Yuli Rahmawati 5 SIAP
-
Upload
jayadi-haddad -
Category
Documents
-
view
30 -
download
2
Transcript of Yuli Rahmawati 5 SIAP
-
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR ILMIAH MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN INKUIRI
PADA MATERI POKOK FUNGI SISWA KELAS X-2 SEMESTER II SMA SEDES SAPIENTIAE JAMBU KABUPATEN SEMARANG
TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008
SKRIPSI
Oleh
Nama : Yuli Rahmawati NPM : 04320088 Jurusan : Pendidikan Biologi
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG 2008
-
LEMBAR PERSETUJUAN
Kami selaku pembimbing I dan pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI
Semarang :
Nama : Yuli Rahmawati
NPM : 04320088
Fakultas / jurusan : FPMIPA / pendidikan biologi
Judul skripsi : Peningkatan ketrampilan berpikir ilmiah melalui
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada pokok
bahasan fungsi kelas X-2 SMA Sedes Sapientiae Jambu
Semarang tahun pelajaran 2007 / 2008
Dengan ini menyatrakan bahwa skripsi yang dibuat oleh mahasiswa tersebut diatas
telah selesai dan siap diujikan.
Pembimbing I Pembimbing II
Hj. Fenny Roshayanti. S.pd. M.pd Dra. Eny Hartadiyati W.H,Si, M,ed
NIP. 132068675 NIP. 936801102
-
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal ini dengan judul Peningkatan Keterampilan Berpikir Ilmiah
Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri pada Materi
Pokok Fungi Siswa Kelas X-2 Semester II SMA Sedes Sapientiae
Jambu Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2007/2008, yang
disusun oleh :
Nama : Yuli Rahmawati
NPM : 04220088
Jurusan : Pendidikan Biologi
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Hj. Fenny Roshayati, S.Pd, M.Pd Dra. Eny Hartadiyati WH, M.Simed NIP 132086675 NIP 936801109
Mengetahui,
Dekan FPMIPA IKIP PGRI Semarang
-
Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si NIP 132089694
ABSTRAK
Yuli Rahmawati. 04320088 peningkatan ketrampilan berpikir ilmiah
memalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada pokok bahasan fungsi kelas
X-2 semester II SMA Sades Sapientiae Jambu Semarang Tahun Ajaran 2007 /
2008, pembembing I : Hj. Fenny Rashayati, S.pd. M.pd . Pembimbing II : Dra.
Eny Hartadiyati W.H.M,Si, M,ed
Penelitian ini merupkan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk
memecahklan suatu permasalahan di kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae
Jambu Semarang yaitu masih rendahnya penguasaan Berpikir ilmiah siswa
terhadap suatu materi pelajaran khususnya biologi. Penelitian tindakan kelas ini
berlangsung dalam dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat kegiatan,
yaiotu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Hasil penelitian tindakan ini mengalami peningkatan ketrampilan berpikir
ilmiaah siswa dari siklus I ke siklus II, hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh
yaitu data tes ketrampilan berpikir ilmiah siswa meningkat dari siklus I ke siklus II,
peningkatan prosentase ketrampilan berpikir ilmiah siswa sebesar 16,09% dsari
siklus I sebesar 47,187% menjadi siklus II sebesar 63,28%. Peningkatan
ketrampilan berpikir ilmiah siswa juga didukung pula dengan data hasil observasi
siswa sat proses pembelajran berlangsung yaitu terjadi peningkatan dari siklus I ke
siklus II sebesar 15,91%, data hasil angket ketrampilah berpikir ilmiah sebesar
17,34% serat data hasil wawancara yang mengalami peningkatan sebesar 16,17%.
Dengan demikian pengembangan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan inkuiri pada pokok bahasan fungsi dapat meningkatkan ketrampilan
berpikir ilmiah siswa kelas X-2 semesret II SMA Sedes Sapientiae Jambu
Semarang, sehingga pengembangan pembelajaran melalui pemdekatan inkuiri
diharapkan dapat menjadi salah satu alternative pembelajar biologi.
-
Kata kunci : Pendekatan inkuiri, ketrampilan berpikir ilmiah, fngsi, SMA
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan
hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyeleasikan skripsi yang berjudul Peningkatan ketrampilan berpikir ilmiah
siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada pokok bahasan fungsi
kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Semarang tahun pelajaran
2007 / 2008. skripsi ini penulis susun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar sarjana pendidikan biologi fakultas pendidikan maitmatika dan
ilmu pengetahuan alam IKIP PGRI Semarang.
Selama proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dar hambatan,
rintangan, serta kesulitan. namun berkat bantuan dari berbagai pihak terutama
pembimbing, akhirnya hal tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penilis menyampaikan terima kasih yang setulus-tyulusnya kepada :
1. Drs. Sulistyo, M.pd, selaku Rektor IKIP PGRI Semarang.
2. Ary Susatyo Nugroho, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Pendidikan
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang.
3. Hj. Endah Rita S.Si, M,Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA
IKIP PGRI Semarang.
4. Hj. Fenny Roshayati S,pd, M,pd, selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan serta mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Dra. Eny Hartadiyati WH, M.Si M,ed selaku Pembimbing II yang telah sabar
memberikan petunuk dan bimbingan hingga skripsi ini tersusun.
6. Kepala Sekolah SMA Sedes Sapientiae Jambu Semarang yang telah
memberikan ijin penelitian kepada penulis.
7. Bapak, ibu dan keluarga ynag telah memberikan doa dan dukungan.
8. Mahasiswa jurusan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Semarang.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan astu persatu yang telah memberikan
bantuan dalam penyusunan skripsi ini
-
Akhirnya dengan rasa syukur penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi nahasiswa Biologi khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 2008
Penulis
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk
berlangsungnya proses belajar, sehingga didapatkan hasil belajar yang
maksimal. Namun pada kenyataannya hasil belajar biologi yang diperoleh
siswa masih rendah khususnya di tingkat SMA yang seharusnya sudah mampu
memahami lebih sutu konsep biologi. Hal ini menjadi sorotan penting karena
masih rendahnya mutu pendidikan setingkat SMA yang mana dapat dilihat dari
nilai rata-rata mata pelajaran biologi masih di bawah nilai ketuntasan belajar.
Materi pelajaran biologi merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit
bagi sebagian besar siswa di SMA Sedes Sapientiae Semarang, hal ini
diketahui dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran biologi di SMA
tersebut bahwa nilai hasil ulangan harian tahun 2007/2008 dan nilai rata-rata
biologi khususnya kelas X-2 semester ganjil masih rendah yaitu 6,0. Maka guru
sebagai pelaku pembelajaran juga harus ikut bertanggung jawab dan keadaan
yang demikian harus segera diatasi.
Berdasarkan pengamatan sehari-hari, dapat diketahui bahwa
penguasaan siswa terhadap materi biologi masih rendah, hal ini terbukti dari
rendahnya kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah yang
-
berkaitan dengan materi tersebut. Untuk meningkatkan keterampilan berpikir
ilmiah tersebut diperlukan metode dan pendekatan mengajar yang tepat,
sehingga siswa lebih memahami, aktif mencari dan mampu memecahkan
masalah yang berkaitan dengan biologi yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Guru harus bisa menerapkan model pembelajaran yang inovatif dan
memberikan variasi metode dalam pembelajaran sehingga siswa dapat terlibat
langsung untuk aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa termotivasi.
Pengembangan proses pembelajaran memberikan penekanan pada
penanaman keterampilan berpikir, bahkan yang perlu dipikirkan adalah
bagaimana menerjemahkannya ke dalam bentuk pembelajaran yang mampu
mengakomodasikan gagasan-gagasan baru. Di sini guru dituntut agar dapat
memberikan suatu metode pengajaran agar siswa dapat memahami pelajaran
dengan mudah dan cepat dipahami.
Dengan demikian penguasaan keterampilan berpikir ilmiah yang
dimiliki oleh siswa diharapkan siswa dapat memecahkan masalah yang ada
dengan menerapkan metode pendekatan agar siswa tertarik dan terangsang.
Ilmu alam atau sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis. Ilmu alam atau sains bukan hanya penguasaan kumpulan
berupa fakta, konsep, atau prinsip saja, tapi juga merupakan suatu proses
penemuan (Nurhadi, 2004: 54).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir ilmiah
baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut : Faktor
eksternal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan tehnologi, situasi
-
belajar, dan sistem. Masih ada pendidik atau guru yang kurang menguasai
materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti
yang dijelaskan, dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berpikir
kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru
yang memungkinkan mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of
the art), dan kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah
dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran
dipandang siswa terlalu teoretis, kurang memberi contoh-contoh yang konteks-
tual, dan kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal (Dikti, 2004).
Asumsi lain yang mendasari guru untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa melalui keterampilan berpikir ilmiah dalam pembelajaran
biologi ini adalah :
1. Setiap siswa perlu mendapat kesempatan atau waktu untuk belajar sesuai
dengan kemampuannya.
2. Setiap siswa perlu mendapat kesempatan untuk bekerjasama dengan teman-
temannya dalam kelompok belajar maupun diskusi kelas untuk
memecahkan dan merumuskan suatu masalah.
3. Setiap siswa perlu mendapat pengalaman nyata, langsung maupun tidak
langsung, melalui pengalaman lapangan atau media sumber belajar.
4. Setiap siswa perlu dibantu untuk mengembangkan kemampuannya dalam
berpikir melalui kegiatan memecahkan masalah.
-
Dengan asumsi dasar seperti di atas, tampaknya guru perlu mencoba
untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, salah satunya yaitu
dengan meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah.
Selain itu untuk mengatasi permasalahan guru dalam proses pem-
belajaran yaitu dengan pendekatan atau metode yang banyak digunakan di
sekolah menengah atas khususnya pada mata pelajaran biologi yaitu dengan
menggunakan pendekatan inkuiri. Pada strategi inkuiri kegiatan belajar
mengajar diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah yang
merangsang. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan presentasi
verbal atau pengalaman nyata, atau bisa dirancang sendiri oleh guru.
Pendekatan inkuiri juga sangat penting dalam usaha meningkatkan
keterampilan berpikir ilmiah siswa. Diharapkan dengan menggunakan pen-
dekatan inkuiri, keterampilan berpikir ilmiah siswa menjadi meningkat. Secara
sederhana, berpikir ilmiah merupakan usaha seseorang dalam menafsirkan
sesuatu hal dengan menggunakan konsep dan disiplin ilmu yang dibarengi
dengan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, berpikir ilmiah adalah berpikir
untuk memahami kaidah-kaidah berpikir benar (logika) yang memerlukan
keahlian dengan menggunakan metode-metode tertentu untuk mencapai
kebenaran.
B. Permasalahan
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
yang hendak dicari jawabannya lewat penelitian ini adalah : Apakah pem-
-
belajaran dengan pendekatan inkuiri berpengaruh terhadap peningkatan
keterampilan berpikir ilmiah pada materi pokok Fungi siswa kelas X-2
semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2007/2008.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dari penelitian
ini. Tujuan dan manfaat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pem-
belajaran dengan pendekatan inkuiri terhadap peningkatan keterampilan
berpikir ilmiah pada materi pokok Fungi siswa kelas X-2 semester II
SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2007/2008.
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai signifikansi atau
kegunaan yang antara lain adalah :
a. Sebagai bahan informasi ilmiah tentang peningkatan keterampilan
berpikir ilmiah melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada
materi pokok Fungi.
b. Sebagai bahan masukan untuk memperoleh variasi metode pem-
belajaran dalam proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan
keterampilan berpikir ilmiah siswa.
-
c. Sebagai bentuk sumbangan atau kontribusi bagi perbaikan metode
pembelajaran untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif
dan efisien sehingga ada peningkatan terhadap kualitas siswa.
d. Dengan pendekatan inkuiri, diharapkan siswa dapat mengembangkan
potensi dan kreativitasnya dalam proses belajar mengajar.
D. Penegasan Istilah
Untuk memandu operasionalisasi penelitian ini secara lebih tepat, maka
ada beberapa konsep kunci yang perlu didefinisikan secara operasional. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami judul penelitian
ini. Untuk itu, penulis kemukakan beberapa istilah tentang berbagai konsep
kunci yang terkandung dalam judul tersebut.
1. Peningkatan Keterampilan
Peningkatan merupakan proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan, dan sebagainya) (Tim Penyusun, 1993: 951).
Sedangkan keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan
tugas. Jadi, Peningkatan keterampilan merupakan proses atau cara dalam
upaya meningkatkan kecakapan dalam menghadapi masalah atau tugas agar
dapat terselesaikan.
2. Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan penggunaan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu (Tim Penyusun, 1993: 682). Sedangkan ilmiah
merupakan sesuatu yang bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi
syarat (hukum) ilmu pengetahuan (Tim Penyusun, 1993: 324).
-
Dengan demikian, berpikir ilmiah merupakan penggunaan akal budi
untuk memutuskan suatu perkara yang mengacu kepada ilmu pengetahuan
yang bersifat logis dan empiris.
3. Pendekatan Inkuiri
Pendekatan inkuiri merupakan proses yang fundamental di bawah peng-
awasan siswa sendiri dan dapat membantu pertumbuhan konseptual siswa
(Sahromi dan Sutara 1986: 53).
Menurut Rustaman (2005: 5) menjelaskan bahwa pendekatan inkuiri
merupakan pendekatan yang melibatkan siswa diajak terlibat dalam proses
ilmiah, mengumpulkan dan menganalisis data, menguji hipotesis (dugaan
awal suatu permasalahan berdasarkan fakta).
4. Materi Pokok Fungi
Materi pokok Fungi diambil dari kurikulum 2004 standar kompetensi mata
pelajaran biologi kelas X-2 semester II.
5. Siswa kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten
Semarang
Siswa kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten
Semarang merupakan siswa yang dijadikan subjek dalam penelitian ini.
E. Sistematika Skripsi
Untuk memudahkan pemahaman penulisan skripsi ini, peneliti perlu
menyusun kerangka sistematikanya. Adapun sistematika skripsi itu terdiri dari
beberapa bagian, yaitu :
-
Bab I Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, permasalahan,
penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika skripsi.
Bab II Landasan Teori dan Hipotesis, berisi tinjauan dari beberapa
pustaka yang digunakan yang mendasari tema penelitian, dan hipotesis.
Bab III Metode Penelitian, berisi subjek penelitian, desain penelitian,
pelaksanaan tindakan, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan
metode analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi analisis data.
Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan yang diambil dari analisis
data dan pembahasan, saran-saran.
Bagian akhir skripsi memuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A. Strategi Inkuiri
Salah satu aspek penting dalam proses belajar mengajar adalah
mengenai ketepatan penggunaan metode. Jika metode yang digunakan dalam
suatu pelajaran telah tepat, maka tujuan dari pembelajaran akan dapat tercapai.
Namun sebaliknya, jika metode yang digunakan oleh guru tidak tepat maka
akan membuang waktu secara sia-sia dan tujuan dari pembelajaran akan jauh
dari harapan atau tidak sesuai dengan keinginan (Nurhadi, 2004: 125).
Di samping itu, salah satu aspek penting dalam proses belajar mengajar
adalah adanya aktivitas dari siswa. Strategi apapun dalam proses belajar
mengajar hendaknya melibatkan siswa semaksimal mungkin. Siswa diberi
kesempatan seluas mungkin untuk menyerap informasi, menghayati peristiwa-
peristiwa untuk pembentukan sikap serta melakukan keterampilan melalui
percobaan dengan pengkajian kritis dan fungsional (Gulo, 2002: 79).
Pendekatan inkuiri sebagai jalan alternatif. Melalui pendekatan ini,
siswa diberi motivasi untuk berbuat banyak, melibatkan diri dengan aktivitas
sendiri. Para ahli pendidikan menggunakan istilah pendekatan inkuiri secara
bergantian dengan pendekatan penemuan atau discovery. Kegiatan belajar
mengajar dengan pendekatan inkuiri dibentuk dan meliputi discovery. Dengan
kata lain, inkuiri merupakan suatu perluasan proses discovery yang digunakan
secara lebih (Sahromi dan Sutara, 1986: 35).
-
1. Pengertian Pendekatan Inkuiri
Inkuiri dilihat dari segi bahasa (etimologi) memiliki arti per-
tanyaan atau penelitian. Sedangkan secara terminologi, ada beberapa
pendapat tentang pengertian inkuiri, di antaranya adalah menurut J. Richard
Suchman dalam Sahromi dan Sutara (1986: 53) mendefinisikan tentang
pendekatan inkuiri sebagai berikut :
a. Inkuiri merupakan proses yang fundamental di bawah pengawasan
siswa sendiri.
b. Inkuiri dapat membantu pertumbuhan konseptual siswa.
c. Siswa membuat konsep dari persepsinya yang diketahui dan dimengerti
d. Siswa membentuk kembali struktur konseptualnya sehingga sesuai
dengan peristiwa yang siswa amati.
Menurut Burner dalam Nurhadi (2004: 122) mendefinisikan pen-
dekatan inkuiri dalam kegiatan belajar mengajar. Ia menganjurkan pem-
belajaran dengan basis inkuiri yaitu guru mengajarkan suatu bahan kajian
tidak untuk menghasilkan perpustakaan hidup tentang bahan kajian, namun
lebih ditujukan untuk membuat siswa berpikir untuk diri siswa sendiri,
meneladani seperti apa yang dilakukan oleh sejarawan, siswa turut
mengambil bagian dalam proses mendapatkan pengetahuan.
Sementara Wiryawan dan Sukirno (1987: 24) menyatakan bahwa
pengajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri merupakan model
pengajaran yang berorientasi pada pengelolaan informasi untuk melatih
siswa memiliki kemampuan berpikir untuk menemukan dan mencari
-
sesuatu pengetahuan secara ilmiah. Lebih jelasnya, dengan pendekatan
inkuiri berarti dalam pengajaran itu dimaksudkan untuk membantu siswa
secara ilmiah, terampil mengumpulkan fakta, menyusun konsep, menyusun
generalisasi, teori secara mandiri (independen).
Piaget mengemukakan definisi fungsional tentang pendekatan
inkuiri yaitu pendidikan yang baik untuk mempersiapkan situasi bagi siswa
untuk melakukan eksperimen sendiri. Dalam arti luas ingin melihat apa
yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol,
ingin mengajukan pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu
dengan yang lain, serta membandingkan apa yang ditemukannya dengan
yang ditemukan oleh siswa yang lain (Sahromi dan Sutara, 1986: 53).
2. Tujuan Penggunaan Pendekatan Inkuiri
Menurut Rustopo dan Sutrisno (1994: 35), penggunaan metode
inkuiri bertujuan :
a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa dalam
memecahkan masalah atau memutuskan sesuatu secara tepat (objektif).
b. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa agar lebih tanggap, cermat
dan nalar (kritis, analitis, dan logis).
c. Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh (curriousity)
d. Mengungkap aspek pengetahuan (kognitif) maupun sikap (afektif).
Agar kegiatan inkuiri mencapai tujuan yang di tentukan, maka
hendaknya ditentukan hal-hal sebagai berikut :
-
a. Siswa diarahkan pada pokok permasalahan yang akan dicari
jawabannya dan dipecahkan, untuk itu guru menjelaskan pokok masalah
dan tujuan yang ingin dicapai.
b. Guru hendaknya memberikan keleluasaan kepada siswa untuk ber-
diskusi, mengemukakan kemungkinan pilihan jawaban atau bertanya.
Guru hanya membatasi agar jangan keluar dari pokok pembicaraan.
c. Guru diharapkan mampu untuk memberikan pertanyaan pancingan, bila
siswa kurang mampu menganalisa masalah.
d. Guru mengawasi, membatasi agar kegiatan siswa tidak menyimpang
dari nilai-nilai seperti nilai agama, Pancasila dan sebagainya.
e. Guru tidak memberikan jawaban langsung atas masalah yang dihadapi.
3. Langkah-langkah dalam Berinkuiri
Dalam hal inkuiri dilakukan dengan tanya jawab. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
1) Guru merumuskan masalah sebagai topik. Selama proses inkuiri
berlangsung, seorang guru dapat mengajukan pertanyaan atau
mendorong siswa mengajukan pertanyaan.
2) Merumuskan tujuan pembelajaran pada indikator.
3) Menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri.
a) Observasi
b) Bertanya
c) Mengajukan dugaan
-
d) Pengumpulan data
e) Penyimpulan
b. Pelaksanaan
1) Guru mengemukakan suatu masalah tertentu, siswa diberi
kesempatan untuk bertanya mengenai kejelasan masalah tersebut.
2) Siswa diberi kesempatan untuk bertanya seluas mungkin mengenai
masalah tersebut sampai mereka merasa cukup untuk mengambil
kesimpulan. Guru tidak boleh memberikan jawaban yang sifatnya
menjawab atau memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa.
Guru semisal memberikan jawaban tidak atau bukan dan
sebagainya. Apabila siswa kurang aktif, maka guru memberikan
pertanyaan pancingan membantu siswa menelaah masalah tersebut.
3) Siswa mengemukakan kesimpulan atau pendapat sementara
(hipotesis) dan alasan-alasannya.
c. Penyelesaian
Sebagai akhir dari kegiatan belajar mengajar, adalah :
1) Guru bersama siswa menguji atau membahas pendapat sementara
yang dikemukakan siswa atas dasar bukti (data) yang ada.
2) Pengambilan kesimpulan dilakukan oleh siswa dibantu guru. Dalam
cara lain misalnya dengan kegiatan di luar kelas.
4. Jenis Pendekatan atau Metode Pengajaran Inkuiri
Menurut Sund dan Trowbridge dalam Sahromi dan Sutara (1986:
55) mengemukakan bahwa jenis dari pendekatan atau metode pengajaran
inkuiri ada tiga jenis, yaitu :
-
a. Inkuiri terpimpin
Inkuiri terpimpin merupakan pertanyaan-pertanyaan atau pedoman
praktikum yang diperoleh siswa melalui petunjuk-petunjuk seperlunya.
Pendekatan ini digunakan bagi siswa yang belum berpengalaman
belajar dengan metode inkuiri.
b. Inkuiri bebas
Dengan inkuiri bebas, maka siswa dalam hal ini siswa dituntut untuk
melakukan sendiri seperti scientist.
c. Inkuiri bebas yang dimodifikasi
Jenis inkuiri ini menuntut guru untuk menyiapkan masalah bagi siswa
dalam situasi belajar dengan metode inkuiri bebas yang dimodifikasi.
5. Tujuan dari Proses Pendekatan Inkuiri
Menurut Surachman dalam Sukirno (1987: 26) tujuan dari proses
inkuiri adalah pemikiran yang mantap dan berimplikasi untuk perbaikan
pendidikan guru dan peningkatan peristiwa kegiatan belajar mengajar,
antara lain :
a. Guru hendaknya mengembangkan proses inkuiri dengan memusatkan
pada problem yang perlu dipecahkan oleh siswa.
b. Orientasi guru adalah memandang siswa sebagai individu yang
memiliki potensi yang perlu dikembangkan.
c. Guru lebih mengutamakan pertumbuhan kognitif dan perkembangan
kreativitas siswa.
d. Mengajar dengan tujuan untuk mengembangkan bakat-bakat dan
membantu siswa mengembangkan dirinya (self concept).
-
Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual,
namun seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan
pengem-bangan keterampilan. Pada hakikatnya, inkuiri merupakan suatu
proses. Proses ini bermula dari merumuskan masalah, mengembangkan
hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan
sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan
yang pada taraf tertentu diyakini oleh peserta didik yang bersangkutan
(Nurhadi, 2004: 122).
6. Manfaat Pendekatan Inkuiri
Manfaat dari pendekatan inkuiri bagi siswa menurut Rustopo dan
Sutrisno (1994: 39) antara lain adalah :
a. Siswa memperoleh pengalaman proses dalam menarik kesimpulan.
b. Siswa jadi aktif dan mandiri serta canggih.
c. Siswa meningkatkan keterampilan berpikir logis dan berpikir ilmiah.
d. Mengembangkan sikap dan keterampilan siswa agar mampu meme-
cahkan permasalahan serta mengambil keputusan secara objektif dan
mandiri.
e. Membina dan mengembangkan sikap ingin tahu lebih jauh dan cara
berpikir kiritis analitis, baik secara individu maupun secara kelompok.
7. Siklus Inkuiri
Menurut Nurhadi (2004: 125), siklus dalam inkuiri antara lain :
a. Observasi (Observation)
Observasi merupakan suatu kegiatan yang diawali dengan pengamatan
kemudian berkembang untuk memahami konsep/fenomena.
-
b. Bertanya (Questioning)
Dalam hal ini, inkuiri dimulai dengan observasi yang menjadi dasar
pemunculan dari berbagai pertanyaan yang diajukan siswa.
c. Mengajukan Dugaan (Hipotesis)
Hipotesis merupakan dugaan awal suatu permasalahan berdasarkan
fakta dengan melihat kecenderungan suatu hal terjadi jawaban terhadap
pertanyaan. Pertanyaan tersebut dikejar dan diperoleh melalui siklus
pembuatan prediksi, perumusan hipotesis, pengembangan cara-cara
pengujian hipotesis.
d. Pengumpulan Data (Data Gathering)
Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber
atau objek yang diamati. Pembuatan observasi lanjutan, penciptaan
teori dan model-model konsep yang didasarkan pada data dan
pengetahuan.
e. Penyimpulan (Conclusion)
Inkuiri menciptakan berbagai kesempatan bagi guru untuk mempelajari
bagaimana otak siswa bekerja. Guru dapat memanfaatkannya untuk
menentukan situasi-situasi belajar.
8. Kelebihan dan Kekurangan dari Pendekatan Inkuiri
a. Beberapa kelebihan atau keuntungan mengajar dengan menggunakan
pendekatan inkuiri antara lain adalah :
1) Pengajaran berpusat pada siswa. Salah satu prinsip psikologi belajar
menyatakan bahwa makin besar keterlibatan siswa dalam kegiatan
-
maka makin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Dalam
proses belajar inkuiri, siswa tidak hanya belajar konsep dan prinsip,
tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri,
pengendalian diri, tanggungjawab, dan komunikasi sosial secara
terpadu.
2) Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri),
sehingga menjadi terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru,
lebih kreatif, berkeinginan untuk selalu mengambil kesempatan
yang ada dan umumnya memiliki mental yang sehat.
3) Tingkat pengharapan bertambah, yaitu ada kepercayaan diri serta
ide tertentu bagaimana ia dapat menyelesaikan suatu tugas dengan
caranya sendiri.
4) Mengembangkan bakat dan kecakapan individu, lebih banyak
kebebasan dalam proses belajar mengajar berarti makin besar
kemungkinannya untuk mengembangkan kecakapan, kemampuan,
dan bakat-bakatnya.
5) Dapat menghindarkan siswa dari cara-cara belajar tradisional yang
bersifat hafalan.
6) Dapat memberikan waktu bagi siswa untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi. Belajar yang murni (sesungguhnya)
adalah bila siswa bereaksi dan bertindak terhadap informasi melalui
proses mental.
-
b. Kelemahan-kelemahan dari pendekatan inkuiri
Di antara keuntungan terdapat pula kelemahan-kelemahan
dalam pendekatan inkuiri, yakni :
1) Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar ini,
dengan hati yang kukuh dia harus menghilangkah hambatan.
2) Bila digunakan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar, dirasa
kurang berhasil.
3) Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang
dirancang guru, biasanya sulit memacu diri, apalagi belajar mandiri,
sehingga mengecewakan guru dan siswa sendiri.
4) Dipandang terlalu idealis dan mementingkan pengertian, sikap dan
keterampilan.
5) Dipandang membutuhkan biaya yang besar apalagi kalau
penemuannya kurang berhasil suatu pemborosan.
B. Berpikir Ilmiah
1. Pengertian Berpikir Ilmiah dan Dasar-dasar Berpikir
Berpikir ilmiah adalah berpikir untuk memahami kaidah-kaidah
berpikir benar (logika) yang memerlukan keahlian dengan menggunakan
metode-metode tertentu untuk mencapai kebenaran. Atau dengan kata lain,
berpikir ilmiah adalah berpikir secara logis yaitu secara nyata dan apa yang
kita pikirkan bisa dipertanggung jawabkan. Sedangkan pengertian lain dari
berpikir ilmiah adalah adalah berpikir secara logis yaitu secara nyata dan
-
apa yang kita pikirkan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa berpikir ilmiah merupakan cara berpikir secara logis yang
memerlukan keahlian dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dari apa yang
telah kita pikirkan (Mundiri, 2003: 57).
Sifat dasar kebenaran ilmiah yang logis dan empiris itu pada
akhirnya dapat diterapkan dan digunakan bagi kehidupan manusia. Atas
dasar itu, maka kita dapat mengatakan bahwa kebenaran ilmiah selalu
mempunyai paling kurang tiga sifat dasar, yaitu struktur yang rasional-
logis, isi empiris, dan dapt diterapkan (A. Sony Keraf dan Michael Dua,
2001: 75). Sedangkan dasar-dasar berpikir ada beberapa hal yang di
antaranya adalah :
a. Keyakinan
Manusia yang mempunyai pengetahuan mengakui hubungan
sesuatu dengan sesuatu. Ia mengeluarkan pendapat (melalui bahasa)
atas beberapa dasar, yang merupakan syarat supaya orang dapat
berpikir. Dasar itu boleh juga disebut aksioma berpikir. Adapun tiap-
tiap pendapat itu berdasarkan atas sikap mental subjek yang tahu itu,
bahwa demikianlah halnya, pendapat lain tidak mungkin itu disebut
keyakinan. Keyakinan merupakan sikap subjek dan selalu bersifat
subjektif juga.
b. Kepastian
-
Jika orang mempunyai keyakinan seperti di atas, maka ia pasti
ada pengetahuannya, dan karena itu ia mempunyai kepastian.
c. Wilayah Kesungguhan
Kesungguhan disebut juga realitas dan kesungguhan dibedakan
menjadi dua jenis :
1) Kesungguhan kongkrit (hal-hal dengan segala sifatnya yang tertentu
pula). Hal ini berupa dunia yang dapat kita amat-amati di luar kita,
disebut dunia pengamatan.
2) Kesungguhan itu mungkin hanya merupakan hasil pemikiran, bukan
lagi hal-hal yang sesungguhnya, melainkan hanya suatu sifat yang
dipandang oleh manusia, terlepas dari sifat-sifat yang lain. Hal
inilah yang disebut dunia abstrak atau dunia ideal (Poedjawijatna,
2004: 11).
2. Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kgiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana
berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya
penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir
ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang
ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini, maka kegiatan ilmiah yang baik tidak
dapat dilaksanakan.
Dalam dunia pendidikan, sarana berpikir ilmiah merupakan bidang
studi tersendiri. Artinya, mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti
mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini, harus diperhatikan dua
-
hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa
sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan
berdasarkan metode ilmiah. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah
adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara
baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu itu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan
masalah kita sehari-hari (Mundiri, 2003: 57).
Untuk itu, agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan
baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan
statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam
seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain.
Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Tanpa
bahasa, maka manusia tidak akan dapat berpikir secara rumit dan abstrak
seperti apa yang kita lakukan dalam kegiatan ilmiah. Demikian juga tanpa
bahasa, maka kita tak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada
orang lain.
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan
antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu, maka penalaran ilmu
menyandarkan diri pada proses logika deduktif dan logika induktif.
Matematika mempunyai peranan penting dalam berpikir deduktif,
sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif
(Jujun S. Suriasumantri, 2003: 167).
-
Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh
penguasaan sarana berpikir dengan baik pada salah satu langkah ke arah
penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing
sarana berpikir itu dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.
Adapun indikator berpikir ilmiah adalah : a) merumuskan masalah,
b) menyusun hipotesis, c) melakukan eksperimen, d) penarikan kesimpulan
(Jujun S. Suriasumantri, 2003: 141).
3. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan cara untuk dapat mendapatkan penge-
tahuan secara ilmiah. Metode ilmiah juga dapat didefiniskan sebagai
sintesis antara berpikir rasional dan bertumpu pada data empiris. Atau
dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara untuk mendapatkan penge-
tahuan dengan cara ilmiah. Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ilmiah
adalah pengetahuan ilmiah atau secara pendek disebut ilmu. Dalam
prosesnya untuk menemukan pengetahuan baru, ada beberapa langkah
dalam metode ilmiah yang kesemuanya saling berkaitan.
Adapun langkah-langkah dalam metode ilmiah secara sederhana
dapat diuraikan di bawah ini, antara lain :
a. Penemuan atau Penentuan Masalah
Pada tahap ini kita secara sadar mengetahui masalah yang akan kita
telaah dengan ruang lingkup dan batas-batasnya.
b. Perumusan Masalah
-
Merupakan usaha untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi
dengan lebih jelas. Pada tahap ini kita mengidentifikasikan semua
faktor-faktor yang terlibat dalam masalah yang dihadapi. Faktor
tersebut membentuk kerangka masalah yang sedang kita hadapi.
c. Pengujian Hipotesis
Pada tahap ini kita berusaha untuk memberikan penjelasan sementara
mengenai hubungan sebab akibat dari faktor-faktor yang membentuk
kerangka masalah yang sedang kita hadapi. Hipotesis ini sebagaimana
diketahui disusun berdasarkan penalaran induktif.
d. Deduksi dari Hipotesis
Tahap ini merupakan langkah perantara untuk pengujian hipotesis yang
diajukan. Deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja
yang dapat dilihat dalam hubungannya dengan hipotesis yang diajukan.
e. Pembuktian Hipotesis
Pada tahap ini kita mengumpulkan fakta-fakta untuk membuktikan
hipotesis yang telah kita ajukan. Kalau fakta itu memang ada, maka
hipotesis yang diajukan itu benar.
f. Penerimaan Hipotesis menjadi Teori Ilmiah
Hipotesis yang telah terbukti kebenarannya diterima sebagai penge-
tahuan baru dan dianggap sebagai bagian dari dalam (Mundiri, 2003:
203-205).
4. Langkah-langkah Berpikir Ilmiah
Langkah-langkah pokok dalam berpikir ilmiah, antara lain :
-
a. Sudah dimiliki.
b. Situasi yang mengawali penyelidikan.
c. Identifikasi masalah secepatnya.
d. Pengamatan atas fakta-fakta yang relevan.
e. Penggunaan pengetahuan perumusan atau penyusunan hipotesis.
f. Menguji hipotesis itu dengan pengamatan atau percobaan lebih lanjut
untuk menentukan apakah fakta-fakta yang diasumsikan benar.
g. Kesimpulan : hipotesis dinyatakan benar atau tidak benar.
Pengetahuan ilmiah mengandung ciri empiris, sistematis, objektif,
rasional, dan komunikatif. Berpikir ilmiah adalah pemakaian akal budi
manusia untuk memahami suatu pokok soal (A. Widyamartaya, 1993: 43).
5. Unsur-unsur Keterampilan Berpikir Ilmiah
Siswa yang kurang mampu memecahkan masalah pada umumnya
kurang menguasai unsur-unsur keterampilan berpikir ilmiah, dimana unsur-
unsur keterampilan berpikir ilmiah meliputi :
a. Mengamati. Siswa mengamati objek yang akan dijadikan sebagai suatu
permasalahan.
b. Melaporkan. Siswa melaporkan hasil kerjanya dari pengamatan secara
tertulis.
c. Mengklasifikasikan. Siswa mengklasifikasikan hasil dari pengamatan.
d. Menginterpretasi. Siswa mencari, mempertimbangkan pernyataan,
membandingkan informasi, mencari hubungan antara berbagai fakta.
-
e. Memecahkan masalah. Siswa dapat berlatih berpikir dengan
menghadapkannya pada sejumlah masalah (S. Nasution, 1989: 125).
Keterampilan berpikir ilmiah merupakan pendapat secara ilmiah
dalam membedakan fakta dan opini dengan penalaran dan pembuktian agar
dapat memecahkan suatu permasalahan atau agar dapat mengungkap
rahasia alam.
C. Kajian Materi tentang Fungi
Kajian materi tentang Fungi disadur dari buku Sains Biologi Untuk
SMU Kelas X-2 karangan Syamsuri, Istamar, dkk 2004: 205). Jamur dalam
kehidupan sehari-hari tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan
karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang
mendukung, dan lama hidupnya terbatas. Sebagai contoh, jamur banyak
muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah, maupun tumpukan
jerami. namun, jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah mampu
membudidayakan jamur dalam medium buatan, misalnya jamur merang, jamur
tiram, dan jamur kuping.
Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik yang membentuk
dunia jamur atau regnum Fungi. Jamur pada umumnya multiseluler (bersel
banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara
makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya.
1. Struktur Tubuh
Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Ada jamur yang satu
sel, misalnya khamir, ada pula jamur yang multiseluler membentuk tubuh
-
buah besar yang ukurannya mencapai satu meter, contohnyojamur kayu.
Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-
jalinan semu menjadi tubuh buah.
Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding
berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma
hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa
dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar
yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel
yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta
atau hifa senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti
sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada
jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi
haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria
dapat menembus jaringan substrat.
-
Gambar 2.1 Hifa yang membentuk miselium dan tubuh buah
Sumber : Erlangga, 2004
2. Cara Makan dan Habitat Jamur
Semua jenis jamur bersifat heterotrof. Namun, berbeda dengan
organisme lainnya, jamur tidak memangsa dan mencernakan makanan.
Untuk memperoleh makanan, jamur menyerap zat organik dari lingkungan
melalui hifa dan miseliumnya, kemudian menyimpannya dalam bentuk
glikogen. Oleh karena jamur merupakan konsumen maka jamur bergantung
pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa
kimia lainnya. Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya. Sebagai
makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif,
atau saprofit.
a. Parasit obligat
Merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya,
sedangkan di luar inangnya tidak dapat hidup. Misalnya, Pneumonia
carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS).
b. Parasit fakultatif
Adalah jamur yang bersifat parasit jika mendapatkan inang yang sesuai,
tetapi bersifat saprofit jika tidak mendapatkan inang yang cocok.
c. Saprofit
Merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang
mati. Jamur saprofit menyerap makanannya dari organisme yang telah
-
mati seperti kayu tumbang dan buah jatuh. Sebagian besar jamur
saprofit mengeluarkan enzim hidrolase pada substrat makanan untuk
mendekomposisi molekul kompleks menjadi molekul sederhana
sehingga mudah diserap oleh hifa. Selain itu, hifa dapat juga langsung
menyerap bahan-bahan organik dalam bentuk sederhana yang dikeluar-
kan oleh inangnya.
Gambar 2.2 Pneumonia carinii
Sumber : Erlangga, 2004
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme.
Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme
lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya.
Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada
mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau
pada liken.
-
Jamur berhabitat pada bermacam-macam lingkungan dan
berasosiasi dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di
darat, beberapa jamur ada yang hidup di air, dan berasosiasi dengan
organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau
saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes.
Gambar 2.3 Beberapa jenis jamur dan cara hidupnya
(a) Hygrophorus sp. Mikoriza pada oak. (b) Jamur yang
tumbuh pada kayu sebagai parasit. (c) Lycoperdon gemmatum
saprofit pada timbunan Sampah tanaman
Sumber : Erlangga, 2004
3. Pertumbuhan dan Reproduksi
Reproduksi jamur dapat secara seksual (generatif) dan aseksual
(vegetatif). Secara aseksual, jamur menghasilkan spora. Spora jamur
berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan biasanya uniseluler, tetapi adapula
(a (b (c
-
yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur memperbanyak diri
dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual dapat
terbawa air atau angin. Bila mendapatkan tempat yang cocok, maka spora
akan berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa.
Reproduksi secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium
dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami,
yaitu persatuan sel dari dua individu. Singami terjadi dalam dua tahap,
tahap pertama adalah plasmogami (peleburan sitoplasma) dan tahap kedua
adalah kariogami (peleburan inti). Setelah plasmogami terjadi, inti sel dari
masing-masing induk bersatu tetapi tidak melebur dan membentuk
dikarion. Pasangan inti dalam sel dikarion atau miselium akan membelah
dalam waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Akhimya inti sel
melebur membentuk sel diploid yang segera melakukan pembelahan
meiosis.
4. Peranan Jamur
Peranan jamur dalam kehidupan manusia sangat banyak, baik peran
yang merugikan maupun yang menguntungkan. Jamur yang menguntung-
kan meliputi berbagai jenis antara lain sebagai berikut : (a) Volvariella
volvacea (jamur merang) berguna sebagai bahan pangan berprotein tinggi.
(b) Rhizopus dan Mucor berguna dalam industri bahan makanan,yaitu
dalam pembuatan tempe dan oncom. (c) Khamir Saccharomyces berguna
sebagai fermentor dalam industri keju, roti, dan bir. (d) Penicillium notatum
-
berguna sebagai penghasil antibiotik. (e) Higroporus dan Lycoperdon
perlatum berguna sebagai dekomposer.
Di samping peranan yang menguntungkan, beberapa jamur juga
mempunyai peranan yang merugikan, antara lain sebagai berikut : (a)
Phytium sebagai hama bibit tanaman yang menyebabkan penyakit
rebah semai. (b) Phythophthora inf'estan menyebabkan penyakit pada daun
tanaman kentang. (c) Saprolegnia sebagai parasit pada tubuh organisme air.
(d) Albugo merupakan parasit pada tanaman pertanian.(e) Pneumonia
carinii menyebabkan penyakit pneumonia pada paru-paru manusia. (f)
Candida sp. penyebab keputihan dan sariawan pada manusia.
Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil
sehingga bersifat heterotrof, tipe sel : sel eukarotik. Jamur ada yang
uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang
disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang
disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada
pula dengan cara generatif.
Menurut Dwijoseputro (1976: 1), ilmu mengenai jamur disebut
Mikologi (dari bahasa Yunani: Mykes: jamur, Logos: ilmu, uraian). Nama
taksonomi jamur dalam bahasa Inggris ialah Fungi, namun ilmu tentang
Fungi tetap disebut Mikologi (Mycologi).
a. Ciri-ciri jamur antara lain :
1) Mempunyai inti yang lengkap (Eukaryon).
2) Dinding sel atau dinding hifa terdiri atas selulosa, tetapi pada jamur
bertingkat tinggi dinding itu terdiri atas kitin.
-
3) Memperoleh zat makanan dengan cara penyerapan.
4) Tidak mempunyai klorofil.
5) Hidup secara saprofit, parasit, dan simbiosis.
6) Tubuh terdiri dari multiseluler dan uniseluler.
7) Berkembang biak secara seksual dan aseksual.
8) Tubuh jamur multiseluler tersusun atas rangkaian sel-sel yang
membentuk benang, dengan atau tanpa sekat yang disebut hifa.
b. Klasifikasi jamur dibagi menjadi :
1) Zygomicotina
Ciri-cirinya :
a) Hidup sebagai saprofit pada roti, nasi, dan bahan makanan yang
lain, adapula yang hidup parasit.
b) Hifa bercabang banyak.
c) Dinding sel mengandung kitin.
d) Pembiakan seksual dengan gametangiogami yang meng-
hasilkan zigospora. Pembiakan aseksual dengan spora tak
berflagel (aplanospora), dan spora ini berupa sporangiospor.
Contoh-contoh Zygomicotina :
a) Rhizopus, dapat hidup sebagai saprofit dalam ragi tempe, dan
ragi tape.
b) Mucor, hidup saprofit misalnya pada roti dan sebagai komponen
dalam ragi pembuat tempe.
-
Gambar 2.4 (a) Rhizopus sp. (b) Mucor sp.
(www.pdpersy.co.id)
2) Ascomycotina
Ciri-cirinya :
a) Sel satu, berinti banyak.
b) Hifa bersekat-sekat.
c) Tidak menghasilkan spora kembar.
d) Mempunyai alat pembentuk spora yang disebut askus.
e) Perkembangbiakan :
(1) Seksual, berupa berstatusnya dua inti yang berkompatibel
sehingga terjadi zygot yang diploid dan menghasilkan
spora, askus.
(2) Aseksual, berupa pembentukan tunas, fragmentasi
(pemotongan) kenidia, pembelahan diri.
Contoh-contoh Ascomycotina :
a) Monilia sitophila merupakan jamur adonan untuk oncom.
-
b) Neurospora sitophila untuk membuat oncom merah dari ampas
tahu atau bungkil kacang tanah.
c) Penicillium notatum dan pinicillium chrysogenum meng-
hasilkan anti biotik pinicillium.
d) Aspergillus orysae untuk melunakan adonan roti
e) Aspergillus wentii bermanfaat dalam pembuatan kecap.
-
Gambar 2.5 (a) Neurospora sitophila (b) Penicillum notatum
(c) Aspergillus orysae (d) Aspergillus wentii
(www.pdpersy.co.id)
3) Basidiomycotina
Ciri-ciri :
a) Basidium membawakan dua atau tiga basidiospora, masing-
masing pada umumnya berinti satu dan haploid.
b) Miselium terdiri atas hifa dengan sel-sel yang berinti satu,
namun hanya pada tertentu saja terdapat hifa yang berinti dua.
Contoh-contoh Basidomycotina :
(a (b
(c (d
-
a) Auricularia polytricha (jamur kuping), tubuh buah seperti
telinga, berwarna merah ungu, atau kecoklatan dan enak
dimakan, hidup sprofit pada kayu yang lapuk.
b) Puccinia graminis, hidup parasit pada padi-padian.
c) Ustilago scitaminae, parasit yang menyerang pucuk daun tebu.
Gambar 2.6 (a) Auricularia polytricha (b) Puccini graminis
(c) Ustilago scitaminae
(www.pdpersy.co.id)
4) Deuteromycotina
Ciri-ciri :
a) Hifa bersekat-sekat, menghasilkan konidia, jamur tak sempurna.
b) Perkembangbiakan :
(1) Generatitatif : tidak mempunyai sama sekali.
(2) Vegetatif : dengan membentuk konidia.
Contoh-contoh Deuteromycotina :
a) Cladosporium
(a (b (c)
-
Saprofit pada bagian-bagian yang sudah mati dari suatu
tumbuhan dan parasit pada daun tomat.
b) Phoma
Parasit pada kubis.
Gambar 2.7 (a) Cladosporium sp. (b) Phoma sp.
(www.pdpersy.co.id)
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka hipotesis tindakan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Melalui pembelajaran dengan pendekatan inkuiri maka keterampilan berpikir
ilmiah siswa pada pokok bahasan Fungi kelas X-2 semester genap SMA
Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2007/2008 akan
meningkat.
(a (b
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas X-2 semester II SMA Sedes
Sapientiae Jambu Semarang tahun pelajaran 2007/2008 dengan jumlah siswa
28 yang terdiri dari siswa laki-laki 12 anak, dan siswa perempuan 16 anak.
Dipilih kelas X-2 sebagai subjek penelitian karena kelas ini
mempunyai keterampilan berpikir ilmiah yang masih rendah. Hal ini terlihat
pada saat pembelajaran berlangsung, dimana siswa masih pasif dan belum
banyak yang berani mengajukan pertanyaan ataupun mengemukakan
gagasannya, dan belum berani memberikan tanggapan terhadap suatu
permasalahan.
B. Desain Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, serta
setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu : 1) perencanaan, 2) tindakan, 3)
observasi, dan 4) refleksi. Kedua siklus tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :
-
Gambar Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(Tantra, 2005: 7)
C. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan kelas dilaksanakan dalam dua siklus, setiap
siklus menyampaikan materi dengan jumlah alokasi waktu 2 jam pelajaran.
Tiap siklus dilakukan satu tatap muka sesuai dengan perubahan yang dicapai,
melalui kegiatan seperti : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Perencana
Refleksi
Tindakan/
observasi Perbaikan
rencana
Refleksi
Tindakan/
observasi Perbaikan
rencana
Refleksi
Tindakan/
observasi
-
Alur penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Siklus I
a. Perencanaan
Guru memberikan pengantar tentang segala sesuatu yang akan
dikerjakan pada saat tindakan kelas, yaitu dengan menyampaikan hal-
hal sebagai berikut :
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
2) Menyampaikan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari
siswa tentang ciri-ciri Fungi (jamur).
b. Tindakan
1) Guru memberikan permasalahan kepada siswa tentang Bagaimana
ciri-ciri jamur berdasarkan ciri tubuh jamur, cara hidup, dan habitat
jamur ?
2) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
3) Guru mengajak siswa ke lapangan sekolah/lingkungan sekitar
untuk melakukan pengamatan terhadap jamur.
4) Guru membimbing siswa dalam pengamatan untuk menemukan
ciri-ciri jamur.
5) Guru memerintahkan siswa untuk mencatat ciri-ciri jamur yang
telah diamati dengan mengisi LKS yang telah disediakan.
6) Guru meminta perwakilan dari tiap kelompok untuk menunjukkan
hasil pengamatan kemudian menuliskan hasilnya di papan tulis.
-
7) Guru bersama siswa membahas hasil pengamatan untuk menjawab
permasalahan yang ada.
8) Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru
diajarkan.
c. Pengamatan
Dilakukan dengan mengamati kegiatan pembelajaran, apakah
sudah sesuai dengan skenario apa belum, keaktifan siswa, dan suasana
proses pembelajaran, disertakan juga angket siswa, wawancara, dan
pelaksanaan evaluasi.
d. Refleksi
Dilakukan dengan memperhatikan kekurangan di siklus I. Hal-
hal yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah siswa terus
dikembangkan, dan jika masih ada kekurangan atau ketidakberhasilan
di siklus I ini maka dapat diperbaiki di siklus II.
2. Siklus II
a. Perencanaan Ulang
Siklus ini merupakan penyempurnaan dari siklus I, tetapi telah
diadakan revisi terhadap kekurangan-kekurangan yang ada, adapun
tindakan yang dilakukan sebagai berikut :
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
2) Menyampaikan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari
siswa tentang klasifikasi Fungi berdasarkan ciri-ciri jamur, dan
peranannya bagi kehidupan.
-
b. Tindakan
Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan pen-
dekatan inkuiri melalui observasi, adalah sebagai berikut :
1) Guru memberikan permasalahan yaitu Bagaimanakah cara meng-
klasifikasikan jenis jamur dalam suatu divisio berdasarkan ciri-ciri
jamur dan peranannya bagi kehidupan ?
2) Guru mengorganisasikan siswa menjadi beberapa kelompok.
3) Guru memerintahkan siswa untuk mengeluarkan beberapa jenis
jamur yang sudah dipersiapkan dari rumah.
4) Guru memerintahkan siswa bersama kelompoknya untuk
melakukan pengamatan terhadap jenis jamur tersebut, dan
mengklasifikasikan jenis jamur dalam suatu divisio berdasarkan
ciri-ciri yang telah diamati.
5) Siswa menulis hasil pengamatan pada LKS yang telah disediakan.
6) Guru meminta perwakilan tiap kelompok untuk melaporkan hasil
pengamatan.
7) Guru bersama siswa membahas hasil pengamatan untuk menjawab
permasalahan yang ada.
8) Guru bersama siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah
disampaikan.
c. Observasi
Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan lembar observasi kelas yang telah dibuat. Hampir sama
-
dengan siklus I tetapi lebih memperhatikan perubahan hasil positif
yang diinginkan.
d. Refleksi
Data siklus II merupakan tindakan refleksi dari siklus I, adalah
hasil penelitian yang dilakukan dalam dua siklus tersebut. Jika dari
analisa data mengalami peningkatan yang signifikan, maka penelitian
tersebut dianggap berhasil.
D. Metode Pengumpulan Data
Data merupakan hasil penelitian baik berupa fakta-fakta maupun angka
(Arikunto, 1998: 99). Untuk memperoleh data yang objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan diperhitungkan cara yang mampu
mengungkapkan data sesuai dengan pokok pernasalahan. Dalam penelitian ini,
data dapat dikumpulkan dengan cara :
1. Metode Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh
data-data siswa dalam sampel, seperti daftar nama siswa dan data siswa
kelas X-2 semester II SMA Sedes Sapientiae Jambu Kabupaten Semarang
yang diambil dari angket.
2. Observasi
Observasi ini penulis gunakan untuk mengetahui seberapa besar
keterampilan berpikir ilmiah siswa dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Dalam observasi ini digunakan lembar untuk mengobservasi
siswa sejauh mana siswa terampil dalam berpikir secara ilmiah berkaitan
-
dengan pembelajaran. Indikator untuk mengetahui keterampilan berpikir
ilmiah tersebut adalah :
a. Situasi kelas saat pembelajaran berlangsung.
b. Keterampilan berpikir ilmiah siswa dalam proses pembelajaran.
3. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan
keterampilan berpikir ilmiah siswa pada pokok bahasan Fungi untuk
siswa kelas X-2 semester II SMA Sedes Saptientiae Jambu Semarang
tahun pelajaran 2007/2008.
Adapun tes yang digunakan berupa tes tertulis dengan mengerjakan
soal yang diberikan oleh guru. Hal ini dilakukan dalam setiap akhir siklus.
Indikator peningkatan keterampilan berpikir ilmiah dapat dilihat
dari kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan dalam
setiap akhir siklus, dan mengalami peningkatan dalam tiap siklusnya.
Dalam hal ini metode tes yang digunakan dengan indikator
keterampilan berpikir ilmiah :
a. Kemampuan menterjemahkan suatu ide.
b. Kemampuan mengeksplorasi kondisi yang digambarkan dalam materi
biologi.
c. Kemampuan menerapkan bahan yang ada pada materi biologi.
d. Kemampuan menyelesaikan/memecahkan masalah dalam materi
dengan baik dan benar.
-
4. Metode Angket
Metode angket digunakan untuk mengambil data tentang
keterampilan berpikir ilmiah siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri. Di dalam memberikan pendapatnya, siswa cukup
membubuhkan tanda check list (9) pada kolom yang telah tersedia pada
kolom pernyataan yang sesuai dengan pilihan sikap masing-masing
intervensi dari luar. Adapun indikator keterampilan berpikir ilmiah antara
lain :
a. Hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus
Siswa mampu berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan
berargumentasi.
b. Daya analisis yang tajam
Siswa mampu menganalisis.
c. Jujur
Siswa mampu tidak melakukan kecurangan atau tidak melakukan
kebohongan dalam menjawab pertanyaan.
d. Percaya diri
Siswa mampu mempertahankan pendapatnya ketika berdiskusi
bersama.
e. Rasa tanggung jawab yang tinggi
Siswa mampu mengusulkan kebaikan atas suatu kondisi dan
bertanggung jawab.
f. Banyak bertanya
-
Siswa mampu menanggapi dan bertanya kepada guru ketika guru
sedang menerangkan pelajaran.
Adapun pemberian skor angket masing-masing jawaban berkisar
antara 1 sampai 4 dengan kriteria sebagai berikut :
a. Item angka positif
1) Sangat Setuju skornya 4
2) Setuju skornya 3
3) Tidak Setuju skornya 2
4) Sangat Tidak Setuju skornya 1
b. Item angka negatif
1) Sangat Setuju skornya 1
2) Setuju skornya 2
3) Tidak Setuju skornya 3
4) Sangat Tidak Setuju skornya 4
5. Metode Wawancara
Metode wawancara bertujuan untuk memperoleh data lisan tentang
pendapat siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan inkuiri.
Indikator dari proses wawancara antara lain :
a. Perasaan senang terhadap pelajaran biologi.
b. Ketertarikan terhadap proses pembelajaran inkuiri.
c. Rasa senang terhadap materi yang diajarkan.
E. Instrumen Penelitian
-
Instrumen penelitian ini merupakan salah satu alat untuk mengetahui
langkah-langkah yang harus diamati untuk memperoleh data penelitian.
Instrumen penelitian meliputi :
1. Skenario Pembelajaran
Skenario pembelajaran berisi tentang langkang-langkah kegiatan
guru dan siswa dalam proses belajar mengajar pada tiap siklus.
2. Materi dan Bentuk Tes
Materi yang diberikan untuk tes adalah materi yang berkaitan
dengan pokok bahasan Fungi, adalah tipe objektif pilihan ganda, dengan
empat alternatif jawaban dengan satu jawaban yang benar.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen
penelitian ini adalah :
a. Mengadakan pembatasan materi yang diujikan, bahan yang diujikan
adalah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran khusus yang dicapai.
b. Mengadakan waktu yang akan disediakan untuk soal serta menentukan
jumlah item soal yang akan digunakan dalam penelitian ini diujicoba-
kan digunakan butir soal dan waktu yang digunakan adalah 60 menit.
c. Menentukan tipe soal
Tipe soal yang digunakan adalah objektif tes bentuk pilihan ganda dan
empat alternatif jawaban, pemilihan ini menurut Sudjana (1984: 49).
Berdasarkan pertimbangan: 1) dapat digunakan untuk memulai
pelajaran yang banyak atau scope yang luas, 2) dapat menilai secara
objektif artinya siapapun penilainya, hasil atau skornya sama, karena
-
kunci jawaban telah tersedia, dan 3) memaksa siswa belajar dengan
baik-baik karena sukar untuk berbuat spekulasi terhadap bagian mana
dari seluruh bahan pelajaran yang harus dipelajari.
d. Penyusunan kisi-kisi soal
Kisi-kisi diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam membuat soal-
soal di dalam menyusun tes, di dalam tabel spesifikasi unit-unit bahan
pelajaran yang diharapkan dapat dicapai dari pengetahuan serta
keterampilan yang diharapkan dapat dicapai dari tiap-tiap sub konsep.
Dengan menggunakan tabel tersebut guru dapat menentukan jumlah
dari jenis soal yang dapat diperlukan sesuai dengan tujuan pem-
belajaran khusus.
e. Cara penskoran dan penilaian
Cara pemberian dalam penelitian ini adalah untuk jawaban yang benar
diberi skor satu dan untuk jawaban salah diberi skor 0.
F. Uji Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu harus
diujicobakan. Dari hasil uji coba tersebut kemudian dihitung validitas dan
reliabilitasnya.
1. Uji Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat
mengukur apa yang hendak diukur. Jadi sebuah instrumen dikatakan valid
jika hasil sesuai dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk meng-
hitung kesejajaran adalah tekni korelasi product moment yang
-
dikemukakan Pearson. Rumus korelasi product moment ada dua, yaitu
korelasi product moment dengan simpangan dan korelasi product moment
dengan angka kasar.
Untuk menguji validitas butir soal proses penelitian ini, peneliti
menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar, karena
dipandang lebih mudah. Rumus yang digunakan adalah :
}Y)( )Y( {N }X)( )X( {N
Y)( X)( XY N r2222xy
=
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N = Jumlah siswa
X = Jumlah skor item Y = Jumlah skor total XY = Jumlah perkalian skor item dengan skor total
Harga rxy yang diperoleh dari tiap-tiap butir soal kemudian
dikonsultasikan dengan tabel r product moment dengan taraf signifikan
5%. Untuk N = 40 diperoleh harga rtabel sebesar 0,312. Jika harga rhitung
lebih besar dari harga rtabel maka soal tersebut adalah valid dan sebaliknya
jika harga rhitung lebih kecil dari harga rtabel maka soal tersebut adalah tidak
valid.
Berdasarkan hasil uji coba instrumen dapat diperoleh bahwa dari
15 soal perangkat tes siklus I yang diujikan terdapat 15 soal atau semua
soal dikatakan valid, yaitu nomor 1 sampai 15, dan perangkat tes siklus II
dari 15 soal yang diujikan juga terdapat 15 soal atau semua soal dikatakan
-
valid, yaitu nomor 1 sampai 15, dan tidak terdapat instrumen soal yang
tidak valid. Soal-soal yang valid selanjutnya dipergunakan untuk
mengambil data dalam penelitian ini, sedangkan soal yang tidak valid
tidak dipergunakan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
23 dan 28.
2. Reliabilitas
Suatu tes dapat dikatakan tes yang reliabel apabila tes tersebut
menunjukkan hasil-hasil yang tetap. Ada beberapa cara yang dipergunakan
untuk mencari taraf reliabilitas dari pada suatu tes (Drs. Wayan dan Drs.
P.PN Sumartana, 1983: 129).
Seperti menurut Suharsimi Arikunto (1998: 182), untuk menang-
gulangi apabila peneliti memiliki instrumen yang ganjil dan tidak mungkin
menggunakan teknik belah dua untuk pengujian reliabilitasnya, maka ia
boleh menggunakan rumus KR-20, sebagai berikut :
= t
t11 V
pq V
1 k k r
Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pernyataan
Vt = Varians total
p = Proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi
subjek yang mendapat skor 1)
N
1 skornya yangsubjek Banyaknya p =
-
p) 1 : (q
0skor mendapat yangsubjek Banyaknya q =
Dari hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel, jika rhitung
lebih besar dari rtabel maka instrumen tersebut dapat dipergunakan dalam
penelitian.
Dari hasil perhitungan nilai reliabilitas soal uji coba siklus I
diperoleh nilai r11 = 0,742 > rtabel (0,312), dengan demikian instrumen pada
siklus I tersebut adalah reliabel, dan perhitungan nilai reliabilitas soal uji
coba pada siklus II diperoleh r11 = 0,738 > rtabel (0,312) dengan demikian
instrumen pada siklus II juga dinyatakan reliabel. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 26 dan 31.
3. Tingkat Kesukaran
Suatu tes tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu
sukar. Sebuah item yang terlalu mudah sehingga dapat dijawab dengan
benar oleh semua anak bukanlah merupakan item yang baik. Begitu juga
item yang terlalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh semua anak juga
bukan merupakan item yang baik. Jadi item yang baik adalah item yang
mempunyai derajat kesukaran tertentu. Untuk menghitung tingkat
kesukaran dihitung dengan rumus :
SJ
B P =
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab benar
-
Js = Jumlah seluruh siswa
Sedangkan klasifikasi indeks kesukaran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
0,00 p < 0,30 = soal sukar 0,30 p < 0,70 = soal sedang 0,70 p < 1,00 = soal mudah
Setelah dilakukan analisis pada instrumen I diperoleh hasil 12 soal
tergolong sedang yaitu soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, dan
untuk soal lainnya tergolong sukar yaitu soal nomor 10, 11, 12. Sedangkan
untuk instrumen II diperoleh hasil 11 soal yang tergolong sedang yaitu
soal nomor 1, 3, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan untuk 4 soal yang
lainnya tergolong mudah yaitu soal nomor 2, 4, 7, 8. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24 dan 29.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal dimaksudkan untuk memisahkan antara murid-
murid yang betul-betul mempelajari suatu pelajaran dengan murid-murid
yang tidak mempelajari pelajaran itu, maka tes/item yang baik adalah tes/
item yang betul-betul dapat memisahkan kedua golongan murid tadi. Juga
harus mampu membedakan antara murid yang pandai dengan murid yang
bodoh. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi :
-
B
B
A
A
JB
JB D =
Keterangan :
D = Indeks diskriminasi
BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
JA = Proporsi peserta kelompok atas
JB = Proporsi peserta kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda soal :
0,00 0,20 daya beda jelek
0,20 0,40 daya beda cukup
0,40 0,70 daya beda baik
0,70 1,00 daya beda baik sekali (Suharsimi Arikunto, 1996:
214)
Dari hasil perhitungan instrumen I diperoleh untuk soal nomor 4, 6
dan 9 memiliki daya beda jelek, sedangkan butir soal nomor 1, 2, 3, 5, 7,
8, 10, 11, 12, 13, 14 memiliki daya beda cukup, dan untuk butir soal
nomor 15 memiliki daya beda baik. Untuk instrumen II diperoleh hasil
pada soal nomor 6 dan 7 mempunyai daya beda jelek, sedangkan untuk
soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12, 14, 15 mempunyai daya beda cukup,
dan untuk butir soal nomor 11, 13 mempunyai daya beda baik.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 25 dan 30.
G. Analisis Data
-
Analisis data dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan
berpikir ilmiah. Adapun data yang digunakan antara lain :
1. Tes keterampilan berpikir ilmiah
a. Prosentase penguasaan keterampilan berpikir ilmiah tiap siswa
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah siswa,
dengan menggunakan rumus :
% 100 x StotalB total P
=
Keterangan :
P = Prosentase
total B = Total seluruh jawaban benar total S = Total seluruh soal Kriteria :
0% < P 20% = sangat rendah 21%< P40% = rendah 41%
-
c. Prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa tiap indikator
Untuk mengetahui prosentase peningkatan keterampilan berpikir
ilmiah tiap indikator dengan menghitung rumus, dan dihitung
kemampuan mengerjakan soal dengan rumus :
100% x rindikato tiapmaksimalskor
X Prosentase =
2. Observasi
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah
berdasarkan observasi, dapat dihitung dengan rumus :
a. 100% x siswajumlah
siswaseluruh skor jumlah indikator tiapProsentase =
b. 100% x rindikatojumlah indikator tiapprosentasejumlah indikator semua Prosentase =
3. Angket
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah berdasarkan
angket, dapt dihitung dengan rumus :
a. Rata-rata keterampilan berpikir ilmiah siswa
siswaJumlah siswaseluruh skor Jumlah X =
b. Prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa
100% x maksimalSkor
X P =
4. Wawancara
-
Untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir ilmiah berdasarkan
hasil wawancara, dapat dihitung dengan rumus :
a. 100% x siswaJumlah
diperoleh yangskor Jumlah P =
b. Rata-rata Prosentase
pertanyaanJumlah pertanyaan tiapprosentaseJumlah X =
H. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan di dalam penelitian tindakan meliputi indikator
kemampuan keterampilan berpikir ilmiah siswa saat pembelajaran
berlangsung dengan menyelesaikan suatu konsep belajar yang diberikan guru
melalui pendekatan inkuiri.
Indikator keberhasilan yang digunakan didapatkan dari standar
keberhasilan dan kualitas mutu sekolah di SMA Sedes Sapientiae Semarang
yaitu sebesar 65%
1. Indikator keterampilan berpikir ilmiah secara individu dengan kriteria
sebagai berikut :
0% < P 20% = sangat rendah 21% < P 40% = rendah 41% < P 60% = cukup 61% < P 80% = tinggi 81% < P 100% = sangat tinggi
-
Indikator keberhasilan adalah jika pelaksanaan pembelajaran minimal
dalam kategori baik.
2. Indikator peningkatan keterampilan berpikir ilmiah siswa
Siswa dinyatakan meningkat dalam keterampilan berpikir ilmiah apabila
siswa tersebut memperoleh nilai minimal 65. Sedangkan untuk ketuntasan
klasikal ditetapkan minimal 75% dari jumlah siswa di kelas tersebut
mendapat nilai minimal 65.
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Data Tes Keterampilan Berpikir Ilmiah
Pengembangan pembelajaran biologi melalui pendekatan inkuiri dapat
meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah siswa materi pokok Fungi kelas X
semester II SMA Sedes Sapientiae Semarang.
Tabel 4.1 Data hasil penelitian berdasarkan tes keterampilan berpikir ilmiah
Siklus I
Skor Tiap Indikator No. A B C D
Jumlah P % Keterangan
1 4 3 2 3 12 80 Tinggi
2 4 4 2 2 12 80 Tinggi
3 3 4 2 2 11 74 Tinggi
4 2 1 1 3 7 47 Cukup
5 3 4 2 2 11 74 Tinggi
6 3 4 3 0 10 67 Tinggi
7 2 1 2 3 8 54 Cukup
8 4 4 2 1 11 74 Tinggi
9 3 2 2 3 9 60 Cukup
10 2 3 2 3 10 67 Tinggi
11 3 3 1 1 8 54 Cukup
12 2 1 1 2 6 40 Rendah
13 1 1 2 3 7 47 Cukup
14 3 2 2 2 9 60 Cukup
-
15 2 2 2 2 8 54 Cukup
16 1 0 1 3 5 34 Rendah
17 3 3 2 2 10 67 Tinggi
18 3 4 3 1 11 74 Tinggi
19 2 2 1 1 6 40 Rendah
20 4 4 1 1 10 67 Tinggi
21 4 4 2 1 11 74 Tinggi
22 3 3 2 2 10 6,7 Tinggi
23 2 3 3 1 9 60 Tinggi
24 4 2 2 1 9 60 Tinggi
25 3 2 3 0 8 54 Cukup
26 2 2 1 1 6 40 Rendah
27 0 1 0 1 2 14 Sangat rendah
28 1 3 1 1 6 40 Rendah
29 0 1 0 0 1 6,7 Sangat rendah
30 1 1 0 2 4 27 Rendah
31 3 3 1 2 9 60 Cukup
32 1 0 0 1 2 14 Sangat rendah
33 2 0 0 1 3 20 Sangat rendah
34 1 1 0 0 2 14 Sangat rendah
35 1 1 1 0 3 20 Sangat rendah
36 1 1 1 0 3 20 Sangat rendah
37 1 1 2 0 4 27 Rendah
38 2 3 1 3 9 54 Cukup
39 1 0 1 0 2 6,7 Sangat rendah
40 0 1 1 0 2 6,7 Sangat rendah
86 85 55 57 283 x 2,15 2,125 1,375 1,425
P 53,750
%
53,125
%
34,375
%
47,500
%
-
Tabel 4.2 Data hasil penelitian berdasarkan tes keterampilan berpikir
ilmiah
Siklus II
Ket. cukup Cukup Rendah Cukup
Keterangan :
A Menerjemahkan
B Menafsirkan
C Mengeksplorasi
D Menerapkan
No. Skor Tiap Indikator Jumlah P % Keterangan
-
A B C D 1 4 3 3 3 13 87 Sangat Tinggi
2 3 3 2 2 10 67 Tinggi
3 4 4 2 1 11 74 Tinggi
4 3 4 2 2 10 74 Tinggi
5 2 1 4 3 13 67 Tinggi
6 4 4 3 2 13 87 Sangat Tinggi
7 4 4 3 2 11 87 Sangat Tinggi
8 3 2 3 3 12 74 Tinggi
9 4 4 4 2 11 80 Tinggi
10 2 2 4 3 11 74 Tinggi
11 2 3 2 2 11 74 Tinggi
12 4 3 4 2 11 74 Tinggi
13 3 3 4 1 10 74 Tinggi
14 1 3 2 2 11 67 Tinggi
15 4 4 3 0 11 74 Tinggi
16 3 4 2 1 10 67 Tinggi
17 2 3 4 3 12 80 Tinggi
18 4 3 2 2 11 74 Tinggi
19 4 4 3 3 14 94 Sangat Tinggi
20 4 4 1 2 11 74 Tinggi
21 4 4 2 1 11 74 Tinggi
22 4 4 2 2 12 80 Tinggi
23 3 2 4 2 11 74 Tinggi
24 3 3 4 2 12 80 Tinggi
25 4 2 3 1 10 67 Tinggi
26 3 4 2 1 10 67 Tinggi
27 4 4 2 1 11 74 Tinggi
28 3 2 1 1 7 47 Cukup
29 3 4 1 3 11 74 Tinggi
-
Keterangan :
A : Menerjemahkan
B : Menafsirkan
C : Mengeksplorasi
D : Menerapkan
Dari Tabel 4.1 dan 4.2 data hasil penelitian keterampilan berpikir
ilmiah dibuat tabel prosentase tiap indikator sebagai berikut :
Tabel 4.3 Prosentase hasil tiap indikator siklus I dan II
Prosentase No Indikator
Siklus I Siklus II
30 3 1 4 2 10 67 Tinggi
31 2 4 2 2 10 67 Tinggi
32 0 1 1 0 2 14 Sangat rendah
33 0 0 0 1 1 6,7 Sangat rendah
34 4 3 1 2 10 67 Tinggi
35 0 4 4 2 10 67 Tinggi
36 1 1 0 0 2 14 Sangat rendah
37 2 1 0 1 4 27 Rendah
38 0 3 0 1 4 27 Rendah
39 2 1 2 0 5 34 Rendah
40 0 2 1 0 3 20 Rendah
109 115 93 66 383 x 2,725 2,875 2,325 1,65
P 68,125
%
71,875
%
58,125
%
55,000
%
Ket. Tinggi Tinggi Cukup Cukup
-
53,750%
68,125%
53,125%
71,375%
34,375%
58,125%
47,500%
55,000%
1 Menerjemahkan 53,750 % 68,125 %
2 Menafsirkan 53,125 % 71,875 %
3 Mengeksplorasi 34,375 % 58,125 %
4 Menerapkan 47,500 % 55,000 %
Jumlah 188,75 % 253,125 %
Rata-rata % 47,187 % 63,28 %
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh skor rata-rata prosentase
keterampilan berpikir ilmiah siswa dari semua indikator, yaitu siklus I sebesar
47,187% dan siklus II sebesar 63,28%. Berdasarkan hasil pada siklus I dan II
maka akan mengalami peningkatan sebesar 16,09%, dapat pula digambarkan
dengan grafik sebagai berikut :
80
70
60
50
40
30
20
10
Indikator Indikator Indikator Indikator
-
I II III IV
Grafik 4.1 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan Hasil Tes.
Siklus I
Siklus II
2. Data Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa dari Hasil Observasi
Dari hasil observasi diperoleh dari observasi yang dilakukan oleh
observes selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan
lembar observasi, dimana pada lembar observasi ini terdiri dari 11 indikator.
Saat melakukan pengamatan observer memberikan tanda check-list (9) pada
siswa yang melakukan kegiatan berbagai indikator pengamatan yang terdapat
pada lembar observasi. Pada tabel berikut dapat dilihat data hasil observasi
terhadap siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Tabel 4.4 Perbandingan data hasil observasi keterampilan berpikir
ilmiah siklus I dan siklus II
No Indikator Pengamatan Siklus I Siklus II
1.
2.
3.
4.
Siswa memperhatikan penjelasan
guru.
Siswa mengantuk pada saat
pembelajaran.
Siswa mengobrol dengan teman
saat pembelajaran.
Aktif mencatat pada saat
55 %
37.50 %
42.50 %
50 %
60 %
7.50 %
17.50 %
57.50 %
-
72,50%
80%
67,50%
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
pembelajaran
Siswa mengerjakan tugas selain
tugas Biologi.
Mengganggu teman pada saat
pembelajaran.
Aktif bertanya sesuai dengan
kajian materi.
Bisa menyelesaikan masalah dan
menjawab pertanyaan dengan
baik.
Melaksanakan tugas dengan baik.
Aktif melakukan pengamatan.
Aktif berdiskusi dengan kelompok
untuk mengerjakan tugas.
45 %
52.50 %
22.50 %
40 %
17.50 %
30 %
42.50 %
35 %
32.50 %
72.50 %
80 %
67.50 %
55 %
55 %
Jumlah prosentase
Rata-rata prosentase
465
42.27 %
640
58.18 %
Perbandingan data hasil observasi keterampilan berpikir ilmiah siklus I dan
siklus II dapat pula digambarkan dengan grafik sebagai berikut :
100
90
80
70
60
50
40
-
55% 60%
37,50%
7,50%
42,50%
117,50%
50%
57,50%
45%
35%
52,50%
32,50%
22,50%
40%
47,50%
30%
55%
42,50%
55%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Indikator yang diamati
Grafik 4.2 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan data observasi siklus I
dan II
Siklus I
Siklus II
Berdasarkan data hasil observasi di atas, diperoleh skor rata-rata
prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa dari 2 indikator yaitu siklus I
sebesar 42,27% dan siklus II sebesar 58,18%. Berdasarkan hasil pada siklus I
dan siklus II maka akan mengalami peningkatan sebesar 15,91%.
3. Data Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa dari Hasil Wawancara
Tabel 4.5 Data skor wawancara keterampilan berpikir ilmiah siswa
siklus I dan siklus II
Prosentase No Kode Kelompok
Siklus I Siklus II
-
25%
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
75% 75% 75%
50%
1.
2.
3.
4.
5.
6.
R 1
R 2
R 3
R 4
R 5
R 6
25%
100%
50%
100%
100%
75%
100%
100%
75%
100%
100%
75%
Jumlah
Rata-rata
prosentase
450%
75, 00%
550%
91, 67%
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diperoleh skor rata-rata
prosentase keterampilan berpikir ilmiah siswa dari 6 pertanyaan yaitu siklus I
sebesar 75,00% dan siklus II sebesar 91,67%. Berdasarkan hasil pada siklus I
dan siklus II maka akan mengalami peningkatan sebesar 16,17%; dapat pula
digambarkan dengan grafik sebagai berikut.
100 %
80 %
60 %
40 %
20 %
0 %
-
Indikator
1
Indikator
2 Indikator
6
Indikator
3 Indikator
4 Indikator
5
Grafik 4.3 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan wawancara
Siklus I Siklus II
Keterangan :
Indikator 1 : Siswa ingin mendalami pelajaran biologi
Indikator 2 : Siswa mempelajari biologi tidak hanya satu buku
Indikator 3 : Siswa dapat menciptakan ide baru dengan pembelajaran inkuiri
Indikator 4 : Siswa lebih mudah memecahkan suatu permasalahan
Indikator 5 : Siswa bertanya pada waktu guru menerangkan
Indikator 6 : Siswa bertanya pada teman pada saat pelajaran
4. Data Skor Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa Berdasarkan Hasil
Angket
Tabel 4.6 Data skor angket keterampilan berpikir ilmiah siswa siklus I
Prosentase No Kode siswa
Siklus I Siklus II
1.
2.
A -1
A 2
59%
65%
82%
84%
-
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
A 4
A 4
A 5
A 6
A 7
A 8
A 9
A 10
A 11
A 12
A 13
A 14
A 15
A 16
A 17
A 18
A 19
A 20
A 21
A 22
A 23
A 24
A 25
A 26
A 27
A 28
A 29
A 30
A 31
81%
65%
64%
69%
55%
59%
60%
65%
64%
67%
73%
62%
67%
63%
68%
62%
60%
67%
61%
65%
68%
66%
72%
75%
52%
69%
69%
63%
55%
91%
85%
82%
88%
72%
81%
59%
84%
76%
78%
93%
81%
89%
80%
86%
83%
87%
84%
82%
85%
81%
83%
81%
84%
86%
82%
83%
89%
85%
-
81,32% 82,37%
81,84% 81,84%
82,63%
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
A 32
A 33
A 34
A 35
A 36
A 37
A 38
A 39
A - 40
64%
68%
67%
65%
58%
68%
57%
57%
59%
60%
81%
83%
86%
69%
90%
81%
78%
68%
Jumlah
% skor
Rata-rata skor
2457
323, 28
64, 66
3116
410
82, 00
Keterangan :
Indikator A : Rasa ingin tahu dan belajar terus menerus
Indikator B : Daya analisis siswa yang tajam
Indikator C : Kejujuran siswa terhadap pembelajaran
Indikator D : Rasa tanggung jawab siswa
Indikator E : Rasa percaya diri siswa
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh skor rata-rata prosentase
keterampilan berpikir ilmiah siswa dari semua indikator yaitu, siklus I sebesar
64,66% dan siklus II sebesar 82,00%. Berdasarkan hasil pada siklus I dan
siklus II maka akan mengalami peningkatan sebesar 17,34%, dapat pula
digambarkan dengan grafik sebagai berikut
Grafik 4.4 Keterampilan Berpikir Ilmiah berdasarkan Angket
90.00 %
80.00%
70.00 %
-
68,94%
64,74%
59,47%
64,74% 65,66%
Indikator A Indikator B Indikator C Indikator D Indikator E
Siklus I
Siklus II
Keterangan :
Indikator A : Rasa ingin tahu dan belajar terus menerus
Indikator B : Daya analisis siswa yang tajam
Indikator C : Kejujuran siswa terhadap pembelajaran
Indikator D : Rasa tanggung jawab siswa
Indikator E : Rasa percaya diri siswa
B. Analisis Tiap Siklus
1. Siklus I
a. Pembahasan Siklus I
Pada siklus I guru memberikan pengantar tentang sesuatu yang akan
dikerjakan pada saat tindakan kelas, yaitu dengan menyampaikan tujuan
-
pembelajaran dan garis besar materi pelajaran yang akan dipelajari siswa
tentang ciri-ciri umum kingdom Fungi dan bagaimana klasifikasi