1
BAB II
TINJAUAN UMUM DESA PAKRAMAN ABANGAN
2.1. Letak geografis Desa Pakraman Abangan
Desa Pakraman Abangan termasuk dalam wilayah Desa dinas Tegallalang,
Kecamatan Tegallalang dan Kabupaten Gianyar. Mengenai batas-batas wilayah desa,
Desa Pakraman Abangan menjadikan sungai sebagai pembatas, karena Desa
Pakraman Abangan dikelilingi oleh sungai. Sebelah utara dialiri oleh klabah (sungai
kecil sebagai pengairan di sawah), sebelah selatan terdapat pangkung (jurang) yang
dahulunya dialiri air tetapi sekarang sudah mengering, sebelah timur dialiri oleh
sungai tabu, dan sebelah barat dialiri oleh sungai wos.
Secara geografis Desa Pakraman Abangan berdampingan dengan beberapa
desa yang diantaranya :
a. Sebelah Utara : Desa Pakraman Tegallalang
b. Sebelah Timur : Desa Pakraman Junjungan
c. Sebelah Selatan : Desa Pakraman Bentuyung
d. Sebelah Barat : Desa Pakraman Klabangmoding
Ditinjau dari susunanya desa pakraman yang ada di Bali memiliki dua
susunan yaitu susunan tunggal dan susunan bertingkat. Desa pakraman yang memiliki
susunan tunggal terdiri dari 1 banjar, sedangkan desa pakraman yang memiliki
susunan bertingkat terdiri dari beberapa banjar, dan sebagain dari banjar itu dibagi
lagi dalam kelompok kerja untuk membantu kegiatan dari banjar tersebut yang
2
disebut dengan tempekan, biasanya dalam sistem tempekan berlaku bagi banjar yang
memiliki penduduk (krama) yang banyak dan dipimpin oleh kelihan tempekan.1
Di dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2003 tentang Desa
Pakraman Pasal 1 angka 5 dikatakan bahwa banjar pakraman merupakan kelompok
masyarakat yang merupakan bagian dari desa pakraman. Dalam hal ini Tjok Istri
Putra Atiti juga memberikan definisi tentang banjar dengan menekankan pada
fungsinya yaitu: banjar merupakan organisasi tradisional yang bersifat religius
dengan menekan fungsinya pada masalah suka duka, khususnya kematian.2
Desa Pakraman Abangan tergolong dengan desa yang memiliki susunan
tunggal karena terdiri dari 1 (satu) banjar saja, yaitu Banjar Abangan itu sendiri. Hal
ini membuat Desa Pakraman Abangan menjadi desa yang unik, dengan jumlah
penduduk yang tidak terlalu banyak tetapi memiliki sebuah tanggung jawab besar
serta harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan desa pakraman tersebut yang
memiliki Kahyangan Tiga (Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem) dan Pura
Penataran yang berada di lingkungan Desa Pakraman Abangan itu sendiri. Dalam hal
ini semua itu merupakan tanggung jawab bagi Krama Desa Pakraman Abangan
dalam menjaga, melestarikan dan melakukan upacara-upacara pada setiap Pura
tersebut. Akan tetapi keadaan seperti ini tidak membuat surut mental Krama Desa
1 I Gede A.B Wiranata, 2005, Hukum Adat Indonesia Perkembangan Dari Masa Ke Masa, PT.
Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 50.
2 Tjok Istri Putra Astiti, 2005, Pemberdayaan Awig-Awig Menuju Ajeg Bali, Lembaga
Dokumentasi Dan Publikasi Fakultas Hukum Univesitas Udayana, Denpasar, h. 9.
3
Pakraman Abangan dalam sebuah keluhan, karena bagi mereka inilah anugrah yang
mesti mereka jalani dengan segala bentuk keterbatasan. Dari wawancara yang
dilakukan penulis saat pengumpulan data berlangsung dengan I Made Sudana, S.E
(50) Kelihan Dinas Desa Pakraman Abangan pada tanggal 10 November 2014,
penulis tertarik dengan kutipan kalimat yang dikatakannya. Dalam kutipannya beliau
berkata “Baat Ben Negen Nangging Nu Ngidangn Ngancit” (seberapapun berat
keadaan yang dipikul tetapi tetap dapat diatasi). Hal ini didasari karena Krama Desa
Pakraman Abangan memiliki jiwa kebersamaan (communal) dalam penyatuan visi
dan misi untuk pemberdayaan dan kemajuan desa menuju keadaan tentram, damai
dan dapat mencukupi tuntutan hidup mereka (rahayu lan gemah ripah loh jinawi ).
2.2. Keadaan Penduduk Desa Pakraman Abangan
Keadaan penduduk di Desa Pakraman Abangan akan dijabarkan dari 3 (tiga)
aspek yang terdiri dari jumlah penduduk, tingkat pendidikan penduduk dan mata
pencaharian penduduk di Desa Pakraman Abangan karena ini merupakan suatu hal
krusial sebagai data pendukung dan pedoman penting dalam penelitian yang
dilakukan oleh penulis. Ketiga aspek ini dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut:
A. Jumlah Penduduk Desa Pakraman Abangan
Krama Desa Pakraman Abangan terdiri dari 106 kepala keluarga (KK) yang
terbagi menjadi 2 (dua) terdiri dari 103 kepala keluarga (KK) laki-laki dan 3 kepala
keluarga (KK) perempuan. Secara keseluruhan Krama Desa Pakraman Abangan
memiliki jumlah penduduk sebanyak 516 orang. Apabila di rinci
4
berdasarkan jenis kelamin, maka akan tampak seperti dalam table di bawah ini :
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk
NO JENIS KELAMIN JUMLAH
1 Laki-laki 242 Orang
2 Perempuan 274 Orang
JUMLAH 516 Orang
Sumber : Diolah dari catatan Kelihan Dinas Desa Pakraman Abangan pada tanggal 24
Agustus 2014.
Dari jumlah penduduk Desa Pakraman Abangan secara global sebanyak 516 orang, 8
orang diantaranya adalah penduduk pendatang dan pengusaha pariwisata. 6 orang
(diantaranya 5 orang berjenis kelamin laki-laki dan 1 orang berjenis kelamin
perempuan/ dari 6 orang tersebut 3 orang adalah Warga Negara Asing) hanya terikat
oleh ikatan dinas saja dan sisanya lagi 2 orang (yang berjenis kelamin laki-laki/
salah satunya adalah Warga Negara Asing yaitu Hank Holmen penduduk pendatang
biasa tanpa mendirikan usaha/ hanya memiliki tanah diatas tanah Desa Pakraman
Abangan dan Warga Negara Indonesia I Wayan Duarta pihak Puri Sunia Resort )
sudah masuk ikatan adat di Desa Pakraman Abangan. Perlu ditekankan dalam hal ini
Hank Holment menggunakan jasa orang dari Padang Tegal, Ubud sebagai jaminan
untuk tinggal dan menetap di Desa Pakraman Abangan sebagai warga desa dalam hal
melakukan ayah-ayahan desa. Diantara 8 orang tersebut 3 orang diantaranya adalah
pengusaha pariwisata dan 3 orangnya sisanya hanya penduduk pendatang biasa.
5
B. Tingkat pendidikan penduduk Desa Pakraman Abangan
Di Desa Pakraman Abangan tingkat pendididkan penduduknya bervariatif,
mayoritas penduduknya hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Menengah Petama (SMP) akan tetapi dengan berkembangnya jaman
sebagaian penduduk Desa Pakraman Abangan sudah mengenyam pendidikan sampai
dengan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sekolah Menengah Kajuruan
(SMK) bahkan sampai Perguruan Tinggi. Untuk penjabaran secara rinci tentang
tingkat pendidikan penduduk di Desa Pakraman Abangan dapat dituangkan dalam
bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tingkat Pendidikan
NO PENDIDIKAN JUMLAH
1 Buta Huruf 17 Orang
2 Tidak Tamat SD/ Sederajat 24 Orang
3 Tamat SD 120 Orang
4 Tamat SMP 87 Orang
5 Tamat SMA 71Orang
6 Tamat D 1 1 Orang
7 Tamat S 1 5 Orang
JUMLAH 325 Orang
Sumber : Diolah dari catatan Kepala Desa (Perbekel) Desa Dinas Tegallalang pada
tangga 28 Desember 2012
Pada tabel tersebut sebagian penduduk Desa Pakraman Abangan telah mengenyam
pendidikan formal dan sebagaian lagi merupakan balita dan lansia.
C. Mata pencaharian Penduduk Desa Pakraman Abangan
Di Desa Pakraman Abangan mayoritas penduduknya bekerja pada sektor
pertanian (bertani) tetapi sebagian penduduknya juga bekerja sebagai PNS (Pegawai
6
Negeri Sipil), pegawai swasta dan ada pula yang membuka usaha sendiri
(berwiraswasta). Secara rinci akan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.3 Mata Pencaharian
NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH
1 Petani 155 Orang
2 Buruh Tani 10 Orang
3 Pegawai Swasta 55 Orang
4 Pegawai Negeri Sipil 4 Orang
5 Pedagang 8 Orang
6 Pengrajin 2 Orang
7 Peternak 7 Orang
8 Tukang Bangunan 15 Orang
9 ABRI 1 Orang
10 Pelukis 3 Orang
JUMLAH 260 Orang
Sumber : Diolah dari Catatan Kepala Desa (Perbekel) Desa Dinas Tegallalang pada
tangga 28 Desember 2012
Akibat perkembangan jaman dan laju kegiatan pariwisata yang fleksibel dan
dinamis pada dewasa ini, di Desa Pakraman Abangan sudah di rambah oleh kegiatan
pariwisata yang semakin tahun semakin menunjukkan perkembangan. Hal ini dapat
dilihat dengan banyaknya ada sarana/ akomodasi penunjang kegiatan pariwisata di
Desa Pakraman Abangan seperti banyaknya berdiri hotel, villa dan lain-lain yang
dapat dijabarkan sebagai berikut.
Usaha Pariwisata yang ada di Desa Pakraman Abangan yang merupakan milik dari
penduduk pendatang adalah:
1. Hotel Puri Sunia Resort
2. Villa Ochid
7
3. Dandan Sari
Warga asli Desa Pakraman Abangan juga tidak mau kalah dan sudah mulai
berpikir berkembang dengan mendirikan usaha sebagai penunjang kegiatan
pariwisata dilingkungannya antara lain dengan berdirinya Cafe Coffee yang bernama
Labak Sari.
Pengusaha pariwisata maupun penduduk pendatang yang dalam hal ini sudah
masuk ikatan adat di Desa Pakraman Abangan dikenakan ayahan patus karena sudah
masuk Krama Desa Pakraman Abangan diluar sumbangan sukarela (punia). Tetapi
dalam hal ini pengusaha pariwisata maupun penduduk pendatang yang sudah masuk
ikatan adat dikenakan patus yang lebih karena ayahannya digantikan dengan uang.
D. Sistem keanggotaan Desa Pakraman Abangan
Pada dasarnya secara umum sistem keanggotaan (pakraman) dalam suatu desa
pakraman yang ada di Bali bervariasi tetapi dalam garis besarnya menjadi 2 yang
terdiri dari:
1. Sistem keanggotaan (pakraman) berdasarkan ngemong ayahan; sistem ini
umumnya di anut pada desa pakraman yang masih sangat kuat pengaruhnya
dari tanah adatnya. Ngemong ayahan artinya memegang/ menguasai tanah
milik desa (tanah ayahan desa atau tanah karang desa). Berdasarkan sistem
ini maka status keanggotaan desa pakraman (krama desa) akan dibedakan
menjadi 2 kelompok. Pertama, kelompok krama yang menguasai tanah milik
desa sehingga dikenakan kewajiban (ayahan) penuh kepada desa dan
kelompok ini disebut krama ngarep atau istilah lainnya sesuai dengan adat
8
(dresta) setempat. Kedua kelompok krama yang tidak menguasai tanah milik
desa sehingga tidak dikenakan kewajiban (ayahan) penuh kepada desa yang
disebut krama pengele, krama roban, krama ngempi dan sebagainya.
Kewajiban-kewajiban yang dikenakan terhadap krama pengele ini bervariasi
antara desa pakraman yang satu dengan desa pakraman yang lain sesuai
dengan awig-awig yang berlaku desa pakraman tersebut.
2. Sistem keanggotaan (pakraman) berdasarkan mapikuren. Mapikuren
berdasarkan berumah tangga. Berdasarkan sistem ini maka keanggotaan
seorang menjadi krama desa dimulai setelah yang bersangkutan berumah
tangga (kawin). Dalam sistem ini tidak ada perbedaan status krama desa
seperti dalam sistem ngemong karang ayahan, Sehingga krama desa
mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap desa. Desa pakraman
dengan sistem ini umumnya diatur oleh desa pakraman yang tidak mempunyai
tanah adat atau tidak kuat pengaruh tanah adatnya.
Desa Pakraman Abangan yang terdiri dari 1 (satu) banjar saja memiliki 2
(dua) jenis krama yaitu krama ngarep dan krama ngempi. Krama ngarep merupakan
krama memiliki tanggung jawab meneruskan kewajiban orang tuanya dalam meayah-
ayahan (nyaluk ayahan tua) atau ngayahin tanah pekarangan desa (ayahan desa),
sedangkan krama ngempi yaitu yang didasari oleh sistem kepala keluarga (KK) bagi
mereka yang masuk banjar setelah melangsungkan suatu perkawinan, akan tetapi
tidak memiliki kewajiban besar terhadap banjar dan masalah tanah pekarangan desa
atau (ayahan desa). Perlu ditekankan dalam hal ini, bagi krama yang telah
9
melangsungkan suatu perkawinan, akan dinyatakan menjadi krama desa beserta
mendapat kewajiban dalam bentuk ayah-ayahan setelah disiarkan dalam paruman
desa yang berlangsung setiap 1 tahun sekali pasca Hari Raya Nyepi.
Krama Desa Pakraman Abangan memiliki hak dan kewajiban yang berkaitan
dengan kegiatan suka-duka dilingkungannya. Untuk keadaan sukanya dapat berupa
pada acara-acara keagamaan yang berkaitan dengan keadaan suka seperti upacara
perkawinan, potong gigi (metatah), upacara-upacara yang berkaitan dengan tahap-
tahap kehidupan manusia, dan lain-lain sedangkan untuk keadaan dukanya dapat
berupa upacara yang berkaitan dengan kematian (ngaben) dan sebagainya.
Pada kegiatan suka seperti perkawinan dan potong gigi (metatah) yang terjadi
di Banjar Abangan, Desa Pakraman Abangan, krama ngarep wajib dikenakan
ayahan patus berupa beras 1 kilogram dan gula 1 kilogram. Perlu ditekankan disini
patus untuk perkawinan dan potong gigi dipisahkan satu sama lain, andaikata salah
satu krama melangsungkan upacara perkawinan dan potong gigi diambil sekalian
pada hari itu juga, maka krama yang lain mesti memberi patus itu 2 kali, pertama
untuk perkawinan dan kedua untuk potong gigi.
Disaat kegiatan perkawinan dan potong gigi (metatah) yang datang adalah
semua krama banjar tanpa membedakan krama ngarep dan krama ngempi serta
dengan mebawa ayahan patus yang seperti telah disebutkan diatas.
Untuk kegiatan duka seperti ada kematian, setiap krama banjar wajib datang,
baik krama ngarep maupun krama ngempi dan dikenakan ayahan patus berupa beras
1 kilogram dan uang sebesar Rp.10.000 (sepuluh ribu rupiah). Dalam hal dana yang
10
terkumpul dari semua krama biasanya akan di beri sepenuhnya bagi pihak keluarga
dari orang yang meninggal tersebut apabila dari pihak keluarga tersebut langsung
melaksanakan upacara ngaben, sedangkan apabila pihak keluarga hanya akan
mengubur jenazah dari orang yang meninggal tersebut dan akan melakukan upacara
ngaben secara bersama/ kolektif, maka dana yang diberikan hanya 50% dari dana
yang terkumpul dan 50%nya lagi akan dipakai untuk subsidi dalam upacara ngaben
bersama (ngaben kolektif).
Sedangkan di sisi lain Krama Banjar Desa Pakraman Abangan juga memiliki
suatu hak. Hak yang di peroleh oleh krama banjar adalah hak perlakuan yang sama
dalam hal suka duka semasih mengikuti aturan-aturan (awig-awig dan perarem) yang
berlaku dalam lingkungannya.
2.3. Struktur Organisasi dan Kepengurusan Desa Pakraman Abangan
2.3.1 Struktur Organisasi Desa Pakraman Abangan
Sesuai dengan salah satu isi otonomi desa pakraman yaitu kehidupan untuk
menyelenggarakan kehidupan organisasinya, yang dalam hal ini bermakna bahwa
desa pakraman diberikan suatu hak-hak yang salah satunya adalah hak untuk
berorganisasi. Desa pakraman memiliki otonomi untuk membuat struktur
kepengurusan desa pakraman itu sendiri sebagai wadah untuk menjalankan otonomi
di desa pakraman tersebut salah satunya dalam kegiatan sosial dan agama.
11
Desa Pakraman Abangan memiliki beberapa organisasi dalam menjalankan
sistem administrasi dalam kerangka pemerintahan di Desa Pakraman Abangan yang
terdiri dari :
a. Kebandesaan
Kebandesaan adalah suatu lembaga yang memiliki kewanangan
memegang kekuasaan tertinggi (ekskutif) dalam menyelenggarakan
kehidupan Krama Desa Pakraman Abangan berdasarkan kepada dasar norma
yang dimiliki oleh Desa Pakraman Abangan antara lain awig-awig, perarem,
dresta dan lain-lain.
b. Pecalang
Pecalang adalah satgas (satuan tugas) keamanan tradisonal
masyarakat Bali yang mempunyai wewenang untuk menjaga keamanan dan
ketertiban wilayah desa pakraman. Tugas Pokok pecalang adalah
mewujudkan keamanan, ketertiban dan ketentraman pelaksanaan Tri Hita
Karana, baik didalam maupun diluar desa pakraman yang bersangkutan
bersama aparat terkait lainnya.3
Kedudukan pecalang semakin legal dan konstitusional dengan
dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2003 tentang
Desa Pakraman pada pasal 17, yang menyebutkan:
3 A. A Ayu Ngurah Harmini, 2005, “Study Manajemen Komunitas Di Obyek Wisata Wenara
Wana, Padang Tegal, Ubud, Menuju Pariwisata Berkelanjutan”, Tesis S2, Program Kajian Pariwisata,
Universitas Udayana, Denpasar h. 57.
12
Ayat 1. Keamanan dan ketertiban wilayah desa pakraman dilaksanakan oleh
pecalang
Ayat 2. Pecalang melaksanakan tugas-tugas keamanan dalam wilayah desa
pakraman dalam hubungan tugas adat dan agama
Ayat 3. Pecalang diangkat dan diberhentikan oleh desa pakraman melalui
paruman desa.
Di Desa Pakraman Abangan pengakuan serta pelaksanaan tugas dan
wewenang dari pecalang telah dituangkan dalam Perarem Desa Pakraman
Abangan No. 03/ DP/ Abangan/ 2014 Indik Pecalang
Pawos 5
Swadarmaning Pecalang
1. Ngupada Desa : Pecalang punika setata ngunya, mangdene setata raket lan
urati ring kewentenan genah krama desa.
2. Atitikrama : Setate ngicenin pemargi sane patut lan nuntu krama desa
ngupadi anut petitis (sopan santun).
3. Jaga Bhaya Desa : Setate siaga ring ketreptian lan ketentraman desa.
Terjemahan besarnya dalam bahasa Indonesia atau sebagai berikut:
1. Ngupada Desa, mempunyai makna bahwa pecalang harus selalu dekat
dengan desa pakraman dan warganya. Jangan sampai seorang pecalang
hidup jauh dari desanya. Dengan dekat dan diam di desa akan lebih
terjamin adanya komunikasi dalam rangka mengarahkan krama desa.
13
2. Atitikrama, selalu memberikan petunjuk yang benar kepada krama desa.
Petunjuk yang dimaksud dapat berupa arahan dan dapat juga contoh
keteladanan dan apabila pecalang sudah dapat menjalankan itu maka
pecalang akan disegani dan berwibawa di mata krama desa.
3. Jaga Bhaya Desa, memiliki arti menjaga desa agar selalu berada dalam
keadaan baik. Dari kewajiban Jaga Bhaya Desa ini termasuk didalamnya
adalah melakukan ronda keliling di desa pakraman untuk menjaga dan
mencegah timbulnya bahaya
c. Lembaga Pekreditan Desa (LPD)
Lembaga Pekreditan Desa (LPD) di Provinsi Bali, adalah sarana
operasional yang dimiliki desa pakraman dan merupakan sarana unit
operasional yang berfungsi sebagai wadah kekayaan desa pakraman berupa
uang dan surat-surat berharga lainnya. Kehadiran lembaga pekreditan desa
merupakan salah satu alat kebijaksanaan srategis untuk dapat menjangkau
kelompok masyarakat pedesaan dalam usaha mempercepat peningkatan taraf
hidup masyarakat.4
Secara legal dengan dasar pijakan konstitusional
pembentukan LPD terdapat pada BAB IV Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 18 dan Pasal 18 B ayat 2.
Ketentuan konstitusi ini oleh Pemerintah Provinsi Bali ditindaklanjuti dengan
membuat Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 tentang
4 I Gede Paramartha, dkk, 2004, Pecalang Perangkat Keamanan Desa Pakraman Di Bali,, Penerbit
Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Udayana, h. 70.
14
LPD. Perda ini dibentuk berdasarkan kewenangan pemerintah Pemerintah
Provinsi Bali sebagaimana diatur Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Lebih teknis pengaturannya juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota.
Pengaturan demikian hingga saat ini membuat LPD menjadi lembaga
keuangan kultural yang dibentuk dalam visi dan misi kultural dalam sifat yang
sangat khas karena dibentuk oleh desa pakraman serta beroperasi di dalam
wilayah desa pakraman, dan terbatas melayani warga desa pakraman.5
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Pekreditan Desa (LPD) pada Pasal 1 angka 10 disebutkan LPD adalah
Lembaga Perkreditan Desa di desa pakraman dalam wilayah Propinsi
Bali. Merujuk kepada tujuan dari kehadiran Lembaga Pekreditan Desa di
desa pakraman antara lain :
1. Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan
yang terarah serta menyalurkan modal yang efektif.
2. Memberantas kegiatan gadai gelap dan lain-lain yang berimplikasi
terhadap masyarakat pedesaan terutama yang awam akan hal tersebut.
3. Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa
dan tenaga kerja di pedesaan.
5 Ida Bagus Wiasa Putra, 2011, Landasan Teoritik Pengaturan LPD, (Editor), Udayana University
Press, h.4.
15
4. Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang-uang di desa-desa.
Lembaga Pekreditan Desa juga dapat dibubarkan, sesuai dengan Perda
Provinsi Bali No. 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Pekreditan Desa (LPD)
Pasal 23 ayat 1 Pembubaran LPD dapat terjadi karena:
a. Usul Desa;
b. Pencabutan ijin pendirian.
Keberhasilan Lembaga Pekreditan Desa (LPD) dalam menjalankan
tugas dan fungsinya tidak terlepas dari peran serta awig-awig dan perarem
sebagai norma dasar yang dimiliki oleh desa pakraman yang di dalamnya
terdapat subtansi tentang tata cara dan pedoman terhadap masyarakat sebagai
nasabah dari LPD dalam menabung dan meminjam uang berdasarkan jangka
waktunya dan apabila terjadi sebuah wanprestasi maka dalam hal ini awig-
awig dan perarem yang menjadi dasar penjantuhan sanksi.
2.3.2 Struktur Kepengurusan Desa Pakraman Abangan
Sistem pemerintahan desa pakraman dipimpin oleh pengurus desa pakraman
yang disebut dengan istilah prajuru/ dulu (paduluan). Sistem pemerintahan desa
pakraman bersifat variatif serta dipengaruhi oleh tipe desa yang bersangkutan. Di
Bali, desa dikelompokan menjadi 3 yang terdiri dari:
a. Desa Baliage, yaitu desa tua di Bali yang masih kuat mempertahankan sistem
kemasyarakatan asli yang dalam jaman kerajaan dulu tidak dipengaruhi oleh
sistem kemasyarakatan Majapahit. Umumnya desa ini terdapat di daerah
16
pegunungandan jauh dari pusat kerajaan. Contohnya adalah Desa Tenganan
Pagringsingan (Karangasem), Marga Tengah (Gianyar), dan lain-lain. Tipe
Desa Baliage biasanya menganut sistem kepempinan majemuk yang artinya
dipimpin oleh 2 orang pemimpin (2 bandesa).
b. Desa Apanage merupakan desa-desa pada jaman kerajaan dahulu yang sangat
intensif mendapatkan pengaruh dari sistem kemasyarakatan Majapahit.
Umumnya desa ini terletak di daerah Bali dataran dan dekat dengan pusat
kerajaan. Contohnya adalah Desa Pakraman Denpasar, Desa Pakraman
Kerobokan, dan lain-lain. Tipe Desa Apanage dalam sistem kepemimpinanya
menganut sistem tunggal yang berarti di pimpin oleh seorang pemimpin yang
disebut (1 bandesa).
c. Desa Anyar (baru) yaitu desa yang timbul karena akibat dari perpindahan
penduduk yang didorong oleh keinginan mencari lapangan kehidupan. Mereka
merabas hutan disuatu daerah dan kemudian membentuk desa. Desa demikian
umumnya ditemui pada daerah Kabupaten Jembrana dan Buleleng bagian
barat. Contohnya adalah Desa Pakraman Yeh Buah (Negara).6
Di Desa Pakraman Abangan menganut sistem pemerintahan tunggal yaitu
dalam struktur prajuru (kepemimpinan) terdapat seorang pejabat puncak yang disebut
dengan istilah bandesa. Dalam Awig-awig Desa Pakraman Abangan telah dijabarkan
dalam Palet 2 Indik Prajuru Lan Dulun Desa (Penglingsir),
6 I Ketut Artadi, 2009, Hukum Adat Bali Dengan Aneka Masalahnya, Pustaka Bali Post, h. 51.
17
(1) Desa Adat Abangan keanter olih Bandesa Adat,
(2) Banjar keanter oleh Keliahan Banjar.
Adapun struktur prajuru atau kelembagaan Desa Pakraman Abangan sebagai berikut:
Sumber : Diolah dari catatan dengan Kelihan Dinas Desa Pakraman Abangan pada
tanggal 2 november 2014.
a. Bandesa
Bandesa dalam hal ini merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
menyelenggarakan kehidupan krama desa berdasarkan awig-awig dan
perareman. Bandesa dipilih dan ditetapkan dalam Paruman desa.
Dalam hal ini bandesa memiliki tugas dan fungsi sebagai mana telah di atur
dalam Awig-awig Desa Pakraman Abangan Pawos 16 yang terdiri dari:
ha. Nganterang permagin sedaging Awig-awig miwah Perarem.
na. nuntun tur nganterang krama rawuhing warga desa sami ngupadi manut
patitis. (Pancasila, UUD NRI Pasal 18, Perda Provinsi Bali No. 6 Tahun
1986 lan Tri Hita Karana)
Bandesa
Petajuh
Kelihan adat
Juru raksa
18
ca. mawosin kalih niwakang pemutus arep ring wicara warga desa.
ra. Maka duta desa metemuang baos ring sape sire ugi
Terjemahan besarnya dalam bahasa Indonesia ataupun sebagai berikut:
ha. Menjalankan awig-awig mapun perarem.
na. Menuntun krama dan warga desa seluruhnya dalam mencapai tujuan
bersama seuai Pancasila, UUD NRI Pasal 18, Perda Provinsi Bali No. 6
Tahun 1986 lan Tri Hita Karana.
ca. Memberikan keputusan pada warga yang melakukan kesalahan atau
pelanggaran.
ra. Mewakili desa dalam melakukan pertemuan dengan siapapun atau pihak
luar.
b. Petajuh
Petajuh merupakan wakil bandesa dalam tugasnya untuk mengatur dan
menngurus segala hal yang berkaitan dengan desa pakraman
c. Kelihan adat
Keliahan Adat merupakan pemimpin dalam suatu banjar yang memiliki
otonomi dalam permasalahan adat yang ada di banjar tersebut. Kelihan Adat
dalam hal ini juga dapat dikatakan merupakan perpanjangan tangan bandesa
dalam menerapkan awig-awig dan perarem di suatu banjar yang merupakan
daerah otonomi dari desa pakraman.
19
d. Penyarikan
Penyarikan memiliki tugas membantu dan mengatur kegiatan bandesa dalam
menjalankan otonominya di desa pakraman dalam urusan pendataan.
e. Juru raksa
Bendahara dalam hal ini memiliki kewenangan terhadap keuangan desa
pakraman untuk segala jenis kegiatan yang ada di desa pakraman tersebut.
Dalam hal ini bendahara ditunutut harus bersifat transparan dan akuntable.
Masa jabatan prajuru diatas adalah 5 tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali,
dan hanya dapat dipilih dua kali saja. Masa jabatan dari prajuru dapat berakhir
apabila:
a. Jangaka waktu masa jabatan berakhir.
b. Meninggal dunia.
c. Melanggar atau tidak melaksanakan ketentuan awig-awig, perareman, dresta
dan lain-lain.
d. Atas permintaan sendiri.
Dalam hal ini juga akan di paparkan struktur kepengurusan di Desa Pakraman
Abangan dan Desa Dinas Tegallalang dapat dilihat dalam hirarki kepengurusanya
sebagai berikut :
20
a. Struktur kepengurusan Desa Pakraman Abangan
Sumber : Diolah dari catatan dengan Kelihan Dinas Desa Pakraman Abangan pada
tanggal 2 november 2014.
b. Struktur kepengurusan Desa Dinas Tegallalang :
1. Kepala desa (perbekel): Dewa Nyoman Rai Sutrisna, SP
2. Sekretaris desa: Nyoman Sudana
3. Kaur pemerintahan: Dewa Gde Megayasa, SH
Bendesa : I Made Sukarja
Kelihan adat/ petajuh: I Made Lodra
Sekretaris : I Wayan Wirta
Bendahara : I Made Pastika
Sekretaris desa
Kaur
Pemerinthan
Kaur Umum Kaur Kesra Kaur
Keuangan Kaur
Pembangunan
Kepala desa (perbekel)
Kelihan Dinas
21
4. Kaur umum: Ketut Mardika
5. Kaur kesra :Ni NYoman Sasih Pariani
6. Kaur keuangan :Ni Made Wiadiastuti
7. Kaur pembangunan : Ketut Suwira
8. Kelihan dinas : I Made Sudana, S.E
Sumber : Diolah dari catatan Kepala Desa (Perbekel) Desa Dinas Tegallalang pada
tangga 28 Desember 2012.
Top Related