Vanni - Katarak
-
Upload
melzmyself -
Category
Documents
-
view
127 -
download
3
Transcript of Vanni - Katarak
LAPORAN PRESENTASI KASUS INDIVIDU
KATARAK
Oleh:
Febriendo Vanni D J
201020401011114
Pembimbing:
dr. Kartini, SpM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
2012
1
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL................................................................................................. i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB 2 LAPORAN KASUS.................................................................................. 3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
BAB 4 KESIMPULAN….....................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya
penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan, sehingga
penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Katarak tidak menular dari satu
mata ke mata lain, tetapi katarak dapat terjadi karena proses degenerasi atau
ketuaan (jenis katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit
tertentu (diabetes mellitus). Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan),
karena itu katarak dapat terjadi pada usia anak-anak maupun dewasa. Badan
kesehatan PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan di dunia mencapai 38
juta orang, 48% diantaranya disebabkan katarak. Untuk indonesia, survei pada
tahun 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengn 0,78%
diantaranya disebabkan oleh katarak, dan yang terbesar karena katarak senilis/
ketuaan.
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan
dalam persepsi warna, dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak
biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan
yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan perubahan yang
berperingkat (progresif), menurut isiantoro, katarak hampir tidak bisa dicegah
karena merupakan proses penuaan sel.
Meskipun tergolong penyakit menakutkan, operasi katarak membutuhkan
waktu relatif singkat yaitu 30-40 menit saja, bahkan, teknologi kedokteran terbaru
memungkinkan pembiusan dilakukan melalui tetes mata saja, sehingga banyak
orang keliru menganggap katarak bisa diobati hanya mengguakan obat tetes mata.
Operasi katarak merupakan operasi yang mudah dan aman bagi
kebanyakan orang. Namun, sama seperti operasi lain, operasi katarak dapat
menimbulkan komplikasi seperti perdarahan dan kerusakan pada kornea atau
retina yang memerlukan pembedahan lebih lanjut.
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Endang Sri
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Guru
Bangsa : Indonesia
Suku : Jawa
Alamat : Karang langit RT 3 RW 1, Karang langit Lamongan.Rekam medis : 03.14.57
Tanggal masuk : 03 April 2012
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Tajam penglihatan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS. Muhammadiyah Lamongan dengan
mengeluhkan bahwa penglihatan pada mata sebelah kanan dirasakan
semakin kabur sejak 1 tahun ini. Penglihatan kabur ini dirasakan perlahan-
lahan sampai akhirnya pasien tidak bisa melihat lagi. Pasien merasakan
penglihatannya seperti berkabut, terkadang merasa silau saat melihat
cahaya. Tidak terdapat mata merah pada kedua mata pasien, selain itu rasa
sakit, gatal dan keluarnya sekret disangkal pasien. Sedangkan pada mata
sebelah kiri masih bisa melihat dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Diabetes Melitus sejak 1 tahun ini dan rutin kontrol
- Riwayat HT sejak 1 tahun ini dan rutin kontrol
- Riwayat perawtan glaukoma pada mata kirinya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang menderita katarak
4
2.3 Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Cukup
GCS : 456
Nadi : 65x/menit
Tekanan Darah : 157/72 mmHg
Suhu : 37,50C
RR : 24x/menit
Kepala/ leher : Anemis : -, ikterus -, cyanosis -, dyspneu -
Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, reflex cahaya
langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+
Thorax : Paru : Pergerakan dinding dada simetris +/+, retraksi dinding
dada -/-, jejas-/-, terdengar sonor saat perkusi, suara
nafas vesikuler/vesikuler, rhonki basah halus +/+,
wheezing-/-
Jantung : S1-S2 tunggal, murmur -, gallop -
Abdomen : Flat, soefl, bising usus (+) normal, meteorismus (-),
hepar dan lien tidak teraba, timpani
Extremitas : Akral hangat kering merah, edema -/-, deformitas (-)
-/-
2.4 Pemeriksaan Status Oftalmicus
Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus 1/60 6/60 (posisi duduk di
atas tempat tidur)
Gerakan bola mata baik Baik
Tekanan bola mata 15,9 21,3
Palpebra Superior dalam batas normal dalam batas normal
Palpebra Inferior dalam batas normal dalam batas normal
Konjungtiva hiperemi (-) hiperemi (-)
Kornea Jernih Jernih
COA Jernih, dalam Jernih, dalam
Pupil Bulat, isokor, RC(+) Bulat, isokor, RC(+)
5
ukuran 3 mm ukuran 3 mm
Iris reguler reguler
Lensa keruh jernih
2.5 Pemeriksaan Laboratorium
Diffcount : 2/0/57/32/9
Hematokrit : 37,6
Hemoglobin : 13,6
Lekosit : 8700
Trombosit : 207.000
GDA : 122
2.6 Diagnosis
Katarak senillis matur OD
Glaucoma kronis OS
2.7 Penatalaksanaan
OD :
Ekstraksi katarak
Pemasangan lensa tanam (IOL)
OS :
Tonor MD
Obat-obat lain lanjutkan
6
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, transparan dan berada di
belakang iris dan digantung oleh zonula (ligament suspensory) yang
menghubungkan dengan korpus siliar. Lensa berdiameter 9-10 mm, tebalnya
sekitar 5 mm, dan beratnya bervariasi dari 135 mg( 0-9 tahun ) sampai 255 ( 40-
80 tahun ). Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, dan saraf pada lensa.
Struktur lensa terdiri dari kapsul lensa, sel epitel lensa dan serat lensa. Lensa
dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa.
Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga terbentuk
nucleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dini
dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.
7
Kapsul lensa berukuran tipis, transparan, membran hialin mengelilingi lensa, yang
lebih tebal pada permukaan anterior daripada posterior. Kapsul lensa berada
disekitar serat lensa dan dibagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zin
(ligament suspensory) yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada
badan siliar. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat – serat lamellar subepitel
terus diproduksi, sehingga lensa lama – kelamaan menjadi lebih besar dan kurang
elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamelle konsentris yang panjang.
8
Garis- garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung ke ujung berbentuk Y bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y ini tegak di
anterior dan terbalik di posterior.
Di dalam lensa dapat dibedakan nucleus embrional, fetal dan dewasa. Di
bagian luar nucleus terdapat serat serat lensa yang lebih muda yang disebut
sebagai korteks lensa. Nukleus lensa mempunyai kepadatan lebih keras
dibandingkan korteks lensa yang lebih muda. Korteks yang terletak di sebelah
depan nucleus lensa disebut korteks anterior, sedangkan dibelakangnya disebut
korteks posterior.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein yang
merupakan kandung protein kandungan tertinggi di antara jaringan – jaringan
tubuh. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble
merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ)
kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan
urea insoluble. Selain itu juga terdiri dari sedikit sekali mineral yang biasa ada di
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi.
9
3.1.1 Embriologi lensa
10
Mata dibentuk dari 3 lapisan embrionik primitif : Ektoderm permukaan,
Ektoderm neural , dan Mesoderm. 2 Lensanya berasal dari ektoderm permukaan
pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi dan melepaskan diri
dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan bebas terletak di dalam
batasbatas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ektoderm
permukaan (6 minggu), maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi
bagian yang kosong dan akhirnya memenuhinya (7minggu). Pada stadium ini,
kapsul hialin dikeluarkan oleh sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan
diri, dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang
hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula lentis. Seratserat ini saling
bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di
anterior dan Y yang terbalik di posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7
bulan penghidupan foetal. Inilah yang membentuk substansi lensa, yang terdiri
11
dari korteks dan nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder
berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi
bertambah besar yang kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan
disusul oleh proses sklerosis.
3.1.2 Fisiologi lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkonstraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul
lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi
oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisologik antara korpus siliaris, zonula,
dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Konsistensi materi lensa berubah selama kehidupan. Pada foetus, bentuk lensa
hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagian
posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa
kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan
setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan
korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng,
12
warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai “grey reflex” atau
“senile reflex”. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana
sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa
menyumbang +18.0- Dioptri, sekitar 1/3 dari total kekuatan refraksi.
3.1.3 Metabolisme Lensa
Lensa membutuhkan suplai energi (ATP) yang bersifat kontinu untuk
transpor aktif asam amino dan ion-ion, menjaga keseimbangan air pada lensa,
sintesis GSH dan protein. Sebagian besar dari energi yang dihasilkan
dimanfaatkan di dalam epitel-epitel yang merupakan tempat utama dari semua
transpor aktif, dan hanya sekitar 10- 20% yang dimanfaatkan untuk sintesis
protein. Karena lensa itu bersifat avaskular, maka lensa bergantung dengan
aqueous humour untuk metabolisme dan pertukaran bahan-bahan kimia yang
dibutuhkan.
13
Glukosa sangat essensial dalam aktifitas normal lensa. Aktifitas
metabolisme lensa sebagian besar terjadi di epitel dan korteks, sedangkan nukleus
cenderung inert. Di lensa 80% glukosa akan dimetabolisme secara anaerob
melalui jalur glikolitik, 15% secara pentose hexose monophosphate (HMP) shunt
dan sisanya melalui oxidative Krebs’s citric cycle. Jalur sorbitol sedikit ber[eran
dalam metabolisme, namun sangat berpengaruh pada terbentuknya katarak dan
pasien galaktosemia
3.2 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Katarak adalah suatu keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau
denaturasi protein lensa, ataupun terjadi akibat keduanya.
3.3 Etiologi
Katarak terjadi sebagian besar karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia. Akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital , komplikasi
penyakit mata lokal ataupun sistemik. Katarak juga disebabkan oleh berbagai
macam faktor seperti usia, bawaan sejak lahir, penyakit sistemik, penggunaan obat
tertentu terutama steroid, trauma, operasi mata sebelumnya.
14
3.4 Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah
dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara
berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan
penyebab utama kebutaandi Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang
berhubungan dengan penglihatan.Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan
di Indonesia mencapai 1,2%dari seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh
katarak. Sedangkan pada survei tahun 1994-1997 yang diadakan oleh Departemen
Kesehatan bekerjasama denganPerhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia
menunjukkan adanya peningkatan angkakebutaan yaitu mencapai 1,47% dan
1,02% diakibatkan oleh katarak.
3.5 Klasifikasi
Terdapat banyak jenis klasifikasi katarak. Dalam penggunaan klinis
klasifikasi-klasiikasi ini sering dikombinasikan minsalnya katarak senile matur
atau katarak polar kongenital.
Berdasarkan usia, katarak dibagi menjadi:
1. Katarak kongenital
Katarak yang terjadi pada usia dibawah 1 tahun. Gangguan mata ini timbul
sejak bayi berada dalam kandungan atau setelah dilahirkan karena adanya
infeksi ataukelainan metabolisme saat pembentukan janin. Katarak
congenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis dan galaktosemia.
Ada pula katarak congenital yang menyertai kelainan herediter pada mata
lainnya seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma, keratokonus, ektopia
lentis, megalokornea dan heterokromia iris. Kekeruhan pada katarak
congenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran
morfologik. Penanganan tergantung unilateral dan bilateral, adanya
kelainan mata lain dan saat terjadinya katarak. Katarak congenital
prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak
dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila
terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk. Pada
pupil mata bayi yang menderita congenital katarak akan terlihat bercak
15
putih atau suatu leukokoria yang memerlukan pemerikasaan lebih teliti
untuk menyingkirkan diagnosa banding. Pada katarak kongenital, kelainan
utama terjadi di nukleus lensa (nukleus fetal atau nukleus embrional),
bergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau
posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa.
2. Katarak juvenile
Katarak yang terjadi pada usia diatas 1 tahun . Katarak juvenile biasanya
merupakan kelanjutan katarak congenital. Katarak juvenile juga biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya seperti:
o Katarak metabolic
Katarak diabetik dan galaktosemia
Katarak hipokalsemia
Katarak defisiensi gizi
Katarak Aminoasiduria
Penyakit Wilson
Katarak yang berhubungan dengan kelainan metabolic lain
o Katarak traumatik
o Katarak komplikata
Kelainan congenital dan herediter
Katarak degeneratif
Katarak anoksik
Toksis
Katarak radiasi
Katarak yang berhubungan dengan sindrom-sindrom tertentu, disertai
dengan kelainan kulit, tulang, dan kromosom
3. Katarak Pre-senile
Katarak yang terjadi pada usia 40-50 tahun
4. Katarak Senile
Katarak yang terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Jenis katarak inilah
yang banyak terjadi di Indonesia. kelainan terutama mengenai nukleus
(sklerosis nukleus), korteks (kekeruhan koroner atau kuneiformis), atau
16
daerah subkapsul posterior. Secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur dan hipermatur.
Berdasarkan Lokasinya, katarak dibagi menjadi :
1. Katarak Kapsular
a. Katarak kapsular anterior
b. Katarak kapsular posterior
2. Katarak Subkapsular
a. Katarak subkapsular anterior
b. Katarak subkapsular posterior
3. Katarak kortikal
4. Katarak Supranuklear .
5. Katarak Nuklear
6. Katarak Polar
a. Katarak Polar anterior
b. Katarak Polar Posterior
Klasifikasi katarak berdasarkan penyebab:
1. Degeneratif (Katarak Senilis)
Ada banyak teori yang menjelaskan tentang konsep penuaan antara lain
teori putaran biologik, teori imunologis, teori mutasi spontan, teori radikal
bebas dan teori reaksi silang (across link). Pada usia lanjut memang terjadi
perubahanperubahan pada lensa antara lain kapsulnya menebal dan kurang
elastis, epitelnya makin tipis, seratnya lebih ireguler, korteksnya tidak
bewarna, dan nukleusnya mengeras (sclerosis). Pembentukan lapisan baru
serat kortikal secara konsentris menyebabkan lensa mengalami kompresi
dan pengerasan (sclerosis). Protein lensa (crystallins) diubah melalu
modifikasi kimia dan aggregasi menjadi protein dengan berat molekul
yang tinggi. Modifikasi kimia protein lensa menyebabkan pigmentasi yang
progresif. Perubahan lainnya yang terkait usia diantaranya adalah
menurunnya konsentrasi gluthion dan kalium, meningkatnya konsentrai
natrium dan kalsium serta meningkatnya hidrasi
2. Traumatika
17
Trauma tumpul (blunt contusion) atau trauma tembus (penetrating injury)
juga trauma akibat operasi mata seperti pada vitrektomi pars plana dan
iridektomi perifer. Pada trauma tembus dan trauma akibat operasi dapat
terjadi kerusakan serat-serat dan perforasi kapsul lensa sehingga aqueous
humor masuk ke dalam lensa dan material lensa membengkak sedangkan
pada trauma tumpul terjadi fokal nekrosis pada epitel lensa akibat tekanan.
3. Komplikasi akibat penyakit mata lainnya seperti:
Inflamasi : Uveitis kronik, endoftalmitis, toxoplasmosis
Tumor: Melanoma koroid
Distrofi : Retinitis Pigmentosa
Malformasi : Mikroftalmus, PHPV, Aniridia
Glaucomflecken (Acute angle closure glaucoma)
Miopia tinggi
4. Penyakit sistemik:
Kelainan metabolik : Diabetes Mellitus, Galaktosemia dan defisiensi
galaktokinase, defisiensi a -galaktosidase (Fabry disease), tetani
(hipokalsemia), Myotonic dystrophy, degenerasi hepatolentikular
(Wilson disease)
Kelainan sirkulasi : Stenosis karotid (oftalmopati iskemik), Takayu
disease
Kelainan kulit (Syndermatotic Cataract): dermatitis atopik, Werner
syndrome
5. Toksin akibat obat-obatan misalnya steroid, klorpromazin,
parasimpatomimetik local dan amiodarone.
6. Radiasi:
Ionizing : Sinar-X, sinar-b , sinar-g
Non-inonizing: sinar UV, sinar infra merah, microwave, sengatan listrik
7. Sindrom-sindrom:
Trisomi 13
Trisomi 18
Trisomi 21
Sindrom Turner
18
Sindrom Lowe
8. Herediter (diwarisi melalui autosom dominan) Seperti pada katarak
congenital
9. Sekunder (Posterior Capsular Opacification/PCO) yaitu, kekeruhan kapsul
posterior setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular.
3.6 Katarak Senilis
3.6.1 Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. 90% orang yang berusia 70 tahun akan
menderita katarak senilis ini. Biasanya katarak ini akan menyerang kedua
mata/bilateral tetapi pada kebanyakan kasus salah satu mata akan menderita
katarak terlebih dahulu daripada mata lainnya.
3.6.2 Patofisiologi
Epitel lensa diyakini mengalami perubahan yang berkaitan dengan usia,
khususnya penurunan kepadatan sel epitel lensa dan penyimpangan diferensiasi
sel serat lensa. Akumulasi penurunan epitel dalam skala kecil dapat menyebabkan
perubahan pembentukan serat lensa dan homeostasis, akhirnya menyebabkan
penurunan transparansi lensa. Terjadi perubahan pada kecepatan transpor air,
nutrien dan antioxidant yang dapat menyebabkan air dan metabolit larut air berat
molekul rendah dapat memasuki sel-sel inti lensa melalui epitel dan korteks
Akibatnya katarak senilis akan terbentuk. erbagai studi menunjukkan peningkatan
produk oksidasi (misalnya, glutathione teroksidasi) dan penurunan vitamin
antioksidan dan enzim superoksida dismutase menyebabkan proses oksidatif pada
cataractogenesis. Mekanisme lain yang terlibat adalah soluble low-molecular
weight cytoplasmic lens proteins to soluble high molecular weight aggregates,
insoluble phases, and insoluble membrane-protein matrices. Hal itu menyebabkan
adanya perubahan pada protein yang menyebabkan fluktuasiyang tiba-tiba pada
indeks bias lensa, sinar cahaya tersebar, dan mengurangi transparansi.
3.6.3 Klasifikasi katarak senilis
Berdasarkan morphologinya, katarak senilis terjadi dalam 2 bentuk yaitu
katarak inti (nuclear) dan katarak kortikal.
19
a) Katarak Inti (Nuclear)
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau
bagian tengah dari lensa. Proses sclerosis lensa menyebabkan lensa menjadi tidak
elastis dan keras yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk berakomodasi
dan dapat menjadi penghalang untuk cahaya yang masuk. Perubahan ini terjadi
dimulai dari bagian sentral yang lama kelamaan berkembang ke daerah perifer dan
dapat mencapai kapsul lensa bila proses tersebut telah matur. Nukleus lensa dapat
menjadi cloudy (Bewarna keabu-abuan) atau tinted (kekuning-kuningan atau
hitam) karena adanya penumpukan pigmen. Dalam prakteknya, bentuk-
bentukyang umum dijumpai adalah katarak brunesens(kecoklat-coklatan), katarak
nigra(hitam), dan katarak rubra(merah).
b) Katarak Kortikal
Katarak ini terjadi karena adanya penurunan level total protein, asam amino,
dan potassium yang disertai dengan adanya peningkatan kosentrasi sodium dan
proses penyerapan air yang berarti dan juga disertai dengan adanya proses
koagulasi protein. Faktor-faktor tersebut menyebabkan proses kekeruhan pada
lensa korteks.
20
Stadium maturasi pada katarak kortikal dapat dibagi menjadi :
1. Lamellar separation
Merupakan stadium paling awal di mana ditandai dengan proses pemisahan
serat-serat lensa kortikal karena adanya cairan. Fenomena ini hanya bisa dilihat
hanya pada pemeriksaan slit lamp dan perubahan ini masih reversible.
2. Katarak insipien
Pada stadium ini terlihat kekeruhan pada lensa namun masih dapat dilihat
bagian-bagian lensa yang masih bersih.
Ada 2 bentuk katarak yang dapat dilihat pada stadium ini:
Tipe Kuneiform
Kekeruhan yang ditandai dengan bentuk seperti jeruji atau wedge shaped
dengan daerah yang bersih diantaranya. Kekeruhan dapat dilihat di bagian
anterior dan posterior korteks yang dapat berkembang menuju ke daerah
pupil. Karena kekeruhan yang terjadi berawal dari bagian perifer dan menuju
ke sentral, gangguan penglihatan yang terjadi biasanya baru disadari pada
stadium akhir.
21
Tipe Kupuliform
Kekeruhan yang terbentuk memberikan gambaran piring di bagian bawah
kapsul yang biasanya berada di tengah dari posterior korteks (Katarak
subkapsular posterior) yang lama kelamaaan akan berkembang ke arah luar.
Katarak ini terbentuk di jalur axial cahaya yang dapat menyebabkan
penurunan visus yang berarti.
Anterior Subcapsular5 Posterior
subcapsular
22
3. Katarak Immatur
Pada stadium ini, proses kekeruhan lensa berkembang lebih lanjut dan lensa
akan tampak seperti putih keabu-abuan dengan area yang bersih di antaranya.
Kekeruhan terjadi terutama di bagian posterior, belum mengenai seluruh
lapisan lensa. Pada pemeriksaan, sinar yang mengenai bagian yang keruh ini
akan dipantulkan kembali sehingga tampak sebagai daerah terang dan tampak
bayangan iris sebagai daerah gelap yang disebut Shadow test (+). Pada
sebagian kasus, lensa dapat tampak seperti bengkak karena adanya proses
penyerapan air, yang disebut juga katarak intumesen. Tahap intumesen ini
juga dapat terjadi pada stadium-stadium berikutnya. Karena adanya
penyerapan air dan lensa menjadi bengkak, bilik mata depan menjadi dangkal
yang dapat menyebabkan glaucoma sekunder.
Katarak Intumesen
4. Katarak Matur
Pada stadium ini lensa telah keruh seluruhnya yang terjadi akibat deposisi ino
Ca yang menyeluruh dan terjadi pengeluaran air sehingga lensa akan
23
berukuran normal kembali. Tidak tampak lagi bayangan iris sebab semua
sinar dipantulkan kembali, Shadow test (-). Kekeruhan seluruh lensa ini bila
dibiarkan terlalu lama maka akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Katarak Matur
5. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur dapat terjadi dalam 2 bentuk:
· Katarak Morgagnian
Pada stadium hipermatur dapat terjadi kerusakan kapsul lensa sehingga isi
korteks yang telah mencair dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang di
bawahnya terdapat nukleus lensa.
· Sclerotic Type hypermature Cataract
24
Pada stadium ini, korteks akan berdisintegrasi dan lensa menjadi mengkerut
akibat kebocoran cairan. Kapsul anterior akan menjadi keriput dan menebal
karena adanya proliferasi sel-sel anterior yang menyebabkan terjadinya
katarak kapsular putih padat. Lensa yang mengkerut juga menyebabkan
bilik depan mata menjadi dalam dan iris menjadi bergetar (Iridodonesis).
Katarak Morgagnian
25
4. Gejala:
3.6.3 Gejala
Silau
Salah satu gejala awal di mana terjadi intoleransi cahaya atau mudah
merasa silau terhadap cahaya atau sinar matahari. Tingkat keparahan
gejala ini dipengaruhi oleh lokasi dan ukuran dari kekeruhan lensa yang
terjadi.
Uniocular polyopi
Penglihatan ganda yang dapat terjadi karena adanya refraksi yang
irregular yang disebabkan karena adanya proses kekeruhan lensa
tersebut.
Halo atau warna di sekitar sumber cahaya
Hal ini disebabkan oleh adanya pemecahan cahaya putih ke spectrum
bewarna yang disebakan karena adanya tetes air di dalam lensa.
Bintik hitam di depan mata
Penglihatan menjadi kabur dan berkabut
Hilangnya penglihatan
Gejala ini biasanya tidak sakit dan bersifat progresif.
26
Pasien dengan kekeruhan lensa di bagian sentral (katarak kupuliform)
akan mengalami kehilangan penglihatan dini dan penglihatan akan
membaik jika pupil sedang berdilatasi pada cahaya yang remang (day
blindness).
Pasien dengan kekeruhan lensa di bagian perifer (katarak kuneiform),
hilangnya penglihatan akan lebih lambat dan penglihatan akan
membaik saat pupil berkontraksi Pasien dengan katarak nuclear akan
mengalami penurunan kemampuan penglihatan jauh di mana
cenderung dapat membaca tanpa kaca mata presbiopia. Perbaikan
kemapuan baca ini disebut second sight.
Dengan adanya proses kekeruhan lensa yang berkelanjutan,
kemampuan penglihatan akan berkurang sampai hanya dapat
menerima persepsi cahaya saja.
3.6.4 Pemerikaan Penunjang
1. Tes visus
Bergantung dari lokasi dan stadium maturasi katarak, visus dapat
berkisar dari 6/9 sampai hanya dapat melihat persepsi cahaya saja.
2. Pemeriksaan penyinaran miring / Oblique illumination examination
Pemeriksaan ini untuk melihat warna lensa di sekitar pupil yang dapat
bervariasi pada berbagai macam katarak.
3. Iris shadow test
Tujuan tes bayangan adalah untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa.
Dasar pemeriksaan adalah makin sedikit lensa keruh pada bagian
posterior maka makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh
tersebut, sedang makin tebal kekeruhan lensa makin kecil bayangan iris
pada lensa.
27
Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh
terhadap pupil berarti lensa belum kerih seluruhnya (belum sampai
ke depan) ; ini terjadi pada katarak imatur, keadaan ini disebut
shadow test (+).
Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terdapat pupil
berarti lensa sudah keruh seluruhnya (sampai pada kapsul anterior)
terdapat pada katarak matur, keadaan ini disebut shadow test (-).
Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil
serta terletak jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada
lensa besar dan keadaan ini disebut pseudopositif.
3.6.5 Penatalaksanaan
Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai
menjadi cukup padat (Matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namin
pada stadium perkembangan yang paling dini katarak dapat didekteksi melalui
pupil yang berdilatasi maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp.
Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan
lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow).
Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan
kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur. Katarak hipermatur, lensa
akan mengeriput sehingga shadow test akan menunjukkan hasil yang negatif.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan
slitlamp, funduskopi bila mungkin, tonometer juga pemeriksaan prabedah lainnya
seperti adanya infeksi pada kelopak mata dan konjungtiva karena dapat
28
menimbulkan penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah. Sebelum
pembedahan juga harus dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan untuk melihat
apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Misalnya pada
katarak nuclear tipis dengan myopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang
tidak sesuai sehingga mungkin penglihatan yang turun adalah akibat dari kelainan
retina dan bila dilakukan pembedahan akan memberikan hasil tajam penglihatan
yang tidak memuaskan. Penatalaksanaan katarak dilakukan berdasarkan
pemeriksaan pasien dan faktofaktor penyulit yang mungkin ada. Evaluasi pasien
yang penting antara lain: apakah penurunan kemampuan visual pasien dapat
ditolong dengan operasi, apakah akan terjadi perbaikan visus jika operasi
dilakukan tanpa komplikasi, apakah pasien atau keluarga dapat dipercaya untuk
perawatan posoperatif, apakah opasitas lensa berpengaruh terhadap kondisi
sistemik dan okuler pasien. Beberapa pengobatan non-bedah mungkin efektif
sementara untuk fungsi visual pasien katarak. Sebagai contoh, keadaan refraksi
dapat ditingkatkan dengan koreksi untuk penglihatan jauh dan dekat. Dilatasi
pupil mungkin dapat membantu pada katarak aksialis yang kecil dengan cahaya
yang lewat melalui bagian perifer lensa.
Penatalaksanaan medical pada katarak secara ketat dilakukan. Penghambat
aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol,
menunjukkan pencegahan katarak karena gula. Agen antikatarak lainnya termasuk
sorbitol lowering agent, aspirin, glutathione raising agent dan antioksidan vitamin
C dan E. Obat yang dikenal di pasaran dapat memperlambat proses pengeruhan
antara lain Catalin, Quinax, Catarlen dan Karyuni. Beberapa pasien dengan fungsi
visual terbatas dapat dibantu dengan alat Bantu optik bila operasi belum bisa
dilakukan. Dengan monokuler 2,5x2,8 dan 4x lebih dekat ke objek, penggunaan
magnifier, teleskop dapat membantu membaca dan kerja dekat. Katarak akan
mengurangi kontras dan menyebabkan kabur. Panjang gelombang yang pendek
menyebabkan penyebaran warna, intensitas dan jarak cahaya, jika pasien mampu
mengatasinya terutama pada kondisi terang, penggunaan lensa absortif mampu
mengurangi disabilitas. Pasien dapat dioperasi bila ada kemauan dari pasien itu
sendiri untuk memperbaiki visus yang biasanya baru disadari setelah terjadi
gangguan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
29
Keputusan untuk melakukan operasi harus didasarkan pada kebutuhan
visual pasien dan potensi kesembuhannya. Secara umum, indikasi operasi katarak
bila terdapat kondisi stereopsis, penyusutan lapangan pandang perifer dan gejala
anisometropia. Indikasi medical dilakukannya operasi termasuk pencegahan
komplikasi seperti glaucoma fakolitik, glaucoma fakomorfik,uveitis facoantigenik
dan dislokasi lensa ke bilik mata depan. Indikasi tambahanya adalah untuk
diagnosis atau penatalaksanaan penyakit okuler lainnya, seperti retinopati diabetik
atau glaucoma. Pengobatan katarak pada intinya hanya dapat dilakukan dengan
pembedahan.7 Namun berbagai macam cara pengobatan non-bedah dapat
membantu pada berbagai macam kondisi tertentu sampai proses operasi
pembedahan dapat dilakukan
1. Pengobatan non-bedah
a. Pengobatan penyebab dari katarak
Pengobatan penyebab dari katarak sangat penting dilakukan untuk
menghentikan atau memperlambat perjalanan penyakit katarak sehingga proses
pembedahan dapat ditunda.
Mengobati dan mengkontrol Diabetes Mellitus
Penghentian pemakaian obat-obatan yang bersifat kataraktogenik seperti
kortikosteroid, phenothiazine, dan miotics
b. Meningkatan kemampuan penglihatan pada penderita katarak imatur dan
katarak insipien
Pemakaian kaca mata hitam pada penderita katarak sentralakan sangat
membantu
Refraksi, di mana dapat berubah dalam jangka waktu yang lumayan
singkat, harus selalu dikontrol secara berkala
Pengaturan pencahayaan. Pada pasien dengan kekeruhan lensa bagian
perifer, pencahayaan yang terang dapat membantu meningkatan
kemampuan penglihatan. Sebaliknya, pada penderita katarak dengan
kekeruhan lensa bagian sentral membutuhkan pencahayaan yang redup
untuk mendapatkan penglihatan yang baik.
Penggunaan mydriatic dapat membantu menigkatkan penglihatan.
30
penghambat aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol, menunjukkan pencegahan katarak karena gula.
Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol lowering agent, aspirin,
glutathione raising agent dan antioksidan vitamin C dan E juga dapat
menghambat proses kekeruhan lensa.
2. Pembedahan
Indikasi :
Memperbaiki kemampuan penglihatan Tindakan pembedahan dilakukan jika
katarak tersebut telah mengganggu aktivitas sehari-hari penderita
Adanya Indikasi medis Terkadang visus penderita masih bagus dan masih
dapat melakukans kegiatan sehari-hari, namun tindakan pembedahan dapat
dianjurkan jika ada indikasi medis seperti:
o Lens Induced glaucoma
o Phacoanaphylactic endophtalmitis
o Penyakit-penyakit pada retina seperti retinopati diabetes atau ablasi retina
di mana pengobatannya dihambat oleh adanya kekeruhan lensa
Indikasi kosmetik Untuk mendapatkan kembali pupil yang bewarna hitam
3. Evaluasi preoperatif
Sebelum melakukan tindakan pembedahan, pemeriksaan secara keseluruhan
harus dilakukan.
Pemeriksaan kesehatan umum
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan fungsi retina
Menilai apakah ada infeksi local pada mata
Pemeriksaan bilik mata depan dengan slit lamp
Pemeriksaan tekanan bola mata
4. Pengobatan Preoperatif
Antibiotik topical
Preparasi pada mata sebelum operasi dilakukan
Informed consent
Menurunkan tekanan bola mata (IOP)
Menjaga agar pupil tetap berdilatasi
31
Teknik anestesi yang digunakan:
1. Lokal
Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah anestesi
lokal. Adapun anestesi lokal dilakukan dengan teknik:
a. Topikal anestesi
b. Sub konjungtiva ( sering digunakan ) obat anestesi yang dipakai Lidokain
+ Markain (1:1)
c. Retrobulbaer
d. Parabulbaer
2. Umum
Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, bayi dan anak.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih
dari bertahun- tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari
metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan
dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material,
dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2
tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra
capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara
umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering
digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Oleh karena
itu, zonule atau ligamen hialoidea yang telah berdegenasi dan lemah adalah
salah satu dari indikasi dari metode ini. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer. Dapat dilakukan di tempat dengan fasilitas bedah mikroskopis
yang terbatas, pada kasus-kasus yang tidak stabil seperti intumescent,
hipermatur, dan katarak luksasi, jika zonular tidak berhasil dimanipulasi untuk
mengeluarkan nukleus dan korteks lensa melalui prosedur ECCE.
32
Kontraindikasi:
Kontraindikasi absolut pada katarak anak dan dewasa muda dan kasus ruptur
kapsula traumatic. Sedangkan kontraindikasi relatif pada high myopia, marfan
syndrome, katarak morgagni, dan adanya vitreous di bilik mata depan.
Komplikasi:
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
33
Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan meninggalkan kapsul
posterior yang masih intak. ECCE melalui ekspesi nukleus prosedur utama
pada operasi katarak. Pelaksanaan prosedur ini tergantung dari ketersediaan
alat, kemamppuan ahli bedah dan densitas nukleus. Pada saat ini hampir semua
kasus untuk katarak dilakukan pembedahan dengan teknik ini kecuali jika ada
kontraindikasi.9 Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien
dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra
ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan
kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular
edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. Kontraindikasi
yaitu adanya subluksasi dan dislokasi dari lensa. Prosedur ECCE memerlukan
keutuhan dari zonular untuk pengeluaran nukleus dan materi kortikal lainnya.
Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh pelaksanaan prosedur yang aman
melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.
34
Keuntungan ECCE dibandingkan dengan ICCE:
ECCE dapat dilakukan pada penderita di semua usia kecuali jika zonule
tidak intak, sedangkan pada ICCE tidak dapat dilakukan pada penderita
usia di bawah 40 tahun.
Pada ECCE dapat dilakukan implantasi IOL sedangkan pada ICCE tidak
dapat dilakukan
Komplikasi postoperative yang berhubungan dengan vitreous (herniasi
pada bilik mata depan, papillary blok, vitreous touch syndrome) hanya
dapat terjadi pada ICCE, sedangkan pada ECCE komplikasi tersebut tidak
dapat terjadi.
35
Insidens untuk komplikasi seperti endoftalmitis, cystoid macular edema,
dan ablasi retina lebih kecil pada ECCE dibandingkan dengan teknik ICCE
Kemungkinan astigmatisme postoperative lebih kecil pada ECCE
dibandingkan dengan ICCE karena insisi yang dilakukan lebih kecil
Keuntungan ICCE dibandingkan dengan ECCE:
Teknik ICCE lebih simple, mudah dilakukan, lebih murah dan tidak
memerlukan alat yang canggih.
Komplikasi kekeruhan lensa posterior pasca operasi sangat mungkin
terjadi pada proses ECCE, tidak dengan teknik ICCE
ICCE membutuhkan waktu yang relatif singkat, cocok untuk operasi
massal
Ada 3 macam tipe dari ECCE:
Conventional extracapsular cataract Insicion (ECCE)
Manual small incision cataract surgery (SICS)
Phacoemulsification.
Phakoemulsifikasi
Prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan
gelombang ultrasonic (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Pada tehnik ini
diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic
akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan
menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra
Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari.10 Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan
katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.
36
SICS
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena
biaya yang lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk
dilakukan dan mempunyai aplikasi yang lebih luas. Sesudah ekstraksi katarak
mata tak mempunyai lensa lagi yang disebut afakia. Tanda-tandanya adalah bilik
mata depan dalam, iris tremulans dan pupil hitam. Pada (pseudofakia)
Menggunakan lensa kontak
Menggunakan kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat, dan tidak nyaman.
Kacamata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua
kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis.
37
38
Kelebihan Conventional ECCE dibandingkan SICS:
Teknik yang lebih simple yang dapat dipelajari dalam waktu yang relatif lebih
singkat
Kekurangan Conventional ECCE dibandingkan SICS:
Insisi yang panjang (10-12mm)
Jahitan yang dibutuhkan banyak
Membutuhkan tindakan lepas jahitan yang rentan terhadap infeksi
Iritasi dan abses pada suture postoperasi
Insiden yang cukup tinggi untuk astigmatisme pasca operasi
Prolaps iris, bilik mata depan menjadi dangkal, kebocoran jahitan dapat terjadi
Prolaps vitreous, operative hard eye, dan expulsive choroidal hemorrage dapat
Terjadi
Keuntungan SICS dibandingkan dengan phacoemulsifikasi
Dapat dilakukan pada semua jenis katarak, termasuk hard cataract grade IV dan
V
Prosedur yang lebih mudah untuk dipelajari dibandingkan dengan teknik
phacoemulsifikasi
Keuntungan yang paling signifikan dari SICS adalah tidak bergantung pada
mesin dan dapat dilakukan di mana saja
Komplikasi postoperasi lebih jarang
Waktu operasi yang dibutuhkan relatif lebih singkat
Biaya yang dibutuhkan lebih murah
Kekurangan SICS dibandingkan dengan phacoemulsifikasi
Injeksi konjungtiva selama 5-7 hari pada tempat dilakukannya pembedahan
Nyeri tekan yang ringan karena adanya insisi pada sclera
Terkadang postoperative hyphema dapat terjadi
Astigmatisma post operasi lebih mungkin terjadi karena insisi SICS (6mm)
lebih besar dibandingkan dengan phakoemulsifikasi
Pemasangan Lensa Tanam (IOL)
39
Merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang dipakai
sampai saat ini yaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa tipe dari
IOL berdasarkan metode fiksasinya di mata:
Anterior Chamber IOL
Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber. ACIOL
ini dapat ditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang dipakai
karena mempunyai resiko tinggi terjadinya bullous Keratopathy.
Iris-Supported lenses
Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang
dipakai karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post
operatif
40
Posterior chamber lenses
PCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus siliar atau
oleh capsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai:
o Rigid IOL
Terbuat secara keseluruhan dari PMMA
o Foldable IOL
Dipakai untuk penanaman melalui insisi yang kecil(3,2mm) setelah
tindakan phacoemulsifikasi dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel dan
collaner
o Rollable IOL
IOL yang paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada phakonit
teknik, terbuat dari hydrogel.
41
Indikasi pemasangan IOL:
Sebaliknya pemasangan IOL dilakukan pada setiap operasi katarak, kecuali ada
kontraindikasinya.
Pseudophakia
Adalah keadaan aphakia ketika sudah dipasang lensa tanam (IOL). Keadaan
setelah pemasangan lensa tanam:
Emmetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam tepat. Pasien yang demikian
hanya membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekat saja
Consecutive Myopia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang
demikian membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga
membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekatnya
Consecutive Hypermetropia
Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam underkoreksi
sehinggamembutuhkan kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan
tambahan +2D, +3D untuk penglihatan dekatnya.
Tanda-tanda pseudophakia:
o Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus
o Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata
normal
o Iridodonesis ringan
o Purkinje image test menunjukkan empat gambaran.
o Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil
maka akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi
dengan mendilatasi pupil.
o Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL yang
ditanam.
Perawatan Pasca Bedah
Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
42
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda beratselama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2
bulan. Matanyadapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika
nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya
dilindungi pakaikacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat
melihat dengan baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata
permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ) Selain itu juga akan diberikan
obat untuk :
- Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang
menyayat maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang
mungkin timbul benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang
digunakan saat pembedahan
- Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap
rutin dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi
karena kebersihan yang tidak sempurna.
- Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna
untuk mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
- Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi
pasca bedah.
3.6.7 Komplikasi
Komplikasi katarak dapat dibagi menjadi:
· Komplikasi preoperative
· Komplikasi intraoperative
· Komplikasi postoperative dini
· Komplikasi postoperative lanjut
· Komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan IOL
Komplikasi preoperative
· Kecemasan
Dapat diberikan obat-obatan anxiolitik seperti diazepam 2-5 mg pada saat
mau tidur.
· Mual dan gastritis
43
Dapat menderita mual dan gastritis akibat obat yang diberikan sebelum
tindakan operasi seperti acetazolamide, glycerol sehingga dapat diberikan
antasid oral untuk meredakan gejala
· Konjungtivitis iritan atau alergi
Dapat terjadi karena obat topical antibiotik yang diberikan sebelum
tindakan operasi sehingga tindakan operasi harus ditunda sampai 2 hari
dan dilakukan penghentian obat tersebut
· Abrasi kornea
Dapat terjadi karena tindakan pengukuran tonometri yang salah sehingga
harus diberikan antibiotik ointment dan tindakan ditunda selama 2 hari.
· Komplikasi yang terjadi karena anestesi local
- Pendarahan Retrobulbar karena adanya blok pada retrobulbar
sehingga harus diberikan pilocarpine 2% dan tindakan ditunda
selama 1 minggu
- Oculocardiac reflex di mana dapat terjadi bradikardia dan aritimia
karena adanya blok pada retrobulbar sehingga dapat diberikan
atropine intravena.
- Perdarahan subkonjungtiva yang kadang-kadang dapat terjadi
namun tidak memerlukan tindakan lebih lanjut.
- Dislokasi dari lensa secara spontan terutama pada pasien dengan
zonul yang lemah dan telah berdegenerasi terutama pada katarak
yang hipermatur.
Komplikasi tindakan pembedahan
1. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
injuri pada iris/ iridodialisis, jatuhnya nucleus ke dalam rongga
vitreous.
2. Komplikasi dini pasca operatif
o Hyphema
o COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil
44
dan siliar, edema stroma dan epitel , hipotonus, brown-McLean
syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)
o Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
o Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti
penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis
anterior kronik dan endoftalmitis.
o Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
o Endoftalmitis bacterial yang biasanya timbul 3-4 hari setelah operasi
dengan gejala: sakit, penurunan vidud, edema pada kelopak,
chemosis pada konjungtiva, injeksi sirkumsiliari, hipopion, dan
hilangnya refleks pupil
3. Komplikasi lambat pasca operatif
Ablasio retina
Cystoid macular Edema, yaitu akumulasi cairan dengan bentuk kista
di lapisan henle pada macula. Pada pemeriksaan fundus, terlihat
honeycomb appearance.
Endoftalmitis kronik yang timbul karena organisme dengan virulensi
rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
Penumbuhan epitel konjungtiva ke anterior chamber melalui defek
pada insisi yang lama-kelamaan dapat menyebabkan glaukoma.
Glaukoma yang terjadi karena aphakia dan pseudoaphakia.
Sisa-sisa dari kekeruhan lensa yang berada di antara anterior dan
posterior kapsul yang dikelilingi oleh jaringan fibrin atau darah.
Tipe proliferative karena adanya sel-sel epitel anterior yang
tertinggal yang dapat tumbuh ke arah kapsul posterior dan dapat
menyebabkan kekeruhan.
4. Komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan IOL
Cystoid Macular Edema, kerusakan pada epitel kornea, uveitis, dan
glaucoma sekunder
Malposisi dari IOL
45
Sun set syndrome (Subluksasi inferior dari IOL)
Sun rise syndrome (Subluksasi superior dari IOL)
Lost lens syndrome yaitu dislokasi IOL ke vitreous cavity.
3.6.8 Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah
katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart.
46
BAB 4
KESIMPULAN
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. 90% orang yang berusia 70 tahun akan
menderita katarak senilis ini. Biasanya katarak ini akan menyerang kedua
mata/bilateral tetapi pada kebanyakan kasus salah satu mata akan menderita
katarak terlebih dahulu daripada mata lainnya. Kekeruhan pada katarak senilis
dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Berdasarkan
morphologinya, katarak senilis terjadi dalam 2 bentuk yaitu katarak inti (nuclear)
dan katarak kortikal. Secara klinis, katarak senilis dapat dibedakan menjadi
katarak insipien, katarak imatur, katarak matur, dan katarak hipermatur. Gejala
pada
Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak
senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak
belum matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan
penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit
seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma. Ada beberapa pilihan
untuk teknik pembedahan pada kasus katarak, antara lain: ECCE (Extracapsular
Cataract Extraction), ICCE (Intracapsular Cataract Extraction), SICS (Small
Incision Cataract Surgery) dan Fakoemulsifikasi. Prosedur yang paling popular di
Indonesia adalah teknik ECCE karena beberapa keuntungan yang dimilikinya
disertai engan pemasangan lensa tanam untuk dapat mengembalikan visus paling
sempurna. Apabila pembedahan masih belum dapat dilakukan, dapat diberikan
penghambat aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversiglukosa
menjadi sorbitol, menunjukkan pencegahan katarak karena gula begitu jugaagen
antikatarak lainnya termasuk sorbitol lowering agent, aspirin, glutathione
raisingagent dan antioksidan vitamin C dan E. Obat yang dikenal di pasaran
dapatmemperlambat proses pengeruhan antara lain Catalin, Quinax, Catarlen dan
Karyuni. Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah
katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
47
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart.
48
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophtalmology. The Eye M.D Association. “Basic and
clinical Science Course . Section 11: Lens and Cataract, Chapter VIII-IX”
Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta
Kahnen, T. 2005.Cataract and Refractive Surgery, Penerbit Springer : Germany,
hal 19.
Khurana AK. Clinical Methods in Ophtalmology. New Age International :
New Delhi.
Lang, Gerhard K. 2000. Opthalmology, A short Textbook, Penerbit Thieme
Stuttgart : New York, hal 173-185
Vaughan D.G, Asburry T., Riordan-Eva P., Suyono Y.J. (ed). 2000. Oftalmologi
Umum, Widya Medika, Jakarta
Wijana, Nana, S.D. 1993. Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, Penerbit Abadi
Tegal, 190-196
Zorab, A. R, Straus H, Dondrea L. C, Arturo C, Mordic R, Tanaka S, et. All.
2005. Lens and Cataract. Chapter 5 Pathology page 45-69. Section 11.
49