Analisis efisiensi Irigasi tetes dengan air irigasi tanaman jagung
-
Upload
twiko-silandro -
Category
Technology
-
view
820 -
download
9
Transcript of Analisis efisiensi Irigasi tetes dengan air irigasi tanaman jagung
ANALISIS EFISIENSI IRIGASI TETES DENGAN INTERVAL PEMBERIAN AIR IRIGASI TANAMAN JAGUNG
(Studi Kasus Lahan Ciparanje Jatinangor Kabupaten Sumedang)
USULAN PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pertanian Pada Departemen Teknik dan Manajemen Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Industri PertanianUniversitas Padjadjaran
Disusun Oleh :Twiko Silandro Putra
240110110096
DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
Nama : Twiko Silandro Putra
NPM : 240110110096
Judul : Analisis Efisiensi Irigasi Tetes Dengan Interval Pemberian Air
Irigasi Tanaman Jagung
Jurusan : Departemen Teknik dan Manajemen Industri Pertanian
Jatinangor,
Menyetujui dan Mengesahkan,
Komisi Pembimbing Ketua Jurusan TMIP,
Ketua,
Prof. Dr. Ir. Hj. Nurpilihan Bafdal, M.Sc. Handarto, STP., M.Agr., Ph.D.NIP.19480231 197602 2 001 NIP. 19700218 199601 1 001
Komisi Pembimbing
Anggota,
Sophia Dwiratna NP, STP., MT NIP. 19780624 200501 2 001
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan
pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Efisiensi Irigasi Tetes Dengan Interval Pemberian Air Irigasi Tanaman Jagung.
Penulis menyadari bahwa mulai dari perencanaan, studi literatur,
pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini menerima banyak masukan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan
terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada;Bapak/Ibu/Sdr (i) :
1. Prof. Dr. Ir. Hj. Nurpilihan Bafdal, M.Sc., selaku ketua komisi
pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan serta saran kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi bimbingan,
arahan serta saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dan
memberikan motivasi selama menjalani perkuliahan di Jurusan Teknik dan
Manajemen Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjadjaran.
3. Sophia Dwiratna NP, STP., MT., selaku dosen penelaah yang telah
memberi bimbingan, arahan serta saran kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
4. Orang tua tercinta atas doa, bimbingan, nasehat, kesabaran dan dukungan
baik moril maupun materil yang tak henti-hentinya diberikan kepada
penulis.
5. Shedy Silandro Putri atas doa, bimbingan, kebersamaan dan dukungannya
kepada penulis.
6. Sahabat, teman-teman TMIP 2011 atas kebersamaan dan dukungannya, dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu-persatu, semoga segala amal baiknya diterima oleh
Allah SWT dan mendapat balasan yang lebih baik.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, serta tidak lupa memohon
maaf atas segala kekurangannya.
Wabillahit Taufiq Wal Hidayah
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Jatinangor,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
kegiatan budidaya tanaman di bidang pertanian. Selain faktor utama yaitu tanah
pemberian air yang tepat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman perlu
diperhatikan karena apabila kebutuhan airnya belum terpenuhi maka dapat
mempengaruhi keberhasilan kegiatan budidaya tersebut. Menurut (Tribowo,
2004) hanya sekitar 10% dari air yang diberikan yang diserap oleh akar tanaman,
selebihnya (90%) terbuang melalui perkolasi, evaporasi dan lain-lain.
Pembangunan sektor pertanian dewasa ini diarahkan untuk menuju
pertanian yang efisien dan tangguh, mengingat kebutuhan hasil pertanian yang
terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sektor pertanian
merupakan salah satu faktor yang cukup banyak mengalami hambatan. Salah satu
faktor penghambatnya adalah terbatasnya air. Ketersediaan air juga selalu dicari
oleh seluruh lapisan masyarakat karena kegunaannya yang penting untuk
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tepat apabila dikatakan air merupakan
sumber kehidupan bagi makhluk hidup di muka bumi (Sunaryo dkk, 2004).
Seiring dengan berjalannya waktu dalam memberikan kebutuhan air untuk
tanaman tidak semua masyarakat dapat melakukannya dengan alasan terbatasnya
ketersediaan waktu dan tenaga kerja. Oleh karena itu konsep sistem irigasi tetes
dianggap cukup tepat sebagai solusi permasalahan ini. Di dalam memanfaatkan
irigasi tetes dapat memudahkan masyarakat tanpa memikirkan waktu yang
dibutuhkan dalam melakukan pemberian air.
Sistem irigasi tetes merupakan salah satu cara pemberian air yang efektif
karena air langsung menuju ke daerah perakaran melalui permukaan tanah demi
terpenuhinya kebutuhan air tanaman. Sistem irigasi tetes dapat mempermudah
secara kontinyu dengan debit air rendah yang dapat diatur sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan di bidang irigasi dalam upaya meningkatkan
produksi pertanian maka teknologi irigasi tetes yang sudah ada perlu
disempurnakan berdasarkan penelitian dan pengkajian yang terbaru.
Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber
karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan jagung
telah menjadi komoditas utama sebagai bahan pangan. Bentuk produksi yang
diharapkan adalah jagung pipilan kering, dengan maksud untuk memenuhi
permintaan produsen pakan ternak dan menekan import jagung secara bertahap.
Keunggulan jagung pipilan kering antara lain tahan terhadap penyakit tertentu,
masa panen lebih tepat dan kualitas serta kuantitas yang lebih baik.
Komponen lain untuk menunjang produktivitas jagung yang maksimal
selain pemupukan adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.
Di mana kegiatan budidaya jagung hingga saat ini masih bergantung pada air
hujan, sementara itu penundaan waktu tanam akan menyebabkan terjadinya
cekaman kekurangan air pada fase pertumbuhan sampai pembentukan biji. Oleh
karena itu, dibutuhkan teknologi pemeberian air bagi tanaman jagung.
Menyiasati hal tersebut, pemberian air harus diusahakan secara optimal
yaitu tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran, sehingga efisien dalam upaya
peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam dan peningkatan
intensitas pertanaman.
Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan interval irigasi.
Penjadwalan interval irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air
irigasi sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat
menurunkan produksi tanaman, sedangkan suplai air yang berlebih selain dapat
menurunkan produksi tanaman juga dapat meningkatkan pemberian air irigasi
yang hilang dalam bentuk perkolasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menguji
pemberian air irigasi dengan sistem irigasi tetes serta interval pemberian air
terhadap efisiensi pemberian air, pertumbuhan dan hasil tanaman jagung pipilan
kering yang berlokasi di Lahan Ciparanje
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi permasalahan
mengenai bagaimana interval pemberian air irigasi terhadap efisiensi irigasi tetes
yang dapat berpengaruh pada tanaman jagung (Zea mays L.)
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui interval pemberian air
irigasi dan nilai efisiensi irigasi tetes terhadap tanaman jagung (Zea mays L.)
dengan mengamati secara langsung parameter-parameter yang ada pada irigasi
tetes tersebut.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
perkembangan ilmu teknologi pertanian khususnya mengenai efisiensi dan
interval pemberian air irigasi yang terbaik dengan sistem irigasi tetes pada
tanaman jagung pipilan kering.
1.5 Kerangka Pemikiran
Penentuan waktu irigasi yang tepat dapat menunjang keberhasilan sistem
irigasi tetes dan produksi tanaman. Dengan diketahuinya waktu irigasi maka
kondisi air tersedia pada tanaman dapat dipertahankan secara kontinyu. Kondisi
ari tersedia ini selanjutnya dapat menjamin kelembaban pada tanaman sehingga
menjad berlebih atau menjadi kekurangan. Menurut, Rokhma (2008), menyatakan
bahwa kebutuhan air irigasi perlu dianalisis dengan cermat disesuaikan dengan
kondisi setempat agar tidak terjadi pemborosan pemakaian air. Air berfungsi
membawa karbohidrat dan mineral ke daerah perakaran tanaman sebagai
cadangan makanan, air untuk penguapan berguna menjaga kestabilan suhu
disekitar tanaman dimana pori-pori daun akan tertutup apabila kadar air dalam
daun terlalu kecil.
Mengenai pengertian kebutuhan air tanaman (Rokhma, 2008) menyatakan
bahwa kebutuhan air untuk tanaman (consumtive water use) didefinisikan sebagai
tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang melalui
evapotranspirasi suatu tanaman sehati, tumbuh pada areal luas, pada tanah yang
menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan hidup tanaman
cup baik sehingga secara potensia tanaman akan berproduksi baik. Jumlah
kebutuhan air tanaman berbeda-beda, tergantung pada jenis dan umur tanaman
tersebut. Satari dkk (2005), menyatakan bahwa umumnya tanaman banyak
membutuhkan air pada awal tumbuhnya (seedling stage) dimana saat fase
vegetatif dominan. Pada saat tanaman menjelang pembeuangan air perlu
dikurangi. Jumlah air yang diberikan sebaikanya teratur sehingga fluktuasi jumlah
air total tidak terlalu besar.
Sistem irigasi tetes secara tepat dilakukan pada tanaman yang membutuhkan
air dengan kondisi ketersediaan air yang terbatas. Dengan memanfaatkan sistem
irigasi tetes tersebut dapat pula dilakukan dengan pemupukan sebagai penunjang
untuk pertumbuhan tanaman yang optimal. Penggunaan irigasi tetes terutama
digunakan untuk komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi seperti jagung.
Salah satu kendala dalam pembuatan jaringan sistem irigasi tetes itu yaitu
diperlukannya biaya yang tidak sedikit.
Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar
antara 400 – 500 mm (FAO 2004). Pemberian air sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman, dimana air yang dibutuhkan dan tersedia dalam tanah akan
terus pelaksanaan irigasi perlu diadakan untuk menjamin pertumbuhan tanaman
dengan tambahan kadar air tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1978).
Penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi dilakukan untuk
meningkatkan manfaat sistem irigasi yang digunakan. Pemberian air irigasi yang
tak dijadwal atau tidak sesuai jumlah yang dibutuhkan, dapat menurunkan
efisiensi irigasi.
Secara umum pengelolaan irigasi bertujuan untuk memaksimumkan
pertumbuhan tanaman dalam hubungannya dengan efisiensi penggunaan air
efisiensi biaya investasi serta kemudahan operasional yaitu :
a. Waktu pemberian air tetap dengan jumlah air tetap
b. Waktu pemberian air tetap dengan jumlah air berubah
c. Waktu pemberian air berubah dengan jumlah air tetap
d. Waktu pemberian air berubah dengan jumlah air berubah
Berdasarkan penjelasan di atas dalam irigasi tetes memiliki dasar yang baik
dalam metode pemberian air secara efektif dan efisien. Penerapan interval
pemberian air irigasi dengan sistem tetes diharapkan dapat memenuhi syarat
kinerja irigasi tetes terhadap tanaman jagung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Irigasi
Saat ini potensi ketersediaan air semakin menurun. Meningkatnya
kebutuhan terhadap air di bidang pertanian secara hemat, efektif, dan efisien.
Untuk itu diperlukan sistem irigasi yang dapat menekan atau menjalankan
kehilangan air melalui evaporasi, perkolasi dan aliran permukaan, tanpa
menurunkan produktivitas lahan (Murty, 2002).
Sistem irigasi merupakan suatu sistem pengairan tepat guna yang memiliki
dua fungsi, yaitu fungsi umum dan fungsi spesifik. Secara garis besar fungsi
umum dari suatu sistem irigasi adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman,
sedangkan fungsi spesifik dari sistem irigasi diantaranya mengambil air dari
sumber (diverting), membawa / mengalirkan air dari sumber ke lahan permanen
(conveying), mendistribusikan air kepada tanaman (distributing) dan mengatur
dan mengukur aliran air (regulating and measuring).
Menurut Hansen dkk (1986). Sistem irigasi adalah suatu sistem pengairan
tanaman atau suatu sistem yang diciptakan untuk menyuplai atau memberikan air
bagi kebutuhan tanaman yang dapat dilakukan dengan lima cara diantaranya : (1)
dengan penggenangan (flooding), (2) dengan menggunakan alur besar atau kecil,
(3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi,
sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik, (4) dengan penyiraman
(sprinkling) atau dengan sistem cucuran (trickle).
2.1.1 Sistem Irigasi Tetes
Irigasi tetes pertama kali digunakan di kawasan gurun dimana air sangat
langka dan berharga. Pada pertanian skala besar, irigasi tetes cocok untuk sistem
pertanian berjajar, untuk buah-buahan, juga sistem irigasi di dalam green house.
Irigasi tetes juga menjadi sarana penting di negara-negara maju di seluruh dunia
dalam mensiasati pasokan air yang terbatas. Drip irrigation dirancang khusus
untuk pertanian bunga-bungaan, sayuran, tanaman keras, green house, bedengan.
Selain oleh petani tradisional, sistem irigasi ini cocok untuk perkotaan, sekolah,
rumahan, operator green house. Pada dasarnya siapapun yang bercocok tanam
yang butuh pengairan yang tepat dan efisien, bisa menggunakan sistem ini.
Irigasi tetes adalah suatu sistem untuk memasok air tersaring ke dalam
tanah melalui suatu pemancar (emitter). Irigasi tetes menggunakan debit kecil dan
konstan tekanan rendah. Air akan menyebar di tanah baik ke samping maupun ke
bawah karena adanya gaya kapiler dan gravitasi.
Menurut Milala (2010), irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan,
diantaranya :
Meningkatkan nilai guna air
Secara umum air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit
dibandingkan dengan metode lain
Meningkatkan pertumbuhan dan hasil
Dengan irigasi tetes, kelembaban tanah dapat dipertahankan pada tingkat
yang optimal bagi pertumbuhan tanaman
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian
Pemberian pupuk dan bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air
irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih
sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di
sekitar daerah perakaran.
Menekan resiko pemupukan garam
Pemberian air secara terus-menerus akan melarutkan dan menjauhkan
garam dari daerah perakaran
Menekan pertumbuhan gulma
Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman,
sehngga pertumbuhan gulma dapat ditekan
Menghemat tenaga kerja
Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis,
sehingga tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit.
2.2 Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80 - 150 hari. Tinggi tanaman ini sangat bervariasi, meskipun
jagung umumnya berketinggian 1 m sampai 3 m. Adapun varietas yang dapat
mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman ini sangat bervariasi, meskipun dapat
mencapai tinggi 6 m. Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus. Namun beberapa persyaratan ideal yang dikehendaki tanaman jagung
diantaranya pH tanah 5,6 – 7,5 dan berdrainase baik. Jenis tanah yang dapat
ditanami jagung antara lain andosol, latosol, grumosol dan tanah berpasir. Tanah
dengan tekstur lempung atau liat (latosol) berdebu merupakan tanah terbaik untuk
pertumbuhan jagung.
2.3 Efisiensi Penggunaan Air Irigasi
Efisiensi penggunaan air tanaman merupakan perbandingan antara total
keseluruhan berat tanaman setelah panen dengan jumlah air yang diberikan
selama musim tanam. Semakin tinggi nilai efisiensi penggunaan air berarti air
yang diberikan keoada tanaman dapat digunakan dengan efisiensi oleh tanaman
tersebut untuk bertumbuh dan berproduksi dengan maksimal (Suparman, 2011).
Kekurangan air baik pada fase vegetatif maupun generatif dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman jadi terganggu dan menyebabkan penurunan
hasil. Pengelolaan air yang optimis yaitu mengusahakan keseimbangan
penyediaan air antara kedua fase tersebut. Meningkatkan efisiensi irigasi perlu
memperhatikan interaksi antara faktor tanaman dan unsur-unsur iklim. Salah satu
faktor penting dalam usaha penghematan.
Ketersediaan air irigasi serta tanaman tergantung hujan, pada saat
kebutuhan air tanaman yang meningkat pada kondisi curah hujan rendah,
ketersediaan air irigasi umumnya justru berkurang. Daerah yang hujannya rendah
relatif rawan terhadap penurunan curah hujan dari kondisi rata-rata. Sehingga
perlu mendapat prioritasdalam masalah irigasi. Dari segi pengelolaan air, salah
satu faktor yang menentukan efisiensi irigasi adalah kemampuan dalam
memanfaatkan informasi iklim dalam penggunaan air irigasi, unsur-unsur iklim
(suhu, kelembaban, radiasi surya, dan kerapatan angin) menentukan laju
kehilangan air dari sauatu penanaman serta penyediaan air melalui hujan.
Menurut Hansen, efisiensi penggunaan air dalam kinerja irigasi tetes
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Eu =WuWd
x 100% ... ... ... ... ... (2)
Dimana :
E = Efisiensi penggunaan air (kg/liter)
Wu = Jumlah air yang digunakan tanaman (liter)
Wd = Jumlah air yang dilakukan ke lahan (liter)
2.4 Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan evapotranspirasi tanaman agar dapat tumbuh dengan baik
(Harahap, 2010).
Menurut Ahmad (2011) evapotranspirasi adalah proses dimana air
berpindah dari permukaan bumi ke atmofsir termasuk evapotranspirasi air dari
tanah dan transpirasi dari tanaman melalui jaringan tanaman melalui transfer
panas laten persatuan area. Jika air tersedia dalam tanah cukup banyak maka
evapotranspirasi itu disebut evapotranspirasi potensial (Sosrodarsono dan Takeda,
2006).
Untuk menghitung secara mudah dan lebih presisi mengenai
evapotranspirasi potensial, evapotranspirasi aktual dan kebutuhan air irigasi maka
digunakanlah salah satu perangkat lunak bersama Cropwat. Cropwat adalah
program komputer yang menggunakan model FAO Penman-Monteith dalam
perhitungan evapotranspirasi potensial dan dapat menghitung kebutuhan air
tanaman serta neraca irigasi tanah (Prijono, 2007). Program ini dapat
dikembangkan untuk penjadwalan irigasi dalam berbagai kondisi manajemen dan
kondisi ketersediaan air, mengevaluasi produksi tanaman di lahan kering, dampak
kekeringan, serta efisiensi praktek irigasi (Prijono, 2007). Adapun data yang
diperlukan untuk mengoperasikan Cropwat adalah data klimatologi seperti
temperatur, penyinaran matahari, kelembaban kecepatan angin, dan curah hujan.
Sedangkan untuk data spesifikasi tanaman telah tersedia dalam program dan dapat
ditambahkan apabila ketersediaan data tersebut tidak lengkap atau terbatas.
Program tersebut dapat langsung diunduh pada website FAO
(http://www.fao.org).
2.5 Ketersediaan Air Bagi Tanaman
Air yang dapat digunakan oleh tanaman disebut air tersedia yang mengacu
pada definisi kapasitas lapang dan titik layu permanen.
2.5.1 Kapasitas Lapang (KL)
Menurut Saeffuding (1992), kapasitas lapang merupakan kandungan air
dalam tanah sesudah air gravitasi turun sama sekali. Tanah yang jenuh air karena
hujan lebat atau irigasi kemudian dibiarkan selama 48 jam sehingga air gravitasi
dengan bebas turun sama sekali. Pada keadaan ini tanah mengandung air yang
terbanyak bagi tanaman, yaitu pori makro terisi oleh udara dan pori mikro diisi
seluruhnya oleh air.
2.5.2 Titik Layu Permanen (TLP)
Titik layu permanen disebut juga sebagai koefisien layu atas kelembaban
tanah kritis, yaitu kandungan air tanah yang paling sedikit sehingga akar tanaman
tidak dapat menghisapnya. Akibatnya tanaman mulai layu dan kemudian mati.
2.5.3 Air Tersedia
Menurut James (1988), air yang tersedia untuk tanaman terletak antara
kapasitas lapang dan titik layu permanen. Persamaan yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut :
AT = Drz (KL – LP)/100 ... ... ... ...(3)
Dimana :
AT = air tersedia (cm)
Drz = kedalaman zona perakaran, cm
KL = kapasitas lapang, % volume
LP = layu permanen, % volume
Menurut James (1988), air tersedia tersebut seluruhnya dapat digunakan
untuk evapotranspirasi, namun makin mendekati layu permanen penyerapan oleh
akar semakin sulit dan pada konsep baru dikenal dengan kondisi kritis ϴc, yaitu
kondisi kelembaban tanah diatas layu permanen dimana air tanah antara KL dan
ϴc, dinyatakan sebagai air yang betul-betul siap tersedia (AST) bagi tanaman dan
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
AST = Drz (KL - ϴc)/100 ... ... ... ...(4)
Dimana :
ϴc = Kandungan air pada tingkat kritis dalam % volume
Kandungan air tanah di bawah kritis, tanaman mengalami kekurangan air
sehingga dikenal pula istilah maksimum kekurangan air yang diperolehkan
(MKAD), yang menunjukan rasio antara AST dan AT atau dinyatakan dengan
rumus sebagai berikut :
MKAD = AST/AT ... ... ... ...(5)
Dimana :
AST = air siap tersedia
AT = air tersedia
Bila dalam melakukan irigasi konsep MKAD digunakan, maka AST dapat
dihitung dengan persamaan :
AST = MKAD x AT ... ... ... ...(6)
AST = MKAD x Drz x (KL – LP)/100 ... ... ... ...(7)
Untuk sebagian besar tanaman, nilai MKAD ini adalah 0,65 sehingga AST
dihitung dengan persamaan :
AST = 0,65 x Drz x (KL – LP)/100 ... ... ... ...(8)
Salah Satu faktor yang mempengaruhi kadar air dalam tanah dan air
tersedia adalah tekstur tanah. Tanah-tanah pasir memiliki pori-pori kasar lebih
banyak dari pada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan
air sehingga tanaman mudah kekeringan (Hardjowigono, 1992). Tabel 1, dibawah
ini menurunkan jumlah air tersedia di dalam daerah perakaran untuk beberapa
tekstur tanah.
Tabel 1. Jumlah Air Tersedia di Dalam Daerah Perakaran Untuk Beberapa
Tekstur Tekstur Tanah
Tekstur Kapasitas Lapang
(%)
Titik Layu Permanen
(%)
Air Tersedia
(%)
Pasir 10 3 7
Debu 30 10 20
Lempung 35 15 20
Liat 45 30 15
Sumber : Sarief, 1996
Dari tabel 1. Diatas terlihat bahwa jumlah air tersedia pada tanah pasir lebih kecil
daripada air tersedia pada tanah lempung, debu dan liat. Tanah lempung , debu dan liat
yang bertekstur halus mempunyai kemampuan menahan air lebih besar dibandingkan
tanah pasir.
2.6 Pola Tanam Monokultur dan Mixedcropping
2.6.1 Pola Tanam Monokultur
Monokultur berasal dari kata mono dan culture. Mono berarti satu. Culture berarti
pengelolaan / pengolahan. Jadi pola tanam monokultur merupakan suatu pengolahan
tanah pada suatu lahan pertanian dengan tujuan membudidayakan satu jenis tanaman
dalam waktu satu tahun. Misalnya pada suatu lahan yang ditanami padi, dan penanaman
tersebut dilakukan sampai 3 musim tanam (satu tahun).
Pemilihan pola tanam monokultur sangat dipengaruhi oleh tujuan suatu usaha
tani dan juga keberadaan akan faktor-faktor pertumbuhan khususnya air. Untuk suatu
usaha tani dengan tujuan komersial, terdapat kecenderungan untuk memilih pola tanam
monokultur. Pada usaha tani komersial, keuntungan secara ekonomi merupakan tujuan
akhir yang akan dicapai, pada monokultur bisa diintensifkan tanaman yang memiliki nilai
ekonomis sehingga hasil produksi pertanian bernilai ekonomi tinggi akan tinggi pula.
Selain itu, pada tanaman monokultur akan lebih mudah dan murah dalam perawatan
karena adanya satu tanaman. Kemudahan dan kemurahan ini akan semakin efektif dan
mengefisienkan proses produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan
suatu usaha tani.
2.6.2 Pola Tanam Multi cropping
Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ), Merupakan penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit.
Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1. Lokasi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Ciparanje, milik Fakultas Teknologi
Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jatinangor yang berada pada
ketinggian sekitar 801 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan jenis tanah
inceptisol.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Alat tulis.
2. Gunting dan Pisau
3. Termometer
4. Meteran untuk mengukur luas petakan dan tinggi tanaman.
5. Gelas Ukur
6. Kalkulator sebagai alat bantu perhitungan data penelitian
7. Smartphone sebagai alat dokumentasi penelitian
3.2.2 Bahan yang digunakan
1. Bibit tanaman jagung (Zea mays L.)
2. Tanah Inceptisol
3. Air untuk menyiram tanaman jagung
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu
menggambarkan kondisi yang terjadi selama percobaan dan menganalisanya.
Berdasarkan data yang diperoleh. Pada penelitian ini diamati mengenai
mengetahui interval pemberian air irigasi dengan sistem irigasi tetes terhadap
debit rata-rata keseluruhan emiter, koefisien kesereagaman tetesan, dan
penjadwalan pemberian air irigasi. Setelah itu dilanjutkan dengan proses analisis
data dari hasil pengamatan tersebut.
3.4 Pelaksanaan Percobaan
Pelaksanaan percobaan meliputi penanaman jagung, penjadwalan dan
pemberian air irigasi sesuai dengan interval dan menganalisis efisiensi sistem
irigasi tetes pada tanaman jagung.
3.5 Tahapan Penelitian
1) Penanaman jagung
Jagung ditanam di dalam perakaran karena pada satu lubang hanya
ditanam 1 benih saja. Penanaman dilakukan dengan cara ditinggal setelah benih
dimasukan ke dalam lubang. Setelah penanaman, lahan dibiarkan selama 7 hari
setelah itu diberikan air irigasi dengan sistem tetes sesuai dengan interval.
2) Pemberian Air
Sistem pemberian air dilakukan dengan irigasi tetes sesuai kebutuhan air
tanaman jagung. Sesuai penelitian pendahuluan bahwa dengan pengambilan air
dari kolam menuju pompa dapat disalurkan merata keseluruh petakan tanaman
jagung dengan diberikan air irigasi tetes sesuai dengan interval penjadwalan, agar
dapat memenuhi kebutuhan air tanaman jagung yang berkisar 400 – 500 mm.
3.6 Pengamatan Utama
3.6.1 Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan evapotranspirasi tanaman dan dihitung berdasarkan setiap periode
pertumbuhan tanaman jagung, pada pemberian kebutuhan air tanaman dengan
sistem irigasi tetes dilakukan pada musim tanam kedua yaitu dimulai pada akhir
musim tanam kedua. Pemberian air dilakukan sesuai dengan interval dengan
memperhitungkan evaporasi dan infiltrasi pada lahan tersebut. Kebutuhan air
tanaman jagung 400 mm dibagi dengan kebutuhan jagung per fase tanaman.
Perhitungan menggunakan rumus Blaney-Criddle, yaitu :
Eto = n x P (0,46 tc + 8,13)............. (9)
Dimana :
n : Jumlah hari
Kc : Koefisien tanaman jagung adalah 8,13
P : Jumlah jam penyinaran
tc : Suhu rata-rata
Untuk menentukan kebutuhan air tanaman maka perlu diketahui nilai
koefisien tanaman (kc) yang menggambarkan karakteristik tanaman dari setiap
fase pertumbuhan (mulai tanam sampai panen). Hubungan antara kc dan ETo
dapat dilihat pada persamaan 1 dibawah ini.
ETc = kc x ETo................... (10)
Dimana :
ETc = laju evapotranspirasi aktual pada kebutuhan air tanaman
Kc = Koefisien tanaman
ETo = Evapotranspirasi
3.6.2 Efisiensi Penggunaan Air
Efisiensi penggunaan air dihitung menggunakan berat bobot seluruh
tanaman setelah panen dibagi dengan jumlah volume air yang diberikan selama
masa pertumbuhan, dengan menggunakan :
Ec =(Vf /Vt) x 100 %..........(11)
Dimana :
Ec = Efisiensi sal. Pembawa (%)
Vf = Vol. air yang sampai /diberikan pada petakan/saluran (m3)
Vt = Vol. air yang diberikan pada sumbernya (m3)
Efisiensi Pemakaian air di lahan
Ea = (Vs/Vf) x 100 %............(12)
Dimana :
Ea = Efisiensi pemakaian air (%)
Vs = Vol. air yang digunakan oleh tanaman (m3)
Vf = vol. air yang diberikan/sampai pada petakan/saluran (m3)
Jadi efisiensi penggunaan air irigasi keseluruhan :
Eo = (Ec x Ea) x 100 %.............(13)
Dimana :
Eo = Efisiensi irigasi keseluruhan (%)
Ec = Efisiensi saluran pembawa (%)
Ea = Efisiensi pemakaian air di petakan
3.6.3 Penentuan Interval Pemberian Air Irigasi Untuk Tanaman
Interval pembarian air irigasi pada dasarnya sama dengan berapa lama air
yang tersedia dalam zona perakaran tanaman dapat mencukupi kebutuhan
tanaman atau besarnya evapotranspirasi.
Air tersedia (AT) bagi tanaman berada antara kapasitas lapang (KL) dan
layu permanent (LP), sehingga banyaknya air yang tersedia di zona perakaran
tanaman yang dinyatakan dengan satuan tinggi air dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
AT=Drz ( KLLP )100
.............(14)
Dimana : AT = air tersedia ,cm
Drz = kedalaman zona perakaran, cm
KL = kapasitas lapang, % volume
LP = layu permanent, % volume
Air tersedia tersebut seluruhnya dapat digunakan untuk evapotranspirasi,
namun makin mendekati layu permanent penyerapan oleh akar semakin sulit dan
pada konsep baru dikenal ada kondisi kritis , θc , yaitu kondisi kelembapan tanah
diatas layu permanent, dimana air tanah antara KL dan θc dinyatakan sebagai air
yang betul-betul siap tersedia (AST) bagi tanaman dan dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
AST = Drz (KL – θc ) / 100...........(15)
Dimana θc adalah kandungan air pada tingkat kritis, yaitu diatas kondisi layu
permanent, dalam % volume.
Kandungan air tanah dibawah nilai kritis, tanaman mengalami kekurangan
air, sehingga dikenal pula istilah maksimum kekurangan air yang diperbolehkan
(MKAD), yang menunjukan ratio antara AST dan AT atau dinyatakan dengan
rumus :
MKAD= ASTAT
...........(16)
Dimana AST = air siap tersedia dan AT adalah air tersedia seperti didefinisikan
diatas.
Bila dalam melakukan irigasi konsep MKAD digunakan, maka AST dapat
dihitung dengan persamaan :
AST = (MKAD) (AT)......(17)
= (MKAD) (Drz) (KL – LP) / 100.........(18)
Interval irigasi didefinisikan sebagai interval pemberian air pada tanaman
untuk setiap periode tumbuhnya dan biasanya dinyatakan dalam satuan hari.
Interval irigasi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
IF = AST/ETC = (AT.MKAD)/ETC = ((KL-TLP).Drz.MKAD)/ETC
atau
IF = ASTETc
= AT × MKADETc
=( KL−TLP )× Drz × MKAD
ETc.........(19)
Dimana :
IF : Interval irigasi (hari)
AST : Air siap tersedia (mm)
AT : Air tersedia (mm)
Drz : Kedalaman zona perakaran (mm)
KL : Kapasitas lapang (mm/m)
LP : Layu permanen (mm)
MKAD : Maksimum kekurangan air yang diperbolehkan
ETC : Kebutuhan air tanaman (mm/hari)
3.6.4 Langkah Penelitian
Langkah Penelitian yang dilakukan mulai dari awal sampai dengan akhir
penelitian secara umum dapat digambarkan pada diagram skematik berikut ini:
Survei Lahan
Perancangan Irigasi Tetes
Pemberian Air
Pengujian Efisiensi Air
Panen
Hasil dan Pembahasan Penelitian
Selesai
Penentuan Alat
Penentuan Bahan
Pemberian dengan Interval Penjadwalan
Pengumpulan data
Informasi bagi masyarakat dan
mahasiswa
Penanaman Jagung
Mulai
Gambar 3. Diagram Skematik Tahapan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Hansen, V.E, O.W. Israelsen dan E.S. Glen. 1986. Dasar - Dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta.
Milala, Desnatalia. 2010. Analisis Irigasi Tetes Dengan Infus Sebagai Emiter Pada Tanamana Mentimun. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.
Murty, V. V. N. 2002. Land and Water Management Engineering 3rd Edition. Kalyani Publisher. New Delhi. India.
Rokhma N. M., 2008. Menyelamatkan Pangan Dengan Irigasi Hemat Air. Kanisius. Yogyakarta.
Satari. G., dkk., 2005. Dasar - Dasar Agronomi. Pustaka Giratuna. Jatinangor.
Sosrodarsono. S., dan K. Takeda. 2006. Hidroponik Untuk Pengairan. Radanya Paramita. Jakarta.
Sunaryo, T. M., W. Tjoek dan H. Aris, 2004. Pengelolaan Sumber Daya Air. Bayu Media. Malang.
Triwibowo R.I., 2004. Analisis Pemanfaatan Photovoltaic Untuk Aplikasi Sitem Irigasi Hemat Air dan Alternatif Otomatisasi. Balai Pengembangan TTG-LIPI. Subang.
Pelaksanaan percobaan meliputi pengolahan tanah, penanaman tumpang
sari ubi jalar dan jagung, pemupukan dan penyiangan ,pemanenan, pemberian dan
penggunaan air irigasi sesuai dengan menganalisis efisiensi sistem irigasi alur
pada tanaman tumpang sari ubi jalar dan jagung.