Analisis Laporan Tahunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Di Indonesia

37
1 Disampaikan pada FORUM RISET PERBANKAN SYARIAH Jointly organised by Bank Indonesia, Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Islam (PSEBI) FEB Universitas Padjadjaran, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), & Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Bandung, 15-16 Desember 2011 Analisis Laporan Tahunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Pada Bank Syariah di Indonesia Irawan Febianto Dosen Manajemen dan Keuangan Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Indonesia E-mail: [email protected]/ [email protected] ABSTRAK Dewan Pengawas Syariah (DPS)/ Shariah Supervisory Board sebagai salah satu mekanisme governance yang paling penting dari bank syariah, diyakini memegang peranan utama dalam pengelolaan resiko ketidakpatuhan akan aturan Syariah atau lebih dikenal dengan Shariah non-compliance risk.. Salah satu indikator yang dapat membantu mengelola kategori resiko ini adalah Laporan Tahunan Syariah oleh DPS yang seharusnya terdapat pada Laporan Tahunan (Annual Report) setiap bank syariah. Tulisan ini mencoba menganalisis Laporan Tahunan Syariah dalam cakupan dan gaya pelaporan pada laporan tahunan bank-bank syariah di Indonesia. Pandangan penulis adalah bahwa Laporan Tahunan Syariah yang baik dapat meningkatkan disiplin pasar dan membuat manajemen perbankan syariah menangani persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Syariah dengan lebih hati-hati dan ketat. Hasil temuan dari penelitian ini akan menilai efektivitas Laporan Tahunan Syariah. Penulis juga mengusulkan model laporan Syariah yang penulis anggap lebih konsisten dengan tanggung jawab dari DPS. Keywords: Laporan Tahunan Syariah, Dewan Pengawas Syariah, Shariah non-compliance risk 1. PENDAHULUAN Telah disepakati bahwa shariah compliance (kesesuaian dengan aturan syariah) adalah justifikasi penting dalam perbankan dan keuangan Syariah. Untuk memenuhi persyaratan yang sangat penting ini, Islamic Financial Institutions (IFI) telah menyusun berbagai aturan yang

Transcript of Analisis Laporan Tahunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Di Indonesia

  • 1

    Disampaikan pada

    FORUM RISET PERBANKAN SYARIAH Jointly organised by

    Bank Indonesia, Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Islam (PSEBI) FEB Universitas Padjadjaran, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), & Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)

    Bandung, 15-16 Desember 2011

    Analisis Laporan Tahunan Dewan Pengawas Syariah (DPS) Pada Bank Syariah di Indonesia

    Irawan Febianto

    Dosen Manajemen dan Keuangan Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran, Indonesia E-mail: [email protected]/ [email protected]

    ABSTRAK Dewan Pengawas Syariah (DPS)/ Shariah Supervisory Board sebagai salah satu mekanisme governance yang paling penting dari bank syariah, diyakini memegang peranan utama dalam pengelolaan resiko ketidakpatuhan akan aturan Syariah atau lebih dikenal dengan Shariah non-compliance risk.. Salah satu indikator yang dapat membantu mengelola kategori resiko ini adalah Laporan Tahunan Syariah oleh DPS yang seharusnya terdapat pada Laporan Tahunan (Annual Report) setiap bank syariah.

    Tulisan ini mencoba menganalisis Laporan Tahunan Syariah dalam cakupan dan gaya pelaporan pada laporan tahunan bank-bank syariah di Indonesia. Pandangan penulis adalah bahwa Laporan Tahunan Syariah yang baik dapat meningkatkan disiplin pasar dan membuat manajemen perbankan syariah menangani persoalan-persoalan yang berkaitan dengan Syariah dengan lebih hati-hati dan ketat. Hasil temuan dari penelitian ini akan menilai efektivitas Laporan Tahunan Syariah. Penulis juga mengusulkan model laporan Syariah yang penulis anggap lebih konsisten dengan tanggung jawab dari DPS.

    Keywords: Laporan Tahunan Syariah, Dewan Pengawas Syariah, Shariah non-compliance risk

    1. PENDAHULUAN Telah disepakati bahwa shariah compliance (kesesuaian dengan aturan syariah) adalah

    justifikasi penting dalam perbankan dan keuangan Syariah. Untuk memenuhi persyaratan yang

    sangat penting ini, Islamic Financial Institutions (IFI) telah menyusun berbagai aturan yang

  • 2

    terdiri dari pengangkatan ahli/ Syariah dengan tugas khusus mengawasi kegiatan operasional

    mereka. Pada tingkat nasional, beberapa negara telah mengambil inisiatif dengan mendirikan

    sebuah badan nasional untuk pengawasan Syariah dan persetujuan atas instrumen keuangan

    yang digunakan oleh IFI. Itulah kasus yang terjadi di Malaysia (Syariah Advisory Council) dan

    Sudan (Higher Shariah Supervisory Board). Serta Indonesia dengan Dewan Syariah Nasional

    (DSN) MUI. Secara global, ada juga organisasi-organisasi internasional seperti Accounting and

    Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan Islamic Financial

    Services Board (IFSB) yang menetapkan beberapa standar untuk tata kelola IFI. Karena

    shariah compliance adalah fitur unik dari IFI, teknik manajemen risiko konvensional mungkin

    tidak cukup untuk mengurangi risiko terkait Syariah. IFSB1 secara khusus menindak risiko ini

    dan menyediakan pedoman untuk mitigasinya.

    Pertanyaan yang kemudian muncul adalah:

    - Apa arti posisi stakeholder IFI dalam pengukuran shariah compliance dari lembaga ini?

    - Apakah ini cara yang tepat untuk memberikan informasi yang memadai bagi para

    pengguna IFI?

    - Apakah ini berarti instrumen yang memadai dalam upaya mengurangi risiko dari

    Shariah non-compliant (ketidaksesuaian dengan aturan syariah) ?

    Dalam praktek perbankan Islam saat ini, cara yang paling formal untuk memberikan

    informasi kepada para pengguna mengenai shariah compliance adalah melalui laporan Syariah

    yang merupakan komponen dari laporan tahunan (Annual Report). Oleh karena itu,

    permasalahan-permasalahan yang penulis coba bahas secara spesifik dalam makalah ini,

    adalah:

    - Untuk menunjukkan kecukupan laporan Syariah sebagai alat manajemen risiko;

    - Untuk mengetahui apakah bentuk laporan Syariah dari bank-bank Islam saat ini mampu

    menyediakan informasi yang memadai bagi para pengguna mengenai kegiatan yang

    berkaitan dengan Syariah

    Seperti yang telah dijelaskan, penulis tidak bertujuan untuk membahas laporan yang

    dikeluarkan oleh penasihat Syariah dari bank untuk penggunaan internal ataupun membahas

    1 IFSB, (2005). Guiding Principles of Risk Management for Institutions (other than Insurance Institutions) Offering only Islamic Financial Services.

  • 3

    laporan badan nasional dalam makalah ini. Ruang lingkup akan terbatas pada laporan-laporan

    yang diterbitkan pada laporan tahunan dan biasanya dihasilkan oleh yang secara umum dikenal

    sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS). Karena laporan tersebut seharusnya berdasarkan

    kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini, merupakan hal yang sangat penting untuk

    mengetahui alasan, tanggung jawab dan wewenang dari DPS.

    2. KAJIAN PUSTAKA Islam, sebagai jalan hidup yang komprehensif, telah menyediakan bagi para manusia,

    bimbingan dalam segala hal. Dalam bisnis, Syariah telah menetapkan aturan dan prinsip-

    prinsip yang harus dipatuhi oleh para pengusaha Muslim. Demikian pula Syariah melarang riba

    (Al-Quran 2: 275-6), perjudian (Qur'an 5:90), dan gharar (ketidakpastian yang dimanipulasi).

    Syariah juga melarang pengkhianatan atas kepercayaan (Quran 8:27) dan menganggapnya

    tidak bermoral dengan mendapatkan keuntungan melalui pengelabuan atau dengan penipuan

    (Qur'an 4:29). Selain itu, Al Quran mensyaratkan kejujuran atas semua kontrak (5:1), dan

    mendorong adanya transparansi, dengan menganjurkan penulisan kontrak dengan maksud

    untuk mengambil tempat dalam periode masa depan (2:282).

    Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan ini, bank-bank Islam atau Syariah modern telah

    muncul dengan pengaturan dimana badan-badan khusus memantau semua hal yang berkaitan

    dengan Syariah. Salah satunya adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hampir semua bank-

    bank Islam memiliki DPS (Abdel Karim, 1990), yang kadang-kadang, memiliki nama yang

    berbeda, tergantung pada negara atau bank Islam (Hameed, 2007). Dengan demikian,

    rasionalisasi DPS cukup jelas, karena Shariah compliance sangat penting untuk IFI.

    Pada dasarnya, tugas-tugas dari DPS adalah sebagai berikut (al Baraka, 2008):

    Sebagai sumber pakar Prinsip-prinsip Islam (termasuk fatwa), dewan tertentu melalui

    perwakilan, biasanya sekretaris jendral dari dewan tersebut, mengawasi Shariah

    compliance dari semua transaksi di bank.

    Untuk mencurahkan waktu dan upaya dalam merancang prosedur transaksional agar

    lebih memenuhi aturan-aturan syariah, template dan produk perbankan yang

    memungkinkan bank untuk beradaptasi dengan tren pasar dengan tetap menjaga daya

    saing yang tinggi dalam prosedur deposito (penyimpanan), investasi, dan jasa

    perbankan. Pada saat yang sama, dewan tersebut memberikan pendapat pada template

    baru dan transaksi-transaksi perbankan yang diusulkan.

  • 4

    Menganalisis situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang tidak tercakup oleh

    fatwa, dalam prosedur transaksi bank atau yang dilaporkan oleh departemen yang

    berbeda, cabang dan bahkan pelanggan. Hal ini untuk memastikan kesesuaiannya

    dengan aturan-aturan syariah sebelum mengembangkan produk-produk baru atau

    menerapkan setiap prosedur baru.

    Menganalisis kontrak dan perjanjian tentang transaksi Bank, sebagaimana yang

    disampaikan oleh Ketua Dewan Direksi atau setiap departemen/cabang di bank atau

    atau atas permintaan Dewan Syariah itu sendiri sehingga dapat mengevaluasi dan

    memelihara Shariah compliance (kesesuaian dengan aturan syariah).

    Memastikan penerapan aturan Syariah dalam pelaksanaan semua transaksi perbankan

    dan memperbaiki setiap pelanggaran.

    Menganalisis keputusan administratif, permasalahan dan hal-hal yang memerlukan

    persetujuan Dewan.

    Pengawasan program pelatihan Syariah bagi staf Bank.

    Mempersiapkan laporan tahunan dalam neraca Bank sehubungan dengan pemenuhan

    aturan-aturan Syariah-nya.

    AAOIFI memberikan definisi yang baik mengenai DPS, yang patut kita

    pertimbangkan dalam studi ini:

    "Dewan pengawas syariat / DPS merupakan badan independen dari para ahli

    hukum khusus dalam fiqh almua'malat (yurisprudensi Islam dalam hal yang

    berkaitan dengan niaga dan perdagangan). Walaupun demikian, dewan

    pengawas syariat juga dapat memasukkan anggota selain dari yang ahli dalam

    fiqh almua'malat, tetapi siapa saja yang ahli di bidang lembaga keuangan

    Islam dan memiliki pengetahuan tentang fiqh almua'malat. Dewan pengawas

    syariat dipercayakan dengan tugas mengarahkan, meninjau dan mengawasi

    kegiatan lembaga keuangan Islam untuk memastikan bahwa mereka sesuai

    dengan Aturan dan Prinsip Syariat Islam. Fatwa dan keputusan dewan

    pengawas syariat harus mengikat lembaga keuangan Islam"2.

    Dari definisi tersebut, tanggung jawab DPS disebutkan secara umum, yang terdiri dari

    "mengarahkan, mengkaji dan mengawasi kegiatan-kegiatan lembaga keuangan Islam". Secara

    kronologis, dapat kita simpulkan dari pernyataan ini bahwa ada dua tahap utama dalam

    2 GS IFI as cited by Hameed (2007).

  • 5

    kegiatan DPS: ex-ante audit disebut dengan kata "mengarahkan" dan ex-post audit yang terdiri

    dari "meninjau".

    Abdallah, A.A. yang sangat banyak merujuk pada pengalaman orang-orang Sudan-salah

    satu negara yang mengikuti standar AAOIFI-tersebutlah beberapa unsur ex ante audit dan

    peran penasihat DPS yang harus mencakup:

    - Untuk merancang dan menyetujui, dalam kerjasamanya dengan departemen terkait

    lainnya dan pejabat yang sah, kontrak model dan perjanjian untuk memerintah dan

    mengatur semua kegiatan bank dan transaksi bisnis.

    - Untuk memperbarui dan memperbaiki model yang dikembangkan agar sesuai dengan

    prinsip, peraturan dan jiwa/semangat Syariah.

    - Untuk mempelajari dan memutuskan, dari sudut pandang syariah, isu-isu dan masalah

    yang diberikan oleh dewan direksi atau manajer umum.

    - Untuk memberikan saran dan petunjuk kepada manajemen bank.3

    Di sisi lain, berdasarkan tinjauan Syariah oleh AAOIFI -ex-post audit merupakan

    pemeriksaan sejauh mana suatu kepatuhan/kesesuaian IFI, dalam segala kegiatannya, dengan

    prinsip-prinsip Syariah. Pemeriksaan ini termasuk dalam kontrak, perjanjian, kebijakan,

    produk, transaksi-transaksi, memorandum dan anggaran dasar, laporan keuangan, laporan

    (khususnya audit internal dan pemeriksaan bank sentral), surat edaran, dll4.

    AAOIFI juga terlibat dalam tanggung jawab DPS, elemen-elemen seperti: perhitungan

    zakat, identifikasi dan pelepasan pendapatan non-Shariah compliant, dan memberikan saran

    tentang distribusi pendapatan atau beban di antara pemegang saham dan pemegang rekening

    investasi.5

    Dari sudut pandang AAOIFI, DPS menikmati otoritas yang cukup tinggi. Anggotanya

    diangkat oleh para pemegang saham dan fatwa mereka mengikat IFI, seperti yang disebutkan

    dalam definisi.

    3 Abdallah, A.A. ( ). The role of Shariah supervisory board s insetting accounting policies in Islamic banks. 4 Ibid. 5 See the AAOIFI's Example of Shariah report, as cited by Hameed (2007).

  • 6

    3. METODE PENELITIAN

    Penelitian ini pada dasarnya merupakan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk

    secara kritis menganalisis bagaimana laporan Syariah dipraktekkan di Indonesia dalam bidang

    keuangan Syariah. Sumber-sumber informasi termasuk dalam standar AAOIFI, Bank

    Indonesia, laporan tahunan bank dan standar hukum. Analisis konten adalah alat utama yang

    peneliti gunakan untuk mengambil informasi-informasi yang diperlukan. Peneliti menganalisis

    laporan Syariah dari bank Syariah berdasarkan sampel dari 10 laporan yang dibandingkan

    dengan standar laporan yang dikeluarkan oleh AAOIFI. Dari bank-bank ini, segala informasi

    yang diperlukan untuk studi akan diambil dengan menggunakan metode eksplorasi, dan

    kemudian akan dianalisis secara kritis dan diinterpretasikan dengan metode deskriptif.

    4. DISKUSI DAN ANALISIS

    4.1. DPS dan Resiko Shariah Non-Compliance

    Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Shariah Compliance merupakan perhatian

    utama dari bank-bank Islam. DPS didirikan untuk memastikan bahwa IFI menaati prinsip-

    prinsip Syariah dalam berbagai kegiatan yang berbeda. IFSB6 mendefinisikan resiko Shariah

    non-compliance sebagai : "risiko yang timbul dari Offering Islamic Financial Services' (IIFS)

    yang gagal untuk mematuhi aturan dan prinsip-prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Dewan

    Syariah dari IIFS atau badan yang relevan dalam wilayah hukum dimana IIFS beroperasi."

    Kegagalan untuk mematuhi aturan-aturan dan prinsip-prinsip Syariah dapat dilakukan

    dengan disengaja atau tidak disengaja. Misalnya, demi memaksimalkan laba, manajemen

    dapat mendapatkan penghasilan dari hal yang melanggar hukum atau mendistribusikan laba

    rugi dengan cara yang merugikan Pemegang Rekening Investasi. Di sisi lain, karyawan IFI

    mungkin tidak berhasi untuk menjalankan kontrak dengan benar yang terjadi murni karena

    ketidaktahuan. Oleh karena itu, tanggung jawab para penasehat Syariah Internal atau DPS

    sangat penting untuk mengelola kegagalan tersebut. Namun, manajemen risiko ini memerlukan

    kompetensi tertentu serta kewenangan dan independensi. Untuk menentukan daerah mana yang

    mungkin dapat terjadi kegagalan, Pengawas Syariah memerlukan ahli dalam Fiqh Muamalat

    dan setidaknya memiliki pengetahuan kerja di bidang perbankan, keuangan dan teknik audit.

    6 IFSB (2005).

  • 7

    IFSB (2005) memberikan pedoman yang berguna dalam menghadapi peristiwa dimana

    kewaspadaan maksimum diperlukan sepanjang diperhatikannya Shariah compliance :

    - Ketika menerima deposito dan dana investasi (sisi kewajiban).

    - Ketika memberikan pembiayaan dan melaksanakan pelayanan investasi bagi pelanggan

    mereka (sisi aktiva).

    Area penting lain yang disebutkan oleh IFSB merupakan dokumentasi kontrak, di mana

    kecermatan harus diberikan pada elemen-elemen yang berkaitan dengan "pembentukan,

    pemutusan kontrak kerja dan elemen-elemen yang mungkin dapat mempengaruhi pelaksanaan

    kontrak seperti kecurangan, kekeliruan, paksaan/tekana atau hak-hak dan kewajiban lainnya."

    Setelah permasalahan mengenai kompetensi dari Pengawas Syariah diselesaikan, kita

    dihadapkan dengan hal kritis lain mengenai otoritas dan independensi mereka. Pengawas

    Syariah harus memiliki hak untuk mendapatkan akses ke semua sumber informasi yang mereka

    anggap relevan, tanpa pembatasan. Selanjutnya, mereka harus bebas untuk mengekspresikan

    pendapat mereka secara objektif tanpa tekanan apapun. Penulis berpandangan bahwa

    penunjukan DPS oleh pemegang saham adalah untuk memperkuat independensi ini.

    Abdel Karim (1990) menekankan pada pentingnya independensi dari DPS untuk

    kredibilitas laporan keuangan IFI. Dia berpendapat bahwa laporan Syariah dapat meningkatkan

    disiplin pasar, dalam arti bahwa jika DPS melaporkan adanya penyimpangan dalam laporan

    keuangan bank Islam yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam, maka

    konsumen cenderung bereaksi dengan cara yang dapat merugikan manajemen bank.

    Selain independensi, Grais dan Pellegrini (2006) membahas isu atas pengungkapan dan

    pemeliharaan dimana adanya pengungkapan terhadap publik atas semua informasi yang

    berkaitan dengan saran-saran Syariah, selain memberdayakan para pemangku kepentingan,

    juga menyediakan sebuah forum untuk memberikan edukasi kepada publik, sehingga membuka

    jalan untuk peran yang lebih besar bagi market discipline /disiplin pasar dalam hal kepatuhan

    pada aturan-aturan syariah, dan pada saat yang sama mengurangi biaya agen eksternal yang

    mungkin akan dihadapi dalam menilai kualitas pengawasan internal Syariah.

    Dengan demikian, laporan syariah, jika dilakukan dengan benar, dapat memainkan

    peranan penting dalam mengurangi risiko Shariah non-compliance (ketidaksesuaian dengan

    aturan syariah), dengan membuat manajemen dan karyawan lain lebih berhati-hati ketika

    berhadapan dengan masalah-masalah yang terkait dengan syariah. Oleh karena itu, pertanyaan

  • 8

    yang penulis coba jawab di bagian berikutnya adalah apakah bentuk laporan Syariah dari bank-

    bank Islam saat ini sudah dapat mengurangi risiko Shariah non-compliance.

    Model pengelolaan/pemerintahan Shariah dari Islamic Bank

    tanda panah ini berarti: "dilaporkan kepada"

    tanda panah ini menunjukan adanya kerja sama yang kuat.

    4.2. Laporan Syariah: Suatu Analisis.

    Seperti yang telah penulis tunjukkan pada bagian sebelumnya, fitur unik dari bank

    syariah membuat perlunya penyertaan badan yang dipercaya untuk melakukan pengawasan

    AAOIFI +IFSB

    Board of Directors

    Management

    External Auditors

    Internal Shariah Reviewer

    DPS

    HDPS

    Shareholders + other stakeholders

  • 9

    Syariah. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah kebutuhan untuk menghasilkan laporan,

    untuk menunjukkan bagaimana pemenuhan aturan Syariah dalam berbagai kegiatan

    operasional bank.

    Abdel Karim (1990) menyatakan bahwa laporan Syariah dapat dibenarkan atas dasar

    bahwa laporan tersebut

    "Meyakinkan pembaca bahwa laporan keuangan bank telah sesuai dengan Syariat

    Islam. Dan juga menyatakan apakah auditor DPS memiliki akses ke semua dokumen

    dan catatan yang mereka anggap dibutuhkan dalam melaksanakan tugas mereka.

    Laporan seperti itu dimaksudkan untuk memberikan kredibilitas atas informasi dalam

    laporan keuangan dari perspektif agama ".

    Jaminan seperti itu adalah untuk meningkatkan dan memperkuat kepercayaan para

    pemangku kepentingan dalam operasional bank Islam. Perlu diperhatikan bahwa dalam

    konteks ini, para pemangku kepentingan cukup besar dan terdiri dari semua orang dengan

    kepentingan dalam terwujudnya kesejahteraan bank Islam seperti karyawan, pelanggan,

    pemasok, pengawas, dan kaum muslimin secara keseluruhan.7

    Beberapa standar dan pedoman telah diproduksi secara lokal (misalnya Malaysia dan

    Indonesia) dan global (misalnya AAOIFI dan IFSB) dalam hubungannya dengan laporan

    Syariah dari bank Syariah. Namun, pedoman yang diberikan oleh AAOIFI dalam hal ini jauh

    lebih rinci, walaupun penulis menganggapnya masih kurang dalam beberapa aspek. Meskipun

    demikian, penulis akan menganggapnya sebagai acuan dalam proses mengevaluasi sampel

    laporan Syariah dalam penelitian ini, dan apabila diperlukan akan penulis berikan pendapat

    penulis berkenaan dengan beberapa masalah.

    Sampel ini tersusun dari 10 laporan Syariah dari bank-bank yang berbeda di Indonesia:

    Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, BRI Syariah, BCA

    Syariah, BNI Syariah, Bank BJB Syariah, Bank Syariah Bukopin, Panin Bank Syariah, dan

    Bank Victoria Syariah. Laporan yang dihasilkan adalah laporan Syariah tahun 2010, dalam

    laporan tahunan bank-bank tersebut.

    Dalam standarnya untuk Dewan Pengawas Syariah, AAOIFI menguraikan unsur-unsur

    dasar yang harus tercantum dalam Laporan Syariah:

    7 IFSB (2006). Corporate Governance Standards. P.27.

  • 10

    a) Judul;

    b) penerima;

    c) pembukaan atau pengantar;

    d) paragraph singkat yang menjelaskan sifat dari pelaksanaan kerja;

    e) paragraph opini yang mengandung ungkapan pendapat atas kepatuhan lembaga keuangan Islam atas aturan dan rinsip syariat Islam;

    f) Tanggal laporan; dan

    g) Tanda tangan anggota dewan pengawas syariah.

    Tabel di bawah menunjukkan bagaimana pemenuhan sampel laporan dengan pedoman

    dari AAOIFI

  • 11

    Elemen-elemen dari standar laporan

    AAOIFI Bank

    Judul Ditujukan kepada

    Pembuka/ pengantar

    Paragraph singkat,

    menjelaskan sifat dari

    pelaksanaan kerja

    Opini Tanggal Tanda tangan dari

    seluruh anggota

    Tingkat kesesuaian

    a

    b c d

    Bank Muamalat Indonesia

    45.45 %

    Bank Syariah Mandiri

    81.82 %

    Bank Mega Syariah

    45.45 %

    BRI Syariah

    72.73 %

    BCA Syariah

    36.36 %

    BNI Syariah

    36.36 %

    Bank BJB Syariah

    45.45 %

    Bank Syariah Bukopin

    54.55 %

    Panin Bank Syariah

    54.55 %

    Bank Victoria Syariah

    72.73 %

  • 12

    Tabel-Perbandingan antara sampel laporan Syariah dengan contoh laporan AAOIFI.

    : menunjukkan bahwa elemen tersebut ada dalam laporan.

    : menunjukkan bahwa elemen tersebut tidak ada dalam laporan.

    Dalam contoh laporan yang diberikan oleh AAOIFI, ada empat hal yang harus dipertimbangkan

    dalam bagian pendapat:

    a) kontrak, transaksi dan kesepakatan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Islam.

    b) Alokasi keuntungan dan pembayaran kerugian yang berhubungan dengan rekening

    investasi.

    c) Pendapatan yang telah dihasilkan dari sumber atau cara yang dilarang oleh aturan dan

    prinsip-prinsip Syariah Islam.

    d) Perhitungan zakat.

    Dari tabel diatas, terlihat hanya Bank Syariah Mandiri yang telah berusaha untuk

    mengikuti pedoman AAOIFI, walaupun tingkat kesesuaiannya baru mencapai 81.82% dan belum

    mencapai 100%. Di level kedua adalah BRI Syariah dan Bank Victoria Syariah dengan tingkat

    kesesuaian 72.73%. Di level ketiga adalah Bank Syariah Bukopin dan Panin Bank Syariah

    dengan tingkat kesesuaian 54.55%. Sementara bank lainnya yang tersisa berada di tingkat

    keseuaian antara 36.36% sampai dengan 45.45%.

    Ini menunjukkan bank-bank Syariah di Indonesia cenderung sangat singkat dengan

    pernyataan umum seperti: "Kami MX , ..., dengan ini mengkonfirmasi atas nama Komite, yang

    menurut pendapat kami, operasi Bank untuk tahun yang berakhir ... telah dilakukan sesuai

    dengan Prinsip-prinsip Syariah "

    Jelas bahwa laporan semacam ini tidak dapat membantu para pemangku kepentingan

    bank-bank Syariah menilai bagaimana pemenuhan aturan-aturan Syariah dalam pelaksanaan

    operasionalnya. Meskipun ada keyakinan bahwa para pemangku kepentingan dari Lembaga

    Keuangan Syariah sudah menjadi badan yang independen, kompetensi dan kejujuran pengawas

    Syariah, rincian yang lebih detail diperlukan untuk membuat mereka lebih percaya dalam

    keyakinan mereka. Bahkan Ibrahim Nabi (saw) meminta kepada Allah untuk menunjukkan

    kepadanya bagaimana Allah bisa menghidupkan kembali makhluk yang telah mati, meskipun ia

  • 13

    adalah seorang mukmin sejati. Kisah ini diceritakan dalam gaya bahasa yang kuat dalam Al-

    Quran:

    " Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana

    Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim

    menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan

    imanku)..."(Al-Baqarah:260).

    Analisis penulis juga mengungkapkan semacam sikap pasif dari beberapa Pengawas

    Syariah sebagaimana tercermin dalam pernyataan berikut: "Pertanggungjawaban opini ini

    terbatas pada copy dokumen yang disampaikan kepada Dewan Pengawas Syariah8 " Jelas

    bahwa manajemen tidak akan pernah menampilkan kepada auditor Syariah, unsur-unsur yang

    dapat merugikan perusahaan.

    "Selain resiko dari kesalahan penyajian materi, auditor juga bertanggung jawab untuk

    memastikan bahwa ia memiliki kesempatan yang wajar untuk mendeteksi kecurangan

    materi dalam laporan keuangan dengan memasukkan ukuran keraguan profesional

    yang sehat dalam melakukan audit dan bila ada kecurigaan apapun, ia harus terus

    mengikuti sampai ia telah menyelidiki permasalahan ini untuk kepuasannya"9.

    Jika sikap ini diwajibkan oleh auditor konvensional, pemeriksaan yang lebih ketat

    diharapkan dari auditor Syariah karena fakta bahwa Shariah compliance adalah alasan dari

    keberadaan bank-bank Syariah.

    Lebih jauh lagi, kita dapat menyatakan bahwa bahkan AAOIFI, dalam contoh

    laporannya, cenderung terlalu banyak meniru laporan biasa dari auditor eksternal, khususnya di

    lingkup paragraph, di mana dinyatakan bahwa:

    "Contoh Manajemen Lembaga Keuangan Islam bertanggung jawab untuk

    memastikan bahwa lembaga keuangan melakukan bisnis sesuai dengan aturan dan

    prinsip syariat Islam. Hal ini adalah tanggung jawab kita untuk membentuk opini

    8 Appendix, Laporan Syariah BRI Syariah 2010. 9 Hameed. (2007).p.505.

  • 14

    yang independen, berdasarkan tinjauan kami dari kegiatan usaha dari Contoh

    Lembaga Keuangan Islam, dan untuk melaporkan kepada Anda ... "10

    Pernyataan ini tampaknya mempersempit tanggung jawab DPS sebagaimana

    didefinisikan dalam pernyataan lain di GSIFI no1, di mana ditegaskan bahwa:

    "Dewan pengawas syariat dipercayakan dengan tugas mengarahkan, meninjau dan

    mengawasi aktivitas-aktivitas lembaga keuangan Islam dengan tujuan untuk memastikan

    bahwa mereka telah sesuai dengan Aturan dan Prinsip Syariat Islam. Fatwa-fatwa dan

    aturan dewan pengawas syariat harus mengikat lembaga keuangan Islam."

    Hameed (2007) merinci jelas perbedaan tanggung jawab antara DPS dan auditor, atas

    dasar bahwa DPS berkaitan dengan kegiatan dan operasi Lembaga Keuangan Islam secara

    keseluruhan; maka laporannya harus memiliki ruang lingkup yang cukup luas, sedangkan auditor

    lebih terkait pada laporan keuangan IFI. Dalam pandangan penulis, perbedaan dalam tanggung

    jawab ini harus tercermin pada kata-kata dan isi laporan DPS tersebut.

    Sebelum mengakhiri bagian ini, penulis anggap cukup penting untuk mengusulkan model

    laporan Syariah yang mempertimbangkan aspek-aspek positif dari model yang sudah ada (GSIFI

    No.1/AAOIFI, dan laporan DPS dari Meezan Syariah Bank Limited di Pakistan serta

    pengamatan telah tersedia bagi penulis dalam literatur (Hameed, 2007). Penulis telah berusaha

    untuk mencerminkan, dalam laporan yang diusulkan, tentang peran DPS, khususnya audit

    Syariah ex-ante dan audit Syariah ex-post. Perbedaan ini mempunyai implikasi yang jelas dalam

    struktur laporan.

    10 GSIFI No1, as cited by Hameed (2007).

  • 15

    Dengan Nama Allah, Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang

    Laporan Dewan Pengawas Syariah

    Untuk Pemegang Saham dari Lembaga Keuangan Islam X Assalam Alaikum Wa Rahmat Allah Wa Barakatuh Sesuai dengan surat penunjukan, kami diwajibkan untuk menyerahkan laporan berikut. Ex-ante Shariah Audit: Dalam rangka melaksanakan tugas kami yang terdiri dari mengarahkan, mengawasi dan meninjau kegiatan Lembaga Keuangan Islam X, untuk memastikan terpenuhinya aturan-aturan Syariah pada semua aktivitas: - Kami telah mengadakan pertemuan n1untuk membahas masalah yang berhubungan dengan

    kegiatan operasional Lembaga Keuangan Islam X. Dalam hal ini, fatwa n2 telah diterbitkan seperti yang dibutuhkan oleh berbagai pertanyaan yang dihadapkan pada kami. (Semua fatwa tersebut telah disertakan dalam laporan ini).

    Penghitungan peristiwa utama dari periode akhir dan apa peran DPS didalamnya. Ex-post Shariah Audit:

    Untuk memastikan bahwa operasional Lembaga Keuangan Islam X dilakukan sesuai dengan Aturan dan Prinsip Syariat Islam, sebagaimana diatur dalam pedoman kami dan fatwa-fatwa:

    - Kami benar-benar mempelajari semua laporan yang disampaikan kepada kami oleh peninjau syariah internal.

    - Kami memeriksa, atas dasar pengujian dari setiap jenis transaksi, dokumentasi yang relevan dan prosedur yang diadopsi oleh Lembaga Keuangan Islam X, pendapat tentang apakah Lembaga Keuangan Islam X telah mematuhi Aturan dan Prinsip Syariah dan juga dengan fatwa tertentu, hukum dan pedoman yang dikeluarkan oleh kami.

    Merupakan tanggung jawab manajemen Lembaga Keuangan Islam X dan karyawan untuk menjamin penerapan prinsip-prinsip Syariah dan pedoman yang dikeluarkan oleh DPS dan memastikan shariah compliance dalam semua kegiatan lembaga tersebut.

  • 16

    Berdasarkan hasil peninjauan dan tes yang telah dilakukan:

    Menurut pendapat kami: a) Kontrak, transaksi dan kesepakatan yang masuk oleh Lembaga Keuangan Islam X selama

    tahun yang berakhir ... bahwa kita telah memeriksa kesesuaian dengan aturan dan prinsip-prinsip Syariah Islam. (Jika ada, menunjukkan sifat pelanggaran)

    b) Alokasi keuntungan dan pembayaran kerugian yang berhubungan dengan rekening investasi sesuai dengan basis yang telah disetujui oleh kami sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip Syariat Islam. (Jika ada, menunjukkan sifat pelanggaran) (Apabila diperlukan, paragraf pendapat juga harus mencakup hal-hal berikut:)

    c) Semua keuntungan yang telah dihasilkan dari sumber atau dengan cara yang dilarang oleh Aturan Prinsip Syariat Islam telah dipisahkan untuk amal. (Sumber, jumlah dan cara pemisahan, harus diungkapkan).

    d) Perhitungan Zakat sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip Syariah Islam Kami memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa untuk memberikan keberhasilan dan menunjukkan jalan yang lurus kepada kita semua. Wassalam Alaikum Wa Rahmat Allah Wa Barakatuh (Nama dan tanda tangan anggota dewan pengawas syariat) Tempat dan tanggal.

  • 17

    5. KESIMPULAN Dalam makalah ini penulis telah berpendapat bahwa DPS, karena tanggung jawabnya dalam

    struktur Lembaga Keuangan Syariah, memiliki peran utama dalam pengelolaan risiko Shariah

    non-compliance. Penulis telah mengangkat masalah kompetensi, dan independensi otoritas

    pengawas Syariah yang sangat penting untuk pelaksanaan tugas mereka. Sebuah alat disposisi

    DPS yang dapat membantu dalam mengelola risiko Shariah non-compliance dalam laporan

    Syariah. Pandangan penulis adalah bahwa laporan Syariah yang baik dapat meningkatkan

    disiplin pasar dan membuat manajemen IFI menangani masalah-masalah yang berhubungan

    dengan Syariah dengan lebih berhati-hati dan ketat. Penelitian penulis mengenai laporan Syariah,

    dari beberapa bank Syariah di Indonesia, telah mengungkapkan kurangnya harmonisasi laporan

    Syariah dalam industri ini.

    Model AAOIFI tersebut, meskipun telah memberikan beberapa informasi yang rinci dan

    berguna, hal itu masih kurang dan perlu diperbaiki dalam hal koherensi dan konsistensi

    berkenaan dengan tugas tanggung jawab DPS. Dalam analisis penulis, penulis telah mengangkat

    beberapa masalah yang berkaitan dengan pengawasan bank-bank Syariah yang harus ditangani

    dengan benar. Penulis juga mengusulkan model laporan Syariah yang penulis anggap lebih

    konsisten dengan tanggung jawab DPS, dan bisa merupakan suatu instrumen yang baik untuk

    mengurangi risiko Shariah non-compliance.

    Penulis berpikir bahwa kurangnya harmonisasi tentang tanggung jawab dan wewenang dari

    DPS di tingkat global merupakan isu utama yang harus ditangani secepat mungkin. Fenomena ini

    menjadi lebih rumit dengan munculnya IFSB sebagai standar utama untuk Shariah Governance,

    di samping AAOIFI. Standar mana yang seharusnya diikuti Lembaga Keuangan Syariah? Akan

    lebih baik jika kedua badan tersebut bertemu untuk menyelaraskan dan menetapkan garis besar

    ruang lingkup untuk masing-masingnya, untuk menghindari kebingungan.

  • 18

    REFERENSI

    AAIOIFI, Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions 2004,

    Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 1 - Sharia Supervisory Board:

    Appointment, Composition and Report.

    _________ 1999, Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 2 -

    Sharia Review.

    _________1999, Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 3

    Internal Sharia Review.

    Abdallah, A.A. ( ). The role of Shariah Supervisory Boards in Setting Accounting Policies in

    Islamic Banks.

    Abdel Karim, R. A. (1990) The Independence of Religious and External Auditors: the

    Case of Islamic Banks, Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 3, No. 3

    (March 1990), 34-44.

    Ahmad, S. F. (2001), The Ethical Responsibility in Business: Islamic Principles and

    Implications, Ethics in Business and Management: Islamic and Mainstream Approaches.

    Khaliq Ahmad and AbulHasan M. Sadeq (eds.) London: Asean Academic Press.

    Annual Report Bank Mumalat Indonesia 2010.

    Annual Report Bank Syariah Mandiri 2010.

    Annual Report Bank Mega Syariah 2010.

    Annual Report BRI Syariah 2010.

  • 19

    Annual Report BCA Syariah 2010.

    Annual Report BNI Syariah 2010.

    Annual Report Bank BJB Syariah 2010.

    Annual Report Bank Syariah Bukopin 2010.

    Annual Report Panin Bank Syariah 2010.

    Annual Report Bank Victoria Syariah 2010.

    Besar, Mohd Hairul Azrin Haji, et all. (2008), The Practice of Shariah Review as

    Undertaken by Islamic Banking Sector in Malaysia. Proceedings Of The Eighth International

    Business Research Conference, Dubai, UAE, 27 -28 March 2008.

    BNM, Bank Negara Malaysia. (2004), Guidelines on the Governance of Shariah Committee

    for the Islamic Financial Institutions. BNM, Kuala Lumpur.

    Chapra, M. and Ahmed, H. (2002) Corporate Governance in Islamic Financial

    Institutions Occasional Paper No. 6 (Islamic Research and Training Institute: Islamic

    Development Bank, Jeddah.

    Grais, W. and Pellegrini, M. (2006). Corporate Governance and Shariah Compliance in

    Institutions Offering Islamic Financial Services. World Bank Policy Research Working

    Paper 4054. http://econ.worldbank.org.

    Hameed, S. (2007). Accounting and Auditing for Islamic Financial Institutions. Bahrain:

    AAOIFI.

  • 20

    IFSB (2006). Guiding Principles on Corporate Governance For Institutions Offering Only

    Islamic Financial Services (Excluding Islamic Insurance (Takaful) Institutions and Islamic

    Mutual Funds). Kuala Lumpur: IFSB.

    IFSB, (2005). Guiding principles of risk mangement. Kuala Lumpur, Malaysia.

    www.albaraka.com.ua. Retrieved on 16 March 2008

  • 21

    APPENDIX

    Laporan Syariah Bank Muamalat Indonesia 2010

  • 22

    Laporan Syariah Bank Syariah Mandiri 2010

  • 23

    Laporan Syariah BRI Syariah 2010

  • 24

  • 25

    Laporan Syariah BCA Syariah 2010

  • 26

    Laporan Syariah BNI Syariah 2010

  • 27

    Laporan Syariah Bank Panin Syariah 2010

  • 28

  • 29

    Laporan Syariah Bank Victoria Syariah 2010

  • 30

  • 31

    Laporan Syariah Bank Bukopin Syariah 2010

  • 32

  • 33

  • 34

  • 35

  • 36

    Laporan Syariah Bank Mega Syariah 2010

  • 37

    Laporan Syariah Bank BJB Syariah 2010