vesicobullous1

37
BIOLOGI ZONA MEMBRAN BASAL Fitur Kunci Membran basal berfungsi sebagai : (1) substrat untuk perlekatan sel; (2) template untuk perbaikan jaringan; (3) matriks untuk migrasi sel; (4) substratum yang berpengaruh dalam diferensiasi, morfogenesis dan apoptosis lapisan sel epitel; dan (5) sebagai dinding permeabilitas untuk sel dan makromolekul. Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop transmisi elektron, tampak subregio ultrastruktural utama (distribusi superior ke inferior) dari membran dasar epidermis : (1) sitoskeleton, hemidesmosom, plak, dan membran plasma keratinosit basal; (2) daerah electron-lucent yang disebut dengan lamina lusida; (3) lamina densa; (4) daerah sublamina densa pada papiler dermis. Pada model berlapis dari membran basal epidermis, keratin diantara filamen-filamen pada keratinosit basal berlekatan dengan unit electron-dense (hemidesmosom) kecil (berukuran < 0.5 mm) pada membran plasma basal dari sel-sel tersebut. Secara bergantian, hemidesmosom-hemidesmosom ini terhubung dengan lamina densa oleh helaian benang kecil yang disebut dengan anchoring filament. Lamina densa terhubung dengan dermis oleh anchoring fibril. Anchoring fibril berpangkal dan berakhir pada bagian bawah dari lamina densa, membentuk putaran yang terlihat sampai papiler dermis dan berfungsi sebagai daerah perlekatan protein fibrillar pada papiler dermis.

description

kulit

Transcript of vesicobullous1

Page 1: vesicobullous1

BIOLOGI ZONA MEMBRAN BASAL

Fitur Kunci

Membran basal berfungsi sebagai : (1) substrat untuk perlekatan sel; (2) template untuk

perbaikan jaringan; (3) matriks untuk migrasi sel; (4) substratum yang berpengaruh dalam

diferensiasi, morfogenesis dan apoptosis lapisan sel epitel; dan (5) sebagai dinding

permeabilitas untuk sel dan makromolekul.

Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop transmisi elektron, tampak subregio

ultrastruktural utama (distribusi superior ke inferior) dari membran dasar epidermis : (1)

sitoskeleton, hemidesmosom, plak, dan membran plasma keratinosit basal; (2) daerah

electron-lucent yang disebut dengan lamina lusida; (3) lamina densa; (4) daerah

sublamina densa pada papiler dermis.

Pada model berlapis dari membran basal epidermis, keratin diantara filamen-filamen pada

keratinosit basal berlekatan dengan unit electron-dense (hemidesmosom) kecil

(berukuran < 0.5 mm) pada membran plasma basal dari sel-sel tersebut. Secara

bergantian, hemidesmosom-hemidesmosom ini terhubung dengan lamina densa oleh

helaian benang kecil yang disebut dengan anchoring filament. Lamina densa terhubung

dengan dermis oleh anchoring fibril. Anchoring fibril berpangkal dan berakhir pada

bagian bawah dari lamina densa, membentuk putaran yang terlihat sampai papiler dermis

dan berfungsi sebagai daerah perlekatan protein fibrillar pada papiler dermis.

Kelainan pada protein struktural membran basal epidermis yang didapat maupun

diwariskan sering berujung pada penyakit fenotip dengan ciri khas berupa formasi bulla.

INTRODUCTION

Membran basal merupakan struktur khusus yang terlatak diantara sel-sel dan stroma

utamanya atau diantara sel-sel yang berlainan1,2. Membran basal dari berbagai jaringan

berbeda secara struktural, biokimia, dan fungsional. Semua membran basal terdiri atas sebuah

electron-dense, sebuah matriks granuler yang memiliki ketebalan bervariasi yang disebut

dengan lamina densa. Komponen utama dari lamina densa diantaranya adalah kolagen tipe

IV, laminin, dan heparan sulfate proteoglycan. Komponen lain dari lamina densa sangat

bervariasi, bergantung pada jenis jaringannya. Membran basal memiliki berbagai fungsi

sesuai dengan letak jaringan spesifiknya. Membran basal berfungsi sebagai : (1) substrat

untuk perlekatan sel; (2) template untuk perbaikan jaringan; (3) matriks untuk migrasi sel; (4)

substratum yang berpengaruh dalam diferensiasi, morfogenesis dan apoptosis lapisan sel

epitel; dan (5) sebagai dinding permeabilitas untuk sel dan makromolekul. Dua kompleks

Page 2: vesicobullous1

membran basal utama pada kulit dapat ditemukan pada perbatasan dermis dan epidermis serta

di sekitar mikrovaskulatur dermis. Bab ini akan membahas membran basal epidermis secara

umum.

Membran basal epidermis merupakan struktur khusus yang mengandung berbagai elemen

jaringan spesifik (Tabel 29.1). Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop transmisi

elektron, tampak subregio ultrastruktural utama (distribusi superior ke inferior) dari membran

dasar epidermis :

sitoskeleton, hemidesmosom, plak, dan membran plasma keratinosit basal

daerah electron-lucent yang disebut dengan lamina lusida, mengandung filamen-filamen

halus yang menghubungkan hemidesmosom (HD) pada keratinosit basal dengan lamina

densa

lamina densa

daerah sublamina densa pada papiler dermis yang mengandung anchoring fibrils,

anchoring plaques, dan protein filamen

Subregio dari membran basal epidermis ini, diidentifikasi dalam bentuk sampel kulit

menggunakan mikroskop elektron, menunjukkan suatu model konseptual yang berguna

sebagai unit kompleks adhesi yang mempertahankan integritas kulit (gambar 29.2).

Menariknya, penelitian menggunakan mikroskop transmisi elektron khusus pada kulit yang

dibekukan menunjukkan bahwa lamina lucida menggambarkan artefak dari dehidrasi

jaringan3,4. Walaupun masih kontroversial, model berlapis dari membran basal epidermis

berfungsi sebagai penuntun dalam pemahaman struktur membran basal, biologi, dan

gangguan pada penyakit yang berhubungan dengan membran basal.

THE ORIGIN OF THE EPIDERMAL BASEMENT MEMBRANE

Membran basal epidermis terdiri atas protein yang berasal dari keratinosit pada asal mula

ectoderm sama halnya dengan fibroblas dermis yang berasal dari asal mula mesodermal.

Protein pada hemidesmosom (plectin, bullous pemphigoid antigen 1 [BPAG1], bullous

pemphigoid antigen 1 [BPAG2], integrin subunit α6 dan integrin subunit β4), CD151

tetraspan, kolagen tipe IV dan VII, laminin 5 (α3β3γ2), laminin 6 (α3β1γ1), dan heparan

sulfate proteoglycans diproduksi oleh keratinosit basal dan tergabung dalam membran basal

epidermis. Fibroblas dermis memproduksi nidogen (entactin), kolagen tipe IV dan VII, dan

protein lain yang terletak pada membran plasma keratinosit basal yang akan melebur dan

bergabung di dalam membran basal epidermis. Membran plasma dari keratinosit basal

diharapkan dapat menyediakan lokalisasi kunci dan sinyal organisasional yang memfasilitasi

Page 3: vesicobullous1

penggabungan fibroblas dalam membran basal epidermis. Bukti terkini menunjukkan bahwa

sinyal-sinyal ini disediakan oleh integrin pada membran plasma keratinosit basal. Protein –

protein utama yang terkandung dalam membran basal epidermis akan dibahas di bawah ini

(Gambar 29.3).

KOMPLEKS HIDEDESMOSOM ANCHORING FILAMEN DAN INTEGRIN PADA

MEMBRAN BASAL KERATINOSIT

Plectin

Plectin merupakan preotein berukuran 500 kDa yang berkaitan dengan plak sitoplasmin dari

hemidesmosom5,6. Plectin adalah anggota protein plakin family. Ujung gugus karbon plectin

berikatan dengan filamen-filamen (khususnya keratin atau vimentin) dan ujung gugus

aminonya mengandung domain yang mengikat ujung sitoplasmik dari integrin subunit β4,

BPAG2, dan actin7,8. Oleh karena itu, plectin melekat pada filamen-filamen intermediate pada

hesmidesmosom dan membran plasma keratinosit basal dan juga berikatan secara cross-links

dengan protein lain yang berhubungan dengan plak sitoplasmik hemidesmosom9. Mutasi pada

gen yang mengkode plectin bertangungjawab terhadap epidermolisis bullosa simpleks yang

berhubungan dengan limb-girdle muscular dystrophy (OMIM 226670)10,11. Inaktivasi yang

ditujukan pada gen yang mengkode plectin ini, menggangu sitoarsitektur kulit, otot, dan

jantung tikus percobaan.

Bullous Pemphigoid Antigen 1

Autoantibodi yang beredar di dalam tubuh pasien yang menderita bullous pemphigoid (BP)

digunakan untuk menjelaskan dua autoantigen yang berada di dalam hemidesmosom

keratinosit basal. Autoantigen pertama yang berhasil ditemukan (BPAG1) merupakan

anggota plakin family, dan seperti protein lain dalam family ini, plakin berperan dalam

mendukung adhesi filamen sitoskeleton intermediate dengan unit adhesi (dalam kasus ini,

hemidesmosom) di dalam membran plasma13-15. BPAG1 merupakan protein non kolagen yang

berukuran 230 kDa dan terletak di dalam plak sitoplasmik hemidesmosom16. Protein ini

memiliki domain coiled-coil α-helical rod sentral yang mengandung residu asam amino

dengan perioditas reguler. Penelitian menunjukkan bahwa periodisitas dari residu-residu ini

berbeda 180 derajat yang memberi kesan bahwa protein ini melakukan self-aggregate dengan

bantuan interaksi ion. Ujung gugus karbon globuler BPAG1 mengandung asam amino yang

bersifat asam dan basa dengan periodisitas yang dapat mendukung penggabungan dengan

Page 4: vesicobullous1

filamen keratin intermediate. Ujung gugus amin dari BPAG1 berhubungan dengan domain

sitoplasmik dari BPAG2, integrin subunit β4 dan ERBIN (sebuah protein yang berinteraksi

dengan transmembran reseptor kinase tiroksin Erb-B2 yang berfungsi sebagai link potensial

antara biologi hemidesmosom dan pemberian sinyal Erb-B2 17-19.

Konsisten dengan peran yang dimainkannya dalam pengorganisasian sitoskeleton, BPAG1

pada tikus percobaan menunjukkan adanya tanda fragilitas epitel dalam keratinosit basal20.

Tanpa diduga, tikus ini juga menunjukkan adanya gangguan neurologi berupa distonia dan

ataxia. Manifestasi neurologi dalam penelitian ini merupakan akibat dari inaktivasi isoform

neuronal BPAG1 yang berbeda dalam susunan epitelnya, pada nBPAG1 mengandung actin

atau mikrotubuli yang berikatan dengan domain esensial untuk menjaga arsitektur neuron.

Bullous Pemphigoid Antigen 2

BPAG2 merupakan kolagen transmembran tipe II (khususnya kolagen tipe XVII) yang

berhubungan dengan kompleks HD-anchoring filament dalam keratinosit basal23-26. Ujung

gugus amino sitoplasmik BPAG2 terdiri dari kurang lebih 500 residu asam amino yang

mengandung beberapa tempat fosforilasi yang potensial di dalam bagian tengahnya. Domain

ekstraseluler dari BPAG2 terdiri dari 15 interrupted repeats yang mengulang rangkaian asam

amino Gly-X-Y (anggota family kolagen). Lima belas bagian ini mengacu sebagai coll yang

diikuti sebuah nomer. Panjang domain kolagen terbesar dari BPAG2 (coll 15) menunjukkan

bahwa bagian protein ini menjangkau lamina lusida. Dengan rotary shadowing BPAG2

murni, daerah sitoplasmiknya tergambar sebagai kepala globuler dan daerah ekstraselulernya

sebagai batang utama dengan ekor yang fleksibel27. Daerah sitoplasmik dan ekstraseluler ini

diharapkan dapat berhubungan dengan coll 15 dan coll 1-14. Penelitian mikroskopi

imunoelektron menunjukkan bahwa domain rod dari BPAG2 masuk ke dalam lamina densa

dan ujung gugus karbonnya berputar kembali dari lamina densa menuju lamina lusida28,29.

BPAG2 memiliki dua bentuk30,31. Bentuk pertama berukuran 180 kDa yang seluruh bagian

nya merupakan protein; bentuk kedua adalah domain ekstraseluler berukuran 120 kDa yang

lepas dari membran plasma keratinosit basal akibat proteolisis. Menariknya, domain

ekstraseluler BPAG2 yang larut dapat ditemukan di dalam membran basal epidermis sebagai

homotrimer32. Domain kolagen ekstraseluler dari BPAG2 membentuk sebuah cross-linked

yang berbentuk tripel heliks33. Heliks ini terbentuk secara mandiri dari rangkaian asam amino

pada ujung dari gugus amin BPAG2; biasanya berukuran 3’-5’, berorientasi menggunakan

bagian non kolagen ke-16 dariprotein sebagai tempat nukleasi34. Seperti disebutkan di atas,

domain sitoplasmik BPAG2 berhubungan dengan BPAG1, integrin subunit β4, dan

Page 5: vesicobullous1

plectin9,17,18,35. Segmen ekstraseluler pertama dari BPAG2 (bagian non kolagen ke-16; NC16)

mengandung 73 residu asam amino yang diharapkan dapat berikatan dengan integrin subunit

α636. Penelitian mikroskopi elektron imunogold menunjukkan bahwa ujung gugus karbon

BPAG2 berinteraksi dengan laminin 5 pada daerah perbatasan dari dua protein ini, di dekat

pertemuan lamina lusida dengan lamina densa28.

BPAG2 menjadi sasaran autoantibodi pada pasien dengan BP, pemphigoid gestationis (PG),

cicatrical pemphigoid (CP) dan linear IgA bullous dermatosis (LABD)37,38. Autoantibodi

pada pasien dengan BP, PG, dan LABD secara khas menjadikan domain NC16A BPAG2

sebagai sasaran, dimana pasien-pasien dengan CP cenderung menjadikan ujung gugus karbon

paling distal sebagai sasaran39. Pasien dengan satu bentuk epidermoid bullosa (EB)

junctional-khususnya subtipe non-Herlitz (sebelumnya bernama generalized atrophic benign

epidermolysis bullosa; OMIM 113811)-khususnya yang memiliki mutasi null pada gen yang

mengkode BPAG2 (COL17A1)40-42 (Tabel 29.2). Pasien dengan kelainan ini menunjukkan

berkurangnya BPAG2 pada membran basal epidermis mereka, adanya kecenderungan

perubahan pada fragilitas kulit, formasi bulla subepidermal, alopesia, kuku distrofi, dan

hipoplasia enamel gigi. Penelitian terkini menunjukkan bahwa mutasi COL17A1 berakibat

pada delesi domain intraseluler BPAG2 yang berhubungan dengan BPAG1, plectin, dan

integrin subunit β4. Hal ini mengakibatkan munculnya fenotep dengan ciri berupa formasi

bulla intraepidermal dan junctional43.

Integrin

Integrin merupakan reseptor transmembran heterodimerik yang mendorong interaksi antar sel

maupun antar sel dan matriks. Ligan yang berikatan dengan reseptor integrin memodulasi

adhesi sel, transduksi sinyal, ekspresi gen, pertumbuhan, dan proses fundamental biologi

lain. Semua Integrin merupakan tipe αβ-heterodimer. Beberapa subunit α dan β telah berhasil

diidentifikasi. Beberapa integrin tersambung dengan domain sitoplasmik (allb, a3, a6, a1 and

a4). Walaupun beberapa subunit-α dapat berinteraksi dengan lebih dari satu subunit-β, jumlah

heterodimer yang dapat terbentuk jumlahnya terbatas. Kedua subunit integrin (subunit α dan

β) merupakan glikoprotein transmembran yang memiliki sebuah domain transmembran

hidrophobic dan sebuah domain sitoplasmik pendek (i.e. 50 residu asam amino). Integrin

subunit β4 memiliki desain yang berbeda dengan integrin lain, karena integrin ini

mengandung lebih dari 1000 residu asam amino.

Domain ekstraseluler dari subunit integrin saling berhubungan membentuk dimer; dimerisasi

subunit-subunit ini tidak bergantung pada hubungan regio transmembran dan sitoplasmik.

Page 6: vesicobullous1

Peran kedua subunit heterodimer dibutuhkan untuk pengikatan ligan. Subunit α dan β

diperkirakan akan membentuk sebuah kantong yang berfungsi sebagai situs pengikat ligan

yang spesifik. Berdasarkan observasi, mengganti subunit α atau β dapat berpengaruh pada

perubahan spesifitas ligan. Integrin individual dapat mengikat lebih dari satu ligan, begitu

pula sebaliknya, ligan individual sering dikenali oleh lebih dari satu integrin. Integrin

seringkali mengikat rangkaian spesifik peptida pada kelompok yang diberi molekul adhesi

(rangkaian Arg-Gly-Asp [RGD] yang dipresentasikan dalam fibronektin, vitronektin dan

protein adhesi lainnya). Pengikatan ligan integrin bergantung pada kation divalen dan kation

tersebut ( misalnya Ca2+, Mg2+, Mn2+) dapat mempengaruhi afinitas dan spesifitas ligan

integrin. Domain sitoplasmik integrin berinteraksi dengan elemen sitoskeletal (contohnya

talin, viculin, dan filamen aktin) seperti protein intraseluler lain. Domain sitoplasmik dan

asosiasi integrin α6β4 menunjukkan sebuah penyimpangan karena terkonsentrasi di dalam

HD’s of sel epitel.

Hemidesmosom terkait integrin α6β4

Ujung besar sitoplasmik integrin subunit β4 mengandung sekuens yang ternyata dibutuhkan

untuk pembentukan HD. Regio proksimal membran dari integrin subunit β4 langsung

berhubungan dengan pektin, sedangkan regio distalnya yang merupakan gugus karbon,

berikatan dengan BPAG2. Integrin subunit α6 memiliki dua bentuk yaitu tipe A dan B.

Integrin subunit α6 tipe A memiliki lebih banyak keratinosit. Domain proksimal ekstraseluler

dari integrin subunit α6 berikatan dengan regio NC16A dari BPAG2. Penelitian

menggunakan sel K562 yang dengan stabil mengekpresikan α6Aβ4 and α6βb4 menunjukkan

bahwa laminin 1 dan laminin 5 merupakan ligan khusus untuk untuk HD-integrin. Lokalisasi

laminin 5 di dalam membran basal epidermis mendukung interaksi ini.

Pasien yang mengalami mutasi pada gen yang mengkode integrin subunit α6 maupun β4 akan

mengembangkan EB junctional yang berhubungan dengan atresia piloric. Beberapa pasien

secara khas memiliki gelembung supepidermal yang menyebar luas pada daerah kulit, oral

dan epitel pernafasan. Target delesi dari gen yang mengkode integrin subunit α6 maupun β4

juga mengakibatkan munculnya gelembung subepitel pada jaringan yang sama. Menurut

penelitian, degenerasi inti dan degenerasi sistemik pada keratinosit basal α6 maupun β4 pada

tikus percobaan menunjukkan bahwa integrin subunit ini memainkan peran dalam

kelangsungan hidup sel. Tikus percobaan transgenik yang membawa delesi target dari

domain sitoplasmik integrin subunit β4 menunjukkan adanya gangguan proliferasi pada

epitel berlapis dan epitel simplex. Sebaliknya, delesi target integrin subunit α6 tidak

Page 7: vesicobullous1

menunjukkan adanya gangguan perkembangan yang jelas pada epitel murine. Pasien dengan

CP okuler memiliki autoantibodi yang melawan integrin subunit β4(lihat tabel 29.2).

Sejumlah antibodi yang telah ditemukan dalam model eksperimental kultur organ bersifat

patogenik.

Membran plasma terkait integrin

Integrin non hemidesmosomal diekspresikan dalam keratinosit basal, teremasuk integrin

α2β1 and α3β1. Integrin α2β1 banyak terletak di sepanjang aspek lateral dan apikaldari

keratinosit basal, sedangkan integrin α3β1ditemukan dengan distribusi yang sama pada aspek

basal dari membran plasma sel. Integrin α1 mengikat sitoskeleton aktin dan diharapkan

berperan serta dalam adhesi antar sel. Kultur keratinosit menggunakan integrin α3β1 untuk

memediasi adhesi awal pada matriks ekstraseluler melalui interaksi dengan laminin.

Meskipun integrin α3β1 tidak berperan serta dalam pembentukan HD, integrin ini

diperkirakan sebagai penyedia sinyal kunci untuk meregulasi pembentukan sitoskeletal,

meregulasi fungsi integrin α3β1, dan pembentukan atau pemeliharaan dari integritas

membran dasar. Penelitian menggunakan tikus percobaan dengan delesi target integrin

subunit α3 menunjukkan adanya gangguan membran dasar pada ginjal dan kulit. Secara

spesifik, lamina densa pada tikus percobaan menghilang (atau berkurang) pada daerah dintara

HD, sedangkan di tempat lain laminan densa tampak normal. Bulla ringan pada tikus

percobaan yang kekurangan integrin subunit α3 memperkuat gagasan bahwa polipeptida ini

memainkan peran penting dalam menjaga integritas membran dasar epidermis dan

pembentukan matriks ekstraseluler.

Tetraspan CD151

CD151 merupakan sebuah sel dari superfamili tetraspan yang permukaannya berasal dari

protein. Pada kulit manusia, CD151 berdistribusi bersama dengan integrin α6β4 dan integrin

α3β1 dalam membran plasma basolateral dari keratinosit basal; studi mikroskopi

mikroelektron menunjukkan bahwa CD151 terkonsentrasi di dalam HDs. Penelitian

immunopresipitasi pada sel K562 menunjukkan bahwa CD151 memiliki hubungan dengan

integrin integrin α6β4 dan integrin α3β1. Pada integrin subunit β4-defisiensi keratinosit,

CD151 berangkaian dengan α3β1 pada permukaan sel basal. Pengenalan integrin subunit β4

dengan sel lain menghasilkan integrin α6β4 yang tergabung dalam gugus α3β1-CD151

dimana gugus ini diperkirakan akan menginduksi formasi HDs. Kemudian , jumlah integrin

α3β1 dalam gugus ini akan berkurang, dan CD151 akan berikatan dengan integrin α6β4

Page 8: vesicobullous1

melalui subunit- α. Hingga saat ini, CD151 merupakan satu-satunya tetraspan yang diketahui

memiliki hubungan dengan HDs. CD151 dipertimbangkan sebagai komponen pre-HD yang

perekrutannya menjadi komponen HDs diregulasi oleh integrin α6β4. CD151 diperkirakan

menyediakan kerangka kerja untuk organisasi spasial dari komponen HD yang berbeda.

LAMINA DENSA

Laminin

Laminin merupakan famili dariglikoprotein heterotrimetik yang terdiri dari empat belas

anggota. Laminin terdiri dari 3 subunit (α, β, dan γ) yang bergabung dan distabilkan oleh

ikatan rantai disulfida dan ikatan lain. Setiap subunit laminin dikode oleh gen yang berbeda.

Hingga saat ini, lima α subunit, tiga β subunit, dan tiga subunit γ telah berhasil dicirikan. Gen

LAMA3 (gen yang mengkode laminin subunit α3) mengkode dua buah transkrip, yaitu α3A

dan α3B yang penamaannya sesuai dengan panjang pendeknya varian.

Isoform laminin yang berbeda dibuat dengan memasangkan berbagai macam subunit β

dengan subunit γ. Isoform isoform laminin ini kemudian didistribusikan dalam sebuah

jaringan spesifik, dimana masing-masing memperlihatkan berbagai variasi fungsi biologi.

Berbagai fungsi yang dimiliki oleh beranekaragam isoform laminin meliputi :

Menjadi komponen struktural dari matriks ekstraseluler maupun menbran dasar

Berfungsi sebagai sebuah ligan yang berinteraksi dengan reseptor permukaan sel

(contohnya, agintegrin), sehingga menyediakan sinyal kunci bagi lingkungan mikro

ekstraseluler

Simpulan yang berhubungan dengan beberapa isoform laminin akan diuraikan dibawah ini.

Walaupun laminin 1 (α1β1 γ1) digunakan sebagai prototipe untuk meninjau struktur dasar

dari famili protein ini, bukti terkini menunjukkan bahwa laminin 1 ditemukan dalam

membran dasar dalam jumlah sedikit. Laminin 1 ditemukan dalam membran dasar

mikrovaskuler dermis, dimana laminin 5 (α3β3γ2), laminin 6 (α3β1γ1), dan laminin 10

(α5β1γ1) diperkirakan mendominasi membran dasar epidermis.

Laminin 1 (Laminin -111)

Laminin 1 pada awalnya diisolasi dari tumor tikus Engelbreth-Holm-Swarm (EHS) yang

telah ditransplantasi, oleh karenanya disebut sebagai laminin EHS atau laminin ‘klasik’.

Laminin 1 merupakan protein multidomain yang berukuran ~800 kDa yang terdiri dari

subunit α1 (~400 kDa, disebut dengan rantai A atau rantai Ae; penamaan Ae diambil dari

laminin rantai A EHS), β1 (berukuran ~220 kDa, disebut sebagai rantai B1 atau rantai B1e),

Page 9: vesicobullous1

dan γ1 (berukuran ~210 kDa, diseburt sebagai rantai B2 atau rantai B2e). Dengan rotary

shadowing, laminin 1 memiliki bentuk salib asimetris dengan tiga lengan pendek (dua lengan

berukuran ~34 nm, satu lengan berukuran ~ 48 nm) dan satu lengan panjang (~77 nm).

Rantai α1, β1, dan γ1 pada laminin 1 memiliki struktur yang mirip dengan enam domain

primer. Domain I dan II terdiri dari perulangan sejumlah heptad yang disusun untuk

menghasilkan gulungan rangkap tiga α heliks yang membentuk lengan panjang heterodimer.

Domain III dan V kaya akan sistein dan glisin yang tersusun berulang dengan karakteristik

yang sama dengan faktor pertumbuhan epidermis. Domain IV dan VI meliputi bagian

globular dari molekul. Sebagai tambahan, subunit α1 memiliki segmen globular yang besar

pada ujung terminal karbon domain I yang bernilai kurang lebih 25 % dari massa

polipeptidanya. Segmen globular ini disebut sebagai “kaki” molekul; “kaki” ini terdiri atas 5

“jari” yang berisi perulangan rangkaian yang kaya akan residu asam amino. Keseluruhan

struktur dari laminin 1 distabilisasi oleh ikatan disulfida antar rantai yang sama baiknya

dengan gulungan rangkap tiga α-heliks diantara domain I dan domain II dari subunit α1, β1,

dan γ1.

Beraneka ragam fungsi biologis yang diperoleh laminin 1 dari sejumlah sel dimediasi secara

luas melalui interaksinya dengan reseptor integrin. Respon biologis penting yang

dikembangkan oleh laminin 1 termasuk adhesi, diferensiasi, migrasi, dan morfogenesis.

Sebagai tambahan dari fungsi-fungsi tersebut, laminin 1 merupakan komponen struktural dari

membran dasar epidermis. Nidogen berikatan dengan afinitas yang tinggi pada domain III

dari laminin subunit γ1, kemudian berhubungan dengan molekul laminin subunit γ1 menjadi

struktur jaringan tipe IV kolagen yang kaya akan cross-linked. Kompleks laminin-nidogen ini

dapat berikatan dengan protein inti dari proteoglikan heparan sulfat. Sebagai tambahan,

peneliti menemukan Ca2+, molekul laminin 1 yang mengalami self-assemble in vitro menjadi

struktur jejating, mengindikasikan bahwa struktur jejaring mandiri dari laminin 1 dan kolagen

tipe IV dapat ditemukan di dalam membran basal dan berhubungan dengan molekul-molekul

kecil seperti nidogen.

Laminin 5 (Laminin-332)

Laminin 5 terdiri atas disulfida linked α3-, β3-, dan γ2 subunit ( seperti yang ditemukan pada

isoform laminin) yang menunjukkan identitas berhubungan dengan subunit pada laminin 1

klasik62,73. Laminin 5 disebut juga sebagai laminin-332 berdasarkan komposisi subunitnya

(misalnya α3-, β3-, dan γ2). Sintesis dan pembentukan laminin 5 dalam keratinosit manusia

telah dicirikan secara luas74. Laminin subunit α3 merupakan prekursor sel berukuran 200

kDa yang secara cepat diproses mengikuti sekresi pada polipeptida berukuran 165 kDa.

Page 10: vesicobullous1

Berbeda dengan laminin subunit α1, laminin subunit α3 mengalami pemendekan, kekurangan

domain gugus amino, dan mengandung domain G (misalnya pada segmen globular pada

ujung gugus karbon dari domain 1) dalam jumlah sedikit. Pemendekan dalam subunit α3

membuat ciri khas subunit laminin 5 sedikit berbeda dengan rantai analog pada laminin 1.

Sama halnya dengan subunit α3 laminin, subunit γ2 laminin memiliki dua bentuk, yaitu sel

terkait polipeptida berukuran 155 kDa dan polipeptida berukuran 105 kDa. Meskipun

rangkaian asam amino lengkap pada laminin subunit γ2 menunjukkan kemiripan hampir 50

% dengan laminin subunit γ1, domain pada polipeptida ini secara signifikan terpotong

(domain I, II, III, IV, dan V) atau menghilang (domain VI). Laminin subunit β3 merupakan

sebuah homolog laminin subunit β1 yang berukuran 140 kDa yang tidak mengalami

pemrosesan yang mengikuti sekresi. Sebagian besar potongan pada subunit ini terlokalisasi

dalam lengan pendeknya, dimana lengan panjang menunjukkan identitas substansial terhadap

laminin subunit β1. Laminin 5 dalam jaringan baru-baru ini diperkirakan sebagai laminin

yang paling mirip dengan heterotrimer yang telah terproses sempurna (misalnya subunit

disulfide-linked yang berukuran 165, 140, dan 105 kDa). Laminin 5 diendapkan dalam

substrat kultur yang berfungsi untuk pertumbuhan dan migrasi keratinosit manusia62,73.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laminin 5 berperan dalam pengikatan keratinosit

pada membran basal epidermis 73,75,76. Bukti eksperimental juga mengindikasikan bahwa

integrin α3β1 dan integrin α6β4 pada keratinosit basal secara khusus mengikat laminin 551,62.

Pada kulit, laminin 5 terlokalisir dalam perbatasan lamina lusida dan lamina densa, yang

diperkirakan membentuk link kritikal diantara kompleks HD-anchoring filament, lamina

densa dan anchoring fibril utama (lihat gambar 29.3). Berbagai potongan dalam subunit dari

laminin 5 menghilangkan isoform dari domain ini yang dibutuhkan untuk polimerisasi

(misalnya perakitan mandiri pada jejaring laminin). Selain itu, laminin 5 kekurangan domain

pada subunit γ2 nya yang berperan sebagai pengikat nidogen (sebuah hubungan yang

bertanggung jawab dalam interaksi isoform laminin lain dengan kolagen tipe IV, perlecan,

dan fibulin. Ikatan yang stabil dari laminin 5 pada membran berfungsi sebagai mekanisme

baru dimana ujung gugus terminus dari laminin 5 secara kovalen berhubungan dengan poin

cabang dari lengan pendek laminin 6 (α3β1γ1) dan laminin 7 (α3β2γ1). Hubungan ini

membentuk sebuah kompleks yang terdiri dari subunit laminin γ1 yang menyediakan tempat

untuk mengikat nidogen, sama halnya pada subunit β1, β2, dan γ1 yang menyediakan tempat

yang potensial untuk polimerisasi. Model ini memposisikan domain G dari laminin 5α

subunit secara superior, dimana diperkirakan akan mengikat integrin α6β4 dan integrin α3β1

dalam HD dan membran plasma. Laminin 5 juga merupakan sebuah monomer pada membran

Page 11: vesicobullous1

basal epidermis dimana rantai β3 dan/atau γ2 mengikat ujung gugus amino domain NC1 pada

kolagen tipe VII77. Dengan cara ini, monomerik laminin 5 secara langsung menghubungkan

kompleks filamen HD-anchoring dengan anchoring fibril utama. Peranan penting laminin 5

dalam biologi dari membran basal epidermis dapat dilihat pada gangguan yang diwariskan

atau ditargetkan pada gen yang mengkode subunit laminin 5 (LAMA3, LAMB3, LAMC2)

yang menghasilakan sebuah fenotip yang ditandai dengan formasi bulla subepidermal,

pelepasan epidermis dan kematian (misalnya epidermoid bullosa junctional Herlitz)78-82.

Selain itu, pasien dengan satu bentuk CP memiliki IgG anti membran basal autoantibodi yang

melaawan laminin 583. Karena penelitian awal menunjukkan bahwa autoantigen ini

ditemukan dalam matriks ekstraseluler pada keratinosit manusia yang telah dikultur dan

secara khusus reaktif dengan antibodi monoklonal antiepiligrin, penyakit ini disebut dengan

antiepiligrin CP84. Rangkaian penelitian menunjukkan bahwa epiligrin identik dengan laminin

585,86. Transfer pasif IgG antilaminin 5 kelinci pada tikus neonatal atau IgG pasien untuk

mencangkok kulit manusia pada tikus imunodefisiensi menghasilkan bulla subepitel non

inflamasi pada kulit (dan membran mukus pada tikus neonatal) dengan gejala klinis,

histologi, dan ciri patologi mirip pada pasien dengan antiepiligrin CP87,88.

.

Laminin 6 (Laminin -311)

Laminin 6 (α3β1γ1) merupakan isoform alanin yang distribusinya pada jaringan manusia

berdekatan dengan laminin 5 (contohnya membran dasar epidermis, trakhea, esofagus,

amnion, dan traktus gastrointestinal). Laminin 6 diproduksi oleh manusia dan keratinosit

bovine, garis sel epitel, dan eksplan kultur kulit; laminin 6 juga dapat ditemukan dalam cairan

amnion. Bukti terdahulu menunjukkan bahwa, dalam jaringan, laminin 5 dan laminin 6

bergabung membentuk kompleks ikatan disulfida yang berikatan pada sel melalui domain

dalam laminin 5 dan berhubungan dengan kolagen tipe IV pada lamina densa melalui ikatan

nidogen pada subunit γ dari laminin 6. Model ini menjelaskan distribusi jaringan paralel dari

isoform laminin tersebut, serta menjelaskan bagaimana laminin 5 dapat berhubungan dengan

lamina densa meskipun pada kenyataannya laminin 5 memiliki sebuah potongan subunit γ

yang memiliki afinitas nidogen yang rendah.

Laminin 10 (Laminin-511)

Laminin 10 (α5β1γ1) baru-baru ini dideskripsikan sebagai isoform laminin yang berdistribusi

secara luas dalam membran dasar berbagai jaringan. Berat molekuler dari subunit α5 (~450

kDa) konsisten dengan ukuran yang diprediksi dari cDNA subunit α5 (dengan tunjangan dari

Page 12: vesicobullous1

glikosilasi protein). Peneliti terdahulu meneliti laminin 10 dalam ektrak dari berbagai sampel

jaringan murine dan bovine. Penelitian ini mendeteksi adanya polipeptida α5 imunoreaktif

yang berukuran lebih kecil, yaitu 380 kDa, 350 kDa, dan 210 kDa. Adanya penemuan ini

menunjukkan bahwa protein yang berukuran 450 kDa kemungkinan merupakan sebuah

prekursor.

Kolagen Tipe IV

Kolagen tipe IV merupakan sebuah makromolekul unik yang berlokasi khusus pada membran

dasar. Struktur dari kolagen tipe IV sangat mirip dengan struktur prokolagen (bentuk

intraseluler dari molekul yang memiliki domain globuler sebagai terminal amino dan terminal

karbon). Seperti kolagen lain, kolagen tipe IV terdiri dari tiga subunit rantai α yang secara

genetik berbeda namun terdapat kemiripan dalam struktur molekul. Baru-baru ini, 6 kolagen

tipe IV subunit rantai α telah didentifikasi (polipeptida: α1(IV)-α6(IV); gen yang sesuai :

COL4A1-COL4A6).

Kolagen tipe 4 merupakan heterodimer yang mengandung dua subunit rantai α yang identik

secara genetik dan satu subunit rantai α yang berbeda. Subunit α1(IV) dan subunit α2(IV)

komponen yang tersebar di membran dasar, dimana susunan highly cross-linked memberikan

dukungan struktural yang besar. Subunit α5(IV) dan α6(IV) dapat ditemukan pada membran

dasar epidermis; subunit α3(IV), α4(IV), dan α5(IV) dapat ditemukan di dalam membran

dasar glomerular ginjal.

Seperti kolagen lain, subunit rantai α dari kolagen tipe IV berasosiasi untuk membentuk

sebuah struktur tripel heliks. Stabilitas dari tripel heliks ini tergantung pada karakteristik yang

mengulang sekuens asam amino G-X-Y (asam amino yang ketiga adalah glisin G), menyertai

residu yang kaya akan prolin, dan proses hidroksilasi post-translational menjadi hidroksi

prolin). Tripel heliks yang telah dihasilkan memiliki sebuah perpanjangan, suatu bentukan

rigid yang resisten terhadap protease “biasa” (misalnya tripsin) dan sensitif terhadap protease

spesifik (misalnya kolagenase). Berbeda dengan kolagen fibriler klasik, kolagen tipe IV tidak

berbentuk heliks utuh di sepanjang tubuhnya. Diskontinyuitas pendek pada pengulangan G-

X-Y di dalam subunit α menghasilkan domain non-heliks yang meningkatkan fleksibilitas

pada makromolekul ini (situs akan rentan terhadap kerusakan oleh protease “biasa”).

Seperti yang telah dijelaskan diatas, domain globular yang tertahan pada ujung kolagen tipe

IV menyebabkan kolagen ini mirip dengan prokolagen. Terminal amino globular dari protein

ini mengacu pada domain 7S yang dimilikinya; domain globular yang lebih kecil pada

terminal karbonnya mengacu pada domain non-collagenous 1 (NC1). Untuk tujuan deskriptif,

Page 13: vesicobullous1

Woodley dan Chen telah mendeskripsikan struktur molekuler dari kolagen tipe IV sebagai

sebuah stik hockey, dimana bagian ujung stik menyerupai domain 7S amino-terminal

sedangkan bagian pangkalnya menyerupai bagian molekul tripel heliks yang berkelanjutan,

dan pegangan stik menyerupai domain NC1 globuler pendek sebagai terminal karbonnya.

Model ini menunjukkan utilitas yang besar ketika dihubungkan dengan stuktur kisi dari

matriks kolagen tipe IV pada sebuah susunan stik hockey yang tercipta oleh : (1) overlapping

empat pisau 7S untuk menciptakan ‘laba-laba’ kolagen tipe IV dimana pegangan-

pegangannya berorientasi pada sudut yang tepat, dan (2) polimerisasi laba-laba pada situs

yang berbatasan dengan terminal gugus karbon (Gambar 29.4). Seperti dari ujung ke ujung,

interaksi antiparalel menghasilkan kisi kolagen tipe IV dua dimensi yang berfungsi sebagai

matriks kunci dalam lamina densa.

Kolagen tipe IV berhubungan dengan beberapa penyakit berbeda dari membran basal.

Sebagai contoh, sebagian pasien dengan sindrom Alport (sebuah penyakit dengan gejala

berupa hematuri, gagal ginjal progresif, tuli sensorineural, dan kadang abnormalitas okuler;

OMIM #301050) mengalami mutasi pada gen COL4A5 yang mengkode α5(IV)93. Sebagai

tambahan pada bentuk X-linked dari sindrom Alport, sebuah bentuk autosomal resesif dari

penyakit ini (OMIM#203780) telah dibuktikan dengan mengisolasi gen kolagen tipe IV

COL4A3 dan COL4A4pada kromosom 2q35-q37, dan menunjukkan mutasi pada gen ini

pada individu dengan penyakit ini94. Molekul kolagen tipe IV yang memiliki sub unit rantai α

mutan (contoh α3(IV), α4(IV) atau α5(IV) telah ditunjukkan dalam membran basal epidermis

dari pasien-pasien tersebut (walaupun tidak ditemukan patologi kulit yang dapat

diidentifikasi)

Sindrom Goodpasture, penyakit autoimun lethal potensial yang memiliki gejala berupa

perdarahan pulmonal dan glumerulonefritis, mempresentasikan penyakit yang berhubungan

kolagen tipe IV. Jejas jaringan terjadi pada pasien dengan penyakit ini disebabkan oleh

autoantibodi anti membran dasar yang menyerang domain NC1 dari kolagen α3(IV).

Menariknya, penelitian eksperimental menemukan bahwa dimer NC1 α3(IV) dari ginjal

bovine memiliki kapasitas untuk menginduksi reaksi autoimun pada kelinci yang meniru

bentuk organ spesifik dari sindrom Goodpasture pada manusia, dimanarantai lain dari

kolagen tipe IV bersifat non patogenik. Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa

hexamer NC1 α3(IV) merupakan hexamer nonpatogenik, hal ini menunjukkan bahwa sebuah

epitope patogenik pada protein ini telah terpapar oleh disosiasi hexamer menjadi dimer.

Paparan dari epitope patogenik karena infeksi atau hal lain dapat menggambarkan sebuah

elemen esensial dalam patogenesis penyakit ini. Menariknya, α5(IV) sering ditemukan sebagi

Page 14: vesicobullous1

target dari autoantibodi pada pasien dengan penyakit yang jarang ditemukan berupa bulla

subepidermal dan glumerulonefritis.

Penelitian baru-baru ini telah berhasil mengidentifikasi fragmen dari subunit rantai α kolagen

tipe IV dengan aktifitas biologis yang penting. Sebagai contoh, sebuah fragmen yang disebut

castatin, derivat membran dasar manusia yang merupakan inhibitor dari angiogenesis serta

pertumbuhan tumor yang sesuai dengan fragmen dari α2(IV). Fragmen subunit ini secara

signifikan menghambat migrasi sel endotel pada manusia, mencegah formasi batang sel

endotel, dan menhambat proliferasi sel endotel yang distimulasi serum fetal bovine. Selain

itu, fragmen ini secara khusus menginduksi apoptosis pada sel endotel denga tanpa hambatan

dari proliferasi maupun apoptosis yang diobservasi pada sel non endotel. Castatin menekan

pertumbuhan tumor baik yang berukuran besar maupun kecil pada dua model tikus dengan

xenograft manusia, yang pada pemeriksaan histologinya menunjukkan penurunan ekspresi

CD31 pada vaskulatur.

Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa domain NC1 dari α3(IV) memiliki paling tidak dua

aktifitas anti tumor yang berbeda. Residu asam amino 185-203, sebuah subdomain yang

berfungsi sebagai ligan dari integrin αvβ3, mendorong adhesi dari sel melanoma dan, pada

saat yang sama menghambat proliferasinya. Domain NC1 dari α3(IV) disebut dengan

tumstatin. Residu asam amino 54-132 memiliki aktivitas anti angiogenik. Secara kolektif,

penemuan ini menyoroti sifat antitumor yang unik dan berbeda dari fragmen subunit α

kolagen tipe IV dan menunjukkan bahwa subdomain dari molekul ini dapat digunakan

sebagai sarana terapeutik.

.

Nidogen

Nidogen (entactin) merupakan sebuah glikoprotein berukuran 150 kDa yang dapat ditemukan

pada lamina densa dari membran basal, dimana nidogen ini berhubungan dengan kolagen tipe

IV dan berbagai jenis isoform laminin. Dengan rotary shadowing nidogen memiliki bentuk

yang mirip dengan sebuah dumbbell. Nidogen mengikat isoform laminin yang mengandung

subunit γ1 (laminin 1, α1β1γ1; laminin 6, α3β1γ1; atau laminin 10, α5β1γ1) dengan afinitas

yang tinggi. Lebih spesifik lagi, domain G3 pada ujung gugus karbon dari nidogen berikatan

dengan faktor pertumbuhan epidermis yang kaya akan protein yang berulang pada domain

III dari subunit γ1. Sebaliknya, domain G2 pada gugus amino nidogen berikatan dengan

kolagen tipe IV dengan afinitas yang tinggi. Pada kolagen tipe IV, kompleks nidogen dan

laminin dapat berikatan dengan inti protein proteoglikan heparan sulfat serta fibulin 1 dan

fibulin 2. Nidogen diperkirakan dapat menstabilkan berbagai makromolekul dalam lamina

Page 15: vesicobullous1

densa. Bentuk kedua dari nidogen (nidogen 2) baru-baru ini telah berhasil diidentifikasi.

Nidogen 2 memiliki hampir 45 % kemiripan dengan nidogen klasik. Nidogen 2 diperkirakan

dapat mengikat fibulin dengan proteoglikan heparan sulfat sebagaimana kolagen tipe I dan

IV. Tidak ada satupun penyakit autoimun maupun penyakit bulla yang berkaitan dengan

nidogen. Menariknya, tikus percobaan yang kekurangan nidogen 1 menunjukkan tidak

adanya abnormalitas yang jelas, tikus-tikus ini fertil dan memiliki membran basal yang

normal.

Heparan Sulfate Proteoglycans

Heparan sulfate proteoglycans (HSPGs) adalah kelompok yang berbeda dari makromolekul

biasa yang merupakan komponen yang tersebar di membran basal105.

Heparan sulfate proteoglycans ini terdiri atas inti pusat protein yang yang berasal dari

glycosaminoglycans yang biasa disebut dengan konfigurasi bottle-brush, dimana protein inti

merupakan tangkai sikat dan glycosaminoglycans menyerupai bulu sikat.

Membran basal yang berbeda mengandung HSPGs dengan berbagi macam tipe dan

konfigurasi; perlecan adalah HSPGs dengan kharakter terbaik yang dapat ditemukan di

membran basal. HSPGs dapat membentuk interaksi dengan berbagai macam komponen dari

lamina densa (contohnya kolagen tipe IV) dan berproliferasi mandiri yang berkontribusi

dalam matriks membran basal. HSPGs kaya akan sulfat, hal ini menyebabkan HSPGs

bermuatan negatif dan bersifat hidrofilik. Sifat biokimia ini memberikan beban negatif pada

membran basal sehingga membatasi permeabilitas matriks-matriks ini. Dengan pemeriksaan

menggunakan mikroskop imunoelektron, HSPG dapat ditemukan di atas dan di bawah lamina

densa pada membran basal epidermis.

ANCHORING FIBRILS AND THE SUBLAMINA DENSA REGION

Kolagen Tipe VII

Kolagen tipe VII dapan ditemukan pada membran basal dari epitel skuamous kompleks,

dimana kolagen ini terlokalisir di sublamina densa pada bagian atas papiler dermis. Kolagen

ini merupakan komponen utama dalam anchoring fibril dan terdiri atas tiga rantai α yang

identik, masing-masing berukuran kurang lebih 290 kDa. Kolagen tipe VII pada awalnya

disebut sebagi kolagen rantai panjang karena memiliki panjang 450 nm. Gugus amino

kolagen tipe VII terdiri atas domain non kolagen globular yang besar yang disebut NC1.

Domain non kolagen yang lebih kecil yang disebut sebagai NC 2 terletak pada gugus

karbonnya.

Page 16: vesicobullous1

Pertemuan dari anchoring fibril dimulai ketika “ekor” NC2 dari molekul kolagen tipe IV

dalam sebuah model antiparalel dan bersatu dalam ikatan disulfida. Bentuk dimers tail-to-tail,

yang merupakan potongan proteolitik dari domain NC2, meninggalkan makromolekul yang

berbentuk untaian panjang yang memiliki batang sentral dengan domain globular NC1 besar

pada kedua ujungnya. Dimer kolagen tipe VII yang baru saja terbentuk akan menyatu secara

lateral dengan dimer-dimer lain membentuk berkas yang berstruktur mirip “tumpukan

gandum” sehingga disebut dengan wheat-stack anchoring fibril. Perkumpulan domain

globular NC1 dalam anchoring fibril ini bebas berikatan dengan elemen matriks dari

membran basal epitel skuamous kompleks.

Penelitian ultrastruktural menyimpulkan bahwa domain NC1 dari molekul kolagen tipe VII

mengikat salah satu ujung dari lamina densa, dan dapat berputar kembali pada lamina densa

atau terikat dengan elemen padat elektron pada regio sublamina densa yang disebut dengan

anchoring plaques. Baru-baru ini diketahui bahwa anchoring plaques sebenarnya merupakan

portion dari regio lamina densa yang ‘keluar’ dan jatuh ke dalam regio sublamina densa

akibat dari renovasi membran basal114. Pada tingkat molekuler, subdomain spesifik pada

domain NC1 kolagen tipe VII menunjukkan afinitas terhadap kolagen tipe IV dalam lamina

densa (dan anchoring plaques) seperti yang terjadi pada kolagen fibrillar tipe I dalam

dermis115,116. Interaksi antara kolagen tipe VII dan laminin 5 telah dijelaskan diatas77.

Anchoring fibrils menghasilakn sebuah jaring yang dibentuk oleh untaian pita dan tali yang

berhubungan dengan lamina densa melalui sebuah rangkaian elemen fibrillar pada regio

sublamina densa.

Gen yang mengkode kolagen tipe VII, COL7A1, teletak di dalam lengan pendek kromosom 3

(khusunya kromosom 3p21.3)117,118. Meskipun COL7A1 mengandung 118 ekson, gen ini

merupakan gen yang tersusun dengan rapat. Intron COL7A1 berukuran kecil, hanya terdapat

satu intron yang panjangnya lebih besar dari 1 kb. COL7A1 terdiri atas 31 132 bp yang

berasal dari transkripsi yang dimulai dari daerah poliadenilasi, dan oleh sebab itu ukurannya

hanya tiga kali lebih besar dari transkrip yang lain yang sama (kurang lebih 9.2 kb).

Berdasarkan analisis linkage genetik, beberapa kelompok menunjukkan adanya linkage yang

dekat antara COL7A1 dengan epidermoid bullosa (EB) distrofi bentuk dominan dan

resesif121. Penelitian subsequent mengidentifikasi mutasi dalam gen COL7A1 pada pasien

yang menderita penyakit bulla ini.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan epidermoid bullosa distrofi tipe resesif

(OMIM 226600) biasanya mengalami mutasi pada allel COL7A1 yang berakibat pada

terminasi codons yang prematur, rusaknya mediated mRNA dan tidak terdeteksinya protein

Page 17: vesicobullous1

atau mRNA dari kolagen tipe VII. Oleh sebab itu, pasien-pasien ini tidak memiliki anchoring

fibril dalam membran basal epidermis dan berakibat pada fragilitas kulit yang ekstrim, luka

parut yang termutilasi, dan meningkatkan risiko karsinoma sell skuamousa kutaneus. Karena

carrier dari epidermoid bullosa distrofi tipe resesif hanya mengandung satu allel mutan, maka

agar jumlah kolagen tipe VII ini tercukupi, allel yang normal digunakan untuk menjaga

integritas dan mempertahankan fenotip kulit.

Sebaliknya, pasien dengan epidermoid bullosa distrofi tipe dominan (OMIM # 131750)

biasanya mengalami mutasi pasa sebuah allel COL7A1 yang menimbulkan efek dominan

negatif pada pada allel COL7A1 normal yang terdiri dari derivat protein. Penelitian

menyimpulkan bahwa sebagian besar mutasi COL7A1 yang berefek dominan negatif berasal

dari subtitusi glisin pada poin kritis dalam portion kolagen dari kolagen tipe VII. Oleh sebab

itu, pasien dengan epidermoid bullosa distrofi tipe dominan memproduksi protein mutan yang

mendukung penggabungan trimer–trimer kolagen tipe VII yang telah mengalami perubahan

sehingga berbeda dari trimer normal. Oleh karenanya, pasien dengan epidermoid bullosa tipe

dominan mengalami penurunan jumlah anchoring fibril, memproduksi anchoring fibril yang

abnormal, dan memperlihatkan fenotip bulla yang biasanya tidak lebih parah bila

dibandingkan dengan epidermoid bullosa tipe resesif.

Epidermoid bullosa akuisita (EBA) merupakan penyakit bulla subepidermal autoimun

didapat, dimana formasi bullanya terletak pada regio sublamina densa, biasanya disebabkan

oleh trauma mekanik122. Riset translasional yang ditujukan untuk mengidentifikasi target

autoantigen dari autoantibodi membran basal pada pasien dengan epidermoid bullosa akuisita

berhasil mengidentifikasi sebuah protein berukuran 290 kDa dalam ekstrak lamina

densa/dermis yang disebut dengan antigen EBA. Penelitian subsequent menunjukkan bahwa

autoantigen ini merupakan kolagen tipe VII dan IgG dari sebagian besar pasien epidermoid

bullosa akuisita berikatan dengan domain NC1 dari protein ini.

Analisis sera dari kelompok besar pasien yang menderita epidermoid bullosa akuisita

menunjukkan bahwa autoantibodi pasien-pasien ini mengenali empat epitopes imunodominan

utama pada domain NC1 kolagen tipe VII. Pasien dengan erupsi bulla pada systemic lupus

erythematosus (SLE) kadang memiliki IgG autoantibodi kolagen antitipe VII yang beredar

dalam tubuh. Menariknya, autoantibodi pada pasien ini membidik empat epitop

imunodominan yang sama yang berikatan dengan sera dari pasien dengan epidermoid bullosa

akuisita124. Autoantibodi ini telah dikemukakan sebagai autoantibodi yang mengacaukan

penggabungan kolagen tipe VII dengan anchoring fibril serta mengganggu interaksi kolagen

tipe VII dengan molekul matriks ekstraseluler lain dalam menghasilkan bulla supepidermal

Page 18: vesicobullous1

non inflamasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa transfer pasif dari igG anti kolagen

tipe VII pada tikus

percobaan dapat menimbulkan lesi dengan gejala klinis, histologi, dan imunopatologi yang

mirip dengan [asien epidermoid bullosa akuisita 125-127.

Microfibril

Pemeriksaan microfibril dengan transmisi mikroskop elektron memperlihatkan gambaran

serat elastis yang terdiri atas dua komponen yang berbeda yaitu sebuah amorphous,

komponen tidak berpita dan sebuah komponen fibril yang memiliki diameter 10-12 nm128.

Pada papil dermis, elemen mikrofibrin masuk secara vertikal pada lamina densa terdiri dari

serat dahulu disebut dengan serat oksitalan. Dari sisi inferior, serat oksitalan bergabung

dengan elemen mikrofibriler dengan orientasi paralel pada permukaan kulit. Elemen

mikrofibril yang mengandung beberapa komponen amorphous ini membentuk serat elaunin.

Gabungan dari oksitalan dan serat eulanin ini merupakan jejaring yang berdekatan dengan

serat elastik di dalam retikuler dermis. Serat elaunin terdiri dari elemen mikrofibriler yang

berhubungan dengan sejumlah besar komponen amorphous. Gradien dari komponen

amorphous dalam dermis mencerminkan maturasi dari serat elastik dalam kulit. Komponen

amorphousdari serat elastik terdiri dari protein elastin, dimana komponen mikrofibriler dari

serat elastik tersusun atas protein seperti fibrilin, microfibril-associated

glycoproteins,fibulins, latent TGF-b-binding proteins, microfibril-associated protein, dan

chondroitin sulfate proteoglycans

Serat Microthread-like

Linkin adalah sebuah protein berukuran 800 kDa yang terlokalisasi pada papiler dermis

bagian atas tepat di bawah membran basal. Linkin merupakan komponen utama dari jejaring

filamen microthread-like di dalam sublamina densa yang berfungsi sebagai penghubung

antara berkas mikrofibriler, anchoring fibril, dan serat kolagen intersisial. Data

imunopresipitasi menunjukkan bahwa linkin diproduksi sendiri oleh fibroblas.

Remodeling Membran Basal

Meskipun membran basal epidermis disebut sebagai pembatas fisik diantara sel-sel yang

terletak pada epidermis dan dermis, matriks ini (seperti pada membran basal yang lain)

Page 19: vesicobullous1

merupakan struktur dinamis yang secara konstan mengalami remodeling. Sebagai contoh,

membran basal epidesmis secara reguler dipenetrasi oleh sel Langerhan yang keluar masuk

epidermis dalam kondisi fisiologis normal. Limfosit juga melintasi membran basal epidermis

pada penyakit inflamasi dan penyakit neoplastik. Namun, sel non imun maupun sel non

maligna lain jarang melintasi pembatas ultrastruktural ini. Terdapat korelasi yang tingga

antara: (1) tidak ditemukannya membran basal dalam tumor, kebanyakan dari tumor ini

bersifat maligna; dan (2) degenerasi membran basal pada tumor dan metastasis dari tumor

tersebut. Metalloproteinase yang diekspresikan oleh sel maligna maupun sel dari sistem imun

berperan pada abilitas sel tersebut dalam melakukan penetrasi terhadap membran basal.

Protease ini juga memainkan peranan penting dalam remodeling epidermis dan membran

basal lain dalam proses fisiologi, perkembangan, dan morfogenesis (contohnya modifikasi

epitel mammal selama kehamilan dan laktasi). Metalloproteinase juga memiliki peran

penting dalam proses alterasi (misalnya penipisan) pada membran basal epidermi dan kulit

yang sering terpapar matahari.

MEMBRAN BASAL EPIDERMIS PADA PENYAKIT BULLA

Pasien dengan immunobullous didapat memiliki autoantibodi yang melawan antigen dalam

epidermis (misalnya pemfigus) atau membran basal (misalnya berbagai bentuk pemfigoid).

Autoantibodi dari pasien-pasien ini digunakan untuk menegakkan identitas dari berbagai

autoantigen dan membuktikan bahwa individu dengan penyakit ini (pada kebanyakan kasus)

autoantibodinya akan melawan protein yang sama. Autoantibodi pasien digunakan untuk

mengisolasi cDNA yang berhubungan dengan gen pengkode autoantigen ini. Penelitian ini

menunjukkan bahwa autoantigen tersebut sering ditemukan pada protein struktural penting

yang terletak di kulit. Menariknya dalam penelitian ini, beberapa gen pengkode autoantigen

ini mengalami mutasi yang bertanggungjawab atas berbagai jenis epidermoid bullosa. Oleh

sebab itu, alterasi yang didapat maupun diwariskan pada protein adhesi utama dalam kulit

menunjukkan fenotip dengan ciri khas berupa formasi bulla130. Ringkasan informasi

mengenai sifat biologis dari membran basal epidermis pada pasien dengan penyakit autoimun

ataupun penyakit bulla ynang diwariskan akan dijelaskan di bawah ini.

Penyakit Bulla Subepidermal Autoimun

Karakteristik autoantigen yang dikenali oleh antibodi pasien dengan berbagai penyakit

immunobullous dapat dilihat pada tabel 29.3. Penyakit-penyakit ini dahulu tidak bisa

Page 20: vesicobullous1

dibedakan antara satu dengan lainnya dan hanya diklasifikasi sebagian berdasarkan gejala

umum dan sifat histologi. Pada masa kini, pasien dengan penyakit bulla subepidermal

autoimun dibedakan oleh autoantigen yang menjadi sasaran dari respon autoimun humoral131

(Gambar 29.6). Dalam rangka meningkatkan kapabilitas diagnosis serta membedakan

autoantibodi pasien untuk mengklasifikasi penyakit-penyakit bulla ini, para peneliti memiliki

apresiasi yang sangat besar terhadap sifat polimorfik penyakit ini. Sebagai contoh, dahulu

kala epidermoid bullosa dinggap sebagai diagnosis untuk penyakit dengan gangguan

fragilitas kulit dengan bulla didapat yang jarang ditemui. Sekarang penyakit ini dikenal

sebagai penyakit yang secara klinis mirip dengan bulla epidermoid “klasik” maupun

epidermoid bullosa bentuk klasik dermolitik.

Kemajuan dalam pemahaman kami mengenai membran basal epidermis, protein apa saja

yang terkandung dalam matriks ini, dan bagaimana unit ultrastruktural ini menjadi target

dalam berbagai penyakit immunobullous telah membuat sebuah perkembangan besar dalam

teknik imunopatologi yang memiliki utilitas yang besar dalam dermatologi klinis. Salah satu

contoh dalam teknik ini adalah utilisasi dari 1 M NaCl kulit salt-split pada studi mikroskopi

imunofluoresensi pada kulit dan sera pasien132-134 (gambar 29.7 dan 29.8; tabel 29.4). Studi

mikroskopi imunofluoresenri indirek pada kulit salt-split mendapatkan banyak perhatian

ketika studi ini menunjukkan bahwa pasien dengan epidermoid bullosa akuisita “tipe

inflamasi” dapat dibedakan dengan pemfigoid bullosa “klasik” pada IgG autoantibodi anti

membran basal di perbatasan dermis dan epidermis dari kulit salt-split132. Menurut studi ini,

autoantibodi IgG anti membran basal pada pasien dengan CP yang mengikat sisi dermis pada

kulit salt-split menunjukkan tidak adanya reaktivitas pada kolagen tipe VII, sehingga

penelitian ini dialihkan pada autoantigen yang sebelumnya belum pernah dikenali yang

terletak pada membran basal83. Autoantigen yang spesifik terhadap pasien dengan CP (CP

antiepiligrin) ini kemudian dikenal sebagai laminin 583,85.

Pada individu yang kekurangan autoantibodi anti membran basal pada sirkulasi tubuhnya,

teknik kulit salt-split langsung telah di terapkan untuk mempelajari kulit pasien133-134 (lihat

tabel 29.4). Teknik ini, dalam berbagai riset telah menggantikan fungsi dari mikroskopi

imuno elektron-(sebuah metodologi penelitian yang mahal dan kurang bisa diakses). Pada

teknik ini, kulit pasien dibelah di dalam laboratorium menggunakan 1 M NaCl kemudian

diihat melalui mikroskop imunofluoresensi langsung untuk menentukan lokasi in situ

imunoreaktan. Pasien dengan epidermoid bullosa akuisita dan CP antiepiligrin memiliki

deposit in situ imunoreaktan (contohnya, IgG dan C3) yang terlokalisasi pada bagian dermis

dari kulit salt-split. Selain itu, pasien dengan pemfigoid bullosa memiliki deposit in situ IgG

Page 21: vesicobullous1

yang terlokalisasi pada sisi epidermis dari bagian kulit yang terbelah yang dihasilkan oleh

lamina lucida. Menariknya, kulit dari pasien dengan pemfigoid bullosa mengandung deposit

in situ C3 yang secara khusus terlokalisasi pada sisi dermis dari kulit salt-split pasien.

Menurun penelitian, pemetaan imunofluoresensi langsung pada pemeriksaan kulit salt-split

lebih akurat pada pemetaan lokalisasi IgG dibandingkan lokalisasi C3.

Penyakit Bulla Supepidermal yang Diwariskan

Kemajuan di bidang pengetahuan struktur dan komposisi membran basal sejalan dengan

penelitian terhadap pasien dengan berbagai macam bentuk epidermoid bullosa135 (Tabel 29.5

dan Gambar 29.9). Selain itu, kemajuan di bidang imunopatologi kutan difasilitasi oleh

penelitian terhadap pasien dengan epidermoid bullosa. Sebagai contoh, dibanding

menggunakan mikroskop transmisi elektron untuk memetakan formasi bulla pada kulit pasien

epidermoid bullosa, para peneliti lebih memilih menggunakan mikroskop imuno fluoresensi

dengann memakai antibodi yang melawan komponen struktural yang telah diketahui dari

membran basal epidermis. Secara spesifik, karena pasien penderita epidermoid bullosa

simplex menunjukkan adanya pembelahan dalam sitoplasma keratinosit basalnya, BPAG1

dan kolagen tipe IV terlokalisir pada bagian dermis dari bulla kulit. Pada pasien dengan

berbagai jenis epidermoid bullosa junctional, BPAG1 terlokalisir pada bagian epidermis dari

kulit yang sakit sedangkan kolagen tipe IV tetap melekat pada dermis, dan pada lesi kulit

pasien dengan epidermoid bullosa distrofi, BPAG1 dan kolagen tipe IV terlokalisir pada

bagian epidermis dari bidang pembelahan yang berada di dalam regio sublaminan densa.

Sebagai tambahan dalam memetakan bidang formasi bulla pada lesi kulit dari pasien dengan

berbagai bentuk epidermoid bullosa untuk tujuan klasifikasi, penelitian dari imunoreaktivitas

dan ultrastruktur kulit pada pasien dengan epidermoid bullosa telah memberikan wawasan

kunci dipandang dari segi patofisiologi. Sebagai contoh, antibodi monoklonal yang melawan

berbagai jenis subunit laminin 5 ditemukan hampir selalu gagal mengikat kulit pasien dengan

junctional EB-Herlitz136. Sama halnya dengan antibodi monoklonal yang melawan BPAG2

(kolagen tipe XVII) hampir selalu gagal mengikat kulit pasien dengan junctional EB-non-

Herlitz (GABEB)40,137,138. Selain bermanfaat dalam hal diagnostik, penelitian ini juga

menunjukkan bahwa penyakit bullosa yang diwariskan berkembang dari konsekuens dari

mutasi pada gen yang mengkode protein struktural pada membran basal epidermis (hipotesis

ini lebih baik bila dibandingkan dengan hipotesis yang menyatakan aktivitas bebas protease

yang berakibat pada degradasi embran basal epidermis). Oleh karena itu, sampel kulit dari

pasien dengan epidermoid bullosa telah diteliti secara luas menggunakan panel antibodi yang

Page 22: vesicobullous1

melawan konstituen dari membran basal epidermis dalam rangka menemukan “gen kandidat”

yang mungkin menyebabkan mutasi patogenik.

Skrining mikroskopi imunofluoresensi sering digunakan untuk memandu penelitian genetik

molekuler. Oleh karena itu, pasien dengan epidermoid bullosa junctional yang kekurangan

ekspresi dari integrin subunit β4 dalam membran basal epidermis pertama kali akan

dilakukan skrining pada mutasi pada ITGB4 sebelum skrining pada bentuk lain dari

epidermoid bullosa junctional (COL17A1, LAMA3, LAMB3, LAMC2, ITGA6) dianalisis.

SIMPULAN

Membran basal dari berbagai jaringan berbeda dalam ultrastruktur, komposisi biokimia dan

fungsi biologi. Membran basal epidermis mengandung berbagai macam struktur dengan

spesialisasi tinggiyang masing-masing terletak pada jaringan yang spesifik. Interaksi sel

matriks diantara keratinosit dan membran basal epidermis menyediakan posisi kunci dan

petunjuk lingkungan yang secara langsung memodulasi morfogenesis jaringan, homeostasis,

diferensiasi, penyembuhan luka, dan fungsi khusus lain.