tugas

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes. Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi diabetes yang menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. 1,2,3 Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dansesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total setiap tahun. 1

Transcript of tugas

Page 1: tugas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada

usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah

mengalami kebutaan dibandingkan dengan nondiabetes.

Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi diabetes yang

menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis

yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati

diabetik non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit

retinopati diabetik. 1,2,3

Pada waktu diagnosis diabetes tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan

pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50%

dansesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik.

Pada diabetes tipe 2 ketika diagnosis diabetes ditegakkan, sekitar 25% sudah

menderita retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy). Setelah 20 tahun,

prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.

Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2

mengalami kebutaan total setiap tahun.

Metode pengobatan retinopati diabetik dewasa ini telah mengalami perkembangan

yang sangat pesat sehingga resiko kebutaan banyak berkurang. Namun demikian, karena

angka kejadian diabetes di seluruh dunia cenderung makin meningkat maka retinopati

diabetik masih teteap menjadi masalah penting.19

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisiologi, patologi,

penatalaksanaan dan prognosis Neuropati Diabetik.

1.3 Tujuan Penulisan

1

Page 2: tugas

1. Memahami definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisologi, patologi,

penatalaksanaan dan prognosis neuropati diabetik.

2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah kedokteran.

3. Memenuhi tugas Praktikum Biokimia di Bagian Laboratorium Biokimia Fakultas

Kedokteran Universitas Methodist Indonesia.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu kepada beberapa

literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2

Page 3: tugas

2.1. Definisi

Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan

inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil

menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami

dilatasi dan berkelok-kelok (lihat gambar 1 dan 2). 2,8

Gambar 1 dan 2. Retinopati diabetik non proliferatif

2.2. Epidemiologi

Retinopati diabetik menjadi penyebab kebutaan pada sekitar 2,5 juta dari 50%

penderita kebutaan didunia. Retinopati diabetik adalah satu dari empat kasus kebutaan yang

paling banyak terjadi di amerika.

Diabetes telah menjadi penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat. Biasanya

mengenai penderita berusia 20-64 tahun sedangkan di Negara berkembang setidaknya 12%

kasus kebutaan disebabkan oleh karena diabetes. Resiko ini jarang ditemukan pada anak

dibawah umur 10 tahun, dan meningkat setelah pubertas. Hal ini terjadi setelah 20 tahun

menderita diabetes. Komplikasi lanjut ini timbul setelah 5-15 tahun menderita diabetes,

dengan angka kejadian 50 % dan akan meningkat menjadi 90% setelah menderita diabetes

selama 17-25 tahun.

Di Inggris, retinopati diabetik juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien

berumur 30-65 tahun. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah 10

tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat

setelah pubertas1,3

Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama

timbulnya retinopati diabetik didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati

pada orang muda dengan diabetes tipe I (dependen insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah

perjalanan penyakit sistemik ini.

3

Page 4: tugas

Hasil-hasil serupa diabetes tipe II (nonindependen insulin), tetapi pada para pasien ini

onset dan lama penyakit telah ditentukan secara tepat. Dianjurkan pasien diabetes mellitus

tipe I dirujuk untuk pemeriksaan oftalmologi dalam tiga tahun setelah diagnosis dan diperiksa

ulang paling sedikit sekali setahun

2.3. Etiologi

Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita

lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi

retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan

mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya

retinopati adalah :

Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri

Adanya komposisi darah abnormal

Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya

mikrothrombin

Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,

selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti

dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di

depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam

ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi

hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah

yang baru.

Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal

Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

2.4. Klasifikasi

Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi : 1,10

1. Retinopati diabetik non proliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit

ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada

mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang

dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran

4

Page 5: tugas

darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-

abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga

terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan

dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina

(makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat

penglihatan seseorang. (Lihat gambar).

Gambar Retinopati diabetik non proliferatif . 7,11

2. Retinopati diabetik preproliferatif

Gambar Retinopati diabetik preproliferatif .12

3. Retinopati diabetik proliferative. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang

menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati

diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari

pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini

mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi

penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina

terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara

permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan

penglihatan yang berat atau kebutaan. (Lihat gambar).

5

Page 6: tugas

Gambar Retinopati diabetik proliferatif. 13

2.5. Gambaran Klinis

Pada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan

retina.2

Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah: 8

Penglihatan kabur

Kesulitan membaca

Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata

Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranya

adalah:

Mikroaneurisma

Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah

vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh

darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya

sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata

. 6,8,15

Gambar Mikroaneurisma dan Perdarahan Intraretina. 7

6

Page 7: tugas

Gambar Blot hemorrhages dan microaneurysms . 13

Dilatasi pembuluh darah balik

Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-

kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang- kadang disertai kelainan endotel

dan eksudasi plasma.6,8,15

Gambar Dilatasi pembuluh darah balik. 16

Perdarahan (haemorrhages)

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak

dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan

prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih

buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat

gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 6,8,15

7

Page 8: tugas

Gambar Perdarahan pada retinopati diabetik nonproliferatif. 16

Hard eksudat

Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu

ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata,

kemudian membesar dan bergabung. 6,8,15

Gambar Edema makula dan hard eksudat di fovea . 16

Edema retina

Edema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah

makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina

yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk

zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan

mikroaneurisma dan eksudat intra retina (lihat gambar 14).

Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema

(CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini:6,8,15

Edema retina 500 µm (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.

Hard eksudat jaraknya 500 µmdari fovea sentralis, yang berhubungan

dengan retina yang menebal.

Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 µm) atau lebih, dengan jarak

dari fovea sentralis 1 disk. 17

8

Page 9: tugas

Gambar Funduskopi makula normal. 14

Gambar Funduskopi edema makula. 9

Gambar Retinopati diabetik perdarahan intra retina yang banyak, mikroaneurisma,hard

eksudat, cotton wool spot. 13

9

Page 10: tugas

Vision of normal and diabetic people. 6,18

2.6. Patogenesis

Ada tiga proses biokimiawi yang diduga berkaitan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur

poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukan protein kinase C dan pembentukan reactive

oxygen speciasi (ROS)

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan

bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.

Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat

10

Page 11: tugas

akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri.

Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga

berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:

1)      Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur

poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada

jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi

kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati

membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan

sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak

akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan

uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk

modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi

sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil)

yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat

terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan

perlambatan dari progresifisitas retinopati. 19.20,21

2)      Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular

meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu

regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,

permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara

relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran

darah vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi

plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan

agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,

11

Page 12: tugas

sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan

matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan

dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor

sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan,

hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina.

3)      Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.

Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini

saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,

sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh

sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular

retina.

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi

AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada

non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka

meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada

intrasel daripada ekstrasel.

4)      Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang

menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat

melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di

jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel. 19

12

Page 13: tugas

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis

terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan

konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam

menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini

akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa

pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat

ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan

funduskopi. 6,18

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena

angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut

Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular terjadi

karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan penyokong dinding

vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada dinding vaskular karena bagian

lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada

pemeriksaan funduskopi. Beberapa mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang

lainnya dapat pecah hingga terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada

funduskopi. Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters

atau benda yang melayang-layang pada penglihatan. 4,6,18

13

Page 14: tugas

Gambaran retina penderita DM

2.7. Patofisiologi

Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan

aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina.Kapiler retina

membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali satudaerah yang disebut fovea.

Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak  pada kapiler retina tersebut.

Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalamyaitu sel perisit, membran basalis

dan sel endotel.

Sel perisit dan endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yangterletak

diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel

kapiler retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer 20 : 1. Sel perisit berfungsimempertahankan

struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan

transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier

dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling

berikatan satu sama lain dan bersama - sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis

membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul

kecil.Perubahan histopatologis pada kapiler retinopati diabetik dimulai dari

penebalanmembran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana keadaan lanjut perbandingan

antara sel endotel dengan sel perisit dapat mencapai 10 : 1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima

proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :

1. Pembentukan mikroaneurisma

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah

3. Penyumbatan pembuluh darah

14

Page 15: tugas

4. Proliferasi pembuluh darah baru dan jaringan fibrosa di retina

5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina

sedangkankebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat retinopati

diabetik dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

1. Edema makula atau nonperfusi kapiler

2. Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati proliperatif dan kontraksi jaringan

fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment )

3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan vitreus dan preretina

4. Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma. 19

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non

proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan kebocoran

plasma yang lanjut disertai iskemik pada dinding retina (cotton wall spot), infark pada lapisan

serabut saraf. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau

plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot,

intra retina mikrovaskuler abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manikmanik.

Bila satu dari keempatnya dijumpai maka ada kecenderungan progresif.

Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan melalui

dua mekanisme yaitu: 14

1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina yang

menyebabkan iskemik makular.

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular. 1,2,8

Kebutaan pada Retinopati Diabetik

Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut,

antara lain:

1)      Retinal Detachment (Ablasio Retina)

Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan

peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini

dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat

15

Page 16: tugas

melekatnya di koroid. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada

retinopati diabetik.19

2)      Oklusi vaskular retina

Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi

akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular

retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila

oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada

retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi

perdarahan luas, maka tajam penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami

kebutaan. Perdarahan luas ini biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi

vena sentral, karena banyaknya dinding vaskular yang lemah.

Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang

mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan

oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri

retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap

tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat

seluruh retina berwarna pucat. 6,19

3)      Glaukoma

16

Page 17: tugas

Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa

literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan

dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular. 4,19

2.8 Patologi

Diabetes menyebabkan perubahan yang unik pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis

klasik dicirikan sebagai penebalan membrana basalis, sklerosis mesangial yang difus,

hialinosis, mikroaneurisma, dan arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular dan interstitial juga

terjadi. Daerah ekspansi mesangial yang ekstrim dinamakan nodul Kimmelstiel-Wilson atau

ekspansi mesangial nodular yang diobservasi pada 40-50% pasien yang terdapat proteinuria.

Pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria memiliki lebih banyak

struktur heterogenitas daripada pasien dengan DM tipe 1.20

Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membrana basalis,

ekspansi mesangium yang kemudian menimbulkan glomerulosklerosis noduler atau difus,

hialinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.8,20

2.9. Diagnosis

Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan :

1.Anamnesis

Adanya riwayat diabetes mellitus, penurunan ketajaman penglihatan yang terjadi secara

perlahan-lahan tergantung dari lokasi, luas dan beratnya kelainan.

2.Pemeriksaan Fisis

-Tes ketajaman penglihatan

-Dilatasi pupil

3.Pemeriksaan Penunjang

-Fundal flourescein angiography

-Pemotretan dengan memakai film berwarna

-Oftalmoskopi

-Slit lamp biomicroscopy

17

Page 18: tugas

-Ocular Coherence Tomography (OCT); suatu pemeriksaan yang menyerupai ultrasound

yang digunakan untuk mengukur tekanan intraocular.

-Digital retinal screening programs, sebuah program sistematik untuk deteksi dini penyakit

mata termasuk retinopati diabetik.19

2.10. Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic merupakan upaya yang harus

dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk

memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah

untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan

retinopati diabetic saat ini meliputi :

1.Kontrol glukosa darah

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik

secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetic dan juga

progresivitasnya

2.Kontrol tekanan darah

3.Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)

4.Laser koagulasi

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan

retinopati diabetic. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah

dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal

yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan jjuga untuk beberapa tipe

makulopati.

Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi

lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, factor vasoformatif

pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto

koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut

fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut fotokoagulas panp-

retinal.2,10,19

18

Page 19: tugas

2.11. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah:

Perdarahan vitreus body

Ablasio retina

2.12. Prognosis

Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian

metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi

secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga dianggap

penting. Dengan metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada situasi masalah

social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk memperoleh perbaikan

dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus. Setelah 20 tahun, 75% daripada

pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati dalam masa 5 tahun.

Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati

yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang

bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada

mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.19

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

19

Page 20: tugas

Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai

olehkerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus retina. Retinopati ini dapat

dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan

retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala

klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Retinopati diabetes non

proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh darah

yang terkena.

Gejala subjektif para penderita retinopati diabetes nonproliferatif pada umumnya

seperti penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba-tiba kabur pada satu

mata,melihat lingkaran-lingkaran cahaya, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip.

Sedangkan gejala objektif pada penderita retinopati diabetes non proliferative antara lain

mikroaneurisma, dilatasi pembuluh darah balik, perdarahan (haemorrhages), hard

eksudat,edema retina. Retinopati diabetik nonproliferatif dapat mempengaruhi fungsi

penglihatan melalui dua mekanisme yaitu:

1. Perubahan sedikit demi sedikit daripada pembentukan kapiler dari intra retina

yangmenyebabkan iskemik makular.

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.

Edema makula merupakan stadium yang paling berat dari retinopati diabetik non

proliferatif. Ciri khas dari edema makula adalah cotton wall spot, intra retina mikrovaskuler

abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu darikeempatnya

dijumpai maka ada kecenderungan progresif.

Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada retinopati

diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic menggunakan lensa +

90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi

kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferatif.

Terapi inhibitor aldosa reduktase tidak dapat mencegah perkembangan retinopati

diabetik. Sedangkan terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien

yang secara klinis memperlihatkan edema, dapat memperkecil risiko penurunan

penglihatandan meningkatkan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan. Pada edema

makula diabetik dapat dilakukan terapi dengan injeksi steroid bila tidak berespon dengan

terapi laser.

3.2 Saran

20

Page 21: tugas

Perlu dilakukan evaluasi pada pasien diabetes melitus untuk mecegah komplikasi

pada penderita

Memberikan terapi yang adekuat untuk mengurangi angka mortalitas akibat

komplikasi Diabetes Mellitus

Perlu dilaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai neuropati diabetik agar diketahui

data insidensi neuropati diabetik di Indonesia.

Daftar Pustaka

21

Page 22: tugas

1. Langston DB, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd edition. Boston:Little

Brown Company.1988. 145-7.

2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR . Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya

Medika. 2000.211-4.

3. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2005.168-9.

4. James B, Chew C and Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi ke -9. Jakarta:

Erlangga.2005.131

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter

Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Sagung Seto.2002.8-9.

6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2005.9,21820.

7. Frequently Asked Question About Diabetic Retinopathy Nonproliferative.

http://www. Seebetterflorida.com [diakses 29 April 2008]

8. Rahmawati RL. Diabetik retinopati. Medan: Departemen Ilmu Penyakit Mata FKUSU

RSUP H. Adam Malik.2007.4-7.

9. Nonproliferative Diabetic Retinopathy And Macular Edema. http://www.vrmny.com

[diakses 29 April 2008]

10. Kanski JJ. Clinical Opthalmology, 3th Edition. London: Butterworth

Heinemann.1994.344-57

11. Diabetic Retinopathy or Diabetic Eye Disease. http://www.eyeway.org [diakses 29

April 2008]

12. Vitreoretinal Disease Features. http://www.cehjournal.org [diakses 29 April 2008]

13. Dunbar TM. What's Causing Vision Loss? http://www.revoptom.com [diakses 29 April

2008]

14. Basic of Clinical Science Course. Retina and Vitreus, Section 12. United State:American

Academi of Ophtalmologi.1997.71-86

15. Ilyas S, Tanzil M dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.2003.121-3

16. Diabetic Retinopathy. http://www.neec.com [diakses 29 April 2008]

17. Benson WE, Tasman T. Retina. In: Rhee DJ, Pyfer MF. The Wills Eye Manual Office

and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 3 Edition. Philladelphia:

Lippincott Williams and Wilkins. 1999.452-7th.

22

Page 23: tugas

18. Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic, Background dalam

http://emedicine.medscape.com/ (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010.

Pemutakhiran data terakhir tanggal 6 Oktober 2009.

19. Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia: Jakarta.

20. Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy.

Australian Diabetes Society for the Department of Health and Ageing: Australia.

21.  Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath K,

Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels in Diabetic

Retinopathy dalam www.molvis.org/molvis (online).Diakses tanggal 26 Oktober 2010.

Pemutakhiran data terakhir tanggal 24 Maret 2008.

23