VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat...

42
VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI Jika fungsi produksi ditentukan oleh penggunaan input-inputnya maka fungsi in-efisiensi ditentukan oleh faktor lain selain input. Variable yang diduga mempengaruhi inefisiensi sebagai aspek managerial input dalam penelitian ini yaitu variable individu petani (umur dan pendidikan), variable karakteristik dan teknik usaha garam (pengalaman usaha, penggunaan pompa), variable karakteristik tambahan input (zat aditif dan pompa), variable kinerja usaha tani (penerimaan pendapatan usaha garam), karakteristik kelembagaan (akses ke lembaga keuangan formal dan non-formal, serta keaktifan dalam kelompok tani dibawah koperasi atau program pemerintah). Output fungsi inefisiensi ini merupakan hasil simultan yang diolah bersamaan dengan fungsi produksi karena yang digunakan yaitu fungsi cob-douglas dengan metode MLE. Pendugaan dengan metode MLE menghasilkan fungsi produksi yang dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-douglas pada masing-masing karakteristik petambak garam. Seluruh nilai log lielihood dengan metode MLE lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS, nilai sigma-squared yang menunjukan distribusi dari error tern inefisiensi (u i ) adalah cukup kecil, dan nilai gamma yang mendekati 1 yang menunjukan bahwa error term hanya berasal dari akibat inefisiensi (u i ) dan bukan berasal dari noise (v i ). Adapun rincian output stochastic frontier selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 8.1. Analisis Efisiensi Teknis Usaha Garam Rakyat 8.1.2. Sebaran Efisiensi Teknis Untuk melihat sebaran efisiensi teknis yang disebabkan adanya efek in- efisiensi pada petambak garam dapat dilihat pada tabel di bawah. Sebagai perbandingan (benchmark), hasil penelitian Osborne and Trueblood (2006); Kusnadi, et al., (2011), Shing and Sharma (2011), menunjukkan bahwa nilai indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari 0.70. Hal sesuai yang disarankan oleh Coelli and Battese (1998) nilai tersebut sebagai batas minimal dari efisiensi. Berdasarkan Tabel 22 sebaran efisiensi teknis rata-rata dari kelompok petambak berbeda. Tingkat efisiensi rata-rata pada petambak sewa 0.91, dengan tingkat efisiensi teknis maksimal paling tinggi 0.99 dan paling rendah 0.72. Jika

Transcript of VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat...

Page 1: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

97

VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI

Jika fungsi produksi ditentukan oleh penggunaan input-inputnya maka

fungsi in-efisiensi ditentukan oleh faktor lain selain input. Variable yang diduga

mempengaruhi inefisiensi sebagai aspek managerial input dalam penelitian ini

yaitu variable individu petani (umur dan pendidikan), variable karakteristik dan

teknik usaha garam (pengalaman usaha, penggunaan pompa), variable

karakteristik tambahan input (zat aditif dan pompa), variable kinerja usaha tani

(penerimaan pendapatan usaha garam), karakteristik kelembagaan (akses ke

lembaga keuangan formal dan non-formal, serta keaktifan dalam kelompok tani

dibawah koperasi atau program pemerintah). Output fungsi inefisiensi ini

merupakan hasil simultan yang diolah bersamaan dengan fungsi produksi karena

yang digunakan yaitu fungsi cob-douglas dengan metode MLE. Pendugaan

dengan metode MLE menghasilkan fungsi produksi yang dianggap fit karena

memenuhi asumsi Cobb-douglas pada masing-masing karakteristik petambak

garam.

Seluruh nilai log lielihood dengan metode MLE lebih besar dari nilai log

likelihood dengan metode OLS, nilai sigma-squared yang menunjukan distribusi

dari error tern inefisiensi (ui) adalah cukup kecil, dan nilai gamma yang

mendekati 1 yang menunjukan bahwa error term hanya berasal dari akibat

inefisiensi (ui) dan bukan berasal dari noise (vi). Adapun rincian output

stochastic frontier selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

8.1. Analisis Efisiensi Teknis Usaha Garam Rakyat

8.1.2. Sebaran Efisiensi Teknis

Untuk melihat sebaran efisiensi teknis yang disebabkan adanya efek in-

efisiensi pada petambak garam dapat dilihat pada tabel di bawah. Sebagai

perbandingan (benchmark), hasil penelitian Osborne and Trueblood (2006);

Kusnadi, et al., (2011), Shing and Sharma (2011), menunjukkan bahwa nilai

indeks efisiensi hasil analisis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari

0.70. Hal sesuai yang disarankan oleh Coelli and Battese (1998) nilai tersebut

sebagai batas minimal dari efisiensi.

Berdasarkan Tabel 22 sebaran efisiensi teknis rata-rata dari kelompok

petambak berbeda. Tingkat efisiensi rata-rata pada petambak sewa 0.91, dengan

tingkat efisiensi teknis maksimal paling tinggi 0.99 dan paling rendah 0.72. Jika

Page 2: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

98

dilihat dari hasil tersebut tingkat produksi petambak sewa sudah efisien. Bagi

petambak sewa dengan tingkat efisiensi paling rendah masih bisa memiliki ruang

untuk meningkatkan produksinya dari sisi efisiensi sebesar 27 persen.

Sedangkan bagi petambak yang paling tinggi hanya 8 persen saja bisa dilakukan

peningkatan.

Table 22. Sebaran Efisiensi Teknis Petambak Responden

Efisiensi Teknis

Interval Sewa Bagi hasil Milik

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0.01-0.10 0.11-0.20 0.21-0.30 0.31-0.40 0.41-0.50 0.51-0.60 1 2.86 0.61-0.70 26 74.29 5 16.67 0.71-0.80 4 11.43 4 11.43 8 26.67 0.81-0.90 8 22.86 3 8.57 8 26.67 0.91-1.00 23 65.71 1 2.86 9 30.00

Jumlah 35 100 35 100 30 100

Rata-rata 0.91 0.69 0.82 Maksimum 0.99 0.99 0.99 Minimum 0.72 0.58 0.62

Pada kelompok petambak bagi hasil nilai rata-rata efisiensi teknis

mencapai 0.69. Sebanyak 74 persen dari petambak sampel masih dibawah 0.7

tingkat efisiensi teknisnya. Tingkat efisiensi paling tinggi sebesar 0.99 dan paling

rendah 0.58. Petambak paling rendah masih bisa berpeluang meningkatkan

produksi garam sebesar 41 persen, sedangkan bagi petambak dengan tingkat

efisiensi teknis maksimal mereka sudah bisa meningkatkan efisiensi produksi

dari rata-rata petambak bagi hasil sebesar 69.9 persen. Pada petambak pemilik-

garap tingkat efisiensi teknis rata-rata mencapai 0.82 (84 persen diatas batas

minimal efisiensi). Pada petambak pemilik-garap paling rendah peluang

meningkatkan efisiensi produksi masih tinggi sebesar 24 persen tinggi masih bisa

meningkatkan efisiensi produksinya sebesar 17 persen. Jika tingkat efisiensi

dihubungkan dengan tingkat produktifitas garam rakyat terjadi hubungan positif

dimana jika efisiensi meningkat, maka tingkat produktifitas garam pun meningkat.

Pada Gambar 17 dapat dilihat tingkat produktifitas petambak sewa terus

meningkat dan rata-rata dalam kisaran 76 ton per hektar.

Page 3: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

99

12011010090807060

1.00

0.95

0.90

0.85

0.80

0.75

0.70

Produktifitas (ton/ha)

Efis

iens

i Tek

nis

Jika dibandingkan antara Gambar 17, Gambar 18 dan Gambar 19

mengenai hubungan antara tingkat efisiensi teknis dan produktiitas masing-

masing petambak semuanya berbanding positif. Rata-rata produktifitas petambak

sewa mencapai 0.8 dengan rata-rata tingkat efisiensi 93 persen, petambak bagi-

hasil mencapai 95 ton/hektar dengan tingkat efisiensi mencapai 73 persen

sedangkan petambak pemilik garap produktifitas mencapai 92 ton per hektar

dengan tingkat efisiensi mencapai 85 persen. Jadi kelompok petambak bagi-hasil

peluang untuk terus meningkatkan lahan akan bisa meningkatkan efisiensi

produksi untuk menghasilkan kuantitas garam yang lebih banyak karena mereka

bisa mencapai tingkat produktifitas lebih besar dibandingkan dengan yang

lainnya.

Gambar 17. Hubungan antara Produktifitas dengan Efisiensi Teknis

Petambak Sewa

Perbedaan tingkat produksi dan produktifitas terhadap tingkat efisiensi

teknis pada petambak sewa memiliki tingkat slove berbeda. Tingkat produksi

lebih elastis dibandingkan dengan tingkat produktifitas terhadap tingkat efisiensi

teknis. Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah

tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan tingkat luasan

lahan akan tidak terlalu elastis terhadap tingkat produktifitas. Dengan rata-rata

tingkat produksi mencapai 80 ton per hektar dari penggunaan rata-rata lahan 4

hektar. Sedangkan pada petambak bagi-hasil terlihat pada Gambar 20 tingkat

elasitisitas lebih besar dibandingkan dengan petambak sewa. Petambak bagi

hasil rata-rata mengelola lahan 3 hektar dengan tingkat produktifitas mencapai

Page 4: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

100

9080706050403020100

0.725

0.700

0.675

0.650

0.625

0.600

Produktifitas (ton/ha)

Efis

iens

i Tek

nis

250200150100

0.90

0.85

0.80

0.75

0.70

0.65

0.60

Produktifitas (ton/ha)

Efis

iens

i Tek

nis

85 ton per hektar. Jadi peluang meningkatkan efisiensi dan produksi melalui

penambahan lahan masih bisa dilakukan pada petambak bagi-hasil.

Gambar 18. Hubungan antara Produktifitas dengan Efisiensi Teknis

Petambak Bagi-hasil

Gambar 19. Hubungan antara Produktifitas dengan Efisiensi Teknis

Petambak Pemilik-garap

Jika dibandingkan dengan petambak pemilik-garap, tingkat produksi dan

produktifitas petambak ini masih dibawah petambak bagi-hasil. Petambak

pemilik-garap yang bisa dikatakan asal-asalan dalam proses pembuatan garam

tentunya akan menghasilkan produksi yang lebih rendah. Dengan kepemilikan

lahan 0.5 hektar dengan tingkat produktifitas rata-rata hanya mencapai 80 ton

per hektar.

Page 5: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

101

Hal ini sama sejalan dengan model produksi yang dipaparkan

sebelumnya bahwa tingkat elastisitas input produksi lahan terhadap pada

petambak bagi-hasil lebih elastis dibandingkan petambak lainnya. Fakta empirik

dilapangan juga menggambarkan hal yang sama pada petambak bagi-hasil

dimana mereka berkeinginan untuk menambah lagi lahan jika ada lahan yang

berdekatan. Petambak yang ada di Kecamatan Kandang haur melakukan

penggarapan lahan yang sangat berdekatan. Hal ini bertujuan untuk kemudahan

melakukan pengontrolan proses produksi.

Gambar 20. Estimasi Sebaran Efisiensi Teknis dengan Karnel Density pada

Petambak Sewa

Gambar 21. Estimasi Sebaran Efisiensi Teknis dengan Karnel Density pada

Petambak Bagi-hasil

Page 6: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

102

Gambar 22. Estimasi Sebaran Efisiensi Teknis dengan Karnel Density pada

Petambak Pemilik-garap

Dengan menggunakan pendekatan sebaran karnel density dapat dilihat

pada Gambar 20, Gambar 21 dan Gambar 22 sebaran tingkat efisiensi pada

masing-masing kelompok petambak dimana petambak sewa (Gambar 20)

kecenderungan sudah mencapai tingkat efisiensi sama halnya dengan petambak

pemilik-garap (Gambar 21). Sedangkan pada petambak bagi-hasil (Gambar 22),

grafik karnel density cenderung multi-modial yang menyebar dengan kepadatan

berada pada kelompok tingkat efisiensi antara 0.6-0.7 dan mendekati 1.0.

Penyebaran tingkat efisiensi relatif dipengaruhi sumber in-efisiensi yang

berdampak pada tingkat efisiensi teknis bagi-hasil masih rendah dibanding

dengan petambak sewa dan pemilik-garap disebabkan 3 hal yang signifikan

dalam peningkatan efisiensi yaitu : 1) pendapatan usaha garam yang nantinya

akan dibagihasilkan dengan pemilik lahan 70:30 antara petambak dengan

pemilik lahan. Jika ingin meningkatkan efisiensi dari sisi pendapatan salah

satunya adalah diturunkannya bagi hasil atau ditingkatkannya produksi, 2)

manajerial usaha dari pengalaman usaha garam yang selama ini dilakukan

denagn tidak berpengaurhnya pengalaman usaha dan tidak berpengaruhnya

keikutsertaan dalam kelompok petambak garam menyebabkan berbeda-

bedannya tingkat efisiensi teknis. 3) penggunaan zat aditif ramsol yang bisa

meningkatkan kuantitas produksi garam dipakai oleh sebagian kelompok

petambak sewa. Hal ini untuk mengimbangi luasan lahan yang dikelola yang

cenderung menurunkan efisiensi teknis.

Page 7: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

103

8.1.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petambak

responden menggunakan model efek inefisiensi dari fungsi produksi stochastic

frontier. Terjadinya efek in-efisiensi teknis dapat dilihat dari nilai gamma dimana

nilai gamma petambak sewa yaitu 0.801, petambak bagi-hasil 0.990 dan

petambak pemilik-garap 0.990. Nilai gamma yang mendekati 1 diinterpretasikan

bahwa seluruh error term adalah sebagai akibat dari efeke in-efisiensi ( dan

sebaliknya jika gamma mendekati nol diinterpretasikan bahwa error term berasal

dari noise (Kusnadi, et al., 2011), seperti cuaca, tingkat keceptan angin,

kualitas terik matahari. Bahkan hasil penelitian Boshrabadi, et al., (2006)

menunjukkan bahwa nilai gamma adalah satu. Hal ini tidak menjadi persoalan di

dalam studi efisiensi teknis produksi suatu komoditas pertanian. Menurut Trewin,

et al., (1995); Masdjidin dan Sumaryanto (2003); Saptana, et al., (2010);

Guesmi, et al., (2012) nilai gamma yang mendekati 1 ditegaskan interpretasinya

sangat baik karena error term hanya berasal dari inefisiensi yang berhubungan

dengan manajerial usaha serta faktor lain menyangkut karakteristik sosial dan

ekonomi. Sebaran efek in-efisiensi pada masing-masing petambak akan

dipaparkan di bawah ini.

1. Petambak Sewa

Nilai log likelihood dengan metode MLE masing-masing kelompok

petambak adalah lebih besar dari nilai likelihood dengan metode OLS yang

berarti fungsi produksi dengan metode MLE ini adalah baik dan sesuai dengan

kondisi dilapangan dimana nilai log likelihood MLE petambak sewa (48.650)

sedangkan OLS (39.862). Interpretasi dengan diagnostic statistic ini adalah

menunjukan bahwa model MLE yang dibangun menunjukan best fit keragaan

yang baik dan sesuai menurut kondisi dilapangan dengan memasukan efek in-

efisiensi sebagai gangguan internal dalam produksi.

Uji hipotesi lain untuk menguji signifkansi dari efek in-efisiensi yaitu uji

likelihood ratio yang dibandingkan dengan indeks kodde-Palm, dimana hipotesa

nol akan ditolak jika likelihood ratio lebih besar dari pada chi-square.

Berdasarkan Tabel 22 di bawah dihasilkan nilai LR Ratio untuk petambak sewa

17.577. sehingga hasilnya menolak hipotesa nol yang artinya fungsi cobb-

douglas yang dibentuk dapat menangkap kinerja dan perilaku sebagai efek in-

efisiensi dari usaha garam untuk petambak sewa yang ada di Kabupaten

Page 8: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

104

Indramayu. Sama halnya dari hasil penelitian Saptana, et al., (2010) pada

komoditas cabai dimana nilai LR-ratio lebih besar dari Chi-suare dengan

memasukan faktor risiko sebagai sumber in-efisiensi mempengaruhi terhadap

efisiensi petambak.

Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai rata-rata efieinsi (mean

technical efficiency) yang dicapai pada petambak sewa mencapai 0.911 atau

91.1 persen sehingga masih terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada

teknologi yang sama sebesar 8.9 persen untuk petambak sewa, melalui

pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi efisiensi. Dari 10

variabel sumber efek in-efisiensi petambak sewa ada yang signifikan dan ada

yang tidak signifikan terhadap efisiensi produksi. Hal ini karena setiap sumber in-

efisiensi berbeda-beda pengaruhnya.

Sumber dari efek in-efisiensi terdiri dari sebagai berikut : Umur (Z1). Faktor

umur dimasukkan ke dalam efek inefisiensi dengan dugaan bertanda positif (+)

terhadap efisiensi teknis. Pada kelompok petambak sewa efek umur bertanda

positif (+), tetapi hasil uji statistik ternyata faktor tersebut tidak berpengaruh pada

taraf nyata α 0.01 bahkan α 0.05. Tanda positif untuk faktor umur ini

diinterpretasikan bahwa semakin bertambah umur maka semakin bertambah

tingkat in-efisiensi teknisnya sehingga semakin bertambah umur semakin tidak

menguntungkan terhadap efisiensi produksi garam. Walaupun secara statistik

tidak signifikan, umur merupakan faktor utama dalam karakteristik petambak.

Semakin bertambah umur seharusnya lebih bisa meningkatkan efisiensi produksi

tetapi kondisinya kebalikannya. Untuk petambak yang berstatus sewa, umur

yang masih rata-rata sekitar 40 an banyak ditemukan masih semangat dalam

proses usaha garam. Semakin meningkatkan umurnya logikanya semakin

meningkat pengalamannya tetapi petambak sewa biasanya mereka enggan

untuk melakukan usaha garam secara sewa. Hal ini berhubungan dengan risiko

yang ditanggung, semakin meningkat umur petambak sewa, tingkat risiko yang

ditanggung semakin menurun. Dampak umur juga dalam rumah tangga

berhubungan terhadap manajerial dan pengambilan keputusan dalam usaha.

Rumah tangga muda dan rumah tangga berusia lebih efisien daripada tengah

umur bertentangan dengan apa yang diharapkan rumah tangga. Alasan yang

mungkin untuk perilaku ini bisa menjadi terkait dengan proses reproduksi dan

komposisi keluarga rumah tangga di mana rumah tangga paruh baya memiliki

tanggungan lebih dari pekerja dan karena itu cenderung menerapkan keputusan

Page 9: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

105

manajemen tepat waktu. Petambak dengan status sewa perlu banyak kerja (multi

tasking), sehingga umur yang masih muda masih cocok untuk melakukan usaha

garam dengan status sewa.

Pendidikan (Z2). Faktor pendidikan adalah jumlah waktu (tahun) yang

dihabiskan petambak untuk menjalani masa pendidikan formalnya. Variabel ini

dianggap sebagai pendekatan dari kemampuan manajerial petambak. Semakin

lama pendidikan petambak diduga semakin mendorong petambak untuk efisien

dalam proses produksi dan penggunaan input-input produksi. Tabel di bawah

menunjukkan bahwa lama pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat

inefisiensi masing-masing kelompok petambak pada taraf nyata α 0.05.

sedangkan pendidikan ini bertanda negatif pada kelompok petambak sewa.

Tanda tersebut sesuai dengan yang diharapkan walaupun nilainya mendekat nol

dalam arti tidak terlalu berkorelasi terhadap efek efisiensi. Fenomena ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh petambak maka

semakin tinggi kemampuan petambak untuk mengadopsi teknologi dan dapat

menggunakan input secara proporsional sehingga akan meningkatkan kinerja

dalam berusahatani garam.

Kondisi yang ada pada petambak sewa, rata-rata pendidikan hanya

sekolah dasar. Sehingga nilai efek efisiensi wajar tidak terlalu berkorelasi

terhadap efek in-efisiensi dengan nilai yang mendekati nol. Hanya kemampuan

menulis, membaca dan menghitung yang bisa mereka lakukan. Walaupun ada

seorang yang berpendidikan tinggi hal ini hanya pencilan saja. Berbeda ketika

ditemukan petambak sewa yang pernah mengenyam pendidikan sarjana seperti

Kepala Desa Santing yang sekaligus menjadi petambak garam sewa, mereka

bisa mengupayakan lahan sewaanya dengan baik.

Hal ini sama dengan penelitian Mynt dan Kyi (2005), dan Kebede (2001).

Menurut Kebede (2001), pendidikan meningkatkan kemampuan petambak untuk

mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang berguna tentang

input-input produksi. Hal ini sejalan dengan Johansson (2007) dan Latruffe, et al.,

(2009) yang berpendapat bahwa efisiensi manajerial meningkat dengan tingkat

pendidikan, dan pengalaman sehingga menghasilkan tingkat yang lebih tinggi

level produksinya. Sedangakn pada petambak pemilik-garap hubungan

pendidikan meningkatkan efek in-efisiensi, tetapi tidak signifikan pada taraf

nyata α 0.01 dan α 0.05. Hal ini sama dengan yang ditemui Sukiyono (2005);

Kurniawan (2012) dimana aspek pendidikan tidak berpengaruh terhadap efisiensi

Page 10: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

106

produksi pada petambak cabai merah di Kabupaten Rejang Lebong dan

petambak padi di Kabupaten Bariot Kuala. Petambak muda memiliki pendidikan

tinggi, lebih mampu mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi tentang

praktek-praktek pertanian baru. Di sisi lain, rumah tangga tua memiliki akses ke

lebih banyak sumber daya (lahan dan tenaga kerja) dapat menerapkan usaha

tambak yang direkomendasikan dipraktekkan dengan waktu yang tersedia.

Variabel pendidikan memberikan hasil yang beragam seperti yang diharapkan.

Dampak pendidikan pada TE adalah negatif, yang konsisten dengan hipotesis

bahwa pemdidikan rumah tangga kurang efisien jika pendidikan meningkat

kembali petambak dari kegiatan non-pertanian, sehingga realokasi perhatian

atau manajemen usaha garam ke aktivitas non-pertanian. Dampak pendidikan

terhadap efek efisiensi teknis adalah positif pada kelompok petambak pemilik-

garap, menyiratkan bahwa pendidikan meningkatkan petambak kemampuan

manajemen dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi yang sudah ada

secara turun termurun.

Pengalaman (Z3). Pada beberapa penelitian sebelumnya yang

menggunakan faktor pengalaman sebagai sumber efek in-efisiensi di berbagai

komoditas pertanian (Alam, et al., 2012); (Shanta, et al., 2012); (Barkhsh dan

Hasan, 2012) bahwa pengalaman dianggap sebagai pendekatan dari umur

dimana semakin bertambah umur maka pengalaman dalam usaha tersebut

meningkat dan hal ini mempengaruhi terhadap kinerja dan manajemen usaha.

Begitu pun pada petambak ditemukan bahwa petambak yang berumur relatif tua

tidak selalu memiliki pengalaman yang lebih banyak dari petambak yang lebih

muda. Tabel 22 di bawah terlihat bahwa pengalaman petambak sewa bertanda

bertanda negatif. Hal ini menunjukkan pada petambak sewa bahwa semakin

lama berpengalaman semakin meningkat tingkat efisiensinya. Hasil uji statistik

menyatakan faktor ini tidak signifikan pada taraf nyata α 0.05, dengan nilainya

mendekati nol dengan interpretasi bahwa peningkatannya tidak terlalu cepat

mengalami perubahan terhadap kualitas pengalaman dan begitupun terhadap

efek in-efisiensi. Perlu proses dan waktu untuk meningkatkan kualitas

pengalaman. Pengalaman dihasilkan dari proses berulang-ulang kali dalam

kegiatan produksi garam dengan berbagai terapan tambahan dan perbaik-

perbaikan. Banyak petambak sewa mereka melakukan perbaikan produksi dari

tahun ke tahun seperti perbaikan dalam proses persiapan lahan, pembenahan

tanggul dan pengerasa meja garam. Ada juga petambak sewa yang mencoba

Page 11: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

107

melakukan tambahan dengan memberikan lapisan plastik terpal untuk

mempercepat proses evaporasi dan supaya garam berwarna lebih putih. Rata-

rata pengalaman usaha petambak sewa sekitar 5 tahun. Dengan dihubungkan

dengan faktor umur juga dimana petambak sewa masih dalam usia muda rata-

rata 45 tahunan, maka hubungan antara umur, pengalaman dan pendidikan

dapat mendongkrak efisiensi teknis garam. Salah satu petambak sewa yang juga

berprofesi sebagai pengurus koperasi dan sebagai kepala desa bisa melakukan

produksi garam dengan luasan 10 hektar. petambak sewa umumnya memiliki

status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan petambak bagi-hasil dan

pemilik-garap lahan kecil.

Jumlah anggota keluarga (Z4). Jumlah anggota keluarga menyangkut

kepada ukuran keluarga (Household size) yang berhubungan dengan

keterlibatan anggota keluarga dalam usaha garam. Hal ini akan berpengaruh

karena dilihat dari fungsi produksinya hubungan tenaga kerja dengan produksi

pada OLS dan MLE berhubungan positif. Tambahan tenaga kerja baik dari dalam

anggota keluarga dan luar keluarga berpengaruh positif. Sedangkan jika

dihubungkan dengan efek in-efisiensi, faktor ini berpengaruh menurunkan in-

efisiensi pada petambak sewa. Dengan nilai parameter mendekati nol dan uji

statistik tidak signifikan baik pada taraf nyata α 0.01 atau α 0.05. Anggota

keluarga yang dilibatkan dalam usaha umumnya masih berusia remaja dan

masih usia sekolah, sedangkan jika yang terlibat adalah anak yang sudah

dewasa, mereka tidak terlalu termotivasi dalam keikutsertaan usaha garam,

dengan anggapan pekerjaan ini hanya sebatas membantu kepala keluarga untuk

memanfaatkan waktu. Rumah tangga dengan keluarga besar lebih efisien,

kemungkinan besar karena mereka berusaha untuk mencapai output yang lebih

tinggi untuk memenuhi persyaratan usaha garam. Rasio tanggungan dalam

keluarga menyiratkan bahwa ada sedikit tenaga kerja tersedia untuk pekerjaan

anggota keluarga dalam kegiatan pertanian. Anak-anak di rumah tangga berusia

cukup tua untuk kontribusi yang signifikan terhadap kegiatan pertanian rumah

tangga (Bagamba, 2007).

Petambak sewa tidak terlalu intensif dalam penggunaan anggota keluarga

mereka. Contohnya dalam penarikan air laut, pengerukan garam dan perbaikan

tanggul air irigasi mereka menggunakan anggota keluarga. Jika tidak ada

anggota keluarga yang bisa terlibat, petambak bisa memerintahkan kepada

pekerja yang siap bantu dalam proses produksi garam.

Page 12: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

108

3.02.52.01.51.0

1.00

0.95

0.90

0.85

0.80

0.75

0.70

Luas lahan (ha)

Efis

iens

i Tek

nis

Ukuran lahan (farm size) (Z5). Ukuran lahan adalah salah satu yang

harus dimasukan pada efek in-efisiensi dengan alasan ukuran sebagai satuan

untuk mengukur produktifitas dari curahan waktu pemakaian input dan

menajemen pengelolaan usaha (Umoh, 2006); (Obwona, 2006); (Shehu, et al.,

2010); (Zulkuwi, 2010). Pada kelompok petambak sewa pun demikian, faktor

peningkatan ukuran lahan meningkatkan efisiensi, tetapi tidak signifikan. Hal ini

karena luasan pengolahan lahan sudah optimal dimana seluruh sampel

petambak tingkat efisiensi teknisnya sudah di atas 0.7 persen atau 70 persen.

Dengan luasan 3 hektar tingkat efisiensi teknis sudah mencapai hampir 100

persen. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 23. Walaupun penyebarannya

tidak normal tetapi hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat ukuran

lahannya dengan maksimal lahan sampai 5 hektar maka efisiensi teknisnya

semakin mendekati satu.

Gambar 23. Hubungan antara Luas lahan dengan Efisiensi Teknis

Petambak Sewa

Karakteristik dari lahan sewa yang umumnya dalam satu hamparan seperti

yang ada di Kecamatan Losarang dan Kandang Haur menjadi faktor penentu

keberhasilan peningkatan produksi garam. Dalam 1 hamparan (kavling) bisa

mencapai 5 hektar lahan sewa. Hal ini memudahkan petambak dalam mengatur

sistem irigasi pengaliran air laut ke blok-blok peminihan dalam satu kawasan.

Jika dalam 3 hektar petambak memiliki 6 set proses pembuatan garam, mereka

bisa melakukan proses pemanena dalam 1 hari 3 set meja garam. Dengan

Page 13: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

109

bantuan tenaga kerja tambahan di luar anggota keluarga mereka bisa optimal

pengerukan garam. Bisa mengukur tingkat kecepatan proses pengerukan

menjadi keberhasilan dalam peningkatan produksi. Biasanya petambak sewa

mencari tenaga kerja yang sudah terbiasa dengan spesialisasi pengerukan atau

sudah lama menjadi anak buahnya dalam satu grup kawasan tambak garam.

Lama keanggotaan dalam Kelompok (Z6). Faktor keanggotaan dalam

kelompok petambak garam baik dibawah koperasi dan kegiatan program

pemerintah diharapkan bertanda negatif terhadap inefisiensi. Dari hasil analisis

efek efisiensi sebaliknya bertanda positif artinya bahwa akitiftas tersebut malah

berdampak meningkatkan in-efisiensi. Petambak merasakan belum adanya

manfaat dari keanggotaan petambak tersebut menyebabkan petambak garam di

daerah penelitian yang menjadi anggota kelompok petambak cenderung belum

bisa menilai eksistensi kelompok itu seperti apa kemanfaatanya. Petambak

sebetulnya banyak berharap dengan adanya kelompok yaitu adanya kemudahan

akses kredit pembiayaan (modal) dalam usaha garam. Beberapa tahun

kebelakang digulirkan seperti PUGAR yang memberlakukan pembentukan

kelompok, tetapi hal ini belum berpengaruh terhadap efisiensi teknis petambak.

Pada saat ini kelompok hanya sebagai wadah untuk penerima bantuan saja dan

rawan terhadap kepentingan elit tokoh lokal termasuk elit kepemimpinan

koperasi. Sama halnya yang temuan hasil penelitian Kurniawan, et al., (2008)

bahwa kanggotaan dalam kelompok tani tidak dirasakan bermanfaat bagi

kelompok karena cenderung adanya konflik antara pengurus dalam koperasi dan

internal kelompok sendiri, begitu pun dengan temuan Kurniawan, et al., (2010).

Sedangkan temuan Fauziyah (2010b) keanggotan dalam kelompok petambak

dan koperasi mempengaruhi terhadap peningkatan efisiensi tetapi tidak

signifikan. Dengan masuknya sebagai kelompok mereka merasa membuang-

buang waktu dan lebih baik menghemat waktu untuk dapat lebih fokus pada

produksi garam dan usaha lainnya. Kehadiran petambak dalam acara kelompok

terkadang dengan terpaksa atau segan terhadap penyuluh dan aparat

pemerintah, terlebih kalau sudah terjadi konflik sebelumnya antara kelompok

dengan penyuluh atau dengan pendamping PUGAR. Seperti terjadi di

Kecamatan Kandang Haur pernah terjadi konflik antara kelompok petambak

dengan pendamping sehingga hal ini menjadi catatan buruk bagi petambak

lainnya dengan menambah ketidakmauannya untuk aktif dalam kegiatan

keiompok.

Page 14: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

110

Pendapatan (income) usaha garam (Z7). Pendapatan usaha dimasukan

dalam efek in-efisiensi karena faktor tersebut berhubungan dengan manajemen

pengelolaan keuangan termasuk pengelolaan input produksi. Pendapatan dalam

usaha garam ini berhubungan dengan faktor harga yang berfluktuasi, sehingga

berdampak pada pendapatan yang berbeda-beda dalam tiap bulan atau bahkan

tiap kali penjualan. Faktor pendapatan yang bertanda negatif dan signifikan taraf

nyata α 0.05, mengartikan bahwa semakin meningkat pendapatan maka

meningkat pula efisiensinya. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa semakin

meningkat pendapatannya maka semakin meningkat pula tingkat efisiensi

teknisnya. Pada petambak sewa pendapatan usaha garam ini mereka sekitar Rp

39 juta dengan terendah Rp 12 juta dan tertinggi Rp 61 juta. Perbedaan

pendapatan ini karena perbedaan ukuran pengolahan lahan dan harga jual yang

diterima oleh masing-masing petambak (data pendapatan dihasilkan dari

pencatatan petambak selama musim Tahun 2011 dengan berbagai tingkat harga

jual). Walaupun informasi harga yang diterima oleh petambak tidak bisa

didapatkan informasinya tetapi beberapa petambak mencatat pendapatan

penjualan garam.

Gambar 24. Hubungan antara Pendapatan dengan Efisiensi Teknis Petambak

Sewa

Akses Kredit (Z8). Faktor akses kredit sebagai faktor yang dimasukan

pada model efek in-efisiensi hal ini karena diduga dengan adanya akses

pinjaman modal akan meningkatkan efisiensi karena peluang untuk mengolah

inputan sesuai yang dibutuhkan tercapai. Fakta ini tidak signifikan pada

petambak sewa, sedangkan hubungannya antara peningkatan ketersediaan

70605040302010

1.0

0.9

0.8

0.7

0.6

Pendapatan (dalam juta)

Efis

iens

i Tek

nis

Page 15: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

111

modal atau bisa akses terhadap pembiayaan bisa meningkatkan terhadap

efisiensi produksi. Petambak sewa rata-rata yang ditemukan banyak yang tidak

melakukan akses pembiayaan kepada kelembagaan keuangan atau perbankkan.

Mereka hanya mengandalkan modal pribadi saja.

Secara karakteristik sosial, petambak sewa unumnya termasuk petambak

yang memiliki kekayaan yang besar. Banyak petambak sewa yang hanya

memegang satu orang untuk mengatur mengelola garapan lahan garam

sedangkan dirinya sendiri hanya mengontrol kondisi produksi. Seperti yang

dilakukan oleh pengurus-pengurus Koperasi Soromadu Desa Santing Kecamatan

Losarang, rata-rata mereka mengelola lahan sawa 5 hektar dan bahkan ada

yang mencapai 10 hektar dengan menunjuk 2 orang pengolah lahan dengan

tetap yang mengelola keuangan dirinya sendiri.

Pemakaian zat Aditif (Z9). Faktor penggunaan zat aditif yang digunakan

untuk usaha garam, disertakan ke dalam model efek inefisiensi teknis dengan

dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Pendugaan tersebut tidak sesuai dengan

harapan yang terjadi pada seluruh kelompok petambak dimana penggunaan zat

aditif berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis dan dengan nilai parameter

mendekati nol.

Petambak sewa sebetulnya adaptif terhadap tambahan-tambahan

teknologi dalam produksi. Tetapi karena zat aditif yang selama ini baru saja

diperkenalkan dan rata-rata petambak lain mendapatkannya secara gratis karena

pemberian program PUGAR, maka pada petambak sewa masih jarang

menggunakan zat aditif secara besar-besaran. Uji coba yang sudah mereka

lakukan pada tahun 2010 tidak terlalu signifikan mereka rasakan terhadap

produksi dan keuntungan, sehingga pada tahun 2011 mereka tidak

menggunakan kembali zat aditif ramsol. Alasannya akan menambah lagi biaya

produksi dimana setiap hari mereka harus mengeluarkan 1 bungkus ramsol yang

rata-rata mencapai Rp. 1500 per bungkus. Secara politis mereka berpikir juga

dengan menggunakan ramsol yang awalnya diperkenalkan oleh pemerintah dan

oleh satu orang yang ditunjuk langsung oleh dinas untuk mempromosikan ramsol

dirasa akan menjadi ketergantungan bagi petambak. Program pengadaan ramsol

hanya menjadi sumber keuntungan bagi segelintir pihak dinas terkait dari hasil

mempromosikan ramsol.

Page 16: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

112

Tabel 23. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Petambak Sewa (Cash rent)

Efek In-efisiensi Parameter Koefisien St-error t-ratio

Intersep δ0 0.194 0.203 0.957

Umur δ1 0.003 0.003 0.975

Pendidikan δ2 -0.011 0.016 -0.687

Pengalaman δ3 -0.003 0.006 -0.446

Jumlah anggota keluarga δ4 -0.022 0.025 -0.863

Ukuran lahan δ5 0.254 0.127 2.008 **

Lama keanggotaan kelompok δ6 0.011 0.025 0.448

Pendapatan δ7 -0.006 0.003 -2.032 **

Akses kredit δ 8 -0.012 0.001 -1.324

Pemakaian aditif (dummy) δ 9 0.000 1.000 0.000

Penggunaan mesin pompa air (dummy)

δ 10

-0.069 0.060 -1.159

Sigma squared 0.005 0.003 1.699 **

Gamma 0.801 0.144 5.570 ***

Log Likelihood 17.577 ***

LR Test one sided error 48.650

Rata-rata efisiensi 0.911

*) Nyata taraf α 10%, **) Nyata taraf α 5% dan ***) Nyata taraf α 1%

Penggunaan mesin pompa air (Z8). Faktor penggunaan mesin yang

digunakan untuk mengalirkan air laut untuk mengisi saluran irigasi petakan di

area pinggiran peminihan usaha garam disertakan ke dalam model efek

inefisiensi teknis dengan dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Seluruh tanda

untuk faktor penggunaan pompa dalam efek in-efisiensi ini bertanda negarif

artinya dengan menggunakan pompa bisa meningkat tingkat efisiensinya karena

hal mereka tidak perlu mengeluarkan waktu untuk kontrol terhadap saluran irigasi

dan mengalih-alihkan kincir angina, dan tidak perlu menambah tenaga kerja baik

dari keluarga atau dari luar untuk melakukan ngobyok. Ngobyok artinya

mengambil air secara manual. Uji signfikansi dari faktor ini semuanya tidak

berpengaruh nyata pada α 0.01 dan α 0.05. Petambak yang memiliki pompa

mesin sendiri untuk mengalirkan air lebih efisien karena tingkat aliran air laut bisa

diukur dengan kondisi lahan peminihan. Penggunaan pompa ini sama halnya

dengan ketersediaan irigasi jauh dekatnya irigasi yang sering digunakan oleh

petambak padi. Banyak pompa digunakan oleh petambak yang cukup jauh

kawasan lahannya dari irigasi skunder atau jauh dari penampungan air yang

disediakan oleh juragan. Pada penelitian usaha pertanian, faktor irigasi sangat

penting dalam penyediaan air. Terlebih dalam usaha garam. Dengan adanya

infrastruktur irigasi petambak dapat tercukupi kebutuhan air untuk kualitas

produksi pertanian (Narala dan Zala, 2010); (Khai dan Yabe, 2011).

Page 17: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

113

2. Petambak Bagi-hasil

Nilai untuk petambak bagi-hasil MLE (45.801) sedangkan OLS (26.440).

Interpretasi dengan diagnostic statistic ini adalah menunjukan bahwa model MLE

yang dibangun menunjukan best fit keragaan yang baik dan sesuai menurut

kondisi dilapangan dengan memasukan efek in-efisiensi sebagai gangguan

internal dalam produksi. Dengan nilai gamma 0.999 dipastikan 99 persen error

term dalam fungsi produksi berasal dari efek in-efisiensi.

Fungsi inefisiensi petambak bagi-hasil dapat dilihat pada Tabel 23 di

bawah. Nilai rata-rata efieinsi (mean technical efficiency) yang dicapai pada

petambak bagi-hasil 0.697 atau 69.7 persen sehingga masih terdapat ruang

untuk meningkatkan efisiensi bagi petambak ini dari strategi meningkatkan

efisiensi pada teknologi yang sama. Dari 10 variabel sumber efek in-efisiensi

tingkat hubungan terhadap efek in-efisiensi berbeda-beda. Hal ini dipaparkan

berikut ini.

Sumber dari efek in-efisiensi terdiri dari sebagai berikut : Umur (Z1). Faktor

umur dimasukkan ke dalam efek inefisiensi dengan dugaan bertanda positif (+)

terhadap efisiensi teknis. Pada kelompok petambak bagi-hasil bertanda negative

(-). Hasil uji statistik ternyata faktor tersebut tidak berpengaruh pada taraf nyata α

0.01 bahkan α 0.05. Bertanda negatif yang artinya pada kelompok petambak ini

semakin bertambah umur petambak akan meningkatkan efisiensi teknisnya. Hal

ini dapat dijelaskan petambak bagi-hasil rata-rata sudah berumur hal ini karena

adanya turun-temurun usaha garam yang terikat dengan juragan tanah, dimana

seiring dengan peningkatan usia petambak, kemampuan bekerja yang dimiliki,

daya juang dalam berusaha, keinginan dalam menanggung resiko dan keinginan

menerapkan inovasi-inovasi baru juga semakin bertambah. Petambak bagi-hasil

yang berumur dewasa haus akan teknologi dan inovasi garam. Beberapa

responden petambak yang sudah berumur tua selalu melakukan inovasi

terhadap keragaan tambahan. Seperti keragaan untuk membuat teknik ulir atau

petakan ulir sebagai teknologi mempercepat evaporasi. Inovasi terhadap proses

pencucian atau inovasi bagaimana mendapatkan Kristal garam yang besar-besar

sehingga dapat meningkat bobot garam krosoknya dengan cara menambahkan

zat impuritif ke dalam air tuah meja garam.

Pendidikan (Z2). Faktor pendidikan adalah jumlah waktu (tahun) yang

dihabiskan petambak untuk menjalani masa pendidikan formalnya. Variabel ini

Page 18: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

114

dianggap sebagai pendekatan dari kemampuan manajerial petambak. Semakin

lama pendidikan petambak diduga semakin mendorong petambak untuk efisien

dalam proses produksi dan penggunaan input-input produksi. Tabel 23 di bawah

menunjukkan bahwa lama pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat

inefisiensi pada taraf nyata α 0.05. sedangkan pendidikan ini bertanda negatif.

Tanda tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Fenomena ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh petambak maka semakin tinggi

kemampuan petambak untuk mengadopsi teknologi dan dapat menggunakan

input secara proporsional sehingga akan meningkatkan kinerja dalam

berusahatani garam. Hal ini sama dengan penelitian Mynt dan Kyi (2005), dan

Kebede (2001). Menurut Kebede (2001), pendidikan meningkatkan kemampuan

petambak untuk mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang

berguna tentang input-input produksi. Hal ini sejalan dengan Johansson (2007)

dan Latruffe, et al., (2009) yang berpendapat bahwa efisiensi manajerial

meningkat dengan tingkat pendidikan, dan pengalaman sehingga menghasilkan

tingkat yang lebih tinggi level produksinya. Petambak muda memiliki pendidikan

tinggi, lebih mampu mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi tentang

praktek-praktek pertanian baru. Di sisi lain, rumah tangga tua memiliki akses ke

lebih banyak sumber daya (lahan dan tenaga kerja) dapat menerapkan usaha

tambak yang direkomendasikan dipraktekkan dengan waktu yang tersedia.

Variabel pendidikan memberikan hasil yang beragam seperti yang diharapkan.

Dampak pendidikan pada TE adalah negatif, yang konsisten dengan hipotesis

bahwa pendidikan rumah tangga kurang efisien jika pendidikan meningkat

kembali petambak dari kegiatan non-pertanian, sehingga realokasi perhatian

atau manajemen usaha garam ke aktivitas non-pertanian.

Pengalaman (Z3). Pada beberapa penelitian sebelumnya yang

menggunakan faktor umur sebagai sumber efek in-efisiensi di berbagai

komoditas pertanian (Alam, et al., 2012); (Shanta, et al., 2012); (Barkhsh dan

Hasan, 2012) bahwa pengalaman dianggap sebagai pendekatan dari umur

dimana semakin bertambah umur maka pengalaman dalam usaha tersebut

meingkat dan hal ini mempengaruhi terhadap kinerja dan manajemen usaha.

Begitu pun pada petambak ditemukan bahwa petambak yang berumur relatif tua

tidak selalu memiliki pengalaman yang lebih banyak dari petambak yang lebih

muda. Tabel 23 di bawah terlihat bahwa pengalaman petambak sewa bertanda

negatif. Bagi petambak bagi-hasil semakin lama berpengalam semakin

Page 19: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

115

meningkat tingkat efisiensinya. Hasil uji statistik menyatakan faktor ini signifikan

pada petambak bagi-hasil pada taraf nyata α 0.05, dengan nilainya mendekati

nol dengan interpretasi bahwa peningkatannya tidak terlalu cepat mengalami

perubahan terhadap kualitas pengalaman dan begitupun terhadap efek in-

efisiensi. Perlu proses dan waktu untuk meningkatkan kualitas pengalaman.

Jumlah anggota keluarga (Z4). Jumlah anggota keluarga menyangkut

kepada ukuran keluarga (Household size) yang berhubungan dengan

keterlibatan anggota keluarga dalam usaha garam. Hal ini akan berpengaruh

karena dilihat dari fungsi produksinya hubungan tenaga kerja dengan produksi

pada OLS dan MLE berhubungan positif. Tambahan tenaga kerja baik dari dalam

anggota keluaraga dan luar keluaraga berpengaruh positif. Sedangkan jika

dihubungkan dengan efek in-efisiensi, faktor ini berpengaruh meningkatkan in-

efisiensi terhadap produksi pada petambak sewa akan menurunkan efek in-

efisiensi. Dengan nilai parameter mendekati nol dan uji statistik tidak signifikan

baik pada taraf nyata α 0.01 atau α 0.05. Anggota keluarga yang dilibatkan

dalam usaha umumnya masih berusia remaja dan masih usia sekolah,

sedangkan jika yang terlibat adalah anak yang sudah dewasa, mereka tidak

terlalu termotivasi dalam keikutsertaan usaha garam, dengan anggapan

pekerjaan ini hanya sebatas membantu kepala keluarga untuk memanfaatkan

waktu. Variabel ukuran keluarga negatif dan positif sama-sama berhubungan

dengan efisiensi teknis. Rumah tangga dengan keluarga besar lebih efisien,

kemungkinan besar karena mereka berusaha untuk mencapai output yang lebih

tinggi untuk memenuhi persyaratan usaha garam. Rasio tanggungan dalam

keluarga menyiratkan bahwa ada sedikit tenaga kerja tersedia untuk pekerjaan

anggota keluarga dalam kegiatan pertanian. Anak-anak di rumah tangga berusia

cukup tua untuk kontribusi yang signifikan terhadap kegiatan pertanian rumah

tangga (Bagamba, 2007).

Ukuran lahan (farm size) (Z5). Ukuran lahan adalah salah satu yang

harus dimasukan pada efek in-efisiensi dengan alasan ukuran sebagai satuan

untuk mengukur produktifitas dari curahan waktu pemakaian input dan

menajemen pengelolaan usaha (Umoh, 2006); (Obwona, 2006); (Shehu, et al.,

2010); (Zulkuwi, 2010). Pada usaha garam rakyat di Kabupaten Indramayu untuk

kelompok petambak bagi-hasil signifikan terhadap in-efisiensi, dimana ketika

kelompok petambak ini meningkatkan lahan dampaknya akan meningkatkan

efek in-efisiensinya atau sebaliknya dengan meningkatkan lahan akan

Page 20: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

116

54321

1.0

0.9

0.8

0.7

0.6

Luas lahan (ha)

Efis

iens

i Tek

nis

menurunkan efisiensi. Dengan rata-rata kelola lahan sekitar 1.9 hektar (hampir

mencapai 2 hektar) sudah mencapai batas optimal untuk skala usaha garam

rakyat dengan pola bagi-hasil. Hal ini dapat dilihat juga pada Gambar 25

pengelolaan lahan paling besar sektiar 5 hektar sudah mencapai tingkat efisiensi

teknis, sedangkan petambak bagi-hasil yang mengelola di bawah 1.5 hektar

tingkat efisiensi masih dibawah 0.7 atau 70 persen.

Gambar 25. Hubungan antara Luas lahan dengan Efisiensi Teknis

Petambak Bagi-hasil

Lama keanggotaan dalam Kelompok (Z6). Faktor keanggotaan dalam

kelompok petambak garam baik dibawah koperasi dan kegiatan program

pemerintah bertanda negative terhadap inefisiensi pada petambak sewa dan

nyata pada taraf α 0,01. Dari sisi jumlah petambak garam, yang banyak menjadi

kelompok petambak adalah kelompok petambak bagi-hasil, dan kelompok ini

banyak terlibat dalam kegiatan program PUGAR yang sedang dijalankan oleh

pemerintah daerah. Dengan cukup sering bertemunya dengan pendamping atau

penyuluh pugar walaupun hanya sebatas pencatatan produksi dan pembagian

bantuan langsung masyarakat berupa peralatan produksi seperti pompa, kincir

angin dan ramsol memberikan dampak pada peningkatan efisiensi teknis.

Penyuluh dapat meningkatkan efisiensi melalui perubahan teknik produksi

garam, mekanisasi dan penggunaan tambahan teknologi serta peningkatan

pengetahuan melalui training. Petambak sebetulnya banyak berharap dengan

adanya kelompok yaitu adanya kemudahan akses kredit pembiayaan (modal)

dalam usaha garam. Beberapa tahun kebelakang digulirkan seperti PUGAR yang

Page 21: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

117

memberlakukan pembentukan kelompok, tetapi hal ini belum berpengaruh

terhadap efisiensi teknis petambak.

Pendapatan (income) usaha garam (Z7). Pendapatan usaha dimasukan

dalam efek in-efisiensi karena faktor tersebut berhubungan dengan manajemen

pengelolaan keuangan termasuk pengelolaan input produksi. Pendapatan dalam

usaha garam ini berhubungan dengan faktor harga yang berfluktuasi, sehingga

berdampak pada pendapatan yang berbeda-beda dalam tiap bulan atau bahkan

tiap kali penjualan. Faktor pendapatan yang bertanda negatif pada seluruh

kelompok petambak dan signifikan di taraf nyata α 0,01 mengartikan bahwa

semakin meningkat pendapatan maka meningkat pula efisiensinya. Data empirik

mencatat pendapatan petambak bagi-hasil rata-rata Rp. 42 juta dengan harga

jual tentunya yang berbeda-beda juga tiap bulan. Pada 2 bulan awal panen

mereka mendapatkan harga yang lebih rendah dibandingkan menjelang akhir

musim panen sedangkan produksi melimpah. Sebaliknya menjelang akhir

musim, harga jual meningkat sedangkan produksi makin menurun.

Gambar 26. Hubungan antara Pendapatan dengan Efisiensi Teknis

Petambak Bagi-hasil

Bagi petambak bagi-hasil yang juragannya memiliki gudang, mereka bisa

menyelamatkan hasil panen pada waktu puncak panen dengan disimpan

digundang. Dengan mengeluarkan biaya per satu kali penyimpanan per ton Rp 8

ribu rupiah mereka lebih memilih mengamankan dulu garam krosok dan akan

mereka jual ketika akhir musim garam atau ketika musim hujan. Manajemen

5040302010

1.00

0.95

0.90

0.85

0.80

0.75

0.70

Pendapatan (dalam juta)

Efis

iens

i Tek

nis

Page 22: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

118

stock sebagai strategi mendapatkan pendapatan lebih besar juga pernah

disosialisasikan oleh koperasi dari bentukan program PUGAR. Pada tahun 2011

koperasi bisa mendapatkan stock garam mencapai 30 ton.

Akses Kredit (Z8). Pada petambak bagi-hasil modal mereka disediakan

oleh para juragannya dan dalam hal ini mereka walaupun terikat tetapi tidak ada

beban tanggung jawab terhadap pengembalian. Hal ini sama halnya yang

ditemukan oleh Idiong (2010) pada komunitas petambak padi di Nigeria,

petambak kecil (small farmer) sering terikat dengan rentenir yang berpola

lembaga keuangan mikro (micro finance institution). Tujuan awalnya adalah

meningkatkan efisiensi mengolah inputan dengan optimal tetapi petambak dikejar

untuk mengembalikan pinjaman dengan tingkat bunga yang tinggi. Begitu pun

penelitian Islam, et al., (2011) bahwa akses kredit pada petambak kecil

dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan rumah tangga petambak dan tidak terlalu

signifikan terhadap pembiayaan yang dialokasikan untuk usaha.

Hal tersebut sesuai dengan empirik lapangan. Bagi petambak bagi-hasil

ketergantungan terhadap pemilik modal sangat tinggi. Mereka sebetulnya sangat

berharap sekali dengan adanya program PUGAR bisa memberikan permodalan

dalam produksi garam. Permodalan yang bisa mengurangi biaya produksi atau

juga BLM yang bisa meningkatkan produksi garam. Tetapi PUGAR tidak sesuai

dengan yang mereka harapkan.

Pemakaian zat Aditif (Z9). Faktor penggunaan zat aditif yang digunakan

untuk usaha garam, disertakan ke dalam model efek inefisiensi teknis dengan

dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Pendugaan tersebut tidak sesuai dengan

harapan yang terjadi pada petambak sewa dimana faktor tersebut tidak

berpengaruh dengan nilai parameter mendekati nol.

Sama dengan petambak sewa yang berpengaruh positif terhadap

inefisiensi. Dengan memakai ramsol bisa dikatakan tidak berpengaruh terhadap

efisiensi produksi. Alasan yang rasional pada petambak bagi-hasil mereka

dengan menggunakan ramsol akan menambah pekerjaan dan menambah biaya

tentunya. Jika dihubungkan dengan kualitas mereka rasakan memang ada

perbedaan sedikit tetapi ketika garam ramsol dijual, harga jual garam ramsol

sama saja dengan harga jual garam non-ramsol. Mereka berharap jika harga

garam ramsol dihargakan lebih tinggi dan bisa menutupi biaya produksi,

petambak akan menggunakan ramsol sesuai dengan anjuran dari pemerintah

dinas setempat..

Page 23: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

119

Penggunaan mesin pompa air (Z10

). Faktor penggunaan mesin yang

digunakan untuk mengalirkan air laut untuk mengsisi saluran irigasi petakan di

area pinggiran peminihan usaha garam disertakan ke dalam model efek

inefisiensi teknis dengan dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Uji signifikansi

dari faktor ini tidak berpengaruh nyata pada α 0.01 dan α 0.05. Petambak yang

memiliki pompa mesin sendiri untuk mengalirkan air lebih efisien karena tingkat

aliran air laut bisa diukur dengan kondisi lahan peminihan.

Tabel 24. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Petambak Bagi-hasil (Share rent)

Efek In-efisiensi Parameter Koefisien St-error t-ratio

Intersep δ0 0.372 0.217 1.714

Umur δ1 -0.001 0.003 -0.359

Pendidikan δ2 -0.003 0.011 -0.228

Pengalaman δ3 -0.006 0.005 -1.782 **

Jumlah anggota keluarga δ4 0.012 0.021 0.594

Ukuran lahan δ5 0.128 0.034 3.810 ***

Lama keanggotaan kelompok δ6 -0.010 0.018 -0.564

Pendapatan δ7 -0.002 0.000 -4.985 ***

Akses kredit δ 8 0.000 0.000 0.336

Pemakaian aditif (dummy) δ 9 -0.002 0.001 -2.720 ***

Penggunaan mesin pompa air (dummy)

δ 10

-0.015 0.083 -0.185

Sigma squared 0.006 0.003 2.014 ***

Gamma 0.990 0.000 4.913 ***

LR Test one sided error 38.722 ***

Log Likelihood 45.801

Rata-rata efisiensi 0.697

*) Nyata taraf α 10%, **) Nyata taraf α 5% dan ***) Nyata taraf α 1% 3. Petambak Pemilik-garap

Nilai untuk petambak bagi-hasil MLE (45.801) sedangkan OLS (26.440),

dan untuk petambak pemilik-garap (27.142) sedangkan OLS (20.182).

Interpretasi dengan diagnostic statistic ini adalah menunjukan bahwa model MLE

yang dibangun menunjukan best fit keragaan yang baik dan sesuai menurut

kondisi dilapangan dengan memasukan efek in-efisiensi sebagai gangguan

internal dalam produksi.

Uji hipotesi lain untuk menguji signifkansi dari efek in-efisiensi yaitu uji

likelihood ratio yang dibandingkan dengan indeks kodde-Palm, dimana hipotesa

nol akan ditolak jika likelihood ratio lebih besar dari pada chi-square.

Berdasarkan Tabel 24 di bawah dihasilkan nilai LR Ratio untuk petambak sewa

Page 24: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

120

17.577, petambak bagi-hasil 38.722 dan petambak pemilik-garap 13.920. Nilai

LR Ratio tersebut lebih besar dibanding dengan nilai chi-square pada taraf nyata

α 0.01 sebesar (14.95) sehingga hasilnya menolak hipotesa nol yang artinya

fungsi cobb-douglas yang dibentuk dapat menangkap kinerja dan perilaku

sebagai efek in-efisiensi dari usaha garam yang ada di Kabupaten Indramayu.

Sama halnya dari hasil penelitian Saptana, et al., (2010) pada komoditas cabai

dimana nilai LR-ratio lebih besar dari Chi-suare dengan memasukan faktor risiko

sebagai sumber in-efisiensi mempengaruhi terhadap efisiensi petambak.

Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 24. Nilai rata-rata efieinsi (mean

technical efficiency) yang dicapai pada petambak sewa mencapai 0.823 atau

82.3 persen, petambak pemilik-garap bisa meningkatkan 17.7 persen untuk

peningkatan produksi, melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan

mempengaruhi efisiensi. Dari 10 variabel sumber efek in-efisiensi masing-

masing kelompok petambak berbeda dalam nilai signifikansinya.

Sumber dari efek in-efisiensi terdiri dari sebagai berikut : Umur (Z1). Faktor

umur dimasukkan ke dalam efek inefisiensi dengan dugaan bertanda positif (+)

terhadap efisiensi teknis. Pada pemilik-garap efek umur bertanda positif (+). Hasil

uji statistik ternyata faktor tersebut tidak berpengaruh pada taraf nyata α 0.01

bahkan α 0.05. Tanda positif untuk faktor umur ini diinterpretasikan bahwa

semakin bertambah umur maka semakin bertambah tingkat in-efisiensi

teknisnya.

Pendidikan (Z2). Faktor pendidikan pada Tabel 24 menunjukkan bahwa

lama pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat inefisiensi petambak

pada taraf nyata α 0.01 dan α 0.05. Efek pendidikan yang bertanda positif dan

nilainya mendekati nol jika diartikan bahwa permasalahan pendidikan

mempengaruhi terhadap peningkatan efisiensi. Hal ini sebetulnya tidak sesuai

dengan harapan yang dinginkan karena beberapa temuan hubungan pendidikan

terhadap efisiensi produksi akan meningkatkan efisiensi karena berhubungan

dengan tingkat kecerdasan dalam pengelolaan usaha. Rata-rata petambak

pemilik-garap berpendidikan rendah hanya lulusan sekolah dasar umumnya.

Pengalaman (Z3). Faktor pengalaman pada petambak pemilik-garap

bertanda positif. Hal ini menunjukkan pada petambak pemilik-garap semakin

berpengalaman, petambak semakin tidak efisien dalam berproduksi dan dalam

menggunakan input-input produksi. Hasil uji statistik menyatakan faktor ini tidak

signifikan pada taraf nyata α 0.05, dengan nilainya mendekati nol dengan

Page 25: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

121

interpretasi bahwa peningkatannya tidak terlalu cepat mengalami perubahan

terhadap kualitas pengalaman dan begitupun terhadap efek in-efisiensi. Pada

petambak pemilik-garap hasilnya ditemukan adanya faktor teknologi garam yang

sudah lama tidak mengalami perubahan sehingga menjadi jenuh pada petambak

garam. Jadi walaupun petambak sudah pengalaman malah tidak berpengaruh

terhadap teknis produksi atau dengan kebiasaan yang sudah dilakukan oleh

petambak garam pemilik-garap malah cenderung tidak efisien. Karena

keterbatasan informasi dan sikap yang tidak terlalu membuka diri terhadap

inovasi teknologi garam menjadi mereka terbiasa dengan proses produksi yang

sama.

Jika dihubungkan dengan pendidikan dan pengalaman semuanya yang

bertanda positif hal ini memberikan gambaran bahwa sebetulnya dilapangan

usaha garam tidak dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman. Usaha yang

dikatakan tidak terlalu menguras kecerdasan berpikir menjadikan usahanya

merupakan usaha yang berorientasi tidak terlalu menjamin mendapatkan

keuntungan. Hanya mengandalkan tenaga dan keterampilan mengelola

evaporasi air menjadikan usaha ini menurut petambak tidak perlu pendidikan

tinggi dan pengalaman. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Kurniawan,

et al., (2008), Mariyah (2008), Jasila (2008) dan Babalola, et al., (2009) bahwa

pengalaman berpengaruh positif terhadap inefisiensi. Alasan yang diungkapkan

petambak berpengalaman cenderung tidak efisien dalam menggunakan input

atau perbaikan teknis lain karena kebiasaan atau tidak punya kekuatan lain untuk

perbaikan. Selain itu semakin lama mereka bertambak garam semakin mereka

tidak terlalu memperbaiki proses produksi dan mereka melakukan produksi

hanya asal-asalan saja. Ketika mereka tidak memiliki modal pada awal musim

kemarau, mereka membiarkan lahan yang sebelumnya dipakai budidaya ikan

menjadi lahan yang dikosongkan. Beberapa petambak pemilik-garap di Kandang

Haur melakukan hal pembiaran terhadap lahan.

Jumlah anggota keluarga (Z4). Jumlah anggota keluarga menyangkut

kepada ukuran keluarga (Household size) yang berhubungan dengan

keterlibatan anggota keluarga dalam usaha garam. Pada petambak pemilik-

garap efek ini bertanda negative artinya bahwa semakin banyak keterlibatan

anggota keluarga ikut dalam usaha garam maka tingkat efisiensi meningkat. Hal

ini berhubungan positif dengan jumlah tenaga kerja yang berdampak pada

peningkatan produksi garam.

Page 26: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

122

Seringnya anggota keluarga baik istrinya dan anaknya yang terlibat dalam

usaha garam memiliki tujuan salahsatunya meningkatkan orang yang membantu

dalam proses teknis sehingga diprediksikan bisa mempercepat proses aliran

pembuatan garam, sedangkan dilihat dari biaya akan mengurangi beban tenaga

kerja yang bisa dialokasikan untuk biaya lainnya, begitu pun anggota keluarga

tidakhanya ikut dalam proses pembuatan garam tetapi terkadang membantu

dalam proses pengangkutan garam ke gudang.

Tabel 25. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Pemilik-Garap (Owner)

Efek In-efisiensi Parameter Koefisien St-error t-ratio

Intersep δ0 -0.045 0.981 -0.045

Umur δ1 0.010 0.015 0.688

Pendidikan δ2 0.003 0.063 0.044

Pengalaman δ3 0.011 0.019 0.604

Jumlah anggota keluarga δ4 -0.104 0.533 -0.196

Ukuran lahan δ5 -0.032 0.980 -0.032

Lama keanggotaan kelompok δ6 0.022 0.098 2.222 ***

Pendapatan δ7 -0.012 0.020 -0.622

Akses kredit δ 8 0.002 0.020 1.848 **

Pemakaian aditif (dummy) δ 9 0.000 1.000 0.000

Penggunaan mesin pompa air (dummy)

δ 10

-0.224 0.515 -0.434

Sigma squared 0.035 0.025 1.719 **

Gamma 0.990 0.112 8.890 ***

LR Test one sided error 13.920 ***

Log Likelihood 27.142

Rata-rata efisiensi 0.823

*) Nyata taraf α 10%, **) Nyata taraf α 5% dan ***) Nyata taraf α 1%

Ukuran lahan (farm size) (Z5). Ukuran lahan adalah salah satu yang

harus dimasukan pada efek in-efisiensi dengan alasan ukuran sebagai satuan

untuk mengukur produktifitas dari curahan waktu pemakaian input dan

menajemen pengelolaan usaha (Umoh, 2006); (Obwona, 2006); (Shehu, et al.,

2010); (Zulkuwi, 2010). Bagi petambak bagi-hasil dan pemilik-garap masih ada

ruang penambahan untuk produksi jika lahan ditingkatkan. Alternatif

penambahan lahan untuk petambak bagi-hasil adalah menambah luasan lahan

dengan cara bagi-hasil, sedangkan untuk petambak pemilik-garap dengan

alternatif mengkombinasikan status lahan usaha antara milik dan sewa. Jika

dilihat dari Gambar 27, hubungan antara tingkat penguasaan lahan dan tingkat

pencapaian efisiensi teknis berbanding positif. Semakin besar luasan lahan akan

Page 27: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

123

1.11.00.90.80.70.60.50.40.30.2

1.0

0.9

0.8

0.7

0.6

Luas lahan (ha)

Efis

ien

si T

ekn

is

semakin tinggi tingkat efisiensinya. Jika dilihat dari sebarannya dengan rata-rata

luasan lahan 0.5 hektar tingkat efisiensi sudah bisa mencapai 90 persen.

Gambar 27. Hubungan antara Luas lahan dengan Efisiensi Teknis

Petambak Pemilik-garap

Lama keanggotaan dalam Kelompok (Z6). Faktor keanggotaan dalam

kelompok petambak garam baik dibawah koperasi dan kegiatan program

pemerintah bertanda positif terhadap inefisiensi dan tidak signifikan nyata pada

taraf α 0,01. Pada petambak pemilik-garap dirasakan belum adanya manfaat dari

keanggotaan petambak tersebut menyebabkan petambak garam di daerah

penelitian yang menjadi anggota kelompok petambak cenderung belum bisa

menilai eksistensi kelompok itu seperti apa kemanfaatanya. Petambak

sebetulnya banyak berharap dengan adanya kelompok yaitu adanya kemudahan

akses kredit pembiayaan (modal) dalam usaha garam. Beberapa tahun

kebelakang digulirkan seperti PUGAR yang memberlakukan pembentukan

kelompok, tetapi hal ini belum berpengaruh terhadap efisiensi teknis petambak.

Pada saat ini kelompok hanya sebagai wadah untuk penerima bantuan saja dan

rawan terhadap kepentingan elit tokoh lokal termasuk elit kepemimpinan

koperasi. Sama halnya yang temuan hasil penelitian Kurniawan, et al., (2008)

bahwa kanggotaan dalam kelompok tani tidak dirasakan bermanfaat bagi

kelompok karena cenderung adanya konflik antara pengurus dalam koperasi dan

internal kelompok sendiri, begitu pun dengan temuan Kurniawan, et al., (2010).

Page 28: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

124

Sedangkan temuan Fauziyah (2010b) keanggotan dalam kelompok petambak

dan koperasi mempengaruhi terhadap peningkatan efisiensi tetapi tidak

signifikan. Dengan masuknya sebagai kelompok mereka merasa membuang-

buang waktu dan lebih baik menghemat waktu untuk dapat lebih fokus pada

produksi garam dan usaha lainnya. Kehadiran petambak dalam acara kelompok

terkadang dengan terpaksa atau segan terhadap penyuluh dan aparat

pemerintah, terlebih kalau sudah terjadi konflik sebelumnya antara kelompok

dengan penyuluh atau dengan pendamping PUGAR. Seperti terjadi di

Kecamatan Kandang Haur pernah terjadi konflik antara kelompok petambak

dengan pendamping sehingga hal ini menjadi catatan buruk bagi petambak

lainnya dengan menambah ketidakmauannya untuk aktif dalam kegiatan

keiompok.

Pendapatan (income) usaha garam (Z7). Pendapatan usaha dimasukan

dalam efek in-efisiensi karena faktor tersebut berhubungan dengan manajemen

pengelolaan keuangan termasuk pengelolaan input produksi. Pendapatan dalam

usaha garam ini berhubungan dengan faktor harga yang berfluktuasi, sehingga

berdampak pada pendapatan yang berbeda-beda dalam tiap bulan atau bahkan

tiap kali penjualan. Faktor pendapatan yang bertanda negatif pada seluruh

kelompok petambak dan signifikan di taraf nyata α 0,05 mengartikan bahwa

semakin meningkat pendapatan maka meningkat pula efisiensinya.

Gambar 28. Hubungan antara Pendapatan dengan Efisiensi Teknis

Petambak Pemilik-garap

35302520151050

1.0

0.9

0.8

0.7

0.6

Pendapatan (dalam juta)

Efis

iens

i Tek

nis

Page 29: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

125

Akses Kredit (Z8). Faktor akses kredit sebagai faktor yang dimasukan

pada model efek in-efisiensi hal ini karena diduga dengan adanya akses

pinjaman modal akan meningkatkan efisiensi karena peluang untuk mengolah

inputan sesuai yang dibutuhkan tercapai. Fakta ini signifikan pada petambak

pemilik-garap dengan bertanda positif. Hal ini dapat diinterpretasikan kelompok

petambak pemlik-garap pernah pengalaman akses pembiayan scera non-formal

kepada keluarga atau lembaga kredit mikro lainnya (Kosipa dan bank keliling)

yang mudah diakses tetapi hal ini malah meningkatkan in-efisiensi. Walaupun

penggunaanya tidak hanya untuk usaha garam tetapi hal ini berhubungan

dengan pengelolaan manajerial keuangan di tingkat keluarga. Hal ini sama

halnya yang ditemukan oleh Idiong (2010) pada komunitas petambak padi di

Nigeria, petambak kecil (small farmer) sering terikat dengan rentenir yang

berpola lembaga keuangan mikro (micro finance institution). Tujuan awalnya

adalah meningkatkan efisiensi mengolah inputan dengan optimal tetapi

petambak dikejar untuk mengembalikan pinjaman dengan tingkat bunga yang

tinggi. Begitu pun penelitian Islam, et al., (2011) bahwa akses kredit pada

petambak kecil dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan rumah tangga petambak dan

tidak terlalu signifikan terhadap pembiayaan yang dialokasikan untuk usaha.

Pemakaian zat Aditif (Z9). Faktor penggunaan zat aditif yang digunakan

untuk usaha garam, disertakan ke dalam model efek inefisiensi teknis dengan

dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Pendugaan tersebut tidak sesuai dengan

harapan yang terjadi pada seluruh kelompok petambak dimana penggunaan zat

aditif berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis pada petambak pemilik-garap.

Zat aditif belum mampu bisa menjadi trend inovasi tambahan teknologi dalam

produksi garam di wilayah Kabupaten Indramayu. Alas an utama adalah lebih

kearah dikeluarkannya biaya kembali untuk pengadaan zat aditif ini. Padahal

sebetulnya menurut Hasan Santing sebagai penemu zat aditif ramsol ini, bahwa

ramsol sebetulnya bisa dibuat sendiri oleh petambak karena ramsol sendiri

adalah bahan organic sama halnya membuat pupuk organic untuk pertanian.

Penggunaan mesin pompa air (Z10

). Faktor penggunaan mesin yang

digunakan untuk mengalirkan air laut untuk mengsisi saluran irigasi petakan di

area pinggiran peminihan usaha garam disertakan ke dalam model efek

inefisiensi teknis dengan dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Tanda untuk

faktor penggunaan pompa dalam efek in-efisiensi ini bertanda negarif artinya

dengan menggunakan pompa bisa meningkat tingkat efisiensinya karena hal

Page 30: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

126

mereka tidak perlu mengeluarkan waktu untuk kontrol terhadap saluran irigasi

dan mengalih-alihkan kincir angina, dan tidak perlua menambah tenaga kerja

baik dari keluarga atau dari luar untuk melakukan ngobyok. Ngobyok artinya

mengambil air secara manual. Uji signfikansi dari faktor ini semuanya tidak

berpengaruh nyata pada α 0.01 dan α 0.05. Petambak yang memiliki pompa

mesin sendiri untuk mengalirkan air lebih efisien karena tingkat aliran air laut bisa

diukur dengan kondisi lahan peminihan.

Variable penggunaan zat aditif (Z9).dan penggunaan mesin pompa air

(Z10

) merupakan variabel dari inputan program PUGAR yang dikembangkan oleh

Kementrian Kelautan dan Perikanan mulai tahun 2010. Respon dua variabel ini

terhadap efek efisiensi produksi hampir semuanya tidak berpengaruh. Banyak

petambak mengatakan PUGAR dengan salahsatunya memberikan saran pompa

dan ramsol tidak berdampak pada peningkatan produksi. Beban yang paling

berat petambak yang mereka rasakan sebetulnya beban perbaikan area lahan

garam mulai dari infrastruktur tanggul, area peminihan dan meja garam. Ketika

mereka tidak melakukan perbaikan tanggul, kekhawatiran tanggul akan jebol

ketika terjading air pasang. Air akan mengairi penuh di area peminihan. Adapun

pompa kecenderungan akan berfungsi bagi petambak yang lahannya jauh dari

irigasi primer. Mereka hanya mengandalkan aliran air bekas pakai dari lahan

orang lain yang lebih dekat dengan irigasi.

Penggunaan zat aditif pun tidak banyak berpengaruh terhadap

peningkatan produksi. Petambak mengharapkan dengan adanya zat aditif dapat

dilihat perbedaan hasilnya, tetapi terkadang hal ini tidak berhasil. Ketika

ditanyakan tentanhg bagaimana penggunaan ramsol, mereka semuanya belum

paham padahal rasmosl sudah diberikan dalam program PUGAR. Teknik

penggunaanya pun belum tahu. Peneliti melihat petambak masih lemah dalam

pengetahuan teknis dari penggunaan ramsol. Mereka hanya mendapatkan

informasi penggunaan ramsol dari pendamping PUGAR. Ketika diselenggarakan

pelatihan peningkatan produksi garam tidak dilakukan demonstrasi penggunaan

ramsol. Mereka hanya diberikan teori dan tata cara secara gambar dari

penggunaan ramsol. Saat pelatihan berlangsung peneliti hadir dan menanyakan

kepada penemu ramsol bahwa peneliti menemukan tidak adanya pengaruh

terhadap hasil produksi. Hal ini dikuatkan dengan jawabannya bahwa

penggunaan ramsol di tingkat petambak masih lemah dalam keterampilan teknis.

Page 31: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

127

Menurut ketua asosiasi petambak garam bahwa sasaran program

PUGAR bukan pada hal yang menjadi faktor penentu produktifitas. PUGAR

hanya memberikan hanya untuk pembelian pompa dan ada beberapa kelompok

yang mendapatkan kincir ingin. Tentu saja hal ini kurang menyentuh faktor

produktifitas. Apabila kondisi tanggul, komposisi peminihan, struktur penataan

lahan tidak begitu diperhatikan. Kelompok terkadang dipaksakan untuk menerima

peralatan-peralatan lewat program PUGAR. Pengalaman tahun 2010 dengan

adanya BLM pompa, kincir angina dan peralatan penyimpanan garam, petambak

rasakan bukan meningkatkan efisiensi dalam tahun berikutnya tapi malah

menambah jumlah biaya perbaikan.

Hubungan variabel antara pendapatan (income) usaha garam (Z7) dan

akses kredit (Z8) berhubungan dalam penyediaan modal awal dan penggunaan

modal yang digunakan dalam pertengahan. Pendapatan berhubungan dengan

tingkat harga jual yang diterima petambak. Hasil diskusi dengan petambak, pada

tahun 2011 mereka mendapatkan harga yang lebih baik. Petambak merasakan

perbedaan-perbedaan harga yang mereka rasakan. Pada tahun 1997 harga jual

garam yang didapatkan petambak Rp. 50 per kg. Pada tahun 1998 harga jual

garam terjadi peningkatan mencapai Rp. 750 per kg. Pada tahun 2003 harga

garam jatuh terpuruk mencapai Rp. 50 per kg. Pada tahun 2003 petambak bisa

mengukur HPP garam mencapai Rp. 60 per kg, tetapi pada tahun 2011 HPP

dengan nilai tersebut sudah tidak bisa dijadikan standar dimana sudah terjadinya

peningkatan inflasi untuk beberapa input produksi seperti harga tenaga kerja dan

harga bahan bakar. Dengan mengacu kepada analisis finansial, HPP mencapai

Rp 450 per kg. Jika harga di bawah nilai tersebut, petambak akan bangkrut.

Untuk menyediakan modal dalam proses produksi akhirnya mereka

berketergantungan terhadap pemilik modal juragan tanah. Sedangkan akses

kredit (Z8) terhadap kelembagaan keuangan belum tersentuh. Ada koperasi

sebagai kepanjangan dari pemerintah (koperasi yang dibentuk oleh pemerintah

atas adanya program PUGAR) belum bisa memberikan layanan pembiayaan

untuk penyediaan modal produksi garam. Dengan mendapatkan modal dari

pemilik lahan setidaknya mereka punya harapan pegangan untuk meneruskan

produksi garam walaupun nantinya akan dilakukan bagi-hasil 30 persen dari

keuntungan atau dari garam hasil panen yang harus mereka berikan kepada

pemodal. Bagi petambak bagi-hasil mereka mendapatkan 2 pengurangan

keuntungan, pertama dari bagi hasik yang harus diberikan kepada pemodal

Page 32: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

128

sebesar 30 persen, ke-dua pengurangan harga jual dari harga jual yang berlaku

dipasaran.

Berhubungan dengan program PUGAR, menurut petambak yang ada di

wilayah penelitian mereka mengharapkan PUGAR harus bisa melayani

permodalan langsung kepada petambak. Mereka menilai tentang program

tersebut tidak semuanya yang mereka dapatkan sesuai dengan aturan yang

sudah ditetapkan pemerintah pusat. Di Kabupaten Indramayu yang seharusnya

kelompok mendapatkan sekitar Rp 50-100 juta dengan jumlah anggota 10 orang,

realisasinya petambak mendapatkan sekitar Rp 3-Rp 5 juta per individu.

8.2. Analisis Efisiensi Alokasi Usaha Garam Rakyat

8.2.1. Pendugaan Fungsi Dual Cost Frontier

Penggunaan input yang efisien akan berdampak pada produksi garam

yang maksimal. Pada kenyataanya banyak petambak yang menggunakan input

berdasarkan kebiasaan, kurang memperhatikan harga dan produk marjinal. Jika

petambak menggunakan input secara optimal dengan memperhatikan harga

yang berlaku maka akan dicapai efisiensi alokasi karena biaya yang dikeluarkan

adalah minimal. Efsieinsi alokasi dan ekonomi dihasilkan dari sisi input dengan

menggunakan harga yang berlaku pada daerah penelitian di masing-masing

kecamatan. Sebagai dasar menghitung efisiensi alokasi dan ekonomi, dalam

penelitian ini fungsi produksi yang digunakan yaitu stochastic frontier cobb-

douglas. Dari fungsi tersebut diturunkan fungsi biaya dual frontier (isocost

frontier=C*) seperti pada persamaan 4.18.

Dengan menggunakan parameter estimasi fungsi produksi stochastic

frontier cobb-douglas yang telah diperoleh dan harga rata-rata yang berlaku

maka diperoleh nilai C* yaitu biaya pada kondisi optimal (biaya minimum) dan C

aktual. Adapun harga rata-rata yang berlaku pada setiap petambak dapat dilihat

pada Tabel 26.

Tabel 26. Harga Rata-rata Input yang Berlaku pada Masing-masing Petambak

Sewa Bagi-hasil Pemilik-garap

Sewa lahan 3,250,000 2,992,857 1,228,333 Tenaga kerja 36,900 36,543 25,300 Perbaikan peralatan 2,025,714 1,649,371 916,667 Bahan Bakar 5,000 5,000 5,000

Page 33: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

129

Efisiensi alokatif dan ekonomis diperoleh melalui analisis dari sisi input

produksi yang menggunakan harga input berlaku di tingkat petambak. Fungsi

produksi yang digunakan sebagai dasar analisis adalah fungsi produksi

stochastic frontier diturunkan dengan menggunakan persamaan primal sehingga

didapatkan model dual cost, yang merupakan fungsi biaya iso cost frontier-nya.

Fungsi tersebut menduga parameter dari coefisient biaya input yang dikeluarkan

dalam usaha tambak garam. Parameter tersebut terdiri dari biaya sewa lahan (px1

) dengan harga per sewa aktual Rp. 3.000.000 per hektar. Varebal biaya

perbaikan peralatan (px2

) merupakan approximate dari inputan hari produksi yang

digunakan dalam produksi dengan nilai ekonomi yang dirupiahkan proxy

penggunaan peralatan. Variable biaya tenaga kerja (px3

) merupakan biaya yang

dikeluarkan dalam membaya tenaga kerja per HOK Rp. 50.000 per hari. Variabel

Jumlah BBM (px4

) merupakan approximate dari inputan penggunaan air laut yang

dialirkan oleh mesin pompa dengan harga BBM Rp. 5.000 per liter.

Tabel 27. Pendugaan Fungsi Dual Cost Frontier

Variable Parameter Coef St-E rror t-ratio

Petambak sewa Intersep 0.344 Biaya sewa lahan p

x1

0.257 0.013 12.064 *** Biaya perbaikan peralatan p

x2

0.077 0.010 7.200 *** Biaya tenage kerja p

x3

0.726 0.010 68.501 *** Biaya BBM p

x4

0.065 0.006 10.380 ***

R-squared 0.997

Petambak bagi-hasil Intersep 0.679 Biaya sewa lahan p

x1 0.225 0.036 6.231 ***

Biaya perbaikan peralatan px2

0.047 0.007 6.085 *** Biaya tenage kerja p

x3 0.826 0.024 33.972 ***

Biaya BBM px4

0.003 0.003 0.947 ***

R-squared 0.998

Petanbak pemilik-garap Intersep 0.867 Biaya sewa lahan p

x1

0.133 0.016 7.945 *** Biaya perbaikan peralatan p

x2

0.169 0.026 6.480 *** Biaya tenage kerja p

x3

0.583 0.009 60.824 *** Biaya BBM p

x4

0.168 0.019 8.429 ***

R-squared 0.971

*) Nyata taraf α 10%, **) Nyata taraf α 5% dan ***) Nyata taraf α 1%

Page 34: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

130

1. Biaya sewa lahan (px1

).

Berdasarkan Tabel 23 di atas, parameter biaya pada fungsi biaya pada

masing-masing petambak keofisien elastisitasnya bertanda positif dimana nilai

elastisitas yang paling tinggi pada petambak sewa (0.257), sedangkan petambak

bagi-hasil (0.225) dan petambak pemilik-garap (0.133). Biaya produksi akan

meningkat 25 persen jika petambak sewa menambah lahan 100 persen, dan

akan meningkat 22 persen pada petambak bagi-hasil jika lahan meningkatkan

100 persen. Pada petambak sewa biaya sewa nyata dikeluarkan karena status

lahan merupakan lahan sewaan dari pemilik tanah yang biasanya tidak

melakukan usaha garam pada musim kemarau dimana sebelumnya dipakai

budidaya ikan. Sedangkan pada petambak pemilik-garap dan bagi-hasil biaya

sewa merupakan biaya bayangan yang harus semestinya dikeluarkan untuk

membiayai usaha garam. Pada Tabel 14 (Tabel analisis usaha garam) dapat

dilihat kembali jumlah biaya sewa yang dikeluarkan rata-rata oleh petambak Rp.

2.000.000/hektar dengan berbagai tipe lahan.

2. Biaya perbaikan peralatan (px2

)

Elastisitas biaya perbaikan pada masing-masing petambak, 0.077

petambak sewa, 0.047 petambak bagi-hasil dan 0.169 petambak pemilik-garap.

Petambak yang responsif terhadap adanya peningkatan biaya peralatan yaitu

pemilik-garap. Rata-rata petambak ini memiliki peralatan yang jumlahnya hampir

sama dengan petambak lainnya sedangkan dalam penggunaannya tidak

sebanding dengan tingkat manfaatnya. Tetapi biaya yang harus dikeluarkan

untuk perbaikan hampir sama dengan petambak bagi-hasil dan sewa Rp 20.000

per hari atau sekitar Rp. 1.500.000 yang harus disediakan untuk perbaikan

peralatan pada awal musim garam. Biaya perbaikan terdiri dari perbaikan kincor

angina, pompa, slinder dan guludan untuk pengerikan garam. Ada juga peralatan

yang tidak terlalu harus dimiliki seperti timbangan untuk mengukur tingkat

kekentalan air laut (bettimeter).

3. Biaya tenaga kerja (px3

)

Elastisitas biaya tenaga kerja pada masing-masing petambak paling

besar diantara variable biaya produksi lainnya. Untuk petambak sewa 0.726,

petambak bagi-hasil 0.826 dan petambak pemilik-garap 0.583. Petambak bagi-

Page 35: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

131

hasil yang sangat besar nilai elastisitasnya karena sangat sensitif mengeluarkan

biaya dimana biaya tersebut sebetulnya hasil pinjaman dari juragan. Data empirik

dapat dipaparkan bahwa tingginya harga tenaga kerja pada bagi-hasil

dikarenakan adanya penetapan harga yang diterapkan oleh penggarap pada

dirinya sendiri atau tenaga kerja yang masih ada hubungan kerabat yang dibayar

oleh juragannya. Ada semacam pembengkakan harga tenaga kerja yang

ditetapkan penggarap terhadap juragan. Hal ini beralasan sebagai strategi untuk

meningkatan pendapatan non-garam bagi petambak sendiri karena merasa hal

ini sebagai strategi untuk mendapatkan pendapatan lain selain dari pendapatan

garam yang hasilnya di bagi-hasilkan.

4. Biaya BBM (px4

)

Nilai elastisitas biaya bahan bakar paling kecil dibadningkan dengan input

biaya lainnya dimana petambak sewa 0.065, petambak bagi-hasil 0.003 dan

petambak pemilik-garap 0.168. Petambak pemilik-garap yang intensif sering

mengeluarkan biaya bahan bakar karena umumnya memiliki pompa air sendiri.

Sedangkan petambak sewa dan bagi-hasil dari beberapa petambak melakukan

kumpulan untuk membuat tampungan air yang akan disalurkan sedangkan biaya

dikumpulkan secara iuran untuk pengadaan benisn atau bayaran kepada pemilik

pompa atau juragan embung. Jika terjadi penambahan bakar 100 persen,

petambak pemilik-garap akan menambah sebesar 16.8 persen total biaya

produksi.

8.2.2. Sumber Efisiensi Alokatif

Sumber in-efisiensi alokatif dapat dilihat dari analisis nilai produk marjinal

(NPM) dan Biaya korbanan marjinal (BKM) sebagai anlisis penggunaan input

dalam optimalisasi pendapatan atau minimalisasi biaya. Dari hasil analisis

efisiensi Penggunaan input pada usaha garam (NPM/Pxi) ternyata ada yang

menunjukkan nilai NPM/Pxi lebih dari 1 yaitu lahan dan tenaga kerja yang

artinya bahwa secara ekonomi alokasi faktor produksi belum efsien berada pada

tingkat optimum. Jika penggunaan faktor produksi lahan atau tenaga kerja

ditambah, maka penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar dari

penambahan faktor produksi itu sendiri, sehingga upaya untuk optimasi

pendapatan usaha garam masih dapat dilakukan dengan penggunaan faktor

produksi (input) yang efisien. Menurut Bagamba (2007) rasio NPM/Pxi yang lebih

Page 36: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

132

besar dari satu juga karena tingginya harga input produksi dan rendahnya tingkat

harga output atau farm gate price yang terjadi pada petani pisang di Uganda.

Pada kasus usaha garam ini pun sama, ketidakefisienan secara alokatif karena

tidak tercapainya rasio optimalisasi antara nilai marjinal produk dan biaya

korbanan marjinal yang terjadi pada petambak garam. Jika dilihat variable hari

produksi dan dan jumlah air laut sudah melebihi capaian optimal dimana nilai

NPM/Pxi-nya kurang dari satu.

Tabel 28. Rasio Nilai Produk Marjinal-Biaya Korbanan Marjinal (harga garam

Rp. 450 per kg)

Sewa Bagi hasil Pemilik-garap NPM/Pxi t-rasio NPM/ Pxi t-rasio NPM/ Pxi t-rasio

Ukuran lahan

3.249 3.381 *** 12.170 15.417 *** 15.608 5.615 ***

Tenaga kerja 64.984 4.809 *** 146.034 17.440 *** 138.402 6.673 ***

Hari produksi

23.070 2.745 *** 1.758 0.168 2.954 0.575

Jumlah bahan bakar

0.000 (0.269) 0.473 (0.039) 2.125 0.076

*) Nyata taraf α 10%, **) Nyata taraf α 5% dan ***) Nyata taraf α 1%

Berdasarkan Tabel 28 dihasilkan rasio antara NPM- Pxi lahan mencapai

3.249 pada petambak sewa, 12.170 petambak bagi-hasil, dan 15.608 petambak

pemilik-garap. Jika ini dhubungkan dengan biaya korbanan yang harus

dikeluarkan artinya ketika petambak meningkatkan lahan sebesar 1 hektar maka

ia akan mengeluarkan biaya Rp 2.500.000 dan akan mendapatkan pendapatan

Rp. 8.122.950 atau 3.249 lipat dari biaya per 1 hektar lahan sewa dengan harga

jual garam Rp. 450 per kilogram. Penambahan tingkat nilai marjinal produk lahan

paling tinggi pada petambak pemilik-garap, sehingga implikasi dari hal ini adalah

strategi untuk meningkatkan pendapatan petambak pemilik-garap yang signifikan

melalui peningkatan ukuran lahan (farm size). Hal ini sejalan pada sumber in-

efisiensi teknis yang bertanda negative untuk variabel ukuran lahan (Tabel 20)

dimana semakin meningkat lahannya akan menurunkan in-efisiensi atau

meningkatkan efisiensi teknisnya. Dengan rata-rata lahan sekitar 0.5 hektar

sekarang belum bisa mencapai skala efisiensi optimal untuk petambak pemilik-

garap.

Sedangkan untuk variabel hari produksi dan penggunaan bahan bakar

pada petambak bagi-hasil dan pemilik-garap sudah melebihi batas efisiensi

penggunaan inputnya dimana rasio nilai produk marjinal kurang dari satu. Harga

bahan bakar yang didapatkan oleh petambak relatif sama sekitar Rp. 5.000 per

Page 37: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

133

liter. Harga tersebut merupakan harga subsidi BBM. Bagi petambak yang

lahannya jauh dari irigasi, petambak intensif menarik pipa dari tempat

penampung air yang disediakan secara berkolompok dibawah satu juragan.

Dengan biaya yang petambak keluarkan adalah membayar nilai biaya BBM yang

dikeluarkan oleh juragan. Motivasi untuk mengalirkan jumlah air laut sangat tinggi

sehingga mereka sekuat tenaga menggunakan alat dan cara manual untuk

mengalirkan air. Petambak tiap hari terus menjaga kondisi aliran air laut dengan

melihat debit aliran air. Jika angin kencang mereka melakukan pemasangan

kincir air, dan jika ada tenaga kerja keluarga tambahan membantu mengalirkan

air laut secara manual. Pandangan mereka semakin banyak mengalirkan air

kedalam aliran peminihan maka peluang menghasilkan garam semakin besar.

Tabel 29. Nilai Produk Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal (harga garam Rp.

450 per kg)

Sewa Bagi hasil Pemilik-garap

NPM BKM NPM BKM NPM BKM

Lahan 8,122,950 2,500,000 30,423,750 2,500,000 41,520,600 2,500,000 Tenaga kerja 3,249,180 50,000 7,301,700 50,000 6,920,100 50,000 Hari produksi 461,400 20,000 35,155 20,000 59,070 20,000 Jumlah bahan bakar

2,400 25,000 11,819 25,000 53,130 25,000

Untuk rasio nilai produk marjinal tenaga kerja dengan biaya korbanan

paling besar petambak bagi-hasil mencapai 146 sedangkan pemilik-garap 138.

Sewa hanya mencapai 63. Jika ada penambahan tenaga kerja petambak bagi-

hasil mendapatkan penerimaan Rp. 7.301.700, petambak pemilik-garap Rp.

6.920.100 dan sewa Rp. 3.249.000 den gan asumsi farm gate price Rp. 450 per

kg. Dari dua input produksi ini yang paling responsif meningkatkan pendapatan

petambak adalah peningkatan luas lahan (farm size) dibandingkan dengan

peningkatan jumlah tenaga kerja.

Strartegi petambak sewa untuk mendapatkan luasan lahan yang lebih

besar sangat memperhatikan aspek harga. Harga pasar lahan sewa saat

penelitian berlangsung berada pada Rp. 2.500.000 per hektar, jika tidak bisa

diturunkan petambak bisa mendapatkan lahan bengkok desa dengan harga sewa

Rp. 1.500.000 per musim tetapi kualitas lahan menurut petambak tidak terlalu

baik dibandingkan dengan lahan sewa yang dekat dengan irigasi atau lahan

produktif sebelumnya dipakai dalam usaha budidaya ikan. Seperti petambak

sewa yang ada di Kecamatan Losarang, karena sedikitnya lahan bengkok maka

Page 38: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

134

petambak menyewa lahan yang dekat dengan irigasi. Jika petambak tidak

meemiliki modal untuk melakukan sewa lahan, alternatif akhirnya adalah bagi

hasil. Walapun secara perhitungan usaha tani setelah bagi hasil petambak selalu

mendapatkan pendapatan di bawah dari kelompok petambak lainnya.

8.2.3. Sebaran Efisiensi Alokatif

Inefisiensi usahatani pada umumnya diasumsikan akan meningkat

dengan kenaikan biaya produksi. Berdasarkan fungsi biaya dual frontier diatas

maka dapat dihitung indeks efisiensi alokasi (AE) dari setiap responden.

Sebaran efisiensi alokatif petambak responden seperti yang terdapat pada Tabel

26, berada pada kisaran yang beragam. Hanya 5 persen dari total responden

berada pada tingkat efisiensi alokatif diatas 0.7 yang didominasi petambak

pemilik-garap, sedangkan 95 persen dibawah 0.7 sehingga bisa dikatakan

secara alokatif usaha garam belum tercapai. Efisiensi alokatif petambak sewa

rata-rata mencapai 0.337, dengan tingkat efisiensi alokatif tertinggi 0.430 dan

terendah 0.289. Pada petambak yang paling rendah tingkat efisiensinya,

petambak ini bisa mendapatkan harga input yang rendah sehingga bisa

melakukan penghematan sebesar 14 persen dari hasil perhitungan (1-

0.289/0.337). sedangkan petambak sewa dengan efisiensi alokatif tertinggi

mereka tidak bisa mendapatkan harga input lebih murah sehingga mengeluarkan

21.6 persen dari pehitungan (1-0.337/0.430).

Table 30. Sebaran Efisiensi Alokatif Petambak Responden

Efisiensi Alokatif

Interval Sewa Bagi hasil Milik

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0.01-0.10 0.11-0.20 1 2.86 0.21-0.30 4 11.43 25 71.43 0.31-0.40 30 85.71 5 14.29 1 3.33 0.41-0.50 1 2.86 1 2.86 5 16.67 0.51-0.60 3 8.57 11 36.67 0.61-0.70 8 26.67 0.71-0.80 4 13.33 0.81-0.90 1 3.33 0.91-1.00

Jumlah 35 100 35 100 30 100

Rata-rata 0.337 0.302 0.592 Maksimum 0.430 0.584 0.832 Minimum 0.289 0.173 0.354

Page 39: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

135

8.3. Analisis Efisiensi Ekonomis (Economic Efficiency)

Efisiensi ekonomis merupakan hasil akhir dari kombinasi antara efisiensi

teknis dan efisiensi alokatif. Efek gabungan tersebut memberikan tiga pilihan

yaitu : 1) efisiensi ekonomis akan tecapai jika efisiensi teknis dan efisiensi alokatif

tercapai, 2) jika efisiensi teknis tidak tercapai, dan efisiensi alokatif tidak tercapai

maka efisiensi ekonomis tidak tercapai, dan 3 jika efisiensi alokatif tercapai dan

efisiensi teknis tercapai maka efisiensi ekonomis tetap tidak tercapai.

Berdasarkan tabel dibawah sebaran efisiensi teknis semuanya dibawah 0.7, jadi

tidak ada petambak yang tercapai secara efisiensi ekonomis. Ketidak tercapaian

efisiensi ekonomis kontribusi dari efisiensi alokatif yang sangat tinggi, sedangkan

dari aspek efisiensi teknis sebetulnya sudah tercapai pada petambak sewa dan

pemili-garap dan serta sebagian petambak bagi-hasil. Dengan tidak tercapainya

efisiensi ekonomi, maka keuntungan maksimal yang didapatkan petambak tidak

tercapai. Hal ini karena banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh petambak yang

tidak seimbang dengan kinerja input yang bisa mencapai optimal. Untuk

meningkatkan efisiensi ekonomis salah satu cara yang harus dilakukan

petambak adalah menurunkan jumlah input produksi terutama jumlah tenaga

kerja. Perbedaan tinggi rendah nya tingkat efisiensi ekonomis hanya tingkat

relatif antara petambak satu dengan yang lainnya yang seluruhnya dalam kondisi

tidak efisien secara ekonomis.

Table 31. Sebaran Efisiensi Ekonomis Petambak Responden

Efisiensi Ekonomis

Interval Sewa Bagi hasil Milik

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

0.01-0.10 0.00 0.11-0.20 25 71.43 0.00 0.21-0.30 5 14.29 31 88.57 0.31-0.40 5 14.29 4 11.43 4 13.33 0.41-0.50 0.00 14 46.67 0.51-0.60 9 30.00 0.61-0.70 3 10.00 0.71-0.80 0.81-0.90 0.91-1.00

Jumlah 35 100 35 100 30 100

Rata-rata 0.208 0.208 0.482 Maksimum 0.353 0.353 0.636 Minimum 0.159 0.159 0.317

Pada petambak sewa rata-rata efisiensi ekonomi 0.208 dengan tingkat

efisiensi ekonomis tertinggi 0.353 dan terendah 0.159. Bagi petambak efsiensi

Page 40: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

136

ekonomis tinggi mereka sudah bida mengelola kegiatan usaha dengan

mengefisienkan 20 persen sumberdaya faktor produksi dan biaya yang

dikeluarkan. Sedangakan bagi petambak dengan efisiensi ekonomis rendah,

masih bisa menurunkan efisiensi 23 persen dengan cara meningkatkan strategi

manajerial penggunaan input dan pengelolaan pengeluaran biaya terlebih dalam

biaya tenaga kerja.

Table 32. Sebaran Efisiensi Biaya Petambak Responden

Efisiensi Biaya

Sewa Bagi hasil Milik

Frequency % Frequency % Frequency %

0.0-1.0

1.1-2.0 12 40.00

2.1-3.0 4 11.43 4 11.43 17 56.67

3.1-4.0 1 2.86 31 88.57 1 3.33

4.1-5.0 5 14.29

5.1-6.0 21 60.00

6.1-7.0 4 11.43

Jumlah 35 100.00 35 100.00 30 100.00

Rata-rata 5.07 3.29 2.14

Maximum 6.27 3.94 3.16

Minimum 2.83 2.54 1.57

Battese and Coelli (1995) mengembangkan nilai efisiensi biaya (cost

efficiency) dari pendekatan dual cost frontier. Dengan cara membandingkan

antara biaya antar petambak dengan biaya petambak yang minimum dihasilkan

berbagai perbedaan antara petambak. Berdasarkan tabel di bawah ini dapat

terlihat tingkat pengeluaran biaya yang masih besar dan tidak efisien pada

petambak sewa dengan rata-rata efisiensi biaya 5.07. Sejumlah 29 persen

petambak sewa sudah melakukan efisiensi biaya usaha 79 persen (1-5.07/2.83)

dari rata-rata efisiensi yang ada pada petambak sewa. Sedangkan 79 persen

petambak sewa masih melakukan pemborosan (1-6.27/5.07). atau 23 persen dari

petambak sewa yang paling tinggi melakukan pemborosan Sedangkan 88 persen

petambak bagi-hasil melakukan pemborosan pemakaian input sebesar (1-

3.29/2.54) atau 28 persen. Pada 96 persen petambak pemlik-garap tingkat

pemborosan biaya mencapai 47 persen. Faktor biaya tenaga kerja merupakan

salah satu faktor penyebab besarnya tingkat pemborosan yang dilakukan oleh

petambak. Hal ini dapat diartikan juga bahwa usaha garam rakyat bersifat padat

karya. Begitupun hasil penelitian Dia, et al., (2010) pada petambak jagung

Page 41: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

137

ditemukan 40 persen petambak melakukan pemborosan biaya usaha tani jagung

di Adamawa Nigeria karena berlebihnya penggunaan tenaga kerja, penggunaan

benih dan pupuk.

Fenomena efisiensi teknis yang tinggi namun efisiensi alokasi dan

ekonomi yang rendah dapat dijelaskan pada Gambar 29. Titik A, B dan C berada

pada fungsi produksi frontier yang sama sehingga titik tersebut dapat dikatakan

telah efisien secara teknis. Namun pada titik A, dan C belum mencapai efisiensi

alokasi sedangkan pada titik B telah terjadi efisiensi secara alokasi karena pada

titik B terjadi persinggungan antara kurva fungsi produksi frontier dengan garis

rasio harga input-outputnya (Px/Py).

Keuntungan maksimum tercapai saat produk marjinal (PM) sama dengan

rasio harga input-output (Px/Py). Jika kondisi actual berada pada titik A maka agar

tercapai efisiensi alokasi penggunaan input x harus ditambah dari X1 ke X 2

sehingga akan tercapai keuntungan maksimum. Demikian pula jika kondisi ada

pada titik C, maka agar tercapai efisiensi alokasi penggunaan input harus

dikurangi dari X1 ke X 2 sehingga akan tercapai keuntungan maksimum. Dengan

mengalokasikan input secara tepat sesuai dengan harga inputnya maka akan

berdampak pada peningkatan efisiensi alokasi. Peningkatan efisiensi alokasi

akan menyebabkan penurunan biaya sehingga keuntungan petani akan

meningkat (Ellis, 2003).

Gambar 29. Kondisi Produksi yang Efisien Secara Teknis dan Inefisien

Secara Alokatif

X3 X2 X1

A

B

C

Y

X

Px/Py

F(Xi,β)

Page 42: VIII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ALOKASI DAN EKONOMI · Hal ini berhubungan dengan tingkat optimalisasi lahan yang sudah tercapai pada petambak sewa. Jadi ketika terjadi penambahan

138

Selain penggunaan input yang berlebihan atau kurang, penyebab

rendahnya efisiensi alokasi yaitu informasi harga input dan output yang tidak

sempurna yang biasanya terjadi pada sektor pertanian sehingga keragaman

harga input dan output tidak cukup digambarkan oleh harga rata-rata. Jika harga

input transparan dan petambak menikmati harga murah atau disubsidi maka

dapat meningkatkan efisiensi alokasi, sehingga dampaknya dapat menghemat

biaya dan meningkatnya keuntungan.

Tabel 33. Analisis Finansial Usaha Garam (Jika terjadi penurunan penggunaan

bahan bakar 30 persen)

Kelompok Sewa Bagi Hasil Pemilik

Rataan ukuran lahan (ha) 1.35 1 0.7

Produksi (ton) 65.33 60 49.8

Harga Jual maksimum (Rp/kg) 475.13 469 430

Biaya ( dalam juta)

Sewa Lahan 2 2 2

Tenaga Kerja 22.3 20.48 16.45

Bahan Bakar 1.246 0.861 0.315

Peralatan 1.9 1.5 0.5

Total Biaya 27.446 24.841 19.265

Revenue (dalam juat)

Total Pendapatan 31.04 28.14 21.41

Laba/rugi 3.594 3.299 2.145

B/C 1.13 1.13 1.11

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi alokatif adalah dengan cara

menurunkan harga input produksi jika harga pasar input mahal (Ellis, 2003), dan

menurunkan kuantitas penggunaan input jika terjadi pemborosan dilihat dari

perhitungan nilai produk marjinal dan biaya korbanan (Tabel 24). Jika dilakukan

simulasi penurunan terhadap tingkat penggunaan input bahan bakar sebagai

biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan air laut maka tingkat pendapatan

petambak sewa akan meningkat. Berdasarkan Tabel 29 jika terjadi pengurangan

terhadap bahan bakar 30 persen, maka biaya yang dikeluarkan oleh masing

petambak menurun dan dampaknya keuntungan meningkat pada harga asumsi

rata-rata yang diterima oleh masing-masing petambak (Rp 475 petambak sewa,

Rp 459 petambak bagi-hasil dan Rp 430 petambak pemilik-garap).