1
Disampaikan pada
FORUM RISET PERBANKAN SYARIAH Jointly organised by
Bank Indonesia, Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Islam (PSEBI) FEB Universitas Padjadjaran, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), & Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
Bandung, 15-16 Desember 2011
Analisis Laporan Tahunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Pada Bank Syariah di Indonesia
Irawan Febianto
Dosen Manajemen dan Keuangan Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Indonesia E-mail: [email protected]/ [email protected]
ABSTRAK Dewan Pengawas Syariah (DPS)/ Shariah Supervisory Board sebagai salah satu mekanisme governance yang paling penting dari bank syariah, diyakini memegang peranan utama dalam pengelolaan resiko ketidakpatuhan akan aturan Syariah atau lebih dikenal dengan Shariah non-compliance risk.. Salah satu indikator yang dapat membantu mengelola kategori resiko ini adalah Laporan Tahunan Syariah oleh DPS yang seharusnya terdapat pada Laporan Tahunan (Annual Report) setiap bank syariah.
Tulisan ini mencoba menganalisis Laporan Tahunan Syariah dalam cakupan dan gaya pelaporan pada laporan tahunan bank-bank syariah di Indonesia. Pandangan penulis adalah bahwa Laporan Tahunan Syariah yang baik dapat meningkatkan disiplin pasar dan membuat manajemen perbankan syariah menangani persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Syariah dengan lebih hati-hati dan ketat. Hasil temuan dari penelitian ini akan menilai efektivitas Laporan Tahunan Syariah. Penulis juga mengusulkan model laporan Syariah yang penulis anggap lebih konsisten dengan tanggung jawab dari DPS.
Keywords: Laporan Tahunan Syariah, Dewan Pengawas Syariah, Shariah non-compliance risk
1. PENDAHULUAN Telah disepakati bahwa shariah compliance (kesesuaian dengan aturan syariah) adalah
justifikasi penting dalam perbankan dan keuangan Syariah. Untuk memenuhi persyaratan yang
sangat penting ini, Islamic Financial Institutions (IFI) telah menyusun berbagai aturan yang
2
terdiri dari pengangkatan ahli/ Syariah dengan tugas khusus mengawasi kegiatan operasional
mereka. Pada tingkat nasional, beberapa negara telah mengambil inisiatif dengan mendirikan
sebuah badan nasional untuk pengawasan Syariah dan persetujuan atas instrumen keuangan
yang digunakan oleh IFI. Itulah kasus yang terjadi di Malaysia (Syariah Advisory Council) dan
Sudan (Higher Shariah Supervisory Board). Serta Indonesia dengan Dewan Syariah Nasional
(DSN) MUI. Secara global, ada juga organisasi-organisasi internasional seperti Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan Islamic Financial
Services Board (IFSB) yang menetapkan beberapa standar untuk tata kelola IFI. Karena
shariah compliance adalah fitur unik dari IFI, teknik manajemen risiko konvensional mungkin
tidak cukup untuk mengurangi risiko terkait Syariah. IFSB1 secara khusus menindak risiko ini
dan menyediakan pedoman untuk mitigasinya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah:
- Apa arti posisi stakeholder IFI dalam pengukuran shariah compliance dari lembaga ini?
- Apakah ini cara yang tepat untuk memberikan informasi yang memadai bagi para
pengguna IFI?
- Apakah ini berarti instrumen yang memadai dalam upaya mengurangi risiko dari
Shariah non-compliant (ketidaksesuaian dengan aturan syariah) ?
Dalam praktek perbankan Islam saat ini, cara yang paling formal untuk memberikan
informasi kepada para pengguna mengenai shariah compliance adalah melalui laporan Syariah
yang merupakan komponen dari laporan tahunan (Annual Report). Oleh karena itu,
permasalahan-permasalahan yang penulis coba bahas secara spesifik dalam makalah ini,
adalah:
- Untuk menunjukkan kecukupan laporan Syariah sebagai alat manajemen risiko;
- Untuk mengetahui apakah bentuk laporan Syariah dari bank-bank Islam saat ini mampu
menyediakan informasi yang memadai bagi para pengguna mengenai kegiatan yang
berkaitan dengan Syariah
Seperti yang telah dijelaskan, penulis tidak bertujuan untuk membahas laporan yang
dikeluarkan oleh penasihat Syariah dari bank untuk penggunaan internal ataupun membahas
1 IFSB, (2005). Guiding Principles of Risk Management for Institutions (other than Insurance Institutions) Offering only Islamic Financial Services.
3
laporan badan nasional dalam makalah ini. Ruang lingkup akan terbatas pada laporan-laporan
yang diterbitkan pada laporan tahunan dan biasanya dihasilkan oleh yang secara umum dikenal
sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS). Karena laporan tersebut seharusnya berdasarkan
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini, merupakan hal yang sangat penting untuk
mengetahui alasan, tanggung jawab dan wewenang dari DPS.
2. KAJIAN PUSTAKA Islam, sebagai jalan hidup yang komprehensif, telah menyediakan bagi para manusia,
bimbingan dalam segala hal. Dalam bisnis, Syariah telah menetapkan aturan dan prinsip-
prinsip yang harus dipatuhi oleh para pengusaha Muslim. Demikian pula Syariah melarang riba
(Al-Quran 2: 275-6), perjudian (Qur'an 5:90), dan gharar (ketidakpastian yang dimanipulasi).
Syariah juga melarang pengkhianatan atas kepercayaan (Quran 8:27) dan menganggapnya
tidak bermoral dengan mendapatkan keuntungan melalui pengelabuan atau dengan penipuan
(Qur'an 4:29). Selain itu, Al Quran mensyaratkan kejujuran atas semua kontrak (5:1), dan
mendorong adanya transparansi, dengan menganjurkan penulisan kontrak dengan maksud
untuk mengambil tempat dalam periode masa depan (2:282).
Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan ini, bank-bank Islam atau Syariah modern telah
muncul dengan pengaturan dimana badan-badan khusus memantau semua hal yang berkaitan
dengan Syariah. Salah satunya adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hampir semua bank-
bank Islam memiliki DPS (Abdel Karim, 1990), yang kadang-kadang, memiliki nama yang
berbeda, tergantung pada negara atau bank Islam (Hameed, 2007). Dengan demikian,
rasionalisasi DPS cukup jelas, karena Shariah compliance sangat penting untuk IFI.
Pada dasarnya, tugas-tugas dari DPS adalah sebagai berikut (al Baraka, 2008):
Sebagai sumber pakar Prinsip-prinsip Islam (termasuk fatwa), dewan tertentu melalui
perwakilan, biasanya sekretaris jendral dari dewan tersebut, mengawasi Shariah
compliance dari semua transaksi di bank.
Untuk mencurahkan waktu dan upaya dalam merancang prosedur transaksional agar
lebih memenuhi aturan-aturan syariah, template dan produk perbankan yang
memungkinkan bank untuk beradaptasi dengan tren pasar dengan tetap menjaga daya
saing yang tinggi dalam prosedur deposito (penyimpanan), investasi, dan jasa
perbankan. Pada saat yang sama, dewan tersebut memberikan pendapat pada template
baru dan transaksi-transaksi perbankan yang diusulkan.
4
Menganalisis situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak tercakup oleh
fatwa, dalam prosedur transaksi bank atau yang dilaporkan oleh departemen yang
berbeda, cabang dan bahkan pelanggan. Hal ini untuk memastikan kesesuaiannya
dengan aturan-aturan syariah sebelum mengembangkan produk-produk baru atau
menerapkan setiap prosedur baru.
Menganalisis kontrak dan perjanjian tentang transaksi Bank, sebagaimana yang
disampaikan oleh Ketua Dewan Direksi atau setiap departemen/cabang di bank atau
atau atas permintaan Dewan Syariah itu sendiri sehingga dapat mengevaluasi dan
memelihara Shariah compliance (kesesuaian dengan aturan syariah).
Memastikan penerapan aturan Syariah dalam pelaksanaan semua transaksi perbankan
dan memperbaiki setiap pelanggaran.
Menganalisis keputusan administratif, permasalahan dan hal-hal yang memerlukan
persetujuan Dewan.
Pengawasan program pelatihan Syariah bagi staf Bank.
Mempersiapkan laporan tahunan dalam neraca Bank sehubungan dengan pemenuhan
aturan-aturan Syariah-nya.
AAOIFI memberikan definisi yang baik mengenai DPS, yang patut kita
pertimbangkan dalam studi ini:
"Dewan pengawas syariat / DPS merupakan badan independen dari para ahli
hukum khusus dalam fiqh almua'malat (yurisprudensi Islam dalam hal yang
berkaitan dengan niaga dan perdagangan). Walaupun demikian, dewan
pengawas syariat juga dapat memasukkan anggota selain dari yang ahli dalam
fiqh almua'malat, tetapi siapa saja yang ahli di bidang lembaga keuangan
Islam dan memiliki pengetahuan tentang fiqh almua'malat. Dewan pengawas
syariat dipercayakan dengan tugas mengarahkan, meninjau dan mengawasi
kegiatan lembaga keuangan Islam untuk memastikan bahwa mereka sesuai
dengan Aturan dan Prinsip Syariat Islam. Fatwa dan keputusan dewan
pengawas syariat harus mengikat lembaga keuangan Islam"2.
Dari definisi tersebut, tanggung jawab DPS disebutkan secara umum, yang terdiri dari
"mengarahkan, mengkaji dan mengawasi kegiatan-kegiatan lembaga keuangan Islam". Secara
kronologis, dapat kita simpulkan dari pernyataan ini bahwa ada dua tahap utama dalam
2 GS IFI as cited by Hameed (2007).
5
kegiatan DPS: ex-ante audit disebut dengan kata "mengarahkan" dan ex-post audit yang terdiri
dari "meninjau".
Abdallah, A.A. yang sangat banyak merujuk pada pengalaman orang-orang Sudan-salah
satu negara yang mengikuti standar AAOIFI-tersebutlah beberapa unsur ex ante audit dan
peran penasihat DPS yang harus mencakup:
- Untuk merancang dan menyetujui, dalam kerjasamanya dengan departemen terkait
lainnya dan pejabat yang sah, kontrak model dan perjanjian untuk memerintah dan
mengatur semua kegiatan bank dan transaksi bisnis.
- Untuk memperbarui dan memperbaiki model yang dikembangkan agar sesuai dengan
prinsip, peraturan dan jiwa/semangat Syariah.
- Untuk mempelajari dan memutuskan, dari sudut pandang syariah, isu-isu dan masalah
yang diberikan oleh dewan direksi atau manajer umum.
- Untuk memberikan saran dan petunjuk kepada manajemen bank.3
Di sisi lain, berdasarkan tinjauan Syariah oleh AAOIFI -ex-post audit merupakan
pemeriksaan sejauh mana suatu kepatuhan/kesesuaian IFI, dalam segala kegiatannya, dengan
prinsip-prinsip Syariah. Pemeriksaan ini termasuk dalam kontrak, perjanjian, kebijakan,
produk, transaksi-transaksi, memorandum dan anggaran dasar, laporan keuangan, laporan
(khususnya audit internal dan pemeriksaan bank sentral), surat edaran, dll4.
AAOIFI juga terlibat dalam tanggung jawab DPS, elemen-elemen seperti: perhitungan
zakat, identifikasi dan pelepasan pendapatan non-Shariah compliant, dan memberikan saran
tentang distribusi pendapatan atau beban di antara pemegang saham dan pemegang rekening
investasi.5
Dari sudut pandang AAOIFI, DPS menikmati otoritas yang cukup tinggi. Anggotanya
diangkat oleh para pemegang saham dan fatwa mereka mengikat IFI, seperti yang disebutkan
dalam definisi.
3 Abdallah, A.A. ( ). The role of Shariah supervisory board s insetting accounting policies in Islamic banks. 4 Ibid. 5 See the AAOIFI's Example of Shariah report, as cited by Hameed (2007).
6
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini pada dasarnya merupakan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk
secara kritis menganalisis bagaimana laporan Syariah dipraktekkan di Indonesia dalam bidang
keuangan Syariah. Sumber-sumber informasi termasuk dalam standar AAOIFI, Bank
Indonesia, laporan tahunan bank dan standar hukum. Analisis konten adalah alat utama yang
peneliti gunakan untuk mengambil informasi-informasi yang diperlukan. Peneliti menganalisis
laporan Syariah dari bank Syariah berdasarkan sampel dari 10 laporan yang dibandingkan
dengan standar laporan yang dikeluarkan oleh AAOIFI. Dari bank-bank ini, segala informasi
yang diperlukan untuk studi akan diambil dengan menggunakan metode eksplorasi, dan
kemudian akan dianalisis secara kritis dan diinterpretasikan dengan metode deskriptif.
4. DISKUSI DAN ANALISIS
4.1. DPS dan Resiko Shariah Non-Compliance
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Shariah Compliance merupakan perhatian
utama dari bank-bank Islam. DPS didirikan untuk memastikan bahwa IFI menaati prinsip-
prinsip Syariah dalam berbagai kegiatan yang berbeda. IFSB6 mendefinisikan resiko Shariah
non-compliance sebagai : "risiko yang timbul dari Offering Islamic Financial Services' (IIFS)
yang gagal untuk mematuhi aturan dan prinsip-prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Dewan
Syariah dari IIFS atau badan yang relevan dalam wilayah hukum dimana IIFS beroperasi."
Kegagalan untuk mematuhi aturan-aturan dan prinsip-prinsip Syariah dapat dilakukan
dengan disengaja atau tidak disengaja. Misalnya, demi memaksimalkan laba, manajemen
dapat mendapatkan penghasilan dari hal yang melanggar hukum atau mendistribusikan laba
rugi dengan cara yang merugikan Pemegang Rekening Investasi. Di sisi lain, karyawan IFI
mungkin tidak berhasi untuk menjalankan kontrak dengan benar yang terjadi murni karena
ketidaktahuan. Oleh karena itu, tanggung jawab para penasehat Syariah Internal atau DPS
sangat penting untuk mengelola kegagalan tersebut. Namun, manajemen risiko ini memerlukan
kompetensi tertentu serta kewenangan dan independensi. Untuk menentukan daerah mana yang
mungkin dapat terjadi kegagalan, Pengawas Syariah memerlukan ahli dalam Fiqh Muamalat
dan setidaknya memiliki pengetahuan kerja di bidang perbankan, keuangan dan teknik audit.
6 IFSB (2005).
7
IFSB (2005) memberikan pedoman yang berguna dalam menghadapi peristiwa dimana
kewaspadaan maksimum diperlukan sepanjang diperhatikannya Shariah compliance :
- Ketika menerima deposito dan dana investasi (sisi kewajiban).
- Ketika memberikan pembiayaan dan melaksanakan pelayanan investasi bagi pelanggan
mereka (sisi aktiva).
Area penting lain yang disebutkan oleh IFSB merupakan dokumentasi kontrak, di mana
kecermatan harus diberikan pada elemen-elemen yang berkaitan dengan "pembentukan,
pemutusan kontrak kerja dan elemen-elemen yang mungkin dapat mempengaruhi pelaksanaan
kontrak seperti kecurangan, kekeliruan, paksaan/tekana atau hak-hak dan kewajiban lainnya."
Setelah permasalahan mengenai kompetensi dari Pengawas Syariah diselesaikan, kita
dihadapkan dengan hal kritis lain mengenai otoritas dan independensi mereka. Pengawas
Syariah harus memiliki hak untuk mendapatkan akses ke semua sumber informasi yang mereka
anggap relevan, tanpa pembatasan. Selanjutnya, mereka harus bebas untuk mengekspresikan
pendapat mereka secara objektif tanpa tekanan apapun. Penulis berpandangan bahwa
penunjukan DPS oleh pemegang saham adalah untuk memperkuat independensi ini.
Abdel Karim (1990) menekankan pada pentingnya independensi dari DPS untuk
kredibilitas laporan keuangan IFI. Dia berpendapat bahwa laporan Syariah dapat meningkatkan
disiplin pasar, dalam arti bahwa jika DPS melaporkan adanya penyimpangan dalam laporan
keuangan bank Islam yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam, maka
konsumen cenderung bereaksi dengan cara yang dapat merugikan manajemen bank.
Selain independensi, Grais dan Pellegrini (2006) membahas isu atas pengungkapan dan
pemeliharaan dimana adanya pengungkapan terhadap publik atas semua informasi yang
berkaitan dengan saran-saran Syariah, selain memberdayakan para pemangku kepentingan,
juga menyediakan sebuah forum untuk memberikan edukasi kepada publik, sehingga membuka
jalan untuk peran yang lebih besar bagi market discipline /disiplin pasar dalam hal kepatuhan
pada aturan-aturan syariah, dan pada saat yang sama mengurangi biaya agen eksternal yang
mungkin akan dihadapi dalam menilai kualitas pengawasan internal Syariah.
Dengan demikian, laporan syariah, jika dilakukan dengan benar, dapat memainkan
peranan penting dalam mengurangi risiko Shariah non-compliance (ketidaksesuaian dengan
aturan syariah), dengan membuat manajemen dan karyawan lain lebih berhati-hati ketika
berhadapan dengan masalah-masalah yang terkait dengan syariah. Oleh karena itu, pertanyaan
8
yang penulis coba jawab di bagian berikutnya adalah apakah bentuk laporan Syariah dari bank-
bank Islam saat ini sudah dapat mengurangi risiko Shariah non-compliance.
Model pengelolaan/pemerintahan Shariah dari Islamic Bank
tanda panah ini berarti: "dilaporkan kepada"
tanda panah ini menunjukan adanya kerja sama yang kuat.
4.2. Laporan Syariah: Suatu Analisis.
Seperti yang telah penulis tunjukkan pada bagian sebelumnya, fitur unik dari bank
syariah membuat perlunya penyertaan badan yang dipercaya untuk melakukan pengawasan
AAOIFI +IFSB
Board of Directors
Management
External Auditors
Internal Shariah Reviewer
DPS
HDPS
Shareholders + other stakeholders
9
Syariah. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah kebutuhan untuk menghasilkan laporan,
untuk menunjukkan bagaimana pemenuhan aturan Syariah dalam berbagai kegiatan
operasional bank.
Abdel Karim (1990) menyatakan bahwa laporan Syariah dapat dibenarkan atas dasar
bahwa laporan tersebut
"Meyakinkan pembaca bahwa laporan keuangan bank telah sesuai dengan Syariat
Islam. Dan juga menyatakan apakah auditor DPS memiliki akses ke semua dokumen
dan catatan yang mereka anggap dibutuhkan dalam melaksanakan tugas mereka.
Laporan seperti itu dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas atas informasi dalam
laporan keuangan dari perspektif agama ".
Jaminan seperti itu adalah untuk meningkatkan dan memperkuat kepercayaan para
pemangku kepentingan dalam operasional bank Islam. Perlu diperhatikan bahwa dalam
konteks ini, para pemangku kepentingan cukup besar dan terdiri dari semua orang dengan
kepentingan dalam terwujudnya kesejahteraan bank Islam seperti karyawan, pelanggan,
pemasok, pengawas, dan kaum muslimin secara keseluruhan.7
Beberapa standar dan pedoman telah diproduksi secara lokal (misalnya Malaysia dan
Indonesia) dan global (misalnya AAOIFI dan IFSB) dalam hubungannya dengan laporan
Syariah dari bank Syariah. Namun, pedoman yang diberikan oleh AAOIFI dalam hal ini jauh
lebih rinci, walaupun penulis menganggapnya masih kurang dalam beberapa aspek. Meskipun
demikian, penulis akan menganggapnya sebagai acuan dalam proses mengevaluasi sampel
laporan Syariah dalam penelitian ini, dan apabila diperlukan akan penulis berikan pendapat
penulis berkenaan dengan beberapa masalah.
Sampel ini tersusun dari 10 laporan Syariah dari bank-bank yang berbeda di Indonesia:
Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, BRI Syariah, BCA
Syariah, BNI Syariah, Bank BJB Syariah, Bank Syariah Bukopin, Panin Bank Syariah, dan
Bank Victoria Syariah. Laporan yang dihasilkan adalah laporan Syariah tahun 2010, dalam
laporan tahunan bank-bank tersebut.
Dalam standarnya untuk Dewan Pengawas Syariah, AAOIFI menguraikan unsur-unsur
dasar yang harus tercantum dalam Laporan Syariah:
7 IFSB (2006). Corporate Governance Standards. P.27.
10
a) Judul;
b) penerima;
c) pembukaan atau pengantar;
d) paragraph singkat yang menjelaskan sifat dari pelaksanaan kerja;
e) paragraph opini yang mengandung ungkapan pendapat atas kepatuhan lembaga keuangan Islam atas aturan dan rinsip syariat Islam;
f) Tanggal laporan; dan
g) Tanda tangan anggota dewan pengawas syariah.
Tabel di bawah menunjukkan bagaimana pemenuhan sampel laporan dengan pedoman
dari AAOIFI
11
Elemen-elemen dari standar laporan
AAOIFI Bank
Judul Ditujukan kepada
Pembuka/ pengantar
Paragraph singkat,
menjelaskan sifat dari
pelaksanaan kerja
Opini Tanggal Tanda tangan dari
seluruh anggota
Tingkat kesesuaian
a
b c d
Bank Muamalat Indonesia
45.45 %
Bank Syariah Mandiri
81.82 %
Bank Mega Syariah
45.45 %
BRI Syariah
72.73 %
BCA Syariah
36.36 %
BNI Syariah
36.36 %
Bank BJB Syariah
45.45 %
Bank Syariah Bukopin
54.55 %
Panin Bank Syariah
54.55 %
Bank Victoria Syariah
72.73 %
12
Tabel-Perbandingan antara sampel laporan Syariah dengan contoh laporan AAOIFI.
: menunjukkan bahwa elemen tersebut ada dalam laporan.
: menunjukkan bahwa elemen tersebut tidak ada dalam laporan.
Dalam contoh laporan yang diberikan oleh AAOIFI, ada empat hal yang harus dipertimbangkan
dalam bagian pendapat:
a) kontrak, transaksi dan kesepakatan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Islam.
b) Alokasi keuntungan dan pembayaran kerugian yang berhubungan dengan rekening
investasi.
c) Pendapatan yang telah dihasilkan dari sumber atau cara yang dilarang oleh aturan dan
prinsip-prinsip Syariah Islam.
d) Perhitungan zakat.
Dari tabel diatas, terlihat hanya Bank Syariah Mandiri yang telah berusaha untuk
mengikuti pedoman AAOIFI, walaupun tingkat kesesuaiannya baru mencapai 81.82% dan belum
mencapai 100%. Di level kedua adalah BRI Syariah dan Bank Victoria Syariah dengan tingkat
kesesuaian 72.73%. Di level ketiga adalah Bank Syariah Bukopin dan Panin Bank Syariah
dengan tingkat kesesuaian 54.55%. Sementara bank lainnya yang tersisa berada di tingkat
keseuaian antara 36.36% sampai dengan 45.45%.
Ini menunjukkan bank-bank Syariah di Indonesia cenderung sangat singkat dengan
pernyataan umum seperti: "Kami MX , ..., dengan ini mengkonfirmasi atas nama Komite, yang
menurut pendapat kami, operasi Bank untuk tahun yang berakhir ... telah dilakukan sesuai
dengan Prinsip-prinsip Syariah "
Jelas bahwa laporan semacam ini tidak dapat membantu para pemangku kepentingan
bank-bank Syariah menilai bagaimana pemenuhan aturan-aturan Syariah dalam pelaksanaan
operasionalnya. Meskipun ada keyakinan bahwa para pemangku kepentingan dari Lembaga
Keuangan Syariah sudah menjadi badan yang independen, kompetensi dan kejujuran pengawas
Syariah, rincian yang lebih detail diperlukan untuk membuat mereka lebih percaya dalam
keyakinan mereka. Bahkan Ibrahim Nabi (saw) meminta kepada Allah untuk menunjukkan
kepadanya bagaimana Allah bisa menghidupkan kembali makhluk yang telah mati, meskipun ia
13
adalah seorang mukmin sejati. Kisah ini diceritakan dalam gaya bahasa yang kuat dalam Al-
Quran:
" Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana
Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim
menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan
imanku)..."(Al-Baqarah:260).
Analisis penulis juga mengungkapkan semacam sikap pasif dari beberapa Pengawas
Syariah sebagaimana tercermin dalam pernyataan berikut: "Pertanggungjawaban opini ini
terbatas pada copy dokumen yang disampaikan kepada Dewan Pengawas Syariah8 " Jelas
bahwa manajemen tidak akan pernah menampilkan kepada auditor Syariah, unsur-unsur yang
dapat merugikan perusahaan.
"Selain resiko dari kesalahan penyajian materi, auditor juga bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa ia memiliki kesempatan yang wajar untuk mendeteksi kecurangan
materi dalam laporan keuangan dengan memasukkan ukuran keraguan profesional
yang sehat dalam melakukan audit dan bila ada kecurigaan apapun, ia harus terus
mengikuti sampai ia telah menyelidiki permasalahan ini untuk kepuasannya"9.
Jika sikap ini diwajibkan oleh auditor konvensional, pemeriksaan yang lebih ketat
diharapkan dari auditor Syariah karena fakta bahwa Shariah compliance adalah alasan dari
keberadaan bank-bank Syariah.
Lebih jauh lagi, kita dapat menyatakan bahwa bahkan AAOIFI, dalam contoh
laporannya, cenderung terlalu banyak meniru laporan biasa dari auditor eksternal, khususnya di
lingkup paragraph, di mana dinyatakan bahwa:
"Contoh Manajemen Lembaga Keuangan Islam bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa lembaga keuangan melakukan bisnis sesuai dengan aturan dan
prinsip syariat Islam. Hal ini adalah tanggung jawab kita untuk membentuk opini
8 Appendix, Laporan Syariah BRI Syariah 2010. 9 Hameed. (2007).p.505.
14
yang independen, berdasarkan tinjauan kami dari kegiatan usaha dari Contoh
Lembaga Keuangan Islam, dan untuk melaporkan kepada Anda ... "10
Pernyataan ini tampaknya mempersempit tanggung jawab DPS sebagaimana
didefinisikan dalam pernyataan lain di GSIFI no1, di mana ditegaskan bahwa:
"Dewan pengawas syariat dipercayakan dengan tugas mengarahkan, meninjau dan
mengawasi aktivitas-aktivitas lembaga keuangan Islam dengan tujuan untuk memastikan
bahwa mereka telah sesuai dengan Aturan dan Prinsip Syariat Islam. Fatwa-fatwa dan
aturan dewan pengawas syariat harus mengikat lembaga keuangan Islam."
Hameed (2007) merinci jelas perbedaan tanggung jawab antara DPS dan auditor, atas
dasar bahwa DPS berkaitan dengan kegiatan dan operasi Lembaga Keuangan Islam secara
keseluruhan; maka laporannya harus memiliki ruang lingkup yang cukup luas, sedangkan auditor
lebih terkait pada laporan keuangan IFI. Dalam pandangan penulis, perbedaan dalam tanggung
jawab ini harus tercermin pada kata-kata dan isi laporan DPS tersebut.
Sebelum mengakhiri bagian ini, penulis anggap cukup penting untuk mengusulkan model
laporan Syariah yang mempertimbangkan aspek-aspek positif dari model yang sudah ada (GSIFI
No.1/AAOIFI, dan laporan DPS dari Meezan Syariah Bank Limited di Pakistan serta
pengamatan telah tersedia bagi penulis dalam literatur (Hameed, 2007). Penulis telah berusaha
untuk mencerminkan, dalam laporan yang diusulkan, tentang peran DPS, khususnya audit
Syariah ex-ante dan audit Syariah ex-post. Perbedaan ini mempunyai implikasi yang jelas dalam
struktur laporan.
10 GSIFI No1, as cited by Hameed (2007).
15
Dengan Nama Allah, Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang
Laporan Dewan Pengawas Syariah
Untuk Pemegang Saham dari Lembaga Keuangan Islam X Assalam Alaikum Wa Rahmat Allah Wa Barakatuh Sesuai dengan surat penunjukan, kami diwajibkan untuk menyerahkan laporan berikut. Ex-ante Shariah Audit: Dalam rangka melaksanakan tugas kami yang terdiri dari mengarahkan, mengawasi dan meninjau kegiatan Lembaga Keuangan Islam X, untuk memastikan terpenuhinya aturan-aturan Syariah pada semua aktivitas: - Kami telah mengadakan pertemuan n1untuk membahas masalah yang berhubungan dengan
kegiatan operasional Lembaga Keuangan Islam X. Dalam hal ini, fatwa n2 telah diterbitkan seperti yang dibutuhkan oleh berbagai pertanyaan yang dihadapkan pada kami. (Semua fatwa tersebut telah disertakan dalam laporan ini).
Penghitungan peristiwa utama dari periode akhir dan apa peran DPS didalamnya. Ex-post Shariah Audit:
Untuk memastikan bahwa operasional Lembaga Keuangan Islam X dilakukan sesuai dengan Aturan dan Prinsip Syariat Islam, sebagaimana diatur dalam pedoman kami dan fatwa-fatwa:
- Kami benar-benar mempelajari semua laporan yang disampaikan kepada kami oleh peninjau syariah internal.
- Kami memeriksa, atas dasar pengujian dari setiap jenis transaksi, dokumentasi yang relevan dan prosedur yang diadopsi oleh Lembaga Keuangan Islam X, pendapat tentang apakah Lembaga Keuangan Islam X telah mematuhi Aturan dan Prinsip Syariah dan juga dengan fatwa tertentu, hukum dan pedoman yang dikeluarkan oleh kami.
Merupakan tanggung jawab manajemen Lembaga Keuangan Islam X dan karyawan untuk menjamin penerapan prinsip-prinsip Syariah dan pedoman yang dikeluarkan oleh DPS dan memastikan shariah compliance dalam semua kegiatan lembaga tersebut.
16
Berdasarkan hasil peninjauan dan tes yang telah dilakukan:
Menurut pendapat kami: a) Kontrak, transaksi dan kesepakatan yang masuk oleh Lembaga Keuangan Islam X selama
tahun yang berakhir ... bahwa kita telah memeriksa kesesuaian dengan aturan dan prinsip-prinsip Syariah Islam. (Jika ada, menunjukkan sifat pelanggaran)
b) Alokasi keuntungan dan pembayaran kerugian yang berhubungan dengan rekening investasi sesuai dengan basis yang telah disetujui oleh kami sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip Syariat Islam. (Jika ada, menunjukkan sifat pelanggaran) (Apabila diperlukan, paragraf pendapat juga harus mencakup hal-hal berikut:)
c) Semua keuntungan yang telah dihasilkan dari sumber atau dengan cara yang dilarang oleh Aturan Prinsip Syariat Islam telah dipisahkan untuk amal. (Sumber, jumlah dan cara pemisahan, harus diungkapkan).
d) Perhitungan Zakat sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip Syariah Islam Kami memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa untuk memberikan keberhasilan dan menunjukkan jalan yang lurus kepada kita semua. Wassalam Alaikum Wa Rahmat Allah Wa Barakatuh (Nama dan tanda tangan anggota dewan pengawas syariat) Tempat dan tanggal.
17
5. KESIMPULAN Dalam makalah ini penulis telah berpendapat bahwa DPS, karena tanggung jawabnya dalam
struktur Lembaga Keuangan Syariah, memiliki peran utama dalam pengelolaan risiko Shariah
non-compliance. Penulis telah mengangkat masalah kompetensi, dan independensi otoritas
pengawas Syariah yang sangat penting untuk pelaksanaan tugas mereka. Sebuah alat disposisi
DPS yang dapat membantu dalam mengelola risiko Shariah non-compliance dalam laporan
Syariah. Pandangan penulis adalah bahwa laporan Syariah yang baik dapat meningkatkan
disiplin pasar dan membuat manajemen IFI menangani masalah-masalah yang berhubungan
dengan Syariah dengan lebih berhati-hati dan ketat. Penelitian penulis mengenai laporan Syariah,
dari beberapa bank Syariah di Indonesia, telah mengungkapkan kurangnya harmonisasi laporan
Syariah dalam industri ini.
Model AAOIFI tersebut, meskipun telah memberikan beberapa informasi yang rinci dan
berguna, hal itu masih kurang dan perlu diperbaiki dalam hal koherensi dan konsistensi
berkenaan dengan tugas tanggung jawab DPS. Dalam analisis penulis, penulis telah mengangkat
beberapa masalah yang berkaitan dengan pengawasan bank-bank Syariah yang harus ditangani
dengan benar. Penulis juga mengusulkan model laporan Syariah yang penulis anggap lebih
konsisten dengan tanggung jawab DPS, dan bisa merupakan suatu instrumen yang baik untuk
mengurangi risiko Shariah non-compliance.
Penulis berpikir bahwa kurangnya harmonisasi tentang tanggung jawab dan wewenang dari
DPS di tingkat global merupakan isu utama yang harus ditangani secepat mungkin. Fenomena ini
menjadi lebih rumit dengan munculnya IFSB sebagai standar utama untuk Shariah Governance,
di samping AAOIFI. Standar mana yang seharusnya diikuti Lembaga Keuangan Syariah? Akan
lebih baik jika kedua badan tersebut bertemu untuk menyelaraskan dan menetapkan garis besar
ruang lingkup untuk masing-masingnya, untuk menghindari kebingungan.
18
REFERENSI
AAIOIFI, Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions 2004,
Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 1 - Sharia Supervisory Board:
Appointment, Composition and Report.
_________ 1999, Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 2 -
Sharia Review.
_________1999, Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 3
Internal Sharia Review.
Abdallah, A.A. ( ). The role of Shariah Supervisory Boards in Setting Accounting Policies in
Islamic Banks.
Abdel Karim, R. A. (1990) The Independence of Religious and External Auditors: the
Case of Islamic Banks, Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 3, No. 3
(March 1990), 34-44.
Ahmad, S. F. (2001), The Ethical Responsibility in Business: Islamic Principles and
Implications, Ethics in Business and Management: Islamic and Mainstream Approaches.
Khaliq Ahmad and AbulHasan M. Sadeq (eds.) London: Asean Academic Press.
Annual Report Bank Mumalat Indonesia 2010.
Annual Report Bank Syariah Mandiri 2010.
Annual Report Bank Mega Syariah 2010.
Annual Report BRI Syariah 2010.
19
Annual Report BCA Syariah 2010.
Annual Report BNI Syariah 2010.
Annual Report Bank BJB Syariah 2010.
Annual Report Bank Syariah Bukopin 2010.
Annual Report Panin Bank Syariah 2010.
Annual Report Bank Victoria Syariah 2010.
Besar, Mohd Hairul Azrin Haji, et all. (2008), The Practice of Shariah Review as
Undertaken by Islamic Banking Sector in Malaysia. Proceedings Of The Eighth International
Business Research Conference, Dubai, UAE, 27 -28 March 2008.
BNM, Bank Negara Malaysia. (2004), Guidelines on the Governance of Shariah Committee
for the Islamic Financial Institutions. BNM, Kuala Lumpur.
Chapra, M. and Ahmed, H. (2002) Corporate Governance in Islamic Financial
Institutions Occasional Paper No. 6 (Islamic Research and Training Institute: Islamic
Development Bank, Jeddah.
Grais, W. and Pellegrini, M. (2006). Corporate Governance and Shariah Compliance in
Institutions Offering Islamic Financial Services. World Bank Policy Research Working
Paper 4054. http://econ.worldbank.org.
Hameed, S. (2007). Accounting and Auditing for Islamic Financial Institutions. Bahrain:
AAOIFI.
20
IFSB (2006). Guiding Principles on Corporate Governance For Institutions Offering Only
Islamic Financial Services (Excluding Islamic Insurance (Takaful) Institutions and Islamic
Mutual Funds). Kuala Lumpur: IFSB.
IFSB, (2005). Guiding principles of risk mangement. Kuala Lumpur, Malaysia.
www.albaraka.com.ua. Retrieved on 16 March 2008
21
APPENDIX
Laporan Syariah Bank Muamalat Indonesia 2010
22
Laporan Syariah Bank Syariah Mandiri 2010
23
Laporan Syariah BRI Syariah 2010
24
25
Laporan Syariah BCA Syariah 2010
26
Laporan Syariah BNI Syariah 2010
27
Laporan Syariah Bank Panin Syariah 2010
28
29
Laporan Syariah Bank Victoria Syariah 2010
30
31
Laporan Syariah Bank Bukopin Syariah 2010
32
33
34
35
36
Laporan Syariah Bank Mega Syariah 2010
37
Laporan Syariah Bank BJB Syariah 2010
Top Related