UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI...

105
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPEUTIK DAN PKRT PERIODE 1-24 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AMALIA RIZQI, S.Farm. 1306343353 ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2014 Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Transcript of UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI...

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI

PRODUK TERAPEUTIK DAN PKRT

PERIODE 1-24 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

AMALIA RIZQI, S.Farm.

1306343353

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI 2014

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI

PRODUK TERAPEUTIK DAN PKRT

PERIODE 1-24 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

AMALIA RIZQI, S.Farm.

1306343353

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

JULI 2014

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga panulis dapat menyelesaikan penulisan dan

penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini yang dilaksanakan di

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia selama satu bulan, yaitu

tanggal 1-24 April 2014.

PKPA di pemerintahan merupakan rangkaian dari kegiatan pendidikan profesi

apoteker yang bertujuan untuk memantapkan pemahaman mahasiswa secara

komprehensif berkaitan dengan peran apoteker di bidang pemerintahan, khususnya di

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selama

pelaksanaan proses pembelajaran tersebut penulis tidak lepas dari bantuan, bimbingan,

dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia.

2. Dr. Hayun, M.Si., Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

3. Bapak Dr. Roy A. Sparringa, M. App. Sc., selaku Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan Republik Indonesia

4. Bapak Bayu Wibisono, S.Si, Apt. selaku Pembimbing dari Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia atas kesabarannya dalam

membimbing serta memberikan waktu dan arahan yang berharga kepada penulis,

5. Dr. Harmita, Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis

melaksanakan PKPA serta dalam penulisan laporan ini.

6. Seluruh pembimbing dalam setiap kegiatan di Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia atas kerjasama, bantuan, dan informasi yang diberikan kepada

penulis,

7. Orang tua dan keluarga besar tercinta atas segala doa, kasih sayang, dan dukungan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

v

moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis, serta

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung

maupun tidak langsung membantu PKPA ini sejak mulai pelaksanaan hingga

selesainya penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

penyempurnaannya sangat penulis harapkan agar kelak dapat memberikan manfaat

untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Amin

Penulis

2014

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Amalia Rizqi, S. Farm. NPM : 1306343353 Program Studi : Apoteker - Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik dan PKRT Periode 1-24 April 2014

 

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang organisasi, tugas, dan fungsi BPOM khususnya di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. Selain itu praktek kerja ini juga Memperoleh pengetahuan mengenai peran, tugas, dan fungsi apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM khususnya di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. Selama melaksanakan PKPA di BPOM juga dilakukan studi kasus mengenao penarikan kembali di yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami proses dilakukanya penarikan kembali atau recall produk terapetik di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. Kata kunci : Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT, Penarikan Kembali Tugas umum : viii + 59 halaman; 1 tabel; 9 lampiran Tugas khusus : vii + 19 halaman; 1 tabel; 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 10 (1998-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 (2009-2011)

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

Universitas Indonesia

ABSTRACT Name : Amalia Rizqi, S. Farm. NPM : 1306343353 Program Study : Apothecary profession Title : Report of Apothecary Profession Internship at National

Agency of Drug and Food Control (NA-DFC) Directorate of Production Control of Therapeutic Product and Household Medical Supplies on April 1st-24th 2014

Apothecary Profession Internship (PKPA) at National Agency of Drug and Food Control (NA-DFC) aimed to understand the organization, duties, and functions of NA-DFC, especially at Directorate of Production Control of Therapeutic Product and Household Medical Supplies, and also to understand the duties and functions of apothecary at NA-DFC. The title of special assignment was Recall Case Study of Product X in Directorate of Production Control of Therapeutic Product and Household Medical Supplies, which aimed to understand process of recall at Directorate of Production Control of Therapeutic Product and Household Medical Supplies. Keywords : Directorate of Production Control of Therapeutic Product

and Household Medical Supplies, National Agency of Drug and Food Control (NA-DFC), Recall

General Assignment : viii + 59 pages; 1 tables; 9 appendices Special Assignment : vii + 19 pages; 1 tables; 1 appendices Bibliography of General Assignment: 10 (1998-2013) Bibliography of Specific Assignment: 3 (2009-2011)

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

vi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian........................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN

MAKANAN REPUBLIK INDONESIA ......................................... 3

2.1 Landasan Hukum Terkait Kegiatan Kefarmasian di BPOM RI ... 3

2.2 Latar Belakang BPOM RI........................................................... 6

2.3 Definisi BPOM RI ...................................................................... 7

2.4 Filosofi Logo BOM RI ............................................................... 8

2.5 Visi dan Misi BPOM RI ............................................................. 9

2.6 Tugas Pokok dan Fungsi BPOM RI ............................................ 9

2.7 Budaya Organiasi BPOM RI ...................................................... 10

2.8 Kewenangan BPOM RI .............................................................. 10

2.9 Prinsip Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM)

BPOM RI ................................................................................... 11

2.10 Kerangka Konsep SisPOM BPOM RI ...................................... 11

2.11 Target Kinerja BPOM RI ......................................................... 12

2.12 Struktur Organisasi BPOM RI .................................................. 12

2.13 Organisasi dan Tata Kerja BPOM RI ........................................ 13

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS BADAN PENGAWAS OBAT DAN

MAKANAN REPUBLIK INDONESIA ......................................... 24 3.1 Landasan Hukum........................................................................ 24

3.2 Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan PKRT ................................................................... 24

3.3 Visi dan Misi Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan PKRT ................................................................... 25

3.4 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT ....................................................... 25

3.5 SubdirektoratInspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik

dan PKRT .................................................................................. 26

3.6 SubdirektoratHarga Obat dan Farmakoekonomi ......................... 28

3.7 SubdirektoratPengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB 30

3.8 Hasil Pengawasan Post-Market dan Pemeriksaan Sarana

Produksi Produk Terapetik Tahun 2013 ...................................... 31

3.9 Hasil Penyusunan Peraturan dan Standar di Bidang Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT ........................................ 32

BAB 4 PELAKSANAAN PKPA ................................................................. 35

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

vii Universitas Indonesia

BAB 5 TEORI PEMBAHASAN ................................................................. 39

5.1 Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan

PKRT ......................................................................................... 39

5.2 Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis

CPOB ......................................................................................... 45

5.3 Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi ........................ 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 56

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 56

5.2 Saran ........................................................................................... 56

DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 58

LAMPIRAN .................................................................................................. 59

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

viii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia ......................................................................... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi BPOM RI ................................................ 60

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan PKRT .............................................................. 61

Lampiran 3. Alur Kerja Sertifikasi CPOB ................................................. 62

Lampiran 4. Alur Kerja Persiapan Inspeksi CPOB .................................... 63

Lampiran 5. Alur Kerja Pelaksanaan Inspeksi CPOB ................................ 64

Lampiran 6. Alur Kerja Laporan Inspeksi CPOB ...................................... 65

Lampiran 7. Alur Kerja Inspeksi Luar Negeri Pre-Market ......................... 66

Lampiran 8. Alur Kerja Inspeksi Luar Negeri Post-Market ....................... 67

Lampiran 9. Alur Kerja Pelaksanaan Sampling ......................................... 68

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik, dan pangan

semakin banyak mempromosikan produknya dengan berbagai klaim yang

menggiurkan masyarakat. Tingkat pertumbuhan produk baik jenis dan jumlahnya

disertai kecenderungan pola konsumsi masyarakat yang terus meningkat karena

promosi berlebihan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang keamanan

dan manfaatnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengawasan, regulasi, dan

standardisasi dari pemerintah yang bertujuan untuk melindungi kepentingan

konsumen, kesehatan masyarakat, dan perlindungan kelestarian fungsi lingkungan

serta berbagai acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan yang transparan.

Dalam hal ini pengawasan tersebut dilakukan oleh Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM) yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 103

Tahun 2001. BPOM merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK)

yang bertugas melaksanakan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM)

yang efektif sehingga mampu mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk-

produk tersebut guna melindungi keamanan, keselamatan, dan kesehatan

konsumen. BPOM sebagai bagian integral dari pembangunan kesehatan harus

mampu mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut secara tepat.

BPOM mengawasi peredaran berbagai produk komoditi di Indonesia, baik

yang berasal dari pasar nasional maupun internasional. BPOM bertugas melakukan

pengawasan obat dan makanan yang beredar di masyarakat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Untuk mencapai visi dan misi BPOM dalam

pengawasan obat dan makanan maka diperlukan peran sumber daya manusia yang

profesional, kredibel, cepat, dan tanggap.

PKPA di pemerintahan yang berperan dalam perumusan kebijakan perlu

dilakukan oleh seorang calon apoteker karena merupakan salah satu tempat yang

berkaitan dengan kefarmasian. Apoteker pasti berhubungan dengan pemerintah

sehingga diperlukan pengalaman dan kompetensi di bidang ini. Peran pemerintah

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

2

Universitas Indonesia

tidak dapat dipisahkan dalam pengawasan obat dan makanan yang beredar di

masyarakat.

Program Profesi Apoteker Universitas Muhammadiyah Profesor dr. Hamka

(UHAMKA), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB),

Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), dan Universitas Padjajaran

(UNPAD) bekerja sama dengan BPOM untuk menyelenggarakan PKPA dalam

rangka memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman, dan gambaran singkat

peran apoteker dalam pengawasan obat dan makanan guna mempersiapkan calon

apoteker menjadi tenaga yang profesional dan terampil di bidang pemerintahan,

khususnya dalam bidang obat dan makanan sehingga dapat memberikan kontribusi

yang positif. PKPA ini dilaksanakan pada tanggal 1-24 April 2014 di Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia yang teletak di Jalan Percetakan

Negara No. 23, Jakarta Pusat, tepatnya di Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).

1.2. Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan POM bagi mahasiswa

program profesi apoteker adalah:

a. Memperoleh pengetahuan tentang organisasi, tugas, dan fungsi BPOM

khususnya di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT.

b. Memperoleh pengetahuan mengenai peran, tugas, dan fungsi apoteker di Badan

Pengawas Obat dan Makanan BPOM khususnya di Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM BPOM REPUBLIK INDONESIA

2.1. Landasan Hukum Terkait Kegiatan Kefarmasian di BPOM RI

1. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden

Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,

Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian.

2. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004.

3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 Tahun 2010 tentang Penetapan Visi dan

Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian

Izin Apotek

5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana

Regitrasi Obat.

6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.01.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

4

Universitas Indonesia

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82/Menkes/SK/I/1996 tentang

Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan

8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.01.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara

Distribusi Obat yang Baik

9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.01.05.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan

Olahan

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.01.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis

Kosmetika

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 43 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

HK.03.01.05.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran

Pangan Olahan

12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

HK.03.01.23.08.11.07517 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan

Kosmetika

13. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana

Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka

14. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata Laksana Pendaftaran

Suplemen Makanan

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 Tahun 2008 tentang Registrasi Obat

16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012

tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

5

Universitas Indonesia

17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012

tentang Registrasi Obat Tradisional

18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012

tentang Bahan Tambahan Pangan

19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi

20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1175/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika

21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi

22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika

23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat

24. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 23/M-

Dag/Per/9/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 44/M-Dag/Per/9/2009 tentang Pengadaan,

Distribusi, dan Pengawasan Bahan Berbahaya

25. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 24/M-

Ind/Per/5/2006 tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan

Berbahaya untuk Industri

26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 tentang

Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik

27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983 tentang

Pelaksanaan KUHAP

28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan

29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika

30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang

Tenaga Kesehatan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

6

Universitas Indonesia

31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang

Prekursor

32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasian

33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label

dan Iklan Pangan

34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang

Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

35. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

36. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

37. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

38. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

39. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotopika

40. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana

41. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

2.2. Latar Belakang BPOM RI

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan

signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika, dan alat

kesehatan. Industri-industri tersebut menggunakan teknologi modern untuk

memproduksi produknya dalam skala yang sangat besar dan mencakup berbagai

produk. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang

makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam

waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan

distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.

Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung terus

meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola

konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk

dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

7

Universitas Indonesia

pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi

secara berlebihan dan sering tidak rasional.

Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya

hidup konsumen pada realitasnya akan meningkatkan resiko. Pemerintah dalam

upaya perlindungan konsumen mempunyai peran yang penting selaku penengah di

antara kepentingan pelaku usaha dan konsumen agar masing-masing pihak dapat

berjalan seiring tanpa saling merugikan satu sama lain. Pemerintah

bertanggungjawab atas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan

konsumen untuk menjamin diperolehnya hak dan dipenuhinya kewajiban

konsumen dan pelaku usaha. Berdasarkan hal-hal tersebut, diperlukan suatu

lembaga yang dapat melakukan pengawasan terhadap produsen, iklan dan promosi,

serta penyebaran produk obat dan makanan sehingga produk yang beredar

memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu. Selain itu, diperlukan juga lembaga

yang dapat memberikan edukasi kepada masyarakat agar dapat memilih produk

dengan lebih cermat guna meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dibutuhkan Sistem Pengawasan Obat

dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien serta mampu mendeteksi dan

melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi syarat, kemanan, khasiat,

dan mutu. Oleh karena itu, melalui Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001,

maka dibentuklah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yakni Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) yang bertugas melaksanakan sistem

pengawasan obat dan makanan yang efektif sehingga mampu mendeteksi,

mencegah, dan mengawasi produk-produk tersebut guna melindungi keamanan,

keselamatan, dan kesehatan konsumen. BPOM RI dipimpin oleh Kepala BPOM

berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Dalam melaksanakan

tugasnya, BPOM RI dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan.

2.3. Definisi BPOM RI

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2013 tentang perubahan

ke-7 atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,

Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah

Non Departemen yang menyatakan BPOM RI merupakan Lembaga Pemerintah

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

8

Universitas Indonesia

Non Kementrian (LPNK) yang bertanggungjawab kepada Presiden agar fokus

melaksanakan tugas pemerintahan bidang pengawasan obat dan makanan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam

melaksanakan tugasnya BPOM RI dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan,

khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah

lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul. BPOM RI dipimpin oleh

seorang Kepala Badan.

2.4. Filosofi Logo BPOM RI

Filosofi Logo BPOM RI dapat dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia

Logo Filosofi

Unsur pertama dalam logo BPOM RI adalah tameng

yang melambangkan perlindungan terhadap masyarakat

dari penggunaan obat dan makanan yang tidak

memenuhi persyaratan mutu

Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat

sebagai tanda checklist yang merepresentasikan trust

atau rasa kepercayaan

Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur

kedua adalah karena elang memiliki pandangan yang

tajam sesuai dengan fungsi BPOM RI yang

bertanggungjawab melindungi masyarakat dengan

mengawasi penggunaan obat dan makanan di Indonesia

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

9

Universitas Indonesia

Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal

melambangkan langkah ke depan yaitu Direktorat

Jenderal POM yang berubah menjadi BPOM RI.

Selain itu dapat juga dilihat sebagai representasi

keadaan BPOM RI sebagai badan yang memberikan

perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau)

terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha

obat dan makanan (garis biru tipis)

Tampak logo secara keseluruhan memadukan unsur-

unsur tersebut dalam satu kesatuan yang padu dan

serasi sehingga peletakan tulisan BPOM RI secara

tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan

warna biru pekat menggambarkan perlindungan dan

warna hijau menggambarkan scientific base

2.5. Visi dan Misi BPOM RI

2.5.1. Visi

Menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan

diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.

2.5.2. Misi

a. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional

b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten

c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini

d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan

makanan yang beresiko terhadap kesehatan

e. Membangun organisasi pembelajar (learning organization)

2.6. Tugas Pokok dan Fungsi BPOM RI

2.6.1. Tugas BPOM RI

Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

10

Universitas Indonesia

2.6.2. Fungsi BPOM RI

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan

makanan

b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM RI

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi

pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bindang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,

keuangan, kearsipan, persandian, serta perlengkapan dan rumah tangga

2.7. Budaya Organisasi BPOM RI

BPOM RI memiliki budaya organisasi agar organisasi yang efektif dan

efisien dengan mengembangkan nilai-nilai dasar sebagai berikut.

a. Profesionalism, menegakan profesionalisme dengan integritas, objektivitas,

ketentuan, dan komitmen yang tinggi

b. Credibilty, memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan

internasional

c. Speed, cepat dan tanggap dalam bertindak mengatasi masalah

d. Teamwork, mengutamakan kerjasama tim

e. Inovative, mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi

terkini

2.8. Kewenangan BPOM RI

a. Penilaian khasiat atau kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaaan serta

analisis laboratorium dalam rangka pemberian izin edar

b. Pemeriksaan kelengkapan administrasi dan pemeriksaan

c. Pemeriksaan setempat dalam rangka pembinaan dan pengawasan

d. Pengambilan contoh dan pengujian laboratorium

e. Pemberian rekomendasi surat persetujuan impor dan surat persetujuan ekspor

f. Pemberian peringatan dan penutupan sementara sarana produksi dan distribusi

yang melakukan pelanggaran

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

11

Universitas Indonesia

g. Penilaian dan pemantauan promosi dan iklan

h. Pelaksanaan monitoring efek samping dan pemberian informasi

2.9. Prinsip Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) BPOM RI

a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan profesional

b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko dan berbasis bukti-bukti

ilmiah

c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses

d. Berskala nasional atau lintas propinsi dengan jaringan kerja internasional

e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum

f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang

berkolaborasi dengan jaringan global

g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk

2.10. Kerangka Konsep SisPOM BPOM RI

Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi

luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang

komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar

di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi,

dilakukan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan 3 lapis yaitu sebagai berikut.

a. Sub Sistem Pengawasan Produsen

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara

produksi yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap

bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara

hukum produsen bertanggungjawab atas mutu dan keamanan produk yang

dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar

yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif

maupun pro-justisia.

b. Sub Sistem Pengawasan Konsumen

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan

kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

12

Universitas Indonesia

digunakannya serta cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan

oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya

masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan

suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi

terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi

dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat

dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk

ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.

c. Sub-Sistem Pengawasan Pemerintah/BPOM RI

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi;

penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di

Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk

yang beredar; serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum.

Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen

terhadap mutu, khasiat, dan keamanan produk maka pemerintah juga

melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi.

2.11. Target Kinerja BPOM RI

a. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA

b. Terkendalinya mutu, keamanan, dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan

makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran

c. Tercegahnya resiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat

pengelolaan yang tidak memenuhi syarat

d. Penurunan kasus pencemaran pangan

e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan

keterampilan personil yang memadai

f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antarsesama dan

pihak terkait

2.12. Struktur organisasi BPOM RI

Struktur organisasi BPOM RI dapat dilihat di Lampiran 1.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

13

Universitas Indonesia

2.13. Organisasi dan Tata Kerja BPOM RI

Organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan diatur dalam

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

02001/SK/KBPOM Tahun 2001. Penyesuaian organisasi dan tata kerja BPOM

dilakukan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan

Makanan. Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun

2004 tentang Perubahan atas Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan

Makanan.

Secara struktural komponen BPOM RI terdiri atas Kepala Badan,

Sekretariat Utama, Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif; Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional,

Kosmetika, dan Produk Komplemen; Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan

Pangan dan Bahan Berbahaya; Inspektorat; Pusat Pengujian Obat dan Makanan

Nasional (PPOMN); Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM); Pusat Riset

Obat dan Makanan (PROM); Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM); serta

Unit Pelaksana Teknis BPOM.

2.13.1. Kepala BPOM RI

Kepala BPOM mempunyai tugas sebagai berikut.

a. Memimpin BPOM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku

b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas

BPOM RI

c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas BPOM RI yang menjadi

tanggung jawabnya

d. Membina dan melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

14

Universitas Indonesia

2.13.2. Sekretariat Utama

Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan,

pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di

lingkungan BPOM RI. Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat Utama

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran,

penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan

pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan BPOM RI

b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang-

undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan

bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas BPOM RI

c. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan

unit-unit pelaksanaan teknis di lingkungan BPOM RI

d. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan

tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, serta perlengkapan dan rumah

tangga

e. Pengoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan BPOM RI

f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan

bidang dan tugasnya

Sekretariat Utama terdiri atas Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro

Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, dan Biro Umum.

2.13.2.1. Biro Perencanaan dan Keuangan

Biro Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas melaksanakan

koordinasi perumusan rencana strategis dan pengembangan organisasi, penyusunan

program dan anggaran, keuangan serta evaluasi dan pelaporan. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan menyelenggarakan

fungsi sebagai berikut.

a. Pelaksanaan analisis dan perumusan rencana strategis dan pengembangan

organisasi

b. Pelaksanaan penyusunan program dan anggaran termasuk pinjaman luar negeri

c. Pelaksanaan manajemen keuangan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

15

Universitas Indonesia

d. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan

Biro Perencanaan dan Keuangan terdiri atas sebagai berikut.

a. Bagian Rencana Strategis dan Organisasi

b. Bagian Program dan Anggaran

c. Bagian Keuangan

d. Bagian Evaluasi dan Pelaporan

2.13.2.2. Biro Kerjasama Luar Negeri

Biro Kerjasama Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan koordinasi

kegiatan kerjasama internasional yang berkaitan dengan tugas BPOM RI. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Biro Kerjasama Luar Negeri memiliki

fungsi sebagai berikut.

a. Pelaksanaan kegiatan kerjasama bilateral dan multilateral

b. Pelaksanaan kegiatan kerjasama regional

c. Pelaksanaan kegiatan kerjasama organisasi internasional

Biro Kerjasama Luar Negeri terdiri atas sebagai berikut.

a. Bagian Kerjasama Bilateral dan Multilateral

b. Bagian Kerjasama Regional

c. Bagian Kerjasama Organisasi Internasional

2.13.2.3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan

koordinasi kegiatan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan,

bantuan hukum, layanan pengaduan konsumen, dan hubungan masyarakat. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Biro Hukum dan Hubungan

Masyarakat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Pelaksanaan bantuan hukum

b. Pelaksanaan kegiatan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan

c. Pelaksanaan layanan pengaduan konsumen

d. Pelaksanaan kegiatan hubungan masyarakat

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat terdiri atas sebagai berikut.

a. Bagian Peraturan Perundang-undangan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

16

Universitas Indonesia

b. Bagian Bantuan Hukum

c. Bagian Pengaduan Konsumen

d. Bagian Hubungan Masyarakat

2.13.2.4. Biro Umum

Biro Umum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi urusan

ketatausahaan pimpinan, administrasi pegawai, pengembangan pegawai, keuangan

serta perlengkapan dan kerumahtanggaan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Biro Umum

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Pelaksanaan ketatausahaan pimpinan

b. Pelaksanaan administrasi kepegawaian

c. Pelaksanaan pengembangan pegawai

d. Pelaksanaan perlengkapan dan kerumahtanggaan

Biro Umum terdiri atas sebagai berikut.

a. Bagian Tata Usaha Pimpinan

b. Bagian Administrasi Kepegawaian

c. Bagian Pengembangan Pegawai

d. Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga

2.13.3. Inspektorat

Inspektorat bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan

BPOM. Inspektorat memiliki fungsi sebagai berikut.

a. Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional

b. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan,

penyimpangan, atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan

oleh unsur atau unit di lingkungan BPOM RI.

c. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

17

Universitas Indonesia

2.13.4. Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika,

dan Zat Adiktif

Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika,

dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang

pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Deputi I Bidang Pengawasan

Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif menyelenggarakan

fungsi sebagai berikut.

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang

pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika,

dan zat adiktif

c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang penilaian obat dan produk biologi

d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, dan pemberian

bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang inspeksi dan sertifikasi produk terapetik

f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang penilaian alat kesehatan, produk diagnostik, dan PKRT

g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang pengawasan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

h. Pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan

produk terapetik dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

18

Universitas Indonesia

k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan

bidang dan tugasnya

Kedeputian 1 (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif) memiliki 5 direktorat yaitu sebagai berikut.

a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

b. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik danPKRT

c. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT

d. Direktorat Pengawasan Produk Terapetik dan PKRT

e. Direktorat Pengawasan NAPZA

2.13.5. Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen

Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen menyiapkan perumusan kebijakan penyusunan pedoman, standar,

kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan

evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi serta sertifikasi obat

tradisional, kosmetika, dan produk komplemen, fasilitas produksi dan proses

produksi obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen.

Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang

pengawasan obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen

b. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetika, dan produk

komplemen

c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang penilaian obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan

d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetika, dan produk

komplemen

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

19

Universitas Indonesia

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetika, dan produk

komplemen

f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang obat asli indonesia

g. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan

obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen

h. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetika,

dan produk komplemen

i. Pengawasan obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen

j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan

bidang dan tugasnya

Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen memiliki 4 direktorat yaitu sebagai berikut.

a. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika

b. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen

c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen

d. Direktorat Obat Asli Indonesia

2.13.6. Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

Deputi ini mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang

pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Deputi ini menyelenggarakan

fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang

pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya

b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya

c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang penilaian keamanan pangan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

20

Universitas Indonesia

d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang

standardisasi produk pangan

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang

inspeksi dan sertifikasi pangan

f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan

g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan

di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya

h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya

i. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan

keamanan pangan dan bahan berbahaya

j. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan

berbahaya

k. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan

bidang dan tugasnya

Kedeputian III (Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan

Bahan Berbahaya) memiliki 5 direktorat yaitu sebagai berikut.

a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan

b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan

c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan

d. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

e. Direktorat Pengawasan Produk Bahan Berbahaya

2.13.7. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN)

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional mempunyai tugas

melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat

tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya serta

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

21

Universitas Indonesia

produk biologi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan.

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional menyelenggarakan fungsi

sebagai berikut.

a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, alat kesehatan,

obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya,

serta produk biologi

c. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN

d. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan

e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metode analisa pengujian

f. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan

g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan

h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan PPOMN

2.13.8. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM)

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan

kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di

bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif, obat tradisional,

kosmetika, dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.

PPOM menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan

makanan

b. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat

dan makanan

c. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

22

Universitas Indonesia

2.13.9. Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM)

Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai tugas sebagai berikut.

a. Mengkaji, menganalisa, merumuskan dan menyusun, kegiatan riset, kajian di

bidang toksikologi, keamanan pangan, produk terapetik, obat tradisional,

kosmetika, dan produk komplemen serta obat asli Indonesia

b. Memberikan rekomendasi sebagai masukan untuk dasar pengambilan keputusan

berdasarkan bukti ilmiah

Pusat Riset Obat dan Makanan memiliki fungsi sebagai berikut.

a. Melaksanakan kegiatan riset obat dan makanan

b. Melakukan peningkatan jejaring termasuk kerjasama nasional dan internasional

di bidang riset obat dan makanan

c. Mengembangkan metode analisa untuk pengawasan mutu dan keamanan obat

dan makanan

d. Mengembangkan test kit untuk menunjang kinerja laboratorium keliling

e. Membuat baku pembanding laboratorium

f. Membuat kajian, rekomendasi, pedoman terkait pengawasan obat dan makanan

2.13.10. Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM)

Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan

kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi

informasi. Pusat Informasi Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi sebagai

berikut.

a. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan

makanan

b. Pelaksanaan pelayanan informasi obat

c. Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan

d. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi

e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan

makanan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan PIOM

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

23

Universitas Indonesia

2.13.11. Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM RI

terdiri atas BBPOM dan Balai POM. Unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM

RI mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk

terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,

produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.

Unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut.

a. Penyusunan rencana serta program pengawasan obat dan makanan

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk teraupetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional,

kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya

c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian, dan penilaian mutu produk

secara mikrobiologi

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh, dan pemeriksaan

sarana produksi dan distribusi

e. Pelaksanaan penyidikan dan penyelidikan pada kasus pelanggaran hukum

f. Pelaksanaan sertifikasi produk sarana produksi dan distribusi

g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen

h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan

i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan

j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BPOM sesuai dengan

bidang tugasnya

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

24 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI

PRODUK TERAPETIK DAN PKRT

3.1. Landasan Hukum

Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Direktorat

Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT memiliki landasan hukum

sebagai pedoman. Dasar hukum pengawasan produksi antara lain :

a. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 98 dan 105 ayat 1

1) Pasal 98 ayat (1) : “Sediaan farmasi dan alkes harus aman,

berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau”

2) Pasal 105 ayat (1) : “Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus

memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya”

b. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan

Farmasi dan Alat Kesehatan pasal 5 ayat (1) berbunyi “Produksi Sediaan

farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik”

c. Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi pasal

8 ayat 1 bahwa Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB

d. Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.0045.3.002.7 Tahun 2006

tentang Pedoman Penerapan CPOB

e. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.0301.23.09.9030 Tahun 2010

f. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011

tentang Cara Sertifikasi CPOB

3.2. Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik

dan PKRT

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT dipimpin

oleh seorang Direktur yang membawahi 3 (tiga) Subdirektoratyaitu

SubdirektoratInspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga; SubdirektoratHarga Obat dan Farmakoekonomi; dan

SubdirektoratPengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan Obat

yang Baik.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

25

Universitas Indonesia

3.3. Visi dan Misi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan

PKRT

Visi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT adalah

agar produk terapetik dan PKRT yang beredar di masyarakat bermutu dengan harga

produk terapetik yang terjangkau.

Misi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT adalah :

a. Menjamin masyarakat mendapatkan produk terapetik dan PKRT yang bermutu

dan harga produk terapetik yang menjangkau;

b. Menjamin produsen produk terapetik dan PKRT memenuhi persyaratan Cara

Pembuatan Obat yang Baik.

3.4. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan PKRT

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Pasal 115, disebutkan bahwa

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,

bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan

perbekalan kesehatan rumah tangga.

Adapun fungsi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan

PKRT menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Pasal 116 sebagai berikut:

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan produksi produk terapetik dan

perbekalan kesehatan rumah tangga

b. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang

pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

26

Universitas Indonesia

c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,

standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan,

pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang inspeksi dan sertifikasi

produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga

d. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,

standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan,

pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang harga obat

e. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,

standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan,

pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang pengawasan bahan baku

obat dan analisis penerapan cara pembuatan obat yang baik

f. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengawasan produksi produk

terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga

3.5. Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga bertugas melaksanakan penyiapan bahan

perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi produk terapetik dan perbekalan

kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini terdiri atas sebagai berikut:

a. Seksi Inspeksi Sarana Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga

b. Seksi Sertifikasi Sarana Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Pasal 119, fungsi

Subdirektorat ini adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan rencana dan program inspeksi dan sertifikasi produk terapetik dan

perbekalan kesehatan rumah tangga

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

27

Universitas Indonesia

b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana

produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga

c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi sarana

produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga

d. Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi dan sertifikasi produk terapetik dan

perbekalan kesehatan rumah tangga

Seksi Inspeksi Sarana Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan

teknis, dan penyusunan rencana dan program, standar, kriteria dan prosedur,

evaluasi dan laporan di bidang inspeksi sarana produksi produk terapetik dan

perbekalan kesehatan rumah tangga. Sedangkan tugas Seksi Sertifikasi Sarana

Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah

melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana

dan program, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang

sertifikasi sarana produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah

tangga.

Kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Subdirektorat Inspeksi dan

Sertifikasi Sarana Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga meliputi sebagai berikut:

a. Penyusunan jadwal inspeksi cara pembuatan obat yang baik

b. Perumusan kelayakan penggunaan fasilitas produksi bersama antara obat dengan

kosmetik, obat tradisional, dan produk komplemen di sarana produksi industri

farmasi

c. Perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman standar, kriteria dan

prosedur, di bidang inspeksi sarana produksi produk terapetik dan perbekalan

kesehatan dan rumah tangga dan sarana bahan aktif obat

d. Perumusan rekomendasi izin industri farmasi

e. Koordinasi pelaksanaan teknis inspeksi yang dilakukan oleh inspektur Cara

Pembuatan Obat yang Baik Badan POM dengan Inspektor GMP negara tujuan

ekspor dalam rangka ekspor produk Indonesia ke luar negeri

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

28

Universitas Indonesia

f. Pemutakhiran Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bersama

dengan tim ahli CPOB

g. Penyusunan dan evaluasi data inspeksi dan sertifikasi yang digunakan sebagai

monitoring pengawasan obat triwulanan maupun tahunan

Badan POM merupakan salah satu anggota PIC/S (Pharmaceutical

Inspection Cooperation Scheme) yang ke-41 pada 1 Juli tahun 2012, yaitu suatu

organisasi internasional yang bertugas sebagai pengawas obat dan makanan yang

diakui secara internasional, artinya bahwa pengawasan yang dilakukan Badan POM

RI sudah setara dengan pengawasan yang ada di 40 negara lain yang telah menjadi

anggota sebelumnya. Oleh karena itu, jika ada industri farmasi luar negeri akan

mengimpor obat ke Indonesia dan telah mendapatkan inspeksi dari salah satu

anggota PIC/S di negara lain, maka Badan POM tidak perlu lagi melakukan

inspeksi ke negara tersebut, dan obat boleh langsung diimpor, namun evaluasi

terhadap dokumen mutu, data pemenuhan CPOB melalui laporan inspeksi tetap

dilakukan evaluasi, begitu pun sebaliknya. Badan POM tetap melakukan

pengawasan post-market setelah obat tersebut beredar di Indonesia.

Sebagai salah satu anggota yang tergabung dalam anggota PIC/S, banyak

manfaat yang dapat diperoleh, antara lain :

a. Meningkatnya peluang industri farmasi lokal untuk ekspor ke negara anggota

PIC/S

b. Meningkatnya peluang industri farmasi lokal untuk ekspor ke negara lain

c. Sebagai indikator bahwa negara tersebut memiliki Inspektorat GMP yang diakui

secara Internasional

3.6. Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Pasal 122,

Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi memiliki tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan program, standar,

kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pemantauan dan analisis harga obat dan

farmakoekonomi. Adapun fungsi Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi

antara lain sebagai berikut:

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

29

Universitas Indonesia

a. Penyusunan rencana dan program pemantauan dan analisis harga obat dan

farmakoekonomi

b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pemantauan dan

analisis harga obat

c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan farmakoekonomi

d. Evaluasi dan penyusunan laporan pemantauan dan analisis harga obat dan

farmakoekonomi

Subdirektorat ini terdiri atas sebagai berikut:

a. Seksi Pemantauan dan Analisis Harga Obat

Seksi Pemantauan dan Analisis Harga Obat memiliki tugas melakukan

penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan

program, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang

pemantauan dan analisis harga obat.

b. Seksi Farmakoekonomi

Seksi Farmakoekonomi memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan

kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, standar, kriteria dan

prosedur, evaluasi dan laporan di bidang farmakoekonomi.

Kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Subdirektorat Harga Obat dan

Farmakoekonomi meliputi sebagai berikut:

a. Penyusunan pedoman harga obat dan prioritas sampling

b. Perkuatan sistem pengawasan post-market berdasarkan analisis resiko

c. Evaluasi hasil sampling dan pengujian oleh Balai POM

d. Tindak lanjut produk obat yang tidak memenuhi syarat

e. Evaluasi tanggapan industri farmasi terhadap surat recall

f. Diskusi dengan industri farmasi terkait Corrective Action Preventive Action

(CAPA) produk obat yang tidak memenuhi syarat

g. Pemantauan harga obat dari Balai POM dan industri farmasi

h. Kemandirian Balai

i. Pemutakhiran profil obat yang beredar

j. Pengembangan farmakoekonomi

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

30

Universitas Indonesia

k. Pelaksanaan workshop mengenai teknik sampling

l. Penyiapan data terkait sampling dan pengujian

m. Pengelolaan sistem mutu

3.7. Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara

Pembuatan Obat yang Baik

Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan

Obat yang Baik memiliki tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan

teknis, dan penyusunan program, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan

pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan obat yang baik.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Pasal 127, fungsi

Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan Obat

yang Baik antara lain sebagai berikut:

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan bahan baku obat dan analisis cara

pembuatan obat yang baik

b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan bahan

baku obat

c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan analisis penerapan

cara pembuatan obat yang baik

d. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan bahan baku obat dan analisis cara

pembuatan obat yang baik

e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat

Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan

Obat yang Baik terdiri atas sebagai berikut:

a. Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat

Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat memiliki tugas melakukan penyiapan

bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program,

standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengawasan bahan

baku obat.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

31

Universitas Indonesia

b. Seksi Analisis Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik

Seksi Analisis Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik memiliki tugas

melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan

rencana dan program, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di

bidang analisis penerapan CPOB.

c. Seksi Tata Operasional

Seksi Tata Operasional memiliki tugas melakukan urusan tata operasional di

lingkungan Direktorat. Kegiatan utama yang dilaksanakan oleh

SubdirektoratHarga Obat dan Farmakoekonomi meliputi sebagai berikut:

1. Pengelolaan evaluasi Dokumen Site Master File, Dokumen Pra Inspeksi dan

Corrective Action Preventive Action (CAPA) Inspeksi Luar Negeri

2. Pelaksanaan inspeksi dalam negeri

3. Pengelolaan inspeksi bahan baku obat

4. Pengelolaan Sistem Mutu Inspektorat CPOB antara lain Internal Audit,

Kajian Manajemen, dan Pengendalian Dokumen

5. Pengelolaan dan pengembangan pelatihan untuk Inspektur (dalam dan luar

negeri)

6. Pengelolaan inspeksi luar negeri

7. Pengembangan Pengawasan Bahan Baku Obat

8. Pelaksanaan kegiatan terkait dengan PIC/s

9. Pertemuan ASEAN

3.8. Hasil Pengawasan Post-Market dan Pemeriksaan Sarana Produksi Produk

Terapetik Tahun 2013

Pengawasan post-market sampai dengan triwulan III tahun 2013 dilakukan

dengan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium atas obat (termasuk

narkotika dan psikotropika) yang beredar. Hasil pengawasan post-market

menunjukkan bahwa 99,08% mutu obat Memenuhi Syarat (MS) dan 0,92% Tidak

Memenuhi Syarat (TMS) dari 9.359 sampel. Hal ini telah ditindaklanjuti dengan

pemberian sanksi kepada industri farmasi berupa perintah penarikan obat TMS

(recall), maupun sanksi yang lebih keras berupa peringatan, peringatan keras,

sampai perintah larangan produksi jika terjadi TMS berulang. Apabila

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

32

Universitas Indonesia

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012, terjadi penurunan obat yang

TMS sebesar 8,00% dari 9.745 sampel.

Sampai dengan triwulan III tahun 2013 telah dilakukan inspeksi sebanyak

99 kali terhadap 85 industri farmasi terdiri atas inspeksi rutin 53 kali terhadap 51

industri farmasi, sertifikasi 23 kali terhadap 20 industri farmasi, asistensi Pre

Qualification (PQ) WHO 3 kali terhadap 3 industri farmasi, audit komperehensif 3

kali terhadap 3 industri farmasi, Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) 3

kali terhadap 3 industri farmasi, penyegelan 1 kali terhadap 1 industri farmasi,

rekomendasi izin usaha 2 industri farmasi dan pemusnahan produk 5 industri

farmasi.

Tindak lanjut terhadap hasil inspeksi pre-market (dalam rangka sertifikasi)

sampai dengan triwulan III tahun 2013 adalah penerbitan 2 sertifikat untuk 2

industri farmasi, serta permintaan untuk menyampaikan perbaikan sebanyak 21

industri farmasi.

Tindak lanjut terhadap hasil inspeksi post-market (rutin) berupa perbaikan

sebanyak 51 (terhadap 7 industri farmasi diantaranya sekaligus diterbitkan

resertifikasi), dan diberikan sanksi administrasi terhadap industri farmasi yang

Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) sebanyak 14 sanksi berupa 5 Peringatan (P), 1

Peringatan Keras (PK), 6 PK sekaligus Larangan Produksi, 1 Penghentian

Sementara Kegiatan (PSK) sekaligus Pencabutan Nomor Izin Edar, 4

ditindaklanjuti Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif

(NAPZA) dan 11 diantaranya dalam proses.

Pada tahun 2012 sebanyak 137 industri farmasi telah memiliki sertifikat

CPOB terkini dan sampai dengan triwulan III tahun 2013 terdapat 148 industri

farmasi yang telah memiliki sertifikat CPOB terkini.

3.9. Hasil Penyusunan Peraturan dan Standar di Bidang Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga

a. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.04.1.33.11.11.09580 Tahun 2011 tentang Penunjukan Inspektur

Cara Pembuatan yang Baik dan Inspektur Cara Pembuatan Obat Tradisional

yang Baik

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

33

Universitas Indonesia

b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.04.1.33.11.11.09579 Tahun 2011 tentang Penunjukan Spesialis

untuk Inspeksi Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Inspeksi Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang Baik

c. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2007 tentang Penerapan Pedoman Cara

Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006

d. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun

2012

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2012 tentang

Penetapan Keanggotaan Indonesia Pada Pharmaceutical Inspection

Cooperation Scheme (PIC/s)

f. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara

Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan

g. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan

Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan ke dalam

Wilayah Indonesia

h. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara

Pembuatan Obat yang Baik

i. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.1.3.12.11.10693 Tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan

Bahan Obat

j. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara

Pembuatan Obat yang Baik

k. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Nomor HK.03.1.23.09.10.9030 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Keputusan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

34

Universitas Indonesia

HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan

Obat yang Baik Tahun 2006

Adapun pedoman standar terkait bidang ini adalah sebagai berikut:

a. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik I pada tahun 1988

b. Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik I pada tahun

1990

c. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik II pada tahun 2001

d. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik II pada tahun

2001

e. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik III pada tahun 2006

f. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik III pada tahun

2009

g. Suplemen I Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik III pada tahun 2009;

h. Pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif yang Baik pada tahun 2009;

i. Revisi Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006 pada tahun 2012;

j. Petunjuk Teknis Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik pada tahun 2012.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

35 Universitas Indonesia

BAB 4

PELAKSANAAN PKPA

Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat

dan Makanan RI dilaksanakan pada tanggal 1 – 24 April 2014, meliputi kuliah

umum pada tanggal 1 – 3 April 2014 oleh semua Direktorat dan unit kerja di BPOM,

pelaksanaan praktek kerja di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik

dan PKRT pada tanggal 7 – 22 April 2014, serta presentasi oleh seluruh peserta

PKPA pada tanggal 23 – 24 April 2014.

Peserta PKPA yang mendapatkan kesempatan praktek kerja di Direktorat

Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT yang bertempat di Gedung E

lantai 2 dan 3, berasal dari 5 (lima) perguruan tinggi yang berbeda, yakni

Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas

Padjajaran (UNPAD), Universitas Muhammadiyah Profesor DR. Hamka

(UHAMKA), Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN).

Kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA di BPOM adalah sebagai

berikut:

a. Kuliah umum dan diskusi oleh seluruh Direktorat dan unit kerja BPOM RI, yang

mencakup :

1) Kuliah umum dan diskusi tentang BPOM RI

2) Presentasi dan diskusi tentang Biro Hukum dan Humas

3) Presentasi dan diskusi tentang Pusat Penyidikan Obat dan Makanan

(PPOM)

4) Presentasi dan diskusi tentang Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

(PPOMN)

5) Presentasi dan diskusi tentang Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM)

6) Presentasi dan diskusi tentang Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM)

7) Presentasi dan diskusi tentang Deputi I Bidang Pengawasan Produk

Terapetik dan PKRT yang terdiri dari Direktorat Standardisasi Produk

Terapetik dan PKRT; Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi;

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT; Direktorat

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

36

Universitas Indonesia

Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT; dan Direktorat

Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.

8) Presentasi dan diskusi tentang Deputi II Bidang Pengawasan Obat

Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen yang terdiri dari Direktorat

Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen;

Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik;

Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk

Komplemen; dan Direktorat Obat Asli Indonesia.

9) Presentasi dan diskusi tentang Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan

Pangan dan Bahan Berbahaya yang terdiri dari Direktorat Standardisasi

Produk Pangan; Direktorat Penilaian Keamanan Pangan; Direktorat

Inspeksi dan Sertifikasi Pangan; Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Keamanan Pangan; dan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan

Berbahaya.

10) Presentasi dan diskusi tentang BBPOM Jakarta

b. Pelaksanaan praktek kerja di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik

dan PKRT. Adapun uraian kegiatan kerja yang dilakukan, yaitu:

1) Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT

a) Penjelasan dan diskusi bersama Ibu Dra. Rumondang Simanjuntak,

Apt. selaku Kepala Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk

Terapetik dan PKRT mengenai tugas pokok dan fungsi Subdirektorat

Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT.

b) Mempelajari contoh pengajuan permohonan penggunaan fasilitas

bersama dan laporan hasil inspeksi CPOB.

c) Memasukan data sertifikasi pelulusan dan sertifikasi pelulusan vaksin

dari industri farmasi PT. Biofarma dan selain PT. Biofarma

d) Memasukkan data terbaru terkait pengajuan permohonan penggunaan

fasilitas bersama

e) Memasukkan data timeline penyelesaian terhadap surat permohonan

penggunaan fasilitas bersama yang masuk dan surat respon oleh BPOM

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

37

Universitas Indonesia

serta rekapitulasi komoditi dan bentuk sediaan yang diajukan untuk

permohonan penggunaan fasilitas bersama.

f) Memasukkan data tanggal ED (akhir masa berlaku) surat respon terkait

permohonan penggunaan fasilitas bersama

g) Membuat rekapitulasi data resertifikasi CPOB industri farmasi

h) Membuat rekapitulasi data pelulusan vaksin

2) Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB

a) Penjelasan dan diskusi bersama Ibu Nursaadah, M.Si. selaku Kepala

Seksi Analisis CPOB tentang kegiatan utama Subdirektorat

Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB.

b) Mempelajari SOP yang berlaku di Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT.

c) Mempelajari dokumen dan diskusi bersama Ibu Nursaadah, M.Si.

selaku Kepala Seksi Analisis CPOB mengenai dokumen yang

dibutuhkan dalam rangka melakukan inspeksi industri farmasi di luar

negeri

d) Mempelajari SMF (Site Master File) industri farmasi luar negeri yang

akan mengimpor produknya ke indonesia dan menentukan apakah SMF

sudah lengkap atau memerlukan tambahan data berdasarkan form

evaluasi SMF POM-03.SOP.01.IK04(33)/F01

3) Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi

a) Pengarahan dan diskusi bersama Ibu Vemy P., S.Si., Apt., selaku

Kepala Seksi Pemantauan dan Analisis Harga Obat tentang kegiatan

utama Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi

b) Pengerjaan tugas entri data hasil pengujian sampel obat dari beberapa

Balai Besar/Balai POM di berdasarkan kategorinya

c) Membantu penyiapan sampel obat untuk diuji di 31 BBPOM di seluruh

Indonesia dalam rangka program pemantapan kemandirian Balai dalam

pengawasan mutu produk terapetik tahun 2014

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

38

Universitas Indonesia

d) Membantu penyiapan surat dan dokumen untuk dikirim kepada 31

BBPOM di seluruh Indonesia beserta sampel obat dalam rangka

program pemantapan kemandirian Balai dalam pengawasan mutu

produk terapetik tahun 2014

c. Presentasi akhir oleh seluruh peserta PKPA mengenai pelaksanaan kegiatan

PKPA di masing-masing Direktorat dan unit kerja.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

39 Universitas Indonesia

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker pada periode 7 – 22

April 2014, kami diberi kesempatan untuk mengetahui dan mempelajari lebih

dalam mengenai Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan

Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat ini terdiri dari tiga Subdirektorat yaitu

Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT; Subdirektorat

Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB; dan Subdirektorat Harga Obat

dan Farmakoekonomi.

5.1. Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT

Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga bertugas melaksanakan penyiapan bahan

perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur,

serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi produk terapetik dan perbekalan

kesehatan rumah tangga. Subdirektorat ini terdiri atas sebagai berikut.

a. Seksi Inspeksi Sarana Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga

b. Seksi Sertifikasi Sarana Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan

Rumah Tangga

Kegiatan utama Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan

PKRT antara lain inspeksi sarana produksi produk terapetik, sertifikasi produk

terapetik, dan perumusan kelayakan penggunaan fasilitas produksi bersama antara

obat dengan kosmetik, obat tradisional, dan produk komplemen di sarana produksi

industri farmasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1799/MENKES/PER/XII/2010, untuk memastikan agar obat yang dihasilkan

memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, setiap

pendirian industri farmasi wajib memiliki izin industri farmasi yang diperoleh dari

Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas dan tanggung

jawab dalam bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Untuk

memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

40

Universitas Indonesia

Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Sebelum

pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib mengajukan

permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala

Badan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat

langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan

instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Selama melaksanakan pembangunan fisik,

pemohon izin industri farmasi wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan

pembangunan fisik setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat

mengajukan permohonan izin industri farmasi kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

Setelah tembusan permohonan diterima, Kepala Badan melakukan audit

pemenuhan persyaratan CPOB. Selain itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif. Setelah dinyatakan

memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi

pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Jika dinyatakan memenuhi kelengkapan

persyaratan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi akan mengeluarkan

rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala Badan. Setelah menerima rekomendasi serta

persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi. Dalam hal

pemberian persetujuan prinsip, pemberian persetujuan Rencana Induk

Pembangunan (RIP), dan penerbitan izin industri farmasi, pemohon akan dikenai

biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Industri farmasi yang membuat obat wajib memenuhi persyaratan pada

Pedoman CPOB yang berlaku. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan

sertifikat. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI Nomor

HK.04.1.33.12.11.09937 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Sertifikasi Cara

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

41

Universitas Indonesia

Pembuatan Obat yang Baik, permohonan penerbitan Sertifikat CPOB diajukan

secara tertulis oleh industri farmasi kepada Kepala Badan setelah izin industri

farmasi sudah diterbitkan.

Sertifikasi CPOB yang diajukan oleh industri farmasi yang baru

dikategorikan sebagai proses sertifikasi baru. Setelah permohonan Sertifikasi

diterima, BPOM RI melakukan inspeksi ke lokasi industri farmasi. Kemudian

BPOM RI menyampaikan evaluasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada

pemohon berdasarkan hasil inspeksi yang dilakukan.

Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB berdasarkan evaluasi hasil

inspeksi, BPOM RI menerbitkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB

sebagai kelengkapan dalam rangka permohonan izin industri farmasi kepada

Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan.

Sertifikat berlaku untuk 5 (lima) tahun selama yang bersangkutan masih

berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Alur kerja sertifikasi terlampir pada Lampiran 3.

Seksi Sertifikasi Sarana Produksi PT dan PKRT juga menerbitkan surat

persetujuan penggunaan fasilitas bersama yang ditandatangani oleh Direktur

Pengawasan Produksi PT dan PKRT, misalnya penggunaan fasilitas bersama untuk

pembuatan obat jadi non antibiotika dan suplemen ataupun obat tradisional. Setelah

memperoleh persetujuan penggunaan fasilitas bersama, industri farmasi harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut.

a. Melaksanakan sistem manajemen mutu mencakup produk yang diajukan,

b. Bahan baku berkhasiat yang digunakan merupakan bahan yang memiliki

spesifikasi dan standar mutu yang dapat diuji dan bukan simplisia,

c. Bahan aktif berkhasiat dan bahan pembantu memiliki kualitas pharmaceutical

grade,

d. Melakukan pemisahan yang jelas dengan obat untuk bahan baku, bahan

pengemas, dan produk jadi,

e. Seluruh aktivitas yang menggunakan fasilitas produksi obat harus dilaksanakan

sesuai dengan Pedoman CPOB,

f. Melakukan validasi pembersihan,

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

42

Universitas Indonesia

g. Melakukan pembersihan sesuai dengan prosedur pembersihan ruangan dan

peralatan yang telah ditetapkan, dan

h. Tersedia jadwal produksi yang jelas antara produk obat dengan produk lainnya.

Permohonan penggunaan fasilitas bersama diajukan secara tertulis kepada

Kepala Badan dengan disertai protokol validasi pembersihan untuk menjamin

bahwa sisa produk obat tidak saling bercampur dengan produk lain. Masa berlaku

persetujuan penggunaan fasilitas bersama sesuai dengan masa berlaku sertifikat

CPOB untuk masing-masing bentuk sediaan.

Kegiatan lain Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan

PKRT adalah melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan

penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi

pada sarana produksi produk terapetik dan PKRT yang beredar di Indonesia. Jenis-

jenis inspeksi adalah sebagai berikut.

a. Inspeksi dengan pemberitahuan (announced inspection), yaitu apabila inspeksi

dilaksanakan dalam rangka sertifikasi CPOB, perluasan atau perubahan tata

ruang, inspeksi rutin, dan verifikasi CAPA (Corrective Action and Preventive

Action).

b. Inspeksi tanpa pemberitahuan (unannounced inspection), yaitu apabila inspeksi

dalam rangka penanganan kasus dan bila ada pertimbangan tertentu inspeksi

rutin dilakukan tanpa pemberitahuan.

Inspeksi dilakukan oleh inspektur. Inspektur CPOB adalah petugas

Direktorat dan/atau Balai yang sudah terkualifikasi dan ditetapkan sebagai

inspektur CPOB yang mempunyai jenjang Inspektur Junior, Inspektur Senior, dan

Inspektur Kepala. Temuan adalah catatan mengenai hasil inspeksi yang bersifat

negatif atau penyimpangan terhadap persyaratan CPOB dan/atau persyaratan legal

yang berkaitan. Tujuan inspeksi adalah sebagai berikut.

a. Inspeksi dalam rangka sertifikasi fasilitas baru atau inspeksi dalam rangka

sertifikasi fasilitas baru atau resertifikasi yang dilakukan untuk mengetahui

pemenuhan CPOB sebagai dasar pemberian sertifikat CPOB untuk bentuk

sediaan tertentu. Resertifikasi dilakukan setiap 5 tahun sekali. Inspeksi

dilaksanakan bersama oleh Inspekstur CPOB dan Spesialis (jika perlu) dari

BPOM dan Balai.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

43

Universitas Indonesia

b. Inspeksi dalam rangka perluasan atau perubahan fasilitas inspeksi yang

dilakukan untuk mengetahui pemenuhan CPOB sebagai dasar persetujuan

penggunaan fasilitas.

c. Inspeksi rutin yang dilakukan untuk mengetahui pemenuhan persyaratan CPOB

di industri farmasi yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan.

d. Inspeksi tindak lanjut hasil inspeksi sebelumnya yang dilakukan untuk

mengetahui kemajuan perbaikan atas temuan inspeksi sebelumnya. Inspeksi ini

dapat dilakukan oleh inspektur CPOB dari Direktorat dan/atau Balai tergantung

dari kekritisan temuan.

e. Inspeksi dalam rangka investigasi dan penanganan terhadap keluhan dan/atau

penarikan kembali obat yang dilakukan sebagai tinak lanjut dari laporan keluhan

dan/atau penarikan kembali obat.

f. Inspeksi dalam rangka penanganan terhadap produk tidak memenuhi syarat

(TMS).

Alur kerja persiapan inspeksi CPOB terlampir pada Lampiran 4. Prosedur

dari inspeksi ini terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil

inspeksi. Tahap persiapan inspeksi CPOB meliputi identifikasi kelengkapan

inspeksi berdasarkan jenis, tujuan, dan ruang lingkup inspeksi, pembentukan tim

inspeksi, penyiapan surat, bahan, dan peralatan yang diperlukan, serta pertemuan

antar anggota tim inspeksi. Adapun tahap pelaksanaan inspeksi meliputi peninjauan

lapangan, pangambilan sampel, pengamanan segera, dan pembuatan Berita Acara

Pemeriksaan (BAP). Alur kerja pelaksanaan inspeksi CPOB terlampir pada

Lampiran 5. Tahap selanjutnya adalah pelaporan hasil inspeksi. Setelah melakukan

inspeksi, tim inspeksi membuat laporan inspeksi. Beberapa dokumen yang

dibutuhkan untuk membuat laporan inspeksi adalah Berita Acara Pemeriksaan

(BAP), Berita Acara Pengambilan Sampel (bila ada), daftar hadir dari tim inspeksi

dan key personnel saat inspeksi, dan Buku Inspeksi CPOB. Alur kerja laporan

inspeksi CPOB terlampir pada Lampiran 6. Apabila pada saat inspeksi ditemukan

pelanggaran maka dapat diambil tindakan berupa peringatan, peringatan keras,

penghentian sementara kegiatan (PSK), pencabutan sertifikat CPOB atau

rekomendasi pencabutan izin usaha.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

44

Universitas Indonesia

Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi PT dan PKRT juga melakukan

pengawasan terhadap produk terapetik yang beredar, salah satunya adalah produk

vaksin. Vaksin tersebut diproduksi oleh beberapa industri farmasi antara lain PT.

Biofarma, PT. Sanofi Aventis, dan PT. GlaxoSmithKline. Pengawasan yang

dilakukan yakni berkoordinasi dengan PPOMN terkait sertifikat hasil pengujian

dan sertifikat pelulusan terhadap bets produk yang telah diproduksi.

Pada sertifikat pengujian terdapat hasil pengujian yang telah dilakukan

oleh PPOMN dan kesimpulan. Selain itu juga terdapat nomor sertifikat pengujian,

nomor batch produk yang diuji, waktu kadaluarsa produk, nomor registrasi, kode

produk yang diuji, jenis sediaan dan kemasan. Pada sertifikat pelulusan bets

tercantum nomor sertifikat pelulusan, nomor batch dari produk yang diluluskan,

jenis sediaan produk, perusahaan yang memproduksi, kemasan produk, kode

produk yang lulus uji, waktu kadaluarsa dan jumlah kemasan produk yang lulus

uji.

Pada sertifikat pelulusan yang dikeluarkan untuk industri vaksin biofarma

dan non biofarma (PT. Sanofi Aventis, dan PT. GlaxoSmithKline) terdapat

perbedaan yakni pada sertifikat pelulusan yang dikeluarkan untuk industri vaksin

Biofarma dalam satu sertifikat terdapat satu nomor sertifikat dan berisi berbagai

jenis produk dalam berbagai nomor batch sedangkan pada sertifikat pelulusan

yang dikeluarkan untuk industri vaksin non-biofarma setiap produk vaksin dengan

masing-masing nomor batch mendapat 1 (satu) nomor sertifikat yang berarti 1

(satu) nomor batch untuk 1 (satu) jenis produk mendapat 1 (satu) sertifikat

pelulusan.

Hasil evaluasi dan pengujian berupa sertifikat pelulusan yang dikeluarkan

paling lama 10 hari kerja, setelah dokumen lengkap dan sampel diterima di

laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), BPOM

RI. Obat impor vaksin yang belum memperoleh sertifikat pelulusan bets/lots dari

badan otoritas di negara tempat vaksin diluluskan dilakukan :

a. Evaluasi terhadap protokol ringkasan bets/lot, sertifikat analisis dan

label;

b. Pengujian pemerian; dan

c. Pengujian potensi dan/atau pengujian lain yang ditetapkan.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

45

Universitas Indonesia

Hasil evaluasi dan pengujian berupa sertifikat pelulusan dan sertifikat

pengujian yang dikeluarkan paling lama 65 hari kerja setelah dokumen lengkap dan

sampel diterima di laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

(PPOMN) BPOM RI.

4.2. Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB

Untuk melindungi masyarakat dari produk farmasi impor yang tidak

memenuhi persyaratan, maka BPOM harus memiliki suatu sistem yang dapat

menjamin keamanan, khasiat dan mutu produk terapetik dan PKRT impor ke

Indonesia. Di samping itu, BPOM juga memerlukan unit kerja untuk melakukan

pengawasan terhadap industri Bahan Baku Obat yang ada di Indonesia. Untuk itu,

Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik membentuk unit kerja dibawah

Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Penerapan CPOB, yaitu

Seksi Analisis Penerapan CPOB, Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat, dan Seksi

Tata Operasional.

Seksi Analisis CPOB bertugas untuk melakukan evaluasi kemampuan

industri farmasi di luar negeri yang akan mengimpor produknya dalam memenuhi

CPOB sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia. Untuk melakukan evaluasi

tersebut, diperlukan Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF)/Dokumen Site Master

File (SMF). Dokumen SMF yang diajukan oleh industri farmasi di luar negeri

diwakili oleh pendaftar di Indonesia yang merupakan industri farmasi lokal yang

minimal memiliki satu sertifikat CPOB. Dokumen ini merupakan salah satu

persyaratan yang harus dilampirkan saat pendaftaran produk untuk mendapatkan

Nomor Izin Edar (NIE) di Indonesia. Dokumen ini berisi informasi spesifik dan

sistematis dari industri farmasi di luar negeri mengenai beberapa hal berikut:

a. Informasi umum mengenai industri farmasi seperti nama industri, alamat

lengkap, serta produk-produk yang telah disetujui.

b. Sistem manajemen mutu seperti sistem manajemen mutu, prosedur pelulusan

akhir produk jadi, manajemen resiko mutu, dan tinjauan mutu produk.

c. Personalia seperti jumlah karyaman dan kualifikasi karyawan.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

46

Universitas Indonesia

d. bangunan dan peralatan seperti uraian mengenai sistem tata udara dan air, daftar

peralatan produksi dan laboratorium pengawasan mutu, sanitasi, dan sistem

komputer.

e. Dokumentasi

f. Aktivitas produksi

g. Pengawasan mutu

h. Distribusi, keluhan, dan penarikan kembali

i. Inspeksi diri

j. Lampiran seperti kopi izin industri farmasi, kopi sertifikat-sertifikat CPOB yang

berlaku, bagan organisasi, denah area produksi.

Pendaftar menyerahkan dokumen SMF produsen produk yang akan

dievaluasi ke Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. Kemudian dokumen

SMF akan disampaikan ke Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan

PKRT melalui Memo Dinas. Dokumen SMF yang diterima diperiksa

kelengkapannya dan pemenuhan kriteria oleh tim evaluator sesuai dengan Pedoman

Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF) yang terdapat pada Lampiran

Peraturan Kepala BPOM RI No HK.04.1.33.02.12.0883 Tahun 2012 tentang

Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional serta ketentuan lain

yang dipersyaratkan oleh Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis

CPOB. Pemeriksaan SMF dilakukan dalam rentang waktu tertentu sesuai dengan

jenis produk yang didaftarkan, yaitu:

a. Sediaan Non-steril (24 hari kerja)

b. Sediaan Steril (30 hari kerja)

c. Produk Biologi (36 hari kerja)

d. Produk Darah (42 hari kerja)

Setelah dokumen SMF selesai dievaluasi akan dikeluarkan surat Hasil

Evaluasi SMF yang menerangkan bahwa masih memerlukan tambahan data beserta

rincian data yang masih diperlukan atau keterangan yang menyatakan bahwa

dokumen SMF telah lengkap. Apabila dokumen SMF dinyatakan belum lengkap,

maka Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT akan

mengirimkan Memo Dinas kepada Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

yang berisi permintaan data tambahan dokumen SMF kepada pendaftar. Pendaftar

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

47

Universitas Indonesia

diberikan tenggat waktu penyerahan kembali data tambahan selama empat bulan.

Jika pihak pendaftar tidak dapat memenuhi dokumen tambahan yang diperlukan

dalam waktu yang telah ditentukan, evaluasi dokumen SMF dihentikan dan

pendaftar harus mengajukan dokumen SMF berdasarkan prosedur awal.

Apabila dokumen SMF dinyatakan lengkap, Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT akan mengirimkan Memo Dinas kepada

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi yang menyatakan bahwa dokumen

SMF telah lengkap dan apakah diperlukan inspeksi ke lokasi (site visit) atau tidak.

Perlu atau tidaknya dilakukan site visit secara langsung ke industri farmasi

dipertimbangkan oleh Direktorat Pengawasan Produk Terapetik dan PKRT

berdasarkan kebijakan sebagai berikut.

a. Adapun kriteria site yang tidak diinspeksi dalam rangka pendaftaran izin edar

adalah sebagai berikut:

1) Site berada dalam otoritas anggota PIC/S, kecuali ada pertimbangan lain

berdasarkan hasil evaluasi dokumen mutu, misal: laporan inspeksi dari NRA

(National Regulatory Authority), lain, informasi tentang riwayat industri atau

produk yang didaftarkan.

2) Jika pada bangunan yang sama telah diinspeksi oleh BPOM untuk high risk

namun mendaftarkan lagi untuk produk yang low risk, kecuali berdasarkan

hasil evaluasi dokumen mutu, misal: laporan inspeksi sebelumnya oleh

BPOM, informasi tentang riwayat industri atau produk yang didaftarkan.

b. Kriteria yang harus diinspeksi

1) Negara yang diketahui belum memiliki sistem pengawasan obat yang

memadai.

2) Jika bangunan yang telah diinspeksi oleh BPOM berbeda dengan bangunan

yang sedang didaftarkan walaupun pada site yang sama

c. Jika suatu site ditetapkan masuk dalam kriteria harus diinspeksi namun meminta

peniadaan inspeksi, maka akan dilakukan desk inspection, dengan kriteria

penerimaan sebagai berikut:

1) Bukan produk high risk .

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

48

Universitas Indonesia

2) Hasil evaluasi laporan inspeksi dua tahun terakhir oleh NRA negara lain

(anggota PIC/S) dan NRA lokal menunjukkan bahwa sarana tersebut dapat

dianggap telah memenuhi persyaratan CPOB.

3) Surat pernyataan bahwa fasilitas produksi yang telah diinspeksi sama dengan

fasilitas produk yang didaftarkan.

4) Surat pernyataan bahwa bersedia diinspeksi sewaktu-waktu dalam rangkan

inspeksi postmarket.

5) Bangunan tersebut telah diinspeksi oleh BPOM dalam kurun waktu tiga tahun

dengan hasil inspeksi dinyatakan telah memenuhi syarat dan hasil evaluasi

dokumen mutu memenuhi syarat.

Industri farmasi yang termasuk dalam salah satu kriteria diatas akan

dilakukan site visit secara langsung ke lokasi industri farmasi. Site visit yang masuk

dalam kategori inspeksi luar negeri kemudian menjadi tanggung jawab dari Seksi

Pengawasan Bahan Baku Obat.

Salah satu tugas dari Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat adalah

menjadwalkan inspeksi luar negeri ke industri farmasi yang dinyatakan

memerlukan site visit. Sebelum menjadwalkan inspeksi, pendaftar diminta untuk

mengirimkan Surat Permohonan Jadwal Audit dan melampirkan copy hasil evalusi

SMF dan Dokumen Pra-inspeksi secara langsung ke Direktorat Pengawasan Produk

Terapetik dan PKRT tanpa melalui Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.

Dokumen pra-inspeksi terdiri dari:

a. Rencana induk validasi

b. Protokol dan laporan validasi proses

c. Protokol dan laporan validasi metode analisis untuk produk akhir

d. Protokol dan laporan validasi pembersihan

e. Spesifikasi bahan baku, bahan ruahan, dan produk akhir.

f. Protap pelulusan produk akhir

g. Protap penarikan produk

h. Protap penanganan deviasi

i. Dokumen kualifikasi alat kritis

j. Dokumen kualifikasi AHU

k. Protap penanganan keluhan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

49

Universitas Indonesia

l. Protap HULS

m. Protap pengendalian perubahan

n. Kajian mutu produk khusus untuk produk yang didaftarkan

Selanjutnya dilakukan evaluasi Dokumen Pra-inspeksi oleh tim evaluasi

Dokumen Pra-inspeksi. Tim evaluasi memeriksa kelengkapan Dokumen Pra

Inspeksi sesuai dengan pedoman CPOB dalam tenggat waktu tertentu, yaitu:

a. Sediaan Non-steril (30 hari kerja)

b. Sediaan Steril (36 hari kerja)

c. Produk Biologi (42 hari kerja)

d. Produk Darah (48 hari kerja)

Jika ada tambahan data yang diperlukan, tim evaluator akan mengirimkan

surat kepada pendaftar mengenai kekurangan data. Jika tambahn data dokumen

telah disampaikan oleh pendaftar, tim evaluasi akan mengevaluasi tambahan data

dalam tenggat waktu berikut:

a. Dokumen kualifikasi (kualifikasi alat kritis, kualifikasi sarana penunjang)

20 hari kerja

b. Dokumen validasi (validasi proses, pembersihan, validasi metode analisis,

RIV) 30 hari kerja

c. Protap (pelulusan bets, penarikan kembali, penanganan penyimpangan,

pengendalian perubahan) 10 hari kerja

Apabila dokumen pra-inspeksi telah dievaluasi dan dinyatakan lengkap,

hasil evaluasi terbaru dan surat kepada pihak pendaftar dilaporkan kepada Kepala

Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB untuk

menetapkan jadwal inspeksi dan dilakukan persiapan inspeksi luar negeri serta

menginformasikan rencana inspeksi luar negeri kepada pendaftar terkait hal yang

perlu disiapkan oleh pendaftar untuk pelaksanaan inspeksi ke sarana. Pendaftar juga

diwajibkan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terkait inspeksi

yang akan dilakukan.

Dokumen yang disiapkan oleh Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan PKRT dalam melaksanakan inspeksi antara lain:

a. Surat tugas kepada Inspektor

b. Surat pemberitahuan kepada industri farmasi

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

50

Universitas Indonesia

c. Aide memoire

d. Dokumen pra-inspeksi

e. Inspector plan

f. Daftar hadir

Setelah inspeksi selesai dilaksanakan, tim inspeksi kemudian membuat

Laporan Inspeksi untuk dilaporkan kepada Deputi I dalam waktu 20 hari kerja dan

membuat surat kepada pendaftar terkait Laporan Inspeksi CPOB dan permintaan

perbaikannya. Industri farmasi melalui pendaftar menyampaikan CAPA

(Corrective Action Preventive Action) terkait temuan yang tercantum dalam

Laporan Hasil Inspeksi dalam tenggat waku satu bulan untu temuan kritikal atau

dua bulan yang tidak kritikal dan membayar PNBP sesuai peraturan yang berlaku

sebagai biaya evaluasi dokumen CAPA inspeksi luar negeri. Tim inspeksi

melakukan evaluasi terhadap CAPA yang telah disampaikan dalam tenggat waktu

sebagai berikut.

a. Dokumen kualifikasi (kualifikasi alat kritis, kualifikasi sarana penunjang)

20 hari kerja

b. Dokumen validasi (validasi proses, pembersihan, validasi metode analisis,

RIV) 30 hari kerja

c. Protap (pelulusan bets, penarikan kembali, penanganan penyimpangan,

pengendalian perubahan) 10 hari kerja

Evaluasi CAPA berlanjut sampai dengan dinyatakan memenuhi syarat

dengan tenggat waktu selama dua tahun. Apabila dalam tenggat waku dua tahun

industri farmasi tersebut belum memenuhi syarat maka harus dilakukan inspeksi

ulang. Hasil inspeksi yang telah memenuhi syarat dapat menjadi salah satu dasar

pertimbangan dalam pemberian nomor izin edar oleh Direktorat Penilaian Obat dan

Produk Biologi.

Selain inspeksi premarket yang dilakukan sebagai salah satu persyaratan

bagi industri farmasi yang mendaftarkan produknya untuk mendapatkan izin edar

di Indonesia, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT juga

melakukan inspeksi postmarket untuk produk yang telah memliki izin edar.

Inspeksi postmarket dilakukan untuk mengetahui konsistensi industri farmasi

dalam mengelola sistem mutu sesuai persyaratan CPOB yang telah didaftarkan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

51

Universitas Indonesia

sebelumnya. Namun, saat ini inspeksi postmarket ke industri farmasi di luar negeri

belum menjadi fokus utama Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan

Analisis CPOB dan masih terfokus pada inspeksi premarket untuk memperoleh izin

edar. Alur kerja inspeksi pre-market dan post-market terlampir pada Lampiran 7

dan 8.

Secara umum, seluruh tahapan yang dilakukan untuk inspeksi postmarket

dan tenggat waktu yang diberikan untuk evaluasi CAPA sama dengan yang

dilakukan untuk inspeksi premarket. Tindak lanjut jika pada saat inspeksi

postmarket terdaapat temuan kritikal adalah sebagai berikut.

a. Meminta pendaftar untuk tidak melakukan pendistribusian produk impor yang

berasal dari site tersebut sampai dengan CAPA terkait temuan inspeksi

diselesaikan.

b. Meminta Balai untuk melakukan monitoring terhadap produk impor tersebut dan

melaporkannya ke Pusat.

c. Jika pendaftar dan produsen tidak dapat menyelesaikan CAPA dalam jangka

waktu satu bulan seperti yang telah ditetapkan, maka diberikan sanksi penarikan

seluruh produk yang ada di pasaran dan merekomendasikan ke Direktorat

Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk proses pembekuan NIE.

d. Setelah sanksi pembekuan, jika pendaftar dan produsen tidak dapat

menyelesaikan CAPA dalam waktu satu bulan, maka dibuat rekomendasi ke

Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk pembatalan NIE.

e. Meminta untuk melakukan pemusnahan terkait produk impor yang dibatalkan

NIEnya dan melaporkan ke pusat.

Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat juga bertugas menangani sistem mutu

pada industi Bahan Baku Aktif Obat (BBAO) sesuai dengan Pedoman Cara

Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB) yang tertera pada

Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang

Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Pedoman ini bertujuan

untuk memastikan BBAO memenuhi persyaratan mutu dan kemurnian yang

diklaim atau sifat yang dimilikinya.

Pada prinsipnya, inspeksi CPBBAOB sama dengan inspeksi CPOB.

Perbedaannya hanyalah pada objek yang akan diinspeksi. Pada inspeksi CPOB

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

52

Universitas Indonesia

yang dievaluasi adalah cara pembuatan obat sedangkan pada inspeksi CPBBAOB

yang dievaluasi adalah cara pembuatan bahan aktif obat. Inspeksi CPBBAOB

bertujuan untuk memastikan pemenuhan persyaratan CPBBAOB oleh industri

bahan aktif obat. Saat ini terdapat sekitar sepuluh industri bahan aktif obat di

Indonesia.

4.3. Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi

Tugas dari Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi mengawasi

jumlah obat-obat generik yang berlogo OGB, mengawasi jumlah obat-obat esensial

yang meliputi persebaran obat esensial di wilayah Indonesia terutama di 31 provinsi

yang telah terdapat unit pelayanan teknis BBPOM dan Balai POM, menghitung

persentase jumlah obat generik terhadap obat-obat esensial yang telah mendapatkan

nomor izin edar di indonesia, mengakumulasikan jumlah obat-obat yang diproduksi

oleh industri farmasi yang telah menjalankan CPOB, membuat presentasi jumlah

obat esensial yang diproduksi oleh industri farmasi yang telah menerapkan CPOB

dengan jumlah obat esensial yang diproduksi oleh industri farmasi yang belum

menerapkan CPOB.

Subdirektorat ini memantau harga obat di Indonesia melalui Balai/ BBPOM

yang tersebar di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun

2012. Harga yang ditentukan oleh industri dipantau oleh Subdirektorat ini dan

dibuat laporannya kepada Kementrian Kesehatan untuk ditindaklanjuti terkait

penerapan dan penyimpangan yang terjadi. Penetapan harga obat oleh industri

farmasi terutama obat generik yakni di bawah harga eceran tertinggi (HET) karena

adanya kebijakan pemerintah yang mengatur harga obat agar dapat terjangkau oleh

semua lapisan masyarakat.

Selain melakukan pemantauan harga obat, Subdirektorat ini juga

menyiapkan data terkait sampling dan pengujian terhadap produk terapetik dan

PKRT. Alur kerja pelaksanaan sampling terlampir pada Lampiran 9. Pada

umumnya, sampling dilakukan untuk produk-produk yang memiliki parameter

kritis seperti antibiotik betalaktam, sefalosporin, produk sitotoksin, onkologi,

hormon, dan lain-lain. Dalam sampling, digunakan pedoman sampling yang

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

53

Universitas Indonesia

disusun berdasarkan profil obat beredar di wilayah dan lokasi terkait. Tujuan

dilakukan survei yakni memperoleh profil obat beredar yang akan digunakan antara

lain untuk :

a. Mengetahui proporsi peredaran obat per provinsi,

b. Revitalisasi metodologi sampling obat (pemastian ketersediaan sampel dalam

rangka menjaga mutu obat beredar),

c. Confirmatory data registrasi, dan

d. Resertifikasi CPOB.

Sampling dilakukan untuk menjamin agar proses sampling sesuai dengan

prosedur sampling yang digunakan. Sebelum sampling dilakukan perencanaan

sampling untuk menentukan target jumlah produk-produk yang akan disampling

dari berbagai provinsi di Indonesia. Setelah itu dilakukan persiapan pra-sampling

untuk melihat ketersediaan jumlah dan jenis produk-produk yang akan disampling

yang masih terdapat di pasaran dan setelah melakukan sampling dibuat suatu

laporan untuk mengevaluasi dan untuk memberikan feedback terhadap hasil

sampling kepada produsen atau pelaku usaha yang mengeluarkan atau

memproduksi produk tersebut. Sampling dilakukan melalui pendekatan analisis

resiko berdasarkan tingkat kekritisan. Kelompok resiko dengan tingkat kekritisan

lebih tinggi akan mendapat proporsi sampel yang lebih besar. Sampling

dikelompokkan sebagai berikut.

a. Samping rutin (routine sampling)

1) Sampling compliance, bertujuan untuk mengawasi konsistensi terhadap

pemenuhan persyaratan mutu suatu obat

2) Sampling surveillance, bertujuan untuk mengetahui peredaran obat ilegal

termasuk obat palsu dengan mempertimbangkan yang pernah ditemukan pada

tahun sebelumnya

Kategori dan kriteria produk terapetik yang akan disampling meliputi sebagi

berikut.

a) Kategori A : obat program pemerintah (obat dan vaksin)

b) Kategori B : obat untuk pengobatan infeksi yang spesifik maupun

parasitik (antibiotik, antiviral, antimalaria, antituberkulosis,

antihelmintik/antiparasit, antifungi)

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

54

Universitas Indonesia

c) Kategori C : obat yang diproduksi dalam jumlah besar/banyak beredar

d) Kategori D : obat yang diproduksi oleh industri farmasi yang

memerlukan perhatian khusus

e) Kategori E : obat yang memiliki riwayat TMS (recall dan kejadian

ikutan pasca imunisasi (KIPI); obat yang sering ditemukan

TIE atau diduga dipalsukan)

f) Kategori F : obat untuk anak-anak (pediatrik)

g) Kategori G : produk impor (vaksin impor, obat impor)

h) Kategori H : narkotik, psikotropik, prekursor, dan obat yang rawan

didiversikan

i) Kategori I : lain-lain (rokok, sampel untuk ruang lingkup)

b. Sampling yang dipicu oleh kasus tertentu (triggered sampling), seperti obat yang

diproduksi oleh industri farmasi yang implementasi CPOB-nya inkonsisten,

penyimpanan obat yang tidak sesuai ketentuan, obat TMS yang kritikal, dan obat

impor yang beredar dengan NIE baru

Selain sampling, dilakukan pengujian terhadap produk-produk terapetik

sebelum ataupun setelah beredar. Pengujian ini dilakukan untuk menjamin agar

produk yang dihasilkan memiliki konsistensi mutu, keamanan dan khasiat yang

sama dengan produk saat produk tersebut diregistrasi dan pertama kali produk

tersebut mendapat nomor izin edar. Pengawasan tersebut termasuk pengawasan

post-market. Sedangkan pengawasan pre-market dilakukan sebelum produk

tersebut beredar dan belum memiliki sertifikat pelulusan dan pengujian. Dalam

pengujian, juga dibuat laporan setiap tahun terhadap produk-produk yang akan

launching di pasaran atau produk-produk yang mengalami perubahan terhadap

proses produksinya seperti perubahan bahan baku, perubahan bentuk sediaan,

perubahan proses pembuatan, dan perubahan ruang produksinya.

Pengawasan mutu obat di pasaran berkaitan dengan jumlah obat yang

diberikan nomor izin edar oleh BPOM. Untuk meningkatkan pengawasan mutu

obat, perlu diketahui berapa jumlah obat yang beredar dari seluruh nomor izin edar

yang telah disetujui. Untuk mengetahui jumlah obat beredar dapat diperoleh melalui

survei obat beredar di sarana pelayanan kefarmasian di apotek. Data yang

dihasilkan dari survei harus akurat dan harus memenuhi kaidah-kaidah yang

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

55

Universitas Indonesia

berkaitan dengan survei, dan diperlukan pula persamaan persepsi dari pelaksanaan

survei. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kegiatan survei diperlukan pedoman

untuk pelaksanaannya.

Ruang lingkup dalam melakukan survei adalah obat beredar yang telah

mempunyai nomor izin edar 15 digit ataupun 7 digit, obat program, obat SAS

(Special Access Scheme), obat donasi, ketentuan obat yang didata saat survei yakni

semua obat yang beredar yang telah memiliki nomor izin edar di apotek, obat

dengan beda kekuatan, obat dengan beda bentuk sediaan, obat yang tidak terdata

dalam database namun mempunyai NIE, obat dengan berbeda kemasan tidak

dihitung.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

56 Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil selama melakukan PKPA di BPOM RI

adalah:

a. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT memiliki tugas

pokok dalam melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan

penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi

dan sertifikasi produk terapetik dan PKRT, pengawasan bahan baku obat dan

analisis CPOB, serta pemantauan dan analisis harga obat dan farmakoekonomi.

b. Apoteker memiliki peran dalam pengawasan produksi Produk Terapetik dan

PKRT dimulai dari pelaksanaan kegiatan inspeksi dan sertifikasi sarana

produksi dalam rangka pemenuhan terhadap standar CPOB, pengawasan bahan

baku obat, pemantauan harga obat secara tidak langsung, sampling dan

pengujian obat yang beredar di pasaran, serta evaluasi Dokumen Induk Industri

Farmasi (DIIF)/Dokumen Site Master File (SMF) untuk pemberian

rekomendasi pada Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dalam hal

pemberian Nomor Izin Edar Produk Terapetik dan PKRT impor.

5.2 Saran

a. Sebaiknya setiap direktorat membuat timeline untuk pelaksanaan PKPA di

masing-masing Subdirektorat sehingga kegiatan mahasiswa bisa lebih terjadwal

dan teratur, termasuk jadwal untuk pemberian tugas dan diskusi dengan pihak

direktorat.

b. Sebaiknya jadwal pelaksanaan PKPA dilaksanakan pada saat bulan dimana

kemungkinan tidak banyak kesibukan dari BPOM sehingga mahasiswa bisa

lebih terbimbing dalam proses pemahaman mengenai tugas dan peran apoteker

di bidang pemerintahan, khususnya di BPOM.

c. Diberikan kesempatan yang lebih besar kepada peserta PKPA untuk memahami

ruang lingkup tugas dan tanggung jawab dari setiap Subdirektoratdi Direktorat

Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT dengan menyediakan lebih

banyak literatur maupun kumpulan peraturan yang menunjang.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

57

Universitas Indonesia

d. Seiring dengan berkembangnya dunia kefarmasian yang semakin pesat,

diperlukan peningkatan sistem pengawasan oleh BPOM yang lebih baik. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penambahan personalia yang kompeten di

bidangnya agar fungsi pengawasan dan sistem mutu yang dijalankan BPOM

semakin baik dan efisien.

e. Karena teknologi dan ilmu kefarmasian juga mengalami perkembangan yang

pesat, penyusunan pedoman CPOB yang baru dalam rangka pemutakhiran

pedoman CPOB yang lama perlu dilakukan lebih cepat agar sesuai dengan

perkembangan pedoman cGMP.

f. Diperlukan edukasi tentang tanda-tanda fisik produk yang diduga TMS dan

sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar segera melapor

kepada unit layanan pengaduan konsumen di BPOM atau industri terkait jika

menerima produk yang diduga TMS sehingga tercipta kerjasama antara BPOM

dan masyarakat untuk mencegah terjadinya resiko terhadap kesehatan atas

beredarnya produk obat TMS.

g. Diperlukan sikap dan sanksi yang lebih tegas dari BPOM terhadap industri

farmasi yang tidak segera melaporkan progres penarikan produk dan tindakan

CAPA terkait temuan hasil inspeksi.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

58 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2001). Keputusan

Kepala BPOM RI No HK.00.05.21.4231 tahun 2004 tentang perubahan

atas Keputusan Kepala BPOM No 02001/SK/BPOM tahun 2001 tentang

Organisasi dan Tata Kerja BPOM. Jakarta: BPOM RI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003). Keputusan

BPOM RI No HK.00.05.23.0081 Tahun 2003 tentang Cara Mempersiapkan

Rancangan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan Badan

Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: BPOM RI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala

BPOM No. HK.04.1.33.12.11.09937 tahun 2011 tentang Cara Sertifikasi

CPOB. Jakarta: BPOM RI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK.03.1.33.12.12.8195 tahun

2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.

Jakarta: BPOM RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010

tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Keputusan Menteri Kesehatan No.

092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik

tahun 2012 . Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Peraturan Preisiden No. 03 tahun 2013 tentang

perubahan ketujuh tentang Keputusan Presiden Republik Indonesia

Nomor 103 Tahun 2001 Tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan,

susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Pemerintahan Non

Departemen. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Pemerintah Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintahan No.72 tahun

1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Undang-Undang No.36 Tahun

2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

60

Lampiran 1. Struktur Organisasi BPOM RI

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

61

Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik dan PKRT

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

62

Lampiran 3. Alur Kerja Sertifikasi CPOB

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

63

Lampiran 4. Alur Kerja Persiapan Inspeksi CPOB

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

64

Lampiran 5. Alur Kerja Pelaksanaan Inspeksi CPOB

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

65

Lampiran 6. Alur Kerja Laporan Inspeksi CPOB

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

66

Lampiran 7. Alur Kerja Inspeksi Luar Negeri Pre-Market

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

67

Lampiran 8. Alur Kerja Inspeksi Luar Negeri Post-Market

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

68

Lampiran 9. Alur Kerja Pelaksanaan Sampling

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KASUS PENARIKAN KEMBALI PRODUK X

DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKS PRODUK

TERAPETIK DAN PKRT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

AMALIA RIZQI, S.Farm.

1306343353

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

APRIL 2014

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KASUS PENARIKAN KEMBALI PRODUK X

DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKS PRODUK

TERAPETIK DAN PKRT

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

AMALIA RIZQI, S.Farm.

1306343353

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

FEBRUARI 2014

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian........................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

2.1 Definisi Penarikan Kembai (Recall)............................................ 3

2.2 Kriteria Produk Obat yang Tidak Memenuhi Persyaratan ............... 3

2.3 Jenis Recal ................................................................................. 4

2.3.1 Penarikan Kelas I .............................................................. 4

2.3.2 Penarikan Kelas II ............................................................. 4

2.3.3 Penarikan Kelas III ............................................................ 5

2.4 Produk Recall ............................................................................. 5

2.4.1 Temuan Produk yang Tidak Memenuhi Persyaratan .......... 5

2.4.2 Penanganan terhadap Produk yang Tidak Memenuhi

Persyaratan ........................................................................ 8

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................ 12

3.1 Tempat dan Waktu ..................................................................... 12

3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................... 12

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 13

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 17

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 17

5.2 Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 18

LAMPIRAN .................................................................................................. 19

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Produk X yang Dilakukan oleh Beberapa Balai

POM. .............................................................................................. 13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Kerja Penarikan Kembali Obat TMS (Recall) ................. 20

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan suatu negara

adalah tingkat kesehatan masyarakatnya. Oleh sebab itu untuk mewujudkan tujuan

nasional yaitu kesejahteraan rakyat Indonesia perlu dilakukan upaya dalam

meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu cara dalam

meningkatkan kualitas kesehatan khususnya dalam bidang kefarmasian adalah

dengan melindungi masyarakat dari peredaran obat dan bahan obat yang tidak

memenuhi persyaratan. Salah satu cara mencegah peredaran obat yang tidak

memenuhi persyaratan adalah menjamin pengadaan sediaan farmasi yang harus

dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat sediaan Farmasi

(Pemerintah Republik Indonesia, 2009a)

Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi yang merupakan bahan atau

paduan bahan, digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi

atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia

(.Pemerintah Republik Indonesia, 2009b). Obat yang beredar harus memenuhi

standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan. Selain itu,

obat hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan

harus ditarik dari peredaran.

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT adalah evaluasi produk obat yang tidak memenuhi

syarat (TMS). Tindak lanjut dari evaluasi produk obat TMS berupa penarikan obat

dari peredaran (recall). Penarikan adalah proses penarikan kembali obat yang telah

diedarkan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat,

mutu, dan penandaan. Dalam rangka melindungi masyarakat dari risiko kesehatan

atas peredaran obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,

khasiat, mutu, dan penandaan dan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau

persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan penandaan harus ditarik dari peredaran.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

2

Universitas Indonesia

Berdasarkan latar belakang tersebut maka Universitas Indonesia bekerja

sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaksanakan Praktek

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Profesi Apoteker.

Kegiatan ini merupakan sarana dalam mendapatkan ilmu dan pengalaman bagi

mahasiswa dalam bidang pengawasan produk obat, makanan, obat tradisional,

maupun kosmetik terutama pengetahuan mengenai penarikan kembali suatu produk

atau recall.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya kajian ini adalah:

a. Mengetahui dan memahami proses dilakukanya penarikan kembali atau recall

produk terapetik di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan

PKRT.

b. Melakukan Studi Kasus Penarikan Kembali di Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penarikan Kembali (Recall)

Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT adalah evaluasi produk obat yang tidak memenuhi

syarat (TMS). Tindak lanjut dari evaluasi produk obat TMS berupa penarikan obat

dari peredaran (recall). Penarikan adalah proses penarikan kembali obat yang telah

diedarkan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat,

mutu, dan penandaan.

2.2 Kriteria Produk Obat yang Tidak Memenuhi Persyaratan

Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan harus ditarik dari

peredaran. Kriteria produk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan

mutu adalah obat yang tidak memenuhi persyaratan berikut:

a. Pemerian,

b. Sterilitas,

c. Uji Disolusi,

d. Uji Potensi,

e. Kadar,

f. Keseragaman sediaan (keseragaman kandungan dan keragaman bobot),

g. pH,

h. Label tidak sesuai dengan kandungan dan/atau kekuatan zat aktif (mislabel),

i. Kadar air,

j. Ketidaksesuaian penandaan dengan yang disetujui,

k. Keseragaman bobot,

l. Volume terpindahkan,

m. Isi minimum, dan/atau

n. Waktu hancur.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

4

Universitas Indonesia

2.3 Jenis Recall

Penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan dari

peredaran dapat berupa:

a. Penarikan wajib (mandatory recall), yaitu penarikan yang diperintahkan oleh

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan/atau

b. Penarikan sukarela (voluntary recall), yaitu penarikan yang diprakarsai oleh

pemilik izin edar.

Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata

Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan,

penarikan obat dibagi menjadi 3 (tiga) kelas sebagai berikut.

2.3.1 Penarikan Kelas I

Penarikan Kelas I adalah penarikan terhadap obat yang apabila digunakan

dapat menyebabkan efek serius terhadap kesehatan yang berpotensi menyebabkan

kematian, termasuk namun tidak terbatas pada obat yang:

a. Telah memiliki izin edar yang tidak memenuhi persyaratan keamanan;

b. Terkontaminasi mikroba pada sediaan injeksi dan obat tetes mata;

c. Terkontaminasi kimia yang menyebabkan efek serius terhadap kesehatan;

d. Labelnya tidak sesuai dengan kandungan dan/atau kekuatan zat aktif;

e. Ketercampuran obat dalam lebih dari satu wadah; dan/atau

f. Kandungan zat aktif salah dalam obat multi komponen yang menyebabkan efek

serius terhadap kesehatan.

2.3.2 Penarikan Kelas II

Penarikan Kelas II adalah penarikan terhadap obat yang apabila digunakan

dapat menyebabkan penyakit atau pengobatan keliru yang efeknya bersifat

sementara terhadap kesehatan dan dapat pulih kembali, termasuk namun tidak

terbatas pada obat yang:

a. Labelnya tidak lengkap atau salah cetak;

b. Brosur atau leafletnya salah informasi atau tidak lengkap;

c. Terkontaminasi mikroba pada sediaan obat non steril;

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

5

Universitas Indonesia

d. Terkontaminasi kimia atau fisika (zat pengotor atau partikulat yang melebihi

batas, kontaminasi silang);

e. Tidak memenuhi spesifikasi keseragaman kandungan, keragaman bobot, uji

disolusi, uji potensi, kadar, pH, pemerian, kadar air, atau stabilitas; dan/atau

f. Kadaluwarsa.

2.3.3 Penarikan Kelas III

Penarikan Kelas III adalah penarikan terhadap obat yang tidak menimbulkan

bahaya signifikan terhadap kesehatan tetapi karena alasan lain dan tidak termasuk

dalam Penarikan Kelas I dan Kelas II, termasuk namun tidak terbatas pada obat

yang:

a. Tidak mencantumkan nomor bets dan/atau tanggal kedaluwarsa;

b. Memenuhi spesifikasi waktu hancur, volume terpindahkan atau keseragaman

bobot, pH sediaan oral cair;

c. Penutup kemasan rusak.

2.4 Tahapan Recall

2.4.1 Temuan Produk yang Tidak Memenuhi Persyaratan

Penemuan produk yang tidak memenuhi persyaratan dapat dilakukan

melalui beberapa cara antara lain ditemukan dari hasil sampling dan pengujian,

sistem kewaspadaan cepat (Rapid Alert System), keluhan masyarakat, hasil

keputusan Kepala Badan terhadap keamanan dan/atau khasiat obat, temuan kritikal

hasil inspeksi atas Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

2.4.1.1. Hasil Sampling dan Pengujian

Tugas pokok Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT

terkait hasil sampling dan pengujian antara lain :

a. Menerima laporan bulanan hasil sampling dan pengujian dari Balai dalam

hardcopy maupun softcopy serta melakukan evaluasi.

b. Menerima tembusan laporan dari Balai untuk obat tidak memenuhi syarat.

c. Menerima hasil evaluasi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional

(PPOMN) terhadap hasil pengujian obat tidak memenuhi syarat dari Balai, baik

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

6

Universitas Indonesia

berupa hasil uji absah atau evaluasi Catatan Pengujian sampel obat tidak

memenuhi syarat. Untuk produk dengan jenis tidak memenuhi syarat pemerian

dan/atau dengan riwayat tidak memenuhi syarat berulang dapat ditindaklanjuti

tanpa menunggu tanggapan dari PPOMN.

d. Melakukan evaluasi terhadap hasil evaluasi PPOMN terhadap hasil pengujian

obat tidak memenuhi syarat dari Balai.

e. Membuat resume terhadap hasil evaluasi uji absah/tanggapan PPOMN dan

evaluasi hasil pengujian obat tidak memenuhi syarat dari laporan Balai

Besar/Balai POM serta dilengkapi saran tindak lanjut.

f. Membuat review resume dan Surat Tindak Lanjut.

g. Menyetujui resume dan Surat Tindak Lanjut dan meneruskan ke Deputi untuk

disetujui/ditandatangani oleh Deputi.

h. Jika disetujui, obat yang ditetapkan tidak memenuhi syarat dibuatkan surat

pemberian sanksi administratif berupa recall obat tidak memenuhi syarat dari

peredaran kepada pemilik izin edar. Sedangkan obat yang memenuhi syarat;

dibuat surat teguran kepada Balai terkait yang berisi hasil pengujian dan

peringatan untuk menerapkan Cara Berlaboratorium Pengawasan Mutu yang

Baik dalam melaksanakan pengujian dan investigasi terhadap perbedaan hasil

uji.

i. Menyampaikan hasil resume dan arsip surat keluar tersebut untuk

didokumentasikan.

2.4.1.2. Sistem Kewaspadaan Cepat (Rapid Alert System)

a. Pemilik melaporkan bahwa akan recall terhadap produk, yang memuat :

1) Informasi obat : nama, bentuk sediaan, indikasi, nomor bets, tanggal

produksi, tanggal kadaluarsa, kemasan obat, pemilik izin edar/produsen

2) Jumlah obat yang ditarik : jumlah obat dalam satu bets, tanggal produksi,

jumlah obat yang sudah didistribusikan untuk bets tidak memenuhi syarat dan

penyalurnya

3) Hasil penarikan obat dari peredaran : bukti surat tindak lanjut penarikan

kepada distributor/penyalur dan outlet lain, jumlah obat dalam persediaan di

industri farmasi

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

7

Universitas Indonesia

4) Alasan penarikan : penjelasan tentang penyebab, bahaya obat TMS

5) Risk assessment mengenai penarikan obat TMS

6) Strategi penarikan obat TMS

7) Pelaksanaan pemusnahan obat TMS

b. Proses tanggapan terhadap penarikan

1) Adanya laporan penarikan voluntary dari pemilik izin terhadap obat miliknya

yang tidak memenuhi syarat mutu, khasiat, dan keamanan

2) Dilakukan evaluasi laporan penarikan voluntary

3) Dibuat resume hasil evaluasi terhadap laporan penarikan voluntary beserta

tanggapan: pemanggilan yang bersangkutan untuk diskusi jika perlu,

menginformasikan peraturan untuk penarikan voluntary sesuai prosedur

kepada pemilik, membuat hasil evaluasi dan surat tanggapan, memeriksa

kebenaran resume, menandatangani surat tanggapan ke industri farmasi

dengan tembusan ke Balai setempat

4) Dilakukan tindak lanjut penarikan, dibuat laporan investigasi dan dilakukan

pemantauan

2.4.1.3. Keluhan Masyarakat

a. Direktorat menerima keluhan dari Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)

sesuai Instruksi Kerja (IK) Penanganan Keluhan Masyarakat tentang Mutu

Produk

b. Direktur menetapkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dan investigasi terhadap

keluhan mutu produk dilakukan penarikan seluruh produk dengan nomor bets

tersebut

2.4.1.4. Hasil Keputusan Kepala Badan terhadap Keamanan dan/atau Khasiat Obat

a. Pemberian sanksi administratif : surat penarikan dikeluarkan dalam waktu tidak

lebih dari 1 x 24 jam untuk kelas I, 5 (lima) hari kerja untuk kelas II, 7 (tujuh)

hari kerja untuk kelas III setelah obat tersebut ditetapkan sebagai obat tidak

memenuhi syarat dan dikirimkan kepada pemilik izin edar melalui pos atau

secara elektronik tembusan Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

8

Universitas Indonesia

b. Isi surat penarikan : nama obat, bentuk sediaan, komposisi, kemasan, Nomor Izin

Edar, nomor bets, perintah penarikan dan pemusnahan, perintah untuk

melaporkan hasil penarikan obat dari peredaran, jumlah produk dalam

persediaan, penyalur dengan daerah pemasarannya dan obat yang sudah

diedarkan kepada penyalur, fotokopi catatan produksi bets obat lengkap dengan

catatan hasil pengujian dari bets tidak memenuhi syarat, bets sebelum dan bets

sesudah bets tidak memenuhi syarat, protap penarikan kembali produk, cara

penomoran bets, hasil investigasi dan evaluasi terhadap penyebab obat tidak

memenuhi syarat dan penanganannya, tindakan perbaikan dan pencegahan untuk

mencegah obat tidak memenuhi syarat terulang kembali

c. Lingkup tempat penarikan : PBF, sarana pelayanan kesehatan (rumah sakit,

instalasi farmasi kabupaten, Puskesmas, klinik, balai pengobatan, praktek dokter

di daerah terpencil, apotek, toko obat, mantri), sarana lain (supermarket, toko,

warung, sarana tidak resmi)

2.4.1.5. Temuan Kritikal Hasil Inspeksi atas Cara Pembuatan Obat yang Baik.

a. Berdasarkan analisis risiko dari hasil temuan kritikal pada inspeksi CPOB,

produk harus ditarik dari peredaran karena dapat mengancam keselamatan jiwa

b. Dibuat surat perintah penarikan kembali kepada pemilik izin edar dengan

tembusan seluruh balai dan Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi

2.4.2 Penanganan terhadap Produk yang Tidak Memenuhi Persyaratan

Berdasarkan evaluasi hasil analisis risiko dan hasil evaluasi PPOMN

terhadap obat yang dilaporkan tidak memenuhi syarat oleh Balai apabila:

a. Suatu obat ditetapkan tidak memenuhi syarat, maka dilakukan tindak lanjut

pemberian sanksi administratif berupa penarikan kembali obat dari peredaran,

b. Suatu obat ditetapkan memenuhi syarat, maka Balai akan diberi surat teguran

yang berisi hasil pengujian dan peringatan untuk menerapkan Cara

Berlaboratorium Pengawasan Mutu yang Baik dalam melaksanakan pengujian

dan melakukan investigasi terhadap perbedaan hasil uji,

c. Keputusan ditetapkan setelah semua dokumen/data (laporan hasil sampling dan

pengujian dari Balai, hasil evaluasi dari PPOMN, dan hasil pengecekan data

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

9

Universitas Indonesia

produk di Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi) yang diperlukan

untuk evaluasi hasil sampling dan pengujian obat yang tidak memenuhi telah

lengkap.

Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang telah ditarik

dari peredaran harus dilakukan pemusnahan yang dilakukan terhadap obat dan/atau

kemasan dan label. Pemusnahan tersebut dilakukan oleh pemilik izin edar sesuai

tata cara pemusnahan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan

dengan disaksikan oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemusnahan

obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan harus dibuatkan Berita

Acara Pemusnahan dan membuat laporan pelaksanaan pemusnahan kepada Kepala

Badan. Berita Acara Pemusnahan paling sedikit memuat keterangan mengenai :

a. hari, tanggal, dan tempat/lokasi pemusnahan,

b. pihak yang memusnahkan/pemilik izin edar,

c. saksi-saksi,

d. nama obat,

e. bentuk sediaan,

f. nomor izin edar,

g. jumlah obat,

h. nomor bets,

i. cara pemusnahan, dan

j. nama dan tanda tangan pihak yang memusnahkan serta saksi-saksi.

Laporan penarikan memuat keterangan mengenai sebagai berikut.

a. Informasi obat: nama, bentuk sediaan, indikasi, nomor bets, tanggal produksi,

tanggal kadaluarsa, kemasan obat, pemilik izin edar/produsen

b. Proses dan hasil penarikan obat dari peredaran: protap penarikan kembali, bukti

surat tindak lanjut penarikan kepada distributor/penyalur dan outlet lain,

jumlah produk dalam persediaan industri farmasi

c. Jumlah obat yang ditarik : jumlah obat dalam satu bets, tanggal produksi,

jumlah obat yang sudah didistribusikan untuk bets tidak memenuhi syarat dan

penyalurnya

d. Fotokopi catatan produksi bets obat lengkap dengan catatan hasil pengujian

dari bets tidak memenuhi syarat

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

10

Universitas Indonesia

e. Hasil investigasi dan hasil penarikan tersebut harus dilaporkan dalam waktu

tidak lebih dari 3 (tiga) hari kerja setelah menerima surat perintah penarikan

untuk kelas I, 7 (tujuh) hari kerja untuk kelas II, 14 hari kerja untuk kelas III

f. Apabila ternyata disebabkan oleh formula, laporan disampaikan dalam waktu

paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penarikan. Laporan hasil

evaluasi formula disampaikan melalui Direktorat Penilaian Obat dan Produk

Biologi tembusan kepada Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik

dan PKRT

g. Tindakan perbaikan dan pencegahan untuk mencegah terulang kembali

h. Pelaksanaan pemusnahan obat tidak memenuhi syarat, disaksikan oleh petugas

Balai setempat

Evaluasi laporan penarikan meliputi sebagai berikut.

a. Adanya laporan penarikan dari pemilik izin

b. Dilakukan evaluasi kembali laporan penarikan dari pemilik izin

c. Dibuat resume hasil evaluasi dan tanggapan

d. Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan yang diterima masih

belum memenuhi hal-hal yang tercantum pada laporan, dibuat usulan tindak

lanjut untuk meminta pemilik izin melaporkan hal-hal yang belum dipenuhi

dengan memperhatikan batas waktu yang tercantum dalam surat penarikan.

Apabila perlu Direktorat dan/atau Balai akan melakukan inspeksi terhadap

pemilik izin dan apabila terbukti telah terjadi penyimpangan terhadap

ketentuan yang berlaku maka tindak lanjut berupa sanksi yang sesuai akan

diberikan oleh Badan POM berupa : peringatan, peringatan keras, Penghentian

Sementara Kegiatan, pembekuan Nomor Izin Edar, sampai pembatalan izin

edar atau pembekuan sertifikat CPOB sampai pencabutan sertifikat CPOB

e. Apabila surat tindak lanjut telah disetujui oleh Direktur, maka surat tindak

lanjut akan dikirimkan kepada pemegang Nomor Izin Edar untuk melakukan

diskusi recall, tindak lanjut recall berulang, dan monitoring laporan penarikan.

Pada diskusi recall, jika diperlukan, Direktorat Pengawasan Produksi Produk

Terapetik berdiskusi mengenai tindak lanjut surat recall dengan industri

farmasi. Pada tahapan tindak lanjut recall berulang dapat diberikan perintah

penarikan, juga dapat dikenai sanksi administrasi berupa peringatan,

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

11

Universitas Indonesia

peringatan keras, Penghentian Sementara Kegiatan, pembekuan Nomor Izin

Edar, sampai pembatalan izin edar. Balai juga melakukan monitoring laporan

penarikan oleh industri farmasi dan laporan pemantauan bets tidak memenuhi

syarat di peredaran. Pelaporan monitoring obat tidak memenuhi syarat di

peredaran dilakukan dengan mempertimbangkan kelas penarikan

f. Pemantauan penarikan sesuai pengelompokan Balai yang telah ditetapkan,

dibuat resume dan surat tindak lanjut untuk pemilik izin yang belum

melaporkan laporan penarikan setelah batas waktu yang telah ditetapkan sejak

tanggal surat perintah penarikan dan Balai yang telah melaporkan hasil

monitoring bets tidak memenuhi syarat di peredaran

g. Dibuat review resume dan surat tindak lanjut

h. Pengiriman surat tindak lanjut ke pemilik izin dan Balai terkait

i. Dokumen recall akan disimpan selama 5 tahun

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

12 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang pemerintahan

dilaksanakan pada tanggal 1-24 April 2014 di Direktorat Pengawasan Produksi

Produk Terapetik dan PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan POM,

Jalan Percetakan Negara Nomor 23, Jakarta Pusat.

3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengkajan data dilakukan melalui studi literatur Standar Operasional

(SOP) yang telah ditetapkan oleh Badan POM dan melalui diskusi bersama

Kepala Subdit yang ada di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan

PKRT.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

13 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk lebih memahami mengenai prosedur penarikan kembali produk yang

tidak memenuhi syarat (recall) yang telah ditetapkan oleh Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT, dilakukan studi kasus terhadap salah satu kasus

yang pernah ditangani oleh Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan

PKRT.

Suatu produk obat X dengan bentuk sediaan tablet salut selaput yang

diproduksi oleh industri farmasi Y dinyatakan tidak memenuhi syarat berdasarkan

hasil uji disolusi yang dilakukan oleh Balai POM. Hasil pengujian produk X yang

dilakukan oleh beberapa Balai POM tertera pada Tabel 1.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Produk X yang Dilakukan oleh Beberapa Balai POM.

Balai ED TMS

Bengkulu 3 Mei 2009 Kadar hasil urai, kadar zat

aktif, dan telah kadaluarsa

Semarang 8 Mei 2009; 15 April

2009

Kadar hasil urai dan kadar zat

aktif

Banda Aceh - Kadar hasil urai dan kadar zat

aktif

Palangkaraya Maret 2011 Uji disolusi dan kadar hasil

urai

Palangkaraya 3 Januari 2013 Kadar hasil urai dan kadar zat

aktif

Pontianak - Uji disolusi

Medan 4 April 2014 Kadar hasil urai

Makassar 8 November 2014 Uji disolusi

Kendari 26 Februari 2015 Uji disolusi

Setelah dilakukan penelusuran, dapat diketahui bahwa ternyata produk X

memiliki riwayat recall yang cukup sering. Dari tahun 2009 hingga 2013, Badan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

14

Universitas Indonesia

POM telah mengeluarkan perintah kepada industri Y untuk melakukan penarikan

kembali produk X sebanyak 9 (sembilan) bets. Sanksi yang diberikan oleh Badan

POM kepada industri Y terkait sering terjadinya penarikan kembali produk X

adalah berupa larangan produksi sementara sampai dilakukan tindakan perbaikan

dan pencegahan (CAPA) yang terbukti efektif mencegah obat TMS terulang

kembali. Adapun hal-hal yang harus dilakukan oleh industri Y untuk

menindaklanjuti surat perintah recall dari Badan POM antara lain :

a. Melakukan recall terhadap bets produk yang tidak memenuhi syarat dan seluruh

obat dari peredaran yakni PBF, apotek, rumah sakit, poliklinik, atau klinik, dan

outlet lain tidak lebih dari 5 (lima) hari kerja sejak dikeluarkannya surat perintah

penarikan oleh Badan POM

b. Membuat laporan kepada Badan POM mengenai progres recall, seluruh daftar

bets yang pernah diproduksi, jumlah produk yang masih terdapat dalam

persediaan di industri, distribusi dan distributor, serta hasil investigasi, evaluasi,

dan penanganannya terhadap obat TMS dan termasuk evaluasi mutu terhadap

bets-bets lain dimulai dari bets sebelum dan bets sesudah bets TMS yang ada di

peredaran dan sampel pertinggal

c. Pemusnahan obat yang berhasil ditarik kembali, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan disaksikan oleh petugas Balai Besar

POM setempat.

d. Melaporkan bukti Penghentian Sementara Kegiatan Produksi produk X

e. Apabila masih ditemukan bets-bets lain yang TMS di peredaran, maka Badan

POM akan memberikan sanksi yang lebih keras sampai Pencabutan Izin Edar.

Berdasarkan hasil investigasi yang telah dilakukan oleh industri Y, diketahui

bahwa penyebab obat TMS berasal dari faktor material dan faktor mesin produksi

yang digunakan. Faktor material yang menyebabkan obat TMS adalah lapisan

coating tidak menyalut seluruh bagian tablet dan stabilitas tablet menurun sehingga

kadar zat aktif menurun, kadar hasil urai meningkat, dan hasil uji disolusi tidak

memenuhi syarat, sedangkan faktor mesin penyebab obat TMS adalah kecepatan

spray gun yang tidak stabil.

Tindakan CAPA yang diambil oleh industri Y adalah melakukan reformulasi

terhadap produk X sehingga harus dilakukan registrasi variasi dan memerlukan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

15

Universitas Indonesia

persetujuan dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi Badan POM RI.

Permasalahan formula yang dilaporkan sebagai penyebab produk TMS diperkuat

dengan bukti temuan TMS sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh produk

dengan formula lama berpotensi besar TMS.

Setelah produk X dengan formula baru telah diregistrasi dan disetujui,

Badan POM mengeluarkan perintah pencabutan sanksi penghentian sementara

produksi dengan ketentuan :

a. Industri melaporkan progres penarikan dan pemusnahan obat X dengan formula

lama yang berhasil ditarik dari peredaran

b. Industri melaporkan hasil data stabilitas real time seluruh bets setiap 3 bulan

sampai ED

c. Industri melakukan penarikan secara sukarela bila dalam pelaksanaan

pemantauan stabilitas formula baru yang TMS

d. Apabila masih ditemukan bets TMS, diberi sanksi pencabutan izin edar

e. Untuk menjamin mutu obat tetap terjaga, dilakukan sampling dan pengujian

terhadap produk X dengan formula baru oleh Balai atau Balai Besar POM.

Berdasarkan penyebab dilakukannya recall produk X yaitu hasil uji disolusi

TMS, maka penarikan produk X termasuk kategori penarikan kelas II. Untuk

melindungi masyarakat dari risiko kesehatan atas peredaran produk obat TMS,

Badan POM telah melakukan upaya pengamanan produk TMS tersebut secara cepat

melalui surat perintah penarikan kembali obat dari peredaran kepada industri

produsen obat tersebut.

Berdasarkan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, industri produsen

obat TMS harus melakukan penarikan kembali sesuai dengan sistem yang telah

disusun yang di dalamnya mencakup prosedur tertulis tentang penarikan obat dari

peredaran secara cepat, efektif, dan tuntas dari seluruh mata rantai distribusi obat.

Dalam hal ini, catatan distribusi hendaknya tersedia untuk digunakan oleh personil

yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan distribusi berisi

informasi yang lengkap mengenai distributor dan pelanggan yang dipasok secara

langsung. Produk yang ditarik kembali diberi penandaan dan disimpan terpisah di

area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.

Perkembangan proses penarikan kembali didokumentasikan dan dibuat laporan

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

16

Universitas Indonesia

akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang

ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaknya

dievaluasi oleh industri farmasi dari waktu ke waktu.

Sebelum dikeluarkan sanksi berupa perintah Larangan Sementara Produksi

oleh Badan POM, diketahui bahwa sanksi yang diberikan sebelumnya berupa

Peringatan Keras namun industri Y tidak menunjukkan investigasi komprehensif,

belum melakukan evaluasi cakupan bets TMS maupun tindakan CAPA yang

memadai dan efektif untuk mencegah obat TMS terulang kembali. Akibat belum

dilakukannya investigasi secara menyeluruh dan tindakan CAPA oleh industri Y,

sejak tahun 2009 hingga 2013 sebanyak 9 (sembilan) bets produk X ditarik dari

peredaran. Dengan adanya riwayat recall, seharusnya industri Y dapat lebih

menjaga mutu produk yang dihasilkan, misalnya dengan menyelidiki penyebab

TMS, menyusun tindakan CAPA sesegera mungkin, dan monitoring hasil

pengujian retained sample produk X secara lebih intens.

Dalam hal kasus penarika kembali, sebaiknya Badan POM mengkaji lebih

lanjut tentang pemberian sanksi administratif kepada industri produsen obat.

Diperlukan kajian mengenai parameter tertentu yang nantinya akan berpengaruh

terhadap pemberian sanksi administratif, misalnya banyaknya bets atau frekuensi

recall yang telah terjadi mempengaruhi jenis sanksi administratif yang diberikan.

Selain itu, terhadap industri farmasi yang memiliki riwayat recall dengan frekuensi

yang cukup sering sebaiknya dilakukan inspeksi sarana produksi dengan frekuensi

yang lebih tinggi daripada industri farmasi lainnya.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

17 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus penarikan kembali di Direktorat Pengawasan

Produksi Produk Terapetik dan PKRT, dapat disimpulkan bahwa:

a. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Badan

Pengawas Obat dan Makanan telah memiliki prosedur penarikan obat (recall)

yang cukup baik dan telah memiliki prosedur evaluasi dan tindak lanjut

terhadap obat TMS yang jelas. BPOM telah melakukan fungsi dan tugasnya

dengan baik melalui perintah penarikan kembali obat TMS kepada industri

farmasi dengan cepat dalam rangka melindungi risiko terhadap kesehatan

masyarakat atas beredarnya obat TMS di pasaran.

b. Industri farmasi produsen obat TMS belum memiliki sistem manajemen mutu

yang baik dan efektif dalam penanganan penarikan obat TMS serta kurang

menjaga konsistensinya terhadap pemenuhan persyaratan CPOB.

5.2 Saran

Adapun saran yang kami ajukan kepada Badan POM terkait dengan kasus

penarikan kembali obat dari peredaran (recall) adalah:

a. Setiap industri farmasi harus memiliki sistem manajemen mutu yang baik dan

efektif dalam penanganan penarikan obat TMS serta harus selalu menjaga

konsistensinya terhadap pemenuhan persyaratan CPOB.

b. BPOM harus memberikan sikap yang lebih cepat dan sanksi yang lebih tegas

kepada industri farmasi yang memiliki riwayat recall berulang.

c. BPOM perlu memberikan edukasi dan himbauan kepada masyarakat untuk

melaporkan produk obat yang diduga TMS kepada unit layanan pengaduan di

BPOM dan industri farmasi karena diperlukan keterlibatan dari masyarakat

untuk bersama-sama mencegah peredaran obat TMS yang dapat

membahayakan kesehatan masyarakat.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

18 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara

Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan,

Jakarta: BPOM RI.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Undang-Undang No.36

Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/2015-4/20390613-Pr-Amalia Rizqi.pdf · Tabel 2.1 Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat

20

Lampiran 1. Alur Kerja Penarikan Kembali Obat TMS (Recall)

Laporan praktek..., Amalia Rizqi, FF UI, 2014