BAB IV
ANALISA PUISI-PUISI EMHA AINUN NADJIB DALAM
PERSPEKTIF DAKWAH
4.1. Interpretasi Terhadap Puisi Emha Ainun Najib
Dalam memahami isi atau pesan dakwah dari puisi-puisi Emha
Ainun Nadjib dalam buku Sebuah Trilogi Doa Mencabut Kutukan, Tarian
Rembulan dan Kenduri Cinta ini perlu dilakukan langkah-langkah
penafsirannya. Dalam hal ini penulis menggunakan dua langkah metode
yaitu metode heuristik dan metode hermeneutic untuk mendapatkan arti
yang lebih mendalam. Akan tetapi tidak semua puisi yang ada dalam buku
ini akan penulis ulas disini, melainkan hanya beberapa puisi saja. Berikut
langkah-langkahnya:
I. Maut
Akhirnya kita tiba disini Di amanat illahi robbi Orang-orang tak bisa lagi menanti Gelap zaman harus segera pergi berganti pagi Aku tangiskan teririsnya hati Para kekasih di dusun-dusun sunyi Terlalu lam mereka didustai Sampai hanya tuhan yang menemani Tak bisa. Sudah tak bisa diperpanjang lagi Kesabaran mereka, ketabahan mereka Sesudah diremehkan dan dicampakkan Bukakanlah rahasia, ya Allah, bukakan Sesudah maut yang tak terduga itu Datanglah kelahiran yang baru
68
Disini. Sekarang kita tiba disini Di arus gelombang yang sejati Kalau perahu kami adalah tanganMu sendiri Tak satu kekuatan bisa menghalangi
Langkah Heuristik
Bait ke-1
(Pada) akhirnya kita (manusia) tiba disini di amanat Illahi Robbi
(Allah SWT) Orang-orang (manusia) tak bisa lagi menanti
(menunggu) Gelap (kegelapan) zaman (di dunia) harus segera pergi
berganti pagi (zaman yang cerah, akherat)
Bait ke-2
Aku (penyair) tangiskan (karena) teririsnya (pilu) (di) hati Para
kekasih (hamba Allah) di dusun-dusun (pelosok negeri) (yang) sunyi
Terlalu (sekian) lama mereka didustai (oleh keduniaan) Sampai
hanya Tuhan yang menemani.
Bait ke-3
Tak bisa. Sudah tak bisa diperpanjang lagi Kesabaran mereka
manusia),(dan) ketabahan mereka, sesudah diremehkan (dihina) dan
dicampakkan.
Bait ke-4
Bukakanlah (tunjukkan) rahasia (jalan yang lurus), ya Allah,
bukakan (tunjukkan) Sesudah (datangnya) maut (kematian) yang tak
terduga itu datanglah kelahiran yang baru (masa yang cerah,
kehidupan akherat)
69
Bait ke-5
Disini (diamanat Illahi) . Sekarang kita (manusia) tiba disini. Di
arus gelombang yang sejati (abadi) Kalau perahu (jalan) kami adalah
tanganMu (Allah) sendiri, tak (tidak ada) satu kekuatan (yang) bisa
menghalangi.
Langkah Hermeneutic
Bait ke-1
Pada akhirnya orang akan sampai pada suatu masa dimana orang-
orang tak lagi bisa melakukan penantian dan dimana zaman atau
masa yang gelap akan berganti dengan kecerahan yaitu kehidupan
yang kekal abadi. Masa tersebut merupakan suatu amanat Illahi atau
takdir dari Allah yang harus dihadapi oleh semua manusia di muka
bumi ini.
Bait ke-2
Disini sang penyair menangis karena hatinya merasa teriris melihat
orang-orang yang ada di dusun-dusun atau di desa-desa didustai oleh
para petinggi kekuasaan dan mereka tidak dapat melawannya
sampai-sampai hanya Tuhan yang menemani mereka.
Bait ke-3
Kondisi seperti tersebut dalam alinea dua tersebut sudah tidak bisa
memperpanjang kesabaran dan ketabahan mereka. Hal ini terjadi
karena mereka telah diremehkan, dihina dan dicampakkan.
70
Bait ke-4
Sang penyair pun berdo’a kepada Allah supaya dibukakan pintu
perubahan bagi para manusia-manusia yang teraniaya tersebut
sebelum datang kematian.
Bait ke-5
Sekarang semua orang telah sampai di sebuah tempat yang sejati,
tempat yang sudah disiapkan untuk semua manusia, dimana nasib
semua manusia ada di tangan Tuhan sendiri hingga tidak ada
satupun manusia dengan segala kekuatannya bisa menghalangi
takdir dan kodrat dari Allah.
II. 2001
Gelap begini mana mungkin berkaca Coreng moreng wajah tak tampak oleh mata Kau, aku, dan ia, berdiri di sebelah mana Kudengar kawan-kawan bertabrakan kakinya Ruang riuh rendah. Mengeluh dan mengumpat Orang-orang saling tuduh dan mendamprat Di manakah Utara di manakah selatan ? Semua tak tahu ke mana badan digerakkan Sesungguhnya masih bisa kita saling meraba Berendah hati dan sediakan maaf Sebanyak-banyaknya Namun ternyata bukan sekedar tak ada matahari Yang paling gelap adalah hati kita sendiri
Langkah Heuristik Bait ke-1
Gelap begini (zaman yang sudah diliputi kegelapan) mana mungkin
berkaca (melihat atau mengintropeksi diri sendiri). Coreng moreng
71
wajah tak tampak (tak terlihat) oleh mata (mata kita sendiri) kau,
aku dan ia, berdiri disebelah mana kudengar kawan-kawan
bertabrakan kakinya (bermusuhan untuk berlomba mencapai
kekuasaan)
Bait ke-2
Ruang (di suatu ruangan) riuh rendah (terdapat riuh atau gaduh atau
ribut) mengeluh dan mengumpat. Orang-orang saling tuduh dan
mendamprat (menyalahkan satu sama lain) dimanakah utara
dimanakah selatan ? semua (orang-orang itu) tidak tahu kemana
badan digerakkan.
Bait ke-3
Sesungguhnya masih bisa (dapat) kita (untuk) saling meraba
(menyapa) berendah hati dan (sanggup) sediakan maaf sebanyak-
banyaknya. Namun ternyata bukan sekedar tidak ada matahari
(kecerahan) (namun ternyata) yang paling gelap adalah hati kita
(manusia) sendiri.
Langkah Hermeneutic Bait ke-1
Zaman sekarang ini yang sudah diliputi oleh kegelapan (karena
perbuatan atau akhlak manusia yang sudah banyak melakukan hal-
hal yang dilarang agama) orang-orang tidak dapat berkaca untuk
melihat dan mengintropeksi diri mereka sendiri orang-orang yang di
ibaratkan kata-kata kau, aku dan ia, tidak tahu disebelah mana
72
berdiri sehingga banyak yang saling bertabrakan atau bermusuhan
dan berlomba untuk mencapai kekuasaan.
Bait ke-2
Di suatu ruangan terdapat perdebatan dan keributan yang dilakukan
oleh orang-orang tersebut. Mereka mengeluh dan mengumpat,
sehingga saling tuduh dan mendamprat dan saling menyalahkan,
satu sama lain dimanakah utara dan dimanakah selatan. Orang-orang
tersebut tidak tahu kemana badan digerakkan, kaki dilangkahkan
untuk mencapai tujuan mereka.
Bait ke 3
Sesungguhnya kita semua masih bisa untuk berbaikan dan menjaga
kerukunan dengan cara saling menyapa, berendah hati dan sanggup
untuk menyediakan pintu maaf sebanyak-banyaknya. Namun jika
dilihat dan dipikir tidak hanya tidak ada matahari (kecerahan) dalam
memecahkan masalah tersebut karena semua yang terjadi tersebut
berasal dari manusia sendiri yang hatinya sudah diliputi oleh
kegelapan.
III. Alangkah Memprihatinkan
Alangkah memprihatinkan Bangsa yang sangat terdidik untuk berprasangka Kemudian esok hari mereka kecele dibuatnya Bangsa yang hanya diajari untuk memfitnah Dan fitnah itu di esok hari Akan mengubur nasib mereka sendiri Alangkah perih, alangkah perih Nasib bangsa yang dibohongi
73
Kemudian diberi harapan, harapan, harapan Yang kemudian membohonginya lagi Membohonginya lagi dan membohonginya lagi Konyol, sungguh alangkah konyol Nasib bangsa yang beramai-ramai membenci harimau, sambil menyerahkan nasibnya Kepada buaya Bangsa yang bahkan menutupi hudungnya Dari wewangian dan membuka lebar-lebar Hidungnya untuk kebusukan
Langkah heuristik
Alangkah memprihatinkan (nasib) bangsa yang sangat terdidik
untuk berprasangka, kemudian esok hari mereka kecele dibuatnya.
Bangsa yang hanya diajari untuk memfitnah, dan (padahal) fitnah itu
di esok hari akan mengubur nasib mereka sendiri. Alangkah perih,
alangkah perih nasib bangsa yang dibohongi, kemudian diberi
harapan, harapan, harapan, yang kemudian membohonginya lagi,
membohonginya lagi dan membohonginya lagi. Konyol, sungguh
alangkah konyol nasib bangsa yang beramai-ramai (bersama-sama)
membenci harimau (penguasa yang rakus), sambil menyerahkan
nasibnya kepada buaya (penguasa yang lain). Bangsa yang bahkan
menutupi hudungnya dari wewangian (kebenaran) dan membuka
lebar-lebar hidungnya untuk kebusukan (kejahatan).
Langkah hermeneutik
Bangsa yang memprihatinkan menurut penyair adalah (a) bangsa
yang biasa untuk berprasangka, (b) bangsa yang hanya tahu fitnah
padahal fitnah itu hanya akan mengubur nasibnya sendiri, (c) bangsa
74
yang selalu dibohongi dan diberi janji-janji yang ternyata juga hanya
kebohongan, (d) membenci penguasa (harimau) tetapi memberikan
nasibnya kepada penguasa yang lain (buaya), (e) bangsa yang
menutup diri dari kebaikan dan membuka diri untuk kejahatan.
IV. Doa Mencabut Kutukan
Alangkah bodohnya hamba Yang telah dengan sombong berdoa Pada tujuh tahun yang lalu- Dengan sangat kumohon kutukan, wahai paduka Demi membayar rasa malu atas kegagalan Menghentikan tumbangnya pohon-pohon nilai Paduka di Perkebunan dunia, serta atas ketidaksanggupan atas Kepengecutan dan kekerdilan untuk menumbuhkan Pohon-pohon Paduka yang baru. Hamba kafir yang takabur , yang merasa Seolah-olah hamba pengurus alam semesta Seakan-akan wajib menyangga Seluruh berat beban dunia dan sejarah Hamba menyangka sanggup membela Dan mempertahankan tegaknya pepohonan itu Hamba berlagak mampu menyelamatkan Paduka Padahal hambalah yang membutuhkan Keselamatan di depan kaki kekuasaan Paduka. Wahai paduka pengasuh Ampunilah kesombongan hamba Mafhumilah kekerdilan hamba Terimalah tangis manja hamba Perkenankan permohonan hamba Siapapun saja yang menggerakkan Kaki dan tangannya Untuk menumbangkan pohon-pohon Paduka Lumpuhkan gerakannya Giringlah agar mereka bertabrakan Dengan patung-patung batu Dengan berhala-berhala tahayul Monumen-monumen materi Yang mereka bangun sendiri
75
Langkah heuristik
Bait ke-1
Alangkah bodohnya hamba (aku-sang penyair) yang telah (sudah)
dengan sombong (congkak) berdoa (memohon) pada tujuh tahun
yang lalu-
Bait ke-2
Dengan sangat kumohon (minta) kutukan (azab), wahai paduka
(Tuhan) demi membayar rasa malu atas kegagalan (untuk)
menghentikan tumbangnya (jatuhnya) pohon-pohon (ajaran-ajaran)
nilai paduka (Tuhan) di perkebunan (dunia), serta atas
ketidaksanggupan atas kepengecutan dan kekerdilan untuk
menumbuhkan (menghidupkan) pohon-pohon (ajaran-ajaran) Paduka
(Tuhan ) yang baru.
Bait ke-3
Hamba (aku-penyair) kafir yang takabur (sombong), yang merasa
seolah-olah hamba (dapat) pengurus alam semesta. Seakan-akan
wajib (untuk) menyangga seluruh (semua) berat beban dunia dan
sejarah. Hamba (aku-penyair) menyangka sanggup membela dan
mempertahankan tegaknya pepohonan (ajaranMu) itu. Hamba
berlagak (seakan) mampu menyelamatkan Paduka (Tuhan). Padahal
hambalah yang membutuhkan keselamatan di depan (dihadapan)
kaki kekuasaan (kebesaran) Paduka.
76
Bait ke-4
Wahai paduka (Tuhan) pengasuh (maha penyayang). Ampunilah
kesombongan hamba. Mafhumilah kekerdilan (kebodohan) hamba.
Terimalah tangis manja hamba perkenankan (kabulkan) permohonan
(doa) hamba. Siapapun saja (manusia) yang menggerakkan kaki dan
tangannya untuk menumbangkan (menjatuhkan) pohon-pohon
(ajaran) Paduka (Tuhan) lumpuhkan (cegahlah) gerakannya,
giringlah (tunjukanlah) agar mereka bertabrakan (bermusuhan),
dengan patung-patung batu dengan berhala-berhala tahayul
monumen-monumen materi (harta) yang (telah) mereka bangun
sendiri.
Langkah Hermeneutik
Bait ke-1
Sangatlah bodoh orang, yang dalam hal ini penyair sendiri yang
dahulu telah berdoa pada tujuh tahun yang lalu untuk diberikan
kutukan dari Allah.
Bait ke-2
Yang mana doanya meminta pada Allah karena telah merasa putus
asa dengan kegagalan yang dia perbuat dalam menegakkan ajaran-
ajaran Allah di dunia dan juga ketidaksanggupannya untuk
menyebarkan agama atau ajaran Allah tersebut pada orang-orang
yang masih berada dalam kesesatan.
77
Bait ke-3
Hamba (sang penyair) merasakan penyesalan yang dalam karena
terlalu takabur dengan doa yang dia mohon yaitu meminta kutukan.
penyair yang merasa congkak dan merasa mampu untuk mengurusi
persoalan hidup di dunia ini, penyair yang berlagak seperti pahlawan
dalam menegakkan ajaran agama Allah, padahal hanya Allah sajalah
yang menguasainya dan dia hanya seorang manusia biasa yang tidak
ada apa-apanya dibanding dengan kekuasaan atau kebesaran Allah
SWT.
Bait ke-4
Sehingga penyair memohon ampun pada Allah atas
kesombongannya, kebodohannya tersebut. Disini penyair mohon
dengan berlinang air mata agar Allah mengabulkan semua doanya.
Dan penyair juga memohon agar siapa saja yang mau (bertujuan)
untuk menumbangkan ajaran-ajaran Allah tersebut, dan mengganti
dengan ajaran-ajaran lain (ajaran yang sesat) Allah segera
mencegahnya. Dan semoga mereka yang ingkar itu diperkenankan
oleh Allah untuk bertabrakan atau mengingkari dengan hal-hal yang
mereka buat sendiri, yaitu berhala, materi belaka dan hal-hal
keduniaan lainnya.
V. Tuhan di Indonesia Kok Tuhan orang Indonesia ini banyak Dan bermacam-macam Masing-masing Tuhan dibikinkan
78
Rumah sendiri-sendiri Ada yang dicantolkannya dikayu Ada yang menorehkannya disobekan rembulan Ada yang membatukannya di patung-patungindah Atau mengurungnya di mutiara akik Bermacam-macam Tuhan itu jadinya Saling adu kekuatan Ada yang selalu membawa senapan Ada yang dikawal oleh bodyguard dari luar negeri Sementara lainnya bersenjatakan lidah Baik untuk keperluan diplomasi Maupun untuk menjilat Yang paling serem ialah kenyataan Bahwa Tuhan-Tuhan ini Memiliki aspirasi yang beraneka ragam Kemauan politik yang saling bertentangan Serta selera sosial budaya yang malang melintang Bahkan Tuhan punya kelasnya masing-masing Punya partai dan gerombolannya masing-masing Yang meskipun telah dikelola oleh suatu kebijakan Namum toh tetap ada satu yang dominan Dan mentang-mentang
Langkah heuristik
Kok Tuhan (yang disembah, diutamakan, dipuja) orang Indonesia ini
banyak dan bermacam-macam Masing-masing Tuhan dibikinkan
(oleh orang Indonesia) rumah sendiri-sendiri ada yang
dicantolkannya (digantung) dikayu, ada yang menorehkannya
disobekan rembulanm, ada yang membatukannya di patung-patung
indah (membuat Tuhan dari patung) atau mengurungnya di mutiara
akik. Bermacam-macam Tuhan (satu sama lain) itu jadinya, saling
adu kekuatan. Ada yang selalu membawa senapan, ada yang dikawal
oleh bodyguard (pengawal) dari luar negeri, sementara lainnya
bersenjatakan lidah (pandai berbicara, adu argumentasi) baik untuk
79
keperluan diplomasi maupun untuk menjilat (memeras rakyat) yang
paling serem (menakutkan) ialah kenyataan bahwa Tuhan-Tuhan ini
memiliki aspirasi yang beraneka ragam (bermacam-macam),
kemauan politik yang saling bertentangan (berbeda pendapat) serta
selera sosial budaya yang malang melintang (tak tahu arah) bahkan
Tuhan punya kelasnya masing-masing, punya partai dan
gerombolannya masing-masing yang meskipun telah dikelola oleh
suatu kebijakan namun toh tetap ada satu yang dominan (berkuasa)
dan mentang-mentang (selalu ingin menang).
Langkah hermeneutik
Berbicara tentang Tuhan di Indonesia, ternyata orang Indonesia
memiliki beragam Tuhan. Tuhan disini ialah hal yang paling
diutamakan atau dinomor satukan oleh manusia dan dapat
memberikannya kebahagiaan di dunia. Masing-masing Tuhanpun
dibuatkan rumah sendiri-sendiri. Ada yang dikayu, di patung-patung
bahkan ada yang menaruhnya di dalam mutiara yang dibuat cincin.
Karena banyaknya Tuhan, maka yang terjadi adalah kekacauan,
sebab Tuhan-tuhan itu saling adu kekuatan, ada yang membawa
senapan, ada yang dikawal oleh algojo atau bodyguard, ada yang
bersenjata lidah untuk kepentingan diplomasi atau kekuasaan dan
untuk menjilat rakyat. Yang paling mengkhawatirkan adalah
aspirasi dari Tuhan-Tuhan orang Indonesia ini memiliki keragaman
yang secara politik saling bertentangan, demikian pula dengan selera
80
sosial budayanya. Tuhan-Tuhan itu juga memiliki kelasnya masing-
masing, punya partai dan kelompok sendiri-sendiri. Dari sekian
banyak Tuhan itu hanya ada satu yang berkuasa dan berbuat
semena-mena.
VI. Rating Tuhan Tentulah Tuhan tidak tergabung Dalam organisasi apapun Ia bukan anggota partai, orpol, ormas Komplotan atau golongan apapun Bukan juga tidak menjadi kepala gerombolan Bahkan belum pernah ada kepala siaran tivi Yang menawarinya main di layar Atau sekurang-kurangnya diberi hak Untuk menunjuk siapa yang mewakili Tentulah karena Tuhan tidak marketable Tidak dapat rating dan tak menarik hati biro iklan Tuhan terlalu serius Ia perlu ditolong oleh artis atau pelawak Jauh malam, akhirnya aku membisu kepadaNya Telingaku mendengar bisikan, entah suara siapa ‘aku paham isi hatimu, tapi jangan sok berjasa aku tak kurang suatu apa Langkah Heuristik Bait ke-1
Tentulah Tuhan tidak tergabung dalam organisasi (kelompok)
apapun. Ia (Tuhan) bukan anggota partai, orpol, ormas, komplotan
atau golongan apapun. Bahkan juga tidak menjadi kepala
(pemimpin) gerombolan.
81
Bait ke-2
Bahkan belum pernah ada kepala siaran tivi yang menawarinya
(untuk) tampil di layar atau sekurang-kurangnya diberi hak untuk
menunjuk siapa yang mewakili-Nya.
Bait ke-3
Tentulah karena Tuhan tidak marketable (dipasarkan). Tidak dapat
rating (dinilai, disamakan, diurutankan) dan tak (bisa) menarik hati
biro iklan. Tuhan terlalu serius (sehingga) Ia (Tuhan) perlu ditolong
oleh artis atau pelawak.
Bait ke-4
Jauh malam (pada suatu malam), akhirnya aku (sang penyair)
membisu (berdiam diri, berserah diri) kepadaNya (Tuhan) Telingaku
mendengar bisikan (suara hati), entah suara siapa ‘aku (Tuhan)
paham isi hatimu, tapi jangan sok berjasa aku (Tuhan) tak kurang
suatu apa.
Langkah Hermenuetik
Bait ke-1
Sebenarnya Tuhan itu tidak tergabung dalam suatu organisasi atau
kelompok apapun, Ia (Tuhan) bukan salah satu anggota partai,
organisasi politik, organisasi masyarakat, komplotan atau golongan
apapun. Bahkan Tuhan juga tidak menjadi kepala (pemimpin)
gerombolan.
82
Bait ke-2
Bahkan belum pernah ada kepala siaran tivi yang menawarinya main
di layar tivi atau sekurang-kurangnya diberi hak untuk menunjuk
siapa yang mewakili-Nya.
Bait ke-3
Tentulah karena Tuhan tidak marketable atau dapat dipasarkan,
sekehendak hati manusia, tidak dapat dinilai dan disamakan
sehingga tak menarik hati biro iklan. Tuhan dapat digambarkan
terlalu serius sehingga Tuhan perlu ditolong oleh artis atau pelawak
Bait ke-4
Jauh malam, akhirnya sang penyair membisu kepadaNya kemudian
mendengar bisikan, entah suara siapa sang penyair tidak tahu,
bisikan itu berbunyi ‘aku (Tuhan) paham isi hatimu, tapi jangan sok
berjasa, Aku (Tuhan) tak pernah kurang suatu apa.
VII. Tarian Rembulan
Malam tiba, kota tertidur Keremangan membungkus bumi Kau buka pintu rumah Kau rebahkan segala beban Kau istirahatkan isi kepala yang ruwet Kau sisihkan ingatan Tentang kantor dan perusahaan Cita-cita taruh di rerumputan Hutang sandarkan di pohon Hal mengenai pengembangan produksi Atau perluasan pasar Kau simpan di laci kamar Kau langkahkan kaki keluar Berdirilah di kebun
83
Kau tengadahkan muka Memandang rembulan Bukan. Itu bukan perenungan Bukan filosofi atau kebatinan Juga tak usah mikir agama atau kerohanian Ini tarian Kau tenteramkan perasaan Kau hampakan hati Kau kosongkan jiwa Kau pandangi rembulan Kau temukan geraknya Kau tangkap iramanya Kau ambil dan masukkan Ke dalam badanmu Kau mulai tarian paling sederhana Menirukan ia yang berputar pada porosnya Kau ulang sepuluh atau dua puluh kali Kemudian kau kembangkan Gerak tarian badanmu Dan sambil tetap berputar Kau coba mengelilingi pohon itu Sebagaimana rembulan mengelilingi bumi Kau dengarkah nyanyian dari jauh Teman-teman kita menabuh gendang Memetik mandolin dan meniup seruling Kau memutar badanmu Sambil mengelilingi pohon itu Sambil bersama pohon itu Engkau mengelilingi seluruh kebun Sambil bersama pohon dan kebun itu Engkau mengelilingi seantero kampung Sambil bersama pohon, kebun dan kampung itu Engkau mengelilingi kota Sambil bersama pohon, kebun, kampung dan kota Mengelilingi seluruh pulau Mengelilingi negeri Mengelilingi bulatan bumi Mengelilingi matahari Mengelilingi garis lingkar galaksi Galaksi demi galaksi Hingga ke maha galaksi Demikianlah festival cinta Menangkah kau atas rembulan
84
Lebih canggihkah tarianmu Dibanding tarian rembulan? Rembulan menarikan Tujuh lapis gerakan sekaligus Berapa lapis putaran Yang sanggup engkau capai Dengan satu gerakan Sebagaimana rembulan melakukannya? Tarian rembulan Tarian tujuh lapis langit Rembulan bekerja sangat keras Rembulan, benda beku kering itu Bekerja sangat keras Rembulan, yang tak bernyawa Yang karena itu berderajad lebih rendah Dari manusia: tidak diperkenankan Oleh Tuhan memiliki sifat malas Rembulan tidak diijinkan Untuk terlambat sedetikpun Agar system kosmos terpelihara Rembulan sangat merawat kesetiaan Rembulan tidak pernah tidak tepat waktu Rembulan tidak menggeser dirinya sejengkalpun Dari titik koordinatnya di langit.
Langkah Heuristik
Bait ke-1
Malam (telah) tiba, kota tertidur (sepi, sunyi) keremangan
(keheningan) membungkus (menyelimuti) bumi. Kau buka pintu
rumah, kau rebahkan (tidurkan) segala beban, kau istirahatkan isi
(dalam) kepala yang ruwet, kau sisihkan (lupakan) ingatan tentang
kantor dan perusahaan (pekerjaan), cita-cita (keinginan) (kau) taruh
di rerumputan, hutang kau sandarkan di pohon (awang-awang), hal
mengenai pengembangan produksi atau perluasan pasar kau simpan
di laci kamar (dan) kau pun langkahkan kaki keluar. Berdirilah di
85
kebun, kau tengadahkan muka (untuk) memandang (melihat)
rembulan.
Bait ke-2
Bukan. Itu bukan perenungan bukan filosofi atau kebatinan juga
taku sah mikir agama atau kerohanian ini tarian. Kau mencoba untuk
konsentrasi dengan tenteramkan perasaanmu, kau hampakan hati
(menghilangkan keresahan, kegelisahan dihati), kau kosongkan jiwa,
kau pandangi rembulan, kau temukan geraknya, kau tangkap
iramanya kau ambil dan masukkan (dan rasakan) ke dalam badanmu
kau mulai tarian paling sederhana menirukan ia yang berputar pada
porosnya. Kau ulang sepuluh atau dua puluh kali kemudian kau
kembangkan gerak tarian badanmu dan sambil tetap berputar kau
coba mengelilingi pohon itu sebagaimana rembulan mengelilingi
bumi.
Bait ke-3
Kau dengarkah nyanyian dari jauh (yang diiringi oleh) teman-teman
kita (sambil) menabuh gendang memetik mandolin dan meniup
seruling kau memutar (menggerakkan) badanmu sambil
mengelilingi pohon itu, sambil bersama pohon itu engkau
mengelilingi seluruh kebun, sambil bersama pohon dan kebun itu,
engkau mengelilingi seantero kampung, sambil bersama pohon,
kebun dan kampung itu, engkau mengelilingi kota, sambil bersama
pohon, kebun, kampung dan kota mengelilingi seluruh pulau
86
mengelilingi negeri mengelilingi bulatan bumi mengelilingi
matahari mengelilingi garis lingkar galaksi galaksi demi galaksi
hingga ke maha galaksi
Bait ke-4
Demikianlah (itulah) festifal cinta, menangkah kau atas (dibanding)
rembulan. Lebih canggihkah tarianmu (gerakanmu) Dibanding
(dengan) tarian rembulan? Rembulan menarikan tujuh lapis gerakan
sekaligus. Berapa lapis putaran yang sanggup engkau capai dengan
satu gerakan sebagaimana rembulan melakukannya? Tarian
rembulan (meliputi) Tarian tujuh lapis langit. Rembulan bekerja
sangat keras, rembulan, benda (yang berbentuk) beku kering itu
bekerja sangat keras. Rembulan, yang tak (punya) nyawa yang
karena itu (hanya) berderajad lebih rendah dari manusia: (rembulan)
tidak diperkenankan oleh Tuhan memiliki sifat malas, rembulan
tidak diijinkan (oleh Tuhan) untuk terlambat sedetikpun, agar sistem
kosmos terpelihara. Rembulan sangat merawat (menjaga) kesetiaan
(nya). Rembulan tidak pernah tidak tepat waktu, rembulan tidak
menggeser dirinya sejengkalpun dari titik koordinatnya (pusatnya)
di langit.
Langkah Hermeneutik
Bait ke-1
Apabila malam telah tiba, maka keramaian di dunia akan berhenti.
Disaat-saat seperti itulah orang-orang akan masuk ke dalam rumah.
87
Melepaskan segala beban, melepas segala persoalan yang
berkecamuk di kepala. Melupakan semua urusan kantor dan
perusahaan. Pada saat malam tiba segala keinginan diendapkan,
hutang-hutang jangan dipikirkan, segala perencanaan tentang
pengembangan produksi dan perluasan pasar disimpan dulu.
Kemudian dengan melepaskan segala kepenatan yang ada dikepala
dan pikiran tersebut, kita mencoba untuk menengadahkan muka ke
atas atau ke langit untuk memandang rembulan.
Bait ke-2
Ini bukan suatu perenungan, bukan juga sebuah filosofi atau
kebatinan. Dalam hal ini kita juga tidak usah berfikir tentang agama
atau kerohanian. Ini adalah sebuah tarian, karena itu hendaklah kita
mencoba untuk tentramkan perasaan, menghilangkan kegelisahan
atau keresahan di hati dan mengosongkan jiwa sambil melihat
rembulan. Kita mencoba untuk menemukan gerak dan iramanya.
setelah menemukan kita coba ambil sambil merasakannya di dalam
di tubuh kita. Saat itu kita mulai tarian dari yang paling sederhana.
Menirukan gerakan yang berputar dari satu titik tumpuan atau poros
dan itu di ulang 10 atau 20 kali. Kemudian kita kembangkan gerakan
tari itu. Dan tetap berputar kita coba mengelilingi pohon
sebagaimana rembulan mengelilingi bumi.
88
Bait ke-3
Dalam bait ini sang penyair mengajak kita untuk mendengarkan
nyanyian yang ditabuh oleh teman-teman kita yakni perpaduan
antara gendang, mandolin dan seruling. Dari nyanyian itu maka kita
khayalkan bahwa kita memutar badan kita mengelilingi sebuah
pohon, setelah itu kita kelilingi kebun. Bersama pohon dan kebun itu
kita kelilingi seantero kampung. Bersama pohon, kebun dan
kampung itu kita kelilingi kota. Sambil bersama pohon, kebun,
kampung dan kota kita coba mengelilingi seluruh pulau, negeri,
bulatan bumi, matahari, garis lingkar galaksi, kemudian galaksi
demi galaksi, hingga ke maha galaksi.
Bait ke-4
Begitulah festival cinta yang diajarkan oleh penyair melalui puisi ini.
Apakah kita sebagai manusia biasa sanggup untuk mengalahkan
rembulan? Apakah tarian atau gerakan yang kita lakukan lebih
canggih dari tarian rembulan? Perlu diketahui bahwa rembulan telah
berhasil menari dengan tujuh lapis gerakan sekaligus dalam arti
mengelilingi tujuh lapis langit. Berapa lapis yang dapat kita capai
dengan satu gerakan? Rembulan bekerja sangat keras, padahal
rembulan hanyalah suatu bentuk benda beku yang kering. Rembulan
adalah benda mati dan karenanya rembulan derajadnya lebih rendah
dari manusia. Akan tetapi rembulan oleh Allah tidak diperbolehkan
untuk bermalas-malasan dan terlambat walaupun sedetik, supaya
89
sistem kosmos terpelihara. Namun demikian, rembulan sangat
memelihara kesetiaannya, rembulan selalu tepat waktu dan tidak
menggeser dirinya sejengkalpun dari titik koordinatnya di langit.
VIII. Agama Kemesraan
Siapa kau? Namamu apa, kubumu yang mana Berasal dari rumah nun jauh di sana dan pilihanmu beda Tak apa. Aku sedang belajar berhati dewasa Kau tetap saudaraku jua Kuajak kau membawa kembang cinta Kita coba terus bergandeng tangan dan nyanyi bersama Coba kita temukan setiap sudut kebusukan Kemudian kita taburkan padanya wewangian Hidup sangat ruwet, tapi mungkin juga bersahaja Kumohon saling kita setorkan kasih saying Bertahan dari kelakuan politik dan perebutan Bersama menegakkan agama kemesraan
Langkah hereustik
Bait ke-1
Siapa kau? Namamu apa, kubumu (asalmu) yang mana, (walaupun)
berasal dari rumah nun jauh di sana dan pilihanmu beda, tak apa.
Aku (sang penyair) sedang belajar berhati dewasa (untuk
menganggap) (bahwa) kau tetap saudaraku jua.
Bait ke-2
Kuajak kau membawa (menegakkan) kembang cinta (perdamaian)
Kita coba terus bergandeng tangan dan nyanyi bersama. Coba kita
temukan setiap sudut kebusukan (kejahatan) (dan) kemudian kita
taburkan padanya wewangian (kebenaran).
90
Bait ke-3
Hidup sangat ruwet, tapi mungkin juga bersahaja. Kumohon saling
kita setorkan (ciptakan) kasih sayang. Bertahan dari kelakuan
(kehidupan) politik dan perebutan (kekuasaan), (sehingga dapat)
bersama (untuk) menegakkan agama kemesraan.
Langkah Hermeneutik
Bait ke-1
Siapapun engkau dan dari manapun asalmu (rumahmu) dan
meskipun mempunyai pilihan tidak sama, itu tidak jadi masalah.
Sang penyair mencoba belajar untuk berhati dewasa dalam
menyingkapi segala persoalan dalam kehidupan, dengan
menganggap mereka semua sebagai saudara.
Bait ke-2
Sang penyair mengajak kita untuk membawa kembang cinta yaitu
menegakkan kedamaian dengan terus bergandengan tangan dan
bernyanyi bersama. Kemudian bersama-sama kita mencoba untuk
mencari setiap kejahatan yang ada di sekitar kita dan menebarkan
kebaikan dan kebajikan di muka bumi ini.
Bait ke-3
Hidup di dunia semakin tambah rumit, akan tetapi juga bermanfaat.
Aku (sang penyair) berharap kita sebagai manusia dapat saling
sayang menyayangi. Dengan begitu kita akan dapat bertahan dari
kelakuan atau kehidupan politik yang kejam dan oleh perebutan
91
kekuasaan. Setelah semua bisa kita dapatkan, kita akan dapat untuk
saling menegakkan agama kemesraan dengan penuh kedamaian.
IX. Jimat Ibunda
Bukan sekedar asal usul: ibumu Adalah masa depanmu Ibu adalah darahnya dagingmu Maka ilmu tertinggi ialah Menundukkan muka kepadanya Membungkukkan badan Kau raih punggung tangan beliau Kau cium dalam-dalam Kau hirup wewangian cintanya Merasuk ke dalam kalbu Tuhan menitipkan di telapak kakinya Jimat bagi rizki dan kebahagiaanmu
Langkah heuristik
Bukan sekedar (hanya) asal usul: ibumu adalah masa depanmu,
(dan) ibu adalah darahnya dagingmu. Maka ilmu tertinggi (hal yang
paling penting atau utama) ialah menundukkan muka kepadanya dan
membungkukkan badan (menghormatinya) (setelah itu) kau raih
punggung tangan beliau, kau cium dalam-dalam (dan) kau hirup
wewangian cintanya (kasih sayangnya) (yang) merasuk ke dalam
kalbu. Tuhan (telah) menitipkan (kebahagian) di telapak kakinya
(dan di telapak kakinyalah) (merupakan) Jimat bagi rizki dan
kebahagiaanmu.
92
Langkah Hermeneutik
Bahwa tidak hanya dari ibu asal usul kita (darah daging kita) atau
dari mana kita berasal tetapi dari ibulah masa depan kita kelak. Ibu
adalah masa masa depan kita sehingga kita harus senantiasa untuk
menghormati dengan banyak cara, diantaranya dengan
membungkukkan badan kita, mencium tangan beliau dan merasakan
kasih sayang yang telah beliau berikan salama ini kepada kita sejak
kita masih berada di dalam kandungan hingga akhir umur kita.
Sehingga Tuhan telah menggariskan di bawah telapak kakinya
surga, dalam arti kebahagiaan kita kelak.
X. Ibunda Tanah Air
Tanah air adalah ibunda alammu Kau lepas kaki keangkuhanmu Agar setiap pori-pori kulitmu menghirup Zat kimia kasih sayangnya Kau sentuhkan kulitmu pada hamparan debu Kau reguk air murni dari kandungan kalbunya Karena ibunda tanah airmu itulah kata pertama Setiap buku sekolah Dan menyifati setiap lembar pembangunan hidupmu Langkah Heuristik
Tanah air (negara) adalah Ibunda alammu, kau lepas alas kaki
(langkah-langkah) keangkuhanmu (kesombonganmu) agar (supaya)
setiap pori-pori kulitmu menghirup zat kimia kasih sayangnya, kau
sentuhkan keningmu (bersujud) pada hamparan debu (muka bumi)
kau reguk (teguk) air murni dari kandungan kalbunya (tanah air)
karena Ibunda tanah airmu itulah kata pertama (hal yang paling
93
utama) (pada) setiap buku sekolah (pelajaran sekolah) dan mensifati
(mendasari) (dalam) setiap lembar (jalan, arah) pembangunan
hidupmu.
Langkah Hermeneutic
Tanah air (negara Indonesia) adalah Ibu yang melahirkanmu di alam
Indonesia ini. Ibu dalam arti negara yang telah berjasa untuk
memberi kehidupan yaitu tempat tinggal, tempat bekerja, bermain,
belajar dan lain-lain. Dari situ hendaklah kau lepas segala
keangkuhan atau kesombonganmu yang ada pada dirimu supaya
hatimu dan seluruh badanmu dapat merasakan kasih sayang negara
kepadamu. Kau bersujud dengan merasakan kemurnian sayangnya
karena kecintaan, keperdulian kepada tanah airmu itu merupakan
dasar dalam segala hal kehidupan ini, termasuk pelajaran disekolah
dan arah pembangunan dalam setiap hidup manusia.
XI. Upacara Cinta, 3
Siapapun engkau, orang besar atau orang kecil Orang jujur atau orang curang Orang cinta atau orang kebenaran Tetaplah engkau adalah saudaraku
Bagaimanapun caramu memperoleh kekayaan Dengan kewajaran atau dengan persekongkolan Dengan kesatuan atau dengan kekejaman Tetaplah engkau adalah saudaraku Jika kukatakan “Kenapa engkau masuk selokan ?” Itu karena kepadamu cinta terus kupertahankan Takkan aku tega menyaksikan kakimu belepotan Oleh cairan-cairan kehinaan
94
Langkah Heuristik
Bait ke-1
Siapapun engkau (kamu, masyarakat Indonesia), orang besar (yang
punya kekuasaan) atau orang kecil (orang biasa, masyarakat ) orang
jujur atau orang curang, orang cinta (orang yang penuh cinta kasih)
atau orang kebenaran (orang yang selalu merasa benar sendiri)
tetaplah engkau adalah saudaraku.
Bait ke-2
Bagaimanapun caramu (langkahmu) (untuk) memperoleh kekayaan.
Dengan kewajaran (hal yang wajar atau jujur) atau dengan
persekongkolan (kecurangan). Dengan kesantunan (kebaikan) atau
dengan kekejaman (kejahatan) Tetaplah engkau adalah saudaraku.
Bait ke-3
Jika kukatakan “Kenapa engkau masuk selokan (jurang
ketidakjujuran) ?” itu karena kepadamu cinta (kasih sayang) terus
kupertahankan. Takkan aku tega (untuk) menyaksikan kakimu
(langkahmu) belepotan (kotor) oleh cairan-cairan kehinaan (hal-hal
yang tidak baik).
Langkah Hermeneutic
Bait ke-1
Siapapun engkau (masyarakat Indonesia) baik itu orang yang punya
kekuasaan atau masyarakat biasa, orang yang jujur atau orang yang
95
curang, orang yang penuh dengan cinta, kasih sayang, kelembutan
atau orang yang benar tetaplah engkau semua adalah saudaraku.
Bait ke-2
Bagaimanapun cara yang kau lakukan untuk memperoleh kekayaan.
Dengan hal yang wajar atau baik atau dengan persekongkolan
(kecurangan). Dengan kesopanan (lembut, baik) atau dengan
kejahatan, tetaplah engkau semua adalah saudaraku.
Bait ke-3
Jika aku (penyair) berkata pada orang-orang itu “Kenapa engkau
(orang-orang itu) masuk selokan ?” itu karena kepada mereka itu
penyair masih punya rasa cinta atau kasih sayang sehingga penyair
tak tega untuk melihat mereka kotor dengan kejahatan-kejahatan
yang telah mereka lakukan.
XII. Aku Kagum 1
Aku kagum kepada teman-temanku Yang bersikap gagah berani kepada kekuasaanMu Aku kagum kepada teman-temanku yang tidak sedikitpun Merasa takut untuk meremehkanMu Aku kagum kepada teman-temanku Yang begitu enteng meletakkanMu Tidak sebagai nomor satu Aku kagum kepada teman-temanku Yang mentalnya baja Dalam bersikap acuh tak acuh kepadaMu Aku kagum kepada teman-temanku Yang kalau aku menyebut namaMu Di dalam hatinya ia menertawakanku
96
Langkah Heuristik
Aku kagum kepada teman-temanku, yang bersikap gagah (dan)
berani kepada kekuasaanMu (kebesaran Tuhan). Aku kagum kepada
teman-temanku yang tidak sedikitpun merasa (punya rasa) takut
untuk meremehkanMu. Aku kagum kepada teman-temanku, yang
begitu enteng meletakkanMu (menganggap Tuhan) tidak sebagai
nomor satu. Aku kagum kepada teman-temanku, yang (punya)
mentalnya (pikiran) baja (keras) dalam bersikap acuh tak acuh
kepadaMu. Aku kagum kepada teman-temanku, yang kalau aku
menyebut namaMu, di dalam hatinya ia menertawakanku
Langkah Hermeneutik
Kekaguman sang penyair dalam melihat keadaan masyarakat
(orang-orang) yang sudah bersikap berani untuk menantang
(meremehkan) keberadaan Tuhan. Mereka (orang-orang itu) sudah
begitu enteng dalam mengingat Tuhan sehingga mereka berani
untuk meletakkan Tuhan pada nomor kesekian kalinya, sudah tidak
diutamakan. Mereka mempunyai mental dan pikiran yang keras
sehingga mereka bersikap acuh tak acuh dalam menyingkapi
keberadaan Tuhan. Dan yang paling menyesatkan lagi mereka
begitu mudah melupakan nama Tuhan dari hati mereka.
97
4.2. Materi Dakwah Islam dalam Buku Sebuah Trilogi Doa Mencabut
Kutukan, Tarian Rembulan dan Kenduri Cinta
Setiap karya seni merupakan ungkapan atau ekspresi batin seniman.
Apa yang disebut “batin” di sini, meliputi kehidupan perasaan, pemikiran,
pengalaman psikologis dan spiritual seniman. Pikiran, perasaan, ingatan
pengalaman, isi pengetahuan, dan segala pengalaman transeden (di luar
pengalaman empiris) berkecamuk dalam dirinya. Dan ia tergerak oleh
obyeknya tersebut, dan menuliskan puisinya.
Batin seniman adalah makna. Makna adalah nilai-nilai seniman.
Nilai positip atau negatip. Nilai baik dan buruk. Nilai menyenangkan dan
tidak menyenangkan. Nilai kosmos dan chaos. Setiap seniman memiliki tata
nilai idealnya sendiri. Berdasarkan tata nilai personalnya itu, seniman
mengadakan penilaian terhadap stimulusnya. Proses penilaiannya inilah
yang terjadi dalam diri (batin) seniman. Inilah proses kreatifnya. Inilah
proses perenungannya terhadap obyeknya (stimulus). Kalau ini sudah
terbentuk, maka ia mengungkapkan, mengekspresikannya, dalam bentuk
yang dia pilih. Seorang penyair mengekspresikannya dalam bentuk bahasa.
Setelah penulis mengambil beberapa puisi Emha Ainun Nadjib di
buku Sebuah Trilogi yang menurut penulis mengandung makna dan pesan-
pesan dakwah Islam dengan membuat penafsiran melalui dua pembacaan
atau langkah yaitu heuristik dan hermeneutik di atas, penulis akan
menjabarkan materi-materi yang ada dalam buku Sebuah Trilogi tersebut.
Disini penulis merujuk pada sumber hukum Islam yaitu Al Qur’an dalam
98
pembagian-pembagiannya. Dalam mendiskripsikan pesan dakwah tersebut,
penulis bagi dalam tiga aspek yaitu materi akidah, syari’ah dan akhlak.
Berikut materi-materi dakwah yang terkandung dalam buku Sebuah Trilogi:
4.2.1. Materi Akidah
Yaitu sesuatu yang bersifat batiniah yang mencakup masalah-
masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Pesan akidah
disini memperoleh tempat yang lebih, sebab Emha dalam melihat
persoalan yang terjadi di masyarakat tidak pernah melepaskan diri
dari faktor teologi. Pesan-pesan yang termasuk dalam kategori ini
antara lain:
1. Ajaran untuk percaya bahwa Tuhan bersifat Esa
Pesan ini tersirat dalam puisi “Rating Tuhan”. Dalam puisi
tersebut, Emha menggambarkan tentang sosok Tuhan yang tidak
mempunyai rating dalam arti Tuhan tidak dapat disamakan atau
dinilai dengan hal-hal atau sesuatu yang lain.
Tentunya Tuhan tidak tergabung Dalam organisasi apapun Ia bukan anggota partai, orpol, Ormas, komplotan atau golongan apapun
Bait puisi diatas, Emha bercerita bahwa sosok Tuhan tidak
bisa disamakan dengan yang lain. Tuhan tidak bisa diibaratkan
dengan sosok seorang pemimpin organisasi tertentu, tidak ada
dalam suatu perkumpulan parpol, ormas dan lain sebagainya.
99
Karena tuhan tidak marketable Tidak dapat di rating Dan menarik hati biro iklan
Bait puisi tersebut menyampaikan bahwa Tuhan tidak
mempunyai rating, Tuhan hanya ada satu (Esa) dan hanya nomor
satu atau harus diutamakan.
Pesan dakwah yang terdapat pada puisi tersebut adalah sang
penyair ingin mengingatkan pada pembaca bahwa Tuhan itu hanya
ada satu, dan tidak dapat disejajarkan dengan hal-hal yang lain.
Karena hanya Tuhan yang dapat menciptakan semua yang ada
dibumi dan hanya Allah Yang Maha Esa dalam ketuhanannya,
sifatNya maupun af’al (pekerjaan) Nya. Dalam Al Qur’an Allah
berfirman:
وإلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم
Artinya: “ Dan Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang patut disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.(Al Baqarah: 163)
2. Ajaran tentang larangan ingkar kepada Allah (menyekutukan
Allah)
Ajaran tersebut terdapat dalam puisi “Tuhan Di Indonesia”
menggambarkan masyarakat yang menyekutukan Allah. Tuhan
yang mereka sembah adalah Tuhan yang bisa mendatangkan
kebahagiaan yakni materi, karena hanya dengan materi manusia
100
bisa mendapat dan melakukan apa saja. Tuhan yang mereka
sembah dapat diwujudkan dalam bentuk apa saja.
Kok Tuhannya orang Indonesia bermacam-macam Masing-masing dibikinkan rumah sendiri Ada yang dicantolkan di kayu Di sobekan rembulan Di patung-patung indah Atau mengurungnya di dalam mutiara dan akik
Dari penggalan puisi tersebut diceritakan bahwa masyarakat
yang sudah terpuruk dalam kesesatan sehingga Tuhan (yang
sebenarnya) ditinggalkan. Tuhan yang seharusnya diutamakan oleh
masyarakat, malah diabaikan. yang mereka sembah adalah Tuhan
dalam berbagai bentuk, bukan Tuhan (Allah). Dengan mereka
membuat Tuhan dalam berbagai bentuk tersebut, mereka harap
dapat mendatangkan kebahagiaan di dunia.
Pesan dakwah yang dapat diambil dari puisi diatas ialah
Emha ingin menyampaikan perilaku masyarakat Indonesia yang
sudah ingkar kepada Allah dengan menyembah hal-hal yang sesat.
Mereka percaya pada sesuatu yang dipercaya dapat mendatangkan
materi. Padahal siapa lagi yang dapat membahagiakan kita di dunia
dan di akherat selain kita beribadah kepada Allah dan hanya
menyembahNya semata, sebagaimana firman Allah dalam surat
Lukman ayat 13 sebagai berikut:
يابني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم عظيم
101
Artinya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
3. Ajaran bahwa semua makhluk pasti akan mati
Ajaran ini terdapat dalam puisi yang berjudul “Maut”. Pada
bait yang berbunyi:
Akhirnya kita sampai disini Diamanat Illahi Robbi Orang-orang tak lagi bisa menanti Gelap zaman harus segera berganti pagi
Pada penggalan puisi di atas menegaskan pada kita bahwa
kita sebagai makhluk ciptaan Allah pasti pada suatu saat nanti
akan sampai pada suatu zaman atau tempat yang sebenarnya.
Zaman kelahiran baru yang merupakan takdir dari Allah yang
harus kita percayai. Dengan gaya bahasa yang mempunyai gaya
imajinasi yang tinggi Emha mengungkapkan bahwa semua yang
ada di bumi merupakan titipan Allah saja. Rumah, harta benda,
istri, anak, cucu dan sebagainya merupakan titipan Allah yang
harus dijaga manusia dan pada saatnya nanti akan kembali
padaNya semua.
Nilai dakwah yang dapat dipetik dari puisi ini ialah
kenyataan kalau kita harus percaya pada takdir Allah bahwa
semua makhluk Allah di penjuru dunia pasti akan kembali kepada
sang pencipta. Ketika takdir atau maut itu datang manusia tidak
bisa dan tidak ada yang sanggup melawan dan mencegahnya
102
karena manusia tidak berdaya untuk melawan kekuatan dan
keagungan Allah. Allah berfirman surat Al Waqi’ah ayat 60:
حن بمسبوقيننحن قدرنابينكم الموت ومان
Artinya: “Kami telah menentukan kematian diantara kamu dan kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkan”.
4. Ajaran tentang keagungan dan kebesaran Allah
Tersirat dalam puisi “Tarian Rembulan”, dalam puisi
tersebut Emha menggambarkan sebuah benda ciptaan Allah yang
berbentuk bulat dan bernama rembulan. Sebuah benda yang luar
biasa indahnya dan memancarkan cahaya yang menerangi bumi
pada malam hari. Digambarkan di puisi itu bahwa rembulan
bekerja atau beraktivitas setiap malam untuk selalu mengelilingi
tujuh lapis langit. Rembulan yang sangat rajin seperti
digambarkan pada puisi ini yang muncul dengan cahayanya untuk
memberikan sinarnya di bumi.
Tarian rembulan Tarian tujuh lapis langit Rembulan bekerja sangat keras Rembulan, benda beku kering itu bekerja sangat keras
Pada bait puisi itu Emha mengibaratkan gerakan rembulan
mengelilingi bumi ini sebagai sebuah tarian yang indah.
Rembulan yang hanya berbentuk bulat namun selalu sanggup
untuk berputar dengan giat tanpa mempunyai rasa malas. Emha
mengisahkan rembulan yang tidak pernah punya rasa capek dan
103
lelah karena semua itu karena kehendak Allah. Allah yang telah
menciptakan sebuah benda yang luar biasa indahnya dengan
segala tata aturan yang telah disusun dengan rapi.
Selain keindahan yang terpancar dari rembulan, Emha juga
mencoba untuk mengingatkan bahwa apa ada yang lebih hebat
dari kebesaran Allah yang telah dapat menciptakan suatu benda
yang dapat mengelilingi tujuh lapis langit. Dan apakah ada orang
atau manusia yang sanggup untuk melakukan hal seperti apa yang
dilakukan oleh rembulan.
Menangkah kau atas rembulan Lebih canggihkah tarianmu Dibanding tarian rembulan? Rembulan menarikan Tujuh lapis gerakan sekaligus Berapa lapis yang sanggup kau capai Emha berusaha untuk memberi pesan pada pembaca bahwa
apa yang dilakukan rembulan tidak akan pernah bisa dilakukan
oleh manusia karena semua itu merupakan kehendak dari Allah.
Allah yang telah menciptakan rembulan untuk rajin dan tepat
waktu dalam aktivitasnya. Sehingga Allah tidak memperkenankan
rembulan untuk mempunyai sifat malas dan terlambat sedetikpun
untuk menari atau berputar mengelilingi bumi.
Pesan dakwah yang dapat diambil ialah ajaran untuk
merenungkan betapa hebatnya Allah. Allah Yang Maha Besar dan
Maha Agung dalam menciptakan benda yang luar biasa indahnya
104
dengan segala komponen dan tata aturan yang telah ditetapkan.
Dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 5 dijelaskan:
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا
ساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات عدد السنين والح
لقوم يعلمون
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
4.2.2. Materi Syari’ah
Yaitu masalah yang erat hubungannya dengan amal lahir
(nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah
guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan
mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia. Pesan-pesan
dakwah tentang syari’ah antara lain:
1. Ajaran tentang larangan untuk memfitnah
Terdapat dalam puisi “Alangkah Memprihatinkan”,
dalam puisi tersebut Emha menuliskan:
Alangkah memprihatinkan Bangsa yang hanya diajari untuk memfitnah Padahal fitnah tersebut Justru akan mengubur diri sendiri
105
Puisi tersebut mengajarkan pada kita bahwa sangat
memprihatinkan orang-orang yang mempunyai sifat suka
memfitnah karena sifat fitnah adalah suatu sifat yang dilarang
dalam Islam. Sebagai seorang muslim kita harus menjauhi sifat
tersebut karena sifat fitnah tersebut akan dapat menjerumuskan
diri manusia sendiri pada kesesatan. Dalam Al Qur’an surat Al
Anfal ayat 39 yaitu:
وقاتلوهم حتى التكون فتنة ويكون الد ين آله لله
Artinya: “ Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah”
Pada ayat lain juga disebutkan:
والفتنة أشد من القتل
Artinya: “Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan” (Al Baqarah: 191)
2. Ajaran tentang taubat
Ajaran tersebut terdapat dalam puisi “Doa Mencabut
Kutukan”. Dalam puisi tersebut Emha menggambarkan sosok
seorang yang merasa berdosa karena pada zaman dulu ia telah
berbuat dosa dengan memohon untuk diberikan kutukan oleh
Allah. Sejalan dengan pergantian waktu, orang tersebut sadar
bahwa apa yang ia minta dulu yakni minta kutukan merupakan
perbuatan dosa. Doa tersebut yang seharusnya ditujukan untuk
tujuan baik tidak ia lakukan tetapi sebaliknya, dia meminta hal
106
yang tidak sewajarnya yaitu minta kutukan, mati, dihinakan dan
sebagainya. Setelah dia sadar akan kekeliruan yang telah ia
lakukan, orang tersebut berharap Tuhan masih memberikan
kesempatan kepadanya untuk memperbaiki kesalahan masa lalu
dengan dia berdoa
Wahai paduka pengasuh Ampunilah kesombongan hamba Mafhumilah kekerdilan hamba Bait puisi di atas memberikan pesan kepada kita bahwa
pada saat manusia berbuat dosa dan melakukan kesalahan maka
atas kesadarannya sendiri hendaklah dia meminta ampun dan
bertaubat tidak melakukannya lagi pada Allah. Hal ini sesuai
firman Allah surat Huud ayat 3 yakni:
وأن استغفروا ربكم ثم توبوا إليه
Artinya: “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhan-Mu dan bertobat kepadaNya”.
4.2.3. Materi Akhlak
Yaitu pelengkap keimanan dan keislaman seseorang yang
tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Banyak sekali pesan
dakwah tentang masalah ini, antara lain:
1. Ajaran untuk saling memaafkan
Terdapat pada puisi “2001” yang berbicara tentang
kondisi masyarakat Indonesia yang kebanyakan masyarakatnya
mempunyai akhlak yang tidak baik. Banyak orang-orang saling
107
bertabrakan, saling mendamprat dan saling bergerak tak tahu
arah, semua itu dilakukan oleh masyarakat Indonesia semata-
mata untuk mencapai kekuasaan dan kebahagiaan di dunia.
Dalam puisi tersebut selayaknya kita saling meraba dengan
saling memaafkan
Dalam kondisi seperti itu Sebenarnya masih dapat kita saling meraba Dengan cara merendahkan hati Dan memaafkan sebanyak-banyaknya
Nilai dakwah yang dapat diambil dari penggalan puisi
diatas ialah bahwa Allah menyuruh kita untuk bisa merendahkan
hati dengan cara saling memaafkan satu sama lain pada saat
kondisi kehidupan di bumi ini sedang tidak menentu, tidak
nyaman dan tidak tentram. Kondisi negara Indonesia yang
sedang dilanda berbagai permasalahan politik, sosial dan
sebagainya, hendaklah tidak kita bebani lagi dengan
pertengkaran, permusuhan, kekerasan dan lain-lain. Firman Allah
dalam surat Ali Imran ayat 134:
ولكاظمين الغيظ والعافين عن الناس
Artinya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
108
2. Ajaran untuk saling mempunyai sikap kasih sayang
Terdapat dalam puisi “Agama Kemesraan”. Dalam puisi
tersebut Emha menggambarkan sikap kita kepada orang lain
walaupun orang tersebut berasal dari kubu yang berbeda, agama
yang berbeda, politik yang berbeda akan tetapi kita sesama
makhluk Allah diajarkan untuk bersikap saling memberikan
kasih sayang
Hidup memang sangat ruwet Tetapi mungkin juga bersahaja Kumohon, kita saling memberikan kasih sayang
Dari bait puisi diatas dapat dipetik suatu nilai dakwah
yaitu hendaklah kita saling menebarkan kasih sayang kepada
sesama manusia, walaupun kita tidak satu golongan, walaupun
kita tidak berasal dari suku dan kubu yang sama tetapi hendaklah
kita saling bergandengan tangan dan tanpa ada permusuhan satu
sama lain. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Asy Syura
ayat 23 yaitu:
لا أسألكم عليه أجرا إلا المودة في القربى
Artinya: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”.
3. Ajaran untuk menjaga persaudaraan
Tersirat dalam puisi “Upacara Cinta”. Yaitu pada bait
yang berbunyi:
Siapapun engkau -orang besar atau orang kecil Orang jujur atau orang curang
109
Orang cinta atau orang kebenaran Tetaplah saudaraku Bagaimanapun caramu memperoleh kekayaan Dengan kewajaran atau dengan persekongkolan Dengan kesantunan atau dengan kekejaman Tetaplah saudaraku
Dari barisan puisi diatas, Emha memberikan pesan pada
kita untuk selalu menjaga tali persaudaraan. Tidak memandang
dari mana orang itu berasal, entah orang itu jelek atau tampan,
orang yang berhati baik atau tidak hendaklah kita menganggap
dan mengakui bahwa mereka adalah saudara kita juga. Semua
orang dimuka bumi ini, seagama atau tidak mereka adalah
makhluk ciptaan Allah yang merupakan saudara kita juga.
Apalagi kita sebagai kaum muslim, hendaknya mau saling
menjalin tali silaturahmi antar sesama. Sebagaimana Allah
mengajarkan pada kita dalam surat Al Hujurat ayat 10 yaitu:
إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم واتقوا الله لعلكم
ترحمونArtinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”.
4. Ajaran untuk menghormati orang tua (ibu)
Terdapat dalam puisi “Jimat Ibunda”. Di dalam puisi
tersebut Emha menuliskan bahwa seorang ibu adalah sosok yang
harus kita hormati lebih dari apapun karena dari seorang ibulah
kita ada di dunia ini. pada puisi itu diungkapkan bahwa ilmu
110
tertinggi ialah menundukkan muka padanya dan
membungkukkan badan serta meraih punggung tangannya sambil
kau cium dalam-dalam kasih sayangnya.
Tuhan menitipkan ditelapak kakinya Jimat bagi rizki dan kebahagiaanmu
Dari penggalan puisi diatas dapat diambil pesan dakwah
yang disampaikan oleh Emha yaitu Allah telah menggariskan
keberadaan ibu untuk kita jaga dan hormati sepanjang hidup kita,
karena ibu yang telah susah payah mengandung kita selama
sembilan bulan dan melahirkan kita dengan susah payah pula.
Serta dari telapak kakinyalah terdapat rizki dan kebahagiaan kita.
Sebagaimana pepatah yang selama ini banyak kita ketahui bahwa
“Surga di telapak kaki ibu”. Pepatah itulah yang harus kita semua
ingat bahwa sumber kebahagiaan kita hanya terletak pada sikap
kita terhadap sosok ibu. Firman Allah dalam surat Al Ahqof ayat
15:
ووصينااال نسان بوالد يه إحساناحملته امه آرهاووضعته آرها
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)”
5. Ajaran untuk menghormati dan menjaga tanah air
Tersirat dalam puisi “Ibunda Tanah Air”. Dalam puisi
tersebut menceritakan tanah air Indonesia yang diibaratkan oleh
Emha sebagai sosok ibunda. Ibunda tanah air disini ialah negara
111
yang telah memberikan kebahagiaan hidup kepada kita selama
ini
Tanah air adalah ibunda alammu Lepaskan alas kaki keangkuhanmu Agar setiap pori-pori kulitmu Menghirup zat kimia kasih sayangnya
Bait puisi tersebut menyuruh kita untuk menganggap
tanah air Indonesia sebagai sosok ibunda yang harus kita hormati
dan hargai.
Rakyat negerimu adalah ibunda sejarahmu Demi nasibmu sendiri Jangan pernah injak kepala mereka
Pesan dakwah yang dapat kita petik adalah Kita sebagai
seorang yang hidup di sebuah negara hendaknya dapat menjaga
dan menghormati selayaknya kita menghormati ibu kandung
yang telah melahirkan kita. Kita hendaklah ingat bahwa negara
yang kita tempati sekarang ini merupakan negeri yang telah
banyak memberi kita kekuatan hidup, kesejahteraan dan
kebahagiaan maka dari itu rasa hormat dan menjaga kelestarian,
kebersihan, keamanan dan ketentraman selayaknya kita tujukan
kepada tanah air ini. Firman Allah dalam surat Al Qashash ayat
83 yakni:
تلك الدار الآخرة نجعلها للذين لا يريدون علوا في الأرض
Artinya: “Negeri akherat itu kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi”.
112
Negeri akherat pada ayat tersebut ditujukan untuk manusia
yang berbuat baik di muka bumi termasuk diantaranya menjaga
dan mencintai negeri sendiri.
4.3. Relevansi Puisi-Puisi Emha Ainun Nadjib Dengan Kondisi Saat Ini
Sastra atau kesusastraan banyak diartikan sebagai hasil kerja
kreatif dan pergumulan reflektif seseorang dengan realitas kesehariannya
yang diwujudkan lewat medium bahasa. Lewat bahasa, sastrawan
mengekspresikan ziarah atau penjelajahannya atas seluruh realitas. Dalam
wilayah ini terjadi proses dialektis antara pandangan-dunia seorang
sastrawan dengan realitas sosial yang menjadi lingkungannya. Dengan
ungkapan lain, sebuah karya (mestinya) munc+ul sebagai akibat
ketegangan atau tarik-menarik antara dunia ideal seorang sastrawan
dengan kondisi objektif di lingkungannya. Sehingga, tidak mustahil lewat
karya sastra bisa muncul ide-ide tentang pembangunan atau perubahan
masyarakat. Hal ini sangat mungkin terjadi karena sastra berkemampuan
menjelaskan gagasan abstrak sekalipun secara lebih komunikatif, segar,
dan hidup.
Tentang peran masyarakat. Sesungguhnya masyarakat yang
merupakan society dan bukan sekadar community, memiliki peran sejajar
dengan sastrawan sendiri sebab masyarakat dengan segala fenomenanya
adalah sumber inspirasi bagi sastrawan. (www.pikiran-rakyat.com)
113
Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia
dalam interaksinya dengan diri sendiri, lingkungan, dan juga Tuhan. Karya
sastra berisi penghayatan sastrawan terhadap lingkungannya. Karya sastra
bukan hasil kerja lamunan belaka, melainkan juga penghayatan sastrawan
terhadap kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan
tanggungjawab sebagai sebuah karya seni
Karya sastra memiliki peran yang penting dalam masyarakat
karena karya sastra merupakan ekspresi sastrawan berdasarkan
pengamatannya terhadap kondisi masyarakat sehingga karya sastra itu
menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang kehidupan. Membaca
karya sastra merupakan masukan bagi seseorang untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. (http://cybersastra.net)
Berbicara tentang karya sastra tanpa melihat hubungan dengan
situasi masyarakat yakni sosial, politik dan wacana pada zaman tersebut
tidaklah memadai. Sastra lahir tidak dari kekosongan budaya, demikian
pula karya-karya puisi Emha Ainun Nadjib yang terhimpun dalam buku
Sebuah Trilogi Doa Mencabut Kutukan Tarian Rembulan, Kenduri Cinta
tentu saja tidak lahir dari kekosongan budaya setempat, ia lahir dari
kondisi dan situasi yang ada.
Penciptaan puisi-puisi Emha Ainun Nadjib dalam bukunya tersebut
memuat beberapa segi kehidupan yang diantaranya tentang masalah
politik, penyimpangan-penyimpangan tingkah laku masyarakat, kerusakan
114
akhlak masyarakat dan beberapa puisi yang bertemakan keagamaan. Emha
Ainun Nadjib yang lahir dari keluarga agamis membuat ia melahirkan
banyak puisi yang bermuatan Islam. Beberapa puisi yang penulis ambil
disini dapat dikatakan mempunyai kaitan erat dengan kondisi sosial
keagamaan masyarakat saat ini.
Pada puisi Doa Mencabut Kutukan yang Emha tulis bercerita
tentang kondisi manusia yang berharap bahwa doa yang pernah dia mohon
sebelumnya dapat segera dicabut oleh Tuhan. Puisi ini merupakan
kelanjutan dari puisi Doa Mohon Kutukan yang Emha tulis pada tahun
1994. Bercerita tentang manusia yang memohon pada Tuhan untuk
dihadirkan kutukan yang disebabkan oleh keadaan masyarakat (Indonesia)
yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi, kepercayaan dan keyakinan pada
tuhan seolah-olah sirna dari diri dan hati mereka. Mereka hanya perduli
dengan kehidupan dunia dan hanya mengejar-ngejar kedudukan dan posisi
keduniaan semata. Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu Emha
kembali menulis puisi yang dianggap mampu merubah segalanya yaitu
puisi Doa Mencabut Kutukan yang memohon pada Tuhan agar segala doa
tentang kutukan yang pernah ditulis sebelumnya segera dicabut dan
masalah apa yang terjadi pada masyarakat Indonesia tidak akan terjadi
lagi.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan apa yang diharapkan,
kondisi masyarakat semakin terperosok dan parah. Masyarakat semakin
sibuk dengan aktivitas dan kehidupan dunia semata. Bahkan banyak
115
bencana yang terjadi di Indonesia (Tsunami, gempa bumi, tanah longsor,
dan lain-lain) merupakan suatu peringatan dari Allah pada manusia agar
mau berserah diri hanya padaNya. Tapi apa yang terjadi sangat tidak
diharapkan, masih banyak kebobrokan akhlak yang manusia lakukan di
dunia. Ibadah yang merupakan satu-satunya yang wajib dilakukan manusia
banyak yang meninggalkannya walaupun teguran dari Allah telah datang
menimpa. Masyarakat mudah terjebak dalam kesesatan. Ini sesuai dengan
masyarakat Indonesia sekarang yang mudah sekali terpengaruh dengan
rayuan-rayuan setan yang hanya akan menyesatkannya.
Kemudian pada puisi “Tuhan Di Indonesia” juga berbicara tentang
keadaan masyarakat Indonesia yang sudah demikian rusak. Masyarakat
yang menganggap bahwa yang dinamakan Tuhan ialah bukan Tuhan yang
sebenarnya. Tuhan menurut mereka adalah apa-apa yang dapat mereka
raih di dunia dan akan dapat membahagiakannya. Mereka menganggap
materialistis hanya satu-satunya hal yang bisa membuat mereka bahagia.
Materi adalah hal yang sangat penting dan menjadi nomor satu, sedangkan
yang seharusnya mereka yakini sebagai yang utama ialah Tuhan (Allah)
tidak menjadi yang utama dan mungkin bagi mereka tidak terlalu penting.
Emha menulis puisi ini tidak semata-mata hanya mengarang-ngarang saja,
tetapi sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang yang sudah
diperbudak oleh materi dan menganggapnya sebagai Tuhan yang harus
dinomorsatuakan.
116
Disamping puisi tersebut, terdapat pula pada puisi ”Aku Kagum 1”
dan “Aku Kagum 3” yang menggambarkan masyarakat yang sudah tidak
merasa takut pada Tuhan. Mereka menganggap bahwa hal yang patut
disembah dan dipuja bukan Tuhan melainkan hal lain karena bagi mereka
Tuhan adalah nomor kesekian kalinya. Pada zaman sekarang masyarakat
hanya berlomba-lomba untuk mencari kekayaan dengan berbagai cara.
Bisa kita lihat contoh peristiwa yang banyak tejadi di Indonesia yakni
masalah perjudian yang semakin hari semakin bertambah banyak sampai
kepelosok-pelosok tanah air. Keberadaannya sulit sekali diberantas karena
pihak yang berwajib ikut pula terjerumus didalamnya. Jarang sekali
mereka setelah melakukan perbuatan tersebut meminta ampun pada
Tuhan, karena mereka menganggap bahwa hal yang utama bukan Tuhan
melainkan dunia semata. Berkaitan dengan kondisi masyarakat Indonesia
sekarang yang sudah banyak melalaikan hal yang paling utama yaitu
beribadah pada Tuhan.
Selain itu ada puisi yang berbicara tentang masyarakat Indonesia
yang mana masyarakatnya sudah sulit lagi menjaga perdamaian yaitu pada
puisi “2001” dan “Agama Kemesraan”. Puisi-puisi tersebut merupakan
pesan untuk bertingkah laku atau berbuat perdamaian di muka bumi
karena Emha menulis puisi-puisi ini dalam melihat kondisi masyarakat
Indonesia yang banyak terjadi kekacauan dan kekerasan yang disebabkan
oleh perbuatan masyarakat yang lebih mengutamakan egonya sendiri-
sendiri. Sebagai contoh kasus GAM dan RI yang dari situ banyak terjadi
117
kekerasan, kekacauan, keresahan di hati warga Aceh bahkan juga banyak
korban yang berjatuhan. GAM berusaha untuk menguasai wilayah Aceh,
ingin merebut dan mmisahkan diri dari wilayah Republik Indonesia hingga
semua cara ditempuh oleh GAM untuk mendapat semua itu. Merusak,
membunuh, menyandra atau apapun dilakukan GAM demi sebuah
kekuasaan. Padahal upaya-upaya perdamaian dari berbagai pihak telah
dilakukan selama beberapa tahun namun baru tahun 2005 ini terjadi
kesepakatan damai diantara kedua belah pihak.
Selain kasus tersebut, masih ada kasus-kasus di daerah-daerah
kecil yang banyak terjadi keributan antar masyarakatnya bahkan tidak
sedikit antara masyarakat dengan aparat keamanan. Dan kebanyakan dari
keributan-keributan itu disebabkan oleh masalah-masalah kekuasaan dan
egoisme semata.
Maka dari kasus-kasus seperti itulah Emha banyak menulis puisi-
puisi tentang kasih sayang antar sesama, perdamaian dan persaudaraan.
Karena Emha melihat di Indonesia ini masyarakatnya sudah banyak
diliputi oleh perassan dan suasana dendam, ingin menang sendiri dan
kekerasan yang akibatnya hanya kekacauan, keributan dan kekerasan yang
banyak terjadi.
Pesan-pesan yang ditulis Emha Ainun Nadjib diharapkan dapat
memberikan suasana baru sehingga pembaca tidak merasa jenuh dan
bosan dalam menerima pesan-pesan dakwah. Dengan demikian sebuah
118
karya sastra (puisi) telah memberikan sumbangan yang besar dalam proses
dakwah.
Menurut Sapardi Djoko Damono, melihat perkembangan yang
seperti itu, maka berarti karya sastra semakin dibutuhkan oleh masyarakat
sebagai bahan bacaan. Namun demikian, katanya, masih banyak anggapan
miring terhadap sastra di kalangan masyarakat.
Sastra bisa berfungsi sebagai sarana dakwah, propaganda, hiburan,
permainan, pelipur lara dan lainnya. Dalam fungsinya sebagai apapun,
sastra telah memberikan pengalaman baru dan segar bagi pembacanya.
(Damono dalam www.mediaindo.co.id)
Dengan demikian bukan berarti karya sastra tidak berfungsi sama
sekali dalam kehidupan ini. Tidak berarti bahwa karya sastra tidak pernah
disentuh oleh masyarakat. Masih ada sekelompok masyarakat yang perduli
dengan karya-karya sastra walaupun jumlahnya tidak banyak. Dan dari
situ peran sastra dapat dirasakan penting oleh penikmat sastra tersebut
termasuk karya Emha Ainun Nadjib yang telah memberikan pesan-pesan
dakwah dalam bentuk puisi.
Top Related