BAB I
PENDAHULUAN
1.1. UMUM
Sebagai salah satu sumber daya alam, air perlu dimanfaatkan sedemikian rupa
sesuai dengan pemanfaatannya untuk kebutuhan dan pengaturannya sehingga dapat
memberi kesejahteraan bagi manusia. Bertitik tolak dari pemanfaatan air seperti tersebut
di atas salah satu program pemerintah yang sedang giat dilaksanakan adalah usaha
meningkatkan hasil produksi pertanian guna mempertahankan swasembada pangan.
Untuk pembangunan pada sektor pertanian, Sub Sektor Pengairan melaksanakan
program intensifikasi dan ekstensifikasi pada Daerah Irigasi.
- Intensifikasi Daerah Irigasi, dengan mengadakan rehabilitasi Jaringan Irigasi yang
sudah ada secara menyeluruh.
- Ekstensifikasi Daerah Irigasi, dengan membuka lahan-lahan pertanian baru dan
membangun Jaringan Irigasi yang baru pula secara lengkap dan teknis.
1.2. LATAR BELAKANG
Dalam perencanaan bendung tentunya ada latar belakang masalah sehingga kita
mempunyai alternatif untuk membangun bendung. Alternatif yang melatar belakanginya
nilai dari keadaan debit pada daerah yang akan dibendung, tujuan, biaya, dan lain-lain.
Dalam masalah debit, akan dibangun suatu bendung bila debit pada sungai yang akan
kita bendung tersebut mencukupi dari yang kita butuhkan tetapi ketinggian dari muka
airnya kurang. Perlunya pembendungan itu dikarenakan lahan yang akan kita airi
mempunyai elevasi yang lebih tinggi dari muka air yang akan kita bendung.
1.3. TUJUAN PERENCANAAN
Tujuan dari perencanaan bendung ini adalah sebagai berikut :
- Untuk menampung dan menaikkan muka air sungai sehingga areal irigasi yang
direncanakan akan dapat terlayani air irigasinya.
- Untuk dapat meningkatkan intensitas tanam pertahun dengan harapan produksi
pertanian meningkat sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya
pada Daerah Irigasi tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. JARINGAN IRIGASI
2.1.1. Umum
Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu
kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan,
pembagian, pengambilan, pemberian dan penggunaannya. Berdasarkan cara
pengaturan, pengukuran aliran dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat
dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Sederhana
2. Semi Teknis
3. Teknis
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur
fungsional pokok, yaitu:
- Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya
sungai atau waduk,
- Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan aliran air irigasi ke
petak-petak tersier,
- Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif. Air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah dan kelebihan
air ditampung didalam sistem pembuangan didalam petak tersier,
- Sistem pembuang yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan
air lebih kesungai atau saluran-saluran alamiah.
2.1.2. Perhitungan Luasan Daerah Irigasi
Pada perencanaan jaringan irigasi, hal pertama yang harus dilakukan
adalah perhitungan luas daerah irigasi. Perhitungan luas daerah irigasi dapat
dilakukan dengan menggunakan alat Planimeter atau dapat juga dilakukan secara
manual dengan metode pendekatan. Untuk memulai perhitungan, kita harus
memperhatikan penggunaan skala pada peta rencana karena apabila terjadi
kesalahan dalam penafsiran besaran skala yang digunakan dapat berakibat fatal
pada proses perencanaan yang akan kita laksanakan.
2.1.3. Saluran Irigasi
A. Saluran Primer
Saluran primer dibuat dengan mengikuti arah garis trase dimulai dari
bangunan penyadap. Apabila tingkat sedimentasi pada daerah intake terbilang
cukup tinggi, pada bagian pertama dibangun kantong lumpur (sand trap)
kemudian bangunan penguras yang bercabang dengan bangunan pengambilan.
Dalam pembuatan saluran primer perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Panjang saluran diusahakan tidak berlebihan,
- Mempertimbangkan banyaknya galian dan timbunan yang menyebabkan
banyaknya kehilangan air,
- Dimensi saluran primer ditentukan berdasarkan banyaknya air yang
dibutuhkan untuk seluruh areal irigasi.
B. Saluran Sekunder
Untuk memungkinkan mengairi daerah dari kedua sisi saluran, maka
saluran sekunder dibuat menyilang tegak lurus garis trase dan diletakkan pada
punggung topografi. Saluran sekunder dibuat dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
- Bentuk petak tersier dan jenis pengairannya, saluran sekunder merupakan
batas petak tersier.
- Menghindari/ memperkecil perpotongan saluran sekunder dengan jalan
raya, kereta api, desa dan sebagainya. Jika tidak memungkinkan,
perpotongan dibuat tegak lurus untuk mempermudah pelaksanaan.
- Bangunan pembagi dan bangunan pelengkap dijadikan satu untuk
memudahkan operasi dan penghematan biaya pembangunannya.
- Beda elevasi diusahakan seminimal mungkin.
2.1.4. Syarat dan Susunan Petak Pengairan
Untuk keperluan pengairan maka daerah atau areal pertanian terbagi atas
petak-petak dengan susunan sebagai berikut:
A. Petak Primer
Petak primer adalah petak yang dialiri oleh saluran primer, petak ini
dibagi menjadi beberapa daerah petak yang lebih kecil yang dinamakan petak
sekunder.
B. Petak Sekunder
Petak sekunder adalah petak yang dialiri oleh saluran sekunder. Petak
sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh
satu saluran sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda-tanda topografi yang jelas, seperti saluran pembuang. Luas petak
sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah.
C. Petak tersier
Petak tersier adalah bagian dari petak sekunder yang dialiri oleh saluran
tersier. Setiap bidang tanah harus dapat menerima air dengan sebaik-baiknya,
maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Luas petak sedapat mungkin seragam,
- Pemberian air untuk suatu petak tersier harus melalui satu tempat yang
dapat diukur dan diatur dengan baik,
- Batas-batas petak tersier harus jelas tegas dan jelas,
- Semua sawah dalam petak tersier harus dapat menerima air dari tempat
pemberian air,
- Petak tersier diharapkan merupakan satu kesatuan yang dimiliki satu desa
saja,
- Air kelebihan yang tidak berguna harus dapat dibuang dengan baik melalui
saluran drainase yang terpisah dengan saluran pemberi,
- Batas-batas petak tersier diusahakan menggunakan batas alam.
2.1.5. Bangunan pada Sistem Pemberi
Bangunan pada sistem pemberi dapat dibedakan menjadi:
A. Bangunan Utama
Bangunan yang berfungsi menyadap air dari sumbernya, seperti:
bangunan intake di waduk atau bendung, bangunan pemasukan bebas
( free intake ), rumah pompa, dll.
B. Bangunan Bagi dan Sadap
Bangunan yang berfungsi mengatur pemberian dan penyadapan air,
seperti: bangunan bagi, bangunan sadap.
- Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
- Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder
ke saluran tersier penerima.
- Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau
lebih
C. Bangunan Pematah Energi
Bangunan yang mematahkan energi aliran, seperti: bangunan terjun, got
miring.
- Bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring
- Got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar.
Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan dengan aliran
super kritis dan biasanya mengikuti kemiringan medan alamiah.
D. Bangunan Silang
Bangunan dengan fungsi menyebrangkan aliran dari satu sisi kesisi
lainnya, seperti: talang, siphon, gorong-gorong, terowongan.
- Talang digunakan untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran
lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah.
- Siphon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan
gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai, siphon juga
digunakan untuk melewatkan air dibawah jalan , jalan kereta api atau
bangunan-bangunan yang lain.
- Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi atau anggaran
memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati
bukit-bukit dan medan yang tinggi.
E. Bangunan Pengaman
Bangunan dengan fungsi mengamankan sistem pemberi, seperti:
pelimpah, pelindung tebing, tangga cuci, penguras (waste way), saluran
pembuang samping, dll.
F. Bangunan Eksploitasi
Diperlukan sebagai bangunan untuk eksploitasi seperti: jembatan, sistem
komunikasi, gudang, dll.
2.1.6. Pembagian Air Secara Rotasi
Pembagian air secara rotasi dilaksanakan apabila debit yang tersedia
tidak dapat mencukupi untuk mengairi daerah irigasi yang tersedia. Pembagian
air secara rotasi dilakukan untuk penghematan air irigasi, namun diperlukan
saluran dengan dimensi lebih besar dan menuntut kedisiplinan petani dalam
memenuhi waktu pemberian air. Macam-macam pola giliran, antara lain:
a. Giliran bebas
b. Giliran jam- jaman
c. Giliran dalam petak
d. Giliran antar petak
e. Giliran siang malam
Pembagian petak tersier sehubungan dengan pembagian air secara
giliran tergantung luas dan topografi dari petak tersier yang didesain. Umumnya
dibagi menjadi dua, tiga dan empat blok rotasi, yang masing-masing blok rotasi
terdiri dari satu petak kwarter atau lebih. Dalam satu petak tersier agar
diusahakan luas masing-masing blok rotasi hampir sama sehingga debit yang
timbul untuk masing-masing cara pemberian air dapat hampir pula. Dengan
demikian, maka penentuan dimensi saluran dan bangunan- bangunan menjadi
lebih mudah dan sederhana.
2.1.7. Perencanaan Dimensi Saluran
2.1.7.1. Kapasitas Rencana
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum
berikut:
Q = c*NFR* A
dimana :
Q = debit rencana (l/dt)
c = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
(c = 1)
NFR = kebutuhan air bersih (l/dt/ha)
A = luas daerah yang diairi (ha)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan
Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan
selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang
dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi
pengaliran.
2.1.7.2. Efisiensi
Untuk tujuan-tujuan perencanaan dianggap bahwa seperempat
sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu
sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi,
evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat perembesan dan evaporasi
umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat
kegiatan eksploitasi. Perhitungan rembesan hanya dilakukan apabila
kelulusan tanah cukup tinggi. Pada umumnya kehilangan air di jaringan
irigasi dapat dibagi-bagi, sebagai berikut :
- 15-22,5% di petak tersier antara bangunan sadap tersier dan sawah
- 7,5-12,5% di saluran sekunder
- 7,5-12,5 % di saluran utama
Untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan
pengambilan dari sungai, maka kebutuhan bersih air di sawah (NFR)
harus dibagi efisiensi (e).
2.1.8. Rumus dan Kriteria Hidrolis
2.1.8.1. Rumus Aliran
Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran
tetap dan untuk itu diterapakan rumus Strickler.
V = k*R⅔ *I½
R=
AP
A = ( b + m*h)*h
P = b + 2h
dimana :
Q = debit saluran (l/dt)
v = kecepatan aliran (m/dt)
A = luas penampang (m2)
P = keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolis (m)
b = lebar dasar (m)
h = tinggi air (m)
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran Strickler (m⅓ /dt)
m = kemiringan talud
2.2. BENDUNG
Bendung adalah merupakan salah satu dari apa yang disebut diversion head
work, yaitu bangunan utama dalam suatu jaringan irigasi yang berfungsi untuk
menyadap air dari sungai sebagai sumber airnya.
Fungsi utamanya adalah :
- Menaikkan elevasi air sehingga daerah yang diairi dapat terjangkau,
- Memasukkan air dari sungai ke saluran melalui intake,
- Mengontrol sedimen yang masuk ke saluran,
- Mengurangi fluktuasi sungai,
- Menyimpan air dalam waktu singkat.
Dengan adanya bendung, air di bagian hulu akan lebih tinggi dibandingkan di
bagian hilir, sehingga memungkinkan air masuk ke saluran melalui intake dan sebagian
lagi air tersebut diteruskan mengalir melewati tubuh bendung menuju ke hilir. Rusaknya
bendung dapat mengakibatkan berkurangnya air yang dapat diambil dari suatu sungai
dan mengakibatkan daerah irigasi tidak dapat diairi, disamping itu juga apabila runtuh
maka tidak akan ada yang dapat menahan aliran air dan akan mengakibatkan banjir yang
lebih besar di bagian hilir.
Kriteria pemilihan bendung yang cocok dipengaruhi antara lain :
- Sungai,
- Elevasi yang diperlukan untuk irigasi,
- Topografi pada lokasi yang akan direncanakan,
- Kondisi geologi teknik pada lokasi,
2.2.1. Klasifikasi Bendung
Bendung ditempatkan melintang di sungai guna mengatur aliran air sungai
yang melalui bendung tersebut.
A. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi
1. Bendung Pembagi Banjir
Bendung semacam ini didirikan pada percabangan sungai untuk
mengatur muka air sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit
rendah sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Bendung Penahan Air Pasang
Bendung ini dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang surut
air laut untuk mencegah masuknya air asin dan untuk menjamin agar aliran
air sungai tetap dalam keadaan normal.
3. Bendung Penyadap
Bendung ini digunakan untuk mengatur muka air didalam sungai guna
memudahkan penyadapan airnya untuk keperluan air minum, air perkotaan,
irigasi, dan pembangkit tenaga listrik.
4. Bendung Listrik
Terdapat pula beberapa tipe khusus, antara lain bendung untuk mengatur
muka air debit sungai dan mengatur resim hidrologi sungai. Bendung yang
berfungsi sebagai ambang untuk mencegah turunnya dasar sungai yang biasanya
dibangun suatu saluran pembuangan, saluran banjir atau sudetan, bendung untuk
menjaga air sungai pada kedalaman tertentu yang diperlukan bagi lalu lintas
sungai dan bendung serbaguna mempunyai beberapa fungsi.
B. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Konstruksi
1. Bendungan Tetap
Bendung ini terdiri dari sebuah puncak pelimpah yang permanen,
bendung ini tidak dapat digunakan untuk mengatur tinggi dan debit air
sungai. Dibangun di bagian hulu sungai dengan kemiringan dasar sungai
yang besar tidak terjadi pengendapan.
2. Bendung Gerak
Bendung ini dapat digunakan untuk mengatur tinggi dan debit banjir air
sungai dengan pembukaan pintu-pintu yang terdapat pada bendung
tersebut.
2.2.3. Bagian-bagian Bendung
Bagian-bagian bendung terdiri dari, sebagai berikut :
A. Tubuh Bendung
Bagian yang selalu/boleh dilewati air baik normal maupun banjir.
Gunanya untuk menahan aliran air sungai dan menaikkan muka air sungai
agar dapat masuk ke saluran.
B. Bangunan Pembilas
Berfungsi untuk mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam
jaringan irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai berikut :
a. Pembilas pada tubuh bendung dekat pengambilan
b. Pembilas bawah (Undersluice)
c. Shund Undersluice
d. Pembilas bawah type box
Lantai pembilas merupakan tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di
depan pembilas. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan
membuka pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran
terkonsentrasi tepat di depan pengambilan.
Beberapa pedoman untuk menentukan panjang pembilas :
- Panjang pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan
1/6-1/10 dari panjang bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya) untuk
panjang sungai kurang dari 100 m.
- Panjang pembilas dapat diambil 60% dari panjang total pengambilan
termasuk pilar-pilarnya.
Keuntungan :
- Ikut mengatur kapasitas bendung, karena air dapat mengalir melalui
pintu-pintu yang tertutup selama banjir.
- Pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu
dibuat dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.
Kelemahannya :
- Sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir, apabila sungai
mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah ini dapat menumpuk
di depan pembilas dan sulit disingkirkan.
- Benda-benda hanyut dapat merusak pintu.
- Karena debit sungai mengalir melalui pintu pembilas dengan demikian
kecepatan menjadi lebih tinggi dan lebih banyak membawa sedimen.
C. Bangunan Pengelak
Bangunan pengelak adalah bagian dari bangunan utama yang benar-
benar dibangun di dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan
dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka
air di sungai atau dengan memperpanjang pengambilan di dasar sungai
seperti pada tipe bendungan saringan bawah. Bila bangunan tersebut juga
akan dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai, maka ada 2 (dua) tipe
yang digunakan yaitu bendungan pelimpah dan bendung gerak.
D. Kolam Olak (Peredam Energi)
Kolam Olak/ Peredam Energi berfungsi untuk meredam energi yang ada
pada downstream.
E. Peil Schall
Berfungsi untuk mengetahui debit air yang ada dan juga untuk
mengetahui debit pendistribusian air irigasi.
F. Pintu Air
1. Pintu Pengambilan (Intake)
Dibangun untuk dapat mengatur banyak air yang masuk ke saluran
sesuai dengan yang diperlukan dan menjaga agar banjir tidak masuk ke
saluran. Dimensi pintu pengambilan ditentukan berdasarkan debit
maksimum yang akan dialirkan.
2. Pintu Penguras (Scouring Sluice)
Pintu penguras dibangun sesuai terusan dari tubuh bendung terdekat
pada upstream ambang pengambilan. Tingginya dibuat sama dengan
tinggi bendung sehingga dapat melewati air banjir.
2.2.4. Penelitian dan Pemilihan Bendung
2.2.4.1. Penelitian yang dibutuhkan
Dalam rangka desain bendung dilakukan penelitian untuk
mengumpulkan data dasar selengkapnya, sehingga dapat diketahui
kondisi lokasi tempat kedudukan.
Beberapa faktor yang menentukan dalam pemilihan lokasi bendung
antara lain:
1. Sungai
Ada beberapa karakteristik sungai yang diperlukan selama
perencanaan antara lain: kemiringan sungai (dasar sungai), bahan-
bahan dasar dan morfologi.
- Kemiringan sungai dan bahan dasar sungai bias bervariasi dari
sangat curam sampai hampir datar, di dekat laut,
- Morfologi Sungai.
Dalam keadaan aslinya, hanya sedikit saja sungai yang lurus
sampai jarak jauh. Bahkan pada ruas lurus mungkin terdapat pasir,
kerikil, atau bongkahan batu. Kecenderungan alamiah suatu sungai
yang mengalir melalui daerah-daerah endapan alluvial adalah
terjadinya meandering atau anyaman tergantung apakah berbentuk
alur tunggal, atau beberapa alur kecil.
Bahkan pada ruas yang berbeda dapat berbentuk meander
atau anyaman. Biasanya terdapat panjang tertentu di suatu tempat
sepanjang sungai yang merupakan batas meander. Besarnya batas
meander ini merupakan data penting bagi perencanaan tangguk
banjir di sepanjang sungai. Untuk perencanaan bangunan utama
perlu diketahui apakah meander di lokasi bangunan yang
direncanakan stabil atau rawan terhadap erosi selama terjadi banjir.
Apabila terjadi pengevaluasian stabilitas tanggul sungai,
naiknya muka air setelah terjadinya pelaksanaan bangunan
pengelak harus diperhitungkan. Ada satu hal yang mendapat
perhatian khusus, yakni vegetasi yang ada akan mampu bertahan
hidup pada muka air tinggi, atau lenyap beberapa waktu kemudian.
Ruas-ruas sungai yang teranyam tidak akan memberikan
kondisi yang baik untuk perencanaan dan pelaksanaan bangunan
pengelak, karena aliran-aliran rendah akan tersebar di sungai-sungai
panjang yang terdiri dari pasir. Ruas-ruas demikian sebaiknya
dihindari, kalau mungkin atau dipilih bagian yang sempit dengan
aliran air yang terkonsentrasi.
2. Muka Air
Muka air rencana di depan pengambilan tergantung pada :
a. Evaluasi muka air yang diperlukan untuk irigasi (eksploitasi
normal),
b. Beda tinggi energi yang diperlukan untuk membilas sedimen
dari kantong,
c. Beda tinggi energi pada bangunan pembilas sedimen dekat
pengambilan,
d. Beda tinggi energi yang diperlukan untuk meredam energi pada
kolam olakan.
Untuk evaluasi muka air yang diperlukan, tinggi, kedalaman
air, dan kehilangan tinggi energi berikut harus dipertimbangkan.
a. Elevasi sawah yang akan diairi,
b. Kedalaman air di sawah,
c. Kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier,
d. Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier,
e. Variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer,
f. Panjang dan kemiringan saluran primer,
g. Kehilangan tinggi energi pada bangunan di jaringan primer,
siphon, pengatur dan sebagainya:
h. Kehilangan tinggi energi di bangunan utama.
3. Kondisi geologi teknik
4. Metode pelaksanaan
Metode pelaksanaan akan dipertimbangkan juga dalam
pemilihan lokasi yang cocok pada tahap awal penyelidikan. Lokasi
yang dipilih harus cocok dengan metode pelaksanaan dan
pekerjaan-pekerjaan sementara yang harus dipertimbangkan adalah:
- Saluran Pengelak
Saluran pengelak akan dibuat jika konstruksi akan
dilaksanakan di dasar sungai yang dikeringkan. Kemudian
aliran sungai akan dibelokkan untuk sementara.
- Tanggul Penutup
Tanggul penutup diperlukan untuk menutup saluran
pengelak atau lengan sungai lama setelah pelaksanaan dan
pengelak selesai.
- Kopur
Jika pekerjaan dilakukan diluar dasar sungai di tempat
kering dan sungai akan dilimpas (disedot), maka ini disebut
lengan sungai lama kemudian harus ditutup.
- Bendungan
Bendungan (cover dam) adalah bangunan sementara di
sungai untuk melindungi saluran (sumuran)
- Tempat kerja
Tempat kerja adalah tempat dimana bangunan dibuat.
Biasanya sumuran cukup dalam dan perlu dijaga tetap kering
dengan jalan memompa air di dalamnya.
2.2.4.2. Pemilihan tempat kedudukan bendung
Bendung harus dibuat pada bagian sungai yang lurus, karena bila
terjadi banjir sungai akan mengangkut sedimen dan batu-batu bongkah
yang tentunya akan lebih memperbesar kerusakan bila bendung tersebut
dibangun pada belokan sungai. Pada belokan sungai, bendung akan
menerima gerusan yang lebih kuat sehingga akan mempercepat
kerusakan bendung.
KRITERIA PERENCANAAN
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI
Perhitungan Luas Daerah Irigasi
Skala peta 1 : 5000
Berdasarkan perhitungan dengan planimeter diperoleh luasan:
Petak 1 = 32,88 Ha
Petak 2 = 74,92 Ha
Petak 3 = 68,68 Ha
Petak 4 = 52,68 Ha
Petak 5 = 35,27 Ha
Petak 6 = 86,26 Ha
Luas Daerah Irigasi
=32,88+74,92+68,68+52,68+35,27+86,26
= 350,69 Ha
Skema Jaringan Irigasi dan Skema Bangunan
Pemberian nama untuk jaringan irigasi dapat menggunakan nama sesuai
dengan nama daerah setempat, desa penting di daerah tersebut yang dekat
dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya diambil untuk
keperluan tersebut. Saluran primer dan sekunder diberi nama sesuai dengan
daerah irigasi yang dilayani, seperti: Saluran Primer Bross, Saluran Sekunder
Chinchine dan Saluran Sekunder Bando. Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang
berkapasitas sama, seperti: RG6 adalah ruas saluran sekunder (G) antara
bangunan sadap BG6ki dan BG6ka seperti pada Gambar 3.1 Skema Jaringan Irigasi
dan Gambar 3.2 Skema Bangunan dan Saluran Irigasi.
BBoBB1B BB1
A BB1 BB2 BB3
Skema Jaringan bangunan
Keterangan :BBo: bangunan bagi oBB1A: bangunan bagi 1.ABB1B: bangunan bagi 1.BBB2: bangunan bagi 2BB3: bangunan bagi 3BB4: bangunan bagi 4
+`
A
B
A A
B B
32,88 ha
74,92 ha
68,68 ha
52,68 ha
35,27 ha
76,24 ha
59,644 89,284 101,08888
71,396 68,484 99,112
Skema jaringan
Q = 754,642 lt/dt
SP
Q = 497,178 lt/dt Q = 278,056 lt/dt
SS1 SS2
ST1
Q = 202,75 lt/dt
SS3
Q = 74,555 lt/dt Q = 111,605 lt/dt Q = 126,36 lt/dt
Q = 89,245 lt/dt Q = 85,605 lt/dt Q = 136,35 lt/dt
ST3
ST2
ST5
ST4 ST6
NFR= 1,3 L/DET/HA
b
ht
m
PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN IRIGASI(dengan RUMUS Strickler)
wEfisiensi Saluran Tersier 0,8 1,625 l/det/haEfisiensi Saluran Sekunder 0,9 1,806 l/det/haEfisiensi Saluran Primer 0,9 2,006 l/det/haNFR diambil 1,3 l/det/ha
NoNama saluran A Q
K I t mw b h A P R V
Q Kontrol
SALURAN KANAN (ha)
(m3/det) (m) (m) (m) (m2) (m) (m) (m/dt) (m3/det)
Nama Saluran
Saluran Tersier (ST) 1 ST1 45,88 0,075 45 0,0011 1 1 0,4 0,4 0,191 0,186 1,322 0,141 0,403 0,075 Trapesium2 ST2 68,68 0,112 45 0,0014 1 1 0,4 0,4 0,217 0,228 1,448 0,158 0,491 0,112 Trapesium3 ST3 77,76 0,126 45 0,0017 1 1 0,4 0,4 0,219 0,231 1,457 0,159 0,544 0,126 Trapesium4 ST4 54,92 0,089 45 0,0032 1 1 0,4 0,4 0,162 0,143 1,180 0,121 0,623 0,089 Trapesium5 ST5 52,68 0,086 45 0,0026 1 1 0,4 0,4 0,167 0,150 1,206 0,125 0,572 0,086 Trapesium6 ST6 76,24 0,124 45 0,0020 1 1 0,4 0,4 0,210 0,216 1,414 0,153 0,575 0,124 Trapesium
Saluran Sekunder (SS)
1 SS1 275,36 0,497 45 0,0011 1 1 0,5 0,4 0,4389 0,753 2,519 0,299 0,660 0,497 trapesium2 SS2 154,00 0,278 45 0,0014 1 1 0,5 0,4 0,324 0,445 1,964 0,226 0,625 0,278 trapesium
Saluran Primer (SP)
1 SP 376,16 0,755 45 0,0006 1 1 0,6 0,4 0,589 1,276 3,244 0,393 0,592 0,755 trapesium
Perhitungan gorong-gorong
+ 9,9 mBB1B BB1ABBo
BB1
Keterangan :
BB1B: Gorong-gorong 1BB1A: Gorong-gorong 2
Intake Gorong-gorong
C
A
B
L2
L3
L1
0,5m
0,4m
1 m
Menghitung kehilangan energi pada gorong-gorong :
Perhitungan
L3 = 540 m ;I = 0,002
L2 = panjang gorong-gorong segi empat = 10 m ;V = 1 m/dt
L1 = panjang saluran = 380 m ;V = 1,5 m/dt ;I = 0,004
Menghitung elevasi di titik A :
Hf di titik A = I x L = 0,004 x 380 = 1,52
Jadi elevasi di titik A = 1,52 + 9,90 = 11,42 m
Menghitung kehilangan energi pada gorong-gorong :
h =
V 2
2g (1 + a + b I
Q4 A )
b = 1,5 ( 0,01989 +
0 , 00050784 R ) dengan R = A/P =
1 x 0,40,4+(2 x 0,5 )= 0,286
= 1,5 ( 0,01989 +
0 ,00050781 ,144 )
= 0,031
h =
12
2 x 9 ,81 ( 1+ 0,8 + 0,02 x 10
1,44 x 0,4 )
= 0,103
Jadi elevasi di titik B = 0,103 + 10,41
= 10,513 m
Elevasi di intake = I x L + elevasi di titik B
= 0,002 x 540 + 10,513
= 11,593 m
Pembagian Air Secara Rotasi
Petak sekunder dibagi atas dua blok rotasi :
Blok A = 32,88 Ha
Blok B = 74,92 Ha
Cara pembagian air, yaitu :
a. Pembagian air secara terus menerus (Continues Flow), dilakukan bila Q>80%
Qmaks
b. Rotasi I (satu blok diairi, satu blok lainnya tidak) dilakukan bila 50%≤Q≤80%
Qmaks pemberian air menjadi 2 periode dalam 7 hari atau 168 jam
Periode I = A diairi B tidak
=
AA+B x
1682
=
32 , 8874 , 92 ,+32 ,88 x
1682
= 25,620 jam
Periode II = B diairi A tidak
=
BA+B x
1682
=
74 , 9232 , 88+74 ,92 x
1682
=58,379 jam
c. Rotasi II (satu blok diairi, lainnya tidak), dilakukan bila Q<50% Qmaks
Pemberian air dibagi 2 periode selama 312 hari atau 84 jam.
Periode I = A diairi, B dan C tidak
=
AA+B x 84
=
32 ,8832 ,88+74 ,92 x 84
= 25,620 jam
Periode II = B diairi, A dan C tidak
=
BA+B x 84
=
74 ,9232 ,88+74 ,92 x 84
= 58,379 Jam
Tabel .1 Pembagian air petak sekunder
No Hari
Continues flow Rotasi I Rotasi II
Q > 80 % Qmax50% ≤ Q ≤ 80 %
QmaxQ < 50 % Qmax
Jam
Petak
yang
diari
JamPetak yang
diariJam
Petak yang
diari
1 Senin 06.00
06.00
A
+
B
10.00
24.00
10.00
20.00
2 Selasa
3 Rabu
4 Kamis
5 Jumat
6 Sabtu
7 Minggu
8 Senin
9 Selas
a
06.00
A
+
B
10.00
A
B
10 Rabu
11 Kami
s
12 Jumat
06.00
A18.00
B
14.00
06.00
06.00
-
-
04.00
-
13 Sabtu
14 Ming
gu
Perencanaan Dimensi Saluran
Kriteria desain
NFR = 1,3 lt/dt/ha
K= 45
Bentuk saluran trapesium dengan harga m = 1,3
Perhitungan debit saluran Primer ( Q )
Q =
NFR∗AEf =
350 , 69∗1,30 , 648 = 703,544 lt/dt
Perhitungan debit saluran Sekunder ( Q )
Q =
NFR∗AEf =
257 , 36∗1,30 ,72 = 497,178 lt/dt
Perhitungan debit saluran Tersier ( Q )
Q =
NFR∗AEf =
45 ,88∗1,30,8 = 74,555 lt/dt
Kemiringan Dasar Saluran
I =
ΔHL
dimana:
I = Kemiringan
∆ H = Beda elevasi (m)
L = Jarak (m)
SS1 =
ΔHL =
9,9−8,51340 = 0,000105
Perhitungan Rumus Dimensi Saluran
Saluran Trapesium
Q = V*A , Q =
c∗NFR∗Ae
V= k*R2/3*I½
A = ( b + m*h)*h
P = b + 2*h (1+m2)0,5
R=
AP
h2 = 0.664 m
H1 =4,336 m mm4.336 m
II
I
2,063 m 4,5 m 2,75 m 2 m
M2= 0,634
2.063 m
M3 = 3,107 m
M3 = 3,107
m1 = 0,807 m
H1
H2
3.5 m
BAB IV
PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA
4.1. RATING CURVE SEBELUM ADA BENDUNG
Data-data :
Kemiringan dasar sungai rata-rata (I) :
136 , 823−13372 ,5 = 0,053
Jenis tanah pada lokasi bendung : kerikil & batu kali
Koefisien kekasaran Strickler : 45
Elevasi dasar sungai : + 133 m
Menghitung A, P, R, V, dan Q
Digunakan interval 0,5 m
Luas Penampang Basah (A)
AI = b*h1+ 1/2(m1*h2 ) + ½ (m2* h2 )
= 2*4.336 +1/2(0,807*4,3362 ) +1/2 ( 0,634*4,3362 )
= 22,218 m²
Keliling Basah (P)
PI = b + h1 √m
12+1 + h1 √m22+1
= 2 + 4,336√0 , 8072+1+4,336√0 , 6342+1
= 12,706 m
Jari-jari Hidrolis (R)
RI = AI / PI
= 22,218 / 16,1920
= 1,749 m
Kecepatan (V)
V1 = k*R2/3* I1/2
= 45 x 1,749 ⅔ x0,053½
= 15,037 m/dt
Debit Sungai (Q)
Q = V*A
= 15,037 x 22,218
= 334,085 m3/dt
Tabel 4.1 Hasil perhiungan debit sungai sebelum ada bendung
ElevasiH
(m)A (m2) P (m)
R (m)
V (m/dt) Q (m/dt)
133 0 0 2 0 0 0
133,5 0,5 1,180125 3,2345260,36
5 5,290 6,242
134 1 2,7205 4,4690520,60
9 7,441 20,244
134,5 1,5 4,621125 5,7035770,81
0 9,004 41,607
135 2 6,882 6,9381030,99
2 10,304 70,911
135,5 2,5 9,503125 8,1726291,16
3 11,456 108,865
136 3 12,4845 9,4071551,32
7 12,511 156,194
136,5 3,5 15,82613 10,641681,48
7 13,498 213,616
137 4 19,528 11,876211,64
4 14,432 281,835
137.3364,33
6 22,21805 12,705811,74
9 15,037 334,086
Keterangan:
Karena nilai Q100 = 200 m3/dt didapat di antara Q = 168,186m3/dt dan Q = 230,312
m3/dt, maka perhitungan tidak dilanjutkan.
Untuk mendapatkan nilai h pada Q = 350 m3/dt, dipakai metode interpolasi:
Q1 = 168,186 m3/dt → h = 2,5 m
Q2 = 230,312 m3/dt → h = 3 m
Sehingga :
h = 3 +
(200-168,186 )(230,312-168,186 )
x (3−2,5)
= 3,256 m
Grafik rating curve sebelum ada bendung
00,5
11,5
22,5
33,5
44,5
5
0 100 200 300 400Debit (m3/dt)
Ke
da
lam
an
(m
)
.2. ELEVASI MERCU BENDUNG
Elevasi mercu bendung ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
- Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi,
- Tinggi genangan,
- Kehilangan tekanan pada bangunan tersier maupun di bangunan induk untuk
eksploitasi.
Data yang ada:
- Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi = +140 m
- Tinggi genangan = 0,15 m
- Kehilangan tekan
- Dari saluran tersier ke sawah = 0,15 m
- Dari saluran induk ke tersier = 0,15 m
- Pada bangunan ukur = 0,15 m
- Pada bangunan pengambilan = 0,15 m
+133mmmmm mm
+141v²/2g
- Eksploitasi dan yang lain = 0,15 m
- Gorong – gorong = 0,1 m
- Elevasi Mercu Bendung = +141 m
- Elevasi dasar sungai = +133 m
- Ketinggian Mercu Bendung = (141 m– 133 m)
= 8 m
4.3. LEBAR BENDUNG
Lebar bendung adalah jarak antara pangkal tembok yang satu dengan yang
lainnya. Lebar bendung sebenarnya adalah lebar bendung total yang dikurangi oleh tebal
pilar dan pintu penguras/ pengambilan. Lebar efektif adalah lebar sesungguhnya bendung
yang telah diperhitungkan dengan koefisien konstruksi, dengan menggunakan rumus:
L = B – 2 (n*kp + ka) H → (KP 02, hal. 38)
atau
L’ = B-b-∑t → (Bendungan Tipe Urugan, hal. 183)
dimana:
L = Lebar efektif bendung (m)
L’ = Lebar sebenarnya bendung (m)
H = Tinggi tekanan total di atas mercu
(m)
n = Jumlah pilar
kp = Koefisien kontraksi pada pilar
ka = Koefisien kontraksi pada pangkal
bendung
b = Lebar pintu penguras/ pengambilan
(m)
Σt = Jumlah tebal pintu penguras/
pengambilan
Berdasarkan morfologi sungai, lebar sungai diambil lebar sungai pada ketinggian
(h) = 8-4,336 = 3,664 m , dengan:
Lebar bendung (B) = 8,25 + (m2*3,664+m3*3,664) =
21,957 m
Direncanakan dipakai 2 pilar dengan tebal pilar @ 1 m
Pada setiap bendung terdapat bangunan pembilas atau bangunan yang berfungsi
mengurangi banyaknya bahan padat yang masuk ke pintu pengambilan, dan bangunan
penguras biasanya diletakkan pada sisi tegak lurus as bendung. Lebar bersih bangunan
penguras antara 1/6 – 1/10 kali lebar bendung (KP 02, hal.88).
b = 1/6 x 21,957 = 3,6595 m
b = 1/10 x 21,957 = 2,196 m
digunakan b = 3 m
Kriteria perencanaan:
Lebar bendung = 21,957 m
Jumlah pilar = 2 pilar
Tebal pilar = 1 m
kp = 0,01 (untuk mercu bulat)
ka = 0,10 (untuk pangkal tembok bulat 0,5H1 > r > 0,15H1)
(KP 02, hal. 40)
sehingga:
Bn = B-b-∑t
Bn = 21,957-3-(2x1)
Bn = 16,957 m
Be = L’ – 2(n*kp + kp) * H
Be = 16,957 – 2(2x0,01 + 0,10) xH
Be = 16,957 – 0,24H
4.4. PERHITUNGAN TINGGI AIR DI ATAS MERCU
Bangunan ini direncanakan memakai tipe bulat, hingga debit yang melimpah di
atas mercu:
Q = Cd*⅔*√ 23∗g
*Be*H 3/2 → (KP 02, hal. 42)
dimana:
Q = debit rencana yang melewati mercu (m3/dt)
Cd = koefesien debit (Cd = C0*C1*C2)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Be = lebar efektif bendung (m)
H = tinggi energi diatas mercu (m)
Kriteria perencanaan:
r = jari-jari mercu bendung berkisar antara 0,1H-0,7H
direncanakan dengan r = 0,4H
Cd = direncanakan dengan Cd = 1,3
Q = 200 m3/dt
Be = 16,957 – 0,24H
Maka:
Q= Cd*⅔*√ 23
g *Be*H 3/2
200 = 1,3* 2/3 * √ 23
x9 ,81 x(16,957 – 0,24H)xH3/2
200 = 2,216x(16,957 – 0,24H)xH3/2
200 = 37,577H3/2– 0,532H5/2
Dengan cara trial and error diperoleh nilai H = 3,1423 m
Pengecekan nilai Cd
Cd = C0*C1*C2
= 0,4x1,851
r = 0,4H = 2,932 m
P = tinggi mercu bendung
= 8 m
Hr
=3 , 14232 , 932
=1 , 072
PH
= 83 ,1423
=2 ,546≥1 ,072...ok!
maka:
berdasarkan grafik 4.5 KP.02 hal.44, diperoleh nilai C0 = 1,35
berdasarkan grafik 4.7 KP.02 hal.45, diperoleh nilai C2 = 0,986
Cd = C0*C2
= 1,35x0,986 = 1,33 ≈ 1,3
Jadi, lebar efektif bendung:
Be = Bn – 2(n*kp + kp) * H
Be = 16,957 – 2(2x0,01 + 0,10) x3,1423
Be = 10,547 m
4.5. DESAIN KOLAM OLAK
Aliran air yang telah melewati mercu pelimpah mempunyai kecepatan yang
sangat tinggi dengan kondisi aliran sangat kritis. Dalam kondisi ini dapat menimbulkan
kerusakan berupa penggerusan pada bagian belakang pelimpah sehingga menyebabkan
terganggunya kestabilan bendung tersebut. Untuk menghindari hal ini perlu diubah
kondisi aliran superkritis menjadi aliran subkritis, yaitu dengan jalan meredam energi
aliran tersebut.
Adapun untuk meredam energi aliran bisa digunakan:
1. Tipe Loncatan (Jump Bazin Type)
2. Tipe Kolam Olak (Stilling Bazin Type)
3. Tipe Bak Pusaran (Roller Bazin Type)
Pada bendung ini direncanakan tipe “kolam olak”.
Berdasarkan bilangan froude tipe kolam olak dapat dikelompokkan menjadi:
1. Untuk Fr <1,7 tidak diperlukan kolam olak, pada saluran tanah bagian hilir harus
dilindungi dari bahaya erosi, saluran pasangan bata/ beton, tidak memerlukan
lindungan khusus.
2. Bila Fr 1,7 < Fr < 4,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan
baik, untuk penurunan muka air 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak.
3. Jika 2,5 < Fr < 4,5 maka akan timbul situasi paling solid, cara mengatasinya adalah
dengan mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan froude ini mampu
menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok penghalangnya, atau
menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok depan kolam. Blok ini harus
berukuran besar (USBR type IV). Tetapi pada prakteknya akan lebih baik untuk tidak
merencanakan kolam olak jika 2,5 < Fr < 4,5 sebaiknya geometrinya diubah untuk
memperbesar/ memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari kategori lain.
4. Fr > 4,5 ini akan merupakan kolam olak yang paling ekonomis karena kolam ini
pendek, tipe ini termasuk kolam olak USBR type III yang dilengkapi dengan blok
depan atau blok halang. Kolam loncat air yang sama dengan tangga di bagian
ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan pasangan
batu.
Data-data yang tersedia:
P = 8 m
H = 3,1423 m
B = 21,957 m
Q100 = 200 m3/dt
P=8 m
H=3.1423 m mmm m
Kecepatan Aliran di Hulu Bendung (V 0 )
VO =
QA
Vo= Q
(B∗( P+H −Vo2
2 . g))
Vo=200
21 ,957 (8+3 ,1423− Vo2
2 x9 , 81)
Vo=200
244 ,651−21 ,957 xVo2
19 ,62
V O=200244 ,651−1 , 119 xV
O2
Dengan cara trial and error diperoleh nilai Vo = 1,2399 m/dt
Sehingga:
A = 244,651– 1,119Vo2
= 244,651– 1,119(1,2399)2
= 242,931 m2
Hd = H
Vo2
2∗g
Hd = 3 ,1423− 1 ,23992
2x (9 ,81 )
Hd = 3,064 m
V0
V1
V2
Besarnya Kecepatan Aliran (V1)
V1 =
QB*y1
=
20021 , 957 y1
=
9 ,109y1
Keterangan :b = lebar bendung (m)
y1 = lebar pintu penguras (m)
dari persamaan energi:
P + H = y1+
V 12
2∗g
8+3,1423 = y1 +
82 , 974
19,62( y1 )2
11,1423 = y1 +
4 ,229y
12
Sehingga:
y13 – 11,1423y1
2 + 4,229 = 0
dengan cara trial and error didapat d1 = y1 = 0,634 m
sehingga, kecepatan air pada penampang 1 (V 1 )
V1 =
9 ,1090 ,634 = 14,368 m/dt
Jadi
V12
2*g =
14 , 3682
2 x 9 , 81 = 10,5522 m
Menentukan Bilangan Froude
Fr=V 1
√g∗y (KP.02 hal.156)
dimana:
0
I II
Fr = Bilangan Froude
V = kecepatan (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
y = kedalaman aliran (m)
sehingga:
Fr=14 ,368
√9 , 81 x 0 ,634=5 ,761
Karena Fr 4,5, maka tipe kolam olak yang digunakan adalah USBR Type III
Tinggi Loncat Air
Persamaan untuk tinggi loncat air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
y2
y1
=12∗(√1+8∗Fr2−1)
(KP. 02, hal. 56)
dimana:
y2 = Tinggi loncat air
(kedalaman air di atas ambang ujung) (m)
y1 = Kedalaman air di
awal loncat air (m)
Fr = Bilangan Froude
V1 = Kecepatan awal
loncatan (m/dt)
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
y2
y1
=12(√1+8∗Fr2−1 )
y2
0 ,634=1
2( √1+( 8∗5 , 7612 )−1)
y2 = 4,858 m
Kecepatan Air Pada Penampang 2 (V 2 )
V 2=Q
B∗y2
V 2=20021 , 957 x 4 ,858
=1 ,875 m/dt
V22
2g=
1 ,8752
2 x9 ,81=0 ,179
Persamaan energi:
P+H =y2+
V 2
2 . g+Δ hf
8+3,1423 = 4 , 858+0 , 179+Δ hf
Δ hf = 6,1053 m
Elevasi Dasar Kolam Olakan
Elevasi dasar kolam olak = elevasi mercu + H -
V12
2*g - y1
= 141 + 3,1423 – 10,5522 – 0,634
= 132,956m
Menghitungkan Dimensi Kolam Olak
Tinggi blok muka/ pemecah aliran d1
Yaitu d1 = y1 = 0,634 m
Tinggi ambang ujung (n)
n =
d1∗(18+ fr )18
=0 , 634 x (18+5 ,761)18
=0 ,837m
Tinggi blok halang (n3)
n3=d1∗( 4+ fr )
6=
0 , 634 x ( 4+5 ,761)6
=1 , 031m
Jarak antar blok muka dan blok halang
L1 = 0,82*d2
= 0,82x4,858
= 3,984 m
Panjang kolam olak total
L1 = 2,7* d2
= 2,7x4,858
= 13,117 m
Jarak kolam blok muka = d1 = 0,634 m
Lebar blok halang = 0,75n3 = 0,75x1,031 = 0,773m
Jumlah blok muka =
21 , 9572x 0 ,773 = 14 buah
Lebar sisi blok halang = 0,2n3 = 0,2x1,031 = 0,206 m
24−2 (2∗0 ,375 n3)2∗0 ,75 n3 =
24−2 (2 x 0 ,375 x 0 , 837 )2x 0 ,75 x 0 ,837 = 18 buah
4.6. DESAIN PINTU PENGAMBILAN
Pintu pengambilan adalah pintu tempat masuknya air untuk dialirkan ke saluran
primer. Ukuran dari pintu harus sesuai dengan debit rencana saluran irigasi.
Berdasarkan KP.02 hal.184:
Q = V*A
Q = *b*a*√2∗g∗z
dimana:
Q = debit rencana yang masuk untuk saluran irigasi (m3/dt)
= koefisien debit
b = lebar bukaan (m)
a = tinggi bukaan (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan (m)
Kriteria perencanaan
Kebutuhan air tanaman : 1,2 l/dt/ha
Luas daerah irigasi : 376,160 ha
Direncanakan pintu pengambilan dengan pintu radial, dengan keuntungan tidak
ada gesekan yang harus diperhitungkan, sehingga = 0,8
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan irigasi hal.77 bahwa elevasi dasar bangunan
pengambilan sebesar 0,2 m diatas muka kantong dalam keadaan penuh guna
mencegah pengendapan partikel sedimen pada dasar pengambilan itu sendiri.
Sehingga, kehilangan tinggi energi (z) diambil sebesar 0,2 m.
Direcanakan dengan menggunakan 2 pintu dan lebar masing-masing pintu
direncanakan 1 m, karena dibuat 2 pintu maka harus ada pilar pemisah
ditengahnya dan tebal pilar direncanakan 1 m, maka:
Lebar bukaan = 1 + 1 = 2 m
Lebar total pengambilan = 2 + 1 = 3 m
Maka debit yang dibutuhkan adalah:
Qkebutuhan=q∗A
η
dimana:
= efesiensi pengaliran
= 65% = 0,65
Qkebutuhan=1,3 x376 ,16
0 ,65
= 752,32 lt/dt
= 0,75232 m3/dt
Berdasarkan KP.02 hal.84:
Kapasitas pengambilan sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan
guna menambah fleksibilitas agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
selama umur proyek.
Maka:
Qp = Qkebutuhan *120%
= 0,75232x120%
= 0,903 m3/dt
Qp = *b*a* √2∗g∗z
a =
Qpμ∗b∗√2∗g∗z
a =
0 ,9030,8 x2 x√2 x 9 , 81 x 0,2
a = 0,285m
4.7. DESAIN PINTU PEMBILAS
Air yang mengalir pada sungai yang akan dibendung banyak membawa
sedimen. Sungai sedimen ini tidak memasuki intake maka perlu diadakan pembilasan.
Dalam pembilasan ini, sedimen yang mengendap dibuang ke sungai utama. Untuk
melaksanakan pembilasan ini diperlukan bangunan pembilas.
Dimensi Pintu Pembilas
Kecepatan Pembilas
Kecepatan rencana yang diperlukan selama pembilasan dapat diambil = 3,0
m/dt (KP. 04, hal.134), dan besarnya kecepatan hendaknya selalu dibawah
kecepatan kritis, karena superkritis akan mengurangi efektifitas proses pemilihan
(KP. 02, hal. 148)
Kecepatan Kritis dan Kedalaman Kritis
H=
3√ q2
g (KP.02, hal. 63)
Vc=√ g∗hc
dimana:
Hc = Kedalaman kritis (m)
q = Debit rencana permeter lebar (m3/dt/m)
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
Vc = Kecepatan kritis (m/dt)
L = Lebar pintu penguras, direncanakan 2 m
Debit Rencana Tiap Meter Lebar (q)
q=
QL
=2002
=100m3/dt/m
Dengan harga qs di atas, maka harga
Kedalaman kritis hc=
3√1002
9 ,81 = 10,064 m
Kecepatan kritis Vc=√9 , 81 x 10 , 064
=9,936 m/dt 3 m/dt ...OK!
Kemiringan Lantai Penguras
Untuk mempertahankan kecepatan yang ada maka kemiringan lantai penguras
hendaknya dihitung dengan menggunakan rumus manning:
V= k*R⅔*I½
dimana:
V = kecepatan pada saat pembilasan (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
I = kemiringan dasar saluran
Pada saat R = hc, maka V = Vc
Vc = k*R⅔ *I½
9,936 = 45x(10,064)2/3xI½
9,936 = 209,762xI½
I = 2x10-3
4.8. DESAIN TINGGI JAGAAN
Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah atau bendung direncanakanuntuk
menghindari adanya limpasan ombak maupun benda-benda padat yang terapung pada
aliran. Tinggi jagaan adalah jarak vertical dari muka air sampai keujung dinding.
Perhitungan untuk memperoleh tinggi jagaan digunakan rumus:
Fb = 0,6+0,0037vd⅓
dimana:
Fb = tinggi jagaan (m)
V = kecepatan aliran (m)
d = kedalaman air (m)
Tinggi jagaan pada upstream bendung = 1,823 m
d = Hd = 1,823 m
maka:
Fb = 0,6+(0,0037x0,743x1,823⅓)
= 0,603 m ≈ 0,61 m
Tinggi jagaan pada penampang I
dengan:
V1 = 10,449 m/dt
d = y1 = 0,425 m
Fb = 0,6+(0,0037x 10,449x 0,425 ⅓)
= 0,629 m ≈ 0,63 m
Tinggi jagaan pada kolam olak
dengan:
V2 = 1,479 m/dt
d = y2 = 3,003 m
Fb = 0,6+(0,0037x1,479x 3,003 ⅓)
= 0,608 m ≈ 0,61 m
4.9. DESAIN KANTONG LUMPUR
Kantong Lumpur adalah suatu bangunan pelengkap yang mempunyai fungsi
untuk mengendapkan lumpur yang masuk ke saluran. Kantong Lumpur ditempatkan
dibelakang pintu intake kemudian hasil pembilas Lumpur dibuang melalui saluran
buang.
Langkah- langkah perencanaan berdasarkan “Petunjuk Teknis Perencanaan
Irigasi” hal 60 adalah sebagai berikut :
1. Menentukan ukuran partikel,
2. Menentukan volume kantong lumpur yang diperlukan,
3. Membuat perkiraan awal luas rata-rata permukaan kantong Lumpur dengan rumus :
dimana:
L = Panjang kantong (m)
B = Lebar rata-rata profil pembawa (m)
Q = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dt)
W = Kecepatan endap partikel rencana (m/dt)
4. Menentukan kemiringan energi dikantong lumpur selama eksploitasi normal,
Vn = Ks* Kn2/3* In ½
Qn = Vn * An
dimana :
Vn = Kecepatan rata-rata selama eksploitasi (m/dt)
Ks = Koefisien kekasaran
Rn = Jari-jari hidrolis
In = Kemiringan energi
An = Luas penampang basah (m2)
Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dt)
LB= QW
5. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kolam dalam keadaan
kosong dengan rumus Strickler,
Vs = Ks* Rs2/3* Is1/2
Qs = Vs * As
dimana :
Vs = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = Koefisien Kekasaran
Rs = Jari-jari hidrolis
Is = Kemiringan energi
An = Luas penampang basah (m2)
Qs = Debit untuk membilas (m3/dt)
As = Luas penampang basah (m2)
6. Menentukan dimensi kantong lumpur
Perencanaan sebagai berikut :
Ukuran partikel rencana
Dimisalkan sample yang diambil pada kali sedimen rata-rata berukuran =
7x10-6 . Sedimen itu terangkut oleh aliran sungai sebagai sedimen layang.
Diasumsikan bahwa air yang dielakkan mengandung 0,5% sedimen yang harus
diendapkan dalam kantong lumpur (KP.02 hal 136).
Volume kantong lumpur V bergantung pada jarak waktu pembilasan. Jarak waktu
pembilasan atau pembersihan biasanya diambil jarak waktu 1 atau 2 minggu
(KP.02 hal 145).
V = 0,0005* Qn * T
dimana :
Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dt)
T = Waktu pembilasan, direncanakan dengan melakukan pembilasan diambil 1
minggu
jadi : V= 0,0005x0,657x7x24x3600
= 198,677 m3
Luas rata-rata permukaan kantong lumpur
LB= QW
Dari grafik hubungan antara kecepatan W dengan diameter partikel d,
kecepatan endap bisa diketahui (KP. 02 hal 143)
Apabila :
Diameter partikel (d) = 0,07 mm dan partikel berupa pasir alamiah, sehingga
faktor bentuk (fb) = 0,7 mm, maka berdasarkan grafik 7.4 hal 143 pada KP.02.
diperoleh kecepatan endap partikel :
W = 4mm = 0,004 m
maka :
LB = Qn/W = 0,903/0,004 = 225,750 m2
Karena L/B > 8, maka L/B = 8
L*B = 225,750
8*B*B = 225,750
B2 = 484
B = 21,957 ¿ 22 m
L = 8 *B
L = 8x22 = 176 m
Menetukan kemiringan energi (In)
Kecepatan aliran (Vn) tidak boleh kurang dari 0.30 m/dt, guna mencegah
tumbuhnya vegetasi (KP. 02 hal 142). Digunakan Vn = 0.40 m/dt.
o Luas penampang basah (An) =
0 ,6570,4
=1 ,643m2
o Dengan harga B = 4.1 m, maka kedalaman air (hn) adalah :
hn =
AnB =
1,6434,1
= 0,401 m
o Direncanakan kemiringan talud = 2 : 1, maka lebar dasar saluran (bn) :
bn = B-2*(hn*m)
= 4,1-2x(0,401x1,5)
= 2,897 m
Penampang melintang kantong lumpur pada saat penuh :
hn = 0,401 m
hs = 0,2m
bn = 2,897m
B = 4,1 m
Keliling basah (Pn) :
Pn = bn + 2 *hn*(12+m2)1/2
= 2,897+ 2x0,401x(12+1,52)1/2
= 4,343 m
Jari-jari hirdolis (Rn)
Rn =
AnPn
=
1 ,6434 ,343
=0 ,378
Jadi kemiringan energi In, jika saluran terbuat dari batu kali
Vn=K∗R2/3∗In1/2
In=[ Vn
K∗R2 /3 ]2
=[ 0,4
50 x 0 ,3782/3 ]2
=2 ,342 x10−4
Sehingga kemiringan energi di kantong Lumpur = 2,342x10-4
7. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan (In)
Penentuan Is pada saat pengambilan, kantong lumpur dalam keadaan kosong
kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan untuk pasir kasar
Vs = 1,5 m/dt (KP. 02 hal 146).
Maka debit untuk pembilas Qs (KP.02 hal 146).
Qs = 1,2 Qn
= 1,2x0,657 m3/dt = 0,788 m3/dt
Luas penampang basah pada saat pembilasan (As) :
As = Qs/Vs
=
0 ,7881,5
=0 ,525m2
Lebar dasar kolam (bs) = bn = 2,897 m
As = bs*hs
hs = As/bs
=
0 ,5252 ,897
=0 ,181 m
Keliling penampang basah pada saat pembilasan (Ps)
Ps = bs + 2*Hs
= 2,897 + 2x0,181
= 3,259 m (di ambil Ps = 3,3)
Jari-jari hidrolis
Rs = As/Ps
=
0 ,5253,3
=0 ,159 m
Untuk pembilas, koefisien kekasaran digunakan 40, maka kemiringan
saluran pada saat pembilasan :
Is = [ Vs
Ks∗Rs2/3 ]2
=[ 1. 5
50 x0 ,1592/3 ]2
=10 x 10−3
Pada saat pembilasan harus diusahakan kecepatan alirannya dalam kondisi
sub kritis (Fr < 1), hal ini untuk menghindari tergerusnya saluran akibat
kecepatan air.
Fr= 1
√g∗hs= 1
√9 ,81 x0 ,181=0 ,75<1
(OK)
Panjang sand trap
Volume sand trap yang diperlukan
V = 198,677 m3
Rumus volume sand trap
V = (hs*b*L)+1/2*(L*Is-L*In)*b*L
198,677 = (0,181x2,897xL)+0,5x(Lx(10x10-3-Lx2,342x10-4)x2,897xL
198,667 = 0,524L + 0,014 L2
L = 101,871m
hn = 0,401 m
In = 2,342x10-4
hs = 0,181 m Is = 10x 10-3 h = (Is * L - In * L)
L = 101,871m
4.10. DESAIN APRON
Panjang dan lebar apron didepan dan dibelakang bendung direncanakan untuk
menahan gaya uplift pada kondisi hidrolik.
Elevasi air dihulu pada saat banjir = elevasi bendung + Hd
= 601,399 + 1,823
= 603,222 m
Elevasi air dihilir pada saat banjir = elevasi dasar kolam olak + y2 +
V22
2∗g
= 597,260+ 3,003 + 0,111
= 600,374 m
∆H banjir = 603,222 – 600,374 = 2,848 m
Elevasi air normal dihulu = 601,399 m
Elevasi lantai dasar = 597,260 m
∆H normal = 601,399 – 597,260 = 4,139 m
Kondisi tanah = pasir kasar
Berdasarkan KP.02 halaman 126, dengan kondisi tanah dasar pasir kasar dapat
diketahui angka rembesan lane (CL) = 5,0
CL=LV + 1
3. LH
ΔH
dimana:
CL = angka rembesan lane
Lv = jumlah panjang vertikal (m)
Lh = jumlah panjang horizontal (m)
∆H = beda tinggi muka air (m)
Dianggap jalur vertikal memiliki daya tahan terhadap aliran 3x lebih kuat dari jalur
horizontal.
Panjang Creep Line
LV = 3+2+2+2+2+2+3+1,5+2,5+4+2,5+2,5+2,5+4 = 35,5 m
LH = 1,5+4,4+1,5+4,4+1,5+3,24+1,6+1,9+2+2,5+1+3,65+1 = 30,19 m
Angka rembesan untuk menentukan tekanan air (CW)
Harga minimum CL untuk pasir kasar = 5,0
CLbanjir=
LV + 13
LH
ΔH Banjir =
35 ,5+ 13
x30 ,19
2 ,848=
15,998 > 5
CLnormal=LV + 1
3LH
ΔH Normal =
35 ,5+ 13
.x 30 , 19
4 ,139=
11,008 > 5
BAB V
ANALISA STABILITAS BENDUNG
Untuk mengetahui keamanan dari tubuh bendung harus diadakan analisa stabilitas. Dalam
analisa bendung dilakukan kontrol terhadap:
1. Guling,
2. Geser,
3. Daya dukung tanah,
4. Erosi bawah tanah/ piping
Analisa stabilitas bendung ini ditentukan oleh gaya-gaya yang bekerja pada bendung
meliputi :
a. Tekanan Air (W),
b. Beban Mati/ Berat Bangunan (G),
c. Tekanan Lumpur/ Sedimen (PL),
d. Tekanan Tanah (P),
e. Tekanan Up lift (U).
Dan dalam perhitungan ditinjau dengan 2 keadaan, yaitu :
1. Keadaan Normal
2. Keadaan Banjir/ Ekstrim
Rumus- rumus dalam analisa stabilitas
1. Stabilitas Terhadap Guling (Berdasarkan KP. 02 hal 122)
a. Untuk keadaan normal
SF=∑ M T
∑ M G
>1,5
b. Untuk keadaan ekstrim
SF=∑ MT
∑ MG
>1 ,25
dimana :
SF (Safety Factor)= angka keamanan
∑ MT = jumlah momen tahan (tm )
∑ M G = jumlah momen guling (tm )
2. Stabilitas Terhadap Geser (Berdasarkan KP. 02 hal 122)
a. Untuk keadaan normal
SF=f∗∑ V +CA
∑ H>2,0
b. Untuk keadaan ekstrem
SF=f∗∑ V +CA
∑ H>1,25
dimana :
f = koefisien gesek
∑ ¿ ¿V = jumlah gaya vertikal (t)
A= luas dasar (m2)
C= kohesi
∑ H = Jumlah gaya horizontal (t)
3. Stabilitas eksentrisitas (e)
e =
∑ M
∑ RV−
L2 < 1/6L
dimana :
e = eksentrisitas (m)
∑ ¿ ¿M = Jumlah momen (tm)
∑ ¿ ¿RV = Jumlah gaya vertikal (t)
L = panjang telapak pondasi(m)
JALUR REMBESAN DAN TEKANAN AIR PADA SAAT AIR NORMAL
TITIK GARIS
PANJANG REMBESAN
H ΔH=LW/CW P=H-ΔHLV LH 1/3LH LW=ΣLV+Σ1/3LH
POINT LINE (m) (m) (m) (m) (t/m2) (t/m2) (t/m2)
A0 0.000 0.0004.15
1 0.000 4.151
A1 A0-A13.00
0 3.0007.15
1 0.240 6.911
A2 A1-A2 1.50
0 0.500 3.5007.15
1 0.280 6.871
A3 A2-A32.00
0 5.5005.15
1 0.441 4.710
A4 A3-A4 4.40
0 1.467 6.9675.15
1 0.558 4.593
A5 A4-A52.00
0 8.9677.15
1 0.719 6.432
A6 A5-A6 1.50
0 0.500 9.4677.15
1 0.759 6.392
A7 A6-A72.00
0 11.4675.15
1 0.919 4.232
A8 A7-A8 4.40
0 1.467 12.9335.15
1 1.036 4.115
A9 A8-A92.00
0 14.9337.15
1 1.197 5.954
A10 A9-A10 1.50
0 0.500 15.4337.15
1 1.237 5.914
A11 A10-A112.00
0 17.4335.15
1 1.397 3.754
A A11-A 3.24
0 1.080 18.5135.15
1 1.483 3.668
B A-B3.00
0 21.5138.15
1 1.724 6.427
C B-C 1.60
0 0.533 22.0478.15
1 1.767 6.384
D C-D1.50
0 23.5476.65
1 1.887 4.764
E D-E 1.90
0 0.633 24.1806.65
1 1.938 4.713
F E-F2.50
0 26.6809.15
1 2.138 7.013
G F-G 2.00
0 0.667 27.3479.15
1 2.191 6.960
H G-H4.00
0 31.3475.15
1 2.512 2.639
I H-I 2.50
0 0.833 32.1805.15
1 2.579 2.572
J I-J2.50
0 34.6807.65
1 2.779 4.872
K J-K 1.00
0 0.333 35.0137.65
1 2.806 4.845
L K-L2.50
0 37.5135.15
1 3.006 2.145
M L-M 3.65
0 1.217 38.7305.15
1 3.103 2.048
N M-N2.50
0 41.2307.65
1 3.304 4.347
O N-O 1.00
0 0.333 41.5637.65
1 3.330 4.321
P O-P4.00
0 45.5633.65
1 3.651 0.000
CW=LW/H=45.563/3.651 12.480
JALUR REMBESAN DAN TEKANAN AIR PADA SAAT AIR BANJIR
TITIK GARIS
PANJANG REMBESAN
H ΔH=LW/CW P=H-ΔHLV LH 1/3LH LW=ΣLV+Σ1/3LH
POINT LINE (m) (m) (m) (m) (t/m2) (t/m2) (t/m2)A0 0.000 0.000 6.002 0.000 6.002A1 A0-A1 3.000 3.000 9.002 0.362 8.640A2 A1-A2 1.500 0.500 3.500 9.002 0.423 8.579A3 A2-A3 2.000 5.500 7.002 0.664 6.338A4 A3-A4 4.400 1.467 6.967 7.002 0.841 6.161A5 A4-A5 2.000 8.967 9.002 1.083 7.919A6 A5-A6 1.500 0.500 9.467 9.002 1.143 7.859A7 A6-A7 2.000 11.467 7.002 1.385 5.617A8 A7-A8 4.400 1.467 12.933 7.002 1.562 5.440A9 A8-A9 2.000 14.933 9.002 1.803 7.199A10 A9-A10 1.500 0.500 15.433 9.002 1.864 7.138A11 A10-A11 2.000 17.433 7.002 2.105 4.897
A A11-A 3.240 1.080 18.513 7.002 2.236 4.766B A-B 3.000 21.513 10.002 2.598 7.404C B-C 1.600 0.533 22.047 10.002 2.662 7.340
D C-D 1.500 23.547 8.502 2.843 5.659
E D-E 1.900 0.633 24.180 8.502 2.920 5.582
F E-F 2.500 26.680 11.002 3.222 7.780
G F-G 2.000 0.667 27.347 11.002 3.302 7.700H G-H 4.000 31.347 7.002 3.785 3.217I H-I 2.500 0.833 32.180 7.002 3.886 3.116J I-J 2.500 34.680 9.502 4.188 5.314K J-K 1.000 0.333 35.013 9.502 4.228 5.274L K-L 2.500 37.513 7.002 4.530 2.472
M L-M 3.650 1.217 38.730 7.002 4.677 2.325N M-N 2.500 41.230 9.502 4.979 4.523O N-O 1.000 0.333 41.563 9.502 5.019 4.483
P O-P 4.000 45.563 5.502 5.502 0.000
CW=LW/H=45.563/3.651 8.281
STABILITAS BENDUNG PADA SAAT AIR N0RMAL
GAYA LUASAN X TEKANANTAND
A GAYATERHADAP TITIK
O
LENGA
NMOME
N
(t) (m) (tm)
GAYA HORIZONTAL (KALI 1 meter panjang)
W14 1/2x3x6.911x1x1 + 10.367 1.454 15.073W15 1/2x2x(6.432-4.539)x1x1 + 1.839 1.121 2.062W16 2x4.593x1x1 + 9.186 1.454 13.356W17 1/2x2x(5.954-4.115)x1 + 1.839 1.121 2.062W18 2x4.115x1 + 8.230 1.454 11.966W19 1/2x3x(6.427-3.668)x1x1 + 4.139 0.454 1.879W20 3.668x3x1 + 11.004 0.954 10.498W21 1/2x2.5x(7.013-4.713)x1x1 + 2.875 0.713 2.050W22 4.713x2.5x1x1 + 11.783 0.296 3.488W23 1/2x2.5x(4.872-2.572)x1x1 + 2.875 0.833 2.395W24 2.572x2.5x1x1 + 6.430 1.250 8.038W25 1/2x2.5x(4.347-2.048)x1x1 + 2.874 0.833 2.394W26 2.048x2.5x1x1 + 5.120 1.250 6.400W27 4.71x2x1x1 - 9.420 1.454 13.697
W28 0.5x2(6.871-4.71)x1x1 - 2.161 1.121 2.422
W29 2x4.232x1x1 - 8.464 1.454 12.307
W30 0.5x2(6.392-4.232)x1x1 - 2.160 1.121 2.421
W31 2x3.754x1x1 - 7.500 1.454 10.905W32 0.5x2x(5.914-3.754)x1x1 - 2.160 1.121 2.421W33 1.5x4.764x1x1 - 7.146 0.294 2.101W34 0.5x1.5x(6.384-4.764)x1x1 - 1.215 0.046 0.056W35 4x2.639x1x1 - 10.556 0.454 4.792W36 0.5x4x(6.960-2.639)x1x1 - 8.642 0.213 1.841
W37 2.5x2.145x1x1 - 5.363 1.250 6.703W38 0.5x2.5x(4.845-2.145)x1x1 - 3.375 0.417 1.407W39 0.5x4x4.321x1x1 - 8.642 1.333 11.520
JUMLAH GAYA HORIZONTAL 1.756 24.919 9.065 GAYA VERTIKAL (kali 1 meter panjang) G0 2X1.5X1X1 - 3.000 29.440 88.320
G1 2X1.5X1X1 - 3.000 23.540 70.620
G2 1X16.55X1X1 - 16.550 21.920 362.776
G3 2X1.5X1X1 - 3.000 17.640 52.920
G4 0.5X0.912X0.912X2.2X1 - 0.915 12.940 11.839
G5 0.5X0.912X1.289X2.2X1 - 1.293 12.207 15.785
G6 2.201X3.24X2.2X1 - 15.689 12.449 195.309
G7 0.5X3.24X3.1X2.2X1 - 11.048 10.310 113.909
G8 0.5X0.425X0.425X2.2X1 - 0.199 8.575 1.704
G9 5.5X1X2.2X1 - 12.100 10.900 131.890
G10 5.5X1.5X2.2X1 - 18.150 10.900 197.835
G11 1.5X1.6X2.2X1 - 5.280 12.850 67.848
G12 2.5X2X2.2X1 - 11.000 9.150 100.650
G13 0.646X0.129X2.2X1 - 0.183 5.581 1.023
G14 0.5X0.514X0.646X2.2X1 - 0.379 5.346 2.025
G15 1X8.108X2.2X1 - 17.838 4.075 72.688
G16 2.5X1X2.2X1 - 5.500 5.150 28.325
G17 0.5X1.201X0.546X2.2X1 - 0.721 0.473 0.341
G18 0.546X0.109X2.2X1 - 0.131 0.055 0.007
G19 2.5X1X1X2.2 - 5.500 0.500 2.750
W1 1.6X6.427X1X1 + 10.283 12.850 132.139
W2 1.9X4.628X1X1 + 8.793 11.100 97.605
W3 4.628X2X1X1 + 9.256 9.150 84.692
W4 4.628X2.5X1X1 + 11.570 6.900 79.833
W5 1X2.572X1X1 + 2.572 5.150 13.246
W6 2.57X3.65X1X1 + 9.381 2.825 26.500
W7 2.048X1X1X1 + 2.048 0.500 1.024
W8 0.5X1.754X1.9X1X1 + 1.666 11.417 19.024
W9 0.5X2X2.332X1X1 + 2.332 8.817 20.561
W10 0.5X4.388X2.5X1X1 + 5.485 7.317 40.134
W11 0.5X1X2.056X1X1 + 1.028 4.983 5.123
W12 0.5X2.58X3.65X1X1 + 4.709 3.433 16.164
W13 0.5X1X2.555X1X1 + 1.278 0.333 0.425
JUMLAH GAYA VERTIKAL-
61.076 261.976-
982.094
STABILITAS BENDUNG PADA SAAT AIR BANJIR
GAYA LUASAN X TEKANANTAND
A GAYA TERHADAP TITIK O
LENGA
N MOMEN
(t/m2) (t) (m) (tm)
GAYA HORIZONTAL (KALI 1 meter panjang)
W14 1/2x3x8.64x1x1 + 12.960 1.454 18.844W15 1/2x2x(7.919-6.161)x1x1 + 1.758 1.121 1.971W16 2x6.161x1x1 + 12.322 1.454 17.916W17 1/2x2x(7.199-5.44)x1 + 1.759 1.121 1.972W18 2x5.44x1 + 10.880 1.454 15.820W19 1/2x3x(7.404-4.766)x1x1 + 3.957 0.454 1.796W20 4.766x3x1 + 14.298 0.954 13.640W21 1/2x2.5x(7.78-5.582)x1x1 + 2.748 0.713 1.959W22 5.582x2.5x1x1 + 13.955 0.296 4.131W23 1/2x2.5x(5.314-3.116)x1x1 + 2.748 0.833 2.289W24 3.116x2.5x1x1 + 7.790 1.250 9.738W25 1/2x2.5x(4.523-2.325)x1x1 + 2.748 0.833 2.289W26 2.325x2.5x1x1 + 5.813 1.250 7.266W27 6.338x2x1x1 - 12.676 1.454 18.431
W28 0.5x2(8.579-6.338)x1x1 - 2.241 1.121 2.512
W29 2x5.167x1x1 - 10.334 1.454 15.026
W30 0.5x2(7.859-5.167)x1x1 - 2.692 1.121 3.018
W31 2x4.897x1x1 - 9.794 1.454 14.240W32 0.5x2x(7.318-4.897)x1x1 - 2.421 1.121 2.714W33 1.5x5.659x1x1 - 8.489 0.294 2.496W34 0.5x1.5x(7.34-5.659)x1x1 - 1.261 0.046 0.058W35 4x3.217x1x1 - 12.868 0.454 5.842W36 0.5x4x(7.7-3.217)x1x1 - 8.966 0.213 1.910W37 2.5x2.472x1x1 - 6.180 1.250 7.725W38 0.5x2.5x(5.274-2.472)x1x1 - 3.503 0.417 1.461
W39 0.5x4x4.483x1x1 - 8.966 1.333 11.952
JUMLAH GAYA HORIZONTAL 3.344 24.919 12.245 GAYA VERTIKAL (kali 1 meter panjang) G0 2X1.5X1X1 - 3.000 29.440 88.320
G1 2X1.5X1X1 - 3.000 23.540 70.620
G2 1X16.55X1X1 - 16.550 21.920 362.776
G3 2X1.5X1X1 - 3.000 17.640 52.920
G4 0.5X0.912X0.912X2.2X1 - 0.915 12.940 11.839
G5 0.5X0.912X1.289X2.2X1 - 1.293 12.207 15.785
G6 2.201X3.24X2.2X1 - 15.689 12.449 195.309
G7 0.5X3.24X3.1X2.2X1 - 11.048 10.310 113.909
G8 0.5X0.425X0.425X2.2X1 - 0.199 8.575 1.704
G9 5.5X1X2.2X1 - 12.100 10.900 131.890
G10 5.5X1.5X2.2X1 - 18.150 10.900 197.835
G11 1.5X1.6X2.2X1 - 5.280 12.850 67.848
G12 2.5X2X2.2X1 - 11.000 9.150 100.650
G13 0.646X0.129X2.2X1 - 0.183 5.581 1.023
G14 0.5X0.514X0.646X2.2X1 - 0.379 5.346 2.025
G15 1X8.108X2.2X1 - 17.838 4.075 72.688
G16 2.5X1X2.2X1 - 5.500 5.150 28.325
G17 0.5X1.201X0.546X2.2X1 - 0.721 0.473 0.341
G18 0.546X0.109X2.2X1 - 0.131 0.055 0.007
G19 2.5X1X1X2.2 - 5.500 0.500 2.750
W1 1.6X7.404X1X1 + 11.846 12.850 152.226
W2 1.9X5.582X1X1 + 10.606 11.100 117.724
W3 5.582X2X1X1 + 11.164 9.150 102.151
W4 3.116X2.5X1X1 + 7.790 6.900 53.751
W5 1X3.116X1X1 + 3.116 5.150 16.047
W6 3.65X2.325X1X1 + 5.975 2.825 16.880
W7 2.325X1X1X1 + 2.325 0.500 1.163
W8 0.5X1.754X1.9X1X1 + 1.666 11.417 19.024
W9 0.5X2X2.118X1X1 + 2.118 8.817 18.674
W10 0.5X4.584X2.5X1X1 + 5.730 7.317 41.926
W11 0.5X1X2.156X1X1 + 1.078 4.983 5.372
W12 0.5X2.156X3.65X1X1 + 3.935 3.433 13.508
W13 0.5X1X2.158X1X1 + 1.079 0.333 0.359
JUMLAH GAYA VERTIKAL-
63.047 261.976 -959.758
M0MEN AKIBAT GEMPANOTAS
IBERA
T KOEFISIEN GAYA TERHADAP TITIK O GEMPA LENGAN MOMEN
(t) (t) (m) (tm)G4 0.915 0.1 0.091 12.940 1.184G5 1.293 0.1 0.129 12.207 1.579G6 15.689 0.1 1.569 12.449 19.531G7 11.048 0.1 1.105 10.310 11.391G8 0.199 0.1 0.020 8.575 0.170G9 12.100 0.1 1.210 10.900 13.189G10 18.150 0.1 1.815 10.900 19.784G11 5.280 0.1 0.528 12.850 6.785G12 11.000 0.1 1.100 9.150 10.065JUMLAH 7.476 100.281 83.677
MOMEN GULINGAN PADA SAAT AIR NORMAL
GAYA
TERHADAP TITIK OLENGAN MOMEN
(m) (tm)W19 4.139 12.940 53.552W20 11.004 12.207 134.326W21 2.875 12.449 35.791W22 11.783 10.310 121.478W33 -7.146 8.575 -61.277W34 -1.215 10.900 -13.244W35 -10.556 10.900 -115.060W36 -8.642 12.850 -111.050
JUMLAH 44.516
MOMEN GULINGAN PADA SAAT AIR BANJIR
GAYA
TERHADAP TITIK OLENGAN MOMEN
(m) (tm)W19 3.957 12.940 51.204W20 14.298 12.207 174.536W21 2.748 12.449 34.204W22 13.955 10.310 143.876W33 -8.489 8.575 -72.789W34 -1.261 10.900 -13.742W35 -12.868 10.900 -140.261W36 -8.966 12.850 -115.213
JUMLAH 61.814
MOMEN TAHANAN PADA SAAT AIR NORMAL
GAYA
TERHADAP TITIK OLENGAN MOMEN
(m) (tm)
G4 -0.915 12.940 -11.839
G5 -1.293 12.207 -15.785
G6 -15.689 12.449 -195.309
G7 -11.048 10.310 -113.909
G8 -0.199 8.575 -1.704
G9 -12.100 10.900 -131.890
G10 -18.150 10.900 -197.835
G11 -5.280 12.850 -67.848
G12 -11.000 9.150 -100.650
W1 10.283 12.850 132.139
W2 8.793 11.100 97.605
W3 9.256 9.150 84.692
W4 11.570 6.900 79.833
W5 2.572 5.150 13.246
W6 9.381 2.825 26.500
W7 2.048 0.500 1.024
W8 1.666 11.417 19.024
W9 2.332 8.817 20.561
JUMLAH -362.145
MOMEN TAHANAN PADA SAAT AIR BANJIR
GAYA
TERHADAP TITIK OLENGAN MOMEN
(m) (tm)
G4 -0.915 12.940 -11.839
G5 -1.293 12.207 -15.785
G6 -15.689 12.449 -195.309
G7 -11.048 10.310 -113.909
G8 -0.199 8.575 -1.704
G9 -12.100 10.900 -131.890
G10 -18.150 10.900 -197.835
G11 -5.280 12.850 -67.848
G12 -11.000 9.150 -100.650
W1 11.846 12.850 152.226
W2 10.606 11.100 117.724
W3 11.164 9.150 102.151
W4 7.790 6.900 53.751
W5 3.116 5.150 16.047
W6 5.975 2.825 16.880
W7 2.325 0.500 1.163
W8 1.666 11.417 19.024
W9 2.118 8.817 18.674
JUMLAH -339.128
Kontrol Stabilitas Bendung Pada Saat Air Normal
Gaya-gaya yang bekerja
∑ RV = -61,076
∑ RH = 1,756
∑ Ms = MH – MV
= 9,065 -982,094
= -973,029
a. Tekanan tanah dibawah bendung
Panjang telapak pondasi (L) = 30,19 m
Eksentrisitas (e) =
∑ Ms
∑ RV−
L2 < 1/6L (ok)
=
973 ,02961 ,076
−30 ,192 < 1/6x30,19
= 0,836 < 5,032 (ok)
b. Tekana tanah
σ =
RVL
∗(1±6 eL
)
=
61 ,07630 ,19
.(1±6 . 0 ,83930 ,19
)
σ maks = 2,36 t/m2 pada titik B
σ min = 1,686 t/m2 pada titik O
Daya dukung yang diizinkan untuk pasir adalah 10-30 t/m2 (KP.02 hal 110),
sehingga:
σ maks < σ ijin = 2,36 t/m2 < 10 t/m2
σ maks < σi jin = 1,686 t/m2 < 10 t/m2
c. Keamanan terhadap piping
Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan maka keamanan terhadap erosi
tanah harus kurang dari 2 (KP.02 hal 127)
S =
s∗(1+ as)
hs
dimana:
S = Faktor keamanan (S = 2)
s = Kedalaman tanah (m)
a = Tebal lapisan pelindung (m)
hs = Tekanan air pada kedalaman s (t/ m2)
sehingga:
Tekanan air pada kedalaman O (hs) = 4,321-4 =0,321 t/ m2
S =
4 .(1+ 14
)
0 ,321
= 15,576 > 2 (OK)
d. Stabilitas terhadap gempa
∑Ge = 7,476 t
∑ MGe = 83,677 t/ m
Stabilitas Guling
SF =
∑ M tahanan
∑ M guling+∑ M gempa > 1,5 (OK)
=
362 ,14544 ,516+83 , 677
=2,825 > 1,5 (OK)
Stabilitas Gelincir
Nilai koefisien gesekan (f) untuk tubuh bendung dengan bahan pasangan
batu adalah 0,6-0,75 (KP.02 hal 121)
SF =
∑ V . f
∑ H+∑Ge > 1,5 (OK)
=
61 ,076 .0,71, 756+7 , 476
=4,631 > 1,5 (OK)
Kontrol Stabilitas Bendung Pada Saat Air Banjir
Gaya-gaya yang bekerja
∑ RV = -63,047
∑ RH = 3,344
∑ Ms = MH – MV
= 12,245 -959,758
= -947,513
a. Tekanan tanah dibawah bendung
Panjang telapak pondasi (L) = 30,19 m
Eksentrisitas (e) =
∑ Ms
∑ RV−
L2 < 1/6L (ok)
=
947 ,51363 ,047
−30 ,192 < 1/6x30,19
= 0,066 < 5,032 (ok)
b. Tekana tanah
σ =
∑ RV
L∗(1±
6 eL
)
=
63 , 04730 , 19
.(1±6 . 0 , 06630 ,19
)
σ maks = 21,272 t/m2 pada titik B
σ min = 12,037 t/m2 pada titik O
Daya dukung yang diizinkan untuk pasir kasar adalah 10-30t/m2 (KP.02 hal 110),
sehingga:
σ maks < σ ijin = 2,116 t/m2 < 10t/m2
σ maks < σi jin = 2,061 t/m2 < 10 t/m2
c. Keamanan terhadap piping
Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan maka keamanan terhadap erosi.
tanah harus kurang dari 2 (KP.02 hal 127)
S =
s∗(1+ as)
hs
dimana:
S = Faktor keamanan (S = 2)
s = Kedalaman tanah (m)
a = Tebal lapisan pelindung (m)
hs = Tekanan air pada kedalaman s (t/ m2)
sehingga:
Tekanan air pada kedalaman O (hs) = 4,483-4 =0,483 t/ m2
S =
4 .(1+ 14
)
0 , 483
= 10,351 > 2 (OK)
d. Stabilitas terhadap gempa
∑Ge = 7,476 t
∑ MGe = 83,677 t/ m
Stabilitas Guling
SF =
∑ M tahanan
∑ M guling+∑ M gempa > 1,25 (OK)
=
339 , 12861 , 814+83 ,677
=2,331 > 1,25 (OK)
Stabilitas Gelincir
Nilai koefisien gesekan (f) untuk tubuh bendung dengan bahan pasangan
batu adalah 0,6-0,75 (KP.02 hal 121)
SF =
∑ V . f
∑ H +∑Ge > 1,5 (OK)
=
−63 ,047 .0,73. 344+7 , 476
=4,079 > 1,5 (OK)
Top Related