irenneagustina.files.wordpress.com · Web viewUJI EFEK DIURETIK. PERCOBAAN 7. PENDAHULUAN. Latar...
Transcript of irenneagustina.files.wordpress.com · Web viewUJI EFEK DIURETIK. PERCOBAAN 7. PENDAHULUAN. Latar...
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PERCOBAAN 7
UJI EFEK DIURETIK
Disusun oleh :
Golongan II Kelompok 4
Kintyas Asokawati (G1F014069)
Irenne Agustina Tanto (G1F014071)
Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)
Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)
Tanggal Praktikum : 10 Juni 2015
Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt.
Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
UJI EFEK DIURETIK
PERCOBAAN 7
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran
urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ serta digunakan untuk meregulasi
volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan contohnya edema.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai terapi
edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide (antimikrobial)
dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+. Sejak
diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek samping terhadap
perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai penelitian terhadap obat-
obat diuretik kembali.
Diuretik adalah obat yang paling banyak diresepkan di USA. Hal ini dikarenakan obat
diuretik cukup efektif untuk pengobatan. Akan tetapi, efek samping dari obat-obat diuretik
juga banyak. Sehingga sebagai seorang dokter umum perlu mengetahui jenis-jenis obat
diuretik agar dapat memberikan terapi diuretik secara rasional kepada pasien.
Diuretik dalam kehidupan sehari contohnya pada obat furosemide, spironolakton,
dimana obat furosemide dan spironolakton adalah obat-obat yang digunakan untuk diuretic
yang fungsinya dalam mengurangi tekanan darah dan mengeluarkan urine yang terdapat di
dalam tubuh. Adapun pentingnya mempelajari diuretik bagi seorang farmasis yaitu bisa
memahami dan mengetahui hal apa yang bisa menyebabkan terjadinya diuresis, sekaligus
mengetahui obat-obat yang termasuk dalam golongan diuretik, dan mengetahui patofisiologi
dari diuretik.
B. Tujuan Percobaan
Mengenal, mempraktikkan dan membandingkan efek diuretik dari furosemid,
hidroklortiasid, dan spironolakton
C. Dasar Teori
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan
1
mempengaruhi ginjal secara tidak langsung tidak termasuk dalam defenisi ini, misalnya, zat-
zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin),memperbesar volume darah
(dekstran), atau merintangi sekresi hormon anti diuretik ADH (Tjay, T.H., K. Rahardja,
2002).
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi
meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam
tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic
meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine
dan darah (Halimudin, 2007).
Mekanisme Kerja Diuretik ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik
ini. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
diure-tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi
dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan
memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan
reseptor. Sebagaimana umumnya diketahui, diuretik digunakan untuk merangsang terjadinya
diuresis. Penggunaan diuretik sudah demikian luas (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P.
Sidabutar , 2008).
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium dan air,
sehingga pengeluarannya lewat kemih diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap
tubuli. Tetapi juga di tempat lain, yakni di:
1) Tubuli Proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secara aktif
untuk lebih kurang 705, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum.
Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsionalk, maka susunan filtrat tidak berubah
dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbitol) bekerja di sini
dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.
2
2) Lengkungan Henle.
Di bagian menaik lengkungan Henle ini, sekitar 25% dari semua ion Cl - yang telah
difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi
tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan, seperti furosemid,
bumetanida, dan etakrinat bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- dan
demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak.
3) Tubuli distal.
Di bagian pertama segmen ini, Na+.direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga
filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di
tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di bagian kedua
segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+(Tjay, T.H., 2002).
Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu (Rang HP,
2011):
1. Diuretik Osmotik
2. Diuretika Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit di dalam tubuli ginjal
1. Diuretik Osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila
memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya
sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert,
dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Katzung, 1998).
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar
sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan
tubuli (Aidan, 2008).
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel
terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi tidak
direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air.
Agen seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk
3
cepat menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe dari diuretik osmotik. Selain
manitol, ada juga gliserin, isosorbid, dan urea (Katzung,2010).
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah
diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan
isisorbid (Aidan, 2008).
Manitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya.
Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis
tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara
osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada
glaucoma (Aidan, 2008).
Beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
1) Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk
mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak, yang
diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan volume
darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit).
2) Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang
mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak
mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang injuri
untuk pembengkakan (membesar).
3) Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam
menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.
4) Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini
dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi
urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
5) Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam
menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum
Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume cairan dan
elektrolit selama terapi Diuretik (Aidan, 2008).
4
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel
terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi tidak
direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air. Agen
seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk cepat
menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe dari diuretik osmotik. Selain manitol,
ada juga gliserin, isosorbid, dan urea (Katzung BG, 2010).
Farmakokinetik
Diuretik osmotik sulit diabsorpsi. Sehingga obat ini harus diberikan secara parenteral.
Jika diberikan peroral, manitol menyebabkan diare osmotik. Manitol tidak dimetabolisme dan
diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit, tanpa adanya reabsorpsi
ataupun sekresi tubular yang berarti (Katzung BG, 2010).
Farmakodinamik
Diuretik osmotik terutama bekerja di tubulus kontortus proksimal dan ansa henle
cabang desenden. Melalui efek osmotik, diuretik ini melawan kerja ADH di tubulus koligen
renalis. Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol mencegah absorpsi
normal air dengan menimbulkan tekanan osmotik yang melawan keseimbangan. Akibatnya,
volume urin meningkat. Peningkatan laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan
dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsorpsi Na+ dan juga reabsorpsi air. Natriuresis
yang terjadi kurang berarti dibandingkan dengan diuresis air, yang kemudian menyebabkan
kehilangan banyak cairan tubuh dan hipernatremia (Katzung BG, 2010).
Dosis dan Indikasi Klinis
Indikasi diuretik osmotik antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010):
- Meningkatkan volume urin
- Penurunan tekanan intrakranial
Dosis yang diberikan untuk tujuan meningkatkan volume urin awalnya 12.5 g secara
intra vena (dosis uji) sebelum memulai infus kontinu. Manitol tidak boleh dilanjutkan kecuali
terdapat peningkatan laju aliran urinlebih dari 50 ml/jam dalam waktu 3 jam setelah
pemberian dosis uji. Manitol dengan dosis 12.5-25 g dapat diulang pemberiannya tiap 1-2 jam
5
untuk mempertahankan laju aliran urin agar berada diatas 100 ml/jam. Penggunaan jangka
panjang tidak dianjurkan. Untuk fungsi penurunan tekanan intrakranial dan intraokular dapat
diberikan manitol secara intravena dengan dosis 1-2 g/kg. monitoring tekanan intrakranial,
karena tekanan intrakranial harus turun dalam waktu 60-90 menit (Katzung BG, 2010).
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu (Katzung,2010).:
- Ekspansi cairan ekstrasel
- Dehidrasi, hiperkalemia, dan hipernatremia
- Sakit kepala, mual, dan muntah
- Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru)
2. Diuretika Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit di dalam tubuli ginjal
a. Diuretik Kuat atau Diuretik Loop (Inhibitor symport Na+-K+-2Cl-)
Diuretik loop adalah diuretik terkuat karena kemampuannya untuk mengekskresikan
Na+ sebanyak 15-25%. Diuretik ini secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl dengan cara
menghambat symport Na+-K+-2Cl- bagian membran luminal pada ansa henle cabang asenden
tebal. Karena efek diuretiknya tidak dibatasi oleh asidosis, seperti pada kasus inhibitor
karbonik anhidrase, diuretik loop adalah salah satu agen diuretik paling efektif yang tersedia
(Katzung BG, 2010). Khasiat diuretik loop dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) sekitar 25%
beban Na+ yang difiltrasi secara normal direabsorpsi oleh bagian ascenden tebal, dan (2)
segmen-segmen nefron sebelum bagian ascenden tebal tidak mempunyai kapasitas reabsorpsi
yang cukup untuk mendapatkan kembali berlimpahnya senyawa yang keluar dari bagian naik
yang tebal (Hardman JG, 2005).
Kimiawi
Diuretik loop atau inhibitor symport Na+-K+-2Cl- merupakan golongan obat yang
memiliki struktur kimia yang beragam. Furosemida, bumetanida, azosemida, piretanida, dan
tripamida termasuk dalam diuretik loop golongan sulfonamida. Sedangkan asam etakrinat
merupakan derivat dari asam fenoksiasetat yang mengandung gugus keton dan metilen.
Diuretik merkurium organik juga dapat menghambat transport garam pada ansa henle cabang 6
asenden tebal. Akan tetapi, karena toksisitas yang tinggi golongan ini sudah tidak digunakan
lagi (Katzung BG, 2010).
Farmakokinetik
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus
dan sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1 jam dan jika diberikan intravena
absorpsinya hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar 4-6 jam. Sedangkan furosemid
memerlukan waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu 2-3 jam, dan dengan durasi efek
yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya bergantung pada fungsi ginjal.
Pemberian obat-obat lain seperti NSAID atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam
lemah yang menyebabkan penurunan sekresi diuretik loop (Katzung BG, 2010).
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat symport Na+-K+-2Cl-
di lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini menyebabkan penurunan reabsorpsi
terhadap NaCl serta mengurangi potensial positif di lumen akibat difusi kembali K+ yang
meningkatkan ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu terjadinya hipomagnesium
pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak terjadi pada pemberian diuretik loop
dikarenakan absorpsi Ca2+ di usus dapat dipicu oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi
pada tubulus kontortus distal (Katzung BG, 2010).
Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan kombinasi antara diuretik loop
dan infus saline untuk meningkatkan ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID dapat mengganggu
kerja diuretik loop melalui penurunan sintesis prostaglandin (berperan dalam kerja diuretik di
ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada pasien dengan sindrom nefrotik atau sirosis
hepatik (Katzung BG, 2010).
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang belum diketahui
secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada penggunaan furosemid secara intravena
pada pasien dengan edema paru et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek
vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek diuretik (Rang HP, 2011).
Indikasi klinis dan Dosis
Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010) :
- Edema paru akut
7
- Hiperkalsemia akut
- Hiperkalemia
- Gagal ginjal akut
- Overdosis anion
- Gagal jantung kronik
- Sindrom nefrotik
- Sirosis hepatik dengan komplikasi asites
- Hipertensi
Dosis tipikal agen-agen diuretik loop (Katzung BG, 2010) :
Obat Dosis Oral Harian Total
Bumetanid 0.5-2 mg
Asam etakrinat 50-200 mg
Furosemid 20-80 mg
Torsemid 5-20 mg
sebagai dosis tunggal atau terbagi dalam dua dosis (Guyton AC, 2006).
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu (Katzung,2010):
- Alkalosis metabolik hipokalemik
- Ototoksisitas
- Hiperurisemia
- Hipomagnesemia
- Reaksi alergik dan reaksi lainnya
b. Benzotiadiazida atau Tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal (contohnya,
bendroflumetiazid, hidroklorotiazide) dan diuretik terkait (contohnya, klortaridon, indapamid,
dan metolazon). Golongan tiazid kurang poten terhadap pengobatan pasien hipertensi jika
dibandingkan dengan golongan diuretik loop. Akan tetapi, golongan tiazid lebih dipilih dalam
penanganan kasus hipertensi biasa. Pada penggunaan klinis, golongan tiazid juga dapat
8
mengurangi resiko stroke dan serangan jantung. Contoh, klortalidon digunakan sebagai obat
antihipertensi baru (ACE inhibitor dan antagonis kalsium) (Rang HP, 2011).
Kimiawi
Golongan diuretik tiazid memiliki gugus sulfonamida yang tidak tersubstitusi.
Prototipe dari tiazid adalah hidroklorotiazid. Banyak senyawa ini merupakan analog 1,2,4-
benzotiadiazin-1,1-dioksida (Hardman JG, 2005).
Farmakokinetik
Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi terdapat perbedaan dalam
metabolismenya. Klorotiazid, yakni senyawa induk kelompok ini, bersifat kurang larut dalam
lemak dan harus diberikan dalam dosis yang relatif besar. Klortalidon diabsorpsi secara
perlahan dan durasi kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid diekskresi melalui sistem
empedu, bentuk aktif obat ini yang di ekskresi oleh ginjal cukup untuk menimbulkan efek
diuretiknya di tubulus kontortus distal (Katzung BG, 2010).
Semua tiazid diekskresikan oleh urin dan kebanyakan melalui sistem sekresi tubular.
Hal ini menyebabkan terjadi persaingan dengan sekresi asam urat oleh sistem sekresi tersebut.
Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar
asam urat serum (Rang HP, 2011).
Farmakodinamik
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari sisi lumen sel epitel tubulus kontortus distal
dengan memblokade transporter Na+/Cl-. Berbeda dengan tempat kerja diuretik loop, ansa
henle cabang ascenden tebal, tiazid sangat meningkatkan reabsorpsi dari Ca2+. Peningkatan ini
diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus kontortus proksimal dan distal. Dalam
tubulus kontortus proksimal, hilangnya volume cairan tubuh akibat tiazid menyebabkan
peningkatan absorpsi pasif Ca2+ dan Na+. Dalam tubulus kontortus distal, penurunan kadar Na+
intrasel akibat blokade pemasukan Na+ oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/ Ca2+
keseluruhan. walaupun jarang menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan reabsorpsi,
tiazid dapat memperberat hiperkalsemia pada pasien yang menderita hiperparatiroidisme,
karsinoma, dan sarkoidosis. Tiazid juga bermanfaat dalam pengobatan batu ginjal yang
disebabkan oleh hiperkalsiuria. Karena kerja tiazid bergantung pada produksi prostaglandin
ginjal, tiazid juga dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi (Katzung BG, 2010).
9
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik tiazid antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010):
- Hipertensi
- Gagal jantung
- Nefrolitiasis akibat hiperkalsiuria idiopatik
- Diabetes insipidus nefrogenik
Dosis tiazid dan diuretik terkait (Katzung BG, 2010) :
Obat Total Dosis Oral
Harian
Frekuensi Pemberian
Bendroflumetiazid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Klorotiazid 0.5-2 mg Dua dosis terbagi
Klortalidon 25-50 mg Dosis tunggal
Hidroklorotiazid 25-100 mg Dosis tunggal
Hidroflumetiazid 12.5-50 mg Dua dosis terbagi
Indapamid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Metilklotiazid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Metolazon 2.5-10 mg Dosis tunggal
Politiazid 1-4 mg Dosis tunggal
Quinethazon 25-100 mg Dosis tunggal
Triklormethiazid 1-4 mg Dosis tunggal
bukan suatu tiazid tapi sulfonamida yang secara kualitatif serupa dengan tiazid
(Guyton AC, 2006).
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu (Katzung,2010):
- Alkalosis metabolik hipokalemia dan hiperurisemia
- Gangguan toleransi karbohidrat
- Hiperlipidemia
- Hiponatremia
- Reaksi alergi
10
- Rasa lemah, letih, paresthesia, dan impotensi
- Hipertensi
- Gagal jantung ringan
- Edema resisten parah
- Diabetes insipidus nefrogenik
c. Diuretik Hemat Kalium (Antagonis Aldosteron)
Diuretik ini mencegah sekresi kalium dengan melawan efek aldosteron pada tubulus
koligen renalis kortikal dan bagian akhir distal. Mekanisme kerja dapat melalui inhibisi
langsung terhadap reseptor mineralokortikoid (contoh obat: spironolakton dan eplerenon) atau
inhibisi terhadap influks Na+ melalui kanal ion di lumen membran (contoh obat: amilorid dan
triamteren). Spironolakton dan eplerenon memiliki kemampuan diuretik terbatas jika
digunakan secara tunggal. Hal ini dikarenakan dibagian distal tempat mereka bekerja hanya
bisa mereabsorpsi filtrat Na+ sebanyak 2%. Walaupun begitu keduanya memiliki efek
antihipertensi dan dapat memperpanjang hidup beberapa pasien dengan gagal jantung. Jika
dikombinasikan dengan diuretik loop atau tiazid, akan menimbulkan efek pencegahan
terhadap hipokalemia (Katzung BG, 2010).
Kimiawi
Senyawa mineralokortikoid menyebabkan retensi garam dan air serta meningkatkan
ekskresi dari K+ dan H+ dengan cara berikatan dengan reseptor mineralokortikoid tertentu.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spirolakton dapat memblok efek dari
mineralokortikoid sehingga dibuatlah antagonis reseptor mineralokortikoid yaitu,
spironolakton (suatu 17-spirolakton) (Hardman JG, 2005).
Farmakokinetik
Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan durasi kerja spironolakton
ditentukan oleh kinetik respons aldosteron di jaringan sasaran. Waktu paruh spironolakton
dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk metabolit aktifnya, canrenone memiliki
waktu paruh 16 jam. Spironolakton sebagian besar di inaktivasi di hati. Secara keseluruhan,
awitan kerja spironolakton agak lambat, dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi penuh
11
dicapai. Eplerenon adalah analog spironolakton yang lebih selektif terhadap reseptor
aldosteron (Katzung BG, 2010).
Amilorid dan triamteren adalah penghambat langsung influks Na+ di tubulus koligen
renalis. Triamteren dimetabolisme di hati, tetapi ekskresi ginjal merupakan jalur eliminasi
bentuk aktif dan metabolit triamteren yang utama. Triamteren memiliki waktu paruh yang
lebih singkat sehingga harus diberikan lebih sering dibandingkan dengan amilorid (yang tidak
dimetabolisme) (Katzung BG, 2010).
Farmakodinamik
Diuretik hemat kalium menurunkan absorpsi di tubulus dan tubulus koligen renalis.
Absorpsi Na+ (dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh aldosteron. Antagonis aldosteron
mempengaruhi proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan H+ oleh sel interkalaris
tubulus koligen renalis. Hal ini menjelaskan alasan terjadinya asidosis metabolik pada
penggunaan antagonis aldosteron (Katzung BG, 2010).
Spironolakton dan eplerenon berikatan dengan reseptor aldosteron dan dapat pula
menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosteron di dalam sel. Amilorid dan triamteren
tidak memblokade reseptor aldosteron tetapi langsung mempengaruhi masuknya Na+ melalui
kanal ion natrium epitel (ENaC) pada membran apikal tubulus koligen renalis. Karena sekresi
K+ digabung dengan masuknya Na+ pada segmen ini, agen-agen ini juga merupakan diuretik
hemat kalium yang efektif. Kerja antagonis aldosteron bergantung pada produksi
prostaglandin, sehingga kerjanya dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi
(Katzung BG, 2010).
Indikasi Klinis dan Dosis
- Indikasi diuretik hemat kalium antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010):
- Mineralokortikoid yang berlebihan atau hiperaldosteronisme (aldosteronisme)
- Hipersekresi primer (sindrom conn, produksi hormon adrenokortikotropik)
- Aldosteronisme sekunder (dipicu oleh gagal jantung, sirosis hepatik, sindrom nefrotik)
- Hipertensi resisten esensial
Dosis diuretik hemat kalium dan preparat kombinasi (Katzung BG, 2010).
Nama Dagang Diuretik Hemat Kalium Hidroklorotiazid
Aldactazid Spironolakton 25 mg 50 mg
12
Aldacton Spironolakton 25, 50, atau 100
mg
---
Dyazid Triamteren 37.5 mg 25 mg
Dyrenium Triamteren 50 atau 100 mg ---
Inspra Eplerenon 25, 50, atau 100 mg ---
Maxzid Triamteren 75 mg 50 mg
Maxzide-25 mg Triamteren 37.5 mg 25 mg
Midamor Amilorid 5 mg ---
Moduretic Amilorid 5 mg 50 mg
eplerenon saat ini disetujui penggunaannya hanya untuk hipertensi (Guyton AC,
2006).
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu (Katzung,2010) :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik hiperkloremia
- Ginekomastia
- Gagal ginjal akut
- Batu ginjal
d. Penghambat Carbonic anhidrase (Inhibitor Karbonik Anhidrase)
Asetazolamid merupakan prototipe golongan senyawa diuretik yang kegunaannya
terbatas tetapi berperan penting dalam perkembangan konsep dasar fisiologis dan farmakologi
ginjal (Hardman JG, 2005).
Kimiawi
Awalnya sulfonamid diperkenalkan sebagai suatu senyawa kemoterapeutik dengan
efek samping metabolik asidosis. Penemuan ini menyebabkan dilakukan penelitian in vitro
dan in vivo yang menyatakan bahwa sulfonamid adalah suatu inhibitor karbonik anhidrase.
Motif umum molekul inhibitor karbonik anhidrase yang tersedia saat ini adalah terdapat
gugus sulfonamid yang tidak tersubstitusi (Hardman JG, 2005).
13
Farmakokinetik
Penghambat karbonik anhidrase diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.
Peningkatan pH urin akibat diuresis HCO3- tampak dalam waktu 30 menit, maksimal setelah 2
jam, dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Obat diekskresi melalui
sekresi di segmen S2 tubulus proksimal sehingga dosis obat harus diturunkan pada pasien
insufisiensi ginjal (Hardman JG, 2005).
Farmakodinamik
Inhibisi aktivitas karbonik anhidrase sangat menekan reabsorpsi HCO3- di tubulus
kontortus proksimal. Pada dosis teraman, inhibitor karbonik anhidrase menghambat 85%
kapasitas reabsorpsi HCO3- dari tubulus kontortus proksimal superfisial. Beberapa HCO3
- tetap
dapat diabsorpsi ditempat lain di nefron melalui mekanisme yang tidak bergantung pada
karbonik anhidrase sehingga efek keseluruhan penghambatan oleh dosis maksimal
acetazolamide hanyalah sebesar 45% dari seluruh reabsorpsi HCO3- di ginjal. Walaupun
demikian, inhibisi karbonik anhidrase menyebabkan pelepasan HCO3- dan asidosis metabolik
hiperkloremik yang signifikan. Karena penurunan kadar HCO3- dalam filtrat glomerulus dan
fakta bahwa deplesi HCO3- menyebabkan peningkatan reabsorpsi NaCl di segmen nefron lain,
efektivitas diuretik acetazolamide menurun secara signifikan setelah digunakan selama
beberapa hari (Katzung BG, 2010).
Saat ini aplikasi klinis acetazolamide yang utama menyangkut transport cairan dan
HCO3- yang bergantung pada karbonik anhidrase di tempat lain selain ginjal. badan siliaris
mata menyekresi HCO3- dari darah ke dalam aqueous h7umor. Pembentukan cairan
serebrospinal oleh pleksus koroideus juga menyangkut sekresi HCO3-. Walaupun berbagai
proses ini memindahkan HCO3- dari darah (arah yang berlawanan dengan arah di tubulus
proksimal), proses-proses ini juga dihambat oleh penghambat karbonik anhidrase (Katzung
BG, 2010).
Indikasi Klinis dan Dosis
Indikasi diuretik inhibitor karbonik anhidrase antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010):
- Glaukoma
14
- Alkalinisasi urine
- Alkalosis metabolik
- Penyakit gunung akut (acute mountain sickness)
- Ajuvan dalam terapi epilepsi, paralisis periodik akibat hipokalemia, dan
hiperfosfatemia
Dosis diuretik inhibitor karbonik anhidrase yang digunakan per oral dalam terapi
glaukoma (Katzung BG, 2010).
Obat Dosis Oral Normal
Acetazolamide 250 mg 1-4 kali sehari
Diklorfenamide 50 mg 1-3 kali sehari
Methazolamide 50-100 mg 2-3 kali sehari
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu (Katzung,2010):
- Asidosis metabolik hiperkloremik
- Batu ginjal
- Pembuangan kalium ginjal
- Rasa mengantuk, paresthesia, toksisitas sistem saraf, dan reaksi hipersensitivitas
- Depresi sum-sum tulang
- Toksisitas pada kulit
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang
tidak dikehendaki, seperti:
- Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru
diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
- Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif
akibat retensi natrium dan airnya.
- Kortikosteroid dapat memperkuat kehilangan kalium.
- Aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat
menyebabkan ketulian (reversibel).
- Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia. Litiumklorida
dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi (Rosy , 2009)15
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah spuit injeksi (0,1-1 ml), jarum
sonde, urine volumeter, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat-alat gelas
B. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aquabidest, furosemid,
hidroklortiasid, spironolakton, hewan coba (tikus), kapas dan alkohol
III. CARA KERJA
- Disiapkan
- Ditimbang
- Dilakukan perhitungan dosis
- Dibuat larutan
- Diletakkan tikus ke dalam alat urine
volumeter
- Diamati dan dicatat jumlah urine yang
dikeluarkan selama dua jam16
Alat dan Bahan
Tikus
Kelompok I
Diberi Furosemid
(80 mg/ 70 kgBB)
secara p.o
Kelompok II
Diberi Hidroklortiasid
(25 mg/ 70 kg BB)
secara p.o
Kelompok III (kontrol)
Diberi Aquadest
Kelompok IV
Diberi Spironolakton
(100mg/ 70 kgBB)
secara p.o
IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN
Furosemid (80 mg/70 kgBB)
Dosis Konversi = 0,018 x 80
= 1,44 mg/ 200 gr
Larutan Stock = 1,44 mg / 5 ml
= 2,88 mg / 10 ml
Berat tablet yang diambil = 2,88 x 173,9
80 = 6,26 mg / 5 ml = 12,52 mg/ 10 ml
Hidroklortiasid (25 mg/70 kgBB)
Dosis Konversi = 0,018 x 25
= 0,45 mg/ 200 gr
Larutan Stock = 2 x 0,45
5 = 0,18 mg/ 5 ml
Berat tablet yang diambil = 0,18 x230
25 = 1,65 mg / 5 ml = 3,3 mg/ 10 ml
Spironolakton (100 mg/70 kgBB)
Dosis Konversi = 0,018 x 100
= 1,8 mg/ 200 gr
Larutan Stock = 1,8 mg / 5 ml
= 9 mg / 10 ml
Berat tablet yang diambil = 9 x499,9
100 = 44,991 mg / 5 ml = 89,982 mg/ 10 ml
Perlakuan Volume Urin (ml)
Kontrol 3,1
Furosemid 0
Hidroklortiazid 217
Data
Spironolakton 1,8
Volume Urin (ml)0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Volume Urin Tikus
Kontrol Furosemid Hidroklortiazid Spironolakton
V. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah uji diuretik. Diuretik adalah obat yang dapat menambah
kecepatan pembentukan urin. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem,
yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra
sel kembali menjadi normal. Hal ini dilakukan dengan maksud mencuci atau membilas ginjal
dari zat-zat berbahaya.
Tujuan dari percobaan kali ini adalah mengenal, mempraktikkan, dan
membandingkan efek diurteik dari furosemid, hidroklortiazid, dan spironolakton. Percobaan
ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu tikus. Langkah pertama yang dilakukan
adalah pemberian obat-obat diuretik pada tiap tikus. Tikus kelompok pertama diberikan
larutan furosemid secara per oral. Tikus kelompok kedua diberikan larutan hidroklortiazid
secara per oral. Tikus kelompok ketiga diberikan aquadest secara per oral yang berperan
18
sebagai kontrol. Tikus kelompok keempat diberikan spironolakton secara per oral. Setelah
diberi obat, diletakkan tikus ke dalam alat urine volumeter. Kemudian diamati dan dicatat
jumlah urine yang dikeluarkan selama dua jam.
Hasil vs Pustaka
Hasil percobaan yang diperoleh adalah pada tikus yang diberi obat furosemid
mengeluarkan urin sebanyak 0 ml, tikus yang diberi hidroklortiazid mengeluarkan urin
sebanyak 2 ml, tikus yang diberi spironolakton mengeluarkan urin sebanyak 1,8 ml, dan tikus
yang diberi aquadest mengeluarkan urin sebanyak 3,1 ml.
Dari hasil data yang diperoleh dapat disimpulkan tikus yang mengeluarkan volume
urin terbanyak adalah tikus yang diberi Aquadest > Hidroklortiazid > Spironolakton >
Furosemid. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur yang didapatkan. Hal ini disebabkan
beberapa faktor, pertama karena kadar air dalam tubuh tikus yang berbeda-beda, lebih baik
sebelum diberi obat, masing-masing tikus diberi aquadest terlebih dahulu, agar kadar air
dalam tubuh tikus menjadi sama. Kedua dalam penyuntikan tikus, tikus bergerak untuk
menolak disuntik sehingga obat yang masuk hanya setengah. Ketiga efek stress tikus akibat
penyuntikan dapat meningkatkan volume urin tikus. Hasil data yang diperoleh pada
percobaan tidak diolah lebih lanjut untuk perhitungan daya diuretik, karena setelah melihat
volume urine tikus yang diberi aquadest (kontrol) paling besar, sehingga jika dihitung daya
diuretik maka hasil perhitungan minus.
Pada literatur yang didapatkan seharusnya tikus yang mengeluarkan volume urine
terbanyak adalah tikus yang diberi Furosemid > Hidroklortiazid > Spironolakton > Aquadest.
Furosemid adalah obat diuretik kuat. Furosemid adalah obat yang berkhasiat kuat dan
pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Mekanisme kerjanya pada lengkungan henle dengan
cara mereabsorsi kurang lebih 25% semua ion yang telah difiltrasi secara aktif
kemudian disusul dengan reabsorbsi pasif dari dan tetapi pengeluaran air juga
diperbanyak. Awal tindakan setelah oral adalah dalam waktu satu jam,dan diuresis
berlangsung sekitar 6-8 jam, waktu paruhnya tergantung pada fungsi ginjal biasanya
waktu paruh obat ini 2 hari. Obat furosemid mudah diserap melalui saluran cerna.
Bioavabilitas furosemid 65% diuretik kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif
19
sehingga tidak difiltrasi di glomerolus tetapi cepat sekali disekresi melalui system
transport asam organik ditubuli proksimal. Dengan cara ini obat ini terakumulasi di
cairan tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang lebih distal lagi.
Hidroklortiazid (HCT) adalah diuretic tiazid yang meningkatkan ekskresi Na+, Cl- dan
sejumlah air, disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu
tubuli distal (early tubuli distal). Mekanisme kerja obat ini adalah dengan mengurangi
kecepatan filtrat glomerulus. Hal ini disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal.
Obat ini memiliki efek diuretis yang relatif lebih rendah dibanding efek diuresis dari
diuretic kuat seperti furosemid, sedangkan waktu paruh HCT adalah 10-12 jam .
Spironolakton adalah obat diuretik hemat kalium. Diuretik hemat kalium ini bekerja
pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
(sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida). Efek obat-obat ini
lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk menghemat
kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat
secara kompetitif oleh antagonis aldosteron. Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak
lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Readsorpsinya di usus tidak
lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit
aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif
waktu paruhnya menjadi lebih panjang yaitu 20 jam (Aidan, 2008).
VI. KESIMPULAN
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal
Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu
Diuretik Osmotik dan Diuretika Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit
di dalam tubuli ginjal yang dikelompokkan lagi menjadi penghambat carbonic
anhidrase, benzotiadiazida, diuretik hemat kalium dan diuretik kuat.
Furosemid sebagai obat diuretik kuat, Hidroklortiazid sebagai obat
benzotiadiazida, dan Spironolakton sebagai obat diuretik hemat kalium.
Tikus yang mengeluarkan volume urine terbanyak adalah tikus yang diberi
Furosemid > Hidroklortiazid > Spironolakton > Aquadest.
20
VII. DAFTAR PUSTAKA
Aidan, 2008, Penggolongan Diuretik. http://kamusehat.blogspot.com/08/diuretik.html,
Diakses tanggal : 14 Juni 2015
Guyton AC, Hall JE, 2006, Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and Kidneys.
11th Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, p. 308-10.
Halimudin, 2007, Terapi Diuretik Osmotik (Manitol) Pada Gangguan Sistem Persarafan.
www.nardinurses.files.wordpress.com, Diakses pada 14 Juni 2015.
Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG, 2005,Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basic of Therapeutics: Drugs Affecting Renal and Cardiovascular Function, 11th Edition, McGraw-Hill, California, p. 735-62.
Katzung BG, 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik: Obat-Obat Kardiovaskular-Ginjal, Edisi 10, EGC, Jakarta, p. 240-58.
Rang HP, Dale MM, R itter JM, Flower RJ, Henderson G, 2011, Rang and Dale’s Pharmacology: DrugsAffecting Major Organ Systems, 7th Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, p. 353-56.
Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar, 2008, Masalah Penggunaan Diuretika.
www.kalbe.co.id, Diakses pada 14 Juni 2015 Pukul 21:52.
Tjay, T.H., K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.
VIII. LAMPIRAN
1. Ada berapa macam diuretik? Jelaskan dan berikan contohnya.
Jawab:
Obat diuretik dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Beraksi langsung pada sel nefron
Obat golongan ini dibagi menjadi 3:
Loop diuretics
Obat ini bereaksi menghambat co-transporter Na+/K+/2Cl- pada ascending limb
lengkung henle sehingga menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl-. Peningkatan Na+ dalam
filtrat nefron ketika berada bagian tubulus kolektivus akan mengakibatkan sekresi K+
21
dan H+ sehingga menyebabkan hipokalemia. Contoh: furosemid, bumetanid,
npiretanid, torasemid, dan asam etakrinat.
Distal tubule diuretics
Obat ini bereaksi menghambat co-transporter Na+/Cl- pada tubulus distal sehingga
menghambat reabrorpsi Na+ dan Cl-. Obat ini juga menyebabkan hipokalemia.
Contoh: klorotiazid, hidroklothiazid.
Diuretika hemat kalium (potasium+sparing diuretics)
Obat ini bereaksi pada duktus kolektivus, dan efek diuresisnya sangat lemah sehingga
tidak digunakan dalam bentuk tunggal. Contoh: spironolakton.
b. Tidak bereaksi secara langsung pada sel nefron
Diuretik osmosis
Obat ini bersifat inert, dapat difiltrasi melalui glomerulus namun tidak mengalami
reabsorpsi pada nefron. Obat ini ketika melintasi nefron, mempengaruhi osmolaritas
dalam nefron sehingga menghambat reabsorpsi air pada bagian tubulus proksimal,
descending limb lengkiung henle , dan tubulus kolektivussehingga menghasilkan efek
diuresis. Contoh: manitol, gliserol, urea.
Carbonic anhidrase inhibitors
Obat ini bekerja pada tubulus proksimal, beraksi menghambat enzim karbonat
anhidrase sehingga mencegah reabsorpsi bikarbonat, dan diiringi penghambatan
Na+ ,K+ dan air sehingga meningkatkan volume aliran urin basa dan ,etabolit asidosis.
Contoh: asetazolamid.
2. Bagaimana proses terjadinya diuresis? Jelaskan!
Jawab:
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomerulus yang
terletakdi bagian luar ginjal (korteks). Dinding glomerulus ini bekerja sebagai
saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam dan glukosa. Hasil filtrasi
ditampung di Kapsul Bowman dan disalurkan ke tubuli.tubuli ini terdiri dari bagian
proksimal, distal yang dihubungkan oleh henle’s Loop. Disini terjadi penarikan
kembali secara aktif air dan kkomponen lain seperti glukosa, garam-garam antara lain
ion Na+. Zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.
Sisanya yang tak berguna yaitu ureum untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Filtrat dari semua tubuli ditampung di saluran pengumpul dan terjadi penyerapan air
kembali. Filtrat disalurkan ke kandung kemih, ditimbun sebagai urin.
22
Purwokerto, 15 Juni 2015
Mengetahui, Ketua Kelompok,
Dosen Pembimbing Praktikum
(Hanif Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt.) (Alifah Itmi Mushoffa)
(G1F014073)
23