Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 87- 95
87 - Volume 3, No. 4, November 2014
ANALISIS PERILAKU GESER BALOK BETON RINGAN
BUSA BERTULANG DENGAN AGREGAT
BONGKAHAN CANGKANG SAWIT
Hayati1, Dr. Ir. Abdullah, M. Sc 2, Ir. Huzaim, MT 3
1) Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Email: [email protected]
Abstract: This research was conducted with the aim to determine the shear behavior of reinforced lightweight foam concrete beams using palm shells as replacement for natural aggregate. The beams were tested and were designed to fail in shear. Beam measuring 15 x 30 x 220 cm. Coarse aggregate of palm shells used # 19,1 mm and retained on # 4,76 mm seive. This chunks of palm shells is taken from Cot Girek Northen Aceh. This reseach used reinforcemet thread, for staple reinforcement and stirrups reinforcement. Variables used for each test piece of foam concrete beams of the variation of the shear reinforcement spacing: 20 cm, 25 cm and without stirrups. Quality yield of steel used for reinforcement of staple 415,3 MPa and 359,5 MPa for stirrups reinforcement. Diameter of reinforcing press used two D12,6 mm and four D15,6 mm to pull the reinforcement, while the stirrups reinforcement used 7,6 mm diameter. Testing was conducted at the Laboratory of Construction and Building Material (LKBB) Faculty of Engineering, University of Syiah Kuala. The result show the value of the shear capacity of beams for each of the stirrups reinforcement spacing variation is, for beams with stirrups distance of 20 cm, shear capacity = 70,68 kN; beam stirrups with a distance of 25 cm, shear capacity = 60,87 kN; for beam concrete faomed without stirrups, shear capacity = 26,68 kN and conventional concrete beams, for beam with stirrups distance of 25 mm, shear capacity = 82,80 kN. Quality of reinforced lightweight foam concrete beams using palm shells is 25,20 MPa.
Keywords: Beams Lightweight Foam Concrete, palm shells, shear behavior, crack pattern, the shear capacity.
Abstrak: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perilaku geser balok beton ringan
busa bertulang menggunakan bongkahan cangkang sawit (BCS) sebagai bahan pengisi agregat normal.
Pada penelitian ini diuji 3 buah balok berukuran 15 x 30 x 220 cm yang mengalami gagal geser.
Kegagalan geser ini diperoleh dengan memperkuat kapasitas lentur balok. BCS yang digunakan lolos
saringan # 19,9 mm dan tertahan disaringan # 4,76 mm. BCS ini didatangkan dari Cot Girek Aceh
Utara. Penelitian ini menggunakan tulangan ulir baik untuk tulangan utama maupun untuk tulangan
sengkang, dengan variasi jarak sengkang; 20 cm, 25 cm dan tanpa sengkang. Mutu leleh baja yang
digunakan 415,3 MPa untuk tulangan utama dan 359,5 MPa untuk tulangan sengkangnya. Diameter
tulangan tekan digunakan 2 D12,6 mm dan 4 D15,6 mm untuk tulangan tarik, adapun tulangan
sengkang yang digunakan diameter 7,6 mm. Pengujian dilakukan di Laboratorim Konstruksi dan
Bahan Bangunan (LKBB) Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Hasil penelitian menunjukkan
nilai kapasitas geser untuk masing-masing variabel jarak tulangan sengkang yaitu; balok dengan jarak
sengkang 20 cm, kapasitas gesernya = 70,68 kN; balok dengan jarak sengkang 25 cm, kapasitas
gesernya = 60,87 kN; balok tanpa sengkang, kapasitas gesernya = 26,68 kN dan balok beton
konvensional dengan jarak sengkang 25 cm, kapasitas gesernya = 82,80 kN. Mutu beton untuk balok
beton ringan busa bertulang BCS sebesar 25,20 MPa.
Kata Kunci: Balok Beton Ringan Busa, BCS, perilaku geser, pola retak, kapasitas geser.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 88
PENDAHULUAN
Teknologi perekayasaan material saat ini
mengalami perkembangan menuju penggunaan
limbah industri serta bahan bangunan yang
kurang dimanfaatkan dalam aplikasi teknologi
material berkelanjutan. Bongkahan cangkang
sawit (BCS) merupakan bahan limbah, banyak
dan mudah didapat, karena Indonesia memiliki
perkebunan kelapa sawit yang luas. Sebagai
bahan konstruksi BCS sudah digunakan sebagai
timbunan jalan lingkungan pada kawasan
perkebunan pengolahan minyak kelapa sawit.
Namun demikian BCS kurang dimanfaatkan
dalam konstruksi lainnya. Ini menjadi potensi
yang sangat baik dalam upaya menggantikan
bahan agregat alami.
Asma (2011) melakukan penelitian
tentang kuat geser terhadap beton ringan busa
dengan uji push off untuk mendapatkan kuat
geser murni dengan penambahan serat dan
agregat. Hasil penelitian diperoleh nilai
koefisien geser untuk beton ringan busa dengan
agregat BCS sebesar 0,71. Penelitian tentang
geser pada balok beton ringan busa yang
dilakukan oleh Meidi Arjuna (2010) dengan
menggunakan agregat BCS dan tulangan besi
polos, diperoleh kapasitas geser pada balok
masih belum cukup signifikan antara perilaku
geser dan lentur. Adapun Hafiz Riadi (2011)
meneliti perilaku geser balok beton ringan busa
menggunakan agregat pasir pozolan alami dan
tulangan besi ulir, hasil yang diperoleh
kapasitas geser pada balok beton ringan busa
pozzolan lebih kecil dari kapasitas geser balok
beton konvensional. Dari hasil penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa beton ringan
busa pozzolan kemungkinan dapat digunakan
sebagai pengganti beton konvensional pada
elemen struktural tertentu, misalnya balok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengamati perilaku geser balok beton busa
ringan menggunakan BCS sebagai bahan
pengganti agregat dan besi ulir sebagai tulangan
balok. Selain mengamati perilaku geser, juga
dipelajari lendutan, pola retak yang terjadi pada
balok beton ringan busa. Kang dan W.Kim
(2012) melakukan penelitian geser pada balok
beton ringan busa dengan menambah serat besi
untuk meningkatkan kapasitas geser.
Penelitian ini dilaksanakan pada
Laboratorium konstruksi dan bahan Bangunan
jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh. Pengujian yang dilakukan berupa
pengujian kuat geser terhadap balok beton
ringan busa dengan menggunakan tulangan ulir
dan BCS sebagai agregat, komposisi campuran
berupa Specific Gravity (SG) 1,6, Faktor Air
Semen (FAS) 0,35. Ukuran benda uji balok 15
cm x 30 cm x 220 cm sebanyak 3 buah dengan
variasi tulangan terdiri dari 2 D12,6 mm dan 4
D15,6 mm. Pengujian sifat mekanis berupa
pengujian kuat tekan dengan benda uji silinder
berukuran 15 cm x 30 cm sebanyak 3 buah,
pengujian kuat tarik belah dengan benda uji
berukuran 15 cm x 30 cm sebanyak 3 buah,
dan pengujian kuat tarik lentur dengan benda
uji berukuran 10 cm x 10 cm x 40 cm sebanyak
3 buah. Kuat tekan yang direncanakan 25 MPa.
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
89 - Volume 3, No. 4, November 2014
Bahan pengisi berupa cangkang sawit yang
digunakan adalah lolos saringan # 19,1 mm dan
tertahan pada saringan # 4,76 mm.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Geser Balok Beton Bertulang
McCormac menyatakan keruntuhan
balok beton bertulang dalam geser sangat
berbeda dengan keruntuhan dalam lentur.
Keruntuhan geser terjadi tiba-tiba dengan
peringatan kecil atau tanpa peringatan
sebelumnya.
Dipohusodo (1994) menyatakan untuk
menentukan seberapa besar tegangan geser
yang terjadi, umumnya peraturan-peraturan
yang ada memberikan rekomendasi untuk
mengunakan pedoman perencanaan
berdasarkan nilai tegangan geser rata-rata
nominal sebagai berikut:
υ =db
V
..….....................................(1)
dimana :
V = Gaya geser (kg) ;
υ = Tegangan geser (kg/cm2) ;
b = Lebar balok (cm) ;
d = Tinggi balok (cm) ; dan
Ø = Faktor reduksi kuat bahan (untuk geser
0.60)
Menurut McCormac, kekuatan geser nominal
(Vn) sebagai jumlah dari kekuatan yang
diberikan oleh beton dan tulangan geser yaitu :
Vn = Vc + Vs ..............................(2)
dimana:
Vn = Kekuatan geser nominal (kg) ;
Vc = Kekuatan geser akibat beton (kg) ;
Vs = Kekuatan geser akibat tegangan geser
(kg).
Kapasitas kemampuan beton (tanpa
penulangan geser) untuk menahan gaya geser
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.3.
Vc = dbf wc
'
6
1........................(3)
dimana :
Vc = Kapasitas geser beton (N) ;
f’c = Kuat tekan beton (MPa) ;
bw = Lebar balok (mm) ; dan
d =Tinggi efektif penampang beton
(mm).
Menurut Dipohusodo, untuk tulangan
geser, Vs dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.4)
Vs = s
dfA yv ..….........................(4)
dimana :
Vs = Gaya geser nominal yang disediakan oleh
tulangan sengkang (N);
Av = Luas penampang tulangan sengkang
(mm2);
fy = Kuat luluh tulangan geser (MPa);
d = Tinggi efektif penampang balok beton
bertulang (mm); dan
s = Jarak pusat ke pusat batang tulangan
geser kearah sejajar tulangan pokok
memanjang (mm).
Retak
Menurut Nawy (1998), pada dasarnya
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 90
dapat terjadi tiga ragam keruntuhan pada balok
yaitu :
a. Keruntuhan Lentur
Pada daerah yang mengalami keruntuhan
lentur, retak utama terjadi pada tengah
bentang dan tegak lurus pada arah
tegangan utama. Retak ini disebabkan oleh
tegangan geser yang sangat kecil dan
tegangan lentur sangat dominan.
b. Keruntuhan Geser
Keruntuhan ini ditandai dengan retak-retak
halus vertikal di tengah bentang, dan tidak
terus menjalar karena kehilangan lekatan
antara tulagan dengan beton di sekitarnya
pada daerah perletakan.
c. Keruntuhan Lentur Geser (Tarik Diagonal)
Pada keruntuhan ini, retak halus mulai
terjadi di tengah bentang berarah vertikal
yang diakibatkan oleh lentur.
Tabel 1. Pengaruh Kelangsingan Balok
Terhadap Ragam Keruntuhan
Katagori
balok
Ragam
keruntuhan
Kelangsingan
(a/d)
Langsing
Sedang
Tinggi
Lentur
Tarik Diagonal
Tekan geser
>5,5
2,5 – 5,5
1,0 – 2,5
Sumber : Nawy (1998)
Beton Ringan Busa (Lightweight Foamed
Concrete)
Menurut Neville (1993) ada beberapa
metode yang digunakan untuk mengurangi
berat jenis beton yaitu:
a. Dengan membuat gelembung-gelembung
gas/udara dalam adukan semen sehingga
terjadi banyak pori-pori udara di dalam
betonnya. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menambah bubuk
aluminium ke dalam bubuk campuran
beton.
b. Dengan menggunakan agregat ringan,
misalnya tanah liat bakar, batu apung atau
agregat buatan sehingga beton yang
dihasilkan akan lebih ringan daripada
beton biasa.
c. Dengan cara membuat beton tanpa
menggunakan butir-butir agregat halus
atau pasir yang disebut sebagai beton non
pasir.
Konsep Bahan Pengisi BCS
Penggunaan BCS sebagai pengganti
agregat pada campuran beton tidak memberikan
dampak negatif terhadap perilaku beton (Jumaat
2009). Penambahan BCS pada proporsi tertentu
dapat menghasilkan mutu beton > 25 MPa
(Meidi Arjuna 2010).
Berdasarkan hasil penelitian Meidi
Arjuna (2010), dari pemeriksaan sifat fisis BCS
diperoleh berat jenis sebesar 1,56 dan absorbsi
sebesar 1,409 %.
BCS ini merupakan hasil pembakaran
cangkang kelapa sawit yang tidak digunakan
lagi. Proses pembakaran ini dilakukan berkali-
kali sehingga menghasilkan bongkahan
cangkang sawit yang ringan namun memiliki
permukaan yang kasar dan keras.
METODE PENELITIAN
Benda Uji Balok Beton Ringan Busa
Beragregat BCS
Beton yang digunakan pada penelitian ini
adalah beton busa beragregat BCS dengan mutu
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
91 - Volume 3, No. 4, November 2014
beton rencana 25 Mpa. Benda uji balok untuk
pengujian geser yang digunakan berukuran 15
cm x 30 cm x 220 cm dengan besi ulir D12,6
mm dan D15,6 mm. Untuk tulangan geser
digunakan besi ulir D7,6 mm seperti terlihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Balok uji dan kombinasi tulangan
Untuk pengujian sifat mekanis beton,
digunakan benda uji silinder berukuran 15 cm x
30 cm sebanyak 6 buah, dan balok berukuran
10 cm x 10 cm x 40 cm, sebanyak 3 buah.
Seperti terlihat pada Tabel 3.2
Tabel 3. Benda uji mekanis
Pengujian Bentuk Ukuran (cm) Jumlah
Kuat tekan Silinder 15x30 3
Kuat belah Silinder 15x30 3
Kuat Lentur Balok 10x10x40 3
Peralatan dan Bahan Material
Peralatan yang digunakan pada penelitian
ini adalah mesin tarik baja (compressive
loading machine), mesin tekan (Compression
Testing Machine), seperangkat mesin/alat
pembentuk busa sebagai bahan campuran pada
beton, alat uji tekan (Load Cell) berkapasitas 50
ton, hydrolic jack, Tranducer, foam generator,
data logger, cetakan silinder ukuran diameter
15 cm tinggi 30 cm, balok ukuran 10 cm x 10
cm x 40 cm, balok ukuran 15 cm x 30 cm x 220
cm, timbangan dengan berbagai kapasitas,
pengaduk beton (molen) berkapasitas 0,3 m3,
dan peralatan penunjang lainnya.Material yang
digunakan pada penelitian ini adalah: Semen
Portland Tipe I, Air, Foam Agent, bongkahan
cangkang sawit, Besi D7,6 mm, D12,6 mm dan
D15,6 mm.
Pembuatan dan Perawatan Benda Uji
Adapun langkah-langkah pencampuran
beton busa dengan mengunakan BCS yaitu air
dimasukkan kedalam molen kemudian
dimasukkan semen, setelah air dan semen
tercampur secara merata lalu dilakukan
pengukuran flow test . Nilai flow test yang baik
adalah > 20 cm, untuk mendapatkan nilai flow
test tersebut ditambah superplaticizer berkisar
1-3% jika diperlukan. Kemudian masukkan
cangkang sawit sesuai dengan komposisi yang
akan ditambahkan kedalam beton busa, setelah
itu dimasukkan busa sesuai dengan kebutuhan
berat jenis yang diinginkan. Busa tersebut
berasal dari foam agent yang terlebih dahulu
dicampur dengan air pada konsentrasi 1:30.
Selanjutnya mengunakan generator busa, cairan
foam agent yang sudah dicampur air tersebut
dijadikan busa. Pengecoran benda uji dilakukan
dengan menuang campuran beton busa kedalam
cetakan yang telah dipersiapkan. Setelah
berumur 24 jam, benda uji tersebut dikeluarkan
dari cetakan dan selanjutnya dilakukan
perawatan selama 7 hari dengan menutup benda
uji memakai goni basah.
Pengujian Kuat Geser Benda Uji Balok
Pengujian pembebanan pada balok beton
busa bertulang beragregat BCS dilakukan pada
umur 28 hari. Setelah ditimbang, benda uji
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 92
Strain gauge (baja)
Load cell 50 T
2 D12.6
2 D 15.6
D7.6-200 300
150
Tranducer 1Tranducer 2
Tranducer 3
2200 mm
2000 mm
Strain gauge (baja)
2 D 15.6
700 mm 600 mm 700 mm
Strain gauge (baja)
Load cell 50 T
2 D12.6
2 D 15.6
D7.6-250 300
150
Tranducer 1Tranducer 2
Tranducer 3
2200 mm
2000 mm
Strain gauge (baja)2 D 15.6
700 mm 600 mm 700 mm
Strain gauge (baja)
Load cell 50 T
2 D12.6
2 D 15.6
D7.6-1000 300
150
Tranducer 1Tranducer 2
Tranducer 3
2200 mm
2000 mm
2 D 15.6
700 mm 600 mm 700 mm
balok beton busa bertulang beragregat BCS
diletakan diatas tumpuan dengan dengan
panjang teoritis 200 cm. Pembebanan dilakukan
dengan memberikan dua beban terpusat yang
sama besar. Beban diberikan secara perlahan
hingga balok runtuh . Lendutan dan regangan
dimonitor setiap kenaikan beban 100 kg dengan
menggunakan alat LVDT (transducer) dan
strain gage. LVDT ditempatkan pada 3 lokasi,
sedangkan strain gauge ditempatkan pada
tulangan geser dan tulangan lentur. Set up
pengujian benda uji balok dapat dilihat pada
gambar 1.
Adapun perilaku yang akan diamati
HASIL PEMBAHASAN
Pemeriksaan Sifat Fisis BCS
Pemeriksaan sifat fisis meliputi
pemeriksaan berat jenis, daya serap air,
modulus kehalusan. Hasil pemeriksaan
digunakan untuk menentukan apakah BCS telah
memenuhi syarat agregat ringan.
Tabel 4. Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat
BCS
Hasil Pengujian Sifat Mekanis Beton ringan
busa BCS
Hasil pengujian sifat mekanis beton
ringan busa BCS dapat dilihat pada Tabel 4.2
dibawah ini.
Tabel 5. Pengujian sifat mekanis beton ringan busa
BCS
Hasil Pengujian Balok Beton Ringan Busa
BCS dan Balok Beton Konvensional
Berdasarkan hasil pengujian balok beton
konvensional pada grafik Gambar dibawah,
dapat dilihat bahwa lendutan maksimum pada
LVDT 2 pada beton sebesar 1,29 cm pada
beban 13,83 ton. Lendutan maksimum pada
pada LVDT 2 beton busa ringan BCS jarak
sengkang 20 cm sebesar 1,031 cmpada beban
10,33 ton. Lendutan maksimum pada pada
LVDT 2 beton busa ringan BCS jarak sengkang
25 cm sebesar 1,60 cm pada beban 11,74 ton,
sedangkan lendutan maksimum pada pada
LVDT 2 beton busa ringan BCS tanpa
sengkang sebesar 0,49 cm pada beban 3,51 ton.
Gambar 3.1 Set Up Pembebabanan Benda Uji Balok
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
93 - Volume 3, No. 4, November 2014
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa lendutan
maksimum yang terjadi pada beton
konvensional lebih besar dari lendutan
maksimum yaitu 1,29 cm. Untuk balok beton
busa ringan BCS jarak sengkang 20 cm, 25 cm
dan tanpa sengkang lebih kecil dari lendutan
yang dihitung secara teori dengan dua titik
pembebanan yaitu 2,19 cm, 2,62 cm dan 0,54
cm. Persentase perbedaan besarnya lendutan
maksimum dari hasil pengujian balok beton
busa ringan busa BCS terhadap balok beton
konvensional 171,75% pada jarak sengkang 20
cm, 151,56% pada jarak sengkang 25 cm dan
42,33% untuk balok tanpa sengkang.
Besar kapasitas geser untuk masing-
masing balok beton ringan busa BCS dengan
variabel jarak tulangan sengkang 20 cm, 25 cm
dan tanpa sengkang yaitu 70,68 kN; 60,87 kN
dan 26,68 kN, sedangkan untuk balok beton
konvensional jarak tulangan sengkang 25 cm
kapasitas gesernya sebesar 82,79 kN. Kapasitas
balok beton ringan busa BCS lebih kecil
dibandingkan kapasitas balok beton
konvensional.
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa
retak yang terjadi pada beton ringan busa BCS
tanpa sengkang lebih sedikit dibandingkan
dengan retak yang terjadi pada beton ringan
busa BCS dengan jarak sengkang 20 cm dan 25
cm. Hal ini disebabkan pengaruh tulangan
sengkang yang digunakan. Dari pola retak dapat
dilihat beton ringan busa BCS jarak sengkang
20 cm dan 25 cm lebih daktil dibandingkan
beton ringan busa BCS tanpa sengkang. Pada
beton ringan busa yang menggunakan
sengkang, gaya geser yang bekerja diluar
kemampuan beton untuk menahannya akan
diteruskan ke tulangan sengkang. Pada balok
beton konvensional jarak sengkang 25 cm retak
yang terjadi lebih sedikit dibandingkan beton
ringan busa BCS dengan jarak sengkang yang
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
0.00 0.30 0.60 0.90 1.20 1.50 1.80
BEB
AN
(to
n)
LENDUTAN (cm)
Beton Konvensional
Beton Busa BCS Sengkang 25
Beton Busa BCS Sengkang 20
Beton Busa BCS Tanpa Sengkang
(1,29 ; 13,83)
(1,60 ; 11,74)
(1,03 ; 10,33)
(0,49 ; 3,51)
Gambar 4.1 Grafik Beban-Lendutan Balok Beton konvensional dengan
Balok Beton Ringan Busa BCS
d) Beton Konvensional dengan Jarak Sengkang 25 cm
a) Beton Ringan Busa BCS Tanpa Sengkang
b) Beton Ringan Busa BCS dengan Jarak Sengkang 20
cm
c) Beton Ringan Busa BCS dengan Jarak Sengkang 25
cm
Gambar 4.2 Pola Retak pada Balok Beton Ringan Busa BCS dan Balok Beton konvensional
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 94
sama. Hal ini disebabkan karena jenis beton
yang digunakan berbeda.
Tabel 5. Beban yang Timbul pada Pengujian Balok
Beton Konvensional dan Balok Beton Ringan
Busa BCS
Perbandingan Hasil Pengujian Geser Balok
Beton Ringan Busa BCS Arjuna Pada Jarak
Tulangan Sengkang 20 cm
Pengujian geser balok beton ringan busa
BCS dengan jarak sengkang 20 cm sebelumnya
sudah pernah dilakukan oleh Medi Arjuna
(2010) dengan mengunakan tulangan baja
polos. Kapasitas geser yang dihasilkan sebesar
44,84 kN, sedangkan Pengujian dengan
mengunakan tulangan ulir pada jarak sengkang
yang sama menghasilkan kapasitas geser
sebesar 70,68 kN. Persentase penambahan
kapasitas geser akibat mengunakan tulangan
ulir sebesar 57,64 %.
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.2
dapat dilihat bahwa lendutan maksimum beton
ringan busa BCS hasil pengujian geser jarak
sengkang 20 cm, lendutan maksimum pada
LVDT 2 sebesar 1,03 cm pada beban 10,14 ton.
Lendutan maksimum beton ringan busa BCS
hasil pengujian geser (Arjuna, 2010) jarak
sengkang 20 cm, lendutan maksimum pada
LVDT 2 sebesar 1,82 cm pada beban 5,54 ton.
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa
lendutan maksimum yang terjadi pada beton
ringan busa BCS dengan mengunakan tulangan
ulir sebesar 1,03 cm lebih kecil dari lendutan
beton ringan busa BCS dengan mengunakan
tulangan polos yaitu sebesar 2,02 cm.
Perbandingan Hasil Pengujian Balok Beton
Dengan perhitungan Teoritis
Perbedaan hasil uji labolatorium dengan
perhitungan teoritis pada lendutan karena pada
perhitungan teoritis balok beton konvensional
faktor tulangan tidak diperhitungkan
(diabaikan). Pada persamaan perhitungan
teoritis, lendutan balok beton konvensional
tidak berlaku untuk perhitungan lendutan balok
beton ringan busa BCS, karena modulus
elastisitas (Ec) beton ringan busa BCS tidak
sama dengan Ec beton konvensional.
Tabel 6. Perbandingan Kapasitas Balok Beton
dengan Perhitungan Teoritis Berdasarkan
Penelitian Geser Murni (Asmah, 2011),
yaitu Vc = 𝟎, 𝟕𝟏 𝒙 𝟏
𝟔√𝒇′𝒄 𝒃 𝒅
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Beba
n (T
on)
Lendutan (cm)
LVDT 1 Penelitian Arjuna
LVDT 2 Penelitian Arjuna
LVDT 3 Penelitian Arjuna
LVDT 1 Penelitian Hayati
LVDT 2 Penelitian Hayati
LVDT 3 Penelitian Hayati
Gambar 4.2 Grafik Beban-Lendutan Balok Beton Ringan Busa BCS Hasil
Penelitian Geser Arjuna dan Hayati
(1,03 ; 10,14)
(0,57 ; 9,06)
(1,82 ; 5,54)
(2,02 ; 8,97)
(0,40 ; 12,76 (0,33 ; 12,71
Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
95 - Volume 3, No. 4, November 2014
KESIMPULAN
1. Kegagalan balok beton ringan busa BCS
sesuai dengan yang direncanakan, yaitu
gagal geser.
2. Lendutan yang terjadi pada balok beton
ringan busa BCS lebih kecil dari lendutan
hasil perhitungan teoritis dengan dua titik
pembebanan. Sebaliknya, lendutan yang
terjadi pada balok beton konvensional
lebih besar dari lendutan hasil perhitungan
teoritis dengan dua titik pembebanan.
3. Kapasitas geser pada balok beton ringan
busa BCS yang mengunakan tulangan ulir
meningkat sebesar 57,639 % dibandingkan
dengan mengunakan tulangan polos pada
jarak sengkang 20 cm.
4. Dari hasil pengujian diperoleh kapasitas
geser balok beton ringan busa untuk
masing-masing variabel sengkang lebih
kecil dari kapasitas geser hasil perhitungan
teoritis balok dengan mengasumsikan
beton konvensional.
5. Dengan perhitungan teoritis berdasarkan
penelitian kapasitas geser yang dilakukan
oleh Asmah, (2011) diperoleh bahwa hasil
pengujian kapasitas geser balok beton
ringan busa BCS lebih besar dari kapasitas
geser hasil perhitungan teoritis.
6. Semakin rapat jarak tulangan sengkang,
kapasitas geser semakin besar. Namun,
pada jarak sengkang yang sama, kapasitas
geser balok beton ringan busa BCS lebih
kecil dari balok beton konvensional.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah, Afifuddin M, Huzaim, 2010. Pemanfaatan
Bahan Limbah sebagai Pengganti Semen
pada Beton Busa Mutu Tinggi. Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala.
Amri, S., 2005. Teknologi Beton A-Z. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Anonim, 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan
di Indonesia (PUBI 1982). Departemen
Pekerjaan Umum dan Bahan Penelitian dan
Pengembangan PU, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pemukiman.
Anonim, 1996. Annual Book of ASTM Standards:
Concrete and Aggregate. Section 4.
Construction. Volume 04.02.
Arjuna M., 2010. Analisa Perilaku Geser pada
Balok Beton Busa Bertulang Mengunakan
Bongkahan Cangkang Sawit. Banda Aceh:
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.
Dipohosodo, I., 1994. Struktur Beton Bertulang
Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
G.Batisd, 2004, “Corrosion Protection of Steel in
Pumicen Lightweright Morta Coating”,
Departement of material Science and
Engineering, School of Chemical
Engineering, National Technical University
of Athens, Athens Greece.
Jumaat, MZ., 2009. Shear Strenght of Oil Palm Shell
Foamed Concrete Beams, Material and
Desig. Volume 30, Issue 6, Pages 2227-
2236.
T.H.K Kang and W.Kim, 2012. Shear Strenght of
Steel Fiber Reinforced Lightweight
Concrete Beams. Oklahoma USA:
University of Oklahoma.
McCormac. J.C, 2001. Desain Beton Bertulang. Jilid
1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mulyono, T., 2004, Teknologi Beton. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Murdock. L.J., and Brook, K.M. 1991. Bahan dan
Praktek Beton. terjemahan Hindarko,S.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nawy, E.G., 1998. Beton Bertulang. Bandung:
Penerbit Refika Aditama.
Nilson, A.H., dan Winter, G.,1986. Design of
Concrete Structure. . London: Graw Hill
Book Company.
Paul Nugraha dan Antoni, 2007. Teknologi Beton.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wang, C.K., and Salmon, C.G., 1993. Desain Beton
Bertulang. Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Erlangga. (Terjemahan Binsar Hariandja).
Zulkifli, A., 2011. Kuat Geser Beton Ringan Busa
dengan Uji Push-Off. Banda Aceh: Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala.
Top Related