Bab 3
Pemodelan Matematika dan Metode
Numerik
3.1 Model Keadaan Tunak
Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu,
distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari jarak dapat dihitung
dengan menggunakan hukum kekekalan energi yang menyatakan laju perubahan
energi suatu sistem sama dengan jumlah panas dikurangi jumlah kerja pada sistem
tersebut, dengan mengasumsikan proses perpindahan panas yang terjadi bersifat tu-
nak dan tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem, sehingga diperoleh persamaan
sebagai berikut :
q =dEdt
. (3.1)
Perhitungan laju perubahan energi dalam kasus ini dijelaskan dengan menggu-
nakan konsep fluks. Akan diperhatikan proses aliran energi dalam suatu segmen x
sampai dengan x + ∆x pada kontrol volum (Gambar 3.1), untuk mendapatkan laju
29
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 30
perubahan energi dengan konsep fluks. Misalkan energi yang masuk melalui titik
x adalah f (x) sedangkan energi yang masuk melalui titik x + ∆x adalah f (x + ∆x).
Jika f bernilai positif, maka energi mengalir masuk ke dalam segmen melalui sebe-
lah kiri titik ujung x, sedangkan penulisan tanda minus untuk f (x +∆x) dibutuhkan
karena f (x + ∆x) > 0 menunjukkan energi mengalir ke sebelah kanan titik ujung
x +∆x. Sehingga laju perubahan energi adalah :
f (x)− f (x +∆x) . (3.2)
Berdasarkan aproksimasi Taylor, Persamaan (3.2) merupakan turunan pertama f (x),
yaitu :
− ∂ f∂x
∆x . (3.3)
Dengan mengabaikan energi potensial dan kinetik, dan mengasumsikan tidak ada
efek nuklir, listrik, dan magnetik, maka dengan menguraikan energi yang terjadi
pada sistem yaitu hanya energi panas (MCvT ) dan energi yang menyebabkan ke-
hilangan tekanan (M pρ ) , dengan M sebagai mass flow, yaitu aliran massa yang
melewati luas penampang A, M = ρvA, maka f adalah :
M(CvT +pρ
) . (3.4)
Gambar 3.1: Segmen x sampai dengan x +∆x pada Kontrol Volum.
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 31
Dengan mensubstitusikan f yang berbentuk Persamaan (3.4) ke dalam Persamaan
(3.3) dan menotasikan V sebagai volume sehingga V = 1/ρ, maka laju perubahan
energi menjadi,
−Md(CvT + pV)
dxdx . (3.5)
Dengan mengasumsikan gas yang dialirkan bersifat ideal, sehingga pV = RT
dan Cp = Cv + R, maka Persamaan (3.5) menjadi,
−MCpdT . (3.6)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (3.6) ke dalam Persamaan (3.1), maka dipero-
leh,
q = −MCpdT . (3.7)
Mengenai panas (q) yang terjadi di sistem, dengan sistem pada kasus ini adalah
sebuah pipa (Gambar 3.2), akan dibahas sebagai berikut. Terjadi aliran gas sepan-
jang pipa dari ujung pipa di kiri x sampai dengan ujung pipa di kanan x+∆x, dengan
temperatur gas (T ) yang lebih besar dibandingkan dengan temperatur lingkungan
(Tamb). Hal ini yang mengakibatkan terjadinya perpindahan panas sepanjang dx
dari gas ke lingkungan sekitarnya secara konveksi, sehingga temperatur gas terus
berkurang sampai mendekati temperatur sekitarnya. Konveksi adalah perpindahan
panas yang terjadi antara permukaan dan media bergerak (fluida) yang mempu-
nyai temperatur berbeda melalui proses difusi ataupun dengan cara mengalirnya
fluida tersebut dari molekul dengan temperatur yang lebih tinggi ke molekul de-
ngan temperatur yang lebih rendah. Dengan demikian, panas yang terjadi akibat
proses konveksi menurut Newton’s law of cooling, dapat dituliskan ke dalam ben-
tuk persamaan seperti,
q = kL(T −Tamb)dx , (3.8)
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 32
dengan kL adalah koefisien perpindahan panas secara konveksi yang bergantung
pada kondisi batas yang dipengaruhi oleh geometri permukaannya dan gerakan
fluida.
Gambar 3.2: Perpindahan Panas secara Konveksi di dalam Pipa.
Dengan mensubstitusikan Persamaan (3.8) ke dalam Persamaan (3.7), maka
diperoleh persamaan,
MCpdT = −kL(T −Tamb)dx . (3.9)
Dengan membentuk Persamaan (3.9) seperti berikut,
dT(T −Tamb)
=−kL
MCpdx .
akan diperoleh persamaan untuk menghitung distribusi temperatur gas sepanjang
pipa sebagai fungsi dari jarak, yaitu dengan cara mengintegralkan kedua suku per-
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 33
samaan tersebut. Langkah - langkahnya adalah sebagai berikut :
T (x)∫
T (0)
dT(T −Tamb)
=−kL
MCp
x∫
0
dx .
Hasil pengintegralannya adalah sebagai berikut,
ln(T −Tamb)|T (x)T (0) =
−kL
MCpx|x0 .
Dengan mensubstitusi batas integralnya akan menghasilkan persamaan,
ln((T (x)−Tamb)(T (0)−Tamb)
)=−kL
MCpx .
Dengan memberikan eksponen di kedua ruas persamaan di atas, maka akan dipero-
leh persamaan untuk menghitung distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai
fungsi dari jarak, yaitu:
T (x) = Tamb + (T (0)−Tamb)exp−αx , (3.10)
dengan α = kL/MCp
Sedangkan untuk mendapatkan persamaan yang dapat menghitung distri-
busi tekanan sepanjang pipa sebagai fungsi dari jarak, dapat diperoleh dengan cara
berikut :
• Dari persamaan untuk mendapatkan mass flow, bisa diperoleh v = M/ρA, per-
samaan ini akan di substitusikan ke dalam persamaan penurunan tekanan aki-
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 34
bat gaya gesek, Persamaan (2.37) (dpdx =
−2 f ′gρv2
D ), sehingga akan diperoleh,
dpdx
=−2 f ′g M2
ρA2D. (3.11)
• Persamaan mencari rapat massa, Persamaan (2.15) (ρg =pMgZRT ), akan disubs-
titusikan ke dalam Persamaan (3.11), sehingga diperoleh,
dpdx
=−2 f ′g M2ZRT
pMgA2D. (3.12)
• Dengan menggunakan turunan parsial, dp2
dx yang dapat dituliskan menjadi
bentuk 2pdpdx , sehingga dengan mensubstitusi Persamaan (3.12) ke dalam ben-
tuk turunan parsial tersebut, akan diperoleh,
dp2
dx=−4 f ′g M2ZRT
MgA2D. (3.13)
• Dengan mensubstitusi persamaan untuk menghitung distribusi temperatur gas
sepanjang pipa sebagai fungsi dari jarak, Persamaan(3.10) ke dalam Per-
samaan (3.13), maka akan diperoleh,
dp2 =−4 f ′g M2ZR(Tambdx + (T (0)−Tamb)exp−αx dx)
MgA2D. (3.14)
• Dengan mengintegralkan Persamaan (3.14), suku kiri terhadap p2 dengan
batas p dari p(0) sampai dengan p(x) dan suku kiri terhadap x dengan batas
x dari 0 sampai dengan x, maka akan diperoleh,
p2|p(x)p(0) =
−ZRA2Mg
[4 f ′
D
(Tambx|x0− (
T (0)−Tamb
α)[(exp−αx)
]x
0
)M2
]. (3.15)
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 35
• Dengan memasukkan nilai batas integralnya, maka akan diperoleh persamaan
akhir untuk menghitung distribusi tekanan yang hanya bergantung pada jarak
saja, yaitu :
p(x) =
√p(0)2−KM2 , (3.16)
dengan
K =ZR
A2Mg
[4 f ′
D
(Tambx + (
T (0)−Tamb
α)(1− exp−αx)
)].
3.2 Model Keadaan Transien
Berbeda dengan keadaan tunak, keadaan transien merupakan keadaan yang
bergantung pada jarak dan waktu. Pada Persamaan energi (2.48), akan dijabarkan
panas per unit massa per unit satuan luas (qρA) yang terjadi pada sistem dengan
kondisi transien. Dengan mengasumsikan perpindahan panas yang terjadi hanya
proses konduksi yang melewati dinding pipa dan konveksi yang terjadi antara par-
tikel fluida di dalam pipa, yang dapat mengakibatkan perpindahan panas dari gas
ke lingkungan sekitar (Gambar 3.3).
Dengan menggunakan konsep fluks pada proses konduksi dan asumsi seperti
yang telah disebutkan di atas, maka didapatkan persamaan,
qρAdx = qkonduksi|x−qkonduksi|x+dx−qkonveksi . (3.17)
Konduksi adalah perpindahan panas melalui media diam yang diakibatkan oleh
aktivitas partikel dan energi yang berpindah dari partikel dengan temperatur yang
lebih tinggi ke partikel dengan temperatur yang lebih rendah. Dengan demikian,
panas yang terjadi akibat proses konduksi menurut Fourier’s law of cooling, dapat
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 36
Gambar 3.3: Perpindahan Panas Konveksi dan Konduksi di dalam Pipa.
dituliskan ke dalam bentuk persamaan,
q = −λ∂T∂x
, (3.18)
dengan λ adalah konduktivitas bahan yang dilalui panas. Lalu, Persamaan (3.18)
dan (3.8) akan disubstitusikan ke dalam Persaman (3.17), sehingga menjadi,
qρAdx = −λ∂T∂x
+
(λ∂T∂x
+∂
∂x(λ∂T∂x
))− kL(T −Tamb)dx ,
dengan ∂∂x (λ∂T
∂x ) sebagai perubahan panas akibat konduksi sepanjang dx. Dengan
menyederhanakan persamaan tersebut, akan diperoleh persamaan akhir yaitu :
qρAdx =∂
∂x(λ∂T∂x
)− kL(T −Tamb)dx . (3.19)
Dengan mengkombinasikan antara Persamaan (2.48) dan (3.19), akan diperoleh
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 37
persamaan,
∂
∂x(ρvACvTdx)
︸ ︷︷ ︸1
+∂
∂x(ρvApρ
dx )︸ ︷︷ ︸
2
− ∂
∂x
(λA
∂T∂x
dx)
︸ ︷︷ ︸3
+ kL (T −Tamb ) dx︸ ︷︷ ︸4
+∂
∂t(ρACvTdx)
︸ ︷︷ ︸5
= 0 .(3.20)
Akan diintegralkan tiap suku Persamaan (3.20) terhadap x, dengan x dari x = 0
sampai x = L. Lalu dengan memasukkan data yang dibutuhkan pada hasil pengin-
tegralan, akan dilakukan analisis dimensi untuk mendapatkan model yang lebih
sederhana. Data masukan yang dibutuhkan adalah,
Besaran Keterangan Nilai Satuanγg Specific Gravity gas 0,6538 −P0 Tekanan di inlet 1146,17 psiaT0 Temperatur di inlet 306,48 0KTL Temperatur di outlet 285,7 0KTamb Temperatur lingkungan 284,7 0KR Konstanta gas universal 518,8 J/kg 0KCv Specific Heat 1,759x103 J/kg0KCp Specific Heat 2,278x103 J/kg0KkL Koef. perpindahan panas konveksi 25 W/m0KL Panjang pipa 369000 mD Diameter pipa 0,67945 mε Koef. kekasaran pipa 0,00001968 −λ Konduktivitas bahan 3,4x10−2 W/m0KQ Laju alir 8508791,67 m3/h
Tabel 3.1: Data Masukan.
Dari data masukan di atas, dapat dicari rapat massa, faktor deviasi, kecepatan
suara, dan faktor gesekan dengan korelasi pada bab 2, yaitu :
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 38
Besaran Keterangan Nilai Satuanρ Rapat massa 69,51853 kg/m3
Z Faktor deviasi 0,8445 −c Kecepatan suara 337,188 m/sfg Faktor gesekan 0,008 −
Tabel 3.2: Hasil Perhitungan ρ,Z, c dan fg.
Proses pengintegralan Persamaan (3.20) dan proses memberikan data yang
ada di Tabel 3.1 dan 3.2 pada hasil pengintegralan adalah sebagai berikut :
1.
L∫
0
∂
∂x(ρvACvT )dx ≈ ρQCv(T |x=L−T |x=0)
≈ 69,5× 8508791,673600
×1,759x103×−20,78
≈ −6x109 .
2.
L∫
0
∂
∂x
(ρvApρ
)dx ≈ ρQZR(T |x=L−T |x=0)
≈ 69,5× 8508791,673600
×0,8445×518,8×−20,78
≈ −1,5x109 .
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 39
3.
L∫
0
∂
∂x
(−λA
∂T∂x
)dx ≈ −λA(
∆T |x=L−∆T |x=0
∆x)
≈ −3,4x10−2× π4
0,679452× (0,56−23,93)
≈ 4,36x10−5 ,
Dengan ∆T |x=0 dan ∆T |x=L diperoleh dari selisih nilai temperatur pada keadaan
tunak di titik x = 0 dan x = L.
4.
L∫
0
kL (T −Tamb)dx ≈ kLL (T −Tamb)
≈ 25×369000× (306,48−284,7)
≈ 2x108 .
5.
L∫
0
∂
∂t(ρACvT )dx ≈ ρACvL
∆T∆t
≈ 69,5× π4
0,679452×1759×369000× 53600
≈ 2,2x107 ,
Dengan memisalkan penambahan temperatur yang terjadi adalah 5 0K dalam
waktu 1 jam.
Dengan melihat hasil pengintegralan di atas, akan dilakukan analisis di-
mensi, yaitu dengan mengabaikan suku yang nilainya sangat kecil dibandingkan
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 40
dengan nilai yang lainnya, dalam arti nilai tersebut sangat kecil pengaruhnya. De-
ngan demikian, suku ke empat akan diabaikan, karena nilainya terlalu kecil diban-
dingkan dengan nilai suku lainnya, sehingga akan didapatkan penyederhanaan dari
Persamaan energi (3.20) menjadi,
∂
∂t[ρAdx (CvT )
]+∂
∂x
[ρvAdx
(CvT +
pρ
)]= −kL (T −Tamb)dx . (3.21)
Dengan mensubstitusikan p = c2ρ dan m(x, t) = ρ(x, t)v(x, t) ke dalam Persamaan
(3.21), maka model aliran transien dengan pipa horizontal dapat direpresentasikan
oleh persamaaan berikut :
∂ρ∂t +
∂(m)∂x = 0 ,
∂m∂t +
∂(
m2ρ +c2ρ
)
∂x =− fgm|m|
2Dρ ,
∂∂t
[ρACvT
]+ ∂∂x
[mA
(CvT + c2
)]= −kL (T −Tamb) .
(3.22)
3.3 Metode Numerik
Pada subbab ini akan dibahas skema numerik yang akan digunakan pada
Persamaan (3.22) untuk mengetahui distribusi aliran yang bersifat transien sepan-
jang pipa. Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu mengenai analisis dimensi,
syarat awal dan syarat batas.
3.3.1 Analisis Dimensi
Analisis dimensi yang dilakukan disini adalah mengubah besaran menjadi
besaran tidak berdimensi dengan tujuan menyederhanakan model yang akan dise-
lesaikan secara numerik. Akan dilakukan analisis dimensi pada Persamaan (3.22),
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 41
dengan memilih beberapa besaran sebagai acuan. Untuk besaran panjang, dipilih
panjang pipa (L) sebagai acuan, lalu untuk rapat massa dipilih rapat massa di in-
let (ρ0) sebagai acuan, sedangkan untuk temperatur dipilih temperatur lingkungan
(Tamb) sebagai acuan dan untuk kecepatan dipilih kecepatan suara (c) sebagai acuan.
Selain itu, ada besaran yang dibuat tak berdimensi terhadap besaran acuan yang
telah ditentukan di atas, seperti fluks massa, besaran ini akan dibuat tak berdimensi
terhadap fluks massa di inlet (m0) dengan m0 = ρ0c. Selain itu, besaran waktu,
besaran ini akan dibuat tak berdimensi terhadap t0 dengan t0 = L/c. Apabila ruas
kanan t0 = L/c dikalikan dengan ρ0ρ0
, maka t0 =Lρ0m0
. Secara umum, analisis dimensi
dapat diringkas sebagai berikut :
x̃ =xL, ρ̃ =
ρ
ρ0, T̃ =
TTamb
, m̃ =mm0
, t̃ =tt0.
Dengan mensubstitusi besaran yang telah dibuat tak berdimensi pada Persamaan
(3.22) yang pertama, diperoleh
∂ρ̃
∂̃t+∂m̃∂x̃
= 0 . (3.23)
Sedangkan dengan mensubstitusikan besaran yang telah dibuat tak berdimensi un-
tuk Persamaan (3.22) yang kedua, diperoleh
∂m̃∂̃t
+∂(
m̃2
ρ̃+ ρ̃
)
∂x̃=−L fgm̃ |m̃|
2Dρ̃. (3.24)
Dan yang terakhir, akan disubstitusikan besaran yang telah dibuat tak berdimensi
untuk Persamaan (3.22) yang ketiga, dengan sebelumnya membuat persamaan terse-
but menjadi lebih sederhana, yaitu dengan membagi persamaan tersebut dengan
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 42
ACv, sehingga menjadi,
∂
∂t[ρT
]+∂
∂x
[m
(T +
c2
Cv
)]=−kL
ACv(T −Tamb) .
Akan dibuat pemisalan, yaitu λ1 = c2
Cvdan λ2 =
kLACv
. Dengan mensubstitusikan λ1,
λ2, dan besaran yang telah dibuat tak berdimensi, maka akan diperoleh
∂ρ̃T̃∂̃t
+∂m̃
(T̃ +
λ1Tamb
)
∂x̃= −λ2t0
ρ0
(T̃ −1
). (3.25)
Persamaan (3.23), (3.24) dan (3.25) memuat semua variabel yang sudah tidak berdi-
mensi lagi. Ketiga persamaan tersebut yang akan digunakan dalam skema numerik.
Namun, untuk kemudahan notasi, tanda .̃ akan dihilangkan, sehingga penulisannya
menjadi,
∂ρ∂t + ∂m
∂x = 0 ,
∂m∂t +
∂(
m2ρ +ρ
)
∂x =−L fgm|m|
2Dρ ,
∂ρT∂t +
∂m(T+
λ1Tamb
)
∂x = −λ2t0ρ0
(T −1) .
(3.26)
3.3.2 Syarat Awal
Dalam melakukan proses numerik, dibutuhkan syarat awal. Pada kasus ini,
proses aliran bersifat tunak pada kondisi awalnya. Oleh karena itu, keadaan tunak
digunakan sebagai syarat awal. Proses aliran bersifat tunak dalam arti sifat flui-
danya tidak mengalami perubahan terhadap waktu. Apabila direpresentasikan ke
dalam bentuk persamaan, maka menjadi
∂ρ
∂t= 0,
∂m∂t
= 0,∂(ρT )∂t
= 0 . (3.27)
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 43
Akan disubstitusikan Persamaan (3.27) ke dalam Persamaan (3.26), yaitu menjadi
∂m∂x = 0 ,
∂(
m2ρ +ρ
)
∂x =−L fgm|m|
2Dρ ,
∂m(T+
λ1Tamb
)
∂x = −λ2t0ρ0
(T −1) .
(3.28)
Dari Persamaan (3.28) yang pertama, ∂m∂x = 0 memberi arti bahwa fluks
massa bernilai konstan sepanjang pipa, karena yang diketahui adalah nilai fluks
massa di inlet yaitu m0, maka untuk keadaan tunak nilai fluks massa sepanjang pipa
konstan sebesar nilai fluks massa di inlet yaitu m0. Dengan hubungan antara fluks
massa dan laju alir, akan diperoleh distribusi laju alir sepanjang pipa untuk keadaan
tunak. Distribusi laju alir untuk keadaan tunak bersifat konstan sepanjang pipa,
sama seperti nilai fluks massa untuk keadaan tunak.
Sedangkan untuk Persamaan (3.28) kedua,∂(
m2ρ +ρ
)
∂x =−L fgm|m|
2Dρ dengan meng-
ganti m dengan m0 diperoleh
−m02 lnρ+
12ρ2 =
−L fgm02x
2D+C . (3.29)
Dengan mensubstitusi ρ0 = 1, maka akan diperoleh C = 1/2, sehingga apabila di-
substitusikan ke dalam Persamaan(3.29) diperoleh persamaan akhir, yaitu :
f (ρ) =2D lnρ
L fg− D
L fgm02
(ρ2−1
)− x = 0 . (3.30)
Masalah di atas sama dengan mencari akar fungsi terhadap ρ. Dalam tugas akhir
ini, digunakan metode Newton Raphson untuk mencari akar fungsi terhadap ρ, de-
ngan x yang merupakan panjang pipa akan dibagi menjadi beberapa segmen, misal-
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 44
kan J segmen, dengan tiap segmen mempunyai panjang ∆x. Dengan proses terse-
but dan hubungan antara rapat massa dan tekanan yang direpresentasikan melalui
persamaan keadaan, maka akan diperoleh distribusi tekanan sepanjang pipa un-
tuk keadaan tunak (Gambar 3.4). Distribusi tekanan untuk keadaan tunak bersifat
menurun sepanjang pipa.
Gambar 3.4: Tekanan pada Keadaan Tunak.
Dan terakhir untuk persamaan (3.28) ketiga,∂m
(T+
λ1Tamb
)
∂x = −λ2t0ρ0
(T −1) de-
ngan mengganti m dengan m0, diperoleh
m0 ln(T −1) = −λ2t0ρ0
x +C . (3.31)
Dengan mensubstitusikan temperatur di inlet yang telah dibuat tak berdimensi yaitu
T =T0
Tamb, maka diperoleh C = m0 ln
(T0
Tamb−1
), sehingga apabila disubstitusikan ke
dalam Persamaan (3.31) dan membentuk kedalam fungsi temperatur T terhadap x,
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 45
diperoleh persamaan akhir, yaitu :
T (x) = 1 + exp−λ2t0ρ0m0
x(
T0
Tamb−1
). (3.32)
Dengan Persamaan (3.32) akan diperoleh distribusi temperatur sepanjang pipa
pada keadaan tunak (Gambar 3.5). Distribusi temperatur bersifat menurun menuju
temperatur lingkungan, setelah mencapai temperatur lingkungan, nilai temperatur
tidak dapat turun lagi.
Gambar 3.5: Temperatur pada Keadaan Tunak.
3.3.3 Syarat Batas
Pada dasarnya syarat batas diperoleh dari masalah di lapangan. Dalam tu-
gas akhir ini, syarat batas yang diketahui adalah nilai laju alir di inlet dan di outlet
(Gambar 3.6) dan (Gambar 3.7) , yang akan dikonversikan ke dalam fluks massa.
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 46
Gambar 3.6: Laju Alir di Inlet Waktu Simulasi 7 jam.
Data diberikan pada Tabel 3.3. Selain itu, diketahui juga syarat batas untuk tempe-
ratur di inlet yaitu bernilai konstan.
Waktu Laju Alir di Inlet Laju ALir di Outlet Satuan0−1 jam 204.211 191.42 MMS CF/D1−2 jam 204.780 175.192 MMS CF/D2−3 jam Turun secara linear 166.53 MMS CF/D3−4 jam 0 176.556 MMS CF/D4−5 jam 0 163.224 MMS CF/D5−6 jam Naik secara linear 166.564 MMS CF/D6−7 jam 285.620 160.842 MMS CF/D
Tabel 3.3: Syarat Batas.
Untuk nilai yang tidak diketahui pada batasnya, dalam kasus ini adalah ra-
pat massa (ρ) dan (ρT ) di outlet, dapat diperoleh dengan cara diskritisasi Persamaan
(3.26) untuk persamaan yang pertama dan ketiga. Sebelumnya L yang merupakan
panjang pipa akan dibagi menjadi beberapa segmen, misalkan J segmen, dengan
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 47
tiap segmen mempunyai panjang ∆x dan t yang merupakan waktu proses terjadinya
transien akan dibagi menjadi beberapa segmen, misalkan N segmen, dengan tiap
segmen mempunyai panjang ∆t. Maka notasi ρn0 dan ρn
J yang berturut - turut adalah
rapat massa gas di inlet dan outlet pada waktu ke-n. Proses diskritisasi persamaan
(3.26) untuk persamaan yang pertama dan ketiga, yaitu :
1. Diskritisasi untuk rapat massa (ρ) di inlet :
ρn+10 = ρn
0 +∆t∆x
(mn
0−mn1
). (3.33)
2. Diskritisasi untuk rapat massa (ρ) di outlet :
ρn+1J = ρn
J +∆t∆x
(mn
J−1−mnJ
). (3.34)
3. Diskritisasi untuk (ρT ) di outlet :
ρn+1J T n+1
J = ρnJ T n
J − ∆t∆x
[mn
J
(T n
J +λ1
Tamb
)− mn
J−1
(T n
J−1 +λ1
Tamb
) ]
− λ2t0ρ0
(T n
J − 1)
∆t .(3.35)
3.3.4 Skema Lax-Wendroff
Pada sub bab ini, akan dijelaskan mengenai skema numerik yang digunakan
dalam penyelesaian. Sebelumnya perhatikan Persamaan (3.26). Persamaan tersebut
dapat ditulis ke dalam bentuk vektor seperti,
∂ ~U∂t
+∂~F( ~U)∂x
= ~r( ~U) , (3.36)
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 48
Gambar 3.7: Laju Alir di Outlet Waktu Simulasi 7 jam.
dengan
~U =
ρ
m
ρ T
, ~F( ~U) =
mm2
ρ + ρ
m(T +
λ1Tamb
)
, ~r( ~U) =
0−L fgm|m|
2ρD−λ2t0ρ0
(T − 1)
.
Skema numerik yang akan digunakan merupakan skema Lax-Wendroff dua langkah,
dengan stencil (Gambar 3.8). Adapun skema Lax-Wendroff dua langkah yaitu :
~Un+1j+ 1
2=
12
(~Unj+1 + ~Un
j
)− ∆t
2∆x
(~F ~Un
j+1− ~F ~Unj
)+~r( ~Un
j )∆t , (3.37)
~Un+1j = ~Un
j −∆t∆x
(~F ~Un+1
j+ 12− ~F ~Un+1
j− 12
)+~r( ~Un
j )∆t , (3.38)
BAB 3. PEMODELAN MATEMATIKA DAN METODE NUMERIK 49
dengan j = 1,2, ..., J−1, dan
~Unj =
ρnj
mnj
ρnj T n
j
, ~Fn
j (~Un
j ) =
mnj
mnj2
ρnj
+ ρnj
mnj
(T n
j +λ1
Tamb
)
, ~r( ~U) =
0−L fgmn
j
∣∣∣∣mnj
∣∣∣∣2ρn
j D
−λ2t0ρ0
(T n
j − 1).
Gambar 3.8: Stencil Skema Lax-Wendroff Dua Langkah.
Notasi Unj menyatakan rapat massa (ρ), fluks massa (m) dan (ρT ) di segmen
ke- j pada step waktu ke-n.
Top Related