik kedua
jenis lumpur tersebut sangat berbeda. Air cucian filter dapat langsung
dibuang ke badan air, atau diolah dengan berbagai cara yaitu:
1. Didaur ulang ke awal proses pengolahan
2. Diolah dengan paket pengolahan konvensional
3. Diendapkan dalam kolam besar
Proses pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Gravitasi, seperti sludge drying bed
2. Mekanik, seperti filter press, belt press, vacuum filter
Penggunaan kedua jenis pengolahan ini biasanya dipilih berdasarkan
ketersediaan lahan, karakteristik lumpur dan hasil akhir pengolahan yang
diinginkan. Pada proses dengan gravitasi dibutuhkan lahan yang luas dan
kandungan solid dalam lumpur hanya mampu mencapai 50%. Jenis
pengolahan ini sangat baik untuk daerah dengan iklim panas dan
penguapan melebihi curah hujan.
Pada instalasi pengolahan air minum di wilayah perencanaan digunakan
pengolahan lumpur dengan cara gravitasi, yaitu menggunakan sludge
drying bed.
Top Related