varises
-
Upload
adekonstantin -
Category
Documents
-
view
367 -
download
13
Transcript of varises
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit vena kronis maupun insufisiensi vena kronis sering disebut
oleh orang awam dengan istilah varises. Kelainan pada pembuluh darah vena
ini menempati tempat yang pertama untuk dibicarakan, karena kasusnya
adalah yang paling sering dan terbanyak ditemukan dalam klinik rawat jalan
bedah vaskular. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas inferior
tidak mengancam jiwa, tetapi menimbulkan morbiditas yang nyata dan
memerlukan pengelolaan yang benar (Yuwono, 2010).
Meskipun penyakit ini sering dijumpai diklinik, masih sedikit
perhatian dari profesi kedokteran, dengan alasan bahwa kelainan ini
mempunya perjalanan yang ringan dan mortalitas yang rendah (Balas, 1994).
Pasien perempuan yang datang berobat ke klinik bedah vaskular RSUP
Dr. Hasan Sadikin lebih banyak jumlahnya dari pasien laki-laki, yakni sebesar
2 : 1. Jumlah kasus penyakit vena kronis dihitung dalam setahun pada kaum
perempuan dan kaum laki-laki menurut studi Framingham sebanyak 2,6 %
perempuan dan 1,9 % laki-laki (Yuwono,2010 ; Bergan, 2006; Padber, 2005)
Penyakit vena kronis pada tungkai adalah keadaan yang menyatakan
adanya gangguan aliran darah vena (venous return) pada tungkai, dimana
1
gangguan fungsi pada vena tersebut akan bertambah berat dengan berjalannya
waktu (Cheatle, 1998).
Faktor risiko terjadinya varises adalah kehamilan lebih dari dua kali.
Kecenderungan terjadinya stagnasi darah di ekstremitas bawah selama
kehamilan ini ditimbulkan oleh oklusi vena yang berada di pelvis dan vena
kava inferior akibat tekanan uterus yang membesar (Yuwono, 2010 ;
Cunningham dkk, 2006).
Menurut penelitian yang dilakukan pada 66 wanita hamil, diameter
vena safena magna meningkat antara trimester pertama dan trimester ketiga
dan menurun pada periode postpartum. Kesimpulan dari hasil penelitian
mereka adalah diameter dari vena superfisialis meningkat selama kehamilan
dan menurun setelah periode postpartum untuk kembali ke keadaan semula
(Boivin dkk, 2000). Pelebaran-pelebaran pembuluh vena tersebut merupakan
reaksi sistem vena terutama dindingnya terhadap perubahan hormonal dalam
kehamilan. Kiranya otot-otot polos dinding pembuluh darah melemah akibat
pengaruh hormon steroid. Biasanya ibu hamil merasa tidak percaya diri
karena mengalami varises diikuti dengan rasa gatal dan denyut di sekitar
pembuluh darah yang diserang (Sarwono, 2006). Oleh sebab itu, kita perlu
memperhatikan setiap keluhan yang dialami pasien bukan hanya penyakit
utamanya saja, namun penyakit lain yang menyertainya juga. Mengingat
penelitian yang masih sedikit membahas tentang varises pada ibu hamil, maka
penting untuk diteliti tentang hubungan timbulnya varises pada tungkai bawah
dengan jumlah paritas ibu hamil.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan suatu penelitian
untuk mengetahui bagaimana hubungan antara timbulnya varises pada tungkai
bawah dengan jumlah paritas ibu hamil diwilayah kerja Puskesmas
Pagesangan Mataram bulan Mei 2012
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara timbulnya varises pada tungkai bawah
dengan jumlah paritas ibu hamil diwilayah kerja Puskesmas Pagesangan
Mataram bulan Mei 2012.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar sarjana
kedokteran
1.3.2.2 Untuk mengetahui perbedaan terjadinya varises pada tungkai
bawah dengan jumlah paritas pada ibu hamil diwilayah kerja
Puskesmas Pagesangan Mataram bulan Mei 2012
3
1.3.2.3 Untuk mengetahui persentase antara timbulnya varises pada
tungkai bawah dengan trimester kehamilan pada ibu hamil
diwilayah kerja Puskesmas Pagesangan Mataram bulan Mei
2012
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1.4.1.1 Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu dan
wawasan tentang semua aspek yang berkaitan dengan terjadinya
varises pada tungkai bawah.
1.4.2 Bagi Puskesmas
1.4.2.1 Diharapkan bisa memberikan tambahan informasi kepada
puskesmas untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap
kesehatan ibu hamil terutama masalah varises pada tungkai bawah
1.4.3 Bagi Masyarakat
1.4.3.1 Diharapkan bisa memberikan informasi, khususnya pada ibu
hamil agar lebih memperhatikan gejala timbulnya varises
sehingga tidak mengganggu aktivitas dari ibu yang sedang hamil
tersebut.
1.4.4 Bagi Fakultas
1.4.4.1 Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
bagi seluruh mahasiswa kedokteran
4
1.5 Hipotesa
H0: Tidak ada hubungan antara timbulnya varises pada tungkai bawah dengan
jumlah paritas ibu hamil.
H1: Ada hubungan antara timbulnya varises pada tungkai bawah dengan
jumlah paritas ibu hamil.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Varises Tungkai
2.1.1 Pengertian Varises Tungkai
Varises tungkai adalah dilatasi, pemanjangan dan berkelok-keloknya
sistem vena yang disertai gangguan sirkulasi darah didalamnya
(Sjamsuhidayat 1997).
2.1.2 Anatomi Pembuluh Darah Vena Ekstremitas bawah
2.1.2.1 Vena Superfisialis Ekstremitas Bawah
Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis,
profunda dan vena komunikan (Goldman dan Weiss 1994). Walaupun vena
menyerupai arteri tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah
lebih lemah, jaringan elastis lebih sedikit serta terdapat katup semilunar.
Katup vena merupakan struktur penting dari sistem aliran vena, karena
berfungsi mencegah refluks aliran darah vena tungkai, bersama kontraksi
otot betis akan mengalirkan darah dari sistem superfisialis ke profunda
menuju jantung dengan melawan gaya grafitasi (Balas 1994). Pompa otot
betis secara normal membawa 85-90% dari aliran vena tungkai, sedangkan
komponen superfisialis membawa 10-15% darah (Goldman dan Weiss
1994).
6
Sistem superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena
parva. Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki
predisposisi terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.
Vena Safena magna keluar dari ujung medial jaringan vena dorsalis
pedis. Vena ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang
aspek anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke
posterior selebar tangan di belakang patela pada lutut dan kemudian berjalan
ke depan dan menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus
fasia kribriformis dan mengalir ke vena femoralis pada hiatus safenus.
Bagian terminal vena safena magna biasanya mendapat percabangan
superfisialis dari genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen. Dalam
pembedahan, hal ini bisa membantu membedakan vena safena dari
femoralis karena satu-satunya vena yang mengalir ke vena femoralis adalah
vena safena. Cabang-cabang femoralis anteromedial dan posterolateral
(lateral aksesorius), dari aspek medial dan lateral paha, kadang-kadang juga
mengalir ke vena safena magna di bawah hiatus safenus (Faiz dan Moffat,
2004).
Vena safena magna berhubungan dengan sistem vena profunda di
beberapa tempat melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di
atas dan di bawah maleolus medialis, di area gaiter, di regio pertengahan
betis, di bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-
katup pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari
sistem superfisialis ke sistem profunda dari mana kemudian darah dipompa
7
keatas dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda
memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila
katup perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan
ke sistem superfisialis sehingga terjadi varises pada sistem ini (Faiz dan
Moffat, 2004 ).
Vena safena parva keluar dari ujung lateral jaringan vena dorsalis
pedis. Vena ini melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas
bagian belakang betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai
posisi untuk mengalir ke vena poplitea (Faiz dan Moffat, 2004).
2.1.2. 2 Vena Profunda Ekstremitas Bawah
Vena-vena profunda pada betis adalah vena komitans dari arteri
tibialis anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai vena poplitea dan
vena femoralis. Vena profunda ini membentuk jaringan luas dalam
kompartemen posterior betis pleksus soleal dimana darah dibantu mengalir
ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot saat olahraga (Faiz dan Moffat,
2004).
2.1.3. Insiden
Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross
sectional. Tahun 1973 Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat
memperkirakan sekitar 40 juta orang (26 juta diantaranya wanita) di
Amerika Serikat mengalami varises. Tahun 1994 sebuah Review oleh
Callam menemukan setengah dari populasi dewasa memiliki gejala
8
penyakit vena (wanita 50-55% ; pria 40-50 %) dan lebih sedikit dari
setengahnya yang menunjukkan gejala varises (wanita 20-25% ; pria 10-
15%). Umur dan jenis kelamin merupakan faktor risiko utama terjadinya
varises (Lew , 2009).
Varises lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada
beberapa tingkat umur. Pada penelitian kesehatan komunitas Tecumsech,
varises ditemukan 72 % pada wanita berumur 60-69 tahun dan hanya 1 %
laki-laki pada umur 20-29 tahun. Angka prevalensi penyakit vena
didapatkan lebih tinggi pada Negara barat dan Negara industri dari pada
negara kurang berkembang (Beale, 2005).
2.1.4. Etiologi
Etiologi dari insufisiensi vena kronis dapat dibagi 3 kategori yaitu,
kongenital, primer dan sekunder.
Penyebab insufisiensi vena kronis yang kongenital adalah pada
kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen
ternyata tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau
pembentukannya tidak sempurna (displasia), berbagai malformasi vena,
dan kelainan lainnya yang baru diketahui setelah penderitanya berumur.
Penyebab insufisiensi vena kronis yang primer adalah kelemahan
intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup yang
terlau panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena
menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun
9
katup yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan
tidak sempurna (daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang
mengakibatkan terjadinya katup tidak dapat menahan aliran balik,
sehingga aliran retrograd atau refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi
hanya dengan melakukan perbaikan katup (valve repair) dengan operasi
untuk mengembalikan katup menjadi berfungsi baik kembali.
Penyebab insufisiensi vena kronis sekunder (insufisiensi vena
sekunder) disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired),
yaitu akibat adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang
menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam. Pada keadaan
dimana terjadi komplikasi sumbatan trombus beberapa bulan atau tahun
paska kejadian trombosis vena dalam, maka keadaan tersebut disebut
sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut terjadi pembentukan
jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan rekanalisasi yang
akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan pemendekan
daun katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi
mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan
penyempitan lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat
parah tidak memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena
kronis yang primer, dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan
komplikasi post-trombotic), dapat terjadi pada satu penderita yang sama
(Yuwono, 2010).
10
2.1.5. Faktor Risiko
Faktor risiko dari penyakit vena kronis adalah termasuk:
1. Sejarah varises dalam keluarga (keturunan, herediter)
2. Umur
3. Jenis kelamin perempuan (pada usia dekade ke-3 dan 4 :
dijumpai 5-6 kali lebih sering dari laki-laki)
4. Kegemukan atau obesitas, terutama pada perempuan
5. Kehamilan lebih dari dua kali
6. Pengguna pil atau suntikan hormon dalam program keluarga
berencana,
7. Terbiasa bekerja dalam posisi berdiri tegak selama lebih dari 6
jam sehari (Yuwono, 2010).
2.1.6. Patofisiologi
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam
mengalirkan darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah
dikumpulkan dalam kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke
pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup vena ke vena
profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru.
Vena superfisial terletak suprafasial, sedangkan vena vena profunda
terletak di dalam fasia dan otot. Vena perforata mengijinkan adanya aliran
darah dari vena superfisial ke vena profunda (Beale, 2005).
11
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan
darah naik keatas melawan gravitasi dibantu oleh adanya kontraksi otot
yang menghasikan suatu mekanisme pompa otot. Pompa ini akan
meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan
sebesar 5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena profunda dan
selain itu karena vena profunda terletak di dalam fasia yang mencegah
distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superfisial normalnya sangat
rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan
menyebabkan distensi dan perubahan bentuk menjadi berkelok-kelok.
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena
adanya perubahan hormonal yang menyebabkan dinding pembuluh darah
dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur, namun bila terbentuk varises
selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Peningkatan tekanan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh
terjadinya insufisiensi vena dengan adanya refluks yang melewati katup
vena yang inkompeten baik terjadi pada vena profunda maupun pada vena
superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat
disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi
ini dapat oleh karena thrombosis intravaskular atau akibat adanya
penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien dengan varises oleh
karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi.
12
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan
oleh karena peningkatan tekanan di dalam pembuluh darah oleh adanya
insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu kegagalan
katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena dan kelainan katup
karena thrombosis. Bila vena superfisial ini terpapar dengan adanya
tekanan tinggi dalam pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami
dilatasi yang kemudian terus membesar sampai katup vena satu sama lain
tidak dapat saling betemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan
pada katup-katup lainnya. Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam
sistem vena superfisial akan menyebabkan terjadinya dilatasi vena yang
bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan, fungsi
vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan
mengalami gangguan. Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah
vena akan mengalir karena adanya gradient tekanan dan gravitasi.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan
dengan tekanan vena dan volume darah vena yang melewati katup yang
inkompeten. Sayangnya penampilan dan ukuran dari varies yang terlihat
tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang
sesungguhnya. Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan
dapat mengangkut darah dalam jumlah besar tanpa terlihat ke permukaan.
Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar akhirnya dapat
menyebabkan dilatasi yang berlebihan.
13
Pengkajian tentang penyakit vena umumnya dititik beratkan pada
kelainan vena di tungkai, karena tungkailah yang paling besar menyangga
beban hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena tungkai paling
sering terjadi. Gangguan lain yang mungkin merupakan sebab awal dari
kelainan sistem vena adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya
trombosis seperti yang dikemukakan oleh Virchow dengan triasnya :
kelainan dinding, stasis atau hambatan aliran, dan kecenderungan
pembekuan darah (Jong, 2005).
2.1.7. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Varises tungkai terdiri dari varises primer dan sekunder. Varises
primer terjadi jika katup sistem vena superfisialis (vena Saphena magma,
vena Saphena parva dan venae .perforantes) gagal untuk menutup
sebagaimana mestinya, sehingga akan terjadi refluks kearah bawah dan
terjadi dilatasi vena yang kronis, sedangkan sistem vena Profunda masih
normal. Varises sekunder terjadi akibat sistem vena Profunda mengalami
trombosis / tromboflebitis atau adanya fistula arterovenosa, semula
keadaan katupnya normal selanjutnya terjadi kompensasi pelebaran pada
vena superfisialis (Falco, 1991; Faria, 1992)
14
Secara klinis varises tungkai dikelompokan berdasarkan jenisnya,
yaitu :
1. Varises trunkal
Merupakan varises v.saphena magna dan v.saphena parva, diameter
lebih dari 8 mm, warna biru-biru kehijauan.
2. Varises retikular
Varises yang mengenai cabang v.saphena magna atau v.saphena
parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok, diameter 2-8 mm,
warna biru-biru kehijauan.
3. Varises kapiler
Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut
halus dari pembuluh darah, diameter 0,1 - 1 mm, warna merah atao
sianotik (jarang) ( Basuki, 1990; Falco, 1991).
Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium
(Jong,2005)
Stadium I
Keluhan samar (tidak khas)
Stadium II
Mula tampak pelebaran vena, palpabel dan menonjol
Stadium III
Varises tampak jelas, memanjang, berkelok-kelok pada paha atau
tungkai bawah
15
Stadium IV
Kelainan kulit dan tukak karena sindrom insufisiensi vena menahun
Varises tungkai merupakan salah satu manifestasi kutaneus dari
insufisiensi vena kronik (IVK), yaitu suatu keadaan gangguan fungsi
sistem vena yang disebabkan oleh inkompetensi katup, berhubungan atau
tidak dengan obstruksi, dapat mengenai sistem vena superfisialis, vena
profunda atau keduanya (Goldman, 1994)
Menurut klasifikasi klinis CEAP (1994), IVK dibagi berdasarkan
berat ringan manifestasi klinisnya, yaitu :
Derajat 0 : Tidak terlihat atau teraba tanda-tanda gangguan vena
Derajat 1 : Telangiektasis, vena retikular
Derajat 2 : Varises tungkai
Derajat 3 : Edem tanpa perubahan kulit
Derajat 4 : Perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,
dermatitis statis, lipodermatosklerosis)
Derajat 5 : Perubahan kulit seperti diatas dengan ulkus yang sudah
sembuh
Derajat 6 : Perubahan kulit seperti diatas dengan ulkus aktif
(Yuwono, 2010)
Gejala klinis IVK timbul akibat adanya hipertensi vena baik karena
obstruksi, refluks atau kombinasi keduanya. Hipertens vena persisten akan
mempengaruhi fungsi kapiler, tekanan trans mural dan intra mural
16
meningkat, mendorong cairan, elektrolit dan eritrosit keluar memasuki
jaringan sehingga terjadi edem dan hiperpigmentasi. Kapiler mengalami
dilatasi dan penurunan kecepatan aliran darah, hal ini akan mempengaruhi
adhesi leukosit (neutrofil) pada mikrosirkulasi dan venula post kapiler,
akibatnya leokosit akan terperangkap pada endotel dan teraktivasi
sehingga melepaskan radikal bebas, enzim proteolitik dan sitokin,
disamping itu fibrin perikapiler akan menjadi barier terhadap difusi
oksigen dan nutrisi lain. Semua keadaan ini menyebabkan kerusakan
jaringan berupa hipoksia, iskhemi, nekrosis lemak, pigmentasi kulit dan
ulkus (Smith, 1996; parsch, 1996).
2.1.8. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tungkai
yang dlakukan dibawah penyinaran yang cukup dengan melakukan
inspeksi perabaan vena yang berkelok untuk menilai ketegangan varises
dan besarnya pelebaran vena, pulsasi arteri dan beberapa pemeriksaan
sederhana seperti brodie-trendelenberg, schwartz, perthes yang akan dapat
memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena.
17
a. Anamnesa
Anamnesa yang penting ditanyakan meliputi :
a. Keluhan
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas /
sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta
keluhan kosmetik. keluhan bisanya berkurang dengan elevasi
tungkai, untuk berjalan atau pemakaian bebat elastik, dan makin
bertambah setelah berdiri lama, selama kehamilan, menstruasi atau
pengobatan hormonal .
b. Faktor predisposi
Ditanyakan faktor predisposisi yang telah disebut sebelumnya,
antara lain : riwayat varises dalam keluarga , usia , paritas ,
keluhaan saat menstruasi, pemakaian kontrasepsi hormonal atau
terapi hormonal lain, lama duduk.
c. Penyakit sistemik, pengobatan dan tndakan medis /
pembedahan sebelumnya
Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan anatara lain
adalah riwayat penyakit kardiovaskuler, stroke, penyakit diabetes,
imobilisasi yang lama, fraktur / trauma tungkai, keganasaan ,
riwayat operasi daerah abdomen (Goldman 1989).
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada
posisi eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi
18
dari arah belakang akan membantu visualisasi varises. Perlu
diperhatikan tanda kronisitas dan kelainan kulit seperti telangiektasis,
atrofi blanch, dermatitis stasis, edem, perdarahan dan ulkus. Daerah
vena yang berkelok diraba untuk menilai ketegangan varises dan
besarnya pelebaran vena, pulsasi arteri harus teraba, bila tidak teraba
maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui
apakah ada obstruksi arteri. Mungkin terdapat pitting edem atau
peningkatan turgor otot betis. Distribusi anatomi varises perlu
digambarkan dengan jelas. Beberapa pemeriksaan sederhana dapat
dilakukan, antara lain uji Brodie-trendelenburg, schwartz, perthes
dapat memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi
katup vena.
c. Pemeriksaan khusus vena
Pemeriksaan untuk evaluasi IVK pada varises tungkai antara lain,
adalah :
Ultrasonografi doppler
Plethysmography
Duplex venous scanning
Phlebography (Ryan dan Burnand 1992)
2.1.9. Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya
adalah usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara
melakukan elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan
19
berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau
berbaring dengan membuat posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan
posisi tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena
tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak mengempis dan melengkuk,
pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan merasa keluhannya
berkurang dengan cepat (Yuwono, 2010).
Tabel 2.1. Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking
Tingkat kompresi
(mmHg)
Indikasi
15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)
21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala, pasca skleroterapi
31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh
>45 mmHg Phlebolymphedema
Teknik pembalutan atau pemakain ukuran stoking harus tepat,
tidak longgar atau terlalu ketat, dan tidak perlu dipakai bila berbaring di
tempat tidur. Indikasi yang terpenting dari dari terapi kompresi adalah
untuk mencegah terjadinya pembengkakan atau edema pada tungkai kaki
yang menderita varises. Banyak penelitian yang melaporkan bahwa
tekanan stoking sebesar 30-40 mmHg (Tabel 1.1) mencegah terjadinya
pembengkakan pada penderita varises pada tungkai dibandingkan dengan
tungkai yang menderita varises tetapi tidak menggunakan stoking
(Yuwono, 2010).
20
Sebuah laporan ilmiah dari Mayberry (1991), menyatakan bahwa
penelitian selama 15 tahun pada 113 penderita insufisiensi vena kronis
tungkai yang diterapi dengan stoking, terjadi perbaikan pada 90% kasus
(102 kasus) dengan rata-rata waktu yang diperlukan untuk sembuh adalah
5,3 bulan (Cheatle, 1998; Partsch, 1994).
Untuk menghindarkan diri dari berulangnya keluhan insufisiensi
vena harus dilakukan pencegahan dengan menggunakan stocking atau
pembalut elastis dengan atau tanpa obat-obatan flebotropik, menu
makanan sehari-hari yang lebih banyak mengandung sayuran dan buah-
buahan segar (mengurangi jenis makanan dari hewani karena selain tidak
berserat juga akan meningkatkan peninggian konsentrasi lemak dalam
darah dan meningkatkan hipertensi vena). Sayuran dan buah-buahan
adalah makanan yang tinggi serat dan mengandung zat-zat aktif
(flavonoid) yang terbukti bersifat flebotropik (memperbaiki tonus dinding
vena atau venotonik) sangat dianjurkan dikonsumsi untuk mencegah
terjadinya kelemahan tonus dinding vena (Yuwono, 2010).
Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik.
Indikasi medis, misalnya berupa keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri
lama. Perdarahan, perubahan kulit hipotropik, dan tromboflebitis
merupakan indikasi medis lain. Perdarahan biasanya terjadi pada malam
hari tanpa disadari oleh penderita, terutama pada orang tua yang sudah
lama varises. Terapi terdiri atas pemasangan pembalut setelah kaki
21
diangkat beberapa waktu untuk mengosongkan vena dan meniadakan
edema (Jong, 2005).
2.2 Jumlah Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas ditentukan oleh jumlah
kehamilan yang mencapai usia viabilitas, dan bukan jumlah janin yang
dilahirkan. Paritas tidak lebih besar apabila yang dilahirkan adalah janin
tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih kecil apabila janin lahir mati.
Primipara adalah seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang
mencapai viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang pernah dua kali
atau lebih hamil sampai usia viabilitas (Cunningham dkk, 2006).
2.3 Ibu Hamil
2.3.1. Perubahan Sirkulasi yang Terjadi Selama Kehamilan
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya
sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh
darah yang membesar pula, mamma dan alat lain-lain yang memang
berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Volume darah ibu dalam
kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah
yang disebut hidremia. Volume darah akan bertambah banyak, kira-kira
25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengan cardiac output
yang meninggi sebanyak kira-kira 30%.
22
Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi
keperluan transpor zat asam yang dibutuhkan sesekali dalam kehamilan.
Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan,
tetapi penambahan plasma jauh lebih besar, sehingga konsentrasi
hemoglobin jauh lebih besar, sehingga konsentrasi hemoglobin dalam
darah menjadi lebih rendah. Hal ini tidak boleh dinamakan anemia
fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah hemoglobin dalam wanita
hamil dalam keseluruhannya lebih besar daripada sewaktu belum hamil.
Jumlah eritrosit meningkat sampai 10.000 per ml. Dan produksi pembuluh
trombosit pun meningkat pula (Sarwono 2006).
Postur wanita hamil mempengaruhi tekanan darah arteri. Tekanan
darah di arteri brakialis bervariasi saat duduk atau berbaring dalam posisi
telentang. Biasanya, tekanan darah arteri menurun sampai ke titik terendah
selama trimester kedua atau trimester ketiga awal dan kemudian meninggi.
Tekanan diastolik mengalami penurunan lebih besar daripada sistolik.
Tekanan vena antecubiti tetap tidak berubah selama kehamilan,
tetapi pada posisi telentang tekanan vena femoralis meningkat terus-
menerus dari 8 cm H2O pada awal kehamilan menjadi 24 cm H2O pada
aterm. Dengan menggunakan pelacak berlabel radiokatif, Wright dkk.
(1950) beserta peneliti lain telah menemukan bahwa aliran darah di
tungkai berkurang selama kehamilan, kecuali dalam posisi berbaring
miring. Kecenderungan terjadinya stagnasi darah di ekstremitas bawah
selama bagian terakhir kehamilan ini ditimbulkan oleh oklusi vena-vena
23
pelvis dan vena kava inferior akibat tekanan uterus yang membesar.
Meningkatnya tekanan vena akan kembali normal bila wanita hamil
tersebut berbaring miring dan segera setelah pelahiran. Dari sudut pandang
klinis, menurunnya aliran darah dan meningkatnya tekanan darah vena
ekstremitas bawah tersebut sangatlah penting. Perubahan-perubahan ini
ikut berperan dalam terjadinya edema dependen yang sering dialami oleh
para wanita ketika mendekati aterm, juga terhadap timbulnya varises vena
di tungkai bawah dan vulva, serta hemoroid (Cunningham dkk, 2006).
24
2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Ket :
: Tidak diteliti
: Diteliti
25
Ibu Hamil
Jumlah Paritas
Paritas Tinggi Paritas Rendah
Uji Brodie-trendelenburgUji Brodie-trendelenburg
Keturunan
Umur
Obesitas
Suntikan
hormon
(KB)
Pekerjaan
Tinggi
Badan
Normal
Varises
Normal
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
26
Jumlah paritas pada ibu hamil
Varises pada tungkai bawah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional dimana peneliti
melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat, kata satu saat
disini bukan berarti semua subjek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi
artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel
subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. (Sastroasmoro, 1995)
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pagesangan
pada bulan Mei 2012
3.3. Variabel dan Definisi Operasional
3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari
satu subyek ke subyek lainnya (Sastroasmoro, 1995).
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yaitu :
1. Variabel Bebas (disebut juga variabel pengaruh, variabel
perlakuan, kausa, dan sebagainya), adalah variabel yang bila dalam
suatu saat berada bersama variabel lain, variabel ini berubah atau
diduga berubah dalam variasinya. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah Jumlah paritas pada ibu hamil
27
2. Variabel Tergantung (disebut juga variabel terpengaruh, variabel
tak bebas efek dan sebagainya), adalah variabel yang berubah
karena pengaruh variabel bebas tersebut. Variabel tergantung
dalam penelitian ini adalah varises pada tungkai bawah.
3.4. Definisi Operasional
1. Jumlah paritas ibu hamil
Jumlah paritas ibu hamil menunjukkan keadaan wanita yang pernah
melahirkan bayi hidup . Yang menentukan paritas adalah jumlah
kehamilan yang mencapai usia viabilitas, dan bukan jumlah janin yang
dilahirkan. Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah
melahirkan bayi yang viabilitas untuk pertama kali, Primipara adalah
seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang mencapai
viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang pernah dua kali atau
lebih melahirkan janin yang mencapai usia viabilitas (Cunningham
dkk, 2006).
2. Varises pada tungkai bawah
Untuk mengetahui terjadinya varises tungkai bawah pada ibu hamil
maka peneliti menggunakan uji Brodie-trendelenburg untuk menilai
varises. Uji Brodie-trendelenburg dilakukan dengan cara tungkai
diangkat sehingga vena kosong, kemudian tungkai diturunkan atau
penderita diminta berdiri dengan tekanan pada lipat paha
dipertahankan dengan cara menggunakan karet atau torniquet, setelah
28
itu bebat karet atau torniquet dilepas dan lakukan penilaian pada
tungkai bawah. Dikatakan varises apabila vena terisi Vena terisi < 30
detik (Jong 2005) :
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang masih
aktif datang berkunjung di wilayah kerja Puskesmas Pagesangan sampai
pada bulan Mei dengan jumlah populasi sebanyak 143 ibu hamil
3.5.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
cara Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan
pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).Adapun kriteria dari sampel tersebut
adalah:
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu hamil yang datang di wilayah kerja Puskesmas
Pagesangan pada bulan Mei
b. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
a. Pernah menderita varises sebelumnya yang tidak
berhubungan dengan kehamilan
b. Terdapat riwayat varises pada keluarga ibu hamil
29
Perhitungan jumlah sampel, dilakukan dengan menggunakan
rumus slovin sebagai dasar penentuan sampel. Yaitu dengan:
Ket :
n adalah jumlah sampel
N adalah populasi
d adalah tingkat ketepatan atau kepercayan yang diinginkan (0,1)
Didapatkan bahwa jumlah sampel yang diambil untuk penelitian
adalah
n=
=
= 58,84
= 59
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 59 ibu hamil.
30
3.6. Instrumen dan Bahan Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data. Instrumen dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar Persetujuan
2. Kuesioner/Panduan Pertanyaan
Untuk mendapatkan data mengenai identitas, jumlah paritas dan
trimester kehamilan serta gejala-gejala yang dialami oleh ibu hamil.
Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara peneliti menanyakan
pertanyaan yang ada dalam kuesioner kepada responden.
3. Peralatan uji Brodie-trendelenburg.
Karet / torniquet
Senter
Stopwatch
3.7. Cara Penelitian
3.7.1. Alur Penelitian
31
Menentukan jumlah paritas ibu hamil
Melakukan wawancara kepada responden dg tuntunan kuisioner
Melakukan uji Brodie-trendelenburg
Menganalisa data
3.8. Analisis Hasil
Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana
tujuan dari analisis ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang
diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan program komputer. Adapun langkah-langkah pengolahan data
meliputi:
1. Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk, seperti
memeriksa kelengkapan menjawab kuesioner dan kejelasan jawaban
antara lain nomer urut responden, jumlah paritas responden , umur
kehamilan responden, waktu test responden dan nilai uji Brodie-
trendelenburg
2. Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda / kode tertentu terhadap data
yang telah diedit dengan tujuan mempermudah pembuatan table.dalam
hal ini yang perlu dilakukan coding adalah:
a. Jumlah paritas :
1. Paritas Tinggi ( jumlah paritas ≥ 2 )
2. Paritas Rendah ( jumlah paritas < 2 )
b. Terjadinya varises tungkai bawah
1. Ya ( jika pengembalian aliran vena < 30 detik disertai
penonjolan vena superfisalis pada tungkai bawah dan
pertimbangan dokter)
32
2. Tidak ( jika pengembalian aliran vena ≥ 30 detik tanpa
disertai penonjolan vena superfisalis pada tungkai bawah dan
pertimbangan dokter )
3. Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam
program komputer yang ditetapkan (SPSS 17)
Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan:
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-
masing variabel, baik variabel bebas, dan variabel terikat. Adapun
variabel yang dianalisis meliputi hubungan antara varises pada
tungkai bawah dengan jumlah paritas pada ibu hamil
b. Analisis Bivariat
Analisis digunakan untuk mengetahui perbedaan pada
Variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen
yaitu terjadinya varises pada tungkai bawah yang dipengaruhi
jumlah paritas pada ibu hamil
Karena rancangan penelitian ini adalah cross sectional,
hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent
digunakan ditampilkan dalam table 2x2 dan juga dilakukan
perhitungan Rasio prevalens (RP), untuk mengetahui estimasi
resiko relatif, dengan cara membagi prevalens efek pada
kelompok dengan faktor resiko, dengan prevalens efek pada
33
kelompok tanpa faktor resiko. Adapun tampilan table 2x2 dan
perhitunga rasio prevalens sebagai berikut:
Table 3. 1 Rasio Prevalensi hubungan antara varises dengan
jumlah paritas ibu hamil
Jumlah paritas ibu
hamil
Varises TOTAL
Ya Tidak
Paritas Tinggi A B A+B
Paritas Rendah C D C+D
TOTAL A+C B+D A+B+C+D
RP = A/(A+B) : C/(C+D)
Dalam penelitian ini digunakan uji statistik Chi-Square
dengan bantuan computer untuk mengetahui perbedaan antara
nilai terjadinya varises pada tungkai bawah dengan jumlah paritas
pada ibu hamil. Taraf signifikasi yang digunakan adalah 95 % /
taraf kesalahan 0,05 %.
Rumus dari Chi-Square adalah:
Keterangan:
o r = jumlah baris,
o c = jumlah kolom,
o i = baris ke i
34
o j=baris ke j
o Oij = frekuensi observasi pada baris i kolom j
o Eij = frekuensi yang diharapkan pada baris i kolom j
Kriteria hubungan berdasarkan p value (probabilitas) yang
dihasilkan dengan nilai kemaknaan yang dipilih, dengan kriteria
sebagai berikut:
Jika p value > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada
perbedaan)
Jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak (ada perbedaan)
Sedangkan Untuk melihat adanya hubungan antara
timbulnya varises pada tungkai bawah dengan jumlah paritas pada
ibu hamil, maka dilakukan uji Contingency Coefficient. Adapun
rumus dan langkah-langkahnya sebagai berikut:
Untuk melakukan analisa pada penelitian ini akan
menggunakan Program Statistical Product And Service Solution
(Spss) Versi 17. Dasar pengambilan keputusan penerimaan
hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α = 0,005) sebesar
95 % :
Jika p value > 0,05 maka Ho diterima (tidak ada
perbedaan)
35
Jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak (ada perbedaan)
3.9. Etika Penelitian
Dalam peneltian ini, peneliti tetap mengedepankan masalah etika yaitu:
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan dibagikan kepada seluruh subyek penelitian.
Tujuannya agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian,
serta kesediaan subyek untuk menjadi responden penelitian. Jika subyek
bersedia menjadi responden, maka subyek harus bersedia di observasi dan
di wawancara, dan peneliti akan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity
Nama pasien yang menjadi responden tidak perlu dicantumkan
pada lembar pengumpulan data, hal ini untuk menjaga obyektifitas data.
Untuk mengetahui partisipasi dan peran serta responden, peneliti cukup
menuliskan nomor kode pasien pada masing-masing lembar persetujuan.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan dijumpai pada
pasien, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan benar-benar digunakan
untuk tujuan penelitian.
36