vesicobullous1
-
Upload
titis-ummi-nur-jannati -
Category
Documents
-
view
55 -
download
2
description
Transcript of vesicobullous1
BIOLOGI ZONA MEMBRAN BASAL
Fitur Kunci
Membran basal berfungsi sebagai : (1) substrat untuk perlekatan sel; (2) template untuk
perbaikan jaringan; (3) matriks untuk migrasi sel; (4) substratum yang berpengaruh dalam
diferensiasi, morfogenesis dan apoptosis lapisan sel epitel; dan (5) sebagai dinding
permeabilitas untuk sel dan makromolekul.
Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop transmisi elektron, tampak subregio
ultrastruktural utama (distribusi superior ke inferior) dari membran dasar epidermis : (1)
sitoskeleton, hemidesmosom, plak, dan membran plasma keratinosit basal; (2) daerah
electron-lucent yang disebut dengan lamina lusida; (3) lamina densa; (4) daerah
sublamina densa pada papiler dermis.
Pada model berlapis dari membran basal epidermis, keratin diantara filamen-filamen pada
keratinosit basal berlekatan dengan unit electron-dense (hemidesmosom) kecil
(berukuran < 0.5 mm) pada membran plasma basal dari sel-sel tersebut. Secara
bergantian, hemidesmosom-hemidesmosom ini terhubung dengan lamina densa oleh
helaian benang kecil yang disebut dengan anchoring filament. Lamina densa terhubung
dengan dermis oleh anchoring fibril. Anchoring fibril berpangkal dan berakhir pada
bagian bawah dari lamina densa, membentuk putaran yang terlihat sampai papiler dermis
dan berfungsi sebagai daerah perlekatan protein fibrillar pada papiler dermis.
Kelainan pada protein struktural membran basal epidermis yang didapat maupun
diwariskan sering berujung pada penyakit fenotip dengan ciri khas berupa formasi bulla.
INTRODUCTION
Membran basal merupakan struktur khusus yang terlatak diantara sel-sel dan stroma
utamanya atau diantara sel-sel yang berlainan1,2. Membran basal dari berbagai jaringan
berbeda secara struktural, biokimia, dan fungsional. Semua membran basal terdiri atas sebuah
electron-dense, sebuah matriks granuler yang memiliki ketebalan bervariasi yang disebut
dengan lamina densa. Komponen utama dari lamina densa diantaranya adalah kolagen tipe
IV, laminin, dan heparan sulfate proteoglycan. Komponen lain dari lamina densa sangat
bervariasi, bergantung pada jenis jaringannya. Membran basal memiliki berbagai fungsi
sesuai dengan letak jaringan spesifiknya. Membran basal berfungsi sebagai : (1) substrat
untuk perlekatan sel; (2) template untuk perbaikan jaringan; (3) matriks untuk migrasi sel; (4)
substratum yang berpengaruh dalam diferensiasi, morfogenesis dan apoptosis lapisan sel
epitel; dan (5) sebagai dinding permeabilitas untuk sel dan makromolekul. Dua kompleks
membran basal utama pada kulit dapat ditemukan pada perbatasan dermis dan epidermis serta
di sekitar mikrovaskulatur dermis. Bab ini akan membahas membran basal epidermis secara
umum.
Membran basal epidermis merupakan struktur khusus yang mengandung berbagai elemen
jaringan spesifik (Tabel 29.1). Pada pemeriksaan menggunakan mikroskop transmisi
elektron, tampak subregio ultrastruktural utama (distribusi superior ke inferior) dari membran
dasar epidermis :
sitoskeleton, hemidesmosom, plak, dan membran plasma keratinosit basal
daerah electron-lucent yang disebut dengan lamina lusida, mengandung filamen-filamen
halus yang menghubungkan hemidesmosom (HD) pada keratinosit basal dengan lamina
densa
lamina densa
daerah sublamina densa pada papiler dermis yang mengandung anchoring fibrils,
anchoring plaques, dan protein filamen
Subregio dari membran basal epidermis ini, diidentifikasi dalam bentuk sampel kulit
menggunakan mikroskop elektron, menunjukkan suatu model konseptual yang berguna
sebagai unit kompleks adhesi yang mempertahankan integritas kulit (gambar 29.2).
Menariknya, penelitian menggunakan mikroskop transmisi elektron khusus pada kulit yang
dibekukan menunjukkan bahwa lamina lucida menggambarkan artefak dari dehidrasi
jaringan3,4. Walaupun masih kontroversial, model berlapis dari membran basal epidermis
berfungsi sebagai penuntun dalam pemahaman struktur membran basal, biologi, dan
gangguan pada penyakit yang berhubungan dengan membran basal.
THE ORIGIN OF THE EPIDERMAL BASEMENT MEMBRANE
Membran basal epidermis terdiri atas protein yang berasal dari keratinosit pada asal mula
ectoderm sama halnya dengan fibroblas dermis yang berasal dari asal mula mesodermal.
Protein pada hemidesmosom (plectin, bullous pemphigoid antigen 1 [BPAG1], bullous
pemphigoid antigen 1 [BPAG2], integrin subunit α6 dan integrin subunit β4), CD151
tetraspan, kolagen tipe IV dan VII, laminin 5 (α3β3γ2), laminin 6 (α3β1γ1), dan heparan
sulfate proteoglycans diproduksi oleh keratinosit basal dan tergabung dalam membran basal
epidermis. Fibroblas dermis memproduksi nidogen (entactin), kolagen tipe IV dan VII, dan
protein lain yang terletak pada membran plasma keratinosit basal yang akan melebur dan
bergabung di dalam membran basal epidermis. Membran plasma dari keratinosit basal
diharapkan dapat menyediakan lokalisasi kunci dan sinyal organisasional yang memfasilitasi
penggabungan fibroblas dalam membran basal epidermis. Bukti terkini menunjukkan bahwa
sinyal-sinyal ini disediakan oleh integrin pada membran plasma keratinosit basal. Protein –
protein utama yang terkandung dalam membran basal epidermis akan dibahas di bawah ini
(Gambar 29.3).
KOMPLEKS HIDEDESMOSOM ANCHORING FILAMEN DAN INTEGRIN PADA
MEMBRAN BASAL KERATINOSIT
Plectin
Plectin merupakan preotein berukuran 500 kDa yang berkaitan dengan plak sitoplasmin dari
hemidesmosom5,6. Plectin adalah anggota protein plakin family. Ujung gugus karbon plectin
berikatan dengan filamen-filamen (khususnya keratin atau vimentin) dan ujung gugus
aminonya mengandung domain yang mengikat ujung sitoplasmik dari integrin subunit β4,
BPAG2, dan actin7,8. Oleh karena itu, plectin melekat pada filamen-filamen intermediate pada
hesmidesmosom dan membran plasma keratinosit basal dan juga berikatan secara cross-links
dengan protein lain yang berhubungan dengan plak sitoplasmik hemidesmosom9. Mutasi pada
gen yang mengkode plectin bertangungjawab terhadap epidermolisis bullosa simpleks yang
berhubungan dengan limb-girdle muscular dystrophy (OMIM 226670)10,11. Inaktivasi yang
ditujukan pada gen yang mengkode plectin ini, menggangu sitoarsitektur kulit, otot, dan
jantung tikus percobaan.
Bullous Pemphigoid Antigen 1
Autoantibodi yang beredar di dalam tubuh pasien yang menderita bullous pemphigoid (BP)
digunakan untuk menjelaskan dua autoantigen yang berada di dalam hemidesmosom
keratinosit basal. Autoantigen pertama yang berhasil ditemukan (BPAG1) merupakan
anggota plakin family, dan seperti protein lain dalam family ini, plakin berperan dalam
mendukung adhesi filamen sitoskeleton intermediate dengan unit adhesi (dalam kasus ini,
hemidesmosom) di dalam membran plasma13-15. BPAG1 merupakan protein non kolagen yang
berukuran 230 kDa dan terletak di dalam plak sitoplasmik hemidesmosom16. Protein ini
memiliki domain coiled-coil α-helical rod sentral yang mengandung residu asam amino
dengan perioditas reguler. Penelitian menunjukkan bahwa periodisitas dari residu-residu ini
berbeda 180 derajat yang memberi kesan bahwa protein ini melakukan self-aggregate dengan
bantuan interaksi ion. Ujung gugus karbon globuler BPAG1 mengandung asam amino yang
bersifat asam dan basa dengan periodisitas yang dapat mendukung penggabungan dengan
filamen keratin intermediate. Ujung gugus amin dari BPAG1 berhubungan dengan domain
sitoplasmik dari BPAG2, integrin subunit β4 dan ERBIN (sebuah protein yang berinteraksi
dengan transmembran reseptor kinase tiroksin Erb-B2 yang berfungsi sebagai link potensial
antara biologi hemidesmosom dan pemberian sinyal Erb-B2 17-19.
Konsisten dengan peran yang dimainkannya dalam pengorganisasian sitoskeleton, BPAG1
pada tikus percobaan menunjukkan adanya tanda fragilitas epitel dalam keratinosit basal20.
Tanpa diduga, tikus ini juga menunjukkan adanya gangguan neurologi berupa distonia dan
ataxia. Manifestasi neurologi dalam penelitian ini merupakan akibat dari inaktivasi isoform
neuronal BPAG1 yang berbeda dalam susunan epitelnya, pada nBPAG1 mengandung actin
atau mikrotubuli yang berikatan dengan domain esensial untuk menjaga arsitektur neuron.
Bullous Pemphigoid Antigen 2
BPAG2 merupakan kolagen transmembran tipe II (khususnya kolagen tipe XVII) yang
berhubungan dengan kompleks HD-anchoring filament dalam keratinosit basal23-26. Ujung
gugus amino sitoplasmik BPAG2 terdiri dari kurang lebih 500 residu asam amino yang
mengandung beberapa tempat fosforilasi yang potensial di dalam bagian tengahnya. Domain
ekstraseluler dari BPAG2 terdiri dari 15 interrupted repeats yang mengulang rangkaian asam
amino Gly-X-Y (anggota family kolagen). Lima belas bagian ini mengacu sebagai coll yang
diikuti sebuah nomer. Panjang domain kolagen terbesar dari BPAG2 (coll 15) menunjukkan
bahwa bagian protein ini menjangkau lamina lusida. Dengan rotary shadowing BPAG2
murni, daerah sitoplasmiknya tergambar sebagai kepala globuler dan daerah ekstraselulernya
sebagai batang utama dengan ekor yang fleksibel27. Daerah sitoplasmik dan ekstraseluler ini
diharapkan dapat berhubungan dengan coll 15 dan coll 1-14. Penelitian mikroskopi
imunoelektron menunjukkan bahwa domain rod dari BPAG2 masuk ke dalam lamina densa
dan ujung gugus karbonnya berputar kembali dari lamina densa menuju lamina lusida28,29.
BPAG2 memiliki dua bentuk30,31. Bentuk pertama berukuran 180 kDa yang seluruh bagian
nya merupakan protein; bentuk kedua adalah domain ekstraseluler berukuran 120 kDa yang
lepas dari membran plasma keratinosit basal akibat proteolisis. Menariknya, domain
ekstraseluler BPAG2 yang larut dapat ditemukan di dalam membran basal epidermis sebagai
homotrimer32. Domain kolagen ekstraseluler dari BPAG2 membentuk sebuah cross-linked
yang berbentuk tripel heliks33. Heliks ini terbentuk secara mandiri dari rangkaian asam amino
pada ujung dari gugus amin BPAG2; biasanya berukuran 3’-5’, berorientasi menggunakan
bagian non kolagen ke-16 dariprotein sebagai tempat nukleasi34. Seperti disebutkan di atas,
domain sitoplasmik BPAG2 berhubungan dengan BPAG1, integrin subunit β4, dan
plectin9,17,18,35. Segmen ekstraseluler pertama dari BPAG2 (bagian non kolagen ke-16; NC16)
mengandung 73 residu asam amino yang diharapkan dapat berikatan dengan integrin subunit
α636. Penelitian mikroskopi elektron imunogold menunjukkan bahwa ujung gugus karbon
BPAG2 berinteraksi dengan laminin 5 pada daerah perbatasan dari dua protein ini, di dekat
pertemuan lamina lusida dengan lamina densa28.
BPAG2 menjadi sasaran autoantibodi pada pasien dengan BP, pemphigoid gestationis (PG),
cicatrical pemphigoid (CP) dan linear IgA bullous dermatosis (LABD)37,38. Autoantibodi
pada pasien dengan BP, PG, dan LABD secara khas menjadikan domain NC16A BPAG2
sebagai sasaran, dimana pasien-pasien dengan CP cenderung menjadikan ujung gugus karbon
paling distal sebagai sasaran39. Pasien dengan satu bentuk epidermoid bullosa (EB)
junctional-khususnya subtipe non-Herlitz (sebelumnya bernama generalized atrophic benign
epidermolysis bullosa; OMIM 113811)-khususnya yang memiliki mutasi null pada gen yang
mengkode BPAG2 (COL17A1)40-42 (Tabel 29.2). Pasien dengan kelainan ini menunjukkan
berkurangnya BPAG2 pada membran basal epidermis mereka, adanya kecenderungan
perubahan pada fragilitas kulit, formasi bulla subepidermal, alopesia, kuku distrofi, dan
hipoplasia enamel gigi. Penelitian terkini menunjukkan bahwa mutasi COL17A1 berakibat
pada delesi domain intraseluler BPAG2 yang berhubungan dengan BPAG1, plectin, dan
integrin subunit β4. Hal ini mengakibatkan munculnya fenotep dengan ciri berupa formasi
bulla intraepidermal dan junctional43.
Integrin
Integrin merupakan reseptor transmembran heterodimerik yang mendorong interaksi antar sel
maupun antar sel dan matriks. Ligan yang berikatan dengan reseptor integrin memodulasi
adhesi sel, transduksi sinyal, ekspresi gen, pertumbuhan, dan proses fundamental biologi
lain. Semua Integrin merupakan tipe αβ-heterodimer. Beberapa subunit α dan β telah berhasil
diidentifikasi. Beberapa integrin tersambung dengan domain sitoplasmik (allb, a3, a6, a1 and
a4). Walaupun beberapa subunit-α dapat berinteraksi dengan lebih dari satu subunit-β, jumlah
heterodimer yang dapat terbentuk jumlahnya terbatas. Kedua subunit integrin (subunit α dan
β) merupakan glikoprotein transmembran yang memiliki sebuah domain transmembran
hidrophobic dan sebuah domain sitoplasmik pendek (i.e. 50 residu asam amino). Integrin
subunit β4 memiliki desain yang berbeda dengan integrin lain, karena integrin ini
mengandung lebih dari 1000 residu asam amino.
Domain ekstraseluler dari subunit integrin saling berhubungan membentuk dimer; dimerisasi
subunit-subunit ini tidak bergantung pada hubungan regio transmembran dan sitoplasmik.
Peran kedua subunit heterodimer dibutuhkan untuk pengikatan ligan. Subunit α dan β
diperkirakan akan membentuk sebuah kantong yang berfungsi sebagai situs pengikat ligan
yang spesifik. Berdasarkan observasi, mengganti subunit α atau β dapat berpengaruh pada
perubahan spesifitas ligan. Integrin individual dapat mengikat lebih dari satu ligan, begitu
pula sebaliknya, ligan individual sering dikenali oleh lebih dari satu integrin. Integrin
seringkali mengikat rangkaian spesifik peptida pada kelompok yang diberi molekul adhesi
(rangkaian Arg-Gly-Asp [RGD] yang dipresentasikan dalam fibronektin, vitronektin dan
protein adhesi lainnya). Pengikatan ligan integrin bergantung pada kation divalen dan kation
tersebut ( misalnya Ca2+, Mg2+, Mn2+) dapat mempengaruhi afinitas dan spesifitas ligan
integrin. Domain sitoplasmik integrin berinteraksi dengan elemen sitoskeletal (contohnya
talin, viculin, dan filamen aktin) seperti protein intraseluler lain. Domain sitoplasmik dan
asosiasi integrin α6β4 menunjukkan sebuah penyimpangan karena terkonsentrasi di dalam
HD’s of sel epitel.
Hemidesmosom terkait integrin α6β4
Ujung besar sitoplasmik integrin subunit β4 mengandung sekuens yang ternyata dibutuhkan
untuk pembentukan HD. Regio proksimal membran dari integrin subunit β4 langsung
berhubungan dengan pektin, sedangkan regio distalnya yang merupakan gugus karbon,
berikatan dengan BPAG2. Integrin subunit α6 memiliki dua bentuk yaitu tipe A dan B.
Integrin subunit α6 tipe A memiliki lebih banyak keratinosit. Domain proksimal ekstraseluler
dari integrin subunit α6 berikatan dengan regio NC16A dari BPAG2. Penelitian
menggunakan sel K562 yang dengan stabil mengekpresikan α6Aβ4 and α6βb4 menunjukkan
bahwa laminin 1 dan laminin 5 merupakan ligan khusus untuk untuk HD-integrin. Lokalisasi
laminin 5 di dalam membran basal epidermis mendukung interaksi ini.
Pasien yang mengalami mutasi pada gen yang mengkode integrin subunit α6 maupun β4 akan
mengembangkan EB junctional yang berhubungan dengan atresia piloric. Beberapa pasien
secara khas memiliki gelembung supepidermal yang menyebar luas pada daerah kulit, oral
dan epitel pernafasan. Target delesi dari gen yang mengkode integrin subunit α6 maupun β4
juga mengakibatkan munculnya gelembung subepitel pada jaringan yang sama. Menurut
penelitian, degenerasi inti dan degenerasi sistemik pada keratinosit basal α6 maupun β4 pada
tikus percobaan menunjukkan bahwa integrin subunit ini memainkan peran dalam
kelangsungan hidup sel. Tikus percobaan transgenik yang membawa delesi target dari
domain sitoplasmik integrin subunit β4 menunjukkan adanya gangguan proliferasi pada
epitel berlapis dan epitel simplex. Sebaliknya, delesi target integrin subunit α6 tidak
menunjukkan adanya gangguan perkembangan yang jelas pada epitel murine. Pasien dengan
CP okuler memiliki autoantibodi yang melawan integrin subunit β4(lihat tabel 29.2).
Sejumlah antibodi yang telah ditemukan dalam model eksperimental kultur organ bersifat
patogenik.
Membran plasma terkait integrin
Integrin non hemidesmosomal diekspresikan dalam keratinosit basal, teremasuk integrin
α2β1 and α3β1. Integrin α2β1 banyak terletak di sepanjang aspek lateral dan apikaldari
keratinosit basal, sedangkan integrin α3β1ditemukan dengan distribusi yang sama pada aspek
basal dari membran plasma sel. Integrin α1 mengikat sitoskeleton aktin dan diharapkan
berperan serta dalam adhesi antar sel. Kultur keratinosit menggunakan integrin α3β1 untuk
memediasi adhesi awal pada matriks ekstraseluler melalui interaksi dengan laminin.
Meskipun integrin α3β1 tidak berperan serta dalam pembentukan HD, integrin ini
diperkirakan sebagai penyedia sinyal kunci untuk meregulasi pembentukan sitoskeletal,
meregulasi fungsi integrin α3β1, dan pembentukan atau pemeliharaan dari integritas
membran dasar. Penelitian menggunakan tikus percobaan dengan delesi target integrin
subunit α3 menunjukkan adanya gangguan membran dasar pada ginjal dan kulit. Secara
spesifik, lamina densa pada tikus percobaan menghilang (atau berkurang) pada daerah dintara
HD, sedangkan di tempat lain laminan densa tampak normal. Bulla ringan pada tikus
percobaan yang kekurangan integrin subunit α3 memperkuat gagasan bahwa polipeptida ini
memainkan peran penting dalam menjaga integritas membran dasar epidermis dan
pembentukan matriks ekstraseluler.
Tetraspan CD151
CD151 merupakan sebuah sel dari superfamili tetraspan yang permukaannya berasal dari
protein. Pada kulit manusia, CD151 berdistribusi bersama dengan integrin α6β4 dan integrin
α3β1 dalam membran plasma basolateral dari keratinosit basal; studi mikroskopi
mikroelektron menunjukkan bahwa CD151 terkonsentrasi di dalam HDs. Penelitian
immunopresipitasi pada sel K562 menunjukkan bahwa CD151 memiliki hubungan dengan
integrin integrin α6β4 dan integrin α3β1. Pada integrin subunit β4-defisiensi keratinosit,
CD151 berangkaian dengan α3β1 pada permukaan sel basal. Pengenalan integrin subunit β4
dengan sel lain menghasilkan integrin α6β4 yang tergabung dalam gugus α3β1-CD151
dimana gugus ini diperkirakan akan menginduksi formasi HDs. Kemudian , jumlah integrin
α3β1 dalam gugus ini akan berkurang, dan CD151 akan berikatan dengan integrin α6β4
melalui subunit- α. Hingga saat ini, CD151 merupakan satu-satunya tetraspan yang diketahui
memiliki hubungan dengan HDs. CD151 dipertimbangkan sebagai komponen pre-HD yang
perekrutannya menjadi komponen HDs diregulasi oleh integrin α6β4. CD151 diperkirakan
menyediakan kerangka kerja untuk organisasi spasial dari komponen HD yang berbeda.
LAMINA DENSA
Laminin
Laminin merupakan famili dariglikoprotein heterotrimetik yang terdiri dari empat belas
anggota. Laminin terdiri dari 3 subunit (α, β, dan γ) yang bergabung dan distabilkan oleh
ikatan rantai disulfida dan ikatan lain. Setiap subunit laminin dikode oleh gen yang berbeda.
Hingga saat ini, lima α subunit, tiga β subunit, dan tiga subunit γ telah berhasil dicirikan. Gen
LAMA3 (gen yang mengkode laminin subunit α3) mengkode dua buah transkrip, yaitu α3A
dan α3B yang penamaannya sesuai dengan panjang pendeknya varian.
Isoform laminin yang berbeda dibuat dengan memasangkan berbagai macam subunit β
dengan subunit γ. Isoform isoform laminin ini kemudian didistribusikan dalam sebuah
jaringan spesifik, dimana masing-masing memperlihatkan berbagai variasi fungsi biologi.
Berbagai fungsi yang dimiliki oleh beranekaragam isoform laminin meliputi :
Menjadi komponen struktural dari matriks ekstraseluler maupun menbran dasar
Berfungsi sebagai sebuah ligan yang berinteraksi dengan reseptor permukaan sel
(contohnya, agintegrin), sehingga menyediakan sinyal kunci bagi lingkungan mikro
ekstraseluler
Simpulan yang berhubungan dengan beberapa isoform laminin akan diuraikan dibawah ini.
Walaupun laminin 1 (α1β1 γ1) digunakan sebagai prototipe untuk meninjau struktur dasar
dari famili protein ini, bukti terkini menunjukkan bahwa laminin 1 ditemukan dalam
membran dasar dalam jumlah sedikit. Laminin 1 ditemukan dalam membran dasar
mikrovaskuler dermis, dimana laminin 5 (α3β3γ2), laminin 6 (α3β1γ1), dan laminin 10
(α5β1γ1) diperkirakan mendominasi membran dasar epidermis.
Laminin 1 (Laminin -111)
Laminin 1 pada awalnya diisolasi dari tumor tikus Engelbreth-Holm-Swarm (EHS) yang
telah ditransplantasi, oleh karenanya disebut sebagai laminin EHS atau laminin ‘klasik’.
Laminin 1 merupakan protein multidomain yang berukuran ~800 kDa yang terdiri dari
subunit α1 (~400 kDa, disebut dengan rantai A atau rantai Ae; penamaan Ae diambil dari
laminin rantai A EHS), β1 (berukuran ~220 kDa, disebut sebagai rantai B1 atau rantai B1e),
dan γ1 (berukuran ~210 kDa, diseburt sebagai rantai B2 atau rantai B2e). Dengan rotary
shadowing, laminin 1 memiliki bentuk salib asimetris dengan tiga lengan pendek (dua lengan
berukuran ~34 nm, satu lengan berukuran ~ 48 nm) dan satu lengan panjang (~77 nm).
Rantai α1, β1, dan γ1 pada laminin 1 memiliki struktur yang mirip dengan enam domain
primer. Domain I dan II terdiri dari perulangan sejumlah heptad yang disusun untuk
menghasilkan gulungan rangkap tiga α heliks yang membentuk lengan panjang heterodimer.
Domain III dan V kaya akan sistein dan glisin yang tersusun berulang dengan karakteristik
yang sama dengan faktor pertumbuhan epidermis. Domain IV dan VI meliputi bagian
globular dari molekul. Sebagai tambahan, subunit α1 memiliki segmen globular yang besar
pada ujung terminal karbon domain I yang bernilai kurang lebih 25 % dari massa
polipeptidanya. Segmen globular ini disebut sebagai “kaki” molekul; “kaki” ini terdiri atas 5
“jari” yang berisi perulangan rangkaian yang kaya akan residu asam amino. Keseluruhan
struktur dari laminin 1 distabilisasi oleh ikatan disulfida antar rantai yang sama baiknya
dengan gulungan rangkap tiga α-heliks diantara domain I dan domain II dari subunit α1, β1,
dan γ1.
Beraneka ragam fungsi biologis yang diperoleh laminin 1 dari sejumlah sel dimediasi secara
luas melalui interaksinya dengan reseptor integrin. Respon biologis penting yang
dikembangkan oleh laminin 1 termasuk adhesi, diferensiasi, migrasi, dan morfogenesis.
Sebagai tambahan dari fungsi-fungsi tersebut, laminin 1 merupakan komponen struktural dari
membran dasar epidermis. Nidogen berikatan dengan afinitas yang tinggi pada domain III
dari laminin subunit γ1, kemudian berhubungan dengan molekul laminin subunit γ1 menjadi
struktur jaringan tipe IV kolagen yang kaya akan cross-linked. Kompleks laminin-nidogen ini
dapat berikatan dengan protein inti dari proteoglikan heparan sulfat. Sebagai tambahan,
peneliti menemukan Ca2+, molekul laminin 1 yang mengalami self-assemble in vitro menjadi
struktur jejating, mengindikasikan bahwa struktur jejaring mandiri dari laminin 1 dan kolagen
tipe IV dapat ditemukan di dalam membran basal dan berhubungan dengan molekul-molekul
kecil seperti nidogen.
Laminin 5 (Laminin-332)
Laminin 5 terdiri atas disulfida linked α3-, β3-, dan γ2 subunit ( seperti yang ditemukan pada
isoform laminin) yang menunjukkan identitas berhubungan dengan subunit pada laminin 1
klasik62,73. Laminin 5 disebut juga sebagai laminin-332 berdasarkan komposisi subunitnya
(misalnya α3-, β3-, dan γ2). Sintesis dan pembentukan laminin 5 dalam keratinosit manusia
telah dicirikan secara luas74. Laminin subunit α3 merupakan prekursor sel berukuran 200
kDa yang secara cepat diproses mengikuti sekresi pada polipeptida berukuran 165 kDa.
Berbeda dengan laminin subunit α1, laminin subunit α3 mengalami pemendekan, kekurangan
domain gugus amino, dan mengandung domain G (misalnya pada segmen globular pada
ujung gugus karbon dari domain 1) dalam jumlah sedikit. Pemendekan dalam subunit α3
membuat ciri khas subunit laminin 5 sedikit berbeda dengan rantai analog pada laminin 1.
Sama halnya dengan subunit α3 laminin, subunit γ2 laminin memiliki dua bentuk, yaitu sel
terkait polipeptida berukuran 155 kDa dan polipeptida berukuran 105 kDa. Meskipun
rangkaian asam amino lengkap pada laminin subunit γ2 menunjukkan kemiripan hampir 50
% dengan laminin subunit γ1, domain pada polipeptida ini secara signifikan terpotong
(domain I, II, III, IV, dan V) atau menghilang (domain VI). Laminin subunit β3 merupakan
sebuah homolog laminin subunit β1 yang berukuran 140 kDa yang tidak mengalami
pemrosesan yang mengikuti sekresi. Sebagian besar potongan pada subunit ini terlokalisasi
dalam lengan pendeknya, dimana lengan panjang menunjukkan identitas substansial terhadap
laminin subunit β1. Laminin 5 dalam jaringan baru-baru ini diperkirakan sebagai laminin
yang paling mirip dengan heterotrimer yang telah terproses sempurna (misalnya subunit
disulfide-linked yang berukuran 165, 140, dan 105 kDa). Laminin 5 diendapkan dalam
substrat kultur yang berfungsi untuk pertumbuhan dan migrasi keratinosit manusia62,73.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laminin 5 berperan dalam pengikatan keratinosit
pada membran basal epidermis 73,75,76. Bukti eksperimental juga mengindikasikan bahwa
integrin α3β1 dan integrin α6β4 pada keratinosit basal secara khusus mengikat laminin 551,62.
Pada kulit, laminin 5 terlokalisir dalam perbatasan lamina lusida dan lamina densa, yang
diperkirakan membentuk link kritikal diantara kompleks HD-anchoring filament, lamina
densa dan anchoring fibril utama (lihat gambar 29.3). Berbagai potongan dalam subunit dari
laminin 5 menghilangkan isoform dari domain ini yang dibutuhkan untuk polimerisasi
(misalnya perakitan mandiri pada jejaring laminin). Selain itu, laminin 5 kekurangan domain
pada subunit γ2 nya yang berperan sebagai pengikat nidogen (sebuah hubungan yang
bertanggung jawab dalam interaksi isoform laminin lain dengan kolagen tipe IV, perlecan,
dan fibulin. Ikatan yang stabil dari laminin 5 pada membran berfungsi sebagai mekanisme
baru dimana ujung gugus terminus dari laminin 5 secara kovalen berhubungan dengan poin
cabang dari lengan pendek laminin 6 (α3β1γ1) dan laminin 7 (α3β2γ1). Hubungan ini
membentuk sebuah kompleks yang terdiri dari subunit laminin γ1 yang menyediakan tempat
untuk mengikat nidogen, sama halnya pada subunit β1, β2, dan γ1 yang menyediakan tempat
yang potensial untuk polimerisasi. Model ini memposisikan domain G dari laminin 5α
subunit secara superior, dimana diperkirakan akan mengikat integrin α6β4 dan integrin α3β1
dalam HD dan membran plasma. Laminin 5 juga merupakan sebuah monomer pada membran
basal epidermis dimana rantai β3 dan/atau γ2 mengikat ujung gugus amino domain NC1 pada
kolagen tipe VII77. Dengan cara ini, monomerik laminin 5 secara langsung menghubungkan
kompleks filamen HD-anchoring dengan anchoring fibril utama. Peranan penting laminin 5
dalam biologi dari membran basal epidermis dapat dilihat pada gangguan yang diwariskan
atau ditargetkan pada gen yang mengkode subunit laminin 5 (LAMA3, LAMB3, LAMC2)
yang menghasilakan sebuah fenotip yang ditandai dengan formasi bulla subepidermal,
pelepasan epidermis dan kematian (misalnya epidermoid bullosa junctional Herlitz)78-82.
Selain itu, pasien dengan satu bentuk CP memiliki IgG anti membran basal autoantibodi yang
melaawan laminin 583. Karena penelitian awal menunjukkan bahwa autoantigen ini
ditemukan dalam matriks ekstraseluler pada keratinosit manusia yang telah dikultur dan
secara khusus reaktif dengan antibodi monoklonal antiepiligrin, penyakit ini disebut dengan
antiepiligrin CP84. Rangkaian penelitian menunjukkan bahwa epiligrin identik dengan laminin
585,86. Transfer pasif IgG antilaminin 5 kelinci pada tikus neonatal atau IgG pasien untuk
mencangkok kulit manusia pada tikus imunodefisiensi menghasilkan bulla subepitel non
inflamasi pada kulit (dan membran mukus pada tikus neonatal) dengan gejala klinis,
histologi, dan ciri patologi mirip pada pasien dengan antiepiligrin CP87,88.
.
Laminin 6 (Laminin -311)
Laminin 6 (α3β1γ1) merupakan isoform alanin yang distribusinya pada jaringan manusia
berdekatan dengan laminin 5 (contohnya membran dasar epidermis, trakhea, esofagus,
amnion, dan traktus gastrointestinal). Laminin 6 diproduksi oleh manusia dan keratinosit
bovine, garis sel epitel, dan eksplan kultur kulit; laminin 6 juga dapat ditemukan dalam cairan
amnion. Bukti terdahulu menunjukkan bahwa, dalam jaringan, laminin 5 dan laminin 6
bergabung membentuk kompleks ikatan disulfida yang berikatan pada sel melalui domain
dalam laminin 5 dan berhubungan dengan kolagen tipe IV pada lamina densa melalui ikatan
nidogen pada subunit γ dari laminin 6. Model ini menjelaskan distribusi jaringan paralel dari
isoform laminin tersebut, serta menjelaskan bagaimana laminin 5 dapat berhubungan dengan
lamina densa meskipun pada kenyataannya laminin 5 memiliki sebuah potongan subunit γ
yang memiliki afinitas nidogen yang rendah.
Laminin 10 (Laminin-511)
Laminin 10 (α5β1γ1) baru-baru ini dideskripsikan sebagai isoform laminin yang berdistribusi
secara luas dalam membran dasar berbagai jaringan. Berat molekuler dari subunit α5 (~450
kDa) konsisten dengan ukuran yang diprediksi dari cDNA subunit α5 (dengan tunjangan dari
glikosilasi protein). Peneliti terdahulu meneliti laminin 10 dalam ektrak dari berbagai sampel
jaringan murine dan bovine. Penelitian ini mendeteksi adanya polipeptida α5 imunoreaktif
yang berukuran lebih kecil, yaitu 380 kDa, 350 kDa, dan 210 kDa. Adanya penemuan ini
menunjukkan bahwa protein yang berukuran 450 kDa kemungkinan merupakan sebuah
prekursor.
Kolagen Tipe IV
Kolagen tipe IV merupakan sebuah makromolekul unik yang berlokasi khusus pada membran
dasar. Struktur dari kolagen tipe IV sangat mirip dengan struktur prokolagen (bentuk
intraseluler dari molekul yang memiliki domain globuler sebagai terminal amino dan terminal
karbon). Seperti kolagen lain, kolagen tipe IV terdiri dari tiga subunit rantai α yang secara
genetik berbeda namun terdapat kemiripan dalam struktur molekul. Baru-baru ini, 6 kolagen
tipe IV subunit rantai α telah didentifikasi (polipeptida: α1(IV)-α6(IV); gen yang sesuai :
COL4A1-COL4A6).
Kolagen tipe 4 merupakan heterodimer yang mengandung dua subunit rantai α yang identik
secara genetik dan satu subunit rantai α yang berbeda. Subunit α1(IV) dan subunit α2(IV)
komponen yang tersebar di membran dasar, dimana susunan highly cross-linked memberikan
dukungan struktural yang besar. Subunit α5(IV) dan α6(IV) dapat ditemukan pada membran
dasar epidermis; subunit α3(IV), α4(IV), dan α5(IV) dapat ditemukan di dalam membran
dasar glomerular ginjal.
Seperti kolagen lain, subunit rantai α dari kolagen tipe IV berasosiasi untuk membentuk
sebuah struktur tripel heliks. Stabilitas dari tripel heliks ini tergantung pada karakteristik yang
mengulang sekuens asam amino G-X-Y (asam amino yang ketiga adalah glisin G), menyertai
residu yang kaya akan prolin, dan proses hidroksilasi post-translational menjadi hidroksi
prolin). Tripel heliks yang telah dihasilkan memiliki sebuah perpanjangan, suatu bentukan
rigid yang resisten terhadap protease “biasa” (misalnya tripsin) dan sensitif terhadap protease
spesifik (misalnya kolagenase). Berbeda dengan kolagen fibriler klasik, kolagen tipe IV tidak
berbentuk heliks utuh di sepanjang tubuhnya. Diskontinyuitas pendek pada pengulangan G-
X-Y di dalam subunit α menghasilkan domain non-heliks yang meningkatkan fleksibilitas
pada makromolekul ini (situs akan rentan terhadap kerusakan oleh protease “biasa”).
Seperti yang telah dijelaskan diatas, domain globular yang tertahan pada ujung kolagen tipe
IV menyebabkan kolagen ini mirip dengan prokolagen. Terminal amino globular dari protein
ini mengacu pada domain 7S yang dimilikinya; domain globular yang lebih kecil pada
terminal karbonnya mengacu pada domain non-collagenous 1 (NC1). Untuk tujuan deskriptif,
Woodley dan Chen telah mendeskripsikan struktur molekuler dari kolagen tipe IV sebagai
sebuah stik hockey, dimana bagian ujung stik menyerupai domain 7S amino-terminal
sedangkan bagian pangkalnya menyerupai bagian molekul tripel heliks yang berkelanjutan,
dan pegangan stik menyerupai domain NC1 globuler pendek sebagai terminal karbonnya.
Model ini menunjukkan utilitas yang besar ketika dihubungkan dengan stuktur kisi dari
matriks kolagen tipe IV pada sebuah susunan stik hockey yang tercipta oleh : (1) overlapping
empat pisau 7S untuk menciptakan ‘laba-laba’ kolagen tipe IV dimana pegangan-
pegangannya berorientasi pada sudut yang tepat, dan (2) polimerisasi laba-laba pada situs
yang berbatasan dengan terminal gugus karbon (Gambar 29.4). Seperti dari ujung ke ujung,
interaksi antiparalel menghasilkan kisi kolagen tipe IV dua dimensi yang berfungsi sebagai
matriks kunci dalam lamina densa.
Kolagen tipe IV berhubungan dengan beberapa penyakit berbeda dari membran basal.
Sebagai contoh, sebagian pasien dengan sindrom Alport (sebuah penyakit dengan gejala
berupa hematuri, gagal ginjal progresif, tuli sensorineural, dan kadang abnormalitas okuler;
OMIM #301050) mengalami mutasi pada gen COL4A5 yang mengkode α5(IV)93. Sebagai
tambahan pada bentuk X-linked dari sindrom Alport, sebuah bentuk autosomal resesif dari
penyakit ini (OMIM#203780) telah dibuktikan dengan mengisolasi gen kolagen tipe IV
COL4A3 dan COL4A4pada kromosom 2q35-q37, dan menunjukkan mutasi pada gen ini
pada individu dengan penyakit ini94. Molekul kolagen tipe IV yang memiliki sub unit rantai α
mutan (contoh α3(IV), α4(IV) atau α5(IV) telah ditunjukkan dalam membran basal epidermis
dari pasien-pasien tersebut (walaupun tidak ditemukan patologi kulit yang dapat
diidentifikasi)
Sindrom Goodpasture, penyakit autoimun lethal potensial yang memiliki gejala berupa
perdarahan pulmonal dan glumerulonefritis, mempresentasikan penyakit yang berhubungan
kolagen tipe IV. Jejas jaringan terjadi pada pasien dengan penyakit ini disebabkan oleh
autoantibodi anti membran dasar yang menyerang domain NC1 dari kolagen α3(IV).
Menariknya, penelitian eksperimental menemukan bahwa dimer NC1 α3(IV) dari ginjal
bovine memiliki kapasitas untuk menginduksi reaksi autoimun pada kelinci yang meniru
bentuk organ spesifik dari sindrom Goodpasture pada manusia, dimanarantai lain dari
kolagen tipe IV bersifat non patogenik. Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa
hexamer NC1 α3(IV) merupakan hexamer nonpatogenik, hal ini menunjukkan bahwa sebuah
epitope patogenik pada protein ini telah terpapar oleh disosiasi hexamer menjadi dimer.
Paparan dari epitope patogenik karena infeksi atau hal lain dapat menggambarkan sebuah
elemen esensial dalam patogenesis penyakit ini. Menariknya, α5(IV) sering ditemukan sebagi
target dari autoantibodi pada pasien dengan penyakit yang jarang ditemukan berupa bulla
subepidermal dan glumerulonefritis.
Penelitian baru-baru ini telah berhasil mengidentifikasi fragmen dari subunit rantai α kolagen
tipe IV dengan aktifitas biologis yang penting. Sebagai contoh, sebuah fragmen yang disebut
castatin, derivat membran dasar manusia yang merupakan inhibitor dari angiogenesis serta
pertumbuhan tumor yang sesuai dengan fragmen dari α2(IV). Fragmen subunit ini secara
signifikan menghambat migrasi sel endotel pada manusia, mencegah formasi batang sel
endotel, dan menhambat proliferasi sel endotel yang distimulasi serum fetal bovine. Selain
itu, fragmen ini secara khusus menginduksi apoptosis pada sel endotel denga tanpa hambatan
dari proliferasi maupun apoptosis yang diobservasi pada sel non endotel. Castatin menekan
pertumbuhan tumor baik yang berukuran besar maupun kecil pada dua model tikus dengan
xenograft manusia, yang pada pemeriksaan histologinya menunjukkan penurunan ekspresi
CD31 pada vaskulatur.
Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa domain NC1 dari α3(IV) memiliki paling tidak dua
aktifitas anti tumor yang berbeda. Residu asam amino 185-203, sebuah subdomain yang
berfungsi sebagai ligan dari integrin αvβ3, mendorong adhesi dari sel melanoma dan, pada
saat yang sama menghambat proliferasinya. Domain NC1 dari α3(IV) disebut dengan
tumstatin. Residu asam amino 54-132 memiliki aktivitas anti angiogenik. Secara kolektif,
penemuan ini menyoroti sifat antitumor yang unik dan berbeda dari fragmen subunit α
kolagen tipe IV dan menunjukkan bahwa subdomain dari molekul ini dapat digunakan
sebagai sarana terapeutik.
.
Nidogen
Nidogen (entactin) merupakan sebuah glikoprotein berukuran 150 kDa yang dapat ditemukan
pada lamina densa dari membran basal, dimana nidogen ini berhubungan dengan kolagen tipe
IV dan berbagai jenis isoform laminin. Dengan rotary shadowing nidogen memiliki bentuk
yang mirip dengan sebuah dumbbell. Nidogen mengikat isoform laminin yang mengandung
subunit γ1 (laminin 1, α1β1γ1; laminin 6, α3β1γ1; atau laminin 10, α5β1γ1) dengan afinitas
yang tinggi. Lebih spesifik lagi, domain G3 pada ujung gugus karbon dari nidogen berikatan
dengan faktor pertumbuhan epidermis yang kaya akan protein yang berulang pada domain
III dari subunit γ1. Sebaliknya, domain G2 pada gugus amino nidogen berikatan dengan
kolagen tipe IV dengan afinitas yang tinggi. Pada kolagen tipe IV, kompleks nidogen dan
laminin dapat berikatan dengan inti protein proteoglikan heparan sulfat serta fibulin 1 dan
fibulin 2. Nidogen diperkirakan dapat menstabilkan berbagai makromolekul dalam lamina
densa. Bentuk kedua dari nidogen (nidogen 2) baru-baru ini telah berhasil diidentifikasi.
Nidogen 2 memiliki hampir 45 % kemiripan dengan nidogen klasik. Nidogen 2 diperkirakan
dapat mengikat fibulin dengan proteoglikan heparan sulfat sebagaimana kolagen tipe I dan
IV. Tidak ada satupun penyakit autoimun maupun penyakit bulla yang berkaitan dengan
nidogen. Menariknya, tikus percobaan yang kekurangan nidogen 1 menunjukkan tidak
adanya abnormalitas yang jelas, tikus-tikus ini fertil dan memiliki membran basal yang
normal.
Heparan Sulfate Proteoglycans
Heparan sulfate proteoglycans (HSPGs) adalah kelompok yang berbeda dari makromolekul
biasa yang merupakan komponen yang tersebar di membran basal105.
Heparan sulfate proteoglycans ini terdiri atas inti pusat protein yang yang berasal dari
glycosaminoglycans yang biasa disebut dengan konfigurasi bottle-brush, dimana protein inti
merupakan tangkai sikat dan glycosaminoglycans menyerupai bulu sikat.
Membran basal yang berbeda mengandung HSPGs dengan berbagi macam tipe dan
konfigurasi; perlecan adalah HSPGs dengan kharakter terbaik yang dapat ditemukan di
membran basal. HSPGs dapat membentuk interaksi dengan berbagai macam komponen dari
lamina densa (contohnya kolagen tipe IV) dan berproliferasi mandiri yang berkontribusi
dalam matriks membran basal. HSPGs kaya akan sulfat, hal ini menyebabkan HSPGs
bermuatan negatif dan bersifat hidrofilik. Sifat biokimia ini memberikan beban negatif pada
membran basal sehingga membatasi permeabilitas matriks-matriks ini. Dengan pemeriksaan
menggunakan mikroskop imunoelektron, HSPG dapat ditemukan di atas dan di bawah lamina
densa pada membran basal epidermis.
ANCHORING FIBRILS AND THE SUBLAMINA DENSA REGION
Kolagen Tipe VII
Kolagen tipe VII dapan ditemukan pada membran basal dari epitel skuamous kompleks,
dimana kolagen ini terlokalisir di sublamina densa pada bagian atas papiler dermis. Kolagen
ini merupakan komponen utama dalam anchoring fibril dan terdiri atas tiga rantai α yang
identik, masing-masing berukuran kurang lebih 290 kDa. Kolagen tipe VII pada awalnya
disebut sebagi kolagen rantai panjang karena memiliki panjang 450 nm. Gugus amino
kolagen tipe VII terdiri atas domain non kolagen globular yang besar yang disebut NC1.
Domain non kolagen yang lebih kecil yang disebut sebagai NC 2 terletak pada gugus
karbonnya.
Pertemuan dari anchoring fibril dimulai ketika “ekor” NC2 dari molekul kolagen tipe IV
dalam sebuah model antiparalel dan bersatu dalam ikatan disulfida. Bentuk dimers tail-to-tail,
yang merupakan potongan proteolitik dari domain NC2, meninggalkan makromolekul yang
berbentuk untaian panjang yang memiliki batang sentral dengan domain globular NC1 besar
pada kedua ujungnya. Dimer kolagen tipe VII yang baru saja terbentuk akan menyatu secara
lateral dengan dimer-dimer lain membentuk berkas yang berstruktur mirip “tumpukan
gandum” sehingga disebut dengan wheat-stack anchoring fibril. Perkumpulan domain
globular NC1 dalam anchoring fibril ini bebas berikatan dengan elemen matriks dari
membran basal epitel skuamous kompleks.
Penelitian ultrastruktural menyimpulkan bahwa domain NC1 dari molekul kolagen tipe VII
mengikat salah satu ujung dari lamina densa, dan dapat berputar kembali pada lamina densa
atau terikat dengan elemen padat elektron pada regio sublamina densa yang disebut dengan
anchoring plaques. Baru-baru ini diketahui bahwa anchoring plaques sebenarnya merupakan
portion dari regio lamina densa yang ‘keluar’ dan jatuh ke dalam regio sublamina densa
akibat dari renovasi membran basal114. Pada tingkat molekuler, subdomain spesifik pada
domain NC1 kolagen tipe VII menunjukkan afinitas terhadap kolagen tipe IV dalam lamina
densa (dan anchoring plaques) seperti yang terjadi pada kolagen fibrillar tipe I dalam
dermis115,116. Interaksi antara kolagen tipe VII dan laminin 5 telah dijelaskan diatas77.
Anchoring fibrils menghasilakn sebuah jaring yang dibentuk oleh untaian pita dan tali yang
berhubungan dengan lamina densa melalui sebuah rangkaian elemen fibrillar pada regio
sublamina densa.
Gen yang mengkode kolagen tipe VII, COL7A1, teletak di dalam lengan pendek kromosom 3
(khusunya kromosom 3p21.3)117,118. Meskipun COL7A1 mengandung 118 ekson, gen ini
merupakan gen yang tersusun dengan rapat. Intron COL7A1 berukuran kecil, hanya terdapat
satu intron yang panjangnya lebih besar dari 1 kb. COL7A1 terdiri atas 31 132 bp yang
berasal dari transkripsi yang dimulai dari daerah poliadenilasi, dan oleh sebab itu ukurannya
hanya tiga kali lebih besar dari transkrip yang lain yang sama (kurang lebih 9.2 kb).
Berdasarkan analisis linkage genetik, beberapa kelompok menunjukkan adanya linkage yang
dekat antara COL7A1 dengan epidermoid bullosa (EB) distrofi bentuk dominan dan
resesif121. Penelitian subsequent mengidentifikasi mutasi dalam gen COL7A1 pada pasien
yang menderita penyakit bulla ini.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa pasien dengan epidermoid bullosa distrofi tipe resesif
(OMIM 226600) biasanya mengalami mutasi pada allel COL7A1 yang berakibat pada
terminasi codons yang prematur, rusaknya mediated mRNA dan tidak terdeteksinya protein
atau mRNA dari kolagen tipe VII. Oleh sebab itu, pasien-pasien ini tidak memiliki anchoring
fibril dalam membran basal epidermis dan berakibat pada fragilitas kulit yang ekstrim, luka
parut yang termutilasi, dan meningkatkan risiko karsinoma sell skuamousa kutaneus. Karena
carrier dari epidermoid bullosa distrofi tipe resesif hanya mengandung satu allel mutan, maka
agar jumlah kolagen tipe VII ini tercukupi, allel yang normal digunakan untuk menjaga
integritas dan mempertahankan fenotip kulit.
Sebaliknya, pasien dengan epidermoid bullosa distrofi tipe dominan (OMIM # 131750)
biasanya mengalami mutasi pasa sebuah allel COL7A1 yang menimbulkan efek dominan
negatif pada pada allel COL7A1 normal yang terdiri dari derivat protein. Penelitian
menyimpulkan bahwa sebagian besar mutasi COL7A1 yang berefek dominan negatif berasal
dari subtitusi glisin pada poin kritis dalam portion kolagen dari kolagen tipe VII. Oleh sebab
itu, pasien dengan epidermoid bullosa distrofi tipe dominan memproduksi protein mutan yang
mendukung penggabungan trimer–trimer kolagen tipe VII yang telah mengalami perubahan
sehingga berbeda dari trimer normal. Oleh karenanya, pasien dengan epidermoid bullosa tipe
dominan mengalami penurunan jumlah anchoring fibril, memproduksi anchoring fibril yang
abnormal, dan memperlihatkan fenotip bulla yang biasanya tidak lebih parah bila
dibandingkan dengan epidermoid bullosa tipe resesif.
Epidermoid bullosa akuisita (EBA) merupakan penyakit bulla subepidermal autoimun
didapat, dimana formasi bullanya terletak pada regio sublamina densa, biasanya disebabkan
oleh trauma mekanik122. Riset translasional yang ditujukan untuk mengidentifikasi target
autoantigen dari autoantibodi membran basal pada pasien dengan epidermoid bullosa akuisita
berhasil mengidentifikasi sebuah protein berukuran 290 kDa dalam ekstrak lamina
densa/dermis yang disebut dengan antigen EBA. Penelitian subsequent menunjukkan bahwa
autoantigen ini merupakan kolagen tipe VII dan IgG dari sebagian besar pasien epidermoid
bullosa akuisita berikatan dengan domain NC1 dari protein ini.
Analisis sera dari kelompok besar pasien yang menderita epidermoid bullosa akuisita
menunjukkan bahwa autoantibodi pasien-pasien ini mengenali empat epitopes imunodominan
utama pada domain NC1 kolagen tipe VII. Pasien dengan erupsi bulla pada systemic lupus
erythematosus (SLE) kadang memiliki IgG autoantibodi kolagen antitipe VII yang beredar
dalam tubuh. Menariknya, autoantibodi pada pasien ini membidik empat epitop
imunodominan yang sama yang berikatan dengan sera dari pasien dengan epidermoid bullosa
akuisita124. Autoantibodi ini telah dikemukakan sebagai autoantibodi yang mengacaukan
penggabungan kolagen tipe VII dengan anchoring fibril serta mengganggu interaksi kolagen
tipe VII dengan molekul matriks ekstraseluler lain dalam menghasilkan bulla supepidermal
non inflamasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa transfer pasif dari igG anti kolagen
tipe VII pada tikus
percobaan dapat menimbulkan lesi dengan gejala klinis, histologi, dan imunopatologi yang
mirip dengan [asien epidermoid bullosa akuisita 125-127.
Microfibril
Pemeriksaan microfibril dengan transmisi mikroskop elektron memperlihatkan gambaran
serat elastis yang terdiri atas dua komponen yang berbeda yaitu sebuah amorphous,
komponen tidak berpita dan sebuah komponen fibril yang memiliki diameter 10-12 nm128.
Pada papil dermis, elemen mikrofibrin masuk secara vertikal pada lamina densa terdiri dari
serat dahulu disebut dengan serat oksitalan. Dari sisi inferior, serat oksitalan bergabung
dengan elemen mikrofibriler dengan orientasi paralel pada permukaan kulit. Elemen
mikrofibril yang mengandung beberapa komponen amorphous ini membentuk serat elaunin.
Gabungan dari oksitalan dan serat eulanin ini merupakan jejaring yang berdekatan dengan
serat elastik di dalam retikuler dermis. Serat elaunin terdiri dari elemen mikrofibriler yang
berhubungan dengan sejumlah besar komponen amorphous. Gradien dari komponen
amorphous dalam dermis mencerminkan maturasi dari serat elastik dalam kulit. Komponen
amorphousdari serat elastik terdiri dari protein elastin, dimana komponen mikrofibriler dari
serat elastik tersusun atas protein seperti fibrilin, microfibril-associated
glycoproteins,fibulins, latent TGF-b-binding proteins, microfibril-associated protein, dan
chondroitin sulfate proteoglycans
Serat Microthread-like
Linkin adalah sebuah protein berukuran 800 kDa yang terlokalisasi pada papiler dermis
bagian atas tepat di bawah membran basal. Linkin merupakan komponen utama dari jejaring
filamen microthread-like di dalam sublamina densa yang berfungsi sebagai penghubung
antara berkas mikrofibriler, anchoring fibril, dan serat kolagen intersisial. Data
imunopresipitasi menunjukkan bahwa linkin diproduksi sendiri oleh fibroblas.
Remodeling Membran Basal
Meskipun membran basal epidermis disebut sebagai pembatas fisik diantara sel-sel yang
terletak pada epidermis dan dermis, matriks ini (seperti pada membran basal yang lain)
merupakan struktur dinamis yang secara konstan mengalami remodeling. Sebagai contoh,
membran basal epidesmis secara reguler dipenetrasi oleh sel Langerhan yang keluar masuk
epidermis dalam kondisi fisiologis normal. Limfosit juga melintasi membran basal epidermis
pada penyakit inflamasi dan penyakit neoplastik. Namun, sel non imun maupun sel non
maligna lain jarang melintasi pembatas ultrastruktural ini. Terdapat korelasi yang tingga
antara: (1) tidak ditemukannya membran basal dalam tumor, kebanyakan dari tumor ini
bersifat maligna; dan (2) degenerasi membran basal pada tumor dan metastasis dari tumor
tersebut. Metalloproteinase yang diekspresikan oleh sel maligna maupun sel dari sistem imun
berperan pada abilitas sel tersebut dalam melakukan penetrasi terhadap membran basal.
Protease ini juga memainkan peranan penting dalam remodeling epidermis dan membran
basal lain dalam proses fisiologi, perkembangan, dan morfogenesis (contohnya modifikasi
epitel mammal selama kehamilan dan laktasi). Metalloproteinase juga memiliki peran
penting dalam proses alterasi (misalnya penipisan) pada membran basal epidermi dan kulit
yang sering terpapar matahari.
MEMBRAN BASAL EPIDERMIS PADA PENYAKIT BULLA
Pasien dengan immunobullous didapat memiliki autoantibodi yang melawan antigen dalam
epidermis (misalnya pemfigus) atau membran basal (misalnya berbagai bentuk pemfigoid).
Autoantibodi dari pasien-pasien ini digunakan untuk menegakkan identitas dari berbagai
autoantigen dan membuktikan bahwa individu dengan penyakit ini (pada kebanyakan kasus)
autoantibodinya akan melawan protein yang sama. Autoantibodi pasien digunakan untuk
mengisolasi cDNA yang berhubungan dengan gen pengkode autoantigen ini. Penelitian ini
menunjukkan bahwa autoantigen tersebut sering ditemukan pada protein struktural penting
yang terletak di kulit. Menariknya dalam penelitian ini, beberapa gen pengkode autoantigen
ini mengalami mutasi yang bertanggungjawab atas berbagai jenis epidermoid bullosa. Oleh
sebab itu, alterasi yang didapat maupun diwariskan pada protein adhesi utama dalam kulit
menunjukkan fenotip dengan ciri khas berupa formasi bulla130. Ringkasan informasi
mengenai sifat biologis dari membran basal epidermis pada pasien dengan penyakit autoimun
ataupun penyakit bulla ynang diwariskan akan dijelaskan di bawah ini.
Penyakit Bulla Subepidermal Autoimun
Karakteristik autoantigen yang dikenali oleh antibodi pasien dengan berbagai penyakit
immunobullous dapat dilihat pada tabel 29.3. Penyakit-penyakit ini dahulu tidak bisa
dibedakan antara satu dengan lainnya dan hanya diklasifikasi sebagian berdasarkan gejala
umum dan sifat histologi. Pada masa kini, pasien dengan penyakit bulla subepidermal
autoimun dibedakan oleh autoantigen yang menjadi sasaran dari respon autoimun humoral131
(Gambar 29.6). Dalam rangka meningkatkan kapabilitas diagnosis serta membedakan
autoantibodi pasien untuk mengklasifikasi penyakit-penyakit bulla ini, para peneliti memiliki
apresiasi yang sangat besar terhadap sifat polimorfik penyakit ini. Sebagai contoh, dahulu
kala epidermoid bullosa dinggap sebagai diagnosis untuk penyakit dengan gangguan
fragilitas kulit dengan bulla didapat yang jarang ditemui. Sekarang penyakit ini dikenal
sebagai penyakit yang secara klinis mirip dengan bulla epidermoid “klasik” maupun
epidermoid bullosa bentuk klasik dermolitik.
Kemajuan dalam pemahaman kami mengenai membran basal epidermis, protein apa saja
yang terkandung dalam matriks ini, dan bagaimana unit ultrastruktural ini menjadi target
dalam berbagai penyakit immunobullous telah membuat sebuah perkembangan besar dalam
teknik imunopatologi yang memiliki utilitas yang besar dalam dermatologi klinis. Salah satu
contoh dalam teknik ini adalah utilisasi dari 1 M NaCl kulit salt-split pada studi mikroskopi
imunofluoresensi pada kulit dan sera pasien132-134 (gambar 29.7 dan 29.8; tabel 29.4). Studi
mikroskopi imunofluoresenri indirek pada kulit salt-split mendapatkan banyak perhatian
ketika studi ini menunjukkan bahwa pasien dengan epidermoid bullosa akuisita “tipe
inflamasi” dapat dibedakan dengan pemfigoid bullosa “klasik” pada IgG autoantibodi anti
membran basal di perbatasan dermis dan epidermis dari kulit salt-split132. Menurut studi ini,
autoantibodi IgG anti membran basal pada pasien dengan CP yang mengikat sisi dermis pada
kulit salt-split menunjukkan tidak adanya reaktivitas pada kolagen tipe VII, sehingga
penelitian ini dialihkan pada autoantigen yang sebelumnya belum pernah dikenali yang
terletak pada membran basal83. Autoantigen yang spesifik terhadap pasien dengan CP (CP
antiepiligrin) ini kemudian dikenal sebagai laminin 583,85.
Pada individu yang kekurangan autoantibodi anti membran basal pada sirkulasi tubuhnya,
teknik kulit salt-split langsung telah di terapkan untuk mempelajari kulit pasien133-134 (lihat
tabel 29.4). Teknik ini, dalam berbagai riset telah menggantikan fungsi dari mikroskopi
imuno elektron-(sebuah metodologi penelitian yang mahal dan kurang bisa diakses). Pada
teknik ini, kulit pasien dibelah di dalam laboratorium menggunakan 1 M NaCl kemudian
diihat melalui mikroskop imunofluoresensi langsung untuk menentukan lokasi in situ
imunoreaktan. Pasien dengan epidermoid bullosa akuisita dan CP antiepiligrin memiliki
deposit in situ imunoreaktan (contohnya, IgG dan C3) yang terlokalisasi pada bagian dermis
dari kulit salt-split. Selain itu, pasien dengan pemfigoid bullosa memiliki deposit in situ IgG
yang terlokalisasi pada sisi epidermis dari bagian kulit yang terbelah yang dihasilkan oleh
lamina lucida. Menariknya, kulit dari pasien dengan pemfigoid bullosa mengandung deposit
in situ C3 yang secara khusus terlokalisasi pada sisi dermis dari kulit salt-split pasien.
Menurun penelitian, pemetaan imunofluoresensi langsung pada pemeriksaan kulit salt-split
lebih akurat pada pemetaan lokalisasi IgG dibandingkan lokalisasi C3.
Penyakit Bulla Supepidermal yang Diwariskan
Kemajuan di bidang pengetahuan struktur dan komposisi membran basal sejalan dengan
penelitian terhadap pasien dengan berbagai macam bentuk epidermoid bullosa135 (Tabel 29.5
dan Gambar 29.9). Selain itu, kemajuan di bidang imunopatologi kutan difasilitasi oleh
penelitian terhadap pasien dengan epidermoid bullosa. Sebagai contoh, dibanding
menggunakan mikroskop transmisi elektron untuk memetakan formasi bulla pada kulit pasien
epidermoid bullosa, para peneliti lebih memilih menggunakan mikroskop imuno fluoresensi
dengann memakai antibodi yang melawan komponen struktural yang telah diketahui dari
membran basal epidermis. Secara spesifik, karena pasien penderita epidermoid bullosa
simplex menunjukkan adanya pembelahan dalam sitoplasma keratinosit basalnya, BPAG1
dan kolagen tipe IV terlokalisir pada bagian dermis dari bulla kulit. Pada pasien dengan
berbagai jenis epidermoid bullosa junctional, BPAG1 terlokalisir pada bagian epidermis dari
kulit yang sakit sedangkan kolagen tipe IV tetap melekat pada dermis, dan pada lesi kulit
pasien dengan epidermoid bullosa distrofi, BPAG1 dan kolagen tipe IV terlokalisir pada
bagian epidermis dari bidang pembelahan yang berada di dalam regio sublaminan densa.
Sebagai tambahan dalam memetakan bidang formasi bulla pada lesi kulit dari pasien dengan
berbagai bentuk epidermoid bullosa untuk tujuan klasifikasi, penelitian dari imunoreaktivitas
dan ultrastruktur kulit pada pasien dengan epidermoid bullosa telah memberikan wawasan
kunci dipandang dari segi patofisiologi. Sebagai contoh, antibodi monoklonal yang melawan
berbagai jenis subunit laminin 5 ditemukan hampir selalu gagal mengikat kulit pasien dengan
junctional EB-Herlitz136. Sama halnya dengan antibodi monoklonal yang melawan BPAG2
(kolagen tipe XVII) hampir selalu gagal mengikat kulit pasien dengan junctional EB-non-
Herlitz (GABEB)40,137,138. Selain bermanfaat dalam hal diagnostik, penelitian ini juga
menunjukkan bahwa penyakit bullosa yang diwariskan berkembang dari konsekuens dari
mutasi pada gen yang mengkode protein struktural pada membran basal epidermis (hipotesis
ini lebih baik bila dibandingkan dengan hipotesis yang menyatakan aktivitas bebas protease
yang berakibat pada degradasi embran basal epidermis). Oleh karena itu, sampel kulit dari
pasien dengan epidermoid bullosa telah diteliti secara luas menggunakan panel antibodi yang
melawan konstituen dari membran basal epidermis dalam rangka menemukan “gen kandidat”
yang mungkin menyebabkan mutasi patogenik.
Skrining mikroskopi imunofluoresensi sering digunakan untuk memandu penelitian genetik
molekuler. Oleh karena itu, pasien dengan epidermoid bullosa junctional yang kekurangan
ekspresi dari integrin subunit β4 dalam membran basal epidermis pertama kali akan
dilakukan skrining pada mutasi pada ITGB4 sebelum skrining pada bentuk lain dari
epidermoid bullosa junctional (COL17A1, LAMA3, LAMB3, LAMC2, ITGA6) dianalisis.
SIMPULAN
Membran basal dari berbagai jaringan berbeda dalam ultrastruktur, komposisi biokimia dan
fungsi biologi. Membran basal epidermis mengandung berbagai macam struktur dengan
spesialisasi tinggiyang masing-masing terletak pada jaringan yang spesifik. Interaksi sel
matriks diantara keratinosit dan membran basal epidermis menyediakan posisi kunci dan
petunjuk lingkungan yang secara langsung memodulasi morfogenesis jaringan, homeostasis,
diferensiasi, penyembuhan luka, dan fungsi khusus lain.