BAB 2
LANDASAN TEORI
2. 2.1 Konsep Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut Robbins dan Coulter (2002, p7), manajemen mengacu pada proses
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatan kerja secara efisien dan analisis
dengan dan melalui orang lain.
Menurut Bateman dan Snell (2004, h14), manajemen adalah proses melakukan
pekerjaan dengan banyak pihak dan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah proses mengkoordinasikan
dan mengintegrasikan sumber daya manusia, keuangan, dan materi untuk mencapai
tujuan organisasional secara analisis dan efisien.
Menurut Robbins dan Coulter (2002, p7), manajemen mempunyai empat fungsi
yakni:
1. Perencanaan (planning) mencakup proses merumuskan sasaran, menetapkan
suatu strategi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan menyusun
rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas.
2. Pengorganisasian (organizing) mencakup proses menentukan tugas mana yang
harus dikerjakan, siapa dan bagaimana tugas-tugas tersebut dikerjakan, siapa
melapor kepada siapa dan pada tingkat mana pengambilan keputusan diambil.
3. Kepemimpinan (leading) mencakup bagaimana cara memotivasi karyawan,
memberi pengarahan, menyeleksi saluran komunikasi yang efektif dan
memecahkan suatu masalah.
8
4. Pengendalian (controlling) mencakup kegiatan memantau aktivitas-aktivitas
yang ada untuk memastikan bahwa semua mencapai apa yang telah direncanakan
dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang signifikan.
2.1.2 Manajemen Strategis
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Strategis
Menurut David (2001, p5), manajemen strategis merupakan seni dan ilmu dari
formulasi, implementasi, dan evaluasi keputusan-keputusan fungsional-silang (cross-
functional) yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya.
Thomson dan Strickland (2001, p3) berpendapat bahwa strategi perusahaan
merupakan suatu rencana permainan yang dipakai oleh pihak manajemen untuk
mencapai suatu posisi dalam pasar, menjalankan operasi perusahaan, menarik dan
menyenangkan para pelanggan, sukses dalam persaingan, dan mencapai tujuan
organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen strategis adalah suatu ilmu
manajemen yang digunakan oleh pihak manajemen perusahaan untuk merumuskan
keputusan yang berhubungan dengan strategi perusahaan, dengan tujuan akhir untuk
memenuhi kebutuhan organisasi.
2.1.2.2 Tahapan Proses Manajemen Strategis
David (2001, pp5-6) mengemukakan bahwa terdapat tiga tahapan dalam proses
manajemen strategis, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
9
Buat visi danmisi
Bangunsasaran jangka
panjang
Hasilkan,evaluasi, danpilih strategi
Implementasistrategi - isumanajemen
Implementasistrategi - isifungsional
Ukur danevaluasikinerja
Lakukan auditinternal
Lakukan auditeksternal
Umpan Balik
Tahap Formulasi Strategi Tahap Implementasi Strategi Tahap Evaluasi Strategi
Gambar 2.1: Tahapan Proses Manajemen Strategis
Sumber: David, 2001, p13
Proses manajemen strategis terdiri atas tiga tahap:
1. Formulasi strategi
Proses formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi,
mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan
kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang,
merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan
dilaksanakan.
2. Implementasi strategi
Implementasi strategi mengisyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan
tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan
sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan
10
(memobilisasi karyawan untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan
menjadi tindakan).
3. Evaluasi strategi
Tiga aktivitas yang menjadi dasar evaluasi strategi adalah:
a. Meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini
b. Mengukur kinerja
c. Mengambil tindakan korektif
Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan ke dalam kerangka
kerja pengambilan keputusan tiga tahap seperti dapat dilihat pada Tabel 2.1, yaitu:
1. Tahap 1 merupakan tahap pengumpulan data, yang terdiri atas Matriks EFE,
Matriks IFE, dan Matriks Profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix-CPM).
Pada tahap 1, informasi dasar yang dibutuhkan dalam strategi diperingkas.
2. Tahap 2 merupakan tahap analisis, yang mencakup Matriks Kekuatan-
Kelemahan-Peluang-Ancaman (Matriks SWOT - Strength, Weakness,
Opportunity, Threat), Matriks Evaluasi Tindakan dan Posisi Strategi (Matriks
SPACE-Strategic Posistion and Action Evaluation), Matriks Boston Consulting
Group (BCG), Matriks Internal-Eksternal (IE), dan Matriks strategi besar (Grand
Strategy). Pada tahap 2, penciptaan alternatif strategi dicocokkan dengan faktor
eksternal dan internal kunci.
3. Tahap 3 merupakan tahap pengambilan keputusan, yang melibatkan strategi
tunggal dengan menggunakan Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM-
Quantitative Strategic Planning Matrix).
11
Manfaat utama manajemen strategis adalah membantu organisasi
memformulasikan strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang
lebih sistematik, logis, dan rasional untuk pilihan strategi. Dengan kata lain,
manajemen strategis memungkinkan suatu organisasi untuk menjadi proaktif dalam
membentuk masa depannya, memungkinkan perusahaan untuk menilai dan
mempengaruhi (bukan hanya merespon terhadap) aktivitas.
Tabel 2.1: Kerangka formulasi strategis Sumber: David (2001, p21) 1. TAHAP PENGUMPULAN DATA
Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Matriks Profil Kompetitif (CPM)
2. TAHAP ANALISIS Matriks SWOT Matriks BCG Matriks
IE Matriks Space
Matriks Grand
Strategy 3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)
2.1.3 Supply Chain Management (SCM)
2.1.3.1 Pengertian Supply Chain Management
Menurut Chopra dan Meindl (2004, p6) Supply Chain Management atau
disingkat SCM dipandang sebagai manajemen dari semua aliran-aliran dari
informasi, produk, atau keuangan yang menghasilkan biaya-biaya di dalam supply
chain. Manajemen supply chain melibatkan manajemen dari aliran-aliran di antara
dan di setiap tahap-tahap dalam sebuah supply chain untuk memaksimalkan
keuntungan total dari supply chain.
Sedangkan Simchi-Levi et al (2003, p1) berpendapat bahwa SCM lebih
merupakan sekumpulan pendekatan yang digunakan untuk menginterasikan
pemasok, manufaktur, gudang, dan toko sehingga barang dihasilkan dan
12
didistribusikan dengan kuantitas tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada waktu yang
tepat, dengan tujuan meminimalkan biaya-biaya keseluruhan sistem serta memenuhi
tingkat layanan yang dibutuhkan.
Render dan Heizer (2001, p413) mengemukakan bahwa supply chain merupakan
rantai yang mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan,
manufaktur, distributor, dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan
transportasi, informasi, penjadwalan, transfer kredit dan tunai, serta transfer bahan
baku antara pihak-pihak yang terlibat. Supply chain tersebut diilustrasikan dengan
Gambar 2.2. Dapat disimpulkan bahwa Supply Chain Management adalah kegiatan
mengelola aliran informasi, produk, dan uang di dalam keseluruhan rantai suplai
(supply chain) mulai dari hulu hingga hilir, dari pemasok hingga konsumen akhir,
bertujuan untuk memaksimalkan kinerja supply chain tersebut.
Gambar 2.2: Supply Chain
Sumber: Render dan Heizer, 2001, p413
Pemasok
Pemasok
Pemasok
Perusahaan Manufaktur
Konsumen
Konsumen
Konsumen
Distributor
Informasi penjadwalan
Arus kas
Arus pesanan
Arus Kredit
Arus bahan baku
13
2.1.3.2 Tujuan Supply Chain Management
Chopra dan Meindl (2004, p6) berpendapat bahwa tujuan dari SCM adalah untuk
memaksimalkan nilai keseluruhan yang dihasilkan. Nilai yang dihasilkan dari sebuah
supply chain adalah perbedaan antara berapa harga produk akhir di mata konsumen
dan usaha-usaha yang dikeluarkan di sepanjang supply chain untuk memenuhi
pesanan konsumen tersebut.
2.1.3.3 Penggerak Supply Chain Management
Chopra dan Meindl (2004, p51) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor
pendorong utama yang menentukan kinerja dari supply chain manapun, yaitu:
fasilitas, persediaan, transportasi, dan informasi.
A. Fasilitas
Menurut Chopra dan Meindl (2004, p52), fasilitas adalah tempat-tempat di dalam
jaringan supply chain dimana produk disimpan, dirakit, ataupun difabrikasi. Dua
macam tipe dari fasilitas adalah tempat produksi dan tempat penyimpanan.
Komponen-komponen dari keputusan fasilitas yang harus dianalisis menurut
Chopra dan Meindl (2004, pp54-56) adalah sebagai berikut:
1. Lokasi. Apakah terpusat untuk mendapatkan skala ekonomis (economic of scale)
atau terdesentralisasi sehingga menjadi lebih responsif dan dekat dengan
konsumen?
2. Kapasitas. Menentukan jumlah kapasitas yang tepat untuk menghadapi tingkat
fluktuasi permintaan.
3. Metodologi operasi. Penentuan apakah fasilitas harus dirancang menjadi
berfokus pada sebuah produk ataupun berfokus fungsional.
14
4. Metodologi pergudangan. Memilih metode pergudangan yang tepat ketika
merancang sebuah fasilitas pergudangan terdiri dari beberapa metodologi, antara
lain:
a. SKU (Stock Keeping Unit), menyimpan bersama-sama satu jenis produk
tertentu.
b. Job Lot Storage, menyimpan bersama-sama bermacam-macam produk yang
diperlukan untuk memuaskan konsumen tertentu.
c. Cross-Docking, sebuah metode dimana produk tidak disimpan di fasilitas,
tetapi diantarkan oleh masing-masing pemasok produk ke fasilitas ketika
dibutuhkan, kemudian dipecah-pecah dan dikombinasikan untuk dikirim ke
toko-toko cabang.
B. Persediaan
Chopra dan Meindl (2004, p52) mendefinisikan persediaan sebagai semua bahan
baku, barang dalam proses, dan barang jadi di dalam sebuah supply chain. Menurut
Chopra dan Meindl (2004, pp57-59) untuk menghasilkan supply chain yang
responsif dan efisien terdapat beberapa keputusan utama yang harus dibuat, yakni:
1. Persediaan siklus (cycle inventory), adalah jumlah rata-rata dari persediaan yang
digunakan untuk memuaskan permintaan diantara penerimaan dari pengiriman
pemasok. Keputusan yang harus diambil adalah berapa banyak yang harus
dipesan untuk pengisian kembali dan seberapa sering menaruh pesanan tersebut.
2. Persediaan pengaman (safety inventory), adalah persediaan yang disimpan untuk
menghadapi permintaan yang melebihi perkiraan. Hal yang menjadi
pertimbangan disini adalah antara biaya akibat dari mempunyai terlalu banyak
persediaan dengan biaya kehilangan penjualan dari terlalu sedikitnya persediaan.
15
3. Persediaan musiman (seasonal inventory), adalah persediaan yang dibuat untuk
menghadapi variabilitas dalam permintaan yang dapat diprediksi. Perusahaan
yang menggunakan persediaan musiman akan membangun persediaan pada
periode permintaan rendah dan menyimpannya untuk periode permintaan tinggi
ketika mereka tidak mempunyai kapasitas untuk memproduksi yang diminta.
4. Sourcing, adalah sekumpulan proses-proses bisnis yang dibutuhkan untuk
membeli barang dan jasa. Manajer harus memutuskan tugas-tugas yang akan di-
outsource dan yang akan dilakukan sendiri oleh perusahaan.
C. Transportasi
Chopra dan Meindl (2004, p52) menyatakan bahwa transportasi
bertanggungjawab memindahkan persediaan dari satu titik ke titik lain dalam sebuah
supply chain. Transportasi dapat berbentuk banyak kombinasi dari mode dan rute,
masing-masing dengan karakteristik-karakteristik kinerjanya sendiri.
Menurut Chopra dan Meindl (2004, pp60-61), terdapat beberapa hal yang harus
diputuskan sehubungan dengan transportasi, yaitu:
1. Jenis transportasi. Memilih jenis transportasi yang tepat – udara, truk, kereta api,
kapal, pipa, elektronik (metode baru) – dengan mempertimbangkan kecepatan,
ukuran pengiriman, dan biaya pengiriman.
2. Pemilihan rute dan jaringan. Memilih rute pengiriman dan lokasi-lokasi
penyimpanan sementara yang akan dilewati.
3. Inhouse atau outsource. Memilih memiliki dan membangun sendiri armada
transportasi atau menggunakan layanan jasa perusahaan transportasi.
16
D. Informasi
Menurut Chopra dan Meindl (2004, p52), informasi merupakan data dan analisis
yang berkaitan dengan fasilitas, persediaan, transportasi dan konsumen di sepanjang
supply chain. Informasi secara potensial adalah pendorong kinerja terbesar di supply
chain karena secara langsung mempengaruhi pendorong lainnya. Informasi
memungkinkan manajemen mengambil peluang untuk membuat supply chain makin
responsif dan efisien.
Komponen-komponen dari informasi yang harus dianalisis oleh perusahaan
menurut Chopra dan Meindl (2004, pp62-64) dijelaskan sebagai berikut:
1. Push versus Pull, menentukan tipe sistem yang dilayani oleh informasi apakah
jenis tarik atau dorong. Sistem dorong (push) umumnya memerlukan informasi
dalam bentuk dari sistem MRP (Material Requirement Planning) untuk
membawa jadwal produksi dan mengirimkannya kembali, menciptakan jadwal-
jadwal untuk pemasok-pemasok dengan jenis, kuantitas, dan tanggal pengiriman
dari bagian tertentu. Sistem tarik (pull) memerlukan informasi tentang
permintaan aktual untuk ditransmisikan dengan sangat cepat di sepanjang rantai
sehingga produksi dan distribusi dari bagian-bagian dan produk—produk dapat
secara akurat mewakili permintaan aktual.
2. Koordinasi dan pembagian informasi. Manajer harus memikirkan bagaimana
menciptakan koordinasi di dalam supply chain dan berbagi informasi dengan
pihak-pihak lain di sepanjang rantai supply chain.
3. Peramalan dan perencanaan agregat. Memutuskan bagaimana meramalkan
penjualan dan kondisi pasar di masa mendatang, dan sampai sejauh mana
mendasarkan keputusan pada ramalan-ramalan tersebut. Kemudian perusahaan
17
perlu membuat perencanaan aktivitas-aktivitas (agregat) untuk memenuhi
ramalan permintaan tersebut.
4. Manajemen harga dan pendapatan. Menentukan harga jual yang tepat, dan
pembedaan harga untuk segmen-segmen konsumen yang beragam dan dari
waktu ke waktu.
5. Teknologi penunjang. Memutuskan memakai teknologi apa dan bagaimana
mengintegrasikan teknologi tersebut ke dalam perusahaan dan mitra-mitra bisnis
perusahaan. Beberapa teknologi yang patut dipertimbangkan antara lain: EDI
(Electronic Data Interchange), Internet, ERP (Enterprise Resource Planning)
dan software SCM.
2.1.3.4 Proses Makro Supply Chain Management
Menurut Chopra dan Meindl (2004, p17) semua proses supply chain dalam
sebuah organisasi dapat diklarifikasikan ke dalam tiga proses makro berikut, seperti
terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Proses Makro Supply Chain Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p17
Pemasok Perusahaan Konsumen SRM ISCM CRM
Source Strategic
Planning Market
Negotiate Demand
Planning Sell
Buy Supply
Planning Call Center Design
Collaboration Fulfillment Order
Management Supply
Collaboration Field Service
Ketiga proses makro tersebut adalah:
18
1. CRM (Customer Relationship Management), proses makro ini terdiri atas
semua proses yang memusatkan untuk membangun penghubung antara
organisasi dengan konsumen-konsumennya. Proses makro CRM bertujuan
untuk mengelola pesanan pelanggan dan memfasilitasi pemesanan dan
pelacakan pesanan.
2. ISCM (Internal Supply Chain Management), proses makro ini terdiri atas
proses-proses internal perusahaan yang bertujuan untuk memenuhi pesanan
yang dihasilkan oleh proses CRM dalam waktu yang tepat dan dengan biaya
serendah mungkin.
3. SRM (Supplier Relationship Management), proses makro jenis ini
memusatkan pada penghubung antara organisasi dengan pemasok-
pemasoknya. Proses makro SRM mempunyai tujuan untuk mengatur dan
mengelola sumber-sumber pasokan untuk bermacam-macam barang dan
layanan.
2.1.3.5 Fase Keputusan dalam Supply Chain Management
SCM yang sukses memerlukan banyak keputusan-keputusan berkaitan dengan
aliran informasi, produk, dan dana.
Chopra dan Meindl (2004, pp7-8) membagi keputusan-keputusan tersebut ke
dalam tiga fase, tergantung pada frekuensi dari tiap keputusan dan rentang waktu
dampak keputusan tersebut, yakni:
1. Rancangan atau Strategi Supply Chain
Selama fase ini, perusahaan memutuskan bagaimana menstrukturkan supply
chainnya selama beberapa tahun ke depan. Perusahaan memutuskan bagaimana
19
konfigurasi supply chain nanti, bagaimana sumber daya akan dialokasikan, dan
proses-proses apa saja yang akan dilakukan pada tiap tahap. Keputusan-keputusan
strategis yang dibuat perusahaan mencakup lokasi dan kapasitas dari fasilitas
produksi dan pergudangan, produk-produk yang dibuat atau disimpan pada lokasi-
lokasi berbeda, metode transportasi yang disediakan untuk jalur pengiriman yang
berbeda-beda, dan tipe sistem informasi yang harus digunakan.
2. Perencanaan Supply Chain
Untuk keputusan-keputusan yang dibuat selama fase ini, rentang waktunya
berkisar antara per kuartal atau per tahun. Karena itu, konfigurasi supply chain yang
ditentukan di fase strategis tidak dapat berubah. Konfigurasi ini menciptakan
batasan-batasan dimana perencanaan harus dilakukan. Perusahaan memulai fase
perencanaan dengan peramalan untuk tahun mendatang (atau sebuah rentang waktu
sebanding) dari permintaan pada pasar-pasar yang berbeda. Perencanaan mencakup
keputusan-keputusan menyangkut pasar mana yang akan dipasok dari lokasi mana,
sub-kontrak dari manufaktur, kebijakan-kebijakan persediaan yang harus diikuti, dan
penetapan waktu dan ukuran dari promosi pemasaran.
3. Operasi Supply Chain
Horizon waktu pada fase ini adalah mingguan atau harian, dan selama fase ini
perusahaan membuat keputusan-keputusan menyangkut pesanan-pesanan individu
konsumen. Pada tingkat operasional, konfigurasi supply chain dianggap sudah tetap
dan kebijakan perencanaan sudah didefinisikan. Tujuan dari operasi supply chain
adalah untuk menangani pesanan konsumen yang datang dengan praktik terbaik.
Selama fase ini, perusahaan mengalokasikan persediaan atau produksi untuk pesanan
individu, menetapkan tanggal dimana pesanan akan dipenuhi, membuat daftar
20
pengambilan dari gudang, mengalokasikan pesanan ke pengiriman dan cara
pengiriman khusus, mengatur jadwal pengiriman oleh truk-truk, dan menempatkan
pesanan-pesanan pengiriman persediaan kembali. Dengan batasan-batasan yang
dibangun oleh konfigurasi dan kebijakan perencanaan, tujuan selama fase operasi ini
adalah untuk mengeksploitasi pengurangan dari ketidakpastian dan mengoptimalkan
kinerja.
2.1.3.6 Penghambat Supply Chain Management
Chopra dan Meindl (2004, pp64-66) menjelaskan beberapa hambatan yang dapat
terjadi ketika menentukan keseimbangan dalam spektrum ketanggapan. Hambatan-
hambatan ini juga menawarkan peluang untuk meningkatkan SCM. Adapun
hambatan tersebut adalah:
1. Peningkatan keragaman produk, peningkatan dalam variasi produk menambah
kerumitan supply chain dengan membuat peramalan dan pemenuhan
permintaan menjadi lebih sulit. Peningkatan variasi cenderung meningkatkan
ketidakpastian, dan ketidakpastian seringkali menghasilkan peningkatan biaya
dan penurunan ketanggapan di dalam supply chain.
2. Penurunan daur hidup produk, menempatkan tekanan tambahan pada supply
chain untuk berkoordinasi dan menciptakan kecocokan yang baik antara
supply dan demand.
3. Konsumen yang semakin menuntut, yang semakin menuntut peningkatan
kinerja dalam waktu tunggu pengiriman, biaya, dan kinerja produk.
4. Fragmentasi dari kepemilikan di dalam supply chain, yang menyulitkan
koordinasi karena mempunyai kebijakan dan kepentingan masing-masing.
21
5. Globalisasi, yang memungkinkan mempunyai jaringan supply chain secara
global dan juga menciptakan ancaman dari meningkatnya kompetisi.
6. Kesulitan dalam menerapkan strategi-strategi baru, karena pelaksanaan teknis
yang sulit.
2.2 Konsep Sistem Informasi
2.2.1 Sistem Informasi
2.2.1.1 Pengertian Sistem
Menurut McLeod dan Schell (2004) sistem adalah sekelompok elemen-elemen
yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu
organisasi seperti perusahaan atau suatu area fungsional cocok dengan definisi ini.
Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya, dan bekerja menuju tercapainya suatu
tujuan tertentu yang telah ditentukan oleh pimpinan atau pihak manajemen.
Menurut O’brien (2004, p8), sistem merupakan satu kumpulan dari elemen-
elemen yang berkaitan atau berinteraksi yang membentuk suatu kesatuan. Konsep
yang lebih sesuai untuk bidang sistem informasi mengartikan sistem sebagai sebuah
kumpulan dari komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain, bekerja bersama
menuju ke satu tujuan dengan menerima masukan-masukan dan menghasilkan
output dalam sebuah proses transformasi yang terorganisasi. Sistem seperti ini
mempunyai tiga komponen atau fungsi dasar yang saling berinteraksi: input, proses,
dan output.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan sekumpulan elemen-
elemen yang saling berhubungan dan bergantung satu sama lain, dimana seluruh
elemen tersebut terintegrasi untuk memenuhi tujuan yang sama.
22
2.2.1.2 Pengertian Informasi
Laudon dan Laudon (2003, p7) menjelaskan pengertian dasar dari data dan
informasi. Data adalah aliran-aliran dari fakta-fakta mentah yang mewakili
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam organisasi-organisasi atau pada lingkungan
sekitar sebelum mereka diorganisasikan dan diatur ke dalam sebuah bentuk yang
dapat dimengerti dan digunakan oleh orang-orang. Informasi didefinisikan sebagai
data yang telah dibentuk ke dalam sebuah bentuk yang berarti dan berguna untuk
manusia.
Dalam konteks sistem, suatu informasi merupakan data yang mempunyai arti
dan berguna bagi pengguna (user) atau pihak yang mengaksesnya.
2.2.1.3 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Whitten et al (2004, p8), sistem informasi adalah sekumpulan
manusia, data, proses, presentasi informasi, dan teknologi informasi yang
berinteraksi satu sama lain untuk mendukung dan meningkatkan pekerjaan
operasional bisnis sehari-hari dan juga mendukung kebutuhan user dan manajemen
dalam hal pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sistem informasi juga
membantu para manajer dan karyawan untuk menganalisis masalah,
memvisualisasikan hal-hal kompleks, dan mendukung proses pengambilan
keputusan seperti menciptakan produk baru.
2.2.1.4 Peran Utama Sistem Informasi
O’brien (2005, p8) mengemukakan bahwa sistem informasi mempunyai tiga peran
penting dalam sebuah aplikasi bisnis, yaitu:
23
- Mendukung proses bisnis dan kegiatan operasional (bagi staff operasional).
- Mendukung pengambilan keputusan dari manajer dan karyawan (bagi
manajemen menengah).
- Mendukung pengambilan strategi untuk keunggulan kompetitif (bagi manajemen
tingkat atas).
Gambar 2.3 menunjukkan hirarki dari ketiga peran penting tersebut.
Gambar 2.3: Tiga peran utama sistem informasi untuk aplikasi bisnis
2.2.2 e-Business
2.2.2.1 Pengertian e-Business
IBM (Amor, 2002, p8) mendefinisikan e-Business sebagai sebuah pendekatan
yang aman, fleksibel, dan terintegrasi untuk mengantarkan nilai-nilai bisnis yang
berbeda dengan menggabungkan sistem dan proses yang menjalankan inti operasi
bisnis dengan kesederhanaan dan memungkinkan untuk dijangkau dengan teknologi
internet.
Support business process and operations
Support business decision making
Support strategies for competitive advantage
24
Sedangkan Kalakota, seperti yang tertulis pada buku Chaudhury dan Kuilboer
(2002, p31) berpendapat bahwa e-Business lebih merupakan sebuah peleburan rumit
dari proses-proses bisnis, aplikasi-aplikasi perusahaan, dan struktur organisasi yang
diperlukan untuk menciptakan sebuah model bisnis yang berkinerja tinggi.
Dari kedua teori diatas dapat disimpulkan bahwa e-Business adalah suatu
metode untuk memaksimalkan operasi bisnis dengan cara menggabungkan elemen-
elemen bisnis tradisional dengan internet serta teknologi pendukung lainnya.
2.2.2.2 Komponen e-Business
Menurut Chaudhury dan Kuilboer (2002, p30), aktivitas-aktivitas e-Business
dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu: Supply Chain Management,
Enterprise Management, dan Customer Management, seperti terlihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Pengelompokan Aktivitas e-Business Sumber: Chaudhury dan Kuilboer, 2002, p30.
Supply Chain Management Enterprise Management Customer Management * Logistic * Finance and Administration * Sales Channel * Distribution Planning * Operation Planning and Execution * Marketing Automation * Demand Planning and Forecasting * Procurement
* Customer Relationship Management
* Warehouse Management * Human Resource * Personalization * Product Development * Inventory Management
* Research and Development
2.2.3 e-Supply Chain Management (e-SCM)
2.2.3.1 Konsep e-SCM
Kalakota dan Robinson (2001, p280) menjelaskan bahwa SCM telah
berkembang dari masa ke masa dengan tujuan utama untuk integrasi antar
perusahaan. Gambar 2.3 menunjukkan perkembangan SCM mulai dari model
25
terpusat pada perusahaan saat ini, seperti model Nabisco pada industri makanan, ke
model berorientasi kemitraan yang lebih kolaboratif seperti model continuous-
replenishment milik Procter&Gamble (P&G) dan Wal-Mart di industri barang-
barang paket konsumsi. Perusahaan-perusahaan pemimpin puncak seperti Intel dan
Dell dalam industri teknologi tinggi (high-technology) telah maju lebih jauh dengan
menciptakan sebuah model rantai suplai (supply chain) yang singkat dengan
kemampuan mass-customization dan customer-direct.
Menurut Kalakota dan Robinson (2001, p282) terdapat tiga tipe supply chain
yang dapat digunakan perusahaan untuk memenangkan persaingan, yakni:
1. Responsive Supply Chain
Rantai suplai yang responsif secara cepat dan akurat merespon kebutuhan-
kebutuhan konsumen. Available to Promise (ATP) adalah salah satu fitur utama dari
ketanggapan supply chain jenis ini. Bisnis berorientasi konsumen perlu untuk
mengetahui sumber-sumber bahan baku produk, produksi, dan distribusi yang
tersedia sebelum mereka dapat menjanjikan sebuah tanggal pengiriman kepada
konsumen. Sistem ATP menyediakan pengecekan terintegrasi real-time di sepanjang
supply chain. ATP dapat membantu menentukan ekspektasi pemesanan-pengiriman
setelah perusahaan menerima pesanan dan membantu pesanan bertindak berdasarkan
ekspektasi- ekspektasi tersebut.
2. Adaptive Supply Chain
Rantai suplai yang adaptif dapat secara tepat dikonfigurasi ulang untuk
beradaptasi terhadap permintaan konsumen. Mereka membantu perusahaan untuk
bersaing dengan mempercepat tingkat dimana perusahaan mengenali dan
menanggapi perubahan kondisi bisnis dan kebutuhan-kebutuhan konsumen.
26
3. Intelligent Supply chain
Rantai suplai yang pintar bersifat dinamis, tidak statik, dan terus menerus
diperbaiki untuk berkinerja dengan baik. Rantai suplai jenis ini dibentuk secara cepat
ketika perusahaan melihat sedikit perubahan terhadap kinerja rantai lainnya.
Adaptasi menunjukkan bahwa rantai-rantai dibentuk dan dibentuk ulang dalam usaha
untuk menguatkan hubungan-hubungan lemah di rantai jaringan tersebut.
2.2.3.2 Aplikasi e-SCM
Kalakota dan Robinson (2001, p283) menjelaskan SCM sebagai sebuah kerangka
bisnis yang terdiri atas beragam aplikasi yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok
aplikasi yakni Supply Chain Planning (SCP), dan Supply Chain Execution (SCE).
Aplikasi-aplikasi SCP mengintegrasikan fungsi-fungsi perencanaan seperti
peramalan permintaan, simulasi persediaan, distribusi, transportasi, serta
perencanaan dan penjadwalan produksi. Software perencanaan kualitas
meningkatkan akurasi peramalan, mengoptimalkan penjadwalan produksi,
mengurangi persediaan dan biaya transportasi, mengurangi waktu siklus pemesanan,
dan meningkatkan layanan konsumen.
Sedangkan aplikasi-aplikasi SCE mengintegrasikan fungsi-fungsi eksekusi
seperti proses pengadaan barang, manufaktur, dan distribusi produk lewat supply
chain. Aplikasi-aplikasi Supply Chain Execution mengelola aliran produk-produk
lewat pusat distribusi dan pergudangan dan memastikan bahwa produk diantar ke
lokasi yang tepat menggunakan alternatif transportasi terbaik yang ada.
Kalakota dan Robinson (2001, p285) mengemukakan bahwa Supply Chain
Execution merupakan proses memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik konsumen
27
untuk barang dan layanan-layanan bernilai tambah dengan tindakan yang tepat
waktu, efisien, dan cost-effective.
Aplikasi-aplikasi SCE memusatkan pada manajemen yang efektif dari operasi
pergudangan dan transportasi, dan integrasi keduanya dengan sistem perencanaan
dan aplikasi software perusahaan lainnya. Aplikasi Supply Chain Execution
mengotomatisasikan fungsi-fungsi perencanaan pesanan, produksi, replenishment,
dan distribusi.
2.3 Metode Analisis Data
2.3.1 Model Rantai Nilai Porter (Porter’s Value Chain)
Konsep analisis value chain dapat dijelaskan oleh penuturan Porter (Ward dan
Peppard, 2002, p264) sebagai berikut: “Setiap perusahaan terdiri dari sekumpulan
aktivitas yang dilakukan bertujuan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan,
mengirimkan dan mendukung produk/jasa mereka. Seluruh nilai dari aktivitas-
aktivitas ini dapat diwakilkan menggunakan value chain. Value chain hanya dapat
dimengerti dalam konteks unit bisnis”. Contoh value chain dapat ditemukan pada
Gambar 2.4. Tujuan dari analisis value chain adalah untuk menentukan nilai dan
meningkatkan operasi sebuah perusahaan, untuk memisahkan “apa” yang perusahaan
lakukan dari “bagaimana” hal tersebut dilakukan. Secara historis, seharusnya sistem
informasi yang dibuat atau dimiliki perusahaan sudah pasti berasal dari kebutuhan
organisasi tersebut.
Pendekatan value chain pertama-tama akan membedakan antara dua aktivitas
bisnis, yakni:
28
1. Primary activities – aktivitas yang dapat memenuhi perannya dalam industri
value chain dalam memuaskan konsumennya, yang harus dapat melihat efek
langsung dari bagaimana aktivitas tersebut akan dijalankan. Tidak hanya cukup
dengan setiap aktivitas berjalan dengan baik, tetapi mereka juga harus terhubung
bersama untuk dapat mencapai optimalisasi performa bisnis.
2. Support activities – aktivitas yang perlu untuk mengendalikan dan
mengembangkan bisnis dari waktu ke waktu dan menambahkan value secara
tidak langsung – value tersebut akan terasa melalui kesuksesan dari primary
activities.
Setiap aktivitas dari kedua aktivitas bisnis diatas akan menambah value dalam
hal menciptakan produk / jasa yang membuahkan keuntungan dari konsumen atau
menambah aktivitas value added untuk dikoordinasikan dan meyakinkan bahwa
value tersebut telah ditambahkan dengan biaya yang dapat diterima.
Model tradisional value chain:
Porter mengklasifikasikan primary activities menjadi lima kelompok yang berurutan
dimulai dari supplier dan berakhir di konsumen.
1. Inbound Logistics – mendapatkan, menerima, menyimpan dan menyediakan
kunci input dan sumber daya pada kualitas dan kuantitas yang tepat untuk
keperluan bisnis. Termasuk di dalamnya perekrutan staff, pembelian material,
komponen dan servis dan berurusan dengan sub-kontraktor dan mendapatkan
perlengkapan.
2. Operations – mengubah input menjadi produk atau layanan yang dibutuhkan
oleh konsumen. Termasuk didalamnya membawa sumber daya dan material
29
bersama untuk membuat produk (misalnya membuat mobil) atau menyediakan
layanan (misalnya bank).
3. Outbound Logistics – mendistribusikan produk kepada konsumen baik secara
langsung maupun tak langsung melalui jalur distribusi, sehingga konsumen dapat
mendapatkan produk / jasa dan membayarnya dengan harga yang layak.
4. Sales and Marketing – menyediakan cara agar konsumen dan pelanggan menjadi
aware terhadap produk / jasa dan bagaimana mereka dapat memperolehnya,
termasuk bagaimana cara mereka dapat membeli atau menggunakan produk /
jasa tersebut.
5. Services – menambahkan value dengan cara meyakinkan bahwa konsumen
mendapatkan keuntungan maksimum dari produk yang telah dibeli.
Struktur value chain diatas cocok untuk perusahaan manufaktur, namun tidak
tertutup kemungkinan untuk dapat digunakan di bisnis lain.
Kesuksesan sebuah perusahaan bergantung pada bagaimana performa
perusahaan tersebut pada primary activities. Hal tersebut akan menentukan berapa
value yang diperoleh dan berapa biaya dari aktivitas-aktivitas tersebut, sehingga
dapat ditentukan margin keuntungan perusahaan.
Kegunaan analisis value chain:
- Dapat menggambarkan aliran informasi yang mengalir dalam industri dan
menentukan seberapa kritis kah informasi tersebut bagi industri yang
bersangkutan dan kesuksesan dari perusahaan yang berada didalamnya, dengan
cara menentukan kapan dan dimana informasi tersebut tersedia, siapa yang
memiliki informasi, dan bagaimana informasi tersebut dapat didapatkan dan
diubah menjadi keuntungan perusahaan.
30
- Informasi yang dapat dipertukarkan dengan konsumen dan supplier sepanjang
rantai untuk meningkatkan performa dari bisnis atau menimbulkan peningkatan
performa secara mutual dengan cara membagi/sharing keuntungan.
- Seberapa efektif aliran informasi mengalir melalui proses utama dan digunakan
oleh mereka:
a. Oleh setiap aktivitas untuk meningkatkan performa.
b. Untuk menghubungkan aktivitas tersebut bersama-sama dan menghindari
biaya dan penyia-nyiaan peluang yang tidak perlu.
c. Untuk memungkinkan aktivitas pendukung untuk menyumbang terhadap
proses yang menambah value, bukan merintangi mereka.
Gambar 2.4: Contoh value chain perusahaan manufaktur Sumber: Ward dan Peppard (2002, p265)
31
2.3.2 Model Lima Kekuatan Persaingan Porter (Porter’s Five Competitive
Forces)
Porter (Pearce dan Robinson, 2000, p85) mengemukakan suatu kerangka kerja
analisis yang membantu mendiagnosa seberapa kuat dan penting kekuatan-kekuatan
yang mempengaruhi tekanan persaingan dalam suatu industri terhadap suatu
perusahaan. Alat analisis ini kini dikenal dengan nama ”Porter’s Five Forces
Analysis”, yang sangat terkenal dan banyak digunakan praktisi ekonomi hingga
sekarang untuk menentukan tingkat persaingan di dalam suatu industri.
Porter menjelaskan bahwa pada dasarnya tekanan persaingan di dalam industri
dapat dilihat sebagai suatu kesatuan yang terbentuk dari lima kekuatan, yaitu:
persaingan antara perusahaan sejenis, ancaman potensial dari pendatang baru,
ancaman potensial dari adanya produk substitusi, kekuatan tawar-menawar dari
pemasok, dan kekuatan tawar-menawar dari pelanggan.
A. Ancaman pendatang baru (Threat of New Entrance)
Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri akan tergantung dari besar
atau kecilnya hambatan masuk yang ada. Jika hambatan ini besar maka ancaman
masuknya pendatang baru akan rendah. Hambatan-hambatan itu merupakan situasi
dan kondisi yang membatasi perusahaan dalam memperoleh jalan masuk ke dalam
suatu industri.
Ada tujuh sumber utama rintangan masuk bagi pendatang baru yaitu:
1. Skala ekonomi
2. Diferensiasi produk
3. Kebutuhan modal
4. Biaya beralih pemasok (switching cost)
32
5. Akses ke saluran distribusi
6. Biaya yang tidak menguntungkan terlepas dari skala ekonomi (cost
advantages independent scale)
7. Kebijakan pemerintah
B. Daya tawar pemasok (Bargaining Power of Suppliers)
Daya tawar pemasok kuat jika:
1. Didominasi oleh sejumlah kecil perusahaan besar dan lebih terkonsentrasi
daripada industri yang menjadi pembeli mereka.
2. Produk substitusi yang baik tidak tersedia bagi pembeli.
3. Pembeli bukan konsumen penting bagi pemasok.
4. Produk pemasok penting bagi pembeli.
5. Efektivitas produk pemasok menciptakan biaya peralihan (switching cost)
yang tinggi bila beralih ke pemasok lain.
6. Pemasok merupakan ancaman serius bila berintegrasi ke depan (forward
integration) ke arah pembeli, atau dengan kata lain bila pemasok bergabung
dengan pembeli.
C. Daya tawar pembeli (Bargaining Power of Buyers)
Daya tawar pembeli kuat jika:
1. Membeli sejumlah besar hasil industri
2. Produk yang dibeli dari suatu industri merupakan suatu komponen yang
signifikan dari biaya produksi pembeli, sebagai contoh: perusahaan
memproduksi barang A, B, dan C, tetapi keuntungan terbesar atau mayoritas
keuntungan yang diperoleh perusahaan berasal dari barang A, sehingga
konsumen pembeli barang A memiliki daya tawar yang kuat.
33
3. Produk pemasok tidak eksklusif atau standar dan memiliki ancaman kuat
untuk berintegrasi ke belakang industri pemasok.
4. Biaya switching cost rendah untuk pindah ke pemasok lain.
D. Ancaman produk substitusi (Threat of Substitute Product)
Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah produk-produk
yang:
1. Harganya cenderung menjadi semakin murah dibandingkan dengan produk
yang dihasilkan perusahaan.
2. Dihasilkan oleh industri yang berskala besar dan sangat menguntungkan.
E. Persaingan antar perusahaan sejenis (Rivalry among existing firms)
Tingginya tingkat persaingan antar pesaing di dalam suatu industri merupakan
akibat dari:
1. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang.
2. Pertumbuhan industri yang lamban.
3. Biaya tetap yang tinggi.
4. Ketiadaan diferensiasi.
5. Penambahan kapasitas dalam jumlah besar.
6. Pesaing yang beragam.
7. Taruhan strategis yang besar.
8. Hambatan pengunduran diri yang tinggi.
Menurut Porter (Wheelen dan Hunger, 2006, p82), “kekuatan kolektif dari semua
elemen-elemen ini sangat menentukan potensi keuntungan suatu perusahaan dalam
sebuah industri, dimana potensi keuntungan diukur dengan pengembalian jangka
panjang dari investasi modal.” (Gambar 2.5).
34
Itu berarti dalam menganalisis industri, sebuah perusahaan haruslah mengerti dan
memahami betapa pentingnya kesuksesan dari enam elemen: ancaman pendatang
baru, persaingan antara perusahaan sejenis, ancaman produk pengganti, daya tawar
pembeli, daya tawar penjual, dan kekuatan relatif dari para pemegang saham lainnya.
Makin kuat elemen-elemen ini, maka makin terbatas pula kemampuan perusahaan
untuk meningkatkan harga dan menambah keuntungan. Walaupun Porter hanya
menulis lima elemen kekuatan saja, akan tetapi para pemegang saham sebagai elemen
keenam kemudian ditambahkan oleh Wheelen dan Hunger (2006, p83) untuk
mencerminkan kekuatan dari pemerintah, komunitas lokal, dan kelompok-kelompok
lain yang berhubungan dengan aktivitas industri.
Gambar 2.5: Porter’s Five Competitive Forces Sumber: Wheelen dan Hunger (2006, p81)
Supplier Power
Buyer Power
Threat of New Entry
Threat of Substitution
Competitive Rivalry
35
2.3.3 Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Menurut Kotler (2003, p102) analisis SWOT merupakan evaluasi terhadap
keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini dibagi ke dalam
dua bagian yaitu analisis lingkungan eksternal (terdiri dari peluang dan ancaman) dan
analisis lingkungan internal (terdiri dari kekuatan dan kelemahan).
Senada dengan Kotler, menurut Pearce dan Robinson (2000, p202-204), analisis
SWOT adalah analisis yang berdasarkan pada anggapan bahwa suatu strategi yang
efektif berasal dari sumber daya internal suatu perusahaan (Strengths dan
Weaknesses), dan sumber daya eksternal suatu perusahaan (Opportunities dan
Threats).
1. Strength (Kekuatan)
Adalah suatu keunggulan sumber daya yang relatif terhadap pesaing dan
kebutuhan dari pasar yang dilayani atau hendak dilayani oleh perusahaan.
Pengertian lain adalah kekuasaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan
dibandingkan dengan pesaing.
2. Weakness (Kelemahan)
Keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan
kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif perusahaan.
Keterbatasan dalam fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen,
keterampilan pemasaran merupakan sumber dari kelemahan.
3. Opportunity (Peluang)
Adalah suatu daerah kebutuhan pembeli dimana perusahaan dapat beroperasi
secara menguntungkan dan untuk merebut lebih banyak konsumen dibandingkan
dengan para pesaing.
36
4. Threat (Ancaman)
Tantangan dan ancaman yang dihadapi oleh suatu perusahaan dari para
pesaing dalam merebut konsumen.
Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan
analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya analisis SWOT sering digunakan
sebagai kerangka kerja/paduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi
perusahaan.
Kegunaan Analisis SWOT adalah:
1. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sendiri dalam rangka menyusun
strategi bersaing.
2. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pesaing dalam rangka memenangkan
persaingan.
3. Informasi dari hasil analisis internal dan eksternal perusahaan sebagai bahan
dasar untuk melakukan pengembangan ataupun investasi baru.
4. Hasil analisis internal dan eksternal yang akurat sebagai acuan untuk
pengambilan keputusan meneruskan atau memberhentikan satu divisi usaha
(untuk perusahaan multibisnis).
5. Semua hasil analisis dapat digunakan sebagai bahan perencanaan membuat
rencana bisnis (business plan), action plan bisnis (berkaitan dengan tugas
konsultan bisnis).
2.3.4 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE)
Menurut Rangkuti (2006, p24), setelah faktor-faktor strategis internal suatu
perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFE (Internal Factor Evaluation) disusun untuk
37
merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam kerangka Strength dan
Weakness perusahaan. Tahapnya adalah sebagai berikut:
a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam
kolom 1.
b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala dari 1.0 (paling penting)
sampai 0.0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap
posisi strategis perusahaan. (Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh
melebihi skor total 1.00)
c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan
skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang
bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai
dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkan dengan rata-rata
industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif diisi
kebalikannya. Contohnya apabila kelemahan perusahaan besar sekali
dibandingkan dengan rata-rata perusahaan pesaing dalam suatu industri maka
nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah rata-rata
industri maka nilainya adalah 4.
d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk
masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4.0 (outstanding)
sampai dengan 1.0 (poor).
e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-
faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
38
f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis
internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini
dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
2.3.5 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Menurut Rangkuti (2006, p22), setelah faktor-faktor strategis eksternal suatu
perusahaan diidentifikasi, suatu tabel EFE (External Factor Evaluation) disusun
untuk merumuskan faktor-faktor strategis eksternal tersebut dalam kerangka
Opportunity dan Threat perusahaan. Tahapnya adalah sebagai berikut:
a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai 10 peluang dan ancaman)
b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1.0 (sangat penting)
sampai dengan 0.0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat
memberikan dampak terhadap faktor strategis.
c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan
skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh
faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai
rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi
rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating
ancaman adalah kebalikannya. Sehingga jika nilai ancamannya sangat besar,
nilainya adalah 1. Sebaliknya jika nilai ancamannya kecil maka nilainya 4.
d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk
39
masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4.0 (outstanding)
sampai dengan 1.0 (poor).
e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-
faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan
ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
2.3.6 Model Matriks Internal Eksternal (IE)
Menurut Rangkuti (2006, p42), Matriks Internal Eksternal ini dikembangkan
dari model General Electric (GE Model). Parameter yang digunakan meliputi
parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi.
Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat
korporat secara lebih detail. Contoh diagram matriks IE dapat dilihat pada Gambar
2.6.
Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel strategi perusahaan,
tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi
umum, yaitu:
a. Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2,
dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8).
b. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi
yang telah ditetapkan.
40
c. Retrenchment Strategy (sel 3, 6, dan 9) adalah usaha memperkecil atau
mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.
Kekuatan Internal Bisnis Tinggi Rata-rata Lemah
Day
a Ta
rik
Indu
stri
1 2 3
Tinggi
GROWTH GROWTH RETRENCHMENT
Konsentrasi melalui integrasi vertikal
Konsentrasi melalui integrasi horizontal
Turnaround
4 5 6
Rata-rata
STABILITY GROWTH RETRENCHMENT
Konsentrasi melalui integrasi vertikal
Konsentrasi melalui integrasi vertikal
Konsentrasi melalui integrasi vertikal
STABILITY
Tak ada perubahan profit strategi
7 8 9
Lemah
GROWTH GROWTH GROWTH
Diversifikasi Konsentrik
Diversifikasi Konglomerat
Bangkrut atau Likuidasi
Gambar 2.6: Matriks Internal Eksternal Sumber: Rangkuti (2006, p42)
2.3.7 Matriks SWOT
Menurut Rangkuti (2006, p31), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara
jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat
menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.
41
Tabel 2.4: Matriks SWOT Sumber: Rangkuti (2006, p31)
Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O)
Strategi SO Strategi WO
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Threats (T)
Strategi ST Strategi WT
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan dan menghindari ancaman
Berikut ini adalah keterangan dari Tabel 2.4 matriks SWOT diatas:
1. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
2. Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman.
3. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4. Strategi WT
Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan serta menghindari ancaman yang ada.
42
2.3.8 Matriks QSPM (Quantitive Strategic Planning Matrix)
Menurut David (2001, p309) selain membuat peringkat strategi untuk
memperoleh daftar prioritas hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang
dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang dapat
dijalankan. Teknik tersebut adalah ”Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif” /
Quantitive Strategic Planning Matrix (QSPM) yang merupakan tahap 3 dari
kerangka analitis perumusan strategi. Teknik tersebut secara objektif menunjukkan
pilihan strategi alternatif yang terbaik. QSPM menggunakan masukan dari analisis
tahap 1 dan hasil-hasil pencocokan dari analisis tahap 2 untuk memutuskan secara
objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan, yaitu matriks EFE, IFE, dan CPM
yang menyusun tahap 1, digabungkan dengan matriks TOWS, matriks SPACE,
matriks BCG, matriks IE dan matriks Grand Strategy yang menyusun tahap 2, untuk
memperoleh informasi yang diperlukan dalam menyusun QSPM. QSPM adalah alat
yang membuat para perencana strategi dapat menilai secara objektif strategi
alternatif yang dapat dijalankan, didasarkan atas faktor-faktor keberhasilan kritis
eksternal dan internal yang telah dikenali terlebih dahulu. Sebagaimana alat-alat
analitis perumusan strategi yang lain, QSPM juga memerlukan penilaian intuitif
yang baik. Format dasar dari QSPM digambarkan pada Tabel 2.5.
Baris atas QSPM terdiri atas alternatif strategi yang diturunkan dari tahap 2,
tetapi tidak semua strategi yang disarankan dalam teknik pencocokan (tahap 2) harus
dievaluasi dalam QSPM. Penyusun strategi harus menggunakan penilaian intuitif
yang tepat untuk memilih strategi yang akan dimasukkan dalam QSPM.
43
Tabel 2.5: Matriks QSPM Sumber: David ( 2001, p309)
Faktor Kunci
Bobot Strategi 1 Strategi 2
AS TAS AS TAS
Faktor Eksternal Kunci
Faktor Internal Kunci
Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi
berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal tersebut
dimanfaatkan / diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu
set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing
faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal. Jumlah set alternatif strategi yang
dimasukkan dalam QSPM bisa berapa saja, jumlah strategi dalam satu set juga bisa
berapa saja, tetapi hanya strategi dalam satu set yang sama yang dapat dievaluasi
satu sama lain.
Langkah-langkah pembuatan matriks QSPM:
1. Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal
pada kolom kiri QSPM. Daftar ini identik dengan poin-poin yang terdapat
pada matriks EFE dan IFE. Minimum sepuluh faktor keberhasilan kunci
eksternal dan sepuluh faktor keberhasilan kunci intenal harus dimasukkan
dalam QSPM.
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal. Bobot ini
identik dengan yang ada pada matriks EFE dan IFE, dan dimasukkan dalam
44
kolom bobot di sebelah kanan faktor keberhasilan kunci eksternal dan
internal.
3. Evaluasi matriks tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif strategi
yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Tuliskan
strategi-strategi tersebut pada baris Alternatif Strategi. Jika memungkinkan,
kelompokkan strategi ke dalam set yang independen.
4. Tentukan nilai daya tarik (Attractiveness Scores-AS). AS didefinisikan
sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing
strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai daya tarik (Attractiveness Scores-
AS) harus diberikan untuk masing-masing strategi untuk mengindikasikan
daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lainnya, dengan
mempertimbangkan faktor tertentu. Jangkauan untuk Nilai Daya Tarik
adalah: 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = sangat
menarik. Berikan tanda minus jika faktor kunci tidak memiliki dampak
terhadap strategi.
5. Hitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Scores-TAS). TAS
didefinisikan sebagai hasil dari pengalian bobot dengan nilai daya tarik
dalam masing-masing baris. Total nilai daya tarik mengindikasikan daya
tarik retatif dari masing-masing alternatif strategi. Semakin tinggi total nilai
daya tarik, maka semakin menarik alternatif strategi tersebut (dengan hanya
mempertimbangkan faktor keberhasilan kunci tersebut).
6. Hitung penjumlahan total nilai daya tarik. Tambahkan TAS dalam masing-
masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan TAS akan menentukan
strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih
45
tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan
semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat mempengaruhi
keputusan strategis.
2.3.9 Analisis Strategi Supply Chain
Chopra dan Meindl (2004, p53) mengemukakan sebuah kerangka kerja
pengambilan keputusan guna merancang sebuah supply chain yang tepat bagi
perusahaan. Kerangka kerja tersebut digambarkan pada Gambar 2.7:
Gambar 2.7: Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Supply Chain Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p53
Pengertian dari strategi supply chain menurut Chopra dan Meindl (2004, p29)
adalah aturan dari pembelian bahan baku, transportasi bahan baku ke dan dari
perusahaan, manufaktur produk atau operasi untuk menyediakan jasa, distribusi
produk ke konsumen, bersamaan dengan layanan purna jual. Keputusan mengenai
persediaan, transportasi, fasilitas operasi, dan aliran informasi di supply chain adalah
semua bagian dari strategi supply chain.
Strategi Kompetitif
Strategi Supply Chain
Fasilitas Persediaan Transportasi Informasi
Penggerak / Pendorong
Ketanggapan Efisiensi
Struktur Supply Chain
46
2.3.10 Mencapai Kesesuaian Strategis (Strategic Fit)
Chopra dan Meindl (2004, p29) berpendapat bahwa kesesuaian strategis
(strategic fit) berarti strategi kompetitif dan strategi supply chain keduanya
mempunyai tujuan yang sama. Hal ini mengacu kepada konsistensi antara prioritas-
prioritas konsumen yang diharapkan oleh strategi kompetitif untuk dapat dipuaskan,
dan kemampuan supply chain yang direncanakan dibangun oleh strategi supply chain.
Terdapat tiga langkah dasar untuk mencapai kesesuaian strategis menurut Chopra
dan Meindl (2004, pp31-40), yaitu:
1. Mengerti konsumen dan ketidakpastian supply chain
Pertama-tama sebuah perusahaan harus mengerti kebutuhan-kebutuhan
konsumen untuk setiap segmen yang dituju dan ketidakpastian yang dihadapi
supply chain guna memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan-kebutuhan ini
membantu perusahaan menetapkan biaya yang diinginkan dan persyaratan
layanan. Ketidakpastian supply chain membantu perusahaan mengidentifikasi
dampak dari gangguan dari keterlambatan yang harus dipersiapkan oleh supply
chain.
Hal ini didukung oleh teori Chopra dan Meindl (2004, p31) yang menyatakan
bahwa untuk mengerti konsumennya, sebuah perusahaan harus
mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan dari segmen konsumen yang dilayani.
Secara umum, permintaan konsumen dari segmen-segmen berbeda mungkin
beragam dalam beberapa atribut berikut: kuantitas produk yang dibutuhkan
dalam tiap lot, waktu respon yang ditoleransi oleh konsumen, keragaman produk
yang dibutuhkan, layanan jasa yang dibutuhkan, harga dari produk, tingkat
inovasi yang diinginkan dari produk.
47
Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mengidentifikasi satu ukuran kunci
untuk menggabungkan semua atribut-atribut diatas. Ukuran tunggal ini kemudian
membantu mendefinisikan apa yang harus dilakukan dengan baik oleh supply
chain.
Chopra dan Meindl (2004, p34) menyatakan bahwa ketidakpastian tersebut
dapat dipetakan ke dalam sebuah spektrum dari ketidakpastian dengan
menggabungkan ketidakpastian dari demand dan supply, seperti terlihat pada
Gambar 2.8.
2. Mengerti kapabilitas supply chain
Chopra dan Meindl (2004, p35) berpendapat bahwa terdapat hubungan antara
ketanggapan dan efisiensi dari sebuah supply chain.
Ketanggapan supply chain (supply chain responsiveness) meliputi
kemampuan sebuah supply chain untuk melakukan hal-hal berikut: tanggap
terhadap jangkauan yang luas dari kuantitas yang diminta, memenuhi waktu
tunggu (lead time) yang pendek, menangani variasi yang besar dari produk,
membuat produk-produk yang berinovasi tinggi, memenuhi tingkat layanan yang
sangat tinggi, dan menangani ketidakpastian supply.
Sedangkan efisiensi supply chain adalah biaya untuk membuat dan
mengantarkan produk kepada konsumen. Peningkatan dalam biaya merendahkan
efisiensi. Untuk setiap pilihan strategis untuk meningkatkan ketanggapan, ada
tambahan biaya-biaya yang merendahkan efisiensinya.
48
Gambar 2.8: Spektrum Ketidakpastian Tersirat (Supply dan Demand) Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p34
Chopra dan Meindl (2004, p36) mengemukakan bahwa supply chain
mempunyai rentang mulai dari ”hanya berfokus menjadi tanggap” sampai kepada
”berfokus pada memproduksi” dan menyuplai pada biaya terendah. Gambar 2.9
memperlihatkan spektrum ketanggapan dan dimana beberapa supply chain
masuk di bagian tertentu dari spektrum tersebut.
3. Mencapai kesesuaian strategi
Langkah terakhir adalah untuk mencapai kesesuaian strategi dengan cara
memastikan bahwa apa yang telah dilakukan dengan baik oleh supply chain
konsisten dengan kebutuhan-kebutuhan konsumen dan ketidakpastian dari supply
chain. Derajat dari ketanggapan supply chain harus konsisten dengan
ketidakpastian yang tersirat. (Chopra dan Meindl, p37).
Spektrum Implied Uncertainty (Supply dan Demand)
Supply dan Demand dapat diperkirakan
Supply dan Demand yang sangat tidak pasti
Predictable Supply and Uncertain Demand
atau Uncertain Supply and Predictable Demand
atau Somewhat uncertain Supply and Demand
Garam pada sebuah supermarket
Model otomotif yang telah ada
Sebuah peralatan komunikasi baru
49
Gambar 2.9: Spektrum Ketanggapan Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p36
Gambar 2.10: Peta Ketidakpastian/Ketanggapan Sumber: Chopra dan Meindl, 2004, p38
Mencari zona kesesuaian strategi
Supply Chain Responsif
Spektrum Ketanggapan
Supply Chain Efisien
Supply Chain Efisien
Spektrum Ketidakpastian
Tersirat
Permintaan Tidak Pasti
Zona Kesesuaian
Strategi
Spektrum Ketanggapan (Responsiveness)
Produksi kebanyakan
otomotif: Mengirimkan
variasi yang besar dari produk dalam beberapa minggu
Hanes apparel: Manufaktur
tradisional make-to-stock dengan waktu tunggu
produksi beberapa minggu
Pabrik baja terintegrasi:
Produk dijadwalkan
mingguan/bulanan sebelumnya
dengan sedikit perbedaan dan
fleksibilitas
Dell: Custom-made PC dan server
dalam beberapa hari
Sangat efisien Sedikit efisien Sedikit responsif Sangat responsif
50
Untuk mencari zona kesesuaian strategi yang tepat antara kedua hal diatas,
digunakan peta ketidakpastian/ketanggapan yang ditunjukkan dengan Gambar
2.10.
Sebuah titik pada grafik ini mewakili kombinasi dari implied uncertainty dan
ketanggapan supply chain. Implied uncertainty mewakili kebutuhan-kebutuhan
konsumen atau posisi strategik perusahaan, dan kapabilitas dari sumber supply.
Ketanggapan supply chain mewakili strategi supply chain. Pertanyaan guna
mendapatkan titik pada kurva tersebut adalah: Kombinasi manakah dari implied
uncertainty dan ketanggapan supply chain yang dapat mencapai kesesuaian
strategi?
Untuk mencapai kesesuaian strategi yang lengkap, sebuah perusahaan harus
mempertimbangkan semua strategi fungsional di dalam rantai nilai (value chain);
perusahaan harus memastikan bahwa semua fungsi di dalam value chain
mempunyai strategi-strategi konsisten yang mendukung strategi kompetitif.
Semua strategi fungsional harus mendukung tujuan dari strategi
kompetitif dan semua substrategi di dalam supply chain seperti manufaktur,
persediaan, dan pembelian harus juga konsisten dengan tingkat ketanggapan
supply chain.
51
2.4 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
2.4.1 Pengertian OOAD
2.4.1.1 Object
Pengertian object menurut McLeod dan Schell (2004, p144) adalah suatu entitas
fisik atau kejadian yang dijelaskan dalam bentuk data dan prosesnya. Objek
merupakan bagian konseptual dari sebuah sistem informasi, berisi data, tindakan
yang diambil mengenai data, dan relasi antar objek.
Menurut Lau (2001, p1) object merupakan suatu abstraksi dari suatu entitas fisik
atau benda yang berkenaan dengan konsep. Selain itu object juga mempunyai suatu
state dan suatu sifat identitas (identity).
Menurut Mathiassen et al (2000, p4) object merupakan suatu entitas yang
memiliki identity, state, dan behavior, pada dasarnya semua yang ada di dunia ini
adalah object.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa object merupakan bentuk fisik dari sebuah
class yang mempunyai identitas dan perilaku.
2.4.1.2 Object Oriented (OO)
OO atau orientasi objek merupakan suatu cara untuk melakukan pemodelan
sistem dengan berorientasikan pada object-object yang terlibat dalam sistem
tersebut. Beberapa keuntungan dari metode object oriented adalah:
1. Merupakan konsep yang umum yang dapat digunakan untuk memodel hampir
semua fenomena yang ada di dunia dan dapat dinyatakan dalam bahasa umum
(natural language)
52
2. Dapat digunakan untuk mengembangkan sistem secara incremental, yaitu
menambahkan modul demi modul.
3. Memberikan informasi yang jelas tentang konteks dari sistem.
4. Mengurangi biaya perawatan dan pengembangan.
2.4.1.3 Object Oriented Analysis (OOA)
Menurut McLeod dan Schell (2004), analisis sistem adalah penelitian terhadap
sistem baru atau sistem yang sudah ada dengan tujuan untuk merancang sistem yang
baru atau diperbaharui.
Sedangkan menurut Laudon (2003, p136) analisis sistem adalah analisis
permasalahan dimana organisasi akan berusaha memecahkannya dengan sistem
organisasi.
Dari kedua teori diatas dapat disimpulkan bahwa analisis sistem adalah proses
memahami sistem dan masalah yang ada dengan tujuan mendapatkan gambaran
yang lebih jelas tentang permasalahan dan pilihan solusi yang ada untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
Menurut Whitten et al (2004, p430) definisi object-oriented analysis (OOA)
merupakan sebuah pendekatan untuk (1) mempelajari obyek-obyek yang ada untuk
melihat apakah mereka dapat digunakan kembali atau diadaptasikan untuk
penggunaan baru dan (2) untuk mendefinisikan obyek yang baru atau yang
dimodifikasi yang akan digabungkan dengan obyek yang ada ke dalam perhitungan
aplikasi bisnis yang berguna.
Menurut Mathiassen et al (2000, p13), analisis adalah aktivitas mengenai
persoalan yang diambil secara terpisah dan dijabarkan.
53
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka OOA adalah merupakan suatu
analisis yang menekankan pada penemuan dan penjabaran object-object atau konsep-
konsep yang mana menguji kebutuhan-kebutuhan dari perspektif kelas dan
penemuan object-object dalam kamus problem domain. Pada analisis, para
pengembang menggunakan object untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan sistem.
2.4.1.4 Object Oriented Design (OOD)
Menurut McLeod dan Schell (2004), perancangan sistem adalah menentukan
proses dan data yang diperlukan oleh sistem baru.
Menurut Laudon (2003, p318), perancangan sistem adalah menjelaskan
bagaimana sistem akan menemukan kebutuhan informasi yang ditentukan oleh
analisis sistem.
Menurut Mathiassen et al (2000, p13) design adalah aktivitas yang membangun
bagian yang telah dikenal disatukan dengan cara yang baru.
OOD mempunyai dua sifat penting, yaitu:
1. OOD menuntun kepada suatu object oriented decomposition.
2. OOD menggunakan metode yang berbeda untuk menyatakan perbedaan
model-model dari rancangan logika (kelas dan struktur object) dan fisik
(modul dan arsitektur proses) sebuah sistem, disamping aspek statis dan
dinamis suatu sistem.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perancangan sistem adalah proses lanjutan dari
analisis sistem, dimana sistem menemukan kebutuhan yang diperlukan oleh sistem
baru dari proses yang umum ke khusus bertujuan untuk membuat sistem baru yang
lebih efektif dan efisien.
54
2.4.1.5 Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah metode untuk
menganalisis dan merancang sistem dengan pendekatan berorientasi object
(Mathiassen et al, 2000, p135).
Menurut Mathiassen et al (2000, p10), OOAD selalu dimulai dengan sebuah
arsitektur dasar yang mempunyai 3 (tiga) komponen, yaitu seperti yang digambarkan
pada gambar L1.1 di halaman Lampiran.
1. Model component (komponen model)
Komponen model mengandung suatu model dinamik dari suatu sistem
problem domain. Komponen model distrukturisasikan untuk menyetujui
tampilan user dari suatu problem domain, dan meng-update-nya ketika suatu
perubahan yang sangat penting terjadi.
2. Function component (komponen fungsi)
Komponen fungsi mempunyai fasilitas dimana user meng-update dan
menggunakan model komponen.
3. Interface component (komponen tampilan)
Komponen tampilan merangkaikan suatu sistem ke konteks itu sendiri
melalui dua jalan yaitu:
1. User interface yang mencakup monitor dengan teks dan grafik, hasil print-
out, dan fasilitas lain yang mengizinkan user mengaktifkan fungsi sistem.
2. System interface yang secara langsung terhubung dengan sistem teknikal
yang lain, seperti radar dan sensor.
Menurut Mathiassen et al (2000, p12) perspektif-perspektif tersebut terhubung
dengan aktivitas utama OOAD, yaitu: problem domain analysis, application domain
55
analysis, architectural design, dan component design. Gambaran lengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 2.11.
Tujuan dari analisis dan perancangan sistem adalah untuk menciptakan suatu
gambaran luas dari kebutuhan sistem (system requirements) dan membangun sebuah
basis bagi implementasi sistem. Baik analisis maupun perancangan berhubungan
dengan sistem, namun ada perbedaan perspektif antara keduanya: analisis melihat
dari sudut pandang luar sistem, sedangkan perancangan melihat sebuah sistem dari
sudut pandang di dalam. Analisis memulai dengan konteks sistem, sedangkan
perancangan menggunakan faktor teknis untuk memulai, dan menentukan bagaimana
kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat diimplementasikan.
2.4.2 System Choice
Menurut Mathiassen et al (2000, p25), sebuah proyek pengembangan berawal
dari berbagai macam ide yang berbeda tentang sistem yang diinginkan. System
choice didasarkan pada tiga sub-aktivitas. Sub-aktivitas yang pertama dipusatkan
pada tantangan-tantangan, dimana kita mencoba mendapatkan kedua gambaran
umum dari situasi dan berbagai cara orang-orang menginterpretasikannya. Sub-
aktivitas yang kedua adalah menciptakan dan mengevaluasi ide-ide untuk
perancangan sistem. Metode kita menawarkan berbagai urutan teknik-teknik untuk
mendukung kreativitas dan memperkenalkan cara baru dalam berpikir. Dalam
aktivitas yang ketiga, kita memformulasikan dan memilih system definition,
membicarakan dan mengevaluasi alternative system definition dalam hubungannya
pada situasi yang kita hadapi.
56
Gambar 2.11: Aktivitas Utama OOAD Sumber: Mathiassen, et al (2000, p15)
2.4.3 System Definition
Menurut Mathiassen et al (2000, p24), system definition merupakan deskripsi
singkat dari sebuah sistem terkomputerisasi yang dinyatakan dalam bahasa alami.
Sebuah system definition menggambarkan pengembangan sistem dan
penggunaannya. System definition menggambarkan hubungan sistem, informasi apa
yang dikandung, fungsi mana yang tersedia, dimana akan digunakan dan kondisi
pengembangan apa yang akan diterapkan.
System definition dapat membantu untuk menampung pandangan umum dari
pilihan yang berbeda-beda, dan bisa digunakan untuk perbandingan alternatif.
Application domain analysis
Component Design
Architectural Design
Problem domain analysis
Model
Specifications of architecture
Requirements for use
57
System definition yang akhirnya dipilih harus menyediakan landasan-landasan yang
baik untuk kelangsungan analisis dan aktivitas perancangan.
Menurut Mathiassen et al (2000, p25), terdapat tiga subaktivitas yang harus
dilakukan untuk membuat system definition, yaitu usaha untuk mendapatkan
pandangan menyeluruh dari situasi, membuat dan mengevaluasi ide-ide untuk
pendesainan sistem, dan diakhiri dengan memformulasikan dan mengevaluasi system
definition sesuai dengan situasi yang ada.
Mathiassen (2000, pp39-40) menulis bahwa di dalam system definition terdapat
enam elemen criteria FACTOR, yaitu:
1. Functionality: fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas Application
Domain.
2. Application Domain: bagian dari organisasi yang mengatur, memonitor, atau
mengontrol suatu Problem Domain.
3. Conditions: kondisi dimana suatu sistem dikembangkan dan digunakan.
4. Technology: Teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan
teknologi saat sistem dijalankan.
5. Objects: object-object utama di dalam Problem Domain.
6. Responsibility: tanggung jawab seluruh sistem dalam hubungannya dengan
konteks.
58
2.4.4 Rich Picture
Rich picture dapat memperjelas pandangan user mengenai situasi, permasalahan,
dan mendapatkan pandangan keseluruhan situasi dengan cepat, rich picture adalah
gambar informal yang mempresentasikan pemahaman ilustrator mengenai situasi.
Menurut Cosgrave, rich picture menggambarkan orang-orang yang terlibat,
tujuan, keinginan dan ketakutan mereka (biasanya dalam balon-balon pikiran). Rich
picture juga menggambarkan detil lingkungan dengan lebih banyak dibanding
kebanyakan diagram (aktivitas manusia, seperti proses-proses, melewati batas
organisasional), serta menggambarkan bagaimana elemen-elemen sejalan atau
bertentangan. Rich picture adalah kartun – rich picture bisa lucu, sedih, politis, dan
lebih baik lagi jika semuanya menjadi satu. Berikut ini merupakan karakteristik dari
rich picture:
1. Harus diungkapkan sendiri dan mudah dimengerti
2. Tidak ada cara yang benar dalam menggambarkan rich picture karena
merupakan proses yang subjektif.
3. Tidak terstruktur
4. Bagian-bagiannya meliputi fakta, benda, orang, aktor eksternal, hubungan,
pertentangan, kebingungan.
5. Perlu mengidentifikasi tugas utama bagi sistem.
2.4.5 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al (2000, p6), pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian
informasi-informasi yang harus ada pada suatu sistem untuk menghasilkan sebuah
model sistem. Problem domain merupakan bagian dari keadaan yang akan diatur,
59
dipantau, dan dikontrol oleh sistem. Sumber dari aktivitas ini tidak lain adalah
system definition. Dapat pula ditambahkan rich picture untuk memperjelas analisis
terhadap permasalahan.
Ditunjukkan pada Gambar 2.12, Mathiassen (2000, p46-47) di dalam bukunya
menulis bahwa terdapat tiga sub-aktivitas dalam analisis problem domain, yaitu:
Gambar 2.12: Aktivitas dalam Problem Domain Analysis Sumber: Mathiassen et al (2000, p46)
2.4.5.1 Kelas (Class)
Menurut Mathiassen et al (2000, p4), merupakan tahapan dilakukannya
pemilihan class dan event dari system definition untuk menghasilkan event table.
Class adalah deskripsi dari kumpulan object yang mempunyai structure, behavioral
pattern, dan attributes yang sama. Object adalah suatu entitas yang memiliki
identity, state, dan behavior. Pada tahap analisis, biasanya sebuah class cukup
dideskripsikan dengan namanya saja, tetapi dapat juga ditambahkan detail attributes
dan operation. Event adalah kejadian bersifat instan yang melibatkan satu atau lebih
Classes
Structure
Behavior
System
Model
60
object. Notasi dasar dari class dapat ditemukan pada gambar L1.2 pada halaman
Lampiran.
Menurut Mathiassen et al (2000, p53-55), untuk menjalankan aktivitas class
dapat dimulai dengan mengidentifikasikan kandidat/calon yang mungkin untuk class
dan event dalam model problem domain. Setelah itu, evaluasi dan pilih secara kritis
class dan event yang benar-benar relevan dengan konteks sistem. Hasil akhir dari
proses ini adalah event table, yakni sebuah tabel yang menjelaskan hubungan antara
class dengan event apa yang dijalankannya. Sebuah contoh event table dapat
ditemukan pada gambar L1.3 pada halaman Lampiran.
2.4.5.2 Struktur (Structure)
Menurut Mathiassen et al (2000, p69-70), tujuannya adalah untuk
mendeskripsikan hubungan struktural antara class dan object. Sumber dari tahap ini
adalah event table yang dihasilkan dari tahap sebelumnya, sedangkan hasil akhirnya
adalah membuat Class Diagram, yaitu diagram yang menyediakan gambaran
ikhtisar problem domain yang bertalian secara logis dengan menggambarkan seluruh
hubungan struktural antara class dan object di dalam model. Contoh Class Diagram
ditunjukkan pada gambar L1.4 pada halaman Lampiran.
Menurut Mathiassen et al (2000, p72), terdapat dua tipe structure dalam object
oriented, yaitu:
1. Class structure, mengekspresikan hubungan konseptual yang statis antar class.
Hubungan statis ini tidak akan berubah, kecuali terjadi perubahan pada
deskripsinya. Class structure dibagi menjadi dua macam, yaitu:
61
i. Generalization structure, merupakan hubungan antara dua atau lebih
subclass dengan satu atau lebih superclass. Sebuah class yang umum
(superclass) mendeskripsikan property umum kepada grup dari spesial class
(subclass). Atau dengan kata lain, terjadi penurunan attributes dan behavior
dari superclass, tetapi subclass juga diperkenankan untuk memiliki attributes
dan behavior tambahan. Secara ilmu bahasa, generalization structure
diekspresikan dengan “is a”. Contoh dapat dilihat pada gambar L1.5 pada
halaman Lampiran.
ii. Cluster, merupakan kumpulan dari class yang berhubungan. Cluster
digambarkan dengan notasi file folder yang melingkupi class-class yang
saling berhubungan di dalamnya. Class-class dalam satu cluster biasanya
memiliki hubungan berupa generalization atau aggregation. Sedangkan
hubungan class dengan cluster yang berbeda biasanya berupa association
structure. Contoh dapat dilihat pada gambar L1.6 dan gambar L1.7 pada
halaman lampiran.
2. Object structure, mengekspresikan hubungan dinamis dan konkret antar object.
Hubungan ini dapat berubah secara dinamis tanpa mempengaruhi perubahan
pada deskripsinya. Biasanya terdapat multiplicity yang menspesifikasikan jumlah
dari object yang berelasi. Multiplicity dapat berupa string of numbers dan
penyebaran interval dengan koma, seperti “0, 3, 7, 9..13, 19..*, 0..*”; dimana
tanda “*” disebut many. Ada dua macam object structure yaitu:
i. Aggregation structure, mendefinisikan hubungan antara dua atau lebih
object. Sebuah superior object (whole) memiliki beberapa object (parts).
Secara ilmu bahasa, aggregation structure diekspresikan dengan formulasi
62
“has a”, “a-part-or”, atau “is-owned-by”. Terdapat tiga tipe aggregation
structure, yaitu:
- Whole-part, dimana whole merupakan jumlah dari parts, sehingga jika
salah satu parts dihilangkan maka secara tidak langsung telah mengubah
whole.
- Container-content, dimana whole adalah container (tempat tampung) dari
parts-nya, sehingga apabila terdapat penambahan atau pengurangan
terhadap isinya (parts), tidak akan mengubah pengertian dari whole-nya.
- Union-member, dimana whole merupakan union/gabungan yang
terorganisir dari anggotanya (parts), sehingga jika terdapat penambahan
atau pengurangan anggota, tidak akan mengubah union-nya. Terdapat
batasan jumlah anggota terendah, karena tidak mungkin sebuah union
tercipta tanpa anggota.
ii. Association structure, mendefinisikan hubungan antara dua atau lebih object,
tetapi berbeda dengan aggregation. Hubungan antar class pada aggregation
mempunyai pertalian yang kuat sedangkan pada association tidak kuat.
Secara ilmu bahasa, association structure diekspresikan dengan formulasi
“knows” atau “associated-with”. Contoh dapat dilihat pada gambar L1.8 pada
halaman lampiran.
2.4.5.3 Perilaku (Behavior)
Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk memodelkan keadaan problem domain
yang dinamis dengan memperluas definisi class yang terdapat dalam class diagram,
yaitu dengan menambahkan behavioral patterns dan attributes untuk setiap class.
63
Sumber dari tahap ini adalah event table dan class diagram yang telah dihasilkan
dari tahap-tahap sebelumnya. Sedangkan hasil akhirnya adalah behavioral patterns
yang diekspresikan secara grafis dalam state chart diagram.
Dalam aktivitas class, behavior dipandang sebagai kumpulan event yang tidak
berurutan yang meliputi suatu object. Sedangkan dalam behavior activity, behavior
secara lebih tepat dideskripsikan dengan menambahkan waktu terjadinya event.
Object behavior diidentifikasikan dengan event trace, yaitu serangkaian event
berurutan yang meliputi suatu object. Event trace antara satu object mungkin
berbeda dengan object lain meskipun kedua object tersebut berada dalam class yang
sama. Hal ini disebabkan karena sifat event trace yang unik untuk object tertentu.
Deskripsi dari event trace yang mungkin untuk seluruh object dalam sebuah class
disebut behavioral pattern.
Dalam memodelkan problem domain, dilakukan pengidentifikasian kebutuhan
untuk data-data yang akan disimpan oleh sistem. Untuk menspesifikasikan data
tersebut digunakan attributes, yaitu deskripsi properti dari class atau event.
Menurut Mathiassen et al (2000, p93) behavioral pattern memiliki struktur
kontrol sebagai berikut:
1. Sequence adalah suatu set event yang akan terjadi satu per satu secara berurutan.
Notasinya: “+”.
2. Selection adalah satu event yang terjadi dari suatu set event. Notasinya: “|”.
3. Iteration adalah satu event yang terjadi berulang kali. Notasinya: “*”.
Jika menghadapi situasi behavioral patterns yang kompleks, akan sulit sekali
untuk mengekspresikannya dalam notasi-notasi umum sehingga untuk
64
pengekspresiannya lebih cenderung menggunakan statechart diagram (gambar L1.9
pada halaman lampiran).
2.4.6 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al (2000, p6), tahap ini mendefinisikan kebutuhan
(requirements) dari suatu sistem. Application domain merupakan bagian yang
mengatur, memantau, atau mengontrol problem domain. Atau dengan kata lain,
berhubungan dengan aktivitas yang dikerjakan/dijalankan oleh sistem. Prinsip dari
application domain analysis adalah bekerja sama dengan user untuk menentukan
usage, function dan interface. Sumber dari aktivitas ini adalah system definition dan
model dari tahap sebelumnya.
Gambar 2.13: Aktivitas dalam application domain analysis
Menurut Mathiassen et al (2000, p117), terdapat tiga subaktivitas dalam
application domain analysis seperti ditunjukkan Gambar 2.13, yaitu:
Usage
Function
Interface
System Definition and Model
Requirements
65
2.4.6.1 Usage
Hasil akhir dari aktivitas ini adalah membuat deskripsi dari aktor dan use case,
dimana relasinya diekspresikan dengan menggunakan actor table atau use case
diagram. Aktor merupakan abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi
dengan sistem. Sedangkan use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor
dalam application domain. Hubungan antara aktor dan use case dinamakan
association. Gambar L1.10 pada halaman lampiran menunjukkan contoh sederhana
dari sebuah use case model.
Menurut Armour dan Miller (2000, p7) untuk mendokumentasikan actors dapat
menggunakan actor specifications (lihat Tabel 2.6) yang berisi informasi mengenai
nama aktor, abstract (menjelaskan peranan aktor sebagai abstract actor atau bukan),
dan description yang menjabarkan peranan aktor dalam sistem. Abstract actor
menggambarkan behavior yang sama antara dua aktor atau lebih.
Tabel 2.6: Actor Specification Actor Specifications Template
Actor name: <nama> Abstract: <Yes/No> Description: <deskripsi dari peran aktor>
Adanya use case template (lihat Tabel 2.7) dapat mempermudah pemahaman
mengenai interaksi antara aktor dan sistem serta tanggung jawab dan behavior sistem
dalam responsnya terhadap interaksi tersebut. Use case description berisi informasi
mengenai nama use case, use case ID, aktor yang terlibat dan description yang
menjelaskan garis besar dari use case tersebut. Deskripsi use case harus dapat
memungkinkan para pengembang untuk mengidentifikasi kebutuhan elemen function
dan interface.
66
Tabel 2.7: Initial Use Case Template
Actor
Use Case
Usecase: Nama use caseUsecaseID: ID use caseActor(s): Nama actor yang berinteraksi dengan sistemDescription: Deskripsi cara aktor dan sistem berinteraksi serta tanggung jawab sistem.
Menurut Armour dan Miller (2000, p107), representasi use case dapat
menggunakan base use case description (Tabel 2.8) yang mengidentifikasi behavior
yang spesifik dan interaksi yang terjadi antara aktor dan sistem di dalam batasan
urutan kejadian (flow of events) dari use case.
Tabel 2.8: Base Use Case Description Template
Nama Deskripsi Use Case name <Nama dari use case> Unique Use Case ID <Identitas unik untuk use case>
Primary actor <Nama dari primary actor atau aktor yang berinteraksi dengan sistem>
Secondary actor <Nama dari secondary actor atau aktor yang berinteraksi dengan sistem>
Brief description <Deskripsi dari use case> Preconditions <State sistem ketika use case dipicu>
Flow of events <Aktivitas dan interaksi yang dijalankan ketika use case dilakukan>
Post condition <Stateketika use case meninggalkan sistem>
Priority <Prioritas pengembangan use case yang relatif>
Alternative flow and exceptions
<Alternatif utama atau pengecualian yang mungkin terjadi di dalam flow of events>
Non-behavioral requirements
<Kebutuhan seperti pertunjukan, keamanan, dll>
Assumptions <Asumsi-asumsi yang dibutuhkan> Issues <Isu-isu yang menonjol>
Source <Rapat, wawancara, dokumen, dll yang merupakan asal dari use case>
67
2.4.6.2 Function
Menurut Mathiassen et al (2000, p138), tujuan dari aktivitas ini adalah untuk
menentukan kemampuan pemrosesan dari suatu sistem sehingga menghasilkan suatu
function list beserta spesifikasi untuk function yang kompleks. Function
memfokuskan pada apa yang bisa dilakukan oleh sistem untuk membantu aktor.
Dengan kata lain, function merupakan fasilitas untuk membuat sebuah model
berguna bagi aktor.
Terdapat empat tipe utama dari function, dimana masing-masing tipe
mengekspresikan hubungan antara model dan konteks sistem. Keempat tipe fungsi
tersebut antara lain adalah update, signal, read, dan compute.
Sumber untuk mengidentifikasi function berasal dari deskripsi problem domain,
yang diekspresikan oleh class dan events, dan juga dari deskripsi application
domain, yang diekspresikan oleh use case. Tipe function yang berasal dari classes
biasanya adalah read dan update function. Sedangkan dari events adalah update
function. Use case memungkinkan untuk semua tipe function.
2.4.6.3 Interface
Tujuan dari aktivitas ini adalah menentukan tampilan (interface) dari sistem yang
sedang dikembangkan. Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan
function tersedia bagi aktor. Adanya interface memungkinkan aktor untuk
berinteraksi dengan sistem. Sumber aktivitas berasal dari Class Diagram, Use Cases,
dan Function List.
Menurut Mathiassen et al (2000, p152) terdapat dua macam interface, yaitu:
68
1. User Interface
Adalah interface yang menghubungkan human actor (manusia) dengan
sistem. Dalam merancang user interface dibutuhkan hubungan balik
(feedback) dari user. Terdapat empat user interface pattern, yaitu:
1. Menu selection (diekspresikan sebagai daftar pilihan pada user interface)
2. Form filling (pola klasik untuk entri data)
3. Command language (dibutuhkan daya ingat user untuk mengoperasikan
sistem), dan
4. Direct manipulation (memungkinkan manipulasi langsung dengan
representasi object).
2. System Interface
Adalah sistem yang menghubungkan system actor (sistem lain) dengan
sistem yang sedang dikembangkan. Sistem lain bisa berupa: external device
(misal: sensor, switch, dll) dan sistem komputer yang kompleks sehingga
dibutuhkan suatu protokol komunikasi. Biasanya interface ini tidak dipakai
untuk proses administratif sistem tetapi lebih sering digunakan untuk
pengawasan (monitoring) dan pengontrolan (controlling) sistem.
Untuk menentukan elemen dari user interface, dapat digunakan object
dan class pada model serta function. Elemen tersebut harus direpresentasikan
dalam bentuk yang mudah dipahami oleh user, seperti icon, fields, tables,
diagrams, windows, buttons. Sedangkan untuk kasus yang kompleks, dapat
menggunakan sequence diagram untuk merelasikan interaksi antara elemen
interface dengan use case-nya. Sequence diagram mendeskripsikan langkah-
langkah interaksi individual dan menghubungkannya dengan window yang
69
relevan. Diagram ini juga menggambarkan functions yang akan diaktivasi
selama interaksi terjadi.
Deskripsi lain dari user interface dapat menggunakan Navigation
Diagram, yang menyediakan gambaran keseluruhan dari elemen user
interface dan transisi di antaranya. Diagram ini terdiri dari gambar yang
diperkecil di setiap window, panah yang menunjukkan bagaimana
menggunakan button dan seleksi lain yang akan mengaktivasi function atau
membuka window lain.
Untuk menggambarkan elemen-elemen user interface dalam prototype
atau menspesifikasikan lebih detail dapat menggunakan window diagram.
Diagram ini mendeskripsikan tampilan dari single window yang mencakup
bentuk detail dari elemen-elemen window.
2.4.7 Architectural Design
Menurut Mathiassen et al (2000, p173), pada tahap ini akan dilakukan
penstrukturan sistem berdasarkan bagian-bagiannya dan pemenuhan beberapa
kriteria desain. Tahap ini juga merupakan suatu kerangka kerja bagi aktivitas
pengembangan selanjutnya. Aktivitas architectural design bertujuan untuk
menstrukturkan suatu sistem yang terkomputerisasi. Hasil yang diperoleh berupa
struktur dari komponen-komponen dan proses-proses sistem. Tahap architectural
design memiliki tiga subaktivitas seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14, yaitu:
70
Gambar 2.14: Aktivitas dalam Architectural Design
2.4.7.1 Criteria
Criteria adalah suatu prioritas dari arsitektur. Tujuan aktivitas criteria adalah
untuk menentukan prioritas desain. Hasil yang diperoleh dari tahap ini adalah
kumpulan criteria untuk desain yang telah diprioritaskan. Tabel 2.9 menunjukkan
sebuah contoh criteria pengukuran kualitas software.
2.4.7.2 Component
Component Architecture adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling terhubung. Component adalah kumpulan dari
bagian-bagian program yang membentuk sistem dan memiliki tanggung jawab yang
telah terdefinisikan dengan jelas.
Criteria
Process Architecture
Component Architecture
Analysis Document
Architectural Spesification
71
Tabel 2.9: Criteria klasik untuk mengukur kualitas software Criteria Pengukuran Dari
Usable Kemampuan adaptasi sistem terhadap konteks organisasi, hubungan kerja, dan teknikal.
Secure Suatu pencegahan melawan akses yang tidak terotorisasi terhadap fasilitas-fasilitas yang ada.
Efficient Eksploitasi secara ekonomis dari fasilitas technical platform. Correct Pemenuhan terhadap persyaratan-persyaratan. Reliable Pemenuhan terhadap eksekusi function yang benar-benar tepat.
Maintainable Besarnya usaha untuk melokasikan dan memperbaiki kecacatan sistem.
Testable Besarnya usaha untuk memastikan bahwa sistem menampilkan fungsi-fungsi yang telah ditentukan.
Flexible Besarnya usaha untuk memodifikasi sistem.
Comprehensible Usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengertian yang masuk akal terhadap sistem.
Reusable Potensi penggunaan bagian-bagian sistem dalam sistem lain yang terhubung.
Portable Besarnya usaha untuk memindahkan sistem ke technical platform. Interoperable Besarnya usaha untuk menggabungkan suatu sistem ke sistem lain.
Menurut Mathiassen et al (2000, p193), terdapat beberapa pola umum yang dapat
digunakan untuk mendesain suatu component architecture yaitu:
1. The Layered Architecture Pattern
Arsitektur ini terdiri dari beberapa components yang didesain sebagai
layers. Desain dari setiap component menggambarkan tanggung jawabnya
masing-masing serta interface bagian atas maupun bagian bawah. Interface
bagian atas akan menggambarkan operasi yang tersedia untuk layer di bawahnya.
2. The Generic Architecture Pattern (lihat gambar L1.12 pada halaman lampiran)
Model Component merupakan bagian dari sistem object yang diletakkan
pada layer yang paling bawah, kemudian diikuti dengan layer sistem function,
dan yang paling atas merupakan component interface. Layer interface dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu user interface dan system interface.
72
3. The Client-Server Architecture Pattern (lihat gambar L1.11 pada halaman
lampiran)
Komponen yang terdiri dari arsitektur sebuah server dan beberapa client.
Server memiliki kumpulan operasi yang tersedia bagi client. Server bertanggung
jawab untuk menyediakan hal-hal yang umum bagi client-nya, seperti database
atau sumber daya lain yang bisa digunakan bersama. Server menyediakan
operasinya bagi client melalui suatu jaringan. Client bertanggung jawab untuk
menyediakan interface lokal bagi para user.
2.4.7.3 Process
Tahap ini menentukan bagaimana suatu proses sistem didistribusi dan
dikoordinasikan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendefinisikan struktur fisikal
dari suatu sistem. Hasil yang akan diperoleh berupa sebuah deployment diagram
(lihat gambar L1.13 pada halaman lampiran) dimana processor adalah suatu bagian
peralatan yang dapat mengeksekusi sebuah program.
2.4.8 Component Design
Tujuannya adalah untuk menentukan implementasi dari kebutuhan di dalam
kerangka arsitektur. Yang menjadi titik awal dari tahap ini adalah architectural
specification dan kebutuhan sistem (system requirement) yang akan menghasilkan
connected component specification. Menurut Mathiassen et al (2000, p232), terdapat
dua subaktivitas dalam component design yang dapat dilihat pada Gambar 2.15,
yaitu:
73
Gambar 2.15: Subaktivitas dalam Component Design
1. Design of Components
Merupakan tahapan untuk merancang komponen sistem, yaitu:
a. Model Component
Menurut Mathiassen et al (2000, p236), Model component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasi model problem domain.
Tujuan dari model component design adalah untuk menggambarkan
model dari problem domain. Model tersebut merupakan hasil dari
kegiatan ini, yang digambarkan oleh class diagram yang telah direvisi
dari hasil kegiatan analisis.
Revisi class diagram dapat dilakukan dengan memperhatikan
private events dan common events. Private events adalah events yang
melibatkan hanya satu object domain.
Design Component
Design of Component Connections
Architecture Specification
Component Specification
s
74
Jika suatu event adalah umum (common) sehingga mempengaruhi
beberapa object, maka event tersebut perlu dihubungkan dengan salah
satu object dan dibuat hubungan struktural dengan object lain agar tetap
dapat mengaksesnya.
Tabel 2.10 dan Tabel 2.11 menunjukkan panduan untuk
menentukan apakah suatu event termasuk dalam private events atau
common events.
Tabel 2.10: Panduan dalam merepresentasikan private events
Event-event yang hanya terjadi pada urutan/sequence dan selection
Representasikan event-event ini sebagai state attribute pada class yang dijabarkan oleh statechart diagram. Setiap kali ada kejadian yang melibatkan salah satu event tersebut, maka sistem akan menugaskan yang baru kepada state attribute. Integrasikan attribute dari event yang terlibat ke dalam class.
Event-event yang terjadi berulang-ulang (iteration)
Representasikan event-event ini sebagai suatu class baru, dan hubungkan class tersebut dengan class yang dijabarkan pada statechart diagram dengan menggunakan struktur aggregation. Untuk setiap iterasi, sistem akan menghasilkan suatu object baru. Integrasikan attribute event ke dalam class yang baru.
Tabel 2.11: Panduan untuk merepresentasikan common events
Common Event
Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang berbeda, representasikan event tersebut dalam hubungan ke class yang menawarkan representasi paling sederhana. Jika event yang terlibat dalam statechart diagram dalam cara yang sama, pertimbangkan alternatif representasi yang mungkin dapat digunakan.
75
b. Function Component
Menurut Mathiassen et al (2000, p252), function component adalah
bagian sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuannya adalah agar user interface dan komponen-komponen sistem
lainnya dapat mengakses model. Sedangkan tujuan dari function
component design adalah menentukan implementasi functions. Hasil dari
kegiatan ini adalah class diagram dengan operations dan spesifikasi dari
operations yang kompleks.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendesain functions
sebagai operations, yaitu mengidentifikasi tipe utama dari functions
tersebut. Ada empat tipe functions, yaitu: Update, Read, Compute, dan
Signal.
Patterns (pola) dapat membantu memilih functional design yang
mana dapat digunakan dari beberapa pilihan yang dapat membantu
merealisasikan functions sebagai sekumpulan operations. Empat pola
menurut Mathiassen et al (2000, p260) adalah:
1. Model Class Placement
Pola ini menempatkan operation dalam model component
class dan berguna ketika sebuah operation mengakses hanya sebuah
single object atau struktur agregasi yang sederhana. Pola ini juga
dapat digunakan ketika beberapa object terlibat namun hanya jika
tanggung jawab operation tersebut dapat dengan jelas ditempatkan
pada salah satu dari model class.
76
2. Function Class Placement
Pola ini digunakan ketika tanggung jawab operation tidak
dapat dengan jelas ditempatkan dalam model class. Sebaliknya satu
atau lebih functional component class dapat digambarkan dengan
menempatkan operation yang merealisasikan function.
3. Strategy
Pola ini digunakan untuk mendefinisikan sekumpulan
operations yang umum terenkapsulasi dan dapat dipertukarkan.
4. Active Function
Active signal function dapat direalisasikan sebagai operation
yang secara permanen aktif dan berkala memberikan sinyal kepada
interface. Active function ditempatkan sebagai active object dan
kinerjanya tergantung dari state pada model component.
2. Connecting Components
Tujuan dari aktivitas ini adalah menghubungkan komponen sistem yang akan
menghasilkan class diagram dari komponen tersebut. Jadi pada aktivitas ini,
hubungan antar komponen dirancang untuk mendapatkan desain yang fleksibel dan
dapat dimengerti. Untuk itu dibutuhkan evaluasi dari coupling dan cohesion.
Coupling adalah ukuran tentang seberapa dekat dua class atau component
dihubungkan. Cohesion adalah ukuran tentang seberapa baik sebuah class atau
component terikat bersama. Prinsipnya adalah ”Highly cohesive classes and loosely
coupled components”.
77
Hasil dari aktivitas connecting components ini adalah class diagram yang mana
ketergantungannya berubah menjadi connection. Tiga bentuk connections menurut
Mathiassen et al (2000, p275) adalah:
1. Class aggregation, yaitu mengagregasikan kelas-kelas dari component lain.
Koneksi ini berguna ketika class definition sudah ada di dalam component
lain. Umumnya coupling-nya rendah, namun sulit mencapai cohesive.
2. Class specialization, yaitu menspesialisasikan public class dari component
lain.
3. Operation call, yaitu memanggil public operations di dalam object-object
dari component lain. Umumnya coupling-nya rendah dan cohesion tinggi.
Top Related