tugas geopolitik
-
Upload
muchammadyusufp -
Category
Documents
-
view
255 -
download
4
Transcript of tugas geopolitik
Tugas PPkn
Adhelea Ihya Mustofa (01)
Ahmad Fahmi Al Ubaidah (04)
Ilham Rahmad Hidayat (15)
Michael Musa (17)
M Yusuf Pratama (22)
M. Ghoits Tho’illah (23)
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah Yang Maha Esa atas perlindunganNya dan
pertolonganNya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran PPkn, yaitu tentang
geopolitik. Oleh karena itu, makalah ini berisi tentang contoh-contoh konkret konflik social
yang terjadi di Indonesia. Di sini kami mengambil topic tentang Konflik Papua.
Melalui makalah ini, kami harap para pembaca dapat mengetahui Akar Pokok Permasalahan
Papua serta dapat mengerti tentang Bagaimana Mencari Solusi Untuk Menyelesaikan Konflik
Papua yang telah berlangsung ± ½ abad sehingga penduduk Papua dapat hidup tenang di atas
Tanah Leluhur mereka.
Kami sadari bahwa tentu tak ada gading yang tak retak, makalah ini mungkin masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna
menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah Negara yang kaya akan keberagaman. Keberagaman
tersebar di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Sumber daya alam Indonesia tersebar
dari Sabang di provinsi Daerah Istimewa Aceh sampai Merauke di provinsi Papua. Tidak
hanya sumber daya alam yang melimpah, Indonesia juga kaya akan budaya yang
berbeda-beda, yang masing-masing daerah memiliki kekhasan masing-masing.
Keanekaragaman budaya itu ada karena beragamnya etnis, suku, ras, dan bahasa di
Indonesia. Suku-suku di daerah pedalaman Indonesia masih kental akan warisan nenek
moyang mereka, yang dijaga dan dilestarikan secara turun temurun dari jaman dulu
sampai saat ini. Semua keragaman yang ada di Indonesia tercipta dari kehidupan sehari-
hari yang dijalani oleh masyarakat, sehingga muncul berbagai variasi baru dalam bentuk
budaya, baik hasil dari penciptaaan budaya baru maupun mengadopsi dari perilaku
keseharian masyarakat.
Ada nilai positif dan negatif dari keanekaragaman yang ada di Indonesia. Sisi
positifnya adalah Indonesia akan penuh dengan keragaman budaya, karena tidak semua
Negara mempunyai keanekarageman seperti yang ada di Indonesia. Sisi negatifnya
adalah rawan terjadi konflik di kalangan masyarakat. Pada masyarakat perkotaan saja
yang cara berpikirnya sudah lebih maju jika dibandingkan dengan masyarakat pedesaaan
sering terjadi konflik yang berujung pada kekerasan, apalagi pada masyarakat suku
pedalaman yang masih memegang teguh nilai-nilai luhur dari nenek moyang mereka.
Hal ini perlu perhatian serius dari semua kalangan karena jika tidak dipandang secara
serius, akan terjadi konflik yang berujung pada tindak kekerasan sampai pembunuhan.
Jika terjadi konflik di kalangan masyarakat secara terus menerus, tentunya akan
menurunkan citra Indonesia di mata internasional serta mengancam ketahanan nasional.
Indonesia yang dikenal sebagai Negara yang ramah penduduknya, sopan santunnya
dijaga, berperikemanusiaan, dan berketuhanan akan dipandang lain oleh dunia.
Manakala ada satu konflik yang menyebabkan pertumpahan darah, itu akan menjadi
berita yang cukup menyita perhatian media. Media yang meliput tentu tidak hanya media
nasional saja, tetapi juga media luar negeri. Mengingat pada jaman serba modern ini
setiap informasi akan dengan mudah tersebar ke setiap lapisan masyarkat.
Beberapa tahun belakangan media di Indonesia, baik lokal maupun nasional
memberitakan mengenai konflik antarsuku yang terjadi di Papua. Timika sering
diplesetkan Tiap Minggu Kacau. Bukan Timika jika tak ada kekacauan, bentrok ataupun
kerusuhan. Masih segar dalam ingatan kita bahwa di Timika selalu terjadi konflik
antarsuku. Konflik antara PT Freeport Indonesia (PT FI) dengan warga setempat juga
turut mewarnai tragedi konflik di daerah itu. Sebagai contoh kerusuhan yang terjadi
Tahun 1996. Kerusuhan yang telah menelan korban jiwa pada masyarakat sipil dan
korban materil yang tak terhitung jumlahnya. Saat itu, pihak perusahaan menggunakan
jasa aparat keamanan untuk menembaki, memperkosa, meneror dan mengancam warga
Papua. Konflik di Timika pula yang akhirnya menghasilkan pemberian dana 1 persen
dari pendapatan bersih PT FI pertahun untuk Masyarakat Amungme dan Kamoro.
Walaupun kini dana 1 persen itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan PT FI
sendiri.
Konflik berikutnya yang terjadi di Timika yakni antara masyarakat dengan
pemerintah. Sebagai contoh kerusuhan menyikapi rencana pemerintah pusat untuk
pemekaran Provinsi Papua Tengah dengan Ibu Kota di Timika. Konflik ini terjadi pada
tahun 2004 yang menyebabkan 4 warga sipil tewas terkena panah. Konflik yang selalu
terjadi di Timika juga antara masyarakat dan masyarakat. Contoh kasus misalnya konflik
saling menyerang antara Suku Dani dan Suku Damal. Bahkan dalam catatan telah
sepuluh kali terjadi di Timika. Seperti konflik antara Suku Dani dan Damal di Kwamki
Lama dan juga konflik berlanjut di Banti dan Kimbeli di Tembagapura dekat PT FI
mengeksploitasi emas, tembaga dan mineral ikutan lainnya. Konflik selanjutnya adalah
antara aparat keamanan dan warga sipil. Contoh kasus, antara warga sipil yang berasal
dari Suku Key dan Pihak Kepolisian. Konflik ini juga telah melumpuhkan aktivitas Kota
Timika. Dalam konflik ini satu warga sipil tewas tertembak. Konflik selanjutnya yang
sering terjadi di Timika adalah antara aparat keamanan sendiri. Contoh kasus seperti
Aparat TNI saling melakukan penyerangan terhadap Aparat Kepolisian. Aparat TNI
menyerang Pos Polantas di Timika Indah. Dalam konflik ini sejumlah pihak mengalami
kerugian. Contoh konflik-konflik tersebut selalu terjadi di Timika dan telah
membuka peluang untuk timbul lagi konflik lama karena dalam proses penyelesaian tak
pernah tuntas. Keadilan dalam penyelesaian kasus konflik bagai panggang jauh dari bara.
Contoh kasus penyelesaian perdamaian misalnya ketika penyelesaian denda adat antara
Suku Dani dan Damal. Denda adat terkumpul Rp 2 Miliar. Uang sebanyak itu diperoleh
melalui bantuan perusahaan yang beroperasi di Timika dan pemerintah setempat. Juga
diperoleh dari hasil usaha pihak-pihak yang bertikai. Dana sebanyak itu bukan untuk
membayar musuh atau pihak lawan tetapi pihak untuk membayar keluarga korban dalam
sukunya sendiri. Akhirnya dendam antara suku-suku yang bertikai masih terus berlanjut.
Jika Aparat Polisi tak mengungkap siapa pelaku penembakan dan juga jika tak diberikan
hukuman setimpal, maka dendam masih berlanjut. Jika dilihat secara seksama, maka
konflik di Timika lebih intensif dibanding konflik yang terjadi kota-kota lainnya di
Papua. Hal ini terjadi mungkin saja karena ada aktor yang ‘bermain’ di balik konflik
antarsuku di Papua.
2. Rumusan Masalah
A. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antarsuku di Papua?
B. Apakah dampak dari konflik yang terjadi terhadap masyarakat sebagai warga Negara?
C. Bagaimana seharusnya pemerintah menyelesaikaan konflik yang terjadi?
D. Apa yang harus dilakukan agar konflik serupa tidak terulang di masa yang akan
datang?
PEMBAHASAN
A. Penyebab terjadinya konflik antarsuku di Papua
Perang suku atau lebih tepat disebut pertikaian antarsuku merupakan salah satu
bentuk konflik yang lazim terjadi dalam kehidupan di Papua, setidaknya sampai tahun
1987. Pada sepuluh tahun belakangan ini, tampak ada gejala timbulnya pertikaian
antarsuku dalam bentuk yang lebih kompleks, sebagai contoh sebagaimana kejadian di
Timika yang banyak dimuat dalam berbagai berita media massa cetak maupun elektronik
pada akhir tahun 2006. Gejala timbulnya pertikaian antar suku-suku di Papua kini bukan
hanya akibat struktur sosial budaya setempat, melainkan bisa terjadi akibat mengakarnya
faham kago (ratu adil) yang secara psikologis membentuk perilaku konflik ketimpangan
pembangunan dan kehidupan sosial ekonomi. Analisis konflik sosial dan penanganannya
dibangun dari sebuah teori psikologi sosial dengan pendekatan antropologi yang
sederhana tetapi diperkuat dengan penjelasan asal mula terjadinya perbedaan kepentingan
yang dipersepsikan oleh pihak-pihak yang berkonflik serta konsekuensinya terhadap
pemilihan strategi penanganan pertikaian. Hal ini didasarkan pada kerangka pikir tentang
dampak kondisi sosial budaya terhadap perilaku sosial. Beberapa penyebab terjadinya
konflik di Papua antara lain :
1. Banyaknya warga pendatang baru yang berasal dari luar Papua.
Timika sebagai daerah perusahaan merupakan magnet bagi para imigran
yang datang dari luar Papua untuk mencari kehidupan yang lebih layak dengan
mencari pekerjaan di Timika. Lantaran adanya perusahaan asing bertaraf
internasional yang kini mampu menampung karyawan sebanyak 19.000 orang.
Belum lagi banyaknya karyawan di sejumlah perusahaan swasta maupun
pemerintahan di Timika yang didominasi warga pendatang. Kondisi ini
menggambarkan bahwa jumlah Warga Luar Papua yang masuk ke Timika lebih
dari angka 200an/hari. Hal ini pernah diakui oleh Kepala Distrik Mimika Baru,
James Sumigar S.Sos kepada wartawan, setiap hari warga pendatang baru yang
mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Distrik Mimika Baru sebanyak 200
orang (Papua Leading News Portal). Lantaran animo Warga Luar Papua yang
datang ke Timika sangat tinggi, maka jangan heran jika konflik antara sesama
warga Timika selalu terjadi. Selain itu Timika sebagai kota perusahaan dengan
alasan pengamanan alat vital milik PT FI maka pemerintah pusat selalu
mengirim pasukan dalam jumlah tertentu. Oleh karena itu, tak jarang terjadi
konflik baik antara aparat keamanan dengan warga sipil maupun antara aparat
keamanan sendiri. Timika juga dikenal dengan daerah perputaran uang paling
tinggi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2008 di
Kabupaten Mimika sebesar Rp 2 Triliun (Papua Leading News Portal). Dana
sebanyak itu harus dihabiskan dalam waktu tak lebih dari enam bulan.
Banyaknya uang yang beredar di Timika juga menjadi penyebab terjadinya
konflik. Belum lagi jika PT FI memberikan 1 persen kepada Suku Amungme dan
Kamoro dalam jumlah ratusan miliar rupiah per tahun, walaupun tak semua Orang
Amungme dan Kamoro menikmatinya. Bahkan hidupnya mereka sangat miskin
dan melarat.
2. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua
Faktor penyubur konflik lainnya misalnya sektor pendidikan dan
kesehatan yang tak berjalan baik. Ibaratnya jika tingkat pendidikan baik maka
masyarakat tak mudah terpengaruh oleh rayuan provokator sehingga tak mudah
timbul konflik. Begitupun dengan kesehatan, jika warganya sehat dengan asupan
gizi yang cukup maka tak ada alasan bagi masyarakat setempat untuk terlibat
dalam konflik. Persoalan yang selalu menimbulkan terjadinya konflik juga
lantaran penjualan minuman keras (miras) yang tak terkontrol. Sejumlah
pengusaha beroperasi walaupun tak memiliki izin penjualan dari pihak
pemerintah daerah setempat. Terdapat juga miras oplosan yang berbahaya bagi
tubuh manusia. Dalam banyak kasus, miras juga menjadi penyebab konflik yang
berkepanjangan di Timika. Namun hal ini tak pernah disikapi pemerintah daerah
setempat.
3. Kalangan pemuda yang tidak menuruti ketua adat
Pada kasus konflik antara suku Dani dan suku Damal, setelah ada korban
meninggal kepala suku salah satu dari kedua suku tersebut telah memberikan
tanda damai. Namun beberapa kalangan anak muda justru tidak mendengarkan
perintah dari kepala suku. Akibatnya terjadi konflik lagi karena dendam yang
harus dibalaskan. Dalam kondisi seperti ini, aparat keamanan diterjunkan untuk
melerai konflik, namun sering kali justru aparat keamanan yang ditudu menjadi
penyebab karena mungkin sudah geram dengan aksi dari orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.
4. Balas dendam masih menjadi budaya di Papua
Sejumlah kasus kekerasan terjadi di Papua, selain penembakan, perang
antar suku juga kerap terjadi. Polisi menengarai hal ini karena adanya dendam
antar kelompok. "Memang antar suku di Papua sering terjadi masalah kecil,
seperti masalah perbatasan dan lain-lain yang kecil-kecil. Maka terjadi
perselisihan antar mereka dan membawa sukunya untuk menyerang antar suku
sehingga terjadilah suatu benturan suku," ujar Kabareskrim Mabes Polri Komjen
Pol Sutarman usai rapat tentang Century dengan pimpinan DPR dan anggota DPR
di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/6/2012) (detiknews). Untuk
menghindari terjadinya perang antarsuku, mungkin bisa saja menggunakan
pendekatan pencegahan. Caranya adalah dengan menyampaikan imbauan ke
masyarakat agar menyelesaikan masalah tidak dengan cara perang. "Karena
memang budaya di sana menyelesaikan masalah dengan cara-cara balas dendam,
jadi banyak persoalan di Papua akhirnya menimbulkan korban jiwa yang dibayar
mahal antar kelompok," sambung Sutarman. Tim dari Bareskrim Polri telah
dikirim ke Papua untuk mem-back up pasukan. Sementara itu pasukan telah
disiagakan di sejumlah wilayah seperti Mimika, Puncak Jaya, dan di beberapa
daerah lainnya. Sayangnya komunikasi dan transportasi di Papua cukup sulit,
sehingga jika terjadi bentrokan melibatkan banyak orang menjadi korban.
5. Profokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
Peperangan antarsuku yang terjadi di Papua salah satunya juga disebabkan
karena ulah provokasi baik dari anggota masyarakat suku ataupun orang yang
tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh ketika warga dari suku Wamena
menghancurkan pemukiman warga suku Yoka karena warga suku Wamena
terprovokasi dengan nada dering / ring tone yang dibuat oleh seseorang dari suku
Yoka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat suku di Papua sangat mudah
terprovokasi dengan isu-isu yang ada dalam masyarakat. Apalagi budaya balas
dendam masih menjadi hal yang lumrah bagi mereka. Jika satu nyawa hilang,
maka dibalas dengan satu nyawa juga.
B. Dampak dari konflik antar suku di Papua
Konflik antarsuku yang terjadi di Papua memang sudah terjadi beberapa tahun
terakhir. Konflik yang terjadi tidak hanya di satu daerah saja, tetapi di beberapa
daerah dengan sebab yang berbeda. Konflik yang terjadi di Papua adalah seputar
balas dendam, tidak setuju dengan kebjakan pemerintah sehingga timbul pertikaian
dengan aparat keamanan, konflik dengan perusahaan yang ada di Papua, dan lain-lain.
Beberapa dampak dari adanya konflik di Papua antara lain :
a. Rusaknya fasilitas umum.
b. Hancurnya pemukiman warga.
c. Jatuhnya korban, baik yang luka-luka maupun tewas.
d. Warga yang tidak bersalah juga ikut menjadi korban, sehingga dapat
menimbulkan dampak psikologis.
e. Masyarakat merasa tidak aman dengan adanya konflik yang terjadi.
f. Menimbulkan perpecahan di masyarakat.
g. Hilangnya rasa kepercayaan dalam masyarakat.
C. Sikap pemerintah terhadap konflik yang terjadi
Adanya konflik di Papua yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir telah
menimbulkan kerugian di masyarakat. Konflik yang terjadi seharusnya dapat
terselesaikan dengan baik agar tidak terulang lagi di masyarakat. Namun pada
kenyataannya ketika ada konflik terjadi kemudian masalahnya selesai, setelah itu
konflik terjadi lagi dan tentunya menimbulkan dampak yang merugikan lagi bagi
masyarakat. Dengan terjadinya konflik yang tidak tuntas secara keseluruhan
menjadikan kesan bahwa Negara ini tidak aman. Ketika di Timur Tengah rakyat
Palestina bersatu untuk melawan tentara Israel, di Negara kita malah sesama warga
Negara konflik, bahkan antara warga Negara dengan pemerintah (negara).
Robert M. Maclver mendefinisikan Negara sebagai asosiasi yang
menyelenggarakan penertiban dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan
berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk
maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa. (The state is an association which,
acting through law as pormulgated by a government endowed to this end with
coercive power, maintains within a community territorially demarcated the universal
external conditions of social order). Negara merupakan suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut
dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui
penguasaan (control) monopolistis terhadap kekuasaan yang sah. Dalam hal ini,
pemerintah sebagai lembaga yang menjalankan pemerintahan harus melakukan
tindakan-tindakan penyelesaian terhadap kejadian konflik antarsuku yang terjadi di
Papua. Memang sudah ada beberapa penyelesaiaan yang dilakukan oleh pemerintah
dalam upayanya menyelesaikan konflik di Papua, namun hal itu hanya bersifat sesaat.
Sebagai contoh ketika dua suku di Papua berkonflik, penyelesaian yang dilakukan
adalah dengan ganti rugi menurut adat setempat. hal ini hanya akan berlangsung
senbentar, karena setelah beberapa waktu kemungkinan terjadinya konflik akan
sangat mungkin untuk terjadi. Bahkan konflik lanjutan dapat terjadi dengan
menggunakan isu yang berbeda dari konflik sebelumnya.
Dalam menangani konflik di Papua, pemerintah harus melakukan upaya yang
bener-benar serius. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam
menangani konflik antarsuku di Papua. Langkah-langkah tersebut antara lain :
a. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.
Kebersamaan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap warga
Negara dalam kehidupan bernegara. Sosialisasi dilakukan untuk memberikan
pengetahuan kepada masyarakat agar lebih bisa saling menghargai antarsuku
dan tidak saling mencela. Namun hal ini biasanya menemui kendala, karena
ada beberapa suku yang ‘rewel’dan tidak menghiraukan imbauan yang telah
diberikan.
b. Memperbaiki tingkat pendidikan di Papua.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa tingkat pendidikan di Papua bisa
dibilang masih jauh dari kemakmuran. Walaupun sudah banyak orang-orang
Papua yang menempuh sampai tingkat pendidikan tinggi, namun tidak sedikit
pula yang masih belum mengenyam pendidikan, terutama masyarakat suku
adat. Pendidikan belum tersebar merata di Papua, mengingat kondisi
geografis di Papua juga sulit untuk dicapai.
Terlepas dari semua kendala yang ada di Papua, pemerintah dalam hal ini
adalah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan harus mempunyai cara yang
efektif untuk bisa meningkatkan mutu pendidikan anak-anak Papua. Ketika
anak-anak Papua dapat menikmati pendidikan yang layak, mereka akan
sedikit demi sedikit merubah pola pikir merka yang tradisional ke pemikiran
yang lebih modern. Logika mereka akan berjalan dengan semestinya.
Mereka akan sadar tentang arti kebersamaan dan pentingnya saling
menghargai antar suku. Penalaran dan logika sebagai dasar pengetahuan akan
bisa menuntun masyarakat menjadi warga Negara yang patuh dan menghargai
adanya hukum. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih bisa menanamkan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat di Papua dalam kaitannya
dengan kewarganegaraan.
c. Memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.
Kemiskinan yang ada di Papua salah satunya disebabkan karena lapangan
kerja yang tidak tersedia secara menyeluruh. Ketika beberapa perusahaan
besar yang ada di Papua memberikan pekerjaan bagi masyarakat di Papua, itu
tidak menjamin kalangan masyarakat banyak yang bekerja. Apalagi pekerja
dari luar Papua juga semakin banyak yang bekerja di perusahahan asing yang
ada di Papua seperti PT. Freeport Indonesia. Pemerintah seharusnya bisa
mendidik masyarakat Papua untuk lebih berjiwa wirausaha, agar dapat
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, sehingga tidak akan terjadi
konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan maupun dengan sesama
masyarakat. Angka kemiskinan pun akan bisa sedikit demi sedikit terkurangi.
d. Meningkatkan kewaspadaan aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan
dengan konflik.
Aparat keamanan yang ada di Papua, seharusnya dapat bergerak lebih
cepat jika dibandingkan dengan warga yang biasanya melekukan provokasi
misalnya dengan melakukan aksi penembakan. Aparat keamanan harus lebih
sigap dalam menyikapi terjadinya konflik jika tidak mau dicap sebagai dalang
dari kerusuhan. Sering kali aparat keamanan dituduh menjadi sumber
kerusuhan di masyarakat, terutama pada saat melerai kubu yang berkonflik.
Sistem keamanan mungkin harusnya lebih wapada seperti pada masa orde
baru, ketika ada sedikit isu mengenai konflik, aparat langsung bertindak.
Sehingga belum sampai terjadi konflik isu sudah mereda dan konflik tidak
akan terjadi.
D. Penyelesaian agar konflik tidak terulang kembali
Konflik di Papua terjadi hampir beberapa tahun terakhir. Hal ini karena belum
adanya penanganan secara tuntas mengenai konflik itu sendiri, selain kendala sosial
maupun geografis di Papua tentunya. Kesadaran akan hukum dan kebersamaan
masyarakat khususnya masyarakat adat Papua yang masih rendah juga menyebabkan
sulitnya penyelesaian konflik secara tuntas. Namun, tidak ada salahnya mencoba dan
terus berusaha mencari solusi dan melakukan tindakan agar konflik terselesaikan.
Perlunya kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak
perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedidik demi
sedikit menyelesaikan konflik. Masyarakat bisa melakukannya dengan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama manusia. Pihak
perusahaan dapat memberikan kebijakan perusahaan kepada para karyawannya
dengan lebih demokratis. Sementara pemerintah dan aparat keamanan lebih
membentuk konsep peningkatan kewaspadaan dan kecepatan melerai konflik agar
tidak meluas dan berkelanjutan.
KESIMPULAN
Konflik antar suku di Papua hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi setiap
warga Negara di Indonesia. Mengingat di daerah-daerah lain di Indonesia juga sering
terjadi konflik, maka semua elemen masyarakat harus bisa bekerja sama menyelesaikan
konflok yang terjadi. Papua yang kaya akan sumber daya alam harus mempunyai sumber
daya manusia yang baik agar kekayaan alam Papua tidak terus menerus diekspolitasi oleh
pihak asing.
Penyebab-penyebab terjadinya konflik di Papua harus segera diatasi. Dengan
pertimbangan yang matang, penyebab konflik hars dianalisa secara mendalam. Beberapa
penyebab adanya konflik antar suku di Papua antara lain :
a. Banyaknya warga pendatang baru yang berasal dari luar Papua.
b. Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua
c. Kalangan pemuda yang tidak menuruti ketua adat
d. Balas dendam masih menjadi budaya di Papua
e. Profokasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
Ketika penyebab konflik dapat dianalisa dengan baik, konflik akan bisa
diwaspadai. Sebelum terjadi konflik, aparat sudah bertindak dengan menanggapi isu –isu
yang berkembang, sehingga konflik tidak dapat terjadi. Jikalau konflik terjadi, mungkin
dampak yang ditimbulkan tidak akan terlalu parah. Meskipun idealnya konflik ada dalam
masyarakat, namun meredam konflik juga tidak ada salahnya. Apalagi jika konflik
meluas dan menimbulkan dampak yang merugikan. Dampak konflik antar suku yang
sering terjadi di Papua, yang mengganggu keamanan di Papua itu antara lain :
a. Rusaknya fasilitas umum.
b. Hancurnya pemukiman warga.
c. Jatuhnya korban, baik yang luka-luka maupun tewas.
d. Warga yang tidak bersalah juga ikut menjadi korban, sehingga dapat menimbulkan
dampak psikologis.
e. Masyarakat merasa tidak aman dengan adanya konflik yang terjadi.
f. Menimbulkan perpecahan di masyarakat.
g. Hilangnya rasa kepercayaan dalam masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini adalah yang mengatur kegiatan bernegara untuk rakyat harus
segera melakukan tindakan untuk menyelesaikan konflik antar suku yang terjadi di
Papua. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut :
a. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.
b. Memperbaiki tingkat pendidikan di Papua.
c. Memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.
d. Meningkatkan kewaspadaan aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan
dengan konflik.
Perlunya kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak
perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedikit demi sedikit
menyelesaikan konflik. Masyarakat bisa melakukannya dengan meningkatkan kesadaran
akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama manusia. Pihak perusahaan dapat
memberikan kebijakan perusahaan kepada para karyawannya dengan lebih demokratis.
Sementara pemerintah dan aparat keamanan lebih membentuk konsep peningkatan
kewaspadaan dan kecepatan melerai konflik agar tidak meluas dan berkelanjutan. Oleh
karena itu, sebagai pengamalan dari sila-sila pancasila, terutama sila kedua dan ketiga,
sebagai warga Negara kita hendaknya saling menghargai antar sesama manusia untuk
bisa bersatu dalam kebersamaan rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Miriam, Budiarjo Prof,. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=47110&idc=41
http://news.detik.com/read/2012/06/06/144049/1934310/10/dendam-antar-kelompok-
penyebab-kekerasan-di-papua
http://referensiregistrasi.blogspot.com/2010/11/peperangan-antar-suku-di-papua-
akibat.html
http://tabloidjubi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1643:pprn-
perjuangkan-hak-hak-dasar-orang-asli-papua&catid=89:lembar-olah-raga&Itemid=90
S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2007