Tujuan Pendidikan

91
TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN ISLAM *Disusun Guna Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Ushul at-Tarbiyyah Yang Diampu Oleh Supriyanto Pasir, MA. Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia Oleh Khorirur Rijal Luthfi dan Mohammad Agus Khoirul Wafa A. Pendahuluan Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi- institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan. Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki

Transcript of Tujuan Pendidikan

Page 1: Tujuan Pendidikan

TUJUAN DAN SASARAN PENDIDIKAN ISLAM

*Disusun Guna Memenuhi Tugas Dalam Mata Kuliah Ushul at-Tarbiyyah Yang Diampu Oleh Supriyanto Pasir, MA. Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia

Oleh Khorirur Rijal Luthfi dan Mohammad Agus Khoirul Wafa

A.     Pendahuluan

Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas,

individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial

yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan

fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang

beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang

beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.

Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan,

spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini,

banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi

yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang

bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri,

perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah

investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal

yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun

akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status

tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang

bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan

Barat yang sekular.

Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi

dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni

pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki

pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim

yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih

dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi

pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif

dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para

anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.

Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan dan sasaran

pedidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-

Page 2: Tujuan Pendidikan

Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara

umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan dan sasaran pendidikan dalam Islam dapat

diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.

B.     Pembahasan

B.1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam

Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak

tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat

atau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip prinsip dasar

tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha

pendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan

kelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya,

sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah

sebagai berikut:[1]

Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini

merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh

merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar

bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan

apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu

terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, “Dan carilah pada apa yang

telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu

melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qoshosh: 77). Ayat ini

menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan

pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.

Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbangan

merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada

kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan

rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak

kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secara

implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr: 1-3,

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal

sholeh.” .

Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang

mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan

sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak

Page 3: Tujuan Pendidikan

yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda

“Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak

perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian

dimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala” (HR.

Bukhori).

 

Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari

pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana

manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat

menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia

berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan,

disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, “Maka siapa yang

bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya....”

(QS. Al Maidah: 39).

Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah

hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala

kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan

tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan

nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik

bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut

membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik

tersebut. Nabi Saw bersabda, “Hargailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka,”

(HR. Nasa’i).

 

B.2. Mekanisme Pendidikan Islam

Mengenai mekanisme dalam menjalankan pendidikan Islam Dalam karyanya Tahdzibul

Akhlak, Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa syariat agama memiliki peran penting dalam

meluruskan akhlak remaja, yang membiasakan mereka untuk melakukan perbuatan yang baik,

sekaligus mempersiapkan diri mereka untuk menerima kearifan, mengupayakan kebajikan dan

mencapai kebahagiaan melalui berpikir dan penalaran yang akurat. Orang tua memiliki

kewajiban untuk mendidik mereka agar mentaati syariat ini, agar berbuat baik. Hal ini dapat

dijalankan melalui al-mau’izhah (nasehat), al- dharb (dipukul) kalau perlu, al-taubikh (dihardik),

diberi janji yang menyenangkan atau tahdzir (diancam) dengan al-‘uqubah (hukuman).[2]

(konsep uqubah dalam Islam)

Page 4: Tujuan Pendidikan

Akan tetapi, Berbeda dengan beberapa pandangan teori di atas, Ibnu Khaldun justru

berpandangan sebaliknya. Ia mengatakan bahwa kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya

tidak dilakukan dalam dunia pendidikan. Karena dalam pandangan Ibnu Khaldun, penggunaan

kekerasan dalam pengajaran dapat membahayakan anak didik, apalagi pada anak kecil,

kekerasan merupakan bagian dari sifat-sifat buruk. Disamping itu, Ia juga menambahkan bahwa

perbuatan yang lahir dari hukuman tidak murni berasal dari keinginan dan kesadaran anak didik.

Itu artinya pendidikan dengan metode ini juga sekaligus akan membiasakan seseorang untuk

berbohong dikarenakan takut dengan hukuman.[3]

 

B.3. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam

Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan.

Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu

sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta

dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya

yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang

dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya

merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.[4]

Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education

menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman.

Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu.

Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or

acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan

kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang

dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi

pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan

dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi

pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.[5]

Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan

Islam -sebagai suatu sistem keagamaan- menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara

implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan

seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan

“ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang

amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya

dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang

Page 5: Tujuan Pendidikan

lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal.[6]

Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai

yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak

dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai

dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam

masyarakat.[7]

Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi

pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang

ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan

Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan

yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai

penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur,

dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan

Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”,

yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat

hukum, dinamis, dan harmonis.[8]

Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup

manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan

lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup

manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk

tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena

mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada

empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.[9]

Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua

hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak

Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian

pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada

anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan

materi-materi tentang pengetahuan Islam.[10]

 

C.     Kesimpulan

Dari beberapa uraian yang telah penulis kemukakan dari beberapa pendapat para tokoh

pendidikian Islam bahwa pendidikan pada dasarnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang

terpenting adalah pembentukan akhlak objek didikan sehingga semua tujuan pendidikan dapat

Page 6: Tujuan Pendidikan

dicapai dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya memiliki tujuan kemashlahatan di

dalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai mekanisme pelaksanaanya, hal ini tentunya

memerlukan kajian yang lebih mendalam sehingga nantinya implementasi dari teori tersebut

dapat dipertanggungjawabkan dan dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-

faktor tertentu.

 

Daftar Pustaka

Azizy, Ahmad Qodri A. 2000. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azra. Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press

Khaldun, Ibnu. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus

Miskawaih, Ibnu. Tanpa tahun. Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah

Sanaky, Hujair AH. 2003. Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI

Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

[1] Munzir Hitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam, Yogyakarta: Infinite Press, 2004, hal. 25-30

[2] Ibnu Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah, tanpa tahun, hal. 27

[3]Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hal. 763

[4] Hilda Taba dalam Munzir Hitami, Ibid, hal. 32 

[5] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 6

[6] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, hal. 5

[7] Sulaiman, dalam Ibid, hal. 33

[8] Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI, hal. 142

[9] Munzir Hitami, Op. Cit, hal. 32

[10] Ahmad Qodri Azizy, Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 22

Tags: tarbiyah

Page 7: Tujuan Pendidikan

Prev: pengembangan terpadu BMT dan UMKNext: file kegiatan seminar entrepreneurship jama'ah al-Faraby

……………

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN

Judul: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.Nama & E-mail (Penulis): Didik Supriyanto Saya Guru di KALIRUNGKUT II/514 SURABAYA Topik: Tanggal: 17 September 2008

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN

ABSTRAK

Alquran sebagai wahyu dan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW selalu menjadi pusat sorotan karena daya pikatnya yang luar biasa. Keluarbiasaan Alquran itu terletak pada aspek-aspeknya antara lain bahasa dan gaya bahasanya, substansinya, keterjaminannya dari percampuran dengan bahasa manusia, jangkauannya yang tiada terbatas, dan multifungsinya bagi umat manusia.

Multifungsi Alquran itu terlihat pada ayat-ayatnya dan dikuatkan oleh Al-Hadits, yang menyebutkan bahwa Alquran adalah sebagai :

a) Pedoman hidup yang harus dipegang erat oleh kaum muslimin;

b) Petunjuk bagi umat manusia;

c) Pembeda antara yang benar dan yang salah;

d) Inspirator dan pemacu terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi;

e) Penyembuh bagi orang-orang mukmin;

f) Rahmat (limpahan kasih sayang) bagi orang-orang mukmin;

g) Pemberi peringatan bagi orang-orang yang lalai;

h) Bacaan utama yang bernilai ibadah.

Berbagai penelitian dan pembahasan, baik yang dilakukan oleh pakar Islam sendiri maupun oleh orientalis menyimpulkan bahwa Alquran memiliki muatan yang universal bagi kehidupan umat manusia secara keseluruhan, salah satu di antaranya bagaimana konsep Alquran berbicara masalah pendidikan.

A. Pendahuluan

Page 8: Tujuan Pendidikan

Berbicara masalah pendidikan seakan tidak habis-habisnya sampai manusia itu sendiri lenyap dari permukaan bumi alias mati, karena manusia wajib menjalani pendidikannya sejak dia dilahirkan sampai dia masuk liang lahad, jasadnya larut ditelan bumi, dan rohnya kembali kepada sang pencipta yaitu Allah SWT.

Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT selesai menciptakan Adam Alaihissalam, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan Proses Belajar Mengajar (PBM). Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam Alaihissalam) sebagai "mahasiswa" nya, sedangkan Allah SWT bertindak sebagai "Maha Guru" nya. Setelah selesai PBM maka Allah SWT mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin, malaikat, dan manusia) dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang diberikan, dan ternyata Adam lah (dari golongan manusia) yang berhasil menjadi juara dalam ujian tersebut.

Kejadian di atas diabadikan Allah SWT dalam firman-Nya QS.2 (Al-Baqoroh): 30 - 33 sebagai berikut :

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: 'sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah dimuka bumi', Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan kholifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kam,I senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui'."

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Mlaikt lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!"

"Mereka menjawab: 'Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengatahui lagi Maha Bijaksana."

"Allah berfirman :

'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini!' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka benda-benda itu, Allah berfirman: 'Bukankah sudah Ku katakana kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?".

Allah Swt berfirman dalam Alquran yang artinya : Allah tidak akan merubah suatu bangsa sehingga mereka sendiri merubah apa yang ada dalam dirinya. Termasuk yang ada di dalam diri manusia adalah hati, fakir, rasa, dan raga. Maka tepat sekali untuk merespon firman Allah di atas, Pemerintah bersama-sama DPR mengamandemen UUD 1945 pada tahun 2000 yaitu bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia, dan pada amandemen tahun 2002 terhadap UUD 1945 disebutkan bahwa, tanggung jawab Negara dalam pendidikan diwujudkan dalam APBN sekurang-kurangnya 20 %.

Dalam Pembukaan UUD 1945 tercantum salah satu cita-cita bangsa Indonesia yang luhur, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa atau masyarakat yang cerdas merupakan pilar bagi kejayaan dan kemajuannya. Dengan "mencerdaskan orang banyak" dan "memperbanyak orang cerdas", maka kita bangsa Indonesia akan sanggup menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.

Page 9: Tujuan Pendidikan

Membangun manusia yang cerdas dan terampil ini merupakan bagian dari hakikat pembangunan nasional, yakni pembangunan ,manusia seutuhnya dan manusia Indonesia seluruhnya. Kecerdasan dan keterampilan satu sama lain saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Kalau kecerdasan banyak berhubungan dengan kemampuan pikir dan nalar yang berbasis pada akal atau rasio, maka keterampilan berkaitan dengan skill atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang.

Pendidikan sebagaimana pengertiannya yang disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah

"Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara".

Pendidikan yang dimaksud dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas di atas adalah pendidikan yang mengarah pada pembentukan manusia yang berkualitas atau manusia seutuhnya yang lebih dikenal dengan istilah insan kamil. Untuk menuju terciptanya insan kamil di atas, maka pendidikan yang dikembangkan menurut Mendiknas (2006: xix) adalah pendidikan yang memiliki empat segi yaitu : olah kolbu, olah pikir, olah rasa, dan olah raga.

Olah Qolbu adalah pendidikan akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sehingga peserta didik memiliki kepribadian yang unggul. Ini adalah aktualisasi dari potensi hati manusia dan merupakan bagian pendidikan yang paling mendasar dan paling penting. Dalam istilah pendidikan, hal itu termasuk merupakan aspek afeksi, yaitu bagaimana membangun manusia berhati baik dan prakarsanya menjadi baik, yang ini semua tergantung atau karena didasarkan pada niat yang baik, sebagaimana bunyi Hadits Nabi: "semua perbuatan (amal) berangkat / tergantung dari kualitas niatnya". Niat yang baik dan positif akan bisa menjadikan manusia bersifat produktif. Inilah yang dalam istilah popular saat ini disebut dengan kecerdasan spiritual.

Olah pikir berarti membangun manusia agar memiliki kemandirian serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Olah pikir berorientasi pada pembangunan manusia yang cerdas, kreatif dan inovatif. Olah rasa bertujuan menghasilkan manusia yang apresiatif, sensitive,serta mampu mengekspresikan keindahan dan kehalusan. Ini sangat penting karena tidak akan ada rasa syukur manakala seseorang tidak memiliki apresiasi terhadap keindahan dan kehalusan. Sedangkan olah raga merupakan proses pembangunan manusia sehingga bisa menjadikan dirinya sebagai penopang bagi berfungsinya hati, otak dan rasa.

Proses pendidikan di atas sejalan dengan QS. Ali Imron (3): 191 yang artinya sebagai berikut:

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Itulah cermin manusia seutuhnya yang menggunakan hati dan fikirannya untuk selalu berdzikir kepada Allah, bertafakur mengamati alam semesta, sehingga sampai pada suatu

Page 10: Tujuan Pendidikan

kesimpulan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini bukan untuk main-main, tetapi dengan tujuan yang amat tinggi dan mulia yaitu tujuan kehidupan manusia yang tidak berhenti di dunia ini saja, melainkan harapan dan doa kehidupan yang sejahtera di akhirat kelak.

Sedangkan menurut Irfan Hielmy (1999: 58) kecerdasan dan keterampilan seperti yang disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah Kecerdasan dan keterampilan yang merupakan bagian dari apa yang kita kenal dengan istilah "The Golden H", yaitu head, hand, heart, dan health. Head adalah manusia yang cerdas, pandai dan pintar, hand berarti manusia yang terampil, memiliki skill atau keahlian dan profesionalisme; heart berarti manusia yang mencintai keindahan, memiliki akhlak yang mulia dan sopan santun; dan health berarti manusia yang sadar akan kebersihan, kesehatan dan berdisiplin tinggi. Cerdas (ibid: 59) berarti pandai, tajam pikiran dan sempurna perkembangan akal budinya. Insan yang cerdas dan terampil adalah insan dengan kemampuan akalnya dapat memahami berbagai alam dan sosial, serta memanfaatkannya demi kesejahteraan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Pembangunan pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya pengejewantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu menciptakan anak bangsa yang cerdas dan bermartabat. Proses pencerdasan dan pemartabatan bangsa dilakukan tidak lepas dari proses belajar mengajar dan pelatihan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.

Berbicara pembangunan pendidikan di Indonesia, Syafaruddin (2001:1) menjelaskan, "Pembangunan bidang pendidikan mengemban misi pemerataan pendidikan yang menimbaulkan ledakan pendidikan (education explotion). Hal itu memberikan peningkatan mutu sangat signifikan dalam pengembangan sumber daya manusia (human recourses development) bangsa kita. Strategi pendidikan nasional ketika itu adalah popularisasi pendidikan yang mengakar pada pemerataan pendidikanb. Lebih jauh semakin dirasakan bahwa pembangunan sekolah-sekolah memiliki fungsi strategis bagi peningkatan kualitas warga Negara, harkat, dan martabat bangsa Indonesia".

Langkah yang harus dilakukan untuk bisa mencapai derajat manusia Idonesia yang bermartabat, cerdas, dan terampil atau "insan kamil" atau manusia paripurna, Irfan Hielmy (ibid: 53) adalah dengan mengembangkan berbagai potensi yang ada pada diri manusia sesuai dengan fitrahnya, baik potensi jasmani (yakni daging, tulang, otot, darqh, dan sebaginya) maupun potensi rohani (yaitu akal, akhlak, budi pekerti, kolbu atau bathin, firasat, rasa, karsa, nafsu, dan sebagainay) harus dikembangkan secara seimbang, dijaga, dibina, dan dikembangkan melalui suatu proses pendidikan sejak ia lahir sampai berpulang ke rahmatullah.

B. Pendidikan Dalam Perspektif Alquran

Paradigma pendidikan dalam Alquran tidak lepas dari tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu seindiri, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas kepada sang Kholik yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat, sebagaimna Firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 : "Tidak semata-mata kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah". Menurut Armai Arief (2007:175) " bahwa tujuan pendidikan dalam Alquran adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan kholifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang diciptakan Allah".

Page 11: Tujuan Pendidikan

Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu.

Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman.

Konsep pendidikan dalam perspektif Alquran yang direfleksikan Allah SWT dalam QS. Luqman (31):12-19 selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

12. Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqmman, yaitu : " bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya: "Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang besar".

14. Dan Kami perintahkan kepada manusia terhadap dua orang ibu-bapak; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuannya tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberikan kepadamu apa yang telah engkau kerjakan.

16. (Luqman berkata): "Hai anakkua, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui".

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

18. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Page 12: Tujuan Pendidikan

19. Dan sederhanalah engkau dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.

Ketokohan Luqman Al-Hakim seperti dijelaskan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan, hingga dapat melahirkan para ahli pendidikan dibidangnya masing-masing sejak Alquran dilauncingkan oleh pembawa risalah terakhir Rosululloh Muhammad SAW empat belas abad yang lalu hingga sekarang bahkan sampai akhir jaman. Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang sangat utama dan urgen. Ia merangkul iptek sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang berilmu dan yang mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang fenomena dan rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11 : "Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."

Ilmu pengetahuan yang dituju oleh Alquran menurut Widodo (2007: 161) adalah ilmu pengetahuan dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang berhubungan dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah saja. Ia mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, sejarah, fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu dikem,bangkan lagi oleh akal manusia. Dalam pandangan yang bersifat internal-global, ilmu-ilmu dalam Alquran dapat dijabarkan ke dalam masalah-masalah akidah, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, kisah-kisah lampau,berita-berita akan dating, dan ilmu pengetahuan ilahiah lainnya.

Demikian lengkapnya berbagai ilmu yang terdapat dalam Alquran, tidak terkecuali masalah sains dan matematika. Tentang term ini Fahmi Basya (1427H: 95) menjelaskan bahwa Matematika Islam ialah matematika yang menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagi postulat. Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW bahwa: " Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu tidakakan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan Sunnah Rasul Allah (Hadits)."

Sebab itu masih menurut dia, dalam Matematika Islam, kita tidak lagi perlu membuktikan suatu data yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, sekalipun nanti dalam perjalananya, Matematika Islam seolah membuktikan kebenaran sunnah-sunnah Nabi. Data bilangan dari Alquran dan Nabi, diolah dan dibuat model matematikanya. Untuk memperjelas penemuannya dia mengutip QS. Al-Hasyr ayat 21 sebagai berikut : â?oKalau Kami turunkan Alquran ini kepada gunung, sungguh kamu lihat dia tunduk terpecah belah dari takut kepada Allah. Dan Dan itu perumpamaan yang Kami adakan untuk manusia supaya mereka berfikir"

Cuplikan ayat di atas menjelaskan bahwa Alquran adalah suatu Formula. Oleh karena itu diakhir ayat tadi dikatakan 'itu perumpamaan yang kami adakan untuk manusia supaya mereka berfikir. Fenomena ini menandakan bahwa Alquran berisi Sains yang perlu difikirkan.

C. Kedudukan Ilmu dalam Alquran

Ilmu ialah pengetahuan yang disusun secara sistematis yang diperoleh melalui suatu penyelidikan yang rasional dan empiris. Kebenaran hasil suatu penyelidikn atau penelitian yang rasional sudah barang tentu mensyaratkan adanya kemampuan berfikir dan bernalar melalui akal yang sehat secara logis untuk menetukan kesimpulan suatu kebenaran yang

Page 13: Tujuan Pendidikan

semuanya bersifat nisbi (sekarang aktual besok basi), karena kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah SWT, seperti ditegaskan dengan firman-Nya QS. AlBaqarah (2):147: "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu".

Dengan demikian, akal yang sehat menjadi syarat utama dapat memperolehnya. Irfan Hielmy (Ibid: 62) mengatakan: "Ilmu, dalam bahasa Inggris disebut science, artinya ilmu pengetahuan. Atau sering pula disebut dengan istilah epistemology, yaitu "part of philosophy which treats of the possibility, nature and limits of human knowledge" (bagian dari ilmu filsafat yang tersusun atas kemungkinan, alam dan batasan pengetahuan manusia)." Bagi manusia, ilmu berguna untuk merencanakan suatu aktivitas, mengontrol atau mengevaluasinya, memprediksi suatu gejala, dan yang terpenting adalah untuk mengembangkan teknologi, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan seluruh umat manusia.

Tidak ada agama selain Islam, dan tidak ada kitab suci selain Alquran yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang menguasainya. Yusuf Qardhawi (1998: 91) mengingatkan bahwa, ayat Alquran yang pertama ke hati Rasulullah SAW menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu denganmemerintahkannya membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut qalam, alat transformasi ilmu pengetahuan, sebagai mana ditegaskan dalam QS.Al-Alaq : 1-5 sebagai berikut : "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia menciptakan manusia dari segumpal darh. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

Dalam wahyu pertama di atas, Allah SWT memulai surat dengan memerintahkan untuk membaca yang timbul dari sifat 'tahu', lalu menyebutkan penciptaan manusia secara khusus dan umum, menyebut nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa yang ia tidak ketahui. Hal itu menunjukkan akan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.

D. Adam Dimuliakan dengan Ilmu

Seperti telah penulis cantumkan di awal, disebutkan dalam Alquran- tidak dalam kitab agama lainnya- bahwa Allah memberikan keutamaan kepada Adam, bapak manusia, juga menjadikannya sebagai khalifah Allah di muka bumi dan meninggikannya di atas malaikat -yang mengisi seluruh waktunya dengan ibadah kepada Allah-yaitu dengan ilmu yang diberikan Allah SWT kepadanya dan mengungguli ilmu malaikat dan jin pada ujian yang dilakukan Allah antara mereka dan manusia.

Ibnul Qayyim seperti dikutip Qardhawi (Ibid: 96) berkata : Tentang keutamaan ilmu yang dikisahkan dalam QS. Al-Baqarah: 30-33 seperti tercantum di awal tulisan ini, ada beberapa bentuk.

Pertama, Allah membalas pertanyaan malaikat ketika mereka menanyakan Allah SWT, "Kenapa Engkau menjadikan khalifah di bumi, sementara malaikat lebih taat dibanding mereka," Allah menjawab, "Aku lebih tahu atas apa yang engkau tidak ketahui". Allah menjawab bahwa Dia lebih tahu substansi terdalam semua itu, sementara mereka tidak mengetahuinya. Allah Mahatahu lagi Mahbijaksana dari khalifah ini akan lahir makhluk-makhluk pilihan, rasul-rasul, nabi-nabi, kaum shalihin, para syuhada, ulama, dan ahli ilmu pengetahuan dan keimanan, yang lebih baik dari Malaikat. Dan, timbul dari Iblis makhluk yang paling jahat di dunia. Allah SWT mengeluarkan dia (dari syurga yang menjadi tempat tinggal Adam). Sementara, malaikat tidak mengetahui tentang keduanya, serta tentang

Page 14: Tujuan Pendidikan

penciptaan dan penempatannya di bumi yang mengandung banyak hikmah.

Kedua, ketika akan menunjukkan kelebihan Adam dan meninggikan derajatnya, Allah SWT melebihkannya dengan ilmu yang dimilikinya. Maka, Allah mengajarkan kepadanya nama-nama, setelah melontarkan pertanyaan kepada para Malaikat, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar" (Al-Baqarah:31).

Dalam tafsir dikatakan bahwa para Malaikat berkata, "Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dari kita!" Mereka menyangka lebih baik daripada khalifah yang Allah jadikan di muka bumi. Ketika Allah menguji mereka dengan ilmu yang dimiliki khalifah ini, maka mereka segera mengakui kelemahan dan kebodohan ata apa yang mereka tidak ketahui. Saat itu Allah menampakkan keutamaan Adam dengan ilmu yang dimilikinya. "Allah berfirman, â?oHai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini! Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, (Al-Baqarah:33) mereka mengakui kelebihan Adam.

Ketiga, Setelah menunjukkan keutamaan Adam dengan ilmu yang dimilikinya dan ketidak thuan Malaikat atas ilmu tersebut, Allah SWT berfirman kepada mereka : "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Al-Baqarah:33).

Dengan firmanNya di atas, Allah memberitahukan kepada mereka akan ilmu Allah dan bahwa Dia mengetahui segala sesuatu, baik lahir maupun batin, dan kegaiban langit. Allah memperkenalkan diri kepada merka dengan sifat ilmu, dan memberitahukan mereka bahwa keutamaan nabi-Nya adalah dengan ilmu, dan kelemahan mereka atas Adam adalah dalam segi ilmu. Semua itu menunjukkan kem,uliaan ilmu.

Keempat, Allah SWT menjadikan sebagian sifat kesempurnaan pada Adam sehingga ia lebih mulia dari makhluk yang lainnya. Allah ingin menunjukan kemulian dan keutamaan Adam, maka Allah menampilkan sisi terbaiknya, yaitu ilmunya. Ini menunjukan bahwa ilmu adalah sisi yang paling mulia dalam diri manusia dan kemuliaan manusia karena ilmunya.Hal seperti ini sama dengan apa yang terjadi terhadap Nabi Yusuf a.s.. Ketika Allah ingin menunjukan keutamaan dan kemuliannya atas seluruh manusiaa pada masanya. Dia memperlihatkan kepada raja dan penduduk Mesir ilmu Yusuf a.s.tentang tabir mimpi yang tidak dapat di pecahkan oleh para ahli. Pada saat itu, sang raja menampilkannya dan memberikannya kedudukan, yaitu memegang perbendaharaan Negara. Padahal, sebelumnya raja itu memenjarakannya karena melihat ketampanannya, namun ketika tampak ketinggian ilmu dan pengetahuannya, ia melepaskan bahkan memberikannya kedudukan. Ini menunjukan bahwa penguasaan ilmu oleh bani Adam lebih dimuliakan dan lebih baik dari bentuk fisik.

Sementara menurut jalan pemikiran Muhammad Syadid (2003: 132) bahwa Alquran menjadikan alam sebagai 'buku' untuk mengetahui Allah (ma'rifatullah), menyeru akal dan hati untuk memikirkan keindahan ciptaan Allah dan ayat-ayat-Nya, mengungkap berbagai macam rahasia penciptaan-Nya. Dengan pengarahan ini Alquran membuka pintu ilmu, memerdekakan akal dan pikiran dari belenggu kebodohan dan kebekuan, serta mendorong kita untuk mengadakan pengkajian, penelitian dan pembelajaran. Allah Azza wa Jalla telah menciptakan segala sesuatu dan mengaturnya sesuai dengan undang-undang, sekaligus menyiapkan manusia untuk mengenal undang-undang tersebut dan menggunakannya dengan kesiapan yang juga dianugerahkan Allah kepadanya.

Page 15: Tujuan Pendidikan

Selanjutnya Syadid menyitir contoh pada kisah Nabi Sualaiman yang ingin memindahkan singgasana Ratu Bilqis dari Yaman ke istananya sebelum Ratu Bilqis datang memenuhi undangannya, mungkin terdapat isyarat Alquran yang mengagumkan untuk bisa menyibak rahasia alam, guna memotivasi akal agar mau berpikir dan mengkaji, sehingga bisa melahirkan berbagai macam penemuan. Kisah selengkapnya diabadikan dalam QS. An-Naml (27): 38-40 sebagai berikut : "Berkata Sulaiman: Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan Jin ; aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: Ini termasuk karunia Robb-ku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Robb-ku Mahakaya lagi Maha Mulia."

Syadid berkesimpulan bahwa pekerjaan memindahkan singgasana dari satu negeri ke negeri yang lain dalam waktu lebih cepat dari sekejap mata disebutkan oleh Alquran bukan sebagai suatu perbuatan sihir, kekuatan Jin, atau mukjizat seoarang Nabi, melainkan perbuatan seseorang karena ilmu yang dimilikinya. Ini merupakan bukti bahwa dengan ilmu manusia mampu menundukkan banyak kekuatan alam manakala ia sampai kepada pengenalan terhadap undang-undang-Nya. Hal itulah yang telah dilakukan oleh rekan Nabi Sulaiman Alaihissalam. Ilmu modernpun telah mampu memindahkan suara melalui gelombang, lalu berkembang sehingga mampu memindahkan gambar visual. Sementara para ahli juga mencoba memindahkan badan dengan cara seperti yang dilakukan oleh ilmuwan di zaman Sulaiman tersebut. Dan Alquran Al-Karim cukup memotivasi orang untuk berpikir, tidak perlu mengemukakan teori, cara atau sarananya. Dengan kata lain, Alquran cukup hanya menunjukkan kunci-kunci ma'rifah dan rahasia alam, serta mendorong kita untuk terus menerus meneliti serta mengkajinya.

E. Penutup

Pada bagian akhir ini penulis kemukakan keutamaan ilmu dan belajar. Hal ini penulis menganggap penting karena yang terjadi dan dirasakan sampai sekarang perhatian dan penghargaan masyarakat terhadap prestasi ahli ilmu dan orang yang berjuang mencari ilmu belum maksimal, pemerintah belum secara serius dan menyeluruh melaksanakan Undang-Undang yang mengamanatkan 20 % APBN/APBD untuk meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan.

Sedangkan Alquran jelas sekali menghargai orang-orang yang berilmu dan berjuang dalam dunia pendidikan, seperti tercantum dalam QS. Al-Mujadilah :11 : "Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di anatara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."

Sebuah nasihat Imam Al-Ghazaly (1995: 15) perlu kita renungkan dengan baik : "Wahai orang-orang yang ingin terbebas dari segala mara bahaya dan yang ingin beribadah dengan benar, kita harus membekali diri dengan ilmu . Sebab, beribadah tanpa bekal ilmu adalah sia-sia, karena ilmu adalah pangkal dari segala perbuatan. Hendaknya kita memusatkan perhatian dan pikiran hanya hanya untuk ibadah dan ilmu. Jika sudah demikian, kita akan menjadi kuat dan berhasil . Karena berpikir selain untuk ibadah dan ilmu adalah bathil dan sesat, hanya hanya aka menghancurkan dunia."

Page 16: Tujuan Pendidikan

Menghadapi era millennium ke 3, penguasaan dan pengendalian iptek harus menjadi pemikiran serius para pelaku pendidikan. Penguasaan iptek mutlak diperlukan mengingat perkembangan global masyarakat modern tidak dapat dipisahkan dari iptek. Namun demikian, upaya pengendalian dan pencegahan dampak negative iptek, juga harus menjadi prioritas pendidikan mengingat nasihat Imam Al-Ghazaly di atas.

Kecenderungan realitas obyektif masyarakat modern yang di satu sisi terbius dengan hedonisme, dan sangat mengagung-agungkan ilmu dan teknologi, namun mulai ada kepercayaan dan ketergantungan kepada semangat spiritualitas agama. Melihat perkembangan masyarakat modern yang semakin menghawatirkan (disatu sisi), namun ada sisi menggembirakan, seperti dikemukakan Irfan Hielmy (1999: 106) ..banyak di antara tokoh-tokoh di berbagai belahan dunia yang semakin menyadari pentingnya kehadiran agama di tengah-tengah masyarakat, Gejala dan kecenderungan masyarakat untuk kembali memaknai agama pun sudah semakin terlihat, bahkan John Naisbit dan Patricia Aburdene, dua orang futurology Amerika Serikat memperkirakan akan terjadinya kebangkitan agama pada millennium ketiga ini.

Jelaslah bahwa ilmu itu ibarat permata dan lebih utama dari ibadah. Namun demikian tidak boleh meninggalkan ibadah, kita harus beribadah dengan disertai ilmu. Oleh karena itu untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat kita harus memiliki keduanya, yakni ilmu dan ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazaly, Terjemah Minhajul Abidin, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995

Al-Quran al-Karim

Arief, Armai, Reformasi Pendidikan Islam, Ciputat Press, 2007.

Bahreisy, Salim at.all, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid VI, Bina Ilmu, 1990.

Fahmi Basya, Sains Spiritual Quran, SSQ Center, 1427 H.

Irfan Hielmy, Masyarakat Madani Suatu Ikhtiar dalam Menyongsong Milenium Baru, PiP Darussalam, 1999.

Irfan Hielmy, Pendekatan Keagamaan dalam Menyelesaikan Krisis Kemasyarakatan, PiP Darussalam,1999.

Qardhawi, Yusuf, Alquran Berbicara Akal dan Ilmu Pengetahuan, Gema Insani Press, Jakarta, 1998.

Syadid Muhammad, Manhaj Tarbiyah Metode Pembinaan dalam Alquran, Robbani Press, Jakarta, 2003.

Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, Jakarta, 2002. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas UUD 1945

Widodo, Sembodo Ardi, Kajian Filosofis Pendidikan Barat dan Islam, Nimas Multima, 2007.

Saya Didik Supriyanto setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di

Page 17: Tujuan Pendidikan

Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

CATATAN:

……………..Rabu, 30 Juni 2010

TUJUAN PENDIDIKAN BERDASAR AL QUR'AN A. PendahuluanNabi Muhammad adalah nabi yang terakhir sebagai penutup diantara para nabi yang menjadi utusan-nya. Sebagai nabi ia diberi wahyu berupa al Qur’an. Al Qur’an adalah firman Allah sebagai petunjuk yang diberikan kepada manusia kejalan yang lurus. ( Q.S. al-Isro’ 17/50:19)Dengan demikian, al-Qur’an dijadikan panutan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya mencakup ajaran dogmatis, tetapi juga ilmu pengetahuan. (Hamdani Ihsan, 2001: 09)Oleh karena itu banyak ungkapan dalam al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk melihat, memperhatikan, berfikir, menganalisa, bekerja dan beramal. Dalam hal ini dapat difahami, karena al-Qur’an enggan menerima orang-orang yang buta hatinya atau orang yang hanya ikut-ikutan saja. Al Qur’an akan menerima orang yang senantiasa menggunakan akal sehatnya dan jauh dari segala macam pengaruh. (Muhaimin, 2006: 16)Allah mengemukakan bahwa tidaklah bisa disamakan antara orang yang tahu dengan orang yang tidak tahu. Hal ini dijelaskan dalam Q.S Az Zumar: 9 yang berbunyi:

�و�ي ه�ل� ق�ل� ت �س� �ذ�ين� ي �م�ون� ال �ع�ل �ذ�ين� ي � و�ال �م�ون� ال �ع�ل �م�ا ي �ن �ر� إ �ذ�ك �ت �ول�و ي �اب� أ �ب �ل األ� ...Katakalah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang -orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.Dalam ayat yang lain , bahkan menjelaskan bahwa orang yang tahu (mempunyai pengetahuan) mempunyai peranan yang besar dan derajat yang tinggi. Hal ini dijelaskan dalam Q.S.al-Mujadalah: 11, yaitu:

ف�ع� �ر� �ه� ي �ذ�ين� الل �وا ال �م� ء�ام�ن �ك �ذ�ين� م�ن �وا و�ال �وت �م� أ �ع�ل ج�ات* ال �ه� د�ر� �م�ا و�الل �ون� ب �ع�م�ل �ير0 ت ب خ� ...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Megetahui apa yang kamu kerjakan.Dengan penjelasan tersebut, maka nampaklah bagi kita bahwa al-Qur’an sangat mengagungkan kebebasan berfikir dan menghargai kekuatan akal. Namun persoalannya, dapatkah manusia berfikir dan mempergunakan akal secara baik dan benar tanpa melalui proses. Untuk itulah diperlukan adanya satu proses dalam kehidupan manusia yang disebut pendidikan.Bersumber dari permasalahan-permasalahan diatas, makalah ini akan membahas dimanakah kedudukan ilmu dalam Al Qur’an, dan proses pendidikan manusia karena tadi dijelaskan bahwa manusia akan bisa menggunakan otaknya dengan baik melalui suatu proses, serta apakah tujuan pendidikan yang sesungguhnya.Dengan pembahasan tersebut diharapkan agar pembaca memahami kedudukan ilmu, proses pendidikan, serta tujuan pendidikan manusia dalam hidup berdasarkan Al Qur’an

B. Pembahasan

Page 18: Tujuan Pendidikan

1. Kedudukan Ilmu dalam Al- Qur’anIlmu ialah pengetahuan yang disusun secara sistematis yang diperoleh melalui suatu penyelidikan yang rasional dan empiris. Kebenaran hasil suatu penyelidikan atau penelitian yang rasional sudah barang tentu mensyaratkan adanya kemampuan berfikir dan bernalar melalui akal yang sehat secara logis untuk menetukan kesimpulan suatu kebenaran yang semuanya bersifat nisbi (sekarang aktual besok basi), karena kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah SWT, seperti ditegaskan dengan firman-Nya QS. Al-Baqarah (2):147 sebagai berikut:

)147 (الممترن من تكونن فال ربك من الحقArti: Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.Dengan demikian, akal yang sehat menjadi syarat utama dapat memperolehnya. Irfan Hielmy mengatakan: "Ilmu, dalam bahasa Inggris disebut science, artinya ilmu pengetahuan. Atau sering pula disebut dengan istilah epistemology, yaitu part of philosophy which treats of the possibility, nature and limits of human knowledge (bagian dari ilmu filsafat yang tersusun atas kemungkinan, alam dan batasan pengetahuan manusia). Bagi manusia, ilmu berguna untuk merencanakan suatu aktivitas, mengontrol atau mengevaluasinya, memprediksi suatu gejala, dan yang terpenting adalah untuk mengembangkan teknologi, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan seluruh umat manusia. Tidak ada agama selain Islam, dan tidak ada kitab suci selain Alquran yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang menguasainya. Ayat Alquran yang pertama ke hati Rasulullah SAW menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkan-Nya membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut qalam, alat transformasi ilmu pengetahuan. (Yusuf Qardhawi, 1998: 91) Ditegaskan dalam QS.Al-Alaq : 1-5 sebagai berikut :

)3 (األكرم اقرأوربك) 2 (علق من اإلنسن خلق) 1 (خلق الذي اقرأباسمربك)5 (سعلم مالم اإلنسن علم) 4(بالقلم علم الذي

Arti: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia menciptakan manusia dari segumpal darh. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dalam wahyu pertama di atas, Allah SWT memulai surat dengan memerintahkan untuk membaca yang timbul dari sifat tahu, lalu menyebutkan penciptaan manusia secara khusus dan umum, menyebut nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa yang ia tidak ketahui. Hal itu menunjukkan akan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.

2. Proses Pendidikan ManusiaKata إقرأ pada ayat 1 dan 3 dari Q.S.al-‘Alaq ( 96/1 ) mempunyai arti perintah membaca. Kata إقرأ pada ayat ketiga ini merupakan pengulangan dan penguat dari ayat pertama. Menurut Al Nisaburi, sebagaimana yang dikutip M.Quraish Shihab (1997: 93) adalah sebagai berikut:1. Perintah membaca yang pertama ditujukan kepada pribadi Muhammad Saw sedangkan yang kedua kepada umatnya.2. Yang pertama untuk membaca dalam salat, sedang yang kedua diluar salat.3. Perintah pertama dimaksudkan sebagai perintah belajar untuk dirinya sendiri, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lain.Kata � أ �ق�ر� � yang berasal dari إ أ �� - ق�ر� أ �ق�ر� ي yang terdiri dari qaf, ra’ dan hamzah, berarti pengumpulan, penghimpunan. (al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Juz V: 78-79)Kalau kata ini diterjemahkan dengan bacalah, maka kata perintah ini mengandung aspek pendidikan , yaitu dengan adanya seseorang membaca, ia berarti menghimpun dan mengumpulkan ilmu

Page 19: Tujuan Pendidikan

pengetahuan. Dengan kata قرأini pula menandakan bahwa sejak awal diturunkannya al-Qur’an telah memberikan isyarat bahwa betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Perintah membaca pada wahyu pertama ini, nantinya disusul dengan ayat demi ayat yang berjumlah 6.236 ayat yang sebagian besar mendorong kepada ilmu pengetahuan. (Ahmad Tafsir, 2005: 8).Hal ini memberikan indikasi kepada kita betapa pentingnya perintah membaca tersebut. Untuk bisa membaca memerlukan belajar terlebih dahulu, sementara belajar itu sendiri merupakan bagian dari pendidikan.Kata � أ .di dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam Q.S. al-A’la/96:1 dan 3, serta Q.S ق�ر�al-Isra’/17: 14, dan Q.S. al-Isra’/17:14 berbunyi:

حسيبا عليك اليوم بتفسك كفي كتابك اقرأArti: Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.Ada yang merasa heran mengapa pertama dari ayat tersebut adalah kata � أ �ق�ر� Atau perintah untuk إmembaca. Padahal nabi Muhammad belum pernah membaca suatu kitab apapun sebelum turunnya al- Qur’an. Hal ini sesuai dengan Q.S. al-Ankabut (29/85): 48

المبطلون الرتاب إذا بيمنك تخطه وال كتاب من قلبه من تتلو كنتا وماArti: Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’an) sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis sesuatu kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).Keheranan ini akan hilang jika seseorang tersebut menyadari arti dari iqra’ itu sendiri dan menyadari pula bahwa perintah membaca itu juga untuk umat manusia seluruh alam dalam sejarah kemanusiaan. Sebab al-Qur’an menjadi pedoman bagi umat manusia agar berbahagia dunia dan akhirat.Kata bacalah dalam ayat pertama ini menunjukkan bahwa perintah tersebut dalam kategori mar takwini, perintah atau titah Allah untuk menjadikan sesuatu. (Muhammad Abduh, 1999: 248)Ayat pertama sesudah kata ق�ر�� yang berasal dari kata bi dan ism. Huruf bi biasanya بإسم adalah kata إditerjemahkan dengan. Ada pendapat maksud dari bi ini antara lain:1. Huruf ba’ ( ب ) yang dibaca bi tersebut adalah sisipan yang tidak menambah suatu makna tertentu melainkan hanya sekedar memberi tekanan kepada perintah tersebut. Pendapat ini menjadikan kata ismi .sebagi obyek dari perintah iqra’ seperti yang dikemukakan di atas ( إسم )2. Huruf ba ( ب) tersebut mengandung arti pernyataan atau mulasabah sehingga ayat tersebut berarti bacalah disertai dengan nama Tuhanmu. (M.Quraish Shihab.1997:80)Dari dua pendapat tersebut penulis lebih cenderung pada point yang kedua sebab dalam membaca kita harus selalu bersama nama Tuhan . Jadi mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Tuhan mengantarkan si pelaku selalu karena Tuhan dan akan menghasilkan keabadian, karena Tuhan yang Kekal Abadi, serta diiringi keikhlasan.Kata ismi dari kata sama-yasmu berarti tinggi, (al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Juz III: 99), dan juga dapat berarti tanda, (M. Quraish Shihab,1997).Dalam bahasa Indonesia diartikan nama, sebab nama itu harus dijunjung tinggi dan sebagai tanda sesuatu.Kata rabb dari kata rabba terdiri dari huruf ra’, ba’, dan mu’tal berarti penambahan, pertumbuhan dan peninggian, (Al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Juz II,T.TH.:483)Ada yang mengatakan berarti meningkatkan, penambahan, pengembangan atau pertumbuhan. Kata tersebut akhirnya mengacu pada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, dan perbaikan. Kata rabb berarti pendidikan karena dari akar kata تربية. Kata تربية yang berati menjadikan / mendirikan sesuatu tahap demi tahap sampai taraf sempurna. (Ahmad Tafsir, 2005: 66)Dapat pula berarti memelihara, atau memperbaiki. (Al Husayn Ahmad bin Faris bin Zkariya,Juz II, t.th: 18

Page 20: Tujuan Pendidikan

– 19)Maududi menjelaskan bahwa mendidik dan memelihara merupakan salah satu dari sekian banyak makna implisit yang terkandung di dalam kata ب� Qurthubi (Abdurrahman Saleh Abdullah. 1990: 18) ر�menyebutkan bahwa kata ini merupakan bentuk diskripsi yang diberikan kepada seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara paripurna. Sementara Al-Razy membuat perbandingan antara Allah Yang Maha Mendidik yang mengetahui benar kebutuhan-kebutuhan hambanya sebagai peserta didik, karena Allah adalah Sang Pencipta. Pemeliharaan manusia terbatas kepada kelompok tertentu , sementara Allah adalah Rabb al-Alamin yang universal dan tiada batas. Karena manusia berkomunikasi dan menitik beratkan pendidikan bagi manusia yang ada di bumi ini, maka akan sangat relevan jika Allah diyakini, yang telah mengajarkan manusia di muka bumu ini dengan nama-nama dari segala sesuatu yang ada. (Abdurrahman Saleh Abdullah 1990: 19)Jadi pendidikan merupakan proses transformasi pengetahuan dari satu generasi, atau dari orang tua kepada anaknya , atau dari seseorang pengajar kepada anak didiknya. (Ahmad Zaki, t.th: 1270)Kata rabbuka dalam ayat ini berarti Tuhanmu , sebab Tuhanmulah yang mendidik, memelihara, memperbaiki manusia. Itu semua pada hakekatnya adalah pengembangan, peningkatan, perbaikan, meninggikan kemampuan yang menjadi obyek didik, yaitu manusia.Kata ق�� ل berarti memberi ukuran sesuatu dan menghaluskan sesuatu. (Al Husayn Ahamad bin Faris bin خ�Zakariya, Juz II,t.th.: 213). Kedua- duanya merujuk pada makna pemberian bentuk sesuatu yang mengarah pada fisik dan pemolesan psikis manusia. Kata khalaqa dalam bahasa Indonesia biasa diartiakan menciptakan. Yang dimaksud adalah menciptakan dari tiada, atau menciptakan tanpa satu contoh terlebih dahulu. ( M.Quraish Shihab.1997: 86)Kata اإلنسان diterjemahkan dengan manusia berarti keadaan sesuatu yang selalu tampak dan jinak. Untuk makna yang pertama relevan dengan penampilan manusia yang dapat dilihat fisiknya yang berbeda jika dilawankan dengan jin sebagai makhluk halus. Untuk makna yang kedua berkenaan dengan sifat kejiwaan manusia seperti keramahan, kesenangan dan berpengetahuan. Selain kedua arti tersebut kata اإلنسان dari akar kata نسين (nisyun) berarti lupa, ada pendapat dari نوس (nawsun) berarti pergerakan dan dinamika. Dengan demikian manusia itu tercakup adanya pisik psikis yang mempunyai sifat lupa, selalu ingin bergerak maju dan dinamis.Kata علق berarti sesuatu yang digantungkan pada sesuatu yang tinggi. Kata al’alaq dalam ayat ini biasanya diartikan dengan darah yang beku. (al-Raghib Al-Ashfahani,1992:579), maka dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan segumpal darah. Kemudian membekalinya dengan ilmu pengetahuan biasa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan ada ketergantungan dari pihak luar atau orang lain, yaitu pendidik.Kata إقرأ yang kedua dalam ayat ke tiga menunjukan adanya perintah membaca yang berulang-ulang, apa lagi jika dihubungkan dengan prolog turunnya ayat-ayat ini akan nampak jelas bahwa membaca itu harus berulang-ulang. Didalam prolog turunnya ayat-ayat ini Rasullullah disuruh membaca sampai tiga kali dan dalam ayat-ayatnya ada dua kali sehingga berjumlah lima kali perintah membacaKata إقرأ lebih terasa kandungan pendidikannya, jika dihubungkan dengan kalimat األكرم وربك kata disifati رب pada dasarnya bermakna pendidikan sudah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya kata ربdengan kata أكرم . Kata ini asalnya terdiri dari huruf kaf, ra’ dan mim, yang berarti mulia pada sesuatu pada dirinya atau mulia pada akhlak. (al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, 1979, Juz V: 171-172).Menurut M.Quraish Shihab (1992 b:27) bahwaكرم mempunyai arti, antara lain: memberikan dengan mudah tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan kebangsawanan. Namun apabila kata ini disifatkan kepada Allah, maka ia berarti nama yang dilekatkan karena kebaikan-Nya dan kemaha murahan-Nya yang tampak (Q.S.27/48:40).

Page 21: Tujuan Pendidikan

Kata أكرم dalam ayat ini dalam bentuk ism tafdhil mengandung pengertian bahwa Allah menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi segala hamba-Nya, khususnya dalam perintah membaca. Di samping itu pula dapat bermakana bahwa Allah lebih tinggi dari segala kemuliaan dengan pengertian bahwa Allah dalam memberi tidak mengharapkan manfaat, pujian ganjaran, atau menolak bahaya. (Al- Fakhr al-Razi, t.th.:16)Al-Qurthubi menyatakan bahwa penyifatan Tuhan dengan أكرم mengandung arti kemahabijaksanaan Tuhan akan ketidaktahuan hamba-Nya, maka Dia tergesa-gesa dalam menyiksanya. (al-Qurthubi, t.th:7209)Sedangkan Sayyid Quthub berpendapat bahwa penyifatan Tuhan di sini menunjukkan kemahakuasaan Tuhan, apabila dikaitkan dengan ayat sebelumnya yang menyebutkan Tuhan menumbuhkan dari hal- hal yang kecil dan sderhana ke bentuk mulia. Jadi kemahamurahan Tuhan disini nampak pada perubahan segumpal darah ke derajat manusia. Dengan demikian , dari kedua pendapat diatas , dapat disimpulkan bahwa terlihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat yang pertama dan perintah membaca pada ayat yang ketiga dari Q.S.96/1 al-‘Alaq. Pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketika membaca yaitu membaca demi Allah; sementara perintah kedua menggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan tersebut, yaitu Allah akan menganugerahkan kepdanya ilmu pengetahuan , dan wawasan baru.Hal ini menunjukkan apa yang dijanjikan Allah terbukti secara sangat jelas dalam membaca ayat al-Quran, yaitu penafsiran-penafsiran baru atau pengembangan-pengembangan dari pendapat - pendapat yang telah pernah ada. Begitu pula terbuktinya dengan sangat jelas dalam “pembacaan” alam raya ini dengan bermunculannya penemuan-penemuan baru mebuka rahasia-rahasia alam, dan orang yang banyak membaca itu hidup akan mulia.3. Tujuan PendidikanSalah satu bentuk kalam Allah adalah apa yang dikandung dalam Q.S. al-Alaq (96/1):4 بالقل علم الذ ayat tersebut mensifati Tuhan Yang Maha Pemurah. Dengan demikian rangkaiannya menerangkan sebagian bentuk atau cara Tuhan melimpahkan kemurahan-Nya. Dalam memberikan kemurahan kepada hamban-Nya, maka Dia harus mengajarkan kepada mereka, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Tuhan adalah pendidik.Dalam Q.S. al-Alaq (96/1): 4 tersebut menggambarkan bahwa Allah mengajarkan manusia dengan perantaraan قلم . Kata قلم biasanya diartikan dengan pena. Kata قلم baik dalam bentuk tunggal maupun jamak digunakan oleh al-Qur’an dalam arti alat, baik untuk menulis maupun untuk mengundi. Dari arti قلم pada ayat ini adalah hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan, sebab pena adalah alat untuk menulis. Dalam artian bahwa kata yang digunakan berarti alat قلم, tetapi yang dimaksudkan adalah hasil penggunaan alat tersebut yakni tulisan, Pengertian ini menggambarkan bagaimana terjadinya pengajaran dari pendidik kepada obyek didik melalui pena.Pemilihan kata قلم sebagai pengganti kata كتابة berarti tulisan, menggambarkan betapa pentingnya peranan alat tulis bagi umat manusia, baik alat itu yang berbentuk sederhana seperti pensil maupunn yang canggih seperti komputer dan alat percetakan, yang kesemuanya harus berperan untuk mencerdaskan umat manusia. Keterangan tersebut dapat difahami bahwa ayat keempat dari ayat ini menjelaskan peranan pena dalam Pendidikan. Namun tidak dijelaskan siapa yang diajar dan apa yang diajarkan.Jawaban dari pertanyaan diatas dapat dilihat pada ayat kelima, yang berbunyi : م�� ان� ع�ل �س� �ن �م� م�ا اإل� �م� ل �ع�ل ي Ayat ini menerangkan bahwa Tuhanlah yang mengajarkan ilmu kepada manusia tentang apa yang tidak diketahuinya. Ini berarti bahwa sumber ilmu manusia ialah Allah sendiri.Kalimat يعلم لم ما dapat pula memberikan pengertian tentang tujuan pendidikan yang dilihat dari dua aspek pendidikan (Umar Syihab, 1990: 93-94).

Page 22: Tujuan Pendidikan

Pertama adanya perubahan dalam diri seseorang atau masyarakat menjadi tahu, dengan adanya hal-hal atau informasi-informasi yang disampaikan kepada seseorang atau masyarakat tersebut. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan pada diri seseorang dan masyarakat. Kedua adalah menggali potensi yang terdapat dalam diri manusia. Lewat pendidikan, potensi dalam diri manusia dapat digali secara cermat. Potensi manusia dapat berupa intelegensia, kreatifitas, kepribadian dan lain-lain potensi yang dimilikinya. Dengan demikian aspek pendidikan terdiri dari aspek eksternal dan aspek internal.Tujuan pertama dapat berarti bahwa pendidikan merupakan pewarisan budaya, sementara tujuan kedua pendidikan berarti pengembangan potensi. Dari sini tercermin bagi kita bahwa apa yang belum diketahui, tidak hanya berarti bahwa manusia tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, tetapi dalam diri manusia terdapat potensi-potensi yang perlu digali dan diaktualisasikan, agar dapat berguna bagi dirinya, agamanya dan masyarakatnya, baik untuk duniawi ataupun akhirat.

)3 (األكرم اقرأوربك) 2 (علق من اإلنسن خلق) 1 (خلق الذي اقرأباسمربك)5 (سعلم مالم اإلنسن علم) 4(بالقلم علم الذي

Dari ayat tersebut diatas dapat diketahui bahwa, sejak turunnya awal wahyu manusia terdokma jiwa tauhid dan berilmu pengetahuan. Hidup manusia selain bertauhid termasuk berilmu pengetahuan

C. KesimpulanIlmu adalah pengetahuan yang disusun secara sistematis melalui suatu penyelidikan yang rasional dan empiris. Dan pada manusia ilmu berguna untuk perencanaan suatu aktifitas atau untuk memprediksi suatu gejala dan yang paling penting bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Ilmu dalam Al-Qur’an sebagai pembuka suatu pengetahuan yang belum diketahui. Serta di dalam Al-Qur’an juaga menjelaskan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.Lima ayat yang turun pertama kali ini menjelaskan pentingnya pendidikan. Pendidikan itu sangat penting bagi umat manusia, sehingga perlu jenjang pendidikan yang berkelanjutan dan perlu diulang-ulang. Mermbaca dan menulis dua komponen yang melahirkan proses pendidikan. Melalui bacaan manusia memperoleh ilmu pengetahuan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.Tujuan pendidikan untuk mengadakan perubahan dalam diri manusia, dan menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, pertama merupakan pewarisan budaya dan yang ke dua pengembangan potensi oleh manusia agar dapat diaktualisasikan sehingga menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi manusia. Karena manusia hidup selain harus bertauhid juga harus berilmu pengetahuan karena keduanya saling berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Ihsan, Hamdani. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. CV. Pustaka Setia: Bandung

Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Qardhawi, Yusuf. 1998. Pendidikan Islam. http://emperordeva.wordpress.com

Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. PT. Resmada Rosdakarya: Bandung

http://www.wikipedia.com

http://www.bing.im

Page 23: Tujuan Pendidikan

………………….

Kajian Tentang Ayat-Ayat PendidikanPosted on //%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

%

%%%

%%%

%

%%

%

%

%

%

%

%%

%

%%

%

%

%

%

Page 24: Tujuan Pendidikan

%

%%%

%%%

%

%%

%

%

%

%

%

%%

%

%%

%

%

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%23 May 2009 by Miftah

TAFSIR AL QUR’AN: Kajian tentang Ayat-Ayat Pendidikan

I. Tujuan Pendidikan Islam

A. Surah al-Baqarah (1-5)

1. Alif laam miim.2. Kitab (al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi rnereka yang bertaqwa, 3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan

Page 25: Tujuan Pendidikan

sebagian rezki, yang Kami anugerahkan kepada mereka, 4. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu; serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan rnerekalah orang-orang yang beruntung.

Alif, Lam, miim, ayat yang cukup singkat, tetapi sangat dalam maknanya, hanya Allah yang tahu rahasianya. Sudah cukup lama para ulama al-Qur’an berbeda pendapat. Allahu A’lam, hanya Allah yang mengetahui, itulah jawaban yang dikemukakan oleh para ulama abad pertama hingga abad ketiga. Tampaknya jawaban Allabu A’lam yakni Allah lebih mengetahui masih diangap jawaban yang relevan sampai saat ini, meskipun demikian jawaban itu masih dianggap kurang memuaskan.Pada ayat ini menggunakan isyarat jauh untuk menunjuk al-Qur’an. Semua ayat yang menunjuk kepada firman-firman Allah dengan nama al-Qur’an (bukan al-Kitab) yang mengarah pada isyarat dekat “hadzal Qur’an”. Penggunaan isyarat jauh ini bertujuan memberi kesan bahwa kitab suci ini berada dalam kedudukan tinggi dan sangat jauh dari jangkauan makhluk, karena ia bersumber dari Allah Yang Maha Tinggi Maha Bijaksana, sedang penggunaan kata “hadza ini” untuk menunjukkan betapa dekat tuntunan-tuntunannya pada fitrah manusia.Dalam hal ini pula yang dimaksud dengan orang-orang bertakwa adalah orang yang mempersiapkan jiwa mereka untuk menerima petunjuk atau yang telah mendapatkannya tetapi masih mengharapkan kelebihan, karena petunjuk Allah tidak terbatas. Dalam al-Qur’an disebutkan

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebib baik kesudahannya”. (QS. 99:76)

Pada Ayat ke-3 dari surah al-Baqarah ini mengisyaratkan bahwa yang bertaqwa hendaknya mengimani yang ghaib, mendirikan shalat, serta menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan-Nya.Yuqinun atau yakin adalah pengetahuan yang mantap tentang sesuatu dibarengi dengan tersingkirnya apa yang mengeruhkan pengetahuan itu, baik berupa keraguan maupun dalih-dalih yang dikemukakan lawan. Itu sebabnya pengetahuan Allah tidak dinamai mencapai tingkat yakin, karena pengetahuan Yang Maha Mengetahui itu sedemikian jelas sehingga tidak pernah sesat atau sedikitpun disentuh oleh keraguan. Berbeda dengan manusia yang yakin. Sebelum tiba keyakinannya, ia terlebih dahulu disentuh oleh keraguan, namun ketika ia sampai pada tahap yakin, maka keraguan yang tadinya ada langsung sirna.Mereka itulah orang-orang yang sungguh jauh dan tinggi kedudukannya berada di atas yakni memperoleh dengan mantap petunjuk dari Tuhan Pembimbing mereka dan mereka itulah orang beruntung “muflihun” memperoleh apa yang mereka dambakan.Dari hal diatas dapat dipahami bahwa surah al-baqarah ayat 1-5 ini sangat dalam pesan moralnya, dimana kalaulah dikaitkan dengan tujuan pendidikan itu sendiri dapat penulis simpulkan sebagai berikut:1. Menambah ketaqwaan manusia pada Allah2. Agar manusia mempercayai akan keberadaan Allah3. mewujudkan manusia yang banyak beramal shaleh4. Mewujudkan manusia yang percaya akan hari akhir5. Mewujudkan kesuksesan dalam hidup.

B. Surah A1i lmran: 138-139

138. (al Qur an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertagwa.139. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (Pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tingi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

Pada ayat 138 dalam surah Ali Imran ini mengandung pesan-pesan yang sangat jelas, bahwa al-Qur’an secara keseluruhan adalah penerangan yang memberi keterangan dan menghilangkan kesangsian serta keraguan bagi manusia, atau dengan kata lain ayat ini memberikan informasi tentang keutamaan al-

Page 26: Tujuan Pendidikan

Qur’an yang mengungkap adanya hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat. Kitab tersebut berfungsi mengubah masyarakat dan mengeluarkan anggotanya dari kegelapan menuju terang benderang dari kehidupan negative menuju kehidupan positif. Al-Qur’an memang adalah penerangan bagi seluruh manusia, petunjuk, serta peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa.Pernyataan Allah ini adalah penjelasan bagi manusia, juga mengandung makna bahwa Allah tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi tersebut. Dia tidak menyiksa manusia secara mendadak, karena ini adalah petunjuk, lagi peringatan.Pada ayat 139 ini membicarakan tentang kelompok pada perang uhud. Pada perang uhud mereka tidak meraih kemenangan bahkan menderita luka dan poembunuhan, dan dalam perang badar mereka dengan gemilang meraih kemenangan dan berhasil melawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu merupakan bagian dari sunnatullah. Namun demikian, apa yang mereka alami dalam perang uhud tidak perlu menjadikan mereka berputus asa. Karena itu, janganlah kamu melemah menghadapi musuhmu dan musuh Allah, kuatkan jasmanimu dan janganlah (pula) kamu bersedih akibat dari apa yang kamu alami dalam perang uhud, atau peristiwa lain yang seupa, kuatkanlah mentalmu. Mengapa kamu lemah atau bersedih padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) di sisi Allah, di dunia dan di akherat. Di dunia kamu memperjuangkan agama Allah itulah sebuah kebenaran, di akherat kamu mendapatkan surga Allah. Ini jika kamu orang-orang mukmin, yakni benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu.Bila kita kaitkan dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat kita ketahui sebagai berikut1. Mewujudkan bimbingan pada manusia agar tidak binasa dengan hukum-hukum alam 2. Mewujudkan kebahagiaan pada hambanya 3. menjadikan manusia yang intelek dan mempunyai derajat yang tinggi

c. Surah al-Fath: 29

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam lnjil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min).Allab menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pabala yang besar”. (QS. 48:29)

Pada ayat ini Allah menjelaskan sifat dan sikap Nabi Muhammad SAW beserta pengikut-pengikut beliau. Allah berfirman: Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang diutusnya membawa rahmat bagi seluruh alam dan orang-orang yang bersama dengannya yakni sahabat-sahabat Nabi serta pengikut-pengikut setia beliau adalah orang-orang yang bersikap keras yakni tegas tidak berbasa-basi yang mengorbankan akidahnya terhadap orang-orang kafir. Walau mereka memiliki sikap tegas itu namun mereka berkasih sayang antar sesama mereka. Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus ikhlas karena Allah, senantiasa mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya yang agung.. demikian itulah sifat-sifat yang agung dan luhur serta tinggi. Demikian itulah keadaan orang mukmin pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka yang bersama Nabi serta siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat mencapai kesempurnaan atau luput dari kesalahan atau dosa.Kalimat asyidda’u ‘ala al-kuffar sering kali dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti keharusan bersikap keras terhadap non muslim. Kalaupun dipahami sebagai sikap keras, maka itu dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum yang dibenarkan agama. Ini serupa dengan firman-Nya

Page 27: Tujuan Pendidikan

“… dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat …..” (QS. 24:2)Dari hal diatas dapat kita ketahui makna yang terkandung dari ayat diatas sbagai berikut1. Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih saying sesama manusia2. Mewujudkan seorang hamba yang ahli sujud dan taubat3. Mewujudkan manusia yang selalu menyenangkan orang lain

d Surah al-Hajj: 41″(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan Zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan “. (QS. 22:47)

Ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang diberikan kemenangan dan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi; yakni Kami berikan mereka kekuasaan mengelola satu wilayah dalam keadaan mereka yang merdeka niscaya mereka melaksanakan shalat secara sempurna rukun, syarat, dan sunnah-sunnahnya dan mereka juga menunaikan zakat sesuai kadarnya. Serta mereka menyuruh anggota masyarakatnya agar berbuat yang ma’ruf serta mencegah dari yang munkar.Ayat di atas mencerminkan sekelumit dari ciri-ciri masyarakat yang diidamkan Islam, kapan dan di manapun, dan yang telah terbukti dalam sejarah melalui masyarakat Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau.Al-Qur’an mengisyaratkan kedua nilai di atas dalam firman-Nya dalam surah Ali Imran, ayat 104 yang berbunyi

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS 3:104)

Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut1. Mewujudkan seorang yang selalu menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran2. Mewujudkan manusia yang selalu bertawaqqal pada Allah.

e. Surah adz-Dzariyat: 56

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.(QS. 59:50)

Ayat di atas menggunakan bentuk persona pertama (Aku). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang di kandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah tidak melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Di sini penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya semata-mata tanpa memheri kesan adanya keterlibatan selain Allah S WT.Didahulukannya penyebutan kata al jin/jin dari kata al-ins/manusia karena jin lebih dahulu diciptakan Allah dari pada manusia.Kaitannya dengan tujuan pendidikan itu sendiri dapat kita pahami sebagai berikut:Pertama, kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan. Tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selain-Nya adalah hamba-hamba-Nya.Kedua, Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya mengarah hanya kepada Allah secara tulus. Dengan demikian, terlaksanalah makna ibadah.

f. Surah .Hud: 61″Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali kali tidak ada bagimu Ilah selain Dia Dia telah meciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan pemakmurnya, karena itu mohanlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat dekat (rahmat Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba Nya)”. (QS. 11:61)

Page 28: Tujuan Pendidikan

Setelah selesai kisah Ad kini giliran kisah suku Tsamud. Tsamud juga merupakan satu suku terbesar yang telah punah. Mereka adalah keturunan Tsamud Ibnu Jatsar, Ibnu Iram Ibnu Sam, Ibnu Nuh. Dengan demikian silsilah keturunan mereka bertemu dengan Ad pada kakek yang sama yaitu Imran.Kaum Tsamud pada mulanya menarik pelajaran berharga dari pengalaman buruk kaum Ad, karena itu mereka beriman kepada Allah SWT. Pada masa itulah, merekapun berhasil membangun peradaban yang cukup megah, tetapi keberhasilan itu menjadikan mereka lengah sehingga mereka kembali menyembah berhala serupa dengan berhala yang disembah kaum Ad. Ketika itulah Allah mengutus Nabi Shaleh as mengingatkan mereka agar tidak mempersekutukan Allah tetapi tuntunan dan peringatan beliau tidak disambut baik oleh mayoritas kaum Tsamud.Ayat ini mengandung perintah yang jelas kepada manusia –langsung maupun tidak langsung– untuk membangun bumi dalam kedudukannya sebagai khalifah, sekaligus menjadi alasan mengapa manusia harus menyembah Allah SWT semata-mata.Kaitannya dengan tujuan pendidikan sebagai berikut:1. Mewujudkan seorang hamba yang shaleh2. Mewujudkan akan keesaan Tuhan3. Mewujudkan manusia yang ahli do’a4. Menunjukkan akan luasnya ilmu Tuhan

II. Subjek Pendidikan

a. Ar-Rahman: 1-4(Rabb) Yang Maha Pemurah, (QS. 55:1)Yang telab mengajarkan al Qur’an. (QS. 55:2)Dia menciptakan manusia, (QS. 55:3)Mengajarnya pandai berbicara (QS. 55:4)

Al-Qur’an adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad SAW. Kata al-Qur’an dapat dipahami sebagai keseluruhan ayat-ayatnya yang enam ribu lebih itu, dan dapat juga digunakan untuk menunjuk walau satu ayat saja bagian dari satu ayat. Kata al-Insan disini mencakup semua jenis manusia, sejak Adam as. Hingga akhir zaman. AI-Bayan berarti jelas. Namun ia tidak terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.Dimulainya surah ini dengan kata ar-Rahman bertujuan mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat-nikmat dan beriman kepada Allah.Allah ar-Rahman yang mengajarkan al-Qur’an itu ialah yang menciptakan manusia, makhluk yang paling membutuhkan tuntunannya.

b. Surah an Nahl: 43-44

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS. 16:43)keteraqan-keterangan (mujizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya meraka memikirkan, (QS. 16:44)

Pada ayat ini diuraikan kesesatan pandangan kaum musyrikin menyangkut kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dalam penolakan terhadap apa yang diturunkan Allah SWT mereka selalu berkata bahwa manusia tidak wajar menjadi rasul atau utusan Allah, atau paling tidak ia harus disertai oleh malaikat. Nah, ayat ini menegaskan bahwa: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu kepada umat manusia kapan dan di manapun kecuali orang-orang lelaki yakni jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada mereka antara lain melalui malaikat Jibril. Maka wahai orang-orang yang ragu atau tidak tahu bertanyalah kepada ahl dzikr yakni orang-orang yang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui.Kata ahl dzikr pada ayat ini dipahami oleh banyak ulama dalam arti para pemuka Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat memberi infonnasi tentang kemanusiaan para rasul yang diutus Allah. Mereka wajar ditanyai karena mereka tidak dapat dituduh berpihak pada informasi al-Qur’an sebab

Page 29: Tujuan Pendidikan

mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya, kendati demikian persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui. Ada juga yang memahami istilah ini dalam arti sejarawan, baik muslim ataupun non muslim.Walaupun penggalan ayat ini turun dalam konteks tertentu, yakni objek pertanyaan, serta siapa yang ditanya tertentu pula, namun karena redaksinya yang bersifat umum, maka ia dapat dipahami pula sebagai perintah bertanya apa saja yang tidak diketahui atau diragukan kebenarannya kepada siapapun yang tahu dan tidak tertuduh objektivitasnya.Ayat di atas mengubah redaksinya dari persona ketiga menjadi persona kedua yang ditujukan langsung kepada mitra bicara, dalam hal ini adalah Nabi Muhammad SAW. Agaknya hal ini mengisyaratkan penghormatan kepada beliau dan bahwa beliau termasuk dalam kelompok rasul-rasul yang diutus Allah, bahkan kedudukan beliau tidak kurang.Penyebutan anugerah Allah kepada Nabi Muhammad secara khusus dan bahwa yang dianugerahkan-Nya itu adalah adz-dzikr mengesankan perbedaan kedudukan beliau dengan para nabi dan para rasul sebelumnya. Dalam konteks ini Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak seorang nabipun kecuali telah dianugerahkan Allah apa (bukti-bukti indrawi) yang menjadikan manusia percaya padanya. Dan sesungguhnya aku dianugerahi wahyu (al-Qur’an) yang bersifat immaterial dan kekal sepanjang masa, maka aku mengharap menjadi yang paling banyak pengikutnya di hari kemudian”. (HR.Bukhori).Ayat ini juga menugaskan Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan al-Qur’an. Bayan atau penjelasan Nabi Muhammad itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Memang as-Sunah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hokum syara’. Ada dua fungsi penjelasan Nabi Muhammad dalam kaitannya dengan al-Qur’an yaitu Bayan Ta’kid dan Bayan Tafsir. Yang pertama sekedar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, sedang yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an.

c. Surah al-Kahf: 66Musa berkata kepada Khidhr “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu” (QS. 18: 66)

Dalam pertemuan kedua tokoh pada ayat ini diceritakan Nabi Musa yang terkesan banyak menanyakan sesuatu kepada salah satu hamba Allah yang memiliki ilmu khusus. Sementara jawaban dari orang tersebut menyatakan bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup untuk sabar bersamanya. Dan bagaimana Nabi Musa dapat sabar atas sesuatu, sementara ia belum menjangkau secara menyeluruh beritanya.Ucapan hamba Allah ini, memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan rnemberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya.

III. Objek Pendidikan

a Surah asy-Syu’ara: 214“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” QS. 26: 214)

Ketika ayat ini turun, Rasul SAW naik ke puncak bukit Shafa, di Mekah, lalu menyeru keluarga dekat beliau dari keluarga besar ‘Ady dan Fihr yang berinduk pada suku Quraisy. Semua keluarga hadir atau mengirim utusan. Abu Lahab pun datang, Ialu Nabi SAW bersabda: “bagaimana pendapat kalian, jika aku berkata bahwa:di belakang lembah ini ada pasukan berkuda bermaksud menyerang kalian, apakah kalian mempercayai aku?” mereka berkata: “Ya, kami belum pernah mendapatkan darimu kecuali kebenaran”. Lalu Nabi bersabda: “Aku menyampaikan kepada kamu semua sebuah peringatan, bahwa di hadapan sana (masa datang) ada siksa yang pedih”. Abu Lahab yang mendengar sabda beliau itu, berteriak kepada Nabi SAW berkata: “celakalah engkau sepanjang hari, apakah untuk maksud itu engkau mengumpulkan kami?” Maka turunlah surah Tabbat Yada Abi Lahab” (HR.Bukhori, Muslim, Ahmad dan lain-lain melalui

Page 30: Tujuan Pendidikan

Ibn Abbas).Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada rasul SAW dan umatnya agar tidak pilih kasih, atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi Muhammad SAW dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada rasul SAW, karena semua adalah hamba Allah, tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat kepada Allah dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.

b. Surah an Nisa: 170Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dan Rabbmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan .Allah sedikitpun) karena sesunguhnya apa di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS 4: 170)

Rasul SAW telah membawa kebenaran dari Allah sambil membuktikan keliruan bahkan kesesatan pandangan ahl kitab, kini menjadi sangat wajar menyampaikan ajakan kepada seluruh manusia bukan hanya ahl kitab: wahai seluruh manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu rasul yakni Muhammad SAW, dengan membawa tuntunan al-Qur’an dan syari’at yang mengandung kebenaran dari Tuhan Pembimbing dan Pemelihara kamu, maka karena itu berimanlah dengan iman yang benar. Itulah, yakni keimanan itu yang baik bagimu. Dan jika kamu terus menerus kafir, maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun, tidak juga mengurangi kekuasaan dan kepemilikan-Nya, karena sesurgguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah di bawah kendali-Nya.Kehadiran rasul yang dinyatakan dating kepadamu, serta pernyataan bahwa yang beliau bawa adalah tuntunan dari Tuhan pembimbing dan pemelihara kamu dimaksudkan sebagai rangsangan kepada mitra bicara, agar menerima siapa yang datang dan menerima apa yang di bawanya.

IV. Kewajiban Belajar Mengajar

a Surah al-Ankabut: 19-20

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali).Sesungguhnya.yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS. 29: 99)Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya.Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS 29: 20)

Allah yang memulai penciptaan dipahami dalam arti “Dia Yang menciptakan segala sesuatu pertama kali dan tanpa contoh sebelumnya”. Ini mengadung arti bahwa Allah ada sebelum sesuatu itu ada. Dia yang mencipta dari tiada, maka wujudlah segala sesuatu yang dikehendaki-Nya.Allah yang pertama kali mewujudkan sesuatu kalau bukan Dia siapa lagi yang mewujudkankannya? Sebagaimana firman-Nya:

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri) (QS. 52:35)

Begitu antara lain al-Qur’an membuktikan wujud Allah dan sifat-Nya sebagai Mubdi’.Sebenarnya menciptakan pertama kali, sama saja bagi Allah dengan menghidupkan kembali. Keduanya adalah memberi wujud kepada sesuatu. Kalau pada penciptaan pertama yang wujud belum pernah ada, dan ternyata dapat wujud, maka penciptaan kedua juga memberi wujud dan ini dalam logika manusia tentu lebih mudah serta lebih logis dari pada penciptaan pertama itu.Kaum musyrikin terheran mendengar

Page 31: Tujuan Pendidikan

pernyataan al-Qur’an bahwa setelah kematian mereka akan dihidupkan lagi:

Dan mereka berkata: “Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru” (QS. 17:49)

Al-Qur’an memerintahkan Nabi Muhammad SAW menjawab mereka:

Katakanlah: “Jadilah kamu sekalian batu atau besi, (QS. 17:50)atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu”. Maka mereka akan bertanya “Siapa yang akan menghidupkan kami kembali”. Katakanlah: “Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama”. Lalu mereka akan menggelenggelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: “Kapan (akan terjadi)”Katakanlah: “Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat”. (QS. 17:51)

Dari ayat tersebut di atas (al-Ankabut: 20) memerintahkan untuk melakukan perjalanan, dengannya seseorang akan menemukan banyak pelajaran berharga baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam, maupun dari peninggalan lama yang masih tersisa puing-puingnya. Pandangan kepada hal-hal itu akan mengantarkan seseorang yang menggunakan akalnya untuk sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini, dan bahwa di balik peristiwa dan ciptaan itu, wujud satu kekuatan dan kekuasaan Yang Maha Besar lagi Maha Esa yaitu Allah SWT:

V. Metode Pendidikana Surah al-Maidah: 67

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu hendak menyampatkan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dan gangguan) manusia Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. 5: 67)

Ar-Razi berpendapat, bahwa ayat ini merupakan janji Allah kepada nabi-Nya Muhammad SAW bahwa beliau akan dipelihara Allah dari gangguan dan tipu daya orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena ayat-ayat yang mendahuluinya demikian juga sesudahnya berbicara tentang mereka.Thahir ibn Asyur menambahkan bahwa ayat ini mengingatkan rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada ahl kitab tanpa menghiraukan kritik dan ancaman mereka, apalagi teguran-teguran pada ayat-ayat yang lalu merupakan teguran yang keras. Teguran keras ini pada hakikatnya tidak sejalan dengan sifat nabi yang cenderung memilih sikap lembut, bermujadalah dengan yang terbaik. Tetapi di sini Allah memerintahkan bersikap lebih tegas menerapkan pengecualian yang diperintahkan-Nya pada Qur’an surah an-Nisa ayat 148:

Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 4: 148)

b. Surah al A’raf: 176-177

Dan kalau Kami menghendaki; sesungguhnya Kami tingikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan bawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami Maka ceritakanlan (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS. 7:176)Amat buruklah perummpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (QS. 7:177)

Page 32: Tujuan Pendidikan

Ayat ini menguraikan keadaan siapapun yang melepaskan diri dari pengetahuan yang telah dimilikinya. Allah SWT menyatakan bahwa sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami menyucikan jiwanya dan meninggikan derajatnya dengannya yakni melalui pengamalannya terhadap ayat-ayat itu, tetapi dia mengekal yakni cenderung menetap terus menerus di dunia menikmati gemerlapnya serta merasa bahagia dan tenang menghadapinya dan menurutkan dengan antusias hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya adalah seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.

VI. Evaluasi Pendidikan

a. Surah al-Baqarah: 184

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertextu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblab baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya jika mereka tidak berpuasa), membayar fidyab, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebib baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetabui. (QS. 2: 184)

REFERENSI

Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2001)

_______________, Tafsir al-Qur-an al-Karim ( Bandung: : Pustaka Hidayah, 1997)

Departemen agama, al-Qur’an dan Tafsirnya ( Jakarta: Proyek pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1990)

Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1992)

Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi ( Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974)

.........................

Pesantren sebagai Basis Penyebaran Ajaran Agama Islam

Abied

1 March 2011 1 comment

A. Pengertian Pesantren

1. Menurut Bahasa

Perkataan pesantren berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu “ Sa” dan “Tra” San

Page 33: Tujuan Pendidikan

yang berarti orang yang berperilaku yang baik, an tra berarti seseorang yang berperilaku yang baik dan tra berarti suka menolong.[1]

Selanjutnya kata pesantren berasal dari kata dasar “santri” yang mendapat awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.[2] Begitu pula pesantren sebuah kompleks yang mana umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya, dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan rumah kediaman pengasuh. Dapat pula dikatakan pesantren adalah kata santri yaitu orang yang belajar agama Islam.[3]

1. 2. Menurut Istilah

Bila mendengar makna pesantren itu sendiri, maka orientasi secara spontanitas tertuju kepada lembaga pendidikan Islam yang diasuh oleh para kyai atau ulama dengan mengutamakan pendidikan agama dibanding dengan pendidikan umum lainnya.

Dalam hubungan dengan pondok pesantren, Drs. Abu Ahmadi memberikan definisi sebagai berikut:

“Pesantren adalah suatu sekolah bersama untuk mempelajari Ilmu agama, kadang-kadang lembaga demikian ini mencakup ruang gerak yang luas sekali dan mata pelajaran yang dapat diberikan dan meliputi hadits, ilmu kalam, fiqhi dan ilmu tasawuf.”[4]

Menurut fungsinya, pesantren di samping sebagai pendidikan Islam, sekaligus merupakan penolong bagi masyarakat dan tetap mendapat kepercayaan di mata masyarakat. Jadi pesantren yang dimaksud dalam hal ini suatu lembaga pendidikan Islam yang didirikan di tengah-tengah masyarakat, yang di dalamnya terdiri dari pengasuh atau pendidik, santri, alat-alat pendidikan dan pengajaran serta tujuan yang akan dicapai.

Pesantren adalah asrama dan tempat para santri belajar ilmu agama juga ilmu yang bersifat umum dan di didik untuk bagaimana hidup mandiri.[5]

Hal ini adalah merupakan faktor yang sangat penting utamanya dalam menanggulangi kemerosotan akhlak muda mudi, yang mana disebabkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, bukan hanya berpusat di kota-kota besar akan tetapi justru dapat merangkul sebagian besar pelosok pedesaan.

Page 34: Tujuan Pendidikan

Melihat hal yang ditimbulkan, maka perlu adanya usaha dan perhatian yang serius dari hal ini harus diakui bahwa teknologi itu memang mempunyai banyak segi positif bagi kehidupan umat manusia akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula bahwa nampak negatifnya, khususnya dalam bidang perkembangan mental spiritual dapat juga ditimbulkan. Satu contoh dengan lajunya perkembangan teknologi sekarang ini, maka kebudayaan Barat masuk ke Indonesia berusaha untuk merubah dan menggeser nilai-nilai ajaran Islam yang sejak lama dipelihara dengan baik.

Untuk menanggulangi dampak negatif berbagai pihak utamanya kepada pemerintah dan tokoh-tokoh agama saling kerjasama dalam membina dan mendidik umat manusia dengan jalan memberikan pengetahuan yang dapat menjadi penangkal bagi lajunya kebudayaan barat yang setiap saat datang untuk mengancam ketentraman Islam yaitu berusaha untuk ikut dengan budaya yang mereka anut.

Dalam hal ini Drs. M. Dawam Raharjo, menjelaskan dalam Bukunya “Pesantren dan Pembaharuan” sebagai Berikut:

“Pondok pesantren sebagai lembaga tafaqquh fiddin mempunyai fungsi pemeliharaan, pengembangan, penyiaran dan pelestarian Islam, dari segi kemasyarakatan, ia menjalankan pemeliharaan dan pendidikan mental.”[6]

Bertolak dari uraian tersebut di atas, maka dapatlah diketahui bahwa dengan berdirinya pondok pesantren dari kota sampai ke pelosok-pelosok desa, telah dirasakan oleh masyarakat seperti adanya bakti sosial bersama dengan masyarakat maupun dalam bidang keagamaan yaitu dengan adanya pengajian-pengajian atau ceramah-ceramah yang dilaksanakan baik terhadap masyarakat umum maupun terhadap santri itu sendiri.

Dalam istilah pesantren juga disebut sebuah kehidupan yang unik karena di dalam pesantren selain belajar santri juga di didik untuk hidup mandiri, sebagaimana yang dapat disimpulkan dari gambaran lahiriahnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya terpisah dari kehidupan sekitarnya, dalam kompleks itu berdiri dari beberapa buah bangunan, rumah kediaman pengasuh yang disebut Kyai, dan dimana di dalamnya terdapat sebuah surau atau mesjid dan asrama tempat mondok bagi santri.[7]

Corak tersendiri dalam pesantren dapat dilihat juga dari struktur pengajaran yang diberikan, dari sistematika pengajaran, dijumpai pelajaran yang berulang dari tingkat ke tingkat, tanpa melihat kesudahannya. Persoalan yang diajarkan seringkali pembahasan serupa yang diulang-ulang selama jangka waktu yang bertahun-tahun.”[8]

Page 35: Tujuan Pendidikan

Dari pengertian tersebut di atas, maka dapatlah dipahami bahwa pesantren adalah merupakan wadah yang mana di dalamnya terdapat santri yang dapat diajar dan belajar dengan berbagai ilmu agama. Demikian pula sebagai tempat untuk menyiapkan kader-kader da’i yang profesional dibidang penyiaran Islam.

B. Metode Penyiaran Islam

Pesantren ‘’Manahilil Ulum’’ DDI Kaballangan dalam penyiaran Islam ialah bagaimana melihat lingkungan masyarakat, sehingga mereka dapat berbuat dan bertindak sesuai apa yang telah digariskan oleh agama.

Penyiaran adalah salah satu dari bagian dakwah.[9] Sehingga penyiaran Islam mempunyai arti yang cukup penting bagi umat Islam untuk disampaikan kepada keluarga, lingkungan masyarakat dan kepada seluruh umat manusia.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas, maka diperlukan adanya penyiaran Islam yang baik dan berkesinambungan serta usaha-usaha yang lain yang berhubungan dengan penyiaran Islam yang dapat mendorong keberhasilan dalam berdakwah.

Melalui penyiaran Islam diharapkan terwujudnya pribadi-pribadi yang nantinya dapat menyebarkan Islam kepada keluarga, lingkungan masyarakat dan seluruh umat manusia, karena dengan aktivitas seperti itulah secara sungguh-sungguh sehingga ilmu agama dapat tersebar ke seluruh pelosok dunia dan dapat berdiri dengan kokoh sekaligus menjadi pedoman hidup bagi manusia.

Sebagai orang mukmin hendaknya mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan syiar Islam , mengembangkan ajaran agama Islam, apabila, mereka melihat kemungkaran atau penyimpangan dalam Islam, segera mereka mengembalikannya kepada jalan yang benar. Allah Berfirman dalam QS. Ali Imran (3). 110 sebagai berikut :

Terjemahnya :

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.[10]

Page 36: Tujuan Pendidikan

Seruan kepada jalan yang baik dan mencegah perbuatan yang mungkar adalah suatu tugas yang sangat suci bagi umat Islam yang harus dilaksanakan dan disukseskan, namun dalam penyampaian tidaklah hanya sekedar menawarkan suatu metode begitu saja dengan ancaman siksaan neraka, dan kelebihan bagi orang-orang yang masuk dalam surga akan tetapi lebih dari itu membutuhkan metodologi perencanaan komunikasi dakwah dengan melihat dan menimbang semua indikator sosiokultural dari sasaran dakwah tersebut.[11]

Penyiaran Islam adalah merupakan pekerjaan yang bersifat propaganda kepada orang lain. Propaganda dapat diterima orang lain, apabila yang membawakan dakwah berlaku baik dan ramah serta ringan tangan untuk melayani sasarannya. Sebaliknya jika mempunyai kepribadian yang membosankan dan tidak menarik dalam penyampaiannya maka kemungkinan dakwahnya dapat berhasil.

Dalam menyiarkan Islam sangat diperlukan adanya kesabaran, rendah hati dan tidak sombong, sabar dalam menyampaikan dakwah bukanlah berarti mengalah di hadapan masyarakat, akan tetapi kesederhanaan, dan tidak mencela orang lain adalah merupakan pangkal keberhasilan dakwah, Sederhana juga bukanlah berarti dalam kehidupan sehari-hari selalu ekonomis dalam memenuhi kebutuhannya, akan tetapi sederhana di sini adalah tidak bermegah, angkuh dan hendaklah juga bertawakkal kepada Allah Swt, karena sifat seperti itu adalah perbuatan yang disukai Allah.[12]

Jelas sekali bahwa menyeru kepada jalan yang diridhai Allah adalah merupakan jalan, ciri-ciri dan sifat-sifat para Nabi dan Rasul. Allah mengutus Rasul untuk berwasiat dan menganjurkan kepada umat Islam untuk menyebarkan agama Islam.[13]

Menyampaikan ajaran agama Allah kepada umat manusia merupakan kewajiban bagi hamba Allah, dimanapun mereka berada karena menyeru kepada perjalanan yang diridhai Allah merupakan suatu tindakan nyata yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang selalu menunggu siraman rohani yang sejuk.

Dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah tidaklah hanya sekedar agar pesan tersebut dapat disampaikan dan diterima oleh masyarakat, akan tetapi hendaknya pesan tersebut dapat mengerti dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Posisi penyiaran Islam sangatlah penting artinya, dalam kehidupan beragama, ideologi terus berkembang dan berlangsung, sebab suatu ideologi tidak akan terjamin kelangsungan tanpa adanya dakwah Islamiah yang dilaksanakan secara kontinyu sekalipun agama (ideologi agama sangat baik, yang jelas bahwa penyiaran Islam haruslah berjalan terus menerus)[14]

Page 37: Tujuan Pendidikan

Penyiaran Islam yang terdiri dari berbagai aktivitas sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dilakukan dalam rangka mencapai nilai tertentu. Nilai tertentu yang diharapkan dapat dicapai dan diperoleh dengan jalan melakukan penyelenggaraan penyiaran Islam dan harus mempunyai tujuan. Karena tanpa adanya tujuan tertentu yang dapat diwujudkan, maka penyelenggaraan penyiaran Islam tidak akan mempunyai arti apa-apa, bahkan merupakan pekerjaan yang sia-sia yang hanya menghamburkan fikiran, tenaga dan biaya.

Sebagai suatu aktivitas dakwah tidaklah mungkin dilaksanakan secara sambil lalu dan seadanya saja, melainkan haruslah ada persiapan yang direncanakan secara matang, dengan memperhatikan segenap segi dan faktor yang mempunyai kaitan dan pengaruh bagi pelaksanaan dakwah Islamiah. Demikian pula sebagai usaha atau aktivitas penyiaran Islam tidak mungkin diharapkan dapat mencapai apa yang menjadi tujuannya dengan hanya melakukan sekali perbuatan saja, tetapi harus melakukan serangkaian atau serentetan perbuatan yang disusun secara tahap demi tahap, dengan sasarannya masing-masing yang ditetapkan secara rasional pula. Penetapan rasional mengandung arti bahwa sasaran itu haruslah obyektif sesuai dengan kondisi yang ada, serta faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam penyelenggaraan penyiaran Islam.

Di samping itu, meskipun penyelenggaraan penyiaran Islam tidak mustahil dapat dilakukan oleh orang seorang secara sendiri-sendiri, tetapi melihat kompleksnya persoalan dakwah Islamiah, maka pelaksanaan penyiaran Islam oleh orang seorang, sendiri-sendiri tidaklah efektif. Kompleksitas persoalan dakwah Islamiah itu mencakup segenap aspek dakwah, baik obyek, sistem dan metode, maupun penyelenggaraannya. Obyek penyiaran dakwah misalnya, terdiri dari masyarakat (manusia) yang bermacam-macam dan senantiasa mengalami suatu perubahan dan perkembangan pada sifatnya. Maka dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masyarakat semacam itu, kiranya akan lebih efektif bila mana dilakukan oleh lebih dari satu orang yang saling melakukan kerja sama. Begitu pula dalam pelaksanaan atau menggunakan pemilihan dan penggunaan sistem, dan metode dakwah apa yang tepat, serta bagaimana penyiaran Islam itu harus diselenggarakan, akan lebih efektif bilamana dilakukan dengan kerja sama yang baik.[15]

Dengan perkataan lain, pelaksanaan penyiaran Islam akan lebih efektif, bilamana didukung oleh beberapa orang yang diatur dan disusun sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan yang melaksanakan secara bersama-sama tugas dakwah yang sifatnya semakin kompleks itu. Rangkaian perbuatan yang dilaksanakan secara bersama-sama dan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan.

Memang dalam penyiaran Islam sangat diperlukan metode yang baik, baik metode ceramah, metode tanya jawab dan lain sebagainya, apalagi dengan datangnya pengaruh-pengaruh dari Barat melalui media massa terhadap perilaku. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya bukti-bukti mengenai perubahan perilaku umat manusia yang disebabkan oleh Media Massa, baik berupa kampanye yang dilakukan dengan secara sengaja maupun tidak. Kampanye yang tidak sengaja dilakukan adalah gaya-gaya modern

Page 38: Tujuan Pendidikan

yang ditampilkan di media massa yang belum mampu diterima oleh umat Islam. Misalnya tata berpakaiannya sudah tidak sesuai lagi dengan ajaran Islam, yang dulunya sebelum dikenalnya media massa khususnya dari Barat, para anak muda masih memakai pakaian Indonesia, bahkan cara berpakaiannya sangat sederhana.[16] Hal ini semua disebabkan karena banyaknya kampanye yang setiap hari datang, baik yang disadari maupun tidak.

Untuk menghadapi kendala-kendala seperti yang ada di atas, maka sangat diperlukan aktivitas penyiaran agama Islam yang berkesinambungan dan usaha-usaha lain yang merupakan penopang dan pendorong keberhasilan dakwah tersebut. Dengan tujuan adalah untuk menumbuhkan rasa pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama Islam yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama. [17]

Penyiaran Islam, dalam rangka pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam sangat nyata dalam kehidupan masa lalu, secara dan akan datang. Melalui penyiaran Islam akan dapat terwujud pribadi-pribadi muslim yang nantinya dapat menjadi muballigh yang menyebarkan agama Islam kepada seluruh umat manusia. Sebagaimana Firman Allah Swt. dalam (QS. Al- Hijr 915) 94 sebagai berikut:

Terjemahnya:

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[18]

Jelaslah tugas berdakwah dalam mengembangkan ajaran agama Islam besar sekali, karena melalui dakwah akan melahirkan insan-insan yang berkepribadian yang mulia dan termasuk perubahan sikap dan tingkah laku dalam kehidupan umat manusia.

Di dalam Sunnah Rasulullah saw, juga ditemukan bahwa manusia berkewajiban untuk menegakkan dan mencegah kemungkaran, dan manfaat yang didapatkan oleh orang-orang menunaikannya, serta siksaan bagi orang-orang yang melalaikan perintah Allah swt.

Penyiaran Islam Adalah suatu proses atau usaha yang tidak pernah mengenal lelah dan selesai pelaksanaannya, selama itu pulalah proses dakwah mutlak diperlukan.[19]

Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha untuk meningkatkan pemahaman agama dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, akan tetapi menuju yang lebih luas, pada masa sekarang ini ia harus lebih

Page 39: Tujuan Pendidikan

berperan menuju kepada ajaran agama Islam secara lebih luas yang menyeluruh dalam segala hal.

Penyiaran Islam adalah sesuatu proses yang kompleks dan unik. Kompleks seperti bahwa dalam menjalankan dakwah mengikut sertakan keseluruhan aspek kehidupan, baik yang ada hubungannya dengan sifat jasmaniah maupun sifat rohaniah. Sedangkan yang unik artinya di dalam pelaksanaan dakwah adalah sebagai obyeknya terdiri dari berbagai macam perbedaan, perbedaan dalam budaya, sifat ideologi, kehendak dan lain sebagainya.

Penyiaran Islam adalah merupakan titik sentral para muballigh dalam menyiarkan Islam di atas persada bumi ini, mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, karena bagaimanapun juga untuk menyiarkan agama Islam kepada masyarakat penerapannya harus sesuai dengan keadaan dan kondisi yang ada dimana mereka berada.

Menyiarkan Islam adalah merupakan kewajiban bagi semua hamba Allah, dimanapun mereka berada, karena seruan kepada jalan Allah, itu merupakan suatu tindakan nyata yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat Islam yang selalu menunggu siraman rohani yang sejuk, dan mendatangkan nikmat dan kebahagiaan tersendiri bagi umat Islam.

Selaras apa yang dikatakan A. H. Hasanuddin dalam bukunya Retorika Dakwah Publistik dalam Kepemimpinan Islam, bahwa:

Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.[20]

Dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa penyiaran Islam adalah merupakan rangsangan atau suatu motivasi yang dapat membawa umat manusia kepada jalan yang diridhai Allah Swt. Serta menjauhkan manusia dari larangan agama, sebab dakwah dapat menjadi pedoman dan tuntunan bagi kehidupan serta bertujuan untuk merubah dan memperbaiki keadaan masyarakat kepada suasana hidup yang baik atas dasar nilai-nilai ajaran agama Islam.

C. Hukum Penyiaran Islam

Penyiaran Islam adalah suatu proses pembentukan watak manusia yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam sebagai pewaris atau pelanjut ajaran Rasulullah Saw. Dalam menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam ke tengah-tengah masyarakat secara keseluruhan.

Page 40: Tujuan Pendidikan

Perkembangan dan pertumbuhan manusia dapat ditumbuh-kembangkan terus dengan cara pengarahan-pengarahan serta yang lebih baik, sehingga dengan demikian dakwah perlu terus ditingkatkan kualitasnya yang harus menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan umat manusia, baik yang menyangkut rohaniah maupun jasmaniah.

Menyiarkan agama Islam adalah kewajiban bagi kaum muslimin untuk melaksanakannya, sebab penyiaran Islam yang merupakan napas gerakan Islam, dengan penyiaran maka ajaran Islam dapat disebar luaskan secara merata dalam kehidupan masyarakat, yang dimulai pada masa Rasulullah, masa sahabat dan hingga dewasa ini.

Adapun dasar hukum kewajiban berdakwah tentunya tidak terlepas dari Al- Qur’an dan hadits Rasulullah Saw, dan landasan para Ulama. Untuk lebih jelas dan dapat dilihat para uraian tersebut:

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam dan merupakan dasar hukum untuk menyiarkan Islam, banyak sekali ayat-ayat yang menyangkut kewajiban untuk menyiarkan agama Islam, begitu pula keuntungan-keuntungan para da’i dalam menyampaikannya.

Dalam ayat-ayat tersebut antara lain: QS. Ali Imran (3) sebagai berikut:

Terjemahnya :

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.[21]

Ma’ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

2. Hadis Rasulullah

Page 41: Tujuan Pendidikan

Hadis yang menganjurkan untuk menyiarkan Islam yaitu:

Artinya:

Dari Abu Sai’id Al Hudri ra, berkata: saya telah mendengarkan Rasulullah Saw, bersabda : barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah merubah dengan tangan/ kekuasaanya, dan apabila tidak mampu maka hendaklah dengan nasehatnya, dan apabila tidak mampu pula, maka hendaklah dengan keimanan hatinya, itulah itu selemah-lemah Iman.[22]

Untuk merubah kemungkaran bukan semata-mata kekerasan tetapi dibarengi dengan akal sehat.

3. Pendapat Para Ulama

Berdasarkan dari ayat Al-Qur’an, 104 surat Al Imran yang telah dikemukakan di atas, maka para Ulama sepakat dalam wajibnya dakwah ditunaikan, akan tetapi apakah wajib “aini” atau “kifayah” Ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Menyiarkan Islam adalah wajib “kifayah” menurut Farid Ma’ruf Nour, sedang menurut Mufassir Imam Jalaluddin As Suyuti, menetapkan fardhu kifayah, akan tetapi yang dimaksud mereka adalah tabligh yakni menyampaikan ajaran agama Islam dengan lisan dan tulisan. Maksudnya dalam berdakwah hanya sebagian kepada suatu bidang tertentu yang memerlukan syarat dan keahlian tertentu.

Atas dasar itulah, maka menyiarkan Islam adalah merupakan bagian yang sangat penting sekali dalam kehidupan seorang muslim, bahkan tidak berlebihan kiranya apabila dikatakan bahwa tidak sempurna bahkan sulit dikatakan orang muslim apabila dia menghindari atau membutakan matanya dari tanggung jawab sebagai juru dakwah.[23]

Konsekuensi sebagai seorang Muslim tidak boleh tinggal diam melihat kemungkaran-kemungkaran yang merajalela dalam masyarakat, harus ada usaha untuk mencegahnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Hal ini mengandung tiga alternatif dalam mengubah dan mencegah kemungkaran yaitu:

1. Menggunakan kekuasaan, yang terkena perintah ini adalah penguasa (pemerintah) juga pemimpin

Page 42: Tujuan Pendidikan

dalam suatu lingkungan wewenang kekuasaannya, seperti guru, terhadap muridnya, orang tua terhadap anak-anaknya.

2. Memberikan peringatan atau nasehat yang baik, yaitu dengan kata-kata yang lemah lembut dan dapat meresap dalam diri seseorang.

3. Ingkar dalam hati, menolak atau tidak setuju akan perbuatan yang mungkar, hal ini dapat dilaksanakan bila kedua alternatif tersebut di atas, tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di atas, maka dapat ditegaskan bahwa penyiaran Islam adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh kaum muslimin untuk menjunjung tinggi undang-undang Ilahi dalam seluruh aspek kehidupan umat manusia dalam masyarakat, sehingga ajaran Islam menjadi titik tolak atau pedoman yang mendasari, menjiwai dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan hidupnya.

[1] Lihat, Abu Hamid, Sistem Pesantren Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan. (Ujung Pandang: Fakultas Sastra UNHAS, 1978) h. 3.

[2] Wahjoetimo, Perguruan tinggi Pesantren Pendidikan alternative masa depan, (Cet. I. Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 70.

[3] Lihat Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Ilmu, t.th) h. 310.

[4] Abu Hamid, op.cit., h. 18.

[5]Lihat Mas’ud Khasan Abdul Qahar, et. Al., Kamus Pengetahuan Populer (Cet. I; Yogyakarta: CV. Bintang Pelajar, t.th), h. 191.

[6] M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan. (Jakarta: LPES, 1974). h. 83

[7] Lihat, Ibid. h. 40.

Page 43: Tujuan Pendidikan

[8] Lihat, Ibid,. h. 41.

[9] Lihat, Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah (Cet. III; Jakarta: Penerbit Wijaya, 1983), h. 1.

[10] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), 49.

[11] Lihat Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Cet. I; Jakarta: CV. Gaya Media Pratama, 1987). H. XV.

[12] Lihat, Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al- Ikhlas. 1983) h. 42.

[13] Lihat, Imam Habib Abdullah al- Waddad, Kelengkapan Dakwah (Semarang: CV. Toha Putra, 1980), h. 18.

[14] Lihat, Anwar Masyari, Studi Tentang Ilmu dakwah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1981), h. 11.

[15]Lihat, Abdul Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam (Cet. II; Jakarta : Bulan Bintang, 1977), h. 11

[16] Lihat, Ishadi Dunia Penyiaran Prospek dan Tantangannya, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum, 1999), h. 123

[17] Lihat, M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Cet. 4; Jakarta : Bumi Aksara, 1997), h. 4

[18] Departemen Agama RI, opcit., h. 339

[19]Lihat A. H. Hasanuddin, Retorika Dakwah Publistik Dalam Kepemimpinan, (Surabaya: UNAS Nasional, 1992)., h. 33

Page 44: Tujuan Pendidikan

[20]Ibid, h. 35.

[21] Departemen Aagama., op. , Cit h. 93

[22] Imam Abu Zakariya, Riyadu Salihin, (Cet. IX; Surabaya: Pt. Bina Ilmu, 1994), h. 176.

[23] Lihat Moto Asmara, op.cit., h. 33.

Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia. :mrgreen:

Salam …

......................................................................................

Kajian Umum Tentang Psikologi

Abied

3 June 2010 No comments

Pengertian Psikologi

Psikologi yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa berasal dari bahasa Inggris psychology. Kata psychology merupakan dua akar kata yang bersumber dari bahasa Greek (Yunani), yaitu: 1) Psyche yang berarti jiwa; 2) Logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa.[1] Karena beberapa alasan tertentu (seperti timbulnya konotasi atau arti lain yang menganggap psikologi sebagai ilmu yang langsung menyelidiki jiwa, sekurang-kurangnya selama dasawarsa terakhir ini menurut hemat penyusun istilah ilmu jiwa itu sudah sangat jarang dipakai orang. Kini berbagai kalangan professional baik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan maupun dalam dunia-dunia profesi lainnya yang menggunakan layanan “jasa kejiwaan” itu lebih terbiasa menyebut psikologi daripada ilmu jiwa.

Membahas kata “ilmu jiwa”, maka yang terbayang pada kita bahwa yang dipelajari oleh ilmu itu ialah sesuatu yang tidak kelihatan (abstrak), yang berada dalam diri manusia atau makhluk hidup yang lain. Segala sesuatu yang kelihatan, yang bersifat jasmaniah pada diri manusia tidak menjadi persoalan.

Page 45: Tujuan Pendidikan

Namun Pandangan atau bayangan yang demikian adalah tidak benar bahkan keliru, karena psikologi merupakan suatu ilmu yang ingin mempelajari manusia. Manusia sebagai suatu kesatuan yang bulat antara jasmaniah dan rohani. R.S. Woodworth memberi batasan tentang psikologi sebagai berikut: “Psychology can be defined as the science of the activities of individual”,[2] yang berarti bahwa psikologi dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari segala tindakan-tindakan manusia atau perorangan.

Apa yang hendak diselidiki oleh psikologi ialah segala sesuatu yang dapat memberikan jawaban tentang bagaimana sebenarnya manusia itu, mengapa ia berbuat atau bertindak demikian, apa yang mendorongnya berbuat demikian, apa maksud dan tujuannya ia berbuat demikian. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Tentu saja kata tingkah laku tersebut harus diartikan secara luas. Karena hal tersebut merupakan penentuan struktur kepribadian yang tidak lepas dari pembahasan substansi manusia. Dalam psikologi Islam, struktur kepribadian merupakan integrasi system kalbu, akal dan nafsu yang menciptakan tingkah laku.[3]

Daya-daya yang terdapat dalam substansi nafs manusia saling berinteraksi satu sama lain dan tidak mungkin dapat dipisahkan.

Al-Ghazaly dalam “Kimiyah al-Sa’adah” menjelaskan:

“Nafs itu ibarat suatu kerajaan. Anggota fisiknya ibarat menjadi cahaya(dhiya’). Syahwat ibarat menjadi gubernur (waliy) yang memiliki sifat pendusta, egois dan sering mengacau. Ghadhab ibarat menjadi oposan (syihnat) yang sifatnya buruk, ingin perang dan suka mencekal. Kalbu ibarat raja(malik) dan akal ibarat mentrinya(wazir). Apabila seorang raja tidak mengendalikan kerajaannya maka kerajaan itu akan diambil alih oleh gubernur(syahwat) dan oposannya(ghadhab) yang mengakibatkan kekacauan. Namun apabila sang raja memperdulikan kerajaannya dan ia bermusyawarah dengan perdana mentrinya (akal) maka gubernur dan oposannya mudah diatasi dan berkedudukan di bawahnya. Ketika hal ini terjadi maka mereka saling bekerja sama untuk kemakmuran dan kesejahteraan sebuah kerajaan yang akhirnya mendatangkan makrifat Ilahi(al-hadhrah al-ilahiyah) dan mendatangkan kebahagiaan.”[4]

Kutipan tersebut dapat dipahami bahwa kepribadian manusia sangat ditentukan oleh interaksi komponen-komponen nafs. Dalam interaksi itu, kalbu memiliki posisi dominan dalam mengendalikan suatu kepribadian yang dapat mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang dan perkembangan moral seseorang.

Menurut Sigmund Freud, jiwa terdiri dari tiga unsur, yaitu:

Page 46: Tujuan Pendidikan

1. Id. Id merupakan gudang insting dan energi mental. Ketika insting tersebut terusik atau terpicu, orang akan merasa terganggu, sehingga ia akan berusaha mengenyahkannya untuk mengembalikan keseimbangan mental. System ini dikendalikan oleh prinsip kesenangan.

2. Ego. Sikap ini mewakili fungsi perasaan(feeling), menguasai perilaku manusia, menentukan segala sesuatu yang memuaskan hasrat, dan menentukan keinginan yang tertunda sesuai dengan fakta. System ini dikendalikan oleh prinsip realistis.

3. Super ego. Ini adalah representasi internal dari nilai dan prinsip perilaku serta moral. System ini biasanya dikendalikan oleh prinsip idealisme. Kesehatan jiwa berarti energi dan keberhasilan ego untuk merealisasikan keseimbang mental antara tuntutan Id,. Super ego dan realitas. [5]

Aspek Yang Mempengaruhi Moral Anak

Masalah moral adalah suatu masalah yang menjadi perhatian dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang terbelakang, karena kerusakan moral seseorang akan mengganggu ketentraman yang lain. Jika kita mengambil anjuran agama misalnya agama Islam, maka yang terpenting adalah akhlak (moral), sehingga ajarannya yang terpokok adalah untuk memberikan bimbingan moral. Sebagaimana sabda Rasulullah :

Artinya: “Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”[6].

Hal tersebut menjelaskan akan pentinganya akhlak dalam membentuk kepribadian seseorang. Namun melihat keadaan masyarakat terutama di kota-kota besar sekarang ini, maka akan dijumpai moral sebagian anggota masyarakat yang telah rusak atau mulai merosot yang disebabkan oleh perkembangan zaman serta intervensi budaya westernisasi, dimana kepentingan umum tidak lagi nomor satu, akan tetapi kepentingan pribadilah yang menonjol.

Sehubungan dengan hal tersebut, orang tua mempunyai peranan penting karena orang tua merupakan Pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh tersebut. Pada hakekatnya, apa yang orang tua kedepankan kepada anak akan membatasi jenis serta ruang lingkup lingkungan tempat dimana ia berkembang. Dengan kata lain, orang tualah yang menciptakan iklim kehidupan untuk anak karena itulah, merupakan kewajiban orang tua untuk mempersiapkan iklim lingkungan yang baik bagi anak-anak semenjak kelahirannya. Kemudian ditindak lanjuti dengan mempersiapkan sarana-sarana yang diharapkan dapat membantunya melakukan proses alam dari fase anak-anak hingga sampai akil baligh. Semakin orang tua mengerti karakteristik-karakteristik perkembangannya dari segi fisik, akal, perasaan dan sosial, tentu akan semakin baik karena hal itu sangat berguna bagi upaya pemenuhan berbagai kebutuhannya. Sesungguhnya dengan memahami karakteristik-karakteristik perkembangan anak-anak, hal itu akan membantu pendidik

Page 47: Tujuan Pendidikan

mengenali cara-cara yang baik dan efektif untuk melakukan interaksi dengan mereka pada fase perkembangannya yang berlangsung terus menerus.[7]

Perkembangan anak pada usia-usia pertama dalam hidupnya, banyak belajar dari pengalaman-pengalaman yang dapat membantunya berkembang secara sehat. Apabila pada periode ini seorang anak hidup dalam iklim keluarga yang tenang yang penuh cinta, kasih dan sayang, ia sanggup berkembang secara sehat sehingga dapat beradaptasi dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungan masyarakatnya. Interaksi sosial yang matang dalam sebuah keluarga, menjadi istimewa dengan adanya karakteristik-karakteristik tertentu yang didasarkan pada kasih sayang, persaudaraan, kebebasan dan keterbukaan yang berlangsung terus menerus dan abadi.

Sesungguhnya ruang tempat pertumbuhan anak itu memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangannya. Apabila ruang tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis dan psikis anak, hal itu akan memberikan pengaruh yang nyata bagi tingkah lakunya. Tetapi kalau anak harus menghadapi situasi-situasi yang tidak menguntungkan dan tidak kondusif yang semakin lama semakin parah, tentu kepribadiannya akan mengalami kekacauan dan pertentangan.[8] Pengaruh-pengaruh pertentangan tersebut akan terus menyertai kepribadiannya sewaktu anak sudah dewasa sekalipun. Dan kekacauan tersebut akan berembus pada fenomena-fenomena tingkah lakunya.

Pendidik tidak hanya dituntut untuk memperhatikan fase anak-anak sebagai fase yang mudah ditumbuhi benih berbagai kekacauan kepribadian, tetapi sekaligus ia juga merupakan fase yang seharusnya diisi dengan asas-asas kepribadian yang sehat berikut medan dan elemen-elemen pembentuknya. Hal itu mengingat kebiasaan-kebiasaan dan kecenderungan-kecenderungan yang dilakukan oleh seseorang pada periode tersebut, sudah mengarah pada proses pemantapan yang selanjutnya akan sulit diubah.

Hubungan orang tua terhadap anak sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang akan membawa kepada pembinaan pribadi tenang, terbuka dan mudah dididik, karena mereka mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang. Tetapi seorang anak tidak mungkin mendapat rasa cinta, penerimaan dan kemantapan yang diinginkannya kalau di antara kedua orang tua tidak ada ikatan persatuan yang kokoh dan mendalam. Ikatan persatuan inilah yang lazim disebut kerukunan, kekompakan atau solidaritas. Dan itu harus diperlihatkan kepada anak, karena ia memang merupakan keutuhan urgen untuk perkembangannya. Seorang anak memiliki sensitifitas sangat kuat yang memungkinkannya dapat merasakan perasaan-perasaan emosional yang menciptakan kegelisahan yang mendalam. Perasaan seperti ini dapat mengoncang rasa tenang yang harus ada pada masa perkembangannya.[9]

Oleh sebab itu, kedua orang tua wajib memelihara kesolidan ikatan persatuan, kendatipun itu hanya secara lahiriah saja. Hal itu harus benar-benar mereka jaga demi keseimbangan emosi anak. Keharmonisan suami isteri di depan anaknya merupakan suatu kebutuhan yang realistis. Sekalipun

Page 48: Tujuan Pendidikan

misalnya sedang terjadi konflik di antara mereka, hal itu tidak boleh diperlihatkan kepada anak. Tetapi sayangnya, termasuk hal yang jarang seorang anak bisa ditipu dengan penampilan-penampilan lahiriah, karena setiap konflik atau keretakan yang memecah belah persatuan persatuan mereka, resikonya yang paling besar akan menimpa masa depan anak. Keadaan itu akan makin diperparah apabila anak masuk dalam lingkungan yang kurang menunjang. Besar kemungkinan pada gilirannya akan merembes ke dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas lagi.

Karena itu penyebab dari kemerosotan anak dewasa ini sesungguhnya terletak pada kondisi keluarga yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak tersebut. Adapun faktor-faktor dari kemorosotan moral anak dewasa ini sesungguhnya banyak sekali antara lain yang terpenting adalah:

1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat.

2. Pendidikan moral tidak terlaksana baik di rumah tangga, sekolah maupun di masyarakat.

3. Suasana rumah yang kurang baik.

4. Diperkenalkannya secara popular obat-obatan dan alat-alat anti hamil.

5. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran kesenian yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral.

6. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan cara yang baik dan yang membawa kepada pembinaan moral.[10]

Untuk dapat mencari sebab-sebab dan kekurangan-kekurangan yang dapat dijadikan pelajaran guna perbaikan, maka akan dianalisa satu persatu dari pokok-pokok tersebut di atas.

(+) Kurang Tertanamnya Jiwa-jiwa Agama Pada Tiap-tiap Orang Dalam Masyarakat.

Keyakinan beragama yang didasarkan atas pengertian yang sungguh-sungguh tentang ajaran agama yang dianutnya, kemudian diiringi dengan pelaksanaan ajaran-ajaran tersebut merupakan benteng moral yang paling kokoh. Sebagai contoh ajaran Islam, dimana yang menjadi ukuran bagi mulia dan hinanya seseorang adalah hati dan perbuatannya, dalam hal ini hati yang dihiasi dengan ketaqwaan serta perbuatan yang baik. Selanjutnya apabila jiwa dan taqwa telah tertanam dan tumbuh dengan baik dalam pribadi seseorang, maka dengan sendirinya ia akan berusaha mencari pengertian tentang ajaran-ajaran Islam yang akan membimbingnya dalam hidup.

Apabila keyakinan beragama itu betul-betul telah menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang,

Page 49: Tujuan Pendidikan

maka keyakinan itulah yang akan mengawasi tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Akan tetapi sudah menjadi suatu tragedi bagi dunia yang maju dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan maka keyakinan beragama mulai terdesak. Kepercayaan kepada Tuhan tinggal sebagai simbol, larangan dan suruhannya tidak diindahkan lagi. Dengan demikian salah satu alat pengawas dan pengatur moral yang tersisa adalah masyarakat dengan hukum dan peraturannya, semakin jauh masyarakat dari agama, semakin susah memelihara moral dan semakin kacaulah suasana hidup karena semakin banyaknya pelanggaran-pelanggaran hak dan hukum.

(+) Tidak Terlaksananya Pendidikan Moral dengan Baik

Faktor kedua adalah tidak terlaksananya pendidikan moral baik dalam rumah tangga, sekolah maupun masyarakat. Pembinaan moral dalam Islam harus dimulai sejak dini sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Pada dasarnya, pendidikan moral merupakan asas yang harus dipertimbangkan bagi pembinaan keluarga yang kokoh dan harmonis. Sesungguhnya, pendidikan moral inilah yang menjamin terwujudnya keluarga Islam yang kuat, yang penuh warna rasa cinta dan bahagia. Pendidikan moral amatlah menjamin terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh, akal dan jiwanya. Dan juga menjamin terbentuknya masyarakat Islam yang kokoh dan bahagia.

Setiap anak yang lahir belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah dan belum mengerti batas-batas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Di sinilah peranan keluarga, pendidik dan lingkungan yang sangat penting dimana pendidikan agama telah diterima sejak kecil akan membuatnya berpendirian tegas dan tidak mudah terpengaruh dalam pergaulan hidup dan tidak akan mudah menukar agama dengan nilai-nilai yang lain berupa keduniaan maupun kedudukan. Namun sebaliknya jika anak dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua yang tidak bermoral atau tidak mengerti cara mendidik serta lingkungan masyarakat yang tidak mengajarkan nilai-nilai moral, maka akan tumbuh menjadi anak yang liar yang tidak bermoral.

(+) Suasana Rumah Yang Kurang Baik.

Tidak dapat dihindari bahwa keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, karena hubungan yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga.[11]

Dewasa ini, faktor yang terlihat dalam masyarakat sekarang adalah kerukunan hidup dalam rumah tangga yang kurang terjamin. Tidak tampak adanya saling pengertian, saling menerima dan saling mencintai di antara suami isteri serta ketidakrukunan orang tua terlebih jika salah satu dari mereka

Page 50: Tujuan Pendidikan

menikah lagi akan menyebabkan anak menjadi takut, cemas, benci, dan merasa tidak betah lagi di keluarganya karena ia merasa kurang mendapat perhatian dan kasih sayang sehingga ia mencari kepuasan tersebut di luar rumah.[12]

Oleh sebab itu, Islam menaruh perhatian khusus bagi terciptanya keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah yang pada gilirannya akan tercipta suatu masyarakat yang hidup penuh ketentraman sehingga anak akan menjadi generasi pelanjut dan mampu menjadi pemimpin.

(+) Diperkenalkannya Obat-obatan dan Alat-alat Anti Hamil.

Suatu hal yang kurang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan tidak disadari dampak negatif terhadap perkembangan moral anak adalah karena diperkenalkannya secara populer obat-obatan dan alat-alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan.[13]

Akhir-akhir ini permasalahan obat-obatan dan alat-alat anti hamil dikalangan generasi muda semakin memprihatinkan terutama pada pemuda dan remaja yang kurang mendapatkan penanaman keimanan dan ketaqwaan kemudian mereka bergaul dengan kondisi yang pornografi maka bukanlah suatu yang mustahil jika remaja akan jatuh dalam berbagai tindakan asusila dan anormatif.

(+) Banyaknya Tulisan-tulisan, Siaran-siaran kesenian yang Tidak Mengindahkan Dasar-dasar dan Tuntutan Moral.

Suatu hal yang belakang ini menjadi perhatian kita adalah tulis-tulisan, bacaan-bacaan, siaran-siaran kesenian dan permainan yang seolah-olah mendorong anak-anak muda mengikuti arus kemauannya. Segi moral dan mental kurang mendapat perhatian, padahal hal tersebut dapat mendorong anak muda terjerumus ke dalam jurang kemororsotan moral.[14]

(+) Kurang Adanya Bimbingan Untuk Mengisi Waktu Luang.

Suatu faktor yang ikut memudahkan retaknya moral anak-anak muda ialah kurangnya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara yang baik dan sehat. Di masa remaja waktu luang khususnya libur sekolah adalah salah satu kesempatan emas untuk menumbuhkan kepribadian mereka di atas akidah yang lurus, akhlak yang mulia serta bimbingan yang benar. Waktu tersebut merupakan saat yang kondusif bagi pengembangan hobi dan mengembangkan potensi untuk memperoleh prestasi serta menggiatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang terarah dan berbagai aktivitas yang dapat

Page 51: Tujuan Pendidikan

membuahkan dua hal sekaligus yakni melepas kepenatan sehingga hati dan pikiran menjadi terang dan riang sekaligus menanamkan berbagai bimbingan dan pengarahan-pengarahan.[15] Namun sebaliknya, umumnya remaja hanya suka berkhayal dan melamunkan hal-hal yang jauh membuat waktu mereka terbuang begitu saja. Jika mereka dibiarkan tanpa bimbingan dalam mengisi waktunya maka akan banyak lamunan dan kelakuan yang kurang sehat timbul dari mereka.

(+) Kurangnya Markas Bimbingan

Perlu dicatat bahwa kurangnya markas bimbingan dan penyuluhan yang akan menampung dan mengeluarkan anak-anak kea rah mental yang sehat. Dengan kurangnya atau tidak ada tempat bagi anak-anak yang gelisah dan butuh bimbingan itu, maka mereka akan muncul kelakuan dan model yang kurang menyenangkan serta kemerosotan moral bagi anak tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dipahami bahwa betapa pentingnya pendidikan moral bagi anak dan betapa besar bahaya yang terjadi akibat kurangnya moral tersebut. Untuk itu pendidikan moral harus diintensifkan (dilaksanakan) baik dalam rumah tangga sebagai pendidik pertama dan utama bagi perkembangan moral anak, maupun di sekolah dan dalam masyarakat dimana anak tersebut berada.

Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak

Hukum Islam memandang bahwa hubungan orang tua dan anak adalah merupakan hubungan yang mesti terjalin secara harmonis sebagai sebuah jalinan yang timbul dari perasaan kasih sayang yang tulus dan tentunya jalinan hubungan seperti ini hanya akan tumbuh dari pribadi-pribadi yang hidup dalam suasana keluarga yang harmonis pula.

Keharmonisan antara orang tua di satu pihak dan anak di pihak lainnya hanya akan tercipta apabila di antara kedua belah pihak masing-masing mengerti akan kedudukannya dalam keluarga dimana antara ke dua belah pihak masing-masing mempunyai hak atas pihak lain begitu pula tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pihak tersebut.

Sekarang ini masih banyak kaum ayah yang beranggapan bahwa memandikan bayi, mengganti popok, memberi makan serta mengajaknya berjalan-jalan bukanlah hal yang patut dilakukan kaum pria. Padahal suatu penelitian membuktikan bahwa ikut sertanya ayah dalam perawatan bayinya akan merupakan

Page 52: Tujuan Pendidikan

pengalaman unik yang berharga bagi seorang anak. Apabila sejak semula ayah ikut serta secara aktif merawat bayinya, mereka akan merasakan manfaat dari hubungan erat ini sampai anak dewasa.

Berbagai pengalaman para ahli maupun literatur telah membuktikan bahwa peran ayah dalam membentuk kepribadian anak sangat besar artinya. Sejak Sigmund Freud mencanangkan teori psikoanalisis untuk pertama kalinya pada awal abad ke- 20, ia sudah menyatakan bahwa perkembangan kepribadian anak, khususnya sewaktu balita, sangat ditentukan oleh tokoh ayah. Ayah yang membentuk super ego anak, dan merupakan tokoh super identifikasi serta tokoh ototiter yang sekaligus ditakuti dan dibutuhkan anak.[16]

Dalam pandangan anak-anak, tokoh ayah merupakan laki-laki pertama di dunia ini, yang dikenalnya secara lahir bathin. Sejak meraka lahir, mereka merasakan adanya figur laki-laki dimana ia harus memanggil laki-laki tersebut sabagai “bapak” atau “ayah”. Tanpa disadari, figur ayah dalam keluarga dalam sudut pandangan anak-anak merupakan laki-laki ideal-type pertama yang mereka kenal. Maka dengan sendirinya seorang laki-laki yang kebetulan menjadi kepala keluarga, tanpa disadari pula telah menempatkan dirinya sebagai figur yang patut dihormati dan diteladani.

Sejalan dengan berkembangnya teori tentang perkembangan anak, pandangan masyarakat tentang cara-cara mendidik dan mengasuh anak pun telah mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Hal-hal yang dulunya tabu dan langkah justru menjadi kebiasaan yang terpuji. Dimana anak-anak yang diasuh secara langsung oleh ibu dan ayahnya adalah anak-anak yang beruntung, karena mereka tidak hanya mengalami satu tetapi beberapa pendekatan yang membuatnya dewasa. Proses pendewasaan ini akan banyak menentukan yang membuatnya dewasa. Proses pendewasaan ini akan banyak menentukan pembentukan kepribadian anak kelak. Ia akan memiliki cara berfikir dan kehidupan perasaan yang kaya dan seimbang karena terbiasa menghadapi dua macam individu yang berbeda secara dekat dan terus menerus.

Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya akan dijelaskan tentang hak orang tua yang harus didapatkan dari anaknya yang sekaligus merupakan kewajiban bagi anak, begitu pula kewajiban yang harus dilaksanakan orang tua sebagaimana perannya dalam perkembangan anak yang sekaligus merupakan hak bagi anak.

Hak Orang Tua Terhadap Anak

Dalam hukum Islam, ada beberapa macam hak orang tua yang harus diperhatikan oleh anak, yakni:

(+) Hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari anaknya

Page 53: Tujuan Pendidikan

Ada berbagai macam ketentuan dalam hukum Islam yang menunjukkan tentang kewajiban seorang anak untuk berlaku atau berbuat baik terhadap orang tua, bahkan banyak di antara ketentuan-ketentuan itu yang menjelaskan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua berbarengan dengan perintah bertauhid kepada Allah, seperti salah satunya ditegaskan dalam Q.S. An-Nisa (4): 36 yang berbunyi:

Terjemahnya:

Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…[17]

Pada ayat lain, dalam Q.S Al-Baqarah (2): 83 juga ditegaskan

Terjemahnya:

…Janganlah kamu sekalian menyembah selain Allah dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.[18]

Kedua ayat di atas, paling tidak memberikan penjelasan bahwa betapa berbuat baik kepada orang tua merupakan sesuatu yang secara mutlak harus dilaksanakan oleh sang anak, hal ini dikarenakan pengorbanan orang tua terhadap anaknya yang begitu besar. Secara fitrah, orang tua selalu terdorong untuk memelihara dan berkorban dengan sekuat tenaga demi anaknya. Seperti tumbuhan yang menghisap bahan makanan dari biji, atau anak ayam yang menghisap bahan makanan dari telur maka demikian halnya dengan setiap manusia yang juga menghisap setiap kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya yang berangsur tua dan kemudian wafat. Ini semua merupakan kebahagiaan orang tua, akan tetapi anak kerap kali melupakan itu semua, mereka lebih memperhatikan kehidupan dan masa depannya, ibarat kacang yang lupa pada kulitnya. Oleh karena itu, hukum Islam sangat menegaskan tentang perintah berbuat baik kepada orang tua.

Orang tua sebenarnya tidak perlu memerintahkan anak-anaknya untuk berbuat baik dan membalas segala yang telah diperbuatnya. Tanpa itupun, seharusnya anak sadar sendiri akan kewajiban agama dan tuntunan nuraninya itu, untuk berbuat baik terhadap orang tuanya yang telah berjuang dan berkorban demi kebaikannya.

Allah mengingatkan kewajiban ini secara tegas dengan mengaitkannya dengan kewajiban

Page 54: Tujuan Pendidikan

menyembahNya, sebagimana dalam Q.S. Al-Isra’ (17): 23

Terjemahnya:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu di antara keduanya sempai usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.[19]

Ayat tersebut hendak menggugah hati nurani manusia agar berbuat baik terhadap orang tuanya, mereka perlu diingatkan sebab sering terlena dengan kehidupan pribadinya, sibuk merancang masa depan sambil melupakan masa lalu den kasih sayang orang tuanya.

Hukum Islam memandang kewajiban anak untuk berbuat baik terhadap orang tuanya sebagai sesuatu yang mutlak dilaksanakan. Beberapa referensi dan ketentuan-ketentuan hukum Islam mengatur hal ini yang notabene tidaklah terbatas pada tataran teori saja, tetapi juga dalam implementasinya pada kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh dalam kehidupan Rasulullah SAW., sebagaimana terekam dalam sebuah hadits yang berbunyi:

Artinya:

Abdullah bin Umar ra berkata: seorang datang kepada Nabi SAW minta izin untuk berjihad. Maka ditanya oleh Rasulullah apakah kedua ayah bundamu masih hidup? Jawabnya: ya, sebda Rasulullah” di dalam menyayangi keduanya itulah jihadmu”.[20]

Hadits tersebut memberikan gambaran betapa penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap orang tua yang dengan penuh keikhlasan telah merawat dan membimbing anak-anaknya, sehingga atas hal tersebut muncul kewajiban bagi sang anak untuk berbuat baik terhadap orang tuanya.

(+) Hak untuk disejahterahkan, dinafkahi, serta diwarisi oleh anak-anaknya.

Page 55: Tujuan Pendidikan

Selain kewajiban untuk berlaku baik terhadap orang tua, salah satu kewajiban bagi anak dalam hukum Islam adalah kewajiban bagi anak untuk memenuhi segala kebutuhan yang berhubungan dengan kesejahteraan orang tua.

Orang tua dalam pemeliharaannya terhadap anak-anaknya telah banyak berkorban untuk membiayai segala kebutuhan anaknya mulai dari sejak lahirnya sampai anak itu mencapai usia dewasa. Sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya anak menjadi dewasa, para orang tuapun menu usia tua. Bila orang tua diberi umur panjang maka sesuai sunatullah dia akan kembali seperti anak-anak, tubuhnya menjadi lemah dan tidak bisa bekerja begitu pula dengan ingatannya yang mulai berkurang. Pada masa itulah kemudian anak mempunyai kewajiban untuk mengurus serta memberikan nafkah kepada orang tuanya sebagaimana apa yang telah dilakukan orang tua dalam menafkahinya

Salah satu perwujudan dari kewajiban anak dalam hal ini adalah setiap orang tua berhak mendapatkan warisan dari anaknya. Dimana aturan tentang waris merupakan inti dari konsep tafakul yaitu konsep bahwa setiap anggota keluarga berhak mendapatkan jaminan hidup dari anggota lainnya.

Terlepas dari konsep dasar mawaris ini, orang tua pada dasarnya memang sangat patut untuk mendapatkan harta warisan dari anak-anaknya, dan Islam sendiri sebagai agama yang nota bene’ merupakan agama kemanusiaan melihat hal itu dan memberikan suatu ketetapan hukum atas hak orang tua untuk mendapatkan harta warisan dari anak-anaknya. Salah satu ketetapan hukum Islam itu dapat dilihat pada Q.S. An-Nisa (4): 11 yang berbunyi:

Terjemahnya:

…Dan untuk dua ibu bapak masing-masing seper enam dari harta warisan jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja maka ibunya mendapat seper tiga , jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seper enam…[21]

Ayat ini merupakan ketetapan Allah bagi manusia ya paling tidak untuk diperhatikan oleh sang anak akan kewajibannya untuk mewariskan sebagian harta bendanya untuk kesejahteraan orang tuanya. Selain itu, ayat ini merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk penghargaan Islam terhadap Ibu Bapak.

Kewajiban orang tua terhadap anak

Page 56: Tujuan Pendidikan

Orang tua yang terdiri dari ibu dan bapak adalah manusia dewasa yang sudah dibebani tanggung jawab terhadap keluarga. Dalam agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana cara beribadah dan berbakti kepada Allah, tetapi juga mengatur bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak, hidup bersama dalam keluarga atau rumah tangga, masyarakat dan bangsa. Kedua orang tua merupakan pembimbing dalam setiap rumah tangga dan mereka bertanggung jawab atas keluarganya dan akhirnya akan dipertanggung jawabkan pula kepada Allah.

Dalam hukum Islam, ada beberapa macam hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua sekaligus kewajiban terhadap anak. Hak-hak itu dijelaskan sebagai berikut:

(+) Hak Penjagaan dan Pemeliharaan.

Dalam hukum Islam, kewajiban orang tua untuk menjaga dan memelihara anak-anaknya tidaklah bermula ketika anak itu lahir, akan tetapi jauh sebelum itu yakni pada masa anak itu masih berupa janin di dalam kandungan, orang tua sudah dibebani tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara janin tersebut, hal ini dimaksudkan agar bayi yang nanti lahir menjadi bayi yang sehat.

Hukum Islam sangat menghargai setiap jiwa yang diciptakan Allah SWT baik itu masih berupa janin lebih-lebih telah terlahir ke dunia. Sebagai contoh penghargaan serta jaminan hukum Islam atas hal ini adalah ketika seorang isteri misalnya dalam keadaan hamil kemudian dithalaq oleh suaminya, maka sang suami wajib memberikan nafkahnya atau hak-hak isterinya tersebut sampai ia melahirkan. Hal ini sebagaimana ketetapan Allah dalam Q.S. At-Thalaq(65): 6 yang berbunyi:

Terjemahnya:

…Dan jika mereka (isteri -isteri) yang sudah dithalaqitu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan…[22]

Tegasnya, seorang isteri berhak menerima atau menuntut dari suaminya nafkah untuk anak yang dikandungnya atau anak yang belum dilahirkannya dengan cara yang sebaik-baiknya. Ini merupakan sebuah dasar atas kewajiban orang tua untuk menjaga serta memelihara anaknya yang masih di dalam kandungan.

Banyak hal penting yang harus diperhatikan di dalam kehidupan manusia sejak lahir sampai dewasa, satu langkah saja yang keliru dalam melalui proses tersebut maka akan berakibat fatal bagi kebahagiaan dan

Page 57: Tujuan Pendidikan

keberhasilan si anak baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, Islam memberikan metode tersendiri dalam pelaksanaan pemeliharaan dan penjagaan terhadap anak, dimana dalam Islam ditetapkan dua macam bentuk pemeliharaan terhadap anak yakni pemeliharaan secara fisikal serta pemeliharaan non fisikal.

Pemeliharaan secara fisikal berupa pemeliharaan bersifat luar seperti bagaimana merawat anak, menafkahi, menjaga kesehatannya dan lain sebagainya. Selain hal tersebut Islam juga bahkan lebih mengutamakan pemeliharaan secara non fisikal seperti bagaimana memelihara anak dari segi mental, akhlak, serta menjauhkan anak dari hal-hal yang bisa menjerumuskannya kepada kesesatan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Q.S. At-Tahrim (66): 6 yang berbunyi:

Terjemahnya:

Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu….[23]

Pelaksanaan kewajiban dalam hal pemeliharaan, hukum Islam pada dasarnya telah membagi tanggung jawab antara seorang ibu dengan bapak, hal tersebut sebagaimana dijelaskan pada Q.S. Al-Baqarah (2): 233 yang berbunyi:

Terjemahnya:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun bagi yang ingin menyempurnakanpenyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf….[24]

Ayat tersebut memberikan penjelasan dalam pelaksanaan kewajiban pemeliharaan dalam hukum Islam terjadi pemisahan tanggung jawab antara suami isteri yang tentunya pembagian itu didasarkan pada fitrahnya.

(+) Hak Nasab

Seorang anak berhak mengetahui tentang nasabnya. Hal ini disebabkan bahwa asal-usul yang

Page 58: Tujuan Pendidikan

menyangkut keturunannya itu sangat penting, terutama untuk bekalnya dalam menempuh kehidupan di masyarakat kelak. Dengan demikian kejelasan dan ketetapan nasab anak terhadap ayahnya merupakan hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Kejelasan nasab bagi seorang anak dapat memotivasi anaka dalam memenuhi hak dan kewajiban bahkan juga akan melahirkan ketenangan dan ketentraman jiwa bagi anak itu sendiri. Sehubungan dengan nasab ini Allah memberikan petunjuk dalam Q.S. Al-Ahzab (33): 5 yang berbunyi:

Terjemahnya:

Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak- bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah….[25]

Seorang anak harus dipanggil atau diberi nama dengan nama bapak mereka tentunya hal ini dimaksudkan agar dengan adanya ketetapan dan kejelasan nasab anak itu dengan ayahnya, maka seorang anak dapat menuntut hak-hak pribadinya terhadap ayahnya.

(+) Hak Menerima Nama Yang Baik.

Salah satu kewajiban orang tua terhadap anak adalah memberikan nama yang baik terhadap anak-anaknya. Terkait dengan itu, Amir Al-Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata bahwa peranan orang tua yang pertama terhadap anak adalah memberikan nama yang baik.

Berdasarkan realita, nama-nama yang baik dapat mempengaruhi fikiran dan kepribadian seseorang, jika seorang anak yang siang malam mendengar namanya disebut-sebut, misalnya karena namanya sama dengan asmaul husna, maka logis kita percayai bahwa arti nama tersebut secara tidak disadari akan memperkuat watak penyandang nama tersebut. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari kasus khusus bahwa ada orang jahat yang mempunyai nama yang baik, yang menjadi penekanan adalah kenyataan bahwa nama mempunyai efek psikologis terhadap penyandangnya.

Dalam hal pemberian nama anak sesungguhnya bisa diikuti jejak Rasulullah lantaran selalu memberi nama yang baik dengan penambahan nama ayahnya agar menjadi jelas garis keturunan anak tersebut. Dalam Islam pada dasarnya mempunyai kewajiban untuk memberikan nama yang baik, memiliki latar belakang dan motivasi tersendiri sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: Sesungguhnya engkau akan

Page 59: Tujuan Pendidikan

dipanggil nanti pada hari kiamat dengan nama-namamu sekalian serta nama-nama bapakmu, maka baguskanlah nama-namamu.

(+) Hak Untuk Disusui dan Dinafkahi.

Berbagai firman Allah yang menunjukkan kepada jaminan hak dan seluruh kemaslahatan yang berhubungan dengan masalah anak. Sesungguhnya Allah tidak akan pernah mendatangkan kemudharatan bagi umatNya. Seperti contoh dalam hal menyusui dan menafkahi anak, Allah telah memerintahkan kepada ibu untuk menyusui anaknya demi kemaslahatan anak itu sendiri, dimana mekanisme dan tatacara pun telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. menyusui anak dalam Islam memang merupakan kewajiban seorang ibu, sementara seorang anak berhak menerima air susu ibunya minimal dua tahun, sedangkan seorang ayah berkewajiban menjamin,menjaga, dan memelihara hidup keluarganya.

Islam telah mensyariatkan kepada seluruh umatnya bahwa dalam hal seorang ibu menyusui anak-anaknya, lamanya minimal dua tahun yang ditujukan agar anaknya sehat, kuat dan bertenaga serat memiliki perkembangan tubuh dan jiwa yang normal dan sempurna baik lahir maupun bathin.

Petunjuk serta pedoman dan penjelasan mengenai hak anak dalam menyusui kepada ibunya serta jaminan akan nafkahnya telah lengkap tertuang dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 233 yang berbunyi:

Terjemahnya:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban memberi makan dan pakaian dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyampih (sebelum dua tahun) denga kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anak-anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.[26]

Ayat di atas menjelaskan kepada kita untuk menyusui serta memberikan nafkah kepada anak merupakan kewajiban bagi orang tuanya tidak bisa ditawar-tawar lagi serta mutlak harus dilaksanakan. Betapa menyusui anak begitu penting sehingga apabila ada alasan-alasan tertentu seorang ibu tidak bisa menyusui anaknya, maka wajib disusui oleh orang lain yang memunculkan kewajiban bagi ayah untuk

Page 60: Tujuan Pendidikan

memberi upah bagi orang yang menyusuinya. Adapun alasan-alasan yang memang secara rasional memungkinkan seorang ibu tidak bisa menyusui anaknya, bukanlah alasan-alasan seperti menjaga kecantikannya, mempertahankan kemontokan tubuhnya, mengejar karir atau kesibukan kerja dan lain sebagainya.

(+) Hak Untuk Diasuh dan Disayangi.

Pada setiap keluarga muslim, pemberian jaminan bahwa setiap anak dalam keluarga akan mendapat asuhan yang baik, adil, merata dan bijaksana merupakan suatu kewajiban bagi kedua orang tua. Hal ini mengingat bahwa apabila asuhan terhadap anak tersebut sekali saja kita abaikan, maka niscaya mereka akan rusak. Minimal tidak akan tumbuh dan berkembang secara sempurna. Untuk itu, setiap keluarga muslim terutama kedua orang tua harus mengasuh anak-anaknya dengan cara yang baik, melindungi serta merawat mereka dengan penuh kasih sayang.

Pada periode awal sesaat setelah kelahiran memang setiap anak membutuhkan kelembutan, kasih sayang dan keceriaan. Oleh sebab itu, setiap orang tua harus selalu dapat berusaha meyakinkan mereka bahwa segala sesuatu itu untuk mereka, lantaran dengan begitu akan tumbuh dalam hati setiap anak rasa aman, tentram, serta kehangatan kasih sayang dan persahabatan yang erat antara anak dan orang tua.

Dalam hal mengasuh anak, hukum Islam pada dasarnya telah memberikan ketertiban hukum mengenai tata cara mengasuh anak dan anjuran untuk memberi kasih sayang terhadap anak. Hal itu dapat dilihat dari pendekatan berbagai ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai hal ini yang bahkan mengatur hal-hal sedetail mungkin, seperti contoh dalam hal menyayangi anak, Islam telah mensinyalir hal ini. Seperti pada hadits Rasulullah yang berbunyi:

Artinya:

Diriwayatkan dari Usmamah bin Zaid r.a : Rasulullah SAW meletakkan aku di atas sebelah bahunya dan Hasan bin Ali pada bahu yang lain kemudian Nabi SAW berkata: Ya Allah sayangilah mereka sebagaimana aku menyayangi mereka.[27]

Hadits di atas merupakan contoh pelaksanaan pengasuhan serta menyanyangi anak yang paling tidak merupakan bukti sekaligus ketentuan akan kewajiban orang tua untuk menyanyanginya dan mengasuh anak-anaknya.

Page 61: Tujuan Pendidikan

(+) Hak Untuk Menerima Warisan Harta Benda

Metode Islam dalam menjaga hak-hak anak atas harta benda berpedoman kepada makna dari hak-hak anak tersebut. Sehingga berbagai himbauan, petunjuk, penjagaan atas mereka itu dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Demi pemeliharaan hak-hak anak, maka semenjak tangisan pertama anak dilahirkan telah ditetapkan bagian haknya, yakni hak waris atasnya. Rasulullah SAW telah menjelaskan hak tersebut dalam sebuah haditsnya yang berbunyi: “Apabila terjadi kelahiran, maka berhak diwarisi.”

Hukum Islam telah mengatur sedemikian rupa mengenai tatacara pembagian waris secar komplit. Apa yang kemudian ditetapkan oleh hukum Islam tersebut pada intinya merupakan suatu bentuk “Tafakul” antara anggota keluarga yakni sebagi satu prinsip bahwa setiap anggota keluarga berhak mendapat kesejahteraan dari anggota lainnya terlebih lagi antara anak dan orang tuanya sebagi generasi pelanjut bagi orang tuanya.

Penekanan dan pesan Islam mengenai hal ini, tidak hanya menyangkut dimensi hubungan yang bersifat material duniawi antara sesama kaum kerabat, tetapi juga menyentuh dimensi ketaatan seseorang kepada Tuhan yang telah menciptakan, memberikan rezeki dan memberinya pahala. Sampai- sampai oleh Islam, seseorang yang memberi makan kepada isterinya atau mendidik anak-anaknya dengan baik serta menanggung kehidupan mereka, dianggap sebagai sedekah yang dijanjikan anugerah pahal oleh Allah. Padahal hal itu sudah menjadi kewajibannya. Kalau kita amati semua itu, kita akan tahu betapa besar perhatian Islam terhadap keluarga sebagai unit sosial terkecil yang diwarnai dengan kesejahteraan dan kebahagiaan.

Sebagai suatu legitimasi atas hal ini, yakni system pembagian waris Islam selalu dimulai dengan mendahulukan furu’ (pihak keturunan). Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. An-Nisa (4): 11 yang berbunyi:

Terjemahnya:

Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. …[28]

Page 62: Tujuan Pendidikan

Ayat di atas paling tidak memberikan suatu pelajaran bahwa sekali lagi waris Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai “tafakul” terlebih antara orang tua terhadap anak-anaknya. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa anak merupakan salah satu generasi yang sedang berkembang yang merupakan penerus yang akan meletakkan sejumlah harapan bagi kebaikan masa depan kemanusiaan. Maka pantaslah jika dalam system Islam melakukan pembagian waris, kecukupan harta benda setiap anak sangat diperhatikan sebagai sebuah generasi baru.

(+) Hak Untuk Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran

Semua anak yang dilahirkan ke dunia ini selalu dalam keadaan suci, tidak bernoda dan tidak cacat sedikitpun, ditangan masyarakatlah perubahan anak akan terjadi yang tergantung sepenuhnya dari bentuk dan corak masyarakat dimana anak tersebut hidup. Jadi kesucian seorang anak akan dipengaruhi oleh keadaan dan lingkungannya. Dalam hal ini, yang sangat berperan adalah lingkungan dekatnya yakni bapaknya, ibunya, serta keluarganya. Jika anak tersebut hidup dalam lingkungan keluarga muslim, tentunya ia akan tumbuh dan berkembang pula menjadi seorang muslim dan demikian sebaliknya.[29]

Dalam Islam orang tua disuguhi tanggung jawab untuk mendidik sekalian anak-anak mereka. Hal ini mengingat bahwa pendidikan anak berpengaruh besar terhadap kehidupan yang kelak akan dijalaninya. Adapun pendidikan bagi anak itu bermula dalam lingkungan keluarga karena pada dasarnya keluarga merupakan akar terbentuknya masyarakat atau bangsa dan bahkan sebuah peradaban. Dalam sebuah keluarga, pelajaran pertama yang diperoleh seorang anak adalah mencintai, menghormati, mengabdi, menaruh kesetiaan dan taat serta melaksanakan nilai-nilai.

Dalam hukum Islam, pembenahan terhadap kecerdasan anak merupakan sesuatu yang mutlak yang harus dilaksanakan pada setiap orang tua sebagai bekal bagi anak untuk kemudian terjun dalam kehidupan bermasyarakat untuk bersosialisasi dan sebagai perwujudan dari fitrahnya sebagai makhluk social. Selain itu ada satu sisi yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya, yakni bagaimana membenahi mental, akhlak, serta pengetahuan agama anak, karena selaku manusia di samping mempunyai tanggung jawab terhadap sesama, kita juga mempunyai tanggung jawab terhadap pencipta.

Oleh sebab itu, dalam Islam pendidikan kepada anak harus mengarah kepada beberapa hal pokok sebagai mana disebutkan dalam Q.S. Al-Luqman (31): 13,16-19:

Terjemahnya:

Page 63: Tujuan Pendidikan

Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya ketika dia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.[30]

Terjemahnya:

(Luqman berkata): hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (Allah).

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi denagn angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunkkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.[31]

Dari ayat-ayat yang disebutkan di atas, maka disimpulkan bahwa beberapa hal yang harus diajarkan kepada anak serta menjadi peran atau tanggung jawab orang tua untuk mengajarkannya adalah:

1. Tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

2. Ajaran untuk memupuk kebaikan walau sekecil apapun, begitu juga untuk menjauhi keburukan.

3. Ajaran untuk senantiasa mendirikan shalat.

Page 64: Tujuan Pendidikan

4. Ajaran untuk berbuat baik kepada sesama.

5. Ajaran untuk mengajak orang lain dalam hal kebaikan.

6. Ajaran untuk menjauhi sifat sombong.

7. Ajaran untuk hidup sederhana.

Hal tersebut merupakan cakupan pendidikan yang harus diterapkan kepada anak menurut hukum Islam yang dengan sendirinya menjadi tanggung jawab bagi orang tua.

Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia. :mrgreen:

Salam …

[1]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 7.

[2] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan ( Cet.XIII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), h. 2.

[3] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Edisi.I ( Cet II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 58.

[4] Ibid., h. 59-60.

[5] Abd. Aziz bin Abdullah Al Ahmad, Kesehatan Jiwa, Kajian Korelatif Pemikiran Ibnu Qayyim dan Psikologi Modern (Cet.I; Jakarta : Pustaka Azzam, 2006), h. 85.

Page 65: Tujuan Pendidikan

[6] Al-A’lamah Muh. Abd. Rauf Al-Minawi, Faidhol Qadir Jilid II (Beirut: Darul Fikri, 1996 M/1416 H).

[7] Lubis Salam, Menuju Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah ( Surabaya: Terbit Terang, t.th.), h. 100.

[8]Zakiah Darajat, Hubungan Orang tua Mempengaruhi Mental Anak, Perkawinan dan Keluarga, No. 398, 2005, h. 26-27.

[9]Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja (Cet. V; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 43.

[10]Hasan Basry, Remaja Berkualitas, Problematika Remaja dan Solusinya (Cet.II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 13.

[11]Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 114.

[12] Sarlito wWirawan Sarwono, Psikologi Remaja ( Jakarta: PT Raja GrafimdoPersada, 2005), h. 114.

[13] Hasan Basri, op. cit., h. 32.

[14] Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama (cet XIV; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 18.

[15]Ahmad Hasan Kanzu, Waktu Luang Bagi Remaja Muslim (Cet. III; Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), h. 9.

[16] Alex Sobur, Komunikasi Orang tua dan Anak (Bandung: Angkasa, 1991), h. 21.

[17] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya ( Semarang: PT. Tanjung Mas Inti, 1992), h. 123.

Page 66: Tujuan Pendidikan

[18] Ibid., h. 23.

[19] Ibid., h. 427.

[20] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi’, Al-Lu’lu Wal Marjan (Cet. I; Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003), h. 502.

[21] Departemen Agama RI., op. cit., h. 116.

[22] Ibid., h. 946.

[23] Departeman Agama., op. cit., h. 955.

[24] Ibid., h. 57.

[25] Ibid., h. 667.

[26] Ibid., h. 57.

[27] Zaki al-Din Abd. Al -Azhim Al-Munziri. Ringkasan Shahih Al-Bukhari (Cet.I;Bandung: Mizan Pustaka, 2004), h. 847.

[28] Departemen Agama RI., op. cit., h. 116.

[29] Adil Fathi Muhammad. Menjadi ayah yang sukses. (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press), h.36.

Page 67: Tujuan Pendidikan

[30] Departemen Agama RI., op. cit., h. 654.

[31] Ibid., h. 655.

Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia. :mrgreen:

Salam …

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Hadis Pendidikan : Penentuan Tempat dan Waktu Belajar

Posted on 9 February 2010 by Miftah

i

Kasih Nilai

Quantcast

�د* ع�ي س� �ي أب ع�ن� �و�ان� ذ�ك �ح* ص�ال �ي أب ع�ن� �ي �ه�ان �ألص�ب ا �ن� ب ح�م�ن� الر� �د� ع�ب ع�ن� �ة� ع�و�ان �و� أب � �ا ح�د�ثن د�د� م�س� �ا �ن ح�د�ث�ك� �ث �ح�د�ي ب ج�ال� Lالر ذ�ه�ب� الله� و�ل� س� ر� �ا ي ف�ق�ال�ت� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل الله ص�ل�ى الله� و�ل� س� ر� إل�ى أة0 ام�ر� �ت� ائ ج�

ف�ى �ذ�ا و�ك �ذ�ا ك � �و�م ي ف�ى �م�ع�ن� ت �ج� ا ف�ق�ال� الله� �م�ك� ع�ل م�م�ا �ا Lم�ن �ع�ل ت �ه� ف�ي �ك� �ي ت� �أ ن �و�مTا ي �ف�س�ك� ن م�ن� � �نا ل ف�اج�ع�ل�

ق�ال� �م� الله ث �م�ه� ع�ل م�م�ا �م�ه�ن� ف�ع�ل �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى الله� و�ل� س� ر� ف�أتـاه�ن� �م�ع�ن� ت ف�اج� �ذ�ا و�ك �ذ�ا ك �ان� م�ك�ا ي �ه0ن� م�ن أة0 �م�ر� إ ف�ق�ال�ت� �ار� الن م�ن� Tا اب ح�ج� �ه�ا ل �ان� ك � إال Tة� �ث �ال ث �د�ه�ا و�ل م�ن� �ه�ا �د�ي ي �ن� �ي ب �ق�د�م� ت أة0 إم�ر� �ن� �ك من م�ا البخاري — ] رواه �ن� �ي �ثن ا و� �ن� �ي �ن �ث ا و� �ن� �ي �ن اث و� ق�ال� �م� ث �ن� �ي ت م�ر� �ه�ا ع�اد�ت

� ف�أ ق�ال� �ن� �ي �ن اث و�� أ الله� و�ل� س� [1ر�

Mufradat

�ه�ا �د�ي ي �ن� �ي ب �ق�د�م� .Maju. Yang dimaksud adalah mendidik, mengajar, mengurus : ت

Page 68: Tujuan Pendidikan

�ه�ا ع�اد�ت� Mengulanginya : أ

Terjemah Hadis

Dari Musaddad, telah berkata Abu ‘Awanah dari Abdurrahman ibn Al Ashbahaniy dari Abu Shalih Dzakwan dari Abu Sa’id, telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah saw. dan ia berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang laki-laki pergi (mempelajari) hadismu, maka jadikanlah (luangkanlah) untuk kami dari dirimu (waktumu) sehari (dimana) kami bisa menjumpaimu pada hari itu dan engkau mengajarkan kepada kami apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.” Rasul menjawab, “Datanglah pada hari ini dan ini di tempat ini dan ini.” Maka mereka berkumpul dan Rasulullah saw. mendatangi mereka lalu mengajarkan apa yang telah Allah ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau berkata, “Tidak ada perempuan di antara kalian yang mendidik (mengajar) tiga orang anaknya kecuali ia ter-hijab (terhalang) dari api neraka. Seorang perempuan di anatar mereka bertanya, “Ya Rasulullah, atau (bagaimana kalau) dua orang?” kemudian dia mengulanginya sampai dua kali. Beliau menjawab, “Dua orang, dua orang dan dua orang.” (HR. Bukhari)

Penjelasan Hadis

Seorang perempuan yang datang kepada Rasulullah dalam hadis di atas adalah Asma’ binti Zaid ibn As Sakan.]2[ Ia datang dengan tujuan agar Rasulullah dapat mengajarkan kepadanya dan kaum wanita pada masa itu segala yang telah Rasul ajarkan kepada kaum laki-laki. Rasulullah menyetujuinya dan menetapkan hari sekaligus tempat belajar bagi mereka. Hal ini mengisyaratkan bahwa waktu dan tempat merupakan hal penting dalam proses perencanaan dan pengajaran pendidikan, karena tanpa waktu dan tempat yang tepat maka akan menghambat tercapainya tujuan pendidikan.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab I’tishom Bab Ta’lim. Hadis senada juga diriwayatkan oleh Muslim, Nasa’i, Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal.]3[

]1[ Bukhari, Shahih Bukhari (Beirut: Dar Al Fikr, 1994)

]2[ Ibn Hajar Al Asqalani, Fathul Bari.

]3[ A. W. Wensick, Al Mu’jam Al Mufahras Li Alfadzi Al Hadis Al Nabawi (Leiden: Maktabah Baril, 1936).

Page 69: Tujuan Pendidikan

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

<<CONTOH-CONTOH JUDUL SKRIPSI TARBIYAH/PAI>>

CONTOH-CONTOH JUDUL SKRIPSI TARBIYAH/PAI - images

"BINGUNG PILIH JUDUL..??? BERIKUT INI SAYA SAJIKAN JUDUL-JUDUL SKRIPSI FAKULTAS TARBIYAH JURUASAN PAI, MUNGKIN INI BISA JADI INSPIRASI ANDA DALAM PENGEMBANGAN JUDUL"

Klo belum merasa puas dengan ini dan butuh skripsi yang utuh silahkan berkunjung ke blog saya di http://rumahmentari.blogspot.com..!!!

SKRIPSI TARBIYAH JURUSAN PAI Y

1. PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM (SUATU KAJIAN TEOLITIK) ( 1999 )

2. ASPEK-ASPEK PSIKO RELIGIUS REMAJA DALAM AKTIVITAS PENGAJIAN DI DESA LORGO KEC TAWANG SARI KAB SUKOHARJO ( 2001 )

3. AKTIVITAS MAJELIS TA’LIM NURUL QUR’AN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI IBU RUMAH TANGGA DI KEC GPETE SELATAN CILANDAK JAKSEL ( 1998 )

4. AKTIVITAS PEMIRSA KULIAH SUBUH DI TELEVISI SWASTA & PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KLAS III SLTP N I NEGO SARI ( 2000 )

5. AMAL USAHA RANTING MUHAMMADIYAH PANGKAT REJO BIDANG PENDIDIKAN KEC SEKARAN KAB LAMONGAN THN 1952-1963 ( 1992)

6. ANALISIS KUALITAS TES MATA PELAJARAN BAHASA ARAB KELAS III A SMU ASSALAM DI PONDOK

7. ASPEK-ASPEK KECERDASAN SPIRITUAL DALAM KONSEP PENDIDIKAN LUQMAN (TELAAH SURAT LUQMAN AYAT 12-19) ( 2002)

8. STUDI TENTANG EFEKTIFITAS BELAJAR MANDIRI DALAM BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP TERBUKA SUSUKAN BANJAR NEGARA ( 1998 )

9. BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB & AKIBATNYA ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA & UPAYA ORANG TUA SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN PENYALURAN LEWAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SIDOHARJO KAB SRAGEN ( 91/92)

10. BIAS GENDER DALAM PENDIDIKAN FORMAL (KAJIAN TEO & PRAKTIK) GENDER BIAS IN TORIYAL EDUCATION (THEORITIKAL AND PRAETICAL STUDI) ( 1999 )

11. BIMBINGAN ORTU & PRESTASI BELAJAR SISWA MADRASAH TSANAWIYAH MUALIMIN SIRAY KEC KEMRAWJEN KAB BANYUMAS (STUDI KORELASI) ( 1998)

12. DAUROH SEBAGAI LEMBAGA KURIKULER PEMHAJARAN BAHASA ARAB DI MADRASAH ALIYAH MATHATI’UL FALAH KAJEN MARGOYOSO PATI ( 1990)

13. DEMOKRATISASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH ATAS TEORI PENDIDIKAN ANDRA BOBI) ( 1997

Page 70: Tujuan Pendidikan

& 1998)

14. DIMENSI MORAL KLAIM DALAM BUKU SASMITA TUHAN KEMENANGAN SUARA MORAL KARSA M SOBARY ( 2000 )

15. EFEKTIFITAS METODE MUSYAWARAH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL- MUNAWIR KRAPYAK YOGYAKARTA ( 99)

16. EFEKTIFITAS PENGAJARAN FISIKA KURIKULUM 1984 DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BOYOLALI (STUDI EVALUASI PENERAPAN STRATEGI (BSA BIDANG STUDI FISIKA) ( 1993)

17. EFEKTIFITAS PENGGUNAAN NILAI EBTANAS MURNI (NEM) SEBAGAI ALAT SELEKSI PENERIMAAN SISWA DI SMA MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ( 1989)

18. EFEKTIVITAS METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH LUAR BIASA (BAGIAN C) (CACAT MENTAL) NEGERI 2 YOGYAKARTA ( 1999)

19. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEBERHASILAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN FISIKA DI MTSN LASEM KAB REMBANG ( 1993)

20. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DI SMA MUH I PRAMBANAN SLEMAN ( 1993)

21. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK PUTUS SEKOLAH PADA SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA DI DESA TRIWIDADI PAJANGAN BANTUL ( 91)

22. FUNGSI BANTUAN PEMBANGUNAN DESA & PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMABNGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DI DESA CEMANI KEC GROGOL KAB SUKOHARJO ( 1991)

23. HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS PENGAJARAN DAN ITENSITAS IBADAH PADA IBU-IBU PESERTA PENGAJIAN AISYIYAH DI POTORONO BANGUN TAPAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1993)

24. HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI DALAM KELUARGA & PENYESUAIAN DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II & III SMU UN YOGYAKARTA TH AJARAN 2000/01 ( 2000 )

25. HUBUNGAN KETRAMPILAN MENYIMAK BAHASA ARAB ...

.........................................

* HUBUNGAN PENGGUNAAN MEDIA PENGAJARAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SLTP (isi nama sekolahnya disini)

* KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ALQURAN (KAJIAN ERHADAP ALQURAN AYAT 13-19)

* PROBLEMA GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI SLTP (isi sekolahnya disini)

Page 71: Tujuan Pendidikan

* PENDIDIKAN ANAK DI DESA (STUDI TENTANG TAMAN PENDIDIKAN AL-QURAN)

* USAHA GURU AGAMA DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA (isi nama sekolahnya disini)

* HUBUNGAN PENGGUNAAN MEDIA PENGAJARAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SLTP (isi nama sekolahnya disini)

* PENDIDIKAN AGAMA DAN PEMBENTUKAN PRILAKU SISWA SMA (isi sekolahnya disini)

* PERANAN RUMAH SINGGAH ANAK JALANAN (tulis nama rumah singgah disini) DALAM MEMBANTU PENDIDIKAN ANAK JALANAN

* EFEKTIVITAS PROGRAM REMEDIAL DALAM MENINGKATKAN PRETASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PAI KELAS XI SMA (isi nama sekolahnya disini)

* STUDI TENTANG USAHA-USAHA PEMBINAAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS KELAS XII SMA (isi nama sekolahnya disini)

* PERANAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN SDM DI DESA (isi nama desanya disini)

* STUDI KORELASI ANTARA PRESTASI BELAJAR DALAM BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN KETERAMPILAN SEKOLAH SISWA KELAS VII SMP (isi nama sekolahnya disini)

* USAHA GURU AGAMA DALAMMENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA (isi nama desanya disini)

* AKURASI MEDIA AUDIO SEBAGAI SARANA PROSES BELAJAR MENGAJAR DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GURU PAI

* IMPLIKASI EMOTIONAL QUATION DALAM PEMBELAJARAN PAI KELAS XI SMA (isi nama sekolahnya

Page 72: Tujuan Pendidikan

disini)

* SISTEM PENDIDIKAN TRADISIONAL DI PONDOK PESANTREN (isi nama pondok pesantrennya disini)

* PELAKSANAAN PELAJARAN ALQURAN HADITS KELAS XI MTSN (isi nama sekolahnya disini)

* PELAKSANAAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MADRASAH IBTIDAYAH (isi nama sekolahnya disini)

* KEBERADAAN ORGANISASI KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN UKHUWAH ISLAMIYAH

* PERAN ULAM DALAM MEMASYARAKATKAN KEBERSIHAN DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DESA (isi nama desanya disini)

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Judul Skripsi Pendidikan Agama Islam

Bagi yang tengah menyiapkan skripsi tentang pendidikan agama Islam, berikut ada beberapa contoh judul skripsi pendidikan agama islam yang saya kutip dari peperonity.

1. PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM (SUATU KAJIAN TEOLITIK) ( 1999 )

2. ASPEK-ASPEK PSIKO RELIGIUS REMAJA DALAM AKTIVITAS PENGAJIAN DI DESA LORGO KEC TAWANG SARI KAB SUKOHARJO ( 2001 )

3. AKTIVITAS MAJELIS TA’LIM NURUL QUR’AN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI IBU RUMAH TANGGA DI KEC GPETE SELATAN CILANDAK JAKSEL ( 1998 )

4. AKTIVITAS PEMIRSA KULIAH SUBUH DI TELEVISI SWASTA & PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KLAS III SLTP N I NEGO SARI ( 2000 )

5. AMAL USAHA RANTING MUHAMMADIYAH PANGKAT REJO BIDANG PENDIDIKAN KEC SEKARAN KAB LAMONGAN THN 1952-1963 ( 1992)

6. ANALISIS KUALITAS TES MATA PELAJARAN BAHASA ARAB KELAS III A SMU ASSALAM DI PONDOK

7. ASPEK-ASPEK KECERDASAN SPIRITUAL DALAM KONSEP PENDIDIKAN LUQMAN (TELAAH SURAT LUQMAN AYAT 12-19) ( 2002)

Page 73: Tujuan Pendidikan

8. STUDI TENTANG EFEKTIFITAS BELAJAR MANDIRI DALAM BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP TERBUKA SUSUKAN BANJAR NEGARA ( 1998 )

9. BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB & AKIBATNYA ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA & UPAYA ORANG TUA SERTA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN PENYALURAN LEWAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SIDOHARJO KAB SRAGEN ( 91/92)

10. BIAS GENDER DALAM PENDIDIKAN FORMAL (KAJIAN TEO & PRAKTIK) GENDER BIAS IN TORIYAL EDUCATION (THEORITIKAL AND PRAETICAL STUDI) ( 1999 )

11. BIMBINGAN ORTU & PRESTASI BELAJAR SISWA MADRASAH TSANAWIYAH MUALIMIN SIRAY KEC KEMRAWJEN KAB BANYUMAS (STUDI KORELASI) ( 1998)

12. DAUROH SEBAGAI LEMBAGA KURIKULER PEMHAJARAN BAHASA ARAB DI MADRASAH ALIYAH MATHATI’UL FALAH KAJEN MARGOYOSO PATI ( 1990)

13. DEMOKRATISASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH ATAS TEORI PENDIDIKAN ANDRA BOBI) ( 1997 & 1998)

14. DIMENSI MORAL KLAIM DALAM BUKU SASMITA TUHAN KEMENANGAN SUARA MORAL KARSA M SOBARY ( 2000 )

15. EFEKTIFITAS METODE MUSYAWARAH DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL- MUNAWIR KRAPYAK YOGYAKARTA ( 99)

16. EFEKTIFITAS PENGAJARAN FISIKA KURIKULUM 1984 DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BOYOLALI (STUDI EVALUASI PENERAPAN STRATEGI (BSA BIDANG STUDI FISIKA) ( 1993)

17. EFEKTIFITAS PENGGUNAAN NILAI EBTANAS MURNI (NEM) SEBAGAI ALAT SELEKSI PENERIMAAN SISWA DI SMA MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA ( 1989)

18. EFEKTIVITAS METODE DEMONSTRASI DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK-ANAK SEKOLAH LUAR BIASA (BAGIAN C) (CACAT MENTAL) NEGERI 2 YOGYAKARTA ( 1999)

19. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEBERHASILAN SISWA DALAM MATA PELAJARAN FISIKA DI MTSN LASEM KAB REMBANG ( 1993)

20. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI DI SMA MUH I PRAMBANAN SLEMAN ( 1993)

21. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ANAK PUTUS SEKOLAH PADA SEKOLAH LANJUTAN PERTAMA DI DESA TRIWIDADI PAJANGAN BANTUL ( 91)

22. FUNGSI BANTUAN PEMBANGUNAN DESA & PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMABNGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DI DESA CEMANI KEC GROGOL KAB SUKOHARJO ( 1991)

23. HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS PENGAJARAN DAN ITENSITAS IBADAH PADA IBU-IBU PESERTA PENGAJIAN AISYIYAH DI POTORONO BANGUN TAPAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1993)

24. HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI DALAM KELUARGA & PENYESUAIAN DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II & III SMU UN YOGYAKARTA TH AJARAN 2000/01 ( 2000 )

Page 74: Tujuan Pendidikan

25. HUBUNGAN KETRAMPILAN MENYIMAK BAHASA ARAB DENGAN EXPRESI TULIS SISWA PENDIDIKAN GURU AGAMA NEGRI (PGAN) YOGYAKARTA ( 1988)

26. HUBUNGAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN AGAMA DENGAN PRAKTEK-PRAKTEK TAHAYUL DI DESA MARGO MULYO KEC KEREK KAB TUBAN ( 2000 )

27. HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SMP 3 DEPOK SLEMAN

28. HUBUNGAN PRESTASI MAHASISWA TENTANG PELAYANAN & PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA ( 1998 )

29. HUBUNGAN TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN KESEHATAN MENTAL PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ( 2001

30. ISTANA PONDOK PESANTREN AN NAWAWI BERJAN PURWOREJO DALAM MENINGKATKAN SDM ( 1997)

31. KAJIAN TENTANG BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMEA MA’ARIF TEMON KAB KULON PROGO (TINJAUAN FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENDUKUNG DAN PEMECAHANNYA) ( 92)

32. KARAKTERISTIK PENGAJARAN AGAMA ISLAM PADA PONDOK PESNTREN AL-FITRAH JEJERAN BANTUL YOGYAKARTA ( 1983)

33. KECENDERUNGAN EMOSI REMAJA IMPUKASINYA TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK (PENDEKATAN PSIKOLOGIS) ( 2000 )

34. KEHARMONISAN DALAM KELUARGA HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTS N BANGSAL MOJOKERTO ( 1999 )

35. KEMAMPUAN BAHASA ARAB MAHASISWA FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ( 2002 )

36. KITAB MAKNUL TASHRIF UNTUK PENGAJARAN SHARAF TINGKAT PEMULA ( 1988)

37. KONSEP KEBEBASAN MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM (TELAAH EVALUATIF TERHADAP PROGRESIVISME) (98)

38. KONSEP MANUSIA MENURUT PSIKOLOGI DAN NAFSIOLOGI ( 2002 )

39. KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI MENURUT KI HAJAR DEWANTARA & PENDIDIKAN AKHLAK DALAM ISLAM

40. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN KIAI HAJI HASYIM ASY’ARI DAN TELAAH TERHADAP PROGRESIVISME (SEBUAH KAJIAN KOMPERATIF) ( 2000 )

41. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM TENTANG UPAYA MENUMBUHKAN KEMANDIRIAN ANAK ( 2000 )

42. KONSEP PSIKOTERAPI MENURUT ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN (THE CONCERPT OF ISLAMIC PSICOTHERAPI AND IT’S IMPLEMENTATION ON EDUCATIONAL

Page 75: Tujuan Pendidikan

INSTUTIONAL) ( 2000)

43. KONSEP TRI CON KI HAJAR DEWANTARA DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ( 1996)

44. KOPERASI UNIT DESA (KUD) SUMBER RAHARJO (STUDI KASUS TENTANG MENGENAI KEHIDUPAN KUD DI DESA PLAYEN) ( 1983)

45. KORELASI ANTARA AKTIVITAS KEAGAMAAN & KESEHATAN MENTAL PADA KLEIN / REMAJA DI SASANA REHABILITAS ANAK NAKAL “AMONG PUTRA” MAGELANG ( 1995)

46. KORELASI PENGUASAAN MUFRODAT DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KLAS II DI MTS NEGERI YOGYAKARTA II ( 1998 )

47. MEDIA ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF PENGAJARAN BAHASA ARAB (KAJIAN TENTANG TUJUAN & MATERI) ( 1991)

48. METODE BELAJAR MENGAJAR AL-QUR’AN DI PONDOK HUFFADH KANAK-KANAK YAN’ BUL’UL QUR’AN KEC KOTA KAB KUDUS ( 96)

49. METODE DAN EVALUASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DISASANA TRESNA WERDHA (STW) ABIYASA DUWET SARI PAKEM BIWANGUN PAKEM SLEMAN ( 1999)

50. METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYYAH MLANGI GAMPING KAB SLEMAN ( 1998)

51. METODE PENGAJARAN BAHASA ARAB DI SMU YOGYAKARTA ( 2000 )

52. METODE TRANSFER NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM CERITA WAYANG KULIT (STUDI TENTANG LAKON DEWA RUCI) ( 1999 )

53. METODE-METODE PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN SEBAGAI ALAT UNTUK MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM ( 1998)

54. MOTIVASI SISWA DALAM PENGAMBILAN JURUSAN BIOLOGI DI MADRASAH ALIYAH NEGERI YOGYAKARTA III ( 1993)

55. NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL-NOVEL MATINYA BUSSYE (KAJIAN TENTANG TUJUAN & MATERI) ( 1997)

56. NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM SERAT WEDHA TAMAKARYA KEPA MANGKUNEGARA IV ( 1998 )

57. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU KI AGENG KARANG LOR (KUMPULAN CERITA RAKYAT INDONESIA) SUTINGAN Y.B SUPARIAN ( 1999 )

58. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM IBADAH PUASA (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGIS) ( 2000 )

59. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM KISAH NABI MUH AL DIM AL-QUR’AN ( 99)

60. PANDANGAN AL-MAWARDI TENTANG ILMU PENGETAHUAN DALAM KITAB ADABU ADI DUNYA WAAD

Page 76: Tujuan Pendidikan

DIIN (SUATU TINJAUAN PSIKOLOGIS PAEDAGAGAS) ( 2000 )

61. PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI DESA SUMUR PANCING KODYA TANGERANG ( 2000 )

62. PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ISLAM LUAR SEKOLAH DI KELURAHAN TONGGAUAN KLATEN TENGAH ( 2000 )

63. PELAKSANAAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN “SUBULUK SALAAM” KEPUN BENER PEJOSARI KEBON SARI MADIUN ( 2000 )

64. PELAKSANAAN HOZARIYYATU AL-FURU DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB DI SMP SALAFIYAH PEKALONGAN ( 1992)