Perencanaan kehutanan dan rencana tata ruang di provinsi riau
Trend perubahan rencana tata ruang riau
-
Upload
raflis-ssi -
Category
Documents
-
view
6.921 -
download
2
description
Transcript of Trend perubahan rencana tata ruang riau
Disampaikan Pada:Seminar Upaya PembenahaanTata Ruang yang mendukung Biomasa lestari di Kalimantan Barat, Hotel Kapuas Palace, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia 31 Augustus 2010 Kerjasama Both End-ICRAF-LBBT
Pengaturan Pola Ruang• Kepmen 173 tahun 1986 tentang TGHK
– Kategori kawasan yang ditetapkan: 1) Hutan Lindung, 2)Hutan Produksi terbatas, 3)Hutan Produksi, 4)Hutan Produksi Konversi
• Kepres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung– Kategori yang ditambahkan adalah kawasan bergambut– Idealnya setelah kepres 32 keluar TGHK direvisi
• Perda No 10 Tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau– Kategori kawasan yang ditetapkan: 1)APK Kehutanan, 2)APK Perkebunan,
Kawasan Lindung– Sebagian kawasan bergambut ditetapkan sebagai kawasan Lindung– Sampai Saat ini Dephut tidak mengakui Perda No 10 tahun 1994, tetapi tidak
ada peraturan yang membatalkan perda ini.• PP No 47 tahun 1997 dan PP 26 tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional
– Kriteria dalam TGHK dan Kepres 32 tahun 1990 dimasukkan sebagai kriteria kawasan
– Lampiran VII PP 26 tahun 2008 menjelaskan kawasan lindung dan budidaya dalam RTRWN
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Kepmen 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986
TGHK TGHK Update
Inkonsisten terhadap TGHK•Terdapat Perbedaan Peta TGHK (lampiran Kepmen 173 tahun 1986 (Kiri) dengan TGHK Update (Kanan) yang digunakan sebagai bahan paduserasi RTRWP dan TGHK•Sampai saat ini status kawasan hutan provinsi riau masih menggunakan TGHK
TGHK Kepmen 173 tahun 1986A . Hutan Tetap
1. HutanLindung 228.793,82 ha2. Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 531.852,65 ha3. Hutan Produksi Terbatas 1.605.762,78 ha4. Hutan Produksi Tetap 1.815.949,74 ha5. Hutan Mangrove /Bakau 138.433,62 ha
Luas Hutan Tetap 4.320.792,61 haB. Hutan Produksi Konversi dan Areal Penggunaan lain 4.277.964,39 haTotal 8.598.757,00Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2006
TGHK Update
Seiring dengan perkembangan waktu, Peta TGHK mengalami beberapa perubahan hal ini bisa terjadi karena :
1. Adanya in-out kawasan hutan karena proses tata batas
2. Adanya Tukar Menukar kawasan hutan
3. Adanya pelepasan kawasan hutan
Pelanggaran Perizinan Terhadap TGHKKehutanan : Izin Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HT)
No Fungsi Luas ha %
1 Area Penggunaan Lain (APL) 3.568
2 Hutan Lindung 4.635
3 Hutan Produksi Terbatas 651.633
4 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 12.264
Jumlah 1.022.563
Pelanggaran
Legal
Pelanggaran Perizinan Terhadap TGHK (Perkebunan)
No Peruntukan Luas (ha) %
1 Hutan Lindung (HL) 12,033
2 Hutan Produksi (HP) 102,958
3 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 114,346
4 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 4.058.
Jumlah 233.397Catatan: perizinan pada HPK harus mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari mentri kehutanan seluas 1,010,229 ha
Pelanggaran
Legal
Pelanggaran Perkebunan dan HTI/IUPHHK_HT terhadap Kawasan Bergambut
Perizinan yang berada pada kawasan gambut dalam (Lebih dari 4m)
• Perkebunan seluas 96 645 ha• HTI/ IUPHHK-HT seluas 614 150 ha
Perda No 10 Tahun 1994
1. Arahan Pengembangan Kawasan Hutan 2.872.491 33,41 ha2. Hutan Lindung 161.823 1,88 ha3. Kawasan Lindung Gambut 830.235 9,66 ha4. Cagar Alam/SA/SM 570.412 6,63 ha5. Kawasan Sekitar Waduk /Danau 20.024 0,23 ha6. Kawasan Pengembangan Perkebunan, Transmigrasi,
Pemukiman, dan Penggunaan lain (non Kehutanan) 4.143.772 48,19 ha
Jumlah 8.598.757 100Sumber: Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2006
Pelanggaran HTI/IUPHHK-HTTerhadap Perda 10 1994
No Peruntukan Luas (ha) %
1 APK Perkebunan 186.709 31.54
2 APK Pertanian 1,296 0.22
3 APK Transmigrasi 11,063 1.87
4 Kawasan Lindung 368,417 62.23
5 APK yang Diprioritaskan 2,344 0.40
6 AP Lainnya 22,173 3.75
Total 592,004 100
Pelanggaran
Legal
Pelanggaran Perizinan PerkebunanTerhadap Perda 10 1994
No Peruntukan Luas (ha) %
1 AP Lainnya 88,486 24.35
2 APK Kehutanan 179,517 49.41
3 APK Pertambangan 1,815 0.50
4 APK Pertanian 3,377 0.93
5 APK Transmigrasi 32,726 9.01
6 APK yang Diprioritaskan 2,018 0.56
7 Kawasan Lindung 55,389 15.24
8 Total 363,329 100
Pelanggaran
Legal
Perencanaan Kehutanan UU No 41 Tahun 1999
No Tahapan Perencanaan Keterangan
1 Inventarisasi Kawasan Hutan Hanya dilaksanakan inventarisasi hutan tingkat nasional sedangkan tingkat DAS, Tingkat Wilayah , Tingkat Unit Pengelolaan belum dilakukan
2 Pengukuhan Kawasan hutan
2.1. Penunjukan kawasan Hutan Belum dilaksanakan (masih menggunakan Kepmen 137 tahun 1986 ) seharusnya dilaksanakan setelah proses inventarisasi kawasan hutan selesai dilakukan.
2.2. Penataan batas kawasan Hutan Dilaksanakan sebagian, (sampai dengan tahun 2007 dilaksanakan sepanjang 9.156 ,01 km dari 11.945,90 km yang diperkirakan) seharusnya dilaksanakan setelah penunjukan kawasan hutan yang baru dilakukan.
Perencanaan Kehutanan UU No 41 Tahun 1999
No Tahapan Perencanaan Keterangan
2.3 Pemetaan Kawasan hutan Sampai tahun 2007 baru 76,64% dari luas kawasan hutan di provinsi Riau
2.4 Penetapan Kawasan Hutan baru dilakukan pada 21 kelompok hutan dari 207 kelompok hutan yang ada.
3 Penataagunaan Kawasan Hutan
3.1 Penetapan Fungsi Kawasan hutan
Belum dilaksanakan ( fungsi kawasan masih berdasarkan kepmen 137 tahun 1986)
•Karena Fungsi kawasan Hutan Untuk Wilayah Provinsi Riau belum ditetapkan maka belum ada legalitas dari fungsi kawasan hutan tersebut.
Mandat Penertiban Pola Ruang dalam UU No 26 Tahun 2007
• Pasal 77– Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
– Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
– Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.
Izin Perkebunan dan HTI yang ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam PP 26 Tahun 2008
• Lampiran 7 PP 26 Tahun 2008 Menetapkan sebagian besar wilayah provinsi riau sebagai kawasan lindung
• Hasil Overlay analisis terhadap Peta pola ruang wilayah nasional terhadap perizinan HTI dan Perkebunan didapatkan:
Pada Kawasan lindung terdapat 860 367 ha perizinan IUPHHK/ HTI•801,743 ha izin Batal demi hukum•57,995 ha dibatalkan dengan kompensasi
Pada Kawasan Lindung terdapat 224 692 ha perizinan perkebunan
Upaya Perlawanan secara konstitusi terhadap UU 26 tahun 2007
1. Pemutihan Pelanggaran dalam draft RTRWP– Kehutanan (Perizinan HTI/IUPHHK-HT)
• Pelanggaran TGHK, perda 10 tahun 1994 dan kawasan Bergambut tetapi diusulkan sebagai kawasan HTI/ Pencadangan HTI dalam draft RTRWP seluas 1,173,317 ha
• Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional tetapi diusulkan sebagai kawasan budidaya kehutanan dalam draft RTRWP seluas 625,666 ha
– Perkebunan (Perizinan Perkebunan)• Pelanggaran TGHK, Perda 10 tahun 1994 dan kawasan bergambut
tetapi diusulkan sebagai kawasan Budidaya perkebunan dalam draft RTRWP Seluas 436,215 ha
• Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional tetapi diusulkan sebagai kawasan budidaya perkebunan dalam draft RTRWP seluas 180,169 ha
2. Pembentukan Tim Terpadu Depertamen Kehutanan– Dalam melakukan riset/ analisis parameter pertama yang dilihat adalah
legalitas perizinan ini sangat bertentangan dengan mandat penertiban izin dalam UU no 26 tahun 2007
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat sipil di sumatra untuk melakukan advokasi tata ruang
1. Terbentuknya Forum Tata Ruang Sumatra (Tata Ruang Berbasis Ekosistem)
2. Kelompok CSO Sumatra (Potret Krisis Sumatra)3. Adanya Media Komunikasi (mailing list dan blog Penataan Ruang)
1. Nasional [email protected]. Sumatera [email protected] 3. Sumatra Utara [email protected] 4. Riau [email protected] , http://rencanatataruangriau.blogspot.com
dan Kelompk Kerja Tata Ruang Riau
4. Somasi NGO di Provinsi Riau terhadap mentri kehutanan terhadap izin yang dikeluarkan oleh mentri pada kawasan lindung nasional
5. Akan memberikan masukan substansi terhadap perpres tata ruang pulau sumatra ke Dirjen Penataan Ruang untuk 4 provinsi (Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau dan Jambi) oleh Yayasan Kabut Riau dengan NGO di 4 provinsi (sekarang dalam tahap pengumpulan data dan analisis)
Studi Kasus Pelanggaran RTRWNSK 327/Menhut-II/2009
SK…. PT RAPPSomasi NGO di riau terhadap Mentri Kehutanan
•Izin ini dikeluarkan setelah UU 26 tahun 2007 dan PP 26 tahun 2008 dikeluarkan
•Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 (lampiran VII Peta Pola Ruang Wilayah Nasional)
•Pasal 73 ayat (1) UU 26 Tahun 2007 Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Tunggakan-tunggakan masalah (Potret Krisis Sumatra)
• Pola penguasaan dan pemanfaatan ruang kelola yang tidak pernah berubah sejak masa pendudukan Belanda sampai sekarang
• Monopoli penguasaan swasta atas ruang kelola • Perkebunan besar, transmigrasi, konsesi hutan
• Kesenjangan pengetahuan diantara pelaku-pelaku terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ruang (Negara, masyarakat, swasta)
• Tumbukan kewenangan diantara lembaga-lembaga Negara dalam penataan ruang
• Rencana tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten tidak sinkron• Kelambatan penyelesaiain araha kebijakan tata-ruang yang menimbulkan
ketidakpastian hukum dalam penguasaan & pengelolaan ruang• Pengabaian kebijakan tata-ruang wilayah oleh sektor
Perlindunganwilayah hutanalam tersisa
Akses masyarakatkepada kekayaanalam dan hutan
Praktik-praktikterbaik tata-kelolahutan di Sumatra
Disintensif dan insentif
Pemulihan ruang-ruang hidup kritis
Prakarsa Masyarakat Sipil Sumatra(Potret Krisis Sumatra)
Tunggakan-tunggakan masalah (Potret Krisis Sumatra)
• Pola penguasaan dan pemanfaatan ruang kelola yang tidak pernah berubah sejak masa pendudukan Belanda sampai sekarang
• Monopoli penguasaan swasta atas ruang kelola • Perkebunan besar, transmigrasi, konsesi hutan
• Kesenjangan pengetahuan diantara pelaku-pelaku terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan ruang (Negara, masyarakat, swasta)
• Tumbukan kewenangan diantara lembaga-lembaga Negara dalam penataan ruang
• Rencana tata ruang nasional, propinsi dan kabupaten tidak sinkron• Kelambatan penyelesaiain araha kebijakan tata-ruang yang menimbulkan
ketidakpastian hukum dalam penguasaan & pengelolaan ruang• Pengabaian kebijakan tata-ruang wilayah oleh sektor
Potret Krisis Sumatra Aceh : 6 DAS utama (Krueng Peausangan, Meurebo, Krueng Aceh, Krueng Tripa,
Tamiang dan Krueng Jambo Aye) berstatus sangat kritis. Sumatera Utara : dari 7,2 juta luas Sumatera Utara, hanya 964.229 atau 13,34%
yang dikuasai dan dikelola oleh rakyat. Sumatera Barat : jumlah lahan yang bisa diproduksi oleh rakyat hanya 389.074
hektar atau sama dengan 0,08 Ha per jiwa. Riau : pada bulan Januari – Juli 2009 tercatat ada 44.000 orang yang terserang
ISPA. Jambi : 9600 ha hutan alam di Tanjung Jabung dikonversi untuk Hutan Tanaman
Industri group Sinar Mas. Sumatera Selatan : 40,000 ha hutan gambut terakhir dengan kualitas terbaik
direkoemendasikan bupati untuk untuk kawasan HTI Sinar Mas. Bengkulu : Dari luas kawasan 1,9 juta hektar, penguasaan lahan oleh rakyat hanya
0,5 ha per jiwa. Sisanya untuk kepentingan swasta dan kawasan hutan. Lampung : ribuan hektar wilayah adat hilang akibat kebijakan pemerintah yang
lebih banyak menguntungkan investor.