BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan yang baik tergantung pada lingkungan yang aman.
Praktisi atau teknisi yang memantau untuk mencegah penularan infeksi
membantu melindungi klien dan pekerja keperawatan kesehatan dari
penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan beresiko terkena infeksi
karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius,
meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas
perawatan akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada
mikroorganisme baru atau berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme
tersebut dapat saja resisten terhadap banyak antibiotik. Dengan cara
mempraktikan teknik pencegahan dan penembalian infeksi perawat dapat
menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Rantai Proses Infeksi
2. Bagaimana Cara Penularan Mikroorganisme
3. Bagaimana Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi
4. Bagaimana infeksi Nosokomial
5. Bagaimana Sterilisasi
6. Bagaimana Pencegahan infeksi
7. Bagaimana Masalah pada pengendalian infeksi
8. Bagaimana Proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Rantai Proses Infeksi
2. Untuk mengetahui Cara Penularan Mikroorganisme
3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi
4. Untuk mengetahui infeksi Nosokomial
5. Untuk mengetahui Sterilisasi
6. Untuk mengetahui Pencegahan infeksi
7. Untuk mengetahui Masalah pada pengendalian infeksi
8. Untuk mengetahui Proses keperawatan terhadap pencegahan
infeksi
D. Manfaat
Dalam penyusunan makalah ini sebagai sumber yang dapat
dijadikan sebagai modul atau pembelajaran bagi pembaca untuk lebih
mengetahui dan memahami mata kuliah sistem muskuloskeletal.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rantai Proses Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik
apabila mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius
terhadap sel atau jaringan. Penyakit akan timbul jika patogen berbiak dan
menyebabkan perubahan pada jaringan normal. (Potter & perry : 2005)
Infeksi merupakan pembiakan mikroorganisme pada jaringan
tubuh,terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi
metabolisme, toksin, replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi.
(Kamus Saku Kedokteran Dorland: 1998).
1. Rantai infeksi proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait
antar berbagai faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir,
portal of exit, cara penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang
rentan.
a. Agen Infeksi
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa
merupakan flora transient maupun resident. Organisme transient
normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan
berbiak di kulit. Organisme transien melekat pada kulit saat
seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas
normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan
cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa
dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa
kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme
dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit),
kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta
kerentanan dari host/penjamu.
b. Reservoar (Sumber Mikroorganisme)
Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup
baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai
reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan
benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya
di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme
patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada
hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat
mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi
sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam
reservoar jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman.
Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan
pencahayaan
c. Portal Of Exit (Jalan Keluar)
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus
menemukan jalan keluar (portal of exit untuk masuk ke dalam host
dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi,
mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya.
Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui saluran
2
pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan
membrane mukosa yang rusak serta darah.
d. Cara Penularan (Transmission)
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan
berbagai cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral,
fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak langsung melalui jarum atau
balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi;
makanan yang diolah tidak tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.
e. Portal Masuk (Port de Entry)
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk
dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap
masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit
dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh
melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor
yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan
patogen masuk ke dalam tubuh.
f. Daya Tahan Hospes (Manusia)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap
agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh
individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan
kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi
tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatan dan
jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia,
keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi, terapi medis,
pemberian obat dan penyakit penyerta.
2. Proses Infeksi
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien
tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan
kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka
akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit.
Perkembangan infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan
yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan
kompleks mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi
mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel
ganas. Pada beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon
spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal tersebut
mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang
mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan
dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan
orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan
respon imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan
pertahanan hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang
rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah
adalah: infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan
pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap kanker tertentu.
Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
a. Periode/ Masa Inkubasi
3
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya
gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari
b. Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise,
demam ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama
masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien
lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
c. Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap
jenis infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit
tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga,
demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
d. Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi
3. Tipe Infeksi
a. Kolonisasi : Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme
menjadi flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa
tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan
penyakit. Infeksi terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi
sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang
sistem pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan
kerusakan jaringan.
b. Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana
mikroorganisme tinggal.
c. Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian
tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan.
d. Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
e. Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari
infeksi sistemik
f. Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat
g. Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode
yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)
B. Cara Penularan Mikroorganisme
1. Tipe Mikroorganisme Penyebab Infeksi
a. Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies
bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat
hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah,
makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya
b. Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus
masuk dalam sel hidup untuk diproduksi.
c. Fungi
Fungi terdiri dari ragi dan jamur
d. Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok
parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda.
2. Cara Penularan Mikroorganisme
Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia
maupun hewan dapat melalui berbagai cara di antaranya :
4
a. Kontak Tubuh
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara
langsung maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung
melalui sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung
dapat melalui benda yang terkontaminasi kuman.
b. Makanan dan Minuman
Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman
yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis
penyakit infeksi cacing, dan lain-lain.
c. Serangga
Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah
penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes
dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang dapat ditularkan
melalui lalat.
d. Udara
Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada
penyebaran penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman
tuberkolosis) atau sejenisnya.
3. Cara penularan infeksi
a. Agen Infeksius
Infeksi terjadi akibat adanya mikroorganisme, termasuk
bakteri,virus,jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit dapat
merupakan flora residen atau transien. Organisme residen
berkembang biak pada lapisan kulit superfisial, namun 10 – 20%
mendiami lapisan epidermal. Organisme transien melekat pada kulit
saat seseorang kontak dengan orang atau objek lain dalam aktifitas
atau kehidupan normal. Kemungkinan bagi mikroorganisme atau
parasit untuk menyebabkan penyakit bergantung pada faktor – faktor
berikut :
- Organisme dalam jumlah yang cukup
- Virulensi atau kemampuan untuk menyebabkan sakit
- Kemampuan untuk masuk dan hidup dalam pejammu
- Pejamu yang rentan
Beberapa agen yang dapat menyebabkan infeksi,yaitu :
1. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh
manusia yang sehat.Keberadaan bakteri disini sangat penting
dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.Tetapi
pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia
tersebut meniliki toleransi yang rendah terhadap
miikrooorganisme.Contohnya Escherechia coli paling banyak
dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi
secara aparodik maupun endemik. Contohnya :anaerobik Gram–
positif,Clostridium yang menyebabkan gangrene
2. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh
berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan
media penularan dari tranfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus dan enterovirus
yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute
faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian
5
jarum suntik, dan trasfusi darah. Rute penularan untuk virus
sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal,
infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus
lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah
cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus,
dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan.
3. Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat dengan
mudah menular ke orang dewasa maupun anak-anak.Banyak
jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat
antibiotika bakteri dan immunosupresan, contohnya infeksi dari
Candida albicans, Aspergiilus spp, Cryptococcus neformans,
Cryptosporidium.
b. Reservoar
Reservoar adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi
dapat atau tidak berkembang biak. Reservoir yang paling umum
adalah tubuh manusia.Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit
dan dalam rongga tubuh, cairan dan keluaran. Untuk berkembang
biak dengan cepat mkroorganismer memerlukan lingkungan yang
sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH dan
cahaya.
- Makanan. Mikroorganisme memerlukan untuk hidup, seperti
Clostridium perfringens, mikroba yang menyebabkan gangren
gas, berkembang pada materi organik lain, seperti E.coli
mengkonsumsi makanan yang tidak dicerna di usus. Organisme
lain mendapat makanan dari karbondioksida dan materi organik
seperti tanah.
- Oksigen. Bakteri aerob memerlukan oksigen untuk bertahan
hidup dan multiplikasi secukupnya untuk menyebabkan
sakit.Contohnya adalah Staphylococcus aureus dan turunan
organisme Streptococccus sedangkan bakteri anaerob
berkembang biak ketika terdapat atau tidak ada tersedia oksigen
bebas. Bakteri ini yang mampu menyebabkan tetanus,gas
gangrene dan botulisme.
- Air. Kebanyakan mikroorganisme membutuhkan air atau
kelembaban untuk bertahan hidup. Dan ada juga beberapa
bakteri yang berubah bentuk, disebut dengan spora, yang
resisten terhadap kekeringan.
- Suhu. Mikroorganisme dapat hidup hanya dalam batasan suhu
terentu. Namun beberapa dapat hidup dalam temperatur yan g
ekstrem yang mungkin fatal bagi manusia. Misalnya virus
AIDS, resisten terhadap air mendidih.
- pH. Keasaman suatu lingkungan menentukan kemampuan hidup
suatu mikroorganisme. Kebanyakan organisme lebih menyukai
lingkungan dalam batasan pH 5-8.
- Cahaya. Mikroorganisme berkembang pesat dalam lingkungan
yang gelap seperti di bawah balutan dan dalam rongga tubuh.
Sinar ultra violet dapat efektif untuh membunuh beberapa
bentuk bakteri.
c. Portal Keluar
Setelah mikroorganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan
berkembang biak, mereka harus menemukan jalan keluar jika
6
mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit.
Mikroorganisme dapat keluar melalui berbagai tempat, seperti kulit
dan membran mukosa, traktus respiratoris, traktus urinarius, traktus
gastrointestinal, traktus reproduktif dan darah.
d. Cara Penularan
Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoar ke
pejamu. Penyakit infeksius tertentu cenderung ditularkan secara
lebih umum melalui cara yang spesifik. Namun, mikroorganisme
yang sama dapat ditularkan melalui satu rute. Meskipun cara utama
penularan mikroorganisme adalah tangan dari pemberi layanan
kesehatan, hampir semua objek dalam lingkungan dapat menjadi alat
penularan patogen. Semua personel rumah sakit yang memberi
asuhan langsung dan memberi pelayanan diagnostik dan pendukung
harus mengikuti praktik untuk meminimalkan penyebaran infeksi
e. Portal Masuk
Organisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute yang sama
dengan yang digunakan untuk keluar. Misalnya,pada saat jarum yang
terkontaminasi mengenai kulit klien, organisme masuk ke dalam
tubuh. Setiap obstruksi aliran urine memungkinkan organisme untuk
berpindah ke uretra. Kesalahan pemakaian balutan steril pada luka
yang terbuka memungkinkan patogen memasuki jaringan yang tidak
terlindungi. Faktor- faktor yang menurunkan daya tahan tubuh
memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh
f. Hospes Rentan
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan dan
bergantung pada derajat ketahanan individu terhadap patogen,
meskipun seseorang secara konstan kontak dengan mikroorganisme
dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu
rentan terhadapjumlah mikroorganisme tersebut. Makin banyak
virulen suatu mikroorganisme makin besar didapati muncul di
lingkungan perawatan akut.
C. Faktor yang mempengaruhi Proses Infeksi
Sumber Penyakit
Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan
cepat atau lambat.
Kuman Penyebab
Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme,
kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya.
Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman
Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi
cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu,
penyinaran (cahaya) dan lain-lain.
Cara Penularan
Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau udara
dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.
Cara Masuknya Kuman
Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya. Kuman
dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit
dan lain-lain.
Daya Tahan Tubuh
7
Daya tahan tubh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya
tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.
Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau
nutrisi, tingkat stress pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak
sehat.
D. Infeksi Nosokomial
Kata nosokomial berasal dari kata dalam bahasa yunani
Nosokomien yang artinya rumah sakit atau tempat perawatan. Kata itu
sendiri berasal dari Norus artinya penyakit, komeion berarti merawat.
Nosokomial diartikan segala sesuatu yang berasal atau berhubungan
dengan rumah sakit atau tempat perawatan.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit atau
dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di
sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan,
pengunjung, maupun sumber lainnya.
Penyebab Infeksi Nosokomial akan menjadi kuman yang berada di
lingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien
sendiri, yaitu kuman Endogen. Dari bahasan ini dapat disimpulkaan bahwa
kejadian Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang secara potensial dapat
dicegah atau sebaliknya dapat juga merupakan infeksi yang tidak dapat
dicegah.
Infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan
kesehatan yang berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan
kesehatan, baik melalui :
1. Pasien
Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi
kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan
alat kesehatan yang lainnya.
2. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung
yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain.
3. Pengunjung
Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam
lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya yang dapat dari dalam rumah
sakit keluar rumah sakit.
4. Sumber Lainnya
Yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi
lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit atau alat yang ada
dirumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan
kepada pasien dan sebaliknya.
E. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau pengahncuran semua
bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan dirumah sakit melalui proses
fisik maupun kimiawi. Strelisisasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan
untuk membunuh kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang
terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merembus,
menggunakan panas tinggi, atau bahan kimia. Sterilisasai adalah tahap
awal yang penting dari proses pengujian mikrobiologi. Ada 5 metode
umum sterilisasi yaitu :
1. Sterilisasi Uap
8
Sterilisasi uap dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air
dalam tekanan sebagai pensterilnya. Bila ada kelembapan (uap air)
bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah
dibandingkan bila tidak ada kelembapan. Mekanisme penghancuran
bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan
koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut :
Prinsip cara kerja autoklaf yaitu untuk mensterilkan berbagai macam
alat & bahan yang menggunakan tekanan 15 psi (2 atm) dan suhu 121° C.
Untuk cara kerja penggunaan autoklaf telah disampaikan di depan. Suhu
dan tekanan tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang
disterilisasi memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel
dibanding dengan udara panas. Biasanya untuk mesterilkan media
digunakan suhu 121° C dan tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama
15 menit. Alasan digunakan suhu 121° C atau 249,8° F adalah karena air
mendidih pada suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi. Untuk
tekanan 0 psi pada ketinggian di permukaan laut (sea level) air mendidih
pada suhu 100° C, sedangkan untuk autoklaf yang diletakkan di
ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan memdididh
pada suhu 121° C. Ingat kejadian ini hanya berlaku untuk sea level, jika
dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan
tekanan perlu disetting ulang. Misalnya autoklaf diletakkan pada
ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya
tercapai suhu 121° C untuk mendidihkan air. Semua bentuk kehidupan
akan mati jika dididihkan pada suhu 121° C dan tekanan 15 psi selama
15 menit.
Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoklaf lama
kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara
yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara dalam autoklaf diganti
dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam
autoklaf naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka
proses sterilisasi dimulai dantimer mulai menghitung waktu mundur.
Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan
dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi. Autoklaf tidak boleh
dibuka sebelum tekanan mencapai 0 psi.
Untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna dapat
digunakan mikroba pengguji yang bersifat termofilik dan memiliki
endospora yaitu Bacillus stearothermophillus, lazimnya mikroba ini
tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip ini
dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisai lalu
ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening maka menunjukkan
autoklaf telah bekerja dengan baik.
2. Sterilisasi Panas Kering
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan menggunakan
oven pensteril karena panas kering kurang efektif untuk membunuh
mikroba dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini
memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih
panjang. Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature
160-1700C dengan waktu 1-2 jam.
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa-
senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas,
karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap
air.Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai
9
jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air.Metode ini
juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.
Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak
dapat digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan
(contoh:alat ukur) dan penutup karet atau plastik.
3. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi cairan
yang mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile).
Cairan yang disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan (ditekan dengan
gaya sentrifugasi atau pompa vakum) yang berpori dengan diameter yang
cukup kecil untuk menyaring bakteri. Virus tidak akan tersaring dengan
metode ini.
4. Sterilisasi gas
Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk
membunuh mikroorganisme dan sporanya. Meskipun gas dengan cepat
berpenetrasi ke dalam pori dan serbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena
permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh. Sterilisasi
gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan
panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.
5. Sterilisasi dengan radiasi
Radiasi sinar gama atau partikel elektron dapat digunakan untuk
mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan segar.
Untuk jaringan yang dikeringkan secara liofilisasi, sterilisasi radiasi
dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah
struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk
membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterilisasi jaringan
beku dilakukan pada suhu -40o Celsius. Teknologi ini sangat aman untuk
diaplikasikan pada jaringan biologi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sterilisasi, di antaranya:
a. Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih dan masih
berfungsi.
b. Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi label
yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah, tanggal
pelaksanaan steril.
c. Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.
d. Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu
mensteril selesai.
e. Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang
steril.
f. Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya,
bila terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.
6. Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme
patogen pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada
endospora bakteri. Desinfeksi juga dikatakan suatu tindakan yang
dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan apatogen tetapi tidak
dengan membunuh spora yang terdapat pada alat perawatan ataupun
kedokteran. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan
desinfektan melalui cara mencuci, mengoles, merendam dan menjemur
dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat
dalam keadaan siap pakai.
10
Kemampuan desinfeksi ditentukan oleh waktu sebelum pembersihan
objek, kandungan rat organik, tipe dan tingkat kontaminasi mikroba,
konsentrasi dan waktu pemaparan, kealamian objek, suhu, dan derajat
keasaman (pH).
Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat
digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat
yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada
jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati.
Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya
tergantung dari toksisitasnya.
Desinfektan akan membantu mencegah infeksi terhadap pasien yang
berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang ada di RS dan juga
membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh penyakit pasien.
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
a. Kriteria desinfeksi yang ideal:
- Bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme
pada suhu kamar
- Aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH,
temperatur dan kelembaban
- Tidak toksik pada hewan dan manusia
- Tidak bersifat korosif
- Tidak berwarna dan meninggalkan noda
- Tidak berbau/ baunya disenangi
- Bersifat biodegradable/ mudah diurai
- Larutan stabil
- Mudah digunakan dan ekonomis
- Aktivitas berspektrum luas
b. Tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi adalah:
- Mencegah terjadinya infeksi
- Mencegah makanan menjadi rusak
- Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry
- Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam
melakukan biakan murni.
c. Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
- Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.
- Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
- Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
- Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.
- Struktur fisik benda.
- Suhu dan PH dari proses desinfeksi
d. Terdapat 3 tingkat desinfeksi:
- Desinfeksi tingkat tinggi : Membunuh semua organisme dengan
perkecualian spora bakteri.
- Desinfeksi tingkat sedang : Membunuh bakteri kebanyakan
jamur kecuali spora bakteri.
- Desinfeksi tingkat rendah : Membunuh kebanyakan bakteri
beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh
mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora
bakteri.
11
F. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan lengkap yang
yang di berikan kepada klien untuk melindungi petugas kesehatan itu sendiri.
1. Prinsip Pencegahan infeksi
a. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
kulit atau jaringan tubuh lainnya.
b. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan
menyebabkan infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda
hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat digunakan
dengan aman.
c. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara
aman benda-benda (peralatan medis, sarung tangan, meja
pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Cara
memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap
benda - benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau
cairan tubuh
d. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati.
e. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali
beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus,
mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia.
f. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu,
kotoran, darah, dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati
dan membuang sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi
resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda
tersebut (proses ini terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen
dan air, pembilasan dengan air bersih dan pengeringan secara
seksama).
g. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit), termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau
instrument.
2. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :
a. Pencucian tangan.
b. Penggunaan sarung tangan.
c. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.
12
d. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas,
desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi).
e. Pembuangan sampah.
3. Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:
a. Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dengan pasien
b. Jenis dan jumlah prosedur invasive
c. Terapi yang diterima
4. Lamanya perawatan Penyebab infeksi nosokomial meliputi:
a. Traktus urinarius:
a) Pemasangan kateter urine
b) Sistem drainase terbuka
c) Kateter dan selang tdk tersambung
d) Obstruksi pada drainase urine
e) Tehnik mencuci tangan tidak tepat
b. Traktus respiratorius:
a) Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
b) Tidak tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
c) Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
d) Tehnik mencuci tangan tidak tepat
c. Luka bedah/traumatik:
a) Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
b) Tehnik mencuci tangan tidak tepat
c) Tidak memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
d) Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
d. Aliran darah :
a) Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
b) Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
c) Perawatan area insersi yg kurang tepat
d) Jarum kateter yg terkontaminasi
e) Tehnik mencuci tangan tidak tepat
5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
a. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif
(contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik
maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan
(pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
c. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya
bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan.
G. Masalah pada pengendalian infeksi
1. Masalah pada penyebaran infeksi nosokomial yaitu :
a) Rumah sakit merupakan tempat dari segala macam jenis penyakit
b) Rumah sakit merupakan gudang kuman-kuman patogen.
c) Kuman yang biasa di rumah sakit umumnya kebal terhadap
antibiotika, bahkan terhadap banyak antibiotika.
Di rumah sakit banyak dilakukan tindakan yang mengandung
risiko terjadinya infeksi nosokomial, seperti : operasi, tindakan
13
invasif, berupa kateterisasi IV, kateterisasi saluran kemih, atau
endoskopi; dan pemeriksaan bahan-bahan infeksius. Justru dalam
situasi lingkungan seperti inilah orang sakit yang rata-rata daya tahan
tubuhnya menurun harus dirawat agar ia sembuh dari penyakitnya.
2. Masalah penyebaran infeksi karena tidak mencuci tangan dalam
tindakan aseptic
Menurut Asosiasi Kedokteran Microbiologist tahun 1995
perawat di lingkungan klinis diindikasikan untuk mencuci tangan
sebelum melakukan tindakan misalnya saat memulai tindakan
perawatan seperti pemasangan infus, pemberian obat pasien, kontak
langsung dengan pasien saat melakukan pemeriksaan hingga sampai
saat perawat hendak pulang, dan perawat juga wajib mencuci tangan
sesudah melakukan tindakan perawatan karena kemungkinan besar
akan terjadi pencemaran atau bahkan penularan seperti setelah
memegang alat-alat medis pasien, setelah membuka sarung tangan,
setelah memandikan pasien bed rest total, dll.
Pernyataan itu di dukung oleh teori standar precaution yang
menyatakan “mencuci tangan setelah tersentuh darah, cairan tubuh,
sekresi dan eksresi, dan segala sesuatu yang telah terkontaminasi.
Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan dan kontak
dengan pasien. Jauhi penyebaran infeksi mikroorganisme kepada
pasien dan lingkungan”.
H. Proses keperawatan terhadap pencegahan infeksi
1. Pengkajian keperawatan
Merupakan tindakan mengkaji ada atau tidaknya faktor yang
mempengaruhi atau menyebabkan infeksi, seperti penurunan daya tahan
tubuh, status nutrisi, usia, stress, dan lain-lain.pengkajian selanjutnya
adalah memeriksa ada atau tidaknya tanda klinik infeksi (seperti
pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri pada daerah lokalisasi infeksi)
dan tanda sistemik (seperti demam, malaise, anoreksia, sakit kepala,
muntah, atau diare).
2. Diagnosis keperawatan
Hal yang perlu diperhatikan adalah risiko terjadinya infeksi yang
berhubungan dengan proses penyebaran teman.
3. Perencanaan keperawatan
Tujuan : Mencegah terjadi infeksi atau penyebaran kuman
Rencana tindakan : Melakukan tindakan untuk menghambat
penyebaran kuman, seperti mencuci tanagan, memakai masker, memakai
sarung tangan, sterilisasi, dan desinfeksi.
4. Pelaksanaan (tindakan) keperawatan
Cara mencuci tangan
Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang
dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan yang
bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah
terjadinya infeksi silaang melalui tangan, dan mempersiapkan bedah
atau tindakan pembedahan
1. Teknik mencuci biasa
Alat dan bahan:
- Air bersih
- Handuk
- Sabun
14
- Sikat lunak
Prosedur kerja :
- Lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan,
seperti cincin atau jam tangan
- Basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air,
kemudian sabuni dan sikat bila perlu
- Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan
dengan handuk atau lap kering
2. Teknik mencuci dengan disinfektan
Alat dan bahan :
- Air bersih
- Larutan disinfektan lisol / savlon
- Handuk / lap kering
Prosedur kerja
- lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan,
seperti cincin atau jam tangan
- basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air,
kemudian gosokan larutan disinfektan dan sikat bila perlu
- bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan
handuk atau lap kering
3. Teknik mencuci steril
Alat dan bahan :
- air mengalir
- sikat steril dalam tempat
- alcohol 70 %
- sabun
Prosedur kerja
- lepaskan segala benda yang melekat pada daerah tangan,
seperti cincin atau jam tangan
- basahi jari tangan, lengan, hingga siku dengan air,
kemudian tuang sabun (2-5 ml) ke tangan dan gosokan
tangan serta lengan sampai 5cm di atas siku, kenudian sikat
ujung jari, tangan, lengan, dan kuku sebanyak kurang lebih
15 kali gosokan, sedangkan telapak tangan 10 kali
gosongkan bingga siku.
- Bilas dengan air bersih yang mengalir
- Setelah selesai tangan tetap di arahkan ke atas
- Gunakan sarung tangan steril
Cara menggunakan sarung tangan
Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan
keperawatan dengan tujuan mencegah terjadinya penularan kuman
dan mengurangi risiko tertularnya penyakit.
Alat dan bahan:
- Sarung tangan
- Bedak/ talk
Prosedur kerja
- Cuci tangan secara menyeluruh
- Bila sarung tangan belum dibedaki, ambil sebungkus bedak, dan
tuangkan sedikit.
- Pegang tepi sarung tangan dan masukan jari- jari tangan,
pastikan ibu jari dan jari- jari lain tepat pada posisinya.
- Ulangi pada tangan kiri
15
- Setelah terpasang, cukupkan kedua tangan.
Cara menggunakan masker
Tindakan pengamanan dengan menutup hidung dan mulut
menggunakan masker bertujuan mencegah atau mengurangi
transmisi droplet mikroorganisme saat merawat pasien.
Alat dan bahan:
- Masker
Prosedur kerja:
- Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker
- Pegang kedua tali masker.
- Ikatan pertama, bagian atas berada pada kepala, sedangkan
ikatan kedua berada pada bagian belakang leher.
Cara desinfeksi
1. Cara desinfeksi dengan Mencuci
Prosedur kerja
- Cucilah tangan dengan sabun kemudian bersihkan,
kemudian siram atau membasahi dengan alcohol 70%.
- Cucilah luka dengan H202, betadine, atau larutan lainnya.
- Cuculah kulit atau jaringan tubuh yang akan dioperasi
dengan yodium tinktur 3%, kemudian dengan alcohol.
- Cucilah vulva dengan larutan sublimat atau larutan
sejenisnya.
2. Cara desinfeksi dengan mengoleskan
Prosedur kerja: Oleskan luka dengan merkurokrom atau bekas
luka jahitan menggunakan alcohol menggunakan alcohol atau
betadine.
3. Cara desinfeksi dengan merendam
Prosedur kerja:
- Rendamlah tangan dengan larutan lisol 0,5%
- Rendamlah peralatan dengan larutan lisol 3-5% selama 2
jam.
- Rendamlah alat tenun dengan lisol 3-5% kurang lebih 24
jam
4. Cara desinfeksi dengan menjemur
Prosedur kerja : Jemurlah kasur, tempat tidur, urinal, pispot, dan
lain- lain; masing- masing permukaan selama 2 jam.
Cara membuat larutan desinfeksi
1. Sabun
Alat bahan :
- Sabun padat/ cream/ cair
- Gelas ukuran
- Timbangan
- Sendok makan
- Alat pengocok
- Air panas/ hangat dalam tempatnya
- Baskom
Prosedur kerja
- Masukkan 4 gram sabun padat/ cream kedalam 1 liter air
panas/ hangat kemudian diaduk sampe larut
- Masukkan 3 cc sabun cair kedalam 1 liter air panas/ hangat,
kemudian diaduk sampe larut
16
- Larutan ini dapat digunakan untuk mencuci tangan atau
peralatan medis
2. Lisol dan Kreolin
Alat/Bahan:
- Larutan lisol/ kreolin
- Gelas ukuran
- Baskom berisi air
Prosedur kerja
- Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 0,5% sebanyak 5 cc
ke dalam air 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk
mencuci tangan.
- Masukkan larutan Larutan lisol/ kreolin 2% sebanyak 20 cc
atau larutan Larutan lisol/ kreolin sebanyak 3% sebanyak 3
cc ke dalam 1 liter air. Larutan ini dapat digunakan untuk
merendam peralatan medis.
3. Savlon
Alat/Bahan:
- Savlon
- Gelas ukuran
- Baskom berisi air secukupnya
Prosedur kerja
- Masukkan larutan savlon 0,5% sebanyak 5 cc ke dalam 1
liter air.
- Masukkan larutan savlon 1% sebanyak 10 cc ke dalam 1
liter air.
Cara sterilisasi
Beberapa alat yang perlu disterilisasi:
- Peralatan logam (pinset, gunting, speculum, dan lain- lain)
- Peralatan kaca (semprit, tabung kimia, dan lain- lain )
- Peralatan karet (kateter, sarung tangan, pipa lambung, drain dan
lain- lain)
- Peralatan ebonite (kanule rectum, kanule trakea, dan lain- lain)
- Peralatan email (bengkok, baskom, dan lain- lain)
- Peralatan porselin (mangkok, cangkir, piring, dan lain- lain)
- Peralatan plastic (selang infuse, dan lain- lain)
- Peralatan tenunan (kain kasa, tampon, doek baju, sprei, dan lain-
lain)
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah risiko infeksi ()penyebaran kuman) secara
umum dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya tanda infeksi
nosokomial seperti penyebaran kuman ke pasien atau orang lain
Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan untuk
mengendalikan terjadinya infeksi nosokomial yaitu :
a. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap
kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan
b. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan
isolasi
c. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah atau tanda dan
gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan
d. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari
penyakit menular
17
e. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari
pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang
digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan
f. Mempertahankan keamanan peralatan, obat-obatan dan
perlengkapan perawatan di ruangan dari penularan infeksi
nosokomial.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses keperawatan terhadap infeksi yaitu pengkajian keperawatan,
diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaaan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. Dalam pelaksanaan keperawatan
terhadap infeksi seperti dengan mencuci tangan, menggunakan sarung tangan,
menggunakan masker, dan desinfeksi.
B. Saran
Setelah seorang perawat mendapatkan ilmu mengenai pengendalian
infeksi ini, Sebaiknya sebagai seorang perawat dapat mengetahui bagaimana
cara mencegah infeksi agar tidak terjadi penularan, dan perawat diharapkan
juga dapat menanggulangi penyakit infeksi tersebut dengan intensif.
19
DAFTAR PUSTAKA
Azis, alimul H.2006.”Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia”.Jakarta:Salemba Medika
Ester, Monica.2005. “Pedoman Perawatan Pasien “.Jakarta:EGC
Linda Tietjen, dkk. 2004. “Panduan Pencegahan Infeksi”. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
20