APLIKASI ETIKA LINGKUNGAN DALAM E-LEARNING DAN E-OFFICE Tugas Kuliah Etika dan Nilai Lingkungan
2013
PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) BINA HUSADA PALEMBANG
HiliAulianah, S.Kep, Ners
NPM. 12. 13101. 00. 29
BAB I
PENDAHULUAN
Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku manusia terhadap lingkungan
hidupnya, tetapi bukan berarti bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta
(antroposentris). Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana
organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah
planet bumi ini. Ini berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari
dari planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah
mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup.
Secara entimologis manusia dan bumi sama sama mempunyai akar kata yang sama
dalam bahasa semit, yaitu disebut ‘dm, asal kata adam (manusia) dan adamah, artinya tanah.
Manusia adalah lingkungan hidup, sebab dia mempunyai ciri-ciri dimana seluruh komponen
yang yang ada berasal dari alam ini, yaitu ciri-ciri fisik dan biologis.
Istilah lingkungan hidup pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid
Darwin pada tahun 1866, yang menunjuk kepada keseluruhan organisme atau pola hubungan
antar organisme dan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos, yang secara
harfiah berarti ‘rumah’ dan ‘lingkungan’. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang
lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu
dipahami dalam arti oikos, yaitu planet bumi ini. Sebagai oikos bumi mempunyai dua fungsi
yang sangat penting, yaitu sebagai tempat kediaman (oikoumene) dan sebagai sumber
kehidupan (oikonomia/ekonomi).
Lingkungan hidup di planet bumi dibagi menjadi tiga kelompok dasar, yaitu
lingkungan fisik (physical environment), lingkungan biologis (biological environment) dan
lingkungan sosial (social environment). Di jaman moderen ini teknologi dianggap
mempunyai lingkungannya sendiri yang disebut (teknosfer) yang kemudian dianggap
mempunyai peran penting dalam merusak lingkungan fisik.
Untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan
kekuatan/nilai lain yang disebut ‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral
bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti
bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu berjalan
dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.
Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan.
Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung
menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari
penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging,
Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut
digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang
dikemukakan tidak relevan.
Pada sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data
yang bersifat teknis yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi
semakin panas dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar
tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan dapat
dicegah.
Lingkungan hidup bukanlah obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung
jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat
adanya relasi yang kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat
pada terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi
sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita harus memperhitungkan
dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi kemaslahatan manusia. Dengan
demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan transformasi menjadi manusia yang merdeka,
cerdas, dan setara satu dan lainnya.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu etika lingkungan
2. Untuk mengetahui aplikasi etika lingkungan dalam e-office dan e-learning
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal
dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori
mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan.
Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan
itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah
mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul
dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika
lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga
terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk
hidup yang lain. Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam
semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan
antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
2.1.1. Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan
menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika
lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika
pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk
kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
2.2. Teori Etika Lingkungan
Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai
tanggung jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan
sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup
melampaui status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam
konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan
sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi
bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus harus memugkinkan
pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia
itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda.
2.2.1. Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William
T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas
yang memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja
merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan
karena menjadi hak setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak
untuk memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang
berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika
perusahaan memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena
dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu
saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka
pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas
milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan cara yang berbeda.
Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk generasi-generasi yang akan dating
dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah
hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara tentang hak generasi-generasi yang
akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang
rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal adanya hak-
hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya kewajiban
untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas kepada generasi-generasi yang akan dating
dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan
pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban
kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan keanekaan
hayati bukan hak-hak mereka.
2.2.2. Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung
jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan
keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut
utilitarisme, suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau
dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan
hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga
generasi-generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak
pengusahaan hutan (HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian
memperoleh untung banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa
penderitaan besar bagi banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan
berkelanjutan, kita akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak
boleh dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan hidup tidak lagi
boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada
dasarnya menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis
atas lingkungan hidup harus dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak
diperhitungkan dalam biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika
kerusakan lingkungan dibebankan pada orang lain.
2.2.3. Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari
juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus
dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk
membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal
kelangkaan dank arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak
memanfaatkan alam demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang
akan datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik.
Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi
tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan
hidup.
a. Persamaan
Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama.
Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang saham
justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi,
sudah sering dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama
dirasakan oleh orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan
distributive semua orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk
memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena
hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan
cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena
membawa penderitaan tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun
berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan
sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak berlaku adil
bila kita mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu
kita harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk
generasi mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber
energi alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih
mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup
yang utuh kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita
sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan
keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu
tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum
buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang
kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku
juga dalam konteks lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak
lagi membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan
faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang
tetap mencemari laut dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup
memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di
mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di
beberapa Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program
pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup
sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti
bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan
hidup barangkali lebih mua terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu,
ketimbang keadilan social pada taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan
pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita
semua. Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan.
2.2.4. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam ,
terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
1. Sikap Hormat terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya
2. Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut
manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata
untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
3. Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan
dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan
lingkungan.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada
kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
5. Prinsip “No Harm”
Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan
tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara
tidak perlu
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul
didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan
hidup manusia.
7. Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota
masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
8. Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini
terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya,
tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
9. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat
serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber
daya alam.
Marilah kita pekakan hati dan perilaku anak cucu kita, generasi muda bangsa kita pada
etika lingkungan yang benar. Biarlah hati mereka peka akan kelestarian lingkungan, agar
kelak Indonesia boleh lestari kembali dengan berjuta kekayaan alamnya yang luar biasa
indahnya. Hutan adalah ’sahabat’ kita, yang harus selalu terjaga kebersamaannya dengan
kita..
2.3. E-learning atau pembelajaran maya adalah proses pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan internet. istilah yang makin populer saat ini adalah e-learning, yaitu suatu
model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi
khususnya internet.
Menurut rossenberg (2001:28), e-learning merupakan suatu penggunaan internet
dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria,
yaitu:
1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan.
mendistribusikan danmembagikan materi ajar atau informasi
2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan
teknologi internet yang standar
3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran dibalik paradigma
pembelajaran tradisional. saat ini e-learning telah berkembang dengan berbagai model
pembelajaran berbasis TIKseperti CBT (Computer Based Training), CBI (Computer based
instruction), Distance learning,Distance Education,CLE (Cybernetic learning Environtment),
Desktop videoconferencing dan lain sebagainya.
Secara ilustratif M. Surya (2006) menyebutkan bahwa dimasa-masa mendatang isi tas
anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini. akan tetapi, berupa
notebook dengan akses internet tanpa kabel yang bermuatan materi belajaran berupa bahan
bacaan yang dapat dilihat dan didengar dilengkapi dengan kamera digital serta perekam
suara, jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk
masuk rumah dan kalkulator digital. atau videophone bentuk saku dengan perangkat lunak,
akses internet, permainan, permainan, musik dan tv. hal ini menunjukkan bahwa dimasa
mendatang segala kelengkapan anak sekolah bernuansa internet sebagai alat bantu belajar.
Sehingga dimasa mendatang seorang guru akan selalu bersinggungan dengan teknologi dalam
proses pembelajarannya. Terutama dalam proses penggalian informasi tentu saja akan selalu
melibatkan akses internet sebagai medianya.
2.4. Penerapan Etika lingkungan dalam e-office dan e-learning
Remaja sekarang dengan remaja jaman dulu udah memiliki lifestyle yang beda
khususnya dalam teknologi. Apalagi sekarang akses internet udah mudah dan ada di mana-
mana, di tambah lagi internet udah bisa diakses lewat hape dan smartphone. Kalo dulu,
laptop adalah barang yang “lumayan” mewah, sekarang pada rame-rame beli laptop. Ini
adalah pengaruh kehadiran internet. Kalo dulu internet cuma identik dengan search engine, e-
mail, chatting, dan game online, sekarang lagi booming Social Networking yang serasa udah
jadi dunia sendiri di dunia maya. Emang sih dulu Friendster sempat jadi tren, tapi sekarang
Facebook seakan-akan menjadi killer application di internet. Selain itu Twitter juga menjadi
social networking yang menjadi tren juga.
Mari kita mulai dengan membahas Facebook, karena sebagian besar remaja dan
pelajar pasti udah kenal sama aplikasi itu. Dari blog seorang teman, kalo Indonesia pengguna
Facebook terbesar kedua di dunia. Wuih, mungkin karena Facebook itu cocok dengan kultur
Indonesia yang suka berinteraksi satu sama lainnya. Facebook sebagai sebuah teknologi tentu
ada dampak positif dan negatifnya tergantung siapa yang menggunakan. Banyak orang yang
sukses membangun relasi kerja dengan FB, tapi banyak juga orang bermasalah gara-gara FB.
Tak jarang kasus remaja bermunculan gara-gara FB. Yang penculikan lah, pencemaran nama
baik lah, dikeluarkan dari sekolah gara-gara status yang jelek lah, dan banyak lagi.
Ini nih pentingnya pemberian materi etika pada pendidikan IT di sekolah-sekolah.
Jadi mata pelajaran IT gak melulu tentang dunia komputer, tapi perlu juga tentang beretika
tentang penggunaan teknologi. Adalah penting membuat pelajar melek IT untuk bisa
menunjang prestasi belajarnya, tapi percuma saja jika mereka memanfaatkan IT untuk hal-hal
yang melanggar norma kita. Contoh kecilnya saja, mengupload foto pribadi yang terlalu
vulgar, update status Facebook dengan kata-kata kotor, atau caci maki yang tidak seharusnya
diungkapkan di sana. Gak hanya di social networking sih, nulis sesuatu yang berbau adu
domba SARA di dalam blog atau forum itu harusnya gak boleh. Oke, mungkin kita
beranggapan kalo “itu kan di dunia maya” tapi justru dari sana bisa berakibat buruk di dunia
nyata.
Pembekalan etika berteknologi ini sebenarnya gak harus pada saat remaja sih. Sejak
umur anak-anak juga bisa, cuma masa remaja itu kan masa pencarian jati diri sehingga perlu
adanya bimbingan ini. Di sini peran guru IT sangat diperlukan. Kurikulum pendidikan IT di
sekolah kayak gimana, kalo hal etika tidak ada maka pembimbing IT perlu menambahkan
materi ini. Gak harus tiap minggu ngajarin etika, disesuaikan dengan materi yang ada juga.
Jadi bisa sebulan sekali atau dua minggu sekali, tergantung enaknya gimana.No offense
misalkan ada yang gak setuju sama opini ane ini. Kalaupun ada kritik dan saran silahkan
dilayangkan saja di blog ini, ane bakalan terima dengan senang hati. Lagipula saya juga
bukan orang yang paham benar tentang dunia pendidikan dan teknologi, masih belajar juga.
Tentunya para pakar lah yang mempunyai opini lebih baik.
BAB III PENUTUP
Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan.
Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung
menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari
penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging,
Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut
digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang
dikemukakan tidak relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, A. Sonny, Etika Lingkungan (Jakarta ; Kompas, 2006) Kurniawan, Ehwan , Panduan Mendaki Gunung Dalam Infografis (PT Tunas Bola;2004) Kuswahyudi, Etika Kita Untuk Lingkungan Hidup, 2008 Putri, Vincencia Septaviani Issera Sulistya , Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Lingkungan (2006). PHPA, Departemen Kehutanan , Panduan Mendaki Gunung (Bogor : 1992) Wahyono, Edy Hendras, Belajar Dari Nol Sebuah Pengalaman Megembangkan Pendidikan Konservasi Alam (Concervation International :Bogor, 2004) http://penjelajahan.blogspot.com/2009, Agus Dianto, Aplika Etika Lingkungan Pendidikan http://penjelajahan.blogspot.com/2011, Didik Tri Susanto, Pendidikan Etika Berteknologi Untuk Pelajar dan Remaja